1
EVENTS CIKINI 1957 ASSASSINATION ATTEMPT AGAINST SOEKARNO PRESIDENT IN JAKARTA Samsul*, Isjoni**, Marwoto Saiman*** Email:
[email protected], CP: 081275197044,
[email protected],
[email protected] Faculty of Teacher Training and Education Department of Social Sciences History Education Studies Program Riau University
Abstract: The events Cikini is one of the events that occurred in this country, events Cikini is an incident an assassination attempt against the President masterminded by an Islamic movement separatist called GAK (Movement Anti-Communist) formed by Colonel Zulkifli Lubis, former Director of Intelligence Forces Army Vice Chief of Staff. GAK organization itself chaired by the aide Colonel Zulkifli Lubis that Saleh Ibrahim. GAK intent and purpose of this is to hinder the development of communists in Indonesia by violence. Dated 29 September 1955 Indonesian citizens to vote in the first election. In the first general election recorded 43,104,464 people who have the right to vote. Only 37,785,299 are voting 77,987,879 total population of Indonesia in 1954. In other words, only 87.65 percent of voters who exercise their voting rights. The results of this election show the four parties that got a big win, namely the Indonesian National Party (57 seats), Masjumi (57 seats), NU (45 seats) and the Indonesian Communist Party (39 seats), while the other parties only memperleh 1 to 8 seats. Elections I done well, which is a success for Burhanuddin Harahap cabinet, and the cabinet considered Burhanuddin Harahap task has been completed. On February 21, 1957 the President issued a Presidential conception in which he stated that democracy is in use at the time of import is democracy and not in accordance with the personality of the Indonesian nation, therefore he wants to replace with Guided Democracy. The culmination of dissatisfaction over the political wisdom that was delivered by the President Soekarno, occurred on November 30, 1957, at which time it was at the Elementary School Cikini held celebrations lustrum III schools, and the President was present to represent the parents of Megawati and Mohamad Guntur. Genesis is known for its school Cikini Cikini events, namely the treatment of an assassination attempt against the President by throwing grenade by a group of Muslim Youth origin Bima, Sumbawa, West Nusa Tenggara. Keyword: Cikini events, Soekarno, Jakarta
2
PERISTIWA CIKINI TAHUN 1957 UPAYA PEMBUNUHAN TERHADAP PRESIDEN SOEKARNO DI JAKARTA Samsul*, Isjoni**, Marwoto Saiman*** Email:
[email protected], CP: 081275197044,
[email protected],
[email protected] Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Riau
Abstrak: Peristiwa Cikini merupakan salah satu peristiwa yang terjadi di negeri ini, Peristiwa Cikini ialah suatu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno yang didalangi oleh suatu gerakan Islam separatis bernama GAK (Gerakan Anti Komunis) yang dibentuk oleh Kolonel Zulkifli Lubis, mantan Direktur Badan Intelijen Angkatan Darat dan Wakil KSAD. Organisasi GAK ini sendiri diketuai langsung oleh ajudan Kolonel Zulkifli Lubis yaitu Saleh Ibrahim. Maksud dan tujuan dari GAK ini ialah untuk menghalang-halangi berkembangnya komunis di Indonesia dengan jalan kekerasan. Tanggal 29 September 1955 warga Negara Indonesia memberikan suaranya dalam pemilihan umum yang pertama. Dalam pemilihan umum yang pertama ini tercatat 43.104.464 penduduk yang mempunyai hak pilih. Hanya 37.785.299 yang memberikan suaranya dari 77.987.879 jumlah seluruh penduduk Indonesia tahun 1954. Dengan kata lain hanya 87.65 persen pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Hasil pemilihan ini memperlihatkan 4 partai yang mendapat kemenangan besar yaitu Partai Nasional Indonesia (57 Kursi), Masyumi (57 kursi), Nahdatul Ulama (45 kursi) dan Partai Komunis Indonesia (39 kursi), sedangkan partai lainnya hanya memperleh 1 sampai 8 kursi. Pemilihan umum I terlaksana dengan baik, yang merupakan suatu keberhasilan bagi kabinet Burhanudin Harahap, dan dianggap tugas kabinet Burhanudin Harahap telah selesai. Pada tanggal 21 Februari 1957 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah konsepsi Presiden yang mana beliau menyebutkan bahwa demokrasi yang di pakai pada saat ini merupakan demokrasi import dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, oleh karena itu beliau ingin menggantikan dengan Demokrasi Terpimpin.Puncak dari ketidakpuasan atas kebijaksanaan politik yang dibawakan oleh Presiden Soekarno, terjadi pada tanggal 30 November 1957, di mana pada saat itu di Sekolah Rakyat Cikini diadakan perayaan lustrum III sekolah tersebut dan Presiden Soekarno hadir mewakili orang tua siswa dari Megawati Soekarno Putri dan Mohamad Guntur. Kejadian disekolah Cikini ini dikenal dengan Peristiwa Cikini, yaitu perlakuan percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno dengan cara melemparkan Granat oleh sekelompok Pemuda Muslim asal Bima, Sumbawa-Nusa Tenggara Barat. Kata Kunci: Peristiwa Cikini, Soekarno, Jakarta
3
PENDAHULUAN Indonesia akhirnya merdeka, setidak-tidaknya dalam pengertian hukum Internasional, dan kini menghadapi prospek menentukan masa depannya sendiri. Dalam sebuah negeri yang masih menunjukkan adanya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan tradisi-tradisi otoriter, maka banyak hal bergantung pada kearifan dan nasib baik kepemimpinan negeri itu. Akan tetapi, sebagian sejarah bangsa Indonesia sejak tahun 1950 merupakan kisah tentang kegagalan rentetan pimpinan untuk memenuhi harapan-harapan tinggi yang ditimbulkan oleh keberhasilan mencapai kemerdekaan. Dalam tahun 1950, kendali pemerintahan berada di tangan kaum nasionalis perkotaan dari generasi yang lebih tua dari partai-partai sekuler dan Islam yang terkemuka. Ada suatu kesepakatan umum bahwa demokrasi di inginkan dan bahwa mereka itulah orang-orang yang akan dapat menciptakan sebuah Negara demokrasi. Sejarah Indonesia pada rentang tahun 1945-1959 atau yang lebih dikenal dengan istilah periode Demokrasi Parlementer, merupakan masa yang sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam. Pada kurun waktu tersebut, sejarah Indonesia diwarnai dengan berbagai macam peristiwa yang menggoncangkan kesatuan dan persatuan bangsa. Banyaknya partai yang muncul saat itu mengakibatkan melemahnya kedudukan kabinet, karena sering mendapat mosi tidak percaya dari parlemen. Keadaan politik nasional setelah pemilihan umum pertama tidak menimbulkan suasana nyaman seperti yang diharapkan sebelumnya. Krisis kabinet semakin menghangat dengan munculnya korupsi di berbagai departemen, disambung lagi dengan putusnya DwiTunggal Soekarno-Hatta, yang mana pada tanggal 1 Desember 1956 Mohammad Hatta mengundurkan diri sebagai wakil Presiden. Tindakannya ini dilakukan sebagai pernyataan ketidakpuasan terhadap kebijaksanaan Soekarno dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Munculnya gerakan anti Cina, yang kemudian disusul oleh gerakan daerah yang motifnya tidak jauh berbeda dengan gerakan anti Cina, yaitu dipusatkannya perekonomian di Jawa sedangkan perekonomian di daerah (di luar pulau Jawa) terabaikan. Sehingga di daerah banyak bermunculan penyelundupan yang hasilnya dipergunakan untuk pembangunan daerah di samping pembangunan bagi keamanan dan Angkatan Darat. Sikap Angkatan Darat dalam menghadapi situasi semacam ini berada di persimpangan jalan, di satu sisi Angkatan Darat sebagai aparat keamanan atau abdi Negara yang diwajibkan untuk menyelamatkan Negara yang tengah menghadapi keadaan rumit, di sisi lain Angkatan Darat merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan Negara. Angakatan Darat menginginkan agar pemerintah kembali ke arah semula sesuai dengan cita-cita yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945. Di awal tahun 1957, tidak lama setelah Presiden Soekarno mengucapkan pidatonya yang dikenal dengan Konsepsi Presiden, timbul gerakan daerah di Sumatera yang meluas sampai ke Sulawesi. Gerakan ini muncul sebagai reaksi atas pidato Presiden yang dinilai memberi peluang kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk duduk dalam Kabinet. Menghadapi situasi yang kurang nyaman ini, maka Kabinet yang saat itu dipegang oleh Ali Sastromidjojo (kabinet Ali II) menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Beberapa saat kemudian Presiden Soekarno memberlakukan Negara dalam keadaan darurat
4
perang atau Staat Van Oorlog en Beleg (SOB). Untuk menggantikan Kabinet Ali II, maka Presiden Soekarno menunjuk Ir. Djuanda, seorang tokoh non-Partai sebagai formatur. Salah satu program Kabinet Djuanda adalah membentuk Dewan Nasional. Dewan ini mempunyai tujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan-kekuatan yang ada dalam Masyarakat. (Nugroho Notosusanto, 1984:277) Mengenai konsepsi Presiden, Soekarno menekankan dua pokok: 1. Berhubungan dengan apa yang disebut Kabinet Koalisi 2. Berkenaan dengan gagasan suatu Dewan Nasional yang disusun menurut garis-garis fungsionalnya. (Donald Wilhelm. 1981:34) Untuk meredakan ketegangan yang timbul di daerah-daerah, pada tanggal 14 September 1957 di adakan Musyawarah Nasional (Munas). Sedangkan di lingkungan Angkatan Darat di bentuk Panitia Tujuh. Namun sebelum Panitia Tujuh ini merumuskan hasil kerjanya telah terjadi usaha pembunuhan terhadap Presiden Soekrano yang dikenal dengan Peristiwa Cikini pada tanggal 30 November 1957. (Nugroho Notosusanto. 1984:279)
METODE PENELITIAN Peneliti menggunakan metode Historis, penelitian historis yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk mendiskripsikan apa-apa yang telah terjadi pada masa lampau. Proses-prosesnya terdiri dari penyelidikan, pencatatan, analisis, dan menginterpretasikan peristiwa-peristiwa masa lalu guna menemukan generalisai-generalisasi. Generalisasi tersebut dapat berguna untuk memahami masa lampau, juga keadaan masa kini bahkan secara terbatas bisa digunakan untuk mengantisipasi hal-hal mendatang. Selain metode penelitian historis (sejarah), penulis juga menggunakan metode Deskriptif, metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisikondisi yang sekarang terjadi atau ada. Dengan kata lain metode deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antar variable-variabel yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Latar Belakang Rencana Pembunuhan Terhadap Presiden Soekarno Peristiwa Cikini ialah suatu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno yang didalangi oleh suatu gerakan Islam separatis bernama GAK (Gerakan Anti Komunis) yang dibentuk oleh Kolonel Zulkifli Lubis, mantan Direktur Badan Intelijen Angkatan Darat dan Wakil KSAD. Organisasi GAK ini sendiri diketuai langsung oleh ajudan Kolonel Zulkifli Lubis yaitu Saleh Ibrahim. Maksud dan tujuan dari GAK ini ialah untuk menghalang-halangi berkembangnya komunis di Indonesia dengan jalan kekerasan. Selain itu, tujuan lain dibentuknya organisasi GAK ini dalam buku yang brjudul “Subversi Sebagai Politik Luar Negeri: Menyingkap Keterlibatan CIA di Indonesia” karangan Audrey dan George Kahin (1997:141) menyebutkan bahwa:
5
“Menurut keterangan resmi pemerintah tentang Peristiwa Cikini, organisasi Lubis mencerminkan upayanya untuk membangun kelompok para militer yang anti komunis di Jakarta yang dinamakan Gerakan Anti Komunis (GAK), yang juga anti Nasution, anti Soekarno, dan anti Sukendrio (Kepala Badan Intelijen Angkatan Darat saat itu), yang merupakan perwujudan sikap pribadi Lubis sendiri,” Dapat dikatakan bahwa salah satu landasan terbentuknya organisasi ini ialah karena adanya “dendam pribadi” Kolonel Zulkifli Lubis terhadap orang-orang yang dijadikan target utama dari organisasi yang dibentuknya. Organisasi ini pun berkeyakinan bahwa pembunuhan Presiden Soekarno harus dilakukan karena Presiden Soekarno dianggap pelindung PKI sehingga komunisme dapat berkembang dengan subur di Indonesia. B. Situasi Politik Nasional Setelah Pemilihan Umum 1955 Kabinet Ali-Wongso menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno melalui wakilnya yaitu Mohammad Hatta pada tanggal 29 Juli 1955, setelah itu wakil Presiden Mohammad Hatta mengumumkan 3 orang formatur yang bertugas untuk membentuk kabinet. Ketiga orang formatur tersebut adalah Sukiman (Masyumi), Wilopo (Partai Nasional Indonesia), dan Mr. Assaat dari non partai (pernah menjabat pejabat Presiden Republik Indonesia dalam tahun 1950). Hatta menginstruksikan kepada mereka untuk membentuk sebuah kabinet yang mampu memulihkan kewibawaan pemerintah, terutama kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat, serta melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya Parlemen baru. 1. Situasi Politik Di Jakarta Tanggal 29 September 1955 warga Negara Indonesia memberikan suaranya dalam pemilihan umum yang pertama. Dalam pemilihan umum yang pertama ini tercatat 43.104.464 penduduk yang mempunyai hak pilih. Hanya 37.785.299 yang memberikan suaranya dari 77.987.879 jumlah seluruh penduduk Indonesia tahun 1954. Dengan kata lain hanya 87.65 persen pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Hasil pemilihan ini memperlihatkan 4 partai yang mendapat kemenangan besar yaitu Partai Nasional Indonesia (57 Kursi), Masyumi (57 kursi), Nahdatul Ulama (45 kursi) dan Partai Komunis Indonesia (39 kursi), sedangkan partai lainnya hanya memperleh 1 sampai 8 kursi. 2. Munculnya Gerakan-gerakan Kedaerahan Menjelang enam bulan pertama tahun 1956 di Sumatera dan Sulawesi terjadi gerakan-gerakan yang mengancam keutuhan Negara dan bangsa. Gerakan-gerakan di daerah ini terutama disebabkan oleh rasa tidak puas atas tindakan pemerintah pusat di bidang politik, pemerintahan, ekonomi keuangan dan pembangunan, kemasyarakatan serta Angkatan perang. Pada bulan Desember 1956, para pewira tentara di Sumatera, yang kebanyakannya adalah veteran-veteran dari bekas Divisi Banteng dari masa Revolusi, mengambil keputusan untuk melawan Jakarta dengan dukungan kaum sipil setempat.
6
3. Sikap Angkatan Darat Dalam Menghadapi Situasi Tahun 1955-1956 Salah satu ketegangan yang masih ada dalam tubuh Angkatan Darat adalah penyelesaian dari Peristiwa 17 Oktober 1952 dan peristiwa pengangkatan Kolonel Bambang Utoyo menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Akibat dari peristiwa tersebut telah menimbulkan ketidak percayaan terhadap kabinet dan perpecahan dalam tubuh Angkatan Darat sendiri. Masalah peristiwa 17 Oktober 1952 berlarut-larut terus dan tidak pernah diselesaikan sampai tuntas oleh pemerintah, serta terus mengembang sampai menimbulkan konflik mengenai calon KSAD untuk menggantikan Kolonel Bambang Sugeng. Tiga orang calon yang diajukan adalah Kolonel Maludin Simbolon, Kolonel Zulkifli Lubis dan Kolonel Bambang Utoyo. C. Kebijakan Presiden Soekarno Tahun 1957 1. Konsepsi Presiden Keadaan politik di Indonesia yang memburuk terutama dengan meluasnya pergolakan ke daerah Sulawesi, menyebabkan kewibawaan Kabinet Ali II semakin menurun. Kurangnya tindakan tegas yang di lakukan Kabinet untuk mengatasi pergolakan daerah, menyebabkan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan Masyumi menarik para menterinya dari Kabinet. Perwujudan dari keinginannya itu, pada tanggal 21 Februari 1957 di Istana Negara, Presiden Soekarno mengundang para tokoh partai baik dari pusat maupun dari daerah, serta tokoh militer untuk mendengarkan pidatonya berupa konsepsi yang telah sering disinggung. Konsepsi tersebut adalah untuk mengatasi dan menyelesaikan krisiskrisis kewibawaan Kabinet yang sedang dihadapi. Dalam konsepsinya, Presiden Soekarno menyatakan bahwa demokrasi yang dipakai adalah Demokrasi Import yang tidak sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. Untuk itu, ia ingin menggantikan suatu demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yaitu Demokrasi Terpimpin. Di samping itu, Presiden Soekarno juga mengemukakan dua hal pokok, yaitu mengenai Kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional. 2. Pembentukan Kabinet Djuanda Suasana menjadi semakin tegang dengan banyaknya reaksi atas isi dari Konsepsi Presiden. Kuatnya pertentangan dari daerah terhdap pusat mengakibatkan Ali Sastroamidjojo meletakkan jabatannya sebagai Perdana Menteri dan mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno pada tanggal 14 Maret 1957. Maka selesailah pemerintahan Kabinet Ali II, bersamaan dengan berakhirnya secara de facto masa Demokrasi Parlementer. Satu setengah jam setelah Kabinet Ali II menyerahkan mandatnya, Presiden Soekarno mengumumkan berlakunya keadaan Darurat Perang di seluruh wilayah Republik Indonesia.
7
Usaha selanjutnya yang ditempuh oleh Presiden Soekarno adalah mengadakan pertemuan di Istana Negara dengan sejumlah tokoh partai politik dan pimpinan Angkatan Darat. Tujuannya adalah membentuk Zaken Kabinet Darurat Ekstra Parlementer. Susunan Kabinet lebih diutamakan pada keahlian dan kecakapan, jadi bukan lagi berdasar pada kekuatan yang ada dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Di dalam pertemuan itulah Presiden menunjuk Ir.Djuanda Kartawidjaja (non-partai) sebagai perdana menteri dan kemudian menyusun keanggotaan dalam Kabinet. Dengan demikian, Presiden Soekarno berhasil membentuk Zaken Kabinet Ekstra Parlementer. 3. Dewan Nasional Sesuai dengan salah satu program dari Kabinet Karya, yaitu pembentukan Dewan Nasional. Maka pada tanggal 6 Mei 1957 dibentuk Dewan Nasional, sedangkan pelantikannya dilakukan pada tanggal 12 Juli 1957 oleh Presiden Soekarno sekaligus sebagai Ketua Dewan Nasional di Istana Negara (Soebagio, 154). Jumlah anggota Dewan Nasional sebanyak 44 orang ditambah Presiden Soekarno sebagai ketua. Pedoman umum Dewan Nasional menyangkut tiga hal yaitu sifat, fungsi dan tugas. Sifat Dewan Nasional adalah penghimpun dari pada segala tenaga dinamis di dalam masyarakat yang sampai saat itu belum tersalurkan di dalam suatu lembaga negara. (Amanat Presiden Soekarno pada saat upacara pelantikan aggota Dewan Nasional di Istana Negara) Fungsi Dewan Nasional adalah: 1. Mendampingi kabinet. 2. Memberi kewibawaan kepada kabinet. 3. Jembatan antara masyarakat yang hidup dinamis dengan pemerintah. (Kementerian Penerangan RI, 5) 4. Musyawarah Nasional Banyaknya anggapan yang dilontarkan kepada Kabinet Karya dan Dewan Nasional yang tidak sesuai dengan UUDS 1950, menimbulkan hubungan antara pusat dan daerah menjadi semakin retak. Untuk meredakan hubungan yang kurang harmonis antara kedua belah pihak, maka atas prakarsa dari Dewan Nasional perlu diadakan musyawarah yang sifatnya nasional. Musyawarah Nasional diselengarakan pada tanggal 10-14 September 1957, bertempat di gedung Proklamasi jalan Pegangsaan timur no. 56 Jakarta. Dihadiri oleh kedua tokoh Nasionalis Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta, wakil-wakil dari daerah dan pusat yang terdiri dari para pejabat tinggi sipil, penguasa militer serta para anggota Kabinet. D. Peristiwa Cikini dan Gerakan Anti Komunis Puncak dari ketidakpuasan atas kebijaksanaan politik yang dibawakan oleh Presiden Soekarno, terjadi pada tanggal 30 November 1957, kira-kira jam 21.00 di Sekolah Rakyat Cikini, jalan Cikini Raya no. 76 Jakarta. Saat itu di Sekolah Rakyat Cikini sedang
8
dilangsungkan bazaar dalam rangka Lustrum III sekolah tersebut. Presiden Soekarno berada di sana sebagai orang tua murid dari kedua putra-putrinya yaitu Megawati Soekarno Putri dan Mohamad Guntur. Perayaan Lustrum III atau ulang tahun Perguruan Cikini yang ke 15 mendapat perhatian yang besar sekali. Baik dari masyarakat sekitarnya maupun para orang tua murid yang anak-anaknya bersekolah di Perguruan Cikini. Sejumlah pejabat pemerintah yang anak-anaknya banyak bersekolah di Sekolah Rakyat Cikini (Perguruan Cikini) turut hadir dalam perayaan ulang tahun, begitu pula dengan para orang tua murid lainnya. Pada pesta perayaan ulang tahun sekolah tersebut, yang di mulai dari siang sampai malam hari, diadakan bermacam-macam pertunjukan dan keramaian lainnya. Antar lain, pameran kerajinan dari para murid sekolah, pertunjukan hiburan yang di isi dengan nyanyian anak-anak, pemutaran film, pancingan, lelang Amerika, menembak, panahan dan lain-lain. Presiden soekarno yang hadir dalam perayaan tersebut, menyaksikan semua pertunjukan bahkan sempat pula mengikuti permainan menembak. Kejadian di Sekolah Rakyat Cikini ini dikenal dengan Peristiwa Cikini, yaitu perlakuan percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno oleh sekelompok Pemuda Muslim asal Bima, Sumbawa-Nusa Tenggara Barat. Dapat dikatakan bahwa peristiwa Cikini banyak menarik perhatian dari berbagai kalangan di Indonesia, baik sipil maupun militer. Sebagian masyarakat Indonesia mengecam perlakuan percobaan pembunuhan tersebut. Apalagi tindakan itu dilakukan terhadap diri seorang Presiden. E. Para Pelaku Peristiwa Cikini Di Depan Pengadilan Para pelaku dari Peristiwa Cikini dapat segera ditangkap tidak lama setelah peristiwa tersebut terjadi, yaitu antara tanggal 1 sampai dengan 3 Desember 1957. Mereka adalah Jusuf Ismail (24 tahun, terdakwa I), Saadon bin Mohamad (18 tahun, terdakwa II), Tasrif bin Hoesain (23 tahun, terdakwa III) dan Mohamad Tasim bin Abubakar (22 tahun, terdakwa IV). Berdasarkan surat tuduhan No, 19 / 1958 / Pidana, tertanggal 14 April 1958, maka keempat terdakwa diajukan ke depan Pengadilan Tentara Tinggi Jakarta. Dengan tuduhan, terutama terdakwa I, II dan III telah merencanakan pembunuhan terhadap diri Presiden Soekarno. Usaha pembunuhan ini dilakukan dengan cara melemparkan granat tangan pada saat Presiden Soekarno selesai mengunjungi bazar dan lustrum III SR Cikini, serta hendak menuju mobilnya. Diantara para terdakwa I, II dan III telah saling bersepakat dengan Saleh Ibrahim untuk melakukan makar dengan maksud untuk menghancurkan dengan kekerasan atau dengan cara tidak sah merubah susunan bentuk negara RI dari kesatuan ke bentuk Federal yang berlandaskan hukum Islam. Sidang pengadilan ini dipimpin oleh Mr. R. Goenawan selaku Ketua Pengganti Pengadilan Tentara Jakarta, bersama-sama dengan Hakim-hakim Perwira, Letnan Kolonel Inf. D. Soemartono dan Mayor C.K.H. Soetikno Loekitodisastro, Panitera Pengganti Kapten C.K.H. J.B. Soeroto, serta dihadiri oleh Jaksa Tentara Mayor C.K.H. Soerjo Sediono Bc.Hk. dan Pembela Mr. Harjono Tjitrosoebono.
9
F. Mohamad Arifin Zein Anggota GAK Dari Riau Mohamad Arifin Zein atau lebih dikenal di daerah SelatPanjang dengan nama Pak.Itam merupakan salah seorang yang terlibat dalam Gerakan Anti Komunis yang didirikan oleh Letkol Zulkifli Lubis, beliau lahir di Bokong seberang Selatpanjang pada tanggal 29 September 1932 dan wafat pada tanggal 6 Maret 2009 di Selatpanjang. Arifin Zein kecil merasakan dunia pendidikan di SR Selatpanjang dan melanjutkan ke tingkat Sekolah menengah yang berada di Pekanbaru yakni sekolah menengah Gudang Garam, kemudian beliau melanjutkan sekolah ke Jakarta namun pada kelas II SMA beliau pindah ke Yogyakarta, pada masa SMA beliau juga pernah menjadi tenaga pengajar dan sempat mendirikan persatuan guru seluruh Indonesia cikal bakal PGRI dengan beliau sendiri sebagai ketuanya. Mohamad Arifin Zein bahwasanya memang pernah terlibat dalam sebuah organisasi GAK. Hal ini dikarenakan sikap ketidak puasan dengan keputusan Presiden Soekarno yang menginginkan bergabungnya 4 Partai pemenang dalam pemilu pertama menjadi 1 Partai besar atau yang sering disebut dengan konsepsi Presiden, alasan lain yang menyebabkan Arifin Zein bergabung dalam Organisasi GAK ialah dikarenakan kesamaan visi dan misi yang ingin membangun Negara berlandaskan peraturan Islam dan pemberantasan habis-habisan terhadap paham komunis di bumi pertiwi. Namun dari itu dalam peristiwa Cikini ini Arifin Zein pernah ditangkap oleh pasukan cakrabirawa disaat beliau pulang dari menonton film layar lebar di daerah Cikini, untungnya pada saat itu beliau masih mengantongi tiket nonton filmnya sehingga beliau hanya dipenjarakan di penjara Cikini, menurut penuturan saksi di dalam penjara Arifin Zein banyak memberikan andil dengan menjadi tenaga pengajar di sekolah yang berada di penjara tersebut. G. Dampak dari Peristiwa Cikini 1957 Dalam penangkapan terhadap orang-orang yang tersangkut Peristiwa Cikini, terdapat beberapa orang yang berhasil meloloskan diri, diantaranya pemimpin dari Gerakan Anti Komunis yaitu Saleh Ibrahim. Meskipun rencana untuk membunuh Presiden Soekarno gagal dilaksanakan, bahkan para pelakunya berhasil dihadapkan ke depan pengadilan berikut orang-orang yang tersangkut di dalamnya. Namun sebagian dari anggota gerakan yang masih bebas merencanakan akan melakukan gerakan-gerakan pengacauan di Jakarta. Tindakan yang mereka rencanakan ini lebih menekankan pada perang urat syaraf yang terus menerus. Gerakan ini sebagai tindak lanjut dari Peristiwa Cikini, dan akan dimulai bulan Januari-Juni 1958. Realisasi dari gerakan-gerakan mereka adalah berupa pelemparan granat di pusat-pusat kesenian kota, antara lain dekat bioskop Rivoli dan Capitol. Kader-kader yang melakukan gerakan ini adalah Saleh Ibrahim, Komaruddin Syarif, A. Latif Maulana dan Abdul Razaq. Namun mulai April 1958, gerakan-gerakan pengacauan di Jakarta dapat ditumpas oleh operasi dari Gerakan Garnizun Jakarta Raya.
10
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
SIMPULAN Indonesia akhirnya merdeka, setidak-tidaknya dalam pengertian hukum Internasional, dan kini menghadapi prospek menentukan masa depannya sendiri. Dalam sebuah negeri yang masih menunjukkan adanya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan tradisi-tradisi otoriter, maka banyak hal bergantung pada kearifan dan nasib baik kepemimpinan negeri itu. Bung Karno sang Proklamator negeri ini pernah berkata bahwa “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir para penjajah, tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri” hal ini terbukti pada awal-awal kemerdekaan Indonesia, bangsa ini belum bisa menempuh kebijakan-kebijakan yang bisa mensejahterakan rakyat, guncangan-guncangan sering terjadi di daerah-daerah di karenanakan perekonomian serta pembangunan yang tidak merata pada masa itu. Hasil dari Pemilihan Umum I tahun 1955 oleh kalangan masyarakat Indonesia diharapkan dapat dijadikan obat penawar dalam mengobati suasana Negara yang tengah sakit, ternyata tidak membawa pengaruh yang cukup berarti. Sementara itu, di antara partaipartai tidak akur sama lain, karena belum adanya suatu ideologi yang mampu menyalurkan partai politik ke dalam suatu persetujuan yang mendasar mengenai politik, Negara, dan kemasyarakatan. Keadaan ini mengakibatkan kestabilan Negara menjadi terganggu kembali. Apalagi dengan kemenangan yang diraih oleh Partai Komunis Indonesia dalam PemilihanUmum I yang menduduki urutan ke 4 setelah Nahdatul Ulama, Masyumi dan Partai Nasional Indonesia (PNI). Kemenangan PKI ini sebenarnya banyak yang tidak mengharapkan, terutama dari kalangan politik yang anti Komunis dan Angkatan Darat. Kecenderungan mereka yang tidak mengharapkan munculnya dominasi PKI dalam negera Indonesia karena masih dihantui oleh mimpi buruk yang menimpa bangsa Indonesia di tahun 1948, yaitu Peristiwa Madiun. Dengan menangnya PKI dalam Pemilihan Umum I apalagi ketika sebagian simpatisan PKI menduduki jabatan sebagai menteri dalam Kabinet Djuanda, menimbulkan penafsiran sebagian masyarakat Indonesia yang anti PKI bahwa PKI tengah melakukan cuci tangan dan pemutihan nama sebagai akibat ulah mereka pada tahun 1948. Keunggulan PKI dalam perjalanan politik Indonesia terlihat ketika Presiden Soekarno mencetuskan konsepsinya pada tanggal 21 Februari 1957. Salah satu isi dari Konsepsinya itu adalah dibentuknya Kabinet Gotong Royong. Maksudnya adalah di dalam Kabinet tersebut duduk empat partai yang menang dalam Pemilihan Umum I. Jadi, baik PKI, NU, Masyumi maupun PNI duduk bersama-sama dalam satu meja Kabinet Gotong Royong. Hal ini tentu saja membuat marah Masyumi yang tidak mau menerima PKI apalagi untuk duduk berdampingan dalam satu meja. Penilaian lain terhadap kemenangan PKI, datang dari dewan-dewan di Sumatera dan Sulawesi. Dikatakannya bahwa pemerintah pusat telah dimasuki unsur PKI. Apalagi ketika Konsepsi Presiden di umumkan serta beberapa bulan kemudian Kabinet Djuanda dibentuk, yang mana didalamnya duduk tiga orang menteri yang pro Komunis. Sehingga dewan-dewan di daerah menilai bahwa Kabinet Djuanda telah dimasuki faham Komunis.
11
Reaksi spontan atas kebijaksanaan yang dikelurakan oleh Presiden Soekarno, khususnya mengenai Konsepsi Presiden, datang dari Sulawesi. Pada tanggal 2 Maret 1957, Panglima Tentara dan Teritorium VII Kolonel H.N.V. Sumual menyatakan wilayahnya dalam keadaan darurat perang. Tindakan ini disebut sebagai Perjuangan Semesta (PERMESTA). Dari keunggulan-keunggulan PKI ini, ternyata mendorong munculnya kelompok yang anti komuis di Jakarta. Kelompok ini menamakan dirinya Gerakan Anti Komunis (GAK) yang berdiri sekitar bulan Juli 1957, dipimpin oleh Saleh Ibrahim, Saleh Ibrahim adalah orang yang dekat dengan Kolonel Zulkifli Lubis, sehingga timbul penafsiran bahwa Gerakan Anti Komunis dipimpin oleh Zulkifli Lubis. Tujuan dari gerakan ini adalah melenyapkan komunis dari bumi Indonesia karena komuis tidak mengenal adanya Tuhan, serta merubah haluan Negara dari Negara Kesatuan menjadi Negara yang berbentuk Federal yang berlandaskan hukum Islam. Pencapaian tujuan dari gerakan ini adalah melalui parlementer, namun bila tidak berhasil maka akan ditempuh alternatif lain sebagai jalan keluar yang terakhir yaitu melalui kekerasan. Maksudnya adalah dengan jalan penggranatan sebagai peringatan terhadap orang-orang yang menghalang-halangi tujuan mereka. Bahkan dapat pula ditempuh cara pembunuhan sebagai alternatif akhir.
REKOMENDASI Banyak peristiwa-peristiwa yang menarik untuk diteliti di Negeri yang tercinta ini, dari peristiwa masa penjajahan, pra kemerdekaan, kemerdekaan, orde lama, orde baru, reformasi hingga peristiwa masa kini, Indonesia mempunyai ceritanya sendiri untuk generasi mendatang agar mengenang begitu pahit getirnya perjuangan para pahlawan bangsa ini. Penulis berharap dengan adanya penelitian ini yang disusun dalam sebuah bentuk tulisan ilmiah generasi mendatang tahu akan sejarah bangsanya. Berdasarkan hasil observasi yang telah diuraikan dalam skripsi ini, penulis ingin menyumbangkan beberapa saran yang mungkin bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi semua pihak. Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut: 1. Teror bukanlah jalan yang terbaik untuk menggugat kebijakan sebuah Negara, kita bisa lihat dan bandingkan pada masa orde lama para pejuang hak suara rakyat memilih jalan teor namun hasilnya nihil, akan tetapi pada masa orde baru pejuang hak rakyat lebih memilih jalan demonstrasi yang akhirnya bisa meruntuhkan rezim Soeharto. 2. Dari sejarah hendaknya pemerintah sebuah Negara bisa mengambil suatu iktibar serta pandangan-pandangan untuk melihat lebih jauh lagi ke dasar masyarakatnya sebelum membuat sebuah keputusan-keputusan yang bisa merugikan masyarakat bangsanya sendiri. 3. Dari tulisan ini penulis berharap agar generasi muda lebih cinta dan senang akan sejarah Indonesia, sekaligus menumbuh kembangkan rasa Nasionalisme yang lebih tinggi lagi. 4. Penulis berharap dengan penyajian penulisan ini rasa cinta terhadap penulisan dan penelitian sejarah bangsa ini makin tinggi.
12
5.
Yang terakhir penulis menyarankan untuk kita semua agar senantiasa menjaga asetaset peninggalan sejarah leluhur kita agar generasi yang akan datang tahu sejarah bangsanya dan tidak lagi menjadi sejarah yang kontroversi.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Haris Nasution, 1983. memenuhi Panggilan Tugas III. Jakarta. PT. Gunung Agung 1984. memenuhi Panggilan Tugas IV. Jakarta. PT. Gunung Agung Adams, Cindy. Bung karno penyambung lidah rakyat. Jakarta: PT Gunung Agung, 1965 Alfian, M. Alfan. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009 Astrid Susanto, Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Sosial, Bandung:Bina Cipta, 2006 Barbara Sillars Harvey. Pemberontakan Setengah Hati. Jakarta: PT. Grafiti Press. 1984 Donald Wilhelm. Indonesia Bangkit. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 1981 Dr. Pipit Seputra. Beberapa Aspek Dari Sejarah Indonesia Aliran Nasionalis, Islam, Katolik Sampai Akhir Zaman Perbedaan Paham. EndeFlores:Nusa Indah 1973 Dr. Robert H. Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2001 Drs. Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995 Dudung Abdurahman. Metodologi Penelitian Sejarah. Jogjakarta:Ar-Ruzz Media. 2007 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011 Ganis Harsono. Cakrawala Politik Era Sukarno. Jakarta:Inti Idayu Press. 1985
13
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010 Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 1984 Irving M. Zeitlin, Memahami Kembali Sosiologi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998 J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005 Kusnadi, Masalah Kerja Sama, Konflik dan Kinerja, Malang : Taroda, 2002 M.C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2008 Mochtar Lubis. Hati Nurani Melawan Kezaliman, Surat-surat Bung Hatta Kepada Presiden Sukarno 1957-1965. Jakarta:Sinar Harapan. 1986
Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003 Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.1988 Notosusanto, Nugroho. 1975. Metodologi Sejarah. Jakarta: Yayasan Obor 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Inti Dayu 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: PN. Balai Pustaka Robert lawang, Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi, Jakarta:universitas terbuka 1994 Rosidi, Ajip. Sjafruddin Prawiranegara Lebih Takut Kepad Allah SWT. Jakarta: Pustaka Jaya. 2011 Roslan Abdul Gani. Nationalism, Revolution And Guided Democracy In Indonesia. Guensland:Monash University. 1973 R. Surjo Sediono. Peristiwa Tjikini. Jakarta:PT. Soeroengan. 1958 Soekanto, Soerjono Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grapindo Persada,2006 Kamus Sosiologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993
14
Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, 1992 Soebagio. I.N. Wilopo 70 Tahun. Jakarta:Pusaka, 1981 Sumardi. Surya. Brata. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Gratindo Persada, 1983 Sundhaussen, Ulf. Politik Militer Indonesia 1945-1967. Jakarta: LP3ES, 1981. Wawan Abas. Tanya Jawab Ilmu-Ilmu Kenegaraan. Armico, Bandung, 1982 Widja, I Gde. Pengantar Ilmu Sejarah,sejarah dalam persfektif pendidikan. Semarang:setya wacana. 1988 Wilopo SH. Zaman Pemerintahan Partai-partai dan Kelemahan-Nya. Jakarta:Yayasan Idayu. 1978 Veithzal, Rivai. Kepemimpinan dan perilaku organisasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2010 Yahya. A. Muhaimin. Perkembangan militer dalam politik di Indonesia 19451966. Yogyakarta: UGM Pers, 1982 Daftar Artikel: Akbar Tandjung, Artikel 17 Juni 2011 Surat Kabar Pedoman, 2 Desember 1957 Redaksi Harian Pemuda, 1958 Waspada Jakarta, 2 Desember 1957