i
ESTIMASI NILAI PAJAK EMISI KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI KOTA BOGOR
DWI PUTRI ANGGRAINI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Pajak Emisi Kendaraan Bermotor Roda Dua di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2017
Dwi Putri Anggraini H44120011
ii
ABSTRAK DWI PUTRI ANGGRAINI. Estimasi Nilai Pajak Emisi Kendaraan Bermotor Roda Dua di Kota Bogor. Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL dan NUVA. Sepeda motor merupakan kendaraan dengan proporsi jumlah tertinggi jika dibandingkan dengan total jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor yaitu sebesar 79 persen. Pada tahun 2011-2015, sepeda motor mengalami rata-rata peningkatan sebesar 9,7 persen per tahun. Kondisi tersebut berpotensi menyebabkan pencemaran udara dan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor dengan menggunakan metode cost of illness, mengestimasi nilai pajak emisi per zat pencemar kendaraan bermotor roda dua dengan menggunakan pendekatan matematis, dan menganalisis persepsi masyarakat terhadap pajak emisi kendaraan bermotor roda dua dengan skala likert. Hasil estimasi nilai kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor adalah sebesar Rp 28.938.637.351/tahun Berdasarkan total kerugian ekonomi tersebut, didapatkan nilai pajak emisi untuk zat pencemar HC sebesar Rp 356/kg, CO sebesar Rp 192/kg, dan PM10 sebesar Rp 29.032/kg. Dengan tarif pajak tersebut, pemilik sepeda motor harus membayar pajak emisi sebesar Rp 87.148/tahun. Berdasarkan analisis persepsi, masyarakat setuju apabila pemerintah menetapkan pajak emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor sebagai salah satu upaya mengatasi pencemaran udara di Kota Bogor. Kata kunci
: cost of illness, emisi kendaraan bermotor, kerugian ekonomi, pencemaran udara, pendekatan matematis
ii
ABSTRACT DWI PUTRI ANGGRAINI. Estimating Emission Tax of Motorcycle in Bogor City. Supervised by AHYAR ISMAIL and NUVA. Motorcycles are vehicles with the highest proportion compared to the total number of other vehicles in Bogor City. In 2011-2015, motorcycles have been increased of 9,7 percent per year. Such conditions could potentially cause air pollution and adverse impacts on the community. This study was conducted to estimate the economic losses due to two-wheeled motor vehicle in Bogor City by using cost of illness method, estimating the value of emission taxes per contaminants by using mathematical approach, and analyze public perceptions of emission taxes by using likert scale. The results of the estimated value of economic losses due to two-wheeled motor vehicle emissions in Bogor City is Rp 28.938.637.351/year. Based on the total economic losses, tax value obtained for the contaminants HC emissions amounting to IDR 356/kg, CO amounting to IDR 192/kg, and PM10 amounting to IDR 29.032/kg. With the tax rate, the owner of the motorcycle must pay emission taxes amounting to IDR 87.148 / year. Based on the analysis of perception, public agree if the government sets the tax of motorcycle emissions in Bogor City as an effort to address the air pollution in Bogor City. Keywords
: air pollution, cost of illness, economic losses, emission of motorcycle, mathematical approach
ESTIMASI NILAI PAJAK EMISI KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI KOTA BOGOR
DWI PUTRI ANGGRAINI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
ii
ii
PRAKATA Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada: 1. Ayah Mirzani Aslan, Ibu Eliza Hartati, Kakak Riza Lestari Asmarani serta Adik Thariq El Ziad atas segala perhatian, dorongan, doa dan kasih sayang. 2. Dr Ir Ahyar Ismail, MAgr dan Nuva, SP, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, dan perhatian terhadap penulis selama proses penyusunan skripsi. 3. Rizal Bahtiar, SPi, MSi sebagai dosen penguji pertama dan Kastana Sapanli, SPi, MSi sebagai dosen penguji perwakilan departemen. 4. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kota Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, dan Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor atas data dan informasinya. 5. Rekan satu bimbingan, Mustika, Eri, Widi, Andri, Cipta, dan Tito serta Sylviana, Sholikah, Hima dan sahabat ESL 49 lainnya, terimakasih atas doa, dukungan, semangat, motivasi dan kebersamaannya. 6. Para sahabat: Rere, Lala, Lastri, Oji, Yesi dan Indri terimakasih atas dukungan dan kebersamaannya. 7. Dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hasil penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan penelitian ini, dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, Januari 2017
Dwi Putri Anggraini
ix
DAFTAR ISI Hal DAFTAR TABEL................................................................................................ x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah......................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6 1.4 Manfaat Penelitian............................................................................ 6 1.5 Batasan Penelitian ............................................................................ 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor ........................................... 9 2.2 Eksternalitas dari Penggunaan Kendaraan Bermotor ................... 10 2.3 Dampak Kesehatan dari Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor .. 12 2.4 Marginal Damage Functions ......................................................... 14 2.5 Penilaian Kerugian akibat Kerusakan Lingkungan ...................... 15 2.6 Instrumen Ekonomi Kebijakan Lingkungan .................................. 16 2.7 Pajak Emisi..................................................................................... 17 2.8 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................... 23 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 27 4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 27 4.3 Metode Pengambilan Sampel ....................................................... 27 4.4 Metode Analisis Data .................................................................... 28 V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................. 37 5.2 Gambaran Umum Jumlah Kendaraan di Kota Bogor .................... 39 5.3 Gambaran Umum Konsumsi Bahan Bakar di Kota Bogor ........... 40 5.4 Gambaran Umum Pencemaran Udara di Kota Bogor .................... 41 5.5 Karakteristik Umum Responden ................................................... 42 5.6 Karakteristik Kepemilikan Sepeda Motor ..................................... 46 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kerugian Masyarakat Akibat Emisi Kendaraan Bermotor Roda Dua di Kota Bogor ................................................................ 49 6.2 Estimasi Nilai Pajak Emisi Kendaraan Bermotor Roda Dua di Kota Bogor ................................................................................. 53 6.3 Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Dampak dan Rencana Penetapan Pajak Emisi di Kota Bogor ........................................... 58 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan..................................................................................... 63 7.2 Saran ............................................................................................. 63 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 65 LAMPIRAN ..................................................................................................... 71
x
DAFTAR TABEL No. Hal. 1 Lokasi pengambilan data primer ......................................................... 28 2 Matriks analisis data ............................................................................ 29 3 Skala likert persepsi responden terhadap dampak dan rencana penetapan pajak emisi di Kota Bogor .................................................. 35 4 Penjualan bahan bakar minyak di Kota Bogor tahun 2015 .................. 41 5 Konsentrasi ambien parameter pencemar udara di Kota Bogor .......... 41 6 Karakteristik umum responden ........................................................... 43 7 Karakteristik kepemilikan sepeda motor Bogor .................................. 46 8 Jumlah penderita penyakit akibat emisi kendaraan bermotor roda dua 50 9 Biaya berobat akibat emisi kendaraan roda dua .................................. 51 10 Total kehilangan pendapatan masyarakat ............................................ 52 11 Perhitungan cost of illness akibat emisi kendaraan bermotor roda dua .............................................................................................. 52 12 Persentase zat pencemar di udara ........................................................ 53 13 Total kerugian ekonomi per zat pencemar ........................................... 54 14 Tarif pajak per zat pencemar ............................................................... 55 15 Total beban pencemar per kendaraan .................................................. 56 16 Tarif pajak emisi kendaraan bermotor roda dua .................................. 56 17 Persepsi masyarakat mengenai dampak dan rencana penetapan pajak emisi di Kota Bogor .................................................................. 59
DAFTAR GAMBAR No. Hal. 1 Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia tahun 2008-2014 ..................................................................................... 1 2 Peningkatan jumlah sepeda motor di Kota Bogor tahun 2011-2015 ...... 4 3 Kurva marginal damage functions untuk pencemaran udara ............... 15 4 Kurva eksternalitas yang dikoreksi dengan pajak ................................ 18 5 Diagram alur kerangka pemikiran ........................................................ 25 6 Skema proporsi sumber pencemaran udara dari kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor ....................................................................... 30 7 Skema proporsi total kerugian per zat pencemar emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor ....................................... 33 8 Peta Kota Bogor ................................................................................... 37 9 Tren peningkatan jumlah kendaraan di Kota Bogor tahun 2011-2015 39
xi
DAFTAR LAMPIRAN No. 1 2 3 4 5 6
Hal. Kuesioner untuk pengendara sepeda motor .......................................... 71 Kuesioner untuk non pengendara sepeda motor ................................... 75 Biaya pengobatan responden masyarakat ............................................ 78 Pendapatan yang hilang responden non pegawai .................................. 84 Pendapatan yang hilang responden pegawai ......................................... 85 Nilai ekonomi bahan bakar kendaraan bermotor roda dua ................... 86
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi telah menjadi salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas manusia. Hal tersebut dikarenakan transportasi dapat mendukung berbagai kegiatan manusia. Transportasi tidak hanya memudahkan perpindahan manusia maupun barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, tetapi juga berperan penting dalam pembangunan ekonomi bagi suatu daerah. Kebutuhan akan transportasi akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi di suatu negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang terus mengalami peningkatan kebutuhan akan transportasi. Salah satu jenis moda transportasi yang diminati masyarakat adalah kendaraan bermotor. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Republik Indonesia (2016), persentase peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia adalah sekitar 11 persen pada tahun 2008 sampai 2014. Kendaraan bermotor tersebut didominasi oleh sepeda motor dengan jumlah sebesar 92.976.240 unit dan diikuti oleh mobil penumpang dengan jumlah sebesar 12.599.138 unit pada tahun 2014. Tren peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia pada tahun 2008-2014 ditunjukkan pada Gambar 1.
Sumber: Bappenas RI (2016) diolah
Gambar 1 Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia tahun 2008-2014
2
Penggunaan kendaraan bermotor dapat memberikan manfaat kepada penggunanya terutama dalam hal kemudahan mobilitas dan aksesibilitas. Meskipun demikian, disisi lain penggunaan kendaraan bermotor berpotensi memberikan dampak negatif bagi masyarakat yang dikenal sebagai eksternalitas negatif. Eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak yang mempengaruhi utilitas pihak lain (Fauzi 2006). Santos et al (2010) menyebutkan sedikitnya terdapat lima jenis eksternalitas yang ditimbulkan akibat penggunaan kendaraan bermotor yaitu kecelakaan, kemacetan, kerusakan lingkungan, kerusakan jalan serta ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar minyak. Selain itu, Mayeres et al (1996) menyebutkan bahwa penggunaan kendaraan bermotor juga berkontribusi dalam menghasilkan gas rumah kaca yang berpengaruh pada perubahan iklim. Hal ini disebabkan oleh emisi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil. Lemp dan Kockelman (2008) memperkirakan besarnya kerugian akibat tambahan satu ton CO2 di atmosfer berkisar antara $10 hingga $50. Peningkatan jumlah CO2 di udara juga dipengaruhi oleh besarnya jumlah bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan bermotor. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2012) mencatat kebutuhan bahan bakar minyak dari sektor transportasi mencapai 65% dengan jumlah sebesar 25,94 juta kiloliter. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 11,93% dari kebutuhan tahun sebelumnya yaitu sebesar 23,1 juta kiloliter. Tingginya penggunaan bahan bakar minyak tersebut akan menurunkan kualitas udara sebagai dampak dari emisi yang dihasilkan kendaraan bermotor. Proses pembakaran bahan bakar minyak menghasilkan berbagai jenis zat pencemar yang dibuang ke lingkungan. Zat-zat pencemar yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil antara lain karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), sulfur oksida (SOx), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), dan partikulat (PM) (Akhadi 2009). Zat pencemar tersebut berpotensi membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia apabila berada di atas ambang batas yang telah ditetapkan.
3
Beberapa kota besar di Indonesia yang menjadi pusat perekonomian juga merasakan dampak negatif akibat peningkatan jumlah kendaraan bermotor, diantaranya adalah DKI Jakarta dan Kota Bogor. Sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian wilayah DKI Jakarta mengalami rata-rata peningkatan jumlah kendaraan bermotor sebesar 9,93 persen pada tahun 2010 sampai 2014 (Badan Pusat Statisik/ BPS DKI Jakarta 2015). Peningkatan jumlah kendaraan bermotor tersebut diperkirakan berpengaruh terhadap kualitas udara di wilayah tersebut. Hasil pemantauan kualitas udara yang di wilayah DKI Jakarta menunjukkan beberapa parameter zat pencemar telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah, salah satunya adalah HC (Badan Pengelola Lingkungan Hidup/BPLH DKI Jakarta 2015). Hasil pengukuran HC dari sembilan titik contoh di Jakarta menunjukkan bahwa secara keseluruhan konsentrasi HC di Jakarta telah melebihi baku mutu dengan konsentrasi tertinggi dan terendah saat pengukuran adalah sebesar 5,01 ppm dan 2,5 ppm (baku mutu 0,24 ppm). Kondisi tersebut menyebabkan sekitar 2.490.338 jiwa penduduk di DKI Jakarta berpotensi menderita penyakit akibat emisi kendaraan bermotor (Bestari 2015). Kota Bogor yang merupakan salah satu wilayah penyangga ibu kota juga mengalami peningkatan jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya. Hal tersebut membuat Kota Bogor berpotensi mengalami pencemaran udara akibat akumulasi emisi yang dihasilkan kendaraan bermotor. Rata-rata peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor adalah sebesar 13 persen pada tahun 2008 hingga tahun 2012 (Lesmana 2014). BPLH Kota Bogor (2015) mengestimasi bahwa kegiatan transportasi di Kota Bogor menghasilkan emisi CO2, CH4, dan NO2 masing-masing sebesar 83 juta ton, 24 ribu ton, dan 3,9 ribu ton setiap tahunnya. Selain itu, dilakukan pengukuran terhadap konsentrasi PM2,5 dan PM10 dalam udara ambien Kota Bogor, hasil yang diperoleh adalah sebesar 109,17 µg/m3/hari dan 61,24 µg/m3/hari (Lesmana 2014). Baku mutu konsentasi PM2,5 yang ditetapkan di Indonesia adalah 60 µg/m3/hari dan PM10 adalah sebesar 150 µg/m3/hari. Berdasarkan kondisi tersebut, kandungan PM2,5 Kota Bogor lebih tinggi 82 persen dari baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Pencemaran udara yang terjadi di Kota Bogor dapat memberikan dampak negatif kepada masyarakat.
4
Oleh karena itu, penelitian mengenai estimasi nilai pajak emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor perlu untuk dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah Jumlah kendaraan di Kota Bogor menunjukkan tren yang terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor (2016), jumlah kendaraan bermotor mengalami peningkatan sebesar 9,5 persen per tahun pada tahun 2011 hingga 2015. Pada tahun 2015 terdapat 422.293 unit kendaraan bermotor di Kota Bogor. Kendaraan tersebut didominasi oleh sepeda motor dengan jumlah 332.060 unit atau sebesar 79 persen dari total jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor pada tahun 2015.
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor (2016)
Gambar 2 Peningkatan jumlah sepeda motor di Kota Bogor tahun 2011-2015 Pada Gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa jumlah sepeda motor di Kota Bogor terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 sampai 2015, rata-rata peningkatan jumlah sepeda motor di Kota Bogor adalah sebesar 9,7 persen per tahun. Peningkatan jumlah sepeda motor ini diperkirakan karena harganya yang lebih murah jika dibandingkan dengan kendaraan bermotor jenis lainnya. Selain itu, sepeda motor juga dapat diandalkan untuk menghadapi kemacetan yang terjadi di Kota Bogor. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor, termasuk sepeda motor dapat berkontribusi dalam mempengaruhi kualitas udara di Kota Bogor. Setidaknya terdapat tiga zat pencemar utama yang dihasilkan dari emisi kendaraan bermotor
5
yaitu CO, HC, dan PM. Berdasarkan data BPLH Kota Bogor (2014), secara keseluruhan konsentrasi zat pencemar udara di Kota Bogor masih dibawah baku mutu, hanya parameter PM2,5 yang telah melebihi baku mutu. Meskipun demikian, masyarakat Kota Bogor berpotensi menerima dampak negatif dari emisi kendaraan bermotor. Akhadi (2009) menjelaskan bahwa pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermotor biasanya menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan. Berbagai penyakit yang umumnya disebabkan oleh zat pencemar kendaraan bermotor antara lain iritasi mata, batuk, pneumonia, ISPA, serta bronkhitis. Pada tahun 2015 terdapat sebanyak 26.195 orang masyarakat yang menderita ISPA di Kota Bogor (Dinas Kesehatan Kota Bogor 2016). Terjadinya gangguan kesehatan ini diduga berasal dari emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Gangguan kesehatan yang dialami tersebut membuat masyarakat harus mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan pengobatan. Selain itu, masyarakat juga berpotensi mengalami kehilangan pendapatan sebagai akibat dari penyakit yang diderita. Pengeluaran biaya tambahan serta kehilangan pendapatan tersebut dapat berimplikasi pada penurunan kesejahteraan pada masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan estimasi nilai kerugian masyarakat akibat emisi dari kendaraan bermotor. Kerugian yang dihadapi masyarakat tersebut dapat diatasi melalui penerapan instrumen ekonomi lingkungan, yang salah satunya adalah dengan cara memberlakukan pajak emisi yang dihasilkan dari penggunaan kendaraan bermotor. Pemberlakuan pajak ini dilakukan agar masyarakat dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Selanjutnya pengurangan terhadap penggunaan kendaraan bermotor dapat mengurangi emisi kendaraan yang dibuang ke lingkungan serta mengurangi kerugian akibat pencemaran tersebut. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian yang akan dikaji, yaitu: 1. Berapa besar nilai kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor? 2. Berapa nilai pajak emisi per zat pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor?
6
3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pencemaran udara dan penetapan pajak emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, tujuan umum dari penelitian ini adalah mengestimasi nilai pajak emisi kendaraan bermotor roda dua berbahan bakar bensin di Kota Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor. 2. Mengestimasi nilai pajak emisi per zat pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor roda dua Kota Bogor. 3. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap pencemaran udara dan penetapan pajak emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian tentang estimasi nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat emisi kendaraan bermotor roda dua berbahan bakar bensin di Kota Bogor diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain: 1. Bagi penulis, penelitian ini memberikan tambahan pengetahuan, informasi, serta pengaplikasian ilmu ekonomi sumber daya dan lingkungan yang telah diperoleh. 2. Bagi akademisi, hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi serta pengetahuan, dan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk dilakukannya penelitian lanjutan. 3. Bagi pemerintah, penelitian ini
dapat menjadi bahan masukan atau
pertimbangan untuk pengambilan kebijakan mengenai permasalahan emisi kendaraan bermotor di Kota Bogor. 4. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keadaan lingkungan di sekitar masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan.
7
1.5 Batasan Penelitian Adapun batasan-batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis kendaraan yang dikaji dalam penelitian ini adalah kendaraan bermotor roda dua yang menggunakan bahan bakar bensin. 2. Bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan roda dua tidak dibedakan berdasarkan jenis produk bensin (Premium, Pertamax, dan Pertalite). 3. Penilaian kerugian akibat emisi kendaraan bermotor dilakukan dengan menggunakan pendekatan cost of illness. 4. Kerugian yang dihasilkan dari emisi kendaraan bermotor roda dua dihitung berdasarkan pendekatan persentase konsumsi bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan bermotor roda dua. 5. Zat pencemar yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah CO, HC, dan PM10. 6. Penghitungan pajak masing-masing zat pencemar dilakukan dengan pendekatan proporsi dengan asumsi bahwa proporsi kerugian pencemaran udara setara dengan proporsi emisi dari setiap parameter. 7. Jumlah kendaraan bermotor yang masuk dan keluar Kota Bogor dianggap sama.
8
9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Penggunaan kendaraan bermotor yang masih menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energi menghasilkan berbagai zat yang dapat mencemari lingkungan. Kristanto (2004) menyebutkan bahwa penggunaan kendaraan bermotor akan menghasilkan pencemar udara primer. Pencemar udara primer adalah zat pencemar di udara yang bentuknya tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya. Pembakaran bahan bakar fosil akan melepaskan pencemar udara primer dalam bentuk karbon monoksida (CO), sulfur oksida (SOx), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), dan partikulat (PM). Karakteristik dari masing-masing polutan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Karbon Monoksida (CO) Gas CO merupakan jenis polutan yang tidak berwarna dan tidak berbau. CO dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar fosil. Gas CO yang berada diudara sebagian besar merupakan polutan yang sekitar 80 persennya dihasilkan dari kendaraan bermotor (Akhadi 2009). Di daerah perkotaan dengan lalu lintas padat konsentrasi gas CO berkisar antara 10-15 ppm. Gas CO dalam jumlah banyak (konsentrasi tinggi) dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan (Wardhana 2004). 2. Sulfur Oksida (SOx) Gas sulfur oksida yang dihasilkan dari kendaraan bermotor terdiri dari dua jenis yaitu sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3). Sulfur dioksida (SO2) memiliki karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida (SO3) merupakan komponen yang tidak reaktif (Kristanto 2004). Dalam kegiatan pembakaran bahan bakar fosil gas SO2 yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan gas SO3 (Wardhana 2004). Bahan bakar fosil diperkirakan memberikan kontribusi sebesar sepertiga dari total SO2 yang dihasilkan per tahun. Jumlah polutan gas SO2 di udara sangat bervariasi bergantung pada musim dan keadaan cuaca (Akhadi 2009).
10
3. Nitrogen Oksida (NOx) Gas nitrogen oksida terdiri dari dua jenis yaitu gas nitrogen monoksida (NO) dan gas nitrogen dioksida (NO2). Kedua macam gas tersebut memiliki sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. Gas NO yang mencemari udara secara visual sulit diamati karena gas tersebut tidak berwarna dan tidak berbau. Sedangkan gas NO2 mudah diamati karena memiliki bau yang menyengat dengan warna cokelat kemerahan (Wardhana 2004). Konsentrasi NOx diudara daerah perkotaan biasanya 10-100 kali lebih tinggi daripada udara di daerah perdesaan. Konsentrasi NOx di udara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm (Kristanto 2004). 4. Hidrokarbon (HC) Hidrokarbon merupakan senyawa yang terbentuk dari elemen dan karbon. Sumber utama dari keberadaan senyawa hidrokarbon di udara adalah sisasisa pembakaran bahan bakar fosil yang keluar bersama-sama dengan asap kendaraan
bermotor.
Hidrokarbon
yang
berada
dalam
atmosfer
menunjukkan korelasi yang positif dengan kepadatan lalu lintas (Akhadi 2009). 5. Partikulat (PM) Partikulat atau lebih sering disebut partikulat matter (PM) merupakan zat padat maupun cair yang sangat halus dan tersuspensi di udara, seperti debu dan asap. Debu merupakan zat padat yang berukuran 0,1 -25 mikrometer. Asap adalah karbon yang berdiameter kurang dari 0,1 mikron. Tingkat bahaya dari PM seringkali diasosiasikan dengan ukuran PM tersebut (Akhadi 2009).
2.2 Eksternalitas akibat Penggunaan Kendaraan Bermotor Penggunaan kendaraan bermotor untuk menunjang kegiatan manusia tidak hanya memberikan dampak bagi pengguna kendaraan bermotor tersebut tapi juga dapat memberikan dampak terhadap pengguna lainnya maupun masyarakat sekitar. Hal ini tersebut dinamakan eksternalitas. Eksternalitas merupakan net cost atau benefit, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain (Fauzi 2006). Tingginya
11
penggunaan kendaraan bermotor dapat menyebabkan eksternalitas positif ataupun eksternalitas negatif. Santos et al (2010) menyebutkan eksternalitas positif dari tingginya penggunaan kendaraan bermotor antara lain meningkatkan produktivitas serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, tingginya kendaraan bermotor menghasilkan lebih banyak eksternalitas negatif. Santos et al (2010) menyatakan bahwa setidaknya terdapat 5 jenis eksternalitas yang dihasilkan dari penggunaan kendaraan bermotor. Eksternalitas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kecelakaan Eksternalitas berupa kecelakaan dapat meningkat apabila terjadi penambahan jumlah kendaraan bermotor di jalanan. Hal ini akan berpengaruh pada peningkatan probabilitas terjadinya kecelakaan pada kendaraan lainnya. 2. Kerusakan jalan Kerusakan
jalan
merupakan
eksternalitas
yang
ditimbulkan
dari
penggunaan kendaraan bermotor yang biaya perbaikannya ditanggung oleh pemerintah, serta tanggungan biaya oleh pengguna jalan lainnya akibat dari meningkatnya biaya perawatan kendaraan bermotor. 3. Kerusakan lingkungan Eksternalitas pada lingkungan dari penggunaan kendaraan bermotor merupakan dampak dari adanya emisi, kebisingan, perubahan lanskap dan perkotaan, dampak pada biodiversitas serta bangunan. Namun diantara eksternalitas emisi dan kebisingan merupakan eksternalitas yang dapat dikuantifikasi dan dimoneterkan nilainya. 4. Kemacetan Kemacetan merupakan kondisi jalanan yang ditandai dengan kecepatan kendaraan yang rendah. Hal ini terjadi karena permintaan terhadap jalan lebih tinggi daripada kapasitas jalan tersebut. 5. Ketergantungan terhadap bahan bakar Ketergantungan terhadap bahan bakar dihadapi oleh negara-negara yang melakukan impor bahan bakar. Negara-negara ini sangat rentan terhadap
12
perubahan harga minyak. Perubahan terhadap harga bahan bakar dapat mempengaruhi perekonomian suatu negara. Selain lima jenis eksternalitas tersebut, Mayeres et al (1996) menyatakan bahwa penggunaan kendaraan bermotor akan berkontribusi dalam menghasilkan gas rumah kaca yang dapat menyebabkan perubahan iklim. Hal tersebut terjadi karena penggunaan kendaraan bermotor menghasilkan gas CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar fosil yang digunakan. Besarnya marginal damage dari tambahan satu ton karbon yang dihasilkan adalah sebesar $22,8. Lemp dan Kockelman (2008) menambahkan bahwa penggunaan kendaraan bermotor juga menimbulkan biaya eksternal untuk penyediaan lahan baik yang digunakan untuk lahan parkir maupun jalan.
2.3 Dampak Kesehatan dari Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor yang berpotensi mencemari lingkungan dapat menimbulkan berbagai dampak kesehatan bagi masyarakat. Kristanto (2004) menjelaskan bahwa penyakit yang berkaitan dengan pencemaran udara biasanya berupa penyakit saluran pernapasan. Hal ini disebabkan udara tercemar yang masuk melalui saluran pernapasan. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan pencemaran udara menyebabkan penyakit pada seluruh bagian tubuh baik melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Berikut akan dijelakan dampak kesehatan yang berbagai zat pencemar yang dihasilkan dari penggunaan kendaraan bermotor. 1. Karbon monoksida (CO) Gas CO diudara secara langsung dapat mempengaruhi karboksihemoglobin (COHb). Konsentrasi CO sebesar 10 ppm dalam udara dapat membentuk 2 persen COHb dalam darah. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya kapasitas darah dalam menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh. Sebagai akibatnya, dalam tubuh akan muncul gangguan karena kekurangan oksigen seperti sulit bernapas, pusing, kurang memperhatikan keadaan sekitar, sesak nafas hingga kelainan fungsi susunan saraf serta perubahan fungsi paru-paru dan jantung (Akhadi 2009). Pengaruh kontaminasi CO terhadap tubuh tiap manusia juga tidak sama. Daya tahan
13
tubuh juga ikut menentukan toleransi tubuh terhadap pengaruh adanya karbon monoksida (Wardhana 2009). 2. Sulfur oksida (SOx) Dampak kesehatan utama dari polutan SOx adalah iritasi pada sistem pernapasan. SO2 dianggap sebagai polutan yang berbahaya terutama terhadap manusia usia lanjut dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernapasan dan kardiovaskular. Pengaruh kontaminasi SO2 pada manusia sangat tergantung pada konsentrasinya. Jumlah minimum yang dapat dideteksi dari baunya adalah pada kadar 3-5 ppm. Pada konsentrasi 8-12 ppm, zat sulfur oksida dapat menyebabkan iritasi tenggorokan. Konsentrasi sulfur dioksida sebanyak 20 ppm dapat menyebabkan batuk serta iritasi mata, pada konsentrasi inilah sulfur dioksida masih diperkenankan untuk kontak dalam waktu yang cukup lama (Kristanto 2004). 3. Nitrogen oksida (NOx) Nitrogen oksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil terdiri dari dua jenis yaitu NO dan NO2. Toksisitas gas NO2 empat kali lebih kuat daripada toksisitas gas NO. Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya kecuali bila gas tersebut berada dalam konsentrasi tinggi, sedangkan gas NO2 dapat menyebabkan gangguan pada paru-paru manusia. Selain itu gas NOx di udara dapat menyebabkan timbulnya Peroxy Acetil Nitrates (PAN) yang menyebabkan mata terasa perih dan berair (Wardhana 2009). 4. Hidrokarbon (HC) Hidrokarbon merupakan polutan gas yang bersifat toksik bagi tubuh manusia. Pada kondisi udara bebas, polutan tersebut tidak menimbulkan masalah
yang
serius.
Meskipun
demikian,
hidrokarbon
dapat
mengumpulkan dirinya pada jelaga yang bersifat karsinogenik. Apabila pemaparan terhadap tubuh terjadi berulang kali dan berlangsung lama, maka risiko munculnya kanker akan semakin besar (Akhadi 2009). Menurut Kristanto (2004), hidrokarbon yang masuk ke dalam tubuh sebagai bagian dari udara dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, serta
14
tenggorokan. Pada orang-orang yang sensitif, kontak dengan hidrokarbon pada waktu yang lebih lama dapat mengakibatkan pusing berat bahkan kehilangan koordinasi saraf. 5. Partikulat (PM) Tingkat bahaya dari partikulat seringkali dikaitkan dengan ukuran PM tersebut. Semakin kecil ukuran PM maka semakin besar kemungkinan PM tersebut mengedap di paru-paru (Akhadi 2009). Udara yang tercemar PM dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau pneumikoniosis (Wardhana 2004).
2.4 Marginal Damage Functions Secara umum, ketika tingkat polusi meningkat maka akan semakin besar pula kerusakan yang akan dihasilkan. Damage functions digunakan untuk menggambarkan hubungan antara besarnya kuantitas residu dengan kerusakan yang diakibatkan oleh residu tersebut. Marginal damage functions merupakan salah satu cara untuk menggambarkan perubahan kerusakan dari setiap unit perubahan konsentrasi emisi atau ambien (Field dan Field 2013). Berdasarkan Field dan Field (2013), setidaknya terdapat empat tipe marginal damage function yang digambarkan berdasarkan jenis polutannya serta keadaan yang terlibat. Keempat tipe marginal damage fuctions yaitu (1) marginal damage yang pada awalnya meningkat secara perlahan lalu meningkat dengan cepat ketika emisi semakin meningkat, (2) marginal damage yang meningkat secara tajam meskipun pada konsentrasi emisi yang sangat rendah, (3) marginal damage yang meningkat pada awalnya, kemudian cendrung datar, lalu kembali meningkat, dan (4) marginal damage yang mulai dirasakan pada konsentrasi tertentu dan meningkat secara linear seiring meningkatnya emisi. Kurva marginal damage functions untuk pencemaran udara digambarkan sebagai berikut.
15
Damage ($)
Ambient concentration (ppm) Sumber: Field dan Field (2013)
Gambar 3 Kurva marginal damage functions untuk pencemaran udara Pada Gambar 3 di atas, sumbu vertikal mempresentasikan besarkan kerusakan yang dinyatakan dengan besarnya nilai mata uang dan sumbu horizontal mempresentasikan besarnya konsentrasi ambien dari zat pencemar yang dinyatakan dengan satuan konsentrasi zat pencemar udara (ppm). Marginal damage functions untuk pencemaran udara digambarkan sebagi fungsi yang rumit dimana pada konsentrasi rendah kerusakan meningkat, selanjutnya konsentrasi cendrung datar sampai konsentrasi yang lebih tinggi dicapai, setelah itu kerusakan meningkat dengan cepat.
2.5 Penilaian Kerugian akibat Kerusakan Lingkungan Penilaian kerugian ekonomi akibat kerusakan lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan revealed preference. Pendekatan ini memiliki keunggulan terutama dalam hal menunjukkan besarnya uang yang benar-benar dikeluarkan oleh masyarakat untuk mendapatkan jasa lingkungan yang mengalami kerusakan (Fauzi 2014). Pada penelitian ini, metode cost of illness sebagai salah satu jenis pendekatan revealed preference yang akan digunakan untuk mengestimasi besarnya kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor. Pendekatan cost of illness (biaya pengobatan) dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat
Pencemaran
digunakan
apabila
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan hidup menimbulkan gangguan kesehatan. Jika pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup mengakibatkan gangguan kesehatan, sehingga penderita tidak dapat bekerja, kerugian dapat dihitung selama yang bersangkutan menderita sakit. Biaya-biaya yang dihitung antara lain: 1) biaya perawatan dokter,
16
obat-obatan dan laboratorium, 2) biaya pengeluaran konsumsi selama sakit. 3) biaya pengeluaran akomodasi ketika sakit, 4) biaya pengeluaran transportasi selama berobat, 5) biaya hilangnya penghasilan, 6) menurunnya nilai produktivitas. Apabila dampak perubahan kualitas lingkungan menyebabkan kematian manusia, maka nilai kematian dapat dihitung dengan pendekatan nilai ganti rugi sebagaimana yang dihitung oleh lembaga asuransi.
2.6 Instrumen Ekonomi Kebijakan Lingkungan Instrumen kebijakan lingkungan dapat digambarkan sebagai penghubung antara pengembangan kebijakan dan pengambilan keputusan untuk implementasi kebijakan. Mulai dari pengembangan kebijakan, masalah kebijakan didefinisikan sebagai tujuan operasional, pemilihan instrumen yang tepat dan pelaksanaannya hingga mencapai tujuan (Huppes dan Simonis 2009). Field dan Field (2009) menyatakan bahwa secara umum kebijakan lingkungan dapat dibedakan menjadi dua kategori sistem pemerintahan, yaitu sistem sentralisasi dan sistem desentralisasi. Kebijakan sentralisasi mengharuskan pemerintah pusat memimpin langkah-langkah untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana langkah-langkahnya, sedangkan kebijakan desentralisasi melibatkan interaksi beberapa pembuatan kebijakan (decision makers), yang masing-masing memiliki pilihan tersendiri untuk mengambil keputusan. Tietenberg (1995) menyatakan terdapat dua macam insentif ekonomi untuk mengontrol emisi yaitu emission charges dan emission trading. Emmision charges dapat dibagi menjadi dua cara yaitu efficiency charges dan cost effective charge. Efficiency charges dirancang untuk menghasilkan hasil yang efisien dengan memaksa pencemar untuk mengkompensasi sepenuhnya untuk semua kerusakan yang disebabkan. Cost effective charges dirancang untuk mencapai standar ambien yang telah ditetapkan pada biaya kontrol serendah mungkin. Emmision charges telah banyak di terapkan di berbagai negara di Eropa terutama untuk meningkatkan kualitas air. Belanda adalah salah satu negara yang berhasil menurunkan tingkat limbah dengan melakukan penetapan biaya limbah. Emission trading mencoba untuk memberikan fleksibilitas dalam cara memenuhi tanggung jawab pengendalian pencemaran kepada pihak pencemar.
17
Melalui mekanisme ini, pihak yang menyebabkan pencemaran dapat memilih untuk mengurangi emisi pada setiap titik debit lebih dari yang dibutuhkan oleh standar emisi dapat diterapkan otoritas kontrol untuk sertifikasi kelebihan kontrol sebagai emisi pengurangan kredit (emission reduction credit/ ERC). Didefinisikan dalam hal jumlah tertentu dari polutan tertentu, kredit pengurangan emisi yang disertifikasi dapat digunakan untuk memenuhi standar emisi pada pihak pencemar lainnya dengan cara menjualnya ke sumber pencemar lain. Adanya kredit ini memungkinkan pihak yang menyebabkan pencemaran untuk menemukan cara termurah memenuhi kebutuhan mereka, bahkan jika cara termurah berada di bawah kendali perusahaan lain. ERC adalah mata uang yang digunakan dalam perdagangan emisi, dimana kredit ini daat disimpan ataupun dihabiskan (Tietenberg 1995).
2.7 Pajak Emisi Pajak merupakan salah satu tindakan untuk mencegah terjadinya eksternalitas. Instrumen pajak lingkungan digunakan untuk mengoreksi biaya sosial yang timbul dari eksternalitas negatif akibat pencemaran lingkungan. Instrumen pajak dapat digunakan sehingga pencemar harus membayar akibat kegiatannya yang mencemari lingkungan, koreksi terhadap eksternalitas negatif ini seringkali dikaitkan dengan pigouvian tax (Fauzi 2006). Pigouvian tax berasal dari seorang ekonom Inggris, yaitu Arthur C Pigou. Pigou memaparkan tentang pembedaan atas biaya marginal individu sebagai pelaku ekonomi dan biaya marginal sosial. Kerangka inilah yang kemudian menjadi upaya internalisasi eksternalitas lewat mekanisme pajak. Pajak tersebut pada akhirnya akan menyebabkan struktur biaya meningkat sehingga mengoreksi jumlah
kuantitas
barang
yang
dihasilkan.
Akibatnya,
aktivitas
yang
mengakibatkan eksternalitas negatif akan berkurang. Dengan demikian, secara sederhana pigouvian tax berupaya memindahkan biaya kerusakan yang timbul ke dalam struktur biaya pelaku (individu atau perusahaan). Kurva eksternalitas yang dikoreksi dengan pigouvian tax digambarkan sebagai berikut (Kristiaji 2014).
18
PMC2
(P+t)
PMC1
P
--t--
PMB SMB Q1
Q2
Sumber : Kristiaji (2014)
Gambar 4 Kurva eksternalitas yang dikoreksi dengan pajak Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa, adanya eksternalitas negatif akan membuat manfaat (benefit) secara marginal yang diterima individu (privat marginal benefit, PMB) yang melakukan aktivitas lebih besar dari manfaat secara marginal yang diterima masyarakat (social marginal benefit, SMB). Keduanya ditunjukkan dalam kurva PMB>SMB yang menunjukkan manfaat marginal masing-masing pihak dalam tingkat output (Q) di setiap tingkat harga (P). Pada awalnya pelaku usaha mengadapi biaya marginal yang ditunjukkan pada kurva PMC. Persilangan antara PMB dan PMC1 menghasilkan tingkat kuantitas sebesar Q2 di tingkat harga P. Tingkat output tersebut tidak efisien (dalam perspektif masyarakat), karena justru semakin banyak output membuat semakin banyak pula eksternalitas yang dihasilkan. Bagi masyarakat, tingkat output yang efisien adalah Q1, atau persinggungan antara SMB dan PMC2. Pemerintah kemudian menetapkan pajak (t)
yang bertujuan mencapai output di tingkat Q1. Pajak
tersebut kemudian dibebankan kepada pelaku (individu) yang melakukan aktivitas ekonomi. Adanya penambahan pajak tersebut menyebabkan adanya pergeseran kurva PMC ke atas, dari PMC1 menjadi PMC2. Persilangan PMC2 dengan SMB kemudian menyebabkan harga terkoreksi dari P menjadi P + t dan output menjadi Q1. Dengan demikian, efisiensi dapat tercapai dan kerusakan lingkungan dapat dikendalikan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
19
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Field (2013) menyebutkan bahwa pajak merupakan salah satu kebijakan pengendalian emisi yang berabasis insentif. Pajak emisi dibuat untuk menyediakan insentif bagi para pencemar agar dapat mencari cara terbaik untuk mengurangi emisi dengan kombinasi antara lain: 1. Mensubstitusi bahan yang mencemari dengan bahan yang tidak mencemari. 2. Mengganti sumber bahan bakar kotor. 3. Mengubah proses internal sehingga tidak ada atau sedikit mencemari. 4. Menangkap unsur yang mencemari dan mengubahnya menjadi unsur yang tidak mencemari. 5. Mengubah input, mendaur ulang, dan lain-lain.
2.8 Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian mengenai kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor relatif banyak dilakukan. Deng (2006) meneliti biaya akibat emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor di Cina. Penelitian ini terdiri dari empat tahapan. Tahap pertama yaitu menduga seberapa besar penduduk yang terkena paparan emisi. Tahap kedua yaitu mencari hubungan antara tingkat emisi dan dampak terhadap kesehatan. Selanjutnya, dilakukan identifikasi jumlah kasus mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan dampak emisi. Tahap terakhir yaitu memoneterkan dampak kesehatan tersebut. Metode yang digunakan adalah pendekatan human capital. Pada penelitian ini juga diestimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) masyarakat untuk peningkatan kualitas udara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai WTP masyarakat lebih besar daripada biaya kesehatan akibat emisi kendaraan bermotor Nilai WTP yang diperoleh adalah sebesar $974 juta/tahun. Sedangkan dengan menggunakan pendekatan human capital biaya kesehatan yang diperoleh adalah sebesar $210 juta/tahun. Quah dan Boon (2002) meneliti mengenai biaya ekonomi dari polusi partikulat (PM) di Singapura. Metode damage function approach digunakan untuk menggambarkan hubungan antara paparan partikulat (PM10) dengan mortalitas
20
dan morbiditas. Selanjutnya, untuk memoneterkan dampak kesehatan tersebut digunakan metode benefit transfer. Teknik benefit transfer yang digunakan adalah transfer unit value dari penelitian mengenai morbiditas yang dilakukan di Inggris, serta penelitian mengenai mortalitas yang dilakukan di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya kesehatan sebagai dampak dari pencemaran udara di Singapura adalah sebesar $3662 juta/tahun, besaran biaya tersebut mencakup sekitar 4,31% dari GDP Singapura. Penelitian lainnya mengenai biaya yang dikeluarkan sebagai dampak dari polusi udara dilakukan oleh Danielis dan Chiabai (1998) yang melakukan estimasi biaya polusi udara di sektor transportasi di Itali. Damage estimation method digunakan untuk mencari hubungan antara konsentrasi zat pencemar dengan populasi yang terdampak. Estimasi nilai moneter dari dampak kesehatan tersebut diestimasi dengan menggunakan pendekatan Willingness to Pay (WTP) untuk mengurangi risiko kematian yang diakibatkan oleh pencemaran udara. Hasil penelitian menunjukkan nilai WTP masyarakat adalah sebesar $16.443,8 juta/tahun. Yoo et al (2008) mengestimasi biaya dari dampak yang ditimbulkan dari polusi udara di Korea. Berbeda dari penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan pendekatan choice experiment. Atribut yang digunakan untuk menilai dampak dari polusi udara adalah mortalitas, morbiditas, kerusakan lahan dan jarak pandang. Hasil penelitian menunjukkan besarnya nilai marginal WTP untuk reduksi mortalitas 1 dari 10 juta orang adalah sebesar 0,129 won/bulan dan untuk reduksi mortalitas adalah sebesar 0,0161 won/bulan. Selanjutnya nilai marginal WTP untuk
reduksi 1 persen kerusakan lahan adalah sebesar 43,4
won/bulan. Marginal WTP untuk peningkatan jarak pandang per 1 km adalah sebesar 198,73 won/bulan. West (2005) melakukan penelitian perhitungan besarnya pajak emisi berdasarkan polutan lokal yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Metode yang digunakan untuk menghitung pajak emisi adalah dengan mencari besarnya emisi yang dihasilkan dari tiap kendaraan yang diperoleh dari jumlah emisi per mil dari masing-masing polutan lalu dikalikan jarak perjalanan tiap kendaraan. Nilai pajak dihasilkan dari besarnya nilai uang dari marginal external damage (MED) per
21
unit emisi. Hasil penelitian diperoleh besarnya nilai pajak yang dihasilkan adalah sebesar $ 0,00004 per gram CO, $ 0,0004 per gram HC, $ 0,005 per gram NOx, $ 0,04 per gram PM10, dan $ 0,025 per gram SO4. Berdasarkan nilai pajak tiap parameter tersebut diperoleh besarnya pajak rata-rata untuk setiap mil perjalanan per kendaraan yaitu sebesar $ 0,006/mil/kendaraan. Bestari (2015) mengestimasi nilai pajak emisi per parameter pencemar udara dari
kendaraan
umum
berbahan
berdasarkan
kerugian
ekonomi
yang
bakar
solar
di
DKI
Jakarta
ditimbulkannya. Hasil estimasi nilai
kerugian ekonomi pencemaran udara dari emisi Metro Mini berdasarkan pendekatan biaya kesehatan masyarakat mencapai Rp 12,45 milyar/tahun. Hasil estimasi nilai pajak kendaraan bermotor berdasarkan pendekakatan biaya kesehatan
masyarakat adalah sebesar
Rp 4.617.119/kendaraan/tahun. Hasil
tersebut diperoleh dari estimasi tarif pajak per parameter pencemaran berdasarkan kerugian ekonomi yang ditimbulkannya terhadap kesehatan masyarakat yaitu Rp 227/kg-CO, Rp 357/kg-NO2, Rp 2.347/kg-SO2 dan Rp 3.500/kg-PM10. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat dari tujuan penelitian yaitu mengestimasi besarnya biaya atau kerugian dari emisi kendaraan bermotor serta mengestimasi besarnya pajak emisi yang harus dibayarkan oleh kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor. Meskipun demikian penelitian ini penting untuk dilakukan di Kota Bogor, karena belum ada penelitian yang menghitung besarnya pajak emisi dari kendaraan roda dua di Kota Bogor. Hal ini penting untuk dilakukan karena jumlah kendaraan yang menunjukkan tren yang terus meningkat terutama kendaraan bermotor roda dua.
22
23
III. KERANGKA PEMIKIRAN Jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor terus mengalami peningkatan rata-rata sebesar 9,5 persen per tahun pada tahun 2011 hingga 2015. Kendaraan bermotor tersebut didominasi oleh sepeda motor dengan jumlah sebesar 79 persen dari total kendaraan bermotor yang ada di Kota Bogor (Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor 2016). Hal tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, peningkatan mobilitas penduduk, serta pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Kota Bogor. Penggunaan kendaraan bermotor akan memberikan manfaat bagi penggunanya terutama dalam kemudahan mobilitas dan aksesibilitas. Meskipun demikian, peningkatan jumlah kendaraan bermotor juga akan menimbulkan permasalahan lingkungan berupa pencemaran udara. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor menimbulkan pencemaran udara sebagai akibat dari akumulasi emisi gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Hal tersebut dapat terjadi karena sektor transportasi menyumbang sekitar 70% dari emisi yang ada di udara, sedangkan sisanya berasal dari sumber lain seperti aktivitas industri dan rumah tangga (Kristanto 2004). Penggunaan kendaraan bermotor menghasilkan berbagai emisi dari penggunaan bahan bakar minyak. Emisi yang dihasilkan antara lain karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), sulfur oksida (SOX), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon dan partikulat (Akhadi 2009). Emisi yang dihasilkan dari penggunaan kendaraan bermotor ini dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan pada masyarakat terutama gangguan sistem pernapasan. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), pneumonia, bronkhitis, batuk, dan iritasi mata merupakan penyakit yang sering muncul akibat paparan emisi kendaraan bermotor. Ketika masyarakat menderita penyakit tersebut maka masyarakat akan mengeluarkan biaya untuk melakukan pengobatan. Masyarakat juga melakukan berbagai pencegahan agar tidak terpapar penyakit tersebut. Oleh karena itu, dilakukan penilaian kerugian ekonomi akibat penggunaan kendaraan bermotor roda dua berbahan bakar bensin di Kota Bogor. Metode yang digunakan untuk melakukan penilaian kerugian tersebut adalah metode cost of illness.
24
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mereduksi emisi dari penggunaan kendaraan bermotor adalah dengan menerapkan pajak atas emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor roda dua berbahan bakar bensin. Besarnya nilai pajak emisi per zat pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor roda dua akan diestimasi dengan menggunakan pendekatan matematis berdasarkan proporsi dari total kerugian masyarakat akibat emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor. Selain menentukan besarnya nilai pajak emisi, akan dianalisis pula persepsi masyarakat mengenai dampak emisi dan rencana penetapan pajak emisi kendaraan bermotor roda dua yang menggunakan bahan bakar bensin. Persepsi masyarakat akan dianalisis dengan menggunakan skala likert. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi Pemerintah Kota Bogor untuk pertimbangan pengambilan kebijakan. Diagram alur pemikiran penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 5.
25
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor
Peningkatan jumlah penduduk Peningkatan mobilitas Pertumbuhan ekonomi
Potensi menimbulkan pencemaran udara
Masyarakat terkena dampak negatif akibat pencemaran udara
Upaya mereduksi emisi dari penggunaan kendaraan bermotor
Estimasi nilai kerugian masyarakat akibat zat pencemar dari penggunaan bensin pada kendaraan bermotor roda dua
Estimasi tarif dan nilai pajak emisi kendaraan bermotor roda dua per kendaraan per tahun
Persepsi masyarakat dan terhadap penetapan tarif pajak emisi kendaraan bermotor roda dua
Metode Cost of illness
Pendekatan matematis
Penilaian persepsi dengan skala likert
Rekomendasi penetapan pajak emisi kendaraan bermotor roda dua guna mengatasi pencemaran udara di Kota Bogor Keterangan: : Metode analisis data
Gambar 5 Diagram alur kerangka pemikiran
26
27
IV. METODE PENELITIAN 4. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Kota Bogor terjadi pertumbuhan kendaraan bermotor sebesar 13 persen pada tahun 2008 hingga 2012 (Lesmana 2014). Kondisi tersebut membuat masyarakat Kota Bogor berpotensi mengalami kerugian akibat emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan April-Juli 2016.
4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan pertanyaan yang akan diajukan. Responden dalam penelitian ini terbagi menjadi dua responden yaitu masyarakat yang merasakan dampak pencemaran udara serta pengguna kendaraan bermotor roda dua. Data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari berbagai instansi antara lain BLHD Kota Bogor, Dinas Perhubungan Kota Bogor, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor, BPS Kota Bogor serta berbagai literatur dan penelitian terdahulu yang mendukung data penelitian.
4.3 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling, karena sampel yang dipilih secara sengaja dan sesuai dengan kriteria tertentu. Kriteria sampel yang dipilih dalam penelitian ini yaitu masyarakat merasakan eksternalitas dari emisi kendaraan bermotor di Kota Bogor. Adapun jumlah contoh penelitian ditentukan dengan menggunakan formula Slovin (Umar 2003). Berikut penentuan jumlah responden, menggunakan rumus Slovin dengan persentase kesalahan 10 persen:
28
Keterangan: n
: jumlah sampel
N
: jumlah populasi masyarakat Kota Bogor
e
: presisi 10% yang ditetapkan peneliti.
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 responden untuk masing-masing kelompok responden yang terdiri dari masyarakat pengguna sepeda motor dan non pengendara sepeda motor yang beraktivitas atau bertempat tinggal di sekitar keramaian lalu lintas. Lokasi pengambilan data berada di ruas jalan utama di tiap kecamatan di Kota Bogor. Detail lokasi pengambilan data pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Lokasi pengambilan data primer No 1 2 3 4 5 6
Kecamatan Bogor Tengah Bogor Barat Bogor Timur Bogor Utara Bogor Selatan Tanah Sareal
Lokasi Pengambilan Data Jl. Kapten Muslihat Sekitar Terminal Bubulak, Jl. Raya Cibadak Ciampea Jl. Raya Tajur Jl. Raya Kedung Halang Jl. Pahlawan Jl. K.H Soleh Iskandar, Jl K. H Abdullah Bin Nuh
4.4 Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2010. Berdasarkan tujuan penelitiannya, maka metode analisis data dijabarkan pada Tabel 2.
29
Tabel 2 Matriks analisis data No 1
2
3
Tujuan Penelitian Mengestimasi nilai kerugian masyarakat akibat emisi kendaraan bermotor roda dua Mengestimasi nilai pajak emisi per zat pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor roda dua Mengkaji persepsi masyarakat terhadap dampak dan rencena penetapan pajak emisi
Jenis Data -Data primer -Data sekunder -Data primer -Data sekunder
Sumber Data Kuesioner
-Data primer
Kuesioner
Kuesioner
Alat Analisis Data Cost of illness
Perhitungan nilai pajak emisi dengan pendekatan matematis berdasarkan proporsi zat pencemar Skala likert
4.4.1 Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Akibat Emisi Kendaraan Bermotor Roda Dua Besarnya kerugian akibat emisi dari kendaraan bermotor roda dua diestimasi dengan menggunakan metode cost of illness. Meskipun demikian perlu dihitung terlebih dahulu besarnya jumlah masyarakat yang menderita penyakit akibat emisi kendaraan bermotor roda dua. Penentuan besarnya masyarakat yang menderita penyakit akibat emisi kendaraan bermotor roda dua dilakukan dengan menghitung besarnya proporsi bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan bermotor roda dua. Formula untuk menghitung besarnya jumlah masyarakat yang menderita penyakit akibat emisi kendaraan bermotor roda dua adalah sebagai berikut (penjelasan Gambar 6): A
= jumlah masyarakat yang sakit akibat pencemaran udara (orang)
B
= jumlah masyarakat yang sakit akibat pencemaran udara dari kendaraan bermotor (orang) = 70% x A
C
= jumlah masyarakat yang sakit akibat pencemaran udara dari kendaraan bermotor berbahan bakar bensin (orang) = 90% x B
D
= jumlah masyarakat yang sakit akibat pencemaran udara dari kendaraan bermotor roda dua (orang) = 49% x C
30
Ilustrasi dari proporsi sumber pencemaran udara dari kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor dapat dilhat pada Gambar 6.
49 % dari kendaraan roda dua *** 51% dari kendaraan umum dan pribadi roda empat***
90 % dari kendaraan berbahan bakar bensin ** 10% dari kendaraan berbahan bakar solar**
D C B A
70 % dari sumber bergerak (transportasi)* 30% dari sumber tidak bergerak (industri, sampah, rumah tangga)*
Penderita penyakit akibat pencemaran udara
Sumber: * Kristanto (2004) ** SPBU Kota Bogor (2016) *** Pusdatin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2014)
Gambar 6 Skema proporsi sumber pencemaran udara dari kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor Berdasarkan skema pada Gambar 6 di atas diketahui besarnya jumlah penyakit yang disebabkan oleh kendaraan bermotor roda dua. Selanjutnya dilakukan estimasi nilai kerugian masyarakat akibat emisi kendaraan bermotor roda dua yang menggunakan bahan bakar bensin dengan menggunakan pendekatan cost of illness. Hal ini dilakukan karena emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berpotensi mempengaruhi kesehatan masyarakat sebagai dampak negatif dari emisi kendaraan bermotor. Estimasi kerugian dengan menggunakan cost of illness digunakan dengan menggunakan pendekatan biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan akibat adanya penurunan kualitas lingkungan. Pendekatan biaya kesehatan atau cost of illness terdiri dari biaya langsung atau direct cost, biaya tidak langsung atau indirect cost, dan biaya peluang atau opportunity cost. Biaya langsung dan biaya tidak langsung merupakan biaya pengobatan untuk menyembuhkan penyakit yang diderita oleh responden dan
31
biaya peluang merupakan hilangnya pendapatan responden karena tidak dapat bekerja akibat sakit yang diderita. Menurut Dwight et al (2005), nilai cost of illness dapat diestimasi dengan persamaan :
dimana : COI (Cost of Illness)
: biaya kesehatan (Rp/tahun)
LOE (Loss of Earning)
: hilangnya pendapatan (Rp/tahun)
MDC (Medical Cost)
: total biaya pengobatan penyakit (Rp/tahun)
Besarnya nilai MC total didapatkan dengan menjumlahkan masing-masing biaya dari pengobatan tiap-tiap jenis penyakit. Formula untuk mendapatkan nilai MDC total adalah sebagai berikut:
dimana: MDC1 : biaya pengobatan penyakit ISPA (Rp/tahun) MDC2 : biaya pengobatan penyakit pneumonia (Rp/tahun) MDC3 : biaya pengobatan batuk (Rp/tahun) MDC4 : biaya pengobatan bronkhitis (Rp/tahun) MDC5 : biaya pengobatan iritasi mata (Rp/tahun) MDC6 : biaya pengobatan lainnya yang masih berhubungan dengan penyakit yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor (Rp/tahun) 1. Nilai Pendapatan yang Hilang Nilai pendapatan responden yang hilang karena sakit dihitung berdasarkan cost of time yang merupakan kerugian responden yang tidak masuk kerja pada saat terkena sakit. Perhitungan nilai cost of time dibedakan pada responden yang bekerja sebagai pegawai dan nonpegawai. Bagi responden yang bekerja sebagai pegawai, pendapatan tetap mereka saat ini tidak dipengaruhi oleh jumlah waktu tidak bekerja karena sakit. Namun, untuk mengetahui kehilangan pendapatan tersebut dapat diestimasi melalui pendekatan value of sick leave sebagai proxy dari cost of time. Value of sick leave menjelaskan bagaimana mengestimasi nilai aktual dari cuti sakit yang dapat digunakan untuk mengurangi premi asuransi kesehatan pada masa pensiunan. Cost of time pada responden
32
non-pegawai sama dengan nilai hilangnya pendapatan per hari. Nilai ini diperoleh dari jumlah hari tidak bekerja responden non pegawai dikalikan dengan tingkat pendapatan responden per hari (Dwight et al 2004). Jadi, nilai pendapatan responden dapat dihitung dengan persamaan : ∑ dimana : LOE
: nilai kerugian responden tidak masuk kerja (Rp/tahun)
JHTK : jumlah jam atau hari tidak kerja responden ke-i (jam atau hari) TPR
: tingkat pendapatan responden ke-i per jam atau hari (Rp/jam atau hari)
n
: jumlah responden (orang)
i
: responden ke-i (1, 2, 3,…, n)
2. Biaya Pengobatan Biaya pengobatan yang ditanggung oleh responden dihitung dari jumlah uang yang dikeluarkan untuk berobat, terdiri dari biaya kunjungan ke dokter atau puskesmas dan atau biaya pembelian obat. Biaya pengobatan responden merupakan biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati sakit pada saat responden tersebut menderita sakit. Jadi, biaya pengobatan yang dikeluarkan responden berdasarkan Dwight et al (2004) dapat dihitung dengan rumus : ∑ dimana : MDC : biaya pengobatan per responden (Rp/tahun) BKD : biaya kunjungan ke dokter (Rp/tahun) BO
: biaya pembelian obat (Rp/tahun)
n
: jumlah responden (orang)
i
: responden ke-i (1, 2, 3,…, n)
33
4.4.2 Estimasi Nilai Pajak Emisi Per Zat Pencemar yang Dihasilkan Oleh Kendaraan Bermotor Roda Dua di Kota Bogor Setelah mengetahui proporsi potensi pencemaran udara selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap proporsi kerugian ekonomi per zat pencemar dari emisi kendaraan roda dua. Kerugian ekonomi per zat pencemar merupakan kerugian yang ditanggung oleh masyarakat berdasarkan biaya kesehatan berupa biaya berobat dan kehilangan pendapatan. Berikut ini terdapat gambaran skema proporsi total kerugian per zat pencemar emisi kendaraan bermotor roda dua yang berasal dari total beban pencemar per zat pencemar emisi yang dihasilkan oleh masing-masing jenis kendaraan bermotor roda dua dapat dilihat pada gambar yang disajikan pada Gambar 7. Total Beban Pencemaran Emisi Kendaraan Bermotor Roda Dua
Total Beban Pencemar HC
Total Beban Pencemar CO
Kerugian Ekonomi per Kilogram HC
Kerugian Ekonomi per Kilogram CO
Gambar 7 Skema proporsi total kerugian per zat pencemar emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor Nilai pajak emisi kendaraan bermotor roda dua berbahan bakar bensin didapatkan dari nilai kerugian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat akibat emisi kendaraan bermotor roda dua berdasarkan biaya kesehatan dan biaya pencegahan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat. Selain nilai kerugian, ratarata konsentrasi per zat pencemar di udara dan konsumsi bensin juga menjadi dasar dalam perhitungan (modifikasi dari West 2005).
34
NPE
= KT
NPZP = KT × PZP TPZP = NPZP / [FEGB × JKB × NEBB] dimana : NPE
: nilai pajak emisi (Rp/tahun)
KT
: kerugian total (Rp/tahun)
NPZP : nilai pajak per zat pencemar (Rp/tahun) PZP
: proporsi zat pencemar (%)
TPZP : tarif pajak per zat pencemar (Rp/gram) FEGB : faktor emisi gas buang (gram/km) JKB
: jumlah konsumsi bensin (liter/tahun)
NEBB : nilai ekonomi bahan bakar (km/liter) TBPK = TBP / JK dimana : TBPK : total beban pencemar per kendaraan (gram/tahun) TBP
: total beban pencemaran (gram/tahun)
JK
: jumlah kendaraan (unit) TPZPK = TBPK × TPZP
dimana : TPZPK: tarif pajak per zat pencemar per kendaraan (Rp/tahun) TBPK : total beban pencemar per kendaraan (gram/tahun) TPZP : tarif pajak per zat pencemar (Rp/gram)
4.4.3 Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Dampak dan Rencana Penetapan Pajak Emisi di Kota Bogor Penelitian ini melakukan persepsi masyarakat mengenai dampak dan rencana penetapan pajak emisi kendaraan roda dua di Kota Bogor akan diukur dengan menggunakan skala likert. Persepsi masyarakat terhadap pernyataan yang diberikan diukur dengan menggunakan skala likert mulai dari sangat tidak setuju diberi nilai 1, tidak setuju diberi nilai 2, netral diberi nilai 3, setuju diberi nilai 4, dan sangat setuju diberi nilai 5 (Riduwan 2011). Uraian indikator persepsi
35
masyarakat terhadap dampak dan rencana penetapan pajak emisi di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Skala likert persepsi responden terhadap dampak dan rencana penetapan pajak emisi di Kota Bogor No. 1
2
3
Indikator
Tingkatan nilai (skor) SS S N TS STS (5) (4) (3) (2) (1)
Uraian
Kondisi dan dampak Udara di Kota Bogor sudah pencemaran udara di mulai tercemar Kota Bogor Udara yang tercemar dapat mengganggu aktivitas seharihari Pencemaran udara dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan Emisi gas buang kendaraan di Kota Bogor masih berada dalam ambang batas aman Penyebab dan Pencemaran udara disebabkan dampak pencemaran oleh emisi kendaraan udara di Kota Bogor bermotor Peningkatan jumlah kendaraan dapat memperburuk kualitas udara Pencemaran udara dapat menambah biaya pengeluaran masyarakat Pencemaran dapat mengurangi pendapatan masyarakat Persepsi terhadap Pajak emisi kendaraan inisiasi pajak emisi bermotor dapat mengurangi di Kota Bogor jumlah kendaraan Penetapan pajak emisi dapat menjadi alternatif dalam mengurangi pencemaran udara Uji emisi kendaraan secara berkala dapat mengurangi tingkat pencemaran udara Penetapan pajak emisi kendaraan dapat mengurangi pendapatan pemilik kendaraan roda dua Pemerintah perlu menetapkan pembayaran pajak emisi untuk pemilik kendaraan bermotor roda dua
Keterangan :
SS N STS
: Sangat Setuju : Netral : Sangat Tidak Setuju
S TS
: Setuju : Tidak Setuju
36
Penilaian persepsi terhadap dampak dan rencana penetapan pajak emisi melalui pemberian skor terhadap indikator uraian pada Tabel 3 di atas akan dilakukan kepada masyarakat yang terpilih sebagai responden. Pemberian skor terhadap indikator-indikator kriteria tersebut akan dilakukan berdasarkan pengamatan dan pengetahuan responden. Data yang telah didapatkan dari seluruh responden direkapitulasi. Setelah itu, menghitung skor dengan cara mengkalikan skor dengan banyaknya orang yang memilih. Lalu, jumlahkan hasil perkalian tersebut. Hitung jumlah skor ideal (skor tertinggi) dan jumlah skor terendah. Kemudian, untuk mengetahui kriteria interpretasi skor dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
X 100%
Keterangan : Angka 0% - 20%
: sangat lemah
Angka 21% - 40%
: lemah
Angka 41% - 60%
: cukup
Angka 61% - 80%
: kuat
Angka 81% - 100%
: sangat kuat
37
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, serta Kecamatan Tanah Sareal (BPS Kota Bogor 2016). Peta Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 8.
Sumber : Pemerintah Kota Bogor (2016)
Gambar 8 Peta Kota Bogor
5.1.1 Kondisi Geografis Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS, kedudukan geografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara dengan jarak kurang lebih 60 km, merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan
38
ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Batas wilayah Kota Bogor adalah : Sebelah Selatan
: Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.
Sebelah Timur
: Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.
Sebelah Utara
: Kecamatan
Sukaraja,
Kecamatan
Bojong
Gede,
dan
Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Sebelah Barat
: Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor (BPS Kota Bogor 2016).
Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimun 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut. Selama tahun 2015, suhu udara rata-rata tiap bulan adalah sebesar 34,20C (maksimal) dan suhu rata-rata terendah sebesar 20,00C. Kelembaban udara di Kota Bogor adalah sekitar 89,9%, dengan curah hujan sekitar 267,9-389,3mm. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan November 2015. Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0 – 15 derajat dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15 – 30 derajat (BPS Kota Bogor 2016).
5.1.2 Kependudukan Pada tahun 2015, penduduk Kota Bogor tercatat sebanyak 1.047.922 jiwa yang terdiri dari 523.018 laki-laki dan sebanyak 515.904 perempuan. Jika dibandingan dengan tahun sebelumnya jumlah penduduk Kota Bogor meningkat sekitar 1,67% atau sebesar 17.202 jiwa. Kepadatan penduduk di Kota Bogor mencapai 8.843 orang/km2 (BPS Kota Bogor 2016). Peningkatan jumlah penduduk yang terjadi di Kota Bogor dapat meningkatkan mobilitas masyarakat. Hal ini karena Kota Bogor merupakan salah satu daerah penyangga ibu kota. Sehingga dapat berimplikasi pada peningkatan kebutuhan akan transportasi masyarakat. Sebesar 780.951 jiwa penduduk Kota Bogor berada pada usia kerja (> 15 tahun), meskipun demikian terdapat 450.942 jiwa yang ke termasuk dalam angkatan kerja. Sebanyak 49.942 jiwa dari jumlah angkatan kerja tersebut merupakan pengangguran. Sebesar 400.983 jiwa merupakan penduduk yang
39
bekerja yang terserap di berbagai bidang lapangan pekerjaan antara lain pekerjaan di bidang perdagangan, hotel, rumah makan, dan pekerjaan lainnya (BPS Kota Bogor 2016).
5.2 Gambaran Umum Jumlah Kendaraan di Kota Bogor Jumlah kendaraan di Kota Bogor dari tahun 2011 hingga 2015 menunjukkan tren yang terus meningkat tiap tahunnya dengan persentase peningkatan rata-rata sebesar 9,5% tiap tahun. Kendaraan yang ada di Kota Bogor didominasi oleh sepeda motor dengan jumlah sebesar 332.060 unit diikuti oleh kendaraan jenis sedan, jeep, minibus dengan jumlah sebesar 76.709 unit pada tahun 2015. Persentase rata-rata peningkatan jumlah kendaraan tertinggi dialami oleh kendaraan jenis sedan, jeep, dan minibus dengan peningkatan sebesar 9,8 persen dari tahun 2011 hingga 2015. Kendaraan jenis truck, pickup, serta bus, microbus berjumlah sebesar 12.731 unit dan 770 unit pada tahun 2015. Kendaraan jenis ini mengami persentase peningkatan jumlah berturut-turut sebesar 5 persen dan 2 persen pada tahun 2011 hingga 2015 (Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor 2016). Tren peningkatan jumlah kendaraan di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 9. 450000 400000
Jumlah (unit)
350000 300000
Sepeda Motor, Scooter
250000
Alat-alat Berat
200000
Truck, Pick Up
150000
Bus, Microbus
100000
Sedan, Jeep, Minibus
50000 0 2011
2012
2013
2014
2015
Tahun
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor 2016
Gambar 9 Tren peningkatan jumlah kendaraan di Kota Bogor tahun 2011-2015
40
Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa kendaraan jenis sepeda motor menempati posisi tertinggi dari jumlah kendaraan di Kota Bogor. Persentase jumlah sepeda motor adalah sebesar 79 persen dari jumlah total kendaraan di Kota Bogor. Jumlah sepeda motor yang terus meningkat diperkirakan karena mobilitas masyarakat yang terus meningkat. Selain itu kendaraan sepeda motor umumnya memiliki harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan jenis kendaraan bermotor lainnya. Sepeda motor yang ukurannya lebih kecil juga dapat diandalkan sebagai salah satu alat transportasi untuk menghadapi kemacetan yang terjadi di Kota Bogor.
5.3 Gambaran Umum Konsumsi Bahan Bakar Minyak di Kota Bogor Konsumsi bahan bakar minyak di Kota Bogor didapatkan dari data penjualan bahan bakar minyak dari seluruh SPBU milik Pertamina di Kota Bogor. Konsumsi bakar bakar bensin dan solar diperoleh dengan menjumlahkan hasil penjulan dari masing-masing jenis produk bensin dan solar. Terdapat tiga jenis produk bensin yang dipasarkan di Kota Bogor yaitu Premiun, Pertamax dan Pertalite. Total penjualan tertinggi adalah bahan bakar bensin jenis Premium dengan total penjualan mencapai 160.849.229 liter pada tahun 2015. Hasil penjualan tertinggi selanjutnya diikuti oleh Pertamax dan Pertalite dengan total penjualan sebesar 34.001.018 liter dan 14.932.593 liter pada tahun 2015. Penjualan Premium yang cukup tinggi diperkirakan karena harga jualnya yang yang paling rendah diantara produk bensin lainnya. Pada saat pengambilan data diperoleh harga Pertamax sebesar Rp 7.550/liter, Pertalite Rp 7.100/liter dan Premium Rp 6.450/liter. Penjualan bahan bakar solar hanya sebesar 10 persen dari total penjualan bahan bakar minyak atau sebesar 23.230.516 liter pada tahun 2015. Hasil penjualan bahan bakar solar lebih rendah dibandingkan bensin karena hanya jenis kendaraan tertentu saja yang menggunakan solar seperti truck, pickup, bus dan microbus. Terdapat dua jenis produk bakar solar yang dipasarkan oleh Pertamina yaitu Biosolar dan Pertamina Dex. Detail penjualan tiap jenis bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 4.
41
Tabel 4 Penjualan bahan bakar minyak di Kota Bogor tahun 2015 Jenis Produk Solar a. Biosolar b. Pertamina Dex Bensin a. Pertalite b. Pertamax c. Premium Total Penjualan Bensin dan Solar
Total Penjualan Tahun 2015 (liter) 23.230.516 22.547.182 683.334 209.782.911 14.932.593 34.001.018 160.849.229 233.013.427
Persentase 10%
90%
100%
Sumber: SPBU Kota Bogor 2016
5.4 Gambaran Umum Pencemaran Udara di Kota Bogor Kualitas udara ambien di Kota Bogor diukur oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bogor di 30 titik contoh di Kota Bogor. Hasil pengukuran konsentrasi ambien dari setiap parameter pencemar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Konsentrasi ambien parameter pencemar udara di Kota Bogor tahun 2014 Parameter SO2 CO NO2 HC Pb NH3 PM10 PM2,5
Satuan µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/m3 µg/m3
Konsentrasi Ambien 21,93 1.573,63 84,40 19,70 0,02 0,16 61,24 109,17
Baku Mutu Ambien 365* 10.000* 150* 160* 2* 2** 150* 60*
Keterangan: * Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No : 41 Tahun 1999 Baku Mutu Udara Ambien Nasional ** Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No : 660.31/SK/694-BPKMD/82 Sumber: BPLH Kota Bogor 2014, BPLH Jawa Barat dalam Lesmana 2014
Secara umum, hasil pengukuran menunjukkan bahwa parameter yang diukur masih berada dibawah baku mutu ambien yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hanya terdapat satu parameter yang telah melebihi baku mutu yaitu PM2,5. Meskipun secara keseluruhan konsentrasi ambien masih lebih rendah daripada baku mutu, hal ini tetap dapat memberikan dampak negatif bagi
42
masyarakat karena akumulasi dari berbagai zat pencemar. Wardhana (2004) menyebutkan bahwa zat pencemar yang ada di udara dapat mencemari lingkungan secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama (membentuk senyawa baru). Sebagai contoh, HC di udara akan membentuk kabut fotokimia (peroxy asetil nitrates) ketika bereaksi dengan oksigen maupun NOx. Apabila dihubungkan dengan kurva marginal damage functions, konsentrasi zat pencemar yang rendah pun dapat menyebabkan kerusakan, contohnya orang-orang yang cukup sensitif terhadap zat pencemar apabila terpapar zat pencemar meskipun dalam konsentrasi yang rendah maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Pada orang-orang yang terpapar zat pencemar secara terus menerus misalnya orang yang bekerja di keramaian lalu lintas, potensi terkena penyakit akibat zat pencemar juga semakin meningkat.
5.5 Karakteristik Responden Karakteristik umum responden dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara kepada 200 orang responden masyarakat yang terdiri dari 100 orang pengendara sepeda motor dan 100 orang non pengendara sepeda motor yang beraktivitas di wilayah keramaian lalu lintas di Kota Bogor. Karakteristik umum responden meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, serta pendapatan individu responden. Karakteristik umum responden dapat dilihat pada Tabel 6.
5.5.1 Jenis Kelamin Responden non pengendara sepeda motor dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 75 orang dan responden perempuan sebesar 25 persen. Hal ini dikarenakan pada saat wawancara, sebagian besar masyarakat yang beraktivitas di wilayah keramaian lalu lintas berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan untuk responden pengendara sepeda motor, responden laki-laki memiliki persentase sebesar 90 persen dan respoden perempuan dengan persentase sebesar 10 persen. Responden pengendara motor dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan responden perempuan karena responden laki-laki dianggap
43
lebih memahami berbagai informasi yang dibutuhkan mengenai penggunaan sepeda motor. Tabel 6 Karakteristik umum responden Non Pengendara No
Karakteristik
1 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 2 Status Pernikahan Menikah Belum Menikah 3 Usia 17-25 26-35 35-50 >50 4 Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi 5 Jenis Pekerjaan Ojek Online Ojek Pangkalan Buruh Wirausaha Pelajar/Mahasiswa Pegawai Swasta TNI/POLRI PNS Lainnya 6 Pendapatan <1.500.000 1.500.001-3.000.000 3.000.001-4.500.000 4.500.001-6.000.000 >6.000.000
Pengendara
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
75 25
75 25
90 10
90 10
66 34
66 34
59 41
59 41
36 37 20 7
36 37 20 7
57 27 15 1
57 27 15 1
7 19 63 11
7 19 63 11
3 32 44 21
3 32 44 21
0 0 16 32 0 37 3 3 9
0 0 16 32 0 37 3 3 9
15 17 3 9 29 24 1 2 0
15 17 3 9 29 24 1 2 0
26 46 18 4 6
26 46 18 4 6
31 32 24 10 3
31 32 24 10 3
Sumber: Hasil analisis data primer, diolah (2016)
5.5.2 Usia Usia responden dalam penelitian ini dibagi menjadi empat kelompok usia mulai usia 16 tahun hingga usia lebih dari 50 tahun. Usia responden pada
44
penelitian ini cukup bervariasi mulai usia sekolah sampai usia lanjut. Untuk responden non pengendara sepeda motor, usia responden pada rentang 26 – 35 tahun memiliki persentase yang paling tinggi yaitu sebesar 37 persen. Usia pada rentang tersebut merupakan usia yang paling produktif untuk bekerja. Sedangkan responden dengan usia lebih dari 50 tahun memiliki persentase terendah yaitu sebesar 7 persen. Usia responden pengendara sepeda motor terbanyak berada pada rentang usia 16-25 tahun yaitu sebesar 57 persen sedangkan responden paling sedikit berusia lebih dari 50 tahun yaitu sebesar 1 persen.
5.5.3 Tingkat Pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikan, baik responden non pengendara dan pengendara sepeda motor sebagian besar menempuh pendidikan hingga SMA yaitu sebesar 63 persen untuk non pengendara dan 44 persen untuk pengendara sepeda motor. Sementara itu, responden dengan pendidikan terakhir SD memiliki persentase terendah yaitu sebesar 7 persen untuk responden non pengendara dan 3 persen untuk responden pengendara sepeda motor. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat Kota Bogor baik itu masyarakat non pengendara sepeda motor yang bekerja di keramaian lalu lintas memiliki kesadaran tinggi untuk menempuh pendidikan wajib belajar 9 tahun. Sementara sisanya, responden non pengendara sepeda motor dengan pendidikan terakhir SMP memiliki persentase 19 persen dan perguruan tinggi sebesar 11 persen. Untuk responden pengendara sepeda motor sebesar 32 persen responden menempuh pendidikan hingga SMP dan sebesar 21 persen menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi.
5.5.4 Jenis Pekerjaan Responden non pengguna sepeda motor yang beraktivitas di keramaian lalu lintas sebagian besar berprofesi sebagai pegawai swasta dengan persentase sebesar 37 persen dilanjutkan dengan profesi wirausaha sebesar 32 persen. Pegawai swasta yang diambil untuk responden masyarakat antara lain satpam, petugas parkir, petugas pom bensin, serta sales. Responden masyarakat dengan profesi wirausaha memiliki persentase yang cukup tinggi, hal ini karena kegiatan wirausaha akan lebih menguntungkan jika dilakukan di wilayah yang ramai,
45
terutama di jalan-jalan utama Kota Bogor. Responden pengendara sepeda motor responden diambil dari berbagai profesi yaitu pelajar dan mahasiswa, pegawai swasta, ojek pangkalan, ojek online, wirausaha, buruh, TNI/POLRI serta PNS. Hal ini dilakukan agar data mengenai penggunaan sepeda motor mewakili berbagai profesi. Jenis pekerjaan terbanyak adalah pelajar dan mahasiswa dengan persentase sebesar 29 persen.
5.5.5 Pendapatan Responden Berdasarkan hasil wawancara kepada 100 orang masyarakat non pengendara sepeda motor yang beraktivitas di sekitar keramaian lalu lintas diperoleh hasil bahwa sebagian besar masyarakat (46 persen) memiliki pendapatan antara Rp 1.500.001 hingga Rp 3.000.000 tiap bulannya, pendapatan ini lebih kecil jika dibandingan dengan Upah Minimum Kota (UMK) Kota Bogor yaitu sebesar Rp
3.022.765 per bulan (Tribun News Online, 2015). Hal ini
diperkirakan karena banyak responden yang berprofesi sebagai wirausaha dan buruh dengan pendapatan yang tidak menentu. Responden lainnya dengan pendapatan < Rp 1.500.000 memiliki persentase sebesar 26 persen, pendapatan, pendapatan Rp 3.000.001 - Rp 4.500.000 sebesar 18 persen, pendapatan Rp 4.500.001 – Rp
6.000.000 sebesar 4 persen serta pendapatan lebih dari Rp
6.000.000 sebesar 6 persen. Sementara untuk responen pengendara sepeda motor, responden, sebanyak 28 persen pengendara motor memiliki pendapatan
5.6 Karakteristik Kepemilikan Sepeda Motor Karakteristik kepemilikan sepeda motor yang diidentifikasi pada penelitian ini meliputi jumlah kendaraan, jenis bensin yang digunakan, besar silinder, jenis transmisi, serta tahun pembuatan sepeda motor. Data mengenai karakteristik kepemilikan sepeda motor diperoleh dari wawancara kepada 100
46
orang responden pengguna sepeda motor. Ringkasan karakteristik kepemilikan sepeda motor dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Karakteristik kepemilikan sepeda motor No Karakteristik Jumlah responden 1 Jumlah kepemilikan sepeda motor 1 unit 85 2 unit 13 3 unit 2 2 Jenis bensin Pertamax 40 Pertalite 17 Premium 43 3 Besar silinder (cc) 100 1 110 46 115 3 125 26 135 3 150 19 180 1 250 1 4 Transmisi Matic 54 Manual 46 5 Tahun pembuatan <2000 2 2001-2010 26 >2010 72
Persentase (%) 85 13 2 40 17 43 1 46 3 26 3 19 1 1 54 46 2 26 72
Sumber: Hasil analisis data primer, diolah (2016)
Berdasarkan hasil wawancara diketahui sebesar 85 persen pengguna sepeda motor memiliki 1 unit sepeda motor, 13 persen memiliki 2 unit sepeda motor dan 2 persen memiliki 3 unit sepeda motor. Responden yang memiliki lebih dari 1 unit sepeda motor menyebutkan bahwa sepeda motor yang dimiliki digunakan oleh anggota keluarga lainnya seperti suami/istri atau anak. Bahan bakar yang digunakan responden terdiri dari tiga jenis produk bensin yaitu Pertamax, Pertalite, dan Premium. Produk Premium merupakan produk bensin yang paling banyak digunakan oleh responden (43 persen). Responden menyatakan bahwa Premium memiliki harga yangg paling rendah diantara produk bensin yang lainnya. Selanjutnya sebanyak 40 persen pengguna
47
sepeda motor menggunakan Pertamax. Responden yang menggunakan bahan bakar Pertamax menilai bahwa bahan bakar ini lebih baik untuk mesin meskipun harganya lebih mahal dari produk bensin lainnya. Meskipun demikian, sebanyak 74 persen responden menyakatakan bahwa mereka pernah mengganti produk bensin yang sering mereka gunakan dengan produk bensin lainnya, misalnya Premium diganti dengan Pertalite. Spesifikasi sepeda motor yang digunakan responden juga sangat beragam, dengan besar silinder mulai dari 100 cc hingga 250 cc. Sebagian besar sepeda motor memiliki silinder sebesar 110 cc (46 persen). Transmisi yang digunakan sebagian besar adalah matic (54 persen). Sebagian besar sepeda motor yang dimiliki responden diproduksi diatas tahun 2010 (72 persen).
48
49
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kerugian Masyarakat Akibat Emisi Kendaraan Bermotor Roda Dua di Kota Bogor Kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor di estimasi dengan pendekatan cost of illness. Pendekatan ini digunakan untuk mengestimasi besarnya biaya yang dikeluarkan masyarakat Kota Bogor untuk
melakukan
pengobatan
penyakit-penyakit
yang
disebabkan
oleh
pencemaran udara di Kota Bogor dan mengestimasi besarnya kehilangan pendapatan yang dialami masyarakat akibat tidak bekerja. Jenis penyakit yang akan dimasukkan dalam perhitungan biaya berobat masyarakat adalah penyakit ISPA, pneumonia, serta iritasi mata karena penyakit inilah yang berpotensi disebabkan oleh pencemaran udara. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bogor (2016), pada tahun 2015 jumlah penderita penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara adalah: 1) ISPA sebanyak 49.146 orang, 2) pneumonia sebanyak 5.252 orang, 3) iritasi mata sebanyak 11.076 orang, 4) batuk sebanyak 41.775 orang, dan 5) bronkhitis sebanyak 370 orang. Besarnya jumlah masyarakat yang menderita penyakit akibat emisi kendaraan bermotor roda dua dilakukan dengan pendekatan matematis berdasarkan besarnya proporsi penggunaan bahan bakar yang dapat dilihat pada Tabel 8. Terdapat beberapa asumsi yang digunakan untuk menghitung besarnya jumlah penderita penyakit yang diakibatkan oleh emisi kendaraan bermotor roda dua. Asumsi tersebut sebagai berikut: 1) Sebanyak 70 persen penderita penyakit akibat pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor, sedangkan sisanya disebabkan oleh sumber lain seperti aktivitas industri dan rumah tangga (Kristanto 2004). 2) Jumlah penderita penyakit akibat emisi kendaraan bermotor yang disebabkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar bensin adalah sebanyak 90 persen, sedangkan sisanya disebabkan oleh emisi kendaraan
50
bermotor berbahan bakar solar. Persentase tersebut didasarkan pada besarnya penggunaan bahan bakar minyak di Kota Bogor. 3) Berdasarkan Pusdatin ESDM (2012) sebanyak 49 persen dari jumlah bensin yang ada di Indonesia digunakan oleh kendaraan bermotor roda dua. Persentase inilah yang menjadi dasar perhitungan besarnya jumlah penderita penyakit akibat emisi kendaraan bermotor roda dua. Tabel 8 Jumlah penderita penyakit akibat emisi kendaraan bermotor roda dua
No
Penyakit yang diderita
Jumlah penderita akibat pencemaran udara (orang)*
Jumlah penderita akibat emisi kendaraan bermotor (orang)**
Jumlah penderita akibat emisi kendaraan bahan bakar bensin (orang)***
Jumlah penderita akibat emisi kendaraan bermotor roda dua (orang)****
a
b
c = b х 70%
d = c х 90%
e = d х 49%
1
ISPA
49.146
34.402
30.962
15.171
2 3
Pneumonia
5.252
3.676
3.309
1.621
Iritasi Mata
11.076
7.753
6.978
3.419
4
Batuk
41.775
29.243
26.318
12.896
5
Bronkhitis
370
259
233
114
Total Sumber: * Dinas Kesehatan Kota Bogor (2016) ** Kristanto (2004) *** SPBU Kota Bogor (2016)
33.222
**** Pusat Data dan Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2014)
Pada Tabel 8 diperoleh jumlah penderita penyakit yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor roda dua. Tahap berikutnya adalah menghitung besarnya biaya berobat yang dikeluarkan oleh masyarakat. Biaya berobat untuk tiap penyakit yang dikeluarkan oleh masyarakat dihitung berdasarkan rata-rata biaya berobat yang dikeluarkan oleh responden. Pendekatan ini digunakan karena tidak tersedianya data mengenai standar biaya berobat dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara di Kota Bogor. Selain itu, responden juga melakukan pengobatan tempat yang berbeda-beda antara lain rumah sakit, puskesmas, klinik kesehatan, praktik dokter, serta melakukan pengobatan dengan membeli obat di apotik atau warung. Hal ini menyebabkan biaya berobat yang dikeluarkan responden menjadi cukup bervariasi, sehingga digunakan rata-rata biaya berobat yang dikeluarkan responden untuk menghitung besarnya kerugian
51
ekonomi. Perhitungan total biaya berobat akibat emisi kendaraan bermotor roda dua dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Biaya berobat akibat emisi kendaraan bermotor roda dua
No
Penyakit yang diderita
Jumlah penderita akibat emisi kendaraan bermotor roda dua (orang)
Rata-rata biaya berobat per tahun (Rp/orang/tahun)
Total biaya berobat (Rp/Tahun)
a
b
c
d=bхc
1
ISPA
15.171
446.800
6.778.568.205
2
Pneumonia
1.621
500.000
810.646.200
3
Iritasi Mata
3.419
176.939
604.984.311
4
Batuk
12.896
145.627
1.877.992.032
5
Bronkhitis
114
2.162.400
Total Biaya Berobat (Rp/Tahun) Sumber: Hasil analisis data primer, diolah (2016)
246.987.166 10.319.177.913
Pada Tabel 9 diketahui besarnya total biaya berobat akibat emisi kendaraan bermotor roda dua adalah sebesar Rp 10.319.177.913/tahun. Sebelum mendapatkan besarnya total cost of illness, maka perlu diketahui besarnya pendapatan masyarakat yang hilang akibat tidak bekerja karena sakit. Pada Lampiran 4, dihitung besarnya kehilangan pendapatan responden yang terdiri dari pegawai dan non pegawai. Pada perhitungan tersebut diidentifikasi sebanyak 46 orang dari 124 orang (37 persen) yang menderita penyakit mengalami kehilangan pendapatan dengan rata-rata kehilangan pendapatan sebesar Rp 1.514.746/orang/tahun. Diantara responden yang mengalami kehilangan pendapatan tersebut, sebanyak 40 orang responden merupakan non pegawai dan 6 orang responden merupakan pegawai. Besarnya total kehilangan pendapatan untuk responden non pegawai adalah sebesar Rp 58.961.385/tahun dengan rata-rata sebesar Rp 1.474.034/orang/tahun dan total kehilangan pendapatan untuk responden pegawai sebesar Rp 10.716.923/tahun dengan rata-rata sebesar Rp 1.786.153/orang/tahun. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui besarnya rata-rata kehilangan pendapatan untuk responden pegawai lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden pegawai. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain besarnya pendapatan responden serta lama hari tidak bekerja. maka tersebut yang mendiketahui. Perhitungan total kehilangan pendapatan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 10.
52
Tabel 10 Total kehilangan pendapatan masyarakat Jumlah penderita akibat emisi kendaraan bermotor roda dua (orang)
Persentase responden yang kehilangan pendapatan akibat sakit
Rata-rata total kehilangan pendapatan selama sakit (Rp/orang/tahun)
Total kehilangan pendapatan (Rp/tahun)
a
b
c
d=aхbхc
33.222 37% Sumber: Hasil analisis data primer, diolah (2016)
1.514.746
18.619.459.438
Total kehilangan pendapatan masyarakat akibat sakit adalah sebesar Rp 18.619.459.438/tahun. Total kehilangan pendapatan ini kemudian dijumlahkan dengan besarnya total biaya berobat yang telah diperoleh pada Tabel 9. Detail pehitungan total cost of illness yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor roda dua dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Perhitungan cost of illness akibat emisi kendaraan bermotor roda dua Total biaya berobat (Rp/tahun)
Total kehilangan pendapatan (Rp/tahun)
Total cost of illness (Rp/tahun)
a
b
c = a+b
10.319.177.913 18.619.459.438 Sumber: Hasil analisis data primer, diolah (2016)
28.938.637.351
Pada Tabel 11 diperoleh besarnya total cost of illness akibat emisi kendaraan bermotor roda dua adalah sebesar Rp 28.938.637.351/tahun. Nilai ini menunjukkan total kerugian yang harus ditanggung masyarakat Kota Bogor akibat emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor roda dua. Komponen kehilangan pendapatan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada biaya berobat hal ini perlu ditanggulangi karena penyakit-penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara telah mengganggu produktivitas masyarakat Kota Bogor. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kerugian dari emisi kendaraan bermotor roda dua adalah dengan penerapan pajak emisi yang diestimasi pada sub bab 6.
53
6.2 Estimasi Nilai Pajak Emisi Kendaraan Bermotor Roda Dua di Kota Bogor Estimasi nilai pajak emisi untuk kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor dilakukan dengan menggunakan proxy besarnya kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor roda dua yang telah diperoleh pada sub bab 6.1. Pada sub bab tersebut telah diperoleh besarnya total cost of illness adalah sebesar Rp 28.938.637.351/tahun. Langkah pertama yang dilakukan untuk menghitung besarnya nilai pajak emisi per zat pencemar adalah dengan menentukan besarnya persentase zat pencemar di udara. Pada estimasi ini, zat pencemar yang akan diestimasi tarif pajaknya adalah HC, CO, dan PM10. Hal tersebut dilakukan karena HC dan CO merupakan polutan utama yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor selain itu karena kedua senyawa ini dapat berdampak langsung bagi kesehatan manusia (Winarno 2014). Wardhana (2004) menyebutkan sumber pencemaran zat CO dan HC sebagian besar berasal dari pemakaian bahan bakar fosil pada sektor transportasi dengan presentasi sebesar 63,8 % dari total pencemaran CO di udara dan 51,9 % dari total pencemaran HC di udara. PM10 bukan merupakan zat pencemar utama yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor roda dua, meskipun demikian akan dilakukan perhitungan tarif pajaknya dengan pertimbangan bahwa zat
pencemar
PM10
mengandung
berbagai
jenis
polutan
yang
dapat
membahayakan kesehatan (Kristanto 2004). Perhitungan persentase zat pencemar di udara dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Persentase zat pencemar di udara Zat pencemar
Satuan
a
Konsentrasi di udara*
Baku mutu**
Proporsi konsentrasi terhadap baku mutu
Persentase zat pencemar di udara
b
c
d=b:c
e = d :∑d х 100%
HC
μg/Nm3
19,70
160
0,1231
18%
CO
μg/Nm3
1.573,63
10.000
0,1574
23%
PM10
μg/Nm3
61,24
150
0,4083
59%
Total 0,6888 100% Sumber : * BPLH Kota Bogor 2014 ** Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambien Nasional
54
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 12 diketahui dari tiga jenis zat pencemar, zat pencemar PM10 memiliki persentase zat pencemar tertinggi di udara yaitu sebesar 59 persen selanjutnya diikuti oleh CO dan HC dengan persentase masing-masing sebesar 23 persen dan 18 persen. Setelah diperoleh besarnya persentase dari tiap zat pencemar di udara, selanjutnya dicari besarnya kerugian ekonomi dari tiap zat pencemar. Kerugian ekonomi dari zat pencemar ini merupakan hasil kali antara persentase dari masing-masing zat pencemar di udara dengan total kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor roda dua yang telah didapatkan pada Tabel 11. Perhitungan kerugian ekonomi per zat pencemar dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Total kerugian ekonomi per zat pencemar Zat pencemar
Persentase zat pencemar di udara
Total kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor roda dua (Rp/tahun)
Total kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor roda dua per zat pencemar (Rp/tahun)
a
b
c
d=bхc
HC CO
18% 23%
5.173.205.927 28.938.637.351
PM 10 59% Sumber: Hasil analisis data primer, diolah (2016)
6.611.745.822 17.153.685.602
Hasil perhitungan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa kerugian ekonomi dari PM10 menunjukkan nilai yang paling tinggi diantara zat pencemar lainnya yaitu sebesar Rp 17.153.685.602/tahun. Hal ini disebabkan karena persentase zat pencemar PM10 lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase zat pencemar CO dan HC yang ada di udara. Hasil perhitungan total kerugian ekonomi per zat pencemar kemudian digunakan untuk menghitung tarif pajak per zat pencemar. Perhitungan tarif pajak per zat pencemar memerlukan data mengenai faktor emisi gas buang, konsumsi bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan roda dua, serta nilai ekonomi bahan bakar dari kendaraan roda dua. Faktor emisi gas buang kendaraan yang digunakan mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 12 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah. Pada peraturan tersebut digunakan beberapa asumsi: (1) karakteristik geografi kota di seluruh Indonesia diasumsikan seragam, (2) karakteristik bahan bakar di seluruh Indonesia diasumsikan seragam, dan (3)
55
teknologi kendaraan bermotor sebanding dengan umur kendaraan bermotor dan dapat diasumsikan seragam distribusinya di seluruh Indonesia apabila belum tersedia data populasi kendaraan berdasarkan umurnya. Sedangkan nilai ekonomi bahan bakar didapatkan dari wawancara kepada pengendara kendaraan bermotor roda dua (dapat dilihat pada Lampiran 5). Perhitungan tarif pajak per zat pencemar dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Tarif pajak per zat pencemar
a
Faktor emisi gas buang (gr/km) * b
HC
5,9
CO
14
Zat pencemar
PM10 Sumber :
Konsumsi bensin (liter/tahun)
Nilai ekonomi bahan bakar (km/ltr)
Kerugian ekonomi per zat pencemar (Rp/tahun)
Total beban pencemar (gram/tahun)
Tarif pajak per zat pencemar (Rp/gram)
c
d
e
f=bхcхd
g=e:f
102.793.626
23,95
5.173.205.927
14.525.253.350
0,356
6.611.745.822
34.466.702.865
0,192
0,24 17.153.685.602 590.857.763 29,032 * Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 12 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 14 diketahui besarnya tarif pajak untuk zat pencemar HC sebesar Rp 0,356/gram, CO sebesar Rp 0,192/gram, dan PM10 sebesar Rp 29,032/gram. Tarif pajak per zat pencemar tersebut dapat langsung digunakan untuk menentukan besarnya tarif pajak emisi yang harus dibayar oleh setiap kendaraan bermotor roda dua. Namun, saat ini di Indonesia semua jenis kendaraan pribadi tidak diwajibkan untuk melakukan uji emisi secara berkala. Hal tersebut berdampak pada tidak tersedianya data mengenai total beban pencemar yang akan dihasilkan oleh setiap unit kendaraan roda dua di Kota Bogor. Oleh karena itu, penentuan besarnya pajak emisi yang harus dibayar oleh tiap unit kendaraan bermotor roda dua dihitung berdasarkan asumsi bahwa total beban zat pencemar yang dihasilkan oleh setiap unit kendaraan bermotor roda dua dianggap sama. Perhitungan total beban pencemar per kendaraan dapat dilihat pada Tabel 15.
56
Tabel 15 Total beban pencemar per kendaraan Zat pencemar
Total beban pencemar (gr/tahun)
Jumlah kendaraan bermotor roda dua (unit)*
Total beban pencemar per kendaraan (gr/unit sepeda motor/tahun)
a
b
c
d = b/c
HC
14.525.253.350
CO
34.466.702.865
43.742,86 332.060
103.796,61
PM 10 590.857.763 Sumber : * Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor (2016)
1.779,37
Pada Tabel 15 diketahui bahwa zat pencemar yang paling banyak dihasilkan oleh kendaraan bermotor roda dua adalah CO dengan jumlah sebesar 103.796,61 gram/unit sepeda motor/tahun. Gas CO dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar fosil. Akhadi (2009) menyebutkan bahwa gas CO yang berada di udara sebagian besar merupakan polutan yang dihasilkan dari kendaraan bermotor. Total beban pencemar per zat pencemar yang dihasilkan oleh tiap kendaraan selanjutnya akan dikalikan dengan tarif pajak per zat pencemar untuk mendapatkan tarif pajak per kendaraan. Perhitungan tarif pajak per kendaraan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Tarif pajak emisi kendaraan bermotor roda dua Zat pencemar
Total beban pencemar per kendaraan (gr/unit sepeda motor/tahun)
Kerugian per gram (Rp/gr)
Tarif pajak / kendaraan (Rp/tahun)
a
b
c
d=bхc
HC
43.742,86
0,356
15.579,13
CO
103.796,61
0,192
19.911,30
1.779,37
29,032
51.658,39
PM 10
Total Tarif Pajak Kendaraan/ Tahun (Rp/Tahun) Sumber: Hasil analisis data primer, diolah (2016)
87.148,82
Pada Tabel 16 diperoleh besarnya tarif pajak yang disumbang dari masingmasing zat
pencemar
15.579,13/tahun
untuk
untuk HC,
tiap unit Rp
kendaraan adalah sebesar Rp
19.911,30/tahun
untuk
CO,
dan
Rp
51.658,39/tahun untuk PM10. Berdasarkan perhitungan tersebut maka diperoleh besarnya nilai pajak emisi yang harus ditanggung oleh tiap unit kendaraan bermotor roda dua adalah sebesar Rp 87.148,82/tahun dengan total penerimaan pajak emisi dari kendaraan roda dua sebesar Rp 28.938.637.351/tahun. Jumlah
57
tersebut mencerminkan besarnya kerugian masyarakat akibat emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor. Hasil estimasi nilai pajak emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian (Lestias 2015) yang mengestimasi nilai pajak emisi untuk kendaraan bermotor roda dua di Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar Rp 137.390,65/unit/tahun. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain besarnya kerugian ekonomi masyarakat, besarnya nilai ekonomi bahan bakar, serta besarnya penggunaan bahan bakar bensin yang digunakan. Meskipun demikian, hasil penerimaan pajak emisi yang dihasilkan sama-sama mencerminkan besarnya kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor roda dua. Saat ini di Kota Bogor, pembayaran pajak kendaraan bermotor belum memasukkan komponen pajak emisi. Apabila pajak emisi diberlakukan di Kota Bogor maka perlu adanya penanda pajak (earmarking), dimana terdapat share dari pajak emisi yang digunakan untuk perbaikan lingkungan. Upaya perbaikan lingkungan yang dapat dilakukan antara lain dengan perbaikan sarana dan prasana transportasi umum atau dengan menambah ruang terbuka hijau di Kota Bogor. Asyhar (2009) menyebutkan bahwa lintasan trayek kendaraan umum di Kota Bogor masih tumpang tindih sehingga menyebabkan kepadatan arus lalu lintas pada jalan tertentu dan kompetisi rute. Hal tersebut berdampak buruk kepada pelayanan angkutan umum kepada penumpang. Sementara itu, masih terdapat wilayah di Kota Bogor yang belum terlayani oleh angkutan umum. Selanjutnya, opsi penambahan ruang terbuka hijau dapat dilakukan karena berdasarkan hasil penelitian Lesmana (2014), saat ini jumlah pohon yang ada di Kota Bogor belum dapat menyerap emisi karbon yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor di Kota Bogor. Apabila dilakukan penanaman pohon mahoni yang dibutuhkan adalah 918.700 pohon atau sebanyak 1.377.920 pohon kenari agar dapat menyerap emisi karbon di Kota Bogor.
58
6.3 Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Dampak dan Rencana Penetapan Pajak Emisi di Kota Bogor Pada penelitian ini persepsi responden dianalisis dengan menggunakan skala likert. Terdapat tiga indikator yang dianalisis yaitu kondisi udara di Kota Bogor, penyebab dan dampak pencemaran udara di Kota Bogor serta dampak dan rencana penetapan pajak emisi di Kota Bogor. Nilai kriteria interpretasi dari tiaptiap uraian dapat dilihat pada Tabel 17. Terkait kondisi udara di Kota Bogor, nilai kriteria interpretasi adalah sebesar 79 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Kota Bogor setuju apabila udara di Kota Bogor sudah mulai tercemar. Nilai kriteria ini didukung oleh persentase responden yang memilih sangat setuju sebesar 23 persen dan setuju sebesar 59 persen. Apabila dilihat dari konsentrasi zat pencemar di udara, pada tahun 2014 parameter PM2,5 telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sementara responden yang menjawab tidak setuju (5 persen) dan sangat tidak setuju (1 persen) menganggap bahwa mereka tidak merasakan perubahan kondisi udara apapun selama berada di Kota Bogor, selain itu mereka menganggap bahwa kondisi udara di Kota Bogor masih sangat baik. Terkait dampak pencemaran terhadap aktivitas sehari-hari, masyarakat sangat setuju apabila udara yang tercemar dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai kriteria interpretasi sebesar 82 persen. Hal ini didukung oleh besarnya responden yang memilih jawaban sangat setuju sebesar 29 persen dan setuju sebesar 59 persen. Responden yang memilih jawaban ini beranggapan bahwa udara yang tercemar membuat responden tidak ingin berlama-lama apabila berada di luar rungan, padahal untuk responden masyarakat non pengguna sepeda motor sebagian besar aktivitas kerja dilakukan di luar ruangan. Responden yang menjawab tidak setuju (7 persen) menilai bahwa udara yang tercemar tidak mempengaruhi aktivitas yang mereka lakukan. Masyarakat sangat setuju apabila udara yang tercemar dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan yang ditunjukkan dengan nilai kriteria interpretasi sebesar 85 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pencemaran udara yang telah terjadi di Kota Bogor, telah mengganggu aktivitas masyarat Kota Bogor. Jika dilihat dari hasil pengukuran konsentrasi zat pencemar di udara, parameter
59
PM2,5 telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden masyarakat diketahui bahwa sebanyak 62 persen responden mengaku menderita penyakit akibat pencemaran udara. Hal ini menunjukkan masyarakat Kota Bogor yang adaptif terhadap pencemaran udara di Kota Bogor. Tabel 17 Persepsi masyarakat mengenai dampak dan rencana penetapan pajak emisi di Kota Bogor No
Uraian
SS
S
N
% Kondisi Udara di Kota Bogor 1 Udara sudah mulai tercemar 23 59 14 2 Udara yang tercemar dapat 29 57 8 mengganggu aktivitas sehari-hari 3 Pencemaran udara dapat memberikan 36 54 8 dampak negatif bagi kesehatan Penyebab dan Dampak Pencemaran Udara di Kota Bogor 1 Pencemaran udara sebagian besar disebabkan oleh emisi kendaraan 18 51 17 bermotor 2 Peningkatan jumlah kendaraan dapat 33 55 11 memperburuk kualitas udara 3 Pencemaran udara dapat menambah 23 56 16 pengeluaran 4 Pencemaran udara dapat mengurangi 18 47 24 pendapatan Dampak dan Rencana Penetapan Pajak Emisi di Kota Bogor 1 Pajak emisi kendaraan bermotor dapat 6 33 35 mengurangi jumlah kendaraan 2 Penetapan pajak emisi dapat menjadi alternatif dalam mengurangi 5 41 31 pencemaran udara 3 Uji emisi kendaraan secara berkala dapat mengurangi tingkat pencemaran 10 56 26 udara 4 Penetapan pajak emisi kendaraan dapat meningkatkan pengeluaran 10 66 17 pemilik kendaraan roda dua 5 Pemerintah perlu menetapkan pembayaran pajak emisi untuk 12 47 22 pemilik kendaraan bermotor roda dua Sumber: Hasil analisis data primer, diolah (2016) Keterangan : SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju
S STS
Nilai Kriteria Interpretasi %
TS
STS
5
1
79
7
0
82
2
1
85
15
0
75
1
1
84
5
0
79
9
3
73
22
5
63
22
1
65
9
1
73
7
1
75
19
2
70
: Setuju N : Sangat Tidak Setuju
: Netral
60
Terkait pendapat masyarakat mengenai penyebab dan dampak pencemaran udara di Kota Bogor sebesar 75 persen masyarakat setuju apabila pencemaran udara di Kota Bogor sebagian besar disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor. Salah satu contoh yang dirasakan oleh pengendara sepeda motor maupun non pengendara sepeda motor adalah pada saat terjadi kemacetan udara menjadi tidak begitu nyaman untuk dihirup karena meningkatnya emisi sebagai akibat dari meningkatnya volume kendaraan. Sementara, responden yang menjawab tidak setuju menilai bahwa masih banyak penyebab lain yang menyebabkan pencemaran udara seperti aktivitas industri, serta pembakaran sampah rumah tangga. Masyarakat sangat setuju apabila peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor dapat memperburuk kualitas udara, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai kriteria interpretasi sebesar 84 persen. Kondisi tersebut dapat dirasakan pada saat terjadi kemacetan (volume kendaraan meningkat), masyarakat menyebutkan bahwa kondisi udara akan mengalami penurunan karena debu dan asap yang dihasilkan kendaraan bermotor. Masyarakat Kota Bogor setuju jika pencemaran udara dapat menambah pengeluaran, hal ini dapat dilihat pada nilai kriteria interpretasi sebesar 79 persen. Pengeluaran tersebut diantaranya adalah biaya untuk melakukan pengobatan ketika masyarakat terkena penyakit akibat pencemaran udara. Selain itu terdapat juga masyarakat yang mengeluarkan biaya untuk melakukan berbagai upaya agar tidak terkena dampak negatif dari pencemaran udara antara lain dengan membeli masker serta kacamata untuk menghindari pencemaran udara. Meskipun demikian, sebesar 5 persen responden menjawab tidak setuju apabila pencemaran udara dapat menambah pengeluaran, hal ini disebabkan karena responden ini tidak menderita penyakit atau tidak mengeluarkan biaya berobat ketika sakit. Pencemaran udara di Kota Bogor dapat mengurangi pendapatan masyarakat, hal ini ditunjukkan dengan nilai kriteria interpretasi sebesar 73 persen yang berarti bahwa masyarakst setuju apabila pencemaran udara dapat mengurangi pendapatan masyarakat. Masyarakat Kota Bogor mengalami kehilangan pendapatan sekitar Rp 18,6 milyar per tahun ketika mereka terkena menderita penyakit akibat pencemaran udara. Mayoritas masyarakat yang
61
pendapatannya berkurang ketika mereka menderita penyakit akibat pencemaran udara adalah masyarakat yang berprofesi sebagai wirausaha. Sementara responden dengan jawaban tidak setuju (9 persen) dan sangat tidak setuju (3 persen) apabila pencemaran udara dapat mengurangi pendapatan karena pekerjaannya sebagai pegawai yang ketika mereka tidak bekerja karena sakit maka tidak akan berpengaruh kepada pendapatannya. Terkait dampak dan rencana penetapan pajak emisi di Kota Bogor, masyarakat setuju apabila pajak emisi dapat mengurangi jumlah kendaraan di Kota Bogor. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai kriteria interpretasi sebesar 63 persen. Meskipun demikian, masyarakat paling banyak menjawab netral dengan persentase sebesar 35 persen. Masyarakat berpendapat bahwa mereka belum dapat menentukan dampak yang dihasilkan apabila pajak emisi ditetapkan, karena hingga saat ini belum ada daerah di Indonesia yang memberlakukan pembayaran pajak emisi bagi kendaraan bermotor. Masyarakat setuju apabila pajak emisi dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran udara di Kota Bogor, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai kriteria interpretasi sebesar 65 persen. Apabila dihubungkan dengan pernyataan sebelumnya, apabila pajak emisi dapat menurunkan jumlah kendaraan maka jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor akan berkurang, ceteris paribus. Uji emisi kendaraan secara berkala dapat mengurangi tingkat pencemaran di Kota Bogor, hal ini ditunjukkan dengan nilai kriteria interpretasi sebesar 73 persen. Sebanyak 56 persen responden menyetujui apabila uji emisi kendaraan secara berkala dapat mengurangi tingkat pencemaran udara di Kota Bogor. Uji emisi merupakan satu-satunya cara untuk mengetahui apakah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor masih sesuai dengan standar emisi yang ditentukan oleh undang-undang. Responden berpendapat bahwa apabila dilakukan uji emisi secara berkala maka kendaraan yang sudah tidak memenuhi standar emisi dapat ditertibkan. Ketika kendaraan yang tidak memenuhi standar emisi sudah ditertibkan atau tidak dipergunakan lagi maka hal ini dapat menguragi gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor sehingga selanjutnya dapat mengurangi pencemaran udara. Meskipun demikian, saat ini semua jenis
62
kendaraan pribadi termasuk sepeda motor tidak wajib menjalankan uji emisi, hanya kendaraan umum saja yang diwajibkan untuk melakukan uji emisi secara berkala. Penetapan pajak emisi di Kota Bogor dapat mengurangi pendapatan masyarat. Sebanyak 66 persen masyarakat berpendapat bahwa adanya penetapan pajak emisi dapat meningkatkan pengeluaran masyarakat. Meskipun demikian, mayoritas masyarakat setuju apabila saat ini pemerintah sudah perlu menetapkan pajak emisi bagi pemilik kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor (47 persen). Mayoritas jawaban masyarakat ini didukung oleh nilai kriteria interpretasi sebesar 70 persen yang berarti bahwa masyarakat setuju apabila saat ini pemerintah perlu menetapkan pajak emisi bagi kendaran roda dua di Kota Bogor. Masyarakat menilai bahwa pemerintah perlu menetapkan pajak emisi karena jumlah kendaraan yang terus meningkat di Kota Bogor sehingga sangat memperngaruhi kualitas udara di Kota Bogor. Penetapan pajak emisi dapat menjadi salah satu instrumen untuk mengontrol emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor.
63
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai estimasi kerugian ekonomi akibat emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Total kerugian masyarakat akibat emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor adalah sebesar Rp 28.938.637.351/tahun dengan penyakit yang diderita antara lain ISPA, pneumonia, iritasi mata, bronkhitis, dan batuk. Masyarakat yang menderita penyakit tidak hanya mengeluarkan biaya untuk melakukan pengobatan tetapi juga mengalami kehilangan pendapatan akibat menurunnya produktivitas dan atau tidak bekerja ketika sakit.
2.
Berdasarkan total kerugian akibat emisi kendaraan bermotor
roda dua
diperoleh tarif pajak untuk zat pencemar HC sebesar Rp 356/kg, CO sebesar Rp 192/kg, dan PM10 sebesar Rp 29.032/kg. Berdasarkan tarif pajak tersebut, pemilik
sepeda
motor
harus
membayar
pajak
emisi
sebesar
Rp
87.148,82/tahun untuk setiap unit sepeda motor yang dimiliki. 3.
Berdasarkan analisis persepsi, masyarakat setuju apabila pemerintah menetapkan pajak emisi kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor. Hal tersebut dikarenakan masyarakat telah merasakan berbagai dampak negatif dari emisi kendaraan bermotor di Kota Bogor yang dapat mengganggu aktivitas masyarakat.
7.2 Saran Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka disarankan beberapa hal yang terkait mengenai penelitian ini antara lain: 1.
Diperlukan ketersediaan data-data mengenai proporsi pencemaran, jumlah penderita penyakit akibat emisi kendaraan bermotor, serta biaya berobat yang lebih spesifik dan akurat dari dinas terkait sehingga hasil perhitungan kerugian ekonomi masyarakat serta tarif pajak emisi kendaraan roda dua di Kota Bogor yang diestimasi menjadi lebih akurat.
64
2.
Pemerintah perlu memberlakukan kewajiban uji emisi bagi kendaraan pribadi guna mempermudah penerapan pajak emisi.
3.
Pemerintah perlu memasukkan kebijakan pajak emisi kedalam kebijakan nasional.
4.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai skenario alokasi penerimaan pajak emisi di Kota Bogor.
5.
Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai perkiraan dampak yang akan terjadi dengan adanya penerapan pajak emisi kendaraan bermotor di Kota Bogor.
65
DAFTAR PUSTAKA Akhadi M. 2009. Ekologi Energi. Graha Ilmu. Yogyakarta. Asyhar K. 2009. Kepemimpinan Walikota Bogor dan Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Masalah Transportasi. [Tesis]. Universitas Indonesia. Depok. Bestari RL. 2015. Estimasi Nilai Pajak Emisi Kendaraan Umum Berbahan Bakar Solar. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [Bappenas RI] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Republik Indonesia. 2016. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia. [Internet]. bappenas.go.id/download.php?id=9078. Diakses 12 Agustus 2016. [BPLH] Badan Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta. 2015. Status Lingkungan Hidup DKI Jakarta 2015. [Internet]. http://bplhd.jakarta. go.id/SLHD2016/Docs/Lap_SLHD/Lap_2D.htm. Diakses 2 Desember 2016. [BPLH] Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Kota Bogor. 2014. Data Pengujian Ambien 2014. [Internet]. http://bplh.kotabogor.go.id/ index.php/ragam_data#. Diakses 14 Agustus 2016. ____________________. 2015. Laporan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bogor Tahun 2015. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bogor, Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor Kota Bogor. 2016. Kota Bogor dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Kota Bogor, Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. 2015. Statistik Transportasi DKI Jakarta 2015. [Internet]. http://jakarta.bps.go.id/backend/pdf_ publikasi/StatistikTransportasi-DKI-Jakarta-2015.pdf. Diakses 26 April 2016. Danielis R dan Aline Chiabai. 1998. Estimating the Cost of Air Pollution From Road Transport in Italy. [Jurnal]. Transportation Research D, Vol. 3: 249258. Deng X. 2006. Economic Costs of Motor Vehicle Emissions in China: A Case Study. [Jurnal]. Transportation Research Part D, Vol11: 216–226. Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor. 2016. Data Jumlah Kendaraan Bermotor di Kota Bogor. Dinas Kesehatan Kota Bogor. 2016. Data Penderita Penyakit akibat Pencemaran Udara di Kota Bogor Tahun 2015.
66
Dwight RH, LM Fernandez, DB Baker, JC Semenza dan BH Olson. 2005. The Economic Burden from Illnesses Associated with Coastal Water Pollution. [Jurnal]. Journal of Environmental Management, 76(2):95-103. Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan- Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. ______. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. IPB Press. Bogor. Field BC dan Martha K Field. 2013. Environmental Economics: An Introduction. McGraw-Hill Companies, Inc. Singapore. Huppes dan Simonis. 2009. Environmental Policy Instruments. [Jurnal]. Principles of Environmental Sciences, 9:239-280. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012. Kajian Supply Demand Energi. Pusat Data dan Informasi ESDM, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Jakarta. Kristanto P. 2004. Ekologi Industri. Graha Ilmu. Yogyakarta. Kristiaji. 2014. Bridge Between Tax and Economics. [Jurnal]. Inside Tax, Vol 44. Lemp DL dan Kockelman KM. 2008. Quantifiying the External Costs of Vehicle Use: Evidence from America’s Top Selling Light Duty Models. [Jurnal]. Transportation Research, 13D (8):491-504. Lesmana S. 2014. Kerugian Ekonomi dan Kebutuhan Vegetasi Untuk Menurunkan Emisi Karbon Kendaraan Bermotor di Kota Bogor. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lestias. 2015. Estimasi Nilai Pajak Emisi Kendaraan Bermotor Roda Dua di DKI Jakarta. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mayeres I, Ochelen S, dan Proost S. 1996. The Marginal External Costs of Urban Transport.[Jurnal]. Transportation Research, Vol. I. No. 2, pp. 111130. Pemerintah Kota Bogor. 2016. Peta Kota Bogor. [Internet]. http://kotabogor. go.id/index.php/page/detail/78/peta-kota-bogor#.V8hWwfl97Dc. Diakses 12 Agustus 2016. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.
67
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 12 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 41 Tahun 1999 Baku Mutu Udara Ambien Nasional. [Pusdatin ESDM] Pusat Data dan Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2014. Panduan Pengguna Untuk Sektor Transportasi. [Internet]. http://calculator2050.esdm.go.id/assets/mini_paper/energy/id/ Panduan%20Pengguna%20untuk%20Sektor%20Transportasi.pdf. Diakses 16 Agustus 2016. Quah E dan Tay Liam Boon. 2002. The Economic Cost of Particulate Air Pollution on Health in Singapore. [Jurnal]. Journal of Asian Economics, Vol. 14: 73–90. Riduwan. 2011. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Alfabeta. Bandung. Santos G, Hannah Behrendt, Laura Maconi, Tara Shirvani dan Alexander Teytelboym. 2010. Externalities and Economic Policies in Road Transport. [Jurnal]. Research in Transportation Economics, Vol 28: 2-45. SPBU Kota Bogor. 2016. Data Penjualan BBM di Kota Bogor 2015. Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No : 660.31/SK /694-BPKMD/82. Tietenberg T. 1995. Economics Instruments for Environmental Regulations. [Jurnal]. Oxford Review Of Economic Policy, Vol 6, No. 1. Tribun News Online. 2015. Gubernur tetapkan UMK 2016. [Internet]. http://bogor.tribunnews.com/2015/11/22/gubernur-tetapkan-umk-2016kota-bogor-rp-3022765-kabupaten-karawang-tertinggi-di-jawa-barat. Diakses 10 Agustus 2016. Umar H. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Wardhana WA. 2004. Dampak Pencamaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta. West SE. 2005. Equity Implications of Vehicle Emissions Taxes. [Jurnal]. Journal of Transport Economics and Policy, Volume 39 Part 1: (1-24).
68
Winarno J. 2014. Studi Emisi Gas Buang Kendaraan Bermesin Bensin pada Berbagai Merk Kendaraan dan Tahun Pembuatan. [Jurnal]. Teknik Mesin Universitas Janabadra. Yoo SH, Seung-Jun Kwak dan Joo-Suk Leeb. 2008. Using a Choice Experiment to Measure the Environmental Costs of Air Pollution Impacts in Seoul. [Jurnal]. Journal of Environmental Management, Vol 86: 308–318.
1
LAMPIRAN
2
71
Lampiran 1 Kuesioner untuk pengendara sepeda motor ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT EMISI KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI KOTA BOGOR Oleh Dwi Putri Anggraini (H44120011) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
KUESIONER PENELITIAN No. Responden
:
Tanggal Wawancara : Lokasi Wawancara
:
A. Karakteristik Responden 1. Nama responden : 2. No telepon/ Hp
:
3. Alamat
:
4. Usia
: ............ tahun
5. Jenis kelamin
: [ ] Laki-laki
[ ] Perempuan
6. Status pernikahan : [ ] Belum
[ ] Sudah
7. Penduduk Asli
[ ] Tidak, asal ………………………
: [ ] Ya
8. Jumlah tanggungan : ....... orang 9. Pendidikan formal terakhir : [ ] Tidak sekolah
[ ] SD
[ ] SMP/Sederajat
[ ] SMA/Sederajat
[ ] Perguruan tinggi 10. Pekerjaan : [ ] PNS
[ ] TNI/POLRI
[ ] Pelajar
[ ] Buruh
[ ] Pegawai Swasta
[ ] Wirausaha
[ ] Mahasiswa
[ ] Ojek (pangkalan/online)
[ ] Lainnya,......................
11. Lokasi tempat bekerja/sekolah : …………………………… 12. Jumlah pendapatan
: Rp........................../bulan
13. Pendapatan anggota keluarga lainnya [ ] Suami/Istri
: Rp........................../bulan
[ ] Orang Tua
: Rp........................../bulan
[ ] Lainnya
: Rp........................../bulan
72
14. Apakah Anda memiliki asuransi kesehatan: [ ] Ya,.............. 15. Jumlah kendaraan bermotor yang dimiliki
[ ] Tidak
: ....... unit sepeda motor ........ unit mobil
B. Informasi Penggunaan Sepeda Motor 1. Merk dan tipe sepeda motor
:
2. Jenis kendaraan
: [ ] Manual
[ ] Matic
[ ] Lainnya,......
3. Tahun pembuatan sepeda motor : 4. Besar CC sepeda motor
:
cc
5. Jenis bahan bakar yang sering/umum digunakan: [ ] Premium
[ ] Pertalite
[ ] Pertamax
[ ] Lainnya............................
Alasan: ……………………………………………………………….. 6. Apakah Saudara pernah menggunakan jenis bahan bakar lain selain yang sering/selalu digunakan (yang ditulis di no 5)? [ ] Ya, yaitu ……................ Persentase penggunaan........ % [ ] Tidak
7. Perkiraan jarak tempuh dengan menggunakan sepeda motor setiap hari kerja .......... km 8. Banyak bensin yang dibutuhkan pada hari kerja
:
9. Biaya bensin yang dikeluarkan pada hari kerja
: Rp
liter/
hari
/
hari
10. Perkiraan jarak tempuh dengan menggunakan sepeda motor setiap akhir pekan .......... km 11. Banyak bensin yang dibutuhkan pada akhir pekan
:
12. Biaya bensin yang dikeluarkan
: Rp
pada akhir pekan
liter/
hari
/
hari
13. Kecepatan rata-rata pada saat jalanan lancar
:
km/jam
14. Kecepatan rata-rata pada saat macet
:
km/jam
73
C. Informasi Cost of Illness Informasi Penyakit yang Diderita Akibat Pencemaran Udara
N o.
Penyakit yang dialami
1.
ISPA
2.
Batuk
3.
Iritasi Mata
4.
Bronkhitis
5.
Pneumonia
6.
Lainnya, .................
Yang menderita sakit a. Responden b. Suami/Istri c. Anak d. Lainnya a. Responden b. Suami/Istri c. Anak d. Lainnya a. Responden b. Suami/Istri c. Anak d. Lainnya a. Responden b. Suami/Istri c. Anak d. Lainnya a. Responden b. Suami/Istri c. Anak d. Lainnya a. Responden b. Suami/Istri c. Anak d. Lainnya
Berapa kali kambuh dalam 1 tahun
Tempat berobat
Biaya tiap kali berobat
Lama tidak bekerja karena sakit
Penyebab utama sakit menurut responden
74
D. Informasi Persepsi Masyarakat No Pernyataan Kondisi Udara di Kota Bogor 1 Udara di Kota Bogor sudah mulai tercemar 2 Udara yang tercemar dapat mengganggu aktivitas sehari-hari 3 Pencemaran udara dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan 4 Emisi gas buang kendaraan di Kota Bogor masih berada dalam ambang batas aman Penyebab dan Dampak Pencemaran Udara di Kota Bogor 5 Pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor 6 Peningkatan jumlah kendaraan dapat memperburuk kualitas udara Kota Bogor 7 Pencemaran udara dapat menambah biaya pengeluaran masyarakat (misal untuk berobat) 8 Pencemaran dapat mengurangi pendapatan masyarakat (misal karena tidak bekerja, maka tidak ada pendapatan yang masuk) Pajak Emisi Kendaraan Bermotor 9 Pajak emisi kendaraan bermotor dapat mengurangi jumlah kendaraan di Kota Bogor 10 Penetapan pajak emisi dapat menjadi alternatif dalam mengurangi pencemaran udara di Kota Bogor 11 Uji emisi kendaraan secara berkala dapat mengurangi tingkat pencemaran udara di Kota Bogor 12 Penetapan pajak emisi kendaraan dapat mengurangi pendapatan pemilik kendaraan roda dua 13 Penetapan pajak emisi kendaraan dapat meningkatkan biaya pengeluaran pemilik kendaraan roda dua 14 Pemerintah perlu menetapkan pembayaran pajak emisi untuk pemilik kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor Keterangan : SS : Sangat Setuju S : Setuju CS TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
SS
S
CS
: Cukup Setuju
TS
STS
75
ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT EMISI KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI KOTA BOGOR Oleh Dwi Putri Anggraini (H44120011) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
KUESIONER PENELITIAN No. Responden
:
Tanggal Wawancara : Lokasi Wawancara
:
A. Karakteristrik Responden 1. Nama responden : 2. No telepon/ Hp
:
3. Alamat
:
4. Usia
: ............ tahun
5. Jenis kelamin
: [ ] Laki-laki
[ ] Perempuan
6. Status pernikahan : [ ] Belum
[ ] Sudah
7. Penduduk Asli
[ ] Tidak, asal ………………………
: [ ] Ya
8. Jumlah tanggungan : ....... orang 9. Pendidikan formal terakhir : [ ] Tidak sekolah
[ ] SD
[ ] SMP/Sederajat
[ ] SMA/Sederajat
[ ] Perguruan tinggi 10. Pekerjaan : [ ] PNS
[ ] TNI/POLRI
[ ] Pelajar
[ ] Buruh
[ ] Pegawai Swasta
[ ] Wirausaha
[ ] Mahasiswa
[ ] Ojek (pangkalan/online)
[ ] Lainnya,......................
11. Lokasi tempat bekerja dan Jarak dari rumah: …………………………… 12. Jumlah pendapatan
: Rp........................../bulan/minggu/hari*
13. Pendapatan anggota keluarga lainnya [ ] Suami/Istri
: Rp........................../bulan
[ ] Orang Tua
: Rp........................../bulan
[ ] Anak
: Rp........................../bulan
[ ] Lainnya
: Rp........................../bulan
76
14. Apakah Anda memiliki asuransi kesehatan: [ ] Ya,.............. 15. Jumlah kendaraan bermotor yang dimiliki
[ ] Tidak
: ....... unit sepeda motor ........ unit mobil
B. Informasi Cost of Illness Informasi Penyakit yang Diderita Masyarakat Akibat Pencemaran Udara
Lama berada di luar ruangan tiap harinya
No
Penyakit yang dialami
1.
ISPA
2.
Batuk
3.
Iritasi Mata
4.
Bronkhitis
5.
Pneumonia
6.
Lainnya, ................
Yang menderita sakit a. Responden b. Suami/Istri c. Anak d. Lainnya a. Responden b. Suami/Istri c. Anak d. Lainnya a. Responden b. Suami/Istri c. Anak d. Lainnya a. Responden b. Suami/Istri c. Anak d. Lainnya a. Responden b. Suami/Istri c. Anak d. Lainnya a. Responden b. Suami/Istri c. Anak d. Lainnya
Berapa kali kambuh dalam 1 tahun
: ........... jam/hari Tempat berobat
Biaya tiap kali berobat
Lama hari tidk bekerja karena sakit
Penyebab utama sakit menurut responden
77
C. Informasi Persepsi Masyarakat No Pernyataan SS S CS TS STS Kondisi Udara di Kota Bogor 1 Udara di Kota Bogor sudah mulai tercemar 2 Udara yang tercemar dapat mengganggu aktivitas sehari-hari 3 Pencemaran udara dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan 4 Emisi gas buang kendaraan di Kota Bogor masih berada dalam ambang batas aman Penyebab dan Dampak Pencemaran Udara di Kota Bogor 5 Pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor 6 Peningkatan jumlah kendaraan dapat memperburuk kualitas udara Kota Bogor 7 Pencemaran udara dapat menambah biaya pengeluaran masyarakat (misal untuk berobat) 8 Pencemaran dapat mengurangi pendapatan masyarakat (misal karena tidak bekerja, maka tidak ada pendapatan yang masuk) Pajak Emisi Kendaraan Bermotor Pajak Emisi merupakan pajak tambahan bagi kendaraan bermotor atas gas buang yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor 9 Pajak emisi kendaraan bermotor dapat mengurangi jumlah kendaraan di Kota Bogor 10 Penetapan pajak emisi dapat menjadi alternatif dalam mengurangi pencemaran udara di Kota Bogor 11 Uji emisi kendaraan secara berkala dapat mengurangi tingkat pencemaran udara di Kota Bogor 12 Penetapan pajak emisi kendaraan dapat mengurangi pendapatan pemilik kendaraan roda dua 13 Penetapan pajak emisi kendaraan dapat meningkatkan biaya pengeluaran pemilik kendaraan roda dua 14 Pemerintah perlu menetapkan pembayaran pajak emisi untuk pemilik kendaraan bermotor roda dua di Kota Bogor Keterangan : SS : Sangat Setuju S : Setuju CS : Cukup Setuju TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
78
Lampiran 3. Biaya Pengobatan Responden Masyarakat No .. Kali Penyakit Responkambuh/ yg diderita den tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Batuk Iritasi mata Batuk Demam Iritasi mata Demam Batuk Batuk ISPA Batuk Batuk Iritasi mata Batuk Iritasi mata Batuk ISPA Batuk Batuk Batuk Iritasi mata Influenza Batuk Iritasi mata Batuk Batuk Batuk -
6 3 12 3 2 4 4 3 6 4
5 5 3 4
Biaya Total biaya Biaya tiap berobat tiap berobat/ kali berobat penyakit tahun (Rp) (Rp/tahun) (Rp/tahun) Obat warung 3.000 18.000 918.000 Dokter 300.000 900.000 Puskesmas 5.000 60.000 60.000 Dokter 60.000 180.000 180.000 Obat warung 20.000 40.000 40.000 0 0 Obat warung 5.000 20.000 20.000 Obat warung 5.000 20.000 20.000 0 0 Apotek 15.000 45.000 45.000 0 0 Dokter 55.000 330.000 330.000 0 0 Klinik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Klinik 100.000 500.000 500.000 Tidak berobat 0 0 0 Puskesmas 5.000 15.000 15.000 Apotek 25.000 100.000 100.000 0 0 Tempat berobat
4 Rumah sakit 2 Puskesmas
4 2 4 2 5 3 4 5
2.000 3.000
Puskesmas Puskesmas Klinik Klinik Apotek Dokter Dokter Puskesmas
5.000 5.000 0 0 50.000 230.000 230.000 0
3 Apotek 12 Puskesmas 3 Puskesmas
5.000 40.000 0
0 8.000 6.000 0 0 0 20.000 10.000 0 0 250.000 690.000 920.000 0 0 15.000 480.000 0
0 8.000 6.000 0 0 0 20.000 10.000 0 250.000 1.610.000 0 0 15.000 480.000 0
79
Lanjutan Lampiran 3 No .. Kali Penyakit Responkambuh/ yg diderita den tahun 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
Batuk Bronkhitis Batuk ISPA Batuk Bronkhitis Batuk Batuk Batuk ISPA Batuk Iritasi mata Batuk Batuk ISPA Batuk Iritasi mata Bronkhitis Batuk Iritasi mata Batuk Iritasi mata Batuk Batuk Batuk Batuk -
Tempat berobat
2 10 2 1 2 1 4 2 1 1 2
Klinik Klinik Rumah sakit Klinik Puskesmas Rumah sakit Apotek Tidak berobat Dokter Puskesmas Puskesmas
2 6 4 1 4 24 1 2 24 12 12
Rumah sakit Klinik Puskesmas Alternatif Puskesmas Apotek Puskesmas Puskesmas Apotek Klinik Klinik
3 Puskesmas 1 Puskesmas
Biaya Total biaya Biaya tiap berobat tiap berobat/ kali berobat penyakit tahun (Rp) (Rp/tahun) (Rp/tahun) 80.000 300.000 100.000 0 10.000 5.800.000 3.000 0 50.000
70.000 50.000 3.000 10.000 3.000 5.500 12.000 5.000 4.000 25.000 25.000
30.000 10.000
3 Dokter
150.000
4 Klinik
20.000
0 160.000 3.000.000 200.000 0 20.000 5.800.000 12.000 0 50.000 0 0 0 0 140.000 300.000 12.000 10.000 12.000 132.000 12.000 10.000 96.000 300.000 300.000 0 0 0 90.000 10.000 0 450.000 0 0 0 0 0 80.000 0 0
0 160.000 3.000.000 200.000 0 20.000 5.800.000 12.000 0 50.000 0 0 0 0 140.000 300.000 12.000 10.000 144.000 12.000 10.000 96.000 600.000 0 0 0 90.000 10.000 0 450.000 0 0 0 0 0 80.000 0 0
80
Lanjutan Lampiran 3 No .. Kali Penyakit Responkambuh/ yg diderita den tahun 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113
Iritasi mata batuk Iritasi mata Batuk Batuk Batuk Batuk Bronkitis Batuk Iritasi mata Batuk ISPA ISPA ISPA ISPA ISPA Batuk ISPA ISPA ISPA ISPA ISPA Pilek Batuk Pilek Batuk Pilek -
Tempat berobat
6 Apotek
Biaya Total biaya Biaya tiap berobat tiap berobat/ kali berobat penyakit tahun (Rp) (Rp/tahun) (Rp/tahun) 15.000 0 60.000 280.000 10.000 10.000 560.000 280.000 2.000.000 0 228.000 10.000 0 0 0 18.000 5.000 560.000 85.000 45.000 50.000 24.000 85.000 330.000 945.000 15.000 10.000
90.000 0 120.000 280.000 20.000 20.000 1.120.000 1.120.000 2.000.000 0 1.824.000 240.000 0 0 0 54.000 5.000 4.480.000 85.000 45.000 50.000 72.000 425.000 330.000 1.890.000 15.000 10.000
5 Klinik 3 Puskesmas
50.000 5.000
8 Puskesmas
3.000
250.000 15.000 0 0 0 0 24.000 0 0 0 0
2 1 2 2 2 4 1
Dokter Klinik Puskesmas Puskesmas Puskesmas Klinik Rumah sakit
8 Puskesmas 24 Obat warung
3 1 8 1 1 1 3 5 1 2 1 1
Puskesmas Puskesmas Rumah sakit Rumah sakit Dokter Rumah sakit Puskesmas Puskesmas Rumah sakit Rumah sakit Puskesmas Puskesmas
90.000 0 400.000 20.000 20.000 1.120.000 3.120.000 0 2.064.000 0 0 0 54.000 5.000 4.480.000 85.000 45.000 50.000 72.000 425.000 330.000 1.890.000 15.000 10.000 0 0 250.000 15.000 0 0 0 0 24.000 0 0 0 0
81
Lanjutan Lampiran 3 No .. Kali Penyakit Responkambuh/ yg diderita den tahun 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151
Batuk 1 Iritasi mata 48 Batuk 3 Iritasi mata 2 ISPA 1 Batuk 8 Flu 5 Radang pernapasan 5 ISPA 2 Flu 4 Batuk 1 Batuk 5 Batuk 2 Batuk 6 Batuk 1 Iritasi mata 1 Batuk 5 Iritasi mata 1 ISPA 3 Batuk 5 Iritasi mata 5 Iritasi mata 2 Batuk 2 Iritasi mata 2 Iritasi mata 2 Batuk 5 Batuk 3 Batuk 3 Batuk 3 -
Tempat berobat Klinik
Biaya Total biaya Biaya tiap berobat tiap berobat/ kali berobat penyakit tahun (Rp) (Rp/tahun) (Rp/tahun) 120.000
Obat warung
7.000
Puskesmas Obat warung Dokter Obat warung
0 10.000 80.000 5.000
Puskesmas Puskesmas
40.000 43.000
Rumah sakit Puskesmas Dokter Puskesmas
300.000 3.000 50.000 20.000
Puskesmas
25.000
Klinik Puskesmas Puskesmas Puskesmas
40.000 3.000 3.000 3.000
Rumah sakit Dokter Rumah sakit Klinik Apotek Dokter Apotek Klinik Puskesmas Dokter Apotek Klinik
25.000 150.000 20.000 50.000 10.000 50.000 20.000 60.000 5.000 100.000 5.000 75.000
120.000 0 336.000 0 0 20.000 80.000 40.000 0 0 200.000 215.000 0 600.000 12.000 50.000 100.000 0 50.000 0 240.000 3.000 3.000 15.000 0 0 25.000 450.000 100.000 250.000 20.000 100.000 40.000 120.000 25.000 300.000 15.000 0 225.000 0
120.000 0 336.000 0 20.000 80.000 40.000 0 0 200.000 215.000 0 600.000 12.000 50.000 100.000 0 50.000 0 240.000 6.000 15.000 0 0 25.000 450.000 100.000 250.000 20.000 100.000 40.000 120.000 25.000 300.000 15.000 0 225.000 0
82
Lanjutan Lampiran 3 No .. Kali Penyakit Responkambuh/ yg diderita den tahun 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189
Iritasi mata Batuk Iritasi mata Batuk ISPA Bronkhitis Iritasi mata Iritasi mata Batuk Batuk Batuk Batuk Batuk Batuk Batuk Batuk Iritasi mata Batuk Batuk Iritasi mata Batuk -
Tempat berobat
Biaya Total biaya Biaya tiap berobat tiap berobat/ kali berobat penyakit tahun (Rp) (Rp/tahun) (Rp/tahun)
10 Apotek 5 Klinik
16.000 50.000
3 Apotek
8.000
6 Puskesmas 1 Klinik 1 Rumah sakit
5.000 0 0
5 Apotek
10.000
2 Dokter
125.000
3 Rumah sakit 5 Klinik 3 Klinik 4 Klinik
3 Puskesmas
8 Puskesmas 3 Obat warung 3 10 6 2 5 1
Apotek Obat warung Obat warung Obat warung Obat warung Rumah sakit
0 0 50.000 50.000
3.000
5.000 10.000 6.500 10.000 5.000 5.000 15.000 100.000
160.000 250.000 0 24.000 0 30.000 0 0 0 0 0 0 50.000 0 0 250.000 0 0 0 0 0 0 150.000 200.000 0 0 9.000 0 0 0 40.000 30.000 0 19.500 100.000 30.000 10.000 75.000 100.000 0
160.000 250.000 0 24.000 0 30.000 0 0 0 0 0 50.000 0 0 250.000 0 0 0 0 0 0 150.000 200.000 0 0 9.000 0 0 0 40.000 30.000 0 19.500 100.000 30.000 85.000 100.000 0
83
Lanjutan Lampiran 3 No .. Kali Penyakit Responkambuh/ yg diderita den tahun Batuk Iritasi mata Iritasi mata ISPA Iritasi mata Batuk Iritasi mata Batuk Iritasi mata Batuk Iritasi mata Pneumonia
190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200
5 5 3 5
Tempat berobat Apotek Obat warung Obat warung Dokter
1 Rumah sakit 10 Apotek 12 Tidak berobat
Biaya Total biaya Biaya tiap berobat tiap berobat/ kali berobat penyakit tahun (Rp) (Rp/tahun) (Rp/tahun) 5.000 16.000 6.000 25.000
1.000.000 20.000 0
3 Tidak berobat 0 3 Tidak berobat 0 4 Apotek 35.000 6 Apotek 5.000 5 Klinik 100.000 Total biaya berobat/tahun
25.000 80.000 18.000 125.000 0 0 1.000.000 200.000 0 0 0 0 140.000 30.000 500.000
105.000 18.000 125.000 0 0 1.000.000 200.000 0 0 170.000 500.000 37.806.500
Berdasarkan data tersebut diperoleh rata-rata biaya pengobatan responden adalah sebagai berikut: No.
Jenis penyakit 1 2 3 4 5
Batuk Bronkhitis Iritasi Mata ISPA Pneumonia
Rata-rata biaya berobat (Rp/tahun) 145.627 2.162.400 176.939 446.800 500.000
84
Lampiran 4 Kehilangan pendapatan responden non pegawai No Pendapatan/ Pendapatan/ Jumlah hari tidak Jumlah pendapatan yang Responbulan hari bekerja karena sakit hilang tiap tahun den (Rp/bulan) (Rp/hari) (hari/tahun) (Rp/tahun) a b c d e = c*d 1 1.500.000 50.000 18 900.000 11 3.500.000 116.667 18 2.100.000 13 3.000.000 100.000 20 2.000.000 25 1.500.000 50.000 12 600.000 29 1.500.000 50.000 12 600.000 30 4.000.000 133.333 12 1.600.000 32 2.500.000 83.333 10 833.333 34 1.500.000 50.000 30 1.500.000 37 1.500.000 50.000 24 1.200.000 40 2.000.000 66.667 2 133.333 41 1.300.000 43.333 30 1.300.000 42 2.000.000 66.667 12 800.000 44 1.500.000 50.000 6 300.000 45 1.700.000 56.667 21 1.190.000 46 2.000.000 66.667 8 533.333 49 2.000.000 66.667 2 133.333 50 1.965.000 65.500 6 393.000 56 500.000 16.667 30 500.000 65 2.500.000 83.333 9 750.000 66 3.000.000 100.000 3 300.000 90 650.000 21.667 5 108.333 92 380.000 12.667 3 38.000 95 1.875.000 62.500 12 750.000 99 1.000.000 33.333 7 233.333 103 3.000.000 115.385 35 4.038.462 104 4.000.000 153.846 21 3.230.769 109 4.000.000 153.846 24 3.692.308 114 3.000.000 115.385 3 346.154 118 2.000.000 76.923 15 1.153.846 119 2.400.000 92.308 3 276.923 120 2.100.000 80.769 32 2.584.615 123 1.800.000 69.231 15 1.038.462 124 4.500.000 173.077 35 6.057.692 126 7.000.000 269.231 14 3.769.231 127 1.950.000 75.000 12 900.000 128 1.000.000 38.462 7 269.231 129 3.000.000 115.385 35 4.038.462 131 1.500.000 57.692 6 346.154 133 2.000.000 76.923 42 3.230.769 140 4.500.000 173.077 30 5.192.308 Total kehilangan pendapatan (non pegawai) / tahun 58.961.385
85
Lampiran 5 Kehilangan pendapatan responden pegawai Jam Hari No Pendapatkerja kerja/ Jam kerja/ Pendapatres- an/ bulan /hari minggu tahun (jam/ an/ tahun pon- (Rp/ (jam/ (hari/ tahun) (Rp/ tahun) den bulan) hari) minggu) a
b
38 54 91 135 139 150
1.500.000 1.000.000 750.000 2.000.000 2.400.000 4.000.000
c
d = 4*c e=52* c*d
f = b*12
Pen- Jml hari Total dapat- tidak kehilangan an/jam kerja/thn pendapatan (Rp/ (hari/ (Rp/tahun) jam) tahun) g = f/e
5 5 1.300 18.000.000 13.846 8 5 2.080 12.000.000 5.769 9 5 2.340 9.000.000 3.846 8 5 2.080 24.000.000 11.538 8 5 2.080 28.800.000 13.846 8 5 2.080 48.000.000 23.077 Total kehilangan pendapatan (pegawai) / tahun
Total kehilangan pendapatan responden pegawai (Rp/tahun) Total kehilangan pendapatan respoden non pegawai (Rp/tahun) Total kehilangan pendapatan responden pegawai & non pegawai (Rp/tahun) (a) Jumlah responden yang mengalami kehilangan pendapatan (orang) (b) Rata-rata kehilangan pendapatan masyarakat (Rp/orang/tahun) (a/b)
h
i = c*g*h 18 24 32 15 18 21
1.246.154 1.107.692 1.107.692 1.384.615 1.993.846 3.876.923 10.716.923
10.716.923 58.961.385 69.678.308 46 1.514.746
86
Lampiran 6 Nilai ekonomi bahan bakar kendaraan bermotor roda dua No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Rata-rata jarak Rata-rata tempuh/hari konsumsi bensin (km/hari) (liter/hari) 125 4,45 106 4,55 74 2,00 80 4,20 70 3,10 150 2,70 66,5 3,45 150 6,60 76 3,25 76,5 2,95 70 2,70 125 5,25 120 5,00 120 3,00 100 3,00 100 4,60 80 2,00 120 2,60 80 3,30 70 2,80 45 1,50 60 2,30 50 2,30 60 2,60 50 2,30 110 6,60 50 2,30 30 0,85 80 2,00 80 3,33 55 2,43 41 1,15 15 0,89 22 1,32 12 0,61 12,5 0,78 36 1,74 17 0,90 19 1,04 27,5 1,47 32,5 1,83 7,5 0,35 16,5 0,67
Nilai ekonomi bahan bakar (km/liter) 28,09 23,30 37,00 19,05 22,58 55,56 19,28 22,73 23,38 25,93 25,93 23,81 24,00 40,00 33,33 21,74 40,00 46,15 24,24 25,00 30,00 26,09 21,74 23,08 21,74 16,67 21,74 35,29 40,00 24,06 22,67 35,65 16,90 16,61 19,65 16,13 20,64 18,97 18,20 18,67 17,81 21,30 24,57
87
Lanjutan Lampiran 6 No 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86
Rata-rata jarak Rata-rata tempuh/hari konsumsi bensin (km/hari) (liter/hari) 12,5 0,61 12,5 0,64 14,5 0,85 15 0,89 5 0,26 10 0,50 36 1,64 20 1,01 41,5 1,76 27,5 1,45 25,5 1,16 20 0,95 7,5 0,40 65 2,69 8,5 0,40 62,5 2,86 22 1,00 15,5 1,13 47,5 2,10 16 0,75 21 1,08 17 0,78 18 1,09 22,5 1,01 32,5 1,99 11 0,77 21,5 1,25 23,5 0,99 10,5 0,50 6 0,22 10,5 0,41 2 0,11 27,5 1,02 12,5 0,58 22,5 0,97 16,5 0,68 15 0,70 9 0,51 31 2,13 33,5 1,50 23 1,01 18,5 0,64 15 0,77
Nilai ekonomi bahan bakar (km/liter) 20,47 19,47 17,02 16,90 19,35 20,13 21,98 19,73 23,57 19,01 21,95 20,95 18,64 24,13 21,37 21,83 22,05 13,70 22,64 21,30 19,42 21,69 16,45 22,18 16,36 14,28 17,18 23,66 20,84 27,18 25,33 18,34 26,87 21,50 23,31 24,22 21,38 17,74 14,59 22,38 22,67 29,09 19,41
88
Lanjutan Lampiran 6 No 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
Rata-rata jarak Rata-rata tempuh/hari konsumsi bensin (km/hari) (liter/hari) 42 1,25 20 1,09 10 0,22 20 0,76 11,5 0,63 18 1,27 25 1,05 21 1,04 27,5 0,76 53,5 1,24 19,5 0,42 22,5 0,97 15 0,66 16,5 0,77 Rata-Rata 41,14 1,69
Nilai ekonomi bahan bakar (km/liter) 33,65 18,29 46,39 26,24 18,22 14,21 23,81 20,19 35,95 43,02 46,40 23,22 22,65 21,30 23,95
RIWAYAT HIDUP Dwi Putri Anggraini, lahir di Pagar Alam pada tanggal 12 Juni 1995 dari ayah Mirzani Aslan dan ibu Eliza Hartati, lahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara.
Menyelesaikan
pendidikan taman kanak-kanak di TK Nahdatul
Ulama Pagar Alam, pendidikan sekolah dasar di
SD Negeri 7 Pagar Alam,
pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Pagar Alam, kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 4 Lahat. Lulus dari SMA Negeri 4 Lahat pada tahun 2012, selanjutnya penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan pada tahun yang sama dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi serta kepanitiaan. Tercatat penulis pernah menjadi anggota UKM Merpati Putih tahun 2012-2015 dan sebagai bendahara Himpunan Profesi REESA tahun 2014. Penulis juga menerima beasiswa selama perkuliahan yaitu Beasiswa PT Indocement pada tahun 2014-2015.