AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian KUT oleh Petani Padi Sawah Irigasi Teknis (Studi Kasus di Kecamatan Belitang Kabupaten Ogan Komering Ulu)
Oleh: Fifian Permata Sari
Abstract The research aims to analyse factors that influence the return of credit for farming operation (KUT) by farmer of technical irrigation rice field, count distinction income before and after KUT, count KUT contribution to capital of farming operation, and the correlation with income of farming operation. Research uses survey method with imbalanced stratified random sampling method and the sample is divided into 3 types of KUT withdrawal. The result shows that production factor, family expenditure and farming operation income give distinctive income when the farmer take KUT as capital addition. The farmer who pays the credit in time, they get Rp 127.315,00/year. In the opposite, the farmer who does not pay the credit in time, the income decrease. It also happens to the farmer who has not paid the credit. They get Rp 22.070,80/year and 28.638,01/year each. Key Words; KUT, technical irrigation, farmer, rice field
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian seperti tanaman pangan dan hortikultura masih tetap menempati posisi penting sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto (PDO) atau Pendapatan Nasional dan memiliki kegunaan khas bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian juga merupakan penyumbang devisa yang besar dan ternyata cukup lentera dalam menghadapi gejolak moneter dan krisis ekonomi (Sinar Tani, 2000). Kinerja pembangunan di sektor pertanian termasuk sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura selama tahun 1999 masih sangat dipengaruhi oleh krisis ekonomi yang masih berlangsung. Kemerosotan daya beli petani, kemampuan pemerintah untuk mengalokasikan anggaran pembangunan dan pemanfaatan Kredit Usaha Tani (KUT) yang belum optimal, merupakan faktor penentu perlu dianalisis lebih lanjut peran dan pengaruhnya terhadap kinerja tersebut. KUT merupakan kredit yang diberikan khusus pada para petani yang memerlikan modal untuk menjalankan usaha taninya. Program KUT diadakan dengan tujuan agar para petani mendapat bantuan modal untuk usaha taninya, selain itu produksi pertaniannya dapat lebih ditingkatkan lagi. Keberhasilan pemanfaatan dana KUT tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan pendapatan petani sehingga petani mampu mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya.
Dosen Prodi Agrobisnis FP Univ. Baturaja dan Alumni Magister Agrobisnis UNSRI
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
57
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Selain itu, KUT merupakan kredit untuk berusaha bagi petani khususnya usaha tani tanaman pangan seperti padi, jagung dan kedelai, dinilai banyak membantu petani terutama dalam hal tersedianya modal awal untuk usaha. Modal awal dalam usaha tani tanaman pangan, padi misalnya, tetap menjadi sasaran utama yang diharapkan bisa terus ditingkatkan produksinya dengan memanfaatkan penjaman KUT. Tabel 1. Sasaran Produksi Pertanian Indonesia Tahun 2000
No.
Komoditas
I.
Tanaman Pangan : 1. Padi 2. Jagung 3. Kedelai 4. Ubi Kayu 5. Kacang Tanah Hortikultura : 1. Sayuran 2. Buah
II.
Luas Panen (juta ha)
Sasaran Produksi (juta ton)
Persentase kenaikan produksi dari tahun lalu (%)
Produktivitas (ku/ha)
11,90 3,90 1,27 1,29 0,65
51,00 10,50 1,50 16,44 0,72
2,26 10,44 9,56 0,69 9,60
43,00 27,00 11,80 127,70 11,08
1,03 0,63
10,48 9,86
6,15 6,15
101,77 156,05
Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Sumatra Selatan, 2000
Tabel 1. menunjukkan bahwa padi menempati kedudukan teratas diantara komoditi lainnya dalam sasaran produksi pertanian Indonesia tahun 2000, di mana sasaran diharapkan mencapai 51,00 juta ton dengan tingkat produktivitas 43,00 ku/ha karena itu khusus di Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatra Selatan, KUT yang dikeluarkan untuk komoditi padi khususnya padi sawah irigari teknis menempati posisi terbanyak di antara komoditi yang lain. Padi tetap memduduki tempat teratas dalam hal penyaluran dana KUT bila dibanding jenis komoditi lainnya. Realisasi KUT di kabupaten Ogan Komering Ulu sendiri, untuk musim tanam 1999/2000 lebih banyak difokuskan pada komoditi padi pada kedelai. Tabel 2. Realisasi KUT di Kabupaten OKU untuk Musim Tanam 1999/2000 No. 1. 2. 3.
Bank Penyalur BRI BPDSS Bukopin
Jumlah
Komoditi Padi Padi Padi Kedelai
Areal (ha) 3,479 5.300 1.422 23 10.224
KUD/LSM
Koptan
6 12 1 19
13 13
Klp Tani 138 228 71 2 355
Nilai (Rp) 1.929.607.407 3.011.549.540 2.133.362.000 44.318.000 7.118.838.214
Sumber : Sekretariat Satuan Pelaksana Bimas OKU, 2000
Luas lahan tanaman padi khususnya padi sawah irigasi teknis di Sumatera Selatan, khususnya Kabupaten Ogan Komering Ulu menduduki tempat teratas untuk luas lahan sawah irigasi teknis yaitu seluas 19.466 ha. Di posisi kedua setelah OKU ditempati oleh Kabupaten Musi Rawas seluas 3.767 ha, Kabupaten Ogan Komering Ilir seluas 603 ha.
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
58
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Tabel 3. Luas Baku Lahan Sawah Menurut Jenis di Sumatra Selatan Tahun 1999 Jenis Lahan
Irigasi Teknis Setengah Teknis Sederhana PU Sederhana non PU Tadah Hujan Pasang Surut Lebak
Luas (ha) OKU
OKI
19466 4903 855 8386 24218 9343
603 38469 26401 105156
Muara Enim 1571 126 7251 4095 14210
Lahat
Mura
Muba
Palembang
Jumlah
6926 815 20742 1711 -
3767 4758 4452 4091 9544 7160
9020 137579 46277
150 104 95 8166
238.36 18158 6248 40620 87161 164075 190312
Sumber : Biro Pusat Statistik Sumatra Selatan, 2000
Khusus mengenai penyaluran KUT tahun 1998/1999 sampai dengan tanggal 4 juni 1999 direalisasikan sebesar Rp. 4,69 triliun untuk 3.735.884 petani dengan luas areal 3,86 juta ha. Total dana KUT Nasional yang telah dicairkan sampai akhir tahun 1999 adalah Rp. 8,2 triliun, namun pada tahun 2000 tidak ada pencairan dana lagi. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menetapkan bahwa sumber pendanaan KUT tahun 2000 bersumber dari hasil pengambilan KUT tahun 1999. Data di atas meninjukkan bahwa pengam,bilan KUT yang disalurkan pada tahun 1999 banyak mengalami kemacetan, ditaksir pengambilannya hanya 10%, yaitu dari Rp.8,2 triliun baru dikembalikan Rp. 820 miliar saja, padahal diharapkan dana tersebut bisa kembali karena untuk kepentingan petani sendiri. Rendahnya pengembalian KUT akan menghambat pemberian KUT untuk tahun berikutnya. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas maka dapatlah diambil suatu rumusan masalah, yaitu: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengambilan KUT oleh petani. 2. Bagaimana kontribusi KUT itu sendiri dalam modal usaha tani padi, khususnya usaha tani padi sawah irigasi teknis di Kecamatan Belitang Kabupaten Ogan Komering Ulu. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan dana KUT oleh petani. 2. Beda pendapatan usaha tani antar pendapatan usaha tani yang memanfaatkan KUT dan tanpa memanfaatkan KUT sebagai tambahan modal. 3. Kontribusi KUT dalam modal usaha tani. 4. Korelasi antara kontribusi KUT dalam modal usaha tani dengan pendapatan usaha tani. Hasil penelitian diharapkan berguna bagi semua pihak yang berperan dalam pengambilan keputusan tentang pinjaman dana KUT dan sebagai bahan pustaka bagi para peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
59
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Belitang Kabupaten Ogan Komering Ulu. Penentuan daerah dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa petani dan variasi pengembalian KUT oleh petani di Kecamatan Belitang paling banyak jumlah dan variasinya, khususnya untuk musim tanam 1999/2000. Penelitian dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada bulan Februari 2001 sampai dengan bulan April 2001. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei yang digunakan untuk menjangkau fakta yang terjadi di lapangan melalui kunjungan dan pengamatan. Dengan metode ini diharapkan petani contoh di Kecamatan Belitang dapat mewakili petani padi sawah irigasi teknis di Sumatera Selatan secara keseluruhan. Metode Penarikan Contoh dan Pengumpulan Data Metode penarikan contoh yang digunakan pada penelitian ini adalah metode acak berlapis tak berimbang (disproportionate stratified random sampling) di mana penentuan petani sampel diambil secara acak dan sama jumlahnya yaitu masing-masing 30 petani dari populasi petani yang ada di tiga lapisan desa yang terpilih, terdiri dari: 1. Lapisan 1, merupakan desa yang pengembalian kreditnya lancar atau 100% mengembalikan pinjaman. 2. Lapisan 2, merupakan desa yang pengembalian kreditnya kurang lancar atau <100% mengembalikan pinjaman. 3. Lapisan 3, merupakan desa yang pengembalian kreditnya tidak lancar atau sama sekali belum mengembalikan pinjaman KUT. Variasi pengembalian pinjaman KUT oleh petani (lancar, tidak lancar, belum lunas) diasumsikan sama-sama diperhitungkan dalam jangka waktu yang sama yaitu satu tahun. Tabel 4. Pengambilan Desa Contoh di Lokasi Penelitian Petani Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3 Jumlah
Nama Desa Sukanegara Karangsari Sukosari
Populasi Petani (Orang) 85 76 90 251
Petani Contoh Yang Diambil (Orang) 30 30 30 90
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari petani contoh dengan menggunakan metode wawancara langsung dan mengisi daftar pertanyaan, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang berhubungan dengan kegiatan penelitian.
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
60
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah secara tabulasi dan dijelaskan secara deskripsi. Hipotesis pertama diuji dengan menggunakan regresi linear. Secara umum pengembalian KUT oleh petani di Kecamatan Belitang. Pkut = f (X1, X2, X3, D1, D2) Di mana : Pkut X1 X2 X3 D1 D2
= = = = =
Pengembalian KUT (Rp/mt) Produksi beras petani (Kg/mt) Pengeluaran keluarga petani (Rp/mt) Pendapatan usaha tani (Rp/mt) Variabel boneka pada variasi pengembalian lancar, tidak lancar dan belum melunasi KUT.
Gujarati (1988) menyatakan bahwa pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dianalisis dengan regresi linear berganda. Pengaruh ini diukur karena apabila variabel bebas mengambil nilai tertentu, ternyata variabel terikat tidak pasti akan berada pada nilai tertentu, maka akan berada dalam kecenderungan. Model tersebut adalah : Pkut = 0 + 1 X1 + 2 X2 + 3 X3 + 4 D1 + 5 D2 + Di mana : Pkut X1 X2 X3 D1
= = = = =
D2
=
0 1-5
= = =
Pengembalian KUT (Rp/mt) Produksi beras petani (Kg/mt) Pengeluaran keluarga petani (Rp/mt) Pendapatan usaha tani (Rp/mt) Variabel boneka 1 1 = Lapisan petani yang lancar pengembalian KUT-nya 0 = Lapisan petani lainnya Varibel boneka 2 1 = Lapisan petani yang tidak lancar pengembalian KUT-nya 0 = Lapisan petani lainnya Variabel pengganggu Konstanta Koefisien regresi
Nilai harapan koefisien regresi yang diharapkan yaitu 0, 1, 2, 3, 4 > 0, karena semakin besar produksi diharapkan akan semakin memperbesar peluang pengembalian dana KUT, begitu juga halnya dengan pendapatan usaha tani. Sebaliknya nilai harapan koefisien regresi yang diharapkan 1 < 0 karena semakin besar pengeluaran keluarga diduga akan semakin memperkecil pengembalian dana KUT. Nilai harapan koefisien regresi yang diharapkan untuk 5 bisa < 0 atau > 0. Seberapa jauh variabel bebas menjelaskan pengaruhnya (tingkat kepercayaan) terhadap variabel terikat dalam hal ini pengembalian dana KUT menurut Sudrajat (1988), dapat dilihat dari determinan regresi yang dilambangkan dengan R 2 dengan persamaan sebagai berikut : JKR (Yˆi Y ) 2 R JKT (Yi Y ) 2
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
61
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
Di mana : R2 JKR JKT
ISSN: 1979 – 8245X
= Determinan Regresi = Jumlah Kuadrat Regresi = Jumlah Kuadrat Total
Persamaan tersebut menurut Sugianto (1995) juga dapat dicari melalui persamaan berikut : xi1 yi ........ k xik yi R 2Y , X 1 , X 2 ,.....YiK 1 yi 2 Menurut Soelistyo (1982), untuk mengetahui apakah persamaan yang telah dirumuskan bermakna dalam menjelaskan variabel terikat, dalam hal ini pengembalian dana KUT (Pkut) digunakan uji F (simultan) dengan perumusan hipotesis : H0 ; i = 2 = ........ n = 0 H1 ; minimal satu i 0 Untuk mendapatkan F hitung digunakan persamaan : yi 2 / k Fhitung = 1 ei 2 / n k 1
Kaidah pengambilan keputusan : Jika Fhitung Ftabel maka terima H0 Jika Fhitung > Ftabel maka tolak H0 Selanjutnya dilakukan uji t (parsial) untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, yaitu : H0 ; i = 0 H1 ; i 0 Perhitungan digunakan persamaan berikut : bi i atau t bi thitung = hitung = S bi S bi Di mana : bi = Parameter dugaan ke-i Kaidah pengambilan keputusannya : Jika thitung ttabel maka terima H0 Jika thitung > ttabel maka tolak H0 Hipotesis kedua diuji dengan menggunakan perhitungan selisih pendapatan usaha tani yang diterima petani saat mendapatkan KUT dan saat tidak mendapatkan KUT : Pdpkut = Pn – Bp - Ckut – Pk Pdpkut = Pn – Bp – Pk Bpdp = Pdpkut – Pdptkut
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
62
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Di mana : Pdpkut = Pendapatan usaha tani dengan KUT sebagai tambahan modal usaha tani (Rp/mt) Pdptkut = Pendapatan usaha tani tanpa KUT sebagai tambahan modal usaha tani (Rp/mt) Bpdp = Selisih pendapat usaha tani (Rp/thn) Pn = Penerimaan petani (Rp/mt) Bp = Biaya produksi (Rp/mt) Ckut = Cicilan kredit usaha tani (Rp/mt) Pk = Pengeluaran keluarga petani (Rp/mt) Beda pendapatan antara pendapatan usaha tani yang memanfaatkan dengan tanpa memanfaatkan KUT sebagai tambahan modal di masing-masing daerah penelitian diuji dengan menggunakan paired sample t test atau uji t untuk dua sampel yang berpasangan, apakah mempunyai rata-rata yang secara nyata berbeda atau tidak. Sampel berpasangan (paired sample) menurut Koutsoyiannis (1997), merupakan sampel dengan subyek yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda, seperti halnya dengan mengukur beda pendapatan antara pendapatan dengan KUT dan tanpa KUT dalam penelitian ini. Hipotesis yang diajukan adalah : H0 : 1 2 H1 : 1 > 2 Di mana : 1 = Pendapatan usaha tani dengan KUT sebagai tambahan modal 2 = Pendapatan usaha tani tanpa KUT sebagai tambahan modal Kaidah pengambilan keputusan terhadap pengujian hipotesis ini adalah apabila thitung > ttabel maka H0 ditolak, artinya antara pendapatan dengan KUT dan tanpa KUT berbeda secara nyata. Sedangkan apabila thitung < ttabel maka H0 diterima, artinya antara pendapatan dengan KUT dan tanpa KUT tidak ada perbedaan yang signifikan atau tidak berbeda secara nyata. Nilai thitung menurut Cooper dan William (1998), dicari dengan menggunakan rumus : (Pdpkut - Pdptkut) thitung = ------------------------Sd / n Di mana : Pdpkut = Pendapatan usaha tani dengan KUT sebagai tambahan modal usaha tani (Rp/mt) Pdptkut = Pendapatan usaha tani tanpa KUT sebagai tambahan modal usaha tani (Rp/mt) Sd = Simpangan baku n = Jumlah sampel Sedangkan Sd didapat dengan menggunakan rumus : 1 2 Sd n 1 d d ratarata 2
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
63
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Di mana : X1 = Rata-rata pendapatan dengan pemanfaatan KUT X2 = Rata-rata pendapatan tanpa pemanfaatan KUT Sd = Simpangan baku n = Jumlah sampel d = Selisih antara X1 dan X2 Hipotesis ketiga diuji dengan menghitung kontribusi dalam modal usaha tani : Tpj Kkut = x100% Tmo Di mana : Kkut = Kontribusi KUT (%) Tpj = Total Pinjaman KUT (Rp/mt) Tmo = Total Modal Usaha Tani (Rp/mt) Hipotesis ke empat diuji untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara kontribusi KUT dalam modal usaha tani padi dengan pendapatan usaha tani padi, menurut Hallam (1990) hubungan ini bisa dicari dengan menghitung nilai korelasi antara kedua variabel tersebut. Nilai korelasi antara kontribusi KUT dalam modal dengan pendapatan usaha tani dapat dicari dengan menggunakan rumus : r
=
AiBi Ai 2 Bi 2
Dimana : r = Korelasi A = Kontribusi KUT dalam modal usaha tani (%) B = Pendapatan usaha tani (Rp/mt)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Kecamatan Belitang merupakan salah satu kecamatan dalam wilayah kerja Pembantu Bupati II Martapura Kabupaten Ogan Komering Ulu. Secara geografis Kecamatan Belitang terletak antara 3o LS sampai 4o LU dan 104o BT sampai 105o BB. Secara administratif Kecamatan Belitang berbatasan langsung dengan Kecamatan Buay Madang, Kabupaten OKI dan Propinsi Lampung. Jarak Kecamatan Belitang ke pusat kedudukan wilayah kerja Pembantu Bupati sejauh 55 km, ke ibu kota kabupaten sejauh 80 km, dan ke ibu kota provinsi sejauh 212 km. Kecamatan Belitang memiliki 58 desa, yang terdiri dari 54 desa swadaya dan 4 desa swakarsa dengan 162 dusun. Desa yang mewakili contoh petani pada penelitian ini adalah Desa Sukanegara di BK 12, Desa Karangsari di BK 11, dan Desa Sukosari di BK 9, yang kesemuanya adalah merupakan desa swadaya.
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
64
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Keadaan Tanah dan Iklim Jenis tanah di Kecamatan Belitang, penyebarannya mengikuti perbedaan bahan induk, relief permukaan tanah dan vegetasi. Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor pada tahun 1970, sebagian susunan tanah di Kecamatan Belitang berbentuk batuan grabit, diorit, trias, dengan jenis tanah alluvial dan podsolik merah kuning. Topografi dan jenis tanah di Kecamatan Belitang adalah wilayah datar sampai berombak sebanyak 87%, dan berombak sampai berbukit sebanyak 13%. Relatif datarnya topografi dan jenis tanah yang sebagian besar adalah alluvial membuat daerah ini sangat cocok untuk pengembangan produksi pertanian skala besar terutama padi, apabila setelah dikembangkan sistem irigasi yang sudah berjalan dengan baik. Sebagian besar lahan di Kecamatan Belitang merupakan lahan sawah dan sisanya berupa lahan kering yang dimanfaatkan untuk bangunan rumah dan fasilitas umum (Tabel 5). Tabel 5. Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Belitang, 2000 No. 1.
2. 3. 4.
Pemanfaatan Lahan
Luas (ha)
Persawahan : a. Irigasi teknis b. Irigasi setengah teknis c. Tadah hujan Tanah Kering Perumahan dan bangunan Fasilitas umum : a. Lapangan olah raga b. Pemakaman umum
Jumlah
Persentase
10.387,25 3.025,00 6.247,00 9.917,00 24.150,00
18,96 5,52 11,39 18,09 44,07
1.000,00 75,00
1,83 0,14
54.801,25
100,00
Sumber : Kantor Kecamatan Belitang, 2000. Data Monografi Kecamatan Belitang
Keadaan iklim di Kecamatan Belitang menurut klasifikasi Schmid dan Ferguson termaduk tipe iklim A di mana rata-rata curah hujan mencapai 1.901 mm/th dengan suhu udara bervariasi antara 21oC sampai dengan 34oC dan rata-rata penyinaran matahari 63,3%. Merupakan desa dengan iklim sama seperti daerah tropis lainnya yang mempunyai dua musim dan curah hujan rata-rata setiap bulannya sekitar 500 mm dengan suhu berkisar antara 28oC – 37oC maka tanaman karet dn tanaman pertanian lainnya dapat tumbuh secara baik. Penduduk dan Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Belitang tahun 2000 berjumlah 135.627 jiwa, yang terdiri dari 69.924 jiwa laki-laki atau 51,56 persen dan 65.703 jiwa perempuan atau 48,44 persen. Sedangkan mata pencaharian sebagian besar penduduk Kecamatan Belitang adalah di sektor pertanian, yaitu sebanyak 46.608 jiwa. Mata pencaharian terbanyak lainnya adalah pedagang, yaitu sebanyak 1,046 jiwa, beternak sebanyak 706 jiwa dan sisanya berupa pengrajin, buruh, dan pegawai negeri (Tabel 6).
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
65
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Tabel 6. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Belitang, 2000 No. 1.
2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Mata Pencaharian
Jumlah (Jiwa)
Petani : a. Pemilik tanah b. Pemilik penggarap c. Buruh tani Pedagang Peternak : a. Peternak sapi b. Peternak ayam c. Peternak kambing d. Peternak itik Pegawai negeri sipil Buruh perkebunan Pensiunan ABRI Buruh bangunan ABRI Pengrajin industri kecil Buruh industri
Jumlah
Persentase
22.331 19.098 5.179 1.046
44,73 38,25 10,37 2,09
500 101 60 45 983 279 114 108 55 14 7
1,00 0,20 0,12 0,01 1,98 0,60 0,24 0,23 0,12 0,04 0,02
49.920
100,00
Sumber : Kantor Kecamatan Belitang, 2000. Data Monografi Kecamatan Belitang
Masyarakat Kecamatan Belitang di bidang pendidikan sudah sangat tinggi kesadarannya akan peranan penting pendidikan bagi anak-anak mereka. Hal ini terlihat dari banyaknya anakanak desa ini yang menuntut pendidikan sampai ke tingkat sekolah menengah umum bahkan ke perguruan tinggi, yaitu sebanyak 152 jiwa (Tabel 7). Tabel 7. Tingkat Pendidikan Penduduk di Kecamatan Belitang, 2000 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Jiwa)
Belum sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Tamat Akademi / Sarjana Tamat Perguruan Tinggi Tidak tamat sekolah
Jumlah
Persentase
10.916 15.209 50.695 55.147 312 152 3.196
8,05 11,21 37,38 40,66 0,23 0,11 2,36
135.627
100,00
Sumber: Kantor Kecamatan Belitang, 2000. Data Monografi Kecamatan Belitang
Petani dan Kredit Usaha Tani Petani yang dikelompokkan dalam kelompok Lapisan 1 merupakan petani padi sawah pemilik penggarap yang mendapatkan KUT sebagai tambahan modal usaha taninya dan telah mengembalikan pinjaman tersebut seluruhnya (lancar pengembaliannya). Petani pada Lapisan 1 ini merupakan anggota KUD Panca Makmur yang berada di Desa Sukanegara BK 12 Kecamatan Belitang. KUD ini tercatat di Bimas OKU sebagai KUD yang anggotanya telah melunasi 100% pinjaman KUT-nya. Luas lahan sawah yang diusahakan petani bervariasi mulai dari 0,25 ha sampai dengan 2 ha (Lampiran 2). Petani yang berada pada Lapisan 2 merupakan petani padi sawah pemilik penggarap yang mendapatkan KUT sebagai tambahan modal usaha taninya dan telah mengembalikan pinjaman tetapi dalam jumlah yang beragam atau belum dikembalikan sepenuhnya (tidak Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
66
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
lancar pengembalian KUTnya). Petani pada Lapisan 2 ini merupakan anggota KUD Trisno Usaha di Desa Karangsari BK 11 Kecamatan Belitang. KUD ini tercatat di Bimas OKU sebagai KUD yang anggotanya belum melunasi pinjaman KUT seluruhnya. Luas lahan sawah yang diusahakan petani bervariasi mulai dari 0,25 ha sampai dengan 2,5 ha (Lampiran 3). Petani yang berada pada Lapisan 3 merupakan petani padi sawah pemilik penggarap yang mendapatkan KUT sebagai tambahan modal usaha taninya dan sama sekali belum mengembalikan pinjaman KUTnya. Petani pada Lapisan 3 ini merupakan anggota KUD Suko Rahayu yang berada di Desa Sukosari BK 9 Kecamatan Belitang. KUD ini tercatat di Bimas OKU sebagai KUD yang para anggotanya belum melunasi pinjaman KUT-nya. Luas lahan sawah yang diusahakan oleh petani bervariasi mulai dari 0,25 ha sampai dengan 2,5 ha (Lampiran 3). Pinjaman KUT yang diteliti pada petani Lapisan 1 adalah pinjaman KUT terakhir, yaitu untuk masa tanam musim gadu tahun 1999/2000. Pinjaman KUT seharusnya diterima pada awal musim tanam, yaitu bulan Januari dan dikembalikan pada awal musim tanam berikutnya, tetapi pada kenyataannya diterima pada bulan Maret. Dana KUT yang diterima berupa pupuk, yaitu Urea dan SP-36 sesuai dengan RDKK yang diajukan, namun pinjaman lainnya berupa dana garap dan benih tidak diterima. Terlambatnya pinjaman KUT membuat petani banyak yang mengusahakan pinjaman untuk dana garap dari orang lain, biasanya dari teman atau dari pemilik pabrik penggilingan padi. Nilai pinjaman KUT dalam penelitian ini telah dikonversikan ke dalam bentuk rupiah. Benih yang digunakan petani sebagian besar adalah jenis Ciliwung (IR-64) yang dibeli dengan harga Rp. 2.600/kg dan sebagian petani menggunakan benih hasil panen pada musim tanam sebelumnya atau tidak membeli (Lampiran 5). Pestisida yang banyak digunakan adalah Ariva, Indamin dan Furadan dengan harga bervariasi mulai dari Rp. 10.000/liter – Rp. 56.000/liter. Petani pada Lapisan 1 yang berada di Desa Sukanegara menurut laporan tahunan KUT yang tercatat di Bimas OKU termasuk kelompok petani yang lancar pengembalian KUT-nya. Lancarnya pengembalian ini disebabkan kekompakan kelompok tani di desa ini dalam mencicil KUT per bulan, walaupun pengembaliannya terhitung hampir menghabiskan waktu selama 1 tahun. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah karena 90% petani di Desa Sukanegara memiliki etnis Jawa sehingga komunikasi yang terjadi antara ketua kelompok tani dengan anggotanya menjadi lancar. Catatan-catatan mengenai keanggotaan kelompok tani, kegiatan-kegiatan bulanan kelompok tani, dan catatan mengenai cicilan KUT lengkap dan tersimpan dengan baik sehingga memudahkan peneliti untuk menelusuri pengembalian KUT oleh petani. Petani pada Lapisan 2 yang berada di Desa Karangsari menurut laporan tahunan KUT yang tercatat di Bimas OKU termasuk kelompok petani yang tidak lancar pengembalian KUTnya. Tidak lancarnya pengembalian KUT oleh petani disebabkan sebagian besar petani merasa keberatan untuk mengembalikan pinjaman secara penuh atau lunas. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah karena ragam etnit petani yang ada di desa ini sangat bervariasi, mulai dari etnis Jawa hingga Komering. Ragam etnis ini membuat penduduk menjadi terpisah-pisah kelompoknya, hal ini terlihat dari pemukiman penduduk yang saling berkelompok, sehingga komunikasi yang terjadi antara ketua kelompok tani dengan anggotanya menjadi tidak lancar. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok tani jarang dilakukan dan hubungan antara ketua kelompok tani dengan anggotanya juga tidak sebaik kelompok tani pada petani Lapisan 1. Tidak serasinya hubungan anggota dalam kelompok tani ini terlihat dari catatan-catatan mengenai keanggotaan kelompok yani dan catatan mengenai cicilan KUT petani yang asalasalan, sehingga data mengenai cicilan KUT petani menjadi sulit untuk ditelusuri. Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
67
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Pinjaman KUT yang diteliti pada petani Lapisan 2 adalah pinjaman KUT terakhir, yaitu untuk masa tanam musim gadu tahun 1999/2000. Pinjaman KUT seharusnya diterima pada awal musim tanam, yaitu bulan Januari dan dikembalikan pada awal musim tanam berikutnya, tetapi pada kenyataannya diterima pada bulan Maret. Dana KUT yang diterima berupa pupuk, yaitu Urea dan SP-36 tidak sesuai dengan RDKK yang diajukan sehingga banyak petani yang mengambil pupuk tersebut terpaksa menggunakan dan bahkan ada yang tidak mau menggunakan sehingga pada saat mengembalikan pinjaman, petani merasa tidak perlu melunasi secara penuh. Pinjaman lainnya berupa dana garap dan benih tidak diterima, hal ini juga membuat petani merasa dipermainkan. Banyak petani yang akhirnya menggunakan benih secara asal, mencari benih dengan harga murah dan sebagian lagi banyak menggunakan benih hasil panen saat musim gadu. Nilai pinjaman KUT dalam penelitian ini telah dikonversikan ke dalam bentuk rupiah. Benih yang digunakan petani sebagian besar adalah jenis Ciliwung (IR-64) yang dibeli dengan harga Rp. 2.600/kg dan sebagian petani menggunakan benih hasil panen pada musim tanam sebelumnya (Lampiran 6). Pestisida yang banyak digunakan adalah Ariva, Indamin, Furadan dan Gandosal B dengan harga bervariasi mulai dari Rp. 10.000/liter – Rp. 56.000/liter. Petani pada Lapisan 3 yang berada di Desa Sukosari menurut laporan tahunan KUT yang tercatat di Bimas OKU termasuk kelompok petani yang sama sekali belum melunasi pinjaman KUT-nya. Faktor utama yang membuat petani tidak dapat mengembalikan pinjaman adalah karena rendahnya produksi beras yang dihasilkan petani disebabkan oleh luapan air Sungai Macak, terlebih-lebih pada saat musim penghuja menyebabkan banjirnya areal sawah petani. Banjir yang dialami petani di Desa Sukosari ini terjadi selama dua musim tanam berturut-turut hingga saat ini belum ada penanggulangannya dari pihak pemerintah. Banjir yang berasal dari Sungai Macak ini sebetulnya berasal dari limpahan air sungai yang meluap akibat pembuangan air yang tidak lancar di musim penghujan karena dampak pembangunan irigasi tersier oleh PU setempat. Alasan lainnya mengapa petani sama sekali tidak berusaha melunasi pinjaman KUT karena petani merasa keberatan untuk mengembalikan pinjaman secara penuh adalah karena perasaan tidak puas petani karena pinjaman KUT yang didapat tidak sama dengan yang diajukan pada RDKK. Pinjaman KUT yang diteliti pada petani Lapisan 3 adalah pinjaman KUT terakhir, yaitu untuk masa tanam musim gadu tahun 1999/2000. Pinjaman KUT seharusnya diterima pada awal musim tanam, yaitu bulan Januari dan dikembalikan pada awal musim tanam berikutnya, tetapi pada kenyataanya diterima pada bulan Maret. Dana KUT yang diterima berupa pupuk, yaitu Urea dan SP-36 tidak sesuai dengan RDKK yang diajukan sehingga banyak petani yang mengambil pupuk tersebut terpaksa menggunakan dan bahkan ada yang tidak mau menggunakan sehingga pada saat mengembalikan pinjaman, petani merasa tidak perlu melunasi secara penuh. Pinjaman KUT oleh petani tidak hanya dipengaruhi oleh hal ini, tetapi juga karena rendahnya produksi beras di tingkat petani. Nilai pinjaman KUT dalam penelitian ini telah dikonversikan ke dalam bentuk rupiah. Benih yang digunakan petani sebagian besar adalah jenis Ciliwung (IR-64) yang dibeli dengan harga Rp. 2.600/kg dan sebagian petani menggunakan benih hasil panen pada musim tanam sebelumnya (Lampiran 7). Pestisida yang banyak digunakan adalah Ariva, Indamin, Furadan dan Gandosal B dengan harga bervariasi mulai dari Rp. 10.000/liter – Rp. 56.000/liter. Produksi beras petani padi sawah irigasi teknis khususnya petani Lapisan 1 dan Lapisan 2 bervariasi sesuai dengan luas lahan masing-masing, yaitu antara 3500 kg/ha – 4000 kg/ha. Hal ini tidak berlaku pada petani Lapisan 3, karena selama dua musim tanam berturut-turut lahan sawah petani Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
68
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
mengalami banjir (Karena limpahan aliran Sungai Macak saat pembuatan saluran irigasi tersier, mengakibatkan pembuangan air menjadi tidak lancar) sehingga padi banyak yang mengalami puso. Produksi beras petani yang seharusnya mampu dicapai sebanyak 4 ton/ha hanya dicapai setengahnya saja atau kurang dari setengahnya, sehingga petani pada Lapisan 3 tidak mampu mengembalikan pinjaman KUT. Rata-rata produksi beras pada petani Lapisan 1 adalah 3.733,80 kg/ha/mt atau 2.633,33 kg/luas garapan (Lampiran 8), sedangkan pada petani Lapisan 2 adalah 3.882,77 kg/ha/mt atau 2.093,33 kg/luas garapan (Lampiran 9), dan pada petani Lapisan 3 sebesar 2.632,22 kg/ha/mt atau 1.730 kg/luas garapan (Lampiran 10). Rendahnya penerimaan yang didapat petani Lapisan 3 karena rendahnya produksi yang dicapai dan hal ini membuat banyak petani berada dalam kondisi miskin. Pendapatan yang dicapai petani tidak hanya tidak bisa melunasi pinjaman KUT, tetapi juga tidak mencukupi kebutuhan pokok petani. Pada musim rendengan, biaya-biaya usaha tani yang dikeluarkan tidak jauh berbeda dengan saat musim tanam gadu. Petani pada Lapisan 1, 2 dan 3 banyak yang memilih untuk memaka benih padi dari hasil panen pada musim gadu untuk menghemat biaya. Selain biaya benih, biasanya di musim rendengan petani menghemat biaya tenaga kerja karena semua komponen biaya ini nantinya mempengaruhi besarnya biaya total produksi. Rata-rata biaya total produksi yang dikeluarkan oleh petani Lapisan 1 adalah Rp. 1.037.010,40 ha/mt, sedangkan pada petani Lapisan 2 sebesar Rp. 1.141.791 ha/mt, dan pada petani Lapisan 3 sebesar Rp. 1.065.176,33 ha/mt. Rendahnya produksi dan beban biaya produksi yang semakin meningkat mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani. Pendapatan yang diterima oleh petani Lapisan 1 adalah sebanyak 2.459.870,83 ha/mt, sedangkan pendapatan pada petani Lapisan 2 sebesar Rp. 2.519.179 ha/mt, dan pada petani Lapisan 3 adalah sebesar Rp. 867.166 ha/mt. Table 8. Rata-Rata Produksi, Biaya Produksi Total, Penerimaan dan Pendapatan pada Ketiga Lapisan Petani Padi Sawah Irigasi Teknis di Kecamatan Belitang Petani Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3 Petani Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3
Produksi (kg)
Per luas garapan Biaya total (Rp/mt) Penerimaan (Rp/mt)
Pendapatan (Rp/mt)
2.633,33
722.940,40
4.740.000,00
1.975.430,83
2.093,33
522.138,43
3.768.000,00
1.695.250,26
1.730,00
713.023,00
3.666.000,00
311.369,43
Produksi (kg)
Per hektar Biaya total (Rp/mt) Penerimaan (Rp/mt)
Pendapatan (Rp/mt)
3.733,80
1.037.010,00
4.691.533,00
2.459.870,83
3.882,77
1.141.791,00
6.725.000,00
2.519.179,00
2.632,22
1.069.176,33
4.738.000,00
867.369,43
Bila dibandingkan antara pendapatan usaha tani yang di hasilkan pada musim gadu dan musim rendengan, maka ada selisih pendapatan usaha tani yang di terima oleh petani. Selisih
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
69
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
pendapatan ini sering disamakan pengertiannya sebagai kenaikan pendapatan. Besarnya selisih pendapatan pada petani lapisan 1, 2 dan 3 dapat dilihat pada lampiran 14, 15, dan 16. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian KUT Banyak faktor yang mempengaruhi pengembalian KUT oleh petani. Penelitian ini membahas beberapa faktor yang dianggap besar pengaruhnya terhadap pengembalian kredir tersebut antara lain: produksi (X1), pendapatan usaha tani (X2), pengeluaran keluarga (X3), dan variasi pengembalian/variabel boneka antara petani yang lancar pengembalian KUT-nya (D1) dan petani yang tidak lancar pengembalian KUT-nya (D2). Kelima variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan model regresi linear berganda. Hasil analisis dengan model segresi linier berganda (Lampiran 17) menunjukkan bahwa : Pkut
=
107909,759 + 570,180 X1* - 0,400 X2* + 0,314 X3 * Se (βi) (102,197) (0,066) (0,090) t hitung (5,579) (-4,727) (4,431) + 379868,663 DI* (34860,288) (10,897) n = 90
Keterangan : * ** ***
+
115348,066 D2* (31505,004) (3,661)
R2 = 0,872
F (5,84) = 114,797
= Berbeda nyata pada α = 0,05 = Berbeda nyata pada α = 0,10 = Berbeda nyata pada α = 0,15
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) cukup tinggi, yaitu sebesar 0,872. Hal ini menunjukan bahwa 87,23% variasi pengambalian KUT oleh ketiga lapisan petani dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi, pengeluaran keluarga , pendapatan usaha tani, dan variable boneka berupa variasi pengembalian pinjaman KUT oleh petani antara yang lancar pengembalian, tidak lancar pengembalian dan belum melunasi pengembalian. Nilai F hitung adalah sebesar 114,707 pada tingkat kepercayaan 87,23 % lebih besar dibandingkan dengan F tabel pada α = 0,05 sebesar 13,93. keputusan statistic menyatakan bahwa hasil pengujian adalah berbeda nyata maka Ho ditolak Ha diterima, artinya pengembalian KUT dipengaruhi secara simultan oleh faktor-faktor produksi, pengeluaran keluarga, pendapatan usaha tani dan variabel boneka berupavariasi pengembalian KUT oleh petani. Pengaruh Produksi Hasil analisi regresi linear berganda menunjukan bahwa variabel produksi berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUT. Dari hasil analisis juga di ketahui bahwa setiap adanya kenaikan produksi sebesar 1 kg maka akan menngkatkan pengembalian KUT oleh petani sebesar Rp. 13,81. Produksi yang tinggi memang menjadi harapan semua petani apalagi bila biaya yang dikeluarkan untuk usaha tani tersebut sangat besar. Produksi menjadi suatu hal yang sangat penting apabila modal pinjaman yang harus dikembalikan dalam jangka waktu tertentu, karena Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
70
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
penerimaan usaha tani harus bisa disisihkan sebagian untuk melunasi pinjaman tersebut. Produksi yang tinggi akan menentukan penerimana usaha tani, selain faktor harga komoditi. Produksi beras petani padi sawah irigasi teknis khususnya petani lapisan 1 dan lapisan 2 bervariasi sesuai dengan luas lahan masing-masing, yaitu antara 3.500 kg/ha-4.000 kg/ha. Hal ini tdak berlaku pada petani lapisan 3, karena selama dua musim tanam berturut-turut lahan sawah petani mengalami banjir (karena limpahan air sungai macak saat pembuatan saluran irigasi tersier, mengakibatkan pembuangan air menjadi tidak lancar) sehingga padi banyak mengalami puso. Produksi beras petani yang seharusnya mampu dicapai sebanyak 4 ton/ha hanya dicapai setengahnya saja atau kurang dari setengahnya, sehingga petani pada lapisan 3 tidak mampu mengembalikan pinjaman KUT. Rata-rata produksi beras pada petani lapisan 1 adalah 3.733,80 kg/ha/mt, sedangkan pada petani lapisan 2 adalah 3.882,77 kg/ha/mt, dan pada petani lapisan 3 sebesar 2.632,22 kg/ha/mt. rendahnya penerimaan yang didapat petani lapisan 3 karena rendahnya produksi yang dicapai dan hal ini membuat banyak petani berada dalam kondisi miskin. Pendapatan yang dicapai petani tidak hanya tidak bias melunasi pinjaman KUT, tetapi juga tidak mencukupi kebutuhan pokok petani. Pengaruh Pengeluaran Keluarga Hasil analisis regresi linier berganda menunjukan variable pengeluaran keluarga berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUT. Setiap kenaikan pengeluaran keluarga sebesar Rp.1 maka akan menurunkan KUT sebesar Rp. 3,83. Pengeluaran keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya pendapatan yang mampu dicapai petani, apabila biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi keluarga sangat besar setaip bulannya maka pendapatan yang bisa dicapai pun akan berkurang dengan sendirinya. Rata-rata pengeluaran keluarga petani lapisan 1adalah Rp. 1.485.000/mt, sedangkan pada petani lapisan 2 sebesar Rp. 1.166.000/mt dan petani lapisan 3 adalah Rp. 1.402.666,66/mt. Pengeluaran keluarga yang besar biasanya disebabkan oleh banyaknya jumlah anggota keluarga, umur, dan tingkat pendidikan karena semakin tinggi tingkat pendidikan anak maka semakin besar biaya pendidikan yang dikeluarkan, begitu juga dengan konsumsi sehari-hari petani. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin besar konsumsi yang dikeluarkan oleh petani. Besarnya nilai pengeluaran keluarga ini akan mengurangi besarnya pendapatan petani. Itulah sebabnya mengapa pengeluaran keluarga menjadi salah satu tolak ukur besarnya pengembalian KUT yang mampu dibayar oleh petani. Pengaruh Pendapatan Usaha tani Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel pendapatan usaha tani berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUT. Bila pendapatan usaha tani meningkat sebesar Rp. 1 maka akan meningkatkan besarnya pengembalian KUT oleh petani sebesar Rp. 4,33. Rata-rata pendapatan usaha tani pada petani lapisan 1 adalah sebesar Rp.2.495.870,83/ha/mt, sedangkan pada petani lapisan 2 sebesar Rp.2.519.179,00/ha/mt dan rata-rata pendapatan pada petani lapisan 3 sebesar Rp. 867.166,33/ha/mt.
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
71
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Table 9. Rata-Rata Produksi, Pengeluaran Keluarga dan Pendapatan Petani Padi Sawah Irigasi Teknis Kecamatan Belitang No. 1. 2. 3.
Petani Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3
Rata-Rata Produksi (kg/ha/mt)
Rata-Rata Pengeluaran Keluarga (Rp/mt)
Rata-Rata Pendapatan Usaha Tani (Rp/ha/mt)
3.733,80 3.882,77 2.632,22
1.485.000,00 1.166.000,00 1.402.666,66
2.459.870,83 2.519.179,00 867.166,33
Variabel Boneka (D1) Hasil analisis regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai koefisien variable boneka (D1) adalah +379868,663. Hal ini menunjukan bahwa pengembalian KUT oleh petani lapisan 1 (lancar pengembalian) lebih tinggi dari petani yang lainnya rata-rata sebesar Rp. 379.868,663. Variabel Boneka (D2) Hasil analisis regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai koefisien variabel boneka (D2) adalah +115348,066. Hal ini menunjukan bahwa pengembalian KUT oleh petani lapisan 2 (tidak lancar pengembalian KUT) lebih tinggi dari petani yang lainnya rata-rata sebesar Rp. 115.348,066 Beda Pendapatan Petani yang Lancar Pengembalian KUT Pendapatan pada petani lapisan 1 dari hasil penelitian menunjukan kenaikan rata-rata sebesar Rp. 127.315,0/mt. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa kenaikan pendapatan ini memang ada walaupun kecil. Adanya beda pendapatan yang menginsyaratkan adanya kenaikan pendapatan pada petani lapisan 1 membuat petani mampu melunasi pinjaman KUT walaupun dengan cara mencicil selama hampir satu tahun. Beda pendapatan usaha tani yang diterima oleh petani apabila dibandingkan antara pendapatan saat mendapatkan kredit usaha tani (musim gadu) dengan pendapatan saat tidak mendapatkan kredit (musim rendengan), berdasarkan hasil uji t menunjukkan nilai thitung sebesar 4,83 lebih besar dari ttabel sebesar 2,462. keputusan terhadap hipotesis berdasarkan analisis ini adalah ditolak Ho, yang artinya beda pendapatan yang terjadi antara pendapatan dengan KUT dan tanpa KUT pada lapisan 1 (lancar pengembalian) berbeda secara nyata pada tingkat kepercayaan 99%. Besarnya nilai thitung dari pada ttabel menunjukan adanya perbedaan pendapatan saat petani menggunakan KUT dengan pendapatan pada saat tidak mendapatkan KUT. Hal ini menunjukkan ada peranan KUT dalam meningkatkan pendapatan usaha tani padi terhadap petani lapisan 1 walaupun hanya sedikit. Beda Pendapatan Petani yang Tidak Lancar Pengembalian KUT Pendapatan petani pada lapisan 2 dari hasil penelitian menunjukan penurunan pendapatan, yaitu rata-rata sebesar Rp. 22.070,80/mt. hal ini terjadi karena pinjaman KUT dating terlambat sehingga ada sebagian petani yang mengusahakan pinjaman dari pihak lain khususnya untuk dana garap. Rendahnya produksi, tingginya pengeluaran keluarga dan pendapatan yang rendah membuat petani merasa keberatan untuk melunasi pinjaman KUT. Sebagian besar petani menganggap manfaat pinjaman KUT dalam menambah modal usaha tani mereka hampir dirasakan tidak ada manfaatnya sama sekali.
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
72
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Beda pendapatan usaha tani yang diterima oleh petani pada lapisan 2, apabila dibandingkan antara pendapatan saat mendapatkan KUT dengan pendapatan saat tidak mendapatkan kredit berdasrakan hasil uji t menunjukkan nilai thitung lebih besar dari ttabel, yaitu sebesar 1, 821 sedangkan ttabel pada tingkat kepercayaan 95% adalah 1,699. keputusan terhadap hipotesis berdasarkan analisis ini adalah tolak Ho, yang artinya beda pendapatan yang terjadi antara pendapatan dengan KUT dan tanpa KUT pada petani lapisan 2 (tidak lancar pengembalian) berbeda secara nyata. Ditolaknya hipotesis nol berdasarkan analisis menunjukkan bahwa sebetulnya ada peranan KUT dalam meningkatkan pendapatan petani lapisan 2 walaupun hanya sedikit. Adanya kenaikan atau penurunan pendapatan tergantung dari bagaimana petani sebagi individu memanfaatkan pinjaman tersebut dalam berusaha tani. Ada petani yang sepenuhnya memanfaatkan pinjaman sebagai tambahan modal berusaha tani, tetapi pada kenyataannya juga ada petani yang memanfaatkan sebagian pinjaman KUT untuk keperluan lainnya atau kebutuhan yang di luar usaha tani. Beda Pendapatan Petani yang Belum Melunasi KUT Pendapatan pada petani lapisan 3 dari hasil penelitian menunjukkan penurunan rata-rata sebesar Rp. 28.638,01/ha/mt. hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan petani cenderung mengalami penurunan. Kecenderungan turunnya pendapatan disebabkan karena terjadinya banjir akibat luapan air Sungai Macak. Luapan air ini sebagian besar berasal dari luapan air akibat pembuatan saluran irigasi tersier disekitar Desa Sukosari. Gagal panen selama dua musim tanam berturut-turut tidak bisa dihindarkan sehingga menyebabkan petani menjadi rugi dan tidak mendapatkan keuntungan dalam berusaha tani sekalipun telah mendapatkan pinjaman KUT sebagai tambahan modal. Table 10. Rata-Rata Beda Pendapatan Petani Padi Sawah Irigasi Teknis Kecamatan Belitang No. 1. 2. 3.
Petani Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3
Rata-Rata Beda Pendapatan (Rp/tahun) 127.315,00 22.070,80 28.638,01
Beda pendapatan usaha tani yang diterima oleh petani pada lapisan 3, apabila dibandingkan antara pendapatan saat mendapatkan KUT dengan pendapatan saat tidak mendapatkan kredit berdasarkan hasil uji t menunjukkan nilai thitung lebih kecil dari ttabel, yaitu hanya sebesar 0,076 sedangkan ttabel pada tingkat kepercayaan 90% adalah 1,311. keputusan terhadap hipotesis berdasarkan analisis ini adalah terima Ho, yang artinya beda pendapatan yang terjadi antara pendapatan KUT dan tanpa KUT pada petani lapisan 3 (belum melunas KUT) tidak berbeda nyata. Diterimanya hipotesis nol berdasarkan aqlaisis menunjukan bahwa peranan KUT dalam meningkatkan pendapatan pada petani lampiran 3 hampir tidak ada, karena antara pendapatan petani saat mendapatkan KUT dengan saat tidak mendapatkan KUT ternyata tidak berbeda secara nyata (Lampiran 18, 19 dan 20).
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
73
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Table 11. Hasil Uji t Terhadap Beda Pendapatan Antara Pendapatan Usaha Tani Saat Mendapatkan KUT dan Saat Tidak Mendapatkan KUT pada 3 Lapisan Petani di Kecamatan Belitang (dalam ribuan rupiah) Petani Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3
Rata-Rata Beda Pendapatan Sebelum Mendapat KUT 1690,623 257,866 10999,95
Sesudah Mendapat KUT 2162,869 169,174 -372,54
thitung
ttabel
Keputusan
4,830 1,821 0,076
2,462a 1,699b 1,311c
Ho ditolak Ho ditolak Ho diterima
Keterangan : a = Nyata pada taraf kepercayaan 99% b = Nyata pada taraf kepercayaan 95% c = Nyata pada taraf kepercayaan 90%
Kontribusi KUT dalam Modal Usaha tani Kehadiran KUT dalam modal usaha tani sedikit banyaknya berpengaruh terhadap keberadaan modal usaha tani, walaupun terkadang jumlah yang dicairkan dan sampai ke tangan petani tidak sebesar yang diharapkan. Pinjaman tersebut kemudian digunakan sebagai tambahan modal usaha tani yang tujuan akhirnya tentu saja adalah untuk meningkatkan pendapatan usaha tani. Keberadaan KUT dalam modal usaha tani inilah yang dimaksud kontribusi KUT dalam modal usaha tani. Pada petani lapisan 1, konstribusi KUT dalam modal memiliki rata-rata sebesar 42,57% dengan kontribusi tertinggi sebesar 58,64% dan kontribusi tertinggi sebesar 56,20% dan kontribusi terendah sebesar 34,45%. Pada petani lapisan 2, dengan kontribusi KUT dalam modal memiliki rata-rata sebesar 42,37% dengan kontribusi tertinggi sebesar 56,20% dan kontibusi terendah sebesar 38,54%. Pada petani lapisan 3, kontribusi KUT dalam modal memilikirata-rata sebesar 24,26% dengan kontribusi tertinggi sebesar 57,47% dan kontribusi terendah sebesar 6,13% (Tabel 12). Table 12. Rata-Rata Kontribusi KUT dalam Modal Usaha Tani pada Petani Sawah Irigasi Teknis Kecamatan Belitang No.
Petani
1. 2. 3.
Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3
Rata-Rata Kontribusi KUT dalam Modal (%) 42,57 42,37 24,26
Kontribusi Tertinggi 58,64 56,20 57,47
Kontribusi Terendah 34,45 38,54 6,13
Korelasi Kontribusi KUT Dengan Pendapatan Usaha tani Hasil analisi korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif terjadi antara kedua variabel tersebut terutama pada petani lapisan 1. berdasarkan hasil analisis didapat angka +0,725 yang menunjukkan semakin besar kontribusi KUT dalam modal usaha tani maka akan semakin besar pula pendapatan yang bisa diraih petani. Korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani pada petani lapisan 1 ini bersifat kuat karena berada di atas nilai 0,5 (Lampiran 21). Semua angka probabilitas pada Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
74
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani pada letani lapisan 1 adalah 0,000 maka artinya semua variabel memang secara nyata berkorelasi. Hasil analisis berupa korelasi antara kontribusi KUT dalam modal usaha tani dengan pendapatan usaha tani dapat dilihat pada tabel 13. Table 13. Korelasi Antara Kontribusi KUT dalam Modal Usaha Tani dengan Pendapatan Usaha Tani Padi pada Petani Padi Sawah Irigasi Teknis Kecamatan Belitang No. 1. 2. 3.
Petani Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3
Korelasi + 0,725 + 0,743 + 0,096
n 30 30 30
P 0,000 0,000 0,614
Hasil analisi korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani pada petani lapisan 2 menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif terjadi antar kedua variabel tersebut. Berdasarkan hasil analisi didapat angka +0,743 yang menunjukkan semakin besar pula pendapatan usaha tani yang bisa diraih petani. Korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani pada petani lapisan 2 ini bersifat kuat karena berada diatas nilai0,5. Semua angka probabilitas pada korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani pada petani lapisan 2 adalah 0,000 maka artinya semua variabel memang secara nyata berkorelasi (Lampiran 22). Hasil analisi korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani pada petani lapisan 3 menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif terjadi antara kedua variabel tersebut (Lampiran 23). Berdasarkan hasil analisis didapat angka +0,096 yang menunjukkan semakin besar kontribusi KUT dalam modal usaha tani maka akan semakin besar pula pendapatan usaha tani yang bisa diraih petani, sayngnya korelasi ini sifatnya lemah karena berada dibawah nilai 0,5. semua angka probabilitas pada korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani pada petani lapisan 3 adalah 0,614 maka artinya semua variabel tidak signifikan atau tidak secara nyata berkorelasi karena angka probabilitasnya berada di atas 0,01.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian pembahasan terhadap fokus masalah yanga ada dalam penelitian ini, maka selanjutnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengembalian kredit usaha tani oleh petani padi sawah irigasi teknis di Kecamatan Belitang Kabupaten OKU di pengaruhi secara nyata oleh produksi, pengeluaran keluarga dan pendapatan usaha tani. 2. Ada beda pendapatan saat petani mendapatkan kredit usaha tani dengan saat tidak mendapatkan kredit usaha tani, khusunya pada petani yang lancar pengembalian dan tidak lancar pengembalian KUT-nya. Hal ini tidak terjadi pada petani yang belum melunasi pengembalian. 3. Ada kontribusi kredit usaha tani dala modal usaha tani padi sawah irigasi teknis walupun nilainya sangat kecil, di mana pada petani yang lancar pengembalian rata-rata sebesar 42,
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
75
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
57%, pada petani yang tidak lancar pengembalian sebesar 42,57% dan pada petani belum melunasi pengembalian sebesar 24,26%. 4. Ada korelasi positif yang terjadi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani padi sawah irigasi teknis. Saran 1. Disarankan pada pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah dampak pembangunan irigasi tersier di sekitar Desa Sukosari yang membuat sawah petani selalu tergenang air dari limpahan Sungai Macak dan membuat petani gagal panen. 2. Diharapkan penelitian selanjutnya mampu menganalisis kemacetan KUT tidak hanya dari sisi petani, tetapi juga dari sisi lembaga yang terlibat (LSM dan KUD).
DAFTAR PUSTAKA Cramer, G and W. Clarence. 1991. Agricultural Economics and Agribussines. Fifth Edition. New York: John Wiley and Sons, Inc. Cooper, R dan C. William. 1998. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Erlangga. Downey, D dan P. Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Perguson, C.E and S.C. Maurice. 1978. Economics Analysis. Illinois: Richard P. Darwin, Inc. Gujarati. 1988. Basic Econometric. MC Graw-Hill Book Company. Hallam, D. 1990. Econometrica Modeling of Agricultural Commodity Markets. London and New york Hernanto, 1993. Ilmu Usaha Tani. Jakarta: Penebar Swadaya. Judge, G.G., W.E. Griffiths., R. Carter Hill and Tsoung-Chool. 1980. The Theory and Practice of Econometrics. New York: John Willey & Sons. Kadarsan, W.H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Koutsoyiannis, A. 1997. Theory of Econometrics : An Introductory Exposition of Econometric Method. Second Edition. London: Mac Milan Publisher Ltd. Mubyarto.1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES. Mosher, A.T. 1981. Menggerakan dan Membangun Pertanian. Jakarta: Yasa Guna. Santoso, S.2000. Statistik Parametrik. Jakarta: Elexmedia Komputindo.
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
76
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Soekartawi. 1993. Resiko dan Ketidakpastian Dalam Agribisnis, Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soelistyio. 1982. Pengantar Ekonometrik I. Yogyakarta: FE Universitas Gadjah Mada. Sudrajat, S. 1998. Mengenal Ekonometrika. Bandung: Armico. Sugianto, C. 1995. Ekonometrika Terapan. Yogyakarta: BPFE. Sumardi, M dan H. Evers. 1985. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: CV. Rajawali Press. Sumber Lain Effendi, M. 1999. “Peranan Koperasi Dalam Peningkatan Produksi Pertanian, Kredit Usaha Tani, Penyaluran Pupuk dan Pemasaran”. Makalah Disampaikan pada Pelatihan Sarjana Pendamping di Universitas Sriwijaya Kerjasama Departemen Pertanian, Departemen Koperasi dan Institusi Pertanian Bogor. Universitas Sriwijaya. Palembang. Lifianthi dan Husin, L. 1996. “Ekonomi Produksi Pertanian”. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Inderalaya. (Tidak diterbitkan). Sekretariat Satuan Pelaksana Bimas Kabupaten Ogan Komering Ulu. 2000. “Laporan dan Tinjauan Hasil Pelaksanaan Program Intensifikasi Pertanian”. Kabupaten Ogan Komering Ulu. Baturaja. Sinar Tani, Januari 2000. Kredit Usaha Tani dan Permasalahannya. Jakarta. Syarkowi, F. 1987. “Metode Penelitian Sosial”. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Palembang. (Tidak diterbikan). Vitalaya, A. 1999. “Program Peningkatan Penyuluhan Pertanian untuk Memberdayakan Masyarakat Tani Menuju Ketahanan PanganNasional 1999/2000”. Kerjasama Departemen Pertanian, Institusi Pertanian Bogor, Departeman Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah. Jakarta.
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77
77