FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISWA SEKOLAH LANJUTAN ATAS KABUPATEN CIANJUR UNTUK TERTARIK BERKULIAH DI UNIVERSITAS SURYAKANCANA Ir. Endah Lisarini, SE., MM*
RINGKASAN Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi siswa-siswa Sekolah Lanjutan Atas (SMU dan SMK) sebagai salah satu stakeholder tertarik dan berminat berkuliah di Universitas Suryakancana (UNSUR), penulis mengkaji faktor-faktor eksternal, faktor individual yang mempengaruhi ketertarikan siswa-siswa SLTA tersebut. Diharapkan dari penelitian ini akan didapatkan: 1). Faktor-faktor yang berpengaruh (eksternal dan individual) bagi siswa-siswa kelas tiga Sekolah Lanjutan Atas (SMU dan SMK) di Kabupaten Cianjur dalam proses ketertarikan untuk berkuliah atau tidak di Universitas Suryakancana; 2). Hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh (eksternal dan individual) dengan proses ketertarikan untuk berkuliah. Dengan menggunakan Model Proses Pengambilan Keputusan Pembelian dari Hawkins et al (2007) dibangun suatu model penelitian. Responden yang dijadikan sampel penelitian adalah siswa-siswa kelas tiga Sekolah Lanjutan Atas (SMU dan SMK) di wilayah Kabupaten Cianjur. Pada penelitian ini jumlah variabel manifest sebanyak 42, maka besar nya sampel yang dapat digunakan datanya (Usable sample) sebanyak 5 kali 42 (Solimun, 2002) sehingga total sampel yang dapat dipakai adalah 220. Data sampel yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 250 dari sepuluh sekolah yang tersebar di kota dan wilayah Kabupaten Cianjur. Dari 250 data, yang terpakai (layak diolah) sebanyak 242 (Usable sample). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diajukan kepada para responden yang terdiri dari 42 pertanyaan dan diukur dengan lima poin skala Likert. Dilakukan satu kali pre-test untuk validitas instrumen (Lisarini, 2009) dan umpan balik. Data diolah dengan metode Structural Equation Model /SEM (Wijanto, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa UNSUR sebagai salah satu perguruan tinggi di Cianjur yang berdiri sejak tahun 2000, baru dikenal rata-rata 2 – 6 tahun oleh para siswa SLTA di Cianjur kota maupun kabupaten. Faktor-faktor Eksternal yang merupakan atribut-atribut UNSUR, yang terdiri dari Umur, Fakultas dan Saranaprasarana merupakan faktor yang mempengaruhi para siswa SLTA calon mahasiswa dalam proses ketertarikan untuk berkuliah di UNSUR. Sementara Faktor Individual yang berpengaruh dalam proses tersebut adalah persepsi mengenai UNSUR dan pengetahuan atau pengalaman berkuliah yang mereka dapat. Tahap-tahap yang dilalui dalam proses pengambilan ketertarikan untuk berkulih di UNSUR adalah pencarian informasi (informasi mengenai UNSUR yang dilakukan melalui brosur, papan iklan dan promosi langsung ke sekolah-sekolah mempengaruhi minat berkuliah di UNSUR) dan evaluasi akan informasi yang mereka dapat (informasi atau promosi mengenai UNSUR akan meyakinkan para siswa untuk berkuliah di UNSUR). Status UNSUR (sebagai perguruan tinggi swata, terakreditasi dan bukan merupakan BHPT), Kurikulum (waktu tempuh kuliah, jumlah sks, jadwal perkuliahan),
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siswa Sekolah Lanjutan Atas Kabupaten Cianjur Untuk Tertarik Berkuliah di Universitas Suryakancana, Ir. Endah Lisarini, SE., MM*
1
Lokasi (mudah dicari, dilalui angkutan umum), Kompetensi Dosen (sesuai dengan bidang keilmuan, lebih dari 50% S2, rata-rata berusia 35 – 45 tahun), dan Biaya Kuliah (biaya kuliah, sistem pembayaran, beasiswa) tidak mempengaruhi mereka dalam proses pengambilan keputusan berkuliah. Para siswa tidak termotivasi (berkuliah memenuhi kebutuhan, menjamin kehidupan di masa datang, menjadi sarjana dapat diwujudkan) dan tidak mempunyai kesadaran akan kebutuhan kuliah dalam proses pengambilan keputusan. Terdapat keterkaitan yang erat antara faktor-faktor eksternal (atribut UNSUR) dengan faktor individual siswa, dimana keterkaitan kedua faktor tersebut bersama-sama secara simultan merupakan faktor yang berpengaruh langsung bagi para siswa SLTA dalam proses ketertarikan untuk berkuliah di UNSUR. Kata kunci : Faktor Eksternal, Faktor Individual, Proses Pengambilan Keputusan
ABSTRACT The research was done to indentify external and internal (individual) factors influenced high school student who interested to learn at Suryakancana University Cianjur. The research model was buid based on Decision Making Process Model by Hawkins et al (2007). The sample of this research were high school students at thirth class. Manifest variables were 42, then the amount of usable sample must 220 at least (Solimun, 2002), at this research were 242 samples /respondent. Data collected by questioner consist of 42 questions and measured by Likert scale with 5 poin. Pre-test for validity of instrument and feedback of the answers was done one time and the data was processed by Structural Equation Model /SEM (Wijanto, 2008). The result indicated that UNSUR was buid at 2000, known by high school student at Cianjur (urban and suburban) is about 2 – 6 years now. Significantly, External Factors as UNSUR atributs consist of : Age of UNSUR, Faculty and Facilities were influenced to learning decision making process in UNSUR for high school student. Meanwhile, the Individual / Internal Factors were Perception and Learning / Experience. The stages of attracted process involved information searching and evaluation about UNSUR. The students not motivated and there was not learning concious to get lecture at UNSUR. *Dosen Fakultas Pertanian UNSUR
PENDAHULUAN Dalam upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas, UNSUR terus berbenah diri. Tidak cukup menyandang status terakreditasi BAN – PT saja, UNSUR berupaya menempatkan dirinya sebagai universitas tujuan kuliah dan favorit di kalangan perguruan tinggi di Cianjur. Jika dianggap sebagai suatu agen penghasil produk, maka UNSUR merupakan suatu institusi penyedia
produk jasa dengan segala atribut yang melekat padanya. Sementara Octavian (2005) mengemukakan bahwa atribut-atribut lembaga sekolah merupakan hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemasaran sekolah. Untuk keperluan tersebut, penulis merasa perlu mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi siswa-siswa Sekolah Lanjutan Atas yang terdiri dari siswa-siswa SMU (Sekolah Menengah Umum) dan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) sebagai salah satu stakeholder tertarik
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
2
dan berminat berkuliah di UNSUR. Dalam hal ini, penulis akan mengkaji faktor-faktor eksternal, faktor internal yang berpengaruh dalam proses ketertarikan untuk berkuliah atau tidak di UNSUR. Diharapkan dari penelitian ini akan didapatkan: 1) Faktor-faktor yang berpengaruh (eksternal dan individual) bagi siswa-siswa kelas tiga Sekolah Lanjutan Atas (SMU dan SMK) di Kabupaten Cianjur dalam proses ketertarikan untuk berkuliah atau tidak di Universitas Suryakancana. 2) Hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh (eksternal dan individual) dengan proses ketertarikan untuk berkuliah. Schiffman dan Kanuk (1997 : hal 664 – 666) menjabarkan suatu model proses ketertarikan hingga pengambilan keputusan untuk membeli. Dalam modelnya tergambar bahwa proses tersebut dipengaruhi oleh input berupa faktor eksternal yang terdiri dari : usaha-usaha pemasaran (bauran pemasaran). Sementara model proses ketertarikan untuk melakukan pembelian dari Hawkinss, et al (2007), faktor psikologi merupakan faktor internal yang bersama-sama dengan faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian. Faktor internal lainya adalah persepsi, motivasi dan pengalaman atau pembelajaran. Melalui persepsi, individu menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal-hal yang ada dalam diri individu yang
bersangkutan. Pada akhirnya hal tersebut akan menentukan hasil persepsi yang terdiri dari perilaku tanggapan dan bentuk sikap konsumen. Persepsi yang berpengaruh dalam keputusan pembelian juga telah diteliti oleh Rozi (2007). Sementara itu menurut Rusdiansyah (2009), motivasi merupakan salah satu faktor yang mmempengaruhi keputusan pembelian / berbelanja. Dalam Teori Pembelajaran Perilaku (Solomon, 2009 : hal 117), disebutkan bahwa pembelajaran sebagai hasil respon terhadap kejadian-kejadian eksternal. Konsumen akan memberikan respon terhadap stimuli pemasaran akibat dari koneksi-koneksi yang dibentuk atas stimuli pemasaran tersebut dan dipelajari.
Proses ketertarikan untuk melakukan pembelian merupakan rangkaian tahaptahap yang dilalui konsumen hingga konsumen tersebut mengambil keputusan. Tahaptahap tersebut dalam Hawkins et al (2007) meliputi : 1) kesadaran akan permasalahan pemenuhan kebutuhan; 2) pencarian informasi; 3) evaluasi terhadap informasi yang cenderung dipilihnya. Pada akhirnya konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli atau tidak setelah produk yang dimaksud memenuhi atau tidak pada kriteria yang ditetapkannya. Dikemukakan pula oleh Rejeki (2004) yang menyatakan bahwa bauran pemasaran khususnya promosi berpengaruh terhadap keputusan pembelian
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siswa Sekolah Lanjutan Atas Kabupaten Cianjur Untuk Tertarik Berkuliah di Universitas Suryakancana, Ir. Endah Lisarini, SE., MM*
3
METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di lingkungan Universitas Suryakancana Cianjur dan Sekolahsekolah Lanjutan Tingkat Atas di kabupaten Cianjur. Responden yang dijadikan sampel penelitian adalah siswa-siswa kelas tiga Sekolah Lanjutan Atas (SMU dan SMK). Pada penelitian ini, jumlah variabel manifest sebanyak 42, maka besanya sampel yang dapat digunakan datanya (Usable sample) sebanyak 5 kali 42 (Solimun, 2002 : hal 83 – 84) sehingga total sampel yang dapat dipakai adalah 220. Data sampel yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 250 dari sepuluh sekolah yang tersebar di kota dan wilayah Kabupaten Cianjur. Dari 250 data, yang terpakai (layak diolah) sebanyak 242 (Usable sample). Variabel bebas (variabel eksogenus) adalah Faktor Eksternal
dan Faktor Individual yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Faktor-faktor eksternal meliputi atribut-atribut Universitas Suryakancana, yaitu : umur, status, macam fakultas, kurikulum, lokasi, fasilitas gedung / sarana pembelajaran dan laboratorium, kompetensi dosen, biaya pendidikan. Faktor-faktor Individual yang dikaji adalah : persepsi siswa SLTA mengenai UNSUR, motivasi berkuliah, dan pengalaman / pengetahuan mengenai UNSUR. Variabel tergantung (Variabel endogenus) adalah Proses Ketertarikan untuk Berkuliah. Proses ketertarikan untuk berkuliah sebagai laten variabel akan diukur melalui variabel indikator : kesadaran akan permasalahan, pencarian informasi, dan evaluasi alternatif.
Tabel 1. Operasional variabel dan skala pengukurannya 1. Faktor Eksternal (KSij) Variabel Konsep Variabel Umur UNSUR Usia UNSUR di (Ksi 1) Cianjur Status (Ksi 2)
Sebagai PTS atau PTN, Terakreditasi / belum, BHP (badan usaha) atau bukan
Macam fakultas (Ksi 3)
Bidang minat yang diselenggarakan
Kurikulum 4)
Daftar mata ajaran di setiap bidang minat beserta bobot satuan kredit semester (sks)nya
(Ksi
-
-
Indikator Usia universitas (X1) tingkat perkembangan (X2) ketenaran (X3) seberapa berartinya status swasta (X4) seberapa berartinya status akreditasi (X5) seberapa berartinya status bukan badan hukum (badan usaha) PT (X6) fakultas yang diminati (X7) fakultas yang dibutuhkan (X8) fakultas favorit (X9) waktu tempuh kuliah rata-rata 7 – 8 semester (X10) jumlah sks (satuan kredit semester) yang ditempuh di UNSUR untuk jenjang strata 1 (S1) adalah minimal 144 sks (X11) Jadwal perkuliahan di UNSUR
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
Skala Interval
Interval
Interval
Interval
4
Variabel
Lokasi (Ksi 5)
Konsep Variabel
Tempat perkuliahan diselenggarakan
-
Sarana pembelajaran & lab (Ksi 6)
Sarana prasarana pendukung kegiatan belajar mengajar (KBM)
-
Dosen (Ksi 7)
Tenaga kependidikan atau dosen
-
Biaya pendidikan (Ksi 8)
Sejumlah uang yang dibayarkan mahasiswa untuk kegiatan perkuliahan, praktikum 2. Faktor Individual (Ksij) Persepsi (Ksi9) Interpretasi terhadap UNSUR setelah atributatribut UNSUR diseleksi dan diorganisir dalam pikiran Motivasi (Ksi10) Sesuatu yang menggerakkan seseorang untuk berperilaku
-
Indikator adalah Senin - Sabtu, waktunya variatif disesuaikan dengan kebisaan sebagian besar mahasiswanya (X12) mudah dicari (X13) mudah dituju dengan angkutan umum (X14) mempengaruhi keputusan dalam memilih UNSUR sebagai tempat kuliah (X15) Sarana prasarana termasuk lengkap (X16) mendukung / tidaknya pada kelancaran proses belajar mengajar (X17) merupakan daya tarik UNSUR (X18) kesesuaian dengan persyaratan keilmuan (X19) mencukupi persyaratan kompetensi dosen (X20) menyenangkan bagi para mahasiswanya (X21) biaya kuliah terjangkau (X22) Sistem pembayaran biaya kuliah merupakan kemudahan (X23) beasiswa merupakan daya tarik UNSUR (X24)
- UNSUR perguruan tinggi terfavorit di Cianjur (X25) - UNSUR perguruan tinggi yang layak dijadikan tempat kuliah (X26) - UNSUR perguruan tinggi terbesar di Cianjur (X27)
- tidak perlu mengeluarkan biaya hidup (X28) - Keinginan menekuni bidang tertentu sudah dapat dipenuhi dengan berkuliah di UNSUR (X29) - Keinginan menjadi sarjana dapat diwujudkan di UNSUR (X30) Pengetahuan / Hal yang telah - mengetahui banyak alumni UNSUR pengalaman diketahui / dialami berkarya di Cianjur dan sukses tentang UNSUR berkatan dengan (X31) (Ksi) UNSUR - mengetahui banyak kakak kelas yang berkuliah di Cianjur (X32) - mengetahui pengalaman berkuliah di UNSUR yang menyenangkan dari orang lain (X33) 3. Proses Ketertarikan Untuk Berkuliah (Eta1) Kesadaran akan Perlunya memenuhi - berkuliah merupakan kebutuhan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siswa Sekolah Lanjutan Atas Kabupaten Cianjur Untuk Tertarik Berkuliah di Universitas Suryakancana, Ir. Endah Lisarini, SE., MM*
Skala
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
5
Variabel permasalahan
Konsep Variabel kebutuhan akan kuliah -
Mencari Informasi
Mengevaluasi alternatif
Mencari sumbersumber yang dapat memberikan info / keterangan Membandingkan untung rugi dari obyek yang potensial dipilih
-
-
Indikator yang harus dipenuhi (Y1) berkuliah menjamin kehidupan di masa datang (Y2) berpendidikan tinggi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan kelak (Y3) membantu dalam mendapatkan informasi bagi saya (Y4) mempengaruhi minat pada UNSUR (Y5) frekuensinya kurang (Y6) Informasi atau promosi mengenai UNSUR meyakinkan ketertarikan saya pada UNSUR (Y7) Jika UNSUR dijadikan sebagai tujuan kuliah, maka UNSUR dapat dikatakan sebagai universitas yang layak (Y8) Jika UNSUR dijadikan sebagai tujuan kuliah, maka UNSUR dapat dikatakan sebagai universitas yang prospektif (Y9)
Skala
Interval
Interval
Selanjutnya dari variabelvariabel tersebut di atas, dibangunlah suatu Model Struktural Penelitian seperti pada Gambar 1 di
bawah. yang menyatakan bahwa bauran pemasaran khususnya promosi berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
Pengolahan data dilakukan dengan metode SEM / Analisis Jalur. SEM / Analisis
Jalur dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut (Solimun, 2002; Wijanto, 2008).
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden
Gambar 2. (A) Prosentase jumlah siswa SMU dan SMK responden, (B) Prosentase jumlah responden yang mengetahui UNSUR kurang dan lebih dari lima tahun, (C) Prosentase responden yang tahu dan tidak tahu mengenai akreditasi,(D) Prosentase responden yang tahu dan tidak tahu mengenai badan hukum perguruan tinggi.
Hasil uji kecocokan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas
konstruk model penelitian adalah sebagai berikut (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil Pengujian Indikator (Model Pengukuran) Latent variabel Umur UNSUR Fakultas
Sarana-prasarana
Persepsi
Pengetahuan
Observed variable
Faktor Loading
t-values
x2
0.53
6.88
x3
0.76
8.61
x4
0.63
9.02
x5
0.68
10.88
x6
0.62
9.59
x16
0.66
10.47
x17
0.80
12.57
x18
0.69
9.05
x25
0.73
12.55
x26
0.84
15.03
x27
0.81
14.36
x31
0.99
21.72
Construct Reliability
Variance Extracted
0.69
0.54
0.78
0.54
0.76
0.52
0.84
0.63
0.89
0.89
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siswa Sekolah Lanjutan Atas Kabupaten Cianjur Untuk Tertarik Berkuliah di Universitas Suryakancana, Ir. Endah Lisarini, SE., MM*
7
Latent variabel
Proses Keputusan
Observed variable
Faktor Loading
t-values
x32
0.81
13.26
x33
0.84
13.7
y5
0.79
8.38
y7
0.76
8.43
Hasil pengujian kecocokan keseluruhan model dikatakan baik
Construct Reliability
Variance Extracted
0.75
0.60
menurut Wijanto (2008) jika memenuhi kriteria sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Pengujian Keseluruhan Model Indikator Nilai Syarat Chi-Square 117.80 (P=0.026), Nilai Chi-Square df= 90 semakin kecil semakin baik RMSEA 0.039 (Conf. Interval 0.05 ≤ RMSEA ≤ 90%), P value = 0.87 0.08: good fit ≤ 0.05: close fit ECVI (Model) 0.89 ECVI (Model) < ECVI (Saturated) 1.13 ECVI (Saturated ECVI (Independence) 6.05 Model) = good fit
Keterangan P = 0.026 < 0.05 Marginal fit Close fit 0.89 < 1.13 = good fit, ECVI Model lebih dekat ke ECVI Saturated dibandingkan ke ECVI Independence = good
fit. AIC (Model) AIC (Saturated) AIC (Independence)
214.16 272 1530.54
AIC (Model) < AIC (Saturated) = good fit
NNFI
0.97
NFI
0.92
IFI
0.98
RFI
0.89
RMR GFI
0.047 0.94
≥ 0.90: good fit 0.80 ≤ NNFI ≤ 0.90: marginal fit ≥ 0.90: good fit 0.80 ≤ NFI ≤ 0.90: marginal fit ≥ 0.90: good fit 0.80 ≤ IFI ≤ 0.90: marginal fit ≥ 0.90: good fit 0.80 ≤ RFI ≤ 0.90: marginal fit ≤ 0.05: good fit ≥ 0.90: good fit 0.80 ≤ GFI ≤ 0.90: marginal fit
Dari 10 kriteria model struktural yang mengindikasikan model termasuk baik, 7 kriteria
214.16 < 272 = good fit, AIC (Model) lebih dekat ke AIC (Saturated) dibandingkan ke AIC (Independence) : good fit
Good fit Good fit Good fit
Marginal fit
Good fit Good fit
sudah terpenuhi dari model hasil respesifikasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa model
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
8
struktural hasil penelitian adalah baik (good fit). Hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya dapat
digambarkan seperti pada Gambar 2 berikut :
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siswa Sekolah Lanjutan Atas Kabupaten Cianjur Untuk Tertarik Berkuliah di Universitas Suryakancana, Ir. Endah Lisarini, SE., MM*
9
Dari model pada Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa para siswa SLTA baik SMU maupun SMK dalam proses ketertarikan untuk berkuliah atau tidak di UNSUR, dipengaruhi secara langsung oleh Faktor Eksternal yang meliputi Umur UNSUR (UMR), Fakultas (FAK), Sarana-prasarana (SRN). Proses ketertarikan untuk berkuliah juga dipengaruhi secara langsung oleh Faktor Individual yaitu Persepsi para siswa SLTA mengenai UNSUR (PSI) dan Pengetahuan / pengalaman para siswa SLTA bagaimana berkuliah di UNSUR dari orang-orang yang sudah berkuliah di UNSUR (PMB). Tahap-tahap yang dilalui oleh para siswa SLTA khususnya dalam proses ketertarikan untuk berkuliah atau tidak di UNSUR adalah Pencarian informasi dan Evaluasi terhadap informasi yang mereka dapat. KESIMPULAN UNSUR sebagai salah satu perguruan tinggi di Cianjur yang berdiri sejak tahun 2000, baru dikenal rata-rata 2 – 6 tahun oleh para siswa SLTA di Cianjur kota maupun kabupaten. Faktor-faktor Eksternal yang merupakan atribut-atribut UNSUR, yang terdiri dari Umur, Fakultas dan Sarana-prasarana merupakan faktor yang mempengaruhi para siswa SLTA calon mahasiswa dalam proses ketertarikan untuk berkuliah di UNSUR. Sementara Faktor Individual yang berpengaruh dalam proses tersebut adalah persepsi mengenai UNSUR dan pengetahuan atau pengalaman berkuliah yang mereka dapat. Tahap-tahap yang
dilalui dalam proses pengambilan keputusan adalah pencarian informasi (informasi mengenai UNSUR yang dilakukan melalui brosur, papan iklan dan promosi langsung ke sekolahsekolah mempengaruhi minat berkuliah di UNSUR) dan evaluasi akan informasi yang mereka dapat (informasi atau promosi mengenai UNSUR akan meyakinkan para siswa untuk berkuliah di UNSUR). Terdapat keterkaitan yang erat antara faktor-faktor eksternal (atribut UNSUR) dengan faktor individual siswa, dimana keterkaitan kedua faktor tersebut bersama-sama secara simultan merupakan faktor yang mempengaruhi para siswa SLTA dalam proses ketertarikan untuk berkuliah di UNSUR. Status UNSUR (sebagai perguruan tinggi swata, terakreditasi dan bukan merupakan BHPT), Kurikulum (waktu tempuh kuliah, jumlah sks, jadwal perkuliahan), Lokasi (mudah dicari, dilalui angkutan umum), Kompetensi Dosen (sesuai dengan bidang keilmuan, lebih dari 50% S2, rata-rata berusia 35 – 45 tahun), dan Biaya Kuliah (biaya kuliah, sistem pembayaran, beasiswa) tidak mempengaruhi mereka dalam proses ketertarikan untuk berkuliah. Para siswa tidak termotivasi (berkuliah memenuhi kebutuhan, menjamin kehidupan di masa datang, menjadi sarjana dapat diwujudkan) dan tidak mempunyai kesadaran akan kebutuhan kuliah dalam proses pengambilan keputusan. Tahaptahap yang dilalui dalam proses ketertarikan untuk berkuliah adalah pencarian informasi (informasi mengenai UNSUR yang dilakukan melalui brosur, papan iklan dan promosi langsung ke sekolah-sekolah
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
10
mempengaruhi minat berkuliah di UNSUR) dan evaluasi akan informasi yang mereka dapat (informasi atau promosi mengenai UNSUR akan meyakinkan para siswa untuk berkuliah di UNSUR). DAFTAR PUSTAKA Alma, B. (2003). Pemasaran Stratejik Jasa Pendidikan. Alfabeta. Bandung. Hawkins,D.I, Mothersbaugh, D.L. & Best, R.J. (2007). Consumer Behavior. (Building Marketing Strategy). McGraw-Hill.tenth edition. p : 281. Hendarman. (2007). Akreditasi dan Status Perguruan Tinggi. BAN-PT. Jakarta. Kotler, P. (2000). Marketing Management. Prentice Hall International. Inc. New Jersey. Kotler, P. (2003). Principles of Marketing. Prentice Hall International. Inc. New Jersey. Kountur, R. (2007). Metode Penelitian. Edisi RevisiPPM Manajemen. Jakarta. Lisarini, E. (2009). Pengujian Instrumen Penelitian. (tidak dipublikasikan). Cianjur. Octavian, H.S. (2005). Manajemen Pemasaran Sekolah sebagai Salah Satu Kunci Keberhasilan Persaingan Sekolah. Jurnal Pendidikan Penabur. Bogor. Rejeki, S. (2004). Analisis Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Mahasiswa Memilih Sekolah Tinggi Ilmu ekonomi Medan. Tesis.
Universitas Sumatera Utara. Medan. Rozi, N. F. (2007). Pelaksanaan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan (Studi Kasus pada Yayasan Pondok Modern Al-Rifai’e Gondanglegi Malang). Jurnal Skripsi, Jurusan Manajemen Konsentrasi Tata Niaga Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Rusdiansyah, F. (2009). Analisis Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Berbelanja. (Suatu Studi Kasus Pada Hypermart Solo Grand Mall). Jurnal Skripsi FE Universitas Muhamadiyah. Solo. Schiffman, L.G., & L.L. Kanuk. (2002). Consumer Behavior. 7th edition. New Jersey: Prentice Hall. Schiffman, L.G., & L.L. Kanuk. (2007). Consumer Behavior. USA, New Jersey: Prentice Hall. Solimun. (2002). Multivariate Analysis. Structural Equation Modelling (SEM) Lisrel dan Amos. Unibraw. Malang Solomon, M.R. (2009). Consumer Behavior. Buying, Having and Being. 8th edition. Pearson Education International.U.K. Wijanto, S.H. (2008). Structural Equation Modeling. Lisrel 8.8. Konsep dan Tutorial, Graha Ilmu. Jakarta
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siswa Sekolah Lanjutan Atas Kabupaten Cianjur Untuk Tertarik Berkuliah di Universitas Suryakancana, Ir. Endah Lisarini, SE., MM*
11
EVALUASI TUJUAN KEMITRAAN PETANI KAKAO DENGAN PT. INTER GREEN ESTATE PERKEBUNAN LAYUNGSARI DI DESA CIKIDANG BAYABANG KECAMATAN MANDE KABUPATEN CIANJUR Oleh :
Rosda Malia, SP., M.Si * Tarno Sutarno, SP ** Ringkasan Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Salah satu upaya memberdayakan petani agar mampu menjadi pelaku agribisnis yang mandiri, handal dan tangguh dalam penerapan teknologi, menghasilkan produk yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar diperlukan sistem dan pola kemitraan yang sinergi dalam suatu usahatani. Masing-masing petani kakao akan memiliki pola kemitraan sendiri sesuai dengan kharakteristik kegiatannya (Romdhon, 2003). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tujuan kemitraan yang dilakukan petani kakao serta pencapaiannya dan mengetahui tujuan kemitraan yang diinginkan petani kakao. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini : (1) tujuan kemitraan antara perusahaan PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari dan petani kakao meliputi aspek ekonomi, sosial budaya, teknologi dan manajemen ternyata belum berjalan dengan optimal sesuai dengan konsep atau teori tujuan kemitraan, (2) aspek teknologi dan ekonomi tujuan kemitraan yang diinginkan oleh petani kakao Desa Cikidang Bayabang Kec. Mande Kab. Cianjur. Abstract Cocoa is one of the plantation commodity whose role is important for the national economy, especially as a provieder of employment, sources of income and forigen excahnge. One effort to empower farmers to be able to become agents of agribusiness independent, rediable and resuferent in the aplication of technology, producing quality product in accordance with market demand and the system required the synergy of partnership in a farm business. Each farmer will have partnership in accordance with the characteristics of activity (Romdhon, 2003). The purpose of this study are: knowing where partnerships do cocoa farmers and purpose was wanted by cocoa farmers. Reseach used descriptive research method. The results of this study are: (1) the purpose partnerships between PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari with farmers comprise aspect economic, social cultural, technological and management has yet to run optimally in accordance with the concept or theory of partnership goals. (2) The purpose technology and economic was wanted by cocoa farmers.
Keywords: Partnership, Cocoa. * dosen Faperta Unsur ** alumni Faperta Unsur
Evaluasi Tujuan Kemitraan Petani Kakao dengan PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari di Desa Cikidang Bayabang Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur, Rosda Malia, SP., M.Si dan Tarno Sutarno, SP
12
PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta (Askindo, 2002). Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur (2008), produksi kakao Perkebunan Besar Swasta (PBS) mencapai 412,07 ton dengan luas lahan mencapai 614,67 ha. Perkebunan Besar Swasta tersebut dilakukan dengan cara bermitra dengan para petani kakao, yaitu petani menyewakan kebunnya kepada PBS dengan perjanjian kerjasama 60-40, artinya hasil usaha untuk PBS sebesar 60% dan untuk petani sebesar 40%. Salah satu kecamatan di Kabupaten Cianjur yang mempunyai perkebunan kakao adalah Kecamatan Mande mempunyai luas areal perkebunan kakao sebesar 30 ha, dengan produksi bahan mentah yaitu sebanyak 31,68 ton dan produksi dari hasil olahan sebanyak 10,56 ton. Adapun rata-rata produksi kakao di Kecamatan Mande adalah 0,42 ton/ha dengan jumlah pemilikan kebun kakao sebanyak 291 Kepala Keluarga (Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur, 2008). Kecamatan Mande mempunyai dua Perkebunan Besar Swasta (PBS) yang bermitra melakukan pengelolaan perkebunan kakao bersama dengan para petani yaitu; (1) PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari yang luas areal tanaman kakao mencapai 302,39 ha dengan produksi mencapai 299,11 ton. (2) Pasir Jawa atau Mekarjaya dengan luas areal tanaman kakao mencapai 46 ha dan produksinya mencapai 30,45 ton. Pola kemitraan yang dilakukan oleh petani kakao tentu disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi masalah petani sendiri, seperti yang dilakukan di petani di Kecamatan Mande kemitraan yang dilakukan adalah pada penanganan pasca panen dan pemasaran. Tujuan Penelitian Mengetahui tujuan kemitraan antara petani kakao dengan PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari serta pencapaiannya dan mengetahui tujuan kemitraan yang diinginkan petani kakao Desa Cikidang Bayabang Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Desa Cikidang Bayabang Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur, mulai Juni 2009 sampai dengan Agustus 2009. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu analisis yang meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari analisis deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran atau
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
13
lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Yitnosumarto, 1990). Responden dalam penelitian ini adalah petani kakao yang bermitra dengan PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari.Teknik penentuan responden dilakukan dengan cara sensus, yaitu dengan mendata seluruh responden (Effendi, 1997). HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Cikidang Bayabang Desa Cikidang Bayabang mempunyai batas wilayah dari sebelah utara dengan Desa Bobojong Kecamatan Mande, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sindangraja Kecamatan Sukaluyu, sebelah timur berbatasan dengan Danau Cirata dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Sukajadi Kecamatan Karangtengah. Luas wilayah Desa Cikidang Bayabang menurut penggunaan adalah sebagai berikut: Tabel 1. Penggunaan Lahan di Desa Cikidang Bayabang Penggunaan Luas (ha) Permukiman 36.57 Persawahan 83.58 Perkebunan 49 Kuburan 2 Prasarana umum 14.50 Perkantoran 1 Total Luas 186.65 Sumber: Potensi Desa Cikidang Bayabang (2008).
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Desa Cikidang Bayabang Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur mayoritas digunakan untuk pertanian. Adapun perkebunan yang ada di Desa Cikidang
Bayabang berupa perkebunan kakao dan karet. Perkebunan kakao seluas 42 ha dikelola oleh swasta dan 7 ha perkebunan karet dikelola oleh rakyat. Sehingga perkebunan kakao di Desa Cikidang Bayabang sangat potensial untuk dikembangkan. Jumlah penduduk di Desa Cikidang Bayabang sebanyak 6,424 orang dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 1,766 dan kepadatan penduduk 240 jiwa/km. Mayoritas penduduk tamatan sekolah dasar (2.988 orang) atau 88,04% . Umumnya mereka bekerja sebagai petani dan karyawan di perkebunan. PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari Perkebunan Layungsari berlokasi di Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur, arealnya sendiri masuk pada empat desa yaitu; Desa Ciandam, Sukamanah, Kutawaringin dan Cikidang Bayabang. Luas areal Perkebunan Layungsari sesuai SK. HGU adalah 320.39 ha. Semula Hak Guna Usaha tersebut atas nama NV. Handels My Sindangloka yang berakhir masa berlakunya pada tahun 1967 dan sebagian tahun 1976, pada saat itu kenyataannya areal HGU tersebut diterlantarkan oleh NV. Handels My Sindangloka. Kemudian pada tahun 1973 areal HGU perkebunan Layungsari tersebut dinyatakan terlantar oleh Gubernur Jawa Barat, melalui Surat Keputusan Nomor: 12/A/SK/73, tanggal 17 Januari 1973. Pada tanggal 19 Desember 1973, NV Handels My Sindangloka menjual perusahaan beserta aset-asetnya kepada PT. Inter Green Land. Tanggal 8 Desember 1973 Hak guna usaha atas nama perkebunan
Evaluasi Tujuan Kemitraan Petani Kakao dengan PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari di Desa Cikidang Bayabang Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur, Rosda Malia, SP., M.Si dan Tarno Sutarno, SP
14
layung diberikan kepada PT. Inter Green Land dengan rekomendasi tanaman cengkeh dan karet. Karena kurang terpelihara kemudian dikonversi ke kakao dengan surat ijin dari dirjen perkebunan No. 66/Ec.3/I/1980 tanggal 31 Januari 1980. Varietas kakao yang ditanam adalah GC 7, ICS, TSH, TAWO, UIT, PBS dan Lokal LS. Karakteristik Responden Responden yang terlibat berumur antara 41-70 tahun, mayoritas berusia 46-50 tahun. Menurut BPS (2007) usia produktif berkisar antara 18-56 tahun sehingga mayoritas responden berada pada masa produktif. Mayoritas responden tamatan SMA. Menurut Martono (1995) pendidikan akan berpengaruh terdapat pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang. Sehingga pendidikan responden akan berpengaruh terhadap pelaksanaan kemitraan. Pendapatan responden tergantung luas lahan yang dimitrakan. Umumnya luas lahan yang dimitrakan 1-2 ha. Tujuan Kemitraan dan pencapaiannya Kemitraan adalah jalinan kerjasama usaha untuk tujuan memperoleh keuntungan (Ali, 1989). Sedangkan Hafsah M.J. (1999) lebih memandang kemitraan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Untuk menggali tujuan kemitraan antara petani dan PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari dilakukan analisis aspek ekonomi, social budaya, teknologi dan manajemen. Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
Jawaban responden tentang tujuan kemitraan aspek ekonomi terdapat dalam Tabel 2. Belum terdapat tujuan meningkatan pendapatan usaha kecil dan masyarakat karena kemitraan yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Layungsari lebih ditekankan pada petani yang bermitra. Peningkatan kesempatan kerja dinikmati sebagian penduduk terutama anggota keluarga petani bermitra. Menurut responden, anggota keluarga yang terserap memiliki usia antara 20-55 tahun. Jumlah anggota keluarga yang terserap bekerja di PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari antara 1-3 orang perkeluarga. Meningkatnya jumlah masyarakat yang bekerja menyebabkan meningkatnya perekonomian desa. Sehingga mayoritas responden menilai tujuan kemitraan aspek ekonomi sudah tercapai. Tabel 2.
Tujuan Kemitraan Antara PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari dengan Petani Kakao Ditinjau dari Aspek Ekonomi Jawaban Responden Tujuan Kemitraan Aspek (orang) Ekonomi Belum Ada Ada a. Meningkatkan 16 pendapatan usaha 4 kecil dan masyarakat b. Kemitraan dengan PT. Perkebunan Layungsari 17 3 meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan c. Kemitraan dengan PT. Perkebunan 0 Layungsari 20 memperluas kesempatan kerja Sumber: Data Primer (2009).
15
Tabel 3.
Tujuan Kemitraan Antara PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari dengan Petani Kakao Ditinjau dari Aspek Sosial Budaya
Tujuan Kemitraan Aspek Sosial Budaya
Jawaban Responden (orang) Ada
Belum Ada
A
Kemitraan dengan PT. Perkebunan Layungsari menghilangkan kesenjangan antara petani dengan PT. Perkebunan Layungsari
11
9
B
Pembinaan tentang budidaya kakao oleh PT. Perkebunan Layungsari kepada petani kakao
18
2
c
Kemitraan dengan PT. Perkebunan Layungsari meningkatan sarana prasarana kesehatan masyarakat Desa
13
7
d
Kemitraan dengan PT. Perkebunan Layungsari meningkatan sarana prasarana pendidikan masyarakat Desa
11
9
Sumber: Data Primer (2009).
Mayoritas responden menilai tujuan social budaya sudah tercapai. Terdapat usaha penghilangan kesenjangan antara petani dengan PT. Inter Green Estate, pembinaan petani kakao dan peningkatan sarana prasarana kesehatan dan pendidikan. Pihak PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari dalam memberikan pembinaan dan
penyuluhan, selain bekerjasama dengan para petugas dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Cianjur, juga menugaskan mandor-mandor yang bertugas sesuai dengan bidang-bidang yang telah ditentukan. Hal ini untuk menjamin kualitas buah kakao yang diproduksi oleh petani, adapun tugas mandor-mandor tersebut, diantaranya adalah : 1. Mandor pangkas, yang bertugas memberikan bimbingan, penyuluhan dan memeriksa hasil pekerjaan para petani kakao khususnya pada waktu pelaksanaan pemangkasan. 2. Mandor hama dan penyakit, bertugas meneliti hama dan penyakit yang menyerang buah atau pohon kakao, petugas hama dan penyakit biasanya bekerjasama dengan petugas penyuluh dari Dinas Perkebunan dan Konservasi Tanah Kabupaten Cianjur. Sehingga sudah beberapa kali melaksanakan Sekolah Lapangan Hama Terpadu (SLPHT) perkebunan rakyat untuk komoditas kakao. 3. Mandor pembibitan, untuk mendapatkan kualitas kakao yang baik maka perlu diperoleh bibit yang baik pula, untuk itu petugas mandor pembibitan bertugas menyeleksi dan memonitoring proses pembibitan baik yang dilakukan oleh PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari maupun oleh petani kakao. 4. Mandor petik buah, bertugas memonitoring dan menyeleksi buah kakao yang berhasil dipanen oleh petani, hal ini
Evaluasi Tujuan Kemitraan Petani Kakao dengan PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari di Desa Cikidang Bayabang Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur, Rosda Malia, SP., M.Si dan Tarno Sutarno, SP
16
diperlukan untuk memisahkan antara kakao yang berkualitas baik dengan kakao yang berkualitas kurang baik. Peningkatan sarana prasarana kesehatan dilakukan melakui poliklinik yang sangat bermanfaat bagi karyawan PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari maupun bagi masyarakat sekitar. Sedangkan dalam bidang pendidikan PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari memberikan beasiswa bagi siswa-siswi karyawan yang berprestasi, sehingga dapat membantu meringankan beban biaya sekolah. PT. Inter Green Estate Perkebunan Layung juga melakukan bimbingan dan penerapan teknologi namun belum optinal. Realisasi aspek teknologi baru pada penyediaan bibit unggul. Jawaban responden tentang tujuan kemitraan aspek teknologi terdapat dalam table 4. Tujuan Kemitraan Antara PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari dengan Petani Kakao Ditinjau dari Aspek Teknologi Jawaban Responden (orang) Tujuan Kemitraan Aspek Teknologi Belum Ada Ada
dapat memperbaiki komoditas kakao Sumber: Data Primer (2009).
Analisis tujuan kemitraan aspek manajemen dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5.
Tujuan Kemitraan Antara PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari dengan Petani Kakao Ditinjau dari Aspek Manajemen Jawaban Responden (orang) Tujuan Kemitraan Aspek Manajemen Belum Ada Ada
a
b
Tabel 4.
a
b
c
PT. Perkebunan Layungsari memberikan bimbingan tentang teknologi budidaya kakao Penerapan teknologi dapat meningkatkan pendapatan petani kakao Penerapan
teknologi
17
3
20
0
12
8
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
c
d
Kemitraan dengan PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari dapat mengatur produktivitas hasil kakao PT. Perkebunan Layungsari merencanakan peningkatan produksi petani kakao PT. Perkebunan Layungsari melaksanakan peningkatan produksi petani kakao PT. Perkebunan Layungsari mengevaluasi peningkatan produksi petani kakao
13
7
16
4
12
8
20
0
Sumber: Data Primer (2009).
PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari telah mengatur produktivitas hasil kakao terlihat dari kegiatan pembinaan yang mewajibkan petani melakukan pemeliharaan intensif seperti pemberantasan gulma
17
serta pengendalian hama dan penyakit. Pengaturan ini melalui proses perencanaan dan evaluasi. Namun perencanaan maupun evaluasi hanya dilakukan oleh pihak PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari. Sehingga mayoritas responden menilai aspek manajemen belum tercapai. Realisasi tujuan kemitraan yang dilakukan antara PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari dengan Petani Kakao, dapat dilihat pada Tabel 15 di bawah ini. Tujuan Kemitraan yang Diinginkan Petani Kakao Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, Pasal 1 ayat 1 mendefinisikan kemitraan adalah kerja sama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Masing-masing petani kakao akan memiliki pola kemitraan sendiri sesuai dengan kharakteristik kegiatannya (Romdhon, 2003). Agar kerjasama saling menguntungkan perlu diketahui tujuan kemitraan yang diinginkan petani kakao. Hasil penelitian menunjukan urutan tujuan kemitraan yang diinginkan petani kakao Desa Cikidang Bayabang adalah : (1) teknologi, (2) ekonomi, (3) social budaya dan (4) manajemen. Pendapat responden tentang tujuan kemitraan yang diinginkan terdapat dalam table 6. Tabel 6. Pendapat Responden tentang Tujuan Kemitraan Antara PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari dengan Petani Kakao. Mayoritas responden sangat setuju terhadap tujuan kemitraan aspek
teknologi. Penerapan teknologi akan dapat meningkatan kualitas kakao. Peningkatan kualitas kakao akan meningkatkan pendapatan petani maupun perusahaan. Mayoritas responden sangat setuju dengan tujuan kemitraan aspek ekonomi karena penyerapan tenaga kerja akan menumbuhkan perekonomian desa dan mengurangi kesenjangan dengan perusahaan. Aspek sosial budaya disetujui mayoritas responden karena pembinaan dan peningkatan sarana prasarana kesehatan dan pendidikan bermanfaat bagi mereka. Sedangkan untuk aspek manajemen mayoritas responden menjawab tidak tahu. Hal ini karena aspek manajemen hanya dilakukan secara internal di pihak PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari. Sehingga tidak mengetahui apakah perencanaan sampai evaluasi dibutuhkan atau tidak oleh petani kakao. Jawaban Responden (orang) Tujuan Kemitraan
Sgt Setuju
Setuju
Aspek 13 5 Ekonomi Aspek Sosial 5 11 Budaya Aspek 18 2 Teknologi Aspek 2 4 Manajemen Sumber : data primer (2009)
Tdk Tahu
Tdk Setuju
Sgt Tdk Setuju
2
0
0
4
0
0
0
0
0
14
0
0
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tujuan kemitraan antara PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari
Evaluasi Tujuan Kemitraan Petani Kakao dengan PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari di Desa Cikidang Bayabang Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur, Rosda Malia, SP., M.Si dan Tarno Sutarno, SP
18
dengan petani kakao Desa Cikidang Bayabang Kecamatan Mande Kabupaten meliputi aspek : ekonomi, sosial budaya, teknologi dan manajemen. Namun tujuan – tujuan tersebut belum terealisasi optimal. Tujuan yang sudah terealisasi berupa : a. Aspek ekonomi : memperluas kesempatan kerja terutama bagi anggota keluarga petani yang melakukan kemitraan. b. Aspek sosial budaya : pembangunan klinik dan pelayanan kesehatan bagi petani kakao yang bermitra serta beasiswa bagi anak karyawan yang berprestasi. c. Aspek teknologi : perusahaan memberikan bimbingan teknologi budidaya kakao. d. Aspek manajemen : pengaturan produktivitas kakao oleh perusahaan 2. Aspek teknologi dan ekonomi merupakan tujuan kemitraan yang diinginkan petani kakao Desa Cikidang Bayabang Kec. Mande Kab. Cianjur. Saran 1. Tujuan kemitraan aspek ekonomi perlu ditingkatkan terutama peningkatan Kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat. 2. Tujuan kemitraan aspek sosial perlu ditingkatkan terutama peningkatan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
3.
Tujuan kemitraan aspek teknologi dan manajemen perlu terus ditingkatkan realisasinya sehingga memberikan kontribusi yang nyata bagi pendapatan perusahaan dan petani kakao.
DAFTAR PUSTAKA Ali M. 1989. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Pustaka Amani. Jakarta. Anonim. 1995. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil Menengah. Kementrian KUKM. Jakarta. Askindo, 2002. Report of Cocoa Bean Export Via Makassar Port. Desember 2002. Aziz. 2004. Sistem Kelembagaan Usahatani Kakao Dan Pola Kemitraan di Indonesia. PSE. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2007. Pedoman Survey Penduduk. BPS Pusat. Jakarta. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Cianjur. 2008. Potensi Perkebunan di Kabupaten Cianjur dalam Angka. Disbun. Cianjur. Efendi S. 1997. Metode Penelitian Studi Kasus. Penerbit LP3ES. Jakarta. Hafsah, J,M. 1999. Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Martono, S. 1995. Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Produktivitas. Duta Rimba. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, Kementrian KUKM, Jakarta.
19
Romdhon, M. 2003. Sistem Pengelolaan Agribisnis Perkebunan; Studi Kasus di Jawa Barat. Jurnal Agrisep. Vol. 2. No. 1 September 2003. Bandung.
Yitnosumarto S. 1990. Dasar-dasar Statistika, dengan Penekanan Terapan dalam Bidang Agrokompleks, Teknologi dan Sosial. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Evaluasi Tujuan Kemitraan Petani Kakao dengan PT. Inter Green Estate Perkebunan Layungsari di Desa Cikidang Bayabang Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur, Rosda Malia, SP., M.Si dan Tarno Sutarno, SP
20
POTENSI SUMBER DAYA DAN ANALISIS USAHA TERNAK SAPI POTONG RAKYAT DENGAN INSEMINASI BUATAN DI DESA MEKARSARI KECAMATAN AGRABINTA KABUPATEN CIANJUR Oleh Johan Arifin, S.Pt., MM* Dikdik Hermansyah, SP**
RINGKASAN
Penelitian inibertujuan untuk menganalisis peningkatan pendapatan petani dari budidaya sapi potong dengan inseminasi buatan. Penelitian dilaksanakan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur. Sampel diambil secara acak sebanyak 30 orang petani yang telah mekasanakan IB. Hasil panelitian menunjukkan biaya dan pendapatan pada budidaya sapi potong dengan IB adalah Rp. 3.345.000,00 dan Rp. 5.600.00,00. Sehingga keuntungan yang didapat adalah Rp 2.255.000,00 dengan R/C ratio 1,67, Sedangkan budidaya sapi potong tanpa IB mempunyai R/C ratio 1,14.
ABSTRACT
This research was carried out to study farmer’s income and profit gain from beef cow farm. The research is conducted at Mekarsari village, Agrabinta district, Cianjur regency. Thirty farmers who done beef cow farming with artificial insemination was taken randomly as samples. The result of the research show production of beef cow in cost and income of farming with artificial insemination was Rp. 3.345.000,00 and Rp. 5.600.000,00. So farmer’s net profit were Rp. 2.255.000,00 with Return-Cost-Ratio was 1,67, its mean that the beef cow farmbusiness with artificial insemination give more benefit to the farmers than non AI that had Return-CostRatio was 1,14. Key word: Farmbusiness, Revenue, Profit, Return-Cost-Ratio PENDAHULUAN Peranan ternak sapi potong dalam pembangunan peternakan cukup besar terutama di dalam pengembangan misi peternakan yaitu sebagai: (a) sumber pangan hewani asal ternak, berupa daging dan susu; (b) sumber pendapatan masyarakat terutama petani ternak; (c) penghasil
devisa yang sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional; (d) menciptakan angkatan kerja; (e) sasaran konservasi lingkungan terutama lahan melalui daur ulang pupuk kandang; dan (f) pemenuhan sosial budaya masyarakat dalam ritus adat/kebudayaan (Soehadji, 1991). Upaya pengembangan perbibitan sapi potong di dalam
*Dosen Fakultas Pertanian UNSUR **Alumni Fakultas Pertanian UNSUR Potensi Sumber Daya dan Analisis Usaha Ternak Sapi Potong Rakyat dengan Inseminasi Buatan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur, Johan Arifin, S.Pt., MM dan Dikdik Hermansyah, SP
21
negeri merupakan langkah strategis dalam penyediaan bibit dan bakalan untuk usaha penggemukan sapi skala nasional di masa yang akan datang. Kebutuhan bakalan sapi potong yang semakin meningkat dan melebihi ketersediannya yang masih sangat terbatas, menyebabkan penyediaan bibit/bakalan dilakukan dengan impor. Hal ini berdampak pada fluktuasi harga, sehingga sangat mendesak diperlukan adanya produksi bakalan lokal di dalam negeri. Penyediaan bibit/bakalan dari dalam negeri juga berdampak sekaligus membuka peluang usaha dan pengembangan sapi potong. Untuk pelaksanaan penyediaan bibit/bakalan sapi potong dari peternakan rakyat, diperlukan suatu pola pemeliharaan cow calf operation sapi potong model peternakan rakyat. Pola perkawinan yang kurang tepat pada usaha sapi potong akan berdampak pada rendahnya angka konsepsi dan panjangnya jarak beranak, khususnya pada peternakan rakyat. Oleh karena itu diperlukan teknologi alternatif untuk mengatasi permasalahan reproduksi tersebut, di antaranya perbaikan sistem perkawinan yang menyangkut sumber bibit atau pejantan yang berkualitas sehingga akan berdampak terhadap peningkatan efisiensi reproduksi. Salah satu yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi daging dan anak sapi atau pedet adalah dengan meningkatkan jumlah pemilikan sapi potong dan mutu genetik ternak. Hal ini dapat dilaksanakan dengan menerapkan
Inseminasi Buatan (IB) pada sapi potong, karena semen yang digunakan terhadap IB berasal dari sapi jantan yang genetiknya baik dan angka Service Per Conception yang rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan kawin alam. Pemerintah Kabupaten Cianjur salah satu daerah yang mempunyai potensi pengembangan sapi potong. Untuk itu maka Pemerintah Kabupaten Cianjur telah melaksanakan program peternakan yang difokuskan salah satunya di Kecamatan Agrabinta. Pada program tersebut pemerintah Kabupaten Cianjur melakukan peningkatan produksi, produktivitas dan pengembangan pembibitan sapi dengan cara IB. Pemerintah Kabupaten Cianjur menunjuk kecamatan Agrabinta sebagai salah satu sentra produksi ternak sapi dengan pertimbangan potensi wilayah dan banyaknya peternak sapi potong rakyat di kecamatan tersebut. Melihat hal tersebut di atas,penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha ternak sapi potong rakyat hasil inseminasi buatan sehingga dapat dilihat dampak program penerapan inseminasi buatan terhadap pendapatan petani. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dapat ditarik rumusan masalah: Bagaimana potensi sumberdaya dan kelayakan financial usaha ternak sapi potong rakyat dengan inseminasi buatan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur?
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
22
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Juni 2009, dengan lokasi penelitian di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa Kecamatan Agrabinta adalah salah satu wilayah yang dijadikan sentra produksi sapi potong di Kabupaten Cianjur. Metode Pengumpulan Data Proses pengumpulan data diperoleh dengan cara: 1. Wawancara, yaitu mengajukan pertanyaan secara langsung kepada petani dan petugas lapangan yang berkaitan dengan kegiatan IB. 2. Observasi, yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui pengamatan dan pencatatan di lapangan. 3. Studi pustaka, yaitu dengan membaca pustaka-pustaka berupa buku dan lainnya yang menjadi referensi dalam proses pelaksanaan kegiatan IB. Sampel dan Variabel Penelitian Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 orang peternak yang terlibat dalam program IB yang dibina oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur. Cara pengambilan sampel diambil secara acak (random sampling). Sedangkan untuk memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian maka perlu ditetapkan variabel penelitian.
Adapun variabel penelitiannya adalah sebagai berikut: Teknik Analisis Data Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan statistika deskriptif. Adapun untuk menganalisis kelayakan usaha digunakan analisis R/C ratio. Semakin besar nilai R/C rati, maka akan semakin menguntungkan usaha tersebut (Soekartawi, 1995) Adapun untuk menghitung pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak sapi maka digunakan rumus berikut: NR = TR – TC TR = Py. Y – (Px.X + TFC) Keterangan: NR = Net Revenue (Pendapatan Bersih) TR = Total Revenue (Pendapatan Total) TC = Total Cost(Biaya Total) Py = Harga Output Y = Output Px = Harga Input X = Input TFC = Total Fixed Cost (Total Biaya Tetap) Dalam penelitian ini dipergunakan batasan operasional berikut : 1. Usaha ternak rakyat adalah suatu jenis kegiatan peternakan rakyat yang diusahakan oleh petani dengan mengkombinasikan faktor alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang ditujukan pada peningkatan
Potensi Sumber Daya dan Analisis Usaha Ternak Sapi Potong Rakyat dengan Inseminasi Buatan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur, Johan Arifin, S.Pt., MM dan Dikdik Hermansyah, SP
23
2.
3.
4.
5.
6.
produksi. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan yang diterima pada akhir produksi dengan biaya riil (tunai) yang dikeluarkan selama proses produksi. Penerimaan adalah jumlah yang diterima petani dari suatu proses produksi, dimana penerimaan tersebut didapatkan dengan mengalikan produksi dengan harga yang berlaku saat itu. Biaya adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi. Dalam hal ini biaya diklasifikasikan ke dalam biaya tunai (biaya riil yang dikeluarkan) dan biaya tidak tunai (diperhitungkan). Keuntungan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya total (biaya tunai dan tidak tunai). Kepala rumah tangga adalah seorang pria atau wanita yang dianggap bertanggung jawab dalam rumah tangga itu oleh anggota rumah tangga.
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Sumber Daya Alam Desa Mekarsari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur, Desa Mekarsari terdiri dari 4 (empat) dusun yaitu dusun Mekarsari, dusun Nyalindung, dusun Mekarwangi, dusun Pasir.
Potensi lahan yang menunjang peternakan sapi potong cukup luas yaitu berupa kehutanan untuk pakan dan tempat pengembalaan dengan luas 1.100 ha, sedangkan potensi sawah di Desa Mekarsari cukup sedikit yaitu hanya 214 ha begitu juga dengan perkebunan inti rakyat (PIR). Menganalisis potensi lahan yang ada dapat disimpulkan bahwa lahan yang ada di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta pada umumnya sangat berpotensi untuk pengembangan sapi potong. Adapun lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya hijauan makanan ternak (HMT) di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta ± 2 Ha pemanfaatan lahan untuk pengembangan rumput unggul sangat diperlukan untuk ketersediaan dan kontinuitas pakan ternak. Adapun jenis rumput unggul yang dikembangkan antara lain: King Grass, Setaria dan Brachiaria descumbent. Suburnya rumput pada lahanlahan di Desa Mekarsari didukung oleh topografi Desa Mekarsari yang berada pada ketinggian 18-25 di atas permukaan laut dengan suhur ratarata 29 oC dan kelembaban 16℅, curah hujan rata-rata hari hujan sebanyak 21 hari dengan bulan basah sebanyak 5 bulan yaitu mulai dari Oktober sampai dengan Februari dan bulan kering sebanyak 7 bulan. Adanya perkembangan populasi ternak sapi potong di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten yang cukup signifikan tentunya didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang merupakan
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
24
salah satu unsur penting dan merupakan peranan penentu dalam suatu program atau pembangunan daerah. Manusia tidak hanya dianggap sebagai alat produksi yang hanya menunjang secara langsung terhadap suatu sistem produksi tetapi lebih dari itu adapun jumlah penduduk di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjuradalah 4.553 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 2.267 orang dan perempuan sebanyak 2.286 orang. Sarana yang menunjang terhadap pelaksanaan peternakan sapi potong di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta terdiri dari ketersediaan bahan pakan, ketersediaan obatobatan dan vaksin, ketersediaan teknologi dan ketersediaan lembaga penyediaan sarana produksi. 1. Ketersediaan Bahan Pakan Pengadaan hijauan pakan umumnya bersumber pada potensi yang ada dilokasi. Pakan tersebut terdiri dari (1) rumput alam, baik yang tumbuh di padang penggembalaan, maupun yang ada di lahan perkebunan dan di sawah, (2) hijauan pakan yang khusus dibuat dan dikembangkan seperti rumput King Grass, (3) potensi limbah pertanian. Ketersediaan pakan ternak di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur sangat mendukung terhadap antisipasi peningkatan populasi ternak ruminansia khususnya, sehingga upaya pemanfaatan lahan tidur atau tanah pengangonan. Budidaya hijauan makan ternak (HMT) merupakan salah satu sasaran pembinaan
produksi dalam upaya penyediaan pakan ternak besar khususnya sapi potong, pada gilirannya dapat meningkatkan kapasitas tampung dari wilayah terhadap satuan ternak. Kebun bibit rumput desa yang telah ada merupakan sentra untuk pengembangan rumput unggul di desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta dan desa lain di sekitarnya, menuju ketersediaan dan kontinuitas pakan ternak. Adapun jenis rumput unggul yang dikembangkan antara lain: King Grass, Setaria dan Brachiaria descumbent. Perkembangan kebun bibit rumput di Kecamatan Agrabinta khususnya di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur saat ini mendukung perkembangan populasi ternak, karena selama ini peternak masih mengandalkan kebutuhan hijauan makanan ternak dari lingkungan sekitarnya. 2. Ketersediaan Obat-obatan dan Vaksin Pemeliharaan sapi potong mencakup pengendalian penyakit untuk menjaga kesehatan dengan tindakan pencegahan penyakit melalui vaksin. Cara ini merupakan salah satu usaha pengendalian penyakit menular dengan menciptakan kekebalan tubuh. Ketersediaan vaksin dan obat-obatan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta masih merupakan subsidi dimana vaksin disediakan oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur. Untuk penyediaan obat-obatan dan vaksi di Desa Mekarsari Kecamatan
Potensi Sumber Daya dan Analisis Usaha Ternak Sapi Potong Rakyat dengan Inseminasi Buatan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur, Johan Arifin, S.Pt., MM dan Dikdik Hermansyah, SP
25
Agrabinta cukup baik dan lancar. Vaksin dan obat-obatan diberikan secara teratur dan waktu pemberian tidak secara kontinyu tetapi tergantung pada kondisi ternak, sehingga kesehatannya dapat terkontrol. 3. Ketersediaan Teknologi Ketersediaan teknologi yang menunjang terhadap usahatani peternakan sapi potong yang ada di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur, diantaranya adalah teknologi pembuatan silase, teknologi inseminasi buatan, dan lain sebagainya. Dengan adanya teknologi tersebut diharapkan peternak dapat meningkatkan produksi peternaknya, adapun ketersediaan tersebut pada umumnya milik Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur. 4. Ketersediaan Lembaga Penyedian Sarana Produksi Ketersediaan sarana produksi di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta sudah mulai mudah didapatkan hal ini karena adanya kebijakan pemerintah khususnya Dinas Perikanan dan Peternakan yang membuat pos pelayanan terpadu untuk kesehatan hewan yaitu di Kp. Bojong Terong Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta. Pemerintah juga menyediakan petugas-petugas yang dapat memberikan penyuluhan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia agar pelaksanaan usaha ternak sapi potong dapat lebih ditingkatkan dan hasilnya lebih baik, serta memberikan informasi dalam
tatalaksana dan penanganan kesehatan sapi potong. Karakteristik Responden Adapun identitas responden yang diuraikan mulai dari umur peternak, pendidikan peternak, dan pengalaman beternak sapi potong. 1. Umur Peternak yang dijadikan responden dalam pelaksanaan penelitian ini mempunyai umur terendah 28 tahun dan umur tertinggi adalah 67 tahun. Sebagian besar responden berada pada usia kerja produktif yaitu antara 25 tahun sampai dengan 55 tahun. Tabel
2.
Jumlah Peternak Sapi Potong Berdasarkan Umur Umur Jumlah No Persentase (tahun) (orang) 1 28-38 9 30,00 2 39-49 8 26,67 3 50-60 9 30,00 4 61-67 8 13,33 Jumlah 30 100 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2009
Menurut Martono (1995) bahwa umur antara 20-55 tahun merupakan umur yang masih produktif, sedangkan di bawah 20 tahun merupakan umur yang belum produktif dan dapat dikategorikan sebagai usia sekolah sedangkan umur di atas 55 tahun tingkat produktivitasnya telah melewati titik optimal dan akan menurun sejalan dengan pertambahan umur. Kenyataan ini tentunya akan sangat berpengaruh pada produktivitas peternak dan sangat mendukung
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
26
dalam pengembangan sentra produksi ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta khususnya di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur. 2. Pendidikan Pendidikan formal secara langsung maupun tidak langsung sangat berpengaruh terhadap kinerja peternak berkaitan dengan pola pemikiran dan sistem kerja. Hubungan antara tingkat pendidikan formal sangat berarti apabila dihubungkan dengan kemampuan beternak dalam pelaksanaan usaha tani sapi potong. Begitu juga pendidikan non formal biasanya dapat membantu peningkatan pola pikir dan keterampilan teknis peternak. Tabel
3.
Jumlah Peternak Sapi Berdasarkan Pendidikan Jumlah No Pendidikan Persentase (orang) 1 SD 30 100,00 2 SLTP 0 0,00 3 SLTA 0 0,00 4 PT 0 0,00 Jumlah 30 100 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2009
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa seluruh responden berpendidikan SD/Sederajat, ditinjau dari segi pendidikan tersebut maka kiranya perlu ditambah lagi dengan berbagai pendidikan yang bersifat non formal khususnya dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan bidang peternakan sapi potong, dengan kegiatan tersebut diharapkan para
peternak sapi potong akan lebih mudah dan gampang dalam menerima inovasi dan teknik-teknik dalam mengelola sapi potong sehingga dapat menghasilkan produksi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan Martono (1995) bahwa tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap pola pikir serta kemampuan seseorang dalam mengelola suatu usaha serta dapat mengubah serta menerima setiap perubahan yang ada serta bagaimana menerapkannya. 3. Pengalaman Beternak Pengalaman beternak adalah lamanya seseorang menggeluti usaha peternakan sapi potong yang dinyatakan dalam tahun. Tabel
4.
Jumlah Peternak Sapi Potong Berdasarkan Pengalaman Beternak Pengalama Jumlah No Persentase n (Tahun) (orang) 1 5-10 4 13,33 2 11-20 14 46,67 3 21-30 11 36,67 4 31-40 1 3,33 Jumlah 30 100,00 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2009
Jadi dalam hal pengalaman beternak sapi potong masyarakat Desa Mekarsari dapat dikatakan sudah cukup berpengalaman. Selain itu ditunjang dengan aktifnya para peternak dalam mengikuti penyuluhan dari instansi terkait dan saling berbagai pengalaman antara peternak tentang usahatani sapi potong, maka program pemerintah tentang sentra produksi sapi potong pada Kecamatan Agrabinta dapat berjalan
Potensi Sumber Daya dan Analisis Usaha Ternak Sapi Potong Rakyat dengan Inseminasi Buatan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur, Johan Arifin, S.Pt., MM, dan Dikdik Hermansyah, SP
27
dengan baik. Tenaga kerja yang memiliki pengalaman kerja yang lebih tentunya akan memberikan performa dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan tenaga kerja yang baru.
usia sapi yang dijual dimana secara umum harga jual khusus untuk hasil IB jenis kelamin jantan yang berumur 1 tahun Rp. 5.600.000,-, sedangkan hasil IB dengan jenis kelamin betina yang sudah berumur 1 tahun Rp. 5. 000.000,-.
Biaya dan Pendapatan Peternak Sapi Potong di Desa Mekarsari
2. Biaya Biaya produksi merupakan keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan selama siklus produksi meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan usahatani ternak sapi potong adalah untuk biaya pengadaan ternak, hijauan makanan ternak, obatobatan dan vaksin pembelian tambang dan jasa pelayanan IB.
1. Penerimaan Dari hasil pelaksanaan praktek diperoleh bahwa penerimaan peternak bersumber dari dua hal yaitu dari penjualan ternak dan dari penjualan pupuk kandang namun yang baru dilakukan oleh peternak sapi potong di Desa Mekarsari adalah hanya penjualan ternak saja. Penerimaan usahatani ternak sapi potong tentunya tergantung dari Tabel
5.
Biaya produksi dan penerimaan hasil usaha ternak sapi potong usia 1 tahun/perekor di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur tahun 2008.
No
Uraian
A 1
Biaya Produksi Pengadaan Ternak
2
IB (Rp)
Non IB (Rp) 3.160.000
3.160.000
Ngaping
90.000
90.000
3
Obat-obatan dan vaksin
20.000
20.000
4
Pembelian Tambang
25.000
25.000
5
Jasa Pelayanan IB
50.000
-
3.345.000
3.295.000
Jumlah (TC) Sumber: Data Primer, 2009
Jumlah keseluruhan biaya untuk usaha ternak sapi potong adalah Rp.3.345.000,-. Biaya ini lebih besar bila dibandingkan dengan biaya usaha ternak sapi potong yang tidak memakai inseminasi buatan.
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
Perbedaan biaya ini karena adanya biaya pelayanan IB sebesarRp50.000,1. Keuntungan Menurut Soekartawi (1995) bahwa pendapatan/keuntungan
28
usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya. Tabel 6. Keuntungan Usaha Ternak Sapi Potong jantan umur 1 tahun di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur tahun 2008. Non No Uraian IB (Rp) IB (Rp) 1 Penerimaa 5.600.00 3.750.0 n 0 00 2 Biaya 3.345.00 3.295.0 0 00 3 Keuntung 2.255.00 455.00 an 0 0 4 R/C Ratio 1,14 1,67 Sumber: Data Usaha tani ternak sapi potong versi petani, 2009
Tabel di atas memperlihatkan bahwa keuntungan yang diperoleh oleh peternak sapi potong dengan teknologi IB dalam umur 1 tahun sebesar Rp. 2.300.000. Sedangkan keuntungan yang diperoleh oleh peternak yang tidak melaksanakan IB adalah sebesar Rp 455.000,- Hal ini karena harga jual ternak hasil IB lebih tinggi yaitu Rp 5.600.000,- dibandingkan dengant ernak bukan hasil IB yaitu sebesar Rp 3.750.000. Tingginya nilai jual ternak hasil IB disebabkan karena kualitas bakalan tersebut lebih unggul. Nilai R/C ratio bagi usaha ternak sapi potong dengan teknologi IB adalah 1,67, sedangkan tanpa IB adalah 1,14. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan teknologi IB pada usaha sapi potong memberikan kelayakan investasi yang lebih baik dibandingkan dengan yang tanpa IB. KESIMPULAN 1. Biaya usaha ternaksapi potong dengan teknologi IB lebih besardibandingka dengan yang tanpa IB namun IB memberika keuntungan yang lebih besar
karena nila penjualan ternak hasil IB jauh lebih tinggi 2. Usaha ternak sapi potong dengan inseminasi buatan lebih layak diusahakan, ditunjukkan oleh nilai R/C ratio 1,67, dibandingkan dengan yang tanpa IB yang memiliki R/C ratio 1,14 SARAN Pelaksanaan program IB perlu terus dilanjutkan yang berdasarkan atas penggalian potensi peternakan, sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan sentra-sentra produksi ternak sapi potong. DAFTAR PUSTAKA Akhadiarto, S. 1999. Analisis kelayakan usaha penggemukan sapi di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II. Bogor 1-2 Desember 1998. hlm. 577-589. Anonim. 1995. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta. Aryogi, Prihandini, P.W., dan Wijono, D.B. 2006. Pola Pembibitan Sapi Potong Lokal Peranakan Ongole Pada Kondisi Peternakan Rakyat. Loka Penelitian Sapi Potong. Pasuruan. Aryogi, U. Umiyasih, D.B. Wijono, dan D.E. Wahyono. 1998. Pengkajian Rakitan Teknologi Penggemukan Sapi Potong. Pros. Seminar Hasil Penelitian/Pengkajian BPTP
Potensi Sumber Daya dan Analisis Usaha Ternak Sapi Potong Rakyat dengan Inseminasi Buatan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur, Johan Arifin, S.Pt., MM dan Dikdik Hermansyah, SP
29
Karangploso 1998/1999.
TA.
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur. 2007. Laporan Tahunan Tahun 2007. Cianjur. Djarijah, A.S. 1996. Usaha Ternak Sapi. Kanisius. Yogyakarta. Hadjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Jacoeb, T.N.dan Munandar S. 1991. Petunjuk Teknis Pemeliharaan Sapi Potong. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta Mardiningsih D., Eddy BT., Sriyanto D., dan Sonjaya A. 2005. Kendala sosial pemberdayaan masyarakat melalui program pengembangan ternak sapi potong (kasus corporate farming) di Kabupaten Grobogan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Martono, S. 1995. Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Produktivitas. Duta Rimba. Jakarta. Murtidjo, B.S. 1992. Beternak Sapi Potong. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Prihandini PW., Pamungkas D. dan Wijono D.B. 2005. Kemampuan mengelola usaha peternak dalam Usaha ternak
sapi potong (studi kasus di Kelompok tani makmur desa tempel Lemahbang kecamatan jepon, blora). Loka Penelitian Sapi Potong. Pasuruan. Roessali W., Prasetyo E., Marzuki S., dan Oktarian. 2005. Pengaruh Teknologi Terhadap Produktivitas dan Pendapatan Peternak Sapi Potong Di Desa Canden Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Sariubang M., Ella A., Nurhayu A., dan Pasambe D. 2002. Kajian Integrasi Usahaternak Sapi Potong Dalam Sistem Usaha Pertanian Di Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Ujung Pandang. Soehadji. 1991. Kebijakan Pengembangan Ternak Potong di Indonesia. Proceeding. Seminar Nasional Sapi Bali, 2 – 3 September 1991. Fakultas Peternakan Universitas Hasanudin Ujung Pandang hal 1. Soehadji. 2002. Kebutuhan Inovasi Teknologi Peternakan dan Veteriner dalam Menunjang Agribisnis Pertanian. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. 30 September – 1 Oktober 2002. Puslitbang Peternakan, Bogor. Soeharjo, A. dan Patong D. 1977. Sendi-sendi Pokok Usahatani. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
30
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sumadi, Hardjosubroto W., dan Ngadiyono N. 2004. Analisis potensi sapi potong di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. hlm. 130 – 139. Winarto
D. 2009. Sejarah dan Perkembangan IB. UNDIP Tembalang. Semarang.
Potensi Sumber Daya dan Analisis Usaha Ternak Sapi Potong Rakyat dengan Inseminasi Buatan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur, Johan Arifin, S.Pt., MM, dan Dikdik Hermansyah, SP
31
Pengaruh Perendaman Benih Cabai dalam Berbagai Konsentrasi Giberelin terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum L.) Oleh : Widya Sari, SP., MP *) dan Robi Dani Paturahman, SP**) Ringkasan Penelitian tentang ”Pengaruh Perendaman Benih Cabai dalam Berbagai Konsentrasi Gibberelin Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Cabai Merah Varietas Gelora” (Capsicum Annum L), dilakukan pada bulan februari 2009 sampai dengan maret 2009. Parameter yang diamati adalah : tinggi bibit, jumlah daun, berat basah bibit atas, berat kering bibit atas dan berat akar bibit cabai merah. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam kali perlakuan dan tiga kali ulangan, terdiri dari konsentrasi K= 0 ppm (kontrol), G1 = 50 ppm Gibberelin, G2 = 100 ppm Gibberelin, G3 = 150 ppm Gibberelin, G4 = 200 ppm Gibberelin dan G5 = 250 ppm Gibberelin. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa, pemberian Gibberelin (GA3) pada tingkat konsentrasi 50 ppm memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan tinggi dan jumlah daun tanaman. Serta mampu meningkatkan bobot basah bibit atas dan bobot kering bibit atas tanaman. Tetapi hasil sebaliknya diperoleh terhadap berat basah akar dan berat kering akar tanaman, dimana dengan pemberian giberelin justru menghambat perkembangan akar, sehingga nilai bobot basah akar dan bobot kering akar tanaman cenderung rendah. Jadi didapat kesimpulan bahwa Gibberelin dapat memacu pertumbuhan bagian atas tanaman seperti batang dan daun, tetapi sebaliknya pada bagian bawah tanaman justru menghambat pembentukan akar. Kata Kunci : Capsicum annum L., Gibberelin.
Abstract Research on "The Influence of Soaking Seeds in Various Concentrations of gibberellins Chili on Growth and Development of Seed Varieties Gelora hot pepper" (Capsicum annuum L), conducted in February 2009 until March 2009. Parameters observed in this study are: a high seed, leaf number, fresh weight of seedlings, seedling dry weight and the weight of the roots of red chili pepper seeds. Research using Completely Randomized Design (CRD) with six treatments and three replicates, consisting of the concentration of C = 0 ppm (control), G1 = 50 ppm gibberellins, G2 = 100 ppm gibberellins, G3 = 150 ppm gibberellins, G4 = 200 ppm gibberellins and G5 = 250 ppm gibberellins. The result shows that, giving gibberellins (GA3) at concentrations of 50 ppm gives a real impact in increasing plant height and leaf number and also gave significant effect to increase the wet weight
Pengaruh Perendaman Benih Cabai Dalam Berbagai Konsentrasi Gibberelin Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum l.),Widya Sari, SP., MP dan Robi Dani Paturahman, SP
32
of seed and seedling dry weight of plants. But the opposite result is obtained on root fresh weight and dry weight of plant roots, where the provision of gibberellin actually inhibit root development, so that the wet weight of roots and root dry weight of plants tend to be low. So it could be concluded that gibberellins can increase top growth of plants such as stems and leaves, but instead at the bottom of the plants actually inhibit the formation of roots Keywords: Capsicum annuum L., Gibberellins Keterangan : *) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Suryakancana, Cianjur **) Alumni Fakultas Pertanian Universitas Suryakancana, Cianjur. PENDAHULUAN
TUJUAN PENELITIAN
ZPT (zat pengatur tumbuh) Giberelin dibutuhkan oleh tanaman untuk membantu mempercepat proses perkecambahan biji, pertumbuhan batang, daun, mencegah kerontokan bunga, perkembangan tunas, merangsang pembungaan, memperbesar umbi tanaman (Loveless, 1987 dalam Zenal Mutakin, 2008). Giberelin sebagai hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh pada sifat genetik (genetic dwarfism) atau gejala kerdil yang disebabkan oleh mutasi, pembuangan, penyinaran, parthenocarpy, mobilisasi karbohidrat selama perkecambahan (germination) dan aspek fisiologi lainnya. Giberelin mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel (cell elongation), aktivitas kambium dan mendukung pembentukan ribonucleic acid (RNA) atau asam ribonukleat. Asam-asam nukleat ini dianggap berperan dalam menyimpan dan memindahkan informasi yang turun-temurun dalam sintesis protein (Loveless, 1987 dalam Zenal Mutakin, 2008).
Tujuan dari pelaksanaan penelitian adalah mengetahui konsentrasi Gibberelin yang optimal untuk pertambahan Tinggi, Jumlah daun, Bobot Basah Bibit atas, Bobot Kering bibit atas, Bobot Basah akar dan Bobot Kering akar tanaman cabai (Capsicum annum L.) METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Dalam pelaksanaan penelitian alat yang digunakan adalah cangkul, ember, karung pelastik, kertas label, penggaris, sprayer, polybag, gelas ukur, alat tulis, timbangan digital, oven, kamera digital dan lain-lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih cabai, pasir, pupuk kandang (1:1), aquades, Giberelin (GA3), alkohol 70%, dan furadan 3G. Metode Penelitian a) Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. b) Membuat larutan Gibberelin sesuai dengan konsentrasi yang digunakan yaitu 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, dan
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
33
250 ppm. Langkah pertama, Giberelin yang berbentuk serbuk, dilarutkan dengan menggunakan alkohol 70% kemudian tambahkan aquades hingga volume menjadi 1 liter (1000 ml), dengan demikian didapatkan larutan induk dengan konsentrasi 500 ppm. Pelaksanaan Penelitian
kali ulangan, terdiri dari perlakuan K = 0 ppm (kontrol), G1 = 50 ppm, G2 = 100 ppm, G3 = 150 ppm, G4= 200 ppm. G5= 250 ppm. Kombinasi perlakuan yang digunakan yaitu : Tabel 1. Kombinasi Perlakuan No PERLAKUAN ULANGAN GIBERELIN I II III (GA3) (ppm) 1 Kontrol (Air) K K K 2
50 ppm
G1
G1
G1
a. Perendaman Benih Cabai dalam Larutan Gibberelin
3
100 ppm
G2
G2
G2
4
150 ppm
G3
G3
G3
5
200 ppm
G4
G4
G4
Benih cabai direndam dalam larutan Gibberelin dengan konsentrasi yang sesuai dengan perlakuan. Untuk masing-masing perlakuan (5 tingkat konsentrasi Gibberelin + 1 kontrol) drendam 30 benih cabai. Perendaman dilakukan selama 12 jam.
6
250 ppm
G5
G5
G5
b. Penyiapan Media Tanam Media pembibitan yang digunakan adalah campuran 2 bagian tanah halus :1 bagian pasir : 1 bagian pupuk kandang matang halus ditambah Furadan. Bahan media semai tersebut dicampur merata, lalu dimasukkan ke dalam polybag hingga 90% penuh. Benih cabai yang telah direndam dengan larutan gibberellin, disemaikan satu per satu sedalam 1,0 - 1,5 cm, Setiap polybag ditanami satu biji bibit cabai lalu ditutup dengan tanah tipis. Berikutnya semua polybag yang telah diisi benih cabai disimpan di bedengan secara teratur. Rancangan Percobaan Penelitian menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan tiga
Teknik Pengambilan Data Parameter yang diamati pada pembibitan: 1. Untuk pengamatan tinggi bibit cabai dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman. Awal pengukuran dilakukan pada umur tujuh hari setelah tanam. Pengukuran dilakukan pada 10 sampel bibit dari masing-masing polibag, yang sebelumnya sudah diberi tanda dan nomor urut 1 sampai 10. pengukuran dilakukan seminggu sekali sampai bibit berumur 1 bulan atau empat minggu. 2. Untuk pengamatan jumlah daun bibit cabai pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang muncul. Untuk pengamatan bobot basah bibit atas cabai merah pengamatan dilakukan dengan cara menimbang 3. bibit yang sudah dibersihkan dan dikering anginkan. Pengukuran dilakukan pada 10 sampel dari masing-masing polibag dengan menggunakan timbangan digital.
Pengaruh Perendaman Benih Cabai Dalam Berbagai Konsentrasi Gibberelin Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum l.),Widya Sari, SP., MP dan Robi Dani Paturahman, SP
34
4. Untuk pengamatan bobot kering bibit atas cabai merah, pengamatan dilakukan dengan memasukan tanaman ke dalam amplop dan di beri label sesuai perlakuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 100ºC dan selanjutnya ditimbang dengan timbangan digital. Pengeringan diulang sebanyak 3 kali hingga beratnya tidak berubah lagi. 5. Untuk pengamatan bobot basah akar bibit cabai merah, pengamatan dilakukan dengan cara menimbang akar yang sudah dibersihkan dan dikeringanginkan. Pengukuran dilakukan masing masing 10 sampel dari masingmasing polibag dengan menggunakan timbangan digital. 6. Untuk pengamatan bobot kering akar bibit cabai merah, pengamatan dilakukan dengan memasukan akar bibit cabai ke dalam amplop dan di beri label sesuai perlakuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 100ºC dan selanjutnya ditimbang dengan timbangan digital. Pengeringan diulang sebanyak 3 kali hingga beratnya tidak berubah lagi.
Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil pengamatan penelitian dianalisa dengan menggunakan bantuan komputer dengan software Excel dan Minitab.
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum L.) Hasil pengamatan pengaruh perendaman benih cabai dalam berbagai konsentrasi Gibberelin terhadap tinggi bibit cabai merah varietas gelora (Capsicum annum L.), disajikan pada Tabel 2. Pada minggu ke- I, rata-rata tinggi tanaman cabai yang diberi Giberelin adalah 1.94 - 2.02 cm. Peningkatan tinggi tanaman cabai tersebut mencapai 46% - 53% dibandingkan dengan tanaman cabai yang tidak diberi Giberelin (kontrol). Tabel 2. Pengaruh Perendaman Benih Cabai dalam Berbagai Konsentrasi Giberelin Terhadap Tinggi Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (CapsicuannumL.)
Ket: Nilai pada tabel yang diikuti huruf
berbeda menunjukan perbedaan yang nyata dengan Uji Tukey pada tarap 5%.
Dari hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara ratarata tinggi bibit cabai merah untuk berbagai tingkat konsentrasi Gibberelin bila dibandingkan dengan kontrol. Tetapi antara tingkatan konsentrasi Giberelin sendiri tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
35
Pada minggu ke- II tinggi tanaman cabai yang diberi Gibberelin mencapai rata-rata 5.10 - 5.40 cm. Peningkatan tinggi tanaman pada setiap perlakuan Gibberelin sekitar 44% - 52% dibandingkan dengan kontrol. Dari hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara rata-rata tinggi bibit cabai merah untuk berbagai tingkat konsentrasi Gibberelin bila dibandingkan dengan kontrol. Tetapi antara konsentrasi Giberelin 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Untuk minggu ke- III tinggi tanaman yang diberi Giberelin mencapai rata-rata 8.55 - 9.82 cm. Peningkatan tinggi tanaman cabai yang dihasilkan per tanaman mencapai 44% - 65% dibandingkan dengan kontrol. Dari hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara rata-rata tinggi bibit cabai merah untuk berbagai tingkat konsentrasi Giberelin bila dibandingkan dengan kontrol. Tetapi antara konsentrasi Giberelin 50 ppm dan 100 ppm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Antara 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 juga tidak menunjukkan perbedaan. Untuk minggu ke- IV tinggi tanaman yang diberi Gibberelin mencapai ratarata 14.18 - 15.23 cm. Peningkatan tinggi tanaman mencapai 22% – 31% bila dibandingkan dengan kontrol. Dari hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara rata-rata tinggi bibit cabai merah untuk berbagai tingkat konsentrasi Gibberelin bila dibandingkan dengan kontrol. Tetapi antara tingkatan
konsentrasi Giberelin sendiri tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dari hasil uji statistik pada parameter untuk tinggi bibit cabai merah pada minggu ke- IV terlihat bahwa dengan pemberian Gibberelin ini berpengaruh nyata pada konsentrasi Gibberelin 50 ppm telah memperlihatkan hasil tinggi tanaman yang berbeda nyata dengan kontrol dengan nilai F 20.02 dan nilai P 0.000 (dibawah 0.05). Dari hasil uji statistik pada parameter tinggi sampai minggu ke 4 terlihat bahwa dengan pemberian Gibberelin (dalam berbagai konsentrasi 50 – 250 ppm) memperlihatkan tinggi tanaman yang berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini diduga Gibiberelin yang diaplikasikan ke tanaman akan dapat memacu fitohormon Gibberelin yang sudah ada di dalam tanaman itu sendiri.
Gambar 1. Kondisi tinggi tanaman cabai merah varietas Gelora
Keterangan: (K) (kontrol 0 ppm) (G1) (Giberelin 50 ppm) (G2) (Giberelin 100 ppm) (G3) (Giberelin 150 ppm) (G4) (Giberelin 200 ppm) (G5) (Giberelin 250 ppm)
Pengaruh Perendaman Benih Cabai Dalam Berbagai Konsentrasi Gibberelin Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum l.),Widya Sari, SP., MP dan Robi Dani Paturahman, SP
36
Hasil Tinggi Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (cm) 16.00 14.00 12.00
Rata-rata Tinggi 10.00 Bibit Cabai 8.00 Merah (cm) 6.00 4.00 2.00 0.00
0
50
100
150
200
250
MINGGU KE I
1.32
1.94
1.96
2.00
2.02
1.99
MINGGU KE II
3.54
5.10
5.35
5.36
5.40
5.33
MINGGU KE III
5.93
8.55
8.91
9.33
9.82
9.47
MINGGU KE IV
11.61
14.18
14.43
14.67
15.23
15.16
Dosis Giberelin (ppm)
Gambar 2. Grafik Pengaruh Perendaman Benih Cabai dalam Berbagai Konsentrasi Giberelin terhadap Tinggi Bibit Cabai Merah.
Jumlah Daun Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum L.) Hasil pengamatan pengaruh perendaman benih cabai dalam berbagai konsentrasi Giberelin terhadap jumlah daun bibit cabai merah (Capsicum annum L.), disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Konsentrasi Giberelin terhadap Jumlah Daun Bibit Cabai
Ket: Nilai pada tabel yang diikuti huruf
berbeda menunjukan perbedaan yang nyata dengan Uji Tukey pada tarap 5%.
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
Dari hasil uji statistik pada minggu ke- I dari penelitian, menunjukkan bahwa untuk rata-rata jumlah daun tidak ada perbedaan yang nyata antara tingkat konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm dibandingkan dengan kontrol. Tetapi perlakuan dengan berbagai konsentrasi Giberelin dapat mempercepat munculnya daun mulai pada minggu ke- II sampai dengan minggu ke- IV. Untuk minggu ke II jumlah daun tanaman cabai yang diberi Giberelin rata-rata 3.40 - 3.53 helai. Peningkatan jumlah daun tanaman cabai mencapai 17% - 21% dibandingkan dengan kontrol. Dari hasil uji statistik rata-rata jumlah daun terdapat adanya perbedaan yang nyata pada konsentrasi giberelin 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm dengan kontrol. Tetapi untuk konsentrasi giberelin 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm tidak menujukan adanya perbedaan. Pada minggu ke III rata-rata jumlah daun yang diberi Giberelin mencapai 5.63 - 5.77 helai. Peningkatan jumlah daun cabai mencapai 15% - 18% dibandingkan dengan kontrol. Dari hasil uji statistik rata-rata jumlah daun terdapat adanya perbedaan yang nyata pada konsentrasi giberelin 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm. Tetapi untuk konsentrasi giberelin 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm tidak menujukan adanya perbedaan. Untuk minggu ke IV rata-rata jumlah daun yang diberi Giberelin mencapai 8.07 - 8.37 helai. Peningkatan jumlah
37
daun mencapai 10% - 14% dibandingkan dengan kontrol. Ini berarti bahwa hormon Giberelin berpengaruh positif dalam merangsang pertumbuhan daun cabai merah. Pada Tabel 3, untuk minggu ke IV dapat dilihat hasil uji statistik rata-rata jumlah daun bibit cabai merah antara tingkat konsentrasi Giberelin, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan hormon Giberelin tingkat konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm dibandingkan dengan kontrol. Tetapi antara tingkat konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Bobot Basah Bibit Atas Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum L.) Hasil pengamatan pengaruh perendaman benih cabai dalam berbagai konsentrasi Giberelin terhadap berat basah bibit atas cabai merah varietas gelora (Capsicum annum L.), disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 . Pengaruh Perendaman Giberelin terhadap Berat Basah Bibit Atas Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum L.)
Hasil Jumlah Daun Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Helai) 10 8
Ket: Nilai pada tabel yang diikuti huruf
Rata-Rata 6 Jumlah Daun (Helai) 4
berbeda menunjukan perbedaan yang nyata dengan Uji Tukey pada tarap 5%.
2 0
0
MINGGU KE 1 1.86 MINGGU KE 2 2.9
50
100
150
200
2
2
2
2
3.4
3.53 3.53 3.53
250 2 3.5
MINGGU KE 3 5.23 5.63 5.70 5.70 5.77 5.77 MINGGU KE 4 7.23 8.07 8.1 8.2 8.37 8.33 Dosis Giberelin (ppm)
Gambar 3. Grafik Pengaruh Perendaman Giberelin terhadap Jumlah Daun Bibit Cabai Merah
Hasil pengamatan rata-rata bobot basah bibit atas menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi Gibberelin secara nyata dapat menaikkan bobot basah bibit atas cabai merah. Hal ini terlihat pada rata-rata bobot basah bibit atas cabai merah sekitar 1.54 – 1.83 gram dengan peningkatan bobot basah bibit atas yang dihasilkan per tanaman sekitar 16 - 38 % dibandingkan dengan kontrol.
Pengaruh Perendaman Benih Cabai Dalam Berbagai Konsentrasi Gibberelin Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum l.),Widya Sari, SP., MP dan Robi Dani Paturahman, SP
38
Tetapi untuk perlakuan dengan konsentrasi Gibberelin 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm, pada minggu ke IV menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol dengan nilai F 5.37 dan koefisien nilai P.Value 0.008 (dibawah 0.05). Sehingga dalam hal ini kita juga dapat mengetahui, bahwa selain memacu pertumbuhan tinggi dan jumlah daun, giberelin juga dapat menambah bobot basah bagian atas tanaman (batang dan tajuk). Hal ini sesuai dengan penelitian Cahyanti (2002), bahwa pemberian giberelin dengan interval waktu 12 hari sekali, dapat meningkatkan bobot segar tanaman paprika sebesar 99.52 gram.
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
S = 0.04724556 r = 0.99428165 0 2.0 0 1.9 0 1.8 BB Tanaman
Pada Tabel 4. untuk hasil uji statistik bobot basah bibit atas, menunjukan adanya perbedaan nyata antara konsentrasi 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm dengan Kontrol dan perlakuan Gibberelin 50 ppm dan 100 ppm. Antara Kontrol dan perlakuan dengan konsentrasi Giberelin 50 ppm dan 100 ppm tidak menunjukan perbedaan yang nyata, dan diantara perlakuan dengan berbagai konsentrasi Gibberelin (50 ppm, 100ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm) itu sendiri juga menunjukan perbedaan yang tidak nyata.
0 1.7 0 1.6 0 1.5 0 1.4 0 1.3 0 1.2 0 1.1 0 1.0
0.0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
300.0
Konsentrasi GA3
Gambar 4. Grafik Pengaruh Perendaman Benih Cabai dalam Berbagai Konsentrasi Giberelin terhadap Bobot Basah Bibit Atas Cabai Merah
Pada Gambar 4. Dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi Gibberelin, Bobot Basah bibit atas tanaman cabai juga meningkat, tetapi pada konsentrasi 250 ppm, terlihat mulai ada penurunan Bobot Basah bibit atas tanaman, walaupun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan perlakuan konsentrasi Gibberelin yang lainnya. Pengaruh Perendaman Giberelin terhadap Bobot Kering Bibit Atas Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum L.) Hasil pengamatan Pengaruh perendaman benih cabai dalam berbagai konsentrasi Giberelin terhadap berat kering bibit atas cabai merah varietas gelora (Capsicum annum L.), disajikan pada Tabel 5
39
Tabel 5 . Pengaruh Perendaman Benih Cabai dalam Berbagai Konsentrasi Giberelin terhadap Berat Kering Bibit Atas Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum L.)
Ket: Nilai pada tabel yang diikuti huruf
berbeda menunjukan perbedaan yang nyata dengan Uji Tukey pada tarap 5%.
Hasil pengamatan rata-rata bobot kering bibit atas tanaman cabai merah menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi Giberelin secara nyata dapat menaikan bobot kering bibit atas cabai merah. Hal ini terlihat pada rata-rata bobot basah bibit atas cabai merah sekitar 0.139 – 0.201 gram dengan peningkatan bobot basah bibit atas yang dihasilkan per tanaman sekitar 8 – 44 % dibandingkan dengan kontrol. Pada tabel 5, hasil uji statistik bobot kering bibit atas menunjukan berbeda nyata antara konsentrasi 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan Giberelin 50 ppm dan 100 ppm. Tetapi antara perlakuan tanpa hormon dengan tingkat konsentrasi Giberelin 50 ppm dan 100 ppm tidak menunjukan perbedaan yang nyata.
Antara konsentrasi 50 ppm, 100ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm tidak menunjukan perbedaan yang nyata, tetapi pada konsentrasi 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol dengan nilai F 11.06 pada tarap P 0.000 (dibawah 0.05). Dari data tersebut dapat dilhat bahwa telah terjadi penambahan berat kering pada bibit tanaman cabai bagian atas, setelah diperlakukan dengan Gibberelin konsentrasi 150 ppm. Hal ini mendukung pernyataan sebelumnya bahwa giberelin dapat meningkatkan pertambahan tinggi, jumlah daun, bobot basah tanaman. Dalam hal ini diasumsikan bahwa dengan banyaknya daun yang bisa menangkap cahaya matahari maka akan meningkatkan laju fotosintesis, sehingga dari hasil fotosintesis serebut dihasilkan banyak cadangan makanan yang tersimpan dalam sel tanaman. Sebagian akan menambah bobot kering tanaman. Sesuai dengan penelitian Loveless (1987) dalam Zenal Mutakin (2008), bahwa Giberelin dapat mempengaruhi pemanjangan dan pembelahan sel sampai 3 kali lipat atau merangsang pertumbuhan batang dan daun sehingga dapat mempengaruhi terhadap bobot kering bibit atas. Energi yang tertangkap pada fotosintesis secara memuaskan diperlihatkan sebagai oleh seluruh biomas pada satuan luas dipermukaan bumi pada suatu waktu tertentu. Biomas hanya pada seluruh bahan organik yang hidup, biasanya didasarkan pada berat kering oven.
Pengaruh Perendaman Benih Cabai Dalam Berbagai Konsentrasi Gibberelin Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum l.),Widya Sari, SP., MP dan Robi Dani Paturahman, SP
40
Walau ini merupakan pengukuran kasar, tapi sangat berguna untuk memperbandingkan tanamantanaman yang berbeda dan luasan tanah yang berbeda. Jumlah bahan organik yan didapati, hanya merupakan sebagian dari pengukuran produksi bersih (net production), karena respirasi membutuhkan sebagian besar dari karbohidrat yang merupakan sebagian dari seluruh produksi total (Harjadi, 1988).
Hasil pengamatan Pengaruh perendaman benih cabai dalam berbagai konsentrasi Giberelin terhadap berat basah akar bibit cabai merah varietas gelora (Capsicum annum L.), disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Perendaman Benih Cabai dalam Berbagai Konsentrasi Giberelin terhadap Berat Basah Akar Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum L.)
S = 0.00516551 r = 0.99562603 1 0 .2
BK Tanaman
9 0 .1 8 0 .1 7 0 .1 6 0 .1 5 0 .1 3 0 .1
0.0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
Konsentrasi GA3
300.0
Ket: Nilai pada tabel yang diikuti huruf berbeda menunjukan perbedaan yang nyata dengan Uji Tukey pada taraf 5%.
Gambar 5. Grafik Pengaruh Perendaman Benih Cabai dalam Berbagai Konsentrasi Giberelin terhadap Bobot Kering Bibit Atas Cabai Merah
S = 0.00062994 r = 0.99996971 8 0.2
Pada Gambar 5. dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi Gibberelin, Bobot Kering bibit atas tanaman cabai juga meningkat, tetapi pada konsentrasi 250 ppm, terlihat mulai ada penurunan Bobot Basah bibit atas tanaman, walaupun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan perlakuan konsentrasi Gibberelin yang lainnya.
BB Akar
6 0.2 5 0.2 3 0.2 1 0.2 9 0.1 7 0.1
0.0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
Konsentrasi GA3
Pengaruh Perendaman Giberelin terhadap Bobot Basah Akar Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum L.)
Gambar 6.
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
Grafik Pengaruh Perendaman Benih Cabai dalam Berbagai Konsentrasi Giberelin terhadap Bobot Basah Akar Tanaman Cabai Merah
41
Dari hasil pengamatan rata-rata bobot basah akar tanaman cabai merah menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi Gibberelin tidak berpengaruh nyata untuk menaikan bobot basah akar bibit cabai merah. Hal ini terlihat pada rata-rata bobot basah akar bibit cabai merah yang diperlakukan dengan berbagai konsentrasi Gibberelin terjadi penurunan untuk bobot basah akar dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian Giberelin (kontrol). Untuk tanaman pada Kontrol, lebih berat dengan rata-rata bobot basah akar 0.274 gram dibandingkan yang diberi perlakuan Giberelin rata-rata bobot basah akar 0.179 gram. Hasil penelitian menujukan bahwa perendaman Giberelin dengan berbagai konsentrasi yang berbeda tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada interaksi perlakuannya dalam meningkatkan bobot basah akar cabai merah. Hal ini diduga bahwa pemberian giberelin tidak meberikan efek positif untuk mempertinggi berat kering akar tanaman cabai. Penggunaan Giberelin dalam kultur jaringan tanaman, kadang-kadang membantu morfogenesis. Tetapi dalam kultur kalus dimana pertumbuhan sudah cepat hanya dengan auksin dan sitokinin, maka penambahan giberelin sering menghambat. Pada umumnya giberelin terutama GA3 menghambat perakaran (Gunawan 1988). Sementara itu Gibberelin eksogen menimbulkan efek kecil pada pertumbuhan akar, dan menghambat pembentukan akar liar. Hormon ini dapat dilacak dalam eksudat xilem akar dan batang ketika organ
tersebut diiris dan tekanan akar mendorong keluar cairan xilem. Penghambat sintesis Gibberelin menurunkan jumlah Giberelin dalam eksudat tersebut (Salisbury dan Ross, 1995). Diketahui bahwa pemberian Gibberelin langsung pada daun sedikit memacu pertumbuhannya dan mempengaruhi bentuknya, sedangkan bila langsung diberikan pada akar, biasanya hampir tidak bisa terlihat efeknya pada akar itu sendiri. Tapi, bila Gibberelin diberikan dengan cara apa pun ditempat yang dapat mengangkutnya ke apeks tajuk, peningkatan pembelahan sel dan pertumbuhan sel tampak mengarah pada pemanjangan batang dan (pada beberapa spesies) perkembangan daun muda (Salisbury dan Ross, 1995). Hal ini sejalan dengan penelitian Cahyanti (2002) bahwa dengan tanpa pemberian Gibberelin (GA3 0 ppm) menghasilkan akar yang terpanjang yaitu 33,03 cm dan bobot kering akar pada tanpa perlakuan Gibberelin (GA3 0 ppm) memberikan hasil terbesar yaitu 1,34 g. Jadi dari hasil penelitian diatas dapat kita lihat, bahwaGgbiberelin hanya mempengaruhi pertumbuhan bagian atas tanaman (tinggi dan jumlah daun tanaman). Tetapi Gibberelin cenderung menghambat perkembangan akar. Sehingga bobot akar tanaman yang diberi Gibberelin lebih rendah dari pada bobot akar tanaman yang tidak diberi Gibberelin.
Pengaruh Perendaman Benih Cabai Dalam Berbagai Konsentrasi Gibberelin Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum l.),Widya Sari, SP., MP dan Robi Dani Paturahman, SP
42
Gambar 7. Kondisi perakaran bibit cabai merah varietas Gelora
Keterangan: (K) (kontrol 0 ppm) (G1) (Giberelin 50 ppm) (G2) (Giberelin 100 ppm (G3) (Giberelin 150 ppm) (G4) (Giberelin 200 ppm) (G5) (Giberelin 250 ppm)
Pengaruh Perendaman Giberelin terhadap Bobot Kering Akar Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum L.) Hasil pengamatan pengaruh perendaman benih cabai dalam berbagai konsentrasi Giberelin terhadap berat kering akar bibit cabai merah varietas gelora (Capsicum annum L.), disajikan pada Tabel 7.
berpengaruh nyata untuk menaikan bobot kering akar bibit cabai merah. Pada rata-rata bobot kering akar bibit cabai merah untuk kontrol lebih tinggi 0.057 gram sedangkan untuk perlakuan giberelin nilai bobot kering akar mencapai 0.037 - 0.049 gram. Walaupun nilai rata-rata bobot kering akar antara perlakuan giberelin dengan kontrol kelihatanya berbeda dengan selisih 0.008 gram. Tetapi hal ini belum merupakan bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa rata-rata tersebut berbeda secara statistik. Dari hasil uji statistik pada parameter bobot kering akar sampai minggu ke- IV terlihat bahwa dengan pemberian giberelin (konsentrasi 50 ppm - 250 ppm) memperlihatkan bobot kering akar tanaman tidak menunjukan adanya berbedaan yang nyata dengan kontrol. S = 0.00157485 r = 0.99628027 6 0.0
Tabel 7. Pengaruh konsentrasi Gibberelin terhadap berat kering akar BK Akar
6 0.0 5 0.0 5 0.0 4 0.0 4 0.0 4 0.0
Ket: Nilai pada tabel yang diikuti huruf
berbeda menunjukan perbedaan yang nyata dengan Uji Tukey pada tarap 5%.
0.0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
Konsentrasi GA3
Gambar 8. Grafik Pengaruh Perendaman Benih Cabai dalam Berbagai Konsentrasi Giberelin terhadap Bobot Kering Akar Bibit Cabai Merah
Tanaman cabai merah menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi Giberelin tidak
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
43
KESIMPULAN Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh perendaman benih cabai dalam berbagai konsentrasi Gibberelin terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah dibanding tanpa perlakuan Gibberelin. Pemberian Gibberelin (GA3) pada tingkat konsentrasi 50 ppm memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan tinggi dan jumlah daun tanaman. Dimana dalam hal ini, konsentrasi 50 ppm telah dapat meningkatkan tinggi tanaman mulai dari minggu ke-I sampai minggu ke-IV juga dapat meningkatkan jumlah daun tanaman. Mulai dari minggu ke- II sampai minggu ke-IV konsentrasi 150 ppm juga memberikan pengaruh yang nyata untuk meningkatkan bobot basah bibit atas dan bobot kering bibit atas tanaman. Tetapi hasil sebaliknya diperoleh terhadap berat basah akar dan berat kering akar tanaman, dimana dengan pemberian giberelin justru menghambat perkembangan akar, sehingga nilai bobot basah akar dan bobot kering akar tanaman cenderung rendah. Jadi didapat kesimpulan bahwa Gibberelin dapat meacu pertumbuhan bagian atas tanaman seperti batang dan daun,
tetapi sebaliknya pada bagian bawah tanaman justru menghambat pembentukan akar. DAFTAR PUSTAKA Cahyanti, W.R. 2002. Peranan Konsentrasi dan Interval Pemberian Gibberellin (GA3) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Paprika (Capsicum annum L.) Kultivar Bell Bo. Universitas Muhamadyah Malang Harjadi. Siti. 1989. Dasar–dasar hortikultura. Penebar Swadaya. Jakarta 100-130. Mutakin, Z. 2008. Pengaruh gisa terhadap pertumbuhan bibit padi varietas pandanwangi (Oryza sativa L.), Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Suryakancana. Salisbury, F.B., Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung
Pengaruh Perendaman Benih Cabai Dalam Berbagai Konsentrasi Gibberelin Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Cabai Merah Varietas Gelora (Capsicum annum l.),Widya Sari, SP., MP dan Robi Dani Paturahman, SP
44
PENGARUH MEDIA PERENDAMAN TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI, PERKECAMBAHAN DAN VIGOSITAS BIBIT PEPAYA (Carica papaya L.) Ir. Endah Lisarini, SE., MM* Dan Suwandi, SP** Ringkasan Percobaan laboratorium dilanjutkan percobaan lapang dilakukan untuk mengkaji pengaruh media perendaman terhadap kecepatan pematahan dormansi, perkecambahan dan vigositas bibit papaya (Carica papaya L.) Rancangan perlakuan yang digunakan adalah non faktorial tujuh perlakuan perendaman yang diacak lengkap dan diulang tiga kali. Perlakuan perendaman meliputi : perendaman dalam air suhu 28 C selama 1 hari (P1), perendaman dalam air suhu 50C selama 1 hari (P2), perendaman dalam air suhu 75 C selama 1 hari (P3), perendaman dalam KNO3 1% selama 1 hari (P4), perendaman dalam KNO3 1.5% selama 1 hari (P5), perendaman dalam KNO3 2% selama 1 hari (P6), perendaman dalam KNO3 2.5% selama 1 hari (P7). Perlakuan dicobakan pada dua kelompok biji papaya yaitu kelompok biji papaya masih berselaput dan kelompok biji papaya tidak berselaput. Parameter yang diukur adalah jumlah biji terbanyak minimal 70% berkecambah secara serempak (sebagai saat biji papaya terpatahkan dormansinya, daya berkecambah, tinggi bibit dan panjang akar. Hasil percobaan menunjukkan bahwa media perendaman dengan air bersuhu 50C dan 75C selama 1 hari baik terhadap kelompok biji papaya yang masih berselaput maupun yang sudah tidak berselaput, mempercepat berkecambahnya biji 1 – 2 hari lebih cepat dibandingkan air bersuhu normal (kontrol). Perendaman biji papaya dengan KNO3 konsentrasi 2,5% berkecambah 7 hari lebih cepat dibandingkan kontrol. Vigositas bibit tidak dipengaruhi oleh perlakuan perendaman apapun di atas terhadap dua kelompok biji papaya. Kata kunci : dormansi, vigositas Abstract Laboratory experiment continued by field study were done to investigate the influence of soaking agent media on dormancy breakdown, germination of papaya seed (Carica papaya L.) and its vigosity. Treatment design is non factorial with seven treatments, full ramdomly and three times replicates. The treatments were: soaking in normal water temperature (28 C) along 1 day, as a control (P1); soaking in water temperature 50C along 1 day (P2); soaking in water temperature 75C along 1 day (P3); soaking in 1% KNO3 along 1 day (P4), soaking in 1.5% KNO3 along 1 day (P5), soaking in 2% KNO3 along 1 day (P6), and soaking in 2.5% KNO3 along 1 day (P7). There were two groups of papaya seed used in the experiment (coating and uncoating seed). Observed parameters: germinated seed number all together at least 70% (indicate the dormant breakdown), germinate power, the height of seedling and root length. The result indicated that both soaking in water with temperature 50 C and 75C along 1 day accelerate dormant breakdown 1 – 2 days quicker than control. In the mean time, 2,5% KNO 3 done 7 days quiker. Sedling vigosity unaffected by any soaking treatment. *Dosen FAPERTA UNSUR Cianjur, Karyawan PPPGTK Cianjur,** Pengaruh Media Perendaman Terhadap Pematahan Dormansi, Perkecambahan dan Vigositas Bibit Pepaya (Carica papaya l.), Ir. Endah Lisarini, SE., MM dan Suwandi, SP
45
PENDAHULUAN Dalam praktek pembudidayaan pepaya seringkali ditemui kendala biji yang mengalami dormansi. Biji tanaman pepaya bersifat dorman yang artinya mengalami masa istirahat / tidak dapat segera berkecambah ketika berada dalam kondisi normal baik untuk perkecambahan, seperti kelembaban yang cukup, cahaya yang sesuai. Dormansi merupakan suatu strategi untuk mencegah perkecambahan di bawah kondisi dimana kemungkinan hidup kecambah rendah (Sutopo, 2002). Kalie ( 2003) mengatakan bahwa ratarata biji yang disemaikan baru bisa tumbuh atau berkecambah kira-kira setelah 15 hari dan tumbuhnya pun tidak serempak, maka dari itu perlu adanya suatu usaha untuk mempercepat berkecambahnya biji dan pertumbuhannya serempak. Berdasarkan keadaan alami biji papaya yang mengalami dormansi, maka diuji beberapa metode untuk mematahkan dormansinya. Untuk mendapatkan biji pepaya yang tumbuh seragam maka harus dilakukan pencucian biji untuk menghilangkan kulit yang menyelimuti biji (Sukamto. 2001). Untuk mematahkan dormansi biji pepaya dapat dilakukan beberapa metode baik secara fisik, mekanik maupun kimia. Perendaman merupakan prosedur yang sangat lambat untuk mengatasi dormansi fisik, namun banyak jenis biji yang dormansinya telah dipatahkan dengan perendaman dalam air (Budi Utomo, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa fungsi air dalam proses pematahan dormansi adalah melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embryo dan endosperm sehingga dapat mengakibatkan pecah atau
walaupun kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung proses perkecambahan. Dormansi biji menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viable) gagal berkecambah robeknya kulit biji. Sementara itu Saleh (2003) dan Hasanah (1989) mengemukakan bahwa perendaman dalam larutan kimia KNO3 3 % selama 2 hari nyata meningkatkan daya berkecambah benih padi. Larutan KNO3 merupakan salah satu bahan kimia yang sering digunakan untuk menstimulasi perkecambahan benih yang dorman dan tumbuh tidak serempak (Saleh, 2003). Senyawa KNO3 tersusun dari unsur K, N dan O yang masingmasing mempunyai fungsi spesifik. Hardjowigeno (1989) menyebutkan bahwa unsur K berfungsi membantu pembentukan dan perombakan protein dan karbohidrat di dalam biji sebagai energy dalam proses perkecambahan biji. Unsur N diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetative, membentuk protein dan lemak. Fungsi O adalah untuk pernafasan pada sel hidup pada organ embrio sehingga pernafasan sel menjadi aktif. Sementara Sutopo (2002) mengatakan bahwa biji yang memiliki penghambat perkecambahan yang menunda perkecambahnnya atau mengalami masa dormansi biji dapat diatasi antara lain dengan perendaman air biasa, perendaman air panas dan perlakuan bahan kimia.
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
46
BAHAN DAN METODE Percobaan I dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan dilanjutkan Percobaan II di Green House VEDCA Cianjur pada bulan April hingga Mei 2009. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah 7 perlakuan pematahan dormansi biji yaitu : perendaman dalam air suhu 28C selama 1 hari (P1), perendaman dalam air suhu 50C selama 1 hari (P2), perendaman dalam air suhu 75C selama 1 hari (P3), perendaman dalam KNO3 1% selama 1 hari (P4), perendaman dalam KNO3 1.5% selama 1 hari (P5), perendaman dalam KNO3 2% selama 1 hari (P6), Percobaan II adalah pemindahan tanam biji yang sudah berkecambah ke polybag. Bibit dibiarkan tumbuh hingga dua minggu. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman dan panjang akar, untuk mengetahui vigositas bibit setelah bijinya diperlakukan dengan perendaman. HASIL DAN PEMBAHASAN Pematahan dormansi Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap berbagai perlakuan pematahan dormansi biji papaya yang berselaput dan biji yang tidak berselaput pada pengamatan terpatahkan dormansinya, menunjukkan pengaruh nyata dengan R2 yang tinggi yaitu 96.06% pada biji
perendaman dalam KNO3 2.5% selama 1 hari (P7). Ke tujuh perlakuan dicobakan pada dua kelompok biji papaya (masih berselaput dan tidak berselaput), dan setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga pada tiap kelompok biji terdapat 21 kombinasi perlakuan. Percobaan I dilakukan dengan menempatkan cawan petri sesuai denah penempatan dalam lemari perkecambahan. Masing-masing cawan petri diisi 20 biji yang sudah direndam sesuai perlakuan. Indikator patah dormansi diamati setiap hari pada biji yang telah mulai berkecambah secara serempak sampai didapat persentase minimal 70% dari total biji yang dikecambahkan dan dinyatakan dalam hari. berselaput dan 90.74% pada biji tidak berselaput. Perlakuan pematahan dormansi dengan menggunakan larutan KNO3 konsentrasi 2.5% terhadap biji papaya berselaput dan yang tidak berselaput, memberikan hasil terbaik (masing-masing 83% dan 95%). Indikator terpatahkan dormansinya adalah brkecambahnya biji secara serempak minimal 75% pada hari ke 7 (Tabel 1). Unsurunsur K, N dan O yang terkandung dalam KNO3 dapat membantu proses perkecambahan morfologis. Unsur K membantu dalam pembentukan selsel baru pada titik tumbuh seperti akar dan plumule. Unsur N membantu dalam pembentukan protein yang juga dibutuhkan dalam pembentukan sel-sel baru.
Pengaruh Media Perendaman Terhadap Pematahan Dormansi, Perkecambahan dan Vigositas Bibit Pepaya (Carica papaya l.), Ir. Endah Lisarini, SE., MM dan Suwandi, SP
47
Tabel 1. Hasil rata-rata patah dormansi biji papaya pada berbagai perlakuan pematahan dormansi dalam (hari ke) A. Biji berselaput Patah domansi pada hari ke Air dengan suhu normal (P1) 12a 10b Air suhu 50C (P2) 10b Air suhu 75C (P3) Larutan KNO3 (P4) 9c Larutan KNO3 (P5) 8c Larutan KNO3 (P6) 8c Larutan KNO3 (P7) 8c B.
Biji tidak berselaput Air dengan suhu normal (P1) Air suhu 50C (P2) Air suhu 75C (P3) Larutan KNO3 (P4) Larutan KNO3 (P5) Larutan KNO3 (P6) Larutan KNO3 (P7)
11a 10a 10a 9b 8b 8b 7bc
Vigositas bibit Tabel 2 dan 3 memperlihatkan bahwa semua perlakuan suhu air perendaman dan konsentrasi KNO3 pada saat pematahan dormansi, ternyata memberikan pengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit maupun panjang akar (indikator
vigositas bibit). Perlakuan terhadap pematahan dormansi ternyata tidak memberikan dampak positif maupun negatif. Biji dorman yang dipacu untuk cepat berkecambah tidak menunjukkan perilaku lebih cepat atau lebih lambat pertumbuhannya pasca perkecambahan.
Tabel 2. Hasil tinggi bibit rata-rata umur 2 minggu pasca pematahan dormansi (cm). A. Biji berselaput Tinggi bibit Air dengan suhu normal (P1) 10.77a 10.83a Air suhu 50C (P2) 11.13a Air suhu 75C (P3) Larutan KNO3 (P4) 11.22a Larutan KNO3 (P5) 11.98a Larutan KNO3 (P6) 11.75a Larutan KNO3 (P7) 11.23a B.
Biji tidak berselaput Air dengan suhu normal (P1) Air suhu 50C (P2) Air suhu 75C (P3) Larutan KNO3 (P4) Larutan KNO3 (P5) Larutan KNO3 (P6) Larutan KNO3 (P7)
10.68a 11.08a 11.13a 11.82a 11.40a 11.72a 11.67a
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
48
Tabel 3. Hasil panjang akar rata-rata bibit papaya umur 2 minggu pasa pematahan dormansi (cm). A. Biji berselaput Panjang akar Air dengan suhu normal (P1) 35.73a 36.53a Air suhu 50C (P2) 35.57a Air suhu 75C (P3) Larutan KNO3 (P4) 34.57a Larutan KNO3 (P5) 36.53a Larutan KNO3 (P6) 35.90a Larutan KNO3 (P7) 38.67a B.
Biji tidak berselaput Air dengan suhu normal (P1) Air suhu 50C (P2) Air suhu 75C (P3) Larutan KNO3 (P4) Larutan KNO3 (P5) Larutan KNO3 (P6) Larutan KNO3 (P7)
KESIMPULAN Hasil percobaan menunjukkan bahwa suhu media perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap pematahan dormansi, namun sudah mempercepat 1 – 2 hari dibandingkan kontrol. Perendaman dengan KNO3 konsentrasi 2,5% vigositas bibit (diindikasikan oleh PUSTAKA Hardjowigeno.1989. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Hasanah H. 1989. Dalam Soejadi 2001. Studi Efikasi Metode Pematahan Dormansi Benih Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. http://www.google.co.id/searc h?hl=id&q=dormansi+padi
&metta Kalie, M.B. 2003. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya. Jakarta
38.63a 38.57a 38.00a 35.80a 37.33a 40.03a 40.03a
pertumbuhan tinggi tanaman dan perpanjangan akar) tidak berpengaruh nyata terhadap pematahan dormansi biji papaya dan dapat mempercepat perkecambahan hingga 7 hari dibandingkan control. Ternyata dipengaruhi oleh perlakuaan untuk mempercepat pematahan dormansi biji.
Sukamto. 2001.Bertanam Pepaya. Balai Pustaka, Jakarta.
Saleh. M.S. 2003. Perlakuan Fisik dan Konsentrasi Kalium Nitrat Untuk Mempercepat Perkecambahan Benih Aren, dalam jurnal Pematahan Dormansi Benih Aren Secara Fisik Pada Berbagai Lama Ekstraksi Buah. http://www.google.co.id/searc h?hl=id&q=dormansi+padi&m etta Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Radja Grafindo Persada. Jakarta.
Pengaruh Media Perendaman Terhadap Pematahan Dormansi, Perkecambahan dan Vigositas Bibit Pepaya (Carica papaya l.), Ir. Endah Lisarini, SE., MM dan Suwandi, SP
49
EFEKTIFITAS PEMILIHAN METODE DALAM PENYULUHAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI DESA MEKARSARI KECAMATAN AGRABINTA KAB. CIANJUR Oleh : Rosda Malia SP MSi * dan Siti Malihah SP ** Ringkasan Kecamatan Agrabinta merupakan salah satu kecamatan yang dijadikan sentra produksi sapi potong. Kegiatan penyuluh peternakan sapi potong di Kecamatan Agrabinta belum banyak dikaji oleh kalangan akademisi . Tujuan penelitian untuk mengetahui metode yang dipilih dalam penyuluhan peternakan sapi potong serta mengetahui efektifitas pemilihan metode penyuluhan tersebut. Penelitian dilakukan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur, pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2009. Responden sebanyak 30 orang peternak sapi potong. Data hasil penelitian dianalisis dengan statistik deskriptif dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Metode yang digunakan dalam penyuluhan tersebut adalah metode demplot, ceramah, kunjungan rumah dan diskusi, (2) hasil uji t menunjukkan terdapat perbedaan tingkat pengetahuan antara sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan ternak sapi potong membuktikan pemilihan metode penyuluhan cukup efektif. Abstract Kecamatan Agrabinta is one of Cianjur District that is plotted for the beef-cattle central area. Farming extension program for beef-cattle farmer in Kecamatan Agrabinta is still not much examined by the academician.This research has been heald in the Mekarsari Village, Kecamatan of Agrabinta, Cianjur District, it started form March until June 2009, it used 30 farmers as sample which is got from the beef cattle farmer. This research analysis used the descriptive statistic and t test. The result of this research showed that (1) the methode majority for the increased of the production or techniques artificial insemination methode that used is plot methode, while the theory that already understand by the respondent it is just develop by given them the speech, home visit and discussion, (2) the result of t-test showed that there is a difference for knowledge level between before and after farming extension program of the beef-cattle farmers proved methode was chosed efektif enough. Key words: farming extension, methode extension * Dosen Faperta UNSUR ** Alumni Faperta UNSUR
Efektifitas Pemilihan metode dalam Penyuluhan Peternakan Sapi Potong di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kab. Cianjur, Rosda Malia, SP., M.Si dan Siti Malihah, SP
50
PENDAHULUAN Petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang selama ini berjuang untuk peningkatan ketahanan pangan di negara Indonesia, namun keadaan ekonomi mereka khususnya pendapatan hasil usahatani mereka masih minim, untuk itu perlu adanya peningkatan kesejahteraan dan kecerdasannya. Salah satu upaya peningkatan tersebut dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan. Penyuluh adalah suatu cara atau usaha pendidikan yang bersifat non formil untuk para petani dan keluarganya di pedesaan (Samsudin, 1977). Tujuan penyuluhan adalah merubah perilaku utama dan pelaku usaha melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasi (Sudarmanto, 2001). Penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan merupakan proses pembelajaran bagi pelaku utama agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (Anonim, 2006). Kegiatan penyuluhan tidak hanya terbatas pada penyuluhan pangan namun juga dilakukan pada bidang peternakan. Penyuluhan peternakan pada intinya sama yaitu penyampaian informasi, baik itu informasi pasar ternak, teknologi produksi ternak dan lain sebagainya.
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
Penyuluhan peternakan yang dilakukan oleh petugas penyuluh lapangan, disesuaikan dengan tingkat pengetahuan para peternak dan kondisi yang ada di lapangan. Untuk itu pemilihan metode yang tepat dalam penyuluhan peternakan sangat diperlukan. Ada beberapa metode penyuluhan yang dianjurkan bagi petugas penyuluh lapangan yaitu metode ceramah, diskusi, demonstrasi dan kunjungan rumah. Semuanya mempunyai kekurangan dan kelebihan, untuk itu petugas penyuluh lapangan harus pandai memilih metode penyuluhan tersebut yang tepat. Kegiatan penyuluh peternakan sapi potong yang dilaksanakan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur belum banyak dikaji oleh kalangan akademisi, maka penulis merasa perlu melakukan penelitian mengenai efektifitas pemilihan metode penyuluhan. Tujuan Penelitian Mengetahui metode yang digunakan dalam penyuluhan peternakan sapi potong di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabintan Kab. Cianjur serta mengetahui efektifitas pemilihan metode penyuluhan tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur, bulan Maret sampai dengan April 2009. Metode pengambilan responden yakni metode acak sederhana (simple random sampling). Dipilih sebanyak 30 orang peternak. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
51
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya pengolahan dan analisis data. Data yang diperoleh dianalisis dengan statistik deskriptif dan uji t. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Desa Mekarsari Desa Mekarsari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur. Dilihat dari topografi Desa Mekarsari berada pada ketinggian 18-25 meter di atas permukaan laut. Suhu rata-rata 29 oC dan kelembaban 16 oC. Curah hujan rata-rata hari hujan sebanyak 21 hari, dengan bulan basah sebanyak 5 bulan. Potensi peternakan di Desa Mekarsari sangat baik. Banyaknya peternakan khususnya ternak sapi potong menjadi alasan bagi pemerintah Kabupaten Cianjur, untuk menjadikan Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta sebagai salah satu desa sentra produksi sapi potong. Tabel 1.
No
Potensi Peternakan di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Jumlah (ekor)
Potensi Peternakan
1
Sapi potong
2
Domba
3
Kambing
4
Ayam
Jantan 234 2 217 512
Betina 1 386 2 523 017 6 500
Sumber: Potensi Desa Mekarsari, 2008
Semua lahan yang ada di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta pada umumnya sangat berpotensi untuk pengembangan sapi potong seperti lahan sawah sangat mendukung dalam
penyediaan pakan. Begitu juga dengan lahan bukan sawah (perkebunan), karena mayoritas (75%) lahan di Desa Mekarsari adalah lahan bukan sawah/perkebun dapat dimanfaatkan untuk lahan pakan hijauan. Adapun jenis sapi potong yang dibudidayakan oleh peternak di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur adalah sapi Brahman, Limosin, Simental dan Lokal, semua jenis sapi tersebut memang sangat cocok dikembangkan untuk sapi potong tipe pedaging. Gambaran Penelitian
Umum
Responden
Ditinjau dari segi umur, peternak yang dijadikan responden dalam penelitian ini mempunyai umur terendah 22 tahun, tertinggi 68 tahun dengan rata-rata responden berumur 49 tahun. Sebagian besar responden berada pada usia kerja produktif yaitu antara 25 tahun sampai dengan 55 tahun. Mayoritas responden berpendidikan SD/Sederajat, ditinjau dari segi pendidikan tersebut maka kiranya perlu ditambah lagi dengan berbagai pendidikan yang bersifat non formal khususnya dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan bidang peternakan sapi potong. Tanggungan terbanyak responden adalah sebanyak 7 orang, terendah adalah 2 orang, rata-rata responden mempunyai tanggungan sebanyak 4 orang. Semakin besar jumlah anggota keluarga, maka kepala keluarga akan semakin tinggi mencurahkan tenaga kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan jumlah anggota keluarga responden
Efektifitas Pemilihan metode dalam Penyuluhan Peternakan Sapi Potong di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kab. Cianjur, Rosda Malia, SP., M.Si dan Siti Malihah, SP
52
membutuhkan peningkatan pendapatan. Pengalaman beternak sapi potong setiap responden bervariasi adapun pengalaman terendah adalah selama 4 tahun dan pengalaman tertinggi adalah 21 tahun. Mayoritas peternak sudah memiliki pengalaman selama 16-21 tahun. Metode Penyuluhan Peternakan Materi penyuluhan peternak di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur berupa perkawinan dengan teknologi inseminasi buatan (IB), pembibitan, perkandangan, pakan, perawatan dan kemitraan usaha peternakan. Materi tersebut disampaikan melalui metode demonstrasi plot (demplot), ceramah, diskusi dan kunjungan rumah. Setiap materi disampaikan melalui 3-4 metode. Pengkombinasi metode penyuluhan tepat mengingat tidak ada metode yang paling baik (Soekandar, 1979). Hal ini sesuai dengan pendapat Samsudin (1977) bahwa proses penerapan melewati beberapa tahapan. Untuk sampai pada tahapan akhir, dibutuhkan beberapa metode. Dalam proses belajar semakin banyak panca indra dilibatkan semakin baik tingkat penerapan. Penyuluhan peternakan sapi potong terdapat 6 materi yang disampaikan. Umumnya materi-materi tersebut disampaikan melalui metode tertentu. Materi perkawinan dengan teknologi IB disampaikan melalui metode; demplot, ceramah, diskusi dan kunjungan rumah. Namun umumnya disampaikan melalui metode demplot. Materi pembibitan disampaikan melalui metode : demplot, ceramah, diskusi dan kunjungan
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
rumah. Namun umumnya disampaikan melalui metode ceramah dan kombinasi antara metode ceramah dengan demplot. Materi perkandangan disampaikan melalui metode: demplot, ceramah, diskusi dan kunjungan rumah. Namun umumnya disampaikan melalui metode ceramah. Materi tentang pakan ternak sapi potong disampaikan melalui metode : demplot, ceramah diskusi dan kunjungan rumah. Namun umumnya disampaikan melalui metode ceramah. Materi tentang perawatan ternak sapi potong disampaikan melalui metode: demplot, ceramah diskusi dan kunjungan rumah. Namun umumnya disampaikan melalui metode ceramah. Materi tentang kemitraan usaha ternak sapi potong disampaikan melalui metode; ceramah, diskusi dan kunjungan rumah. Namun umumnya disampaikan melalui metode diskusi. Hasil penelitian menunjukan metode – metode tersebut dipilih dengan tujuan tertentu. Pemilihan metode yang disesuaikan dengan tujuan penyuluhan sesuai dengan pendapat Samsudin (1977). Tujuan – tujuan tersebut berupa : Metode Demplot Tujuan demplot adalah mendemonstrasikan teknologi terutama teknologi baru, dalam penyuluhan sapi potong yakni teknik kawin IB. Metode Ceramah Tujuan metode ceramah adalah menyampaikan informasi sebanyak-banyaknya dalam waktu relatif cepat. sehingga materi tentang pembibitan, perkandangan, pakan dan perawatan disampaikan melalui metode
53
ini. Diharapkan peternak memahami teknik-teknik pembibitan yang baik berkualitas yang nantinya akan meningkatkan pendapatan peternak. Metode Diskusi Tujuan metode diskusi adalah untuk bertukar pikiran mengenai permasalahan. Yang masih menjadi masalah adalah permodalan. Karena itu materi kemitraan, khususnya kemitraan penyediaan sarana penunjang peternakan dan pemasaran ternak sapi potong disampaikan lewat diskusi. Teknik pelaksanaan penyuluhan tentang kemitraan dengan metode diskusi dipemimpin oleh petugas yang berperan memimpin acara diskusi sekaligus sebagai narasumber/konsultan. Semua peserta diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, kemudian kesimpulan dan saran-saran dibuat pada akhir pertemuan. Metode Kunjungan Rumah Tujuan metode kunjungan rumah adalah memberikan informasi kepada peternak yang tidak hadir/belum paham. Teknis pelaksanaannya meliputi: kegiatan kunjungan yang dilakukan secara terancana. Untuk itu petugas penyuluh peternakan membuat jadwal kunjungan, dimana dalam jadwal kunjungan dicantumkan siapa yang akan dikunjungi secara teratur dalam selang waktu tertentu serta topik-topik yang akan dibicarakan sejak tahap persiapan, pelaksanaan sampai tahap evaluasi. Efektifitas Penyuluhan
Pemilihan
Metode
Margono (1989) menjelaskan bahwa pemilihan metode penyuluhan
harus harus sesuai dengan karakteristik petani, artinya pemilihan metode penyuluhan sesuai dengan. Oleh sebab itu metode penyuluhan harus memperhatikan dan mempertimbangkan tujuan, sasaran, kemampuan penyuluh, materi penyuluhan, dan kelengkapannya serta keadaan lingkungan. Wiraatmadja (1977) menyatakan bahwa, untuk menetapkan suatu metode penyuluhan, perlu terlebih dahulu mengetahui keadaan sasaran, karena inti dari penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan (belajar-mengajar), yang dalam prakteknya mempergunakan cara-cara seperti peniruan, pembujukan dan propaganda. Cara perintah sedikit sekali dilakukan sementara paksaan malahan dihindarinya. Pemilihan metode yang tepat, akan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak. Untuk mengetahui efektifitas pemilihan metode penyuluhan, dilakukan analisis data pre dan post test. harus sesuai dengan karakteristik petani. Artinya pemilihan metode sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat. Selain itu metode penyuluhan perlu disesuaikan apakah cocok untuk kelompok atau individu. Wahyudi (1989) mengemukakan bahwa metode. penyuluhan adalah cara menyampaikan materi penyuluhan melalui media komunikasi yang tepat agar petani dan keluarganya dapat membiasakan diri dalam menerapkan teknologi pada usaha tani yang dikelolanya. Sebelum penyuluhan nilai tertinggi sebesar 68 dan terendah senilai 36 serta nilai rata-rata sebesar 51.33. Setelah penyuluhan nilai tertinggi 100, terendah 84 dan nilai rata-rata sebesar 92.13. sehingga
Efektifitas Pemilihan metode dalam Penyuluhan Peternakan Sapi Potong di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kab. Cianjur, Rosda Malia, SP., M.Si dan Siti Malihah, SP
54
setelah penyuluhan terdapat peningkatan nilai tes sebesar 40.8. Data selengkapnya terdapat dalam tabel 2. Berdasarkan materi penyuluhan, sebelum penyuluhan nilai tertinggi sebesar 68.67 (pakan) dan terendah sebesar 8.33 yakni pengetahuan tentang penyakit. Setelah penyuluhan hamper semua materi dapat dijawab responden kecuali materi penyakit.. Hasil selengkapnya terdapat pada tabel 3. Tabel 2. Nilai tes responden sebelum dan setelah penyuluhan responden
Nilai tes (skala 0-100) sebelum
sesudah
1
44
88
2
64
88
3
40
84
4
68
96
5
44
88
6
52
88
7
56
88
8
60
100
9
52
88
10
40
92
11
56
92
12
44
96
13
44
92
14
40
92
15
48
92
16
64
100
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
17
44
96
18
36
88
19
56
96
20
44
92
21
60
92
22
48
92
23
44
92
24
48
92
25
48
92
26
52
96
27
60
92
28
48
88
29
60
96
30
68
96
Max
68
100
Min
36
84
Rata-rata
51.33
92.13
Sumber data : data primer (2009)
55
Tabel 3. Rekap nilai tes berdasarkan materi penyuluhan
peningkatan peternak.
Nilai materi
Seblm
sesdh
perkandangan
57.78
97.78
pembibitan
55.56
96.67
Pakan
68.67
98.00
pemeliharaan
65.56
96.67
IB
49.17
93.33
8.33
68.33
Max
68.67
98.00
Min
8.33
68.33
Penyakit
rata-rata 50.84 91.80 Sumber data : data primer (olahan) tahun 2009
Hasil uji t menunjukan nilai t hitung (2.215) lebih besar dari t tabel (1.645) maka Ho ditolak. Artinya nilai rata-rata sebelum penyuluhan tidak sama dengan nilai setelah penyuluhan. Penyuluhan telah mampu meningkatkan pengetahuan peternak, berarti pemilihan metode cukup efektif. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1. Metode yang digunakan dalam penyuluhan tersebut adalah metode demplot, ceramah, kunjungan rumah dan diskusi. Materi teknik inseminasi buatan (IB) umumnya disampaikan dengan metode demplot, materi yang bersifat teori-teori yang sudah dipahami responden dan tinggal mengembangkan diberikan dengan metode ceramah, kunjungan rumah dan diskusi. 2. Pemilihan metode sudah cukup efektif, bisa terlihat dari
pengetahuan
SARAN 1. Sebaiknya materi penyakit sapi potong lebih sering diberikan. 2. Supaya mampu menjangkau peternak di daerah terpencil, perlu kesepakatan mengenai pertemuan rutin, mulai dari penentuan hari, tempat serta materi penyuluhan. 3. Untuk membantu permodalan, hendaknya Pemkab Cianjur membantu menjembatani kemitraan antara peternak dengan pihak-pihak terkait. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan (SP3K). Deptan-BPSDM. Jakarta. Data Potensi Desa Mekarsari. 2008 Margono, S. 1989. Kumpulan Bacaan Penyuluh Pertanian. IPB. Bogor. Samsudin, U. 1977. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Penerbit Binacipta. Bandung.
Soekandar, W. 1976. Pokokpokok Penyuluhan Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta.
Efektifitas Pemilihan metode dalam Penyuluhan Peternakan Sapi Potong di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kab. Cianjur, Rosda Malia, SP., M.Si dan Siti Malihah, SP
56
Sudarmanto. 2001. Penyuluhan Pertanian. Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Jakarta. Wahyudi, R. 1989. Penyuluhan Pertanian. Lembaga Pendidikan Perkebunan Universitas Gajah Mada: Yogyakarta. Wiriaatmadja, S. 1977. PokokPokok Penyuluhan Pertanian. Penerbit Yasaguna. Jakarta
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
57
STUDI PENDAHULUAN TENTANG ASPEK BIOLOGI KEONG MACAN (Babylonia spirata (L. 1758)) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU A PRELIMINARY STUDY ON THE BIOLOGICAL CHARACTERISTICS OF SPIRAL BABYLON WHELK (Babylonia spirata (L.1758)) FROM PALABUHANRATU BAY Oleh Ir. H. M. Yahya Ahmad, MM* dan Pianta, S.Pi** Ringkasan Penelitian ini berlangsung selama dua bulan dari bulan Nopember hingga Desember 2008. Dengan menggunakan perahu kincang dan bubu jodang berhasil tertangkap sebanyak 313 ekor keong macan (Babylonia spirata). Hasil pengukuran variabel panjang cangkang, diameter cangkang dan berat segar keong macan, menunjukkan nilai rerata masing-masing adalah sebagai berikut 35 + 6.4 mm, 23.2 + 4.7 mm dan 12.3 + 6.1 gram (mean + SD). Hubungan panjang cangkang dan diameter cangkang terhadap berat segar keong macan lebih sesuai menggunakan model exponensial dibandingkan dengan model pangkat. Model pertumbuhan panjang dan berat masing masing adalah
Lt 47.22 1 e0.58T and Wt 43.9455 649.0287e0.4297T Model pertumbuhan
panjang menggunakan model exponensial von Bertalanffy, sedangkan model pertumbuhan berat menggunakan model logistik. Laju pertumbuhan, baik panjang (dL/dT) dan berat (dW/dT) dari keong macan menunjukkan pola yang berbeda. Laju pertumbuhan panjang yang awalnya tinggi kemudian menurun mendekat nol yang dikenal dengan pola exponential decay. Sedangkan laju pertumbuhan berat mencapai titik maksimum, yaitu 4.72 gram per tahun, pada tahun ke-enam dan selanjutnya menurun. Abstract Limited infomation on the biological aspect of spiral babylon whelk (Babylonia spirata) drived the author to conduct this preliminary research aimed at discovering growth model and the relation of shell dimension of babylon snail on weight. This works lasting two months from November to December 2008 in Bay of Palabuhanratu, west Jawa. Data of 313 fresh caught babylon whelk were mesured and weighted. The average of shell length, shell diameter and fresh weight were 35 + 6.4 mm, 23.2 + 4.7 mm and 12.3 + 6.1 grams (mean + SD), respectively. The relationship of shell length and shell diameter on weight follow the exponential models rather than the power model. The shell length dan weight growth model follow the exponential and logistic model, L 47.22 1 e 0.4297 T and Wt 43.9455 649.0287e repectively. Based on these models, growth rates (dL/dT and dW/dT) can be decribed by exponential decay for shell length and the highest growth rate of 4.72 g/y achieved at age of sixth. 0.58T
t
*Dosen Fakultas Pertanian UNSUR **Alumni Fakultas Pertanian UNSUR
Studi Pendahuluan Tentang Aspek Biologi Keong Macan (Babylonia spirata (l. 1758)) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Ir. H. M. Yahya Ahmad, MM dan Pianta, S.Pi
58
PENDAHULUAN Latar Belakang Keong macan (Baylonia spirata) adalah salah suatu moluska tergolong dalam famili Buccinidae, ordo Neogastropoda yang mempunyai nilai ekonomis penting. Hewan ini hidup di dasar perairan dengan tipe substrat pasir halus dan berlumpur, pada kedalaman 10–20 meter dan biasanya tertangkap dengan menggunakan alat tangkap jodang (sejenis bubu). Sejak tahun 2008, meskipun masih dalam skala kecil, Indonesia telah memulai kegiatan ekspor keong macan ke beberapa negara seperti RRC, Taiwan, Hongkong, Malaysia dan Singapura. Keong macan merupakan hasil tangkap dari alam dari perairan Ujung Genteng dan Teluk Palabuhanratu. Eksploitasi keong macan cenderung tidak stabil. Sebagai contoh, penangkapan keong macan di perairan Cianjur selatan tidak lagi mendapatkan hasil yang memadai sehingga upaya penangkapan oleh nelayan setempat berhenti. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, namun mungkin saja disebabkan oleh upaya penangkapan yang tidak efektif, karena beberapa informasi di berbagai tempat seperti di India keong macan ini didapatkan dalam jumlah yang berlimpah. Berdasarkan pengamatan lapangan, di Palabuhanratu, akhir-akhir ini menunjukkan ukuran hasil tangkap yang cenderung mengecil. Populasi dan ukuran keong di Teluk Palabuhanratu semakin menurun (Yulianda dan Danakusurnah, 2000). Upaya budidaya keong macan merupakan salah satu altematif yang dapat ditempuh dalam rangka memenuhi kebutuhan lokal maupun ekspor dengan mengetahui berbagai aspek dari sistem biologi
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
repraduksi dalam mengontrol pertumbuhan dan organ reproduksi. Informasi tentang aspek biologi keong macan masih sangat langka. Baik dalam bentuk laporan penelitian maupun publikasi dalam jaringan internet. Oleh karena itu, perlu dipelajari dan diungkapkan aspek biologi dari komoditas tersebut. Adapun karakteristik biologis yang perlu diketahui meliputi morfometrik, pola pertumbuhan dan reproduksi, sehingga nantinya keong macan ini diupayakan untuk dapat dibudidayakan oleh nelayan setempat. Mengingat pentingnya hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian lapangan tentang aspek-aspek biologi dan pertumbuhan keong macan yang hidup di perairan Palabuhanratu. Berdasarkan pemaparan di atas ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa aspek biologi yang terdiri dari hubungan panjang cangkang dan berat segar, hubungan diamater cangkang dan berat segar, dan hubungan antara panjang, diameter dan berat segar keong macan. Kedua, penelitian ini bertujuan untuk melakukan pendugaan model dan laju pertumbuhan keong macan yang didaratkan di Palabuhanratu. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Goryachev (1987) dalam Gittenberger and Goud (2003), klasifikasi keong macan (Babylonia spirata L) adalah sebagai berikut. Keong macan termasuk dalam Filum Mollusca; Kelas Gastropoda; Subkelas Prosobranchia; Ordo: Hypsogastropoda; Subordo Neogastropoda; Superfamili
59
Muricoidea; Famili Babyloniidae; Subfamily Babyloninae; Genus Babylonia; Species Babylonia spirata (L. 1758) Species ini memiliki beberapa nama sinonim seperti Babylonia canaliculata Schumacher, 1817; Babylonia spirata Gravely, 1942; Baccinum spiratum Linnaeus, 1758; Eburna spirata Hornell, 1921; Eburna spirata Lamarck, 1845; Eburna spirata Reeve, 1849; Buccinum spiratum Linne, 1845; Buccinum spiratum Linnaeus, 1758; Babylonia spirata Satyamurti, 1952; dan Babylonia spirata Ray, 1977 Keong macan memiliki cangkang berbentuk tabung yang melingkar dengan bentuk spiral, mempunyai
lempeng yang keras yang disebut operculum yang dijadikan sumbat penutup lubang cangkang (operculum) untuk melindungi tubuhnya yang lunak dan tersembunyi di dalam cangkangnya. Struktur cangkang gastropoda terbuat dari kalsium karbonat, fosfat, bahan organik conchiolin Lapisan kalsium karbonat terdiri dari tiga lapisan atau lebih. Pada bagian terluar adalah lapisan prismatic atau palisade tengah atau lamella dan yang paling dalam adalah hypostracum. Kepala dan kakinya menjulur keluar, apabila sedang merayap dan dapat ditarik masuk ke dalam cangkang jika merasa terancam bahaya.
Gambar 1. Morfologi dan anatomi keong macan (Babylonia spirata)
Sebagian besar ordo Neogastropoda merupakan siput karnivora yang mempunyai cara pemangsaan yang berbeda-beda dalam menangkap mangsa. Gastropoda karnivora pada umumnya termasuk prosobranchia dan opisthobranchia Species Babylonia spirata dari ordo neogastropoda adalah gastropoda laut pemakan daging dan bangkai (Yulianda, 1999 dalam Apritia, 2006). Siput laut karnivora mempunyai bentuk radula yang akan disesuaikan untuk memotong, merobek dan membawa mangsa.
METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu sebagai fishing base dari penangkapan keong macan (Babylonia spirata). Waktu pelaksanaan penelitian mulai dari bulan Nopember hingda Desember 2008. Penangkapan keong macan dilakukan sebanyak enam trip dengan sebuah kapal kincang yang dilengkapi dengan 10 unit bubu jodang. Keong macan yang diperoleh diukur panjang cangkang, diameter dan berat segarnya. Pengukuran panjang dan dimeter dengan menggunakan sigmat atau caliper, sedangkan berat keong macan ditimbang secara individual
Studi Pendahuluan Tentang Aspek Biologi Keong Macan (Babylonia spirata (l. 1758)) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Ir. H. M. Yahya Ahmad, MM dan Pianta, S.Pi
60
dengan timbangan digital dengan ketelitian 1 gram. Data primer yang dikumpulkan adalah berupa hasil pengukuran panjang (L) , diameter
cangkang (D) dalam milimeter dan berat (W) dalam gram. Data dianalisis untuk mengetahui hubungan antar dimensi keong macan:
1) 2) 3) 4)
Hubungan antara panjang dan diamter cangkang Hubungan antara panjang cangkang dan berat segar Hubungan antara diameter cangkang terhadap berat segar Hubungan antara diameter cangkang, panjang cangkang terhadap berat keong macan secara bersama-sama (simultan), 5) Model pertumbuhan dan laju pertumbuhan alami keong macan Pola hubungan antara panjang, dimeter dan berat segar keong macan menggunakan pedekatan model exponensial dan pangkat. Dari kedua model akan dipilih satu model yang paling sesuai. Sedangkan untuk model
pertumbuhan akan menggunakan pendekatan model pertumbuhan von Bertalanffy untuk pertumbuhn panjang dan model logistik/Gompertz untuk pertumbuhan berat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keong macan diperoleh dari hasil penangkapan seorang nelayan dalam periode penelitian. Kapal penangkap keong macan yang ada di Palabuhanratu berjumlah 29 unit, terbuat dari kayu dilengkapi dengan kayu penyeimbang (cadik) yang disebut kincang. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap keong macan adalah jodang. Jodang adalah alat tangkap yang tergolong dalam alat tangkap
bubu dengan kontruksi kerangka yang terbuat dari beton eser dengan bentuk trapesium. Kerangka bagian dasar berbentuk empat persegi panjang dengan Ø 8 cm panjang 35 cm dan lebarnya 25 cm. Sedangkan pada besi bagian atasnya Ø 6 cm dengan bentuk persegi yang panjangnya 10 cm. Daerah penangkapan keong macan di sekitar Bayah, Tanjung Layar dan Ciracap.
Gambar 2. Jodang dan hasil tangkapan keong macan di Palabuhanratu
Sebanyak 313 ekor sampel keong macan diperoleh selama pengoperasian alat tangkap, sebanyak enam kali
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
melaut. Dari data tersebut disajikan statisitika deskriptif sebagai berikut.
61
Tabel 1.
Ringkasan data hasil pengukuran variabel panjang cangkang, diameter cangkang dan berat keong macan yang digunakan dalam penelitian Panjang (mm)
Diameter (mm)
Berat (gram)
Makimum Minimum Rerata Median Modus
52.00 23.00 35.65 36.00 37.00
35.00 10.00 23.20 23.00 26.00
33.00 3.00 12.35 12.00 8.00
Simpangan baku
6.40
4.74
6.14
Dari data di atas terlihat bahwa ukuran pemusatan data keong macan untuk panjang cangkang dan diameter cangkang memiliki nilai yang hampir sama. Sebelum diolah lebih lanjut, data keong macan diperiksa normalitas datanya dengan uji normalitas Anderson-Darling dari Minitab-15. Hasil pemeriksaan data disajikan dalam bentuk angka dan data seperti gambar di bawah ini. Dengan nilai uji
normalitas dari ketiga variabel menunjukkan bahwa ketiganya memiliki sebaran yang normal atau mendekati normal. Dengan demikian perlakuan terhadap data dapat menggunakan pendekatan statistika inferensial, atau dengan kata lain bahwa sampel yang digunakan cukup representatif untuk mengambil kesimpulan bagi kondisi populasi alami yang sebenarnya. Histogram of Panjang
Probability Plot of Panjang
Normal
Normal
99.9
Mean StDev N AD P-Value
99
35.65 6.401 313 0.856 0.028
80 70 60 50 40 30 20
Mean StDev N
35.65 6.401 313
Mean StDev N
23.20 4.742 313
30 Frequency
Percent
95 90
40
10
20
10
5 1 0.1
10
20
30
40
50
0
60
24
28
32
36 40 Panjang
Panjang
Probability Plot of Diameter
48
52
Histogram of Diameter
Normal
Normal
99.9
Mean StDev N AD P-Value
99 95 90
30
23.20 4.742 313 1.140 0.005
25 20
80 70 60 50 40 30 20
Frequency
Percent
44
15 10
10 5
5
1 0.1
10
15
20
25 Diameter
30
35
40
0
12
16
20
24 Diameter
28
Studi Pendahuluan Tentang Aspek Biologi Keong Macan (Babylonia spirata (l. 1758)) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Ir. H. M. Yahya Ahmad, MM dan Pianta, S.Pi
32
62
Probability Plot of Berat
Histogram of Berat
Normal
Normal
99.9
Mean StDev N AD P-Value
99
12.35 6.144 313 4.064 <0.005
80 70 60 50 40 30 20
Mean StDev N
12.35 6.144 313
40
Frequency
Percent
95 90
50
30
20
10 5
10
1 0.1
-10
0
10 Berat
Gambar 3.
20
30
0
0
12
18 Berat
24
30
Hasil pemeriksaan uji normalitas Anderson-Darling data panjang, diameter dan berat segar keong macan (Babylonia spirata) di Palabuhanratu
Hubungan antara panjang dan diameter cangkang diperoleh dari pengolahan data dengan tehnik regresi linier, eksponensial dan polinomial derajat dua. Tehnik perhitungan untuk : a)
6
hubungan antara panjang cangkang dan diameter cangkang menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2003. Hasil perhitungan menghasilkan model sebagai berikut
Model linier :
D 0.695L 1.585; r 2 0.880 ……………………………………….. b)
(1)
Model polinomial:
D 0.002L2 0.853L 4.355; r 2 0.881…………………………… c)
(2)
Model eksponensial:
D 0.469L1.090 ; r 2 0.856 ……………………………………………. Dari ketiga model tersebut, model linier merupakan yang paling realistis karena nilai r-sq yang tinggi. Sementara model polinomial walaupun nilai r-sq hampir sama namun koefisien pertama sebesar 0.002 menjadi tidak
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
(3)
berarti dan dapat dianggap sama dengan nol. Dengan demikian jika tetap digunakan model polinomial hasilnya tidak berbeda dengan model linier, yaitu model persamaan (1).
63
Gambar 4.
Pola bubungan panjang cangang, diameter cangkang dan berat segar keong macan (Babylonia spirata L.) di Palabuhanratu dengan menggunakan pendekatan model pangkat dan eksponensial.
menggunakan aplikasi Microsoft Excel dengan pendekatan model pangkat (power) dan model eksponensial. Secara grafis hasilnya disajikan ssebagai berikut.
Sama halnya dengan model hubungan antara panjang cangkan dan diameter cangkang, modle hubungan panjang cangkang, diameter dan cangkang dengan berat segar keong macan Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada data pencilan (outlier) pada panjang, diameter dan berat keong macan. Dengan kondisi ini maka hubungan regresi keduanya dapat a)
dilakukan. Hasil regresi menghasilkan model pangkat (power) dan eksponensial seperti disajikan sebagai berikut:
Hubungan panjang cangkang dan berat segar keong macan
W 0.000L2.737 ; r 2 0.898 (power model) …………………….. (4)
W 0.674e0.077 L ; r 2 0.890 (exponential model) ………………(5) b)
Hubungan diameter cangkang dan berat segar keong macan W 0.009D2.259 ; r 2 0.848 (power model) ……………………. (6) W 0.8946e0.1034 D ; r 2 0.8608 (exponential model) …………..(7)
Keempat model persamaan menunjukkan perbedaan yang cukup berarti dalam hal nilai r-sq masingmasing. Berdasarkan nilai koefisien determinasi tersebut dapat dipilih
model persamaan (4). Nilai galan yang terjadi diuji normalitasnya dengan Uji Anderson-Darling seperti tercantum dalam gambar di bawah ini.
Histogram of W_error
Distribusi Frekuendi berat keong macan
Normal
35
70
Mean StDev N
30
60 50 Frequency
jumlah individu
25
-0.9364 2.544 313
20
15
40 30
10
20
5
10 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 berat (gram)
-12
-9
-6 -3 W_error
0
3
Gambar 5. Distribusi nilai prediksi berat segar keong macan dan uji Anderson-Darling terhadap galatnya.
Dari sebaran ukuran berat keong macan tampak bahwa sebahagian besar keong macan yang tertangkap di perairan Palabuhanratu termasuk kecil,
dengan nilai modus 13 gram (panjang cangkang 37 mm), sementara ukuran maksimum yang tertangkap 43 gram (panjang cangkang 52 mm).
Studi Pendahuluan Tentang Aspek Biologi Keong Macan (Babylonia spirata (l. 1758)) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Ir. H. M. Yahya Ahmad, MM dan Pianta, S.Pi
64
Berdasarkan penelitian Edward et al., (2006) keong macan dengan panjang cangkang 37 cm sudah berumur lebih dari satu tahun.
berganda. Karena adanya keterbatasan maka dilakukan transformasi logatitma natural (ln) terhadap ketiga variabel. Setelah hasil diperoleh, parameter regresinya dikembalikan dengan inverse logaritma natural dan hasilnya adalah sebagai berikut.
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh simultan dari panjang dan diameter terhadap berat segar keong macan, dilakuan analisis regresi a)
ln W = - 6.79 + 1.92 ln L + 0.751 ln D ; r-sq adj = 0.912 ………
(5a) (5b)
b) W = 0.001125 L 7.1 D2.12 ……………………………………… Hasil prediksi berat dengan menggunakan variabel ganda, panjang dan diameter cangkang memberikan hasil yang lebih baik, tercermin dari meningkatnya nilai r-sq. Dengan demikian dapat dikatakan persamaan (5a) atau (5b) lebih baik dibandingkan dengan persamaan (4) atau (6) secara sendiri-sendiri. Oleh karena itu, untuk selanjutnya dalam pendugaan model pertumbuhan berat, variabel berat segar keong macan ditaksir dengan menggunakan persamaan (5a) atau (5b)
Langkah untuk mejawab tujuan penelitian terakhir, makan dilakukan prediksi pertumbuhan alami keong macan, maka data panjang diolah menjadi distribusi frekuensi sehingga diperoleh tabel dan gambar. Dengan bantuan aplikasi FiSAT_II dan tehnik cohort analysis Normsep disusunlah file berjenis length at age. File ini kemudian digunakan untuk menaksir model pertumbuah von Bertalanffy.
Pertumbuhan berat keong macan 3
9 4 .3
b e ra t (g ra m )
28 22 17 11
.6 6 .9 2 .1 9 .4 6
5 .7
3
0 .0
0
0.0
1.5
2.9
4.4
5.9
7.3
8.8
umur (tahu)
Gambar 6.
Pola pertumbuhan panjang dan pola pertumbuhan berat keong macan (Babylonia spirata)
Dengan bantuan aplikasi FiSAT_II untuk penaksiran model pertumbuhan panjang, dan aplikasi CurveExpert 1.3 untuk penaksiran pertumbuhan berat
keong macan (Babylonia spirata) diperoleh model pertumbuhan sebagai berikut
a)
Model pertumbuhan panjang menggunakan model von Bertalanffy: Lt 47.22 1 e0.58T ………………………………………. (6)
b)
Model Pertumbuhan berat menggunakan model logistik:
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
65
Wt
43.9455 1 12.4934e0.4297T
…………………………..
(7)
la j u p er tu m b u h an (g ra m / ta hu n )
la ju p er tu m b u h an be r at ( gr am /ta h u n )
Wt 43.9455 649.0287e0.4297T ……………………………..
Laju pertumbuhan panjang cangkang keong macan 16 14 11
.79 .00 .20
8.4
0
5.6
0
2.8
0
0
.00
0.0
1.5
2.9
4.4
5.9
7.3
umur (tahun)
Gambar 7.
8.8
(7a)
Laju pertumbuhan berat keong macan 5.1
9
4.3
2
3.4
6
2.5
9
1.7
3
0.8
6
0.0
0
0.0
1.5
2.9
4.4
5.9
7.3
8.8
umur (tahun)
Laju pertumbuhan panjang dan laju pertumbuhan berat keong macan (Babylonia spirata)
Dari grafik laju pertumbuhan panjang dan berat yang dianalisis dengan bantuan CurveExpert disajikan dalam bentuk grafis di atas. Dari gambar di atas terlihat bahwa kurva laju pertumbuhan panjang dL/dT menunjukkan laju yang menurun dari waktu ke waktu. Sedangkan laju pertumbuhan dw/dT pada awalnya meningkat, kemudian mencapai puncaknya pada tahun keenam sebesar 4.72 gram per tahun. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini telah berhasil menggambarkan beberapa karakteristik biologis dari keong macan (Babylonia spirata) berdasarkan sampel yang diperoleh dari perairan teluk Palabuhanratu, Jawa Barat. Hubungan panjang cangkang, diameter cangkang terhadap berat segar keong macan dapat digambarkan dengan model ekponensial. Sedangkan pola hubungan antara panjang cangkang dengan diameter cangkang mengikuti pola linier. Pengaruh panjang cangkang dan diameter cangkan secara bersama-sama terhadap berat segar
keong macan digambarkan dengan persamaan regresi berganda dengan model pangkat. Pertumbuhan panjang cangkang dan berat segar keong macan masingmasing dapat digambarkan dengan model pertumbuhan exponensial von Bertalanffy dan model pertumbuhan logistik. Laju pertumbuhan panjang cangkang (dL/dT) pada awalnya tinggi kemudian menurun dan mencapai titik terendah manakala keong macan mencapai umur lebih dari 6 tahun. Sedangkan pola laju pertumbuhan berat (dW/dT) pada awalnya rendah kemudian mencapai titik maksimum pada tahun keenam dan menurun kembali pada umur selanjutnya. Penelitian ini sebagai langkah awal menyediakan informasi biologis bagi keong macan, memiliki kekurangan yang berkaitan dengan ketersediaan data. Agar diperoleh tingat ketepatan yang lebih baik, maka disarankan untuk penelitian lanjutan menggunakan data yang diperoleh secara berkala dalam kurun waktu sekurang-kurangnya satu tahun.
Studi Pendahuluan Tentang Aspek Biologi Keong Macan (Babylonia spirata (l. 1758)) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Ir. H. M. Yahya Ahmad, MM dan Pianta, S.Pi
66
DAFTAR PUSTAKA Apritia,
V.A.. 2006. Kecenderungan Makan Keong Macan (Babylonia spirata) Terhadap Umpan-umpan Aalmi. Skripsi. Tidak dupublikasikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 5 hal. Chaitanawisuti, N. and A. Kritsanapuntu. 1999. Experimental culture of Juvenile Spotted Babylon, Babylonia areolata Link 1807 (Neogastropoda: Buccinidae) in Thailand. Asian Fisheries Science 12 (1999):77-82. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. Carpenter, K.E. and Volker, H. Neim. 1998. Species Identification Guide For Fishery Purposes, The Living Marine Resources of The Western Central Pacific. Volume 1, Seaweeds, Corals, Bivalves and Gastropods. FAO. Rome. Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shell). PT. Sarana Graha. Jakarta. 111 hal. Edward, J.K.P., B. Arul Paneer Selvam and R. Emilin Renitta. 2006. Studies on the Status and Feasibility of Culturing Babylon, Babylonia spirata in Tuticorin, Southeastern India. Coastal Marine Science 30(2):443-452. Gittenberger, E. and J. Goud. 2003. The Genus Babylonia Revisted (Mollusca: Gastropoda: Buccinidae). Zool. Verh. Leiden. King, M. 1995. Fisheries Biology, Assessment and management. Fishing News Books. Oxford. London. Raghunathan, C., J.K. Paterson Edward and K. Ayyakkannu,
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
1994. Long term study on food consumption and growth rate of Babylonia spirata (Neogastropoda: Buccinidae). Jurnal Phuket Marine Biological Center, Spec. Publ. No. 13: 207-210. Rizqi, M. 2003. Seleksi Umpan Bubu untuk Meningkatkan Hasil Tangkapan Keong Macan di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
67
Potensi Kijing (Pilsbryoconcha exilis, Lea) sebagai Biofilter Perairan di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat R. Selfi Nendris Sulistiawan, S.Pi Ringkasan Sebagian besar jenis plankton di perairan Waduk Cirata juga terdapat dalam lambung kijing. Berdasarkan hal ini kijing mampu menyaring partikel-partikel makanan dalam air secara efektif. Peningkatan kedalaman disertai dengan penurunan pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan produksi kijing. Penurunan ini diduga karena ketersediaan oksigen yang semakin menurun dengan meningkatnya kedalaman. Hasil uji statistika menunjukkan bahwa padat tebar memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produksi kijing. Kedalaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produksi kijing. Abstract Most of the types of plankton in the water Cirata Reservoir is also contained in the stomach shells. Based on this shells is able to filter food particles in the water effectively. Increased depth is accompanied by a reduction in growth, survival, and production shells. This decrease was expected because of the availability of oxygen decreases with increasing depth. Statistical analysis results showed that stocking density was not significantly different influence on growth, survival and production of shells. The depth gives a significantly different effect on growth, survival and production of shells. PENDAHULUAN Latar Belakang Kijing (Pilsbryoconcha exilis) merupakan salah satu organisme penyusun ekosistem perairan. Kijing ini hidup di dasar perairan dan makan dengan cara menyaring makanan yang ada di dalam air, sehingga polutan yang ada di dalam air maka juga terdapat di dalam organ-organ seperti insang, ginjal dan hatinya, sehingga polutan yang ada di dalam air dapat dilihat dari kandungannya di dalam organ tersebut. Sebagai kelompok filter feeder kijing mempunyai pengaruh yang besar dalam pengurangan detritus di perairan (Suwignyo et al., 1998).
Waduk Cirata memiliki luas 6.200 ha. Menurut aturan yang ada, jumlah karamba jaring apung yang diijinkan beroperasi hanya 12.000 unit. Namun, lemahnya fungsi kontrol menyebabkan pertambahan jumlah karamba yang sangat pesat. Jumlah karamba yang ada sekarang lebih dari 40.000 unit (Prihadi et al., 2006). Kegiatan budidaya ikan yang tidak terkontrol pada akhirnya akan merugikan semua pihak. Dengan melihat kondisi lingkungan tersebut, kijing yang berperan dalam sistem purifikasi alami perairan menunjukkan bahwa keberadaan kijing pada suatu perairan sangat penting secara ekologis. Kijing bersifat filter feeder dimana mekanisme makan bergabung dengan mekanisme
Potensi Kijing (Pilsbryoconcha exilis, Lea) sebagai Biofilter Perairan di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, R. Selfi Nendris Sulistiawan, S.Pi
68
pernafasan. Ketika kijing menyaring air, maka zat-zat makanan seperti fitoplankton serta organisme mikroskopik lain akan ikut tersaring dan kemudian diubah menjadi jaringan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha atau kegiatan untuk mengurangi kandungan bahan organik di perairan Waduk Cirata yaitu dengan kijing (Pilsbryoconcha exilis) dengan melihat potensi dari pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produksi kijing berdasarkan perbedaan kedalaman dan padat penebaran di karamba jaring apung (KJA) Waduk Cirata. Tujuan Penelitian Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah : 1. mengetahui pengaruh kedalaman perairan yang berbeda yaitu 0, 4, dan 8 meter terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produksi kijing dengan padat tebar yang berbeda, 2. melihat kemungkinan penggunaan kijing sebagai biofilter perairan Waduk Cirata, dan 3. mengetahui kualitas lingkungan di perairan Waduk Cirata bagi kijing (Pilsbryoconcha exilis). METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus s/d Oktober 2010 di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Lokasi penelitian terletak pada 060.74’74” LS dan 1070.27’50” BT. Karamba jaring apung yang menjadi tempat penelitian terletak di daerah Jangari yang berbatasan dengan Kecamatan Mande dan Bongas, dimana letaknya berada di sebelah barat arah mata angin dari Waduk Cirata. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Lokasi penelitian (Sumber : Seameo
Biotrop)
Rancangan Percobaan Pada penelitian ini diteliti respon perlakuan kedalaman dengan kelompok padat tebar yang berbeda terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan produksi. Perlakuan yang diberikan sama untuk setiap tingkat padat tebar, yaitu : Perlakuan A : tingkat kedalaman 0 meter untuk padat tebar 2 kg/23.552 cm3, 4 kg/23.552 cm3, 6 kg/23.552 cm3. Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan B : tingkat kedalaman 4 meter untuk padat tebar 2 kg/23.552 cm3, 4 kg/23.552 cm3, 6 kg/23.552 cm3. Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan C : tingkat kedalaman 8 meter untuk padat tebar 2 kg/23.552 cm3, 4 kg/23.552 cm3, 6 kg/23.552 cm3. Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali. Satuan-satuan percobaan tersebut ditempatkan tersebar di sepanjang sisi karamba jaring apung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
69
2 ww kg/23.552 cm3
4 m
4 8 mm
skala 0,001 gram Kelangsungan hidup dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah kijing yang mati setiap satu bulan sekali selama masa penanaman. Sedangkan untuk mengetahui ketersediaan makanan bagi kijing dan untuk mengetahui komposisi jenis makanan kijing dilakukan pengamatan kelimpahan plankton di perairan Waduk Cirata dan kelimpahan plankton di dalam lambung kijing setelah penanaman berakhir. Parameter lain yang diamati adalah parameter fisika dan kimia yang dianalisis pada dua tempat, yaitu di lapangan (in situ) dan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB yang dilakukan setiap satu bulan sekali. Parameter fisika dan kimia yang diukur adalah sebagai berikut :
4 ww 6 ww kg/23.552 kg/23.552 cm3 cm3
8 m
8 m
m m
Gambar 2. Rancangan percobaan
Prosedur Kerja Selama penelitian dilakukan pengamatan terhadap beberapa parameter yaitu berat basah kijing, jumlah kijing yang mati, dan kualitas air serta kelimpahan plankton pada lokasi penanaman dan analisa lambung kijing. Pengamatan perubahan bobot kijing dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi kijing. Pengamatan jumlah kijing yang mati dilakukan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup kijing selama masa penanaman. Pengamatan kelimpahan plankton dilakukan untuk mengetahui ketersediaan makanan bagi kijing dan analisa lambung kijing dilakukan untuk mengetahui komposisi jenis makanan kijing. Pengamatan kualitas air dilakukan untuk mengetahui kondisi perairan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kijing. Pengamatan dilakukan selama tiga bulan dengan selang waktu satu bulan. Untuk mengetahui pertumbuhan kijing dan produksi populasi kijing dilakukan pengukuran berat basah rata-rata kijing dengan cangkang setiap satu bulan sekali selama masa penanaman. Untuk mengukur bobot kijing dilakukan dengan menggunakan Timbangan Ohaus Cent O-Gram tipe 311 dengan
Tabel 1. Parameter fisika - kimia serta metode dan alat ukur yang digunakan. No
Parameter
Satuan
Metode dan Alat Ukur
Tempat Analisis
Elektroda,YSI tipe 556 MPS Turbiditymeter
in situ
Elektroda,YSI tipe 556 MPS Elektroda,YSI tipe 556 MPS
in situ
Fisika 1
Suhu
2
Kekeruhan
(oC) (NTU)
Lab
Kimia 3
pH
4
Oksigen Terlarut
(mg/l)
in situ
Analisis Data 1. Pertumbuhan Pengukuran pertumbuhan dilakukan dengan cara menghitung laju pertumbuhan individu (gram/hari) dengan menggunakan rumus :
Wt W0 t
Potensi Kijing (Pilsbryoconcha exilis, Lea) sebagai Biofilter Perairan di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, R. Selfi Nendris Sulistiawan, S.Pi
70
Keterangan :
Cell (SRC) dengan metode sapuan sebagai berikut (Basmi, 1994) :
wt : bobot rata-rata waktu ke-t
N n
(gram)
72
wo : bobot rata-rata pada saat tebar t
atau awal (gram) : waktu pemeliharaan
2. Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup atau survival rate (SR) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
SR
Nt 100% No
Keterangan : SR : survival rate (%) No : jumlah individu yang hidup pada waktu t =0 Nt : jumlah individu yang hidup pada waktu t 3. Produksi Produksi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Produksi
( N t Wt ) ( N 0 W0 ) t
Keterangan : Produksi : biomassa (gram/wadah/hari) Nt : jumlah kijing pada saat akhir (ekor) Wt : berat rata-rata kijing pada saat akhir (gram) N0 : jumlah kijing pada saat awal (ekor) W0 : berat rata-rata kijing pada saat awal (gram)
B A
Keterangan : N : Jumlah total individu atau sel plankton per liter n : Jumlah spesies ke-i yang tercacah A : Volume air yang disaring (10 l) B : Volume air yang tersaring (30 ml) 5. Model Statistika Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) (Matjik dan Sumertajaya, 2000) yang berfungsi untuk melihat pengaruh perlakuan kedalaman tehadap kemampuan pertumbuhan kelompok kijing. Adapun model rancangannya sebagai berikut: Yij = μ + τi + βj + εij Keterangan : Yij = Nilai pengamatan perlakuan kedalaman ke-i dan kelompok kijing ke-j μ = Nilai rata-rata pengamatan τi = Pengaruh perlakuan kedalaman ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j εij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Untuk melihat adanya perbedaan pengaruh dari perlakuan tersebut, perlu dilakukan uji F (tabel) pada taraf nyata 95% menggunakan analisis sidik ragam dari rancangan acak kelompok (RAK) sebagai berikut :
4. Kelimpahan Plankton Kelimpahan plankton didefinisikan sebagai jumlah individu per satuan volume. Jumlah individu dihitung dengan menggunakan Sedgwick Raffer
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
71
Tabel 2. kelompok Sumber Keragaman Perlakuan
Sidik ragam rancangan acak Db
JK
KT
F hit
t-1
JKP
KTP
KTP/KTG
Kelompok
r-1
JKK
KTK
KTK/KTG
Galat (g)
(t-1) (r-1) tr-1
JKG
KTG
Total (t)
JKT
Keterangan : db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah, FK = faktor koreksi, r = Σ kelompok, dan t = Σ perlakuan.
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari masing-masing perlakuan, perlu dilakukan uji F (tabel) pada taraf nyata tertentu. Hipotesis dari kaidah uji yang digunakan dalam uji ini adalah: Pengaruh perlakuan kedalaman : H0 : τi = ...= τt = 0 (perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H1 : Paling sedikit ada satu i, dimana : τi 0 Kaidah keputusan: Fhitung > Ftabel, maka tolak H0 Fhitung < Ftabel, maka gagal tolak H0 Jika dari TSR diperoleh Fhitung > Ftabel, maka sedikitnya ada satu pasang perlakuan kedalaman yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan kijing. Pengaruh pengelompokan : H0 : β 1 = ...= : β r= 0 (kelompok tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H1 : Paling sedikit ada satu j, dimana : βj 0 Kaidah keputusan: Fhitung > Ftabel, maka tolak H0 Fhitung < Ftabel, maka gagal tolak H0 Jika dari TSR diperoleh Fhitung > Ftabel, maka sedikitnya ada satu kelompok kijing ke-j yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan kijing. Dari data yang diperoleh dianalisa melalui ANOVA.
Selanjutnya dilakukan uji lanjutan menggunakan metode Beda Nyata Terkecil (BNT). Metode BNT mempunyai kriteria uji sebagai berikut: a. Perbedaan rata-rata atribut d = Y1 Y 2;
2 n
b. BNT = t ( / 2,dbs) KTS ; Keterangan : tα/2 = nilai dari tabel t (α = 5 %) n = banyaknya kelompok atau perlakuan KTS = kuadrat tengah sisa dbs = derajat bebas sisa Secara matematis, hipotesis yang akan diuji dengan BNT ini adalah: Ho: d = 0 (nilai tengah tidak berbeda nyata); H1: d 0 (nilai tengah berbeda nyata). Kaidah keputusannya adalah: Jika d > BNT maka tolak Ho; dan Jika d BNT maka gagal tolak Ho. HASIL PENELITIAN 1. Pertumbuhan Pertumbuhan individu yang didapat pada semua kedalaman dan semua padat tebar berkisar antara -0.412 0.079 gram/hari. Pada kedalaman 0 meter dengan padat tebar 2 kg/23.552 cm3 pertumbuhan mengalami peningkatan dari 0,054 gram/hari meningkat menjadi 0,058 gram/hari sedangkan pada padat tebar 4 kg/23.552 cm3 mengalami penurunan dari 0,071 gram/hari menurun menjadi 0,060 gram/hari dan padat tebar 6 kg/23.552 cm3 pertumbuhannya juga mengalami penurunan dari 0,033 gram/hari menurun menjadi 0,006 gram/hari. Pada kedalaman 4 meter dan 8 meter semua kelompok padat tebar mengalami penurunan. Secara lengkap
Potensi Kijing (Pilsbryoconcha exilis, Lea) sebagai Biofilter Perairan di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, R. Selfi Nendris Sulistiawan, S.Pi
72
pertumbuhan dari masing-masing perlakuan kedalaman dan kelompok padat penebaran dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 3. Berdasarkan uji statistik untuk kelompok padat tebar didapatkan F hitung < F tabel , hal ini berarti kelompok padat tebar memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan kijing. Untuk perlakuan kedalaman didapatkan F hitung > F tabel, hal ini berarti minimal terdapat 1 pasang perlakuan kedalaman yang memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan kijing. Untuk melihat pasangan perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata dilakukan uji lanjut yaitu uji BNT. Berdasarkan uji BNT, pasangan perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata adalah perlakuan kedalaman 0 meter dengan 8 meter dan perlakuan kedalaman 4 meter dengan 8 meter. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kedalaman 8 meter memiliki pertumbuhan paling kecil.
Tabel 3. Pertumbuhan (gram/hari) kijing selama pengamatan
Kedalaman
Pada Tebar (kg/23.552 cm3)
0 meter
4 meter
8 meter
2 kg
0.058
0.079
-0.134
4 kg
0.060
0.023
-0.141
6 kg
0.006
-0.031
-0.412
Pertumbuhan pada padat tebar 2 kg/23.552 cm3
0
0.05 0 -0.05 0
y = -0,025x + 0,081
0.1
y = -0,024x + 0,097
0.1
Pertumbuhan (gram/hari)
Pertumbuhan (gram/hari)
0.15
Pertumbuhan pada padat tebar 4 kg/23.552 cm3
2
4
6
8
10
-0.1
-0.1 -0.15
0
2
4
6
8
10
-0.2
Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
Pertumbuhan pada padat tebar 6 kg/23.552 cm3 y = -0,052x + 0,063
Pertumbuhan (gram/hari)
0.1 0 -0.1 0
2
4
6
8
10
-0.2 -0.3 -0.4 -0.5 Kedalaman (m)
Gambar 3. Hubungan kedalaman dengan pertumbuhan pada setiap padat penebaran
2. Kelangsungan Hidup Selama pengamatan, kelangsungan hidup setiap kedalaman mengalami
penurunan. Nilai persentase kelangsungan hidup pada kedalaman 0 m sangat tinggi baik pada padat tebar
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
73
2 kg/23.552 cm3, 4 kg/23.552 cm3, maupun 6 kg/23.552 cm3 yaitu berkisar antara 93,64 % - 99,13 %. Untuk kedalaman 4 m persentase kelangsungan hidup cukup tinggi baik pada padat tebar 2 kg/23.552 cm3, 4 kg/23.552 cm3, maupun 6 kg/23.552 cm3 yaitu berkisar antara 70,85 % 84,63 %. Penurunan kelangsungan hidup yang tinggi terjadi pada kedalaman 8 m. Secara lengkap data kelangsungan hidup dari masingmasing perlakuan kedalaman dan kelompok padat tebar dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 4. Dari uji statistik didapatkan F hitung > F tabel, hal ini berarti minimal terdapat 1 pasang perlakuan kedalaman memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup kijing. Menurut uji lanjut yang dilakukan, yaitu uji BNT, perlakuan kedalaman yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup kijing adalah perlakuan kedalaman 0 meter dengan 4 meter, dan perlakuan kedalaman 4 meter dengan 8 meter. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perlakuan kedalaman 8 meter memiliki nilai kelangsungan hidup paling kecil. Sedangkan untuk kelompok padat tebar didapatkan F hitung < F tabel, hal ini berarti kelompok padat tebar memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup kijing.
Tabel 4. Kelangsungan hidup (%) kijing selama pengamatan Kedalaman
Pada Tebar (kg/23.552 cm3)
0 meter
4 meter
8 meter
2 kg
98.733
83.966
14,181
4 kg
99.132
84.634
40,267
6 kg
93.641
70.851
12,698
Gambar 4. Hubungan kedalaman dengan kelangsungan hidup pada setiap padat penebaran
Potensi Kijing (Pilsbryoconcha exilis, Lea) sebagai Biofilter Perairan di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, R. Selfi Nendris Sulistiawan, S.Pi
74
3. Produksi Selama pengamatan, pada kedalaman 0 m, dengan kelompok padat tebar 2 kg/23.552 cm3 memiliki produksi sebesar 4,167 gram/wadah/hari, 4 kg/23.552 cm3 produksinya sebesar 8,556 gram/wadah/hari, dan 6 kg/23.552 cm3 memiliki produksi 3,704 gram/wadah/hari. Pada kedalaman 4 m kelompok padat tebar 2 kg/23.552 cm3 memiliki produksi sebesar 1,567 gram/wadah/hari, 4 kg/23.552 cm3 produksinya sebesar - 3,704 gram/wadah/hari, dan 6 kg/23.552 cm3 memiliki produksi 22,593 gram/wadah/hari. Sedangkan pada kedalaman 8 m kelompok padat tebar 2 kg/23.552 cm3 memiliki produksi sebesar - 20,444 gram/wadah/hari, 4 kg/23.552 cm3 produksinya sebesar - 30 gram/wadah/hari, dan 6 kg/23.552 cm3 memiliki produksi
- 64,905 gram/wadah/hari. Secara lengkap data produksi dari masingmasing perlakuan kedalaman dan kelompok padat tebar dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 5. Dari hasil uji statistik didapatkan F hitung < F tabel, hal ini berarti kelompok padat tebar memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap produksi kijing. Untuk perlakuan kedalaman, didapatkan F hitung > F tabel, hal ini berarti minimal terdapat 1 pasang perlakuan kedalaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap produksi kijing. Setelah dilakukan uji BNT, perlakuan kedalaman yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata adalah perlakuan kedalaman 0 meter dengan 8 meter dan perlakuan kedalaman 4 meter dengan perlakuan kedalaman 8 meter. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perlakuan kedalaman 8 meter memiliki produksi paling kecil.
Tabel 5. Produksi (gram/wadah/hari) kijing selama pengamatan Kedalaman Pada Tebar (kg/23.552 cm3) 0 meter 4 meter 2 4,167 1,567 4 8,556 -3,704 6 -3,704 -22,593 Produksi pada padat tebar 2 kg/23.552 cm
3
8 meter -20,444 -30 -64,905
Produksi pada padat tebar 4 kg/23.552 cm
3
y = -3,076x + 7,402 20 Produksi (gram/wadah/hari)
Produksi (gram/wadah/hari)
10 0 0
2
4
6
8
10
-10 -20 -30
y = -4,819x + 10,895
10 0 -10 0
2
4
6
8
10
-20 -30 -40
Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
Produksi pada padat tebar 6 kg/23.552 cm3 y = -7,650x + 0,200
Produksi (gram/wadah/hari)
20 0 -20 0
2
4
6
8
10
-40 -60 -80 Kedalaman (m)
Gambar 5. Hubungan kedalaman dengan produksi pada setiap padat penebaran
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
75
4. Komposisi dan Kelimpahan Plankton Kelas Zooplankton 400
351,02
Kelimpahan (sel/ml)
350 300
Plankton di perairan Waduk Cirata Plankton di dalam lambung Kijing
250 200 150 100
48,98
46
50
18
6
20,41
di dalam lambung kijing kecuali Micrasterias, Synedra, dan Melosira. Fitoplankton yang dominan di dalam lambung kijing adalah Peridinium, Merismopedia, Gloeocystis, Scenedesmus, Microcystis, dan Crucigenia. Zooplankton yang terdapat di perairan Waduk Cirata juga terdapat di lambung kijing.
0 Monogononta
Ciliata
Copepoda
Kelas
14000
Kelas Fitoplankton 12380
12000
10532
Plankton di perairan Waduk Cirata
8000
Plankton di dalam lambung Kijing
6000
4743 3800
3559
4000 2000
1026 152 220
68 82 e in op hy ce a
Kelas
Tabel 6. Kisaran kualitas air selama masa pemeliharaan
D
ae
ae
Eu gl en op hy ce
no ph yc e Cy a
Ba c
ill ar
io ph yc
ph yc e
ea
ae
e
0
Ch lo ro
Kelimpahan (sel/ml)
10000
5. Kualitas Air Selama masa pemeliharaan dilakukan pengukuran suhu, pH, oksigen terlarut, dan kekeruhan sehingga didapatkan nilai kisaran seperti terlihat pada Tabel 6.
Gambar 6. Jenis plankton di perairan Waduk Cirata dan di dalam lambung kijing
Hasil identifikasi plankton di perairan Waduk Cirata terdiri dari 5 kelas untuk fitoplankton yaitu Cyanophyceae (3 jenis), Bacillariophyceae (3 jenis), Dinophyceae (1 jenis), Euglenophyceae (2 jenis), dan Chlorophyceae (7 jenis) dan 3 kelas untuk zooplankton yaitu Monogononta (1 jenis), Copepoda (1 jenis), dan Ciliata (1 jenis). Sedangkan hasil identifikasi plankton di dalam lambung kijing terdiri dari 5 kelas yaitu Cyanophyceae ( 3 jenis), Bacillariophyceae (1 jenis), Dinophyceae (1 jenis), Euglenophyceae (2 jenis), dan Chlorophyceae (6 jenis) dan 3 kelas untuk zooplankton yaitu Monogononta (1 jenis), Copepoda (1 jenis), dan Ciliata(1 jenis) (gambar 6). Semua jenis fitoplankton yang ada di perairan Waduk Cirata terdapat juga
Pada tabel di atas menunjukkan dengan semakin meningkatnya kedalaman perairan kandungan oksigen terlarut semakin kecil. Suhu dan pH pada setiap kedalaman tidak jauh berbeda, sedangkan kekeruhan mengalami peningkatan dengan meningkatnya kedalaman perairan.
Potensi Kijing (Pilsbryoconcha exilis, Lea) sebagai Biofilter Perairan di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, R. Selfi Nendris Sulistiawan, S.Pi
76
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan kedalaman berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produksi kijing. Semakin dalam perairan disertai dengan penurunan pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produksi kijing. Dari tiga kedalaman yang digunakan, kedalaman yang paling baik untuk pertumbuhan kijing adalah kedalaman 0 meter. Peningkatan kepadatan dari 2 kg/23.552 cm3 sampai 6 kg/23.552 cm3 tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produksi kijing. Peningkatan padat penebaran disertai dengan penurunan pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produksi kijing. Plankton yang ada di perairan Waduk Cirata sebagian besar terdapat dalam lambung kijing. Hal ini menunjukkan bahwa kijing sangat efektif dalam memanfaatkan plankton yang terkandung di dalam perairan Waduk Cirata yang berwarna hijau tua. Plankton yang ada di dalam lambung kijing dikonversi menjadi protein yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan kijing sehingga terjadi peningkatan bobot rata-rata. Saran Dalam melakukan budidaya kijing di perairan Waduk Cirata untuk mendapatkan hasil yang maksimal disarankan kijing ditanam pada kedalaman 0 m sampai 4 m dengan padat tebar 2 kg/23.552 cm3 sampai 4 kg/23.552 cm3. Selain itu, disarankan dilakukan penelitian mengenai
kandungan logam berat pada kijing di perairan Waduk Cirata. DAFTAR PUSTAKA Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Jakarta. Goddard, S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Fisheries and Marine Institute Memorial University New Founland. Chapman and Hall. Canada. 194 hal. Hepher, B., and Y. Pruginin. 1981. Commercial Fish Farming with Special Reference to Fish Culture in Israel. Jhon Willey and Sons, New York. 261 p. Mattjik AA, dan Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor.334p. Pennak, R. W. 1953. Fresh Water Invertebrates of the United States. The Roland Press Company., New York. Piper, R.G., I. B. Mcewlwain, L. E. Orme, J. P. Mccraren, L. G. Fowler, J. R. Leonard, A. J. Trandahl and Adriance. 1982. Fish Hatchery Management. United States Departement of The Interior Fish and Wildlife Service. Washington, D. C. 516 p.
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
77
Prescott, G. W. 1970. The Freshwater Algae. University of Montana. IOWA
U. S Departement of the Interior. Chapman and Hall. 232 hal.
Ruppert, E.E and R. D. Barnes. 1994. Invetebrtae Zoology 6th Edition. Sunders College Publishing. Orlando. Florida. 1056p. Sime, L. 2005. A Literature Review of The Water Quality Requirements of The Freshwater Pearl Mussel (Margaritifera margaritifera). and Related Freshwater Bivalves. http://www.blackwellsynergy.com. Suwignyo, S., B. Widigdo., Y. Wardiatno., M. Krisanti. 1998. Avertebrata Air untuk Mahasiswa Perikanan. Jilid 2. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Turgeon. 1988. Class Pelecypoda.3rd edition. Academia Press. San Diego.985 p. http ://www.biology.eku.edu/sch uster/bio%20542/pelecypod a.htm van Benthem Jutting, W. S. S. 1953. Systematic Studies on the Non-Marine Mollusca of the Indo-Australian Archipelago. Treubia 22 : 19-72. Wedemeyer, G. A. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Northwest Biological Science Center Nacional Biological Service
Potensi Kijing (Pilsbryoconcha exilis, Lea) sebagai Biofilter Perairan di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, R. Selfi Nendris Sulistiawan, S.Pi
78
MODEL FUNGSI PRODUKSI DAN ANALISA USAHA PADA PENANGKAPAN IKAN PANCING TONDA (TROLING LINE) DENGAN BANTUAN RUMPON DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU Oleh Asep Suherlan, S.Pi* Dan Engkus Kusnadi, S.Pi** Abstrak Hasil penelitian ini adalah; model fungsi produksi usaha penangkapan pancing tonda ada di PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut Y = 3.737 X 3 2.4321 X4 3.0551 X5 0.5494 atau secara persamaan linier menjadi Log Y = 3.737 + 0.386 Log X 3 + 0.485 Log X4 – 0.261 X5. Secara simultan faktor-faktor produksi yang ada pada penangkapan pancing tonda seperti: jumlah ABK (X1), pengalaman kerja ABK (X2), pengalaman kerja nakhoda (X3), biaya operasi penangkapan (X4), dan jarak setting terhadap posisi rumpon (X5), sangat berpengaruh signifikan terhadap produksi hasil tangkapan (Y) pada selang kepercayaan 95% (P-value (0.026) < 0.05). Akan tetapi secara parsial hanya faktor produksi pengalaman kerja nakhoda (X3), biaya operasi penangkapan (X4), dan jarak setting terhadap posisi rumpon (X5) yang berpengaruh signifikan terhadap produksi hasil tangkapan (Y) pada selang kepercayaan 90% (P-value < 0.10). Sehingga disarankan bahwa kegiatan usaha penangkapan pancing tonda dengan menggunakan rumpon laut dalam di PPN Palabuhanratu sudah layak untuk diteruskan dan dikembangkan ke arah yang lebih baik dan profesional. Abstract Result of this research is; model the function produce the effort arrest fish the tonda of PPN Palabuhanratu shall be as follows Y = 3.737 X3 2.4321 X4 3.0551 X5 0.5494 or in linear equation become the Logarithm Y = 3.737 + 0.386 Logarithm X 3 + 0.485 Logarithm X4 0.261 X5. By simultan is factors produce exist in arrest fish the tonda of like: amount ABK ( X 1), job experience ABK ( X2), job experience skipper ( X3), operating expenses arrest ( X4), and apart the setting to position rumpon ( X5), very having an effect on signifikan to haul production ( Y) at belief pipe 95% ( P-Value ( 0.026) < 0.05). However by parsial only factors of production of job experience skipper ( X3), operating expenses arrest ( X4), and apart the setting to position rumpon ( X5) having an effect on signifikan to haul production ( Y) at belief pipe 90% ( P-Value < 0.10). Is so that suggested that business activity of arrest fish the tonda by using rumpon of deep sea in PPN Palabuhanratu have competent to be continued and developed by up at professional and better. *Dosen Fakultas Pertanian UNSUR **Alumni Fakultas Pertanian UNSUR Model Fungsi Produksi dan Analisa Usaha Pada Penangkapan Ikan Pancing Tonda (Troling line) dengan Bantuan Rumpon Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Asep Suherlan, S.Pi dan Engkus Kusnadi, S.Pi
79
PENDAHULUAN
(tipe B), dan nelayannya. Sektor perikanan merupakan sektor yang dominan dan basis di Palabuhanratu dengan indikasi adanya trend produksi perikanan tangkap yang cenderung semakin meningkat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu tersebut (Gambar 1.).
Kabupaten Sukabumi yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia mempunyai beberapa kekuatan (strength), antara lain: potensi sumberdaya ikan dan pariwisata, keberadaan Pelabuhan Perikanan Nusantara
Gambar 1. Produksi ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu (2007)
Produksi (ton)
Peningkatan hasil tangkapan pancing tonda dengan menggunakan alat bantu penangkapan rumpon laut dalam tersebut mempunyai implikasi besar terhadap peningkatan armada penangkapan pancing tonda. Dalam empat tahun terakhir (2005-2008) terjadi peningkatan jumlah armada
rata-rata sebesar 44 unit armada pancing tonda dari jumlah armada pada tahun 2005. peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2006 sebesar 28.79%. (Gambar 2).
320 300 280 260 240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 2005
2006
2007
2008
Gambar .2 Perkembangan upaya penangkapan tonda di PPN Palabuhanratu Sumber: PPN Palabuhanratu (2008)
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
80
Pancing Tonda (Troling Line)
Menurut Sudirman dan Mallawa (2004) tonda adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh perahu atau kapal. Pancing
diberi umpan ikan segar atau umpan palsu, di mana karena pengaruh tarikan pergerakan dalam air sehingga akan merangsang ikan buas untuk menyambarnya.
Gambar 3. Konstruksi tonda jenis mid water troll line Sumber: Farid et.al., (1989)
Rumpon Devices)
(Fish
Aggregating
Rumpon merupakan salah satu alat bantu yang banyak digunakan untuk menangkap ikanikan pelagis. Dari hasil pemasangan rumpon tersebut akan dapat diketahui daerah konsentrasi keberadaan ikan-ikan yang baru. Biasanya penangkapan ikan di sekitar rumpon dilakukan setelah sepuluh hari rumpon tersebut dipasang. Menurut Subani dan Barus (1989) beberapa hari setelah rumpon ditanam dan bila diketahui bahwa di sekitar rumpon tersebut banyak kerumunan ikan kemudian dilakukan penangkapan.
Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder yang berupa faktor-faktor produksi pada penangkapan pancing tonda seperti; jumlah ABK, pengalaman kerja ABK, pengalaman kerja nakhoda, biaya operasional melaut, dan jarak setting dengan posisi rumpon. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari statistik perikanan tangkap PPN Palabuhanratu, jumlah dan jenis alat tangkap, produksi pancing tonda, upaya penangkapan pancing tonda. Di dalam pengolahan data menggunakan model-model rumus fungsi produksi, yaitu :
METODE PENELITIAN Model Cobb-Douglas atau Logaritma adalah sebagai berikut: Y = A .L β1 . K β2 atau log Y = log A + β 1 log L + β2 log K di mana : L = labor (tenaga kerja) K = kapital (moda) Model Fungsi Produksi dan Analisa Usaha Pada Penangkapan Ikan Pancing Tonda (Troling line) dengan Bantuan Rumpon Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Asep Suherlan, S.Pi dan Engkus Kusnadi, S.Pi
81
Utuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat di dalam usaha. (π)
Besar keuntungan (π) yang diperoleh dari usaha diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
= TR – TC Keterangan; TR = total reveneu (total penerimaan) TC = total cost (total biaya)
Dengan ketentuan sebagai berikut: Jika TR > TC berarti usaha menguntungkan, sehingga perlu dilanjutkan; Jika TR < TC berarti usaha mengalami kerugian, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk dilanjutkan; Jika TR = TC berarti usaha tersebut tidak mengalami keuntungan ataupun kerugian, dengan kata lain usaha tersebut berada pada titik impas. R/C ratio dimaksudkan dapat memberikan sejumlah nilai untuk melihat sebberapa jauh setiap penerimaan sebagai manfaatnya. nilai rupiah biaya yang digunakan Adapun rumus yang digunakan dalam kegiatan usaha penangkapan adalah sebagai berikut: R/C ratio Keterangan; TR = TC =
=
TR : TC
total reveneu (total penerimaan) total cost (total biaya)
Dengan ketentuan sebagai berikut: Jika R/C ratio > 1
berarti usaha tersebut mengalami keuntungan, sehingga perlu dilanjutkan; Jika R/C ratio < 1 berarti usaha tersebut tidak menguntungkan, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk dilanjutkan; Jika R/C ratio = 1 berarti usaha tersebut tidak menguntungkan ataupun tidak merugikan, dengan kata lain usaha tersebut berada pada titik impas. Titik impas atau break even point rumus sebagai berikut (Djamin, 1984) dengan BEPRp = { biaya tetap : [1 – (biaya tidak tetap: hasil penjualan)]} BEPkg = { (biaya tetap x produksi) : (hsl penjualan – biaya tidak tetap) Pengembalian biaya investasi penangkapan tonda tersebut. Adapun (payback period) artinya mengetahui rumus dari PP adalah sebagai berikut waktu tingkat pengembalian investai : yang telah ditanam dalam usaha
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
82
PP
=
total investasi x 1 tahun ---------------------------keuntungan
PEMBAHASAN Hasil tangkapan pancing tonda bulanan pada tahun 2005 tertinggi pada bulan Pebruari 24.6 ton dan terendah pada bulan September yaitu sebesar 3.3 ton.
Trend atau kecenderungan hasil tangkapan bulanan pada tahun 2005 tersebut cenderung menurun sebesar 661.4 satuan untuk setiap perubahan satu satuan variabel bebas (Gambar .4 ).
Gambar 4. Hasil tangkapan bulanan pancing tonda yang didaratkan di PPN Palabuhanratu pada tahun 2005 Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu (2005)
Adapun hasil tangkapan berdasarkan jenis ikan yang tertangkap pancing tonda dan didaratkan di PPN Palabuhanratu pada tahun 2005 tersebut adalah ikan madidihang 45.39%
tuna mata besar 0.25%
cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 54.22% dan berikutnya ikan madidihang (Thunnus albacares) sebesar 45.39% dan ikan-ikan lainya. (Gambar 5). ikan lainnya 0.14%
cakalang 54.22%
Gambar
5.
Jenis ikan hasil tangkapan pancing di PPN Palabuhanratu tahun 2005 (dalam persen) Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu (2005)
tonda
yang
didaratkan
Model Fungsi Produksi dan Analisa Usaha Pada Penangkapan Ikan Pancing Tonda (Troling line) dengan Bantuan Rumpon Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Asep Suherlan, S.Pi dan Engkus Kusnadi, S.Pi
83
Tahun 2006, hasil tangkapan pancing tonda bulanan tertinggi pada bulan Pebruari 58.0 ton dan terendah bulan Oktober sebesar 1.8 ton. Hasil tangkapan terbesar untuk tiap jenis kapal pancing tonda adalah KM. Nusantara 01 sebesar 20.88% dari
semua kapal tonda yang beroperasi pada tahun 2005, sedangkan produktivitas tertinggi juga oleh KM. Nusantara 01 sebesar 1,312.50 kg/trip yaitu dengan jumlah hasil tangkapan total 39.375 kg sebanyak 30 trip.
Gambar 6. Hasil tangkapan bulanan pancing tonda yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun 2006 Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu (2006)
Adapun trend hasil tangkapan bulanan tahun 2006 cenderung menurun sebesar 4,206.6 satuan setiap perubahan satu satuan variabel bebas (Gambar 4.5). Hasil tuna mt bsr 2.38%
tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tertinggi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 64.79% (Gambar 7).
ikan lainnya 1.30%
madidihang 31.52%
cakalang 64.79%
Gambar 7. Jenis ikan hasil tangkapan pancing tonda yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun 2006 Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu (2006)
Hasil tangkapan terbesar untuk tiap jenis kapal pancing tonda adalah KM. Nusantara 03 sebesar 9.76% dari semua kapal tonda yang beroperasi pada tahun 2006,
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
sedangkan produktivitas tertinggi juga oleh KM. Intan Jaya sebesar 2,073 kg/trip yaitu dengan jumlah hasil tangkapan total 2,073 kg hanya dalam satu trip.
84
Tahun 2007 hasil tangkapan tertinggi bulan Januari 40.8 ton dan terendah bulan Oktober 5.1 ton. Trend hasil tangkapan bulanannya cenderung menurun sebesar 2,121 satuan untuk setiap perubahan satu
satuan variabel bebas (Gambar 4.7). Sedangkan hasil tangkapan yang didaratkan tertinggi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 47.19% (Gambar 8).
Gambar 8. Hasil tangkapan pancing tonda yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun 2007 Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu (2007)
Hasil tangkapan terbesar untuk tiap jenis kapal pancing tonda adalah KM. Yakin Jaya 01 sebesar 8.76% dari semua kapal tonda yang beroperasi pada tahun 2007, tuna mata besar 18.94%
sedangkan produktivitas tertinggi juga oleh KM. Yakin Jaya 04 sebesar 1,598.92 kg/trip yaitu dengan jumlah hasil tangkapan total 19.187 kg sebanyak 12 trip. ikan lainnya 1.91% cakalang 47.19%
madidihang 31.97%
Gambar 9. Jenis ikan hasil tangkapan pancing tonda yang didaratkan di PPN 2007 Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu (2007)
Palabuhanratu tahun
Model Fungsi Produksi dan Analisa Usaha Pada Penangkapan Ikan Pancing Tonda (Troling line) dengan Bantuan Rumpon Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Asep Suherlan, S.Pi dan Engkus Kusnadi, S.Pi
85
Gambar 10. Hasil tangkapan pancing tonda yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun 2008 Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu (2008)
Pada tahun 2008, hasil tangkapan tertinggi pada bulan Juli 57.6 ton dan terendah bulan Pebruari sebesar 6.59 ton, karena pada dua bulan terakhir data belum dapat terdeteksi. Trend hasil tangkapan bulanannya cenderung menurun tuna mata besar 12.11%
ikan lainnya 2.17%
sebesar 397.27 satuan untuk setiap perubahan satu satuan variabel bebas (Gambar 10). Sedangkan hasil tangkapan yang didaratkan tertinggi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 43.81% (Gambar 11). cakalang 43.81%
madidihang 41.91%
Gambar 11. Jenis ikan hasil tangkapan pancing tonda yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun 2008 Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu (2008)
Gambar 12. Hasil tangkapan pancing tonda yang didaratkan di PPN Palabuhanratu (2005-2008) Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu (2005-2008)
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
86
Adapun hasil tangkapan pancing tonda bulanan selama empat tahun (2005-2008) tertinggi pada bulan April 139.5 ton dan terendah bulan Nopember sebesar 27.7 ton. Trend
hasil tangkapan bulanan tahun 20052008 cenderung menurun sebesar 7,386.1 satuan untuk setiap perubahan satu satuan variabel bebas (Gambar 12). Ikan lainnya (1.72%)
tuna mata besar (9.96%)
madidihang (30.96%)
cakalang (57.38%)
Gambar 13. Prosentase hasil tangkapan pancing tonda berdasarkan Jenis ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu (2005-2008) Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu (2005-2008)
Secara keseluruhan jenis hasil tangkapan pancing tonda yang didaratkan di PPN Palabuhanratu paling terbesar adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) selama empat tahun (2005-2008) sebesar 57.38%, kemudian ikan tuna madidihang (yellowfin tuna) sebesar 30.96%, kemudian ikan tuna mata besar (big eye tuna) sebesar 9.96% dan ikan lainnya sebesar 1.72%
Analisis faktor produksi penangkapan pancing tonda Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi hasil tangkapan pada pancing tonda pada
selang kepercayaan 90%, maka dilakukan perhitungan rata-rata fisik produk (APP) dari variabel bebas yang berpengaruh tersebut. Nilai APP pada masing-masing faktor produksi diperoleh dengan membagikan nilai rata-rata produksi hasil tangkapan (Rp) yang sudah dilogaritmakan terhadap rata-rata variabel inputnya yang sudah dilogaritmakan pula. Selanjutnya menentukan nilai marjinal fisik produk (MPP) dengan melakukan perkalian dari nilai APP masingmasing faktor produksi terhadap elastisitas produksinya (koefisien regresi) masing-masing variabel bebasnya (Tabel 1).
Tabel 1. Nilai APP dan MPP faktor-faktor produksi penangkapan pancing tonda di PPN Palabuhanratu Sukabumi Variabel Rata-rata Y Ep APP MPP Produksi hasil 7.0432 3.737 tangkapan (Y) Jumlah ABK (X1) 0.5188 -0.957 13.5759 -12.9922 Pengalaman. ABK 0.8736 -0.074 8.0623 -0.5966 (X2) Peng. Nakhoda 1.3219 0.386 5.3281 * 2.0566 * (X3) Biaya operasi (X4) 6.0266 0.485 1.1687 * 0.5668 *
Model Fungsi Produksi dan Analisa Usaha Pada Penangkapan Ikan Pancing Tonda (Troling line) dengan Bantuan Rumpon Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Asep Suherlan, S.Pi dan Engkus Kusnadi, S.Pi
87
Jarak set thp -1.6527 -0.261 -4.2616 ** rumpon (X5) Sumber: Output SPSS (diolah) Keterangan : * = nyata pada selang kepercayaan 90% ** = nyata pada selang kepercayaan 95%
Analisis laba-rugi
1.1123 **
pancing tonda di PPN Palabuhanratu dinyatakan layak, hal ini dikarenakan nilai R/C ratio lebih besar dari satu (R/C > 1).
Analisis ini digunakan untuk menggambarkan apakah suatu kegiatan usaha memperoleh keuntungan atau bahkan mengalami kerugian. Analisis pendapatan usaha ini merupakan hasil selisih antara total pendapatan (total revenue = TR) yang diperoleh dengan total biaya produksinya (total cost = TC).
Analisis titik impas (BEP)
Maka diperoleh nilai BEP (kg) penangkapan pancing tonda di PPN Palabuhanratu sebesar 55,652.67 kg (Tabel 4.4). .
Rasio imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio)
Pengembalian biaya investasi (payback period)
R/C ratio adalah perbandingan antara total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa total penerimaan bersih usaha penangkapan pancing tonda sebesar Rp 3,219,707.00 per trip penangkapan sehingga dalam satu tahun dengan asumsi delapan bulan penangkapan masing-masing tiga trip/bulan, maka diperoleh total penerimaan sebesar Rp 77,272,968.00 sedangkan total biaya yang dikeluarkan dalam setiap tahunnya sebesar Rp 34,574,128.00.. Maka nilai R/C ratio pada usaha penangkapan
Hasil perhitungan diperoleh keuntungan atau laba penangkapan pancing tonda sebesar Rp 42,698,840.00 pertahun sedangkan biaya total investasi sebesar Rp 132,528,096.00 sehingga diperoleh nilai payback period (PP) pada usaha penangkapan pancing tonda di PPN Palabuhanratu sebesar 3.104 artinya bahwa seluruh modal investasi pancing tonda di Palabuhanratu akan kembali dalam kurun waktu sekitar 3.104 tahun atau 3 tahun 1.25 bulan (01 bulan 07 hari). (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil analisa usaha penangkapan pancing tonda di PPN Palabuhanratu Sukabumi Nilai/tahun
Keterangan
1
Parameter anlisa usaha Laba (Rp)
42,698,840.00
2
R/C ratio
2.23
3
BEP (Kg)
55,652.67
4
BEP (Rp)
52,695,565.14
5
PP (tahun)
3.104
Laba dalam satu tahun Usaha pancing tonda layak diteruskan Kegiatan usaha tidak untung dan tidak rugi Kegiatan usaha tidak untung dan tidak rugi Modal kembali setelah 3 tahun 1.25 bulan
No
Sumber: Data primer (2009)
Journal Of Agroscience, Vol. 2 Th. 1 Januari – Juni 2011
88
KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah; model fungsi produksi usaha penangkapan pancing tonda ada di PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut Y = 3.737 X3 2.4321 X4 3.0551 X5 0.5494 atau secara persamaan linier menjadi Log Y = 3.737 + 0.386 Log X3 + 0.485 Log X4 – 0.261 X5. Pada input produksi biaya operasional penangkapan diperoleh APP dan MPP sebesar 1.1678 kg dan 0.5668 kg, dan pada input produksi jarak setting terhadap posisi rumpon diperoleh nilai APP dan MPP sebesar -4.2616 kg dan 1.1123 kg. Usaha penangkapan pancing tonda sangat menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Dikarenakan dari aspek analisa usaha penangkapan pancing tonda di peroleh nilai R-C ratio sebesar 2.23, kemudian BEP (Rp) sebesar Rp 52,695,565.00 dan BEP (kg) sebesar 55,652.67 kg. Adapun nilai PP (payback period) diperoleh sebesar 3.014 tahun (tiga tahun satu bulan tujuh hari).
Teknis Identifikasi Sarana Perikanan Tangkap. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang. Djamin, Z. 1984. Perencanaan dan Analisis Proyek. Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI). Jakarta. DKP. 2007. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Perairan Pedalaman, Lebih dalam tentang Rumpon.Gema Mina.
DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Anonymous. 2007. Petunjuk Teknis Uji Coba Alat Tangkap Ikan. Direktorat Jenderal Bambang, N. dan Soegiri, B. 2004. Rumpon Laut Dalam (Payaw). Petunjuk
Model Fungsi Produksi dan Analisa Usaha Pada Penangkapan Ikan Pancing Tonda (Troling line) dengan Bantuan Rumpon Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Asep Suherlan, S.Pi dan Engkus Kusnadi, S.Pi
89