FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEEFEKTIVAN PEMBELAJARAN KEJAR PAKET B SETARA SLTP (Studi Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor)
TETI HARYATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ABSTRACT TETI HARYATI. Factors Related to Learning Effectiveness of “Paket B” of PKBM Citra Pakuan Bogor. Under direction of Richard W.E. Lumintang, and Djoko Susanto. The objective of this study is to determine internal and external factors related to the effectiveness of participants’ learning of “Paket B”. The effectiveness is viewed as improvement in participants’ knowledge, skill, and attitudes. The study was carried out at a community learning center, which runs “Paket B”, as a case study. The number of sample was 31 persons random by taken from 40 persons of population who finished the “Paket B” Program. The research methods used were questionnaire survey, interview, and observation. The study shows that the socio-economic status is the internal factor that relates significantly to the learning effectiveness. The relation is negative, which means the higher the status, the lower the effectiveness. In addition, the external factors which relate to the effectiveness include: learning materials, teachers quality, learning intensity, parents’ support, and employability. All of these external variables have positive relations, which mean the higher the level of the factors, the higher the effectiveness of the learning processes. Keywords: learning effectiveness, Paket B, tutors, knowledge, skill, attitude
RINGKASAN TETI HARYATI. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan Pembelajaran Program Kejar Paket B Setara SLTP ( Studi Kasus PKBM Citra Pakuan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor). Dibimbing oleh RICHARD W.E. LUMINTANG, dan DJOKO SUSANTO. Salah satu tugas Pemerintah dalam bidang pendidikan adalah memberikan pelayanan pendidikan yang baik dan merata kepada masyarakat. Program Kejar Paket B diselenggarakan untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun, dengan perioritas usia 16 sampai 44 tahun bagi masyarakat yang terkendala ( ekonomi, potensi, waktu, geografi, dan hukum). Kegiatan pendidikan yang diadakan di Program Kejar Paket B setara SLTP adalah 60 persen pelajaran dan 40 persen kecakapan hidup. Tujuan Program Kejar Paket B setara SLTP adalah menyiapkan warga belajar untuk mampu mendapatkan peluang melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan mendapatkan peluang kerja. Tujuan penelitian adalah menemukan hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal warga belajar dengan efektivitas pembelajaran Kejar Paket B dikaji dari perubahan perilaku warga belajar dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional. Penentuan lokasi dilakukan dengan cara sengaja, yaitu di Kejar Paket B, PKBM Citra Pakuan, kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai dengan April 2007. Populasi sebanyak 40 orang dan sampel diambil secara acak sederhana sebanyak 31 orang lulusan. Uji analisis menggunakan analisis Korelasi Rank Spearman, untuk melihat hubungan antara faktor internal dan eksternal dengan efektifitas pembelajaran Kejar Paket B. Tingkat keefektivan pembelajaran dapat diukur berdasarkan pengetahuan, sikap, keterampilan. Pengetahuan mayoritas responden tergolong kategori tinggi, Sikap mayoritas responden tergolong kategori tinggi, dan Ketrampilan mayoritas responden tergolong kategori sedang. Faktor internal yang berhubungan nyata negatif dengan tingkat efektifitas pembelajaran adalah status sosial ekonomi keluarga. Faktor lainnya seperti usia, jenis kelamin, motivasi, dan pandangan warga belajar terhadap Paket B tidak berhubungan nyata dengan tingkat keefektivan pembelajaran Kejar Paket B. Faktor eksternal yang berhubungan nyata positif dengan tingkat keefektivan pembelajaran Paket B adalah materi pelajaran, kualitas pengajar, intensitas pengajaran, dorongan orangtua, dan peluang kerja. Faktor fasilitas, jarak, dan peluang sekolah tidak berhubungan nyata dengan tingkat keefektivan pembelajaran.
Kata kunci: keefektivan pembelajaran, Paket B, tutor, pengetahuan, sikap, keterampilan
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEEFEKTIVAN PEMBELAJARAN KEJAR PAKET B SETARA SLTP (Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor)
TETI HARYATI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Tesis Nama NIM
: Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan Pembelajaran Program Kejar Paket B : Teti Haryati : P 051050041
Disetujui Komisi Pembimbing
Ir. Richard W. E Lumintang, MSEA Ketua
Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM.APU Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, M.Sc
Tanggal lulus: 14 Agustus 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 18 Juli 2007
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor, Jawa Barat, tanggal 20 Maret 1974, putri ke 2 dari 2 bersaudara keluarga Suaryanti dan alm. Bakri Mansyur. Riwayat pendidikan, penulis menyelesaikan Sekolah Dasar tahun 1987 SD Dramaga 05 Bogor, Sekolah Menengah Pertama tahun 1990 di SMP Pembangunan 1 Bogor, Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas tahun 1993 di SMEA YZA 2 Bogor, dan menyelesaikan Program Sarjana tahun 1999 di IKIP Jakarta, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan. Pada tahun 2005 penulis berkesempatan melanjutkan ke Program Pascasarjana pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah bekerja di PT Carokodono Adhi Wedha (Intan Pariwara) Bogor, selama satu tahun pada tahun 1994. Bekerja sebagai staf pengajar di Sekolah Kejuruan Program Kesekretarisan selama satu tahun pada tahun 2000, dan sebagai staf tidak tetap di LPSDM- IPB sampai tahun 2005.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................... Identifikasi Masalah............................................................................ Pembatasan Masalah ........................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................ Tujuan Penelitian ................................................................................ Manfaat Penelitian ..............................................................................
1 4 5 5 5 5
TINJAUAN PUSTAKA Program Kejar Paket B merupakan bagian Pendidikan Luar Sekolah Proses Penyelenggaraan Kejar Paket B .............................................. Proses Belajar ..................................................................................... Faktor-faktor yang Mempengaruhi dengan Proses Belajar ................ Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan Pembelajaran Hakekat Keefektivan Kelompok Belajar Paket B...............................
7 9 15 16 18 29
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir .............................................................................. Hipotesis Penelitian ............................................................................
30 31
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian.......................................................................... Lokasi Penelitian ................................................................................ Populasi dan Sampel ........................................................................... Instrumen Penelitian ........................................................................... Metode Pengumpulan Data................................................................. Analisis Data ....................................................................................... Definisi Operasional, Peubah, dan Pengukurannya ...........................
32 32 33 33 35 35 36
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................... Gambaran Umum PKBM Citra Pakuan ............................................. Deskripsi Faktor Internal, Eksternal, dan Keefektivan Pembelajaran Hubungan Faktor Internal dengan keefektivan Pembelajaran .......... Hubungan Faktor Eksternal dengan Keefektivan Pembelajaran ........
40 44 49 60 63
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
69
LAMPIRAN ...........................................................................................................
72
ix
DAFTAR TABEL Halaman
1 Hasil Uji Reliabilitas ........................................................................................ 34 2 Pengukuran Peubah Faktor Internal Warga Belajar ........................................ 36 3 Pengukuran Peubah Faktor Eksternal Warga Belajar ...................................... 37 4 Pengukuran Peubah Tingkat Keefektifan pembelajaran Kejar Paket B........... 39 5 Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007 ............. 41 6 Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2007 ........................ 42 7 Angka Partisipasi Masyarakat terhadap Pendidikan Tahun 2007 ................... 42 8 Keadaan Penduduk menurut aktivitas ekonomi .............................................. 43 9 Sarana dan Prasarana PKBM Citra Pakuan ..................................................... 46 10 Prestasi kegiatan perlombaan PKBM Citra Pakuan ...................................... 49 11 Jumlah responden menurut usia ....................................................................... 49 12 Pandangan warga belajar terhadap Paket B ..................................................... 51 13 Motivasi .......................................................................................................... 52 14 Fasilitas ........................................................................................................... 53 15 Materi ............................................................................................................. 54 16 Kualitas Pengajar ............................................................................................. 55 17 Intensitas Pengajaran ........................................................................................ 56 18 Lokasi pembelajaran ........................................................................................ 56 19 Pengetahuan ..................................................................................................... 58 20 Ketrampilan ...................................................................................................... 60 21 Hubungan silang faktor internal dengan keefektivan pembelajaran ............... 60 22 Hubungan silang faktor eksternal dengan keefektivan pembelajaran ........... 63
x
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kuesioner Penelitian ........................................................................................ 72 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................................. 80 3 Foto Kegiatan Pembelajaran Kejar Paket B………………………… .............. 84 4 Pemerataan dan Perluasan Akses Melalui Diversifikasi Layanan……… ....... 85
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Tugas pemerintah dalam bidang pendidikan berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengenal tiga jalur pendidikan, yaitu jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal. Pendidikan non-formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan pendidikan sepanjang hayat. Upaya memberikan pelayanan pendidikan dasar bagi semua anak Indonesia, terutama untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, secara berkesinambungan membutuhkan data pendidikan yang akurat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya), tepat guna (sesuai dengan kebutuhan peningkatan fungsi pemerintahan dalam pembangunan pendidikan), dan tepat waktu (tersedia pada saat dibutuhkan) sebagai acuan dalam mengambil kebijakan daerah maupun nasional. Berdasarkan data di BPS dan Informasi Pendidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Tahun 2004, data jumlah siswa putus sekolah dan tidak melanjutkan sekolah atau putus lanjut, berdasarkan kelompok usia antara lain: 1. Program Kejar Paket A, putus SD atau MI kelompok usia 7 -12 tahun sebanyak 198.244 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 583.487 orang, usia 16-18 tahun sebanyak 1.006.247 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 2.456.226 orang. Sedangkan tidak sekolah lagi SD/MI, usia 7 -12 tahun sebanyak 351.885 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 1.681.616 orang, usia 16-18 tahun sebanyak 2.778.856 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 6.772.376 orang. 2. Program Kejar Paket B, putus SMP/MTs kelompok usia 7 -12 tahun sebanyak 5.355 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 154.088 orang, usia 1618 tahun sebanyak 871.875 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 2.400.205
2
orang. Sedangkan Putus Lanjut SMP/MTs kelompok usia 7 -12 tahun sebanyak 8.807 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 316.403 orang, usia 1618 tahun sebanyak 2.320.360 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 5.703.202 orang. 3. Program Kejar Paket C, putus SMA/MA kelompok usia 7 -12 tahun dan usia 13-15 tahun tidak ada, usia 16-18 tahun sebanyak 353.795 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 4.624.512 orang. Sedangkan putus
lanjut
SMA/MA kelompok usia 7 -12 tahun dan usia 13-15 tahun tidak ada, usia 16-18 tahun sebanyak 605.905 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 7.220.647 orang ( Data BPS. 2004). Berdasarkan data di atas, menunjukkan bahwa masih banyak anak usia sekolah yang belum terlayani untuk kesempatan meraih pendidikan yang baik. Pelayanan pendidikan dasar terasa semakin berat karena adanya berbagai kendala yang muncul seperti konflik sosial di berbagai daerah yang mengakibatkan pengungsian, atau bencana alam. Hal ini diperparah dengan kondisi ekonomi masyarakat yang semakin sulit sehingga berdampak pada perubahan perilaku dan pola pikir masyarakat, di mana salah satu akibatnya adalah bertambahnya jumlah anak putus sekolah.
Anak putus sekolah disebabkan antara lain oleh:
(1)
Penduduk yang terkendala waktu untuk sekolah, seperti pengrajin, buruh, dan pekerja lainnya, 2) Penduduk terkendala geografi, adalah etnik minoritas, suku terasing dan terisolir, (3) Kendala ekonomi seperti penduduk miskin dari kalangan nelayan, petani, penduduk kumuh dan miskin perkotaan, pekerja rumah tangga, dan tenaga kerja wanita, (4). Faktor keyakinan seperti warga pondok pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah), (5) Bermasalah sosial/hukum seperti anak jalanan, anak Lapas, dan korban Napza. Salah satu alternatif program pendidikan yang sudah ditetapkan untuk menangani permasalahan tersebut adalah Program Kejar Paket B Setara SLTP. Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu Program Pendidikan Dasar yang diselenggarakan melalui jalur Pendidikan Luar Sekolah.
Program ini
dikembangkan setara dengan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
3
Undang-undang No. 2 tahun 1989 dan PP No. 73 Tahun 1991 diterbitkan, Kejar Paket B dirancang untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi warga masyarakat yang telah selesai belajar Kejar Paket A tanpa mempertimbangkan usia warga belajar, dengan titik berat pendidikan ditekankan pada penguasaan keterampilan yang dapat diandalkan sebagai bekal untuk mencari nafkah. Pendidikan Kesetaraan merupakan pendidikan jalur non-formal yang mencakup program Paket A setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTs, dan Paket C setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik. Hasil pendidikan non-formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (UU No 20/2003 Sisdiknas Psl 26 Ayat (6). Setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan Paket A, Paket B, atau Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA untuk dapat mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi. Status kelulusan Paket C mempunyai hak eligibilitas yang setara dengan pendidikan formal dalam memasuki lapangan kerja. Implikasi dari hal ini ialah bahwa Kejar Paket A, Kejar Paket B, dan Kejar Paket C yang telah berjalan perlu adanya berbagai penyesuaian. Penyesuaian yang harus dilakukan khususnya untuk Program Kejar Paket B setara SLTP, antara lain: Sasaran Paket B diutamakan; (1) lulus Paket A/ SD/MI, belum menempuh pendidikan di SMP/MTs dengan prioritas kelompok usia 15-44 tahun, putus SMP/MTs, tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri, tidak dapat bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum, dan keyakinan), (2) Kurikulum Paket B disusun berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi 2004 yang dengan sendirinya modul-modul Paket B yang telah ada disempurnakan berdasarkan kurikulum yang dimaksud, (3) sistem penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dikembangkan dengan sistem schoolbased atau sekolah sebagai pangkalan belajar, (4) pola pendanaan diupayakan dapat memenuhi kebutuhan minimum yang diperlukan dan tidak ada lagi penyediaan dana belajar secara khusus, (5) evaluasi proses dan hasil belajar
4
diperkuat
melalui
penyediaan
biaya
khusus
(Modul
petunjuk
teknis
penyelenggaraan Paket B setara SLTP. Tahun 2004). Bogor merupakan suatu kota di Propinsi Jawa Barat yang banyak menyelenggarakan Kelompok Belajar Paket B Setara
SLTP dengan banyak
variasi, karena latar belakang peserta didik yang heterogen. Jumlah Paket B Setara SLTP yang berada di kota Bogor sebanyak 610 buah yang tersebar di enam wilayah, antara lain: Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Tanah Sareal (Kabid Diklusepora Kota Bogor, 2006).
Identifikasi Masalah Berbagai penyesuaian telah dilakukan untuk menyempurnakan Program Kejar Paket B agar dapat melembaga di masyarakat sehingga dapat diketahui secara pasti peranannya dalam mendukung Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
Namun demikian masih terdapat permasalahan
menyangkut kelanjutan Program Kejar Paket B tersebut antara lain: 1. Masih sedikitnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang mau menerima lulusan Kejar Paket B, karena kualitas program ini masih diragukan untuk disetarakan dengan pendidikan formal. 2. Masih kurangnya minat masyarakat untuk memanfaatkan program ini sebagai wahana alternatif pendidikan yang efektif. 3. Program Kejar Paket B masih dipandang sebagai pendidikan kelas dua oleh masyarakat, sehingga banyak peserta didik Program Kejar Paket B merasa rendah diri, terutama bila peserta didik akan melanjutkan pendidikannya ke sekolah formal. 4. Adanya anggapan bahwa Program Paket B tidak dapat menjawab kebutuhan nyata dari peserta atau warga belajar sehingga tidak melahirkan motivasi atau minat yang kuat dari peserta didik. Mengingat persepsi pihak Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), warga belajar, dan masyarakat yang kurang kondusif terhadap pengembangan Program Kejar Paket B, maka perlu dilakukan pengkajian tentang keefektivan pembelajaran program ini, apakah program ini sudah efektif menyelesaikan permasalahan yang ada.
5
Pembatasan Masalah Penelitian ini membatasi pada permasalahan menemukan keefektivan (pembelajaran Kejar Paket B) dan faktor-faktor yang berhubungan. Mengingat luasnya dimensi keefektivan pembelajaran sebuah program pendidikan, maka dalam penelitian ini keefektivan dinilai dari perubahan yang terjadi pada warga belajar dilihat dari aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran warga belajar terdiri atas: faktor internal atau individu warga belajar (usia warga belajar, jenis kelamin, status sosial ekonomi orang tua, motivasi, pandangan warga belajar terhadap paket B), dan faktor eksternal (kualitas pengajar, intensitas pengajaran, materi belajar, fasilitas belajar, dorongan orang tua, lokasi pembelajaran dan peluang mendapatkan kerja serta melanjutkan sekolah).
Perumusan Masalah Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab permasalahan inti Program Kejar Paket B Setara SLTP, yaitu faktor-faktor apa yang berhubungan dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B.
Pemahaman terhadap faktor-faktor
tersebut diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan Program Kejar Paket B dan menemukan langkah-langkah untuk meningkatkan keefektivannya.
Tujuan Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Menemukan hubungan antara faktor-faktor internal dan eksternal warga belajar dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B dikaji dari perubahan perilaku warga belajar dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan melalui Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan bagi Dinas
6
Pendidikan Kabupaten Bogor untuk menghasilkan kebijakan Program paket B yang lebih efektif dan bermutu. 2. Bagi Peneliti dan Penyelenggara, dapat dijadikan salah satu bahan belajar (lessons learned) untuk langkah pengembangannya. 3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi yang obyektif tentang Program Kejar paket B Setara SLTP yang gilirannya dapat meningkatkan partisipasi masyarakat.
7
TINJAUAN PUSTAKA Program Kejar Paket B sebagai bagian Pendidikan Luar Sekolah Pada akhir abad ke XX, kita dihadapkan pada suatu aliran baru sekitar pendidikan
non-formal.
Munculnya
aliran
baru
ini,
secara
khusus
mempermasalahkan pendidikan dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat pedesaan di dunia ketiga atau
di negara-negara sedang
berkembang dengan counter attack terhadap kelemahan-kelemahan pendidikan formal yang dianggap gagal dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi penduduk pedesaan. Tersedianya lembaga-lembaga pendidikan formal atau persekolahan telah dikritik oleh banyak ahli, karena di samping menghabiskan dana
dalam
jumlah
besar,
kehadirannya
dianggap
hanya
untuk
mempertahankan supremasinya bagi segolongan kecil masyarakat (Sudomo, 1987). Penganut aliran baru ini, adalah mereka yang menjadi pembela masyarakat lemah yang mayoritas penduduknya tinggal di pedesaan dan tidak berdaya serta telah dikuasai oleh mereka yang kuat. Di antara aturan baru tersebut, muncul nama-nama seperti; (1) Coombs dan Manzoor (1974) yang menghubungkan pendidikan non-formal dengan penanggulangan kemiskinan di daerah pedesaan, dan mereka juga mengatakan bila bentuk pendidikan formal tidak mampu dilakukan oleh penduduk miskin, maka pemerintah negara berkembanglah yang harus membuat kebijakan pendidikan untuk mengatasi kelangkaan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan perbaikan kesehatan serta gizi; (2) Freire (1972), menganggap sekolah sebagai tempat pendidikan bagi kaum yang tertindas. Selain nama-nama tersebut di atas, beberapa pakar dari Indonesia menganut paham yang sama, di antaranya; (1) Slamet (1986), menyatakan bahwa pendidikan formal bukan satu-satunya jalan untuk meningkatkan upaya pembangunan masyarakat, akan tetapi perlu didukung oleh pendidikan nonformal secara terpadu yang menjangkau sasaran masyarakat yang luas. Pendidikan non-formal mempunyai peranan penting, khususnya dalam meningkatkan kemampuan mental, kemampuan intelektual dan kemampuan
8
bertindak bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, guna meningkatkan kesejahteraan khususnya di daerah pedesaan; dan (2) Sudjana (1981) bahkan telah merinci manfaat pendidikan non-formal, yang merupakan altematif dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan di pedesaan, baik yang disebabkan oleh keterbatasan pendidikan formal, maupun usaha untuk mencari bentuk atau aliran yang cocok bagi masyarakat kita. Sihombing (2000) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan non-formal, di antaranya; (1) adanya kebutuhan masyarakat
akan pendidikan non-formal; (2) kesediaan mendengar suara
masyarakat; (3) kelenturan program pembelajaran yang selalu siap disesuaikan dengan
kebutuhan
calon
warga
belajar;
(4)
keanekaragaman program
pembelajaran membuka peluang luas bagi setiap warga belajar untuk memilih program yang sesuai; (5) program pembelajaran yang tidak dirancang untuk mengejar ijazah tetapi untuk kebermaknaan bagi masyarakat; (6) kurikulum dikembangkan sesuai dengan kebutuhan warga belajar bukan ilusi para perencana program; (7) program kegiatan belajar dikelola oleh masyarakat; dan (8) arah yang jelas dari setiap program yaitu membuat warga belajar menjadi bisa bukan menjadi tahu atau disebut belajar untuk hidup, bukan belajar untuk belajar. Pendidikan non-formal dapat berupa Program Pemberantasan Buta Aksara, Program Paket A Setara SD, Program Paket B Setara SLTP, Program Paket C Setara SLTA, Program Kejar Usaha, Program Magang, Program PADU,
Program
Kursus,
PKBM,
Program
Kepemudaan,
Program
Kewirausahaan Pemuda, Program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP-3), Program Kegiatan Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP). Sasaran dan tujuannya untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan masyarakat seperti: kaum petani, pengrajin, nelayan, buruh, pengusaha kecil, pedagang dan sebagainya. Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu Program Pendidikan
Non-formal.
Program
Kejar
paket
B
Setara
SLTP
diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Maju mundurnya Program Kejar Paket B Setara SLTP tergantung kesungguhan pengelola, partisipasi
9
warga belajar, dan dukungan masyarakat sekitarnya terhadap eksistensi dan kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara Program Kejar Paket B. Sedangkan pemerintah lebih berfungsi sebagai fasilisator dan motivator saja. Pendekatan ini dilakukan untuk menghindari kesalahan model pembangunan yang selama ini cenderung bersifat top down yang umumnya tidak didasarkan pada identifikasi potensi dan permasalahan yang aktual dan realis. Selain Program Kejar Paket B, bentuk pendidikan non-formal yang dikembangkan Direktorat Pendidikan Masyarakat Depdiknas, menurut Ella (2007), meliputi: kelompok belajar Paket A, dan Paket C, yang juga menitik beratkan pada pendidikan dasar yang diintegrasikan dengan mata pencaharian; (1) kelompok usaha, menitik beratkan pada ketrampilan belajar dan berusaha; (2) kursus ketrampilan yang dapat digunakan sebagai sarana untuk membuka dan memasuki lapangan kerja; (3) program magang yang menekankan pada kegiatan bekerja, berusaha sambil belajar; dan (4) program belajar mandiri, menitik beratkan pada peningkatan kemampuan masyarakat terhadap penguasaan mata pencaharian tertentu.
Proses Penyelenggaraan Kejar Paket B Setara SLTP Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu program pendidikan dasar yang di selenggarakan melalui jalur Pendidikan Luar Sekolah. Program ini dikembangkan setara dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), yang keberadaannya di pertegas pada pasal 18, peraturan pemerintah No. 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah. Adapun dasar penyelenggaraannya sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0576/U/1990 tanggal 1 September 1990, DIP dan Petunjuk Operasional Proyek Pendidikan Luar Sekolah tahun anggaran 1994/1995, GBHN tahun 1993, dan Undang-undang No. 2 tahun 1989 pasal 6 dan 14. Kejar Paket B Setara SLTP dirancang untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi warga masyarakat yang telah selesai belajar paket A tanpa mempertimbangkan usia warga belajar, dengan titik berat pendidikan ditekankan pada penguasaan keterampilan yang dapat diandalkan sebagai bekal untuk mencari nafkah, serta berdasarkan atas kebijaksanaan pemerintah tentang Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun yang
10
dimulai pada tahun pertama pelita VI pembangunan jangka panjang. Tahap kedua (PJP II) Paket B ditetapkan sebagai salah satu pendukung Program Wajib Belajar yang setara dengan SLTP.
Perencanaan Program Perencanaan
merupakan
kegiatan
awal
yang
dilakukan
untuk
memperhitungkan kelayakan sasaran yang harus dilayani, serta dukungandukungan lain yang diperlukan guna mencapai tujuan program. Perencanaan perlu dilakukan karena terbatasnya dana yang tersedia. Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan program kejar Paket B Setara SLTP mencakup kegiatan pengumpulan dan analisis data dasar (data calon warga belajar, cara memperoleh data, seleksi, alat yang digunakan, pelaksana) calon warga belajar, tutor, pengelola, lokasi, dan tata cara pengusulan program.
Pelaksanaan Program Kejar Paket B Setara SLTP Dalam penyelenggaraan Program Kejar Paket B Setara SLTP semua unsur dalam sistem Paket B harus berjalan sesuai dengan peran masing-masing. Unsur itu terdiri dari warga belajar, tutor, penyelenggara, pengelola program, dan pembina program di semua tingkatan. Adapun uraian daripada masing-masing unsur yang ada pada Program Kejar Paket B Setara SLTP antara lain: (1) Warga Belajar ditetapkan tiap kelompok belajar sekitar 20 orang warga belajar, mereka terdiri dari siswa lulusan SD yang tidak melanjutkan dan siswa putus sekolah SLTP dalam batas usia 16-44 tahun, warga belajar yang telah menyelesaikan paket A. Tugas dari pada Warga belajar Paket B adalah mengikuti acara kegiatan belajar yang telah ditetapkan secara teratur dan terus menerus, belajar sendiri dimana berada dan diluar acara belajar, memelihara hubungan baik dengan sesama Warga Belajar, tutor, pengelola, penyelenggara dan pembina. Fungsi Warga belajar dalam Program Kejar Paket B sebagai peserta didik yang dengan penuh kesadaran selalu berusaha mengikuti program belajar untuk kepentingan diri sendiri sampai memiliki pendidikan yang setara SLTP. Tanggungjawab yang harus dimiliki warga belajar adalah mengatur diri sendiri agar selalu dapat menyisihkan sebagian
11
waktunya untuk mengikuti program belajar secara bersama dalam kelompok dan belajar sendiri, kapan dan dimana saja berada serta memelihara fasilitas yang diberikan. Hak warga yang diperoleh warga belajar adalah mengikuti kegiatan belajar dalam kelompok belajar, mengikuti tes hasil belajar berdasarkan ketentuan yang berlaku, memperoleh bahan-bahan belajar, memilih pendidikan keterampilan dan agama sesuai dengan pilihannya, memperoleh pelayanan baik dari tutor, penyelenggara, pengelola dan pembina. Kemudian sanksi yang diberikan kepada warga belajar adalah apabila warga belajar tidak mentaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, dikeluarkan dari kelompok belajar. (2) Setiap kelompok belajar yang terdiri 20 orang warga belajar dibantu oleh enam orang tutor. Tutor utama terdiri dari tutor bidang study: Matematika IPA, Bahasa Indonesia, IPS Pancasila dan kewarganegaraan, sedangkan bidang study lainnya dirangkap oleh keenam tutor, pengelola, dan pembina. Tugas tutor adalah mengajar, membimbing dan melatih warga belajar sesuai dengan bidang study yang diajarkan, menyusun program belajar yang akan diajarkan, membuat bahan belajar pelengkap yang berisi muatan lokal, menilai kemampuan warga belajar. Fungsi daripada tutor adalah sebagai tenaga
pendidik
dalam
program
Kejar
Paket
B
yang
memiliki
tanggungjawab mengajarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap warga belajar sehingga mampu menguasai pelajaran yang diajarkan. Adapun hak tutor adalah; a. Mengikuti latihan tutor Paket B yang diselenggarakan oleh pemerintah, b. Memperoleh imbalan Rp. 125.000/bulan dan lainnya yang sah, c. Perlakuan baik dan perlindungan hukum, d. Saran untuk perbaikan program Peket B, e. Memperoleh tanda penghargaan. Apabila tutor melakukan kesalahan maka sanksi yang diberikan adalah dikeluarkan sebagai tutor dalam kejar Paket B. (3) Penyelenggara Program Kejar Paket B adalah organisasi/lembaga yang bertanggungjawab terhadap kelangsungan kelompok belajar Paket B. Tugas penyelenggara adalah;
12
a. Mendorong warga belajar agar aktif belajar baik dalam kelompok belajar maupun belajar sendiri di luar kelompok belajar, b. Menyediakan fasilitas yang diperlukan seperti tempat belajar, alat belajar, serta bahan-bahan belajar pelengkap yang diperlukan warga belajar, c. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan belajar kepada pembina paket B tiap satu bulan sekali, d. Membina hubungan baik dengan tutor, pengelola, pembina, e. Menilai keaktifan belajar warga belajar dan tutor dalam membantu proses belajar, f. Memantau pelaksanaan proses belajar. Fungsi penyelenggara yaitu mengatur acara kegiatan belajar dan membantu pelaksanaannya, serta sebagai sumber informasi tentang proses pelaksanaan kegiatan belajar Paket B. Sedangkan tanggungjawabnya tutor menjamin keberhasilan pelaksanaan program Kejar Paket B. Sanksi dilakukan apabila penyelenggara dinilai oleh pengelola tidak dapat melaksanakan tugasnya maka tugas diambil alih oleh pengelola dan penyelenggara harus mempertanggungjawabkan semua aset dana dan fasilitas yang diberikan. (4) Pengelola program adalah kepala, wakil kepala atau guru sekolah yang dapat memilih dan mengarahkan tutor dan fasilitator yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan program. Pengelola membawahi 3 penyelenggara program Peket B, semua tutor dan fasilitator. Tugas pengelola program meliputi: a. Menyusun peta sasaran program, b. Menyusun daftar peserta belajar, c. Memberikan bimbingan teknis mengusahakan kebutuhan fasilitas yang diperlukan seperti tenaga fasilitator, d. Memilih dan mengatur tenaga-tenaga tutor, e. Menyusun laporan tentang kemajuan penyelenggara. Pengelola program berfungsi sebagai organisator dan penyelenggara Program Kejar Paket B . Hak yang dimiliki oleh pengelola program antara lain memilih dan menilai tugas tutor, penyelenggara dan fasilitator,
13
mengusulkan pelaksanaan program Kejar Paket B. Sanksi yang diterapkan apabila pengelola tidak dapat memenuhi tugasnya diganti melalui tatacara yang telah ditetapkan. (5) Penilik Pendidikan Luar Sekolah berperan sebagai pembina dan pengawas pelaksanaan Kejar Paket B. Tugas Penilik Dikmas yaitu memantau, mensupervisi, menilai dan melaporkan kepada Kancam Dikbud dan Kepala Seksi Dikmas tentang kemajuan Kejar Paket B. Kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu: a. Membuat daftar peserta program untuk setiap angkatan disetiap lokasi, b. Memantau, mensupervsi, mengawasi, menilai dan mengendalikan pelaksanaan program, c. Mengadakan kontak kerja sama dengan pengelola pada kasi Dikmas, d. Mengkoordinir penyusunan dan penyelenggaraan tes hasil belajar warga belajar. Hak yang dimiliki antara lain: a. memperoleh biaya berdasarkan ketentuan yang berlaku, b. mengusulkan
pada
Kasi
Dikmas
untuk
mengganti
pengelola,
penyelenggara dan tutor jika dinilai tidak dapat melaksanakan tugasnya, c. mengikut latihan yang berkaitan dengan program Paket B, d. menetapkan calon-calon tutor yang diikut sertakan dalam latihan, e. menelah dan menyetujui usulan dari pengelola dan penyelenggara dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Paket B. (6) Kepala Desa/Lurah dan Camat berperan sebagai pembina tingkat desa dan berkewajiban membantu suksesnya penyelenggaraan kejar paket B. Camat berperan sebagai pembina tingkat kecamatan dan memberikan pelayanan terhadap kemudahan dalam memenuhi kebutuhan administratif yang diperlukan oleh pengelola, penyelenggara, dan tutor.
Tindak Lanjut (SPEM) Dalam Pendidikan Luar Sekolah (non-formal), SPEM (supervisi, pelaporan, evaluasi, dan monitoring) berfungsi sebagai upaya untuk melacak dan membekali tentang proses pelaksanaan Program. Dengan kata lain SPEM
14
berperan untuk mencari dan menemukan masalah atau hambatan-hambatan yang dialami dalam setiap pelaksanaan program yang selanjutnya sedini mungkin dapat dicarikan jalan keluarnya atau solusinya. SPEM terdiri dari: (1) Supervisi yang berarti suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memberikan bantuan teknis kepada para petugas maupun bukan petugas yang secara langsung berperan dalam pelaksanaan program Kejar paket B. Setiap supervisi harus jelas masalahnya, tepat materi yang diberikan, cara penyampaiannya serta tindak lanjutnya. Setiap petugas yang bertugas memberikan bantuan teknis harus benar-benar petugas yang menguasai masalah serta dapat menyiapkan seperangkat alat yang akan digunakan dalam memberikan bantuan teknis. (2) Pelaporan adalah suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi, selanjutnya disusun secara sistematis dan dilaporkan pada petugas yang berhak diberikan laporan. (3) Evaluasi adalah suatu kegiatan pengukuran, penilaian terhadap kemampuan warga belajar berdasarkan atas materi pelajaran yang sedang dan telah dipelajari. Tujuan daripada evaluasi ini untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kemajuan belajar warga belajar serta efesiensi penyelenggara program belajar. Evaluasi program Kejar Paket B ini dilakukan dengan cara evaluasi hasil belajar warga belajar yang bertujuan untuk menguji kemampuan belajar warga belajar terhadap materi-materi pelajaran yang telah dipelajari yang dilakukan dua kali dalam satu semester ( enam bulan), sedangkan evaluasi yang kedua adalah evaluasi penyelenggaraan program. Evaluasi ini lebih menekankan pada study kasus tentang sistem penyelenggaraan Kejar Paket B yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang proses pelaksanaan belajar mengajar Paket B berdasarkan atas petunjuk yang ditetapkan, selanjutnya diperoleh rekomendasi perbaikan sebagai masukan untuk mengambil keputusan. (4) Monitoring adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mengikuti perkembangan jalannya program belajar mengajar Paket B secara teratur dan terus menerus. Monitoring bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin
15
tentang hambatan-hambata yang terjadi, sehingga secepatnya dapat dicarikan pemecahannya.
Proses Belajar Houle dalam Soedijanto (1994) menyatakan bahwa proses belajar adalah
proses
aktif
yang
menghasilkan
perubahan
perilaku,
baik
pengetahuan, keterampilan dan perasaan. Menurut Van den Ban dan Hawkins dalam Zulvera (2000), proses belajar adalah pekerjaan menyimpulkan atau meperbaiki kemampuan untuk membentuk suatu pola perilaku yang diperoleh melalui pengalaman dan praktek. Soedijanto (1994) mengemukakan bahwa proses belajar adalah usaha aktif seseorang yang dilakukan secara sadar atau tidak, untuk merubah perbuatannya,
perilakunya
atau
kemampuannya
baik
pengetahuan,
keterampilan, maupun perasaan, dimana hasilnya dapat benar atau salah. Belajar adalah proses mental yang aktif yang terjadi pada seseorang individu, untuk menghasilkan perubahan perilaku orang yang bersangkutan. Lebih lanjut Asngari dalam Zulvera (2002) mengungkapkan bahwa ada tiga hal penting dalam proses belajar, yaitu: (1) Ada keaktifan dari individu yang belajar, (2) Terjadi proses internal atau proses mental, dan (3) Terjadi perubahan perilaku sebagai hasil aktifnya proses belajar tersebut. Perubahan pada orang belajar tersebut dapat terjadi pada kawasan kognitif, kawasan psikomotorik, dan kawasan afektif. Bertitik tolak dari pemahaman tentang proses belajar adalah usaha aktif yang dilakukan oleh setiap individu untuk mengubah perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan). Mardikanto (1993) menyatakan bahwa di dalam kegiatan, setiap individu yang belajar haruslah melakukan aktivitas, baik yang berupa aktifitas fisik (anggota badan, indera, otak), maupun aktifitas mental (perasaan, kesiapan). Lebih lanjut dijelaskan bahwa semakin banyak aktivitas yang dapat di tumbuhkan atau dilaksanakan oleh individu yang belajar, sampai dengan batas tertentu, akan memberikan hasil belajar yang semakin baik.
16
Program Belajar Kejar Paket B Setara SLTP merupakan pendidikan nonformal, di mana proses belajar yang diterapkan tidak sama dengan pendidikan formal. Sasaran yang dituju adalah masyarakat/warga belajar yang belum tuntas mengecap pendidikan sembilan tahun. Dengan demikian maka penyelenggaraan program Kejar paket B tersebut harus diterapkan sesuai dengan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Kejar Paket B setara SLTP. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar menurut Soedijanto (1994), adalah: 1) Tujuan belajar adalah proses belajar
akan menjadi efektif kalau
mencapai tujuan belajar yang benar. Berkaitan dengan hal tersebut, maka tujuan belajar pada diri warga belajar perlu diperjelas, dibuat spesifik dan didasari oleh warga belajar. 2) Tingkat
aspirasi,
tingginya
tingkat
aspirasi
akan
mendorong
tumbuhnya proses belajar yang merupakan salah satu tindakan untuk mewujudkan aspirasi tersebut. Keberhasilan suatu proses belajar dalam mencapai suatu aspirasi akan menumbuhkan aspirasi baru yang lebih tinggi. 3) Pengetahuan tentang keberhasilan dan kegagalan proses belajar, akan mengakibatkan warga belajar merasa puas dan menjadi sumber motivasinya untuk belajar. 4) Pemahaman dari materi yang dipelajari, proses belajar sebagai aktifitas berfikir akan berjalan lancar kalau diperoleh pemahaman dari materi yang dipelajari. 5) Umur dan kapasitas belajar dari warga belajar merupakan faktor yang tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan suatu proses belajar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pencapaian tujuantujuan belajar menurut Klausmeier dan Goodwin dalam Soedijanto (1994), adalah: 1) Ciri-ciri warga belajar, meliputi: (a) kematangan mental dan kemampuan intelektualitas, (b) kematangan fisik dan kemampuan
17
psikomotorik, (c) ciri-ciri afektif, (d) sikap mental, (e) kesehatan, (f) umur, dan (g) jenis kelamin. 2) Ciri pengajar, meliputi: (a) bakat, (b) penguasaan materi, (c) penguasaan metode, (d) penampilan fisik, (e) sikap mental, (f) umur, (g) kesehatan, dan (h) jenis kelamin. 3) Mata ajaran, meliputi: (a) banyaknya mata ajaran, (b) besarnya mata ajaran, (c) kualitas mata ajaran, (d) urutan mata ajaran, (e) kegunaan mata ajaran, (f) pengorganisasian mata ajaran. 4) Fasilitas fisik yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar, meliputi: (a) alat bantu pengajaran, (b) alat peraga, (c) ruangan dan perlengkapannya, dan (d) sarana mobilitas. 5) Perilaku pengajar dan warga belajar, meliputi: (a) proses belajar, (b)metode mengajar, (c) interaksi pengajar dan warga belajar. 6) Faktor lingkungan yang mempengaruhi warga belajar, meliputi: (a) keluarga, (b) masyarakat lingkungan, dan (c) pengaruh kebudayaan secara luas. 7) Sifat kelompok warga belajar, meliputi: (a) besarnya kelompok, (b) homogenitas kelompok, (c) kekompakan kelompok, (d) struktur kelompok, (e) kepemimpinan kelompok, (f) perilaku kelompok, dan (g) sikap kelompok. Dalam penyelenggaraan pendidikan non-formal dapat dianalogikan bahwa ciri-ciri warga belajar adalah karakteristik dari warga belajar sebagai sasaran penyuluhan, ciri-ciri pengajar adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh tutor
atau
penyuluh
pendidikan
sebagai
fasilitator
dalam
kegiatan
pembelajaran pada pendidikan non-formal, mata ajaran adalah sifat materi yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran, dan sifat kelompok warga belajar adalah karakteristik dari kelompok belajar yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pendidikan jarang yang dilakukan secara individu, tetapi pada umumnya diselenggarakan dalam kelompok, agar terjadi interaksi warga belajar dengan pengajar
antara
(Soedijanto, 1994). Begitu juga dalam
18
kegiatan kelompok belajar paket B, dilakukan dalam bentuk kelompokkelompok yang terdiri atas beberapa warga belajar. Ciri-ciri pengajar merupakan faktor-faktor yang diharapkan dimiliki oleh penyuluh atau fasilitator dalam kegiatan penyuluhan. menurut Rogers dan Shoemaker (1971) sifat-sifat inovasi yang dianalogikan dengan sifat-sifat materi adalah: (1) keuntungan relatif yaitu tingkatan dimana suatu ide atau materi
baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada
sebelumnya, (b) kompatibilitas yaitu sejauhmana suatu materi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan penerima atau sasaran, (c) kompleksitas yaitu tingkat di mana suatu materi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan, (d) triabilitas yaitu tingkat di mana suatu materi dapat dicoba dengan skala kecil, dan (e) observabilitas yaitu tingkat dimana hasi-hasil suatu materi yang diberikan dapat di amati oleh orang lain.
Faktor-faktor yang Berhubungan Keefektivan Pembelajaran Faktor-faktor yang berhubungan dengan keefektivan pembelajaran dapat dikategorikan menjadi faktor internal dan faktor eksternal dari sudut warga belajar. Penjelasan masing-masing kategori adalah sebagai berikut:
Faktor Internal. Samson dalam Rakhmat (2001) menyatakan faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis. Karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui suatu prilaku dalam masyarakat. Usia warga belajar akan dipengaruhi pertumbuhan individu dalam aspek biologis maupun psikis. Pertumbuhan psikis akan ditunjukan pada kematangan aspek kejiwaan (kedewasaan). Powel (1983), menyatakan bahwa bertambahnya usia seseorang akan bertambah pengalamannya.
19
Jenis kelamin pelajar juga berpengaruh terhadap efisiensi belajar. Terdapat materi-materi pelajaran yang dapat diterima oleh pelajar wanita maupun pria. Tatapi kadang-kadang ada materi khusus untuk wanita. Hal semacam ini akan mempengaruhi kekuatan fisik yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Seorang pendidik harus mampu mengontrol jenis kelamin pelajar, misalnya sesuai dengan materi yang diajarkan. Pendidikan
merupakan
suatu
faktor
internal
individu
yang
memungkinkan seseorang dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Saharuddin (1987) mengatakan, "tingkat pendidikan seseorang berpengaruh pada partisipasi pada tingkat perencanaan”, oleh karena itu semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dapat diharapkan semakin baik pula cara berpikir dan cara bertindaknya.
Slamet (2003) mendefinisikan
pendidikan sebagai usaha untuk menghasilkan perubahan pada perilaku manusia. Faisal (1981), mengemukakan bahwa latar belakang pendidikan perlu dipertimbangkan, terutama dalam rangka penentuan titik berat dan teknik-teknik serta jalur penyampaian materi. Menurut Bloom dalam Mulyasa (2002) kognitif merupakan prilaku yang berkenaan dengan aspek intelektualitas dan pengetahuan seseorang, sedangkan afektif merupakan prilaku yang berkenaan dengan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu objek, suatu keadaan atau terhadap orang lain, dan psikomotor merupakan prilaku yang berkenaan dengan keterampilan seseorang mengerjakan sesuatu. Masyarakat sebagai manusia yang rasional sebelum memutuskan untuk berpartisipasi dalam pembangunan, didahului oleh masa belajar dan menilai manakala partisipasi itu mendatangkan manfaat bagi dirinya. Russell (1993:39) mengatakan bahwa pendidikan senantiasa mempunyai dua sasaran, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang lebih baik. Dalam pengertian sempit, pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Pengertian yang lebih luas pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang dapat memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Syah, 2002). Salam mengemukakan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha yang disadari untuk mengembangkan keperibadian
20
dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Berdasarkan penyelenggaraannya, pendidikan dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal. Motivasi, motivasi berasal dari dua kata ‘motif’ dan ‘asi’ (actio). Motif berarti dorongan dan asi berarti usaha sehingga motivasi bermakna usaha yang dilakukan
manusia
untuk
menimbulkan
dorongan
melakukan
tindakan
(Soedijanto, 1994). Pengertian motivasi yang disampaikan oleh para ahli. Menurut Rusyan dkk (1989; 99) yang memberikan pengertian: “Motivasi merupakan penggerak tingkah laku ke arah suatu tujuan dengan didasari oleh adanya suatu keinginan/kebutuhan. Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani. Berkaitan dengan kegiatan belajar, maka motivasi belajar berarti keseluruhan daya penggerak di dalam diri para siswa/warga belajar/peserta didik yang dapat menimbulkan, menjamin, dan memberikan arah pada kegiatan belajar, guna mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Motivasi belajar, maka siswa/warga belajar/peserta didik dapat mempunyai intensitas dan kesinambungan dalam proses pembelajaran/pendidikan yang diikuti. Timbulnya motivasi yang dapat menyebabkan seseorang menggerakkan perilaku karena adanya motivasi dari dalam dirinya. Motivasi ini lebih dipengaruhi oleh upaya untuk memenuhi kebutuhannya. Di samping itu juga karena adanya dorongan dan tuntutan serta pengaruh dari lingkungan luar untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Motivasi mempunyai peranan dan manfaat yang sangat penting dalam kelangsungan dan keberhasilan belajar yang dilaksanakan oleh setiap individu. Hal ini berarti semakin tinggi motivasi belajar yang dimiliki individu, maka akan semakin tinggi/besar pula prestasi dan hasil belajar yang akan dicapai.
21
Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain meliputi: cita-cita, kemampuan warga belajar, kondisi warga belajar, dan suasana lingkungan belajar. Adanya cita-cita, maka seseorang akan mempunyai arah dan tujuan yang mampu mengkonsolidasikan seluruh pikiran dan perasaan serta tindakannya mengarah kepada terwujudnya suatu keinginan. Kemampuan warga belajar merupakan kemampuan intelektual akademik yang dimiliki oleh warga belajar yang digunakan untuk mengolah dan memproses informasi yang diperoleh menjadi pengetahuan. Kondisi warga belajar yang meliputi kondisi fisik, psikis, dan indera yang akan mempengaruhi diri dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan. Teori ketidakcocokan kognitif menjelaskan ketegangan yang muncul pada saat manusia sadar adanya ketidakcocokan antara dua atau beberapa pengertian seperti persepsi-persepsi, sikap atau keyakinan. Teori motivasi keberhasilan ini menyelaraskan tentang pencapaian tujuan yang mengandung tiga faktor yaitu motif keberhasilan, kemungkinan keberhasilan dan nilai keberhasilan. Motivasi keberhasilan adalah dorongan untuk memenuhi keinginan yang mempengaruhi perilaku individu untuk melakukan aktivitas dengan cara lebih baik untuk mencapai tujuan. Aspek-aspek yang terkandung dalam motivasi keberhasilan sebagai berikut : (1) cenderung bertanggung jawab, (2) senang membahas kasus yang menantang, (3) menginginkan prestasi belajar yang lebih baik, (4) suka memecahkan masalah, (5) senang menerima umpan balik atas hasil karyannya, (6) senang berkompetisi untuk mencapai hasil belajar terbaik (7) senang membahas kasus-kasus sulit, dan (8) melakukan segala sesuatu dengan cara yang lebih baik dibandingkan dengan teman. Status sosial ekonomi, Status sosial ekonomi merupakan suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu di dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status. Suatu status, merupakan suatu fungsi yang memiliki peran dan posisi tertentu di dalam suatu kelompok. Semakin ke puncak suatu status makin umum pula kemampuan yang dimiliki seseorang. Status menunjukan tingkat seseorang
22
dalam sistem sosial yang dipersepsi oleh anggota masyarakat. Hal ini diadaptasi dari pengembangan penelitian sosial, Computerized Status Index (CSI). Status cenderung merujuk pada kondisi ekonomi dan sosial seseorang dalam kaitannya dengan jabatan (kekuasaan), dan peranan yang dimiliki orang bersangkutan di dalam masyarakat di mana ia menjadi anggota atau partisipan. Dengan demikian, pengertian tentang status cenderung memperlihatkan tingkat kedudukan seseorang dalam hubungannya dengan status orang lain berdasarkan suatu ukuran tertentu. Ukuran atau tolak ukur yang dipakai didasarkan pada salah satu atau kombinasi yang mencakup tingkat pendapatan, pendidikan, prestise atau kekuasaan.
Menurut Spencer dalam Sugihen (1996) status seseorang atau
sekelompok orang dapat ditentukan (untuk kebutuhan analisis) oleh suatu indeks. Indeks seperti ini dapat diperoleh dari jumlah rata-rata skor, misalnya, yang dicapai seseorang dalam masing-masing bidang, seperti pendidikan, pendapatan tahunan keluarga, dan pekerjaan dari kepala rumah tangga.
Faktor Eksternal. Faktor eksternal individu merupakan salah satu faktor yang penting dalam rangka megetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha. Menurut Samson dalam Rakhmat ( 2001) ; faktor eksternal individu adalah ciri-ciri yang dapat menekan seseorang, berasal dari luar dirinya. Fasilitas pendidikan adalah sarana dan prasarana untuk terlaksananya kegiatan pembelajaran dan kegiatan penunjangnya. Fasilitas tidak bisa diabaikan dalam proses pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran. Sebab, tanpa adanya fasilitas berupa sarana dan prasarana, maka pelaksanaan pendidikan tidak akan berjalan dengan baik. Secara garis besar, fasilitas pendidikan pada umumnya dan fasilitas pembelajaran pada khususnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut; (1) lahan, yaitu sebidang tanah yang digunakan untuk mendirikan bangunan sekolah; (2) ruang, yaitu tempat yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, kegiatan penunjang, dan kegiatan administrasi; (3) perabot, yaitu seperangkat bangku, meja, lemari, dan sejenisnya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, kegiatan penunjang, dan kegiatan administrasi; (4) alat, yaitu
23
sesuatu yang digunakan untuk membuat atau melaksanakan hal-hal tertentu bagi terselenggaranya kegiatan pembelajaran, kegiatan penunjang, dan kegiatan administrasi; (5) bahan praktik, yaitu semua jenis bahan alami clan buatan yang digunakan untuk praktik; (6) bahan ajar, yaitu sumber bacaan yang berisi tentang ilmu pengetahuan untuk menunjang kegiatan pembelajaran pada program normatif, adaptif, dan produktif, yang mencakup buku dan modul, yang terdiri atas buku pegangan, buku pelengkap, buku sumber (referensi), dan buku bacaan; (7) sarana olahraga, baik di luar maupun di dalam ruangan. Sekolah harus mampu mengelola sarana dan prasarana. Hal itu diperlukan dalam upaya menunjang terwujudnya tujuan yang sudah ditetapkan, yaitu; (1) perencanaan dan analisis kebutuhan, yaitu merinci rancangan
pembelian,
rehabilitasi, distribusi, sewa, atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan; (2) penganggaran, yaitu menentukan perincian dana yang diperlukan serta menetapkan program prioritas sesuai dengan kondisi biaya yang tersedia; (3) pengadaan, yaitu upaya sekolah dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana sebagaimana yang telah dirumuskan pada tahap perencanaan dan penganggaran; (4) penyimpanan dan penyaluran, yaitu upaya mengatur persediaan sarana dan prasarana di ruang penyimpanan, serta bagaimana menyalurkannya ke tempat pemakaian; (5) pemeliharaan, yaitu upaya untuk mengusahakan agar kondisi sarana dan prasarana yang tersedia tetap dalam kondisi baik, dengan cara merawat, menyempurnakan, atau merehabitasinya; (6) penghapusan, yaitu menghapus daftar inventaris barang-barang yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi, sesuai dengan peraturan yang ada. Fasilitas sekolah berupa sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk mewujudkan sekolah yang berprestasi. Karena itu, fasilitas sekolah tersebut selayaknya dilengkapi dan diperbaharui, sehingga membangkitkan gairah belajar bagi siswa dan gairah kerja bagi guru. Fasilitas sekolah satu sama lain saling mendukung ke arah pencapaian prestasi belajar yang maksimal. Materi
Pelajaran adalah sarana yang digunakan untuk mencapai
tujuan instruksional, bersama dengan prosedur didaktis dan media pengajaran, mata pelajaran membawa siswa ke tujuan instruksional, yang mempunyai aspek jenis perilaku dan aspek isi. Materi pelajaran dapat berupa macam-macam
24
bahan, seperti suatu naskah, persoalan, gambar, isi audiocassette, isi videocassette, preparat, topik perundingan dengan para siswa, jawaban dari siswa dan lain sebagain. Materi pelajaran adalah bahan yang digunakan untuk belajar dan yang membantu untuk mencapai tujuan instruksional, di mana siswa harus melakukan sesuatu terhadap sesuatu menurut jenis perilaku tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa:
1. Materi/bahan pelajaran bersifat lebih luas daripada aspek isi dalam tujuan instruksional
khusus,
karena
materi
pelajaran
mengilustrasikan,
menggariskan situasi dan kondisi, menyajikan contoh-contoh dan lain sebagainya. Selain itu, materi pelajaran dapat menolong membangkitkan motivasi belajar siswa dan mengaktifkan siswa, lebih-lebih bila para siswa mengerjakan suatu
tugas yang menyangkut materi pelajaran itu.
2. Materi/bahan pelajaran bukan hanya mencakup data, kejadian (peristiwa) dan relasi antara data, melainkan juga pengolahan oleh siswa. Sumbangan pikiran dan jawaban reletif dari siswa, bahkan sumbangan pertanyaannya, mencakup materi pelajaran. Semua itu, bersama-sama merupakan bahan yang digunakan untuk mencapai tujuan instruksional. 3. Materi/bahan pelajaran berbeda-beda menurut aspek perilaku yang dituntut dari siswa. Misalnya, tujuan "mengerti' bahwa orang harus berpikir kritis, dapat dicapai melalui materi seperti uraian tertulis mengenai berpikir kritis, uraian lisan oleh guru mengenai hal itu dengan disertai beberapa contoh, rangkaian pertanyaan yang ditujukan kepada siswa. "Menilai secara kritis" adalah jenis perilaku yang lain, yang dapat dicapai dengan menggunakan bahan seperti laporan dalam surat kabar tentang suatu peristiwa, yang dibaca oleh siswa lebih dahulu dan kemudian dirundingkan. 4. Materi/bahan pelajaran yang sama dapat digunakan untuk mencapai tujuan instruksional yang berbeda. Misalnya, suatu film tentang pencemaran lingkungan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui terjadinya polusi udara, air dan suara; memahami kaitan antara kemajuan di bidang teknologi dan pencemaran lingkungan; menilai baik-buruknya kemajuan di zaman
25
modern ini; bersikap menjamin kebersihan lingkungan hidup. 5. Tujuan instruksional yang sama dapat dicapai melalui materi pelajaran yang berbeda, yang mungkin pula dipeIajari dalam mata pelajaran-mata pelajaran yang berbeda. Misalnya, mengerti bahwa orang harus bekerja menurut metode yang tepat (tujuan instruksional), dapat dicapai melalui materi pelajaran dalam rangka bidang studi matematika, fisika dan ekonomi, di mana guru yang bersangkutan mengilustrasikan bahwa metode kerja yang salah akan menghasilkan jawaban atau pemecahan yang salah. Uraian di atas, kiranya sudah jelas bahwa guru harus mengadakan pilihan terhadap materi pelajaran yang tersedia atau dapat disediakan. Untuk mengadakan pilihan yang tepat, dibutuhkan sejumlah kriteria, berdasarkan kriteria itu dapat dipilih materi pelajaran yang sesuai. Adapun kriteria itu adalah; (1) materi/bahan pelajaran harus relevan terhadap tujuan instruksional yang harus dicapai. (2) materi pelajaran harus memungkinkan memperoleh jenis perilaku yang akan dituntut dari siswa, yaitu jenis perilaku di ranah kognitif, afek, atau psikomotorik, (3) materi pelajaran harus memungkinkan untuk menguasai tujuan instruksional menurut aspek isi, (4) materi pelajaran harus sesuai dalam taraf kesulitannya dengan kemampuan siswa untuk menerima dan mengolah bahan itu (Keadaan awal siswa yang aktual), (5) materi pelajaran harus dapat menunjang motivasi siswa, antara lain karena relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa, sejauh hal itu mungkin (keadaan awal siswa yang aktual), (6) materi pelajaran harus membantu untuk melibatkan did secara aktif, baik dengan berpikir sendiri maupun dengan melakukan berbagai kegiatan, (7) materi pelajaran harus sesuai dengan prosedur didaktis yang diikuti, (8) materi pelajaran harus sesuai dengan media pengajaran yang tersedia. Kualitas Pengajar. Profesi guru merupakan suatu bentuk pekerjaan yang elastis, yang harus disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman. Peningkatan kualitas guru harus senantiasa dilakukan untuk mengimbangi derasnya perkembangan dan perubahan zaman. Oleh karena
26
itu, upaya profesionalisasi harus terus diperhatikan oleh guru dalam rangka menuju profesi yang sebenarnya. Sutisna (1985), mendefinisikan istilah profesi dengan menunjuk kepada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, hanya dalam bentuk abstrak, namun menyediakan suatu status model pekerjaan yang bisa diperoleh bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisme dengan penuh, sedangkan istilah profesionalisme lebih mengarah kepada suatu bentuk pekerjaan yang menjadi bidang keahlian seseorang. Sementara Roslender (1992), mengemukakan lima indikator atau karakteristik suatu profesi, yaitu; (1) Mempunyai basis sistematik teori, maksudnya seseorang profesional harus memeiliki persyaratan latihan untuk meningkatkan kecakapan profesionalitas dengan suatu legalitas keputusan yang berkualitas; (2) Terwujud dan dapat menjadi jaminan untuk praktik dan bekerja di lapangan dan dapat dilihat serta ditunjukkan kepada masyarakat sebagai suatu jaminan pengaturan serta dapat digambarkan sebagai profesi; (3) Adanya suatu sangsi komunitas dan institusi atas pelanggaran profesi yang dilakukan; (4) Adanya kode etik tertentu; (5) Adanya pemikiran berbagai dimensi dari pengalaman hidup seseorang dalam setiap pekerjaannya. Suatu profesi itu memiliki karakteristik tersendiri, di antaranya menggunakan seluruh waktu untuk menjalankan pekerjaannya. Artinya, tidak menggunakan waktu untuk mengerjakan pekerjaan sambilan demi untuk mencari uang tambahan. Pekerjaan sebagai profesi merupakan panggilan hidup, tidak asal bekerja demi untuk mendapatkan upah atau gaji, namun merupakan suatu pekerjaan yang profesional. Guru secara profesional merupakan profesi atau jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus, karena jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, yang dalam posisinya berada di luar bidang kependidikan, meskipun kenyataannya masih juga dilakukan oleh orang-orang di luar kependidikan. Jenis profesi keguruan terkadang memiliki masalah, yakni tidak dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada siswa, kemanusiaan, dan masyarakat.
Suatu profesi harus berdasarkan kepada pengetahuan dan
keterampilan yang telah dipelajari. Karenanya, sebuah profesi harus terikat oleh kompetensi yang dimiliki, menyadari akan prestasi, dan merupakan suatu
27
pengabdian.
Suatu profesi juga harus memiliki otonomi (kebebasan untuk
menentukan sendiri) sehingga bisa bebas bekerja dengan kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru, dan guru tersebut sanggup mempertanggungjawabkan hasil pekerjaan yang dilakukannya. Melihat kenyataan seperti ini, guru terkadang belum mampu mewujudkan kerja profesional di sekolah. Hal ini disebabkan oleh iklim pendidikan di sekolah yang belum kondusif, rnisalnya guru yang digaji oleh pemerintah dengan gaji yang tetap sesuai golongannya menyebabkan ia mengajar dengan seadanya, tanpa melihat profesionalitas kerja. Sementara di sisi lain, mungkin seorang guru lebih disibukkan oleh kondisi kerja yang banyak dan beragam,sehingga menyita waktunya
untuk
mengajar
secara
maksimal,
atau
mungkin
kurangnya
pengawasan, baik dari kepala sekolah, pengawas/penilik sekolah, sehingga tuntutan mengajar tidak menjadi perhatian utama. Jika kondisi seperti ini banyak dialami disekolah, maka jelas bahwa sekolah sebenarnya sudah gagal menampilkan guru sebagai profesional untuk mewujudkan sekolah yang berprestasi. Seorang guru harus memiliki sikap -analistis dan mampu memperhatikan materi pelajaran serta kemampuan intelektual para siswa. Seorang guru harus mengembangkan pola perilaku yang demokratis, yaitu menghormati kepribadian orang per orang, memperhatikan kebebasan hak orang lain, bekerja sama dengan orang lain, menggunakan kecakapan-kecakapan yang dimiliki untuk memajukan kesejahteraan umum dan kemajuan sosial, lebih menghargai penggunaan kecerdasan secara efektif dalam memecahkan masalah daripada penggunaan kekerasan dan emosi, menyelidiki, menemukan, dan menerima kekurangankekurangan diri sendiri clan berusaha memperbaikinya, memikul tanggung jawab terhadap
tercapainya
cita-cita
clan
tujuan-tujuan
bersama
serta
lebih
mendahulukan kewajiban daripada hak, bersikap toleran, menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi yang selalu baik dan berkembang ke arah perbaikan serta kemajuan. Guru sebagai pengajar atau pendidik merupakan salah satu yang menjadi penentu keberhasilan setiap usaha pendidikan. Setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia, yang dihasilkan
28
dari usaha pendidikan, selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran guru dalam dunia pendidikan tersebut. Peluang Kerja dan Melanjutkan Sekolah, Pekerjaan merupakan sumber kesejahteraan hidup manusia. Menurut Suroto (1992) pekerjaan adalah kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa untuk di jual kepada orang lain di luar rumah tangganya, atau pasar, guna memperoleh pendapatan bagi keluarganya, pekerjaannya yang sesuai dengan nilai sosial yang berlaku. Kesempatan kerja (employment) adalah keadaan orang yang sedang mempunyai pekerjaan atau keadaan penggunaan tenaga kerja orang. Pengertian ini mempunyai dua unsur yaitu lapangan atau kesempatan kerja, dan orang yang diperkerjakan atau yang melakukan pekerjaan tersebut. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah pengangguran dalam jangka panjang adalah dengan membekali keterampilan yang dilakukan melalui jalur pendidikan formal (baik sekolah umum maupun kejuaruan) dan pendidikan luar sekolah atau pendidikan non-formal melalui berbagai bentuk latihan kerja atau salah satu yang sudah terpaket dalam kurikulum. Pendidikan yang relevan dengan kesempatan kerja adalah pendidikan yang mampu menyiapkan seluruh lulusannya untuk siap kerja (Rogers dan Shoemaker, 1971). Jhontson (1971) mengartikan relevansi pendidikan sebagai keberhasilan program pendidikan untuk menyiapkan lulusannya memasuki dunia kerja, artinya lulusan yang dihasilkan harus mempu mengerjakan sesuatu pekerjaan guna memperoleh nafkah bagi kehidupannya. Faktor utama yang menentukan tingkat relevansi setiap program pendidikan, terutama program Kejar Paket B adalah ketersediaan lapangan kerja yang membuka kesempatan bagi para lulusannya serta kesempatan melanjutkan sekolah kejenjang berikutnya. Secara konseptual, kesempatan kerja merupakan kesempatan yang ditawarkan kepada pencari kerja untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja pada lapangan kerja tertentu, yang ketersediaannya sangat tergantung pada ketersediaan lapangan kerja yang bersangkutan.
29
Hakekat Keefektivan Pembelajaran Program Kejar Paket B Konsep Keefektivan sering dihubungkan dengan keberhasilan kegiatan dalam mencapai tujuannya. Menurut Ensiklopedia Umum (Shadily, 1977), keefektivan
menunjukan
taraf
pencapaian
tujuan.
Soedijanto
(1981)
mengemukakan, keefektivan berasal dari kata effectus merajuk pada derajat pencapaian tujuan, usaha yang dilakukan dalam mencapai tujuan dan tingkat kepuasan terhadap tujuan yang sudah dicapai. Indikator keefektivan kegiatan belajar Kejar Paket B adalah dengan tercapainya tujuan dari proses pembelajaran Kejar Paket B, yaitu meningkatnya pengetahuan warga belajar untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (kognitif), meningkatkan kemauan untuk berpartisipasi (afektif), dan meningkatkan keterampilan untuk meraih kesempatan kerja (psikomotorik).
30
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Program Kejar Paket B memiliki sasaran untuk memberikan pendidikan bagi siswa lulus SD dan sederajat yang tidak melanjutkan ke SLTP, serta siswa putus sekolah SLTP yang karena sesuatu hal tidak dapat mengikuti pendidikan dalam jalur Pendidikan Sekolah. Keberadaan Kejar Paket B mendapat respon dari masyarakat yang berbeda-beda di setiap wilayah. Keberhasilan Program Kejar Paket B dapat dilihat dari tercapainya tujuan pendidikan dan kebutuhan warga belajarnya. Ada dua aspek utama yang dapat dilihat yaitu kemampuan lulusan program ini untuk dapat melanjutkan sekolah atau kemampuannya untuk dapat bekerja. Kegiatan pembelajaran di Program Kejar Paket B diharapkan terjadi perubahan pada domain kognitif, afektif, dan psikomotoris, karena setelah selesai mengikuti program belajar kejar Paket B, warga belajar diharapkan dapat memperoleh kesempatan bekerja dan kesempatan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Jadi tingkat keefektivan pembelajaran Paket B dapat dilihat dari peningkatan; (1) pengetahuan; (2) sikap; (3) keterampilan untuk meraih kesempatan kerja dan kesempatan melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Konsep
keefektivan
seringkali
dihubungkan
dengan
keberhasilan
kelompok dalam keberhasilan tujuannya. Menurut Soedijanto (1978) keefektivan kegiatan dapat bersumber dari; (1) derajat pencapaian tujuan; (2) banyaknya usaha atau kegiatan yang efisien yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan mempertahankan kehidupannya. Terjadinya perubahan perilaku positif pada warga belajar akan berpengaruh langsung terhadap tingkat keefektivan kelompok belajar Kejar Paket B. Kegiatan belajar kejar paket B merupakan kegiatan pendidikan non formal yang bertujuan menghasilkan lulusan siap kerja baik bekerja mandiri (wiraswasta) ataupun bekerja dengan pihak yang lain, dan siap melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi baik pendidikan non-formal maupun pendidikan formal. Keberhasilan ini tentu saja dipengaruhi oleh banyak faktor, yang dapat dikategorikan sebagai faktor internal dan faktor eksternal warga belajar. Faktor
31
internal warga belajar meliputi Usia, Jenis kelamin, Status sosial ekonomi keluarga, Motivasi, dan Pandangan warga belajar terhadap paket B. Faktor eksternal warga belajar mencakup fasilitas belajar, materi pembelajaran, intensitas pengajaran, kualitas pengajar, dorongan orang tua, lokasi pembelajaran, peluang melanjutkan sekolah dan peluang kerja. Kerangka penelitian ini dapat dilihat dari bagan yang menggambarkan hubungan antara peubah-peubah yang akan dikaji. (Gambar 1).
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir dan deskripsi teoritis di atas maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: a. H1 : Terdapat hubungan nyata antara faktor internal warga belajar dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B. b. H2 : Terdapat hubungan nyata antara faktor eksternal warga belajar dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B.
Peubah (X) Faktor Internal Warga Belajar
1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Status Sosial Ekonomi Orang tua 4. Motivasi 5. Pandangan warga belajar terhadap Paket B Faktor Eksternal Warga Belajar
1. Fasilitas belajar 2. Materi pelajaran 3. Kualitas pengajar 4. Intensitas pengajaran 5. Lokasi Pembelajaran 6. Dorongan orang tua 7. Peluang kerja 8. Peluang melanjutkan Sekolah
Peubah (Y) Tingkat Keefektivan Pembelajaran Paket B
1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Keterampilan
Perubahan Kesejahteraan
1. Kesempatan melanjutkan Sekolah 2.Kesempatan mendapatkan pekerjaan
Gambar 1. Hubungan antar Peubah sebagai kerangka penelitian
32
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keefektivan dan hubungannya dengan beberapa peubah terpilih dari faktor internal dan eksternal warga belajar. Penelitian survei yaitu suatu penelitian yang mengambil sampel dari populasi, di mana informasi dikumpulkan dari sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi, dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995). Penelitian dikaji peubah-peubah bebas (X), yaitu faktor-faktor internal warga belajar yaitu (usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi keluarga, motivasi, pandangan warga belajar terhadap Paket B ) dan faktor-faktor eksternal yaitu (materi pembelajaran, fasilitas, lokasi belajar, kualitas pengajar, intensitas pengajaran, dorongan orang tua, peluang kerja dan peluang melanjutkan sekolah). Sedangkan peubah terikat (Y) adalah keefektivan pembelajaran Paket B sebagai dampak dari hasil pembelajaran di Kejar Paket B yang dilihat dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam melanjutkan pendidikan atau mendapatkan pekerjaan. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kelompok Belajar Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat, pada bulan Maret sampai dengan Mei 2007. Pemilihan judul dan lokasi penelitian didasarkan pada (1) masih tingginya jumlah anak putus sekolah atau anak yang belum menuntaskan wajib belajar sembilan tahun di Kecamatan Bogor tengah, (2) masih banyaknya penyelenggaraan kejar paket B yang tidak didasari pada kebutuhan masayarakat khususnya warga belajar. Populasi dan Responden Sampel Populasi penelitian adalah lulusan kejar paket B dalam dua tahun terakhir (lulusan tahun 2005, 2006) di PKBM Citra Pakuan yang berlokasi di wilayah
33
kota Bogor Propinsi Jawa Barat, dengan kriteria kondisi Paket B yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyelenggaraan Paket B, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah. Penelitian ini menggunakan acak sederhana. Sebagai bahan perkiraan sesuai dengan pernyataan Champion dalam Malo dan Trisnoningtyas (2000) untuk menetapkan aturan tentang besaran sampel, yakni 31 orang responden. Jumlah populasi sebanyak 40 orang warga belajar yang dibiayai oleh dana pemerintah. Sampel adalah sebanyak 31 orang yang diambil secara acak sederhana . Selain responden sampel, data juga diperoleh dari informan kunci seperti pihak Kecamatan Bogor Tengah, pengurus kejar paket B, tutor, dan Dinas PLS. Informasi yang diharapkan dari informan kunci ini terutama menyangkut manfaat keberadaan Paket B di masyarakat, sejauh mana keefektivan pelaksanaan program kejar paket B, dan dampak yang dihasilkan oleh Kejar Paket B terhadap keberlangsungan hidup warga belajar dalam hal peluang melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi (SLTA atau sederajat) dan peluang mendapatkan pekerjaan. Instrumen Penelitian Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi daftar pertanyaan tertutup dan terbuka yang berhubungan dengan peubah yang dikaji dalam penelitian ini. Validitas instrumen adalah tingkat kesesuaian antara konsep dengan hasil dengan
pengukuran
dari
konsep
yang bersangkutan. Kesesuaian ditentukan
mengadakan perbandingan antara konsep nominal dengan definisi
operasional.
Validitas daftar pertanyaan diperlukan untuk mendapatkan data
yang sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan. Validitas dimaksud adalah validitas konstruk (construct validity), berkenaan dengan kesanggupan alat ukur mengenai pengertian-pengertian yang terkandung dalam materi yang diukurnya (Sujana, 1981). Menurut Ancok dalam Singarimbun dan Effendi (1995),
alat ukur
dikatakan sahih (valid) bila alat ukur tersebut dapat mengukur obyek yang sebenarnya ingin diukur. Terdapat beberapa cara untuk menetapkan kesahihan
34
atau keabsahan suatu alat ukur yang dipakai, yaitu (1) validitas konstruk; artinya peneliti menyusun tolok ukur operasional dari kerangka suatu konsep yang akan diukur tersebut, (2) validitas isi, di mana alat ukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep; dan (3) validitas eksternal, artinya alat ukur baru yang akan digunakan tidak berbeda hasilnya jika dibandingkan dengan alat ukur yang sudah valid. Pengujian validitas instrumen dalam penelitian ini digunakan cara validitas konstruk, yaitu menyusun tolok ukur operasional dari kerangka suatu konsep dengan cara pemahaman atau logika berfikir atas dasar pengetahuan ilmiah di mana isi kuesioner disesuaikan dengan konsep dan teori yang telah dikemukakan oleh para ahli. Di samping itu, melakukan konsultasi secara intensif dengan pihak yang dianggap menguasai materi daftar kuesioner yang digunakan. Hasil faliditas dapat dilihat pada lampiran. Reliabilitas instrumen adalah tingkat kemantapan atau konsistensi suatu alat ukur. Suatu alat ukur dikatakan mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi, apabila alat ukur tersebut mempunyai sifat konsisten, stabil atau ketepatan jika alat tersebut digunakan berulangkali terhadap suatu gejala yang sama walaupun dalam waktu yang berbeda. Mantap jika dalam mengukur sesuatu secara berulang kali, alat ukur tersebut relatif memberikan hasil yang sama. Teknik untuk menguji realibilitas instrumen penelitian ini yaitu menggunakan metode Cronbach’s Alpha. Responden berjumlah 10 orang lulusan Paket B.
Hasil uji menunjukkan adanya beberapa peubah yang perlu dikoreksi
dengan menghilangkan beberapa pertanyaan untuk menghasilkan peubah dengan tingkat keandalan yang cukup tinggi. (Tabel 1) Tabel 1. Hasil Uji Reliabilitas Peubah Motivasi Fasilitas Materi Pengajar Intensitas Jarak Sikap Ketrampilan Efektifitas Total
Cronbach’s Alph (standardized) 0.667 0.630 0.760 0.529 0.695 0.551 0.606 0.739 0.611
35
Hasil uji reliabilitas di atas menunjukkan bahwa instrumen yang dibuat memiliki tingkat reliabilitas yang cukup baik dan dapat digunakan untuk mengukur peubah-peubah di atas.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Survei, yang meliputi kegiatan penyebaran kuesioner kepada 31 orang lulusan Kejar Paket B. Responden yang diambil adalah dua tahun terakhir semenjak kelulusan yaitu tahun 2005 dan 2006 berdasarkan data lulusan PKBM Citra Pakuan. Data yang diperoleh meliputi faktor internal, faktor eksternal warga belajar, dan keefektivan pembelajaran. 2. Wawancara, dilakukan melalui pertanyaan terbuka kepada Responden, pihak Kecamatan Bogor Tengah, Tutor, Pengelola, dan Dinas Pendidikan PLS Kota Bogor. Informasi yang ingin di dapat meliputi: (1) gambaran keadaan umum atau potensi aktual mengenai kondisi geografis dan demografis dari kantor kelurahan kota Bogor Tengah, (2) data mengenai perkembangan Kelompok Belajar Paket B dari seksi Dikmas Kantor Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kota Bogor, beserta dokumen-dokumen yang dibutuhkan sebagai penunjang hasil penelitian. Analisis Data Keseluruhan data yang sudah dikumpulkan, ditabulasi dan dianalisis sesuai kebutuhan. Data yang dikumpulkan dari lapangan diberi kode dan diberi skor sesuai dengan metode skoring yang telah ditetapkan. Hasil skoring data penelitian selanjutnya ditabulasikan untuk kemudahan melakukan analisis agar dapat dideskripsikan dan dijelaskan tingkat hubungan yang terjadi di antara beberapa peubah sesuai dengan tujuan penelitian. Pendeskripsian peubah faktor internal dan faktor eksternal warga belajar dan tingkat keefektivan Kejar paket B, maka masing-masing peubah diklasifikasikan dalam tiga atau empat kategori pada skala ordinal. Alat analisis yang akan digunakan adalah statistik deskriptif dan uji korelasi Rank Spearman sebagai uji korelasi bagi data non-parametrik di mana skala datanya tersusun secara ordinal (Siegel, 1994). Untuk menjamin ketepatan
36
dan mempercepat proses perhitungan maka pengolahan data untuk uji korelasi Spearman menggunakan alat komputer program SPSS. Definisi Operasional Peubah dan Pengukurannya Definisi operasional dalam penelitian ini ditetapkan untuk mencegah terjadinya kesalahan arah terhadap konsep yang ditetapkan, sehingga pengukuran terhadap peubah dapat dilakukan secara jelas dan terukur. Berikut ini beberapa definisi operasional dan pengukuran peubah dalam penelitian ini: Tabel 2. Pengukuran Peubah Faktor Internal Warga Belajar Peubah X1 Usia
X2 Jenis Kelamin responden
X3 Status Sosial Ekonomi orang tua
Definisi Oprasional
Indikator
Lamanya tahun usia warga belajar Kejar Paket B yang dihitung sejak lahir sampai menjadi responden penelitian. Laki-laki dan Perempuan
Jumlah tahun warga belajar dari lahir sampai menjadi responden.
Suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu di dalam struktur sosial masyarakat.
1. Pendidikan terakhir responden (jenjang pendidikan terakhir, lama waktu pendidikan), 2. Pekerjaan orang tua (jenis pekerjaan utama), 3. Penghasilan orang tua (Jenis penghasilan utama),
laki-laki dan perempuan
4.
X4 Motivasi Belajar Warga Belajar
X5 Pandangan warga belajar terhadap paket B
dorongan yang timbul dalam diri 1. warga belajar yang disadari karena adanya kebutuhan untuk mengetahui sesuatu sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. 2.
Pandangan yang responden terhadap kejar Paket B.
Tempat tinggal ( permanen, semi permanen, tidak permanen).
Kemauan warga belajar untuk secara aktif menghadiri kegiatan belajar Keaktifan menyelesaikan tugastugas di kelas, 3. Keaktifan mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. dimiliki Pengetahuan responden program tentang Paket B
Pengukuran Pertanyaan terbuka (tidak dikategorikan), menggunakan skala nominal dalam tahun. Pertanyaan terbuka (tidak dikategorikan), menggunakan skala nominal 1. laki-laki, 2. perempuan Rendah, skor =1, Sedang, skor =2 Tinggi, skor =3
Rendah, skor =1 Sedang, skor =2 Tinggi, skor =3 Rendah, < 750.000 skor =1 Sedang, 750.000 - 1 juta , skor =2 Tinggi, > 1 juta , skor 3 Tidak permanen, skor =1 Semi permanen, skor = 2 Permanen, skor = 3 Rendah, skor =1 Sedang, skor =2 Tinggi, skor =3 Tidak aktif, skor =1 Sedang, skor =2 aktif, skor =3 tidak aktif, skor=1 Sedang, skor =2 Aktif, skor =3 Tidak tahu, skor =1 Cukup tahu, skor =2 Sangat tahu,, skor =3
37
Tabel 3. Pengukuran Peubah Faktor Eksternal Responden Peubah X6 Fasilitas
Definisi Oprasional
Indikator
Sarana dan prasarana yang ada di Kelompok belajar kejar Paket B sebagai pendukung terhadap proses kegiatan pembelajaran.
X8 Lokasi Pembelajaran
X9 Intensitas Pengajaran
Materi yang digunakan untuk mencapai tujuan intruksional agar tujuan dapat tercapai dengan baik.
Ruang praktek,
2.
Ruang administrasi,
1.
kurang memadai, skor=1 cukup memadai, skor=2 sangat memadai, skor=3
Alat-alat media pengajaran.
kurang memadai, skor=1 cukup memadai, skor=2 sangat memadai, skor=3 Relevansi materi yang Tidak relevan, skor=1 cukup relevan, skor=2 diajarkan sangat relevan, skor=3
2.
Tingkat keterjangkauan susah dicerna, skor =1 cukup dicerna, skor=2 mudah dicerna, skor =3
3.
susah, skor =1 sedang , skor=2 mudah, skor =3 Jarak antara rumah Sulit dijangkau, skor=1 warga belajar ke Paket B, Sedang, skor=2 Mudah dijangkau, skor=3
Jarak antara tempat tinggal 1. warga belajar dengan tempat dimana proses belajar mengajar berlangsung.
Frekkuensi kegiatan pengajaran pada Kelompok belajar Kejar Paket B, yang merupakan proses pendidikan non formal.
kurang memadai, skor=1 cukup memadai, skor=2 sangat memadai, skor=3
1.
3.
X 7 Materi
Pengukuran
Tingkat kerumitan
2.
Alat transportasi yang dipakai warga belajar ke Paket B,
Sulit, skor=1 Sedang, skor=2 Mudah, skor=3
3.
Besarnya transportasi.
ongkos
1.
Banyaknya belajar,
waktu
Besar, skor=1 Sedang, skor-2 Kecil, skor=3 Kurang, skor =1 Cukup, skor=2 Banyak, skor =3
2.
Banyaknya jumlah jam dalam setiap pertemuan.
Kurang, skor =1 Cukup, skor=2 Banyak, skor =3
38
Tabel 3. Pengukuran Peubah Faktor Eksternal Responden (lanjutan) Peubah X10 Kualitas Pengajar
Definisi Oprasional
Indikator
Kemampuan tutor untuk 1. Kemampuan berkomunikasi mengubah perilaku warga belajar, dalam hal ini pengetahuan, sikap, keterampilan, sehingga akan 2. Kemampuan memotivasi meningkatkan kemampuan warga belajar.
Pengukuran Kurang baik, skor =1 Cukup baik, skor=2 Baik, skor =3 Kurang baik, skor =1 Cukup baik, skor=2 Baik, skor =3
3. Kemampuan melakukan Kurang baik, skor =1 Cukup baik, skor=2 transfer belajar Baik, skor =3
X11 Dorongan orang tua X12 Peluang kerja
X13 Peluang melanjutkan sekolah
Motivasi yang diberikan orang tua untuk mengikuti atau belajar di Kejar Paket B
seberapa besar dorongan yang diberikan orang tua dalam mengikuti Kejar Paket B. Kesempatan kerja yang Seberapa besar peluang yang dimiliki oleh lulusan paket B ada untuk bekerja setelah lulus Paket B. Kesempatan melanjutkan sekolah yang dimiliki oleh lulusan paket B
Seberapa besar peluang melanjutkan sekolah setelah lulus.
Sangat kecil, skor=1 Kecil, skor=2 Besar, skor=3 Sangat besar, skor=4 Sangat kecil, skor=1 Kecil, skor=2 Besar, skor=3 Sangat besar =4 Sangat kecil, skor=1 Kecil, skor=2 Besar, skor=3 Sangat besar =4
39
Tabel 4. Pengukuran Peubah Tingkat Keefektivan Pembelajaran Kejar Paket B Dimensi
Devinisi Oprasional
Indikator
Pengukuran
1. Pengetahuan (Kognitif)
Adanya pengetahuan yang lebih baik akan peluang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
Jumlah hasil evaluasi dari nilai Ijasah sebagai bukti hasil peningkatan pengetahuan untuk melanjutkan sekolah,
Rendah, skor=1 Sedang, skor=2 Tinggi, skor=3
2. Sikap (Afektif)
Adanya pendapat lulusan warga belajar tentang kemanfaatan tercapainya tujuan sehingga warga belajar dapat melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, atau Adanya kemauan untuk masuk dalam dunia kerja. Adanya keahlian yang dimiliki oleh lulusan warga belajar sebagai bekal untuk melanjutkan sekolah, atau Adanya keahlian yang dimiliki oleh lulusan warga belajar sebagai bekal untuk mencari kerja.
1.
kemanfaatan yang dirasakan oleh lulusan Paket B,.
Rendah, skor=1 Sedang, skor=2 Tinggi, skor=3
2.
keinginan untuk meraih kesempatan kerja dan melanjutkan sekolah,
Rendah, skor=1 Sedang, skor=2 Tinggi, skor=3
3.
semangat meraih kesempatan kerja dan melanjutkan sekolah tingkat keberhasilan untuk bersaing memasuki pendidikan selanjutnya (formal/non formal),
Rendah, skor=1 Sedang, skor=2 Tinggi, skor=3 Rendah, skor=1 Sedang, skor=2 Tinggi, skor=3
2.
tingkat keberhasilan untuk melakukan tindakan untuk meraih kesempatan kerja,
Rendah, skor=1 Sedang, skor=2 Tinggi, skor=3
3.
jenis usaha dilakukan,
Rendah, skor=1 Sedang, skor=2 Tinggi, skor=3
4.
kesesuaian keterampilan dimiliki keterampilan dibutuhkan.
3. Kemampuan (Psikomotoris)
1.
yang
yang dengan yang
Rendah, skor=1 Sedang, skor=2 Tinggi, skor=3
40
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis Lokasi penelitian ini yaitu PKBM Citra Pakuan terletak di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Sebagai salah satu kecamatan yang berada di bawah wilayah administratif Kota Bogor dan dikelilingi oleh lima kecamatan di Kota Bogor, Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi Kota Bogor. Sebagai “Pusat Kota”, Kecamatan Bogor Tengah mempunyai curah hujan rata-rata 4.000 mm/tahun. Begitu tingginya curah hujan tersebut sehingga sering disebut sebagai daerah “pengirim” banjir ke Jakarta melalui dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane. Luas wilayah Kecamatan Bogor Tengah adalah 813 Ha, yang meliputi 11 kelurahan, 100 RW, dan 446 RT, dengan jumlah penduduk sebanyak 91.236 jiwa, terdiri dari laki-laki 45. 474 jiwa dan perempuan 45. 762 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 21. 660 KK. Kecamatan Bogor Tengah di Utara berbatasan dengan Kelurahan Kedung Jaya dan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, di Selatan berbatasan dengan Kelurahan Bondongan dan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, di Timur berbatasan dengan Jalan Tol Jagorawi, Kelurahan Baranangsiang dan Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Cisadane dan Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat.
Keadaan Penduduk berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin. Berdasarkan catatan akhir di Kantor Kecamatan Bogor Tengah sampai tahun 2007, penduduk Kecamatan Bogor Tengah terbanyak di Kelurahan Tegallega berjumlah 14.141 jiwa, Kelurahan Kebon Kelapa berjumlah 10.456 jiwa, Kelurahan Babakan Pasar berjumlah 10.038 jiwa, dan yang terendah adalah Kelurahan Pabaton berjumlah 2.918 jiwa. Penduduk lebih banyak bermukim di kawasan kota yang sangat padat, dan sebagian pada kawasan perumahan lama. Pada komplek perumahan baru, sebagian besar dihuni oleh para pendatang. ( Tabel 5 )
41
Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007 No.
Umur
Jenis Kelamin Jumlah % Laki-laki Perempuan 1 0–4 4,004 3,917 7,921 8.5 2 5–9 3,900 4,149 8,049 8.7 3 10 – 14 4,130 4,034 8,164 8.8 4 15 – 19 4,175 4,417 8,592 9.3 5 20 – 24 3,935 3,969 7,904 8.5 6 25 – 29 3,495 3,388 6,883 7.4 7 30 – 34 3,463 3,418 6,881 7.4 8 35 – 39 3,393 3,519 6,912 7.4 9 40 – 44 3,191 3,177 6,368 6.9 10 45 – 49 3,019 3,099 6,118 6.6 11 50 – 54 2,807 2,695 5,502 5.9 12 55 – 59 2,694 2,762 5,456 5.9 13 60 – 64 2,323 2,145 4,468 4.8 14 65 - keatas 1,352 1,419 2,771 3.0 Jumlah 46,474 46,331 92,805 100.0 Sumber: Data Statistik Kantor Kecamatan Bogor Tengah Tahun 2007 Data Tabel 5 di atas dapat diklasifikasikan ke dalam tiga golongan, yaitu;
(1) usia belum produktif, yaitu antara 0 sampai 14 tahun sebanyak 24.134 orang; (2) usia produktif, yaitu antara 15 sampai 59 tahun sebanyak 60.616 orang; dan (3) usia tidak produktif, yaitu antara 60 tahun ke atas sebanyak 7.239 orang. Jumlah usia produktif sebanyak 60.616 orang menunjukan bahwa sumber daya manusia yang tersedia berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dalam mendukung pembangunan, khususnya di Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.
Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Bogor Tengah terdiri atas 3.075 orang tidak tamat SD, 15.137 orang Tamat SD, 18.366 orang Tamat SLTP, 20.668 orang Tamat SLTA, 8.513 orang Tamat D1 dan D2, 5.896 orang S-1, 1.478 orang S-2, dan 523 0rang S-3. (Tabel 6) .
42
Tabel 6. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2007 Tingkat Pendidikan Jumlah % Tidak tamat SD 3,075 4.2 Tamat SD 15,137 20.6 Tamat SLTP 18,366 24.9 SLTA 20,668 28.1 Akademi/D-1/D-2 8,513 11.6 S-1 5,896 8.0 S-2 1,478 2.0 S-3 523 0.7 Jumlah 73,656 100.0 Sumber: Data Statistik Kantor Kecamatan Bogor Tengah, Tahun 2007 Berdasarkan Tabel 6 di atas, mayoritas tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Bogor Tengah adalah SLTA, dengan jumlah 20.668 orang atau sekitar 28,1% dari jumlah total 73.656 orang. Hal ini menunjukan bahwa program wajib belajar 9 tahun yang dianjurkan oleh pemerintah sudah tercapai dengan baik, walaupun masih ada 24,2% dari masyarakat Kecamatan Bogor Tengah belum tuntas wajib belajar 9 tahun. (Tabel 7).
Tabel 7. Angka Partisipasi Masyarakat terhadap Pendidikan Tahun 2007 Uraian Kondisi 2005 Target 2007 Jumlah melanjutkan sekolah: 100.500 100.150 a. SD/MI/PA 69.000 56.320 b. SLTP/MTS/PB 29.245 25.339 c. SLTA/MA Angka putus sekolah: 153 166 a. SD/MI 295 319 b. SLTP/MTS 158 165 c. SLTA/MA Angka partisipasi sekolah murni: 98 96 d. SD/MI/PA 89 87 e. SLTP/MTS/PB 54 52 f. SLTA/MA Sumber: Renstra Kota Bogor dan Data BPS, 2005 Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat dilihat bahwa angka partisipasi sekolah pada tingkat Sekolah Dasar cukup tinggi, akan tetapi terus menurun sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan.
Angka putus sekolah kondisi di
kecamatan ini juga masih cukup tinggi pada tahun 2005, yaitu dari SD sampai
43
SLTA sebesar 650 orang. Angka putus sekolah yang paling tinggi adalah pada tingkat SLTP/MTS yang mencakup 49 persen dari total angka putus sekolah. Kemungkinan terbesar dari tingginya angka putus sekolah ini disebabkan oleh faktor ekonomi pada kelompok masyarakat yang kurang mampu dan berpendidikan rendah.
Keadaan Penduduk Berdasarkan Kegiatan Ekonomi Mayoritas penduduk Kecamatan Bogor Tengah berdasarkan aktivitas ekonomi adalah sebagai pedagang pemilik toko sebesar 421 orang atau 42%, pedagang sembako sebesar 160 atau 16%, dan rumah makan sebesar 110 atau 11%. Sisanya adalah penduduk yang beraktivitas sebagai wiraswasta. Penduduk yang beraktifitas sebagai petani tidak tertera dalam daftar laporan di Kecamatan Bogor Tengah , karena Kecamatan Bogor Tengah termasuk ke dalam wilayah kota, sehingga lahan pertaniannya sempit. Lahan pertanian banyak berubah menjadi
pemukiman,
salah
satunya
perumahan
dan
pertokoaan/pusat
perbelanjaan. (Tabel 8).
Tabel 8. Keadaan Penduduk Kecamatan Bogor Tengah menurut Aktivitas ekonomi Aktivitas ekonomi Toko Bank Wartel Apotik Sembako Fotocopy Penjahit Mebel Salon Pangkas rambut Praktek dokter PT Hotel CV Jasa Hukum Komputer Jumlah
Jumlah jiwa 421 39 31 27 160 29 23 19 20 10 7 41 20 21 15 11 1.004
% 42 4 3 3 16 3 2 2 2 1 1 4 2 2 1 1 100
44
Sumber: Data Statistik Kantor Kecamatan Bogor Tengah Tahun 2007 Penduduk
yang beraktifitas sebagai petani tidak tertera dalam daftar
laporan di Kecamatan Bogor Tengah , karena Kecamatan Bogor Tengah termasuk ke dalam wilayah kota, sehingga lahan pertaniannya sempit. Lahan pertanian banyak
berubah
menjadi
pemukiman,
salah
satunya
perumahan
dan
pertokoaan/pusat perbelanjaan.
Gambaran Umum PKBM Citra Pakuan Sejarah Pendirian PKBM Citra Pakuan Berdirinya
PKBM
Citra
Pakuan
dilatarbelakangi
karena
adanya
keprihatinan salah seorang warga masyarakat (penyelenggara PKBM Citra Pakuan). Keprihatinan ini timbul karena melihat: (1) tingginya angka anak putus sekolah SD dan SLTP, (2) tingginya angka pengangguran, (3) tingginya angka kemiskinan di lingkungan tersebut. Di samping itu latar belakang pendidikan Pengelola adalah guru MI (Madrasah Ibtidaiyyah), di mana pada saat itu masyarakat lebih dominan memilih SD daripada MI. Bagi masyarakat yang berekonomi rendah, untuk masuk MI saja dirasakan sangat berat, padahal biaya untuk masuk MI jauh lebih murah daripada masuk SD. Pada tahun 1998 Pengelola masuk dan ditawari untuk mengikuti pelatihan tutor “buta aksara”. Setelah mengikuti pelatihan itu Pengelola menerapkan kepada masyarakat terutama ibu-ibu di lingkungan sekitarnya. Pada tahun 1999, penyelenggaraan Paket A, Paket B, dan Paket C dirintis dengan mengelola paket-paket tersebut bekerjasama dengan Penilik Dinas Pendidikan Luar Sekolah yang diperuntukan kepada anak jalanan yang berlokasi di daerah Ramayana dan Pasar Bogor. Tahun 2001 anak-anak yang mengikuti Paket A dan Paket B diuji kemampuannya dan hasil uji kemampuan itu ternyata sangat memuaskan. Pada saat itu Pengelola, masih mengelola PKBM di Pulau Geulis Babakan Pasar, termotivasi untuk mendirikan Paket yang serupa. Pengelola kemudian mendirikan PKBM Citra Pakuan yang berjalan sampai saat ini.
Tujuan utama pendirian PKBM ini adalah Pengelola tidak menginginkan
PLS (pendidikan Luar Sekolah) dipandang sebelah mata. Pengelola berharap bahwa pendidikan non-formal yang diselenggarakan oleh Dinas PLS dapat setara
45
dengan pendidikan formal, sehingga masyarakat dapat benar-benar merasakan manfaat dan dapat menerima keberadaan Program PLS seperti PADU, Paket A KF, Paket A setara SD, Paket B setara SLTP, Paket C setara SLTA, KBU, dan lain-lain. Berdasarkan penyelenggara
hasil
PKBM
wawancara
Citra
Pakuan,
dengan target
Pengelola yang
ingin
selaku dicapai
pihak dari
penyelenggaraan Paket B ini adalah agar warga belajar yang sudah lulus Paket B dapat melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan berikutnya, baik itu melanjutkan ke Paket C ataupun ke sekolah formal yaitu SLTA sesuai dengan hasil /nilai yang diperolehnya, serta dapat memiliki keterampilan sebagai bekal untuk melajutkan hidupnya yang menghasilkan dan layak di masa yang akan datang, disesuaikan dengan kondisi warga belajar. Keberadaan Paket B dan kegiatan lainnya di PKBM ini, menurut Tutor Paket B mendapat tanggapan yang sangat positif dari masyarakat. Masyarakat merasa terbantu dengan adanya program-program yang diselenggarakan. Meskipun posisi Kelurahan Babakan Pasar ini berada di tengah kota, namun angka pengangguran masih tinggi, tingkat pendidikan penduduknya relatif rendah, dan tingkat kemiskinan juga masih tinggi. Berdasarkan data dari Renstra Kota Bogor dan Data BPS tahun 2005 jumlah penduduk miskin di Kecamatan Bogor Tengah tahun 2005 mencapai 4.585 orang. Bentuk partisipasi nyata dari masyarakat terhadap Program Paket B dan program yang lainnya yang berada di PKBM, menurut Tutor, adalah diberikannya kebebasan untuk menggunakan gedung yang dimiliki masyarakat untuk proses pembelajaran. Hal itu sangat membantu kelancaran proses belajar mengajar di Paket B.
46
Sarana dan Prasarana
Tabel 9. Sarana dan Prasarana PKBM Citra Pakuan Jenis
Jumlah
Keadaan
Keterangan
Gedung ruang PKBM
3 ruang
Baik
Pengelola
Gedung Ruang Majlis
3 ruang
Baik
Masyarakat
Ruang kantor
1 ruang
Baik
Gdg PKBM
Kamar mandi/WC
2 ruang
Baik
-
Ruang komputer
1 ruang
Baik
Sewa
Komputer
5 unit
Baik
Dana life skill
Mesin jahit
4 unit
Baik
Dana life skill
Kursi plastik
60 buah
Meja kursi tutor
Sedang
Swadaya
2 set
Baik
Bantuan prop
Lemari kantor
1 buah
Baik
Bantuan prop
Lemari mainan
1 buah
Baik
Bantuan prop
Mesin obras
1 buah
Baik
Bantuan prop
Kursi belajar lipat
30 buah
Baik
Swadaya
Meja jongkok
29 buah
Baik
Swadaya
3 buah
Baik
Bantuan prop
Perlengkapan sablon
2 set
Baik
Dana program
Perlengkapan memasak
1 set
Baik
Dana program
700 buah
Baik
Dana program
Papan tulis
Buku-buku paket B
Sarana dan prasarana yang dimiliki PKBM Citra Pakuan cukup baik. Jenis, jumlah, dan kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki PKBM ini dapat dilihat berdasarkan Tabel di atas.
Sumber Dana Dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran di Program Kejar Paket B dana diperoleh dari pemerintah secara Block grant dan dana life skill.
47
Proses Pembelajaran Warga belajar yang mengikuti proses pembelajaran di Paket B Citra Pakuan adalah warga masyarakat yang memiliki karakteristik sebagai berikut; (1) berusia produktif antara 13-33 tahun atau lebih, (2) sudah lulus Paket A dan sederajat, (3) anak putus sekolah SLTP (droped out), (4) diutamakan dari masyarakat sekitarnya, namun tidak menutup kemungkinan masyarakat luar lingkungan sekitarnya. Proses pembelajaran di Kejar Paket B sangat bervariasi. Terdapat warga belajar yang masuk siang, biasanya warga belajar yang belum memiliki pekerjaan atau belum bekerja tetap, sehingga tidak ada halangan untuk masuk siang (kelas produktif). Terdapat juga warga belajar yang masuk sore hingga malam hari, yaitu biasanya warga belajar yang sudah bekerja dan mereka tidak dapat belajar di siang hari (kelas karyawan). Peserta Paket B umumnya terdiri atas warga belajar yang sudah memiliki pekerjaan dengan berbagai macam jenis pekerjaan seperti karyawan DLLAJJR, karyawan pabrik, toko, tukang parkir, salon, pedagang asongan, PNS, dan lain-lain. Namun demikian, ada juga sebagian warga belajar yang belum memiliki pekerjaan. Proses pembelajaran berlangsung dua kali dalam seminggu, yaitu pada siang hari dan sore hari, terjadual hari Selasa, Rabu, dan Jumat. Berdasarkan program pembelajaran di Paket B terdapat dua kelompok mata ajaran, yaitu kelompok mata pelajaran dan kelompok kecakapan hidup. Kelompok mata pelajaran meliputi: (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) kelompok mata pelajaran estetika, dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. Sedangkan kelompok kecakapan hidup meliputi: (1) kecakapan personal, yang meliputi beriman kepada tuhan YME, berakhlak mulia, berpikir rasional, memahami diri sendiri, percaya diri, bertanggung jawab untuk pembelajaran pribadi, dapat menghargai, dan menilai diri sendiri; (2) kecakapan sosial, yang meliputi kompetensi bekerja sama dalam kelompok, menunjukkan tanggung jawab sosial, mengendalikan emosi, dan berinteraksi dalam masyarakat dan budaya lokal serta
48
global; (3) kecakapan intelektual, meliputi menguasai pengetahuan, menggunakan metode dan penelitian ilmiah, bersikap ilmiah, mengembangkan kapasitas sosial dan berpikir strategis untuk belajar sepanjang hayat, serta berkomunikasi secara ilmiah; (4) kecakapan vokasional, meliputi keterampilan bermata pencaharian seperti menjahit, otomotif dan keterampilan menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Tujuan dari penggabungan kedua kompetensi ini adalah agar warga belajar setelah lulus Kejar Paket B dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi dan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keahliannya, juga tidak menutup kemungkinan warga belajar dapat membuat usaha atau membuka peluang usaha sendiri. Sebagian besar responden setelah lulus Kejar Paket B ini melanjutkan sekolah ke Paket C setara dengan SLTA, ke sekolah formal yaitu SLTA, mendapatkan kesempatan bekerja di pabrik, salon, dan membuka usaha sendiri seperti berjualan bakso atau menjual hasil dari kerajinan tangan. Pembelajaran di Paket B menggunakan pendekatan induktif, partisipatif andragogis,
dan
berbasis
lingkungan.
Sedangkan
metode
pembelajaran
menggunakan metode kooperatif, metode interaktif, metode eksperimen, tutorial, diskusi, penugasan, praktek, belajar mandiri, demonstrasi (peragaan), observasi, simulasi, dan studi kasus.
Hasil yang Dicapai Hasil yang dicapai PKBM Citra Pakuan baik dalam kegiatan perlombaan maupun hasil akhir program kesetaraan sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari prestasi yang diperoleh dalam berbagai macam kegiatan perlombaan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Masyarakat. (Tabel 10). Selain itu, hasil pembelajaran program kesetaraan yang dicapai tergolong dalam kategori baik.
49
Tabel 10. Prestasi yang diperoleh dalam kegiatan perlombaan PKBM Citra Pakuan Tahun Jenis Lomba
Juara
2004
Lomba keteladanan Dikmas dalam Rangka 2 Kejar Paket B Hardiknas tahun 2004
2006
Lomba keteladanan Dikmas Lomba keteladanan Dikmas
1 tutor paket B 1 Kejar Paket B
Sumber: Data dari PKBM Citra Pakuan
Deskripsi Faktor Internal, Eksternal, dan Keefektivan Pembelajaran
Faktor Internal Faktor internal responden yang ditelaah dalam studi ini adalah usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi keluarga, motivasi, terhadap Paket B.
pandangan warga belajar
Analisis derkriptif terhadap setiap faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
Usia Mayoritas responden merupakan kelompok usia muda dengan usia di bawah 20 tahun sebanyak 53.3 persen. Sementara yang berusia diantara 20-30 tahun adalah 33.3 pesen, dan responden dewasa berusia lebih dari 30 tahun adalah sebesar 13.4 persen. (Tabel 11).
Tabel 11. Jumlah responden menurut golongan usia Umur < 20 tahun 20 - 30 tahun > 30 tahun Jumlah
% 53.3 33.3 13.4 100.0
Keterangan: n = 31
Hasil pengamatan dan wawancara dengan responden di lapangan menunjukan bahwa sebagian besar responden berasal dari lulusan Paket A, dan ada beberapa dari sekolah formal (SD), ada juga yang pindahan dari SLTP karena
50
disebabkan faktor ekonomi, daya fikir, dan kenakalan anak di SLTP serta warga belajar yang mengikuti ujian kesetaraan saja dikarenakan tidak lulus pada ujian nasional di sekolah formal. Keragaman latar belakang responden sebelum masuk Paket B ini mengakibatkan keragaman usia responden. Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan menerima warga belajar dari beragam usia dikarenakan kebutuhan dari masyarakat. Ketetapan yang diberikan oleh Diklusepora tentang aturan penerimaan warga belajar untuk Paket B berkisar antara usia 16-33 tahun. Warga belajar yang berusia 16-33 tahun sebanyak 20 orang setiap kelompok belajarnya dibiayai oleh pemerintah dan mereka dalam mengikuti proses belajarnya tidak dipungut biaya lagi, kecuali pada saat kelulusan untuk ijazah, itupun diserahkan kepada pihak penyelenggara untuk menetapkan besaran anggarannya. Jika ada warga belajar yang melebihi usia 33 tahun maka warga belajar menanggung sendiri biaya yang sudah ditetapkan, karena tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Usia adalah faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses belajar. Pengaruh usia dapat langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung
dapat
dilihat dari perkembangan kemampuan belajar. Umur 25 tahun adalah umur yang optimal untuk belajar. Umur 46 tahun kemampuan belajar mulai menurun dan akan menurun drastis pada umur 60 tahun. Oleh karena itu kadang-kadang usia dijadikan salah satu dijadikan syarat untuk mengikuti pendidikan. Pengaruh tidak langsung dapat melalui sikap, kesehatan, kematangan fisik, dan kematangan mental.
Jenis Kelamin Mayoritas responden (64.5%) adalah laki-laki. Jenis kelamin warga pelajar dapat berpengaruh terhadap efektifitas belajar. Hal ini umumnya tergantung pada materi belajar. Ada materi-materi yang dapat diterima dengan baik oleh pelajar wanita maupun pria. Akan tetapi kadang-kadang ada materi yang hanya dapat diberikan atau digunakan oleh pelajar wanita saja atau pria saja.
Seorang
pendidik harus memperhatikan jenis kelamin pelajar sesuai dengan materi yang diajarkan.
51
Pekerjaan Pokok Seluruh responden (31 orang), mayoritas responden belum bekerja yaitu sebesar 61.3 %.
Mereka praktis belajar dengan melanjutkan sekolah di Paket C.
Responden yang sudah bekerja adalah sebesar 38.7 %. Mereka umumnya bekerja sambil belajar pada malam atau sore hari. Jenis pekerjaan mereka antara lain adalah pegawai DLLAJR, satpam, karyawan, ngamen, pegawai swasta, pelayan toko, sopir, penjaga toko, karyawan restoran, buruh, dan PNS. Status Sosial Ekonomi Keluarga Status sosial ekonomi keluarga peserta Paket B didasarkan atas empat peubah yaitu (a) pendidikan orangtua, (b) pekerjaan orangtua, (c) tempat tinggal, dan (d) penghasilan orangtua. Berdasarkan empat peubah tersebut selanjutnya status sosial ekonomi keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu status rendah, menengah dan tinggi. Mayoritas responden memiliki status sosial ekonomi keluarga dalam kategori rendah (80.6 %), sebanyak 19.4 % yang memiliki status sosial ekonomi keluarga menengah. Hal ini sesuai dengan aturan yang buat oleh Dinas DIKLUSEPORA, bahwa Paket B diperuntukan bagi warga masyarakat yang tidak memiliki kemampuan dalam ekonomi (ekonomi lemah).
Pandangan Warga Belajar terhadap Paket B Dilihat dari pandangan responden terhadap Paket B, mayoritas (61.3%) sangat memahami Paket B, dan 35% cukup mengetahui Paket B, dan sisanya 3.2% tidak tahu Paket B (Tabel 12).
Tabel 12. Jumlah responden menurut pandangan responden terhadap Paket B Pandangan responden terhadap Paket B Tidak tahu Cukup tahu Sangat tahu Keterangan: n=31
% 3.2 35.5 61.3
52
Motivasi Dilihat dari segi motivasi, mayoritas responden atau sekitar 77,4% memiliki motivasi yang tinggi, 19,4% memiliki motivasi sedang, dan 3,2% memiliki motivasi yang rendah (Tabel. 13).
Tabel 13. Jumlah responden menurut motivasi Motivasi
%
Rendah
3.2
Sedang
19.4
Tinggi
77.4
Jumlah
100.0
Keterangan: n=31
Motivasi responden untuk mengikuti Kejar Paket B bersumber dari dalam diri (intrinsik) dan motivasi dari luar diri (ekstrinsik). Motivasi yang bersumber dari dalam diri adalah upaya responden untuk meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan diri untuk meraih peluang melanjutkan sekolah dan peluang kerja. Kebanyakan responden sebelum masuk Kejar Paket B adalah warga belajar yang telah lulus Paket A setara SD, dan ada beberapa yang putus sekolah dari sekolah formal biasanya karena kenakalan, ketidakmampuan dan keterbatasan responden untuk mengikuti pelajaran yang diberikan di sekolah formal, keterbatasan ekonomi orangtua, atau motivasi responden sendiri yang rendah untuk belajar di sekolah formal. Motivasi yang bersumber dari luar diri responden (ekstrinsik) antara lain mayoritas dipengaruhi oleh ajakan teman dan disuruh orangtua. Tidak menutup kemungkinan sebagian kecil ada juga karena inisiatif sendiri. Responden yang berinisiatif sendiri untuk masuk kejar Paket B sangat tinggi motivasinya. Mereka sangat ingin melanjutkan sekolah agar setelah lulus dapat bekerja atau melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Namun demikian ada kekhawatiran pada beberapa responden, bahwa setelah menamatkan pendidikan di Paket B mereka dapat diterima di sekolah formal ataupun di perguruan tinggi. Jadi jelas bahwa motivasi responden sangatlah besar untuk tetap melanjutkan
53
pendidikan di Paket B hingga lulus dan melanjutkan pendidikan ke Paket C, walaupun tersirat kekhawatiran di antara mereka.
FAKTOR EKSTERNAL
Fasilitas Mayoritas responden yaitu sebesar 77,4% menyatakan bahwa fasilitas PKBM cukup memadai dan kondisinya cukup baik, sehingga warga belajar dapat memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada dengan cukup leluasa tanpa dipungut biaya dalam pemanfaatannya. (Tabel 14).
Tabel 14 Jumlah responden menurut penilaian terhadap sarana dan prasarana Fasilitas
%
Kurang memadai
9.7
Cukup memadai
77.4
Sangat memadai
12.9
Jumlah Keterangan: n=31
100.0
Faktor-faktor fasilitas fisik seperti alat bantu pengajaran, alat peraga, ruang dan fasilitasnya, dan sarana mobilitas, berpengaruh terhadap proses belajar. Rabindranatagore di dalam Soedijanto (1978 ) mengatakan bahwa belajar dapat dilakukan di mana saja, akan tetapi belajar dengan ruangan yang nyaman dan perlengkapannya yang cukup, hasilnya jelas akan lain dibandingkan dengan belajar tanpa fasilitas.
Materi Mayoritas responden menilai materi yang diajarkan oleh Kejar Paket B cukup baik (54,8%), dan sangat baik(35,5%), sisanya (9,7%) responden menilai materi kurang baik. Hal ini berarti bahwa secara umum materi yang diajarkan oleh tutor dinilai sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan warga belajar. Kejar Paket B di Citra Pakuan menerapkan kurikulum yang sudah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan PLS, yaitu kurikulum yang terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok
54
pertama adalah kelompok mata pelajaran dan kelompok yang kedua adalah kelompok kecakapan hidup. Perbandingan yang disarankan adalah kelompok mata pelajaran berkisar 60 persen dan kelompok kecakapan hidup berkisar 40 persen. Akan tetapi di Kejar Paket B Citra Pakuan pembagian persentase antara kelompok mata pelajaran berkisar 40 persen dan kecakapan hidup 60 persen. Pembagian persentase yang berbeda dengan kurikulum yang sudah ditetapkan oleh Dinas PLS ini tidak menyalahi peraturan kurikulum yang sudah ditetapkan, karena kurikulum dapat dibuat lentur disesuaikan dengan kebutuhan warga belajarnya (Tabel 15).
Tabel 15. Jumlah responden menurut penilaian terhadap materi pembelajaran Penilaian terhadap materi
%
Kurang baik
9.7
Cukup baik
54.8
Sangat baik
35.5
Jumlah
100.0
Keterangan: n=31
Seorang guru dalam proses pembelajaran di tuntut untuk mengadakan pilihan terhadap materi pelajaran yang tersedia atau yang dapat disediakan. Sejumlah pilihan yang tepat, dibutuhkan sebagai kriteria. Berdasarkan kriteria itu dapat dipilih materi pelajaran yang sesuai. Adapun kriteria itu adalah: (1) materi/bahan pelajaran harus relevan dengan tujuan instruksional yang akan dicapai, (2) materi pelajaran harus memungkinkan menghasilkan perilaku yang diharapkan di tampilkan oleh siswa (perilaku di ranah kognitif, afektif, atau psikomotorik), (3) materi pelajaran harus memungkinkan untuk menguasai tujuan instruksional menurut aspek isi, (4) materi pelajaran harus sesuai dalam taraf kesulitannya dengan kemampuan siswa untuk menerima dan mengolah bahan itu (keadaan awal siswa yang aktual), (5) materi pelajaran harus dapat menunjang motivasi siswa, (6) materi pelajaran harus membantu untuk melibatkan siswa secara aktif, (7) materi pelajaran harus sesuai dengan prosedur didaktis yang diikuti, (8) materi pelajaran harus sesuai dengan media pengajaran yang tersedia.
55
Kualitas pengajar Kualitas pengajar dapat dilihat dari beberapa aspek yang meliputi gaya mengajar tutor yang bervariasi, keahlian penggunaan fasilitas dalam pengajaran, dan komunikasi yang terjalin antara tutor dengan warga belajar. Mayoritas responden yakni sebanyak 58% menilai kualitas pengajar cukup baik, sebanyak 35,5% responden menilai sangat baik, dan 6.5% menyatakan kualitas pengajarnya kurang baik. (Tabel 16).
Tabel 16. Jumlah responden menurut penilaian terhadap kualitas pengajar Kualitas Pengajar
%
kurang baik
6.5
Cukup baik
58.1
sangat baik
35.5
Jumlah
100.0
Keterangan: n=31
Staf pengajar dalam Program Paket B diharapkan dapat memiliki kompetensi profesional, personal dan sosial. Pendidik memiliki kompetensi profesional berupa penguasaan materi pembelajaran, pedagogik, andragogik, dan pengalaman mengajar dalam bidang pendidikan non-formal, memiliki kompetensi personal yang berupa kepribadian yang dapat menjadi teladan, berakhlak mulia, sabar, ikhlas, dan memiliki kompetensi sosial dalam berkomunikasi dan bergaul
secara efektif. Sedangkan dari sudut kualifikasi akademik pengajar diharapkan memiliki pendidikan minimal SPG/ SGO/ Diploma II dan yang sederajat untuk Paket A dan Paket B, guru SMP/ MTs untuk Paket B, tenaga lapangan Dikmas untuk latar belakang jurusan pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran; kyai, ustadz di pondok pesantren dan tokoh masyarakat dengan kompetensi yang sesuai dengan pelajaran yang berkaitan; nara sumber teknis (NST) dengan kompetensi atau kualifikasi sesuai dengan mata pelajaran keterampilan yang dimiliki, seperti penyuluh pertanian atau kelompok tani nelayan andalan (KTNA), dan lain-lain.
56
Intensitas Pengajaran Dalam pandangan responden, intensitas pengajaran dipandang tergolong dalam kategori cukup (58,1%), kurang (25,8%), dan sangat baik (16,1%). (Tabel 17). Tabel 17. Jumlah responden menurut penilaian terhadap Intensitas Pengajaran Intensitas Pengajaran
%
Kurang baik
25.8
Cukup baik
58.1
Sangat baik
16.1
Jumlah
100.0
Keterangan: n=31
Intensitas pengajaran dilihat dari banyaknya
kegiatan pengajaran dan
jumlah jam dalam setiap pertemuan. Intensitas pengajaran di Kejar Paket B berlangsung seminggu dua kali yaitu pada hari Selasa dan Rabu siang. Bagi warga belajar yang sudah bekerja disediakan hari Sabtu, dan proses pembelajarannya
berlangsung
pada
sore
hingga
malam
hari.
Dalam
pelaksanaannya jadual belajar sangat lentur dan tidak terikat, disesuaikan dengan waktu yang tersedia dan dimiliki warga belajar, sehingga warga belajar dapat terus mengikuti proses belajar dan tidak ketinggalan pelajaran karena ketidaksesuaian waktu belajar dengan kegiatan lain yang tidak dapat ditinggalkan.
Lokasi Pembelajaran Mayoritas responden (87,1%) menyatakan lokasi pembelajaran tidak sulit dijangkau. (Tabel 18)
Tabel 18. Jumlah responden menurut jarak ke lokasi belajar Jarak Sulit dijangkau Cukup sulit dijangkau Tidak sulit dijangkau Jumlah Keterangan: n=31
% 3.2 9.7 87.1 100.0
57
Kelompok belajar Paket B memprioritaskan warga belajarnya yang tidak mampu dalam hal ekonomi dan belum menuntaskan pendidikan dasar sembilan tahun. Untuk lokasi pembelajaran indikator penilaiannya berdasarkan
jarak
tempuh antara rumah warga belajar dengan tempat pembelajaran, ongkos transportasi yang diperlukan, dan alat transportasi yang dipakai. Oleh karena itu, dari sisi lokasi mayoritas peserta menganggap lokasinya mudah dijangkau, akan tetapi ada juga warga belajar yang di luar wilayah Tegallega sehingga mereka cukup sulit dan memerlukan waktu yang panjang untuk belajar di Paket B Citra Pakuan.
Dorongan Orang Tua Mayoritas responden (83.9%) menyatakan dorongan orang tua terhadap responden besar, dan sekitar 16.1% menyatakan dorongan itu kecil.
Hal ini
disebabkan Paket B sudah mulai diakui keberadaan dan kesetaraannya oleh para orangtua, sehingga mereka mendukung anaknya untuk masuk dan belajar di Paket B. Disamping itu Paket B adalah wadah untuk warga masyarakat yang ingin belajar namun memiliki ketidakmampuan atau keterbatasan ekonomi, sehingga orangtua memilih Kejar Paket B sebagai pilihan pendidikan yang diambil untuk anak-anak mereka. Di samping itu biaya masuk ke sekolah formal setingkat SLTP dianggap mahal, apalagi yang berada di Kota Bogor.
Bagi sekelompok
masyarakat hal itu sangat memberatkan, sehingga orangtua memilih Kejar Paket B sebagai pengganti atau pilihan sekolah yang dapat ditempuh.
Peluang Melanjutkan Sekolah Seluruh responden (100%) menyatakan bahwa peluang melanjutkan sekolah setelah lulus Paket B adalah besar. Hal ini sesuai dengan harapan penyelenggara baik dinas pendidikan PLS ataupun penyelenggara program pendidikan pada PKBM, bahwa warga belajar Paket B setelah lulus diharapkan dapat melanjutkan sekolah baik itu ke Paket C atau ke sekolah formal yaitu SLTA sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan warga belajar masing-masing.
58
Peluang Kerja Seluruh responden menilai bahwa peluang kerja atau usaha setelah lulus Paket B besar (100%). Dilihat dari kenyataan yang dialami responden, 38,7 persen dari mereka sudah bekerja dengan bermacam-macam jenis pekerjaan dari mulai tukang parkir, DLLAJR, penjaga toko, pelayan toko, bengkel, berdagang sampai dengan PNS. Responden yang belum bekerja biasanya karena mereka setelah lulus Paket A atau SD langsung melanjutkan sekolah ke Paket B atau SLTP dan Paket C, sedangkan responden yang sudah bekerja biasanya mereka yang terhenti beberapa tahun untuk bekerja, setelah mendapatkan pekerjaan mereka melanjutkan ke Paket C untuk menambah keterampilan, pengetahuan ataupun untuk mendapatkan ijazah. Namun tidak menutup kemungkinan ada juga responden yang memang terhambat karena faktor motivasi yang kurang.
KEEFEKTIVAN Keefektivan
pembelajaran
terdiri
dari
pengetahuan,
sikap,
dan
ketrampilan. Perubahan yang terjadi dalam ketiga aspek itulah yang menentukan tingkat keefektivan pembelajaran. Analisis deskriptif terhadap masing-masing faktor keefektivan tersebut adalah sebagai berikut. Pengetahuan Pengetahuan responden diambil dari hasil ujian kesetaraan yang diselenggarakan oleh Diklusepora. Berdasarkan nilai itu, pengetahuan responden tergolong dalam kategori tinggi (71%), sedang (19,4%), dan rendah (9,7%). Sebagian besar responden memiliki pengetahuan dalam kategori tinggi. Hal ini menandakan bahwa program Paket B yang diselenggarakan PKBM Citra Pakuan telah mencapai standar yang tinggi dalam sisi pengetahuan. (Tabel 19).
Tabel 19. Jumlah responden menurut Pengetahuan Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi Total Keterangan: n=31
% 9.7 19.4 71.0 100.0
59
Sikap Sikap responden tergolong dalam kategori tinggi (71%), dan sedang (29%), dan tidak ada yang dalam kategori rendah.
Sikap ini dilihat dari
keinginan, semangat, dan keyakinan responden untuk melanjutkan sekolah dan bekerja.
Hal ini menunjukan bahwa mayoritas responden memiliki semangat,
keinginan, dan keyakinan yang tinggi untuk terus melanjutkan sekolah dan bekerja.
Responden sangat optimis setelah lulus mereka dapat melanjutkan
pendidikan dan bekerja sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Hal ini terbukti mayoritas lulusan Paket B periode 2005 dan 2006 dapat melanjutkan sekolah, bekerja, dan sekolah bekerja. Walaupun pendidikan lanjutan yang dapat dimasuki adalah di Kejar Paket C setara SLTA dan sebagian lagi bekerja dan melanjutkan pendidikan di Paket C pada sore hingga malam hari.
Ketrampilan Dari sisi ketrampilan, mayoritas responden merasa ketrampilan mereka dalam kategori sedang (64,5%), tinggi (22,6%), dan rendah (12,9%). Tidak seperti dalam pengetahuan dan sikap, tingkat ketrampilan yang ada dirasakan sedang oleh mayoritas responden.
Dalam menyediakan pembelajaran tentang
keterampilan, Kejar Paket B terlebih dahulu mengindentifikasi keterampilan apa yang dibutuhkan dan keterampilan apa yang sedang marak pada saat ini. Namun pengadaan ketrampilan itu sendiri disesuaikan dengan keadaan anggaran yang ada. Biasanya pengadaan keteampilan ini bekerja sama dengan pihak-pihak tertentu yang juga menyelenggarakan berbagai jenis keterampilan, seperti tempat kursus komputer, bengkel, salon, pengrajin kue dan keterampilan produktif lainnya yang dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Dalam pengadaan keterampilan tersebut, warga belajar memilih keterampilan yang diminati, peserta, sehingga dalam proses belajar mengajar warga belajar dapat bersungguh-sungguh dalam mempelajari apa yang diberikan oleh tutor.
Namun
tidak
tertutup
kemungkinan ada warga belajar yang tidak bersungguh-sungguh dalam mempelajari keterampilan yang ditawarkan, hal itu kemungkinan karena kurangnya motivasi atau minat warga belajar kepada keterampilan yang ditawarkan atau karena faktor-faktor lain. (Tabel 20).
60
Tabel 20. Jumlah responden menurut penilaian tentang ketrampilan Keterampilan
%
Rendah
12.9
Sedang
64.5
Tinggi
22.6
Jumlah
100.0
Hubungan Antara Faktor Internal- Eksternal dengan Keefektivan Pengkajian hubungan antara faktor internal dan eksternal dengan keefektivan, dilakukan kajian hubungan silang antara faktor internal dengan keefektivan, kemudian faktor eksternal dengan keefektivan. Dari uji hubungan ini terlihat hubungan yang nyata antar satu peubah dengan peubah lainnya.
Hubungan Faktor Internal Dengan Keefektivan Faktor-faktor berasal dari dalam diri responden yang diduga berhubungan dengan keefektivan pembelajaran Paket B terdiri atas lima peubah yang diamati, yaitu umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi keluarga, motivasi, pandangan responden terhadap Paket B. (Tabel 21). Tabel 21. Hubungan antara faktor internal responden dengan keefektivan pembelajaran Paket B (korelasi Spearman) Peubah (X) Internal Umur Jenis Kelamin Status sosial Motivasi Pandangan
Pengetahuan -0.127 -0.208 -0.040 0.041 -0.040
Sikap 0.002 -0.067 0.018 -0.014 -0.149
Keterampilan
KEEFEKTIVAN
0.328 -0.024 -0.462** -0.126 0.180
0.029 -0.178 -0.463** -0.090 -0.013
** Hubungan sangat nyata pada taraf 0.01 * Hubungan nyata pada taraf 0.05
Hasil uji hubungan dengan analisis rank Spearman menunjukan hasil sebagai berikut:
61
Umur tidak berhubungan nyata dengan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan, maupun nilai keefektivan total. Hal itu kemungkinan disebabkan bahwa Program Kejar Paket B di desain untuk kelompok usia yang beragam mulai dari usia 15 tahun sampai 44 tahun. Sasaran Paket B sendiri beragam dengan karakteristik mereka yang lulus Paket A/ SD/MI, belum menempuh pendidikan di SMP/MTs dengan prioritas kelompok usia 15-44 tahun, putus SMP/MTs, tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri, tidak dapat bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum, dan keyakinan). Dengan demikian, uji hubungan yang menyatakan faktor umur tidak berhubungan secara nyata dengan tingkat keefektivan total beserta unsur-unsurnya dapat dipahami. Berdasarkan pendapat Soedijanto (1994), salah satu faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar adalah umur. Umur dan kapasitas belajar dari warga belajar merupakan faktor yang tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan suatu proses belajar. Kemampuan belajar seseorang akan meningkat sampai puncaknya pada umur 25 tahun. Hal ini kerena fungsi organ tubuh yang mendukung proses belajar semakin sempurna. Sesudah itu relatif tetap dan akan menurun pada umur 46 tahun, dan akhirnya menurun drastis pada umur 65 tahun. Hal ini berkaitan dengan mundurnya fungsi otot pendukung, kejenuhan belajar, dan sulitnya pengaturan tata nilai. Jenis kelamin tidak berhubungan nyata dengan keefektivan total maupun unsur-unsur di dalamnya. Hal ini kemungkinan disebabkan bahwa Program Kejar Paket B tidak mengklasifikasikan jenis kelamin dalam proses pembelajaran. Tidak ada materi yang khusus di berikan kepada siswa perempuan atau laki-laki. Kelompok materi yang diajarkan terbagi menjadi dua yaitu kelompok mata pelajaran dan kelompok kecakapan hidup. Kelompok kecakapan hidup dipilih secara bebas oleh siswa sesuai dengan kebutuhannya. Status sosial ekonomi keluarga berhubungan sangat nyata dan negatif dengan keefektivan total.
Jika dilihat lebih jauh, faktor keefektivan yang
berhubungan secara nyata adalah ketrampilan. Namun dapat dilihat dari tabel di atas, bahwa hubungan antara status sosial dan keefektivan adalah negatif. Jadi
62
dapat dikatakan bahwa dengan semakin tingginya status sosial, keefektivannya justru semakin rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kenyataan bahwa Paket B ditujukan untuk golongan dengan status sosial yang rendah. Jadi semakin tinggi status sosial keluarga responden, maka keefektivannya semakin rendah. Dengan kata lain, warga yang berlatar belakang status sosial tinggi relatif tidak cocok sebagai peserta dalam Program Kejar Paket B. Menurut Spencer dalam Sugihen (1996) status seseorang atau sekelompok orang dapat ditentukan (untuk kebutuhan analisis) oleh suatu indeks. Indeks seperti ini dapat diperoleh dari jumlah rata-rata skor, misalnya, yang dicapai seseorang dalam masing-masing bidang, seperti pendidikan, pendapatan tahunan keluarga, dan pekerjaan dari kepala rumah tangga. Motivasi tidak berhubungan nyata dengan keefektivan, maupun setiap unsur dari keefektivan baik sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Secara teoritis motivasi
seharusnya
memiliki
hubungan
positif
terhadap
keefektivan
pembelajaran. Namun dalam kasus ini tidak terdapat hubungan yang nyata. Hal itu kemungkinan disebabkan Program Kejar Paket B adalah satu-satunya alternatif pendidikan di jalur pendidikan non-formal yang diselenggarakan setara dengan SLTP, sehingga warga belajar yang tidak dapat masuk pada jalur pendidikan formal mendapat peluang untuk terus melanjutkan sekolah dan mendapat peluang untuk mendapatkan ijazah untuk bekal mencari kerja. Menurut Rusyan dkk (1989; 99) yang memberikan pengertian: “Motivasi merupakan penggerak tingkah laku ke arah suatu tujuan dengan didasari oleh adanya suatu keinginan/kebutuhan. Berkaitan dengan kegiatan belajar, maka motivasi belajar berarti keseluruhan daya penggerak di dalam diri para siswa/warga belajar/peserta didik yang dapat menimbulkan, menjamin, dan memberikan arah pada kegiatan belajar, guna mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Motivasi belajar, maka siswa/warga belajar/peserta didik dapat mempunyai intensitas dan kesinambungan dalam proses pembelajaran/pendidikan yang diikuti. Pandangan warga belajar terhadap Program Kejar Paket B tidak berhubungan nyata dengan keefektivan maupun unsur-unsur didalamnya.Hal itu disebabkan mayoritas warga belajar di Program Kejar Paket B sudah mengetahui
63
bahwa Program Kejar Paket B adalah suatu program pendidikan non-formal yang hasilnya disetarakan dengan SLTP. Sehingga kekurangan dan kelebihan dari hasil program tersebut dapat di pahami. Di antara faktor internal yang memiliki hubungan nyata dengan keefektivan total adalah status sosial ekonomi keluarga yang berhubungan negatif dengan keefektivan pembelajaran Program Kejar Paket B.
Hubungan Faktor Eksternal dengan Keefektivan Faktor-faktor eksternal yang diduga berhubungan dengan keefektivan pembelajaran Paket B terdiri atas delapan peubah yang diamati, yaitu fasilitas, materi belajar, kualitas pengajar, intensitas pengajaran, jarak belajar, dorongan orangtua, peluang sekolah, dan peluang kerja. Hubungan faktor internal tersebut disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Hubungan antara faktor eksternal responden dengan keefektivan pembelajaran Paket B Peubah External
Pengetahuan
Keterampilan
KEEFEKTIVAN
Fasilitas Materi Belajar Kualitas Pengajar Intensitas Pengajaran Jarak Dorongan Ortu Peluang Sekolah Peluang Kerja
-0.101 0.190 0.426*
Sikap 0.525** 0.146 0.226
-0.071 0.339 -0.244
0.226 0.429* 0.452*
0.093 -0.127 0.431* 0.042 0.030
0.295 0.304 0.123 0.419* 0.329
0.226 -0.159 0.165 -0.244 0.475**
0.377* -0.112 0.373* 0.067 0.362*
** Hubungan sangat nyata pada taraf 0.01 * Hubungan nyata pada taraf 0.05 Hasil uji korelasi silang faktor eksternal dengan efektifitas pembelajaran menunjukkan hal-hal berikut: Fasilitas berhubungan nyata positif dengan sikap tetapi tidak berhubungan nyata dengan keefektivan total. Hal itu dapat dikatakan bahwa semakin baik fasilitas yang dimiliki maka akan semakin mempengaruhi peningkatan sikap warga belajar. Tersedianya fasilitas
yang baik, akan mempengaruhi proses
pembelajaran. Program Paket B adalah Program pendidikan non- formal, dimana dalam proses pembelajarannya sangat fleksibel. Sebagai pendidikan non-formal
64
fasilitas tidak mempengaruhi secara kuat. Proses pembelajaran dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan kondisi dan kemampuan sasaran atau warga belajar. Berdasarkan teori, para ahli telah sepakat bahwa fasilitas atau media pendidikan dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada dua alasan, mengapa media atau fasilitas dapat bermanfaat dalam proses belajar siswa antara lain: bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik; metode mengajar akan lebih berfariasi, sehingga tidak menimbulkan kebosanan; siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemontrasikan; Dalam pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Materi berhubungan nyata positif dengan keefektivan total. Hal itu dapat dikatakan semakin sesuai materi yang diberikan maka akan semakin efektif kegiatan belajar mengajarnya. Materi yang diberikan di Kejar Paket B tergolong sangat baik, karena materi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan responden, sehingga apa yang menjadi kebutuhan responden dapat terpenuhi walaupun tidak maksimal. Berdasarkan teori materi pelajaran harus sejalan dengan ukuran yang digunakan dalam kurikulum bidang studi yang bersangkutan. Kriteria pemilihan materi pelajaran yang akan dikembangkan dalam sistem pembelajaran mendasari penentuan strategi belajar mengajar yaitu:
dan
kriteria tujuan
pembelajaran, meteri pelajaran supaya terjabar, relevan dengan kebutuhan siswa, kesesuaian dengan kondisi masyarakat, materi pelajaran mengandung segi-segi etik, materi pelajaran tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematik dan logis, dan materi pelajaran bersumber dari buku sumber yang baku, pribadi guru yang ahli, dan masyarakat. (Harjanto,2003). Kualitas pengajar berhubungan positif nyata pada pengetahuan dan efektifitas total. Hal itu dapat dikatakan bahwa semakin berkualitas pengajarnya maka semakin mempengaruhi peningkatan pengetahuan warga belajar dan akhirnya semakin efektif kegiatan belajar mengajarnya.
Berdasarkan hasil
65
analisis kualitas pengajar di Paket B tergolong sangat baik. Hal itu kemungkinan disebabkan tutor yang ada di Paket B berasal dari bidang Keguruan dan ilmu pendidikan, disamping itu staf pengajarnya atau tutor memiliki pengalaman mengajar pada sekolah formal, sehingga para tutor dapat membuat suasana belajar dengan baik dan warga belajar dapat belajar dengan menyenangkan tanpa ada tekanan atau rasa tidak suka. Berdasarkan teori salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam menyukseskan
pembelajaran adalah kualitas pengajarnya baik di lembaga
pendidikan formal maupun non-formal.
Bloom (1976) berpendapat bahwa
kualitas pengajaran sangat menentukan keberhasilan siswa. Kualitas pengajaran tergantung dari bagaimana cara menyajikan guru materi yang harus dipeljari, bagaimana guru menggunakan pemberian peneguhan (reinforcement), bagaimana cara guru mengaktifkan siswa supaya berpartisipasi dan merasa terlibat dalam proses belajar, bagaimana cara guru memberikan informasi kepada siswa tentang keberhasilan mereka. Semua ini berkisar pada keterampilan didakstis yang dimiliki guru. Kunci keberhasilan guru tidak begitu terletak dalam penguasaan keterampilan didaktis sebanyak mungkin, lebih-lebih dalam kemampuan menggunakan keterampilan yang dimiliki, sesuai dengan situasi dan kondisi kelas serta gaya mengajar si guru sendiri. Intensitas pengajaran berhubungan nyata dengan keefektivan total. Hal itu dapat dikatakan semakin banyak intensitas pengajaran maka semakin efektif proses pembelajarannya. Mayoritas responden menyatakan intensitas pengajaran di Paket B cukup. Intensitas pengajaran di Kejar Paket B (non-formal) dilakukan 2 kali dalam seminggu atau disesuaikan dengan kondisi warga belajarnya. Jika dilakukan lebih banyak lagi maka kemungkinan akan lebih efektif dan menjawab kebutuhan warga belajarnya. Jarak belajar tidak berhubungan nyata dengan keefektivan maupun semua unsur di dalamnya. Hal itu disebabkan karena Program Kejar paket B lebih memprioritaskan warga belajarnya adalah warga masyarakat yang berada disekitar tempat pelaksanaan program tersebut, sehingga tidak mempengaruhi terhadap proses pembelajaran.
66
Dorongan orangtua berhubungan nyata dengan pengetahuan maupun dengan keefektivan total. Mayoritas responden menyatakan dorongan orang tua sangat besar terhadap responden dalam mengikuti Kejar Paket B. Tingginya dorongan orang tua akan menambah semangat warga belajar untuk belajar lebih baik sehingga akan mempengaruhi peningkatan pengetahuan pada warga belajar. Peluang sekolah tidak berhubungan nyata dengan keefektivan maupun semua unsur di dalamnya. Hal itu disebabkan Kejar Paket B sudah disetarakan dengan SLTP, sehingga warga belajar yang telah lulus Paket B secara otomatis dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya baik ke SLTP mapun ke Paket C sesuai dengan nilai yang diperoleh. Peluang kerja berhubungan nyata dengan keefektivan total. Kejar Paket B di desain untuk tujuan agar warga belajar setelah lulus dapat melanjutkan sekolah dan mendapatkan kesempatan kerja, sehingga kurikulum yang dibuat untuk menjawab kebutuhan dari tujuan diadakannya Kejar paket B. Mengingat kondisi pada saat ini, bahwa kesempatan kerja kebanyakan membutuhkan lulusan SLTA atau Paket C (minimal), maka apabila responden lulusan Paket B tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup, peluang kerja akan sulit diperoleh tetapi jika responden lulusan Paket B memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup maka akan mendapatkan peluang kerja, minimal berwiraswasta sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Faktor-faktor eksternal, yang berhubungan nyata dengan keefektivan dan unsur-unsurnya adalah materi pembelajaran, kualitas pengajar, intensitas pengajaran, dorongan orangtua, dan peluang kerja. Fasilitas, jarak dan peluang sekolah yang tidak berhubungan nyata dengan keefektivan. Namun demikian, kualitas pengajar berhubungan nyata baik dengan keefektivan total maupun unsur keefektivan totalnya yaitu pengetahuan. Jadi di antara faktor eksternal yang ada, kualitas pengajarlah yang memiliki hubungan kuat dengan keefektivan total melalui pengetahuan.
Hal itu dapat dikatakan bahwa semakin berkualitas
pengajarnya maka semakin mempengaruhi peningkatan pengetahuan warga belajar dan akhirnya semakin efektif kegiatan belajar mengajarnya.
Kualitas
pengajar yang baik di Kejar Paket B adalah pengajar yang dapat memahami
67
kebutuhan warga belajarnya, baik itu kebutuhan yang dirasakan maupun kebutuhan yang di inginkan oleh warga belajar. Implikasi penting dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Latar belakang status sosial ekonomi keluarga dari warga belajar merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan program Paket B.
Dari sisi kebijakan, kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan luar
sekolah yang menjadikan warga belajar dari golongan ekonomi lemah sebagai sasaran utama program Paket B sudah tepat sasaran. Oleh karena itu sasaran ini perlu lebih dipertajam, daripada memperluas program ini pada kalangan dengan status ekonomi yang lebih baik, yang seringkali hanya dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan ijasah yang setara dengan SLTP. Dari sisi praktis, penyelenggara Paket B dapat menjadikan status sosial ekonomi ini sebagai kriteria penting dalam melakukan seleksi warga belajarnya. 2. Kualitas
pengajar
memiliki
hubungan
penting
dalam
keefektivan
pembelajaran Program Paket B. Dari sisi kebijakan, kualitas pengajar ini memerlukan perhatian lebih oleh Pemerintah.
Pemerintah telah memiliki
aturan mengenai kualitas Pengajar yang dapat mengajar pada Paket B, namun perhatian yang lebih besar baik dalam bentuk alokasi dana maupun evaluasi dan monitoring, justru biasanya bukan pada aspek ini.
Penyelenggaraan
program ini biasanya diuntungkan dari adanya sukarelawa yang sukarela dan memiliki motivasi yang tinggi untuk berbagi melalui pengajaran di Paket B. Pelatihan dan pengembangan untuk para Tutor Paket B merupakan langkah yang sangat membantu peningkatan keefektivan pembelajaran paket B. Implikasi praktis bagi penyelenggara Paket B, dengan mengetahui bahwa kualitas pengajar merupakan faktor penting yang berhubungan dengan keefektivan yang terpenting adalah bagaimana program Paket B dapat terus meningkatkan kualitas pengajarnya. Hal ini dapat dimulai dari rekuritmen staf pengajar.
Staf pengajar dengan kualifikasi yang baik dan memiliki
komitmen tinggi merupakan langkah awal untuk menyediakan pengajar yang baik. Keterbatasan dana dan renumerasi yang diberikan kepada staf pengajar seringkali menjadi kendala di lapangan.
68
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1) Faktor internal yang berhubungan
nyata dengan efektivitas pembelajaran
program Kejar Paket B adalah status sosial ekonomi keluarga. Status sosial ekonomi keluarga memiliki hubungan negatif yang berarti semakin tinggi status sosial orangtua dari warga belajar akan semakin menurunkan efektifitas pembelajaran pada program Kejar Paket B. Faktor internal lain seperti usia, jenis kelamin, motivasi, dan pandangan warga belajar terhadap Kejar Paket B tidak berhubungan nyata dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B. 2) Faktor eksternal yang berhubungan nyata dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B adalah materi, kualitas pengajar, intensitas pengajaran, dorongan orangtua, dan peluang kerja. Kelima peubah ini memiliki hubungan positif yang berarti semakin baik dan tinggi kelima peubah ini akan semakin meningkatkan keefektivan pembelajaran Program Kejar Paket B. Faktor eksternal lain seperti fasilitas, jarak, dan peluang sekolah tidak berhubungan nyata dengan keefektivan pembelajaran Program Paket B.
Saran 1) Pemerintah
sebaiknya
mempertahankan
kebijakan
untuk
menjadikan
kelompok ekonomi lemah sebagai sasaran utama program Kejar Paket B dan kualitas pengajar melalui ‘rekruitment’ yang lebih intensif dan berkualitas. 2) Penyelenggara sebaiknya lebih meningkatkan dan memperhatikan
faktor
eksternal seperti, materi pelajaran, kualitas pengajar, intensitas belajar, dorongan orang tua, dan peluang kerja untuk langkah pengembangan Program agar lebih efektif dan bermutu pada gilirannya dapat meningkatkan partisipasi masyarakat. 3) Penelitian ini dapat lebih disempurnakan dengan melakukan kajian pada skala yang lebih besar, tidak hanya pada satu PKBM. Dengan memperluas contoh PKBM, baik dari sisi lokasi, wilayah, ataupun kategori-kategori lain PKBM, diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih komprehensif.
69
DAFTAR PUSTAKA Adi, I. R. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Biro Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Coombs, P. H., dan Manzoor, A. 1974. Attacking Rural Poverty: How Nonformal Education Can Help. Baltimore: The John Hopkin Press. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Modul Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Paket B Setara SLTP. Jakarta: Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Ella, Y. 2007. Pendidikan Kesetaraan. Jakarta: Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat jenderal PLS. Departemen Pendidikan Nasional. Freire, P. 1972. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LP3ES. Faisal. 1981. Pendidikan Luar Sekolah dalam Sistem Pendidikan dan Pembangunan Nasional. Surabaya: Usaha Nasional. Jhonston, L. W. 1971. Vocational Youth Club and The Learning Experience In Contemporary Concepts in Vocational Education. Diedit oleh G. F. Law. Washington D, C: American Vocational Association. Loudon, D. L., dan Della Bitta. 1993. Consumer Behavior. New York: McGrawHill International Editions. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pemmbangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Malo, M., dan Trisnoningtias, S. 2000. Metode Penelitian Masyarakat. Depok: Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial Universitas Indonesia. Mukhtar, Rusmini, dan Samsu. 2003. Sekolah Berprestasi. Cetakan ke-2. Jakarta: PT Nimas Multima. Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, karakteristik, dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Powel, E. A. 1983. The Psychology of Adolescence. New York: The Boobs Merryl Inc. Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Rogers, E. M., dan Shoemaker, B. R. 1971. Criteria For Effective Vocational Education. In Contemporary Concepts in Vocational Education. Diedit oleh G. F. Law. Washington D. C. : American Vocational Association. Roslender. 1992. Sociological Perspective on Modern Accountancy. Great Britain: Mackays of Chatham PLC. Rusyan, Kusdiar, dan Arifin, Z. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: C.V. Remaja Karya.
70
Russell, B. 1993. Pendidikan dan Tatanan Sosial. Penerjemah: Abadi, S. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Saharuddin. 1987. “Partisipasi Kontak Tani dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Program Penyuluhan Pertanian.“ Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sevilla, C. G., Ochave, A., Punsalan, P., Regala, P., Uriarte, G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Depok: UI-Press. Shadily, H. 1977. Ensiklopedi Umum. Jakarta: Yayasan Dana Buku Franklin. Siegel, S. 1994. Statistik Non Parametrik: untuk Ilmu-ilmu Sosial. Gramedia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sihombing. 2000. Pendidikan Luar Sekolah: Manajemen Strategi. Jakarta: P.D. Mahkota. Singarimbun, dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Slamet, M. 1986. Metodologi Pengabdian Pada Masyarakat. Bandar Lampung: Universitas Lampung. . 2003. Membentuk Pola Prilaku Manusia Pembangunan. Bogor: IPB Press. Padmowihardjo, S. 1994. Modul Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka. . 1978. Beberapa Konsepsi Proses Belajar dan Implikasinya. Bogor: IPLPP Ciawi. Soedijanto. 1981. “Keefektivan Kelompok Tani dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian”. Disertasi Doktor. Jurusan Ilmu Penyuluhan Pembangunan. IPB Soerjono, S. 1987. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali. Sudjana, N. 1981. Pendidikan Nonformal: Wawasan Kesejahteraan. Bandung: Jemmars. Sudomo. 1987. Sekitar Eksistensi Sekolah. Yogyakarta: Hanindita. Sutisna, O. 1985. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa. Sugihen, B. T. 1996. Sosiologi Pedesaan: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Syah. 2002. Psikologi Pendidikan dalam Pendekatan Baru. Editor Wardan, S. S. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tim Dosen FIP IKIP Malang. 1988. Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, Cetakan ke-3. Surabaya: Usaha Nasional.
71
Winkel, W. S. 2004. Psikologi Pengajaran. Cetakan ke- 6. Yogyakarta: Media Abadi. Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika, Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia. Yusmar. 1988. Dinamika Kelompok: Kerangka Studi Dalam Perspektif Psikologi Sosial. Bandung: Armico. Zulvera. 2002. “Efektivitas Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu dalam Penyuluhan Pertanian: Kasus Provinsi Sumatera Barat.” Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
72
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Jl. Kampus IPB Darmaga PO Box 220 Bogor 16002
Saudara/bapak/ibu yang saya hormati, Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Institut Pertanian Bogor, yang sedang melakukan penelitian tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan Keefektivan Pembelajaran Kejar paket B di tempat Saudara/Bapak/Ibu belajar. Penelitian
yang
saya
lakukan
berjudul
“Faktor-faktor
yang
Berhubungan dengan Keefektivan Pembelajaran Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan Bogor”. Untuk melengkapi penelitian dimaksud, saya memohon bantuan dan kesediaan Saudara/Bapak dan Ibu untuk meluangkan waktu mengisi/menjawab kuesioner (terlampir) dengan sejujur-jujurnya dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kejujuran jawaban akan memberikan manfaat yang sangat berarti bagi penelitian ini, dan semoga hasilnya pun dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan. Jawaban Saudara/Bapak/Ibu akan terjamin kerahasiaannya. Oleh karena itu jawaban terbaik adalah jawaban yang benar-benar menggambarkan kondisi/keadaan Saudara/Bapak/Ibu. Demikian, atas bantuan, kesediaan dan kerjasama Saudara/Bapak dan Ibu, Saya mengucapkan terima kasih. Bogor, April 2007 Hormat Saya,
Teti Haryati
73
KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJAR PAKET B (Studi Kasus Paket B di PKBM Citra Pakuan, Bogor)
No. Responden
:.......................
Enumerator
:.......................
Tanggal Wawancara
:.......................
Lamanya Wawancara
:.......................
74
PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER
1. Lembar kuisioner diisi dengan huruf kapital; 2. Harap diisi dengan lengkap identitas enumerator beserta nomor responden dan tanggal pelaksanaan kegiatan; 3. Dalam
mewawancara
responden,
enumerator
hendaknya
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, tidak teknis dan tidak terlalu rumit. Gunakan kaidah: jelas, sederhana dan menyeluruh; 4. Dalam wawancara, responden boleh saja tidak berurutan seperti pada kuesioner ketika menanyakan responden, akan tetapi semua pertanyaan dalam kuisioner harus ditanyakan; 5. Bila ada koreksi dalam penulisan harap diberikan tanda khusus agar mudah dimengerti; 6. Mulailah dengan pertanyaan yang sederhana dan bersahabat serta jangan menggunakan pertanyaan yang mempunyai banyak makna. 7. Harap tidak menggunakan pertanyaan yang mengandung SARA
SELAMAT BEKERJA
75
I. IDENTITAS RESPONDEN 1. 2. 3. 4 5.
II.
Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan pokok Tempat tinggal : a. Dusun b. Desa c. Kecamatan
:.................................. :.................................. :.................................. :.................................. :.................................. :.................................. :..................................
FAKTOR INTERNAL RESPONDEN
1. Apakah pendidikan formal Orang tua Saudara? a. TL SD e. TL SLTA b. SD f. SLTA c. TL SLTP g. D-I / II / III / IV d. SLTP h. S-1 2. Apakah pekerjaan orang tua Saudara? a. Tidak bekerja b. Bekerja tidak tetap c. Wirausaha (berdagang, pengrajin, pemulung, tukang parkir) d. Wirausaha dan memiliki karyawan e. Petani tanpa lahan f. Petani dengan lahan g. PNS h. ABRI 3. Bagaimana status tempat tinggal orang tua saudara? a Kontrak/sewa b Rumah dinas c Rumah sendiri : permanen semi permanen tidak permanen 4. Berapa pendapatan orang tua Saudara / bulan dalam rupiah? a. Di bawah 750.000,b. 750.000 – 1 juta,c. 1 juta – 1.250.000,d. 1.250.000 keatas 5. apa yang melatarbelakangi Saudara masuk/memilih Paket B? a. Droupout dari sekolah formal b. disuruh orangtua c. kebutuhan untuk bekal mencari kerja d. karena ingin melanjutkan sekolah
76
6. apa tujuan saudara memasuki Kejar Paket B? a. untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan b. untuk meningkatkan pendapatan c. untuk meraih kesempatan peluang kerja d. untuk memperoleh kesempatan melanjutkan sekolah 7. Peningkatan pengetahuan apa yang Saudara rasakan setelah mengikuti Kejar Paket B? a. tidak ada peningkatan pengetahuan b. dapat menguasai mata ajaran yang diajarkan c. dapat menguasai teknologi yang diajarkan d. dapat membuat berbagai macam keterampilan produktif 8. Peningkatan keterampilan apa yang Saudara kuasai setelah mengikuti Kejar Paket B? a. a.tidak ada peningkatan b. membuat kerajinan tangan (tas, keset, bunga plastik, aksesoris mute) c. dapat mengoprasikan komputer dan alat mesin lainnya d. dapat membuat berbagai macam keterampilan produktif 9. siapa yang mempengaruhi / atas dasar apa Saudara masuk kejar Paket B? a ajakan teman b ajakan orang tua c ajakan pengurua kelompok belajar paket B d ajakan tokoh masyarakat 10. apa yang anda ketahui tentang Paket B? a. tidak tahu b. tempat untuk kegiatan belajar masyarakat c. lembaga pendidikan untuk siap kerja d. paket B adalah bentuk pendidikan non- formal yang setara dengan SLTP 11. Apa manfaat yang Saudara rasakan dalam kejar paket B? a. tidak ada manfaat b. b dapat melanjutkan sekolah c. dapat menambah pengetahuan dan keterampilan d. d.dapat membuka peluang usaha kerja/wiraswasta 14. Bagaimana Kehadiran Saudara dalam proses belajar mengajar? a. Sering b. Kadang-kadang c. Jarang d. Tidak Pernah 15. Apakah Saudara mengikuti proses belajar mengajar dalam kelas dengan baik? a. Sering b. Kadang-kadang c. Jarang d. Tidak pernah 16. apakah Saudara aktif melakukan diskusi dengan teman pada saat diberikan tugas oleh tutor? a. Sering b. Kadang-kadang c. Jarang d. Tidak pernah 17. Apakah Saudara mengerjakan tugas-tugas dikelas maupun dirumah yang diberikan oleh tutor? a. Sering b. Kadang-kadang c. Jarang d. Tidak pernah
77
III. FAKTOR EKSTERNAL RESPONDEN PETUNJUK A. B. C. D.
STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju
Indikator Pertanyaan 18. Ruang belajar yang digunakan sudah cukup memadai bagi proses belajar mengajar, 19. Ruang belajar yang digunakan sudah cukup memadai bagi proses belajar mengajar, 20. Ruang administrasi yang tersedia cukup memadai bagi proses administrasi di Paket b, 21. Alat-alat media pengajaran sudah cukup memadai untuk membantu proses pengajaran 22. Materi yang diajarkan dalam proses belajar mengajar kejar paket B telah sesuai dengan kebutuhan warga belajar. 23. Materi yang diajarkan mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 24. Dalam mengajar di kelas tutor sudah paham dengan sifat masing-masing warga belajar 25. Tutor sudah memiliki kemampuan untuk memotivasi warga belajar sehingga warga belajar tetap semangat dalam mengikuti pelajaran. 26 Gaya mengajar tutor sudah cukup bervariasi sehingga tidak menimbulkan kebosanan dalam belajar di kelas. 27. Dalam setiap mengajar tutor selalu menggunakan fasilitas yang tersedia di kelas 28. Banyak kegiatan pengajaran di lakukan didalam kelas dalam seminggu sudah cukup sesuai.
STS
TS
S
SS
78
29. Jumlah jam dalam setiap pertemuan sudah cukup sesuai. 30. Jarak tempuh antara rumah Saudara dengan lokasi Paket B tidak terlalu jauh 31. Untuk menempuh ke lokasi Paket B alat transportasi yang digunakan tidak terlalu sukar 32. Ongkos transportasi yang diperlukan setiap datang tidak terlalu mahal. 33. Dorongan orang tua terhadap sudara dalam mengikuti Paket B sangat besar. 34. Dengan mengikuti Paket B, saya dibebaskan dalam pekerjaan di rumah. 35. Setelah lulus Paket B, saya mendapatkan. 36. Setelah lulus Paket B, saya mendapatkan peluang untuk melanjutkan sekolah. 37. Setelah lulus Paket B, peningkatan keterampilan dan pengetahuan dapat membuka peluang untuk membuka usaha sendiri sesuai dengan minat dan kebutuhan.
IV. SIKAP WARGA BELAJAR PETUNJUK STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju Indikator Pertanyaan (Sikap) 38. Dengan peningkatan pengetahuan yang saya miliki, saya dapat melanjutkan sekolah dan bekerja. 39. Saya ingin sekali melanjutkan sekolah setelah lulus Paket B. 40. Saya dapat memiliki semangat yang kuat untuk bersaing mendapatkan peluang kerja yang lebih baik sesuai dengan keahlian yang dimiliki.
STS
TS
S
SS
79
IV. SIKAP DAN KETERAMPILAN WARGA BELAJAR PETUNJUK STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju Indikator Pertanyaan Keterampilan 41. Kemampuan/Keterampilan yang saya miliki cukup untuk bekal melanjutkan sekolah. 42. kemampuan/Keterampilan yang saya miliki cukup untuk mendapatkan pekerjaan. 43. kemampuan/Keterampilan yang saya miliki cukup untuk membuka usaha mandiri. 44. kemampuan/Keterampilan yang saya miliki tidak sesuai dengan kebutuhan saya.
TERIMA KASIH
STS
TS
S
SS
80
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Motivasi Intrinsik Untuk mengukur motivasi terdapat empat pertanyaan dengan nilai Cronbach’s Alpha 0.670. Nilai ini sudah menunjukkan bahwa alat ini memiliki reliabilitas yang cukup untuk dijadikan ukuran motivasi belajar. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Standardized N Alpha Items Items .670 .667 4
of
Fasilitas Peubah fasilitas juga memiliki nilai Cronbach’s Alpha yang cukup tinggi yaitu 0.630. Berarti keempat pertanyaan yang digunakan untuk mengukur peubah ini juga dapat diandalkan. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Standardized N Alpha Items Items .637 .630 4
of
Materi Peubah materi memiliki nilai reliabilitas yang sangat kecil, yaitu hanya .357. Oleh karena itu, instrumen ini perlu dikoreksi. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Standardized N Alpha Items Items .357 .288 4
of
Kalau dilihat lebih jauh maka pertanyaan nomor III.22 dan III.23 memiliki nilai korelasi yang rendah dan memungkinkan kenaikan nilai Cronbach’s Alpha kalau pertanyaanpertanyaan ini dihapus.
81
III.22 III.23 III.24 III.25
Item-Total Statistics Scale Mean if Scale Corrected Item Variance if Item-Total Deleted Item Deleted Correlation 9.13 2.916 -.163 9.03 2.366 .143 9.23 1.247 .433 9.19 1.561 .413
Squared Multiple Correlation .097 .057 .395 .463
Cronbach's Alpha if Item Deleted .588 .341 -.106(a) -.006(a)
Jadi kalau pertanyaan nomor III.22 dan III.23 dihapus maka hasilnya adalah sebagai berikut: Reliability Statistics
Cronbach's Alpha .754
Cronbach's Alpha Based on Standardized N of Items Items .760 2
Dengan dua pertanyaan saja nilai Cronbach’s Alpha untuk peubah materi belajar kini menjadi lebih baik dan dapat diandalkan untuk mengukur peubah tersebut dengan Cronbach’s Alpha sebesar 0.760. Kualitas Pengajar Peubah kualitas pengajar diukur dari enam pertanyaan yaitu pertanyaan nomor III.26 sampai dengan pertanyaan nomor III.31. Hasil analisis reliabilitas menunjukkan bahwa ukuran ini memiliki reliabilitas yang sangat rendah yaitu 0.083 sebagaimana dalam hasil berikut. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Standardized N Alpha Items Items .083 .434 6
of
Jika dianalisis lebih lanjut ada beberapa pertanyaan yang memiliki korelasi yang sangat kecil yaitu pertanyaan nomor III.27 dan III.28. Jika dua pertanyaan ini dihapus maka nilai reliabilitasnya akan meningkat.
82
III.26 III.27 III.28 III.29 III.30 III.31
Scale Mean if Item Deleted 15.97 16.23 15.03 16.00 16.10 16.00
Item-Total Statistics Scale Corrected Variance if Item-Total Item Deleted Correlation 32.632 .101 33.181 .057 4.232 .045 33.600 .160 33.624 .058 32.333 .103
Squared Multiple Correlation .105 .067 .004 .334 .117 .279
Cronbach's Alpha if Item Deleted .052 .069 .407 .064 .073 .048
Penghapusan terhadap dua pertanyaan di atas akan menghasilkan nilai Cronbach's Alpha yang terstandarisasi baru yaitu 0.529. Angka ini menunjukkan tingkat reliabilitas yang memadai meskipun hanya lebih sedikit di atas 0.5.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Standardized N Alpha Items Items .451 .529 4
of
Intensitas Peubah intensitas menunjukkan ukuran yang cukup dapat diandalkan. Angka Cronbach’s Alphanya adalah 0.695. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Standardized N Alpha Items Items .685 .695 2
of
Jarak Peubah jarak memiliki nilai reliabilitas yang memadai dengan nilai Cronbach’s Alpha Sebesar 0.551. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Standardized N Alpha Items Items .548 .551 3
of
83
Sikap Peubah sikap memiliki 5 (lima) pertanyaan yaitu pertanyaan nomor IV.42 sampai dengan IV.46. Ukuran ini memiliki tingkat reliabilitas yang agak rendah yaitu 0.411.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Standardized N Alpha Items Items .411 .418 5
of
Jika dilihat lebih rinci, ada beberapa pertanyaan yang memiliki tingkat korelasi yang rendah yaitu pertanyaan nomor IV.42 dan IV.43. Kedua pertanyaan ini kalau dihilangkan akan meningkatkan reliabilitas ukuran.
IV.42 IV.43 IV.44 IV.45 IV.46
Scale Mean if Item Deleted 13.71 13.35 13.03 13.13 13.23
Item-Total Statistics Scale Corrected Variance if Item-Total Item Deleted Correlation 2.080 .097 2.370 .081 2.366 .148 1.983 .335 1.647 .439
Squared Multiple Correlation .100 .230 .348 .645 .570
Cronbach's Alpha if Item Deleted .466 .445 .399 .268 .148
Setelah dua pertanyaan tersebut dihilangkan maka, ukuran sikap memiliki tingkat reliabilitas sebesar 0.606 yang menunjukkan angka yang cukup dapat diandalkan sebagai sebuah ukuran.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Standardized N Alpha Items Items .610 .606 3
of
Ketrampilan Ketrampilan memiliki angka reliabilitas yang cukup tinggi yaitu 0.742. Daftar pertanyaan untuk mengukur ketrampilan ini dapat diandalkan untuk mengukur peubah ini.
84
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Standardized N Alpha Items Items .742 .739 4
of
Keefektivan total Keefektivan total merupakan penggabungan tiga peubah yaitu peubah sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Karena peubah pengetahuan merupakan angka yang diambil dari nilai ijazah peserta didik, maka angka ini tidak diperlukan analisis reliabilitasnya. Keandalan pengukuran peubah yang terdiri dari tiga peubah dengan skala yang berbeda-beda ini dapat dilihat dari nilai Cronbach Alpha yang terstandarisasi yaitu 0.611. Nilai ini menunjukkan bahwa peubah gabungan keefektivan total ini cukup andal untuk digunakan. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's Standardized N Alpha Items Items .315 .611 8
of
84
Lampiran 3 Foto kegiatan Pembelajaran Kejar Paket B
85
Lampiran 4 Pemerataan dan Perluasan Akses Melalui Diversifikasi Layanan (Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jenderal pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional 2007)
86