ETIKA BISNIS MASYARAKAT MUSLIM DALAM BERDAGANG (STUDI PENGAWASAN AKTIVITAS EKONOMI DI LINGKUNGAN LEMBAGA PENDIDIKAN PESANTREN ASSHIDDIQIYAH PUSAT)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh : ERI HERZEGOVINA FANSURI 1110046100150
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
ETIKA BISNIS MASYARAKAT MUSLIM DALAM BERDAGANG (STUDI PENGAWASAN AKTIVITAS EKONOMI DI LINGKUNGAN LEMBAGA PENDIDIKAN PESANTREN ASSHIDDIQIYAH PUSAT)
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
Skripsi merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Juni 2014
Eri Herzegovina Fansuri
iv
ABSTRAK
ERI HERZEGOVINA FANSURI, NIM 1110046100150, Etika Bisnis Masyarakat Muslim dalam Berdagang (Studi Pengawasan Aktivitas Ekonomi di Lingkungan Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat), Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 1435 H/2014M. Isi: xiv + 70 halaman + 16 lampiran, 25 literatur ( 1977-2012). Etika Bisnis sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas. Dalam hal ini pesantren yang dinilai sangat lekat dengan label Islami, apakah didalamnya memperhatikan aktivitas ekonomi. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah para pedagang di lingkungan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat sudah melakukan etika bisnis sesuai dengan syariat Islam dan apakah pihak pesantren melakukan pengontrolan atau pengawasan terhadap kegiatan bisnis tersebut. Metode penelitian ini dengan pendekatan kualitatif dengan metode analis deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan penelitian lapangan/survey, dan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi, wawancara dan angket. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis yang bersifat kualitatif dan kuantitatif, analisis kuantitatif dengan membuat persentase untuk mencari kesimpulan dengan menggunakan tabel frekuensi. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa etika bisnis di lingkungan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat belum sepenuhnya sesuai dengan syariat Islam, (81.82%) pedagang menjual makanan dan minuman yang halal, tapi masih adanya makanan dan minuman ringan yang kurang sehat yang dijual di pesantren ini. (81.82%) pedagang disini sudah menjaga kebersihan akan tempat berdagang dan alat-alat memasak. (81.82%) para pedagang di pesantren ini tidak mengambil keuntungan yang berlebihan dalam berjualan. Pihak pesantren kurang maksimal dalam melakukan pengontrolan atau pengawasan terhadap kegiatan bisnis tersebut. Kata Kunci: Etika Bisnis Islam, Pengawasan Aktivitas Ekonomi di Lingkungan Pesantren. Pembimbing I : Dr. H. Zainul Arifin Yusuf, M.Pd. Pembimbing II : Dr. Muhammad Maksum, S.A.g, MA.
v
KATA PENGANTAR
Rasa syukur serta rangkain puji senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan pemelihara dan pengatur semesta alam, Allah yang Maha Kuasa, berkat kehendak dan kuasanya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, suri tauladan kita dalam setiap aktivitas kehidupan. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai persyaratan untuk mendapatkan gekar S1 Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy). Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penulis juga menghaturkan segala bentuk masukan berupa kritik atau saran-saran yang bersifat membangun dalam menyempurnakan skripsi ini, mengingat kemampuan penulis yang masih terbatas dan terdapat banyak kekurangan-kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Disadari pula bahwa dalam penelitian skripsi ini serat dengan dialektika yang tidak mungkin terlupakan antara keyakinan dan kekhawatiran, serta harapan dan kenyataan yang mnejadi satu dalam membentuk mozaik penulisan skripsi ini. Seperti juga perjalanan studi yang penulis lalui, tidak ada pekerjaan sukses dilakukan dalam kesendirian. Dibalik keberhasilan selalu ada lingkaran lain yang memberi semangat, bimbingan, bantuan dan vi
do’a. Penulis sangat bersyukur kepada Allah SWT dan mengucapkan beribu banyak terima kasih atas bantuan dan jasa yang diberikan oleh semua pihak dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya Bapak/Ibu: 1. Dr. H. JM. Muslimin, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH selaku Ketua Program Studi Muamalat dan H. Abdurrauf, Lc, MA Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah membantu penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan skripsi ini. 3. Dr. H. Anwar Abbas, M.Ag., sebagai Pembimbing Akademik yang juga senantiasa mengingatkan penulis semasa mengikuti perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. 4. Dr. H. Zainul Arifin Yusuf, M.Pd., dan Dr. Muhammad Maksum, S.Ag., MA., selaku dosen pembimbing yang tidak kenal lelah meluangkan waktu dan memberikan sumbangan fikiran, serta arahan kepada penulis pada penyusunan skripsi ini. 5. Moh. Rezky Fitriady, sebagai Lurah Pondok, para pedagang dan para santri Pesantren Asshiddiqiyah Pusat yang telah membantu dan memberikan informasi dalam proses penyusunan skripsi ini. 6. Ayahanda tercinta Ahmad Syamsuri dan Ibunda Rahma tercinta yang telah mencurahkan do’a, kasih sayang, kesabaran dan dorongan spirit maupun materi serta pengorbanan yang selalu diberikan kepada penulis sehingga vii
penulis dapat mempersembahkan sesuatu yang mudah-mudahan dapat dijadikan kebanggaan. 7. Keluarga besar yang telah memberikan semangat dan do’a. 8. Vian Apfrizal yang telah memberikan masukan, semangat dan juga doa dalam proses penulisan skripsi ini. 9. Firman Ramadhani, Hanifatul Amelia, Fitria Ulfa, Tufah Silvia, Siti Fadhilah, Sekar Arum Dini, Ricka Khutami Putri, Shendy Yulian, Fitriana Wahyuni dan Rizky Amalia Fauroza yang telah memberikan semangat dan do’a. 10. Keluarga sekaligus sahabat seperjuangan PS.D.SQUAD Angkatan Tahun 2010 yang selalu memberikan masukan-masukannya dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah memberikan bantuan yang cukup besar sehingga penulis dapat lulus menjalani perkuliahan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak, semoga Allah SWT memberikan kemudahan atas semuanya. Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin. Jakarta, Juli 2014
Eri Herzegovina Fansuri viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................
iv
ABSTRAK ................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..............................................................................
vi
DAFTAR ISI .............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xiii
BAB I
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang ..........................................................
1
B.
Identifikasi Masalah ..................................................
3
C.
Pembatasan/Ruang Lingkup Masalah .......................
4
D.
Perumusan Masalah ..................................................
5
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
F.
1.
Tujuan Penelitian ...............................................
5
2.
Manfaat Penelitian ..............................................
6
Sistematika Penulisan ................................................
6
ix
BAB II
LANDASAN TEORI A.
Kerangka Konseptual .................................................
B.
Kerangka Teori 1.
Sumber Etika .......................................................
2.
Perbedaan Etika, Norma, dan Hukum
3.
8
9
a. Etika dalam Perspektif Islam ........................
10
b. Pengertian Etika Bisnis .................................
10
c. Definisi Etika Bisnis dalam Islam.................
11
d. Etika, Norma, Hukum ...................................
11
e. Prinsip Umum Etika Bisnis ...........................
13
f. Prinsip Dasar Etika Islami ............................
15
Perdagangan ........................................................ a. Pentingnya Perdagangan dalam Islam ...........
19
b. Prinsip Perdagangan Rasulullah.....................
20
c. Perdagangan dan Nilai Kejujuran ..................
22
d. Teori Harga ...................................................
24
e. Barang dan Jasa yang Di Haramkan dalam bermuamalah ....................................... 4.
C.
26
Konsep Pesantren a. Pesantren .......................................................
30
b. Pesantren Sebagai Lembaga Da’wah ............
31
Kerangka Berpikir .....................................................
33
x
D.
BAB III
Review Studi Terdahulu ............................................
METODE PENELITIAN A.
Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian....................................................
38
2.
Sumber Data........................................................
38
3.
Teknik Pengumpulan Data ..................................
39
4.
Subjek Objek Penelitian Data .............................
40
a. Sejarah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah .....
40
b. Tujuan Dasar Berdirinya Pondok Pesantren .
41
c. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ........
42
d. Struktur Organisasi .......................................
43
e. Sarana dan Prasarana.....................................
44
Teknik Analisis Data...........................................
45
B.
Teknik Penulisan ........................................................
46
C.
Hasil Penelitian ..........................................................
46
5.
BAB IV
33
ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam Para Pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ...................................................... B.
56
Analisis Pengawasan Dewan Sekolah Terhadap Aktivitas Ekonomi di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ................ xi
63
BAB V
PENUTUP A.
Kesimpulan ................................................................
67
B.
Saran...........................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
69
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
No.
Keterangan
Halaman
4.1
Pedagang bersikap ramah terhadap para pembeli
46
4.2
Pedagang menjual makanan dan minuman yang halal
47
4.3
Pedagang menjual makanan dan minuman yang sehat
47
4.4
Makanan dan minuman yang dijual dengan harga yang sesuai (sewajarnya)
48
4.5
Transaksi Secara Jujur
49
4.6
Puas dengan pelayanan para pedagang
49
4.7
Boleh berhutang jika membeli
50
4.8
Makanan dan minuman yang dijual halal
50
4.9
Makanan dan minuman yang dijual sehat
51
4.10
Selalu menjaga kebersihan
51
4.11
Makanan dan minuman dijual dengan harga yang sesuai
52
4.12
Mencatat pengeluaran dan pendapatan
52
4.13
Pembeli diperbolehkan untuk berhutang
53
4.14
Pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap para pedagang
53
4.15
Pihak pesantren melakukan pembinaan terhadap para pedagang
54
4.16
Makanan dan minuman yang dijual diseleksi dahulu oleh pihak
4.17
pesantren
54
Selalu bersikap ramah terhadap pembeli
55
xiii
4.18
Tabel penerapan konsep etika bisnis
56
4.19
Tabel pengawasan etika bisnis
63
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Allah SWT telah menetapkan aturan-aturan dalam menjalankan kehidupan ekonomi. Allah SWT telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia sehingga menguntungkan satu individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya. Demikian pula dalam Islam hal yang perlu diperhatikan adalah etika dalam bermuamalah, Islam sangat memperhatikan perilaku bisnis, bahkan sejak dahulu Rasulullah SAW telah menganjurkan cara bermuamalah yang didalamnya mencakup tentang perdagangan dengan cara yang bersih dari tipu daya dan mengajarkan kita untuk berbuat jujur serta menjunjung tinggi nilai keadilan. Ketika masyarakatnya berkembang, terstruktur menjadi sebuah organisasi, menjadi sebuah negara, maka muncul lembaga khusus yang mengawasi. Di Periode Umar Ibn Al Khatab, beliau selaku kepala Negara, sangat teliti dan hati-hati mengenai pelaksanan ketentuan tersebut. Beliau seringkali berkeliling ke pasar-pasar. Bahkan kadang-kadang beliau memberikan teguran keras kepada para pedagang yang melanggar aturan perdagangan dengan katakata: “Yang boleh berdagang di pasar ini hanya mereka yang memahami aturan-
1
2
aturan! Barang siapa mengambil keuntungan yang tidak pantas, baik secara sadar atau tidak akan dikenakan denda!”1 Belakangan ini, di Kementrian perdagangan
kita pun juga ada yang
dinamakan Dewan Pengawas Pasar, mereka mengawasi terutama mengontrol ukuran dan takaran. Apabila seseorang membeli minyak bahan bakar, ada lembaga yang mengawasi alat meteran untuk mengisi leteran itu yang dinamakan “diteran”. Dimana Dewan Pengawas Pasar ini mengontrol, melakukan pengecekan, dan inilah fungsi Dewan Pengawas Pasar. Kegiatan perdagangan yang dilakukan secara adil dan jujur akan menjadikan pedagang yang baik tidak ada persaingan yang tidak sehat di dalamnya yang dapat mengakibatkan meningkatnya harga barang-barang secara zalim yang sangat dilarang oleh Islam. Islam sangat melarang penipuan, untuk itu Islam sangat menuntut melakukan perdagangan yang Islami dilakukan secara jujur dan amanah. Di dalam praktik perdagangan tersebut, dilarang melakukan praktik yang mengandung unsur penipuan, riba, judi ketidakpastian, serta pengambilan untung yang berlebihan. Perdagangan yang dilakukan tidak hanya di pasar, melainkan di sebuah Pesantren atau Sekolah, dimana di dalamnya terdapat transaksi jual beli yang
1
Irfan Mahmud Ra’na, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn Al-Khatab, cet.II, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1977), h. 58-59.
3
dilakukan para santri dan para pedagang di kantin. Biasanya, di kantin tersebut menjual berbagai macam makanan dan minuman. Seperti yang dijelaskan di atas, pada zaman Rasulullah SAW dan periode Umar, beliau melakukan pengontrolan terhadap perilaku bisnis. Bagaimana yang dilakukan oleh Dewan Sekolah/Lembaga Pendidikan melakukan pengontrolan terhadap para pedagang yang berada di lingkungan sekolah dan terhadap para santri. Dengan demikian, penelitian ini sangat penting untuk dikaji, untuk mengetahui etika bisnis para pedagang di kantin sekolah. Hasil penelitian ini sangat berguna bagi para akademisi Ekonom Islam agar dapat dipelajari dan ditinjau
kembali
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
dalam
perdagangan. Penulis tertarik memilih tema ini karena ingin mengetahui apakah Dewan Sekolah /Lembaga Pendidikan melakukan pengontrolan perilaku bisnis, seperti apa yang dilakukan pada zaman Nabi dan Periode Umar.
B. Identifikasi Masalah Pokok masalah ini berkaitan dengan etika para pelaku bisnis yang melakukan kegiatan bisnisnya dengan perilaku menyimpang seperti penipuan, tidak jujur, dan lainnya. Sedangkan masalah yang terkait dengan pokok masalah tersebut adalah :
4
1. Apakah para Dewan sekolah/lembaga pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat melakukan pengontrolan terhadap pelaku bisnis yang berada di lingkungan lembaga pendidikan tersebut? 2. Apakah para pedagang di lingkungan lembaga Pesantren Asshiddiqiyah Pusat menjual makanan/minuman yang halal? 3. Apakah makanan yang berlabel halal itu diseleksi atau tidak oleh Dewan Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat? 4. Apakah terdapat unsur penipuan dalam kegiatan bisnis di lingkungan lembaga pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat? 5. Apakah di dalam lembaga pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat mengutamakan keuntungan dalam kegiatan bisnisnya?
C. Pembatasan/Ruang Lingkup Masalah Agar pembahasan ini tidak meluas dan tetap fokus pada permasalahan yang diangkat, maka penulis melakukan pembatasan pada penelitian ini. Penulis hanya membahas tentang etika bisnis pedagang di lingkungan sekolah, dan peran Dewan Sekolah/Lembaga Pendidikan terhadap perilaku bisnis di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat pada tahun 2014 dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode deskriptif analisis. Penulis tertarik memilih pesantren tersebut dikarenakan itu merupakan lembaga Islam yang di dalamnya diajarkan pengetahuan Islam secara mendalam dan aktivitasnya 24 jam di pesantren, apabila
5
perilaku bisnisnya tidak dikontrol bisa menjadi suatu penyimpangan dalam suatu aktivitas ekonomi Islam. Ruang lingkup ini hanya ditujukan kepada pedagang di lingkungan sekolah, pihak pesantren dan para santri.
D. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana para pedagang di Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat telah melakukan kegiatan berdagang sesuai dengan ajaran Islam?
2.
Bagaimana bentuk atau ragam pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Sekolah terhadap aktivitas ekonomi dalam melakukan pengawasan terhadap perilaku bisnis di Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah tersebut?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana para pedagang telah melakukan kegiatan berdagang sesuai dengan ajaran Islam, serta untuk mengetahui bagaimana ragam atau bentuk pengawasan Dewan sekolah/pesantren terhadap kegiatan bisnis di pesantren tersebut.
6
2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Menambah wawasan pengetahuan bagi akademisi mengenai etika bisnis Islam, serta dapat dipelajari dan ditinjau kembali untuk meningkatkan kesejahteraan dalam kegiatan bisnis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan bacaan dan masukan bagi masyarakat muslim, khususnya bagi mahasiswa, dosen, pemerintah dan instansi yang terkait dengan perekonomian khususnya dalam menangani penipuan yang terjadi dalam kegiatan bisnis. b. Manfaat Praktis Untuk kehidupan masyarakat luas penelitian ini sangat penting agar masyarakat muslim khususnya para pedagang semakin tahu bahwa etika bisnis dalam berdagang itu harus sesuai dengan syariat Islam. Selain itu, penelitian ini juga untuk menambah khasanah keilmuan dalam bidang Ekonomi Islam, dan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya. F. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini penulis membahas mengenai latar belakang masalah yang akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan.
7
BAB II
LANDASAN TEORI Pada bab ini berisikan tentang Teori Etika Bisnis, Teori Perdagangan dan Pesantren. Pada bab ini juga membahas Review Studi Terdahulu.
BAB III
METODE PENELITIAN Pada bab ini berisikan tentang metode penelitian yang didalamnya termasuk gambaran umum penelitian, teknik penulisan dan hasil penelitian.
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN Pada bab ini berisikan analisis hasil penelitian, Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam Para Pedagang di Pesantren Asshiddiqiyyah Pusat, dan Analisis Pengawasan Dewan Sekolah
Terhadap
Aktivitas
Ekonomi
di
Pesantren
Asshiddiqiyyah Pusat BAB V
PENUTUP Bab ini merupakan akhir dari pembahasan skripsi ini, yang berisi kesimpulan dari keseluruhan bab yang telah dijelaskan di atas dan saran-saran dari penulis.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kerangka Konseptual Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani Kuno ethos yang berarti sikap, cara berpikir, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, watak kesusilaan. Etika adalah prinsip, norma, dan standar perilaku yang mengatur individu maupun kelompok yang membedakan apa yang benar dan apa yang salah.1 Secara terminologis arti etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah Al-Qur‟an al khuluq. Untuk mendeskripsikan konsep kebajikan, Al-Qur‟an menggunakan sejumlah terminologi sebagai berikut: khair, bir, qist, „adl, haqq, ma‟ruf, dan taqwa.2 Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (Akhlak).3 Ethics (Etika) menurut Kamus Ekonomi Uang dan Bank adalah disiplin pribadi seseorang dalam hubungannya dengan lingkungan, lebih dari yang sekedar ditentukan oleh undang-undang. Misalnya yang ada di bidang akuntansi
1
A. Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah Teori dan Praktik The Celestial Management, ( Jakarta: Salemba Empat, 2010), h.9. 2 Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, cet.I, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.5. 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.IV, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.383.
8
9
di Indonesia, yakni Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang terbentuk pada tahun 1972.4 Bisnis menurut KBBI adalah usaha komersial dalam dunia perdagangan; bidang usaha; usaha dagang; bekerja di bidang.5 Bisnis menurut Kamus Ilmiah Serapan Disertasi Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah adalah bidang usaha; yang sifatnya mencari keuntungan; usaha di bidang komersial; usaha dagang.6
B.
Kerangka Teori 1. Sumber Etika Ketetapan „boleh‟ atau „tidak‟ dalam kehidupan manusia telah dikenal sejak manusia pertama, Adam dan Hawa. Prinsip „boleh‟ atau „tidak‟ tersebut berlanjut dan dilanjutkan oleh para nabi-nabi yang diutus oleh Allah kemudian termasuk Nabi Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad. Mereka diutus untuk merealisir ketentuan sang Pencipta dalam seperangkat regulasi agar dapat mengarahkan manusia hidup bahagia di dunia. Tata nilai itu diletakkan sebagai regulator kehidupan guna mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh tingkah laku manusia yang cenderung egoistis dan liar. Tata nilai itulah yang disebut dengan etika. 4
Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, cet.III, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2007), h.110. 5 Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, h.200. 6 AKA Kamarulzaman, dkk, Kamus Ilmiah Serapan Disertasi Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Absolut Jogja.
10
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.7 2. Perbedaan Etika, Norma, dan Hukum a.
Etika dalam Perspektif Islam Etika dalam pemikiran Islam dimasukkan dalam filsafat praktis (al hikmah al amaliyah) – bersama politk dan ekonomi. Berbicara tentang : sebagaimana seharusnya. Etika vs Moral. Moral = nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia – (prakteknya = akhlaq), Etika = ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk – (ilmunya – ilm al-akhlaq). Dalam disiplin filsafat, Etika sering dinamakan dengan Filsafat Moral.8
b.
Pengertian Etika Bisnis Etika Bisnis sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas. Dalam arti lain Etika Bisnis berarti seperangkat prinsip dan norma dimana para pelaku bisnis harus komit padanya dalam bertransaksi, berperilaku, dan berelasi guna mencapai “daratan” atau
7 8
h.31.
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika. Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, cet.I, ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),
11
tujuan-tujuan bisnisnya dengan selamat. Selain itu, etika bisnis juga dapat berarti pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis, yaitu refleksi tentang perbuatan baik, buruk, terpuji, tercela, benar, salah, wajar, tidak wajar, pantas, tidak pantas dari perilaku seseorang dalam berbisnis atau bekerja.9 c.
Definisi Etika Bisnis dalam Islam Secara sederhana mempelajari etika bisnis dalam Islam berarti mempelajari tentang mana yang baik/buruk, benar/salah dalam dunia bisnis berdasarkan kepada prinsip-prinsip moralitas. Moralitas disini, sebagaimana disinggung di atas berarti: aspek baik/buruk, terpuji/tercela, benar/salah, wajar/tidak wajar, pantas/tidak pantas dari perilaku manusia. Kemudian dalam kajian etika bisnis Islam susunan adjective di atas ditambah dengan halal-haram (degrees of lawful and lawful), menurut Husein Sahatah seperti dikutip oleh Faisal Badroen, dkk, menyatakan bahwa sejumlah perilaku etis bisnis (akhlaq al Islamiyah) yang dibungkus dengan dhawabith syariah (batasan syariah) atau general guideline menurut Rafik Isa Beekun.10
d.
Etika, Norma, dan Hukum Karena kaidah hukum itu melindungi kepentingan manusia maka harus ditaati, harus dilaksanakan, dipertahankan, dan bukan
9
Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.13. Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.62.
10
12
dilanggar. Tolak ukurnya ialah melanggar kaidah hukum atau tidak. Kesalahan orang diukur dengan kenyataan apakah ia melanggar kaidah hukum atau tidak. Kalau melanggar kaidah hukum itu salah, kalau tidak melanggar kaidah hukum itu baik, yang melanggar itu yang buruk. Telah dikemukakan bahwa asas hukum baik, yang melanggar itu yang buruk. Telah dikemukakan bahwa asas hukum itu didukung oleh pikiran bahwa dimungkinkan memisahkan antara baik dan buruk, karena itulah kaidah hukum itu disebut juga kaidah etis.11 Etik adalah usaha manusia untuk mencari norma baik dan buruk. Etik berasal dari kesadaran manusia merupakan petunjuk tentang perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk. Etik juga merupakan
penilaian
ataupun
kualifikasi
terhadap
perbuatan
seseorang. Bagaimanakah hubungan hukum dengan etik? Hukum dan etik merupakan dua sisi dari satu mata uang.12 Hukum ditujukan kepada manusia sebagai makhluk sosial. Hukum ditujukan kepada manusia yang hidup dalam ikatan dengan masyarakat yang terpengaruh oleh ikatan-ikatan sosial. Etik sebaliknya ditujukan kepada manusia sebagai individu, yang berarti bahwa hati nuraninya lah yang diketuk.13
11
Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2012), h.5. Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, h.5-6. 13 Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, h.6. 12
13
Menurut Drs. Achmad Charris Zubaik seperti dikutip oleh Faisal Badroen, dkk, menyatakan bahwa norma adalah „nilai yang menjadi milik bersama, tertanam dan disepakati semua pihak dalam masyarakat‟ yang berangkat dari nilai baik, cantik atau berguna yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan kemudian menghadirkan ukuran atau norma. Artinya norma bermula dari penilaian, nilai dan norma.14 e.
Prinsip Umum Etika Bisnis Yang dimaksud dengan prinsip umum atau tiang pancang etika bisnis dalam tulisan ini ialah hal-hal atau tepatnya karakter bisnis yang sangat menentukan sukses tidaknya sebuah bisnis, dan karakter ini suka atau tidak suka dan mau tidak mau, harus dimiliki oleh setiap pebisnis apalagi pebisnis Muslim/Muslimat yang menghendaki kesuksesan dalam berbisnis. Diantara tiang pancang etika bisnis yang dimaksudkan ialah:15 (1) Iktikad baik Iktikad artinya kepercayaan; keyakinan yang teguh (kuat). Juga bisa diartikan dengan kemauan dan maksud. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan iktikad baik dalam tulisan ini ialah kemauan, maksud atau tepatnya keyakinan yang baik
14
Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.6. Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, cet.I, (Jakarta: Kholam Publishing, 2008), h.309-314. 15
14
untuk melakukan bisnis dan memenuhi hal-hal yang bertalian dengan berbisnis. (2) Kejujuran Setiap akad (transaksi) dalam bisnis pasti dibangun oleh dua pihak atau malahan lebih. Akad itu sendiri terlahir atas persetujuan-persetujuan yang disepakati para pihak, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis. Jujur adalah lurus hati; tidak berbohong (misalnya dengan berkata apa adanya); tidak curang; tulus; ikhlas. Kejujuran adalah sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati); atau sifat yang suka akan kebenaran. (3) Kesetiaan/Kepatuhan Setia artinya berpegang teguh (pada janji, pendirian dan sebagainya); patuh; taat. Kesetiaan maksudnya keteguhan hati, ketaatan (dalam persahabatan, perhambaan dan sebagainya); taat (pada perintah, aturan dan sebagainya); berdisiplin; sedangkan kepatuhan artinya sifat patuh; keadaan patuh; atau ketaatan. Kesetiaan dan kepatuhan dini menjadi sangat penting dalam dunia bisnis. Lebih-lebih dunia bisnis Islami. Kesetiaan dipentingkan daripada di dunia barat sekarang ini. Kesetiaan itu mencakup hubungan antara suatu perusahaan dengan para pelanggannya dan perusahan lain, serta hubungan antara majikan
15
dengan karyawannya – dan hal ini berlaku secara timbal balik. Dalam hubungan dagang (bisnis), kesetiaan timbal balik antara pelanggan dengan para pemasok (supplier) langganannya sangat jelas. Di pasar eceran (sekalipun) para pelanggan tidak bisa berkeliling
mencari
barang
(shopping
around)
mereka
mendatangi toko langganannya, dengan demikian lebih baik untuk dapat mengenal pedagang langganannya itu. Suatu hal yang patut diingatkan disini ialah bahwa khusus dalam hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, misalnya perjanjian yang mengharamkan yang halal atau sebaliknya menghalalkan yang haram, etika bisnis Islam tidak membenarkan untuk melangsungkannya walaupun dengan dalih kejujuran dan kepatuhan. f.
Prinsip Dasar Etika Islami Ajaran etika dalam Islam pada prinsipnya manusia dituntut untuk berbuat baik pada dirinya sendiri, kepada manusia dan lingkungan alam di sekitarnya, dan kepada Tuhan selaku penciptaNya. Terdapat lima prinsip yang mendasari etika Islam: (1) Unity (Kesatuan) Merupakan refleksi konsep tauhid yang memadukan seluruh aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya menjadi keseluruhan yang homogen, konsisten dan
16
teratur. Adanya hubungan yang vertikal atau horizontal yaitu hubungan antarsesama manusia maupun manusia dengan penciptanya.16 (2) Equilibrium (Keseimbangan) Konsep ini hampir sama dengan konsep adil, berdimensi horizontal yang berhubungan dengan keseluruhan harmoni pada alam semesta. Maka, keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis. Praktik konsep ini dalam etika bisnis misalnya berlaku lurus dalam takaran atau timbangan.17 Dalam beraktifitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali kepada pihak yang tidak disukai. Pengertian adil diarahkan agar hak orang lain, hak lingkungan sosial, hak alam semesta dan hak Allah dan Rasulnya berlaku sebagai stakeholder dari perilaku adil seseorang. sebagaimana
Semua
hak-hak
mestinya
tersebut
(sesuai
aturan
harus
ditempatkan
syariah).
Tidak
mengakomodir salah satu hak di atas, dapat menempatkan
16
A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah “Teori dan Praktik The Celestial Management”, (Jakarta: Salemba Empat, 2010), h. 34. 17 A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah “Teori dan Praktik The Celestial Management”, h. 35.
17
seseorang tersebut kepada kedzaliman, karenanya orang yang adil akan lebih dekat kepada ketakwaan.18 Allah berfirman
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa, dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (3) Free Will (Kebebasan) Konsep ini berarti bebas memilih atau berkehendak sesuai etika atau sebaliknya. Ayat Al Qur‟an yang merupakan dasar dari konsep ini adalah “Dan katakanlah (Muhammad) kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa yang menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa menghendaki
18
Faisal Badoren, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.78.
18
(kafir) biarlah ia kafir” (QS.18:29). Jadi, saat seseorang menjadi muslim, ia harus menyerahkan kehendaknya kepada Allah.19 (4) Responsibility (Tanggung Jawab) Adalah
bentuk
pertanggungjawaban
kepada
setiap
tindakan. Menurut Sayid Quthb seperti dikutip oleh A. Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, menyatakan bahwa pertanggungjawaban
Islam
adalah
tanggung
jawab
prinsip yang
seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya, antara jiwa dan raga, antara orang dan keluarga, antara individu dan masyarakat,
serta
antara
masyarakat
dengan
masyarakat
lainnya.20 (5) Benevolence (Kebenaran) Kebenaran dalam konsep ini juga meliputi kebajikan dan kejujuran. Dalam bisnis, kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap, dan perilaku benar, yang meliputi proses transaksi, proses memperoleh komoditas, proses pengembangan produk, serta proses pengolahan keuntungan kebajikan merupakan sikap ihsan, tindakan yang dapat memberi keuntungan terhadap orang lain.21
19
A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah : Teori dan Praktik The Celestial Management”, h.35. 20 A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah : Teori dan Praktik The Celestial Management”, h.35. 21 A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah : Teori dan Praktik The Celestial Management”, h.36.
19
3. Perdagangan a.
Pentingnya Perdagangan di dalam Islam Perdagangan sebagai salah satu aspek kehidupan yang bersifat horizontal dengan sendirinya dapat berarti ibadah. Menurut Yaumidin seperti dikutip oleh Jusmaliani, dkk,
menyatakan bahwa usaha
perdagangan dalam ekonomi Islam merupakan usaha yang mendapatkan penekanan khusus, karena keterkaitannya langsung dengan sektor riil. Ekonomi Islam memang lebih menekankan sektor riil ini dibandingkan dengan sektor moneter. Penekanan khusus kepada sektor perdagangan tersebut tercermin misalnya pada sebuah hadis Nabi yang menegaskan bahwa dari sepuluh pintu rezeki, sembilan diantaranya adalah perdagangan.22 Islam juga menekankan sekali pada usaha-usaha yang produktif. Seseorang yang setiap waktu senantiasa beribadah didalam masjid, dan melalaikan bekerja mencari nafkah untuk keluarga serta dirinya sendiri, sehingga ia menggantungkan keperluannya kepada orang lain, maka orang lain tersebutlah yang akan menerima pahala ibadah yang ia kerjakan itu (hadis). Alquran sendiri dalam Surah Al-Jumu‟ah (62) ayat 10 telah menggariskan bahwa apabila seseorang telah melakukan shalat, lekaslah bertebaran di bumi untuk mencari karunia Allah SWT. Usaha
22
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, cet.I, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 22
20
perdagangan dalam pandangan ini merupakan salah satu dari usahausaha produktif yang dimaksud.23 Namun demikian, tidak semua usaha perdagangan dibolehkan, dan baik darinya yang tidak dibenarkan agama, baik karena cara-cara pelaksanaanya ataupun jenis barang yang diperdagangkannya. Secara eksplisit, ajaran Islam melarang orang memakan harta yang didapat secara tidak benar, atau secara tidak halal, dan salah satu cara yang dibenarkan atau dihalalkan adalah dengan perdagangan:24 “Janganlah kamu sekalian memakan hartamu yang kau peroleh dari sesama kamu dengan jalan yang tidak benar, kecuali dengan jalan perdagangan (dengan cara yang dibenarkan oleh agama)” (QS. AnNisa‟ (4):29). b.
Prinsip Perdagangan Rasulullah Dalam ilmu ekonomi, perdagangan secara konvensional diartikan sebagai proses saling tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Mereka yang terlibat dalam aktivitas perdagangan dapat menentukan keuntungan maupun kerugian dari kegiatan tukar-menukar secara bebas itu.25 Sebaliknya prinsip yang dasar perdagangan menurut Islam adalah adanya unsur kebebasan dalam melakukan transaksi tukar-
23
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 22. Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 22-23. 25 Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h.45. 24
21
menukar, tetapi kegiatan tersebut tetap disertai dengan harapan diperolehnya keridhaan Allah SWT, dan melarang terjadinya pemaksaan (QS. An-Nisa‟ (4):(29). Oleh karena itu, agar diperoleh suatu keharmonisan
dalam
sistem
perdagangan,
diperlukan
suatu
“perdagangan yang bermoral”. Rasululllah SAW, secara jelas telah memberi contoh tentang sistem perdagangan yang bermoral ini, yaitu perdagangan yang jujur dan adil serta tidak merugikan kedua belah pihak. Sabda Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Sa‟id menegaskan: “Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan dalam golongan para Nabi, golongan orang-orang jujur, dan golongan para syuhada”. Hadis tersebut menunjukkan bahwa dalam setiap transaksi perdagangan diperintahkan untuk lebih mengutamakan kejujuran dan memegang teguh kepercayaan yang diberikan orang lain, selain itu, dalam setiap transaksi perdagangan dituntut harus bersikap sopan dan bertingkah laku baik sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari: “Rahmat Allah atas orang-orang yang berbaik hati ketika ia menjual dan membeli serta ketika membuat keputusan”.26 Berdasarkan hadis tersebut nampak jelas bahwa Muhammad SAW telah mengajarkan untuk bertindak jujur dan adalah serta bersikap baik dalam setiap transaksi perdagangan. Dalam hal ini kunci 26
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 45-46.
22
keberhasilan dan kesuksesan Nabi dalam perdagangan diantaranya adalah dimilikinya sifat-sifat terpuji beliau yang sangat dikenal penduduk Mekkah kala itu, yaitu jujur (shidiq), menyampaikan (tabligh), dapat dipercaya (amanah), dan bjaksana (fathanah). Menurut Afzalurrahman seperti dikutip oleh Jusmaliani, dkk, menyatakan bahwa sikap terpuji itulah merupakan kunci kesuksesan Nabi dalam berdagang. Bersikap adil dan bertindak jujur merupakan prasyarat penting seseorang dalam melakukan perdagangan, di samping menjaga hubungan baik dan berlaku ramah tamah kepada mitra dagang serta para pelanggan. Pedagang yang tidak jujur, meskipun mendapat keuntungan yang besar, boleh jadi keuntungan tersebut sifatnya hanya sementara. Ini dikarenakan ketidakjujuran akan menghilangkan kepercayaan para pelanggan sehingga lama kelamaan akan memundurkan dan mematikan usahanya.27 c.
Perdagangan dan Nilai Kejujuran Selain berkaitan dengan pengertian yang sifatnya eskatologis, perdagangan dalam Islam merupakan salah satu konsep yang merujuk pada pengalihan hak kepemilikan harta kekayaan. Seperti halnya paham ekonomi konvensional, Islam sangat mengutamakan dan mengakui hak pemilikan individu atas harta kekayaan yang dimilikinya. Namun pengakuan terhadap hak individu tersebut disertai ketentuan-ketentuan
27
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 46.
23
yang mengikat. Antara lain disebutkan dalam pemilikan individu itu melekat didalamnya hak-hak orang lain, dan hal itu wajib diserahkannya (zakat). Juga seseorang tidak boleh memanfaatkan kepemilikan individu tersebut semaunya sendiri, seperti hidup secara boros, berperilaku kikir.28 Konsep penting dalam Islam yang mendasari pengalihan hak individu tersebut adalah ridha dan ikhlas, dan salah satu syarat penting untuk mencapai tingkat ridha dan ikhlas yang dimaksud adalah perilaku yang jujur. Akan tetapi, yang demikian ini sangat khusus sifatnya. Banyak cara yang dapat ditempuh dalam pengalihan kepemilikan, dan semuanya berlandaskan pada prinsip ridha atau ikhlas tersebut, diantaranya adalah shadaqah, infaq, dan hibah.29 Perdagangan
yang
didalamnya
mengandung
unsur
ketidakjujuran, pemaksaan, atau penipuan, seperti menimbun barang dengan mengorbankan kepentingan orang banyak, mencegat penjual di pasar, menyembunyikan informasi untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, mengurangi timbangan, menyembunyikan cacat barang dagangan, dan sebagainya, hukumnya tidak boleh (haram).30 Menurut Yafi dan Karim seperti dikutip oleh Jusmaliani, dkk, menyatakan bahwa dalam sejarah umat Islam sendiri, jelas bahwa 28
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 31. Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 32. 30 Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 32. 29
24
perdagangan
merupakan
salah
satu
sektor
terpenting
sumber
kemakmuran masyarakat Madani pada zaman Rasulullah dan zaman Khulafa‟ Ar-Rasyidin sesudahnya. Bisa dikatakan, perdagangan merupakan faktor penggerak sektor riil, tidak saja pada zaman Islam awal, tetapi juga sampai pada masa-masa sekarang.31 Sampai disini jelas sekali bahwa perdagangan merupakan masalah penting dan merupakan bagian yang penting pula dalam ekonomi Islam secara keseluruhan. Begitu pentingnya masalah perdagangan ini, sampai-sampai hal tersebut ditempatkan sebagai lawan kata atau yang dipertentangkan dengan ekonomi riba (prinsip dasar ekonomi konvensional). Dalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 275 misalnya, dengan
jelas
ditegaskan
“
…
Allah
menghalalkan
jual-beli
(perdagangan) dan mengharamkan riba …”32 Seperti yang telah disinggung di atas, diantara nilai-nilai terpenting sebagai landasan transaksi adalah kejujuran. Diantara nilainilai yang terkait dengan kejujuran, dan yang melengkapinya adalah amanah (terpercaya). d.
Teori Harga Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah seperti dikutip oleh Muhammad Amin Suma, menyatakan bahwa Harga (tsaman) ialah
31
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 32-33. Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 33.
32
25
ukuran/standar/kriteria (al-mi‟yar) yang dengannya dapat dikenali (ditaksir) nilai harta-kekayaan (al-mi‟yar alladzi bihi yu‟rafu taqwim alamwal). Harga, kata Ibn Qayyim lebih lanjut, wajib dibatasi dan dipatok sedemikian rupa supaya tidak (mudah) naik atau tidak (mudah) turun mengingat sifatnya yang spesifik dan akurat. 33 Diantara hal penting yang layak dikemukakan tentang persoalan teori harga dalam ekonomi Islam ialah penyerahannya kepada sistem pasar yang ditentukan oleh masyarakat pasar. Maksudnya, Islam pada dasarnya tidak campur tangan apalagi menentukannya secara konkrit tentang teori harga; karena Islam menyerahkan teori harga sepenuhnya kepada
mekanisme
pasar.
Termasuk
dalam
hal
pengambilan
keuntungan, misalnya berapa persen maksimal keuntungan yang boleh ditarik seorang pedagang atau suatu perusahaan dari modal – termasuk cost – yang telah dikeluarkan.34 Hanya saja, suatu hal yang layak dicatatkan disini ialah bahwa suatu ketika, Nabi Muhammad SAW pernah mengutus Urwah al-Bariqi, seraya Nabi memberinya uang satu dinar untuk dibelikan kurban (udhhiyah) atau seekor kambing; kemudian al-Bariqi membelikan uang yang satu dinar itu untuk dua ekor kambing. Lalu dia jual (kembali)
33
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, cet.I, (Jakarta: Kholam Publishing, 2008), h.184. 34 Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.184.
26
yang satu ekor dengan harga satu dinar, sehingga ia pun kemudian pulang dengan (membawa) seekor kambing dan satu dinar uang tunai (saya menyerahkannya kepada Nabi); dan Nabi-pun mendoa untuk alBariqi, “semoga Allah memberkahi jual-belinya, sehingga, jika al-Bariqi berjualan pasir (sekalipun), dia akan memperoleh keuntungan daripadanya” (hadis riwayat imam lima, kecuali an-Nasa‟i dari Urwah al-Bariqi).35 Dari hadis ini kita bisa memetik pemahaman bahwa tingkat pengambilan keuntungan masih bisa dilakukan sampai sebesar 100%. Pembelian seekor kambing dengan harga setengah dinar, yang kemudian dijual dengan harga satu dinar oleh al-Bariqi, dan kemudian dibenarkan oleh Nabi; ini mengisyaratkan tentang pembolehan pengambilan keuntungan sampai 100%. Sebab, kalau tidak diperkenankan, tentu Nabi tidak akan membenarkan tindakan al-Bariqi di atas dan tidak mungkin mendoakannya.36 e.
Barang dan Jasa yang Diharamkan dalam Muamalah Secara umum, Islam pada dasarnya mempersilakan manusia untuk mengonsumsi apa saja yang mereka kehendak dan mereka kuasai dari apa saja yang ada di bumi, sejauh barang-barang yang
35
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
36
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
h.185. h.185.
27
dikonsumsinya itu benar-benar halal lagi baik (halalan thayyiban; lawful and good). Dengan kalimat lain, Islam jelas menghalalkan barang (makanan/minuman dan lain-lain) yang baik-baik (at-thayyibat; lawful). Pada saat bersamaan, Islam juga tegas mengaharamkan seseorang dari kemungkinan mengonsumsi makanan/minuman lain-lain yang burukburuk (al-khabitsat; unlawful).37 Hal ini dapat dipahami dari sejumlah ayat al-Qur‟an diantaranya: Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Al-halal, al-hilal atau al-halil, adalah lawan dari kata al-haram, artinya halal. Sedangkan thayyib secara harfiah berarti baik, bagus, lezat, nyaman, dan sehat. Kata al-Ashafani, makna asal at-thayyib ialah sesuatu yang oleh indera maupun nafsu dianggap lezat (matastalidzdzuh al-hawass wa-ma tastalidzdzuh al-nafs). Yang dimaksud dengan at-thayyib (makanan yang baik) dalam konteks syariah ialah makanan yang memenuhi (kriteria) boleh dari sisinya yang manapun 37
h.185.
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
28
misalnya dari sisi bahan bakunya, dari sisi kadar/ukurannya, dari sisi tempat atau asal-usulnya, dari sisi kebersihan dan dari sisi kebaikannya untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dari sisi bahan baku, tidak boleh ada bahan baku yang haram. Dari sisi kadar/ukuran,tidak boleh melampaui batas yang diperlukan (kebutuhan), bukan keinginan hawa nafsu. Dari sisi perolehan, jelas asal-usulnya dalam pengertian bersumber dari hal-hal yang halalanthayyiban. Dari sisi kebersihan dan kesehatan, dapat dipertanggungjawabkan secara agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula dengan efek dari produk yang dihasilkan, baik itu untuk jangka pendek maupun jangka panjang.38 Suatu hal yang mutlak perlu diingatkan disini ialah bahwa barangbarang konsumtif ini ketika dihubungkan dengan teknologi terutama pengolahan produk pangan di zaman modern sekarang ini mudah tercampur atau bahkan dicampuri dengan barang-barang haram atau paling sedikit diragukan kehalalannya. Teknologi yang diterapkan dalam pengolahan makanan (produk pangan) antara lain: pembersihan, sortasi,
grading,
pengupasan, pengecilan
ukuran, pencampuran,
pemisahan, pemekatan, fermentasi, pemanasan, irradiasi, pengeringan, pendinginan, proses pengawetan non thermal, pelapisan, pencetakan,
38
h.187.
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
29
dan pengemasan. Meskipun demikian terdapat teknologi
yang
mempengaruhi status halal-haramnya produk yang dihasilkan yaitu teknologi penyembelihan, meskipun karena satu dan lain hal juga tidak akan dibahas didalam buku ini.39 Kehalalan produk pangan dewasa ini semakin terancam manakala dihubungkan dengan teknologi pengolahan dan terutama bahan pangan (bahan baku, bahan penolong maupun bahan tambahan) yang mudah tercampur atau dicampur. Terutama produk pangan yang secara umum terdiri atas tiga macam komponen utama yakni: protein, lemak dan karbohidrat. Kerawanan produk pangan terutama terletak pada protein dan lemak yang berasal usul dari hewan (protein dan lemak hewani). Disinilah terletak arti penting dari hikmah pengharaman bangkai dan babi itu secara dzati dan bersifat mutlak, demi jaminan proteksi atas makanan dan minuman Islami yang berlebelkan “halalan thayyiban”, dan dari kemungkinan tercampur apalagi sengaja dicampur dengan bahan-bahan pangan yang nyata-nyata diharamkan atau paling sedikit mengandung unsur-unsur khaba‟its (keburukan) sebagaimana disinyalir dalam ayat-ayat al-Qur‟an yang telah dikutibkan dan diuraikan sebelum ini.40
39
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
40
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
h.194. h.194-195.
30
Belakangan disinyalir banyak produk makanan dan atau minuman serta kosmetik atau bahkan juga alat-alat kebersihan dan penyucian (semisal sabun, sikat gigi dan lain-lain) yang tercampur atau sengaja dicampuri dengan bahan-bahan yang haram (khususnya bangkai dan babi) atau bahan-bahan baku yang jelas-jelas mengandung bahaya (mudarat) misalnya bahan-bahan pengawet dan pewarna seperti formalin dan lain-lain. Disinilah pula terletak arti penting dari kehadiran tuntunan al-Islam tentang konsep dan resep hidup sehat melalui makanan dan minuman yang halalan thayyiban. Moto pemerintah yang mendengungkan konsep dan resep “Empat Sehat Lima Sempurna (nasi, lauk pauk, sayur-mayur, buah-buahan dan susu)”, sudah harus disempurnakan menjadi “Empat Sehat Lima Sempurna, Enam Halal Tujuh Thayyib” (nasi, lauk pauk, sayur mayur, buah buahan, susu, halal dan thayyib).41 4. Konsep Pesantren a.
Pesantren Pesantren, jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenpus. Pendidikan ini semula pendidikan agama Islam yang dimulai sejak
41
h.195.
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
31
munculnya masyarakat Islam di Nusantara pada abad ke -13. Beberapa abad kemudian penyelenggaraan
pendidikan ini semakin teratur
dengan munculnya tempat-tempat pengajian (“nggon ngaji”). Bentuk ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), yang kemudian disebut pesantren. Secara umum pesantren memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: 1) lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi aladin) dan nilai-nilai Islam (Islamic Values), 2) lembaga kegamaan yang melakukan kontrol sosial (social control), dan 3) lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social engineering).42 b.
Pesantren Sebagai Lembaga Da‟wah Pengertian sebagai lembaga da‟wah benar melihat kiprah pesantren dalam kegiatan melakukan da‟wah dikalangan masyarakat, dalam arti kata melakukan suatu aktifitas menumbuhkan kesadaran beragam atau melaksanakan ajaran-ajaran agama secara konsekuen sebagai pemeluk agama Islam.43 Sebenarnya secara mendasar seluruh gerakan pesantren baik didalam maupun diluar pondok adalah bentuk-bentuk kegiatan
42
Matsuki, dkk, Manajemen Pondok Pesantren, cet.II, (Jakarta: Diva Pustaka,2005), h. 6. M.Bahri Ghazali, Pendidikann Pesantren Berwawasan Lingkungan “Kaus Pondok Pesantren An-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura”, cet.I, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), h. 38. 43
32
da‟wah, sebab pada hakekatnya pondok pesantren berdiri tak lepas dari tujuan agama secara total. Keberadaan pesantren di tengah masyarakat merupakan suatu lembaga yang bertujuan menegakkan kalimat Allah dalam pengertian penyebaran agama Islam agar pemeluknya memahami Islam dengan sebenarnya. Oleh karena itu kehadiran pesantren sebenarnya dalam rangka da‟wah Islamiah. Hanya saja kegiatan-kegiatan pesantren dapat dikatakan sangat beragam dalam memberikan pelayanan untuk masyarakatnya. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang itu tidak lepas dari tujuan pengembangan agama.44
44
M.Bahri Ghazali, Pendidikann Pesantren Berwawasan Lingkungan “Kaus Pondok Pesantren An-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura”, h. 38.
33
B. Kerangka Berpikir ETIKA BISNIS ISLAM
Dewan Pengawas/Pengontrolan (Para Pembesar Pesantren/Sekolah/Kyai)
-
-
D.
Pedagang Muslim di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat Para Santri
-
Makanan/Minu man yang Halal Makanan/Minu man yang Sehat Transaksi Jual beli
Pedagang Muslim di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat
Review Studi Terdahulu No. 1.
Aspek Perbandingan Judul
Studi Terdahulu
Rencana Skripsi
“Implementasi Etika Bisnis Islam Dalam Menghadapi Persaingan Usaha” (Erik Lesmana, Mahasiswa Program Studi Muamalat Perbankan Syariah UIN 2010).
Etika Bisnis Masyarakat Muslim Dalam Berdagang (Studi Pengawasan Aktivitas Ekonomi di Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat.
34
Fokus
Fokus Penelitian ini yaitu ingin mengetahui tentang ada tidaknya pengaruh persaingan dan pemahaman etika bisnis terhadap perilaku dagang.
Metode Penelitian
Penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan Regresi Linear Sederhana sebagai alat analisis.
Tempat waktu
2.
Judul
Fokus
dan Penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2010 di Pasar Ciputat Tangerang “Etika Bisnis Islam Dalam Persaingan Usaha Pada PT. Asuransi Syari‟ah Mubarakah” (Zulkipli, Mahasiswa Program Studi Muamalat Asuransi Syariah 2010) Fokus penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana persaingan
Fokus Penelitian ini yaitu ingin mengetahui apakah para pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat sudah menerapkan etika bisnis sesuai syariat Islam dalam berdagang dan apakah pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap kegiatan bisnis tersebut. Penelitian survei dan wawancara serta penyebaran kuesioner dengan pendekatan kualitatif, menggunakan tabel frekuensi dan deskriptif analis. Penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2014 di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat. Etika Bisnis Masyarakat Muslim Dalam Berdagang (Studi Pengawasan Aktivitas Ekonomi di Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat. Fokus Penelitian ini yaitu ingin mengetahui apakah para pedagang di
35
asuransi syariah pada PT.Mubarakah, sesuai dengan norma atau etika bisnis Islam.
Metode Penelitian
Tempat Waktu
3.
Penelitiam survei dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan Regresi Linear Sederhana sebagai alat analisis.
dan Penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2010 di PT.Asuransi Syari‟ah Mubarakah yang beralamat di Jalan Raya Sudirman kav 22-23, Barclays Building, lt 17-18, Jakarta Selatan. Judul (Tesis) Implementasi Etika Bisnis Islam “Memotret Moralitas Pedagang Kakako di Kabupaten POLMAS, Sulawesi Barat), (Muhammad Aswad, Mahasiswa Pasca Sarjana (S2) Program Studi Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005).
Pesantren Asshiddiqiyah Pusat sudah menerapkan etika bisnis sesuai syariat Islam dalam berdagang dan apakah pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap kegiatan bisnis tersebut. Penelitian survei dan wawancara serta penyebaran kuesioner dengan pendekatan kualitatif, menggunakan tabel frekuensi dan deskriptif analis. Penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2014 di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat.
Etika Bisnis Masyarakat Muslim Dalam Berdagang (Studi Pengawasan Aktivitas Ekonomi di Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat.
36
Fokus
Metode Penelitian
Tempat Waktu Penelitian
4.
Judul
Fokus penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana implementasi etika bisnis pedagang kakao di kab, Polmas dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.
Penelitian yang dilakukan di kajian tesis ini menggunakan penelitian deskriptif, dengan menggunakan analisis statistik, dengan analisis data deskriptif kualitatif. dan Kabupaten Polmas, baik di suatu lokasi tertentu atau gudang tempat pembelian kakao. Etika Bisnis Multi Qreasi Networkindo (MQ-NET) Dalam Perspektif Ekonomi Islam. (Cecep Castrawijaya, Mahasiswa Pascasarjana, Program Studi Ekonomi ISLAM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005)
Fokus Penelitian ini yaitu ingin mengetahui apakah para pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat sudah menerapkan etika bisnis sesuai syariat Islam dalam berdagang dan apakah pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap kegiatan bisnis tersebut. Penelitian survei dan wawancara serta penyebaran kuesioner dengan pendekatan kualitatif, menggunakan tabel frekuensi dan deskriptif analis. Penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2014 di Pesantren Asshidiqiyah Pusat. Etika Bisnis Masyarakat Muslim Dalam Berdagang (Studi Pengawasan Aktivitas Ekonomi di Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat.
37
Fokus
Fokus pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana etika bisnis Multilevel Marketing Multi Qreasi Networkindo dalam perspektif ekonomi Islam).
Metode Penelitian
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menggunakan analisis data deskriptif kualitatif.
Tempat Waktu
dan Penulis mengambil secara acak member atau anggota dari MQNet, pada tahun 2005,
Fokus Penelitian ini yaitu ingin mengetahui apakah para pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat sudah menerapkan etika bisnis sesuai syariat Islam dalam berdagang dan apakah pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap kegiatan bisnis tersebut. Penelitian survei dan wawancara serta penyebaran kuesioner dengan pendekatan kualitatif, menggunakan tabel frekuensi dan deskriptif analis. Penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2014 di Pesantren Asshidiqiyah Pusat.
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu kualitatif dengan pendekatan
deskriptif,
yaitu
penulis
mengembangkan
konsep
dan
mengumpulkan fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa. Penelitian ini juga menggunakan deskriptif analis yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggambarkan permasalahan yang didasarkan pada data yang ada, kemudian dianalisis lebih lanjut untuk ditarik kesimpulannya. 2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a.
Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang didapat melalui sumber pertama yaitu Dewan Sekolah/Pihak Pesantren , pedagang di lingkungan sekolah dan para santri. Jenis data yang dalam penelitian ini yaitu jenis data kualitatif dengan menggunakan instrumen pedoman wawancara atu interview guide, yaitu berisi daftar pertanyaan yang sifatnya terbuka, atau jawaban bebas agar diperoleh jawaban yang lebih luas serta mendalam. Selain itu, penulis juga menyebarkan kuesioner kepada para pedagang dan para santri sebagai konsumen.
b.
Data sekunder yaitu data yang didapat melalui studi kepustakaan yang berhubungan dengan materi penelitian ini, yaitu Etika Bisnis Islam, baik
38
39
buku-buku teraktual yang terkait dengan penelitian, hasil riset terdahulu atau karya ilmiah lainnya, dan media komunikasi seperti internet, portal berita, jurnal, majalah, koran, serta berbagai literatur lainnya. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: a.
Studi Pustaka (library research) Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dokumentasi yang berkaitan dengan Etika Bisnis Islam yang diperoleh dari buku-buku, artikel, jurnal, serta mailing list (website/internet). Langkah dalam pelaksanaan studi kepustakaan ini adalah dengan cara membaca, mengutip untuk menganalisa dan merumuskan hal-hal yang dianggap perlu untuk memenuhi data dalam penulisan penelitian ini.
b.
Studi Lapangan (field research) Metode ini dilakukan untuk memperoleh data yang akurat dengan cara mendatangi langsung objek penelitian. Untuk memperoleh data dari lapangan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: (1) Pengumpulan data dengan cara observasi, yakni penulis berkontribusi langsung dalam kegiatan jual-beli para pedagang sehari-hari dari tanggal 27 Mei 2014 s/d 11 Juni 2014. Selama melakukan kegiatan ini, penulis dapat langsung mengamati dan mencatat semua hal yang
40
berkaitan dengan aktivitas ekonomi para pedagang di lingkungan pesantren Asshiddiqiyah Pusat. (2) Pengumpulan data dengan cara wawancara (interview), Yaitu pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan kepada pihak responden yang mampu memberikan informasi yang berguna bagi penelitian ini, selanjutnya jawaban responden dicatat atau direkam. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada Pihak Pesantren yaitu Lurah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat dan para pedagang di lingkungan pesantren yang mampu memberikan informasi guna menunjang penulisan penelitian ini. Selain itu, peneliti juga melakukan penyebaran kuesioner kepada para pedagang dan para santri sebagai konsumen yang dipilih secara random, guna untuk memperkuat hasil penelitian dari observasi dan wawancara. 4. Subjek-Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pesantren Asshiddiqiyah Pusat yang beralamat di Jalan Panjang, Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. a. Sejarah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pondok pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada bulan Rabi‟ul Awal 1406 H (1 Juli 1985 M). Pondok Pesantren Asshiddiqiyah pertama kali didirikan oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar SQ. Putra salah satu Kyai besar Jawa Timur yang berasal dari Banyuwangi, yaitu KH.
41
Iskandar. Di atas tanah yang diwaqafkan oleh H. Abdul Ghono Dja‟ani (Haji Oon), putra dari KH. Abdul Shiddiq di kawasan kelurahan Kedoya Selatan, Kebon Jeruk yang saat itu dipenuhi rawa dan sawah. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah diasuh oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka sepuluh cabang yang tersebar di beberapa daerah, yaitu: Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II, Batuceper Tangerang Banten. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah III, Cilamaya Karawang Barat. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IV Serpong Tanggerang Banten. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah V Cijeruk Bogor Jawa Barat. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VI, Sukabumi Jawa Barat. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VII, Way Kanan Lampung. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VIII, Musi Banyuasin, Palembang Sumatera Selatan. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IX, Putra Buyut Lamung Tengah, dan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah X di Cianjur Jawa Barat. b. Tujuan Dasar Berdirinya Pondok Pesantren Selain memiliki kerangka umum pendidikan formal di satu sisi dan kerangka khusus kurikulum kepesantrenan di sisi lain, sesuai dengan trilogi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang menjadi tujuan dasar berdiri, yaitu:
42
1)
Menguasai Ilmu pengetahuan dan Teknologi, serta membangun Iman dan Taqwa secara lebih mendalam.
2)
Berakhlakul karimah, sebagai dasar dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air.
3)
Menguasai bahasa asing, dalam hal ini yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris seiring perkembangan zaman dengan tanpa meninggalkan soko guru daripada dasar kependidikan Islam.
c. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kedoya Kebon Jeruk ini adalah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang pertama kali berdiri dan menjadi pelopor berdirinya beberapa cabang Pondok Pesantren Asshiddiqiyah di beberapa tempat lainnya. Jumlah santri SMP Islam dan Madrasah Aliyah Manba‟ul
Ulum,
yaitu
625.
Jumlah
Santri
Ma‟had
Aitam
Saa‟idusshiddiqiyah, yaitu 90. Jumlah Mahasantri Ma‟had „Aly, yaitu 80 orang. Disini terdapat Asrama, yang terdiri dari Asrama Putra 38 Kamar, Asrama Putri 28 Kamar. Disini juga terdapat 30 kelas untuk putra dan putri. Disini juga menjadi tempat kediaman pengasuh pondok Pesantren Asshiddiqiyah Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ, beserta istri Ibu Nyai Hj. Noerjazilah, BA, dan kelima anaknya. Unit kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat:
43
1)
SMP Islam Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah.
2)
Madarasah Aliyah Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah.
3)
Ma‟had Aitam Saa‟idusshiddiqiyah (Tahfidzul Qur‟an).
4)
Ma‟had „Aly Saa‟idusshiddiqiyah (Sekolah Tinggi Agama Islam, setara Strata 1).
d. Struktur Organisasi Di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ini memiliki struktur organisasi yang pada tingkat paling atas yaitu Pengasuh (Mudhirul- „Aam). Pengasuh yang membawahi Sekretaris, Bendahara, Pengasuh Lokal Setiap Pesantren (Khadimul Ma‟had) dan Asisten Pengasuh Bidang Pendidikan dan Pengajaran. Sekretaris membawahi Kesekretariatan dan Bendahara membawahi Bagian Keuangan. Pengasuh Lokal Setiap Pesantren (Khadimul Ma‟had) membawahi Lurah pondok, Kepala Bagian Rumah Tangga, Kepala Bagian Ekstrakulikuler, Pembina Ospa, Kepala Bagian Humas, Koord. Majlis Ta‟lim Koordinasi, Kepala Bag. Kemanan, Kepala Bagian Ta‟mir Masjid, Kepala SMP, Kepala Madrasah Diniyah, Kepala Ma‟had Aitam dan Kepala Ma‟Had Aly. Kepala Madrasah yang membawahi Kepala Bagian Al-Qur‟an, Kepala Bagian Kitab Salaf, dan Kepala Bagian Bahasa. (struktur organisasi terlampir).
44
e. Sarana dan Prasarana 1)
Kantor Ma‟hadul Aitam
2)
Kantor Ekstrakulikuler
3)
Kantor Perizinan
4)
Kantor PSB (Penerimaan Santri Baru)
5)
Kantor Madrasah Diniyah
6)
Ruang Guru Madrasah Diniyah
7)
Perpustakaan Madrasah Diniyah
8)
Kantor OSPA dan Pembinaan OSPA
9)
Kantor Ta‟mir Masjid
10) Kantor Keuangan Putra 11) Lab. Bahasa 12) Lab. Ipa 13) Lab. Komputer SMP 14) Aula 15) Ruang Audiovisual SMP 16) Ruang Penginapan Tamu 17) Ruang Tamu dan Kantor OSPA Putri 18) Lab. Komputer Aliyah 19) Perpustakaan 20) Kantor Madrasah Aliyah 21) Ruang Guru MA
45
22) Kantor SMP 23) Ruang Guru SMP 24) Kantor Maha Santri Ma‟had Aly 25) Perpustakaan Ma‟had Aly 26) Aula Serbaguna 27) Aula Pendopo 28) Kantor Sekretariat 29) Kantor Lurah 30) Ruang Radio 31) Sanggar Pramuka 32) Kantor Dewan Pimpinan 33) Ruang Bidang Rapat Subjek penelitian ini adalah Pihak Pesantren yaitu Lurah Pondok, para pedagang, dan para santri yang dipilih secara random. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dengan mengolah data yang diperoleh dari narasumber wawancara yaitu Lurah Pondok dan para pedagang. Sedangkan analisis kuantitatif yaitu dengan membuat persentase dari hasil angket yang diberikan kepada para pedagang dan para santri, dengan menggunakan tabel frekuensi untuk memperoleh suatu kesimpulan.
46
B. Teknik Penulisan Teknik penulisan penelitian ini merujuk pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2012. C. Hasil Penelitian Dalam bab ini penulis akan menjelaskan hasil penelitian terhadap faktafakta yang terjadi di lapangan “Pesantren Asshiddiqiyah Pusat”. Data-data objektif berupa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah penulis peroleh dari 11 pedagang dan 80 santri yang dipilih secara acak di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat. 1. Dari responden (Santri) ini didapat data yang berupa tabel sebagai berikut: a. Pedagang bersikap ramah terhadap para pembeli Tabel 4.1 No.
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Jenis Kelamin Laki-laki
Ya
Tidak
Ya
Tidak
1.
Tingkat Sekolah SMP
20
1
25%
1.25%
2.
SMP
Perempuan
7
12
8.75%
15%
3.
SMA
Laki-laki
7
9
8.75%
11.25%
4.
SMA
Perempuan
9
15
11.25%
18.75%
Dari tabel di atas, diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (25%) dan Perempuan sebesar (8.75%), SMA Laki-laki sebesar (8.75%) dan Perempuan sebesar (11.25%). Untuk yang menjawab Tidak,
47
SMP Laki-laki sebesar (1.25%), Perempuan (15%). SMA Laki-laki sebesar (11.25%), dan Perempuan (18.75%). b. Pedagang menjual makanan dan minuman yang halal Tabel 4.2 No.
Kategori
Frekuensi
Persentase (%) Ya
Jenis Kelamin Laki-laki
Ya
1.
Tingkat Sekolah SMP
Tidak
2.
SMP
Perempuan
18
1
22.5%
1.25%
3.
SMA
Laki-laki
13
3
16.25%
3.75%
4.
SMA
Perempuan
24
21
Tidak
26.25%
30%
Dari tabel di atas , diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Lakilaki sebesar (26.25%) dan Perempuan sebesar (22.5%), SMA Laki-laki sebesar (16.25%) dan Perempuan sebesar (30%). Untuk yang menjawab Tidak, yaitu SMP Perempuan sebesar (1.25%), dan SMA Laki-laki sebesar (3.75%). c. Pedagang menjual makanan dan minuman yang sehat Tabel 4.3 No.
1. 2. 3. 4.
Kategori Tingkat Jenis Sekolah Kelamin SMP Laki-laki SMP Perempuan SMA Laki-laki SMA Perempuan
Frekuensi Ya Tidak 12 2 5 5
9 17 11 19
Persentase (%) Ya Tidak 15% 2.5% 6.25% 6.25%
11.25% 21.25% 13.75% 23.75%
48
Dari tabel di atas, diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (15%), Perempuan (2.5%), SMA Laki-laki (6.25%) dan Perempuan (6.25%). Untuk yang menjawab Tidak, SMP Laki-laki sebesar (11.25%), Perempuan sebesar (21.25%). SMA Laki-laki (13.75%) dan Perempuan (23.75%). d. Makanan dan minuman yang dijual dengan harga yang sesuai (sewajarnya) Tabel 4.4 No.
1. 2. 3. 4.
Kategori Tingkat Jenis Sekolah Kelamin SMP Laki-Laki SMP Perempuan SMA Laki-Laki SMA Perempuan
Frekuensi Ya Tidak 15 11 5
6 19 5 19
Persentase (%) Ya Tidak 18.75% 13.75% 6.25%
7.5% 23.75% 6.25% 23.75%
Dari tabel di atas, diketahui yang mejawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (18.75%), SMA Laki-laki sebesar (13.75%) dan Perempuan (6.25%). Untuk yang menjawab Tidak, SMP Laki-laki sebesar (7.5%), dan Perempuan sebesar (23.75%). Untuk SMA Laki-laki sebesar (6.25%) dan Perempuan sebesar (23.75%).
49
e. Transaksi Secara Jujur Tabel 4.5 No.
Kategori
Frekuensi
Persentase (%) Ya
Jenis Kelamin Laki-laki
Ya
1.
Tingkat Sekolah SMP
Tidak
2.
SMP
Perempuan
18
1
22.5%
1.25%
3.
SMA
Laki-laki
15
1
18.75%
1.25%
4.
SMA
Perempuan
24
21
Tidak
26.25%
30%
Dari tabel di atas, diketahui yang mejawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (26.25%) dan Perempuan sebesar (22.25%), SMA Laki-laki sebesar (18.75%) dan Perempuan (30%). Untuk yang menjawab Tidak, SMP Perempuan sebesar (1.25%). Untuk SMA Laki-laki sebesar (1.25%). f. Puas dengan pelayanan para pedagang Tabel 4.6 No.
1. 2. 3. 4.
Kategori Tingkat Jenis Sekolah Kelamin SMP Laki-laki SMP Perempuan SMA Laki-laki SMA Perempuan
Frekuensi Ya Tidak 12 4 3 2
9 15 3 22
Persentase (%) Ya Tidak 15% 5% 3.75% 2.5%
11.25% 18.75% 16.25% 27.5%
Dari tabel di atas, diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (15%) dan Perempuan sebesar (5%), SMA Laki-laki sebesar (3.75%) dan Perempuan sebesar (2.5%). Untuk yang menjawab Tidak,
50
SMP Laki-laki sebesar (11.25%), Perempuan (18.75%). SMA Laki-laki sebesar (16.25%), dan Perempuan (27.5%). g. Boleh berhutang jika membeli Tabel 4.7 No.
Kategori Tingkat Jenis Sekolah Kelamin SMP Laki-laki SMP Perempuan SMA Laki-laki SMA Perempuan
1. 2. 3. 4.
Frekuensi Ya Tidak 21
Persentase (%) Ya Tidak 26.25%
19 5 16
11 8
13.75% 10%
23.75% 6.25% 20%
Dari tabel di atas, diketahui diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (26.25%), SMA Laki-laki sebesar (13.75%) dan Perempuan sebesar (10%). Untuk yang menjawab Tidak, SMP Perempuan (23.75%), SMA Laki-laki sebesar (6.25%), dan Perempuan (20%). 2. Dari responden (Pedagang) ini didapat data yang berupa tabel sebagai berikut: a. Makanan dan minuman yang dijual halal Tabel 4.8 No. 1. 2. 3. 4. 5.
JawabanResponden Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Ragu-Ragu Setuju Sangat Setuju
Frekuensi
Persentase(%)
9 2
81.82% 18.18%
51
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Setuju sebesar (81.82%) dan Sangat Setuju sebesar (18.18%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju yaitu sebesar (81.82%). b. Makanan dan minuman yang di jual sehat Tabel 4.9 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Ragu-Ragu Setuju Sangat Setuju
Frekuensi
Persentase (%)
9 2
81.82% 18.18%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat setuju sebesar (81.82%) dan Sangat Setuju sebesar (18.18%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju yaitu sebesar (81.82%). c. Selalu menjaga kebersihan Tabel 4.10 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Ragu-Ragu Setuju Sangat Setuju
Frekuensi
Persentase (%)
9 2
81.82% 18.18%
52
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat setuju sebesar (81.82%) dan sangat setuju sebesar (18.18%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju yaitu sebesar (81.82%). d. Makanan dan minuman yang dijual dengan harga yang sesuai Tabel 4.11 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Ragu-Ragu Setuju Sangat Setuju
Frekuensi
Persentase (%)
9 2
81.82% 18.18%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Setuju sebesar (81.82%) dan Sangat Setuju sebesar (18.18%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju yaitu sebesar (81.82%). e. Mencatat pengeluaran dan pendapatan Tabel 4.12 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Tidak Pernah Sangat Jarang Kadang-Kadang Sering Sangat Sering
Frekuensi 4 1 1 3 2
Persentase (%) 36.36% 9.09% 9.09% 27.27% 18.18%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Tidak Pernah sebesar (36.36%), Sangat Jarang (9.09%), Kadang-Kadang sebesar
53
(9.09%), Sering (27.27%). Dan Sangat Sering (18.18%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Tidak Pernah sebesar (36.36%). f. Pembeli diperbolehkan untuk berhutang Tabel 4.13 Jawaban Responden Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Ragu-Ragu Setuju Sangat Setuju
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Frekuensi 1 2 4 4
Persentase (%) 9.09% 18.18% 36.36% 36.36%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Sangat Tidak Setuju sebesar (9.09%), Tidak Setuju sebesar (18.18%), Ragu-Ragu sebesar (36.36%), dan Setuju sebesar (36.36%). Dengan demikian dapat dketahui bahwa pada tingkat ragu-ragu dan setuju, mendapatkan jumlah yang sama, yaitu (36.36%). g. Pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap para pedagang Tabel 4.14
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Tidak Pernah Sangat Jarang Kadang-Kadang Sering D Sangat Sering
Frekuensi 2 1 2 6
Persentase (%) 18.18% 9.09% 18.18% 54.54%
54
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Tidak Pernah sebesar (18.18%), Sangat Jarang sebesar (9.09%), Kadang-Kadang (18.18%), dan Sering sebesar (54.54%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Sering sebesar (54.54%). h. Pihak pesantren melakukan pembinaan terhadap para pedagang Tabel 4.15 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Tidak Pernah Sangat Jarang Kadang-Kadang Sering Sangat Sering
Frekuensi 4 3 3 1
Persentase (%) 36.36% 27.27% 27.27% 9.09%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Tidak Pernah sebesar (36.36%), Sangat Jarang sebesar (27.27%, Kadang-Kadang sebesar (27.27%), dan Sering sebesar (9.09%). Dengan demikian dapat diketahui
tingkat persentase terbesar di tingkat Tidak Pernah sebesar
(36.36%). i. Makanan dan minuman yang dijual diseleksi dahulu oleh pihak pesantren Tabel 4.16 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Tidak Pernah Sangat Jarang Kadang-Kadang Sering Sangat Sering
Frekuensi 2 3 2 4
Persentase (%) 18.18% 27.27% 18.18% 36.36%
55
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Tidak Pernah sebesar (18.18%), Sangat Jarang sebesar (27.27%), Kadang-Kadang sebesar (18.18%), dan Sering sebesar (36.36%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Sering sebesar (36.36%). j. Selalu bersikap ramah terhadap para pembeli Tabel 4.17 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Ragu-Ragu Setuju Sangat Setuju
Frekuensi
Persentase (%)
7 4
63.63% 36.36%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Setuju sebesar (63.63%) dan Sangat Setuju sebesar (36.36%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju sebesar (63.63%).
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam Para Pedagang di Pesantren Asshiddiqiyyah Dari penelitian yang penulis lakukan, mendapatkan hasil yang menyatakan bahwa konsep etika bisnis yang diterapkan oleh pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat, sesuai dengan persentase terbesar, sebagai berikut: 1.
Tabel Penerapan Konsep Etika Bisnis Tabel 4.18 No.
Kategori
Jawaban Responden (%) TS RR S 81.82% 81.82% 81.82% 81.82% 63.63% 9.09% 18.18% 36.36% 36.36% STS
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Halal Sehat Kebersihan Harga Ramah Kemudahan Berhutang
KET: STS
: Sangat Tidak Setuju
TS
: Tidak Setuju
RR
: Ragu-Ragu
56
SS 18.18% 18.18% 18.18% 18.18% 36.36%
57
S
: Setuju
SS
: Sangat Setuju
Berdasarkan tabel di atas, persentase dari kategori Halal, Sehat, Kebersihan dan Harga mendapatkan jumlah persentase yang sama, yaitu pada jawaban Setuju sebesar (81.82%), dan Sangat Setuju sebesar (18.18%). Secara umum, Islam pada dasarnya mempersilakan manusia untuk mengonsumsi apa saja yang mereka kehendak dan mereka kuasai dari apa saja yang ada di bumi, sejauh barang-barang yang dikonsumsinya itu benar-benar halal lagi baik (halalan thayyiban; lawful and good). Dengan kalimat lain, Islam jelas menghalalkan barang (makanan/minuman dan lain-lain) yang baik-baik (at-thayyibat; lawful). Pada saat bersamaan, Islam
juga
mengonsumsi
tegas
mengaharamkan
makanan/minuman
khabitsat;unlawful).1
seseorang
lain-lain
yang
dari
kemungkinan
buruk-buruk
(al-
Oleh karena itu, para pedagang di Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat ini, sangat memperhatikan kehalalan dan kesehatan atas makanan dan minuman yang dijual. Hal itu juga dikarenakan, mereka yang memang sudah lama berdagang di lingkungan pesantren, dan sudah menjadi bagian dari keluarga pesantren, mereka tidak mungkin menjual makanan dan minuman yang tidak halal dan tidak sehat, karena selain
1
h.185.
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
58
mereka berjualan, makan dan minuman tersebut juga dikonsumsi sendiri oleh mereka. Dari sisi bahan baku, tidak boleh ada bahan baku yang haram. Dari sisi kadar/ukuran, tidak boleh melampaui batas yang diperlukan (kebutuhan), bukan keinginan hawa nafsu. Dari sisi perolehan, jelas asalusulnya dalam pengertian bersumber dari hal-hal yang halalan-thayyiban. Dari sisi kebersihan dan kesehatan, dapat dipertanggung-jawabkan secara agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula dengan efek dari produk yang dihasilkan, baik itu untuk jangka pendek maupun jangka panjang.2 Di Pesantren Asshiddiqiyah pusat ini, para pedagang selalu membersihkan alat-alat untuk berjualan, menata dengan rapi barang dagangannya. Untuk bahan baku yang digunakan, para pedagang menggunakan bahan-bahan yang sewajarnya, tanpa menggunakan bahan pengawet, seperti boraks. Lagipula, makanan yang dijual itu hanya untuk satu hari saja, makanan sekali habis, seperti goreng-gorengan. Contohnya, salah satu pedagang penjual Bakso, dia membeli bahanbahan untuk membuat bakso di Pasar, seperti daging giling yang dimana pedagang tersebut memilih daging sapi yang segar, dia sudah dapat membedakan apabila ada daging yang selain daging sapi. Selain daging sapi tersebut, dia juga membeli bumbu-bumbunya sendiri, lalu daging dan
2
h.187.
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
59
bumbu tersebut dibawa ke tempat penyewaan penggilingan, dan dia menunggu untuk melihat proses penggilingan tersebut. Jadi, bakso ini sudah pasti terjamin kehalalannya. Selain halal, sehat dan bersih, pedagang disini juga menerapakan etika dengan menjual makanan dan minuman dengan harga yang sesuai atau sewajarnya. Persentase pada kategori Harga, yaitu pada jawaban Setuju sebesar (81.82%), dan Sangat Setuju sebesar (18.18%). Seperti yang diriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu „alaihi wa Salam, Artinya, “Sungguh beruntung orang-orang yang menyerahkan diri dan merasa cukup dalam hal rizkinya yang halal, maka Allah akan mencukupi apa yang diberikannya”. (HR. Muslim). Para pedagang tidak mengambil keuntungan secara tinggi, dikarenakan juga santri yang berada di Pesantren Asshiddiqiyah ini tidak semua berasal dari kalangan orang mampu, selain itu makanan dan minuman yang dijual hanya makanan dan minuman ringan, yang tidak mungkin dapat diambil keuntungannya terlalu tinggi. Pada kategori ramah pada tingkat setuju mendapatkan persentase sebesar (63.63%). Para pedagang bersikap ramah terhadap para santri. Menurut Ahmad seperti dikutip oleh Faisal Badroen dkk, menyatakan bahwa kemurahan hati adalah pondasi dari Ihsan (benevolence). Keihsanan adalah tindakan yang terpuji yang dapat mempengaruhi hampir setiap aspek dalam hidup, keihsanan adalah atribut yang selalu
60
mempunyai tempat terbaik di sisi Allah.3 Pedagang bersikap ramah terhadap santri, karena memang itu sudah menjadi keharusan dalam berdagang, lagipula para santri di pesantren Asshiddiqiyah ini juga bersikap ramah kepada para pedagang. Pada kategori kemudahan berhutang sebesar
(36.36%)
pedagang
yang
pada tingkat setuju hanya
memberikan
kemudahan
atau
membolehkan para santri berhutang, apabila orang tua mereka menitipkan kepada para pedagang. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 280:
Artinya: “ Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. Santri yang dibolehkan berhutang hanya santri yang dapat dipercaya dan memang dititipkan oleh orang tuanya. Ketika santri berhutang, kemudian dicatat oleh para pedagang, setelah itu catatan hutangnya 3
Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.87.
61
diberikan atau dilaporkan kepada orang tuanya. Akan tetapi, ada juga yang memang tidak dicatat hutangnya, karena santri tersebut memang dapat dipercaya. Seperti yang dijelaskan dalam Q.S.Al- Baqarah 2:283 :
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan Barang siapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. 2.
Prinsip Dasar Etika Bisnis Islam Para pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah ini menerapkan beberapa prinsip dasar etika bisnis Islam, diantaranya: a.
Unity (Kesatuan)
62
Para pedagang disini dianjurkan untuk selalu shalat berjamah di Masjid, dan ketika waktunya shalat, mereka dilarang untuk berjualan atau melayani para santri. Akan tetapi disini yang penulis lihat, hanya sebagain yang mengiktui shalat jam‟ah di Masjid. b.
Equilibrium (Keseimbangan) Pada penentuan harga, para pedagang menjual dengan harga yang sesuai dan sewajarnya. Kebanyakan dari mereka, menjual makanan ringan yang untungnya tidak seberapa. Karena mereka juga melihat lingkungan pesantren yang santrinya bukan merupakan dari keluarga yang mampu.
c.
Free Will (Kehendak bebas) Dalam hal ini, para pedagang tetap bersaing secara sehat. Meskipun mereka menjual dagangan yang sama, akan tetapi tidak ada sikap iri antara pedagang yang satu dengan yang lainnya.
d.
Responsibility (Pertanggung jawaban) Untuk yang menggunakan sistem upah, terutama warung yang memang milik pesantren, dimana para karyawan mendapatkan upah/gaji perbulannya sebesar 60:40% dari keuntungan, 60% untuk pesantren dan 40% untuk karyawan.
e.
Benevolence (Kebenaran) Sebagian pedagang bersikap ramah terhadap para santri atau pembeli, dan sebagian pedagang juga memberikan kemudahan atau
63
membolehkan para santri berhutang,
apabila orang tua mereka
menitipkan kepada para pedagang, setelah santri berhutang dan dicatat, lalu dilaporkan kepada orang tua santri.
B. Analisis Pengawasan Dewan Sekolah Terhadap Aktivitas Ekonomi di Pesantren Asshiddiqiyyah Pusat Dari penelitian yang penulis lakukan, mendapatkan hasil yang menyatakan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh pihak pesantren terhadap para pedagang di lingkungan Pesantren Asshidiqiyah Pusat, sebagai berikut: 1.
Tabel Pengawasan Etika Bisnis Tabel 4.19 No.
Kategori
Jawaban Responden (%) SJ KK S
TP 1.
Pengawasan
2.
Seleksi
3.
Pembinaan
18.18%
9.09%
18.18% 54.54%
18.18% 27.27% 18.18% 36.36% 36.36% 27.27% 27.27%
KET: TP
: Tidak Pernah
SJ
: Sangat Jarang
KK
: Kadang-Kadang
S
: Sering
9.09%
SS
64
SS
: Sangat Sering
Berdasarkan tabel di atas, kategori pengawasan pada tingkat Sering mendapatkan persentase sebesar (54.54%) menyatakan bahwa pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap para pedagang. Di Periode Umar Ibn Al Khatab, beliau selaku kepala Negara, sangat teliti dan hati-hati mengenai pelaksanan ketentuan tersebut. Beliau seringkali berkeliling ke pasar-pasar. Bahkan kadang-kadang beliau memberikan teguran keras kepada para pedagang yang melanggar aturan perdagangan dengan kata-kata: “Yang boleh berdagang di pasar ini hanya mereka yang memahami aturan-aturan! Barang siapa mengambil keuntungan yang tidak pantas, baik secara sadar atau tidak akan dikenakan denda!”4 Pengawasan di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ini hanya dalam hal kebersihan lingkungan dan sikap para santri. Pihak pesantren sangat jarang melakukan pengawasan terhadap aktivitas ekonomi di lingkungan pesantren. Pihak pesantren biasanya melakukan pengawasan, apabila banyak santri banyak yang mengalami sakit, baru kemudian pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap para pedagang. Biasanya, pihak pesantren mengambil sampel dari setiap makanan atau minuman yang dijual oleh para pedagang. Sesekali pihak pesantren menanyakan bahan-bahan yang digunakan oleh para pedagang, melihat cara pengolahannya dan mencicipi makanan tersebut. 4
Irfan Mahmud Ra‟na, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn Al-Khatab, h. 58-59.
65
Pihak pesantren sudah percaya terhadap para pedagang disini, dikarenakan para pedagang yang sudah berjualan cukup lama. Selain itu, para pedagang di lingkungan pesantren juga sudah menjadi bagian dari keluarga pesantren. Sistem kepercayaan lah yang digunakan, dan sampai sekarang ini belum ada kejanggalan dalam aktivitas ekonominya. Berdasarkan tabel di atas, kategori seleksi pada tingkat Sering mendapatkan persentase sebesar (36.36%) menyatakan pihak pesantren melakukan penyeleksian makanan atau minuman yang masuk ke dalam pesantren. Pihak pesantren melakukan penyeleksian makanan, hanya dilihat dari label halal dan komposisi bahan yang tertera pada kemasannya. Jadi tolak ukur halal haramnya, dilihat dari label MUI dan komposisi bahannya, kalau tidak ada labelnya bisa dilihat dari komposisi bahannya. Berdasarkan tabel di atas, kategori pembinaan pada tingkat Tidak Pernah mendapatkan persentase sebesar (36.36%) menyatakan bahwa pihak pesantren tidak pernah melakukan pembinaan terhadap para pedagang. Pada awalnya, pihak pesantren melakukan pembinaan terhadap para pedagang, misalnya diberitahukan peraturan baru, pemberitahuan kalau tidak diperbolehkan menjual dagangan yang sama, agar tidak terjadi iri satu sama lain atau dalam arti tidak merebut lahan orang.
Para
pedagang biasanya dikumpulkan apabila terjadi cekcok antara satu pedagang dengan pedagang yang lain dan diberikan pengarahan.
66
Pembinaan khusus untuk pedagang tidak ada, tetapi disini ada majelis ta‟lim yang diikuti secara bersamaan dengan orang tua wali santri.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Para pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ini belum sepenuhnya menjalankan etika bisnis sesuai syariat Islam. (81.82%) pedagang menjual makanan dan minuman yang halal, tapi masih adanya makanan dan minuman ringan yang kurang sehat yang dijual di pesantren ini. (81.82%) pedagang disini sudah menjaga kebersihan akan tempat berdagang dan alatalat memasak. (81.82%) para pedagang di pesantren ini tidak mengambil keuntungan yang berlebihan dalam berjualan. Tetapi, aturan untuk tidak berjualan barang dagangan yang sama dengan pedagang yang lainnya, belum sepenuhnya dipatuhi oleh para pedagang. 2. Pengawasan yang dilakukan di pesantren sangat tidak maksimal, karena pengawasan dilakukan seperlunya saja. Pengawasan dilakukan apabila ada masalah, contohnya ketika banyak santri yang mengeluh sakit, setelah itu baru pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang. Pengawasan dilakukan dengan melihat makanan atau minuman yang dijual, tidak ada penyeleksian secara mendetail, hanya melihat dari label halal dan komposisinya saja. Selain itu, Lurah Pondok mencicipi makanan dan minuman tersebut, menanyakan bahan-bahan dan sesekali melihat cara pengolahannya.
67
68
B. Saran-Saran 1. Seharusnya pihak pesantren lebih memperhatikan para pedagang di lingkungan
pesantren
Asshiddiqiyah
Pusat
ini
dengan
melakukan
pengawasan secara rutin, dengan menyeleksi secara detail makanan atau minuman yang masuk ke dalam lingkungan pesantren. 2. Seharusnya ada pengawasan terhadap sikap para pedagang ketika melakukan transaksi jual-beli, dan ketika waktunya shalat, mereka harus shalat tepat pada waktunya, serta ada pembinaan terhadap para pedagang, agar mereka dapat lebih paham dan mengerti tentang etika bisnis Islam.
ETIKA BISNIS MASYARAKAT MUSLIM DALAM BERDAGANG
DATA RESPONDEN Lama Berdagang
:
Jenis Dagangan
:
Di bawah ini terdapat sejumlah pernyataan, untuk itu anda diminta untuk memilih jawaban yang telah disediakan menurut kenyataan yang diperoleh dalam kegiatan berdagang.
Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang tersedia.
1. Makanan/minuman yang anda jual halal. a. Sangat tidak setuju
c. Ragu-ragu e. Sangat setuju
b. Tidak setuju
d. Setuju
2. Makanan/minuman yang anda jual sehat. a. Sangat tidak setuju
c. Ragu-ragu e. Sangat setuju
b. Tidak setuju
d. Setuju
3. Anda selalu menjaga kebersihan alat/alat untuk berjualan. a. Sangat tidak setuju
c. Ragu-ragu e. Sangat setuju
b. Tidak setuju
d. Setuju
4. Harga makanan/minuman dijual dengan harga yang sesuai (sewajarnya). a. Sangat tidak setuju
c. Ragu-ragu e. Sangat setuju
b. Tidak setuju
d. Setuju
5. Anda mencatat pengeluaran dan pendapatan. a. Tidak Pernah
c. Kadang-kadang e. Sangat sering
b. Sangat Jarang
d. Sering
6. Para pembeli dibolehkan untuk berhutang. a. Sangat tidak setuju
c. Ragu-ragu e. Sangat setuju
b. Tidak setuju
d. Setuju
7. Pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap para pedagang. a. Tidak pernah
c. Kadang-kadang
b. Sangat jarang
d. Sering
e. Sangat sering
8. Pihak pesantren melakukan pembinaan terhadap para pedagang. a. Tidak pernah
c. Kadang-kadang
b. Sangat jarang
d. Sering
e. Sangat sering
9. Makanan/minuman yang dijual diseleksi dahulu oleh pihak pesantren. a. Tidak pernah
c. Kadang-kadang
b. Sangat jarang
d. Sering
e. Sangat sering
10. Anda selalu bersikap ramah terhadap para pembeli. a. Sangat tidak setuju
c. Ragu-ragu e. Sangat setuju
b. Tidak setuju
d. Setuju
DATA RESPONDEN Kelas
:
Jurusan
:
Di bawah ini terdapat sejumlah pertanyaan, untuk itu anda diminta untuk memilih jawaban yang telah disediakan menurut kenyataan yang diperoleh dalam kegiatan transaksi jual beli.
Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang tersedia.
1. Apakah para pedagang bersikap ramah terhadap pembeli? a. Ya
b. Tidak
2. Apakah para pedagang menjual makanan/minuman yang halal? a. Ya
b. Tidak
3. Apakah para pedagang menjual makanan/minuman yang sehat? a. Ya
b. Tidak
4. Apakah makanan/minuman dijual dengan harga yang sesuai (sewajarnya)? a. Ya
b. Tidak
5. Apakah anda melakukan transaksi secara jujur? a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anda puas dengan pelayanan para pedagang? a. Ya
b. Tidak
7. Apakah anda boleh berhutang jika membeli? a. Boleh
b. Tidak
Pedagang I
Lama Berdagang
: 14 tahun
Jenis Dagangan
: Makanan dan Minuman Ringan
1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual? Makanan ringan, jajanan-jajanan pasar kebanyakan. Makanan produkproduk dari pasar, mie, gorengan, roti, nugget dari pasar tidak mengolah sendiri, ada pabriknya. 2. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari? Keuntungan tiap harinya, perhari kotor itu 500rb, jadi kalo liburan bisa turun 300-400. Bersihnya bisa sampai separuhnya, 200-250rb. 3. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini? Ini tidak sewa tempat, tapi listrik yang punya kontrakan ditanggung sama kafe, tempat dagangnya ini milik sendiri, lahan sendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan pesantren, tidak ada persentase atau bagi hasil kepada pesantren. 4. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut? Iya, tapi disini tidak, kecuali disini, karena ini milik perorangan bukan milik pesantren. Karena yang punya ini milik ustadz disini, dan beliau sendiri yang mengontrol. Dulu sih sering, sekarang tidak pernah. Cuma penataan, tiap bulan beliau menanyakan apa yang habis, seperti susu atau mie, beliau yg
belanjain. Selain itu makanan ringan, saya yang beli, karena ini sifatnya kecil. Gini ya kalo dilihat dari secara kesehatan menyeluruh pasti ada negatifnya, jangankan ini, minuman juga ada semua, menurut hukum saja, standar saja lah. Tapi saya juga gini, ya mungkin ada kabar-kabar di berita, mungkin tentang dagingnya pakai daging busuk, nah memang iya ada seperti itu. Nah ketika ada seperti itu saya seleksi ke pasar “mana yang kemarin katanya berita pakai daging busuk” nanti pedagang memberi tahu, seperti kemarin nugget. Saya melihat semuanya cara zahir aja, dengan melihat dari label halal, expired dan komposisinya. Kalau ada barang baru biasanya saya konsultasi ke ustadz yang punya toko ini. 5. Berapa kali pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang? Biasanya ustadznya mengontrol hanya saya yang laporan, tapi beliau tidak kesini. Paling tidak sebulan sekali.
Pedagang II
Lama Berdagang
: 13 tahun
Jenis Dagangan
: Foto Copy, ATK, dan Makanan Ringan
1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual? Selain alat tulis dan fotokopi, ada minuman ringan seperti aqua dll, makan seperti roti ciki dan gorengan. Gorengannya bikin sendiri. 2. Apa saja bahan baku yang digunakan? Terigu, pisang, tahu, sosis dan tidak pakai bahan pengawet, hanya menggunakan penyedap rasa. Setiap hari bikin gorengannya. 3. Bagaimana proses pengolahannya? Sebagian ada yang malemnya dulu, kaya tahu. Kalau piscok langsung. Jadi pisang dikupasin, kasih cokelat, minyaknya bimoli. Goreng khusus manis yang manis, yang gurih yang gurih. Alat-alat masaknya tiap hari dibersihkan. 4. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari? Kalau omset si kalau lagi rame semua, kadang bisa 500-700 itu kotor, bersihnya paling 200ribuan. Setiap pengeluaran pendapat itu pasti di catat. 5. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini? Punya sendiri, dan pesantren tidak mengambil bagian apapun dari sini. 6. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut?
Biasanya barang-barang apa yang dijual, pihak pesantren, tidak boleh rokok, bagian lurah pondok. Lurah pondok dateng ke lokasi. Itu hanya dilihat dari jualan yang tidak boleh atau tidak, kalau ada yang tidak boleh biasanya di tarik dagangannya. 7. Berapa kali pihak pesantren melakukan pengontrolan terhadap para pedagang? Biasanya mengontrolnya sebulan sekali. Sebulan sekali ada pengajian, tapi khusus perempuan, bukan khusus untuk pedagang, itu tidak ada pembinaan.
Pedagang III
Lama Berdagang
: 20 tahun
Jenis Dagangan
: Gorengan, Minuman Ringan
1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual? Minumannya ada teh gelas, minuman ringan lainnya, makanan dari pabrik. Gorengan ada bakwan, tempe, tahu isi, molen, risol. 2. Apa saja bahan baku yang digunakan dalam membuat makanan/minuman tersebut? Terigu, telor, margarin, pisang, toge, tidak menggunakan bahan pengawet, karena ini makanan sekali habis. 3. Bagaimana proses pengolahan makanan/minuman tersebut? Setiap alat-alat untuk menggoreng dibersihkan, minyaknya pun minyak jernih. 4. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari? Tidak tentu keuntungannya, kadang belanja 2 hari sekali, kalau yang gorengan kadang 50 atau 100rb perhari tapi itu kotor. 5. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini? Ini sewa tempat tapi bukan sama pesantren, jadi sewa ke yg wakaf pesantren. Tiap keuntungan tidak bagi hasil ke pesantren atau ke yang punya wakaf ini. Dulu pesantren tidak ada tempat, diserahkan ke pedagang, jadi saya cari sendiri dan sewa ke Pak Haji yang wakaf tanah pesantren. Jadi sewa ini sudah termasuk rumah, tapi belum termasuk listrik.
6. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan tersebut? Pihak pesantren tidak ada pengontrolan, Cuma ya orang pondok beli disini semua, apa mengontrolnya secara tidak langsung ya ga ngerti juga. Pesantren paling kalau ada masalah dikumpulin, briefing, cari permasalahannya, dikumpulkan pedagang-pedagangnya. Tidak pernah ada pengontrolan secara langsung, mungkin secara tidak langsung sambil beli sambil melihat sendiri.
Pedagang IV
Lama Berdagang
: 11 tahun
Jenis Dagangan
: Nasi dan Lauk Pauk
1. Apa saja bahan baku yang digunakan dalam membuat makanan/minuman tersebut? Garam, mecin, bawang merah, bawang putih, cabe, minyaknya minyak biasa. 2. Bagaimana proses pengolahan makanan/minuman tersebut? Tumis bawang merah bawang putih cabe sayur. Setiap alat-alat masak saya bersihkan semua. Setaip hari saya belanja di pasar. 3. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari? Ya ga tentu lah, kadang-kadang 50rb bersih kadang-kadang lebih. 4. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini? Ini kontrak ke yang punya wakaf, listrik bayar sendiri pakai pulsa. Setiap keuntungan tidak ada bagi hasil ke pesantren. 5. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan /pengawasan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut? Ngontrol paling ya kalo anak-anak sekolah ada ga, dan disini tidak ada pengontrolan untuk makanan-makanannya, orang gurunya pada beli disini semua, ustadz-ustadz pada datang kesini. Tidak ada pembinaan atau majelis Ta‟lim, adanya di pak Kyai di kantin puteri. Tidak ada pengontrolan, karena disini damai semua, misal kata ada pakai yg ga halal, pasti guru ga mungkin kesini lagi. Karena juga ustadz-ustadz disini udah
kenal, karena kepercayaan juga. Ga pernah pakai bahan-bahan yg tidak sehat, karena saya makannya pakai itu juga masa saya tega masukkin bahan-bahan yang tidak sehat itu.
Pedagang V
Lama Berdagang
: 10 tahun
Jenis Dagangan
: Ketoprak Praktis
1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual? Ketoprak praktis ala santri. Ketoprak yang pakai bumbu kacang. 2. Apa saja bahan baku yang digunakan dalam membuat makanan/minuman tersebut? Kacang, cabe, bawang putih, bawang merah, penyedap rasa. Tidak ada pengawet, pemutih karena itu dosa. Memang tidak boleh. 3. Bagaimana proses pengolahan makanan/minuman tersebut? Kalo proses pengolahannya kalau bikin ketupat, terlebih dahulu bikin kerangka, masukkan beras, direbus selama 5 jam, angkat. 4. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari? Keuntungan setiap harinya kurang lebih 80rb bersih. 5. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini? Ini sewa tempat sehari 5rb, dalam bentuk infaq/pajak kebersihan. Tidak ada keuntungan bagi hasil kepada pihak pesantren. 6. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut? Ya, Pengontrolan, biasanya kabag. rumah tangga, mengontrol semuanya. Pengontrolannya soal kebersihan, istilahnya makan santri biar tertib. Kalau pengontrolan makanan pasti tidak diragukan lagi, jadi pesantren tidak menyeleksi bahan-bahan makanan, hanya mengontrol ketertiban mahasiswa. Ada pembinaan, tapi jarang sekali. Biasanya pembinaannya
jadi bagaimana supaya disatu tempat tidak boleh menjual dagangan yang sama, dibina tentang halal/haram, rasa, disesuaikan dengan konsumennya. 7. Berapa kali pihak pesantren melakukan pengontrolan terhadap para pedagang? Jarang sekali, kalo kebersihan lingkungan setiap hari, kalo makanannya itu jarang, pembinaan pun jarang.
Pedagang VI
Lama Berdagang
: 10 tahun
Jenis Dagangan
: Siomay
1. Apa saja bahan baku yang digunakan dalam membuat makanan/minuman tersebut? Sagu, terigu, ikan, bawang putih, merica, penyedap rasa. 2. Bagaimana proses pengolahan makanan/minuman tersebut? Cara pengolahannya ya pertama ikan digiling dulu terus masukkin bumbunya terus di kukus. 3. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari? Gak tentu sih ya, biasanya paling 700rb atau rata-rata ya 600rb bersihnya sih segitu. 4. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini? Disini sewa tempat tapi cuma bayar infaq/pajak 5rb perhari itu untuk kebersihan aja. Tidak ada bagi hasil atau persentase kepada pihak pesantren. 5. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan tersebut? Tidak ada pengontrolan dari pihak pesantren kepada pedagang, biasanya sih bahan-bahan siomay ditanya apa aja bahannya, itu aja, karena juga saya berdagang disini sudah lama, jadi sistem kepercayaan saja. Pembinaan memang ada, tapi itu jarang. 6. Berapa kali pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang?
Jarang sih, 6 bulan sekali kadang-kadang, biasanya kita dikumpulin pedagang pedagang kalau peraturan baru, atau ada masalah apa sama anak-anak yang habis makan dari yang dijual para pedagang.
Pedagang VII
Lama Berdagang
: 28 tahun
Jenis Dagangan
: Makanan dan Minuman Ringan
1. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari? Keuntungan tiap harinya tidak nentu ya, biasanya ya 15% keuntungan, biasanya sekitar 100rb perhari bersih. 2. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini? Ini milik pesantren, sistem kerja saja. Keuntungan dari warung ini itu masuk ke pesantren. Disini saya sistem gaji, bisa dari keuntungan, bisa dibilang bagi hasil, ya biasanya dari pengelola 60:40, yang punya warung 60% yang punya pesantren 40%. 3. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan tersebut? Ada, pengontrolannya secara dicek, barang-barang yang masuk. Ya kadang-kadang dicek nya ditanyakan saja, yang sering laku itu apa, kebersihannya itu di cek. Kalau komposisi, label halal, dan expired itu dicek. Pesantren biasanya 1 bulan 2 kali melakukan pengecekan, langsung dari atas/manajer pesantren. Disini tidak ada pembinaan terhadap para pedagang. Pesantren hanya mengontrol kebersihan dll, pesantren ngasih kepercayaan saja.
Pedagang VIII
Lama Berdagang
: 28tahun
Jenis Dagangan
: Makanan dan Minuman Ringan
1. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari? Perhari itu ya, 100rb bersih, minimal 100rb dah, kalau lagi rame ya kadang lebih, kalo lagi sepi ya sepi, tapi minimal sendiri. 2. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini? Ini milik pesantren, dan disini sistem gaji. Biasanya 70:30% dari keuntungan. 3. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut? Kepala sekolah biasanya yang datang, ada lagi gurunya. Bukan khusus sih, dari pihak guru, seumpama anak-anak jangan pada batuk, jangan pakai pemanis buatan. Makanan disini dipilih dari pesantren, dilihat dari komposisi dan label halalnya saja, ya pokoknya kan yang dicari yang halalnya. Pernah dikontrol, seumpama mengandung ini ini, di ganti ya, baiknya pindah ke merk ini. Jarang sih ya, tapi di beritahu. Jarang sih, tapi ya ada, 3 bulan sekali lah. Ada pembinaan kalau dari pihak pondok, semua pedagang dikumpulin kalau ada peratuiran baru, kalau jam sekian jangan dilayanin anakanaknya, biar anak fokus, biasanya ada sanksi atau tegura
Pedagang IX
Lama Berdagang
: 28 tahun
Jenis Dagangan
: Mie Ayam dan Bakso
1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual? Makanannya bakso, mie ayam, indomie rebus dan minuman seduh segala macem lah. Kalau mie ayam tidak bikin sendiri, ambil dari luar, dilihat dari label halal, kalau bakso ya bikin sendiri. 2. Apa saja bahan baku yang digunakan dalam membuat makanan/minuman tersebut? Daging dan bumbu-bumnya seperti bawang putih, lada, tidak pakai pengawet atau pemutih, saya bikin sendiri karena menghindari itu. 3. Bagaimana proses pengolahan makanan/minuman tersebut? Saya ke pasar, giling dagingnya dipasar, semua udah diaduk jadi satu, jadi semua tinggal bikin dirumah. Daging dan bumbu-bumbunya dari saya, di pasar hanya sewa gilingan saja dan saya tungguin saat proses penggilingan, kalau soal halal dijamin 4. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari? Relative lah, kalo orang dagang tidak bisa di standarkan. Ya sisa belanja ya itu untungnya. Kalau sekarang ya paling 30% lah dari modal, sekarang tipis. 5. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini? Sewa tempat tapi bukan ke pondok, di luar pondok, jadi ke orang yang punya tanah wakaf ini. Tidak ada bagi hasil ke pesantren, makanya sekarang ga kaya dulu. dulu waktu jadi masih keluarga pesantren, itu memang ada bagi hasil gitu, pendapatannya berapa, diambil ke pondok
sekian, terus selama saya tidak dikasih tempat sama pondok, saya lepas dan terus dari pihak pondok terserah bapak sekarang mau jualan dimana, pondok tidak ada tempat waktu itu, berhubung saya mau usaha saya caricari sekitar sini dan dapat disini. Dulu pondok dapet bagian, dulu koperasi masih jalan, pengelolaannya masih ada, saya lewatnya koperasi. Dulu pakai kupon, permangkoknya pesantren dapet keuntungan, dan itu sudah lama dulu, yang pegang duit koperasi karena pakai kupon. 6. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut? Pengontrolan hanya saat waktu sholat begini, otomatis pedagang tidak boleh jualan, waktu jam sekolah juga. Tidak ada pengontrolan, disamping sudah lama disini, jadi sistem kepercayaan ada, soal kebersihan segala macam, pihak pondok suda percaya gitu, namanya keluarga sudah lama, rata-rata pedagang disini sudah lama. Kalau dulu pernah, santri banyak yang sakit, jadi masing-masing pedagang diambil sampelnya, dan ternyata bukan dari makanan. Kalau lagi ada masalah saja di kontrol. Tidak ada penyeleksian terhadap makanan, karena yang dijual ini-ini saja. Kalau bakso yang jualan disini juga kan cuma saya, itu juga udah percaya, saya bikin sendiri, dari dulu kalau ada isu apa-apa, orang dalam udah yakin itu. Lagian kita kan udah pedagang lama udah tau, ini daging bukan sapi, kalau dicampur kaya apa, kita udah tau.
Pedagang X
Lama Berdagang
: 18 tahun
Jenis Dagangan
: Mie Rebus, Makanan dan Minuman Ringan
1. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari? Keuntungan tidak tentu sih, perharinya kira-kira bersihnya kurang lebih 300rb. Tapi tidak pernah mengambil keuntungan 100%, karena ini juga makanan kecil. 2. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini? Ini sewa tempat perbulan ke tanah yang punya wakaf. Tidak pernah ada bagi hasil ke pesantren ataua ke tanah yang punya wakaf ini. 3. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan tersebut? Pihak pesantren melakukan pengontrolan terhadap santri yang jajan dini, hanya mengontrol waktu-waktunya saja. Kalau kemarin pengontrolan untuk makanan biasanya pengontrolan ada, tapi misalnya hanya harus melengkapi makanan atau minuman yang bervitamin, itu juga jarang sekali. Ada rapat, tapi tidak sering sih, kalau lagi ada masalah saja. Pembinaan terhadap para pedagang itu tidak ada.
Pedagang XI (SQ Mart)
Lama Berdagang
: 14 tahun
Jenis Dagangan
: Mini Market
1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual? Di minimarket sini, snack, mie, makanan-makanan kecil, airnya ya minuman air mineral, yang ada di supermarket lainnya lah. Disni juga diutamakan khusus untuk santri yang makan, kebutuhan santri, kitabkitab, alat-alat tulis, mukena, underware dan lain-lain. 2. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari? Apapun yang ada di supermarket ini, masuknya keuntungannya larinya ke pesantren, ini milik kiyai tapi badan usaha punya pesantren, keuntungan tiap bulan kita ambil 15% dari keuntungan dari pendapatan, kita setorkan ke bank atas nama pesantren. Keuntungan per minggu, jadi hari seninminggu, seninnya kita transfer ke bank dki keuntungannya saja, misalnya keuntungan seminggu 30 juta dari 15% itu berapa kita masukkin ke bank. Kita tergantung, kalau rokok kan sudah ada labelnya gabisa ambil 10%, jadi disini saling menurtupi slaing melengkapi, ada yang untungnya 5%, ada keuntungannya 100% misalnya kaya pulpen karakter, itu saya ambil lebih dari 100%, itu untuk menutupi yang rokok, kaya ciki-ciki, itu harganya udah standard kan. 3. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini? Ini milik pesantren , jadi tidak ada sewa tempat. Ini karyawan disini, sistemnya gaji, tempat tinggala disini, makan, dan kebanyakan disini, kita ambil dari Mahad „ali, perbantuannya kita ambil disini.
4. Apakah pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut? Berapa kali pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang? Kita memang dikasih pemberitahuan, kita yang jual barang-barang disini kebutuhan santri. Biasanya Kyainya barang-barangnya ngecek kesini, kita jual disini kan barang-barang yang udah ada nama, tidak mungkin kan yang ada babi nya. Kyai kan ada kaki tangannya, biasanya lurah pondok yang melakukan pengontrolan, santri butuh apa, kurangnya apa dan kalau rapat juga biasanya ditanya. Pengontrolan tidak tentu sih, biasanya sebulan sekali, atau sebulan dua kali, tapi kalau ajaran baru, sering. Pengajian ada majelis dzikir, misalnya ada milad-milad, dan kalau disini pedagang juga orang lama semua, mungkin kalau awal-awal pembinaan dikasih tau, jualan sama-sama pedagang tidak boleh sama, karena kan tidak boleh merebut lahan orang, disini kalau jualan boleh tapi cari yang lain, yang pedagang lain tidak punya. Biasanya dikumpulin para pedagang, kalau ada cekcok-cekcok, biasanya pedagang dikumpulin, dikasih pengarahan.
Pihak Pesantren
Nama
: Moh, Rezky Fitriady
Lokasi Wawancara : Pesantren Asshiddiqiyah
1. Apakah Bapak/Ibu melakukan pengontrolan terhadap para pedagang bisnis di lingkungan pesantren? Ya, melakukan pengontrolan. 2. Bagaimana bentuk/cara Bapak/Ibu dalam melakukan pengontrolan tersebut? Berapa kali Bapak/Ibu melakukan pengontrolan? Di cobain makanannya ke semua pedagang, di beli satu-satu semuanya, kontrol keliling liatin anak santri interaksi jual beli. Lauk pauk dicobain, dilihat cara pengolahannya, ditanya bahan-bahannya, tanya ke anak santri tanya ke anak santri ada keluhan atau tidak. Pengontrolannya ya seperlunya saja, sebulan 2kali. 3. Apakah makanan/minuman yang masuk ke dalam lingkungan pesantren di seleksi? Bagaimana cara Bapak/Ibu menyeleksi makanan/minuman yang masuk ke lingkungan pesantren? Kalau untuk makanan atau minuman ringan diseleksi dilihat label halal nya, dilihat komposisi bahannya, terus juga anak santri tidak ada keluhan, semua baik-baik saja. Sudah ketauan sih, setiap makanan ringan ada label halal/tidak nya. Seleksinya ya dicobain, ditanya, apa aja bahannya, mengolahnya gimana, tidak ada yang haram, makanan rakyat semua. Mereka sudah teruji sekian tahun, sudah sekian tahun, sama-sama kepercayaan.
4. Bagaimana Bapak/Ibu bisa menjamin kalau makanan/minum tersebut halal dan sehat? Cara menjamin makanan itu halal atau sehat ya dilihat dari bahanbahannya tadi, ya ketauan tidak semuanya sehat 70% tidak sehat. 5. Bagaimanakah sistem keuntungan yang digunakan? Sewa harian, 5rb/hari untuk kebersihan, itu aja, untuk mereka yang pakai gerobak, kalau yang tetap sewa tempatnya ke yang punya wakaf, yang penting anak-anak seneng. Tidak ada keuntungan untuk pesantren, pesantren tidak mengambil keuntungan sepeserpun. Seperti siomay dan lain-lain, kita ga ambil keuntungan, kecil banget kasian, kita menghidupi warga juga, warga kampung. Tidak ada persentasi kepada pesantren. Tolak ukur halal haramnya, dilihat dari label MUI dan komposisi bahannya, kalau tidak ada labelnya ya biasa dilihat dari komposisi bahannya, label bisa di palsuin, kalau komposisi bahan kan tidak. Intinya pedagang sangat dianjurkan untuk sholat jama‟ah, dan sebgaian besar pedagang memang kalau waktunya sholat, sholat jama‟ah di Masjid. Pedagang Hanya segitu untuk apa ada pengajian. Hanya pengajian bulanan, tapi bukan khusus pedagang, berbarengan dengan wali santri. Pedagang di kumpulin atau dikasih surat kalau ada peraturan baru, masalah perdagangan, atau ada anak yang suka kabur disaat jam sekolah dan
lain-lain,
pedagang
juga
kasih
laporan
ke
kita