Karya Ilmiah
FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK KINERJA (CAMELS) PERBANKAN
Oleh: Herti Diana Hutapea SE, MSi, Akt (Dosen Tetap Program Studi FE UHN)
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2014
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih, berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini dengan judul : ” Faktor-Faktor Pembentuk Kinerja (CAMELS) Perbankan”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dan member dukungan serta saran dalam penyelesaian karya ilmiah ini yaitu : 1. Rektor Universitas HKBP Nommensen Medan 2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen Medan 3. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Universitas HKBP Nommensen 4. Ketua Program Studi Akuntansi Universitas HKBP Nommensen Medan 5. Teman-teman sejawat dan Staf Pengajar Universitas HKBP Nommensen khususnya Fakultas Ekonomi 6. Keluargaku yang mendukungku menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, namun besar harapan penulis bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Medan, Januari 2014
Herti Diana Hutapea, SE, M.Si.Akt
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... iv BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................
1
BAB II : PEMBAHASAN .....................................................................................
5
2.1 Pengertian Bank .........................................................................................
5
2.2 Analisis Laporan Keuangan ........................................................................
7
2.3 Pengukuran Kinerja dan Rasio keuangan ...................................................
8
2.4 Rasio Keuangan Model CAMELS ............................................................. 10 2.4.1 Capital (Permodalan) ........................................................................ 11 2.4.2 Assets Quality (Kualitas Aktiva) ....................................................... 15 2.4.3Management (Manajemen) ................................................................ 21 2.4.4 Earning (Rentabilitas) ........................................................................... 29 2.4.5 Liquidity (Likuiditas) .................................................................................. 34 2.4.6 Sensitivitas Terhadap Risiko Pasar (Sensitivity To Market Risk) ................................................................................. 39 BAB III : KESIMPULAN ...................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA
3
DAFTAR TABEL Tabel : 2.1
Matriks Kriteria Peringkat Komponen Capital ..............................................
11
2.2
Matriks perhitungan Komponen Capital .......................................................
12
2.3
Matriks Kriteria Peringkat Komponen KAP(1)...............................................
16
2.4
Matriks Kriteria Peringkat Komponen KAP(2)...............................................
17
2.5
Matriks Perhitungan Komponen KAP ...........................................................
17
2.6
Matriks Kriteria Peringkat Komponen NPM .................................................
22
2.7
Matriks Perhitungan Komponen NPM .........................................................
23
2.8
Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROA .................................................
28
2.9
Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROE ..................................................
31
2.10 Matriks Kriteria Peringkat Komponen NIM/NOM........................................
31
2.11 Matriks Kriteria Peringkat Komponen BOPO ................................................
32
2.12 Matriks Perhitungan Komponen Rentabilitas ................................................
32
2.13 Matriks Kriteria Peringkat Komponen LDR ...................................................
36
2.14 Matriks Perhitungan Komponen Likuiditas ....................................................
36
2.15 Matriks Perhitungan Komponen sensitivity to market risk .............................
40
2.16 Bobot Penilaian Tingkat Kesehatan Bank ......................................................
43
4
BAB I PENDAHULUAN
Menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1998 bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Sektor perbankan merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia, karena perbankan merupakan salah satu dasar yang menggerakan perekonomian di Indonesia. Semenjak adanya deregulasi perbankan di tahun 1980-an, jumlah bank meningkat tajam, namun krisis ekonomi dan keuangan yang melanda di Indonesia di Tahun 1997 cukup menguncang industri perbankan sehingga banyak kegiatan bank yang dibekukan akibat ketidakmampuan bank tersebut dalam mengelola kegiatan operasionalnya. Sekalipun demikian tetap saja jumlah bank di Indonesia masih tergolong banyak ( ada sekitar 130 bank dengan 1910 kantor cabang ) dengan kualitas modal yang tidak terlalu kuat. Dengan jumlah pilihan bank yang demikian banyaknya, nasabah bank harus benar – benar pandai memilih manakah bank yang sehat dan dapat dipercaya untuk dijadikan tempat menyimpan dana yang dimilikinya. Menurut SK Direksi Bank Indonesia No. 30/277/KEP/DIR Tgl 19 Maret 1998, suatu bank dikatakan sehat apabila bebas perselisihan interen, tidak ada campur tangan pihak ekstern, terhindar dari praktek perbankan lain yang dapat membahayakan usaha bank. Selain itu, dalam menilai suatu bank sehat atau tidak, ada alat ukur untuk mengetahui ( indikator
5
kesehatan bank ), yaitu berupa faktor kualitatif dan faktor kuantitatif. Namun biasanya faktor yang mudah diukur adalah faktor kuantitatif berupa rasio – rasio keuangan, karena datanya mudah diperoleh. Dengan kata lain bank dikatakan sehat jika indikator kesehatan bank yang dimilikinya lebih baik dari ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Perbaikan kinerja atau kesehatan di sektor perbankan, dapat dilakukan dengan menilai kinerja dari sektor perbankan itu sendiri. Kinerja perbankan ini dapat diukur dengan menganalisis rasio-rasio yang berdasarkan pada informasi yang terdapat dalam laporan keuangan. Kinerja bank dapat digunakan untuk mengetahui atau menilai tingkat kesehatan suatu bank. Informasi mengenai tingkat kesehatan bank dapat membantu Bank Indonesia selaku pemegang kepentingan, untuk membuat strategi-strategi perbankan yang baru dan menerapkan strategi pengawasan bank. Investor juga menggunakan informasi mengenai tingkat kesehatan bank sebagai dasar dari pengambilan keputusan investasinya. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/22/PBI/2001 mengenai Transparansi Kondisi Keuangan Bank, menyatakan bahwa bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan dengan bentuk sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. laporan-laporan tersebut antara lain: (I) Laporan Tahunan, (II) Laporan Keuangan Publikasi Triwulan, (III) Laporan Keuangan Publikasi Bulanan, dan (IV) Laporan Keuangan Konsolidasi. Perbaikan kinerja perbankan terus menerus dilakukan dengan perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menjadi Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 kemudian dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yang mengatur tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional di 6
Indonesia. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia dengan Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI tanggal 12 April 2004 dan Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 dianggap sudah tidak layak untuk bank umum Metode penilaian tingkat kesehatan bank tersebut diatas kemudian dikenal dengan metode CAMELS. Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. CAMELS merupakan kepanjangan dari Capital (C), Asset Quality (A), Management (M), Earning (E), Liability atau Liquidity (L), dan Sensitivity to Market Risk (S). Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Pada awalnya rasio ini hanya terdiri dari 5 faktor atau dikenal dengan Metode CAMEL. CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak dikeluarkannya Paket Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehatihatian bank. Paket tersebut dikeluarkan sebagai dampak kebijakan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 1988). CAMEL berkembang menjadi CAMELS pertama kali pada tanggal 1 Januari 1997 di Amerika. CAMELS berkembang di Indonesia pada akhir tahuan 1997 sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi BI No 30/277/KEP/DIR tahun 1998, rasio CAMEL ditetapkan sebagai panduan untuk menilai tingkat kesehatan dari sebuah bank dengan beberapa tingkatan yaitu: tingkatan sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Namun demikian, operasional dari sektor perbankan semakin kompleks dewasa ini. Hal tersebut menyebabkan peningkatan resiko yang harus di hadapi oleh bank tersebut. Oleh karena itu, Bank Indonesia menambahkan satu
7
komponen lagi yaitu sensitivitas terhadap resiko pasar atau yang dikenal dengan sebutan Sensitivity To Market Risk. CAMELS merupakan salah satu instrumen Bank Indonesia yang diperlukan untuk mengetahui tingkat kesehatan bank. Faktor-faktor CAMELS ini sudah diakui dunia perbankan internasional (standar BIS adalah CAMEL), berkiblat pada aturan yang ditetapkan oleh BIS (Bank Internasional Settlement) yang merupakan bank sentral dari bank sentral utama dunia yaitu suatu organisasi yang bermarkas di kota Basle, Switzerland yang beranggotakan 10 (sepuluh) negara-negara maju yaitu: United States, West Germany, Japan, Britian, France, Italy, Belgium, The Nederlands, Canada, dan Sweden. Kegiatan kelompok perbankan ini sangat berpengaruh terhadap perbankan global. Oleh karena itu, hampir seluruh sistem perbankan internasional mengacu pada standar BIS, atau memang secara terpaksa harus mengikuti, agar operasional perbankan suatu negara dapat memenuhi standar yang diakui secara internasional dan dapat diterima dalam kancah operasional perbankan dunia.
8
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Bank Menurut PSAK No 31 tentang Akuntansi Perbankan, Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit), serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Bank menurut(Kasmir, 2011) adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberi jasa bank lainnya. Jasa bank lainnya yang dimaksud antara lain adalah menerima setoran, melayani pembayaran, transfer, kliring, inkaso dan SDB. Kasmir (2011) juga menyatakan bahwa perbankan terbagi menjadi beberapa jenis sesuai dari berbagai segi, antara lain: 1. Berdasarkan Jenisnya Menurut UU RI No 10 Tahun 1998, jenis perbankan antara lain: a. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lntas pembayaran. Selain itu bank umum juga bertindak sebagai penyalur kredit jangka pendek. b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensionnal atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Berdasarkan kepemilikannya, bank dibagi menjadi 4 yaitu: 9
a. Bank Milik Pemerintah, merupakan bank yang akte pendirian maupu modalnya dimilikii oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. b. Bannk Milik Swasta Nasional, merupakan bank yang seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional erta akte pendiriannyapun didirikan oleh swasta pula. c. Bank Milik Asing, adalah cabang dari bank di luar negeri, baik milik swasta asing maupun milik pemerintah di suatu negara. d. Bank Milik Campuran, adalah bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan bank ini sebagian besar dimiliki oleh Masyarakat Indonesia. 3. Berdasarkan Statusnya a. Bank Devisa, adalah bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. b. Bank Non-Devisa, merupakan bank yang belum punya izin untuk melaksanakan
transaksi
sebagai
bank
devisa,
sehingga
tidak
dapat
melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. 4. Berdasarkan Cara Menentukan Harga a. Bank berdasdarkan prinsip konvensional b. Bank berdasarkan prinsip syariah Tujuan perbankan secara umum akan sama dengan tujuan utama dari sebuah perusahaan, yaitu memaksimalkan kemakmuran para pemegang saham (Puspitasari, 2003). Oleh karena itu bank harus memaksimalkan tingkat laba yang dicapai. Karena laba menjadi cerminan dari nilai suatu perusahaan, termasuk perbankan. Selain laba, 10
perbankan juga selalu dihadapi oleh resiko. Resiko-resiko yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan suatu bank untuk mencapai tujuannya. Menurut (Koch, 1995) dalam (Puspitasari, 2003) keadaan ini disebut sebagai trade off risk and return. (Koch, 1995) juga menyatakan bahwa resiko yang dihadapi oleh suatu bank adala resiko kredit, resiko likuiditas, resiko bunga, resiko operasi dan resiko keuangan modal (insolvency). Jika resiko-resiko ini bisa semakin ditekan oleh suatu bank, maka nilai perusahaan perbankan tersebut akan semakin tinggi.
2.2. Analisis Laporan Keuangan Keberhasilan suatu bank untuk memaksimalkan laba atau menekan resikonya bisa terlihat dari kinerja bank tersebut. Kesehatan bank juga dapat berpengaruh bagi kinerja bank tersebut. Pada umumnya penilaian kinerja bank dapat menggunakan rasio-rasio yang ada pada Laporan Keuangan bank yang bersangkutan. Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No 2, informasi akuntansi dalam laporan keuangan harus memiliki beberapa karakteristik kualitatif, yaitu: 1. Relevan. Maksud dari relevan disini adalah bahwa informasi yang terkandung dalam laporan keuangan tersebut harus logis dan masuk akal. Inoformasi ini dapat mempengaruhi investor untuk mengambil keputusan investasi. 3 karakteristik utama informasi yang relevan antara lain: a. Ketepatan waktu (timelines), adalah informasi tersebut tersedia pada saat dibutukan untuk pengambilan keputusan sebelum kehilangan nilainya. b. Nilai prediktif (predictive value), adalah informasi yang tersedia dapat digunakan oleh pemakai untuk membuat prediksi apa yang terjadi di masa depan dengan menggunakan kejadian di masa lalu, ataupun saat ini. 11
c. Umpan Balik (feedback value), adalah informasi tersebut dapat digunakan untuk mengkonfirmasi ekspektasinya yang terjadi di masa lalu. 2. Andal (Reliable), maksudnya adalah informasi yang disediakan oleh laporan keuangan tersebut harus dapat diandalkan, bebas dari bias dan penyimpangan. Tiga karakteristik utama reliabilias adalah: a. Dapat diverifikasi (verifiabillity). Maksud dari karakteristik ini adalah informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan, apabila diuji dengan metode atau cara yang berbeda oleh pihak independen dapat menghasilkan hasil yang sama. b. Representational Faithfulness, adalah informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan harus disajikan apa adanya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. c. Netralitas (neutrality), adalah informasi akuntansi yang terdapat di dalam laporan keuangan haruslah netral dan tidak memihak bagi kepentingan pihak manapun. 3. Dapat dibandingkan (comparability), informasi yang disajikan oleh laporan keuangan suatu perusahaan harus dapat dibandingkan dengan informasi yang disajikan di laporan keuangan perusahaan lainnya, untuk membandingkan kinerja atau performa dari perusahaan tersebut 4. Konsisten (consistency), adalah informasi yang disajikan harus menggunakan kebijakan akuntansi yang sama dan tidak berubah dari periode ke periode.
2.3. Pengukuran Kinerja dengan Rasio Keuangan Kesehatan atau kondisi keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait yaitu bagi pemilik, pengelola (manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa 12
Bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan Bank dan pihak lainnya. Kondisi Bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Menurut Fitri Ruwaida bahwa Tingkat Kesehatan Keuangan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melaksanakan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi suatu kewajiban dengan cara-cara yang sesuai peraturan perbankan yang berlaku. Sedangkan Sigit Triandu dan Totok Budisanto dalam skripsi Fitri Ruwaida mengemukakan Kesehatan Keuangan bank sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal seperti kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri, kemampuan mengelola dana, kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain, pemenuhan peraturan perbankan mampu memenuhi semua kewajiban dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku”. Secara sederhana keuangan bank dikatakan sehat apabila bank melakukan fungsi dan operasionalnya berdasarkan prinsip kehati-hatian dengan baik dengan mempunyai modal yang cukup, dapat menjaga kualitas asetnya, mempertahankan kelangsungan usaha dan memelihara likuiditas sehingga dapat memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan.
13
Dalam membentuk kepercayaan dalam dunia perbankan, kesehatan keuangan dianggap hal yang sangat penting. Untuk mengetahui kondisi kesehatan keuangan diperlukan beberapa tolak ukur. Tolak ukur yang sering dipakai adalah rasio keuangan. Analisis rasio keuangan memerlukan ukuran yang biasa disebut dengan istilah. “Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). Untuk menilai tingkat kesehatan Bank, Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/ 23 /DPNP Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Tingkat Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank melalui Penilaian Kuantitatif dan atau Penilaian Kualitatif terhadap faktor-faktor Capital, Asset Quality, Management, earning, liquidity dan sensitivity to market risk yang disingkat CAMELS. . 2.4. Rasio Keuangan Model CAMELS 2.4.1 Capital (permodalan) Menurut Ismail bahwa “ekuitas disebut juga dengan modal adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha untuk membiayai kegiatan usaha bank dan untuk memenuhi regulasi pemerintah”. Permodalan yang cukup berkaitan dengan penyediaan modal sendiri yang diperlukan untuk menutup risiko yang mungkin timbul dari penanaman dana dalam aktiva-aktiva dan pembiayaan terhadap kegiatan opersional. Modal Bank terdiri dari modal inti dan 14
modal pelengkap. Modal inti terdiri dari beberapa komponen, yaitu modal disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba tahun lalu, dan laba tahun berjalan. Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan dilakukan melalui penilaian terhadap: 1.
Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku.
2.
Komposisi permodalan
3.
Trend ke depan/proyeksi KPMM;
4.
Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank
5.
Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan);
6.
Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha
7.
Akses kepada sumber permodalan; dan
8.
Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank. Perhitungan untuk setiap matrik komponen capital dapat dilihat dalam lampiran
dan Berikut matriks kriteria peringkat komponen permodalan:
15
Tabel 2.1 Matriks Kriteria Peringkat Komponen Capital Rasio Peringkat CAR ≥ 12%
1
9% ≤ CAR < 12%
2
8% ≤ CAR < 9%
3
6% < CAR < 8%
4
CAR ≤ 6%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004) Berikut Matriks perhitungan/analisis setiap komponen faktor permodalan (capital) :
Tabel 2.2 Matriks perhitungan Komponen Capital FORMULA & KETERANGAN NO KOMPONEN INDIKATOR PENDUKUNG 1 Kecukupan a. Perhitungan Modal dan pemenuhan KPMM Modal Aktiva Tertimbang Menurut terhadap ketentuan Risiko (ATMR) yang berlaku Aktiva Tertimbang berpedoman pada ketentuan Menurut Risiko Bank Indonesia tentang KPMM yang berlaku. b.Rasio dihitung per posisi. 2
Komposisi Permodalan
3
Trend ke depan/ proyeksi KPMM
Tier 1 Tier 2+Tier 3
Trend rasio KPMM dan atau persentase pertumbuhan Modal dibandingkan dengan persentase
16
a. Komponen Modal Inti (Tier 1), Modal Pelengkap (Tier 2), dan Modal Pelengkap Tambahan (Tier 3) berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang KPMM yang berlaku. b. Rasio dihitung per posisi. a.Angka pertumbuhan Modal dan ATMR serta rasio KPMM diperoleh dari hasil stress test rencana bisnis Bank.
pertumbuhan ATMR
b. Trend KPMM dinilai selama 2-3 tahun ke depan secara triwulanan. c. Modal adalah modal sesuai dengan ketentuan KPMM yang berlaku. d. Persentase Pertumbuhan Modal = Modal (triwulan penilaiantriwulan sblm) Modal triwulan sebelumnya e. Persentase Pertumbuhan ATMR = ATMR (triwulan penilaiantriwulan sblm) ATMR triwulan sebelumnya
4
Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan (APYD) dibandingkan dengan Modal Bank
Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan Modal Bank
17
f. Analisis dilakukan terhadap figure/grafik dari pertumbuhan Modal, pertumbuhan ATMR, gap antara pertumbuhan Modal dan ATMR, serta hasil stress test rasio KPMM. a. Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan (APYD) adalah aktiva produktif, baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian, yang besarnya ditetapkan sebagai berikut: 1. 25% dari Aktiva Produktif yang digolongkan Dalam Perhatian Khusus; 2. 50% dari Aktiva Produktif yang digolongkan Kurang Lancar; 3. 75% dari Aktiva
Produktif yang digolongkan Diragukan; dan 4. 100% dari Aktiva Produktif yang digolongkan Macet. b. Cakupan komponen dan kualitas Aktiva Produktif berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif yang berlaku. c. Modal adalah Modal Inti dan Modal Pelengkap. d. Rasio dihitung per posisi. 5
Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan)
Indikator pendukung,seperti: Dividend Pay Out Ratio = Dividend yang dibagi Laba setelah pajak Retention Rate = Laba Ditahan Modal Rata-rata
6
Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha
Indikator pendukung seperti persentase rencana pertumbuhan Modal dibandingkan dengan persentase rencana pertumbuhan Volume Usaha
18
Dividend yang dibagi adalah dividend yang dibagikan kepada pemegang saham dan telah mengurangi modal Bank. a. Modal rata-rata = Contoh Untuk posisi Juni = penjumlahan modal dari bulan Januari s.d Juni dibagi 6. b.Modal adalah Modal Inti dan Modal Pelengkap. a. Rencana pertumbuhan Modal dan Rencana b. Pertumbuhan Volume Usaha didasarkan atas rencana c. bisnis Bank selama 2-3 tahun ke depan secara d. triwulanan. e. Perhitungan Modal berpedoman pada ketentuan Bank f. Indonesia tentang KPMM
7
Akses kepada sumber permodalan
8
Kinerja keuangan pemegang saham (PS) untuk meningkatkan permodalan Bank
yang berlaku. g. Persentase Rencana Pertumbuhan Modal = h. Modal (triwulan penilaiantriwulan sebelumnya) i. Modal triwulan sebelumnya j. Persentase Rencana Pertumbuhan Volume Usaha = k. Vol. Usaha (triwulan penilaian-triwulan sebelumnya) l. Vol. Usaha triwulan sebelumnya m. Modal adalah Modal Inti dan Modal Pelengkap Indikator pendukung, EPS = Laba setelah pajak seperti: Jumlah Saham Earning per Share PER =Harga Saham (EPS) atau Price EPS Earning Ratio (PER) Profitabilitas Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE). Peringkat Bank atau Contoh lembaga pemeringkat surat utang dari antara lain Pefindo, lembaga pemeringkat Standard & Poor’s, Moody’s, (apabila ada) dan Fitch. Performance Saham atau Obligasi yang diterbitkan Bank di pasar sekunder Performance of Oversubscribed atau subscribtion level undersubscribed Indikator pendukung, . seperti: Kondisi keuangan PS Analisis dilakukan terhadap solvabilitas, likuiditas, profitabilitas dan cash flow pemegang saham. Peringkat perusahaan Contoh lembaga pemeringkat PS antara lain Pefindo, Standard & Poor’s, Moody’s, dan Fitch.
19
Core business PS
Track record PS
Analisis dilakukan terhadap jenis/sektor/industri dan posisi perusahaan pemegang saham di industri sejenis. Track record PS dalam memenuhi komitmen kepada Bank Indonesia dalam penambahan modal.
2.4.2 Assets Quality (Kualitas Aktiva) Lukman Dendawijaya dalam skripsi Fitri Ruwaida mengemukakan bahwa kualitas aktiva produktif adalah semua aktiva dalam rupiah atau valas yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya, yaitu pemberian kredit, kepemilikan surat-surat berharga, dan penempatan dana kepada bank lain baik dari dalam maupun luar negeri terkecuali penanaman dana dalam bentuk giro atau penyertaan. Menurut Eddie Rinaldy “Kualitas Aktiva Produktif adalah perbandingan jumlah aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap jumlah aktiva produktif”. Dalam menilai kualitas aktiva produktif ada dua jenis rasio yang digunakan yaitu rasio kredit yang diberikan bermasalah dengan total kredit atau disebut juga dengan Non Performing Loans (NPL) dan pemenuhan penghapusan dan penyisihan aktiva produktif (PPAP). Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponenkomponen sebagai berikut: 1.
Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif;
2.
Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit; 20
3.
Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif;
4.
Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);
5.
Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;
6.
Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif;
7.
Dokumentasi aktiva produktif; dan
8.
Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor aset bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif dan tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). Rasio Kualitas Aktiva Produktif merupakan rasio yang mengukur kemampuan
kualitas aktiva produktif yang dimiliki bank untuk menutup aktiva produktif yang diklasifikasikan berupa kredit yang diberikan oleh bank. Rasio ini mengindikasikan bahwa semakin besar rasio ini menunjukkan semakin menurun kualitas aktiva produktif (Taswan, 2010:167). Dan perhitungan setiap komponen matrik faktor kualitas asset dapat dilihat dalam lampiran dan berikut Matrik criteria peringkat komponen Kualitas Aktiva Produktif :
21
Tabel 2.3 Matriks Kriteria Peringkat Komponen KAP(1) Rasio Peringkat KAP1 ≤ 2
1
2 < KAP1 ≤ 3%
2
3% < KAP1 ≤ 6%
3
6 < KAP1 ≤ 9%
4
KAP1 > 9%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004) Rasio pemenuhan PPAP merupakan rasio yang mengukur kepatuhan bank dalam membentuk PPAP untuk meminimalkan risiko akibat adanya aktiva produktif yang berpotensi menimbulkan kerugian (Taswan, 2010:167). Tabel 2.4 Matriks Kriteria Peringkat Komponen KAP(2) Rasio Peringkat KAP ≥ 110%
1
105% ≤ KAP2 < 110%
2
100% ≤ KAP2 < 105%
3
95% ≤ KAP2 < 100%
4
KAP2 < 95%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004) Matriks perhitungan/analisis komponen faktor kualitas aset (asset quality) dapat dihitung sebagai berikut:
22
Tabel 2.5 Matriks Perhitungan Komponen KAP NO
KOMPONEN
1
Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan dibandingkan dengan total Aktiva Produktif
2
Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit
FORMULA & INDIKATOR PENDUKUNG Aktiva Produktif Yg diklasifikasikan Aktiva Produktif
Debitur Inti Total Kredit
23
KETERANGAN
a. Cakupan komponen dan kualitas Aktiva Produktif berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif yang berlaku. b. Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan (APYD) adalah aktiva produktif, baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian, yang besarnya ditetapkan sebagai berikut: 1. 25% dari Aktiva Produktif yang digolongkan Dalam Perhatian Khusus; 2. 50% dari Aktiva Produktif yang digolongkan Kurang Lancar; 3. 75% dari Aktiva Produktif yang digolongkan Diragukan; dan 4. 100% dari Aktiva Produktif yang digolongkan Macet. c.Rasio dihitung per posisi. a. Debitur inti merupakan debitur/grup inti (one obligor concept) di luar pihak terkait sesuai
3
Perkembangan Aktiva Produktif bermasalah/Non Performing Asset dibandingkan dengan Aktiva Produkt
4
Tingkat kecukupan pembentukan PPAP
Aktiva Produktif bermasalah Aktiva Produktif
PPAP yang telah dibentuk PPAP yang wajib dibentuk
24
dengan total aset Bank sebagai berikut: 1. Bank dengan total aset < Rp 1 triliun _ debitur inti = 10 debitur/grup; 2. Bank dengan total aset Rp 1 triliun < total aset < Rp 10 triliun _ debitur inti = 15 debitur/grup; 3. Bank dengan total aset > Rp 10 triliun _ debitur inti = 25 debitur/grup. b. Rasio dihitung per posisi. a. Cakupan komponen dan kualitas Aktiva Produktif berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif yang berlaku. b. Aktiva Produktif (AP) bermasalah merupakan AP dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. c. AP bermasalah dihitung secara gross (tidak dikurangi PPAP). d. Rasio dihitung per posisi dengan perkembangan selama 12 (dua belas) bulan terakhir. a. Perhitungan PPAP berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang PPAP yang berlaku. b. Rasio dihitung per posisi.
5
Kecukupan kebijakan dan prosedur Aktiva Produktif
6
Sistem kaji ulang (review) internal terhadap Aktiva Produktif
7
Dokumentasi Aktiva Produktif
8
Kinerja penanganan Aktiva Produktif (AP) Bermasalah
Indikator pendukung seperti: Keterlibatan pengurus Bank dalam menyusun dan menetapkan kebijakan aktiva produktif serta memonitor pelaksanaannya. Konsistensi antara kebijakan dengan pelaksanaan, tujuan dan strategi usaha Bank (rencana bisnis). Kecukupan sistem dan prosedur. Indikator pendukung seperti: Frekuensi review:
Kecukupan Pedoman Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB), Standard Operating Procedures (SOP) dari setiap jenis Aktiva Produktif.
– Pihak-pihak yang melakukan kaji ulang independen terhadap – Independent review (4 eyes pihak yang menetapkan principles) dan melaksanakan kebijakan. – Ketaatan terhadap internal dan external regulation – Review oleh internal audit dan compliance. – Review oleh internal audit dan compliance. – Termasuk dalam sistem informasi Aktiva – Sistem informasi aktiva Produktif adalah sistem produktif pelaporan kepada – Proses keputusan manajemen. manajemen – Respon pengurus terhadap laporan hasil kaji ulang. Indikator pendukung seperti: Termasuk kegiatan – Kelengkapan dokumen dan dokumentasi Aktiva Produktif adalah kemudahan audit trail – Sistem penatausahaan pengecekan keabsahan dokumen. dokumen – Back up dan penyimpanan dokumen Indikator pendukung seperti : Rasio dihitung per posisi dengan perkembangan selama 12 bulan terakhir. Kredit yang direstruktur Kredit yang direstruktur Total Kredit adalah kredit yang direstruktur sesuai Kredit yg drestruktur ketentuan berlaku. Lancar&DPK Kredit yang direstruktur
25
Kredit bermasalah – PPAP Total Kredit
Penyertaan Modal Sementara kualitas Lancar & DPK Penyertaan Modal Sementara . Agunan Yang Diambil Alih Total Kredit
Kualitas penanganan AP bermasalah
a. PPAP adalah PPAP khusus untuk kredit dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. b. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. a. AYDA adalah agunan yang yang diambil alih Bank dalam rangka penyelesaian kredit yang tercantum dalam pos rupa-rupa aktiva. b. Total Kredit merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada Bank lain). Ketepatan metode dan skim restrukturisasi yang dikaitkan dengan kondisi debitur secara keseluruhan
Review terhadap independensi unit kerja penanganan AP bermasalah (Workout Unit)
2.4.3 Management (Manajemen) Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah mengemukakan Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian orang-orang serta sumber daya-sumber daya organisasi lainnya. Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank 26
mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya. Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1. Manajemen umum; 2. Penerapan sistem manajemen risiko; dan 3. Kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. Dan matrik kriteria peringkat komponen penilaian terhadap fktor manajemen sebagai berikut :
Tabel 2. 6 Matriks Kriteria Peringkat Komponen NPM Rasio Peringkat NPM ≥ 100%
1
81% ≤ NPM < 100%
2
66% ≤ NPM < 81%
3
51% ≤ NPM < 66%
4
NPM < 51%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
Matriks
perhitungan/analisis
setiap
komponen
(management) dapat dihitung/nilai sebagai berikut : Tabel 2. 7 Matriks Perhitungan Komponen NPM
27
faktor
manajemen
KOMPONEN
1
Manajemen Umum
FORMULA & KETERANGAN INDIKATOR PENDUKUNG Manajemen Umum dinilai dari praktek Good Corporate Governance antara lain sebagai berikut: Struktur dan komposisi a. Bank memiliki komposisi dan pengurus Bank jumlah serta kualifikasi anggota Komisaris yang sesuai dengan ukuran, kompleksitas (karakteristik), kemampuan keuangan, dan sasaran strategik Bank. b. Bank memiliki komposisi dan jumlah serta kualifikasi anggota Direksi yang sesuai dengan ukuran, kompleksitas (karakteristik), kemampuan keuangan, dan sasaran strategik Bank. Penanganan conflict of Dalam hal terjadi conflict of interest interest, anggota dewan Komisaris, anggota Direksi, Pejabat Eksekutif, dan Pemimpin Kantor Cabang mampu menghindari atau tidak mengambil tindakan yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan Bank dan segera melakukan pengungkapan (disclosure) conflict of interest tersebut dalam setiap keputusan. Independensi pengurus Anggota dewan Komisaris dan Bank atau anggota Direksi memiliki kemampuan untuk bertindak independen dan menangani pengaruh (intervensi) pihak eksternal yang dapat mengakibatkan kualitas praktek Good Corporate Governance Bank memburuk (menurun). Kemampuan untuk Bank memiliki kemampuan untuk membatasi atau mencegah atau membatasi mencegah penurunan kegiatan usaha Bank yang kualitas good menurunkan kualitas good corporate governance, seperti 28
corporate governance
Transparansi informasi dan edukasi nasabah
Efektifitas kinerja fungsi Komite
2
Penerapan Sistem Penerapan Sistem Manajemen Manajemen Risiko Risiko dinilai berdasarkan 4 (empat) cakupan yaitu:
Pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi
29
perlakuan khusus kepada pihak intern misalnya pejabat dan pegawai Bank dan pemberian kredit secara tidak sehat kepada pihak terkait. a. Bank transparan dalam menyelenggarakan good corporate governance dan menginformasikan kepada publik secara konsisten. b. Bank secara berkesinambungan melaksanakan edukasi kepada nasabah mengenai kegiatan operasional maupun produk dan jasa Bank untuk menghindari timbulnya informasi yang menyesatkan dan merugikan nasabah. Bank memiliki fungsi komite yang efektif untuk menunjang pengambilan keputusan yang tepat oleh pengurus Bank, antara lain efektivitas dari komite manajemen risiko. Penilaian terhadap penerapan manajemen risiko dilakukan pada setiap risiko yang melekat pada Bank. Sistem manajemen risiko dibedakan untuk Bank yang kompleks dan Bank yang tidak kompleks sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum yang berlaku a. Dewan Komisaris dan Direksi memahami risiko yang dihadapi Bank serta melakukan persetujuan dan evaluasi terhadap kebijakan dan strategi Bank termasuk strategi manajemen risiko. b. Komisaris melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan dan strategi Bank c. Kebijakan dan strategi yang disusun telah mempertimbangkan
dampaknya terhadap permodalan dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal. d. Direksi mengembangkan budaya manajemen risiko, antara lain dengan mengkomunikasikan kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan kepada seluruh organisasi. e. Dalam pengembangan atau peluncuran produk/aktivitasbaru, Direksi telah memastikan dilakukannya proses kajian yang menyeluruh mencakup aspek risiko serta kesesuaian dengan infrastruktur yang ada di bank seperti prosedur, organisasi, teknologi, sistem informasi manajemen, sumber daya manusia, dan sistem akuntansi. f. Direksi memastikan penempatan sumber daya manusia (SDM) yang tepat pada setiap aktivitas fungsional dan melakukan upaya-upaya yang memadai untuk meningkatkan kompetensi SDM pada seluruh aktivitas fungsional. g. Direksi menetapkan struktur organisasi yang mencerminkan secara jelas mengenai batas wewenang, tanggung jawab dan fungsi, serta independensi antara unit bisnis dengan unit kerja manajemen risiko. h. Direksi menetapkan prosedur kaji ulang yang memadai terhadap akurasi metodologi penilaian risiko, kecukupan implementasi SIM risiko, dan kebijakan, prosedur dan limit risiko.
30
Kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit;
Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan
31
a. Kebijakan manajemen risiko bank disusun sesuai dengan misi, strategi bisnis, kecukupan permodalan, kemampuan SDM, dan risk appetite Bank. b. Cakupan kebijakan manajemen risiko telah memadai, antara lain meliputi seluruh produk/transaksi, penetapan limit, metode pengukuran dan sistem informasi manajemen, sistem pelaporan dan dokumentasi, sistem pengendalian intern, dan contingency plan.
c. Bank melakukan evaluasi dan pengkinian kebijakan manajemen risiko dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi internal dan eksternal. d. Cakupan prosedur pengelolaan risiko telah memadai, antara lain mengcover seluruh produk/transaksi yang mengandung risiko, penetapan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas, sistem pelaporan, dan dokumentasi. e. Penetapan limit risiko telah memadai, yang meliputi limit per produk/transaksi, per jenis risiko, dan per aktivitas fungsional. a. Proses identifikasi risiko telah memadai yaitu terhadap setiap produk/transaksi yang mengandung risiko. b. Proses pengukuran risiko telah memadai yang meliputi antara lain:
Metode, model, dan variabel pengukuran risiko sesuai dengan karakteristik, jenis, dan kompleksitas produk/transaksi, Terdapat back testing terhadap metode yang digunakan (apabila Bank menggunakan model untuk (keperluan intern), Terdapat kaji ulang terhadap metode, model, dan variabel pengukuran risiko c. Proses pemantauan eksposur risiko telah memadai, meliputi: Terdapat fungsi yang independen yang melakukan pemantauan terhadap eksposur risiko secara rutin, penyempurnaan. Sistem informasi yang akurat dan tepat waktu, Terdapat feed back dan tindak lanjut perbaikan/ penyempurnaan d. Cakupan sistem informasi manajemen risiko telah memadai, antara lain: Mencakup eksposur risiko yang dihadapi, Terukurnya eksposur risiko secara akurat, informatif, dan tepat waktu, Dapat menggambarkan pemenuhan / kepatuhan terhadap kebijakan, prosedur, dan limit yang telah ditetapkan.
e. Direksi menerima laporanlaporan yang dihasilkan oleh SIM risiko secara akurat, rutin, dan tepat waktu serta melakukan evaluasi terhadap laporan dimaksud dan memberikan arahan / rekomendasi perbaikan/penyempurnaan dalam hal terdapat 32
Sistem pengendalian intern yang menyeluruh
3
Kepatuhan Bank
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
Posisi Devisa Neto (PDN)
Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer/KYC Principles)
33
penyimpangan. a. Terdapat penetapan wewenang dan tanggung jawab pemantauan kepatuhan kebijakan, prosedur, dan limit. b. Terdapat penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas dari satuan kerja operasional kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian c. Terdapat prosedur yang cukup untuk memastikan kepatuhan bank terhadap ketentuan. d. Terdapat review yang efektif, independen, dan objektif terhadap prosedur penilaian kegiatan operasional bank dan sistem informasi manajemen. e. Satuan kerja audit intern melakukan audit secara berkala dengan cakupan yang memadai, mendokumentasikan temuan audit dan tanggapan manajemen atas hasil audit, serta melakukan review terhadap tindak lanjut temuan audit. Perhitungan pelanggaran dan pelampauan BMPK berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang BMPK yang berlaku. Penilaian dilakukan terhadap frekuensi, materialitas pelanggaran dan pelampauan, dan penyelesaian BMPK. Perhitungan PDN berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang PDN yang berlaku. Penilaian dilakukan terhadap frekuensi dan jumlah pelanggaran PDN Kepatuhan terhadap KYC berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Prinsip Mengenal Nasabah yang berlaku. Penilaian dilakukan terhadap
Kepatuhan terhadap komitmen dan ketentuan lainnya
frekuensi ketidakpatuhan Bank dan materialitas pelanggarannya. Kepatuhan Bank terhadap ketentuan lainnya antara lain ketentuan Kualitas Aktiva Produktif, Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, dan Restrukturisasi Kredit serta komitmen Bank yang tercantum dalam action plan, rencana bisnis, danlain-lain. Penilaian dilakukan terhadap frekuensi ketidakpatuhan Bank dan dampak materialitas akibat ketidakpatuhan.
2.4.4 Earning (Rentabilitas) Menurut Scott dalam skripsi Fitri Ruwaida, Earning adalah pilihan yang dilakukan oleh manajer dalam menentukan kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Menurut Pasaman Silaban dan Rusliaman Siahaan “Profitability merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba”.Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa earning adalah kemampuan bank memilih strategi-strategi untuk menghasilkan keuntungan yang diinginkan. Analisis rasio rentabilitas bank digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank. Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponenkomponen sebagai berikut: 1. Return on assets (ROA); 2.
Return on equity (ROE);
3. Net interest margin (NIM);
34
4. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO); 5. Perkembangan laba operasional; 6. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi Pendapatan; 7. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; dan 8. Prospek laba operasional. Berikut ini matrik kriteria peringkat komponen ROA, ROE, NIM/NOM dan BOPO ditunjukkan pada tabel berikut Tabel 2.8 Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROA Rasio Peringkat ROA > 1,5%
1
1,25% < ROA ≤ 1,5%
2
0,5% < ROA ≤ 1,25%
3
0 < ROA ≤ 0,5%
4
ROA ≤ 0%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004) ROE mengindikasikan kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan menggunakan ekuitasnya. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan dan selanjutnya kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank (Dendawijaya, 2009:119)
35
Tabel 2.9 Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROE Rasio Peringkat ROE > 15%
1
12,5% < ROE ≤ 15%
2
5% < ROE ≤ 12,5%
3
0 < ROE ≤ 5%
4
ROE ≤ 0%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004) Rasio NIM mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2009:167). Bank syariah menjalankan kegiatan operasional bank tidak dengan sistem bunga, maka dalam penilaian rasio NIM pada bank syariah menggunakan rasio Net Operating Margin (NOM) yang merupakan pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Tabel 2.10 Matriks Kriteria Peringkat Komponen NIM/NOM Rasio Peringkat NIM > 3%
1
2% < NIM ≤ 3%
2
1,5% < NIM ≤ 2%
3
1% < NIM ≤ 1,5%
4
NIM ≤ 1%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
36
BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2009:120). Semakin tingga rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank. Tabel 2.11 Matriks Kriteria Peringkat Komponen BOPO Rasio Peringkat BOPO ≤ 94%
1
94% < BOPO ≤ 95%
2
95% < BOPO ≤ 96%
3
96% < BOPO ≤ 97%
4
BOPO > 97%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004) Berikut Matriks perhitungan/analisis komponen faktor rentabilitas (earning): Tabel 2.12 Matriks Perhitungan Komponen Rentabilitas NO KOMPONEN FORMULA & KETERANGAN INDIKATOR PENDUKUNG 1 Return on Asset Laba sebelum pajak a. Laba sebelum pajak (ROA) Rata-rata total aset disetahunkan. Contoh: Untuk posisi Juni = (akumulasi laba per posisi Juni dibagi 6) X 12 b. Rata-rata total aset: Contoh: Untuk posisi Juni = penjumlahan total aset posisi Januari sampai dengan Juni dibagi 6 2 Return on Laba setelah pajak a. Perhitungan laba setelah Equity Rata-rata modal inti pajak disetahunkan. (ROE)
37
3
Net Interest Margin (NIM)
Pendapatan bunga bersih Rata-rata aktiva produktif
4
Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO) Perkembangan laba operasional
Total beban operasional Total pendapatan Operasional
5
Pendapatan Operasional – Biaya Operasional
38
Contoh: Untuk posisi Juni = (akumulasi laba per posisi Juni dibagi 6) X 12 b. Rata-rata modal inti: Contoh: Untuk posisi Juni = penjumlahan modal inti Januari sampai dengan Juni dibagi 6 c. Perhitungan modal inti berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang KPMM yang berlaku. a. Pendapatan bunga bersih = Pendapatan bunga – beban bunga b. Perhitungan pendapatan bunga bersih disetahunkan. Contoh: Untuk posisi Juni = (akumulasi pendapatan bunga bersih per posisi Juni dibagi 6) X 12 c. Rata-rata aktiva produktif: Contoh: Untuk posisi Juni = penjumlahan aktiva produktif Januari sampai dengan Juni dibagi 6 d. Aktiva Produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest bearing assets) Angka dihitung per posisi (tidak disetahunkan).
Penilaian dilakukan terhadap perkembangan Laba Operasional setiap bulan selama 12 bulan sampai dengan bulan penilaian.
6
Komposisi portofolio Aktiva Produktif dan diversifikasi pendapatan
Indikator pendukung seperti: Komposisi portofolio aktiva produktif dibandingkan dengan komposisi pendapatan operasional dari aktiva produktif (series)
Fee based income ratio Pendapatan operasional di luar pendapatan bunga Pendapatan operasional 7
Penerapan Indikator pendukung prinsip seperti: akuntansi dalam – Konsistensi pengakuan pengakuan pendapatan dan pendapatan bung biaya yang berkaitan dengan Kualitas Aktiva Produktif – Metodologi akuntansi untuk pengakuan 39
Contoh: Untuk penilaian bulan Juni 2004, dilakukan dengan analisis perkembangan laba operasional setiap bulan posisi bulan Juli 2003 sampai dengan Juni 2004. a. Komposisi portofolio aktiva produktif dihitung berdasarkan posisi perbandingan antara masingmasing aktiva produktif dengan total aktiva produktif. b. Komposisi pendapatan operasional dihitung berdasarkan posisi perbandingan antara masingmasing pendapatan bunga yang berasal dari aktiva produktif terhadap total pendapatan bunga. c. Analisis dilakukan terhadap perkembangan komposisi selama 12 bulan sampai dengan bulan penilaian. d. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest bearing assets). a. Rasio dihitung per posisi. b. Analisis dilakukan terhadap perkembangan rasio selama 12 bulan sampai dengan bulan penilaian. Analisis dilakukan terhadap penerapan standar akuntansi yang terkait dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
8
Prospek laba operasional
pendapatan dan biaya Indikator pendukung seperti: Hasil stress test proyeksi laba operasional berdasarkan rencana bisnis
Analisis dilakukan terhadap hasil stress test atas proyeksi laba operasional rencana bisnis selama 2-3 tahun ke depan secara triwulanan. Dalam hal belum ada stress test, dilakukan analisis atas proyeksi rencana bisnis dengan mempertimbangkan ketepatan realisasi rencana bisnis yang telah dilakukan.
2.4.5 Liquidity (Likuiditas) Menurut Hennie Van Greuning dan Sonja Brajovic Bratanovic “Likuiditas menggambarkan kemampuan bank untuk mengakomodasi penarikan deposit dan kewajiban lain secara efisien dan untuk menutup peningkatan dana dalam pinjaman serta portopolio investasi”. Menurut Sofyan Syafri Harahap “Rasio Likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendek”. Suatu bank dikatakan likuid, apabila bank bersangkutan mampu membayar semua hutangnya terutama hutang jangka pendek. Kemudian bank juga harus dapat memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponenkomponen sebagai berikut: 1. Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan; 2. 1-month maturity mismatch ratio; 3. Loan to deposit ratio (ldr); 40
4. Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang; 5. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti; 6. Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/alma); 7. Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan 8. Stabilitas dana pihak ketiga (DPK) Matrik Kriteria penilaian LDR diuraikan sebagai berikut: Tabel 2 13. Matriks Kriteria Peringkat Komponen LDR Rasio Peringkat LDR ≤ 75%
1
75% < LDR ≤ 85%
2
85% < LDR ≤ 100%
3
100% < LDR ≤ 120%
4
LDR > 120%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
Berikut uraian dalam menghitung setiap komponen likuiditas : Tabel 2.14. Matriks Perhitungan Komponen Likuiditas NO KOMPONEN FORMULA & KETERANGAN INDIKATOR PENDUKUNG 1 Aktiva likuid kurang Aktiva Likuid < 1 bulan a. Aktiva likuid dan dari 1 bulan Pasiva Likuid < 1 bulan pasiva likuid < 1 dibandingkan dengan bulan dihitung pasiva likuid kurang berdasarkan posisi dari 1 bulan bulan penilaian.
41
2
1-Month Maturity Mismatch Ratio
Selisih Aktiva dan Pasiva yang akan jatuh tempo 1 bulan Pasiva yang akan jatuh temp 1 bulan
3
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Kredit Dana Pihak Ketiga
42
b. Aktiva likuid < 1 bulan: 1) Kas 2) Giro BI 3) SBI 4) Antar Bank Aktiva (giro, deposit on call, call money) c. Pasiva likuid < 1 bulan: 1) Giro 2) Tabungan 3) Deposito 4) Kewajiban Segera 5) Kewajiban pada Bank lain (giro, deposit on call, call money) d.Rasio dihitung per posisi. a. Aktiva dan pasiva yang akan jatuh tempo 1 bulan ke depan (maturity profile). b. Aktiva yang jatuh tempo 1 bulan: 1) SBI 2) Antar Bank Aktiva 3) Surat berharga 4) Kredit yang diberikan 5) Lain-lain c. Pasiva yang jatuh tempo 1 bulan: 1) Giro 2) Tabungan 3) Deposito 4) Bank Indonesia 5) Antar Bank Pasiva 6) Surat Berharga yang diterbitkan 7) Pinjaman yang diterima 8) Lain-lain d. Rasio dihitung per posisi. a. Kredit merupakan total kredit yang diberikan kepada pihak ketiga
4
Proyeksi Cash Flow 3 bulan mendatang
Net Cash Flow Dana Pihak Ketiga
5
Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti
Antar Bank Pasiva Total Dana
Deposan Inti Dana Pihak Ketiga
43
(tidak termasuk kredit kepada Bank lain). b. Dana pihak ketiga mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk antar Bank). a. Net Cash Flow merupakan proyeksi cash flow selama 3 bulan. b. Dana pihak ketiga merupakan dana pihak ketiga (tidak termasuk antar Bank) posisi bulan penilaian: 1) Giro 2) Tabungan 3) Deposito a. Antar Bank pasiva dan total dana dihitung posisi bulan penilaian. b. Total Dana mencakup: 1) Dana Pihak Ketiga 2) Antar Bank Pasiva 3) Pinjaman Yang Diterima 4)Surat Berharga yang diterbitkan c. Rasio dihitung per posisi. a. Dana pihak ketiga dan deposan inti dihitung posisi bulan penilaian. b. Deposan inti mencakup 10, 25 atau 50 depositors terbesar dari giro, tabungan dan deposito sebagai berikut: 1) Bank dengan total aset < Rp 1 T _ deposan inti 10 depositors; 2) Bank dengan total aset Rp 1T < total aset < Rp 10 T) _ deposan inti = 25 depositors;
6
Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (Assets and Liabilities Management/ALMA)
7
Kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada Pasar Uang, Pasar Modal atau sumber-sumber pendanaan lainnya
8
Stabilitas Dana Pihak Ketiga (DPK)
3) Bank dengan total aset > Rp 10 T) _ deposan inti = 50 depositors. c. Rasio dihitung per posisi Indikator pendukung Pengelolaan Likuiditas seperti: meliputi pengelolaan primary reserve, – Kecukupan secondary reserve, Contigency Funding kebutuhan dana harian. Plan – Kesesuaian kebijakan Dalam rangka menilai kecukupan ALMA, dengan struktur terutama pengukuran – asset & liabilities posisi likuiditas dengan – Kecukupan penetapan jangka waktu yang dan prosedur limit panjang pada suatu saat – Kecukupan tertentu antara lain akuntabilitas dan dilakukan penilaian jenjang laporan maturity profile – delegasi wewenang sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Indikator pendukung Peringkat Bank adalah seperti: peringkat Bank yang Peringkat Bank dikeluarkan oleh pihak eksternal. Persyaratan Fasilitas Persyaratan FPJP Pendanaan Jangka berpedoman pada Pendek (FPJP) ketentuan Bank Indonesia tentang FPJP yang berlaku. Track record dan Track record dan money ketersedian money market line diukur dari market line (credit line) pengalaman Bank dalam melakukan trasaksi pasar uang dan pasar modal serta ketersediaan credit line. Suku Bunga PUAB Perbandingan suku bunga dibandingkan dengan PUAB dilakukan setidakSuku Bunga PUAB yang tidaknya dikenakan pada selama periode 3 bulan. Bank Indikator pendukung Pertumbuhan DPK seperti: dihitung setiap bulan Pertumbuhan DPK dengan analisis 12 44
Pertumbuhan Inti
bulan sampai dengan bulan penilaian. Deposan a. Pertumbuhan deposan inti dihitung setiap bulan dengan analisis 12 bulan sampai dengan bulan penilaian. b. Deposan inti mencakup 10, 25 atau 50 depositors terbesar dari giro, tabungan dan deposito sebagai berikut: 1) Bank dengan total aset Rp 1 T _ deposan inti = 10 depositors; 2) Bank dengan total aset Rp 1T < total aset < Rp 10 T) _ deposan inti = 25 depositors; 3) Bank dengan total aset > Rp 10 T) _ deposan inti = 50 depositors.
2.4.6 Sensitivitas Terhadap Risiko Pasar (Sensitivity To Market Risk) Faktor terakhir dari rasio keuangan model CAMELS adalah faktor sensitivitas terhadap resiko pasar atau yang dikenal juga dengan sebutan sensitivity to market risk. Faktor ini merupakan faktor yang baru ditambahkan pada tahun 2004 yang berdasar pada SE BI No 6/23/DPNP 31 Mei 2004, dari yang sebelumnya adalah rasio keuangan model CAMEL. Faktor sensitivitas ini digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat sensitivitas suatu bank terhadap resiko pasar yang terjadi. Resiko pasar itu sendiri adalah resiko yang timbul akibat dari pergerakan faktor pasar dam juga pergerakan dari variabel harga pasar dari portofolio yang dimiliki oleh
45
sebuah bank. Penilaian terhadap faktor sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi Suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat Fluktuasi (adverse movement) suku bunga; 2. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi Nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat Fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan 3. Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar. Berikut Matriks perhitungan/analisis setiap komponen faktor sensitivity to market risk: Tabel 2.15. Matriks Perhitungan Komponen sensitivity to market risk NO KOMPONEN FORMULA & KETERANGAN INDIKATOR PENDUKUNG 1 Modal atau Ekses Modal a. Potensial loss cadangan yang Potensial Loss Suku suku bunga adalah dibentuk untuk Bunga (gap position dari mencover fluktuasi eksposur trading suku bunga book + banking dibandingkan book) x fluktuasi dengan Potential suku bunga. Loss Suku Bunga b. Ekses Modal (=Eksposur Trading adalah kelebihan Book + Banking modal dari modal Book x Fluktuasi minimum yang Suku Bunga) ditetapkan yang khusus digunakan untuk antisipasi risiko suku bunga. c. Fluktuasi suku bunga dihitung berdasarkan skenario analisis atas perubahan 46
suku bunga. d. Trading Book adalah seluruh posisi perdagangan Bank (proprietary position) pada instrumen keuangan dalam neraca dan rekening administratif serta transaksi derivatif yang: 1) Dimaksudkan untuk dimiliki dan dijual kembali dalam jangka pendek; 2) Dimiliki untuk tujuan memperoleh keuntungan jangka pendek dari perbedaan secara aktual dan atau potensial atas nilai jual dan nilai beli atau dari harga lain atau dari perbedaan suku bunga; 3) Timbul dari kegiatan perantaraan (brokering) dan kegiatan pembentukan pasar (market making); atau 4) Diambil untuk kegiatan lindung nilai (hedging) komponen Trading Book lain. 47
2
Modal atau cadangan yang dibentuk untuk meng-cover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan Potential Loss Nilai Tukar (=Eksposur Trading Book valas + Banking Book Valas x Fluktuasi Nilai Tukar)
Ekses Modal Potensial Loss Nilai Tukar
3
Kecukupan penerapan Sistem Manajemen Risiko Pasar (Market Risk)
Penerapan Bank terhadap Sistem Manajemen Risiko Pasar meliputi: a. pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi Bank terhadap potensi eksposur Risiko Pasar
b. kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Risiko Pasar
c. kecukupan proses 48
e. Banking Book adalah semua elemen/posisi lainnya yang tidak termasuk dalam Trading Book. a. Potensial loss nilai tukar adalah (gap position dari eksposur trading book valas + banking book valas) x fluktuasi nilai tukar. b. Ekses Modal adalah kelebihan modal dari modal minimum yang ditetapkan yang khusus digunakan untuk antisipasi risiko nilai tukar. c. Fluktuasi nilai tukar berdasarkan skenario analisis atas perubahan nilai tukar.
Antara lain pemahaman Komisaris dan Direksi Bank terhadap potensi eksposur risiko pasar. Antara lain kesesuaian antara kebijakan, prosedur, dan limit risiko pasar dengan ukuran dan kompleksitas Bank serta penerapannya. Antara lain meliputi:
identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko Pasar serta sistem informasi Manajemen Risiko Pasar
d. efektivitas pelaksanaan pengendalian intern (Internal Control) terhadap eksposur risiko pasar termasuk kecukupan fungsi audit intern
a. penilaian terhadap metode pengukuran risiko pasar, b. asumsi-asumsi yang digunakan dalam model risiko, c. cakupan dalam sistem informasi (aktivitas trading book dan banking book) untuk mendukung kecukupan, keakuratan, dan ketepatan waktu pelaporan kepada manajemen, d. metode pengakuan laba rugi, e. penetapan tanggung jawab pengukuran dan pemantauan risiko pasar. Antara lain penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas serta kaji ulang yang efektif serta pelaksanaan tindakan korektif.
Untuk penetapan peringkat setiap komponen dilakukan perhitungan dan analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan
dengan
mempertimbangkan
unsur judgement yang
materialitas dan signifikansi dari setiap komponen yang dinilai.
49
didasarkan
atas
Berdasarkan uraian mengenai faktor – foktor CAMELS yang telah dijelaskan tersebut diatas, maka sesuai dengan peraturan BI kriteria penilaian kesehatan keuangan bank baik bank umum maupun BPR ditetapkan sebagai berikut:
No 1 2 3 4 5 6
Tabel 2.16 Bobot Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Faktor CAMELS Bobot BU BPR Permodalan 25% 30% Kualitas Aktiva Produktif 25% 30% Kualitas Manajemen 20% 20% Rentabilitas(Earning) 10% 10% Likuiditas 10% 10% Sensitivitas 10%
Perbedaan penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot masing-masing faktor CAMELS. Yang mana faktor sensitivitas berlaku bagi BPR atau dengan kata lain khusus untuk BPR masih mengacu pada SK DIR BI No. 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 selanjutnya dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam rangka menetapkan peringkat setiap komponen dilakukan perhitungan dan analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan. Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap komponen Proses penetapan peringkat setiap faktor dilaksanakan setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap komponen yang dinilai. Hasil penetapan peringkat setiap faktor diuraikan sebagai berikut: a. Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan bahwa Bank tergolong sangat baikdan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan; 50
b. Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan bahwa Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan namun Bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin; c. Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan bahwa Bank tergolong cukup baiknamun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank tidak segera melakukan tindakan korektif; d. Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan bahwa Bank tergolong kurang baikdan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan
korektif
yang
efektif
berpotensi
mengalami
kesulitan
yang
membahayakan kelangsungan usahanya. e. Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan bahwa Bank tergolong tidak baikdan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
51
BAB III KESIMPULAN
Kesehatan atau kondisi keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi Bank. Perubahan eksposur risiko Bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko Bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi Bank secara keseluruhan. Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan Bank. Mekanisme penilaian kesehatan bank diatur dalam undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dan peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/10/PBI/2004 tentang sistem
penilaian tingkat kesehatan bank umum dengan
analisi CAMELS. Faktor-faktor CAMELS terdiri dari permodalan (capital), kualitas asset (asset quality), manajemen (management), rentabilitas (earning), liquiditas (liquidity), dan 52
sensitifitas terhadap resiko pasar (sensitivity to market risk). Faktor-faktor CAMELS ini sudah diakui dunia perbankan internasional. Perhitungan CAMELS dilakukan oleh manajemen bank terlebih dahulu atau bersifat self-asessment. Selanjutnya pemeriksa bank dari Bank Indonesia akan melakukan konfirmasi dan evaluasi terhadap hasil perhitungan versi bank tersebut sebelum memutuskan hasil akhir perhitungan. Penilaian CAMELS tidak hanya bersifat kuantitatif saja, namun juga mempertimbangkan aspek kualitatif dalam bentuk “expert judgment”- baik dari penilai dari bank yang bersangkutan maupuan dari pemeriks BI. CAMELS menggunakan matriks penilaian yang tidak hanya sekedar pendekatan kuantitatif saja. Hasil akhirnya pun adalah “Komposit 1″ yang identik “sangat baik” atau “sehat” sampai “Komposit 5″ yang bisa dikategorikan “buruk” atau “tidak sehat”.
DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia, SK DIR BI No. 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. ,Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang Perubahan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia 53
No 30/11/ KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Kesehatan Bank Umum. ,Surat Edaran Bank Indonesia No.30/23/UPPB tanggal 19 Maret 1998 perihal: Perubahan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Kesehatan Bank Umum , PBI No 6/10/PBI/2004 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Jakarta. Indonesia. 2004 ,Surat Edaran No 6/23/DPNP Perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Jakarta. Indonesia.2004 Greuning, Hennie Van and Sonja Brajovic Bratanovic, Analyzing Banking Risk, 3 rd Edition, Analisis Risiko Perbankan, Alih Bahasa, M. Ramdhan Adhi, Edisi Ketiga, Salemba Empat, Jakarta 2009. Harahap, Sofyan Syafri, Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, Edisi Pertama, Cetakan Kesembilan, Rajawali Pers, Jakarta, 2010. Kasmir, Manajemen Perbankan, Edisi Revisi, Cetakan Kesebelas, Rahagrafindo Persada, Jakarta 2012. Lukman , Dendawijaya. Manajemen Perbankan, Edisi Kedua. Jakarta Ghalia Indonesia. 2009 Rinaldy, Eddie, Membaca Neraca Bank, Cetakan Ke dua, Indonesia Legal Center Publishing, Jakarta, 2009. Ruwaida, Fitri, Analisis Laporan Keuangan untuk menilai tingkat kesehatan keuangan pada PD BPR Bank Klaten, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2011. Sule, Ernie Tisnawati dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, Edisi Pertama, Cetakan Kelima, Kencana, Jakarta, 2010. Taswan, Akuntansi Perbankan, Edisi Ketiga, Cetakan Kedua, UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2012 Sari Puspita, Analisis pengaruh CAR, NPL, PDN, NIM, BOPO, LDR, DAN SUKU BUNGA SBI Terhadap ROA, Tesis UNDIP Semarang, 2003
54