EVALUASI KINERJA TEKNIK ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA MOBILE WiMAX MIMO-OFDM Didit Wahyudi, Wirawan email :
[email protected] Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS, Keputih – Sukolilo, Surabaya 60111 Abstrak - Sistem komunikasi wireless yang fleksibel, cepat dan reliable sangat dibutuhkan untuk mendukung teknologi informasi dan multimedia yang semakin berkembang. Oleh karena itu, diperlukan perkembangan dalam sistem komunikasi wireless yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Peningkatan transfer rate dan ke-reliable-an sistem dapat dipenuhi dengan cara menekan nilai BER (Bit Error Rate) yang terjadi dan memaksimalkan efisiensi spectrum frekuensi. Salah satu teknologi yang paling sesuai untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah teknologi mobile WiMAX MIMO-OFDM. Pada tugas akhir ini, dilakukan simulasi sistem mobile WiMAX MIMO-OFDM. Dalam aplikasinya, sistem ini didukung oleh teknik AMC (Adaptive Modulation and Coding) untuk memaksimalkan kapasitas kanal dan menjaga keefektifan modulasi dan ECC (Error Control Coding) yang digunakan. Teknik modulasi QPSK, 16-QAM dan 64-QAM serta ECC dengan coderate 1/2, 2/3 dan 3/4 menjadi pilihan pilihan pada sistem ini. Performansi unjuk kerja sistem dianalisa dari besarnya nilai BER yang terjadi pada semua kondisi kanal. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan digunakannya teknik AMC, maka nilai BER yang terjadi dapat lebih ditekan daripada menggunakan teknik single modulation. Pada tugas akhir ini dilakukan juga pengamatan pengaruh ECC terhadap unjuk kerja sistem. Semakin tinggi nilai ECC yang digunakan, maka nilai BER yang terjadi juga dapat semakin ditekan.
amandemen standar sebelumnya untuk mendukung aplikasi mobile. Mobile WIMAX menggunakan teknik OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiple Access) sebagai teknik modulasinya yang berfungsi untuk meningkatkan performansi pada lingkungan multipath atau non line of sight [1]. OFDM merupakan teknik modulasi multicarrier dimana suatu aliran data kecepatan tinggi ditransmisikan melalui beberapa subcarrier yang memiliki laju simbol lebih rendah. Masing-masing subcarrier tersebut saling ortogonal satu sama lain. Dengan menggunakan laju simbol yang lebih rendah, maka kemungkinan terjadinya ISI (Intersymbol Interference) menjadi lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya periode simbol, sehingga waktu delay lebih kecil daripada periode simbol. Selain teknik OFDM, pada penelitian ini juga akan diterapkan teknik MIMO (Multiple Input Multiple Output). Teknik MIMO merupakan salah satu teknik untuk memperbaiki performansi akibat multipath fading dengan menggunakan multi antena disisi transmitter dan receiver [2]. Selain teknik OFDM dan MIMO, pada mobile WIMAX juga diterapkan teknik modulasi adaptif dan koding (Adaptive Modulation and Coding / AMC). Teknik AMC pada mobile WIMAX dapat meningkatkan jangkauan dan kapasitas sistem. Selain itu, efisiensi penggunaan spektrum dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik AMC ini. Dengan adanya teknik AMC ini, sistem dapat memilih level modulasi yang paling tinggi sesuai dengan kondisi kanal. Skema modulasi yang dipakai pada sistem ini adalah QPSK, 16QAM, dan 64QAM. Dengan adanya kemampuan seperti ini, diharapkan dapat digunakan sebagai solusi yang menjanjikan untuk mengembangkan teknologi 4G (Fourth Generation) ke depannya [3].
Kata kunci : mobile WiMAX, MIMO, OFDM, AMC (Adaptive Modulation and Coding), ECC (Error Control Coding)
I.
PENDAHULUAN
A
kses komunikasi yang cepat, fleksibel dan reliable sangat dibutuhkan untuk mendukung teknologi informasi dan multimedia yang semakin berkembang. Oleh karena itu, diperlukan perkembangan dalam sistem komunikasi yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Peningkatan akses yang cepat dapat dipenuhi dengan meningkatkan data rate dan spektrum efisiensi. Sedangkan ke-reliable-an sistem dapat ditingkatkan dengan menurunkan BER (Bit Error Rate) [1]. Hal inilah yang mendorong para pakar telekomunikasi untuk terus mengembangan inovasi teknologi akses nirkabel yang lebih baik lagi. Salah satu inovasi tersebut adalah teknologi mobile WIMAX. WIMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access) merupakan teknologi yang didasarkan pada standard IEEE 802.16. Pada mulanya, standar ini hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan kapasitas yang besar dan hanya ditujukan untuk layanan fixed (IEEE 802.16d). Pada tahun 2004, standar IEEE 802.16 diamandemen sehingga mendukung akses nomadic (IEEE 802.16-2004). Pada bulan Desember 2005, IEEE mengeluarkan standar IEEE 802.16e yang dikenal sebagai mobile WIMAX yang merupakan
II. A.
WiMAX WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access) merupakan standar international tentang Broadband Wireless Access (BWA) yang mengacu pada standar IEEE 802.16. Standar ini terbagi lagi dalam beberapa kategori, yaitu IEEE 802.16a, yaitu untuk standar BWA yang belum open standard, atau biasa disebut dengan Pre-WiMAX. Selanjutnya, standar ini dikembangkan lagi menjadi standar IEEE 802.16d untuk WiMAX fixed/nomadic. Sementara untuk mobile WiMAX akan diatur dalam standarisasi IEEE 802.16e yang telah diratifikasi pada akhir tahun 2005 [3]. Gambar 1 menunjukkan perkembangan standar WiMAX yang telah terjadi sampai saat ini (mobile WiMAX). Pada dasarnya, mobile WiMAX berada pada layer PHY (physical) dan layer MAC (Medium Access Control) OSI
1
TEORI PENUNJANG
Secara umum dapat digabungkan ke dalam suatu persamaan, yaitu:
layer. Pada layer PHY terdapat fitur-fitur: lebar kanal frekuensi yang fleksibel, burst profile yang dapat beradaptasi (fasilitas burst adalah ciri khas dari teknologi broadband), FEC (Forwarding Error Correction), AAS (Advanced Antenna Sistem) untuk menambah range, kapasitas, dan kekebalan terhadap interfensi, DFS (Dynamic frequency Selection) yang juga berfungsi untuk mengurangi interferensi, serta Space-Time Coding (STC) yang akan mengingkatkan performa dalam area-area batas pinggir dari sinyal yang dipancarkan oleh sebuah BTS. Sedangkan pada layer MAC mampu mendukung komunikasi Point-toMultipoint, pengaturan QoS (Quality of Service), pengalokasian multiple access secara TDD (Time Division Duplex) dan FDD (Frequency Division Duplex), mengakomodasi segala macam protokol lain, seperti: Ethernet, IP, dan Media Gateway.
K r (t ) = ∑ hlk (t ) xk (t ) l k =1
menghasilkan model sinyal sederhana sistem MIMO: r (t ) = H (t ) x(t )
x (t ) =
=
⎛ r1 ( t ) ⎞ ⎜ r (t ) ⎟ ⎜ 2 ⎟, H (t ) ⎜ M ⎟ ⎝ rL ( t ) ⎠
=
⎛ h11 ( t ) ⎜ h (t ) ⎜ 21 ⎜ M ⎝ h L1 ( t )
L
h1 K ( t ) ⎞ ⎟ h 2 K (t )
M O h L 2 (t ) L
M ⎟ h LK ( t ) ⎠
h12 ( t ) h 22 ( t )
L
⎟
(4)
C.
Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) OFDM merupakan teknik kombinasi dari modulasi dan multiplexing. OFDM termasuk salah satu jenis digital multicarrier modulation yang menggunakan banyak frekuensi sebagai subcarrier yang orthogonal satu sama lain [5]. Masing-masing subcarrier menggunakan teknik modulasi pada simbol rate yang lebih rendah. Konsep dasar OFDM berbeda dengan FDM (Frequency Division Multiplexing). Pada FDM, suatu bandwidth tertentu dibagi menjadi beberapa kanal tersendiri berdasarkan frekuensi. Agar masing-masing kanal tidak saling menginterferensi satu sama lain maka diberi jarak antar kanal (guardband). Hal ini tentunya akan membuat penggunaan bandwidth tidak efisien. Berbeda halnya dengan FDM, pada OFDM penggunaan bandwidth sangat efisien. Beberapa kanal yang ada dalam satu bandwidth seakan-akan ditumpang tindihkan menjadi satu, namun tidak terjadi saling interferensi antar kanal. Hal ini dikarenakan masing-masing sinyal transmisi dalam setiap kanal bersifat saling orthogonal dan harmonic satu sama lain. Dengan kata lain, null dari setiap kanal yang berdekatan jatuh tepat pada titik tengah spectrum. Pada OFDM, sinyal terbagi menjadi subcarrier yang orthogonal sehingga sinyal yang terbentuk adalah sinyal narrowband (beberapa kHz) dan oleh karena itu sinyal ini sangat tahan terhadap efek multipath. OFDM juga sangat sesuai dengan teknologi terkini, seperti smart antenna dan MIMO. Masing-masing simbol dari OFDM dapat mengirim informasi ke/dari beberapa user dengan menggunakan set yang berbeda dari setiap subcarrier (subkanal). Hal ini tidak hanya menambah fleksibilitas sinyal untuk sumber daya yang tersedia (menambah kapasitas) tapi juga bisa diterapkan cross-layer optimization radio link.
Gambar 1 Perkembangan standar WiMAX
B.
Sistem Komunikasi MIMO Sistem MIMO merupakan sistem komunikasi nirkabel dengan menggunakan multiple antenna pada sisi pengirim dan sisi penerima untuk meningkatkan performansi sistem komunikasi. Sistem MIMO diharapkan dapat meningkatkan ketahanan sinyal terhadap efek dari noise dan multipath yang sering terjadi pada komunikasi nirkabel [4].
Gambar 2 Sistem komunikasi MIMO
Gambar 2 menunjukkan penggunaan sistem MIMO komunikasi nirkabel untuk menghubungkan pengguna baik yang dalam keadaan diam (fixed) dan keadaan bergerak (mobile). Sejumlah N antena sisi pengirim mengirimkan sinyal secara independent dan kemudian diterima oleh antena sisi penerima sejumlah M, dimana M N . Jika sinyal yang dikirimkan antena adalah x1, x2, x3,…..,xn, maka sinyal yang diterima oleh antena sisi penerima adalah: r1 = h11x1 + h12x2 + ….+ h1NxN r2 = h21x1 + h22x2 + ….+ h2NxN (1) ….. rN = hN1x1 + hN2x2 + ….+ hNNxN
D.
Adaptive Modulation and Coding (AMC) [6] Dengan menggunakan AMC,dapat ditentukan jenis modulasi dan coding rate yang akan digunakan kepada pengguna yang berada dalam cakupan base station tersebut. Penentuan tersebut diputuskan berdasarkan keadaan dan kondisi kanal antara pengguna dengan pemancar. Untuk menghadapi kondisi kanal yang buruk, akan diterapkan teknik modulasi yang lebih tahan gangguan (informasi yang terkandung dalam sinyal hasil modulasi lebih sedikit) dan coding rate yang lebih tinggi. Sebaliknya
2
⎛ x1 (t ) ⎞ ⎜ x (t ) ⎟ ⎜ 2 ⎟, r (t ) ⎜ M ⎟ ⎝ x L (t ) ⎠
Matriks H merupakan matriks kanal MIMO yang dibentuk dari estimasi nilai hij pada kanal transmisi. Matriks ini akan berguna dalam mendapatkan kembali sinyal informasi pada sisi penerima [4]. Sinyal informasi didapatkan dengan mengalikan inverse matriks H dengan sinyal pada sisi penerima (x), seperti terlihat pada persamaan berikut: H −1 ( t ) r ( t ) = H − 1 ( t ) H ( t ) x ( t ) = x ( t ) (5)
(3)
untuk semua Nt sinyal, digunakan notasi matriks:
(2)
A.
untuk kondisi air interface yang baik, akan digunakan teknik modulasi yang mengandung informasi lebih banyak dan coding rate yang lebih rendah. Jadi teknik modulasi QPSK yang memiliki orde rendah mempunyai karakteristik lebih tahan gangguan tetapi kecepatan penyampaian informasi lebih lambat. Karena sinyal yang dibentuk mengandung lebih sedikit informasi. Begitu sebaliknya dengan teknik modulasi 16-QAM dan 64-QAM yang mempunyai orde modulasi yang lebih tinggi. Secara skematik, teknik AMC pada sistem mobile WiMAX dapat dipetakan berdasar nilai SNR seperti gambar 3 [6].
Bagian Transmitter
Gambar 5 Blok diagram sistem pada transmitter
Gambar 5 menunjukkan blok diagram sistem pada sisi transmitter. Data generator menghasilkan bit biner, kemudian dilakukan proses encoding dengan convolutional encoding dengan code rate yang bergantung pada algoritma AMC. Demikian juga dengan pemilihan orde modulasi (QPSK,16-QAM atau 64-QAM). Kemudian simbol-simbol data hasil modulasi tersebut di-encoding dengan alamouti encoder sehingga terdapat 2 aliran simbol yang berbeda namun satu informasi. Setelah itu secara independent tiap stream serial data, dibagi menjadi paralel sesuai dengan jumlah subkanal pada OFDM. Kemudian setiap subkanal dimodulasi dengan IFFT dan kemudian digabungkan kembali menjadi serial. Parameter subkanal OFDM yang digunakan disesuaikan dengan standar mobile WiMAX. Lebar masing-masing kanal bandwidth adalah 5 MHz. Dengan terdiri dari 360 subcarrier yang akan menjadi subkanal dengan frekuensi carrier antara 2400-2600 MHz atau terletak pada band frekuensi 2,5 GHz. Ukuran dari FFT adalah 512.
Gambar 3 Blok diagram WiMAX MIMO-OFDM
III. PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM Blok diagram model sistem mobile WiMAX yang dibangun pada simulasi tugas akhir ini dapat dilihat pada gambar 4. Beberapa parameter yang digunakan dalam sistem mobile WiMAX ditunjukkan pada tabel 1.
B.
Teknik MIMO Teknik MIMO yang digunakan dalam sistem ini adalah STBC. Gambar 6 menunjukkan proses STBC pada teknik MIMO sampai sinyal data siap dikirimkan melalui antenna. Pada proses STBC digunakan alamouti encoder dimana stream data tunggal diubah menjadi beberapa data stream yang dikodekan secara berbeda.
Gambar 6 Blok diagram sistem MIMO STBC pada transmitter
Sinyal yang diperoleh dari proses STBC merupakan data stream yang independent, kemudian stream data tersebut diproses pada sistem OFDM untuk menghasilkan simbol OFDM, dimana pada setiap simbolnya disisipkan guard insertion. Penyisipan guard insertion ini dilakukan untuk melindungi sinyal dari efek multipath fading. Guardtime yang disisipkan berupa deretan pulsa bernilai nol (zero stream). Setelah itu, sinyal mengalami up-sampling. Up-sampling merupakan proses peningkatan sampling rate dari sebuah sinyal. Up-sampling pada sistem MIMO-OFDM diperlukan untuk meningkatkan akurasi sinkronisasi dan estimasi kanal. Pada simulasi ini, up-sampling yang digunakan adalah dengan mengulang masing-masing simbol sebanyak n kali, dimana n adalah faktor up-sampling. Kemudian, sinyal mengalami proses up-conversion. Upconversion di sini bertujuan untuk memudahkan transmisi simbol kompleks. Bagian real dan imaginer di-upconversion menggunakan dua gelombang pembawa yang saling orthogonal (sinus dan kosinus). Sinyal hasil upconversion
Gambar 4 Blok diagram WiMAX MIMO-OFDM
PARAMETER Bandwidth FFT size Jumlah subcarrier data Jumlah subcarrier pilot Jumlah subcarrier null Faktor sampling Subcarrier spacing Useful symbol time Rasio guard interval Guard interval OFDM symbol time Jenis modulasi digital Channel coding Channel estimation
Tabel 1 Parameter Sistem SIMBOL KETERANGAN BW 5 MHz NFFT 512 Nused 360 60 92 N 144/125 Δf 10,94 KHz ts 91,41 μs G 1/8 TG 11,42 μs Ts 102,9 μs QPSK, 16-QAM, 64-QAM FEC (Foward Error Correction) Metode Least Square
3
terbagi menjadi bagian sinyal in-phase (I) dan quardrature (Q). Kedua sinyal ini kemudian dijumlahkan untuk dikirim melalui transmitter. Pada simulasi ini digunakan sistem antenna 2 x 2 yaitu 2 antena transmitter dan 2 antena receiver.
data asli yang sesuai dengan yang dibangkitkan pada awal sistem, walaupun terjadi sedikit error karena pengaruh gangguan pada kanal. Blok diagram sistem pada sisi receiver dapat diamati pada gambar 7.
C. Pemodelan Kanal Untuk merepresentasikan kanal transmisi (air interface) yang sesuai dengan kanal transmisi sebenarnya, digunakan gangguan yang dibangkitkan oleh AWGN dan rayleigh fading. Gangguan AWGN divariasikan dengan parameter Signal to Noise Ratio (SNR) dan gangguan rayleigh fading divariasikan dengan parameter kecepatan (v) gerak relatif mobile station dengan base station. Variasi kecepatan gerak juga merupakan variasi pergeseran maksimum frekuensi Doppler (Doppler shift). Kecepatan yang dipakai dalam simulasi ini sebesar 3 km/jam.
Gambar 7 Blok diagram sistem pada transmitter
IV. ANALISA DATA A.
Teknik Adaptive Modulation and Coding (AMC) Teknik AMC digunakan untuk mendapatkan performansi sistem terbaik dengan cara mencari nilai BER terkecil dari kanal yang telah dikondisikan. Digunakan 3 modulasi yang berbeda sesuai dengan yang telah dijelaskan diatas, yaitu QPSK, 16-QAM dan 64 QAM. Pada masingmasing tipe modulasi, digunakan 2 variasi coding yang berbeda. Parameter AMC pada WiMAX ditunjukkan pada tabel 2. Parameter modulasi dan coding tersebut untuk selanjutnya dijadikan acuan dalam pengerjaan simulasi ini.
Pengaruh Eb/N0 terhadap Sinyal Konstelasi
D.
Gambar 8 Sinyal konstelasi 16 QAM dengan Eb/N0 = 10 dB (kiri) dan Eb/N0 = 20 dB (kanan)
Pada gambar 8, sinyal konstelasi dengan Eb/N0 yang lebih tinggi tampak lebih baik karena sinyal pada sisi penerima berkumpul di sekitar sinyal pada sisi pengirim. Hal ini menunjukkan bahwa Bit Error Rate pada Eb/N0 yang lebih tinggi akan mengalami penurunan karena tidak adanya sinyal yang termodulasi pada kuadran yang berbeda. Penurunan nilai BER ini disebabkan oleh besarnya Eb/No, sehingga akan menentukan besarnya SNR (Signal to Noise Ratio) berdasarkan persamaan dibawah. E SNR = b + 10 log (k * coderate ) + 10 log( n sampling ) (8) N0 Dengan k adalah indeks modulasi, yaitu k=2 untuk QPSK, k=4 untuk 16-QAM dan k=6 untuk 64-QAM. Coderate menyatakan orde dari convolutional encoding yang menyatakan perbandingan antara kode input encoding dan kode output encoding. Sedangkan nsampling merupakan banyak sample dari sinyal symbol. Pada kanal ideal, nilai SNR yang tinggi akan menyebabkan nilai perbandingan noise menjadi semakin kecil terhadap sinyal yang dikirimkan.
Tabel 2 Parameter modulasi dan coding pada WiMAX BURST CC Overall MODULASI RS code PROFILE coderate coderate 0 BPSK (12,12,0) 1/2 1/2 1 QPSK (32,24,4) 2/3 1/2 2 QPSK (40,36,2) 5/6 3/4 3 16-QAM (64,48,4) 2/3 1/2 4 16-QAM (80,72,4) 5/6 3/4 5 64-QAM (108,96,6) 3/4 2/3 6 64-QAM (120,108,6) 5/6 3/4
E.
Bagian Receiver Data yang diterima oleh antena penerima akan dilakukan down conversion dan downsampling sehingga pada data yang diterima tidak terjadi duplikasi. Kemudian pada data tersebut, dilakukan proses penghilangan GI (Guard insertion) yang ditambahkan selama proses transmisi di sisi pengirim. Kemudian dilakukan perkiraan kanal yang digunakan untuk mendapatkan kanal respon. Hasil estimasi kanal respon ini akan di-invers-kan untuk kemudian dikalikan dengan sinyal yang diterima untuk mendapatkan data asli yang dikirimkan. Berikut perhitungan kanal respon melalui kanal estimasi: ⎡r0 ⎤ ⎡ h00 h01 ⎤ ⎡ s 0 ⎤ (6) ⎢⎣ r1 ⎥⎦ = ⎢⎣ h10 h11 ⎥⎦ ⎢⎣ s1 ⎥⎦ 1 ⎡ h11 − h01 ⎤ ⎡r0 ⎤ ⎡s 0 ⎤ (7) ⎢⎣ s1 ⎥⎦ = h .h − h .h ⎢⎣− h10 h00 ⎥⎦ ⎢⎣ r1 ⎥⎦ 00 11 10 01 Untuk mendapatkan kanal respon ini kita harus menyisipkan pilot insertion dengan 2 simbol yang sama pada interval tertentu. Setelah melalui proses tersebut, maka selanjutnya dilakukan demodulasi OFDM dengan meng-FFT sinyal. Kemudian dilakukan proses demodulasi dan decoding seperti yang dilakukan pada transmitter hingga didapatkan
B.
Gambar 9 Sinyal konstelasi 16 QAM dengan v=0 m/s (kiri) dan v=10 m/s (kanan)
Dari gambar 9, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara sinyal konstelasi pada saat kecepatan 0 m/s dan kecepatan 10 m/s. Jika dibandingkan, maka sinyal konstelasi
4
Pengaruh Kecepatan (v) terhadap Sinyal Konstelasi
dengan kecepatan yang lebih tinggi, persebaran datanya tampak lebih mendekat ke pusat koordinat. Hal ini memungkinkan terjadi BER yang lebih besar dikarenakan adanya pencampuran antar sinyal pada kuadran yang berbeda. Sinyal pada kuadran I pada sisi pengirim lebih besar kemungkinan akan diterima pada kuadran yang berbeda pada sisi penerima, begitu juga pada kwadran yang lain. Faktor kecepatan ini mempengaruhi kondisi kanal Rayleigh Fading pada pemodelan kanal simulasi ini. Faktor kecepatan ini mempengaruhi besarnya frekuensi Doppler yang menyebabkan terjadinya pergeseran frekuensi radio sehingga dapat menyebabkan menurunnya kualitas data yang diterima. Frekuensi Doppler dinyatakan dengan persamaan di bawah ini. ⎛v⎞ Fdoppler = ⎜ ⎟ * cos ϕ (9) ⎝λ⎠ Dengan Fdoppler adalah besarnya pergeseran frekuensi pembawa, v adalah kecepatan gerak relatif mobile station terhadap base station, λ merupakan panjang gelombang dari frekuensi pemancar dan φ adalah sudut datang yang dibentuk antara path tersebut dengan arah gerak mobile station. Semakin besar kecepatan penerima relatif terhadap sisi pengirim, maka akan semakin besar pula pergeseran frekuensi doppler. Dengan adanya pergeseran frekuensi ini, maka akan menyebabkan perbedaan frekuensi untuk mensampling data yang diterima pada sisi penerima. Sehingga data hasil pengubahan dari analog ke digital akan mengalami perbedaan. Oleh karena itu hasil data yang didemodulasi pada sisi penerima akan berbeda pula. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya BER yang akan semakin membesar jika kecepatan sisi penerima semakin besar.
Gambar 10 Modulasi QPSK dengan ECC = 1/2, ECC = 3/4 dan tanpa coding
C.
Pengaruh Penggunaan ECC (Error Control Coding) pada Sistem Dari gambar 10, gambar 11 dan gambar 12 dapat diamati bahwa penggunaan coding sangat bermanfaat untuk menekan nilai BER yang terjadi pada proses transmisi data. Jika dibandingkan dengan kondisi ketika tidak menggunakan coding, maka nilai BER dengan menggunakan coding terlihat lebih baik pada kondisi kanal yang buruk maupun kondisi kanal yang baik. Semakin tinggi penggunaan nilai perbandingan coderate coding-nya, maka nilai BER akan semakin kecil. Hal ini dapat diamati pada semua kurva bahwa untuk penggunaan coding yang lebih tinggi tingkatannya maka performansi nilai BER nya akan semakin kecil. Itu artinya bahwa nilai BER yang terjadi pada proses pengiriman data dapat ditekan sehingga unjuk kerja sistem semakin baik. Pada grafik juga dapat diamati bahwa pada modulasi dengan orde yang tinggi seperti 64-QAM, pengaruh penggunaan coding tidak terlihat terlalu signifikan. Dapat diamati bahwa kurva antara modulasi tanpa coding dan modulasi dengan memakai coding terlihat semakin rapat. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi orde modulasi yang digunakan maka unjuk kerja sistem semakin tidak tahan terhadap noise dan multipath fading. Jadi meskipun digunakan coding, nilai bit error masih terlihat relatif tinggi, walaupun sudah terjadi penekanan atau pengurangan BER tapi jumlahnya tidak terlalu besar.
Gambar 11 Modulasi 16 QAM dengan ECC = 1/2 dan ECC = 3/4 dan tanpa coding
Gambar 12 Modulasi 64 QAM dengan ECC = 2/3 dan ECC = 3/4 dan tanpa coding
D.
Analisa terhadap Teknik AMC (Adaptive Modulation and Coding) Pada gambar 13 dapat diamati performansi nilai BER antara teknik AMC dengan single modulation. Penggunaan teknik AMC ditujukan untuk menekan nilai BER pada setiap kondisi kanal. Ketika kondisi kanal buruk atau nilai SNR yang rendah, maka teknik AMC akan memilih modulasi
5
dengan dengan orde yang rendah tetapi dengan coderate coding yang tinggi seperti QPSK dengan coderate = 1/2. Modulasi QPSK dengan coderate = 1/2 paling tahan terhadap kondisi kanal yang buruk. Tetapi modulasi ini memiliki kelemahan yaitu transfer rate-nya yang sangat rendah. Karena pada modulasi QPSK, 1 simbol mapping datanya hanya mewakili 2 bit saja. Sedangkan untuk kondisi kanal yang baik atau saat nilai SNR tinggi maka teknik AMC akan memilih modulasi dengan orde tinggi dan coderate rendah yang disesuaikan dengan kondisi kanal untuk mendapatkan performansi nilai BER terbaik, contohnya 64QAM dengan coderate 3/4. Modulasi 64-QAM ini memiliki transfer rate yang sangat tinggi karena tiap simbol mapping datanya mewakili 6 bit data. Pemilihan orde modulasi dan coding yang tepat dan sesuai dengan kondisi kanal pada teknik AMC ini, bertujuan untuk mendapatkan nilai BER terkecil sehingga sistem dapat dikatakan handal. Pemilihan burst profile pada simulasi ini terjadi secara otomatis, tergantung kondisi kanal. Pada saat masih memungkinkan proses pengiriman data menggunakan burst profile 1 maka sistem akan selalu menggunakan burst profile 1. Tapi saat sudah tidak memungkinkan menggunakan burst profile 1, maka secara otomatis sistem akan memilih tingkatan burst profile diatasnya, yaitu burst profile 2 dan begitu selanjutnya untuk perpindahan kondisi kanal yang lain. Skema burst profile dapat diamati pada tabel 3.
2)
3)
4)
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2] [3] [4]
Tabel 3 Skema Burst profile
BURST PROFILE 1 2 3 4 5 6
MODULASI
CODING
QPSK QPSK 16-QAM 16-QAM 64-QAM 64-QAM
1/2 3/4 1/2 3/4 2/3 3/4
sesuai dengan kondisi kanal sehingga didapatkan performansi nilai BER yang terbaik. Tipe modulasi dengan orde rendah sangat baik digunakan untuk kondisi kanal yang buruk karena sangat tahan terhadap noise dan efek multipath fading, contohnya QPSK. Tipe modulasi dengan orde tinggi sangat baik digunakan untuk kondisi kanal bagus karena memiliki transfer rate yang tinggi, contohnya 64-QAM. Penggunaan Error Control Coding (ECC) juga berfungsi untuk menekan nilai BER sehingga memperbaiki performansi kerja sistem pada semua kondisi kanal. Semakin besar perbandingan nilai coderate coding yang digunakan, maka kemampuan untuk menekan nilai BER yang terjadi akan semakin baik.
[5] [6] [7]
Zerrouki, Hadj dan Feham, Mohamed, “High Throughput of WiMAX MIMO-OFDM Including Adaptive Modulation and Coding”, International Journal of Computer Science and Information Security. Tlemchen, Algeria:2010. Glisic, Savo G, “Advanced Wireless Networks 4G Technologies”, John Wiley & Sons Ltd, Chichester:2006. Kwang-Cheng, Chen dan De Marca, J. Roberto B. “Mobile WiMAX”, John Wiley & Sons Ltd. Chichester:2008. K¨uhn, Volker, “Wireless Communications over MIMO Channels, Applications to CDMA and Multiple Antenna Sistems”, John Wiley & Sons Ltd. Chichester:2006. Prasad, Ramjee. “OFDM For Wireless Communications Sistems”, Artech House, Inc. London:2004. Suryana, Joko, “Advanced Technique: Modulasi Adaptif Pada WiMAX”, STEI ITB:2006. IEEE Standar for Local and Metropolitan Area Network. Part 16: Air Interface For Fixed and Mobile Broadband Wireless Access System. 802.16-e
BIODATA PENULIS Didit Wahyudi, lahir di Malang, 4 September 1986, merupakan anak terakhir dari lima bersaudara pasangan Bpk. Kamsidi (Alm) dan Ibu Minten Siani. Memulai pendidikan Sekolah Dasar di SDK Petra Malang, kemudian meneruskan pendidikan di SLTP Negeri 2 Malang dan SMA Negeri 2 Malang. Lulus SMA kemudian melanjutkan studi di PENS jurusan Teknik Telekomunikasi. Selanjutnya menempuh pendidikan Lintas Jalur S1 di Teknik Elektro ITS bidang studi Telekomunikasi Multimedia. Sekarang sedang mengerjakan tugas akhir di Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia, Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya.
Gambar 13 AMC vs Teknik Single Modulation
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil simulasi dan analisa, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Teknik Adaptive Modulation and Coding (AMC) dapat meningkatkan performansi sistem mobile WiMAX pada kondisi kanal yang buruk maupun kanal yang baik dengan cara memilih tipe modulasi dan coding yang
6