EVALUASI FASILITAS PENYEBERANGAN JL. JENDERAL SUDIRMAN - JL. MH. THAMRIN KOTA TANGERANG Sylvia Indriany,Anggit Ton Ardono Program studi Teknik Sipil UMB
Abstrak Peningkatan jumlah pejalan kaki dan volume kendaraan, perlu diimbangi dengan penyediaan fasilitas penyeberangan yang memenuhi standar kelayakan,sehingga keberadaan pejalan kaki tetap terlindungi tanpa mengganggu arus lalu lintas. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap fasilitas penyeberangan yang sudah ada ataupun yang akan dibangun sehingga sesuai dengan kebutuhan. Salah satu jalan utama di Kota Tangerang yang memiliki sejumlah fasilitas penyeberangan adalah jalan Jenderal Sudirman dan MH. Thamrin yang akan menjadi lokasi pengamatan. Sepanjang ruas jalan tersebut akan dievaluasi 4 penyeberangan pejalan kaki dan 1 lokasi rencana penentuan fasilitas penyeberangan. Dari survey akan diperoleh data jumlah pejalan kaki, volume kendaraan, kecepatan kendaraan dan data penunjang lainnya. Selanjutnya penentuan fasilitas penyeberangan sesuai dengan Tata Cara Penentuan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan (1995), sedangkan untuk penentuan kecepatan rata-rata kendaraan sesuai dengan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997. Selain itu akan dilihat pula persepsi pengguna terhadap keberadaan jembatan dilihat dari fungsi, keamanan, kenyaman, kebersihan dan keindahan. Hasil evaluasi dan analisa konflik pedestrian terhadap volume kendaraan pada 4 jembatan penyeberangan orang (JPO) di jalan MH. Thamrin dan Jenderal Sudirman adalah pelican crossing dengan lapak tunggu. Hanya pada Kebonanas yang memerlukan fasilitas Jembatan. Pada kenyataannya di semua lokasi studi menggunakan Jembatan(JPO) yang sampai saat ini masih mempunyai tingkat pelayanan A, kecuali Kebonanas yang sudah mencapai LOS C. Keberadaan fasilitas ini cukup beralasan jika dilihat dari lebar jalan 21-25 m dengan median tinggi, kecepatan kendaraan di ruas tersebut yang berkisar 30-51 km/jam dan banyak kendaraan berat sehingga membahayakan bila digunakan fasilitas penyeberangan sebidang Kata kunci : Pedestrian, Level of Service, Jembatan Penyeberangan orang(JPO)
Abstract Selain itu pejalan kaki sebagai responden pada 4 lokasi jembatan penyeberangan, 75-95% mendukung keberadaan JPO karena letak yang strategis, tetapi perlu peningkatan dari faktor kenyamanan pada JPO Kebonanas yang cukup padat, kotor dan hampir 50 % merasa takut untuk menuruni tangga penyeberangan. Sedangkan pada rencana fasilitas 85% pejalan kaki menginginkan JPO karena rawan kecelakaan dan waktu tunggu yang cukup lama untuk menyeberang jalan Increasing the number of pedestrian and vehicle volume, needs to be balanced with the provision of pedestrian facilities that meet eligibility standards, so the presence of pedestrians are protected without interrupting traffic flow. It is necessary for evaluation of pedestrian facilities existing or to be built to fit the needs. One of the main roads in the city of Tangerang which has a number of pedestrian facilities is the way of General Sudirman and MH. Thamrin will be the location of the observation. Along the roads will be evaluated four pedestrian crossings and one pedestrian facility location determination plan. From the survey will obtain data on number of pedestrians, vehicle volume, vehicle speed and other
supporting data. Furthermore, the determination of the crossing facility in accordance with the Procedure for Determining Pedestrian Facilities in Urban Areas (1995), while for the determination of the average speed of vehicles in accordance with Indonesia's Road Capacity Manual 1997. Additionally, it will be seen also on user perception of the existence of the bridge seen from the function, safety, comfort, cleanliness and beauty. The results of the evaluation and analysis of pedestrian conflicts on the volume of vehicles crossing the four bridges (JPO) in the MH. Thamrin and Sudirman is a pelican crossing with the stall area. Only on Kebonanas that require bridge facility. In fact in all the study sites using the bridge (JPO), which to this day still has a level of service A, except Kebonanas already reached LOS C. The existence of this facility is quite reasonable when viewed from roads 21-25 m wide with a median height, the speed of the vehicle in the segment is in the range 30-51 km / h and many heavy vehicles so dangerous when used at grade pedestrian crossing fasility Additionally pedestrian as respondents in 4 locations overpass, 75-95% support the existence of JPO as a strategic location, but need to increase the comfort factor of the JPO Kebonanas fairly dense, dirty and almost 50% are afraid to get down the stairs crossings. While in the facility plan 85% wanted the JPO as pedestrian accident prone and waiting times are long enough to cross the street . Keywords : Pedestrian, Level of Service, JPO 1.
PENDAHULUAN
Kebutuhan masyarakat akan jalan dan prasarana penunjangnya saat ini sangat besar sejalan dengan semakin tingginya aktivitas yang dilakukan. Kota Tangerang merupakan salah satu kota penyangga Ibu Kota dengan arus lalu – lintas cukup padat. Salah satu jalan utama yang memiliki arus lalu – lintas padat adalah Jl. Jenderal Sudirman–By pass yang berstatus jalan Provinsi yang kewenangan dan kebijakannya diatur oleh pemerintah tingkat Provinsi. Jalan dengan panjang 3,6 km dan lebar 21–25 m ( 6/2UD) ini menghubungkan Jl. Daan Mogot dan Jl. M.H. Thamrin. Jl. Daan Mogot dan Jl. M.H. Thamrin merupakan jalan yang menghubungkan Kota Tangerang dengan Ibu Kota Jakarta. Jalan Jend. Sudirman merupakan kawasan bisnis dan perbelanjaan sehingga padat akan kendaraan dan pejalan kaki yang melintasi jalan tersebut. Salah satu daerah terpadat akan orang dan kendaraan yang melintas adalah di depan Modernland dan Mall Tangerang City yang sedang dalam pelaksanaan pembangunan. Dengan posisi jalan yang diapit oleh Metropolis Mall didalam Modernland berjarak 100 m dari Jl. Jend. Sudirman danTangerang City yang tepat berada disisi jalan menjadikan area tersebut padat akan orang yang menyeberang. Saat ini sebagian besar aktivitas menyeberang merupakan pengunjung Mall Metropolis, dikarenakan Tangerang City masih dalam tahap finishing. Dengan prediksi akan meningkatnya jumlah pejalan kaki bilaTangerang City selesai, saat ini prasarana penyeberangan orang belum dimiliki pada titik tersebut. Orang yang menyeberang pada jalan tersebut juga mengalami kesulitan dikarenakan kepadatan dan kecepatan kendaraan yang cukup tinggi. Hal ini tentunya sangat menghambat aktivitas yang membutuhkan efisiensi waktu dan apabila dibiarkan dapat mengganggu kenyamanan serta membahayakan keselamatan pengguna jalan. Dengan melihat kondisi tersebut maka penelitian ini bertujuan: 1. Menentukan jumlah pejalan kaki dan kinerja jalan 2. Menentukan jenis fasilitas penyeberangan di lokasi studi. ( Jl. Sudirman ) 3. Mengevaluasi fasilitas peyeberangan yang sudah ada ( Jl. MH. Thamrin ) Sehingga batasan studi kebutuhan fasilitas penyeberangan orang ini adalah : a) Pengamatan pada titik sejalur sebagai pembanding yaitu Jl. MH. Thamrin yang merupakan ruas kelanjutan dari Jl. Sudirman. Lokasi yang ditinjau dan waktu surveynya pada Jl. MH. Thamrin : :
• • • •
JPO 1 di depan SD Cikokol (6.00– 8.00 ; 12.00 – 14.00 ; 16.00 –18.00) JPO 2 di depan Mall Careffour Cikokol (8.00 – 13.00 ; 15.00 –19.00) JPO 3 di depan SPBU Petronas Cikokol (6.00 – 9.00 ; 16.00 -19.00) JPO 4 di depan Halte Kebonanas (6.00 – 9.00 ; 16.00 – 20.00)
b) Jl. Jend. Sudirman Kota Tangerang di depan mall Tangerang City. Pengamatan pada titik ini dilakukan sepanjang 200 m (100 m kiri dan 100 m kanan ). 2.
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Pejalan Kaki Bagian dari Lalu lintas Kebutuhan fasilitas pejalan kaki biasanya terkonsentrasi didaerah perkotaan, mengingat dinamika masyarakatnya yang cukup tinggi terutama dipusat – pusat keramaian seperti pusat perdangan, stasiun, terminal, sekolahan dan lain sebagainya. Pejalan kaki merupakan unsur penting didalam lalu lintas. Kegiatan pejalan kaki sebagian besar dilakukan di trotoar dan untuk menyeberang. Pejalan kaki merupakan unsur yang paling lemah dan mudah mendapat kecelakaan, untuk itu diperlukan fasilitas pejalan kaki yang memenuhi syarat mutlak keamanan dan kenyamanan. Dalam analisa pejalan kaki memiliki parameter penting yang sering digunakan, antara lain : Kecepatan pejalan kaki (m/dt), jumlah aliran pejalan kaki(ped./menit), aliran per satuan lebar(pejalan kaki / menit / meter), platoon, kepadatan(ped/m2) serta riang pejalan kaki(m2/ped)
2.2. Jalur Pejalan Kaki Didalam menganalisa dan merencanakan jalur pejalan kaki dapat dijelaskan sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g.
h.
i. j.
Lebar dan alinyemen jalur pejalan kaki dibuat leluasa mungkin, minimal bila dua orang pejalan kaki berpapasan, salah satu diantaranya tidak harus turun ke jalur lalu – lintas kendaraan. Mudah dan jelas, fasilitas yang dibuat harus mudah diakses dan cepat dikenali. Nyaman dan aman, fasilitasnya dirancang yang menyenangkan dan aman dari sisi konstruksi dan lingkungan. Sebaiknya menerus, langsung dan lurus ke tempat tujuan. Lebar minimum jalur pejalan kaki adalah 1,5 meter. Maksimum arus pejalan kaki adalah 50 pejalan kaki/menit. Untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan kaki maka jalur harus diperkeras, dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan sekitarnya harus diberi pembatas (dapat berupa kerbs atau batas penghalang/barrier). Perkerasan dapat dibuat dari blok beton, perkerasan aspal atau plesteran. Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2 – 4 % supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan dan disarankan kemiringan maksimum adalah 10 %. Lebar jalur pejalan kaki harus ditambah, bila patok rambu lalu – lintas, kotak surat, pohon peneduh atau fasilitas umum lainnya ditempatkan pada jalur tersebut. Lebar minimum pejalan kaki diambil dari lebar yang dibutuhkan untuk pergerakan 2 orang pejalan kaki secara bergandengan atau 2 orang pejalan kaki yang berpapasan tanpa terjadinya persinggungan. Lebar absolut minimum jalur pejalan kaki ditentukan 2 x 75 cm + jarak antara dengan bangunan –bangunan disampingnya, yaitu ( 2 x 15 cm ) = 1.80 m. Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar minimum dipakai rumus sebagai berikut : LT = Lp + Lh ( 2 – 1) Dimana : LT = Lebar total jalur pejalan kaki Lp = Lebar jalur pejalan kaki yang diperlukan sesuai dengan tingkat kenyamanan yang diinginkan.
(2 – 1)
k.
Besarnya penambahan lebar dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini
No 1
Tabel 1. Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki Fasilitas Lebar tambahan (cm) Patok Penerangan 75 – 100
2 3 4 5 6 7
Patok lampu lalu – lintas Rambu lalu – lintas Kotak Surat Keranjang Sampah Tanaman Peneduh Pot bunga
100 – 120 75-100 100 – 120 100 60 – 120 150
Sumber : Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan (DPU Dirjen Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 011/T/Bt/1995)
2.3. Trotoar Trotoar dapat direncanakan pada ruas jalan yang terdapat volume pejalan kaki lebih dari 300 orang per 12 jam (jam 6.00–18.00). Ruang bebas trotoar tidak kurang dari 2,5 meter dan kedalaman bebas tidak kurang dari satu meter dari permukaan trotoar. Kebebasan samping tidak kurang dari 0,3 meter. Perencanaan pemasangan utilitas selain harus memenuhi ruang bebas trotoar juga harus memenuhi ketentuan – ketentuan dalam buku petunjuk pelaksanaan pemasangan utilitas. Lebar trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Lebar minimum trotoar sebaiknya seperti yang tercantum dalam tabel 2.2 sesuai dengan klasifikasi jalan. Klasifikasi Jalan Rencana Tipe II
Tabel 2. Lebar Trotoar Minimum Standar Minimum(m)
Kelas I Kelas II Kelas III
3.0 3.0 1.5
Lebar Minimum ( m ) ( Pengecualian ) 1.5 1.5 1
Sumber : Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan (DPU Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 011/T/Bt/1995)
Keterangan : Lebar minimum digunakan pada jembatan dengan panjang 50 meter atau lebih pada daerah terowongan dimana volume lalu – lintas pejalan kaki ( 300 – 500 orang per 12 jam ). 2.4.
Fasilitas Penyeberangan Sebidang
Terdapat beberapa jenis penyeberangan sebidang yaitu zebra cross tanpa atau dengan pelindung dan pelikan tanpa atau dengan pelindung. Pelindung yang dimaksud baik berupa pulau ataupun rambu peringatan awal bangunan pemisah untuk lalu lintas dua arah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk penyeberangan sebidang adalah sebagai berikut : a. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki ada kaitannya dengan trotoar, maka fasilitas penyeberangan pejalan kaki dapat berupa perpanjangan dan trotoar. b. Untuk penyeberangan dengan Zebra Cross dan Pelikan Cross sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan persimpangan.Beberapa syarat penempatan zebra cross yang perlu diperhatikan antara lain : - Tidak diperbolehkan di mulut simpang atau diatas pulau maya. - Pada jalan minor harus ditempatkan 15 m dibelakang garis henti dan sebaiknya delengkapi dengan marka jalan yang mengarahkan arus lalu lintas.
c. d.
- Perlu diperhatikan interaksi dari sistem perioritas antara lain jumlah lalu lintas yang membelok, kecepatan dan penglihatan pengemudi. - Jalan yang lebarnya lebih dari 10 m sebaiknya diberi pelindung.Sedangkan untuk penempatan pelikan harus ditempatkan minimal 20 m dari simpang. Lokasi penyeberangan harus terlihat jelas oleh pengendara dan ditempatkan tegak lurus sumbu jalan Dasar – dasar penentuan jenis fasilitas penyeberangan adalah tertera pada tabel 3 di bawah ini
Kriteria dalam memilih fasilitas penyeberangan sebidang didasarkan pada rumus empiris PV2 , dengan : P = arus pejalan kaki yang meyeberang diruas jalan sepanjang 100 m tiap jamnya ( orang/jam ) V = arus lalu lintas dalam dua arah tiap jamnya (Kendaraan/jam) Nilai P dan V merupakan arus rata – rata pejalan kaki dan kendaraan dalam empat jam tersibuk. Secara keseluruhan penentuan fasilitas penyeberangan harus memenuhi pada Tabel 3
PV
2
Tabel 3. Pemilihan fasilitas penyebrangan berdasarkan PV2 P(orang / jam) V(kendaraan / jam)
>108 >2x108 >108 >108 >2x108
50 - 1100 50 - 1100 50 - 1100 >1100 50 - 1100
300 - 500 400 - 750 >500 >300 >750
>2x108
>1100
>400
Rekomendasi
Zebra cross (Zc) Zc dengan Lapak Tunggu Pelican ( p ) Pelican ( p ) Pelican dengan Lapak Tunggu Pelican dengan Lapak Tunggu
Sumber : Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 011/T/Bt/1995)
2.5. Penyeberangan Tidak Sebidang Jenis fasilitas penyeberangan tidak sebidang dapat berupa jembatan peyeberangan atau terowongan penyeberangan. Fasilitas ini ditempatkan pada ruas jalan yang memiliki kriteria sebagai berikut : a. Pada ruas jalan dengan kecepatan rencana > 70 km/jam. b. Pada kawasan strategis, tapi para penyeberang jalan tidak memungkinkan. c. Untuk menyeberang jalan, kecuali hanya pada jembatan penyeberangan. d. PV2 > 2x108 , dengan ; P > 1100 orang/jam dan V > 750 kend/jam. Nilai V yang diambil adalah dari arus rata – rata selama 4 jam tersibuk. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk diadakannya jembatan penyeberangan agar sesuai dengan yang ditentukan /disyaratkan sesuai dengan aspek keselamatan, kenyamanan dan kemudahan bagi pejalan kaki, maka hal – hal ini harus diperhatikan yaitu : a. Kebebasan vertikal antara jembatan dengan jalan b. Panjang jalur turun minimal 1,5 m ≥ 5,0 m c. Tinggi maksimum anak tangga diusahakan 15 cm d. Lebar landasan tangga dan jalur berjalan dengan lebar anak tangga 30 cm minimum 2,0 m e. Kelandaian maksimum 10 % 2.6. Kebutuhan Ruang Gerak Masing–masing orang secara rata – rata membutuhkan suatu luasan minimum ketika berdiri, yang dikenal sebagai lingkar tubuh. Lingkar tubuh ini berukuran 50 cm x 60 cm ( 0.3 m2 ). Kebutuhan ruang minimum ini tidak mencukupi jika orang membawa koper atau ransel. Untuk kenyamanan pribadi, Fruin menyarankan sekitar 0.9 hingga 1,3 m2/orang. Kebutuhan ini dapat berlaku untuk orang yang berdiri tanpa bergerak (Fruin, 1971; FHWA, 1980 ). Selanjutnya aliran pejalan kaki diuraikan dalam besaran kecepatan dan aliran, yang digambarkan dengan kurva parabolik yang serupa dengan aliran kendaraan bermotor ( Greenshields, 1934; TRB, 2000 ). Suatu
hubungan kecepatan kepadatan aliran secara teoritis ditunjukan pada Gambar 1. Ketika kepadatan pejalan kaki naik, kecepatan pejalan kaki dalam arus lalu lintas akan menurun. Secara umum hubungan antara kepadatan, kecepatan dan aliran mempunyai persamaan sebagai berikut : V = S x D Dengan V = aliran pejalan kaki ( pejalan kaki / menit / meter ) atau ( ped/menit/ft ) S = kecepatan pejalan kaki ( meter / menit ) atau ( ft / menit ) D = kepadatan pejalan kaki ( pejalan kaki / m2 ) atau ( ped / ft2 ) Atau V = S/M
(2 - 2)
(2–3)
Dengan M = Ruangan pejalan kaki (m2 / pejalan kaki ) atau ped / ft2 Selain itu, kebutuhan pedestrian dinyatakan sebagai ped / 15 menit, dengan menggunakan periode aliran puncak 15 menit sebagai dasar untuk analisis. Aliran pejalan kaki rata – rata ( v ) kemudian dihitung sebagai : υ = V / 15WE Dengan V = Aliran pejalan kaki puncak ( pejalan kaki / 15 menit ) atau ( ped / 15 menit ) WE = Lebar jalan orang efektif ( m )
(2–4)
Gambar 1. Hubungan Kecepatan dengan Kerapatan pejalan kaki 2.7. Tingkat Pelayanan dan Tingkat efektifitas Pada desain fasilitas pejalan kaki, ukuran dasar keefektifannya adalah ruang. Kapasitas diambil sama dengan 25 Pejalan kaki/menit/ft. Tabel 4. menunjukkan kriteria untuk tingkat pelayanan pejalan kaki. Fluktuasi jangka pendek dapat terjadi pada sebagian besar aliran pejalan kaki karena pejalan kaki tiba dan berangkat secara acak, seperti pada trotoar. Apabila trotoar dan fasilitas – faslitas lain menunjukkan efek pleton, disarankan bahwa lonjakan ini harus dibagi - bagi waktunya. Suatu perumusan yang menghubungkan laju aliran pleton maksimum dengan laju aliran rata – rata (dalam ped/menit/ft)yaitu : Aliran pleton / Arus pleton = Aliran (Arus) rata – rata + 4
Table 4. Kriteria LOS untuk Jalan orang dan Trotoar
Sumber :TRB,2000 Selain itu per;u pula diketahui efektifitas prasarana yang diukur dengan besar keterpakaiannya oleh pejalan kaki. Beberapa faktor mempengaruhi tingkat keterpakaian ini ,antaralain : • Letak dan lokasi, lokasi tidak memiliki akses padat pejalan kaki yang melintas dan menyeberang jalan. • Keamanan dan kenyamanan, kondisi penyebengan yang tidak memberikan kemudahan dan kenyamanan pejalan kaki. Besarnya tingkat terpakainya penyeberangan dinyatakan dalam persentase ( % ). Didalam penelitian ini tingkat efektifitas akan diukur secara kalulitatif dari hasil wawancara dengan pengguna fasilitas penyeberangan ataupun dengan pejalan kaki pada rencana lokasi penyeberangan
3. METODA PENELITIAN Untuk mencapai tujuan penelitian ini sebagaimana disebutkan sebelumnya maka perlu langkah-langkah sebagai berikut, sebagai acuan dalam melakukan survey juga analisis
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
4.
Penentuan Jenis Fasilitas Penyeberangan
Data volume pejalan kaki(P) digunakan untuk mengetahui besarnya kapasitas dan arus penyeberang yang melintasi lokasi fasilitas penyeberangan atau lokasi rencana fasilitas penyeberangan. Demikian pula dengan jumlah kendaraan (V) yang merupakan salah satu unsur didalam menentukan jenis fasilitas pejalan kaki, diperoleh dengan melakukan survey kendaraan 2 arah, interval waktu setiap 15 menitan . Jenis kendaraan yang dicatat saat pengamatan dikelompokan pada jenis kendaraan sesuai dengan MKJI 1997. Selanjutnya analisa PV2 digunakan untuk menentukan fasilitas penyeberangan yang disesuaikan dengan volume pejalan kaki dan kendaraan pada lokasi tersebut. Nilai PV2 dari masing – masing lokasi, dan evaluasi fasilitas penyeberangan pada masing – masing lokasi akan di bahas sebagai berikut. Sebagai contoh untuk perhitungan adalah JPO di depan SD Cikokol dengan data volume pejalan kaki dan volume kendaraan seperti ditunjukkan Tabel 5 .
Tabel 5. Analisis PV2 pada JPO di depan SD Cikokol.
Dengan mengambil data 4 jam tersibuk dari tabel diatas maka jenis fasilitas yang diperlukan sebagaimana Table 6. dibawah ini Tabel 6. Penentuan Fasilitas penyeberangan di depan SD Cikokol
Hasil penentuan jenis fasilitas penyeberangan berdasarkan nilai rata – rata PV2 pada masing – masing lokasi dapat dilihat pada Tabel 7. berikut ini. Tabel 7. Jenis fasilitas penyeberangan 5 lokasi
Berdasarkan evaluasi dan analisa yang dilakukan pada lima lokasi dapat dijelaskan sebagai berikut : Menurut Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Teknik / No : 011/T/Bt/1995 ) bahwa rekomendasi fasilitas penyeberangan
pada ke-empat lokasi yaitu Pelican dengan lapak tunggu, hanya pada lokasi depan Halte
Kebonanas yang berupa JPO (Jembatan Penyeberangan Orang). Dari ke-empat lokasi yaitu : depan SD, depan Careffour, depan SPBU Petronas dan depan Halte Kebon nanas telah memiliki existing berupa JPO (Jembatan Penyeberangan Orang). Hal ini menunjukkan fasilitas existing yang sudah ada sudah cukup aman untuk pejalan kaki. Pada lokasi depan Tangerang City existing belum memiliki fasilitas penyeberangan setelah dianalisa fasilitas yang sesuai rekomendasi adalah berupa Pelican dengan lapak tunggu. Pada kelima lokasi tersebut memliki volume tertinggi bervariasi tergantung dari kegiatan yang ada disekitar lokasi penyeberangan tersebut. Secara rinci hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut •
•
•
•
5.
Depan SD Cikokol, waktu tersibuk terjadi pada pagi hari antara jam 6.00 sampai dengan jam 7.00, siang hari jam 12.00 sampai dengan jam 13.00, kemudian sore hari jam 17.00 sampai dengan 18.00. Hal ini dikarenakan letak lokasi yang berdekatan dengan sekolah, sehingga waktu tersibuk dipengaruhi oleh kegiatan anak sekolah yang berangkat pagi, siang dan pulang sekolah pada sore hari. Depan Careffour, Waktu tersibuk terjadi pada pagi hari antara jam 10.00 sampai dengan jam 12.00, kemudian siang hari jam 15.00 sampai dengan 16.00 serta sore hari antara jam 18.00 sampai dengan 19.00. Kondisi ini dikarenakan posisi jembatan penyeberangan yang merupakan akses Mall Careffour sehingga pada pagi hari merupakan kesibukan para pegawai Mall dan pengunjung yang baru berdatangan. Waktu sibuk pada sore harimerupakan pengunjung careffour yang berbelanja setelah pulang kerja dan pada malam hari merupakan para pegawai careffour dan pengunjung yang pulang. Depan SPBU Petronas, dan Depan Halte Kebonanas Volume tertinggi penyeberangan pada lokasi ini terjadi pada pagi hari jam 6.00 sampai dengan 9.00 dan pada sore hari jam 17.00 sampai dengan 19.00. Hal ini dikarenakan kegiatan berangkat kerja atau pulang kerja, selain itu juga keadaan lalu lintas kendaraan pada jam tersebut merupakan volume tertinggi. Depan Mall Tangerang City, Jumlah pejalan kaki dan kendaraan yg melintas mengalami jam – jam sibuk pada pagi hari jam 8.00 sampai dengan jam 10.00 dan sore hari jam 16.00 sampai dengan jam 17.00 serta malam hari jam 18.00 sampai dengan 19.00. Kondisi ini dikarenakan Jl. Sudirman di depan tangerang city juga terdapat Mall Metropolis Modernland, sehingga jam – jam tersibuk dikarenakan pegawai mall dan pengunjung yang berdatangan dan pulang. Hubungan Kecepatan dengan Fasilitas Penyeberangan
Keputusan penentuan fasilitas penyeberangan juga mempertimbangkan factor kelancaran arus lalu lintas yang dapat dilihat dari nilai kecepatan rata – rata kendaraan yang melintas. Hal tersebut diperhatikan sebagai usaha meningkatkan faktor keselamatan pejalan kaki. Kecepatan rata – rata kendaraan pada masing – masing lokasi dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 8. Fasilitas Penyeberangan pada masing – masing lokasi dan Kec. Rata – rata nya.
Dari Table 8 dapat dilihat besarnya kecepatan kendaraan yang melintas pada masing – masing lokasi yang berkisar antara 30-51 km/jam atau rata-rata 35 km/jam. Dengan kecepatan tersebut maka cukup beralasan bila sepanjang jalan ini disediakan(eksisting) berupa JPO dengan beberapa pertimbangan : • Berbahaya bagi pejalan kaki untuk menyeberang sebidang dengan kecepatan tersebut serta badan jalan yang lebar ( 21-25 m). • Merupakan jalan arteri yang padat dan memiliki proporsi kendaraan berat cukup besar dilihat dari volume perjamnya. Sehingga banyaknya penyeberang jalan akan mengganggu lalu – lintas. • Sepanjang jalan tersebut merupakan jalan terbagi dengan median berupa pagar tinggi sehingga tidak memungkinkan menyeberang jalan. 6.
Tingkat Pelayanan dan Tingkat Efektifitas Fasilitas Penyeberangan
Tingkat pelayanan dianalisis untuk mengetahui sejauh mana pelayanan yang diberikan. Perhitungan tingkat pelayanan peyeberangan pada masing – masing lokasi ditunjukkan dengan Tabel 9. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa setelah beberapa tahun pada lokasi yang secara eksisting telah ada JPO memiliki LOS A, kecuali depan Kebon Nanas. Artinya penggunaan JPO di 3 lokasi yang lain tidak optimal. Sedangkan di depan Tangerang City baru rencana, sehingga ditargetkan pada saat dibuka mempunyai LOS A. Tabel 9. Tabel LOS pada masing – masing lokasi.
Selanjutnya perlu diketahui penyebab kurangnya minat masyarakat terhadap JPO yang ada dapat dilihat dari analisis efektifitas(hasil wawancara) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pelayanan fasilitas yang ada dengan melihat faktor Fungsi, keamanan, kenyamanan, kebersihan dan keindahan. A. Pada Lokasi dengan Fasilitas JPO Hasil survey wawancarapada pejalan kaki di empat lokasi yaitu depan SD Cikokol, depanCareffour, depan SPBU Petronas dan depan Halte Kebonanas didapatkan data sebagai berikut. a. Fungsi. Dari grafik1. Dapat dilihat hasil bahwa responden 75%-95% menyatakan secara fungsi masih memanfaatkan fasilitas penyeberangan dan 70%-90% menganggap jembatan ini masih perlu serta cukup strategis dengan alasan yang hampir sama yaitu : merupakan akses bagi para pekerja, pelajar dan penduduk sekitar untuk bekerja, sekolah maupun melakukan aktivitas lain.Hal yang sama juga berlaku bagi pengunjung mall. Alasan lain adalah karena keberadaan pagar pembatas pada median yang tinggi tidak memungkinkan untuk dilewati. Khusus untuk JPO Kebon Nanas kebutuhan ini juga disebabkan lokasi yang merupakan tempat transit perjalanan antar kota ataupun provinsi.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 SD cikokol
Carrefour Kebutuhan Jembatan
Petronas
Kbn nanas
Kesesuaian Letak
GRAFIK 1. Efektifitas Jembatan Ditinjau dari Fungsi
b. Keamanan Struktur Pada pertanyaan keamanan di masing – masing lokasi menunjukkan hasil di depan SD Cikokol 90 % , depan Careffour 95 %, depan SPBU Petronas 85 % dan Halte Kebonanas 75 % bahwa responden sangat yakin dengan keamanan konstruksi jembatan dan hanya 10%-20% yang merasa jembatan akan roboh. Hal tersebut dikarenakan kondisi jembatan yang masih kokoh dan berfungsi dengan baik. Lebih jelas dapat dilihat pada Grafik 2 berikut ini. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 SD cikokol
Carrefour
Keyakinan Jembatan Kuat
Petronas
Kbn nanas
Keyakinan Jembatan Akan Roboh
GRAFIK 2. Efektifitas Jembatan Ditinjau dari Keamanan c. Kenyamanan Dari kelima pertanyaan yang diberikan menunjukkan tingkat kenyamanan yang berbeda – beda pada masing – masing lokasi. Hasil yang didapatkan dari analisa sebagaimana grafik 3 dan penjelasan dibawah ini.
10 00 80 8 60 6 40 4 20 2 0 okol SD ciko
Carrrefour
Petronas
Kbn nanas
Kenyamanan saat naik tan ngga
Ken nyamanan saat tturun
Kecukupan n panjang jembaatan
Keccukupan lebar jeembatan
Kepadatan n pengguna
GRAFIK K 3. Efektifitass Jembatan Dittinjau dari Kennyamanan SD Cikokol, sebaanyak 80 % reesponden menyyatakan tidak mengalami m lelah dan tidak merasa takut saat uruni tangga. Hal ini disebbabkan jarak anak a tangga yaang tidak terlallu tinggi serta posisi menaiki atau menu d turun yang tidak terlallu curam. Seekitar 70 % responden peejalan kaki beerpendapat jem mbatan naik dan penyebberangan ini tidak t terlalu paanjang dan sem mpit, serta 85% % mengatakann bahwa jembaatan ini tidak terlalu t padat. Maall Careffour, hampir 85 % responden meenyatakan nyaaman saat mennaiki dan mennuruni tangga serta tidak merasa lelah. Hal ini disebbabkan desainn jembatan yanng cukup indahh sehingga paraa pejalan kaki sedikit s terhibuur dan terlena oleh rasa leelah pada saaat melewati jeembatan. Sekittar 85 % respoonden pejalann kaki berpenndapat jembattan penyeberaangan ini tiddak terlalu paanjang dan seempit, serta mengatakan bahwa b jembaatan ini tidak terlalu padat. Hal tersebut dapat d dilihat bahwa jembatann memiliki lebbarcukup besarr yaitu dengann lebar L = 5 m ( 16.40 ft ). SP PBU Petronas,, 75 % respoonden yang melintas m jembaatan ini tidak merasa lelahh dan akan teerjatuh dikareenakan anak taangga tidak terllalu tinggi, paddajembatan inii juga memilikki penghijauann yang baik sehhingga jembaatan tidak terkesan melelahkann dan terasa seempit saat mennaiki dan menurruninya. Hallte Kebonanass, Sekitar 90 % responden tiddak merasa lelaah saat menaikki tangga, namuun hanya 70 % yang merasaa tidak takut ketika menuruuni tangga. Hal H ini dikarennakan anak tanngga yang cukkup tinggi sehhingga menim mbulkan kekhaawatiran pejalaan kaki saat menuruni m nya. Hampir 75 % beranggapann jembatan inii tidak terlaluu panjang dan sempit s sehingggapejalan kaki merasa m cukup leluasa saat meelintasinya. Namun sebanyakk 70% berpenndapat jembataan ini cukup paadat atau 30% yang merasa sebaliknya, s sehingga perlu dilakukan d upayya agar tingkaat pelayanan dapat d mencapaai nilai LOS yang y lebih baikk. Upaya terseebut dapat dilaakukan dengann cara sebagaai berikut :
Lebar jembatan ( We ) diperlebar sehingga akan memiliki nilai aliran pejalan kaki lebih kecil. Dengan demikian nilai LOS menjadi lebih baik. Untuk mencapai nilai LOS B, maka jembatan perlu diperlebar 6 m dan Apabila ingin mencapai nilai LOS A, makajembatan perlu diperlebar 7 m. Untuk trotoar yang menuju tangga penyeberangan dapat diperberlebar agar pejalan kaki dapat lebih leluasa bejalan menuju jembatan. c. Kebersihan Pertanyaan mengenai kebersihan jembatan pada masing – masing lokasi memiliki jawaban yang akan dianalisa sebagaimana terlihat pada Grafik 4.
100 80 60 40 20 0 SD cikokol Jumlah sampah
Carrefour
Petronas
Gangguan sampah terhadap pengguna
Kbn nanas Pembersihan berkala
GRAFIK 4. Efektifitas Jembatan Ditinjau dari Kebersihan SD Cikokol, Mall Careffour, SPBU Petronas sekitar 70% -85% responden mengatakan jembatan ini cukup bersih, jumlah sampah yang berserakan tidak banyak dan mengganggu pejalan kaki. Namun dilihat dari jumlah responden hanya 10-15% yang menolak,maka dapat dikatakan bahwa responden memandang perlu selalu dijaga kebersihannya. Baik dilakukan oleh pihak Mall dengan tersedianya tempat sampah maupun dilakukannya pembersihan secara rutin disekitar jembatan oleh petugas kebersihan kota Tangerang. Halte Kebonanas, Pada jembatan ini terlihat 60 % responden mengatakan jumlah sampah cukup banyak sedangkan 40% nya menolak. Selain itu 90 % responden menginginkan agar sampah selalu dibersihkan agar kenyamanan mereka tidak terganggu. Banyaknya sampah dikarenakan besarnya jumlah pejalan kaki yang melintas dan banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan disekitar jembatan. d. Keindahan Dengan cara yang sama maka pada ke empat lokasi yaitu SD Cikokol 75 %, Mall Careffour 70 %, SPBU Petronas 75 % dan Halte Kebonanas 75 % responden menyatakan setuju dilakukan renovasi pada jembatan agar terlihat lebih indah dengan melakukan upaya pengecatan ulang, pencopotan spanduk, dan penghijauan pada jembatan. Dengan demikian para responden memiliki keyakinan bahwa jembatan yang sudah ada akan tampak ebih indah apabila dilakukan upaya – upaya tersebut.
B. Tingkat efektifitas pada fasilitas belum ada Hasil survey wawancara juga dilakukan pada lokasi yang belum memilki fasilitas penyeberangan, yaitu terletak di jalan depan Mall Tangerang City. Hasil survey wawancara tersebut dianalisa berdasarkan kriteria pertanyaan sebagai berikut. a. Fungsi
Dari pertanyaan fungsi yang diberikan kepada 20 reponden didapatkan hasil analisa sebagai berikut. Sebanyak 75 % responden menyatakan mengalami kesulitan untukmenyeberang jalan, disebabkan banyaknya kendaraan yang melintas dengan kecepatan yang cukup menyulitkan pejalan kaki untuk menyeberang . Selain itu memperlihatkan sekitar 75 % pejalan kaki menyeberang secara rutin. Hal ini dikarenakan penyeberang merupakan pengunjung dan pegawai mall Metropolis yang berada di depan Tangerang City. Dan 85 % responden menginginkan adanya jembatan di lokasi ini, walaupun dari analisa konflik adalah pelican dengan lapak tunggu b. Keamanan Analisa yang berkaitan dengan keamanan fasilitas penyeberangan adalah sebanyak 85 % responden berpendapat bahwa jalan pada lokasi depanTangerang City cukup rawan kecelakaan kendaraan. Hal ini dikarenakan sering terjadi kecelakaan kendaraan pada jalan tersebut. Dengan demikian pengguna jalan mengharapkan adanya fasilitas penyeberangan. c. Kenyamanan Hampir 70 % responden merasa kenyamanan dalam menyeberang belum terpenuhi. karena terlalu lama menunggu waktu yang tepat untuk dapat melintas tanpa gangguan kendaraan yang lewat. Sedangkan kendaraan yang melintas juga memiliki kecepatan yang cukup tinggi.
7.
KESIMPULAN 1. Hasil evaluasi terhadap jumlah pejalan kaki dan kendaraan pada kelima lokasi menunjukkan bahwa fasilitas yang sesuai adalah pelican dengan lapak tunggu, hanya di lokasi halte kebonanas yang harus menggunakan jembatan. Namun dengan kondisi median yang dipagar dan kecepatan kendaraanyang cukup tinggi, maka pada lokasi - lokasi tersebut harus menggunakan jembatan penyeberangan. 2. Didalam menentukkan fasilitas penyeberangan selain digunakan syarat konflik antara pejalan kaki dan volume kendaraan(PV2) juga harus memperhatikan faktor lain yaitu kondisi lokasi seperti lebar jalan, pagar median dan besarnya kecepatan kendaraan yang melintas. 3. Tingkat pelayanan pada fasilitas yang sudah ada menunjukkan LOS A, kecuali pada lokasi kebonanas yang menunjukkan tingkat pelayanan C. Hal ini disebabkan kebonanas sebagai pintu gerbang perbatasan wilayah kotaTangerang dengan kab / kota lain, sehingga menjadi lokasi transit pengguna angkutan umum. 4. Tingkat efektifitas fasilitas penyeberangan pada lokasi yang telah memiliki fasilitas menunjukkan kondisi keterpakaian yang masih baik.Hal tersebut dapat dilihat dari analisa hasil wawancara kepada pejalankaki yang menggunakan fasilitas penyeberangan. 5. Hasil analisa pada lokasi depan Tangerang City menunjukkan bahwa fasilitas penyeberangan yang sesuai adalah pelican dengan lapak tunggu,tetapi tidak menutup kemungkinan adanya fasilitas berupa jembatan. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara terhadap pejalan kaki yang membutuhkan adanya jembatan dan faktor keamanan yang menyebutkan lokasi adalah rawan kecelakaan.
8.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Anggit T.A, Sylvia I, Studi Kebutuhan Fasilitas Penyeberangan di Kota Tangerang (Studi Kasus jl Jendral Sudirman-Jl. MH. Tahmrin), Tugas Akhir Teknik Sipil UMB, Jakarta C. Jotin Khisty, B. Kent Lall, (2006), Dasar-dasar Rekayasa Transportasi jilid 2, Erlangga, Jakarta F.D Hobs.( 1995), Perencanaan & Teknik Lalu-Lintas , Gajah Mada Universitas Press Yogya Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), (1997), Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan No. 011/T/Bt/1995 , DPU Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik Transportation Research Board(TRB)(2000) Highway capacity Manual, National Research Council,Washington,DC.