Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN INTELLECTUAL CAPITAL Heni Oktavianti
[email protected] Wahidahwati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT This main aims of this study is to test whether the corporate governance mechanism which consists of institutional ownership, managerial ownership, the proportion of independent board of directors and audit committees affect the firm value, where the quality of earnings as an intervening variable. The research samples are Manufacturer Company which is listed in Indonesia Stock Exchange (IDX). The samples used are 122 companies and they are selected by purposive sampling. The statistic method is using Multiple Linear Regression Analysis, with the goodness of fit model (Goodness) and partial test (t Test). The results of this study show that: (1) corporate governance does not affect the quality of earnings, (2) the quality of earnings has no effect on the firm value, (3) institutional ownership effect on the firm value, and (4) the quality of earnings is not an intervening variable in relation to the mechanism corporate governance to firm value. Keywords: Company’s Size, Company’s Age, Leverage, Profitability Level, Independent Commissioners, Ownership Concentration and Intellectual Capital Disclosure. ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, umur perusahaan, leverage, tingkat profitabilitas, Komisaris Independen dan konsentrasi kepemilikan terhadap pengungkapan intellectual capital. Sampel penelitian ini adalah perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun sampel yang digunakan terdiri dari 122 perusahaan dan dipilih secara purposive sampling. Metode statistik menggunakan Analisis Regresi Linear Berganda, dengan pengujian hipotesis uji model (Goodness of Fit) dan uji parsial (t Test). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) ukuran perusahaan berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan intellectual capital; (2) umur perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap pengungkapan intellectual capital; (3) leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital; dan (4) tingkat profitabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan intellectual capital; (5) Komisaris Independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital; dan (6) konsentrasi kepemilikan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital. Kata kunci: ukuran perusahaan, umur perusahaan, leverage, tingkat profitabilitas, Komisaris Independen, konsentrasi kepemilikan dan pengungkapan intellectual capital.
PENDAHULUAN Globalisasi menuntun perusahaan untuk melakukan pembaharuan dengan cara berfikir global dan bertindak secara lokal. Inovasi teknologi yang makin mempercepat melakukan berbagai aktifitas dengan segala keterbatasan dan kelebihannya menjadikan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
2
persaingan di dunia bisnis semakin kompetitif. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan mengubah strategi bisnisnya yang berdasarkan tenaga kerja menjadi bisnis yang berdasarkan pengetahuan. Seiring dengan perubahan ekonomi tersebut memaksa manajemen untuk menerapkan sistem manajemen pengetahuan (knowledge management) maka kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri. Dalam sistem manajemen yang berbasis pengetahuan ini, modal yang konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan dan aktiva fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi. Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi maka akan dapat diperoleh bagaimana cara menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan ekonomis, yang nantinya akan memberikan keunggulan bersaing (Rupert, 1998). Fenomena mengenai intellectual capital di Indonesia mulai berkembang setelah munculnya PSAK No.19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud (Yuniasih et al., 2010). PSAK No. 19 (revisi 2000) telah menyinggung mengenai intellectual capital walaupun tidak secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa intellectual capital telah mendapat perhatian. Akan tetapi, dalam praktiknya perusahaan-perusahaan di Indonesia belum memberikan perhatian yang lebih terhadap ketiga komponen intellectual capital yaitu human capital, structural capital, dan customer capital. Padahal agar dapat bersaing dalam era knowledge based business, ketiga komponen intellectual capital tersebut diperlukan untuk menciptakan value added bagi perusahaan (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Pengungkapan intellectual capital merupakan suatu cara yang penting untuk melaporkan sifat alami dari nilai tak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan. Selain itu intellectual capital juga berguna untuk menjembatani adanya ketidaksesuaian informasi (information gap) yang timbul antara pihak manajer dan pemilik perusahaan. White et al. (2007) mengemukakan bahwa suatu kunci riset pada pengungkapan intellectual capital adalah pendapat yang menguasai pengungkapan pada nilai tak berwujud yang lunak seperti pengetahuan karyawan, hubungan pelanggan, visi strategis dan manajemen kepemilikan intelektual. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian White et al. (2007) tentang pengungkapan sukarela intellectual capital pada perusahaan bioteknologi yang telah listed di Australia pada tahun 2005. Penelitian ini difokuskan pada variabel ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan, komisaris independen, umur perusahaan dan tingkat leverage. White et al. (2007) juga menyatakan bahwa terdapat beberapa item pengungkapan sukarela intellectual capital yang dikembangkan oleh Bukh et al. (2005). Ukuran yang digunakan oleh Bukh et al. (2005) memisahkan pengungkapan sukarela intellectual capital oleh perusahaan ke dalam enam dimensi yaitu, karyawan, pelanggan, teknologi informasi, pemrosesan, riset dan pengembangan dan laporan strategis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh White et al. (2007) tersebut adalah perusahaan yang diteliti bukanlah perusahaan bioteknologi yang telah listed di Australia pada tahun 2005 melainkan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012. Perbedaan yang lain dalam penelitian ini, penulis melakukan penambahan variabel independen yaitu tingkat profitabilitas. Sehingga variabel independen dalam penelitian ini menjadi ukuran perusahaan, umur perusahaan, leverage, tingkat profitabilitas, Komisaris Independen dan konsentrasi kepemilikan. Penambahan variabel independen dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih banyak dan hasil penelitian ini mempunyai daya komparabilitas yang lebih baik. Intellectual capital merupakan pengetahuan dan pengalaman yang digunakan oleh karyawan terlatih untuk memperoleh daya saing bagi perusahaan, maka faktor-faktor
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
3
penentu pengungkapan intellectual capital merupakan faktor yang penting untuk diteliti di Indonesia. Karena itu perlu dilakukan pengujian kembali faktor-faktor penentu pengungkapan intellectual capital di Indonesia apakah hasil penelitian tersebut konsisten khususnya pada semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Agency Theory dan Stakeholder Theory Agency theory mengasumsikan bahwa manajer akan bertindak secara oportunistik dengan mengambil keuntungan pribadi sebelum memenuhi kepentingan pemegang saham. Teori agensi ini timbul karena adanya perkembangan ilmu manajemen modern yang menggeser teori klasik, yaitu adanya aturan yang memisahkan pemilik perusahaan (principal) dengan para pengelola perusahaan (agent). Ketika perusahaan berkembang menjadi besar, apalagi pemegang saham semakin tersebar, semakin banyak agency cost yang terjadi dan pemilik semakin tidak dapat melakukan kontrol yang efektif terhadap manajer yang mengelola perusahaan (Prasetyo, 2009:11). Satu elemen kunci dari teori keagenan adalah bahwa prinsipal dan agen mempunyai perbedaan preferensi dan tujuan. Information gap yang terjadi pada berbagai perusahaan dikarenakan pihak manajer setiap hari berinteraksi langsung dengan kegiatan perusahaan, sehingga pihak manajer sangat mengetahui kondisi dalam perusahaan dengan demikian pihak manajer mempunyai informasi yang sangat lengkap tentang perusahaan yang dikelolanya. Sedangkan pemilik perusahaan hanya mengandalkan laporan yang diberikan oleh pihak manajemen, karena pemilik perusahaan tidak berinteraksi secara langsung pada kegiatan perusahaan, sehingga pemilik perusahaan hanya memiliki sebagian atau lebih sedikit informasi dibanding manajer perusahaan. Oleh karena itu manajer sudah seharusnya selalu memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang dapat diberikan oleh manajer yakni melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Teori stakeholder menyatakan bahwa semua stakeholder mempunyai hak untuk diberikan informasi mengenai aktifitas perusahaan. Para stakeholder tersebut bisa memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan juga mereka tidak dapat secara langsung memainkan peranan untuk membangun keberlangsungan usaha perusahaan (Deegan, 2004). Teori stakeholder lebih mempertimbangkan posisi para stakeholder yang dianggap powerfull. Dalam pandangan teori stakeholder, perusahaan memiliki stakeholders, bukan sekedar shareholder (Riahi-Belkaoui, 2003). Jika diperhatikan secara seksama dari definisi di atas maka telah terjadi perubahan mengenai siapa saja yang termasuk dalam pengertian stakeholder perusahaan. Sekarang ini perusahaan sudah tidak memandang bahwa stakeholder mereka hanya investor dan kreditor saja. Konsep yang mendasari mengenai siapa saja yang termasuk dalam stakeholder perusahaan sekarang ini telah berkembang mengikuti perubahan lingkungan bisnis dan kompleksnya aktivitas bisnis perusahaan. Purnomosidhi (2006) mengemukakan bahwa manajemen perusahaan diharapkan melakukan aktivitas-aktivitas yang diharapkan para stakeholders dan melaporkan aktivitasaktivitas tersebut kepada mereka. Stakeholders memiliki hak untuk tidak menggunakan informasi tersebut, atau tidak dapat memainkan peran konstruktif dalam kelangsungan hidup perusahaan. Selain itu, teori ini menganggap bahwa akuntabilitas organisasional tidak hanya terbatas pada kinerja ekonomi atau keuangan saja sehingga perusahaan perlu melakukan pengungkapan tentang intellectual capital dan informasi lainnya melebihi dari yang diharuskan (mandatory) oleh badan yang berwenang.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
4
Definisi Intellectual Capital Hingga saat ini definisi intellectual capital seringkali dimaknai secara berbeda. Sebagai sebuah konsep, intellectual capital merujuk pada modal-modal non fisik atau modal tidak berwujud (intangible assets) atau tidak kasat mata (invisible) yang terkait dengan pengetahuan dan pengalaman manusia serta teknologi yang digunakan. Pada PSAK No. 19 sebelum revisi, dinyatakan bahwa berdasarkan eksistensinya aktiva tak berwujud dikelompokkan dalam 2 kategori: yaitu aktiva tak berwujud yang eksistensinya dibatasi oleh ketentuan tertentu, misalnya hak paten, hak cipta, hak sewa, franchise yang terbatas, lisensi, dan aktiva tak berwujud yang masa manfaatnya tidak terbatas dan tidak dapat dipastikan masa berakhirnya, seperti merek dagang, proses dan formula rahasia, perpetual franchise dan goodwill (IAI, 2002). Sedangkan edisi revisi IAI (2002), definisi seperti dijelaskan pada paragraf di atas yaitu aktiva tak berwujud adalah aktiva non moneter yang tidak memiliki bentuk yang digunakan untuk mendukung operasi perusahaan dimana aktiva tersebut harus memiliki sifat, keteridentifikasian, pengendalian dan manfaat ekonomi. Yang di dalamnya mengandung penjelasan bahwa aktiva atau sumber daya tidak berwujud disebutkan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang (termasuk merek produk atau brandnames). Apabila dibandingkan deskripsi dari PSAK No. 19 sebelum revisi dengan setelah revisi tersebut di atas, terlihat bahwa pengakuan aset tak berwujud telah semakin berkembang dengan diakuinya ilmu pengetahuan dan hal-hal yang menjadi turunan dari pengetahuan (piranti lunak komputer, hak paten, hak cipta, fim gambar hidup, daftar pelanggan, hak penguasaan utan, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok, hubungan dengan pelanggan, kesetiaan pelanggan, hak pemasaran dan pangsa pasar) sebagai elemen aset tak berwujud. Dengan demikian dapat dicermati bahwa dengan melihat hal tersebut, di Indonesia fenomena pengakuan aset tak berwujud telah mengalami perkembangan dengan mengkategorikan pengetahuan dan hal-hal yang menjadi turunan dari pengetahuan sebagai elemennya. Dapat pula hal tersebut diartikan bahwa transformasi perusahaan berbasis konvensional menjadi berbasis pengetahuan telah direaksi oleh IAI dengan adanya pengakuan tersebut Joefri (dalam Istanti 2009) membahas bahwa intellectual capital adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukan peluang dan mengelola ancaman dalam banyak kehidupan. Banyak pakar yang mengatakan bahwa kapital ini sangat besar perannya dalam menambah nilai suatu kegiatan, termasuk dalam mewujudkan kemandirian suatu daerah. Berbagai organisasi, lembaga dan strata sosial yang unggul dan meraih banyak keuntungan atau manfaat adalah kerena mereka terus menerus mengembangkan sumberdaya atau kompetensi manusianya. Komponen Intellectual Capital Setiap perusahaan memiliki intellectual capital yang berbeda karena setiap perusahaan mempunyai proporsi yang berbeda pula akan elemen-elemen intellectual capital-nya. Setiap elemen-elemen dalam intellectual capital yaitu pengetahuan, informasi, properti intelektual, pengalaman yang dimiliki perusahaan merupakan elemen-elemen tidak berwujud (intangible). Elemen-elemen tersebut sangat unik karena proporsinya berbeda antara perusahaan satu dengan perusahaan lainnya sehingga penciptaan nilai pasar perusahaan akan berbeda pula. Intellectual capital juga seringkali dinyatakan sebagai sumber daya pengetahuan dalam bentuk karyawan, pelanggan, proses atau teknologi yang mana perusahaan dapat menggunakannya dalam proses penciptaan nilai bagi perusahaan (Bukh et al., 2005).
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
5
Suwarjuwono (2003) menyatakan bahwa intellectual capital terdiri dari tiga elemen utama yaitu: (1) Human Capital (modal manusia) mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya; (2) Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan; (3) Relational Capital atau Costumer Capital (modal pelanggan) merupakan komponen intellectual capital yang memberikan nilai secara nyata. Relational capital merupakan hubungan yang harmonis atau association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar. Pengungkapan Intellectual Capital Perusahaan-perusahaan melakukan pengungkapan intellectual capital karena berbagai alasan. Menurut Widjanarko (2006) lima alasan perusahaan-perusahaan melaporkan intellectual capital yaitu sebagai berikut: (1) Pelaporan intellectual capital dapat membantu organisasi merumuskan strategi bisnis. Dengan mengidentifikasi dan mengembangkan intellectual capital suatu organisasi untuk mendapatkan competitive advantage; (2) Pelaporan intellectual capital dapat membawa pada pengembangan indikator-indikator kunci prestasi perusahaaan yang akan membantu mengevaluasi hasil-hasil pencapaian strategi; (3) Pelaporan intellectual capital dapat membantu mengevaluasi merger dan akuisisi perusahaan, khususnya untuk menentukan harga yang dibayar oleh perusahaan pengakuisisi; (4) Menggunakan pelaporan intellectual capital nonfinancial dapat dihubungkan dengan rencana intensif dan kompensasi perusahaan. Alasan pertama sampai dengan keempat, merupakan alasan internal dari perusahaan dalam melaporkan intellectual capital; (5) Alasan ini merupakan alasan eksternal perusahaan yaitu mengkomunikasikan pada stakeholder eksternal tentang intellectual property yang dimiliki perusahaan. Indeks pengungkapan intellectual capital menyimpulkan pengungkapan perusahaan pada 6 area, yaitu karyawan, pelanggan, teknologi informasi, pemrosesan, pengembangan riset dan laporan strategis. Untuk melakukan pengukuran terhadap tingkat pengungkapan, maka dapat digunakan disclosure index. Item dalam index pengungkapan intellectual capital yang berjumlah 78 item dikembangkan oleh Bukh et al. (2005) dalam Ulum (2009:189). Karakteristik Perusahaan Karakteristik perusahaan merupakan ciri khas atau sifat yang melekat dalam suatu entitas usaha yang dapat dilihat dari beberapa segi, diantaranya jenis usaha atau industri, struktur kepemilikan, tingkat likuiditas, tingkat profitabilitas, ukuran perusahaan. (Sidharta dan Christanti dalam Safitri, 2008). Pada penelitian ini pengungkapan sukarela intellectual capital digunakan sebagai variabel dependen yang menjadi pusat perhatian penelitian. Sedangkan karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan intellectual capital yang digunakan sebagai variabel independen adalah ukuran (size) perusahaan, umur (age) perusahaan, leverage, tingkat profitabilitas, Komisaris Independen, konsentrasi kepemilikan (ownership). Ukuran Perusahaan. Menurut Consoladi et al. dalam Safitri (2012) mengatakan bahwa ukuran perusahaan dapat mempengaruhi kinerja sosial perusahaan karena perusahaan yang besar mempunyai pandangan yang lebih jauh, sehingga lebih
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
6
berpartisipasi dalam menumbuhkan kinerja sosial perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan, semakin tinggi pula tuntutan terhadap keterbukaan informasi dibanding perusahaan yang lebih kecil. Dengan mengungkapkan informasi yang lebih banyak, perusahaan mencoba mengisyaratkan bahwa perusahaan telah menerapkan prinsip-prinsip manajemen perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Meningkatnya pengungkapan informasi akan mengurangi asimetri informasi. Biaya agensi timbul karena kepentingan yang bertentangan dari para pemegang saham, manajer dan pemilik hutang (Lordanita, dalam Istanti 2009). Umur Perusahaan. Umur perusahaan merupakan awal perusahaan melakukan aktivitas operasional hingga dapat mempertahankan going concern perusahaan tersebut atau mempertahankan eksistensi dalam dunia bisnis. Semakin lama umur perusahaan semakin terlihat pula eksistensi perusahaan (going concern), sehingga semakin luas pula pengungkapan yang dilakukan yang berkaitan untuk menciptakan keyakinan pada pihak luar dalam kualitas perusahaannya (Nugroho, 2012). Leverage. Leverage yang berarti besarnya aktiva yang diukur dengan pembiayaan hutang, dimana hutang disini bukanlah dari investor atau pemegang saham tetapi dari kreditor. Perusahaan yang memiliki proporsi utang yang tinggi dalam struktur modalnya akan menanggung biaya keagenan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang proporsi hutangnya kecil. Untuk mengurangi cost agency tersebut, manajemen perusahaan dapat mengungkapkan lebih banyak informasi yang diharapkan dapat semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya tingkat leverage. Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal yang seperti itu lebih tinggi (Jensen dan Meckling, 1976). Tingkat Profitabilitas. Return On Asset (ROA) merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan untuk menghasilkan laba sehingga semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi kemampuan untuk menghasilkan laba bagi perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasi merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan. Laba menjadi indikator kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban kepada kreditur dan investor, serta merupakan bagian dalam proses penciptaan nilai perusahaan berkaitan dengan prospek perusahaan di masa depan. Return On Asset (ROA) dapat mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total aset yang dimiliki perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya yang digunakan untuk mendanai aset tersebut seperti biaya pengembangan dan pengelolaan karyawan dalam meningkatkan intellectual capital (Rachmawati, 2012). Komisaris Independen. Teori agensi mendasarkan hubungan antara pemegang saham dan manajer. Perbedaan kepentingan menyebabkan terjadinya asimetri informasi (information gap) antara pemilik dan manajer perusahaan. Keberadaan Komisaris Independen menjadi penting, karena di dalam praktek sering ditemukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan kepentingan pemegang saham publik (pemegang saham minoritas) serta stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat di dalam pembiayaan usahanya. Konsentrasi Kepemilikan. Konsentrasi kepemilikan adalah sejumlah saham perusahaan yang tersebar dan dimiliki oleh beberapa pemegang saham. Agensi teori meningkat sebagai konsekuensi struktur kepemilikan karena kemungkinan meningkatnya konflik antar owner. Jansen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa manajer perusahaan yang tingkat kepemilikannya terhadap perusahaan tersebut tinggi, maka kemungkinan untuk melakukan diskresi atau ekspropriasi terhadap sumber daya perusahaan akan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
7
berkurang. Masalah agensi dapat memburuk apabila presentase saham perusahaan yang dimiliki oleh manajer sedikit. Pengembangan Hipotesis Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital Semakin besar ukuran perusahaan, akan semakin banyak aktivitas dan makin tinggi tingkat pengungkapan karena tingginya tuntutan terhadap keterbukaan informasi dibanding perusahaan yang lebih kecil. Penelitian White et al. (2007) menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan intellectual capital. Hasil penelitian yang sama juga terdapat pada penelitian Purnomosidhi (2006) yang meneliti adanya pengaruh ukuran perusahaan pada pengungkapan intellectual capital perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta. Suhardjanto dan Wardhani (2010) menyebutkan bahwa ukuran perusahaan merupakan prediktor yang mempengaruhi tingkat sosial ekonomis yang juga besar terhadap lingkungannya, sehingga lebih menjadi sorotan stakeholders. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk semakin banyak mengungkapkan informasi, termasuk informasi tentang intellectual capital. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual capital. Pengaruh Umur Perusahaan Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital Umur perusahaan diperkirakan memiliki hubungan yang positif terhadap kualitas pengungkapan informasi perusahaan. Semakin panjang umur perusahaan akan memberikan pengungkapan informasi yang lebih luas, termasuk pengungkapan intellectual capital dibanding perusahaan lain yang umurnya lebih pendek. Alasan yang mendasarinya terkait dengan teori agensi, dimana perusahaan yang memiliki pengalaman lebih dalam pengungkapan laporan tahunan akan lebih mengetahui kebutuhan informasi perusahaan yang dapat mengurangi asimetri informasi (Marwata, 2001). Penelitian Bukh et al. (2005), tidak menemukan adanya hubungan antara umur perusahaan dengan pengungkapan intellectual capital. Sebaliknya penelitian White et al. (2007), menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara umur perusahaan dengan pengungkapan intellectual capital. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H2 : Umur perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual capital. Pengaruh Leverage Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital Perusahaan yang memiliki proporsi utang yang tinggi dalam struktur modalnya akan menanggung biaya keagenan yang lebih besar, dibandingkan dengan perusahaan berproporsi utang kecil. Untuk mengurangi cost agency tersebut, manajemen perusahaan dapat mengungkapkan lebih banyak informasi yang diharapkan akan semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya tingkat leverage. Teori keagenan juga memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, terutama informasi tentang intellectual capital karena tingginya tingkat risiko keuangan yang dihadapi perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Penelitian White et al. (2007) menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara leverage dengan pengungkapan intellectual capital. Namun, pada penelitian Chow dan WongBoren (1987) dalam White et al. (2007) menunjukkan tidak ada hubungan antara leverage dengan pengungkapan intellectual capital pada perusahaan di New Zealand. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H3: Leverage berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual capital.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
8
Pengaruh Tingkat Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital Pengaruh tingkat profitabilitas terhadap pengungkapan intellectual capital dikemukakan oleh Bontis (2002:141) yang menyatakan bahwa pengungkapan dapat membantu perusahaan lain yang menguntungkan bagaimana belajar memanfaatkan intellectual capital mereka, dan karena itu, perusahaan yang menguntungkan dapat menahan diri dari mengungkapkan intellectual capital. Suhardjanto dan Wardhani (2010) menyatakan bahwa tingkat profitabilitas perusahaan yang ditunjukkan dengan ROA, berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan perusahaan dalam annual report. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin tinggi pula tingkat pengungkapan intellectual capital. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H4: Tingkat profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual capital. Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital Sebagai pihak yang independen dan netral dalam perusahaan, diharapkan mampu menjembatani adanya asimetri informasi yang terjadi antara pihak pemilik dengan pihak manajer dengan mendorong anggota dewan komisaris lain untuk melakukan tugas pengawasan lebih baik lagi. Hal tersebut dilakukan agar dapat melindungi seluruh pemangku kepentingan dari tindakan agen yang menyimpang. Jika pengawasan telah dilakukan dengan efektif, maka pengelolaan perusahaan akan dilakukan dengan baik pula, dan manajemen akan mengungkapkan semua informasi yang ada, termasuk informasi tentang intellectual capital (White et al., 2007). Penelitian White et al. (2007) dan Li et al. (2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Komisaris Independen dengan pengungkapan intellectual capital. Hal ini menunjukkan bahwa Komisaris Independen mempunyai pengaruh terhadap pengungkapan inteleectual capital. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H5: Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual capital. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital Teori agensi telah menjadi landasan pemikiran dalam menjelaskan konsentrasi kepemilikan saham karena dengan semakin terkonsentrasinya kepemilikan perusahaan, maka pemegang saham mayoritas akan semakin menguasai perusahaan dan semakin berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Pemegang saham yang berada pada posisi kuat tersebut, akan memiliki akses informasi yang signifikan sehingga dapat mengurangi masalah agensi. Dengan adanya pengawasan dan tekanan dari pemegang saham mayoritas, maka akan mendorong agen untuk meningkatkan praktik pengungkapan intellectual capital (Cormier et al., 2005 dalam Li et al., 2008). Penelitian Artinah (2013) menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara struktur kepemilikan saham terhadap pengungkapan intellectual capital. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H6: Konsentrasi kepemilikan berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual capital.
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2012. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan yang terdaftar di BEI sektor manufaktur untuk tahun 2012 yang dapat diakses (tidak underconstruction) saat pengumpulan data dilakukan, (2) Tidak delisting (keluar) dari Bursa Efek Indonesia selama tahun 2012; (3) Mempublikasikan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
9
laporan tahunan (annual report) lengkap selama tahun 2012; (4) Mempublikasikan laporan keberlanjutan (sustainability reporting) atau mengungkapkan (disclosure) informasi tanggung jawab sosial lainnya selama tahun 2012 dalam laporan tahunan; (5) Memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan annual report tahun 2012 sebagai sampel. Tahun 2012 dipilih karena menggambarkan kondisi yang relatif baru dipasar modal Indonesia. Dengan menggunakan sampel yang relatif baru diharapkan hasil penelitian akan lebih relevan untuk memahami kondisi yang aktual di Indonesia. Terdapat 137 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia namun tidak semua perusahaan tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini. Adapun pelanggaran kriteria dalam sampel penelitian yaitu 1 sampel perusahaan manufaktur yang tidak terdaftar (delisting) di BEI selama tahun 2012, dan 12 sampel data yang dibutuhkan tidak tersedia pada saat penelitian dilakukan sehingga diperoleh 122 perusahaan manufaktur yang terpilih sebagai sampel penelitian. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Dependen Pengungkapan Intellectual Capital Penelitian ini menggunakan indeks pengungkapan sejumlah 78 item yang dikembangkan oleh Bukh, et al (2005). Indeks pengungkapan merupakan suatu metode untuk membuat angka pengungkapan informasi tertentu yang menggunakan 1 untuk yang melakukan pengungkapan atau 0 untuk yang tidak mengungkapkan pada masing-masing item. Sistem pemberian kode dengan menggunakan angka 0 dan 1 diharapkan dapat membantu peneliti tentang sejauh mana perusahaan melakukan pengungkapan intellectual capital. Prosentase dari index pengungkapan sebagai total dihitung menurut rumusan sebagai berikut:
dimana, Score : variabel dependen indeks pengungkapan intellectual capital (ICD Index) di : nilai 1 jika itemi ditemukan dan 0 jika tidak ditemukan M : total jumlah item yang diukur (78 item). Variabel Independen a. Ukuran Perusahaan Pengukuran size pada penelitian ini mengacu pada Haniffa dan Cooke (2005) dan Freedman dan Jaggi (2005) yang menggunakan logaritma total asset sebagai proksi ukuran (size) perusahaan. Total asset bisa dijadikan proksi ukuran (size) perusahaan karena total asset mencakup asset lancar dan tidak lancar yang digunakan oleh perusahaan, sehingga lebih merepresentasikan ukuran perusahaan yang sebenarnya. Size = Ln Total Aset b. Umur Perusahaan Pengukuran umur perusahaan pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Putri (2011) yang mengemukakan bahwa umur perusahaan dihitung mulai tahun perusahaan pertama kali go public hingga tahun laporan keuangan terakhir (penelitian) dilakukan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
10
Age = Thnt-Thnn c. Leverage Pengukuran leverage pada penelitian ini mengacu pada Haniffa dan Cooke (2005) yang menggunakan proksi leverage sebagai rasio hutang terhadap total ekuitas. Rasio ini menunjukkan seberapa besar dari total keseluruhan asset perusahaan yang diperoleh atau didanai oleh hutang.
Lev
Total hutang = ----------------------- x 100% Total Ekuitas
d. Tingkat Profitabilitas Penelitian ini menggunakan dasar tingkat pengembalian atas asset (Return On Asset = ROA) sebagai proksi dari profitabilitas. ROA diukur dengan membandingkan antara laba bersih dengan total aktiva. Laba Bersih ROA = ----------------------- x 100% Total Aktiva e. Komisaris Independen Komisaris Independen merupakan pihak netral yang diharapkan mampu menjembatani asimetri informasi yang terjadi antara pemegang saham dengan pihak manajer perusahaan. Pada penelitian ini Komisaris Independen diukur dengan cara jumlah Komisaris Independen dibagi dengan total Dewan Komisaris yang ada pada perusahaan.
IND
Jumlah Komisaris Independen = ----------------------------------------------- X 100% Jumlah Dewan Komisaris
f. Konsentrasi Kepemilikan Pada penelitian ini hipotesis yang berhubungan dengan dengan konsentrasi kepemilikan dihitung berdasarkan prosentase kepemilikan saham terbesar yang dimiliki oleh pemegang saham tertinggi perusahaan. Jumlah Kepemilikan Saham Terbesar OWN = ------------------------------------------------------ x 100% Jumlah Saham yang Beredar HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu ukuran perusahaan, umur perusahaan, leverage, tingkat profitabilitas, Komisaris Independen, dan konsentrasi kepemilikan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
11
Tabel 1 Statistik Deskriptif N Minimum Maximum Mean Std. Deviation ICD
122
3.85
66.67
28.0576
12.39463
SIZE
122
4.02
8.26
6.1875
.70515
AGE
122
1.00
35.00
17.8197
7.54054
LEV
122
.00
3.39
1.8262
.59073
ROA
122
-1.00
1.61
.6143
.58734
IND
122
20.00
75.00
39.3722
10.54006
OWN
122
10.17
98.18
52.4704
23.03760
Valid N (listwise) 122 Sumber: data setelah diolah SPSS
Tabel 1 menunjukkan bahwa mean dari pengungkapan intellectual capital adalah 28,0576 dengan nilai standar deviasi sebesar 12,39463. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pengungkapan intellectual capital (ICD) pada perusahaan yang menjadi sampel adalah masih kecil, sehingga perusahaan perlu memberi pengungkapan yang lebih banyak, agar para pemakai dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang intellectual capital yang dimiliki. Proporsi ukuran perusahaan mempunyai nilai mean sebesar 6,1875 dengan rata-rata jarak penyimpangan atau standar deviasi 0,70515. Ukuran perusahaan ini berkisar antara ukuran perusahaan terkecil 4,02 sampai dengan ukuran perusahaan terbesar 8,26. Kisaran tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki ukuran yang relatif berbeda. Proporsi umur perusahaan mempunyai mean sebesar 17,8197 dengan rata-rata jarak penyimpangan atau standar deviasi 7,54054. Umur perusahaan ini berkisar antara umur perusahaan termuda yaitu 1 tahun sampai dengan umur perusahaan tertua yaitu 35 tahun. Dari 122 data perusahaan sebagai sampel penelitian, rata-rata umur perusahaan yang telah dihitung adalah 17 tahun, menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah go public selama 17 tahun. Proporsi leverage mempunyai mean sebesar 1,8262 dengan rata-rata jarak penyimpangan atau standar deviasi 0,59073. Nilai leverage ini berkisar dari nilai terendah 0,00 dan nilai tertinggi 3,39. Dalam penelitian ini sebagian besar perusahaan yang menjadi sampel memiliki nilai kewajiban yang lebih rendah dibandingkan nilai ekuitas. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel memiliki tingkat leverage yang rendah. Proporsi tingkat profitabilitas mempunyai mean sebesar 0,6143 dengan standar deviasi 0,58734. Nilai ROA ini berkisar dari nilai terendah -1,00 dan nilai tertinggi 1,61. Untuk tingkat profitabilitas perusahaan yang diproksikan dengan ROA menunjukkan nilai rata-rata yang lebih besar dari nilai standar deviasinya, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat profitabilitas relatif besar. Proporsi Komisaris Independen mempunyai mean sebesar 39,3722 dengan standar deviasi sebesar 10,54006. Nilai IND ini berkisar dari nilai terendah 20 dan nilai tertinggi 75. Berdasarkan peraturan dari BEI yang menetapkan batas minimal proporsi dewan Komisaris Independen sebesar 30% dan dibandingkan dengan nilai rata-rata 39% mengindikasikan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
12
proporsi Komisaris Independen rata-rata perusahaan sampel sudah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Proporsi konsentrasi kepemilikan mempunyai mean sebesar 52,4704 dengan standar deviasi sebesar 23,03760. Nilai Konsentrasi Kepemilikan ini berkisar dari nilai minimum 10,17 dan nilai maksimum 98,18. Hal ini menggambarkan bahwa variabel konsentrasi kepemilikan pada penelitian ini memiliki total yang beragam dengan total terendah 10% dan total tertinggi 98%, hal ini juga menggambarkan bahwa perusahaan yang dijadikan sampel penelitian ini merupakan perusahaan yang kepemilikannya tersebar dan terkonsentrasi pada tingkat yang cukup tinggi. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas. Berdasarkan hasil uji normalitas terlihat bahwa nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,905>0,05. Oleh karena itu Ho tidak dapat ditolak. Hal ini berarti nilai residual terstandarisasi dinyatakan menyebar secara normal. b. Uji Multikolinieritas. Berdasarkan hasil uji multikolinieritas terlihat bahwa variabel independen memiliki nilai Tolerance mendekati angka 1 dan hasil perhitungan VIF juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada satupun variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih besar dari 1 atau berada disekitar angka 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multokolinieritas antar variabel independen dalam model regresi. c. Uji Heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y (Regression Studentized Residual). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada model regresi dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak dipakai untuk prediksi pengungkapan intellectual capital berdasarkan masukan variabel independennya. d. Uji Autokorelasi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa angka Durbin Watson sebesar 1,712 dengan jumlah data (n)=122 dan jumlah variabel (k)=6, diperoleh angka dL=1,6029 dan dU=1,8087. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa angka Durbin Watson berada pada kriteria dl≤dw≤du atau 1,6029<1,712<1,8087. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam model regresi penelitian ini berarti belum ada kesimpulan sehingga diperlukan uji Runs test. Dari hasil uji Runs Test diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,856 yang berada di atas 0,05. Dengan demikian kini dapat disimpulkan tidak ada masalah autokorelasi pada model penelitian ini. Analisis Regresi Analisis Regresi Linier Berganda Persamaan analisis regresi linier berganda digunakan untuk menjawab hipotesis serta untuk mengetahui apakah untuk melakukan pendugaan terhadap variabel dependen, apabila terjadi perubahan pada SIZE, AGE, LEV, ROA, IND, OWN yang mempengaruhi ICD.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
13
Tabel 2 Analisis Regresi 1 Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Sig.
Std. Error
-16.097
9.324
SIZE
8.306
1.390
.473
5.974
AGE
-.403
.133
-.245
-3.022 .003
LEV ROA
.122 4.815
1.661 1.749
.006 .228
.073 2.753
IND
-.118
.092
-.100
-1.284 .202
OWN
.027
.043
.050
1 (Constant)
Beta
T
B
-1.726 .087
.629
.000 .942 .007 .530
a. Dependent Variable: ICD Sumber: data setelah diolah SPSS
Dari tabel di atas, maka prediksi ICD dapat dimasukkan dalam persamaan regresi berganda sebagai berikut: ICD = -16,097 + 8,306SIZE - 0,403AGE + 0,122LEV + 4,815ROA - 0,118IND + 0,027OWN + e Analisis Koefisien Korelasi (R) Berdasarkan hasil uji Durbin Watson nilai R sebesar 0,565 mendekati +1 artinya arah dan keeratan hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan adalah kuat dan dapat dinyatakan bahwa hubungan yang terjadi adalah positif. Analisis Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan hasil uji Durbin Watson nilai R2 sebesar 0,319 berarti 31,9% variasi perubahan ICD dipengaruhi oleh variasi nilai SIZE, AGE, LEV, ROA, IND, dan OWN, sedangkan sisanya 68,1% dipengaruhi oleh variasi variabel dari luar model yang tidak dimasukkan dalam model regresi ini. Pengujian Hipotesis Uji Model (Goodness of Fit) Hasil pengujian model (Goodness of Fit) berdasarkan uji ANOVA diperoleh nilai F hitung sebesar 8,965 lebih besar dari F tabel sebesar 2,29. Sedangkan tingkat signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen yaitu ukuran perusahaan (SIZE), umur perusahaan (AGE), leverage (LEV), tingkat profitabilitas (ROA), Komisaris Independen (IND), dan konsentrasi kepemilikan (OWN) secara bersama-sama mampu menjelaskan perubahan pada variabel dependen yaitu pengungkapan intellectual capital (ICD) atau model dinyatakan cocok atau fit. Uji Parsial (t Test) a. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan intellectual capital. Pengujian pengaruh ukuran perusahaan (SIZE) terhadap pengungkapan intellectual capital (ICD) dengan menggunakan regresi berganda mempunyai parameter koefisien regresi yang bertanda positif sebesar 8,306 yang berarti bahwa variabel ukuran perusahaan secara parsial layak dipakai sebagai alat estimasi. Variabel ukuran perusahaan (SIZE) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
14
variabel ini berpengaruh signifikan terhadap keleluasaan pengungkapan intellectual capital. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara parsial dapat disimpulkan bahwa hipotesis H1 yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual capital diterima. Kebenaran hasil studi empiris ini didukung oleh hubungan rasionalitas dengan alasan bahwa, ukuran perusahaan merupakan skala yang menentukan besar atau kecilnya perusahaan. Perusahaan besar merupakan entitas yang banyak disorot oleh pasar maupun publik secara umum. Mengungkapkan lebih banyak informasi merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk mewujudkan akuntabilitas publik. Hasil penelitian ini tidak hanya konsisten dengan teori, tetapi juga memperkuat hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Purnomosidhi (2006) dan Artinah (2013) bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi luas pengungkapan intellectual capital. b. Pengaruh umur perusahaan terhadap pengungkapan intellectual capital. Pengujian pengaruh umur perusahaan (AGE) terhadap pengungkapan intellectual capital (ICD) dengan menggunakan regresi berganda menunjukkan parameter koefisien regresi bertanda negatif sebesar -0,403. Hal ini berlawanan arah dengan teori semakin lama perusahaan berdiri membawa dampak terhadap semakin luasnya pengungkapan intellectual capital. Variabel umur perusahaan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,003 yang lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini berarti bahwa umur perusahaan (AGE) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital namun arahnya negatif sehingga tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara parsial dapat disimpulkan bahwa hipotesis H2 yang menyatakan bahwa umur perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual capital ditolak. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan namun arah koefisien regresi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa umur perusahaan bukan merupakan faktor penentu luasnya pengungkapan intellectual capital. Ketidakkonsisntenan hasil bisa disebabkab karena semangat reputation driven, yaitu motivasi untuk mendongkrak citra perusahaan dan menjadi perusahaan ternama dalam perdagangan pasar saham meskipun perusahaan mereka baru di kancah pasar modal (Ulum, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nugroho (2012) yang menyatakan tidak terdapat pengaruh umur perusahaan terhadap praktek pengungkapan intellectual capital. c. Pengaruh leverage terhadap pengungkapan intellectual capital. Pengujian pengaruh leverage (LEV) terhadap pengungkapan intellectual capital (ICD) dengan menggunakan regresi berganda menunjukkan parameter koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,122. Variabel leverage memiliki nilai signifikansi sebesar 0,942 yang lebih besar dari α = 0,05. Hal ini berarti bahwa leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara parsial dapat disimpulkan bahwa hipotesis H3 yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual capital ditolak. Hasil ini berbeda dengan hipotesis yang diajukan akan tetapi arah koefisien regresi telah sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tingkat leverage yang dihasilkan oleh perusahaan dapat meningkatkan luas pengungkapan intellectual capital namun pengaruhnya tidak signifikan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
15
Di sisi lain hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nugroho (2012) yang menyatakan bahwa faktor leverage bukan pemicu praktek pengungkapan intellectual capital. Tingkat leverage yang tinggi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital, karena perusahaan ingin menjaga citra, nama baik, dan reputasi perusahaan sehingga ketidakoptimalan dalam pengelolaan rasio leverage tidak banyak diketahui oleh pihak eksternal. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi sepertinya mengurangi tingkat pengungkapan agar tidak menjadi sorotan dari para debtholder. d. Pengaruh tingkat profitabilitas terhadap pengungkapan intellectual capital. Pengujian pengaruh tingkat profitabilitas (ROA) terhadap pengungkapan intellectual capital (ICD) dengan menggunakan regresi berganda menunjukkan parameter koefisien regresi bertanda positif sebesar 4,815. Nilai signifikan yang dihasilkan sebesar 0,007 yang lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini berarti tingkat profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara parsial dapat disimpulkan bahwa hipotesis H4 yang menyatakan bahwa tingkat profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual capital diterima. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Arah koefisien regresi juga telah sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tingkat profitabilitas yang dimiliki perusahaan secara signifikan semakin meningkatkan luasnya pengungkapan intellectual capital perusahaan. Besarnya ROA memberikan indikasi bahwa pengembalian yang akan diterima investor akan tinggi sehingga investor tertarik untuk membeli saham tersebut dan hal itu menyebabkan informasi pengungkapan intellectual capital semakin luas pula. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suhardjanto dan Wardhani (2010) yang menyatakan bahwa tingkat profitabilitas merupakan pemicu praktek pengungkapan intellectual capital. e. Pengaruh Komisaris Independen terhadap pengungkapan intellectual capital. Pengujian pengaruh Komisaris Independen (IND) terhadap pengungkapan intellectual capital (ICD) dengan menggunakan regresi berganda menunjukkan parameter koefisien regresi bertanda negatif sebesar -0,118. Nilai signifikansi yang dihasilkan sebesar 0,202 yang lebih besar dari α = 0,05. Hal ini berarti bahwa Komisaris Independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara parsial dapat disimpulkan bahwa hipotesis H5 yang menyatakan bahwa Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual capital ditolak. Hasil ini berbeda dengan hipotesis yang diajukan dan arah koefisien regresi tidak sesuai dengan yang diharapkan menunjukkan tidak ada pengaruh sama sekali antara Komisaris Independen dengan pengungkapan intellectual capital. Komisaris Independen sebagai pihak yang netral dalam perusahaan, diharapkan mampu menjembatani adanya asimetri informasi yang terjadi antara pihak pemilik dengan pihak manajer dengan mendorong manajemen mengungkapkan semua informasi yang ada, termasuk informasi tentang pengungkapan intellectual capital. Tidak berpengaruhnya Komisaris Independen terhadap pengungkapan intellectual capital dikarenakan peran dan fungsi Komisaris Independen yang belum optimal di Indonesia karena seharusnya keberadaan Komisaris Independen mendukung prinsip responsibilitas untuk mengungkapkan intellectual capital
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
16
dalam penerapan Corporate Governance, yang mengharuskan perusahaan memberikan informasi yang lebih baik sebagai wujud pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Artinah (2013) yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan Komisaris Independen terhadap pengungkapan intellectual capital. f.
Pengaruh konsentrasi kepemilikan terhadap pengungkapan intellectual capital. Pengujian pengaruh konsentrasi kepemilikan (OWN) terhadap pengungkapan intellectual capital (ICD) dengan menggunakan regresi berganda menunjukkan parameter koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,027. Nilai signifikansi yang dihasilkan sebesar 0,530 yang lebih besar dari α = 0,05. Hal ini berarti bahwa konsentrasi kepemilikan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara parsial dapat disimpulkan bahwa hipotesis H6 yang menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual capital ditolak. Hasil ini berbeda dengan hipotesis yang diajukan akan tetapi arah koefisien regresi telah sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kepemilikan yang dimiliki oleh perusahaan dapat meningkatkan pengungkapan intellectual capital namun pengaruhnya tidak signifikan. Tidak berpengaruhnya konsentrasi kepemilikan terhadap pengungkapan intellectual capital mengindikasikan bahwa pemilik saham mungkin tidak membutuhkan pelaporan pertanggungjawaban yang baik dari pihak manajemen dan Dewan Komisaris. Di sisi lain, konsentrasi kepemilikan yang tinggi dapat menyebabkan kebijakan atau keputusan sepihak karena adanya voting right (hak suara) dalam RUPS, sehingga hasil yang dicapai tidak maksimal, kebijakan perusahaan tidak efektif dan pencapaian tujuan kurang baik. Dengan keadaan itu, maka governance dalam perusahaan kurang optimal sehingga secara otomatis pengungkapan intellectual capital tidak terungkapkan dengan luas. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh White et al. (2007) dan Nugroho (2012) yang menyatakan tidak ada hubungan antara praktik pengungkapan intellectual capital dengan konsentrasi kepemilikan.
SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, umur perusahaan, leverage, tingkat profitabilitas, Komisaris Independen dan konsentrasi kepemilikan terhadap pengungkapan intellectual capital. Sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode penelitian tahun 2012. Sampel dipilih menggunakan metode purposive sampling dan diperoleh 122 pengamatan yang menjadi sampel. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis dan pengujian atas data dalam penelitian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi pengungkapan intellectual capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) ukuran perusahaan berperngaruh signifikan positif terhadap keleluasaan pengungkapan intellectual capital dengan nilai koefisien regresi sebesar 8,306 dan nilai signifikasi sebesar 0,000. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa hipotesis H1 diterima; (2) umur perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap pengungkapan intellectual capital dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,403 dan nilai signifikansi sebesar 0,003. Dengan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
17
demikian dapat dijelaskan bahwa hipotesis H2 ditolak; (3) leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,122 dan nilai signifikansi sebesar 0,942. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa hipotesis H3 ditolak; (4) tingkat profitabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan intellectual capital dengan nilai koefisien regresi sebesar 4,815 dan nilai signifikansi sebesar 0,007. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa H4 diterima; (5) Komisaris Independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,118 dan nilai signifikansi sebesar 0,202. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa hipotesis H5 ditolak; dan (6) konsentrasi kepemilikan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,027 dan nilai signifikansi sebesar 0,530. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa hipotesis H6 ditolak Keterbatasan Keterbatasan utama yang terdapat dalam penelitian ini adalah bahwa variabel penelitian menggunakan data pada tahun pengamatan yang sama yaitu tahun 2012 dan adanya kemungkinan hasil yang berbeda bila menambahkan jumlah sampel atau periode yang lebih panjang sehingga penelitian yang akan datang dapat memberikan hasil yang lebih sempurna. Selain itu, penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat menambahkan variabel internal yang dapat mewakili karakteristik perusahaan lainnya seperti tipe industri, tipe teknologi, dan kinerja modal intelektual, maupun dapat juga menambahkan variabel eksternal seperti budaya, kebijakan pemerintah serta selera konsumen dan dapat menggunakan rentang waktu yang lebih panjang, yaitu dengan membandingkan dua masa kondisi perekonomian yang berbeda agar hasil yang diperoleh dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dalam dua kondisi perekonomian yang berbeda pula. DAFTAR PUSTAKA Artinah, B. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Intellectual Capital Pada Lembaga Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial 5(2). Bontis, N. 2002. World Congress on Intellectual Capital Readings. Butterworth-Heinemann. Woburn. Bukh, P.N., Nielsen, P. Gormsen dan J. Mouritsen. 2005. Disclosure of Information on Intellectual Capital in Danish IPO Prospectus. Accounting, Auditing and Accountability Journal 18(6): 713-32. Deegan, C. 2004. Financial Accounting Theory. McGraw Hill-Book Company. Sidney. Freedman, M., dan B. Jaggi,. 2005. Global Warming, Commitment to The Kyoto Protocol, and Accounting Disclosures by The Largest Global Public Firms from Polluting Industries. The International Journal of Accounting 40: 215-232. Haniffa, R. M. dan T. E. Cooke 2005. The Impact of Culture and Governance on Corporate Social Reporting. Journal of Accounting and Public Policy 24: 391-430. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 19. Salemba Empat. Jakarta Istanti, S.L.W. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Sukarela Modal Intelektual. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Jensen dan Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal Of Finance Economics 3: 30-60.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 5 (2014)
18
Li, J., R. Pike dan R. Haniffa. 2008. Intellectual Capital Disclosure and Corporate Governance Structure in UK Firms. Accounting and Business Research 38(2): 137-159. Marwata. 2001. Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV Bandung. 30-32 Agustus: 155-172. Nugroho, A. 2012. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Intellectual Capital Disclosure (ICD). Accounting Analysis Journal 1(2). Prasetyo, A. 2009. Corporate Governance, Kebijakan Dividen, dan Nilai Perusahaan: Studi Empiris pada Perusahaan Non keuangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2007. Tesis. Program Magister Manajemen Universitas Indonesia. Jakarta. Purnomosidhi, B. 2006. Praktik Pengungkapan Modal Intelektual pada Perusahaan Publik di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 9: 1. Rachmawati, D.A.D. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Return On Asset (ROA) Perbankan. Jurnal Nominal 1(1): 34-40. Riahi-Belkaou, A. 2003. Intellectual Capital and Firm Performance of US Multinational Firm: A Study od The Resource-based and Stakeholder Views. Journal of Intellectual Capital 4(2): 215-216. Rupert, B. 1998. The Measurement of Intellectual Capital. Management Accounting 76: 26-28. Safitri, A.N. 2012. Pengaruh Pengungkapan Intellectual Capital dan Pengungkapan CSR Terhadap Kinerja Perusahaan. Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Universitas Diponegoro. Semarang. Safitri, N. 2008. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat Disclosure Laporan Tahunan pada Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2003-2007. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Jakarta. Singhvi, S.S. dan H.B. Desai. 1971. An Empirical Analysis of The Quality of Corporate Financial Disclosure. The Accounting Review 46(1): 129-138. Suhardjanto, D. dan M. Wardhani. 2010. Praktik Intellectual Capital Disclosure Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia 14(1): 71–85. Suwarjuwono, T. dan A.P. Kadir. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah Library Research). Jurnal Akuntansi dan Keuangan 5(1): 31-51. Ulum, I. 2009. Intellectual Capital: Konsep dan Kajian Empiris. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta. White, G., L. Alina dan T. Greg. 2007. Drivers of Voluntary Intelektual Capital Dislosure in Listed Biotecnology Companies. Journal of Intellectual Capital 8: 3. Widjanarko, I. 2006. Perbandingan Penerapan Intellectual Capital Report antara Denmark, Sweden dan Austria (Studi Kasus Systematic, Sentensia Q dan OeNB). Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Yuniasih, N.W., D.G. Wirama dan I.D.N. Badera. 2010. Eksplorasi Kinerja Pasar Perusahaan: Kajian Berdasarkan Modal Intelektual. Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto. 13-15 Oktober. ●●●