FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN PERBANKAN YANG LISTING DI BEI TAHUN 2006 β 2008
Nama : Eka Adhi Prasetyo Dosen Pembimbing : Dra. Irine Rini Demi Pangestuti, ME.
ABSTRACT
The aims of this study is to analyze financial ratio CAR, accomplishment of PPAP, NPL, BOPO, NIM, ROA, ROE and LDR (CAMEL) to predict the financial distress condition of banking companies which is listing in BEI. CAMEL method which is the standard of Indonesian Bank SE BI No. 7/10/DPNP 31 Maret 2005 used to predict the financial distress condition banking companies in order to assess bank healthy level. The problem of this research is caused by the contradiction (research gap) of the previous research. Purposive sampling method used to take the sample of this research with 25 sample banking companies that suite with the criterion. The data that used was secondary data obtained from Indonesian Banking Directory from 2006 until 2008. The research method used to analyze the hypothesis of this research was logistic regression. The results shows that CAR, NPL, and BOPO ratio significant and positively influence the prediction of the financial distress condition banking companies which is listing in BEI. Accomplishment ratio of PPAP and ROE had a negative but not significant effect. LDR ratio significant and negatively influence the prediction of the financial distress condition banking companies which is listing in BEI. ROA ratio had a positive but not significant effect.
Keyword : Financial Distress, Financial Ratios, CAMEL, Logistic Regression.
1
PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, terutama setelah krisis perbankan perhatian pemerintah di berbagai negara termasuk Indonesia terhadap kebijakan pengaturan dan pengawasan bank semakin besar. Perhatian tersebut karena semakin disadari arti penting dan peranan strategis sektor perbankan dalam suatu perekonomian. Kegagalan suatu bank khususnya yang bersifat sistemik akan mengakibatkan terjadinya krisis yang dapat mengganggu kegiatan suatu perekonomian. Riset yang dilakukan Lindgren (1996) menunjukkan bahwa banyak negara yang perekonomiannya rusak sebagai akibat tidak sehatnya sektor perbankan. Sektor keuangan, terutama di negara-negara berkembang masih didominasi oleh lembaga perbankan. Menurut Yunus Husein (2003) industri perbankan Indonesia menguasai sekitar 93% dari total aset industri keuangan. Dalam kondisi yang demikian, apabila lembaga perbankan tidak sehat dan tidak dapat berfungsi secara optimal maka dapat dipastikan berakibat pada terganggunya kegiatan perekonomian. Menurut Andrew Crocckett (1997) stabilitas dan kesehatan sektor perbankan sebagai bagian dari stabilitas sektor keuangan terkait erat dengan kesehatan suatu perekonomian. Bila suatu sistem perbankan dalam kondisi yang tidak sehat, maka fungsi bank sebagai lembaga intermediasi tidak akan berfungsi dengan optimal. Dengan terganggunya fungsi intermediasi tersebut, maka alokasi dan penyediaan dana dari perbankan untuk kegiatan investasi dan pembiayaan sektor-sektor yang produktif dalam perekonomian menjadi terbatas. Sistem perbankan yang tidak sehat juga akan mengakibatkan lalu lintas pembayaran yang dilakukan oleh sistem perbankan tidak lancar dan efisien. Selain itu, sistem perbankan yang tidak sehat akan menghambat efektifitas kebijakan moneter. Kebangkrutan adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu untuk menjalankan operasi perusahaan dengan baik. Sedangkan kesulitan keuangan (financial distress) adalah kesulitan keuangan atau likuiditas yang mungkin sebagai awal kebangkrutan (Perwira, 2009 dalam Endri, 2008). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Almilia (2004) mendefinisikan kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dimana perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturutturut serta perusahaan tersebut telah di merger.
2
Suwarsono (dikutip oleh Tarmizi dan Kusno, 2003) Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Ada beberapa tanda atau indikator manajerial dan operasional yang muncul ketika perusahaan mengalami kebangkrutan. Bank-bank yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) akan lebih tertekan jika sudah mengarah ke arah kebangkrutan karena adanya biaya-biaya tambahan. Dalam upaya menekan biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan, para regulator dan para manajer perusahaan berupaya bertindak cepat mencegah kebangkrutan atau menurunkan biaya kegagalan tersebut, yaitu dengan mengembangkan metode early warning systems (EWS) untuk memprediksi permasalahan potensial yang terjadi pada perusahaan. Tingkat kesehatan bank dapat dinilai menggunakan beberapa indikator. Salah satu indikator utama yang sering dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank. Analisis rasio keuangan memungkinkan pihak manajemen untuk mengidentifikasikan perubahan-perubahan pokok pada trend jumlah, dan hubungan serta alasan perubahan tersebut. Hasil analisis laporan keuangan dapat membantu menginterpretasikan berbagai hubungan kunci
serta
kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan di masa mendatang (Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengetahui kinerja bank adalah rasio keuangan Capital, Assets quality, Management, Earnings, Liquidity dan Sensitivity to Market Risk
(CAMELS). Dalam prakteknya di Indonesia CAMELS digunakan sebagai
indikator penilaian kesehatan bank umum sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No.6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 dan Surat Edaran No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
3
Tabel 1.1 Sistem Peringkat CAMEL No. 1.
Faktor yang Dinilai Permodalan
Komponen
Bobot (%)
Rasio modal terhadap aktiva tertimbang
25
menurut risiko. 2.
Kualitas
Aktiva a. Rasio
Produktif
dari
aktiva
diklasifikasikan
produktif
terhadap
yang
25
aktiva
produktif. b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif
yang
penyisihan
dibentuk
terhadap
penghapusan
aktiva
5
produktif yang wajib dibentuk. 3.
Manajemen
a. Manajemen umum.
10
b. Manajemen risiko. 4.
Rentabilitas
15
a. Rasio laba terhadap rata-rata volume
5
usaha. b. Rasio
biaya
terhadap
pendapatan 5
operasional. 5.
Likuiditas
a. Rasio kewajiban bersih call money
5
terhadap aktiva lancar dalam rupiah. b. Rasio
kredit
terhadap
dana
diterima dalam rupiah dan valas.
yang 5
Sumber : Bank Indonesia (2002). Penilaian tingkat kesehatan diterapkan dalam empat golongan predikat tingkat kesehatan bank sebagai berikut : a. Nilai kredit 81 % - 100 % diberi predikat sehat. b. Nilai kredit 66 % - 81 % diberi predikat cukup sehat. c. Nilai kredit 51 % - 66 % diberi predikat kurang sehat. d. Nilai kredit 0 % - 51 % diberi predikat tidak sehat. 4
TELAAH PUSTAKA
Plat dan Plat (dalam Luciana, 2006) mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Hofer (1980) dan Whitaker
(1999) mengumpamakan kondisi
financial distress sebagai suatu kondisi dari perusahaan yang mengalami laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun tersebut. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Luciana (2004) mendefinisikan kondisi financial distress sebagai suatu kondisi di mana perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di merger.
Pengaruh CAR terhadap kondisi financial distress perbankan. CAR (Capital Adequacy Ratio) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. CAR menunjukkan sejauh mana penurunan asset bank masih dapat ditutup oleh equity bank yang tersedia, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank (Tarmidzi Achmad, 2003). CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan (Dendawijaya, 2009). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8 %. Hal ini didasarkan kepada ketentuan yang ditetapkan oleh BIS (Bank for International Settlements). Penelitian Luciana dan Winny (2005) yang menyatakan bahwa rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) mempunyai pengaruh signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya negatif artinya semakin rendah rasio CAR, kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Pada penelitian Titis Juniarsi dan Agus Endro Suwarno
(2005) rasio CAR berpengaruh signifikan dalam memprediksi kegagalan
bank umum swasta nasional non devisa. Rasio CAR mempunyai pengaruh signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya negatif, maka semakin rendah rasio
5
CAR kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Karena modal yang dimiliki bank tidak mampu menutupi risiko kerugian yang timbul dari penanaman dana dalam aktiva-aktiva produktif yang mengandung risiko, serta tidak dapat digunakan untuk pembiayaan penanaman dalam aktiva tetap dan investasi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya financial distress. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa CAR berpengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perbankan. Aspek permodalan dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio CAR, selanjutnya dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu: H1 = CAR berpengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perbankan.
Pengaruh Pemenuhan PPAP terhadap kondisi financial distress perbankan. Rasio pemenuhan PPAP
(Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif)
menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam menentukan besarnya PPAP yang telah dibentuk terhadap PPAP yang wajib dibentuk. Semakin besar rasio ini maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil karena semakin besar PPAP yang telah dibentuk dari PPAP yang wajib dibentuk. Penghitungan PPAP yang wajib dibentuk sesuai dengan ketentuan Kualitas Aktiva Produktif yang berlaku Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas (2005). Luciana dan Winny (2005) menyatakan bahwa rasio pemenuhan
PPAP
(Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya positif artinya semakin tinggi rasio PPAP kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Hasil penelitian tersebut mendukung penelitian Bank Indonesia (2006) yang menyatakan bahwa Asset Quality berpengaruh positif terhadap kondisi bermasalah suatu bank. Aspek asset dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio PPAP terhadap total ativa produktif, selanjutnya dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu : H2 = Rasio PPAP terhadap total aktiva produktif berpengaruh positif terhadap kondisi financial distress perbankan.
6
Pengaruh NPL terhadap kondisi financial distress perbankan Rasio NPLmenunjukan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Bank dalam memberikan kredit harus melakukan
analisis
terhadap
kemampuan
debitur
untuk
membayar
kembali
kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajiban. Bank melakukan peninjauan, penilaian, dan peningkatan terhadap agunan untuk memperkecil risiko kredit (Masyud Ali, 2004). Penelitian Titik Aryati dan Shirin Balafif (2007) menunjukkan bahwa rasio NPL mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap probabilitas tingkat kesehatan bank. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank. NPL berpengaruh positif, karena apabila kondisi NPL suatu bank tinggi maka akan memperbesar biaya baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya sehingga berpotensi terhadap kerugian bank. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa NPL berpengaruh positif terhadap kondisi financial distress perbankan. Aspek asset dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio NPL, selanjutnya dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu : H3 = Rasio NPL mempunyai pengaruh positif terhadap kondisi financial distress perbankan.
Pengaruh BOPO terhadap kondisi financial distress perbankan. Rasio BOPO sering disebut rasio efesiensi yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasonal. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana (misalnya dana 7
masyarakat), maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga (Dendawijaya, 2001). Menurut Dahlan Siamat (1993), tingkat BOPO yang menurun menunjukkan semakin tinggi efesiensi operasional yang dicapai bank, hal ini berarti semakin efesien aktiva bank dalam menghasilkan keuntungan. Berdasarkan ketentuan BI, batas maksimum BOPO adalah 92%. Luciana dan Winny (2005) menyatakan bahwa rasio BOPO Operasional terhadap Pendapatan
(Biaya
Operasional) mempunyai pengaruh signifikan
terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya positif artinya semakin tinggi rasio BOPO maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Hal ini didukung oleh penelitian Venny Dwi Lestari (2009) bahwa rasio BOPO berpengaruh signifikan dalam membedakan kelompok tingkat kesehatan perbankan. Dalam penelitian Titis Juniarsi dan Agus Endro Suwarno (2005) menyatakan rasio BOPO berpengaruh signifikan dalam memprediksi kegagalan bank umum swasta nasional non devisa. Aspek management dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio BOPO, selanjutnya dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu : H4 = Rasio BOPO mempunyai pengaruh positif terhadap kondisi financial distress perbankan.
Pengaruh NIM terhadap kondisi financial distress perbankan. Menurut Dahlan Siamat (1993) NIM (Net Interest Margin) yaitu rasio antara pendapatan bunga bersih terhadap jumlah kredit yang diberikan (outstanding credit). Pendapatan
bunga
bersih
diperoleh
dari
bunga yang diterima dari pinjaman
yang diberikan dkurangi dengan biaya bunga dari sumber dana yang dikumpulkan. Sumber dana bank terdiri dari 3 jenis yaitu : dana dari pihak 1 (modal sendiri), dana pihak kedua (dari bank-bank lain), dan dana dari pihak ketiga (dana dari masyarakat). Almilia dan Herdiningtyas (2005) mengemukakan bahwa rasio NIM (Net Interest Margin) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat
8
kesehatan bank. Artinya semakin rendah rasio ini maka, kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. NIM berpengaruh negatif karena semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa NIM berpengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perbankan. Aspek management dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio NIM, selanjutnya dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu : H5 = Rasio NIM mempunyai pengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perbankan.
Pengaruh ROA terhadap kondisi financial distress perbankan. Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat laba sebelum pajak dalam 12 bulan terakhir bila dibandingkan dengan rata-rata volume usaha dalam periode yang sama. Dengan kata lain, ROA ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menggunakan asset yang dimilikinya untuk menghasilkan laba kotor (Surat Edaran BI No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001). Menurut Dendawijaya (2003), semakin besar ROA suatu bank, maka semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Dalam penelitian Tarmizi Achmad dan Willyanto Kartiko Kusuno
(2003)
menunjukkan bahwa ROA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap bank bangkrut dan bank yang tidak bangkrut. Hal ini didukung oleh penelitian Venny Dwi Lestari (2009) bahwa rasio ROA berpengaruh signifikan dalam pembedaan kelompok tingkat kesehatan perbankan. Aspek earning dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio ROA, selanjutnya dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu : H6 = ROA berpengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perbankan.
9
Pengaruh ROE terhadap kondisi financial distress perbankan. Rasio ROE (Return On Equity) digunakan untuk mengetahui
tingkat laba
setelah pajak dalam 12 bulan terakhir apabila dibandingkan dengan tingkat equity yang dimiliki bank. Dengan kata lain, ROE digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam penggunaan modal yang dimiliki untuk menghasilkan laba bersih (Surat Edaran BI No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001). Penelitian Hesti Hastuti dan Imam Subaweh (2008) menyatakan ROE berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja bank go public. Hal ini didukung oleh penelitian Titis Juniarsi dan Agus Endro Suwarno (2005) bahwa rasio ROE berpengaruh signifikan dalam memprediksi kegagalan bank umum swasta nasional non devisa. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perbankan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. Dan jika semakin rendah rasio ini maka, kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa ROE berpengaruh positif terhadap kondisi financial distress perbankan. Aspek earning dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio ROE, selanjutnya dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu : H7 = Rasio ROE mempunyai pengaruh positif terhadap kondisi financial distress perbankan.
Pengaruh LDR terhadap kondisi financial distress perbankan. Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas (2005) Rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito.
10
Tarmizi Achmad dan Willyanto Kartiko Kusuno (2003) mengemukakan bahwa rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap bank bangkrut dan bank yang tidak bangkrut. Hal ini didukung oleh penelitian Penelitian Titis Juniarsi dan Agus Endro Suwarno (2005) bahwa LDR berpengaruh signifikan dalam memprediksi kegagalan bank umum swasta nasional non devisa. Aspek liquidity dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio LDR, selanjutnya dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu : H8 = Rasio LDR mempunyai pengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perbankan.
Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu, maka penulis membuat kerangka pemikiran teoritis penelitian sebagai berikut :
11
METODOLOGI
Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah prediksi perusahaan perbankan yang mengalami kondisi financial distress dan perusahaan perbankan yang tidak mengalami kondisi financial distress. Kondisi financial distress suatu bank diwakili oleh bank yang mengalami laba bersih negatif selama minimal 2 tahun berturut-turut, atau bank yang mengalami merger, atau bank yang ijinnya dicabut oleh Bank Indonesia (Luciana Spica Almilia dan Meliza Silvy, 2003). Variabel dependen yang digunakan merupakan variabel kategori (dummy variable), 0 untuk perusahaan perbankan yang tidak mengalami financial distress dan 1 untuk perusahaan perbankan yang mengalami financial distress.
Variabel Independen CAR (Capital Adequacy Ratio) Merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank (Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (SE BI No.7/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005) : πΆπ΄π
=
πππππ π 100% π΄ππ‘ππ£π π‘πππ‘ππππππ ππππ’ππ’π‘ πππ πππ ππππππ‘ + π΄ππ‘ππ£π π‘πππ‘ππππππ ππππ’ππ’π‘ πππ πππ πππ ππ
Rasio pemenuhan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) Rasio ini menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam menentukan besarnya PPAP yang telah dibentuk terhadap PPAP yang wajib dibentuk. Semakin besar rasio ini maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil karena semakin besar
12
PPAP yang telah dibentuk dari PPAP yang wajib dibentuk. Penghitungan PPAP yang wajib dibentuk sesuai dengan ketentuan Kualitas Aktiva Produktif yang berlaku. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : πππ΄π =
πππ΄π π¦πππ π‘ππππ ππππππ‘π’π π 100% πππ΄π π€ππππ ππππππ‘π’π
NPL (Non Performing Loan) Rasio ini menunjukan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut : πππΏ =
πΎπππππ‘ π΅πππππ ππππ π 100% πππ‘ππ πΎπππππ‘
BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasionallainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : π΅πππ =
π΅πππ¦π ππππππ πππππ π 100% ππππππππ‘ππ ππππππ πππππ
NIM (Net Interest Margin) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih
13
diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : ππΌπ =
ππππππππ‘ππ π΅π’πππ π΅πππ ππ π 100% π΄ππ‘ππ£π πππππ’ππ‘ππ
ROA (Return on Assets) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak. Sedangkan rata-rata total asset adalah rata-rata volume usaha atau aktiva. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : π
ππ΄ =
πΏπππ ππππππ’π πππππ π 100% π
ππ‘π β πππ‘π πππ‘ππ π΄π ππ‘
ROE (Return on Equity) Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelolah modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba setelah pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional setelah dikurangi pajak sedangkan rata-rata total ekuitas adalah rata-rata modal inti yang dimiliki bank, perhitungan modal inti dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban modal minimum yang berlaku. Rasio ini dirumuskan sebagi berikut : π
ππΈ =
πΏπππ πππ‘ππππ πππππ π100% π
ππ‘π β πππ‘π πΈππ’ππ‘ππ
14
LDR (Loan to Deposit Ratio) Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut : πΏπ·π
=
πππ‘ππ πΎπππππ‘ π100% πππ‘ππ π·πππ πππππ πΎππ‘πππ
Populasi Dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang listing di BEI dalam kurun waktu penelitian dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 Tabel 2.1 Sampel Penelitian No
Bank
No
Bank
1
PT BANK AGRONIAGA Tbk.
14
PT BANK CIMB NIAGA Tbk.
2
PT BANK BUMI ARTA Tbk.
15
PT BANK PAN INDONESIA Tbk.
3
PT BANK CENTRAL ASIA Tbk.
16
PT BANK SWADESI Tbk.
4
PT BANK EKONOMI RAHARJA 17 Tbk.
PT BANK VICTORIA INTERNATIONAL Tbk.
5
PT BANK INTERNASIONAL 18 INDONESIA Tbk.
PT BANK BUKOPIN Tbk.
6
PT BANK MANDIRI Tbk.
PT BANK INDONESIA Tbk.
7
PT BANK NEGARA INDONESIA 20 Tbk.
PT BANK HIMPUNAN SAUDARA 1906 Tbk.
8
PT BANK INDONESIA Tbk.
PT BANK MEGA Tbk.
9
PT BANK UOB BUANA Tbk.
19
REPUBLIK 21 22
DANAMON
PT BANK OCBC NISP Tbk. 15
10
PT BANK ARTHA INTERNASIONAL Tbk.
GRAHA 23
11
PT BANK BUMIPUTERA 24 INDONESIA Tbk.
PT BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL Tbk.
12
PT BANK EKSEKUTIF 25 INTERNASIONAL Tbk.
PT BANK WINDU KENTJANA INTERNATIONAL Tbk.
13
PT BANK KESAWAN Tbk.
PT BANK PERMATA Tbk.
Sumber : Direktori Perbankan Indonesia.
Metode Analisis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi logit karena variabel dependennya berupa variabel
dummy
(non-metrik) dan variabel
independennya berupa kombinasi antara metrik dan non-metrik
(Ghozali, 2007).
Persamaan regresi logit dapat dinyatakan sebagai berikut (Ghozali, 2007) : πΏπ ππππ π X1, X2, Xk
= π0 + π1πΆπ΄π
+ π2πππ΄π + π3πππΏ + π3π΅πππ
+π5 ππΌπ + π6π
ππ΄ + π7 π
ππΈ + π8πΏπ·π
+ e Atau : πΏπ
π = π0 + π1πΆπ΄π
+ π2πππ΄π + π3πππΏ + π3π΅πππ 1βπ +π5 ππΌπ + π6π
ππ΄ + π7 π
ππΈ + π8πΏπ·π
+ π
Dimana : Odds (S β X1, X2, β¦, X8 ) =
π 1βπ
b0 = konstanta b1 β b8 = koefisien regresi CAR = Capital Adequacy Ratio PPAP = Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif NPL = Non Performing Loan 16
BOPO = Biaya Operasional / Pendapatan Operasional NIM = Net Interest Margin ROA = Return on Assets ROE = Return on Equity LDR = Loan to Deposit Ratio Langkah - langkah analisis dalam regresi logistik menurut Ghozali (2007) : a. Menilai Model Fit Hasil output data dari logistic regression kemudian dianalisis dengan menggunakan penilaian model fit. Langkah pertama yaitu dengan menilai overall fit model terhadap data.hipotesis untuk menilai model fit adalah: H0 : Model yang dihepotesiskan fit dengan data HA : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data b. Fungsi Likelihood Statistik yang digunakan berdasarkan pada fungsi likehood. Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesakan menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan menjadi -2LogL. Statistik -2LogL disebut likehood rasio ο£Β² statistics, dimana ο£Β² distribusi dengan degree of freedom n-q, q adalah jumlah parameter dalam model. Output SPSS memberikan
dua nilai -2LogL yaitu untuk satu model yang hanya
memasukkan konstanta yaitu sebesar 33.271055 dan memiliki distribusi ο£Β² dengan df 23 (24-1), walaupun tidak tampak dalam output SPSS nilai -2LogL 33.271 ini signifikan pada aplha 5 % dan hipotesis nol ditolak yang berarti model hanya dengan konstanta saja tidak fit dengan data. c. Cox dan Snellβs R Square dan Negelkerkeβs R Square Cox dan Snellβs R Squre merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likehood dengan nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga sulit diinterpretasikan. Nagelkerkeβs R square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu). Hal ini dilakukan dengan 17
cara membagi Cox dan Snellβs RΒ² dengan nilai maksimumnya. Nilai Nagelkerkeβs RΒ² dapat diinterpretasikan seperti RΒ² pada multiple regression. Dilihat dari output SPSS nilai Cox dan Snellβs RΒ² sebesar 0.591 dan nilai Nagelkerkeβs RΒ² adalah 0.789 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen sebesar 78.9%. d. Hosmer and Lemeshowβs Goodness of Fit Test Hosmer and Lemeshowβs Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model. Jika nilai Statistik Hosmer and Lemeshowβs Goodness of Fit Test test statistics sama dengan atau kurang dari 0.05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai Statistics Hosmer and Lemeshowβs Goodness of Fit lebih besar dari 0.05, maka hipotesis nol dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Tampilan output SPSS menunjukkan bahwa besarnya nilai statistics Hosmer
and
Lemeshowβs
Goodness of Fit sebesar 10.4492 ddengan probabilitas signifikansi 0.2349 yang nilainya jauh di atas 0.05. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima. e. Tabel Klasifikasi Tabel klasifikasi 2 X 2 menghitung nilai estimasi yang benar
(correct)
dan salah (incorrect). Pada kolom merupakan dua nilai prediksi dari variabel dependen dan dalam hal ini sehat (0) dan tidak sehat (1), sedangkan pada baris menunjukkan nilai observasi sesungguhnya dari variabel dependen sehat (0) dan tidak sehat (1). Pada model yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada diagonal dengan tingkat ketepatan peramalan 100%. Jika model logistik memiliki homoskedastisitas, maka prosentase yang benar (correct) akan sama untuk kedua baris. f. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas (sig). Apabila terlihat angka signifikan 18
lebih kecil dari 0,05 maka koefisien regresi adalah signifikan pada tingkat 5% maka berarti H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel terikat. Begitu pula sebaliknya, jika angka signifikansi lebih besar dari 0,05 maka berarti H0 diterima dan H1 ditolak, yang berarti bahwa variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel terikat. g. Estimasi Parameter dan Interpretasinya Untuk menilai hasil analisis regresi kita menggunakan model persamaan kedua yang memasukkan semua komponen dari variabel independen, yang dapat dilihat dari Variable in The Equation (Ghozali, 2007). πΏπ
π = π0 + π1πΆπ΄π
+ π2πππ΄π + π3πππΏ + π3π΅πππ 1βπ +π5 ππΌπ + π6π
ππ΄ + π7 π
ππΈ + π8πΏπ·π
+ π
Wald statistic untuk menguji signifikansi koefisien regresi logistik masingmasing prediktor, dengan formulasi hipotesis statistik sebagai berikut : H0 :
r = 0
H1 :
r β 0
dimana r = 1, 2, 3, β¦, n
Kriteria: Jika Sig. > Ξ±, maka H0 diterima Jika Sig. < Ξ±, maka H0 ditolak h. Uji Asumsi Klasik (Uji Multikolonieritas) Regresi yang baik adalah regresi yang ditunjukkan dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat antara variabel bebasnya. Pengujian multikoloneritas menggunakan matrik korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antar variabel independen. Jika korelasi yang terjadi kurang dari 0,98, berarti tidak terjadi multikoloneritas, sedangkan jika koefisien yang terjadi di atas 0,98 maka terjadi multikoloneritas dan berarti model regresi yang digunakan tidak baik.
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas (sig). Apabila terlihat angka signifikan lebih kecil dari 0,05 maka koefisien regresi adalah signifikan pada tingkat 5 % maka berarti H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel terikat. Pengujian koefisien regresi dapat dilakukan dengan regresi logistik yang hasilnya terdapat pada tabel 2.2 di bawah ini : Tabel 2.2 Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik
Sumber : Data sekunder diolah dengan SPSS. Hasil pengujian terhadap koefisien regresi menghasilkan model berikut ini : πΏπ
π = β3,134 + 0,265πΆπ΄π
β 0,111πππ΄π + 0,636πππΏ + 0,260π΅πππ 1βπ β2,285 ππΌπ + 0,867π
ππ΄ β 0,054π
ππΈ β 0,109πΏπ·π
+ π
20
Pengujian hipotesis untuk mengetahui pengaruh rasio CAR, Pemenuhan PPAP, NPL, BOPO, NIM, ROA, ROE, dan LDR terhadap prediksi kondisi financial distress yang listing di BEI dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Variabel CAR menunjukkan koefisien positif sebesar 0.265 dengan tingkat signifikansi 0.029, lebih kecil dari Ξ± = 5 %. Karena tingkat signifikansi CAR lebih kecil dari Ξ± = 5 % maka Hipotesis 1 ditolak. Dengan demikian CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap prediksi kondisi financial distress bank yang listing di BEI. b. Variabel Pemenuhan PPAP menunjukkan koefisien sebesar -0.111 dengan tingkat signifikansi 0.094, lebih besar dari Ξ± = 5 %. Karena tingkat signifikansi Pemenuhan PPAP lebih besar dari Ξ± = 5 % maka Hipotesis 2 ditolak. Dengan demikian Pemenuhan PPAP berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di BEI. c. Variabel NPL menunjukkan koefisien sebesar 0.663 dengan tingkat signifikansi 0.035, lebih kecil dari Ξ± = 5 %. Karena tingkat signifikansi NPL lebih kecil dari Ξ± = 5 % maka Hipotesis 3 diterima. Dengan demikian NPL berpengaruh positif dan signifikan terhadap prediksi kondisi financial distress bank yang listing di BEI. d. Variabel BOPO menunjukkan koefisien sebesar 0.260 dengan tingkat signifikansi 0.007, lebih kecil dari Ξ± = 5 %. Karena tingkat signifikansi BOPO lebih kecil dari Ξ± = 5 % maka Hipotesis 4 diterima. Dengan demikian BOPO berpengaruh positif dan signifikan terhadap prediksi kondisi financial distress bank yang listing di BEI. e. Variabel NIM menunjukkan koefisien sebesar -2,285 dengan tingkat signifikansi 0.015, lebih kecil dari Ξ± = 5 %. Karena tingkat signifikansi NIM lebih besar dari Ξ± = 5 % maka Hipotesis 5 diterima. Dengan demikian NIM berpengaruh negatif tetapi dan signifikan terhadap prediksi kondisi financial distress bank yang listing di BEI. f. Variabel ROA menunjukkan koefisien sebesar 0.867 dengan tingkat signifikansi 0.150, lebih besar dari Ξ± = 5 %. Karena tingkat signifikansi ROA lebih besar dari Ξ± = 5 % maka Hipotesis 6 ditolak. 21
Dengan demikian ROA berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap prediksi kondisi financial distress bank yang listing di BEI. g. Variabel ROE menunjukkan koefisien sebesar -0.054 dengan tingkat signifikansi 0.329, lebih besar dari Ξ± = 5 %. Karena tingkat signifikansi ROE lebih besar dari Ξ± = 5 % maka Hipotesis 7 ditolak. Dengan demikian ROE berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap prediksi kondisi financial distress bank yang listing di BEI. h. Variabel LDR menunjukkan koefisien sebesar -0.109 dengan tingkat signifikansi 0.049, lebih kecil dari Ξ± = 5 %. Karena tingkat signifikansi LDR lebih kecil dari Ξ± = 5 % maka Hipotesis 8 diterima. Dengan demikian LDR berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap prediksi
kondisi financial distress bank yang listing di BEI.
22
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh rasio keuangan CAR, Pemenuhan PPAP, NPL, BOPO, NIM, ROA, ROE dan LDR terhadap kondisi financial distress pada bank yang listing di BEI periode 2006 - 2008. Berdasarkan uji kelayakan dapat dijelaskan bahwa hasil dari data 25 bank yang listing di BEI selama tiga periode yaitu tahun 2006, 2007 dan 2008
dengan menggunakan regresi logistik, layak untuk menganalisis
prediksi kondisi financial distress pada bank yang listing di BEI. Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Variabilitas variabel dependen (kondisi financial distress pada bank yang listing di BEI) yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen
(CAR, Pemenuhan PPAP,
NPL, BOPO, NIM, ROA, ROE dan LDR) adalah sebesar 65.5 %. 2. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di BEI periode 2006 - 2008. 3. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio Pemenuhan PPAP
(Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif) berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di BEI periode 2006 - 2008. 4. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio NPL (Non Performing Loan) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di BEI periode 2006 - 2008. 5. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di BEI periode 2006 - 2008. 6. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio NIM (Net Interest
Margin)
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di BEI periode 2006 - 2008. 7. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio ROA (Return On Asset) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di BEI periode 2006 - 2008.
23
8. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio ROE (Return On Equity) berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di BEI periode 2006 - 2008. 9. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di BEI periode 2006 - 2008. Saran Penelitian Yang Akan Datang Dengan berbagai telaah pustaka dan analisa yang dilakukan serta berdasarkan keterbatasan-keterbatasan penelitian, maka dapat diberikan saran sebagai berikut : 1. Mengambil periode pengamatan penelitian yang lebih panjang dengan jumlah sampel yang lebih banyak. Dengan periode pengamatan penelitian lebih panjang dan sampel yang lebih banyak diharapkan akan memprediksi kondisi financial distress bank lebih baik. 2. Rasio - rasio keuangan CAMEL yang digunakan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menambah variable-variabel independen lainnya, misalnya Aktiva Produktif Bermasalah (APB), Net Profit Margin (NPM), Sensitivity to Market Risk dan lain-lain karena dalam penelitian ini variabel yang digunakan menyesuaikan dengan variabel yang ada di Direktori Perbankan Indonesia.
24
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Tarmizi dan Kusuno, Willyanto Kartiko. 2003. βAnalisis Rasio-Rasio Keuangan Sebagai Indikator Dalam Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perbankan di Indonesiaβ. Media Ekonomi & Bisnis Vol.XV No.1, pp 54-75. Almilia, Luciana Spica, dan Herdiningtyas, Winny. 2005. βAnalisis Rasio CAMEL Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan Perioda 2000-2002β. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.7, No.2, November. Almilia, Luciana Spica. 2006. βPrediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go-Public Dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logitβ. www.google.com. Diakses 20 November 2010 Almilia, Luciana Spica dan Meliza Silvy.2003. Analsis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Perusahaan Pasca Ipo Dengan Menggunakan Tehnik Analisis Multinomial Logit. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 18 No. 4, Oktober Aryati, Titik dan Shirin, Balafif . 2007 βAnalisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesehatan Bank dengan Regresi Logitβ. www.google.com. Diakses 20 November 2010 Bank Indonesia. Direktori Perbankan Indonesia 2006. Direktori Perbankan Indonesia 2007. Direktori Perbankan Indonesia 2008. Croccket, Andrew. 1997. Financial Distress and Corporate Governance : an Empirical Analysis. www.google.com. Diakses 3 November 2010 Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia, Jakarta Endri. 2008. Prediksi Kebangkrutan Bank Untuk Menghadapi Dan Mengelola Perubahan Lingkungan Bisnis : Analisis Model Altmanβs Z-Score. www.google.com. Diakses 20 November 2010 Gamayuni, Rindu Rika. 2006. βRasio Keuangan Sebagai Prediktor Kegagalan Perusahaan di Indonesiaβ. Jurnal Bisnis dan Manajemen, Volume 3, No.1, September 2006, pp 15-38. Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi IV. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Gujarati, Damodar N., 1995, Basic Econometrics, Edisi 3, Mc-Grawhill, New York. Hadad, Muliaman D., Santoso, Wimboh., dan Sarwedi. 2004. βModel Prediksi 25
Kepailitan Bank Umum di Indonesiaβ. http://www.bi.go.id Hadad, et all. 2003. Indikator Kepailitan di Indonesia. www.google.com. Diakses 20 November 2010 Hair, J.F., W.C. Black, B.J. Babin, R.E. Anderson, R.L. Tatham. 2006. Multivariate Data Analysis. 6th Ed. Pearson International Edition. Hastuti, Hesti dan Imam Subaweh. 2008. βAnalisis Kinerja Kesehatan Bank Sebelum Dan Setelah Arsitektur Perbankkan Indonesiaβ. www.google.com. Diakses 27 November 2010 Husein, Yunus. 2003. Rahasia Bank : Privasi Versus Kepentingan Umum. Pasca Sarjana UI. Jakarta Juniarsi, Titis dan Agus Endro Suwarno. 2005. Rasio Keuangan sebagai Prediksi Kegagalan pada Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 4 No. 1 Lestari, Venny Dwi. 2009. βAnalisis Tingkat Kesehatan Bank-Bank Pemerintah Dengan Menggunakan Metode Camels Dan Analisis Diskriminan Periode 2006-2008β. www.google.com. Diakses 3 November 2010 Lindgren. 1996. Detection of financial Distress via Multivariate Statistical Analysis. www.google.com. Diakses 27 November 2010 Merkusiwati, Ni Ketut Lely Aryani. 2007. Evaluasi Pengaruh CAMEL Terhadap Kinerja Perusahaan. BULETIN STUDI EKONOMI. Vol. 12 No. 1 Mulyaningrum, Penni. 2008. βPengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kebangkrutan Bank di Indonesiaβ. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Akuntansi Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan) Merkusiwati, Ni Ketut Lely Aryani. 2007. βEvaluasi Pengaruh CAMEL Terhadap Kinerja Perusahaanβ. www.google.com. Diakses 3 November 2010 Nasser, Etty M., dan Aryati, Titik. 2000. βModel Analisis CAMEL Untuk Memprediksi Financial Distess Pada Sektor Perbankan Yang Go Publicβ. JAAI Volume 4 No.2, pp 111-127 Platt, Harlan D. and Marjorie B. Platt. 2002. Predicting Corporate Financial Distress: Reflections on Choice-Based Sample Bias. JOURNAL OF ECONOMICS AND FINANCE. Volume 26 Number 2 Pujiyanti, Sri dan Susi Suhendra. 2009. Analisis Kinerja Keuangan Mengenai Tingkat Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode Camel. www.google.com. Diakses 3 November 2010 Purbayu Budi Santosa dan Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Menggunakan Excel & SPSS. Jogjakarta. Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan 26
Perbankan. Ed. 5. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sanigar . 2008. βAnalisis Rasio Camel Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Bank Go Public Dan Belum Go Publicβ. www.google.com. Diakses 3 November 2010 Surifah. 2002 βStudi Tentang Rasio Keuangan Sebagai Alat Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Publik Di Indonesia Pada Masa Krisis Ekonomiβ. Kajian Bisnis STIE Widya Wiwaha. No. 27. Yogyakarta. Wilopo. 2001. βPrediksi Kebangkrutan Bankβ. JRAI Mei, pp 184-198 Whitaker, Richard B. 1999. Early Stage of Financial Distress. Journal of Economics and Finance. www.google.com. Diakses 3 November 2010 Yoon, Ii Hyun. 2006. βFinancial Statement Analysis for Differentiating between Failed and Surviving Merchant Banksβ. www.google.com. Diakses 20 November 2010
27