Halaman 114 ❏ Siti Aisah Ginting
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
EVIDENSIALITAS DALAM ARTIKEL PENELITIAN Siti Aisah Ginting Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan Abstract This article traces aspects of evidentialities used in the Research Article published in Linguistik Indonesia Journal. Evidentiality is the value of the information based on the source of it. The research articles show that the source information presented found from the direct and indirect information. Indirect information can be both report and conclusion and the indirect information can be devided into second and third person. It is concluded that the information of research articles published presents acurately based on the sources of the information. Key words: evidentialities, research article, information
1. LATAR BELAKANG Artikel penelitian yang biasa disebut artikel ilmiah di dalam jurnal ilmiah merupakan salah satu tingkat yang paling penting dari kegiatan komunikasi ilmiah. Swales (1990) menyarankan bahwa hasil penelitian harus disosialisasikan karena satu penelitian belum dikatakan lengkap bila hasilnya belum dapat digunakan oleh komunitas peneliti dan masyarakat secara luas. Akademisi dan ilmuwan mengkomunikasikan hasil penelitiannya kepada masyarakat, khususnya masyarakat ilmiah melalui artikel penelitian yang dipublikasikan. Selain itu, publikasi artikel penelitian juga dapat meningkatkan kredibilitas hasil penelitian tersebut. Oleh karena itu, kemampuan dalam memahami dan menyusun gonre artikel penelitian dan gonre yang serupa adalah hal penting di dalam mencapai keprofesionalan (Berkenkotter dan Huckin 1995). Ketika suatu hasil penelitian dipublikasikan bermakna bahwa peneliti atau penulis menyampaikan informasi yang berkaitan dengan objek kajian yang diteliti atau dibahas. Informasi yang dimaksud dapat berbentuk definisi, pendapat, saran, asumsi, dan simpulan orang lain. Kebenaran informasi yang disampaikan sangat menentukan kredibilitas artikel tesebut dan penulis atau peneliti bertanggung jawab penuh akan kebenaran informasi. Tingkat kebenaran informasi itu ditentukan oleh sumber pemerolehannya yang biasa disebut dengan istilah evidensialitas. Evidensialitas adalah nilai kebenaran informasi berdasarkan sumbernya (Faller, 2000). Satu informasi yang diperoleh dari orang pertama akan lebih akurat bila dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari orang ketiga atau sumber informasi lainnya. Tingkat nilai kebenaran informasi yang disampaikan dapat dilihat dan diukur berdasarkan fitur linguistik yang digunakan LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
yang akan memperlihatkan sumber pemerolehan informasi dengan mengikuti peraturan penulisan karya ilmiah yang berlaku. Meskipun diketahui bahwa peraturan penulisan karya ilmiah banyak ragamnya dan cenderung berubah. Tetapi sepanjang peraturan tersebut disetujui dan berterima bukan menjadi hal yang perlu dipermasalahkan. Yang dibahas dalam artikel ini adalah bagaimana tingkat kebenaran informasi yang dikandung artikel penelitian berdasarkan sumbernya dan fitur linguistik apa yang digunakan untuk melihat tingkat kebenaran tersebut.
2. GONRE Swales (1990) menyatakan bahwa gonre adalah: ...tingkat event komunikatif di mana anggotaanggota memiliki seperangkat tujuan komunikatif yang sama. Tujuan ini disusun oleh ahli-ahli satu komunitas wacana yang membangun rasional gonre. Rasional ini membentuk struktur skematik wacana dan mempengaruhi serta memaksa pilihan sebagai isi dan gaya. Tujuan komunikatif adalah kriteria yang paling ditonjolkan dan salah satunya dioperasikan untuk menyimpan ruang lingkup gonre sebagai hal terpenting yang difokuskan pada aksi retorikal yang dapat dibandingkan. Selain itu, gonre memperlihatkan adanya keanekaragaman pola persamaan struktur, gaya, isi dan peserta yang dimaksud. Jika mungkin semua harapan direalisasikan, maka dapat sebagai prototipe dari komunitas wacana. Gonre membangun komunikasi etnografi yang bernilai tetapi masih membutuhkan validasi. Selanjutnya Swales (1990: 56) mengembangkan kerangka kerja yang penting yang bertujuan untuk membangun parameter gonre: a. Gonre adalah tingkat kegiatan komunikatif. b. Fitur kriteria utama yang mengalihkan
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006 Universitas Sumatera Utara
❏ Siti Aisah Ginting
c. d.
e.
kegiatan-kegiatan komunikasi ke dalam gonre yang memiliki tujuan komunikatif yang sama. Gonre dibuat beraneka ragam dalam prototipenya. Rasional di balik gonrenya dibangun paksaanpaksaan kontribusi yang memungkinkan terhadap isi, posisi, bentuk, dan nilai yang fungsional. Paksaan-paksaan ini sering dieksploitasi oleh anggota komunitas yang ahli untuk mencapai perhatian dalam kerangka kerja tujuan yang diperhatikan secara masyarakat.
Gonre adalah kegiatan komunikatif yang dapat diketahui di mana bahasa berperan penting tidak hanya dalam dominasinya, tetapi juga dalam frekuensinya. Dengan kata lain, untuk memberi kualitas sebagai gonre, kegiatan komunikatif didominasi oleh penggunaan bahasa verbal yang dilakukan secara teratur.
3. ARTIKEL PENELITIAN SEBAGAI GONRE AKADEMIK Artikel Penelitian memiliki hubungan yang dinamis dengan gonre penelitian umum yang dipublikasikan lainnya, seperti abstrak, tesis, disertasi, presentasi, proposal grant, buku, dan monograf sehingga artikel penelitan memerankan peran sentral. Mengingat pentingnya fungsi artikel penelitian dan kuantitas yang signifikan maka perlu diberikan perhatian khusus (Swales 1990). Saragih (2000) menyatakan bahwa artikel penelitian yang dipublikasikan sebagai artikel ilmiah berbeda dengan karya ilmiah. Artikel ilmiah merupakan realisasi retorika ilmiah dalam teks. Sebagai realisasi dalam berkala ilmiah, artikel ilmiah tidak harus mencakup semua unsur retorika ilmiah secara kualitatif atau kuantitatif. Selanjutnya Saragih menyimpulkan bahwa artikel ilmiah bukanlah bentuk singkat, ringkasan, embrio atau bentuk mini karya ilmiah, tetapi realisasi lain yang memenuhi kriteria artikel ilmiah. Fitur retorika artikel penelitian relatif tetap, paling tidak pada level struktur makro. Sejak tahun 1930 fitur retorikal artikel penelitian secara umum dibagi atas introduction, method, result, dan discussion yang disingkat IMRD (Bazerman 1984). Fitur artikel penelitian ini relatif tidak berubah karena komunitas wacana yang relatif konsisten yakni orang-orang yang berpartisipasi secara aktif dengan tujuan komunikasi yang relatif tetap dalam gonre artikel penelitian. Seperti yang dikatakan Gunnarson (1993), pola atau bentuk retorikal artikel penelitian berubah jika norma-norma dan kepercayaan yang diadopsi oleh komunitas wacana mengubahnya atau jika epistemologi disiplin ilmu (penelitian) itu berubah (Burrough-Boesnisch 1999: 297). Menurut Rifai (1995: 67-68), seperti LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Halaman 115 Evidensialitas dalam Artikel Penelitian yang dikutip Saragih (2000), artikel penelitian sekurang-kurangnya terdiri atas judul dan judul pelari, baris kepemilikan, abstrak, sajian data atau hasil, bahasan dan simpulan, serta acuan/referensi. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi struktur, fitur dan gaya suatu gonre (fitur linguistik dan nonlinguistik), demikian pula halnya dengan artikel penelitian. Ada dua faktor yang berbeda yang mungkin mempengaruhi proses penulisannya, yaitu: faktor internal dan eksternal. Faktor internal berhubungan dengan penulis, yaitu keterampilan penulis, pengetahuan umum, pengetahuan tentang isi, norma-norma, keyakinan, dan nilai yang diadopsi. Faktor eksternal atau faktor di luar penulis adalah bantuan dari reviewer, akses terhadap materi, dan format penulisan yang disarankan. Penulis dan pembaca seharusnya familiar dengan faktor-faktor ini untuk mencapai keberhasilan interaksi. Johns (1997) menyarankan agar pembaca memiliki pengetahuan yang sama tentang gonre yang dihasilkan penulis. Untuk itu, Saragih (2000) menyarankan bahwa penulis yang ingin artikel ilmiahnya dipublikasikan dalam satu berkala ilmiah hendaklah memenuhi gaya selingkung terbitan artikel ilmiah yang mencakup struktur generik, perwajahan naskah, ukuran kertas, dan lain-lain karena baik faktor internal dan eksternal akan sangat menentukan nilai kebenaran informasi yang disampaikan penulis/peneliti dalam artikel penelitian.
4. EVIDENSIALITAS DAN MODALITAS EPISTEMIK Evidensialitas merupakan repertoar peralatan bahasa untuk menyatakan bermacam-macam sikap terhadap pengetahuan. Jadi, dapat dikatakan bahwa evidensialitas juga merupakan modalitas epistemik (Saeed 2000). Hal ini tidak mengherankan karena berdasarkan penelitian Anderson (1986), seperti yang dikutip Faller (2000), dikakan bahwa unsur-unsur yang menunjukkan tingkat evidensialitas merupakan penanda dari modalitas epistemik, yaitu kala dan aspek. Demikian juga Chafe (1986) dan Palmer (1986) yang menyatakan bahwa evidensialitas merupakan subtipe dari modalitas epistemik. Namun, Faller (2002) tidak setuju dengan pendapat ini. Dia mengatakan bahwa evidensialitas dan modalitas epistemik merupakan dua konsep yang berbeda. Evidensialitas adalah sumber informasi penutur sedangkan modalitas epistemik merupakan komitmen penutur terhadap kebenaran tuturan. Tentu saja keduanya menghasilkan informasi yang berbeda. Selanjutnya, Faller menjelaskan perbedaan antara evidensialitas dan modalitas epistemik sebagai berikut: 1. Standar konsep epistemik modalitas adalah keharusan dan kemungkinan sementara
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006 Universitas Sumatera Utara
Halaman 116 ❏ Siti Aisah Ginting
2.
3.
4.
evidensialitas merupakan nilai kebenaran informasi berdasarkan sumbernya. Meskipun ada kasus yang membuktikan banyak bahasa yang memiliki penanda yang sama untuk mengungkapkan evidensialitas dan modalitas epistemik, tetapi kasus tersebut jelas dapat menunjukkan penanda salah satu dari evidensialitas atau modalitas epistemik. Ada beberapa alasan secara metodologi bahwa kedua kategori itu berbeda. Evidensialitas mengkodekan sumber informasi yang bertentangan dengan implikasi dari percakapan, sementara modalitas epistemik mengkodekan tingkat komitmen pembicara dan bukan mengimplikasikan percakapan. Jadi, ketika menentukan unsur yang mengandung makna evidensialitas dan modalitas epistemik, hal ini dapat merupakan salah satu dari mereka. Jika seseorang mengasumsikan bahwa evidensialitas dan modalitas epistemik merupakan kategori sama berarti perbedaan antara enkoding dan implikasi tidak dapat dideteksi. Standar definisi modalitas epistemik adalah kemungkinan dan keharusan dan menurut Faller hanya alasan (reasoning) yang dapat dianalisis pada tingkat ini bukan sumber langsung (direct) dan laporan (reportative).
Berdasarkan uraian tersebut Faller menyimpulkan bahwa evidensialitas dan modalitas epistemik tumpang tindih pada konsep tingkat inferensi karena inferensi selain sebagai sumber informasi yang berdasarkan alasan (reasoning) juga merupakan keputusan penutur bahwa apa yang dituturkannya adalah benar. Jadi, inferensi merupakan subtipe dari evidensialitas dan modalitas epistemik. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana dengan isu yang menyatakan bahwa sarana untuk menganalisis modalitas epistemik dapat digunakan untuk menganalisis evidensialitas? Menurut hasil penelitian Kratzen (1987), Enrich (2001), Izvorski (1997), dan Garret (2000) seperti yang dikutip Faller (2000) ditemukan bahwa evidensialitas juga memiliki penanda kala dan aspek yang merupakan penanda modalitas epistemik. Simpulannya, mereka berpendapat bahwa evidensialitas merupakan modalitas epistemik. Namun, Faller menyatakan hal itu tidak benar, masih terbuka kesempatan untuk menjawabnya karena menurutnya sarana untuk evidensialitas tidak sama dengan modalitas epistemik seperti yang ditemukannya dalam bahasa Quechuea.
5. TIPOLOGI EVIDENSIALITAS Faller (2000) menemukan tiga jenis evidensialitas daIam bahasa Quechuea, yaitu (1) informasi langsung (direct), (2) laporan dari yang lain (reportative), (3) perhitungan melalui alasan (conjecture). Informasi langsung dibedakan pula LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian menjadi informasi persona (personal information) dan informasi ensiklopedia (encyclopedia information). Informasi persona merupakan informasi yang diperoleh secara langsung oleh penutur melalui observasi langsung. Contohnya, Saya melihat Enni pergi dengan anaknya. Informasi ensiklopedia merupakan informasi yang, diperoleh penutur dari buku, media, atau sumber otoritas/pemerintahan dan dapat pula merupakan kebudayaan di suatu tempat. Contohnya, Jika sudah dimulai menaruh piring dan cangkir, tandanya rembuk kita sudah mulai usai. Laporan dari yang lain (reportative) adalah sumber informasi dari orang kedua, ketiga ataupun kabar angin dan perhitungan/perkiraan melalui alasan adalah informasi diperoleh berdasarkan spekulasi, asumsi, hipotesis, dan kesimpulan. Jenis evidensialitas yang ditemukan Banner (1984 ) dalam bahasa Tuyuca adalah (1) visual, (2) nonvisual, (3) kesimpulan dari bukti langsung (apparent), (4) informasi dari orang kedua, (second hand), dan (5) asumsi. Kesimpulan berdasarkan bukti langsung adalah informasi diperoleh penutur langsung sehingga kesimpulan yang dihasilkan benar-benar meyakinkan. Asumsi merupakan pengetahuan awal penutur tentang keadaan atau kebiasaan tingkah laku umum dan digunakan sebagai perkiraan/alasan-alasan informasi yang diberikan. Dengan kata lain, pada asumsi masih terbuka kesempatan bahwa prakiraan/kesimpulan penutur mungkin salah. Perbedaan antara kesimpulan dan asumsi terletak pada bukti langsung dan tidak langsung. Dalam bahasa Kasaya ditemukan jenis-jenis evidensialitas factualvisual, auditory, inferensi, dan quotative. Factualvisual dibedakan atas performatif dan perfektif. Dalam bentuk performatif, informasi diberikan berdasarkan apa yang dilakukan penutur, penutur tahu informasi yang disampaikan karena penutur melakukannya. Dalam bentuk perfektif, informasi yang disampaikan penutur berdasarkan apa yang dilihatnya, penutur melihat apa yang dilakukan orang lain. Perbedaan antara bahasa Tuyuca dan Kasaya adalah sebagai berikut: (1) unsur gramatikal dalam bahasa Kasaya lebih banyak dibandingkan bahasa Tuyuca, (2) bahasa Tuyuca memiliki inferensi bukti bukan inferensi perkiraan seperti bahasa Kasaya, (3) Evidensial nonvisual seperti taste, smell, dan touch masuk ke bagian inferensi dalam bahasa Kasaya sementara dalam bahasa Tuyuca masuk dalam bagian auditory, dan (4) istilah yang digunakan, misalnya evidensialitas quotatif Kasaya sama dengan evidensialitas reportatif/second hand Tuyuca. Menurut Faller (2000) perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam kajian evidensialitas di berbagai bahasa merupakan sistem evidensialitas.
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006 Universitas Sumatera Utara
Halaman 117 Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
❏ Siti Aisah Ginting
6. TINGKATAN EVIDENSIALITAS Evidensialitas berdasarkan tingkatannya terbagi dua, yaitu menurut Willet dan Den Haan (dalam Faller 2000). Menurut Willet (1986 dalam Faller 2000) tingkatan evidensialitas adalah sebagai berikut: EVIDENSIALITAS Langsung Terbukti penglihatan pendengaran sensori lain
tidak langsung Pelaporan sumber kedua sumber ketiga kabar angin
Kesimpulan hasil alasan
Tingkatan evidensialitas di atas memperlihatkan bahwa sumber informasi berbeda dan tingkat/nilai informasi yang diperoleh juga berbeda. Diagram di atas memperlihatkan bahwa sumber informasi dapat dibedakan atas langsung dan tak langsung. Sumber langsung secara hierarki adalah penglihatan, pendengaran, dan sensori lainnya, seperti alat perasa kecap, alat perasa kulit, dan alat penciuman. Jadi, lebih tinggi tingkat keyakinan informasi yang diperoleh secara penglihatan daripada informasi yang didengar dan seterusnya. Untuk jenis sumber sensori tingkat keyakinannya sama. Informasi yang diperoleh secara langsung lebih tinggi tingkat keyakinan dibandingkan dengan sumber informasi yang diperoleh secara tidak langsung. Sumber informasi tidak langsung dibedakan pula atas laporan dan kesimpulan. Selanjutnya, laporan dibedakan atas laporan orang kedua, laporan orang ketiga, dan kabar angin. Jenis kesimpulan dibedakan pula atas kesimpulan terhadap hasil dan kesimpulan berdasarkan alasan-alasan. Tingkatan evidensialitas menurut De Haan (dalam Faller 2000) adalah sistem evidensial berdasarkan skala yang bermula dari yang lemah beranjak ke yang kuat. Jika dalam satu bahasa hanya ada satu evidensial berarti evidensial itu terlemah di dalam skala. Bila ada bahasa yang memiliki satu evidensial tertinggi, bahasa itu memiliki semua evidensialitas yang terdapat dalam skala. Skala memperlihatkan bahwa kesimpulan lebih tinggi tingkatnya dari laporan dan laporan akan dibuat/digunakan penutur jika penutur tidak dapat membuat kesimpulan (sumber lain). Skala tingkatan evidensialitas yang diajukan De Haan (dalam Faller 2000) adalah Visual > Non Visual > Inferensi > Reportative. Faller (2000) tidak menyetujui jika De Han menyatakan bahwa kesimpulan lebih tinggi dari laporan (sumber lain) karena hal demikian tidak terjadi dalam bahasa Quechuea. Lebih lanjut dikatakannya bahwa secara LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
pragmatis harus diperhatikan kedua skala independen tesebut dengan kriteria yang berbeda. Skala tersebut seharusnya disusun berdasarkan jenis evidensial bukan berdasarkan evidensial itu sendiri. Skala pertama disusun berdasarkan jumlah inferensi yang terlibat di dalam satu pernyataan dan skala kedua disusun berdasarkan jumlah intervensi pernbicara. Lebih jelasnya lihat skala berikut: 1. Visual > Audithory > Indera lainnya > Inferensi Hasil> Prakiraan 2. Langsung >Sumber kedua >Sumber ketiga > Kabar angin Faller (2000) berpendapat bahwa hierarki yang diajukan oleh Willet adalah taksonomi dan berguna untuk menentukan hubungan antara anggota-anggota atau subtipe dari evidensialitas serta meramalkan makna kombinasi yang dihasilkan oleh kategori gramatikal. Skala evidensialitas yang diajukan oleh Den Haan berguna untuk menarik implikatur percakapan dan menjelaskan mengapa suatu unsur tertentu lebih dipilih dari unsur yang lain dalam satu konteks. Implikasi tingkatan evidensialitas digunakan untuk meramalkan keberadaan atau ketidakberadaan suatu unsur di dalam satu bahasa. Selanjutnya, Faller menyatakan bahwa ketiga pembagian ini tidak selalu dapat diperoleh.
7. EVIDENSIALITAS DALAM ARTIKEL PENELITIAN Dari beberapa artikel penelitian yang dipublikasikan ditemukan bahwa tipologi evidensialitas adalah laporan dari orang lain (reportatif), orang pertama, kedua, dan ketiga. Bahkan terdapat sumber informasi yang bertingkat. Hal ini sudah sewajarnya karena laporan penelitian harus memberikan nilai informasi yang akurat dengan menyebutkan dari mana informasi tersebut. Di samping itu, penggunaan sumber informasi bertingkat memperlihatkan bagaimana tingkat kebenaran diperoleh secara akurat dengan tujuan agar tidak menimbulkan keraguan bagi pembaca tentang informasi yang disampaikan. Dalam hal ini, penulis tidak menemukan sumber asli informasi melainkan ditemukan dalam sumber lain (lihat contoh 4). Artikel penelitian juga memperlihatkan bahwa meskipun sumber informasi langsung dari orang pertama (sebagai penulis), tetapi disajikan secara tidak langsung karena informasi yang disampaikan merupakan informasi yang telah disajikan sebelumnya dalam media dan waktu yang tidak sama (contoh 5). Dalam artikel penelitian yang dipublikasikan juga ditemukan adanya jenis informasi tidak langsung yang bersifat kesimpulan.
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006 Universitas Sumatera Utara
Halaman 118 ❏ Siti Aisah Ginting
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
Tipologi evidensialitas dalam artikel penelitian ditandai dengan penggunaan fitur linguistik, yaitu menjelaskan, menurut, dikutip, lihat...., mengemukakan, berpendapat, berbicara, mengungkapkan, membahas, disebutkan, dipandang, tercantum, menyarikan, dinyatakan, mengetengahkan, melihat, bersumber, diadaptasi, dan sebagainya. Fitur linguistik yang digunakan tersebut memperlihatkan jenis sumber informasi yang digunakan sehingga dapat diketahui nilai kebenarannya. Berikut beberapa contoh penulisan sumber informasi dalam artikel penelitian. 1. “Sapir (1921) membahas kaitan langsung antara bahasa dan budaya, serta....”. (Linguistik Indonesia, Tahun ke 23, No. 2, Agustus 2005. hlm. 151). 2. “White dan Dillingham (1973: 9) mengemukakan bahwa manusia dan kebudayan merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan.” (Linguistik Indonesia, Tahun ke 22, No. 2, Agustus 2004. hlm. 165). 3. “Pedoman analisis beserta rumusannya bersumber dan diadaptasikan dari teori-teori yang ada, di antaranya: Toulmin (1979); Hairston (1981); Syafie (1988); dan Tibbetts and Tibbetts (191). (Linguistik Indonesia, Tahun ke 23, No. 1 , Februari 2005. hlm.55) 4. Seperti disebutkan Hockett (dalam Hudson, 1985: 26) setiap bahasa membentuk masyarakat penutur, yaitu orang-orang yang berkomunikasi.... (Linguistik Indonesia, Tahun ke 22, No. 2, Agustus 2004. hlm. 167). 5. “Adapun pentingnya peranan konteks sosial (dalam pengertian yang sangat luas) di dalam memahami sebuah wacana telah banyak dikaji (periksa Wijana, 1955a; Wijana, 1996a; Wijana, 1997). (Linguistik Indonesia, Tahun ke 19, No. 2, Agustus 2001. hlm. 219). Berdasarkan analisis data tersebut diperoleh tingkatan evidensialitas dalam artikel penelitian yang dipublikasikan, yaitu evidensialitas langsung dan tidak langsung. Evidensialitas tidak langsung dibagi menjadi laporan dan kesimpulan yang berupa hasil. Laporan orang lain dari sumber kedua dan ketiga. Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut: EVIDENSIALITAS Langsung
Tidak langsung
Terbukti
Pelaporan
Pernyataan
Sumber kedua Sumber ketiga
LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Kesimpulan Hasil
8. SIMPULAN Evidensialitas dalam artikel penelitian yang dipublikasikan memperlihatkan bahwa sumber informasi yang digunakan adalah dari langsung dan tak langsung. Tidak langsung berasal dari orang kedua dan ketiga. Informasi yang disampaikan dapat dikatakan akurat karena berasal dari laporan langsung dan laporan tidak langsung sumber kedua dan ketiga dan menyebutkan nama sumber, tahun, dan halaman. Selain itu, untuk mengetahui kebenaran sumber informasi tersebut dapat ditelusuri dengan segera bilamana dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA Burrough-Boenisch, Joy. 1999. “International Reading Strategies for IMRD Articles.” Written Communication. Vol. 16, 3: 296316. Connor, U dan J. Lauer. 1998. “Cross-Cultural Variation in Persuasive Student Writing.” Dalam. A.C. Purves (ed.): 138-159. Dudley-Evans, T. dan W. Henderson. 1990. “The Organization of Article Introduction: Evidence of Change in Economics Writing.” Dalam in T. Dudley-Evans dan W. Henderson (eds.) The Language of Economics: The Analysis of Economics Disourse, ELT Documents 134: 67-78. Faller, Martina T. 2000. Semantics and Pragmatics of Evidentialitas in Cuzco Quechea. Stanford: Stanford University Press. Ginting, Siti Aisah. 2004. “Sejemput Pembicaraan tentang Evidensialitas.” Lingusitik Terapan. Vol. I, 2: 215- 227. Gunnarson, Britt-Louise. 1993. “Pragmatic and Macrothematic Patterns in Science and Popular Science: A Diacronic Study of Articles for Three Fields.” Dalam Mohsen Ghadessy (ed).:165-179 Holmes, Richard. 1998. “Variation in Academic Text Structure: The Discussion Section in Research Articles in Economic.” An unpublished manuscript. Jufrizal. 2004. “Bahasa Minangkabau Ragam Adat: Ke Arah Pengeringan dalam Himpitan Hegemoni Bahasa Indonesia.” Lingusitik Indonesia. Tahun ke- 22, 2: 165 178.
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006 Universitas Sumatera Utara
❏ Siti Aisah Ginting
Halaman 119 Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
Kadarisman, A.E. 2005. “Relativitas Bahasa dan Relativitas Budaya.” Lingusitik Indonesia. Tahun ke- 23, 2: 151 - 170.
Swales, John M. 1990. Gonre Analysis: English in Academic and Research Settings. Cambridge: Cambridge University Press
Nwogu, Kevin Ngozi. 1997. “The Medical Research Paper: Structure and Functions.” Dalam English for Specific Purposes. Vol. 16, 2: 139-150.
Swales, John M. and H. Najjar. 1987. “The Writing of Research Article Introductions.” Dalam Written Communication. Vol. 4, 2: 175-191.
Saeed, I. John. 2000. Semantics. China Edition. Japan: Blackwell.
Wijana, I Dewa Putu. 2001. “Wacana ‘SungguhSungguh Terjadi’ Sebagai Salah Satu Wacana Kreatif.” Linguistik Indonesia. Tahun ke- 19, 2: 219 - 232.
Saragih, Amrin. 2000. “Penulisan Artikel Ilmiah.” Disajikan pada Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah di Unimed Medan. Sriasih, Sang Putu Ayu. 2005. “Perkembangan Struktur Wacana Tulis Argumentatif Siswa Sekolah Dasar.” Lingusitik Indonesia. Thn ke- 23, 1: 51 - 60.
LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006 Universitas Sumatera Utara
Halaman 120
TENTANG PENULIS 1.
Oktavianus Oktavianus lahir di Simpang Tanjung Nan IV Solok, Sumatera Barat, 26 Oktober 1964. Beliau adalah staf pengajar dalam mata kuliah Semantik/Pragmatik, Metode Penelitian Bahasa, dan Seminar Linguistik di Fakultas Sastra Universitas Andalas sejak tahun 1990. Beliau memperoleh gelar sarjana sastra dari fakultas yang sama jurusan Bahasa dan Sastra Inggris pada tahun 1989. Pada tahun 1998 beliau menyelesaikan pendidikan S-2 di Pascasarjana Universitas Udayana Program Studi Linguistik (konsentrasi semantik/pragmatik). Tahun 2000 mengikuti pendidikan di Regional English Language Center (RELC) Singapura dalam bidang Applied Linguistics. Pada tahun 2005 beliau memperoleh gelar doktor dalam bidang linguistik (konsentrasi semantik/pragmatik) di Program Pascasarjana Universitas Udayana. Selain aktif dalam berbagai kegiatan ilmiah seperti penelitian, beliau juga aktif dalam mengikuti berbagai pertemuan ilmiah baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
2.
Paitoon M. Chaiyanara Paitoon M. Chaiyanara adalah Guru besar di Nanyang Institute of Education, Singapore. Selain itu, beliau dipercaya oleh USU sebagai dosen luar biasa di Program Magister dan Doktor Linguistik Sekolah Pascasarjana USU. Beliau juga sangat aktif menulis dan sebagai pembicara dalam seminarseminar baik nasional maupun internasional. Saat ini beliau telah menghasilkan sejumlah buku yang berhubungan dengan fonologi.
3.
Mulyadi dan Rumnasari K. Siregar Mulyadi adalah Lektor Kepala di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU dalam mata kuliah Bahasa Indonesia, Metode Penelitian, Tata Bahasa Generatif, dan Antropolinguistik. Dia sering terlibat dalam kegiatan ilmiah sebagai penatar dan pemakalah. Beberapa artikelnya yang telah dipublikasikan adalah “Struktur Semantis Verba Penglihatan dalam Bahasa Indonesia” (Linguistik Indonesia, 2000), “Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia” (Linguistika, 2000), “Konsep Emosi dalam Bahasa Melayu” (Dewan Bahasa, 2001), “Frase Preposisi Bahasa Indonesia: Analisis X-Bar” (Studia Kultura, 2002), “Konstruksi Kausatif dalam Bahasa Indonesia” (Linguistika, 2004), “Prosedur dalam Penelitian Bahasa” (Studia Kultura, 2004), dan (dengan Raka Sukma Kurnia) “Struktur Percakapan Wacana Ceting” (Logat, 2005). Rumnasari K. Siregar adalah alumnus Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU Tahun 1991 dan sekarang menjadi Lektor di Politeknik Negeri Medan untuk mata kuliah Bahasa Indonesia. Selain aktif mengikuti seminar dan pelatihan, dia juga mengajarkan Bahasa Indonesia di UISU. Tulisannya yang sudah diterbitkan adalah “Analisis Struktural pada Slogan Bank” (Oasis, 2002) dan “Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Artikel Ilmiah” (Studia Kultura, 2004).
4.
Gustaf Sitepu Gustaf Sitepu lahir di Rumamis, 3 April 1956. Beliau adalah staf pengajar tetap Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU dalam bidang kesusateraan. Menyelesaikan pendidikan Sarjana (S-1) pada program studi dan fakultas yang sama tahun 1984.
5.
Dwi Widayati Dwi Widayati lahir di Magelang, 14 Mei 1965. Beliau adalah staf pengajar tetap di Fakultas Sastra USU dalam mata kuliah Dialektologi dan Bahasa Belanda. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada fakultas yang sama pada tahun 1987 dan pendidikan lanjutan (S-2) di Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada pada tahun 1997. Saat ini beliau sedang mengikuti Program Doktor (S-3) di Sekolah Pascasarjana USU. Beliau sangat aktif meneliti dan telah menghasilkan sejumlah penelitian yang umumnya dibiayai oleh DP3M Depdiknas Jakarta. Selain itu, aktif juga menulis artikel ilmiah dalam jurnal linguistik dan sebagai pemakalah baik dalam seminar nasional maupun internasional.
6.
Sumarsih Sumarsih lahir di Medan, 21 Oktober 1958. Beliau adalah staf pengajar di Fakultas Bahasa dan Seni Jurusan Bahasa Inggris Universitas Negeri Medan. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Fakultas Bahasa dan Seni IKIP Medan pada tahun 1984 dan pendidikan lanjutan (S-2) di Program Pascasarjana IKIP Jakarta dalam bidang Pendidikan Bahasa pada tahun 1993. Saat ini beliau sedang mengikuti Program Doktor (S-3) di Pascasarjana Universitas Sumatera Utara bidang Linguistik. Beliau aktif mengikuti berbagai seminar baik nasional maupun internasional dan menulis di berbagai jurnal.
Universitas Sumatera Utara
Halaman 121 7.
Gustianingsih Gustianingsih lahir di Medan, 28 Agustus 1964. Memperoleh gelar sarjana pada tahun 1987 dari Fakultas Sastra USU dan gelar magister pada tahun 2001 dari Sekolah Pascasarjana USU Program Studi linguistik. Saat ini beliau sedang mengikuti program doktor di universitas yang sama dan sedang menulis disertasi doktornya. Beliau mengasuh mata kuliah Psikolinguistik dan Neurolinguistik di Departemen Sastra Indonesia.
8.
Siti Aisah Ginting Siti Aisah Ginting lahir di Medan, 21 Mei 1957. Beliau adalah staf pengajar pada Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FBS Unimed. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 1984 di FPBS IKIP Medan dan menyelesaikan pendidikan S-2 pada tahun 1996 di PPS IKIP Jakarta. Saat ini beliau sedang mengikuti pendidikan doktor di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Beliau sangat aktif menulis pada berbagai jurnal dan menjadi pemakalah dalam seminar baik nasional maupun internasional.
Universitas Sumatera Utara