Evaluasi Penggunaan Metode SNI-2002 dan Direct Analysis Method dengan Advanced Analysis dalam Analisis Efek Orde Kedua Fayang Setiady Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung E-mail:
[email protected]
Dyah Kusumastuti Kelompok Keahlian Rekayasa Struktur, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung E-mail:
[email protected]
Ediansjah Kelompok Keahlian Rekayasa Struktur, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung E-mail:
[email protected]
Abstrak Perkembangan dalam menggunakan baja mutu tinggi pada struktur yang semakin kompleks dan langsing meningkatkan efek P-delta. Di Indonesia, SNI 03-1729-2002 merekomendasikan analisis orde pertama dengan amplifikasi faktor yang merupakan metode adopsi dari AISC 1986. Hingga saat ini, AISC sendiri telah mengalami berulang kali revisi dalam melakukan analisis orde kedua. Pada AISC 2010, Direct Analysis Method digunakan untuk menggantikan Effective Length Method yang sebelumnya digunakan pada AISC 2005. Berbeda dengan metode SNI-2002, DAM dapat menghitung langsung efek orde kedua dalam analisisnya. Efek nonlinearitas bahan akibat tegangan sisa dan out-of-plumbness juga dapat diperhitungkan langsung dalam analisis sehingga tidak lagi diperlukan lagi penggunaan faktor panjang efektif. Adapun Advanced Analysis yang merupakan metode alternatif untuk melakukan analisis orde kedua dapat meningkatkan desain dari tingkat elastis menjadi inelastis. Diharapkan dari penggunaan metode ini, perilaku struktur dapat digambarkan lebih akurat sehingga hasil yang didapatkan menjadi lebih teliti. Dari hasil studi yang telah dilakukan didapatkan bahwa ketiga metode menghasilkan stress ratio yang relatif sama pada struktur regular. Sedangkan untuk struktur irregular, metode SNI-2002 semakin menghasilkan perbedaan yang signifikan relatif terhadap Advanced Analysis. Dari penggunaan DAM didapatkan hasil dan perilaku yang sama dengan Advanced Analysis. Kata-kata Kunci: Efek P-delta, Amplifikasi Faktor, Metode SNI-2002, Direct Analysis Method, Advanced Analysis, Stress Ratio Abstract High grade steel usage improvement on complex and lean structures increase the effect of P-delta. Moment amplification triggered by P-delta effect caused by the non-sway (P-δ effect) and sway (P-Δ effect) modes deformation. In Indonesia, SNI 03-1729-2002 recommends first order analysis with amplification factors adopted from AISC 1986. Second order analysis in the AISC has been continuously revised, until Direct Analysis Method is being used in AISC 2010 for a replacement of Effective Length Method, previously used in AISC 2005. Unlike SNI-2002 method, DAM calculates second order effect in the analysis explicitly. Material nonlinearity from residual stress and out-of-plumbness effects may also be included in the analysis, therefore effective length factor can be omitted. Besides, Advanced Analysis can be used as an alternative method to refine elastic design become inelastic design. By implementing this method, structure’s behavior is accurately presented resulting more precise outcome. This study showed that all the methods yield relatively similar stress ratio results on regular structure. As for irregular structure, implementation of SNI-2002 method showed relatively significant difference compared to Advanced Analysis. Furthermore, implementation of DAM conclude relatively similar results and behaviors as in Advanced Analysis. Keywords : P-delta Effect, Amplification Factor, SNI-2002 Method, Direct Analysis Method, Advanced Analysis, Stress Ratio
1
1.
PENDAHULUAN
Gaya aksial tekan yang bekerja pada elemen yang telah berdeformasi akibat dari simpangan ataupun kurvatur sehingga menyebabkan terjadinya kelengkungan tambahan dinamakan efek orde kedua. Kelengkungan tambahan ini akan mengakibatkan perbesaran momen atau amplifikasi momen yang dikenal dengan istilah efek P-delta. Perbesaran momen lentur pada efek P-delta diakibatkan kelengkungan kolom pada kondisi ujung kolom tidak berpindah (efek P-δ), dimana δ menggambarkan pengaruh eksentrisitas pada kolom yang tidak bergoyang dan akibat ujung kolom berpindah (efek P-Δ), dimana Δ menggambarkan pengaruh eksentrisitas pada kolom yang bergoyang. Di Indonesia sendiri melalui code SNI 03-17292002 mengenai TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG, direkomendasikan penggunaan analisis orde pertama dengan amplifikasi momen (firstorder analysis with amplification factor) yang diadposi dari AISC 1986. Penggunaan faktor-k untuk menghitung panjang efektif elemen sangat penting dalam analisis pada saat menggunakan metode ini, dimana faktor-k digunakan untuk menggambarkan hubungan antar elemen pada struktur serta mengakomodasi hal-hal yang diabaikan dalam analisis, seperti efek nonlinearitas bahan akibat tegangan sisa dan imperfection. Dalam banyak code termasuk SNI-2002, alignment chart digunakan untuk menghitung faktor-k. Alignment chart digunakan karena kesederhanaannya untuk menghitung panjang efektif. Akan tetapi, metode ini didasarkan pada asumsi-asumsi yang sulit untuk dicapai dalam kondisi aktual (Galambos 1988). Adapun beberapa asumsi yang digunakan dalam penggunaan alignment chart adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Perilaku struktur adalah elastik. Semua elemen memiliki penampang yang konstan. Semua join dalam struktur adalah rigid. Struktur yang dianalisis dan gaya-gaya yang bekerja padanya simetris. Semua kolom pada satu tingkat dalam struktur akan mengalami tekuk bersamaan.
Asumsi-asumsi diatas seringkali sulit terpenuhi pada kondisi aktual sehingga penggunaan alignment chart untuk menghitung panjang efektif patut dipertanyakan kebenarannya. Penggunaan alignment chart yang tidak memenuhi asumsiasumsi ini akan menghasilkan estimasi panjang efektif yang tidak benar (Load and 1993). Hingga saat ini, AISC sudah melakukan berulang kali revisi terkait analisis orde kedua. Sejak AISC 2005, perhitungan efek orde kedua sudah harus dihitung secara eksplisit ke dalam analisis. Dalam
spesifikasinya, Effective Length Method (ELM) digunakan sebagai metode untuk menghitung efek orde kedua dan penggunaan Direct Analysis Method (DAM) menjadi metode aternatif (dimasukkan dalam Appendix). Keterbatasan dalam penggunaan first order with amplification factor ataupun Effective Length Method menjadikan metode ini sudah mulai ditinggalkan pemakaiannya oleh sejumlah negara seperti pada Britsih code, Australian code, Canadaian code dan Hongkong code. AISC 2010 pun mulai mengadopsi code-code tersebut dengan menggunakan Direct Analysis Method untuk analisis orde kedua. Dalam analisis dengan menggunakan DAM, efek nonlinearitas bahan dan imperfection dapat dihitung langsung dalam analisis sehingga akan didapatkan hasil yang lebih teliti dan juga tidak dibutuhkan lagi perhitungan faktor-k (k = 1). Terlebih lagi, DAM juga dapat diaplikasikan pada setiap jenis struktur sehingga perencana tidak perlu khawatir ataupun direpotkan untuk memeriksa persayaratan untuk menggunakan metode ini. Metode SNI-2002 dan DAM sebenarnya sudah dapat digunakan untuk menganalisis efek orde kedua dengan baik asalkan perencana memenuhi asumsi-asumsi yang ada. Meskipun demikian, metode ini merupakan analisis elastis sehingga kekuatan plastis baja tidak dapat dimanfaatkan. Dengan melakukan desain plastis, perencana dapat memanfaatkan secara optimal kekuatan material yang digunakan pada struktur hingga kuat batas rencana struktur (limit state design). Metode orde kedua yang dapat melakukan analisis inelastis adalah Advanced Analysis. Advanced Analysis dpat secara langsung melakukan perhitungan kapasitas tiap elemen dalam analisisnya sehingga metode ini merupakan structure based analysis and design. Pada titik dimana terbentuknya sendi plastis akan diberikan momen konstan, dimana titik ini tidak dapat lagi menerima tambahan beban sehingga terjadi distribusi gaya dalam ke titik-titik yang lain. Dengan mengadopsi structure based analysis and design pemeriksaan kapasitas komponen sudah tidak perlu lagi dilakukan. Pada daerah rawan gempa seperti Indonesia, batas kekuatan struktur hingga nanti diketahui mekanisme keruntuhannya sangat penting untuk diketahui untuk menilai performa dari struktur. Hal ini juga merupakan esensi dari perencanaan berbasis performance based design yang sudah mulai dijadikan acuan dalam proses desain. Dengan menggunakan Advanced Analysis, perencana dapat mengetahui proses terjadinya sendi plastis tahap demi tahap hingga akhirnya struktur menjadi tidak stabil dan mengalami keruntuhan. Oleh karena itu, penggunaan metode ini juga menjadi sangat berguna untuk mengetahui pola keruntuhan struktur
2
sehingga dapat menjadi alternatif yang sangat baik bagi perencana untuk melakukan second order analysis yang berbasis performance based design.
2.
DASAR TEORI
2.1.
Metode SNI-2002
Dalam SNI 03-1729-2002, pengaruh P-delta dihitung melalui analisis orde pertama. Untuk memperhitungkan efek orde kedua, struktur dianalisis secara terpisah menjadi struktur bergoyang dan tidak bergoyang, dimana masingmasing analisis digunakan untuk menghitung efek dari P-Δ dan P-δ. Pada tahap desain, kedua hasil analisis tersebut disuperposisikan dan digunakan sebagai kuat perlu untuk mendesain elemen struktur. Penggunaan faktor panjang tekuk, kc digunakan dalam analisis untuk menghitung faktor amplifikasi momen dan membatasi kuat tekan rencana dari komponen struktur pada tahap desain. Faktor-k dalam perhitungan kuat tekan rencana penampang digunakan sebagai kompensasi dari diabaikannya pengaruh imperfection ataupun inelasitas bahan dalam analisis. Hasil dari analisis yang telah diamplifikasikan nantinya digunakan dalam persamaan interaksi balok-kolom bersama dengan kuat tekan rencana penampang yang telah direduksi untuk dilakukan pengecekan kapasitas tiap komponen struktur.
2.3(b) untuk komponen struktur bergoyang. Pada gambar-gambar tersebut GA dan GB adalah perbandingan antara kekakuan komponen struktur dengan tekan dominan terhadap kekakuan komponen struktur relatif bebas tekan, masingmasing pada titik A dan titik B. Nilai perbandingan kekakuan elemen kolom dan balok yang bertemu pada ujung atas dan bawah kolom yang ditinjau dapat dihitung sebagai berikut: ∑( )
(4)
∑( )
kecuali bahwa : 1.
2.
Untuk komponen struktur tekan yang dasarnya tidak terhubungkan secara kaku pada pondasi, nilai G tidak boleh diambil kurang dari 10, kecuali bila dilakukan analisis khusus untuk menetapkan nilai G tersebut. Untuk komponen struktur tekan yang dasarnya terhubungkan secara kaku pada pondasi, nilai G tidak boleh diambil kurang dari 1, kecuali bila dilakukan analisis khusus untuk menetapkan nilai G tersebut.
2.1.1 Kuat lentur perlu Kuat lentur perlu yang digunakan pada metode SNI-2002 merupakan hasil dari superposisi terhadap kedua momen yang telah diamplifikasi pada komponen struktur tak-bergoyang dan bergoyang. Kuat lentur perlu ini dapat dihitung melalui persamaan: (1) Gambar 1. Alignment Chart
(2)
∑
*∑
+
(3a)
atau ∑ ∑
(3b)
,dimana β1 dan β2 masing-asing merupakan faktor amplifikasi akibat struktur tak bergoyang dan bergoyang. 2.1.2
Parameter Panjang Efektif
Untuk menghitung parameter panjang efektif, SNI2002 merekomendasikan penggunaan alignment chart seperti terlihat pada gambar 2.3(a) untuk komponen struktur tak bergoyang dan gambar
2.1.3
Kekuatan Komponen Rencana
Persamaan interaksi balok-kolom digunakan dalam perencanaan komponen struktur yang memikul kombinasi gaya aksial dan momen lentur, kriteria perencanaan kekuatan komponen struktur dinyatakan dengan dua buah persamaan berdasarkan kondisi daya aksial yang bekerja. Persamaan ini dapat digunakan untuk berbagai penampang baik untuk kedua arah lentur : (5a) (5b) Komponen yang memikul gaya geser dan lentur harus memenuhi persamaan interaksi geser dan
3
lentur. Persamaan interaksi ini dibagi menjadi dua sesuai dengan asumsi yang digunakannya, dalam hal ini momen lentur dianggap dipikul oleh seluruh penampang, maka balok harus direncanakan untuk memikul kombinasi lentur dan geser yaitu: (6) 2.2
Direct Analysis Method
DAM digunakan untuk mengatasi keterbatasan analisa struktur linear yang tidak bisa mengakses stabilitas. Dengan menggunakan DAM maka pengaruh pembebanan pada struktur dapat ditentukan teliti karena telah memperhitungkan pengaruh ketidaksempurnaan geometri dan reduksi kekakuan selama proses analisis struktur itu sendiri. Terlebih lagi, penggunaan DAM juga tidak terbatas pada jenis struktur sehingga dapat digunakan pada semua jenis bangunan. Persyaratan analisis struktur orde kedua yang membutuhkan ketidaksempurnaan geometri dan inelastisitas pada bahan dapat diperhitungkan langsung dalam analisis pada penggunaan DAM. Ketidaksempurnaan geometri diperhitungkan melalui penggunaan notional load. Sedangkan efek inelastisitas diakomodasi dengan melakukan reduksi kekakuan pada komponen struktur. Hal ini tentunya akan memberikan hasil yang lebih teliti dan akurat terutama saat digunakan program software modern yang sudah dapat menganalisis efek orde kedua. Terlebih lagi, metode ini tidak lagi membutuhkan perhitungan faktor-k (k=1) dalam menghitung kuat rencana tekan komponen 2.2.1
Notional Load
Cacat atau ketidaksempurnaan struktur, seperti ketidak-lurusan batang akibat adanya cacat bawaan dari pabrik maupun akibat konsekuensi adanya toleransi pelaksanaan lapangan akan menghasilkan efek destabilizing. Dalam AISC diperkenankan untuk memodelkan langsung ketidaksempurnaan geometri tersebut pada struktur. Cara pemodelan langsung dapat diberikan pada titik nodal batang yang digeser untuk sejumlah tertentu perpindahan yang besarnya diambil dari toleransi maksimum yang diperbolehkan dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Pola penggeseran titik nodal pada pemodelan langsung harus mengikuti pola lendutan dari pembebanan atau pola tekuk yang mungkin terjadi sehingga dihasilkan efek destabilizing terbesar. Metode pemodelan langsung terkadang sulit untuk digunakan karena membutuhkan pemodelan yang berbeda-beda pada struktur. Sebagai alternatif, penggunaan notional load dapat dijgunakan untuk memperhitungkan efek ketidaksempurnaan geometri.
Beban notional merupakan beban lateral yang diberikan pada titik nodal di semua level, berdasarkan proporsi beban vertikal yang bekerja di level tersebut, yang diberikan pada sitem struktur penahan beban gravitasi melalui rangka atau kolom vertikal, atau dinding, untuk mensimulasi pengaruh adanya cacat bawaan (initial imperfection). Beban notional (Ni) diperhitungkan bedasarkan beban gravitasi (Yi) yang bekerja pada tiap tingkat dari struktur. Besarnya beban notional ini dapat dihitung sebagai berikut: (7) ,dimana Yi merupakan beban gravitasi total dan Ni adalah beban notional yang dikenakan pada tingkat i Nilai 0,002 pada persamaan 2.14 di atas mereprentasikan nilai toleransi rasio kemiringan tingkat maksimum sebesar 1/500 yang mengacu pada AISC Code of Standard Practice. Nilai yang lebih kecil dapat digunakan bila besarnya kemiringan aktual struktur diketahui. 2.2.2
Reduksi Kekakuan
Terjadinya leleh setempat (partial yielding) akibat adanya tegangan sisa pada profl baja (hot rolled atau welded) secara umum dapat menghasilkan pelemahan ketika mendekati kondisi batas kekuatan. Pada akhirnya menghasilkan efek destabilizing seperti yang terjadi akibat adanya geometry imperfection. Dalam DAM, hal ini dapat diatasi dengan penyesuaian kekakuan struktur, yaitu memberi faktor reduksi kekakuan yang sesuai, nilainya diperoleh dari kalibrasi dengan cara membandigkannya dengan analisa distribusi plastisitas maupun uji test empiris (Galambos 1998). Kekakuan efektif yang diberikan tanda * dapat dihitung sebagai berikut: (8) (9) dimana : τ = 1.0 =
(
)
untuk P ≤ 0.5 Py
(10a)
untuk P > 0.5 Py
(10b)
Kekakuan lentur efektif pada persamaan dikalikan dengan faktor τb (yang besarnya lebih kecil atau sama dengan 1). Nilai τb ini sangat bergantung dari gaya aksial yang bekerja pada komponen sehingga dibutuhkan iterasi untuk menghitung faktor ini. Untuk menghindari adanya iterasi maka dalam AISC diperkenankan untuk menambahkan beban notional, Ni = 0.001 Yi pada penggunaan beban
4
notional untuk ketidaksempurnaan geometri. 2.2.3
memperhitungkan
Kekuatan Komponen Rencana
Perencanaan kekuatan komponen seperti yang disebutkan pada metode SNI-2002 tetap sama digunakan dalam penggunaan metode DAM tanpa adanya analisis tambahan untuk menghitung stabilitas struktur. Penggunaan k=1 digunakan dalam metode ini dalam merencanakan kekuatan komponen tekan dalam persamaan interaksi balokkolom. 2.3
Advanced Analysis
Berubahnya zaman ke era komputerisasi memberikan peluang kepada perencana untuk dapat menghitung langsung dua aspek sekaligus, yaitu stabilitas dari komponen struktur serta dari sistem secara keseluruhan. Analisis yang dapat memperhitungkan langsung stabilitas dalam analisisnya ini dinamakan dengan metode direct analysis and design (Kim and Chen, 1996). Metode Advanced Analysis atau Second-order Inelastic Analysis merupakan perkembangan yang berawal dari direct analysis menjadi direct analysis and design. Berbeda dengan DAM, Advanced Analysis tidak berhenti saat terbentuknya sendi plastis pertama pada struktur sehingga distribusi gaya dalam antar komponen dapat diperhitungkan melalui penggunaan metode ini. Pada analisis elastis, kekuatan keseluruhan sistem ditentukan melalui kekuatan dari komponen struktur yang terlemah. Hal ini berbeda dengan Advanced Analysis, dimana kekuatan struktur dapat ditentukan hingga batas keruntuhan dari struktur. Pada saat terjadi kegagalan pada komponen struktur, sendi plastis akan diberikan dan analisis akan terus berlanjut. Proses ini akan berhenti setelah terbentuk sendi plastis yang cukup hingga terjadi keruntuhan struktur, yaitu pada saat kurva beban vs perpindahan menujukkan garis lurus atau menurun. Dalam perkembangannya, sudah banyak penelitian dilakukan untuk mengembangkan dan mengesahkan beberapa metode nonlinear inelastic analysis, dimana beberapa di antaranya adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
Plastic-zone method Quasi-plastic hinge method Elastic-plastic hinge method Notional-load plastic hinge method Refined-plastic hinge method
Dari kelima metode tersebut, plastic-zone method merupakan analisis yang memiliki tingkat keakuratan terbaik diantara yang lainnya, dimana elastic-plastic hinge method merupakan simplifikasi dari plastic-zone method dan quasi-
plastic hinge method berada diantara kedua metode ini. Sedangkan notional-load plastic hinge method dan Refined-plastic hinge method merupakan perbaikan dari elastic-plastic hinge method untuk lebih menggambarkan perilaku struktur aktual dengan lebih baik. Dalam software NIDA yang merupakan alat bantu yang digunakan untuk melakukan second-order inelastic analysis dalam studi ini sendiri menggunakan metode refinedplastic hinge. 2.3.1
Refined Plastic Hinge
Metode refined plastic-hinge method didasari oleh modifikasi sederhana yang dilakukan pada elasticplastic hinge analysis. Modifikasi utama pada metode ini adalah digunakannya fungsi stiffness degradation untuk memperhitungkan efek degradasi kekakuan pada sendi plastis maupun komponen diantara dua sendi plastis. Dengan menggunakan metode ini, simplisitas dari elasticplastic hinge method tetap dipertahankan tanpa estimasi yang berlebihan pada kekuatan dan kekakuan dari komponen struktur. 2.3.1.1
Fungsi Stabilitas
Efek stabilitas, yang diabaikan pada analisis orde pertama, dan tambahan momen akibat gaya aksial yang bekerja pada perpindahan dan deformasi pada struktur, dalam analisis orde kedua dihitung melalui penambahan beban yang bekerja secara bertahap dan fungsi stabilitas. Dengan penggunaan metode ini, batasan kekuatan dari struktur akan didapatkan lebih akurat dibandingkan dengan analisis orde pertama. ̇ { ̇ } ̇
[
̇ ]{ ̇ } ̇
(11)
,dimana S1 dan S2 merupakan fungsi stabilitas, ̇ ̇ merupakan momen ujung incremental, ̇ ̇ ̇ merupakan gaya aksial incremental, merupakan rotasi ujung dan ̇ adalah perpindahan aksial incremental. Dalam formulasi ini, semua komponen diasumsikan tertopang dengan baik sehingga tekuk pada arah bidang out-of-plane tidak akan terjadi dan penampang kompak untuk menghindari tekuk lokal. 2.3.1.2
CRC Tangent Modulus
Konsep CRC tangent modulus (gambar 2.17) digunakan untuk memperhitungkan efek pelelehan gradual di antara dua sendi plastis. Gradasi pelelehan diakibatkan oleh adanya efek tegangan sisa dan bekerjanya gaya aksial pada komponen. Modulus tangensial, Et ini dapat dihitung melalui persamaan (Chen and Lui, 1992): untuk
(12a)
5
(
2.3.1.3
)
untuk
2.3.1.4
(12b)
Parabolic Function
Pemodelan tangent modulus melalui persamaan (2.35) cocok pada saat kondisi P/Py > 0.5. Akan tetapi, pada saat gaya aksial pada komponen kecil dan momen lentur besar, persamaan ini tidak lagi cocok untuk memodelkan degradasi kekakuan komponen. Dengan adanya aksi lentur, degradasi kekakuan gradual dibutuhkan untuk memperhitungkan efek distribusi plastisitas pada lokasi sendi plastis. Hal ini ditujukan untuk memodelkan perubahan kekakuan dari kondisi elastis hingga kekakuannya menjadi nol pada saat terbentuk sendi plastis terbentuk. Pada saat sendi plastis terbentuk pada kedua ujung komponen maka persamaan (2.29) harus dimodifikasi menjadi : * ̇ { ̇ } ̇
+ *
+
[
]
̇ { ̇ } ̇
,dimana Et adalah modulus tangensial dan ηA, ηB merupakan parameter kekakuan komponen.
Gambar 2. CRC Tangent Modulus (Kim, S.E. dan Chen, W.F., 2006)
Gambar 3. Parabolic Function (Kim, S.E. dan Chen, W.F., 2006)
Kekuatan Plastis Penampang
Untuk mengkalibrasi hasil desain dengan metode AISC-LRFD, persamaan interaksi balok-kolom yang digunakan dalam metode AISC-LRFD digunakan untuk menghitung kekuatan plastis penampang : (14a) (14b) 2.3.2
Ketidaksempurnaan Struktur
Dalam Advanced Analysis, untuk memperhitungkan efek out-of-plumbness, metode yang sama seperti DAM yaitu metode explicit imperfection modeling dan equivalent notional loads dapat digunakan. Sebagai tambahan, selain kedua metode tersebut dapat juga digunakan metode further reduced tangent modulus. Metode yang ketiga adalah dengan mereduksi modulus tangensial berkaitan dengan ketidaksempurnaan pada stuktur. Dalam metode reduksi modulus tangensial ini, kesulitan dalam penggunaan gaya maya ataupun input data yang berlebihan tidak akan muncul, Pada metode ini, baik untuk struktur bergoyang maupun tidak bergoyang, faktor reduksi sebesar 0.85 diberikan untuk memperhitungkan efek dari ketidaksempurnaan pada struktur. Walaupun sebenarnya faktor reduksi ini bervariasi sesuai dengan fungsi empiris, akan tetapi untuk penyederhanaan angka konstan 0.85 diambil untuk desain. Kedua metode SNI-2002 dan DAM merupakan analisis pendekatan yang dikembangkan bedasarkan analisis elastis. Kenyataan bahwa setiap struktur baja akan memberikan respon inelastis pada keadaan sebenarnya akan memberikan ketidak-konsistenan dalam penggunaan analisis elastis. Terlebih lagi, penggunaan persamaaninteraksi untuk menghitung kekuatan ultimit dari tiap komponen struktur juga tidak konsisten dengan analisis elastis. Hal ini didasarkan fakta interaksi memperhitungkan kondisi inelastis sedangkan dalam analisis diasumsikan bahwa sistem struktur berada dalam kondisi elastis. Berbeda dengan kedua metode di atas, Advanced Analysis merupakan analisis inelastis orde kedua. Metode ini memperhitungkan langsung efek orde kedua serta stabilitas maupun kekuatan dari keseluruhan sistem struktur. Oleh karena itu, hasil maupun perilaku yang didapatkan dari proses analisis ini pun akan menjadi lebih akurat. Berdasarkan keunggulan ini maka metode Advanced Analysis dijadikan benchmark dalam studi ini.
6
Tabel 1. Rangkuman Penggunaan Ketiga Metode Analisis Orde Kedua
Efek orde kedua Ketidaksempurnaan geometri
Efek tegangan sisa Reduksi kekakuan akibat lentur
Metode SNI-2002 Amplifikasi momen Parameter panjang efektif
Parameter panjang efektif - Parameter panjang efektif
DAM Analisis elastis orde kedua - Pemodelan langsung - Beban notional
EA* = 0.8 (EA) EI* = 0.8 τb (EI)
Advanced Analysis Analisis inelastis orde kedua - Pemodelan langsung - Beban notional - Further reduced tangent modulus CRC tangent modulus Parabolic degradation function
- Persamaan Interaksi Aplikasi struktur
Asumsi alignment chart
Untuk memverifikasi Advanced Analysis dari program NIDA digunakan Vogel’s portal frame yang umum digunakan untuk mengkalibrasi advanced second-order inelastic analysis. Gambar 5 menunjukan rangka portal dan data-data yang diperlukan dalam melakukan analisis. Dalam pemodelan disertakan pula initial out-of-plumbness sebesar L/400 dan out-of-straightness sebesar L/1000. Karena keruntuhan rangka ditentukan oleh tekuk inelastik pada kolom, maka contoh ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan verifikasi pada setiap formulasi inelastis (M.J. Clarke, 1994). Dari analisis second-order inelastic yang telah dilakukan dengan menggunakan program NIDA didapatkan load factor maksimum pada struktur adalah sebesar 1.108 dengan perpindahan lateral pada ujung atas kolom sebesar 9.97 mm. Dibandingkan dengan hasil peneliti sebelumnya yang terdekat adalah yang didapatkan dari analisis elastic-plastic hinge yang dilakukan oleh Vogel dengan load factor sebesar 1.02 dan defleksi maksimum sebesar 11.5 mm. Sedangkan yang diperoleh dari analisis refined plastic hinge oleh Ziemian yang merupakan dasar dari program NIDA
Tidak terbatas
Tidak terbatas
didapatkan load factor sebesar 1.05 dan defleksi maksimum sebesar 12 mm
Gambar 4. Vogel’s Portal Frame (Arthur R. Alvanrenga dan Ricardo A. M. Silveira, 2009)
Gambar 5. Vogel’s portal frame load factor and drift (Arthur R. Alvanrenga dan Ricardo A. M. Silveira, 2009)
7
Load vs Deflection (NIDA) 1.2
Load Factor
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0.00E+00 2.00E+00 4.00E+00 6.00E+00 8.00E+00 1.00E+01 1.20E+01 Deflection (mm)
Gambar 6. Load vs Deflection NIDA
3.
masing metode. Dalam studi ini, Advanced Analysis akan digunakan sebagai benchmark untuk kedua metode lainnya. Dengan demikian, tingkat keakuratan dari masing-masing metode dapat dinilai relatif terhadap Advanced Analysis.
METODOLOGI PENELITIAN
Tiga metode yang berbeda akan digunakan untuk analisis orde kedua, yaitu metode SNI-2002, DAM dan Advanced Analysis. Dari ketiga metode ini nantinya akan dibandingkan kinerja dari masing-
PEMODELAN STRUKTUR
PROGRAM SAP2000
DIRECT ANALYSIS METHOD
METODE SNI-2002
PROGRAM NIDA
ADVANCED ANALYSIS
PEMERIKSAAN KAPASITAS
OUPUT DESAIN
Gambar 7. Metodologi Penelitian
8
Untuk menilai kinerja dari masing-masing metode maka akan dibandingkan stress ratio dari ketiga metode yang diaplikasikan pada struktur dengan kondisi yang sama. Hal ini dilakukan agar perbedaan kondisi tidak memberikan pengaruh yang dapat mengganggu hasil analisis. Dalam melakukan analisis, program SAP2000 digunakan sebagai alat bantu bagi metode SNI-2002 dan DAM, dimana perhitungan amplifikasi faktor ataupun pemeriksaan stress ratio komponen tetap dilakukan dengan perhitungan tangan. Sedangkan bagi Advanced Analysis, baik proses analisis maupun desain langsung dihitung dengan menggunakan bantuan program NIDA. Selain melihat kinerja dari masing-masing metode, dalam studi ini juga akan dilihat pengaruh dari perbedaan kondisi pada struktur terhadap hasil analisis. Untuk itu, akan dilakukan analisis dengan beberapa contoh kasus dengan kondisi yang berbeda. Pemodelan struktur dari setiap contoh kasus akan dilakukan dengan tetap menggunakan batasan bahwa struktur merupakan moment frame 2D. Sebagai tambahan, juga akan dilakukan optimasi bagi masing-masing metode pada kondisi elastis dan perbadingannya dengan yang didapatkan dari analisis inelastis. Metodologi penelitian dari studi ini dapat dilihat pada gambar 8.
4.
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
4.1
Contoh Kasus 1
yang digunakan pada contoh kasus 1 dirangkum pada tabel 2. Tabel 2. Konfigurasi Contoh Kasus 1
No 1 2 3 4
Kolom 300.150.6,5.9 300.150.5,5.8 250.125.6.9 250.125.5.8
Dari hasil analisis didapatkan bahwa SR terbesar terjadi pada komponen balok B1. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Advanced Analysis, dimana kegagalan pertama terjadi pada balok B1 saat penerapan beban bertahap. Pada contoh kasus ini, didapatkan konfigurasi 1 merupakan profil yang paling optimal bagi metode SNI-2002 dan DAM. Sedangkan saat menggunakan Advanced Analysis didapatkan profil yang lebih optimal, yaitu konfigurasi 3 baik pada kondisi elastis maupun inelastis.
1.2 1
SNI 2002
0.8
DAM
0.6
Contoh kasus pertama dilakukan untuk dilihat tingkat keakuratan dari ketiga metode terhadap jenis struktur portal sederhana. Adapun konfigurasi struktur dan bentuk geometri struktur kasus 1 dapat dilihat pada gambar 8.
Balok 250.125.6.9 250.125.5.8 250.125.5.8 200.100.5,5.8
0.4
ADVANCED ANALYSIS (First Hinge)
0.2
ADVANCED ANALYSIS (Collapse)
0 Konfigurasi Konfigurasi 1 3
Gambar 9. SR Optimasi Contoh Kasus 1 LL = 25 kN/m WL = 10 kN C
B1
D
K1
K2
A
B
4.5000
6.0000
Saat melakukan analisis dengan menggunakan Advanced Analysis, sendi plastis pada kolom belum tentu terjadi. Oleh karena itu, diperlukan analisis tambahan untuk menghitung SR dari kolom. Hal ini dilakukan dengan memperbesar profil dari balok pada konfigurasi sehingga terjadi perlemahan pada kolom. Adapun SR dari kolom pada analisis ini telah dirangkum pada tabel 3. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa SR kolom dari masing-masing metode adalah identik.
Gambar 8. Pemodelan Contoh Kasus 1
Dalam analisis akan digunakan beberapa konfigurasi struktur untuk dihitung SR dengan masing-masing metode. Diketahui bahwa gaya dalam terbesar terjadi pada komponen kolom K2 dan balok B1. Oeh karena itu, dalam analisis akan dihitung SR dari kedua komponen ini. Konfigurasi
Tabel 3. SR Strong Beam-Weak Column Contoh Kasus 1 KASUS 1 Kolom
Balok
400.200.8.13 350.175.7.11 350.175.6.9 300.150.6,5.9
400.200.8.13 400.200.8.13 400.200.8.13 400.200.8.13
SR Kolom SNI-2002 DAM 0.24 0.24 0.319 0.32 0.359 0.36 0.415 0.416
NIDA 0.238 0.316 0.361 0.411
9
4.2
Sedangkan saat konfigurasi 3.
Contoh Kasus 2
Pada contoh kasus dua tetap digunakan struktur regular yang memiliki konfigurasi struktur simetri. Akan tetapi, berbeda dengan contoh kasus sebelumnya, pada contoh kasus kedua digunakan struktur multi-story untuk dilihat pengaruh jumlah lantai terhadap kinerja dari masing-masing metode. Konfigurasi struktur dan geometri struktur kasus 2 ini dapat dilihat pada gambar 10.
kondisi
inelastis
1.4 1.2
SNI 2002
1 DAM
0.8
ADVANCED ANALYSIS (First Hinge)
0.6 0.4 LL = 10 kN/m G
H
B3
K5
ADVANCED ANALYSIS (Collapse)
0.2
WL = 10 kN
digunakan
0 Konfigurasi Konfigurasi 1 3
K6 4.0000 LL = 25 kN/m
WL = 10 kN E K3
K4 4.0000 LL = 25 kN/m
WL = 10 kN C
Gambar 11. SR Optimasi Contoh Kasus 2
F
B2
B1
K1
D K2 4.0000
A
B
Pada analisis dengan menerapkan strong beamweak column didapatkan SR kolom dari metode SNI-2002 dan DAM cukup identik. Sedangkan bila dibandingkan dengan hasil dari Advanced Analysis, kedua metode tersebut bernilai lebih besar walaupun hasilnya tetap cukup dekat. Hasil dari analisis ini dapat dilihat pada tabel 5.
10.0000
Gambar 10. Pemodelan Contoh Kasus 2
Tabel 5. SR Strong Beam-Weak Column Contoh Kasus 2 KASUS 2
Sama seperti contoh kasus 1, dalam analisis akan digunakan beberapa konfigurasi struktur untuk dihitung SR dengan masing-masing metode. Diketahui bahwa gaya dalam terbesar terjadi pada komponen kolom K2, K4 dan balok B1. Oeh karena itu, dalam analisis akan dihitung SR pada komponen ini. Konfigurasi yang digunakan pada contoh kasus 2 dirangkum pada tabel 4. Tabel 4. Konfigurasi Contoh Kasus 2
No 1 2 3 4
Kolom 400.200.8.13 400.200.7.11 350.175.7.11 350.175.7.11
Balok 400.200.7.11 350.175.7.11 350.175.7.11 350.175.6.9
Dari hasil analisis didapatkan bahwa ketiga metode sama dalam memprediksi kegagalan pada balok B1. Didapatkan SR balok dari metode SNI-2002 dan DAM bernilai lebih kecil dibandingkan dengan Advanced Analysis. Meskipun demikian, hasil SR dari ketiga analisis tetap cukup dekat satu sama lain, terutama antara DAM dengan Advanced Analysis. Pada contoh kasus ini, didapatkan konfigurasi 1 merupakan profil yang paling optimal bagi setiap metode dalam kondisi elastis.
Kolom
Balok
400.200.8.13 350.175.7.11 350.175.6.9 300.150.6,5.9
400.200.8.13 400.200.8.13 400.200.8.13 400.200.8.13
4.3
SR Kolom SNI-2002 DAM 0.51 0.51 0.73 0.73 0.92 0.89 1.08 1.08
NIDA 0.494 0.72 0.848 1.05
Contoh Kasus 3
Pada contoh kasus tiga akan digunakan suatu struktur yang memilki ketidakregularan, terutama pada lantai satu. Pada contoh kasus ini akan diberikan ketidakberaturan vertikal, dimana pada lantai satu memiliki kekakuan yang lebih kecil dan jumlah bentang yang lebih sedikit dibandingkan tingkat-tingkat di atasnya. Dengan adanya contoh ini dapat dinilai pula kinerjad dari masing-masing metode terhadap struktur irregular, terutama dengan ketidakberaturan vertikal. Konfigurasi dan geometri struktur kasus tiga dapat dilihat pada gambar 12.
10
LL = 10 kN/m
1.4
WL = 10 kN L
B7
B8
M
1.2
N 4.0000
LL = 25 kN/m B5
B6
J
LL = 25 kN/m B4
G
ADVANCED ANALYSIS (First Hinge)
0.4 0.2
WL = 10 kN B3
DAM
0.6
K 4.0000
F
1 0.8
WL = 10 kN I
SNI 2002
ADVANCED ANALYSIS (Collapse)
0
H
Konfigurasi Konfigurasi 2 3
4.0000 LL = 25 kN/m WL = 10 kN C
B1
D
B2
K1
K2
A
B
4.5000
Gambar 13. SR Optimasi Contoh Kasus 3
E
6.0000
4.5000
Gambar 12. Pemodelan Contoh Kasus 3
Pada contoh kasus 3, diketahui bahwa gaya dalam terbesar terjadi pada komponen kolom K2 dan balok B2. Oeh karena itu, dalam analisis akan dihitung SR pada komponen ini. Konfigurasi yang digunakan pada contoh kasus 3 dirangkum pada tabel 6. Tabel 6. Konfigurasi Contoh Kasus 3
No 1 2 3 4
Kolom H 400.400 H 300.300 H 300.300 H 300.300
Balok 400.200.8.13 400.200.7.11 350.175.7.11 350.175.6.9
Dari hasil analisis didapatkan bahwa SR terbesar terjadi pada komponen balok B2 dengan SR metode SNI-2002 bernilai paling kecil. Didapatkan juga pada contoh kasus ini bahwa SR dari masingmasing metode sudah mulai memiliki perbedaan seiring dengan adanya ketidakregularan pada struktur. Pada proses optimasi, pada kondisi elastis digunakan konfigurasi 2 dan konfigurasi 3 untuk kondisi inelastis. Pada analisis dengan menerapkan strong beamweak column didapatkan SR kolom dari metode SNI-2002 dan DAM bernilai lebih besar relatif terhadap Advanced Analysis. Perbedaan SR pada metode SNI-2002 relatif terhadap Advanced Analysis terlihat juga semakin besar seiring dengan bertambahnya kelangsingan struktur.
Tabel 7. SR Strong Beam-Weak Column Contoh Kasus 3 KASUS 3 Kolom
Balok
400.200.8.13 350.175.7.11 350.175.6.9 300.150.6,5.9
400.200.8.13 400.200.8.13 400.200.8.13 400.200.8.13
4.4
SR Kolom SNI-2002 DAM 0.594 0.577 0.864 0.844 1.05 1.026 1.323 1.287
NIDA 0.527 0.78 0.93 1.163
Contoh Kasus 4
Pada contoh kasus empat akan digunakan struktur irregular untuk analisis. Ketidakregularan dilakukan dengan adanya ketidakberaturan horizontal pada struktur. Ketidakberaturan horizontal ini dilakukan dengan memberikan jumlah bentang yang lebih banyak pada lantai satu sehingga titik kekakuan struktur akan bergeser dari titik beratnya. Konfigurasi dan geometri struktur kasus 4 ini dapat dilihat pada gambar 14. Pada contoh kasus 4, diketahui bahwa gaya dalam terbesar terjadi pada komponen kolom K2, K4 dan balok B2. Oeh karena itu, dalam analisis akan dihitung SR pada komponen ini. Konfigurasi yang digunakan pada contoh kasus 3 dirangkum pada tabel 8. Tabel 8. Konfigurasi Contoh Kasus 4
Optimasi 1 2 3 4
Kolom 350.175.6.9 300.150.6,5.9 300.150.6,5.9 300.150.5,5.8
Balok 300.150.6,5.9 300.150.5,5.8 250.125.6.9 250.125.6.9
11
LL = 10 kN/m WL = 10 kN O
B8
B9
P
K11
Q
K12
K13
4.5000
K10
4.5000
seperti contoh kasus 3 didapatkan pada analisis ini, yaitu perbedaan SR dari metode SNI-2002 bernilai semakin besar dengan pemakaian struktur yang semakin langsing.
LL = 25 kN/m WL = 10 kN L
B6
B7
M
K8
N
K9
Tabel 9. SR Strong Beam-Weak Column Contoh Kasus 4
LL = 25 kN/m
KASUS 4
WL = 10 kN I
B4
B5
J
K5
K
K6
K7
4.5000
LL = 25 kN/m WL = 10 kN E
B1
B2
F
B3
G
H
K1
K2
K3
K4
A
B
C
D
4.0000
4.0000
Kolom
Balok
300.150.6,5.9 250.125.6.9 250.125.5.8 200.100.5,5.8
400.200.8.13 400.200.8.13 400.200.8.13 400.200.8.13
SR Kolom SNI-2002 DAM 0.579 0.57 0.8 0.785 0.913 0.89 1.33 1.274
NIDA 0.498 0.673 0.763 1.058
4.5000
6.0000
Gambar 14. Pemodelan Contoh Kasus 4
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan didapatkan bahwa dengan metode SNI 2002, kekuatan struktur ditentukan oleh kegagalan kolom K2 pada konfigurasi 1, 2 dan 4. Sedangkan untuk proses konfigurasi 3 didapatkan bahwa kegagalan terjadi pada komponen balok B2. Sedangkan hasil yang sama didapatkan antara metode DAM dan Advanced Analysis, dimana kedua metode didapatkan bahwa SR terbesar terjadi pada balok B2. Pada proses optimasi, didapatkan hasil yang berbeda pada kondisi elastis, dimana untuk metode SNI-2002 digunakan konfigurasi 3. Sedangkan untuk metode DAM dan Advanced Analysis digunakan konfigurasi 2. Pada analisis inelastis tetap didapatkan hasil yang lebih optimal, yaitu konfigurasi 4.
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Konfigurasi Konfigurasi Konfigurasi 2 3 4
Gambar 15. SR Optimasi Contoh Kasus 4
Pada analisis dengan menerapkan strong beamweak column didapatkan SR kolom dari metode SNI-2002 dan DAM bernilai lebih besar relatif terhadap Advanced Analysis. Hasil yang sama
4.5 Pembahasan Metode yang berbeda telah dilakukan untuk melakukan analisis efek orde kedua dan desain terhadap sistem struktur. Metode Advanced Analysis yang merupakan second-order inelastic analysis dalam studi ini digunakan sebagai benchmark untuk membandingkan hasil yang didapatkan dari metode yang lain. Hal ini didasari bahwa metode Advanced Analysis menunjukkan perilaku struktur aktual sehingga bisa menjadi basis untuk metode yang lain. Dari hasil analisis terhadap contoh kasus 1 untuk struktur regular single story, ketiga metode mendapatkan SR yang identik dalam kondisi elastis. Hal ini dikarenakan nilai β2 yang kecil sehingga efek orde kedua menjadi tidak signifikan dalam struktur. Dengan tingkat redundant yang kecil pada struktur juga menyebabkan hasil optimasi yang sama didapatkan Advanced Analysis, baik pada kondisi elastis maupun inelastis. Hal ini menunjukkan penggunaan second-order inelastic analysis menjadi tidak efisien pada jenis struktur dengan tingkat redundant kecil, mengingat lamanya proses analisis pada metode ini. Hasil analisis pada contoh kasus 2 yang merupakan struktur regular dengan banyak tingkat didapatkan SR yang juga cukup dekat satu sama lain. Sedangkan untuk contoh kasus 3 dan 4 yang merupakan struktur irregular didapatkan perbedaan SR, terutama pada metode SNI-2002 relatif terhadap Advanced Analysis. Hal ini menunjukkan bahwa untuk struktur regular, ketiga metode memiliki kinerja yang baik untuk analisis orde kedua. Sedangkan untuk struktur irregular, error mulai terjadi khususnya melaui penggunaan metode SNI-2002. Hal ini dikarenakan pada struktur irregular terdapat concentrated force pada lokasi terdapatnya ketidakberaturan yang tidak dapat diakses melalui penggunaan analisis orde pertama. Pada stuktur irregular, SR balok terkecil didapatkan melalui penggunaan metode SNI-2002 dan terbesar pada Advanced Analysis. Kecilnya SR balok pada
12
metode SNI-2002 dikarenakan untuk kapasitas yang sama, gaya dalam yang digunakan lebih kecil dibandingkan kedua metode lainnya. Gaya dalam balok pada metode SNI-2002 didapatkan lebih kecil karena tidak diperhitungkannya stabilitas pada balok melaui penggunaan metode ini sehingga digunakan gaya dalam dari analisis orde pertama. Padahal, meskipun efek P-delta pada balok cenderung kecil dibandingkan kolom, bukan berarti efek ini tidak berpengaruh pada komponen balok. Hal ini hanya dapat diakses melalui penggunaan analisis orde kedua yang dapat memperhitungkan langsung stabilitas komponen maupun keseluruhan struktur. Berbeda dari penjelasan sebelumnya, SR kolom terbesar pada struktur irregular didapatkan melalui penggunaan metode SNI-2002 dan terkecil pada Advanced Analysis. Sesuai dengan asumsi studi ini yang menetapkan hasil Advanced Analysis menunjukkan real behavior dari struktur dengan memperhitungkan inelastisitas stuktur, maka prediksi metode SNI-2002 dan DAM terhadap kolom menjadi konservatif. Hal ini tentu dapat diterima mengingat bahwa kedua analisis tersebut merupakan pendekatan elastis sehingga kekakuannya juga akan lebih besar dibandingkan Advanced Analysis yang menggunakan kekakuan inelastis. Dan prediksi kekuatan kedua metode pendekatan yang konservatif ini akan memberikan faktor keamanan yang lebih besar dibandingkan dari Advanced Analysis. SR yang berbeda, terutama pada struktur irregular menunjukkan bahwa ketiga metode memprediksi reserve capacity pada komponen balok maupun kolom yang berbeda-beda pula. Akan tetapi, dengan adanya batasan pada code untuk menggunakan penampang kompak dan terbatasnya pilihan profil yang dapat digunakan pada tabel profil baja di Indonesia akan dihasilkan profil yang sama pada ketiga metode dalam kondisi elastis. Sedangkan dengan melakukan analisis inelastis menggunakan Advanced Analysis hingga tercapainya collapse point pada struktur dapat ditunjukkan bahwa sebenarnya reserve capacity yang dimiliki struktur masih cukup besar, terutama pada struktur dengan tingkat redundant yang besar. Dari hasil analisis pada setiap contoh kasus dapat disimpulkan bahwa metode SNI-2002 akan sangat baik digunakan pada jenis struktur regular dan juga bila tidak tersedianya software analisis orde kedua sehingga harus dilakukan melalui perhitungan tangan. Sedangkan untuk strutur irregular, metode SNI-2002 tidak dapat mengakses concentrated force sehingga terjadi error pada proses analisis. Terlebih lagi, pada struktur kompleks maupun tidak simetri, penggunaan metode ini menjadi sulit untuk digunakan karena selain sulit untuk memisahkan analisis menjadi komponen struktur bergoyang dan tak-bergoyang, banyaknya perhitungan yang harus dilakukan juga akan menjadi sangat merepotkan.
Dengan banyaknya software analisis orde kedua yang tersedia saat ini, penggunaan metode DAM menjadi metode yang sangat efektif. Selain proses perhitungan yang tidak sebanyak metode SNI-2002, metode ini juga dapat digunakan pada jenis struktur apapun. Akan tetapi, penggunaan beban notional untuk memodelkan ketidaklurusan batang akan menjadi sulit digunakan pada struktur yang kompleks. Selain itu, karena analisis orde kedua yang membutuhkan proses iterasi yang panjang membuat metode ini bergantung pada tersedianya software dan menjadi tidak efektif bila harus dilakukan melalui perhitungan tangan. Setelah dilakukannya analisis orde kedua dengan menggunakan ketiga metode, SNI-2002, DAM dan Advanced Analysis diketahui bahwa kedua metode pertama merupakan metode desain sedangkan Advanced Analysis cenderung digunakan sebagai metode analisis. Hal ini diperlihatkan dengan selalu diperlukannya input profil terlebih dahulu pada Advanced Analysis untuk melakukan analisis sehingga penggunaan metode ini tidak dapat digunakan di awal untuk mendesain profil yang akan digunakan. Metode ini cenderung digunakan untuk melakukan investigasi pada struktur untuk melihat performa ataupun memperhitungkan kekuatan struktur keseluruhan dalam memikul beban. Akan tetapi, masih minimnya software komputer yang mendukung analisis ini serta lamanya proses analisis menjadi hambatan tersendiri dalam penggunaan Advanced Analysis.
5.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis efek orde kedua dengan tiga metode yang berbeda, yaitu first-order analysis with amplification factor (SNI-2002), Direct Analysis Method dan Advanced Analysis dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
2.
3.
Hasil analisis terhadap struktur regular, singlestory dan multi-story didapatkan bahwa ketiga metode menghasilkan SR yang identik dalam kondisi elastis. Hal ini menunjukkan prediksi dari ketiga metode dalam analisis orde kedua pada struktur regular adalah sama. Hasil analisis terhadap struktur irregular, baik dengan ketidakberaturan vertikal maupun horizontal didapatkan SR yang berbeda. Perbedaan ini khususnya terjadi pada metode SNI-2002 relatif terhadap Advanced Analysis. Hal ini disebabkan karena analisis orde pertama pada metode SNI-2002 yang tidak dapat memperhitungkan terjadinya concentrated force pada lokasi adanya ketidakberaturan pada struktur irregular sehingga didapatkan hasil yang tidak akurat. Pada struktur irregular, SR balok terkecil didapatkan oleh metode SNI-2002. Hal ini disebabkan karena tidak diperhitungkannya stabilitas balok dalam analisis menggunakan
13
4.
5.
6.
7.
8.
metode SNI-2002. Gaya dalam balok yang didapatkan lebih kecil karena tidak memperhitungkan adanya efek P-delta dan digunakan gaya dalam orde pertama. Oleh karena itu, prediksi metode SNI-2002 terhadap balok menjadi tidak konservatif dibandingkan dengan DAM maupun Advanced Analysis. Pada struktur irregular, metode SNI-2002 menghasilkan SR kolom terbesar dan Advanced Analysis menghasilkan nilai terkecil. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa kedua metode, SNI-2002 dan DAM merupakan metode pendekatan untuk memprediksi stabilitas dari kolom. Dengan tidak dapatnya kedua metode untuk menggambarkan perilaku struktur yang sesuai dengan kondisi aktual maka harus diberikan faktor keamanan yang lebih besar dibandingkan dengan solusi eksak (Advanced Analysis). Metode SNI-2002 dan DAM merupakan metode dengan fungsi desain, dimana hasil gaya dalam yang didapatkan dari analisis digunakan untuk mendesain profil. Hal ini berbeda dengan Advanced Analysis, dimana input profil yang akan digunakan pada struktur harus dimasukkan untuk melakukan analisis, baik itu struktur tertentu sekalipun. Hal ini menunjukkan bahwa metode ini merupakan metode analisis yang lebih cocok digunakan untuk melakukan investigasi pada stuktur eksisting. Dari hasil studi ini didapatkan bahwa metode SNI-2002 akan sangat bermanfaat saat tidak tersedianya software untuk melakukan analisis orde kedua. Akan tetapi, metode ini akan menjadi sulit digunakan pada struktur yang sudah kompleks karena banyaknya proses perhitungan yang harus dilakukan. Terlebih lagi, penggunaan metode ini pada struktur irregular akan memberikan prediksi yang kurang akurat. Dengan konfigurasi struktur yang semakin kompleks dan tidak regular, DAM menjadi metode paling efektif dibandingkan kedua metode lainnya karena proses analisisnya yang cepat dan hasil yang akurat relatif terhadap Advanced Analysis. Akan tetapi, penggunaan DAM akan sangat bergantung kepada tersedianya bantuan software analisis orde kedua. Advanced Analysis merupakan metode yang dapat digunakan untuk melakukan investigasi untuk menunjukkan adanya reserve capacity dengan memperhitungkan kondisi inelastis struktur. Akan tetapi, minimnya software yang dapat mengakomodasi metode ini serta proses analisis yang lama menjadi keterbatasan dalam penggunaan metode ini.
DAFTAR PUSTAKA SNI
03-1729-2002 (2002) : Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung.
ANSI/AISC 360-10 (2010) : Specification for Structural Steel Buildings. ANSI/AISC 360-05 (2005) : Specification for Structural Steel Buildings. Chan, S.L. (2009) : Guide on Second-order and Advanced Analysis of Structures. Chan, S.L. (2009) : Non-linear Integrated Design and Analysis (NIDA). CSI (2010) : CSI Analysis Reference Manual for SAP2000, ETABS, and SAFE. Yura, J.A. (1971) : The Effective Length of Columns in Unbraced Frames. White, D.W., Surovek, A., dan Chang, C.J. (2007) : Direct Analysis and Design Using Amplified First-Order Analysis, Engineering Journal. Dewobroto, W. (2011) : Era Baru Perancangan Struktur Baja Berbasis Komputer Memakai Direct Analysis Method (AISC 2010), Konstruksi Indonesia Melangkah ke Masa Depan. Ericksen, J.R. (2010) : A Simple Guide to the Direct Analysis Method, How to implement the Direct Analysis Method using modern software. Hewitt, C.M. (2008) : Stablity Analysis : It’s not as Hard as You Think, Steelwise. Gebremeskel, A. (2009) : Software and the Direct Analysis Method, Steelwise. Iu, C.K., Chen, W.F., Chan, S.L., dan Ma, T.W. (2008) : Direct Second-Orde Elastic Analysis for Steel Frame Design, KSCE Journal of Civil Engineering, 379-389. Chan, S.L. (2004) : Chapter 3, M.Sc. Lecture Note. White, D.W., Surovek, A.E., Alendar, B.N., Chang, C.J., Kim, Y.D. dan Kuchenbecker, G.H. (2006) : Stability Analysis and Design of Steel Building Frames Using the 2005 AISC Specification, Steel Structures, 6, 71-91. Kim, S.E. dan Chen, W.F. (1999) : Design Guide for Steel Frames using Advanced
14
Analysis Program, Structures, 21, 352-364.
Engineering
Kim, S.E. dan Chen, W.F. (2006) : Chapter 2, Principles of Structural Design. Kim, S.E., Lee, J.S., Choi, S.H., dan Kim, C.S. (2005) : Practical Second-order Inelastic Analysis for Steel Frames Subjected to Distributed Load, Engineering Structures, 26, 51-61. NRL Steel Lab., Sejong University : State-ofthe-art Review on Nonlinear Inelastic Analysis for Steel Structures.
Hancock, G.J. (1994) : Second-order Elastic Analysis Solution Techniques and Verification, Steel Construction, 28, 1927. Hwa, K. (2003) : Toward Advanced Analysis in Steel Frame Design, Disertasi Program Doktor, University of Hawaii Library. William, W. (2011) : Comparison between Second-order Inelastic Design Method and Member Based Design Method, Tesis Program Master, University of Manchester.
Surovek, A.E., Alemdar, B., Camotim, D.R.Z, Hajjar, J.F., Teh, L., White, D.W., dan Ziemian, R.D. : Guidelines for the use of Direct Second-order Inelastic Analysis in Steel Frame Design. Alvarenga, A.R. dan Silveira, R.A.M. (2009) : Second-order Plastic-zone Analysis of Steel Frames Part I: Numerical Formulation and Examples of Validation, Latin American Journal of Solid and Structures, 6, 131-152. Chen, W.F. dan Toma, S. (1992) : Advanced Analysis of Steel Frames. Chen, W.F. dan Lui, E.M. (2004) : Handbook of Structural Engineering. Prajzner, J. (2006) : Evaluation of the Effective Length Method and the Direct Analysis Method for the Design of Steel Columns in Frames Structure, University of Maryland. Schimizze, A.M. (2001) : Comparison of P-delta Analysis of Plane Frames using Commercial Structural Analysis Programs and Current AISC Design Specifications, Tesis Program Master, Virginia Polytechnic Institute and State University. Yi, W. (2011) : Comparison Studies Between using Linear First-order Analysis and Second-order Analysis for a Single Layered Dome, Hong Kong Polytechnic University. Dewobroto, W. (2011) : The Effect of Structural Modelling on the Analysis of P-delta Effect. Sutedjo, M. : Pengaruh Pemodelan Struktur terhadap Hasil Analisa Program Komputer yang Memperhitungkan Second-order Elastic Analysis.
15