EVALUASI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON BAGI PECANDU HEROIN DI PUSKESMAS KECAMATAN TEBET SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh ANNIES NOOR ISMI NIM: 1110054100034
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 Agustus 2014
Annies Noor Ismi
ABSTRAK ANNIES NOOR ISMI 1110054100034 EVALUASI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON BAGI PECANDU HEROIN DI PUSKESMAS KECAMATAN TEBET Penelitian ini dilandasi atas usaha pengurangan dampak buruk penggunaan Narkoba jenis heroin melalui Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Metadon merupakan terapi subtitusi untuk menggantikan Narkoba jenis heroin menjadi metadon yang berbentuk cair yang pemakainnya dilakukan dengan cara diminum. Program ini dapat membantu pasien memutuskan penggunaan heroin sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang. Selain itu, terapi ini membuat pola kebiasaan baru dan berkesempatan memperbaiki hubungan pasien di lingkungan sosialnya serta mengurangi tingkat kriminalitas. Program ini memerlukan waktu beberapa tahun karena itu disebut Terapi Rumatan Metadon dan pasien tidak perlu kuatir akan terjadinya gejala putus heroin (sakaw). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui evaluasi program yang meliputi context, input, process dan product (CIPP) PTRM di Puskesmas Kecamatan Tebet yang mengacu kepada Pedoman Nasional PTRM, serta untuk mengetahui perubahan perilaku pasien setelah mengikuti program. Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor perilaku (behavior causes) yang dapat tercermin dari gangguan-gangguan tertentu, seperti panik, depresi, dan keadaan paranoid. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara melakukan studi dokumen, wawancara dan observasi. Informan dipilih secara Purposive Sampling berjumlah 11 orang. Hasil dari penelitian evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon di PKC.Tebet, evaluasi konteks berdasarkan indicator relevan, upaya dan keterjangkauan dinilai baik dan tepat karena pecandu heroin di wilayah Jakarta Selatan dapat mengakses dengan mudah. Hasil evaluasi input berdasarkan indikator cakupan hasilnya tepat sasaran dan ketersediaan dinilai memadai, namun aspek tempat dan waktu pelayanan dinilai masih kurang. Evaluasi proses menunjukkan bahwa pemberian metadon dinilai sudah efisien karena berada di bawah pengawasan dokter, namun terdapat temuan penting bahwa 5 dari 6 subjek penelitian masih menggunakan Narkoba lain selain metadon. Evaluasi produk menggunakan indikator dampak dinilai baik karena dapat merubah kondisi dan perilaku pasien menjadi lebih positif.
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb Sudah tidak terhingga kelalaian yang dilakukan penulis terhadap perintah dan larangan-Nya bahkan seringkali mempertanyakan tentang eksistensi-Nya. Namun penulis sangat mensyukuri karena ternyata Allah SWT masih sudi melimpahi penulis dengan keajaiban-keajaiban kecil-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan persyaratan memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos). Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penyusunan skripsi ini, diantaranya: 1. Dr. Arif Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 2. Siti Napsiyah, MSW, selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial, Ahmad Zaky, M.Si, selaku Sekertaris Program Studi, dan dosen-dosen Program Studi Kesejahteraan
Sosial
yang
telah
banyak
memberikan
ilmu-ilmu
dan
pengalamannya kepada penulis. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah diberikan selama masa perkuliahan dapat bermanfaat untuk masa yang akan datang.
ii
3. Suparto, M.Ed, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah tulus ikhlas meluangkan waktu, tenaga pikiran dan dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Kepala Puskesmas Kecamatan Tebet yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitan. 5. dr. Elizabeth selaku Koordinator PTRM PKC. Tebet yang senantiasa membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian, beserta dr. Fadlinah, petugas medis PTRM dan Kader Muda Judi Hermanto. 6. Kedua orangtuaku tercinta S. Rondhi, SH dan Nia Kusnia serta kakakku Rommy Ismihadi, S.Pt dan adik-adikku tersayang, atas doanya kepada Allah SWT, kasih sayang dan pengorbanan materi yang telah tercurah selama ini. 7. Keluarga besar dari Mamah dan Bapak yang selalu memberikan semangat dan dukungan, baik moril maupun materill selama ini. 8. Sahabatku tercinta Ahmad Fadhli Rahman dan Fajaruddien Zakiany yang berjuang bersama dan saling memotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 9. Sahabatku Nurhadi dan Reza Rizky Ramadhan yang telah setia selama tujuh tahun ini menemani perjalanan hidup penulis dengan senyum, tawa dan motivasinya kepada penulis. 10. Aceng Mandiri yang merupakan sahabat-sahabat terbaikku Ade Yunus, Ahmad Rifki Faturrohman bersama yang tersayong Gina Rainissa, Farid Almachzumi, Dian A. Utomo, Lufiarna, Nurbani Ulfah, Shabrina D. Pitarini dan Ulfa Andirany untuk kebersamaan yang tak pernah terganti. iii
11. Muhammad Soleh untuk kebersamaan dan berbagi pendapat selama mengerjakan skripsi ini. Serta Putera Mahesa untuk canda dan senda guraunya yang dapat menghibur penulis dan teman-teman lainnya. 12. Teman-teman dari jurusan Kesejahteraan Sosial yang selalu memberi dukungan kepada penulis. 13. Serta seluruh pihak yang telah membantu secara moril maupun materil sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis senantiasa memanjatkan doa untuk kalian semua teman-teman dari Kesejahteraan Sosial semoga kelak kita dapat kembali dipertemukan dengan kesuksesan yang telah kita raih, Aamiin. Penulis menyadari terdapat berbagai kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun penulis berharap semoga hasil yang disajikan dapat bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 19 Agustus 2014
Annies Noor Ismi
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK........................................................................................
i
KATA PENGANTAR ......................................................................
ii
DAFTAR ISI ....................................................................................
v
DAFTAR TABEL..............................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
x
DAFTAR ISTILAH .........................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah .........................................
1
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................
6
C.
Tujuan Penelitian....................................................
8
D.
Manfaat penelitian ..................................................
8
E.
Tinjauan Pustaka ....................................................
9
F.
Metode Penelitian ...................................................
11
G.
Sistematika Penulisan .............................................
24
TINJAUAN TEORI A.
Evaluasi Program....................................................
26
1. Pengertian Evaluasi .....................................
26
2. Desain Evaluasi...........................................
28
3. Model Evaluasi ...........................................
29
4. Indikator Keberhasilan ................................
34
5. Tujuan Evaluasi ..........................................
35
v
BAB III
6. Pengertian Program .....................................
38
7. Macam-macam Program .............................
38
8. Tujuan Program ..........................................
39
9. Evaluasi Program ........................................
39
B.
Terapi .....................................................................
40
C.
Terapi Rumatan ......................................................
41
D.
Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) ...........
42
1. Sejarah PTRM ............................................
42
2. Pengertian PTRM........................................
45
3. Farmakalogi Metadon .................................
46
4. Waktu Pelayanan PTRM .............................
47
5. Alur Pelayanan PTRM ................................
47
6. Tahap Dosis Metadon .................................
48
E.
Pecandu ..................................................................
50
F.
Heroin ....................................................................
51
G.
Teori Perilaku .........................................................
53
PROFIL LEMBAGA A.
Latar Belakang PKC. Tebet ....................................
55
1. Sejarah PKC. Tebet .....................................
55
2. Geografi ......................................................
56
3. Dasar Hukum ..............................................
57
4. Visi, Misi dan Kebijakan Mutu....................
57
5. Motto PKC. Tebet .......................................
58
B.
Manajemen Puskesmas (POAC) .............................
59
C.
Fasilitias PKC. Tebet ..............................................
60
D.
Program Penanganan Napza dan HIV-AIDS di PKC.
E. BAB IV
Tebet ......................................................................
61
Struktur Organisasi .................................................
63
TEMUAN & ANALISIS DATA PENELITIAN A.
Gambaran PTRM di PKC. Tebet ............................
64
1. Alur Pelayanan PTRM PKC. Tebet .............
64
vi
B.
2. Gambaran Umum ........................................
65
3. Prosedur Tetap Satelit PTRM PKC. Tebet ...
66
4. Peraturan PTRM .........................................
72
Hasil Evaluasi PTRM PKC.Tebet ...........................
74
1. Evaluasi Konteks ........................................
73
2. Evaluasi Input .............................................
80
3. Evaluasi Proses ...........................................
89
4. Evaluasi Produk .......................................... 101 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan.............................................................. 106 B. Saran ....................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 110 LAMPIRAN ..................................................................................... 113
vii
DAFTAR TABEL
TABEL 1.1
: Sumber Data Primer……………………………………………
13
TABEL 1.2
: Subjek dan Pemilihan Informan………………………….….....
22
TABEL 1.3
: Klasifikasi Pemilihan Pasien PTRM…………………………...
22
TABEL 4.4
: Hasil Test Urin Pasien Metadon…………………………...…...
97
viii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 : Alur Layanan PTRM…………………………………………… 47 GAMBAR 3.1 : Manajemen Puskesmas………...……………………………...... 60 GAMBAR 3.2 : Struktur Organisasi………………...………………………….... 63 GAMBAR 4.1 : Alur Pelayanan PTRM PKC. Tebet………………...…………... 65 GAMBAR 4.2: Pasien Baru PKC. Tebet………………………………………...
83
GAMBAR 4.3: Jumlah Pasien Drop Out………………………………………..
84
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Surat Bimbingan Skripsi…………………………….…………… 113
2.
Surat Izin Penelitian (Skripsi).....…………………………….......
114
3.
Surat Persetujuan Penelitian………………......………………....
115
4.
Syarat & Peraturan PTRM PKC. Tebet………...…...………….... 116
5.
SOP PTRM…………………………………………….………… 118
7.
Hasil Observasi PTRM PKC. Tebet……………………………… 127
8.
Pedoman Wawancara untuk Pasien PTRM…..………………….. 129
9.
Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial DZ………………….. 132
10.
Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial RH………………….. 138
11.
Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial AJ…………….…….. 143
12.
Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial DN………………….. 148
13.
Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial MR……………...….. 153
14.
Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial YJ…………….…….. 158
15.
Pedoman Wawancara untuk Dokter……………………….. …….. 163
16.
Hasil Wawancara dengan Koor. PTRM PKC. Tebet dr. Elizabeth.. 164
17.
Hasil Wawancara dengan dr. Fadlinah…………………………… 167
18.
Pedoman Wawancara dengan Petugas Medis……………………… 172
19.
Hasil Wawancara dengan Kader Muda.…....……………………
20.
Hasil Wawancara dengan Ibu Devi……………………...……….. 177
21.
Hasil Wawancara dengan Ibu Juju……………………………….. 180
x
174
DAFTAR ISTILAH AIDS
: Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat
infeksi
virus HIV BNN
: Badan Narkotika Nasional
Harm Reduction
: Pengurangan dampak buruk NAPZA sebagai upaya pencegahan terhadap dampak buruk NAPZA tanpa perlu mengurangi jumlah penggunanya. Dengan kata lain, harm reduction lebih mengutamakan pencegahan dampak buruk NAPZA, bukan pencegahan penggunaan NAPZA.
HIV
:
Human
Immunodeficiency
Virus,
yaitu
virus
yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. KPA
: Komisi Penanggulangan AIDS
Narkoba
: Narkotika dan Obat-obatan Terlarang
NAPZA
: Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif
Pedauw
: Teler atau mabok
PKC
: Puskesmas Kecamatan
PTRM
: Program Terapi Rumatan Metadon
Putauw
: Heroin yang termasuk kedalam golongan Narkoba
THD
: Take Home Dose atau dosis bawa pulang
DO
: Drop Out atau dikeluarkan dari program
Tappering Off
: Proses menghentikan dosis metadon secara perlahan
Sakaw
: Rasa sakit karena ketagihan atau gejala putus obat
Selip
: Pasien PTRM yang menggunakan Narkoba jenis lain selain metadon. Selip adalah perbuatan illegal.
Suggest
: Menimbulkan pikiran ingin kembali menggunakan Narkoba
OD
: Over dosis xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masalah Narkoba (Narkotika dan obat-obatan terlarang) atau dikenal dengan istilah lain sebagai NAPZA (Narkotika, Psikotropika, Alkohol dan Zat Adiktif lainnya), merupakan masalah yang sangat serius karena dapat mengancam masa depan bangsa dan negara kita. Penyalahgunaan Narkoba kini merupakan masalah serius, dirasakan tidak saja pada tingkat lokal, nasional melainkan juga pada tingkat internasional. 1 Jumlah kasus Narkoba di Indonesia yang dapat terungkap, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat mengkhawatirkan baik dari sisi kuantitas para pemakai, mata rantai yang berkaitan dengan barang haram tersebut (produsen, bandar, pemakai) maupun kualitas Narkoba itu sendiri yang semakin beragam. Menurut data BNN pada tahun 2013, jumlah pecandu di Indonesia sebanyak 4.7 juta orang dan 50 orang meninggal setiap hari karena Narkoba. Hanya sekitar 18 ribu korban (0.038%) yang berhasil direhabilitasi dari total 4.7 juta korban. Jumlah kerugian ekonomi akibat Narkoba selama tahun 2012 sebesar Rp. 48,2 triliun. 2
1
Ahmad Sanusi Mustofa, Problem Narkotika-Psikotropika dan HIV-AIDS (Jakarta: Zikrul Hakim, 2002), vol. 1, h. 1. 2 Deputi Bidang Polhukhankam Bappenas, “Kebijakan Pembangunan Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan 2015,” artikel diakses pada 19 Juli 2014 dari http://musrenbangnas.bappenas.go.id/upload/penutupan/01_Paparan_Deputi_Polhuhankam.pdf
1
2
Demi menyelamatkan anak bangsa dari belenggu Narkoba, pihak pemerintah sudah berupaya mengenai hal ini, namun semuanya tidak akan berjalan jika tidak ada peran serta masyarakat, Undang-undang Narkotika No. 35 Tahun 2009 Pasal 104 Ayat 1, menyatakan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya berperan serta dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Napza. 3 Islam sangat memperhatikan generasi penerus bangsa dan agama tentang penyalahgunaan Narkoba sejak zaman dahulu, sebagaimana dijelaskan dalam Sûrah al-Maidah/5: 90 berikut:
“Hai, orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum arak, khamr, berjudi, berkurban tentang berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan tersebut agar kamu mendapatkan keberuntungan”. 4 Menurut Hawari penyalahgunaan Narkoba menimbulkan dampak antara lain, merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk, perubahan perilaku menjadi anti-sosial, merosotnya produktivitas kerja, gangguan kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu-lintas, kriminalitas dan tindak kekerasan lainnya. 5
3
Departemen Sosial, Bimbingan Teknis Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba (Jakarta: 2002), h. 4. 4 Al-Quran Online Indnesia, “Sûrah al-Maidah/5: 90”, artikel diakses pada 16 Januari 2014 dari http://quran.bacalah.net/content/surat/index.php. 5 Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa (Yogya: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), edisi III, vol. 10, h. 267-268.
3
Salah satu jenis Narkoba yang umum digunakan adalah heroin. Heroin mengandung sebuah zat yang dikenal dengan nama zat opium. Dalam position letter yang dibuat bersama antara World Helath Organization (WHO), United Nation Offices on Drugs and Crime (UNODC) dan Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) pada tahun 2004 dikatakan bahwa ketergantungan terhadap zat opium membutuhkan waktu yang panjang untuk perawatannya. 6 Heroin dikenal sebagai putaw karena berbentuk bubuk putih. Heroin adalah obat bius yang sangat mudah membuat orang kecanduan dan memiliki efek kuat. Obat ini bisa ditemukan dalam bentuk cairan dan bubuk. Heroin memberikan efek yang sangat cepat kepada pengguna baik fisik maupun mental. Bila pemakai berhenti mengkonsumsi akan mengalami rasa sakit yang berkelanjutan. Heroin punya kekuatan dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan di Indonesia akhir-akhir ini. 7 Proses pembuatan heroin merupakan kegiatan yang sangat penting dalam dunia kejahatan Narkoba terutama dalam meningkatkan nilai harga gelap dipasaran bebas. Penggunaan heroin ada yang dengan jalan menghisap asap rokoknya atau menyuntikkan kedalam pembuluh darah. Akibat fatal dapat terjadi dengan adanya kelebihan takaran atau dari jarum suntik yang tidak steril.
6
Dhoho A Sastro, ed., Membongkar Praktik Pelanggaran Hak Tersangka di Tingkat Penyidikan: Studi Kasus Terhadap Tersangka Kasus Narkotika di Jakarta (Jakarta: LBH Masyarakat, 2012), h. 78. 7 Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), HIV dan AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba (Jakarta: KPAN), h. 33-34.
4
Korbannya akan mengalami infeksi Hepatitis, HIV dan AIDS bahkan over dosis (OD) yang berakhir dengan kematian. 8 Bidang kesehatan merupakan displin Ilmu Kesejahteraan Sosial karena bidang
kesehatan
dianggap
sebagai
salah
satu
indikator
utama
dari
berkembangnya kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah geografis tertentu. Dalam kaitan dengan bidang kesehatan, banyak sekali isu-isu yang bersinggungan langsung dengan Ilmu Kesejahteraan Sosial, umumnya adalah bahasan kesehatan yang menyinggung aspek sosial dari kesehatan. Salah satu isu yang sering dibahas ialah isu pencegahan dan penanggulangan Narkoba, prevensi penyakit menular (seperti HIV/AIDS). 9 Upaya masalah penanganan Narkoba terutama untuk pecandu Heroin dilakukan salah satunya dengan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) merupakan salah satu dari program pengurangan dampak buruk Napza atau dikenal dengan istilah Harm Reduction.10 Metadon adalah obat sintetis yang termasuk golongan opiat seperti halnya heroin, kodein dan morfin. Seseorang yang kecanduan heroin atau opiat lain mengalami ketergantungan secara fisik dan secara mental. Jika kadar opiat di tubuh pengguna turun di bawah angka tertentu maka ia akan mengalami gangguan gejala putus obat (sakaw).11
8
Sumarmo Masum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat (Jakarta: CV Haji Masagung, 1987), h. 77-79. 9 Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Depok: FISIP UI Press, 2005), h. 65-67. 10 Harm Reduction adalah pengurangan dampak buruk NAPZA sebagai upaya pencegahan terhadap dampak buruk NAPZA tanpa perlu mengurangi jumlah penggunanya. Dengan kata lain, harm reduction lebih mengutamakan pencegahan dampak buruk NAPZA, bukan pencegahan penggunaan NAPZA. 11 KPA, HIV dan AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba, h. 39.
5
Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) salah satunya dilaksanakan berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
494/MENKES/SK/VII/2006 tentang Penetapan Rumah Sakit dan Satelit Uji Coba Pelayanan Terapi Rumatan Metadon, pada pasal 1 ayat 10 menyatakan bahwa, “Terapi rumatan medis adalah suatu terapi jangka panjang minimal enam bulan bagi klien ketergantungan Opioida dengan menggunakan golongan opioid sintetis agonis (Metadon) atau agonis parsial (Bufrenorfin) dengan cara oral atau sublingual, dibawah pengawasan dokter terlatih, dengan merujuk pada pedoman nasional”. 12 Sehubungan dengan permasalahan
diatas diharapkan Program Terapi
Rumatan Metadon (PTRM) dapat memberikan kesempatan kepada pasien untuk menstabilkan hidupnya dan mengurangi risiko agar tidak tertular virus seperti HIV, hepatitis dan virus lain yang diangkut melalui aliran darah. Selain itu, program pemeliharaan metadon menawarkan kesempatan bagi peserta untuk memperbaiki hubungan dengan keluarga, menemukan pekerjaan dan bertahan dalam pekerjaan itu agar merasa lebih sehat secara fisik dan psikologis. Perubahan pada gaya hidup ini dapat memberikan kepercayaan diri dan dorongan untuk segera berhenti menggunakan Narkoba. Namun perlu diketahui penggunaan Narkoba lain selain metadon biasanya dilakukan pasien pada tahap awal pemberian metadon. Ini disebabkan oleh karena dosis yang diberikan belum stabil dan belum mencapai dosis pemeliharaan. Sementara peserta melanjutkan penggunaan opiat mereka juga mungkin memakai Narkoba atau obat lain seperti alkohol atau benzodiazepine. Kekhawatiran utama 12
Kemenkumham, “Berita Negara Republik Indonesia,” artikel diakses pada 16 Januari 2014 dari http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2011/bn825-2011.pdf
6
dalam hal ini adalah bahwa penggunaan Narkoba yang dicampur dapat mengakibatkan over dosis. 13 Berkaitan dengan hal itu, pengawasan sangatlah penting untuk keberhasilan suatu program maka penulis tetarik untuk meneliti Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) sebagai pengalihan Narkoba bagi pecandu heroin yang digunakan Puskesmas Kecamatan Tebet. Penulis memilih Puskesmas Kecamatan Tebet diantaranya karena jumlah pasien PTRM di Puskesmas Kecamatan Tebet yang berjumlah 85 orang merupakan Puskesmas dengan jumlah pasien terbanyak di Jakarta Selatan dan PTRM disana telah berjalan cukup lama sejak tahun 2007. 14 Selain itu, belum ada kajian literatur program studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah yang membahas mengenai Program Terapi Rumatan Metadon ini. Oleh karena itu, penulis tertarik meneliti Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)
dengan
judul “Evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon bagi Pecandu Heroin di Puskesmas Kecamatan Tebet”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam
penulisan
skripsi
ini,
penulis
hanya
membatasi
permasalahan yang akan dipaparkan, yaitu pada evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) bagi pecandu Heroin di Puskesmas Kecamatan Tebet. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya perluasan materi yang akan dibahas selanjutnya. Permasalahan pokok yang akan dibahas
13 14
KPA, HIV dan AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba, h. 45. Wawancara Pribadi dengan dr. Elizabeth, Jakarta, 1 April 2014.
7
adalah pada pecandu Heroin yang sudah mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang berada di Puskesmas Kecamatan Tebet pada periode tahun 2013. Penulis memilih Puskesmas Kecamatan Tebet sebagai tempat untuk melakukan penelitian karena jumlah pasien PTRM terbanyak yang ada di Jakarta sebanyak 85 orang berada di Puskesmas Kecamatan Tebet. Pasien PTRM di Puskesmas Kecamatan Tebet juga secara mandiri dan kompak membuat kelompok bernama MUST (Methadone User Society Tebet) dimana para pasien saling mendukung satu sama lain melalui kelompok dukungan sebaya. Selain itu, dalam kajian literatur program studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah belum ada yang membahas mengenai Program Terapi Rumatan Metadon ini. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah pokok sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) bagi pecandu Heroin? 2. Bagaimana pelaksanaan evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP) terhadap Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Kecamatan Tebet?
8
C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) sebagai pengalihan Napza bagi pecandu Heroin. 2. Untuk mengetahui hasil evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) pada pasien Puskesmas Kecamatan Tebet.
D. Manfaat Penelitian Dengan mengacu pada latar belakang yang telah dikemukakan maka manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademis a.
Sebagai sarana bagi penulis untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah.
b.
Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Tebet dalam menangani pecandu Heroin.
c.
Merupakan masukkan untuk penelitian–penelitian lebih lanjut, khususnya penelitian terapan yang berkaitan dengan evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM).
9
2. Manfaat Praktis Memberikan masukan dan saran untuk menjadi bahan evaluasi bagi Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Kecamatan Tebet, Kader Muda di Puskesmas Kecamatan Tebet khususnya dalam memberi pelayanan pada pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM), serta menjadi bahan rekomendasi bagi perseorangan atau lembaga sosial yang memiliki perhatian terhadap penanganan pecandu Heroin.
G. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penulisan skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan mengetahui dengan jelas penelitian yang akan dilakukan untuk penulisan skripsi ini. 15 Adapun tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan literatur berupa skripsi, tesis dan buku yang berkaitan dengan penelitian skripsi penulis. Skripsi dari Tuti Mutya, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010 yang berjudul “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Tentang Penggunaan Jarum Suntik pada klien Metadon RSKO Jakarta”. Isi pokok dari skripsi ini membahas pengetahuan dan sikap dari klien metadon di RSKO. Kekurangan skripsi ini penulis hanya melihat segi medis dari klien metadon.
15
Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi), Jakarta: Center for Quality, 2007, h. 37.
10
Tesis dari Dwi Siswo Subagyo, Program Studi Kajian Ketahanan Nasional, Konsentrasi Kajian Stratejik Penanganan Narkoba, Universitas Indonesia, Jakarta Desember 2008 yang berjudul “Efektivitas Program terapi rumatan Metadon bagi Pasien Terdaftar di Puskesmas Kecamatan Tebet Tahun 2007-2008”. Tesis ini telah menjelaskan keefektifan dari program terapi rumatan metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet. Penulis menggunakan tesis ini karena mendapatkan objek penelitian yang sama, yakni pasien metadon di Puskesmas Tebet. Skripsi dari Putri Nahrisah, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 2008 yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan (PKC) Tanjung Priok”. Isi pokok skripsi ini membahas pelayanan PTRM PKC Tanjung Priok yang belum optimal dan sesuai dengan pedoman nasional. Skripsi dari Lidya Melawati, Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta 2011 yang berjudul “Evaluasi Program Layanan Kesehatan Rumah Bersalin Gratiis (RBG) bagi Orang Miskin di Jakarta Timur. Isi pokok skripsi ini membahas kesinambungan program dan pelayanan yang diberikan RBG kepada orang miskin. Skripsi dari Suryati, Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta 2013 yang berjudul ”Evaluasi Program Unit Usaha Bisnis Barang Bekas Berkualitas (BARBEKU) di Yayasan Imdad Mustadh’afin (YASMIN) Cirendeu. Skrispsi ini mengevaluasi program yang berjalan di YASMIN. Kekurangan
11
skripsi ini, penulis tidak menjelaskan secara detail kriteria keberhasilan dari program tersebut. Selain itu, penulis menggunakan beberapa literatur berupa buku, diantaranya “Problem Narkotika-Psikotropika dan HIV-AIDS”, “HIV dan AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba”, “Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat”, “Membongkar Praktik Pelanggaran Hak Tersangka di Tingkat Penyidikan: Studi Kasus Terhadap Tersangka Kasus Narkotika di Jakarta”, “Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa”, “Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba”, “Bimbingan Teknis Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba”, “Narkoba Bahaya dan Upaya Pencegahannya”, Kejahatan Narkoba dan Psikotropika”, “Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa”.
E. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Menurut Bogdan dan Taylor dalam bukunya Moleong, metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku dapat diamati. 16 Dalam hal ini yang diteliti adalah evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Kecamatan Tebet. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat 16
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya, 1993), Cetakan ke-10, h. 3.
12
hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan dapat lebih menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Adapun data yang dikumpulkan dari metode deskriptif ini adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. 17 Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian dari model evaluasi CIPP dengan memfokuskan penjelasan pada gambaran evaluasi sebagai alat untuk menilai apakah sebuah program relatif sukses atau gagal. 1. Macam dan Sumber Data Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tape. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara dan pengamatan merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya. 18 Sumber data yang diperoleh penulis dalam penelitian kualitatif tentang Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) ini bersumber dari data primer dan sekunder.
17
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Cetakan ke-25, h. 9-10. 18 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 112.
13
Sumber data primer berasal dari data-data yang diperoleh dari sumber informan utama 19 (pengurus dan pasien PTRM di Puskesmas Kecamatan Tebet). Penulis memilih informan ini karena memiliki peran dalam berjalannya program terapi rumatan metadon, diantaranya: Tabel 1.1 Sumber Data Primer NAMA
JUMLAH
Dokter
2 Orang
Tenaga Medis
4 Orang
Kader Muda
1 Orang
Pasien (PTRM)
6 Orang
Sedangkan sumber data sekunder berasal dari data-data yang diperoleh dari literatur yang berhubungan dengan tulisan ini. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik
merupakan
cara
yang
digunakan
peneliti
untuk
mendapatkan data. Data adalah bahan keterangan tentang suatu objek penelitian yang diperoleh di lokasi penelitian. a. Dokumentasi Dokumentasi adalah proses pengumpulan dan pengambilan data berdasarkan tulisan-tulisan berbentuk catatan, buku-buku, dan arsip19
Suryati, “Evaluasi Program Unit Usaha Bisnis Barang bekas Berkualitas (barbeku) di Yayasan Imdad Mustadh’afin (Yasmin) Cirendeu,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013
14
arsip milik Puskesmas Kecamatan Tebet atau tulisan-tulisan lain yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Studi dokumen dilakukan melalui proses sebagai berikut: 1. Meneliti
keaslian
dokumen.
Dalam
merencanakan
dan
melaksanakan suatu program pemimpin dan staf program banyak memproduksi dokumen. Sebelum meneliti isinya, evaluator menelaah
keaslian
semua
dokumen
tersebut
dengan
berkomunikasi kepada mereka yang ada hubungannya dengan dokumen. 2. Memilih dokumen yang diperlukan oleh evaluasi. Evaluator memilih dokumen yang diperlukan dalam proses evaluasi setelah diverifikasi keaslian dokumen. 3. Meneliti isinya. Dalam meneliti isi dokumen, evaluator harus selalu skeptis bahwa isi dokumen belum tentu benar atau sesuai dengan kenyataan yang tertulis atau terekam. 20 b. Observasi Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indera mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indera lainnya seperti telinga, mulut dan kulit. 21 Metode observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik pengumpulan data
20
Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), h. 210. 21 Burhan Bugin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2005), h. 134.
15
yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan. Metode observasi merupakan cara yang sangat baik untuk mengawasi perilaku subjek penelitian seperti perilaku dalam lingkungan atau ruang, waktu dan keadaan tertentu. 22 Tetapi tidak semua perlu diamati oleh peneliti, hanya halhal yang terkait atau yang sangat relevan dengan data yang dibutuhkan. Beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif ialah: 1. Observasi Partisipatif Sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti melibatkan diri dalam kehidupan dari masyarakat yang diteliti untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada, sesuai maknanya dengan yang diberikan atau dipahami oleh para warga yang ditelitinya.
23
2. Observasi terus terang atau samar Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada subjek penelitian sebagai sumber data, bahwa dia sebagai peneliti sedang melakukan penelitian.
22
Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian & Metode Penelitian Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 79. 23 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Rum Media, 2012), h. 165-166.
16
3. Observasi tak berstruktur Observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. 24 Observasi tidak berstruktur dimaksud, observasi dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. 25 4. Observasi Terkendali Dimana para pelaku yang akan diamati oleh peneliti kualitatif diseleksi dan kondisi-kondisi yang ada di lokasi penelitian, pelaku diamati dan dikendalikan oleh si peneliti. 26 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bentuk observasi tidak berstruktur. Dengan demikian, pada observasi ini pengamat harus mampu secara pribadi mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek. Pada observasi ini, yang terpenting adalah pengamat harus menguasai “ilmu” tentang objek secara umum dari apa yang hendak diamati, hal mana yang membedakannya dengan observasi partisipasi, yaitu pengamat tidak perlu memahami secara teoritis terlebih dahulu objek penelitian. 27 Observasi ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Tebet untuk mendapatkan data seputar penelitian. Observasi dilakukan untuk mengetahui program yang di jalankan sudah efektif atau tidak bagi pasien Program Terapi Rumatan Metadon. Metode ini menjadi 24
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.173-
174. 25
Burhan Bugin, Metode Penelitian Kualitatif, h. 120. M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.174. 27 Burhan Bugin, Metode Penelitian Kualitatif, edisi kedua, h. 120. 26
17
penting karena peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti serta memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian dan mempertahankan penelitian untuk mendekati masalah secara induktif. Kemudian memungkinkan peneliti untuk memperoleh data tentang hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek
penelitian
secara
terbuka
dalam
wawancara
dan
memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. c. Wawancara Wawancara kualitatif merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan data dan informasi. Penggunaan dua metode ini didasarkan pada dua alasan. Pertama, dengan
wawancara peneliti
dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa kini dan juga masa mendatang. Metode wawancara kualitatif menggunakan panduan wawancara yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan kepada informan. Hal ini hanya untuk memudahkan dalam melakukan wawancara, penggalian
data
dan
informasi,
improvisasi si peneliti di lapangan.
dan
selanjutnya
bergantung
18
Peneliti akan mewawancarai dua orang dokter, dua orang tenaga medis, satu orang kader muda, ketua organisasi MUST (Methadone User Society Tebet), dan enam pasien PTRM. 1. Wawancara tak terstruktur Wawancara tak terstruktur mirip dengan percakapan informal. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk tertentu informasi dari semua informan, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri tiap informan. Wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, termasuk karakteristik sosial-budaya informan yang dihadapi. 28 2. Wawancara terstruktur Wawancara terstruktur merupakan model pilihan apabila pewawancara mengetahui apa yang tidak diketahuinya dan karenanya dapat membuat kerangka pertanyaan yang tepat untuk memperolehnya. Dalam wawancara terstruktur pertanyaan ada ditangan pewawancara dan respons terletak pada informan. 3. Wawancara terbuka terstandar Teknik pengumpulan data wawancara terbuka terstandar ini dikemukakan oleh Patton, Michael Quinn dalam penerapannya pada evaluasi program. Dalam beberapa hal, ketika melaksanakan
28
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.174.
19
suatu evaluasi program hanya memungkinkan para partisipan selama periode waktu yang terbatas. 29 Bentuk wawancara yang dilakukan peneliti dalam penelitian, yaitu
wawancara
terbuka.
Wawancara
ini
dilakukan
untuk
memperoleh data dari sumber langsung tentang masalah yang akan diteliti.
Bentuk
wawancara
terbuka,
yaitu
wawancara
yang
menggunakan seperangkat pertanyaan dan cara penyampaiannya pun sama untuk semua responden. Jenis wawancara yang peneliti gunakan adalah gabungan antara wawancara terbuka dengan wawancara terstruktur, wawancara terbuka adalah suatu wawancara yang para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula, apa maksud dan tujuan wawancara itu. Wawancara ini akan dilakukan secara bebas,
tetapi tetap
menggunakan pedoman
wawancara agar pertanyaan terarah.
Sedangkan wawancara
terstruktur
pewawancaranya
adalah
wawancara
yang
telah
menciptakan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan, wawancara ini bertujuan untuk mencari jawaban terhadap hipotesa kerja. d.
Waktu dan Tempat Pada penelitian ini, penulis memilih Puskesmas Kecamatan Tebet sebagai objek penelitian atas beberapa pertimbangan dan alasan.
29
183.
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.182-
20
Puskesmas Kecamatan Tebet merupakan salah satu bidang medis yang menyediakan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Tebet yang beralamat di Jalan Prof. Supomo No. 54, Tebet, Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 27 April hingga 7 Mei 2014. 3. Teknik Analisa Data Analisia data pada penelitian kualitatif dilakukan melalui pengamatan data secara logis dan sistematis dan analisis data itu dilakukan sejak awal peneliti terjun ke lokasi penelitian hingga pada akhir penelitian (pengumpulan data). Secara umum dinyatakan bahwa analisis data merupakan suatu pencarian, pola-pola dalam data perilaku yang muncul, objek-objek, terkait dengan fokus penelitian. Analisa data dilakukan dalam dua tahapan, yaitu selama proses pengumpulan data dan pada akhir pengumpulan data. Analisa data untuk penelitian kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan unit yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa-apa yang penting dan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. 30 Pada
saat
menganalisa
data
hasil
observasi
penulis
menginterpretasikan hasil wawancara yang ada kemudian menyimpulkan setelah itu menganalisa kategori-kategori yang nampak pada data tersebut.
30
247.
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 246-
21
Tujuan utama dari analisa data ialah untuk meringkaskan data dalam bentuk yang mudah dipahami dan mudah ditafsirkan sehingga hubungan antar problem penelitian dapat dipelajari dan diuji. 31 Analisa data melibatkan upaya mengidentifikasi ciri-ciri suatu objek dan kejadian. Kategori dan analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang nampak pada Program Terapi Rumatan Metadon bagi pecandu Heroin di Puskesmas Kecamatan Tebet. 4. Teknik Pemilihan Informan Informan penelitian di dalam penelitian kualitatif berkaitan dengan bagaimana langkah yang ditempuh agar data atau informasi dapat diperolehnya.
Maka
dalam
penelitian
kualitatif
dimungkinkan
menggunakan tiga cara ini, yaitu prosedur purposif (purposive sampling), prosedur kuota, dan prosedur snowball di dalam menentukan dan menemukan informan. Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling, yakni menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu. Kunci dasar penggunaan prosedur ini adalah penguasaan informasi dari informan dan secara logika bahwa tokoh-tokoh kunci di dalam proses sosial selalu langsung menguasai informasi yang terjadi di dalam proses sosial itu. 32
31
Moh Kasiram, Metodologi Penelitian: Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian (Malang: UIN Malang Press, 2008), Cetakan ke-1, h. 128. 32 Burhan Bugin, Metode Penelitian Kualitatif, edisi kedua, h. 120.
22
Tabel 1.2 Subjek & Informan Penelitian JUMLAH
NO.
INFORMAN
1.
Dokter
2
2.
Tenaga Medis
2
3.
Kader Muda
1
5.
Pasien PTRM (Subjek)
6
(ORANG)
Tabel 1.3 Klasifikasi Pemilihan Pasien PTRM NO. 1.
2.
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
> 1 tahun
4
2
Kawin
2
2
Belum Kawin
2
KLASIFIKASI PASIEN PTRM Waktu menjadi pasien PTRM
Status perkawinan
Cerai Belum bekerja
1
Pelajar 3.
4.
Pekerjaan
Telah mengikuti tes urine
Ibu Rumah Tangga
1
Wiraswasta
1
Karyawan
2
1
< 1 tahun
4
2
23
5. Teknik Keabsahan Data Salah satu cara paling penting dan mudah dalam uji keabsahan hasil penelitian adalah dengan melakukan triangulasi peneliti, metode, teori, dan sumber data. Dengan mengacu kepada Denzin seperti yang dikutip oleh M. Burhan Bungin, maka pelaksanaan teknis dari langkah pengujian keabsahan ini akan memanfaatkan: peneliti, sumber, metode, dan teori. a. Triangulasi Sumber Data Dilakukan dengan membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda dalam metode kualitatif yang dilakukan menurut Paton: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada dan orang pemerintahan, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatudokumen yang berkaitan. 33 b. Triangulasi dengan Metode Mengacu pendapat Patton seperti yang dikutip oleh M. Burhan Bungin dengan menggunakan strategi; (1) pengecekan derajat 33
Burhan Bugin, Metode Penelitian Kualitatif, edisi kedua, h. 264-265.
24
kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, (2) pengecekan beberapa sumber data metode yang sama. 34 Triangulasi ini dilakukan untuk melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data, apakah metode yang didapat dengan metode interview sama dengan metode observasi, atau apakah hasil observasi sesuai dengan informasi yang diberikan ketika diinterview. c. Triangulasi dengan Teori Dilakukan
dengan
menguraikan
pola,
hubungan
dan
menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis untuk mencari tema atau
penjelasan
pembanding.
Seperti
yang
dikutip
Burhan,
Bardiansyah secara induktif dilakukan dengan menyertakan usaha pencarian cara lain untuk mengorganisasikan data yang dilakukan dengan jalan memikirkan kemungkinan logis dengan melihat apakah kemungkinan-kemungkinan ini dapat ditunjang dengan data. 35 6. Teknik Penulisan Penulisan skripsi ini dilakukan sesuai dengan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press tahun 2007. F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan skripsi ini maka penulis membagi dalam lima bab, sebagai berikut: 34
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 246-
35
Burhan Bugin, Metode Penelitian Kualitatif, edisi kedua, h. 265.
247.
25
Bab I : Pendahuluan Dalam bab ini penulis akan memaparkan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian, sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teoritis Dalam bab ini penulis akan mencoba memaparkan mengenai pengertian evaluasi program yang meliputi pengertian evaluasi, program dan evaluasi program. Selanjutnya penulis menguraikan tentang pengertian Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Terakhir penulis menguraikan tentang pengertian pecandu, Narkoba jenis heroin dan teori perilaku. Bab III: Profil Lembaga Menjelaskan tentang profil lembaga, dalam bab ini penulis menguraikan temuan dan analisa data, pertama penulis menguraikan profil Puskesmas yang mencakup latar belakang berdirinya, visi dan misi, sarana dan prasarana, struktur organisasi dan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Bab IV: Temuan dan Analisa Data Pada bab ini penulis menguraikan hasil temuan dan analisis penelitian tentang evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) sebagai subtitusi bagi pecandu Heroin. Bab V: Penutup Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang kesimpulan dan saransaran. DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Evaluasi Program 1. Pengertian Evaluasi Evaluasi secara etimologi dalam kamus ilmiah popular adalah penaksiran, penilaian, perkiraan keadaan dan penentuan nilai. 1 Sedangkan secara terminologi pengertian evaluasi menurut Casley dan Kumar seperti yang dikutip dari Freddy S. Nggao, evaluasi adalah suatu penilaian berkala terhadap relevansi, kinerja, efisensi dan implikasi dari suatu proyek dikaitkan dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. 2 Malcom dan Provus, sebagai pencetus Discerepancy Evaluation seperti yang dikutip Djuju Sudjana, menjelaskan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui perbedaan antara apa yang ada dengan suatu standar yang telah ditetapkan serta bagaimana menyatakan perbedaan antara keduanya. 3 Menurut Vendung seperti yang dikutip Wirawan, evaluasi merupakan mekanisme untuk memonitor, mensistematikan, dan meningkatkan aktivitas pemerintah dan hasil-hasilnya sehingga pejabat publik dalam pekerjaannya di masa akan datang dapat bertindak serta bertanggung jawab, kreatif, dan 1
Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994),
h. 163. 2
Fredy S.Nggao, Evaluasi Program, (Jakarta: Nuansa Madani, 2003), h. 15. Djuju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), h. 19. 3
26
27
seefisien mungkin. Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh lembaga publik, akan tetapi juga dilakukan oleh perusahaan dan lembaga swadaya masyarakat. 4 Maka secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa evaluasi merupakan kegiatan penilaian terhadap segala macam pelaksanaan program agar dapat diketahui secara jelas bahwa apakah sasaran-sasaran yang dituju sudah dapat tercapai atau belum. Segala bentuk program apapun baik itu dalam hal profit dan non profit ataupun nirlaba dalam pelaksanaan manajerialnya sangatlah diisyaratkan untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Fungsi pengawasan dalam suatu organisasi pada umumnya terkait dengan proses pemantauan (monitoring) dan evaluasi (evaluation). 5 Melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi adalah suatu kesatuan yang saling mengisi satu dengan yang lainnya dan juga sesuatu yang wajib dilakukan dalam suatu program atau organisasi. Maka sudah dapat dipastikan bahwa melakukan evaluasi tidak lepas dari melakukan monitoring, begitu juga sebaliknya. Jika kegiatan monitoring atau pemantauan biasa dilakukan pada proses pelaksanaan program, maka evaluasi adalah penilaian diakhir pelaksanaan program. Pengertian evaluasi dilaksanakan pada akhir pelaksanaan program tidaklah suatu yang mutlak harus dilakukan sedemikian rupanya. Melakukan evaluasi tidak harus dilakukan sedemikan rupanya. Melakukan evaluasi tidak
4
Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 16. 5 Isbandi Rukminto Adi, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis (Jakarta: FEUI Press, Cetakan ke-3, Edisi Revisi), h. 187.
28
harus dilaksanakan menunggu tahap akhir program, akan tetapi juga bisa dilakukan pertengahan program kegiatan jikalau ditemukan indikasi-indikasi kejanggalan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan sasaran-sasaran yang telah ditentukan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan jika hanya dilakukan pada akhir kegiatan, maka kesalahan-kesalahan dan kekurangankekurangan pada proses pelaksanaan kegiatan makin lama menjadi besar dan berat perbaikannya. Oleh karena itu, melalui evaluasi terhadap kekurangan dari yang kecil ini akan lebih mudah pemecahannya dan tidak akan mengganggu kelancaran proses dan tahapan kegiatan berikutnya. 2. Desain Evaluasi Desain evaluasi adalah kerangka proses melaksanakan evaluasi dan rencana menjaring dan memanfaatkan data sehingga dapat diperoleh informasi dengan presisi yang mencukupi atau hipotesis dapat diuji secara tepat dan tujuan evaluasi dapat dicapai. Menurut Rowley seperti yang dikutip oleh Wirawan, desain penelitian merupakan logika yang menghubungkan data yang akan dikumpulkan dan kesimpulan-kesimpulan yang harus ditarik ke arah pertanyaan-pertanyaan dari studi, selain penelitian memastikan terjadinya perpaduan. Cara lain memandang suatu desain penelitian adalah melihatnya sebagai rencana tindakan untuk memperoleh dari pertanyaan ke kesimpulan. Berbeda dengan riset murni dan riset terapan lainnya, desain evaluasi terdiri dari model evaluasi dan metode penelitian. Model evaluasi menentukan jenis evaluasi apa saja yang harus dilakukan dan bagaimana proses
29
melaksanakan evaluasi tersebut. metode penelitian menentukan jenis data apa yang akan dijaring, teknik menjaringnya, apakah akan mempergunakan metode kuantitatif, kualitatif atau metode campuran dan instrument yang akan menjaring data. Di samping itu, metode penelitian menentukan bagaimana mentabulasi, menganalisis data dan kesimpulan hasil evaluasi. 6 3. Model Evaluasi Evaluasi itu sendiri terdiri dari berbagai jenis evaluasi diantaranya: a. Evaluasi awal kegiatan, yaitu penilaian terhadap kesiapan program kegiatan atau mendekati kelayakan program kegiatan. b. Evaluasi formatif, yaitu penilaian terhadap hasil-hasil yang telah dicapai selama proses kegiatan dilaksanakan. Waktu pelaksanaan secara rutin (per bulan, triwulan, semester atau tahunan) sesuai dengan kebutuhan informasi hasil penilaian. c. Evaluasi sumatif, yaitu penilaian hasil-hasil yang telah dicapai secara keseluruhan dari awal program kegiatan sampai akhir program kegiatan. Waktu pelaksanaan pada saat akhir program kegiatan sesuai dengan jangka waktu program kegiatan dilaksanakan. Untuk program kegiatan yang memiliki jangka waktu enam bulan, maka evaluasi sumatif dilaksanakan menjelang akhir bulan ke enam. Untuk evaluasi yang
6
Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 147-148.
30
menilai dampak program kegiatan dapat dilaksanakan setelah program kegiatan berakhir dan diperhitungkan dampaknya sudah terlihat nyata. 7 Dalam kegiatan dengan evaluasi Pietrizak, Ramler dan Gilbert mengemukakan tiga model evaluasi guna mengawasi suatu program secara lebih seksama, yaitu: a. Evaluasi input (input) memfokuskan pada berbagai unusr yang masuk dalam sutu pelaksanaan suatu program. Tiga unsur (variabel) utama yang terkait dengan evaluasi input adalah klien, staf dan program. Variable klien meliputi karakteristik demografi klien, seperti susunan (konstelasi) keluarga dan beberapa anggota yang ditanggung. Variabel staf meliputi aspek demografi dari staf, seperti latar belakang pendidikan staf, dan pengalaman staf. Sedangkan variable program meliputi aspek tertentu seperti lamanya waktu yang diberikan dan sumber-sumber rujukan yang tersedia. Dalam kaitan dengan evaluasi input program, ada empat kriteria yang dapat dikaji baik sendiri-sendiri maupun secara keseluruhan. Kriteria tersebut adalah (1) Tujuan dan objektif; (2) Penilaian terhadap kebutuhan komunitas; (3) Standar dari suatu ‘praktek yang baik’; (4) Biaya per unit layanan. b. Evaluasi proses (process) memfokuskan diri pada aktifitas program yang melibatkan interaksi langsung antar klien dengan staf “terdepan” (line
7
Panduan Standarisasi Monitoring dan Evaluasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin (Departemen Sosial RI, 2005), h. 1.
31
staf) yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan (objektif) program. Tipe evaluasi ini diawali dengan analisis dari system pemberian layanan dari suatu program. Dalam upaya mengkaji nilai komponen pemberian layanan, hasil analisis harus dikaji berdasarkan criteria yang relevan lembaga; tujuan proses (proses goals) dan kepuasan klien. c. Evaluasi hasil (outcomes) diarahkan pada evaluasi keseluruhan dampak (overall impac) dari suatu program terhadap penerima layanan (recipients). Pertanyaan utama yang muncul dari evaluasi ini adalah bila suatu program telah berhasil mencapai tujuannya, bagaimana penerima layanan akan menjadi berbeda setelah ia menerima layanan tersebut? Berdasarkan pertanyaan ini seorang evaluator akan mengkonstruksikan criteria keberhasilan dari suatu program. Kriteria keberhasilan ini akan dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan suatu program (berorientasi pada program = program oriented) ataupun pada terjadinya perubahan perilaku dari klien (berorientasi pada klien = client oriented).8 Selain itu, ada jenis model evaluasi lainnya, yaitu model evaluasi CIPP (Context, Input, Process dan Product). Model evaluasi ini mulai dikembangkan oleh Danile Stufflebeam pada tahun 1966. Stufflebeam mendefinisikan seperti yang dikutip oleh Wirawan, evaluasi sebagai proses melukiskan (delineating), memperoleh, dan menyediakan informasi yang berguna 8
untuk
menilai
alternatif-alternatif
pengambilan
keputusan.
Isbandi Rukminto Adi, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, h. 189-190.
32
Stufflebeam menyatakan model evaluasi CIPP merupakan kerangka yang komperhensif untuk mengarahkan pelaksanaan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif terhadap objek program, proyek, personalia, produk, institusi, dan sistem. Model CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi: a. Evaluasi Konteks (Context Evaluation). Menurut Daniel Stufflebeam seperti yang dikutip oleh Wirawan, evaluasi konteks untuk menjawab pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan? (What needs to be done?) Evaluasi ini mengidentifikasi dan menilai kebutuhan-kebutuhan yang mendasari disusunnya suatu program. 9 Stufflebeam dalam Hamid Hasan menyebutkan, tujuan evaluasi konteks yang utama adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan. 10 b. Evaluasi Masukan (Input Evaluation). Evaluasi Masukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan: Apa yang harus dilakukan? (What should be done?) 11 Menurut Eko Putro Widyoko seperti yang dikutip oleh Dewi Silvia, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi
9
Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 92. Dewi Silvia, “Evaluasi Program,” artikel diakses pada 07 April http://yudistiadewisilvia.wordpress.com/2013/04/24/evaluasi-program/ 11 Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 93. 10
2014
dari
33
untuk
mencapai
tujuan,
dan
bagaimana
prosedur
kerja
untuk
mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: 1) Sumber Daya Manusia; 2) Saran dan Prasarana; 3) Dana atau anggaran, dan 4) Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. c. Evaluasi Proses (Process Evaluation). Evaluasi Proses berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan? (Is it being done?) 12 Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. 13 d. Evaluasi Produk (Product Evaluation). Evaluasi Produk diarahkan untuk mencari jawaban pertanyaan: Did it succed? Evaluasi ini berupaya mengidentifikasi dan mengakses keluaran dan manfaat, baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. 14 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model evaluasi CIPP karena model ini lebih komprehensif diantara model evaluasi lainnya karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses dan hasil.
12
Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 94. Dewi Silvia, “Evaluasi Program.” 14 Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 94. 13
34
4. Indikator Keberhasilan Dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk suatu proses evaluasi, Feurstein seperti yang dikutip oleh Isbandi Rukminto Adi mengajukan beberapa indikator yang perlu untuk dipertimbangkan, diantaranya: 1. Indikator Ketersediaan (Indicator of Availability). Indikator ini melihat apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu prose situ benar-benar ada. 2. Indikator Relevansi (Indicator of Relevance). Indikator ini menunjukkan seberapa relevan ataupun tepatnya sesuatu yang teknologi atau layanan yang ditawarkan. 3. Indikator Keterjangkauan (Indicators of Accessibility). Indikator ini melihat apakah layanan yang ditawarkan masih berada dalam ‘jangkauan’ pihak-pihak yang membutuhkan. 4. Indikator Cakupan (Indicators of Coverage). Indikator ini menunjukkan proporsi orang-orang yang membutuhkan sesuatu dan menerima layanan tersebut. 5. Indikator Upaya (Indicators of Efforts). Indikator ini menggambarkan berapa banyak upaya yang sudah ‘ditanamkan’ dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
35
6. Indikator Efisiensi (Indicators of Efficiency). Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya dan aktivitas yang dilaksanakan guna mencapai tujuan dimanfaaatkan secara tepat guna (efisien) atau tidak memboroskan sumber daya yang ada dalam upaya mencapai tujuan. 7. Indikator Dampak (Indicators of Impact). Indikator ini melihat apakah sesuatu yang kita lakukan benar-benar memberikan suatu perubahan di masyarakat.15 5. Tujuan Evaluasi Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan objek evaluasinya. Tujuan melaksanakan evaluasi antara lain: a. Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat. Program dirancang dan dilaksanakan sebagai layanan atau
intervensi sosial untuk
menyelesaikan masalah, problem, situasi, keadaan yang dihadapi masyarakat. Program juga diadakan untuk mengubah keadaan masyarakat yang dilayani. b. Menilai apakah program telah direncanakan sesuai dengan rencana. Setiap program direncanakan dengan teliti dan pelaksanaannya harus sesuai dengan rencana tersebut.
15
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis) (Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001), h. 130-132.
36
c. Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar. Setiap program dirancang dan dilaksanakan berdasarkan standar tertentu. d. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan dimensi program yang jalan, mana yang tidak berjalan. 16 e. Pengembangan
staf
program.
Evaluasi
dapat
dipergunakan
mengembangkan kemampuan staf garis depan yang langsung menyajikan layanan kepada klien dan para pemangku kepentingan lainnya. Evaluasi memberikan masukan kepada manajer program mengenai kinerja staf dalam melayani masyarakat. f. Memenuhi ketentuan undang-undang. Seiring suatu program disusun untuk melaksanakan undang-undang tertentu. Suatu program dirancang dan
dilaksanakan
berdasarkan
ketentuan
undang-undang
untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat. g. Akreditasi program. Lembaga-lembaga yang melayani keburuhan masyarakat, seperti sekolah, universitas, hotel, rumah sakit, pusat kesehatan, dan perusahaan biro perjalanan perlu dievaluasi untuk menentukan apakah telah menyajikan layanan kepada masyarakat sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
16
Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 22.
37
h. Mengukur cost effectiveness dan cost-efficiency. Untuk melaksanakan suatu program diperlukan anggaran yang setiap organisasi mempunyai keterbatasan jumlahnya. i.
Mengambil keputusan mengenai program. Salah satu tujuan evaluasi program adalah untuk mengambil keputusan mengenai program. 17
j.
Accountabilitas. Evaluasi dilakukan juga untuk pertanggungjawaban pimpinan dan pelaksana program. Apakah program telah dilaksanakan sesuai rencana, sesuai dengan standar atau tolak ukur keberhasilan atau tidak. Apakah dalam pelaksanaan program terjadi penyimpangan anggaran, prosedur dan waktu atau tidak. Semua hal tersebut perlu dipertanggungjawabkan oleh para penyelenggara program.
k. Memberikan balikan kepada pimpinan dan staf program. seperti yang dikutip Wirawan, Poscav dan Carey mengemukakan bahwa evaluasi merupakan loop balikan untuk layanan program sosial. Loop tersebut merupakan proses mengakses kebutuhan, mengukur pelaksanaan program untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mengevaluasi prestasi pencapaian tujuan program, membandingkan pengaruh keluaran program dengan biaya serta perubahan yang diciptakan oleh layanan program. l.
Memperkuat posisi politik. Jika evaluasi menghasilkan nilai yang positif, kebijakan, program atau proyek akan mendapat dukungan dari para
17
Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 23.
38
pengambil keputusan-legislatif dan eksekutif-dan anggota masyarakat yang mendapatkan layanan atau perlakuan. m. Mengembangkan teori ilmu evaluasi atau riset evaluasi. Pada awalnya evaluasi dilaksanakan tanpa landasan teori, hanya merasa suatu program perlu dievaluasi untuk mencari kebenaran mengenai program sosial. Praktik melaksanakan evaluasi yang berulang-ulang, mengembangkan asumsi bahwa evaluasi dilaksanakan untuk mengukur apakah tujuan program dapat dicapai atau tidak. 18 6. Pengertian Program Program adalah kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk waktu yang tidak terbatas. 19 Program adalah sederetan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok organisasi, lembaga bahkan negara. Seorang kelompok organisasi, lembaga bahkan negara mempunyai suatu program. Suharsimi Arikunto mengemukakan program sebagai berikut: “Program adalah sederetan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai suatu kegiatan tertentu”.20 7. Macam-macam Program Macam atau jenis program dapat bermacam-macam wujud, jika ditinjau dari berbagai aspek. Program ditinjau dari: 18
Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 24-25. Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 17. 20 Fredy S. Nggao, Evaluasi Program, h. 2. 19
39
a. Tujuan b. Jenis c. Jangka waktu d. Keluasan e. Pelaksanaannya f. Sifatnya 8. Tujuan Program Tujuan program adalah sasaran atau maksud yang harus dicapai dalam proses pelaksanaan kegiatan yang direncanakan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto sebagai berikut, “Tujuan program merupakan suatu yang pokok dan harus dijadikan pusat perhatian oleh evaluator. Jika suatu program tidak mempunyai tujuan yang tidak bermanfaat, maka program tersebut tidak perlu dilaksankan tujuan menentukan apa yang akan diraih.” 21 9. Evaluasi Program Evaluasi program adalah metode sistematik untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai program. 22
21 22
Fredy S. Nggao, Evaluasi Program, h. 23. Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h.17.
40
Evaluasi program dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan standar minimum yang telah disepakati guna mengukur efekrivitas, kesesuaian dan dampak.
23
Paulson bukunya “A Strategy for Evaluation Design”, yang dikutip oleh Grotelueschen mengemukakan bahwa evaluasi program adalah proses pengujian berbagai objek atau peristiwa tertentu dengan menggunakan ukuran-ukuran nilai khusus dengan tujuan untuk menentukan keputusankeputusan yang sesuai. Berdasarkan pengertian ini, maka evaluasi program adalah kegiatan pengujian terhadap suatu fakta atau kenyataan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa evaluasi program kita dapat mengukur dan menilai sesuatu program sehingga kita mengetahui nilai program tersebut. Dengan demikian, evaluasi program merupakan kegiatan yang teratur dan berkelanjutan dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk memperoleh data yang berguna bagi pengambilan keputusan.
B. Terapi Terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan penyakit, perawatan penyakit. 24 Dalam kamus kedokteran terapi diartikan
23
Pusat Studi Kebijakan Kesehatan dan Sosial Indonesia, ed., Pengelolaan Kesehatan Masyarakat dalam Kondisi Bencana (Yogyakarta: GRHA Yudistira, t.t), h. 78. 24 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Balai Pustaka, 1998), h. 935.
41
sebagai pemberian pertolongan kepada orang sakit, usaha menyembuhkan orang sakit atau bisa juga diartikan sebagai cara pengobatan. 25 Sedangkan dalam kamus lengkap psikologi dikatakan bahwa terapi merupakan suatu bentuk perlakuan dan pengobatan yang ditujukan kepada penyembuhan suatu kondisi yang menyimpang (patologis) pada diri seseorang. 26 Menurut Dadang Hawari, prinsip terapi adalah berobat dan bertobat, berobat artinya membersihkan NAPZA dari tubuh pasien, bertobat artinya si pasien memohon petunjuk Allah SWT, berjanji tidak akan mengulanginya dan memohon kekuatan iman agar tidak lagi untuk mengkonsumsi NAPZA karena disamping perawatan medis, maka solat, doa dan zikir merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan. Sesuai dengan firman Allah SWT surah al-Baqarah ayat 186 yang artinya: “Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila berdoa kepadaKu.” Hadist Nabi Muhammad SAW bersabda: “Setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu tepat mengenai sasarannya maka dengan izin Allah, penyakit itu sembuh.” (H.R. Muslim dan Ahmad). 27
C. Terapi Rumatan Terapi rumatan atau yang biasa disebut Maintenance Therapy adalah penggunaan obat terus-menerus untuk waktu tertentu setelah infeksi dionati, untuk mencegah kekambuhan atau pemburukan. 28 25
Ahmad Ramli, Kamus Kedokteran, (Jakarta: Djambatan, 1999), h. 354. J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, penerjemah: Kartini Kartono, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 507. 27 Muhammad Saifuddin, “Setiap Penyakit Pasti Ada Obatnya”, artikel diakses pada 07 April 2014 dari http://kesehatanmuslim.com/setia-penyakit-ada-obatnya/ 26
42
D. Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) 1.
Sejarah Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Metadon pertama kali dikembangkan di Jerman pada akhir tahun 1937 untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan minimnya pasokan opium mentah selama perang berlangsung. Opium mentah ini penting digunakan sebagai bahan baku morfin yang pada saat itu digunakan untuk keperluan di medan perang. Secara medis telah dilakukan uji coba oleh para ahli militer Jerman selama masa 1939-1940. Namun pada saat itu didapatkan hasil bahwa metadon ini mempunyai efek toksik dan efek ketergantungan yang terlampau besar. Tidak ideal jika digunakan oleh tentara yang terluka di medan perang. Obat ini selanjutnya diberikan nama Dolophine yang berasal dari bahasa latin dolor yang artinya nyeri. Kebanyakan obat untuk mengatasi rasa nyeri akan menggunakan DOL misalnya dipidolor (piritramide) dan dolantin (pethidine). Istilah ini tidak hanya dipakai di Jerman saja, namun juga dipakai di seluruh Negara di dunia. Pada bulan September 1942, Bockmuhl dan Ehrhart mempatenkan substansi ini yang kemudian mereka sebut sebagai Hoecsht 1820 atau polamidon yang pada saat itu strukturnya tidak ada hubungannya dengan morfin atau alkaloid opoid. Metadon diperkenalkan pertama kali di AS pada tahun 1947 oleh Eli Lilly sebagai sebuah analgesik. Pada saat itu diberikan nama dagang Dolophine, yang sekarang penamaan ini dipakai oleh Roxane Laboratories.
28
Yayasan Spiritia, “Daftar Istilah”, artikel diakses pada 31 Agustus 2014 dari http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=999
43
Semenjak saat itu, metadon dikenal sebagai substansi penanganan rumatan kecanduan narkotik. Pada awalnya metadon banyak beredar di jalanan dan ternyata terbukti mengurangi efek sakaw pada para pecandu. Pada saat itu metadon juga sudah dipakai dibanyak Rumah Sakit. Secara resmi metadon mulai
diperkenalkan
sebagai
rumatan
kecanduan
opioid
semenjak
dipublikasikannya sebuah penelitian oleh Prof. Vincent Dole dari Rockefeller University di New York. Bersama-sama dengan koleganya, Marie Nyswander dan Mary Jeanne Kreek, mereka mulai mengenalkan konsep bahwa kecanduan adalah sebuah penyakit yang bisa disembuhkan. Sampai saat ini, terapi rumatan metadon telah banyak diteliti secara sistematik dan mempunyai cerita sukses yang banyak dan paling bisa diterima secara politis jika dibandingkan dengan model lainnya dalam penanganan farmakologi pada kecanduan opioid. 29 Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) dimulai dari suatu hasil uji coba yang dilakukan WHO yang mendapatkan penyebab meningkatnya kasus HIV/AIDS yang terutama diakibatkan penggunaan narkoba jenis heroin dengan bertukaran jarum suntik secara sembarangan. Penyebaran HIV yang sangat cepat diantarapengguna jarum suntik membutuhkan usaha terapi yang komprehensif. Sehubungan dengan itu, WHO bekerjasama dengan pemerintah
29
Komunitas Methadone Indonesia, “What is Methadone?”, artikel diakses pada 07 April 2014 dari http://methadone.blog.com/
44
Indonesia (DEPKES) mengadakan pilot project berupa program rumatan metadon untuk subtitusi heroin dengan menggunakan metadon.30 Sejak mulai diterapkan tahun 2003-2004 melalui proyek pilot di Rumah Sakit Sanglah Bali dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, pencegahan penularan HIV dikalangan pengguna NAPZA suntik melalui Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Indonesia terus berkembang di Rumah Sakit dan Puskesmas. Keberadaan klinik layanan metadon sangat penting mengingat tingginya tingkat penularan HIV dikalangan pengguna NAPZA suntik. Melalui Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM), seorang pecandu yang biasanya menyuntikkan NAPZA jenis heroin atau yang biasa dikenal dengan putaw, diberikan terapi agar mengubah kebiasaannya itu dengan meminum cairan metadon dibawah supervisi medis sehingga resiko atau kemungkinan tertular HIV dari jarum suntik menjadi berkurang. 31 Menurut pengakuan salah satu pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang bernama Faizal Rahman, ia adalah mantan pengguna NAPZA suntik aktif jenis putaw dan sudah kecanduan sejak umur 14 tahun. Faizal telah mengikuti berbagai pengobatan atau rehabilitasi untuk mengatasi kecanduaannya namun ia kembali relapse atau kambuh menggunakan putaw kembali. Hingga akhirnya pada Juni tahun 2006 Faizal mendapatkan 30
Nurul Arifin, “Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)”, artikel diakses pada 07 April 2014 dari http://nurularifin.com/read/narkoba/program-terapi-rumatan-metadon-ptrm/ 31 Tri Irwanda M, “Program Terapi Rumatan Metadon di Indonesia”, artikel diakses pada 07 April 2014 dari http://okzone.com/read/2008/03/26/230/94953/program-terapi-rumatan-metadon-diindonesia/
45
informasi dari teman sesama pecandu bahwa telah ada Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Setelah itu ia datang ke Puskesmas Tanjung Priok dan mengikuti berbagai berbagai persyaratan untuk mengikuti terapi metadon. Sampai saat ini Faizal telah merasa banyak perubahan positif yang terjadi dalam hidupnya, seperti kebiasaan menyuntik yang sulit hilang, kini dengan mengkonsumsi metadon memberikan harapan baru bagi masa depan dirinya dan para pecandu heroin/putaw. 32 2.
Pengertian Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Kebijakan Nasional Dampak Buruk Penggunaan Narkoba Suntik (Harm Reduction) menetapkan bahwa salah satu program pencegahan penularan penyakit di kalangan pengguna heroin atau NAPZA suntik adalah Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). PTRM merupakan metode rehabilitasi mantan pecandu narkoba, khususnya Putaw dan merupakan salah satu bentuk program dengan pendekatan pengurangan dampak buruk yang bertujuan unuk meningkatkan kesehatan pengguna Narkoba (Heroin) sehingga para pecandu Heroin dapat beraktivitas secara normal dan produktif sehingga dapat menekan tingkat kriminalitas. 33
32
North Methadone Community (NMC), “Methadone”, artikel diakses pada 07 April 2014 dari http://methadone-indonesia.blogspot.com / 33 Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Seputar HIV & AIDS (Jakarta: PKBI, 2011), h. 39.
46
3. Farmakalogi Metadon Metadon adalah suatu agonis opioid sintetik yang kuat dan diserap dengan baik secara oral dengan daya kerja jangka panjang, digunakan secara oral dibawah supervisi dokter dan digunakan untuk terapi pengguna heroin. Waktu kerja metadon pada umumnya adalah sekitar 24 jam. Penggunaan secara berkesinambungan akan diakumulasi pada berbagai bagian tubuh, namun khususnya pada hati. Proses akumulasi ini sebagian menjadi alasan mengapa toleransi atas penggunaan metadon berjalan lebih lambat dari penggunaan heroin. Efek analgesic dirasakan dalam 30 hingga 60 menit setelah diminum dan terjadi konsentrasi puncak di otak dalam waktu satu hingga dua jam setelah diminum, hal ini membuat metadon tidak segera menimbulkan perasaan euphoria sebagaimana heroin. Penghentian metadon secara mendadak tidak langsung menghasilkan gejala putus zat. Gejala putus zat baru akan dirasakan setelah beberapa waktu kemudian dan dialami beberapa hari lebih lama daripada gejala putus zat heroin. Efek samping yang pada umumnya dirasakan dalam waktu lama adalah konstipasi, berkeringat secara berlebihan, keluhan berkurangnya libido dan disfungsi seksual. Namun efek samping ini dilaporkan semakin dapat diatasi seiring dengan retensi pasien berada dalam program. 34
34
Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Metadon (Jakarta: Kemenkes RI, 2013), h. 34-35.
47
4. Waktu Pelayanan PTRM Pelayanan PTRM buka setiap hari, tujuh hari dalam seminggu dengan jam kerja berorientasi pada kebutuhan pasien untuk menjamin aksesbilitas. Walaupun demikian, penerimaan pasien baru hanya dapat dilakukan pada hari Senin sampai Rabu, guna penyesuaian pemberian dosis yang terpantau dengan ketat oleh dokter. Penerimaan pasien baru di luar hari Senin sampai Rabu, dapat dilakukan sepanjang tersedia dokter jaga pada akhir pekan. Pelayanan pada hari-hari besar dapat disesuaikan dan diputuskan secara lokal oleh Rumah Sakit Pengampu dalam hal ini Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) dan Dinas Kesehatan setempat, tanpa mengabaikan kebutuhan pasien. 5. Alur Layanan PTRM PTRM tidak hanya memberikan metadon semata-mata melainkan juga intervensi medis dan psikososial lain yang dibutuhkan pasien. Alur layanan adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Alur Layanan PTRM Proses Penerimaan •
Informasi tentang metadon, assessment, rencana terapi, pemeriksaan penunjang
Proses Inisiasi & Stabilisasi •
Farmakoterapi lain, konseling adiksi, konseling HIV, pengobatan ARV bila perlu
Proses Rumatan Assessment lanjutan, konseling kepatuhan, urinalisis sewaktu-waktu, farmakoterapi & konseling yang dibutuhkan
Sumber: Peraturan Menkes RI No. 57 Tahun 2013
48
6. Tahap Dosis Metadon a. Tahap Penerimaan Tahapan terhadap calon pasien PTRM dilakukan dengan melakukan skrining atas kriteria inklusi calon pasien. Selanjutnya pasien akan diberikan informasi mengenai PTRM dan pentingnya keterlibatan keluarga/wali dalam PTRM agar mendapatkan hasil yang optimal. Petugas medis atau dokter akan melakukan assessment dan penyusunan rencana terapi sesuai prosedur yang berlaku. Selanjutnya dokter akan menentukan apakah calon pasien dapat diterima sebagai pasien PTRM atau dirujuk pada modalitas terapi lain yang lebih sesuai. 35 b. Tahap Inisiasi Pemberian dosis awal metadon kepada pasien sebanyak 20-30 mg untuk tiga hari pertama. Kematian sering terjadi jika pasien diberikan melebihi dosis awal 40 mg. Selama pemberian dosis awal, pasien harus diobservasi 45 menit untuk memantau gejala putus obat (sakaw). Metadon harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi 100 cc dengan larutan sirup. Pada tahap ini pasien harus hadir setiap hari di Puskesmas dan menelan metadon di hadapan petugas PTRM. Setelah itu, pasien harus menandatangani buku yang tersedia sebagai bukti bahwa pasien telah menerima dosis metadon pada hari itu.
35
Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Metadon, h.36-37.
49
c. Tahap Stabilisasi Tahap ini bertujuan untuk menaikkan dosis metadon secara perlahan sehingga memasuki tahap rumatan. Pada tahap ini risiko overdosis cukup tinggi pada 10-14 hari pertama karena kenaikan dosis. Dosis yang dianjurkan dalam tahap ini adalah menaikkan dosis awal metadon sebanyak 5-10 mg tiap 3-5 hari. Apabila pasien masih menggunakan heroin maka dosis metadon perlu ditingkatkan. Perlu diingat bahwa tak ada hubungan yang jelas antara besarnya jumlah dosis opiat yang dikonsumsi seorang pengguna heroin dengan dosis yang dibutuhkannya pada PTRM. Selama minggu pertama pada tahap ini, pasien masih diwajibkan untuk datang setiap hari ke Puskesmas. 36 d. Kriteria Penambahan Dosis Kriteria ini dilihat berdasarkan adanya tanda dan gejala putus obat (sakaw) yang diukur melalui sekala putus opiat obyektif dan subyektif. Prinsip terapi pada PTRM adalah “start low go slow aim high” yang artinya memulai dosis yang rendah adalah aman, peningkatan dosis perlahan adalah aman, dan dosis rumatan yang efektif adalah lebih efektif. e. Tahap Rumatan Pada tahap ini rata-rata dosis rumatan pasien adalah 60-120 mg per hari. Dosis rumatan tetap dipantau dan disesuaikan setiap hari secara teratur tergantung dari keadaan pasien. Tahap ini dapat berjalan selama bertahun-
36
Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Metadon, h.38-39.
50
tahun sampai perilaku stabil, baik dalam bidang pekerjaan, emosi maupun kehidupan sosial. f. Dosis Bawa Pulang (Take Home Dose/THD) Dosis bawa pulang adalah pemberian dosis bawa pulang karena pasien tidak dapat hadir di klinik oleh karena suatu sebab yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemberian THD mengikuti aturan pemberian dosis (diencerkan). g. Tahap Penghentian Metadon Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan (tapering off). Penghentian metadon ini dilakukan jika pasien sudah dalam keadaan stabil, minimal enam bulan pasien bebas heroin, pasien dalam kondisi stabil untuk bekerja dan memiliki dukungan hidup yang memadai. Selain itu, perkembangan psikologis pasien harus diperhatikan. Jika keadaan emosi pasien tidak stabil maka dosis dapat dinaikkan kembali. 37
E. Pecandu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 1 ayat 13, pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Pada pasal 1 ayat 14, ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan 37
Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Metadon, h.40-41.
51
apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Selain itu, pada pasal ayat 15, penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. 38
F. Heroin Heroin merupakan salah satu jenis narkoba golongan satu. Heroin dikenal sebagai putaw karena berupa bubuk putih. 39 Merupakan golongan narkotika semisintetis yang dihasilkan atas pengolahan morfin secara kimiawi melalui empat tahapan sehingga diperoleh heroin paling murni berkadar 80% hingga 90%. Heroin murni berbentuk bubuk putih, sedangkan heroin tidak murni berwarna putih keabuan (street heroin). Zat ini sangat mudah menembus otak sehingga bereaksi lebih kuat dari pada morfin itu sendiri. 40 Heroin merupakan opiat yang paling sering disalahgunakan. Heroin memberi efek senang sesaat karena zat aktif heroin sebenarnya secara alamiah juga ada di dalam otak manusia. Ketika seseorang menggunakan heroin, maka kemampuan alamiah zat untuk mencapai kesenangan akan terhenti. Akibatnya untuk mendapatkan kesenangan, orang tersebut selalu tergantung sumber dari luar, yaitu heroin tersebut. 41 Selain itu, heroin dapat melegakan ketegangan, kegelisahan dan depresi, merasa
38
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Sunarno, Narkoba Bahaya dan Upaya Pencegahannya (Semarang: PT. Bengawan Ilmu, 2007), h. 19. 40 Andi Hamzah dan RM Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), h. 18. 41 A. Kadarmanta, Narkoba Pembunuh karakter Bangsa (Jakarta: PT. Forum Media Utama, 2010), h. 48-49. 39
52
terlepas dari kesedihan emosional dan fisik atau rasa sakit dan dengan dosis yang tinggi dapat mengalami perasaan gembira tetapi hanya sementara. 42 Heroin atau putaw merupakan salah satu dari narkoba golongan I yang menimbulkan ketergantungan terhadap si pemakai. Penggunaan heroin ada dengan cara dihisap aromanya, dimakan dan dengan cara disuntikkan yang jika alat suntik yang digunakan tidak steril akan menjadi media penularan HIV/AIDS. 43 Pengaruh jangka pendek penggunaan heroin meliputi pupil yang mengecil, rasa mual, muntah, sering menguap karena merasa mengantuk, nafas berat dan melemah, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan ketidakpedulian. Heroin sangat adiktif dan para pemakai dapat dengan cepat mengembangkan ketergantungan secara fisik dan psikologi. Heroin bersifat addict begitu pemakai menghentikan penggunaan heroin secara tiba-tiba menyebabkan gejala-gejala penarikan yang dapat menjadi parah seperi kejang-kejang, diare, gemetaran kepanikan, ingusan, kedinginan, berkeringat, sakit kepala dan nyeri tulang. 44 Keadaan tersebut dinamakan sakaw, keadaan ini menyebabkan sakit yang luar biasa. Tumbuh rasa ketagihan dalam diri pemakai yang membuat ia menaikkan dosis heroinnya. Hal inilah yang menyebabkan pemakai menjadi OD (over doses). Jika tubuh seseorang tidak mampu lagi untuk menerima dan menetralisir banyaknya obat yang dikonsumsi, maka orang tersebut akan meninggal. 45
42
Badan Narkotika Nasional, Pelajar dan Bahaya Narkotika (Jakarta: BNN, 2010), h.27. Sunarno, Narkoba Bahaya dan Upaya Pencegahannya, h.20-21. 44 Badan Narkotika Nasional, Pelajar dan Bahaya Narkotika, h. 27-28. 45 Sunarno, Narkoba Bahaya dan Upaya Pencegahannya, h.23-24. 43
53
G. Teori Perilaku Sikap atau perilaku terbentuk terutama atas dasar kebutuhan-kebutuhan yang kita miliki dan informasi yang kita terima mengenai hal-hal tertentu. Satu per tiganya merupakan faktor terkait yang berperan dalam pembentukan sikap, adalah kelompok orang tersebut berada didalamnya. Kelompok menentukan bagaimana kita harus memuaskan
kebutuhan
kita.
Dengan
sendirinya,
kelompok
juga
akan
menekankan/mempraktikannya agar sikap yang ada dalam kelompok tersebut diikuti. 46 Menurut Wolpe seperti yang dikutip oleh Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, terapi perilaku sebagai conditioning therapy yang melibatkan penggunaan prinsip-prinsip belajar yang ditegakkan secara eksperimental dengan maksud mengubah perilaku maladaptive. Kebiasaan-kebiasaan yang tidak adaptif dilemahkan dan dieliminasi; kebiasaan-kebiasaan adaptif diinisiasi dan diperkuat. Dalam terapi ini, terapis atau pekerja sosial harus melakukan assessment yang meliputi deskripsi tentang apa masalahnya, bagaimana masalah itu timbul, dan apa yang mempertahankannya. Bentuknya adalah hipotesis yang akan diuji dalam terapi. Terapi perilaku didasarkan atas berbagai teori belajar dan perilaku yang dipelajari, sementara terapi kognitif didasarkan atas keyakinan bahwa kebanyakan gangguan berasal dari pemrosesan informasi yang salah. Interpretasi terhadap peristiwa-peristiwa yang tercermin dalam kandungan pemikiran-pemikiran otomatis
46
Samsunuwiyati Mar’at dan Lieke Indieningsih Kartono, Perilaku Manusia (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h. 104.
54
individu merupakan komponen utama bias-bias sistematik lain yang mencirikan gangguan-gangguan tertentu seperti: a. Panik (panic): tanda-tanda tubuh (gejala otomatis) diinterpretasikan sebagai lebih berbahaya daripada kalau tanda-tanda itu jarang atau jumlahnya lebih banyak atau sedikit. Misalnya, meningkatnya angka denyut jantung menandakan terjadinya serangan jantung. b. Hipokondriasis (hypochondriasis): tambahan ke dalam interpretasi katastrofi tentang tubuh menandakan suatu keyakinan bahwa suatu penyakit tertentu lebih mungkin daripada yang sebenarnya ada. c. Depresi (depression): pandangan negatif terhadap diri sendiri, dunia dan masa depan. d. Kecemasan (anxiety): rasa bahaya secara fisik atau psikologis. e. Keadaan paranoid (paranoid state): bersifat bias terhadap orang lain. f. Krisis (crisis): peristiwa genting yang menimbulkan keyakinan-keyakinan dasar tentang diri sendiri yang menimbulkan persepsi tentang situasi sebagai krisis. 47
47
Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 46-47.
BAB III PROFIL LEMBAGA
A. Latar Belakang Puskesmas Kecamatan Tebet 1. Sejarah Puskesmas Kecamatan Tebet Puskesmas Kecamatan Tebet berdiri tahun 1967 dengan nama “Klinik Kesehatan” yang beralamat di jalan Tebet Barat IX/64, pada waktu itu pelayanan hanya terdiri dari Balai Pengobatan Umum, Balai Pengobatan Gigi dan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Kepala Puskesmas yang pertama adalah Dr. Noorsyamsi Prijono dilanjutkan oleh Dr. Sri Sudarmilah, Dr. Zulhaini Hadi, Dr. Yvonne Maas, Drg. CH. Indrarini, MM dan sekarang oleh Dr. Dewi R. Anggraini, M. Kes. Pada tahun 1972 didirikan lagi gedung Puskesmas Kecamatan yang beralamat di Jl. Prof. Supomo SH No. 54 Tebet Jaksel, gedung tersebut di rehab secara total menjadi tiga lantai sehingga semua pelayanan di satukan di Puskesmas Kecamatan Tebet dan bangunan lama di jalan Tebet Barat IX/64 sekarang dijadikan Puskesmas Kelurahan Tebet barat. Pada bulan Agustus tahun 2011 Puskesmas Kecamatan tebet di rehab secara total sampai pada Februari 2012 kemudian pada Maret 2012 gedung baru dengan lima lantai
55
56
sudah dapat di fungsikan. Gedung Puskesmas diresmikan oleh Walikota Jakarta Selatan dan di pergunakan sampai dengan saat ini.
1
2. Geografi Kecamatan Tebet merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) kecamatan dalam lingkungan Kotamadya Jakarta Selatan, dengan luas wilayah 905,10 Ha yang terdiri dari 7 (tujuh) Kelurahan, 80 RW dan 938 RT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: Kali Ciliwung dan kali Malang
b. Sebelah Timur : Kali Ciliwung dan Kali Cikini/Terusan c. Sebelah Selatan : Jln. Gatot Soebroto dan Jln. MT. Haryono d. Sebelah Barat
: Kali Cideng, Jln. Dr. Saharjo dari Jembatan Merah
sampai Jln. Minangkabau. Wilayah Kecamatan Tebet teletak pada 106° 46° Bujur Timur dan 6° 14° 13 Lintang Selatan. Wilayah Kecamatan Tebet 75% merupakan wilayah yang padat penduduk dari lingkungan pemukimannya banyak yang belum teratur dan terencana dengan baik. 2
1
Puskesmas Kecamatan Tebet, Laporan Kegiatan 2012 (Jakarta: Puskesmas Kecamatan Tebet, 2012), h.13. 2 Puskesmas Kecamatan Tebet, Laporan Kegiatan 2012, h. 4.
57
3.
Dasar Hukum a. Kep. Menkes RI No. 1457/Menkes/X/2003 tentang standar pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten / Kota. b. Kep. Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 58 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. c. SK Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No. 3229/1999 tentang standarisasi Pelayanan Kesehatan pada Puskesmas DKI Jakarta. d. Surat
Keputusan Gubernur No. 106 tahun 2008 tentang pola
pengelolaan keuangan dan layanan umum daerah. 3 4. Visi, Misi dan Kebijakan Mutu a. Visi Menjadi Puskesmas dengan pelayanan Kesehatan terpadu, bermutu dan professional seta menjangkau seluruh lapisan masyarakat. b. Misi 1. Memberikan
pelayanan kesehatan
yang
meliputi kegiatan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan dan program sesuai standar mutu. 3. Meningkatkan kualitas SDM melalui peningkatan penegetahuan dan keterampilan serta kesejahteraan karyawan.
3
Puskesmas Kecamatan Tebet, Laporan Kegiatan 2012, h.2.
58
4. Memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau untuk seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan ras, agama dan sosial ekonomi. 5. Melaksanakan
pelayanan
kesehatan
dan
sistem
informasi
kesehatan secara komputerisasi. c. Kebijakan Mutu/Janji Layanan dan Strategi 1. Memberikan pelayanan kesehatan prima yang berfokus pada kepuasan pelanggan dengan sasaran mutu yang teratur disertai peningkatan kualitas yang
berkesinambung
sesuai dengan
peraturan yang berlaku. 2. Jaminan keselamatan pasien. 4 5. Motto Puskesmas Kecamatan Tebet Adapun Motto dari Puskesmas Kecamatan Tebet menjadikan Puskesmas Tebet yang “P E D U L I”, yaitu: Pelayanan Memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat guna meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan lingkungannya. Empati Ikut memikirkan, merasakan perasaan dan kesakitan orang lain.
4
Puskesmas Kecamatan Tebet, Laporan Kegiatan 2012, h. 14.
59
Disiplin Mengikuti peraturan, kode etik dan mendahulukan tanggung jawab sebagai aparat kesehatan dalam melaksanakan tugas. Upaya dan Usaha Aktif mengembangkan tugas dan melaksanakan program kesehatan dengan semangat membina kerjasama tim untuk mencapai kinerja yang optimal. Lugas Melaksanakan tugas secara efisien untuk memperoleh hasil kinerja yang tinggi. Inisiatif Terus menerus melahirkan ide dan prakarsa dalam pelayanan maupun pengembangan cara kerja yang lebih baik. 5
B. Manajemen Puskesmas (POAC) Puskesmas dalam menjalankan fungsinya untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat memerlukan peningkatan manajemen di bidang kesehatan baik melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia maupun fungsi pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. 6
5 6
Puskesmas Kecamatan Tebet, Laporan Kegiatan 2012, h. 15. Puskesmas Kecamatan Tebet, Laporan Kegiatan 2012, h. 1.
60
Gambar 3.1 Manajemen Puskesmas Perencanaan Tingkat Puskesmas (PI) Micro Planning Pengawasan Pengendalian (P3) Stratifikasi Puskesmas
Penggerakan Pelaksanaan (P2) Minlok Puskesmas
Sumber: Laporan Kegiatan 2012, Puskesmas Kecamatan Tebet
C. Fasilitas Puskesmas Kecamatan Tebet Puskesmas Kecamatan Tebet memiliki fasilitas yang terdiri atas: 1. Luas Bangunan
: 1.500 m²
2. Daya listrik
: 6.300 watt
3. Air
: pompa air dan PAM
4. Telepon
: 4 line
5. Faximili
: 1 buah
6. AC
: 36 buah
7. Komputer
: 15 unit
8. Printer
: 12 unit
61
9. Kendaraan Ambulance
: 3 unit
10. Kendaraan Dinas Kepala Puskesmas
: 1 unit
11. Kendaraan roda dua (motor)
: 5 unit 7
Adapun fasilitas gedung disetiap lantai Puskesmas Kecamatan Tebet adalah sebagai berikut:
D. Program Penanganan Napza dan HIV-AIDS di Puskesmas Kecamatan Tebet a. Penanganan pasien: 1. Konseling 2. Pengobatan 3. Rujukan b. Kolaborasi TB-HIV adalah kegiatan yang berupaya untuk mempercepat diagnosis dan pengobatan TB pada pasien HIV dan sebaliknya mempercepat diagnosis dan pengobatan HIV pada pasien TB, dengan memperkuat jejaring layanan keduanya. c. VCT (Voluntary Counseling and Testing) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk menangani penyebaran HIV/AIDS. VCT adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidental (rahasia) dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. 7
Andronov Dwi Wibowo, artikel diakses pada http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00618-SI%20Bab%203.pdf
20
Februari
2014,
62
d. PMTCT (Prevention of mother-to-child HIV Transmission) adalah terminologi umum untuk sebuah program pelayanan dan intervensi yang didesain untuk menurunkan risiko penularan dari Ibu HIV positif kepada bayinya. e. HR (LJSS) adalah upaya penyediaan layanan yang meliputi penyediaan jaru suntik steril (baru), pendidikan dan informasi tentang penularan HIV, rujukan terhadap akses medis, dan layanan sosial. f. Test HIV Mandiri diyakini menjadi salah satu cara untuk mencegah penularan dan meningkatkan harapan hidup orang dengan HIV/AIDS. Namun karena adanya stigma pada ODHA di masyarakat, banyak orang yang enggan memeriksakan dirinya. Dengan pemeriksaan HIV secara mandiri di rumah, kekhawatiran tersebut bisa dicegah. Pemeriksaan mandiri untuk HIV dapat dilakukan di rumah dengan cara mengambil sampel dari gusi. Pemeriksaan ini bersifat non-invasif, nyaman, pribadi, dan dapat menunjukkan hasil dalam 20 menit. Namun hasil tes juga perlu dikonfirmasi dari klinik kesehatan. g. PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) adalah salah satu terapi bagi pengguna heroin yang dilakukan dalam jangka panjang untuk menurunkan risiko yang dibuat pengguna heroin dan memperbaiki kualitas hidup. 8
8
Dwi Siswo Subagyo, “Efektivitas Program Terapi Rumatan Metadon bagi Pasien Terdaftar di Puskesmas Kecamatan Tebet Tahun 2007-2008,” (Tesis S2 Program Studi Kajian Ketahanan Nasional, Universitas Indonesia, 2008), h. 38-39.
63
E. Struktur Organisasi Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian baik secara posisi maupun tugas yang ada pada perusahaan dalam menjalin kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. 9 Gambar 3.2 Struktur Organisasi KEPALA PUSKESMAS
SUB BAGIAN KEUANGAN
SUB BAGIAN TATA USAHA
PELAYANAN KESEHATAN (YANKES)
YANKES DASAR
YANKES SPESIALIS
YANKES FARMASI
YANKES TRADISIONAL
KESEHATAN MASYARAKAT (KESMAS)
PENYAKIT MENULAR
GADAR & BENCANA
KEPALA PUSKES KEL. TEBET BARAT
KEPALA PUSKES KEL. MANGGARAI SELATAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN & KESEHATAN KERJA
PENYAKIT TIDAK MENULAR
GIZI & PEMBERDAYAAN
PENDATAAN & PROGRAM
KEPALA PUSKES KEL. MENTENG DALAM
MANAJEMEN REPRESENTATIF
KESEHATAN JIWA MASYARAKAT &
CUSTOMER RELATION
KEPALA PUSKES KEL. TEBET TIMUR
KEPALA PUSKES KEL. BUKIT DURI
KEPALA PUSKES KEL. KEBON BARU
KEPALA PUSKES KEL. MANGGARAI
Sumber: Puskesmas Kecamatan Tebet 9
Wikipedia, “Struktur Organisasi,” artikel diakses pada 04 Agustus 2014 dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Struktur_organisasi
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
Berdasarkan hasil temuan lapangan diperoleh suatu informasi tentang pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan Tebet sebagai upaya pemulihan pecandu heroin. Dalam hal ini, peneliti mengacu pada model evaluasi CIPP (Context, Input, Process dan Product). Pada penelitian ini akan dibahas satu persatu sebagai berikut: A. Gambaran Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Kecamatan Tebet PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet telah berdiri sejak tahun 2007. Penyelenggaraan PTRM sudah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 57 Tahun 2013. 1. Alur Pelayanan PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet Setiap pasien baru dan lama yang ingin mendaftar di Puskesmas Kecamatan Tebet dibedakan dalam alur pelayanan sebagai berikut:
64
65
Gambar 4.1 Alur Pelayanan PTRM PKC. Tebet PASIEN
BARU
RUANG KONSULTASI
PERAWAT
LAMA
ADA KELUHAN
TIDAK ADA KELUHAN
RUANG KONSULTASI
Perawat menganjurkan pasien datang membawa: FC KTP Foto berwarna 3x4 lembar FC KK
KLINIK METADON
DOKTER
Sumber: Klinik Metadon Puskesmas Kecamatan Tebet 2. Gambaran Umum Peserta PTRM Pertama kali program terapi rumatan metadon dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Tebet pada bulan Mei 2007 dengan peserta sebanyak 88 orang. Pada bulan Maret 2014 jumlah peserta atau pasien yang terdaftar sebanyak 85 orang yang terdiri dari 73 laki-laki dan 11 perempuan. 1
1
Wawancara Pribadi dengan Koordinator PTRM, dr. Elizabeth, Jakarta, 1 April 2014.
66
3. Prosedur Tetap (PROTAP) Satelit PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta Selatan a. Pasien Baru 1. Pasien
yang
ingin
mengikuti
PTRM
datang
didampingi
orangtua/wali/pendamping. Setelah itu akan diterima oleh petugas registrasi (perawat/petugas sosial). 2. Petugas PTRM menjelaskan kepada pasien mengenai syarat dan peraturan terapi rumatan metadon. 3. Bila pasien telah benar-benar memahami sayarat dan peraturan PTRM maka petugas akan mengisi form pendaftaran dan pasien beserta orangtua menandatangani inform consent. 4. Pasien menyerahkan fotokopi KTP, kartu keluarga, surat nikah, pas foto ukuran 3x3 sebanyak 2 lembar dan materai Rp. 6.000,-. 5. Petugas registrasi merujuk pasien kepada Dokter. 6. Dokter membuat anamnesa, pemeriksaan fisik dan mengisi lembaran evaluasi klinik. 7. Jika sudah diputuskan bahwa pasien dapat mengikuti program metadon, dokter akan menentukan dosis permulaan dan perencanaan terapi. Selain itu, dokter meminta pasien memeriksakan urinenya untuk menghindari manipulasi. 8. Dokter mengirim resep dan mengirim pasien ke apotek.
67
9. Pasien diterima oleh petugas farmasi dan diminta membayar sesuai peraturan. 10. Staf farmasi memberikan metadon sesuai dengan resep. 11. Staf farmasi harus memastikan bahwa dosis metadon tersebut sudah diminum
oleh
pasien.
Selanjutnya
pasien
diminta
untuk
menandatangani form yang berisikan hari dan waktu tiba minum metadon. 12. Setelah meminum metadon, pasien harus berada di klinik selama 45 menit untuk melihat reaksi obat. 13. Bila tidak terjadi tidak muntah atau efek samping, pasien harus meninggalkan klinik dan tidak diperkenankan berada di sekitar klinik. 2 b. Pasien Pindahan Bagi pasien pindahan harus membawa surat dari PTRM asal/rujukan yang menerangkan identitas pasien, dosis metadon, dan lamanya mengikuti PTRM. 1. Pasien akan diterima oleh petugas administrasi yang membuatkan status pasien. 2. Pasien dirujuk ke Dokter untuk diperiksa urine (opiat) sehingga menghindari terjadinya manipulasi. Setelah hasil negatif dari opiate maka pasien akan dibuatkan resep oleh Dokter dan dikirim ke aptek.
2
Puskesmas Kecamatan Tebet, Prosedur Tetap (PROTAP) Satelit PTRM (Jakarta: Puskesmas Kecamatan Tebet, 2012), h. 1.
68
3. Pasien diterima oleh petugas farmasi dan diminta untuk membayar sesuai peraturan yang ada. 4. Staf farmasi akan memberikan metadon sesuai dosis yang ditetapkan Dokter. 5. Staf farmasi harus memastikan bahwa dosis tersebut telah diminum pasien dengan melihat langsung saat pasien meminum metadon. 6. Setelah selesai diminum, pasien diminta untuk segera meninggalkan klinik dan tidak dibenarkan untuk berada disekitar klinik. c. Pasien yang Pernah Drop Out Pasien yang pernah drop out dan ingin mengikuti program metadon akan dievaluasi kembali oleh Dokter. Prosedurnya sama seperti penerimaan pasien baru, dimulai dengan memberikan penjelasan program lalu pasien mendapatkan dosis dan menunggu 45 menit untuk melihat reaksi obat. 3 d. VCT (Voluntary Conseling and Testing HIV) Salah satu cara tes untuk mengetahui status HIV adalah melalui VCT alias tes dengan sukarela. Sebelum tes darah, dilakukan konseling terlebih dahulu.
3
4
Puskesmas Kecamatan Tebet, Prosedur Tetap (PROTAP) Satelit PTRM (Jakarta: Puskesmas Kecamatan Tebet, 2012), h. 2. 4 Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Seputar HIV & AIDS (Jakarta: PKBI, 2011), h. 30.
69
e. Pro-Test Konseling Pasien dan orang tuanya akan dihubungi setelah hasil tes HIV keluar untuk membuat perjanjian post test konseling. Bila hasilnya reaktif maka pasien harus melakukan pemeriksaan CD4, rontgen, tes darah lengkap, SGOT-SGPT. Namun bila hasil non reaktif maka pasien disarankan untuk periksa 3 bulan lagi. f. Dosis yang Hilang, Dicuri, atau Tumpah Dosis metadon yang dibawa pulang adalah menjadi tanggung jawab pasien sepenuhnya dan dianggap telah dipergunakan sesuai dengan aturan yang telah diberitahukan kepada pasien dan pendampingnya. 5 Apabila terjadi kehilangan, pencurian atau tumpah, maka prosedurnya adalah sebagai berikut: 1. Pasien yang melaporkan kehilangan atau kecurian dosis bawa pulangnya atau Take Home Dose (THD) tidak akan diberikan dosis pengganti. Walaupun dosis metadon bawa pulang (THD) telah diberikan kepada pasien adalah menjadi tanggung jawab pasien sendiri dan dianggap telah dipergunakan sebagaimana mestinya. 2. Jika dosis bawa pulang (THD) milik pasien tumpah di luar klinik maka harus dapat dicari buktinya. Dosis yang tumpah tidak mendapat penggantian kecuali bila timbul gejala obyektif putus opiat.
5
Kementerian Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan RI, h. 46.
70
3. Jika semua hal tersebut diatas telah dipertimbangkan dan Dokter merasa perlu untuk memberi dosis pengganti maka hal tersebut harus disepakati bersama dengan dua orang petugas lain. 4. Bila semua yang terlibat dalam kesepakatan tersebut menyetujui maka hal dibawah ini harus dilakukan: (1) Dosis pengganti diberikan diklinik metadon dibawah pengawasan setiap hari dan dinilai oleh Dokter berpengalaman untuk meyakinkan bahwa tidak akan terjadi keracunan. (2) Dosis pengganti tidak diberikan sebagai dosis bawa pulang. (3) Bila dosis tumpah, jumlah dosis pengganti adalah sebanyak bagian yang tumpah sebagaimana yang disaksikan oleh petugas yang melihatnya. 6 g. Tatalaksana Pemberian Metadon 1. Petugas medis harus memastikan foto pada ID card pasien dan pada map/formulir pasien sesuai dengan identitas pasien. 2. Petugas PTRM harus memastikan bahwa pasien tidak dalam keadaan intoksikasi. 3. Petugas PTRM harus memeriksa map pasien, berapa dosis metadon yang harus diberikan kepada pasien. 4. Petugas PTRM harus memastikan label botol liquid metadon agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat atau metadon.
6
Dyah Purwaning R, Standar Operasional dan Prosedur PTRM (Jakarta: RSKO, t.t), h.6.
71
5. Petugas PTRM harus tepat dalam memberikan dosis metadon yang harus diberikan. 6. Petugas PTRM akan mencampurkan larutan metadon dengan sirup secukupnya sehingga dapat mengurangi rasa pahit dari metadon. 7. Petugas PTRM akan meminta pasien untuk meminum metadon dihadapannya. Setelah itu, pasien diminta untuk meminum segelas air putih. 8. Petugas PTRM harus meminta pasien untuk menandatangani buku regitrasi pasien/map sebagai bukti bahwa hari itu pasien telah menerima dosis metadon. h. Prosedur menampung urine Tes urine terhadap penggunaan obat merupakan pemeriksaan objektif untuk mendeteksi adanya metabolit opiat dalam urine. Petugas medis harus memastikan bahwa urine yang diperiksa adalah urine yang bersangkutan. 7 i.
Tarif Tarif yang dikenakan kepada pasien PTRM adalah Rp. 5.000,per orang perkunjungan sesuai Perda dan untuk yang mempunyai KTP DKI/KJS tidak dipungut biaya/gratis. 8
7 8
Kementerian Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan RI, h. 50. Puskesmas Kecamatan Tebet, Prosedur Tetap (PROTAP) Satelit PTRM, h. 3.
72
4. Peraturan Program Terapi Rumatan Metadon 1. Pelayanan metadon terletak di Puskesmas Kecamatan Tebet, Jl. Prof. Soepomo,SH No. 54 Tebet, Jakarta Selatan. 2. Jadwal pelayanan PTRM, hari Senin - Jumat, pukul 13.00 sampai 15.00 WIB. Hari Sabtu - Minggu dan hari libur, pukul 11.00 sampai pukul 13.00 WIB. 3. Pasien harus datang ke klinik metadon pada jam yang telah ditentukan apabila datang terlambat maka pasien tidak dapat diberikan metadon. 4. Biaya minum metadon ditetapkan sesuai Perda sebesar Rp. 5.000,sekali minum (tidak boleh berhutang). 5. Metadon harus diminum didepan petugas. Bagi pasien metadon yang ketahuan oleh petugas menyembunyikan seluruh atau sebagian metadon untuk dibawa pulang akan langsung dikenai sanksi drop out. Bagi klien metadon yang ketahuan oleh petugas memeperjual belikan metadon yang dibawa pulang/take home dose (THD) akan langsung dikenai sanksi drop out. 6. Tidak ada dosis bawa pulang atau take home dose (THD) regular, petugas dapat sewaktu-waktu mengevaluasi THD setiap klien metadon sesuai dengan kondisi masing-masing klien (tidak sama untuk setiap klien). 7. Konsul Dokter dilakukan pada setiap hari kerja, hari libur tidak ada konsul.
73
8. Apabila ada keinginan untuk berhenti dari program metadon, klien harus memberitahu dokter atau tim metadon. 9. Klien akan diberhentikan/dikeluarkan dari program bila melakukan hal-hal: (1) Tidak ada motivasi untuk berubah atau masih menggunakan NAPZA. (2) Pasien mengancam keamanan staf PTRM atau orang lain dilingkungan tempat layanan. (3) Pasien bersikap tidak sopan kepada petugas, menimbulkan keributan dan terlibat kekerasan dan merusak sarana prasarana dilingkungan tempat layanan. 9
B. Hasil Evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet 1. Evaluasi Konteks (Context Evaluation) Evaluasi konteks menyajikan data tentang alasan-alasan untuk menetapkan tujuan-tujuan program dan prioritas tujuan. 1) Urgensi Penyelenggaraan Program Terapi Rumatan Metadon Salah satu jenis Narkoba yang umum digunakan adalah heroin. Banyak pasien terapi metadon yang merupakan mantan pecandu heroin dan sebelumnya
sudah
menjalani
memulihkan
kecanduannya,
berbagai
seperti
terapi
mengikuti
pengobatan rehabilitasi
untuk sampai
pengobatan alternatif. Hal ini pernah dialami oleh salah satu pasien PTRM berinisial DN, “Rehab pernah di Cipayung, alternatif juga pernah secara 9
Puskesmas Kecamatan Tebet, Syarat dan Peraturan Program Terapi Rumatan Metadon Puskesmas Kecamatan Tebet, h. 2.
74
agama kayak di Pesantren gitu”. 10 Namun pasien mengakui bahwa ia kembali relapse (kambuh) atau kembali aktif menggunakan heroin. Hal seperti ini dapat terjadi karena tidak adanya kesiapan dan kesungguhan dari pecandu untuk menghentikan diri mengkonsumsi heroin. Selain itu, hal ini dapat terjadi jika pecandu tersebut sudah terlampau aktif menggunakan heroin dalam dosis yang cukup tinggi yang mengakibatkan sulitnya pecandu tersebut untuk berhenti menggunakan opiat. Menanggapi
permasalahan
tersebut
pemerintah
berupaya
mengurangi dampak buruk penggunaan heroin atau opiat melalui intervensi pengurangan dampak buruk (harm reduction). Salah satu kegiatan dengan menggunakan pendekatan pengurangan dampak buruk adalah Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Dengan berbekal Permenkokesra No. 2 Tahun 2007, perawatan terapi metadon bisa diakses di unit layanan masyarakat. Penyelenggaraan program ini juga telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 57 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan PTRM. Pelayanan metadon dapat diakses salah satunya di Puskesmas Kecamatan Tebet yang telah berdiri sejak tahun 2007. Dengan adanya PTRM di Puskesmas Kecamatan Tebet para pecandu heroin dengan daerah jangkauan Jakarta Selatan dapat menghentikan pemakaian penggunaan heroin
10
dengan
mengalihkan
ke
terapi
Wawancara Pribadi dengan DN, Jakarta 30 April 2014.
subtitusi
metadon
tanpa
75
menimbulkan rasa sakit atau gejala putus obat (sakaw) pada saat proses penyesuaian dosis. Berdasarkan data di atas menggunakan indikator relevansi untuk menunjukkan seberapa relevan atau tepatnya layanan yang ditawarkan maka urgensi penyelenggaraan PTRM dinilai relevan karena melalui PTRM pecandu heroin dapat memulihkan kecanduannya. 2) Urgensi Pemilihan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) a. Program Terapi Rumatan Metadon Metadon dipakai sebagai terapi utama subtitusi karena memiliki efek menyerupai heroin dengan masa kerja yang lebih panjang. 11 Ketergantungan yang disebabkan oleh heroin hanya bertahan 4-6 jam per dosis yang dapat menyebabkan tekanan darah meningkat dan pemakai sering menunjukkan gejala-gejala ketergantungan obat yang tinggi (sakaw). Sedangkan dengan menggunakan
metadon dapat mencegah
ketergantungan (sakaw) selama 24-38 jam per dosis sehingga tekanan darah lebih stabil dan dengan dosis yang sesuai pasien dapat mengkonsumsi metadon sekali sehari. Metadon adalah obat yang legal dan penggunaannya harus di bawah pengawasan dokter. Metadon bukanlah untuk menyembuhkan seseorang dari ketergantungan opiat, selama memakai metadon seseorang masih tergantung pada opiat secara fisik. 11
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Seputar HIV & AIDS (Jakarta: PKBI, 2011), h. 39.
76
Tujuan dari Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) adalah upaya untuk mengurangi dampak buruk penggunaan NAPZA pada seseorang yang ketergantungan kronis opium atau heroin dan untuk menormalkan gaya hidup perilakunya. 12 Perubahan pada gaya hidup ini dapat memberikan pasien kepercayaan diri dan dorongan untuk segera berhenti menggunakan heroin. Koordinator PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet dr. Elizabeth menerangkan bahwa tujuan PTRM sebagai, “Program pengganti atau subtitusi bagi para pengguna NAPZA, pecandu heroin, morfin dan pengguna suntik menjadi meminum metadon. Metadon itu sendiri adalah heroin sintetik.” 13 Hal yang serupa juga diungkapkan oleh dr. Fadlinah, “PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) ini merupakan program harm reduction yang salah satunya adalah dengan subtitusi metadon untuk menghindari, memutuskan mata rantai penularan HIV …” 14 Berdasarkan data di atas menggunakan indikator upaya, Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) bertujuan untuk mengurangi dampak buruk penggunaan Narkoba terutama heroin dengan meminum metadon sesuai dosis yang ditetapkan oleh dokter. Selain itu, program metadon memberikan kesempatan bagi pasien untuk menstabilkan hidupnya.
12
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), HIV dan AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba (Jakarta: KPAN, t.t), h. 40. 13 Wawancara Pribadi dengan Koordinator PTRM dr. Elizabeth, Jakarta, 02 Mei 2014. 14 Wawancara Pribadi dengan dr.Fadlinah, Jakarta, 02 Mei 2014.
77
b. Kerjasama Program Terapi Rumatan Metadon dengan Lembaga Swadaya Masyarakat Menurut Kader Muda Puskesmas Kecamatan Tebet pada saat ini PTRM telah bekerja sama dengan beberapa LSM yang bergerak dibidang harm reduction. 15 Tidak jarang pecandu heroin mengetahui PTRM dari LSM. Namun tidak semua pecandu heroin diterima menjadi pasien oleh PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet. Hal ini dijelaskan oleh dr. Fadlinah: Saat pasien datang kita akan tanya apa yang ia ketahui tentang metadon. Ada yang menjawab katanya metadon enak. Nah, itu bahaya jika mereka nantinya ikut program dan mereka merasa tidak nyaman dan betul-betul harus menjaga dari dosis kecil lalu tidak nutup (sakaw). Nah, nantinya siap engga sih dia. Jika tidak siap nanti akan DO (drop out) dan LSM saat itu (awal PTRM dibuka) tidak semua paham asal masuk-masukin ke PTRM, ada yang masih baru menggunakan (heroin) tapi dimasukkan. Jadi kami harus seleksi lagi. Tujuan kami itu untuk mengurangi dampak buruk, jika ia belum siap maka tidak. 16 Selain
itu, kerjasama yang dilakukan PTRM Puskesmas
Kecamatan Tebet dengan beberapa LSM terdiri dari penjangkauan dan pendampingan terhadap para pecandu heroin yang masih aktif, pemberian informasi seputar kesehatan dan NAPZA. Hal ini dipaparkan oleh dr. Elizabeth,“Pendampingan dari LSM dan Kader Muda. LSM yang bekerja
15
Harm Reduction adalah pengurangan dampak buruk NAPZA sebagai upaya pencegahan terhadap dampak buruk NAPZA tanpa perlu mengurangi jumlah penggunanya. Dengan kata lain, harm reduction lebih mengutamakan pencegahan dampak buruk NAPZA, bukan pencegahan penggunaan NAPZA. 16 Wawancara Pribadi dengan dr. Fadlinah, Jakarta 02 Mei 2014.
78
sama diantaranya STIGMA, PPTK UI, HCPI. Tetapi pendampingan yang paling rutin diberikan oleh Judi Kader Muda.”17 Seperti yang dikutip dari Rauf A. Hatu, Suharto sesuai prinsip pekerjaan sosial, pendampingan yakni membantu orang agar membantu dirinya sendiri. Dalam konteks ini peranan pekerja sosial seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, bukan pemecah masalah (problem solver) secara langsung. 18 Oleh karena itu, Kader Muda yang bertugas melakukan pendampingan masih membutuhkan bantuan dari berbagai pihak melalui kerjasama, seperti yang dijelaskan oleh dr. Fadlinah: Kami jelas tidak mungkin selalu kami yang melakukan pendampingan. Kita berharap juga dari LSM. Sekecil apapun informasi kami akan usahakan untuk mengumpulkan anak-anak. Penjangkauan dilakukan oleh Kader Muda dan LSM, sesekali kami juka ikut turun (ke lapangan) tapi tidak memakai baju dinas yah. Intinya kita permudah aksesnya dahulu. 19 Hal ini juga diperkuat oleh salah satu perawat ibu Devi, “Penjangkauan kita disini juga ada kader muda, selain itu juga ada LSM”. 20 Sehingga dapat saya simpulkan bahwa kerjasama Puskesmas Kecamatan Tebet dengan LSM sangat membantu pencapaian target
17
Wawancara Pribadi dengan Koordinator PTRM dr. Elizabeth, Jakarta 02 Mei 2014. Rauf A. Hatu, “Pemberdayaan dan Pendampingan Sosial dalam Masyarakat (Suatu kajian Teoritis),” Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo, INOVASI, no. 4 (Desember 2010): h. 248. 19 Wawancara Pribadi dengan dr. Fadlinah, Jakarta 02 Mei 2014. 20 Wawancara Pribadi dengan Petugas Kesehatan Ibu Devi, Jakarta 05 Mei 2014. 18
79
penerima manfaat Program Terapi Rumatan Metadon. Walaupun demikian, peran kader muda Puskesmas Kecamatan Tebet juga tidak kalah pentingnya dalam hal penjangkauan pecandu yang masih aktif dan pasien yang sudah terdaftar di PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet. Selain itu, Kader muda juga dituntut untuk dapat berjejaring dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan harm reduction,“… memang kita
sudah
diwajibkan
untuk
keluar
lapangan
melakukan
penjangkauan…” 21 Seperti yang dikutip dari Rauf A. Hatu, Suharto merumuskan kegiatan serta proses pendampingan berpusat pada empat bidang, salah satunya perlindungan, fungsi ini berkaitan dengan interaksi antar pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan kepentingan klien dampingannya. 22 Berdasarkan data di atas menggunakan indikator keterjangkauan maka kerjasama Puskesmas Kecamatan Tebet dengan LSM dan kader muda dinilai baik karena para pecandu heroin terutama di daerah Jakarta Selatan dapat menjangkau atau mengikuti PTRM.
Berdasarkan data pada evaluasi konteks di atas, maka hasil evaluasi konteks dari segi relevansi, upaya dan keterjangkauan dinilai tepat sasaran. PTRM dilaksanakan sebagai upaya pengurangan dampak buruk Narkoba terutama bagi pecandu heroin. Penjangkauan yang dilakukan Puskesmas Kecamatan Tebet dengan 21 22
Wawancara Pribadi dengan Kader Muda Bapak Judi, Jakarta 28 April 2014. Rauf A. Hatu, “Pemberdayaan dan Pendampingan Sosial dalam Masyarakat,” h.248-249.
80
kader muda dan LSM dinilai baik karena para pecandu heroin dapat lebih mudah mengakses program metadon.
2. Evaluasi Input (Input Evaluation) Evaluasi input memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk dalam pelaksanaan suatu program. Tujuan dari evaluasi input adalah untuk menjaring, menganalisis, dan menilai kecukupan kuantitas dan kualitas masukan yang diperlukan untuk merencanakan dan melaksanakan program. Berikut ini penjelasan mengenai evaluasi input: 1) Pasien Puskesmas Kecamatan Tebet memiliki syarat dan peraturan tersendiri untuk menjadi pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang telah ditetapkan dalam Prosedur Tetap (PROTAP) Satelit PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet. Untuk menjadi pasien baru PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet, pasien harus datang dengan orangtua/wali atau pendamping dan mengisi form pendaftaran lalu menyerahkan berkas seperti fotokopi Kartu Keluarga (KK), KTP, surat nikah, foto, dan materai Rp. 6.000. Pasien baru harus menjalani pemeriksaan medis, psikologis dan sosial. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan dan jika sudah diputuskan bahwa pasien
81
dapat mengikuti program metadon, dokter akan menentukan dosis permulaan dan perencanaan terapi. 23 Ikut metadon dari tahun 2007 pas ini (PTRM) dibuka. Prosedurnya tes urine, hasilnya positif atau engga. Kalau engga positif, engga bakal dikasih biarpun baru cobacoba. Tapi kalau hasilnya positif baru dikasih dan dikonsul niat atau tidak mau berhenti pakai (heroin). Administrasinya KK (Kartu Keluarga), KTP, wali sama orangtua waktu itu, bayar Rp. 5.000 tiap minum. 24 Penerimaan pasien diseleksi dengan ketat seperti yang disampaikan salah satu perawat ibu Juju, Pemakai positif heroin, kita akan konsul dia ikut itu atas kemauan siapa, kemauan dia atau kemauan orang tua. Kalau karena kemauan orang tua kita tidak bisa terima karena sewaktu-waktu dia kan bisa kambuh lagi. Oleh karena itu, saat pendaftaran pasien harus membawa pendamping. Setelah itu kita konseling apakah kamu benar-benar mau berubah. Kita akan tanya apakah kamu sanggup untuk sekian tahun datang setiap hari hanya untuk minum. Kalau mereka sanggup kita akan minta dia tulis di atas materai. 25 Selain itu, terdapat kebijakan tersendiri untuk pasien pindahan dari PTRM lain dimana pasien tersebut harus membawa surat rujukan yang menerangkan identitas pasien, dosis dan lamanya pasien mengikuti PTRM. Selanjutnya pasien akan di terima oleh petugas administrasi lalu di minta tes urine untuk menghindari manipulasi. Jika persyaratan tersebut sudah
23
Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan Suku Dinas Kesehatan Puskesmas Kecamatan Tebet, Syarat dan Peraturan Program Terapi Rumatan Metadon (Jakarta: Puskesmas Kecamatan Tebet, t.t), h. 1. 24 Wawancara Pribadi dengan MR, Jakarta, 30 April 2014. 25 Wawancara Pribadi dengan Petugas Kesehatan Ibu Juju, Jakarta 05 Mei 2014.
82
dipenuhi pasien akan di terima oleh petugas kesehatan dan diberikan dosis metadon yang sudah ditetapkan dokter. 26 Bagi pasien yang pernah drop out atau dikeluarkan dari PTRM jika ingin mengikuti program metadon maka pasien akan dievaluasi kembali oleh dokter. Prosedurnya sama seperti pasien baru, mulai dari penjelasan program sampai pasien mendapatkan dosis dan menunggu 45 menit untuk melihat reaksi obat. PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet juga memiliki peraturan bagi pasien yang sudah terdaftar. Pasien diharuskan datang ke klinik metadon pada jam yang telah ditentukan, konsul dokter dilakukan pada hari kerja, metadon harus diminum di depan petugas jika pasien menyembunyikan sebagian atau seluruh metadon untuk dibawa pulang maka pasien akan dikenai sanksi. Begitu juga bagi pasien yang ketahuan oleh petugas memperjualbelikan metadon yang dibawa pulang (THD/Take Home Dose) akan langsung dikenai sanksi hingga drop out. Apabila pasien ingin berhenti dari program metadon maka pasien harus memberitahu dokter atau petugas kesehatan. Pasien akan diberhentikan dari program (drop out) jika pasien tidak memiliki motivasi untuk berubah, pasien mengancam keamanan petugas kesehatan PTRM atau orang lain di lingkungan tempat layanan, dan pasien bersikap tidak sopan kepada dokter atau petugas
26
Puskesmas Kecamatan Tebet, Prosedur Tetap (PROTAP) Satelit PTRM (Jakarta: Puskesmas Kecamatan Tebet, 2012), h. 1.
83
kesehatan sehingga menimbulkan keributan, terlibat kekerasan dan merusak saran dan prasarana lingkungan tempat layanan. 27 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Koordinator PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet, dr. Elizabeth. PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet tegas dalam memberikan sanksi hingga drop out kepada pasien yang melanggar peraturan, “Pernah terjadi konflik di antara pasien sendiri, komunitas bahkan dengan petugas, berkata kasar. Penanganannya biasanya kita pindahkan atau drop out.”28 PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet terus mengalami peningkatan jumlah pasien baru yang dapat dilihat dari grafik berikut: Gambar 4.2 Pasien Baru PKC. Tebet
Sumber: PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet Sedangkan jumlah pasien drop out di PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet tidak lebih dari 60% total pasien setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari grafik berikut: 27 28
Puskesmas Kecamatan Tebet, Prosedur Tetap (PROTAP) Satelit PTRM, h. 1-2. Wawancara Pribadi dengan Koordinator PTRM dr. Elizabeth, Jakarta 02 Mei 2014.
84
GAMBAR 4.3 JUMLAH PASIEN DROP OUT
15 10 5 0 DROP OUT
SUMBER: PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet Berdasarkan data di atas dengan indikator cakupan maka pasien yang mengikuti PTRM dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. 2) Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia dalam Program Terapi Rumatan Metadon terdiri dari dokter, perawat, apoteker dan kader muda. Petugas kesehatan selalu terlihat rapih dengan menggunakan seragam Dinas Puskesmas Kecamatan Tebet. Para dokter dan petugas kesehatan yang memberikan layanan metadon memberikan pelayanan yang tepat dalam pemberian dosis metadon. Selain itu, dokter dan petugas kesehatan begitu ramah dengan memberikan senyuman dan menyapa setiap pasien yang hadir. Hal ini dirasakan oleh pasien, “Kalau memuaskan sih memuaskan, orangnya (dokter dan petugas kesehatan) enak-enak, kekeluargaan, engga ada diskriminasi, semua baik dan peduli.”29 29
Wawancara Pribadi dengan YJ, Jakarta, 30 April 2014.
85
SDM dalam program ini dinilai berkompeten karena telah mengikuti pelatihan khusus mengenai metadon, seperti yang dijelaskan salah satu perawat ibu Devi, “Pelatihan seperti seminar, pelatihan waktu itu sih tidak ada praktek ya, pelatihan waktu itu hanya pemberian materimateri saja. Saya pelatihan di tahun 2012 dan dapat pelatihan dari Depkes”. 30 Keterangan jadwal pelayanan dan informasi mengenai metadon telah terpasang di dinding ruangan. Waktu pelayanan yang diberikan PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet yang dimulai pada pukul 13.0015.00 WIB diharapkan bisa buka sejak pagi pukul 10.00-12.00 sehingga waktu pelayanan lebih lama. Sebenarnya lebih baik kalau kata anak-anak yang lain yang bekerja, bukanya dua kali sehari aja kayak di PTRM-PTRM lain kan buka dua kloter. Tapi untuk saya pribadi dan suami saya yang wirausaha engga masalah dengan jam buka disini apalagi kalau terlambat minum kita bisa telepon dulu terus minum di apotek. Tapi kalau bisa dua kloter sebenarnya lebih baik lagi. 31 Waktu buka pelayanan yang lebih panjang dari pukul 10.00-12.00 dan berlanjut pada pukul 13.00-15.00 juga diharapkan oleh dr. Fadlinah namun terdapat keterbatasan dalam pelaksanaannya. … mereka itu (pasien PTRM) kan mintanya waktu buka itu lebih panjang tetapi dari sisi kita keterbatasan dalam hal SDM (Sumber Daya Manusia) karena kita satu orang bisa pegang macam-macam, poli banyak. 30 31
Wawancara Pribadi dengan Petugas Kesehatan Ibu Devi, Jakarta 05 Mei 2014. Wawancara Pribadi dengan DZ, Jakarta 02 Mei 2014.
86
Kita juga mau buka seperti Rumah Sakit atau Puskesmas lain yang buka dari pagi namun harus ada tim khusus yang tidak pegang apa-apa lagi fokus disitu (PTRM). Tapi semua masih bisa dilayani dengan baik walaupun hanya beberapa jam. 32 Berdasarkan data di atas menggunakan indikator ketersediaan maka sumber daya manusia (SDM) dinilai memadai karena SDM di PTRM telah mendapatkan pelatihan khusus mengenai metadon. Namun diharapkan SDM ini bisa fokus di PTRM saja sehingga pelayanan yang diberikan bisa semakin baik seperti, waktu atau jam buka pelayanan bisa lebih panjang. 3) Sarana dan Prasarana Kondisi ruangan PTRM bersih namun ruangan belum cukup memadai karena ruangan hanya berukuran 2.15 x 4 m dan berada di sudut Puskesmas Kecamatan Tebet. Alat-alat medis yang ada di ruangan PTRM sudah memadai dan terjaga kebersihannya. Petugas Kesehatan bernama ibu Devi mengharapkan disediakan tempat atau yang lebih luas, “Mungkin masalah tempat ya, kita kan ada dibawah dan tempatnya itu minimalis banget di pojokkan, apoteker yang di depan juga kasihan tempatnya sempit kecil. Ya… semogalah ruangan bisa lebih layak aja”. 33 Penulis mengamati ruangan di PTRM memang tidak begitu luas dengan ukuran 2.15 x 4 m namun ruangan selalu terjaga kebersihan dan kerapiannya. PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet juga memiliki 32 33
Wawancara Pribadi dengan dr. Fadlinah, Jakarta 02 Mei 2014. Wawancara Pribadi dengan Petugas Kesehatan Ibu Devi, Jakarta 05 Mei 2014.
87
kelebihan dengan menggunakan gelas plastik sekali buang untuk pasien meminum metadon sehingga lebih praktis tidak merepotkan para petugas kesehatan. Namun dibutuhkan lemari atau tempat untuk menaruh persediaan botol sirup yang cukup banyak sehingga ruangan konsul terlihat lebih luas walaupun peletakannya sudah cukup tertata rapi. 34 Sirup biasa dicampurkan kedalam metadon supaya saat pasien meminum metadon rasanya menjadi tidak begitu pahit. Sejauh ini kondisi ruangan cukup nyaman dan tidak begitu menganggu proses pelayanan metadon. Berdasarkan indikator ketersediaan maka sarana prasarana dinilai cukup memadai walaupun diharapkan disediakannya ruangan yang lebih luas. 4) SOP Program Terapi Rumatan Metadon Standar operasional dan prosedur (SOP) Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet berpedoman pada SOP yang dibuat oleh Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO). Selain itu, penggunaan metadon untuk program ketergantungan sebagai zat pengganti opium telah diakui oleh WHO dengan menambahkan zat tersebut ke dalam WHO Model List Essential Medicines. 35 Metadon adalah Narkotika berupa obat jadi dalam bentuk sediaan tunggal yang termasuk jenis Narkotika Golongan II sebagaimana 34
Observasi Penulis, Jakarta 30 April 2014. Dhoho A Sastro, ed., Membongkar Praktik Pelanggaran Hak Tersangka di Tingkat Penyidikan: Studi Kasus Terhadap Tersangka Kasus Narkotika di Jakarta (Jakarta: LBH Masyarakat, 2012), h. 78. 35
88
dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 36 Penyelenggaran Program Terapi Rumatan Metadon ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dan dilaksanakan di Rumah Sakit, Puskesmas, klinik, lembaga permasyarakatan atau rumah tahanan dengan berbekal dari Permenkokesra No. 2 Tahun 2007. 37 Seperti yang dipaparkan oleh dr. Elizabeth: Ya.. awal mulanya dari Kemenkes lalu Dinas Kesehatan. Lalu dari Dinas Kesehatan menunjuk Puskesmas Kecamatan Tebet untuk memiliki Program Terapi Rumatan Metadon dan sudah ada SK Menterinya. 38 Dari data di atas menggunakan indikator ketersediaan bahwa Puskesmas Kecamatan Tebet memiliki SOP PTRM yang berpedoman pada SOP yang telah dilaksanakan oleh RSKO. SOP diperlukan dalam Program Terapi Rumatan Metadon sebagai pedoman pelayanan program metadon kepada pasien atau pecandu heroin/putaw.
Berdasarkan pembahasan pada evaluasi input, PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet berdasarkan indikator ketersediaan dengan melihat unsur yang ada dalam program dinilai baik walaupun perlu ada peningkatan dalam beberapa aspek, seperti SDM yang fokus pada PTRM dan ruangan PTRM yang lebih luas.
36
Dyah Purwaning R, Standar Operasional dan Prosedur PTRM (Jakarta: RSKO, t.t), h.1. Dhoho A Sastro, ed., Membongkar Praktik Pelanggaran Hak Tersangka di Tingkat Penyidikan, h. 78. 38 Wawancara dengan Koordinator PTRM dr. Elizabeth, Jakarta 02 Mei 2014. 37
89
3. Evaluasi Proses (Process Evaluation) Dalam hal ini penulis memfokuskan pada program metadon sebagai program utama dalam pengurangan dampak buruk NAPZA terutama bagi pecandu heroin. Berikut penjelasan penulis tentang proses: 1) Konseling Pelayanan psikologik yang diberikan Puskesmas Kecamatan Tebet dilakukan oleh psikiater dan petugas kesehatan. Layanan konseling selalu diberikan kepada setiap pasien yang terdiri dari konseling umum, adiksi dan dukungan. Tahapan konseling yang pertama adalah menjalin terlebih dahulu hubungan baik dari petugas kesehatan kepada pasien. Konseling secara umum menyasar pada isu-isu mendasar yang dihadapi oleh para pasien PTRM, seperti ketidakmampuan mengontrol emosi, penolakan dari lingkungan sosialnya serta masalah-masalah lain yang sangat bervariasi dari satu pasien ke pasien lainnya. Tahap konseling kedua adalah mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk Program Terapi Rumatan Metadon, sekaligus juga memberi kesempatan bagi pasien untuk bertanya segala hal yang berkaitan dengan PTRM maupun masalah ketergantungannya.
Konselor
harus
dapat
mengetahui
riwayat
penggunaan NAPZA, riwayat perawatan terkait NAPZA, dan data pribadi pasien. 39
39
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Modul dan Kurikulum Pelatihan Program Terapi Rumatan Metadon, h. 122-124.
90
Selain itu, terdapat kelompok dukungan (support group) dimana para pasien bisa saling berbagi pengalaman dan semangat untuk pulih kepada pasien metadon lainnya. Kegiatan psikologik diperlukan tidak hanya kepada pasien metadon namun juga diberikan kepada keluarga pasien (family support). Pada tahap awal, konseling keluarga umumnya lebih diarahkan pada pemberian informasi yang mendalam akan Program Terapi Rumatan Metadon. Dengan demikian diharapkan bahwa keluarga memahami dengan benar apa yang menjadi tujuan pemberian metadon, sehingga dapat bekerjasama dengan petugas kesehatan dalam mengoptimalkan efektifitas program metadon bagi penderita ketergantungan heroin. Pendidikan tentang metadon diletakkan pada tahap awal konseling keluarga agar tercapai persamaan persepsi atas program yang menjadi landasan utama tercapainya perubahan perilaku pecandu yang signifikan. Tujuan dari konseling keluarga adalah untuk memperbaiki fungsi psikologis dari sistem keluarga sehingga dapat diharapkan perbaikan ini dapat mendukung proses pemulihan pecandu. 40 Dukungan keluarga dirasakan oleh pasien, “Keluarga saya tahu dan mendukung sekali (mengikuti PTRM), keluarga saya juga tahu saya positif HIV, mertua saya juga tahu, suami saya sekarang mendukung. Jadi semua support.” 41
40
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Modul dan Kurikulum Pelatihan Program Terapi Rumatan Metadon, h. 132. 41 Wawancara Pribadi dengan DZ, Jakarta 02 Mei 2014.
91
Hal ini juga diperkuat oleh dr. Fadlinah, yaitu “… jadi harus dikonseling dulu baik-baik. Target kita bagaimana mereka bisa produktif.”42 Peranan keluarga dalam menanggulangi penyalahgunaan NAPZA merupakan salah satu langkah dini yang efektif. Perlunya dikembangkan menjadi komitmen seluruh keluarga. 43 Dari data di atas dapat penulis simpulkan bahwa layanan konseling selalu diberikan kepada pasien maupun keluarga. Seperti yang dikutip dari Isbandi Rukminto Adi, Zastrow melihat keluarga sebagai suatu sistem yang anggotanya saling berinteraksi dan mempunyai saling ketergantungan satu sama lain. Zastrow mengemukakan alasan lain untuk menempatkan keluarga sebagai fokus perhatian, karena keikutsertaan (partisipasi) dari anggota keluarga biasanya diperlukan dalam proses ‘penyembuhan’ klien. Misalnya saja, bila seseorang merasa bahwa kebiasannya untuk menggunakan Narkoba bukanlah suatu hal yang salah, maka anggota keluarga yang lainnya akan dapat mengingatkannya bahwa ia sedang mengalami suatu masalah. Bahkan lebih jauh lagi, anggota keluarga tersebut dapat saling memperkuat proses terapi sekurangkurangnya memberikan dukungan moral terhadap si pecandu tersebut. Salah satu metode ‘penyembuhan’ yang digunakan untuk mengatasi masalah dalam keluarga adalah melalui terapi keluarga atau menurut
42
Wawancara Pribadi dengan dr. Fadlinah, Jakarta 02 Mei 2014. A. Kadarmanta, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa (Jakarta: PT. Forum Media Utama, 2010), h.213. 43
92
Zastrow dikenal pula dengan nama konseling keluarga. 44 Para pasien juga bisa saling berbagi pengalaman melalui Kelompok Dukungan Sebaya (KDS). Berdasarkan data di atas, maka kegiatan konseling yang dilakukan kepada pasien maupun keluarga dinilai relevan karena keikutsertaan keluarga dapat membantu dan men-support pasien sebagai salah satu upaya pemulihannya. 2) Pelaksanaan Pemberian Metadon Metadon oral atau minum, yaitu obat opiat pengganti yang efektif untuk pecandu heroin, penggunaan metadon dengan oral atau diminum dapat menghilangkan atau mengurangi penggunaan heroin. 45 Metadon akan diberikan oleh perawat yang diberikan wewenang oleh Dokter. Petugas kesehatan atau perawat akan mengajak pasien berkomunikasi untuk memastikan bahwa metadon telah ditelan. Selanjutnya pasien harus menandatangani buku yang tersedia sebagai bukti bahwa pasien telah menerima dosis metadon hari itu. 46 Pasien yang mengikuti PTRM harus melalui beberapa tahapan mengenai dosis yang akan dijalankannya, yakni tahap penerimaan, tahap inisiasi, tahap stabilisasi, penambahan dosis, tahap rumatan hingga fase penghentian metadon.
44
Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Depok: FISIP UI Press, 2005), h. 155. 45 Komisi Penanggulangan AIDS (KP), HIV dan AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba, h. 38. 46 Observasi Penulis, Jakarta, 30 April 2014.
93
Terhadap calon pasien PTRM akan dilakukan skrining atas kriteria calon pasien, pemberian informasi mengenai PTRM, assessment dan
penyusunan
rencana
terapi,
penjelasan
tentang
pentingnya
keterlibatan keluarga seperti yang telah dijelaskan pada konseling keluarga. Setelah itu, dokter akan mengambil keputusan apakah calon pasien akan diterima sebagai pasien PTRM atau dirujuk terapi lain yang lebih sesuai dengan kondisi pasien berdasarkan assessment. Jika pecandu heroin atau calon pasien sudah terima menjadi pasien maka ia akan menjalani tahap inisiasi. Dosis awal metadon adalah 20-30 mg untuk tiga hari pertama. Pasien akan diobservasi selama 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk memantau tanda-tanda gejala putus obat (sakaw). Jika terjadi gejala putus obat (sakaw) maka dosis akan dimodifiasi sesuai dengan keadaan. Selanjutnya pasien harus datang setiap hari ke Puskesmas Kecamatan Tebet untuk menjalani tahap stabilisasi yang bertujuan untuk menaikkan dosis secara perlahan sehingga memasuki tahap rumatan. Pada tahap ini menaikkan dosis awal 5-10 mg tiap 3-5 hari, total kenaikan dosis tidap minggu tidak boleh lebih 30 mg. Apabila pasien masih menggunakan heroin maka dosis metadon perlu ditingkatkan. Pasien bisa mendapatkan penambahan dosis melalui beberapa kriteria penambahan dosis sebagai berikut:
94
a. Adanya tanda dan gejala putus opiat yang diukur melalui skala putus opiat obyektif dan subyektif. b. Jumlah dan/atau frekuensi penggunaan opiat tidak berkurang. c. Craving tetap masih ada. Prinsip terapi pada PTRM adalah start low go slow aim high yang artinya memulai dosis yang rendah adalah aman, peningkatan dosis perlahan adalah aman, dan dosis rumatan yang tinggi adalah lebih efektif. Pada tahap rumatan umumnya pasien akan bertahan dalam dosis pemeliharaan 60-120 mg per hari. Fase ini dapat berjalan selama bertahun-tahun sampai perilaku stabil, baik dalam bidang pekerjaan, emosi maupun kehidupan sosial. Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan (tapering off) jika pasien sudah dalam keadaan stabil secara klinis dan psiokososial, serta bebas heroin selama minimal enam bulan. Jika kondisi emosi pasien tidak stabil, dosis dapat dinaikkan kembali. 47 Dari data di atas dapat penulis simpulkan bahwa pemberian metadon kepada pasien dilakukan dan diawasi secara khusus oleh dokter dan perawat. Pasien melalui beberapa tahapan untuk mendapatkan dosis yang stabil hingga tapering off. Dari hasil wawancara penulis dengan pasien, pada tahap dosis awal biasanya pasien masih menggunakan Narkoba lain selain metadon
47
Dyah Purwaning R, Standar Operasional dan Prosedur PTRM, h. 4-5.
95
atau yang biasa disebut mix atau selip. Hal ini disebabkan dosis metadon yang diberikan belum stabil dan belum mencapai dosis pemeliharaan. Pasien berinisal DZ mengakui bahwa, “… dua atau tiga tahun pertama saya masih selip putaw, benzo, alprazolam. Tapi setelah itu tidak pernah sama sekali.” 48 Pada dosis pemeliharaan juga terdapat pasien yang masih menggunakan NAPZA seperti heroin, alprazolam. Biasanya pasien beralasan menggunakan NAPZA karena suggest atau merasa rindu menggunakan NAPZA, sedang mengalami masalah yang berat sehingga membutuhkan obat penenang yang didapat secara illegal. Program Terapi Rumatan Metadon Kecamatan Tebet melakukan 2-3 kali tes urin secara mendadak untuk mewaspadai pasien yang memakai NAPZA lain. Penggunaan NAPZA lain selain metadon diakui oleh pasien: Engga munafik saya pernah mix (menggunakan NAPZA lain selain metadon). Seminggu yang lalu saya pakai putaw disuntik, itu sekali aja karena suggest kangen. Sebenarnya sakaw bisa di ilangin sama metadon tapi suggest engga bisa. Petugas (dokter dan perawat) tahu karena sering ada tes urine. Nah, karena faktor itu saya engga dikasih THD karena positif. 49 Hal ini juga diperkuat oleh pasien lain berinisial AJ yang pernah menggunakan NAPZA lain selain metadon.“… putaw aja mungkin bulan lalu disuntik. Pakainya kadang-kadang aja karena masih kangen, sekalian saya juga anggapnya cuma refreshing, engga rutin dan jadi 48 49
Wawancara Pribadi dengan DZ, Jakarta 02 Mei 2014. Wawancara Pribadi dengan YJ, Jakarta 30 April 2014.
96
kebiasaan. Metadonnya sih sebenarnya udah nutup ya.. Cuma ya itu rasa kangennya.” 50 Puskesmas Kecamatan Tebet melakukan antisipasi dan sanksi untuk masalah pasien yang masih menggunakan NAPZA lain selain metadon dengan mengadakan tes urine 2-3 kali dalam setahun secara mendadak. Hal ini diutarakan oleh dr. Elizabeth: Masalah nge-mix (penggunaan NAPZA lain selain metadon) itu pasti ada, tapi kita melaksanakan pengawasan dalam setahun 2-3 kali tes urine. Selain itu, ada tindakan jika hasil tes urine positif kita akan lakukan konseling kenapa ia masih menggunakan zat lain. Dari hasil konseling kita bisa melihat apakah ia perlu dinaikan dosisnya atau tidak. Jika ia melakukan THD maka THDnya akan kita evaluasi atau cabut. 51 Berdasarkan data di atas, maka pemberian metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet berdasarkan indikator efisiensi dinilai efektif karena pemberian metadon mengikuti tahapan dosis yang serta dosis pemberian metadon kepada pasien ditentukan oleh dokter dan dilakukan oleh petugas kesehatan. Namun terdapat kendala yang dihadapi dalam pemberian metadon ini, yaitu pasien yang masih menggunakan Narkoba jenis lain selain metadon. Hal tersebut memberi kekhawatiran karena penggunaan Narkoba yang dicampur dapat mengakibatkan overdosis. 52 Pencegahan dilakukan melalui tes urine yang dapat dilakukan sewaktu-
50
Wawancara Pribadi dengan AJ, Jakarta 30 April 2014. Wawancara Pribadi dengan Koordinator PTRM dr. Elizabeth, Jakarta 02 Mei 2014. 52 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Modul dan Kurikulum Pelatihan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) (Jakarta: DepKes RI, 2007), h. 161. 51
97
waktu. Berdasarkan data dari table berikut dapat diketahui jumlah pasien yang positif menggunakan zat-zat illegal: TABEL 4.4 HASIL TEST URIN PASIEN METADON DESEMBER 2012
JULI 2013
DESEMBER 2013
JUMLAH PASIEN MENGIKUT TEST AMPHETAMINE (SHABU-SHABU) BENZO
64
69
73
0
0
1
26
13
17
OPIAT
3
7
6
GANJA
3
5
6
Sumber: PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet 3) Dosis Bawa Pulang (Take Home Dose) Pasien dapat diberikan dosis bawa pulang (Take Home Dose/THD) jika pasien tidak dapat hadir di klinik karena suatu sebab yang dapat dipertanggung jawabkan. 53 Kriteria pasien dengan dosis bawa pulang: (a) Pasien secara klinis stabil; (b) Pasien bersikap kooperatif, tidak melakukan kekerasan; (c) Pasien memiliki aktifitas rutin (bekerja, seolah atau kuliah) yang dibuktikan dengan surat keterangan; (d) Pasien dapat bertanggung jawab atas dosis yang dibawa pulang; (e) Hasil
53
Kementerian Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 57 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan PTRM (Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2013), h. 43.
98
pemeriksaan urine benzo dan opiat negatif pada saat mengajukan permohonan dosis bawa pulang (THD). Dosis bawa pulang (THD) bagi pasien yang belum melewati masa stabil dapat dilakukan hanya untuk keadaan sangat mendesak, seperti sakit, kecelakaan, musibah (bencana alam, kebakaran, kebanjiran, keluarga inti meninggal), dan menjalani masa tahanan pada lapas atau rutan yang belum tersedia layanan PTRM. 54 Namun dosis bawa pulang (THD) dapat dihentikan bila hasil spot cek positif untuk opiat
dan benzo
yang
menandakan adanya
penyalahgunaan (tidak terkait dengan penggunaan secara medis legal), pasien melakukan tindak kekerasan, menyalahgunakan THD (dijual, diberikan kepada orang lain), menjual NAPZA illegal, dan pasien lupa menggambil dosis metadonnya lebih dari tiga hari. Dari data di atas dapat penulis simpulkan bahwa pemberian dosis bawa pulang (THD) begitu membantu pasien yang memiliki aktifitas rutin seperti bekerja dan sekolah, serta yang mendapatkan keadaan mendesak. Seperti yang diutarakan oleh pasien yang mendapatkan dosis bawa pulang, “THD (Take Home Dose) dua hari sekali, kalau datang rutin (setiap hari) kesini pekerjaan saya kan bisa rusak engga ke handle. Namanya kita kerja kan mengikuti waktu kerja yang ada tapi dengan THD kita bisa nyiasati waktu ke Puskesmas” 55 54 55
Dyah Purwaning R, Standar Operasional dan Prosedur PTRM, h. 5-6. Wawancara Pribadi dengan AJ, Jakarta 30 April 2014.
99
Manfaat dari dosis bawa pulang (THD) juga dirasakan oleh pasien yang pernah mengalami keadaan mendesak, “Saya pernah dapat THD (Take Home Dose) jika ada pertemuan keluarga atau saat saya lagi sakit dan untuk syaratnya, misalnya waktu saya ada acara ke Bali tiket pesawat saya diminta supaya tidak disalahgunakan.”56 Berdasarkan data di atas, Take Home Dose (THD) untuk indikator cakupan dinilai tepat karena dapat membantu pasien yang memiliki aktifitas rutin, seperti sekolah, bekerja sehingga pasien tidak perlu datang setiap hari ke Puskesmas. 4) Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan untuk pasien metadon diberikan dengan sistem rujukan ke poliklinik atau bagian lain jika pasien mengalami gangguan kesehatan. Selain itu, Puskesmas Kecamatan Tebet juga menyediakan
pemeriksaan
laboratorium
seperti
VCT
(Voluntary
Counseling and Testing) untuk mengetahui status HIV, urine opiate, LFT (Tes Fungsi Hati). Dari data di atas dapat penulis simpulkan bahwa pelayanan kesehatan secara umum juga diberikan kepada pasien PTRM melalui rujukan. Dalam hal pelayanan perlu ada peningkatan dan perbaikan dalam kualitas pelayanan metadon dengan pengawasan yang lebih ketat dalam pemberian metadon. Hal ini diungkapakan oleh pasien, “Sudah baik sih 56
Wawancara Pribadi dengan DZ, Jakarta 02 Mei 2014.
100
(pelayanan program metadon), tingkatin ini aja kualitas pelayanan” 57 Hal yang sama juga diperkuat oleh pasien berinisial DZ, “Sudah cukup memuaskan dan nyaman” 58 Menurut pasien DZ pelayanan secara keseluruhan yang diberikan PTRM sudah membuat pasien DZ stabil dan dapat bertahan mengikuti PTRM. Pelayanan kesehatan dinilai tepat guna atau efisien karena para pasien metadon mendapatkan pelayanan kesehatan secara umum dan juga rujukan ke spesialis sesuai dengan kondisi atau keluhan kesehatannya.
Berdasarkan data pada evaluasi proses di atas, penulis menilai bahwa pemberian metadon sudah sesuai karena berdasarkan resep dan penilaian dokter. Kegiatan konseling dinilai tepat untuk memberi penilaian kepada pasien baru apakah mereka benar-benar siap untuk mengikuti program dan mengetahui kondisi kejiwaan pasien selama pelaksanaan program serta dukungan keluarga dapat membantu proses pemulihan pasien. Pelayanan kesehatan juga sudah melingkupi
kebutuhan para
pasien metadon seperti adanya VCT untuk mengetahui status HIV pasien. Temuan penting dari hasil wawancara penulis dengan 6 orang pasien yang menjadi subjek penelitian, diketahui bahwa 5 orang masih menggunakan opiat atau Narkoba selain metadon.
57 58
Wawancara Pribadi dengan AJ, Jakarta 30 April 2014. Wawancara Pribadi dengan DZ, Jakarta 02 Mei 2014.
101
4. Evaluasi Produk (Product Evaluation) Evaluasi ini berupaya mengidentifikasi dan mengakses keluaran dan manfaat, baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut ini penjelasan mengenai evaluasi produk: 1) Output Berdasarkan wawancara dengan Koordinator Program Terapi Rumatan Puskesmas Kecamatan Tebet dr. Elizabeth, selama ini tidak ada target keberhasilan secara tertulis. “Kriteria keberhasilan sebenarnya tidak ada secara tertulis hanya yang paling penting pasien bisa bertahan dengan dosis yang dia minum, jika dia bisa bekerja juga sudah baik.”59 Hal yang sama juga diperkuat oleh dr. Fadlinah bahwa: Secara tertulis tidak ada target pasti keberhasilan tapi kita kan melihat dari perubahan perilaku, adakah kesadaran diri dia baik dari segi kesehatannya, apakah mereka masih menggunakan narkoba lain dan dilihat juga alasannya. Kita juga melihat apakah mereka sudah produktif bekerja, mereka bisa menghidupi diri sendiri secara mandiri … 60 Jadi, hasil keluaran dari PTRM ini di antaranya adalah: a. Penerima manfaat PTRM ditujukan kepada pecandu heroin untuk dapat berhenti menggunakan putaw/heroin, b. Mengurangi risiko kematian dini pada pasien PTRM,
59 60
Wawancara Pribadi dengan Koordinator PTRM dr. Elizabeth, Jakarta 02 Mei 2014. Wawancara Pribadi dengan dr. Fadlinah, Jakarta 02 Mei 2014.
102
c. Meningkatkan fungsi psikologis dan sosial sehingga pasien metadon dapat hidup lebih sehat dan produktif. 61 d. Mencegah penyebaran penyakit yang disebabkan penggunaan heroin seperti HIV, Hepatitis B & C sehingga hidup lebih sehat dan produktif. Hal ini dijelaskan oleh dr. Fadlinah, “…mengurangi dampak buruk penggunaan NAPZA juga HIV”. e. Konsumsi metadon terkontrol karena berada di bawah pengawasan dokter. 2) Outcome Manfaat Program Terapi Rumatan Metadon terhadap pecandu heroin yang menjadi pasien PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet, meliputi: a. Hilangnya kecemasan atau perasaan panik dari pasien karena mereka
tidak
lagi
merasakan
sakaw
seperti
saat
masih
menggunakan heroin. b. Keadaan paranoid atau halusinasi yang diinduksikan obat menjadi berkurang karena efek metadon yang tidak sekeras heroin dimana pecandu akan merasa kesenangan ataupun kesedihan yang berlebihan. c. Dalam pembentukan sikap dipengaruhi oleh kelompok orang tersebut 61
berada
didalamnya.
Kelompok
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), HIV dan AIDS, h. 40.
juga
akan
103
menekankan/mempraktikannya
agar
sikap
yang
ada
dalam
kelompok tersebut diikuti. Program KDS (Kelompok Dukungan Sebaya) yang ada di PTRM PKC. Tebet membuat sesama pasien dapat saling mendukung dan memotivasi sebagai usaha pemulihan mereka. Selain itu, KDS meningkatkan kesadaran pasien mengenai kesehatan dan dampak penyalagunaan Narkoba. d. PTRM dapat mengurangi keterlibatan dan tindakan kriminal pecandu heroin. Seorang pecandu heroin/putaw rentan sekali melakukan tindakan kriminal karena efek sakaw dimana pecandu harus selalu mengkonsumsi heroin/putaw setiap saat. Jika tidak segera mengkonsumsinya maka ia akan merasakan sakit yang luar biasa atau yang biasa disebut sakaw. Mereka akan melakukan apapun untuk mendapatkan barang haram tersebut seperti mencuri. Sedangkan jika meminum metadon sesuai dosis yang diberikan dokter maka pecandu heroin dapat berhenti menggunakan heroin/putaw karena efek metadon mirip dengan efek heroin, namun efek “fly”-nya tidak senikmat biasanya pada metadon dengan masa kerja yang lebih panjang sehingga dapat diberikan satu kali sehari dan penggunaannya dengan cara diminum. Penurunan keterlibatan pasien pada tindak kriminalitas juga menjadi salah satu indikator keberhasilan program yang diberikan Depkes.
104
e. Peningkatan produktifitas pasien karena dapat bekerja atau sekolah. Metadon memberikan kesempatan kepada pecandu heroin untuk dapat beraktifitas sebagaimana biasa karena metadon cukup diminum satu kali setiap harinya. Dosis yang bisa dibawa pulang (THD/Take Home Dose) turut membantu pasien untuk dapat menyesuaikan waktunya saat bekerja. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu pasien berinisial DN, “Banyak sih, jadi bisa ngatur waktu, sama keluarga pun jadi lebih deket. Dalam pekerjaan juga sangat membantu jadi lebih fokus.” 62 f. Hubungan sosial pasien membaik dengan keluarga, kawan, pekerjaan dan masyarakat. PTRM juga dapat meningkatkan mental pasien, seorang pecandu heroin yang telah mengikuti PTRM memiliki dorongan untuk segera berhenti menggunakan heroin/putaw sehingga kehidupannya bisa lebih stabil. Metadon juga memberikan perubahan pada gaya hidup pecandu heroin sehingga memberikan pasien kepercayaan diri. Hal ini dibuktikan oleh salah satu petugas kesehatan ibu Juju yang sejak awal sudah menangani PTRM, Banyak perubahan perilaku sikap, pasti yah.. terus yang tadinya urakan jadi rapih bersih. Selama ini saya bekerja baru ini anak-anak terlihat sekali ada perubahannya dari yang tempramen tinggi kasar sekarang sudah ada perubahan. Anak seperti itu kan perlu perhatian, kita suka ajak mereka “Coba deh untuk liat hasil cek darah”, 62
Wawancara Pribadi dengan DN, Jakarta 30 April 2014.
105
takutnya kan mereka belum buka hasil cek darah. Anak itu kita rangkul, kan banyak yang masih mengaggap mereka sampah dan kalau kesini kita tanya, “Kamu kalau kesini sudah mandi belum sih?” jadi hal atau pertanyaan kecil seperti itu saja kita perhatikan. Sebenernya dimana anak tersebut sudah mau datang itu sudah ada perubahan. Kan selama tujuh tahun dia datang cuma minum, pasti dia akan jenuh tapi kalau dia datang terus itu terlihat ada perubahan. 63 Perubahan yang terjadi pada pasien juga disampaikan oleh perawat ibu Devi, “Jauh lebih baik dari awal-awal, dari sikap ke kitanya aja sudah keliatan kok”. 64
Dari data di atas berdasarkan indikator dampak dengan melihat apakah program yang dilakukan benar-benar memberikan perubahan pada pasien, maka PTRM memberikan dampak yang lebih baik dengan merubah kondisi dan perilaku pasien menjadi lebih positif, seperti berkurangnya rasa cemas, peningkatan produktifitas pasien dengan bekerja atau sekolah, hubungan dengan keluarga yang menjadi lebih baik. Seperti yang diungkapkan oleh Kader Muda, “Sebelum mengikuti (PTRM) pastinya masih buruk perilakunya. Setelah mengikuti terapi berangsurangsur membaik dalam kehidupan budaya, sosial dan lain-lain.”65 Selain itu, dari segi kesehatan metadon dapat mencegah penyebaran penyakit dari penggunaan heroin seperti HIV/AIDS, hepatitis B&C.
63
Wawancara Pribadi dengan Petugas Kesehatan Ibu Juju, Jakarta 05 Mei 2014. Wawancara Pribadi dengan Petugas Kesehatan Ibu Devi, Jakarta 05 Mei 2014. 65 Wawancara Pribadi dengan Kader Muda Bapak Judi, Jakarta 29 April 2014. 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon bagi Pecandu Heroin di Puskesmas Kecamatan Tebet, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Terapi subtitusi heroin dengan metadon cair di Indonesia merupakan hal baru. PTRM merupakan upaya untuk mengurangi dampak buruk penggunaan Narkoba pada seseorang yang ketergantungan kronis opium atau heroin. PTRM mempunyai banyak komponen yang bertujuan mengubah perilaku pengguna beresiko menjadi kurang atau tidak beresiko. Berdasarkan hasil penelitian penulis menggunakan model evaluasi CIPP, maka hasil dari evaluasi konteks dari segi relevansi, upaya dan keterjangkauan dinilai tepat. Banyak pasien terapi metadon yang merupakan mantan pecandu heroin dan sebelumnya sudah menjalani berbagai terapi pengobatan untuk memulihkan kecanduannya, seperti mengikuti rehabilitasi sampai pengobatan alternatif. Namun pasien mengakui bahwa ia kembali relapse (kambuh) atau kembali aktif menggunakan heroin. Menanggapi permasalahan tersebut pemerintah berupaya mengurangi dampak buruk Narkoba terutama bagi pecandu heroin melalui PTRM Puskesmas Kecamatan Tebet sebagai salah satu yang ditunjuk untuk memiliki PTRM
106
107
melakukan penjangkauan dengan kader muda dan LSM supaya pecandu heroin dapat lebih mudah mengakses program metadon. Hasil evaluasi input menunjukan bahwa PTRM di PKC. Tebet telah berdiri sejak tahun 2007 dan mengalami peningkatan jumlah pasien dari tahun ke tahun, jumlah pasien saat ini sebanyak 85 orang. PTRM PKC. Tebet sangat selektif dalam menerima pasien metadon, seperti untuk administrasi harus dilengkapi secara keseluruhan. Sumber daya manusia (SDM) di PKC. Tebet dinilai memadai karena SDM telah mendapatkan pelatihan khusus mengenai metadon. Selain itu, para staff atau SDM berpenampilan rapih dengan menggunakan seragam dinas dan begitu ramah kepada pasien. Akan tetapi, terdapat beberapa aspek yang perlu dilakukan perbaikan, yaitu sarana dan prasarana yang bisa lebih menunjang keberlangsungan program seperti, ruangan yang lebih luas dan waktu pelayanan yang lebih lama dari pukul 10.00-12.00 dan berlanjut pukul 13.00-15.00. SOP yang dijalankan Puskesmas Kecamatan Tebet berpedoman pada SOP yang telah dilaksanakan di RSKO dan SOP ini diperlukan sebagai pedoman pelayanan program metadon kepada pasien atau pecandu heroin. Penulis menilai bahwa hasil evaluasi proses terhadap pemberian metadon sudah sesuai karena berdasarkan resep dan penilaian dokter. Pelayanan psikologi dinilai relevan untuk memberi penilaian kepada pasien baru apakah mereka benarbenar siap untuk mengikuti program dan mengetahui kondisi kejiwaan pasien selama pelaksanaan program serta adanya konseling keluarga dapat mendukung dan membantu proses pemulihan pasien. Pelayanan kesehatan juga sudah melingkupi
108
kebutuhan para pasien metadon seperti adanya VCT untuk mengetahui status HIV pasien. Namun masalah penggunaan Narkoba selain metadon menjadi permasalahan utama dalam pelaksanaan PTRM. Dampak yang ditimbulkan dari penggunaan Narkoba selain metadon ini dapat menyebabkan permasalahan kesehatan, over dosis hingga kematian. Hasil evaluasi produk menunjukkan bahwa PTRM memberikan dampak yang lebih baik, yakni merubah kondisi dan perilaku menjadi lebih positif, seperti berkurangnya rasa cemas, peningkatan produktifitas pasien dengan bekerja atau sekolah, hubungan dengan keluarga yang menjadi lebih baik. Selain itu, dari segi kesehatan, metadon dapat mencegah penyebaran penyakit dari dampak penggunaan heroin, seperti HIV/AIDS dan hepatitis B&C.
B. Saran 1. Puskesmas Kecamatan Tebet a. Memberikan sanksi yang tegas kepada pasien metadon apabila tes urine menunjukan poitif masih menggunakan narkoba. b. Meningkatkan dukungan bagi para pasien untuk tidak kembali menggunakan narkoba. c. PTRM menyediakan ruangan konsul yang bersifat tertutup untuk menjamin kerahasiaan dan menjaga kenyamanan pasien. d. Meningkatkan kualitas pelayanan metaon.
109
e. Berdasarkan temuan penting pada hasil penelitian, banyak pasien yang masih menggunakan Narkoba lain selain metadon, maka PKC. Tebet perlu membuat program untuk mengatasi masalah ini. 2. Pasien Metadon a. Bagi para pasien agar tetap melanjutkan program metadon sebagai terapi pengalihan heroin/putaw dengan tidak mencampur penggunaan metadon dengan Narkoba. b. Para pasien metadon jangan sampai terpancing dan terpengaruh pergaulan atau lingkungan yang mendorong untuk kembali menggunakan Narkoba. c. Para pasien yang sudah kontinyu sebaiknya saling memberikan motivasi kepada pasien lainnya yang masih mencampur metadon dengan Narkoba supaya tidak melakukannya lagi.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Depok: FISIP UI Press, 2005. Adi, Isbandi Rukminto. Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis. Jakarta: FEUI Press, 2001. Al-Quran Online Indonesia. “Sûrah al-Maidah/5: 90.” Artikel diakses pada 16 Januari 2014 dari http://quran.bacalah.net/content/surat/index.php. Ariefuzzaman, Siti Napsiyah dan Fuaida, Lisma Diawati. Belajar Teori Pekerjaan Sosial. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Arifin, Nurul. “Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM).” Artikel diakses pada 07 April 2014 dari http://nurularifin.com/read/narkoba/program-terapi-rumatanmetadon-ptrm/ Badan Narkotika Nasional. Pelajar dan Bahaya Narkotika. Jakarta: BNN, 2010. Bugin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group, 2005. Deputi Bidang Polhukhankam Bappenas. “Kebijakan Pembangunan Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan 2015.” Artikel diakses pada 19 Juli 2014 dari http://musrenbangnas.bappenas.go.id/upload/penutupan/01_Paparan_Deputi_ Polhuhankam.pdf Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi, penerjemah: Kartini Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Departemen Sosial. Bimbingan Teknis Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Departemen Sosial, 2002. Departemen Sosial. Panduan Standarisasi Monitoring dan Evaluasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin. Jakarta: Departemen Sosial RI, 2005. Dyah Purwaning R. Standar Operasional dan Prosedur PTRM. Jakarta: RSKO, t.t. Ghony, M. Djunaidi dan Almanshur, Fauzan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Rum Media, 2012. Hamzah, Andi dan Surachman, RM. Kejahatan Narkotika dan Psikotropika. Jakarta: Sinar Grafika, 1994. Hawari, Dadang. Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogya: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004. 110
Irwanda, M. Tri. “Program Terapi Rumatan Metadon di Indonesia.” Artikel diakses pada 07 April 2014 dari http://okzone.com/read/2008/03/26/230/94953/program-terapi-rumatanmetadon-di-indonesia/ Kadarmanta, A. Narkoba Pembunuh karakter Bangsa. Jakarta: PT. Forum Media Utama, 2010. Kasiram, Moh. Metodologi Penelitian: Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian. Malang: UIN Malang Press, 2008. Kemenkumham. “Berita Negara Republik Indonesia.” Artikel diakses pada 16 Januari 2014 dari http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2011/bn825-2011.pdf Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Metadon. Jakarta: Kemenkes RI, 2013. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). HIV dan AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba. Jakarta: KPAN, t.t. Komunitas Methadone Indonesia, “What is Methadone.” Artikel diakses pada 07 April 2014 dari http://methadone.blog.com/ Mantra, Ida Bagoes. Filsafat Penelitian & Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Masum, Sumarmo. Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat. Jakarta: CV Haji Masagung, 1987. Moeloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya, 1993. Moeleong, Lexy J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008. Mustofa, Ahmad Sanusi. Problem Narkotika-Psikotropika dan HIV-AIDS. Jakarta: Zikrul Hakim. Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi). Jakarta: Center for Quality, 2007. Nggao, Fredy S. Evaluasi Program. Jakarta: Nuansa Madani, 2003. North Methadone Community (NMC). “Methadone.” Artikel diakses pada 07 April 2014 dari http://methadone-indonesia.blogspot.com / Partanto, Pius A. dan Al-Barry, M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994. 111
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Seputar HIV & AIDS. Jakarta: PKBI, 2011. Pusat Studi Kebijakan Kesehatan dan Sosial Indonesia, ed. Pengelolaan Kesehatan Masyarakat dalam Kondisi Bencana. Yogyakarta: GRHA Yudistira, t.t. Ramli, Ahmad. Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan, 1999. Saifuddin, Muhammad. “Setiap Penyakit Pasti Ada Obatnya.” Artikel diakses pada 7 April 2014 dari http://kesehatanmuslim.com/setia-penyakit-ada-obatnya/ Sastro, Dhoho A, ed. Membongkar Praktik Pelanggaran Hak Tersangka di Tingkat Penyidikan: Studi Kasus Terhadap Tersangka Kasus Narkotika di Jakarta. Jakarta: LBH Masyarakat, 2012. Subagyo, Dwi Siswo. “Efektivitas Program Terapi Rumatan Metadon bagi Pasien Terdaftar di Puskesmas Kecamatan Tebet Tahun 2007-2008.” Tesis S2 Program Studi Kajian Ketahanan Nasional, Universitas Indonesia, 2008. Sudjana, Djuju. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006. Sunarno. Narkoba Bahaya dan Upaya Pencegahannya. Semarang: PT. Bengawan Ilmu, 2007. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Balai Pustaka, 1998. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Puskesmas Kecamatan Tebet. Laporan Kegiatan 2012. Jakarta: Puskesmas Kecamatan Tebet, 2012. Puskesmas Kecamatan Tebet. Denah Layanan Puskesmas Kecamatan Tebet. Jakarta: Puskesmas Kec. Tebet, t.t. Puskesmas Kecamatan Tebet. Prosedur Tetap (PROTAP) Satelit PTRM. Jakarta: Puskesmas Kecamatan Tebet, 2012. Wibowo, Andronov Dwi. “BAB 3 Profil Lembaga.” Artikel diakses pada 20 Februari 2014, http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00618-SI%20Bab%203.pdf Wikipedia. “Struktur Organisasi.” Artikel diakses pada 04 Agustus 2014 dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Struktur_organisasi Wirawan. Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011. 112
LAMPIRAN
: Hasil Observasi PTRM PKC. Tebet
HASIL OBSERVASI PTRM PKC. TEBET
Poli PTRM tampak dari depan. PTRM buka pukul 13.00 s/d 15.00. Kondisi poli dibagian depan bersih tanpa ada sampah yang berserakan, didepan pintu disediakan tempat sampah, satu buah meja yang digunakan pasien untuk menulis atau menaruh gelas/botol, satu buah kursi namun dibutuhkan kursi yang lebih panjang sehingga saat banyak pasien yang datang mereka bisa duduk sembil menunggu atau antre. Selain itu, ditembok bagian depan disediakan papan sebagai mading dan terdapat kotak kecil yang berisi kondom dan dapat diambil secara gratis.
Metadon cair berada didalam botol kemasan dan terdapat alat yang dapat mengatur jumlah dosis yang ingin dikeluarkan. Metadon dicampur dengan sirup yang telah disediakan dalam teko supaya rasa pahit dari metadon dapat ditutup dengan rasa manis dari sirup. PKC. Tebet menggunakan gelas plastik sekali buang untuk setiap pasien yang meminum metadon. Petugas medis menggunakan baju seragam dinas berwarna hijau dan sepatu. Petugas medis sedang mengecek data pasien yang datang, berapa jumlah dosis pasien hari itu. Lalu petugas medis akan meminta pasien untuk menandatangani pernyataan bahwa pasien telah meminum metadonnya pada hari itu. 127
Salah satu pasien sedang menandatangani absen metadon yang diminta oleh petugas medis sebelum pasien meminum metadon sebagai bukti pasien meminum metadon di hari itu. Pasien harus meminum metadon dihadapan petugas medis.
Berkas-berkas tersusun rapi didalam map dan dipasang mading mengenai data pasien PTRM PKC. Tebet. Dibagian pojok tepat dibawah tangga ditaruh satu buah alat timbangan berat badan namun sulit untuk mengaksesnya karena berada dibawah tangga dan terhalang oleh dispenser.
Koor. PTRM PKC. Tebet, dr. Elizabeth juga menggunakan seragam dinas berwana hijau serta sepatu seperti petugas medis lainnya. Salah satu pasien sedang melakukan konsultasi dengan dr. Elizabeth. Kondisi dan tata ruang PTRM PKC Tebet begitu sempit karena hanya berukuran 2.15 x 4 m.
128
Pedoman Wawancara Untuk Pasien Program Terapi Rumatan Metadon 1) Identitas Pasien 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
:
3. Usia
:
4. Alamat
:
2) Komponen Pertanyaan 1) Heroin 5. Apa alasan utama Anda menggunakan heroin/putaw? 6. Bagaimana Anda dapat terjerumus menggunakan heroin/putaw? 7. Apakah pergaulan mempengaruhi Anda dalam menggunakan heroin maupun NAPZA jenis lainnya? 8. Berapa banyak heroin/putaw yang Anda konsumsi dalam sehari? 9. Apa saja jenis obat (opiat) yang pernah Anda konsumsi? 10. Apakah sebelumnya Anda pernah mengikuti program pemulihan NAPZA?
2) Keluarga 11. Apakah Anda sudah menikah? (Probing: belum menikah, sudah menikah, bercerai)
129
12. Jika “iya” apakah pasangan Anda mendukung Anda untuk mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? 13. Jika “tidak” siapa yang mendorong Anda untuk mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? 14. Menurut Anda seberapa jauh peran keluarga memberi dukungan kepada Anda dalam mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon?
3) Pekerjaan 15. Apakah Anda sudah bekerja? Jika “iya” tolong ceritakan bagaimana dengan pekerjaan Anda? 16. Bagaimana manfaat Program Terapi Rumatan Metadon terhadap pekerjaan Anda? 17. Apakah lingkungan pekerjaan Anda mendukung Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Jika “tidak” kegiatan apa yang Anda lakukan setelah mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon?
4) Program Terapi Rumatan Metadon 18. Bagaimana Anda mengetahui Program Terapi Rumatan Metadon? 19. Mengapa Anda memilih metadon sebagai terapi Anda? 20. Bagaimana prosedur yang Anda jalani saat pertama kali mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? 21. Apakah Dokter atau perawat maupun kader muda memberikan pengetahuan selama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon?
130
22. Berapa lama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? 23. Apa yang membuat Anda bertahan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? 24. Menurut Anda apakah manfaat setelah mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? 25. Jika Anda mendapatkan THD (Take Home Dose) bagaimana Anda bisa mendapatkan THD? Sudah berapa lama Anda mendapatkan THD? Berapa kali Anda datang ke Puskesmas untuk mengambil THD? Apakah perbedaan dan manfaat yang Anda rasakan saat mendapatkan THD? 26. Apakah Anda pernah memberikan metadon Anda ke orang lain? Jika “iya” mengapa Anda memberikannya? Kapan Anda memberikannya? Apakah petugas pernah mengetahuinya 27. Apakah Anda pernah menggunakan NAPZA selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Jika “iya” NAPZA jenis apa yang Anda gunakan? Kapan Anda terakhir menggunakan NAPZA tersebut? Kenapa Anda masih mengkonsumsi NAPZA tersebut? Apakah petugas pernah mengetahuinya? 28. Menurut Anda bagaimana jadwal pelayanan di Program Terapi Rumatan Metadon? 29. Bagaimana pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon yang diberikan Puskesmas Kecamatan Tebet? Apakah pelayanan yang diberikan sudah memuaskan? 30. Bagaimana pandangan masyarakat setelah Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon ini? 31. Apa saran Anda dalam Program Terapi Rumatan Metadon ini?
131
LAMPIRAN
: Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial DZ
Identitas Pasien 1. Nama Inisial
: DZ
2. Jenis Kelamin
: Perempuan
3. Usia
: 30 tahun
4. Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
5. Hari/Tanggal Wawancara
: Jumat/02 Mei 2014
6. Tempat Wawancara
: Puskesmas Kecamatan Tebet
Hasil Wawancara
A. Heroin 1. Apa alasan utama Anda menggunakan heroin/putaw? Lingkungan sih awalnya terus masalah keluarga, tapi lebih banyak lingkungan aja yah. Jadi dari 5 bersaudara, mulai dari anak ke 3,4,5 kena semua. Aku nih anak ke 5. Tapi yang dua berhenti aku masih terus sampe aku kena HIV. Kalau yang dua ini udah total bersih.
2. Apakah
pergaulan
mempengaruhi
Anda
terjerumus
menggunakan
heroin/putaw? Pergaulan pasti turut pengaruhi. Aku mulai tahun 1998 langsung makai putaw
3. Berapa banyak heroin/putaw yang Anda konsumsi dalam sehari? Waktu aku masih make masih murah ya 10.000-an, itu paling Cuma 2-3 kali beli dalam sehari. Aku pakai disuntik. 132
4. Apa saja jenis obat (opiat) yang pernah Anda konsumsi? Shabu-shabu tapi ga kontinu kayak putaw, inex juga pernah yang lainnya sebatas nyoba yah, dibadan aku ga enak. Jadi yang palin rutin putaw.
5. Apakah sebelumnya Anda pernah mengikuti program pemulihan NAPZA? Pernah berkali-kali, pernah di Fatmawati, di Bandung pengobatan alternatif, inabah juga pernah, udah bermacam-macam, dan permadosini rehab di Cawang tapi itu dulu kalau engga salah sekarang udah engga ada, sampai akhirnya sekarang ikut PTRM.
B. Keluarga 6. Apakah Anda sudah menikah? (Probing: belum menikah, sudah menikah, bercerai) Sudah menikah, saya menikah dua kali. Pernikahan yang pertama gagal dapet anak 1. Terus sekarang nikah sama-sama dengan pecandu, samasama positif dan punya anak satu. Bulan ini tahun ke 7 pernikahan saya.
7. Jika “iya” apakah pasangan Anda mendukung Anda untuk mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Keluarga saya itu mendukung sekali, keluarga saya juga tahu saya positif HIV, mertua saya tahu, suami saya yang sekarang mendukung jadi semua support.
8. Menurut Anda seberapa jauh peran keluarga memberi dukungan kepada Anda dalam mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Kalau untuk metadon ayah saya kurang mendukunng, karenqa ayah saya tanya sampai kapan efeknya. Apalagi saya sempat kena anemia kronis sampai dirawat berhari-hari di RS. Terus kena TB. Ortu saya sempat tanya “sampai kapan ini kamu terapi metadon ini, masa sampai seumur hidup…” saya juga berpikiran “iya juga sih apalagi sampai sekarang dosis 133
gue masih tinggi 280karena kena TB kan….”. sebenernya saya mau cepet berhentimetadon tapi saya sendiri masih takut badan saya belum siap untuk berhenti pakai.
C. Pekerjaan 9. Apakah Anda sudah bekerja? Jika “iya” tolong ceritakan bagaimana dengan pekerjaan Anda? Ibu rumah tangga. Selain itu, kakak saya jualan kue jadi kadang-kadang kalau ada yang pesan deket-deket lebaran saya bantu-bantu belanjain.
D. Program Terapi Rumatan Metadon 10. Bagaimana Anda mengetahui Program Terapi Rumatan Metadon? Saya tahu dari suami yang sekarang. Jadi suami saya ikut duluan pas PTRM ini buka tahun 2007. Saat itu saya ditawarin untuk ikut, tapi saya masih make. Tapi lama-lama saya lihat kok dia engga sakaw, terus saat itu barang juga sudah mulai susah, mahal, akhirnya saya ikut masuk.
11. Mengapa Anda memilih metadon sebagai terapi Anda? Subuxon udah tapi saya pakainya emang salah ya, itukan harusnya di oral tapi saya pakainya disuntik. Akhirnya memang cocoknya di metadon alasannya juga satu karena dekat, murah, efek dibadan saya itu nutup 24 jam dan engga terlalu nagih. Kedua, kalau saya pakai putaw pun enggga berasa percuma aja. Efek berhenti ke putawnya lebih cepat.
12. Bagaimana prosedur yang Anda jalani saat pertama kali mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? Cuma wali waktu itu sama suami saya, KTP, surat nikah gitu-gitu, sama tes positif menggunakan Narkoba. Pertama kali masuk saya belum berani CD4, tapi saya sudah pernah tes HIV sampai 8 kali hasilnya negatif, itu pun karena ayah saya yang dominan meminta saya untuk tes ini itu. Tapi 134
pas saya lagi hamil anak saya yang ini, dibidan sini suruh saya untuk tes VCT apalagi kan saya minum metadon disini jadi sebaiknya saya tes VCT disini (PKC Tebet). Pas saya cek disini ternyata saya positif. Disitu saya mulai minnum ARV. Tapi sebelumnya suami saya itu sudah kena HIV duluan. Anak saya negatif karena lahir cecar.
13. Apakah Dokter atau perawat maupun kader muda memberikan pengetahuan selama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Iya petugas medis pasti memberikan informasi tentang PTRM. Disini juga suka ada pertemuan kecil. Sebulan dua kali tapi untuk pertemuan besarnya bisa dua bulan sekali.
14. Berapa lama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? 7 tahun sejak tahun 2007.
15. Apa yang membuat Anda bertahan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Karena untuk jatuh ke lubang yang samanya lebih kecil, maksudnya saya menggunakan ini jadi tidak ada indikasi untuk menggunakan putaw lagi.
16. Menurut Anda apakah manfaat setelah mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Banyak ya… rumah tangga saya lebih harmonis, saya lebih tahu tentang penyakit-penyakit. Puskesmas juga lebih welcome, diterima dengan baik saat saya mengeluhkan penyakit saya. Jadi tidak ada diskriminasi.
17. Jika Anda mendapatkan THD (Take Home Dose) bagaimana Anda bisa mendapatkan THD? Sudah berapa lama Anda mendapatkan THD? Berapa 135
kali Anda datang ke Puskesmas untuk mengambil THD? Apakah perbedaan dan manfaat yang Anda rasakan saat mendapatkan THD? Saya pernah dapat THD jika ada pertemuan keluarga atau saya lagi sakit. Untuk syarat misalnya waktu itu saya ke bali tiket pesawat saya diminta, biar tidak disalahgunakan.
18. Apakah Anda pernah memberikan metadon Anda ke orang lain? Jika “iya” mengapa Anda memberikannya? Kapan Anda memberikannya? Apakah petugas pernah mengetahuinya? Kalau saya terus terang saya pernah ya. Justru saya dibantu karena saya kan TB dan dosisnya itu lebih kemakan, sakawnya itu dua kali lipat, nah saya meminta agar dosis saya di split tapi dokter ini ngasih dosis langsung dimunm besar tapi yang di split sedikit. Jadi engga nutup dan sakawnya parah, mau engga mau saya meminta tolong keteman karena kalau saya beli putaw engga mungkin. Jadi, kalau saya bukan memberikan tapi minta sama teman yang punya THD. Saya melakukan ini sekitar 1 tahun yang lalu. Saya dan teman saya tidak diketahui petugas.
19. Apakah Anda pernah menggunakan NAPZA selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Jika “iya” NAPZA jenis apa yang Anda gunakan? Kapan Anda terakhir menggunakan NAPZA tersebut? Kenapa Anda masih mengkonsumsi NAPZA tersebut? Apakah petugas pernah mengetahuinya? Saat ini saya tidak pernah, saya bersih. Dua atau tiga tahun pertama saya masih selip putaw/benzo, alprazolam tapi setelah itu tidak pernah sama sekali. Alasan pakai masih ada masalah-masalah pribadi, kayak alprazolam kan obat anti depresan. Jadi saya ini pribadi yang tertutup kalo ada masalah-masalah dipendem sampai saya sakit sendiri dan saya ngerasa semenjak konsumsi alprazolam kok semakin parah bukan membaik. Akhinya saya berhenti tapi dulu saya rutin konsumsi itu selama tiga mingguan, sampai Yudi, teman-teman pada negor dan putus obatnya 136
itu justru parah kayak orang depresi dan semenjak itu ga pernah pakai lagi. 20. Menurut Anda bagaimana jadwal pelayanan di Program Terapi Rumatan Metadon? Sebenernya lebih baik kalau kata anak-anak yang lain yang kerja buka dua kali dalam sehari. Kayak di PTRM lain kan buka 2 kloter. Tapi untuk saya pribadi dan suami saya yang wirausaha ga masalah dengan jam buka disini. Apalagi kalau terlambat minum kita bisa tetep minum di apotek. Tapi bisa dua kloter sebenernya lebih baik lagi.
21. Bagaimana pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon yang diberikan Puskesmas Kecamatan Tebet? Apakah pelayanan yang diberikan sudah memuaskan? Sudah cukup memuaskan dan nyaman.
22. Bagaimana pandangan masyarakat setelah Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon ini? Kalau lingungan rumah saya pribadi kan saya ngontrak nih. Mereka tidak tahu saya menggunakan metadon. Tapi kalau pergaulan teman-teman, keluarga tahu dan positif menilai saya karena dampak metadon ini membuat saya jadi tidak pernah pakai (heroin) lagi. Terus saya jadi rajin solat, saya lebih baik lagi.
23. Apa saran Anda dalam Program Terapi Rumatan Metadon ini? Dr. Eli kurang paham keluhan pecandu. Jadi saya pernah dari dosisi 70 langsung ke 150 karena dia engga mau dosis saya di split. Maunya saya dia lebih tahu tentang metadon.
137
LAMPIRAN
: Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial RH
Identitas Pasien 1. Nama Inisial
: RH
2. Jenis Kelamin
: Perempuan
3. Usia
: 45 tahun
4. Pekerjaan
: Karyawan
5. Hari/Tanggal
: Jumat/02 Mei 2014
6. Tempat Wawancara : Puskesmas Kecamatan Tebet
Hasil Wawancara
A. Heroin 1. Apa alasan utama Anda menggunakan heroin/putaw? ditawarin juga dikasih suami. Sebelumnya sih suami sudah pakai duluan. Awalnya sih sekali-sekali doing terus berlanjut.
2. Apakah
pergaulan
mempengaruhi
Anda
terjerumus
menggunakan
heroin/putaw? Kalau pergaulan tidak mempengaruhi.
3. Berapa banyak heroin/putaw yang Anda konsumsi dalam sehari? Aku kalau pakai, misalnya paketan seharga seratus ribu pada tahun 2008 itu dibagi dua sama suami tapi aku hanya pakai seperempatnya saja. Aku pakai dengan cara disuntik.
4. Apa saja jenis obat (opiat) yang pernah Anda konsumsi? 138
Sebelum putaw background aku nyabu, kalau obat tidur pernah dari dokter aku pakai sanax.
5. Apakah sebelumnya Anda pernah mengikuti program pemulihan NAPZA? Belum pernah ikut rehab, langsung metadon.
B. Keluarga 6. Apakah Anda sudah menikah? (Probing: belum menikah, sudah menikah, bercerai) sudah, sama yang sekarang aku menikah yang ketiga kali. Yang pertama tahun 1991 menikah lalu ga lama tahun 1995 cerai. Tahun 2004 menikah lagi terus suami meninggal karena jungki. Sama yang ketiga menikah tahun 2008.
7. Jika “iya” apakah pasangan Anda mendukung Anda untuk mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Suami mendukung karena suami duluan yang ikut PTRM baru saya.
8. Menurut Anda seberapa jauh peran keluarga memberi dukungan kepada Anda dalam mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Suami saja sih yang paling support. Kalau anak dari suami yang pertama sudah kuliah dan tidak tahu sama sekali.
C. Pekerjaan 9. Apakah Anda sudah bekerja? Jika “iya” tolong ceritakan bagaimana dengan pekerjaan Anda? Kerja di YPI (Yayasan Pelita Ilmu) ya disana aku bantu-bantu support temen-temen gitu kayak motivatorlah.
10. Bagaimana manfaat PTRM terhadap pekerjaan Anda? 139
Kaitan pekerjaan dengan ikut metadon aku jadi bisa kenal sama LSMLSM dan keorgamnisasian ku lebih luas.
11. Apakah lingkungan pekerjaan Anda mendukung Anda mengikuti PTRM? Jika “tidak” kegiatan apa yang Anda lakukan setelah mengikuti PTRM? Sebenarnya teman-teman kerjaan tidak terlalu mendukung karena sebagian mereka bukan pecandu. Mereka justru suka bertanya, “mba bisa ga sih ilangin sendiri” karena menurut mereka dengan aku minum metadon itu masih dosa, ya aku bilang aja,”aku juga gamau tapi karena proses terapi mau bagaimana”.
D. Program Terapi Rumatan Metadon 12. Bagaimana Anda mengetahui Program Terapi Rumatan Metadon? Saya mengetahui metadon dari suami dan suami tahu dari temantemannya yang juga pecandu.
13. Mengapa Anda memilih metadon sebagai terapi Anda? Habis mau bagaimana lagi pilihannya mau rehab seperti di Lido gitu engga ngerti dan engga tahu informasinya. Selain itu, aku sendiri juga takut kalau ikut rehab nanti keluarga tahu dan anak aku juga tahu. Jadi ikut metadon ini aja walaupun keluarga akhirnya tahu tapi sampai sekarang anak aku tidak tahu.
14. Bagaimana prosedur yang Anda jalani saat pertama kali mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? Prosedurnya ya harus lengkap, menyerahkan KTP, didampingi wali saat itu suami, KK, dan tes urin
15. Apakah Dokter atau perawat maupun kader muda memberikan pengetahuan selama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? 140
Iya mereka kasih tau, kadangkan ada pertemuan enam bulan sekali dari puskesmas, kadang juga yudi (kader muda) suka adain support group.
16. Berapa lama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? 2011 akhir bearti tiga tahunan.
17. Apa yang membuat Anda bertahan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Karena dengan dosis 70 saja aku masih pedaw. Jadi belum berani berenti.
18. Menurut Anda apakah manfaat setelah mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Aku jadi lebih banyak teman, tahu bahwa ada komunitas metadon sehingga bisa memuat kelompok dukungan sebaya,
19. Jika Anda mendapatkan THD (Take Home Dose) bagaimana Anda bisa mendapatkan THD? Sudah berapa lama Anda mendapatkan THD? Berapa kali Anda datang ke Puskesmas untuk mengambil THD? Apakah perbedaan dan manfaat yang Anda rasakan saat mendapatkan THD? THD pernah kalau lagi ada acara.
20. Apakah Anda pernah memberikan metadon Anda ke orang lain? Jika “iya” mengapa Anda memberikannya? Kapan Anda memberikannya? Apakah petugas pernah mengetahuinya? Enggalah aku aja kurang kalau minta juga engga pernah.
21. Apakah Anda pernah menggunakan NAPZA selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Jika “iya” NAPZA jenis apa yang Anda gunakan? 141
Kapan Anda terakhir menggunakan NAPZA tersebut? Kenapa Anda masih mengkonsumsi NAPZA tersebut? Apakah petugas pernah mengetahuinya? Untuk putaw dan shabu engga pernah, tapi kalau alprazolam aku pakai karena aku punya kecemasan yang tinggi. Dalam sehari aku konsumsi setengah tablet. Aku konsumsi alprazolam sejak tahun 2013. Nah aku selalu ketahuan positif sama petugas pada saat tes urin. Aku sih suka bilang, “Yailah.. dok diperiksa lagi, diperiksa lagi paling-paling benzo saya dok”. Kalau ketahuan gitu THD aku jadi dipersulit. Tapi untuk saat ini aku mulai ngurangin dosis alprazolam sehari jadi seperempat tablet.
22. Menurut Anda bagaimana jadwal pelayanan di Program Terapi Rumatan Metadon? Kalau aku sih engga masalah. Seandainya ada pagi-pagi pun apakah mereka (pasien PTRM) bisa datang pagi.
23. Bagaimana pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon yang diberikan Puskesmas Kecamatan Tebet? Apakah pelayanan yang diberikan sudah memuaskan? Pelayanan sudah memuaskan sih petugas juga baik-baik tapi menurut aku perlu disediakan tempat soalnya disini aja suka diusir-usir.
24. Bagaimana pandangan masyarakat setelah Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon ini? Aku sebisa mungkin jaga karena mnurut aku ini aib. Ya menurut aku ini aib karena nanti mereka akan tanya apasih metadon? Kenapa makai metadon? Nanti kalau aku jawab karena ini, malah membuat kita buka aib sendiri dan yang tadinya pandangan masyarakat bagus jadi ga bagus lagi.
25. Apa saran Anda dalam Program Terapi Rumatan Metadon ini? Diperketat aja untuk tes urin. 142
LAMPIRAN
: Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial AJ
Identitas Pasien 1. Nama Inisial
: AJ
2. Jenis Kelamin
: Laki-laki
3. Usia
: 47 tahun
4. Pekerjaan
: Karyawan
5. Hari/Tanggal
: Rabu/30 April 2014
6. Tempat Wawancara : Puskesmas Kecamatan Tebet
Hasil Wawancara
A. Heroin 1. Apa alasan utama Anda menggunakan heroin/putaw? Pergaulan sih tapi memang dari kecilnya juga sudah bandel
2. Apakah
pergaulan
mempengaruhi
Anda
terjerumus
menggunakan
heroin/putaw? Pergaulan pengaruh yah di kostan itu.
3. Berapa banyak heroin/putaw yang Anda konsumsi dalam sehari? Sehari satu gram bisa. Harganya sekitar Rp. 350.000.
4. Apa saja jenis obat (opiat) yang pernah Anda konsumsi? Pertama pakai putaw tahun 1996, tapi semua jenis Narkoba pernah saya cobain. Cuma yah… yang paling rutin ya ini putaw.
5. Apakah sebelumnya Anda pernah mengikuti program pemulihan NAPZA? 143
Cuma berobat di dr. Chen aja.
B. Keluarga 6. Apakah Anda sudah menikah? (Probing: belum menikah, sudah menikah, bercerai) Sudah menikah.
7. Jika “iya” apakah pasangan Anda mendukung Anda untuk mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Sebenarnya saya sendiri sih. Saya cerita ke istri yah istri ikut dukung aja.
8. Menurut Anda seberapa jauh peran keluarga memberi dukungan kepada Anda dalam mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Alhamdulillah yah bagus responnya.
C. Pekerjaan 9. Apakah Anda sudah bekerja? Jika “iya” tolong ceritakan bagaimana dengan pekerjaan Anda? Saya bekerja di crew film. Hmmm diatur aja sih waktunya dan saya kan bisa THD apalagi saya di crew film ini bagian lapangan antar jemput. Jadi pas orang-orang lagi shooting saya bisa ambil THD.
10. Bagaimana manfaat PTRM terhadap pekerjaan Anda? Banyak yah saya bisa beraktifitas bekerja dengan leluasa.
11. Apakah lingkungan pekerjaan Anda mendukung Anda mengikuti PTRM? Jika “tidak” kegiatan apa yang Anda lakukan setelah mengikuti PTRM? Lingkungan pekerjaan tidak tahu, kalau pekerjaan kan beda urusannya. Kalau tidak bekerja yah di rumah istirahat. 144
D. Program Terapi Rumatan Metadon 12. Bagaimana Anda mengetahui Program Terapi Rumatan Metadon? Dari lingkungan sesam jangki tahun 2006. Pertama coba metadon langsung pas PTRM ini tahun 2007 buka. Dosis awal 20. Alhamdulillah dari dulu dosis saya engga pernah tinggi, sekarang dosis saya 25, paling tinggi cuma 50 dan engga pernah lebih karena disitu sudah cukup menurtut saya.
13. Mengapa Anda memilih metadon sebagai terapi Anda? Selain terjangkau harganya,rasa nikmatnya hampir sama dengan putaw.
14. Bagaimana prosedur yang Anda jalani saat pertama kali mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? Seperti peraturan yang ada disini, pertama tes urin, terus dilihat tangannya ada bekas suntikan engga.
15. Apakah Dokter atau perawat maupun kader muda memberikan pengetahuan selama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Sering, biasanya ada seminar-seminar sebulan sekali di aula tentang HIV yang paling sering. Sama komunitas MUST lebih banya sharing pengalaman kita tentang metadon, HIV dan informasi lainnya.
16. Berapa lama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? Sejak 2007, bulan ini pas udah 7 tahun.
17. Apa yang membuat Anda bertahan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Ya.. cocok aja bisa bikin kualitas hidup lebih bagus dibandingin sama belum minum metadon. 145
18. Menurut Anda apakah manfaat setelah mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Mendapat banyak informasi pengetahuan seputar kesehatan dan ya itu tadi kulaitas hidup jadi lebih bagus.
19. Jika Anda mendapatkan THD (Take Home Dose) bagaimana Anda bisa mendapatkan THD? Sudah berapa lama Anda mendapatkan THD? Berapa kali Anda datang ke Puskesmas untuk mengambil THD? Apakah perbedaan dan manfaat yang Anda rasakan saat mendapatkan THD? Ya.. seperti itu haru ada surat kerja, harus sama wali, waktu itu saya sama istri. Tes urin harus rutin dan hasilnya engga boleh positif. THD sudah hampir enam tahun jalan THD. Kalau rutin datang kesini pekerjaan saya kan bisa rusak engga ke handle. Namanya kita kerja kan ngikut waktu jam kerja disana tapi dengan THD kita bisa menyiasati waktu ke Puskesmas.
20. Apakah Anda pernah memberikan metadon Anda ke orang lain? Jika “iya” mengapa Anda memberikannya? Kapan Anda memberikannya? Apakah petugas pernah mengetahuinya? Engga sih karena emang dosis saya kecil jadi engga perlu gitu. Saya pun kalau engga minum sehari juga engga apa-apa karena dosis saya kecil, engga tahu kalau yang dosisnya besar-besar yah. Kalau saya dosis kecil engga masalah.
21. Apakah Anda pernah menggunakan NAPZA selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Jika “iya” NAPZA jenis apa yang Anda gunakan? Kapan Anda terakhir menggunakan NAPZA tersebut? Kenapa Anda masih mengkonsumsi NAPZA tersebut? Apakah petugas pernah mengetahuinya? Pernah sih. Putaw aja mungkin beberapa bulan lalu dengan disuntik. 146
Pakainya karena kangen aja sekalian juga anggapnya Cuma refreshing, engga rutin. Kebiasaan juga tergantung dari dananya, kalau ada dana lebih ya baru (ujarnya tertawa). Metadon sih sudah nutup semua yah tapi rasa kangennya itu sama putaw. Petugas engga tahu karena pas dicek pas udah bersih. Kalau ketahuan hasil positif THD akan dicabut dan namanya biasanya ditulis didepan atau diumumin dokter.
22. Menurut Anda bagaimana jadwal pelayanan di Program Terapi Rumatan Metadon? Bagus aja saya sih fine-fine aja.
23. Bagaimana pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon yang diberikan Puskesmas Kecamatan Tebet? Apakah pelayanan yang diberikan sudah memuaskan? Memuaskan, nyaman, petugas juga baik.
24. Bagaimana pandangan masyarakat setelah Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon ini? Teman pecandu sekarang cuam di metadon kalau teman-teman yang dulu banyak yang udah pada mati. Pandangan masyarakat yang dulu mandang jelek sekarang jadi segen, terangkatlah martabat. Kualitas hidup yang tadinya ngurusin keluarga kurang, Alhamdulillah jadi lebih baik.
25. Apa saran Anda dalam Program Terapi Rumatan Metadon ini? Udah baik sih. Tingkatin ini aja kualitas pelayanan, ruangan juga bagusan gini ada diluar karena kalau didalamkurang bebas anak-anaknya.
147
LAMPIRAN
: Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial DN
Identitas Pasien 1. Nama Inisial
: DN
2. Jenis Kelamin
: Laki-laki
3. Usia
: 35 tahun
4. Pekerjaan
: Karyawan
5. Hari/Tanggal
: Rabu/30 April 2014
6. Tempat Wawancara : Puskesmas Kecamatan Tebet
Hasil Wawancara
A. Heroin 1. Apa alasan utama Anda menggunakan heroin/putaw? Awal mulanya sih galau aja gitu, ikut teman-teman satu kostan pas kuliah. Tapi sebelumya juga minum (alcohol), ganja sesekali terus putaw tahun 1995.
2. Apakah
pergaulan
mempengaruhi
Anda
terjerumus
menggunakan
heroin/putaw? Pergaulan pengaruh yah di kostan itu.
3. Berapa banyak heroin/putaw yang Anda konsumsi dalam sehari? Sehari satu gram bisa. Harganya sekitar Rp. 350.000.
4. Apa saja jenis obat (opiat) yang pernah Anda konsumsi? Ganja, shabu, alkohol dan putaw. 148
5. Apakah sebelumnya Anda pernah mengikuti program pemulihan NAPZA? Rehab pernah di Cipayung, alternatif juga pernah secara agama kayak di pesantren gitu.
B. Keluarga 6. Apakah Anda sudah menikah? (Probing: belum menikah, sudah menikah, bercerai) Sudah.
7. Jika “iya” apakah pasangan Anda mendukung Anda untuk mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Pasangan tahu masa lalu saya dengan Narkoba, saat ikut PTRM istri juga tahu. Jadi saya ikut metadon baru menikah. Istri mendukung istilahnya memahami, lebih pengertian dan memotivasi selalu mengingatkan.
8. Menurut Anda seberapa jauh peran keluarga memberi dukungan kepada Anda dalam mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Keluarga mendukung terutama abang saya.
C. Pekerjaan 9. Apakah Anda sudah bekerja? Jika “iya” tolong ceritakan bagaimana dengan pekerjaan Anda? Saya bekerja di titipan kilat. Jadi bertahap setelah saya minum metadon dan udah bersilah selama lima tahun lalu saya kerja.
10. Bagaimana manfaat PTRM terhadap pekerjaan Anda? Membantu banget dalam segi sakawnya jadi ketutup, kerja juga engga mikir sana sini, fokus, teratur, waktu juga jadi lebih enak.
149
11. Apakah lingkungan pekerjaan Anda mendukung Anda mengikuti PTRM? Jika “tidak” kegiatan apa yang Anda lakukan setelah mengikuti PTRM? Lingkungan pekerjaan tidak tahu sama sekali. Tapi teman-teman pecandu dukung-dukung aja justru kalau ketemu suka kasih tahu mereka supaya ikutan. Jadi saling mengingatkan. Kalau engga kerja paling main sama keluarga.
D. Program Terapi Rumatan Metadon 12. Bagaimana Anda mengetahui Program Terapi Rumatan Metadon? Awal mula dari temen juga, dia sudah nyoba duluan terus saya perhatiin sikapnya kok dia setelah minum metadon engga mau lagi make gitu. Saya tawarin biasanya mau kok ini engga gitu. Akhirnya dia cerita yaudah elo ikutan ini aja. Yaudah akhirnya saya ikut.
13. Mengapa Anda memilih metadon sebagai terapi Anda? Yah… saya merasa paling nyaman dan pas ikut metadon.
14. Bagaimana prosedur yang Anda jalani saat pertama kali mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? KK, KTP, orangtua sebagai wali waktu itu, tes urin.
15. Apakah Dokter atau perawat maupun kader muda memberikan pengetahuan selama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Yang paling sering sih Yudi (Kader Muda), dia yang ngasih tahu kita-kita orang. Dia kan kader muda jadi dia yang paling sering turun ke kita-kita. Kader muda itu kayak jembatan informasi jadi lebih mudah.
16. Berapa lama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? 2007. 150
17. Apa yang membuat Anda bertahan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Takut kembali lagi karena sudah ngerasa enak, aman sama diri sendiri dan nyaman.
18. Menurut Anda apakah manfaat setelah mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Banyak sih, jadi bisa ngatur waktu, sama keluarga pun jadi lebih deket. Dalam pekerjaan juga sangat membantu jadi lebih fokus.
19. Jika Anda mendapatkan THD (Take Home Dose) bagaimana Anda bisa mendapatkan THD? Sudah berapa lama Anda mendapatkan THD? Berapa kali Anda datang ke Puskesmas untuk mengambil THD? Apakah perbedaan dan manfaat yang Anda rasakan saat mendapatkan THD? THD dua hari sekali. Dosis 60. Awal masuk 25 sempat naik 90 di tahun awal karena belum nutup hingg sampai sekarang 60. Ada target untuk selesai karena jenuh juga tapi saya sadar ini proses kayak anak tangga, jadi harus bertahap.
20. Apakah Anda pernah memberikan metadon Anda ke orang lain? Jika “iya” mengapa Anda memberikannya? Kapan Anda memberikannya? Apakah petugas pernah mengetahuinya? Enggalah aku aja kurang kalau minta juga engga pernah.
21. Apakah Anda pernah menggunakan NAPZA selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Jika “iya” NAPZA jenis apa yang Anda gunakan? Kapan Anda terakhir menggunakan NAPZA tersebut? Kenapa Anda masih mengkonsumsi NAPZA tersebut? Apakah petugas pernah mengetahuinya? Engga pernah karena dari dulu aja kurang nanti malah engga nutup. Diawal pemakaian pernah selip karena belum nutup. 151
Kalau 2 atau 3 bulan lalu pernah selip paling alcohol. Pas tes urin ketahuan, ya paling THD dicabut. Kalau saya waktu itu sih masih teguran, dinasehatin karena THD sendiri dpaetinnya susah. Alasan masih menggunakan alkohol iseng aja tapi bukan kebutuhan.
22. Menurut Anda bagaimana jadwal pelayanan di Program Terapi Rumatan Metadon? Kalau bisa sih pagi-pagi jadi waktunya lebih panjang. Kalau pagi orang jadi terpacu untuk hidup semangat, kalau siang dia mesti nunggu aja di rumah terus lemes, males keluar, takut juga kan keluar jadi mesti nunggu siang.
23. Bagaimana pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon yang diberikan Puskesmas Kecamatan Tebet? Apakah pelayanan yang diberikan sudah memuaskan? Belum sih saya bilang, selain waktu, jadwal konsul juga belum maksimal. Kalau yang dibawah ini kan baru ada dokter paru sebaiknya ada psikolog juga untuk konsul dibawah.
24. Bagaimana pandangan masyarakat setelah Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon ini? Banyak orang sekitar belum tahu sih. Mereka juga belum mengerti juga tentang metadon.
25. Apa saran Anda dalam Program Terapi Rumatan Metadon ini? •
Seminggu sekali sebaiknya diadakan kegiatan.
•
Jadwal.
•
Petugas lebih memperhatikan paseinnya.
•
Disediakan tempat seperti aula jadi ita bisa kumpul juga sama dokter untuk bareng-bareng sharing. 152
LAMPIRAN
: Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial MR
Identitas Pasien 1. Nama Inisial
: MR
2. Jenis Kelamin
: Laki-laki
3. Usia
: 34 tahun
4. Pekerjaan
: Karyawan
5. Hari/Tanggal
: Rabu/30 April 2014
6. Tempat Wawancara : Puskesmas Kecamatan Tebet
Hasil Wawancara
A. Heroin 1. Apa alasan utama Anda menggunakan heroin/putaw? Alasannnya dulu engga ada cuma kepengaruh sama teman dan kakak sih. Jadi terjerumus karena pergaulan, coba-coba karena dibujuk terus. Kalau masalahnya sebenarnya engga ada.
2. Apakah
pergaulan
mempengaruhi
Anda
terjerumus
menggunakan
heroin/putaw? Pengaruh pergaulan itu jadi langsung coba putaw.
3. Berapa banyak heroin/putaw yang Anda konsumsi dalam sehari? Yah cukup rutin sehari pasti.
4. Apa saja jenis obat (opiat) yang pernah Anda konsumsi? Ganja, alprazolam, shabu, putaw. 153
5. Apakah sebelumnya Anda pernah mengikuti program pemulihan NAPZA? Aku engga pernah ikut rehabilitasi paling alternative di Cibogo.
B. Keluarga 6. Apakah Anda sudah menikah? (Probing: belum menikah, sudah menikah, bercerai) Sudah.
7. Jika “iya” apakah pasangan Anda mendukung Anda untuk mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Hmmm dia juga minum disini sebenarnya dan dia juga ngikut saya. Banyak banget dukungan dari dia (istri) engga ada batasnya apa saja diperhatiin. Misalnya ingetin waktunya minum ini terus ingetin untuk ngurangin dosis. Jadi istri support sekali
C. Pekerjaan 8. Apakah Anda sudah bekerja? Jika “iya” tolong ceritakan bagaimana dengan pekerjaan Anda? Iya saya bekerja sebbagai security apartemen. Jadi suka jaga malam juga. Ya… paling metadon saya minta di split atau dibagi dua. Jadi gini dosis saya skearang kan lagi naik karena saya lagi minum ARV juga. Dosis saya 155 nah yang diminum 115 dan yang dibawa pulang 40 buat malam pas kerja.
9. Bagaimana manfaat PTRM terhadap pekerjaan Anda? Metadon beda banget sama putaw, kalau putaw kan diharuskan untuk kita pakai walaupun engga punya duit harus dapat. Kalau metadon ini kan relatif murah ya cuma Rp. 5.000, dayanya juga sama bisa nutup walaupun lebih lama tapi bisa nutup. 154
10. Apakah lingkungan pekerjaan Anda mendukung Anda mengikuti PTRM? Jika “tidak” kegiatan apa yang Anda lakukan setelah mengikuti PTRM? Untuk sampai saat ini lingkungan pkeerjaan engga tahu. Kalau temanteman tahu dan mendukung juga demi kesembuhan aku.
D. Program Terapi Rumatan Metadon 11. Bagaimana Anda mengetahui Program Terapi Rumatan Metadon? Tahu itu dari kakak dan kakak tahu dari temannya.
12. Mengapa Anda memilih metadon sebagai terapi Anda? Dulu kepikiran ingin rehab cuma pernah dengar, “Tuh lo rehab disana cuma sama senior lo abis”. Saya sudah ngerasa takut duluan juga minder duluan. Akhirnya tahu program ini, nyaman terus lanjut.
13. Bagaimana prosedur yang Anda jalani saat pertama kali mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? Prosedurnya tes urine, hasilnya positif atau engga. Kalau engga positif, engga bakal dikasih biarpun baru coba-coba. Tapi kalau hasilnya positif baru dikasih dan dikonsul niat atau tidak mau berhenti pakai (heroin). Administrasinya KK (Kartu Keluarga), KTP, wali sama orangtua waktu itu, bayar Rp. 5.000 tiap minum.
14. Apakah Dokter atau perawat maupun kader muda memberikan pengetahuan selama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Kalau skearang lebih jarang, paling sering dokter yang kaish tahu kalau seminar gitu jarang. Seminar kegiatan gitu paling 2-3 bulan cuma sekali. Kadang kita anak-anak metadon kumpul di taman Tebet untuk sharing, ada juga teman yang jualan minum jadi kalau kita haus engga perlu keluar cukup beli sama satu komunitas aja. 155
15. Berapa lama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? Sejak 2007.
16. Apa yang membuat Anda bertahan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? •
Ngelepasnya juga perlu niat
•
Pekerjaan saya kan juga lelah banget, kalau engg aminum tambah lelah jadi makin sakit.
17. Menurut Anda apakah manfaat setelah mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Manfaatnya banya banget yah. •
Pekerjaan saya jadi sudah dapat pekerjaan.
•
Sama keluarga lebih harmonis.
•
Sama istri juga sama.
•
Teman-teman yang tadinya menjauh sama saya, sekarang mendekat.
18. Jika Anda mendapatkan THD (Take Home Dose) bagaimana Anda bisa mendapatkan THD? Sudah berapa lama Anda mendapatkan THD? Berapa kali Anda datang ke Puskesmas untuk mengambil THD? Apakah perbedaan dan manfaat yang Anda rasakan saat mendapatkan THD? Aku sebenarnya engga dpaat THD tapi aku dapat splint itu.
19. Apakah Anda pernah memberikan metadon Anda ke orang lain? Jika “iya” mengapa Anda memberikannya? Kapan Anda memberikannya? Apakah petugas pernah mengetahuinya? Engga pernah. 156
20. Apakah Anda pernah menggunakan NAPZA selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Jika “iya” NAPZA jenis apa yang Anda gunakan? Kapan Anda terakhir menggunakan NAPZA tersebut? Kenapa Anda masih mengkonsumsi NAPZA tersebut? Apakah petugas pernah mengetahuinya? Selip alprazolam tapi karena dukungan istri jadi dia yang bantu bagi 1 tablet jadi 6. Kebayang kecilnya kan. Mungkin kalau saya lepas bisa aja tapi karena rasa pikiran atau suggest jadi masih konsumsi.
21. Menurut Anda bagaimana jadwal pelayanan di Program Terapi Rumatan Metadon? Kalau akau bilang sih cukup apaalgi kalau kita telat kita bisa telepon dan ambil di apotek tapi harus minum langsung disana didepan petugas.
22. Bagaimana pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon yang diberikan Puskesmas Kecamatan Tebet? Apakah pelayanan yang diberikan sudah memuaskan? Pelayanan sudah memuaskan.
23. Bagaimana pandangan masyarakat setelah Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon ini? Pandangan masyarakat sih lebih mandangnya setelah saya kerja jadi lebih positif.
24. Apa saran Anda dalam Program Terapi Rumatan Metadon ini? Sarana aja yah apalagi kalau di taman kan kasihan kalau hujan, ya semoga ada bantuan apa gitu dari Puskesmas.
157
LAMPIRAN
: Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial YJ
Identitas Pasien 1. Nama Inisial
: YJ
2. Jenis Kelamin
: Laki-laki
3. Usia
: 30 tahun
4. Pekerjaan
: Belum bekerja
5. Hari/Tanggal
: Rabu/30 April 2014
6. Tempat Wawancara : Puskesmas Kecamatan Tebet
Hasil Wawancara
A. Heroin 1. Apa alasan utama Anda menggunakan heroin/putaw? Coba-coba, awal make SMP kelas 3 tahun ’98 dari ganja sampai tahnun ’99 pakai putaw.
2. Apakah
pergaulan
mempengaruhi
Anda
terjerumus
menggunakan
heroin/putaw? Yah gitu coba-coba tahu dari temen juga.
3. Berapa banyak heroin/putaw yang Anda konsumsi dalam sehari? Karena belum kena sakawnya seminggu bisa dua kali karena gejala putus zatnya sudah ketemu, sudah jadi rutin setiap hari rutin harus pakai, kalau engga pakai yah sakit.
4. Apa saja jenis obat (opiat) yang pernah Anda konsumsi? Ganja, putaw. 158
5. Apakah sebelumnya Anda pernah mengikuti program pemulihan NAPZA? Engga pernah, langsung ikut metadon.
B. Keluarga 6. Apakah Anda sudah menikah? (Probing: belum menikah, sudah menikah, bercerai) Belum menikah.
7. Jika “tidak” siapa yang mendorong Anda untuk mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Yang mendukung keluarga sih terutama ibu.
8. Menurut Anda seberapa jauh peran keluarga memberi dukungan kepada Anda dalam mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Peran keluarga penting banget, dukungannya bagaimana caranya supaya bisa berhenti karena mereka tahu itu akan berdampak buruk buat saya. Soalnya angkatan saya yang tinggal di daerah saya istilahnya tinggal saya doang yang masih hidup yang lainnya udah padah meninggal. Makanya orangtua saya dukung banget sampai bela-belain untuk ikut terapi ini.
C. Pekerjaan 9. Apakah Anda sudah bekerja? Jika “iya” tolong ceritakan bagaimana dengan pekerjaan Anda? Saya cuma bantu ibu jualan warung.
159
D. Program Terapi Rumatan Metadon 10. Bagaimana Anda mengetahui Program Terapi Rumatan Metadon? Dari kawan tapi kawannya sudah meninggal.
11. Mengapa Anda memilih metadon sebagai terapi Anda? Dulu pernah subutex tapi engga cocok akhirnya disuruh dokternya pilih subutek atau metadon, cocoknya metadon jadi pilihnya metadon.
12. Bagaimana prosedur yang Anda jalani saat pertama kali mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? Waktu itu Cuma disuruh tunggu aja barangkali ada yang DO atau meninggal. Jadi waktu itu masuknya di waiting list. Terus syarat pas masuk KTP, KK, wali, daftar ke poli konsultasi.
13. Apakah Dokter atau perawat maupun kader muda memberikan pengetahuan selama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Dulu sama dr. Fadlinah pas pertama kali masuk, dijelasin tentang metadon. Kesini-sininya makin banyak deh deh pertemuan-pertemuan seminar tentang HIV, ARV, obat-obatan.
14. Berapa lama Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? Di Puskes sejak 2008.
15. Apa yang membuat Anda bertahan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Itu dia sekarang saya lagi mikirin gimana lepas dari metadon. Dosis saya 75, dulu pernah coba sampai 60 tapi masih ngilu-ngilu lagi akhirnya naik lagi. 160
16. Menurut Anda apakah manfaat setelah mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Lebih bisa beraktifitas yang pasti yang tadinya males ngapa-ngapain harus pakai putaw dulu. Pas ada metadon lebih leluasa aktifitas.
17. Jika Anda mendapatkan THD (Take Home Dose) bagaimana Anda bisa mendapatkan THD? Sudah berapa lama Anda mendapatkan THD? Berapa kali Anda datang ke Puskesmas untuk mengambil THD? Apakah perbedaan dan manfaat yang Anda rasakan saat mendapatkan THD? THD kalau pergi-pergi dapet tapi kalau rutin engga. Apalagi karena dokternya tahu rumah saya dekat jadi engga dikasih.
18. Apakah Anda pernah memberikan metadon Anda ke orang lain? Jika “iya” mengapa Anda memberikannya? Kapan Anda memberikannya? Apakah petugas pernah mengetahuinya? Pernah pas dulu di Rasamala sekitar tahun 2010. Kalau disini kalau dosis dibawah 100 kan engga bisa displint, kalau di RSKO masih bisa. Jadi teman waktu itu pakaw terus dia belum ikut metadon erus saya kasih tuh dan nutup. Daripada pakai putaw illegal dan mahal, petugas dan dokter juga engga tahu. Eh ketahuannya kayaknya ada yang ngadu. Yah sanksinya ditegor sih, dikasih peringatan gitu.
19. Apakah Anda pernah menggunakan NAPZA selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Jika “iya” NAPZA jenis apa yang Anda gunakan? Kapan Anda terakhir menggunakan NAPZA tersebut? Kenapa Anda masih mengkonsumsi NAPZA tersebut? Apakah petugas pernah mengetahuinya? Engga munafik saya pernah. Seminggu yang lalu pakai putaw disuntik, selain itu juga shabu. Itu sesekali aja suggest kangen. Paling jangka waktu 2 atau 3 bulan sekali, engga rutin karena sudah ketutup metadon. 161
Sakaw sebenarnya sudah bisa ketutup sama metadon tapi suggest engga bisa. Petugas tahu kan sering tes urin. Nah itu juga factor engga dapat THD karena positif.
20. Menurut Anda bagaimana jadwal pelayanan di Program Terapi Rumatan Metadon? Menurut saya sih terlalu siang kalau kita di RSKO kan enak tuh dari jam 9 pagi, pas melek mata langsung pergi minum. Disini masalahnya di waktu aja sih sempit.
21. Bagaimana pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon yang diberikan Puskesmas Kecamatan Tebet? Apakah pelayanan yang diberikan sudah memuaskan? Kalau memuaskan sih memuaskan, orangnya enak kekeluargaan, engga ada diskriminasi, semua baik dan peduli.
22. Bagaimana pandangan masyarakat setelah Anda mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon ini? Alhamdulillah biasa aja mereka soalnya saya bisa buktiin kalau pecandu itu bukan sampah. Jadi bisa lebih baik dari yang sebelumnya, engga kayak yang dipikiran mereka sebelumnya.
23. Apa saran Anda dalam Program Terapi Rumatan Metadon ini? Jadwal jam buka aja lebih awal.
162
Pedoman Wawancara Untuk Dokter 1.
Seperti apa Program Terapi Rumatan Metadon yang dijalankan Puskesmas Kecamatan Tebet?
2.
Apa yang ada ketahui tentang Program Terapi Rumatan Metadon?
3.
Apa tujuan dari Program Terapi Rumatan Metadon?
4.
Apakah tugas dan tanggung jawab Anda (sesuai jabatan)?
5.
Menurut Anda bagaimana perubahan sikap dan perilaku pasien selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon?
6.
Bagaimana dengan pasien yang masih mengguna NAPZA atau selip selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon?
7.
Apakah syarat untuk pasien mendapatkan THD (Take Home Dose)?
8.
Siapa saja pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon?
9.
Bagaimana Puskesmas Kecamatan Tebet mendapatkan metadon?
10. Apakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? 11. Bagaimana cara Puskesmas Kecamatan Tebet menginformasikan Program Terapi Rumatan Metadon? 12. Bagaimana tingkat pengamanan Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? 13. Bagaimana bentuk pendampingan yang diberikan kepada pasien yang mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon?
163
Lampiran: Hasil Wawancara dengan Koordinator PTRM dr. Elizabeth
Nama
: dr. Elizabeth
Hari/Tanggal
: Jumat/02 Mei 2014
Pukul
: 15.00
Tempat Wawancara : Puskesmas Kecamatan Tebet
Hasil Wawancara 1. Seperti apa Program Terapi Rumatan Metadon yang dijalankan Puskesmas Kecamatan Tebet? ya awal mulanya dari Kemenkes lalu Dinas Kesehatan, lalu dari Dinas Kesehatan menunjuk Puskesmas Kecamatan Tebet untuk memiliki Program Terapi Rumatan Metadon dan sudah ada SK menterinya.
2. Apa yang Anda ketahui tentang Program Terapi Rumatan Metadon? Program pengganti atau subtitusi bagi para pengguna NAPZA, pecandu heroin, morfin dan pengguna suntik menjadi meminum metadon. Metadon itu sendiri adalah heroin sintetik.
3. Apa tujuan dari Program Terapi Rumatan Metadon? Bertujuan untuk subtitusi pengalihan, untuk mengurang dampak buruk penggunaan heroin atau NAPZA suntik.
4. Apakah tugas dan tanggung jawab Anda (sesuai jabatan)? Sebagai koordinator PTRM.
164
5. Menurut Anda bagaimana perubahan sikap dan perilaku pasien selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Pada awal mula mereka masuk, ditahun awal 2007 banyak dari mereka yang belum bekerja diharapkan mereka datang tiap hari untuk meminum. Dari yang kesehariannya kurang baik mereka jadi teratur untuk meminum. Lalu tidak mau mereka harus mandi terlebih dahulu dan datang dalam keadaan rapih.
6. Bagaimana dengan pasien yang masih mengguna NAPZA atau selip selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Masalah nge-mix atau selip itu pasti ada tapi kita melaksanakan pengawasan dalam setahun 2-3 kali dengan melakukan tes urin. Selain itu, ada tindakan jika hasil tes urin positif, kita akan konseling kenapa dia masih menggunakan zat lain.
7. Apakah syarat untuk pasien mendapatkan THD (Take Home Dose)? Syarat untuk mendapatkan THD sebenarnya tidak ada syarat tertulis tapi kita lihat dari dosisnya yang stabil dan dia harus bekerja serta tes urine negatif. itu merupakan syarat utama mendapatkan THD.
8. Siapa saja pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? Kepala Puskesmas dan Dinkes.
9. Bagaimana Puskesmas Kecamatan Tebet mendapatkan metadon? Metadon diambil dari Rumah Sakit Pengampu kita, yaitu RSKO.
10. Apakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? Kendala lebih kepada keterampilan kita karena tidak seperti di RSKO yang memang fokus pada bidang NAPZA. Kalau kita biasa di BP Umum, tapi 165
seiring jalannya waktu kita terus belajar dan akhirnya bisa berdiri sampai sekarang.
11. Bagaimana cara Puskesmas Kecamatan Tebet menginformasikan Program Terapi Rumatan Metadon? Dibantu oleh kader muda, LSM, dan juga mulut ke mulut.
12. Bagaimana tingkat pengamanan Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? Sebenarnya sudah bagus tapi dulu pernah terjadi konflik diantara pasien sendiri, komunitas bahkan dengan petugas berkata kasar. Penanganannya biasanya kita pindahkan atau drop out.
13. Bagaimana bentuk pendampingan yang diberikan kepada pasien yang mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Pendampingan dari LSM dan Kader Muda. LSM yang bekerja sama seperti STIGMA, PPTK UI, tapi pendampingan paling rutin diberikan oelh Kader Muda Yudi.
14. Bagaimana penjangkauan yang dilakukan Puskesmas kepada para pecandu penjangkauan juga bisa dilakukan oleh Yudi sebagai Kader Muda.
15. Apakah kriteria keberhasilan Program Terapi Rumatan Metadon? Kriteria keberhasial sebenarnya tidak ada secara tertulis. Hanya yang paling penting pasien bisa bertahan dengan dosis yang ia minum. Selain itu, jika dia bisa bekerja sudah baik.
166
Lampiran
: Hasil Wawancara dengan dr. Fadlinah
Nama
: dr. Fadlinah
Hari/Tanggal
: Jumat/02 Mei 2014
Pukul
: 15.55
Tempat Wawancara : Puskesmas Kecamatan Tebet
Hasil Wawancara 1. Seperti apa Program Terapi Rumatan Metadon yang dijalankan Puskesmas Kecamatan Tebet? PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) ini merupakan program harm reduction yang salah satunya adalah dengan subtitusi metadon untuk menghindari, memutuskan mata rantai penularan HIV.
2. Apa yang ada ketahui tentang Program Terapi Rumatan Metadon? Terapi ini bisa dibilang pengobatan hanya opiat yang digunakan ini legal.
3. Apa tujuan dari Program Terapi Rumatan Metadon? Yah itu megurang dampak buruk penggunaan Napza juga HIV.
4. Apakah tugas dan tanggung jawab Anda (sesuai jabatan)? Jadi saya bertugas dan bertanggung jawab mengontrol jalannya program karena sudah ada koordinatornya. Jadi kami ini merupakan tim, jika ada masalah yang sulit kita akan selesaikan bersama. Saya juga bertanggung jawab pada program LJSS, ARV dan CSA (Care Support Group)
5. Menurut Anda bagaimana perubahan sikap dan perilaku pasien selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? 167
Saya tahu sekali bahwa penggunaan NAPZA itu pada setiap orang tidak bisa disama ratakan, mereka itu berbeda-beda, ada yang urakan, lemah lembut. Selama kita pahami bahwa ini adalah cronic relapsing disease atau penyakit kambuhan, kalau tidak ada banyak dukungan maka akan repot. Jadi harus dikonseling dulu baik-baik. Target kita bagaimana mereka bisa produktif. Sejauh ini sudah tahun ke tujuh, lama-lama sudah semakin membaik positif lah. Meskipun kita tidak menutup bahwa ada diantara mereka yang masih menggunakan jenis NAPZA lain.
6. Bagaimana dengan pasien yang masih mengguna NAPZA atau selip selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Kalau dulu saya suka minta mereka, “1, 2, 3, 4 (sambil menunjuk pasien yang dipilih), ayo ikut”. Mereka akan menanyakan, “Mau kemana bunda?”. Saya akan mengajak mereka, “Yuk ke kamar mandi kalian kencing sekarang”. Mereka pun tidak bisa mengelak untuk melakukan tes urin itu. Nah kita bisa memilih mereka untuk melakukan tes urin dengan melihat perubahan dari diri mereka. Dulu setahun 2-3 kali kitab lakukan cek tapi tidak semua orang kita minta tes, kita akan lihat perubahan dari dia (pasien). Hukuman untuk yang masih melakukan selip kita akan lakukan konseling dahulu. Kalau dia mendapat THD maka THD-nya akan mita cabut. Kita akan melihat juga dari hasil konselingnya dan biasanya saya akan meminta mereka menulis, “Jika saya menggunakan opiat apapun jenisnya saya siap mendaptak sanksi”. Selama proses konseling kita
akan tanya kenapa sih mereka masih
menggunakan opiat. Adakah pasien yang pernah di drop-out karena masalah selip ini? DO yah. Hmmm… dulu ada yang di DO tapi karena penipuan resep. Saya tidak menyalahkan dia juga tapi dalam hal ini apotek juga salah. Jadi masalah ini bukan karena selip tapi karena penipuan.
7. Apakah syarat untuk pasien mendapatkan THD (Take Home Dose)? 168
Bagi orang yang sudah bekerja, sakit maka mereka pantas mendapatkan THD. Tapi kita juga lihat dari segi dosis jika dosis sudah stabil maka mereka bisa mendapatkan THD. Bekerja pun harus jelas, sebenarnya disini cukup fleksibel
8. Siapa saja pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? •
Depkes untuk laporan IPWL
•
Sudin untuk laporan peserta yang aktif, DO dan lain-lain.
•
LSM dan lembaga penelitian sepert PPTK UI.
9. Bagaimana Puskesmas Kecamatan Tebet mendapatkan metadon? Metadon didapat dari RSKO yang merupakan Rumah Sakit Pengampu. Pengambilannya tergantung biasanya kita lihat dari jumlah paserta sekian, dosis yang digunakan sekian, jadi penggunaan tiap harinya berapa akan dapat diketahui. Metadon ini disimpan di apotek.
10. Apakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? Dari sisi kami yah itu… tapi kalau masalah tenaga kami (SDM) aman lah yah karena tega kami ini sudah terlatih. Dari sisi peserta mereka masih ada yang tidak ada displin. Jika mereka telat, mereka bisa telepon dengan mengabari bahwa saya akan telat. Benturan lebih kepada pasien yang kurang disiplin. Mereka itu kan memintanya waktu buka itu lebih panjang, dari sisi kita keterbatasan hal itu karena SDM kita kan pegang macam-macam banyak poli. Satu orang bisa megang apa (poli). Sebenarnya kita juga mau buka seperti di Rumah Sakit atau Puskesmas lainnya yang buka dari pagi. Akan tetapi harus ada tim khusus, kita tidak pegang apa-apa lagi fokus disitu (PTRM). Walaupun demikian masih bisa semua kita layani meskipun hanya beberapa jam. 169
11. Bagaimana cara Puskesmas Kecamatan Tebet menginformasikan Program Terapi Rumatan Metadon? Sebenarnya sebelum ini diadakan sudah disosialisasikan duluan. Kita masu ke berbagai lintas sektor seperti POLISI karena tidak semua POLISI paham akan PTRM.
Kalau
untuk
IDU
ada
juga
bantuan
dari
LSM
untuk
menginformasikan kepada mereka. Selain itu, ada juga kader yang bertugas untuk menginformasikan program ini. Tapi sewaktu awal dibuka ada 10 orang datang dan tidak semuanya saya terima menjadi paserta. Mereka akan dilakukan konseling terlebih dahulu, dari hasil konseling akan kita ketahui siapa yang siap atau tidak mengiukuti program. Saat pasien datang kita akan tanya apa yang ia ketahui tentang metadon. Ada yang menjawab katanya metadon enak. Nah, itu bahaya jika mereka nantinya ikut program dan mereka merasa tidak nyaman dan betul-betul harus menjaga dari dosis kecil lalu tidak nutup (sakaw). Nah, nantinya siap engga sih dia. Jika tidak siap nanti akan DO (drop out) dan LSM saat itu (awal PTRM dibuka) tidak semua paham asal masuk-masukin ke PTRM, ada yang masih baru menggunakan (heroin) tapi dimasukkan. Jadi kami harus seleksi lagi. Tujuan kami itu untuk mengurangi dampak buruk, jika ia belum siap maka tidak.
12. Bagaimana tingkat pengamanan Program Terapi Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet? Mereka pengguna itu kan banyak bohongnya, suka bengong, nyolong. Tapi sekarang tergantung bagaimana kita menjaganya. Misalnya kita tahu ada pencuri tapi taruh barang sembarang. Siapa yang salah? nah gambarannya seperti itu. Awal-awal itu berat tapi sekarang sudah banyak perubahan dan aman.
13. Bagaimana bentuk pendampingan yang diberikan kepada pasien yang mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? 170
Kami jelas tidak mungkin selalu kami yang melakukannya. Kita juga berharap dari LSM, sekecil apapun ada informasi kami akan mengusahakan mengumpulkan anak-anak tapi karena mesti ada snack agak sulit mengumpulkan mereka. Tapi sebenarnya gampang juga, tinggal kita larang aja minum dulu, jadi kalau mau minum bisa minum bareng-bareng di lantai atas (aula) supaya mereka dengar informasi karena kalau engga gitu bisa kabur-kaburan. Apalagi ini kan mau ulang tahun PTRM, nah mereka yang menyiapkan acaranya. Kalau tahun pertama kan kami yang siapkan. Nah sekarang merekamereka yang siapkan acaranya. Mereka itu punya banyak potensi.
14. Bagaimana penjangkauan yang dilakukan Puskesmas kepada para pecandu Heroin agar dapat mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Kader dan LSM, tapi sesekali saya ikut turun tapi tidak pakai baju dinas ya. Kita akan permudah aksesnya.
15. Apakah kriteria keberhasilan Program Terapi Rumatan Metadon? Secara tertulis tidak ada target pasti keberhasilan tapi kita kan melihat dari perubahan perilaku, adakah kesadaran diri dia baik dari segi kesehatannya, apakah mereka masih menggunakan narkoba lain dan dilihat juga alasannya. Kita juga melihat apakah mereka sudah produktif bekerja, mereka bisa menghidupi diri sendiri secara mandiri.
171
Pedoman Wawancara
Untuk Tenaga Medis, Kader Muda 1. Berapa lama Anda menjadi petugas di Program Terapi Rumatan Metadon? 2. Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan Program Terapi Rumatan Metadon? 3. Apakah tugas dan tanggung jawab Anda (sesuai jabatan)? 4. Menurut Anda bagaimana perubahan sikap dan perilaku pasien selama mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? 5. Apakah kriteria untuk mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? 6. Mengapa terapi metadon dipilih sebagai subtitusi pecandu Heroin? 7. Bagaimana peran pimpinan dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? 8. Menurut Anda, apakah sarana dan prasarana yang tersedia sudah cukup baik? 9. Apa saja kendala yang Anda alami dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? 10. Bagaimana penjangkauan yang dilakukan Puskesmas kepada pasien Program Terapi Rumatan Metadon? 11. Menurut Anda, apa saja faktor yang diperlukan agar pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon lebih baik? 12. Menurut Anda, apakah Program Terapi Rumatan Metadon sudah sesuai dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Tebet?
172
LAMPIRAN
: Hasil Wawancara dengan Kader Muda
Nama
: Judi Hermanto
Jabatan
: Kader Muda
Hari/Tanggal
: Senin/28 April 2014
Pukul
: 13.30
Tempat Wawancara : Puskesmas Kecamatan Tebet
Hasil Wawancara 1. Berapa lama Anda menjadi petugas di Program Terapi Rumatan Metadon? Sejak tahun 2010, empat tahun lah.
2. Bagaimana Anda bisa terpilih menjadi kader muda? Jadi saya dipilih berdasarkan penilaian Dokter melihat sikap saya terhadap teman-teman terus juga saya mau mendampingi teman-teman. Lalu saya ditawari, awalnya saya ditanya “Kamu lagi kerja apa sekarang?” saya jawab “Saya masih kerja, dok” Terus 2 atau 3 bulan berikutnya saya ditawari lagi pada saat saya sedang menganggur akhirnya saya mau jadi kader muda. Sebelumnya saya kerja dibengkel usaha pribadi.
3. Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan Program Terapi Rumatan Metadon? Pelatihan ditahun 2011, dari Kemenkes. Materi yang diberikan seputar efek metadon, kriteria untuk masuk menjadi peserta metadon dan aturan-aturan metadon. Selain itu, saya juga pernah mendapatkan pelatihan HIV/AIDS, konselor adiksi
dan VCT. Dalam setahun saya bisa mendapat tiga kali
pelatihan atau seminar.
174
4. Apakah tugas dan tanggung jawab Anda (sesuai jabatan)? Memberikan dukungan bagi pecandu dalam mengakses layanan kesehatan, mengkonseling IDU yang mengakses LASS atau jarum suntik agar berperilaku aman dan menyarankan terapi metadon.
5. Menurut Anda apakah yang membedakan pasien yang telah mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon dan belum mengikuti program? Sebelum mengikuti pastinya masih buruk perilakunya. Setelah mengikuti terapu berangsur-angsur membaik dalam kehidupan budaya, sosial dan lain-lain.
6. Apakah kriteria untuk mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? •
Sudah lebih dari sekali direhabilitasi.
•
Umur diatas 18 tahun.
•
Pengguna heroin dan penasun.
7. Mengapa terapi metadon dipilih sebagai subtitusi pecandu Heroin? Karena metadon sintetisnya dari heroin dan merupakan salah satu program HR (Harm Reduction) juga yang dari perilaku suntik menjadi oral. Selan itu, untuk menekan laju HIV.
8. Bagaimana peran pimpinan dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? Mereka tidak bosan-bosan mengingatkan membimbing ke teman-teman dan itu sudah sebagai tugasnya beliau.
9. Menurut Anda, apakah sarana dan prasarana yang tersedia sudah cukup baik? Cukup baik. Namun kita hanya perlu tempat atau ruangan untuk melakukan kegiatan seperti KDS (Kelompok Dukungan Sebaya).
175
10. Apa saja kendala yang Anda alami dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? Program konseling sudah berjalan tiga bulan namun teman-teman sulit. Kebijakan di Puskesmas Kecamatan Tebet ini sudah cukup fleksibel cuma temen-temen lupa akan kewajibannya, hanya haknya aja yang diminta, kewajibannya engga.
11. Bagaimana penjangkauan yang dilakukan Puskesmas kepada pasien Program Terapi Rumatan Metadon? Untuk IDU yang masih aktif dalam 3 bulan terakhir sudah ada 18 orang kali. Penjangkaunnya dikasih informasi tentang metadon dan saat ini sudah banyak yang tahu tentang metadon. Jadi saya memberi akses yang lebih muda. Saya bisa kenal dari mereka berjejaring, seputar teman-teman itu kan satu arah jadi lebih mudah untuk mengetahui keberadaan mereka. Disini tidak ada target tapi memang kewajiban dari kader untuk keluar lapangan, saya juga dilapangan untuk memberikan LJSS. Jadi penjangkauan yang saya lakukan itu ada dengan membagikan jarum dan informasi terkait penularan HIV, dampak, efek bila minum ARV maupun metadon.
12. Menurut Anda, apa saja faktor yang diperlukan agar pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon lebih baik? Sebaiknya teman-teman lebih sering dirangkul atau dilibatkan dalam setiap kegiatan. Jadi bisa sama-sama berdiskusi dengan tim pelayanan apa saja misalnya kendala-kendala yang dihadapi. Selain itu, displin dalam peraturan, konseling secara berkali oleh psikiater, dukungan pembentukan KDS, evaluasi antar pemberi dan penerima layanan.
13. Menurut Anda, apakah Program Terapi Rumatan Metadon sudah sesuai dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Tebet? Sudah sesuai dan saya suka kebijakannya fleksibel.
176
LAMPIRAN
Nama
: Devi
Jabatan
: Petugas medis/suster
Hari/Tanggal
: Senin/5 Mei 2014
Pukul
: 13.00
: Hasil Wawancara dengan Ibu Devi
Tempat Wawancara : Puskesmas Kecamatan Tebet
Hasil Wawancara 1. Berapa lama Anda menjadi petugas di Program Terapi Rumatan Metadon? Jadi petugas disini sejak tahun 2008.
2. Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan Program Terapi Rumatan Metadon? Pelatihan seperti seminar, pelatihan waktu itu sih tidak ada praktek ya, pelatihan waktu itu hanya pemberian materi-materi saja. Saya pelatihan di tahun 2012 dan dapat pelatihan dari Depkes. 3. Apakah tugas dan tanggung jawab Anda (sesuai jabatan)? Mencatat pelaporan pasien, kadang-kadang konseling, konseling sih ngga spesifik. Cuma ngebantu misalnya pasien ada yang minta THD boleh ngga, kita akan amati, kalau misalnya memang akan beresiko maka kita tidak akan kasih, dokter pun kadang minta saran kepada perawat, karena kita sering berhadapan dengan pasien.
177
4. Menurut Anda apakah yang membedakan pasien yang telah mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon dan belum mengikuti program? Jauh lebih baik dari awal-awal, dari sikap ke kitanya aja sudah keliatan kok. Tidak perlu bekerja menjadi patokan, fisiknya saja lebih baik itu sudah menjadi lebih baik. 5. Apakah kriteria untuk mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Yang pasti dia pemakai heroin, harus ada wali, pasien mau ontime datang untuk minum, pemakaian (menggunakan heroin) juga sudah lama, kalau dia baru awal-awal pakai kita engga akan sarankan untuk dia mengikuti metadon.
6. Mengapa terapi metadon dipilih sebagai subtitusi pecandu Heroin? Metadon itu sudah dilegalkan dan dibawah pengawasan dokter sebagai subtitusi heroin. 7. Bagaimana peran pimpinan dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? Beliau sebagai koordinator juga suka meminta saran kepada kami mengenai pasien-pasien. Bagus juga si mau mendengarkan masukkan dan berdiskusi bersama. 8. Menurut Anda, apakah sarana dan prasarana yang tersedia sudah cukup baik? Mungkin masalah tempat ya, kita kan ada di bawah dan tempatnya itu minimalis banget dipojokkan (ujar sambil tertawa kecil), apoteker yang di depan juga kasian tempatnya sempit kecil. Ya… semogalah ruangan bisa lebih layak aja. Kalau untuk pasien sebenearnya kita memang tidak menyediakan lahan untuk mereka karena kita juga tidak mau mereka berlama-lama nongkrong. Untuk KDS sih biasanya kita bikin acara resmi di aula, tapi untuk ruangan mereka sendiri kita sih belum menyarankan.
9. Apa saja kendala yang Anda alami dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? Kendalanya mungkin menghadapi pasien-pasien ya, pasien lebih menggampangkan peraturan yang ada, mungkin mereka melihat temannya 178
lebih gampang dapat THD tapi kenapa saya engga. Padahal dia kan anak baru dan untuk mendapatkan THD melalui beberapa prosedur tidak semudah itu. Kalau mereka ada masalah dengan petugas atau berulah dengan petugas biasanya bisa kita DO tapi kalau ada masalah dengan sesama temannya biasanya kita kasih peringatan, juga kita serahkan kepada kelompoknya (MUST). Kalau masalah solidnya engga usah diragukanlah yaa..untuk mereka. Jadi kalau sudah mengancam dan membuat ketidaknyamanan petugas sudah pasti akan di DO. 10. Bagaimana penjangkauan yang dilakukan Puskesmas kepada pasien Program Terapi Rumatan Metadon? Penjangkauan kita disini juga ada kader muda, selain itu juga ada LSM. 11. Menurut Anda, apa saja faktor yang diperlukan agar pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon lebih baik? Fasilitas, honor juga bisa kali ya (hehehe) karena setiap hari Sabtu Minggu kita kan juga masih buka (PTRM), walaupun sebenrnya juga ada shift. 12. Menurut Anda, apakah Program Terapi Rumatan Metadon sudah sesuai dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Tebet? PTRM sudah dilaksanakan sesuai dengan standar, tinggal komitmen dari para petugas saja dan pengetahuan dari para petugas, misalnya IPWL.
179
LAMPIRAN
Nama
: Juju
Jabatan
: Petugas medis/suster
Hari/Tanggal
: Senin/5 Mei 2014
Pukul
: 12.00
: Hasil Wawancara dengan Ibu Juju
Tempat Wawancara : Puskesmas Kecamatan Tebet
Hasil Wawancara 1. Berapa lama Anda menjadi petugas di Program Terapi Rumatan Metadon? Jadi petugas PTRM sejak 2007. 2. Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan Program Terapi Rumatan Metadon? Jadi begini… setelah PTRM terbentuk saya sudah ada di poli PTRM tapi pelatihannya setelah saya terjun di PTRM, dua tahun di metadon baru saya ikut pelatihan. Pelatihannya memang setelah program berjalan tapi karena kita sudah terjun langsung. Jadi, sudah enggak aneh karena sudah tahu karakter mereka. Pelatihan dari emenkes, seputar metadon, cara-cara menghadapi pasien sampai dosis dan semuanya.
3. Apakah tugas dan tanggung jawab Anda (sesuai jabatan)? Saya ini kan perawat. Jadi, sebelum ketemu dokter kan biasanya pasien ketemu kita dulu, kita liat anak ini butuh konsul apa tidak. Di awal pertama kali buka saya juga bantu konseling dan juga merangkap urusan dosis. Sewaktu kita ikut pelatihan, kita harus mampu menghandle kalau sewaktuwaktu farmasi tidak ada.
180
4. Menurut Anda apakah yang membedakan pasien yang telah mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon dan belum mengikuti program? Banyak perubahan perilaku sikap, pasti yah.. terus yang tadinya urakan jadi rapih bersih. Selama ini saya bekerja baru ini anak-anak terlihat sekali ada perubahannya dari yang tempramen tinggi kasar sekarang sudah ada perubahan. Anak seperti itu kan perlu perhatian, kita suka ajak mereka “Coba deh untuk liat hasil cek darah”, takutnya kan mereka belum buka hasil cek darah. Anak itu kita rangkul, kan banyak yang masih mengaggap mereka sampah dan kalau kesini kita tanya, “Kamu kalau kesini sudah mandi belum sih?” jadi hal atau pertanyaan kecil seperti itu saja kita perhatikan. Sebenernya dimana anak tersebut sudah mau datang itu sudah ada perubahan. Kan selama tujuh tahun dia datang cuma minum, pasti dia akan jenuh tapi kalau dia datang terus itu terlihat ada perubahan. 5. Apakah kriteria untuk mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon? Pemakai positif heroin, kita akan konsul dia ikut itu atas kemauan siapa, kemauan dia atau kemauan orang tua. Kalau karena kemauan orang tua kita tidak bisa terima karena sewaktu-waktu dia kan bisa kambuh lagi. Oleh karena itu, saat pendaftaran pasien harus membawa pendamping. Setelah itu kita konseling apakah kamu benar-benar mau berubah. Kita akan tanya apakah kamu sanggup untuk sekian tahun datang setiap hari hanya untuk minum. Kalau mereka sanggup kita akan minta dia tulis di atas materai.
6. Mengapa terapi metadon dipilih sebagai subtitusi pecandu Heroin? Untuk menutup mata rantai HIV. 7. Bagaimana peran pimpinan dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? Peran pimpinan ya baguslah, bagus banget. Kalau dokter Elizabeth memang kurang tegas, tidak bisa galak istilahnya, kadang-kadang kalem. 8. Menurut Anda, apakah sarana dan prasarana yang tersedia sudah cukup baik? Sarana dan prasarana kurang, anak-anak ini memang membutuhkan pra sarana, kalau dulu kita punya aula di Menteng Dalam, ada aula disitu. Nah kadang-kadang ada kegiatan, misalnya dari LSM mana kasih kegiatan cara 181
bikin cokelat dan mendapatkan keterampilan. Minimal bangku saja, ruangan konsultasi juga tidak sesuai, yang namanya ruang konsultasikan tidak kedengaran dari luar, namanya juga pribadikan, kalau disana kamu bisa lihat gimana.
9. Apa saja kendala yang Anda alami dalam pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon? Paling anak-anak saja yang kurang disiplin, misalnya kita janji ketemu jam 11 tapi jam 1 atau jam 2 baru datang. Alasannya ketiduran lah tapi sebenarnya kita sudah bantu kalau misalnya mereka telat datang, mereka bisa telepon dan ambil metadonnya di apotek. Saya juga kasihan kalau misalnya dosis mereka tinggi terus dia engga minum, nanti yang ada dia bisa makai (Narkoba) lagi. 10. Bagaimana penjangkauan yang dilakukan Puskesmas kepada pasien Program Terapi Rumatan Metadon? Kalau ada masalah-masalah kejiwaan itu biasanya nanti akan ditangani dokter Fadlinah. Kalau kita kan melakukan pendekatan, kita akan kasih semangat misalnya ada yang tau hasil lab positif (HIV) kita akan memotivasinya agar tidak putus asa, misalnya kita mengingatkan bahwa orang yang hidup akan mati, lebih baik kamu sekarang tobat. Makanya saya sangat ingin dalam program ini juga diadakan siraman rohani seperti pengajian, kalau dulu kita suka solat jamaah. Terkendalanya sebenarnya selain waktu dan tempat, anakanaknya juga maunya ada imbalan, misalnya dikasih snack padahal maksud kita kan untuk memberi ilmu. 11. Menurut Anda, apa saja faktor yang diperlukan agar pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon lebih baik? Partisipasi kepala Puskesmas, juga partisipasi ketua metadonnya karena kasian juga mereka kan kumpul yang ditaman Honda itu. 12. Menurut Anda, apakah Program Terapi Rumatan Metadon sudah sesuai dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Tebet? Iya sesuai. 182