FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PASIEN ASMA DALAM MELAKUKAN SENAM ASMA INDONESIA DI RS PERSAHABATAN TAHUN 2010
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH : MUH. IBNU FIRDAUS NIM : 106104003491
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Januari 2011
Muh. Ibnu Firdaus
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Skripsi, Desember 2010
Muh. Ibnu Firdus, NIM : 106104003491
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di Rumah Sakit Persahabatan Tahun 2010 xvii + 74 halaman + 13 tabel + 3 gambar + 6 lampiran ABSTRAK Senam Asma Indonesia merupakan olahraga yang dianjurkan bagi pasien asma sebagai bagian dari penatalaksanaan jangka panjang. Senam ini sangat dianjurkan karena mempunyai banyak manfaat. Salah satunya adalah dapat meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan pasien asma. Namun, pasien asma yang melakukan senam ini masih sangat sedikit. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia tahun 2010 yaitu pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan keluarga. Jenis penelitian adalah analitik kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi adalah semua pasien yang berkunjung ke RS Persahabatan untuk pengobatan. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 68 orang yang diambil dengan teknik systematic random sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner selama bulan September 2010. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat berupa chi square. Pada penelitian ini sebagian besar pasien asma tidak melakukan Senam Asma Indonesia (75%). Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa dari 4 variabel yang diteliti ada 2 variabel yang menyatakan ada hubungan yang bermakna yaitu dukungan petugas kesehatan (p-value=0.008, OR=6.667) dan dukungan keluarga (p-value=0.001, OR=24.8). Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka penulis menyarankan kepada petugas kesehatan dan keluarga pasien untuk meningkatkan perannya dalam merubah perilaku pasien agar melakukan Senam Asma Indonesia.
Daftar bacaan : 42 (1989 – 2009)
ii
FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCES THE STUDY PROGRAME OF NURSING SCIENCES Undergraduated Thesis, December 2010
Muh. Ibnu Firdaus, ID Number : 106104003491
Factors Associated with Behavior of Patients with Asthma Doing Indonesian Asthma Exercise at the Persahabatan Hospital in 2010 xvii + 74 pages + 13 tables + 3 image + 6 attachments ABSTRACT Indonesian Asthma Exercise is a sport that is recommended for patients with asthma as part of a long-term medical treatment. This exercise is highly recommended because it has many advantages. One of those is to increase the strength of respiratory muscles of patients with asthma. However, patients with asthma who followed exercise was low frequences. The aims of this study is to identify the factors associated with behavior of patients with asthma doing Indonesian Asthma Exercise in 2010 such as knowledge, attitudes, support health workers, and family support. The type of this research was quantitave analysis with cross sectional design. The population was all of the patients who taking medicine in Persahabatan Hospital. The number of samples is as much as 68 peoples were taken by systematic random sample technique. The data was collected using questionnaires as long as September in 2010 and analysed by univariate and bivariate using chi square analysis. In this study, mostly the patients with asthma did not follow Indonesian Asthma Exercise (75%). The result of bivariate analysis showed that 2 of 4 variables had a significant associated with behavior of patients with asthma doing Indonesian Asthma Exercise was support health workers (P value = 0.008, OR=6.667) and family support (P value = 0.001, OR=24.8). Therefore, the authors suggest to health workers and families of patients to increase their role in modify behavior of patients to follow Indonesian Asthma Exercise.
References: 42 (1989 - 2009)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU
PASIEN ASMA DALAM MELAKUKAN SENAM ASMA INDONESIA DI RS PERSAHABATAN TAHUN 2010
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 30 November 2010
Pembimbing I
Pembimbing II
YULI AMRAN, S.KM, MKM NIP. 150408687
ERNAWATI, S.Kp, M.Kep, Sp.MB NIP. 15068771
iv
Skripsi dengan judul FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PASIEN ASMA DALAM MELAKUKAN SENAM ASMA INDONESIA DI RS PERSAHABATAN TAHUN 2010 Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh Muh. Ibnu Firdaus NIM. 106104003491 Pembimbing I
Pembimbing II
Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.MB NIP. 15068771
Yuli Amran, S.KM, MKM NIP. 150408687
Penguji I
Penguji II
Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.MB NIP. 150408677 NIP. 15068771
Penguji III
Yuli Amran, S.KM, MKM NIP. 150408687
Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tien Gartinah, MN Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tajudin, Sp.And v
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Muh. Ibnu Firdaus
Tempat, Tgl lahir
: Kuningan, 24 Februari 1988
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Jl. Cibuntu, Paksilaur Rt. 15/08 No. 29 Desa. Cibuntu, Kec. Cigandamekar, Kab. Kuningan JABAR
Tlp/ Hp
: 085716387472
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan : 1. TK Cibuntu I
(1993)
2. SD Negeri Cibuntu II
(1994-2000)
3. MTs Husnul Khotimah Kuningan
(2000-2003)
4. SMA Negeri 2 Cirebon
(2003-2006)
5. S-1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2006-2010)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Atas nikamat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan Tahun 2010. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis jumpai namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tajudin, Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. H. Achmad Gholib, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dra. Farida Hamid, M.Pd, selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Tien Gartinah, MN dan Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep Sp.Mat, selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
5. Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.MB dan Yuli Amran, S.KM, MKM, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama membimbing penulis. 6. Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep, selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehatnya selama penulis duduk di bangku kuliah. 7. Segenap Dosen atau Staf Pengajar, pada lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku kuliah. 8. Segenap Jajaran Staf serta Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi. 9. Dr. Priyanti Z. Soepandi, Sp.P(K), selaku direktur RSUP Persahabatan serta seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sekaligus sebagai bahan rujukan skripsi. 10. Ibu Epi, selaku Kepala Ruangan Poliklinik Asma dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti dalam mencari data-data sekaligus wawancara sebagai bahan rujukan skripsi. 11. Seluruh
Responden
yang
telah
meluangkan
waktunya
untuk
bersedia
diwawancara sehingga penulis memperoleh data yang diinginkan. 12. Ucapan terimakasih penulis haturkan secara khusus kepada Ayahanda Abdurahman dan Ibunda Sumiah yang senantiasa memberikan dukungan penuh baik berupa material maupun spiritual dan selalu mengiringi setiap langkahku dengan do’a tulus ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi. 13. Adik-adikku yang dengan keceriaan serta dorongan mereka segala kejenuhan dan kepenatan dalam mengerjakan skripsi dapat terobati.
viii
14. Teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan ’06 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas dukungan, semangat, kenangan dan kebersamaan yang indah selama ini. 15. Teman-teman Asrama Graha Yusufiyah, Dershane, dan Ma’had Sabilussalam ’06 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terimakasih atas motivasi dan bantuan serta jalinan persahabatan yang indah tak terlupakan.
Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga penulis dapat memperbaiki skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
khususnya
bagi
penulis
dan
umumnya
bagi
pembaca
yang
mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.
Jakarta, Desember 2010
Muh. Ibnu Firdaus
ix
LEMBAR PERSEMBAHAN
Mungkin waktu kan terus berlalu, membawa buih-buih pergi menjauh. Dan manusia hanyalah butir pasir berserak di hamparan zaman, yang mengikuti kemana angin takdir berhembus. Dan mungkin waktu melapukkan batu, membuat besi menjadi karat; Mengubah dunia menjadi tidak seperti yang kita kira dan angankan. Walau sungguh pun waktu berkuasa, persahabatan sejati takkan mudah pudar olehnya.
Akan kenangan saat mimpi-mimpi bersemi semerbak, dan akan kenangan saat mimpi-mimpi terhempas berkeping di jalan berlubang kehidupan -- dan kau ada di sana sebagai sahabat yang memahami segala keluh kesah. Atas kebaikan yang mungkin tidak kau sadari, oleh sekedar canda yang membuat hidup ini lebih memiliki arti; menjauhkan rasa nyeri sedari.
Dan sahabat, jika apa yang kita miliki memang persahabatan yang tulus, maka ada tali silaturahmi yang mesti kita jaga. Walau jarak merenggangkan ikatan, dan harapan-harapan membawa kita berlayar ke negeri-negeri asing; ketahuilah bahwa ada seorang sahabat yang akan membantumu jika engkau membutuhkannya.
Karya ini tak lebih berharga ketimbang kebaikanmu selama ini. Hanya sekeping tanda mata agar kau tak lupa, bahwa ada – ada bahagia untuk menjadi seorang saudara. ****************** Untuk sahabat-sahabat yang ku cintai karena Allah.... (Sahabat PSIK ’06, Ma’had Sabilussalam ’06, Asrama Graha Yusufiyah, dan Dershane ) x
DAFTAR ISI halaman LEMBAR PERNYATAAN ...............................................................................
i
ABSTRAK ...........................................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..............................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................
v
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................
vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ............................................................................
x
DAFTAR ISI ........................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
xvii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A Latar Belakang .......................................................................... 1 B Perumusan Masalah ................................................................... 7 C Pertanyaan Penelitian ................................................................ 7 D Tujuan Penelitian ....................................................................... 8 1. Tujuan Umum ..................................................................... 8 2. Tujuan Khusus .................................................................... 8 E Manfaat Penelitian ..................................................................... 9 1. Bagi RSUP Persahabatan .................................................... 9 2. Bagi Profesi Keperawatan.................................................... 9 xi
3. Bagi Peneliti Selanjutnya .................................................... 9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 10 A Gambaran Umum Asma ............................................................ 10 1. Pengertian ........................................................................... 10 2. Patofisiologi dan Mekanisme Terjadinya ............................ 10 3. Tanda dan Gejala ................................................................. 14 4. Klasifikasi ............................................................................ 14 5. Penatalaksanaan …………………………………………... 15 B Senam Asma Indonesia ............................................................. 21 1. Pengertian ............................................................................. 21 2. Manfaat ................................................................................ 21 3. Persiapan Senam Asma Indonesia ....................................... 22 4. Tahapan Senam Asma Indonesia ........................................ 23 C Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan ................................... 25 1. Perilaku ................................................................................. 25 2. Perilaku Kesehatan .............................................................. 26 3. Perubahan Perilaku dan Indikatornya .................................. 29 D Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Kesehatan ............. 32 E Kerangka Teori ........................................................................... 34
BAB III
KERANGKA
KONSEP,
DEFINISI
OPERASIONAL
DAN
HIPOTESIS ..................................................................................... 35 A Kerangka Konsep ....................................................................... 35 B Definisi Operasional ................................................................... 36 xii
C Hipotesis ..................................................................................... 38 BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 39 A Rancangan Penelitian ................................................................. 39 B Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 39 C Populasi, Sampel dan Teknik Sampling .................................... 39 1. Populasi ................................................................................. 39 2. Sampel ................................................................................... 40 3. Teknik Sampling ................................................................... 41 D Instrumen Penelitian ................................................................... 42 E Uji Validitas dan Reabilitas ........................................................ 45 F Pengolahan Data ......................................................................... 47 G Analisa Statistik .......................................................................... 48 1. Analisa Univariat .................................................................. 48 2. Analisa Bivariat .................................................................... 48 H. Etika Penelitian ........................................................................... 49
BAB V
HASIL PENELITIAN ................................................................... 50 A. Gambaran Rumah Sakit Persahabatan ........................................ 50 1. Sejarah Singkat ......................................................................50 2. Visi ........................................................................................ 51 3. Misi ....................................................................................... 51 4. Fasilitas ................................................................................. 52 5. Pelayanan di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI/RS Persahabatan Jakarta ............................ 52 xiii
6. Layanan Respirasi Unggulan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI/RS Persahabatan ............. 53 B. Analisa Univariat ........................................................................ 53 1. Gambaran perilaku pasien asma dalam melakukan senam asma ……………………………………. 53 2. Gambaran Pengetahuan ……………………………………. 54 3. Gambaran Sikap …………………………………………… 54 4. Gambaran Dukungan Petugas Kesehatan …………………. 55 5. Gambaran Dukungan Keluarga ……………………………. 55 C. Analisa Bivariat .......................................................................... 56 1. Hubungan pengetahuan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia ……………….... 56 2. Hubungan sikap dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia ………………… 57 3. Hubungan dukungan petugas kesehatan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia ….. 57 4. Hubungan dukungan keluarga dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia …. 58 BAB VI
PEMBAHASAN …………………………………………………. 60 A. Keterbatasan Penelitian ............................................................. 60 B. Perilaku pasien Asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia …………………………… 61 C. Hubungan pengetahuan dengan perilaku pasien asma xiv
dalam melakukan Senam Asma Indonesia ……………………. 62 D. Hubungan sikap dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia ……………………. 65 E. Hubungan dukungan petugas kesehatan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia ………. 67 F. Hubungan dukungan keluarga dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia …….... 69 BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................ 71 B. Saran .......................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
No. Tabel
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi asma menurut NHLBI 1995................................................. 14 Tabel 2.2 Ciri - Ciri Tingkatan Asma..................................................................... 20 Tabel 3.1 Definisi Operasional .............................................................................. 36 Tabel 4.1 Validitas dan Reliabilitas ……………………………………………… 46 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Pasein Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan Tahun 2010 …. 53 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan di RS Persahabatan Tahun 2010 ………………………………………... 54 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap di RS Persahabatan Tahun 2010 ………………………………………... 54 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Dukungan Petugas Kesehatan di RS Persahabatan Tahun 2010 ………………………………………... 55 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga di RS Persahabatan Tahun 2010 ……………………………………….. 55 Tabel 5.6 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan Tahun 2010 .... 56 Tabel 5.7 Analisis Hubungan Sikap dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan Tahun 2010 …. 57
xvi
Tabel 5.8 Analisis Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan Tahun 2010 ……………………………………….. 57 Tabel 5.9 Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan Tahun 2010 ……………………………………….. 58
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Gambar 2.1
Halaman Patofisiologi, Penatalaksanaan, Manifestasi ..................................... 13
Gambar 2.2 Kerangka Teori ................................................................................... 34 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................... 35
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Gerakan Senam Asma Indonesia
Lampiran 2
Surat izin pengambilan data
Lampiran 3
Lembar pernyataan persetujuan (informed consent)
Lampiran 4
Lembar kuesioner
Lampiran 5
Hasil uji validitas dan reliabilitas
Lampiran 6
Hasil analisa univariat dan bivariat
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunnegoro, 2004). Sebagaimana yang dikutip oleh Dewan Asma Indonesia (DAI) tahun 2009, bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan hingga saat ini jumlah pasien asma di dunia mencapai 300 juta orang, dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025. Di Eropa dan Amerika Utara, asma menyerang 5-7% populasi (Rubenstein, dkk, 2003). Di Indonesia, penyakit ini masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia (DAI, 2009). Menurut Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi asma sebagai penyakit kronis pada penduduk berumur 15 tahun atau lebih berada pada peringkat kedua setelah penyakit persendian yaitu sebesar 4% (Pradono, dkk, 2005). Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4% di Indonesia. Kota Jakarta sendiri memiliki prevalensi asma yang cukup besar, yaitu mencapai 7,5% pada 2001 (Sundaru, 2007). Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi
yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien (Depkes RI, 2008). Selain menimbulkan morbiditas, asma juga dapat menyebabkan kematian. Di dunia, penyakit asma termasuk 5 besar penyebab kematian yaitu mencapai 17,4% (DAI, 2009). WHO memperkirakan tahun 2005 di seluruh dunia terdapat 255.000 penderita meninggal karena asma, sebagian besar atau 80% terjadi di negara - negara sedang berkembang (Sundaru, 2007). Di Indonesia, penyakit ini masuk ke dalam sepuluh besar penyebab kematian (DAI, 2009). Pada tahun 2006, penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian terbanyak di rumah sakit salah satunya adalah penyakit asma sebanyak 0,9% dari seluruh kematian di rumah sakit, sehingga penyakit ini menduduki peringkat ke enam (Depkes RI, 2008). Penyakit asma ditandai oleh sesak napas berulang, mengi, atau batuk akibat penyempitan lumen saluran napas yang reversibel (Rubenstein, 2007). Asma tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol (DAI, 2009). Penyakit ini berlangsung sepanjang masa, karena itu penyakit ini disebut sebagai penyakit kronik. Karena bersifat fluktuatif maka penyakit ini sulit diprediksi, bisa kapan saja muncul serangannya dan bila tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kematian (YAI, 2003). Penelitian dari Amerika Serikat menunjukkan penderita asma anak kehilangan 10,1 juta hari sekolah atau 2 kali lebih besar dibanding anak yang tidak menderita asma, menyebabkan 12,9 juta kunjungan ke dokter dan perawatan di rumah sakit bagi sebanyak 200.000 penderita per tahun. Survei yang sama juga membuktikan adanya keterbatasan aktivitas pada 30%
penderita asma dibanding hanya 5% pada yang bukan penderita asma. Sedangkan pada penderita asma dewasa, suatu penelitian melaporkan jumlah pekerja yang absen karena asma lebih dari 6 hari per tahun mencapai 19,2% pada penderita asma derajat sedang dan berat, serta 4,4% pada penderita asma derajat ringan (Sundaru, 2007). Hal tersebut di atas menurut DAI (2009) salah satunya adalah dikarenakan penatalaksanaan jangka panjang belum banyak diterapkan. Meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi sudah sedemikian maju, namun penanganan asma di lapangan masih belum adekuat baik di negara berkembang maupun di negara maju. Keadaan asma terkontrol yang menjadi tujuan penanganan asma masih belum tercapai pada sebagian besar pasien asma. Konsep penanganan asma masih berorientasi pada pengobatan gejala atau serangan asma, bukan pada pencegahan agar serangan tersebut dapat ditekan bahkan dihilangkan atau yang didefinisikan sebagai Kontrol Asma. Salah satu penatalaksanaan asma jangka panjang adalah menjaga kebugaran fisik melalui olahraga (Depkes RI, 2008). Manfaat olahraga bagi penderita asma adalah pada saat penderita mengalami sesak napas akan menyebabkan tubuh berusaha melakukan kompensasi antara lain dengan meningkatkan kerja otot-otot pernapasan. Maka dengan olahraga atau melakukan latihan fisik akan terjadi peningkatan efisiensi kerja otot pernapasan serta memperbaiki fungsi pertukaran gas O2 dan CO2. Bentuk olahraga yang dianjurkan antara lain berenang, bersepeda, jalan kaki atau jogging, atau senam yang dirancang khusus bagi penderita asma seperti Senam Asma Indonesia ( Supriyantoro, 2004).
Senam Asma Indonesia adalah senam yang diciptakan khusus untuk penderita asma yang gerakan-gerakannya disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan
penderita
berdasarkan
berat
/
ringannya
penyakit
asma
(Supriyantoro, 2004). Senam asma merupakan terapi non medis yang sangat baik untuk mencapai asma terkontrol (Hudoyo, 2008). Walaupun senam ini diciptakan khusus untuk penderita asma, tetapi dapat dilakukan juga oleh selain penderita asma (YAI, 2008). Senam Asma Indonesia mempunyai banyak manfaat baik manfaat fisik maupun psikologis atau sosial. Manfaat fisik di antaranya mengoptimalkan otot – otot pernapasan dan penderita mampu bernapas dengan benar pada saat terjadi serangan. Manfaat psikologis atau sosial di antaranya meningkatkan rasa nyaman dan rasa percaya diri serta mengurangi kebutuhan obat – obatan (YAI, 2008). Manfaat tersebut telah dibuktikan dalam beberapa penelitian terdahulu seperti
yang
dilakukan
oleh
Anwar
(1998)
dan
Rogayah
(1999)
menyimpulkan penelitiannya bahwa pasien asma yang mengikuti sanam asma dapat memperbaiki gejala klinis yang dialami dan penggunaan obat – obatan berkurang. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Sahat (2008) di perkumpulan senam asma RSU Tangerang menyimpulkan bahwa senam asma berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru setelah dikontrol variabel usia, tinggi badan, berat badan, dan jenis kelamin. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Budi (2008) diperoleh hubungan yang bermakna antara kualitas senam asma dengan kualitas hidup pasien
asma, dimana pasien asma yang melakukan senam secara teratur dan melakukan sosialisasi lebih banyak mempunyai kualitas hidup yang baik. Berdasarkan manfaat senam asma yang telah disebutkan di atas, maka senam asma sangat dianjurkan bagi pasien asma. Anjuran ini diperkuat oleh sabda Rasulullah SAW: “Mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih Allah cintai dari
pada
Mukmin
yang
lemah,
dan
pada
keduanya
tetap
ada
kebaikan….”.(H.R. Muslim) Efek maksimal latihan fisik tergantung dari intensitas, frekuensi, dan lama latihan (Supriyantoro, 2004). Menurut Yayasan Asma Indonesia (YAI) (2008) senam asma yang efektif adalah apabila dilakukan secara rutin 3 – 4 kali seminggu, setiap kali senam 45 – 60 menit, dan akan menunjukkan hasilnya setelah dilaksanakan 6 – 8 minggu. Rumah Sakit Persahabatan sebagai Pusat Rujukan Nasional Kesehatan Paru mempunyai layanan unggulan salah satunya yaitu sebagai pusat pelayanan paru. Selain itu, rumah sakit juga mempunyai klub asma yaitu Klub Asma Persahabatan. Klub Asma Persahabatan merupakan klub asma tertua di Indonesia dari 40 klub asma yang terdaftar di YAI, di mana di Jakarta sendiri terdapat 25 klub asma yang pada umumnya klub-klub asma tersebut secara rutin mengadakan senam asma setiap 1 minggu sekali. Studi pendahuluan yang peneliti lakukan di beberapa tempat menunjukkan bahwa pasien asma yang melakukan senam asma masih terbilang sedikit. Di Klub Asma Jakarta Respiratory Center (JRC) dan Klub Asma Persahabatan, jumlah anggota yang aktif senam tidak mencapai 50 % dari total anggota klub yang terdaftar. Kemudian studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada 20
pasien asma yang berobat ke Poliklinik Asma RS Persahabatan didapat sebanyak 60% pasien asma tidak melakukan senam asma. Sepengetahuan peneliti, sejauh ini belum ada penelitian yang menjelaskan faktor yang mempengaruhi pasien tidak melakukan senam asma. Senam Asma Indonesia sebagai bagian dari penatalaksanaan jangka panjang penyakit asma, merupakan bentuk dari perilaku kesehatan. Menurut teori Green (1991) yang diacu oleh Notoatmodjo (2007), faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan di antaranya adalah faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor pendorong. Faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Faktor pemungkin yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya
fasilitas-fasilitas
atau
sarana-sarana
kesehatan,
misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya serta keterjangkauan sumber daya. Adapun faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Berdasarkan teori di atas, maka peneliti menggunakan faktor pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga sebagai faktor yang mungkin berhubungan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia. Mengingat banyaknya manfaat Senam Asma Indonesia bagi pasien asma, maka peneliti tertarik untuk meneliti “Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan Tahun 2010”.
B. Perumusan Masalah Di Indonesia, penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia (DAI, 2009). Sedangkan sebagai penyakit tidak menular, penyakit asma ini menyebabkan kematian sebanyak 0,9% dari seluruh kematian di rumah sakit (Depkes RI, 2008). Hal tersebut menurut Dewan Asma Indonesia (DAI) tahun 2009, salah satunya adalah dikarenakan penatalaksanaan jangka panjang belum banyak diterapkan. Salah satu penatalaksanaan asma jangka panjang yang belum banyak diterapkan adalah Senam Asma Indonesia. Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada 20 pasien asma yang berobat ke Poliklinik Asma RS Persahabatan didapat sebanyak 60% pasien asma tidak melakukan senam asma. Padahal berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan menyatakan bahwa Senam Asma Indonesia sangat bermanfaat bagi pasien asma. Berdasarkan teori dan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk membuktikan “Adakah hubungan antara faktor pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan tahun 2010?”
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan tahun 2010?
2. Bagaimana gambaran faktor pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan tahun 2010? 3. Adakah hubungan antara faktor pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan tahun 2010?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien asma terhadap Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan tahun 2010. 2. Tujuan Khusus a. Teridentifikasi gambaran perilaku pasien asma terhadap Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan tahun 2010. b. Teridentifikasi gambaran faktor pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan tahun 2010. c. Teridentifikasi hubungan antara pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan tahun 2010.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi RS Persahabatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi yang objektif mengenai faktor - faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien asma dalam
melakukan
Senam
Asma
Indonesia
khususnya
bagi
RS
Persahabatan, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan strategi penanggulangan asma. 2. Bagi Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan terutama bagi perawat medikal bedah pada saat melakukan promosi kesehatan kepada pasien asma untuk melakukan Senam Asma Indonesia. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi atau gambaran mengenai perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia dan untuk pengembangan penelitian selanjutnya terkait faktor – faktor yang mempengaruhinya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Asma 1. Pengertian Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan serta melibatkan banyak sel inflamasi (Sudoyo, 2006; Mansjoer, dkk, 1999). Penyakit ini ditandai oleh sesak napas berulang, mengi, atau batuk akibat penyempitan lumen saluran napas yang reversibel (Rubenstein, 2007). Asma bersifat fluktuatif artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian (Depkes RI, 2008). 2. Patofisiologi dan Mekanisme Terjadinya Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut (Smeltzer, 2001): a. Kontraksi otot – otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan napas. b. Pembengkakan membran yang melapisi bronki c. Pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot – otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi, dengan
udara terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom (Smeltzer, 2001). Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel - sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel mast (disebut mediator) diantaranya adalah histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRSA). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkhospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mukus yang sangat banyak (Smeltzer, 2001). Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem saraf parasimpatis. Ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor yang tidak berhubungan dengan alergen spesifik seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokontriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respons parasimpatis (Smeltzer, 2001). Selain itu, reseptor α- dan β-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam
bronki.
Ketika
reseptor
α-adrenergik
dirangsang,
terjadi
bronkokontriksi. Bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenisin monofosfat (cAMP) (Smeltzer, 2001). Ada 2 faktor yang berperan untuk terjadinya asma yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien terkena asma (Depkes RI, 2008): a.
Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.
b.
Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus.
c.
Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi). Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan seperti tungau
debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok; pemacu seperti rinovirus, ozon, pemakaian β2-agonis; sedangkan pencetus adalah semua faktor pemicu dan
pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin (Depkes RI, 2008). Gambar 2.1 Patofisiologi, Penatalaksanaan, Manifestasi Terpapat bahan allergen & iritan Stress Udara dingin Exercise Faktor lain Steroid Penstabil sel mast
Stimulus IgE Sel mast mengalami degranulasi
Antihistamin
Histamin
SRS-A
Prostaglandin
Modifier leukotrien
Bradikini n
Leukotrien
Jalan napas hiperresponsif Antikolinergi k Sekresi mukus
Inflamasi
Steroid
Batuk tidak
: Patofisiologi Sumber: Black & Hawk (2005).
Brokhospasme
Bronkhodilator β2-agonis Methilxanthine s
: Penatalaksan
: Manifestasi
Dada sesak, Napas pendek, Wheezing, Peak flow variability
3. Tanda dan Gejala Pada saat serangan, asma ditandai dengan sensasi dada sesak, dyspoe, wheezing dan batuk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan takikardi, takipnea, dan ekspirasi memanjang. Suara wheezing menyebar terdengar saat auskultasi. Pada beberapa serangan, dapat terjadi penggunaan otot-otot tambahan pernapasan, retraksi interkostal, bunyi wheezing dan suara paru yang melemah. Fatique, anxiety, ketakutan dan kesulitan bicara sebelum menarik napas merupakan kondisi yang progresif. Tanpa penanganan yang tepat asma dapat berkembang menjadi gagal napas dengan hipksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Pasien akan membutuhkan intubasi dan ventilator mekanik serta obat-obatan (Lemon-Burke, 2000). 4. Klasifikasi Secara klinik, beratnya penyakit asma dibagi menjadi 4 bagian yaitu intermiten, persisten ringan, sedang dan berat seperti terlihat pada tabel 2.1 (Anwar, 1998). Tabel 2.1 Klasifikasi asma menurut NHLBI 1995 Derajat
Gambaran klinis pra terapi
Fungsi paru
asma Intermiten
Gejala intermitten, singkat < 1 x / minggu
APE > 80 %
Gejala asma malam < 2 x / bulan
Variabilitas
Asimtomatis dan fungsi paru normal antara 2 eksaserbasi
APE < 20 %
Membutuhkan bronkodilator Jika
serangan
kortikosteroid
agak
berat
mungkin
memerlukan
Derajat
Fungsi paru
Gambaran klinis pra terapi
asma Persisten
Eksaserbasi > 1 x / minggu, tetapi < 1 x / hari
APE > 80 %
ringan
Gejala asma malam > 2 x / bulan
Variabilitas
Eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur
APE 20 – 30
Membutuhkan bronkodilator dan kortikosteroid
%
Persisten
Gejala hampir setiap hari
APE 60 – 80
sedang
Gejala asma malam > 1 x / minggu
%
Eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur
Variabilitas
Membutuhkan steroid inhalasi dan bronkodilator setiap hari
APE > 30 %
Persisten
Sering eksaserbasi, sesak terus menerus
APE < 60%
berat
Gejala asma malam sering
Variabilitas
Aktivitas fisik terhambat
APE > 30 %
Membutuhkan steroid inhalasi dosis tinggi, bronkodilator dan steroid oral
5. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari – hari (Mangunnegoro, 2004). Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi (Depkes RI, 2008) : a. Penatalaksanaan asma akut atau saat serangan Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah : 1) bronkodilator (β2-agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) 2) kortikosteroid sistemik Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2-agonis kerja cepat yang
sebaiknya
diberikan
dalam
bentuk
inhalasi.
Bila
tidak
memungkinkan dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin / aminofilin oral. Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3 - 5 hari. Pada serangan sedang diberikan β2-agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV. Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2-agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolusatau drip). Apabila β2-agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer). Bila penderita merasakan bahwa keadaan asmanya belum pulih kepada keadaan sebelum serangan, maka layaknya konsultasikan ke dokter, kemungkinan
pengobatan
serangan
akut
belum
tuntas.
Untuk
mengembalikan kepada keadaan sebelumnya, umumnya dibutuhkan pengobatan beberapa hari sampai minggu bergantung kepada beratnya serangan dan obat yang diberikan (Dianiati, 2002).
b. Penatalaksanaan asma jangka panjang Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi Edukasi yang diberikan meliputi : a) Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan b) Mengenali gejala serangan asma secara dini c) Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya d) Mengenali dan menghindari faktor pencetus e) Kontrol teratur Penderita dan keluarga seharusnya memahami apa itu asma dan masalahnya, baik penyakitnya maupun penanganannya, karena hal itu dapat meningkatkan motivasi penderita untuk patuh dalam penanganan penyakitnya. Pengetahuan akan asma dapat diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya seperti perawat, penyuluh kesehatan dan lainnya. Cara memberikan dapat bersifat individu seperti saat kontrol atau datang langsung ke klinik konseling asma. Selain itu dapat pula pemahaman dapat diberikan melalui kelompok seperti di klinik, rumah sakit, atau di klub asma (Dianiati, 2002).
Konseling Asma memberikan edukasi yang meliputi: a) Pengetahuan dasa Asma Memberikan informasi mengenai anatomi dan fisiologi saluran napas, pola penyakit asma dan pencetus asma. b) Obat Asma Merupakan pengetahuan tentang berbagai macam, bentuk, dan cara pakai obat asma, serta cara kerja dan manfaatnya, waktu pakai, efek samping obat dan cara mengatasinya. c) Pelangi Asma Agar Pelangi Asma atau penggunaan Peak Flow Meter dapat dilakukan dengan cara yang tepat, Klinik Konseling Asma memberikan informasi cara membuat dan menggunakan Pelangi Asma yang tepat. d) Senam Asma Indonesia Mengajarkan senam yang efektif dan manfaat senam asma e) Pengelolaan Asma Memberikan langkah yang harus dilakukan penyandang asma sehingga asmanya terkontrol. f)
7 Langkah Pengendalian Asma (1). Memahami seluk beluk penyakit asma (2). Menilai dan memonitor berat asma secara berkala. (3). Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
(4). Merencanakan pengobatan jangka panjang (5). Mengatasi serangan akut dengan tepat (6). Kontrol secara teratur (7). Menjaga kebugaran dengan olahraga. 2) Obat asma (pengontrol dan pelega) Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka
panjang
dan
terus
menerus.
Obat
pengontrol
asma
menggunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol. Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain : a) Inhalasi kortikosteroid b) β2-agonis kerja panjang c) antileukotrien d) teofilin lepas lambat 3) Menjaga kebugaran. Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain dengan melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia yang teratur, asma terkontrol akan tetap
terjaga, sedangkan pada anak dapat menggunakan olahraga lain yang menunjang kebugaran. Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol (tabel 2.2). Tabel 2.2 Ciri - Ciri Tingkatan Asma Tingkatan Asma Terkontrol Karakteristik
Gejala harian
Terkontrol
Terkonrol
Tidak
Sebagian
Terkonrol
Tidak ada (dua kali atau Lebih
Pembatasan
dari
dua
kali Tiga atau lebih gejala
kurang perminggu)
seminggu
dalam kategori Asma
Tidak ada
Sewaktu - waktu dalam Terkontrol Sebagian, muncul sewaktu –
aktivitas
seminggu
Gejala nocturnal / Tidak ada
Sewaktu – waktu dalam waktu
gangguan
seminggu
tidur
dalam
seminggu
(terbangun) Kebutuhan akan reliever
Tidak ada (dua kali atau Lebih
atau kurang dalam seminggu)
dari
dua
kali
seminggu
terapi rescue Fingsi Paru (PEF Normal
< 80% (perkiraan atau
atau FEV1*)
dari kondisi terbaik bila diukur)
Eksaserbasi
Tidak ada
Sekali atau lebih dalam Sekali setahun**)
seminggu***)
Keterangan : *) Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun **) Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apakah benar-benar adekuat ***) Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma tak terkontrol Sumber : GINA (2006) dalam Depkes RI (2008).
dalam
B. Senam Asma Indonesia 1. Pengertian Senam Asma Indonesia adalah senam yang diciptakan khusus untuk penderita asma yang gerakan-gerakannya disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan
penderita
berdasarkan
berat
/
ringannya
penyakit
asma
(Supriyantoro, 2004) Senam Asma Indonesia merupakan pendukung terapi asma karena (YAI, 2008) : a. Senam melatih cara bernapas yang benar b. Senam melatih melenturkan dan memperkuat otot – otot pernapasan c. Senam meningkatkan sirkulasi darah d. Senam mempertahankan asma tetap terkontrol e. Senam meningkatkan kualitas hidup 2. Manfaat Senam Asma Indonesia mempunyai banyak sekali manfaat yang secara garis besar dibagi menjadi dua (YAI, 2008) : a. Manfaat Fisiologis / Fisik 1) Memperbaiki sistem pembuluh darah, jantung dan otot 2) Mengoptimalkan otot – otot pernapasan 3) Relaksasi otot – otot dada 4) Mampu bernapas dengan benar pada saat terjadi serangan asma
b. Manfaat Psikologis / Sosial 1) Rekreasi 2) Meningkatkan rasa nyaman 3) Meningkatkan rasa percaya diri 4) Menurunkan frekuensi serangan asma 5) Mengurangi kebutuhan obat – obatan c. Cara Senam yang Efektif 1) Lakukan senam secara rutin 3 - 4 kali seminggu 2) Setiap kali senam 45 - 60 menit 3) Senam akan menunjukkan hasilnya setelah dilaksanakan 6 - 8 minggu. Efek maksimal latihan fisik tergantung dari intensitas, frekuensi, dan lama latihan. Latihan dapat juga dilakukan satu kali seminggu dengan durasi latihan 60 menit (Supriyantoro, 2004). Senam Asma Indonesia harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuknya untuk mendapatkan hasil yang sesuai atau memberi manfaat perbaikan (YAI, 2008). 3. Persiapan Senam Asma Indonesia Menurut Supriyantoro (2004) persiapan sebelum mengikuti senam asma khususnya bagi penderita asma adalah: a.
Melakukan pemeriksaan ke dokter khususnya untuk mengetahui derajat (berat / ringan) penyakit asmanya, mengetahui ada atau tidaknya penyakit lain yang menyertai (misalnya penyakit jantung)
b.
Latihan sebaiknya dilakukan pada suhu yang agak panas dan lembab, bukan pada suhu dingin atau kering.
c.
Harus selalu membawa obat bronchodilator (kususnya dalam bentuk inhaler)
d.
Bagi penderita asma tipe exercise Induced Asthma harus memperhatikan beberapa hal yaitu: intensitas latihan jangan terlalu melelahkan (misalnya setiap 6 menit latihan diselingi istirahat kurang lebih 1 menit kemudian latihan lagi), sebelum senam digunakan obat bronchodilator inhaler.
4. Tahapan Senam Asma Indonesia Tahapan senam asma selalu diawali dan diakhiri dengan berdoa, adapun tahapan senam asma adalah (Supriyantoro, 2004): a. Pemanasan dan Peregangan Gerakan pemanasan dan peregangan ditujukan untuk mempersiapkan otot sendi, jantung, dan paru-paru sehingga tubuh dalam keadaan siap untuk melakukan latihan. Gerakan pemanasan dan peragangan pada prinsipnya melibatkan seluruh persendian dan dimulai dari bagian atas ke arah bawah. b. Gerakan Inti A Gerakan inti A bertujuan untuk melatih cara bernapas yang efektif bagi pasien asma. Pada setiap gerakan inti A selalu diikuti dengan menarik napas (inspirasi) dan mengeluarkan napas (ekspirasi) di mana pada pernapasan yang ideal atau normal perbandingan waktu inspirasi dan
ekspirasi 1 : 2. Oleh karena itu pada gerakan ini dirancang menjadi 4 hitungan yaitu: hitungan 1 inspirasi atau tarik napas, hitungan 2 tahan napas, hitungan 3 dan 4 hembuskan napas (ekspirasi). Agar gerakan dan pernapasan dapat terkontrol dengan baik dan teratur, maka irama musik pada tahap ini menggunakan ketukan 50 - 60 kali/menit. Total waktu gerakan dan pernapasan ini tidak lebih dari 8 menit, karena jika lebih dapat memicu timbulnya sesak napas. c. Gerakan Inti B Pada gerakan inti B ditujukan pada seluruh tubuh tetapi tetap yang melibatkan otot pernapasan pada setiap gerakannya. Maksud gerakan pada tahap ini adalah melicinkan gerak sendi di seluruh tubuh sehingga mampu melakukan aktivitas maksimal, melibatkan kontraksi otot yang teratur dengan irama yang ritmis sehingga otot - otot akan menjadi relaks, sebagai latihan pra aerobik karena gerakan – gerakan yang teratur dan cukup lama, sehingga dapat menambah kemampuan daya tahan tubuh. Musik yang dipakai mengiringi lebih cepat dengan ketukan 80 - 90 kali/menit. d. Gerakan Aerobik Latihan aerobik merupakan tahap latihan yang umumnya hanya dapat diikuti pasien asma ringan dan orang sehat. Di sini para peserta dicoba untuk melakukan aktivitas yang lebih keras dan kontinyu untuk melatih percaya diri bahwa mereka boleh atau mampu melakukan aktivitas tertentu. Pada gerakan ini pelatih harus jeli memperhatikan peserta yang
mungkin terlalu lelah dan tidak bosan untuk selalu menganjurkan kepada pasien agar tidak memaksakan mengikuti gerakan, tetapi semampunya saja, ukur dan kenali diri sendiri. Pada aerobik ini musik yang dipakai untuk mengiringi lebih cepat yaitu dengan ketukan 100 - 120 kali/menit. e. Gerakan Pendinginan Pada tahap pendinginan beban latihan secara berangsur kembali diturunkan sehingga denyut nadi dan frekuensi pernapasan menjadi normal, setelah mengalami peningkatan pada saat latihan. f. Evaluasi Evaluasi yang dilakukan untuk menilai efek dari senam asma terhadap fungsi paru dapat dilakukan pemeriksaan fisik dan spirometri setiap 3 - 6 bulan. Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan alat mini Peak Flow meter pada saat sebelum dan sesudah latihan.
C. Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan 1. Perilaku Menurut Lewit seperti dikutip oleh Maulana (2009), perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan di dalam diri seseorang.
Skinner (1938) memberikan pengertian perilaku sebagai respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu, teori Skinner ini disebut Teori S-O-R atau Stimulus-Organisme-Respons. Berdasarkan teori Skinner tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua (Notoatmodjo, 2005) : a.
Covert behavior ( Perilaku tertutup ) Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk perilaku tertutup yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.
b. Overt behavior ( Perilaku terbuka ) Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas pada manusia itu sendiri. Baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia memiliki bentang yang sangat luas, berjalan, berbicara, bereaksi, berolahraga, dan sebagainya (Ayubi, dkk, 2006). 2. Perilaku Kesehatan Perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum, 1974 dalam Maulana, 2009). Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau
kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Unsur – unsur dalam perilaku kesehatan terdiri dari (Maulana, 2009) : a.
Perilaku terhadap sakit dan penyakit Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respons internal dan eksternal seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk respon tertutup (sikap, pengetahuan) maupun dalam bentuk respons terbuka (tindakan nyata). Perilaku terhadap sakit dan penyakit dapat diklasifikasikan menurut tingkat pencegahan penyakit sebagai berikut: 1) Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior)
yaitu
perilaku
seseorang
untuk
memelihara
dan
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan 2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) yaitu segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari penyakit. 3) Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan/atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri (selftreatment) sampai mencari bantuan ahli.
4) Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior). Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental, dan sosial. b.
Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern dan atau tradisional, meliputi respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan kesehatan, perilaku terhadap petugas, dan respons terhadap pemberian obat – obatan. Respon ini terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan fasilitas, sikap terhadap petugas, dan obat – obatan.
c.
Perilaku terhadap makanan Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktek terhadap makanan serta unsur – unsur yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan makanan. Dari beberapa literatur, perilaku terhadap makanan menjadi bagian dari kesehatan lingkungan.
d.
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan Perilaku ini merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai determinan agar tidak memengaruhi kesehatannya seperti bagaimana mengelola pembuangan tinja. Seorang ahli lain (Becker, 1979 dalam Notoatmodjo, 2007) membuat
klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini.
a. Perilaku hidup sehat Adalah perilaku – perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antara lain makan dengan menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum – minuman keras dan narkoba, istirahat yang cukup, mengendalikan stress, dan perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan. b. Perilaku Sakit Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya. c. Perilaku peran sakit Perilaku ini meliputi tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan atau penyembuhan penyakit yang layak, serta mengetahui hak dan kewajiban orang sakit. 3. Perubahan Perilaku dan Indikatornya Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui tiga tahap (Notoatmodjo, 2007).
a. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Indikator – indikator apa yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi: 1) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit 2) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat 3) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan b. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok. 1) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3) Kecenderungan untuk bertindak
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan seperti di atas, yakni: 1) Sikap terhadap sakit dan penyakit 2) Sikap cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat 3) Sikap terhadap kesehatan lingkungan c. Praktik atau Tindakan Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik kesehatan atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan. Oleh sebab itu indikator praktik kesehatan ini juga mencakup hal – hal tersebut di atas, yakni: 1) Tindakan atau praktik sehubungan dengan penyakit 2) Tindakan atau praktik pemeliharaan dan peningkatan kesehatan 3) Tindakan atau praktik kesehatan lingkungan Cara mengukur indikator perilaku atau memperoleh data atau informasi tentang indikator – indikator perilaku tersebut, untuk pengetahuan, sikap, dan praktik agak berbeda. Untuk memperoleh data tentang pengetahuan dan sikap cukup dilakukan melalui wawancara, baik
wawancara terstruktur maupun wawancara mendalam, dan focus group discussion (FGD) khusus untuk penelitian kualitatif. Sedangkan untuk memperoleh data praktik atau perilaku yang paling akurat adalah melalui pengamatan (observasi). Namun dapat juga dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan recall atau mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberapa waktu yang lalu.
D. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan Berdasarkan teori Green (1991) yang diacu oleh Notoatmodjo (2007), ada 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya sebuah perilaku, yaitu: 1. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. 2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya serta keterjangkauan sumber daya kesehatan. 3. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Dalam kajian psikologi, sesuatu yang melatarbelakangi terjadinya sebuah perilaku adalah sesuatu yang dikenal dengan istilah motivasi. Motivasi dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang
menuntut atau mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan. Motivasi memiliki tiga komponen pokok, yakni (Shaleh, 2004): 1. Menggerakkan. Dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan pada individu, membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. 2. Mengarahkan. Berarti motivasi mengarahkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan terhadap sesuatu. 3. Menopang. Artinya, motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu. Beberapa psikolog membagi motivasi menjadi dua (Shaleh, 2004) : 1. Motivasi intrinsik, ialah motivasi yang berasal dari diri seseorang itu sendiri tanpa dirangsang dari luar. 2. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang karena adanya rangsangan dari luar.
E. Kerangka Teori Gambar 2.2 Kerangka Teori Modifikasi teori asma dan teori perilaku kesehatan Laurence Green (1991) Terpapar bahan allergen & iritan Stress Udara dingin Exercise Faktor lain Jalan napas hiperresponsif
Sekresi mukus
Inflamasi
Batuk tidak produktif
Brokhospasme Dada sesak, Napas pendek, Wheezing, Peak flow variability
Penatalaksanaan Jangka Panjang
Jangka Pendek Penggunaan obat reliever (pelega)
Efektif
Kualitas hidup baik
Tidak efektif Kualitas hidup buruk Kematian
Edukasi Pengetahuan dasar Asma Obat Asma Pelangi Asma Senam Asma Indonesia Pengelolaan Asma 7 Langkah Pengendalian Asma
Perilaku Sehat
Penggunaan obat pengontrol Menjaga kebugaran: Olahraga
Faktor Predisposisi (Pekerjaan, pendidikan, Pengetahuan, sikap, dll) Faktor Pemungkin (Ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya)
Sumber: Black & Hawk (2005); Depkes RI (2008); Notoatmodjo (2007).
34
Faktor Pendorong (Perilaku dan sikap petugas kesehatan dan keluarga)
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. KERANGKA KONSEP Variabel dalam penelitian ini terdari dari: 1. Variabel bebas (dependen) : Perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia 2. Variabel terikat (independen) : Faktor pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan keluarga. Sedangkan variabel lainnya yang terdapat dalam kerangka teori tidak diikutsertakan dalam penelitian ini dikarenakan keterbatasan penelitian dan belum ditemukannya penelitian yang mendukung.
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Variabel Independen Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Sikap
Variabel Dependen Perilaku Kesehatan: Senam Asma Indonesia
Faktor Pendorong
Dukungan petugas kesehatan
Dukungan keluarga
35
38
C. HIPOTESIS 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia 2. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia 3. Ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia 4. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia
B. DEFINISI OPERASIONAL Tabel 3.1 Definisi Operasional No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1.
Perilaku
Pengakuan
responden
terkait Wawancara
pasien asma melakukan atau tidak melakukan dalam
Senam Asma Indonesia.
Kuesioner F. No. 1-4
0. Tidak
melakukan Ordinal
senam, jika: a. Tidak
pernah
melakukan
melakukan senam,
Senam Asma
atau
Indonesia
b. Pernah melakukan senam tetapi sudah ≥ 6 bulan berhenti. 1. Melakukan
senam,
jika: a. Minimal
1
x
seminggu, dan b. Sudah
dilakukan
≥ 2 bulan sampai saat penelitian
36
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
2.
Pengetahuan
Pengetahuan yang dimaksud adalah Angket
Kuesioner
pasien asma mengetahui mengenai
B. No. 1-13
penyakit
asma
dan
0. Kurang
Ordinal
(skor < median) 1. Baik
penatalaksanaannya, dalam hal ini
(skor ≥ median)
senam asma. 3.
Sikap
Tingkat
kecenderungan
pasien Angket
tentang penyakit asma dan senam
Kuesioner C. No. 1-10
asma yang bersifat positif atau
Dukungan
Dorongan yang diberikan petugas Angket
Kuesioner
Petugas
kesehatan
D. No. 1-4
kesehatan
melakukan
pada senam
pasien asma
untuk yang
Kuesioner
Keluarga
pada pasien untuk melakukan senam
E. No. 1-5
pasien.
dinilai/diamati
Ordinal
(skor < median)
(skor ≥ median)
Dorongan yang diberikan keluarga Angket
yang
0. Negatif
1. Positif
Dukungan
asma
(skor < median)
(skor ≥ median)
dinilai/diamati oleh pasien. 5.
Ordinal
3. Positif
negatif 4.
2. Negatif
oleh
0. Negatif
Ordinal
(skor < median) 1. Positif (skor ≥ median)
37
38
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif. Rancangan penelitian yang digunakan melalui pendekatan cross sectional yaitu dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) antara variabel dependen dengan independen.
B.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RS Persahabatan pada bulan September tahun 2010. Alasan peneliti memilih tempat ini karena RSUP Persahabatan merupakan rumah sakit rujukan nasional kesehatan paru dan masih banyak terdapat kasus asma.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 1993 dalam Setiadi, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien asma yang berkunjung ke RS Persahabatan untuk melakukan pengobatan pada bulan September tahun 2010.
39
40
2. Sampel Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 1993 dalam Setiadi, 2007). Sampel penelitian ini adalah bagian dari populasi yang melakukan kunjungan ke RS Persahabatan untuk melakukan pengobatan pada saat penelitian dengan kriteria, a.
Bersedia menjadi responden
b.
Telah terdiagnosa asma ≥ 1 tahun
c.
Mampu membaca dan menulis
d.
Mampu berkomunikasi secara verbal
e.
Kooperatif Besarnya sampel menggunakan rumus uji beda dua proporsi yaitu:
Keterangan: n
= Jumlah sampel yang dibutuhkan = 1,96 (Derajat kemaknaan 95% CI/Confidence Interval dengan (α)
sebesar 5%) = 0,84 (Kekuatan uji sebesar 80%) P₁
= 0,33 (Proporsi pasien asma dengan jenis kelamin laki-laki yang tidak melakukan senam asma berdasarkan hasil studi pendahuluan)
P₂
= 0,62 (Proporsi pasien asma dengan jenis kelamin perempuan yang tidak melakukan senam asma berdasarkan hasil studi pendahuluan)
41
P n
= (P₁
+ P₂ ) / 2 = (0.43+0,6) / 2 = 0,51
=
= [ 1,96 √2(0,47)(1-0,47) + 0,84 √0,33(1-0,33) + 0,62(1-0,62) ]2 (0,33-0,62)2 = [ 1,96 √0,94(0,53) + 0,84 √(0,2211) + (0,2356) ]2 (-0,29)2 = [ 1,96 √0,4982 + 0,84 √(0,4567 ]2 0,0841 = [ 1,3834 + 0,5676 ]2 0,0841 = 3,806401 0,0841 = 45,2605 = 45 responden Karena dua proporsi, maka hasil perhitungan sampel dikali dua sehingga jumlahnya menjadi 90 responden. Namun, dikarenakan jumlah pasien asma yang memenuhi kriteria sampel penelitian di rumah sakit tempat penelitian tidak mencukupi maka jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 68 pasien asma. 3. Teknik sampling Teknik pengambilan sampel dipilih secara random sampling, yaitu melalui systematic random sampling di mana sampel diambil sesuai dengan nomor urut yang telah ditentukan, dengan rumus: K= Jumlah Populasi Jumlah sampel yang dibutuhkan
42
Berdasarkan data catatan kunjungan pasien asma di Klinik Asma pada bulan Mei tahun 2010 jumlah populasi sebanyak 318, maka pengambilan sampel dilakukan dengan kelipatan K = 318/ 68 = 4,68 dibulatkan 5. Adapun urutan prosedur yang dilakukan dalam pengambilan sampel adalah mula-mula peneliti mencatat setiap nama pasien yang mendaftar untuk berobat disertai dengan mencantumkan nomor urutnya sehingga tersusun menjadi sebuah frame sample atau kerangka sampel. Setelah itu, dari frame sample yang telah dibuat tersebut peneliti menentukan sampel yang akan diambil yaitu sampel yang berada pada kelipatan 5. Adapun untuk menentuan nomor urut sampel yang pertama diambil adalah nomor urut yang didapat melalui kocokan. Sehingga pasien yang menjadi sampel adalah yang mempunyai nomor urut n, n+5=n2, n2+5=n3, dan seterusnya.
D. Instrumen Penelitian Instrumen untuk pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui kuesioner. Kuesioner yang telah dibuat mencakup variabel independen yaitu pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan keluarga. Sedangkan variabel dependen yaitu perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia. Pada setiap pertanyaan variabel independen perlu dilakukan proses scoring. Skoring yaitu pemberian skor jawaban responden pada beberapa pertanyaan di kuesioner sehingga dapat digabungkan menjadi satu variabel. Adapun variabel-variabel yang diskoring yaitu :
43
1. Pengetahuan Skala pengukuran pengetahuan yang digunakan adalah skala Guttman. Pada kuesioner yang digunakan, untuk variabel pengetahuan terdiri dari 13 pernyataan yang masing-masing terdiri dari 5 pernyataan positif dan
8
pernyataan negatif. Pertanyaan B1, B3, B8, B9, dan B13 untuk jawaban yang benar diberi skor 1 dan diberi skor 0 untuk jawaban yang salah. Sedangkan untuk pertanyaan B2, B4, B5, B6, B7, B10, B11, dan B12 untuk jawaban yang benar diberi skor 0 dan untuk jawaban salah diberi skor 1. Sehingga skor tertinggi untuk pernyataan pengetahuan adalah 13 sedangkan skor terendah adalah 0. Adapun variabel pengetahuan ini akan dikelompokkan menjadi 2 kategori dengan menggunakan standar skor dibawah ini : Kurang: Jika total skor jawaban yang diperoleh < median Baik
: Jika total skor jawaban yang diperoleh ≥ median
2. Sikap Skala pengukuran sikap yang digunakan adalah skala Likert. Pada variabel sikap terdiri dari 10 pertanyaan yang masing-masing terdiri dari 7 pernyataan positif dan 3 pernyataan negatif, untuk pernyataan C1, C2, C4, C5, C6, C8, dan C9, jawaban diberi skor 4 untuk jawaban sangat setuju, 3 = setuju, 2 = tidak setuju, 1 = sangat tidak setuju. Sedangkan untuk pernyataan C3, C7, dan C10, jawaban diberi skor 4 untuk jawaban sangat tidak setuju, 3 = tidak setuju, 2 = setuju, 1 = sangat setuju. Sehingga skor tertinggi untuk pernyataan sikap adalah 40, sedangkan skor terendahnya adalah 10.
44
Adapun variabel sikap pasien asma ini akan dikelompokkan menjadi 2 kategori dengan menggunakan standar skor dibawah ini : Negatif terhadap senam asma : Jika total skor jawaban yang diperoleh < median Positif terhadap senam asma : Jika total skor jawaban yang diperoleh ≥ median 3. Dukungan Petugas Kesehatan Skala pengukuran dukungan petugas kesehatan yang digunakan adalah skala Likert. Pada variabel dukungan petugas kesehatan terdiri dari 4 pernyataan. Jawaban diberi skor 4 untuk jawaban selalu, 3 = sering, 2 = jarang, 1 = tidak pernah. Sehingga skor tertinggi untuk pernyataan dukungan petugas kesehatan adalah 16, sedangkan skor terendahnya adalah 4. Adapun variabel dukungan petugas kesehatan ini akan dikelompokkan menjadi 2 kategori dengan menggunakan standar skor dibawah ini : Negatif : Jika total skor jawaban yang diperoleh < median Positif : Jika total skor jawaban yang diperoleh ≥ median 4. Dukungan Keluarga Skala pengukuran dukungan keluarga yang digunakan adalah skala Likert. Pada variabel dukungan keluarga terdiri dari 5 pernyataan positif. Jawaban diberi skor 4 untuk jawaban selalu, 3 = sering, 2 = jarang, 1 = tidak pernah. Sehingga skor tertinggi untuk pernyataan dukungan keluarga adalah 20, sedangkan skor terendahnya adalah 5.
45
Adapun variabel dukungan keluarga ini akan dikelompokkan menjadi 2 kategori dengan menggunakan standar skor dibawah ini : Negatif : Jika total skor jawaban yang diperoleh < median Positif : Jika total skor jawaban yang diperoleh ≥ median
E. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reabilitas data (Hidayat, 2008). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Uji validitas menggunakan rumus Pearson Product Moment, sedangkan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha Cronbach di mana dikatakan memiliki tingkat reabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang diperoleh ≥ 0,7 (Kaplan, 1993 dalam Ruswandi, 2009). Uji coba instrumen dilakukan pada tanggal 27-31 Agustus tahun 2010. Uji coba dilakukan terhadap 20 pasien asma di RS Persahabatan, dengan kriteria bahwa responden tersebut: bersedia menjadi responden, telah terdiagnosa asma ≥ 1 tahun, mampu membaca dan menulis, mampu berkomunikasi secara verbal, dan kooperatif. Pada saat dilakukan uji validitas didapat dari 20 pertanyaan pengetahuan hanya 6 pertanyaan yang dinyatakan valid (nilai r tabel = 0,444). Kemudian peneliti mencoba mengukur tingkat validitas isi dari kuesioner ini. Dalam hal ini terjadi upaya pembenaran (justifikasi) dari materi yang kemungkinan besar bersifat subyektif. Selain itu peneliti juga merubah redaksional pertanyaan dalam
46
instrumen yang sekiranya menurut pasien pertanyaan tersebut membingungkan atau kurang memahami istilah kata yang digunakan. Sehingga pada kuesioner pengetahuan diperbaiki menjadi 13 pertanyaan. Adapun kuesioner untuk pertanyaan sikap, dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga dinyatakan semuanya valid. Hasil uji reliabilitas terhadap masing-masing pertanyaan untuk variabel independen didapatkan nilai Alpha Cronbach ≥ 0,7. Dengan demikian kuesioner ini dinyatakan reliabel. Tabel 4.1 Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan B1 B3 B5 B6 B8 B9 B10 B12 B13 B14 B16 B17 B20 Sikap C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10
Corrected item-total 0.255 0.413 0.504* 0.048 0.375 0.496* 0.488* 0.504* 0.219 0.363 0.446* 0.267 0.495* Corrected item-total 0.596* 0.499* 0.544* 0.666* 0.544* 0.755* 0.661* 0.755* 0.803* 0.643*
Alpha
0.729
Alpha
0.895
47
Duk.Petugas Kesehatan D1 D2 D3 D4 Dukungan Keluarga E1 E2 E3 E4 E5 Ket:* Valid
Corrected item-total 0.859* 0.859* 0.649* 0.919* Corrected item-total 0.703* 0.673* 0.740* 0.682* 0.743*
Alpha 0.920
Alpha
0.875
F. Pengolahan Data Dalam proses pengolahan data peneliti mengunakan langkah - langkah pengolahan data diantaranya: 1. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau formulir kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing pada penelitian ini dilakukan pada tahap pengumpulan data dan setelah data terkumpul. 2. Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting karena dalam pengolahan dan analisis data peneliti menggunakan komputer. 3. Entry data Pada tahap ini peneliti memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.
48
4. Cleaning data Pada tahap ini peneliti memeriksa kembali data yang sudah di-entry, apakah ada kesalahan atau tidak, sehingga data siap dianalisa.
G. Analisa Statistik 1. Analisa Univariat Analisa univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel dependen dan independen. Variabel tersebut diantaranya faktor pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan keluarga. Sedangkan variabel dependen yaitu perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia. 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen yaitu faktor pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan keluarga dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia. Tehnik analisa menggunakan Chi-Square untuk melihat hubungan pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan keluarga dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia. Uji kemaknaan yang digunakan yaitu nilai p (p-value), dengan menggunakan derajat kepercayaan 95 % dengan α 5%. Sehingga jika nilai P (p value) ≤ 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, dan apabila nilai p value > 0,05 berarti hasil perhitungan
49
statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.
H. Etika penelitian Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian mengingat peneliti keperawatan akan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika peneliti harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian (Hidayat, 2008). Dalam melakukan penelitian menekankan masalah etika penelitian yang meliputi : 1. Lembar persetujuan ( informed consent ) Lembar persetujuan ini diberikan dan dijelaskan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria sampel dan disertai judul penelitian serta manfaat penelitian dengan tujuan responden dapat mengerti maksud dan tujuan penelitian. 2. Tanpa nama ( anonymity ) Untuk
menjaga
kerahasiaan
identitas
responden,
peneliti
tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi responden, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode tertentu dan nama inisial. 3. Kerahasiaan ( confidentially ) Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Rumah Sakit Persahabatan 1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Persahabatan adalah rumah sakit tipe B yang berlokasi di Jakarta Timur, Indonesia, yang secara administratif merupakan rumah sakit vertikal di bawah Departemen Kesehatan RI, cq. Direktur Jenderal Pelayanan Medik. Tahun 1961 Rumah Sakit Persahabatan mulai dibangun yang merupakan sumbangan dari Pemerintah Rusia kepada pemerintah Indonesia. Penyerahan secara resmi pada tanggal 7 Nopember 1963 yang kemudian dikenal sebagai hari jadi Rumah Sakit Persahabatan. Rumah Sakit Persahabatan merupakan Pusat Rujukan Nasional Kesehatan Paru, serta Laboratorium
Kuman
Tuberkulosis
dan mendapat pengakuan
international sebagai “WHO Collaborating Centre”. Saat ini Rumah Sakit Persahabatan sedang mempersiapkan diri untuk menjadi Pusat Kesehatan Respirasi Nasional yang nantinya dapat menanggulangi secara aktif masalah kesehatan respirasi di Indonesia. Selain itu juga melaksanakan pelayanan prima di bidang kesehatan respirasi baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta bersifat comprehensive and one stop service untuk berbagai disiplin terkait dengan kesehatan respirasi. Pelayanan yang diberikan bertaraf international dan mampu memenuhi kebutuhan konsumen dan menjawab persaingan global. 50
51
Rumah Sakit Persahabatan merupakan rumah sakit pendidikan baik untuk pendidikan dokter spesialis dan juga untuk tempat pendidikan dan pelatihan dokter, perawat, petugas laboratorium, rekam medis dan petugas lain yang berasal dari berbagai daerah. 2. Visi Terwujudnya rumah sakit mandiri dan prima dalam pelayanan dengan unggulan kesehatan respirasi. 3. Misi a) Pelayanan kesehatan profesional, bermutu dan bersahabat untuk mewujudkan kepuasan pelanggan, dengan menjalankan fungsi sosial. b) Mengembangkan jiwa (sikap mental) wirausaha dalam menyelenggarakan pelayanan prima yang bertumpu pada pemberdayaan seluruh potensi rumah sakit dan penggolongan kemitraan seluas-luasnya. c) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan respirasi dalam kedudukannya sebagai
pusat
rujukan
nasional,
pengembangan keilmuan di bidang
pusat
pendidikan
dan
pusat
kesehatan respirasi yang bertaraf
international. d) Menyelenggarakan kegiatan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan yang bermutu.
52
4. Fasilitas a) Laboratorium b) Perpustakaan 1) Perpustakaan Rumah Sakit Melayani buku-buku kedokteran, keperawatan, manajemen rumah sakit dan lain-lain. 2) Perpustakaan Bagian Pulmonologi FKUI/SMF Paru RS Persahabatan (a) Melayani buku-buku texbook, majalah ilmiah, jurnal dll, dalam bidang kedokteran respirasi (b) Pelayanan multi media (CD-ROM, Internet) dalam bidang kedokteran respirasi c) Unit Komputer 5. Pelayanan di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI/RS Persahabatan Jakarta a) Rawat Jalan 1) Poliklinik paru 2) Poliklinik asma b) Gawat darurat respirasi c) Rawat inap d) Rawat instalasi perawatan intensif (IPI)
53
6. Layanan Respirasi Unggulan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI/RS Persahabatan a) Pusat Pelayanan Asma b) Laboratorium faal paru terpadu c) Bronkoskopi d) Sleep Laboratory e) Pusat diagnostik dan terapi keganasan torak f) TB DOTS g) Ruang rawat isolasi untuk emerging respiratory disease seperti Avian Influenzae (AI) dan Severe Acute Respiratory Distress Syndrome (SARS)
B. Analisa Univariat 1. Gambaran perilaku pasien asma dalam melakukan senam asma Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Pasein Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan Tahun 2010 Kategori
Frekuensi N= 68
Persentase (%)
Tidak melakukan senam
51
75
Melakukan senam
17
25
Perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia pada penelitian ini dikategorikan menjadi 2 yaitu tidak melakukan senam dan melakukan senam. Berdasarkan analisa dari 68 pasien asma didapatkan sebagian besar pasien asma tidak melakukan senam asma yaitu sebanyak 75%.
54
2. Gambaran Pengetahuan Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan di RS Persahabatan Tahun 2010 Kategori
Frekuensi N= 68
Persentase (%)
Kurang
24
35,3
Baik
44
64,7
Pengetahuan pasien asma diukur melalui pertanyaan – pertanyaan dalam kuesioner yang berisi tentang pengetahuan dasar penyakit asma dan senam asma sebanyak 13 pertanyaan. Peneliti mengelompokkan pengetahuan pasien asma menjadi 2 kategori berdasarkan nilai tengah (median) yaitu 9. Pada tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar pasien asma memiliki pengetahuan baik mengenai pengetahuan dasar asma dan senam asma yaitu sebanyak 64,7%.
3. Gambaran Sikap Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap di RS Persahabatan Tahun 2010 Kategori
Frekuensi N=68
Persentase (%)
Negatif
32
47,1
Positif
36
52,9
Pada penelitian ini, variabel sikap dikelompokkan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai tengah (median) yaitu 30. Berdasarkan kategori tersebut didapat pasien asma yang memiliki sikap negatif terhadap penyakitnya dan
55
senam asma sebanyak 47,1%. Sedangkan pasien asma yang memiliki sikap positif terhadap senam asma sebanyak 52,9%.
4. Gambaran Dukungan Petugas Kesehatan Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Dukungan Petugas Kesehatan di RS Persahabatan Tahun 2010 Kategori
Frekuensi N=68
Persentase (%)
Negatif
33
48,5
Positif
35
51,5
Variabel dukungan petugas kesehatan diukur dengan 4 pertanyaan yang dinilai oleh responden. Nilai skor dukungan petugas kesehatan tertinggi adalah 16 dan terendah 4. Untuk kepentingan analisa data, dukungan petugas kesehatan dikelompokkan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai tengah (median) yaitu 10. Berdasarkan kategori tersebut diketahui bahwa lebih banyak petugas kesehatan yang memiliki dukungan positif yaitu sebanyak 51,5%.
5. Gambaran Dukungan Keluarga Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga di RS Persahabatan Tahun 2010 Kategori
Frekuensi N=68
Persentase (%)
Negatif
32
47,1
Positif
36
52,9
56
Pada penelitian ini, variabel dukungan keluarga dikelompokkan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai tengah (median) yaitu 11. Berdasarkan kategori tersebut didapat bahwa keluarga yang mempunyai dukungan negatif terhadap pasien asma dalam melakukan senam asma sebanyak 47,1%. Sedangkan keluarga yang mempunyai dukungan positif sebanyak 52,9%.
C. Analisa Bivariat 1. Hubungan pengetahuan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia Tabel 5.6 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan Tahun 2010 Senam Asma Total Pengetahuan
Kurang Baik Total
OR
Tidak Melakukan melakukan N
%
21 30 51
41,2 58,8 100
N
%
N
%
3 17,6 24 35,3 14 82,4 44 64,7 17 100 68 100
p-value
(95% CI) 3,267 (0,833-12,804)
0,143
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sebagian besar pasien asma yang tidak melakukan senam asma (51 orang), di antaranya lebih banyak mempunyai pengetahuan yang baik (58,8%) daripada pengetahuan yang kurang (41,2%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia (p-value = 0,143 pada α = 0,05).
57
2. Hubungan sikap dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia Tabel 5.7 Analisis Hubungan Sikap dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan Tahun 2010
Sikap Negatif Positif Total
Senam Asma Tidak Melakukan melakukan N % N % 27 52,9 5 29,4 24 47,1 12 70,6 51 100 17 100
Total N 32 36 68
% 47,1 52,9 100
OR (95% CI) 2,7 (0,830-8,781)
p-value 0,161
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pasien asma yang tidak melakukan senam asma di antaranya mempunyai sikap negatif sebanyak 52,9% dan sikap positif sebanyak 47,1%. Setelah dilakukan uji statistik didapatkan p-value = 0,161 yang berarti pada α = 0,05 tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia. 3. Hubungan dukungan petugas kesehatan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia Tabel 5.8 Analisis Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan Tahun 2010 Dukungan Petugas Kesehatan Negatif Positif Total
Senam Asma Tidak Melakukan melakukan N % N % 30 58,8 3 17,6 21 41,2 14 82,4
N 33 35
% 48,5 6,667 51,5 (1,701-26,130)
51
68
100
100
17
100
Total
OR (95% CI)
p-value 0,008
58
Pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa pasien asma yang tidak melakukan senam asma lebih banyak mendapatkan dukungan negatif dari petugas kesehatan (58,8%) daripada dukungan positif (41,2%). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia (p-value = 0,008 pada α = 0,05). Adapun nilai OR = 6,667, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien asma yang mendapat dukungan negatif dari petugas kesehatan beresiko 6,667 kali lebih tinggi tidak melakukan senam asma dibandingkan pasien asma yang mendapat dukungan positif dari petugas kesehatan.
4. Hubungan dukungan keluarga dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia Tabel 5.9 Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan Tahun 2010 Dukungan Keluarga Negatif Positif Total
Senam Asma Total OR Tidak Melakukan (95% CI) Melakukan N % N % N % 31 60,8 1 5,9 32 47,1 24,8 (3,046-201,921) 20 39,2 16 94,1 36 52,9 51 100 17 100 68 100
p-value
0.001
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien asma yang tidak melakukan senam asma lebih banyak mendapatkan dukungan negatif dari keluarga
59
(60,8%) daripada dukungan positif (39,2%). Berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia (p-value = 0,001 pada α = 0,05). Adapun nilai OR = 24,8, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien asma yang mendapat dukungan negatif dari keluarga beresiko 24,8 kali lebih tinggi tidak melakukan senam asma dibandingkan pasien asma yang mendapat dukungan positif dari keluarga.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Penelitian
ini
mempunyai
keterbatasan-keterbatasan
yang
dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut di antaranya: 1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang memiliki beberapa kelemahan antara lain pengukuran variabel independen dan dependen dilakukan secara bersamaan (pada periode yang sama) sehingga rawan terhadap bias dan tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat antara variabel dependen dan independen. 2. Pengumpulan data dengan kuesioner memungkinkan responden menjawab pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak dimengerti dengan maksud pertanyaan sehingga hasilnya kurang mewakili. Namun, peneliti sudah meminimalkan hal tersebut dengan terlebih dahulu sebelum mengisi kuesioner menghimbau agar responden mengisinya dengan sejujur-jujurnya yang disampaikan melalui lembar informed consent dan menjelaskan maksud dari beberapa pertanyaan yang tidak dimengerti responden. 3. Instrumen penelitian dibuat sendiri oleh peneliti yang belum ahli dalam hal ini. Sehingga kualitas dari instrumen belum cukup baik. Namun, peneliti sudah meminimalkan hal tersebut dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas.
60
61
4. Sampel dalam penelitian ini kurang dari sampel minimum yang seharusnya sehingga dapat mempengaruhi hasil analisa dan tidak dapat digeneralisasikan hasilnya ke populasi. 5. Penelitian terkait senam asma belum banyak dilakukan, sehingga mengalami keterbatasan dalam membuat pembahasan termasuk dalam membandingkan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian terkait. Namun, hal tersebut dapat diatasi yaitu membandingkannya dengan penelitian terkait senam diabetes, di mana keduanya memiliki kesamaan yaitu sama-sama terkait latihan fisik dan bertujuan untuk terapi penyakit kronik.
B. Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia Senam Asma Indonesia merupakan salah satu jenis olahraga yang dianjurkan bagi pasien asma sebagai bagian dari pengobatan asma secara menyeluruh atau holistik. Beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Anwar (1998) dan Rogayah (1999) menyimpulkan bahwa pasien asma yang mengikuti sanam asma dapat memperbaiki gejala klinis yang dialami dan penggunaan obat – obatan berkurang. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Sahat (2008) di perkumpulan senam asma RSU Tangerang menyimpulkan bahwa senam asma berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru setelah dikontrol variabel usia, tinggi badan, berat badan, dan jenis kelamin. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Budi (2008) diperoleh hubungan yang bermakna antara kualitas senam asma dengan kualitas hidup pasien asma, dimana
62
pasien asma yang melakukan senam secara teratur dan melakukan sosialisasi lebih banyak mempunyai kualitas hidup yang baik. Menurut Notoatmodjo (2003), untuk memperoleh data terkait perilaku pasien yang paling akurat adalah melalui pengamatan (observasi). Namun dapat juga dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan recall atau mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberapa waktu yang lalu. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat ukur untuk mendapatkan data terkait perilaku pasien asma dalam melakukan senam asma. Pada hasil penelitian ini diketahui sebagian besar pasien asma tidak melakukan senam asma. Adapun pasien asma yang dikategorikan tidak melakukan senam pada penelitian ini sebagian besar tidak pernah melakukan senam asma semenjak didiagnosa asma. Sedangkan pasien asma yang dikategorikan melakukan senam pada penelitian ini sebagian besar melakukan senam asma 1 kali seminggu dan sudah dijalani lebih dari 1 tahun. Menurut Supriyantoro (2004), latihan dapat dilakukan satu kali seminggu dengan durasi latihan 60 menit. Namun, menurut Yayasan Asma Indonesia (YAI) (2008) senam asma yang efektif adalah apabila dilakukan secara rutin 3 – 4 kali seminggu, setiap kali senam 45 – 60 menit, dan akan menunjukkan hasilnya setelah dilaksanakan 6 – 8 minggu. C. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
63
indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Namun, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pada penelitian ini, sebagian besar pasien asma memilik pengetahuan dasar asma dan senam asma yang baik. Menurut peneliti, hal ini terjadi karena pasien yang menjadi sampel penelitian adalah sebagian besar sudah menderita asma sejak kecil sehingga informasi terkait penyakit yang diderita sudah banyak didapat. Karena menurut Notoatmodjo (2007), pasien akan berusaha mencari informasi terkait penyakit yang diderita dan itu merupakan bagian dari perilaku peran sakit. Analisis lebih lanjut yaitu dengan menghubungkan antara pengetahuan dan perilaku pasien, ternyata dari hasil analisis bivariat didapatkan proporsi pasien asma yang tidak melakukan senam asma lebih banyak mempunyai pengetahuan yang baik daripada pengetahuan yang kurang. Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi perilaku
seseorang.
Namun,
peningkatan
pengetahuan
tidak
selalu
mengambarkan perubahan perilaku. Pembentukan perilaku tidak semata-semata berdasarkan pengetahuan saja, tapi masih dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat kompleks. Pada hasil uji statistik pula didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia (p-value = 0,143). Hal ini sejalan dengan penelitian Warsono (2000) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan
64
dengan kepatuhan melakukan olahraga yang dianjurkan pada pasien diabetes melitus type 2. Berbeda dengan penelitian Pratiwi (2003), hasil analisa menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus type 2. Latihan fisik yang dimaksud adalah olahraga dan aktivitas harian. Begitu pula dengan penelitian Hariyanti (2001) bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku kepatuhan menjalankan olahraga pada pasien diabetes mellitus type 2. Menurut analisa peneliti, tidak adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia mungkin dikarenakan kurangnya motivasi atau dorongan dari dalam diri pasien sendiri untuk melakukan senam asma. Walaupun pasien mengetahui besarnya manfaat senam asma bagi perbaikan kondisinya, namun jika tidak ada motivasi dari dalam diri untuk melakukan senam asma maka pasien tidak akan melakukan senam asma. Karena menurut Maulana (2009) motivasi terbaik datang dari dalam diri sendiri. Motivasi menjadi suatu kekuatan, tenaga atau daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari (Makmun, 2009 dalam Nursalam, 2008). Selain itu, dikarenakan ada faktor lain yang juga mempengaruhi seperti dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga. Berdasarkan teori motivasi bahwa dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga merupakan faktor motivasi eksternal yang juga menjadi pendorong sebuah perilaku seseorang
65
(Shaleh, 2004). Sehingga sebaiknya peran keluarga dan petugas kesehatan perlu ditingkatkan agar dapat membantu merubah perilaku pasien agar melakukan senam asma.
D. Hubungan Sikap dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia Sikap merupakan kecenderungan merespons (secara positif atau negatif) orang, situasi, atau objek tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci, dan sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderungan bertindak) (Sarwono, 1997 dalam Maulana, 2009). Berdasarkan hasil penelitian, sikap pasien asma terhadap penyakitnya dan senam asma lebih banyak positif. Adapun dari hasil analisa bivariat diketahui proporsi pasien asma yang tidak melakukan Senam Asma Indonesia lebih banyak mempunyai sikap negatif daripada sikap positif namun tidak jauh berbeda. Artinya pasien yang mempunyai sikap positif pun mempunyai kecenderungan tidak melakukan Senam Asma Indonesia. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia. Menurut analisa peneliti, hal ini mungkin disebabkan karena informasi yang diberikan petugas kesehatan kepada pasien tentang penyakit asma dan manfaat senam asma masih belum cukup merubah perilaku pasien untuk melakukan senam asma. Sarwono (1997) yang dikutip Maulana (2009) menyatakan bahwa sikap seseorang dapat berubah selain dengan
66
diperolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu melalui persuasi, juga dapat dengan tekanan dari kelompok sosialnya. Upaya yang dapat dilakukan kepada pasien untuk melakukan senam asma antara lain dengan cara memberikan contoh kepada pasien bahwa dengan melakukan senam asma akan mempengaruhi pengontrolan penyakitnya. Misalnya seorang perawat atau dokter yang sedang memberikan anjuran kepada pasiennya, ia menggambarkan bagaimana senam asma tersebut mempengaruhi pasien lainnya dalam memperbaiki gejala asmanya. Karena seorang yang telah bersikap positif terhadap sesuatu akan lebih mudah dipengaruhi untuk menjalankan hal tersebut, yang dibutuhkan adalah seseorang yang dapat memberikan contoh (role model), dan akan lebih baik bila yang memberikan contoh adalah orang yang berpengaruh atau dapat dipercaya (Notoatmodjo, 2007). Sunaryo (2004) menyatakan bahwa sikap pada diri individu belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Karena menurut Notoatmodjo (2007) walaupun sikap merupakan faktor predisposisi terhadap perilaku seseorang namun masih merupakan respon tertutup sehingga belum pasti meramalkan perilaku seseorang. Individu seringkali memperlihatkan tindakan bertentangan dengan sikapnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hariyanti (2001), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara sikap pasien terhadap penyakit Diabetes
Mellitus
dan
penatalaksanaannya
dengan
perilaku
kepatuhan
menjalankan olahraga. Namun, berbeda dengan hasil penelitian Pratiwi (2003),
67
yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan latihan fisik.
E. Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia Fungsi hadirnya tenaga kesehatan adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang kesehatan. Tujuan dasar dari pelayanan kesehatan ini adalah memberikan layanan kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat (Sudarma, 2008). Aktivitas peningkatan kesehatan merupakan bagian dari berbagai peran perawat seperti motivator, pendidik atau penyuluh (Potter & Perry, 2005). Dukungan petugas kesehatan termasuk perawat merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi perilaku pasien dalam melakukan Senam Asma Indonesia. Mengingat peran petugas kesehatan terhadap pengendalain penyakit asma amat besar. Gambaran dukungan petugas kesehatan yang dinilai secara objektif oleh pasien menunjukan lebih banyak positif. Menurut peneliti, dukungan positif yang diberikan petugas kesehatan adalah lebih banyak berupa dukungan informasi. Setelah dihubungkan dengan perilaku pasien diketahui proporsi pasien asma yang tidak melakukan senam asma lebih banyak mendapatkan dukungan negatif dari petugas kesehatan. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia (p-value = 0,008). Ini sesuai dengan teori Green (1991) yang diacu Notoatmodjo (2007) bahwa dukungan petugas kesehatan merupakan
68
faktor pendorong yang dapat mempengaruhi terjadinya sebuah perilaku kesehatan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Warsono (2000) dan Hariyanti (2001) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku kepatuhan menjalankan olahraga. Namun berbeda dengan penelitian Pratiwi (2003) yang sejalan dengan penelitian ini, hasil analisa menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara dukungan petugas kesehatan dengan latihan fisik. Sikap petugas merupakan salah satu faktor yang penting dalam merubah perilaku pasien agar berperilaku sehat. Dukungan dari petugas kesehatan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan petugas kesehatan ini berguna saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut merupakan hal yang penting. Perubahan perilaku seringkali memerlukan frekuensi yang sering antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan (Niven, 2000). Jadi peran petugas kesehatan dalam mempengaruhi pasien asma untuk melakukan senam asma sangat penting. Sehingga perlu ditingkatkan dukungan yang diberikan petugas kesehatan kepada pasien asma untuk melakukan senam asma seperti selain pemberian pendidikan atau informasi tentang penyakit asma dan manfaat senam asma, juga informasi tempat klub-klub senam asma yang dekat dengan rumah pasien pun harus diberikan atau dapat pula dengan ikut mendampingi melakukan senam asma bersama pasien agar lebih memotivasi dan meyakinkan pasien bahwa senam asma merupakan olahraga yang tepat bagi
69
pasien asma. Sebab untuk berperilaku sehat, pasien kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan keteladanan dari petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
F. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Pasien Asma dalam Melakukan Senam Asma Indonesia Friedman (1998) yang diacu Suprajitno (2004) mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya. Struktur kekuatan keluarga sebagai salah satu elemen struktur keluarga menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan. Pada tabel 5.5 diketahui gambaran dukungan keluarga yang diberikan kepada pasien asma lebih banyak positif. Adapun proporsi pasien asma yang tidak melakukan senam asma lebih banyak mendapatkan dukungan negatif dari keluarga daripada dukungan positif. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia (p-value = 0,001). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Hariyanti (2001) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
70
yang bermakna antara dukungan keluarga dengan perilaku kepatuhan menjalankan olahraga. Hasil penelitian Warsono (2000) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan melakukan olahraga pada pasien diabetes mellitus. Ini sesuai dengan teori Green (1991) yang diacu Notoatmodjo (2007) bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu faktor pendorong yang dapat mempengaruhi terjadinya sebuah perilaku kesehatan. Keluarga adalah bentuk sosial yang utama yang merupakan tempat untuk peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit (Campbell, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Keluarga secara kuat mempengaruhi perilaku sehat dari setiap anggota keluarganya (Potter & Perry, 2005). Keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat menentukan program apa yang sebaiknya mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit (Niven, 2000). Menurut analisa peneliti, pasien yang tidak melakukan senam asma dikarenakan anggota keluarga tidak menganjurkan pasien melakukan senam asma yang mungkin disebabkan anggota keluarga tidak mendapat informasi tentang senam asma. Anggota keluarga juga tidak mengantar ke tempat senam asma atau menemani pasien melakukan senam asma sehingga kurang termotivasi. Sebaiknya itu dilakukan oleh anggota keluarga pasien karena dapat mendorongnya untuk melakukan senam asma.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Gambaran perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan adalah lebih banyak pasien asma yang tidak melakukan senam asma (75%) dibandingkan dengan pasien asma yang melakukan senam asma (25%). 2. Gambaran pasien asma di RS Persahabatan yang memiliki pengetahuan baik (64,7%) lebih banyak dibandingkan dengan pasien asma yang memiliki pengetahuan kurang (35,3%). 3. Gambaran pasien asma di RS Persahabatan yang memiliki sikap positif (52,9%) lebih banyak dibandingkan dengan pasien asma yang memiliki sikap negatif (47,1%). 4. Gambaran petugas kesehatan di RS Persahabatan yang memiliki dukungan positif (51,5%) lebih banyak dibandingkan dengan petugas kesehatan yang memiliki dukungan negatif (48,5%). 5. Gambaran keluarga pasien asma di RS Persahabatan yang memiliki dukungan positif (52,9%) lebih banyak dibandingkan dengan keluarga pasien asma yang memiliki dukungan negatif (47,1%). 6. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan (p-value = 0,143).
71
72
7. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan
(p-
value = 0,161). 8. Ada hubungan yang bermakna antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan (p-value = 0,008, OR = 6,667). 9. Ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia di RS Persahabatan (p-value = 0,001, OR = 24,8).
B. Saran 1. Bagi RS Persahabatan a. Petugas kesehatan agar lebih meningkatkan perannya yang sudah dinilai baik agar jauh lebih baik dalam merubah perilaku pasien asma untuk melakukan senam asma dengan ikut terlibat dalam senam asma agar pasien termotivasi. b. Petugas kesehatan agar menyarankan anggota keluarga pasien juga untuk membantu merubah perilaku pasien baik hanya dengan mengantar pasien ke tempat senam atau ikut melakukan senam. 2. Bagi Profesi Keperawatan Membuat klub-klub asma baru yang bekerja sama dengan rumah sakit atau puskesmas setempat mengingat masih sedikitnya jumlah klub asma di Indonesia.
73
3. Peneliti Selanjutnya Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa yang terbukti berhubungan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia yaitu dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga. Peneliti menyarankan perlu dilakukan penelitian sejenis dengan meneliti variabelvariabel lain yang diduga berhubungan dengan perilaku pasien asma dalam melakukan Senam Asma Indonesia yang tidak diteliti dalam penelitian ini karena belum banyak diketahui variabel-variabel yang berhubungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Joni. 1998. Pengaruh Senam Asma Indonesia terhadap Penderita Asma. Tesis. Jakarta: FK UI. Ayubi, Dian, dkk. 2006. Modul Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: UIN Jakarta Press. Black & Hawk. 2005. Medical Surgical Nursing: Clinical Management For Positive Outcome (7th Ed). St. Louis: Elsvier. Inc Budi, Hendra. 2008. Hubungan Kualitas Senam Asma dengan kualitas Hidup Pasien Asma di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Tesis. Jakarta: FIK UI. Depkes RI. 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, http://www.depkes.go.id, diperoleh tanggal 16 Desember 2009. . 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. Dewan Asma Indonesia. 2009. "You Can Control Your Asthma": ACT NOW!, http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task=vie w&id=13&Itemid=1, diperoleh tanggal 29 April 2010 Dianiati. 2002. Hidup Nyaman, Aktif dan Berkualitas. Target Penanganan Asma, Simposium. Jakarta: YAI Friedman, Marilyn M. 1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. Jakarta: EGC Heriyanti, Endang Taat Uji. 2001. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus Type II Rawat Jalan dalam Menjalani Pengobatan di RSUP Persahabatan Jakarta. Skripsi. Depok: FKM UI.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Hudoyo, A. 2008. Info Asma Media Informasi dan Edukasi, Ed. 7. Jakarta: Yayasan Asma Indonesia. Lemon-Burke. 2000. Medical Surgical Nursing. New Jersey: Mosby Company. Mangunnegoro,
Hadiarto,
dkk.
2004.
Asma:
Pedoman
Diagnosis
Dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Mansjoer, A, dkk (editor). 1999. Kapita Selekta Kedokteran Ed.3. Jakarta: Media Aesculapius Maulana,
Heri
D.
J.
2009.
Promosi
Kesehatan.
Jakarta:
EGC,
http://books.google.co.id/books?id=sDKnWExH6tQC&printsec=frontcover& dq=promosi+kesehatan&cd=2#v=onepage&q&f=false, diperoleh tanggal 26 Maret 2010. Niven, Neil. 2000. Psikologi Kesehatan: Pengantar untuk Perawat & Professional Kesehatan Lain, Ed. 2. Alih Bahasa: Agung Waluyo. Jakarta: EGC Noorkasiani, dkk. 2007. Sosiologi Keperawatan. Jakarta. EGC Notoatmodjo, Soekidjo. 2003.Prinsip-Prinsi Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. . 2005. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. . 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba medika, http://books.google.co.id/books?id=OPyf0ArEccMC&pg=PT24&dq =motivasi+adalah&hl=id&ei=ldTgTO3pOIKougPwoKGzDg&sa=X&oi=boo k_result&ct=result&resnum=8&ved=0CEoQ6AEwBw#v=onepage&q=motiv asi%20adalah&f=false, diperoleh tanggal 15 Nopember 2010. Potter & Perry. 1989. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice (2th Ed). St. Louis. Baltimore. Toronto: Mosby Company. Pradono, J, dkk. 2005. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004 Volume 3. Jakarta: Depkes RI Pratiwi, Dahlia Annisa. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Latihan Fisik Penderita Diabetes Mellitus Type II Rawat Jalan di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Skripsi. Depok: FKM UI. Rogayah. 1999. Pengaruh Penyuluhan dan Senam Asma Indonesia Terhadap Pengetahuan, Sikap, Perilaku dan Gejala Klinik Pasien Asma, Jurnal Respir Ind, 116 – 124. Rubenstein, David dkk. 2003. Lecture Notes: Kedokteran Klinis Ed. VI. Alih bahasa: Annisa Rahmalia. Jakarta: Erlangga Medical Series. Sahat, C. 2008. Pengaruh Senam Asma terhadap peningkatan Kekuatan Otot Pernapasan dan Fungsi Paru Pasien Asma di Perkumpulan Senam Asma RSU Tangerang. Tesis. Jakarta. FIK UI. Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Setiawan, S dan Agus C. D. 2008. Penuntun Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Trans Info Media.
Smeltzer, Suzenne C. 2001. Buku Ajar Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Vol.1 Ed.8. Jakarta: EGC. Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo. Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Sudoyo, A.W, dkk (Editor). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Sundaru, Heru. 2007. Kontrol Asma Sebagai Tujuan Pengobatan Asma Masa Kini, http://staff.ui.ac.id/internal/140053451/publikasi/PidatopengukuhanProfHeru Ringkasan.pdf, diperoleh tanggal 22 April 2010. Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC. Supriyantoro. 2004. Asma dan Kehidupan Sehari - Hari. Jakarta: YAI Warsono. 2000. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Menjalai Pengobatan Penderita Diabetes Mellitus Type II Rawat Jalan di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Skripsi. Depok: FKM UI. Yayasan Asma Indonesia. 2008. Senam Asma Indonesia, Info Asma Media Informasi dan Edukasi, Ed. 8. Jakarta: YAI Yunus, Faisal. 1999. Profil Penderita Asma yang Mengikuti Senam Asma Indonesia di Klub Asma Cabang Surakarta Tahun 1998, Kongres Nasional VIII PDPI. Malang.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PASIEN ASMA DALAM MELAKUKAN SENAM ASMA INDONESIA DI RS PERSAHABATAN TAHUN 2010 Assalamualaikum. Wr. Wb Salam sejahtera.
Nama
: Muh. Ibnu Firdaus
NIM
: 106104003491
Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian. Untuk itu saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya bapak / ibu bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kerahasiaan jawaban bapak/ibu akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Kuesioner ini saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi bapak/ibu dalam pengisian kuesioner ini. Apakah bapak/ibu bersedia menjadi responden?
YA / TIDAK Tertanda
Responden
Nomor Responden
LEMBAR KUESIONER
Petunjuk Pengisian: 1. Bacalah dengan cermat dan teliti pada setiap item pertanyaan 2. Pertanyaan di bawah ini mohon diisi semuanya 3. Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Bapak/Ibu paling sesuai dengan kondisi yang dialami dengan memberikan tanda cek list ( √ ) 4. Isilah titik yang tersedia dengan jawaban yang benar
A. Karakteristik Responden 1. Nama Inisial
: ………………….
2. Jenis Kelamin
: a. Laki – Laki
b. Perempuan
B. Pengetahuan No. 1
Pernyataan Asma
merupakan
penyakit
Benar yang
tidak
dapat
disembuhkan 2
Debu rumah, polusi udara, udara dingin, dan asap rokok tidak meningkatkan kekambuhan asma
3
Otot dada dan otot perut merupakan otot yang membantu proses bernapas dengan efektif
Salah
No
Pernyataan
Benar
4
Obat asma hanya diberikan saat sedang kambuh.
5
Mengi pada penderita asma terjadi karena saluran
Salah
pernapasan memendek. 6
Obat asma yang digunakan setiap hari dapat menimbulkan ketergantungan
7
Tidak ada olahraga khusus penderita asma
8
Senam Asma Indonesia adalah senam yang diciptakan khusus penderita asma
9
Gerakan dalam senam asma melatih meningkatkan kemampuan otot dada dan perut.
10
Senam asma akan efektif jika dilakukan 1 kali seminggu selama 3o menit.
11
Senam asma tidak dapat meningkatkan kebugaran fisik
12
aktivitas fisik yang berlebihan dapat menimbulkan sesak pada pasien asma. Sehingga, pasien asma tidak boleh melakukan senam asma.
13
Sesak napas pada saat senam dapat dicegah dengan pemberian obat pengontrol asma sebelum senam.
C. Sikap No.
Sangat Setuju Tidak Sangat Pernyataan
setuju
setuju
tidak setuju
1
Walaupun penyakit asma tidak dapat disembuhkan, dikendalikan.
tetapi
dapat
No.
Sangat Setuju Tidak Sangat Pernyataan
setuju
setuju
tidak setuju
2
Saya
akan
menghindari
bahan
allergen seperti debu rumah, polusi udara, asap rokok, atau binatang berbulu seperti kucing yang dapat memicu asma saya kambuh. 3
Saya tidak mau menggunakan obat asma
setiap
hari
karena
dapat
menimbulkan ketergantungan 4
Senam
asma
akan
membantu
mencapai keberhasilan pengobatan asma saya 5
Asma saya kambuh apabila setelah melakukan
aktivitas
fisik
yang
berlebihan. Walaupun demikian, saya akan melakukan senam asma. 6
Senam asma dapat meningkatkan percaya diri bahwa saya mampu melakukan aktivitas seperti biasa.
7
Penderita
asma
tidak
boleh
melakukan olahraga seperti senam asma karena dapat mengakibatkan kekambuhan. 8
Walaupun asma saya sudah tidak kambuh, saya akan melakukan senam asma secara rutin
No.
Sangat Setuju Tidak Sangat Pernyataan
setuju
setuju
tidak setuju
9
Senam asma dapat melatih saya cara bernapas
yang
efektif
saat
menghadapi serangan asma 10
Asma saya akan sembuh cukup dengan diberikan
menggunakan dokter,
obat
tanpa
yang harus
melakukan olahraga.
D. Dukungan Petugas Kesehatan No.
Pertanyaan
Selalu
Sering
Jarang
Tidak pernah
1
Perawat/dokter
menganjurkan
saya untuk melakukan senam asma.
2
Perawat/dokter
menjelaskan
manfaat senam asma bagi saya.
3
Perawat/dokter
sering
ikut
mendampingi melakukan senam asma.
No.
Pertanyaan
Selalu
Sering
Jarang
Tidak pernah
4
Perawat/dokter sering memotivasi saya untuk melakukan senam asma
E. Dukungan Keluarga No.
Pertanyaan
Selalu
Sering
Jarang
Tidak pernah
1
Suami/istri/anak/anggota keluarga lain menganjurkan saya untuk melakukan senam asma.
2
Suami/istri/anak/anggota keluarga lain sering mengingatkan dan menasihati
untuk
melakukan
senam asma bila saya lupa/malas
3
Suami/istri/anak/anggota keluarga lain sering ikut melakukan senam untuk menemani saya.
No.
Pertanyaan
Selalu
Sering
Jarang
Tidak pernah
4
Suami/istri/anak/anggota keluarga lain menyediakan tempat senam atau membelikan VCD berisi panduan senam
agar saya bisa
melakukan senam asma di rumah. 5
Suami/istri/anak/anggota keluarga lain sering mengantar saya untuk melakukan senam asma di klub.
F. Senam Asma 1. Apakah Anda pernah melakukan senam asma? a. Ya
b. Tidak
Jika Anda menjawab “Ya”, lanjutkan untuk menjawab pertanyaan selanjutnya. Dan hentikan jika Anda menjawab “Tidak”. 2. Apakah sampai sekarang anda masih melakukan senam asma? a. Ya
b. Tidak
Jika Anda menjawab “Ya”, lanjutkan untuk menjawab pertanyaan selanjutnya. Dan hentikan jika Anda menjawab “Tidak”.
3. Berapa kali dalam seminggu Anda melakukan senam asma? a. 1 x seminggu, sudah berapa lama?………….. b. 2 x seminggu, sudah berapa lama?.................. c. 3 x seminggu, sudah berapa lama?.................. d. 4 x seminggu, sudah berapa lama?.................. e. Lainnya………. 4. Apakah Anda melakukan senam asma tersebut secara teratur? a. Ya
b. Tidak