DARI REDAKSI
EDISI 02/TAHUN 2009
02
Editorial EVOLUSI... PERJALANAN dunia pendidikan di negeri ini tak kan pernah padam, karena masih banyak jiwa-jiwa mulia yang memelihara keutamaan ilmu pengetahuan. Di tangan para guru dan kita semua yang peduli terhadap nasib pendidikan tunas-tunas bangsa yang kian bermekaran di seluruh pencuru nusantara, terpelihara asa untuk bebas dari keterpurukan. Banyak cerita pilu yang meranakan pendidikan di Indonesia, tetapi tidak sedikit pula kisah membanggakan buah prestasi cendikiawan-cendikiawan bangsa yang terus bermunculan membawa ketenaran di kancah internasional. Di setiap olimpiade-olimpiade ilmu pengetahuan (Matematika, Fisika, maupun yang lainnya), anak-anak Indonesia senantiasa memborong penghargaan. Di zaman yang sudah menggelobal, setiap catatan prestasi anak-anak didik kita kerap mencuri perhatian dunia. Bahkan sudah banyak dari mereka yang berprestasi itu harus rela meninggalkan negerinya, karena tiada keberdayaan yang memfasilitasi kemahiran-kemahiran mereka. Namun kita masih harus terus bersyukur, karena aliran darah keindonesian yang mengalir dalam diri anakanak membanggakan tersebut, tetap bisa kita harap suatu saat akan kembali lagi ke pelukan bunda pertiwi, sekaligus membangun negeri ini menjadi lebih tersohor dan dihargai bangsa-bangsa lainnya di dunia. Kita sebagai guru juga turut berbangga atas kegemilangan anak-anak didik yang begitu luar biasa. Meskipun kita tak harus mengkaim bahwa itu semua juga berkat bantuan kita, namun yakinlah bahwa mereka tak kan melupakan sedikit yang pernah kita sampaikan ketika mereka belajar berhitung atau mengeja huruf menjadi kata. Jadi, pantaslah kalau kita bahagia atas keberhasilan anak didik kita. ○
○
○
Pimpinan Redaksi: Mohammad Ihsan
Biro Jakarta: Habe Arifin Biro Jawa Tengah: Mampuono Sekretaris Redaksi: Istikhomah Reporter: Hari Subagio, M Basyir, Faisal, Catur W Fotografer: Agus Yazid Setyabudi Pimpinan Perusahaan: Satria Dharma Marketing dan Pemasaran: Andy Yasin, Husain Yatmono Diterbitkan oleh: Klub Guru Indonesia Alamat Redaksi: Jl. Dharmawangsa 7/4 Surabaya 60286 Telp/Fax. (031) 5025050 Website: www.klubguru.com Email:
[email protected]
Redaksi menerima kiriman artikel yang berkaitan dengan pendidikan dan visi tabloid Klub Guru Indonesia. Naskah maksimal 7300 karakter dan disimpan dalam bentuk file word/rtf. File dikirim ke redaksi via email:
[email protected] Sertakan foto dan biodata serta alamat yang lengkap.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Salam hangat, Redaksi ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
E-mail
Metode Evaluasi Sekolah
Redaktur Pelaksana: Arman Saputra Redaktur Eksekutif: Satria Dharma Ahmad Rizali
○
Perkembangan ilmu pengetahuan yang kian maju dan telah mengantarkan anak didik kita berkemampuan luar biasa, tentu harus segera kita sikapi secara bijak, yaitu dengan lebih banyak menambah bekal pembelajaran. Dan, tak ada salahnya kita saling meminta dan berbagi pengalaman mengajar menggunakan teknologi mutakhir. Cukup sedikit guru yang sudah memiliki bekal ICT dan mempraktikkannya di depan kelas. Oleh sebab itu, kiranya melalui komunitas yang kita bangun selama ini, Klub Guru Indonesia, kita bisa selalu berbagi antar guru satu dengan guru lainnya. Di samping akan meningkatkan kualitas pembelajaran, juga dapat dirasakan oleh siswa yang tentu merasa nyaman dan menyenangkan dalam ruang kelas, lab, atau pun di mana pun mereka berada untuk belajar. Melalui media seperti Tabloid KLUB GURU ini, kami pun mencoba menggali potensi para guru yang berkemampuan lebih untuk berbagi pengalaman. Fasilitas jejaring lain seperti milis dan blog juga telah kami sediakan untuk para guru berekspresi dalam memajukan pendidikan. Semua itu bisa didapat di website www.klubguru.com dan milis
[email protected]. Ya, inilah Tabloid Klub Guru edisi 02. Sengaja kami ubah namanya dari tabloid EDUKASI --yang dulu pernah terbit sampai 3 edisi-- berevolusi menjadi Tabloid KLUB GURU ini agar lebih familier dan mudah mengingatnya. Silakan kirim artikel dan info pendidikan lainnya kepada kami. Kami dengan senang hati akan menampilkan karya-karya Anda. Tersedia bingkisan menarik bagi pengirim artikel atau tulisan yang dimuat.
IBURAN kemarin, sekolah kami mengadakan kegiatan evaluasi sekolah. Kegiatan tersebut merupakan yang kesekian kali yang kami lakukan tiap tahun yang dilakukan oleh para guru. Hanya saja pada tahun ini cara/metode evaluasi sekolah lain dari biasanya. Alhamdulillah acara evaluasi berjalan dengan lancar. Dalam kesempatan ini saya hanya ingin share kepada rekanrekan guru dan saya berharap ada hikmahnya dan mohon masukannya kepada kami semoga kami lebih baik. Prinsip evaluasi ini adalah: Untuk guru dari guru oleh guru. Teknik evaluasi yang kami gunakan mirip lembar angket tetapi bersifat terbuka dan tidak ditulis nama guru/penulis yang bersangkutan. Jadi, setiap guru bebas mengisi apa saja di lembar tersebut dalam bentuk kritik/usul/ saran/solusi yang ditawarkan dengan mengevaluasi lima point unsur sekolah dan harapan-harapannya antara lain: kinerja kepala sekolah, kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana, guru dan tata usaha, harapan, harapan guru ke depan untuk sekolah. Teknik ini ternyata sangat efektif dilakukan di sekolah kami, ini terbukti dari banyaknya angket yang masuk ke sekolah dan berisi hal-hal masukan yang mengarah pada perbaikan
L
sekolah kami ke depan. Hanya saja pada evaluasi ini dituntut kepada para guru yang mendapatkan kritik/ masukan harus bersifat legowo/ikhlas dalam menerima kritik. Di sekolah kami kemarin, ada evaluasi yang ditulis oleh seorang guru yang mengkritik salah seorang guru dalam hal kedisiplinan. Sebenarnya angket tersebut tidak menyebut nama seorang guru. Tetapi yang merasa terkritik kemudian marahmarah dan menangis histeris serta mengancam mau mengundurkan diri. Kepala Sekolah pun tak luput dari kritikan pedas. Lha, mumpung kesempatan bagi para guru untuk mencurahkan isi hatinya. Tetapi ini semua kami lakukan untuk kebaikan bersama. Bukan untuk saling menghina dan mencaci. Semoga pengalaman ini bisa diambil hikmahnya dan bermanfaat bagi rekan-rekan guru. Yusuf Mansur, Solo, Jawa Tengah
BSE Tidak Efektif Banyaknya judul buku BSE pada setiap kelas dari setiap jenis matapelajaran memang merupakan upaya tersendiri dalam memberikan apresiasi terhadap para penulis buku
pelajaran, serta menciptakan kompetensi muatan yang variatif. Namun demikian, tujuan Diknas membeli sebegitu banyak judul buku pada setiap mata pelajaran berdampak kurang baik terhadap orang tua siswa. Mengapa saya mengatakan demikian? Karena saya mengalami kesulitan mencari salah satu judul buku karangan A yang diterbitkan oleh penerbit AB yang digunakan oleh guru anak saya di sekolah. Padahal di pasaran justru penerbit CD yang mendominasi pasar, tetapi dengan pengarang lain. Sebenarnya di sekolah anak saya sendiri, buku tersebut dipinjami sekolah, hanya saja anak saya termasuk yang tidak kebagian, karena alokasi BOS yang diberikan ke sekolah hanya mampu membeli buku sesuai dana yang masuk. Jadi, saya berharap, mulai mendatang Diknas meninjau kembali saat harus membeli begitu banyak judul buku, sementara hanya sebian kecil yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Dengan begitu, orang tua seperti kami juga tidak dibingungkan, sekaligus pemerintah juga bisa berhermat dalam anggaran pendidikan. Julaikah, Surabaya
LAPORAN KHUSUS
EDISI 02/TAHUN 2009
Penguasaan ICT: Bekal Guru Profesional Menghadapi Era Digital
03
KILAS INFO Pelatihan Matematika Kreatif KGI Sukabumi-LPP Salman ITB
KLUB Guru Indonesia (KGI) Cabang Sukabumi (13/5) bekerjasama dengan LPP Salman ITB dan SMPN 1 Cikakak melaksanakan "Pelatihan Matematika Kreataif" untuk guru-guru SD/MI di Sukabumi, dengan narasumber tim MTK Kreatif Salman ITB. Kegiatan tersebut diikuti sekitar150 peserta, bertempat di Aula SMPN 1 Cikakak Palabuah Ratu, Sukabumi. Dalam acara tersebut, Ketua KGI Sukabumi, Jasman Syah hadir memberikan sambutan dan memaparkan program antara lain tentang SUS, PUS, BUS, dan beberapa kegiatan Klub Guru lainnya. Turut hadir Wakil Ketua KGI Sukabumi, sekaligus ketua panitia, Endang Muhtadin. Acara tersebut mendapat respons positif dari berbagai kalangan, khususnya para guru, yang saat itu secara spontanitas langsung bergabung dengan mendaftar sebagai anggota KGI, dan menginginkan pelatihan seperti itu terus diselenggarakan untuk menambah pengetahuan para guru. (*)
Indonesia Telah Melaksanakan EfSD
narasumber, manakala dia harus berhadapan dengan siswa atau masyarakat yang membutuhkan ilmu yang sesuai dengan core competency (bidang)-nya maka seorang guru profesional haruslah bisa terandalkan (reliable). Hal tersebut juga disebutkan di dalam UU No. 14 tahun 2005 pasal 8 dan 10 ayat 1.
SEMBILAN KRITERIA GURU PROFESIONAL
Oleh:
MAMPUONO S.PD (Ketua KGI Jawa Tengah)
P
ERUBAHAN menuju kemajuan yang dialami oleh suatu bangsa amat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Kita bisa mengambil contoh mudah dari apa yang dialami bangsa Jepang ketika mereka bangkit dari keterpurukan akibat perang dunia II. Jepang kini bisa kembali menjadi raksasa Industri yang sangat diperhitungkan oleh dunia karena keberhasilan pemerintahnya dalam mengelola pendidikan. Pendidikan berkualitas dengan sokongan dana yang memadai telah menjadikan Jepang sebagaimana kita lihat dewasa ini. Walaupun terlambat, kesadaran akan pentingnya mengedepankan pengelolaan pendidikan yang berkualitas sebagaimana di Jepang kini juga sudah mulai bisa kita rasakan di sini (Indonesia, red). Selain melakukan pembaharuan dan perombakan kurikulum secara kontinyu, pemerintah juga sudah mengupayakan pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20% dari total RAPBN sesuai amanat UUD 1945. Seiring dengan upaya tersebut, DPR RI juga sudah mengesahkan RUU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang ini di antaranya mengatur bagaimana sertifikasi guru dan dosen profesional dilaksanakan.Terlepas dari pro dan kontra yang terjadi di lapangan, ide besar dari disyahkannya RUU tersebut adalah pendidikan di Indonesia akan mengalami lonjakan kualitas jika para guru dan dosennya sejahtera, kompeten, dan profesional. Menurut penulis yang juga sebagai guru dan ketua komunitas Klub Guru Indonesia Jawa Tengah, untuk menjadi seorang guru profesional yang diperlukan tidak cukup hanya selembar kertas bukti lolos sertifikasi. Tidak cukup juga hanya dengan setumpuk kertas portofolio bukti mengikuti seminar, pelatihan atau kejuaraan ini dan itu. Guru adalah
Apa dan bagaimana menjadi guru profesional yang memenuhi tuntutan zaman? Agar guru menjadi profesional yang sesuai dengan era global dan digital ini hendaknya ia kurang lebih memiliki Sembilan Kriteria Guru Profesional sebagai berikut: 1. Mahir pada core competency-nya, 2. Mengerti dan memahami kurikulum beserta aplikasi dan pengembangannya, 3. Menguasai pedagogik secara teoritis dan praktis beserta pengembangannya, 4. Menjadi pendengar yang baik dan emphatic, 5. Menguasai public speaking, terampil memotivasi dan menginspirasi, 6. Menjadi pembaca yang efektif dan broad minded, 7. Biasa melakukan research dan penulisan, 8. Bisa mengaplikasikan ICT based learning, 9. Menguasai bahasa internasional. Guru profesional adalah ujung tombak peningkatan kualitas pendidikan, oleh karenanya usaha-usaha pemerintah dimaksud tentu saja tidak akan berjalan normal jika guru sebagai komponen terpenting dari pendidikan itu sendiri tidak mendukung sepenuhnya kebijakan peningkatan kualitas pendidikan yang sudah digulirkan. Sebagai contoh, pemerintah sudah sejak jauh hari telah mengisyaratkan akan pentingnya migrasi dari guru konvensional menjadi guru yang real profesional, tetapi yang terlihat di lapangan, para guru cenderung "adem-ayem" saja. Ini tentu sangat memprihatinkan. Guru perlu lebih dimotivasi lagi agar berubah menjadi profesional dan berkompeten seiring denga perubahan zaman di dunia yang kini sudah menjadi datar (flat) ini. Sebab guru adalah agen perubahan. Mau dibawa kemana negeri ini jika agen perubahannya saja cenderung stagnan dan cukup berpuas diri dengan embel-embel profesional karena sudah memiliki selembar kertas tanda lolos sertifikasi. Keprihatinan inilah yang menjadikan penulis bergabung dengan Klub Guru Indonesia dan akhirnya bersama-sama para guru di Jawa Tengah serta didukung oleh berbagai pihak yang peduli berhasil melaunching Klub Guru Indonesia Wilayah Jawa Tengah pada 7 Pebruari 2009, di kampus Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Launching tersebut disertai dengan sebuah
seminar internasional yang memanfaatkan video conference ke Inggris dan Kanada. Perbedaan waktu 7 dan 11 jam tidak terlalu menjadi masalah manakala ICT dimanfaatkan secara optimal pada kegiatan tersebut. Even tersebut cukup membuka mata para guru dan menginspirasi mereka bahwa penggunaan ICT sudah sedemikain besar pengaruhnya pada kemajuan pendidikan. Tidak berlebihan kiranya jika melalui organisasi KGI yang memiliki misi meningkatkan kompetensi dan profesionalitas guru ini para guru berharap akan terjadi migrasi besar-besaran dari guru konvensional menjadi guru profesional. Melalui komunitas yang mengusung slogan "Sharing and Growing Together" inilah para guru akan berbagi dan tumbuh bersama untuk menjadi lebih berkompeten dan profesional.
PROGRAM SAGUSALA Dalam tahun 2009 ini KGI Jateng lebih memprioritaskan kegiatan pada peningkatan penguasaan ICT bagi para guru. Selain untuk mendukung program pemerintah dalam mempercepat ICT-literate di Indonesia, kegiatan-kegiatan tersebut juga sesuai dengan jalannya roda organisasi yang banyak disupport oleh penggunaan ICT. Penyebaran informasi dan komunikasi antara sesama anggota KGI lebih bertumpu pada penggunaan media internet daripada melalui media yang lain. Di samping itu, KGI Jateng menyadari bahwa untuk menjadi seorang guru yang profesional diperlukan penguasaan ICT yang memadai. Masyarakat juga tampaknya sudah sepakat bahwa hal tersebut sudah menjadi tuntutan zaman yang serba berbasiskan teknologi dan informasi ini. Jadi tidak salah kiranya jika KGI Jateng bertekad untuk ikut berperan serta mempercepat transformasi ICT kepada para guru di Jateng. Tekad ini sejalan dengan langkah yang ditempuh oleh KGI pusat yang telah menggulirkan program SAGUSALA (Satu Guru Satu Laptop). Program ini digulirkan untuk memberikan layanan penjualan laptop dengan harga lebih murah dengan akses internet, konten dan pelatihan yang dipersiapkan khusus untuk menjadi bekal bagi guru yang profesional. Program tersebut merupakan hasil kolaborasi antara KGI dengan Intel, HP, Zyrex, Axioo, Ion, Asus, Acer, Bamboo Media, Pesona Edu,Telkom dan lain-lain. Sebagai dukungan KGI Jateng pada program SAGUSALA maka pada tanggal 1- 2 lalu, KGI Jateng telah menyelenggarakan Seminar dan Pameran SAGUSALA yang bertema THE WORLD IS MY CLASS. Pembicaranya adalah Prof. Dr. Eko Indrajid, Dr. Ir. Edy Noersasongko, M.Kom, M. Ihsan, S.Pd. , James Tomasouw, M.Kom., dan Mampuono, S.Pd. Informasi selengkapnya dapat dilihat pada www.jatengklubguru.com. (*)
PENDIDIKAN untuk Pengembangan Berkelanjutan (EfSD-Education for Sustainable Development) telah berjalan lama di Indonesia. Namun mengenai definisi istilah tersebut belum terdapat kesepakatan bersama. "EfSD ternyata konsep baru tapi kita sudah melaksanakannya," kata Dr. Bambang Indriyanto, Sekretaris Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional (21/8). Ia berbicara dalam rapat pembahasan tentang EfSD di Ruang Sidang Lantai 5 Gedung E, Kompleks Depdiknas, Senayan, Jakarta. Rapat dihadiri staf direktorat di lingkungan Ditjen Mandikdasmen. Ide ihwal EfSD berangkat dari kondisi dunia kontemporer yang menghadapi persoalan makin kompleks dan mengarah pada situasi chaos. Hal demikian terlihat dari makin meningkatnya pertumbuhan populasi dunia melebihi kapasitas produktivitas natural bumi. Makin cepatnya perkembangan komunikasi dan transportasi melahirkan sejumlah masalah besar seputar globalisasi, perdagangan, lingkungan, pembangunan, dan kemiskinan. Maka diperlukan sebuah gagasan konstruktif untuk menyeimbangkan kembali dua kutub tersebut. Adalah Prof. Dr. Hans J. A. Van Ginkel, Mantan Rektor United Nations (UN) University dan Staf Ahli Sekjen UN yang kali pertama mencetuskan ide tentang EfSD. Selama lebih dari 35 tahun laporanlaporan yang masuk ke badan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa diolah dan dirumuskan menjadi sebuah kebijakan. Pendidikan dipandang menjadi sarana efektif dalam upaya mensosialisasikan EfSD. Sebab ia merupakan instrumen kuat untuk melakukan komunikasi, memberikan informasi, penyadaran, pembelajaran, dan dapat untuk memobilisasi massa/ komunitas, serta menggerakkan bangsa ke arah kehidupan masa depan yang berkembang secara lebih berkelanjutan. Pendeknya, konsep ini akan masuk dalam pembelajaran di berbagai jenjang pendidikan, baik formal, informal, maupun nonformal. "EfSD mencakup konservasi dan preservasi tentang lingkungan dan hubungan sosial antarmanusia dan keberlangsungan manusia," ujar Bambang Indriyanto. "Pendidikan mendidik manusia untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap dirinya dan lingkungannya." Dalam sebuah makalah, Prof. Dr. Retno S. Sudibyo, M.Sc.,Apt., Wakil Rektor Senior Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada, menyebutkan fungsi dan manfat EfSD. Pertama, terbangun kapasitas komunitas/bangsa yang mampu membangun, mengembangkan, dan mengimplementasikan rencana kegiatan yang mengarah kepada sustainable development, yaitu kegiatan yang mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan ekosistem. Kedua, mendidik manusia agar sadar tentang individual responsibility yang harus dikontribusikan, menghormati hakhak orang lain, alam dan diversitas, dapat menentukan pilihan/keputusan yang bertanggung jawab, dan mampu mengartikulasikan semua itu dalam tindakan nyata. Ketiga, menumbuhkan komitmen untuk berkontribusi dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik, dunia yang lebih aman dan nyaman, baik sekarang maupun di masa mendatang. (*)
LAPORAN KHUSUS
EDISI 02/TAHUN 2009
Teknologi untuk Belajar, Bukan Belajar Teknologi (tulisan kedua dari “Guru Sebagai Motor Revolusi Informasi”) mengembangkan sikap inisiatif dan kemampuan belajar mandiri, sehingga siswa dapat memutuskan dan mempertimbangkan sendiri kapan dan dimana penggunaan teknologi informasi dan komunikasi secara tepat dan optimal, termasuk apa implikasinya saat ini dan pada masa yang akan datang.
PENTINGNYA KONTEN BELAJAR
Arya Sanjaya
Oleh: ARYA SANJAYA (Intel Indonesia Corporation) ○
D
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
ALAM tulisan terdahulu (lihat “Guru sebagai Motor Revolusi Informasi”, Tabloid Klub Guru Indonesia, Edisi 01), telah dikemukakan pentingnya penguasaan Teknologi sebagai salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh insan abad ke-21, untuk berkehidupan, melakukan pekerjaan, dan bersosialisasi, dengan layak, di era informasi ini. Tulisan ini bermaksud untuk mengupas Teknologi sebagai alat Pembelajaran, terutama oleh para Guru yang berniat melakukan transformasi pendidikan. Dalam menuju pembelajaran yang berbasis dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi; atau kita kenal dengan istilah yang lebih popular dengan e-pembelajaran, elearning, atau e-education; perlu dipersiapkan infrastruktur dan komponen pendukungnya. elearning sebenarnya adalah gabungan dari unsur-unsur berikut ini: Teknologi, mencakup perangkat keras, perangkat lunak, dan pendukungnya. Sebagai contoh piranti Teknologi adalah komputer (PC desktop atau laptop), PC servers, handphone, PDA, dll. Peralatan pendukung misalnya jaringan komputer (LAN atau nirkabel). Konektivitas: merupakan hal yang mutlak untuk tersambung ke internet sebagai pusat komunikasi dan sumber daya pembelajaran, juga untuk melakukan lalu lintas pembelajaran melalui e-learning. Juga termasuk membangun akses ke konektivitas, misalnya website dan portal pendidikan, blog sebagai sarana komunikasi, email dan mailing list. Pengembangan kompetensi dan profesionalitas Pendidik: adalah pengembangan kemampuan guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam paradigm student-centered learning (pembelajaran berpusat pada Siswa), yang merupakan prinsip dasar dari e-learning. Metoda Pembelajaran yang diperbaiki: meliputi beberapa pendekatan yang bertujuan meningkatkan kemampuan abadke 21, misalnya Student-centric learning, project-based learning, group collaboration, goal of developing higher-order thinking skills. · Kurikulum Digital: termasuk pengembangan konten-konten Pembelajaran digital. Mencipatakan konten digital tidak berarti mendapatkan kurikulum digital, karena kurikulum digital merupakan pendekatan pengajaran dan pembelajaran dengan
asumsi utama melibatkan dan memanfaatkan Teknologi dan konektivitas. Dalam kurikulum digital, rencana Pembelajaran, popular dengan nama RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) akan berbeda dari segi rencana belajar, sumber daya, dan isi sumber belajar (misalnya memanfaatkan multimedia, CD-ROM, internet, dan bahan belajar elektronik, bukan berbasis kertas/buku fisik). Dari poin-point tersebut di atas, dapat disimpulkan, e-Learning yang lengkap tidak hanya mewujudkan, misalnya website sekolah, program kepemilikan komputer untuk guru dan siswa, tapi juga harus mewujudkan kesemua aspek di atas. Dalam aspek teknologi, konsep yang perlu dikembangkan adalah “Teknologi untuk Belajar”, dan bukan Belajar Teknologi. Jika merujuk pada Kurikulum TIK 2004 tentang Visi Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah agar siswa dapat menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal untuk mendapatkan dan memproses informasi dalam kegiatan belajar, bekerja, dan aktivitas lainnya sehingga siswa mampu berkreasi, mengembangkan sikap inisiatif, mengembangkan kemampuan eksplorasi mandiri, dan mudah beradaptasi dengan perkembangan yang baru. Berdasarkan visi kurikulum TIK adalah untuk menciptakan siswa yang mampu mengatur diri dalam belajarnya (self and student centered learning). Jadi, sangat jelas bahwa Teknologi adalah alat belajar, dan bukan tujuan belajar itu sendiri (misalnya mempelajari cara kerja komputer). Peran Guru dalam konsep Teknologi untuk Belajar ini, adalah sebagai fasilitator media pembelajaran, terutama mempersiapkan konten-konten belajar. Guru tidak boleh lagi berperan sebagai pengajar komputer, namun sebagai fasilitator TIK dengan mengajarkan TIK sebagai alat bantu belajar. Guru harus bisa menemukan cara sehingga belajar dengan memanfaatkan teknologi adalah sebagai proses belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan. Dengan demikian, proses pembelajaran mendapatkan manfaat bahwa Siswa bisa menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi untuk mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi secara kreatif namun bertanggung jawab. Siswa juga bisa belajar bagaimana menggunakan teknologi informasi dan komunikasi agar dengan cepat mendapatkan ide dan pengalaman dari berbagai kalangan masyarakat, komunitas, dan budaya. Penambahan kemampuan karena penggunaan teknologi informasi dan komunikasi akan
Konten atau aplikasi Pembelajaran merupakan salah satu aspek untuk membentuk proses belajar mengajar yang menyenangkan. Bukankah jika kita mendapatkan sebuah buku atau artikel yang isinya menarik, dengan antusias kita akan berulang-ulang membaca dan menelaah isinya. Konsep yang sama perlu diberlakukan dalam membuat konten belajar. Perlu ditegaskan, membuat konten belajar bukan berarti harus membuatnya dalam aplikasi yang canggih dan rumit, yang memerlukan ketrampilan khusus untuk membuatnya.Tapi, membuat konten yang menarik dengan aplikasi sederhana (misalnya menggunakan aplikasi presentasi) juga akan memenuhi kaidah ini. Teknologi akan membantu membuat sebuah konten belajar lebih kaya dengan kemampuan multimedia dan replikasi. Beberapa keistimewaan multimedia yang tidak dimiliki oleh media lain, di antaranya: menyediakan proses interaktif dan memberikan kemudahan umpan balik, memberikan kebebasan kepada siswa dalam menentukan topik mana yang hendak dipelajari terlebih dahulu, dan memberikan kemudahan kontrol yang sistematis dalam proses belajar. Teknologi juga sangat membantu untuk melakukan replikasi yang murah dan cepat, bisa Anda bayangkan betapa cepatnya sebuah konten belajar dalam bentuk file presentasi, misalnya, disebarluaskan melalui media internet ke ribuan pembacanya, dibandingkan jika konten tersebut dicetak dan dibagikan? Teknologi untuk membantu guru untuk membuat konten belajar sangat beragam ditemui sekarang ini. Apalagi dengan kemudahan guru untuk mendapatkan perangkat komputer dan aplikasi pendukung pembuat konten belajar, misalnya dalam program Satu Guru Satu Laptop (Sagusala). Kemampuan komputer mutakhir yang didukung oleh prosesor Intel® generasi terbaru, mampu membantu guru untuk membuat konten belajar dengan multimedia yang lebih kaya (dengan video, suara, narasi, dan yang lainnya), dengan hasil yang lebih cepat dibandingkan dengan generasi komputer sebelumnya. Siswa yang menggunakan perangkat komputer terjangkau yang terhubung dengan internet, misalnya yang berbasis pada prosesor Intel® Atom™ akan menjalankan aplikasi konten Belajar yang dikembangkan dan didistribusikan melalui internet, dengan demikian tujuan replikasi konten belajar akan tercapai dan konsep Pembelajaran e-learning yang berpusat pada siswa sebagai subyek pembelajar akan terpenuhi, dengan konten belajar ciptaan guru menjadi salah satu sumber belajar. Apakah Guru memerlukan kompetensi untuk membangun konten belajar? Jawabannya adalah wajib! Seorang Guru diwajibkan untuk memberikan manfaat baik untuk Siswa yang diajarkannya, maupun terhadap pengembangan profesionalitas dirinya sebagai tanggung jawan dan konsekuensi seseorang yang menjalani profesi guru. Layaknya seorang sarjana kedokteran yang menjalani profesi dokter untuk mengetahui teknik pengobatan mutakhir, mengoperasikan perangkat kedokteran terbaru. Seorang Guru tidak boleh berhenti dalam berkreasi, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dan membuat konten belajar dengan bantuan Teknologi, adalah salah satu caranya. Penulis adalah Business Development Manager/World Ahead Program Manager Intel Indonesia Corporation. Website Intel untuk Pendidikan di Indonesia: www.intel.com/education/id
04
KILAS INFO
Tanpa Revolusi Pendidikan, Indonesia Bisa Terpuruk TANPA revolusi dunia pendidikan, pembangunan manusia Indonesia yang adil dan beradab menuju kehancuran. Demikian hal itu terungkap dalam Diskusi Meja Bundar bertopik "Pangan, Pendidikan, dan Penegakan Hukum" yang diselenggarakan Asosiasi Profesor Indonesia, (27/8). Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof Mohammad Surya, selaku pembicara, mengatakan bahwa perlu perubahan cara pandang terhadap pendidikan. "Pendidikan yang cenderung intelektual-elitis perlu bergeser menjadi populis-egalitarian. Pendidikan yang dipandang komoditas harus berubah menjadi pelayanan publik. Model birokratisasi pendidikan perlu berubah menjadi pemberdayaan," ujarnya. Konsekuensinya adalah pemerintah dituntut mempunyai komitmen kuat yang dibuktikan antara lain melalui anggaran. Sementara itu, pengamat pendidikan Darmaningtyas mengatakan, perlu revolusi cara berpikir tentang pendidikan. "Pendidikan kelautan, pertanian, kehutanan, dan perkebunan seharusnya mendapat perhatian serius. Ironis kalau Indonesia harus mengimpor beras," ujarnya. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, dalam kebijakan pendidikan, pemerintah berpegang pada UndangUndang Dasar 1945. Sejauh ini akses terhadap pendidikan dasar dinilai sudah memadai. "Permasalahan masih terjadi pada kelompok khusus, seperti anak jalanan, daerah terpencil, dan anak dengan masalah sosial yang persentasenya sekitar 4 persen," ujarnya.Tantangan terbesar ialah peningkatan mutu pendidikan. Hal itu terutama penyediaan tenaga guru berkualitas dan profesional. Persoalan lain adalah angka partisipasi di sekolah menengah dan pendidikan tinggi yang masih rendah. (edukasi)
Waduh...Puluhan Siswa di Bengkulu Tak Lulus Ujian Kesetaraan BELUM Puluhan siswa Sekolah Dasar (SD) di Provinsi Bengkulu kembali dinyatakan tidak lulus mengikuti ujian kesetaraan paket-A setelah sebelumnya tidak lulus Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN). "Dari 279 peserta pada UN kesetaraan Paket A, sebanyak 69 siswa dinyatakan tidak lulus dan harus mengikuti ujian kesetaraan kembali pada ujian gelombang kedua mendatang," kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Bengkulu, Supardi, (27/8). Menurut Supardi yang didampingi ketua pelaksanaan UN kesetaraan, Azhar, persentase kelulusan ujian paket-A tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun 2008. Walaupun tidak memberikan angka pasti, persentase kelulusan ujian paket-A sebesar 75,26 persen dari sekitar 279 peserta ujian paket-A itu sudah cukup menggembirakan. Berdasarkan data Diknas Provinsi Bengkulu, dari seluruh murid SD gagal UASBN yang mengikuti ujian kesetaraan paket-A di sepuluh kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu, peserta dari Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kaur dinyatakan lulus seratus persen. Sementara itu, tingkat kelulusan terendah terjadi di Kabupaten Seluma dengan 33,3 persen dari sembilan peserta, kemudian disusul Kabupaten Lebong 44,4 persen dari 18 peserta, Kota Bengkulu, 61,53 persen dari 26 peserta, Kabupaten Mukomuko 62,29 persen dari 61 peserta, Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng) 66,6 persen dari 18 peserta. (edukasi)
LAPORAN KHUSUS
Asuhan: Tim Intel Indonesia Corporation Klinik Teknologi Intel bertujuan untuk memberikan informasi mengenai Teknologi terakhir yang digunakan terutama untuk proses pendidikan dan Pembelajaran berbasis TIK.
Penasaran Perkembangan Teknologi Intel Tanya: Terima kasih atas Klinik Teknologi ini, semoga membantu para Guru jadi melek IT! Pertanyaan saya sebenarnya perkembangan komputer Intel itu sudah sampai dimana ya? Terima kasih (Tauhid, Guru SMAN 13 Surabaya)
Jawab: Terima kasih atas pertanyaan Bapak. Memang di pasaran saat ini banyak sekali merek dan jenis komputer yang ditawarkan, dan karena pilihan yang banyak terkadang membuat orang menjadi bingung menentukannya. Semoga panduan singkat ini membantu: 1. Pilihlah komputer dengan prosesor yang berkualitas dan memiliki garansi resmi. Hatihati dengan penawaran komputer dengan prosesor generasi lama seperti Pentium®4 karena umumnya komputer tersebut tidak memiliki garansi resmi dari distributor karena sudah tidak diproduksi lagi oleh Intel®. 2. Pilih jenis komputer yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi dan budget. Untuk kebutuhan pembelajaran siswa, terutama dalam hal pengenalan TIK, komputer jenis 'nettop' meru-pakan pilihan yang sesuai karena harganya terjangkau dan memiliki kemampuan yang cukup dalam menjalankan aplikasi pembelajaran. Untuk kebutuhan aplikasi yang lebih tinggi, dapat dipilih komputer jenis desktop dengan spesifikasi prosesor yang lebih tinggi seperti Celeron®, Pentium® ataupun Core® 2 Duo.
Jawaban: Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Guru di Madiun, semoga informasi yang ada di sini bisa memberikan pengetahuan baru. Teknologi yang dikembangkan oleh Intel Corporation pada mikroprosesor Intel yang digunakan dalam sebagian besar komputer di dunia ini sudah sampai pada Teknologi Teknologi nano dengan kerapatan 45 nm. Ini berarti kira-kira ukuran transistor dalam prosesor terakhir buatan Intel adalah 45 nanometer atau 45 x 10-9 mm, atau dalam prosesor terbaru Intel, misalnya dalam prosesor Intel® Atom®, di dalam prosesor berukuran 26mm2 (2,2 x 2,2 cm2) terdapat lebih dari 47 juta transistor. Teknologi lain yang dikembangkan adalah penggunaan listrik yang lebih hemat, hingga mencapai 20 persen dari Teknologi sebelumnya. Berikut ini adalah gambaran perkembangan Teknologi Prosesor Intel:
3. Sistem Operasi (OS) dapat dipilih menggunakan OS dengan lisensi open-source gratis yang berbasis Linux ataupun yang berbayar seperti Microsoft* Windows XP. Microsoft* menyediakan sistem operasi Windows yang dikhususkan untuk kalangan pendidikan dengan biaya yang terjangkau untuk sekolah. 4. Komputer yang dilengkapi dengan aplikasi Pembelajaran dan nilai tambah lainnya akan memberikan manfaat yang lebih besar kepada penggunanya, terutama para guru yang menggunakan komputer ini sebagai alat Pembelajaran yang multiguna.
(Muthoinah, Guru SDN Denanyar Jombang)
Tanya: Saya tertarik untuk mengetahui bagaimana caranya memilih komputer untuk dipakai dalam pendidikan, baik untuk guru, siswa atau sekolah. Terima kasih (M. Faruq, Pengajar di MTs Melirang Gresik)
Jawab: Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara komputer buatan lokal maupun buatan luar negeri karena dalam industri komputer, komponenkomponen yang digunakan adalah relatif sama dengan sumber komponen yang sama. Dari segi mikroprosesor Intel® sendiri, tidak ada perbedaan dari prosesor Intel® yang digunakan baik di dalam produk komputer lokal maupun luar negeri. Yang menjadi perbedaan adalah dari merek, jaringan penjualan dan strategi pemasaran yang dilakukan.
05
Kata Mereka Erni Caturwati
"Sekarang Saya Sudah Bisa Membuat Tabel Pakai Office" PROGRAM Satu Guru Satu Laptop (Saguala) yang digulirkan Klub Guru Indonesia, yang prelaunching-nya diresmikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, 1617 Mei lalu langsung mendapat sambutan luar biasa. Salah satu guru, Erni Caturwati, S.Pd, yang pada kesempatan itu sebagai pembeli laptop pertama mengaku sangat gembira mengikuti program Sagusala. Pasalnya, di samping bisa membeli laptop lengkap dengan aplikasi pembelajaran di dalamnya sesuai budget dan selera, ibu dua anak itu pun pulang sekaligus membawa tambahan ilmu pengoperisionalan komputer yang amat dia butuhkan, yang sebelumnya tak pernah dikuasainya. Berikut bincang-bincang Tabloid Klub Guru dengan pengajar di TK Mekar Surabaya, usai acara Sagusala Fair Surabaya beberapa waktu lalu. Ibu tahu ada program Sagusala dari mana? Saya mengetahui dan mengikuti program ini dari sebuah iklan. Kemudian saya hadir ke sini (gedung Telkom Divre V Jawa Timur, Jl. Ketintang Surabaya, red) untuk membeli laptop ini.
Perbedaan Komputer Lokal dan Impor Tanya: Apakah ada perbedaan antara komputer buatan lokal dan buatan luar negeri?
Tips dan Trik Memilih Komputer untuk Pembelajaran
EDISI 02/TAHUN 2009
Setelah punya laptop, apa rencana Ibu selanjutnya? Ini saya mencoba latihan supaya nantinya ada peningkatan. Karena selama ini kan saya mengajar di TK, jadi dengan memiliki kemampuan lebih dalam mengoperasionalkan komputer ini, harapan saya bisa mengajar di jenjang yang lebih tinggi, misalnya di SMP. Kebetulan juga saat mendaftar di S2 kemarin, saya juga diharapkan memiliki laptop sendiri. Karena menurut informasi, ketika di S2 saya harus bisa presentasi dan membuat buku. Mengapa Ibu kok memilih membeli laptop dalam program Sagusala ini? Bukankah bisa juga dibeli di toko komputer atau tempat lainnya? Ya, saya turut dalam program Sagusala karena tujuan saya bisa mendapatkan pelatihan ITC. Karena menurut Pak James (James F Tomasow, Project Manager Sagusala, Red), laptop ini di dalamnya sudah terinstal program pembelajaran, sehingga dapat langsung dimanfaatkan untuk mengajar. Sejak kapan Ibu mempunyai citacita memiliki laptop sendiri? Sebenarnya tak pernah terpikirkan. Tapi, alhamdilillah ternyata saya sekarang memiliki laptop sendiri. Ini tadi uangnya juga saya dapat dari menguras tabungan dan ditambah pinjaman. Hehehe...
dan LOTUS. Lha, sekarang kan sudah zamannya Office. Nah, setelah beberapa jam tadi ikut acara Sagusala dan telah membeli laptop, apa sekarang sudah bisa menggunakannya? Sudah. Ini tadi dibimbing oleh Pak Yasin (ketua panitia Sagusala, Red) dan sekarang sudah bisa membuat tabel pakai Office. Saya sudah mencoba membuat laporan menggunakan laptop. Selanjutnya, nanti kalau ada pelatihan Blog dan Internet saya akan mengikuti dalam program susulan saja. Sudah berapa tahun ibu mengajar? Sebelas tahun lebih. Selain mengajar, apakah Ibu juga ada pekerjaan lain sebagai sumber pemasukan? Tidak ada. Pagi saya mengajar di TK, sorenya saya ngelesi (mengajar privat SD). Apakah profesi mengajar ini sudah sesuai dengan pendidikan yang Ibu peroleh selama ini? Tentu dong. Saya lulusan 2003 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unipa/IKIP PGRI Surabaya. Sebelumnya saya D2 PGTK dengan harapan bisa mengikuti pengangkatan guru kontrak atau PNS, ternyata tidak bisa lolos, karena lulusan PGTK swasta 'tidak diakui'. Kebanyakan yang diterima itu dari Unesa (negeri, Red). Kalaupun bisa diangkat biasanya diutamakan yang dari SPG Negeri. Dan sekarang saya sudah mulai kuliah S2 di Teknologi Pembelajaran. Harapan saya sih, setelah lulus S2 nanti bisa mengajar di jenjang yang lebih tinggi lagi, misalnya menjadi dosen. Sebagai guru yang telah mengajar sekian puluh tahun dan masih menjadi guru honorer, apa nih harapan Ibu kepada pemerintah sekarang? Saya berharap pemerintah lebih memperhatikan lagi kesejahteraan guru. Karena kebanyakan guru TK seperti saya ini gak katut (tidak lolos, Red) dalam sertifikasi kemarin. Kenapa tak bisa lolos program sertifikasi? Karena katanya saya harus mengupgrade NUPTK. Karena saya dulu kan D2. Kemudian ketika menggunakan ijasah S1 eh ternyata dibilang NUPTK-nya berubah. Padahal saya sudah mempersiapkan semuanya pakai mesin ketik manual dan harus rela begadang tiap malam, ternyata gagal.
Apakah Ibu merasa dipersulit atau bagaimana dalam pengalaman mengurus sertifikasi ini? Apa Ibu sebelumnya sudah bisa Ya... mungkin belum rezeki sajalah. mengoperasionalkan laptop dan Jadi dengan adanya laptop baru ini nanti, program di dalamnya? saya bisa mendokumentasikan segala Belum. Makanya, saya pagi-pagi keperluan sertifikasi berikutnya tak lagi sekali rela datang ke acara Sagusala Fair manual, sehingga mungkin bisa lebih ini, agar dapat membeli laptop sekaligus efektif. minta diajari bagaimana cara Baik Ibu, terima kasih atas menggunakannya. Dulu sih pernah waktunya. Semoga sukses selalu. kursus, tapi kan masih pakai program WS Amin... ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Setyo Purnomo
Konten Perlu Diperhatikan
Para guru mengikuti pelatihan Power Point di SMAN 13 Surabaya dengan dukungan Intel dan Speedy Mobile.
KATA pertama saya, alhmadulillah. Di tengah banyaknya pertanyaan guru tentang konteks fasilitas ini dan itu, Klub Guru bisa mengolaborasikan banyak pihak sehingga muncul program ini. Artinya, dari sisi kemudahan kita melihat sebuah perangkat laptop yang telah dilengkapi konten pembelajaran sehingga tepat bila dimiliki oleh guru sebagai sumber belajar. Dengan laptop seperti ini guru bisa memberikan yang terbaik sebagaimana kapasitasnya sebagai pengajar. Menurut saya, setelah Sagusala ini mestinya ditindaklanjuti dengan memperhatikan konten yang tidak boleh terlambat satu jengkal pun dari program Sagusala ini. Jadi, tepat sekali bila selama ini sudah dilaksanakan pelatihan pengenal internet untuk pembelajaran dan sejenisnya. Sehingga begitu guru membeli laptop, mereka lansung bisa beraksi untuk pembelajaran yang lebih baik. Program Sagusala ini sangat bagus. Namun akan lebih baik lagi bila terus disinergikan dengan berbagai pihak, khususnya dengan yang menunjang kian dikembangkannya program ini sehingga guru-guru bisa merasakan benar manfaatnya.(*)
WAWASAN
EDISI 02/TAHUN 2009
Pembelajaran
Bermutu Oleh: Syamril Al Bugisyi (Sekretaris Klub Guru Jawa Barat)
“P
EMBELAJARAN adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 12 Tahun 2003 Pasal 1
ayat 20). Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, meanntang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandiria sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 19 ayat 1)." Pertanyaan mendasar yang dapat kita ajukan adalah bagaimanakah kondisi proses belajar mengajar di sekolah? Apakah sudah bermutu? Apakah parameter pembelajaran yang bermutu? Apakah guru sudah mengoptimalkan seluruh potensi yang ada? PROSES BELAJAR MENGAJAR DI SEKOLAH Kami pernah bertanya kepada siswa bagaimana pendapat mereka tentang proses belajar mengajar yang terjadi di sekolah, mereka mengemukakan pendapat berikut: "Membosankan, guru monoton ngajarnya. Ngajar cuma nulis-nulis di papan tulis aja, kita tidak mengerti apa yang guru ajarkan". "Gurunya tidak jelas neranginnya, monoton, boring". "Pelajarannya enak, gurunya 'enak', kita juga semangat". Ternyata sebagian besar merasakan kebosanan, tidak menarik atau menakutkan. Tidak berkaitan dengan dunia mereka, tidak banyak manfaatnya. Akibatnya siswa kurang bersemangat dalam belajar dan pencapaian kompetensi dan target pun tidak optimal. Lebih jauh lagi bisa berakibat siswa malas ke sekolah, stres dan jika terus berlanjut dapat jatuh sakit. Jika kita bertanya kepada guru apa yang mereka inginkan tentang pembelajaran, maka pasti guru ingin: 1. Semua anak menyukai belajar. Anak-anak senang semua mata pelajaran. Tidak ada perbedaan mata pelajaran yang disenangi dan tidak disenangi. Baik kesenian, matematika, olahraga, sains, dan sebagainya semuanya disenangi siswa. 2. Anak mendapatkan manfaat penuh dari belajar. Apa yang dipelajari akan berguna dalam kehidupan siswa di masa kini maupun masa datang. 3. Anak bersemangat untuk terus belajar, tidak hanya di sekolah. Di rumah, di masyarakat anak terus belajar meskipun tidak diberi tugas atau PR. Dari uraian di atas, terdapat kesenjangan antara harapan guru dan pandangan siswa. Bagaimana mengatasi itu semua? Bagaimana caranya agar antara harapan dan kenyataan sesuai? PEMBELAJARAN BERMUTU: PEMBELAJARAN 3M Sebelum menjelaskan lebih jauh tentang pembelajaran bermutu maka penulis ingin mengemukakan contoh sebagai analogi tentang pembelajaran bermutu. "Di rumah tangga, untuk penerangan ruangan atau kamar biasanya digunakan lampu listrik. Ada dua jenis lampu yaitu lampu tabung (tube lamp:TL) dan lampu pijar. Dari dua jenis lampu ini ternyata untuk besar daya yang sama, tingkat cahayanya berbeda. Lampu TL 15 Watt lebih terang daripada lampu pijar 15 Watt. Mengapa terjadi demikian? Hal ini karena efisiensi kedua lampu tersebut dalam mengubah energi menjadi cahaya yang berbeda. Lampu TL dapat mengubah sekitar 80% energi menjadi cahaya. Lampu pijar hanya dapat mengubah sekitar 35% energi menjadi cahaya. Oleh karena itu, wajar saja lampu TL jadi lebih terang karena lebih efisien. Akibatnya sebagian besar masyarakat menggunakan lampu TL meskipun harganya relatif lebih mahal, tetapi dalam jangka panjang lebih hemat pembiayaan". Apa hubungan cerita di atas dengan pembelajaran? Jika kita analogikan pembelajaran dengan lampu, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang bermutu itu seperti lampu TL. Daya serap siswa besar karena efisiensi
pemanfaatan sumber dayanya tinggi. Dengan energi yang sedikit dari guru, maka hasil yang diperoleh besar. Bagaimana agar itu dapat terwujud ? Kuncinya adalah pembelajaran bermutu harus dapat dilakukan oleh guru. Pembelajaran yang bermutu harus memiliki ciri 3M yaitu: Menyenangkan: siswa mengikuti pembelajaran dengan perasaan riang, gembira dan bahagia sehingga siswa terlibat penuh, antusias dan ceria. Memuaskan: kebutuhan dan rasa ingin tahu siswa terpenuhi sehingga mereka mau kembali belajar. Dari sisi guru, indikator pencapaian terpenuhi sehingga juga muncul kepuasan. Membekas: apa yang diajarkan secara kognitif membekas di pikiran siswa sehingga tidak akan lupa. Selain itu secara afektif dan psikomotorik akan membentuk perilaku baru pada siswa menjadi lebih baik. Agar guru dapat mengajar dengan 3M maka guru dalam setiap pembelajarannya harus: Attraktif: menarik perhatian sehingga siswa mau, senang dan aktif belajar. Interaktif: dapat mengajar dengan kreatif dan efektif sehingga siswa menguasai ilmu yang dipelajari. Dan yang ketiga Inspiratif: dapat menggugah dan memotivasi siswa untuk terus mencintai, mengembangkan dan menyebarkan ilmunya. Sehingga dapat didefinisikan bahwa pembelajaran 3M sebagai pembelajaran bermutu adalah: "Keadaan dan suasana kelas yang mampu mengundang anak untuk beraktivitas secara penuh dan memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, memuaskan serta membekas secara mendalam kepada anak dengan bimbingan guru yang atraktif, interaktif dan inspiratif". Manfaat yang dapat diperoleh yaitu: (1) Segala potensi siswa dapat berkembang secara utuh sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan hidupnya, (2) Tumbuh rasa cinta dan semangat belajar, yang akan menjadikan dirinya menjadi pebelajar sepanjang hayat (life long learner), dan (3) Siswa terus mengembangkan diri sehingga dapat menjadi pengembang, pencipta dan penyebar ilmu Dasar itu semua adalah kreativitas yaitu kemampuan menghasilkan ide dan gagasan baru atau 'berbeda' untuk pembelajaran dengan memanfaatkan segala potensi yang ada. Kreativitas tidak selalu harus baru, tetapi bisa juga dari apa yang sudah ada dimodifikasi sehingga sedikit berbeda. Kreativitas tidak selalu harus mahal dan menggunakan teknologi canggih. Barang-barang bekas, murah dan sederhana juga dapat dimanfaatkan. Sebagaimana dikemukakan pada syair berikut (terinspirasi dari Lagu: Begadang oleh Rhoma Irama) : Mengajar mari mengajar Dengan cara yang kreatif Gunakan apa saja yang ada Yang penting bermanfaat Tak perlu beli barang yang mahal Kalau memang tak punya uang yang banyak Cari saja barang bekas pakai Jadi bahan ajar bila guru kreatif Kalau begitu mengajar mudah Siswanya senang gurunya tenang PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN BERMUTU Dalam melaksanakan proses belajar mengajar berkualitas hendaknya mengacu para prinsip-prinsip berikut (diadaptasi dari prinsip Quantum Teaching: Bobbi de Porter, dkk, 2007) : 1. SEGALANYA BERBICARA Segalanya dari lingkungan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, semuanya mengirimkan pesan tentang belajar. Jika lingkungan disekolah dibagi dalam 3 jenis yaitu: a. Orang-orang yaitu kepala sekolah, guruguru, karyawan TU, petugas kebersihan, petugas keamanan dan sebagainya: maka mulai dari hal yang asesoris seperti pakaian yang mereka gunakan, sampai yang dapat dirasakan seperti perilaku, ucapan, senyuman dan lainnya semuanya berkontribusi positif atau negatif pada pembelajaran. Pakaian yang rapih, ucapan yang sopan, senyuman yang tulus, perilaku yang baik akan memberikan pesan belajar yang positif dan akan memberikan rasa senang dan nyaman pada siswa dalam belajar. b. Alam yaitu gapura gerbang, bangunan sekolah, tulisan-tulisan pada dinding atau tempat khusus, pohon-pohon, taman, tempelan gambar atau tulisan di dalam atau di luar kelas semuanya juga mengirimkan pesan belajar sehingga harus dibuat dengan indah, pesannya menggugah, memberikan kenyamanan, keamanan.
c.
Budaya yaitu kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam perilaku keseharian di lingkungan sekolah. Contoh budaya 5 S (senyum, salam, sapa, sopan, santun). Kemudian, budaya belajar tidak hanya di siswa tapi juga di guru dengan terlihatnya guru di saat istirahat berdiskusi atau membaca buku. Budaya religius salat berjama'ah atau membaca Alquran. Budaya saling membantu jika ada siswa, guru, karyawan yang ditimpa musibah. Jika perilaku ini diamalkan dan terlihat nyata di sekolah oleh siswa, maka hal itu akan menjadi pesan dan membekas pada mereka.
2. SEGALANYA BERTUJUAN Semua yang ada di lingkungan sekolah mempunyai tujuan. Kebijakan, kebiasaan, aturan yang dibuat memiliki maksud dan tujuan untuk menjadikan proses pembelajaran dan pendidikan berkualitas. Sehingga lingkungan ditata dengan perencanaan dan merupakan bagian dari kurikulum. Ucapan selamat datang di gerbang, pesan-pesan kata mutiara, tempat sampah, pohon-pohon yang ditanam dan sebagainya tidak asal dibuat. Semua punya tujuan agar siswa dapat terkondisikan dan merasakan belajar yang menyenangkan, memuaskan dan membekas. Lingkungan yang ada pun dapat dimanfaatkan sebagai media belajar seperti taman sekolah dijadikan "learning park", tempat siswa dan guru belajar. Pohon-pohon yang ada juga bagian dari pelajaran sains. Ditanam untuk dipelajari oleh siswa.
3. PENGALAMAN SEBELUM PEMBERIAN NAMA Otak manusia berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama apa yang mereka pelajari. Dalam praktiknya, dapat diberikan hal-hal yang membuat siswa penasaran terkait dengan apa yang akan dipelajari. Atau lingkungan dirancang di saat tertentu sesuai dengan topik apa yang dipelajari saat itu. Jika pekan ini topiknya adalah tentang serangga, maka di luar dan di dalam kelas dibuat gambar-gambar serangga atau boneka serangga yang beraneka macam. Ada yang ditempel, digantung di langit-langit dan mungkin juga asesoris gurunya semuanya ada hubungan dengan serangga. Sehingga siswa merasakan atmosfer 'serangga' yang akan mereka pelajari. Pengalaman ini di dalam dan di luar kelas akan merangsang otak siswa untuk belajar dan memudahkan proses pembelajaran yang efektif berjadi. 4. AKUI SETIAP USAHA Belajar mengandung risiko. Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Biasanya guru pelit memberikan pengakuan dan penghargaan kepada siswa karena menganggap kemampuan yang baru dimiliki siswa, biasa-biasa saja. Memang bagi guru bukan hal yang luar biasa, tapi bagi siswa sangat luar biasa. Aplikasinya dapat dilakukan dengan memberikan penghargaan sekecil apapun, tetapi akan sangat berarti bagi siswa. Untuk anak-anak SD jika dia berhasil maka dapat diberikan 'bintang' yang dipasang di pakaiannya atau juga ditempel di dinding khusus. Bisa juga diumumkan di tempat terbuka di luar kelas yang akan dibaca oleh semua siswa. Pengakuan seperti ini akan memberikan kebanggaan pada siswa dan mereka akan semakin semangat belajar. 5. JIKA LAYAK DIPELAJARI MAKA LAYAK PULA DIRAYAKAN. Perayaan adalah sarapan para juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. Aplikasinya selain di nomor 4 , dapat juga dilakukan dengan mengadakan acara khusus setiap bulan untuk penampilan karya siswa terbaik di depan seluruh warga sekolah termasuk orang tua. Hal seperti ini akan memberikan pengakuan, apalagi acara dirancang meriah dan berkesan tetapi tetap sederhana.
06
LANGKAH PRAKTIS Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dipandu langkah praktis pembelajaran bermutu yaitu : No. INDIKATOR I. KEGIATAN PENDAHULUAN 1. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. 2. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari 3. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai 4. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. II. KEGIATAN INTI II.A. EKSPLORASI 1. Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber. 2. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain. 3. Menfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya. 4. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. 5. Menfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan. II.B. ELABORASI 1. Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna. 2. Menfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis. 3. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut. 4. Menfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif. 5. Menfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar. 6. Menfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok. 7. Menfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok. 8. Menfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan. 9. Menfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. II.C. KONFIRMASI 1. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik. 2. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber. 3. Menfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. 4. Menfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar a. berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar. b. membantu menyelesaikan masalah. c. memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi. d. memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh e. memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif. III. KEGIATAN PENUTUP 1. Bersama-sama dengan peserta diik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran. 2. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram. 3. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. 4. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik. 5. Menyampaikan rencana pelajaran pada pertemuan berikutnya. SIMPULAN Mutu pendidikan ditentukan oleh mutu pembelajaran. Pendidikan yang bermutu dapat diraih jika pembelajaran juga bermutu. Pembelajaran yang bermutu, hanya dapat diwujudkan jika gurunya juga bermutu. Guru bermutu sebagai guru profesional, wajib memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Penulis adalah Sekretaris Klub Guru Jawa Barat dan Direktur Eksekutif LPP Salman ITB
WAWASAN
EDISI 02/TAHUN 2009
07
Multikecerdasan Siswa yang Disia-siakan Sekolah Bahkan pakar Psikologi semacam Howard Gardner & Associates konon memiliki daftar 25 nama kecerdasan manusia termasuk misalnya saja Kecerdasan Visual/Spasial, Kecerdasan Natural (kemampuan untuk menyelaraksan diri dengan alam), atau Kecerdasan Linguistik (kemampuan membaca, menulis, berkata-kata), Kecerdasan Logika (menalar atau menghitung), Kecerdasan Kinestik/Fisik (kemampuan mengolah fisik seperti penari, atlet, dll), Kecerdasan sosial yang dibagi menjadi Intrapersonal dan Interpersonal (Dr. Steve Hallam, Creative and leadership, Colloquium in Business, Fall: 2002). Oleh: DR. SUYATNO, M.PD (Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Unesa)
Semua guru teramat paham kalau siswa mempunyai multikecerdasan. Bahkan, mereka mengikuti dengan seksama berbagai diskusi dan bahasan tentang multikecerdasan. Namun, penerapan di sekolah tetap saja dengan pola monokecerdasan seperti pola sekolah zaman dahulu. Lalu, perubahannya di mana?
S
EKALI lagi, guru-guru teramat paham bahwa manusia adalah makhluk yang paling cerdas, dan Tuhan, melengkapi manusia dengan komponen kecerdasan yang paling kompleks. Sejumlah temuan para ahli mengarah pada fakta bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan paling unggul dan akan menjadi unggul asalkan bisa menggunakan keunggulannya. Kemampuan menggunakan keunggulan ini dikatakan oleh William W Hewitt, pengarang buku The Mind Power, sebagai faktor yang membedakan antara orang jenius dan orang yang tidak jenius di bidangnya. Sayangnya, menurut Leonardo Da Vinci, kebanyakan manusia me-nganggur-kan kecerdasan itu. Punya mata hanya untuk melihat tetapi tidak untuk memperhatikan, punya perasaan hanya untuk merasakan tetapi tidak untuk menyadari, punya telinga hanya untuk mendengar tetapi tidak untuk mendengarkan dan seterusnya. Guru dan sekolah termasuk orang yang menganggurkan kemampuannya untuk mengelola multikecerdasan siswa. Saat ini, yang dipakai masih monokecerdasan yang digagas oleh Binnet dengan konsep IQ-nya. Kebijakan dinas pendidikan juga mengacu pada konsep lama. Meskipun, petinggi pendidikan itu teramat paham tentang multikecerdasan itu. lalu, kapan dimulai penerapannya? Era setelah Binnet ada Thorndike sebagai salah satu ahli yang membagi kecerdasan manusia menjadi tiga, yaitu kecerdasan Abstrak -- Kemampuan memahami simbol matematis atau bahasa, Kecerdasan Konkret -- kemampuan memahami objek nyata dan Kecerdasan Sosial kemampuan untuk memahami dan mengelola hubungan manusia yang dikatakan menjadi akar istilah Kecerdasan Emosional (Stephen Jay Could, On Intelligence, Monash University:1994) Pakar lain seperti Charles Handy juga punya daftar kecerdasan yang lebih banyak, yaitu: Kecerdasan Logika (menalar dan menghitung), Kecerdasan Praktik (kemampuan mempraktikkan ide), Kecerdasan Verbal (bahasa komunikasi), Kecerdasan Musik, Kecerdasan Intrapersonal (berhubungan ke dalam diri), Kecerdasan Interpersonal (berhubungan ke luar diri dengan orang lain) dan Kecerdasan Spasial (Inside Organizaion: 1990)
KECERDASAN INTELEKTUAL, EMOSIONAL & SPIRITUAL Sudah bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang.Tetapi namanya juga temuan manusia, istilah teknis yang berasal dari hasil kerja Alfred Binet ini (1857 - 1911) lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka mencatat sedikitnya ada dua kelemahan (bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaruhi, yaitu: A. PEMAHAMAN ABSOLUT TERHADAP SKOR IQ Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari proses belajar. B. CAKUPAN KECERDASAN MANUSIA : KECERDASAN NALAR, MATEMATIKA DAN LOGIKA Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam. Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring tinju.
SEPUTAR KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa "kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat
SEPUTAR KECERDASAN SPIRITUAL Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) dikatakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi 'pusat-diri' ( Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001). Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia
dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber - SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
PENERAPAN IQ-EQ-SQ DALAM KEHIDUPAN IQ, EQ, dan SQ bisa digunakan dalam mengambil keputusan tentang hidup kita. Seperti yang kita alami setiap hari, keputusan yang kita buat, berasal dari proses: 1) merumuskan keputusan, 2) menjalankan keputusan atau eksekusi, 3) menyikapi hasil pelaksanaan keputusan. Rumusan keputusan itu seyogyanya didasarkan pada fakta yang kita temukan di lapangan realita (apa yang terjadi) - bukan berdasarkan pada kebiasaan atau preferensi pribadi suka - tidak suka. Kita bisa menggunakan IQ yang menonjolkan kemampuan logika berpikir untuk menemukan fakta obyektif, akurat, dan untuk memprediksi resiko, melihat konsekuensi dari setiap pilihan keputusan yang ada. Rencana keputusan yang hendak kita ambil - hasil dari penyaringan logika, juga tidak bisa begitu saja diterapkan, semata-mata demi kepentingan dan keuntungan diri kita sendiri. Bagaimana pun, kita hidup bersama dan dalam proses interaksi yang konstan dengan orang lain. Oleh sebab itu, salah satu kemampuan EQ, yaitu kemampuan memahami (empati)
kebutuhan dan perasaan orang lain menjadi faktor penting dalam menimbang dan memutuskan. Banyak fakta dan dinamika dalam hidup ini, yang harus dipertimbangkan, sehingga kita tidak bisa menggunakan rumusan logika - matematis untung rugi. Kita pun sering menjumpai kenyataan, bahwa faktor human touch, turut mempengaruhi penerimaan atau penolakan seseorang terhadap kita (perlakuan kita, ide-ide atau bahkan bantuan yang kita tawarkan pada mereka). Salah satu contoh kongkrit, di Indonesia, budaya "kekeluargaan" sangat kental mendominasi dan mempengaruhi perjanjian bisnis, atau bahkan penyelesaian konflik. Kenyataannya, hal di atas hanya sebatas dibaca guru namun tidak pernah menjadi bagian dari sistem pendidikan. Bukannya guru tidak mau menerapkan tetapi aturan pendidikan tidak juga beranjak dari pola monokecerdasan. Meskipun, perlu diakui bahwa IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri kita, sehingga tak mungkin juga kita pisah-pisahkan fungsinya. Berhubungan dengan orang lain tetap membutuhkan otak dan keyakinan sama halnya dengan keyakinan yang tetap membutuhkan otak dan perasaan. Seperti kata Thomas Jefferson atau Anthony Robbins, meskipun keputusan yang dibuat harus berdasarkan pengetahuan dan keyakinan sekuat batu karang, tetapi dalam pelaksanaannya, perlu dijalankan se-fleksibel orang berenang. Tulisan ini sebelumnya telah di-post-kan dalam blog www.garduguru.com
LENSA
KLUB GURU INDONESIA
EDISI 02/TAHUN 2009
08
Pertamina Bantu
1.000 Sepeda Gratis Untuk Sekolah
P
T Pertamina (Persero) kembali memberikan komitmennya dalam membudayakan hemat energi, memajukan pendidikan, kesehatan lingkungan. Minggu, 14 Juni 2009 lalu, bekerja sama dengan Konsorsium Sepeda Sekolah Indonesia, PT Pertamina memberikan 1000 unit sepeda secara gratis ke 200 sekolah di Kabupaten Bekasi. Acara direncanakan dibuka oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Konsorsium Sepeda Sekolah Indonesia merupakan perkumpulan sejumlah elemen organisasi yang sangat peduli pada pendidikan dan lingkungan. Konsorsium SSI terdiri atas Klub Guru Indonesia, CBE, Bike To Work, Ikatan Alumni UI, Ikatan Alumni ITB dan Ikatan Alumni ITS (dalam proses adminsitrasi). Konsorsium bertujuan untuk menyelamatkan siswa dari ancaman putus sekolah akibat tingginya harga BBM. seiring perjalanan waktu, konsorsium melihat pemberian sepeda ke sekolah merupakan upaya penting untuk membudayakan siswa menerapkan hidup hemat energi sejak dini dengan menggunakan sepeda ke sekolah. "Selain sehat juga bebas polusi," tegas Ketua Konsorsium SSI, Danang Caksono. Awalnya gagasan memberikan sepeda untuk sekolah dilakukan Mapala UI di Jawa Tengah. Karena idenya yang luar biasa tersebut, Konsorsium SSI mengambil alih program ini untuk dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakat luas. Gayung bersambut sejumlah pribadi menyumbang sepeda, PT Pertamina, ILuni UI, IKA ITS, PT Telekomindo Priya Karya, perusahaan telekomunikasi, hingga
Saatnya Tinggalkan Pola Usang demi Kemajuan
rektor Udinus Jateng. Komitmen paling besar ditunjukkan PT Pertamina yang menyumbang sekitar 1.300 unit sepeda. "Pembagian kali ini di Bekasi paling besar, yaitu membagi 1000 unit sepeda ke 200 sekolah di empat kecamatan," tegas Danang. Sebelumnya, Konsorsium SSI menyalurkan pembagian sepeda di Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Semarang Jawa Tengah, Surabaya, Gresik, Sidoarjo-Jawa Timur- dan di Pendopo Sumatera Barat. Ada empat kecamatan yang menjadi sasaran pemberian, yakni Kecamatan Babelan (412 unit sepeda), Kecamatan Tarumajaya (248 unit sepeda), Cabang Bungin (180 unit sepeda), Muara Gembong (160 unit sepeda). Kontan saja pemberian ini disambut gempita oleh Agnes. Siswa SDN 01 Babelan, Kecamatan Babelan, Bekasi. Agnes langsung berteriak kegirangan begitu diberi tahu akan mendapatkan sepeda. "Terima kasih, Mas," katanya. Agnes siswa kelas lima ini memang tak begitu menonjol di kelasnya. Tetapi, ia sangat aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler terutama paduan suara. Sayang ia tak berani muluk-muluk menggantungkan cita-citanya. Menjadi penyanyi seperti Krisdayanti atau Agnes Monica juga tak ada dalam bayangannya. "Saya ingin bisa sekolah sampai SMA saja," katanya dengan tersipu. Keseharian Agnes sangat luar biasa. Bapak-ibunya hanya buruh toko yang saban hari berangkat pagi buta dan pulang larut malam. Setiap hari ia bersama dua adiknya, satu perempuan usia sekitar 5 tahun dan satunya laki-laki berusia 2 tahun. Jika ibunya tak sempat memasak, Agnes lah yang menggantikan peran kedua orang tuanya. Ia yang
H
IDUP tidak dapat dilepaskan dari pendidikan. Sebab, manusia diciptakan bukan hanya untuk hidup. Ada tujuan yang lebih mulia dari sekadar hidup yang harus diwujudkan. Hal itu memerlukan ilmu yang diperoleh dari pendidikan. Bila hidup sangat berkaitan dengan pendidikan, faktor penting -bahkan penentu hitam putihnya pendidikan- adalah guru (Izzudin Karimi: 2005). Benar! Guru bukanlah satu-satunya instrumen pendidikan. Masih ada buku, kurikulum, peletak kurikulum, pembuat kebijakan pendidikan, dan seterusnya. Namun, di antara sederet instrumen itu, guru adalah ujung tombak. Ibarat satu kesebelasan sepak bola, striker memegang peran sentral untuk mencapai tujuan, yaitu mencetak gol. Jika striker mandul, hal itu akan memengaruhi performa dan hasil akhir pertandingan. Bila guru "mandul", hasil pendidikan akan rendah. Maka, tak salah jika muncul ungkapan "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari." Tak ayal, perhatian guru dalam dunia pendidikan adalah prioritas. Pahlawan tanpa tanda jasa itu memikul tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan. ****
Judul buku: Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional Penulis: Ahmad Rizali, Indra Djati Sidi, Satria Dharma Tebal :246 halaman Penerbit: PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo) Jakarta Tahun Terbit: 2009 Peresensi: Eko Prasetyo, Editor Jawa Pos
Krisis multidimensi di negeri ini, mau tak mau, membuka mata kita terhadap mutu pendidikan Indonesia. Demikian pula halnya dengan sumber daya manusia hasil pendidikan di nusantara ini. Memang, penyebab krisis tersebut begitu kompleks. Namun, tak dimungkiri bahwa penyebab utamanya adalah sumber daya manusia itu sendiri yang kurang bermutu. Jangankan bicara profesionalisme, terkadang sikap manusia Indonesia yang paling merisaukan adalah seringnya bertindak tanpa moralitas. Maka, di sinilah pentingnya peran seorang guru dalam membentuk sumber daya manusia yang berwawasan dan berkualitas. Seperti perkembangan zaman dan majunya teknologi, guru pun dituntut untuk selalu meng-update inovasi dan kreativitasnya. Tidak mungkin guru sekarang hanya mengandalkan pengalaman serta kemampuan mengajar saja. Harus diakui, perkembangan pendidikan di Amerika, Jepang, dan negara-negara lain di Asia dan Eropa hampir merata. Sebab, anggaran yang dialokasikan ke pendidikan besar dan berjalan
Semyum bahagia langsung terurai di bibir para siswa penerima bantuan sepeda dari PT Pertamina. Para aktivis yang tergabung dalam konsorsium SUS (Sepeda Untuk Sekolah) pun turut bersama siswa larut dalam kecerian, saat pembagian 1.000 sepeda di Bekasi, Jawa Barat.
memasak mi instan untuk kedua adiknya. Setelah itu ia harus siap-siap berangkat ke sekolah. "Dari rumah ke sekolah sekitar setengah jam dengan berjalan kaki," tutur Agnes ketika dijumpai di rumahnya. Jika ia berangkat, kedua adiknya dititipkan ke tetangganya. Kehidupan keluarga Agnes memang memprihatinkan. Rumah petak yang ditempatinya jauh dari sederhana. Rumah dengan tembok belum diplester dan lantai semen yang sudah mulai keropos menjadi bagian hidupnya. Tetapi Agnes tetap menjalani hidupnya dengan suka cita. Tak ada kesan menyesali diri.
lancar. Sebesar 65 persen penduduk Indonesia berpendidikan SD, bahkan tidak tamat. Selain itu, kualitas pendidikan di negara ini pun dinilai masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Tak heran jika Indonesia hanya menempati urutan ke-102 di antara 107 negara di dunia dan urutan ke-41 di antara 47 negara di Asia. Di antara satu juta penduduk di Amerika, 6.500 orang bergelar S-3 (doktor), Israel 16.500, Prancis 5.000, Jerman 4.000, dan India 1.300 orang. Semua itu hasil dari pendidikan yang bermutu. Negara Asia lainnya seperti Korea Selatan juga memberikan prioritas untuk kemajuan pendidikan. Pengadaan sandang, pangan, dan papan perlu, tapi pembangunan pendidikan jangan sampai dianaktirikan. Kemajuan sebuah negara sangat ditentukan tingkat pendidikan sumber daya manusianya. Contoh lainnya, pada 1970-an Malaysia masih mengimpor tenaga pengajar dari Indonesia. Kini, pendidikan di Malaysia jauh di atas Indonesia. Mengapa? Sebab, pemerintahnya memberikan perhatian yang sangat serius. Tidak seperti di Indonesia, pendidikan belum begitu disentuh secara menyeluruh, apalagi membentuk wadah menjembatani aspirasi dan suara guru. Harus diakui bahwa lulusan dari lembaga pendidikan di Indonesia kurang relevan dengan kebutuhan tenaga yang diperlukan sehingga hasilnya kurang efektif dan mendorong terjadinya pengangguran intelektual. Masalah tersebut masih ditambah dengan minimnya fasilitas pendidikan yang memadai dan tenaga pengajar yang berkualitas pula. Karena itu, harus ada perubahan! Satria Dharma, tokoh dan pengamat pendidikan dari Balikpapan, Kalimantan Timur, menegaskan bahwa guru memegang peran yang amat penting sebagai pemimpin perubahan. Gurulah yang mampu menggerakkan bangsa ini untuk maju, dalam hal ini mendidik dan melahirkan generasi berkualitas dan berprestasi. Dari situlah, tercetus ide dari Satria tentang pembentukan Indonesian Teachers Club atau cikal bakal Klub Guru Indonesia, yang mampu menampung aspirasi dan inovasi para guru dengan satu kata: sinergi! Buku ini ibarat sebuah museum pendidikan yang amat berharga. Pandangan-pandangan dan kritik membangun terhadap wajah pendidikan di negeri ini, terutama menyoal keguruan di
Hadirnya bantuan sepeda kelak akan sedikit membuatnya tersenyum. Ya, sedikit senyum Agnes, semoga bisa menjadi harapan baru baginya. Dari 1000 siswa yang menerima sepeda, sosok-sosok seperti Agnes ini cukup banyak. Anak-anak buruh, pekerja, pedagang kecil, hingga pemulung tersentuh oleh program Sepeda Untuk Sekolah ini. Inilah generasi bangsa yang akan mengisi Indonesia kelak, dengan senyum, dengan semangat, tekad yang kuat, terus menempuh pendidikan: ayo bersepeda, tetap sehat, bebas polusi.(hb)
Indonesia, terlalu sayang bila hanya dilihat sekilas saja. Ulasan ringan, segar, dan bisa seiring dengan perkembangan zaman. Itulah yang saya cerna dari tulisan-tulisan Satria Dharma, Indra Djati Sidi, dan Ahmad Rizali dalam buku ini. **** Dalam salah satu ulasan, Ahmad Rizali mencoba mengungkapkan realita bahwa guru kebanyakan adalah guru yang selalu ingin muridnya langsung benar. Proses belajar adalah proses berbuat kesalahan dan memperbaiki, salah kembali dan diperbaiki kembali. Jika tak pernah melakukan kesalahan, kapan sang murid mengetahui dan menghayati kebenaran? Rizali menambahkan, guru saat ini adalah mereka yang mendorong muridnya menjalankan keinginan dan impian gurunya, impian kepala sekolah , bahkan impian wali kota. Sehingga, murid dipaksa untuk "mengisi" cetakan yang dibuat gurunya, bukan mengajak dan membimbing muridnya membuat cetakan yang diinginkan oleh murid (hal 73). Dasar agenda pendidikan ke depan masih panjang. Meliputi pembahasan kurikulum, pembaruan dalam proses pembelajaran, pembenahan manajemen pendidikan nasional, pembenahan pengelolaan guru, dan mencari serta mengembangkan berbagai sumber alternatif pembiayaan pendidikan. Pesan sederhana yang disampaikan Satria Dharma, Ahmad Rizali, dan Indra Djati Sidi dalam buku ini adalah ajakan kepada seluruh komponen pendidikan, khususnya guru, untuk mau mengembangkan diri dan meninggalkan pola usang demi kemajuan pendidikan itu sendiri. Yakni, dari konvesional menuju profesional. Buku ini tidak melulu mengupas tentang guru. Beberapa masalah pendidikan pun diungkapkan dengan bahasa otokritik yang halus. Mulai masalah sekolah menengah kejuruan, ujian akhir nasional (unas), membaca, hingga sekolah bertaraf internasional. Semuanya disajikan dalam paparan yang ringan dan baik. Tentu saja, tujuannya untuk membangun dan membangkitkan semangat para pendidik di negeri ini. Buku ini sangat pantas dan perlu dibaca oleh semua kalangan, terutama bagi mereka yang peduli terhadap pendidikan. (*)
LENSA
Prof. Wardiman memberikan pencerahan kepada para anggota dan pengurus Klub Guru Yogyakarta.
KLUB GURU INDONESIA
EDISI 02/TAHUN 2009
09
Dr. Indra Djati Sidhi melantik pengurus Klub Guru Indonesia Cabang Yogyakarta.
Seminar dan Pengukuhan Pengurus Klub Guru DIY MINGGU, 14 Juni 2009 telah dilaksanakan Seminar Nasional dan Pengukuhan Pengurus Klub Guru Wilayah Provinsi DIY bertempat di Gedung KPLT UNY. Seminar bertemakan “TANTANGAN PENDIDIKAN MASA DEPAN DAN KIAT MENJADI GURU PROFESIONAL” diikuti oleh Guru, Dosen, Mahasiswa sekitar Yogyakarta dan tak kurang dari 400 perserta hadir pada acara tersebut. Pada kesempatan ini hadir pula tamu undangan antara lain Prof. Wardiman (mantan menteri pendidikan dan kebudayaan), Dr. Baedowi, M. Si. (Dir. Jen. PMPTK), Dr. Indra Djati Sidhi (Ketua Pembina KGI Pusat), Dr. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc. (SEAMOLEC), Mohammad Ihsan (Sekjen KGI Pusat) dan para pejabat dilingkungan Dinas Pendidikan se Provinsi DIY.
Sebelum seminar dimulai dilakukan pengukuhan Pengurus Klub Guru Jogja yang dipimpin oleh Dr. Indra Djati Sidhi kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan MOU oleh beberapa instansi perusahaan antara lain TELKOM dan BPD. Sesi seminar pertama di isi oleh Prof. Wardiman, dan Dr. Baedowi, M. Si. dilanjutkan dengan sesi seminar kedua oleh Dr. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc. dan Divisi Telkom Speedy dan Aplikasi SIAP Online. Sesi Ketiga dilakukan dengan menghadirkan program SAGUSALA (satu guru satu laptop) dan Multikom Global Mediatama sebagai perusahaan yang bergerak di bidang Telekomunikasi, IT dan Broadcast. Disisi lain tempat seminar terdapat beberapa counter sponsor antara lain, AndiStar
Suvenir khas Yogyakarta, wayang menjadi cinderamata bagi para tamu kehormatan di acara launching Klub Guru Cabang Yoygakarta.
milik penerbit Andi Offset menampilkan bukubuku berkualitas terbitan Andi Offset, Penerbit Pustaka Insan Mandiri menampilkan buku-buku pelajaran sekolah, Grup Kompas menampilkan Harian Kompas dan tabloid PC PLUS, Telkom Speedy menampilkan akses internet berkecepatan tinggi, BPD menampilkan program finansial untuk mendapatkan SAGUSALA, Ceria menampilkan layanan internet stabil dan murah, Harrisma
menampilkan laptop untuk program SAGUSALA dan Ubuntu sebagai sistem operasi linux alternatif (Terbuka dan Gratis) Diharapkan dengan kegiatan seminar semacam ini Guru dapat menambah wawasan tentang pendidikan masa depan dan mampu menjadi Guru yang benar-benar profesional agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar dan disegani di seluruh dunia… Semoga!!
Sagusala Fair 2009 SAGUSALA FAIR yang dimulai Surabaya (16-17 Mei 2009), kemudian dilanjutkan ke Bandung, Yogyakarta, Jakarta, Malang, dan beberapa kota lainnya. Sagusala (Satu Guru Satu Laptop merupakan program yang digagas oleh Klub Guru Indonesia untuk membantu guru memiliki laptop yang di dalamnya sudah tertanam program pembelajaran yang langsung dapat diaplikasikan kepada peserta didik. Sagusala Fair Surabaya yang digelar Ruang Lebah Biru Telkom Jatim lalu, didukung oleh beberapa vendor dan sponsor yang terlibat seperti: Intel Indonesia Corporation, PT. Telkom, PT. Pesona Edukasi, Merk laptop: ION, Acer, HP, Zyrex, Axioo. Hadir dalam acara ini Drs. Suwanto, M.Si (Kadiknas Jatim), Gatot Indra (SM Marketing & Sales Telkom Jatim) dan Arya Sanjaya (Intel Indonesia Corporation), Reza Ervani (Superpedia), Moch Mas’ud (Pesona Edukasi). Program Sagusala ini, secara berkesinambungan dilaksanakan oleh James F Tomasow, selaku Project Manager, dan para pengurus lainnya. Salah satu evolusi Sagusala adalah Sagumutu (lihat hal 16).
Reza Ervani (tengah atas) dari Superpedia diserbu para guru yang ingin mendapatkan materi dengan mencopy via flasdis.
Drs. Suwanto, M.Si (Kadiknas Jatim), dan Arya Sanjaya (Intel Indonesia Corporation) saling akrab di acara Sagusala Fair Surabaya. Seorang guru dengan sabar menunggu giliran penginstalan program pembelajaran sebagai bagian dari program Sagusala.
Para guru dengan setia mendengar pemaparan dari Telkom tentang kemudahan pembelajaran via internet.
Menkominfo Kunjungi Sagusala Menkominfo Mohammad Nuh saat mengunjungi stan Sagusala di acara pameran Pendidikan di Malang beberapa waktu lalu. Hadir juga Kadiknas Jatim Drs. Suwanto, M.Si, Suko Widodo-pakar komunikasi Unair, Mohammad Ihsan-Sekjen Klub Guru dan para petinggi pemerintahan lainnya.
James Tomasow bersama M Ihsan bercengkerama di sela Seminar Sagusala Fair.
BAHASA & SASTRA
P
OSISI bahasa Indonesia berada dalam dua tugas. Tugas pertama adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia tidak mengikat pemakainya untuk sesuai dengan kaidah dasar. Bahasa Indonesia digunakan secara nonresmi, santai, dan bebas.Yang dipentingkan dalam pergaulan dan perhubungan antarwarga adalah makna yang disampaikan. Pemakai bahasa Indonesia dalam konteks bahasa nasional dapat dengan bebas menggunakan ujarannya baik lisan, tulis, maupun lewat kinesiknya. Kebebasan penggunaan ujaran itu juga ditentukan oleh konteks pembicaraan. Manakala bahasa Indonesia digunakan di bus antarkota, ragam yang digunakan adalah ragam bus kota yang cenderung singkat, cepat, dan bernada keras. Tugas kedua adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa negara berarti bahasa Indonesia adalah bahasa resmi. Dengan begitu, bahasa Indonesia harus digunakan sesuai dengan kaidah, tertib, cermat, dan masuk akal. Bahasa Indonesia yang dipakai harus lengkap dan baku. Tingkat kebakuannya diukur oleh aturan kebahasaan dan logika pemakaian. Dari dua tugas itu, posisi bahasa Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus terutama bagi pembelajar bahasa Indonesia. Dua tugas di atas tentunya akan memberikan dampak bagi pembelajar bahasa Indonesia yang masih awal dalam penguasaan kaidah bahasa Indonesia. Di satu sisi, siswa harus belajar bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah. Di sisi lain, siswa menghadapi masyarakat yang berbahasa Indonesia secara bebas karena fungsi bahasa pergaulan. Siswa yang masih belajar itu tentunya berada di dua tarikan yang kalah kuat. Tarikan masyarakat lebih kuat dibandingkan oleh tarikan dari bangku sekolah. Apalagi, pembelajaran bahasa Indonesia tidak disajikan dengan menarik. Sebaliknya, bahasa Indonesia disajikan dengan membosankan, jenuh, dan berputar-putar. Bermula dari kasus di ataslah, akhirnya banyak orang yang menganggap bahwa (a) yang
EDISI 02/TAHUN 2009
Posisi Pembelajaran Bahasa Indonesia penting isinya dipahami bukan benar tidaknya, (b) buat apa belajar bahasa Indonesia karena tanpa belajar pun semua orang Indonesia dapat berbahasa Indonesia, (c) bahasa Indonesia sangat sulit, dan (d) bahasa Inggris lebih bergengsi daripada bahasa Indonesia. Anggapan itu akhirnya sampai ke siswa. Siswa menjadi ogah-ogahan dalam belajar bahasa Indonesia. Banyak di antara siswa yang terpaksa dalam mengikuti mata pelajaran bahasa Indonesia. Begitu pula dengan pembelajaran bahasa Indonesia, proses pemebelajarannya harus bertumpu ke siswa sebagai subjek belajar. Materi pembelajaran BI terintegrasi dengan penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini. Pembelajaran diarahkan ke pemakaian seharihari baik lisan maupun tulis dalam konteks bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia tersebut di antaranya melalui wacana tulis dan lisan. Wacana tulis berkembang melalui buku pengetahuan, surat kabar, iklan, persuratan, dan lainnya. Sedangkan wacana lisan terkembang melalui percakapan sehari-hari, radio, televisi, pidato, lobi, dan sebagainya. Dengan begitu, siswa pembelajar bahasa Indonesia dapat mengikuti zamannya. Yang belajar dalam kelas adalah siswa bukan guru. Siswa hendaklah diarahkan ke pengembangan potensi diri sendiri. Bukankah siswa hidup di zaman ini? Artinya, segala masalah kebahasaan yang perlu dimainkan di sekolah haruslah juga sesuai dengan zamannya. Kata, kalimat, paragraf, bahkan tulisan harus bernuansa kekinian. Sumber kebahasaan yang digunakan oleh guru juga harus mengacu ke minat dan harapan siswa. Dengan begitu, siswa dapat tertarik dengan pemebelajaran bahasa Indonesia. Siswa Indonesia memang sudah
semestinya dapat berpikir, berkreasi, dan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia secara lugas, langsung, dan lancar. Dengan begitu, suatu saat akan dihasilkan karya-karya besar dari orang Indonesia dengan bahasa yang mantap. Hal itu tentunya harus menjadi obsesi guru bahasa Indonesia. Saat ini, bahasa Indonesia mengalami perkembangan puncak. Hampir 40 negara membuka program studi bahasa Indonesia di wilayahnya.Tahun ini (2001), Usbekhistan menawari
warga Indonesia yang berkemampuan di bidang bahasa Indonesia untuk menjadi pengelola program studi bahasa Indonesia di negara itu. Australia bagian utara telah memasukkan bahasa Indonesia di kurikulum sekolah sebagai bahasa kedua. Di Jepang, banyak kursus-kursus bahasa Indonesia yang di buka di kotakota besarnya. Bahkan, tiap tahun, UI, UGM, Unpad, UNM, Unesa, dan perguruan tinggi lainnya membuka kelas bahasa Indonesia untuk orang asing yang tinggal di Indonesia maupun yang sengaja datang untuk kursus. Di sisi lain,
10
banyak kamus bahasa Indonesia diterbitkan oleh negara lain. Banyak pula warga Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, banyak anakanak yang sudah tidak tahu bahasa daerah karena komunikasi di keluarga menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu sangat menguntungkan bagi guru bahasa Indonesia. Meskipun, di sisi lain, bahasa daerah mengalami keterpurukan. Peran guru amatlah menentukan dalam mengajarkan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, guru dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia dan pembelajarannya. Begitu juga, bahasa Indonesia semestinya menjadi mata pelajaran yang menarik bagi siswanya. Kemenarikan itu pada akhirnya membawa siswa ke tingkat komunikasi yang lancar. Komunikasi yang didasari oleh minat yang kuat dari siswa. Guru berperan besar dalam hal itu. Peran tersebut didasari oleh kekuatan konsep dan kekuatan mengembangkan strategi pembelajarannya. Konsep pembelajaran bahasa Indonesia di masa lalu cenderung menggunakan pendekatan struktural dengan pokok bahasan yang menekankan bunyi, kosakata, dan kalimat. Akibat yang muncul menurut antara lain (1) guru lebih menekankan teori dan pengetahuan bahasa daripada keterampilan berbahasa; (2) bahan pelajaran tidak relevan dengan kebutuhan siswa untuk berkomunikasi; (3) struktur bahasa dibahas secara lepas; (4) evaluasi banyak menekankan aspek kognitif; dan (5) PBM (Proses Belajar Mengajar) lebih didominasi guru daripada berpusat pada siswa. (gardu guru)
Menyoal Buku Sastra Anak
Oleh: EKO PRASETYO (Jurnalis dan Editor)
D
I Indonesia, urusan membaca buku memang, apa boleh buat, belum menjadi persoalan yang dianggap sebagai kebutuhan pokok. Mungkin, belum ada penelitian yang sangat komprehensif meliputi seluruh wilayah Indonesia tentang minat baca anak Indonesia. Tetapi, secara sekilas, amat mudah melihat bagaimana toko-toko buku dan perpustakaan anak biasanya dipenuhi oleh anak-anak (dibandingkan dengan bagian fiksi orang dewasa). Minat baca anak mungkin tinggi, tapi minat baca orang tua sangat rendah. Kebanyakan, buku-buku yang anak-anak baca adalah serial komik-komik Jepang seperti Avatar, Samurai Deeper Kyo, Crayon Shinchan, Detektif Conan, Naruto, Baby Love, Gals, atau Doraemon. Selain itu, seri terjemahan keluaran Walt Disney tampak sering muncul di pasaran seperti Paman Gober, Donald Bebek, dan lainlain. Di bagian sastra dunia, mereka akan bersapa dengan kisah Gadis Penjual Korek Api karya H.C. Andersen ataupun karya Enid Blyton.
Pada 1970-an, cerita-cerita anak kontemporer lahir melalui majalah anak-anak Si Kuncung, Kawanku, dan Hai. Nama-nama seperti Soekanto S.A., Arswendo Atmowiloto, dan Mohammad Sobary tercatat mengisi kesusastraan anak Indonesia. Anak-anak generasi itu dimanjakan oleh imajinasi Djoko Lelono melalui Rahasia di Balik Lukisan (tentang seorang anak yang mencari pencuri lukisan ayahnya dengan cara masuk ke dalam lukisan-lukisan yang lain),Terlontar ke Masa Lalu (mesin waktu yang melontarkan tokohnya ke masa Kerajaan Majapahit), dan beberapa bukunya yang lain. Kemudian, ada pula Dunia Penuh Tawa karya Soekanto S.A. dan Ito oleh Arswendo Atmowiloto. Bukubuku itu merupakan karya-karya yang bukan saja membawa anak-anak ke dunia yang seru dan menegangkan, tetapi juga memperluas cakrawala pembacanya. Kini, seiring dengan membanjirnya terjermahan karya impor (komik ataupun sastra anak-anak dunia), tampaknya karya sastra anak-anak Indonesia tersudut. Kalaupun ada, mungkin itu adalah beberapa buku anakanak asal jadi. Kecenderungan anak-anak yang kini dijejali karya terjemahan -yang diringkas dan disederhanakan- sebetulnya bukan sesuatu yang salah. Masalahnya, seberapa baik terjemahan itu sehingga tidak merusak dan mengaburkan inti kecemerlangan cerita? Masalah kedua, yang lebih penting lagi, jika mampu menerjemahkan, kenapa sulit untuk mencari karya-karya penulis lokal? Masalah lain dalam sastra anak Indonesia adalah penulis Indonesia kurang melakukan riset. Menurut Sobary (1999:44), cerita anakanak yang baik adalah jika penulis memasukkan unsur filsafat, psikologi, antropologi, dan memahami petualangan. Faktor itulah yang kurang dimiliki oleh penulis cerita Indonesia. Penulis cerita anak Indonesia kurang melakukan riset sehingga karyanya betul-betul karangan imajinatif, berbeda dengan karya sastra anak-anak
internasional yang merupakan tulisan hasil ramuan imajinasi dan pengalaman faktual penulisnya. Mungkin, itulah yang menyebabkan buku Alice in Wonderland bisa bertahan lebih dari seabad karena keabadian kisahnya. Kemampuannya menjangkau berbagai aspek kehidupan dan yang penting menyentuh hati anak-anak. Berbicara mengenai sastra anak, mau tak mau harus disinggung psikologi perkembangan anak. Dalam fase perkembangan anak, saat itulah segala pengalaman dan pengetahuan yang diterimanya beserta proses dan pembiasaan akan menjadi bentukan dasar karakter seorang manusia. Semua input yang diterima dalam memori di masa-masa itu akan lebih awet tersimpan. Karena itu, apabila seorang anak bersentuhan dengan pembiasaan dan pengenalan-pengenalan, di masa dewasa mereka tidak kerepotan mengingat dan mempraktikkannya. Maka, orang tua dan guru wajib membimbing perkembangan anak-anak ke arah yang positif agar mereka kelak menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna dalam kehidupan. Salah satu sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah sastra yang sesuai dengan perkembangan anak-anak. (Dian Haris, dkk. 2002: 38). Sebab, sastra anakanak dapat menunjang perkembangan bahasa, kognitif, personalitas dan sosial anakanak. Sastra juga dapat memainkan perasaan secara dramatis dalam pengembangan konsep pribadi atau konsep diri dan perasaanperasaan kaya diri. Melalui sastra, anak-anak dapat menemukan berbagai kemampuan yang mereka miliki. Dunia anak-anak tentu sewarna dengan pengalaman dan pengetahuan mereka yang belum menumpuk sehingga masih diperlukan mediasi untuk mengembangkan daya kreatifnya (Nurgiyantoro). Maka yang paling penting dalam hal ini adalah pemenuhan hak anak. Hal yang dimaksud
adalah proses belajar, menjadi individu yang subjektif, perkembangan pengalaman dan pengetahuan, yang semuanya berada dalam bingkai dunia anak. Membaca dan menulis, misalnya, merupakan hak anak. Sebab, di sana terdapat adanya "proses menjadi diri sendiri secara utuh", bukan menjadi seperti gurunya, seperti orang tuanya, atau seperti orang lain. Contoh pengalaman adalah masa kecil seorang pakar sastra anak di Indonesia, Murti Bunanta, yang sejak usia anak-anak dikondisikan menyukai bacaan sastra. Ayahnya seorang guru, sedangkan ibunya, ibu rumah tangga yang kerap mendongenginya dengan merujuki buku-buku cerita karya sastrawan Indonesia, Belanda, maupun Jerman. Menurut doktor sastra anak pertama di Indonesia tersebut, kesukaannya membaca dikarenakan pembiasaan membaca buku-buku sastra. Sayang, di antara dua ratus juta penduduk, tradisi 'lekat aksara' hanya dilakukan (dinikmati) segelintir orang saja. Pendidikan yang gagal dibarengi dengan pemahaman psikologi anak yang keliru menyebabkan budaya baca hampir tak ada. Kekeliruan pemahaman terhadap psikologi anak misalnya: "anak kecil itu orang dewasa yang kecil", atau anggapan bahwa anak-anak adalah kumpulan manusia yang mirip dan serupa satu sama lain dan kehidupannya bersifat statis. Orang dewasa banyak yang beranggapan bahwa dunia anak merupakan dunia yang sama dengan masa kecilnya sehingga orang dewasa cenderung mendikte terhadap anak seolah-olah mereka jauh lebih tahu dari anak (Purbani, 2003:2). Karena itu, akan sangat menarik ketika kita mendapati surat kabar menyediakan rubrik sastra bagi anak. Sebagai media massa, ia sekaligus memberikan ruang belajar bagi tumbuhnya sebuah generasi. Selain itu, koran dan buku-buku bisa menjadi salah satu wujud kepedulian terhadap sastra anak, wujud pemenuhan hak membaca bagi anak. (*)
SOSIAL
EDISI 02/TAHUN 2009
11
PENDIDIKAN GRATIS YANG DILEMATIS Oleh : Subari, S.Sos (Ketua Klub Guru Cabang Pasuruan)
S
OSIALIASI pendidikan gratis yang gencar melalui Iklan media cetak atau elektronik saat ini dijadikan ikon departemen pendidikan untuk mengkampanyekan program pendidikan gratis. Prgram ini juga di kampanyekan oleh sang calon pemimipin daerah maupun calon presiden . Karena program pendidikan gratis yang di canangkan oleh pemerintah ini di nilai isu yang tepat untuk meraup dukungan oleh masyarakat luas. Tetapi isu politik progarm pendidikan gratis saat ini hanya sebatas ironi menjadi kontroversi di kalangan masyarakat kelas bawah. Iklan yang setiap hari muncul di media televisi ini, masih belum memberikan nuansa dan pemahaman yang jelas di kalangan kelas masyrakat bawah. Kalangan masyarakat kelas menengah keatas tidak pusing dengan sosialisasi program pendidikan gratis, karena kurang pemahaman tentang pendidikan gratis sehingga masyarakat beranggapan semua pendidikan itu gratis. Memasuki tahun ajaran baru , saat penerimaan siswa/mahasiswa baru setiap tahun, pada bulan juli ini, orangtua yang akan menyekolahkan anaknya di pusingkan oleh biaya pendidikan ketika daftar ulang. hal ini terjadi ketika adik kami di terima di salah satu perguruan tinggi negeri ternama di jawa timur, kami di sodori syarat-syarat daftar ulang . Kami tidak mempunyai biaya cukup untuk memenuhi syarat yang di sodorkan itu kami terpaksa mundur dan tidak jadi kuliah. Alhasil adik saya terpaksa tidak sekolah kemudian kerja di pabrik sebagai kuli angkut dengan harapan untuk biaya makan dan biaya kuliah tahun depan. Ketika itu kami ingat adanya program Pendidikan gratis yang di canangkan oleh pemerintah, yang saat ini iklan gencargencarnya di media cetak dan elektronil masih menimbulkan pertanyaan dari berbagai kalangan masyarakat kelas bawah.sebenarnya pendidikan gratis itu untuk siapa ?.Saat kampanye program pendidikan gratis seharusnya di jelaskan batasan-batasan apa saja yang di gartiskan. Apakah dalam pelaksanaannya di lapangan saat ini sesuai dengan harapan ?. Saat ini pihak diknas apakah sudah melakukan survei tentang efektivitas program pendidikan gratsi ini. Seharusnya pemerintah dalam hal ini diknas melakukan monitoring output yang di dapat dari program pendidikan gratis ini. Iklan di televisi hampir setiap hari muncul di televisi memberikan informasi pendidikan di sekolah Dasar (SD) /Madrasah Ibtidaiyah (MI) / SMP/MTS sederajat di gratiskan, tetapi dalam prakteknya, masih adanya keluhan dari orngtua /wali murid mengenai uang tarikan dari sekolah dengan berbagai alasan. Program Pemerintah dalam rangka mencerdasakan anak bangsa membebasakan biaya pendidikan masih belum berjalan sebagai mana mestinya. Pendidikan gratis yang di gembar-gemborkan pemerintah lewat media televisi dan media
cetak lainnya belum memberikan pengertian sepenuhnya program pendidikan gratis itu. Seharusnya pemerintah memberikan batasan bagaimana program pendidikan gratis itu ? sehingga tidak menjadikan bumerang bagi siswa dan orangtua/ wali murid. Dalam prakteknya memang anak sekolah di gratiskan uang Sumbangan Pengembangan Pendidikan (SPP) dan BP3, siswa tetap di bebani membayar sejumlah uang dengan dalih untuk keperluan lain- lain . Seperti uang untuk dana penambahan alat laboraturium komputer dan pembangunan infrastruktur lainnya dengan dalih untuk menunjang proses belajar mengajar seperti membeli buku mata pelajaran dan alat-alat praktek lainnya. Penarikan uang oleh sekolah ini tidak lain adalah untuk menambah biaya operasional sekolah yang kurang. SPP sekarang di ganti dengan uang bantuan pemerintah yang di sebut Bantuan uang Sekolah (BOS ) belum mencukupi biaya operasional sekolah bagi sekolah swasta. Uang bantuan sekolah dari pemerintah inilah yang di gunakan sekolah untuk operasional, sehingga sekolah tidak di perbolehkan menarik uang Sumbangan dari para wali murid.. Dengan bantuan uang bos di nilai tidak cukup sehingga pihak sekolah menarik dari sektor yang lain. Tetapi tindakan kepala sekolah yang ini harus juga di waspadai dan di pantau agar uang hasil pungutan dari siswa di pergunakan untuk apa saja sehingga jelas penggunaannya. Bantuan operasioanl sekolah yang di berikan hanyalah untuk keperluan operasional sekolah selain itu tidak boleh..Celakanya uang bantuan pemerintah yang diberikan tidak mencukupi untuk menggaji guru dan biaya operasional sekolah, hal ini terutama di rasakan oleh sekolah swasta di pinggiran desa. Dengan tidak cukupnya uang bantuan dari pemerintah itu, kepala sekolah/ pengelola sekolah bingung bagaiamana caranya agar proses kegiatan belajar mengajar disekolah tetap berjalan. Hal ini belum di pikirkan oleh pemerintah, bagaimana jika di lakukan untuk sekolah swasta apabila sekolah gratiskan. Bagi sekolah negeri tidak mejadi masalah karena di topang uang finasial dari pemerintah .Sementara sekolah swasta harus ekstra kerja keras untuk mendapatkan siswa baru di awal tahun baru, dengan harapan nanti bisa mendapatkan dari biaya operasional dari sejumlah siswa. Hal ini bertolak dengan slogan jawa timur, jerbasuki mawabea ( kalau ingin pandai yang mestinya berkorban harta/biaya). Jika menyimak berita di jawa pos (13/12/) di Yayasan Budi Mulya Malang tenyata telah menerapkan program pendidikan gratis terlebih dahulu selama 14 tahun yang lalu. Yayasan Budi Mulya Malang ini mencari dana sekolah dari donatur saat di acara tertentu, sehingga uang yang terkumpul dapat di gunakan untuk biaya operasional sekolah. Tujuan pemerintah memberikan bantuan Biaya operasional ini tujuannya tidak lain adalah untuk membantu sekolah dengan harapan
sekolah tidak memungut biaya dari wali murid. Perbedaan program pemerintah yang memberikan uang bantuan operasional sekolah dengan nama BOS dengan yayasan pendidikan Budi mulya jelas sama yaitu ingin mencerdaskan anak bangsa.Uang Bos di gunakan untuk keperluan meningkatkan kegiatan operasional sekolah sebagai ganti uang sumbangan pengembangan pendidikan (SPP) dan BP3. disisi lain pihak sekolah ingin meningkatkan mutu pendidikan yang lebih baik. Pemerintah melarang setiap sekolah yang menerima bantuan bos memungut dana dari wali murid karean telah memberikan uang bantuan operasional sekolah, apabila ada sekolah SD dan SLTP yang memungut uang biaya sekolah akan di tindak. Ini ungkapan mndiknas di media masa bulan juni yang lalu.Tetapi hingga kini larangan tersebut masih di lakukan di sekolah-sekolah favorit, siswa di bebani membeli buku yang di terbitkan oleh penerbit swasta yang harganya justru lebih mahal. Sekolah yang selama ini telah menerapkan dispilin memakai seragam sekolah baju, celana dan sepatu tertentu oleh pihak sekolah, sehingga setiap siswa wajib mematuhi aturan sekolah tersebut. Disini orangtua siswa akan di bebani uang seragam sekolah dan buku. . Kejadian ini mungkin terjadi di beberapa daerah, karena orangtua atau wali murid tidak berani melapor ke pihak yang berwajib sehingga pungli di sekolah saat penerimaan
Imelda Francisca Ingin Majukan Pendidikan Indonesia BAGI seorang Imelda Fransisca, Miss Indonesia 2005, pendidikan jelas merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan. Oleh sebab itu, ia bercita-cita tinggi untuk memajukan pendidikan di Indonesia. “Bagi saya, pendidikan dan informasi adalah sesuatu yang berperan penting dalam kehidupan,” tukasnya seusai didapuk sebagai duta pendidikan di Jakarta (28/7). Dalam sambutan penobatannya itu, Imelda mengaku memajukan pendidikan sudah menjadi cita-citanya sejak duduk di bangku kuliah. Ajaran dosen-dosennya di Amerika Serikat (AS) menyadarkan dirinya bahwa pendidikan memiliki peran yang signifikan dalam kehidupan, mulai dari pembentukan karakter, hingga tujuan hidup. Sejak saat itulah, Imelda bertekad akan menciptakan perubahan pada pendidikan di Indonesia.“Saya berjanji pada diri sendiri bahwa, sepulang dari kuliah di Amerika saya tidak akan langsung menikah, tetapi akan berusaha memajukan pendidikan di Indonesia,” ujarnya, tentang tekad dan cita-citanya. (*)
siswa baru semakin merajarela. Dari kasus ini pemerintah melarang pihak sekolah menarik uang seragam sekolah hal ini justru menjadikan sebuah dilema bagi lembaga pendidikan yang ingin mencerdaskan anak bangsa. Apabila sekolah tidak mewajibkan seluruh siswa-siswi-nya memakai seragam sekolah, maka sekolah akan kehilangan identitas diri. Seperti seragam sekolah bet lokasi dan baju olah raga dan baju batik. Seragam semacam ini telah menjadikancirikas di sekolah. Belum tuntas program sekolah gratis di tingkat Sekolah Dasar dan Menengah, kini di usulkan sekolah gratis untuk Sekolah menengah Kejuruan (SMK) usulan ini memang baik karena sekolah lulusan siswa SMA dengan SMK saat ini masih di banding 40;60.(Surya /13/ 7 ) sehingga menimbulkan banyaknya pengangguran ini .Dengan adanya sekolah SMK ini di harapkan siswa akan dapat mandiri karena telah di bekali life skill saat di sekolah. Sehingga akan mengurangi pengguran di usia produktif. Dinilai saat ini perbandingan lulusan siswa SMA dan SMK masih jauh sehingga lulusan SMA di nilai banyak teori kemudian SMK lebih banyak ketrampilan atau prakteknya daripada teori. Disinilah diperlukan kurikulum, tata krama, kejujuran, sopan santun dan keimanan dan percaya pada tuhan. Apabila dalam diri siswa mulai sejak dini di sekolah taman-kanak-kanak sudah di tanamkan jiwa iman dan taqwa niscaya jika akan mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk akan bisa membedakan nantinya setelah dewasa. Dari program pendidikan gratis diatas , masih menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat. Sehingga pemerintah mempunyai gagasan untuk memberikan pendidikan gratis bagi masyarakat Indonesia, yang sesuai dengan UUD 1945 bahwa setiap warga Negara Indonesia memperoleh pendidikan yang layak. Dengan meski masih terjadinya praktek memungut uang sekolah guru dengan dalih uang operasional sekolah kurang itu, hal yang wajar. Tetapi pemerintah seharusnya memikirkan bagaimana menciptakan pendidikan yang gartis dan bermakna. Ini penting karena kenapa meskipun kita mengembar gemborkan pendidikan gratis ketika pelaksaannya membayar,akan menjadikan sebuah dilematis dan akan menjadi bumerang bagi intiusi pendidikan. Lebih baik program pendidikan itu berjalan lancar, menerapkan kurikulum sesuai perkembangan tehnologi dan perkembangan jaman dan sekolah swasta boleh memungut biaya pendidikan sesuai dengan ketentuan. Disini akan terjadi persaingan pendidikan swasta dan sekolah negeri. sehingga masyarakat akan dapat menilai dan menentukan pilihan untuk menyekolahkan anaknya. Bagaimana menurut anda ? Penulis adalah Ketua Klub Guru Indonesia Cabang Pasuruan Jawa Timur. E-mail: [email protected]
SMA Negeri 1 Kebomas Gresik Pindah ke Kampung Inggris? UNTUK menghadapi sistem pembelajaran Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), SMA Negeri 1 Kebomas Gresik, Jawa Timur, memondokkan siswanya di Kampung Inggris, Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, selama sebulan. Program yang dilaksanakan pada 1-30 Agustus 2009 itu terbagi dalam dua tahap. Kepala Sekolah SMA Negeri I Kebomas ME Wahyudi, (26/8), menyatakan bahwa kegiatan semacam pondok pesantren ini dilaksanakan untuk mempersiapkan siswa menerima sistem pembelajaran RSBI. Selama ini Kampung Inggris telah menjadi rujukan banyak orang untuk belajar bahasa Inggris. Kebanyakan yang datang ingin bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan lancar. Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, siswa diharuskan berkomunikasi dalam bahasa Inggris. ”Dipilihnya Kampung Inggris dalam Program English Development Camp (EDC) sangat tepat, ini termasuk bedhol sekolah karena mengikutsertakan hampir separuh dari seluruh siswa,” kata Wahyudi. Program EDC tersebut diikuti oleh 201 siswa. Rinciannya, seluruh siswa kelas X sebanyak 160 orang, ditambah 29 orang murid kelas XI, serta 20 orang murid dari kelas XII. ”Hukumnya wajib bagi seluruh siswa kelas X, sedangkan peserta kelas XI dan XII adalah mereka yang nilai bahasa Inggrisnya di bawah standar,” ujar Wahyudi. (*)
EKSAK
EDISI 02/TAHUN 2009
Belajar Sambil Bermain Oleh: Manik Indraprasti Mughni, S.Pd (Guru MTs Baabussalaam Kota Bandung)
S
EJAK pertama saya menjadi guru di suatu lembaga pendidikan bahasa swasta, saya diminta menyajikan proses pembelajaran yang menarik. "Wah, harus kerja ekstra keras, nih,"pikir saya kala itu. Saya yang belum memiliki pengalaman mengajar berusaha mencari referensi berbagai metode pembelajaran serta tekniknya. Pihak pengelola lembaga pendidikan tersebut juga mendukung usaha saya, bahkan saya dan rekan-rekan yang
tergolong guru baru, berulangkali disertakan dalam berbagai training pengajaran menggunakan metode mengajar terbaru. Pada awalnya saya benar-benar merasa kaku, murid-murid pun merasa bosan dan cepat jenuh. Untuk mengusir kejenuhan para murid saya selalu berkonsultasi kepada rekan guru lainnya tentang pola pembelajaran yang menarik, sehingga saya pun berusaha membuat kreasi pengajaran yang menarik. Dan selama hampir 20 tahun mengajar saya
12
telah menerapkan berbagai jenis permainan. Beberapa permainan yang menjadi andalan saya adalah:
Catatan: setiap orang harus segera bercerita pada saat musik berhenti. Bila tidak maka murid tersebut mendapat sanksi.
YES/NO QUESTION Murid-murid berdiri membentuk lingkaran. Satu kursi dipisahkan/dilipat. Satu kursi diletakkan di tengah lingkaran. Di atas kursi letakkan kartu-kartu berisi pertanyaan. (atau hal yang akan ditanyakan). Seorang murid mengambil satu kartu, menanyakan pada seorang temannya. Bila temannya menjawab "Ya" maka semua bergerak bergeser satu/dua langkah. Bila temannya menjawab "No" maka semua harus segera mencari tempat duduk.Yang tidak mendapat kursi akan mendapat hukuman. Permainan dilanjutkan. Salah satu siswa mengambil kartu, bertanya pada temannya yang tadi tidak mendapat kursi. Begitu seterusnya hingga kartu habis. (Alternatif: musik diputar murid bergerak dalam lingkaran sambil mengoper tongkat/ bola/pensil. Pada saat musik berhenti pemegang benda harus menjadi penanya. Pertanyaan dapat berupa identitas siswa, pelajaran yang baru dipelajari, berita terkini, dll.)
Kedua permainan ini dapat diterapkan dalam berbagai mata pelajaran, sehingga tidak terasa murid-murid sedang belajar, mengingat dan menerapkan ilmu yang baru didapat. Selain itu dapat menghidupkan suasana kelas yang semula terasa lesu dan dingin. Dalam kegiatan belajar berkelompok pun dapat menggunakan teknik adu cepat tepat. Tugas guru adalah mempersiapkan rangkaian soal dalam flash cards. Bila guru tersebut sudah memiliki laptop soal bisa disajikan dalam power point atau pemutaran film. Setiap kelompok siswa mendengarkan pembacaan soal, atau membaca soal pada flash card. Dalam pelajaran matematika, fisika, atau kimia sebaiknya mereka diberi waktu beberapa menit (dapat dengan pemutaran lagu sebagai penentu waktu pengerjaan) untuk mendiskusikan jawabannya. (Kadang untuk mengecoh siswa, saya memutarkan sebuah lagu yang mereka sukai, sehingga tanpa terasa lagu itu selesai, namun mereka belum selesai mengerjakan soal.) Kemudian satu anggota dari setiap kelompok menuliskan jawaban secara serentak di papan tulis. Kelompok yang dapat terlebih dahulu menyelesaikan soal dengan benar akan mendapat point. Dengan seringnya saya menerapkan berbagai permainan di kelas, murid-murid pun menjadi bersemangat mengikuti pelajaran saya, namun paling membenci saya bila saya memberikan ulangan/tes. Bagaimana, Anda tertarik untuk mencobanya? Pasti sangat menyenangkan.
DESCRIBING THINGS Seorang murid mengambil benda dalam kotak. Murid tersebut menerangkan fungsi benda/definisi benda/bahan pembuatnya/ harga/cara memperolehnya. Dapat pula sang murid menceritakan hal yang dia lakukan dengan benda itu. Atau, membuat suatu kalimat menggunakan nama benda itu. Kemudian, dengan diiringi musik, benda tersebut berpindah tangan. Pada saat musik berhenti yang memegang benda melakukan hal yang sama dengan murid pertama.
Penulis adalah Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris pada MTs Baabussalaam Kota Bandung.
Kreativitas Guru
PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MULTIMEDIA
D
EWASA ini perkembangan ilmu dan tekonologi begitu pesatnya, laju perkembangan itu demikian luasnya hingga hampir mencakup seluruh kehidupan manusia. Khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi inilah yang melatarbelakangi perlunya penerapan IPTEK di bidang pendidikan. Tujuan dari penggunaan media berbasis multimedia ini adalah memberikan pengalaman baru dan menyenangkan baik bagi guru itu sendiri maupun siswa serta menciptakan pembelajaran yang menyenangkan sehingga dapat menambah motivasi belajar anak lebih meningkat.Yang dimaksud dengan pembelajaran multimedia adalah suatu kegiatan belajar mengajar di mana dalam penyampaian bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa, guru menggunakan atau menerapkan berbagai perangkat media pembelajaran. Adapun media pembelajaran itu sangatlah beraneka macam, baik itu dalam bentuk media cetak, media/alat peraga ataupun media elektronik. Secara khusus penulis membatasi permasalahan ini dengan pembahasan penggunaan media elektronik/komputer, berikut dengan pemanfaatan hardware, software dan alat - alat pendukung lainnya dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Komputer merupakan suatu alat yang canggih dan lengkap, karena dengan satu unit komputer yang baik dapat difungsikan untuk berbagai keperluan, dan seorang guru yang jeli tentunya dapat memanfaatkan perangkat canggih tersebut untuk keperluan pembelajaran. Perangkat multimedia komputer hanyalah sebuah alat proses pengolah data saja (hardware), sedang yang berperan dalam pembelajaran adalah perangkat-perangkat lunak yang disebut dengan software. Sebuah komputer dapat bekerja atau dijalankan karena terdapat software di dalamnya. Software meliputi sistim operasi dan berbagai program aplikasi. Beberapa software yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran, antara lain: program presentasi Microsoft powerpoint, Program editing gambar adobe photoshop,
program editing film VCD Cutter.Tahapantahapan dari pembelajaran berbasis multimedia adalah tahap persiapan, tahap pembuatan presentasi, dan tahap pelaksanaan. Sudah semestinya sebagai guru yang berdedikasi harus dapat membuat multimedia pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar fisika. Berikut salah satunya: PERCOBAAN FISIKA ASYIK: KOMPOR ALUMUNIUM FOIL Matahari adalah sumber energi terbesar dan utama bagi kehidupan kita, kita dapat memanfaatkan energi matahari secara cumacuma dan dengan teknologi yang sederhana. Oleh itu penggunaan energi matahari dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang bisa kita manfaatkan sebagai sumber energi untuk memasak sehari-hari disaat harga minyak tanah, dan gas yang terus naik. Nah alasan di atas yang melatarbelakangi postingan ekseperimen Fisika kali ini yaitu tentang Kompor Alumunium. Kompor jenis ini banyak digunakan karena memiliki berbagai keunggulan, diantaranya adalah temperatur yang dihasilkan tidak sepanas kompor biasanya sehingga cukup aman, bentuknya yang flat juga aman bagi mata kita,
mudah diproduksi dengan teknologi sederhana dan biaya yang murah, serta mudah dibawa dan disimpan. Baiklah ayo kita mulai membuatnya. ALAT DAN BAHAN yang harus disediakan diantaranya: 1. Karton tebal, ukuran 0,9 x 1,2 meter. 2. Alumunium foil, ukuran 0,3 x 3 meter. 3. Lem. 4. Gunting atau cutter. 5. Pensil dan penggaris. LANGKAH-LANGKAH PEMBUATAN: Bentuk kertas karton menjadi pola seperti di bawah ini
Pastikan bahwa pola yang anda bentuk seperti pada gambar diatas, setelah pola terbentuk kemudian lapisi dengan aluminium foil dengan lem yang sudah dipersiapkan, dan jangan lupa buat dua lubang pengaitnya seperti di gambar pola sebagai tempat pengait untuk bagian kolektor sinar matahari. Setelah dipastikan alumunium foil yang disatukan dengan kertas karton telah benar-benar menempel dengan baik kemudian rangkai kompor seperti gambar di bawah ini.
Setelah kompor terangkai dengan sempurna langkah selanjutnya adalah mempersiapkan wadah untuk memasak makanan, pastikan panci yang kita jadikan sebagai tempat memasak berwarna hitam, karena warna hitam dapat menyerap panas dengan baik. Kemudian untuk mengoptimalkan panas yang terserap dan menghindari panas terbuang, dalam proses memasak sebaiknya kita gunakan plastik untuk membungkus panci tersebut. Dr. Steven Jones dari Brigham Young University mengatakan bahwa "agar lebih optimal dalam memasak akan lebih baik jika dibuatkan tatakan untuk panci yang akan kita letakkan di dalam kompor".Tatakan dibuat dengan ketinggian 6 cm seperti pada gambar dibawah, dengan maksud untuk mengoptimalkan cahaya matahari yang dipantulkan baik dari atas, samping maupun dari bawah panci.
CATATAN: Agar menanak nasi lebih optimal harus dilakukan ketika sinar matahari penuh. Kompor ini juga tak bisa diaplikasikan sewaktu-waktu, tanpa sinar matahari.
ULASAN
Oleh: Imron, S.Pd (Sekretaris Klub Guru Cabang Rembang)
EDISI 02/TAHUN 2009
Hantu Itu Bernama
UN
U
SAI sudah pelaksanaan UN, US maupun USBN. Beberapa catatan dan masukan patut kita perhatikan. Mulai Kepala Sekolah yang membuat kunci jawaban, pengawas yang diintimidasi sampai kurang tegasnya pengawas ruang dan juga pengawas satuan pendidikan. Berdasarkan kondisi di atas, legalitas pelaksanaan UN masih banyak yang mempertanyakan. Melalui tulisan ini, coba kita ulas pelaksanaan UN tahun 2009. Kecurangan yang dilakukan oleh 33 SMA yang menyebabkan 19 SMA semua siswanya alias 100% dinyatakan tidak lulus UN. Dengan gagahnya, BSNP menetapkan UN ulang untuk 19 SMA tersebut. Herannya, sebagian mereka sudah diterima di PTN lewat PMDK. Untunglah, masih ada PTN yang mempunyai hati nurani. Sehingga, mereka dicoret dari PTN tersebut. Siapakah yang salah? Apa yang harus dilakukan oleh BSNP? Kalau harus ada UN ulang, bagaimana dengan siswa yang jujur tidak lulus maupun curang lulus semua?
PELAKSANAAN UN Beberapa catatan dari pelaksanaan UN tahun 2008 dan 2009, untuk jenjang SMA/MA/ SMK, dapat kita saksikan melalui pemberitaan TV dan dibaca melalui beberapa surat kabar. Di antaranya: masih banyak siswa yang menggunakan HP, pengawasan oleh pengawas independen dan ruang, juga kurang ketat. Bahkan, yang lebih memprihatinkan, Kepala SMA Negeri 2 Lubuk Pakam, Deli Serdang bersama 16 guru lainnya, ditetapkan sebagai tersangka pelaku kecurangan. Mereka kedapatan membetulkan jawaban UN Bahasa Inggris. Mereka takut siswanya banyak yang tidak lulus. Akhirnya, berbagai macam cara dilakukan sekolah. Tragisnya, yang menjadi korban adalah siswa itu sendiri. Sebanyak 19 SMA diwajibkan mengikuti UN susulan. Bahkan yang paling mengerikan, sebanyak 16 kepala Sekolah ditangkap pada pelaksanaan UN tahun 2009. Kejadian di atas, saya yakin tidak hanya terjadi di Lubuk Pakam saja.Tetapi, daerah lain juga dimungkinkan terjadi hal yang sama. Itulah potret nyata pendidikan nasional kita. SMA Negeri saja, melakukan kecurangan. Lalu, bagaimana dengan kondisi SMA/MA/SMK swasta, yang sebagian besar berada di bawah standar sekolah negeri.
DASAR HUKUM PELAKSANAAN UN Banyak LSM dan pengamat pendidikan, berpendapat bahwa: (1) Pemerintah dipandang melanggar hukum dan kerugian bagi masyarakat; (2) UN tidak seharusnya menjadi standar tunggal penentu kelulusan; (3) Mata pelajaran yang diujikan (SMA) terlalu banyak; (4) UN belum sepenuhnya menggambarkan kemampuan siswa, karena masih terjadi banyak kecurangan; (5) Kalau ada UN ulang tidak ada dasar hukumnya, dan sebagainya. Mari kita uraikan satu per satu. Pertama, kalau Pemerintah melanggar hukum, coba kita dalami kembali (1) UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas; (2) PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; (3) Permendiknas No. 22, 23 dan 24 tahun 2006, No 20 dan 34 tahun 2007 dan (4) Prosedur Operasi Standar(POS) UN tahun 2009.
Di dalam UU Sisdiknas, dijelaskan bahwa: Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Evaluasi dilakukan, dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional, sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan. Di dalam PP SNP pasal 63, dijelaskan Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, terdiri atas: a) penilaian hasil belajar oleh pendidik; b) penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c) penilaian hasil belajar oleh Pemerintah (depdiknas;2005). Kedua, kalau UN menjadi standar tunggal penentu kelulusan. Mari kita ulas kembali pasal 63 di atas. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dijelaskan pasal 64; penilaian hasil belajar oleh pendidik, dilakukan secara berkesinambungan, untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian tersebut digunakan untuk: a) menilai pencapaian kompetensi peserta didik; b) bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan c) memperbaiki proses pembelajaran.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar melalui ujian sekolah/madrasah, untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan dalam UN dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian yang akan diatur dalam POS Ujian Sekolah. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah, bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional, pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional. UN harus dilakukan secara objektif, berkeadilan, dan akuntabel. UN diadakan sekurangkurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran. Hasil UN digunakan, sebagai salah satu pertimbangan untuk: a) pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; b) dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; c) penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; d) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Ketiga, tahun 2007 lalu, UN diprotes karena hanya 3 mata pelajaran yang diujikan (SMA/ MA/SMK).Tahun 2008 dan 2009 ini, dengan 6
13
mata pelajaran, banyak yang berkomentar mata pelajarannya terlalu banyak. Hal ini, sudah diatur dalam PP SNP. Pasal 70 menjelaskan bahwa: jenjang SD/ MI/SDLB, UN mencakup Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA; jenjang SMP/MTs/SMPLB, UN Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA; jenjang SMA/MA/SMALB, UN mencakup Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan; dan jenjang SMK/ MAK, UN mencakup Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran kejuruan yang menjadi ciri khas program pendidikan. Keempat, kalau terjadi banyak kecurangan, semuanya tergantung individu yang bertugas. Di dalam POS UN, semua sudah dijelaskan secara rinci. Kalau semuanya dilakukan secara benar dan penuh tanggung jawab, hal-hal di atas tidak akan pernah terjadi. Kelima, kalau harus ada UN ulang, harusnya BSNP melaksanakan sekalian UN 2 kali dalam 1 tahun pelajran. Coba kita ulas PP SNP pasal 66. Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel. Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran, Jadi, harusnya BSNP berani membuat terobosan UN dilaksanakan 2 kali salam 1 tahun pelajaran. Jika ada siswa yang tidak lulus untuk UN pertama, dapat mengikuti UN kedua. Berani, ndak BSNP? Sebenarnya antara pendidik (guru), satuan pendidikan (sekolah) dan pemerintah, masingmasing ikut menentukan kelulusan peserta didik (siswa). Seperti yang dijelaskan pada PP SNP, pasal 72. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan, pada pendidikan dasar dan menengah setelah: a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran; b) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan; c) lulus ujian sekolah/ madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan d) lulus Ujian Nasional. Dengan berbagai kejadian di berbagai daerah, apakah mungkin sekolah berani tidak meluluskan anak didiknya. Saya rasa hanya 0,001 % alias mustahil, yang berani tidak meluluskan siswanya. Buktinya kejadian di Lubuk Pakam, Deli Serdang maupun di Bengkulu. Marilah kita semua berpikir jernih, tentang pelaksanaan UN. Memang, masih ada beberapa kekurangan dalam pelaksanaan UN.Tapi, apa harus membatalkan pelaksanaan UN? Kapan pendidikan kita mau maju? Melihat kondisi sekarang, penulis merasa UN bagaikan hantu seantero nusantara. Mulai menteri, gubernur, bupati, kepala dinas pendidikan, kepala sekolah, guru, siswa sampai orang tua. Segala cara dilakukan. Apesnya, caranya kurang baik. Bagaimana kalau ke depan, sejak duduk di kelas VII atau XII sekolah-sekolah sudah memetakan kemampuan anak. Anak yang dibawah rata-rata Beberapa saran yang perlu dipertimbangkan. Pertama, pelaksanaan UN dan US hendaknya digabung. Jam pertama untuk mata pelajaran UN, jam kedua untuk mata pelajaran US. Kedua, pemerintah hendaknya segera merealisasikan anggaran 20% untuk pendidikan. Anggaran tersebut digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan, bukan sebatas untuk sarana saja. Ketiga, kalau ingin membatalkan pelaksanaan UN, langkah yang harus dilakukan adalah merevisi dulu PP 19 tentang SNP, yang otomatis akan merevisi beberapa peraturan yang yang berkaitan dengan PP tersebut.
Penulis adalah Guru SMA Negeri 1 Lasem Rembang, tinggal di Gg. Anggrek Ngemplak RT 02 RW I Lasem Rembang, Jawa Tengah. E- mail: [email protected]
ENGLISH CORNER
EDISI 02/TAHUN 2009
14
RECOGNIZING SUCCESS IN TEACHING ENGLISH By IIN HERMIYANTO S.PD (Teacher SMP An-Nissaa', Bintaro Tangerang Banten)
M
ANY institutions and teachers have a reputation for real success in teaching English. Others have a poor reputation. For example, they say that they have learnt a lot of English at school. Others say that they have studied for three, four years or more, but learnt almost nothing. The main test in for real success in teaching and learning should be whether or not the learners are able to communicate at all in English. Can they understand simple instruction, letters, articles? Can they respond an interview? Can they use certain functional expressions in a conversation? Can they comprehend simple paragraphs? Can they ask for directions in the street? Can they express their opinion in a discussion? Can they write letters or reports? And, can they pass recognized Examinations in English, like KET, PET, IELTS, TOEIC, or TOEFL? We know success is not just being able to repeat memorizes sentences or complete grammar exercises, - but more than that, the learners should have ability to use English effectively in real communication situations. Success is not the same as getting 8, 9 or 10 in course tests - though it may indicate some progress Successful teachers and institutions where they teach may be different in many ways. Their teaching skill is affected by their experiences, trainings, size of class, hours of teaching in a week, methodology and the materials they usually use. However, successful teachers tend to have certain things in common. They usually:
Have practical command in English, not just knowledge of grammar rules. Use English most of the time in every class, including beginners' classes. Emphasize more on learners' practice, instead of teacher explanations. Use time for realcommunicative activities, not just practice of language forms. Focus their teaching on their learners' needs, not just 'finishing' the contents required by course book. Bring fun into classroom, not just 'feed' the students with paperbased worksheet and tasks. A teacher's development of a command of English should be a long-life hobby as well as a professional obligation. Of course, a knowledge of the rules and terminology of grammar and vocabulary is also useful. But language teaching is much more than just the transfer of knowledge. Using English in to communicate with their learners is also
avoidable. By using English in or out of classroom, their learners constantly experience the real communicative use of English. It motivates the learners and improves their exposure to the language through listening comprehension and gives them opportunity to speak English. Finally, put the learners at the centre of teaching.Your success as a teacher is
based entirely on their success as learners. Hopefully these short ideas will benefit those interested in English teaching. Iin Hermiyanto S.Pd. Guru Bahasa Inggris di SMP An-Nissaa', Bintaro Tangerang Banten. E-Mail: [email protected]
Sharing Pembelajaran Bahasa Inggris Oleh: BUDI HANDOYO (Kadiv Kerja Sama Luar Negeri KGI Jateng)
B
EBERAPA waktu lalu (4-5 Juli), saya berkesempatan untuk bertemu dengan teman-teman guru Madrasah Aliyah di Rembang. Ini merupakan program kolaborasi antara Klub guru dengan Sampoerna Foundation. Saya, berkesempatan untuk sharing dengan guru-guru Aliyah di kota Rembang. Kegiatan secara umum adalah training untuk meningkatkan kemampuan guru yang meliputi peningkatan penguasaan materi (core competence), manajemen kelas, kurikulum, metode pembelajaran, ICT integrated learning dan motivasi. Hari pertama dimulai pukul 8.30. Kelas saya terdiri atas 6 orang guru bahasa Inggris. Kami saling memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris. Saya dari awal menekankan perlunya menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar dalam training ini untuk memastikan bahwa ini adalah bagian komunitas bahasa Inggris yang perlu diciptakan. Ini adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh pembelajar bahasa Inggris di Indonesia yakni komunitas berbahasa Inggris. Tampaknya teman-teman guru bahasa Inggris yang hadir saat itu, 4 dari MAN Rembang dan 2 dari MA Mualimin Mualimat yang satu memiliki background bahasa Arab, setuju dengan ide ini. Mereka sangat bersemangat untuk practice bahasa Inggris. Setelah saling berkenalan, hal yang saya berikan adalah mengajak mereka untuk melihat sebuah film tentang guru yang berjudul "The story of Ron Clark". Ini adalah sebuah film yang didasarkan pada cerita nyata
tentang guru sekolah dasar di negara bagian North Carolina, USA. Bagi saya maksud dari pemutaran film ini adalah bagaimana memberikan inspirasi, motivasi dll. kepada rekan-rekan guru Aliyah. Film ini adalah film yang bagus bagi kita guru untuk ditonton karena film ini menceritakan kesuksesan seorang guru, dan yang lebih penting lagi adalah film ini didasarkan pada cerita nyata. Pengalaman saya belajar di Georgia Southern University dan Magang di SMA Liberty County High School memberikan kemudahan bagi saya untuk menerangkan sistem pendidikan di sana terutama terkait dengan yang ada pada film tersebut. Rekanrekan guru Aliyah bersemangat dengan film tersebut dan memberikan inspirasi mereka banyak hal. Kita mendiskusikan apa saja yang bisa ambil dari film tersebut. Selanjutnya kita mempelajari prinsip dan metode pengajaran bahasa Inggris mulai dari audio lingual methode sampai Multiple Intellligences yang memberikan kesempatan pada para peserta untuk mengetahui begitu banyak metode yang bisa digunakan untuk mengajar bahasa sehingga sangat tidak logis kalau pengajaran di kelas monoton. Hal yang ingin dicapai dari pemberian materi ini adalah bagaimana setiap guru bahasa Inggris memiliki cadangan pengetahuan yang banyak akan berbagai metode pengajaran bahasa yang pada giliranya akan memberikan kemudahan bagai seorang guru untuk memilih metode yang paling tepat untuk siswa mereka sehingga akan mampu mengembangkan potensi siswa dengan sebaik-baiknya. Kami pun bersepakat untuk mengawali hari kedua dengan micro teaching untuk mencoba beberapa metode yang telah di
pelajari bersama. Diawali oleh Pak Anshori dan Bu Atmi. Saya sangat kagum dengan persiapan yang mereka lakukan untuk kegiatan ini. Terbukti Bu Atmi mampu menggunakan metode yang menggunakan alat bantu, melibatkan anak, menyenangkan dan tentunya pengajaran yang menarik bagi siswa. Materi berikutnya adalah kurikulum baru bahasa Inggris yang berbasis genre yang bagi sebagian guru masih cukup menantang untuk
di-explore lagi. Ada beberapa pemahaman yang perlu diluruskan berkenaan dengan materi ini. Selanjutnya kami masuk pada topik "integrating technology into EFL" yaitu bagaimana menggunakan teknologi mulai dari yang sederhana sampai internet. Banyak hal kita diskusikan bagaimana teknologi mampu membantu anak untuk belajar bahasa Inggris dengan lebih baik. Materi yang terakhir adalah pembahasan soal-soal ujian dan bagaimana memberikan tiptip yang pas bagi anak untuk suskes dalam mengerjakan ujian. Pada sesi ini menjadi ajang sharing berkenaan dengan pengalaman masing-masing dalam mengantarkan anak menghadapi ujin nasional. Kawan-kawan guru pun tak melewatkan mengerjakan soal listening dengan sempurna. Bagi saya, training ini merupakan hal yang sangat perlu untuk dilakukan agar guru mampu menjadi sosok yang inspiring bagi siswa-siswanya yang pada akhirnya mampu memberi motivasi yang lebih bagi anak untuk menjadi orang yang mampu mengembangkan setiap potensi yang mereka miliki. Sehingga mereka akan menjadi orang yang berhasil di dunia yang penuh dengan tantangan ini. Terima kasih yang luar biasa saya sampaikan kepada Klub Guru Indonesia , Sampoerna Foundation dan semua pihak yang telah membuat training ini menjadi nyata. Semoga apa yang saya sampaikan memberi dampak yang positif bagi rekan-rekan guru di Madrasah Aliyah Rembang. I apologize for any incovenience. Budi Handoyo Guru bahasa Inggris SMA 8 Semarang.
PROFIL
EDISI 02/TAHUN 2009
15
Drs. Marjuki, M.Pd.
Menjadikan Siswa
SELALU BERLOMBA Raih Point Prestasi
Edisi lalu kita sudah mengenal sosok aktivis Klub Guru penuh prestasi dari Jawa Tengah, yaitu Mampuono, Spd. Kali ini, kami ajak Anda berkenalan lebih dekat dengan yang lainnya, yaitu figur guru penuh kepribadian yang juga Ketua Klub Guru Indonesia Cabang Gresik, Drs. Marjuki, M.Pd. Siapa dan bagaimana kiprah salah satu guru favorit versi sbuah media terbesar di Surabaya ini? Berikut perbincangannya dengan Tabloid Klub Guru.
B
isa berbagi sedikit pengalaman Bapak dalam hal mengajar yang menyenangkan, yang selama ini Bapak terapkan di kelas (kepada siswa) sehingga memberikan hasil positif bagi prestasi siswa? Saya sebelum mengajar selalu mempertanyakan pada diri sendiri, yaitu life skill apa yang harus dikuasai anak-anak ketika pulang? Jadi dalam persiapan sudah terdeskripsikan tujuan yang ingin dicapai. Untuk saya memilih strategi dan media pembelajaran yang dapat membantu mendekatkan tujuan pembelajaran dengan kondisi siswa. Strategi yang saya pakai bervariasi dari hari ke hari, mulai dari pendekatannya, modelnya, metodenya, dan teknik yang dilakukan. Sehingga pembelajaran selalu menyenangkan, joyfull. Sebagai contoh agar siswa fokus perlu ditampilkan tayangan atau tempelan media pembelajaran yang baru, dan untuk memotivasi mereka perlu diberi tantangan. Untuk membuat suasana segar (fresh) saya biasanya melakukan hal-hal sederhana misalnya; olahraga ringan sebelum memulai pembelajarn (relaksasi), tepuk tangan, menyanyi, permainan The Master (sulap), bermain remi, dan bentuk diskusi yang bervariasi, dan masih banyak lagi. Dengan strategi bervariasi seperti itu dapat memudahkan pengelolaan kelas (Classroom manajement). Sehingga pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dapat tercapai. Apa sebenarnya kunci sukses menjadi seorang guru seperti Bapak, sehingga mampu menggugah siswa untuk lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran yang Bapak sampaikan? Siswa adalah sosok manusia yang unik. Dari keunikan tersebut saya harus selalu mengeksplore apa yang ada pada diri siswa. Setiap siswa tidak sama keunikan yang dimilikinya. Oleh karena dalam menggali dan mengembangkan diri siswa, saya menggunakan berbagai strategi pembelajaran agar dapat mengungkap potensi siswa dan dapat membantu siswa agar dapat berkembang secara natural. Setiap hari saya selalu memberikan kesempatan siswa untuk mendapat point prestasi, sehingga mereka terkondisi berlomba mencapainya. Bahkan setiap hari siswa selalu membawa spidol sendiri agar dapat maju ke depan mengarjakan tantangan soal yang saya berikan. Hari demi hari selalu ada tantangan yang harus dikerjakan siswa. Wal hasil mereka pun menjadi terbiasa berpikir spontan untuk menjawab tantangan dan mendapat point prestasi. Oleh karena itu berbagai metode yang saya gunakan selalu mencari ide yang terbaru. Model pembelajaran inovatif selalu saya ujicobakan. Sehingga setiap hari siswa selalu mendapat suguhan baru dalam pembelajaran. Hal ini terus saya lakukan, sampai-sampai siswa selalu menanyakan kira-kira besuk apalagi hal yang terbaru. Sudah berapa lamakah Bapak menjadi guru dan pengajar? Bisakah diceritakan riwayat mengajar selama ini, dari mulai nol hingga kini di SMAN Kebomas Gresik? Berapa lama ya... sebentar, saya coba ingat lagi, memutar rekam perjalanan sebagai Umar Bakri. Pertama kali saya mengajar di SMA Generasi Muda Jl Kaliasin belakang Tunjungan Plaza Surabaya antara tahun 1985-an mengasuh mata belajaran Biologi. Waktu itu
saya masih kuliah semester 3 Jurusan Pendidikan Kimia di IKIP Surabaya (sekarang Unesa). Setahun berikutnya saya juga ngajar Kimia, Biologi, dan Matematika di SMA Candra Kartika Gubeng Kertajaya Surabaya, masuk malam. Dulu dikenal sebagai SMA Mahasiswa. Kemudian dalam perjalanannya saya juga mengajar dan memberi bimbingan di sekolah lain, di antaranya SMA Kertajaya, SMA Assa'adah Bungah Gresik, MA Ihyaul Ulum Dukun Gresik, STAI Daruttaqwa Manyar Gresik, IAIN Sunan Ampel Surabaya, STTQ Bungah Gresik. Sempat juga menjadi Konsultan Pengembangan Sekolah di Kabupaten Gresik kerja sama dengan Pemerinytah Australia dikenal DSDC (District School Development Consultant) dengan Konsorsium Lembaga Donor Internsional Ausaid -IAPBE (IndonesiaAustralia Partnership in Basic Education). Dan terakhir ini, sejak tahun 2007 di SMA Negeri 1 Kebomas Gresik. Ternyata luar biasa pengalaman Bapak. Nah, menurut Bapak, apakah selama ini pemerintah (khususnya pemkab/Diknas setempat) telah memberikan yang terbaik bagi para guru? Menurut pandangan saya, Pemerintah Kabupaten Gresik komitmennya sangat tinggi terhadap pendidikan, bahkan setahu saya pendidikan di sini justru menjadi skala periotas baru kemudian kesehatan. Tak heran bila perkembangan pendidikan di Kabupaten Gresik secara akademis maupun non akademis sering menjadi yang terbaik di tingkat Jawa Timur. Apalagi setelah ada terobosan kerja sama dengan Australia di bidang pendidikan mulai 2004-2006 telah banyak yang dirasakan perubahannya, sering mengadakan pelatihan-pelatihan pengembangan sekolah. Terkait dengan Budgeting di Kabupaten Gresik sudah jauh lebih tinggi dari APBN sebelum Pemerintah Pusat menetapkan 20%. Jadi sekarang perhatian pemerintah Daerah ke sekolah lebih menyebar termasuk perhatiannya ke Madrasah. Apakah hal yang fundamental untuk diperbarui dalam sistem pendidikan kita oleh pemerintahan baru nanti? Menurut saya, yang harus diperhatikan oleh pemerintah ke depan adalah kualitas Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) yang selama ini memproduk tenaga pendidik dan kependidikan. Jangan harap mengahsilkan guru yang bermutu bila lembaga kawah candradimukanya tidak profesional. Menurut Bapak, siapakah yang pantas menjadi pengayom para guru sebagai Menteri Pendidikan mendatang? Apakah sebaiknya dari kalangan profesioal atau dari pejabat struktural? Menteri dari manapun tidak masalah yang penting visionir, mampu berpikir global, pandai
mencari terobosan, pandai memilih dan menempatkan orang yang tepat, asal bukan dari politisi. Tentang KLUB GURU, bagaimana perkembangan KLUB GURU GRESIK sekarang, setelah dilaunching oleh Bupati Gresik Februari 2009lalu? Alhamdulillah baik. Seusai launching, segenap pengurus langsung menindaklanjuti dengan pelatiahan internet selama 4 bulan bertempat di BLC (Broadband Learning Centre) Telkom Gresik, sebanyak 600 orang guru mulai Februari samapi Mei 2009. Selain itu kami selalu melakukan pertemuan rutin untuk membahas perkembangan pendidikan yang terbaru. Bahkan pelatihan intern pengurus KG terus dilakukan untuk meng-update dan mengupgrade kemampuan pengurus. Misalnya akan dilakukannya pelatihan PTK secara besar-besaran, maka pengurus KG terlebih dahulu mengadakan Training of Trainer (TOT) beberapa kali agar dapat menjadi Fasilitator. Sebab pelatihan PTK tidak hanya terbatas pada acara workshop, melainkan membuka space untuk konsultasi dan pendampingan bagi guru yang terus membuat PTK atau karya tulis ilmiah (KTI) lainnya. Bagaimana sambutan para guru di Gresik atas lahirnya KLUB GURU GRESIK? Dan bagaimana pula respons diknas setempat? Kepercayaan yang masyarakat terus meningkat demikian juga pengakuan dari Pemerintah Kabupaten Gresik. Syukur sekali di sini organisasi profesi guru yang diakui hanya dua yaitu PGRI dan Klub Guru. Bahkan setiap ada event penting di Kabupaten Klub Guru mesti dilibatkan.
Sudah berapa anggota KGI Gresik sekarang? Kemudian kegiatan apa saja yang telah dilakukan selama ini? Alahamdulillah Anggota Klub Guru Kabupaten Gresik terus bertambah dan sekarang sudah mencapai 1000 orang lebih. Bahkan anggotanya terus berkembang sampai pulau Bawean. Anggota Klub Guru Kabupaten Gresik tidak hanya guru, melainkan ada mahasiswa, orang tua siswa, pengusaha, karyawan, pejabat, dan penerbit buku. Kegiatan selama anatar lain; seminar, pelatihan, bedah buku, pembuatan buku, kerja bareng, dan rapat-rapat rutin. Sebagai ketua KGI Gresik, tentu ada romatikanya. Bagaimana ceritanya, sehingga akhirnya bisa terpilih sebagai orang nomor satu di KGI Gresik? Mungkin sebelumnya saya sudah banyak berkiprah di organisasi, menjadi Pengurus L.P. Ma'arif NU Cabang Gresik, menjadi Konsultan IAPBE, menjadi Nara Sumber dalam berbagai seminar dan pelatihan, dan yang lainnya. Dengan demikian saya mempunyai banyak sahabat dan saudara. Sehingga ketika pemilian Ketua Klub Guru langsung 100% memilih saya. Alhamdulillah mendapat amanat, semoga barokah untuk Klub Guru dan semuanya. Adakah kiat khusus, sehingga Bapak bisa eksis dalam memimpin KGI dan menjalankan kewajiban sebagai guru (PNS)? Saya kira dengan perencanaan yang baik, pandai memilih dan menempatkan orang, maka semua program dan impian-impian warga Klub Guru dapat tercover dengan baik. Sebab kalau kita gagal membuat perencanaan, sama halnya kita merencanakan kegagalan.Dengan schedult yang jelas dan paling besar peluangnya untuk dilaksanakan, maka semua dapat terlaksana. Meskipun pengurus Klub Guru tersebar di setiap kecamatan dan tempatnya jauh dari kabupaten, karena komitmennya tinggi, maka dengan senang hati hadir dalam kegiatan. Jadi sebenarnya yang hebat adalah temantemanku, saudara-saudaraku pengurus Klub Guru yang sadar bahwa mutu pendidikan harus diperjuangkan. Kita tidak menunggu uluran tangan dari siapa pun, akan tetapi kita akan mengulurkan tangan untuk peduli pendidikan.(*)
Biodata Singkat - Nama Lengkap, Gelar: Drs. Marjuki, M.Pd. - Tempat, Tgl Lahir : Sidoarjo, 06 Agustus 1963 - Keluarga : a. Istri: Ma'ani Masturiyah, S.Pd.I. b. Anak : 1. Putri Ayundah Li'anatus Sholihah 2. Viha Ancillia Bintusi Sakti 3. Muhammad Imaduddin Abdur Rohim 4. Yulia Yasmin Al-Aniqo - Pendidikan: SD : Wunut I Porong Lulus 1976 SMP : TPI Porong Lulus 1981 SMA : TPI Porong Lulus 1984 PT : S-1, IKIP Surabaya Lulus 1989 S-2, Unesa Suarabaya Lulus 2002 - Alamat tinggal : Jl. Siwalan No. 01 RT 15 RW VI Bungah Gresik - Hoby: Bulu Tangkis, dan membaca - Tokoh Idola: Gus Dur - Prestasi : 1. Juara I Lomba PTK Kabupaten Gresik tahun 2008 2. 50 Guru Ideal Jawa Pos tahun 2009 - Buku Favorit : 1. Tentang Motivasi 2. Tentang Kepemimpinan 3. Tentang Revolusi Pembelajaran 4. tentang Tasauf, Religi 5. Tentang IQ, EQ, SQ, ESQ, QQ.
1. SAGUSALA (SATU GURU SATU LAPTOP) Program Sagusala dirancang untuk membantu guru memiliki laptop sendiri. Di samping berfungsi sebagai alat pembelajaran modern, laptop berisi materi pembelajaran berbasis TIK siap pakai, serta dilengkapi koneksi internet yang memungkinkan guru terhubung dengan sumber belajar terbesar dan terlengkap di internet.
2. SAGUMUTU (SEKOLAH GURU BERMUTU). · · · ·
Program Sagumutu merupakan program peningkatan mutu guru melalui berbagai pelatihan yang disusun secara sistematis dan berkelanjutan. Pendidikan Komputer Pendidikan Komunikasi Pendidikan Bahasa Inggris Tempat Uji Kompetensi (TUK)
3. KLUB GURU MULTIMEDIA (KGM) Merupakan divisi yang khusus menangani pembuatan bahan pembelajaran berbasis TIK. Materi digital tersebut kemudian diproduksi secara massal untuk disebarluaskan kepada guru-guru lainnya sehingga makin banyak guru yang memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran di dalam kelas