EVALUASI PROGRAM PENGGUNA KARTU JAKARTA SEHAT DI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON (PTRM) RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT (RSKO) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos)
Disusun Oleh
MUHAMAD MIFTAH RIZKI NIM: 1110054100012
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 November 2014
Muhamad Miftah Rizki
ABSTRAK Muhamad Miftah Rizki Evaluasi Program Pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat ”.
Dalam menjalani hidup untuk mencapai kesejahteraan banyak faktor yang mempengaruhi kesejahteraan, mulai dari faktor agama, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan faktor lainnya. Di Indonesia banyak permasalahan yang belum mampu diatasi dari berbagai faktor yang sudah disebutkan di atas dan yang paling menjadi pokok bahasan pada saat ini ialah permasalahan pelayanan sosial dalam bentuk pelayanan kesehatan. Dari pengertian kesehatan tersebut sudah jelas jika fisik kita sehat maka sesuatu yang akan kita kerjakan juga mudah dan dapat mensejahterakan kita, sedangkan jika kita sakit kita tidak dapat mensejahterakan orang lain jika diri kita sendiri saja tidak mampu untuk beraktifitas seperti biasa dan karena itulah pelayanan sosial dalam bentuk pelayanan kesehatan amat penting dalam kehidupan terutama untuk membuat negara Indonesia dianggap sebagai negara yang sejahtera. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata–kata, gambar dan bukan angka–angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara catatan lapangan, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya. Pelaksanaan program Kartu Jakarta Sehat (KJS) di Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) berjalan dengan baik sesuai dengan pedoman dari pemerintah pusat dan program ini terus memberikan pelayanan yang maksimal sesuai kebutuhan pasien untuk bisa lepas dari ketergantungan opiat dan untuk merubah pasien lebih baik lagi dari sebelumnya. Hasil evaluasi yang peneliti lakukan di Program Terapi Rumatan Metadon dengan menggunakan CIPP berjalan dengan baik, dapat dikatakan dari awal sampai proses rumatan ini berjalan setiap pasien yang mengunakan Kartu Jakarta Sehat atau yang tidak menggunakan Kartu Jakarta Sehat sudah menjalankan kegiatan sesuai prosedur dan untuk petugasnya yang berada dalam Program Terapi Rumatan Metadon sudah menjalankan SOP yang ada di Rumah Sakit. Untuk fasilitas dan penunjang lainnya pun sudah sangat lengkap, petugas medisnya bekerja sesuai dengan yang ditetapkan. Selanjutnya program ini dikatakan baik, karena sangat membantu proses penyembuhan pasien dan bahkan mempermudah pasien yang sudah bekerja untuk lebih baik dalam menjalankan kegiatannya di luar. Walaupun hasil rumatan ini berjalan baik namun produk yang dihasilkan masih jauh dari yang diharapkan, karena masih banyak sekali pasien yang masih tinggi dosisnya walaupun sudah menjalani proses rumatan ini bertahun-tahun dan belum selesai masa rumatannya, sangat disayangkan karena melihat metadon ini bukan obat yang murah.
i
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb Segala puja dan puji senantiasa penulis panjatkan atas segala karunia allah SWT, yang telah menciptakan makhluk-Nya dengan penuh cinta dan kasih serta mengajarkan manusia untuk mencintai sesama manusia hanya karena allah semata. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan besar kita yakni Nabi Muhammad SAW, para keluarga yang suci, para sahabatnya yang mulia serta para umatnya yang isnya Allah hingga kini terus mencintainya. Skripsi dengan judul “ Evaluasi Program Pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumata Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat”. merupakan salah satu wujud upaya penulis dalam memberikan sedikit pengetahuan mengenai pelaksanaan program-program pemerintah melalui pelaayanan kesehatan dan apa saja yang dirasakan masyarakat. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan yang penulis miliki. oleh karena itu segala kritikan dan masukan yang bertujuan membangun sungguh merupakan suatu masukan yang sangat berharga dan membantu penulis dalam membuat skripsi ini. Karenanya, sudah sepantasnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
ii
2. Ibu. Siti Napsiyah, MSW, selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial, dan Bapak. Ahmad Zaky, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial. 3. Bapak Budi Rahman Hakim, MSW, selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan dan membimbing penulis selama ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan dan membimbing penulis selama melaksanakan perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak dr. Laurentius Panggabean, Sp.KJ. MKK Selaku Direktur Utama RSKO yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di RSKO. 6. Ibu Endang Suharjanti M.Si. Selaku pembimbing lembaga di sana yang telah banyak membantu dalam proses penelitian. 7. Bapak Agus Darmawan, S.Sos dan Bapak Syariffudin, S.Sos yang selalu memberikan motivasi dan dorongan semangat selama menjalani penelitian di sana, makasih banyak semoga mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. 8. Seluruh staff RSKO yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan mereka telah membantu saya dalam penelitian ini. 9. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan doa dan kasih sayangnya serta dukungan selama ini, maaf anakmu belum bisa membahagiakanmu dan untuk keluarga besar terima kasih atas doanya selama ini.
iii
10. Endah Ambarsari, terimah kasih atas segala dukungan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT, membalas atas kebaikanmu selama ini, maafkan segala kesalahan saya selama ini. 11. Teman-teman tercinta kessos angkatan 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis selama ini. Bersama kita maju. Semangat. 12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan, yang telah membantu selesainya skripsi ini. Penulis tidak mempu memberikan balasan apa-apa atas segala jasa yang diberikan, dan hanya mampu menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dengan iringan do’a semoga segala pengorbanan dan bantuan dari semua pihak dapat dicatat sebagai amal ibadah di sisi Allah SWT. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini mampu memberikan manfaat, baik bagi penulis, mahasiswa kesejahteraan sosial juga pembaca lainya. Ridha dan keikhlasan dari para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi selalu penulis harapkan, semoga ilmu yang diberikan kepada kami dapat bermanfaat untuk pengabdian di masyarakat.
Jakarta , 2 Oktober 2014 Penulis
Muhamad Miftah Rizki
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK ..................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ....................................... 7 1. Pembatasan Masalah .......................................................... 7 2. Perumusan Masalah ........................................................... 7 C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8 1. Tujuan Penelitian ............................................................... 8 2. Manfaat Penelitian ............................................................. 8 D. Metodologi Penelitian .............................................................. 9 1. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian ......................... 9 2. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 10 3. Sumber Data ...................................................................... 10 4. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 11 5. Analisis Data ...................................................................... 14 6. Keabsahan Data ................................................................. 15 E. Pedoman Penulisan Skripsi ...................................................... 15 F. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 16 G. Sistematika Penulisan .............................................................. 17
v
BAB II
KAJIAN TEORITIS A. Evaluasi ................................................................................... 18 1. Pengertian Evaluasi ............................................................ 18 2. Tujuan Evaluasi ................................................................. 20 3. Model Evaluasi .................................................................. 24 a. Model Evaluasi Berbasis Tujuan .................................. 28 b. Model Evaluasi Sistem Analisis .................................... 28 c. Model Evaluasi Bencmarking (Bangku Ukur)................ 29 B. Kartu Jakarta Sehat ................................................................... 29 1. Pengertian Kartu Jakarta Sehat ............................................ 29 2. Tujuan ................................................................................ 30 3. Sasaran Program ................................................................. 30 4. Manfaat Kartu Jakarta Sehat................................................ 30 5. Persyaratan yang harus dibawa saat mendaftar di Puskesmas Kecamatan .......................................................................... 30 6. Persyaratan yang harus dibawa saat berobat di Puskesmas .. 30 7. Persyaratan Pasien berobat gratis di Rumah Sakit................ 31 8. Alur Pelayanan Kesehatan warga Ber-KTP di DKI Jakarta.. 31 9. Unit Gawat Darurat Rumah Sakit ........................................ 32 C. Program Terapi Rumatan Metadon ........................................... 32 1. Pengertian Program Terapi Rumatan Metadon .................... 32 2. Tujuan Program Terapi Rumatan Metadon .......................... 32 3. Alur Pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon ............. 33 4. Indikator Evaluasi Program dengan CIPP ............................ 34
vi
BAB III
PROFIL RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA A. Latar Belakang Berdirinya Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta ..................................................................................... 39 B. Visi, Misi, Motto dan Falsafah Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta .............................................................................. 43 1. Visi ..................................................................................... 43 2. Misi .................................................................................... 44 3. Motto .................................................................................. 44 4. Falsafah .............................................................................. 44 C. Program Lembaga..................................................................... 44 1. Perencanaan Program .......................................................... 44 2. Teknik Perencanaan ............................................................ 46 D. Jangkauan Layanan ................................................................... 54 1. Deskripsi Target Layanan ................................................... 54 2. Penjangkauan dan Perekrutan .............................................. 55 3. Kriteria Pemilihan Pasien .................................................... 56 4. Proses Penerimaan Pasien ................................................... 56 E. Jejaring Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta .................. 57
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS A. Temuan..................................................................................... 59 1. Program Terapi Rumatan Metadon...................................... 59 a. Metadon ........................................................................ 59 b. Manfaat Metadon .......................................................... 63
vii
c. Syarat Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon .... 64 d. Pemberian Dosis Awal .................................................. 65 e. Berhenti dari Program Terapi Metadon.......................... 67 f. Profesi yang Terlibat di Pelayanan Metadon .................. 68 g. Layanan di Klinik Metadon ........................................... 70 2. Program Kartu Jakarta Sehat ............................................... 76 B. Analisis Data ............................................................................ 80 1. Evaluasi Conteks ................................................................. 80 a. Legalitas Program ......................................................... 80 b. Dukungan Lingkungan .................................................. 82 c. Tujuan Program............................................................. 84 2. Evaluasi Input ..................................................................... 85 a. Sumber Daya Manusia .................................................. 85 b. Program Kegiatan.......................................................... 86 c. Saranan dan Prasarana ................................................... 88 d. Anggaran Dana ............................................................. 91 e. Peraturan atau Prosedur ................................................. 92 3. Evaluasi Process ................................................................ 94 a. Pelaksanaan Program .................................................... 95 b. Pengelolaan Program ..................................................... 98 c. Hambatan/Dukungan yang dijumpai selama pelaksanaan Program ........................................................................ 99 4. Evaluasi Product ................................................................. 100 a. Pencapaian Program ...................................................... 100
viii
b. Dampak Program .......................................................... 101 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................... 104 B. Saran ........................................................................................ 105
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 106 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................. 109
ix
Daftar Gambar 1. Gambar 1 Alur Pelayanan Kesehatan Warga Ber-KTP Jakarta ................... 45 2. Gambar 2 Alur Layanan Terapi Rumatan Metadon..................................... 47 3. Gambar Gambar 4 Proses Penerimaan Pasien ............................................. 70
x
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani hidup untuk mencapai kesejahteraan banyak faktor yang mempengaruhi kesejahteraan tersebut, mulai dari faktor agama, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan faktor lainnya, yang harus dipahami setiap kebutuhan dasar manusia berbeda-beda sesuai dengan taraf hidup dan kesejahteraan yang mereka harapkan. Di Indonesia banyak permasalahan yang belum mampu diatasi dari berbagai faktor yang sudah disebutkan di atas dan yang paling menjadi pokok bahasan pada saat ini ialah permasalahan pelayanan sosial dalam bentuk pelayanan kesehatan. Dalam Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 Tahun 2009 Ayat 1 Pasal 1 sudah dijelaskan bahwa pengertian Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan Pengertian Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan.1 Dari pengertian kesehatan tersebut sudah sangat jelas jika fisik kita sehat maka sesuatu yang akan kita kerjakan juga mudah dan dapat mensejahterakan, sedangkan jika kita sakit bagaimana kita dapat mensejahterakan orang lain jika diri kita sendiri saja tidak mampu untuk beraktifitas seperti biasanya dan karena 1
http://Kotakpensil.com//kesehatan . (diakses pada hari Senin tanggal 9 September 2013)
1
2
itulah pelayanan sosial dalam bentuk pelayanan kesehatan amatlah penting dalam kehidupan terutama untuk membuat bangsa negara Indonesia kita ini dianggap sebagai negara yang sejahtera. Namun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan di sana-sini terutama dalam pelayanan kesehatan untuk orang dengan golongan ekonomi ke bawah dan bisa dikatakan sangat sulit seorang yang tidak mampu/miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan Undang-Undang tentang kesehatan tersebut. Sudah banyak contoh yang sama-sama kita ketahui, di negara kita ini selalu terdengar dan banyak slogan untuk si miskin dilarang sakit, karena sampai saat ini banyak fakta yang bisa sama-sama kita dengar dan saksikan di setiap kejadian saat seorang pasien yang miskin selalu mendapatkan perlakuan yang kurang baik saat ia membutuhkan pertolongan terutama dalam hal pelayanan kesehatan. Mungkin ini salah satu fakta yang memperkuat bahwa mereka yang tidak mampu, sulit mendapatkan pelayanan yang sama saat seorang pasien tidak mampu yang dirawat di sebuah rumah sakit di Jakarta yang pro-rakyat ternyata terpaksa harus memulangkan pasiennya karena tidak mampu membayar uang penginapan dan itu sangat sulit sekali melihat si pasien yang mengalami sakit kaki gajah yang sangat sulit untuk berjalan, tidak hanya itu ada beberapa pasien yang mendapatkan penolakan dari pihak rumah sakit dengan berbagai alasan mulai dari tidak cukupnya ruangan dan fasilitas yang kurang memadai, dan mau sampai kapan rakyat miskin di Indonesia mampu mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dari negara Indonesia tercinta ini.
3
Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80% rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan di tahun 2012 dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, sedangkan Republika Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah warga miskin di DKI Jakarta mencapai 3,69 persen berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2012. "Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada Maret 2012 sebanyak 363.020 orang atau 3,69 persen," kata Kepala BPS, Suryamin di Jakarta, Ahad (26/8) Data BPS tersebut membantah pernyataan salah satu calon Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) yang menyebutkan persentase jumlah warga miskin di DKI Jakarta lebih dari 20 persen, beberapa waktu lalu. Berdasarkan data resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta Nomor : 30/07/31/Th.XIV tertanggal 2 Juli 2012, jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada Maret 2012 sebanyak 363.020 orang (3,69 persen).2 Karena mereka tidak mengerti dan masih kurangnya informasi tentang jaminan sosial maupun pelayaan kesehatan yang pemerintah sampaikan. Tidak hanya yang miskin saja bahkan yang memiliki jaminan kesehatanpun sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang mereka harapkan, padahal mereka sudah merelakan dan menyisihkan gaji mereka untuk memenuhi pelayanan kesehatan tersebut. Dari permasalahan kesehatan yang ada selama ini dan pada tahun 2013 di masa kepemimpinan Bapak Joko Widodo atau yang biasa kita kenal dengan
2
http://Republika.co.id, berita nasional, jabodetabek-nasional//12/08/26, bps-orang-miskindi-jakarta-369-persen. (diakses pada hari Kamis tanggal 10 April 2014)
4
Bapak Jokowi selaku pemimpin atau orang nomor satu di Jakarta diawal kepemimpinanya mengeluarkan atau mempunyai program Kartu Jakarta Sehat (KJS), program Kartu Jakarta Sehat ini merupakan program yang digagas untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam pelayanan kesehatan di wilayah DKI Jakarta, dalam pelaksanaannya Kartu Jakarta Sehat ini nantinya mampu mengatasi permasalahan pelayanan kesehatan yang terjadi khusus di ibu kota Indonesia ini dan hanya warga DKI Jakarta saja yang mendapatkan pelayanan kesehatan ini dan kalangan bawah khususnya warga miskin yang selalu sulit mendapatkan pelayanan kesehatan dari pemerintah. Pelayanan Kartu Jakarta Sehat sampai saat ini masih berjalan sesuai dengan pernyataan Bapak Jokowi yang akan terus menjalankan program ini meski kini ada yang namanya jaminan kesehatan nasional atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jaminan Nasional akan berintegrasi dalam mengatasi permasalahan pelayanan kesehatan yang ada di Jakarta. Program Kartu Jakarta Sehat ini tidaklah buruk, namun diperlukan persiapan yang cukup matang untung membuat program ini lebih baik lagi. Banyak sekali negara yang memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakatnya, tidak hanya bagi yang tidak mampu, namun seluruh warganya. Semua tentu dengan kecukupan finansial dan sistem administrasi yang sudah teruji. Rumah sakit yang bekerjasama dengan Kartu Jakarta Sehat (KJS) sangat banyak walaupun di awal kemunculannya banyak penolakan di sana-sini, karena
5
banyak yang belum memahami dan mengerti cara menggunakan Kartu Jakarta Sehat dan prosedur penggunaannya. Rumah Sakit Ketergantungan Obat merupakan salah satu penerima pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat, rumah sakit milik Kementerian Kesehatan ini yang terbilang rumah sakit khusus pengguna zat-zat adiktif pun menerima pasien pengguna Kartu Jakarta Sehat dan pasien umum lainnya, di Rumah Sakit Ketergantungan Obat ini juga ada program yang bernama Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang kebanyakan pasiennya menggunakan program pelayanan Kartu Jakarta Sehat, dari hasil pengamatan dan wawancara penulis mendapatkan bahwa pasien metadon yang memakai Kartu Jakarta Sehat berjumlah 23 pasien. Dapat dikatakan pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon 50% dari pasien metadon yang mengikuti program tersebut. Program Terapi Rumatan Metadon yaitu program yang mengalihkan pengguna heroin pada obat lain yang lebih aman, metadon bukan penyembuh untuk ketergantungan opiat selama memakai metadon, penggunanya tetap tergantung pada opiat secara fisik. Tetapi metadon menawarkan kesempatan pada penggunanya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih stabil dan mengurangi resiko terkait dengan penggunaan narkoba suntik, dan juga mengurangi kejahatan yang sering terkait dengan kecanduan. Dan karena diminum, penggunaan metadon mengurangi penggunaan jarum suntik bergantian, perilaku yang sangat beresiko penularan virus HIV dan virus-virus lainnya. Program Terapi Rumatan Metadon mempunyai dua tujuan pilihan. Tujuan pertama adalah untuk membantu
6
pengguna berhenti menggunakan heroin, diganti dengan takaran metadon yang dikurangi tahap-demi-tahap selama jangka waktu tertentu. Tujuan kedua adalah untuk mengurangi beberapa dampak buruk akibat penggunaan heroin dengan suntikan. Pilihan ini menyediakan terapi rumatan, yang memberikan metadon pada pengguna secara terus-menerus dengan takaran yang disesuaikan agar pengguna tidak mengalami gejala putus zat (sakaw).3 Metadon merupakan obat yang di golongkan dalam 2 golongan dalam UU RI No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika. Ia digunakan untuk pengobatan medik spesifik sebagai bagian untuk terapi ketergantungan opioida, dan dalam pengawasan yang kuat. Metadon secara kimiawi termasuk keluarga opioid seperti heroin, morfin. Ia bekerja menekan fungsi susunan saraf pusat, mempunyai efekanalgesik yang kuat. Metadon adalah opioid, opiat sintetik, bukan zat alami seperti berasal dari bunga poppy.4 Peran pekerja sosial dalam proses Program Terapi Rumatan Metadon juga sangat dominan, karena dalam pelaksanaannya kegiatan ini harus didukung oleh berbagai profesi dan pekerja sosial juga berperan dalam menyelesaikan permasalahan pasien melalui konseling dan group terapi di dalam kegiatan yang ada di program tersebut. Untuk itu penulis membuat sebuah judul penelitian untuk menjelaskan dan melakukan penelitian apakah sudah berjalan dengan baik atau belum pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat khususnya di Program 3
http://www.spiritia.or.id/li/bacali.php. (diakses pada hari Sabtu tanggal 25 Januari 2014) Modul dan Kurikulum Pelatihan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM), (Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2007), h. 78. 4
7
Terapi Rumatan Metadon yang memang banyak pasien pengguna layanan Kartu Jakarta Sehat, dan judul penelitian yang penulis teliti ialah “Evaluasi Program Pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Pada penelitian ini, penulis memberikan batasan permasalahan yang akan dipaparkan dengan tujuan agar terhindar dari terjadinya perluasan materi yang akan dibahas. Pokok masalah yang akan dibahas adalah “evaluasi program pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat”. 2. Rumusan Masalah Dari pembatasan masalah tersebut, penulis membuat rumusan masalah secara garis besar, yaitu: a. Bagaimana pelayanan sosial masyarakat miskin pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat ? b. Bagaimana hasil evaluasi program pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat ?
8
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelayanan sosial yang dilaksanakan oleh pemprov DKI Jakarta di Rumah Sakit Ketergantungan Obat khususya pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon. Kemudian secara khususnya penelitian ini bertujuan untuk hasil evaluasi pelaksanaan pelayanan sosial di Rumah Sakit Ketergantungan Obat ini berjalan dengan baik atau tidak khususnya di Program Terapi Rumatan Metadon. 2. Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian yang dilakukan ini, peneliti berharap dapat memiliki hasil yang bisa di aplikasikan baik secara praktis maupun akademis. a. Akademis Memberikan referensi keilmuan, pada bidang kesejahteraan sosial mengenai evaluasi program pelayanan sosial masyarakat miskin pengguna Kartu Jakarta sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan obat. b. Praktis 1) Penelitian ini menjadi salah satu acuan kepada seluruh staff Rumah Sakit Ketergantungan Obat untuk lebih mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada para pasien.
9
2) Memberikan informasi kepada keluarga pasien dan seluruh lapisan masyarakat tentang tahapan atau proses yang dilaksanakan RSKO terhadap Program Terapi Rumatan Metadon D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Syamsir Salam menjelaskan bahwa metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.5 Sementara menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses manjaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandang teoritis. 6 Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi sewajarnya untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia. 7 Dari penjelasan di atas, pemilihan pendekatan kualitatif ini dipilih berdasarkan tujuan penelitian yang ingin mendapatkan gambaran serta evaluasi yang dilakukan pemerintah terhadap pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat. 5
Syamsir Salam, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 30. 6 Ibid, h. 36. 7 Hadari Nawawi, instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press), h. 29.
10
Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata–kata, gambar dan bukan angka–angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara catatan lapangan, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya.8 2. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang beralamat di jl. Lapangan Tembak no. 75 Cibubur Jakarta Timur. b. Waktu Penelitian Peneliti melakukan penelitian di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) pada bulan Mei-September 2014. 3. Sumber Data Sumber data yang penulis gunakan pada penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua) sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder yang akan dijelaskan sebagai berikut: a. Data Primer yaitu berupa data yang diperoleh dari sasaran penelitian atau partisipan. Data primer yang penulis maksud adalah pengamatan yang bersifat partisipatoris, artinya penulis melihat langsung proses penggunaan kartu Jakarta sehat dan melakukan wawancara.
8
Lexy j. meleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010) cet, 28 h, 11.
11
b. Data Sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diambil dari berbagai literatur, buku-buku, internet atau tulisan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, seperti brosur, arsip, dan lain-lain. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah medapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.9 Teknik pengumpulan data yang digunakan: a. Pengamatan, dalam hal ini penulis mengamati segala bentuk pelayanan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Ketergantungan Obat terhadap para pasien baik yang menggunakan Katu Jakarta Sehat maupun yang tidak menggunakan Kartu Jakarta Sehat tersebut. b. Interview/wawancara, yaitu peneliti mendapatkan informasi melalui tanya jawab yang dilakukan kepada beberapa pasien untuk melengkapi data yang dibutuhkan oleh penulis. c. Dokumentasi, hal ini digunakan untuk mendapatkan data yang tidak diperoleh dengan pengamatan dan interview, tetapi hanya dapat diperoleh dengan cara melakukan penelusuran data dengan menelaah buku, internet, majalah, jurnal maupun sumber lainnya yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti oleh penulis.
9
224.
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta. 2009), h.
12
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif teknik pemilihan informan dalam penelitian ini adalah purposive (bertujuan) sampling yang memberikan keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Karena purposive sampling adalah teknik pengambilan
sampel
sumber
data
dengan
pertimbangan
tertentu.
Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek / situasi sosial yang diteliti. 10 Informan yang akan dipilih ada beberapa jenis informan yang digunakan dalam penelitian ini. Masing-masing informan memiliki kriteria tersendiri. Informan terdiri dari: a. Pekerja sosial yang ada di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Di sini penulis memilih seorang pekerja sosial yang memang bekerja dan berperan aktif di bidang terapi metadon ini, yaitu Ibu Endang Suharjanti, M.Si. b. Perawat yang melayani pasien Metadon. Untuk perawat di sini, peneliti memilih perawat yang bekerja di bagian terapi metadon ini dan merupakan petugas tetap di sana, yaitu Tjatur Djoko Wijoyo. c. Ketua Instalasi Administrasi yang bertugas sebagai penanggung jawab dalam pelayanan pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat dan
10
ke 5, h. 54.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV. Alfabeta, Agustus 2009), Cet-
13
kebetulan seorang dokter di Rumah Sakit Ketergantungan Obat, yaitu dr. Cut Minora. d. Pasien metadon, di sini yang peneliti pilih untuk mejadi informan dari pasien metadon ialah mereka yang sudah mengikuti terapi ini lebih dari 1 tahun dan yang merupakan pasien pengguna Kartu Jakarta Sehat dan ada juga pasien metadon yang membayar secara tunai, yang pengguna Kartu Jakarta Sehat yaitu Fani dan Yamin, untuk yang membayar secara tunai yaitu Andre dan Bema. Tabel. 1.1 Data Informan Informan Pekerja sosial di Program Terapi
Jumlah 1 orang
Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat Perawat Program Terapi Rumatan
1 orang
Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat Bagian Administrasi Rumah Sakit
1 orang
Ketergantungan Obat Pasien Metadon
4 orang
Jumlah Keseluruhan Informan
7 orang
14
5. Analisis Data Ada berbagai cara untuk menganalisa, tetapi secara garis besarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Reduksi data. Data yang telah dihimpun pada proses penelitian kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok yang manjadi tema kajian penelitian. Dengan cara ini peniliti memudahkan untuk melakukan analisis data hasil penelitian. b. Display Data. Agar dapat melihat bagian tertentu dalam penelitian, peneliti menyajikan dalam bentuk matrik dan grafik. Dengan cara ini peniliti tidak saja memaparkan segala temuan lapangan dalam tulisan detail, tetapi dapat ditampilkan dalam bentuk matrik atau gambar yang memudahkan dalam analisis data. c. Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi Data yang telah dikumpulkan selama proses penelitian dan selesai melalui tahap reduksi atau pemilahan, kemudian saling diambil hubungan antar data yang sesuai dengan tema penelitian sehingga memunculkan sebuah hipotesa dan dapat diambil satu kesimpulan. Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi selama penelitian berlangsung, dengan mencari data baru yang mendukung agar menjamin validitas. Peneliti juga menggunakan metode deskriptif, yaitu cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran dan mengklasifikasikan serta
15
menginterprestasikan data yang terkumpul secara apa adanya kemudian disimpulkan. 11 6. Keabsahan Data Keabsahan data adalah data yang diperoleh, data yang telah teruji dan valid, dalam hal ini peneliti menulis keabsahan data diujikan lewat diskusi atau sharing terhadap teman sejawat, referensi teori dan melihat realitas sosial serta tentang isu-isu yang sedang berkembang, oleh karena itu peneliti melakukan perbaikan-perbaikan untuk mendapatkan data-data yang relevan. Dan teknik untuk keabsahan data dengan triangulasi sumber, berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Sebagai gambaran atas data yang telah dikumpulkan dari sumber yang berbeda sebagai cara perbandingan data yang didapat dari observasi dan wawancara. Penulis melakukan wawancara dari informan yang satu ke informan yang lain, dan melakukan wawancara terhadap hasil dari observasi. 12 E. Pedoman Penulisan Skripsi Untuk tujuan mempermudah teknik penulisan yang dilakukan dalam skripsi ini, merujuk pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh tim UIN Jakarta Press. Cet. Ke 2, April 2007 M./Robiul Awwal 1427 H.
11
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h, 49. Lexy j. meleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010) cet, 28, h. 83. 12
16
F. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan yang berkaitan dengan topik pembahasaan penelitian yang dilakukan penulis pada skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan mengetahui dengan jelas penelitian skripsi ini, penulis menggunakan kepustakaan berupa skripsi. Peneliti skripsi ini disusun dan dianalisa berdasarkan beberapa buku yang menjelaskan teori-teori yang sesuai dengan judul yang penulis bahas, serta datadata yang ditemukan di lapangan. Peneliti menggunakan kepustakaan berupa tesis skripsi yang membahas tentang: 1. Skripsi. “Evaluasi program layanan kesehatan rumah bersalin gratis (RBG) bagi orang miskin di Jakarta Timur”. Nama peneliti Lidya Melati (107054102667) Universitas Islam Negeri Jakarta. Tahun 2011 2. Skripsi. “Implementasi kebijakan pelayanan kesehatan masyarakat kepada keluarga miskin pengguna kartu asuransi kesehatan di rumah sakit umum Mataram”.
Nama peneliti Khaerunnisyah (03210014)
Universitas
Muhammadiyah Malang. Tahun 2008. Dari skripsi di atas, peneliti menemukan perbedaan cukup signifikan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Jika pada literatur-literatur yang menjadi rujukan peneliti lebih menekankan pada segi pelayanan sosial.
17
G. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan penyajian dalam skripsi ini dijabarkan atas 1 bab yang terdiri dari sub-sub bab yang saling berkaitan, sebagai berikut: BAB I
: Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
: Tinjauan Teori, penulis menjelaskan evaluasi program, pelayanan sosial, kemiskinan, pengertian Kartu Jakarta Sehat, cara membuat Kartu Jakarta Sehat sampai penggunaan Kartu Jakarta Sehat, dan penjelasan dari Program Terapi Rumatan Metadon di Rumah Sakit Ketergantungan Obat.
BAB III
: Gambaran umum Rumah Sakit Ketergantungan Obat terdiri dari profil lembaga, visi dan misi lembaga, motto dan falsafah lembaga, struktur lembaga, program lembaga, jangkauan layanan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pola pendanaan, kemitraan dengan pihak luar.
BAB IV
: Temuan lapangan, pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat sampai saat ini, dan analisis data evaluasi program pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat.
BAB V
: Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Evaluasi 1. Pengertian Evaluasi Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris). Sedangkan dalam bahasa Indonesia menjadi evaluasi. Evaluasi merupakan alat dari berbagai cabang ilmu pengetahuan untuk menganalisis dan menilai fenomena ilmu pengetahuan dan aplikasi ilmu pengetahuan dalam penerapan ilmu pengetahuan dalam praktik profesi. 1 Sedangkan menurut beberapa para ahli, terdapat beberapa macam pengertian teori evaluasi, antara lain 2: Menurut Suchman (1961, dalam Anderson 1975) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai bebeerapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Menurut Stufflebeam (1971, dalam Fernandes 1984) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Sedangkan menurut Nurul Hidayati dalam bukunya yang berjudul Metodelogi Penelitian Dakwah, evaluasi memiliki pengertian mengkritisi 1
Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Teks (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 30. 2
Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 1.
18
19
suatu program dengan melihat kekurangan, kelebihan, pada kontek, input, proses, dan produk pada sebuah program. 3 Evaluasi juga dapat
di maknai sebagai suatu proses yang
menggambarkan, menghasilkan dan menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan (stufflebeam, 1973; Mahrens and Lehmann, 1973; Stark and Thomas, 1994). Sejalan dengan pendapat tersebut Wrothen dan Sanders (1973) mengartikan evaluasi sebagai pemerolehan informasi yang digunakan dalam menilai manfaat sebuah program, produk, prosedur, tujuan atau kegunaan potensial dari pendekatan-pendekatan alternatif yang dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 4 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa evaluasi adalah proses penilayan program apakah hasilnya sudah sesuai dengan rencana atau tujuan suatu program? Apakah pelaksanaan program itu efektif? Apakah program tersebut layak untuk di teruskan?
3 4
Nurul Hidayati, Metodelogi Penelitian Dakwah (Jakarta: UIN Jakarta Press), h. 124.
Istiana Herawati, Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia DIni (PAUD) Bagi Anak Dari Keluarga Miskin Di Tempat Penitipan Anak (TPA) Beringharjo Yogyakarta (Jakarta: Departemen Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2007), h. 9.
20
2. Tujuan Evaluasi Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan objek evaluasinya. Tujuan melaksanakan evaluasi antara lain adalah: a. Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat. Program dirancang dan
dilaksanakan
sebagai
layanan
atau
intervesi sosial (social
intervention) untuk menyelesaikan masalah, problem, situasi, keadaan yang dihadapi masyarakat. b. Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Setiap program direncanakan dengan teliti dan pelaksanaannya harus sesuai dengan rencana tersebut. c. Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar. Setiap program dirancang dan dilaksanakan berdasarkan standar tertentu. d. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menentukan mana dimensi program yang jalan, mana yang tidak berjalan. Suatu evaluasi proses atau manfaat memungkin manajer program menjawab berbagai pertanyaan mengenai program. e. Pengembangan
staf
program.
Evaluasi
dapat
dipergunakan
mengembangkan kemampuan staf garis depan yang langsung menyajikan layanan kepada klien dan para pemangkau kepentingan lainnya. Evaluasi memberikan masukan kepada manajer program mengenai kinerja staf dalam melayani masyarakat.
21
f. Memenuhi ketentuan undang-undang. Sering suatu program disusun untuk melaksanakan undang-undang tertentu. Suatu program dirancang dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan undang-undang untuk menelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. g. Akreditasi program.
Lembaga-lembaga yang
melayani kebutuhan
masyarakat seperti sekolah, universitas, hotel, rumah sakit, pusat kesehatan, dan perusahaan biro perjalanan perlu di evaluasi, tujuannya adalah untuk melindungi anggota masyarakat yang memakai jasa layanan lembaga tersebut. Hasilnya adalah ilai layanan dari rendah sampai tinggi, jika memenuhi standar layanan tersebut disebut terakreditasi. h. Mengukur cost effectiveness dan cost efficiency. Untuk melaksanakan suatu program diperlukan annggaran yang setiap organisasi mempunyai keterbatasan jumlahnya. Keterbatasan sumber sering penggunaannya melalui pertimbangan prioritas beberapa program. Penggunaan sumber dalam suatu program perlu diukur apakah anggaran suatu program mempunyai nilai yang sepadan (cost effective) dengan akibat atau manfaat yang ditimbulkan oleh program. Sedang cost-efficiency evaluation adalah untuk mengukur apakah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai program telah dikeluarkan secara efisien atau tidak. i.
Mengambil keputusan program. Salah satu tujuan evaluasi program adalah untuk mengabil keputusan mengenai program. Jika evaluasi suatu program menunjukkan berhasil melakukan perubahan dalam masyarakat dengan mencapai tujuannya, maka mungkin program akan dilanjutkan
22
atau dilaksanakan didaerah lain. Jika ternyata hasil program buruk dan kurang bermanfaat bagi masyarakat, maka program harus dihentikan. Jika program ternyata bermanfaat, akan tetapi pelaksanaannya tidak cost efficient, maka harus dilakukan perubahan mengenai anggarannya. j.
Akun tabilitas. Evaluasi dilakukan juga untuk pertanggung jawaban pimpinan dan pelaksana program. Apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, sesuai dengan standar atau tolak ukur keberhasilan atau tidak. Apakah program telah mencapai tujuan yang direncanakan atau tidak. Apakah dalam pelaksanaan program terjadi penyimpangan anggaran, prosedur dan waktu atau tidak. Semua hal tersebut perlu dipertanggungjawabkan oleh para penyelenggara program.
k. Memberikan balikan kepada pemimpin dan staf program. Posavac dan Carey (1997) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan Loop balikan untuk layanan program sosial. Loop tersebut merupakan proses mengakses kebutuhan, mengukur pelaksanaan program untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mengevaluasi prestasi pencapaian tujuan program, membandingkan pengaruh keluaran program dengan biaya serta perubahan yang diciptakan oleh layanan program terhadap amggota masyarakat. l.
Memperkuat posisi politik. Jika evaluasi menghasilkan nilai yang positif, kebijakan, program atau proyek akan mendapat dukungan dari para pengambil keputusan–legislatif dan eksekutif–dan anggota masyarakat yang mendapatkan layanan atau perlakuan. Objek evaluasi tersebut dapat
23
diteruskan atau dilakukan di daerah lain jika memang diperlukan di daerah lain. m. Mengembangkan teori ilmu evaluasi atau riset evaluasi. Pada awalnya evaluasi dilaksanakan tanpa landasan teori, hanya merasa suatu program perlu dievaluasi untuk mencari kebenaran mengenai program sosial. Prkatik melaksanakan evaluasi yang berulang-ulang, mengembangkan asumsi bahwa evaluasi dilaksanakan untuk mengukur apakah tujuan program dapat dicapai atau tidak. Dimulai oleh pemikiran Tyler bahwa evaluasi harus mengukur pencapaian tujuan program mulai muncul embro teori evaluasi. 5 Menurut
Kauffman
dan
Thomas,
evaluasi
bertujuan
untuk
megumpulkan data (hasil), mengubah data tersebut menjadi informasi yang dapat membantu dalam mengambil keputusan yang bermanfaat dan penggunaan informasi tersebut untuk mengambil keputusan. Jika keputusan tidak diambil, maka hasil-hasil evaluasi dapat pula diabaikan. Sedangkan Stufflebeam dan Shinkfield menegaskan bahwa tujuan evaluasi adalah untuk meningkatkan, bukan untuk membedakan. Meningkatkan mengandung makna bahwa penilaian harus dilakukan berkaitan dengan apa yang merupakan manfaat atau nilai. Dengan kata lain, istilah evaluasi berhubungan secara khusus dengan pertanyaan ‘seberapa efektif dan tidak efektif’, seberapa 5
Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Teks (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 2225.
24
memadai atau seberapa tidak memadai’, seberapa baik atau seberapa buruk’, seberapa cocok atau seberapa tidak cocok’ sebuah tindakan, proses atau produk dalam persepsi individual yang menggunakan informasi yang disediakan oleh evaluator.6 3. Model-model Evaluasi Kata model berarti pola, rencana, contoh dari sesuatu yang akan dibuat atau dilakukan, atau dihasilkan. Model evaluasi merupakan penjabaran teori evaluasi dalam praktik melaksanakan evaluasi. Suatu model evaluasi mengemukakan pengertian mengenai evaluasi dan proses bagaimana melaksanakannya. Model evaluasi membedakan antara evaluasi dengan penelitian murni dan penelitian terapan lainnya. Hanya evaluasi yang mempergunakan model evaluasi dalam melaksanakan penelitian.7 Model evaluasi program CIPP (context, input, procces, product) menurut Daniel L. Stufflebeam, untuk melakukan evaluasi, terdapat banyak model diterapkan, salah satunya adalah model CIPP yang merupakan hasil kerja keras Phi Delta Kappa National Study Committee selama 4 tahun yang diketahui oleh Daniel L. Stufflebeam. Model ini konsisten dengan definisi
6
Istiana Herawati, Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia DIni (PAUD) Bagi Anak Dari Keluarga Miskin Di Tempat Penitipan Anak (TPA) Beringharjo Yogyakarta (Jakarta: Departemen Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2007), h. 11. 7
Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Teks (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 7980.
25
evaluasi adalah proses yang menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang bermanfaat dalam menilai alternatif-alternatif keputusan. Untuk mewakili emapat (4) keputusan, terdapat emapat jenis evaluasi yang masing-masing diperuntukkan bagi setiap tipe keputusan, yaitu: 1. Context evaluation as a mean of servicing planning decision. Evaluasi konteks merupakan penggambaran dan spesifikasi tentang lingkungan program (latar belakang yang mempengaruhi tujuan dan strategi yang akan dikembangkan atau dicapai dalam sistem program), legalitas program, dukungan lingkungan, karakteristik populasi sampel dari individu yang dilayani dan tujuan program. Evaluasi konteks membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program. 2. Input evaluation these structuring decision. Evaluasi input menyediakan informasi tentang aspek sarana-prasarana yang mendukung tercapainya tujuan program yang ditetapkan. Evaluasi input membantu pengambilan keputusan untuk menentukan sumber-sumber yang ada, alternative yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapai tujuan. Komponen input mencakup indikator: SDM (pesertadidik, pendidik, pengelola program), materi program dan rancangan aplikasi, sarana dan peralatan pendukung, dana/anggaran, beberapa prosedur dan aturan yang di perlukan. 3. Procces evaluation to guide implementing. Evaluasi proses menyediakan informasi untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan prosedur
26
dan strategi yang dipilih di lapangan, sejauhmana rencana yang telah ditetapkan dilaksanakan, apakah sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan apakah mempertimbangkan karakteristik sararan program. Komponen proses mencakup indikator: proses pembelajaran dan pelaksanaan program, proses pengelolanan program, hambatan/dukungan yang dijumpai selama pelaksanaan program. 4. Product evaluation to serve recycling decision. Evaluasi produk menghasilkan informasi untuk menentukan sejauhmana tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai dan untuk menentukan apakah strategi prosedur atau metode yang telah diimplementasikan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tersebut harus dihentikan, diperbaiki atau dilanjutkan dalam bentuknya
yang sekarang. Komponen produk
mencakup indikator: pencapaian tujuan, dampak program terhadap sasaran didik, orangtua/masyarakat dan penyelenggara. Dengan menggunakan pendekatan sistem evaluasi model CIPP yang memfokuskan pada evaluasi proses, akan mudah memahami kondisi pencapaian hasil yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan. 8 Terkait definisi Stufflebeam terdapat beberapa aspek kunci yang perlu di pahami yaitu:
8
Istiana Herawati, Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia DIni (PAUD) Bagi Anak Dari Keluarga Miskin Di Tempat Penitipan Anak (TPA) Beringharjo Yogyakarta (Jakarta: Departemen Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2007), h. 13-15.
27
1. Evaluasi dilaksanakan untuk melayani pengambilan keputusan, oleh karena itu evaluasi hendaknya menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan. 2. Evaluasi merupakan proses yang bersifat siklis dan berkesinambungan sehingga harus dilaksanakan melalui sebuah program yang sistematis. 3. Proses evaluasi terdiri dari 3 tahapan utama yaitu penggambaran, pemerolehan dan penyediaan informasi, tahap-tahap ini merupakan dasar bagi metodologi evaluasi. 4. Tahapan penggambaran dan penyediaan informasi dalam proses evaluasi adalah aktivitas yang saling berhubungan yang membutuhkan antara evaluator dan pengambila keputusan. Sementara tahapan pemerolehan informasi merupakan aktivitas yang bersifat teknis yang sebagian besar dilakukan oleh evaluator.9 Para teoritis evaluasi mengemukakan berbagai model evaluasi diawali oleh model evaluasi berbasis tujuan yang dikembangkan oleh Ralph W. Tyler. Di bawah ini dibahas prinsip-prinsip dasar model-model evaluasi tersebut dan bagaimana melaksanakannya. 10
9
Istiana Herawati, Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia DIni (PAUD) Bagi Anak Dari Keluarga Miskin Di Tempat Penitipan Anak (TPA) Beringharjo Yogyakarta (Jakarta: Departemen Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2007), h. 12-13. 10
Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Teks (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 80.
28
a. Model Evaluasi Berbasis Tujuan Model evaluasi berbasis tujuan secara umum mengukur apakah tujuan yang ditetapkan oleh kebijakan, program atau proyek dapat dicapai atau tidak. Model evaluasi ini memfokuskan pada pengumpulan informasi yang bertujuan mengukur pencapaian tujuan kebijakan, program dan proyek untuk pertanggungjawaban dan pengambilan. Jika suatu program tidak mempunyai tujuan, atau tidak mempunyai tujuan yang bernilai, maka program tersebut merupakan proram yang buruk. Tujuan merupakan tujuan yang akan dicapai, pengaruh atau akhir dari yang akan dicapai program. 11 b. Model Evaluasi Sistem Analisis Model evaluasi lainnya yang banyak dipakai adalah Model Evaluasi Sistem Analisis (System Analisis Evaluation Model) atau sering juga disebut Management Evaluation Model. Sebagai sistem program dalam Model Evaluasi Sistem Analisis terdapat lima jenis evaluasi yaitu: Evaluasi
masukan
(Input
evaluation);
Evaluasi
proses
(Process
evaluation); Evaluasi keluaran (Output evaluation); Evaluasi akibat (Outcome evaluation); dan Evaluasi pengaruh (Impact evaluation).12
11
Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Teks (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 81. 12
Ibid, h. 107-109.
29
c. Model Evaluasi Bencmarking (Bangku Ukur) Bencmarking
adalah
suatu
proses
mengevaluasi
dan
membandingkan objek bencmarking – produk, biaya, siklus waktu produktivitas, kualitas proses khusus, tenaga, atau metode – suatu organisasi dengan organisasi lainnya yang dianggap sebagai suatu standar industri atau praktik yang terbaik dalam suatu industri. Pada prinsipnya bencmarking menyediakan potret kinerja organisasi dan posisinya dalam hubungan standar tertentu. Suatu organisasi yang melakukan bencmarking mengukur kinerjanya dengan standar kinerja tertentu – dapat kinerja standar dalam jenis industri tertentu atau kinerja organisasi yang lainnya yang dianggap terbaik – kemudian berupaya menyamakan kinerjanya dengan kinerja standar tersebut.13 B. Kartu Jakarta Sehat 1. Pengertian Kartu Jakarta Sehat. KJS adalah kepanjangan dari Kartu Jakarta Sehat, Suatu program jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui UP Jamkesda Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta kepada masyarakat dalam bentuk bantuan pengobatan.
13
Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Teks (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 111.
30
2. Tujuan Memberikan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi penduduk Provinsi DKI Jakarta terutama bagi keluarga miskin dan kurang mampu dengan sistem rujukan berjenjang. 3. Sasaran Program Semua penduduk DKI Jakarta yang mempunyai KTP/Kartu Keluarga DKI Jakarta yang belum memiliki jaminan kesehatan, di luar program Askes, atau asuransi kesehatan lainnya. 4. Manfaat Kartu Jakarta Sehat a. Rawat jalan diseluruh Puskesmas Kecamatan / Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta. b. Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) di Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat II, (RSUD, RS vertikal dan RS Swasta yang bekerjasama dengan UP Jamkesda) wajib dengan rujukan dari Puskesmas. c. Rawat Inap (RI) di Puskesmas dan Rumah Sakit yang bekerjasama dengan UP Jamkesda di kelas III 5. Persyaratan yang harus dibawa saat mendaftar di Puskesmas Kecamatan: Pemohon dapat menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga Provinsi DKI Jakarta di seluruh Puskesmas Kecamatan di wilayah yang sama dengan yang tertera pada identitas pemohon. 6. Persyaratan yang harus dibawa saat berobat di Puskesmas: a. Kartu Jakarta Sehat atau Kartu Gakin/Kartu Jamkesda
31
b. Bagi yang belum memiliki KJS, dapat menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga Provinsi DKI Jakarta 7. Persyaratan Pasien berobat gratis di Rumah Sakit a. Wajib membawa surat rujukan dari Puskesmas b. Kartu Jakarta Sehat / Kartu Jamkesda / Kartu Gakin c. Bagi yang tidak memiliki Kartu Jakarta Sehat cukup menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga Provinsi DKI Jakarta. 8. Alur pelayanan kesehatan warga Ber-KTP DKI Jakarta Gambar 2.1 Alur pelayanan kesehatan warga Ber-KTP DKI Jakarta
Sumber: Dinas Kesehatan DKI Jakarta
32
9. Unit Gawat Darurat Rumah Sakit a. Hanya untuk menerima kasus-kasus Emergency b. Untuk Penentuan Rawat Inap Pasien UGD dirawat ditentukan oleh Dokter yang merawat c. Pasien UGD tidak perlu rawat inap tetap dilayani (Life Saving) kemudian diarahkan kembali ke Puskesmas jika obat habis. 14 C. Program Terapi Rumatan Metadon 1. Pengertian Program Terapi rumatan Metadon Program Terapi Rumatan Metadon yang selanjutnya disingkat PTRM adalah rangkaian terapi yang menggunakan metadon disertai dengan intervensi psikososial bagi pasien ketergantungan opioida sesuai kriteria diagnostik Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan dan Jiwa ke-III (PPDGJ-III).15 2. Tujuan Program Terapi Rumatan Metadon Tujuan utama didirikannya Program Terapi Rumatan Metadon adalah untuk menilai apakah substitusi metadon dapat diterima sebagai salah satu pilihan untuk pengobatan ketergantungan opiat. Sedangkan tujuan khususnya yaitu sebagai berikut : a. Untuk menurunkan pemakaian NAPZA suntik.
14
http://Jakarta.go.id//Dinas Kesehatan DKI Jakarta 2012. (diakses pada hari Sabtu tanggal 12 April 2014) 15
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 57 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelanggaran Program Terapi Rumatan Metadon, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, Ayat 2.
33
b. Untuk mencegah penularan penyakit melalui darah seperti HIV/AIDS, Hepatitis B dan C dengan cara mengurangi pemakaian obat melalui suntikan dan bertukar jarum suntik. c. Untuk membantu orang yang ketergantungan obat mencapai keadaan bebas obat dengan cara detoksifikasi dan meningkatkan kualitas hidup. d. Untuk meningkatkan status kesehatan pengguna narkotika dan zat aditif
sehingga dapat hidup normal dan produktif melalui PTRM. 16 3. Alur Layanan Program Terapi Rumatan Metadon Program Terapi Rumatan Metadon tidak hanya memberikan metadon semata-mata melainkan juga intervensi dan psikososial lain yang dibutuhkan pasien. Alur layanannya adalah sebagai berikut: Gambar 2.2 Alur Layanan Terapi Rumatan Metadon
Preses Penerimaan Informasi tentang metadon, asesmen, rencana terapi, pemeriksaan penunjang
Proses Inisiasi & stabilisasi Farmakoterapi lain, konseling adiksi, konseling HIV, pengobatan ART bila perlu
Proses Rumatan Asesmen lanjutan, konseling kepatuhan, urinalisis, farmakoterapi dan konseling
Sumber: Rumah Sakit Sanglah Bali
16
http://pramareola.com//Mengenal Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Sandat RSUP Sanglah. (diakses pada hari Sabtu tanggal 12 April 2014)
34
4. Indikator Evaluasi Program dengan CIPP Tabel 2.1 Indikator Evaluasi Program dengan CIPP 1. Context a. legalitas program: 1) Program Kartu Jakarta Sehat : UU No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan melalui Pedoman Pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat (KJS) 2013 2) Program Terapi Rumatan Metadon: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57 tahun 2013 tentang Pedoman Program Terapi Rumatan Metadon b. Dukungan lingkungan 1) Program Kartu Jakarta Sehat : Pusekesmas dan Rumah Sakit 2) Program Terapi Rumatan Metadon: Rumah Sakit, Puskesmas, Rutan, dan Lapas c. Tujuan program 1) Program Kartu Jakarta Sehat: Tujuan Kartu Jakarta Sehat memberikan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi penduduk Provinsi DKI Jakarta terutama bagi keluarga miskin dan kurang mampu dengan sistem rujukan berjenjang. 2) Program Terapi Rumatan Metadon: Tujuan dari Program Terapi Metadon a) Untuk menurunkan pemakaian NAPZA suntik. b) Untuk mencegah penularan penyakit melalui darah seperti HIV/AIDS, Hepatitis B dan C dengan cara mengurangi pemakaian obat melalui
35
suntikan dan bertukar jarum suntik. c) Untuk membantu orang yang ketergantungan obat mencapai keadaan bebas obat dengan cara detoksifikasi dan meningkatkan kualitas hidup. d) Untuk meningkatkan status kesehatan pengguna narkotika dan zat adiktif sehingga dapat hidup normal dan produktif melalui PTRM
2. Input a. SDM : 1) Program Kartu Jakarta Sehat 2) Program Terapi Rumatan Metadon: Dokter, Perawat, Apoteker, Pekerja sosial, Psikolog, Konselor, dan Petugas Keamanan b. Program Kegiatan 1) Program Kartu Jakarta Sehat: 2) Program Terapi Rumatan Metadon: Kegitan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), group terapi, konseling (konseling adiksi, HIV, psikiatri) c. Sarana dan peralatan pendukung 1) Program Kartu Jakarta Sehat: Seluruh fasilitas rumah sakit dan ruangan kelas 3 jika pasien harus di rawat. 2) Program Terapi Rumatan Metadon: Laboratorium, Radiologi, Farmasi, dan Rawat Inap serta ruangan untuk kegiatan Kelompok Dukungan Sebaya, Konseling dan meminum metadon. d. Dana/anggaran
36
1) Program Kartu Jakarta Sehat: Berasal dari Pemprof DKI Jakarta 2) Program Terapi Rumatan Metadon: Untuk Anggaran dana Pihak RSKO meminta kepada Kementerian Kesehatan dari APBN. e. Prosedur dan aturan yang di perlukan. 1) Program Kartu Jakarta Sehat: Dalam pedoman pelaksanaan program Kartu Jakarta Sehat tahun 2013 setiap pasien yang mengikuti atau menggunakan Kartu Jakarta Sehat ini harus memiliki KTP dan berdomisili di wilayah DKI Jakarta dan merupakan warga yang tergolong tidak mampu maka oleh karena itu setiap pasien wajib menunjukkan semua berkas tersebut dalam prosedur pelayanan pasien di saat pasien mendaftar pada saat berobat. 2) Program Terapi Rumatan Metadon: 3. Procces a. Pelaksanaan program: 1) Program Kartu Jakarta Sehat: untuk pengguna Kartu Jakarta Sehat dilaksanakan ketika pasien ini membutukan layanan kesehatan di Puskesmas ataupun Rumah Sakit 2) Program Terapi Rumata Metadon: Kegiatan terapi ini dilaksanakan setiap hari mulai pukul 08-00-14.00 dan setiap pasien diharuskan mengikuti kegiatan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) dan juga konseling yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit. b. Proses pengelolanan program:
37
1) Program Kartu Jakarta Sehat: kegiatan ini dikelola oleh pemerintah DKI Jakarta dan melibatkan Kementrian Kesehatan dan Kementerian Keuangan 2) Program Terapi Rumatan Metadon: Persyaratan, tahapan, prosedur dan SOP (Satndar Operasional Pelayanan) untuk menjadi pasien metadon sebagai berikut: a) Persyaratan untuk menjadi pasien metadon b) Tahapan Dosis Metadon: Tahap Penerimaan, Tahap Inisiasi, Tahap stabilisasi, Kriteria Penambahan Dosis, Tahap Rumatan, Dosis Bawa Pulang (Take Home Dose/THD) dan Tahap Penghentian Metadon. c) Prosedur atau Peraturan yang ada di Program Terapi Metadon c. Hambatan/Dukungan pelaksanaan program: 1) Program Kartu Jakarta Sehat: Dilihat dari seluruh kegiatan yang sudah ada sampai saat ini 2) Program Terapi Rumatan Metadon: Dapat dinilai dari seluruh kegiatan yang sedang dijalankan sampai saat ini, mulai dari awal kegiatan ini dilaksanakan sampai saat ini yang sedang berjalan. 4. Product a. Pencapaian tujuan: 1) Program Kartu Jakarta Sehat: Untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis terutama kepada masyarakat DKI Jakarta yang tidak mampu 2) Program Kartu Jakarta Sehat: a) Menurunkan pemakaian NAPZA suntik.
38
b) Mengurangi penularan penyakit melalui darah seperti HIV/AIDS, Hepatitis B dan C dengan cara mengurangi pemakaian obat melalui suntikan dan bertukar jarum suntik. c) Membantu orang yang ketergantungan obat mencapai keadaan bebas obat dengan cara detoksifikasi dan meningkatkan kualitas hidup. d) Meningkatkan status kesehatan pengguna narkotika dan zat adiktif sehingga dapat hidup normal dan produktif melalui PTRM e) Sembuh dari ketergantungan opiat. b. Dampak program 1) Program Kartu Jakarta Sehat: untuk kegiatan ini ada 2 yaitu dampak positif dan negatif 2) Program Terapi Rumatan Metadon: Dampak yang di hasilkan dari kegiatan ini ada 2 yaitu dampak positif dan negatif.
BAB III PROFIL RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA A. Latar Belakang Berdirinya Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur telah mengalami evolusi yang sangat panjang dan akan terus berevolusi serta berkembang, Rumah Sakit Ketergantungan Obat digagas pada tahun 1971 oleh Bapak Ali Sadikin. Pada waktu itu, Bapak Ali Sadikin menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Beliau menggagas berdirinya Rumah Sakit Ketergantungan Obat tidak sendirian tetapi bekerjasama dengan dr. Herman Susilo, MPH sebagai kepala dinas kesehatan DKI Jakarta, Prof. Dr. Kusumanto Setyonegoro sebagai kepala DITKESWA DepKes, dan bagian psikiatri FKUI. Masa kepemimpinan Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang pertama dipimpin oleh Direktur (Alm) dr. Erwin Widjono, SpKJ pada tahun 1972 sampai dengan tahun 1987. Beliau adalah seorang Letnan Kolonel. Beliau diangkat menjadi pemimpin pada masa itu karena dahulu yang menggunakan NAPZA adalah dari kalangan anak-anak orang kaya raya, anak-anak tentara, dan anak-anak pejabat tinggi. Maka dari itu, diangkatlah karakter pemimpin yang tegas dan lugas. Kemudian pada tanggal 06 November 1971 terbentuklah nama Drug Dependence Unit (DDU) yang terletak di kompleks Rumah Sakit Fatmawati dan diresmikan pada tanggal 12 April 1972 oleh Bapak Ali Sadikin. 1
1
Riza Sarasvita, dkk., Kilas Balik 30 Tahun Rumah Sakit Ketergantungan Obat (Jakarta: Rumah Sakit Ketergantungan Obat, 2002), h. 7
39
40
Pasien pertama yang berobat berjenis kelamin perempuan dengan ketergantungan morphine (morphine addict). Pasien tersebut dirawat pada tanggal 03 Juli 1972 dan selanjutnya ditetapkan sebagai tanggal beroperasinya Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Pada tahun 1974, DDU berubah menjadi Lembaga Ketergantungan Obat (LKO) dengan tujuan utama adalah usaha penanganan NAPZA yang bersifat komperhensif dan jangka panjang, meliputi bidang preventif, kuratif, dan rehabilitatif. 2 Masa kepemimpinan Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang kedua dipimpin oleh dr. Al Bachri Husin, SpKJ pada tahun 1987 sampai dengan tahun 1997. Dahulu pada masa kepemimpinan beliau, perawat dan tenaga medis sangat terbatas atau sedikit. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak Rumah Sakit Keterganttungan Obat melatih tenaga medis bagi para dokter, psikolog, pekerja sosial dan perawat untuk melaksanakan pelatihan dasar NAPZA. Pada tahun 1990, Rumah Sakit Ketergantungan Obat mendapatkan bantuan dari masyarakat Eropa berupa seperangkat alat laboratorium urinalisis. Alat ini sangat canggih dan hanya satu-satunya yang memiliki alat yaitu Rumah Sakit Ketergantungann Obat pada tahun 1990. Masa kepemimpinan yang ketiga dipimpin oleh Direktur (Alm) dr. Sudirman, MA, SpKJ pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2005. Beliau sangat berjasa dalam menangani pemindahan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Fatmawati ke Cibubur. Beliau sangat lihai dalam menangani pemimdahan dan
2
Sarasvita, dkk., Kilas Balik (Jakarta: Rumah Sakit Ketergantungan Obat, 2002), h. 9.
41
mengusahakan lahan pinjaman bagi Rumah Sakit Ketergantungan Obat CibuburJakarta Timur. Rumah Sakit Ketergantungan Obat dibawah pimpinan (Alm) dr. Sudriman, MA, SpKJ berhasil memperjuangkan pengakuan akreditasi melalui SK Dirjen YanMedik DepKes RI Nomor YM. 00.03.2.2.1.951 pada tanggal 23 Mei 2000 yang meliputi bidang Administrasi Manajemen, pelayanan Medik, Gawat Darurat, dan Keperawatan. Perubahan kelembagaan dari tipe C menjadi tipe B Non Pendidikan diperoleh pada tanggal 14 Juni 2002 melalui SK MenKes RI Nomor 732/MenKes/SK/VI/2002. Bangunan Rumah Sakit Ketergantungan Obat dibangun di Cibubur tepatnya di Jalan Lapangan Tembak No. 75 berhadapan dengan pasar Cibubur. Tanah seluas 15.000 m2 diperoleh berdasarkan izin prinsip Gubernur DKI Jakarta No. 3797/1.771.5 pada tanggal 11 November 1999. Upaya merealisasikan gedung Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur-Jakarta Timur diperoleh dari JBIC perwakilan Jakarta dan pembuatan Master Plan berdasarkan surat-surat Ditjen YanMedik No. PR. 02.01.6.1.6620. pada tanggal 15 Oktober 2002 dilakukan saat opening Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur yang menandai dimulainya operasional Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur. Jumalah karyawan Rumah Sakit Keterganntungan Obat sejak tahun 1997 membengkak. Sebelumnya jumlah karyawan Rumah Sakit Ketergantungan Obat hanya 70 orang setelah adanya perubahan dari tipe C menjadi tipe B non pendidikan, pegawai Rumah Sakit Ketergatungan Obat menjadi membludak menjadi kurang lebih 130 orang pada pertengahan 2002. Perubahan kelembagaan tipe C menjadi tipe B non pendidikan. Terdapat bukti prasasti yang terletak setelah masuk gerbang Rumah Sakit Ketergatunagan Obat di sebelah kanan dekat
42
pos satpam. Prasasti tersebut sebagai tanda bahwa tanah Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur-Jakarta Timur dipinjamkan oleh Wakil Gubernur DKI. Masa kepemimpinan yang keempat dipimpin oleh dr. Ratna Mardianti. S, SpKJ pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. Sejak masa jabatan beliau berakhir sebagai Direktur, Rumah Sakit Ketergantungan Obat sempat mengalami kekosongan selama beberapa tahun. Jadi tidak ada Direkturnya semenjak dr. Ratna lengser. Rumah Sakit Ketergantungan Obat mulai ada Direktur Utama kembali pada tanggal 1 Februari 2007 dan sejak saat itu, Rumah Sakit Ketergantungan Obat sudah beroperasi secara penuh di Cibubur, yaitu di jalan Lapangan tembak Nomor 75 Cibubur-Jakarta Timur. Telp. (021) 87711968-69 Fax. (021) 87711970, Website: www.rsko-jakarta.com. Masa kepemimpinan yang kelima dipimpin oleh DR. dr. Fidiansjah, SpKJ pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2010. Beliau mempunyai masa bakti yang lama. Sebelum beliau menjadi seorang Direktur Utama, beliau berprofesi sebagai seorang dokter di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur. Beliau dipindah ke Rumah Sakit Magelang. Jadi belum banyak dapat beliau berikan ke Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Akan tetapi banyak yang beliau tanamkan kepada para karyawannya. Kebetulan beliau juga merupakan seorang ustad. Jadi beliau menanamkan jiwa tekun dan setia terhadap pekerjaan, jujur, dan beliau juga mengajarkan bahwa pekerjaan adalah ibadah. Masa kepemimpinan yang keenam dipimpin oleh Direktur Utama dr. Diah Setia Utami, SpKJ, MARS pada tahun 2010 sampai dengan 2012. Beliau
43
menjabat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur-Jakarta Timur selama 2 tahun. Beliau banyak berperan di jenis-jenis pelatihan kerjasama dengan organisasi-organisai yang berhubungan dengan NAPZA di seluruh penjuru dunia. Hampir diseluruh belahan bumi beliau singgahi demi mengejar ilmu yang berkaitan dengan NAPZA. Kemudian Rumah Sakit Keterganntungan Obat pada masa kepemimpinan yang keenam ini sistem pelayanannya berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Masa kepemimpinan yang ketujuh dipimpin oleh Dr. Laurentius Panggabean, SpKJ, MS pada tahun 2012 sampai dengan saat ini. Semenjak Rumah Sakit Ketergantungan Obat menggunakan sistem Badan Layanan Umum Sistem keuangannya juga ikut berubah. Dahulu uang yang didapat harus disetor kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk dikontrol keuangannya. Namun kini tidak lagi seperti itu. Setelah berubah, kini Rumah Sakit Ketergantungan Obat dapat mengelola pendapatannya sendiri dan digunakan untuk mengelola pengembangan Rumah Sakit Ketergantungan Obat sendiri. B. Visi, Misi, Motto dan Falsafah Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta Berdasarkan hasil dari Renstra Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur-Jakarta Timur tahun 2009 sampai dengan 2014 : 1. VISI : Sebagai pusat layanan dan kajian nasional maupun regional dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat (GBZ).
44
2. MISI : a. Melaksanakan upaya preventiv, promotif, kuratif, dan rehabilitatif bagi masyarakat umum dalam bidang Gangguan yang Berhubungan dengan Zat dan penyakit terkait serta memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum. b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga profesi serta masyarakat umum dalam bidang Gangguan yang Berhubungan dengan Zat. c. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang Gangguan yang Berhubungan dengan Zat. 3. MOTTO
:
“Ramah, Sigap, Kasih, dan Orientasi pada pelanggan” 4. FALSAFAH : “Profesionalisme Modal Utama Pelayanan Kami”.3 C. Program Lembaga 1. Perencanaan Program Dalam merencanakan program, Rumah Sakit Ketergantungan Obat menerapkan model perencanaan yaitu Bottom Up, artinya benar-benar dari bawah. Pimpinan mendapatkan masukan dari para pegawai atau karyawan. Misalnya, mengajukan pengadaan pelatihan, mengajukan penambahan 3
Sarasvita, dkk., Kilas Balik (Jakarta: Rumah Sakit Ketergantungan Obat, 2002), h. 16.
45
fasilitas, dan lain-lain. Pengajuan berasal dari pegawai atau karyawan yang disampaikan ke tingkat manajer, lalu didiskusikan. Jadi semacam case conference. Apabila disetujui, maka sudah pasti rencana yang telah dibuat segera dilaksanakan. Sedangkan tehnik perencanaannya berdasarkan analisa kebutuhan Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Rencana jangka panjang merupakan sesuatu yang akan dicapai dalam jangka satu sampai dengan lima tahun. Tujuan yang ditetapkan telah mengacu kepada visi dan misi Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Rencana jangka panjang Rumah Sakit Ketergantungan Obat, diantaranya: 1) Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat
tentang
NAPZA. 2) Memperluas cangkupan layanan tentang NAPZA (Rumah Sakit Ketergantungan Obat sudah bisa memberikan pelayanan bagi pasien dual diagnosis). 3) Meningkatkan pendapatan Rumah Sakit Ketergantungan Obat guna meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit. 4) Menyelenggarakan pemeliharaan saran dan prasarana sesuai standar. 5) Mewujudkan Rumah Sakit Ketergantungan Obat sebagai Rumah Sakit pendidikan. 6) Meningkatkan profesionalisme Sumber Daya Manusia. 7) Meningkatkan penelitian dan pengembangan dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat.
46
2. Teknik Perencanaan a. Teknik perencanaan dalam kepegawaian Dalam memaksimalkan
kepegawaian, pekerjaan
perencanaan bagi
para
yang
digunakan
pegawai,
Rumah
untuk Sakit
Ketergantungan Obat memberikan pelatihan dan keterampilan sebagai berikut: 1) Pelayanan yang baik kepada para pasien 2) Pencegahan penularan penyakit pada Pasien 3) Tes Psikologi bagi pegawai Selain beberapa bentuk pelatihan dan keterampilan di atas, peningkatan kualitas kerja/sumber
daya
manusia
juga diberikan
berdasarkan beban kerja masing-masing pegawai, misalnya penerapan sistem Remunirasi, yaitu penilaian kinerja secara lebih objektif dan pelatihan konseling bagi para pegawai terutama bagi para konselor yang berada di ruang rehabilitasi khususnya tahapan intervensi. 4 b. Teknik perencanaan penyembuhan pada klien Penyembuhan merupakan fokus utama yang dilakukan setiap rumah sakit bagi para pasiennya. Begitupun Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang menggunakan beberapa cara dalam menyembuhkan pasien yang
berhubungan
dengan
zat
beserta
penyakit-penyakit
yang
menyertainya. Untuk para pasien rawat inap akan melalui proses
4
Studi Dokumen, Brosur Profil Rumah Sakit Ketergantungan Obat
47
detoksifikasi yang lebih dikenal dengan Medical Psikiatik Evaluation (MPE) pasien menjalani pemulihan fisik selama 1 sampai 3 minggu atau yang lebih di kenal dengan program detoksifikasi. Setelah menjalani program detoksifikasi, pasien dapat meneruskan perawatan rehabilitasi yang masih satu instansi dengan program detoksifikasi. Model program rehabilitasi yang dipakai oleh Rumah Sakit Ketergantungan Obat adalah Terapeutik Community yang berbasis Rumah Sakit. Artinya ada sentuhansentuhan medis dalam prakteknya. Selain itu ada pula penerapan 12 Steps Narcotic Anonymous.
Terapeutik community
adalah
bagian dari
rehabilitasi. Terapeutik Community merupakan suatu kumpulan/komunitas orang dengan masalah yang sama tinggal di tempat yang sama, memiliki seperangkat peraturan, filosofi dan norma dan nilai serta kultur yang disepakati, difahami, dan dianut bersama. Hal tersebut dijalankan demi pepemulihan diri masing-masing. 5 Terdapat dua jenis bentuk penyembuhan yang ada di Rumah Sakit Ketergantungan Obat, yaitu subsitusi dan simptomatis. Subsitusi adalah dengan memberikan zat pengganti NAPZA, sedangkan simptomatis adalah memberikan pengobatan sesuai dengan keluhan pasien. Pasien yang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat ada dua pilihan program yaitu program rawat jalan dan program rawat inap. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 5
Studi Dokumen, Walking Paper Residen Rehabilitasi
48
1) Program Rawat Jalan Dalam instalansi rawat jalan terdapat berbagai jenis layanan diantaranya poliklinik napza, poliklinik umum, poliklinik spesialis dan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Dalam Program Terapi Rumatan Metadon ini proses perencanaan penyembuhan dilakukan dengan cara substitusi dimana para pasien Gangguan yang Berhubungan dengan Zat diberikan penganti NAPZA berupa metadon. Mereka yang mendaftarkan diri sebagai pasien metadon akan mempunyai perlindungan hukum tersendiri dan mempunyai kartu Institusi Penerimaan Wajib Lapor (IPWL), yaitu kartu tanda bukti status pasien matadon. Persyaratan, tahapan, prosedur dan SOP (Satndar Operasional Pelayanan) untuk menjadi pasien metadon sebagai berikut: a) Persyaratan untuk menjadi pasien metadon (1) Umur minimal 18 tahun, merupakan penderita ketergantungan obat (terutama heroin) atau minimal 6 bulan ketergantungan terhadap heroin, memiliki riwayat peningkatan dosis (toleransi) dan telah menjalani pengobatan dengan cara lain tetapi gagal. (2) Bersedia mengikuti program minimal 1 tahundan patuh pada peraturan yang berlaku (3) Bersedia menandatangani surat persetujuan (Informet Consent) (4) Harus ditemani orangtua/wali
49
(5) Bersedia menjalani pemeriksaan medis, psikologis, sosial dan test laboratorium (fungsi hati dan ginjal, urinalisa khusus opioda atau lainnya) (6) Keadaan klinis pasien tidak dalam kondisi fisik maupun gangguan jiwa berat, tidak memiliki keterbelakangan mental dan tidak dalam keadaan intoksikasi/overdosis opiat.6 b) Tahapan Dosis Metadon (1) Tahap Penerimaan Tahapan terhadap calon pasien Program Terapi Rumatan Metadon dilakukan dengan melakukan skrining dan kriteria inklusi calon pasien. Selanjutnnya pasien akan diberikan informasi mengenai Program Terapi Rumatan Metadon dan pentingnya keluarga/wali dalam Program Terapi Rumatan Metadon agar mendapatkan hasil yang optimal. Petugas medis atau dokter akan melakukan assessment dan penyusunan rencana terapi sesuai prosedur yang berlaku. Selanjutnya dokter akan menentukan apakah calon pasien dapat diterima sebagai pasien Program Terapi Rumatan Metadon atau dirujuk pada modalitas terapi lain yang lebih sesuai. 7
6
Asliati Asril dan Rahmi Handaani, ed., Buku Saku Metadon (Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, RSUP Fatmawati dan HCPI, 2006), h. 24. 7 Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Metadon, h. 36-37.
50
(2) Tahap Inisiasi Pemberian dosis awal metadon kepada pasien sebanyak 20-30 mg untuk tiga hari pertama. Kematian sering terjadi jika pasien diberikan melebihi dosis awal 40 mg. Selama pemberian dosis awal, pasien harus diobservasi selama 45 menit untuk memantau gejala putus obat (sakaw). Metadon harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi 100 cc dengan larutan sirup. Pada tahap ini pasien harus hadir setiap hari dan menelan metado di hadapan petugas Program Terapi Rumatan Metadon. Setelah itu, pasien harus menandatangani buku yang tersedia sebagai bukti bahwa pasien telah menerima dosis metadon pada saat itu. (3) Tahap stabilisasi Tahap ini bertujuan untuk menaikan dosis metadon secara perlahan sehingga memasuki tahap rumatan. Pada tahap ini resiko overdosis cukup tinggi pada 10-14 hari pertama karena kenaikan dosis. Dosis yang dianjurkan dalam tahap ini adalah menaikan dosis awal metadon sebanyak 5-10 mg tiap 35 hari. Apabila pasien masih menggunakan heroin maka dosis metadon perlu ditingkatkan. Perlu diingat bahwa tak ada hubungan yang jelas antara besarnya dosis yang dibutuhkan pada Program Terapi Rumatan Metadon. Selama minggu
51
pertama pada tahap ini, pasien masih diwajibkan untuk dating setiap hari ke rumah sakit.8 (4) Kriteria Penambahan Dosis Kriteria ini dilihat berdasarkan adanya tanda dan gejala putus obat (sakaw) yang diukur melalui skala putus opiat objektif dan subjektif. Prinsip terapi pada Program Terapi Rumatan Metado adalah “start low go slow aim high” yang artinya memulai dosis yang rendah adalah aman, peningkatan dosis perlahan adalah aman, dan dosis rumatan yang efektif adalah lebih efektif. (5) Tahap Rumatan Pada tahap ini rata-rata dosis rumatan pasien adalah 60120 mg per hari. Dosis rumatan tetap dipantau dan disesuaikan setiap hari seccara teratur tergantung dari keadaan pasien. Tahap ini dapat berjalan selama bertahun-tahun sampai prilaku stabil, naik dalam bidang pekerjaan, emosi maupun kehidupan sosial. (6) Dosis Bawa Pulang (Take Home Dose/THD) Dosis bawa pulang adalah pemberian dosis bawa pulang karea pasien tidak dapat hadir di klinik oleh karena
8
Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Metadon, h. 38-39.
52
suatu sebab yang dapat dopertanggungjawabkan. Pemberian THD mengikuti aturan pemberian dosis (diencerkan). (7) Tahap Penghentian Metadon Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan (tapering off) penghentian metadon ini dilakukan jika pasien sudah dalam keadaan stabil, minimal enam bulan pasien bebas heroin, pasien dalam kondisi stabil untuk bekerja dan memiliki dukungan hidup yang memadai. Selain itu, perkembangan psikologis pasien harus diperhatikan.jika keadaan emosi pasien tidak stabil maka dosis dapat dinaikkan kembali. 9 c) Prosedur atau Peraturan yang ada di Program Terapi Metadon Peraturan Program Terapi Rumatan Metadon (1) Metadon harus diminum di depan petugas klinik PTRM, kecuali dosis bawa pulang (2) Selesai minum metadon, anda harus menandatangani formulir bukti pengambilan dosis untuk hari tersebut (3) Orang tua wajib datang pada pertemuan yang diadakan setiap bulan (pemberitahuan akan diberikan melalui telpon/undangan) (4) Anda wajib menjalani pemeriksaan urin dan pemeriksaan penunjang lain bila dirasa perlu oleh dokter atau petugas PTRM
9
Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Metadon, h. 40-41.
53
(5) Anda dapat membawa pulang metadon setelah melalui beberapa pemeriksaan fisik, psikologis, dan sosial, hasil tes urinalisis negatif. (6) Ijin dosis bawa pulang metadon diberikan oleh dokter pada hari kerja (bukan Sabtu, Minggu/hari libur nasional) (7) Anda sangat dianjurkan untuk meakukan pemeriksaan test HIV/AIDS (8) Anda akan diberhentikan /dikeluarkan dari program ini bila melakukan hal-hal: (a) Tidak ada motivasi berubah (b) Membahayakan pasien lain (c) Membahayakan petugas (d) Bersikap tidak sopan terhadap petugas/menghina petugas (e) Menimbulkan kributan (f) Merusak sarana dan prasarana milik RS/klinik (g) Terlibat transaksi jual beli obat-obat psikotropika dan atau narkotika (9) Bila anda yang telah keluar berminat untuk mengikuti PTRM kembali maka harus melalui pengkajian ulang. 10
10
Asliati Asril dan Rahmi Handaani, ed., Buku Saku Metadon (Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, RSUP Fatmawati dan HCPI, 2006), h. 25.
54
2) Instalasi Rawat Inap Langkah awal yang dilakukan dalam penanganan pasien rawat inap adalah, pasien akan menjalankan proses detoksifikasi atau penghilangan racun-racun yang terdapat didalam tubuh pasien. Setelah melakukan detoksifikasi, jika pasien merupakan rujukan dari keluarga maka pasien bisa memilih apakah akan melanjutkan ke program selanjutnya, yaitu program rehabilitasi atau langsung kembali ke lingkungannya masing-masing, namun biasanya pihak Rumah Sakit akan memberikan rekomendasi untuk melanjutkan ke program rehabilitasi. Jika pasien merupakan putusan pengadilan maka ia wajib melanjutkan program rehabilitasi untuk menjalani perawatan sesuai dengan keputusan pengadilan. Pasien yang diutuskan melanjutkan ke program rehabilitasi maka mereka akan menjalankan beberapa program dan fase. Namun sebelum itu, pasien juga akan menjalani evaluasi psikososial untuk menyesuaikan program yang akan didapatkan oleh pasien sesuai dengan hasil diagnosa atau evaluasi psikososial kesehatan tersebut. D. Jangkauan Layanan 1. Deskripsi Target Layanan Layanan yang di mulai ialah pasien mulai ia masuk dilakukan detoksifikasi/penghilangan racun. Mengikuti rehabilitasi dengan program Terapeutik Community berbasis Rumah Sakit setelah itu After Care. Selain itu
55
untuk program rawat jalan, dapat mengikuti salah satu programnya salah satunya adalah Program Terapi Rumatan Mmetadon. 2. Penjangkauan dan Perekrutan Proses perekrutan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang terjadi sampai saat ini ialah pasien datang ke Rumah Sakit Ketergatungan Obat baik dia datang sendiri, di antar kelurga dan ada juga dari putusan pengadilan dan terakhir
biasanya
rujukan
dari
Lembaga
Pemasyarakatan.
Dalam
penjangkauannya, Pihak Rumah Sakit Ketergantungan Obat menerima pasin secara umum (Nasional) bahkan Warga Negara Asing asalkan mereka merupakan pasien yang berhubungan dengan zat maupun penyakit bawaannya. Sedangkan perekrutannya sendiri, Klien langsung mendatangi Rumah Sakit Ketergantungan Obat, baik secara individual, diantar oleh pihak keluarga maupun berdasarkan rujukan pihak kepolisisan termasuk putusan pengadilan. Bagi mereka yang mempunyai masalah dalam hal ekonomi, bisa mengurus
persyaratan
seperti
Kartu
Pelayanan
Jaminan
Kesehatan
Masyarakat, GAKIN maupun Surat Keteragan Tidak Mampu, dengan penambahan data seperti Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Surat rujukan Puskesmas sesuai kebutuhan. 11
11
Studi Dokumen, Brosur Profil Rumah Sakit Ketergantungan Obat
56
3. Kriteria Pemilihan Pasien Rumah Sakit Ketergantungan Obat tidak memilih-milih karakteristik pasien, jika pasien memang membutuhkan pertolongan medis maka akan dilayani oleh medis karena peraturan Rumah Sakit. 4. Proses Penerimaan Pasien
Gambar 3.2 Proses Penerimaan Pasien Sumber: Brosur RSKO
57
Proses Penerimaan Pasien di Rumah Sakit Ketergantungan Obat ini sama seperti pada rumah sakit lainnya jadi baik pasien lama ataupun yang baru itu harus kependaftaran terlebih dahulu selanjutnya ke bagian Administrasi/kasir untuk melengkapi pembayaran setelah menuju bagian yang pasien ingin tuju baik yang pasien NAPZA maupun yang umum, misal ke- Poli Jiwa atau Poli lainnya misal ada tindakan atau terjadi sesuatu di Rumah Sakit Ketergatugan Obat ini juga ada pelayanan penunjang maupun pemeriksaan penunjang sesuai yang ada di tabel dia atas dan ada pula apotik. Setelah semua pemeriksaan dilaksanakan terakhir pemutusan hasil berobat pasien ada yang bisa langsung pulang dan ada yang harus di rawat dan itu semua sesuai dengan diagnosa dokter.12 E. Jejaring Rumah Sakit Ketergantungan Obat Ruang lingkup jejaring Rumah Sakit Ketergantungan Obat meliputi Nasional, Regional, dan Internasional. 1. Nasional : Dengan kemenkes beserta mitra kerja kemenkes, dengan lembaga pendidikan (kali ini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), dengan institusi kesehatan (Dinas Kesehatan), dengan Institusi penegak hukum, Lembaga Sosial Masyarakat, serta Badan Narkotika Nasional. 2. Regional : bekerjasama dengan Institusi Donor, Ikatan Profesi Adiksi AsiaPasifik, serta Institusi lain yang bergerak di bidang NAPZA dan HIV/AIDS.
12
Hasil pengamatan pribadi penulis, Jakarta, 7 Mei 2014
58
3. Internasional : Jejaring Rumah Sakit Ketergantungan Obat bekerjasama dengan beberapa organisasi internasional yang diantaranya WHO, UNODC, serta badan PBB lainnya. Selain itu Rumah Sakit Ketergantungan Obat juga sering menjadi fasilitator pelatihan VCT (Voluntery Counseling and Testing) yang tidak hanya diakui oleh masyarakat akan tetapi juga dunia (bagi Asia dan Pasifik Barat) dan juga Rumah Sakit Ketergantungan Obat sering melakukan pertemuan rutin dengan Negara sedunia, ASEAN, Asia Pasifik guna membahas masalah ketergantungan NAPZA dan HIV/AIDS. Melakukan pertemuan tahunan terapi farmakologi untuk drugs dependency tingkat Asia Tenggara dan Pasifik dibawah koordinasi University Adelaide Australia.
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS A. Temuan Berdasarkan hasil dari temuan lapangan evaluasi program pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta dari Mei s.d September 2014, dapat diperoleh suatu informasi mengenai conteks, input, process dan product dari program terapi rumatan metadon di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. 1. Program Terapi Rumatan Metadon Salah satu program yang ada di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta ialah Program Terapi Rumatan Metadon yaitu salah satu terapi pengganti opiat yang diperlukan oleh pecandu opiat untuk mengendalikan ketergantungannya dan fungsinya untuk mengurangi dampak buruk pengguna NAPZA jenis putau dan untuk mengurangi penggunaan jarum suntik karena bisa mengakibatkan banyaknya pasien yang terkena virus HIV/AIDS. a. Metadon Metadon merupakan opiat sintetik yang berbentuk cair, diberikan kepada pecandu opiat setiap hari dan harus diminum di depan petugas. Karena obat ini bisa berakibat fatal jika orang lain mengkonsumsinya, selain over dosis akibat lainnya yaitu kematian bagi peminum metadon ini.
59
60
Data tersebut diperkuat juga dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan petugas metadon, pekerja sosial, dokter dan beberapa pasien metadon, berikut kutipan wawancaranya: “Metadon adalah opiat sintetik yang berbentuk cair dan harus diminum setiap hari dengan dosis sesuai aturan dokter dan harus diminum di depan petugasnya, usahakan jangan sampai disalahgunakan berbahaya”.1 “Metadon merupakan opiat sintetik yang lebih bisa mengurangi dampak buruk pemakai metadon, jadi lebih bermanfaat untuk mereka pengguna NAPZA yang bekerja dan ingin sembuh dari ketergantungan opiat ini, ingat metadon ini obat keras jadi jangan sampai berpindah tangan apalagi diminum orang lain”. 2 “Metadon merupakan opiat yang gunanya sebagai pengganti putau heroin maupun morfin yang berbentuk cair sehingga mudah dikonsumsi dan harus sesuai aturan dokter, efek samping dari obat ini luar biasa untuk yang tidak biasa mengkonsumsinya dan berakibat kematian bagi si peminum yang tidak pernah meminum metadon ini”.3 “Metadon itu dapat dikatakan sebagai pengganti putau yang dulu sering kita pakai dan jika sudah meminumnya sakau saya bisa bertahan minimal sehari dan efeknya menimbulkan badan lebih menjadi fit, tetapi jangan sampai di minum oleh anak kecil karena bisa langsung meninggal”.4 “Metadon menurut saya iya obat pengganti putau yang selama ini saya gunakan mas, dan jika obat ini sembarangan diminum berbahaya untuk orang lain bahkan bisa buat yang minum metadon ini mati”. 5 “Menurut saya iya, metadon ini obat untuk meghilangkan kecanduan saya kepada putau dan biar saya dapat bekerja dengan keadaan emosional yang baik, dan obat ini berbahaya untuk orang lain karena
1
Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014 3 Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014 4 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 5 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014
2
61
bisa menyebabkan meminumnya”. 6
kematian
untuk
yang
Dari beberapa kutipan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa metadon merupakan opiat sintetik berbentuk cair yang berguna untuk para pecandu opida agar lebih teratur dan mengurangi dampak buruk yang biasa mereka lakukan saat memakai putau dan tidak hanya itu metadon juga tidak bisa diminum oleh sembarang orang, karena sangat fatal akibatnya yaitu bisa menyebabkan kematian. Program terapi rumatan metadon ini tidak hanya memberikan metadon saja, di Program Terapi Rumatan Metadon ini juga banyak fasilitas penunjang bagi pasien mulai dari pelayanan kesehatan sampai pengetahuan tentang kesehatan. Data ini diperkuat dari hasil wawancara penulis dengan seorang pekerja sosial yang berada di Program Terapi Rumatan Metadon dan hasil wawancaranya sebagai berikut: “Para pasien metadon disini bukan hanya mengikuti atau meminum metadonnya setiap hari, tetapi mengikuti kegiatan lain berupa kegiatan KDS, konseling yang disediakan pihak rumah sakit serta layanan penunjang kesehatan lainnya seperti poli gigi, penyakit dalam dan poli syaraf”.7 Selain itu penulis juga mendapatkan informasi tentang pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit terhadap pasiennya langsung dari pasien yang bernama Fani, Yamin, Cahyo dan Andre dan hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut: “Selama menjadi pasien di sini banyak kegiatan yang saya lakukan di antaranya mengikuti program terapi 6 7
Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
62
yang sudah saya jalani selama kurang lebih 2 tahun dari tahun 2012, selain minum metadon di sini juga dapat mengikuti kegiatan konseling baik konseling psikiatri, konseling keluarga dan pertemuan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS)”.8 “Selain meminum metadon di sini saya juga mengikuti kegiatan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), kadang juga ada konseling untuk kita ungkapin yang saya rasain, misalkan lagi kagak enak badan atau ada kenaikan dosis atau penurunan dosis”.9 “Saya pribadi jarang mau ikut kegiatan, tapi emang ada kegiatan kaya yang dijelasin temen-temen, karena terkadang saya harus bekerja, biasa pengamen”. 10 Dari penjelasan di atas sangat penulis menyimpulkan bahwa pelayanan yang diberikan rumah sakit milik Kementerian Kesehatan ini kepada pasien metadon tidak hanya memberikan metadon begitu saja
tetapi ada
program-program lain
yang memang
sudah
dipersiapkan untuk mendukung atau mensukseskan program terapi metadon ini. Tetapi terapi metadon ini bukanlah satu-satunya terapi yang ada di rumah sakit ini karena ada juga terapi Subukson dan Rehabilitasi yang biasa disebut Halmahera House. Setiap pasien yang ingin menjadi pasien metadon di rumah sakit ini untuk mengikuti program terapi baik metadon, subukson maupun rehabilitasi harus memenuhi prosedur sesuai dengan peraturan rumah sakit yang sudah ada dan tidak sembarang orang dapat mengikuti program terapi metadon, subukson maupun rehabilitasi yang ada disini.
8
Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014 10 Wawancara Pribadi dengan Andre, Jakarta, 14 Juni 2014
9
63
b. Manfaat Metadon 1) Metadon dapat mendorong pasien hidup lebih sehat 2) Dosis metadon yang tepat akan membuat pasien menghentikan penggunaan heroin 3) Metadon akan membuat stabil mental emosional pasien, sehingga dapat menjalankan hidup normal 4) Pengguna metadon dapat membuat pasien meninggalkan kebiasaan berbagi peralatan suntik sehingga menurunkan resiko penularan HIV/AIDS maupun Hepatitis B dan C 5) Menurunkan tindak kriminal Manfaat medaton tersebut memang benar sesuai dengan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan perawat, pekerja sosial dan salah beberapa pasien yang ada di program terapi metadon ini dan berikut kutipan hasil wawancaranya: “Manfaat metadon menurut saya sendiri banyak, selain mengurangi penularan HIV/AIDS juga mengurangi tindak kriminalitas penggunanya, selain itu juga merubah pola hidup jadi lebih sehat dan yang paling penting mengurangi emosional jiwa mereka yang suka bergejolak”.11 “Banyak manfaat yang diberikan oleh metadon, diantaranya merubah pola hidup pemakai metadon, mengurangi dampak buruk seperti pengguna jarum suntik secara bergantian yang dapat mengakibatkan penularan virus HIV/AIDS dan mengontrol emosional pasien, yang lebih penting lagi membuat penggunanya menjadi seseorang yang berfungsi sosial untuk bekerja bagi mereka yang mulai kembali hidup normal seperti sediakala”.12
11 12
Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
64
“Manfaat metadon yang saya rasakan banyak, mulai dari lebih teratur pola kesehatannya, jika cocok dengan terapi ini badan menjadi lebih gemuk, lalu dapat bekerja kembali karena metadon lebih cepat penyebarannya dan serapannya itu lebih lama dan yang pasti saya tidak menggunakan heroin suntik lagi”.13 “Manfaatnya iya banyak, selain untuk mencegah virus HIV/AIDS juga cocok sama tubuh saya, buktinya gemukan sekarang dan pas kerja jadi enjoy”.14 Dari hasil kutipan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat metadon ini sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup mereka kedepannya dan sangat membantu mereka dalam menjalankan hidup sehari-hari. c. Syarat Mengikuti Program Terapi Rumaan Metadon 1) Penderita ketergantungan opiat 2) Umur minimal 18 tahun 3) Bersedia mengikuti program ini minimal satu tahun 4) Ketergantungan opiat minimal satu tahun, memiliki riwayat peningkatan dosis (toleransi) dan telah menjalani pengobatan dengan cara lain, tetapi tetap gagal 5) Bersedia menjalani pemeriksaan urin Untuk mengikuti program metadon harus memenuhi beberapa persyaratan dan dalam hasil wawancara penulis dengan pekerja sosial serta salah beberapa pasien disana mendapatkan informasi sebagai berikut dan ini hasil kutipan wawancaranya: “Sesuai prosedur dan peraturan yang ada untuk mengikuti program terapi metadon ada 5 aturan yang harus ditaati dan ini peraturannya, berusia minimal 18 13 14
Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014
65
tahun, ketergantungan opiat, mau mengikuti program ini minimal 1 tahun, sudah mencoba terapi lain tetapi tetap gagal dan yang terpenting bersedia melakukan tes urin”.15 “Sewaktu saya masuk di program terapi metadon ini memang ada persyaratannya, yang saya ingat ketergantungan heroin, berumur minimal 18 tahun dan sudah pernah ikut terapi lainnya selain metadon ini tetapi tetap tidak berhasil dalam terapi yang sebelumnya, istilahnya ini terapi terakhir untuk pencegahan atau untuk sembuh dari ketergantungan heroin dan menghindari HIV/AIDS”.16 Dari hasil kutipan wawancara di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa persyaratan itu sangat penting karena tidak sembarang orang bisa mengikuti program terapi metadon ini. d. Pemberian Dosis Awal 1) Dosis awal metadon dimulai pada 20-30 miligram 2) Dosis dinaikkan secara bertahap sampai terjadi kesesuaian dengan kebutuhan individu 3) Metadon harus diminum setiap hari di depan petugas kelinik metadon Pemberian dosis awal pada program terapi metadon ini sesuai dengan apa yang dianjurkan dokter dan dalam buku pedoman Program Terapi Metadon juga dijelaskan bahwa dosis awal metadon itu 20-30 miligram untuk sekali minum. Data tersebut didapat penulis dari hasil wawancara dengan perawat, pekerja sosial dan beberapa satu pasien yang ada di program terapi metadon ini dan hasil wawancaranya sebagai berikut:
15 16
Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014
66
“Pemberian dosis awal pada pasien biasanya sesuai aturan dan pedoman yang ada minimal 20-30 miligram sekali minum dalam satu hari, tetapi tidak menutup kemungkinan dari yang ditetapkan dosis awal itu jika melihat riwayat pemakaian pasien sebelum menggunakan metadon ini atas saran dokter yang sudah memeriksanya terlebih dahulu karena dosis yang kami berikan kepada pasien semua itu tergantung dari resep dan saran dokter”. 17 “Yang saya ketahui dosis awal untuk metadon ini 20-30 miligram dan sebelum itu pun harus sesuai ukuran dari dokter kemudian lama-kelamaan dosis itu disesuaikan oleh keluhan saat pasien melakukan konseling”. 18 “Dosis awal memang biasanya 20-30 miligram tetapi sewaktu saya masuk terapi metadon di sini saya pindahan dari RSUP Fatmawati jadi dosis saya tertinggi karena sampai 250 miligram tapi sekarang rekornya sudah kalah sama anak baru yang sampai 300 miligram”.19 “Untuk pemula dosisnya sekitar 20-30 mg, setelah masuk tahap selanjutnya baru dosisnya mulai naik perlahan-lahan sampai dosisnya turun kembali dan sembuh, gitu si mas yang saya tau”.20 “Dosis awal kalo gak salah iya 20-30 miligram, tapi beberapa hari kemudian ditambahin sesuai porsi badan kita”. 21 Dari hasil kutipan wawancara
di atas penulis dapat
menyimpulkan bahwa dosis awal metadon itu sangat penting untuk melihat efek si pemakai heroin saat ia pertama kali berobat di rumah sakit, funginya untuk melihat seberapa ketergantungannya pasien terhadap putau sebelum ia berobat nantinya.
17
Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014 19 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 20 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014 21 Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014
18
67
e. Berhenti dari Program Terapi Rumatan Metadon Apabila pasien ingin berhenti dari program metadon, pasien harus memberitahu tim Program Terapi Rumatan Metadon. Hal ini untuk
meminimalisasi
kemungkinan
gejala
putus
zat
akibat
penghentian mendadak pengguna metadon. Tetapi ada juga yang diberhentikan atau di Drop Out (DO) dapat terjadi jika pasien tidak hadir untuk meminum metadon selama 7 hari dan pasien pun boleh mengikuti program metadon ini lagi dengan diassesmen ulang sesuai kondisi pasien saat itu, apabila pasien dropout berulang kali dan tetap menyatakan keinginannya untuk kembali menjalani program terapi metadon akan dilakukan assesmen ulang secara komperhensif dengan formulir wajib lapor untuk meninjau ulang rencana terapi yang lebih sesuai, selain itu dilakukan konseling kepada yang bersangkutan guna meminimalisir drop-out.22 Penjelasan di atas juga diperkuat dengan hasil wawancara penulis dengan petugas atau perawat metadon tentang berhentinya pasien dari program metadon ini, berikut ini hasil dari kutipan wawancaranya: “Pasien dikatakan berhenti dari terapi metadon ini jika 3 hari tidak datang dan jika pasien datang kembali pihak rumah sakit akan mengassesmen ulang keadaan pasien sesuai pada saat itu, dan pasien dikatakan dropout jika pasien bermasalah dengan petugas dan memang tidak ada kemauan untuk kembali menjalani program terapi ini lagi”.23
22
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57 Tentang Pedoman Penyenggaraan Program Terapi Rumatan Metadon 23 Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014
68
f. Profesi yang Terlibat di Pelayanan Metadon Profesi yang terlibat atau ikut serta dalam program metadon ini, di antaranya: 1) Dokter Spesialis Peranannya adalah menangani pasien sesuai dengan penyakit yang pasien rasakan misalnya seperti gigi, maka harus ke dokter spesialis gigi. 2) Dokter umum Perananya adalah menangani pasien yang mengalami sakit biasa seperti meriang atau hanya dalam katagori ringan 3) Perawat Peranannya adalah membantu dokter, mencatat setiap pasien yang berobat sesuai dengan data yang sudah ada di rekam medik. 4) Apoteker Peranannya adalah membuat obat atau yang menyiapkan obat untuk setiap pasien yang memberikan resep di apotik. 5) Konselor Peranannya adalah yang melakukan konseling jika pasien merasa membutuhkan konselor saat dibutuhkan. 6) Psikolog Peranannya adalah yang selalu memeriksaan psikologis pasien pada saat pasien dalam keadaan emosional.
69
7) Pekerja Sosial Peranannya adalah sebagai fasilitator, mediator dan sebagai konselor dan sangat dominan dalam pelaksnaan terapi metadon. Selain itu peran pekerja sosial dalam menjalankan tugasnya di program rumatan metadon ini sangat dominan karena sebagai mediator, fasilitator dan konselor pekerja sosial juga sangat berperan dalam proses evaluasi dan monitoring pasien metadon sampai pasien berhasil menjalankan proses rumatan dan berfungsi sosial kembali. 8) Petugas Labolatorium Peranannya adalah untuk membantu pasien dalam hal tes urin, darah dan sempel lainnya yang dibutuhkan pasien. 9) Petugas Keamanan Perananannya adalah sebagai pengawas di setiap kegiatan pasien yang pasien lakukan di rumah sakit. Dalam peranannya pada dasarnya setiap profesi tidak bisa bekerja sendiri begitu juga dalam bekerja di suatu rumah sakit karena di sinilah berbagai profesi bertemu dan bekerjasama untuk menyelesaikan permasalahan yang biasa kita sebut permasalahan kesehatan. Di rumah sakit ini berbagai profesi menjalankan peranannya sesuai dengan apa yang mereka kerjakan, dan berikut ini hasil kutipan wawancara yang penulis lakukan dengan beberapa profesi yang ada di program terapi rumatan metadon yang di antaranya mereka berprofesi
70
sebagai perawat dan pekerja sosial, dan berikut ini hasil kutipan wawancaranya yang penulis lakukan: “Peranan perawat di sini, saya bertugas sebagai petugas jaga atau yang memberikan metadon serta pencatatan di buku rekam medik”. 24 “Seperti yang mas bisa lihat di program terapi rumatan metadon ini saya tidak sendiri melainkan ada dokter, perawat, konselor, apoteker serta pekerja sosial. Dan mereka mempunyai peranan masing-masing di sini. Dokter itu biasanya menganalisa permasalahan kesehatan apa saja yang biasanya dialami oleh seorang pasien, sedangkan konselor lebih kepada konseling mendalam atas riwayat pemakaian zat terlarang yang pasien gunakan, perawat di sini bertugas melayani pemberian metadon dan mencatat di rekam medik setiap harinya dan pekerja sosial di program terapi rumatan metadon berperan sebagai fasilitator, mediator serta proses rumatan dengan membantu melakukan evaluasi dalam membantu pasien metadon untuk kembali berfungsi sosial dengan baik”.25 g. Layanan di Klinik Metadon Layanan yang ada di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, di antaranya: 1) Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Kegiatan kelompok dukungan sebaya ini dilaksanakan setiap hari Selasa, kegiatan ini biasanya dimulai setelah para pasien metadon
sudah
meminum
metadonnya
dan
kegiatan
ini
dilaksanakan di ruang aula program terapi rumatan metadon dengan kegiatan yang didalamnya terdapat tentang penyuluhan kesehatan baik dari mahasiswa yang praktek ataupun dokter yang terlibat didalamnya, tidak hanya itu di sini juga biasanya terjadi
24 25
Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
71
dinamika kelompok untuk membahas hasil apa yang sudah disampaikan.26 Informasi di atas juga diperkuat dengan hasil wawancara dengan beberapa pasien yang mengikuti kegiatan kelompok dukungan sebaya dan berikut hasil kutipan wawancaranya: “Setiap Selasa kadang saya ikut kegiatan kadang juga tidak, tergantung mood saja mas, dan biasanya penyuluhan kesehatan isinya tentang pengetahuan kesehatan seperti gigi, gizi sampai penyuluhan kesehatan lainnnya”.27 “KDS sendiri di sini kadang berjalan kadang juga tidak, tergantung pasiennya juga, misal pada mau ya ada kegiatannya missal tidak iya kita nongkrong aja sampe tutup”.28 “kalo KDS iya mas, saya si ikut temen-temen aja yang pasti itu setiap Selasa jamnya disesuaikan pasien yang meminum metadon, missal udah banyak yang minum ya bisa dimulai, jika belum ya nunggu ngumpul dulu”.29 2) Group terapi dan pertemuan keluarga Pertemuan keluarga ini dilaksanakan biasanya setiap pasien ingin menambah dosis ataupun mengurangi dosis metadonnya, kegiatan ini dilaksanakan agar keluarga juga mengetahui proses terapi rumatan yang sedang dijalankan oleh pasien. Kegiatan ini tidak menentu sesuai kesepakatan dokter dan nantinya baru diinformasikan kepada pasien dan pihak keluarga.30
26
Pengamatan langsung penulis, Jakarta, 13 Mei 2014 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 28 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014 29 Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014 30 Pengamatan langsung penulis, Jakarta, 13 Mei 2014
27
72
Informasi di atas diperkuat dengan hasil wawancara penulis dengan beberapa pasien metadon dan pekerja sosial yang berada di program terapi metadon tersebut dan berikut hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut: “Pertemuan keluarga juga ada di program terapi metadon ini, jadi saya dan ibu saya diundang untuk mendiskusikan perkembangan saya selama menjalani terapi metadon dan untuk kegiatan ini tidak menentu sesuai dengan kebutuhan dan informasinya pun sehari sebelum pertemuan ini dilaksanakan baru diberitahu oleh pihak rumah sakit”.31 “Group terapi yang saya lakukan di program rumatan ini semuanya sesuai sama jadwal yang ditentukan dokter, sama disesuaikan oleh bisa atau tidaknya keluarga saya datang”.32 “Pertemuan keluarga ini dilaksanakan sesuai kebutuhan dan hasil dari analisa dokter sebelumnya, biasanya pasien wajib menyertakan keluarga baik itu ayah, ibu, istri atau suami bagi yang sudah menikah”.33 3) Konseling Adiksi, konseling Psikiatri dan konseling HIV Konseling yang didapatkan setiap pasien disesuaikan dengan keluhan maupun sakit yang diderita oleh pasien dan dalam pelaksanaannya setiap pasien harus mengatur jadwal dengan petugas metadon baru setelah itu dihubungi setelah terjadwal. Data tersebut diperkuat dari hasil wawancara penulis dengan beberapa pasien metadon berikut ini:
31
Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014 33 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
32
73
“Untuk konseling biasanya setiap pasien harus menghubungi petugas terlebih dahulu untuk menanyakan apakah dokternya ada atau tidak”.34 “Kegiatan konseling ini sesuai kebutuhan dan sesuai yang kita rasakan, jika perlu konseling langsung menghubungi petugas, jika ada dokternya langsung saja menemui dokter yang dituju sesuai penyakit atau keluhannya”. 35 “Saya pribadi untuk konseling biasanya saat saya ngerasa kurang enak badan dan bisa langsung menghubungi petugas metadon untuk bertemu dokter”.36 “Konseling saya lakukan kalau saya butuh saja, dan biasanya langsung minta ke petugas untuk ketemu dokter yang dituju sesuai keluhannya”. 37 Kegiatan konseling adiksi ini juga tidak ditentukan jadwalnya, semua tergantung atas keluhan pasien dan dokter yang bersangkutan karena setiap pengguna heroin tidak sama keluhan dan pemakaian dosisnya sehingga konselingnyapun tidak diberikan jadwal, jadi sesuai kebutuhan saja.38 Dari hasil wawancara dan hasil pengamatan penulis dapat disimpulkan bahwa kegiatan konseling ini dilaksanakan sesuai keinginan pasien dan dilaksanakannya tidak menentu. 4) Pertemuan konsultatif Rumah Sakit Ketergantungan Obat dengan satelit (Puskesmas, Rutan dan Lapas) di bawah ampuan Rumah Sakit Ketergantungan Obat.
34
Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014 36 Wawancara Pribadi dengan Yamin, Jakarta, 14 Juni 2014 37 Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014 38 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
35
74
Jadi pertemuan di atas dilaksanakan oleh pihak rumah sakit terhadap ampuannya, pertemuannya dilaksanakan 3 bulan sekali dan dari 3 lembaga ini terdapat 8 Puskesmas, 2 rutan, dan 2 Lembaga
pemasyarakatan baik umum dan narkoba
yang
pertemuannya itu diadakan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat. 5) Supervisi ke satelit/Puskesmas, Rutan dan Lapas Supervisi satelit, jadi di sini satelit itu 3 lembaga yang bekerja sama dengan rumah sakit ini untuk menjalankan program terapi metadon di 3 lembaga yang berkaitan di atas, dari Puskesmas terdapat 8 satelit ada di wilayah Cengkareng, Kemayoran, Tanjung Priok, Koja, Tambora, Gambir, Jati Negara dan Tebet, sedangkan dari rutan ada yang dari rutan Pondok Bambu dan Salemba. Terakhir lembaga pemasyarakatan juga ada dua yaitu Lapas Umum dan Lapas Narkoba. Mereka semua biasanya didatangi satu-persatu oleh pihak rumah sakit untuk menanyakan apa perkembangan yang sudah terjadi dan apa yang sedang terjadi di lapangan, dan biasanya petugas lapangan mengevaluasi setiap kegiatan yang berkaitan dengan terapi metadon, mulai dari pengadaan metadon sampai perkembangan pasien di sana apakah menjalankan terapi metadon sudah sesuai dengan yang rumah sakit ajarkan sebelumnya atau tidak.
75
6) Pertemuan antar Pengampu Metadon Penjelasan dari pertemuan antar pengampu di sini adalah rumah sakit yang menjadi pusat layanan metadon dan dalam hal ini yang menjadi pengampu di Jakarta hanya Rumah Sakit Ketergantungan Obat bersama dengan Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Pertemuannyapun dilaksanakan setiap 6 bulan sekali dan dilaksanakan secara bergantian terkadang pihak kami ke Fatmawati atau sebaliknya. Data di atas diperkuat oleh hasil kutipan wawancara penulis dengan seorang pekerja sosial yang berada di sana, dan berikut ini hasil kutipan wawancaranya: “Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan dan pelaksanaannya 6 bulan sekali bisa di RSKO sendiri maupun di RS Fatmawati. Pengampu di sini ialah merupakan rumah sakit yang memfasilitasi atau pusat layanan kesehatan yang melayani pasien metadon dan pertemuan ini biasanya membahas perkembangan pasien sampai dengan evaluasi kagiatan yang sudah dilaksanakan”.39 7) Monitoring dan Evaluasi Memonitoring pasien dilaksanakan dengan berbagai cara dengan tes urin darah sampai tes secara fisik pasien, semua dilaksanakan guna untuk lebih menjaga keadaan pasien apakah benar-benar memiliki perubahan selama menjalani kegiatan terapi ini.
39
Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
76
8) Pemeriksaan Laboratorium Merupakan pelayanan penunjang rumah sakit untuk memeriksakan bagian dalam pasien dan harus sesuai dengan anjuran dokter seperti cek darah, gula darah dan tes urine. 9) Spot check atau pemeriksaan urin secara berkala bagi peserta metadon. Tes urin ini rutin dilaksanakan untuk memonitoring keadaan pasien apakah sudah benar-benar tidak memakai narkoba seperti jenis heroin dan untuk mengetahui hasil-hasil yang dokter ingin lakukan terhadap pasien. 2. Program Kartu Jakarta Sehat Program Kartu Jakarta Sehat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat khususnya di Program Terapi Rumatan Metadon dilaksanakan pada Maret 2013- akhir Desember 2013, karena ketika awal Tahun 2014 bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) namun Kartu Jakarta Sehat masih bisa digunakan. Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil kutipan wawancara dari dokter Cut yang merupakan kepala bidang administrasi yang mengurusi Kartu Jakarta Sehat dan berikut hasil kutipan wawancaranya: ”Program Kartu Jakarta Sehat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat ini ada sejak Maret 2013-Desember 2013, dan sampai sekarang masih dipergunakkan meskipun sudah ada BPJS Jaminan Kesehatan Nasional”.40
40
Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014
77
Sementara pasien metadon juga berpendapat sesuai dengan apa yang dikatakan dokter Cut seperti hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut: “Kartu Jakarta Sehat di sini sudah lama juga, kalau tidak salah dari bulan Maret sampai sekarang masih bisa digunakan walaupun sudah ada BPJS Jaminan Kesehatan Nasional, walaupun persyaratannya sama tetapi KJS masih bisa digunakan”.41 Dalam pelaksanaannya di Rumah Sakit Ketergantungan Obat ini Kartu Jakarta Sehat memiliki persyaratan sesuai dengan yang sudah berlaku di Rumah Sakit pada umumnya seperti membawa fotocopy Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Kartu Jakarta Sehat dan semenjak berlakunya BPJS Jaminan Kesehatan Nasional persyaratan itu berubah dengan menambahkan surat rujukan dengan menyertakan rujukan ke bagian Psikiatri sehingga pasien baru mendapatkan pelayanan. Untuk
proses
pendaftaran
setiap
pasien
pada
awalnya
memberikan persyaratan yang harus dipenuhi di rangkap setiap 3 bulan sekali, karena adanya kebijakan baru yang menyatakan setiap bulan data administrasi pasien harus masuk maka saat ini persyaratan itu berubah menjadi 1 bulan sekali dan itu wajib, sebagai data rumah sakit untuk pendataan persyaratan mengikuti program terapi metadon ini. Data tersebut juga diperkuat oleh hasil kutipan wawancara penulis dengan dokter Cut dan berikut hasil kutipan wawancaranya: “Pada awalnya setiap pasien rawat jalan yang mengikuti terapi metadon yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat 41
Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014
78
ini memiliki persyaratan seperti rumah sakit pada umumnya tetapi pihak rumah sakit mempermudahnya dengan meminta persyaratan tersebut di rangkap dan itu diberikan 3 bulan sekali di antaranya ialah 2 fotocopy Kartu Keluarga, 2 Kartu Tanda Penduduk, dan 2 Kartu Jakarta Sehat, namun kebijakan itu berubah setelah pihak rumah sakit menginginkan setiap bulan data pasien harus di input maka berubahlah kebijakan tersebut dan setiap pasien harus memberikan persyaratannya itu menjadi 1 bulan sekali. Dan semenjak di berlakukannya BPJS Jaminan Kesehatan Nasional perubahan persyaratanpun terjadi dan setiap pasien harus menambah persyaratan berupa syarat dari rujukan puskesmas di wilayah masingmasing pasien dan sampai saat ini Kartu Jakarta Sehatpun masih berlaku di Rumah Sakit Ketergantungan Obat khususnya di Program Terapi Rumatan Metadon”.42 Sementara itu pasien metadon yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat juga berpendapat sesuai hasil kutipan wawancara penulis dengan beliau mengenai persyaratan berobat menggunakan Kartu Jakarta Sehat dan berikut hasil kutipan wawancaranya: “Semenjak saya menggunakan KJS lebih enak, walaupun ada persyaratannya, dan persyaratannya juga gampang hanya membawa fotocopy KTP, KK, dan KJSnya masing-masing 2 lembar dan harus distreples lalu diberikan kebagian administrasi atau di bagian terapi metadon langsung juga boleh”. 43 Semenjak BPJS Jaminan Kesehatan Nasional muncul atau disahkan oleh pemerintah, pihak rumah sakit juga menyediakan bagi pengguna Jaminan Kesehatan Nasional namun khusus di Rumah Sakit Ketergantungan Obat ini diwajibkan untuk menggunakan BPJS Jaminan Kesehatan Nasional yang premi itu semua karena dalam peraturan sekarang ini pasien yang mengalami gangguan zat tidak diperkenankan menggunakan jaminan ini secara gratis dan diwajibkan mengikuti 42 43
Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014
79
pelayanan ini yang premi boleh yang kelas 3 sampai kelas 1 di tingkat Jaminan Kesehatan Nasional sesuai peraturan di Rumah Sakit ini. Data tersebut juga diperkuat oleh hasil kutipan wawancara penulis dengan dokter Cut selaku kepala administrasi di Rumah Sakit ini dan yang menangani jaminan ini, berikut hasil kutipan wawancara penulis dengan beliau sebagai berikut: “Semenjak BPJS Jaminan Kesehatan Nasional diberlakukan dan mulai dilaksanakan diawal tahun 2014, pemerintah tidak memasukkan pengguna atau penyalahgunaan zat adiktif sebagai pasien yang menerima jaminan tersebut, namun dengan kebijakan yang baru tersebut Rumah Sakit Ketergantungan Obat selaku Rumah Sakit khusus yang menangani NAPZA mempunyai kebijakan setiap pasien yang tidak mampu boleh menggunakan BPJS Jaminan Kesehatan Nasional tapi harus yang berpremi atau iuran setiap bulannya sesuai tingkatan yang disediakan pemerintah dan dengan persyaratan lainnya berupa KK, KTP, kartu JKN dan surat rujukan dari Puskesmas yang masing-masing dirangkap 2”.44 Sementara itu pasien yang bernama Fani dan Yamin pun menjelaskan kepada penulis melalui wawancara yang kita lakukan mengenai prihal diatas, dan berikut hasil kutipan wawancaranya: “Walaupun KJS masih berlaku tapi juga disarankan untuk membuat BPJS mas, tapi kalau BPJS harus yang bayar, makanya saya pakai yang KJS, karena masih bisa digunakan”.45 “Untuk sekarang si saya masih menggunakan KJS, selama masih bisa digunain, soalnya kalau BPJS harus yang premi dan lumayan 25ribu sebulannya”. 46
44
Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 46 Wawancara Pribadi dengan Yamin, Jakarta, 14 Juni 2014
45
80
Dari kutipan wawancara di atas dapat disimpulkan pasien lebih memilih tetap menggunakan Kartu Jakarta Sehat meski kini sudah ada Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam pelaksanaannya Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Metadon mengatasi semua jenis pelayanan yang ada dan termasuk yang sudah penulis jelaskan di atas, dan jika ada pengobatan di luar biaya pengguna kartu jaminan pihak rumah sakit akan mengonfirmasi langsung baik ke pasien maupun ke keluarga pasien. B. Analisis Data Pada analisis data evaluasi program pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat, maka penulis akan menganalisis program berdasarkan model evaluasi yang dikemukakan oleh Daniel L. Stufflebeam yaitu evaluasi conteks, evaluasi input, evaluasi process dan evaluasi product. 1. Evaluasi Conteks Mengenai evaluasi conteks ini penulis memperoleh data dari hasil wawancara mengenai penggambaran program dan spesifikasi program di rumatan metadon sebagai berikut: a. Legalitas Program Dalam hal ini penulis menjelaskan legalitas kegiatan yang mendukung kegiatan terapi metadon. Dalam hal ini Pemerintah pusat berperan dalam proses legalitas ini dan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57 tahun 2013 tentang Pedoman Program
81
Terapi Rumatan Metadon dan selain itu ada pula UU No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara penulis dengan Pekerja Sosial yang berada di terapi metadon ini, hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut: “Dalam kegiatan program terapi metadon semua itu berdasarkan pedoman pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Metadon dan semuanya dalam pengawasan Kementrian Kesehatan”. 47 Data tersebut juga diperkuat oleh wawancara penulis dengan salah satu pasien yang mengikuti program terapi ini sejak 2 tahun lalu dan berikut hasil kutipan wawancaranya: “Kegiatan yang saya ikuti ini, memang sudah menjadi kegiatan legal dan ada jadwal-jadwalnya seperti konseling, KDS, ada juga Group Terapi dan macammacam, nyata dan berjalan walaupun masih banyak yang belum ikut serta atau malu-malu48 Pada tanggal 13 Mei 2014 saat kegiatan Kelompok Dukungan Sebaya ini dilaksanakan memang program ini sudah berjalan lama namun memang masih sulit untuk mengajak para pasien untuk mengikuti kegiatan ini yang menurut mereka membosankan dan monoton. Tidak hanya melihat sejarahnya kegiatan ini memang membuat mereka lebih erat dan lebih kekeluargaan dan masih berjalan sampai saat ini dan banyak manfaatnya.
47 48
Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014
82
Sementara untuk legalitas Kartu Jakarta Sehat itu sendiri merupakan sebuah pelaksanaan dari UU yang sudah ada yaitu UU No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan melalui Pedoman Pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat (KJS) 2013. Hal ini diperkuat dari hasil kutipan wawancara penulis dengan salah dokter Cut selaku kepala bagian administrasi rumah sakit dan yang menangani khusus jaminan Kartu Jakarta Sehat ini, berikut hasil kutipan wawancaranya: “Yang saya ketahui tentang pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat ini memang berawal dari keluarnya UU N0. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasioanal sehingga pemerintah DKI membuat program Kartu Jakarta Sehat ini melalui pedoman pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat (KJS) di Tahun 2013”.49 Berdasarkan hasil temuan dan analisis data diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kegiatan yang ada di Program Terapi Rumatan Metadon
Rumah
Sakit
Ketergantungan
Obat
yang
menggunakan Kartu Jakarta Sehat memang jelas dan terstruktur dengan baik yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 57 Tahun 2013 tentang Terapi Penyelenggaraan Program Terapi Rumatan Metadon dan UU NO. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. b. Dukungan Lingkungan Dalam hal ini penulis menjelaskan dukungan lingkungan yang mendukung proses kegiatan terapi metadon, di anataranya bekerjasama dengan sesama pengampu metadon, Puskesmas, Rutan serta Lapas.
49
Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014
83
Hal ini diperkuat dari hasil wawancara penulis dengan seorang pekerja sosial yang memang bekerja dalam terapi metadon tersebut, dan berikut hasil kutipan wawancaranya: “Dukungan lingkungan dalam proses berjalannya kegiatan terapi metadon di rumah sakit ini karena pihak Rumah Sakit Ketergantungan Obat bekerja sama dengan pihak sesama pengampu atau RSUP Fatmawati dan para ampuan seperti Lapas, Puskesmas dan Rutan untuk mempermudah jaringan untuk pasien/klien yang membutuhkan metadon untuk pecandu aktif heroin jenis putau dan sejenisnya“.50 Sementara untuk dukungan lingkungan Kartu Jakarta Sehat pemerintah DKI Jakarta sudah memberikan wewenang kepada pihak Puskesmas, Rumah Sakit yang bekerja sama dengan pemerintah DKI Jakarta dalam melaksanakan kegiatan program Kartu Jakarta Sehat ini dan pihak Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo selaku pusat dari 3 tahapan yang bergerak dalam hal program ini. Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara penulis dengan dokter Cut, dan berikut hasil kutipan wawancaranya: “Dalam pelaksanaannya dukungan lingkungan Kartu Jakarta Sehat memiliki 3 kaitan yang sangat erat yaitu pertama puskesmas selaku pelayanan tingkat awal saat pasien sakit, jika pasien sudah tidak mampu ditangani barulah pasien dirujuk ke rumah sakit tujuan KJS seperti Rumah Sakit Ketergantungan Obat, jika masih belom mampu maka terakhir yaitu RSCM selaku pusat dari semua rujukan dan di sanalah pasien akan mendapatkan pelayanan yang jauh lebih baik andai dari tingkat 1 dan kedua tidak mampu menolongnya secara maksimal”.51 Dari temuan dan analisis data yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa dukungan lingkungan Program Terapi Rumutan 50 51
Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014
84
Metadon ini ada 4 di antaranya selaku pengampu metadon yaitu RSUP Fatmawati dan para ampuannya seperti Puskesmas, Rutan dan Lapas. Sementara untuk Kartu Jakarta Sehatnya ada 3 dukungan lingkungan yaitu tingkat pertama ada Puskemas, kedua ada sesama penerima rujukan Kartu Jakarta Sehat dan terakhir Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo selaku pusat dari semua rujukan. c. Tujuan Program Dalam program ini baik Program Terapi Rumatan Metadon dan Kartu Jakarta Sehat memiliki tujuan program masing-masing dan berikut penjelasannya penulis dari kedua tujuan program tersebut. Tujuan Program Terapi Rumatan Metadon
1) Untuk menurunkan pemakaian NAPZA suntik. 2) Untuk mencegah penularan penyakit melalui darah seperti
HIV/AIDS, Hepatitis B dan C dengan cara mengurangi pemakaian obat melalui suntikan dan bertukar jarum suntik. 3) Untuk membantu orang yang ketergantungan obat mencapai
keadaan
bebas
obat
dengan
cara
detoksifikasi
dan
meningkatkan kualitas hidup. 4) Untuk meningkatkan status kesehatan pengguna narkotika dan
zat adiktif sehingga dapat hidup normal dan produktif melalui PTRM.52 Tujuan Program Kartu Jakarta Sehat
52
http://pramareola.com//mengenal-program-terapi-rumatan-metadon-ptrm-sandat-rsupsanglah. (diakses pada tanggal 12 April 2014)
85
Memberikan
Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan
bagi
penduduk Provinsi DKI Jakarta terutama bagi keluarga miskin dan kurang mampu dengan sistem rujukan berjenjang. Dapat
penulis
simpulkan
bahwa
evaluasi
conteks
berdasarkan indikator legalitas program, dukungan lingkungan dan tujuan program sudah sangat siap dan matang dalam sebuah dasar pemikiran dan didukung dengan lingkungan yang kuat sehingga tujuan yang nanti dicapai akan terealisasi. 2. Evaluasi Input Menurut hasil temuan dari sumber data yang penulis peroleh dari hasil wawancara dengan hasil pengamatan penulis sesuai dengan indikator evaluasi yaitu : a. Sumber Daya Manusia Dalam hal ini penulis menjelaskan Sumber Daya Manusia yang membantu berjalannya program terapi rumatan metadon dengan menggunakan Kartu Jakarta Sehat. Hal di atas diperkuat dari hasil kutipan wawancara penulis dengan seorang pekerja sosial yang ikut berperan dalam proses terapi metadon tersebut, berikut hasil kutipan wawancaranya: “Dalam menjalankan program terapi metadon ini semua komponen terlibat baik dokter spesialis, dokter umum, perawat, apoteker, konselor, psikolog klinis, pekerja sosial, petugas labolatorium, dan petugas keamanan yang mereka selalu berusaha memberikan pelayanan terhadap pasien di rumah sakit ini”. 53
53
Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
86
Seorang dokterpun berpendapat seperti hasil kutipan penulis dengan salah satu dokter di sana sebagai berikut: “Benar adanya untuk menjalankan sesuatu kita membutuhkan tenaga medis dan non medis maka dari itu di sini dokter tidak bekerja sendiri, ada pula profesi lain yang membantu seperti perawat, apoteker, konselor, pekerja sosial, petugas laboratorium dan petugas keamanan”.54 Pada hari Jumat 23 Mei setelah Sholat Jumat Penulis melihat langsung bagaimana saat para petugas metadon beristirahat di sana berkumpul di kantin ada dokter, pekerja sosial, perawat, apoteker, dan petugas keamanan. Keadaan saat itu mereka sedang berbincangbincang dan sedang makan siang, setelah selesai mereka kembali bertugas karena jam operasional terapi metadon ini dari jam 08.0014.00 WIB.55 Dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di atas dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia yang berperan dalam program terapi metadon ini ada banyak dan mereka ialah dokter, pekerja sosial, perawat, apoteker, petugas laboratorium dan petugas keamanan. Tanpa mereka semua kegiatan terapi metadon akan mengalami hambatan karena berbagai profesi sangat dibutuhkan dalam proses pelaksanaan terapi metadon di Rumah Sakit Ketergantungan Obat. b. Program Kegiatan Dalam hal ini penulis menjelaskan Program kegiatan yang dilaksanakan dalam program terapi rumatan metadon, sebenarnya 54 55
Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014 Pengamatan langsung penulis, Jakarta, 23 Mei 2014
87
banyak kegiatan yang dilaksanakan baik oleh pasien metadon sendiri dan juga petugas selaku pemberi layanan disana. Di antaranya adalah kegitan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), group terapi, konseling (konseling adiksi, HIV, psikiatri) dan untuk petugas biasanya kegiatan seperti pertemuan antar sesama pengampu pengadaan metadon, dan pertemuan rutin dengan para ampuan yang ada di Rumah Sakit Ketergantungan
Obat
bekerjasama
dengan
RSUP
Fatmawati,
Puskesmas, rutan dan lapas. Data tersebut sesuai hasil wawancara yang sudah penulisbuat di halaman 65-71 tentang pelayanan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit terhadap pasien metadon. Semua kegiatan tersebut dapat diikuti pasien baik yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat maupun yang tidak namun khusus pengguna
Kartu
Jakarta
Sehat
biasanya
harus
menyerahkan
persyaratan berupa fotocopy Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Kartu Jakarta Sehatnya, selain itu juga setiap apapun yang berkaitan dengan pasien baik dia dalam mengikuti kegiatan didalam program metadon ini wajib mentaati peraturan yang berlaku agar tidak terjadi suatu hal yang tidak di ingikan. Data ini pun sesuai hasil wawancara yang dilakukan penulis oleh pasien dan ada di halaman 60. Pengamatan penulis selama melakukan penelitian juga melihat setiap pasien diwajibkan mengikuti kegiatan non medis ini guna mempercepat preses rumatan dan berpengaruh terhadap penyembuhan pasien terhadap ketergantungan opiat ini.
88
Berdasarkan hasil wawancara dan pegamatan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan non medis yang diberikan oleh pihak rumah sakit ini sangat membantu dalam proses rumatan dan kegiatan ini dapat diikuti oleh semua pasien metadon baik yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat ataupun tidak namun yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat tetap harus mematuhi prosedur dan persyaratan yang berlaku. c. Sarana dan Prasarana Dalam rangka menjalankan kegiatan yang ada di program terapi metadon ini penunjang kegiatan atau biasa disebut sebagai saranan dan prasarana yang ada di terapi metadon akan penulis jelaskan sebagai berikut. Dari segi sarana dan prasarana sangat lengkap mulai dari Laboratorium, Radiologi, Farmasi, Rawat Inap jika pasien perlu mendapatkan perawatan selain itu juga pihak rumah sakit setiap tahunnya selalu memperbaharui dan mengganti sarana yang telah rusak. Data tersebut sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan beberapa pasien berikut ini: “Selama mengikuti terapi metadon di sini menurtu saya sarana dan prasarana sangat lengkap dan bisa dikatakan sempurna, karena semua sudah tersedia dengan baik”. 56 “Sarana dan prasarana di sini cukup lengkap dan semuanya yang dibutuhkan pasien baik penunjang maupun yang pokok ada semua mas”.57 56 57
Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014
89
“Sarana prasarana disini jangan diragukkan lagi mas, pasti lengkap dan selalu diperbaharui dan jika ada kerusakan atau kekurangan”. 58 Berdasarkan pengamatan penulis pada tanggal 12 Mei hari Senin dapat mendeskripsikan ruangan atau lebih tepatnya sarana dan prasarana yang ada di sana. Yang penulis lihat didalam ruangan terapi metadon ada 6 kamar yang masing-masing memiliki peralatan yang berbeda dan peranan dalam fungsinya. 1) Ruang Aula Ruangan ini biasanya digunakan untuk melaksanakan kegiatan kelompok dukungan sebaya (KDS), peralatan di ruangan ini ada AC, tempat cuci tangan beserta cermin, meja besar bundar untuk rapat serta lemari untuk data pasien serta papan informasi untuk pasien dan pengunjung 2) Ruang Petugas Ruangan ini digunakan untuk petugas di sana diisi oleh pekerja sosial dan dokter. Jadi ruangan ini bersifat pribadi oleh karena itu, petinggi dari petugas yang ada di metadon dan sarana maupun prasarana yang ada di sana meja kantor ada 3, lemari yang besar ada 3 serta dilengkapi 2 set computer dan AC. 3) Ruang Konseling Ruangan
ini
digunakan
untuk
pasien
yang
ingin
berkonsultasi baik tentang keadaan dia maupun untuk praktikan dalam belajar konseling. Didalamnya terdapat timbangan berat
58
Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014
90
badan serta ukuran tinggi badan, dilengkapi juga dengan satu meja dan 2 kursi serta besar ruangan 3x1 m2. 4) Ruang untuk pasien meminum metadon Ruangan ini biasanya digunakan untuk pasien meminum metadon, ruangan tersebut berukuran 2x1 m2 serta terdapat tralis dan hanya untuk pasien dan perwakilannya saja saja. 5) Ruang input data Di sinilah perawat bekerja mencatat hasil dari apa yang dialami pasien setiap harinya apakah ada pengurangan dosis atau tidak, di ruangan ini terdapat banyak bangku dan satu set computer, AC, telpon, serta peralatan untuk memberikan metadon (ada pengukur dosis, ketel berisi sirup dan botol metadon dan botol kecil untuk metadon yang dibawa pulang). 6) Kamar mandi Didalam kamar mandi terdapat tempat cuci tangan, sabun ciar dan wc duduk dan ada juga cara untuk mencuci tangan, kamar mandi ada 2 untuk petugas metadon ada di dalam ruang metadon tetapi yang satu lagi terdapat di luar. Selain itu sarana dan prasarana penunjang lainnya untuk pasien terdapat laboratorim poliklinik dan unit gawat darurat jika terjadi masalah kesehatan dan kejadian yang tidak diinginkan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis maka dapat dikatakan untuk sarana dan prasarana menurut penulis sudah sangat lengkap karena semua yang dibutuhkan sudah ada didalam
91
fasilitas rumah sakit dan memang sudah dipersiapkan sehingga sangat mendukung untuk pelaksanaan program terapi metadon berjalan dengan baik. d. Anggaran Dana Kali ini penulis akan menjelaskan anggaran dana yang didapat oleh pihak Rumah Sakit Ketergantungan Obat, untuk semua kegiatan yang berkaitan baik sarana prasaran sampai pengadaaan yang lainnya pihak Rumah Sakit Ketergantungan Obat mendapatkan dana dari APBN Kementerian Kesehatan, selain itu pihak rumah sakit juga mendapatkan dana dari hasil pendapatan yang rumah sakit itu sendiri melalui Badan Layanan Umum (BLU), dan dana dari APBN bila dinominalkan ±15 miliyar rupiah dan untuk permasalahan Kartu Jakarta Sehat pihak rumah sakit mengambil dana pasien ke Kementerian Kesehatan untuk melaporkan data administrasi pasien atau langsung kepada Departemen Keuangan Negara. Data tersebut diperkuat dari hasil wawancara penulis dengan dokter yang berperan khusus di pelaksanaan program Kartu Jakarta Sehat dan berikut ini hasil kutipan wawancaranya: “Untuk dana yang diterima pihak rumah sakit harus membuat laporan administrasi pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat, setelah dibuat laporan keuangannya, kemudian dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan yang kemudian baru setelah itu penagihannya kepada Departemen Keuangan Negara”.59
59
Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014
92
Penulis juga mendapatkan data lain atau untuk sebuah perbandingan jawaban dari seorang pekerja sosial yang berada di bagiam terapi metadon dan berikut hasil kutipan wawancaranya: “Selama ini pihak rumah sakit mendapatkan dana dari APBN Kemeterian Kesehatan sebesar ±15 miliyar rupiah selaku yang bertanggung jawab dalam hal kesehatan selama ini, selain itu BLU juga berperan dalam membantu keuangan rumah sakit”.60 Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pihak Rumah Sakit Ketergantungan obat mendapatkan anggaran dana selama ini dari pemerintah pusat atau tepatnya ialah dari Kemterian Kesehatan dan untuk dana pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat itu berasal dari Pemprov DKI Jakarta dan anggaran dana tersebut sudah cukup untuk kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak Rumah sakit khususnya di Program Terapi Rumatan Metadon. e. Peraturan atau Prosedur Penulis kali ini akan menjelaskan peraturan dan prosedur yang berlaku didalam menjalankan program terapi metadon. Untuk sebuah pelaksanaan
program
apalagi
ini
merupakan
program
yang
berkelanjutan maka penting adanya peraturan dan prosedur yang berlaku dalam program terapi rumatan metadon ini dan sudah dijelaskan oleh penulis ditemuan bahwa memang peraturan itu dibuat agar kegiatan berjalan dengan baik dan penulis akan membahas kepada peraturan penggunaan Kartu Jakarta Sehat yang digunakan pasien dalam mengikuti kegiatan terapi metadon ini.
60
Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
93
Dalam pedoman pelaksanaan program Kartu Jakarta Sehat tahun 2013 setiap pasien yang mengikuti atau menggunakan Kartu Jakarta Sehat ini harus memiliki KTP dan berdomisili di wilayah DKI Jakarta dan merupakan warga yang tergolong tidak mampu maka oleh karena itu setiap pasien wajib menunjukkan semua berkas tersebut dalam prosedur pelayanan pasien di saat pasien mendaftar pada saat berobat. Sedangkan
prosedur
yang
berlaku
di
Rumah
Sakit
Ketergantungan Obat setiap pasien yang sudah terdaftar dalam pelayanan Kartu Jakarta Sehat ini nantinya akan dimintai fotocopy Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Kartu Jakarta Sehat, dan Keterangan miskin atau Gakin masing-masing dirangkap 2 yang diberikan kepada pihak administrasi rumah sakit setiap 1 bulan sekali. Data di atas diperkuat oleh pasien Fani dan Yamin yang memberikan keterangan sebagai berikut: “Untuk Prosedur rumah sakit yang selama ini saya ikuti ya setiap pasien yang menggunakan KJS biasanya memberikan berkas berupa fotocopy KTP, KK, dan KJS itu sendiri dirangkap 2 dan diberikan setiap sebulan sekali dan harus ada Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), misalkan belum menyerahkan berkas yang diminta pihak rumah sakit biasanya diperingatkan oleh petugas metadon dan jika tidak maka pasien tidak boleh minum metadon sampai selesai mengurus administrasinya”.61 “Prosedurnya sama kaya rumah sakit pada umumnya mas, sebagai pasien pengguna KJS, saya menyiapkan fotocopy KTP, KK dan KJSnya yang masing-masing 2 rangkap, lalu diberikan kepada pihak administrasi untuk
61
Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014
94
diproses setelah itu baru pasien dapat meminum metadon.62 Berdasarkan pengamatan pribadi penulis pada tanggal 14 Juni 2014, setiap pasien penguna Kartu Jakata Sehat harus membawa persyaratan berupa Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Kartu Jakarta Sehatnya, setelah itu diserahkan kepada petugas administrasi, setelah diproses pasien baru bisa meminum metadon tersebut dan prosesnya 10-15 menit. Dari hasil wawancara dan pengamatan yang penulis lakukan data di atas dapat disimpulkan bahwa peraturan dan prosedur yang dijalankan pasien harus sesuai dengan aturan yang berlaku, jika pasien tidak menuruti aturan serta prosedur yang berlaku maka pasien itu sendiri yang akan rugi karena dapat menunda pasien untuk meminum metadon dan sangat merugikan untuk psikis pasien. Dapat membutuhkan
disimpulkan
keseluruhan
sumberdaya
yang
evaluasi
professional
dan
input
ini
semuanya
berdasarkan yang dibutuhkan rumah sakit dan didukung dengan sarana yang lengkap dan dilengkapi aturan yang jelas dan tertulis sehingga sangat berkaitan dan baik. 3. Evaluasi Process Menurut hasil temuan dari sumber data yang penulis peroleh dari hasil wawancara dengan hasil pengamatan penulis sesuai dengan indikator evaluasi yaitu :
62
Wawancara Pribadi dengan Yamin, Jakarta, 14 Juni 2014
95
a. Pelaksanaan Program Dalam pelaksanaan program terapi rumatan metadon untuk pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat maupun yang tidak semuanya harus melalui alur penerimaan pasien rumah sakit sebelum mendapatkan pelayanan dan itu harus ditaati karena merupakan sebuah prosedur. Setelah daftar, pasien akan mendapatkan pelayanan sesuai dengan yang pasien tuju, untuk pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat biasanya lebih lama dalam prosesnya karena harus membawa persyaratan sedangkan pasien yang membayar tunai dan kemudian menunggu pelayanan yang mereka tuju. Data tersebut sesuai dengan wawancara pribadi penulis dengan 2 pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat dan 2 pasien yang membayar tunai berikut kutipan wawancaranya: “Pengguna KJS memang harus mentaati prosedur dan peraturan yang berlaku, jadi harus menyerahkan persyaratannya dulu, jika belum disiapkan maka pasien akan lama mendapatkan pelayanan karena harus menyelesaikan persyaratan yang sudah ada”.63 “Jika persyaratannya sudah ada maka pasien pun lebih mudah mendapatkan pelayanan, yang lama itu ketika pasien tidak membawa persyaratan dan harus mengambil persyaratan itu sehingga waktu terbuang”. 64 “Karena saya membayar tunai jadi setelah mendaftar lalu membayar di kasir, setelah mendapatkan bukti pembayaran, barulah bukti pembayaran itu saya berikan kepada petugas PTRM dan untuk biayanya 15000 untuk seharinya”.65
63
Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 Wawancara Pribadi dengan Yamin, Jakarta, 14 Juni 2014 65 Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014
64
96
“Dengan membayar tunai saya lebih praktis dan tidak perlu mengantri ketika meminum metadon karena tinggal kasih bukti pembayarannya saja”. 66 Dari hasil kutipan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa prosedur sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan pasien Kartu Jakarta Sahat di program ini dan itu sangat berpengaruh terhadap proses rumatan di program ini. Dalam
pelaksanaan
program
terapi
metadon
sendiri
dilaksanakan setiap hari dan jam operasionalnya dari jam 8 pagi- jam 2 siang, waktu bisa berubah sesuai dengan pasien yang datang jika pasien sudah meminum semua maka metadon akan tutup lebih awal namun untuk jam tutupnya tetap jam 2 kecuali jika pasien menghubungi pihak petugas maka akan ada toleransi kepada pasien dan petugas akan menunggu hingga pukul 15.00. Data di atas diperkuat dari hasil wawancara penulis dengan perawat yang bertugas di program terapi metadon ini dan berikut hasil kutipan wawancaranya: “Masalah waktu operasional selama ini, pihak rumah sakit memberikan jadwal kepada setiap pasien yaitu buka pukul 08.00-14.00. jika ada pasien yang telat dan menghubungi pihak rumah sakit maka akan ditunggu hingga pasien itu meminum metadon dan petugaspun selalu ada sampai pukul 15.00 di ruang terapi metadon”.67 Selain itu salah satu pasien yang bernama Fani memberikan keterangan mengenai operasional terapi metadon ini sesuai dengan
66 67
Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014
97
hasil wawancara penulis dengan beliau dan berikut hasil kutipan wawancaranya: “Di sini iya mas, buka dari jam 08.00-14.00 dan kadang pula suka telat bukanya tapi walaupun demikian karena pasien kita harus ikut aturan rumah sakit saja yang penting jangan sampai telat minum, karena akibatnya badan seperti sehabis digebukin sekampung mas jika sedang sakau sudah tidak tertahan di badan”.68 Penulis melihat sendiri dari pasien mulai datang mendaftarkan diri pasien sampai pasien meminum metadon dan kegiatan tersebut membutuhkan proses yang lama karena harus mengantri dengan pasien yang lainnya, itu dikarena setiap pasien pengguna Kartu Jakarta Sehat harus memproses administrasinya dan kegiatannya pun 10-15 menit. Penulis juga memperhatikan pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit yang berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Tidak hanya meminum metadon saja penulis melihat ada yang meminta konsultasi untuk masalah kesehatan dan keadaan pasien saat itu karena dia merasa mual dan panas tubuhnya tinggi kemudian pihak rumah sakit langsung memanggil pasien untuk melaksanakan konsultasi. 69 Dapat penulis simpulkan dalam pelaksaannya pasien pengguna Kartu Jakarta Sehat harus memenuhi prosedur pelayanan pasien dan harus selalu mencari informasi tentang pelayanan yang memang menguntungkan bagi pasien yang menggunakannya. Selain itu pelaksanaan program terapi metadon ini sesuai aturan dan berjalan dengan baik sesuai hasil wawancara dan pengamatan langsung yang 68 69
Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 Pengamatan langsung penulis, Jakarta, 25 Juni 2014
98
dilihat oleh penulis sendiri dengan demikian penulis menyimpulkan pelaksaan program terapi metadon sudah baik dan untuk para pasien pengguna Kartu Jakarta Sehatpun sudah dilayani dengan maksimal walaupun ada keterlambatan dari petugas tetapi berjalan dengan baik semua kegiatanya. b. Pengelolaan Program Dalam pengelolaan program pihak rumah sakit menyerahkan kepada instalasi administrasi yang memang mengelola langsung uang masuk dan keluar selama ini baik untuk keperluan pegawai rumah sakit sampai kepada perlengkapan fasilitas yang dibutuhkan pasien baik itu berupa sarana dan prasarana sampai obat. Untuk pengelolaan pengguna Kartu Jakarta Sehat itu sendiri termasuk didalam instalasi administrasi namun ada bagian khusus yang menanganinya dan itupun langsung dipegang oleh koordinator instalasi selaku yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat di Rumah Sakit Ketergantungan obat ini. Data di atas diperkuat oleh dokter Cut selaku dokter yang mengurusi dibidang Kartu Jakarta Sehat ini dan berikut hasil kutipan wawancaranya: “Semua pengelolaan dipegang oleh pihak rumah sakit sendiri dan berada di bawah naungan BLU yang dikelola di bagian administrasi rumah sakit”. “Setiap persyaratan yang masuk akan kami kumpulkan yang nantinya kami akan laporkan kepada pihak Kementerian Kesehatan untuk meminta uang iuran untuk rumah sakit setelah semua proses pelayanan dan data yang kami kumpulkan selesai barulah pihak rumah
99
sakit mengajukannya kepada Departemen Keuangan Negara”. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan program dalam hal ini di bawah BLU yang langsung dikelola oleh pihak rumah sakit melalui bagian administrasinya dan melayani semua jenis pelayanan yang digunakan masyarakat baik biaya tunai maupun yang menggunakan pelayanan dari pemerintah. c. Hambatan/Dukungan
yang
dijumpai
selama
pelaksanaan
program Hambatan/dukungan yang sering muncul dalam pelaksanaan program terapi metadon ini maupun dalam pelaksanaan pelayanan untuk pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat akan penulis jelaskan sebagai berikut. Dalam pelaksanaan terapi metadon sendiri hambatan selalu datang ketika pasien itu belum menyerahkan persayaratan yang diminta oleh pihak rumah sakit atas layanan kesehatan yang ia inginkan misalkan persyaratan Kartu Jakrta Sehat maupun yang terbaru saat ini JKN BPJS, selain itu dari pihak petugas ada salah satu petugas yang memang rumahnya jauh dan sering telat saat ia menjadi petugas jaga di program terapi metadon ini mungkin itu saja hambatan yang sering muncul ketika pelaksanaan program ini dilaksanakan. Untuk dukungan yang diberikan dalam hal ini jadi dengan adanya Kelompok Dukungan Sebaya ada yang memimpin para pasien metadon dalam setiap kegiatan dan ada pula pasien metadon yang menjadi kader muda di Puskesmas, jadi dialah tumpuan petugas untuk
100
menangani teman mereka sendiri dan untuk pihak petugas sendiri dengan banyak profesi yang bekerja sama dalam terapi ini membuat solit dan membuat program ini masih berjalan sampai saat ini. Kesimpulan dari evaluasi proses, semua sudah sejalan dengan prosedur ataupun Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang dibuat oleh rumah sakit ini walaupun banyak kekurangan itu karena bukan kekurangan Sumber Daya Manusianya tetapi karena kesalahan individu saja, untuk Sumber Daya Manusianya sendiri sudah cukup dengan berbagai profesi yang ada dan untuk pelaksanaan, pengelolaan program dan hambatan/dukungan program semua sudah berjalan baik sehingga penulis dapat mengatakan kegiatan di program terapi metadon ini baik dalam pelaksanaannya. 4. Evaluasi product Menurut hasil temuan dari sumber data yang penulis peroleh dari hasil wawancara dengan hasil pengamatan penulis sesuai dengan indikator evaluasi yaitu : a. Pencapaian Program Dari yang penulis amati selama melakukan penelitian di sana, pencapaian program Kartu Jakarta Sehat untuk para pasien metadon berjalan dengan baik dan bagus pencapaiannya. Dengan gratisnya layanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit membuat pasien semangat berobat di sini dan tidak jarang banyak pasien yang sudah lebih baik dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-harinya dan
101
ada pasien yang menjadi kader muda di wilayah ampuan dari pihak Rumah Sakit Ketergantungan Obat ini atau Puskesmas setempat. Data tersebut diperkuat oleh hasil wawancara penulis dengan pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat, berikut kutipan wawancaranya: “Dengan adanya bantuan dari dinas kesehatan DKI Jakarta ini saya merasa lebih dipedulikan sebagai pecandu dan dengan gratisnya layanan metadon ini memberikan motivasi lebih untuk jadi lebih baik dan Alhamdulillah saya sudah bekerja sebagai kader muda disalah satu Puskesmas di Jakarta”.70 Berdasarkan pengamatan penulis pada tanggal 13 Juni 2014, pasien metadon lebih awal hadir dari pada yang membayar tunai itu semua karena proses pendaftaran pasien dan membawa persyaratan yang diperlukan71 Berdasarkan kutipan wawancara dan hasil pengamatan penulis dapat disimpulkan bahwa pencapaian program terapi rumatan metadon ini baik dari proses rumatan yang dijalankan oleh pasien pun bermanfaat bahkan ada pasien yang berkembang dengan menjadi kader muda di Puskesmas setempat. b. Dampak Program Dampak yang muncul menurut penulis banyak yang positif dalam pelaksanaan program Kartu Jakarta Sehat di terapi metadon ini karena selain membantu masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik juga pemerintah menerapkan pelayanan
70 71
Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 Pengamatan langsung penulis, Jakarta 13 Juni 2014
102
sosial yang pro-rakyat sehingga kegiatan ini patut diapresiasi dan terus mendapatkan dukungan agar lebih baik lagi kedepannya. Dari kondisi pasien terapi metadon yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat banyak pula yang sudah bekerja dan beraktivitas dan ada yang sudah sembuh juga dari ketergantungan opiat sintetik ini dan bekerja
di
Lembaga
Swadaya
Masyarakat,
Puskesmas
dan
berwirausaha data tersebut sesuai dengan hasil kutipan wawancara yang ada di halaman 95. Dari sisi negatifnya masih banyak pasien yang menggunakan layanan dari pemerintah ini belum mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan apa yang pemerintah wacanakan karena didahulukan pasien yang membayar tunai. Data tersebut diperkuat oleh hasil wawancara penulis dengan pengguna Kartu Jakarta Sehat dan yang tidak menggunakan Kartu Jakarta Sehat berikut kutipan wawancaranya: “Biasanya mas saat tes darah, tes urin yang pengguna KJS itu belakangan dan didahulukan yang membayar tunai”.72 “Berasanya itu ya misal yang bayar itu didahulukan sedangkan yang gratis kaya kita ini dibelakangin mas”.73 “Didahulukan karena memang saya tidak seperti pasien lain yang harus menyerahkan persyaratan di administrasi dan tetap sama pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit”.74
72
Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 Wawancara Pribadi dengan Yamin, Jakarta, 14 Juni 2014 74 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014
73
103
“Pelayanan yang diberikan tetap sama mungkin didahulukan karena saya tidak menyerahkan persyaratan yang diminta pihak rumah sakit”. 75 Berdasarkan pengamatan langsung penulis pada tanggal 25 Juni 2014, sebenarnya itu hanya teknis pelaksanaanya saja tetapi dalam pelayanan maupun prosesnya semua dijalankan dengan baik oleh pihak Rumah Sakit, mungkin karena gratis sehingga didahulukan yag membayar tunai terlebih dahulu. Dari hasil kutipan wawancara dan hasil pengamatan yang penulis lakukan maka dapat dikatakan pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit masih belom maksimal dari segi pelayanan karena masih membeda-bedakan pasien dan itu sangat menjadi Dapat penulis simpulkan keseluruhan dari evaluasi produk ini adalah pencapaian yang diraih oleh pasien dan sampai ditahapan ini baik, pasien metadon yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat maupun yang tidak sama-sama memberikan hasil yang baik dan sesuai tujuan yang ingin dicapai selama proses terapi metadon ini. Namun dari tujuan akhirnya masih banyak pasien yang belum bisa mencapai sempurna, karena banyak pasien metadon sampai saat ini belom mampu berhenti dari ketergantungan dari proses rumatan ini, yang nantinya mereka bisa hidup tanpa ketergantungan dari metadon ini.
75
Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pelaksanaan program Kartu Jakarta Sehat (KJS) di Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) berjalan dengan baik sesuai dengan pedoman dari pemerintah pusat dan program ini terus memberikan pelayanan yang maksimal sesuai kebutuhan pasien untuk bisa lepas dari ketergantungan opiat dan untuk merubah pasien lebih baik lagi dari sebelumnya. Contohnya sudah banyak pasien yang berhasil menjalankan terapi metadon dan berfungsi sosial kembali seperti halnya pasien yang bernama Fani yang merupakan pasien metadon dan dia menjadi seorang kader muda di Puskesmas. Selain itu program ini juga mendapat dukungan dari Kementerian Kesehatan dengan bekerja sama dengan WHO untuk pengadaan atau biasa disebut sebagai ampuan atau pusat dari penanganan NAPZA, dengan bekerjasama dengan pihak RSUP Fatmawati beserta para ampuan yang mengikutinya seperti Puskesmas, Rutan dan Lapas. Hasil evaluasi yang peneliti lakukan di Program Terapi Rumatan Metadon dengan menggunakan CIPP berjalan dengan baik, dapat dikatakan dari awal sampai proses rumatan ini berjalan setiap pasien yang mengunakan Kartu Jakarta Sehat atau yang tidak menggunakan Kartu Jakarta Sehat sudah menjalankan kegiatan sesuai prosedur dan untuk petugasnya yang berada dalam Program Terapi Rumatan Metadon sudah menjalankan SOP yang ada di Rumah Sakit. Untuk fasilitas dan penunjang lainnya pun sudah sangat lengkap, petugas medisnya bekerja sesuai dengan yang ditetapkan. Selanjutnya program ini 104
105
dikatakan baik, karena sangat membantu proses penyembuhan pasien dan bahkan mempermudah pasien yang sudah bekerja untuk lebih baik dalam menjalankan kegiatannya di luar. Walaupun hasil rumatan ini berjalan baik namun produk yang dihasilkan masih jauh dari yang diharapkan, karena masih banyak sekali pasien yang masih tinggi dosisnya walaupun sudah menjalani proses rumatan ini bertahun-tahun dan belum selesai masa rumatannya, sangat disayangkan karena melihat metadon ini bukan obat yang murah. B. Saran 1. Untuk petugas medis terutama dalam yang memberikan metadon diharapkan lebih tepat waktu dan tidak telat kembali. 2. Setiap pasien baik yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat ataupun yang tidak menggunakan layanan dari pemerintah diharapkan mampu mengikuti kegiatan Kelompok Dukungan Sebaya agar lebih diaktifkan kembali, melihat banyak yang belum ikut serta dalam kegiatan tersebut. 3. Kepada pihak rumah sakit lebih memanfaatkan keberadaan psikolog dan pekerja sosial dalam memberikan pelayanan non medis dirumah sakit ini, karena merekalah yang berpotensi dalam hal membangkitkan rasa Self help pasien untuk sembuh dari ketergantungan obat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku: Asril, Asliati dan Rahmi Handayani ed. Buku Saku Metadon, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, RSUP Fatmawati dan HCPI, 2006 Arikunto, Suharsimi. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1989. Herawati, Istiana. Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Bagi Anak Dari Keluarga Miskin Di Tempat Penitipan Anak (TPA) Beringharjo Yogyakarta. Jakarta: Departemen Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2007. Hidayati, Nurul. Metodelogi Penelitian Dakwah. Jakarta: UIN Jakarta Press, Meleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010. Modul dan Kurikulum Pelatihan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2007. Nawawi, Hadari. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Pedoman
Penyelenggaraan
Program
Terapi
Rumatan
Metadon,
Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI Salam, Syamsir. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Sarasvita, Riza dkk. Kilas Balik 30 Tahun Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Jakarta: Rumah Sakit Ketergantungan Obat, 2002.
106
Sugiono. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2009. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta, 2009. Sutaat, dkk. Pelayanan Sosial Bagi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah DI Malaysia. Jakarta: Puslitbang Kesejahteraan Sosial-Badiklit Kesejahteraa Sosial-Departemen Sosial RI, 2007. Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Tek.. Jakarta: Rajawali Press, 2011 B. Dokumentasi : Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57 Tentang Pedoman Penyenggaraan Program Terapi Rumatan Metadon Studi Dokumen, Brosur Profil Rumah Sakit Ketergantungan Obat Studi Dokumen, Walking Paper Residen Rehabilitasi C. Observasi : Pengamatan langsung penulis, Jakarta 7 Mei 2014. Pengamatan langsung penulis, Jakarta 23 Mei 2014. Pengamatann langsung penulis, Jakarta 12 Mei 2014 Pengamatan langsung penulis, Jakarta 14 Juni 2014 Pengamatan langsung penulis, Jakarta 25 Juni 2014 Pengamatan langsung penulis, Jakarta 13 Juni 2014
107
D. Wawancara : Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014. Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014. Wawancara pribadi dengan Cahyo, Jakarta 15 juni 2014. Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta 13 Juni, 2014. Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014. Wawancara pribadi dengan Yamin, Jakarta 15 Juni 2014. E. Internet : http://Kotakpensil.com//kesehatan. (diakses pada tanggal 9 September 2013) http://Republika.co.id, berita nasional, jabodetabek-nasional//12/08/26, bps-orangmiskin-di-jakarta-369-persen. (diakses pada tanggal 10 April 2014) http://www.spiritia.or.id/li/bacali.php. (diakses pada 25 Januari 2014) http://www.psychologymania.com/2012/11/pengertian-pelayanan-sosial.html. (diakses 25 Desember 2013) http://Jakarta.go.id//DinasKesehatanDKIJakarta. 2012. (diakses 12 April 2014) http://pramareola.com//Mengenal Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Sandat RSUP Sanglah. (diakses pada tanggal 12 April 2014)
108
LAMPIRAN-LAMPIRAN
109
Pedoman Observasi A. Alur Penerimaan pasien B. Kegiatan yang ada di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat 1. Kelompok dukungan sebaya (KDS) 2. Group terapi dan pertemuan keluarga 3. Konseling adiksi 4. Konseling HIV 5. Konseling psikiatri 6. Supervisi ke satelit/Puskesmas, rutan dan lapas 7. Pertemuan konsultatif Rumah Sakit Ketergantungan Obat dengan satelit (Puskesmas, Rutan dan Lapas) di bawah ampuan Rumah Sakit Ketergantungan Obat 8. Pertemuan antar pengampu metadon 9. Monitoring dan evaluasi 10. Pemeriksaan labolatorium 11. Spot check/ pemeriksaan urin secara berkala bagi peserta metadon.
PEDOMAN WAWANCARA
Informan
: Perawat
Pertanyaan 1. Apa pengertian metadon menurut anda? 2. Apa manfaat metadon apa saja? 3. Bagaimana menentukan dosis awal metadon? 4. Peran perawat dalam proses terapi ini apa saja? 5. Selain metadon ada terapi lain tidak di sini?
Informan
: Pekerja sosial
Pertanyaan 1. Apa pengertian metadon menurut anda? 2. Apa manfaat metadon apa saja? 3. Bagaimana menentukan dosis awal metadon? 4. Peran apa saja yang sudah ibu lakukan dalam proses terapi metadon di sini? 5. Selain pekerja sosial ada profesi lainnya tidak bu yang bekerja di program metadon ini? 6. Kegiatan apa saja si bu yang ada di PTRM ini? 7. Anggaran dana RSKO dari mana saja ya bu?
Informan
: Dokter
pertanyaan 1. Apa yang ibu ketehaui tentang metadon? 2. Apa manfaat metadon ? 3. Bagaimana menentukan dosis awal metadon? 4. Peranan seorang dokter itu seperti apa si bu? 5. Apakah membutuhkan profesi lain dalam pelaksanannya dilapangan bu? 6. Benarkah rumah sakit ini menerima pasien metadon? 7. Sejak kapan metadon diberlakukan di rumah sakit ini?
8. Bagaimana pihak rumah sakit mendapatkan dana dari pasien pengguna KJS? 9. Darimanakah RSKO mendapatkan dana selama ini? 10. Bagaimana prosedur pengguna KJS?
Informan
: Pasien
Pertanyaan 1. Apa pengertian metadon menurut anda? 2. Apa manfaat metadon apa saja? 3. Bagaimana menentukan dosis awal metadon? 4. Kegiatan apa saja yang diketahui? 5. Operasionalnya dari pukul berapa-sampai pukul berapa? 6. Apakah pelayanannya sudah sesuai? 7. Pengguna KJS juga ya, prosedurnya seperti apa si bang? 8. Semenjak ada BPJS gimana si pendapat abang apa masih pake KJS?
DOKUMENTASI PHOTO-PHOTO SAAT PENULIS MELAKUKAN PENELITIAN
(Gambar 1.1) : Hasil pendataan dari pasien Setelah pasien meminum metadon petugas metadon langsung mencatat di sebuah kertas yang nantinya akan disimpan di file masing-masing pasien atau biasa disebut sebagai data rekam medik, dan hal ini untuk melaksanakan evaluasi lebih mudah untuk kedepannya nanti dan sebagai bukti mereka misal terjadi permasalahan saat berkonsultasi dengan dokter mengenai perkembangan pasien.
(Gambar 1.2) : Proses pengukuran dosis metadon oleh petugas Pengukuran dosis ini dilakukan oleh petugas metadon sebelum metadon ini diberikan kepada pasien metadon dan pengukuran dosis ini juga tidak boleh sembarangan karena harus mendapatkan pelatihan terlebih dahulu, dan petugas juga harus melihat status rekam medik pasien agar dosis yang diberikan sudah sesuai dengan yang disarankan oleh dokter.
(Gambar 1.3): Pemberian metadon oleh petugas Setelah diukur melalui mesin pengukur dosis selajutnya metadon diberikan kepada pasien dan harus diminum oleh pasien di depan petugas seperti pada gambar diatas, karena kode etik maka penulis menyediakan gambar sebisanya dan ini merupakan proses dari meminum metadon. Diharuskan langsung diminum di depan petugas agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena efek samping dari metadon ini sangat luar biasa bisa menyebabkan kematian.
(Gambar 1.4): input data pasien oleh petugas Setelah metadon diminum pasien kemudian petugas mencatat di buku rekam medik, yang kemudian disimpan di lemari dan langsung dimasukkan ke komputer.
(Gambar 1.5): Wawancara dengan pekerja sosial di ruang metadon Dalam
proses
wawancara
tersebut,
peneliti
bertujuan
untuk
mendapatkan data-data yang dibutuhkan oleh peneliti, dengan cara menanyakan hal-hal penting yang terkait dari peneltiian yang penulis lakukan kepada orang-orang yang tepat menurut penulis, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka. Peneliti melakukan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara. Dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput oleh peneliti tanpa menentukan urutan pertanyaan.