EVALUASI KAWASAN LINDUNG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN
RIKA SETIABUDI SANTOSO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ii
EVALUASI KAWASAN LINDUNG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN
RIKA SETIABUDI SANTOSO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
iii
RINGKASAN RIKA SETIABUDI SANTOSO. Evaluasi Kawasan Lindung dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kabupaten Pandeglang, Banten. Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan LILIK BUDI PRASETYO. Kebutuhan ruang semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Hal tersebut dapat menjadi salah satu pemicu terhadap eksploitasi penggunaan sumberdaya alam dan penyimpangan pemanfaatan ruang. Kawasan lindung merupakan sistem penyangga kehidupan yang sangat berperan penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan, namun kenyataannya banyak yang rusak dan berubah fungsinya. Pandeglang merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi dan permasalahan mengenai lingkungan. Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat menampilkan data terbaru dalam membantu pengambilan keputusan kebijakan keruangan guna mendorong manajemen kawasan lindung dalam mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga November 2009 di Kabupaten Pandeglang, Banten. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kawasan lindung legal formal berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, mengidentifikasi gap dan penyimpangan kawasan lindung dan merumuskan strategi dan arahan kebijakan dalam manajemen kawasan lindung legal formal. Pengambilan data berupa peta tematik, data penginderaan jauh dan observasi lapang. Pengolahan data meliputi pengolahan data spasial dan pengolahan data atribut dengan menggunakan software ArcView, ArcGIS dan Erdas Imagine. Analisis data berdasarkan hasil analisis tumpang tindih (overlay) dan analisis persen penyimpangan (summary) pada peta-peta digital. Evaluasi dilakukan terhadap pola ruang dan struktur ruang kawasan lindung. Kawasan lindung aktual berdasarkan Distribusi Fungsi Hutan (DFH) yang ada di Kabupaten Pandeglang yang terdiri dari Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Taman Wisata Alam (TWA) Carita dan Hutan Lindung dengan total luas sebesar 66.465,15 Ha (23,64%). Kawasan lindung aktual Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berdasarkan alokasi ruang RTRW di Kabupaten Pandeglang yang terdiri dari TNUK dan Hutan Lindung dengan total luas sebesar 68.782,06 Ha (24,46%). Kawasan lindung legal formal memiliki total luas sebesar 173.160,13 Ha (61,58%). Gap antara kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual adalah sebesar 99.957,20 Ha (35,55%). Kondisi kawasan lindung semuanya didominasi oleh hutan dengan luasan yang berbeda. Luas hutan kawasan lindung aktual DFH sebesar 43.800,65 Ha (65,90%), kawasan lindung aktual RTRW sebesar 41.965,34 Ha (61,01%), kawasan lindung legal formal sebesar 50.328,99 Ha (29,06%). Suatu penataan ruang diperlukan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, namun pada tahap perencanaan saja sudah mengalami penyimpangan dan inkonsistensi. Penyimpangan kawasan lindung legal formal dalam kawasan lindung aktual DFH adalah sebesar 110.458,85 Ha (63,79%); penyimpangan kawasan lindung legal formal dalam kawasan lindung aktual RTRW adalah sebesar 110.874,43 Ha (64,03%); penyimpangan kawasan lindung
iv
aktual DFH dalam kawasan lindung aktual RTRW adalah sebesar 8.082,16 Ha (12,16%); penyimpangan kawasan rawan bencana alam dalam kawasan lindung aktual RTRW adalah sebesar 66.594,42 Ha (74,24%). Arahan dan strategi dalam manajemen kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang adalah melalui beberapa tahapan. Dalam mendorong manajemen kawasan lindung legal formal adalah melalui penunjukan suatu instansi/lembaga yang diberikan kewenangan/mandat dan tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan lindung legal formal terutama terhadap kawasan rawan bencana alam dan kawasan perlindungan setempat. Meninjau kembali dokumen RTRW perlu dilakukan dengan mengacu kepada data aktual dari instansi bersangkutan serta adanya penyamaan format data acuan dan konsisten dalam penataan ruang. Kata kunci: kawasan lindung, sistem informasi geografis (SIG), Kabupaten Pandeglang, evaluasi, penutupan lahan.
v
SUMMARY RIKA SETIABUDI SANTOSO. Evaluation of Protection Area with Application Geographic Information System (SIG) at Pandeglang Regency, Banten. Under supervision of RINEKSO SOEKMADI and LILIK BUDI PRASETYO. The space necessity is increasing along with the growth of population. It is become one of things which causing exploitation of natural resources and abuse of space using. Protection area is a supporting system for life, it is useful for caring the environment balance, but in fact it has destroyed and changes its function. Pandeglang is one of potential area and has problem with environment. Geographic information system (GIS) can perform the newest data and help to get decision of space policy to push the protection area management which attend its protection function to realize friendly environment development. The research carried out on September until November 2009 in Pandeglang Regency, Banten. The research purpose is to identification legal formal protection area based on President decision Number 32 on 1990 about protection area management and ministry agriculture decision Number 837 on 1980 about criteria and method arrangement protected area decision, identify the protection area gap and abuse and strategy formulate and direction policy of management legal formal protection area. The data was got in thematic map, remote sensing and direct observation. Data tabulation included spatial and attribute data tabulation with ArcView, ArcGIS and Erdas Imagine software. Data analysis was based on the results of overlay analyst and the percentage of deviation (summary) analyst between digital maps. Evaluation toward space pattern and space protection area structure. Actual protection area DFH based on Distribution of forest function (DFH) in Pandeglang Regency is Ujung Kulon National Park (TNUK), Nature Recreation Park (TWA) Carita and forest protect totally 66.465,15 Ha (23,64%). Actual protection area RTRW based on space area allocation in space area arrangement plan (RTRW) in Pandeglang Regency is TNUK and forest protected in the amount of 68.782,06 Ha (24,46%) and legal formal protection area is 173.160,13 Ha (61,58%). Gap between legal formal protection area with Actual protection area is 99.957,20 Ha (35,55%).Protection area condition all dominated by forest with different wide. Actual forest protection area DFH wide is 43.800,65 Ha (65,90%), actual protection area RTRW is 41.965,34 Ha (61,01%), legal formal protection area is 50.328,99 Ha (29,06%). Space arrangement is needed to realize movement development, but there is an abuse and inconsistency in planning step. Legal formal protection area abuse in actual protection area is 110.458,85 Ha (63,79%); legal formal protection area abuse in RTRW is 110.874,43 Ha (64,03%); actual protection area abuse DFH in actual RTRW is 8.082,16 Ha (12,16%); unsafe area from natural disaster abuse in actual protection area RTRW is 66.594,42 Ha (74,24%). Direction and strategy in protection area management in Pandeglang Regency needs some steps. In pressing legal formal protection area management by pointing the instance or institution with giving them authority and responsible to manage legal formal protection area especially in unsafe area from natural disaster and local protection area. RTRW document review is needed contrive to
vi
actual data from the instance and use similar format of data reference and consisten in space arrangement. Key words: protection area, Geographic Information System (GIS), Pandeglang Regency, evaluation, land cover.
vii
PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Evaluasi Kawasan Lindung dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kabupaten Pandeglang, Banten adalah benar-benar hasil karya Saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2010
Rika Setiabudi Santoso NRP E34051594
viii
Judul Skripsi
: Evaluasi Kawasan Lindung dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kabupaten Pandeglang, Banten
Nama
: Rika Setiabudi Santoso
NIM
: E34051594
Menyetujui:
Pembimbing I
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F NIP. 19640622 198803 1 002
Pembimbing II
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc NIP. 19620316 198803 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan dari Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Ayah dan Ibu serta adik-adik penulis Rini dan Shinta yang tidak pernah berhenti berdo’a dan memberikan kasih sayang, semangat serta dukungan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F dan Dr.Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan ilmu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penyempurnaan skripsi ini Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS perwakilan dari Silvikultur, Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS perwakilan dari Manajemen Hutan, dan Arinana, S. Hut. M.Si perwakilan dari Hasil Hutan. 4. Segenap pimpinan dan jajarannya instansi Bappeda Kabupaten Pandeglang; Dishutbun Kabupaten Pandeglang; Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Pandeglang; Dinas Tata ruang Kabupaten Pandeglang; BPPT Kabupaten Pandeglang; PU dan Pengairan Propinsi Banten; Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK); SKW III Serang, BKSDA Jawa Barat; Perum perhutani KPH Banten dan Camat di Kabupaten Pandeglang 5. Seluruh keluarga besar Fakultas Kehutanan dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, seluruh dosen pengajar, Staf KPAP, rekanrekan mahasiswa KSHE yang selalu membantu selama ini. 6. Senior (terutama mas Chandra dan mas Bilal), Teman-teman, dan laboran di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial yang telah bersedia berbagi ilmu dan pengalaman tentang aplikasi SIG serta motivasinya.
ii
7. Teman-teman KSHE (Tarsius)’42 semuanya dan keluarga besar HIMAKOVA atas bantuan, semangat, dukungan serta kebersamaannya 8. Keluarga besar Sylva Indonesia terutama Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB atas bantuan, semangat, dukungan serta kebersamaannya 9. Seseorang yang disayangi, yang senantiasa memberikan semangat, bantuan dan doa kepada penulis. 10. Seluruh pihak yang telah bekerja sama membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga semua bantuan, dukungan, semangat, dan doa yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT. Amin. Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan, kekeliruan, dan kelemahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor,
Februari 2010
Rika Setiabudi Santoso
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Panunggulan, Kecamatan Tunjung Teja, Serang pada tanggal 6 Februari 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bakhrun SS. dan Rubinah SS. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pandeglang dan tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata sebagai mayor di Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di beberapa organisasi dan kegiatan kemahasiswaan. Penulis aktif di UKM FORCES (Forum For Scientific Studies) dan UKM Pencak Silat Merpati Putih pada tahun 2005. Pada saat masuk departemen penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai Ketua biro Infokom tahun 2006-2007 dan sebagai anggota Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM). Kegiatan HIMAKOVA yang pernah diikuti yaitu Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Sulawesi Selatan tahun 2007, Eksplorasi Fauna dan Flora Indonesia (RAFFLESIA) di Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2007 dan CA Gunung Simpang tahun 2008. Selain itu penulis aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan sebagai anggota biro Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB tahun 2007-2008 dan sebagai ketua pelaksana Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional (PIKNAS) IV tahun 2008. Penulis melakukan berbagai praktik lapang. Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Taman Nasional Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan dan RPH Cemara Kabupaten Indramayu, Jawa Barat tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktik Umum Konservasi Ex-situ di Wana Wisata Penangkaran Rusa Jonggol dan Kebun Raya Bogor (KRB), serta Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Lampung tahun 2009. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Kawasan Lindung dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kabupaten Pandeglang, Banten dibimbing oleh Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................... i RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iii DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iv DAFTAR TABEL.………………………………………………………………. vi DAFTAR GAMBAR………………………………………...…………………. vii DAFTAR LAMPIRAN.……………………………………………..…………. viii I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Tujuan.................................................................................................... 2 1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3 2.1 Kawasan Lindung .................................................................................. 3 2.1.1 Definisi kawasan lindung ................................................................ 3 2.1.2 Kriteria dan klasifikasi kawasan lindung ......................................... 3 2.1.3 Pengelolaan kawasan lindung .......................................................... 4 2.1.4 Arti penting kawasan lindung .......................................................... 5 2.2 Penggunaan dan Penutupan Lahan ......................................................... 5 2.3 Penginderaan Jauh.................................................................................. 6 2.4 Sistem Informasi Geografis (SIG) .......................................................... 7 2.4.1 Pengertian SIG ................................................................................ 7 2.4.2 Komponen SIG ............................................................................... 8 2.4.3 Analisis data SIG ............................................................................ 8 2.4.4 Aplikasi SIG ................................................................................. 10 III. METODOLOGI ........................................................................................... 16 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian ..................................................... 16 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 18 3.3 Bahan dan Alat..................................................................................... 19 3.4 Prosedur dan Cara Pengambilan Data ................................................... 20 3.4.1 Data primer ................................................................................... 20 3.4.2 Data sekunder................................................................................ 21 3.5 Pengolahan data ................................................................................... 21 3.5.1 Proses pengolahan peta.................................................................. 21 3.5.2 Identifikasi dan klasifikasi kawasan lindung .................................. 23 3.5.3 Analisis data.................................................................................. 26 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ................................................ 29 4.1 Administrasi dan Geografis ................................................................. 29 4.2 Kondisi Fisik Kawasan......................................................................... 29 4.2.1 Iklim dan suhu udara..................................................................... 29 4.2.2 Ketinggian dan topografi ............................................................... 29 4.2.3 Hidrologi dan drainase .................................................................. 30 4.3 Kependudukan ..................................................................................... 30
v
4.4 Perekonomian ...................................................................................... 31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 32 5.1 Peta Tematik Kriteria dan Analisis Evaluasi Kawasan Lindung ............ 32 5.1.1 Penutupan lahan ............................................................................ 32 5.1.2 Jenis tanah..................................................................................... 36 5.1.3 Curah hujan ................................................................................... 38 5.1.4 Lereng ........................................................................................... 40 5.1.5 Ketinggian..................................................................................... 40 5.2 Evaluasi Kawasan Lindung Kabupaten Pandeglang .............................. 43 5.2.1 Pola ruang kawasan lindung .......................................................... 43 5.2.2 Penyimpangan dan inkonsistensi pola ruang kawasan lindung ....... 45 5.2.3 Struktur ruang kawasan lindung .................................................... 51 5.2.4 Institusi yang terkait dalam manajemen kawasan lindung .............. 52 5.2.5 Kebijakan pemerintah dalam manajemen kawasan lindung ............ 53 5.2.6 Persepsi dan sikap terhadap kawasan lindung ................................ 53 5.3 Strategi dan Arahan Manajemen Kawasan Lindung di Kabupaten Pandeglang........................................................................................... 55 5.3.1 Pola ruang kawasan lindung .......................................................... 55 5.3.2 Struktur ruang kawasan lindung .................................................... 56 5.3.3 Institusi pemerintah dalam manajemen kawasan lindung ............... 56 5.3.4 Kebijakan Pemerintah dalam Manajemen Kawasan Lindung ......... 57 5.3.5 Pertimbangan dalam Penetapan Kawasan Lindung Legal Formal .. 58 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 59 6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 59 6.2 Saran .................................................................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 61 LAMPIRAN .................................................................................................... 614
vi
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1 Sistem klasifikasi penggunaan dan penutupan lahan yang digunakan dalam penginderaan jauh menurut USGS......................................................... 6 2 Aplikasi SIG dalam penelitian ....................................................................... 10 3 Sumber, jenis dan metode pengumpulan data ................................................ 19 4 Skor kelas lereng........................................................................................... 24 5 Skor kelas jenis tanah .................................................................................... 24 6 Skor berdasarkan curah hujan ....................................................................... 25 7 Klasifikasi fungsi hutan berdasarkan perhitungan skor .................................. 25 8 Nama-nama gunung dan ketinggiannya di Kabupaten Pandeglang ................ 30 9 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Pandeglang .............. 30 10 Penutupan lahan di Kabupaten Pandeglang .................................................. 32 11 Jenis tanah dan luasannya di Kabupaten Pandeglang .................................... 36 12 Kategori jenis tanah dan luasannya di Kabupaten Pandeglang ...................... 36 13 Curah hujan dan luasannya di Kabupaten Pandeglang .................................. 38 14 Kelas lereng beserta luasannya di Kabupaten Pandeglang ............................ 40 15 Kelas tinggi beserta luasannya di Kabupaten Pandeglang ............................. 40 16 Pola ruang kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang ................................ 45 17 Kondisi penutupan lahan kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang .......... 51 18 Tupoksi instansi dalam manajemen kawasan lindung ................................... 52 19 Persepsi dan sikap beberapa pihak mengenai kawasan lindung ..................... 53 20 Strategi dan arahan dalam rangka penetapan gap kawasan lindung sebagai kawasan lindung aktual ................................................................................ 58
vii
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1
Peta lokasi pengambilan data. ...................................................................... 18
2
Proses konversi peta format dxf ke format shp. ............................................ 21
3
Proses pembuatan peta curah hujan. ............................................................. 21
4
Proses pembuatan DEM. .............................................................................. 22
5
Proses pengolahan citra landsat. ................................................................... 22
6
Kriteria kawasan lindung legal formal. ......................................................... 24
7
Bagan alir proses evaluasi kawasan lindung. ................................................ 27
8
Peta penutupan lahan Kabupaten Pandeglang. ............................................ 34
9
Foto penutupan lahan. .................................................................................. 35
10 Peta kategori jenis tanah Kabupaten Pandeglang. ....................................... 37 11 Peta curah hujan Kabupaten Pandeglang. ..................................................... 39 12 Peta kelas lereng Kabupaten Pandeglang. ..................................................... 41 13 Peta kelas tinggi Kabupaten Pandeglang. .................................................... 42 14 Peta kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang. ......................................... 44 15 Peta penyimpangan kawasan lindung Legal formal dengan DFH.................. 47 16 Peta penyimpangan kawasan lindung Legal formal dengan RTRW. ............. 48 17 Peta penyimpangan kawasan aktual DFH dengan RTRW. ............................ 49 18 Peta penyimpangan kawasan rawan bencana dengan RTRW. ...................... 50 19 Papan persuasif pencegahan pembuangan sampah ke sungai. ....................... 54 20 Kasus penjualan lahan pada sempadan pantai. .............................................. 56
viii
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1 Tugas pokok dan fungsi instansi-instansi terkait ............................................. 65 2 Panduan wawancara kepada masyarakat ........................................................ 68 3 Panduan wawancara kepada instansi terkait ................................................... 69 4 Rekapitulasi data wawancara dengan instansi terkait ..................................... 70 5 Rekapitulasi data wawancara dengan Camat ................................................. 70 6 Rekapitulasi data wawancara dengan Kepala desa ......................................... 70 7 Rekapitulasi data wawancara dengan instansi terkait ..................................... 70
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pembangunan terus meningkat di berbagai daerah seiring dengan terus bertambahnya
jumlah penduduk.
Kebutuhan akan ruang sebagai
permukiman, budidaya, kegiatan sosial dan ekonomi semakin tidak terelakan lagi. Baik secara langsung ataupun tidak langsung hal tersebut dapat menjadi salah satu pemicu tekanan terhadap eksploitasi penggunaan sumberdaya alam dan penyimpangan pemanfaatan ruang. Kegiatan pembangunan dapat memberikan dampak kepada lingkungan dan masyarakat sekitar yang pada gilirannya akan berdampak kepada keberlanjutan pembangunan itu sendiri (Murdiyarso 2003). Kawasan lindung merupakan sistem penyangga kehidupan yang sangat berperan penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan (Sudarmadji 2007). Namun pada kenyataannya kawasan-kawasan lindung yang seharusnya dipertahankan kelestariannya, justru banyak yang rusak dan berubah fungsinya (Alikodra & Syaukani 2004). Pandeglang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Banten yang memiliki potensi dan permasalahan mengenai lingkungan. Potensi Pandeglang yang memiliki kondisi lingkungan nyaman dan asri dengan keindahan alamnya, semakin meningkatkan daya tarik tumbuh dan berkembangnya pembangunan. Permasalahan lingkungan yang terjadi diantaranya bencana alam longsor dan banjir pada beberapa tahun terakhir mengindikasikan adanya ketidakseimbangan lingkungan. Pertambahan penduduk pada kurun waktu 2002 sampai 2007 sebesar 8,6% (BPS Kabupaten Pandeglang 2008). Semakin tinggi pertambahan penduduk semakin meningkatkan kebutuhan lahan untuk permukiman yang dapat berimplikasi kepada semakin cenderung terkonversinya lahan-lahan pertanian (Andriyani 2007) dan terkonversinya hutan. Pendorong utama dari perubahan penutupan lahan menjadi permukiman adalah aksesibilitas dari jalan raya kabupaten dan jarak dari kota kecamatan (Jaya, Saleh & Puspaningsih 2003).
2
Kebijakan penataan ruang yang tepat diperlukan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu data dan informasi mengenai kawasan yang aktual. Sistem Informasi Geografis (SIG) mempunyai peranan penting dalam penyediaan data dan informasi tersebut melalui analisis peta tematik dan penginderaan jauh. Menurut Jaya (2002) SIG sangat diperlukan guna mendukung pengambilan keputusan untuk memecahkan permasalahan keruangan, mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan sampai dengan pengawasan. Kegiatan evaluasi dilakukan dalam rangka untuk mengetahui kondisi kawasan lindung dan manajemen pengelolaannya. Kawasan lindung dapat dievaluasi berdasarkan letak, luasan, proses penetapan dan penutupan lahan. Analisis institusi dan kebijakan dilakukan guna mendorong manajemen kawasan lindung yang memperhatikan fungsi lindung dalam mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan.
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi kawasan lindung legal formal berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung di Kabupaten Pandeglang 2. Mengidentifikasi gap antara kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual di Kabupaten Pandeglang dan penyimpangan dalam pola ruang kawasan lindung 3. Merumuskan strategi dan arahan kebijakan dalam mendorong manajemen kawasan lindung legal formal di Kabupaten Pandeglang.
1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber informasi mengenai kondisi kawasan lindung aktual, kawasan lindung legal formal dan gap keduanya di Kabupaten Pandeglang serta rekomendasi konsep strategi dan arahan dalam merumuskan kebijakan manajemen kawasan lindung legal formal.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Lindung 2.1.1 Definisi kawasan lindung Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Menurut Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dinyatakan bahwa kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang berkelanjutan.
2.1.2 Kriteria dan klasifikasi kawasan lindung Berdasarkan Keppres No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, kawasan lindung terbagi atas : a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya yaitu: 1) Kawasan hutan lindung 2) Kawasan bergambut 3) Kawasan resapan air b. Kawasan perlindungan setempat 1) Sempadan sungai 2) Sempadan pantai 3) Kawasan sekitar danau 4) Kawasan sekitar mata air c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya yaitu: 1) Kawasan suaka alam 2) Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya 3) Kawasan pantai berhutan bakau 4) Taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam 5) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
4
d. Kawasan rawan bencana alam, yaitu kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tanah longsor. MacKinnon et al. (1993) menyatakan bahwa macam ciri suatu kawasan yang dapat ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi adalah sebagai berikut: a. Karakteristik atau keunikan ekosistem b. Spesies khusus yang diminati, nilai, kelangkaan atau terancam c. Tempat yang memiliki keanekaragaman spesies d. Landskap atau ciri geofisik yang bernilai estetik atau pengetahuan e. Fungsi perlindungan hidrologi, tanah, air dan iklim lokal f. Tempat peninggalan budaya g. Fasilitas untuk rekreasi alam.
2.1.3 Pengelolaan kawasan lindung Banyak masalah kawasan dilindungi di negara sedang berkembang sebagai akibat konsep kawasan dilindungi sebagai sesuatu yang berdiri sendiri (Basuni 2001). Penetapan bentuk-bentuk kawasan lindung diharapkan dapat membawa dampak positif terhadap kawasan-kawasan lainnya. Ragam dan intensitas usaha konservasi sumberdaya alam dan lingkungan pada kawasan lindung seharusnya lebih tinggi daripada kawasan-kawasan lainnya karena kerusakan yang terjadi atas kawasan lindung disamping menimbulkan kemerosotan jumlah, ragam dan mutu sumberdaya alam yang ada di dalamnya juga dapat merugikan atau bahkan membawa bencana di kawasan-kawasan lainnya
(Iftitah 2005). Menurut
Barborak (1995) dalam Basuni (2001) salah satu dari beberapa alasan kawasankawasan dilindungi di negara maju telah demikian berhasil adalah karena kawasan-kawasan tersebut benar-benar ada sebagai bentuk yang paling ketat dari regulasi penggunaan lahan. Menurut Firdaus (2007) untuk mewujudkan kawasan lindung legal formal pemerintah harus menunjuk instansi yang bertanggung jawab secara langsung dalam penetapan dan pengelolaan kawasan perlindungan setempat dan kawasan rawan bencana alam. Andriyani (2007) menambahkan bahwa faktor kebijakan berupa arahan penggunaan lahan (kawasan lindung dan budidaya) juga
5
berpengaruh nyata dalam menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman. Kawasan lindung legal formal tidak efektif untuk diterapkan secara langsung sebagai kawasan lindung sehingga kawasan lindung legal formal perlu ditata kembali dengan cara menyatukan kawasan yang memiliki luas minimal 25 ha ditarik dari garis terluar kawasan (Firdaus 2007). Upaya pengelolaan yang menjadi prioritas utama dalam manajemen pengelolaan kawasan lindung yang paling efektif adalah sosialisasi, kejelasan status hukum kawasan, partisipasi masyarakat, penyuluhan dan penataan ruang (Hernawati 2003).
2.1.4 Arti penting kawasan lindung Misi inti kawasan dilindungi adalah melindungi sumberdaya untuk jangka panjang dan menghasilkan aliran berkelanjutan dari jasa-jasa lahan liar bagi bangsa (Basuni 2001). Kawasan yang dilindungi memiliki sumbangan yang besar bagi pelestarian sumberdaya alam dan kelangsungan pembangunan diantaranya memelihara stabilitas lingkungan wilayah sekitarnya, sehingga mengurangi intensitas banjir dan kekeringan, melindungi tanah dari erosi serta mengurangi iklim ekstrim setempat. Selain itu juga memelihara kapasitas produktif ekosistem, sehingga menjamin tersedianya air serta produksi hewan dan tumbuhan secara terus menerus (MacKinnon et al. 1993). Kanowski et al. (1999) menambahkan bahwa kawasan lindung memberikan kontribusi yang fundamental terhadap konservasi sumberdaya alam dan sumberdaya budaya dunia. Nilai yang dilindungi yaitu bentang alam, keterwakilan ekosistem, keanekaragaman hayati, jasa lingkungan dan warisan budaya.
2.2 Penggunaan dan Penutupan Lahan Istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia dalam bidang lahan tertentu sedangkan penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand & Kiefer 1990). Menurut Lo (1995) terdapat tiga kelas data dalam penutupan lahan diantaranya : 1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia 2. Fenomena biotik vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang
6
3. Tipe-tipe pembangunan Skema klasifikasi merupakan rancangan skema penutupan lahan suatu wilayah yang disusun berdasarkan informasi tambahan dari wilayah yang akan diinterpretasi sehingga menjadi faktor penting dalam menentukan keberhasilan dalam klasifikasi penutupan dan penggunaan lahan (Lo 1995). Sistem klasifikasi penggunaan dan penutupan lahan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Sistem klasifikasi penggunaan dan penutupan lahan yang digunakan dalam penginderaan jauh menurut USGS No. 1
Tingkat I Perkotaan perkotaan
2
Lahan pertanian
3
Lahan peternakan
4
Lahan hutan
5
Air
6
Lahan basah
7
Lahan gundul
8
Padang rumput
9
Es dan salju abadi
atau
lahan
Tingkat II a. Permukiman b. Perdagangan dan jasa c. Industri d. Transportasi e. Kompleks industri f. Perkotaan campuran atau lahan bangunan g. Perkotaan atau lahan bangunan lainnya a. Tanaman b. Daerah buah-buahan c. Lahan tanaman obat d. Lahan pertanian lainnya a. Lahan pengembalaan terkurung b. Lahan peternakan dan semak belukar c. Lahan peternakan campuran a. Lahan hutan gugur daun musim b. Lahan hutan selalu hijau c. Lahan hutan campuran a. Sungai dan kanal b. Danau c. Waduk d. Teluk dan muara a. Lahan hutan basah b. Lahan basah bukan hutan a. Dataran garam b. Gisik (pantai) c. Daerah berpasir d. Tambang sungkapan gundul e. Tambang terbuka a. Padang lumut semak belukar b. Padang lumut tanaman obat c. Padang lumut daerah gundul d. Padang lumut daerah basah e. Padang lumut daerah campuran a. Lapangan salju abadi b. Glaiser
Sumber: Lillesand & Kiefer (1990)
2.3 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh pada dasarnya merupakan informasi intensitas panjang gelombang yang perlu diberikan kodenya sebelum informasi itu dapat dipahami
7
secara penuh (Lo 1995). Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi, obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer 1990). Citra landsat merupakan citra satelit untuk penginderaan sumberdaya bumi. Thematik Mapper (TM) adalah suatu sensor optik penyiaman yang beroperasi pada cahaya tampak dan inframerah (Lo 1995). Menurut Sutanto (1986) citra landsat dapat disajikan dalam bentuk peta maupun sistem informasi manual dan dapat dibedakan kedalam tujuh kategori penutupan lahan dengan menggunakan paduan warna berskala 1:250 000, ketujuh kategori tersebut yaitu air, hutan, lahan pertanian, lahan rawa, lahan perdagangan, lahan permukiman dengan bangunan bertingkat tinggi dan lahan permukiman dengan bangunan bertingkat rendah. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) analisis citra landsat dikelompokkan kedalam beberapa tahapan yaitu: 1. Pemulihan citra (image restoration), meliputi berbagai distorsi radiometrik dan geometrik yang ada pada data citra asli 2. Penajaman citra (image enhancement), dilakukan sebelum menayangkan data citra untuk analisis visual teknik, penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan kontras diantara kenampakan dalam citra 3. Klasifikasi citra (image classification), hal yang dilakukan yaitu pengamatan tiap pixel untuk dievaluasi dan diterapkan pada suatu kelompok informasi dengan mengganti arsip data citra dengan suatu matriks jenis kategori yang ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (brightness value/VB atau digital number/DN) pixel yang bersangkutan.
2.4 Sistem Informasi Geografis (SIG) 2.4.1 Pengertian SIG Sistem Informasi Geografis adalah suatu teknologi baru yang pada saat ini menjadi alat bantu (tools) yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan spasial (Prahasta 2002). Sedangkan menurut Chrisman (1997) dalam Prahasta (2002) menyatakan bahwa sistem informasi geografis adalah
8
sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data, manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisa dan menyebarkan informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan bumi.
2.4.2 Komponen SIG Gistut (1994) dalam Prahasta (2002) menyebutkan bahwa SIG memiliki komponen yang terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data dan informasi geografi, dan manajemen data. Perangkat keras untuk SIG antara lain adalah computer, mouse, digitizer, printer, plotter, dan scanner. Perangkat lunak terdiri dari word processing, sphread (mengolah angka) data, database presentation dan aplikasi-aplikasi SIG lainnya. Menurut Jaya (2002) data vektor adalah struktur data yang berbasis pada sistem koordinat yang umum digunakan untuk menyajikan feature peta. Data raster adalah data dimana semua obyek disajikan secara sekuensial pada kolom dan baris dalam bentuk sel-sel atau yang sering dikenal dengan picture element yang selanjutnya disingkat pixel.
2.4.3 Analisis data SIG Analisis spasial adalah proses pemodelan, pengujian dan interpretasi hasil dari model (Jaya 2002). Prahasta (2002) menyebutkan bahwa secara umum terdapat dua fungsi analisis yaitu fungsi analisis atribut dan analisis spasial. a. Fungsi analisis atribut terdiri dari: 1. Operasi Dasar Sistem Pengelolaan Basis Data (DBSM) a) Membuat dan menghapus basis data b) Membuat dan menghapus tabel basis data c) Mengisi dan menyisipkan data ke dalam tabel d) Membaca dan mencari data dari tabel basis data e) Mengubah dan mengedit data yang terdapat di dalam tabel basis data f) Membuat indeks untuk setiap tabel basis data.
9
2. Perluasan operasi basis data b. Analisis spasial terdiri dari: 1. Klasifikasi yaitu mengklasifikasikan kembali suatu data spasial (atau atribut) menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu 2. Network yaitu fungsi ini merujuk data spasial titik-titik atau garis sebagai suatu jaringan yang tidak dipisahkan 3. Overlay yaitu fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukannya 4. Buffering yaitu fungsi yang akan menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial masukannya 5. 3D analisis yaitu fungsi ini berhubungan dengan presentasi data spasial dalam bentuk 3 dimensi 6. Digital emage processing yaitu fungsi ini dimiliki oleh perangkat SIG yang berbasiskan raster. SIG menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atributatributnya didalam satuan-satuan yang disebut layer. Kumpulan layer akan membentuk basis data SIG (Prahasta 2002). Operasi menggabungkan feature dari dua layer ke dalam layer baru serta menggabungkan secara relasional tabel atribut feature-nya disebut overlay spasial (Jaya 2002). Prahasta (2002) membagi SIG menjadi beberapa subsistem, yaitu: a. Data input yaitu data yang akan diinput ke dalam sistem. Bentuk data tersebut diantaranya tabel, laporan, pengukuran lapang, peta, citra satelit, foto udara dan data digital lain b. Data output yaitu hasil dari pengolahan data dapat berupa peta, tabel, laporan dan informasi digital c. Data manajemen yaitu mengorganisasikan baik data atribut maupun data spasial ke dalam sebuah basis data sehingga mudah untuk diperbaharui atau dikoreksi d. Data manipulasi dan analisis yaitu melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.
2.4.4 Aplikasi SIG Aplikasi SIG dalam Penelitian-penelitian yang telah dilakukan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Aplikasi SIG dalam penelitian No. 1.
Peneliti Julinda Hernawati
Tahun 2003
Lokasi Kawasan Lindung di Kabupaten Sukabumi
Judul Pandangan Para Pihak Terkait (Stakeholders) dalam Penentuan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Lindung
2.
Diah Irawati Dwi Arini
2005
DTA Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu, Kab. Bogor
Aplikasi sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi Answer dalam Memprediksi Erosi dan Sedimen
Keterangan/Hasil 1. Berdasarkan hasil pengolahan AHP kriteria yang paling menentukan dalam memilih institusi yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan kawasan lidung saat ini adalah kebijakan dan peraturan perundangan (KPPU). Prioritas selanjutnya adalah SDM dilanjutkan dengan koordinasi dan integrasi, dana teknologi dan sarana prasarana. 2. Hasil analisis dengan menggunakan AHP juga menunjukan bahwa institusi yang sampai saat ini memiliki kompetensi dalam pengelolaan kawasan lindung di Kabupaten Sukabumi adalah pusat (BTNGGP, BTNGH, BKSDA). 3. Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup memiliki kesamaan pandangan dalam menentukan prioritas dalam memilih institusi yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan kawasan lindung. 4. Prioritas utama dalam aspek manajemen pengelolaan kawasan lindung yang efektif adalah pengorganisasian, dilanjutkan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. 5. Upaya pengelolaan yang menjadi prioritas utama dalam manajemen pengelolaan kawasan lindung yang efektif adalah sosialisasi, kejelasan status hukum kawasan, partisipasi masyarakat, penyuluhan dan penataan ruang. 1. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dapat dikombinasikan ke dalam model Hidrologi ANSWERS untuk mempermudah dalam memperoleh data masukan. 2. Kelas penutupan lahan berupa perkebunan dan pertanian lahan kering memiliki luas yang terbesar terhadap kehilangan tanah atau erosi masingmasing sebesar 41,12Ha dan 74,88Ha, sedangkan penutupan lahan berupa semak belukar seluruhnya mengalami pengendapan atau sedimen.
10
11
Tabel 2 Aplikasi SIG dalam Penelitian (Lanjutan) No. 3.
Peneliti Diah Retno Minarni
Tahun 2005
Lokasi Kota Bontang
4.
Hengki Purwonegoro
2005
Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur
5.
Edwine Purnama
2006
Propinsi Riau
Setia
Judul Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Kota Bontang dengan Menggunakan Pendekatan SIG dan Spasial Statistik (Cluster Analisis) Evaluasi Kawasan Lindung dengan Citra Satelit Landsat ETM dan Sistem Informasi Geografis
Pemodelan Spasial Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan Menggunakan Teknologi Sistem Informasi Geografis (Sig) dan Penginderaan Jauh
Keterangan/Hasil 1. Tiponomi kawasan pesisir kota Bontang yang paling jelas terlihat karakteristik wilayahnya adalah pada tiga kelompok wilayah. 2. Secara garis besar zonasi pengelolaan wilayah pesisir terbagi dalam tiga wilayah pengelolaan yaitu zona lindung, zona penyangga, zona pemanfaatan. 1. Berdasarkan hasil klasifikasi citra landsat ETM 2002, wilayah Kabupaten Bondowoso dikelompokkan menjadi 10 kelas penggunaan penutupan lahan yaitu hutan alam, hutan tanaman, perkebunan, semak belukar, lahan pertanian, kebun campuran, permukiman, lahan kosong, tubuh air, dan kelas tidak ada data. 2. Kawasan lindung di Kabupaten Bondowoso terdiri dari TWA Kawah Ijen Merapi Unggup-Unggup, CA Kawah Ijen Merapi Unggup-Unggup, CA Ceding, SM Satwa Dataran Tinggi Yang, Hutan Lindung. 3. Kawasan lindung Ideal yang diperoleh berdasarkan kriteria faktor fisik dengan luas 45.466,11 Ha (29,23% dari luas Kabupaten). 4. Hutan alam yang masih tersisa sebesar 19.087,47 Ha (41,98% dari luas kawasan Ideal) 5. Alokasi ruang untuk kawasan lindung aktual TGH (33.488,64 Ha) lebih kecil daripada kawasan lindung ideal (45.466,11 Ha). Perbedaan ini ditimbulkan karena adanya gap peruntukan sebagai kawasan lindung seperti sempadan sungai, sempadan waduk dan kemiringan lereng lebih dari 40%. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Riau adalah curah hujan, indeks vegetasi, indeks kebasahan, jarak dari pusat-pusat penduduk, jarak dari jaringan jalan, jarak dari jaringan sungai dan penggunaan lahan. 2. Pendekatan secara kuantitatif memberikan hasil verifikasi model jauh lebih teliti (90,877%) dibandingkan dengan pendekatan kualitatif (15,679%).
11
12
Tabel 2 Aplikasi SIG dalam Penelitian (Lanjutan) No. 6.
Peneliti Ghaniyy Fahmi Basyah
Tahun 2007
Lokasi Das Citanduy, Kab. Ciamis
7
Edwar Firdaus
2007
Kabupaten Garut
Judul Optimalisasi Penggunaan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Model Answers di Daerah Tangkapan Air (DTA) Ciseel, Sub DAS Citanduy, Kabupaten Citanduy, Kabupaten Ciamis-Kota Banjar Jawa Barat Evaluasi Kawasan Lindung di Kabupaten Garut dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG)
Keterangan/Hasil 1. Di DTA Ciseel telah terjadi perubahan penggunaan lahan selama kurun waktu 1991-2003. Perubahan besar yang terjadi adalah dari hutan menjadi permukiman. Hutan berkurang 35,4% (2.362,5 Ha) dan permukiman meningkat 34,2% (2350 Ha) 2. Erosi dan sedimentasi dalam kurun waktu 1991-2003 meningkat. Laju erosi pada tahun 2003, 29 kali lebih besar dari laju erosi yang diperbolehkan. 3. Bentuk penggunaan lahan yang dapat mereduksi laju erosi menjadi ≤ 2,5 mm/ha/th adalah melakukan tindakan konservasi tanah dan air di lahan pertanian dan permukiman, serta menghutankan kembali seluruh kebun campuran 1. Luas kawasan lindung aktual di Kabupaten Garut sebesar 89.382,51 Ha (29,2%). 2. Luas kawasan lindung legal formal yang dihasilkan dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan dalam Keppres No. 32 tahun 1990 dan SK Mentan No. 837 tahun 1980 seluas 96.428,88 Ha (31,5% dari luas total Kabupaten Garut), penutupan lahan yang masih berupa hutan alam seluas 35.388,81 Ha. Sisanya merupakan kawasan budidaya dan semak belukar. 3. Dari segi manajemen pengelolaan, kawasan lindung legal formal tidak efektif untuk diterapkan secara langsung sebagai kawasan lindung, sehingga kawasan lindung legal formal perlu ditata kembali dengan cara menyatukan kawasan yang memiliki luas minimal 25 ha ditarik garis dari garis terluar kawasan. 4. Kawasan lindung ideal yang memenuhi kriteria legal formal dan kriteria ekologis di Kabupaten Garut adalah gabungan antara kawasan lindung aktual dengan kawasan legal formal seluas 130.504,05 Ha (42,58% dari luas total Kabupaten Garut) 5. Untuk mewujudkan kawasan lindung legal formal, pemerintah harus menunjuk instansi yang bertanggungjawab secara langsung dalam penetapan dan pengelolaan kawasan perlindungan setempat dan kawasan rawan bencana alam.
12
13
Tabel 2 Aplikasi SIG dalam Penelitian (Lanjutan) No. 8
Peneliti Andriyani
Tahun 2007
Lokasi Kabupaten Serang, Propinsi Banten
Judul Dinamika Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya di Kabupaten Serang Propinsi Banten
9
Suherman
2007
Kabupaten Sumedang
Aplikasi Sistem Informasi Geografis (Sig) dan Penginderaan Jarak Jauh untuk Pemetaan Lahan Kritis Lokasi Pertambangan Pasir
10
Fauziah Alhasanah
2006
Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat
Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor serta Upaya Mitigasinya Menggunakan Sistem Informasi Geografis
Keterangan/Hasil 1. Selama kurun waktu 1992-2003 di Kabupaten Serang telah terjadi perubahan luasan penggunaan lahan yaitu pengurangan luasan penggunaan hutan, sawah, kebun campuran, semak belukar dan tambak/penggaraman. Penggunaan permukiman dan ladang mengalami penambahan luasan yang cukup besar. 2. Faktor fisik yang secara signifikan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman adalah kelerengan. 1. Penutupan lahan lokasi pertambangan pasir di Kabupaten Sumedang terdiri dari tipe permukiman 7,82 Ha (2,59%) kebun campuran 46,53 Ha (15,41%) alangalang 223,80 Ha (74,10%) dan lahan kosong 23,88 Ha (7,91%) 2. Tingkat kekritisan lahan lokasi pertambangan pasir di Kabupaten Sumedang terbagi menjadi tiga kelas kritis yaitu kelas “tidak kritis” 36,77 Ha 912,18%), kelas “kritis sedang” 242,06 Ha (80,14%) dan kelas “kritis” 23,29 Ha (7,68%). 3. Prosedur standar operasional (SOP) perijinan kegiatan pertambangan pasir di Kabupaten Sumedang dinilai kurang tepat karena kegiatan pertambangan tersebut menyebabkan lahan kritis. 1. Penyebab utama pemicu terjadinya tanah longsor di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan terdiri atas tiga faktor yaitu kelerengan, jenis tanah dan penggunaan lahan, selain itu juga curah hujan. 2. Wilayah di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan merupakan daerah yang rawan terhadap longsor, yaitu seluas 8.460 Ha (65,51%) 3. Wilayah desa atau kelurahan yang memiliki potensi bahaya longsor pada tingkat sangat rawan paling luas adalah desa Ciherang (480 Ha), Sukaraja (416 Ha), Pasanggrahan (360 Ha) dan Citengah (271 Ha). 4. Sekitar 7.962 Ha (61,67 dari total luas wilayah Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan) merupakan daerah yang kurang beresiko terhadap tanah longsor. Luas daerah yang beresiko adalah 3,496 Ha (27,08 Ha), tidak beresiko seluas 883 Ha (6,84%) dan sangat beresiko seluas 568 Ha (4,40%). Tingkat resiko tanah longsor ditentukan berdasarkan nilai resikonya yang dihasilkan dari penjumlahan nilai bahaya dan skor dari properti (jalan, infrastruktur dan penggunaan lahan). 5. Upaya mitigasi terhadap wilayah yang memiliki resiko tanah longsor dapat dilakukan dengan mengurangi tingkat kerawanan longsor dengan memperhatikan faktor utama pemicu bahaya tanah longsor.
13
14
Tabel 2 Aplikasi SIG dalam Penelitian (Lanjutan) No. 11.
Peneliti Anis Susanti Aliati
Tahun 2007
Lokasi Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat
Judul Kajian Kawasan Lindung untuk Penataan Ruang yang Ramah Lingkungan
Keterangan/Hasil 1. Berdasarkan Keppres No. 32 tahun 1990 menunjukkan bahwa kawasan yang seharusnya ditetapkan sebagai kawasan lindung di wilayah Kabupaten Bogor adalah 113.110 Ha (37 ,83%) dari keseluruhan wilayah Kabupaten Bogor. Sedangkan kawasan lindung yang telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 adalah seluas 38.490 Ha (12,87%) dari keseluruhan wilayah Kabupaten Bogor. 2. Sebesar 20,99% kawasan lindung hasil analisis berdasarkan Keppres No. 32 tahun 1990 telah dialokasikan sebagai kawasan lindung dalam RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010. Sedangkan sisanya (79,91%) dialokasikan tidak sesuai dengan Keppres No. 32 tahun 1990. Besarnya ketidaksesuaian tersebut sebagai akibat belum dialokasikannya kawasan resapan air, kawasan perlindungan setempat, dan kawasan rawan bencana dalam peta RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010. 3. Sebesar 5,70% dari seluruh kawasan lindung yang telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 dimanfaatkan menyimpang dari perencanaannya. Lahan-lahan tersebut dimanfaatkan untuk permukiman, sawah, semak dan tanah terbuka. 4. Sebesar 21,12% dari luasan kawasan lindung hasil analisis berdasarkan Keppres No. 32 tahun 1990 saat ini dimanfaatkan tidak sebagai kawasan lindung lahan-lahan tersebut dimanfaatkan sebagai kebun campuran, permukiman, perkebunan, rumput, sawah, semak dan tanah terbuka. 5. Seluas 21.060 Ha (7,04% dari luas wilayah Kabupaten Bogor atau 18,64% dari luas kawasan lindung hasil analisis berdasarkan Keppres 32 tahun 1990) harus diprioritaskan untuk segera ditetapkan sebagai kawasan lindung. Kawasan tersebut saat ini penggunaan lahan eksistingnya masih berupa hutan, namun belum dialokasikan sebagai kawasan lindung dalam RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010. 6. Sebesar 61,98% kawasan lindung hasil analisis berdasarkan Keppres No. 32 tahun 1990 berada di wilayah-wilayah yang mempunyai indikasi tekanan penduduk (indeks tekanan penduduk > 1)
14
15
Tabel 2 Aplikasi SIG dalam Penelitian (Lanjutan) No. 12.
Peneliti Eko Nurwijayanto
Tahun 2008
Lokasi Kabupaten Deli Serdang
Judul Analisis Kawasan Hutan dan Kawasan Lindung dalam Rangka Arahan Penataan Ruang di Kabupaten Deli Serdang
Keterangan/Hasil 1. Kawasan hutan yang harus dipertahankan adalah 50,009 ha (20,02%) dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang. 2. Hasil analisis kawasan lindung berdasarkan Keppres No. 32 tahun 1990 menunjukkan bahwa kawasan yang harus dipertahankan sebagai kawasan lindung adalah seluas 96.764 Ha (38,74%) dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang. 3. Hasil analisis kemungkinan penyimpangan kawasan lindung menunjukkan bahwa: a. Berdasarkan RTRW dengan kondisi eksisting terdapat penyimpangan pemanfaatan kawasan lindung sebesar 28,47% dari luas kawasan lindung dalam RTRW Propinsi Sumatera Utara dan 30,96% dalam RTRW Kabupaten Deli Serdang b. Berdasarkan RTRW dengan kawasan lindung sesuai dengan Keppres No. 32 tahun 1990, kawasan yang belum ditetapkan dan dialokasikan sebagai kawasan lindung dalam RTRWP adalah 44,89% dari luas kawasan lindung sedangkan dalam RTRWK kawasan yang belum ditetapkan dan dialokasikan sebagai kawasan lindung adalah 45,27% dari luas kawasan lindung c. Berdasarkan kondisi eksisting dengan kawasan lindung sesuai Keppres No. 32 tahun 1990, terdapat penyimpangan pemanfaatan fungsi kawasan lindung sebesar 34,95% dari luas kawasan lindung yang dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya 4. Berdasarkan hasil analisis tekanan penduduk dari 403 desa yang ada di wilayah Kabupaten Deli Serdang, terdapat 312 Desa yang mempunyai indeks tekanan penduduk > 1, yang berpotensi untuk mendorong penduduk dalam melakukan perluasan lahan pertanian dalam kawasan lindung.
15
16
III. METODOLOGI
3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian Ruang lingkup dan batasan-batasan kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wilayah kajian adalah wilayah administratif Kabupaten Pandeglang b. Kawasan lindung legal formal adalah kawasan lindung yang ditetapkan berdasarkan kriteria dari Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Kawasan ini terdiri dari hutan lindung, sempadan sungai, sempadan pantai, sempadan danau, taman wisata alam, taman nasional dan kawasan rawan bencana alam c. Kawasan lindung aktual adalah kawasan lindung yang sudah ada penetapan, terdiri dari 2 kategori: 1. Kawasan lindung aktual Distribusi Fungsi Hutan (DFH) adalah kawasan lindung yang ditetapkan berdasarkan distribusi fungsi hutan yang berupa kawasan konservasi dan hutan lindung di Kabupaten Pandeglang, diantaranya kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Taman Wisata Alam (TWA) Carita dan hutan lindung 2. Kawasan lindung aktual RTRW adalah kawasan lindung yang ditetapkan dalam alokasi ruang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pandeglang tahun 2004-2014 d. Gap yang dibahas dalam penelitian ini yaitu selisih antara kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual (kawasan lindung aktual DFH union dengan kawasan lindung aktual RTRW) atau kawasan lindung legal fomal yang belum ditetapkan dalam kawasan lindung aktual DFH maupun kawasan lindung aktual RTRW e. Penyimpangan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu penyimpangan yang terjadi di kawasan lindung. Penyimpangan tersebut antara lain kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual DFH, kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual RTRW, kawasan lindung aktual
17
DFH dengan kawasan lindung aktual RTRW, kawasan rawan bencana alam dengan kawasan lindung aktual RTRW f. Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan hasil identifikasi Bapedalda Propinsi Banten, yaitu berupa kawasan rawan erosi, rawan banjir, rawan tsunami, rawan abrasi dan lahan kritis g. Dokumen RTRW yang digunakan adalah RTRW Kabupaten Pandeglang tahun 2004-2014 h.
Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya
i.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional
j.
Luas wilayah hasil kajian merupakan hasil perhitungan di dalam peta yang telah disesuaikan dengan wilayah administrasi Kabupaten Pandeglang. Penghitungan dilakukan dengan software ArcGIS versi 9.3
k. Penutupan lahan adalah kenampakan lahan dari permukaan bumi. Penutupan lahan Kabupaten Pandeglang dibagi menjadi 10 kelas penutupan lahan, yaitu terdiri dari: 1. Hutan yaitu suatu kawasan yang berupa hutan alam dan hutan tanaman 2. Kebun campuran yaitu suatu kawasan yang terdiri dari campuran antara tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan dengan tegakan pohon 3. Perkebunan yaitu suatu kawasan yang ditanami suatu tanaman perkebunan seperti sawit, karet dan kelapa 4. Semak dan rumput yaitu suatu kawasan yang didominasi oleh tegakan berupa perdu dan semak atau berupa hamparan rumput 5. Ladang dan lahan terbuka yaitu suatu kawasan yang terdiri dari pertanian lahan kering, lahan terbuka dan lahan berpasir 6. Rawa adalah daerah yang tergenang air yang penggenangannya bersifat musiman maupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan atau vegetasi 7. Sawah yaitu suatu kawasan yang berupa areal persawahan
18
8. Lahan terbangun yaitu suatu kawasan yang berupa bangunan yang terdiri dari permukiman, perumahan maupun perkantoran 9. Tambak dan empang yaitu suatu areal yang berair yang digunakan untuk memelihara ikan dan sejenisnya 10. Badan air adalah suatu areal yang berupa sungai, danau, waduk dan laut.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 14 September sampai 21 November 2009. Penelitian lapang dilaksanakan di wilayah administratif Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten. Interpretasi dan analisis data dilaksanakan di laboratorium analisis spasial lingkungan, Departemen KSHE. Gambar lokasi pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 1.
Kab. Serang
Kab. Lebak
Gambar 1 Peta lokasi pengambilan data.
19
3.3 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu citra landsat ETM-7 Path/Row 123/64 tahun 2009 dan Path/Row 123/65 tahun 2009, peta penutupan lahan TNUK tahun 2008, peta distribusi kawasan lindung, data curah hujan, peta jenis tanah dan peta rupa bumi Kabupaten Pandeglang tahun 2006. Selain itu sebagai data analisis diantaranya peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan lindung, kebijakan tata ruang, tupoksi instansi terkait serta wawancara mengenai informasi yang dikumpulkan dari sumber informasi dan lokasi pengamatan itu sendiri terkait dengan bahasan dan materi penelitian. Alat yang digunakan diantaranya GPS Garmin 76, kamera digital, alat tulis, seperangkat komputer yang dilengkapi software Erdas Imagine versi 9.1, ArcView versi 3.3, ArcGIS versi 9.3 dan AutoCAD 2006. Sumber, jenis dan metode pengambilan data disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sumber, jenis dan metode pengumpulan data No.
Sumber data
Jenis data
1
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupeten Pandeglang
a b c d
2
Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kabupaten Pandeglang Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Pandeglang Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK)
3
4
5
6
7
8
Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pandeglang Seksi Konservasi Wilayah III Serang, BKSDA, Jawa Barat Perum Perhutani KPH Banten Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang
Tupoksi Peta kawasan rawan bencana Peta dokumen RTRW Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung a Tupoksi b Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung a Tupoksi b Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung a Tupoksi b Data perambahan kawasan taman nasional c Peta taman nasional d Peta penutupan lahan kawasan TNUK tahun 2008 e Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung Data kependudukan dan monografi
a b a b a b
Tupoksi Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung Tupoksi Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung Tupoksi Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung
Metode pengumpulan data Studi pustaka dan wawancara
Studi pustaka dan wawancara Studi pustaka dan wawancara Studi pustaka dan wawancara
Studi pustaka
Studi pustaka dan wawancara Studi pustaka dan wawancara Wawancara
20
Tabel 3 Sumber, jenis dan metode pengumpulan data (lanjutan) No.
Sumber data
Jenis data
9
Dinas Kehutanan Propinsi Banten Balai Penelitian Tanah Bogor Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) BMKG Balai Besar Wilayah II Ciputat www.usgs.glovis.gov
Peta fungsi hutan Kabupaten Pandeglang Peta jenis tanah Kabupaten Pandeglang Peta rupa bumi Kabupaten Pandeglang 1: 50.000 tahun 2006
10 11
12 13
Data curah hujan Kabupaten Pandeglang Landsat ETM-7 Path/Row 123/64 dan Path/Row 123/65 tahun 2009
Metode pengumpulan data Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka
Studi pustaka Browsing
3.4 Prosedur dan Cara Pengambilan Data 3.4.1 Data primer a. Peta penginderaan jauh dan peta tematik Interpretasi citra landsat ETM-7 tahun 2009, peta curah hujan, peta kelas lereng, peta kelas tinggi, peta buffering sungai, peta buffering pantai, peta buffering danau, peta alokasi ruang RTRW dan peta rawan bencana alam. b. Observasi/pengamatan lapang Kegiatan observasi lapang dilakukan dengan pengamatan langsung di lapang atau mengunjungi lokasi penelitian. Kegiatan observasi lapang ini dilakukan untuk melihat secara langsung kondisi lapangan dan verifikasi data citra dengan kenampakan sebenarnya di bumi. c. Wawancara Wawancara dilakukan kepada stakeholder key informan yang ada di lokasi penelitian dengan panduan wawancara terbuka. Key informan tersebut yaitu instansi Pemerintah Daerah (Pemda) yang terkait, Balai TNUK, Perum Perhutani KPH Banten dan SKW III Serang BKSDA Jawa Barat, Camat, Kepala Desa dan masyarakat. Kegiatan wawancara dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara teratur untuk mengetahui persepsi mengenai kawasan lindung. Persepsi adalah pandangan, pengamatan dan interpretasi seseorang terhadap suatu kesan obyek yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya. Wawancara tidak terstruktur dilakukan
21
dengan pembicaraan tanya jawab untuk mendapatkan keterangan lebih jelas atau verifikasi data dan informasi. 3.4.2 Data sekunder Data sekunder didapatkan dengan studi literatur. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari data yang tidak dapat diperoleh dari pengamatan langsung di lapang atau sebagai data penunjang analisis, diantaranya peta jenis tanah, peta penutupan lahan Bakosurtanal skala tahun 2006, peta penutupan lahan TNUK tahun 2008, data monografi, kependudukan dan tupoksi instansi terkait.
3.5 Pengolahan data 3.5.1 Proses pengolahan peta Semua data spasial yang ada, diubah dalam format shapefile (shp) dengan proyeksi UTM. Peta dengan format AutoCAD (dxf) diubah menjadi format shp (Gambar 2). Peta yang diubah dari dxf yaitu peta alokasi ruang RTRW dan peta rawan bencana alam Kabupaten Pandeglang. AutoCAD (dxf) shapfile( shp)
Screen digitzing
atributing
Transform UTM
Peta digital shp
Gambar 2 Proses konversi peta format dxf ke format shp. Pembuatan peta curah hujan dibuat berdasarkan data curah hujan dan data titik pos pengamatan dari BMKG. Proses pembuatan peta dilakukan dengan melakukan interpolasi dengan menggunakan software ArcView 3.3 (Gambar 4 ). Data curah hujan dan titik pos pengamatan
Surfacing Interpolasi
Clipping
Atributting
Gambar 3 Proses pembuatan peta curah hujan.
Peta digital
22
Pembuatan peta Digital Elevation Model (DEM) merupakan proses awal untuk membuat peta kelas tinggi dan kelas lereng. Peta DEM merupakan hasil surfacing (interpolasi) dari peta kontur digital dengan menggunakan software Erdas Imagine 9.1 (Gambar. 3). Editing
Peta kontur
Surfacing
DEM Model elevasi
Model slope
Peta kelas tinggi
Peta kelas lereng
Gambar 4 Proses pembuatan DEM. Pengolahan data citra Landsat ETM-7 dilakukan dengan menggunakan software Erdas Imagine versi 9.1 dan ArcGIS 9.3. Langkah-langkah pengolahan citra landsat ETM-7 disajikan dalam Gambar 5. Peta rupa bumi
Koreksi geometrik
Peta Citra
Clipping
Citra terkoreksi
Klasifikasi tak terbimbing Pembuatan training area tidak Peta penutupan lahan
Ya
Diterima ?
Klasifikasi terbimbing
Analisis akurasi
Gambar 5 Proses pengolahan citra landsat. Tahapan-tahapan dalam pengolahan penutupan lahan sebagai berikut: a. Pemilihan gabungan band (5-4-3) b. Koreksi geometrik yaitu mengoreksi ketelitian citra dengan posisi yang ada dilapangan dengan menggunakan peta bumi sebagai acuan c. Penentuan lokasi penelitian (clipping) d. Klasifikasi tak terbimbing (unsupervised clasification) dengan metode isodata
23
e. Pengecekan di lapangan dan pembuatan training area f. Klasifikasi terbimbing (supervised clasification) dengan metode maximum likelihood yaitu penetapan atribut kelas terlebih dahulu kemudian diikuti dengan klasifikasi spectral kedalam kelas-kelas penutupan lahan g. Mozaik 2 hasil klasifikasi penutupan lahan Landsat ETM-7 tahun 2009 h. Akurasi yaitu melihat tingkat ketepatan data groundcheck lapang dalam penutupan lahan dengan Software Erdas Imagine 9.1. Tingkat akurasi yang diterima ≥ 85% i.
Union dengan peta penutupan lahan TNUK tahun 2008
j.
Striping peta penutupan lahan hasil analisis Landsat ETM-7 tahun 2009 digantikan dengan peta penutupan lahan Bakosurtanal tahun 2006.
3.5.2 Identifikasi dan klasifikasi kawasan lindung a. Kawasan lindung aktual DFH Penentuan kawasan lindung aktual DFH dilakukan dengan pemilihan lokasi (Query Builder) dari peta distribusi kawasan hutan Propinsi Banten. b. Kawasan lindung aktual RTRW Penentuan kawasan lindung RTRW dilakukan dengan Query Builder dari peta alokasi ruang RTRW Kabupaten Pandeglang tahun 2004-2014. c. Kawasan lindung Legal formal Identifikasi kawasan lindung legal formal dirancang berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung (Gambar 6). Penentuan kawasan lindung legal formal dilakukan dengan melakukan pemodelan spasial. Data kriteria kawasan lindung di overlay (tumpang tindih) dengan software ArcGIS 9.3 sehingga menghasilkan kawasan lindung legal formal. Pembagian kriteria kawasan lindung legal formal adalah sebagai berikut : 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya Kawasan yang dikategorikan yaitu kawasan hutan lindung. Kriteria kawasan hutan lindung yaitu: a) Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40%
24
b) Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih c) Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175. d) Kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka dengan lereng>15% Kriteria Kawasan Lindung legal formal
Kawasan Perlindungan Kawasan Bawahnya
Kawasan Rawan Bencana Alam
Kawasan Perlindungan Setempat
Sempadan Sungai
Kanan kiri sungai Sungai Besar: 100 m, Sungai Kecil: 50 m Sungai di permukiman: 15 m
Kawsan Hutan Lindung
Tanah sangat peka dengan lereng >15%
Lereng > 40%
Ketinggian >2000 m
Sempadan Pantai
100 m ke arah darat
Kawasan Suaka Alam Sempadan danau
Lebar Sekeliling 100 m
Taman Nasional, Taman Wisata Alam
Total skor lereng, Jenis tanah dan Curah hujan > 175
Gambar 6 Kriteria kawasan lindung legal formal. Kawasan hutan lindung ditetapkan dalam suatu wilayah dengan cara menjumlahkan nilai dari sejumlah faktor setelah masing-masing dikalikan dengan nilai timbang sesuai dengan besarnya pengaruh relatif terhadap erosi. Skor untuk kelas lereng, jenis tanah dan curah hujan disajikan pada Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6. Tabel 4 Skor kelas lereng No. 1 2 3 4 5
Kelas lereng (%) 0–8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 >40
Kategori Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam
Tabel 5 Skor kelas jenis tanah No. 1 2 3 4 5
Jenis tanah Aluvial, glei, planosol, hidromorf laterik Latosol Brown forest soil, non calcic, brown, mediteran Andosol, laterit, grumusol, podsol, podsolik Regosol, litosol, organosol, renzina
Kategori Tidak peka Agak peka Kurang peka Peka Sangat peka
25
Tabel 6 Skor berdasarkan curah hujan No. 1 2 3 4 5
Curah hujan harian rata-rata (mm/hari hujan) <13.6 13.6 - 20.7 20.7 – 27.7 27.7 - 34.8 >34.8
Kategori Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Rumus untuk menentukan fungsi hutan Skor = (20 x kelas lereng) + (15x kelas jenis tanah) + (10 x ICHT) Adapun dalam menentukan fungsi hutan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Klasifikasi fungsi hutan berdasarkan perhitungan skor No. 1 2 3
Jumlah nilai skor < 124 125 – 174 >175
Fungsi hutan Hutan produksi Hutan produksi terbatas Hutan lindung
2. Kawasan perlindungan setempat Kawasan yang termasuk dalam kawasan perlindungan setempat yaitu: a) Sempadan Pantai Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. b) Sempadan Sungai Kriteria sempadan sungai adalah: 1) Sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada diluar permukiman 2) Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi 15 meter. c) Kawasan Sekitar Danau/Waduk Kriteria kawasan sekitar danau/waduk adalah daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. 3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya Adapun kawasan-kawasan yang termasuk dalam kawasan suaka alam dan cagar budaya yaitu: a) Kawasan Suaka Alam b) Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainya
26
c) Kawasan Pantai Berhutan Bakau d) Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam e) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan 4. Kawasan rawan bencana Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Data yang digunakan berdasarkan
identifikasi
Badan
pengendali
dampak
lingkungan
daerah
(Bapedalda) Propinsi Banten. 3.5.3 Analisis data a. Perancangan kawasan lindung legal formal Peta tematik kriteria kawasan lindung legal formal diolah dengan melakukan pemodelan spasial. Data kriteria kawasan lindung tersebut kemudian di overlay (tumpang tindih) dengan software ArcGIS 9.3 sehingga menghasilkan kawasan lindung legal formal. b. Evaluasi kawasan lindung Proses evaluasi dilakukan pada beberapa aspek kajian. Bagan alir proses evaluasi disajikan pada Gambar 7. Analisis-analisis yang dilakukan untuk melakukan evaluasi adalah sebagai berikut: 1. Analisis tupoksi dan kebijakan Analisis data tupoksi dilakukan dengan mengelompokan tupoksi masingmasing instansi kedalam aspek manajemen dan kategori kawasan lindung. Aspek manajemen
tersebut
diantaranya
perencanaan,
pengaturan,
pengelolaan,
monitoring dan evaluasi. Kategori kawasan lindung diantaranya Kawasan Suaka alam, kawasan perlindungan setempat, kawasan perlindungan kawasan bawahnya dan kawasan rawan bencana alam. Analisis kebijakan dilakukan dengan studi pustaka dan dijabarkan secara deskriptif. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan dan tanggung jawab setiap instansi dalam setiap aspek manajemen dan kategori kawasan lindung, sehingga akan diketahui ada tidaknya kekosongan kewenangan dan tanggung jawab pada setiap aspek manajemen dan kategori kawasan lindung. Analisis kebijakan dilakukan untuk mengetahui kebijakankebijakan daerah dan pusat dalam mendukung pengelolaan kawasan lindung.
27
kawasan lindung aktual DFH
Kondisi kawasan lindung aktual DFH Analisis data: Tupoksi instansi terkait, Kebijakan pengelolaan dan data wawancara
Hasil Evaluasi Kawasan Lindung
Gambar 7 Bagan alir proses evaluasi kawasan lindung. 2. Analisis pola ruang dan struktur ruang Analisis dilakukan dengan membandingkan peta kawasan lindung legal formal, kawasan lindung aktual DFH dan kawasan lindung aktual RTRW. Analisis pola ruang bertujuan untuk mengetahui konsistensi pada saat penetapan kawasan lindung. Analisis struktur ruang bertujuan untuk mengetahui kinerja dalam pengendalian pemanfaatan ruang. 3. Analisis kemungkinan penyimpangan alokasi kawasan lindung Analisis kemungkinan penyimpangan fungsi kawasan lindung dilakukan dengan metode union pada analisis Summary dengan menggunakan Erdas Imagine versi 9.1. Dari analisis tersebut diketahui perubahan penggunaan sehingga diperoleh persentase kemungkinan penyimpangan ruang kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang. Data yang dianalisis yaitu: 1) Peta kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual DFH
28
2) Peta kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual RTRW 3) Peta kawasan lindung aktual DFH dengan kawasan lindung aktual RTRW 4) Peta kawasan rawan bencana dengan kawasan lindung aktual RTRW. Rumus untuk mengetahui penyimpangan kawasan Persen Penyimpangan (%) =
Luas penyimpangan areal dalam zona (Ha) Luas areal zona pemanfaatan ruang (Ha)
c. Konsep strategi dan arahan kebijakan manajemen kawasan lindung Konsep yang diajukan berupa rumusan yang dapat digunakan untuk memberikan alternatif penyelesaian masalah dalam manajemen kawasan lindung. Konsep yang diajukan berdasarkan analisis tupoksi instansi terkait, kebijakan tata ruang, struktur ruang, pola ruang, dan analisis data wawancara. d. Penyajian hasil Data hasil analisis spasial dipetakan menggunakan software ArcGIS versi 9.3. Peta disajikan dalam format shp dengan koordinat UTM dan skala grafis (disesuaikan dengan media kertas yang digunakan). Data tabular setiap peta tematik disajikan dalam bentuk tabel.
29
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Administrasi dan Geografis Pandeglang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Banten yang berada di ujung barat Pulau Jawa. Secara geografis terletak antara 6º21’- 7º10’LS dan 104º48’- 106º11’BT (Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang 2006). Sejak bulan Juli 2007 Kabupaten Pandeglang dibagi menjadi 35 kecamatan dan 335 desa/kelurahan (BPS Kabupaten Pandeglang 2008).
Kabupaten Pandeglang
mempunyai batas administrasi sebagai berikut : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Serang b. Sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda c. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia d. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lebak
4.2 Kondisi Fisik Kawasan 4.2.1 Iklim dan suhu udara Iklim di wilayah Kabupaten Pandeglang dipengaruhi oleh Angin Monson (Monson Trade) dan Gelombang La Nina atau El Nino (Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang 2006). Saat musim penghujan (Nopember-Maret) cuaca didominasi oleh Angin Barat (dari Samudra Hindia sebelah Selatan India) yang bergabung dengan angin dari Asia yang melewati Laut Cina Selatan. Pada musim kemarau (Juni-Agustus), cuaca didominasi oleh Angin Timur yang menyebabkan Kabupaten Pandeglang mengalami kekeringan, terutama di wilayah bagian Utara, terlebih lagi bila berlangsung El Nino (Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang 2006). Suhu udara di Kabupaten Pandeglang berkisar antara 22,5 0C - 27,9 0C. Pada daerah pantai, suhu udara bisa mencapai 22 0 C - 32 0C, sedangkan di daerah pegunungan berkisar antara 18 0C - 29 0C.
4.2.2 Ketinggian dan topografi Secara geologi, wilayah Kabupaten Pandeglang termasuk kedalam zona Bogor yang merupakan jalur perbukitan. Jika dilihat dari topografi daerah Kabupaten Pandeglang memiliki variasi ketinggian antara 0 - 1.778 meter di atas
30
permukaan laut (m dpl). Sebagian besar topografi daerah Kabupaten Pandeglang adalah dataran rendah yang berada di daerah tengah dan selatan yang memiliki luas 85,07% dari luas keseluruhan Kabupaten Pandeglang. Kedua daerah ini ditandai dengan karakteristik utamanya adalah ketinggian gunung-gunungnya yang relatif rendah. Nama-nama gunung dan ketinggiannya di Kabupaten Pandeglang disajikan pada tabel 8. Tabel 8 Nama-nama gunung dan ketinggiannya di Kabupaten Pandeglang No. 1 2 3 4 5 6
Nama Gunung Gunung Karang Gunung Pulosari Gunung Aseupan Gunung Payung Gunung Honje Gunung Tilu
Ketinggian (mdpl) 1.778 1.346 1.174 480 620 562
Sumber: BPS Kabupaten Pandeglang
4.2.3 Hidrologi dan drainase Kabupaten Pandeglang dialiri oleh 18 aliran sungai dengan panjang total 835 km.
Sungai-sungai tersebut dikelompokan ke dalam 2 Satuan Wilayah
Sungai (SWS), yaitu SWS Ciujung dan SWS Ciliman. Sementara itu Kabupaten Pandeglang terbagi menjadi 6 Daerah Aliran Sungai (DAS) (Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang 2006).
4.3 Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang dari tahun 2002 sampai 2007 selalu meningkat. Pertambahan penduduk dari tahun 2002 sampai 2007 sebesar 8,6%. Adapun pertumbuhan penduduk tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Pandeglang Jenis kelamin Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Laki-laki 533.526 553.814 567.045 568.156 577.244 578.375
Sumber: BPS kabupaten Pandeglang 2008
Perempuan 507.345 528.198 533.866 538.632 547.253 552.139
Total
1.040.871 1.082.012 1.100.911 1.106.788 1.124.497 1.130.514
31
4.4 Perekonomian Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pandeglang atas dasar harga berlaku pada tahun 2005 sebesar 4,887 triliun rupiah, sedangkan pada tahun 2006 sebesar 5,575 triliun rupiah. Sektor-sektor yang dominan memberi andil dalam pertumbuhan ekonomi yaitu sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Sampai dengan tahun 2006, sektor pertanian masih memberikan kontribusi terbesar dalam pencapaian nilai PDRB Kabupaten Pandeglang (Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang 2006).
32
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Peta Tematik Kriteria dan Analisis Evaluasi Kawasan Lindung
5.1.1 Penutupan lahan Penutupan lahan Kabupaten Pandeglang diklasifikasikan menjadi 10 tipe. Luas setiap tipe penutupan lahan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Penutupan lahan di Kabupaten Pandeglang No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tipe Penutupan Lahan Hutan Kebun Campuran Perkebunan Semak Belukar dan Rumput Ladang dan Lahan Terbuka Rawa Sawah Lahan Terbangun Tambak dan Empang Badan Air
Luas (Ha) 57.013,04 95.559,23 10.975,16 29.208,14 9.932,86 1.724,22 62.168,09 13.526,44 346,17 723,22
(%) 20,28 33,99 3,90 10,39 3,53 0,61 22,11 4,81 0,12 0,26
Penutupan lahan di Kabupaten Pandeglang didominasi oleh kebun campuran. Kebun campuran terfokus di kawasan hutan produksi milik Perhutani di Gunung AKARSARI (Aseupan, Karang dan Pulosari) dan di Kecamatan Cigeulis. Jenis vegetasi dalam kebun campuran berupa agroforestry, diantaranya campuran antara mahoni, dadap, dengan kopi, cengkeh, melinjo serta tanaman pertanian lainnya. Sawah merupakan penutupan lahan yang mendominasi kedua setelah kebun campuran. Sawah terfokus di Kecamatan Patia, Pagelaran, Panimbang, Cikeusik dan Kaduhejo. Areal persawahan merupakan suatu areal yang terhampar luas di lima kecamatan tersebut. Hutan yang ada di Kabupaten Pandeglang pada umumnya terletak di kawasan konservasi dan hutan lindung. Daerah tersebut diantaranya terfokus di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Taman Wisata Alam (TWA) Carita dan kawasan hutan lindung di Gunung AKARSARI. Perkebunan yang teridentifikasi di Kabupaten Pandeglang yaitu perkebunan karet, sawit dan kelapa. Perkebunan sawit terletak di Kecamatan Bojong, perkebunan karet terletak di Kecamatan Cisata dan Saketi, perkebunan kelapa
33
terletak di Kecamatan Panimbang. Selain itu perkebunan juga teridentifikasi di Kecamatan Munjul, Angsana dan Cikeusik. Semak dan rumput yang teridentifikasi di Kabupaten Pandeglang terfokus di wilayah TNUK. Vegetasi semak berupa perdu-perdu kecil. Rumput berupa lapangan sepak bola dan hamparan rumput. Badan air yang teridentifikasi di Kabupaten Pandeglang yaitu sungai, danau/waduk dan laut. Sungai yang ada hampir tersebar di semua wilayah. Danau yang berukuran besar terletak di Kecamatan Jiput, Pagelaran dan Cikeusik. Laut yang ada berbatasan di sebelah Barat berupa Selat Sunda dan Selatan berupa Samudera Indonesia. Tambak ditemukan di Kecamatan Panimbang dan Patia. Distribusi spasial masing-masing tipe penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 8 dan foto setiap penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 9.
PETA PENUTUPAN LAHAN KABUPATEN PANDEGLANG KA N
34
Gambar 8 Peta penutupan lahan Kabupaten Pandeglang.
35
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
(k)
(l)
Gambar 9 Foto penutupan lahan. keterangan: (a) hutan, (b) kebun campuran, (c) perkebunan (d) semak, (e) ladang, (f) lahan terbuka, (g) sawah, (h) lahan terbangun, (i) tambak, (j) danau, (k) pantai, (l) sungai.
36
5.1.2 Jenis tanah Kabupaten Pandeglang memiliki 6 ordo tanah, yaitu Aluvial, Andosol, Latosol, Podsolik, Planosol dan Regosol. Jenis tanah tersebut dijabarkan secara rinci menjadi 23 jenis tanah. Luas setiap tipe jenis tanah disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Jenis tanah dan luasannya di Kabupaten Pandeglang No. 1 2 3 4
Jenis Tanah Aluvial Hidromorf Aluvial Kelabu Tua Andosol Coklat Kekuningan Asosiasi Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan 5 Asosiasi Latosol Coklat dan Latosol Coklat Kekuningan 6 Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat 7 Asosiasi Podsolik Kuning dan Hidromorf Kelabu 8 Asosiasi Podsolik Kuning dan Regosol 9 Kompleks Grumusol, Regosol dan Mediteran 10 Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol 11 Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat, Podsolik Merah Kekuningan dan Litosol 12 Kompleks Mediteran Coklat Kemerahan dan Litosol 13 Latosol Coklat 14 Latosol Coklat Kekuningan 15 Latosol Coklat Kemerahan 16 Latosol Merah Kekuningan 17 Planosol Coklat Kekelabuan 18 Podsolik Kuning 19 Podsolik Merah 20 Podsolik Merah Kekuningan 21 Regosol Coklat 22 Regosol Coklat Kekuningan 23 Regosol Kelabu 24 Tidak ada data Sumber: Balai Penelitian Tanah Bogor
Kategori Tidak peka Tidak peka Peka Tidak peka
Luas (Ha) 20.223,45 21.465,82 842,13 11.949,08
(%) 7,19 7,63 0,30 4,25
Agak peka
10.125,99
3,60
Agak peka
1.442,63
0,51
Peka Sangat peka Sangat peka Agak peka
8,39 40.106,88 15.495,36 2.120,59
0,00 14,26 5,51 0,75
Sangat peka
38.350,35
13,64
Sangat peka
1.020,55
0,36
Agak peka Agak peka Agak peka Agak peka Tidak peka Peka Peka Peka Sangat peka Sangat peka Sangat peka -
11.831,69 2.862,94 28.362,04 3.693,62 288,15 48.641,19 11.506,72 888,15 3.795,87 846,83 4.187,63 1.120,53
4,21 1,02 10,09 1,31 0,10 17,30 4,09 0,32 1,35 0,30 1,49 0,40
Berdasarkan tingkat kepekaannya, jenis tanah Kabupaten Pandeglang terbagi menjadi 4 kategori jenis tanah. Luas setiap kategori jenis tanah disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Kategori jenis tanah dan luasannya di Kabupaten Pandeglang Kelas
Kategori
1 2 4 5
Tidak peka Agak peka Peka Sangat peka Tidak ada data
Luas (ha) 53926,49 58318,90 61886,58 105924,06 1120,53
(%) 19,18 20,74 22,01 37,67 0,40
PETA JENIS TANAH KABUPATEN PANDEGLANG N KA
Gambar 10 Peta kategori jenis tanah Kabupaten Pandeglang. 37
38
Kategori jenis tanah sangat peka mendominasi di Kabupaten Pandeglang dengan luas 105.924,06 Ha (37,67%). Berdasarkan Keppres 32 tahun 1990 tanah sangat peka perlu ditetapkan menjadi kawasan lindung legal formal apabila kelerengannya ≥ 15%. Kategori jenis tanah sangat peka penyebarannya sebagian besar terfokus di kawasan TNUK dan hutan lindung. Distribusi spasial masingmasing kategori jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 10.
5.1.3 Curah hujan Curah hujan di Kabupaten Pandeglang terbagi atas 5 kelas. Rata-rata hari hujan di Kabupaten Pandeglang yaitu 131 hari/tahun. Luas setiap curah hujan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Curah hujan dan luasannya di Kabupaten Pandeglang Kelas 1 2 3 4 5
Curah Hujan (mm/hari hujan) <13.6 13.6 - 20.7 20.7 – 27.7 27.7 - 34.8 >34.8
Kategori Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Luas (Ha) 2331,35 185101,76 82379,59 8982,96 2380,91
(%) 0,83 65,83 29,30 3,19 0,85
Sumber : Data curah hujan BMKG Balai Besar Wilayah II Ciputat
Penyebaran tiap kategori curah hujan di Kabupaten Pandeglang terfokus pada daerah-daerah tertentu. Curah hujan kategori sangat rendah terletak di Kecamatan Bojong, Saketi dan Cisata. Curah hujan kategori rendah dan sedang mendominasi di Kabupaten Pandeglang. Kecamatan Cikeusik merupakan kecamatan yang memiliki tiga kategori curah hujan yaitu kategori tinggi, sangat tinggi dan kategori sedang. Distribusi spasial masing-masing curah hujan dapat dilihat di Gambar 11.
PETA CURAH HUJAN KABUPATEN PANDEGLANG N KA
39
Gambar 11 Peta curah hujan Kabupaten Pandeglang.
40
5.1.4 Lereng Kabupaten Pandeglang memiliki kelas lereng yang terbagi menjadi 5 kelas. Kategori kelas lereng datar mendominasi di Kabupaten Pandeglang. Luas setiap tipe kelas lereng disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Kelas lereng beserta luasannya di Kabupaten Pandeglang Kelas 1 2 3 4 5
Kelas Lereng (%) 0–8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 >40
Kategori Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam
Luas (Ha) 177.094,34 46.857,46 30.240,35 15.517,65 11.466,74
(%) 62,98 16,66 10,75 5,51 4,07
Sumber: Peta Kontur Bakosurtanal
Kategori curam dan sangat curam pada umumnya terdapat di gununggunung yang ada di Pandeglang diantaranya Gunung AKARSARI dan Gunung Honje. Penyebaran kelas lereng sangat curam (>40%) yang perlu ditetapkan sebagai kawasan lindung merupakan areal dengan presentase terkecil di Kabupaten Pandeglang. Distribusi spasial masing-masing kelas lereng dapat dilihat pada Gambar 12.
5.1.5 Ketinggian Pada umumnya Kabupaten Pandeglang terletak di ketinggian 0 - 100 mdpl dengan luas 185.462,81 Ha (65,96%) (Tabel 15). Ketinggian > 2000 mdpl yang merupakan kriteria areal yang perlu ditetapkan sebagai kawasan lindung tidak ditemukan di Kabupaten Pandeglang, ketinggian maksimal di Kabupaten Pandeglang terletak di Gunung Karang dengan ketinggian 1.778 mdpl. Luas setiap tipe kelas lereng disajikan pada Tabel 15. Distribusi spasial masing-masing kelas tinggi dapat dilihat pada Gambar 13. Tabel 15 Kelas tinggi beserta luasannya di Kabupaten Pandeglang Kelas 1 2 3 4 5
Kelas Tinggi (mdpl) 0 – 100 100 – 500 500 – 1000 1000 – 1500 1500 – 2000
Luas (Ha) 18.5462,81 8.5763,49 8849,55 972,97 127,75
(%) 65,96 30,50 3,15 0,35 0,05
PETA KELAS LERENG KABUPATEN PANDEGLANG N KA
41
Gambar 12 Peta kelas lereng Kabupaten Pandeglang.
PETA KELAS TINGGI KABUPATEN PANDEGLANG N KA
Gambar 13 Peta kelas tinggi Kabupaten Pandeglang. 42
43
5.2 Evaluasi Kawasan Lindung Kabupaten Pandeglang 5.2.1 Pola ruang kawasan lindung Kawasan lindung aktual di Kabupaten Pandeglang terdiri dari kawasan lindung aktual berdasarkan distribusi fungsi hutan (DFH) dan berdasarkan alokasi ruang dalam RTRW. Kawasan lindung aktual berdasarkan penetapan dalam DFH yaitu (1) Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 284/KptsII/1992, luas kawasannya sebesar 61.196,53 Ha. (2) TWA Carita ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 440/Kpts/Um/7/1978, luas kawasannya sebesar 706,47 Ha. (3) Hutan Lindung ditetapkan berdasarkan penentuan fungsi kawasan hutan KPH Banten sesuai keputusan pada SK.195/KptsII/2003 luas kawasannya sebesar 4.562,15 Ha. Total luas kawasan lindung aktual DFH sebesar 66.465,15 Ha (23,64% dari luas total Kabupaten Pandeglang). Kawasan lindung aktual RTRW ditetapkan berdasarkan Peraturan daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kabupaten Pandeglang memiliki kawasan lindung yang terdiri dari kawasan TNUK dengan luas kawasannya sebesar 56.418,03 Ha dan kawasan hutan lindung dengan luas kawasannya sebesar 12.364,03 Ha, total luas kawasan lindung aktual RTRW sebesar 68.782,06 Ha (24,462% dari luas total Kabupaten Pandeglang). Kawasan lindung legal formal berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Kawasan Lindung, total luas kawasannya sebesar 173.160,13 Ha (61,58% dari luas total Kabupaten Pandeglang). Distribusi spasial masing-masing kawasan lindung dapat dilihat pada Gambar 14.
44
Gambar 14 Peta kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang.
45
5.2.2 Penyimpangan dan inkonsistensi pola ruang kawasan lindung Penataan ruang sangat berpengaruh dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Suatu proses penataan ruang dimulai dari perencanaan tata ruang kemudian pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Ketiga hal tersebut harus menjadi satu kesatuan yang utuh dalam mempertahankan kawasan lindung. Namun yang terjadi pada tahap perencanaan tata ruang saja adanya suatu inkonsistensi. Ditemukan adanya penyimpangan pola ruang terutama mengenai kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang. Penyimpangan-penyimpangan dalam alokasi kawasan lindung terjadi baik antara kebijakan pemerintah pusat dengan Pemerintah daerah (Pemda) maupun antar kebijakan Pemda sendiri. Pola ruang kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Pola ruang kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang Kategori
Pola Ruang Kawasan Lindung
Kawasan Lindung Legal Formal Kawasan Lindung Aktual DFH Kawasan Rawan Bencana
Kawasan Lindung Aktual DFH Luas (Ha) (%) 62.701,28 36,21 24.432.23 27,61
Kawasan Lindung Aktual RTRW Luas (Ha) (%) 61.974,01 35,97 58.382,99 87,84 22.795.16 25,76
Kawasan lindung aktual DFH Kabupaten Pandeglang memiliki luas yang lebih kecil dibandingkan dengan kawasan lindung legal formal. Penyimpangan kawasan lindung legal formal dalam penetapan kawasan lindung aktual DFH adalah sebesar 110.458,85 Ha (63,79%). Perbedaan ini diakibatkan karena belum ditetapkannya beberapa kawasan sebagai kawasan lindung aktual DFH, diantaranya sempadan sungai, sempadan pantai, sempadan danau/waduk dan kawasan rawan bencana alam. Adanya penyimpangan penetapan kawasan lindung legal formal dan kawasan lindung aktual DFH dalam kawasan lindung aktual RTRW di Kabupaten Pandeglang. Penyimpangan kawasan lindung legal formal dalam alokasi kawasan lindung aktual RTRW sebesar 110.874,43 Ha (64,03%) dan penyimpangan kawasan lindung aktual DFH dalam alokasi kawasan lindung aktual RTRW sebesar 8.082,16 Ha (12,16%). Penyimpangan tersebut diantaranya pada kawasan TNUK dan kawasan hutan lindung.
46
Kabupaten Pandeglang memiliki kawasan rawan bencana alam sebesar 88.490,52 Ha (31,47% dari luas total Kabupaten Pandeglang). Pemetaan kawasan rawan bencana yang telah dibuat Bapedalda Propinsi Banten yang digunakan Bappeda tidak menjadikan secara otomatis kawasan rawan bencana sebagai kawasan lindung dalam alokasi ruang RTRW. Padahal dalam penyusunan RTRW, Bappeda juga menggunakan acuan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang menetapkan bahwa kawasan rawan bencana alam merupakan kawasan lindung. Penyimpangan kawasan rawan bencana alam dalam alokasi kawasan lindung aktual RTRW yaitu sebesar 66.594,42 Ha (74,24%). Distribusi spasial masing-masing penyimpangan kawasan lindung dapat dilihat pada Gambar 15, Gambar 16, Gambar 17 dan Gambar 18.
47
Gambar 15 Peta penyimpangan kawasan lindung Legal formal dengan DFH.
48
Gambar 16 Peta penyimpangan kawasan lindung Legal formal dengan RTRW.
49
Gambar 17 Peta penyimpangan kawasan aktual DFH dengan RTRW.
50
Gambar 18 Peta penyimpangan kawasan rawan bencana dengan RTRW.
51
5.2.3 Struktur ruang kawasan lindung Penutupan lahan dianalisis dalam rangka mengetahui struktur ruang kawasan lindung. Penutupan lahan pada kawasan lindung aktual dan kawasan lindung legal formal tidak hanya berupa hutan namun cukup beragam. Adanya penutupan non hutan pada kawasan lindung aktual DFH dan kawasan lindung aktual RTRW mengindikasikan adanya gangguan pada kawasan lindung. Adanya penggunaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya menunjukan kegagalan dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan menjadi ukuran penilaian terhadap kinerja dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Luas setiap tipe penutupan lahan kawasan lindung disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Kondisi penutupan lahan kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang No
Tipe Penutupan Lahan
1 2
Hutan Kebun Campuran
3 4
Perkebunan Semak dan Rumput Ladang dan Lahan Terbuka Rawa Sawah Lahan Terbangun Tambak dan Empang Badan Air Total
5 6 7 8 9 10
Kawasan lindung aktual DFH Luasan (Ha) (%) 43.800,65 65,90 1.429,65 2,15
Kawasan lindung legal formal Luasan (Ha) (%) 50.328,99 29,06 43.037,54 24,85
Kawasan lindung aktual RTRW Luasan (Ha) (%) 41.965,34 61,01 7.306,75 10,62
0 16.515,76
0 24,85
5.011,12 23.252,53
2,89 13,43
307,99 15.731,49
0,45 22,87
1.074,77
1,62
5.557,50
3,21
474,73
0,69
1.724,22 1.881,60 38,38 0
2,59 2,83 0,06 0
1.724,22 38.076,17 5.246,29 316,67
1,00 21,99 3,03 0,18
1.724,22 1.228,59 42,96 0
2,51 1,79 0,06 0
0,13 66.465,15
0,00 100
609,09 173.160,13
0,35 100
0,01 68.782,06
0 100
Kondisi penutupan lahan pada semua kawasan lindung didominasi hutan namun dengan luasan yang berbeda. Kawasan lindung legal formal memiliki luas hutan yang terbesar, sehingga menjadi salah satu faktor dalam mendukung penetapan kawasan lindung legal formal sebagai kawasan lindung aktual. Penutupan non hutan pada kawasan lindung legal formal yang teridentifikasi dengan luasan cukup besar adalah berupa sawah dan pada umumnya daerah tersebut merupakan daerah rawan bencana banjir. Kawasan non hutan pada kawasan lindung aktual DFH dan kawasan lindung aktual RTRW ada yang berupa kegiatan budidaya yaitu berupa sawah, yang terididentifikasi terletak di kawasan TNUK.
52
5.2.4 Institusi yang terkait dalam manajemen kawasan lindung Pembagian kewenangan/mandat dan tanggung jawab dalam manajemen pengelolaan kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang terbagi atas UPT Pemerintah Pusat dan Instansi Pemda. Instansi yang berkaitan dalam pengelolaan kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang diantaranya: a. Instansi Pemda terdiri dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda);
Dinas
Kehutanan
dan
Perkebunan
(Dishutbun);
Kantor
Lingkungan Hidup (KLH); Dinas Tata ruang, Kebersihan dan Pertamanan; Badan Perizinan dan Pelayanan Terpadu (BPPT) b. PU dan Pengairan Propinsi Banten c. UPT Pemerintah Pusat terdiri dari Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Serang, BKSDA Jawa Barat, Perum perhutani KPH Banten. Kewenangan setiap instansi dalam pengelolaan kawasan lindung tertuang dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing. Tupoksi menjadi acuan dan landasan setiap instansi untuk melaksanakan semua bentuk manajemen pengelolaannya. Tupoksi setiap instansi dalam manajemen kawasan lindung disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Tupoksi instansi dalam manajemen kawasan lindung Kategori Kawasan Lindung Aspek Manajemen Perencanaan Pengaturan Pengelolaan Monitoring Evaluasi Keterangan:
Bappeda Dinas Tata Ruang TNUK
Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahnya 1,2,3,4 2,3,4,5 2,9 2,4, 2,4, =1 =4 =7
Dishutbun BPPT BKSDA
Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Kawasan Rawan Bencana Alam
1,3,4,6 3,4,5,6 6 4,6 4,6
1,2,3,4 3,4,5, 7,8, 4,7,8 4,7,8
1,3,4 3,4,5 4 4
=2 =5 =8
KLH PU dan Pengairan Perhutani
=3 =6 =9
Hasil analisis tupoksi menunjukkan adanya kekosongan kewenangan dan tanggung jawab dalam beberapa aspek manajemen kawasan lindung. Kekosongan kewenangan dan tanggung jawab dari UPT pemerintah pusat maupun Pemda yaitu terhadap pengelolaan kawasan rawan bencana alam dan kekosongan kewenangan dan tanggung jawab dari Pemda terhadap pengelolaan kawasan perlindungan setempat.
53
5.2.5 Kebijakan pemerintah dalam manajemen kawasan lindung Kebijakan manajemen kawasan lindung diatur oleh pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan pemerintah pusat dalam manajemen kawasan lindung diantaranya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Pengelolaan lingkungan hidup mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah kebijakan Pemda berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, bahwa setiap daerah mempunyai kewenangan dalam mengelola sumberdaya alam yang ada di daerahnya. Berdasarkan hal tersebut Kabupaten Pandeglang membuat pengaturan manajemen kawasan lindung dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pandeglang, yang ditetapkan berdasarkan Peraturan daerah Nomor 14 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pandeglang. 5.2.6 Persepsi dan sikap terhadap kawasan lindung Kajian mengenai persepsi dan sikap terhadap kawasan lindung diperlukan dalam rangka mengetahui pandangan dan kesadaran mengenai keberadaan kawasan lindung. Persepsi mempengaruhi seseorang untuk bersikap. Hasil analisis data wawancara mengenai persepsi dan sikap beberapa pihak mengenai kawasan lindung disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Persepsi dan sikap beberapa pihak mengenai kawasan lindung No 1 2 3 4 5
Pertanyaan Pengertian kawasan lindung Arti penting kawasan lindung Pengetahuan dokumen RTRW Penegakan pengendalian pola ruang Penetapan kawasan lindung di lahan milik
Instansi Terkait T/ TT/ S TS 4 2 6 5 1 6 -
T/ S 1 8 8
TT/ TS 7 8 -
6
8
-
1 Keterangan: Persepsi danT=sikap terkait Tahu Instansi TT= Tidak tahu
-
Camat
S = Setuju
Kepala Desa T/ TT/ S TS 1 2 3 3 3 3
-
Masyarakat T/ S 10 10
TT/ TS 10 10 -
-
10
TS = Tidak setuju
54
a. Instansi terkait Persepsi instansi terkait tentang arti penting keberadaan kawasan lindung adalah positif. Persepsi positif tersebut ditandai dengan kesadaran bahwa keberadaan kawasan lindung penting karena mempunyai berbagai fungsi diantaranya sebagai pengatur tata air dan mencegah bencana alam . Instansi terkait pada umumnya mendukung tentang kegiatan pembangunan yang dipertahankan sesuai dengan peruntukkannya. Salah satu hambatan instansi dalam pengendalian ruang adalah pengaturan pada lahan milik. Hambatan tersebut adalah tuntutan ganti rugi atas larangan apabila penggunaan tidak sesuai dengan peruntukan. Artinya Pemda akan terus gagal
dalam pengendalian ruang, apabila selalu
dibenturkan dengan permasalahan ini. Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilakukan diantaranya pemasangan papan peringatan (Gambar 19).
Gambar 19 Papan persuasif pencegahan pembuangan sampah ke sungai. b. Camat dan Kepala desa Persepsi Camat dan Kepala desa tentang arti penting keberadaan kawasan lindung adalah positif. Persepsi positif tersebut ditandai dengan kesadaran tentang arti penting keberadaan kawasan lindung, diantaranya sebagai pengatur tata air. Tidak berbeda halnya dengan instansi terkait, pejabat camat dan kepala desa juga tidak mampu melarang semua kegiatan yang dilakukan masyarakat pada lahan milik, sehingga kegiatan pengendalian ruang pun tidak berjalan.
55
c. Masyarakat Persepsi masyarakat tentang arti penting keberadaan kawasan lindung adalah positif namun masih ada beberapa sikap yang tidak baik. Persepsi positif tersebut ditandai dengan kesadaran masyarakat tentang arti penting keberadaan kawasan lindung, diantaranya sebagai pengatur tata air. Masyarakat juga mengetahui dampak yang akan ditimbulkan jika terjadi kerusakan pada kawasan lindung. Namun, beberapa sikap masyarakat yang tidak baik terhadap kawasan lindung diantaranya pembuatan bangunan di sempadan sungai dan sempadan pantai serta membuang sampah ke sungai. Mereka pun menolak apabila ada penetapan kawasan lindung pada lahan miliknya kecuali adanya uang ganti rugi. d. Permasalahan pengendalian ruang dan pengelolaan lingkungan hidup Berdasarkan hasil analisis data wawancara diketahui bahwa terdapat permasalahan-permasalahan
dalam
pengendalian
ruang
dan
pengelolaan
lingkungan hidup, diantaranya sebagai berikut: 1. Kurangnya sosialisasi tentang dokumen RTRW Kabupaten Pandeglang terhadap camat, kepala desa dan masyarakat 2. Adanya kekurangan koordinasi antar instansi UPT pemerintah pusat dengan Pemda dalam manajemen kawasan lindung. 3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Surat Izin usaha belum tertib akibat lemahnya kegiatan penertiban dan kurangnya kesadaran. 5.3 Strategi dan Arahan
Manajemen Kawasan Lindung di Kabupaten
Pandeglang 5.3.1 Pola ruang kawasan lindung Status kawasan lindung sangatlah penting dan berpengaruh terhadap bentuk suatu manajemen pengelolaan. Penetapan status kawasan lindung merupakan kepastian aspek legal yang berkekuatan hukum sehingga dapat lebih menjamin manajemen pengelolaannya. Strategi dan arahan dalam pola ruang adalah meninjau kembali dokumen RTRW terutama terhadap peta alokasi pemanfaatan ruang, langkah-langkah yang ditempuh yaitu: a. Penetapan kawasan lindung legal formal sebagai kawasan lindung dalam alokasi ruang RTRW b. Penggunaan data-data peta yang terbaru dari instansi bersangkutan
56
c. Penggunaan format data acuan dan skala peta yang sama dalam pemetaan pada semua instansi di Kabupaten Pandeglang. Perbedaan format data akan menjadi salah satu penyebab perbedaan spasial dan luasan pada suatu data. 5.3.2 Struktur ruang kawasan lindung Penetapan kawasan lindung pada dasarnya untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Inti pengelolaannya adalah agar tetap terjaganya fungsi lindung. Kerusakan fungsi lindung akan menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana alam dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Strategi dan arahan dalam pengendalian pemanfaatan ruang yaitu: a. Rehabilitasi lahan terhadap kawasan rawan bencana alam b. Penertiban IMB c. Penertiban Hak Guna Bangunan (HGB) pada kawasan sempadan pantai dan sempadan sungai dengan mengacu kepada Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung d. Penertiban terhadap kepemilikan dan kasus praktek jual beli lahan pada kawasan sempadan pantai (Gambar 20).
Gambar 20 Kasus penjualan lahan pada sempadan pantai. 5.3.3 Institusi pemerintah dalam manajemen kawasan lindung Pembagian tupoksi dilakukan dalam rangka membagi kewenangan dan tanggung jawab dalam manajemen kawasan lindung. Kepastian tupoksi dalam manajemen kawasan lindung sangatlah penting, agar adanya peranan yang jelas dalam pelaksanaan suatu manajemen kawasan lindung. Adanya kekosongan kewenangan dan tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan rawan bencana
57
alam dan kawasan perlindungan setempat pada aspek pengelolaan menyebabkan suatu kegiatan manajemen kedua kawasan tersebut tidak berjalan. Salah satu strategi dan arahan diantaranya dengan penunjukan suatu instansi/lembaga yang diberikan kewenangan/mandat dan tanggung jawab dalam pengelolaannya. Koordinasi antara instansi Pemda dan UPT pemerintah pusat dalam manajemen kawasan lindung diperlukan dalam rangka mewujudkan kolaborasi manajemen kawasan lindung yang baik. Strategi dan arahan kebijakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: a. Instansi Pemda yang terkait melakukan koordinasi dengan UPT pemerintah pusat dalam manajemen kawasan lindung legal formal, diantaranya koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan perlindungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan lindung b. Pemda dalam menjalankan kewenangan otonomi daerah, menunjuk salah satu instansi Pemda untuk menjadi koordinator dan pengelola dalam manajemen kawasan lindung legal formal dalam wilayah administratif Kabupaten Pandeglang.
5.3.4 Kebijakan pemerintah dalam manajemen kawasan lindung Dokumen RTRW merupakan suatu perencanaan yang telah mempunyai kekuatan hukum dengan disahkan dalam Perda. Secara garis besar RTRW terbagi atas peruntukan untuk lindung dan budidaya. Kesalahan dalam penyusunannya akan menyebabkan ketidaktepatan suatu penataan ruang pada semua aspek, karena RTRW merupakan acuan dan pedoman keruangan semua instansi Pemda. Struktur ruang kawasan lindung yang belum ditetapkan 95,28% berupa kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya sangat erat hubungannya dengan masyarakat sebagai pelakunya. Masyarakat sebagai obyek pengaturan perlu mendapat perhatian dari Pemda dalam menyusun dan mengimplementasikan RTRW. Strategi dan arahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: a. Melakukan sosialisasi dokumen RTRW kepada semua instansi terkait berserta perangkat-perangkatnya, kecamatan, desa/kelurahan dan masyarakat umum. b. Membuat desain dan panduan kegiatan pertanian yang ramah lingkungan
58
c. Memberikan insentif kepada: 1. pemilik lahan yang mempertahankan lahannya sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Pasal 19 ayat 1) 2. pemilik lahan yang mendapatkan larangan atas kegiatan budidaya pada lahan miliknya karena mengganggu fungsi lindung 5.3.5 Pertimbangan dalam penetapan kawasan lindung legal formal Pandangan konsep yang baru mengenai kawasan lindung diperlukan dalam penetapan kawasan lindung legal formal. Penetapan kawasan lindung legal formal tidak mengharuskan adanya perubahan status kepemilikan dan status kawasan. Pengelolaan kawasan lindung legal formal lebih kepada konsep pengelolaan untuk mempertahankan fungsi lindung dan ramah lingkungan. Artinya kegiatan budidaya boleh dilakukan di kawasan lindung dengan tetap menjaga fungsi lindung kawasan tersebut. Strategi dan arahan dalam rangka penetapan kawasan lindung legal formal menjadi kawasan lindung aktual pada beberapa tipe penutupan lahan disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Strategi dan arahan dalam rangka penetapan gap kawasan lindung sebagai kawasan lindung aktual No
Penutupan Lahan
1
Hutan
2
Gap Kawasan Lindung Luasan (Ha) (%) 4.717,63
4,72
Kebun Campuran
37.572,47
37,59
3
Perkebunan
4.751,41
4,75
4
Semak dan Rumput Ladang dan Lahan Terbuka Sawah
6.462,83
6,47
4.427,79
4,43
35.899,33
35,91
5.200,10
5,20
316,67
0,32
608,97
0,61
99.957,20
100
5 6 7 8 9
Lahan Terbangun Tambak dan Empang Badan Air Total
Strategi dan Arahan Dipertahankan keberadaannya Tanaman pertanian yang ditanam dalam agroforestry sebaiknya yang toleran terhadap naungan sehingga keberadaan tegakan pohon dapat terjaga dengan baik Jenis tanaman perkebunan yang perlu diperhatikan adalah jenis kelapa sawit karena jenis ini sangat menyerap air Menjadi fokus program rehabilitasi lahan atau kegiatan penanaman pohon Menjadi fokus program rehabilitasi lahan atau penanaman pohon Pembuatan terasering lahan dan Tidak dilakukan perluasan pada kawasan lindung Penertiban HGB di sempadan dan Penertiban IMB Dilakukan sylvofishery (tambak tumpangsari dengan vegetasi mangrove) Menjadi fokus program rehabilitasi lahan atau kegiatan penanaman pohon di sempadan
59
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Kawasan lindung legal formal Kabupaten Pandeglang sebesar 173.160,13 Ha (61,58% dari luas total Kabupaten Pandeglang)
b.
Gap antara kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual adalah sebesar 99.957,20 Ha (35,55%)
c.
Terdapat penyimpangan dalam pola ruang kawasan lindung, yaitu: 1. Penyimpangan antara kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual adalah sebesar 110.458,85 Ha (63,79%) 2. Penyimpangan antara kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual RTRW adalah sebesar 110.874,43 (64,03%) 3. Penyimpangan antara kawasan lindung aktual DFH dengan kawasan lindung aktual RTRW adalah sebesar 8.082,16 Ha (12,16%) 4. Penyimpangan antara kawasan rawan bencana alam dengan kawasan lindung aktual RTRW adalah sebesar 66.594,42 Ha (74,24%).
d.
Dalam mendorong manajemen kawasan lindung legal formal di Kabupaten Pandeglang, arahan dan strategi yang dapat dilakukan adalah melalui penunjukan suatu instansi/lembaga yang diberikan kewenangan/mandat dan tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan lindung legal formal terutama terhadap kawasan rawan bencana alam dan kawasan perlindungan setempat.
6.2 Saran Saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Penetapan kawasan lindung legal formal perlu dilakukan dalam alokasi ruang RTRW dan penunjukan suatu instansi yang diberikan kewenangan/mandat dan tanggung jawab dalam pengelolaannya b. Kantor lingkungan hidup merupakan salah satu instansi yang dapat menjadi pilihan untuk menjadi koordinator dan pengelola dalam manajemen kawasan lindung legal formal
60
c. Format data acuan dalam pemetaan yang dianjurkan adalah shapefile (shp) atau format-format lain dalam SIG d. Konsisten dalam penataan ruang e. Penegakan hukum secara tegas dalam pengendalian pemanfaatan ruang terutama dalam penertiban IMB dan HGB.
61
DAFTAR PUSTAKA Alhasanah F. 2006. Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor serta Upaya Mitigasinya Menggunakan Sistem Informasi Geografis Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan. Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Aliati AS. 2007. Kajian Kawasan Lindung Untuk Penataan Ruang yang Ramah Lingkungan : Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Alikodra HS. & Syaukani HR. 2004. Bumi Makin Panas, Banjir Makin Luas: Menyibak Tragedi Kehancuran Hutan. Bandung : Penerbit Nuansa. Andriyani. 2007. Dinamika Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dan FaktorFaktor Penyebabnya di Kabupaten Serang Provinsi Banten [tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Arini DID. 2005. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi Answer dalam Memprediksi Erosi dan Sedimen Studi Kasus DTA Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Basuni S. 2001. Ekotourism, Manajemen Konservasi dan Otonomi Daerah. Media konservasi 7(2) :47-53. Basyah GH. 2007. Optimalisasi Penggunaan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Model Answers di Daerah Tangkapan Air (DTA) Ciseel, Sub DAS Citanduy, Kabupaten Citanduy, Kabupaten Ciamis-Kota Banjar Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. BPS [Badan Pusat Statistik] Kabupaten Pandeglang. 2008. Pandeglang Dalam Angka. Pandeglang Firdaus E. 2007. Evaluasi Kawasan Lindung di Kabupaten Garut dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hernawati J. 2003. Pandangan Para Pihak Terkait (Stakeholders) dalam Penentuan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Lindung : Studi Kasus Pengelolaan Kawasan Lindung di Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Iftitah N. 2005. Analisis Keruangan Kawasan Lindung DAS Cikaso, Kabupaten Sukabumi [tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Jaya INS. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Kehutanan: Penuntun Praktis Menggunakan Arc/info dan ArcView. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
62
Jaya INS, Saleh MB & Puspaningsih N. 2003. Pemodelan Spasial Sebaran Perubahan Tutupan Vegetasi di Kabupaten Bogor. Media konservasi 8(2):33-43. Kanowski PJ, Gilmour DA, Margules CR, Potter CS.. 1999. International Forest Conservation Protected Areas and Beyond. Commonwealth of Australia: Fusebox press. Lillesand TM & Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Lo CP. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan. Jakarta : UI-Press. Mackinnon J, Mackinnon K, Child G & Thorsell J. 1993. Pengelolaan kawasan yang dilindungi di daerah tropika. Terjemahan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Minarni. DR. 2005. Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Kota Bontang dengan Menggunakan Pendekatan SIG dan Spasial Statistik (Cluster Analisis) [tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Murdiyarso D. 2003. CDM:Mekanisme Pembangunan Bersih. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. Nurwijayanto E. 2008. Analisis Kawasan Hutan dan Kawasan Lindung dalam Rangka Arahan Penataan Ruang di Kabupaten Deli Serdang di Kabupaten Deli Serdang [tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang. 2006. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Tahun 2006-2010. Pandeglang. Prahasta E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung : Informatika. Purnama ES. 2006. Pemodelan Spasial Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan Menggunakan Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh Studi Kasus Propinsi Riau [skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Purwonegoro H. 2005. Evaluasi Kawasan Lindung dengan Citra Satelit Landsat ETM dan Sistem Informasi Geografis : Studi Kasus di Wilayah Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur [skripsi]. Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Sudarmadji. 2007. Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan Otonomi Daerah. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Dies UGM ke-58 Pembangunan Wilayah Berbasis Lingkungan di Indonesia. Yogyakarta. Suherman. 2007. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jarak Jauh untuk Pemetaan Lahan Kritis Lokasi Pertambangan Pasir di Kabupaten Sumedang [skripsi]. Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
63
Peraturan Perundangan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung SK Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
64
LAMPIRAN
65
Lampiran 1 Tugas pokok dan fungsi instansi-instansi terkait No. 1
Instansi BAPPEDA
2
DISHUTBUN
3
Kantor Lingkungan Hidup
4
Dinas Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan
Tugas pokok dan fungsi Tugas pokok: melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah bidang perencanaan pembangunan daerah. Fungsi: 1 penyusunan perencanaan pembangunan daerah 2 perumusan kebijakan teknis perencanaan pembangunan daerah 3 pengkoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan daerah 4 pembinaan, pengendalian dan fasilitasi pelaksanaan kegiatan bidang perencanaan pembangunan ekonomi dan penanaman modal 5 perencanaan sosial budaya, fisik dan prasarana, serta program penganggaran, penelitian, pengembangan dan statistik 6 pelaksanaan kegiatan penatausahaan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 7 pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. Tugas pokok: melaksanakan kewenangan otonomi daerah di bidang kehutanan dan perkebunan, Pemungutan retribusi angkutan hasil alam (Perda No. 15 Tahun 1996), Pemungutan retribusi ijin penebangan pohon kayu/bambu, pengolahan kayu/bambu dan pemilikan/penggunaan gergaji mesin/rantai (Perda No. 17 Tahun 1996) Fungsi: 1 Perumusan kebijaksanaan teknis di bidang kehutanan dan perkebunan 2 Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum 3 Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas dan cabang dinas di bidang kehutanan dan perkebunan. Tugas pokok: melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Fungsi: 1 penyusunan perencanaan bidang pengelolaan lingkungan hidup 2 perumusan kebijakan teknis bidang pengelolaan lingkungan hidup 3 pengkoordinasian pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup 4 pembinaan, pengendalian dan fasilitasi pelaksanaan kegiatan bidang pengelolaan lingkungan hidup 5 pelaksanaan kegiatan penatausahaan Kantor Lingkungan Hidup 6 pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. Tugas pokok: melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang tata ruang, kebersihan dan pertamanan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan Fungsi: 1 penyusunan perencanaan bidang tata ruang, kebersihan, pengendalian, limbah dan pertamanan 2 perumusan kebijakan teknis bidang tata ruang, kebersihan, pengendalian limbah dan pertamanan 3 pelaksanaan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang tata ruang, kebersihan, pengendalian limbah dan pertamanan 4 pembinaan, koordinasi, pengendalian dan fasilitasi pelaksanaan kegiatan bidang tata ruang, kebersihan, pengendalian limbah dan pertamanan 5 pelaksanan kegiatan penatausahaan dinas tata ruang, kebersihan dan pertamanan 6 pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas tata ruang, kebersihan dan pertamanan
66
Lampiran 1 Tugas pokok dan fungsi instansi-instansi yang berkaitan dengan manajemen kawasan lindung (lanjutan) No.
Instansi
5
Badan Perizinan 1 dan Pelayanan Terpadu 2
6
PU Pengairan Provinsi Banten
7
TNUK (Taman Nasional Ujung Kulon)
Tugas Pokok dan Fungsi 7 pelaksana tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. Tugas pokok: melaksanakan koordinasi dan melaksanakan pelayanan administrasi di bidang perizinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian. Fungsi: 1 pelaksanaan penyusunan program BPPT 2 penyelenggaraan pelayanan administrasi perizinan 3 pelaksanaan koordinasi proses pelayanan perizinan 4 pelaksanaan administrasi pelayanan perizinan. Tugas pokok: kewajiban, wewenang dan tanggung jawab untuk memimpin, mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan seluruh tugas pokok serta memberikan pengarahan, serta pengendalian kepada unsur pembantu pimpinan dan unsur pelaksanaan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, sehingga tujuan dan tugas pokok dapat dicapai. Tugas dan Kewajiban : 1 Penyusunan pola rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai; 2 Penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai; 3 Pengelolan sumber daya air yang meliputi konservasi daya air,pengembangan sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai; 4 Penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai; 5 Pengelolaan sistem hidrologi; 6 Penyelenggaraan data dan informasi sumber daya air; 7 Fasilitasi kegiatan tim koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai 8 Pelaksanaan ketatausahaan Balai Besar Wilayah Sungai; 9 Mengkoordinasikan penyusunan dan atau kaji ulang rencana Balai Besar Wilayah Sungai yang menjadi lingkup tugasnya 10 Menyiapkan kajian dari aspek administratis finansial dan teknis untuk pembentukan dan atau perluasan unit pengelolaan sungai yang menjadi lingkup tugasnya; 11 Mengadakan koordinasi dan sinkronisasi program dengan instansiinstansi terkait baik di pusat maupun di daerah untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya; 12 Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Satuan Kerja yang berada dalam wilayah sungai yang menjadi lingkup tugasnya dan melaporkan kepada Direktur Jenderal Sumber Daya Air; 13 Menampung aspirasi masyarakat yang terkait dengan pengembangan wilayah sungai yang menjadi lingkup tugasnya; 14 Memberikan laporan secara periodik kepada Direktur Jenderal Sumber Daya Air 15 Membina Sumber Daya Manusia yang berada dilingkungannya Tugas pokok: Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.03/Menhut-II/2008 tanggal 1 Pebruari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, menyatakan bahwa Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional mempunyai melaksanakan penyelenggaraan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
67
Lampiran 1 Tugas pokok dan fungsi instansi-instansi yang berkaitan dengan manajemen kawasan lindung (lanjutan) No.
Instansi
8
BKSDA SKW III Serang
9
PERHUTANI KPH Banten
Tugas Pokok dan Fungsi Fungsi : 1. Penyusunan rencana, program dan evaluasi pengelolaan taman nasional 2. Penyusunan rencana, program dan evaluasi pengelolaan taman nasional Pengelolaan taman nasional 3. Pengawetan dan pemanfaatan secara lestari taman nasional 4. Perlindungan, pengamanan dan penanggulangan kebakaran hutan taman nasional 5. Promosi dan informasi, bina wisata dan cinta alam, serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya 6. Kerjasama pengelolaan taman nasional 7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Tugas pokok: Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam, penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam. suaka margasatwa. taman wisata alam. dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan konservasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi: 1 penataan blok. penyusunan rencana kegiatan. pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dantaman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luarkawasan konservasi; 2 pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam. dantaman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi; 3 koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung; 4 penyidikan. perlindungan dan pengamanan hutan. hasil hutan dan tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi. 5 pengendalian kebakaran hutan. 6 promosi.informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 7 pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 8 kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan. 9 pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi 10 pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam 11 pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Tugas Pokok: Menyelenggarakan dan mengawasi seluruh kegiatan pengelolaan Sumber Daya Hutan baik teknik maupun administrasi dan bertanggung jawab Kepada Kepala Unit Fungsi: 1 Membantu pelaksanaan dan pengendalian operasional meliputi kegiatan Teknik Kehutanan, Keamanan hutan dan Hasil Hutan, Teknik Perlengkapan, Kepegawaian. 2 Melakukan bimbingan, pembinaan, pengawasan dan penilaian terhadap pelaksanaan pekerjaan 3 Membantu pembinaan industri kecil dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan 4 Melaksanakan koordinasi dengan instansi dan lembaga-lembaga terkait
68
Lampiran 2 Panduan wawancara kepada masyarakat
Masyarakat Nama Pekerjaan Usia
: : :
1. Apakah yang dimaksud dengan kawasan lindung? Apa sajakah macamnya yang anda ketahui? 2. Apakah keberadaan kawasan lindung itu penting untuk dijaga dan dilestarikan?jelaskan alasan dan kegunaannya jika penting? 3. Menurut Anda, dampak apakah yang akan ditimbulkan jika kawasan lindung telah rusak?jelaskan! 4. Bagaimana
pendapat Anda mengenai perubahan penggunaan lahan di
kawasan lindung menjadi penggunaan yang lain, apakah? 5. Apabila pada penelitian ini didapatkan gap antara kawasan lindung aktual (fakta di lapangan) dengan kawasan lindung legal formal (kawasan lindung yang seharusnya ditetapkan oleh pemerintah), bagaimana tanggapan anda? 6. Apabila dalam penelitian ini didapatkan bahwa pada lahan milik anda ternyata termasuk kawasan lindung, bagaimana tindakan instansi anda? 7. Sepengetahuan anda apakah ada sanksi apabila penggunaan kawasan lindung tidak sesuai dengan RTRW? Atau apakah ada Intensif bagi pejabat apabila dapat menegakkan RTRW? 8. Apakah anda mengetahui mengenai dokumen RTRW?
69
Lampiran 3 Panduan wawancara kepada instansi terkait Instansi terkait Nama instansi : Nama : Jabatan :
1. Apakah yang dimaksud dengan kawasan lindung? Apa sajakah macamnya yang anda ketahui? 2. Apakah keberadaan kawasan lindung itu penting untuk dijaga dan dilestarikan?jelaskan alasan dan kegunaannya jika penting? 3. Menurut Anda, dampak apakah yang akan ditimbulkan jika kawasan lindung telah rusak?jelaskan! 4. Bagaimana
pendapat Anda mengenai perubahan penggunaan lahan di
kawasan lindung menjadi penggunaan yang lain, apakah? 5. Apabila pada penelitian ini didapatkan gap antara kawasan lindung aktual (fakta di lapangan) dengan kawasan lindung legal formal (kawasan lindung yang seharusnya ditetapkan oleh pemerintah), bagaimana tanggapan anda? 6. Apabila dalam penelitian ini didapatkan bahwa pada lahan milik ternyata termasuk kawasan lindung, bagaimana tindakan instansi anda? 7. Sepengetahuan anda apakah ada sanksi apabila penggunaan kawasan lindung tidak sesuai dengan RTRW? Atau apakah ada Intensif bagi pejabat apabila dapat menegakkan RTRW? 8. Apakah anda mengetahui mengenai dokumen RTRW?
70
Lampiran 4 Rekapitulasi data wawancara dengan instansi terkait No
Pertanyaan
1
Pengertian kawasan lindung Arti penting kawasan lindung Pengetahuan dokumen RTRW Penegakan pengendalian pola ruang Penetapan kawasan lindung di lahan milik
2 3 4
5
Bappeda
Dishutbun
KLH
Dinas Tata Ruang
BPPT
PU Pengairan
T
TT
TT
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
TT
T
T
T
T
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
Lampiran 5 Rekapitulasi data wawancara dengan Camat No 1 2 3 4 5
Pertanyaan Pengertian kawasan lindung Arti penting kawasan lindung Pengetahuan dokumen RTRW Penegakan pengendalian pola ruang Penetapan kawasan lindung di lahan milik
T/S (orang) 1 8 8 8
TT/TS (orang) 7 8 -
Lampiran 6 Rekapitulasi data wawancara dengan Kepala desa No 1 2 3 4 5
Pertanyaan Pengertian kawasan lindung Arti penting kawasan lindung Pengetahuan dokumen RTRW Penegakan pengendalian pola ruang Penetapan kawasan lindung di lahan milik
T/S (orang) 1 3 3 3
TT/TS (orang) 2 3 -
Lampiran 7 Rekapitulasi data wawancara dengan instansi terkait No 1 2 3 4 5
Pertanyaan Pengertian kawasan lindung Arti penting kawasan lindung Pengetahuan dokumen RTRW Penegakan pengendalian pola ruang Penetapan kawasan lindung di lahan milik
Keterangan:
T= Tahu
TT= Tidak tahu
T/S (orang) 10 10 S = Setuju
TT/TS (orang) 10 10 10
TS = Tidak setuju
Definisi pembagian jawaban atas pertanyaan yang diajukan 1. Pengertian kawasan lindung a. Tahu : apabila key informan mengetahui pengertian kawasan lindung dan macamnya yang maknanya sesuai Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung b. Tidak tahu : apabila key informan tidak mengetahui atau memahami bahwa kawasan lindung identik dengan hutan lindung.
71
2. Arti penting kawasan lindung a. Tahu : apabila key informan mengetahui fungsi kawasan lindung dan dampak akibat kerusakan kawasan lindung b. Tidak tahu : apabila key informan tidak mengetahui fungsi kawasan lindung dan dampak akibat kerusakan kawasan lindung. 3. Dokumen RTRW a. Tahu: apabila key informan mendapatkan pengetahuan atau mempunyai dokumen RTRW b. Tidak tahu: apabila key informan tidak mendapatkan pengetahuan atau tidak mempunyai dokumen RTRW. 4. Penegakan pengendalian pola ruang a. Setuju: apabila key informan mendukung bahwa penggunaan lahan perlu diatur sesuai dengan peruntukannya b. Tidak setuju: apabila key informan penggunaan lahan tidak perlu diatur, sesuai dengan kehendak masyarakat. 5. Penetapan kawasan lindung di lahan milik masyarakat a. Setuju: apabila key informan mendukung penetapan, berupa rekomendasi dalam pembuatan kebijakan b. Tidak setuju: apabila key informan tidak ada tindakan apapun.