JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA TONGOA KECAMATAN PALOLO KABUPATEN SIGI. Gusman Arsyad1 Abstrak : Puskesmas Banpres merupakan salah satu Puskesmas yang berada di wilayah Kecamatan Palolo yang, membawahi 9 (sembilan) yaitu desa Berdikari, Bahagia, Banpres, Tongoa, Kamarora A, Kamarora B, Kadidia, Lemban tongoa, dan Sejahtera. Desa yang tertinggi jumlah kasus malaria pada tahun 2012 terdapat di desa Tongoa dengan jumlah kasus yaitu 113 kasus (Puskesmas Banpres, 2012). Tujuan penelitian Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di Desa Tongoa Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan kasus kontrol (Case Control). Sampel kasus 80 responden ditambah sampel kontrol 80 dengan jumlah 160. Analisa data dalam penelitian ini adalah analisa univariat dan bivariat. Analisa bivariat dengan menggunakan uji Chi-square menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasan keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria (p= 0.861), tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan kelambu dengan kejadian malaria (p= 0.587), tidak ada hubungan antar kebiasaan menggunakan obat nyamuk dengan kejadian malaria (p=0.414), ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian malaria (p=0.043). Sebagai kesimpulan, tidak ada hubungan antara kebiasaan keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria, tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan kelambu dengan kejadian malaria, tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan obat nyamuk dengan kejadian malaria, ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian malaria di Desa Tongoa. Saran bagi puskesmas Banpres khususnya penanggung jawab program p2 malaria diharapkan lebih giat melakukan kegiatan promotif dan preventif. Kata Kunci : Faktor-faktor, Hubungan, dan Kejadian Malaria Abstract : Banpres Public Health Center is one of the health centers located in the Sub-District of Palolo which in charge of 9 villages, the village Berdikari, Bahagia, Banpres, Tongoa, Kamarora A, Kamarora B, Kadidia, Lemban Tongoa, and Sejahtera. The village of the highest number of malaria cases in 2012 found in the village Tongoa with the number of cases is 113 cases (PHC Banpres, 2012). This study was aimed to determine the factors associated with the incidence of malaria in the village of Tongoa Sub-District Palolo Sigi District. This study was a case-control analytic approach (Case Control). Sample of case were 80 and sample of control were 80 and total number of samples were 160. Analysis of the data in this research is the analysis of univariate and bivariate. Bivariate.analysis using Chi-square test showed that there was no association between the habits go outside of the house at night with the incidence of malaria (p = 0861), there is no association between the habit of using nets with malaria incidence (p = 0.587), there was no association between the habit of using insect repellent with malaria incidence (p = 0414), there is an association between habitual hang clothes with malaria incidence (p = 0.043). In conclusion that there was no association between the habits go outside of the house at night with the incidence of malaria, there is no association between the habit of using nets with malaria incidence, there was no association between the habit of using insect repellent with malaria incidence, there is an association between habitual hang clothes with malaria incidence in the village of Tongoa. Advice for Banpres Public Health Centers especially who responsible of p2 malaria program is expected to be more active conduct promotive and preventive activities. Keywords : Factors, Association, and Malaria incidence
1
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palu
966
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
PENDAHULUAN (Introduction) Diperkirakan di dunia terdapat terdapat 422 spesies nyamuk Anopheles dan ada sekitar 67 spesies yang telah dikonfirmasi memiliki kemampuan menularkan penyakit malaria. Di Indonesia sendiri yang telah diidentifikasi ada 90 spesies, dan ada yang menyebutnya 16 spesies di antaranya telah dikonfirmasi sebagai penyakit menular malaria (Achmadi, 2005). Di Indonesia, malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang mempengaruhi angka kematian bayi, anak dibawah umur lima tahun, dan ibu melahirkan serta menurunkan produktifitas tenaga kerja. Angka kesakitan penyakit ini relatif masih cukup tinggi terutama di daerah yang terjadi perubahan lingkungan dan perubahan penduduk (Iwan, 2011). Provinsi Sulawesi Tengah dengan jumlah penduduk 2.707.549 jiwa yang tersebar di 11 Kabupaten dan 1 kota, saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat. Kasus malaria dalam 3 tahun terakhir di Propinsi Sulawesi Tengah cenderung mengalami penurunan pada tahun 2010 AMI sebesar 36,15 per 1000 penduduk, tahun 2011 AMI sebesar 31,69 per 1000 penduduk, dan tahun 2012 sebesar 25,31 per 1000 penduduk dengan jumlah penderita 77.249, sediaan darah melalui pemeriksaan mikroskop 31.304 dan RDT 37.664, dan yang positif 7.903 (Dinkes.P2M.2012). Kabupaten Sigi merupakan salah satu dari 11 Kabupaten yang berada di
wilayah Provinsi Sulawesi Tengah yang sebagian besar penduduknya berada di pedesaan. Tingginya endemisitas malaria di Kabupaten Sigi dapat dilihat dari data 3 (tiga) tahun terakhir yaitu 2010 sebesar 7988 kasus, 2011 sebesar 6532 kasus, 2012 sebesar 4596 kasus. Di Kabupaten Sigi ada tiga Kecamatan yang endemis malaria berdasarkan data tahun 2012 yaitu Kecamatan Kulawi 707 kasus, Kecamatan Palolo 1052 kasus, dan Kecamatan Pipikoro 463 kasus (Dinkes, Sigi, 2012). Dari data tersebut, terlihat bahwa jumlah kasus malaria yang tertinggi terjadi di Kecamatan Palolo. Puskesmas Banpres merupakan salah satu Puskesmas yang berada di wilayah Kecamatan Palolo yang, membawahi 9 (sembilan) desa ; Berdikari, Bahagia, Banpres, Tongoa, Kamarora A, Kamarora B, Kadidia, Lemban tongoa, dan Sejahtera. Desa yang tertinggi jumlah kasus malaria pada tahun 2012 terdapat di desa Tongoa dengan jumlah kasus yaitu 113 kasus (Puskesmas Banpres, 2012). METODOLOGI (Methods) Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan kasus kontrol (Case Control). Penelitian dilaksanakan di Desa Tongoa Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Sampel kasus 80, ditambahkan dengan kontrol sebanyak 80 dengan perbandingan 1:1 jadi banyaknya sampel adalah 160. Sampel tersebut diambil dengan menggunakan metode simple random sampling. Variabel Bebas kebiasaan berada di luar rumah pada
967
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
malam hari, kebiasaan penggunaan kelambu, kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk, dan kebiasaan menggantung pakaian. Variabel terikat yaitu kejadian malaria. Analisis data secara bivariat untuk melihat hubungan antara variabel Independen terhadap variabel dependen melelui uji Chi-square dengan nilai kemaknaan α 0.05 dan tingkat kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN (Result and Discuss) Hasil Penelitian a. Hubungan kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan, nilai p= 0.861 ini berarti p >0.05, maka dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria. Sementara perhitugan OR didapat hasil OR=0.861 dengan Confidence Interval (CI) 95%= 0.446-1.756. Dari hasil ini menunjukan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari punya risiko tertular malaria 0.8 kali lebih besar dari orang yang tidak mempunyai kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari. b. Hubungan kebiasaan penggunaan kelambu dengan kejadian malaria Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan, nilai p= 0.587 ini berarti p > 0.05, maka dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan penggunaan kelambu dengan kejadian malaria.
Sementara perhitugan OR didapat hasil OR=1.218 dengan Confidence Interval (CI) 95%= 0.598-2.480. Hasil ini menunjukan bahwa responden yang mempunyai kebiasaan tidak memakai kelambu berisiko terkena malaria. c. Hubungan kebiasaan menggunkan obat nyamuk dengan kejadian malaria Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan, nilai p= 0.414 ini berarti p > 0.05, maka dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan obat nyamuk dengan kejadian malaria. Sementara perhitugan OR didapat hasil OR=1.378 dengan Confidence Interval (CI) 95%= 0.725-2.621. Hasil ini menunjukan bahwa responden yang tidak menggunakan obat nyamuk waktu tidur berisiko terkena malaria. d. Hubungan kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian malaria Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan, nilai p= 0.043 ini berarti p < 0.05, maka dapat dilihat bahwa ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian malaria. Sementara hasil perhitungan OR didapatkan hasil OR= 0.273 dengan Confidence Interval (CI) 95% = 0.721.031. Hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa kebiasaan menggantung pakaian punya resiko terkena malaria 0.273 kali lebih besar dari responden yang tidak mempunyai kebiasaan menggantung pakaian.
968
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
C. Pembahasan 1. Hubungan Kebiasaan Berada Diluar Rumah Pada Malam Hari Dengan Kejadian Malaria Berdasarkan hasil analisis bivariat variabel kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria didapat nilai p value 0,861 atau p ≥ 0,05. Secara statistik dapat dikatakan tidak ada hubungan antara kebiasaan keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria. Sementara perhitugan OR didapat hasil OR=0.885 dengan Confidence Interval (CI) 95%= 0.446-1.756. Tetapi nilai tersebut tidak konsisten sebagai faktor resiko kejadian malaria karena nilai lower OR-nya kurang dari 1. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan karena responden yang melakukan aktifitas berada diluar rumah pada malam hari dimana masyarakatnya mempunyai kebiasaan berbincang-bincang diluar rumah pada malam hari dan menonton televisi tetapi mereka menggunakan pakaian yang tertutup sehingga tidak mudah terpapar oleh gigitan nyamuk anopheles. Tidak adanya hubungan antara kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria diduga karena aktifitas menggigit nyamuk Anopheles pada umumnya jam 21.00-03.00, sedangkan responden biasanya pulang kerumah di bawah jam 21.00. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rian Anjasmoro (2013) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan keluar rumah pada malam hari dengan
kejadian malaria (p = 0.189). hasil OR = 2.318 menunjukan bahwa orang yang punya kebiasaan keluar pada malam hari punya resiko terkena malaria 2.32 kali lebih besar. Berdasarkan penelitian Elvi Sunarsih (2009) dimana kebiasaan keluar rumah pada malam hari berhubungan dengan kejadian malaria dan meningkatkan resiko 4.4 kali bagi orang yang punya kebiasaan keluar pada malam hari. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Harmendo (2008) kebiasaan keluar rumah malam hari pada nyamuk Anopheles spp. Aktif menggigit sangat berisiko untuk tertular malaria, dikarenakan nyamuk ini bersifat eksofagik dimana aktif mencari darah di luar rumah pada malam hari. Kebiasaan ini akan sangat berisiko jika orang terbiasa keluar rumah tanpa memakai pakaian pelindung seperti baju lengan panjang dan celana panjang. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Masra (2002) menyebutkan penduduk yang mempunyai kebiasaan atau melakukan aktivitas di luar rumah pada malam hari, mempunyai resiko untuk penyakit malaria sebesar 2.56 kali dibanding dengan penduduk yang tidak melakukan aktivitas di luar rumah pada malam hari. Sedangkan yang di laporkan Sulistyo (2001) dalam penelitiannya, kebiasaan penduduk keluar rumah pada malam hari yang tidak terlindung secara utuh mempunyai resiko sebesar hampir dua kali lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tidak mempunyai
969
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
kebiasaan keluar rumah malam hari terhadap kejadian malaria.
kebiasaan menggunakan kelambu dengan kejadian malaria.
2. Hubungan Kebiasaan Penggunaan Kelambu Dengan Kejadian Malaria Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan, nilai p= 0.587 ini berarti p > 0.05, maka dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan penggunaan kelambu dengan kejadian malaria. Sementara perhitugan OR didapat hasil OR=1.218 dengan Confidence Interval (CI) 95%= 0.598-2.480. Hasil ini menunjukan bahwa responden yang mempunyai kebiasaan tidak memakai kelambu punya risiko terkena malaria 1.2 kali lebih besar dari orang yang mempunyai kebiasaan memakai kelambu. Hasil penelitian ini tidak sesuai teori yang menyatakan bahwa kebiasaan penggunaan kelambu merupakan upaya yang efektif untuk mencegah dan menghindari kontak antara nyamuk anopheles spp dengan orang sehat disaat tidur malam, disamping pemakaian obat penolak nyamuk. Karena kebiasaan nyamuk anopheles untuk mencari darah adalah pada malam hari, dengan demikian selalu tidur menggunakan kelambu yang tidak rusak atau berlubang pada malam hari dapat mencegah atau melindungi dari gigitan nyamuk anopheles spp. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rian Anjasmoro (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan kebiasaan menggunakan kelambu dengan kejadian malaria dengan nilai p value (p = 0.479). penelitian Dewi (2011) di Desa Pagedongan juga menyatakan tidak ada hubungan antara
3. Hubungan Kebiasaan Menggunakan Obat Nyamuk Dengan Kejadian Malaria Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan, nilai p= 0.414 ini berarti p > 0.05, maka dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan obat nyamuk dengan kejadian malaria. Sementara perhitugan OR didapat hasil OR=1.378 dengan Confidence Interval (CI) 95%= 0.725-2.621. Hasil ini menunjukan bahwa responden yang tidak menggunakan obat nyamuk waktu tidur punya resiko terkena malaria 1.378 kali lebih besar dari responden yng tidak menggunakan obat nyamuk. Menurut asumsi peneliti hal ini terjadi karena berdasarkan hasil wawancara di lapangan, dimana responden biasanya menggunakan obat anti nyamuk bakar yang diletakan di dalam kamar tidur. Sedangkan peluang terjadinya kontak antara nyamuk dengan orang sehat tidak hanya di dalam kamar tidur tetapi juga diruangan lain. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hermando (2008) menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk dengan kejadian malaria dimana p = 0.25. dari perhitungan Odds Ratio menunjukan kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk beresiko menyebabkan kejadian malaria (OR = 1.5) namun tidak terbukti secara bermakna berhubungan dengan kejadian malaria (95% CI= 0.806-2.92).
970
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan yang dilakukan oleh Suwedra (2001) mengatakan bahwa mereka yang tidak menggunakan anti nyamuk mempunyai risiko terkena malaria 2,17 kali dibanding dengan yang menggunakan anti nyamuk. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masra (2002) mengatakan kebiasaan tidak memakai obat anti nyamuk setiap malam memberikan risiko mendapat malaria 1,75 kali dibandingkan mereka yang memakai obat anti nyamuk. Menurut beberapa penelitian, penggunaan anti nyamuk baik berupa obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot maupun repelent dapat mencegah terjadinya kontak antara nyamuk dengan individu, dan anti nyamuk ini dapat digunakan baik di dalam rumah maupun di luar rumah untuk mencegah gigitan nyamuk. 4. Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian Dengan Kejadian Malaria Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan, nilai p= 0.043 ini berarti p < 0.05, artinya ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian malaria. Dengan OR= 0.273 dan Confidence Interval (CI) 95% =0.0721.031. Menurut asumsi peneliti hal ini terjadi karena kebiasan menggantung pakaian di dalam kamar merupakan faktor risiko terjadinya malaria di lihat dari karateristik nyamuk, terdapat beberapa golongan yang mempunyai sifat suka menempel di tempat lembab di dalam rumah setelah menghisap darah, misalkan tembok. Bila terdapat banyak
pakaian yang menggantung dapat digunakan sebagai tempat sembunyi bagi nyamuk. Hal ini tentu saja meningkatkan potensi kontak antara nyamuk dan manusia. Dan kebiasaan responden yang suka menggantung pakaian setelah di gunakan dalam waktu yang lama. Kebiasaan menggantung pakaian di dalam ruangan berisiko 3,1 kali untuk mengalami malaria dibandingkan dengan responden yang tidak mempunyai kebiasaan menggantung pakaian (Lara, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Samuel (2006) yang menyatakan kebiasaan menggantung pakaian mempunyai andil dalam terjadinya malaria dan berhubungan secara statistik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Semuel (2006), hasil diperoleh dari nilai p = 0.002 yang menunjukan adanya hubungan kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian malaria. Nilai OR sebesar 16.923 menunjukan bahwa orang yang memiliki kebiasaan meggantung pakaian di dalam rumah mempunyai resiko terkena penyakit malaria sebesar 16.923 kali lebih besar dari pada orang yang tidak memiliki kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah. Kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah merupakan faktor resiko terjadinya penyakit malaria. Dimana ada nyamuk yang suka di tempat redup dan juga baik sebelum maupun menghisap darah rang akan hinggap pada dinding untuk beristrahat. Menurut Selly enia banyak orang diserang penyakit malaria karena pakaian-pakaian yang digantung di
971
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
dalam rumah, sebab nyamuk suka hinggap disitu. Sehingga apabila di dalam rumah terdapat pakaian yang digantung akan menimbulkan risiko terkena gigitan nyamuk.
3.
KESIMPULAN DAN SARAN (Conclussion and Suggestion)
Bagi peneliti selanjutnya dapat menggembangkan penelitian ini dengan meneliti variabel lain seperti kerapatan dinding rumah, penggunan kasa pada ventilasi, dan keberadaan langit-langit rumah dengan kejadian malaria.
DAFTAR PUSTAKA Kesimpulan 1. Tidak ada hubungan antara kebiasaan berada di luar rumah dengan kejadian malaria di Desa Tongoa. 2. Tidak ada hubungan antara kebiasaan penggunaan kelambu dengan kejadian malaria di Desa Tongoa. 3. Tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan obat nyamuk dengan kejadian malaria di Desa Tongoa. 4. Ada hubungan kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian malaria di Desa Tongoa. Saran 1. Pihak Puskesmas Banpres khususnya penanggung jawab program P2 Malaria diharapkan lebih giat lagi melakukan kegiatan promotif dan preventif yaitu melalui pemberian penyuluhan pencegahan penyakit malaria pada masyarakat dan melakukan koordinasi dengan staf sanitasi puskesmas tersebut. 2. Masyarakat Desa Tongoa agar membiasakan untuk mencuci pakaian setelah digunakan karena menggantung pakaian dalam waktu yang lama merupakan salah satu faktor terjadinya penyakit malaria.
Achmadi U. F, 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Kompas Media Nusantara. Jakarta. Afrisal. 2011. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2011. (Skripsi). Diakses Tanggal 20-022013. Pukul 11.13. Budiyanto, A. 2011. Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Malaria Di Daerah Di Kabupaten Oku.(Skripsi). Tanggal-08-03-2013, Jam 11.00. Damar, T.B. 1996. Penempatan Kandang Ternak (Sapi dan Kerbau) Dan Pengaruhnya Pada Kepadatan Vektor Malaria An. Aconitus Di Dalam Rumah. SPVP. Laporan Tahunan April 1996 – 1990, Salatiga, 1990. Darmadi, 2002. Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dan Lingkungan Sekitar Rumah Serta Praktik Pencegahan Dengan Kejadian Malaria Di Desa Buaran Kecamatan Mayong Kebupaten Jepara. Semarang: FKM UNDIP. Departemen. Kesehatan. RI, 1999. Modul Epidemiologi Malaria 3. Direktorat Jenderal PPM dan PLP, Jakarta. Departemen. Kesehatan. RI, 1999. Modul Epidemiologi Malaria 3,
972
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
Direktorat Jenderal PPM dan PLP, Jakarta. Departemen. Kesehatan. RI, 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Depkes RI. Jakarta. Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi. 2012. Pemberantasan Penyakit Menular. Data Malaria. Sigi, Sulawesi Tengah. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. 2012. Pemberantasan Penyakit Menular. Data Malaria. Palu, Sulawesi Tengah. Handayani L, Pebrorizal, Soeyoko, 2008. Faktor Risiko Penularan Malaria Vivak. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 24. No. 1. Harmendo, 2008. Fakor Risiko Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Belitung; Tesis, Program Pasca Sarjana. UNDIP. Semarang, Diakses Tanggal 08-03-2013, Jam 10:66. Husin, H. 2007. Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria Di Puskesmas Merindu Kota Bengkulu, Thesis Program Pasca Sarjana UNDIP, Semarang 2007. Diakses Tanggal 08-03-2013. Pukul 10.06. Iwan, H. 2013, ///http : Jurnal Keperawatan “ Malaria” html. Diakses tanggal 07-03-2013, Jam 14:53. Lamaka B, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Puskesmas Momunu Kabupaten Buol Propinsi Sulawesi Tengah, (Skripsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar. Diakses Tanggal 10-04-2013. Pukul 11.18. Lara, N. 2013. Faktor Risiko Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong I kabupaten Jepara; Jurnal Kesehatan
Masyarakat. FKM UNDIP. Semarang. Diakses Tanggal 08-032013. Jam 10:42. Lemenshow S, dkk. 1997, Besar sampel Dalam Penelitian Kesehatan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Masra, F. 2002. Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk Dengan Kejadian Malaria Di Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung, Thesis Program Pasca Sarjana FKM-UI, Depok 2002. Niken, W.P. 2010, Hubungan Keberadaan Tempat Perindukan Nyamuk Dengan Kejadian Malaria Di Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran Tahun 2010; Tesis. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. FKM UI. Diakses Tanggal 08-03-2013. Pukul 9:53. Notoadmojo, 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. _______.2003, Perilaku Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta. Pamela, Aprilia A. 2009. Hubungan Kondisi Rumah Dan Lingkungan Sekitar Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Ketosari Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo. (Skripsi). Diakses Tanggal 08-03-2013. Pukul 11.30. Parittisuk, C and Etting. M, 1986, Cost – Effectiveness Research in Malaria Control and The Need for Health Behavior and Socio – Economic Research in Malaria Control I, Thailand, Southeast Asian Journal, Tropical Med, Vol 17;3(September), 393 – 395. Diakses Tanggal 08-032013. Pukul 09.45 Pirayat B et al, 2000, Social Behavior Housing Factors and Yheir Interactive Effect Assocciated with Malaria Occurance in East Thailand, South East Asia Journal Medicine
973
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
Publik Health. Diakses Tanggal 0803-2013. Pukul 09.54 Prabowo, A. 2004, Malaria, Mencegah dan Mengatasinya, Puspa Swara, Jakarta. Puskesmas Banpres. 2012. Data Malaria. Puskesmas Banpres Kecamatan Sigi. Rian, A. 2013. Faktor – faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga. Journal Kesehatan Masyarakat Vol. 2. No. 1. Tahun 2013. Suharmanto, 2000, Faktor Lingkungan dan Prilaku Yang Berhubungan Dengan Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tanjung Lengkayap, Kabupaten OKU, PS IKM, FKM UI. Diakses Tanggal 0803-2013. Pukul 09.45.
Susanna, D. 2005, Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di Kecamatan Kampar Kiri Tengah, Kabupatan Kampar 2005/2006. Diakses Tanggal 20-032013. Pukul 11.09 Suwadera I. M, 2002. Beberapa faktor Resiko Lingkungan Rumah Tangga Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Pada Balita di Puskesmas Kambaniru Kabupaten Sumba Timur, 2002.. Tesis Pasca Sarjana FKM UI DEPOK. Diakses Tanggal 08-03-2013. Pukul 09.45.
974