EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) KATEGORI OBAT SALAH, DOSIS RENDAH, DOSIS TINGGI DAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD “X” TAHUN 2010
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
IRA NURUL FADILAH K 100 080 182
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2012
1
2
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) KATEGORI OBAT SALAH, DOSIS RENDAH, DOSIS TINGGI DAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD “X” TAHUN 2010 EVALUATION OF DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) CATEGORY OF WRONG DRUG, UNDER DOSE, HIGH DOSE AND DRUG INTERACTION IN BREAST CANCER PATIENTS IN INSTALLATION RSUD “X” IN 2010 Ira Nurul Fadilah, Tri Yulianti, dan Tanti Azizah Sujono Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Kanker payudara merupakan penyebab kematian kedua akibat kanker pada wanita, setelah kanker serviks. Penyebab kanker belum diketahui pasti namun banyak faktor risiko yang memicu terjadinya kanker. Untuk meningkatkan kualitas hidup pasien diperlukan terapi obat. Namun ada kemungkinan terjadi efek negatif yang timbul akibat terapi obat itu yang disebut Drug Related Problems (DRPs). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya DRPs kategori obat salah, dosis tinggi, dosis rendah dan interaksi obat pada pasien kanker payudara di RSUD “X” tahun 2010. Penelitian bersifat non eksperimental yang dilakukan secara retrospektif dan dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Subyek penelitian adalah pasien yang terdiagnosis kanker payudara. Diambil 95 pasien kanker payudara diantaranya terdapat 7 pasien dengan data lengkap (tinggi badan dan berat badan). Data diambil dari data rekam medik pasien kanker payudara di RSUD “X” tahun 2010 dan pengambilan sampel secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 7 pasien yang menggunakan obat kanker ditemukan DRPs dosis tinggi ada 4 kasus (57,14%) dan dosis rendah sebanyak 3 kasus (42,85%). Terdapat 93 pasien yang menggunakan selain obat kanker ditemukan DRPs dosis tinggi sebanyak 21 kasus (22,58%) dan dosis kurang sebesar 90 kasus (96,77%). Untuk interaksi obatnya sebanyak 18 kasus (18,95%) dan tidak ditemukannya DRPs obat salah. Kata kunci : Kanker Payudara, Drug Related Problem, RSUD “X”.
ABSTRACT Breast cancer is the second causes of death for women after cervix cancer. The cause of cancer can’t be detected, however there are many risk factors to trigger occurring of cancer. For increasing the quality of patient’s life must needed drug therapy. Although, there are possibility for occur negative effects which caused by drug therapy, it called Drug Related Problems (DRPs). This research has purpose to know the category DRPs wrong drug, high dose, under dose and drug interaction to patient breast cancer in RSUD “X” 2010. 1
This research was the characteristic non experimental which doing by retrospective the analyzed by descriptive analysis method. The subject of research is the patient that diagnosed breast cancer. 95 cancer patients were taken and among there were 7 patients with complete data (height and weight body). The data were taken from medical record of breast cancer’s patient in RSUD “X” 2010 and the samples are taking by purposive sampling. The result show that there were 7 patients who using cancer drug founded DRPs high dose, there were 4 cases (57,14%) and under dose of 3 cases (42,85%). Using of drug cancer from 93 patients founded DRPs high dose about 21 cases (22,58%) and under dose 90 cases (96,77%). Drug interaction 18 cases (18,95%) and did not find wrong drug DRPs. Keyword: Breast cancer, Drug Related Problems, RSUD “X”.
1. PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan penyakit yang menakutkan bagi kaum wanita, tetapi laki-laki pun memiliki kemungkinan terserang meskipun kemungkinan itu kecil. Menurut WHO dan Bank Dunia tahun 2005 memperkirakan setiap tahun 12 juta orang di dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia (Sudarianto, 2010). Jumlah pria yang mengidap kanker payudara jauh lebih kecil dibandingkan wanita, karena pengaruh pada efek dari pertumbuhan hormon estrogen dan progesteron (American Cancer Society, 2010). Pengobatan kanker atau komplikasi dari penyakit kanker ini dapat menyebabkan penderita kanker menjadi cacat (cacat fungsi organ) (Sukardja, 2000). Problem penggunaan obat tidak akan terjadi bila dalam memilih obat telah mempertimbangkan hal-hal seperti keamanan, kecocokan, harga dan ketersediaan obat. Penyimpangan dalam terapi obat ini disebut dengan Drug Related Problems (DRPs) (Priyanto, 2009). Salah satu penyimpangan yang perlu diperhatikan adalah pada pemberian dosis obat. Penyimpangan yang dapat terjadi misalnya pada pemberian obat antikanker kombinasi dengan dosis tinggi dapat berefek toksisitas sehingga dosis perlu diturunkan untuk mengurangi toksisitas dan mencegah resistensi obat (Sutedja, 2008). Pada penelitian evaluasi peresepan obat antikanker payudara pada pasien rawat inap di RSUD “X” terkait adanya DRPs yang muncul yaitu 2,2% kasus dosis tinggi yang mengakibatkan diare (Nashichah, 2011). Selain itu ditemukan
2
interaksi obat yang terjadi pada penelitian studi penggunaan obat pada pasien kanker payudara di RS TNI AL Dr. Ramelan Surabaya (Okwinsa, 2011). Jika DRPs terdeteksi maka sangatlah penting untuk bagaimana cara mengatasinya dengan tepat. Identifikasi DRPs merupakan suatu hal yang utama dimana seorang tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanannya kepada pasien (Seto et al., 2004). Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi adanya DRPs potensial obat salah, dosis rendah, dosis tinggi dan interaksi obat dalam pengobatan penyakit kanker payudara di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) “X” tahun 2010. 2. METODE PENELITIAN a. Alat dan Bahan Alat penelitian adalah lembar pengumpulan data meliputi identitas pasien, diagnosa, nama obat, frekuensi pemberian, dosis, tinggi badan, berat badan dan data laboratorium (SGOT, SGPT dan Cr). Analisis berdasarkan NCCN 2008, Drug Interaction Fact, Drug Information, dan Drug Information Handbook. Bahan yang digunakan dari rekam medik pasien kanker payudara di instalasi rawat inap RSUD “X” tahun 2010. b. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi rawat inap RSUD “X”. c. Jalannya Penelitian 1. Perizinan Peneliti mengurus surat izin penelitian dari fakultas kepada RSUD “X” untuk mendapatkan persetujuan penelitian dan pengambilan data pasien. 2. Penelusuran Data Penelusuran data dengan observasi rekam medik di instalasi rawat inap RSUD “X” tahun 2010. Pencatatan data dalam lembar pengumpulan data. Data yang diambil nomor register, umur, berat badan, tinggi badan, keluhan, diagnosa utama dan terapi (nama obat, dosis, aturan pakai dan rute pemberian). 3. Pengolahan Data Menganalisis data dari rekam medik untuk mengetahui karakteristik pasien, obat dan identifikasi DRPs.
3
d. Cara Analisis Data Data yang telah diperoleh dianalisis dengan metode deskriptif meliputi: a. Karakteristik pasien antara lain: jenis kelamin, umur dan stadium kanker. b. Karakteristik obat menurut semua obat yang diberikan selama rawat inap. c. Identifikasi DRPs kategori obat salah, dosis rendah, dosis tinggi dan interaksi obat. Untuk menghitung angka kejadian dan persentasenya sebagai berikut: a. Persentase kasus kejadian DRPs dihitung jumlah kasus yang mengalami DRPs dibagi jumlah pasien kanker payudara dikalikan 100%. b. Persentase kejadian DRPs dihitung dari jumlah kejadian DRPs tiap kategori dibagi jumlah pasien kanker payudara dikalikan 100%. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pasien 1. Usia Tabel 1. Karakteristik Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Usia di RSUD “X” Tahun 2010 Usia (Tahun) Jumlah % (n=95) 15-24 0 0 25-44 36 37,89 45-64 52 54,74 ≥ 65 7 7,37 Jumlah 95 100
Risiko kanker payudara bertambah sebanding pertambahan usia, hubungan ini diduga karena pengaruh hormonal. Faktor hormonal dapat menyangkut menstruasi dan status menopause (Azamris, 2006). Tabel 1 menunjukkan kanker payudara terjadi pada usia 25-44 tahun ada 37,89% karena usia ini merupakan masa reproduktif sehingga kadar hormon estrogennya masih tinggi. Kehamilan yang terlambat memungkinkan berisiko terserang kanker. Pada perempuan usia 45-64 tahun paling banyak terserang kanker 52% karena perempuan yang memiliki siklus menstruasi lebih dan perempuan yang mengalami menopause terlambat berisiko tinggi terserang kanker (Jardines, et al., 2011). 2. Jenis Kelamin Dari hasil penelitian diketahui jumlah pasien laki-laki dan perempuan berbeda. Berdasarkan tabel 2 pasien perempuan lebih banyak terserang kanker payudara dibandingkan pasien laki-laki dikarenakan pengaruh dari pertumbuhan
4
hormon estrogen dan progesteron. Penyakit kanker payudara sering terjadi pada perempuan daripada pria sekitar 100 kalinya (American Cancer Society, 2010). Tabel 2. Karakteristik Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD “X” Tahun 2010 Usia (Tahun) Jumlah % (n=95) 15-24 0 0 25-44 36 37,89 45-64 52 54,74 ≥ 65 7 7,37 Jumlah 95 100
3. Stadium Kanker. Tabel 3. Karakteristik Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Stadium Kanker Payudara di RSUD “X” Tahun 2010 Stadium Kanker Jumlah % (n=95) I 1 1,05 IIA 5 5,26 IIB 1 1,05 IIIA 4 4,21 IIIB 10 10,52 IIIC 4 4,21 IV 11 11,58 Ca mamae 59 62,11 Jumlah 95 100
Berdasarkan tabel 3 stadium kanker payudara yang paling banyak pada stadium Ca mamae dengan persentase 62,11%. Pada stadium I tumor masih kecil dan belum menyebar ke kelenjar getah bening. Stadium IIA tidak ada bukti adanya kanker namun kanker menyebar ke kelenjar getah bening tapi tidak ke bagian tubuh yang jauh. Stadium IIB tumor antara 2 sampai 5 cm dan menyebar ke kelenjar getah bening. Untuk stadium IIIA kanker dari berbagai ukuran menyebar ke kelenjar getah bening tapi tidak ke bagian lain dari tubuh sedangkan stadium IIIB tumor menyebar ke dinding dada atau menyebabkan inflamasi pada payudara. Stadium IIIC tumor dari berbagai ukuran belum menyebar ke bagian tubuh yang jauh tapi dapat menyebar ke bagian dalam payudara seperti sekitar dada. Pada stadium 1V menunjukan kanker menyebar ke dalam tubuh yang jauh seperti tulang, hati dan paru-paru (American Society of Clinical Oncology, 2011).
5
B. Karakteristik Obat 1. Penggunaan obat kanker pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010. Tabel 4. Penggolongan penggunaan obat kanker payudara di instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010. No 1.
Golongan Antibiotik
Nama obat Doxorubicin Epirubicin Antimetabolit Fluorourasil Methotrexat Alkilasi Cyclophosphamid Produk Alamiah Paclitaxel Docetaxel Hormon Tamoksifen Imunodulansia Siklosporin Obat Sitostatika lain Cisplatin Jumlah
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Rute IV IV IV IV IV IV IV PO IV IV
Jumlah 18 1 8 1 16 5 2 1 1 1 54
% (n=95) 18,95 1,05 8,42 1,05 16,84 5,26 2,11 1,05 1,05 1,05 56,84
Obat kanker yang digunakan ada yang tunggal dan kombinasi. Dari tabel 4 penggunaan obat kanker yang banyak digunakan yaitu doxorubicin, yang merupakan antibiotik antrasiklin kuat yang efektif mengobati penyakit kanker (Das et al., 2010). Golongan antrasiklin merupakan salah satu first line pada kemoterapi (WHO, 2006). Doxorubicin diketahui mampu mencapai sel-sel kanker atau sebagai antibodi terhadap target sel kanker. Selain itu juga terjadinya resistensi pada obat ini dapat diatasi atau setidaknya dapat dikurangi (Prados et al., 2012). 2. Penggunaan obat selain obat kanker pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010. Tabel 5. Penggolongan penggunaan selain obat kanker payudara di instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010 No 1.
2.
Kelas Terapi Antiemetik
Antibiotik
Nama Obat Antasid Cimetidin Ranitidine Ondansetron Metoclopramid Omeprazol Domperidon Cefotaxim Ceftriaxone Cefadroxil Ciprofloxacin Gentamicin Metronidazol Amoxicillin Levofloxacin Norfloxacin Leksofloxasin Flukonazol
Jumlah 13 4 38 30 21 1 1 25 27 3 8 2 7 2 2 1 1 1
% (n=95)
113,68
85,26
6
3.
4.
5. 6. 7.
8.
Larutan elektrolit
Analgesik
Kortikosteroid Fibrinolisis Vitamin
Analgesik, antipiretik
9. 10.
Anestesi Diuretik
11.
Antihipertensi
12. 13.
Propofol Furosemid Spironolakton Lisinopril Bisoprolol Nifedipin Valsartan Captopril Atenolol Amlodipin Bisacodil Curcuma Biobran Tripanzym Alprazolam Ambroxol OBH Metilprednisolon Atapulgit Digoxin Kalium klorida Kalsium laktat Klorfeniramin maleat Difenhidramin HCl
Pencahar Suplemen
14. 15.
Ansietas Mucolitik
16. 17. 18. 19.
Glukokortikoid Antidiare Glikosida jantung Mineral
20.
Antihistamin
Ceftazidim Amikasin sulfat Ringer Laktat NaCl Dekstrose Asam amino Ketorolac Antalgin Asam mefenamat Tramadol Metampiron Dexamethason Asam Traneksamat Vitamin B complex Vitamin K Vitamin C Asam folat Metamizol Paracetamol
Jumlah
1 1 47 19 11 3 47 11 17 2 3 27 27 15 2 1 3 5 11 14 10 1 1 1 1 1 2 1 1 7 3 1 1 4 3 1 4 3 3 1 1 1 1 507
84,21
84,21 28,42 28,42 22,10 16,84 14,73 11,58
8,42
7,38 5,26 4,21 4,21 4,21 3,16 3,16 2,11 2,11 533,68
Obat yang banyak digunakan pasien kanker payudara adalah antiemetik sebanyak 108 dengan persentase 113,68% ini karena obat sitostatika berpotensi emetogenik. Selain itu pada pembedah dan radioterapi juga dapat menyebabkan mual muntah sehingga diperlukan obat antiemetik untuk menanganinya (Sukandar, et al., 2008). C. Identifikasi Drug Related Problems 1. Persentase kasus kejadian DRPs Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa pasien yang menggunakan obat kanker payudara ditemukan adanya DRPs dosis lebih sebesar 4 kasus (57,14%)
7
dan dosis kurang 3 kasus (42,85%). Pada penggunaan selain obat kanker ditemukan DRPs dosis lebih sebesar 21 kasus (22,58%) dan dosis kurang ada 90 kasus (96,77%). Selain itu potensial terjadinya interaksi obat ada 18 (18,95%) dan tidak ditemukan adanya obat salah pada pasien kanker payudara. Tabel 6. Persentase kasus DRPs kategori dosis kurang, dosis lebih dan interaksi obat pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X”Tahun 2010 Kategori DRPs
Kasus DRPs
Obat salah Dosis lebih obat kanker
Kontraindikasi dan bukan pilihan utama Frekuensi (+) Besaran (+) Frekuensi (+) Besaran (+) Frekuensi (-) Besaran (-) Frekuensi (-) Besaran (-) Berinteraksi dengan obat lain
Dosis lebih selain obat kanker Dosis kurang obat kanker Dosis kurang selain obat kanker Interaksi obat
Jumlah pengobatan yang mengalami DRPs 0 0 4 19 2 0 3 73 17 18
% 0 0 57,14 20,43 2,15 0 42,85 78,49 18,28 8,95
2. Persentase kejadian DRPs a. Obat salah Obat salah pada penelitian ini merupakan obat yang dikontraindikasikan dengan kondisi pasien kanker payudara. Pemberian obat pada pasien kanker payudara di RSUD “X” tahun 2010 tidak ditemukan adanya DRPs potensial kategori obat salah. b. Dosis lebih Obat dikatakan dosis lebih jika besaran obat atau frekuensi pemberiannya melebihi dari dosis lazim atau dosis pada buku standar. Tabel 7. Daftar dosis lebih kasus besaran lebih pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010 No
Nama obat 1. FAC (1): Fluorouracil Adriamycin Cyclophosphamid
2. Siklosporin (2) 3. Paclitaxel (2) Jumlah
Jumlah
% (n=7)
2
28,57
1 1
14,28 14,28
4
57,14
Dosis yang diberikan
Dosis lazim
No kasus
850mg/24j 80mg/24j 850mg/24j
770mg/24j 77mg/24j 770mg/24j
30
800mg/24j 80mg/24j 800mg/24j 100mg/24j 1g/24j
770mg/24j 77mg/24j 770mg/24j 9,24mg/24j 269385mg/24j
71 89 15
Keterangan: (1) Dosis lazim berdasarkan NCCN (2) Dosis lazim berdasarkan Drug Information Handbook
Pada tabel 7 menunjukan bahwa obat yang mengalami DRPs dosis lebih adalah kombinasi obat kanker FAC sebanyak 2 (28,57%). Pada pasien kanker
8
yang terapi dengan kemoterapi tidak akan mendapatkan manfaat dari dosis lebih kemoterapi (Antman, 2000) atau justru akan membahayakan pasien itu sendiri. Tabel 8. Daftar dosis lebih kasus besaran lebih selain penggunaan obat kanker payudara pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010 No Nama obat Jumlah % (n=93) Dosis yang diberikan Dosis lazim No kasus 1. Metoclopramid 1 1,08 1g/12j 10mg/8j 80 2. Metampiron 1 1,08 500mg/8j 250mg/8j 28 Jumlah 2 2,16
Metoclopramid merupakan antiemetik kuat yang efektif menangani efek kemoterapi atau radioterapi pada pengobatan kanker (Tjay dan Rahardja, 2007). Pemberian metoclopramid dalam dosis lebih memungkinkan terjadinya diare pada pasien (Skeel, 2007). Metampiron digunakan sebagai analgesik non narkotik. Penggunaannya tidak boleh diberikan dalam jangka panjang terus-menerus karena dapat berefek negatif dan perlu hati-hati penggunaannya pada penderita gangguan fungsi hati atau ginjal dan gangguan pembentukan darah (ISFI, 2009). Tabel 9. Daftar dosis lebih kasus frekuensi lebih selain penggunaan obat kanker pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010 No 1.
Nama obat Ondansetron
Jumlah 5 13
% (n=93) 5,26 13,69
Dosis yang diberikan 2mg/8j 4mg/8j
AHFS 4mg/12j 4mg/12j
2.
Furosemid Jumlah
1 19
1,05 20
20mg/12j
20-40mg/24j
No kasus 8, 9, 23, 52, 81 17, 33, 40, 41, 43, 44, 46, 58, 60, 66, 79, 93, 94 85
Berdasarkan tabel 9 diketahui bahwa ondansetron yang paling banyak mengalami frekuensi lebih pada pengobatan kanker payudara sebanyak 18,95%. Ondansetron efektif digunakan untuk mengurangi mual muntah akibat sitostatika ataupun radioterapi dan pembedah (Tjay dan Rahardja, 2007). Pemberian ondansetron untuk kategori dosis lebih pada kasus frekuensi lebih perlu diperhatikan pada penderita gangguan fungsi hati (ISFI, 2009). Pada penggunaan obat kanker tidak ditemukan adanya DRPs kategori dosis lebih kasus frekuensi lebih yang potensial pada pasien kanker payudara. c. Dosis kurang Obat dikatakan dosis kurang bila dosis obat atau frekuensi pemberiannya kurang dari dosis lazim atau dosis yang ada pada buku standar yang digunakan. Tabel 10. Daftar dosis kurang kasus besaran kurang penggunaan obat kanker pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010 No Nama obat 1. FAC: Fluorouracil Adriamycin
Jumlah
% (n=7)
Dosis yang diberikan
NCCN
No kasus
1
14,28
750mg/24j 70mg/24j
770mg/24j 77mg/24j
3
9
Cyclophosphamid 2. AC: Adriamycin Cyclophosphamid
2
28,57
750mg/24j
770mg/24j
70mg/24j 105mg/24j
92,4mg/24j 924mg/24j
18 57
70mg/24j 200mg/24j Jumlah
3
42,85
Kemoterapi dengan AC lebih sering digunakan pada penderita yang memiliki risiko tinggi kekambuhan (Skeel, 2007). Pemberian dosis kurang pada pasien kanker payudara memberikan hasil yang kurang baik. Pemberian dosis perlu diperhatikan karena berkurangnya sel kanker ternyata berbanding lurus dengan dosis (FKUI, 2007). Tabel 11. Daftar dosis kurang kasus besaran kurang selain penggunaan obat kanker pada pasien kanker payudaradi Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010 No 1.
Nama obat Ondansetron
Jumlah 5 12
% (n=93) 5,38 12,90
17
18,28
Jumlah
Dosis yang diberikan 2mg/8j 2mg/12j
Dosis lazim 4mg/12j
No kasus 8, 9, 23, 52, 81 36, 37, 43, 44, 47, 54, 62, 63, 74, 76, 83, 94
Berdasarkan tabel diatas DRPs dosis kurang pada besaran kurang yang paling banyak terjadi pada ondansetron sebanyak 17 atau 18,28%. Pada dosis ondansetron 2mg akan lebih efektif efeknya jika digunakan dengan kombinasi obat lain seperti dexamethason agar tercapai keberhasilannya (Peach et al, 2007). Tabel 12. Daftar dosis kurang kasus frekuensi kurang selain penggunaan obat kanker pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010 No
Nama obat
1. Ketorolac
Jumlah 52
% (n=93) 55,91
Dosis yang diberikan 10mg/8j
Drug information AHFS 10-30mg/4-6j
10mg/12j 10mg/24j 30mg/8j
2..
1
1,08
3.
Asam traneksamat Metoclopramid
7
7,53
4.
Tramadol
2
2,18
5. 6.
Dexamethason Cimetidin
3 2
3,23 2,16
30mg/12j 75mg/24j 30mg/24j 500mg/12j 10mg/24j 1g/12j 75mg/12j 500mg/24j 5mg/24j 200mg/24j
No kasus 4, 7, 21, 23, 26, 31, 36, 37, 46, 52, 60, 62, 66, 68, 73, 77, 78, 79, 82 17, 34, 47, 50, 58, 70, 74, 76, 91, 94 59, 63 7, 8, 9, 11, 12, 13, 17, 33, 40, 41, 42, 43, 44, 62, 63, 73, 74, 76, 78, 79, 81, 83, 93, 94 14 44 38, 47, 50
0,5-1g/8j
34
10mg/8j
19, 57, 65, 71, 75, 88 80 39 50 19, 49, 57 49, 65
75mg/4j 0,75-9mg/6-12j 200-400mg/4-6j
10
7. 8..
Ondansetron Ranitidin Jumlah
3 2
3,23 2,16
73
78,49
4mg/24j 25mg/12j 25mg/24j
4mg/12j 25mg/6-8j
38, 47, 53 59 71
Tabel 12 menunjukan DRPs dosis rendah kasus frekuensi kurang yang banyak terjadi adalah ketorolac. Ketorolac digunakan untuk menghilangkan nyeri dan aman untuk pengobatan rasa sakit setelah operasi (Forrest et al, 2002). Pemberian ketorolac lebih efektif pada dosis terkecil (Depkes, 2008). d. Interaksi obat Interaksi obat dapat terjadi karena banyaknya penderita yang mendapatkan obat lebih dari satu macam. Dikatakan interaksi jika efek dari satu obat berubah oleh adanya obat lain (Stockley, 2008). Tabel 13. Daftar interaksi obat pada pasien kanker payudara di Instalasi rawat inap RSUD “X” Tahun 2010 Interaksi
Jumlah
1. Ranitidin dan antacid 2. Ranitidin dan ketorolac
2
% (n=95) 2,11
9
9,48
3. Ranitidin dan asam mefenamat
2
4. Methotrexat dan cyclophosphamid
Nomor kasus 22, 28
Level
Onset
Keterangan
Minor
Delayed
Minor
Delayed
2,11
11, 31, 58, 59, 68, 74, 79, 91, 93 18, 57
Minor
Delayed
1
1,05
22
Moderat
Delayed
5. Omeprazol dan alprazolam
1
1,05
38
Minor
Delayed
6. Digoxin dan atapulgit
1
1,05
45
Moderat
Delayed
7. Cimetidin dan fluorourasil
1
1,05
49
Moderat
Delayed
8. Gentamicin dan cefotaxim
1
1,05
55
Moderat
Delayed
Menurunkan absorbsi ranitidin Aksi terapi ketorolac dapat berubah Aksi terapi asam mefenamat dapat berubah Peningkatan atau penurunan efek kedua obat Meningkatkan risiko sedasi dan kadar alprazolam dalam darah. Menurunkan efek terapi dan digoxin dalam darah Cimetidin meningkatkan konsentrasi fluorourasil. Dapat meningkatkan risiko kerusakan ginjal.
18
18,95
No
Jumlah
(Tatro, 2001)
11
Pengatasan: 1. Ranitidin dan antasid Pemberian dengan peroral pada ranitidin dan antasid sebaiknya diberi jeda 2 jam setelah ranitidin atau sebaliknya sehingga penurunan absorbsi ranitidin terhindari. Efeknya ringan sehingga tidak diperlukan pengobatan tambahan. 2. Ranitidin dan ketorolac Interaksi ketorolac dan ranitidin tidak ada masalah klinis yang berbahaya. Efek yang ditimbulkan ringan dan tidak diperlukan tindakan segera. 3. Ranitidin dan asam mefenamat Pengatasan untuk interaksi antara ranitidin dan asam mefenamat sama dengan pengatasan pada ranitidin dan ketorolac. 4. Methotrexat dan cyclophosphamid Pemberian methotrexat bersama cyclophosphamid menyebabkan penurunan status klinis pasien sehingga memungkinkan pasien tinggal di rumah sakit lebih lama. Pengatasan interaksi belum ada selain memonitoring kedua obat. 5. Alprazolam dan omeprazol Alprazolam berinteraksi dengan omeprazol jika pemberiannya bersamaan sehingga diperlukan pemantauan untuk sedasi yang berkepanjangan dan perlu mengurangi dosis alprazolam. 6. Digoxin dan atapulgit Interaksi pada digoxin dan atapulgit dapat menyebabkan penurunan status klinis pasien. Interaksi diatasi dengan jeda waktu pemberian antara keduanya yaitu atapulgit dapat diberikan beberapa jam setelah digoksin atau sebaliknya. 7. Cimetidin dan fluorouracil Pemberiaan cimetidin bersamaan fluorouracil perlu dipantau untuk efek samping fluorouracil atau gejala toksisitasnya karena menyebabkan penurunan status klinis pasien sehingga memperpanjang pasien tinggal di rumah sakit. 8. Gentamicin dan cefotaxim Penggunaan gentamicin dan cefotaxim yang bersamaan menyebabkan peningkatan risiko kerusakan ginjal sehingga memungkinkan pasien lebih
12
lama tinggal di rumah sakit. Pengatasannya perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal dan mengubah dosis obat bila perlu atau hentikan pemakaiannya. (Tatro, 2001) 4. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dari 95 pasien yang diambil diantaranya ada 7 pasien yang diketahui berat dan tinggi badannya. Dari 95 pasien terdapat 7 pasien yang menggunakan obat kanker dan 93 pasien menggunakan selain obat kanker sehingga disimpulkan bahwa: a. Pada pasien yang menggunakan obat kanker ditemukan adanya DRPs dosis lebih sebanyak 4 kasus (57,14%) dan dosis kurang ada 3 kasus (42,85%) dari jumlah pasien yang menggunakan obat kanker. b. Pasien yang menggunakan selain obat kanker ditemukan adanya DRPs dosis lebih sebanyak 21 kasus (22,58%) dan dosis kurang ada 90 (96,77%) dari jumlah pasien yang menggunakan selain obat kanker. c. DRPs kategori interaksi obat ada 18 kasus (18,95%) dari jumlah pasien kanker payudara. d. Tidak ditemukan adanya potensial DRPs kategori obat salah. b. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk kategori-kategori Drug Related Problems pada penyakit kanker payudara. 5. UCAPAN TERIMAKASIH Kepada ibu Tri Yulianti, M.Si., Apt dan ibu Tanti Azizah, M.Sc., Apt selaku pembimbing serta Bapak Dr. dr. EM. Sutrisna dan Ibu Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt selaku dosen penguji atas bimbingan dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini. 6. DAFTAR ACUAN American Cancer Society, 2010, Guideline Breast Cancer, American Cancer Society, (online), (http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcon tent/003090-pdf.pdf diakses 10 Juni 2011). American Society of Clinical Oncology, 2011, Guide to Breast Cancer, American Society of Clinical Oncology, (online), (http://www.cancer.asco.org diakses 20 April 2012).
13
Antman, K. H., 2000, High-Dose Chemotherapy in Breast Cancer: The End of the Beginning, American Society for Blood and Marrow Transplantation, Universitas Colombia, New York. Azamris, 2006, Analisis Faktor Risiko pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang, Cermin Kedokteran, 152, 53. Das, G., Nicastri, A., Coluccio, M, L., Gentile, F., Cojoc, G., Liberale, C, De Angelia, F., Di Fibrizio, E., 2010. FT-IR, Raman, RRS Measurements and DFT Calculationfor Doxorubicin. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term =FT-IR%2C%20Raman%2C%20RRS%20measurements%20and%20DFT% 20calculation%20for%20doxorubicin (diakses 3 Mei 2012). Depkes R, I., 2008, Informasi Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. FKUI, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, FKUI, Jakarta. Forrest, J. B., Camu, F., Greer, I. A., Kehlet, H., Abdalla, M., Bonnet, F., et al., 2002, Ketorolac, Diclofenac and Ketoprofen are sequally safe for pain relief after major surgery, Britis Journal of Anaesthesia, 88, 227. ISFI., 2009, Informasi Spesialite Obat Indonesia, Volume 44, ISFI, Jakarta. Jardines, L., Haffty, B, G., Fisher, P., Weitzel, J., Royce, M., 2011, Breast Cancer Overview Risk Factor, Screening, Genetic Testing and Prevention, Cancer Management, 14, 175-176. Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., & Lance, L. L., 2006, Drug Information Handbook: A Comprehensive Resource For All Clinicans and Healthcare Professionals, 14th edition, Lexi-Comp Inc, USA. Nasichah, L., 2011, Evaluasi Peresepan Obat Antikanker Payudara Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. National Comprehensive Cancer Network, 2008, Breast Cancer, National Comprehensive Cancer Network, 39-40. Okwinsa, L, T. 2011. Studi Penggunaan Obat Pada Pasien Kanker Payudara. http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2011-okwinsalib14698&PHPSESSID=075d6ba1d769ad7dd2ecd8cd9b9c5cca (diakses tanggal 3 November 2011). Peach, M. J., Rucklidge M, W., Lain, J., Dodd P, H., Doherty, D, A., 2007, Ondansetron and Dexamethasone Dose Combinations for Prophylaxis
14
Against Postoperative Nausea and Vomiting. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pu bmed/17377086 (diakses 3 Mei 2012). Prados, J., Melquizo, C., Ortiz, R., Velez, C., Alvarez, P, J., Ruiz, M, A., et al., 2012. Doxorubicin-Loaded Nanoparticle: New Advances in Breast Cancer Therapy. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=Doxoru bicin-Loaded%20Nanoparticles%3A%20New%20Advances%20in%20Breas t%20Cancer%20Therapy. (diakses 3 Mei 2012). Priyanto, 2009, Farmakoterapi dan Terminologi Medis, 24-27, Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, Jabar. Seto, S., Nita, Y., & Triana, L., 2004, Manajemen Farmasi, 297, Airlangga University Press, Surabaya. Skeel, R. T., 2007, Handbook of Cancer Chemotherapy, Edisi 7, Ohio, Lippincott Williams and Wilkins. Sudarianto, 2010, Kasus Kanker Tertinggi di Sulsel : Kanker Payudara (online), (http://dinkes-sulsel.go.id/new/index.php?option=comcontent&task=view&id =175 , diakses 26 Oktober 2011) Stockley, I. H., 2008, Drug Interaction, Cambridge Universitas Press, Cambridge Sukandar, E, Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P., Kusnandar., 2008, Iso Farmakoterapi, 378-380, ISFI, Jakarta. Sukardja, I.D.G., 2000, Onkologi Klinik, Edisi 2, 257, 261,279, Airlangga University Press, Surabaya. Sutedja, AY, 2008, Mengenal Obat-Obat Secara Mudah dan Aplikasinya dalam Perawatan. 118-119, Yogyakarta: Amara Books. Tatro, D., 2001, Drug Interaction Facts, Edisi 6, Fact and Comparison AWolter Kluwers Company, St. Louis. Tjay, T.H., & Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi 6. 736-739, Jakarta: Gramedia. WHO, 2006, Guidelines for Management of Breast Cancer, World Health Organization, 73.
15