FAKTOR LINGKUNGAN, KEGIATAN DAN BUDAYA PENDUDUK BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA PLASMODIUM VIVAX DI LIMA DAERAH ENDEMIS TINGGI,KABUPATEN TIMUR TENGAH SELATAN (TTS) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR INTISARI Nur Alvira1, Sukismanto2 Latar Belakang: Menurut Departemen Kesehatan R.I. (1999a), di Indonesia sampai saat ini, penyakit malaria juga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar. Angka kesakitan penyakit ini cukup tinggi, terutama di daerah Indonesia bagian timur. Di daerah transmigrasi dimana terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah yang endemis dan yang tidak endemis malaria, masih sering terjadi serangan epidemik dan kejadian luar biasa (KLB) malaria yang tidak jarang disertai kematian. Beban penyakit malaria sangat tinggi karena dapat mengakibatkan anemia, aborsi, kematian janin, prematuritas, berat badan lahir rendah, dan economic lost yang cukup tinggi di daerah endemik. Hal ini menimbulkan kerugian pada perekonomian negara karena hilang atau berkurangnya pendapatan rumah tangga, pariwisata, bisnis maupun industri. Meskipun sudah diusahakan pemberantasan bertahun-tahun tetapi insiden malaria belum menunjukkan penurunan yang bermakna. Jumlah penderita malaria positif secara mikroskopis pada tahun 2011 sebanyak 63.792 orang dengan API tahun 2010 sebesar 15,62 per 1.000 penduduk yang merupakan masuk dalam kategori high endemis. Distribusi kasus malaria terbesar di Kabupaten Lembata, Sikka, Nagakeo, Ende, Sumba Barat Daya dan Timor Tengah Selatan (TTS). Berdasarkan data dari RSUD SoE di Kabupaten TTS, penyebab Kematian terbesar ke dua pada tahun 2007 disebabkan karena malaria sebanyak 15 kematian (9,8%) setelah IUFD, sedangkan Annual Malaria Incidence (AMI) di TTS mengalami peningkatan dan penurunan yang fluktuatif dari tahun 2003-2007. Personal hyigiene dan sanitasi lingkungan sangat berperan dalam meningkatkan penularan malaria di daerah tersebut, namun sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti. 1,2
: Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor lingkungan, kegiatan dan budaya penduduk berhubungan dengan kejadian malaria plasmodium vivax di lima daerah endemis tinggi, kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS) Propinsi Nusa Tenggara Timur. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik (observational) dengan rancangan studi cross sectional. Sebanyak 500 orang akan dijadikan sampel dalam peneltian ini. Pengambilan sampel dilakukan secara Random, dengan mengambil sampel darah tepi untuk diagnose malaria, dan penyebarAn kuesioner untuk mengetahui factor risikonya. Analisis data menggunakan chi-square test dengan α = 5%. Hasil: penelitian ini dapat membuktikan bahwa kondisi lingkungan di dalam dan luar rumah seperti kondisi lantai, dinding, plafond, keberadaan kandang ternak dan kepadatan hunian sebagai factor yang dapat mengakibatkan peningkatan risiko penularan penyakit malaria Plasmodium Vivax di 5 wilayah yang berkategori endemis tinggi. Dari hasil penelitian ini diharapkan Dinas Kesehatan dan Puskesmas dapat meningkatkan pemberian edukasi di masyarakat tentang kualitas rumah sehat dan modifikasi lingkungan serta perilaku melakukan specific protection seperti penggunaan kelambu, obat nyamuk, repellent dan baju tertutup saat beraktivitas di luar rumah maupun tidur di malam hari. Kesimpulan: Perbaikan kondisi lingkungan di dalam dan luar rumah melalui pemberian edukasi dan modifikasi di lingkungan masyarakat adalah upaya untuk mengendalikan factor risiko penularan penyakit malaria Plasmodium Vivax di 5 wilayah yang berkategori endemis tinggi.
PENDAHULUAN Menurut Departemen Kesehatan R.I.
tenaga kerja serta memberikan dampak negatif
(1999a), di Indonesia sampai saat ini, penyakit
terhadap pariwisata (Departemen Kesehatan R.I.,
malaria juga masih merupakan masalah kesehatan
2001)3.
masyarakat yang cukup besar. Angka kesakitan
Propinsi NTT berada di urutan kedua
penyakit ini cukup tinggi, terutama di daerah
tertinggi setelah Papua barat dengan jumlah
Indonesia bagian timur. Di daerah transmigrasi
penderita malaria positif secara mikroskopis pada
dimana terdapat campuran penduduk yang berasal
tahun 2011 sebanyak 63.792 orang dengan API
dari daerah yang endemis dan yang tidak endemis
tahun 2010 sebesar 15,62 per 1.000 penduduk,
malaria, masih sering terjadi serangan epidemik
sehingga mengakibatkan wilayah ini termasuk
dan kejadian luar biasa (KLB) malaria yang tidak
dalam kategori high endemis. Distribusi kasus
jarang disertai kematian1.
malaria terbesar di Kabupaten Lembata, Sikka,
Di Jawa – Bali, Annual Parasite Incidence (API) pada tahun 2000 sebesar (0,81‰)
Nagakeo, Ende, Sumba Barat Daya dan Timor Tengah Selatan (TTS)4.
turun menjadi (0,15‰) pada tahun 2004. Untuk di
Di
Indonesia,
parasit
menginfeksi
(AMI) pada tahun 2000 sebesar (31,09‰) turun
falciparum dan P. vivax. Malaria yang disebabkan
menjadi (20,57‰) pada tahun 2004. Namun
oleh P. vivax sejak lama dianggap jauh lebih jinak
demikian, kejadian luar biasa (KLB) malaria pada
daripada malaria yang disebabkan oleh P.
masa-masa tersebut masih sering terjadi, dengan
falciparum, tetapi data global terbaru oleh Peter
jumlah kasus tercatat sebesar 32.987 penderita
Gething peneliti atlas malaria dari Universitas
dengan kematian yang cukup tinggi. Case Fatality
Oxford menunjukkan bahwa P. vivax merupakan
Rate (CFR) malaria berat yang dilaporkan dari
masalah kesehatan masyarakat yang sangat besar.
beberapa Rumah Sakit berkisar (10 - 15%). Dari
Parasit ini membunuh lebih banyak manusia
293 kabupaten/ kota yang ada di Indonesia, 167
daripada yang tadinya diperkirakan, dan secara
Kabupaten/Kota merupakan wilayah endemik
global sebenarnya lebih banyak manusia yang
malaria (Departemen Kesehatan R.I., 2006) . Di peningkatan
beberapa kasus
daerah malaria
di
Indonesia,
masih
berisiko
tertular
didominasi
vivax
oleh
yang
luar Jawa - Bali, Annual Malaria Incidence
2
manusia
jenis
dibandingkan
P.
P.
Falciparum5.
sering
Penilaian secara berkala aspek ekologis
dilaporkan. Terjadinya peningkatan kasus ini
dan
sosial
ekonomis
diantaranya diakibatkan oleh adanya perubahan
bertahun-tahun untuk menurunkan AMI dan API,
lingkungan seperti penambangan pasir yang
tetapi belum tampak adanya perbaikan lingkungan
mengakibatkan timbulnya genangan air sebagai
menyeluruh
tempat perindukan nyamuk penular malaria,
vektor (source reduction). Faktor kebiasaaan dan
sistem irigasi pertanian, penebangan hutan bakau
budaya
dan lain sebagainya. Penyakit ini masih menjadi
perkembangbiakan vektor juga belum mengalami
permasalahan kesehatan masyarakat dan sangat
perubahan, misalnya kebiasaan memelihara ternak
mempengaruhi angka kesakitan dan kematian
di rumah, aktivitas di malam hari, penggunaan
pada bayi, anak balita dan ibu melahirkan.
kelambu, penggunaan obat nyamuk dan kondisi
Penyakit ini juga dapat menurunkan produktivitas
fisik rumah.
yang
penduduk
sudah
dilaksanakan
memungkinkan
yang
penurunan
memungkinkan
BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini menggunakan rancangan
Untuk mencukupi jumlah sampel maka
cross sectional. Populasi dan sampel dalam
dilakukan
penelitian ini adalah individu sehat dengan
puskesmas,
criteria inklusi: usia diatas 14 tahun, berdomisili
dilakukan di 5 wilayah kerja puskesmas. Sampel
di wilayah kerja puskesmas yang terpilih. Kriteria
dipilih secara acak (random) sederhana. Variabel
ekslusi: tidak menderita penyakit kronis (TBC,
dalam penelitian adalah kejadian malaria dengan
Hepatitis, dan HB< 10 gr/dl). Jika dalam satu
kebiasaan mandi, kebiasaan buang air besar,
rumah terdiri dari keluarga inti maka yang berhak
kebiasaan mencuci, kebiasaan tidur di luar rumah,
menjadi sampel penelitian adalah ayah dan ibu
penggunaan kelambu, kondisi dinding, plafon,
(tidak mempunyai hubungan sedarah dan sesuku).
lantai dan penggunaan kawat kasa pada ventilasi
sebanyak 400 orang, namun untuk mencegah drop
rumah, kepemilikan ternak, jarak kandang ternak,
out dilakukan penambahan sampel sebesar 25%
penggunaan obat nyamuk dan kepadatan hunian.
(100
Analisis data yang digunakan dala penelitian ini
orang),
sehingga
total
sampel
yang
penambahan sehingga
1
wilayah
pelaksanaan
kerja
penelitian
adala chi-square dengan α: 0,05.
digunakan sebanyak 500 orang.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Kejadian Malaria di 5 Puskesmas Endemis Tinggi Kabupaten TTS (Laporan Bulanan Puskesmas, 2013)6
1. Puskesmas Batu Putih. Data tahun 2013,
positif yang sebagian besar berusia >15 tahun
ini
(64,13%) dan berjenis kelamin laki-laki
memiliki penduduk berjumlah 12.318 Jiwa. Di
(36,41%) dan perempuan (27,72%) , dengan
tahun ini terdapat 1 kasus malaria berdasarkan
jenis
gejala klinis, namun dari 228 orang yang di
(45,65%) dan Plasmodium vivax (50%)
didagnosis
(Laporan Bulanan Puskesmas, 2013)
memperlihatkan
bahwa
dengan
puskesmas
metode
mikroskopis
ditemukan 103 orang positif yang sebagian
malaria
Plasmodium
3. Puskesmas Oenino.
Data
tahun
2013,
besar berusia >15 tahun (49,51%) dan berjenis
memperlihatkan
kelamin laki-laki (26,21%) dan perempuan
memiliki penduduk berjumlah 11,605 Jiwa.
(23,30%) , dengan jenis malaria Plasmodium
Di tahun ini terdapat 18 kasus malaria
falcifarum (84,47%) dan Plasmodium Vivax
berdasarkan gejala klinis, namun dari 170
(14,56%) (Laporan Bulanan Puskesmas, 2013)
orang yang di didagnosis dengan metode
2. Puskesmas
Panite.
Data
tahun
2013,
bahwa
falcifarum
puskesmas
ini
mikroskopis dan 37 dengan metode RDT
ini
ditemukan 134 orang positif yang sebagian
memiliki penduduk berjumlah 21.331 Jiwa. Di
besar berusia >15 tahun (45,52%) dan berjenis
tahun ini tidak ada laporan kasus malaria
kelamin laki-laki (18,66%) dan perempuan
berdasarkan gejala klinis, namun dari 485
(26,87%), dengan jenis malaria Plasmodium
orang yang di didagnosis dengan metode
falcifarum (52,24%) dan Plasmodium vivax
mikroskopis dan RDT ditemukan 184 orang
(17,16%) (Laporan Bulanan Puskesmas, 2013)
memperlihatkan
bahwa
puskesmas
4. Puskesmas
Oinlasi.
memperlihatkan
Data
bahwa
tahun
2013,
puskesmas
ini
5. Puskesmas Oeekam. Data tahun 2013, memperlihatkan
bahwa
puskesmas
ini
memiliki penduduk berjumlah 20.149 Jiwa. Di
memiliki penduduk berjumlah 23.486 Jiwa. Di
tahun
tahun
ini
terdapat
31
kasus
malaria
ini
terdapat
41
kasus
malaria
berdasarkan gejala klinis, namun dari 475
berdasarkan gejala klinis, namun dari 383
orang yang di didagnosis dengan metode
orang yang di didagnosis dengan metode
mikroskopis dan 39 dengan metode RDT
mikroskopis ditemukan 72 orang positif yang
ditemukan 128 orang positif yang sebagian
sebagian besar berusia >15 tahun (62,5%) dan
besar berusia >15 tahun (62,5%) dan berjenis
berjenis kelamin laki-laki (31,94%) dan
kelamin laki-laki (25,78%) dan perempuan
perempuan (30,56%), dengan jenis malaria
(36,72%), dengan jenis malaria Plasmodium
Plasmodium
falcifarum
falcifarum (79,69%) dan Plasmodium vivax
Plasmodium
vivax
(19,53%) (Laporan Bulanan Puskesmas, 2013)
Bulanan Puskesmas, 2013).
(86,11%)
(11,11%)
dan
(Laporan
B. Karakteristik Responden Tabel 1. Karaktersitik Responden di Lima Daerah Endemis Tinggi Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS) Propinsi NTT Tahun 2013 Karakteristik Responden Status Mikroskopis Total Positif % Negatif % N % Umur (Tahun) < 15 0 0,0 9 1,8 9 1,8 16-20 2 0,4 10 2,0 12 2,4 21-30 12 2,4 61 12,2 73 14,6 31-40 15 3,0 120 24,0 135 27,0 41-50 20 4,0 102 20,4 122 24,4 > 51 19 3,8 130 26,0 149 29,8 Total 68 13,6 432 86,4 500 100,0 Jenis Kelamin Laki-Laki 30 6,0 179 35,8 209 41,8 Perempuan 38 7,6 253 50,6 291 58,2 Total 68 13,6 432 86,4 500 100,0 Lama Tinggal (Tahun) <1 1 0,2 10 2,0 11 2,2 2-5 8 1,6 42 8,4 50 10,0 6-10 8 1,6 36 7,2 44 8,8 > 11 51 10,2 344 68,8 395 79,0 Total 68 13,6 432 86,4 500 100,0 Etnis Timor 65 13,0 397 79,6 462 92,6 Sabu 1 0,2 6 1,2 7 1,4 Rote 1 0,2 23 4,6 24 4,8 Bugis 0 0,2 1 0,2 1 0,2 Sumba 0 0,0 1 0,2 1 0,2 Batak 0 0,0 1 0,2 1 0,2 China 0 0,0 1 0,2 1 0,2 Alor 0 0,0 1 0,2 1 0,2 Total 67 13.4 432 86,6 499 100,0 Responden dengan hasil pemeriksaan positif
Berdasarkan jenis kelamin sebagaian besar
plasmodium vivax berdasarkan mikroskopis,
berjenis kelamin perempuan (58,2%) dengan
sebagian besar berusia 41-50 tahun (4,0%).
hasil pemeriksaan positif plasmodium vivax
tertinggi (7,6%). Sebagan besar responden
berbeda dengan hunian yang memiliki 5-8
telah berada di wilayahnya masing-masing
orang sebesar 48,0%. Responden dengan
telah lebih dari 11 tahun sebesar 79,0%, dan
hasil pemeriksaan positif plasmodium vivax
sebagian
mereka
berdasarkan mikroskopis, sebagian besar
vivax
berpenghuni kurang dari lima orang sebesar
berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis.
7,4%. Sebagian besar responden berasal dari
Sebagain besar responden memiliki kurang
etnis timor sebesar 92,6% dengan penemuan
dari 5 orang dalam 1 hunian tempat tinggal
positif plasmodium vivax sebesar 13%.
ditemukan
besar
(10,2%)
positif
dari
plasmodium
sebesar 49,2%, namun angka ini tidak jauh
C. Hubungan Kebiasaan dan Budaya Penduduk dengan Kejadian Malaria Plasmodium Vivax berdasarkan Status Pemeriksaan Mikroskopis Tabel 2. Hubungan Kebiasaan dan Budaya Penduduk dengan Kejadian Malaria Plasmodoium Vivax Status Mikroskopis Total Kebiasaan dan PRR CI Budaya Penduduk Value Positif % Negatif % N % Kebiasaan Mencuci, Mandi, BAB di Luar Rumah Berisiko 37 7,5 279 56,2 316 63,7 0,703 0,4500,134 Tidak Berisiko 30 6,0 150 30,2 180 36,3 1,097 Total 67 13,5 429 86,5 496 100 Kebiasaan Berkativitas di Luar Rumah Berisiko 40 8,0 248 49,8 288 57,8 1,042 0,6650,895 Tidak Berisiko 28 5,6 182 36,5 210 42,2 1,632 Total 68 13,7 430 86,3 498 100 Kebiasaan Tidur di Luar Rumah Berisiko 16 3,2 100 20,0 116 23,2 1,016 0,5571,000 Tidak Berisiko 52 10,4 331 66,4 383 76,8 1,862 Total 68 13,6 431 86,4 499 100 Penggunaan Obat Nyamuk Berisiko 7 1,4 38 7,6 45 9,0 1,160 0,5650,651 Tidak Berisiko 61 12,2 394 78,8 455 91,0 2,383 Total 68 13,6 432 86,4 500 100 Penggunaan Kelambu Berisiko 53 10,6 326 65,2 379 75,8 1,128 0,6600,761 Tidak Berisiko 15 3,0 106 21,2 121 24,2 1,930 Total 68 13,6 432 86,4 500 100 Berdasarkan
hasil
penelitian,
dapat
dibandingkan
dengan
yang
negative
diketahui bahwa sebagian besar masyarakat
berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis.
masih memiliki kebiasaan mandi, BAB dan
Hal ini berkaitan dengan aktivitas utama
aktivitas di luar rumah namun tingginya
penduduk sebagai petani di sawah dan
perilaku masyarakat yang berisiko tidak
berkebun. Aktivitas lain yang dilakukan di
sebanding dengan banyaknya masyarakat
luar rumah seperti mandi dan BAB karena
yang dinyatakan positif plasmodium vivax
sebagian besar masyarakat tidak memiliki
kamar mandi di dalam rumah. Aktivitas
telah mempunyai kebiasaan menggunakan
tersebut tidak disertai dengan keinginan
obat anti nyamuk. Obat anti nyamuk yang
untuk
gigitan
digunakan oleh responden sebagian besar
nyamuk seperti tidak menggunakan repellent
bertipe obat nyamuk bakar. Penggunaan obat
maupun
Kebiasaan
anti nyamuk jenis bakar dapat mengusir
masyarakat petani untuk menjaga kebunnya
nyamuk khususnya pada saat tidur di malam
dari serangan hewan liar pada malam hari,
hari dan hasil penelitian ini memperlihatkan
membuat mereka harus tidur di kebun, namun
ketidakpenggunaan
hal ini memberikan peluang besar terhadap
berisiko 1,160 tehadap penularan malaria,
gigitan nyamuk Anopheles. Menurut Primari
namun hasil uji statistika menunjukkan tidak
(2003) sangat berisiko karena aktivitas
ada
mengigit Anopheles farauti antara jam 17:00-
penggunaan obat nyamuk dengan kejadian
23:00 dan salah satu puncaknya pada pukul
malaria. Hal ini disebabkan karena meskipun
17.00-19.00, termasuk untuk nyamuk jenis
responden baik yang dinyatakan positif
memproteksi
baju
tubuh
yang tertutup.
7
Anopheles
dari
sundaicus .
yang
anti
nyamuk
signifikan
antara
empiris
maupun negative telah menggunakan obat
masyarakat
nyamuk bakar, mereka masih berpeluang
seperti ini sangat logis sebagai factor risiko
digigit nyamuk pada saat melakukan aktivitas
kejadian malaria karena aktivitas nyamuk
di luar rumah pada malam hari, hasil
Anopheles
penelitian
menyatakan
bahwa
dalam
Fakta
hubungan
obat
praktik
mencari
darah
dan
ini
sesuai
dengan
penelitian
menularkan sprorozoit pada manusia terjadi
Sunarsih, dkk (2009) yang menyatakan
di malam hari, sehingga siapapun yang
bahwa ketidakpenggunaan obat anti nyamuk
memiliki aktivitas di malam hari pasti
berisiko 1,867 kali, namun secara statitika
berisiko terhadap penularan penyakit malaria.
tidak ada hubungan yang signifikan8.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Elsie 8
Kebiasaan menggunakan kelambu dalam
R Hornando cit Sunarsih dkk (2009) bahwa
kondisi yang layak secara langsung dapat
ada tiga factor perilaku yang berhubungan
memproteksi seseorang dari gigitan nyakmuk
dengan penyakit malaria, yaitu: 1) Faktor
Anopheles. Hasil penelitian ini membuktikan
risiko perilaku dan social yang meningkatkan
bahwa sebagian besar masyarakat tidak
penyebaran dan kejadian malaria, 2) Faktor
mempunyai
predisposisi perilaku yang menyebabkan
kelambu
berat ringannya serta komplikasi malaria, dan
wawancara, penggunaan kelambu membuat
3) Faktor risiko perilaku yang menyebabkan
tidak nyaman dan kerepotan saat tidur seperti
resistensi
malaria.
rasa panas dan harus selalu dibersihkan
Mengacu pendapat tersebut, maka aktivitas
(mudah berdebu). Harga kelambu yang cukup
yang dilakukan masyarakat di luar rumah
mahal
merupakan factor risiko social yang berperan
pertimbangan mereka dalam penggunaannya.
dalam dinamika penularan dan penyebaran
Tidak
penyakit malaria.
responden yang mendapatkan kelambu dari
Pada
pengobatan
penelitian
penyakit
ini
juga
diperoleh
informasi bahwa sebagaian besar responden
kebiasaan karena
untuk
berdasarkan
masyarakat
mengherankan
pemerintah
menggunakan
justru
jika
hasil
menjadi
beberapa
mengalihfungsikan
penggunaannya untuk menjaring ikan di
sungai
D. Lingkungan dengan Kejadian Malaria Plasmodium Vivax berdasarkan Status Pemeriksaan Mikroskopis Tabel 3. Hubungan Kondisi Lingkungan dengan Kejadian Malaria Status Mikroskopis Total Lingkungan Positif % Negatif % N % Dinding rumah Berisiko 18 3,6 64 12,9 82 16,5 Tidak Berisiko 50 10,1 365 73,4 415 83,5 Total 68 13,7 429 86,3 497 100 Plafon Berisiko 47 9,4 200 40,0 247 49,4 Tidak Berisiko 21 4,2 232 46,4 253 50,6 Total 68 13,6 432 86,4 500 100 Ventilasi Berisiko 67 13,5 426 85,5 493 99,0 Tidak Berisiko 1 0,2 4 0,8 4 1,0 Total 68 13,7 430 86,3 497 100 Lantai Berisiko 62 12,4 97 19,4 159 31,8 Tidak Berisiko 6 1,2 335 67,0 341 68,2 Total 68 13,6 432 86,4 500 100 Jarak Rumah Dari Breeding Places Berisiko 68 13,6 432 86,4 500 100 Tidak Berisiko 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 68 13,6 432 86,4 500 100 Keberadaan Kandang Ternak Berisiko 48 9,6 133 26,7 181 36,2 Tidak Berisiko 20 4,0 298 59,7 318 63,8 Total 68 13,6 431 86,4 499 100 Kepadatan Hunian Tidak Sesuai 60 12,0 325 65,0 385 77,0 Standar Sesuai Standar 8 1,6 107 21,4 115 23,0 Total 68 13,6 432 86,4 500 100
Penilaian secara berkala aspek ekologis juga
sudah
dilaksanakan
RR
CI
PValue
1,82
1,12-2,96
0,017
2,29
1,41-3,72
0,000
0,68
0,12-3,98
0,521
22,16
9,7950,15
0,000
0,27
0,07-1,12
0,259
4,22
2,59-6,87
0,000
2,24
1,10-4,55
0,018
pengalaman bertahun-tahun,
masih tetap
bertahun-tahun
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hal
untuk menurunkan AMI dan API, tetapi
ini diduga karena terbatasnya kegiatan yang
belum tampak adanya perbaikan lingkungan
berorientasi
menyeluruh yang memungkinkan penurunan
Faktor
vektor (source reduction). Peran lingkungan
hubungan
dalam
lingkungan alamiah dan lingkungan buatan
perkembangan
dan
penyebaran
penyakit malaria sangat dominan, sehingga pemberantasan malaria di Indonesia dari
manusia.
pada
lingkungan dengan
perbaikan yang malaria
lingkungan. mempunyai terdiri
dari
Secara
umum kondisi geografis di
signifikan, hasil penelitian ini sesuai dengan
Kabupaten TTS terdiri atas 40% kawasan
penelitian Suryana 2003 yang melakukan
hutan negara sedangkan sisanya diperuntukan
studi case control di Purworejo menjelaskan
untuk
bahwa dinding rumah yang berupa bilik
sawah,
tegalan/kebun
padang dan
pengembalaan, Padang
memiliki risiko 5,62 kali untuk terinfeksi
pengembalaan dengan persentase luasan 28%
malaria dibandingkan dengan penghuni yang
merupakan
bagi
rumahnya dinding bata atau kayu9. Matthys
masyarakat yang mengelola ternak secara
(2006) bahwa konstruksi rumah mempunyai
tradisional dengan sistem lepas (BPS, 2010).
hubungan erat dengan kejadian malaria
Adanya persawahan, hutan, rawa-rawa dan
dengan peluang 4,7 kali lebih besar pada
sungai menunjukkan adanya potensi sumber
rumah tanpa langit-langit10. Fakta yang
air yang stabil dan memungkinkan sebagai
ditemukan pada penelitian ini adalah 99%
tempat
rumah responden tidak terpasang kawat kasa.
areal
lainnya.
pengembalaan
perindukan
nyamuk
Anopheles. 7
Sesuai informasi dari Primari (2003) , bahwa
Kondisi ini sangat memprihatinkan karena
An. Farauti menyukai genangan air yang
keberadaan kawat kasa pada rumah dapat
tidak mengalir dan tidak terkena matahari
menjadi penghalang masuknya nyamuk ke
secara langsung atau teduh dan beristirahat di
dalam rumah, sehingga penghuni rumah
dinding
terhindar dari gigitan nyamuk.
rumah
sebelum
dan
sesudah
menghisap darah serta banyak ditemukan di hutan.
Pengamatan terhadap kondisi rumah Kondisi rumah masyarakat di Kabupaten
responden juga dilakukan pada kondisi
TTS terbuat dari kayu dengan kondisi tidak
lantainya
kedap
celah
mikroorganisme pada ruangan rumah juga
sehingga
dipengaruhi oleh kondisi lantai yang tidak
nyamuk
diantara
(banyak
papan
terdapat
tersebut),
kemungkinan besar nyamuk dapat masuk ke dalam
rumah
untuk
berisitirahat
dan
karena
perkembangbiakan
memenuhi syarat kesehatan. Berdasarkan
hasil
pengamatan
dan
memungkinkan terjadinya penularan malaria
analisis data diperoleh suatu kondisi bahwa
bagi
ini
lantai yang tidak memenuhi syarat memiliki
membuktikan bahwa kondisi dinding rumah
risiko 22,16 kali lebih besar terhadap
yang bercelah memiliki risiko 1,82 kali
penularan
terhadap masuknya nyamuk ke dalam rumah
statistika ada hubungan yang bermakna.
dan secara statistika ada hubungan yang
Lantai rumah biasanya hanya berupa tanah
signifikan. Hasil penelitian ini mengenai
atau batu-batu yang langsung diletakkan di
kondisi lingkungan rumah yang lain juga
atas tanah, sehingga kelembabannya sangat
menyatakan bahwa penduduk yang bertempat
tinggi.
tinggal di dalam rumah tanpa plafon memiliki
terutama yang tinggal di daerah pedesaan
peluang terjadinya penularan malaria 2,29
belum memperhatikan kondisi perumahan
kali dan secara statitika ada hubungan yang
khususnya kondisi lantai yang biasanya
penghuninya.
Hasil
penelitian
penyakit
Umumnya
malaria
dan
masyarakat
secara
Indonesia
hanya berupa tanah saja. Lantai dari tanah
vegetasi yang jaraknya dengan rumah masih
atau batu bata biasanya langsung diletakkan
dalam jangkauan jarak terbang nyamuk maka
di atas tanah sehingga menjadi lembab. Oleh
kemungkinan
karena itu perlu suatu lapisan kedap yang air,
besar
terjadi
penularan
13
penyakit malaria .
seperti semen, susunan tegel, dan lain-lain.
Menurut laporan Iskandar, dkk (1985)
Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat
Nyamuk dewasa Anopheles jenis Aconitus
mengundang berbagai serangga dan tikus
mempunyai kebiasaan hinggap dalam rumah
untuk bersarang, demikian juga kotoran yang
dan kandang, tetapi tempat hinggap yang
melekat
2003;
paling disukai ialah di luar rumah, pada
. Nyamuk lebih suka
tebing yang curam, gelap dan lembab, juga
tinggal pada tempat dengan kelembaban
terdapat diantara semak belukar didekat
tinggi dibandingkan kelembaban rendah.
sarangnya. Jarak terbangnya dapat mencapai
Menurut Depkes RI (2000) kelembaban
1,5 km, tetapi mereka jarang terdapat jauh
optimum untuk kehidupan nyamuk 70-90%
dari sarangnya14. Hal ini diperkuat dengan
RH.
penelitian dari Hadi dkk yang menyatakan
padanya
Sanropie, 1989)
(Notoatmojo,
11,12
Secara umum kondisi geografis di lokasi penelitian
masih
berupa
hutan,
sawah,
bahwa letak kandang ternak di dalam rumah terbukti mempengaruhi kepadatan vektor di rumah15.
tagalan, kebun, sungai dangkal dan area
dalam
pengembalaan
ternak
memperlihatkan bahwa ada keenganan dari
secara tradisional. Hasil inventarisasi dari
masyarakat untuk mulai mengarahkan dan
Dinas Kehutanan memperlihatkan bahwa
mengatur kandang ternak agar jauh dari
wilayah ini memiliki tanaman cendana
rumah karena sulit dalam pengawasan, rawan
terbesar. Kabupaten ini beriklim tropis dan
pencurian
dan
umumnya berubah-ubah setiap 6 bulan secara
dilakukan
pemeliharaan
bergantian
bersama.
untuk
antara
mengelolah
musim
kemarau
dan
penghujan (BPS TTS, 2010). Kondisi ini akhirnya
mempermudah
Hasil
dari
penambahan
wawancara,
biaya
ternak
jika secara
Hasil penelitian di lapangan menyatakan
tempat
bahwa sebagian besar rumah memiliki jumlah
perisitirahatan
penghuni melebihi dari standar (> 5 orang)
nyamuk Anopheles, sehingga dari hasil
sebesar 77%, sehingga dilaporkan bahwa
observasi ditemukan ada kedekatan jarak
kepadatan hunian yang tidak memenuhi
antara rumah responden dengan breeding
standar dapat meningkatkan risiko terhadap
places, meskipun secara statistika tidak ada
penularan penyakit malaria 4,22 kali lebih
hubungan yang signifikan karena antara
tinggi dibandingkan dengan rumah dengan
responden yang dinyatakan postif maupun
kepadatan hunian yang memenuhi standar.
negative plasmodium memiliki proposi angka
Semakin tinggi kepadatan hunian, maka
yang sama. Laporan dari Harijanto (2000)
semakin tinggi kadar karbondioksida (CO2)
bahwa vegetasi disekitar rumah merupakan
yang dikeluarkan. Karbon dioksida dan bau
tempat yang paling baik sebagai tempat
kulit yang dihasilkan manusia menjadi isyarat
beristirahat bagi nyamuk pada siang hari.
penting bagi nyamuk betina untuk memburu
Apabila disekitar rumah terdapat banyak
darah
perkembangbiakan
dan
manusia
melalui
gigitan
dan
menyebarkan
malaria,
karbon dioksida yang menyebabkan nyamuk
demam berdarah dan demam kuning. Hasil
berani terbang melawan arus angin. Reseptor
penelitian yang dirilis Eurekalert.org 2011
karbondioksida
bisa menjadi petunjuk bagi ilmuwan untuk
memungkinkannya untuk merespon dengan
melihat bagaimana bau dapat digunakan
cepat meskipun jumlah gas karbon dioksida
sebagai perangkap untuk mencegat dan
hanya sedikit. Hanya karbondioksida saja
menangkap nyamuk yang sedang mencari
yang menarik nyamuk, dan tidak memerlukan
mangsa karena Karbondioksida menyebabkan
bantuan bau lainnya. Kulit menjadi penting
nyamuk lebih cepat dan lebih langsung
ketika nyamuk sudah dekat dengan manusia
melawan angin daripada bau kulit. Hasil
untuk memilih lokasi gigitan. Selanjutnya,
eksperimen
sensitivitas
respons
penyakit
juga
nyamuk
seperti
menunjukkan terhadap
bahwa
bau
kulit
pada
nyamuk
nyamuk
terhadap
bau
kulit
meningkat 5 sampai 25 kali lipat setelah mencium bau karbondioksida16.
memerlukan waktu lebih lama daripada
Kesimpulan dan Saran 3.
A. Kesimpulan
1.
terhadap
Risiko
a. Kondisi dinding, plafon, lantai, kepadatan
rumah,
hunian rumah dan keberadaan kandang
dan
berisiko terhadap penularan penyakit malaria
penularan
dan secara statistika ada hubungan yang
penyakit malaria namun secara statistika
signifikan antara kondisi lingkungan tersebut
tidak ada hubungan yang signifikan antara
dengan risiko penularan penyakit malaria
Aktivitas
dan
tidur
ketidakpenggunaan kelambu
di
obat
berisiko
luar nyamuk
terhadap
kegiatan dan budaya tersebut dengan risiko
2.
Lingkungan
Penularan Penyakit Malaria
Kondisi Kegiatan dan Budaya Penduduk terhadap Risiko Penularan Penyakit Malaria
Kondisi
b.
Kondisi ventilasi dan jarak rumah dengan
penularan penyakit malaria.
breeding places tidak berisiko terhadap
Aktivitas mencuci, mandi, BAB di luar
penularan
rumah tidak berisiko terhadap penularan
statistika tidak ada hubungan yang signifikan
penyakit malaria dan secara statistika tidak
antara kondisi lingkungan tersebut dengan
ada hubungan yang signifikan antara kegiatan
risiko penularan penyakit malaria
penyakit
malaria
dan
secara
tersebut dengan risiko penularan penyakit malaria.
B. Saran Berdasarkan
hasil
penelitian
kondisi
penggunaan kawat kasa pada ventilasi,
berhubungan
dengan
dinding rumah tidak bercela, penggunaan
malaria
plafond dan lantai rumah yang memenuhi
lingkungan
sangat
terjadinya
penularan
penyakit
plasmodium vivax, maka disarankan : 1.
Peningkatan pendidikan kesehatan untuk
standar 2.
Peningkatan surveilens vector malaria secara
masyarakat mengenai peningkatan kualitas
menyeluruh
dan
survey
rumah sehat sebagai upaya untuk mengurangi
entomologi
kepadatan nyamuk di dalam rumah, seperti
distribusi vector dan kasus malaria.
berdasarkan
longitudinal factor
risiko,
3.
Diharapkan
pemerintah
melalui
Dinas
mengenai pentingknya penggunaan kelambu
tidak tergenang sepanjang tahun, disamping
sehingga
itu pemerintah melalui Dinas Perikanan dapat
masarakat untuk menjaring ikan. b.
5.
6.
7.
dan
tidak
pendidikan
kesehatan
dialihfungsikan
oleh
Pentingnya pemisahan penempatan ternak
jentik kepada masyarakat, misalnya ikan
besar dengan rumah hunian terutama pada
kepala timah, mujair dan gambusia.
malam hari dengan jarak minimal 10 m.
Diharapkan
pemerintah
melalui
Dinas
Apabila hal tersebut tidak dimungkinkan,
Kimpraswil
dapat
menyediakan
tempat
maka diperlukan tindakan pencegahan yaitu
mandi, cuci, kakus kepada masyarakat,
menghindari
sehingga mereka terhindar dari genangan air,
memakai obat anti nyamuk, kelambu tidur,
sekaligus terhindar dari gigitan nyamuk dan
pemasangan kassa anti nyamuk pada ventilasi
dari sumber-sumber penyakit yang ditularkan
rumah dan lain-lain.
Diharapkan
pemerintah
melalui
c. Dinas
Pembagian
kelambu
gigitan
nyamuk
dengan
Studi dinamika penularan malaria secara spesifik lokal sangat diperlukan karena dinamika penularan penyakit malaria berbeda
kepada
setiap
antara satu wilayah
dengan wilayah yang
rumah tangga disesuaikan dengan jumlah
lain sehingga dapat dijadikan sebagai bahan
anggota
dasar pengendalian dan pemutusan rantai
keluarga,
untuk
menghindari
DAFTAR PUSTAKA
4.
kelambu
agar air sebagai tempat perindukan nyamuk
penduduk dari gigitan nyamuk pada waktu
3.
itu
insektisida
a.
2.
Selain
melakukan penanaman padi secara serentak,
Kesehatan dapat melakukan:
1.
hari.
masyarakat juga dapat dilakukan pencelupan
melalui air (water borne disease). 5.
malam
Pertanian dapat mengajak masyarakat untuk
membantu memberikan bibit ikan pemakan
4.
tidur
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1999a) Epidemiologi Malaria (Modul 1). Jakarta: Ditjen PPM-PLP. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006) Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta: Depkes R.I. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2001) Buletin Epidemiologi Malaria. Jakarta: Ditjen PPM-PLP. Dinkes Propinsi NTT (2011) Profil Dinas Kesehatan NTT dalam Angka. Dinas Kesehatan Propoinsi NTT Kompas (2011) Ditemukan jenis Malaria Baru, Diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2011/04/23/ 03475077/ditemukan-jenis-malaria-baru [Tanggal 5 Agustus 2013]. Laporan Bulanan Puskesmas. (2013) Gambaran Kejadian Malaria Tahun 2013, Puskesmas Kabupaten TTS. Primari (2003) Survei Evaluasi Pengobatan Malaria di Puskesmas, Dinas Kesehatan Kota Nabire Papua
penularan malaria.
8.
Sunarsih, Nurjazuli, Sulistyani (2009) Faktor Risiko Lingkungan dan Perilaku yang Berkaitan dengan Kejadian Malaria di Pangkalbalam Pangkalpinang, Jurnal Kesehatan Lingkungan, volume: 8 (1) 9. Suryana, M. (2003) Kehamilan Sebagai Salah Satu Faktor Risiko Infeksi Malaria Pada Usia Reproduksi Di Daerah Endemis Kabupaten Purworejo Jawa Tengah [Tesis] Jakarta: Program Studi Epidemiologi. Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 10. Matthys B, Vounatsou P, Raso G, Tschannen A.B, Becket E.G, Gosoniu L (2006) Urban Farming And Malaria Risk Factors in a Medium-Sized Town In Cote D’Ivoire. Am. J. Trop. Med. Hyg., 75(6), 2006, pp. 12231231. 11. Notoatmodjo, Soekidjo (2003) Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan Rineka. Cipta. Jakarta. 12. Sanropie, D., (1989) Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarta.
13. Harijanto, P.N. (2000) Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganan. Jakarta: EGC. 14. Iskandar A., Sudjain C., Sanropic D. (1985) Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu. Jakarta: Depkes RI. 15. Hadi, B., Suharyo, H., Henry Setyawan (2001) Kandang Ternak dan Lingkungan Kaitannya dengan Kepadatan Vektor
Anopheles aconitus di Daerah Endemis Malaria Studi Kasus di Kabupaten Jepara, Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara. 16. Info Komunika, (2011). Nyamuk lebih Tertarik Bau Karbondioksida disbanding Bau Kulit.http://bisnisonlinetika.blogspot.com/20 11/10/nyamuk-lebih-tertarik-baukarbon.html. Diakses tanggal 20 Oktober