EVALUASI REVEGETASI LAHAN BEKAS TAMBANG EMAS PT. NEWMONT MINAHASA RAYA, MANADO, SULAWESI UTARA
CHANDRA AGUNG SEPTIADI PUTRA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
EVALUASI REVEGETASI LAHAN BEKAS TAMBANG EMAS PT. NEWMONT MINAHASA RAYA, MANADO, SULAWESI UTARA
CHANDRA AGUNG SEPTIADI PUTRA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN CHANDRA AGUNG SEPTIADI PUTRA. Evaluasi Revegetasi Lahan Bekas Tambang Emas PT. Newmont Minahasa Raya, Manado, Sulawesi Utara. Dibimbing oleh Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc.
Kegiatan reklamasi lahan bekas tambang yang dilakukan oleh PT Newmont Minahasa Raya (NMR) kini mulai menampakkan hasil. Berdasarkan aturan reklamasi yang lama yakni dengan jarak tanam 3 x 3 meter, maka proses reklamasi di lahan bekas tambang PT NMR bisa dikatakan sudah 96% berhasil. Proses penanaman telah dituntaskan pada tahun 2008, sehingga saat ini PT NMR hanya melakukan perawatan. Seluruh daerah yang wajib direklamasi mencapai 179 hektar, dengan 180 ribu tegakan pohon (Setiadi 2006). Untuk mengetahui status keberhasilan dari revegetasi yang dilakukan PT. NMR, diperlukan sebuah penelitian mengenai evaluasi yang menitikberatkan pada aspek vegetasi agar dapat diketahui sejauh mana kegiatan revegetasi dapat memenuhi tujuan perbaikan yaitu memulihkan kondisi kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan sehingga kawasan hutan yang dimaksud dapat berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan, dimulai awal bulan Maret 2009 sampai awal bulan Mei 2009. Penelitian dilakukan di lahan-lahan bekas pertambangan emas PT NMR yang telah di rehabilitasi. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil adalah data mengenai kondisi tegakan terkini yaitu komposisi dan struktur tegakan (jenis, jumlah jenis, jumlah individu, tinggi dan diameter), kondisi tempat tumbuh (serasah dan penutupan tajuk). Data mengenai tahun tanam, blok tanam dan luasan area blok tanam didapatkan dari data sekunder yang dimiliki PT NMR. Analisis data dilakukan dengan membandingkan secara deskriptif tingkat pertumbuhan sesuai dengan kondisi lahan objek pengamatan. Pengamatan tanaman meliputi tinggi tanaman dan diameter tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi vegetasi yang ada sudah cukup baik dengan jumlah tanaman per hektar yang mencapai1330 tanaman/ha. Namun masih banyak tanaman berukuran kecil yang masih membutuhkan pemeliharaan. Untuk kondisi tegakan yang sudah tua seperti tahun tanam pra 2000 dan 2000, tegakan telah mampu beregenerasi secara alami. Kesehatan tanaman yang ada juga cukup baik ditandai dengan sedikitnya serangan hama dan penyakit, hanya pada tanaman mahoni terdapat serangan penggerek pucuk. Namun PT NMR telah melakukan pengendalian. Tegakan yang ada berpotensi menjadi hutan produksi, karena didominasi oleh jenis-jenis yang komersil seperti jati, mahoni dan nantu.
Kata kunci :
Evaluasi, PT NMR, Revegetasi
CHANDRA AGUNG SEPTIADI PUTRA Evaluation Revegetation Gold Mining Second Area PT Newmont Minahasa Raya, Manado, North Sulawesi Led by Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc Abstract Reclamation conducted by PT Newmont Minahasa Raya (NMR) is now beginning to show results (Setiadi 2006). To find out the status of the success of PT NMR revegetasi
activities that have been made. PT NMR, requires a study on the evaluation focused on aspects of vegetation. The study was conducted PT NMR for about 2 months. This research was conducted at the former gold mining area of which has been rehabilitated by PT MNR. Types of data collected is the primary data and secondary data. Primary data is data taken on the current stand of tree conditions and structure of the composition of stand of tree (type, number of species, number of individuals, high and diameter), where growth conditions (litter and canopy closure). Data on years of planting, block planting and expansion of areas planted blocks obtained from secondary data owned PT NMR. Data analysis is done by comparing the descriptive level of growth in accordance with the conditions of observation object land. Observations included plant height and diameter of crop plants. The results showed that vegetation conditions have been good enough with the number of plants per hectare is quite high. State of stand of tree like a year old pre-2000 plants and 2000, stand of tree have been able to regenerate naturally. Plant health is good enough at least marked with pests and diseases, mahogany plants only have shoots borers attack. Stands of trees that have great potential to become
productive forests, as dominated by commercial products such as teak, mahogany and nantu. Keywords: Evaluation of Growth, PT NMR, Revegetation
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Evaluasi Revegetasi Lahan Bekas Tambang PT Newmont Minahasa Raya, Manado, Sulawesi Utara” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri di bawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Chandra Agung Septiadi Putra E44050657
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Evaluasi Revegetasi Lahan Bekas Tambang Emas PT. Newmont Minahasa Raya, Manado, Sulawesi Utara
Nama
: Chandra Agung Septiadi Putra
NIM
: E44050657
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc. NIP. 19660523 199002 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Silvikultur
Prof.Dr.Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr. NIP. 19641110 199002 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Segala puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya karena penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Evaluasi Revegetasi Lahan Bekas Tambang PT Newmont Minahasa Raya, Manado, Sulawesi Utara ”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Dengan diperolehnya data hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan areal bekas tambang berkaitan dengan kegiatan revegetasi dan dapat dimanfaatkan dalam mengevaluasi kegiatan revegetasi yang dilakukan. Dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Bogor, Januari 2010
Chandra Agung Septiadi Putra
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1987 dari pasangan Bapak Sumaryono dan Ibu Wuryanti, merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari SDN 04 Pesanggrahan Jakarta Selatan dan lulus tahun 1999 kemudian pada tahun 2002 menyelesaikan pendidikan di SLTPN 177 Jakarta Selatan dan pada tahun 2005 penulis lulus dari SMUN 90 Jakarta Selatan. Pada tahun 2005 penulis mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (TPB IPB), tahun berikutnya penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Pada tahun 2007, penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Hutan Mangrove Indramayu dan Gunung Ciremai Linggar Jati selama 2 minggu. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) selama 1 bulan. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) dan dilanjutkan dengan penelitian di PT Newmont Minahasa Raya, Sulawesi Utara selama 2 bulan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Himpunan Profesi (HIMPRO) Tree Grower Comunity (TGC) Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB sebagai anggota divisi silvikultur pada tahun 2006-2007 dan ketua divisi business development pada tahun 2007-2008. Penulis juga aktif ikut serta dalam kepanitiaan kegiatan yang diadakan oleh HIMPRO TGC. Penulis Juga menjadi asisten mata kuliah Silvikultur dan Pemantauan Kesehatan Hutan pada tahun 2009-2010. Penulis juga sebagai penerima beasiswa BBM pada tahun 2008-2009. Penulis telah mengikuti berbagai kegiatan seperti Pelatihan Dasar Ekologi Hutan, Training ESQ 165, Proyek penanaman 500.000 pohon kerjasama Bank Mandiri dengan FAHUTAN IPB, dll. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul ” Evaluasi Revegetasi Lahan Bekas Tambang Emas PT. Newmont Minahasa Raya, Manado, Sulawesi Utara ” dibawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala Anugerah, rahmat dan hidayahNya serta kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita. Penyusun skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah ikut mendukung dan memberi bantuan baik moral, materiil maupun spiritual. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta nasehat-nasehat selama penelitian hingga penulisan skripsi. 2. Papah dan mamah serta adik yang selalu memberikan dukungan spiritual, moral dan materi sehingga penulis dapat menjadi seperti saat ini. 3. Keluarga besar Departemen Silvikultur (Pak Ismail, Bu Aliyah, Kang Dedi, Pak Agus, Dll) 4. Keluarga besar Laboratorium Silvikultur, Ekologi Hutan, Hama Hutan, Penyakit Hutan, Pengaruh Hutan dan Kebakaran Hutan. 5. Keluarga besar PT. NMR, Bapak David, Bapak Jerry Kojansow, Bapak Jhonli Gijoh dan Aba Udin (beserta team). 6. Dosen penguji: Dr. Ir. M. Buce Saleh, Ms (Manajemen Hutan), Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M. Si (Hasil Hutan) dan Dr. Ir. Ervizal A M. Zuhud, Ms (Konservasi Hutan) 7. Keluarga besar Silvikultur 42 (Ajeng, Hilda, Fa’i, Marta, Sambang, Bramas, Agus, Asep, Muzi, Yogi, Aca, Risna, Rifa, Tofan, Weri, Bowo, PM, Decil, QQ, Ghina, Yum, Yuli, Tatik, Fidry, Maretha, Fifi, Dian, Romi, Abi, Rima, Farah, Agha, Dayat, Akhmad, Farhan, Tomi, Emma, Tami, Atu, Doddy, Benny, Kris, Devi, Kemal, Nanan, Putri, Rama, Nabil, Karin, Thia). 8. Keluarga Besar C1 27/28, C1 Lorong 2, PWR 40, ENAB, Mang Sari, Sarinande, Wisma Agung 2, serta para sahabat: Gareng, Gupolo, Erikto, Galuh, Firman, Wayaw, Hanip, Coy, Alm Hendro, dll atas tawa, canda, kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini tanpa terkecuali. 9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ......................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian ...........................................................................
3
1.3 Manfaat Penelitian ......................................................................... .. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan .................................................................................
4
2.2 Reklamasi dan Revegetasi .............................................................
4
2.3 Suksesi ...........................................................................................
7
2.4 Jati ...................................................................................................
8
2.4.1 Klasifikasi .............................................................................
8
2.4.2 Ciri Morfologi .......................................................................
8
2.4.3 Syarat Tumbuh ......................................................................
8
2.4.4 Pemanfaatan ..........................................................................
9
2.4.5 Sumber Benih .......................................................................
10
2.4.6 Budidaya Jati.........................................................................
10
2.4.7 Prospek Tanaman Jati ...........................................................
12
2.5 Mahoni ............................................................................................
12
2.5.1 Klasifikasi .............................................................................
12
2.5.2 Penyebaran dan habitat .........................................................
13
2.5.3 Pemanfaatan .........................................................................
13
2.5.4 Ciri Morfologi .......................................................................
13
2.5.5 Deskripsi buah dan benih ......................................................
13
2.5.6 Pembungaan dan pembuahan................................................
14
2.5.7 Panen buah ............................................................................
14
2.5.8 Pemrosesan dan penanganan buah dan benih .......................
15
ii
2.6 Nyatoh/ Nantu .................................................................................
16
2.7 Sengon.............................................................................................
16
2.7.1 Habitat Sengon ......................................................................
17
2.7.2 Pembibitan Sengon ...............................................................
18
III. KONDISI UMUM LOKASI 3.1 Iklim dan Hidrologi ........................................................................
25
3.2 Flora dan Fauna ..............................................................................
25
3.3 Tata Guna Lahan dan Tanah ...........................................................
28
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ..........................................................
29
4.2 Bahan dan Alat ................................................................................
29
4.3 Prosedur Pengumpulan Data ...........................................................
30
4.3.1 Jenis Data ...............................................................................
30
4.3.2 Tahap Persiapan ......................................................................
30
4.3.3 Pengambilan Data ...................................................................
33
4.4 Analisis Data ...................................................................................
34
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil .................................................................................................
35
5.1.1 Keanekaragaman Jenis Pohon ................................................
35
5.1.2 Pertumbuhan Tanaman............................................................
36
5.2 Pembahasan ....................................................................................
40
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ....................................................................................
53
6.2 Saran ..............................................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
54
LAMPIRAN .......................................................................................................
56
iii
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Ringkasan data penologi ........................................................................
14
2. Kode Lokasi Plot Contoh .......................................................................
33
3. Jenis yang terdapat pada area rehabilitasi PT NMR .............................. 35 4. Data kerapatan dan luas area tiap tahun tanam ...................................... 36 5. Rekapitulasi nilai rata-rata diameter dan tinggi tanaman mahoni, nantu, jati dan sengon setiap blok tahun tanam......................................................
37
6. Rekapitulasi rata-rata diameter dan tinggi 10 pohon terbesar………... 38
iv
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Alat yang digunakan ............................................................................... 29 2. Peta Revegetasi PT NMR tiap tahun tanam ............................................ 31 3. Peta blok tanam PT NMR ....................................................................... 32 4. Penanganan drainase lahan bekas tambang emas Mesel, Minahasa, Sulawesi Utara (Tain dkk, 2003 dalam Suprapto 2008)……………….. 39 5. Tambang Emas Mesel, Minahasa, Sulut pada tahun 2003, situasi menjelang penutupan tambang, mengolah sisa bijih yang tersimpan pada stockpile (Tain dkk, 2003 dalam Suprapto 2008)……………...……… 40 6. Kondisi tanaman jati pada blok tanam tahun 2002………...………….. 42 7. Perakaran dan tajuk mahoni yang ditanam pada tahun Pra 2000……... 52
v
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Blok Cruisher TahunTanam 2006/2007 ( AO ) ...................................... 57 2. Blok Akomodasi Tahun Tanam 2006/2007 ( AP ) ................................. 57 3. Blok 17 Tahun Tanam 2006/2007 ( D ) .................................................. 57 4. Blok ROM Peat Tahun Tanam 2006/2007 ( Y ) .................................... 57 5. Blok Leach Pad Tahun Tanam 2006/2007 ( Z ) ..................................... 57 6. Blok Plant Site Tahun Tanam 2006/2007 ( AA ) ................................... 58 7. Blok Mine Office Tahun Tanam 2006/2007 ( U ) ................................. 58 8. Blok Wash House tahun Tanam 2006/2007 ( G ) ................................... 58 9. Blok Stock Piles Tahun Tanam 2006/2007 ( H ) .................................... 58 10. Blok 18 Tahun Tanam 2006/2007 ( P ) .................................................. 58 11. Blok Rotan Hill Tahun Tanam 2003 ( AK ............................................. 59 12. Blok Nibong Tahun Tanam 2003/2004 ( AD) ....................................... 59 13. Blok Lay Down Tahun Tanam 2002 ( AM ) .......................................... 59 14. Blok 19 Tahun Tanam 2002 ( AQ ) ....................................................... 59 15. Blok Sedimen Pond Tahun Tanam 2002 ( A1 ) ..................................... 60 16. Blok Sedimen Pond Tahun Tanam 2002 ( A2 ) ..................................... 60 17. Blok 13 Tahun Tanam 2002 ( C ) ........................................................... 60 18. Blok 13 Tahun Tanam 2002 ( C2 ) ...................................................... 60 19. Blok 11 Tahun Tanam 2002 ( W ) ......................................................... 61 20. Blok 10 Tahun Tanam 2002 ( X ) .......................................................... 61 21. Blok Rotan Hill Tahun Tanam 2002 ( AL ) ........................................... 61 22. Blok 18 Tahun Tanam 2002 (Q) ........................................................... 61 23. Blok 16 Tahun Tanam 2002 ( R ) .......................................................... 62 24. Blok 15 Tahun Tanam 2002 ( S ) ........................................................... 62 25. Blok Con Camp Tahun Tanam 2002 ( V ) ............................................. 62 26. Blok 8 Tahun Tanam 2002 ( J ) .............................................................. 62 27. Blok Megasin Tahun Tanam 2002 ( K ) ................................................ 62 28. Blok 14 Tahun Tanam 2002 ( L ) ........................................................... 63 29. Blok 12 Tahun Tanam 2002 ( M ) ......................................................... 63
vi
30. Blok 17 Tahun Tanam 2002 ( N ) .......................................................... 63 31. Blok 5 Tahun Tanam 2001 ( AG ) ......................................................... 63 32. Blok 4 Tahun Tanam 2001 ( AH ) ......................................................... 64 33. Blok 3 Tahun Tanam 2001 ( AI ) ............................................................ 64 34. Blok 2 Tahun Tanam 2001 ( AJ ) ........................................................... 64 35. Blok Lay Down Tahun Tanam 2001 ( AN ) .......................................... 64 36. Blok Thiees Tahun Tanam 2001 ( T ) .................................................... 64 37. Blok MPH Tahun Tanam 2001 ( V1 ) ................................................... 65 38. Blok 9 Tahun Tanam 2001 ( AB ) ......................................................... 65 39. Blok Nibong Tahun Tanam 2001 ( AC ) ............................................... 65 40. Blok 7 Tahun Tanam 2001 ( AE ) .......................................................... 65 41. Blok 6 Tahun Tanam 2001 ( AF ) .......................................................... 66 42. Blok eksploration Tahun Tanam 2001 ( I ) ............................................. 66 43. Blok 1 Tahun Tanam 2000 ( B ) ............................................................. 66 44. Blok 21 Tahun Tanam 2000 ( F ) ............................................................ 66 45. Blok 20 Tahun Tanam Pra 2000 ( E ) ..................................................... 67 46. Blok 17 Tahun Tanam Pra 2000 ( O ) .................................................... 67
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kekayaan alam yang tidak ternilai harganya. Di dalam hutan tersebut terdapat sumberdaya alam yang sangat potensial untuk dikelola, dimanfaatkan, dan dilestarikan. Hutan memiliki beberapa fungsi yaitu hutan sebagai fungsi produksi yang berperan penting dalam penyediaan material bangunan, sumber bahan bakar dan sebagai bahan baku industri. Hutan juga dapat berfungsi sebagai fungsi proteksi dimana hutan dapat mengendalikan erosi, meregulasi air bersih dan menjaga kesuburan tanah sedangkan fungsi hutan sebagai fungsi konservasi yaitu menjaga keanekaragaman plasma nuftah dan sebagai habitat bagi margasatwa yang ada di dalamnya. Salah satu kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam adalah kegiatan penambangan. Contoh penambangan di Indonesia adalah penambangan emas yang dilakukan PT. Newmont Minahasa Raya (PT NMR). Kegiatan penambangan dapat memberikan dampak positif dalam bidang perekonomian, yakni berupa pendapatan Negara sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya adalah masyarakat sekitar area penambangan dan keseluruhan masyarakat dalam satu kesatuan negara. Selain itu dampak positif dari kegiatan penambangan adalah dapat membuka lapangan pekerjaan baru, yakni tenaga kerja penambang yang dapat diperoleh dari sumber daya manusia daerah sekitar perusahaan penambangan. Menurut Suprapto (2008), masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi terutama berdampak terhadap air tanah dan air permukaan, berlanjut secara fisik perubahan morfologi dan topografi lahan. Lebih jauh lagi adalah perubahan iklim mikro yang disebabkan perubahan kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna, serta penurunan produktivitas tanah dengan akibat menjadi tandus atau gundul. Mengacu kepada perubahan tersebut perlu dilakukan upaya reklamasi. Selain bertujuan untuk mencegah erosi atau mengurangi kecepatan aliran air limpasan, reklamasi dilakukan untuk menjaga lahan agar tidak labil dan lebih produktif. Akhirnya reklamasi diharapkan menghasilkan nilai tambah bagi
2
lingkungan dan menciptakan keadaan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Melihat dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan pada suatu lahan yang dikelola masyarakat maupun negara, maka perlu adanya penanganan khusus untuk menyikapi terjadinya kerusakan lahan agar tidak semakin parah dan dapat menimbulkan bencana alam yang merugikan lingkungan setempat, yakni dengan upaya merehabilitasi lahan tersebut. Kegiatan rehabilitasi lahan meliputi kegiatan reklamasi, yakni merupakan usaha untuk memperbaiki lahan yang rusak sebagai akibat dari kegiatan penambangan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuannya, yang kemudian diikuti oleh kegiatan revegetasi, dimana kegiatan revegetasi merupakan kegiatan penanaman kembali di dalam kawasan hutan yang rusak. Setelah itu dilakukan kegiatan evaluasi terhadap kegiatan reklamasi dan revegetasi agar dapat diketahui tingkat keberhasilan yang telah dicapai. Menurut Setiadi (2006), untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut, maka kegiatan revegetasi pada lahan lahan terbuka perlu diterapkan. Kegiatan ini bertujuan tidak saja untuk memperbaiki kondisi lahan yang labil, dan mengurangi erosi tanah, tetapi dalam jangka panjang dapat memperbaiki kondisi iklim mikro, estetika dan meningkatkan kondisi lahan ke arah yang lebih protektif dan konservatif. Lagaligo (2009), menyatakan reklamasi yang dilakukan oleh PT Newmont Minahasa Raya (NMR) kini mulai menampakkan hasil. Site Manager PT NMR, David Sompie, mengatakan berdasarkan aturan reklamasi yang lama yakni dengan jarak tanam 3 x 3, maka proses reklamasi di lahan bekas tambang PT NMR bisa dikatakan sudah 96% berhasil. Proses penanaman telah dituntaskan pada 2008. Sehingga saat ini tim PT NMR hanya melakukan perawatan. Saat ini, pohonpohon hasil reklamasi diantaranya mahoni, jati, kemiri, dan kayu manis, telah tumbuh dengan baik. Tingginya berkisar antara 3 – 4 meter dan 8 – 10 meter, tergantung dari jenis dan usianya. Untuk mengetahui status keberhasilan dari revegetasi yang dilakukan PT. NMR, diperlukan sebuah penelitian mengenai evaluasi yang menitikberatkan pada aspek vegetasi agar dapat diketahui sejauh mana kegiatan revegetasi dapat
3
memenuhi tujuan perbaikan yaitu memulihkan kondisi kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan sehingga kawasan hutan yang dimaksud dapat berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kondisi tegakan dan pertumbuhan pohon hasil rehabilitasi lahan bekas tambang PT NMR.
1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah menyajikan informasi mengenai hasil kegiatan revegetasi lahan pasca tambang yang dilakukan selama beberapa tahun. Informasi yang disajikan adalah pertumbuhan tanaman dan kondisi tempat tumbuh pasca rehabilitasi di area pasca tambang. Selanjutnya informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk menindak lanjuti kegiatan rehabilitasi lahan yang telah dilakukan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penambangan Penambangan merupakan proses pemindahan timbunan tanah penutup (cover burden) seperti topsoil, subsoil, batuan, dan lainnya yang di dalamnya terdapat simpanan mineral yang dapat dipindahkan. Pertambangan adalah salah satu bidang yang mempunyai resiko tinggi untuk keselamatan, kesehata kerja, dan pencemaran lingkungan hidup (Miller, 1979 dalam Maryani, 2007). Menurut Kartosudjono (1994) dalam Abadi (2009), dampak kerusakan yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan dipengaruhi oleh tipe pertambangan yang dilakukan. Berikut merupakan tipe-tipe penambangan : 1. Open pit mining, terutama digunakan untuk menambang batu, pasir dan kerikil serta tembaga 2. Area strip mining, parit dipotong mendatar atau melandai dan digunakan untuk menambang batu bara fosfat 3. Contour strip mining, serangkaian barisan kontur dipotong dari sisi sebuah bukit/gunung dan digunakan untuk menambang batu bara 4. Dredging/pengerukan dasar laut dan digunakan untuk menambang pasir dan kerikil Dari berbagai tipe penambangan tersebut, tipe contour strip mining merupakan tipe penambangan yang paling merusak.
2.2 Reklamasi dan Revegetasi Menurut Suprapto (2008), reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha
pertambangan,
agar
dapat
berfungsi
dan
berdaya
guna
sesuai
peruntukannya. Reklamasi bekas tambang yang selanjutnya disebut reklamasi adalah usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya (Permenhut Nomor:
5
146-Kpts-II-1999). Rehabilitasi hutan dan lahan adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. (Anonim, 2004). Ruang lingkup reklamasi meliputi tahapan kegiatan : a. Inventarisasi lokasi reklamasi; b. Penetapan lokasi reklamasi; c. Perencanaan reklamasi : 1) Penyusunan reklamasi; 2) Penyusunan rancangan reklamasi; d. Pelaksanaan reklamasi yang meliputi : 1) Penyiapan lahan; 2) Pengaturan bentuk lahan (land scaping); 3) Pengendalian erosi dan sedimentasi; 4) Pengelolaan lapisan olah (top soil); 5) Revegetasi; 6) Pemeliharaan. Tujuan akhir dari reklamasi adalah memulihkan kondisi kawasan hutan yang rusak agar dapat berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya (Permenhut Nomor: 146-Kpts-II-1999). Sarwono dkk (2002), semua lahan yang diekslpoitasi oleh penambangan harus direhabilitasi (dikembalikan ke fungsi semula yang aman dan produktif). Hal ini adalah persyaratan pemerintah. Sasaran penanaman kembali ialah terbentuknya suatu ekosistem hutan yang serupa dengan aslinya. Beberapa pit akan diisi dengan limbah batuan, sementara pit lain akan menjadi danau. Penanaman kembali biasanya dilakukan di atas top soil yang telah dipindahkan. Tanah (soil) adalah unsur penting dari rehabilitasi. Tanpa topsoil, maka vegetasi tidak bisa tumbuh. Sebelum memindahkan overburden, maka topsoil ini terlebih dahulu dipindahkan ke tempat yang aman (yang direncanakan untuk ditanami kembali). Lapisan topsoil kurang lebih 1 meter ketebalannya. Menurut Sarwono dkk (2002), topsoil adalah nama bagian tanah yang mengandung usur organik. Warnanya biasanya coklat muda, dan tebalnya sekitar
6
0,5 meter. Lapisan ini mengandung unsur hara, akar, dan mikroorgnisme tanah yang berguna untuk revegetasi. Subsoil ialah nama untuk bagian tanah yang lebih sedikit unsur organiknya. Tebalnya biasanya 1-1,5 meter. Warnanya biasanya kekuning-kuningan dan merupakan tanah lempung. Subsoil juga dibutuhkan revegetasi dan penting untuk membangun penutup dam (sebagai tanah kompak). Tanah penutup (Overburden) diangkut dari pit dengan haul truck (HD) sedekat mungkin dengan bentuk Final Dump. Hal ini untuk mengurangi pembentukan dengan bulldozer untuk meminimalisasi biaya. Setelah pemindahan overburden selesai, maka tanah penutup (topsoil) kembali ditempatkan di atasnya. Penumpuk yang normal ialah 1 meter. Setelah tanah penutup ditempatkan, maka bulldozer meakukan ripping (pembajakan) sepanjang kontur untuk memungkinkn masuknya air. Bibit dan pupuk kemudian disebarkan di atas tanah. Rumput dan kacangkacangan digunakan untuk mempercepat stabilitasi lahan, spesies pohon yang tumbuhnya lama ditanam untuk mendominasi dalam jangka panjang. Penanaman umumnya 625 pohon per hektar. Sebagian besar spesies pohon yang ditanam adalah pohon yang asli dari daerah tersebut, kecuali untuk rumput, kacangkacangan yang berguna bagi lahan. Setelah penanaman, diperlukan pemeliharaan. Umumnya diberikan pupuk tambahan. Setelah 3 tahun, maka spesies lain bisa ditanamkan di antara vegetasi yang mulai tumbuh. Pekerjaan monitoring dilakukan untuk menilai pertumbuhan vegetasi dan bila diperlukan penanaman tambahan. Jumlah pohon (spesies) per hektar dan tingkat pertumbuhannya dicatat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 146/Kpts-II/1999, revegetasi lahan bekas tambang adalah usaha atau kegiatan penanaman kembali lahan bekas tambang. Menurut Setiadi (2006) dalam Abubakar (2009), aktivitas dalam kegiatan revegetasi meliputi beberapa hal yaitu (i) seleksi tanaman lokal yang potensial, (ii) produksi bibit, (iii) penyiapan lahan, (iv) amandemen tanah, (v) teknik penanaman, (vi) pemeliharaan dan (vii) program monitoring. Tujuan dari revegetasi akan mencakup re-establishment komunitas tumbuhan asli secara berkelanjutan untuk menahan erosi dan aliran permukaan, perbaikan biodiversitas dan pemulihan estetika lanskap. Pemulihan lanskap secara langsung menguntungkan bagi lingkungan melalui perbaikan habitat satwa liar, biodiversitas, produktivitas tanah dan kualitas air.
7
Revegetasi yang sukses tergantung pada pemilihan vegetasi yang adaptif, tumbuh sesuai dengan karakteristik tanah, iklim dan kegiatan pasca penambangan. Vegetasi yang cocok untuk tanah berbatu termasuk klasifikasi herba, pohon dan rumput yang cepat tumbuh, sehingga dapat mengendalikan erosi tanah. Tumbuhan yang bersimbiosis dengan mikro organisme tanah yang mampu memfiksasi nitrogen adalah salah satu vegetasi revegetasi lahan pasca tambang, seperti tanaman yang termasuk dalam famili Leguminoceae (Vogel,1987 dalam Abubakar, 2009).
2.3 Suksesi Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), suksesi adalah masyarakat tumbuhan yang terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, penguasaan reaksi terhadap tempat tumbuh dan stabilitasi. Selama suksesi berlangsung hingga tercapai stabilitasi atau keseimbangan
dinamis
dengan
lingkungan,
terjadi
pergantian-pergantian
masyarakat tumbuh-tumbuhan hingga terbentuk masyarakat yang disebut vegetasi klimaks. Mekanisme perubahan dalam suksesi dapat dibedakan menjadi tiga tahap utama, yaitu (1) kolonisasi , (2) perubahan fisik lahan dan (3) pergeseran spesies oleh kompetisi dan antibiosis. Sedangkan Clements dalam Mueler Dombiosis and Ellenberg (1974) membedakan enam sub komponen dalam suksesi (a) nudasi, yaitu terbukanya areal baru; (b) migrasi, yaitu sampai dan tersebarnya biji di areal; (c) ecesis, yaitu proses perkecambahan, pertumbuhan dan perkembangbiakan tumbuhan baru; (d) kompetisi, yaitu proses yang mengakibatkan pergantian jenisjenis tumbuhan; (e) reaksi, yaitu adanya proses perubahan habitat karena aktivitas jenis-jenis baru; dan (f) klimaks yang merupakan tingkat kestabilan komunitas . pendapat lainnya menyatakan bahwa suksesi dimulai dari pioneer stage; menuju consolidation stage; lalu pada tingkatan sub klimaks dan berakhir pada klimaks. (Dansereau, 1957 dalam Barnes dan Spurr, 1980).
8
2.4 Jati 2.4.1 Klasifikasi Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini mempuyai nama imiah Tectona grandis Linn. f. Secara historis, nama tectona berasal dari bahasa Portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. Di negara asalnya, tanaman jati dikenal dengan banyak nama daerah, seperti ching-jagu (di wilayah Asam); saigun, segun (Bengali); tekku (Bombay); kyun (Burma); saga, sagach (Gujarat); sagun, saga, sgwan (Manthi). Tanaman jati dalam bahasa Jerman dikenal dengan nama teck atau teakbaun sedangkan di Inggris dikenal dengan nama teak. Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub-kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Verbenales
Famili
: Verbenaceae
Genus
: Tectona
Spesies
: Tectona grandis Linn. f. (Irwanto, 2006).
2.4.2 Ciri Morfologi Secara morfologis, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30-45 m dan diameter batang dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu berawarna kecoklatan atau abu-abu yang mudah terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek dan bercabang sekitar 4. Daun berbentuk opposite (bentuk jantung membulat dengan ujung meruncing), berukuran panjang 20-50 cm, lebar 15-40 cm, permukaannya berbulu. Daun muda (petiola) berwarna hijau kecoklatan, sedangkan daun tua berwarna hijau tua keabu-abuan (Irwanto, 2006).
2.4.3 Syarat Tumbuh Tanaman jati idealnya ditanam di areal dengan topografi yang relatif datar (hutan dataran rendah) atau memiliki kemiringan lereng <20%. Secara umum tanaman jati membutuhkan iklim dengan curah hujan minimum 750 mm/th,
9
optimum 1000-1500 mm/th, dan maksimum 2500 mm/th. Suhu udara yang dibutuhkan tanaman jati minimum 13-170C dan maksimum 39-430C. Pada suhu optimal, 32-42 0C tanaman jati akan menghasikan kayu yang baik. Adapun kelembaban lingkunan tanaman jati yang optimal sekitar 80% untuk fase vegetatif dan antara 60-70% untuk fase generatif. Curah hujan secara fisik dan fisiologis berpengaruh terhadap sifat gugurnya daun deciduos dan kualitas produk kayu. Di daerah dengan musim kemarau panjang, jati akan menggugurkan daunnya dan lingkaran tahun yang terbentuk tampak artistik. Kayu jati memliki kayu teras yang lebih kuat sehingga dikeompokkan kedalam jenis kayu mewah (fancy wood) atau kelas I. Jati seperti ini banyak ditemukan di daerah Jawa Tengah (Cepu, Jepara) dan Jawa Timur (Bondowoso, Situbondo). Pada daerah yang sering turun hujan atau curah hujan tinggi (> 1500mm/th, jati tidak meggugurkan daun dan lingkaran tahun kurang menarik sehingga produk kayunya tergolong kelas II-III, misalnya jati yang ditanam di Sukabumi, Jawa Barat (curah hujan > 2500 mm/th). Tanaman jati akan tumbuh lebih baik pada lahan dengan kondisi fraksi lempung, lempung berpasir, atau pada lahan liat berpasir. Sesuai sifat fisiologis untuk menghasilkan pertumbuhan optimal, jati memerlukan kondisi solum lahan yang dalam dan keasaman tanah (pH) optimum sekitar 6,0. Namun ada kasus pada beberapa kawasan pertanaman jati dengan tingkat pH rendah (4-5) dijumpai tanaman jati dengan pertumbuhan baik. Karena tanaman jati sensitive terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah maka pada lahan yang berporositas dan memiliki drainase baik akan menghasilkan pertumbuhan baik pula karena akar mudah menyerap usur hara (Irwanto, 2006).
2.4.4 Pemanfaatan Kayu Jati banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Beberapa kalangan masyarakat merasa bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta perabotannya terbuat dari Jati. Berbagai konstruksi pun terbuat dari Jati seperti bantalan rel kereta api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela. Pada industri kayu lapis, Jati digunakan sebagai finir muka karena memiliki serat gambar yang indah. Dalam industri perkapalan, kayu Jati sangat cocok dipakai untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis (Irwanto, 2006).
10
2.4.5 Sumber Benih Sumber benih adalah suatu individu atau tegakan baik yang tumbuh secara alami (hutan alam) ataupun yang ditanam (hutan tanaman) yang digunakan (ditunjuk, dibangun dan dikelola sebagai sumber benih). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 85/Kpts-II/ 2001 dalam Irwanto (2006), ada 6 kelas atau kategori sumber benih tanaman hutan sebagai berikut: 1. Zona pengumpulan benih, 2. Tegakan benih teridentifikasi, 3. Tegakan benih terseleksi, 4. Areal produksi benih (APB), 5. Tegakan benih provenan dan 6. Kebun benih. Keberhasilan dan kualitas tanaman sangat tergantung kepada sumber benih yang digunakan. Benih dari Areal Produksi Benih (APB) yang terbaik dapat meningkatkan volume 5-12% dibandingkan benih dari tegakan benih. Penggunaan benih dari kebun benih klonal dapat menghasilkan peningkatan volume 5-10% dibandingkan dengan APB. Sedangkan penggunaan benih dari kebun benih klonal dapat menghasilkan peningkatan volume sebesar 12 % dibandingkan dengan tegakan benih. Pohon plus jati di Jawa terdapat sebanyak 182 pohon, tersebar di Jawa Tengah sebanyak 111 pohon (8 KPH) dengan produksi benih 55,5 - 333 kg/tahun, di Jawa Timur sebanyak 53 pohon (6 KPH) dengan produksi benih 26,5 - 159 kg/tahun, sedangkan di Jawa Barat sebanyak 18 pohon (8 KPH) dengan produksi benih 9 - 54 kg/tahun (Irwanto, 2006).
2.4.6 Budidaya Jati Jati telah lama dibudidayakan di Indonesia oleh negara (Perhutani) maupun oleh masyarakat. Pengetahuan dan pengalaman menanam jati sudah banyak diketahui baik secara konvensional (biji) maupun secara terpadu yaitu penerapan silvikultur intensif, penanaman jati klon unggul, rekayasa genetik dsb. Secara garis besar, pengadaan bibit jati dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara generatif dan secara vegetatif. Secara generatif , pengadaan bibit jati dilakukan dengan menggunakan biji. Biji jati yang akan digunakan dipilih yang
11
masih baru, karena biji jati yang telah disimpan sangat mudah berkurang daya kecambahnya. Buah jati termasuk jenis buah batu, memiliki kulit yang keras dan persentase perkecambahan rendah dibandingkan dengan spesies lain. Untuk itu perlakuan-perlakuan tertentu dilaksanakan agar mampu memecah dormansi biji. Beberapa cara pemecahan dormansi biji yang dapat dilakukan antara lain : 1. Biji direndam dalam air dingin-dijemur dibawah terik sinar matahari, diulang 45 hari. 2. Biji jati direndam dalam air dingin-air panas bergantian selama 1 minggu. 3. Biji jati pada bagian epikotil, ditipiskan kulit bijinya dengan cara diamplas, sehingga memudahkan air dan udara masuk kedalam biji. 4. Biji jati direndam dalam larutan asam sulfat pekat (H2S04) selama 15 menit, kemudian dicuci dengan air dingin setelah itu baru dikecambahkan pada media pasir. Pasir yang digunakan dianjurkan untuk disterilkan dengan dijemur dibawah sinar matahari, digoreng sangrai atau disemprot dengan fungisida agar jamur dan bakteri pengganggu mati. Pasir jangan dipadatkan agar memudahkan munculnya daun dan batang muda dari media tabur. Biji disiram secara teratur 2x sehari agar kelembaban terjaga. Naungan diperlukan agar suhu dan kelembaban terjadi dalam kondisi yang lama. Naungan dapat berupa plastik, daun kelapa, atau naungan jenis lainnya. Benih ditanam dengan bekas tangkainya dibawah. Supaya tidak hanyut oleh air baik karena hujan atau penyiraman, bijinya ditekan ke dalam media sedalam 2 cm kemudian ditimbun. Perkecambahan biji jati biasanya bertahap, sehingga perlu menunggu agar benih-benih tersebut dapat berkecambah secara sempurna. Media yang digunakan untuk penyapihan adalah campuran antara pasir : tanah : kompos ( 7 : 2 : 1 ). Ukuran polybag yang digunakan adalah 10 x 15 cm. Pemupukan dilakukan dengan NPK cair (5 gram/liter air ) ketika bibit telah berumur 2 minggu, selanjutnya 2 minggu sekali pemupukan dilakukan hingga bibit berumur 3 bulan dan siap ditanam di lapangan. Perbanyakan tanaman jati juga dapat dilakukan secara vegetatif atau perbanyakan yang dilakukan tanpa benih/biji, dengan mengambil bagian tanaman seperti daun, batang, tunas dan bagian lainnya. Pembiakan secara vegetatif untuk jati dapat dilakukan dari cara
12
yang sederhana seperti stump, puteran hingga grafting dan kultur jaringan (Irwanto, 2006).
2.4.7 Prospek Tanaman Jati Budi daya hutan jati akan membantu mengatasi masalah kekurangan pasokan kayu jati di pasaran dalam maupun luar negeri dimasa yang akan datang. Pada saat ini pasokan kayu jati lokal diperkirakan hanya mampu memenuhi kurang dari 30% jumlah permintaan yang ada. Situasi ini menyebabkan harga kayu jati terus meningkat dari tahun ke tahun. Di lain pihak permintaan ekspor atas produk hasil olahan kayu dan mebel meningkat tajam, yang akhirnya memperbesar jurang antara jumlah pasokan dan permintaan. Investasi dalam budi daya jati merupakan suatu pemanfaatan dana yang bijaksana. Pada saat yang bersamaan mampu mencapai berbagai tujuan yang memberi keuntungan kepada : lingkungan hidup, perekonomian masyarakat sekitar, pemerintah, tabungan hari tua untuk diri sendiri, anak-cucu atau ahli waris. Ini merupakan suatu alternatif yang jauh lebih menarik dibanding bentuk perlindungan hari tua yang ada selama ini seperti asuransi, tabungan, saham, dll. Tingkat keuntungan yang sangat tinggi disertai sifat alamiah objek investasi pohon itu sendiri yang pertumbuhannya dapat diproyeksi dan juga resisten terhadap fluktuasi dan gangguan ekonomi. Sifat alamiah produk ini juga unik karena semakin lama dibiarkan dengan pertumbuhannya maka akan semakin besar ukuran batangnya, dan akhirnya akan meningkatkan nilai jual produk kayu yang dihasilkannya. Tingkat pengembalian investasi dalam budi daya tanaman kayu keras dan unggul dikategorikan sebagai suatu bentuk investasi 'hard asset' yang mampu memberikan tingkat perlindungan tinggi terhadap gejolak inflasi dan penurunan nilai mata uang (Irwanto, 2006).
2.5 Mahoni 2.5.1 Klasifikasi Famili: Meliaceae Sinonim: Swietenia candolei Pittier, Swietenia krukovii Gleason, Swietenia belizensis Lundel, Swietenia macrophylla King var. marabaensis Ledoux et Lobato, Swietenia tessmanii Harms. Nama lokal/daerah: mahoni berdaun lebar. Jenis yang berkerabat: Genus ini terdiri dari dua genus, S.
13
mahagony and S. humilis. Tiga jenis lainnya belum ditetapkan secara biologis, karena saling bersilangan secara bebas (Irwanto, 2007).
2.5.2 Penyebaran dan habitat Jenis yang tumbuh pada zona lembab; menyebar luas secara alami atau dibudidayakan. Jenis asli Meksiko (Yucatan) bagian tengah dan utara Amerika selatan (Wilayah Amazona). Penanaman secara luas terutama di Asia bagian selatan dan Pasifik, juga diintroduksi di Afrika Barat (Irwanto, 2007).
2.5.3 Pemanfaatan Kayu Mahoni ini termasuk bahan mebel bernilai tinggi karena dekoratif dan mudah dikerjakan. Ditanam secara luas di daerah tropis dalam program reboisasi dan penghijauan. Dalam sistem agroforestry digunakan sebagai tanaman naungan dan kayu bakar (Irwanto, 2007).
2.5.4 Ciri Morfologi Pohon selalu hijau dengan tinggi antara 30 - 35 cm. Kulit berwarna abuabu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi coklat tua, menggelembung dan mengelupas setelah tua. Daun bertandan dan menyirip yang panjangnya berkisar 35 - 50 cm, tersusun bergantian, halus berpasangan, 4 - 6 pasang tiapdaun, panjangnya berkisar 9 - 18 cm. Bunga kecil berwarna putih, panjang 10 - 20 cm, malai bercabang (Irwanto, 2007).
2.5.5 Diskripsi buah dan benih Buah: kering merekah, umumnya berbentuk kapsul bercuping 5, keras, panjang 12 - 15 (-22) cm, abu-abu coklat, halus atau . Bagian luar buah mengeras, ketebalan 5 - 7 mm bagian dalam lebih tipis. Dibagian tengah mengeras seperti kayu, berbentuk kolom dengan 5 sudut yang memanjang menuju ujung. Buah akan pecah mulai dari ujung atau pangkal pada saat masak dan kering. Biji menempel pada kolumela melalui sayapnya, meninggalkan bekas yang nyata setelah benih terlepas. Umumnya setiap buah terdapat 35 - 45 biji. Benih: coklat, lonjong padat, bagian atas memanjang melengkapi menjadi sayap, panjangnya
14
mencapai 7.5 - 15 cm dengan extensiveair spaces. Biji disebarkan oleh angin. Jumlah biji 1800 - 2500 per kg (Irwanto, 2007).
2.5.6 Pembungaan dan pembuahan Bunga berkelamin satu dan pohon berumah satu. Penyerbukan dilakukan oleh serangga. Hibridisasi sering terjadi terutama dengan S. mahagoni apabila species tersebut tumbuh bersama. Biasanya hanya satu bunga yang menjadi buah, yang lainnya gugur. Pembentukan bunga sampai buah masak diperlukan waktu 912 bulan. Masa berbunga dan buah terjadi setiap tahun mulai umur 10 - 15 tahun tetapi pembentukan buah akan menurun apabila polinator berkurang . Waktu yang lama dalam pembentukan buah memungkinkan untuk menaksir hasil setiap bulan sebelum pemungutan hasil. Biasanya pembungaan terjadi ketika pohon menggugurkan daun atau pada saat daun baru mulai muncul sesaat sebelum sebelum musim hujan (Irwanto, 2007). Tabel 1 Ringkasan data penologi Negara Amerika tengah &utara Amerika selatan British Virgin Is. & Puerto Rico Costa Rica Pulau Solomon Pilipina Indonesia sumber: Irwanto, 2007
Musim bunga April-Juni September-Oktober Mei-Juni
Musim buah Januari-Maret Juli-Agustus September-Oktober
Maret-April Juni-September Maret-Juni September-Oktober
Desember-Januari Desember-Maret Juni-Agustus
2.5.7 Panen buah Buah lebih baik dipetik langsung dari pohon sebelum merekah atau benihnya dikumpulkan dari bawah tegakan sesaat setelah jatuh. Produksi benih bervariasi tempat tumbuh dan umur. Faktor penting dalam produksi benih adalah efisiensi penyerbukan yang tidak menentu terutama di luar sebaran alami. Pohon dewasa S. macrophylla dapat menghasilkan sekitar lebih 200 buah masak pertahun atau sekitar 4 - 8 kg benih. Tetapi umumnya produksi hanya 2,5 - 4 kg benih perpohon untuk pohon-pohon yang tajuknya cukup terbuka (Irwanto, 2007).
15
2.5.8 Pemrosesan dan penangan buah dan benih Buah kering yang masak dan benih yang dikumpulkan dari lantai hutan dapat disimpan beberapa hari dalam karung tanpa menyebabkan kerusakan. Tetapi untuk mengurangi berat lebih baik apabila diproses di lapangan. Buah akan merekah setelah dijemur 1 - 4 hari, tergantung kemasakan, setelah itu biji dapat dipisahkan dengan menggoyang atau menggaruk buah. Bagian buah lainnya dapat dipisahkan dengan tangan. Selanjutnya dilakukan pemotongan sayap bila diperlukan (Irwanto, 2007).
Penyimpanan dan viabilitas Benih termasuk ortodox dan apabila disimpan dengan kadar air 3 - 7% pada temperatur rendah (1 - 5°C) viabilitasnya akan tetap tinggi dan dapat bertahan beberapa tahun. Bila benih disimpan dalam kantong kertas pada temperatur suhu kamar, viabilitasnya dapat dipertahankan selama7 - 8 bulan. Kadar air benih masak adalah 9 - 12%. Persentase kecambah benih segar 60 - 90% (Irwanto, 2007).
Perlakuan pendahuluan Perlakuan pendahuluan tidak begitu penting, tetapi perkecambahan benih berkadar air rendah dapat ditingkatkan dengan merendam dalam air selama 12 jam (Irwanto, 2007).
Penaburan dan perkecambahan Untuk pengujian, benih dikecambahkan pada media pasir dengan kisaran suhu 35 - 30°C atau suhu tetap 30°C selama 12/12 atau 8/16 jam terang/ gelap. Di persemaian benih ditabur di bakpasir terbuka sedalam 3 - 7cm atau langsung ditabur di kantong. Benih berkecambah pada media lembab di bawah naungan. Benih akan berkecambah dalam 10 - 21 hari. Bibit dijaga tetap dalam naungan sampai di tanam di lapangan setelah tingginya mencapai 50 - 100cm (Irwanto, 2007).
16
2.6 Nyatoh/ Nantu Pohon Nyatoh ini di Sulawesi dikenal juga dengan nama Nantu atau Kume. Nama perdangannya adalah Nyatoh Wood. Dari genus Palaquium dan Family Sapotaceae, merupakan tanaman asli dari Indonesia. Di alam liar, nyatoh dapat tumbuh setinggi 30 meter dengan diameter 50-100 cm. Melihat tren pasar, popularitas nyatoh tampaknya akan terus meningkat seiring makin berkurangnya ketersediaan kayu jati, ramin dan meranti. Kayu ini menjadi primadona di Sukawesi terutama Sualwesi Tengah, khususnya di Parigi dan Poso. Keberhasilan salah seorang petani di kabupaten Parigi yang meraup milyaran rupiah dari usaha menanam Nantu ini menarik minat masyarakat untuk menanamnya. Usia panen yang relatif pendek sekitar 8 tahun dan harga yang cukup mahal membuat warga antusias menanam pohon nantu atau nyatoh ini. Kayu nyatoh mempunyai tekstur yang unik, kayu merah kecoklatan ini adalah kayu yang eksotis sehingga sangat cocok di buat bahan meubel menggantikan kayu jati yang semakin langka. Untuk meubel outdoor malahan lebih baik menggunakan kayu nyatoh dibanding kayu jati. Dan lagi warna nyatoh sangat mirip dengan kayu jati meskipun agak keabuabuan. Potensi lain dari nyatoh dari jenis Palaquium obtusifolium adalah digunakan dalam industri pensil. PT.Steadler telah menguji coba mengguakan kayu ini sebagai bahan pensil mereka dan sama kualitasnya dengan kayu Jelutung. Kelebihannya kayu nyatoh ini sudah berwarna merah jadi tidak perlu diberi pewarna lagi seperti halnya kayu jelutung (Anonim, 2009).
2.7 Sengon Sengon dalam bahasa latin disebut Paraserianthes falcataria, termasuk famili Mimosaceae, keluarga petai-petaian. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa nama daerah seperti berikut : Jawa : jeunjing, jeunjing laut (sunda), kalbi, sengon landi, sengon laut, atau sengon sabrang (jawa). Maluku : seja (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate), dan gosui (Tidore). Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomi pada tanaman sengon adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30 - 45 meter dengan diameter batang sekitar 70 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. Berat jenis kayu rata-rata
17
0,33 dan termasuk kelas awet IV - V. Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas dan lain-lainnya. Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung dengan rimbun daun yang tidak terlalu lebat. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas. Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur. Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0,5 - 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan yang dibantu oleh angin atau serangga. Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, dan panjangnya sekitar 6 - 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 - 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna coklat kehitaman, agak keras, dan berlilin (Siregar, 2009).
2.7.1 Habitat Sengon Tanah Tanaman Sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar pH 6-7 (Siregar, 2009).
Iklim Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman sengon antara 0 - 800 m dpl. Walapun demikian tanaman sengon ini masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Sengon termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18° - 27°C (Siregar, 2009).
18
Curah Hujan Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman, diantaranya sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor hara dalam tanaman, pertumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga stabilitas suhu. Tanaman sengon membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah, dan memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000 - 4000 mm (Siregar, 2009).
Kelembaban Kelembaban juga mempengaruhi setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman terhadap kelembaban tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50% -75% (Siregar, 2009).
2.7.2 Pembibitan Sengon Benih Pada umumnya tanaman sengon diperbanyak dengan bijinya. Biji sengon yang dijadikan benih harus terjamin mutunya. Benih yang baik adalah benih yang berasal dari induk tanaman sengon yang memiliki sifat-sifat genetik yang baik, bentuk fisiknya tegak lurus dan tegar, tidak menjadi inang dari hama ataupun penyakit. Ciri-ciri penampakan benih sengon yang baik sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Kulit bersih berwarna coklat tua Ukuran benih maksimum Tenggelam dalam air ketika benih direndam, dan Bentuk benih masih utuh.
Selain penampakan visual tersebut, juga perlu diperhatikan daya tumbuh dan daya hidupnya, dengan memeriksa kondisi lembaga dan cadangan makanannya dengan mengupas benih tersebut. Jika lembaganya masih utuh dan cukup besar, maka daya tumbuhnya tinggi (Siregar, 2009).
19
Kebutuhan Benih Jumlah benih sengon yang dibutuhkan untuk luas lahan yang hendak ditanami dapat dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan sederhana berikut : Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Luas kebun penanaman sengon 1 Ha (panjang = 100 m dan lebar = 100 m) Jarak tanam 3 x 2 meter Satu lubang satu benih sengon Satu kilogram benih berisi 40.000 butir Daya tumbuh 60 % Tingkat kematian selama di persemaian 15 %
Dengan demikian jumlah benih = 100 / 3 x 100/2 x 1 = 1.667 butir. Namun dengan memperhitungkan daya tumbuh dan tingkat kematiannnya, maka secara matematis dibutuhkan 3.705 butir. Sedangkan operasionalnya, untuk kebun seluas satu hektar dengan jarak tanam 3 x 2 meter dibutuhkan benih sengon kira-kira 92,62 gram, atau dibulatkan menjadi 100 gram (Siregar, 2009).
Perlakuan benih Sehubungan dengan biji sengon memiliki kulit yang liat dan tebal serta segera berkecambah apabila dalam keadaan lembab, maka sebelum benih disemaikan, sebaiknya dilakukan treatment guna membangun perkecambahan benih tersebut, yaitu : Benih direndam dalam air panas mendidih (80 C) selama 15 - 30 menit. Setelah itu, benih direndam kembali dalam air dingin sekitar 24 jam, lalu ditiriskan. Untuk selanjutnya benih siap untuk disemaikan (Siregar, 2009).
Pemilihan Lokasi Persemaian Keberhasilan persemaian benih sengon ditentukan oleh ketepatan dalam pemilihan tempat. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa persyaratan memilih tempat persemaian sebagai berikut : Lokasi persemaian dipilih tempat yang datar atau dengan derajat kemiringan maksimum 5 % Diupayakan memilih lokasi yang memiliki sumber air yang mudah diperoleh sepanjang musim ( dekat dengan mata air, dekat sungai atau dekat persawahan). Kondisi tanahnya gembur dan subur, tidak berbatu/kerikil, tidak mengandunh tanah liat. Berdekatan dengan
20
kebun penanaman dan jalan angkutan, guna menghindari kerusakan bibit pada waktu pengangkutan. Untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah besar perlu dibangun persemaian yang didukung dengan sarana dan prasarana pendukung yang memadai, antara lain bangunan persemaian, sarana dan prasarana pendukung, sarana produksi tanaman dll. Selain itu ditunjang dengan ilmu pengetahuan yang cukup diandalkan (Siregar, 2009).
Penyiapan Lahan Penyiapan lahan pada prinsipnya membebaskan lahan dari tumbuhan pengganggu atau komponen lain dengan maksud untuk memberikan ruang tumbuh kepada tanaman yang akan dibudidayakan. Cara pelaksanaan penyipan lahan digolongkan menjadi 3 cara, yaitu cara mekanik, semi mekanik dan manual. Jenis kegiatannya terbagi menjadi dua tahap; Pembersihan lahan, yaitu berupa kegiatan penebasan terhadap semak belukar dan padang rumput. Selanjutnya ditumpuk pada tempat tertentu agar tidak mengganggu ruang tumbuh tanaman. Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah dengan cara mencanggkul ataumembajak (sesuai dengan kebutuhan) (Siregar, 2009).
Penanaman Jenis kegiatan yang dilakukan berupa : Pembuatan dan pemasangan ajir tanam. Ajir dapa dibuat dari bahan bambu atau kayu dengan ukuran, panjang 0,5 1 m, lebar 1 - 1,5 cm. Pemasangangan ajir dimaksudkan untuk memberikan tanda dimana bibit harus ditanam, dengan demikian pemasangan ajir tersebut harus sesuai dengan jarak tanam yang digunakan.Pembuatan lobang tanam, lobang tanam dibuat dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm tepat pada ajir yang sudah terpasang. Pengangkutan bibit, ada dua macam pengangkutan bibit yaitu pengankuatan bibit dari lokasi persemaian ketempat penampungan bibit sementara di lapangan (lokasi penanaman), dan pengangkutan bibit dari tempat penampungan sementara ke tempat penanaman. Penanaman bibit, pelaksanaan kegiatan penanaman harus dilakukan secara hati - hati agar bibit tidak rusak dan penempatan bibit pada lobang tanam harus tepat ditengah-tengah serta akar bibit
21
tidak terlipat, hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit selanjutnya (Siregar, 2009).
Pemeliharaan Menurut Siregar (2009), kegiatan pemeliharaan yang dilakukan yaitu : a) Penyulaman Yaitu penggantian tanaman yang mati atau sakit dengan tanaman yang baik, penyulaman pertama dilakukan sekitar 2-4 minggu setelah tanam, penyulaman kedua dilakukan pada waktu pemeliharaan tahun pertama (sebelum tanaman berumur 1 tahun). Agar pertumbuhan bibit sulaman tidak tertinggal dengan tanaman lain, maka dipilih bibit yang baik disertai pemeliharaan yang intensif. b) Penyiangan Pada dasarnya kegiatan penyiangan dilakukan untuk membebaskan tanaman pokok dari tanaman penggagu dengan cara membersihkan gulma yang tumbuh liar di sekeliling tanaman, agar kemampuan kerja akar dalam menyerap unsur hara dapat berjalan secara optimal. Disamping itu tindakan penyiangan juga dimaksudkan untuk mencegah datangnya hama dan penyakit yang biasanya menjadikan rumput atau gulma lain sebagai tempat persembunyiannya, sekaligus untuk memutus daur hidupnya. Penyiangan dilakukan pada tahun-tahun permulaan sejak penanaman agar pertumbuhan tanaman sengon tidak kerdil atau terhambat, selanjutnya pada awal maupun akhir musim penghujan, karena pada waktu itu banyak gulma yang tumbuh. c) Pendangiran Pendangiran yaitu usaha mengemburkan tanah disekitar tanaman dengan maksud untuk memperbaiki struktur tanah yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. d) Pemangkasan Melakukan pemotongan cabang pohon yang tidak berguna (tergantung dari tujuan penanaman).
22
e) Penjarangan Penjarangan dillakukan untuk memberikan ruang tumbuh yang lebih leluasa bagi tanaman sengon yang tinggal. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 2 dan 4 tahun, Penjarangan pertama dilakukan sebesar 25 %, maka banyaknya pohon yang ditebang 332 pohon per hektar, sehingga tanaman yang tersisa sebanyak 1000 batang setiap hektarnya dan penjarangan kedua sebesar 40 % dari pohon yang ada ( 400 pohon/ha ) dan sisanya 600 pohon dalam setiap hektarnya merupakan tegakan sisa yang akan ditebang pada akhir daur. Cara penjarangan dilakukan dengan menebang pohon-pohon sengon menurut sistem "untu walang" (gigi belakang) yaitu : dengan menebang selang satu pohon pada tiap barisan dan lajur penanaman. Sesuai dengan daur tebang tanaman sengon yang direncanakan yaitu selama 5 tahun maka pemeliharaan pun dilakukan selama lima tahun. Jenis kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan tanaman. Pemeliharaan tahun I sampai dengan tahun ke III kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan dapat berupa kegiatan penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan dan pemangkasan cabang. Pemeliharaan lanjutan berupa kegiatan penjarangan dengan maksud untuk memberikan ruang tumbuh kepada tanaman yang akan dipertahankan, presentasi dan prekuensi penjarangan disesuaikan dengan aturan standar teknis kehutanan yang ada (Siregar, 2009).
Pengendalian Hama dan Penyakit Menurut Siregar (2009), dalam kegiatan pengendalian hama yang perlu diperhatikan yaitu: a) Hama Serangan hama pada tanaman sengon yang perlu diwaspadai adalah hama ulat serendang (Xystrocera festiva). Gejala serangannya terlihat pada kulit pohon yang pecah-pecah, lalu mengeluarkan cairan berwarna coklat sampai kehitaman. Bahkan, bersamaan dengan cairan tersebut juga keluar serbuk kayu bekas gerekan. Bila tingkat serangan ulat serendang makin mengganas, maka tak dapat dipungkiri pohon itu akan patah.
23
Adapun cara penyerangannya, kumbang-kumbang serendang atau disebut juga "uter-uter ", "engkes-engkes" maupun " boktor wowolan" yang telah dewasa meletakkan telurnya secara berkelompok pada bekas cabang atau luka-luka pohon sengon. Sekali bertelur mencapai 400 butir. Selanjutnya, telur dewasa menetas menjadi ulat dan masa stadium ulat mencapai 5-6 bulan. Ulat-ulat inilah yang melakukan penggerekan pada kulit bagian dalam, atau menyerang kayu muda ke arah bawah. Fase berikutnya, jika ulat hendak menjadi kepompong, biasanya justru mengebor ke dalam batang pohon dan membelok ke arah atas sepanjang kira-kira 20 cm. Di penghunjung pengeboran itulah ulat berubah menjadi kepompong dengan kepala menghadap ke bawah. Masa stadium kepompong 15-21 hari. Teknis pengendaliannya dapat dilakukan secara mekanis-tradisional. Ambilah kawat kecil lalu masukan ke lubang yang pernah dibuat serendang, dan ikuti arah lubang tersebut, kemudian ditusuk-tusukkan hingga serendang mati. Sedangkan cara lain, dengan model "pantek". Ambil kapuk dan celupkan kedalam insektisida, lalu sumbatkan pada pintu lubang tersebut, maka serendang pun mati. Atau, terpaksa merelakan menebang pohon yang terserang lalu dimusnahkan, agar ulat serendang tidak mejalar kemana-mana. b) Penyakit Tanaman sengon kadang-kadang diserang penyakit akar merah yang disebabkan cendawan Ganoderma pseudoferrum. Gejalanya tampak pada daun yang layu dan rontok sehingga akhirnya sengon bisa mati. Penyakit ini terutama menyerang akar sengon. Jika kulit akar dikupas, tampak benang merah menempel pada kayu akar. Penyakit lain yaitu penyakit madu yang disebabkan cendawan Armillaria mellea. Gejalanya hampir sama dengan penyakit akar merah, namun perbedaannya, dibawah kulit akar terdapat benang-benang berwarna putih. Teknis pengendaliaanya dilakukan dengan melakukan dan membuang pohon sengon yang terserang, membuat selokan isolasi sedalam 1-1,5 m mengelilingi pohon, atau menyempotkan fungisida.
24
c) Keragaman Penggunaan dan Manfaat Kayu sengon Pohon sengon merupakan pohon yang serba guna. Dari mulai daun hingga perakarannya dapat dimanfaatkan untuk beragam keperluan. d) Daun Daun Sengon, sebagaimana famili Mimosaceae lainnya merupakan pakan ternak yang sangat baik dan mengandung protein tinggi. Jenis ternak seperti sapi, kerbau dan kambing menyukai daun sengon tersebut. e) Perakaran Sistem perakaran sengon banyak mengandung nodul akar sebagai hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Hal ini menguntungkan bagi akar dan sekitarnya. Keberadaan nodul akar dapat membantu porositas tanah dan penyediaan unsur nitrogen dalam tanah. Dengan demikian pohon sengon dapat membuat tanah disekitarnya menjadi lebih subur. Selanjutnya tanah ini dapat ditanami dengan tanaman palawija sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani penggarapnya. f) Kayu Bagian yang memberikan manfaat yang paling besar dari pohon sengon adalah batang kayunya. Dengan harga yang cukup menggiurkan saat ini sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam kontruksi, industri korek api, pensil, papan partikel, bahan baku industri pulp kertas dll.
25
BAB III KEADAAN UMUM LOKASI
3.1 Iklim dan Hidrologi Berdasarkan dokumen Rencana Penutupan Tambang Minahasa (2002) keadaan lokasi dapat digambarkan sebagai berikut : Lokasi tapak tambang adalah dekat dengan garis khatulistiwa (0° 52’ N), di ujung utara Pulau Sulawesi. Suhu rata-rata tahunan suhu udara adalah 27°C dan suhu rata-rata bulanan bervariasi sekitar ± 2°C. Suhu harian tertinggi dapat mencapai 40°C dan yang terendah dapat mencapai 20°C. Curah hujan menunjukkan variasi musiman yang sangat jelas. Secara khas terdapat musim kering selama 3 bulan dalam satu tahun (Juli sampai dengan September) dan pada bulan-bulan lainnya terdapat musim basah. Di dalam wilayah ini, tidaklah umum terdapat angin topan, namun hujan yang disertai petir kerap terjadi. Kecepatan dan arah angin bervariasi sepanjang tahun. Selama bulanbulan kering Juli-September, angin berasal dari arah Selatan. Selama bulan-bulan basah, udara lembab datang terutama dari arah barat laut. Rata-rata tahunan curah hujan sejak tahun 1996 adalah sekitar 1700 mm. Evaporasi pada tapak proyek telah diukur sejak tahun 1997. Rata-rata tahunan evaporasi adalah sekitar 1.100 mm. Secara keseluruhan terdapat keseimbangan air positif (presipitasi tahunan melebihi evaporasi) di tapak, namun keseimbangan air negatif mungkin terjadi pada bulan-bulan dengan curah hujan rendah. Wilayah proyek berada diantara dua daerah aliran sungai (DAS) utama: Buyat dan Totok. Kegiatan penambangan utama berada di dalam bagian DAS Buyat yang lebih kecil, yang disebut DAS Sungai Mesel. DAS Mesel ini (sekitar 4,1 km2) mengalirkan air ke arah Tenggara ke Sungai Buyat. Sungai Totok berada di sebelah Timur Mesel dan mengalirkan air ke arah Timur, menjauhi wilayah proyek. Total wilayah DAS Totok adalah sekitar 66 km2, dimana 46 km2 berada di sebelah hilir wilayah proyek.
3.2 Flora dan Fauna Berdasarkan dokumen Rencana Penutupan Tambang Minahasa (2002) survei flora dan fauna di wilayah proyek dilakukan diantara bulan Desember 1992 dan Maret 1993 sebagai bagian dari studi ANDAL. Beragam habitat terrestrial
26
telah didokumentasikan termasuk bakau, hutan hujan wilayah pesisir, hutan Montana, perkebunan dan kebun-kebun kecil. Tidak ada satupun hutan yang berada di lokasi tapak tambang yang dulunya hutan primer. Vegetasi di sana merupakan campuran dari hutan sekunder, kebun kecil dan perkebunan. Sebelum tambang beroperasi, hutan sekunder di dalam wilayah proyek memiliki karakteristik sebagai hutan muda (baru beregenerasi). Beberapa spesies muda terdapat di dasar hutan yang kemudian akan menjadi bagian dari strata yang lebih tinggi. Keragaman vegetasi secara relatif adalah rendah (teridentifikasi ada 82 tanaman yang berbeda). Densitas rata-rata pohon dengan diameter lebih besar dari 15 cm adalah 23 pohon per hektar. Nilai ini adalah rendah bila dibandingkan dengan kondisi hutan primer di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, dimana densitas rata-rata pohon besar adalah 350 per hektar (Whitten et al, 1987 dalam dokumen Rencana Penutupan Tambang Minahasa, 2002). Di perkebunan dan kebun-kebun kecil, pohon-pohon yang tumbuh secara alami telah digantikan oleh pohon cengkeh, kelapa, vanili, dan pohon pendukungnya (misalnya Glyricidia sepium). Kanopi dari perkebunan dan kebunkebun kecil relatif terbuka sehingga sinar matahari dapat tembus sampai ke dasarnya, dan memungkinkan pertumbuhan rumput dan tanaman berdaun yang cukup lebat. Bakau hanya terdapat pada wilayah pesisir yang kadang-kadang tergenang air. Wilayah bakau yang terluas terdapat di daerah antara pemukiman Ratatotok dan Buyat. Jalur bakau ini mempunyai lebar kurang lebih 500 m dan panjang 2 km. Tegakan pohonnya sebagian besar didominasi oleh 2 spesies: Sonneratia ovata dan Avicennia marina. Spesies bakau lainnya terdapat pada wilayah pasir di dekat garis pantai. Sebagian wilayah bakau telah diambil kayunya. Misalnya, pohon-pohon di daerah dekat pantai Lakban telah habis ditebang, sehingga memungkinkan jenis pakis bakau (Acrostichum aureum) tumbuh sebagai pengganti pohon. Kantung-kantung bakau yang terisolasi juga ditemukan di sepanjang garis pantai dari Semenanjung Ratatotok dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, tetapi kondisi sebagian besar wilayah pantai tersebut adalah pantai berbatu dan tidak mendukung pertumbuhan bakau (Dokumen Rencana Penutupan Tambang Minahasa, 2002).
27
Survei fauna terrestrial telah dilakukan sebagai bagian dari ANDAL. Burung, mamalia, reptil dan kupu-kupu telah diidentifikasi dan dihitung. Lokasi survey mencakup wilayah di luar rencana lokasi tambang dengan tujuan untuk turut mempelajari wilayah hutan sekunder yang mapan dan hutan primer. Spesies fauna yang ditemukan erat kaitannya dengan tipe habitat yang ada. Hutan primer memiliki hewan dengan tingkat keanekaragaman yang tertinggi, sementara lahan budidaya memiliki tingkat keanekaragaman yang terendah (Dokumen Rencana Penutupan Tambang Minahasa, 2002). Empat puluh satu spesies burung teridentifikasi di wilayah studi. Jumlah ini relatif kecil bila dibandingkan dengan Taman Nasional Bogani Wartabone, dimana lebih dari 200 spesies burung telah tercatat di sana. Tiga spesies burung yang dilindungi telah teridentifikasi atau terdengar di wilayah studi: Sulawesi redknobbed hornbill (Rhyticeros, sejenis burung rangkong), Asian koel (Eudynamys scolopacea) dan finch billed myna (Scissirostrum dubium) (Dokumen Rencana Penutupan Tambang Minahasa, 2002). Survei mamalia dan reptil telah dilakukan di hutan sekunder di wilayah proyek. Sebelas jenis mamalia dan 6 jenis reptil telah tercatat. Tampaknya ada banyak spesies yang terdapat di wilayah ini tetapi tidak dapat terobservasi. Daftar mamalia mencakup spesies-spesies endemik (hanya ada di Sulawesi) dan spesies yang dilindungi seperti tarsius Sulawesi, babi Sulawesi, babirusa, anoa dataran rendah, dan makaka punggung hitam. Reptilia mencakup beragam ular dan kadal, yang tidak teridentifikasi secara keseluruhan (Dokumen Rencana Penutupan Tambang Minahasa, 2002). Terdapat sekitar 350 spesies kupu-kupu dikenal di Sulawesi, yang sebagian besar adalah endemik dan beberapa jenis yang hampir punah. Hasil survei mengidentifikasi 73 spesies dan sebagian besar spesies ditemukan di wilayah sungai Lobongan dan Totok. Sebagian kecil spesies dan individu ditemukan di tapak Mesel, yang umumnya merupakan wilayah pertanian. Dari 350 spesies kupu-kupu yang terdapat di Sulawesi, 20 diantaranya merupakan spesies yang dilindungi. Namun, hanya satu spesies yang dilindungi yaitu Cethosia myrina yang ditemukan selama survei. Spesimen ini didapat di wilayah
28
Lobongan pada ketinggian 350 m, walaupun biasanya terdapat di ketinggian di atas 800 m (Dokumen Rencana Penutupan Tambang Minahasa, 2002).
3.3 Tata Guna Lahan dan Tanah Berdasarkan dokumen Rencana Penutupan Tambang Minahasa (2002) hampir semua lokasi proyek berada dalam kondisi yang telah ditebang pohonnya sebelum PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR) beroperasi. Dari survei vegetasi yang telah dilakukan pada bulan Maret 1993 telah diperkirakan bahwa seperempat dari lahan yang direncanakan untuk tambang telah ditumbuhi oleh hutan sekunder dan yang lainnya telah digunakan untuk pertanian. Hutan sekunder terbatas pada lahan dengan kemiringan curam (>30°). Sedangkan lahan yang lebih datar digunakan untuk perkebunan atau kebun campur. Perkebunan yang utama terdiri dari perkebunan kelapa dan cengkeh. Kebun campur yang menempati sebagian kecil wilayah, digunakan untuk menanam tanaman pangan yang beragam secara bersamaan (misalnya terdiri dari cengkeh, vanili, pisang, kopi dan jagung). Hutan sekunder dimanfaatkan sebagai sumber bahan bangunan, kayu bakar dan untuk berburu. Mangrove terdapat di sebagian kecil wilayah di samping fasilitas pelabuhan pantai Lakban. Habitat ini digunakan oleh penduduk setempat sebagai sumber kayu bakar, arang dan bahan bangunan. Jenis-jenis tanah di wilayah studi mencakup tanah Podsolik, Brown Forest, Latosols, Litosol dan Alluvial. Tanah Podsolik dengan tekstur lempung adalah yang paling banyak ditemukan di wilayah studi. Tanah ini dicirikan dengan keasaman (pH) yang mendekati alami, kandungan organik yang sedang di tanah pucuk dan konsentrasi fosfor yang sangat rendah. Ringkasnya, semua jenis tanah bersifat memiliki kandungan salinitas, fosfor dan nitrogen yang rendah (Dokumen Rencana Penutupan Tambang Minahasa, 2002).
29
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan, dimulai awal bulan Maret 2009 sampai awal bulan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan pada lahan-lahan bekas pertambangan emas PT NMR yang telah di rehabilitasi oleh PT NMR.
4.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang dijadikan objek penelitian ini adalah tegakan hutan hasil rehabilitasi tahun tanam pra 2000-2007. Sedangkan peralatan yang digunakan antara lain : pita ukur, kaliper, kompas, GPS, golok/parang, tongkat ukuran 6-7 m, alat tulis, dll.
Gambar 1 Alat yang digunakan
30
4.3 Prosedur Pengumpulan Data 4.3.1 Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil adalah data mengenai kondisi tegakan terkini yaitu komposisi tegakan dan pertumbuhan pohon (jenis, jumlah jenis, jumlah individu, tinggi dan diameter). Data mengenai tahun tanam, blok tanam dan luasan area blok tanam didapatkan dari data sekunder yang dimiliki PT NMR.
4.3.2 Tahap Persiapan Pengukuran vegetasi dilakukan dengan menggunakan plot berukuran 0,1 Ha dengan jari-jari sepanjang 17,8 m. Penentuan plot dilakukan dengan metode purposive stratified sampling yaitu dengan mengambil sampel plot dari setiap blok tanam yang ada pada area rehabilitasi PT NMR (Gambar 1).
33
Pada plot tersebut akan dilakukan pengamatan dan pengukuran tanaman terhadap seluruh tanaman yang terdapat dalam plot contoh meliputi tinggi tanaman dan diameter tanaman. Plot contoh dibuat pada areal rehabilitasi dengan tahun tanam yang berbeda-beda yaitu : Tabel 2 Kode Lokasi Plot Contoh Blok Tahun Tanam
Kode Plot
Pra 2000 2000 2001 2002 2003/2004 2006/2007
E, O B, F AG, AH, AI, AJ, AN, T, V1, AB, AC, AE, AF, I AM, AQ, A1, A2, C, C2, W, X, Q, R, S, V, J, K, L, M, N, AL AK, AD AO, AP, D, Y, Z, AA, U, G, H, P
4.3.3 Pengambilan Data Tinggi dan Diameter Tanaman Pengukuran tinggi tanaman dilakukan menggunakan tongkat pengukur tinggi dengan panjang 6-7 meter yang telah diberi tanda tiap meternya. Dilakukan pemanjatan pohon yang akan diukur tingginya, kemudian tongkat diangkat hingga sejajar dengan ujung pohon, pada batang pohon diberi tanda untuk 6-7 meter pertama, lalu dilanjutkan hingga pangkal pohon kemudian dijumlahkan berapa meter tinggi pohon tersebut. Pengukuran keliling dilakukan dengan menggunakan pita ukur. Keliling pohon diukur pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah atau setinggi dada untuk tanaman yang memiliki tinggi ≥ 4 m. sedangkan untuk tanaman di bawahnya dilakukan pengukuran pada ketinggian 30 cm dari pangkal batang.
Kondisi Serasah Pengukuran serasah dilakukan dengan mengukur kedalaman serasah menggunakan penggaris untuk setiap blok tahun tanam.
Identifikasi Jenis Identifikasi jenis tanaman yang terdapat dalam plot pengamatan dilakukan dengan menggunakan pengenal jenis lokal untuk diketahui nama lokal dari jenis yang ditemukan.
34
4.4 Analisis Data Parameter Pertumbuhan Analisis data dilakukan dengan membandingkan secara deskriptif tingkat pertumbuhan sesuai dengan kondisi lahan objek pengamatan. Pengukuran tanaman meliputi tinggi tanaman dan diameter tanaman.
35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Keanekaragaman Jenis Pohon Pada area rehabilitasi milik PT NMR dijumpai berbagai jenis tanaman. Dari berbagai jenis tanaman tersebut, terdapat jenis yang merupakan tanaman yang sengaja ditanam oleh PT NMR maupun jenis yang tumbuh secara alami. Dari jenis-jenis tersebut juga terdapat tanaman yang merupakan jenis lokal dan ada juga yang merupakan jenis eksotik yang sengaja ditanam di area rehabilitasi milik PT NMR seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis yang terdapat pada area rehabilitasi PT NMR No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Nama Jenis Akasia (Acasia mangium) Angsana/ Lingua (Pterocarpus indicus) Aren (Arenga pinnata) Bambu (Bambusa sp) Beringin (Ficus benjamina) Bintangar Merah Bintangar Putih Cempaka (Elmerrillia ovalis) Cengkeh (Syzygium aromaticum) Durian (Durio zibethinus) Eucalyptus deglupta Jabon Jambu Biji Jambu mete (Anacardium occidentale) Jati (Tectona grandis) Jeruk (Citrus L) Kayu Kapur Kayu manis (Cinnamomum burmannii) Kayu tanjung (Mimusops elengi) Kelapa (Cocos nucifera) Kemiri (Aleurites moluccana) Kersen Ketapang (Terminalia catappa) Kopi (Coffea sp) Lamtoro
Keterangan
Tumbuh Alami Tumbuh Alami
Tumbuh Alami Tumbuh Alami
Tumbuh Alami
Tumbuh Alami
Tumbuh Alami
36
Tabel 3 Jenis yang terdapat pada area rehabilitasi PT NMR (Lanjutan) No. 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Nama Jenis Langsa Mahoni (Swietenia macrophylla) Mangga (Mangifera indica) Matoa (Pometia pinnata) Nangka (Artocarpus heterophyllus) Nantu/ Nyantoh (Palaquium sp) Rotan (Calamus rotang) Sengon (Paraserianthes falcataria) Spathodea campanulata Trema
Keterangan Tumbuh Alami
Tumbuh Alami
5.1.2 Pertumbuhan Tanaman Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan di area rehabilitasi milik PT NMR dapat diketahui nilai kerapatan tanaman yang ada pada area tersebut. Berikut merupakan nilai kerapatan dan luas area yang berada pada area revegetasi PT NMR: Tabel 4 Data Kerapatan dan luas area tiap tahun tanam
No 1 2 3 4 5 6
Blok Tanam Tahun Pra 2000 Tahun 2000 Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003/2004 Tahun 2006/2007 Jumlah
Kerapatan (individu/ha) 845 970 844 1014 1330 989
Luas Area (ha) 16,4 16,5 54,71 51,58 7 50,6 196,79
jumlah total tanaman 13858 16005 46175 52302 9310 50043 187694
Sumber: Hasil pengolahan data
Dari hasil pengukuran parameter diameter dan tinggi tanaman pada setiap blok tanam, dapat diketahui nilai rata-rata diameter dari tanaman yang terdapat pada area rehabilitasi PT NMR. Nilai rekapitulasi rata-rata diameter dan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 5. Pada tabel tersebut disajikan rekapitulasi nilai rata-rata dari setiap blok tanam yang berada pada blok tahun tanam yang sama. Nilai diameter dan tinggi yang ada pada tabel merupakan nilai rata-rata dari tanaman yang terdapat pada plot pengukuran yang di dalamnya terdapat tanaman
37
yang merupakan tanaman sulaman yang tidak diketahui tahun tanamnya. Tanaman sulaman tersebut memiliki nilai diameter dan tinggi yang lebih kecil dari pada tanaman yang ditanam pada tahun tanam yang sama. Hal ini mengakibatkan nilai rata-rata dari diameter dan tinggi yang ada dapat lebih kecil dari nilai yang sebenarnya dimiliki tanaman yang ditanam pada tahun tanam yang sama. Tabel 5 Rekapitulasi nilai rata-rata diameter dan tinggi tanaman mahoni, nantu, jati dan sengon setiap blok tahun tanam Nama Jenis Tahun Tanam Mahoni 2006/2007 2003/2004 2002 2001 2000 Pra 2000 Nantu 2006/2007 2003/2004 2002 2001 2000 Pra 2000 Jati 2006/2007 2003/2004 2002 2001 2000 Pra 2000 Sengon 2006/2007 2003/2004 2002 2001 2000 Pra 2000 Sumber Ketarangan
D (cm) 3,72 7,18 6,17 5,69 5,94 12,38 1,97 2,68 2,13 2,52 3,72 9,91 * * 11,77 12,82 13,09
TT (m) 2,81 7,70 5,55 6,15 4,28 8,67 1,72 2,20 1,89 2,62 3,85 6,43 * * 10,71 12,38 12,80
* * 23,17 25,06 * *
* * 16,49 19,09 * *
: Hasil pengolahan data :- * tidak ada dalam plot -Terdapat tanaman sulaman di dalam plot pengukuran D = Diameter TT = Tinggi total
38
Pada setiap plot pengukuran terdapat tanaman yang merupakan tanaman sulaman dan ada yang merupakan tanaman yang ditanam pada tahun tanam yang sama. untuk melihat nilai diameter dan tinggi dari tanaman yang ditanam pada tahun tanam yang sama, maka dibuat rata-rata dari 10 tanaman yang memiliki nilai diameter dan tinggi dari setiap blok tahun tanam, sehingga dapat diketahui sudah seberapa besar nilai diameter dan tinggi dari tanaman dengan tahun tanam yangh sama. Pada Tabel 6 menyajikan rekapitulasi nilai rata-rata diameter dan tinggi dari sepuluh pohon terbesar yang terdapat pada setiap blok tahun tanam. Tabel 6 Rekapitulasi rata-rata diameter dan tinggi 10 pohon terbesar Nama Jenis Mahoni
Nantu
Jati
Sengon
Sumber Ketarangan
Tahun Tanam 2006/2007 2003/2004 2002 2001 2000 Pra 2000 2006/2007 2003/2004 2002 2001 2000 Pra 2000 2006/2007 2003/2004 2002 2001 2000 Pra 2000 2006/2007 2003/2004 2002 2001 2000 Pra 2000
D (cm) 8,38 15,45 18,44 15,54 29,12 38,50 5,73 4,71 6,37 9,43 7,61 15,70 * * 19,97 24,04 13,09
: Hasil pengolahan data : * tidak ada dalam plot D = Diameter TT = Tinggi total
TT (m) 5,59 13,08 13,20 13,60 14,95 22,80 4,45 3,96 5,63 8,56 7,50 10,10 * * 14,17 18,73 12,80
* * 34,33 32,99 * *
* * 23,00 21,20 * *
39
Gambar 4 Penanganan drainase lahan bekas tambang emas Mesel, Minahasa, Sulawesi Utara (Tain dkk, 2003 dalam Suprapto 2008)
40
Gambar 5 Tambang Emas Mesel, Minahasa, Sulut pada tahun 2003, situasi menjelang penutupan tambang, mengolah sisa bijih yang tersimpan pada stockpile (Tain dkk, 2003 dalam Suprapto 2008) Pada Gambar 2 terlihat kegiatan perbaikan saluran air dengan menggunakan sistem bronjong untuk mencegah erosi dan dapat menjadi filter bagi air yang mengalir, agar air yang mengalir ke sungai setelah melewati saluran air ini menjadi lebih baik kualitasnya. Pada Gambar 3 terlihat kondisi area rehabilitasi PT NMR sebelum PT NMR melakukan kegiatan revegetasi secara menyeluruh. Terlihat area yang terbuka tampak kosong dan gersang.
5.2 Pembahasan Kegiatan Revegetasi yang dilakukan oleh PT NMR dilakukan dalam 6 blok tahun tanam yaitu tahun2006/2007, 2003/2004, 2002, 2000 dan pra 2000. dari masing-masing blok tahun tanam dibagi kembali menjadi blok-blok tanam dengan ukuran dan lokasi yang beragam. Untuk mengetahui kondisi tanaman yang terdapat pada setiap blok tanam, dilakukan pengukuran parameter yang terdiri dari tinggi total dan diameter tanaman dalam plot lingkaran seluas 0,1 Ha pada setiap blok tanam yang ada. Terdapat 35 jenis tanaman yang ditanam di areal rehabilitasi PT NMR, tetapi tidak seluruhnya dapat ditemukan pada plot pengamatan. Dari
41
jenis yang ditemukan pada plot pengamatan, penelitian ini difokuskan pada jenis jati, mahoni, nantu dan sengon untuk dilihat pertumbuhan tanamannya. Pada Tabel 6 dapat dilihat kerapatan yang ada pada setiap area dengan tahun tanam yang berbeda. Area pada blok tahun tanam 2003/2004 memiliki nilai kerapatan terbesar yaitu sebesar 1330 individu/ha, sedangkan nilai kerapatan terendah terdapat pada area dengan tahun tanam 2001 yaitu sebesar 844,17 individu/ha. Hal ini menunjukkan nilai kerapatan yang cukup tinggi, nilai kerapatan ini menunjukkan potensi yang dimiliki oleh area yang telah direvegetasi oleh PT NMR cukup tinggi, ditambah lagi sebagian besar tanaman yang ditanam oleh PT NMR merupakan tanaman kayu komersil seperti mahoni dan jati. Padahal, sebelum PT NMR mulai berproduksi, hutan di kawasan tersebut merupakan hutan yang telah rusak karena adanya perusahaan HPH dan perambahan oleh masyarakat di kawasan tersebut.
Komposisi Tanaman Dapat dilihat bahwa areal yang memilii kerapatan individu tertinggi yaitu pada tahun tanam 2003/3004 dengan 1330 individu per hektar. Namun pada dasarnya nilai kerapatan dari tiap blok memiliki nilai yang tidak jauh berbeda yaitu sekitar 1000 individu per hektar dengan jarak tanam 3x3 m. Hanya pada beberapa blok tanam saja yang terdapat jumlah individu per hektar yang kecil, hal tersebut dikarenakan kondisi lahan yang tidak memungkinkan untuk ditanami dengan jarak tanam yang diinginkan seperti tedapat tebing batu, jurang, dll. Hal yang perlu diperhatikan adalah walaupun jumlah individu tanaman per hektar tinggi namun banyak tanaman yang memiliki diameter kecil, berdasarkan hasil wawancara dengan Jhonli Gijoh selaku supervisor penanaman hal tersebut dikarenakan pada tahap awal penanaman PT NMR menggunakan jarak tanam 5x5 sehingga pada saat dilakukan pengukuran sudah banyak tanaman sulaman yang dimasukkan selain untuk mengganti tanaman yang mati tetapi juga untuk mendapatkan tanaman dengan jarak tanam 3x3 m. Pada tegakan mahoni yang ditanam tahun pra 2000 telah mampu beregenerasi. Sehingga bisa ditemui banyak anakan mahoni yang tumbuh secara alami pada bagian bawah tegakan. Bahkan anakan yang ditemui ada yang sudah
42
memiliki ketinggian mencapai 2-3 meter. Pada tegakan jati dengan tahun tanam 2000 juga telah ditemui anakan yang yang tumbuh secara alami. Walaupun kondisi anakan jati masih berukuran 10-30 cm namun sudah bisa dilihat bahwa tegakan tersebut sudah mampu beregenerasi sendiri. Pada kondisi tegakan yang masih muda seperti pada tahun tanam 2003/2004 dan 2006/2007 talah dilakukan penanaman dengan sistem polikultur (beragam jenis). Hal ini dilakukan selain untuk meningkatkan keragaman jenis dalam area revegetasi juga untuk menghindari serangan hama dan penyakit yang menyerang jenis tertentu saja. Dengan sistem monokultur (sejenis) seperti pada tegakan mahoni tahun tanam pra 2000 terdapat serangan hama berupa penggerek pucuk mahoni dan penularannya sangat cepat dikarenakan kondisi tanaman yang satu jenis dan hama tersebut juga hanya menyerang tanaman mahoni. Sistem polikultur juga bermanfaat untuk mengurangi kompetisi nutrisi juga eksploitasi nutrisi berlebihan oleh jenis tertentu (Abubakar, 2009). Penyediaan habitat yang berbeda untuk berbagai jenis binatang serta ketersediaan keanekaragaman penutupan lahan merupakan manfaat lain dari sistem polikultur. Namun yang terpenting dari sistem polikultur adalah penanaman yang melibatkan jenis-jenis lokal yang dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat tumbuhnya.
Gambar 6 Kondisi tanaman jati pada blok tanam tahun 2002
43
Pertumbuhan Tanaman Tahun Tanam 2006/2007 Pada blok tahun tanam 2006/2007 terdapat 10 blok tanam dengan luasan total 50,6 Ha. Tanaman yang berada pada blok tahun tanam 2006/2007 didominasi oleh tanaman berukuran kecil dengan kerapatan tanaman, hal ini dikarenakan usia tanaman yang muda dan ditambah banyaknya tanaman sulaman yang baru ditanam pada saat penelitian dilakukan dikarenakan banyak dari tanaman yang ditanam pada blok tahun tanam 2006/2007 ini mengalami kematian akibat kering maupun mati karena rusak yang disebabkan oleh keberadaan ternak warga berupa sapi yang banyak berkeliaran di area penanaman. Tanaman mahoni yang ditanam pada blok tahun tanam 2006/2007 memiliki nilai rata-rata diameter 3,72 cm dan nilai rata-rata tinggi 2,81 m seperti terlihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata yang terdapat pada Tabel 5 merupakan ratarata dari seluruh tanaman yang ada, sehingga terdapat juga tanaman yang merupakan tanaman sulaman dengan diameter dan tinggi yang jauh lebih kecil dari tanaman yang ditanam pada saat yang bersamaan. Pada Tabel 6 dapat dilihat nilai rata-rata tinggi dan diameter tanaman mahoni sebesar 8,38 dan tinggi sebesar 5,59 m. Nilai rata-rata yang terdapat pada Tabel 6 lebih besar dikarenakan pada Tabel 6 hanya dibuat nilai dirata-rata dari 10 pohon terbesar yang ada pada blok tahun tanam. Sehingga dapat diketahui kondisi tanaman mahoni yang ditanam di blok tahun tanam ini. Kondisi tanaman tanaman mahoni yang ada secara umum terlihat baik dilihat dari kondisi tajuk yang rimbun dan serangan hama penggerek pucuk tidak sampai merusak sebagian besar tanaman yang ada karena cepat dikendalikan dengan cara memotong pucuk yang terserang hama penggerek pucuk, kemudian pucuk yang terserang hama dimusnahkan dengan cara dibakar. Tanaman nantu yang ditanam pada blok tahun tanam 2006/2007 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 1,97 cm dan nilai rata-rata tinggi sebesar 1,72 cm seperti terlihat pada Tabel 5. Kondisi tanaman nantu yang terdapat pada area rehabilitasi PT NMR sebagian besar merupakan tanaman yang ditanam pada akhir kegiatan penanaman maupun merupakan tanaman yang digunakan sebagai tanaman sulaman, sehingga kondisi tanaman yang ada kecil sekali dibandingkan dengan kondisi tanaman lainnya yang sudah lebih besar. Pada Tabel 6 dapat
44
dilihat nilai rata-rata dari 10 tanaman nantu yang memiliki nilai diameter tinggi dan diameter terbesar pada blok tahun tanam yang sama, nilai rata-rata diameter sebesar 5,73 cm dan nilai rata-rata tinggi sebesar 4,45 m. Dari nilai yang terdapat pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa kondisi tanaman tanaman nantu yang ada cukup baik terlihat dari nilai diameter dan tinggi yang baik. Tanaman nantu yang ada juga tidak terlihat terdapat serangan hama yang merusak tanaman, hanya saja kondisi tanaman yang sebagian besar merupakan tanaman sulaman yang memiliki ukuran yang kecil membuat tanaman ini membutuhkan pemeliharaan yang lebih intensif terutama dari gangguan gulma dan hewan ternak. Pemeliharaan yang dilakukan oleh PT NMR berupa penyiangan gulma dilakukan untuk setiap blok tanam yang ada. Yang menjadi masalah pada tanaman yang terdapat pada tahun tanam ini adalah dikarenakan kondisi tanaman yang berukuran kecil sehingga mudah rusak akibat aktifitas hewan ternak warga yang banyak berkeliaran di areal revegetasi PT NMR. Selain itu, penggunaan batang tanaman Gliricidia sebagai ajir untuk tanaman muda lama kelamaan menjadi pesaing bagi tanaman pokok yang ditanam dikarenakan kecepatan pertumbuhan tanaman Gliricidia yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan tanaman pokok yang ditanam, sehingga diperlukan pengendalian dengan cara pemotongan batang tanaman Gliricidia yang sudah memiliki ukuran yang besar. Pada tahun tanam 2006/2007 kondisi tanaman yang ada didominasi tanaman berukuran kecil dikarenakan usia tanaman yang masih muda. Walaupun kondisi tegakan yang ada masih berusia muda tetapi telah terdapat beberapa jenis lokal yang menginvasi areal tersebut seperti jenis Kayu Kapur dengan nilai diameter mancapai 5,41 cm dan tinggi total mencapai 8 m (blok Akomodasi (AP)). Terdapat juga jenis Trema yang mencapai diameter 21,02 cm dan tinggi total 18 m (blok Rom Peat (Y)). Terdapat juga jenis-jenis lainnya seperti terlihat pada lampiran tabel hasil pengukuran pada setiap blok tanam.
45
Tahun Tanam 2003/2004 Pada blok Tahun Tanam 2003/2004 terdapat 2 blok tanam dengan total luasan 7 Ha dan memiliki nilai kerapatan sebesar 1330 tanaman/ha seperti terlihat pada Tabel 4. Kondisi tanaman mahoni yang terdapat pada areal blok tahun tanam 2003/3004 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 7,18 cm dan rata-rata tinggi sebesar 7,70 m seperti terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 terlihat nilai ratarata diameter sebesar 15,45 cm dan rata-rata tinggi sebesar 13,08 m. Kondisi tanaman mahoni yang terdapat pada blok tahun tanam ini baik, dilihat dari nilai rata-rata diameter dan tinggi pada Tabel 6. Kondisi kerapatan tanaman yang tinggi dapat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman yang ada, dengan melakukan penjarangan maka tanaman akan lebih mudah memperoleh unsur hara dari tanah dan cahaya matahari untuk fotosintesis, sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih cepat. Tanaman nantu yang terdapat pada areal blok tahun tanam 2003/3004 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 2,68 cm dan rata-rata tinggi sebesar 2,20 m seperti telihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 dapat dilihat juga nilai rata-rata diameter dari 10 tanaman nantu yang memiliki diameter terbesar yaitu sebesar 4,71 cm dan rata-rata tinggi sebesar 3,96 m. Nilai rata-rata tanaman nantu pada Tabel 6 yang terdapat pada blok tanam tahun 2003/3004 memiliki nilai yang lebih kecil dibanding dengan nilai rata-rata pada blok tanam tahun 2006/2007, hal ini dikarenakan tanaman nantu yang digunakan sebagai tanaman sulaman ditanam pada akhir kegiatan penanaman, sehingga tanaman nantu yang terdapat pada blok tanam tahun 2003/2004 bukan merupakan tanaman yang ditanam pada waktu yang sama dengan tanaman lainnya, sehingga kondisi tanaman yang ada tidak jauh berbeda dengan tanaman nantu yang terdapat pada blok tanam tahun 2006/2007. Perbedaan kondisi tempat tumbuh membuat perbedaan pertumbuhan terjadi pada tanaman nantu yang ditanam. Sehingga membuat tanaman yang ditanam pada blok tahun tanam 2006/2007 memiliki nilai rata-rata diameter dan tinggi yang lebih besar dari tanaman nantu yang ditanam pada blok tanam tahun 2003/2004. Tanaman yang mendominasi pada tahun tanam 2003/2004 adalah mahoni. Sehingga dapat dilihat tanaman nantu dan jenis-jenis lainnya hanya mamiliki
46
jumlah yang sangat sedikit di dalam blok tanam yang ada. Jenis lain selain mahoni yang ditanam pada blok tanam tersebut merupakan tanaman sulaman untuk menggantikan tanaman yang mati, sehingga memiliki ukuran yang sangat kecil bila dibandingkan dengan usia yang seharusnya bila ditanam pada tahun tanam tersebut. Terdapat juga jenis lokal yaitu bintangar merah yang telah menginfasi masuk kedalam blok tanam. bintangar merah yang terdapat di dalam plot mempunyai nilai rata-rata diameter sebesar 13,06 cm dari 2 tanaman binangar merah yang ada di dalam plot. Untuk nilai rata-rata tinggi totalnya mencapai 14 m dari 2 tanaman bintangar merah yang ada di dalam plot.
Tahun Tanam 2002 Pada blok tahun tanam 2002 terdapat 17 blok tanam dengan total luasan 51,58 Ha dan memiliki nilai kerapatan sebesar 1014 tanaman/ha (Tabel 4). Tanaman mahoni yang terdapat pada blok tanam tahun 2002 memiliki nilai ratarata diameter sebesar 6,17 cm dan nilai rata-rata tinggi sebesar 5,55 m, seperti telihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 nilai rata-rata diameter tanaman mahoni sebesar 18,44 cm dan nilai rata-rata tinggi tanaman mahoni sebesar 13,20 m. Tanaman nantu yang terdapat pada areal blok tahun tanam 2002 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 2,13 cm dan rata-rata tinggi sebesar 1,89 m, seperti terlhat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 nilai rata-rata diameter tanaman nantu sebesar 6,37 cm dan rata-rata tinggi sebesar 5,63 m. Tanaman nantu yang ditanam pada blok tanam tahun 2002 merupakan tanaman sulaman yang digunakan untuk mengisi kekosongan jarak antar tanaman yang telah ditanam sebelumnya, oleh karena itu tanaman nantu mempunyai nilai rata-rata diameter dan tinggi yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis lainnya yang terdapat pada blok tanam tahun 2002. Tanaman jati yang terdapat pada areal blok tahun tanam 2002 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 11,77 cm dan rata-rata tinggi sebesar 10,71 m, seperti terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 dapat dilihat nilai rata-rata diameter tanaman jati sebesar 19,97 cm dan rata-rata tinggi sebesar 14,17 m.
47
Tanaman Sengon yang terdapat pada areal blok tahun tanam 2002 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 23,17 cm dan rata-rata tinggi sebesar 16,49 m seperti terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 dapat terlihat nilai rata-rata diameter tanaman sengon sebesar 34,33 cm dan rata-rata tinggi tanaman sebesar 23 m. Jumlah tanaman sengon yang ada di area rehabilitasi PT NMR tidak banyak oleh karena itu, tanaman sengon hanya ditemukan di 2 blok tahun tanam yaitu 2002 dan 2001. Dari data yang ada manunjukkan kondisi tanaman yang ada pada areal tahun tanam 2002. Kondisi tanaman mahoni yang ada menujukkan nilai rata-rata yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata yang dimiliki oleh tanaman jati dan sengon. Hal ini menunjukkan petumbuhan jati yang lebih cepat dibandingkan dengan mahoni pada tahun tanam yang sama begitu juga dengan tanaman nantu yang memiliki pertumbuhan lebih rendah dari mahoni, jati dan sengon, hal ini diduga dikarenakan kecocokan kondisi tempat tumbuh pada jenis tertentu. Bila dibandingkan dengan sengon, kondisi tanaman tampak jauh berbeda, hal ini disebabkan karena tanaman sengon merupakan tanaman yang memiliki pertumbuhan yang cepat. Pada areal tahun tanam 2002 juga telah ditemukan jenis-jenis lokal yang telah menginfasi masuk kedalam blok tanam. Jenis-jenis tersebut bahkan telah mempunyai ukuran yang cukup besar seperti untuk jenis bintangar merah telah memiliki diameter diatas 16 cm dan tinggi mencapai 15 m. Selain jenis bintangar merah terdapat pula jenis-jenis lainnya seperti bintangar putih, cempaka, kersen, lamtoro, kayu kapur, dll.
Tahun Tanam 2001 Pada blok tahun tanam 2001 terdapat 12 blok tanam dengan total luasan 54,71 Ha dan kerapatan sebesar 844 tanaman/ha. Tanaman mahoni yang terdapat pada blok tanam tahun 2001 memiliki rata-rata diameter sebesar 5,69 cm dan ratarata tinggi tanaman sebesar 6,15 m seperti terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 terlihat nilai rata-rata diameter tanaman mahoni sebesar 15,54 cm dan rata-rata tinggi tanaman sebesar 13,60 m. Nilai rata-rata ini lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai yang ada pada blok tanam tahun 2002 (Tabel 6). Hal ini diduga
48
karena perbedaan kondisi tempat tumbuh sehingga mengakibatkan perbedaan pertumbuhan tanaman mahoni yang ada. Tanaman nantu yang terdapat pada areal blok tahun tanam 2001 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 2,52 cm dan rata-rata tinggi sebesar 2,62 m seperti terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 dapat dilihat nilai rata-rata diameter tanaman nantu sebesar 9,43 cm dan nilai rata-rata tinggi tanaman nantu sebesar 8,56 m. Tanaman nantu yang ditanam pada blok tanam tahun 2001 merupakan tanaman sulaman yang digunakan untuk mengisi kekosongan jarak antar tanaman yang telah ditanam sebelumnya, oleh karena itu tanaman nantu mempunyai nilai ratarata diameter dan tinggi yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis lainnya yang terdapat pada blok tanam tahun 2001. Tanaman jati yang terdapat pada areal blok tahun tanam 2001 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 12,82 cm dan rata-rata tinggi tanaman sebesar 12,38 m seperti terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 dapat terlihat nilai rata-rata diameter tanaman jati sebesar 24,04 cm dan rata-rata tinggi tanaman sebesar 18,73 m. Tanaman sengon yang terdapat pada areal blok tahun tanam 2001 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 25,06 cm dan rata-rata tinggi sebesar 19,09 m seperti terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 dapat terlihat nilai rata-rata diameter tanaman sengon sebesar 32,99 cm dan rata-rata tinggi sebesar 21,20 m. Nilai rata-rata pada blok tanam tahun 2001 lebih kecil dari pada blok tanam tahun 2002 (Tabel 6), hal ini diduga dikarenakan perbedaan kondisi tempat tumbuh yang mengakibatkan perbedaan pertumbuhan tanaman sengon yang ada. Jumlah tanaman sengon yang ada di area rehabilitasi PT NMR tidak banyak oleh karena itu, tanaman sengon hanya ditemukan di 2 blok tahun tanam yaitu 2002 dan 2001. Pada areal tahun tanam 2001 dapat ditemukan jenis-jenis lokal yang telah menginfasi masuk ke dalam blok tanam seperti jenis bintangar putih yang memiliki ukuran rata-rata diameter mencapai 15,92 cm dan rata-rata tinggi mencapai 13,50m. Terdapat juga jenis-jenis lokal lainnya seperti bintangar merah, lamtoro, kayu kapur, dll.
49
Tahun Tanam 2000 Pada blok tahun tanam 2000 terdapat 2 blok tanam dengan total luasan 16,5 Ha dan kerapatan tanaman sebesar 970 tanaman/ha .Tanaman mahoni yang terdapat pada blok tanam tahun 2000 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 5,94 cm dan rata-rata tinggi sebesar 4,28 m seperti terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 terlihat nilai rata-rata diameter tanaman mahoni sebesar 29,12 cm dan rata-rata tinggi sebesar 14,95 m. Tanaman nantu yang terdapat pada areal blok tahun tanam 2000 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 3,72 cm dan rata-rata tinggi sebesar 3,86 m seperti terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 terlihat nilai rata-rata diameter tanaman nantu sebesar 7,61 cm dan rata-rata tinggi sebesar 7,50 m. Tanaman nantu yang ditanam pada blok tanam tahun 2000 merupakan tanaman sulaman yang digunakan untuk mengisi kekosongan jarak antar tanaman yang telah ditanam sebelumnya, oleh karena itu tanaman nantu mempunyai nilai rata-rata diameter dan tinggi yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis lainnya yang terdapat pada blok tanam tahun 2000. Tanaman jati yang terdapat pada areal blok tahun tanam 2000 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 13,09 cm dan rata-rata tinggi sebesar 12,80 m seperti dapat terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 dapat terlihat nilai rata-rata diameter sebesar 13,09 cm dan rata-rata tinggi tanaman jati sebesar 12,80. Nilai rata-rata pada blok tanam tahun 2000 lebih kecil dari pada blok tanam tahun 2001 (Tabel 6), hal ini diduga dikarenakan perbedaan kondisi tempat tumbuh yang mengakibatkan perbedaan pertumbuhan tanaman jati yang ada. Jenis-jenis lokal yang telah menginfasi masuk ke dalam blok tanam pada areal tahun tanam 2000 ini adalah bintangar merah yang memiliki ukuran rata-rata diameter 10,35 cm dan nilai rata-rata tinggi total 8,50 m, selain itu ada juga jenis kayu kapur, trema, cempaka, jabon, jambu, dll.
Tahun Tanam Pra 2000 Pada blok tahun tanam Pra 2000 terdapat 2 blok tanam dengan total luasan 16,4 Ha dan kerapatan tanaman sebesar 845 tanaman/ha. Tanaman mahoni yang terdapat pada blok tanam tahun pra 2000 memiliki nilai rata-rata diameter
50
sebesar 12,38 cm dan rata-rata tinggi tanaman sebesar 8,67 m seperti terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 dapat terlihat nilai rata-rata diameter tanaman mahoni sebesar 38,50 cm dan rata-rata tinggi tanaman mahoni sebesar 22,80 m. Kondisi tanaman mahoni yang ditanam pada blok tanam tahun pra 200 ini sudah mampu menghasilkan anakan secara alami dengan jumlah yang banyak, sehingga tidak dilakukan penyulaman untuk jenis mahoni. Tanaman nantu yang terdapat pada areal blok tahun tanam pra 2000 memiliki nilai rata-rata diameter sebesar 9,91 cm dan rata-rata tinggi tanaman nantu sebesar 6,43m seperti terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel 6 dapat terlihat nilai rata-rata diameter tanaman nantu sebesar 15,70 cm dan rata-rata tinggi tanaman mahoni sebesar 10,10 m. Tanaman nantu yang ditanam pada blok tanam tahun pra 2000 merupakan tanaman sulaman yang digunakan untuk mengisi kekosongan jarak antar tanaman yang telah ditanam sebelumnya, oleh karena itu tanaman nantu mempunyai nilai rata-rata diameter dan tinggi yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis lainnya yang terdapat pada blok tanam tahun pra 2000. Pada areal tahun tanam Pra 2000 dapat ditemukan jenis-jenis lokal yang telah menginfasi masuk ke dalam blok tanam seperti jenis trema yang memiliki nilai diameter sebesar 41,40 cm dan nilai tinggi total sebesar 22,00. Terdapat juga jenis lokal lainnya seperti cempaka, kayu hitam, jambu, dll.
Kondisi tempat tumbuh Perakaran Sistem perakaran tanaman yang terdapat pada areal reklamasi PT NMR rata-rata terlihat memanjang secara horizontal di permukan, hal ini terjadi pada hampir semua jenis tanaman yang ditanam di areal reklamasi. Hal ini terjadi dikarenakan kondisi lapisan tanah yang tipis dengan lapisan batuan keras pada bagian bawahnya sehingga perakaran tanaman lebih memilih memanjang secara horizontal karena tanah yang mengandung unsur hara berada pada lapisan yang dangkal. Perkembangan perakaran sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah yang menjadi tempat tumbuh tanaman tersebut. Perakaran menjadi sangat penting dikarenakan menyangkut penyerapan unsur hara yang sangat penting bagi
51
pertumbuhan tanaman dan menyangkut masalah penopang tubuh tumbuhan agar tetap berdiri tegak dan tidak mudah tumbang. Kondisi tempat tumbuh yang baik dapat terlihat dari keberadaan serasah yang merupakan bahan pembentukan tanah dan tempat berlangsungnya siklus hara yang sangat penting bagi tanaman.
Serasah Kondisi serasah yang ada pada areal pengamatan menunjukkan ketebalan yang cukup baik yakni lebih dari 5 cm, hal ini bisa terjadi dikarenakan adanya kegiatan pemeliharaan berupa penyiangan gulma, sehingga gulma yang telah disiangi akan menjadi serasah yang nantinya akan terdekomposisi pada areal tersebut. Pada areal pengamatan sudah terlihat serasah yang terdekomposisi, hal ini dapat terlihat dari banyaknya daun-daunan yang telah lapuk dan banyak terdapat jamur yang berada pada bagian bawah serasah. Hal ini menjadi pertanda yang sangat penting bagi keberhasilan rehabilitasi areal bekas tambang ini. Dikarenakan pada areal rahabilitasi telah terjadi siklus hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Siklus hara ini juga akan membentuk lapisan tanah yang selanjutnya akan mempertebal lapisan tanah sehingga perakaran tanaman dapat lebih dalam lagi sehingga memperkuat fungsinya sebagai penopang tubuh tanaman. Pada tahun tanam 2006/2007 memang masih belum terlihat adanya dekomposisi serasah untuk daun yang berasal dari tanaman pokok yang ditanam, namun ketebalan serasah sudah cukup tebal yakni lebih dari 5 cm dan terdapat berbagai jenis serasah yang berasal dari tumbuhan bawah yang terdapat di area tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan kondisi tegakan tanaman yang masih muda sehingga serasah yang jatuh masih belum terdekomposisi.
Penutupan dan Stratifikasi Tajuk Salah satu hal yang dapat menghambat terjadinya erosi adalah penutupan tajuk yang baik. Walaupun dengan penutupan tanah yang kecil, namun apabila
52
penutupan tajuknya rapat dan ditambah kerapatan tanaman tanaman yang tinggi menyebabkan terjadinya pengurangan laju curahan tajuk (througfall). Penutupan tajuk yang baik akan menghambat pertumbuhan tanaman penutup tanah. Sehingga dengan penutupan tajuk yang semakin rapat, maka lahan pun akan bebas dari tumbuhan penutup tanah yang selanjutnya akan memudahkan bagi terjadinya regenerasi dan rekolonisasi. Penutupan tajuk mempunyai fungsi penahan sinar matahari yang masuk ke lantai hutan, sehingga dengan adanya penahan sinar matahari suhu dan kelembaban serta iklim mikro yang terdapat pada lantai hutan dapat terjaga. Hal ini dapat menjadikan proses dekomposisi serasah pada lantai hutan dapat berjalan baik. Umumnya area yang telah direvegetasi oleh PT NMR telah membentuk 3 lapisan. Lapisan pertama yaitu lapisan penutup tanah yang didominasi oleh tumbuhan penutup tanah, lapisan kedua yaitu lapisan yang terbentuk akibat dari penyulaman serta penanaman tanaman sisipan dari jenis lokal dengan tinggi kurang lebih 1-2 meter, dan lapisan paling atas adalah yang didominasi oleh tanaman pokok yang ditanam oleh PT NMR seperti sengon, mahoni dan jati. Stratifikasi tajuk dapat pula memungkinkan introduksi beberapa jenis satwa, karena jenis-jenis satwa tertentu memiliki strata tajuk yang spesifik. Contohnya jenis burung-burung pemangsa lebih menyukai hidup dan membangun sarang dalam strata tajuk A atau B yang memiliki ketinggian lebih dari 25 meter dan mencari mangsa pada strata tajuk yang lebih rendah.
Gambar 7 Perakaran dan tajuk mahoni yang ditanam pada tahun Pra 2000
53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Kondisi vegetasi yang ada sudah cukup baik dengan jumlah tanaman per hektar yang mencapai 1330 tanaman/ha. Namun masih banyak tanaman berukuran kecil yang masih membutuhkan pemeliharaan. Untuk kondisi tegakan yang sudah tua seperti tahun tanam pra 2000 dan 2000, tegakan telah mampu beregenerasi secara alami. Kesehatan tanaman yang ada juga cukup baik ditandai dengan sedikitnya serangan hama dan penyakit, hanya pada tanaman mahoni terdapat serangan penggerek pucuk. Namun PT NMR telah melakukan pengendalian. Tegakan yang ada sangat berpotensi menjadi hutan produksi, karena didominasi oleh jenis-jenis yang komersil seperti jati, mahoni dan nantu.
6.2 Saran 1. Untuk menghasilkan rekapitulasi data yang baik dan dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya, maka perlu dibangun petak ukur permanen untuk aspek yang menjadi parameter. 2. Pemeliharaan terhadap tanaman yang masih kecil masih perlu dilakukan secara intensif terutama dari gangguan gulma dan sapi karena bisa menyebabkan kematian tanaman. 3. Perlindungan terhadap tanaman yang sudah besar juga sangat perlu diperhatikan agar tidak dijarah oleh masyarakat karena bernilai ekonomis tinggi.
54
DAFTAR PUSTAKA Abadi KM. 2009. Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Tanah Area Pertambangan Bahan Galian C Pasca Rehabilitasi Lahan (Studi Kasus Kawasan Kebun Campuran Desa Lebak Mekar Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Abubakar F. 2009. Evaluasi Tingkat Keberhasilan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Nikel Di PT INCO Tbk Sorowako Sulawesi Selatan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Alan S, Sumarna K, Sudiono J, Lembaga Penelitian Hutan. 1975. Tabel Tegakan Sepuluh Jenis Kayu Industri (Yield Table Of Ten Industrial Wood Species). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. Anonim. 2008. PT NMR Habiskan Dana 5,6 Juta Dolar Reklamasi Lahan. http://www.antara.co.id [24 JULI 2009] Anonim. 2009. Tanam Nyatoh Kayu Masa Depan. http://fatoony.com [6 JAN 2010] Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. 2003. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. Bogor. Barnes BV, Zak DR, Denton SR, Spurr SH. 1980. Forest Ecology. Jhon Wiley & Sons, inc. United States of America. [Dephut]. 2009. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 146/Kpts-II/1999. http://www.dephut.go.id [ JANUARI 2010] Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Bandar Lampung. Irwanto. 2006. Usaha Pengembangan Jati (Tectona http://www.irwantoshut.com [6 JANUARI 2010]
grandis
L.f).
Irwanto. 2007. Budidaya Tanaman Kehutanan. http://www.irwantoshut.com [6 JANUARI 2010] Lagalio A. 2009. Reklamasi Tambang PT NMR http://www.majalahtambang.com [24 JULI 2009]
Sukses
186
%.
Mansur I, Budi SW, Siregar IZ. 2004. Diktat Silvikultur. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB: Bogor. Marsono D, Soesono OH. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
55
Maryani, I.S. 2007. Dampak Penambangan Pasir Pada Lahan Hutan Alam Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah (studi kasus di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. PT NMR. 2002. Rencana Penutupan Tambang Minahasa. Lorax Environmental. Jakarta. Sarwono Edhie dkk. (2002). Green Company, Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LK3). PT. Astra International Tbk, Jakarta
Schmidt L, Danida Forest Seed Centre. 2000. Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan. Jakarta. Setiadi Y. 2006. Teknik Revegetasi Untuk Merehabilitasi Lahan Pasca Tambang. Seminar Nasional PKRLT Fakultas Pertanian UGM Setiawan AI. 1993. Penghijauan Dengan Tanaman Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta. Sirait EESA. 1997. Evaluasi Keberhasilan Revegetasi Di Lahan Bekas Tambang Nikel PT. International Nickel Indonesia, Soroako, Sulawesi Selatan. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Siregar IZ, dkk. 2009. Budidaya Sengon (Albazzia falcataria). http://www. books.google.co.id [6 JANUARI 2010] Soerianegara I, Indrawan A. 2005. Diktat Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Sugianto I. 2006. Perjanjian Itikad Baik (Goodwill Agreement) Antara PT Newmont Minahasa Raya – Pemerintah. http://www.icel.or.id [24 JULI 2009] Sumarna Y. 2001. Budidaya Jati. Penebar Swadaya. Jakarta Suprapto SJ. 2008. Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang dan Aspek Konservasi Bahan Galian. Pusat Sumberdaya Geologi.
56
57
Lampiran1 Blok Cruisher TahunTanam 2006/2007 ( AO ) N 00° 53' 15,2" E 124° 40' 06,7" No 1 2 3 4
Jenis Pohon Mahoni Nantu Angsana Bintangar merah Total
Jumlah 79 25 1 1 106
K (cm) 16,45 9,64 7,00 35,00
D (cm) 5,24 3,07 2,23 11,15
TT (m) 4,34 2,78 0,80 7,00
TBC (m) 4,34 2,78 0,80 4,00
LBDS (cm) 22,58 8,48 3,90 97,53
Lampiran 2 Blok Akomodasi Tahun Tanam 2006/2007 ( AP ) N 00° 53' 42,5" E 124° 40' 14,1" No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis Pohon Angsana Bintangar Merah Kayu Manis Ketapang Mahoni Nangka Nantu Trema Spatodea Kayu Kapur Durian Total
Jumlah 8 2 10 14 48 3 9 4 1 1 1 101
K (cm) 11,88 29,00 2,90 11,50 5,44 5,67 1,67 33,75 23,00 17,00 2,00
D (cm) 3,78 9,24 0,92 3,66 1,73 1,80 0,53 10,75 7,32 5,41 0,64
TT (m) 3,11 5,25 1,31 2,43 1,65 1,52 0,35 10,00 5,00 8,00 0,39
TBC (m) 1,73 2,00 1,31 1,78 1,65 1,52 0,35 5,75 2,00 4,00 0,39
LBDS (cm) 11,59 67,04 0,77 21,13 2,49 2,68 0,24 101,93 42,12 23,01 0,32
D (cm) 1,75 3,04 1,04 2,41 35,03
TT (m) 1,35 1,56 0,63 1,48 15,00
TBC (m) 1,04 1,56 0,63 1,48 12,00
LBDS (cm) 3,14 7,85 1,05 4,87 963,38
Lampiran 3 Blok 17 Tahun Tanam 2006/2007 ( D ) No 1 2 3 4 5
Jenis Pohon Angsana Mahoni Matoa Nantu Jabon Total
Jumlah 8 70 4 42 1 125
K (cm) 5,50 9,56 3,25 7,56 110,00
Lampiran 4 Blok ROM Peat Tahun Tanam 2006/2007 ( Y ) N 00° 53' 22,2" E 124° 39' 55,8" No 1 2 3 4
Jenis Pohon Mahoni Nantu Trema Nangka Total
Jumlah 63 25 1 1 90
K (cm) 20,03 10,39 66,00 1,00
D (cm) 6,38 3,31 21,02 0,32
TT (m) 5,05 3,37 18,00 3,50
TBC (m) 3,25 2,95 2,00 1,50
LBDS (cm) 32,70 9,57 346,82 0,08
Lampiran 5 Blok Leach Pad Tahun Tanam 2006/2007 ( Z ) N 00° 53' 06,4" E 124° 40' 05,7" No 1 2 3 4
Jenis Pohon Mahoni Nantu Angsana Jambu Mede
Jumlah 62 9 1 1 73
K (cm) 8,95 2,89 12,00 9,00
D (cm) 2,85 0,92 3,82 2,87
TT (m) 1,78 0,72 0,62 1,06
TBC (m) 1,78 0,72 0,62 1,06
LBDS (cm) 6,63 0,74 11,46 6,45
58
Lampiran 6 Blok Plant Site Tahun Tanam 2006/2007 ( AA ) N 00° 53' 14,8" E 124° 40' 08,5" No 1 2 3 4
Jenis Pohon Mahoni Nangka Nantu Cempaka Total
Jumlah 55 2 43 1 101
K (cm) 19,71 8,50 16,21 12,00
D (cm) 6,28 2,71 5,16 3,82
TT (m) 4,70 2,25 4,37 2,45
TBC (m) 3,98 1,50 1,98 1,80
LBDS (cm) 32,64 6,73 21,97 11,46
Lampiran 7 Blok Mine Office Tahun Tanam 2006/2007 ( U ) N 00° 53' 29" E 124° 40' 12,8" No 1 2 3
Jenis Pohon Kayu Manis Mahoni Nantu Total
Jumlah 14 16 72 102
K (cm) 14,21 13,50 12,50
D (cm) 4,53 4,30 3,98
TT (m) 3,35 4,03 3,36
TBC (m) 1,93 4,03 3,11
LBDS (cm) 28,03 14,91 34,37
TT (m) 2,70 3,99 0,90 2,84
TBC (m) 2,70 3,99 0,90 2,84
LBDS (cm) 6,08 27,17 1,14 9,71
TT (m) 4,09 1,85 0,39
TBC (m) 3,21 1,58 0,39
LBDS (cm) 23,94 5,71 0,71
Lampiran 8 Blok Wash House tahun Tanam 2006/2007 ( G ) No 1 2 3 4
Jenis Pohon Kayu Manis Mahoni Matoa Nantu Total
Jumlah 24 27 3 33 87
K (cm) 7,58 18,16 3,67 10,33
D (cm) 2,42 5,78 1,17 3,29
Lampiran 9 Blok Stock Piles Tahun Tanam 2006/2007 ( H ) No 1 2 3
Jenis Pohon Mahoni Nantu Matoa Total
Jumlah 75 30 1 106
K (cm) 16,90 7,36 3,00
D (cm) 5,37 2,34 0,95
Lampiran 10 Blok 18 Tahun Tanam 2006/2007 ( P ) N 00° 53' 22,5" E 124° 39' 26,1" No 1 2 3 4
Jenis Pohon Angsana Ketapang Mahoni Nantu Total
Jumlah 8 8 38 44 98
K (cm) 10,25 4,25 11,27 3,66
D (cm) 3,26 1,35 3,59 1,17
TT (m) 0,69 0,53 2,10 0,70
TBC (m) 0,69 0,53 2,10 0,70
LBDS (cm) 9,67 1,83 10,96 1,30
59
Lampiran 11 Blok Rotan Hill Tahun Tanam 2003 ( AK ) N 00° 52' 34,1" No 1 2 3 4
Jenis Pohon Bintangar Merah Mahoni Matoa Nantu
Jumlah 2 108 4 7 121
K (cm) 41,00 33,88 4,25 13,97
D (cm)
TT (m)
13,06 10,79 1,35 4,45
14,00 11,47 0,78 4,05
TBC (m)
LBDS (cm)
2,30 3,23 0,78 1,20
133,92 98,88 1,61 1,36
Lampiran 12 Blok Nibong Tahun Tanam 2003/2004 ( AD ) N 00° 53' 00,9" E 124° 39' 56,0" No 1 2 3
Jenis Pohon Ketapang Mahoni Nantu
Jumlah 3 141 1 145
K (cm) 5,67 28,78 2,00
D (cm)
TT (m)
1,80 9,17 0,64
1,16 9,38 0,43
TBC (m)
LBDS (cm)
1,16 2,95 0,43
2,79 68,45 0,32
Lampiran 13 Blok Lay Down Tahun Tanam 2002 ( AM ) N 00° 53' 05,6" E 124° 40' 34,8" No 1
Jenis Pohon Bintangar Merah
2
Kayu Kapur
3
Mahoni
4
Jumlah 2
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
53,00
16,88
4,37
2,50
249,44
2
45,50
14,49
12,00
4,50
192,08
88
35,82
11,41
10,73
4,80
107,10
Nantu
4
18,00
5,73
4,37
3,00
29,06
Total
96
Lampiran 14 Blok 19 Tahun Tanam 2002 ( AQ ) N 00° 53' 24,8" E 124° 39' 12,3" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1
Angsana
7
21,00
6,69
6,71
1,79
44,87
2
Beringin
13
2,31
0,73
0,63
0,63
0,48
3
Bintangar merah
3
23,33
7,43
5,18
2,17
96,92
4
Jati
4
11,50
3,66
2,58
2,58
11,58
5
Ketapang
17
5,12
1,63
1,11
1,11
3,26
6
Mahoni
25
11,38
3,62
2,17
2,17
14,24
7
Matoa
5
4,40
1,40
0,81
0,81
1,66
8
Nantu
26
13,38
4,26
3,20
2,27
20,73
Total
100
60
Lampiran 15 Blok Sedimen Pond Tahun Tanam 2002 ( A1 ) No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1
Angsana
4
3,49
1,11
1,12
1,12
2,11
2
Mahoni
22
7,28
2,32
1,69
1,69
4,59
3
Nangka
2
4,50
1,43
1,01
1,01
1,63
4
Nantu
42
8,13
2,59
2,42
2,42
5,61
5
Spatodea
1
65,50
20,86
10,00
3,00
341,58
6
Bintangar Merah
1
50,00
15,92
11,00
3,00
199,04
7
Cempaka
1
10,00
3,18
2,40
2,40
7,96
Total
73
Lampiran 16 Blok Sedimen Pond Tahun Tanam 2002 ( A2 ) No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1
Angsana
8
9,88
3,14
1,89
1,14
15,62
2
Bintangar Merah
5
51,80
16,50
15,00
4,20
232,60
3
Bintangar Putih
3
72,50
23,09
7,33
3,00
420,73
4
Cempaka
21
4,17
1,33
1,20
1,20
1,61
5
Kersen
6
36,25
11,54
7,33
2,02
122,85
6
Lamtoro
5
20,40
6,50
5,20
2,14
33,38
7
Mahoni
30
6,94
2,21
1,79
1,79
4,47
8
Sengon
7
81,00
25,80
15,20
7,20
550,81
9
Kayu Kapur
1
38,50
12,26
10,00
3,00
118,01
Total
86
Lampiran 17 Blok 13 Tahun Tanam 2002 ( C ) No
Jenis Pohon
1
Jati
2 3
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
115
40,83
13,00
12,34
5,71
135,84
Ketapang
6
14,33
4,56
1,29
1,29
57,27
Nantu
5
12,30
3,92
3,37
2,97
21,71
Total
126
Lampiran 18 Blok 13 Tahun Tanam 2002 ( C2 ) N 00° 53' 16.2" E 124° 39' 20.4" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1
Angsana
3
46,00
14,65
11,33
1,83
186,15
2
Jati
8
46,69
14,87
10,63
2,54
181,06
3
Mahoni
105
43,97
14,00
9,21
4,07
167,46
4
Nantu
15
18,00
5,73
6,40
2,60
27,42
Total
131
61
Lampiran 19 Blok 11 Tahun Tanam 2002 ( W ) N 00° 53' 20,3" E 124° 39' 50,8" No
Jenis Pohon
Jumlah
1
Jambu Mede
2
8,50
2,71
3,73
0,98
10,23
2
Jati
52
44,06
14,03
13,24
3,73
162,96
3
Mahoni
43
37,13
11,82
12,19
5,00
116,79
4
Sengon
2
120,50
38,38
21,50
5,50
1160,55
5
Lamtoro
1
61,00
19,43
18,00
2,00
296,26
6
Bintangar Merah
1
35,00
11,15
13,00
6,00
97,53
TBC (m)
LBDS (cm)
Total
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
101
Lampiran 20 Blok 10 Tahun Tanam 2002 ( X ) N 00° 53' 19,9" E 124° 39' 52,5" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
1
Bintangar Merah
2
41,50
13,22
10,00
4,50
144,31
2
Jambu Mede
8
15,25
4,86
4,14
1,83
22,91
3
Jati
29
40,55
12,91
13,30
3,22
136,17
4
Mahoni
47
44,00
14,01
12,45
2,10
156,37
5
Nantu
2
3,50
1,11
0,53
0,53
1,00
6
Jambu Biji
1
11,00
3,50
5,00
1,50
9,63
Total
89
Lampiran 21 Blok Rotan Hill Tahun Tanam 2002 ( AL ) N 00° 52' 34,0" E 124° 40' 07,1" No
Jenis Pohon
1
Angsana
2
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
3
6,33
2,02
0,46
0,46
4,06
Jati
29
53,00
16,88
15,85
3,65
231,01
3
Kayu Manis
11
1,82
0,58
0,81
0,81
0,32
4
Mahoni
53
44,18
14,07
12,44
2,86
160,02
5
Matoa
7
4,29
1,36
0,84
0,84
1,64
6
Nantu
17
4,06
1,29
0,95
0,95
1,42
7
Duren
1
4,00
1,27
0,48
0,48
1,27
Total
121
Lampiran 22 Blok 18 Tahun Tanam 2002 (Q) N 00° 53' 26,9" E 124° 39' 26,1" No
Jenis Pohon
1
Jati
2
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
69
49,53
15,77
11,55
2,74
199,90
Mahoni
8
38,75
12,34
8,16
3,50
124,86
3
Nantu
5
14,80
4,71
3,96
2,16
29,14
4
Sengon
1
21,00
6,69
7,00
2,50
35,11
Total
83
62
Lampiran 23 Blok 16 Tahun Tanam 2002 ( R ) N 00° 53' 25,9" E 124° 39' 28,3" No
Jenis Pohon
1
Jati
2 3
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
89
42,98
13,69
11,77
3,09
149,41
Nantu
2
11,00
3,50
3,52
2,30
9,71
Mahoni
1
12,00
3,82
4,00
2,00
11,46
Total
92
Lampiran 24 Blok 15 Tahun Tanam 2002 ( S ) N 00° 53' 29,7" E 124° 39' 40,5" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1
Jati
37
50,77
16,17
12,52
3,55
212,11
2
Kopi
14
9,21
2,93
2,63
2,63
6,76
3
Mahoni
32
44,07
14,03
11,00
3,02
158,02
Total
83
Lampiran 25 Blok Con Camp Tahun Tanam 2002 ( V ) N 00° 53' 03,0" E 124°40' 17,8" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1
Kayu Kapur
2
102,50
32,64
25,00
9,00
869,94
2
Mahoni
91
25,05
7,98
7,93
3,35
54,28
3
Sengon
22
94,90
30,22
22,70
7,10
743,75
4
A
1
12,00
3,82
4,00
2,10
11,46
5
Angsana
1
13,00
4,14
4,00
1,60
13,46
117 Lampiran 26 Blok 8 Tahun Tanam 2002 ( J ) No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1
Jati
23
49,50
15,76
10,94
3,18
213,87
2
Mahoni
91
34,05
10,85
8,83
4,50
102,06
Total
114
Lampiran 27 Blok Megasin Tahun Tanam 2002 ( K ) N 00° 53' 42,2" E 124° 39' 35" No
Jenis Pohon
Jumlah
1
Kayu Manis
7
1,43
0,45
0,46
0,46
0,26
2
Mahoni
42
26,83
8,55
6,15
3,72
59,78
3
Nantu
76
16,21
5,16
5,81
3,32
35,51
Total
125
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
63
Lampiran 28 Blok 14 Tahun Tanam 2002 ( L ) N 00° 53' 18,9" E 124° 39' 16,9" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1
Jati
42
42,24
13,45
12,52
4,28
149,22
2
Mahoni
31
32,00
10,19
8,72
3,66
86,15
Total
73
Lampiran 29 Blok 12 Tahun Tanam 2002 ( M ) N 00° 53' 10,8" E 124° 39' 21,4" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1
Angsana
8
27,00
8,60
7,32
1,75
80,59
2
Cempaka
2
6,50
2,07
1,64
1,64
3,38
3
Jati
18
43,62
13,89
11,46
4,00
160,55
4
Kayu Manis
2
2,00
0,64
0,75
0,75
0,32
5
Mahoni
3
18,00
5,73
4,46
2,46
48,78
6
Nantu
61
15,00
4,78
4,23
3,26
19,08
7
Sengon
16
87,94
28,01
22,72
8,75
660,19
8
Spatodea
1
62,00
19,75
9,00
2,50
306,05
9
Kayu Alam
1
12,00
3,82
3,00
1,80
11,46
Total
112
Lampiran 30 Blok 17 Tahun Tanam 2002 ( N ) N 00° 53' 14,5" E 124° 39' 29,8" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1
Jati
60
42,95
8,43
7,75
3,34
96,87
2
Mahoni
31
2,77
0,88
0,64
0,64
1,09
3
Sengon
11
42,20
13,44
10,10
5,48
144,57
4
Nantu
1
0,50
0,16
0,30
0,30
0,02
Total
103
Lampiran 31 Blok 5 Tahun Tanam 2001 ( AG ) N 00° 52' 52,1" E 124° 40' 04,5" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
4
29,75
9,47
10,00
2,25
71,60
37
52,58
16,74
15,86
10,09
228,08
1
Angsana
2
Jati
3
Mahoni
5
33,33
10,62
11,33
8,33
93,63
4
Sengon
13
67,08
21,36
17,81
8,62
381,75
Total
59
64
Lampiran 32 Blok 4 Tahun Tanam 2001 ( AH ) N 00° 52' 49,0" E 124° 40' 05,5" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1
Jati
37
43,76
13,94
12,03
5,67
208,21
2
Mahoni
40
38,18
12,16
12,00
6,91
125,72
3
Nantu
1
12,00
3,82
4,50
4,50
11,46
4
Sengon
1
33,00
10,51
15,00
8,00
86,70
5
Lamtoro
1
19,00
6,05
10,00
5,00
28,74
Total
80
Lampiran 33 Blok 3 Tahun Tanam 2001 (AI) N 00° 52' 48,5" E 124° 40' 10,6" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1
Jati
28
41,64
13,26
13,45
8,45
144,27
2
Mahoni
50
25,69
8,18
9,06
6,19
60,47
3
Angsana
1
12,00
3,82
0,56
0,56
11,46
1
62,00
19,75
19,00
4,00
306,05
4
Lamtoro Total
80
Lampiran 34 Blok 2 Tahun Tanam 2001 ( AJ ) N 00° 52' 41,2" E 124° 40' 06,4" No 1 2 3 4
Jenis Pohon Jati Mahoni Nantu Sengon Total
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
3 83 9 2 97
50,00 28,30 20,18 131,00
15,92 9,01 6,43 41,72
14,33 10,63 6,75 23,00
9,00 5,18 8,25 7,00
228,18 68,70 139,21 1040,17
Lampiran 35 Blok Lay Down Tahun Tanam 2001 ( AN ) N 00° 53' 01,5" E 124° 40' 36,0" No 1 2 3 4
Jenis Pohon Jati Mahoni Mangga Nantu Total
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
47 49 1 1 98
51,96 24,42 4,00 1,00
16,55 7,78 1,27 0,32
14,92 10,77 0,48 0,15
7,35 5,25 0,48 0,15
224,16 50,57 1,27 0,08
Lampiran 36 Blok Thiees Tahun Tanam 2001 ( T ) N 00° 53' 29,7" E 124° 40' 03,6" No 1 2 3 4
Jenis Pohon Angsana Jati Mahoni Nantu Total
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
4 28 51 6 89
6,75 54,41 19,43 2,00
2,15 17,33 6,19 0,64
0,31 14,24 4,99 0,28
0,31 3,18 3,45 0,28
4,28 247,62 31,98 0,32
65
Lampiran 37 Blok MPH Tahun Tanam 2001 ( V1 ) N 00° 53' 05,7" E 124° 40' 11,9" No 1 2 3 4 5 6
Jenis Pohon Angsana Bintangar Merah Jati Kayu Kapur Mahoni Mangga Total
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
7 4 35 5 57 4 112
25,29 31,75 50,65 76,00 32,08 51,00
8,05 10,11 16,13 24,20 10,22 16,24
7,60 8,75 14,08 18,00 10,27 6,43
1,89 2,98 5,25 7,00 4,00 0,78
73,24 85,61 214,14 471,43 85,39 372,73
Lampiran 38 Blok 9 Tahun Tanam 2001 ( AB ) N 00° 53' 07,6" E 124° 39' 53,5" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1 2 3 4 5
Bintangar Putih Jati Langsa Mahoni Sengon Total
2 19 4 29 24 78
21,50 43,64 3,25 34,21 78,67
6,85 13,90 1,04 10,90 25,05
12,75 15,25 0,82 9,13 17,98
4,00 3,75 0,82 3,93 4,08
36,82 162,01 0,94 124,30 567,46
Lampiran 39 Blok Nibong Tahun Tanam 2001 ( AC ) N 00° 53' 03,2" E 124° 39' 54,4" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1 2
Mahoni Bintangar Putih Total
48 1 49
26,79 50,00
8,53 15,92
9,38 13,50
3,79 2,00
59,86 199,04
Lampiran 40 Blok 7 Tahun Tanam 2001 ( AE ) N 00° 52' 51,1" E 124° 39' 55,9" No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Pohon Jambu Mede Mahoni Mangga Sengon Nantu Jati Kayu manis Total
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
10 82 2 7 1 1 1 104
6,00 12,43 8,00 100,00 2,00 22,00 8,00
1,91 3,96 2,55 31,85 0,64 7,01 2,55
1,21 4,65 3,05 19,43 0,20 6,00 5,18
1,02 2,94 1,55 4,33 0,20 2,00 1,40
3,34 14,45 5,18 828,41 0,32 38,54 5,10
66
Lampiran 41 Blok 6 Tahun Tanam 2001 ( AF ) N 00° 52' 58,2" E 124° 39' 59,5" No
Jenis Pohon
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
1 2 3 4 5
Bintangar Putih Jati Lamtoro Mahoni Sengon Total
3 21 5 29 9 67
37,33 44,64 38,80 45,43 79,89
11,89 14,22 12,36 14,47 25,44
12,33 13,32 14,60 12,71 21,33
4,67 3,36 2,40 4,29 7,11
111,89 166,26 120,73 167,29 593,89
Lampiran 42 Blok eksploration Tahun Tanam 2001 ( I ) No
Jenis Pohon
1 2
Mahoni Nantu Total
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
LBDS (cm)
18 82 100
7,00 23,14
2,23 7,37
1,73 7,29
1,73 3,11
4,22 45,88
TBC (m)
LBDS (cm)
Lampiran 43 Blok 1 Tahun Tanam 2000 ( B ) No
Jenis Pohon
1 2
Jati Mahoni Total
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
5 77 82
53,88 69,24
15,88 22,05
15,88 12,63
7,63 6,09
238,58 416,88
Lampiran 44 Blok 21 Tahun Tanam 2000 ( F ) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis Pohon Angsana Bintangar Merah Kayu Kapur Kayu Manis Mahoni Matoa Nantu Tanjung Trema Nangka Mangga Kopi Cempaka Jabon Jambu Total
Jumlah
K (cm)
D (cm)
TT (m)
2 2 2 2 52 2 37 5 2 1 1 1 1 1 1 112
54,00 32,50 46,50 17,00 79,14 3,00 39,50 25,80 57,50 4,00 45,00 7,00 10,00 129,00 11,00
17,20 10,35 14,81 5,41 25,20 0,96 12,58 8,22 18,31 1,27 14,33 2,23 3,18 41,08 3,50
11,50 8,50 9,50 4,73 14,00 0,70 12,50 7,00 12,50 0,94 9,00 2,47 5,00 20,00 5,00
TBC (m) 1,55 2,15 3,00 1,40 5,21 0,70 3,13 2,78 3,50 0,94 1,50 2,47 1,40 15,00 1,60
LBDS (cm) 238,61 86,50 266,92 29,46 555,94 0,72 12,68 56,23 303,54 1,27 161,23 3,90 7,96 1324,92 9,63
67
Lampiran 45 Blok 20 Tahun Tanam Pra 2000 ( E ) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Pohon Cempaka Kayu Hitam Kayu Manis Mahoni Nantu Tanjung Trema Jambu Angsana Total
Jumlah 2 5 16 30 17 21 1 1 1 94
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
17,50 31,80 15,50 112,86 58,50 32,10 130,00 15,00 1,00
5,57 10,13 4,94 35,94 18,63 10,22 41,40 4,78 0,32
3,75 6,60 5,26 18,29 12,75 5,96 22,00 3,00 0,43
1,75 1,76 1,72 7,86 3,44 1,80 5,00 1,30 0,43
LBDS (cm) 24,88 120,18 21,12 1027,82 305,75 93,84 1345,54 17,91 0,08
Lampiran 46 Blok 17 Tahun Tanam Pra 2000 ( O ) N 00° 53' 16" E 124° 39' 30,4" No 1 2 3 4 5
Jenis Pohon Angsana Kayu Alami Kayu Manis Mahoni Tanjung Total
Jumlah 3 2 2 64 3 74
K (cm)
D (cm)
TT (m)
TBC (m)
78,67 12,00 10,00 99,39 15,00
25,05 3,82 3,18 31,65 4,78
17,59 3,22 4,06 22,48 4,15
1,83 1,62 1,55 7,83 1,80
LBDS (cm) 707,22 15,37 7,96 808,78 19,03
PETA REKLAMASI HUTAN PT. NEWMONT MINAHAS A RAYA
KETERANGAN
Batas Areal Pinjam Pakai
Batas Blok Tanam
Jalan Aspal
Jalan Pengerasan
Jalan Tanah
Sungai / Anak Sungai
Catchmemt Area
Areal Tanam Rumputan