FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KONSUMSI BUAH DAN SAYUR PADA REMAJA DI INDONESIA TAHUN 2007
SKRIPSI
Disusun oleh: IDA FARIDA 106101003712
PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Ida Farida
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 01 Januari 1988 NIM
: 106101003712
Program Studi
: Kesehatan Masyarakat
Judul Skripsi
: Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia Tahun 2007
Pembimbing
: 1. Yuli Amran, SKM, MKM 2. Minsarnawati, SKM, M.Kes
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya saya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Jakarta, 1 Desember 2010
Ida Farida
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI MASYARAKAT Skripsi, Desember 2010 Ida Farida, NIM: 106101003712 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia Tahun 2007 xii+117 halaman, 25 tabel, 3 bagan, 5 lampiran ABSTRAK Buah dan sayur merupakan bahan makanan yang banyak mengandung nutrisi, tetapi jarang dikonsumsi oleh mayoritas penduduk Indonesia khususnya remaja, padahal Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan buah dan sayur. Apabila terjadi kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur dapat menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat dan tidak seimbangnya asam basa tubuh, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit. Berdasarkan hasi Riskesdas (2007), ditemukan bahwa remaja di Indonesia rata-rata sebesar 93,7% memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai September 2010 di Badan JIPP (Jaringan Informasi Publikasi Penelitian) Kementerian Kesehatan RI. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2007 yaitu hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) terkait perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia. Sampel penelitian ini sebanyak 256.383 remaja yang diambil berdasarkan sampling frame dalam Riskesdas 2007 dengan menggunakan teknik two stage sampling. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja adalah umur (Pvalue 0,000), jenis kelamin (Pvalue 0,000), pendidikan (Pvalue 0,000), tingkat ekonomi keluarga (Pvalue 0,000) dan tempat tinggal (Pvalue 0,000). Adapun variabel yang tidak berhubungan dalam penelitian ini yaitu pekerjaan dan jumlah anggota keluarga. Sedangkan faktor paling dominan adalah tingkat ekonomi keluarga. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada pemerintah Indonesia untuk menggalakkan program wajib belajar 9 tahun dan memperluas lapangan pekerjaan agar status ekonomi masyarakat meningkat. Bagi Kementerian Kesehatan RI diharapkan dapat membuat kebijakan kesehatan terkait upaya peningkatan konsumsi buah dan sayur pada masyarakat Indonesia, khususnya remaja. Sedangkan bagi peneliti lain diharapkan melakukan penelitian dengan disain studi lain dan menggunakan data primer sehingga variabel yang diteliti tidak terbatas pada data sekunder yang ada. Daftar bacaan : 60 (1996 – 2010)
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Specialisation NUTRITION SOCIETY Skripsi, Decermber 2010
Ida Farida, NIM: 106101003712 Factors Associated with Fruit and Vegetable Consumption Behaviour in Adolescents in Indonesia Year 2007 xii +117 pages, 25 tables, 3 charts, 5 attachments ABSTRACT Fruits and vegetables are foods that contain lots of nutrients, but rarely consumed by the majority of Indonesia's population, particularly adolescents, whereas Indonesia is a country very rich in fruits and vegetables. If there is a shortage of eating fruits and vegetables can cause the body's nutritional deficiencies such as vitamins, minerals, fiber and acid-base unbalance the body, which can lead to the emergence of various diseases. Based on the result Riskesdas (2007), found that teens in Indonesia by an average of 93.7% has a fruit and vegetable consumption behavior is lacking. Therefore, this study aims to analyze the factors associated with fruit and vegetable consumption behavior. This study was conducted from June to September 2010 in JIPP Agency (Research Publications Information Network) Ministry of Health of Indonesian Republic. This research is a quantitative research with cross sectional study design. This study uses secondary data from the Ministry of Health of Indonesia in 2007 is the result of basic health research (Riskesdas) related to fruit and vegetable consumption behavior among adolescents in Indonesia. Samples taken as many as 256,383 young people based on sampling frames in Riskesdas 2007 using a two stage sampling technique. Based on research results, indicate that factors related to fruit and vegetable consumption behavior in adolescents were age (p value 0.000), gender (p value 0.000), education (p value 0.000), family economic level (p value 0.000) and residence (p value 0.000 .) The variables that are not associated in this research work and the number of family members. While the most dominant factor is the level of family income. Based on these results, it is suggested to the Indonesian government to promote the 9-year compulsory education program and expand employment opportunities for community economic status increases. For the Ministry of Health is expected to make health policy related to efforts to increase consumption of fruit and vegetables on the Indonesian people, especially teenagers. As for other researchers are expected to conduct research with another study design and use of primary data so that the variables under study are not limited to the existing secondary data. Reading list: 60 (1996 - 2010)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KONSUMSI BUAH DAN SAYUR PADA REMAJA DI INDONESIA TAHUN 2007
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 21 Desember 2010
Mengetahui
Yuli Amran, SKM, MKM Pembimbing I
Minsarnawati, SKM, MKes Pembimbing II
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 21 Desember 2010 Penguji I,
(Yuli Amran, SKM, MKN)
Penguji II.
(Minsarnawati, SKM, M.Kes)
Penguji III,
(Drs. Sutanto PH, M.Kes)
LEMBAR PERSEMBAHAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA Nama
: Ida Farida
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Bogor, 01 Januari 1988
Status
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Madrasah No. 54 RT 02/05 Kalibaru Sukmajaya Kota Depok, 16414
Nomor Telepon/HP
: 0852 101 96455
Motto
: “Apabila kamu telah selesai melakukan suatu pekerjaan, maka lakukan pekerjaan lain dengan sungguh-sungguh.”
PENDIDIKAN FORMAL
1994 – 2000
: MI An-Nizhomiyah Depok
2000 – 2003
: MTs An-Nizhomiyah Depok
2003 – 2006
: SMA Islam An-Nizhomiyah Depok
2006 – 2010
: Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kepada kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan nikmat yang berlimpah, sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan skripsi yang bejudul ”Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia Tahun 2007”. Sholawat dan salam juga dihaturkan kepada Rasulullah saw, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amin. Peneliti menyadari bahwa laporan ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat. 3. Ibu Febrianti, MSi, selaku penanggung jawab peminatan gizi. 4. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM dan Ibu Minsarnawati SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu peneliti dari awal sampai akhir penulisan laporan skripsi ini. 5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan peneliti. 6. Para pegawai/staff di Kementerian Kesehatan RI, yang telah memberikan ijin pengambilan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini.
7. Bapak dan umi tersayang, yang tidak hentinya memberikan kasih sayang, nasihat agar tetap semangat dalam menjalani kehidupan dan do’a yang senantiasa dipanjatkan demi kesuksesan peneliti. Terima kasih banyak Bapak, Umi… Love U So Much… 8. Sahabat-sahabat terbaikku di kosan (Nurul, Zum, Liya, Ari, Mayang, Eni, Kaha, Reni, Nisa, Huda. Liyah, Intan) terima kasih atas dukungan, kebersamaan dan kesetiaan dalam mendengarkan curahan hati peneliti selama membuat laporan skripsi. 9. Sahabat-sahabatku di Prodi Kesehatan Masyarakat angkatan 2006, CSS MORA UIN Jakarta, Mata Pena Writer dan Forum Lingkar Pena Ciputat, tetap semangat dan semoga ukhuah diantara kita senantiasa terjaga sampai kapanpun. Amin. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Thanks All. Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih kurang dari sempurna, sehingga peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan dimasa yang akan datang. Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Jakarta, 21 Desember 2010 Peneliti
DAFTAR ISI
ABSTRAK
i
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR BAGAN
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah 6 C. Pertanyaan Penelitian
6
D. Tujuan Penelitian 8 1. Tujuan Umum
8
2. Tujuan Khusus
8
E. Manfaat Penelitian 9 1. Bagi Peneliti
9
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat 3. Bagi Kementerian Kesehatan RI F. Ruang Lingkup Penelitian 10
10
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumsi B. Buah dan Sayur
12
12 13
1. Penggolongan Buah dan Sayur
13
2. Kandungan Gizi dan Manfaat dalam Buah dan Sayur 3. Dampak Kurang Konsumsi Buah dan Sayur
15
17
4. Kecukupan Konsumsi Buah dan Sayur yang Dianjurkan 21 C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 22 1. Umur
24
2. Jenis Kelamin
25
3. Keyakinan, Nilai dan Norma
26
4. Tingkat Ekonomi Keluarga
27
5. Pekerjaan
29
6. Pendidikan 30 7. Pengetahuan Gizi 31 8. Pengalaman Individu
32
9. Iklan/Media Massa 32 10. Tempat Tinggal
33
11. Lingkungan Sosial dan Budaya 34 12. Jumlah dan Karakteristik Keluarga 13. Peran Orang Tua 35 14. Teman Sebaya
36
35
15. Fast Food/Makanan Cepat Saji
36
16. Food Fads/Mode Makanan
37
17. Kebutuhan Fisiologis Tubuh
37
18. Body Image/Citra Tubuh 38 19. Konsep Diri
38
20. Pemilihan dan Arti Makanan
39
21. Perkembangan Psikososial
40
22. Kesehatan (Riwayat Penyakit)
40
23. Gaya Hidup
41
24. Sosial-Ekonomi-Politik
41
25. Ketersediaan Makanan
42
26. Produksi 42 27. Sistem Distribusi 43 D. Kerangka Teori
43
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 45 A.
Kerangka Konsep
45
B.
Definisi Operasional 47
C.
Hipotesis
50
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.
Desain Penelitian
51
B.
Lokasi dan Waktu Penelitian 51
C.
Populasi dan Sampel 51
51
1.
Populasi
51
2.
Sampel
52
D.
Instrumen Penelitian 55
E.
Pengumpulan Data
61
F.
Pengolahan Data
62
1.
Pembersihan data (Data Cleaning)
2.
Transformasi Data/Recode
G.
Analisis Data 63
1.
Analisis Univariat
63
2.
Analisis Bivariat
63
3.
Analisis Multivariat 64
BAB V HASIL
62
62
67
A.
Analisis Univariat
67
1.
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 67
2.
Umur 67
3.
Jenis Kelamin 68
4.
Jumlah Anggota Keluarga
5.
Pendidikan
69
6.
Pekerjaan
69
7.
Tingkat Ekonomi
70
8.
Tempat Tinggal
71
B.
Analisis Bivariat
71
1.
Hubugan antara Umur dengan Perilaku Konsumsi Buah
68
dan Sayur 2.
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 3.
72
73
Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku
Konsumsi Buah dan Sayur 74 4.
Hubungan antara Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 5.
Hubungan antara Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 6.
75
76
Hubungan antara Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku
Konsumsi Buah dan Sayur 77 7.
Hubungan antara Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi
Buah dan Sayur
78
C.
Analisis Multivariat 79
1.
Pemilihan Variabel Kandidat yang akan Masuk Model
2.
Pembuatan Model Prediksi Penentu Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur
79
80
3.
Uji Interaksi 81
4.
Penyusunan Model Akhir
BAB VI PEMBAHASAN
81
84
A.
Keterbatasan penelitian
84
B.
Gambaran Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja
84
C.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 88
1.
Hubungan Umur dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
2.
Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
3.
Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
4.
98
Hubungan Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 6.
100
Hubungan Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
7.
94
Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur 5.
92
102
Hubungan Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 107
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan
B.
Saran 111
1.
Bagi Peneliti Lain
111
2.
Bagi Orang Tua
111
3.
Bagi Pemerintah RI
111
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
110
113
110
88
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
47
4.1
Daftar Variabel dan Kuesioner dalam Rislesdas 2007 55
4.2
Kode Variabel Pendidikan dalam Riskesdas 2007
58
4.3
Kode Variabel Pekerjaan dalam Riskesdas 2007
60
5.1 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur di Indonesia tahun 2007 67 5.2 Distribusi Frkuensi Remaja Berdasarkan Kelompok Umur di Indonesia tahun 2007
68
5.3 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia tahun 2007
68
5.4 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Indonesia tahun 2007
69
5.5 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Indonesia tahun 2007
69
5.6 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Status Pekerjaan di Indonesia tahun 2007
70
5.7 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tingkat Ekonomi Keluarga di Indonesia tahun 2007
70
5.8 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tempat Tinggal di Indonesia tahun 2007
71
5.9 Analisis Hubungan antara Umur dengan Perilaku Konsumsi Buah pada Remaja di Indonesia tahun 2007
dan Sayur
72
5.10 Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 73 5.11 Analisis Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007
74
5.12 Analisis Hubungan antara Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007
75
5.13 Analisis Hubungan antara Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007
76
5.14 Analisis Hubungan antara Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007
77
5.15 Analisis Hubungan antara Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 78 5.16 Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen dan Dependen
80
5.17 Tahap Pemodelan Prediksi Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
81
5.18 Hasil Uji Interaksi
82
5.19 Model Akhir Analisis Multivariat
83
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Halaman
2.1
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Individu
2.2
Kerangka Teori 44
3.1
Kerangka Konsep
46
23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Surat Izin Pengambilan Data Skripsi di Kepmenkes RI
Lampiran 2.
Daftar Kuesioner Riskesdas 2007 (Variabel Independen dan Dependen)
Lampiran 3. Kartu Peraga Konsumsi Buah dan Sayur dalam Riskesdas 2007 Lampiran 4. Indikator Penentuan Kelurahan termasuk Perkotaan atau Pedesaan Lampran 5.
Hasil Pengolahan Data
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan makanan untuk melangsungkan kehidupannya agar selalu sehat sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan selama hidupnya. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai jenis makanan yang mengandung zat gizi yang cukup dan memilih makanan yang akan dikonsumsi karena akan berpengaruh terhadap kesehatan (Rahmawati, 2000). Secara umum, makanan adalah bahan alamiah yang menjadi sumber kalori atau bahan-bahan yang diperlukan untuk berlangsungnya proses kehidupan. Selain menyehatkan, makanan juga berfungsi untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh serta meningkatkan kekebalan tubuh. Pentingnya bahan makanan bagi tubuh membuat seseorang harus benar-benar memperhatikan pola makan sehari-hari agar tetap sehat dan terhindar dari berbagai macam penyakit (Sekarindah, 2008). Salah satu masalah yang berkaitan dengan perilaku makan adalah kurangnya konsumsi buah dan sayur. Apabila terjadi kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur akan menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat dan tidak seimbangnya asam basa tubuh, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit (Sekarindah, 2008).
Selain itu, menurut Ruwaidah (2009), kurangnya konsumsi buah dan sayur dapat mengakibatkan berbagai dampak yaitu menurunnya imunitas/kekebalan tubuh seperti mudah terkena flu, mudah mengalami stres atau depresi, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan seperti sembelit, gusi berdarah, sariawan, gangguan mata, kulit keriput, arthritis, osteoporosis, jerawat, kelebihan kolesterol darah dan kanker. Dampak lain disebutkan dalam laporan WHO (2003) ditemukan bahwa sebanyak 31% penyakit jantung dan 11% penyakit stroke di seluruh dunia disebabkan oleh kurangnya asupan buah dan sayur di dalam tubuh. Rekomendasi kecukupan konsumsi buah dan sayur menurut WHO (2003) yaitu sebanyak 400 gram per hari atau sebanyak 3-5 porsi sehari. Selain itu, Piramida Petunjuk Makanan (USDA dan HNIS, 1992) dalam Rahmawati (2000) merekomendasikan untuk menyajikan buah sebanyak 2-4 kali dan sayuran sebanyak 3-5 kali dalam sehari. Salah satu kelompok usia yang paling rentan jika kurang konsumsi buah dan sayur yaitu remaja karena masa remaja merupakan periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Pada periode ini merupakan saat yang tepat untuk membangun tubuh dan menanam kebiasaan pola makan yang sehat, karena jika sejak remaja pola makan seseorang sudah tidak sehat, maka hal tersebut akan berdampak pada kesehatan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, membiasakan pola makan sehat pada remaja menjadi penting sebagai upaya untuk mencegah munculnya masalah-masalah kesehatan pada masa dewasa dan tua nanti (Riyadi, 2001 dalam Wulansari, 2009).
Beberapa penelitian di dunia menunjukkan bahwa mayoritas penduduk dunia kurang mengonsumsi buah dan sayur. Penelitian Yangve et al (2005) dalam Bahria (2009) di 9 Negara Eropa menunjukkan bahwa jumlah konsumsi buah dan sayur per hari pada masyarakat jauh dari yang direkomendasikan baik level nasional maupun internasional yaitu minimal 5 porsi/hari. Penelitian yang dilakukan Anderson et al (1994) dalam Rahmawati (2000) di Skotlandia Barat terhadap masyarakat umur menengah, ditemukan rata-rata konsumsi buah dan sayur adalah 10,1 porsi/minggu atau 1,4 porsi/hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di berbagai wilayah Indonesia juga diperoleh hasil bahwa konsumsi buah dan sayur pada penduduk Indonesia relatif masih kurang, padahal Indonesia adalah Negara yang sangat kaya akan buah dan sayur. Berdasarkan hasil survei perilaku konsumsi buah dan sayur di Indonesia terjadi peningkatan angka kurang konsumsi buah dan sayur. Hal ini berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004 ditemukan bahwa ratarata 83,6% rermaja di Indonesia kurang mengonsumsi buah dan sayur, hanya 16,4% yang mengonsumsi buah dan sayur sesuai standar WHO (2003) yaitu 5 porsi buah dan sayur sehari. Kemudian berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan RI tahun 2007 ditemukan bahwa rata-rata 93,7% remaja di Indonesia berumur 10 – 24 tahun kurang konsumsi buah dan sayur. Konsumsi buah dan sayur paling rendah terdapat di Provinsi Riau (97,9%) dan Sumatera Barat (97,8%) penduduk memiliki perilaku kurang konsumsi buah dan sayur. Sedangkan yang berada di bawah rata-rata angka nasional adalah Provinsi Gorontalo (83,5%), DI
Yogyakarta (86,1%) dan Lampung (87,7%) penduduk yang memiliki perilaku kurang konsumsi buah dan sayur. Dalam Riskesdas, penduduk dikategorikan kurang konsumsi buah dan sayur jika konsumsi buah dan sayur kurang dari 5 porsi/hari (WHO, 2003). Konsumsi buah dan sayur sangat penting dalan kehidupan sehari-hari karena berfungsi sebagai zat pengatur, mengandung zat gizi seperti vitamin dan mineral, memiliki kadar air tinggi, sumber serat makanan, antioksidan dan dapat menyeimbangkan kadar asam basa tubuh. Berbagai manfaat tersebut dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit (Sekarindah, 2008). Berbagai penelitian mengenai konsumsi buah dan sayur menunjukkan bahwa kurang konsumsi buah dan sayur dapat berisiko dalam memicu perkembangan penyakit degeneratif seperti obesitas, PJK (Penyakit Jantung Koroner), diabetes, hipertensi dan kanker (WHO, 2003). Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hung et al (2004) dalam Bahria (2009) terhadap 110.000 pria dan wanita selama 14 tahun (Harvard-based Nurses’ Health study and Health Professionals Follw-up Study) menunjukkan bahwa rata-rata orang yang mengonsumsi tinggi buah dan sayur dapat menurunkan perkembangan penyakit kardiovaskuler. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi buah dan sayur pada masyarakat. Penelitian yang dilakukan Story (2002) ditemukan bahwa konsumsi buah dan sayur pada masyarakat dapat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu faktor individu (pengetahuan dan alasan seseorang mengonsumsi buah dan sayur), faktor lingkungan sosial (keluarga dan teman sebaya), faktor lingkungan fisik dan faktor media massa (pemasaran).
Selain itu, menurut Worthington (2000), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi individu yang dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kebutuhan fisiologis tubuh, body image, konsep diri, keyakinan/kepercayaan individu, pemilihan dan arti makanan, perkembangan psikososial dan kesehatan individu. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari jumlah anggota keluarga, peran orang tua, teman sebaya, sosial budaya, nilai/norma, media massa, fast food (makanan cepat saji), food fads (mode makanan), pengetahuan gizi dan pengalaman individu. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian (JIPP) ditemukan data terkait perilaku konsumsi buah dan sayur di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti menggunakan data sekunder tersebut untuk melakukan analisis lebih lanjut. Data yang telah didapatkan kemudian dilakukan proses pembersihan data/data cleaning dan pengkodean ulang/recode sesuai kebutuhan penelitian. Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa mayoritas penduduk memiliki perilaku kurang konsumsi buah dan sayur serta dengan melihat berbagai dampak yang ditimbulkan akibat kurang konsumsi buah dan sayur, maka dinilai perlu untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007”.
B. Rumusan Masalah
Buah dan sayur merupakan bahan makanan yang banyak mengandung nutrisi, tetapi jarang dikonsumsi oleh mayoritas penduduk Indonesia khususnya remaja, padahal Indonesia adalah Negara yang sangat kaya dengan buah dan sayur. Apabila terjadi kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur dapat menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat dan tidak seimbangnya asam basa tubuh, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit. Berdasarkan hasi Riskesdas tahun 2007, ditemukan bahwa remaja di Indonesia rata-rata sebesar 93,7% kurang konsumsi buah dan sayur. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lebih mendalam terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia serta dengan melihat dampak dan tingginya angka kurang konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007”.
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007? 2. Bagaimana gambaran karakteristik remaja (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga) di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007? 3. Bagaimana gambaran karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan tingkat ekonomi keluarga) pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?
4. Bagaimana gambaran tempat tinggal (desa/kota) remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007? 5. Apakah ada hubungan antara karakteristik (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007? 6. Apakah ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan tingkat ekonomi keluarga) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007? 7. Apakah ada hubungan antara tempat tinggal (desa/kota) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007? 8. Apakah faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007. b. Diketahuinya gambaran karakteristik remaja (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga) di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.
c. Diketahuinya gambaran karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan tingkat ekonomi keluarga) pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007. d. Diketahuinya gambaran tempat tinggal remaja (desa/kota) di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007. e. Diketahuinya hubungan antara karakteristik (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007. f. Diketahuinya hubungan antara karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan tingkat ekonomi keluarga) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007. g. Diketahuinya hubungan antara tempat tinggal (desa/kota) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007. h. Diketahuinya faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti a. Dapat menambah wawasan terkait perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia serta sebagai media pengembangan kompetensi diri sesuai dengan keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan.
b. Sebagai pengalaman dan pembelajaran bagi peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait masalah yang berkaitan dengan gizi masyarakat. 2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat a. Terlaksananya salah satu upaya untuk mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu akademik, penelitian dan pengabdian masyarakat. b. Sebagai tambahan referensi karya tulis penelitian yang berguna bagi masyarakat luas di bidang kesehatan masyarakat, khususnya terkait perilaku konsumsi buah dan sayur. c. Sebagai bahan untuk penelitian lanjutan oleh peneliti lain dalam topik yang sama yaitu terkait perilaku konsumsi buah dan sayur. 3. Bagi Kementrian Kesehatan RI a. Hasil analisa penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan kesehatan oleh Kementrian Kesehatan RI terkait upaya perbaikan gizi masyarakat dengan peningkatan konsumsi buah dan sayur pada penduduk Indonesia agar tercapai status gizi yang lebih baik. b. Hasil analisa penelitian juga dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam membuat program promosi kesehatan yang efektif agar masyarakat Indonesia dapat menyadari pentingnya mengonsumsi buah dan sayur serta dapat menerapkan perilaku tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia. Penelitian ini dilakukan karena melihat tingginya angka kurang konsumsi buah dan sayur pada remaja yaitu sebesar 93,7%. Penelitian ini dilakukan terhadap remaja yang berumur 10 – 24 tahun yang menjadi sampel dalam riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI tahun 2007. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan gizi program studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian ini dimaksudkan sebagai bahan masukan yang berguna bagi pengambilan keputusan dalam rangka pencarian solusi untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian (JIPP) Kementerian Kesehatan RI yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2010.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Konsumsi Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, misalnya manusia. Perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi, mengonsumsi makanan dan lain-lain. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah berbagai hal yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku berbeda dengan pengetahuan dan sikap. Pengetahuan dan sikap merupakan bentuk perilaku tertutup (covert) yang bersifat pasif, sedangkan perilaku atau tindakan merupakan respon terbuka (overt) yang bersifat aktif dan dapat diamati secara langsung (Rahmawati, 2000). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), konsumsi adalah suatu kegiatan dari individu untuk memenuhi kebutuhan dirinya, baik berupa barang produksi, bahan makanan dan lain-lain. Dalam penelitian ini, konsumsi lebih dititikberatkan pada bahan makanan, khususnya konsumsi buah dan sayur. Jadi, perilaku konsumsi adalah suatu kegiatan atau aktivitas individu untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan makanan agar terpenuhi kecukupan gizi individu tersebut.
B. Buah dan Sayur Buah dan sayur merupakan kelompok bahan makanan dari bahan nabati (tumbuh-tumbuhan).
Buah adalah
bagian
dari
tanaman
yang strukturnya
mengelilingi biji dimana struktur tersebut berasal dari indung telur atau sebagai fundamen (bagian) dari bunga itu sendiri. Sedangkan sayur adalah bahan makanan yang berasal dari tumbuhan. Bagian tumbuhan yang dapat dibuat sayur antara lain daun (sebagian besar sayur adalah daun), batang (wortel adalah umbi batang), bunga (jantung pisang), buah muda (labu), sehingga dapat dikatakan bahwa semua bagian tumbuhan dapat dijadikan bahan makanan sayur (Sediaoetomo, 2004). Sebagai Negara tropis, Indonesia sangat kaya akan buah dan sayur. Oleh karena itu, patut disayangkan jika konsumsi buah dan sayur masyarakat masih relatif rendah dibandingkan Negara lain yang bukan penghasil buah dan sayur (Astawan, 2008). 1. Penggolongan Buah dan Sayur a. Penggolongan Buah Menurut Astawan (2008), berdasarkan ketersediaan di pasar, buahbuahan dapat dibedakan menjadi: 1) Buah bersifat musiman seperti durian, mangga, rambutan dan lain-lain. 2) Buah tidak musiman seperti pisang, nanas, alpukat, papaya, semangka dan lain-lain. Sedangkan berdasarkan prioritas pengembangan, Astawan (2008) membagi buah-buahan menjadi:
1) Buah prioritas nasional yang meliputi jeruk, mangga, rambutan, durian dan pisang. 2) Buah prioritas daerah yang meliputi manggis, duku, leci, lengkeng, salak dan markisa. b. Penggolongan Sayur Menurut Astawan (2008), berdasarkan bagian tanaman yang dapat dimakan, sayuran dibedakan menjadi: 1) Sayuran daun seperti kangkung, sawi, katuk dan bayam. 2) Sayuran bunga seperti brokoli dan kembang kol. 3) Sayuran buah seperti terong, cabe, ketimun dan tomat. 4) Sayuran biji muda seperti asparagus dan rebung. 5) Sayuran akar seperti wortel dan lobak. 6) Sayuran umbi keperti kentang dan bawang. Menurut Supariasa, dkk (2002), sayuran digolongkan menjadi dua kelompok berdasarkan kandungan protein dan karbohidrat, yaitu: 1) Sayuran kelompok A Mengandung sedikit sekali protein dan karbohidrat. Sayuran ini boleh digunakan sekehendak tanpa diperhitungkan banyaknya. Sayuran yang termasuk kelompok ini adalah: baligo, daun bawang, daun kacang panjang, daun koro, daun labu siam, daun waluh, daun lobak, jamur segar, oyong (gambas), kangkung, ketimun, tomat, kecipir muda, kol, kembang kol, labu air, lobak, papaya muda, pecay, rebung, sawi, seledri, selada, tauge, tebu terubuk, terong dan cabe hijau besar.
2) Sayuran kelompok B Dalam 1 satuan padanan sayuran kelompok B mengandung 50 kalori, 3 gram protein dan 10 gram karbohidrat. 1 satuan padanan = 100 gram sayuran mentah (sayuran ditimbang bersih dan dipotong biasa seperti di rumah tangga) = 1 gelas setelah direbus dan ditiriskan (sayuran ditakar setelah dimasak dan ditiriskan). Sayuran yang termasuk kelompok ini adalah: bayam, biet, buncis, daun bluntas, daun ketela rambat, daun kecipir, daun leunca, daun lompong, daun mangkokan, daun melinjo, daun pakis, daun singkong, daun papaya, jagung muda, jantung pisang, genjer, kacang panjang, kacang kapri, katuk, kucai, labu siam, labu waluh, nangka muda, pare, tekokak dan wortel. 2. Kandungan Gizi dan Manfaat Buah dan Sayur Buah dan sayur merupakan sumber serat, vitamin A, vitamin C, vitamin B khususnya asam folat, berbagai mineral seperti magnesium, kalium, kalsium dan Fe, namun tidak mengandung lemak maupun kolesterol. Setiap buah dan sayur mempunyai kandungan vitamin dan mineral yang berbeda. Misalnya belimbing, durian, jambu, jeruk, mangga, melon, papaya, rambutan, sawo dan sirsak merupakan contoh buah yang mengandung vitamin C relatif tinggi dibandingkan buah lainnya. Sedangkan jambu biji, merah garut, mangga matang, pisang raja dan nangka merupakan sumber provitamin A yang sangat tinggi (Astawan, 2008). Menurut Sekarindah (2008), kandungan vitamin dan mineral pada buah dan sayur memang berbeda-beda, tidak saja diantara berbagai spesies dan varietas,
namun juga di dalam varietas sendiri yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang berbeda, iklim, macam tanah dan pupuk, semuanya berpengaruh terhadap kandungan vitamin dan mineral dalam produk buah dan sayur yang dihasilkan. Menurut Khomsan, dkk (2008), buah dan sayur mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Ada dua alasan utama yang membuat konsumsi buah dan sayur penting untuk kesehatan, yaitu: a. Buah dan sayur sangat kaya akan kandungan vitamin, mineral dan zat gizi lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tanpa mengonsumsi buah dan sayur, maka kebutuhan gizi seperti vitamin C, vitamin A, potassium dan folat kurang terpenuhi. Oleh karena itu, buah dan sayur merupakan sumber makanan yang baik dan menyehatkan. b. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi tinggi buah dan sayur dapat menurunkan insiden terkena penyakit kronis. Salah satu studi epidemiologi yang mengkaji secara umum terhadap perilaku sekelompok masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat Cina, Jepang dan Korea lebih sedikit terkena kanker dan penyakit jantung koroner dibandingkan masyarakat Eropa dan Amerika. Hal ini disebabkan karena masyarakat Korea, Jepang dan Cina dikenal sangat suka mengonsumsi sayuran dan buah-buahan lebih banyak dari Negara Eropa dan Amerika. Buah-buahan dan sayuran segar juga mengandung enzim aktif yang dapat mempercepat reaksi-reaksi kimia di dalam tubuh. Komponen gizi dan komponen aktif non-nutrisi yang terkandung dalam buah dan sayur berguna sebagai antioksidan untuk menertalkan radikal bebas, antikanker dan menetralkan
kolesterol jahat. Selain itu, dalam sayuran dan buah terdapat dua jenis serat yang bermanfaat bagi kesehatan pencernaan dan mikroflora usus, yaitu serat larut air dan tidak larut air. Serat larut air dapat memperbaiki performa mikroflora usus sehingga jumlah bakteri baik dapat tumbuh dengan sempurna. Sedangkan, serat tidak larut air akan menghambat pertumbuhan bakteri jahat sebagai pencetus berbagai macam penyakit (Khomsan, dkk, 2008). 3. Dampak Kurang Konsumsi Buah dan Sayur Beberapa dampak apabila seseorang kurang konsumsi buah dan sayur menurut Ruwaidah (2007), antara lain: a. Meningkatkan Kolesterol Darah Jika tubuh kurang konsumsi buah dan sayur yang kaya akan serat, maka dapat mengakibatkan tubuh kelebihan kolesterol darah, karena kandungan serat dalam buah dan sayur mampu menjerat lemak dalam usus, sehingga mencegah penyerapan lemak oleh tubuh. Dengan demikian, serat membantu mengurangi kadar kolesterol dalam darah. Serat tidak larut (lignin) dan serat larut (pectin, β-glucans) mempunyai efek mengikat zat-zat organik seperti asam empedu dan kolesterol sehingga menurunkan jumlah asam lemak di dalam saluran pencernaan. Pengikatan empedu oleh serat juga menyebabkan asam empedu keluar dari siklus enterohepatic, karena asam empedu yang disekresi ke usus tidak dapat diabsorpsi, tetapi terbuang ke dalam feses. Penurunan jumlah asam empedu menyebabkan hepar harus menggunakan kolesterol sebagai bahan untuk membentuk asam empedu. Hal inilah yang
menyebabkan serat dapat menurunkan kadar kolesterol (Nainggolan dan Adimunca, 2005). Jika konsumsi serat kurang, maka proses tersebut tidak terjadi dan akan menyebabkan kolesterol darah meningkat. b. Gangguan Penglihatan/Mata Gangguan pada mata dapat diakibatkan karena tubuh kekurangan gizi yang berupa betakaroten. Gangguan mata dapat diatasi dengan banyak mengonsumsi wortel, selada air, dan buah-buahan lainnya (Ruwaidah, 2007). Kandungan vitamin A dalam buah dan sayur penting untuk pertumbuhan, penglihatan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi. Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Kecepatan mata beradapatasi setelah terkena cahaya terang berhubungan langsung dengan vitamin A yang tersedia di dalam darah untuk membentuk rodopsin yang membantu proses melihat (Almatsier, 2004). c. Menurunkan Kekebalan Tubuh Buah dan sayur sangat kaya dengan kandungan vitamin C yang merupakan antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas. Vitamin C juga meningkatkan kerja sistem imunitas sehingga mampu mencegah berbagai penyakit infeksi bahkan dapat menghancurkan sel kanker (Silalahi, 2006). Jika tubuh kekurangan asupan buah dan sayur, maka imunitas/kekebalan tubuh akan menurun. d. Meningkatkan Risiko Kegemukan Kurang konsumsi buah dan sayur dapat meningkatkan risiko kegemukan dan diabetes pada seseorang (WHO, 2003). Buah berperan sebagai sumber
vitamin dan mineral yang penting dalam proses pertumbuhan. Buah juga bisa menjadi alternatif cemilan (snack) yang sehat dibandingkan dengan makanan jajanan lainnya, karena gula yang terdapat dalam buah tidak membuat seseorang menjadi gemuk namun dapat memberikan energi yang cukup (Khomsan, dkk, 2009). Sayuran juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan individu. Seseorang yang mengonsumsi cukup sayuran dengan jenis yang bervariasi akan mendapatkan kecukupan sebagian besar mkineral mikro dan serat yang dapat mencegah terjadinya kegemukan. Selain itu, sayuran juga berperan dalam upaya pencegahan penyakit degeneratif seperti PJK (Penyakit Jantung Koroner), kanker, diabetes dan obesitas (Khomsan, dkk, 2009). e. Meningkatkan Risiko Kanker Kolon Diet tinggi lemak dan rendah serat (buah dan sayur) dapat meningkatkan risiko kanker kolon. Penelitian epidemiologis menunjukkan perbedaan insiden kanker kolorektal di Negara maju seperti Amerika, Eropa dan di Negara berkembang seperti Asia dan Afrika. Hal itu dikarenakan perbedaan jenis makanan di Negara maju dan Negara berkembang tersebut, dimana masyarakat di Negara maju lebih banyak mengonsumsi lemak daripada di Negara berkembang (Puspitasari, 2006). Serat dapat menekan risiko kanker karena serat makanan diketahui memperlambat penyerapan dan pencernaan karbohidrat, juga membatasi insulin yang dilepas ke pembuluh darah. Terlalu banyak insulin (hormon
pengatur kadar gula darah) akan menghasilkan protein dalam darah yang menambah risiko munculnya kanker, yang disebut insulin growth faktor (IGF). Serat dapat melekat pada partikel penyebab kanker lalu membawanya keluar dari dalam tubuh (Puspitasari, 2006). f. Meningkatkan Risiko Sembelit (Konstipasi) Konsumsi serat makanan dari buah dan sayur, khususnya serat tak larut (tak dapat dicerna dan tak larut air) menghasilkan tinja yang lunak. Sehingga diperlukan kontraksi otot minimal untuk mengeluarkan feses dengan lancar. Sehingga mengurangi konstipasi (sulit buang air besar). Diet tinggi serat juga dimaksudkan untuk merangsang gerakan peristaltik usus agar defekasi (pembuangan
tinja)
dapat
berjalan
normal.
Kekurangan
serat
akan
menyebabkan tinja mengeras sehingga memerlukan kontraksi otot yang besar untuk mengeluarkannya atau perlu mengejan lebih kuat. Hal inilah yang sering menyebabkan konstipasi. Oleh karena itu, diperlukan konsumsi serat yang cukup khususnya yang berasal dari buah dan sayur (Puspitasari, 2006).
4. Kecukupan Konsumsi Buah dan Sayur yang Dianjurkan Sejak tahun 1990, telah dicanangkan dalam Dietary for Americans bahwa rekomendasi minimal untuk mengonsumsi buah adalah 2 porsi/hari dan 3 porsi/hari untuk konsumsi sayur atau setara dengan konsumsi buah dan sayur 5 porsi/hari. Menurut WHO/FAO (2003), yang dimaksud dengan 1 porsi sayur adalah 1 mangkok sayur segar atau ½ mangkok sayur masak dan 1 porsi buah adalah 1 potongan sedang atau 2 potongan kecil buah atau 1 mangkok buah irisan.
Konsumsi buah dan sayur dianggap ‘cukup’ apabila asupan buah dan sayur 5 porsi atau lebih per hari. Sedangkan yang dianggap ‘kurang’ apabila asupan buah dan sayur kurang dari 5 porsi sehari. Di Indonesia, konsumsi buah yang dianjurkan yaitu sebanyak 200-300 gram atau 2-3 potong sehari berupa papaya atau buah lain sedangkan porsi sayuran dalam bentuk tercampur seperti sayuran daun, kacang-kacangan dan sayuran berwarna jingga yang dianjurkan sebanyak 150-200 gram atau 1 ½ - 2 mangkok sehari (Almatsier, 2003). Konsumsi buah dan sayur harus cukup, tidak boleh kurang ataupun berlebihan sebab jika kekurangan ataupun kelebihan depat menimbulkan efek negatif bagi tubuh. Kekurangan buah dan sayur dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat-zat gizi seperti vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat dan dibutuhkan tubuh. Sedangkan kelebihan buah dan sayur dapat berakibat membebani kerja dan fungsi ginjal. Walaupun vitamin dan mineral diperlukan tubuh, tetapi jika ginjal tidak mampu mencerna akibat asupan yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang terkena gagal ginjal (Khomsan, 2003).
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Menurut Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008), menyatakan bahwa perilaku konsumsi makanan dan minuman dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu :
1. Faktor intrinsik yang terdiri dari: umur, jenis kelamin dan keyakinan. 2. Faktor ekstrinsik yang terdiri dari: tingkat ekonomi, pendidikan, pengalaman, iklan, tempat tinggal, lingkungan sosial dan kebudayaan. Sedangkan menurut Warthington (2000), perilaku konsumsi individu dipengaruhi oleh faktor langsung yaitu gaya hidup. Gaya hidup tersebut dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kebutuhan fisiologis tubuh, body image, konsep diri, keyakinan/kepercayaan individu, pemilihan dan arti makanan, perkembangan psikososial dan kesehatan individu. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari jumlah anggota keluarga, peran orang tua, teman sebaya, sosial budaya, nilai/norma, media massa, fast food (makanan cepat saji), food fads (mode makanan), pengetahuan gizi dan pengalaman individu. Hal ini dapat dilihat pada bagan 2.1 berikut ini.
Bagan 2.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Individu Sosial-ekonomi-politik, ketersediaan makanan, produksi, sistem distribusi
Faktor internal: - Kebutuhan fisiologis tubuh - Body image/citra diri - Konsep diri - Keyakinan dan individu - Pemilihan dan arti makanan - Perkembangan psikososial - kesehatan
Faktor eksternal: - Jumlah anggota keluarga - Peran orang tua - Teman sebaya - Sosial budaya - Nilai dan norma - Media massa - Fast food/makanan cepat saji - Food fads/mode makanan - Pengetahuan gizi - Pengalaman individu
Gaya Hidup
Perilaku Konsumsi Individu Sumber: Warthington (2000) Perilaku konsumsi dan pemilihan makanan pada seseorang sangat kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai interaksi faktor. Beberapa faktor diatas merupakan faktor yang diduga berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur di Indonesia. Penjelasan dari masing-masing variabel tersebut, yaitu:
1. Umur Menurut Depkes (2008), umur adalah masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir. Umur mempunyai peran penting dalam menentukan pemilihan makanan. Pada masa bayi, seseorang tidak mempunyai pilihan terhadap apa yang mereka makan, sedangkan saat dewasa, seseorang mulai mempunyai kontrol terhadap apa yang mereka makan. Proses tersebut sudah dimulai saat masa kanak-kanak, mereka mulai memiliki kesukaan terhadap makanan tertentu. Saat seseorang tumbuh menjadi remaja dan dewasa, pengaruh terhadap kebiasaan makan mereka sangat kompleks (Worthington, 2000). Menurut WHO (1971) dalam Ruwaidah (2006), penggolongan umur dikategorikan menjadi 4, yaitu anak-anak (< 10 tahun), remaja (10-24 tahun), dewasa (25-59 tahun) dan lanjut usia (>60 tahun). Untuk golongan anak-anak dan remaja, kebutuhan gizinya harus lebih diperhatikan karena masa anak-anak dan remaja merupakan masa pertumbuhan sehingga kecukupan gizinya harus tercukupi agar mencapai pertumbuhan optimal dan sebagai upaya pencegahan timbulnya berbagai penyakit di masa yang akan datang (Wulansari, 2009). Namun, kebutuhan gizi untuk kelompok umur dewasa dan lansia juga harus tetap diperhatikan agar tubuh tetap sehat. Kebutuhan remaja terkait konsumsi buah dan sayur sebaiknya tercukupi, karena buah dan sayur sangat penting sebagai sumber vitamin dan mineral serta sebagai penetral kadar kolesterol darah terutama yang berasal dari pangan hewani. Dengan mengonsumsi buah dan sayur, kadar kolesterol dapat terkontrol. Oleh
karena itu, semua golongan umur membutuhkan konsumsi buah dan sayur dalam jumlah yang cukup, khususnya remaja. Dalam penelitian Moore (1997), ditemukan bahwa usia remaja lebih sering bertumpu pada makanan fast food yang mempunyai menu terbatas dan sering menekankan pada makanan tinggi kalori, lemak, dan natrium sehingga sedikit sekali mengonsumsi buah dan sayur. Semakin dewasa usia seseorang cenderung mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak, terutama pada golongan lanjut usia. Dalam penelitian Rita (2002), ditemukan bahwa umur berpengaruh terhadap kecepatan seseorang untuk menerima dan merespon informasi yang diterima dan merupakan salah satu faktor yang berhubungan preferensi/kesukaan terhadap konsumsi pangan, termasuk terkait perilaku konsumsi buah dan sayur. Berdasarkan penelitian NHANES dari tahun 2001-2006 dalam Bahria (2009) ditemukan bahwa umur tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Dalam penelitian ini diketahui bahwa antara orang Amerika yang berumur ≥40 tahun hanya 42% yang memenuhi rekomendasi minimum mengonsumsi 5 porsi buah dan sayur per hari, sedangkan penduduk umur < 40 tahun sebesar 45% yang berperilaku cukup konsumsi buah dan sayur. 2. Jenis Kelamin Menurut Depkes (2008), jenis kelamin adalah perbedaan seks yang didapat sejak lahir yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang karena pertumbuhan dan perkembangan individu sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Dalam keluarga biasanya anak laki-laki mendapat prioritas yang lebih tinggi dalam distribusi makanan daripada anak perempuan. Untuk menopang pertumbuhan seseorang, baik perempuan maupun laki-laki membutuhkan energi, protein dan zat-zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral. Laki-laki umumnya lebih aktif dalam berolah raga dan kegiatan fisik serta intensitas tumbuh yang lebih besar. Oleh karena itu membutuhkan energi dan protein lebih banyak, sebaliknya perempuan membutuhkan zat besi lebih banyak untuk mengganti darah yang hilang saat menstruasi (Worthington, 2000). Dalam studi di Augusta Georgia ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi buah dan sayur (Domel, 1996). Sedangkan survei lain yang dilakukan oleh Reynold (1999) pada orang muda AmericanIndian dan Alaska-Native ditemukan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap konsumsi buah dan sayur dan diketahui bahwa tingkat konsumsi buah dan sayur pada perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Kemudian pada penelitian Milligan et al (1998) yang dilakukan di Australia menyebutkan bahwa masyarakat yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi (4,1%) mengonsumsi 2 buah/hari dan sayuran 5 kali/hari dibandingkan dengan laki-laki (2,5%). 3. Keyakinan, Nilai dan Norma Pada masyarakat tertentu, terdapat suatu pameo yaitu semakin tinggi tingkat keprihatian seseorang makan akan semakin bahagia dan bertambah tinggi taraf sosial yang dapat dicapainya. Keprihatian ini dapat dicapai dengan “tirakat” yaitu
suatu kepercayaan melakukan kegiatan fisik dan mengurangi tidur, makan dan minum atau berpantang melakukan sesuatu (Suhardjo, 2006). Selain itu, terdapat pula upacara keagamaan atau kegiatan selamatan yang merupakan bagian dari bentuk keyakinan dan norma di masyarakat, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Dalam penelitian Suhardjo (2006), ditemukan bahwa keyakinan dan norma yang berlaku di masyarakat dapat mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat (Suhardjo, 2006). 4. Tingkat Ekonomi Keluarga Dalam bererapa penelitian, tingkat ekonomi atau pendapatan seringkali didekati dari tingkat pengeluaran rumah tangga. Hal ini dilakukan karena biasanya untuk mendapatkan informasi tentang pendapatan sulit dilakukan karena adanya hambatan dalam wawancara yaitu responden tidak mau mengungkapkan jumlah nominal pendapatan yang diperoleh (Bahria, 2000). Marsetyo (2003) mengatakan bahwa pengeluaran uang untuk keperluan rumah tangga harus dibagi-bagi untuk berbagai keperluan seperti keperluan untuk bahan pangan, sewa tingggal (sewa atau cicilan rumah), air, penerangan, pendidikan anak, kesehatan/pengobatan dan transportasi. Di negara-negara berkembang, penduduk yang berpenghasilan rendah hampir membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk membeli makanan. Pada daerah miskin di India 80% pendapatan yang diperoleh digunakan untuk membeli makanan, sedangkan di negara maju hanya 45% untuk membeli makanan (Hidayati, 2004).
Tingkat pengeluaran rumah tangga dihitung dengan mengukur pengeluaran rumah-tangga untuk makanan dan non-makanan. Diasumsikan bahwa semakin tinggi proporsi uang yang dikeluarkan untuk makanan, maka semakin rendah daya beli rumah-tangga tersebut untuk kebutuhan lainnya atau dengan kata lain tingkat ekonomi semakin rendah (Hidayati, 2004). Di
perkotaan,
kelompok
penduduk
termiskin
mengeluarkan
66%
pengeluaran rumah-tangganya untuk makanan. Sedangkan penduduk terkaya hanya mengeluarkan 44% saja. Kecenderungan serupa juga dijumpai di perdesaan. Secara umum, 69% pengeluaran rumah tangga digunakan untuk makanan (Hidayati, 2004). Menurut BPS (2002) dalam Hidayati (2004) menyatakan tingginya proporsi pengeluaran makanan jika proporsi >50% dari pengeluaran total keluarga sedangkan rendahnya proporsi pengeluaran makanan jika jika proporsi ≤50% dari pengeluaran total keluarga. Presentase pengeluaran untuk makanan menurun jika jumlah pendapatan bertambah. Jadi, semakin besar tingkat pengeluaran keluarga untuk makanan, maka semakin rendah tingkat ekonomi keluarga tersebut. Mayoritas masyarakat yang konsumsi makannya kurang optimal tertutama yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah. Karena keluarga dengan pendapatan terbatas, besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan
makanannya
sejumlah
yang
diperlukan
tubuh.
Setidaknya
keanekaragaman bahan makanan kurang terjamin, karena dengan uang terbatas itu tidak akan banyak pilihan (Suhardjo, 2006).
Dalam penelitian Zenk (2005) ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi dan perilaku konsumsi individu, yaitu seseorang yang memiliki pendapatan dan status ekonomi tinggi cenderung akan mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak. Pada penelitian MacFarlane (2007) ditemukan bahwa masyarakat yang status ekonominya tinggi selalu tersedia sayuran saat makan malam dan buah di rumah. Kemudian dalam penelitian Utsman (2009), berdasarkan uji statistik ditemukan bahwa tingkat ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi. Hal ini menunjukkan orang yang memiliki daya beli yang baik maka bisa memenuhi kebutuhannya terhadap bahan makanan. 5. Pekerjaan Menurut Depkes (2008), pekerjaan adalah jenis kegiatan yang menggunakan waktu terbanyak responden atau yang memberikan penghasilan terbesar. Sedangkan menurut Arikunto (2002) dalam Bahria (2009), pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang setiap hari dalam kehidupan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan berhubungan langsung dengan tingkat pendapatan. Selain itu, pekerjaan juga dapat berpengaruh terhadap besar-kecilnya perhatian seseorang terhadap makanan yang akan dikonsumsinya. Jika seseorang terlalu sibuk bekerja, seringkali ia lalai dalam memenuhi kebutuhan gizinya dan lebih memilih mengonsumsi makanan cepat saji. Jenis pekerjaan yang dilakukan dapat menggambarkan dan mempengaruhi besar kecilnya imbalan yang diperoleh. Keluarga yang memiliki pendapatan
tinggi biasanya mempunyai akses dan daya jangkau cukup dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan sebaliknya (Mukson, 1996 dalam Zulaeha, 1999). Dalam penelitian Rita (2002), ditemukan bahwa pekerjaan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, karena jenis pekerjaan akan berpengaruh langsung terhadap jumlah pendapatan yang akan diterima oleh seseorang. Namun, dalam penelitian Wulansari (2009), ditemukan bahwa pekerjaan tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur individu. Hal ini berarti konsumsi buah dan sayur tidak terlalu dipengaruhi oleh status pekerjaan, dan diduga terdapat factor lain yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. 6. Pendidikan Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang secara intelektual dan emosional. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Sedangkan menurut Depkes (2008), pendidikan merupakan tingkat pendidikan formal tertinggi yang telah dicapai oleh seseorang. Menurut Azwar (1996) dalam Rita (2002), pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat, salah satunya yaitu dalam perilaku mengonsumsi buah dan sayur.
Pendidikan formal dan keikutsertaan dalam pendidikan non formal sangat penting dalam menentukan status kesehatan. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap kualitas bahan makanan yang dikonsumsi. semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin positif sikap seseorang terhadap gizi makanan sehingga semakin baik pula konsumsi bahan makanan sayur dan buah dalam keluarga (Zulaeha, 2006). Dalam penelitian Zenk (2005) dan Roos (2001) ditemukan bahwa pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur, yaitu seseorang yang memiliki pendidikan lebih tinggi cenderung akan mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak. 7. Pengetahuan Gizi Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang dilakukan berdasarkan pada pengetahuan akan bertahan lebih lama dan kemungkinan menjadi perilaku yang melekat pada seseorang dibandingkan jika tidak berdasarkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan gizi menjadi landasan dalam menentukan konsumsi pangan individu. Selain itu, pengetahuan gizi dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam menerapkan pengetahuan gizinya dalam memilih maupun mengolah bahan makanan sehingga kebutuhan gizi tercukupi (Khomsan, 2009). Penelitian Van Duyn (2001), ditemukan bahwa pengetahuan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur, yaitu diketahui bahwa pengetahuan gizi dapat meningkatkan 22% konsumsi buah dan sayur.
8. Pengalaman Individu Dalam perjalanan hidup manusia, terjadi berbagai macam pengalaman, salah satunya adalah pengalaman dalam mengonsumsi makanan. Seseorang tentu memiliki penilaian tersendiri terhadap jenis makanan tertentu, ada yang suka dan tidak suka/pantang mengonsumsi makanan tertentu dengan alasan yang bermacam-macam, seperti seseorang tidak mau mengonsumsi makanan tertentu karena berdasarkan pengalaman pribadi bahwa makanan tersebut menimbulkan alergi atau memiliki rasa yang kerang enak dan lain-lain (Suhardjo, 2006). 9. Iklan/Media Massa Menurut Fisher dan Diane (2003) dalam Bahria (2009), media bisa berpengaruh positif maupun negatif dalam mempromosikan berbagai macam informasi. Perkembangan teknologi dan media massa juga mempunyai peran dalam mempromosikan pemilihan makanan. Media massa sebagai salah satu sarana komunikasi berpengaruh besar membentuk opini dan kepercaan seseorang. Dalam penyampaian informasi, media massa membawa pesan dan sugesti yang mengarahkan opini seseorang. (Suhardjo, 2006). Dalam penelitian Srimaryani (2010), ditemukan bahwa iklan/media massa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu. 10. Tempat Tinggal Menurut Depkes (2008), tempat tinggal adalah lokasi rumah seseorang yang dibedakan menjadi perkotaan dan pedesaan. Untuk menentukan suatu kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan, digunakan suatu indikator
komposit (indikator gabungan) yang skor atau nilainya didasarkan pada tiga variabel, yaitu: kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas umum (BPS, 2007). Adapun range (batasan) nilai dari masing-masing indikator, yaitu kepadatan penduduk, batasan nilainya antara 1-8, persentase rumah tangga pertanian batasannya antara 1-8 dan akses fasilitas umum batasannya antara 010. Jadi nilai minimum dari skor gabungan ketiga indikator tersebut yaitu 2 dan nilai maksimumnya 26. Jumlah skor dari ketiga indikator tersebut digunakan untuk menentukan suatu kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan. Jika skor gabungan berjumlah <10, maka kelurahan termasuk pedesaan dan jika skor gabungan ≥10, maka kelurahan termasuk perkotaan (BPS, 2007). Berdasarkan klasifikasi tersebut, dapat dibagi menjadi skor indikator kepadatan penduduk untuk pedesaan antara 1-3 dan skor untuk perkotaan antara 4-8. Kemudian klasifikasi skor indikator persentase rumah tangga pertanian untuk pedesaan antara 1-3 dan perkotaan antara 4-8. Dan klasifikasi skor akses fasilitas umum untuk pedesaan dengan skor 0 dan untuk perkotaan dengan skor 1 (BPS, 2007). Letak tempat tinggal dapat berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu. Sebagai contoh, seorang petani yang tinggal di desa dan dekat dengan areal pertanian akan lebih mudah dalam mendapatkan bahan makanan segar dan alami, seperti buah dan sayur. Namun, seseorang yang tinggal di daerah perkotaan akan lebih sedikit akses untuk mendapatkan bahan makanan segar tersebut, karena di daerah perkotaan lebih banyak tersedia berbagai makanan
cepat saji, walaupun tidak menutup kemungkinan, terdapat penduduk perkotaan yang mengonsumsi buah dan sayur (Suhardjo, 2006). Dalam penelitian Sutiah (2006), berdasarkan hasil uji statistik ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal baik di desa maupun di kota terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur, yaitu terdapat perbedaan antara tingkat frekuensi konsumsi penduduk yang tinggal di pedesaan dan perkotaan. 11. Lingkungan Sosial dan Budaya Unsur sosial dan budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang bertentangan dengan prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda terhadap pangan atau makanan. Misalnya bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dianggap tabu untuk dikonsumsi karena alasan-alasan tertentu, sehingga akan berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu tersebut (Suhardjo, 2006). Dalam penelitian Sutiah (2006), ditemukan bahwa lingkungan sosial budaya atau suku bangsa berpengaruh terhadap pola konsumsi seseorang. 12. Jumlah Anggota Keluarga Menurut Depkes (2008), jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota rumah tangga yang bertempat tinggal di rumah tangga tersebut. Keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak amat dekat akan menimbulkan masalah (Sediaoetama, 2004). Dalam hal ini, jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pola pengalokasian pangan pada rumah tangga,
sehingga semakin besar jumlah anggota keluarga, maka alokasi pangan untuk tiap individu akan semakin berkurang (Suhardjo, 2006). Dalam penelitian Pratiwi (2006) dan Wulansari (2009), berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara keluarga kecil dan besar terhadap perilaku konsumsi individu. Namun, berdasarkan penelitian Srimaryani (2010), diketahui bahwa jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi individu menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini menunjukkan semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin besar pangan yang dikonsumsi dan pembagian makanan dalam keluarga tersebut akan lebih sedikit dibanding keluarga dengan jumlah sedikit. 13. Peran Orang Tua Selama masa anak-anak, orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sikap tentang makanan, pemilihan makanan dan pola makan, tetapi ketika sudah menginjak masa remaja mereka menunjukkan kemandirian. Remaja dan orang dewasa lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Oleh karena itu pengaruh keluarga terhadap perilaku makan mulai berkurang (Khomsan, 2003). Pada era modern seperti saat ini, orang tua memang telah menjadi manusia sibuk karena urusan di luar rumah tangga. Oleh karena itu, peran oreng tua saat ini sangat penting dalam mendorong kebiasaan makan sehat bagi anak-anaknya (Khomsan, 2003). Karena pola kebiasaan makan anak berawal dari keluarga (Worthington, 2000).
14. Teman Sebaya Pengaruh rekan atau kelompok sebaya sangat kuat. Ketika anak mulai sekolah tekanan teman sebaya mulai mempengaruhi pemilihan makanan yang menyebabkan pengabaian terhadap kebutuhan gizi. Remaja mulai peduli terhadap penampilan fisik dan perilaku sosial, serta berusaha untuk mendapatkan penerimaan dari teman sebayanya. Pemilihan makanan menjadi penting supaya mereka diterima oleh teman sebayanya (Barker, 2002). Dalam penelitian Savitri (2009), ditemukan bahwa teman sebaya berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, yaitu dalam memilih jenis makanan. seseorang akan mengikuti teman sebayanya. 15. Fast Food/Makanan Cepat Saji Berbagai alasan seseorang memilih makanan cepat saji/fast food yaitu karena praktis, rasanya enak, mudah didapat dan tingkat kesibukan yang tinggi sehingga tidak sempat menyiapkan makanan yang sehat dan alami. Padahal, konsumsi makanan tersebut secara terus menerus tanpa diimbangi buah dan sayur dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus, kanker dan kegemukan (Sekarindah, 2008). Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VI (1998), makanan-makanan modern seperti fast food, dan makanan jepang telah menjadi bagian dari kebiasaan makanan masyarakat di sejumlah kota besar. Penelitian Verr et al (1999), ditemukan orang yang konsumsi buah dan sayurnya rendah (kurang dari 1,5 kali/hari) serta lebih sering mengonsumsi fast
food/makanan cepat saji berisiko 30% lebih tinggi terkena penyakit jantung atau stroke dibandingkan dengan orang yang mengonsumsi 8 kali/hari atau lebih. 16. Food Fads/Mode Makanan Menurut KBBI (2007), mode adalah ragam, cara atau bentuk yang terbaru pada suatu waktu tertentu, seperti pakaian, potongan rambut, corak hiasan, jenis makanan dan sebagainya. Mode makanan ini juga berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu, karena biasanya masyarakat senang mencoba hal-hal yang baru, salah satunya adalah melakukan wisata kuliner terhadap jenis makanan baru yang belum pernah dicoba oleh seseorang tersebut. Oleh karena itu, mode makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu (Warthington, 2000). 17. Kebutuhan Fisiologis Tubuh Setiap individu memiliki kebutuhan fisiologis tubuh yang berbeda, hal ini menyebabkan tingkat kebutuhan gizi setiap individu berbeda. Sebagai contoh, kebutuhan fisiologis tubuh ibu hamil, ibu menyusui, anak balita dan orang yang sedang sakit akan berbeda kebutuhan gizinya dengan orang yang sehat. Oleh karena itu, kebutuhan fisiologis tubuh berperan dalam menentukan perilaku konsumsi individu dan pemilihan makanan apa saja yang harus dikonsumsi (Suhardjo, 2006). 18. Body Image/Citra Tubuh Citra tubuh didefinisikan sebagai pandangan seseorang tentang tubuhnya, suatu gambaran mental seseorang yang mencakup pikiran, perpsepsi, perasaaan, emosi, imajinasi, penilaian, sensasi fisik, keadaaan dan perilaku mengenai
penampilan dan bentuk tubuhnya dipengaruhi oleh idealisasi pencitraan tubuh di masyarakat dan interaksi sosial seseorang dalam lingkungannya dan dapat mengalami perubahan (Rice, 2001 dalam Melliana, 2006). Salah satu contoh yaitu pada wanita, citra tubuh sangat penting sehingga banyak dari mereka yang menunda makan bahkan mengurangi porsi makannya dari yang dianjurkan agar tampak sempurna postur tubuhnya. Namun, hal tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan jika dilakukan secara terus menerus (Barker, 2002). Penelitian Handayani (2009), ditemukan bahwa citra tubuh berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu. 19. Konsep Diri Konsep diri seseorang dapat memengaruhi besarnya kepuasan citra tubuh yang dirasakan individu. Aspek lain dari konsep diri yang tak kalah penting adalah kepercayaan diri dan harga diri (Thomson, 1998 dalam Handayani, 2009). Yayasan peduli proriasis Indonesia (2006) dalam Handayani (2009) menyatakan bahwa konsep diri akan mempengaruhi penilaian terhadap diri sendiri. Bila seseorang menilai diri sendiri posistif, maka seseorang akan memasuki dunia dengan harga diri yang positif dan penuh percaya diri. Bila terjadi distorsi atau perubahan dalam citra tubuh seseorang, maka konsep dirinya pun akan berubah dan akan mempengaruhi perilaku konsumsi individu tersebut. Penelitian Handayani (2009), ditemukan bahwa konsep diri berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, yaitu dengan semakin baik konsep diri seseorang, maka akan semakin baik perilaku konsumsi orang tersebut.
20. Pemilihan dan Arti Makanan Kesukaan terhadap makanan dianggap sebagai faktor penentu dalam mengonsumsi makanan termasuk buah dan sayur. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Van Duyn et al (2001), ditemukan bahwa suka atau tidaknya seseorang terhadap makanan tergantung dari rasa. Karena rasa merupakan suatu faktor penting dalam pemilihan pangan yang meliputi tekstur dan suhu. Kesukaan terhadap makanan mampunyai pengaruh terhadap pemilihan makanan dan arti makanan bagi individu tersebut (Suhardjo, 2006). Penelitian Van Duyn et al (2001), ditemukan bahwa kesukaan terhadap makanan berpengaruh positif terhadap perilaku konsumsi individu. 21. Perkembangan Psikososial Menurut Chaplin (2004), perkembangan psikososial merupakan berbagai kejadian yang berkaitan dengan relasi sosial atau hubungan kemasyarakatan dan mencakup faktor-faktor psikologis dari seseorang. Keadaan psikososial individu akan berpengaruh terhadap perilaku individu tersebut, salah satunya adalah perilaku konsumsi. Seseorang dengan kondisi psikososial yang baik, akan cenderung lebih teratur dalam mengonsumsi dan memilih makanan, demikian pula sebaliknya. 22. Kesehatan (Riwayat Penyakit) Definisi sehat menurut WHO (1990) dalam Almatsier (2004) yaitu keadaan sejahtera secara fisik, mental, dan sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan. Sedangkan berdasarkan UU no. 23 tahun 1992, kesehatan
didefinisikan sebagai keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kondisi kesehatan seseorang akan berpengaruh langsung terhadap perilaku konsumsi individu tersebut. Sebagai contoh, seseorang yang menderita penyakit diabetes mellitus, orang tersebut akan mengurangi konsumsi makanan yang tinggi kandungan gula demi menjaga kesehatan tubuhnya (Sekarindah, 2008). Menurut White et al (2004) dalam Bahria (2009), diketahui bahwa kondisi tubuh seseorang yang kurang baik, sedang dalam kondisi sakit atau memiliki keluhan akan kesehatan, akan mendorong seseorang untuk lebih memperhatikan pola konsumsinya, seperti mengurangi makanan yang tinggi lemak, kolesterol, natrium, gula dan memperbanyak asupan bahan makanan alami seperti buah dan sayur. Namun, dalam penelitian yang dilakukan oleh Puspitarani (2006), ditemukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kesehatan individu dengan perilaku konsumsi, yaitu bahwa walaupun seseorang sedang sakit, terkadang tidak terlalu memperhatikan pola konsumsinya. 23. Gaya Hidup Gaya hidup merupakan suatu konsep cara hidup dalam masyarakat yang berasal dari berbagai macam interaksi sosial, budaya dan keadaan lingkungan. Gaya hidup dipengaruhi oleh beragam hal yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga. Dapat dikatakan bahwa keluarga atau rumah tangga merupakan faktor utama dalam pembentukan gaya hidup terkait pola perilaku makan dan juga dalam pembinaan kesehatan keluarga (Suhardjo, 2006).
Orang dengan gaya hidup modern akan terbiasa mengonsumsi makanan dengan harga yang mahal, sedangkan orang kelas menengah kebawah atau orang miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang mahal, karena dipengaruhi oleh gaya hidup sederhana (Suhardjo, 2006). Dalam penelitian Rahmawati (2000), ditemukan bahwa gaya hidup berpengaruh secara signifikan dengan perilaku konsumsi individu. 24. Sosial-Ekonomi-Politik Sistem sosial-ekonomi-politik dalam suatu Negara merupakan salah satu penyebab yang mendasar yang mempengaruhi perilaku konsumsi di masyarakat. Negara dengan sistem sosial, ekonomi dan politik yang baik, maka jumlah ketersediaan pangan akan tercukupi, namun jika Negara tersebut memiliki masalah dalam sistem sosial, ekonomi dan politik, maka ketersediaan pangan bagi masyarakat akan mengalami gangguan bahkan kekurangan pangan yang dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan (Suhardjo, 2006). 25. Ketersediaan Makanan Dalam mendukung masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang sehat, maka diperlukan kecukupan ketersediaan makanan dan dapat diakses semua orang. Berdasarkan studi di Amerika (2006) pada remaja non-hispanic black dan non-hispanic white didapatkan bahwa ketersediaan makanan di rumah tangga tidak berhubungan signifikan dengan konsumsi buah dan sayur pada remaja dan juga berdampak kecil terhadap kecenderungan dalam mengonsumsi buah dan sayur (Story, 2002).
26. Produksi Produksi pangan di Negara berkembang masih tergolong rendah. Rendahnya produksi pangan dapat disebabkan oleh produktivitas lahan yang kurang dan harus ditanggulangi dengan intensifikasi pertanian. Sebab lain yaitu karena petani beralih ke tanaman non pangan atau mengubah lahan pertanian yang ada menjadi lahan untuk industri atau pemukiman. Rendahnya produksi dapat berakibat pada rendahnya ketersediaan pangan bagi penduduk dan mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat (Suhardjo, 2006). 27. Sistem Distribusi Faktor lain yang mempengaruhi perilaku konsumsi individu yaitu adanya sistem distribusi pangan ke masyarakat. Salah satu contoh kasus yaitu tidak tersedianya makanan terjadi karena persediaan di gudang habis dan tidak ada transportasi di sekitarnya atau sistem distribusi mengalami gangguan. Hal inilah yang menyebabkan malnutrisi, karena penduduk kekurangan bahan pangan untuk dikonsumsi. Di UK, meskipun ketersediaan makanan cukup namun pada beberapa area yang terjadi gangguan transportasi atau terbatasnya pilihan di pasar lokal, mengakibatkan beberapa bahan makanan yang dibutuhkan masyarakat seperti buah dan sayuran segar tidak tersedia (Barker, 2002 dalam Rahmawati, 2000).
D. Kerangka Teori Berdasarkan teori dan Lastariwati-Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008) dan Worthington (2000) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku konsumsi individu, maka peneliti menyusun kerangka teori seperti dapat dilihat pada bagan 2.2 berikut ini. Bagan 2.2 Kerangka Teori
Faktor Internal: 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Keyakinan 4. Kebutuhan Fisiologis Tubuh 5. Body Image/Citra Diri 6. Konsep Diri 7. Pemilihan dan Arti Makanan 8. Perkembangan Psikososial 9. Kesehatan (Riwayat Penyakit)
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Faktor Eksternal: 1. Tingkat Ekonomi Keluarga 2. Pekerjaan 3. Pendidikan 4. Pengetahuan Gizi 5. Pengalaman Individu 6. Iklan/Media Massa 7. Tempat Tinggal 8. Lingkungan Sosial Budaya 9. Jumlah Anggota Keluarga 10. Peran Orang Tua 11. Teman Sebaya 12. Nilai dan Norma 13. Fast Food/Makanan Cepat Saji 14. Food Fads/Mode Makanan Sumber: Modifikasi teori Lastariwati-Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008) dan Worthington (2000)
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori dari Lastariwati-Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008) dan Warthington (2000), terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi individu. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang akan diteliti terdiri dari variabel perilaku konsumsi buah dan sayur sebagai variabel dependen dan sebagai variabel independen terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal meliputi jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal. Namun, tidak semua faktor dalam kerangka teori menjadi variabel dalam penelitian ini. Faktor-faktor lain baik internal (keyakinan, kebutuhan fisiologis tubuh, body image/citra diri, konsep diri, pemilihan dan arti makanan, perkembangan psikososial) maupun eksternal (pengalaman individu, iklan/media massa, lingkungan sosial budaya, peran orang tua, teman sebaya, nilai dan norma, fast food/makanan cepat saji, food fads/mode makanan) tidak dijadikan variabel dalam penelitian ini dikarenakan tidak tersedianya data tersebut dalam data sekunder/hasil Riskesdas 2007 yang digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan variabel kesehatan (riwayat penyakit), walaupun terdapat datanya dalam Riskesdas, namun setelah dilakukan analisis, datanya bersifat homogen yaitu mayoritas remaja tidak memiliki riwayat penyakit (99,5%), sehingga variabel tersebut dikeluarkan dari penelitian.
Berdasarkan kerangka teori, maka disusunlah kerangka konsep seperti pada bagan 3.1 berikut.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
Internal Umur Jenis Kelamin
Eksternal Jumlah Anggota Keluarga Pendidikan Pekerjaan Tingkat Ekonomi Keluarga Tempat Tinggal
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian Definisi Operasional No Variabel Variabel Dependen 1. Perilaku Frekuensi rata-rata dan porsi konsumsi asupan buah dan sayur buah dan responden dalam sehari sayur selama seminggu (Depkes, 2008).
Variabel Independen Faktor Internal 2. Umur Masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir (Depkes, 2008). 3. Jenis Perbedaan seks yang didapat kelamin sejak lahir yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan (Depkes, 2008).
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur
Skala ukur
Angket Riskesdas
Kuesioner Individu (BD31-BD34)
0. Kurang, jika konsumsi buah dan sayur < 5 porsi sehari selama seminggu. 1. Cukup, jika konsumsi buah dan sayur ≥ 5 porsi sehari selama seminggu. (WHO, 2003)
Ordinal
Angket Riskesdas
Kuesioner rumah tangga (B4K5)
0. Remaja awal (10-19 tahun) 1. Remaja akhir (20-24 tahun)
Ordinal
Angket Riskesdas
Kuesioner rumah tangga (B4K4)
0. Laki-laki 1. Perempuan (Depkes, 2008)
Nominal
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian (lanjutan) Variabel No Faktor Eksternal 4. Jumlah Anggota Keluarga 5.
Pendidikan
6.
Pekerjaan
7.
Tingkat Ekonomi Keluarga
Definisi Operasional
Cara ukur
Alat ukur
Banyaknya anggota rumah tangga yang bertempat tinggal di rumah tangga tersebut (Depkes, 2008) Tingkat pendidikan formal tertinggi yang telah dicapai oleh responden (Depkes, 2008)
Angket Riskesdas
Kuesioner rumah tangga (B2K2)
Angket Riskesdas
Kuesioner rumah tangga (B4K7)
Jenis kesgiatan yang menggunakan waktu terbanyak responden atau yang memberikan penghasilan terbesar (Depkes, 2008) Status ekonomi keluarga berdasarkan proporsi pengeluaran keluarga rata-rata untuk makanan sebulan dibandingkan dengan pengeluaran total keluarga sebulan (BPS, 2007).
Angket Riskesdas
Kuesioner rumah tangga (B4K9)
Angket Susenas
Kuesioner Susenas 2007 (B7K15 dan K25) yang diadopsi oleh Riskesdas 2007
Hasil ukur
Skala ukur
0. Besar: > 4 orang 1. Kecil: ≤ 4 orang (BKKBN, 1992 dalam Mahliawati, 2010) 0. Rendah, jika tamat <SMA 1. Tinggi, jika tamat ≥SMA (Diknas, 2003 dalam Sebastian, 2008) 0. Tidak bekerja 1. Bekerja (Depkes, 2008)
Ordinal
0. Rendah, jika proporsi pengeluran makanan >50%. 1. Tinggi, jika proporsi pengeluran makanan ≤50%. BPS (2002) dalam Hidayati (2004)
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian (lanjutan) Variabel No 8. Tempat Tinggal
Definisi Operasional Lokasi rumah responden yang dibedakan menjadi perkotaan dan pedesaan (Depkes, 2008)
Cara ukur Angket Riskesdas
Alat ukur Kuesioner rumah tangga (B1K5)
Hasil ukur 0. Perkotaan, jika kelurahan dengan skor ≥10. 1. Pedesaan, jika kelurahan dengar skor <10. (BPS, 2007)
Skala ukur Nominal
C. Hipotesis 1. Ada hubungan antara umur dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007. 2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007. 3. Ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007. 4. Ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007. 5. Ada hubungan antara pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007. 6. Ada hubungan antara tingkat ekonomi keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007. 7. Ada hubungan antara tempat tinggal dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional yaitu pengumpulan data dan informasi serta pengukuran antara variabel independen dan dependen dilakukan pada waktu yang sama. Desain studi cross sectional ini cocok digunakan untuk menganalisis subyek penelitian dalam jumlah besar karena mudah dilaksanakan, sederhana, ekonomis dalam hal waktu dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2005).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil Riskesdas yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian (JIPP) di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai September 2010.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini mengacu pada populasi dalam Riskesdas 2007 yaitu seluruh rumah tangga dan anggota rumah tangga di seluruh pelosok Republik Indonesia yang berusia ≥ 10 tahun. Adapun jumlah populasi penduduk Indonesia tahun 2007 yaitu 225,18 juta jiwa (BPS, 2007).
Sedangkan populasi penduduk yang berusia remaja (10 – 24 tahun) yaitu 27,23% dari jumlah populasi tahun 2007 yaitu sebesar 61.316.514 jiwa (BPS, 2007). 2. Sampel Kerangka pengambilan sampel (sampling frame) dalam Riskesdas 2007 menggunakan cluster sampling dengan menggunakan blok sensus BPS. Selanjutnya menggunakan two stage sampling, yaitu pengambilan sampel dengan dua tahap, yaitu: a. Tahap 1: Blok sensus dipilih dengan cara Probability Proportional to Size (PPS) Sampling, yaitu penentuan banyaknya blok sensus disesuaikan dengan jumlah penduduk secara proporsional. Jumlah blok sensus dalam Riskesdas 2007 yaitu 17.150 blok sensus dari 440 kabupaten/kota atau dari 33 Provinsi. b. Tahap 2: Di setiap blok sensus dipilih 16 rumah tangga secara systematic sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak hanya untuk sampel pertama, selanjutnya diambil secara sistematik sesuai langkah yang sudah ditetapkan (Sabri, dkk, 2008). Jumlah sampel rumah tangga pada Riskesdas 2007 dari 440 kabupaten/kota yaitu sebanyak 258.466 rumah tangga. Kemudian dilakukan penarikan sampel anggota rumah tangga sebagai sampel individu sebanyak 973.662 individu. Sedangkan jumlah sampel anggota rumah tangga yang berusia ≥ 10 tahun sebanyak 768.635 individu dan setelah dilakukan proses cleaning data, jumlah sampel remaja (10-24 tahun) yaitu 256.383 individu.
Adapun rumus perhitungan sampel yang digunakan dalam Riskesdas 2007, yaitu menggunakan rumus estimasi proporsi pada sampel acak sederhana dengan presisi mutlak, yaitu: n = Z2 1-α/2 x P (1-P) x DE d2 Keterangan: n
= Jumlah sampel yang dibutuhkan
Z2 1-α/2 = Derajat 5% (two tail) = 1,96 P
= Proporsi = 50%
DE
= Disain Efek = 2
d
= presisi = 0,15 Bila digunakan P = 50%, Z = 1,96 dan d = 0,15 maka besar sampel
adalah
171
rumah
tangga/kecamatan.
Penggunaan
cluster
sampling
memerlukan design effect, yang dipakai yaitu 2, sehingga jumlah sampel per kecamatan adalah 171 x 2 = 342 rumah tangga. Perkiraan drop out sebesar 10%, maka sampel yang dibutuhkan adalah 100/90 x 342 = 381 rumah tangga. Untuk kepraktisan di lapangan maka dibulatkan besar sampel per kabupaten adalah 400 rumah tangga. Selanjutnya untuk kepentingan analisis penelitian, maka perhitungan sampel minimal disesuaikan dengan rumus uji yang akan digunakan yaitu menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi (two-tail), yaitu:
(z n=
1− α / 2
2 P (1 − P ) + z1− β
P1 (1 − P1 ) + P2 (1 − P2 )
( P1 − P2 ) 2
)
2
Keterangan: n
= Jumlah sampel yang dibutuhkan
Z 1-α/2 = derajat kemaknaan 5% = 1,96 Z 1-β
= Kekuatan uji
P
= Proporsi rata-rata = (P1+ P2)/2 = 84,3% = 0,843
P1
= Proporsi penduduk perkotaan yang kurang konsumsi buah dan sayur 83,8% = 0,838
P2
= Proporsi penduduk pedesaan yang kurang konsumsi buah dan sayur 84,3% = 0,843
(Nilai P1 dan P2 diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasionas/Susenas, 2004) Berdasarkan rumus di atas, didapatkan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan yaitu 27.523, dikalikan dengan disain efek = 2, maka jumlah sampel menjadi 55.046. Untuk menghindari Drop Out, ditambahkan 10% menjadi 60.551 individu. Jumlah sampel minimal ini digunakan oleh peneliti untuk menilai kecukupan dan melihat apakah jumlah sampel tersebut memenuhi syarat untuk dilakukan uji hipotesis. Adapun jumlah sampel yang didapatkan dari Riskesdas 2007 berjumlah 256.383 individu. Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah sampel yang didapatkan sudah memenuhi syarat dilakukan uji hipotesis. Kemudian dari jumlah sampel tersebut, dilakukan perhitungan kekuatan uji untuk melihat kemampuan atau mendeteksi adanya perbedaan antara dua variabel
yang
diteliti.
Setelah
dilakukan
perhitungan
kekuatan
uji
menggunakan rumus di atas, didapatkan hasil Z 1-β = 87,9%. Hal ini berarti jika pada populasi memang ada perbedaan proporsi, maka peluang penelitian
ini untuk memperlihatkan adanya perbedaan proporsi adalah sebesar 87,9% (Ariawan, 1996). D. Instrumen penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Riskesdas 2007 yang digunakan untuk mengumpulkan data perilaku konsumsi buah dan sayur di Indonesia dan pertanyaan-pertanyaan yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini yang meliputi variabel umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal. Dalam pelaksanaan Riskesdas 2007 sudah memperhatikan validitas dan reabilitas kuesioner penelitian. Adapun daftar variabel dan keterangan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1: Tabel 4.1 Daftar variabel dan kuesioner dalam Riskesdas 2007 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Variabel Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Umur Jenis Kelamin Jumlah Anggota Keluarga Pendidikan Pekerjaan Tingkat Ekonomi Keluarga
8. Tempat Tinggal Sumber: Depkes, 2008
Keterangan Kuesioner Kuesioner Individu (BD31-BD34) Kuesioner rumah tangga (B4K5) Kuesioner rumah tangga (B4K4) Kuesioner rumah tangga (B2K2) Kuesioner rumah tangga (B4K7) Kuesioner rumah tangga (B4K9) Kuesioner Susenas 2007 (B7K15 dan K25) yang diadopsi oleh Riskesdas 2007 Kuesioner rumah tangga (B1K5)
Keterangan: B = Blok
K = Kolom
Selain kuesioner, instrumen yang digunakan yaitu alat peraga berupa kartu bergambar (kartu bergambar buah dan sayur disertai ukuran rumah tangga untuk
mengetahui gram makanan yang dikonsumsi setiap hari). Daftar kuesioner dan alat peraga terlampir pada lampiran 2 dan 3. Adapun pengukuran data dari setiap variabel dalam penelitian ini berdasarkan Depkes (2008), sebagai berikut: 1. Perilaku konsumsi buah dan sayur Cara yang dilakukan untuk mengetahui perilaku konsumsi buah dan sayur penduduk dilakukan dengan mengumpulkan data frekuensi dan porsi asupan buah dan sayur pada penduduk Indonesia yaitu berdasarkan pada kuesioner individu Blok B nomor D31-D34. Data tersebut dikumpulkan dengan menghitung jumlah hari konsumsi dalam seminggu dan jumlah porsi rata-rata dalam sehari. Penduduk dikategorikan ‘cukup’ konsumsi buah dan sayur apabila makan buah dan/atau sayur minimal 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu. Dikategorikan ‘kurang’ apabila konsumsinya kurang dari ketentuan tersebut (WHO, 2003). 2. Umur Variabel umur diukur berdasarkan kuesioner rumah tangga Blok 4 Kolom 5 yang dihitung dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir. Perhitungan umur didasarkan pada kalender Masehi dengan pembulatan ke bawah. Contoh: a. Jika umurnya kurang dari 1 tahun, dicatat 00 tahun. b. Jika umur > 97 tahun dicatat 97 tahun. c. Jika umur responden 27 tahun 9 bulan, dicatat 27 tahun.
d. Jika responden tidak tahu pasti umurnya meskipun telah dilakukan probing atau penyelidikan, dicatat 99 (Depkes, 2008). Dalam penelitian ini, yang menjadi sampel hanya penduduk yang berumur remaja (10 – 24 tahun). Setelah didapatkan data umur, kemudian dikategorikan menjadi remaja awal (10-19 tahun) dan remaja akhir (20 – 24 tahun) (WHO, 1971 dalam Ruwaidah, 2006). 3. Jenis Kelamin Jenis kelamin diukur berdasarkan kuesioner rumah tangga Blok 4 Kolom 4. Dalam menentukan Janis kelamin, peneliti tidak boleh menduga jenis kelamin seseorang berdasarkan namanya. Untuk lebih meyakinkan, peneliti menanyakan apakah individu tersebut laki-laki atau perempuan. Misalnya Endang, bisa laki-laki atau perempuan. Setelah itu, jawaban responden ditulis di dalam kuesioner Dalam penelitian, setelah diperoleh data jenis kelamin, penentuan jenis kelamin berdasarkan dikategorikan menjadi laki-laki dan perempuan (Depkes, 2008) 4. Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga diukur berdasarkan kuesioner rumah tangga Blok 2 Kolom 2 yang dihitung berdasarkan banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang bertempat tinggal di rumah tangga (RT) tersebut, baik yang berada di rumah tangga pada waktu pencacahan maupun sementara tidak ada (termasuk kepala rumah tangga). ART yang telah bepergian 6 bulan atau lebih, dan ART yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah/akan meninggalkan rumah tangga 6 bulan atau lebih tidak dianggap
sebagai ART. Orang yang telah tinggal di rumah tangga 6 bulan atau lebih atau yang telah tinggal di rumah tangga kurang dari 6 bulan tetapi berniat tinggal di rumah tangga tersebut 6 bulan atau lebih dianggap sebagai ART. Pembantu rumah tangga, sopir, tukang kebun yang tinggal dan makan di rumah majikannya dianggap sebagai ART majikannya (Depkes, 2008). Dalam penelitian ini, variabel jumlah anggota keluarga dikategorikan menjadi keluarga besar (> 4 orang) dan keluarga kecil (≤ 4 orang) (BKKBN, 1992 dalam Mahliawati, 2010). 5. Pendidikan Variabel pendidikan diukur berdasarkan kuesioner rumah tangga Blok 4 KOlom 7 dan khusus ditanyakan kepada ART yang berumur ≥10 tahun yaitu dengan menanyakan tingkat pendidikan tertinggi yang telah dicapai. Setelah itu, jawaban responden diisi sesuai dengan kode jawaban, sebagai berikut: Tabel 4.2 Kode Variabel Pendidikan dalam Riskesdas 2007 Keterangan Kode 1 Tidak pernah sekolah, termasuk di dalamnya adalah yang belum sekolah karena belum mencapai usia sekolah. 2 Tidak tamat SD, termasuk tidak tamat Madrasah Ibtidaiyah (MI). 3 Tamat SD, termasuk tamat Madrasah Ibtidaiyah/ Paket A dan tidak tamat SLTP/ MTs. 4 Tamat SLTP, termasuk tamat Madrasah Tsanawiyah (MTs)/ Paket B dan tidak tamat SLTA/ MA. 5 Tamat SLTA, termasuk tamat Madrasah Aliyah (MA)/ Paket C, D1, D3, mahasiswa drop-out. 6 Tamat Perguruan Tinggi, termasuk tamat Strata-1, Strata-2 dan Strata-3. Sumber: Depkes, 2008
Dalam penelitian ini, variabel pendidikan dikategorikan menjadi pendidikan rendah jika tamat < SMA dan pendidikan tinggi jika tamat ≥ SMA (Diknas, 2003 dalam Sebastian, 2008). 6. Tingkat Ekonomi Keluarga Variabel tingkat ekonomi keluarga diukur berdasarkan kuesioner Susenas 2007 Blok 7 Kolom 15 dan 25 yang diadopsi oleh Riskesdas 2007. Menurut BPS (2007), tingkat ekonomi yaitu status ekonomi keluarga yang diukur berdasarkan proporsi pengeluaran keluarga rata-rata untuk makanan sebulan dibandingkan dengan pengeluaran total keluarga sebulan. Tingkat ekonomi berbanding terbalik dengan tingkat pengeluaran keluarga untuk makanan, yaitu semakin tinggi tingkat ekonomi maka semakin rendah tingkat pengeluaran keluarga untuk makanan, dan sebaliknya (BPS, 2002 dalam Hidayati, 2004). Dalam penelitian ini variabel tingkat ekonomi keluarga dapat dikategorikan menjadi ekonomi rendah, jika proporsi pengeluaran keluarga untuk makanan >50% dan tinggi jika pengeluaran keluarga untuk makanan ≤50% (BPS, 2002 dalam Hidayati, 2004). 7. Pekerjaan Variabel pekerjaan diukur berdasarkan kuesioner rumah tangga Blok 4 Kolom 8 dan khusus ditanyakan kepada ART yang berumur ≥10 tahun yaitu dengan menanyakan pekerjaan utama responden atau pekerjaan yang menggunakan waktu terbanyak responden dan memberikan penghasilan
terbesar. Setelah itu, jawaban responden diisi sesuai dengan kode jawaban, sebagai berikut: Tabel 4.3 Kode Variabel Pekerjaan dalam Riskesdas 2007 Keterangan Kode 1 Tidak bekerja, termasuk sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha, atau sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. 2 Sekolah, yaitu kegiatan bersekolah di sekolah formal baik pada pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi yang di bawah pengawasan Depdiknas, Departemen lain maupun swasta. 3 Mengurus Rumah Tangga, yaitu kegiatan mengurus atau membantu mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan upah/gaji. 4 TNI/Polri, bekerja di pemerintahan sebagai angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara dan kepolisian. 5 Pegawai Negeri Sipil (PNS), bekerja di pemerintahan sebagai pegawai negeri sipil. 6 Pegawai BUMN yaitu pegawai pemerintah yang non PNS misalnya pegawai Telkom, PLN, PTKA. 7 Pegawai swasta yaitu pekerja yang bekerja pada perusahaan swasta. 8 Wiraswasta/pedagang, yaitu orang yang melakukan usaha dengan modal sendiri atau berdagang baik sebagai pedagang besar atau eceran. 9 Pelayanan jasa, orang yang bekerja secara mandiri dan mendapatkan imbalan atas pekerjaannya. Misalnya jasa transportasi seperti sopir taksi, ojek. 10 Petani, yaitu pemilik atau pengolah lahan pertanian, perkebunan yang diolah sendiri atau dibantu oleh buruh tani. 11 Nelayan, orang yang melakukan penangkapan dan atau pengumpulan hasil laut (misalnya ikan). 12 Buruh, yaitu pekerja yang mendapat upah dalam mengolah pekerjaan orang lain (buruh tani, buruh bangunan, buruh angkat angkut, buruh pekerja). 13 Lainnya, apabila tidak termasuk dalam kode 1 s.d 12. Sumber: Depkes, 2008 Dalam penelitian ini, variabel pekerjaan dikategorikan menjadi penduduk tidak bekerja jika termasuk kode 1 s.d 3 dan penduduk bekerja jika termasuk kode 4 s.d 13 (Depkes, 2008).
8. Tempat tinggal Variabel tempat tinggal diukur berdasarkan kuesioner rumah tangga Blok 1 Kolom 5 yang dikategorikan menjadi dua yaitu perkotaan dan pedesaan. Untuk menentukan suatu Kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan, digunakan suatu indikator komposit (indikator
gabungan) yang skor atau
nilainya didasarkan kepada tiga variabel, yaitu: kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas umum (BPS, 2007). Indikator penentuan Kelurahan termasuk perkotaan atau pedesaan dapat dilihat pada lampiran 4. Jumlah skor dari ketiga variabel tersebut kemudian digunakan untuk menentukan apakah suatu Kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan. Kelurahan dengan skor gabungan < 10 termasuk pedesaan, sedangkan Kelurahan dengan skor gabungan ≥ 10 termasuk perkotaan (BPS, 2007).
E. Pengumpulan Data Pengumpulan
data
pada
penelitian
ini
dilakukan
dengan
cara
mengumpulkan data sekunder hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Depkes RI tahun 2007. Data yang diperoleh dan dianalisis dari Riskesdas 2007 yaitu data perilaku konsumsi buah dan sayur, umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal. Adapun pengumpulan data yang dilakukan oleh Riskesdas 2007 dilaksanakan setelah selesainya pengumpulan data Susenas 2007. Kemudian
Depkes menyusun daftar propinsi, koordinator wilayah dan jadwal pengumpulan data per wilayah di seluruh Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepada responden menggunakan kuesioner rumah tangga maupun individu. Pengorganisasian dalam pengumpulan data Riskesdas melibatkan berbagai unsur Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, perguruan tinggi setempat dan para pengumpul data yang telah mendapat pelatihan/etika melakukan penelitian serta dapat mempertanggung jawabkan hasil penelitian yang dilakukan.
F. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan menggunakan program komputerisasi statistik dengan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Pembersihan Data (Data Cleaning) Pembersihan data perlu dilakukan untuk membersihkan data dari kesalahan yang mungkin terjadi. Dalam pembersihan data biasanya dilakukan pengecekan ulang dengan melihat distribusi frekuensi variabel dan menilai kelogisan serta konsistensinya. 2. Transformasi Data/Recode Setelah dilakukan pembersihan data, maka dilakukan transformasi data berupa pengkodean ulang/recode terhadap variabel sesuai dengan kebutuhan penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengklasifikasikan data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian.
G. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis univariat, bivariat dan multivariat. 1. Analisis Univariat Analisis ini digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi atau distribusi frekuensi masing-masing variabel penelitian yang meliputi variabel dependen (perilaku konsumsi buah dan sayur) dan variabel independen (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal). 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Analisis data yang digunakan yaitu uji chi square karena variabel dependen dan independen berbentuk kategorik. Adapun rumus uji chi-square yaitu: X2 =
(O – E)2 ∑ E
dF = (k – 1)(b – 1) Keterangan: X2 = Chi Square O = Nilai observasi E = Nilai ekspektasi k = Jumlah kolom b = Jumlah baris
Melalui uji statistik chi-square akan diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 yaitu jika diperoleh nilai p≤0,05, berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan dependen, dan jika diperoleh nilai p>0,05, maka tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan dependen. Dalam penelitian ini, semua variabel independen terdiri dari dua kategori, maka nilai p dapat dilihat dari nilai pearson pada uji chi-square. Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan independen maka dilihat nilai Odds Ratio (OR). Bila nilai OR = 1 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika nilai OR<1 artinya variabel independen sebagai faktor protektif terhadap variabel dependen dan jika OR>1 artinya variabel independen sebagai faktor risiko terhadap variabel dependen. 3. Analisis Multivariat Analisis multivariat digunakan untuk diketahui variabel independen mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Analisis multivariat pada penelitian ini menggunakan uji regresi logistik berganda karena variabel independen dan dependen berbentuk kategorik. Uji ini menggunakan model prediksi karena semua variabel independen dianggap sama penting, sehingga proses estimasi dapat dilakukan dengan beberapa koefisien regresi logistik sekaligus. Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisis multivariat menurut Sujianto (2007), sebagai berikut:
1. Lakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen dan dependen. Bila hasil uji bivariat mempunyai nilai p ≤ 0,25 maka variabel tersebut masuk dalam kandidat model multivariat. Namun, jika nilai p > 0,25 dan secara substansi memiliki pengaruh maka variabel tersebut tetap dimasukkan ke dalam kandidat model multivariat. 2. Selanjutnya variabel yang masuk kandidat model dianalisis secara bersamaan. Variabel yang masuk ke dalam model adalah yang memiliki p ≤ 0,05. Sedangkan yang memiliki p > 0,05 dikeluarkan dari model secara bertahap mulai dari variabel yang memiliki pvalue paling besar. 3. Setelah didapatkan variabel yang masuk model multivariat, dilakukan uji interaksi untuk melihat kemungkinan adanya interaksi antar variabel independen yang masuk ke dalam model. Penentuan variabel interaksi dilakukan atas pertimbangan substansi ilmiah. Bila variabel interaksi mempunyai p ≤ 0,05 berarti terdapat interaksi diantara variabel tersebut dan perlu dimasukkan dalam model akhir. 4. Setelah dilakukan uji interaksi, maka didapatkan model fit (akhir) dari setiap variabel independen yang berpengaruh besar terhadap variabel dependen.
BAB V HASIL
A. Analisis Univariat Analisis univariat manggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen. 1. Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan perilaku konsumsi buah dan sayur di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini: Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur di Indonesia tahun 2007 Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Kurang (<5 porsi/hari) Cukup (≥5 porsi/hari) Total
n
Persen
CI %
242346 14037 256383
94,5 5,5 100
0,944 – 0,946 0,053 – 0,055
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia, sebagian besar remaja memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang yaitu sebesar 94,5% sedangkan remaja yang memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang cukup hanya 5,5%.
2. Umur Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan kelompok umur di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Kelompok Umur di Indonesia tahun 2007 Kelompok Umur Remaja Awal (10-19 tahun) Remaja Akhir (20-24 tahun) Total
n 185658 70725 256383
Persen 72,4 27,6 100
CI % 0,722 – 0,725 0,274 – 0,277
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia yang termasuk kelompok umur remaja awal sebesar 72,4% dan kelompok umur remaja akhir sebesar 27,6%.
3. Jenis Kelamin Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan jenis kelamin di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini: Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia tahun 2007 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
n 127707 128676 256383
Persen 49,8 50,2 100
CI % 0,496 – 0,500 0,499 – 0,503
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia, yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 49,8% dan perempuan sebesar 50,2%. 4. Jumlah Anggota Keluarga Berikut ini gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan jumlah anggota keluarga di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini:
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Indonesia tahun 2007 Jumlah Anggota Keluarga Besar (>4 orang) Kecil (≤4 orang) Total
n
Persen
CI %
208086 48297 256383
81,2 18,8 100
0,810 – 0,813 0,186 – 0,189
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia, sebagian besar remaja memiliki jumlah anggota keluarga yang besar yaitu sebesar 81,2% dan yang memiliki jumlah anggota keluarga kecil hanya 18,8%. 5. Pendidikan Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan tingkat pendidikan di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut: Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Indonesia tahun 2007 Tingkat Pendidikan Rendah (<SMA) Tinggi (≥SMA) Total
n 211291 45092 256383
Persen 82,4 17,6 100
CI % 0,822 – 0,825 0,174 – 0,177
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia, sebagian besar tingkat pendidikan remaja tergolong rendah yaitu sebesar 82,4% sedangkan remaja dengan tingkat pendidikan tinggi sebesar 17,6%. 6. Pekerjaan Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan status pekerjaan di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut:
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Status Pekerjaan di Indonesia tahun 2007 Status Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja Total
n 181448 74935 256383
Persen 70,8 29,2 100
CI % 0,705 – 0,709 0,290 – 0,294
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia, sebagian besar remaja tidak bekerja yaitu sebesar 70,8%, sedangkan remaja yang bekerja sebesar 29,2%. 7. Tingkat Ekonomi Keluarga Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan tingkat ekonomi keluarga di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini: Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tingkat Ekonomi Keluarga di Indonesia tahun 2007 Tingkat Ekonomi Keluarga Rendah Tinggi Total
n
Persen
CI %
217114 39269 256383
84,7 15,3 100
0,845 – 0,848 0,151 – 0,154
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia, sebagian besar remaja memiliki tingkat ekonomi keluarga yang rendah yaitu sebesar 84,7% sedangkan remaja yang memiliki tingkat ekonomi keluarga tinggi hanya sebesar 15,3%.
8. Tempat Tinggal Gambaran distribusi frekuensi remaja berdasarkan lokasi tempat tinggal di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini: Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tempat Tinggal di Indonesia tahun 2007 Tempat Tinggal Perkotaan Pedesaan Total
n 94694 161689 256383
Persen 36,9 63,1 100
CI % 0,367 – 0,371 0,628 – 0,632
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa dari 256383 remaja di Indonesia, sebagian besar remaja bertempat tinggal di daerah pedesaan yaitu sebesar 63,1% dan yang bertempat tinggal di perkotaan sebesar 36,9%.
B. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Dikatakan berhubungan secara signifikan jika didapatkan nilai p ≤ 0,05 dan dikatakan tidak berhubungan secara signifikan jika diperoleh nilai p > 0,05. Adapun hasil analisis bivariat dalam penelitian ini, antara lain: 1. Hubungan antara Umur dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Hasil analisis bivariat antara umur dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini:
Tabel 5.10 Analisis Hubungan antara Kelompok Umur Remaja dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur di Indonesia tahun 2007 (n = 256383)
Kelompok Umur Remaja Awal Remaja Akhir
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Kurang Cukup n % n % 176061 94,8 9597 5,2 66285 93,7 4440 6,3
Total n
%
185658 70725
100 100
OR 95% CI
1,228 0,0000 (1,184 – 1,274)
Berdasarkan tabel 5.10, diketahui bahwa kelompok umur remaja awal yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar 94,8%, sedangkan kelompok umur remaja akhir yang yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar 93,7%. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0000 sehingga dapat diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok umur remaja dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,228 (1,184 – 1,274), artinya pada kelompok umur remaja awal (10-19 tahun) mempunyai peluang 1,228 kali untuk berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan kelompok umur remaja akhir (20-24 tahun). 2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Hasil analisis bivariat antara jenis kelamin dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut ini:
p value
Tabel 5.11 Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 (n = 256383)
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Perilaku Konsumsi Buah Total dan Sayur Kurang Cukup n % n % n % 121020 94,8 6687 5,2 127707 100 121326 94,3 7350 5,7 128676 100
OR 95% CI
p value
1,096 0,0000 (1,059 – 1,134)
Berdasarkan tabel 5.11, diketahui bahwa remaja berjenis kelamin lakilaki yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar 94,8% dan tidak jauh berbeda dengan remaja yang berjenis kelamin perempuan yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar 94,3%. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0000 sehingga dapat diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,096 (1,059 – 1,134), artinya remaja yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai peluang 1,096
kali untuk
berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja yang berjenis kelamin perempuan. 3. Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Hasil analisis bivariat antara jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut ini:
Tabel 5.12 Analisis Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 (n = 256383) Jumlah Anggota Keluarga Besar Kecil
Perilaku Konsumsi Buah Total dan Sayur Kurang Cukup n % n % n % 196843 94,6 11243 5,4 208086 100 45503 94,2 2794 5,8 48297 100
OR (95% CI)
p value
1,075 0,0009 (1,030 – 1,121)
Berdasarkan tabel 5.12, diketahui bahwa remaja dengan jumlah anggota keluarga yang besar (>4 orang) yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar 94,6%, sedangkan remaja dengan jumlah anggota keluarga kecil (≤ 4 orang) yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar 94,2%. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0009 sehingga dapat diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,075 (1,030 – 1,121), artinya remaja dengan jumlah anggota keluarga yang besar mempunyai peluang 1,075
kali untuk berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur
dibandingkan dengan remaja yang jumlah anggota keluarganya kecil. 4. Hubungan antara Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Hasil analisis bivariat antara tingkat pendidikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.13 berikut ini:
Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 (n = 256383)
Pendidi kan Rendah Tinggi
Perilaku Konsumsi Buah Total dan Sayur Kurang Cukup n % n % n % 200642 95,0 10649 5,0 211291 100 41704 92,5 3388 7,5 45092 100
OR 95% CI
p value
1,530 0,0000 (1,470 – 1,593)
Berdasarkan tabel 5.13, diketahui bahwa remaja dengan tingkat pendidikan rendah yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar 95,0%, sedangkan remaja yang tingkat pendidikannya tinggi yang memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur kurang sebesar 92,5%. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0000 sehingga dapat diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,530 (1,470 – 1,593), artinya remaja yang berpendidikan rendah mempunyai peluang 1,530 kali untuk berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja yang berpendidikan tinggi. 5. Hubungan antara Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Hasil analisis bivariat antara status pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut ini:
Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 (n = 256383)
Status Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja
Perilaku Konsumsi Buah Total dan Sayur Kurang Cukup n % n % n % 171722 94,6 9726 5,4 181448 100 70624 94,2 4311 5,8 74935 100
OR 95% CI
1,077 0,0001 (1,038 – 1,118)
Berdasarkan tabel 5.14, diketahui bahwa remaja yang tidak bekerja yang memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur kurang sebesar 94,6% dan jumlahnya tidak jauh berbeda dengan remaja yang bekerja dan memiliki perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang yaitu sebesar 94,2%. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0001 sehingga dapat diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,077 (1,038 – 1,118), artinya remaja yang tidak bekerja mempunyai peluang 1,077
kali untuk
berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja yang sudah bekerja. 6. Hubungan antara Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Hasil analisis bivariat antara tingkat ekonomi keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.15 berikut ini:
p value
Tabel 5.15 Analisis Hubungan antara Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 (n = 256383) Tingkat Ekonomi Keluarga Rendah Tinggi
Perilaku Konsumsi Buah Total dan Sayur Kurang Cukup n % n % n % 206259 95,0 10855 5,0 217114 100 36087 91,9 3182 8,1 39269 100
OR 95% CI
1,675 0,0000 (1,608 – 1,745)
Berdasarkan tabel 5.15, diketahui bahwa remaja dengan tingkat ekonomi keluarga rendah yang memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur kurang sebesar 95,0%, sedangkan remaja dengan tingkat ekonomi keluarga tinggi yang memiliki perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang yaitu sebesar 91,9%. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0000 sehingga dapat diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 1,675 (1,608 – 1,745), artinya remaja yang tingkat ekonomi keluarganya rendah mempunyai peluang 1,675 kali untuk berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja dengan tingkat ekonomi keluarga yang tinggi. 7. Hubungan antara Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Hasil analisis bivariat antara tempat tinggal dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.16 berikut ini:
p value
Tabel 5.16 Analisis Hubungan antara Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 (n = 256383)
Tempat Tinggal Perkotaan Pedesaan
Perilaku Konsumsi Buah dan Total Sayur Kurang Cukup n % n % n % 88256 93,2 6438 6,8 94694 100 154090 95,3 7599 4,7 161689 100
OR 95% CI
p value
0,676 0,0000 (0,653 – 0,699)
Berdasarkan tabel 5.16, diketahui bahwa remaja yang bertempat tinggal di daerah perkotaan yang memiliki perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang yaitu sebesar 93,2%, sedangkan remaja yang bertempat tinggal di daerah pedesaan yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sebesar 95,3%. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0000 sehingga dapat diartikan bahwa pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 0,676 (0,653 – 0,699). Karena diperoleh nilai OR kurang dari 1, maka dapat diartikan adanya efek protektif untuk terjadinya perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang pada remaja yang tinggal di daerah perkotaan dibandingkan dengan remaja yang tinggal di daerah pedesaan.
C. Analisis Multivariat Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel paling dominan yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di
Indonesia. Analisis yang dilakukan menggunakan uji regresi logistik berganda dengan model prediksi yaitu dengan cara menseleksi setiap variabel independen. Tahapan analisis multivariat yang dilakukan sebagai berikut: 1. Pemilihan Variabel Kandidat yang akan Masuk Model Pada penelitian ini terdapat 7 variabel yang diduga berpengaruh terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja yaitu umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal. Untuk memilih kandidat model, semua variabel independen tersebut terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat dengan variabel dependen. Setelah melalui analisis bivariat, variabel dengan nilai p ≤ 0,25 dapat masuk ke dalam kandidat model multivariat dan jika p > 0,25 namun secara substansi mempunyai kemaknaan juga dapat dimasukkan sebagai kandidat model. Hasil analisis bivariat antara variabel independen dengan variabel dependen dapat dilihat pada tabel 5.18 berikut ini.
Tabel 5.18 Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen dan Dependen No 1 2 3 4 5 6 7
Variabel Umur Jenis Kelamin Jumlah Anggota Keluarga Pendidikan Pekerjaan Tingkat Ekonomi Keluarga Tempat Tinggal
p value 0,0000 0,0000 0,0009 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000
Berdasarkan tabel 5.18, diketahui bahwa semua variabel memiliki p ≤ 0,25, maka semua variabel independen tersebut dapat masuk sebagai variabel kandidat model multivariat. 2. Pembuatan Model Prediksi Penentu Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Setelah mendapatkan kandidat model, selanjutnya variabel yang masuk dalam kandidat model dianalisis secara bersamaan terhadap variabel dependen. Kemudian variabel yang masuk ke dalam model berikutnya adalah variabel yang memiliki p value ≤ 0,05. Variabel yang memiliki p value > 0,05 dikeluarkan secara bertahap mulai dari yang paling besar. Hasil pemodelan multivariat dapat dilihat pada tabel 5.19 berikut ini: Tabel 5.19 Tahap Pemodelan Prediksi Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Umur 0,015 0,005 0,005 Jenis Kelamin 0,000 0,000 0,000 Jumlah Anggota Keluarga 0,250 0,250 Pendidikan 0,000 0,000 0,000 Pekerjaan 0,942 Tingkat Ekonomi Keluarga 0,000 0,000 0,000 Tempat Tinggal 0,000 0,000 0,000 Berdasarkan tabel 5.19, diketahui bahwa ada lima variabel yang tersisa pada model 4 yaitu variabel yang memiliki p ≤ 0,05, yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal. Kelima variabel tersebut menunjukkan ada hubungan signifikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Sedangkan dua variabel lainnya yaitu pekerjaan dan jumlah anggota keluarga dikeluarkan dari model karena memiliki p > 0,05.
3. Uji Interaksi Uji interaksi digunakan untuk mengetahui interaksi antar variabel independen yang masuk model multivariat. Dalam uji interaksi, pemilihan variabel yang berinteraksi berdasarkan substansi ilmiah. Dalam penelitian ini, terdapat perbedaan metode pengambilan sampel yang digunakan oleh Riskesdas. Pada data Riskesdas, variabel umur, jenis kelamin, pendidikan dan tempat tinggal merupakan data individu, sedangkan variabel tingkat ekonomi keluarga merupakan data rumah tangga, sehingga tidak dapat dilakukan uji interaksi antar variabel tersebut. Sebagai contoh, umur produktif akan cenderung meningkatkan tingkat ekonomi, namun karena variabel umur diukur berdasarkan data individu sedangkan variabel tingkat ekonomi berdasarkan data rumah tangga, maka tidak dapat dilakukan uji interaksi antar variabel tersebut. 4. Penyusunan Model Akhir (Model Fit) Setelah dilakukan analisis, ternyata variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal merupakan faktor peluang utama terjadinya perilaku kurang konsumsi buah dan sayur pada remaja, maka model akhirnya dapat dilihat pada tabel 5.21 sebagai berikut.
Tabel 5.21 Model Akhir Analisis Multivariat Variabel Umur Jenis Kelamin Pendidikan Tingkat Ekonomi Keluarga Tempat Tinggal Constant R square = 0,357
B Wald 0,062 5,800 0,075 18,644 0,268 123,104 0,356 246,580 -0,248 170,873 -2,882 2,251 p = 0,000
P wald 0,002 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
OR (95% CI) 1,067 (1,023 – 1,112) 1,079 (1,042 – 1,116) 1,307 (1,246 – 1,370) 1,429 (1,366 – 1,495) 0,781 (0,752 – 0,811)
Berdasarkan tabel di atas, diketahui hasil analisis multivariat pada variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal terbukti berhubungan secara signifikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat diketahui nilai OR (Odds Ratio) tiap variabel dan yang paling besar adalah variabel tingkat ekonomi keluarga. OR tingkat ekonomi keluarga yaitu sebesar 1,429 artinya remaja dengan tingkat ekonomi keluarga rendah akan cenderung untuk berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja yang tingkat ekonomi keluarganya tinggi setelah dikontrol dengan variabel umur, jenis kelamin, pendidikan dan tempat tinggal. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat ekonomi keluarga adalah faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur karena memiliki nilai OR (1,429) paling besar diantara variabel lainnya.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Penelitian
ini
memiliki
keterbatasan
yaitu
karena
penelitian
ini
menggunakan data sekunder dari Departemen Kesehatan RI, dimana dalam penelitian Riskesdas tidak didisain secara khusus untuk meneliti masalah gizi, seperti tentang perilaku konsumsi buah dan sayur, namun didisain untuk meneliti masalah kesehatan secara umum, sehingga variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbatas pada variabel yang ada pada data sekunder tersebut. Sedangkan variabel lain yang terdapat pada kerangka teori namun tidak terdapat pada data Riskesdas, tidak diteliti dalam penelitian ini.
B. Gambaran Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja Perilaku konsumsi buah dan sayur adalah suatu kegiatan atau aktivitas individu untuk memenuhi kebutuhan akan buah dan sayur agar terpenuhi kecukupan gizi. Adapun kecukupan konsumsi buah dan sayur dihitung berdasarkan frekuensi rata-rata dan porsi asupan buah dan sayur dalam sehari selama seminggu (Depkes, 2008). Menurut WHO (2003), konsumsi buah dan sayur dianggap ‘cukup’ apabila asupan buah dan sayur 5 porsi atau lebih per hari. Sedangkan yang dianggap ‘kurang’ apabila asupan buah dan sayur kurang dari 5 porsi sehari. Angka kecukupan tingkat dunia ternyata tidak jauh berbeda dengan kecukupan yang
dianjurkan di Indonesia, yaitu menurut Almatsier (2003), konsumsi buah yang dianjurkan sebanyak 200-300 gram atau 2-3 potong sehari sedangkan porsi sayuran yang dianjurkan sebanyak 150-200 gram atau 1 ½ - 2 mangkok sehari. Jika dijumlahkan kurang lebih 5 porsi buah dan sayur per hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja di Indonesia memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang (<5 porsi sehari) yaitu sebesar 94,5%. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susenas (2004), yang menyatakan bahwa persentase ‘kurang’ konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia sebesar 83,6%. Hal ini berarti dalam kurun waktu 3 tahun terjadi peningkatan jumlah remaja yang kurang konsumsi buah dan sayur sebesar 10,9%. Tingginya angka kurang konsumsi buah dan sayur pada remaja ini merupakan salah satu masalah terkait gizi yang dapat berdampak pada kesehatan remaja di masa yang akan datang. Buah dan sayur seringkali dianggap sebagai bahan makanan yang tidak bergengsi untuk dikonsumsi sehingga remaja cenderung tidak mengonsumsi buah dan sayur, justru remaja lebih memilih bahan makanan lainnya seperti makanan cepat saji. Hal ini sesuai dengan teori yang diuraikan oleh Mudjianto (1994), bahwa buah dan sayur bukanlah makanan yang dianggap bergengsi (prestige) jika dibandingkan dengan bahan makanan cepat saji (fast food) yang sedang trend di kalangan remaja saat ini. Selanjutnya, menurut Brown (2005), dari segi kepraktisan, remaja akan lebih memilih mengonsumsi fast food dibanding buah dan sayur karena terbatasnya waktu dan tingginya tingkat kesibukan yang mereka miliki seperti kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah.
Selain itu, budaya pada masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa dalam sekali makan cukup dengan mengonsumsi makanan pokok dan lauk saja, sedangkan sayur dan buah hanya dianggap sebagai makanan tambahan, bukan sebagai makanan utama yang harus dipenuhi dan dikonsumsi setiap hari. Hal ini sesuai dengan teori yang diuraikan oleh Sekarindah (2008), bahwa budaya turut berperan besar terhadap kebiasaan makan masyarakat. Sedangkan menurut Mc William (1993) dalam Bahria (2001), remaja cenderung akan memilih makanan apapun yang tersedia ketika mereka lapar dan tidak terlalu memperhatikan kebutuhan gizi dari bahan makanan yang dikonsumsi. Hal ini tentu akan berdampak tidak baik, karena remaja akan berisiko kekurangan zat gizi yang penting seperti serat yang terkandung pada buah dan sayur. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar remaja di Indonesia kurang mengonsumsi buah dan sayur, padahal buah dan sayur merupakan makanan sehat dan bergizi. Seperti dipaparkan oleh Silalahi (2006), buah dan sayur kaya akan nutrisi seperti mengandung tinggi serat, antioksidan, vitamin, asam folat, mineral, dan tidak mengandung lemak maupun kolesterol sehingga sangat baik dikonsumsi demi menjaga kesehatan. Selain itu, Indonesia merupakan Negara yang kaya akan produksi buah dan sayur. Hal ini sesuai dengan pendapat Wirakusumah (1998) dalam Wulansari (2009), bahwa berdasarkan letak geografis Indonesia yang terletak di Asia Tenggara, produksi buah dan sayur di Indonesia berlimpah hampir sepanjang tahun. Bahkan beberapa buah hanya dijumpai di Indonesia, sehingga seharusnya
buah sering dikonsumsi untuk menambah zat gizi pada susunan menu makan. Begitupun dengan sayur, yang merupakan salah satu sumberdaya hayati yang banyak terdapat di Indonesia, mudah diperoleh, harganya relatif murah serta kaya vitamin dan mineral. Jika remaja di Indonesia kekurangan konsumsi buah dan sayur dalam waktu yang terus-menerus, maka akan berisiko terkena berbagai penyakit degeneratif (penyakit akibat pola makan yang tidak sehat). Hal ini sesuai dengan teori WHO (2003), bahwa masyarakat yang kurang konsumsi buah dan sayur, maka akan meningkatkan risiko terjadinya perkembangan penyakit degeneratif
seperti
obesitas, PJK (Penyakit Jantung Koroner), diabetes, hipertensi, ambeyen, kanker usus besar dan lain-lain. Laporan WHO (2003), juga menyebutkan bahwa orang yang konsumsi buah dan sayurnya rendah (kurang dari 1,5 porsi/hari) akan 30% lebih tinggi terkena penyakit jantung atau stroke dibandingkan dengan orang yang mengonsumsi 8 kali/hari atau lebih. Selain itu, risiko terkena penyakit jantung akan meningkat sebesar 31% dan stroke meningkat 11% yang disebabkan oleh kurangnya asupan buah dan sayur di dalam tubuh. Dalam penelitian Hung et al (2004) dalam Bahria (2009) terhadap 110.000 pria dan wanita selama 14 tahun (Harvard-based Nurses’ Health study and Health Professionals Follw-up Study) menunjukkan bahwa rata-rata orang yang mengonsumsi buah dan sayur dengan cukup dapat menurunkan perkembangan penyakit kardiovaskuler. Penelitian Takachi et al (2008) dan Wright et al (2008) juga mengungkapkan hal yang sama yaitu dengan meningkatkan konsumsi buah
dan sayur dapat menurunkan peluang terjadinya kanker dan penyakit kardiovaskular lainnya. Menurut Verr et al (1999) bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler di Netherlands dapat dicegah sekitar 6-28% dengan peningkatan konsumsi buah dan sayur 1-2 kali/hari. Bebarapa hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa buah dan sayur merupakan salah satu bahan makanan yang penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh agar tetap sehat. Buah dan sayur memiliki banyak sekali manfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Seperti diuraikan oleh Almatsier (2003), bahwa dengan mengonsumsi buah dan sayur dalam jumlah yang cukup dapat mengontrol kadar kolesterol darah sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit degeneratif dan bagi remaja serta membantu proses pertumbuhan pada remaja. Oleh karena itu, sejak dini diharapkan setiap orang dapat menerapkan pola makan yang seimbang dan sehat, khususnya pada masa anak-anak dan remaja karena pada masa tersebut merupakan awal mengadopsi perilaku diet yang cenderung akan menetap pada masa dewasa sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatannya di masa depan. Seperti kata bijak, mencegah lebih baik daripada mengobati.
C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 1. Hubungan Umur dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Umur memiliki peran penting dalam menentukan pilihan makanan seseorang dan berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu. Menurut Worthington (2000), pada saat seseorang masih bayi, ia tidak mempunyai
pilihan terhadap apa yang akan dimakan, namun ketika seseorang tumbuh menjadi remaja dan dewasa, orang tersebut mulai mengontrol apa yang mereka makan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja merupakan kelompok umur remaja awal yaitu 72,4%, sedangkan kelompok umur remaja akhir hanya 27,6%. Lebih banyaknya jumlah sampel yang termasuk kelompok umur remaja awal yaitu karena interval umur antara remaja awal (10–19 tahun) dan remaja akhir (20–24 tahun), lebih besar pada kelompok umur remaja awal sehingga jumlah sampel pada remaja awal lebih banyak dibandingkan dengan remaja akhir. Berdasarkan analisis bivariat antara variabel umur dengan perilaku konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada kelompok umur remaja awal daripada remaja akhir. Hal ini sesuai dengan teori Moore (1997) yang menyatakan bahwa semakin dewasa usia seseorang, maka akan cenderung mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Rita (2002), yang menemukan bahwa faktor umur berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur serta berperan terhadap preferensi/kesukaan terhadap konsumsi pangan, termasuk buah dan sayur. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate, diketahui bahwa kelompok umur remaja awal mempunyai peluang
1,228 kali untuk memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang dibandingkan dengan kelompok umur remaja akhir. Berdasarkan hasil uji multivariat juga menunjukkan bahwa umur berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur setelah dikontrol dengan jenis kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal. Dari lima variabel yang berhubungan, umur menempati urutan keempat setelah tingkat ekonomi, pendidikan dan jenis kelamin karena nilai OR variabel umur lebih rendah daripada variabel tingkat ekonomi keluarga, pendidikan dan jenis kelamin. Semakin besar nilai OR maka akan semakin besar hubungan faktor tersebut dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja . Kecukupan konsumsi buah dan sayur pada kelompok umur remaja sangat penting karena memiliki banyak sekali manfaat bagi kesehatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Silalahi (2006), yaitu kebutuhan remaja terkait konsumsi buah dan sayur harus tercukupi, karena buah dan sayur merupakan sumber vitamin dan mineral serta sebagai penetral kadar kolesterol darah terutama yang berasal dari pangan hewani. Maka, dengan mengonsumsi buah dan sayur dalam jumlah cukup, kadar kolesterol dapat terkontrol. Selain itu, pentingnya mengonsumsi buah dan sayur yang cukup bagi remaja, karena masa remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan banyak tambahan gizi. Hal ini sebagaimana diuraikan oleh Riyadi (2001) dalam Wulansari (2009), bahwa semua golongan umur membutuhkan konsumsi buah dan sayur dalam jumlah yang cukup, khususnya remaja,
karena pada masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan kematangan manusia serta sebagai upaya pencegahan terhadap timbulnya masalah-masalah kesehatan di masa yang akan dating. Pada masa remaja juga seringkali dipengaruhi oleh teman sebaya sehingga turut berperan dalam perilaku konsumsi remaja. Hal ini sesuai teori yang diuraikan oleh Barker (2002), yaitu saat seseorang berumur remaja, pengaruh teman sebaya sangat kuat dalam menentukan perilaku konsumsi dan pemilihan makanan yang seringkali menyebabkan pengabaian terhadap kebutuhan gizi. Sedangkan menurut Mudjianto (1994), remaja lebih senang mengonsumsi makanan cepat saji yang tinggi lemak dan kolesterol dibandingkan dengan mengonsumsi buah dan sayur yang menyehatkan, karena makanan cepat saji tersebut dianggap sebagai makanan modern dan bergengsi. Perilaku konsumsi remaja saat ini cenderung mengonsumsi makanan yang tidak sehat seperti fast food dibanding mengonsumsi buah dan sayur, padahal buah dan sayur lebih sehat dibanding fast food. Hal ini sesuai dengan pendapat Wulansari (2009), bahwa tidak dapat dipungkiri pola makan usia remaja lebih mengarah pada makan dengan persentase kalori yang tinggi karbohidrat, protein dan lemak, sedangkan asupan vitamin dan mineral khususnya yang berasal dari buah dan sayur cenderung kurang. Oleh karena itu, sebaiknya dalam pembentukan kebiasaan mengonsumsi makanan yang sehat seperti buah dan sayur dimulai sedini mungkin, karena hal tersebut akan melekat sampai usia dewasa. Dalam pembentukan kebiasaan
makan anak dan remaja, peran orang tua sangat penting dalam memberi pengarahan dan mendorong kebiasaan makan sehat bagi anak-anaknya. 2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Jenis kelamin dianggap sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Hasil penelitian ini menunjukkan remaja yang berjenis kelamin laki-laki (49,2%) dan perempuan (50,2%) jumlahnya tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan dalam pengambilan sampel oleh Riskesdas, jumlah sampel yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan hampir sama. Berdasarkan analisis bivariat antara jenis kelamin dengan perilaku konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja yang berjenis kelamin laki-laki. Hal ini selaras dengan penelitian Milligan et al (1998) di Australia yang menyebutkan bahwa masyarakat yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi (4,1%) mengonsumsi 2 buah/hari dan sayuran 5 kali/hari dibanding dengan laki-laki (2,5%). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Reynold (1999) pada orang muda American-Indian dan Alaska-Native yang menemukan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap konsumsi buah dan sayur. Hal ini diartikan bahwa secara umum laki-laki lebih banyak
mengonsumsi makanan yang tinggi kalori namun lebih sedikit konsumsi buah dan sayur dibandingkan perempuan, karena adanya perbedaan jenis kegiatan serta besar dan susunan tubuhnya sehingga kebutuhan konsumsinya berbeda. Perbedaan jenis kelamin juga berperan dalam menentukan kebutuhan gizi masing, biasanya kebutuhan gizi lebih besar pada jenis kelamin laki-laki daripada perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Worthington (2000), yang menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin juga akan menentukan besar kecilnya
kebutuhan
gizi
bagi
seseorang
karena
pertumbuhan
dan
perkembangan individu cukup berbeda antara laki-laki dan perempuan. Lakilaki memiliki tubuh lebih besar sehingga kebutuhan gizinya pun lebih besar. Selain itu, dalam pergaulan sehari-hari, perempuan lebih memperhatikan body image (citra tubuh) dibanding laki-laki, sehingga mengurangi konsumsi makanan tinggi lemak dan karbohidrat, serta lebih memilih mengonsumsi buah dan sayur
agar berat badannya tetap ideal. Hal ini seseuai dengan
pedapat Rice (2001) dalam Melliana (2006) dan juga sesuai dengan tori Barker (2002), bahwa citra tubuh bagi wanita sangat penting sehingga banyak dari mereka yang menunda makan bahkan mengurangi porsi makannya yang tinggi lemak dan karbohidrat agar tampak sempurna postur tubuhnya. Berdasarkan hasil uji multivariate, juga diperoleh bahwa jenis kelamin berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur setelah dikontrol dengan variabel umur, tingkat ekonomi, pendidikan dan tempat tinggal. Hal ini dapat diartikan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur serta menunjukan adanya kecenderungan perbedaan
tingkat konsumsi buah dan sayur antara remaja yang berjenis kelamin lakilaki dan perempuan. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diketahui bahwa remaja yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai peluang 1,096 kali untuk memiliki perilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja perempuan. Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan oleh Centers for Disease and Prevention (2005) dalam Bahria (2009), bahwa jumlah perempuan yang mengonsumsi buah antara 3 hingga 5 kali sehari lebih tinggi dibanding pria. Dengan kata lain bahwa remaja yang berjenis kelamin lakilaki akan cenderung lebih sedikit mengonsumsi buah dan sayur dibanding perempuan. Alasan lain yang menyebabkan tingkat konsumsi buah dan sayur pada laki-laki lebih sedikit dibanding perempuan yaitu pada remaja laki-laki cenderung tidak menyukai makanan ringan/tidak mengenyangkan karena tingkat aktivitas fisiknya lebih tinggi dibanding perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Dewi (1997) dalam Wulansari (2009), bahwa laki-laki lebih menyukai makanan yang mengenyangkan sehingga asupan makanan pada laki-laki cenderung lebih tinggi karbohidrat dan lemak dibanding buah dan sayur. 3. Huubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota rumah tangga yang bertempat tinggal di rumah tangga tersebut (Depkes, 2008). Jumlah anggota
keluarga diduga sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja. Dalam penelitian ini, sebagian besar remaja memiliki jumlah anggota keluarga yang besar yaitu 81,2%, sedangkan remaja dengan jumlah anggota keluarga kecil hanya 18,8%. Lebih banyaknya remaja yang memiliki jumlah anggota keluarga besar, karena pada sampel Riskesdas, sebagian besar kepala keluarga memiliki anak lebih dari dua, sehingga jumlah anggota keluarga >4 orang dan termasuk keluarga besar. Berdasarkan analisis bivariat antara jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja dengan jumlah anggota keluarga besar. Hal ini berarti bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin besar pangan yang dikonsumsi dan pembagian makanan dalam keluarga tersebut akan lebih sedikit dibanding keluarga dengan jumlah sedikit (Srimaryani, 2010). Selain itu, semakin besar jumlah anggota maka kebutuhan pangan akan meningkat, apabila jumlah pangan yang tersedia terbatas, maka asupan makanan yang diterima oleh setiap anggota keluarga akan terbatas pula. Hal ini sesuai dengan teori Suhardjo (2006), yaitu besarnya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pola pengalokasian pangan pada rumah tangga tersebut sehingga semakin besar jumlah anggota keluarga, maka alokasi pangan untuk setiap individu akan semakin berkurang. Berdasarkan hasil uji statistik secara bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah anggota keluarga dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur. Namun, ketika variabel jumlah anggota keluarga dilakukan analisis multivariat, hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Dengan demikian pengaruh variabel jumlah anggota keluarga tertutup oleh variabel lainnya yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal yang di analisis secara multivariat. Sehingga dapat diasumsikan bahwa remaja yang memiliki jumlah anggota keluarga kecil dan tidak termasuk kelompok berisiko dari variabel lainnya, maka hal tersebut akan memicu remaja untuk mengonsumsi buah dan sayur dalam jumlah yang cukup. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Pratiwi (2006) dan Wulansari (2009), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara keluarga kecil maupun besar terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur. Namun, penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Srimaryani (2010), yang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur individu menunjukkan hubungan yang signifikan. Tidak berhubungannya variabel jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur dapat diasumsikan karena yang menyebabkan seseorang mengonsumsi buah dan sayur tidak hanya faktor jumlah anggota keluarga, tetapi ada faktor lain seperti faktor ketersediaan pangan. Menurut Neumark Stainer et al (2003) dalam Bahria (2009),
dikatakan bahwa perilaku konsumsi buah dan sayur dalam keluarga akan meningkat apabila didukung dengan ketersediaan bahan makanan. Dapat disimpulkan bahwa walaupun remaja memiliki jumlah anggota keluarga kecil, namun jika ketersediaan buah dan sayur tidak mencukupi, maka mereka akan tetap kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur. Selain itu, jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi pengeluaran keluarga untuk makanan atau tingkat ekonomi keluarga tersebut. Dengan peningkatan jumlah anggota keluarga maka tingkat pengeluaran keluarga untuk makanan akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan teori Suhardjo (2006), bahwa sebagian besar pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan sedangkan kebutuhan lainnya kurang tercukupi. Hal ini dapat diasumsikan bahwa walaupun keluarga tersebut memiliki jumlah anggota keluarga kecil, namun jika tingkat ekonominya rendah, maka kebutuhan akan bahan makanan termasuk buah dan sayur akan kurang tercukupi. Menurut Sediaoetama (2006), pengaturan pengeluaran untuk makanan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan, termasuk kebutuhan akan konsumsi buah dan sayur. Selain dalam hal konsumsi makanan, besar keluarga juga akan berpengaruh terhadap perhatian orang tua, bimbingan, petunjuk dan perawatan kesehatan.
Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah mengembangkan program keluarga berencana (KB) agar dapat menekan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, supaya ketersediaan bahan makanan dapat lebih tercukupi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. 4. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Pendidikan dianggap memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja. Dalam penelitian ini, sebagian besar remaja berpendidikan rendah yaitu 82,4%, sedangkan remaja yang berpendidikan tinggi hanya 17,6%. Lebih besarnya jumlah remaja yang berpendidikan rendah karena sebagian besar sampel pada Riskesdas termasuk kelompok umur remaja awal (10 – 19 tahun), dan masih banyak yang belum tamat SMA sehingga dikategorikan berpendidikan rendah. Berdasarkan analisis bivariat antara pendidikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja dengan pendidikan rendah. Hal ini berarti bahwa remaja yang tingkat pendidikannya rendah, maka konsumsi buah dan sayurnya juga akan rendah. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Zenk (2005) dan Roos (2001) yang menyebutkan bahwa faktor pendidikan seseorang berhubungan secara signifikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur, atau dengan kata lain
seseorang
yang
memiliki
pendidikan
lebih
tinggi
cenderung
akan
mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak. Berdasarkan hasil uji multivariat pada penelitian ini diperoleh bahwa pendidikan berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur setelah dikontrol dengan variabel umur, jenis kelamin, tingkat ekonomi, dan tempat tinggal. Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan memiliki hubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur serta menunjukan adanya kecenderungan perbedaan tingkat konsumsi buah dan sayur antara remaja yang berpendidikan rendah dan tinggi. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diketahui bahwa remaja yang berpendidikan rendah mempunyai peluang 1,530 kali untuk berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan remaja yang berpendidikan tinggi. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin positif sikap seseorang terhadap gizi makanan sehingga semakin baik pula konsumsi bahan makanan sayur dan buah dalam keluarga (Zulaeha, 2006). Hasil penelitian ini juga didukung pendapat Azwar (1996) dalam Rita (2002), yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat, salah satunya yaitu dalam perilaku konsumsi buah dan sayur. Selain itu, dengan pendidikan yang lebih tinggi, tingkat pengetahuan dan informasi yang dimiliki juga akan lebih banyak sehingga turut berperan dalam
memilih mengonsumsi makanan yang sehat. Hal ini sesuai dengan hasil widyakarya nasional pangan dan gizi VIII (2004), menyebutkan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi lebih banyak dan mengimplementasikannya dalam gaya hidup sehari-hari termasuk dalam hal perilaku konsumsi buah dan sayur. Menurut Soekiman (2000) dalam Wulansari (2009), seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki tingkat ekonomi yang relatif tinggi pula. Dengan tingkat ekonomi yang tinggi, maka kecukupan akan bahan makanan akan lebih terpenuhi. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah dapat menggalakkan program wajib belajar minimal 9 tahun agar masyarakat memiliki pendidikan yang tinggi dan dapat meningkatkan status ekonomi mereka sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan bahan makanan termasuk buah dan sayur. 5. Hubungan Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Pekerjaan seseorang dianggap turut berperan dalam menentukan perilaku konsumsi buah dan sayur seseorang. Dalam penelitian ini, sebagian besar remaja termasuk kelompok tidak bekerja yaitu 70,8%, sedangkan jumlah remaja yang bekerja hanya 29,2%. Lebih besarnya jumlah remaja yang tidak bekerja, disebabkan karena sebagian besar kegiatan remaja adalah bersekolah (53,7%). Adapun jenis pekerjaan terbanyak pada remaja yaitu pada sektor pertanian (7,6%). Hal ini dikarenakan pada remaja yang menjadi sampel dalam Riskesdas lebih banyak yang tinggal di daerah pedesaan.
Berdasarkan analisis bivariat antara pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja yang tidak bekerja. Hal ini berarti bahwa remaja yang tidak bekerja akan cenderung memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang dibanding remaja yang bekerja. Berdasarkan hasil analisis secara bivariat yang menghubungkan variabel pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Namun, ketika variabel pekerjaan dianalisis secara multivariat, hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Hal ini disebabkan karena pada uji multivariat terjadi interaksi antar variabel independen, sehingga hubungan variabel pekerjaan tertutupi oleh variabel lainnya yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, jumlah anggota keluarga, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal. Sehingga dapat diasumsikan bahwa remaja yang bekerja dan tidak termasuk kelompok berisiko dari variabel lainnya, maka hal tersebut akan memicu remaja untuk mengonsumsi buah dan sayur dalam jumlah yang cukup. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wulansari (2009), yaitu ditemukan bahwa pekerjaan tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur individu. Hal ini berarti konsumsi buah dan sayur tidak terlalu dipengaruhi oleh status pekerjaan dan diduga terdapat faktor lain yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur.
Tidak adanya hubungan antara pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur dapat diasumsikan bahwa seseorang yang bekerja akan memiliki tingkat kesibukan lebih tinggi sehingga akan berpengaruh terhadap besar-kecilnya perhatian orang tersebut terhadap makanan yang akan dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2002) dalam Bahria (2009), yaitu jika seseorang terlalu sibuk bekerja, seringkali ia lalai dalam memenuhi kebutuhan gizinya dan lebih memilih mengonsumsi makanan cepat saji Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Rita (2002), yang menemukan bahwa pekerjaan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, karena jenis pekerjaan akan berpengaruh langsung terhadap jumlah pendapatan yang akan diterima oleh seseorang. Selain itu, menurut Mukson (1996) dalam Zulaeha (1999), keluarga yang memiliki pendapatan tinggi biasanya mempunyai akses dan daya jangkau cukup dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan sebaliknya. 6. Hubungan Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Tingkat ekonomi keluarga dapat menilai mutu sumberdaya manusia dan turut mempengaruhi perilaku konsumsu individu. Dalam penelitian ini, sebagian besar remaja memiliki tingkat ekonomi keluarga yang rendah yaitu 84,7%, sedangkan remaja dengan tingkat ekonomi tinggi hanya 15,3%. Tingginya jumlah remaja dengan tingkat ekonomi rendah disebabkan karena mayoritas penduduk Indonesia sebagian besar masih dalam taraf tingkat
ekonomi menengah ke bawah (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004). Dalam penelitian ini, tingkat ekonomi diukur berdasarkan tingkat pengeluaran
keluarga
untuk
makanan
dibandingkan
dengan
jumlah
pengeluaran total keluarga dalam sebulan. Semakin besar persentase pengeluaran keluarga untuk makanan maka akan semakin rendah tingkat ekonomi keluarga tersebut, demikian pula sebaliknya (Hidayati, 2004). Hal tersebut berdasarkan fakta di negara-negara berkembang, penduduk yang berpenghasilan
rendah
hampir membelanjakan sebagian besar
pendapatannya untuk membeli makanan. Pada daerah miskin di India 80% pendapatan yang diperoleh digunakan untuk membeli makanan, sedangkan di negara maju hanya 45% untuk membeli makanan (Hidayati, 2004). Berdasarkan analisis bivariat antara tingkat ekonomi keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja yang tingkat ekonomi keluarganya rendah. Hal ini berarti mayoritas masyarakat yang konsumsi buah dan sayurnya kurang optimal, terutama berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah. Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Zenk (2005) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi keluarga dan perilaku konsumsi individu, yaitu seseorang yang memiliki pendapatan dan
status ekonomi tinggi cenderung akan mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak. Penelitian MacFarlane (2007) dalam Bahria (2009) juga mendukung hal tersebut, dimana ditemukan bahwa masyarakat yang status ekonominya tinggi selalu tersedia sayuran saat makan malam dan buah di rumah sehingga tingkat konsumsi buah dan sayur lebih tinggi dibanding dengan keluarga yang ekonominya rendah. selanjutnya dalam penelitian Utsman (2009), juga ditemukan bahwa tingkat ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi. Hal ini menunjukkan, orang yang memiliki daya beli yang baik atau tingkat ekonominya tinggi dapat memenuhi kebutuhannya terhadap bahan makanan secara cukup. Semakin tinggi pendapatan seseorang atau meningkatnya tingkat ekonomi keluarga cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat ekonomi juga mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan, termasuk buah dan sayur. Berdasarkan perhitungan risk estimate diketahui bahwa remaja yang tingkat ekonomi keluarganya rendah mempunyai peluang 1,675 kali untuk berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja yang memiliki tingkat ekonomi keluarga tinggi. Keluarga dengan pendapatan terbatas cenderung tidak dapat memenuhi kebutuhan makanannya sejumlah yang diperlukan tubuh. Setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang terjamin, karena dengan uang terbatas tidak akan banyak pilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi (Suhardjo, 2006).
Dalam hal konsumsi buah dan sayur, pada keluarga dengan tingkat ekonomi tinggi, rata-rata konsumsi buahnya lebih tinggi karena mereka mampu membeli buah-buahan dan mamahami manfaatnya bagi kesehatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Khomsan dkk, (2008), yaitu dengan peningkatan status ekonomi, maka pengeluaran untuk bahan makanan akan meningkat. Selain itu, menurut Hartoyo (1997) dalam Bahria (2009), bahwa secara ekonomi, buah termasuk dalam kategori barang normal dengan nilai elastisitas pengeluaran (pendapatan) bertanda positif. Artinya, bila terjadi kenaikan pengeluaran (yang menunjukkan adanya peningkatan pendapatan) maka konsumsi buah oleh rumah tangga juga akan meningkat. Sedangkan untuk konsumsi sayuran tidak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan karena harga sayuran yang masih dapat dijangkau oleh dua golongan ekonomi tersebut baik kaya maupun miskin. Pada masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, cenderung lebih memenuhi kebutuhan bahan makanan akan karbohidrat dan lemak dibanding buah dan sayur. Hal ini sesuai dengan pendapat MasFarlane (2007) dalam Wulansari (2009), bahwa masyarakat yang status ekonominya rendah cenderung lebih sedikit mengonsumsi buah, sayur dan makanan berserat lainnya dibandingkan dengan makanan tinggi karbohidrat dan lemak. Berdasarkan hasil uji multivariat, tingkat ekonomi merupakan variabel paling dominan yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur setelah dikontrol dengan umur, jenis kelamin, pendidikan dan tempat tinggal
dengan nilai OR tertinggi diantara variabel lainnya. Dengan demikian, dapat diasumsikan jika remaja memiliki tingkat ekonomi keluarga yang tinggi maka akan meningkatkan konsumsi buah dan sayur meskipun remaja tersebut berumur remaja awal (10 – 19 tahun) atau berjenis kelamin laki-laki atau berpendidikan rendah dan bertempat tinggal di daerah perkotaan. Tingkat ekonomi memang sangat mempengaruhi konsumsi makan individu baik dari jumlah maupun mutu kandungan gizinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekiman (2000) dalam Wulansari (2009), bahwa tingginya tingkat ekonomi cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, karena tingkat ekonomi akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan, termasuk buah dan sayur. Selain itu, dengan meningkatnya tingkat ekonomi/pendapatan seseorang, maka terjadilah perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku konsumsi individu cenderung berubah bersamaan dengan meningkatnya tingkat ekonomi (Suhardjo, 1989 dalam Bahria, 2009). Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah dapat memperluas lapangan pekerjaan agar masyarakat Indonesia dapat memiliki penghasilan yang mencukupi dan meningkatkan status ekonomi mereka. Misalnya dengan membuat program kursus keahlian bagi masyarakat maupun peminjaman modal kerja. Sehingga diharapkan dengan meningkatnya status ekonomi, dapat meningkatkan pemenuhan konsumsi bahan pangan, termasuk buah dan sayur.
7. Hubungan Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Tempat tinggal dianggap sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Dalam penelitian ini, berdasarkan lokasi tempat tinggal, sebagian besar remaja bertempat tinggal di daerah pedesaan yaitu 63,1%, sedangkan remaja yang tinggal di daerah perkotaan hanya 36,9%. Lebih banyaknya jumlah remaja yang tinggal di daerah pedesaan, karena sebagian besar wilayah Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas memang merupakan daerah pedesaan. Berdasarkan analisis bivariat antara tempat tinggal dengan perilaku konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja yang tinggal di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang tinggal di desa, cenderung menjual hasil panennya ke daerah kota, sehingga penduduk desa kurang dalam mengonsumsi buah dan sayur (Suhardjo, 2006). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sutiah (2006), yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur, serta terdapat perbedaan antara tingkat frekuensi konsumsi penduduk yang tinggal di pedesaan dan perkotaan. Berdasarkan hasil uji multivariat juga menunjukkan bahwa variabel tempat tinggal merupakan yang paling rendah hubungannya dengan perilaku konsumsi buah setelah dikontrol dengan variabel umur, jenis kelamin,
pendidikan dan tingkat ekonomi. Dikatakan paling rendah karena variabel tempat tinggal memiliki nilai OR yang paling rendah diantara variabel lainnya. Letak tempat tinggal memang turut mempengaruhi perilaku konsumsi individu, termasuk dalam hal ketersedian pangan pada daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Suhardjo (2006), yaitu seorang petani yang tinggal di desa dan dekat dengan areal pertanian akan lebih mudah dalam mendapatkan bahan makanan segar dan alami, seperti buah dan sayur. Namun, seseorang yang tinggal di daerah perkotaan akan lebih sedikit akses untuk mendapatkan bahan makanan segar tersebut, karena di daerah perkotaan lebih banyak tersedia berbagai makanan cepat saji, walaupun tidak menutup kemungkinan, terdapat penduduk perkotaan yang mengonsumsi buah dan sayur secara cukup. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR = 0,676. Berdasarkan nilai OR tersebut, tempat tinggal bersifat protektif terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur. Hal ini berarti bahwa remaja yang tinggal di daerah perkotaan akan cenderung memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang cukup dibandingkan dengan remaja yang tinggal di daerah pedesaan. Alasan lain yang menyebabkan remaja yang tinggal di daerah perkotaan akan lebih cukup konsumsi buah dan sayurnya dibandingkan remaja yang tinggal di pedesaan, yaitu karena biasanya para petani di desa menjual hasil panen buah dan sayurnya ke perkotaan, sehingga persediaan buah dan sayur di
desa tersebut sedikit. Hal ini sesuai dengan pendapat Soehardjo (2006), yaitu walaupun di pedesaaan merupakan sumber produksi buah dan sayur, namun seringkali para petani justru menjual hasil panen tersebut ke daerah perkotaan, sehingga jumlah persediaan buah dan sayur di pedesaan menjadi sedikit. Tujuan petani di desa menjual hasil panennya ke daerah perkotaan adalah untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dan cenderung kurang memperhatikan asupan konsumsi buah dan sayur bagi dirinya dan keluarganya. Selain itu, menurut Bahria (2009), penduduk di daerah perkotaan akan cenderung memiliki tingkat pendidikan dan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk di daerah pedesaan, sehingga daya beli bahan makanan pada penduduk perkotaan akan lebih baik, termasuk dalam perilaku konsumsi buah dan sayur.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia dengan menggunakan data riskesdas 2007 didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar remaja memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang. 2. Berdasarkan kelompok umur remaja sebagian besar termasuk kelompok umur remaja awal (10 – 19 tahun). 3. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah remaja yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. 4. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, sebagian besar remaja memiliki jumlah anggota keluarga yang besar (>4 orang). 5. Sebagian besar remaja memiliki tingkat pendidikan rendah. 6. Berdasarkan status pekerjaan, sebagian besar remaja tidak bekerja. 7. Berdasarkan tingkat ekonomi keluarga, sebagian besar remaja memiliki tingkat ekonomi keluarga rendah. 8. Sebagian besar remaja bertempat tinggal di daerah pedesaan.
9. Terdapat hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi keluarga dan tempat tinggal dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia. 10. Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan dan jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia. 11. Faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku komsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia adalah tingkat ekonomi keluarga.
B. Saran 1. Bagi Masyarakat a.
Diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dan memanfaatkan peluang usaha seperti berwiraswasta, sehingga dapat meningkatkan penghasilan dan status ekonomi masyarakat.
b.
Diharapkan dapat menerapkan program keluarga berencana (KB), agar dapat menekan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi sehingga ketersediaan bahan makanan, seperti buah dan sayur dapat lebih tercukupi.
2. Bagi Orang Tua a. Diharapkan dapat memdukung proses pendidikan anak-anaknya minimal 9 tahun agar masyarakat memiliki pendidikan yang tinggi.
b. Diharapkan dapat memberi pengarahan dan dorongan untuk menerapkan kebiasaan makan sehat seperti buah dan sayur bagi anak-anaknya sejak usia dini, karena hal tersebut akan melekat sampai usia dewasa. 3. Bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia a. Diharapkan dapat membuat kebijakan dan program promosi kesehatan terkait upaya perbaikan gizi masyarakat dengan peningkatan konsumsi buah dan sayur pada penduduk Indonesia, khususnya pada remaja baik laki-laki maupun perempuan agar tercapai status gizi yang lebih baik. 4. Bagi Peneliti Lain a. Diharapkan adanya penelitian dengan menggunakan data primer sehingga variabel yang diteliti tidak terbatas pada data sekunder yang ada, karena variabel independen dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan variasi variabel perilaku konsumsi buah dan sayur sebesar 35,7%. Sedangkan selebihnya 64,3% dijelaskan oleh variabel lainnya. b. Diharapkan adanya penelitian dengan menggunakan disain studi lain seperti case control sehingga dapat menggambarkan hubungan kausalitas (sebab akibat) yang lebih kuat terkait faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ariawan, Iwan. 1996. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Arisman, 2004. Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: EGC. Astawan, Made. 2008. Sehat dengan Sayuran: Panduan Lengkap Mnejaga Kesehtan dengan Sayuran. Jakarta: Dian Rakyat. Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. ___________. 2007. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2007. Jakarta: Prodata Nusaraya Bahria. 2009. Hubungan antara Pengetahuan Gizi, Kesukaan dan Faktor Lain dengan Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di 4 SMA di Jakarta tahun 2009. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Chaplin. JP. 2004. Kamus Lengkap Psikologi cetakan ke-9. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Departemen Kesehatan RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. ___________. 2007. Pedoman Pengisian Kuesioner. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. ___________. 2005. Survey Kesehatan Nasional (Suekesnas). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Dilapanga, Alfira. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi soft drink pada siswa SMP Negeri 1 Ciputat Tahun 2008. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Domel, S.B. et. al. 1996. Psychosocial Predictors of Fruit and Vegetable Consumption among Elementary School Children. Journal Health Education Research Vol 11 No. 3 Pages 299-308.
Handayani, Miratna. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi distorsi citra tubuh siswa SMAN 1 pamulang tahun 2009. Skrips. Jakarta: Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Hidayati. 2004. Hubungan Karakteristik Anak dan Keluarga dengan Status Gizi Balita di propinsi Maluku dan Irianjaya. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Khomsan, Ali, dkk. 2003. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Departemen gizi masyarakat dan sumber daya keluarga. Bogor: Fakultas pertanian IPB ___________. 2008. Sehat itu Mudah. Jakarta: Hikmah. ___________. 2009. Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Keluarga. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat IPB Mahliawati. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Propinsi Bangka Belitung (Analisis Data Riskesdas tahun 2007). Skripsi. Jakarta: Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Marsetyo & G. Kartasaputra. 2003. Ilmu Gizi, Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja. Rineka Cipta. Jakarta. Melliana, Anastasia. 2006. menjelajah tubuh perempuan dan mitos kecantikan. Yogyakarta: LKIS Pelangi aksara. Milligan, RA, at. al. 1998. Influence of Gender and Socio Economic Status on Dietary Patterns and Nutrient Intakes in 18-year-old Australians. Aust N Z Journal of Public Health. 1998 un;22(4):485-493. Moore, Courtney Mary. 1997. Terapi Diet dan Nutrisi edisi 2. Jakarta: Hipokrates Nainggolan, Olwin dan Adimunca. 2005. Diet sehat dengan serat. Cermin dunia kedokteran 147: 43-46 Notoatmodjo, Sukidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. ___________. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pratiwi, Wulan. 2006. Analisis Hubungan Pengetahuan Gizi, Sikap dan Preferensi dengan Kebiasaan Makan Sayuran Ibu Rumah Tangga di perkotaan dan Pedesaan Bogor. Skripsi. Bogor: IPB.
Puspitarani, Dinar. 2006. Gambaran perilaku konsumsi serat dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada remaja di SLTP labschool rawamangun Jakarta timur tahun 2006. Skripsi. Depok: FKM UI Rahmawati. 2000. Perilaku Makan Sayur Berdasarkan Faktor Sosiodemografi, Self Efficacy, Sikap, Niat, Preferensi, dan Ketersediaan Sayur pada Murid Kelas VI SD Muhammadiyah 12 Pamulang Barat, Pamulang, Tangerang tahun 2000. Skripsi. Depok: Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Rita, E. 2002. Preferensi Konsumen terhadap Pangan Sumber Karbohidrat NonBeras. Skripsi: Bogor:IPB Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Reynold, Kim D. 1999. Pattern in Child and Adolescent Consumption of Fruit and Vegetables: Effect of Gender and Ethnicity Across Four Sites. Journal of The American College of Nutrition, Vol. 18. No. 3, 248-254. Roos, EB et.al. 2001. Household Educational Level as a Determinant of Consumption of Raw Vegetable among Male and Female Adolescents. Journal of American Health Foundation and Academic Press. Rubatzky, Vincent E. 1998. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi dan Gizi Jilid 1. Bandung: Penerbit ITB. Ruwaidah, Amin. 2007. Penyakit Akibat Lalai Mengkonsumsi Buah dan Sayur serta Solusi Penyembuhannya. Diakses pada 15 April 2010 dari www.healindonesia.com/2009/05/15/ Sabri, Luknis, dkk. 2008. Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali pers. Savitri, Rahma. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Makanan Jajanan yang Mengandung Pewarna Sintetik pada Siswa Kelas VIII dan IX Sekolah Menengahh Pertama (SMP) PGRI 1 dan SMP YMJ Ciputat Tahun 2009.Skripsi. Jakarta: Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Sebastian, Dixie. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih Karyawan Bagian Produksi Aerowisata Catering Service Jakarta tahun 2008. Skripsi. Jakarta: Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat. Sekarindah, Titi. 2008. Terapi Jus Buah dan Sayur. Jakarta: Puspa Swara.
Silalahi, Jansen. 2006. Makanan Fungsional. Yogyakarta: Kanisius. Sorensen, Glorian, et al. 1999. Increasing Fruit and Vegetable Consumption Through Worksite and Families in the Treatwell 5-a-Day Study. American Journal of Public Health. Vol 89. No.1 Srimaryani, Diah Imas. 2010. Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi pada Rumah Tangga Peserta Program Pemberdayaan Masyarakatat di Kota dan Kabupaten Bogor. Skripsi. Bogor: IPB Story, M. 2002. Individual and Environmental Influence on Adolencent Eating Behaviors. Journal of American Diet Association. Mar;102(3 Suppl):S40-51. Sutiah, Euis. 2006. Analisis Hubungan Pengetahuan Gizi, Motivasi, Persepsi dan Sikap dengan Kebiasaan Makan Sayuran Ibu Rumah Tangga Perkotaan dan Pedesaan di Bogor tahun 2006. Skripsi. Bogor: IPB. Suhardjo, dkk. 2006. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: UI Press. Sujianto, Agus Eko. 2007. Aplikasi Statistik dengan SPSS untuk Pemula. Jakarta: Prestasi Pustaka. Supariasa, I Dewa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Takachi, Ribeka et al. 2008. Fruit and Vegetable Intake and Risk of Total Cancer and Cardiovascular Disease Japan Public Health Center-based Prospective Study. American Journal of Epidemiology. Vol. 167 No. 1 Utsman, Fikri Syafril. 2009. Gaya Hidup dan Konsumsi Pangan serta Keterkaitannya dengan Pengetahuan Gizi Wanita Penderita dan Bukan Penderita Kista Payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Skripsi. Bogor: IPB Van Duyn, MA, et. al. 2001. Association of Awareness, Intrapersonal anf Interpersonal Factors, and Stage of Dietary Change With Fruit and Vegetable Consumption: a National Survey. American Journal of Health and Promotion. Nov-Des;Dec16(2):69-78. Verr, Pieter. 1999. Fruits and Vegetables in The Preventions of Cancer and Cardiovascular Disease. Journal of Public Health Nutritions. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI. WHO. 2003. Fruit and Vegetable Intake in a Sample of 11-year-old Children in 9 Europian Countries: The Pro Children Cross-Sectional Survey. Ann Nutr Metab. Jul-Aug;49: 236-245. Epub 2005 Jul 28.
WHO/FAO, 2003. Expert Report on Diet, Nutrition and The Prevention of Chronic Disease. United Nations: Technical Report Series 916. Worthington, Bonnie S. 2000. Nutrition Throughout The Life Cycle. Edisi ke-4. United States: McGraw-Hill Book Companies, Inc. Wright, Margaret et al. Intakes of Fruit, Vegetable and Specific Botanical Group in Relation to Lung Cancer Risk in the NIH-AARP Diet and Health Study. American Journal of Epidemiology. Vol. 168 No. 8 Wulansari, Natalia Dessy. 2009. Konsumsi serta Preferensi Buah dan Sayur pada Remaja SMA dengan Status Sosial Ekonomi yang Berbeda di Bogor. Bogor: IPB Yasyin, Sulchan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Penerbit amanah. Zenk, Shannon N. 2005. Fruits and Vegetable Intake in African Americans: Income and Store Characteristics. Am Journal Prev Med; 29(1): 1-9. Zulaeha, Ratna. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Sayur dan Buah pada Siswa SMA Negeri 103 Jakarta tahun 2006. Karya Ilmiah. Jakarta: Politeknik Kesehatan Jakarta II Departemen Kesehatan RI
Lampiran 1 Daftar kuesioner Riskesdas 2007 (Variabel Independen)
VII. PENGELUARAN RUMAH TANGGA
VII.A. PENGELUARAN UNTUK MAKANAN SELAMA SEMINGGU TERAKHIR
Jumlah
[BERASAL DARI PEMBELIAN, PRODUKSI SENDIRI DAN PEMBERIAN]
(Rp)
(1)
(2)
1. Padi-padian a. Beras b. Lainnya (jagung, terigu, tepung beras, tepung jagung, dll) 2. Umbi-umbian (ketela pohon, ketela rambat, kentang, gaplek, talas, sagu, dll) 3. Umi/Ikan/udang/cumi/kerang a. Segar/basah b. Asin/diawetkan 4. Daging (daging sapi/kerbau/kambing/domba/babi/ayam, jeroan, hati, limpa, abon, dendeng, dll) 5. Telur dan susu a. Telur ayam/itik/puyuh b. Susu murni, susu kental, susu bubuk, dll 6. Sayur-sayuran (bayam, kangkung, ketimun, wortel, kacang panjang, buncis, bawang, cabe, tomat, dll) 7. Kacang-kacangan (kacang tanah/hijau/kedele/merah/tunggak/ mete/, tahu, tempe, tauco, oncom, dll) 8. Buah-buahan (jeruk, mangga, apel, durian, rambutan, salak, duku, nanas, semangka, pisang, papaya, dll) 9. Minyak dan lemak (minyak kelapa/goreng, kelapa, mentega, dll) 10. Bahan minuman (gula pasir, gula merah, the, kopi, coklat, sirup, dll) 11. Bumbu-bumbuan (garam, kemiri, ketumbar, merica, terasi, kecap, vetsin, dll) 12. Konsumsi lainnya a. Mie instan, mie basah, bihun, macaroni/mie kering b. Lainnya (kerupuk, emping, dll) 13. Makanan dan minuman jadi a. Makanan jadi (roti, biscuit, kue basah, bubur, bakso, gado-gado, nasi rames, dll) b. Minuman non alcohol (soft drink, es sirop, limun, air mineral, dll) c.
Minuman mengandung alcohol (bir, anggur dan minuman keras lainnya)
14. Tembakau dan sirih a. Rokok (rokok kretek, rokok putih, cerutu)
b. Lainnya (sirih, pinang, tembakau dan lainnya) 15. Jumlah pengeluaran makanan (Rincian 1 s.d. 14) VII. PENGELUARAN RUMAH TANGGA (LANJUTAN)
VII.B. PENGELUARAN BUKAN MAKANAN
Sebulan
12 Bulan
[BERASAL DARI PEMBELIAN, PRODUKSI SENDIRI
Terakhir
Terakhir
DAN PEMBERIAN]
(Rp)
(Rp)
(1)
(2)
16. Perumahan dan fasilitas rumah tangga a. Sewa, kontrak, perkiraan sewa rumah (milik sendiri, bebas sewa, dinas), dan lain-lain. b. Pemeliharaan rumah dan perbaikan ringan c.
Rekening listrik, air, gas, minyak tanah, kayu bakar, dll.
d. Rekening telepon rumah, pulsa HP, telepon umum, wartel, benda pos, dll. 17. Aneka barang dan jasa a. Sabun mandi/cuci, kosmetik, perawatan rambut/muka, tissue, dll. b. Biaya kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dokter praktek, dukun, obat-obatan, dll. c.
Biaya pendidikan (uang pendaftaran, SPP, POMG/BP3, uang pangkal/daftar ulang, pramuka, prakarya, kursus dan lainnya)
d. Transportasi, pengangkutan, bensin, solar, minyak pelumas. e. Jasa lainnya (gaji sopir, pembantu rumah tangga, hotel, dll) 18. Pakaian, alas kaki dan tutup kepala (pakaian jadi, bahan pakaian, sepatu, topi dan lainnya) 19. Barang tahan lama (alat rumah tangga, perkakas, alat dapur, alat hiburan (elektronik), alat olahraga, perhiasan, kendaraan, paying, arloji, kamera, HP, pasang telepon, pasang listrik, barang elektronik, dll) 20. Pajak, pungutandan asuransi a. Pajak (PBB, pajak kendaraan) b. Pungutan/retribusi c.
Asuransi kesehatan
d. Lainnya (asuransi lainnya, tilang, PPh, dll)
21. Keperluan pesta dan upacara/kenduri tidak termasuk makanan (perkawinan, ulang tahun, khitanan, upacara keagamaan, upacara adat dan lainnya) 22. Jumlah pengeluaran bukan makanan (Rincian 16 s.d. rincian 21) 23. Rata-rata pengeluaran makanan sebulan(Rincian 15 x 30/7 ) 24. Rata-rata pengeluaran bukan makanan sebulan (Rincian 22 kolom 3/12) 25. Rata-rata pengeluaran rumah tangga sebulan (Rincian 23 + Rincian 24)
Lampiran 2 (lanjutan) Daftar kuesioner Riskesdas 2007 (variabel Dependen)
Keterangan: = Variabel yang digunakan
Lampiran 3 Kartu Peraga Konsumsi Buah dan Sayur dalam Riskesdas 2007
KARTU PERAGA RISKESDAS 2007
Lampiran 3 (lanjutan) Kartu Peraga Konsumsi Buah dan Sayur dalam Riskesdas 2007
Lampiran 4 Hasil Pengolahan Data Analisis Univariat . svy:proportion kat_bs (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = Number of PSUs =
1 256383
Number of obs Population size Design df
= = =
256383 256383 256382
-------------------------------------------------------------| Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+-----------------------------------------------kat_bs | kurang | .9452499 .0004493 .9443693 .9461305 cukup | .0547501 .0004493 .0538695 .0556307 -------------------------------------------------------------. svy:proportion kat_umur (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = Number of PSUs =
1 256383
Number of obs Population size Design df
= = =
256383 256383 256382
_prop_1: kat_umur = remaja awal _prop_2: kat_umur = remaja akhir -------------------------------------------------------------| Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+-----------------------------------------------kat_umur | _prop_1 | .7241432 .0008827 .7224131 .7258732 _prop_2 | .2758568 .0008827 .2741268 .2775869 -------------------------------------------------------------. svy:proportion kat_jk (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size
= =
256383 256383
Design df
=
256382
_prop_1: kat_jk = laki-laki -------------------------------------------------------------| Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+-----------------------------------------------kat_jk | _prop_1 | .4981102 .0009875 .4961748 .5000457 perempuan | .5018898 .0009875 .4999543 .5038252 -------------------------------------------------------------. svy:proportion kat_kel (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df
= = =
256383 256383 256382
-------------------------------------------------------------| Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+-----------------------------------------------kat_kel | besar | .8116217 .0007722 .8101081 .8131352 kecil | .1883783 .0007722 .1868648 .1898919 -------------------------------------------------------------. svy:proportion kat_didk (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df
= = =
256383 256383 256382
-------------------------------------------------------------| Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+-----------------------------------------------kat_didk | rendah | .8241225 .0007519 .8226488 .8255962 tinggi | .1758775 .0007519 .1744038 .1773512 -------------------------------------------------------------. svy:proportion kat_kerj (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size
= =
256383 256383
Design df
=
256382
_prop_1: kat_kerj = tidak bekerja -------------------------------------------------------------| Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+-----------------------------------------------kat_kerj | _prop_1 | .7077224 .0008982 .7059619 .7094829 bekerja | .2922776 .0008982 .2905171 .2940381 -------------------------------------------------------------. svy:proportion kat_eko (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df
= = =
256383 256383 256382
-------------------------------------------------------------| Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+-----------------------------------------------kat_eko | rendah | .8468346 .0007113 .8454405 .8482287 tinggi | .1531654 .0007113 .1517713 .1545595 -------------------------------------------------------------. svy:proportion kat_tgl (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df
= = =
256383 256383 256382
-------------------------------------------------------------| Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+-----------------------------------------------kat_tgl | perkotaan | .3693459 .0009532 .3674777 .371214 pedesaan | .6306541 .0009532 .628786 .6325223 --------------------------------------------------------------
Analisis Bivariat . svy:tabulate kat_umur kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df
= = =
256383 256383 256382
------------------------------------kategori | umur | kategori responden | kurang cukup Total ----------+-------------------------Remaja a | 94.83 5.169 100 | 1.8e+05 9597 1.9e+05 | Remaja a | 93.72 6.278 100 | 6.6e+04 4440 7.1e+04 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(1) F(1, 256382)
= =
121.6349 121.6344
P = 0.0000
. svy:tabulate kat_jk kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = Number of PSUs =
1 256383
Number of obs Population size Design df
------------------------------------kategori | jenis | kategori kelamin | kurang cukup Total ----------+-------------------------laki-lak | 94.76 5.236 100 | 1.2e+05 6687 1.3e+05 | perempua | 94.29 5.712 100 | 1.2e+05 7350 1.3e+05 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 -------------------------------------
= = =
256383 256383 256382
Key:
row percentages number of observations
Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(1) F(1, 256382)
= =
28.0395 28.0394
P = 0.0000
. svy:tabulate kat_kel kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = Number of PSUs =
1 256383
Number of obs Population size Design df
= = =
256383 256383 256382
------------------------------------kategori | jumlah | kategori keluarga | kurang cukup Total ----------+-------------------------besar | 94.6 5.403 100 | 2.0e+05 1.1e+04 2.1e+05 | kecil | 94.21 5.785 100 | 4.6e+04 2794 4.8e+04 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(1) F(1, 256382)
= =
11.0518 11.0517
P = 0.0009
. svy:tabulate kat_didk kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = Number of PSUs =
1 256383
Number of obs Population size Design df
= = =
256383 256383 256382
------------------------------------kategori | pendidika | kategori n | kurang cukup Total ----------+-------------------------rendah | 94.96 5.04 100 | 2.0e+05 1.1e+04 2.1e+05 | tinggi | 92.49 7.514 100 | 4.2e+04 3388 4.5e+04 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(1) F(1, 256382)
= =
439.3435 439.3418
P = 0.0000
. svy:tabulate kat_kerj kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = Number of PSUs =
1 256383
Number of obs Population size Design df
= = =
256383 256383 256382
------------------------------------kategori | kategori pekerjaan | kurang cukup Total ----------+-------------------------tidak be | 94.64 5.36 100 | 1.7e+05 9726 1.8e+05 | bekerja | 94.25 5.753 100 | 7.1e+04 4311 7.5e+04 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(1) F(1, 256382)
= =
15.8088 15.8087
. svy:tabulate kat_eko kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample)
P = 0.0001
Number of strata = Number of PSUs =
Number of obs Population size Design df ------------------------------------kategori | ekonomi | kategori keluarga | kurang cukup Total ----------+-------------------------rendah | 95 5 100 | 2.1e+05 1.1e+04 2.2e+05 | tinggi | 91.9 8.103 100 | 3.6e+04 3182 3.9e+04 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
1 256383
chi2(1) F(1, 256382)
= =
618.8623 618.8599
= = =
256383 256383 256382
P = 0.0000
. svy:tabulate kat_tgl kat_bs, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = Number of PSUs =
1 256383
Number of obs Population size Design df
------------------------------------kategori | tempat | kategori tinggal | kurang cukup Total ----------+-------------------------perkotaa | 93.2 6.799 100 | 8.8e+04 6438 9.5e+04 | pedesaan | 95.3 4.7 100 | 1.5e+05 7599 1.6e+05 | Total | 94.52 5.475 100 | 2.4e+05 1.4e+04 2.6e+05 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected chi2(1) = 508.3910 Design-based F(1, 256382) = 508.3890
= = =
256383 256383 256382
P = 0.0000
Odds Ratio . svy:logit kat_bs kat_umur, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df F( 1, 256382) Prob > F
= = = = =
256383 256383 256382 121.26 0.0000
-----------------------------------------------------------------| Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------kat_umur| 1.22884 .0229958 11.01 0.000 1.184586 1.274748 -------------+---------------------------------------------------. svy:logit kat_bs kat_jk, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df F( 1, 256382) Prob > F
= = = = =
256383 256383 256382 28.02 0.0000
-----------------------------------------------------------------| Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------kat_jk | 1.096375 .0190563 5.29 0.000 1.059655 1.134369 -----------------------------------------------------------------. svy:logit kat_bs kat_kel, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df
= = =
256383 256383 256382
F( 1, 256382) Prob > F
= =
11.05 0.0009
-----------------------------------------------------------------| Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------kat_kel| 1.075039 .0234031 3.32 0.001 1.030134 1.121901 -----------------------------------------------------------------. svy:logit kat_bs kat_didk, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df F( 1, 256382) Prob > F
= = = = =
256383 256383 256382 433.51 0.0000
-----------------------------------------------------------------| Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------kat_didk|1.53066 .0312955 20.82 0.000 1.470534 1.593244 -----------------------------------------------------------------. svy:logit kat_bs kat_kerj, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df F( 1, 256382) Prob > F
= = = = =
256383 256383 256382 15.80 0.0001
-----------------------------------------------------------------| Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
-------------+----------------------------------------------------kat_kerj| 1.077748 .0202996 3.98 0.000 1.038687 1.118279 -----------------------------------------------------------------. svy:logit kat_bs kat_eko, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df F( 1, 256382) Prob > F
= = = = =
256383 256383 256382 606.77 0.0000
-----------------------------------------------------------------| Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------kat_eko| 1.675454 .0351026 24.63 0.000 1.608047 1.745686 ------------------------------------------------------------------
. svy:logit kat_bs kat_tgl, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df F( 1, 256382) Prob > F
= = = = =
256383 256383 256382 502.94 0.0000
-----------------------------------------------------------------| Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------kat_tgl| .6760445 .0118017 -22.43 0.000 .6533047 .6995757 ------------------------------------------------------------------
Analisis Multivariat
. svy:logistic kat_bs kat_jk kat_kel kat_didk kat_kerj kat_tgl kat_uang kat_umur (running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = Number of PSUs =
1 256383
Number of obs Population size Design df F( 8, 256375) Prob > F
= = = = =
256383 256383 256382 141.58 0.0000
-----------------------------------------------------------------| Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------kat_jk | 1.078264 .0188029 4.32 0.000 1.042033 1.115754 kat_kel| 1.02621 .0230742 1.15 0.250 .981967 1.072446 kat_didk|1.30781 .0314725 11.15 0.000 1.247557 1.370974 kat_kerj| .9983367 .0230381 -0.07 0.942 .9541885 1.044528 kat_tgl | .7804488 .0150363 -12.87 0.000 .7515275 .8104831 kat_eko|1.427368 .032906 15.43 0.000 1.364308 1.493342 kat_umur|1.063464 .0268143 2.44 0.015 1.012187 1.11734 -----------------------------------------------------------------. svy:logistic kat_bs kat_jk kat_kel kat_didk kat_tgl kat_uang kat_umur (running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df F( 7, 256376) Prob > F
= = = = =
256383 256383 256382 161.77 0.0000
-----------------------------------------------------------------| Linearized
kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------kat_jk | 1.078271 .0188006 4.32 0.000 1.042045 1.115757 kat_kel| 1.026054 .0229506 1.15 0.250 .982043 1.072037 kat_didk|1.307859 .0314671 11.16 0.000 1.247616 1.371011 kat_tgl| .7803995 .0150374 -12.87 0.000 .7514762 .8104361 kat_eko|1.427508 .0328504 15.47 0.000 1.364553 1.493368 kat_umur|1.062455 .0230312 2.79 0.005 1.01826 1.108569 -----------------------------------------------------------------. svy:logistic kat_bs kat_jk kat_didk kat_tgl kat_uang kat_umur (running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = 1 Number of PSUs = 256383
Number of obs Population size Design df F( 6, 256377) Prob > F
= = = = =
256383 256383 256382 188.58 0.0000
-----------------------------------------------------------------| Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------kat_jk | 1.078216 .0187997 4.32 0.000 1.041992 1.1157 kat_didk|1.307845 .0314659 11.15 0.000 1.247604 1.370995 kat_tgl| .7804061 .0150372 -12.87 0.000 .7514832 .8104423 kat_eko|1.427522 .03285 15.47 0.000 1.364567 1.493381 kat_umur|1.062598 .0230328 2.80 0.005 1.0184 1.108714 ------------------------------------------------------------------
. svy:logit kat_bs kat_umur kat_jk kat_didk kat_uang kat_tgl (running logit on estimation sample)
Survey: Logistic regression Number of strata = 1 256383 Number of PSUs = 256383 256383
Number of obs
=
Population size
=
Design df
=
F(
=
256382 5, 256378)
225.54 Prob > F
=
0.0000
----------------------------------------------------------------| Linearized kat_bs | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] --------+-------------------------------------------------------kat_umur|.0649218 .0213198 3.05 0.002 .0231355 .1067081 kat_jk |.0761138 .0174202 4.37 0.000 .0419706 .110257 kat_didk|.2678299 .0240692 11.13 0.000 .2206549 .3150049 kat_eko |.3575625 .0229669 15.57 0.000 .312548 .4025771 kat_tgl |-.2469622 .019257 -12.82 0.000 -.2847054 -.209219 _cons |-2.882359 .0196087 -146.99 0.000 -2.920792 -2.843927 ----------------------------------------------------------------. svy:logit, or Survey: Logistic regression Number of strata = 1 256383 Number of PSUs = 256383 256383
Number of obs
=
Population size
=
Design df
=
F(
=
256382 5, 256378)
225.54 Prob > F
=
0.0000 -----------------------------------------------------------------| Linearized kat_bs | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
--------+--------------------------------------------------------kat_umur| 1.067076 .0227499 3.05 0.002 1.023405 1.112609 kat_jk | 1.079085 .0187979 4.37 0.000 1.042864 1.116565 kat_didk| 1.307125 .0314615 11.13 0.000 1.246893 1.370266 kat_eko | 1.42984 .032839 15.57 0.000 1.366904 1.495674 kat_tgl | .7811702 .015043 -12.82 0.000 .7522359 .8112176 ------------------------------------------------------------------
Lanjutan (Analisis Multivariat)
Logistic Regression Case Processing Summary a
Unweighted Cases Selected Cases
N Included in Analysis Missing Cases
Total Unselected Cases
Total
Percent
256383
100.0
0
.0
256383
100.0
0
.0
256383
100.0
Case Processing Summary a
Unweighted Cases
Selected Cases
N
Included in Analysis
Percent
256383
100.0
0
.0
256383
100.0
0
.0
256383
100.0
Missing Cases Total
Unselected Cases Total
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Block 0: Beginning Block Classification Table
a,b
Predicted kategori Observed Step 0
kategori
kurang
Percentage
cukup
Correct
kurang
242346
0
100.0
cukup
14037
0
.0
Overall Percentage
74.5
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation B Step 0
Constant
-2.849
S.E.
Wald
.009
df
1.077E5
Sig. 1
.000
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
kat_umur
df
Sig.
121.634
1
.000
28.039
1
.000
Kat_Didk
439.343
1
.000
Kat_Kerj
15.809
1
.000
508.393
1
.000
Kat_JK
Kat_tgl
Exp(B) .058
kat_eko
618.861
1
.000
Kat_Kel
11.052
1
.001
1.112E3
7
.000
Overall Statistics
Block 1: Method = Enter Model Summary
Step 1
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood 107823.752
a
.354
.357
a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B)
B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
kat_umur
.062
.026
5.812
1
.016
1.064
1.012
1.118
Kat_JK
.075
.017
18.620
1
.000
1.078
1.042
1.116
Kat_Didk
.268
.024
123.100
1
.000
1.308
1.247
1.371
Kat_Kerj
-.002
.023
.004
1
.947
.998
.954
1.045
Kat_tgl
-.248
.019
170.872
1
.000
.780
.752
.810
kat_eko
.356
.023
246.608
1
.000
1.427
1.365
1.492
Kat_Kel
.026
.022
1.336
1
.248
1.026
.982
1.072
-2.885
.020
2.187E4
1
.000
.056
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: kat_umur, Kat_JK, Kat_Didk, Kat_Kerj, Kat_tgl, kat_uang, Kat_Kel.
Logistic Regression Block 0: Beginning Block
Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E.
-2.849
Wald
.009
df
1.077E5
Sig. 1
.000
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
kat_umur
df
121.634
1
.000
28.039
1
.000
Kat_Didk
439.343
1
.000
Kat_tgl
508.393
1
.000
kat_eko
618.861
1
.000
Kat_Kel
11.052
1
.001
1.112E3
6
.000
Kat_JK
Overall Statistics
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
1021.582
6
.000
Block
1021.582
6
.000
Model
1021.582
6
.000
Model Summary
Step 1
-2 Log likelihood 107823.756
a
Sig.
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square .354
a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
.357
Exp(B) .058
Classification Table
a
Predicted kategori Observed Step 1
kategori
kurang
Percentage
cukup
Correct
kurang
242346
0
100.0
cukup
14037
0
.0
Overall Percentage
74.5
a. The cut value is .500
Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B) B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
kat_umur
.061
.022
7.731
1
.005
1.063
1.018
1.109
Kat_JK
.075
.017
18.623
1
.000
1.078
1.042
1.116
Kat_Didk
.268
.024
123.202
1
.000
1.308
1.247
1.371
Kat_tgl
-.248
.019
171.322
1
.000
.780
.752
.810
kat_eko
.356
.023
247.643
1
.000
1.428
1.366
1.492
Kat_Kel
.026
.022
1.334
1
.248
1.026
.982
1.072
-2.885
.019
2.225E4
1
.000
.056
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: kat_umur, Kat_JK, Kat_Didk, Kat_tgl, kat_uang, Kat_Kel.
Logistic Regression Block 0: Beginning Block Classification Table
a,b
Predicted kategori
Observed Step 0
kategori
kurang
Percentage
cukup
Correct
kurang
242346
0
100.0
cukup
14037
0
.0
Overall Percentage
74.5
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E.
-2.849
Wald
.009
df
1.077E5
Sig. 1
.000
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
kat_umur
df
121.634
1
.000
28.039
1
.000
Kat_Didk
439.343
1
.000
Kat_tgl
508.393
1
.000
kat_eko
618.861
1
.000
1.110E3
5
.000
Kat_JK
Overall Statistics
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
1020.254
5
.000
Block
1020.254
5
.000
Model
1020.254
5
.000
Model Summary
Step 1
Sig.
-2 Log likelihood 107825.084
a
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square .354
a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
.357
Exp(B) .058
Classification Table
a
Predicted
kategori Observed Step 1
kategori
kurang
Percentage
cukup
Correct
kurang
242346
0
100.0
cukup
14037
0
.0
Overall Percentage
74.5
a. The cut value is .500 Variables in the Equation
95.0% C.I.for EXP(B) B
Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
kat_umur
.062
.022
5.800
1
.005
1.067
1.023
1.112
Kat_JK
.075
.017
18.644
1
.000
1.079
1.042
1.116
Kat_Didk
.268
.024
123.104
1
.000
1.307
1.246
1.370
Kat_tgl
-.248
.019
170.873
1
.000
.781
.752
.811
kat_eko
.356
.023
246.580
1
.000
1.429
1.366
1.495
-2.882
.019
2.251E4
1
.000
.056
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: kat_umur, Kat_JK, Kat_Didk, Kat_tgl, kat_uang.