EVALUASI In vitro KULIT BUAH KOPI YANG DIFERMENTASI DENGAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus) UNTUK PAKAN RUMINANSIA
SKRIPSI HANNA FRISKA ROULY MARPAUNG
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN HANNA FRISKA ROULY MARPAUNG. D24080120. 2012. Evaluasi In vitro Kulit Buah Kopi yang Difermentasi dengan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) untuk Pakan Ruminansia. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A., M.S.,M.Sc Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc Kulit buah kopi merupakan hasil ikutan dari pengolahan buah kopi. Limbah ini terdapat 48,10% dalam satu ton buah kopi yang dipanen. Kandungan serat kasar pada kulit buah kopi tergolong tinggi, namun karena memiliki kandungan lignin dan tanin yang tinggi (65,42% dan 2,47%) serta komposisi nutrisi yang rendah, pemanfaatannya belum optimal untuk ruminansia, kecuali setelah melalui proses pengolahan seperti fermentasi dengan kapang atau jamur. Penelitian ini dilakukan dengan proses fermentasi yang menggunakan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) terhadap kulit buah kopi. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sejauhmana kulit buah kopi hasil fermentasi (KKf) dapat berperan sebagai pengganti rumput gajah didalam ransum sapi perah yang memiliki rasio hijauan dan konsentrat 60% berbanding 40% melalui pengamatan in vitro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 jenis perlakuan ransum dan 3 ulangan yang berupa periode pengambilan cairan rumen. R0 = ransum kontrol (60% RG + 40% konsentrat), R1 = 50% RG + 10% KKf + 40% konsentrat, R2 = 40% RG + 20% KKf+ 40% konsentrat, R3 = 30% RG + 30% KKf + 40% konsentrat, R4= 20% RG + 40% KKf + 40% konsentrat. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Parameter yang diamati adalah fermentabilitas di dalam rumen (VFA dan NH 3 ) dan koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kulit buah kopi fermentasi sampai 40% di dalam ransum menurunkan (P<0,01) KCBK dan KCBO serta (P<0,05) VFA, sedangkan NH 3 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kontrol. Data menunjukkan bahwa nilai KCBK dan KCBO sebesar 56,22% dan 55,56%, VFA sebesar 121,25 mM serta NH 3 sebesar 12,14 mM, maka kulit buah kopi hanya dapat menggantikan peran rumput gajah sebesar 20% rumput gajah di dalam ransum. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kulit buah kopi hasil fermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dapat menggantikan peran rumput gajah sebesar 20%. Kata-kata kunci: kulit buah kopi, fermentasi, Pleurotus ostreatus, in vitro,
ABSTRACT Evaluation In vitro of Coffee Husk Fermented with Oyster Mushrooms (Pleurotus ostreatus) for Ruminant Feed Marpaung, H. F. R., Evvyernie, D., Toharmat, T. An in vitro experiment was conducted to evaluate the nutritive value of coffee husk fermented by oyster mushrooms (Pleurotus ostreatus) for ruminant. A randomized block design was used to alocate the three of rumen fluid as blocks and five experimental rations formulated acording to a diet for a dairy cow yealding 10 kg of milk. Experimental rations composed of forage and concentrate as follows: R0 = control (60% Pennisetum purpureum + 40% concentrate), R1 = 50% Pennisetum purpureum + 10% fermented coffee husk + 40% concentrate, R2 = 40% Pennisetum purpureum + 20 fermented coffee husk + 40% concentrate, R3 = 30% Pennisetum purpureum + 30% fermented coffee husk + 40% concentrate, and R4 = 20% Pennisetum purpureum + 40% fermented coffee husk + 40% concentrate. Variables observed were coefficient digestibility of dry (CDDM) and organic matter (CDOM), concentration of VFA and NH 3 . The result showed that dietary inclution of fermented coffee husk significantly decreased the coeffcient digestibiilty of dry and organic matter (P<0.01) and VFA (P<0.05), but did not affect NH 3 concentration. The value of CDDM and CDMO, VFA and NH 3 was 56.22%, 55.56%, 121.25 mM and 12.14 mM, respectively. The results indicated that the coffee husk could be included up to 20% in the diet to replace Pennisetum purpureum. The conclusion from this experiment was that the fermented coffee husk could be used to replace dietary forage component as much as 20%. Keywords: coffee husk, fermentation, Pleurotus ostreatus, in vitro
EVALUASI In vitro KULIT BUAH KOPI YANG DIFERMENTASI DENGAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus) UNTUK PAKAN RUMINANSIA
HANNA FRISKA ROULY MARPAUNG D24080120
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Nama NIM
: Evaluasi In vitro Kulit Buah Kopi yang Difermentasi dengan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) untuk Pakan Ruminansia : Hanna Friska Rouly Marpaung : D24080120
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
(Dr. Ir. Dwierra Evvyernie. A, MS., M.Sc) NIP.19610602 198603 2 001
(Prof.Dr.Ir.Toto Toharmat, M.Agr.Sc) NIP. 19590902 198303 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr) NIP. 19670506 199103 001
Tanggal Ujian: 07 Agustus 2012
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1990 di Balige. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Edison Marpaung dan Ibu Asni Roosline Purba. Penulis menempuh pendidikan dasar pada tahun 19962000 di SD Kalam Kudus Medan dan diselesaikan pada tahun 2002 di SD Ostrom Methodist II Tebing Tinggi. Pendidikan
lanjutan
tingkat
menengah
pertama
diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 01 Tebing Tinggi, dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun
2008 di SMA Negeri 02 Tebing Tinggi. Pada tahun 2008 Penulis
diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan tahun berikutnya 2009 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Penulis juga aktif berpartisipasi dalam berbagai kepanitian, UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK), Komisi Pelayanan Anak (KPA) dan Penulis pernah mengikuti program magang HIMASITER di Lembu Jantan Perkasa (LJP) Banten pada tahun 2010 serta peserta Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2012 bidang Kewirausahaan yang berjudul “Nugget UM2GI (Unik, Mudah, Murah, Bergizi), Inovasi Bisnis Pangan: Nugget Belut untuk Meningkatkan Nilai Ekonomi Belut dan Gizi Masyrakat” dan bidang Masyarakat yang berjudul “Laskar Pejuang: Wirausaha Kreatif yang Memiliki Jiwa Pejuang Lingkungan Hidup dengan Model Anak-Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Dramaga”.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih dan anugerahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi In vitro Kulit Buah Kopi yang Difermentasi dengan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) untuk Pakan Ruminansia dengan baik. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini memuat informasi tentang kandungan nutrien kulit buah kopi yang difermentasi jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dengan level berbeda di dalam ransum ruminansia. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi sejayh mana kulit buah kopi yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dapat menggantikan peran rumput gajah sebagai sumber hijauan di dalam ransum sapi perah melalui pengujian in vitro. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak agar menjadi lebih baik. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Agustus 2012
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .....................................................................................................
i
ABSTRACT........................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................
v
KATA PENGANTAR ........................................................................................
vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................
vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL...............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................
xi
PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan .....................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
3
Tanaman Kopi ......................................................................................... Potensi Kulit Buah Kopi Sebagai Komponen Pakan Ternak ................ Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) ......................................................... Rumput Gajah ......................................................................................... Kecernaan Pakan..................................................................................... Konsentrai Amonia ................................................................................. Konsentrasi VFA..................................................................................... Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK dan KCBO) ................................................................................
3 4 6 7 8 8 9 10
MATERI DAN METODE ..................................................................................
12
Lokasi dan Waktu ................................................................................... Materi ...................................................................................................... Bahan ........................................................................................... Alat .............................................................................................. Inokulum ..................................................................................... Komposisi Ransum ..................................................................... Prosedur .................................................................................................. Pembuatan Rumah Jamur ............................................................ Pembuatan Media Tumbuh dan Baglog Pleurotus ostreatus ..... Pengambilan Inokulum ............................................................... Fermentasi In vitro ...................................................................... Analisis Koefisien cerna Bahan Kering (KBCK) dan Bahan Organik (KBCO) .........................................................................
12 12 12 12 12 12 13 13 14 14 15 15
Analisis NH3 (Metode Mikrodifusi Cawan Conway)................. Analisis VFA (Steam Destilation Method) ................................. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ................................................ Perlakuan ..................................................................................... Rancangan Percobaan untuk In vitro .......................................... Parameter yang Diamati .............................................................. Analisis Data ...............................................................................
16 16 17 17 17 18 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
19
Pertumbuhan Pleurotus ostreatus pada Kulit Buah Kopi ....................... Koefisen Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) Ransum yang Mengandung Kulit Buah Kopi Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus .................................................. Fermentabilitas Ransum yang Mengandung Kulit Buah Kopi Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus .................................................. Volatile Fatty Acid (VFA) ...................................................................... Amonia (NH 3 ) ........................................................................................
19
KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
30
Kesimpulan ........................................................................................... Saran .....................................................................................................
30 30
UCAPAN TERIMA KASIH ..............................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
32
LAMPIRAN........................................................................................................
35
25 27 27 28
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komposisi Nutrien Kulit Buah Kopi Tanpa Fermentasi dan Fermentasi ...............................................................................................
5
2. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum...............................................
13
3. Hasil Perhitungan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Berdasarkan Bahan Kering .....................................................................
13
4. Hasil Analisis Komposisi Nutrien Kulit Buah Kopi asli dan Kulit Buah Kopi yang difermentasi dengan Pleurotus ostreatus ..........................................................................................
22
5. Rataan Nilai KCBK dan KCBO Ransum yang Mengandung KKf (%)....................................................................................................
25
6. Rataan Produksi VFA dan NH 3 Ransum yang Mengandung KKf (mM) ................................................................................................
27
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kulit Buah Kopi .........................................................................................
3
2. Diagram Alir Pengolahan Biji Kopi ...........................................................
4
3. Proses Metabolisme Protein dalam Rumen Ternak Ruminansia.................................................................................................
9
4. Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak Ruminansia.................................................................................................
10
5. Baglog Kulit Buah Kopi Fermentasi ..........................................................
14
6. Grafik Pertumbuhan Miselium Kulit Buah Kopi yang Difermentasi dengan Pleurotus ostreatus ..................................................
20
7. Dokumentasi Penelitian .............................................................................
39
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap KCBK ............................................
36
2. Hasil Analisis Duncan Ransum terhadap KCBK .......................................
36
3. Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap KCBO ............................................
36
4. Hasil Uji Duncan Ransum terhadap KCBO ...............................................
36
5. Hasil Sidik Ragam terhadap VFA ..............................................................
37
6. Hasil Uji Duncan Ransum terhadap VFA ..................................................
37
7. Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap NH 3 ...............................................
37
8. Data Suhu dan Kelembaban Ruangan Jamur Tiram .................................
38
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak adalah pakan. Produktivitas ternak yang rendah disebabkan kekurangan pakan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hijauan merupakan makanan ternak yang utama dan kebanyakan sumber hijauan di Indonesia adalah golongan dari kualitas rendah. Hal ini dipengaruhi oleh perluasan lahan untuk penanaman hijauan makan ternak semakin sulit dilakukan karena semakin meningkatnya populasi manusia dan semakin luasnya pemanfaatan lahan untuk tanaman pangan, perumahan, dan industri. Permasalahan lain juga disebabkan oleh pengaruh musim yang tidak menentu. Saat musim hujan terjadi kelebihan hijauan sedangkan musim kemarau sering terjadi kekurangan hijauan. Untuk mendapatkan suatu bahan pakan alternatif yang berpotensi baik dari segi kualitas maupun kuantitas harus dilakukan beberapa usaha. Pada umumnya dalam keadaan asli, limbah pertanian mempunyai nilai gizi yang rendah, maka perlu dilakukan pengolahan sehingga menambah nilai guna dan dapat dimanfaatkan lebih maksimal. Kulit buah kopi merupakan salah satu limbah industri yang secara potensial dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak ruminan. Provinsi Bengkulu merupakan salah satu provinsi penghasil buah kopi terbesar. Biji kopi yang dihasilkan di olah menjadi kopi sehingga akan menghasilkan kulit buah kopi yang banyak. Menurut data statistik (BPS, 2009), produksi biji kopi di Indonesia mencapai 682.591 ton dan menghasilkan kulit kopi sekitar 307.165 ton, jika tidak dimanfaatkan akan menimbulkan pencemaran. Kulit buah kopi merupakan komponen terbesar dari pengolahan buah kopi. Pemanfaatannya sebagai pakan tunggal belum optimal dan terbatas untuk ruminansia karena mempunyai kendala kandungan gizi yang rendah, lignin, tanin, dan kafein yang tinggi. Kulit buah kopi berpotensi untuk dijadikan bahan pakan ternak ruminan dilihat dari kandungan serat kasarnya sebesar 39,42% dan protein 10,36% (Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, 2011), oleh karena itu untuk meningkatkan nilai guna dari kulit buah kopi tersebut dapat dilakukan berbagai pengolahan, seperti pengolahan secara fisik, biologis maupun kimia untuk
menurunkan faktor pembatas tersebut sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan sumber serat dalam pakan ruminansia. Fermentasi menggunakan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas menjadi lebih baik dibandingkan dengan produk aslinya. Jamur tiram merupakan bahan makanan bernutrisi dengan kandungan protein, vitamin dan mineral yang tinggi. Menurut Sumarmi (2006), kandungan protein dan serat pada jamur tiram sekitar 10,5-30,4% dan 7,4-24,6%. Jamur tiram berkhasiat sebagai antikolesterol, antitumor, antibakteri, meningkatkan sistem imun dan memiliki asam amino. Fermentasi dilakukan untuk memutus ikatan ligniselulosa dan mempunyai kandungan senyawa aktif yang bernilai sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan lebih maksimal dan mensubstitusi sebagian atau seluruh hijauan untuk pakan ruminansia. Sehubungan dengan keadaan diatas, telah dilakukan penelitian terhadap kulit buah kopi yang difermentasi dengan jamur Pleurotus ostreatus secara in vitro. Menurut Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Makkar (2004), metode in vitro merupakan proses metabolisme dalam rumen dan abomasum. Metode ini sering digunakan untuk mengetahui kecernaan bahan pakan dari hasil proses pencernaan dalam saluran pencernaan ternak. Teknik in vitro memberikan hasil analisa yang cepat dan proses yang murah, serta dapat digunakan untuk mengevaluasi bahan pakan dalam jumlah besar.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana kulit buah kopi yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dapat menggantikan peran rumput gajah sebagai sumber hijauan didalam ransum sapi perah melalui pengujian invitro.
2
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kopi Tanaman kopi Robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.000 meter diatas permukaan laut, daerah-daerah dengan suhu sekitar 20°C. Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan buah kopi setelah umur 4-5 tahun tergantung pada pemeliharaan dan iklim setempat. Tanaman kopi dapat memberi hasil yang tinggi mulai umur 8 tahun dan dapat berbuah baik selama 15 -18 tahun. Pemeliharaan tanaman kopi yang baik akan menghasilkan sampai umur sekitar 30 tahun (Ridwansyah, 2003). Buah kopi terdiri dari beberapa bagian, yaitu lapisan kulit luar (excocarp), lapisan daging buah (mesocarp), lendir (mucilage), kulit ari (spermoderm), dan biji kopi (endoscarp). Lapisan kulit luar (excocarp) yaitu lapisan yang pada buah muda bewarna hijau dan berangsur- angsur berubah menjadi hijau kuning, kuning dan akhirnya merah pada buah kopi yang sudah masak. Daging buah akan berlendir dalam keadaan yang sudah masak dan rasanya agak manis. Kulit bagian dalam, yaitu endocarp, cukup keras dan kulit ini biasanya disebut kulit tanduk (Ridwansyah, 2003). Pengolahan terhadap biji kopi bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu cara basah dan cara kering. Pengolahan dengan cara kering bisa dilakukan dengan langsung menjemur buah kopi dibawah panas matahari, sedangkan cara basah melalui beberapa tahap pengolahan menghasilkan beberapa jenis limbah yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak, misalnya kulit buah kopi (coffee pulp) (Wirdah, 2000). Bentuk kulit buah kopi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kulit Buah Kopi Sumber : Dokumentasi Penelitian (2011)
Pengolahan kulit buah kopi secara basah menghasilkan limbah kulit buah kopi sebanyak 29% dari buah (berdasarkan berat kering), cangkang 12% dan lendir
4%. Sementara biji kopi sebagai produk utama berjumlah sekitar 55% (Braham dan Bressani, 1979). Bagan alir proses pengolahan biji kopi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Biji Kopi Sumber: Ridwansyah (2003)
Potensi Kulit Buah Kopi sebagai Komponen Pakan Ternak Proses pengolahan kopi menjadi kopi bubuk akan menghasilkan limbah berupa limbah kulit kopi dan belum dimanfaatkan secara optimal. Kulit buah kopi merupakan salah satu limbah industri secara potensial dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak ruminan. Menurut data statistik (BPS, 2009), produksi biji kopi di Indonesia mencapai 682.591 ton dan menghasilkan kulit kopi sekitar 307.165 ton, jika tidak dimanfaatkan akan menimbulkan pencemaran yang serius. Analisis secara fisik menunjukkan bahwa limbah dari buah kopi yaitu berupa daging buah sebesar 42,20 % dan kulit biji sebesar 5,90 % atau total produksi limbah sebesar 48,10 % dari produksi buah basah (Londra dan Andri, 2007). Produk kulit buah kopi mudah rusak karena kandungan kadar airnya cukup tinggi 53%, sedangkan jika diberikan dalam bentuk segar kurang disukai ternak. Teknologi fermentasi yang dikombinasikan dengan teknologi pakan komplit dapat mengatasi kendala tersebut, sehingga dapat meningkatkan fungsinya sebagai pakan ternak. Kandungan protein
4
kulit buah kopi tergolong rendah 10,6%, namun masih mampu memenuhi kebutuhan mikroba rumen untuk mencerna serat karbohidrat dan juga mengandung energi tinggi (Puslitbangnak, 2011). Menurut Londra dan Andri (2007), fermentasi dengan Aspergillus niger mampu meningkatkan nilai gizi limbah kopi. Hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan dalam meningkatkan kadar protein kasar (PK), dari persentase 6,67% menjadi 12,43%, dan mampu menurunkan kadar serat kasar (SK), dari persentase 18,82% menjadi 11,05%. Komposisi nutrien kulit buah kopi tanpa fermentasi dan fermentasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Nutrien Kulit Buah Kopi Tanpa Fermentasi dan Fermentasi Nutrien
Tanpa Fermentasi
Fermentasi
Protein Kasar (%)
6,11
12,56
Serat Kasar (%)
18,69
36,10
Tanin (%)
2,47
0,32
Kafein (%)
1,36
0,16
Lignin (%)
52,59
47,03
Sumber : Mayasari et al. (2007)
Braham dan Bressani (1979) menyimpulkan bahwa efek yang ditimbulkan oleh penggunaan kulit buah kopi dalam ransum beberapa ternak pada tikus menyebabkan konsumsi pakan yang lebih rendah, iritasi kulit dan kematian pada penggunaan diatas 30%. Penggunaan sampai taraf 30% pada ayam tidak menyebabkan kematian jika diimbangi dengan kualitas protein ransum yang baik, namun juka penggunaan diatas 30% dapat menyebabkan kematian yang tinggi. Penggunaan kulit buah kopi yang direkomendasikan dalam ransum ayam maksimal sebesar 10%. Penggunaan kulit buah kopi direkomendasikan dalam ransum babi sebesar 15-20%. Penggunaan kulit buah kopi dalam ransum sapi dan kambing menyebabkan konsumsi pakan menurun, terjadi iritasi kulit, peningkatan pengeluaran urin, dan juga kerontokan bulu. Taraf pemberian yang dianjurkan pada ransum sapi dan kambing adalah sebesar 20%, karena pada taraf tersebut sudah terlihat efek peningkatan ekskresi urin sebagai efek dari kandungan kafein kulit buah kopi.
5
Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Tubuh buah jamur tiram memiliki tangkai yang tumbuh menyamping (pleurotus) dan bentuknya seperti tiram (ostreatus) sehingga jamur tiram mempunyai nama binomial Pleurotus ostreatus (Volk, 1998). Bagian tudung dari jamur tersebut berubah warna dari hitam, abu-abu, coklat, hingga putih, dengan permukaan yang hampir licin, diameter 5-20 cm yang bertepi tudung mulus sedikit berlekuk. Jamur tiram juga memiliki spora berbentuk batang berukuran 8-11 x 3-4μm serta miselia berwarna putih yang bisa tumbuh dengan cepat (Parlindungan, 2000). Media yang umum dipakai untuk membiakkan jamur tiram adalah serbuk gergaji kayu yang merupakan limbah dari penggergajian kayu (Gunawan dan Agustina, 2009). Kerajaan
: Fungi
Filum
: Basidiomycota
Kelas
: Homobasidiomycetes
Ordo
: Agaricales
Famili
: Tricholomataceae
Genus
: Pleurotus
Spesies
: P. ostreatus Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan bahan makanan bernutrisi
dengan kandungan protein tinggi, kaya vitamin dan mineral, rendah karbohidrat, lemak dan kalori. Jamur ini memiliki kandungan nutrisi seperti vitamin, fosfor, besi, kalsium, karbohidrat, dan protein. Kandungan proteinnya cukup tinggi, yaitu sekitar 10,5-30,4%. Serat jamur sangat baik untuk pencernaan. Kandungan seratnya mencapai 7,4-24,6%, sehingga cocok untuk para pelaku diet. Mineral mikroelemen yang bersifat logam dalam jamur tiram kandungannya rendah, sehingga jamur ini aman dikonsumsi setiap hari (Sumarmi, 2006). Jamur tiram memiliki berbagai manfaat yaitu sebagai makanan, menurunkan kolesterol, sebagai antibakterial dan antitumor, serta dapat menghasilkan enzim hidrolisis dan enzim oksidasi (Widiastui dan Panji, 2008). Jamur tiram ini mengandung senyawa pleuran yang berkhasiat sebagai antitumor, menurunkan kolesterol, serta bertindak sebagai antioksidan. Polisakarida pada jamur tiram, khususnya Beta-D-glucans, mempunyai efek positif sebagai antitumor, antikanker, antivirus (termasuk AIDS), melawan kolesterol, antijamur, antibakteri, dan dapat
6
meningkatkan sistem imun (Sumarmi, 2006). Jamur tiram juga mengandung plovastin yang di pasaran berupa suplemen penurun kolesterol. Komponen aktif dari plovastin adalah statin yang bisa menghambat metabolisme atau pembentukan kolesterol di dalam tubuh (Widyastuti dan Koesnandar, 2005). Jamur tiram sebaiknya ditempatkan dalam ruangan yang gelap pada masa pertumbuhan misellium, tetapi pada masa pertumbuhan badan buah memerlukan adanya rangsangan sinar. Tubuh buah tidak dapat tumbuh pada tempat yang sama sekali tidak ada cahaya, oleh karena itu pada masa terbentuknya tubuh buah pada permukaan media harus mulai mendapat sinar dengan intensitas penyinaran 60-70 %. Suhu udara memegang peranan yang penting pada budidaya jamur tiram untuk mendapatkan pertumbuhan badan buah yang optimal. Umumnya, syarat rumah jamur suhu ruangan tidak lebih dari 28° C
dan kelembaban ruangan 80-90%.
Miselium tumbuh optimal pada suhu 23-25° C, sedangkan pertumbuhan tubuh buah optimum pada suhu 18-20° C (Sumarmi, 2006). Aerasi memliki dua komponen penting dalam udara yang berpengaruh pada pertumbuhan jamur yaitu oksigen (O 2 ) dan karbondioksida (CO 2 ). Oksigen merupakan unsur penting respirasi sel. Sumber energi dalam sel dioksidasi menjadi karbondioksida. Konsentrasi karbondioksida (CO 2 ) yang terlalu banyak dalam kumbung menyebabkan pertumbuhan jamur tidak normal. Di dalam kumbung jamur konsentrasi CO 2 tidak boleh lebih dari 0,02% (Susilawati dan Raharjo, 2010). Tingkat keasaman media juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur tiram. Pertumbuhan jamur akan terhambat apabila pH terlalu rendah atau terlalu tinggi, bahkan mungkin akan tumbuh jamur lain yang akan mergganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri. Keasaman pH media perlu diatur antara pH 6-7 dengan menggunakan kapur (Calsium carbonat) (Kuo, 2005). Rumput Gajah Berdasarkan taksonominya, rumput gajah digolongkan ke dalam division Spermatophita, subdivisio Angiospermae, kelas Monocotyledonea, ordo Glumifora, famili Gramineae, subfamili Panicodea, genus Pennisetum dan species Pennisetum purpureum. Nilai gizi rumput gajah sebagai hijauan makanan ternak ditentukan oleh zat-zat makanan yang terdapat di dalamnya dan kecernaannya. Menurut Hartadi et al. (1997), rumput gajah umumnya mengandung bahan kering (BK) yang rendah yaitu 16%. Serat kasar sekitar 29,3%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) sekitar 40,1%,
7
lemak kasar 3,2% dan protein kasar sekitar 11,5%. Kandungan TDN berkisar antara 40-67 % dengan kecernaan BK sekitar 48-71%. Menurut Tilman et al. (1989), kandungan lignin rumput gajah berkisar 13- 16%, kadar lignin tanaman meningkat bertambah dengan bertambahnya umur tanaman. Kecernaan Pakan Kecernaan pakan dapat didefinisikan sebagai zat makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses dengan asumsi zat makanan tersebut dapat diserap oleh saluran pencernaan. Kecernaan pakan biasanya dinyatakan berdasarkan bahan kering, dan sebagai suatu koefisien atau persentase. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan, yaitu komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002). Terdapat dua teknik dalam mengukur kecernaan pada ruminansia, yaitu teknik in vivo dan in vitro. Kecernaan in vitro (kecernaan pada rumen) dipengaruhi beberapa hal yaitu pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulan, pH kondisi fermentasi, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan buffer (Selly, 1994). Menurut penelitian Prayitno (2008), hasil analisis konsentrasi VFA dan NH 3 kulit buah kopi setelah difermentasi dengan Trichoderma viride adalah 106,6-130 mM dan 8,16-10,3 mM, sedangkan rataan kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik adalah 50,6-55-3% dan 64,57-71,1%. Konsentrasi Amonia Sumber nitrogen utama bagi mikroba rumen adalah amonia yang sebagian dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk sintesis protein mikroba (Arora, 1995). Enzim proteolitik mikroba rumen akan menghidrolisis protein menjadi oligopeptida yang kemudian menjadi asam amino dan diserap melalui dinding rumen yang secara cepat mengalami deaminasi menjadi amonia, metan dan CO 2 (Sutardi, 1979). Amonia yang tidak terpakai dalam rumen akan dibawa ke hati diubah menjadi urea, sebagian dikeluarkan melalui urin dan yang lainnya dibawa ke kelenjar saliva. Konsentrasi amonia yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi berkisar antara 6-21 Mm (McDonald et al., 2002). Mikroba dapat memanfaatkan NH 3 yang harus disertai dengan sumber energi yang
8
mudah difermentasi (Sutardi, 1977). Proses metabolisme protein pada rumen dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses Metabolisme Protein dalam Rumen Ternak Ruminansia Sumber: Mc. Donald et al. (2002)
Umumnya proporsi protein yang didegradasi dalam rumen sekitar 70-80% atau 30-40% untuk protein yang sulit dicerna dan merupakan protein by pass yang akan dimanfaatkan oleh ternak ruminansia. Kelarutan nitogen asal protein di dalam larutan buffer menunjukkan ketahanan protein tersebut terhadap degradasi mikroba rumen (McDonald et al., 2002). Konsentrasi VFA Sebagian besar ransum yang diberikan kepada ternak ruminansia merupakan karbohidrat. Polisakarida dihidrolisa di dalam rumen menjadi monosakarida oleh enzim-enzim mikroba rumen, kemudian monosakarida tersebut, seperti glukosa, difermentasi menjadi VFA (Volatile Fatty Acid) berupa propionat, asetat dan butirat serta CO 2 dan CH 4. Gas CO 2 dan CH 4 akan hilang melalui eruktasi sedangkan VFA akan diserap melalui dinding rumen (McDonal et al., 2002). Proses fermentasi karbohidrat pada rumen ternak dapat dilihat pada Gambar 4.
9
Gambar 4. Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak Ruminansia Sumber: Mc. Donald et al. (2002)
Produksi VFA memiliki peranan penting sebagai sumber energi bagi ternak dan merupakan produk akhir fermentasi gula (Arora, 1995). Konsentrasi VFA tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi. Ransum dengan komposisi 40% hijauan dan 60% konsentrat akan menghasilkan VFA total sebesar 96 mM pada sapi, sedangkan pada domba akan menghasilkan VFA total sebesar 76 mM (McDonald et al., 2002). Menurut Sutardi (1979), konsentrasi VFA yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal mikroba rumen, yaitu 80-160 mM. Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK dan KCBO) Kecernaan adalah bagian yang tidak diekskresikan dalam feses, bagian tersebut diasumsikan diserap oleh tubuh hewan. Koefisien cerna biasanya dinyatakan dalam satuan persen dari bahan kering (Cullison et al., 2003). Setiap jenis ternak ruminansia memiliki mikroba rumen dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam mendegradasi pakan (Sutardi, 1979). Nilai KCBK dan KCBO dapat dijadikan salah satu indikator untuk menentukan kualitas pakan dan seberapa besar zat makanan dalam pakan dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen (Sutardi, 1977).
10
Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai pakan (McDonald et al., 2002). Sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya KCBK akan mempengaruhi tinggi rendahnya KCBO ransum. Semakin tinggi KCBK maka semakin tinggi pula peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak untuk pertumbuhannya. Kecernaan bahan organik dan kecernaan bahan kering sangat dipengaruhi oleh kandungan serat kasar karena serat merupakan komponen dari bahan organik pakan. Kandungan serat kasar tinggi maka bahan organik yang tercerna akan semakin rendah karena pencernaan serat kasar sangat tergantung pada mikroba rumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan, yaitu komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002). Menurut Selly (2004), kecernaan in vitro dipengaruhi oleh pencampuran ransum, cairan rumen, pH, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, larutan penyangga dan ukuran partikel sampel. Menurut Kaufman et al (1980), faktor yang mempengaruhi degradasi pakan di dalam saluran pencernaan ruminansia adalah struktur makanan, ruminasi, pH optimum dan produksi saliva.
11
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai Maret 2012 di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Bahan Asam borat berindikator, larutan Na 2 CO 3 jenuh, aquadest, larutan HgCl 2 , H 2 SO 4 0,005 N, larutan HCl 0,5 N, larutan H 2 SO 4 15%, larutan NaOH 0,5 N, larutan indikator PP (Phenol Phtalein 0,1%) dan larutan McDougall dengan temperatur 390C dengan 6,5-6,9 (pH diturunkan dengan cara memberikan gas CO 2 ), cairan rumen segar dan sampel ransum yang akan digunakan. Alat Peralatan yang digunakan selama fermentasi kulit buah kopi antara lain timbangan digital, laminar air flow, autoclave, sprayer, botol selai, plastik, kapas, karet, baskom, label dan lampu spirtus. Fermentasi in vitro digunakan seperangkat rumen tiruan, timbangan, dan peralatan untuk analisis KCBK, KCBO, VFA, dan NH 3 dan termos. Inokulum. Inokulum yang digunakan adalah cairan rumen yang berasal dari rumen sapi potong yang dipotong di rumah pemotongan hewan di Bubulak. Komposisi Ransum. Bahan pakan yang digunakan pada pembuatan ransum adalah rumput gajah, dedak, onggok, bungkil kelapa, bungkil kedele, kapur, kulit buah kopi yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) selama 2 bulan. Ransum penelitian disusun berdasarkan kebutuhan zat makanan sapi perah pertengahan laktasi, direkomendasikan mengandung TDN < 68% dan protein 11-13% (NRC, 2001) dengan rasio hijauan dan konsentrat 60% berbanding 40% di dalam ransum. Level penggunaan komposisi bahan pada hijauan perlakuan tidak sama jumlahnya, karena ingin dilihat rasio penggunaan kulit kopi fermentasi yang optimal dalam beberapa macam level penggunaan komposisi bahan pengganti hijuan. Komposisi dan level pemakian kulit kopi fermentasi dan hasil perhitungan kandungan nutrisi ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Bahan Pakan
R0
R1
R2
R3
R4
..................................(%).................................. Rumput gajah
60
50
40
30
20
Kulit Buah Kopi Fermentasi
0
10
20
30
40
Bungkil Kelapa
5
0
0
0
0
Onggok
15
13
12
12
10
Pollard
5
8
8
8
10
Bungkil Kedele
6
6
5
5
5
Dedak
8
12
14
14
14
Kapur
1
1
1
1
1
100
100
100
100
100
(KKf)
Keterangan : Perhitungan menggunakan Trial and Eror.
Tabel 3.Hasil Perhitungan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Berdasarkan Bahan Kering Perlakuan Kandungan Nutrien
R0
R1
R2
R3
R4
BK (%)
44,52
51,49
58,48
65,39
72,43
Abu (%)
9,85
10,26
10,56
10,70
10,91
PK (%)
13,22
13,23
13,03
13,06
13,42
SK(%)
33,34
33,34
33,30
33,02
32,76
LK (%)
4,04
3,36
3,34
3,18
3,09
BETN (%)
46,33
45,20
43,96
42,93
41,41
TDN (%)
61,00
61,70
62,84
64,24
65,46
Keterangan : Kandungan nutrien adalah hasil perhitungan dengan menggunakan Trial and Eror
Prosedur Pembuatan Rumah Jamur Pembuatan rumah jamur dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB. Pembuatan rumah jamur ini disesuaikan dengan keadaan budidaya di lapang. Rumah jamur terdiri dari rak-rak bertingkat, ruang untuk inokulasi dan pendinginan.
13
Pembuatan Media Tumbuh dan Baglog Pleurotus ostreatus Kulit kopi yang kering selanjutnya dikompos selama satu malam terlebih dahulu dengan ditambahkan air (700 ml), dedak (15%) , kapur (1%) dan gips (1,5%) sebagai bahan isi media. Penggunaan kulit buah kopi, dedak, kapur dan gips dinamakan pembuatan baglog yang dimasukkan kedalam plastik berukuran 500 gram. Baglog yang telah dibuat lalu di autoclave untuk sterilisasi pada suhu 121°C selama 60 menit, kemudian baglog didinginkan selama 24 jam dan diinokulasi dengan bibit jamur Pleurotus ostreatus sebanyak 4 % dari berat baglog. Baglog yang sudah diinokulasi dengan bibit, kemudian disimpan diruangan inkubasi sampai semua kulit buah kopi di dalam baglog dipenuhi oleh miselium yang ditandai dengan memutihnya seluruh bagian kulit buah kopi di dalam baglog. Selama inkubasi proses perawatan dilakukan agar tempat tumbuh tetap sejuk, lembab dan bersih dengan suhu 25-30°C dan kelembaban 60-80% dengan cara pemberian karung goni basah dan penyemprotan dengan air setiap hari. Baglog kulit buah kopi fermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) pada Gambar 5.
Gambar 5. Baglog Kulit Buah Kopi Fermentasi Sumber : Dokumentasi Penelitian (2011)
Pengambilan Inokulum Inokulum merupakan cairan rumen yang mengandung mikroba yang hidup di dalam rumen ruminansia dan berfungsi sebagai pendegradasi pakan yang dikonsumsi ternak. Cairan rumen yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari ternak sapi yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) di Bubulak. Tahap pengambilan cairan rumen adalah pertama-tama termos diisi dengan air panas kirakira mencapai suhu 39°C kemudian dibawa ke rumah potong hewan Bubulak. Air
14
didalam termos tidak boleh dibuang hingga cairan rumen didapatkan dengan suhu dipertahankan pada 39°C. Setelah perut rumen dipilih, dinding rumen dirobek dengan pisau kemudian isi rumen diperas dengan menggunakan kain dan dimasukkan ke dalam termos yang baru saja dikeluarkan air panasnya, setelah itu termos ditutup agar suhunya tetap terjaga. Termos yang digunakan sebanyak 3 buah dan setiap termos diisi dengan satu jenis cairan rumen. Kemudian cairan rumen yang berada di dalam termos tersebut harus segera dibawa ke Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan segera dialiri CO 2 , setelah itu dilakukan fermentasi in vitro dengan menggunakan alat rumen tiruan. Fermentasi In vitro Metode ini diawali dengan pencernaan fermentatif, yaitu 0,5 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung fermentor kemudian ditambahkan 40 ml larutan McDougall dan 10 ml cairan rumen, dimasukkan ke dalam shaker bath dengan suhu 390C (Tilley and Terry, 1963). Setelah itu, cairan rumen dialiri gas CO 2 selama 30 detik kemudian ditutup dengan karet berventilasi dan difermentasi selama 4 jam, kemudian tutup karet tabung fermentor dibuka dan diteteskan 2-3 tetes HgCl 2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor dimasukkan ke dalam sentrifuge, lakukan sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Substrat akan terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening berada di bagian atas. Supernatan diambil untuk melakukan berbagai analisis (NH 3 dan VFA). Supernatan dimasukkan ke botol film, apabila tidak dilakukan analisis segera, sampel dapat disimpan di freezer . Analisis Koefisien cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) Tabung fermentor yang diisi dengan 0,5 gram sampel, ditambahkan 40 ml larutan McDougall dan 10 ml cairan rumen dimasukkan ke dalam shaker bath dengan suhu 39°C. Setelah itu, cairan rumen dialiri gas CO 2 selama 30 detik kemudian ditutup dengan karet berventilasi dan difermentasi selama 48 jam. Setelah 48 jam dibuka tutup karet tabung fermentor dan diteteskan 2-3 tetes HgCl 2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor dimasukkan ke dalam sentrifuge, lakukan sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Substrat akan terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening berada di bagian atas. Supernatan dibuang dan endapan hasil sentrifuge ditambahkan 50 ml larutan pepsin 15
HCl 0,2%. Campuran ini kemudian diinkubasi kembali selama 48 jam tanpa tutup karet. Sisa pencernaan disaring dengan kertas saring Whatman no 41 (yang sudah diketahui bobotnya) dengan bantuan pompa vakum. Endapan yang ada di kertas saring dimasukkan ke dalam cawan porselen, setelah itu dimasukkan ke dalam oven 1050C selama 24 jam, kemudian cawan porselen dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam eksikator lalu ditimbang untuk mengetahui kadar bahan keringnya. Selanjutnya bahan dalam cawan diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450-6000C, kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar bahan organiknya. Sebagai blanko digunakan cairan rumen dan larutan Mc Dougall tanpa sampel. BKsampel (g) − (BKresidu(g) − BKblanko (g)) x100% BK sampel (g)
KCBK (%) = KCBO (%) =
BOsampel (g) − (BOresidu (g) − BOblanko (g)) x100% BOsampel (g)
Analisis NH 3 (Metode Mikrodifusi Cawan Conway)
Bibir cawan Conway dan tutupnya diolesi dengan vaselin, supernatan yang berasal dari proses fermentasi diambil 1 ml kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Larutan Na 2 CO 3 jenuh sebanyak 1 ml ditempatkan pada salah atu ujung cawan conway bersebelahan dengan supernatan (tidak boleh dicampur). Larutan asam borat berindikator sebanyak 1 ml ditempatkan dibagian tengan cawan Conway. Cawan Conway yang sudah diolesi vaselin ditutup rapat hingga kedap udara, larutan Na 2 CO 3 dicampur dengan supernatan hingga merata dengan cara menggoyang-goyangkan dan memiringkan cawan tersebut. Setelah itu dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar, kemudian suhu kamar dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan H 2 SO 4 0,005 N sampai terjadi perubahan dari biru menjadi merah (Tilley dan Terry, 1963). NNH3 (mM) =
ml H2 SO4 x NH 2 SO4 x 1000 (g)sampel x BKsampel
Analisis VFA (Steam Destilation Method)
Presscooker diisi dengan aquadest sampai tanda maksimum kemudian dipastikan air dari keran mengalir yang berfungsi sebagai pendingin. Kompor gas dinyalakan, sehingga aquadest yang ada didalam presscooker tersebut mendidih dan
16
menghasilkan uap yang akan masuk ke tabung-tabung destilasi, hal ini menandakan bahwa kita bisa memulai analisis VFA. Supernatan yang sama dengan analisis NH 3 diambil sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung destilasi. Erlemeyer yang berisi 5 ml NAOH 0,5 N ditempatkan dibawah selang tampungan 1 ml H 2 SO 4 15% ditambahkan ke tabung destilasi yang sudah ada larutan sampel, kemudian segera tutup penutup kacanya, dibilas dengan aquadest secukupnya. Uap air panas akan mendesak VFA dan akan terkondensasi dalam pendinginan. Air yang terbentuk ditampung labu erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N sampai mencapai 250 ml. Indikator PP (Phenol pthalein) ditambah sebanyak 1-2 tetes dan dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai warna titrat berubah dari merah menjadi merah muda seulas (Tilley dan Terry, 1963).
Keterangan :
VFAtotal (mM) =
(a − b)ml x NHCl x (1000/5ml) (g)sampel x BKsampel
a = volume HCl blanko pereaksi ( hanya H 2 SO 4 dan NaOH saja, tanpa sampel) b = volumeHCl sampel Rancangan Percobaan dan Analisis Data Perlakuan Penelitian ini menggunakan ransum dengan campuran hijauan dan konsentrat 60:40 dan tiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan, perlakuan penelitian adalah: R0 = ransum kontrol (60% rumput gajah + 40% konsentrat) R1 = 50% rumput gajah + 10% kulit kopi fermentasi (KKf) + 40% konsentrat R2 = 40% rumput gajah + 20% kulit kopi fermentasi (KKf)+ 40% konsentrat R3 = 30% rumput gajah + 30% kulit kopi fermentasi (KKf)+ 40% konsentrat R4 = 20% rumput gajah + 40% kulit kopi fermentasi (KKf)+ 40% konsentrat Rancangan Percobaan untuk In vitro Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan ransum dan 3 kelompok cairan
rumen.
Dengan model matematik (Mattjik dan Sumertajaya, 2006) :
17
Yij = µ + τi + βj + εij Keterangan : Yij
= Nilai variabel hasil pengamatan
µ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh perlakuan pemberian pakan ke-i
βj
= Pengaruh kelompok ke-j
εij
= Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i
= Perlakuan ransum (0,1,2,3)
j
= Kelompok periode pengambilan cairan rumen (1,2,3)
Parameter yang diamati Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah koefisien cerna bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), VFA dan NH 3 . Analisis Data Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan dilakukan uji berjarak ganda Duncan terhadap data yang berbeda nyata (Mattjik dan Sumertajaya, 2006).
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Pleurotus ostreatus pada Kulit Buah Kopi Bahan baku kulit buah kopi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Provinsi Bengkulu. Menurut Kementan (2012), Bengkulu memiliki luas area perkebunan tanaman kopi sebesar 56.210/ha dengan produksi 75.652,759 ton/tahun. Bengkulu merupakan salah satu daerah produsen tanaman kopi yang mempunyai limbah dari industri pengolahan buah kopi yang berlimpah. Kulit kopi merupakan limbah yang didapatkan dari proses pengolahan buah kopi, dimana dalam proses tersebut diperoleh berupa daging buah 42,20% dan kulit biji 5,90% atau total produksi limbah 48,10% dari produksi buah basah (Londra dan Andri, 2007), sedangkan menurut Pamungkas (2008), pengolahan kopi akan menghasilkan 45% , 10% lendir, 5% kulit ari dan 40% biji kopi. Hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya jamur tiram salah satunya adalah sumber bahan baku untuk substrat tanam. Substrat yang biasa digunakan adalah serbuk gergaji kayu, jerami padi, tongkol jagung, alang-alang dan ampas tebu. Pertumbuhan yang paling baik ada di media serbuk gergaji dan jerami padi penyebabnya adalah jumlah lignoselulosa, lignin dan serat pada serbuk gergaji memang lebih tinggi (Trubus, 2007). Pertumbuhan miselium jamur tiram (Pleurotus ostreatus) juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yaitu kandungan nutrien substrat. Apabila substrat kurang akan nutrien maka miselium akan menyebar dengan cepat untuk mencari makanan. Salah satu cara untuk memenuhi kekurangan nutrien pada substrat maka kulit buah kopi tersebut dicampur dengan air, dedak, kapur, dan gips. Air berfungsi sebagai pembentuk kelembaban dan sumber air bagi pertunbuhan jamur. Dedak berfungsi untuk meningkatkan nutrien media tanam, terutama sebagai sumber karbohidrat, karbon, dan nitrogen. Kapur berfungsi sebagai sumber kalsium bagi pertumbuhan jamur dan mengatur pH media pertumbuhan jamur, sedangkan gips berfungsi untuk memperkokoh suatu bahan campuran. Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian pertumbuhan miselium yang menggunakan serbuk gergaji lebih cepat dibandingkan dengan kulit buah kopi. Hal ini disebabkan kandungan nutrien serbuk gergaji lebih rendah dibandingkan kulit buah kopi sehingga miselium pada serbuk gergaji akan menyebar lebih cepat untuk mencari zat-zat makanan. Miselium pada baglog-baglog tidak ada yang mengalami
kontaminasi karena sebelumnya preparasi dilakukan secara sterilisasi. Kontaminasi dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau kondisi lingkungan tidak stabil. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh kondisi yang tidak aseptis saat menginokulasikan bibit (Winarni dan Rahayu, 2002). Grafik pertumbuhan miselium yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
Pertumubuhan miselium (cm)
dapat dilihat pada Gambar 6. 8 7 6 5
KKf1
4
KKf2
3
KKf3
2
KKf4
1
KKf5
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Waktu pertumbuhan (hari) Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Miselium Kulit Buah Kopi yang Difermentasi dengan Pleurotus ostreatus Gambar 5 menunjukkan pertumbuhan miselium jamur tiram yang terdapat pada baglog kulit buah kopi. Pengukuran dilakukan setiap hari sampai semua media dipenuhi miselium pada hari ke 10. Pengukuran miselium tersebut menggunakan mistar yang diukur pada bagian atas sampai bawah bagian botol selai. Miselium pada kulit buah kopi cenderung tumbuh ke samping karena jamur tiram tersebut memiliki partikel-partikel yang lebih jarang sehingga berusaha mencari zat-zat makanan untuk pertumbuhannya, sedangkan miselium pada serbuk gergaji cenderung tumbuh kebawah disebabkan partikel-partikel serbuk gergaji lebih rapat. Menurut Tripathi dan Yadaw (1992), faktor-faktor yang saling berhubungan terhadap pertumbuhan miselium adalah ukuran partikel dan kadar air substrat. Hal ini memberikan informasi baru tentang substrat media pertumbuhan jamur mengingat selama ini substrat yang digunakan untuk proses fermentasi jamur adalah serbuk gergaji (Gunawan, 2000). Pertumbuhan miselium sudah dimulai pada hari 1 setelah tanam dan selesai menutupi sebagian dan seluruh media pada hari ke 30-60 setelah tanam
20
dan selanjutnya akan terjadi pertumbuhan tubuh buah atau periode generatif. Hasil penelitian menunjukan nilai rata-rata suhu sebesar 30,97 0C ± 0,51 dan kelembaban sebesar 56,8% ± 3,98. Suhu udara memegang peranan yang penting pada budidaya jamur tiram untuk mendapatkan pertumbuhan tubuh buah yang optimal. Umumnya suhu yang optimal untuk pertumbuhan jamur tiram dibedakan dalam dua fase yaitu fase inkubasi yang memerlukan suhu udara berkisar antara 23-25°C dengan kelembaban 80-90% dan fase pembentukan tubuh buah memerlukan suhu udara antara 18-20°C (Sumarmi, 2006). Nilai rata-rata suhu dan kelembaban tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Sumarmi (2006), hal ini disebabkan faktor lingkungan di ruangan jamur sehingga mempengaruhi suhu dan kelembaban, padahal selama inkubasi proses perawatan dilakukan dengan menjaga agar tempat tumbuh tetap sejuk, lembab dan bersih dengan cara pemberian karung goni basah dan penyemprotan sehingga suhu dan kelembabannya tetap terjaga. Limbah industri pertanian pada umumnya merupakan limbah lignoselulosa yang merupakan bahan campuran yang sulit didegradasi dibandingkan dengan jenis polisakarida lainnya (Widiastuti dan Panji, 2008). Lignin yang terkandung dalam limbah industri sulit terdegradasi. Oleh karena itu, pada penelitian ini kulit buah kopi difermentasi dengan jamur Pleurotus ostreatus karena memiliki enzim ligninolitik yang dapat mendegradasi senyawa organik kompleks untuk membentuk senyawa yang larut yang selanjutnya dapat diserap oleh jamur untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Widiastuti dan Panji, 2008). Jamur tiram dapat memperbaiki nilai nutrisi dari kulit buah kopi tersebut, hal ini dikarenakan sifat katabolik dan anabolik mikroorganisme sehingga mampu memecah komponen yang lebih kompleks menjadi mudah tercerna. Selama periode pertumbuhan miselium, miselium jamur tiram (Pleurotus ostreatus) lebih mampu untuk mendegradasi lignin dan memegang peranan penting dalam perkembangan miselium. Kemampuan degradasi akan berkurang ketika primordia yaitu pembentuk tubuh buah.
21
Tabel 4. Hasil Analisis Komposisi Nutrien Kulit Buah Kopi asli dan yang difermentasi dengan Pleurotus ostreatus Kulit buah kopi asli (Kka)1) 85,33
Kulit buah kopi fermentasi (KKf)1) 86,71
Abu (%)
13,37
13,40
Protein Kasar (%)
10,36
12,14
Serat Kasar (%)
39,42
46,83
Lemak Kasar (%)
0,97
1,68
Beta-N (%)
35,9
25,96
Ca (mg)
0,053
0,223
P(mg)
0,033
0,153
Hemiselulosa (%)
7,93
5,31
Selulosa (%)
19,51
24,79
Lignin (%)
65,42
45,03
NDF
95,17
79,39
ADF
87,18
74,07
Tanin (%)
2,472
0,322
Kafein (%)
1,362
0,162
TDN (%)
64,094
63,474
Nutrien Bahan Kering (%)
Sumber :
1
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2011) Mayasari et al (2009) 3 Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, IPB (2012) 4 Sumber Perhitungan TDN : -54,572 +6,769 (SK)-51,083(LK)+1,851 (BETN)-0,334 (PK) -0,049 (BETN)2+3,384 (LK)2-0,086(SK) (BETN) + 0,687 (LK) (BETN) + 0,942(LK) (PK) – 0,112(LK)2 (PK) Hartadi et al (1997) 2
Tabel 4 menunjukkan peningkatan kandungan abu dari 13,37 % menjadi 13,40%. Hal ini diduga karena adanya kehilangan BK selama fermentasi. Menurut Hal ini sesuai dengan pernyataan Taram (1995), bahwa kadar abu onggok yang difermentasi setelah 6 hari meningkat dari 2,25% menjadi 4,24% karena adanya kehilangan BK selama proses fermentasi. Peningkatan kandungan protein tersebut disebabkan oleh kenaikan jumlah massa sel jamur dan adanya kehilangan bahan kering selama fermentasi berlangsung. Peningkatan kandungan lemak disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangbiakan jamur membentuk massa sel. Menurut Gandjar (1983), peningkatan kandungan lemak kasar pada tape disebabkan
22
kandungan lemak yang berasal dari massa sel mikroba yang tumbuh dan berkembang biak pada media selama fermentasi. Nilai BETN sebelum difermentasi mengalami penurunan dari 35,9% menjadi 25,95%. Penurunan kandungan BETN erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan dari jamur tiram yang menggunakan BETN sebagai sumber utama energi. Selama aktivitas pertumbuhan dan perkembangbiakannya, kebutuhan energi jamur disuplai karbohidrat, lemak dan protein. BETN merupakan salah satu sumber karbohidrat yang mudah dicerna karena protein, gula dan pati yang terdapat dalam bahan makanan menjadi hancur dan tinggal adalah selulosa, lignin, sebagian dari pentosan-pentosan dan beberapa dan beberapa zat mineral (Anggorodi, 1979). Jamur tiram merombak senyawa yang lebih mudah dicerna terlebih dahulu untuk pertumbuhannya. Kandungan serat kasar dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan miselia jamur, kemampuan jamur memecah serat kasar untuk memenuhi kebutuhan energi dan kehilangan bahan kering selama fermentasi dan peningkatan bahan organik. Pertumbuhan miselia jamur dapat meningkatkan kandungan serat kasar dari 39,42% menjadi 46,83%. Hal ini disebabkan penebalan dinding sel yang mengandung selulosa. Dinding sel secara kimia terdiri dari karbohidrat seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan bagian non karbohidrat (Winarno, 2010). Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang jumlahnya banyak sebagai material struktur dinding sel semua tanaman sehingga semakin tua tanaman maka kandungan selulosa semakin tinggi (Tilman et al., 1989) .Selama fermentasi jamur memecah serat kasar untuk pertumbuhannya dalam memenuhi kebutuhan energi. Kandungan mineral Ca dan P berubah selama fermentasi berlangsung karena mineral bahan mengalami perubahan akibat akitivitas dan perkembangan mikroorganisme. Hal ini diduga kandungan mineral Ca dan P yang meningkat disebabkan oleh kehilangan bahan kering yang akan meningkatkan konsentrasi mineral Ca dan P. Menurut Anwar (1989), peningkatan mineral Ca dan P tidak searah dengan peningkatan yang terjadi pada kadar abu, meskipun kandungan abu merupakan gambaran kandungan mineral dalam bahan makanan kemungkinan bahan makanan tersebut tidak hanya mengandung mineral Ca dan P saja tetapi komponen mineral jenis lainnya yang tidak diketahui.
23
Penempelan miselium pada permukaan substrat untuk mendapatkan nutrisi, diawali dengan sekresi enzim untuk mencerna sumber nutrien yang tersedia yaitu dari molekul-molekul yang tidak larut menjadi substansi yang mudah larut. Jamur tiram putih mengsekresi enzim-enzim ekstraseluler dan intraseluler terutama enzimenzim endoglukonase, silanase, fenol oksidase yang terdiri atas lakase dan beberapa peroksidase (lignin peroksidase, mangan peroksidase dan versatil peroksidase), enzim aril alkohol oksidase, aril alkohol dehidrogenase (sebelumnya dikenal sebagai aril aldehida reduktase), dan veratril alkohol oksidase. Enzim-enzim tersebut berperan mendegradasi selulosa, hemiselulosa, lignin juga berbagai hidrokarbon aromatik dan fenol (Sannia et al., 1991). Degradasi selulosa secara enzimatis terjadi karena adanya selulase sebagai agen perombak bersifat spesifik untuk menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik dari rantai selulosa dan derivatnya. Enzim selulase kompleks umumnya terdiri dari tiga unit yaitu endo-β-1,4 glukanase berperan secara acak menghidrolisis ikatan glikosida-β-1,4 sepanjang rantai selulosa. Enzim ini tidak menghidrolisis selobiosa, tetapi menghidrolisis selodekstrin yang telah direnggangkan oleh asam fosfat. Terbukanya ujung selulosa memberi kesempatan kepada ekso-β- 1,4 glukanase mereduksi ujung rantai selulosa non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa. Eksoβ-1,4 glukanase (C 1 ) atau selobio hidrolase, berperan pada pemecahan selodekstrin yaitu selulosa yang telah direnggangkan oleh asam fosfat. Enzim ini mereduksi ujung rantai selulosa non-pereduksi dan melepaskan satu unit selobiosa. Enzim C 1 bekerja pada daerah kristalin dari serat, tidak menghidrolisis selobiosa dan selulosa yang tersubstitusi, tetapi dapat mereduksi selodekstrin. β-1,4 glukosidase menurunkan unit enzim yang penting untuk mereduksi selobiosa dan selodekstrin menghasilkan produk glukosa serta asam selobionat menjadi glukosa dan glukanolakton (Sangadji, 2009). Hemiselulosa didegradasi oleh enzim silanase, merupakan kelompok enzim endo dan ekso- β-1,4-D-silanase yang menyerang rantai silan secara acak, menyebabkan turunnya derajat polimerisasi dari substrat. Hasil utamanya adalah silosa, silobiosa termasuk oligomer silosa dan L-arabinosa. β-silosidase, mereduksi silooligosakarida serta mengeluarkannya dari satu ujung rantai polimer menjadi silosa. α-glukonase dibutuhkan untuk memecahkan 4-0-asam metil-glikoronik rantai
24
sisi menyebabkan oligomer mudah direduksi oleh β- silosidase. Mannase mereduksi rantai β-1,4-D mannapiranosil dan manna. Esterase, merupakan asetil silan esterase yang membebaskan kelompok O-asetil dari posisi C 2 dan C 3 pada silosa di dalam silooligomer (Puls dan Poutanen, 1981). Degradasi hemiselulosa seperti halnya pada selulosa dan pati, yaitu dengan memutuskan ikatan kimia diantara gugus gula dan menghasilkan silosa, arabinosa dan glukosa ( Linko, 1977). Degradasi tersebut dapat memutuskan ikatan komponen serat (hemiselulosa, selulosa, lignin) sehingga diharapkan dapat menurunkan persentase komponen serat untuk meningkatkan kecernaan serat secara in vitro. Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) Ransum yang Mengandung Kulit Buah Kopi Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus Rataan nilai KCBK dan KCBO ransum yang mengandung kulit buah kopi yang diferementasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Nilai KCBK dan KCBO Ransum yang Mengandung KKf (%)
Parameter
Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
KCBK
66,80±1,57a
59,19±2,35b 56,22±1,89b 52,21±0,53c
47,51±0,38d
KCBO
67,85±1,29a
58,84±1,94b 55,56±1,99c 50,95±0,86d 46,18±0,76e
Keterangan : Superskrip pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01). R0= kulit kopi fermentasi 0%; R1 = kulit kopi fermentasi 10%; R2 = kulit kopi fermentasi 20%; R3 = kulit kopi fermentasi 30%; R4 = kulit kopi fermentasi 40%.
Hasil sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan fermentasi dengan jamur Pleurotus ostreatus sangat berbeda nyata (P<0,01) dalam menurunkan KCBK dan KCBO. Semakin meningkat level KKf dalam mensubstitusi rumput gajah di dalam ransum, semakin menurun KCBK dan KCBO ransum tersebut. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dalam menurunkan kecernaan antara perlakuan. Hal ini disebabkan karena lignin yang masih tinggi pada kulit buah kopi fermentasi sehingga sulit dicerna oleh mikroba rumen sampai pemberian level 40% didalam ransum. Serat kasar diduga kaya akan lignin dan selulosa sehingga sulit dicerna (Van Soest, 1994).
25
Keadaan ini menunjukkan bahwa jamur yang diharapkan dapat mendegradasi lignin belum memanfaatkannya (Indrayani, 1991). Kadar lignin berpengaruh terhadap kecernaan karena keberadaan lignin dalam pakan tidak dapat diabaikan. Jamur tiram yang difermentasi sampai umur 2 bulan masih memanfaatkan zat-zat makanan yang lebih mudah didegradasi terlebih dahulu. Pleurotus ostreatus hanya mampu menurunkan lignin sebesar 31,17%. Nilai kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO) yang tertinggi adalah R0 yaitu pakan yang tidak diberi kulit buah kopi fermentasi sedangkan nilai kecernaan terendah adalah R4 yaitu pakan yang diberi kulit buah kopi sebesar 40% dalam ransum. Kecernaan bahan organik (KCBO) merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai pakan (Sutardi, 1977). Tinggi dan rendahnya nilai kecernaan bahan organik pakan selain dipengaruhi oleh kadar bahan organik dan lignin pakan juga kemungkinan dipengaruhi oleh kandungan dinding sel pakan itu sendiri karena tingginya kadar bahan organik belum tentu mencerminkan banyaknya fraksi tanaman yang mudah dicerna (Selly, 1994). Sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya KCBK akan mempengaruhi tinggi rendahnya KCBO ransum. Semakin tinggi KCBK maka semakin tinggi pula peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak untuk pertumbuhannya. Faktorfaktor yang mempengaruhi kecernaan, yaitu komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002). Menurut Sumarmi (2006), jamur tiram memiliki serat mencapai 7,4-24,6 % dimana serat jamur sangat baik untuk pencernaan. Jamur tiram putih cenderung mengekresi enzim untuk merombak senyawa yang lebih mudah dirombak terlebih dahulu. Misalnya jamur tiram akan mengeluarkan enzim untuk merombak pati terlebih dahulu, sesudah itu akan dilanjutkan dengan perombakan senyawa lain yang lebih kompleks (Sangadji, 2009). Anggorodi (1979), menyatakan bahwa lignin tidak dapat diklasifikasikan sebagai suatu karbohidrat tetapi sering tidak terpisahkan darigolongan zat-zat tersebut karena ligninterdapat dalam ikatan yang erat dengan selulosa. Zat-zat tersebut mengandung karbon, hidrogen dan oksigen
tetapi
26
perbandingan karbonnya lebih tinggi daripadayang terdapat pada karbohidrat. Dari segi nutrisi selalu dihubungkan dengan selulosa dan hemiselulosa. Jumlah lignin dan penempatannya tidak bermanfaat sebagai zat makanan bahkan mempunyai efek yang merugikan terutama dalam hal ketersediaan zat makanan untuk diabsorbsi. Fermentabilitas Ransum yang Mengandung Kulit Buah Kopi Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus Rataan produksi VFA dan NH 3 ransum yang mengandung kulit buah kopi yang diferementasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Produksi VFA dan NH 3 Ransum yang Mengandung KKf (mM) Parameter
Perlakuan R0
R1 a
R2 b
R3 b
R4 b
VFA
158,28±31,72
125,02±16,37
121,25±11,05
117,70±12,88
107,47±12,97b
NH 3
12,19±4,80
11,84±5,90
12,14±5,94
13,41±5,80
12,23±7,35
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). R0= kulit kopi fermentasi 0%; R1 = kulit kopi fermentasi 10%; R2 = kulit kopi fermentasi 20%; R3 = kulit kopi fermentasi 30%; R4 = kulit kopi fermentasi 40%
Volatile Fatty Acid (VFA) Nilai Volatile Fatty Acid (VFA) pada penelitian ini berkisar antara 107,47158,28 milimol/liter (Tabel 4). Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa
pemberian
berbagai tingkat kulit buah kopi fermentasi berpengaruh nyata menurunkan konsentrasi VFA dalam cairan rumen setelah dilakukan analisis sidik ragam. Hal ini diduga bahwa Pleurotus osteratus tidak seluruhnya mampu mendegradasi lignin pada kulit buah kopi. Selain itu diduga bahwa karbohidrat struktural dalam kulit buah kopi fermentasi sampai 40% dalam ransum sudah pada kondisi sulit dicerna, sehingga tidak memberikan kesempatan pada mikroba rumen untuk mendegradasi fraksi karbohidrat struktural (selulosa dan hemiselulosa) (Parakkasi, 1999). Oleh karena itu, terjadi penurunan produksi VFA dari setiap perlakuan. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan kontrol berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap keempat perlakuan dan keempat perlakuan tidak berpengaruh nyata diantara perlakuan. Hal ini juga diduga mikroba di dalam rumen tidak dapat menggunakan secara langsung fraksi karbohidrat struktural sebagai energi untuk pertumbuhannya. Ini disebabkan proses fermentasi mungkin tidak terjadi sempurna karena suhu dan kelembaban tidak ideal untuk pertumbuhan jamur tiram serta ikatan-
27
ikatan pada zat-zat nutrisi yang sangat kuat, sehingga selulosa dan lignin sulit untuk didegradasi oleh mikroba rumen yang akhirnya dapat menurunkan produksi VFA. Selain itu hal ini juga dapat disebabkan karena adanya perbedaan kandungan karbohidrat dan serat kasar pada masing-masing ransum perlakuan. Hasil peneltian ini menunjukkan produksi VFA dari kelima perlakuan secara keseluruhan masih dalam kisaran normal di dalam rumen (107,47-158,28 milimol/liter), sesuai dengan pendapat Sutardi (1977) kisaran produksi VFA yang optimal untuk pertumbuhan mikroba rumen adalah 80-160 milimol/liter. Perbedaan konsentrasi VFA berhubungan dengan ketersediaan BETN yang merupakan sumber energi untuk aktivitas bakteri. BETN ransum kontrol paling tinggi dibandingkan dengan ransum perlakuan . Produksi VFA adalah indikator kecernaan karbohidrat di dalam rumen yang merupakan bagian dari bahan organik pakan. Perbedaan produksi VFA antar perlakuan dapat disebabkan oleh kecernaan bahan organiknya. Kecernaan bahan organik ransum kontrol lebih tinggi dibandingkan kecernaan bahan organik ransum perlakuan sehingga dapat mempengaruhi produksi VFA. Sebagian besar VFA diserap langsung melalui dinding rumen hanya sedikit asetat, beberapa propionat dan sebagian besar butirat termetabolisme dalam dinding rumen (Parrakasi, 1999). Amonia (NH 3 ) Konsentrasi NH 3 pada penelitian ini berkisar antara 11,84-13,81 mM (Tabel 6). Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pemberian berbagai tingkat kulit buah kopi fermentasi dalam ransum terhadap konsentrasi amonia dalam cairan bervariasi pada setiap perlakuan. Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa pengaruh perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata artinya perlakuan yang diberi kulit kopi fermentasi sampai 40% didalam ransum tidak mempengaruhi konsentrasi NH 3 tetapi cenderung menurun. Hal ini diduga karena adanya pengikatan protein oleh tanin. Proses fermentasi dari Pleurotus ostreatus tidak seluruhnya mampu mendegradasi tanin sehingga tanin mengikat protein yang mengakibatkan perombakan protein sebagai sumber amonia di dalam rumen tidak terjadi. Menurut hasil penelitian (Mayasari et al, 2009) protein kulit buah kopi fermentasi sebagian terikat dalam bentuk kompek tanin-protein yang merupakan senyawa tanin yang sulit dicerna. Selain itu diduga nilai protein pada 28
setiap ransum perlakuan sekitar 33 % sehingga produksi amonia yang dihasilkan juga tidak terlalu berbeda. Kenaikan protein pada penelitian ini tidak terlalu banyak, karena kulit
buah kopi tersebut tidak ditambahkan sumber nitrogen sehingga
kenaikan protein yang terjadi hanya bersal dari sumbangan mikroba. Jika pakan defisiensi akan protein atau proteinnya tahan degradasi maka konsentrasi amonia dalam rumen akan lambat yang menyebabkan turunnya kecernaan pakan (McDonald et al., 2002). Hasil penelitian ini menunjukkan produksi NH 3 dari kelima perlakuan secara keseluruhan masih dalam kisaran normal di dalam rumen (11,84-13,81Mm), sesuai dengan pendapat McDonald et al (2002) kisaran produksi NH 3 yang optimal untuk pertumbuhan mikroba rumen adalah 6-21 mM. Hal ini menandakan bahwa perlakuan yang diujikan mampu menyediakan amonia untuk pertumbuhan mikroba rumen yang baik. Konsentrasi NH 3 rumen menunjukkan banyaknya kandungan protein kasar (PK) yang dirombak oleh mikroba rumen. Amonia merupakan sumber nitrogen utama bagi mikroba rumen karena amonia dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba (Arora, 1995). Faktor utama yang mempengaruhi penggunaan NH 3 adalah ketersediaan karbohidrat dalam ransum yang berfungsi sebagai energi untuk pembentukan protein mikroba. Mikroba dapat memanfaatkan NH 3 harus disertai dengan sumber energi yang mudah difermentasi (Sutardi, 1977). Konsentrasi NH 3 mencerminkan jumlah protein ransum yang terdapat di dalam rumen dan nilainya sangat dipengaruhi oleh kemampuan mikroba rumen dalam mendegradasi protein ransum.
29
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kulit buah kopi yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) selama 2 bulan hanya dapat menggantikan penggunaan rumput gajah di dalam ransum sapi perah laktasi sebesar 20% karena masih di dalam kisaran normal nilai KCBK dan KCBO serta produksi VFA dan NH 3. Pemberian kulit buah kopi yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) sampai 40% dalam ransum dapat menurunkan kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), Volatile Fatty Acid (VFA), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap NH 3 . Saran Perlu penelitian lanjut yang menelusuri penyebab rendahnya penggunaan kulit buah kopi yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) di dalam ransum dan penggunaan kulit buah kopi sebanyak 20% dalam ransum dapat diaplikasikan.
UCAPAN TERIMA KASIH Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas segala berkat, penyertaan dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dwierra Evvyernie. A., MS., M.Sc selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing utama skripsi serta Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc selaku dosen pembimbing anggota skripsi atas bimbingan, arahan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis selama belajar dan menyusun skripsi di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada Dr.Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr selaku penguji seminar atas saran yang diberikan untuk memperbaiki skripsi penulis. Terima kasih kepada Dr. Irma Arief, S.Pt, M.Si dan Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt, M.Sc selaku dosen penguji sidang atas saran yang diberikan untuk skripsi penulis. Terima kasih kepada Ir. Lilis Khotijah, M.Si sebagai dosen panitia dan Irma Badrina, S.Pt, MP yang telah mengizinkan penulis untuk mengikuti proyek hibah bersaing dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Papa Edison Marpaung dan Mama Asni Roosline Purba selaku orangtua penulis atas kasih sayang, doa dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada adik-adik penulis,tulang, nantulang, uda dan nanguda serta seluruh keluarga besar penulis atas kasih sayang, doa dan dukungan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Reginald dan sahabat tersayang (Erwin, Arietha, Juliani, Meta) serta Grup Cos Alpa atas doa, dukungan dan canda tawa. Temen kelompok kecil (Yosefin, Lusiana, Vonika), Ester, Silvi, Junita, Oliv, Stefani, Ruth, Kiki dan Tini. Seluruh teman-teman Genetic 45 (Selvina, Dina, Goki, Lasma, Lia, Rio, Rosi), Kosan Dwi Regina, Kopral 45, KPA dan POPK Fapet atas kebersamaan dan canda tawa. Terima kasih juga kepada teman bimbingan akademik (Gina, Citra, Dila) dan staf laboratorium (Bu Dian dan Mbak Nur) atas arahan dan bimbingan selama penelitian serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kebersamaan, dukungan dan doa yang selama ini diberikan kepada penulis. Bogor, Agustus 2011
DAFTAR PUSTAKA Anwar, A .1989. Nilai nutrisi ogrea (campuran onggok dan urea yang difermentasi dengan Aspergillus niger) pada ruminansia. Skripsi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anggorodi, 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta. Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Hewan Ruminansia. Terjemahan: R. Muwarni. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Perkebunan Indonesia 2000-2009 (Kopi), Jakarta. Braham, J. E. & R. Bressani. 1979. Coffee Pulp Composition, Technology and Utilization. International Development Research Center. Ottawa, Canada. Cullison, A. E, T.W. Perry & R. S. Lowrey. 2003. Feeds and Feeding. Sixth Edition. Prentice Hall, New Jersey. Gandjar, I. 1983. Perkembangan Mikrobiologi dan Bioteknologi di Indonesia. Jakarta: Mikrobiologi di Indonesia. PR HIMJ. PP. 422-424. Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo & A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Indrayani, I. 1991. Koefisien cerna in vitro, produksi VFA total dan NH 3 jerami padi yang difermentasikan dengan jamur Pleurotus ostreatus. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kaufmann, W. H., Hagemier & G. Dirksen. 1980. Adaptation to Changes in Dietary Compotition Level and Frequency of Feeding. Ct AVI publishing, Westport. Kementrian Pertanian. 2012. Statistik Pertanian 2011. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Pertanian. Kuo
M. 2005. Pleurotus ostreatus: The oyster mushroom. http://www.mushroomexpert.com/pleurotus_ostreatus.html [30 Mei 2012].
Linko, M. 1997. Biological treatment of straw at commercial farm levels, pp.39-50. Proc. Of New Feed Resources, In: FAO (Ed). New Feed Resources. Proc. of a Tech. Consultation, Rome 22-24 November. 1998. FAO, Rome. Londra, I. M & K. B. Andri. 2007. Potensi pemanfaatan limbah kopi untuk pakan penggemukan kambing peranakan Etawah. Seminar Nasional Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian: 536-542. Makkar, H. P. S. 2004. Recent advances in the in vitro gas method for evaluation of nutritional quality of feed resources. In: Assessing Quality and Safety of Animal Feed. FAO Animal Production and Health Series 160. FAO, Rome, pp.55-58. Mattjik, A. A & I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan : dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor.
Mayasari, N, I. N. P. Aryantha, A. Rochana & T. Dhalika. 2009. Pengaruh penambahan canephora) produk fermentasi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dalam ransum terhadap konsentrasi VFA dan NH 3 (invitro). KPP ilmu hayati LPPM ITB. Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung. Mc Donald, P., R. A. Edward, J. F. D. Greenhalg & C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition, 6th Edition. Longman Scientific and Technical Co. Published in The United States with John Willey and Sons inc, New York. National Research Council. 2001. Nutrient Requirements of Dairy Cattle. The 7th Resived Edition. National Academy Press, Washington DC. Pamungkas, R. & R. Utomo. 2008. Kecernaan bahan kering in sacco tumpi jagung dan kulit kopi substrat tunggal dan kombinasi sebagai pakan basal sapi potong. Seminar Nasional Teknologi dan Veteriner. Fakultas Peternakan, Gadjah Mada, Yogyakarta. Parrakasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Hal: 75-226. Prayitno, C. H. 2008. Suplementasi mikromineral pada limbah agroindustri yang difermentasi Trichoderma viridae yang ditinjau dari konsentrasi VFA dan NH 3 secara in vitro. Seminar Nasional Teknologi dan Veteriner. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Parlindungan, A. K. 2000. Pengaruh konsentrasi urea dan TSP di dalam air rendaman baglog alang- alang terhadap pertumbuhan dan produksi jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dosen UNRI, Pekanbaru. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2011. Kulit buah kopi yang difermentasi sebagai pakan kambing. http://www.puslitbangnak.html. [18 Juni 2012]. Puls, J & K. Poutanen. 1981. Mechanism of Enzyme Hidrolisid of Hemiselulosa (xylan) and Procedure for Determination of the Enzyme Activities Involved. BFH Institut of Wood Chestry Leuchnecster, Hamburg. Ridwansyah, 2003. Teknologi Pertanian : Pengolahan Kopi. Universitas Sumatera Utara Press, Medan. Sangadji, I. 2009. Mengoptimalkan pemanfaatan ampas sagu sebagai pakan ruminansia melalui biofermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dan amoniasi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sannia, G., P. Limoggi, E. Cocca, F. Buonocore, G. Niti & P. Giardina. 1991. Purification and Characterization of Veratryl-Alcohol Oxidase Enzyme from the Lignin Degrading Basidiomycetes Pleurotus ostreatus. Biochim. Biophys. Acta. 1073.114-119. Selly. 1994. Peningkatan kualitas pakan serat bermutu rendah dengan amoniasi dan inokulan digesta rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
33
Sumarmi. 2006. Botani dan tinjauan gizi jamur tiram putih. Jurnal Inovasi Pertanian 4 (2) : 124-130. Susilawati & B. Raharjo. 2010. Budidaya Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus var florida) yang ramah lingkungan. BTPP Sumatera Selatan, Palembang. Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon, Lembang. Direktorat Jenderal Peternakan- FAO, Bandung. Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradai oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak. Proceeding Seminar dan Penunjang Peternakan. Lembaga Penelitian Peternakan, Bogor. Taram. 1995. Pengaruh lama fermentasi dan jenis kapang terhadap perubahan kandungan onggok zat-zat makanan onggok. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tilman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo & S. Lebdosoekojo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tripathi, J.P & J.S. Yadaw. 1992. Optimation of Solid Substrate Fermentation of Wheat Straw Into Animal Feed by Pleurotus ostreatus: A Pillot Effort. In: Blan R and Van Soest PJ (Ed) J. Anim. Feed Sci. Tech. 37.59-72. Trubus. 2007. Pijakan anyar jamur tiram. Jakarta: Trubus Swadaya. Hal. 21-27. Tilley, J. M. A. & R. A. Terry. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crops. J. Of British Grassland 18 : 104-111. Van Soest, P. J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. Cornell University Press, Ithaca, New York, 476 pp. Volk T. J. 1998. This month's fungus is Pleurotus ostreatus, the Oyster mushroom. http://botit.botany.wisc.edu/toms_fungi/oct98.html [30 Mei 2012]. Widiastui, H. & T. Panji. 2008. Pola aktivitas enzim ligninolitik Pleurotus ostreatus pada limbah sludge pabrik kertas. Menara Perkebunan 76 (1) : 47-60. Widyastuti, N. & Koesnandar. 2005. Shitake dan jamur tiram : penghambat tumor dan penurun kolesterol. Cetakan pertama, Jakarta: Agro Media Pustaka. Winarni. I. & U. Rahayu. 2002. Pengaruh formulasi media tanam dengan bahan dasar serbuk gergaji terhadap produksi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Jurnal Matematika Sains dan Teknologi, 3 (2) : 20-27. Winarno, F. G. 2010. Enzim Pangan. Mbrio Press, Bogor. Wirdah, R. H. 2000. Evaluasi nilai energi metabolisme ransum yang mengandung kulit buah kopi pada ayam kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap KCBK SK
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Total
14
662,071
47,290
Perlakuan
4
637,936
159,484
121,172
3,837
7,006
Kelompok
2
13,605
6,802
5,168
4,450
8,649
Galat
8
10,529
1,316
Lampiran 2. Hasil Uji Duncan Ransum terhadap KCBK Subset Perlakuan
N
5
3
4
3
3
3
56,220
2
3
59,193
1
3
1
2
3
4
47,510 52,220
66,806
Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap KCBO SK
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Total
14
883,428
59,530
Perlakuan
4
811,894
202,973
217,844
3,837
7,006
Kelompok
2
14,08
7,040
7,555
4,459
8,649
Galat
8
7,453
0,931
4
5
Lampiran 4. Hasil Uji Duncan Ransum terhadap KCBO Subset Perlakuan
N
5
3
4
3
3
3
2
3
1
3
1
2
3
46,183 50,950 55,567 58,843 67,856
36
Lampiran 5 . Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap VFA SK
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Total
14
7895,454
563,961
Perlakuan
4
4433,253
1108,313
4,216
3,837
7,006
Kelompok
2
1359,284
679,642
2,585
4,459
8,649
Galat
8
2102,917
262,864
Lampiran 6. Hasil Uji Duncan Ransum terhadap VFA Subset Perlakuan
N
5
3
107,474
4
3
117,704
3
3
121,257
2
3
125,026
1
3
1
2
158,285
Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap NH 3 SK
db
JK
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Total
14
33,351
2,382
Perlakuan
4
3,291
0,822
1,244
3,837
7,006
Kelompok
2
24,770
12,385
18,733
4,459
8,649
Galat
8
5,289
0,661
37
Lampiran 8. Data Suhu dan Kelembaban Ruangan Jamur Tiram Waktu (hari)
Suhu (°C)
RH (%)
1
29,9
59
2
30,6
54
3
31,3
63
4
31,3
53
5
31,3
55
6
30,7
64
7
30,6
53
8
31,6
56
9
31,1
55
10
31,3
56
38
Dokumentasi Penelitian
Cawan Conway
Shaker Water Bath
Alat Titrasi NH3
Kulit Buah Kopi Fermentasi
Pompa Vakum
Destilasi VFA
Bibit untuk Inokulasi
Rak untuk fermentasi
39