SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN CERDAS SPASIAL PENGENDALIAN AVIAN INFLUENZA H5N1 PADA UNGGAS PETERNAKAN RAKYAT NON KOMERSIAL: STUDI KASUS PROVINSI LAMPUNG
ERLIYAN REDY SUSANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Spasial Pengendalian Avian Influenza H5N1 Pada Unggas Peternakan Rakyat Non Komersial: Studi Kasus Provinsi Lampung adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Nopember 2015 Erliyan Redy Susanto NIM G 651120181
RINGKASAN ERLIYAN REDY SUSANTO. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Spasial Pengendalian Avian Influenza H5N1 Pada Unggas Peternakan Rakyat Non Komersial: Studi Kasus Provinsi Lampung. Dibimbing oleh YENI HERDIYENI, MARIMIN dan ETIH SUDARNIKA. Pemerintah telah mentargetkan Indonesia bebas virus Avian Influenza (AI) H5N1 pada tahun 2020. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi permasalahan AI di Indonesia. Meskipun AI telah terdeteksi keberadaanya sejak tahun 2003, akan tetapi AI pada unggas masih terus terjadi pada beberapa wilayah di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun sistem cerdas untuk membantu pemerintah dalam mengatasi permasalahan AI di Indonesia. Provinsi Lampung dipilih sebagai tempat penelitian karena memiliki intensitas kejadian AI yang tinggi. Sistem penunjang keputusan cerdas spasial yang dibangun menggunakan masukan data spasial kejadian AI, peta dasar provinsi lampung dan inferensi pakar tetang kebijakan penanggulangan AI yang terdiri dari model konsentrasi AI dan model cluster AI. Model konsentrasi AI dibangun menggunakan SpatialStructured Query Languageuntuk menghasilkan informasi yang dapat digunakan sebagai rekomendasi kebijakan untuk Pemerintah Kabupaten/Kota. Model cluster AI dibangun menggunakan Morans Spatterplot untuk menghasilkan informasi yang dapat digunakan sebagai rekomendasi kebijakan untuk Pemerintah Provinsi.Hasil analisis kemudian divisualisasikan dalam bentuk peta digital dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Kabupaten atau kota yang memiliki risiko tertinggi kejadian AI adalah Bandar Lampung, Metro, Lampung Selatan, Lampung Timur dan Pesawaran. Rekomendasi kebijakan penanggulangan AI untuk pemerintah kabupaten/kota terbagi atas 2 (dua) macam yaitu: rekomendasi kebijakan untuk wilayah endemis AI dan rekomendasi kebijakan untuk wilayah terancam atau berpotensi AI. Rekomendasi Kebijakan penanggulangan AI untuk pemerintah provinsi terdiri atas 4 (empat) macam yaitu: rekomendasi kebijakan untuk wilayah High-High, rekomendasi kebijakan untuk wilayah Low-High, rekomendasi kebijakan untuk wilayah Low-Low dan rekomendasi kebijakan untuk wilayah High-Low. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kondisi kejadian AI di Provinsi Lampung serta sebagai rekomendasi dalam menentukan kebijakan penanggulangan AI bagi Pemerintah Kabupaten atau Kota dan Pemerintah Provinsi.
Kata Kunci: Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Spasial, model kebijakan Avian Influenza, Klaster AI, Lampung
SUMMARY ERLIYAN REDY SUSANTO. Spatial Intelligent Decision Support System Control of Avian Influenza H5N1 on The Non Commercial Poultry: Case Study in Lampung Province. Supervised by YENI HERDIYENI, MARIMIN and ETIH SUDARNIKA. The government has targeted that Indonesia will be free of Avian Influenza (AI) H5N1 in 2020. Many efforts have been done to overcome of AI problem in Indonesia. Although AI has been detected since 2003, but AI in poultry continues to occur in some areas in Indonesia. The objective of this research was to develop a smart system to assist the government to solve the problem of AI in Indonesia. Lampung province was chosen as the research object because it has high intensity AI events. Spatial Intelligent decision support system was built using the input spatial data of incident AI, base maps Lampung province and inference expert on AI prevention policy which consists of models of AI concentration and models of AI cluster. Models of AI concentrations were developed using Spatial Structured Query Language to generate information that can be used as a policy recommendation for district / municipality. Models of AI cluster was developed using Morans Scatterplot to generate information that can be used as a policy recommendation for the provincial government.The results of analysis then visualized in the form of a digital map using Geographic Information System (GIS). Bandar Lampung, Metro, South Lampung, East Lampung and Pesawaran are districts or municipalities that have the highest risk of incident AI. Policy recommendations of AI control for the district or municipalities are divided into two (2) types namely: policy recommendations for the area endemic AI and policy recommendations for the region threatened or potentially AI. Policy recommendations of AI control for the provincial government consists of four (4) types namely: policy recommendations for the region of the High-High, policy recommendations for the region Low-High, policy recommendations for the region Low-Low and policy recommendations for the region of the High-Low. Results of the study can be used to know the condition of AI occurrence in Lampung Province as well as in determining policy recommendations of AI control for District or Municipality Government and the Provincial Government. Keywords: spatial IDSS, policy model, Avian Influenza, Cluster of Avian Influenza, Lampung
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN CERDAS SPASIAL PENGENDALIAN AVIAN INFLUENZA H5N1 PADA UNGGAS PETERNAKAN RAKYAT NON KOMERSIAL: STUDI KASUS PROVINSI LAMPUNG
ERLIYAN REDY SUSANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komputer pada Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji pada Ujian Tesis: Dr Yani Nurhadriyani, SSi MT
Judul Tesis : Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Spasial Pengendalian Avian Influenza H5N1 Pada Unggas Peternakan Rakyat Non Komersial: Studi Kasus Provinsi Lampung Nama : Erliyan Redy Susanto NIM : G 651120181
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom Ketua
Prof Dr Ir Marimin, MSc Anggota
Dr Ir Etih Sudarnika, MSi Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Komputer
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Wisnu Ananta Kusuma, ST MT
Prof Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 31 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Yeni Herdiyeni SSi MKom, Bapak Prof Dr Ir Marimin MSc dan Ibu Dr Ir Etih Sudarnika MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Wisnu Ananta Kusuma ST MT dan Bapak Toto Haryanto SKom MSi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak drh. Syafrison Idris MSi dan Ibu drh. Purnama Martha O Simanjuntak MSi dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia,serta Ibu drh. Enny Saswiyanti MSi dari Balai Veteriner Lampung yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, mama, bunda, raisa, adik-adik serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Nopember 2015 Erliyan Redy Susanto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 2 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Flu Burung Sistem Informasi Geografis (SIG) Spatial SQL Moran’s Scatterplot Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian Teknik Inferensi Aturan
3 3 3 4 4 7 8 8
3 METODE Kerangka Pemikiran Sumber dan Jenis Data Analisis Sistem Desain Sistem Implementasi Sistem
10 10 11 11 15 16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Sistem Desain Sistem Implementasi Sistem Hasil Uji Coba Program dan Pemanfaatan Hasil Penelitian
17 17 22 24 25
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
28 28 28
DAFTAR PUSTAKA
29
DAFTAR TABEL 1. 2.
Hasil analisis penyebaran AI di Provinsi Lampung tahun 2010-2012 Hasil validasi program terhadap fungsionalitas sistem
19 25
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Ilustrasi Moran’s scatterplot Ilustrasi rook contiguity Ilustrasi bishop contiguity Ilustrasi queen contiguity Ilustrasi membuat matriks contiguity Kerangka pemikiransistem penunjang keputusan cerdas spasial pengendalian AI H5N1 pada unggas peternakan rakyat non komersial Diagram kontek sistem penunjang keputusan cerdas spasial pengendalian AI H5N1 pada unggas peternakan rakyat non komersial Praproses data kejadian AI sebelum dianalisis Rancangan model konsentrasi AI Rancangan model cluster AI Rancangan kerangka model IDSS Peta kejadian AI di Provinsi Lampung tahun 2010-2012 Peta kejadian AI di kota Bandar Lampung tahun 2010-2012 Morans Scatterplot kejadian AI di Provinsi Lampung tahun 2010-2012 Peta cluster AI di Provinsi Lampung tahun 2010-2012 hasil analisis Morans Scatterplot Konfiguasi model IDSS Struktur tabel peta Struktur tabel kejadian Struktur tabel kebijakan Visualisasi program model konsentrasi AI Visualisasi program model cluster AI
5 5 6 6 6 10 11 12 13 13 16 18 19 20 21 23 23 24 24 26 27
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Lembar pertanyaan kebijakan penanggulangan AI Inferensi Kebijakan Penanggulangan AI bagi Pemerintah Kabupaten/Kota Inferensi Kebijakan Penanggulangan AI Bagi Pemerintah Provinsi Kejadian AI dan Zi (analisis Morans scatterplot) Pembobotan Wilayah Kabupaten/Kota mernggunakan Morans scatterplot Diagram use case rekomendasi kebijakan penanggulangan AI Diagram kelas visualisasi model konsentrasi AI dan visualisasi model cluster AI
32 35 36 37 38 39 40
8.
Diagram aktifitas menampilkan visualisasi model konsentrasi AI dan model cluster AI
41
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan data laporan Kementan RI (2015a, 2015b) pada Januari hingga Mei 2015 diketahui bahwa Indonesia masih mempunyai permasalahan dalam pengendalian dan pemberantasan Avian influenza (AI). AI adalah penyakit viral akut pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza type A subtipe H5 dan H7. Semua jenis unggas diketahui bisa terinfeksi virus influenza A. Pada penelitian ini membahas sub tipe H5N1 pada unggas peternakan rakyat non komersial. Penyakit AI H5N1 bersifat zoonosis dan angka kematian sangat tinggi karena dapat mencapai 100% (Kementan RI 2014). AI termasuk golongan virus sangat berbahaya yang penyebarannya sangat cepat serta dapat menyebabkan kematian pada unggas dan manusia sehingga dihawatirkan bisa berkembang menjadi wabah pandemi yang berbahaya bagi manusia (Radji 2006). Data laporan kejadian AI menunjukkan bahwa tempat terjadinya kasus AI dalam suatu wilayah sering bergantian/berpindah tempat sehingga perlu diwaspadai karena sifat virus AI sangat berbahaya dan bisa menular dengan cepat sehingga virus AI sangat mungkin dapat meluas ke wilayah lain yang belum pernah ada kasus AI maka perlu dikendalikan dan ditanggulangi (Radji 2006). Dalam rangka mengendalikan dan menanggulangi penyebaran AI di Indonesia telah dilakukan berbagai penelitian (Honggowibowo dan Sediartie 2004, Sugiantoro 2005, Lusiani 2006, Radji 2006, Angi et al. 2009, Granville et al. 2009, IDPHPAI 2010, Haryanto et al. 2007, Saswiyanti 2012 dan Simanjuntak et al. 2012). Pemerintah Republik Indonesia telah mentargetkan bahwa Indonesia akan bebas virus AI pada 2020 (Bahri et al. 2013). AI sudah diketahui keberadaannya di Indonesia sejak tahun 2003 (Dharmayanti et al. 2011, Simanjuntaket al. 2012 dan Kementan RI 2014), tetapi pada 2015 AI masih sering terjadi (Kementan RI 2015a, 2015b). Selain Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tanggungjawab dalam penanggulangan AI di Indonesia. Dengan demikian maka perlu adanya suatu strategi yang baik (Ortiz et al. 2009) dibantu oleh sistem penunjang keputusan yang cerdas untuk mempermudah pemerintah melaksanakan tugasnya. Berbagai penelitian mengenai sistem penunjang keputusan cerdas terbukti dapat memberikan solusi yang cepat sehingga lebih efektif dalam menentukan kebijakan (Dasgupta dan Gonzalez 2001, Marimin et al. 2005, Marimin et al. 2010, Orshoven et al. 2011, Hendra et al. 2014, Sampurno et al. 2014 dan Septiani et al. 2014). Sistem pakar selanjutnya dikolaborasikan dengan sistem penunjang keputusan. Tujuan dari penggunaan sistem pakar adalah untuk memindahkan keahlian pakar penanggulangan AI kedalam program komputer sehingga pengguna program dapat memiliki pengetahuan yang sama dalam menentukan kebijakan penanggulangan AI. Sistem Informasi Geografis dijadikan pilihan sebagai visualisasi permasalahan spasial (Oktariadi 2009). Oleh karena itu, untuk mengintegrasikan wilayah permasalahan dengan sistem informasi geografis maka perlu dibuat pemodelan (Jordan et al. 1998). FAO (2008) membagi sistem produksi unggas menjadi 4 (empat) sektor. Sektor 1 (satu) merupakan peternakan unggas komersial dengan biosekuriti yang
2 sangat ketat. Sektor 2 (dua) merupakan peternakan unggas komersial dengan biosekuriti yang cukup ketat. Sektor 3 (tiga) merupakan peternakan unggas komersial dengan biosekuriti yang rendah. Sektor 4 (empat) merupakan peternakan unggas non komersial dengan biosekuriti yang sangat rendah. Biosekuriti yang dimaksud adalah usaha yang dilakukan untuk mencegah penyakit masuk serta mencegah penyakit keluar. Informasi kejadian AI pada sektor 1, 2 dan 3 sulit diperoleh karena perusahaan tidak mau memberikan informasi keberadaan AI di peternakannya. Data laporan kasus AI yang dianggap paling lengkap dimiliki pemerintah hanya diperoleh dari peternakan sektor 4 (Saswiyanti 2012). Provinsi Lampung termasuk wilayah dengan jumlah kasus AI paling banyak di Indonesia (Saswiyanti 2012). Berdasarkan laporan hasil pengujian cepat (rapid test) positif oleh tim Participatory Diseases Surveillans and Respons(PDSR)/Tim Unit Respon Cepat via SMS gateway bahwa tahun 2015 masih ditemukan kasus AI di Provinsi Lampung. (Kementan RI 2015a, 2015b). Berdasarkan data tersebut maka penelitian berfokus pada penyebaran AI H5N1 pada unggas peternakan rakyat non komersial di Provinsi Lampung berdasarkan data tahun 2010 - 2012.Penelitian ini terdiri atas 2 (dua) modelyaitu: model konsentrasi AI dengan teknik Spatial SQL/Spatial Query digunakan pemerintah kabupaten untuk membuat rekomendasi kebijakan penanggulangan AI dalam cakupan kecamatan, serta model cluster AI dengan teknik Morans Scatterplot digunakan pemerintah provinsi untuk menentukan rekomendasi kebijakan penanggulangan AI dalam cakupan kabupaten. Perumusan Masalah Permasalahan yang ada pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana menganalisis masalah penyebaran AI di Provinsi Lampung berdasarkan data tahun 2010 – 2012? 2. Bagaimana mengembangkan model rekomendasi penanggulangan AI di Provinsi Lampung? 3. Bagaimana menyusun perangkat lunak penagambilan keputusan cerdas penanggulangan AI? 4. Bagaimana membuat rekomendasi kebijakan penanggulangan AI di Provinsi Lampung? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis penyebaran AI di Provinsi Lampung berdasarkan data tahun 2010 – 2012. 2. Mengembangkan model rekomendasi kebijakan penanggulangan AI di Provinsi Lampung. 3. Menyusun perangkat lunak pengambilan keputusan cerdas penanggulangan AI. 4. Membuat rekomendasi kebijakan penanggulangan AI di Provinsi Lampung.
3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikanrekomendasi kebijakanbagi pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi dalampenanggulanganAI di Provinsi Lampung. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah berdasarkan data laporan kasus AI di Provinsi Lampung oleh tim PDSR tahun 2010 – 2012.
2 TINJAUAN PUSTAKA Flu Burung Penyakit Avian Influenza yang disebut juga Flu burung, Fowl pest, Fowl plaque, atau Avian flu adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Penyakit Avian Influenza disebabkan oleh virus influenza tipe A yang tergolong dalam famili Orthomyxoviridae dan bisamenyebabkan infeksi pada berbagai macam spesies seperti unggas, babi, kuda dan manusia. Angi et al. (2009) mengatakan bahwa penyakit AItergolong atas Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Bahri et al. (2013) mengatakan bahwa virus AI H5N1 termasuk golongan HPAI dan bersifat zoonosis (penyakit yang disebabkan oleh hewan ke manusia ataupun sebaliknya). Berdasarkan hal tersebut maka AI H5N1 perlu segera ditanggulangi dan dikendalikan. Faktor risiko merupakan faktor-faktor yang dianggap dapat mempengaruhi terjadinya penyebaran virus AIH5N1 diantaranya kerapatan unggas, jarak dari pelabuhan, kerapatan jalan raya, kerapatan pertanian, kerapatan perkebunan, kerapatanwilayah perairan dan migrasi unggas (Granville et al. 2009). Sedangkan IDPHPAI (2010) mengatakan faktor risiko yang paling berpengaruh di Provinsi Jawa Barat dan Banten diantaranya adalah keberadaan rumah potong unggas, keberadaan penampungan unggas, dan keberadaanpasar unggas. Alternatif kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka upaya pengendalian dan penanggulangan AI adalah peningkatan biosekuriti, vaksinasi, pemusnahan terbatas atau selektif/depopulasi di daerah tertular, pengendalian lalu lintas keluar masuk unggas, surveillans dan penelusuran/tracking back, pengisian kandang kembali/restocking, pemusnahan menyeluruh/stamping out di daerah tertular baru, peningkatan kesadaran masyarakat/public awareness(Kementan RI 2005). Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) / Geographic Information System merupakan suatu sistem yang sengaja dirancang untuk bekerja dengan data yang
4 tereferensi secara spasial atau berkoordinat geografi sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan data dan melakukan operasi-operasi tertentu dengan menampilkan dan menganalisis data (Yudistira 2012).Teknologi SIG mengintegrasikan operasi basis data dan analisis statistik dengan visualisasi yang unik serta analisis spasial yang ditawarkan melalui bentuk peta digitalsehingga membuat SIG lebih bermanfaat dalam memberikan informasi yang mendekati kondisi dunia nyata, memprediksi suatu hasil, dan untuk perencanaan strategis (Oktariadi 2009). Barus dan Wiradisastra (2009) mengatakan bahwa berdasarkan operasinya SIG dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: (1) SIG secara manual, yang beroperasi memanfaatkan peta cetak (kertas/transparan), bersifat analog, dan (2) SIG secara terkomputer / otomatis yang prinsip kerjanya menggunakan komputer dan berupa data digital.SIG manual biasanya terdiri atas beberapa unsur data termasuk peta-peta, lembar transparansi untuk tumpang tindih, foto udara dan foto lapangan, laporan-laporan statistik dan laporan-laporan survei lapangan. Data Global Positioning System (GPS) merupakan data yang diambil berdasarkan koordinat latitude dan longitude. Lintang dan bujur merupakan representasi dari latitude dan longitude.
Spatial SQL Spatial SQL mendukung model data spasial Open Geodata Interchange Standard (OGIS). Model data OGISmampu menangani bentuk geometri seperti point, polygon, curve dan tipe lainnya, serta mampu mengeksekusi operasi query spasial seperti ST_Within, ST_Area, ST_Contains, dan operasi lainnya (Yudistira 2012). Egenhofer (1994) mengatakan bahwa SpatialSQL didasarkan pada bahasa query SQL (Structured Query Language) basisdata relasionalnya. Query SQL menggunakan klausa SELECT – FROM – WHERE untuk tiga operasi proyeksi relasional aljabar, produk Cartesian dan seleksi. Selain itu fungsi agregat seperti jumlah, minimal atau rata-rata, dapat digunakan untuk menghitung nilai tunggal dari suatu tabel. Tujuan dari Spatial SQL adalah untuk memberikan abstrasi pemahaman yang lebih baik tentang data spasial pada bahasa query dengan memberikan konsep yang lebih mudah difahami seperti cara berfikir manusia tentang tata ruang. Moran’s Scatterplot Moran’s Scatterplot adalah salah satu cara untuk menginterpretasikan statistik Indeks Moran. Moran’s Scatterplot merupakan alat untuk melihat hubungan antara nilai pengamatan yang sudah distandarisasi dengan nilai rata-rata daerah tetangga yang telah distandarisasi(Simanjuntaket.al 2013). Ilustrasi lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Gambar 1 Ilustrasi Moran’s scatterplot Data spasial adalah data yang memuat adanya informasi lokasi atau geografis dari suatu wilayah (Wuryandari et al. 2014). Informasi lokasi dapat diketahui dari dua sumber yaitu: 1. Hubungan ketetanggaan (neighborhood) Dalam analisis spasial hubungan ketetanggaan mencerminkan lokasi relatif dari satu unit spasial atau lokasi ke lokasi yang lain dalam ruang tertentu. Hubungan ketetanggaan dari unit-unit spasial biasanya dibentuk berdasarkan peta. Ketetanggaan dari unit-unit spasial ini diharapkan dapat mencerminkan derajat ketergantungan spasial yang tinggi jika dibandingkan dengan unit spasial yang letaknya terpisah jauh. 2. Jarak (distance) Lokasi yang terletak dalam suatu ruang tertentu dengan adanya garis lintang dan garis bujur menjadi sebuah sumber informasi. Informasi inilah yang digunakan untukmenghitung jarak antar titik yang terdapat dalam ruang. Pembobot atau sering disebut sebagai matriks pembobot spasial merupakan hal yang sangat penting dalam analisis spasial. Matriks pembobot spasial digunakan untuk menentukan bobot antar lokasi yang diamati berdasarkan hubungan ketetanggaan antar lokasi. Ketetanggaan dapat didefinisikan dalam beberapa cara, yaitu: 1. Rook contiguity Daerah pengamatannya ditentukan berdasarkan sisi-sisi yang saling bersinggungan dan sudut tidak diperhitungkan. Ilustrasi rook contiguity dilihat pada Gambar 2, dimana unit B1, B2, B3, dan B4 merupakan tetangga dari unit A.
Gambar 2 Ilustrasi rook contiguity 2. Bishop contiguity Daerah pengamatannya ditentukan berdasarkan sudut-sudut yang saling bersinggungan dan sisi tidak diperhitungkan. Ilustrasi untuk bishop contiguity dilihat pada Gambar 3, dimana unit C1, C2, C3, dan C4 merupakan tetangga dari unit A.
6
Gambar 3 Ilustrasi bishop contiguity 3. Queen contiguity Daerah pengamatannya ditentukan berdasarkan sisi-sisi yang saling bersinggungan dan sudut juga diperhitungkan. Ilustrasi untuk queen contiguity dapat dilihat pada Gambar 4, dimana unit B1, B2, B3, dan B4 serta C1, C2, C3, dan C4 merupakan tetangga dari unit A.
Gambar 4 Ilustrasi queen contiguity Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis menggunakan Morans Scatterplot 1. Menghitung jumlah kejadian AI berdasarkan wilayah kabupaten/kota. 2. Membuat matriks contiguity dengan memperhatikan ketetanggaan setiap wilayah. Tetangga merupakan jumlah wilayah kabupaten/kota yang bersebelahan dengan wilayah kabupaten atau kota yang sedang diamati. Jika bertetangga akan dikodekan 1 dan jika tidak akan dikodekan 0. Amatan tetangga merupakan jumlah kabupaten atau kota yang bersebelahan dengan tetangga kabupaten atau kota yang diamati. Berikut ini disajikan ilustrasi membuat matriks contiguity (Gambar 5).
Gambar 5 Ilustrasi membuat matriks contiguity 3. Menghitung indeks Morans dengan rumus
I
N i jW ij Z i Z j ( N 1)i jW ij
7
dengan: I : Indeks Morans N :Jumlah kejadian AI Wij : ukuran pembobot antara wilayah ke-i dan wilayah ke-j (matriks contiguity) Zi : Nilai hasil standarisasi dari peubah yang diamati pada lokasi ke-i Zj : Nilai hasil standarisasi dari peubah yang diamati pada lokasi ke-j xi : Nilai variabel x dari peubah yang diamati pada lokasi ke-i xj : Nilai variabel x dari peubah yang diamati pada lokasi ke-j x : Nilai rata-rata variabel x Sx : Standar deviasi jumlah kejadian AI Hipotesisnya adalah : H0 : I = 0 ; Tidak terdapat autokorelasi spasial. Sementara bentuk hipotesis alternatifnya (H1) ada dua jenis (positif atau negatif). H1 : I > 0 ; Terdapat autokorelasi spasial positif. Artinya area yang berdekatan mirip dan cenderung bergerombol dalam suatu area. H1 : I < 0 ; Terdapat autokorelasi spasial negatif. Artinya area yang berdekatan tidak mirip dan membentuk pola visual menyebar. 4. Membuat plot Simanjuntak (2012) mengatakan bahwa plot yang dibentuk oleh analisis Morans Scatterplot terdiri atas 4 (empat) kuadran yaitu High-High, terletak di kanan atas yang artinya memiliki autokorelasi positif. Nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi. Pola visual yang terbentuk adalah pola gerombol (cluster) antara area bernilai pengamatan tinggi dan dilambangkan dengan warna merah tua. High-Low, terletak di kanan bawah yang artinya memiliki autokorelasi negatif. Nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang memiliki nilai rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola outliers dengan nilai pengamatan tinggi (hotspot) digambarkan dengan warna merah muda. Low-Low, terletak di kiri bawah yang artinya memiliki autokorelasi positif. Nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola gerombol antara area pengamatan yang rendah dan digambarkan dengan warna biru tua. Low-High, di kiri atas yang artinya memiliki autokorelasi negatif. Nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area yang tinggi. Pola visual clusteryang terbentuk adalah pola outliers dengan nilai pengamatan rendah (coldspot) yang digambarkan dengan warna biru muda. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Dasgupta dan Gonzalez (2001) mengatakan bahwa Inteligent Decision Support System(IDSS) atau Sistem Penunjang Keputusan Cerdas adalah sistem
8 pendukung keputusan yang memiliki basis pengetahuan dengan untuk membuat sistem penunjang keputusan menjadi lebih cerdas/pintar. Suwarningsih (2007) mengatakan bahwa perbedaannya dengan sistem pakar adalah IDSS tetap menghasilkan alternatif solusi yang dijadikan sebagai alat bantu pengambilan keputusan dimana hasil akhir bukan merupakan hasil yang final yang tidak dapat dipertimbangkan kembali. Sedangkan sistem pakar hanya sebuah proses memindahkan kepakaran seseorang pada sebuah program komputer dengan keluaran berupa hasil akhir yang pasti. Hendra et al. (2014) menjelaskan bahwa Sistem Penunjang Keputusan Cerdas merupakan gabungan antara Sistem Penunjang Keputusan dan Sistem Pakar. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas diketahui sangat membantu pengambil keputusan/kebijakan dalam menyelesaikan permasalahannya. Hal ini dapat dilihat berbagai penelitian mengenai pengambilan keputusan cerdas diantaranya Verna dan Gonzalez (2005) membuat sebuah sistem pendukung keputusan cerdas untuk membuat kebijakanpublik menggunakan system dynamics dan penalaran berbasis kasus, Orshoven et al. (2011) meneliti peningkatan sistem informasi geografis untuk sistem pendukung keputusan spasial dan Marimin et al. (2010) dalam penelitiannya membuat kerangka sistem pendukung keputusan cerdas untuk manajemen rantai pasok agro - industri dan agribisnis. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian Lusiani (2006) membuat sistem berbasis aturan yang dapat mendiagnosa penyakit flu burung secara online sehingga dapat membantu masyarakat luas dalam mencari informasi dan konsultasi dengan lebih efektif. Penelitian yang dilakukan baru sebatas mengidentifikasi keberadaan AI H5N1 berdasarkan ciriciri yang tampak diluar/kasat mata. Selain itu juga Haryanto et al. (2007) membuat sistem pakar untuk mendeteksi penyakit pada unggas. Simanjuntak et al. (2012) dalam penelitiannya yang berjudul analisis spasial avian influenza pada sektor IV unggas di DIY pada 2009-2012 menjelaskan cara menentukan daerah pusat AI H5N1, dan daerah yang berpotensi (hostspot) AI. Kemudian prediksi menggunakan metode ARIMA. Hasil penelitian ini masih perlu diolah kembali sehingga dapat digunakan sebagai acuan pengambilan keputusan bagi pemerintah dalam mengendalikan dan membasmi AI H5N1. Tran et.al (2012) membuat model temporal terjadinya High Pathogenic Avian Influenza sub tipe H5N1 dengan studi kasus di delta Sungai Merah Vietnam. Hasil dari penelitian ini berupa prediksi kemungkinan terjadinya AI pada wilayah delta sungai merah vietnam dan faktor yang paling dominan mempengaruhi terjadinya HPAI di delta Sungai Merah Vietnam. Teknik Inferensi Aturan Terdapat 2 (dua) teknik yang biasa digunakan dalam melakukan inferensi, yaitu forward chaining dan backward chaining (Erdani 2008).
9 Forward Chaining Pada mesin inferensi menggunakan teknik forward chaining, aturan-aturan yang memungkinkan dapat digunakan dikumpulkan terlebih dahulu, kemudian dieksekusi. Aturan-aturan tersebut merupakan aturan yang bagian kondisinya (fakta) sudah dikenal. Fakta-fakta tersebut bisa datang dari masukan pengguna sebagai bagian dari masalah atau fakta yang dihasilkan dari proses inferensi sebelumnya. Mesin inferensi mencoba mengeksekusi setiap aturan tersebut. Jika suatu aturan berfungsi (dapat digunakan), maka proses inferensi dilanjutkan ke aturan lainnya. Setiap aturan yang dapat digunakan akan disimpan didalam suatu daftar. Pada teknik forward chaining, mesin inferensi membuat simpulan-simpulan secara deduksi, dimana fakta-fakta yang ada pada bagian kondisi suatu aturan akan diproses terlebih dahulu. Jika bagian kondisi tersebut bernilai benar (logika), maka aturan tersebut digunakan. Selanjutnya fakta yang ada pada bagian simpulan suatu aturan dijadikan sebagai fakta baru yang sudah dikenal (fakta turunan), dan fakta-fakta ini akan digunakan untuk mengeksekusi aturan-aturan lainnya yang berisi fakta tersebut. Backward Chaining Kebalikan dengan forward chaining, pada backward chaining, hal yang pertama ditentukan adalah targetnya terlebih dahulu, yaitu fakta yang merupakan bagian simpulan dari suatu aturan. Mesin inferensi akanmencari aturan-aturan yang fakta bagian kondisinya memenuhi kriteria sesuai dengan himpunan.Fakta masukan (bergerak ke belakang). Apabila fakta-fakta bagian kondisi tersebut memenuhi kriteria, maka aturan tersebut dapat digunakan. Dari fakta-fakta baru yang didapat, selanjutnya mesin inferensi mencari lagi fakta-fakta lainnya dengan bergerak ke belakang, dari bagian simpulan ke bagian kondisi suatu aturan.Berikut ini adalah ilustrasi penerapan teknik inferensi menggunakan forward chaining dan backward chaining. Kasus : Pasien ingin memeriksakan kesehatannya apakah dia mengalami penyakit DBD? Fakta yang terjadi, pasien mengalami bercak merah dikulit dan demam tinggi Variabel – variabel yang digunakan adalah: A = bercak-bercak merah dikulit B = batuk C = demam tinggi D = badan menggigil E = nafsu makan menurun F = kepala pusing G = mengalami DBD Solusi dengan backward chaining R1 = IF A & C THEN E R2 = IF B THEN F R3 = IF C THEN B R4 = IF E THEN D R5 = IF B & E THEN F R6 = IF F THEN D R7 = IF D THEN G
10
Solusi dengan forward chaining: Step I : IF A & C THEN E = R1 Step II : IF C THEN B= R3 Step III : IF B & E THEN F = R5 Step IV : IF F THEN D = R6 Step V : IF D THEN G = R7 Kesimpulan : Pasien mengalami penyakit DBD
3 METODE Kerangka Pemikiran Bassil (2012) melakukan pengembangan sistem menggunakan model waterfall yang terdiri atas beberapa tahapan penting yaitu: analisis sistem, desain sistem, dan implementasi sistem. Model pengembangan perangkat lunak pada penelitian ini adalah waterfall karena memiliki kelebihan diantaranya adalah proses menjadi teratur, estimasi proses menjadi lebih baik, dan jadwal menjadi lebih menentu. Kerangka pemikiran pada penelitian ini disajikan seperti pada Gambar 6. Mulai Analisis Sistem Input dan Output Sistem
Teknik Analisis
Praproses Data Teknik AnalisisRekomendasi Kebijakan
Desain Sistem Perancangan Model IDSS
Struktur Basisdata
Implementasi Sistem Pembuatan Kode Program
Validasi Program
Selesai Gambar 6 Kerangka pemikiransistem penunjang keputusan cerdas spasial pengendalian AI H5N1 pada unggas peternakan rakyat non komersial
11 Pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan utama dalam pengembangan perangkat lunak diantaranya adalah: (1) Analisis Sistem meliputi input dan output sistem, praproses data kejadian AI serta teknik analisis, (2) Desain Sistem meliputi perancangan model IDSS dan struktur basisdata, dan (3) Implementasi Sistem meliputi pembuatan kode program dan validasi program. Sumber dan Jenis Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas 3 (tiga) jenis data diantaranya adalah : 1. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi pustaka dalam rangka memperoleh landasan teoritis dan data penunjang yang berkaitan dengan materi penelitian. Data sekunder kasus/kejadian AI H5N1 di Provinsi Lampung berupa data GPS kasus/kejadian AI H5N1 tahun 2010 – 2012 yang diperoleh dari Balai Veteriner Provinsi Lampung.Sedangkan data sekunder berupa data peta wilayah administrasi Provinsi Lampungdiperoleh dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2. Data primer merupakan data hasil wawancara pakar yang diinferensi sebagai dasar penentuan rekomendasi kebijakan penanggulangan AI untuk pemerintah kabupaten/kota dan rekomendasi kebijakan penanggulangan AI untuk pemerintah provinsi. Analisis Sistem Analisis sistem dilakukan untuk mengetahui segala hal yang menjadi komponen penyusun sistem penunjang keputusan cerdas spasial penyebaran AI pada peternakan rakyat non komersial di Provinsi Lampung. Analisis sistem meliputi input dan output sistem serta praproses data. Input dan Output Sistem Input sistem merupakan data-data yang digunakan sebagai masukan sistem penunjang keputusan cerdas spasial. Input sistem selanjutnya dianalisis sehingga menghasilkan output yang sesuai dengan tujuan pengembangan sistem. Output sistem merupakan data-data hasil keluaran sistem penunjang keputusan cerdas spasial.Input dan output sistem tampak pada diagram konteks yang disajikan pada Gambar 7. Peta konsentrasi AI, Peta cluster AI, Rekomendasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota, Rekomendasi Kebijakan Pemerintah Provinsi
Data kejadian AI
PDSR
Spatial IDSS
Pengguna
Gambar 7 Diagram kontek sistem penunjang keputusan cerdas spasial pengendalian AI H5N1 pada unggas peternakan rakyat non komersial
12 Praproses Data Kejadian AI Sebelum dilakukan analisis data maka sebelumnya data harus melalui tahapan praproses terlebih dahulu. Praproses data kejadian AI dilakukan untuk memastikan data kejadian AI yang dianalisis sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan sistem penunjang keputusan cerdas spasial.Praproses data kejadian AI disajikan pada Gambar 8. Koordinat Kejadian AI (data PDSR) Peta Administratif Provinsi Lampung
PRAPROSES Pembersihan Data Pengujian Titik Kejadian AI dengan Peta Menentukan Centroid Wilayah Endemis AI
Koordinat Kejadian AI (untuk dianalisis)
Gambar 8 Praproses data kejadian AI sebelum dianalisis Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap praproses data adalah: 1. Pembersihan Data Data kejadian AI selanjutnya dilakukan pengecekan field-filed utama yaitu tanggal kejadian AI, nama kecamatan serta titik latitude dan longitude. Apabila diketahui terdapat salah satu saja field utama yang kosong maka baris data tersebut harus dihapus. Langkah ini dilakukan untuk menjaga akurasi data. 2. Pengujian Titik Kejadian AI dengan Peta Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa titik latitude dan longitude kejadian AI tidak sesuai dengan peta wilayah administratif Provinsi Lampung. Dugaan yang mungkin terjadi adalah telah terjadi kesalahan dalam pencatatan titik kejadian AI atau kesalahan dalam konversi titik latitude dan longitude. Atas dasar tesebut maka digunakan centroid kecamatan. 3. Menentukan Centroid Wilayah Endemis AI Data kejadian AI yang terdiri atas nama kecamatan, nama kabupaten dan titik latitude longitude diuji kebenaran informasinya dengan menggunakan software QGIS. Hasil dari pengujian menunjukkan titik latitude dan longitudetidak sesuai / tidak berada dalam wilayah kecamatan dan kabupaten yang dimaksud. Untuk mengatasi hal ini maka centroid dapat dijadikan solusi untuk mengatasi ketidaksesuaian data lokasi kejadian AI dengan peta. Spatial SQL/Spatial Query digunakan untuk menentukan Centroid Wilayah AI menggunakan fungsi AVG pada clausa SELECT. Fungsi AVG (average) adalah fungsi SQL untuk menentukan nilai tengah suatu wilayah kecamatan. SELECT a.kecamatan, AVG(b.latitude) AS latitude, AVG(b.longitude) AS longitude FROM peta a, kejadian b
13 WHERE st_contains(a.geom,b.geom) GROUP BY a.kecamatan ORDER BY a.kecamatan ASC
Teknik Analisis Data kejadian AI perlu dianalisis lebih lanjut sehingga mampu memberikan informasi yang terukur dalam menentukan kebijakan penanggulangan AI di Provinsi Lampung. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Spatial SQL untuk menganalisis kejadian AI yang digunakan pemerintah kabupaten/kota dalam menentukan kebijakan penanggulangan AI dan Morans Spatterplot untuk menganalisis kejadian AI sebagai dasar yang digunakan pemerintah Provinsi Lampung dalam menentukan kebijakan penanggulangan AI.Yudistira (2012) menggunakan spatial SQL untuk menentukan titik api dalam kasus kebakaran hutan. Sedangkan Kurnia (2006) dan Simanjuntak (2012) menggunakan Morans Scatterplot untuk menganalisis hubungan spasial suatu kejadian. 1. Model Konsentrasi AI disajikan pada Gambar 9. Kejadian AI
Peta Provinsi Lampung
Inferensi Pakar
Praproses Data
Spatial SQL/Spatial Query
IF… THEN…
Visualisasi Konsentrasi AI dan Rekomendasi Kebijakan untuk Pemerintah Kabupaten/Kota Gambar 9 Rancangan model konsentrasi AI Data wilayah endemis AI dapat ditampilkan pada peta dengan melakukan query spasial berdasarkan geometri menggunakan fungsi st_contains. Fungsi st_contains merupakan salah satu fungsi yang ada pada Spatial SQL untuk menyamakangeometrypeta dengan titik kejadian AI. Geometry kejadian AI pada setiap kabupaten dibandingkan dengan geometry peta. 2. Model Cluster AI disajikan pada Gambar 10. Kejadian AI
Peta Provinsi Lampung
Inferensi Pakar
Praproses Data
Morans Scatterplot
IF… THEN…
Visualisasi Cluster AI dan Rekomendasi Kebijakan untuk Pemerintah Provinsi Lampung Gambar 10 Rancangan model cluster AI
14 Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data dengan teknik Morans Scatterplot adalah: a. Menghitung jumlah kejadian AI berdasarkan wilayah kabupaten/kota. Data laporan kejadian AI yang terdiri atas tanggal kejadian, kabupaten/kota, kecamatan, latitude, longitude dan geometry dihitung jumlah kejadian AI berdasarkan wilayah kabupaten/kota. Untuk mengetahui jumlah kejadian setiap kabupaten bisa dilakukan query spasial sebagai berikut: SELECT a.kabkot, COUNT(b.kabkot) FROM peta a, kejadian b WHERE st_contains(a.geom,b.geom) GROUP BY a.kabkot ORDER BY a.kabkot ASC b. Membuat matriks contiguity dengan memperhatikan ketetanggaan setiap wilayah. Matriks contiguity dibuat dengan memberi kode 1 jika wilayah bertetangga dan kode 0 jika tidak bertetangga. Bertetangga yang dimaksud adalah memiliki batas wilayah yang bersinggungan langsung (Selengkapnya disajikan pada Lampiran 5). c. Menghitung indeks Morans Indeks Morans digunakan untuk menentukan hipotesis pola penyebaran kejadian AI di Provinsi Lampung. d. Membuat plot Plot dibuat berdasarkan nilai yang diperoleh Zi dan Zj sehingga terbentuk 4 (empat cluster) yaitu High-High berada di kanan atas, Low-High berada di kiri atas, Low-Low berada di kiri bawah, dan High-Low berada di kanan bawah. Rekomendasi Kebijakan Pemerintah pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi bertanggung jawab dalam melakukan kebijakan penanggulangan AI di Provinsi Lampung. Kebijakan penanggulangan AI yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi memiliki perbedaan fokus perhatian. Kebijakan penanggulangan AI bersifat peraturan, tindakan langsung dan pembinaan masyarakat. Pemerintah kabupaten/kota melakukan penanggulangan AI berdasarkan kejadian AI pada setiap wilayah kecamatan.Sedangkan pemerintah provinsi melakukan penanggulangan AI berdasarkan kejadian AI berdasarkan wilayah kabupaten. Oleh karena itu rekomendasi kebijakan penanggulangan AI di Provinsi Lampung terdiri atas rekomendasi kebijakan penanggulangan AI bagi pemerintah
15 kabupaten/kota dan rekomendasi kebijakan penanggulangan AI bagi pemerintah provinsi. Pendapat pakar diinferensi menjadi aturan-aturan yang digunakan dalam merekomendasikan kebijakan penanggulangan AI. Pendapat pakar diperoleh dari hasil wawancara mengenai kebijakan penanggulangan AI H5N1 kepada pakar. Hasil wawancara berupa lembar pertanyaan kebijakan penanggulangan AI selengkapnya pada Lampiran 1. Inferensi kebijakan penanggulangan AI bagi pemerintah kabupaten/kota selengkapnya pada Lampiran 2. Sedangkan inferensi kebijakan penanggulangan AI bagi pemerintah provinsi selengkapnya pada Lampiran 3. Lusiani (2006) membuat sistem pakar menggunakan logika IF… THEN…. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini rekomendasi kebijakan yang diusulkan berdasarkan data pakar yang diproses dengan logika IF … THEN … terhadap data pakar. Logika IF … THEN … dipilih karena data pakar yang diperoleh dari 1 (satu) orang. Data pakar diperoleh dari kegiatan wawancara pakar AI. Pakar dipilih sesuai dengan kapasitasnya sebagai ahli dalam epidemiologi AI. Pada penelitian ini perumusan rekomendasi kebijakan diinferensi menggunakan teknik backward chaining. Desain Sistem Desain sistem menggambarkan bagaimana sistem bekerja sesuai dengan rancangan. Pada tahapan desain sistem juga menggambarkan bagaimana tujuan penelitian dapat dicapai. Pada tahapan desain sistem terdiri atas model IDSS dan penyusunan basisdata. Perancangan Model IDSS Dalam rangka mencapai tujuan sistem maka diperlukan adanya suatu pemodelan sistem. Pemodelan sistem ini sangat penting untuk menggambarkan proses apa saja yang terjadi dalam suatu model sehingga sistem yang dimodelkan akan menghasilkan output yang sesuai. Setiap pemodelan sistem membutuhkan langkah-langkah secara sistematis agar dapat diketahui proses apasaja yang akan dilakukan sehingga tujuan dari pemodelan sistem dapat tercapai.Pemodelan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa sistem akan bekerja sesuai dengan aturan yang telah dirancang. Marimin (2010) membuat konsep kerangka IDSS dengan membagi atas 4 (empat) komponen utama dan 2 (dua) komponen pendukung sebagai penyusun untuk menyelesaikan permasalahan manajemen rantai pasok pada agroindustri. Komponen utama yang dimaksud diantaranya adalah model sistem cerdas, basisdata, media untuk mengakses dan algoritma pendukung. Sedangkan komponen pendukungnya adalah verifikasi dan validasi, serta pengumpulan data dan informasi. Rancangan Kerangka Model IDSS yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 11.
16 Database
Pengumpulan data & informasi
Masalah Kebijakan Penanggulangan AI H5N1
Koordinat kasus AI Peta wilayah Prov. Lampung Data pakar
Transaksional Data
Operasional
Model IDSS
Konsentrasi AI Cluster AI
Data input
Data GPS kasus AI Data peta geografi Prov. Lampung Akuisisi pakar Studi referensi
Dukungan komputasi
Algoritma pendukung Media akses
Internet Intranet
Pengecekan
Verifikasi dan validasi
Spatial Query Morans Scatterplot If Then ...
Gambar 11 Rancangan kerangka model IDSS Suharjito (2011) membuat desain model IDSS yang terdiri atas data, model dan pengetahuan. Model Sistem Penunjang Keputusan Cerdas untuk kebijakan penanggulangan AI dikembangkan dengan menggunakan perangkat lunak komputer. Model yang dikembangkan menggunakan pendekatan sistem berbasis web dengan tujuan agar dapat membantu pembuat kebijakan dalam menentukan kebijakan strategis penanggulangan AI. Berdasarkan rancangan kerangka model IDSS, selanjutnya dibuat desain sistem IDSS menggunakan Unifield Modeling Language (UML). Diagram use case menjelaskan apa saja yang dilakukan pengguna (selengkapnya disajikan pada Lampiran 6), diagram kelas menjelaskan gambaran sistem secara statis dan relasi antar mereka (selengkapnya disajikan pada Lampiran 7), dan diagram aktifitas menjelaskan tahapan aktifitas/proses bisnis dari IDSS yang dibangun (selengkapnya disajikan pada Lampiran 8). Struktur Basisdata Penyusunan basisdata menggambarkan bagaimana struktur penyimpanan dan pengelolaan data pada Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Spasial Pengendalian Avian Influenza H5N1 pada Unggas Peternakan Rakyat Non Komersial.Penyusunan basisdata diperlukan sebagai pedoman dalam pembuatan struktur basisdata sehingga informasi bisa dikelola dengan baik. Implementasi Sistem Pada tahapan implementasi sistem dilakukan pembangunan sistem dengan menulis kode program sehingga desain sistem dapat divisualisasikan menjadi bentuk program penunjang keputusan cerdas spasial sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. Setelah kode progam selesai dibuat langkah selanjutnya adalah validasi program kepada pakar untuk memastikan bahwa program bekerja sesuai tujuan penelitian.
17 Pembuatan Kode Program Pembuatan Kode Program dilakukan setelah tahapan desain sistem selesai dilaksanakan. Program dibuat dalam bentuk webGIS yang dapat diakses menggunakan komputer, tablet dan smartphone sehingga mempermudah pengguna dalam mengkases sistem. Sebagai bentuk implementasi logika maka dibuat peseudocode rekomendasi kebijakan AI untuk Pemerintah Kabupaten/Kota serta peseudocode rekomendasi kebijakan AI untuk Pemerintah Provinsi.Pseudocode tersebut selanjutnya diimplementasikan kedalam bentuk program komputer. Dalam hal ini program yang dikembangkan berbasis web. Validasi Program Program webGIS didemontrasikan kepada pakar kemudian pakar menilai apakah sistem sudah berjalan dengan baik dan menghasilkan output yang sesuai dengan yang diharapkan. Ketika program webGIS dinyatakan sudah sesuai oleh pakar maka sistem penunjang keputusan cerdas spasial sudah dapat digunakan sebagai pemberi rekomendasi kebijakan penanggulangan AI. Validasi Program dilakukan dengan mendemontrasikan program kepada pakar. Selanjutnya pakar diminta untuk melakukan validasi program dengan mengisi formulir pertanyaan.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Sistem Input dan Output Sistem Sistem penunjang keputusan cerdas spasial penyebaran AI pada peternakan rakyat non komersial di Provinsi Lampung membutuhkan input sistem berupa data tempat kejadian AI, data peta wilayah administratif Provinsi Lampung serta pendapat pakar tentang kebijakan penanggulangan AI. Data tempat kejadian AI berupa data GPS yang terdiri atas titik latitude,longitude, kecamatan, kabupaten atau kota dan provinsiuntuk mengetahui posisi kejadian pada peta. Peta wilayah administratif Provinsi Lampung untuk membuat visualisasi wilayah kejadian AIdi Provinsi Lampung. Pendapat pakar dibutuhkan untuk menentukan rekomendasi kebijakan yang harus dilakukan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. Sedangkan output sistem yang dibutuhkan adalah visualisasi kejadian AI dalam bentuk peta dan rekomendasi kebijakan penanggulangan AI bagi pemerintah kabupaten/kota serta rekomendasi kebijakan penanggulangan AI bagi pemerintah Provinsi Lampung. Praproses Data Kejadian AI Data kejadian AI berupa titik koordinat GPS kemudian diproyeksikan pada peta wilayah administratif Provinsi Lampung. Sebagian titik koordinat kejadian AI ditampilkan tidak pada wilayah yang tepat, akan tetapi memiliki informasi lain yaitu nama kabupaten dan kecamatan sehingga dapat dijadikan acuan untuk menentukan titik kejadian AI menggunakan centroid/titik tengah wilayah kecamatan. Teknik yang dilakukan dalam mementukan centroid
18 wilayahkecamatan menggunakan Spatial SQL.Data kejadian AI selanjutnya divisualisasikan pada bentuk peta yang disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Peta kejadian AI di Provinsi Lampung tahun 2010-2012 Teknik Analisis 1. Spatial SQL Spatial SQL digunakan untuk menampilkan data wilayah endemis AI dan menentukan tetangga wilayah yang terancam/berpotensi AI. Hasil dari Spatial SQL berupa peta setiap wilayah kabupaten/kota di Provinsi Lampung yang menampilkan titik-titik endemis AI. Titik-titik kejadian AI digunakan untuk menentukan status setiap kecamatan, apakah endemis atau terancam. Kejadian AI selanjutnya diproyeksikan pada semua peta wilayah kabupaten/kota. Berikut ini adalah struktur dari Spatial SQL yang digunakan untuk Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut: SELECT a.kecamatan FROM peta a, kejadian b WHERE st_contains(a.geom,b.geom) AND a.kabkot=’BANDAR LAMPUNG’ GROUP BY a.kecamatan ORDER BY a.kecamatan ASC
19 HasilSpatial SQLselanjutnya diproyeksikan pada petakota Bandar Lampung tampak pada Gambar 13.
Gambar 13 Peta kejadian AI di kota Bandar Lampung tahun 2010-2012 2. Morans Scatterplot Ringkasan hasil analisis mengunakan Morans Scatterplot tampak pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil analisis penyebaran AI di Provinsi Lampung tahun 2010-2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kabupaten Bandar Lampung Lampung Barat Lampung Selatan Lampung Tengah Lampung Timur Lampung Utara Mesuji Metro Pesawaran Pringsewu Tanggamus Tulang Bawang Barat Tulangbawang Way Kanan
Tetangga 2 4 5 10 4 4 2 3 5 3 4 5 4 3
Amatan Tetangga 73 72 180 240 135 41 10 104 149 66 60 55 57 23
Zi
Zj
1.11200 -0.84761 1.49303 -0.30327 0.78539 -0.46657 -1.17421 2.03737 0.02333 -0.52101 0.18663 -1.11978 -0.79317 -0.41214
0.75818 -0.24884 0.73096 0.07776 0.60849 -0.67070 -0.95648 0.65839 0.39348 -0.03110 -0.41214 -0.62987 -0.45296 -0.81132
Hasil analisis indeks Morans menunjukkan bahwa I=0.42591 sehingga I > 0 maka hipotesisnya adalah terdapat autokorelasi spasial positif yang artinya area yang berdekatan mirip dan cenderung bergerombol dalam
20 suatu area. Hasil analisis Morans Scatterplot menghasilkan cluster kejadian AI tampak pada Gambar 14.
LH HH LL
HL
Gambar 14 Morans Scatterplot kejadian AI di Provinsi Lampung tahun 2010-2012 Hasil cluster menunjukkan bahwa cluster HH memiliki catatan kejadian AI paling tinggi. Sedangkan cluster LL memiliki catatan kejadian AI paling rendah. Selengkapnya akan disajikan pada Lampiran 4. Gambar 14 menunjukkan bahwa wilayah kabupaten Pesawaran, Lampung Timur, Bandar Lampung, Lampung Selatan dan Metro berada pada Cluster I yang disebut High-High (HH) yang menunjukkan bahwa daerah tersebut mempunyai nilai pengamatan AI yang tinggi dikelilingi oleh daerah yang mempunyai nilaipengamatan AI yang tinggi. Wilayah kabupaten Lampung Tengah berada pada Cluster II yang disebut Low-High (LH) yang menunjukkan daerah dengan pengamatan AI yang rendah tapi dikelilingi daerah dengan nilai pengamatan AI yang tinggi. Wilayah kabupaten Pringsewu, Lampung Barat, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Lampung Utara, Way Kanan dan Mesuji berada pada Cluster III yang disebut Low-Low (LL) yang menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan AI yang rendah dan dikelilingi daerah yang juga mempunyai nilai pengamatan AI yang rendah. Wilayah kabupaten Tanggamus berada pada Cluster IV yang menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan tinggi yang dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan rendah. Morans Scatterplot kejadian AI selanjutnya divisualisasikan kedalam bentuk peta seperti pada Gambar 15.
21
Gambar 15 Peta cluster AI di Provinsi Lampung tahun 2010-2012 hasil analisis Morans Scatterplot Rekomendasi Kebijakan Kebijakan penanggulangan AI yang di yang direkomendasikan kepada pemerintah terdiri atas dua macam yaitu: rekomendasi bagi pemerintah kabupaten/kota dan rekomendasi kebijakan pemerintah provinsi. 1. Aturan Rekomendasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota Diketahui basis aturan berdasarkan pendapat pakar tentang rekomendasi kebijakan penanggulangan AI untuk Pemerintah Kabupaten/Kota terdiri atas dua aturan yaitu: R1= IF endemis THEN peningkatan cakupan vaksinasi, pengawasan lalulintas unggas keluar harus memiliki SKKH, unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah terancam, melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, edukasi kepada peternak dan masyarakat, peningkatan kapasitas surveilans dan upaya pengendalian untuk penurunan kasus AI. R2= IF terancam THEN Peningkatan cakupan vaksinasi, pengawasan lalulintas unggas masuk harus memiliki SKKH dan tidak berasal dari daerah endemis, melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, edukasi kepada peternak dan masyarakat, peningkatan kapasitas surveilans untuk pencegahan AI. 2. Aturan Rekomendasi Kebijakan Pemerintah Provinsi Diketahui basis aturan berdasarkan pendapat pakar tentang rekomendasi kebijakan penanggulangan AI untuk Pemerintah Kabupaten/Kota terdiri atas 4 (empat) aturan yaitu:
22 R1=
R2=
R3=
R4=
IF High-High THEN peningkatan cakupan vaksinasi, pengawasan lalulintas unggas keluar harus memiliki SKKH, unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah bebas AI, melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, edukasi kepada peternak dan masyarakat. IF Low-High THEN vaksinasi di daerah low dan peningkatan vasinasi di daerah high, pengawasan lalulintas unggas masuk harus memiliki SKKH dan tidak berasal dari daerah endemis, unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah bebas AI, melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, edukasi kepada peternak dan masyarakat, peningkatan kapasitas surveilans dan upaya pengendalian untuk penurunan kasus AI. IF Low-Low THEN vaksinasi, pengawasan lalulintas unggas masuk harus memiliki SKKH dan tidak berasal dari daerah endemis, melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, edukasi kepada peternak dan masyarakat, peningkatan kapasitas surveilans untuk deteksi dini AI, depopulasi/stampingout dilakukan jika ditemukan kasus AI. IF High-Low THEN peningkatan cakupan vaksinasi di daerah high dan vaksinasi di daerah low, pengawasan lalulintas unggas keluar harus memiliki SKKH, unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah bebas AI, melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, edukasi kepada peternak dan masyarakat, peningkatan kapasitas surveilansdan upaya pengendalian untuk penurunan kasus AI. Desain Sistem
Perancangan Model IDSS Pada perancangan model IDSS terdiri atas 3 (tiga) bagian utama yaitu Sistem ManajemenBasis Data (SMBD), Sistem Manajemen Basis Model (SMBM) dan Sistem Manajemen Basis Pengetahuan (SMBP). SMBD terdiri atas data GPS kejadian AI, peta wilayah administrasi Provinsi Lampung, dan data pakar. SMBM terdiri atas model konsentrasi AI digunakan untuk menentukan rekomendasi kebijakan penanggulangan AI bagi pemerintah kabupaten/kota dan model cluster AI digunakan untuk menentukan rekomendasi kebijakan penanggulangan AI bagi pemerintah provinsi. SMBP terdiri atas data kejadian AI dan inferensi kebijakan penanggulangan AI berbasis aturan IF ... THEN.... Konfigurasi model IDSS disajikan pada Gambar 16.
23
Data
Model
Pengetahuan
SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA
SISTEM MANAJEMEN BASIS MODEL
SISTEM MANAJEMEN BASIS PENGETAHUAN
Data GPS kasus/kejadian AI Peta wilayah administrasi Provinsi Lampung Data pakar
Konsentrasi AI Cluster AI
Data kejadian AI Inferensi kebijakan penanggulangan AIberbasis aturan IF ... THEN...
Sistem PengolahTerpusat
SISTEM MANAJEMENDIALOG
User
Gambar 16 Konfiguasi model IDSS Struktur Basisdata Berikut ini digambarkan struktur basisdata yang terdiri dari 2 (dua) tabel yaitu tabel peta untuk menyimpan informasi wilayah dan tabel kejadian untuk menyimpan informasi lokasi kejadian AI. Struktur basisdata disajikan pada Gambar 17, Gambar 18 dan Gambar 19.
Gambar 17 Struktur tabel peta
24
Gambar 18 Struktur tabel kejadian
Gambar 19 Struktur tabel kebijakan Implementasi Sistem Pembuatan Kode Program Kode program dibuat berdasarkan pseudocode yang telah ditentukan sebelumnya agar komputer dapat melakukan analisis data kejadian AI sesuai dengan algoritma. Berikut ini disajikan pseudocode untuk menentukan status/keadaan AI pada suatu wilayah kecamatan sehingga bisa dijadikan sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota: Query1=SELECT *FROM peta WHILE (datapeta($Query1)) { Query2=SELECT * FROM kejadianAI, peta WHILE (kejadianAI) { IF (kecamatan(Query1)=kecamatan(Query2)) { SET kecamatan=endemis } ELSE { SET kecamatan=terancam } } } Sedangkan untuk mentukan rekomendasi kebijakan penanggulangan AI bagi Pemerintah Provinsi Lampung adalah berdasarkan hasil cluster wilayah dengan analisis Morans Scatterlot yang disajikan sebagai berikut: WHILE (Moran Scatterplot) { IF (cluster=HH) { SET rekomendasi HH }
25 IF (cluster=LH) { SET rekomendasi LH } IF (cluster=LL) { SET rekomendasi LL } IF (cluster=HL) { SET rekomendasi HL } } Pseudocode selanjutnya dikonversi kedalam bahasa pemrograman PHP. Kode program ditulis menggunakan beberapa bahasa pemrograman web lainnya yaitu HTML, CSS, dan Javascript. Selanjutnya pengembangan program menggunakan Framework Open Layer untuk mempermudah dalam membangun webGIS. Validasi Program Pakar diminta untuk mengevaluasi program yang sudah dibuat dengan menguji fungsionalitas sistem. Pakar selanjutnya mengisi formulir pengujian yang sudah disiapkan. Hasil validasi program disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil validasi program terhadap fungsionalitas sistem No 1 2 3 4
5
Fungsionalitas Apakah cara menentukan status suatu wilayah endemis atau terancam AI sudah benar? Apakah peta wilayah konsentrasi AI yang divisualisasikan sudah benar? Apakah peta wilayah cluster AI yang divisualisasikan sudah benar? Apakah cara menentukan rekomendasi kebijakan penanggulangan AI untuk pemerintah Kabupaten/Kota sudah benar? Apakah cara menentukan rekomendasi kebijakan penanggulangan AI untuk pemerintah Provinsi sudah benar?
Sesuai Ya Tidak √ √ √ √ √
Berdasarkan hasil validasi program dapat diketahui bahwa fungsionalitas program sudah sesuai dengan yang diharapkan. Hasil Uji Coba Program dan Pemanfaatan Hasil Penelitian Program yang sudah dibuat selanjutnya dilakukan uji coba untuk mengetahui fungsionalitas analisis program dapat berjalan dengan baik.
26 Model Konsentrasi AI Berdasarkan data penelitian, dapat diketahui bahwa rekomendasi kebijakan untuk pemerintah terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu kebijakan untuk wilayah endemis dan kebijakan untuk wilayah tercancam atau berpotensi AI. Pada program tampak gambar peta Kota Bandar Lampung yang disejajarkan dengan peta Open Street Maps (OSM). Berikut ini disajikan program model konsentrasi AI di Kota Bandar Lampung pada Gambar 20.
Gambar 20 Visualisasi program model konsentrasi AI Kebijakan untuk wilayah endemis AI meliputi kecamatan Kedaton, Kemiling, Panjang, Rajabasa, Sukabumi, Sukarame, Tanjung Karang Barat, Tanjung Karang Timur, Tanjung Senang, dan Teluk Betung Utara direkomendasikan untuk dilakukan kebijakan diantaranya adalah: (1). Peningkatan cakupan vaksinasi, (2). Pengawasan lalulintas unggas keluar harus memiliki SKKH, (3). Unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah Terancam, (4). Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas (5). Edukasi kepada peternak dan masyarakat, (6). Peningkatan kapasitas surveilans dan upaya pengendalian untuk penurunan kasus AI. Kebijakan untuk wilayah terancam atau berpotensi AI meliputi kecamatan Tanjung Karang Pusat, Teluk Betung Barat dan Teluk Betung Selatandirekomendasikan untuk dilakukan kebijakan diantaranya adalah (1). Peningkatan cakupan vaksinasi, (2). Pengawasan lalulintas unggas masuk harus memiliki SKKH dan tidak berasal dari daerah endemis, (3). Melakukan
27 disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, (5). Edukasi kepada peternak dan masyarakat, (6). Peningkatan kapasitas surveilans untuk pencegahan AI. Model Cluster AI Berdasarkan data penelitian, dapat diketahui bahwa rekomendasi kebijakan untuk pemerintah terbagi menjadi 4 (empat) macam yaitu kebijakan untuk wilayah cluster I (merah), cluster II (pink), cluster III (biru), dan cluster IV (biru muda). Pada program tampak gambar peta Provinsi Lampung yang disejajarkan dengan peta Open Street Maps (OSM). Berikut ini disajikan program model cluster AI di Provinsi Lampung pada Gambar 21.
Gambar 21 Visualisasi program model cluster AI Rekomendasi kebijakan untuk cluster I yang meliputi kabupaten Pesawaran, Lampung Timur, Bandar Lampung, Lampung Selatan dan Metro diantaranya (1). Peningkatan cakupan vaksinasi, (2). Pengawasan lalulintas unggas keluar harus memiliki SKKH, (3). Unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah bebas, (4). Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, serta (5). Edukasi kepada peternak dan masyarakat. Rekomendasi kebijakan untuk cluster II yaitu kabupaten Lampung Tengah diantaranya (1). Vaksinasi, (2). Pengawasan lalulintas unggas masuk harus memiliki SKKH dan tidak berasal dari daerah endemis, (3). Unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah bebas AI, (4). Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, (5). Edukasi kepada
28 peternak dan masyarakat, dan (6). Peningkatan kapasitas surveilans dan upaya pengendalian untuk penurunan kasus AI. Rekomendasi kebijakan untuk cluster III yang meliputi kabupaten Pringsewu, Lampung Barat, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Lampung Utara, Way Kanan dan Mesuji diantaranya (1). Vaksinasi, (2). Pengawasan lalulintas unggas masuk harus memiliki SKKH dan tidak berasal dari daerah endemis, (3). Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, (4). Edukasi kepada peternak dan masyarakat, (5). Peningkatan kapasitas surveilans untuk deteksi dini AI, dan (6). Depopulasi/stampingout dilakukan jika ditemukan kasus AI. Rekomendasi kebijakan untuk cluster IV yaitu kabupaten Tanggamus diantaranya (1). Peningkatan cakupan vaksinasi, (2). Pengawasan lalulintas unggas keluar harus memiliki SKKH, (3). Unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah bebas AI, (4). Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, (5). Edukasi kepada peternak dan masyarakat, dan (6). Peningkatan kapasitas surveilans dan upaya pengendalian untuk penurunan kasus AI.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa bahwa kabupaten / kota yang memiliki konsentrasi kejadian AI kategori tinggi adalah Bandar Lampung, Metro, Lampung Selatan, Lampung Timur dan Pesawaran. Model kebijakan penanggulangan AI yang dikembangkan pada sistem penunjang keputusan cerdas spasial ini terdiri atas 2 (dua) model yaitu model konsentrasi AI dan model cluster AI kemudian hasil analisis divisualisasikan kedalam betuk peta. Perangkat lunak dikembangkan berbasis web dengan mengadopsi sistem penunjang keputusan sebagai bagian penentu kebijakan, sistem pakar sebagai bagian kecerdasan dan sistem informasi geografis sebagai pengolah data spasial. Rekomendasi Kebijakan penanggulangan AI untuk pemerintah kabupaten/kota terbagi atas 2 (dua) macam yaitu: rekomendasi kebijakan untuk wilayah endemis AI dan rekomendasi kebijakan untuk wilayah terancam/berpotensi AI. Rekomendasi Kebijakan penanggulangan AI untuk pemerintah provinsi terdiri atas 4 (empat) macam yaitu: rekomendasi kebijakan untuk wilayah High-High, rekomendasi kebijakan untuk wilayah Low-High, rekomendasi kebijakan untuk wilayah Low-Low dan rekomendasi kebijakan untuk wilayah High-Low. Saran Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan data yang terupdate saat ini karena data kejadian AI yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahun 2010-2012.
29 Penelitian selanjutnya dapat melakukan analisis menggunakan teknik lainnya seperti clustering data mining. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan pakar beberapa orang sebagai pembanding dalam penentuan kebijakan. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kondisi kejadian AI di Provinsi Lampung serta sebagai rekomendasi dalam menentukan kebijakan penanggulangan AI bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi.
DAFTAR PUSTAKA Angi AH, Wibawan IT, Murtini S. 2009. Kemampuan Netralisasi Antibodi Spesifik Avian Influenza H5 Terhadap Beberapa Virus H5N1 Isolat Lapang. Forum Pascasarjana. 32(1):55-66. Bahri S, Suhardono, Muharsini S, Wiyono A, Priyanti A. Tiesnamurti B.2013. Arah Penelitian Mendukung Rencana Bebas Penyakit Avian Influenza Pada Unggas Tahun 2020 di Indonesia. Jakarta: IAARD Press. Barus B, Wiradisastra U. 2009. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor (ID): Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bassil Y. 2012. A Simulation Model for the Waterfall Software Development Life Cycle. International Journal of Engineering & Technology (iJET) [internet]. [diunduh 2015 Jul 11]; 2(5). Tersedia pada: http://ietjournals.org/archive/2012/may_vol_2_no_5/255895133318216.pdf. Dasgupta D, Gonzalez. FA. 2001. An Inteligent Decision Support System for Intrusion Detection dan Response. MMM-ACNS [Internet]. [diunduh 2015 Jul 11]; 2052: 1-14. Tersedia pada: http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.329.5757&rep=rep1 &type=pdf. Dharmayanti, Ibrahim F, Darminto, Soebandrio A. 2011. Influenza H5N1 Virus of Birds Surronding H5N1 Human Cases Have Specific Characteristics on the Matrix Protein. Hayati Journal of Biosciences. 18(2): 82-90. Egenhofer MJ. 1994. Spatial SQL : A Query and Presentation Language. IEEE Transactions on Kowledge and Data Engineering. 6(1): 86-95. Erdani Y. 2008. Konsep Inferensi Pada Model Pengetahuan Berbasis Ternary Grid.Proceeding of semnasIF 2008 - Seminar Nasional Informatika 2008. 229237 [FAO] Food and Agricultural Organization. 2004. FAO Recommendations on the Prevention, Control and Eradication of Highly Pathogenic Avian Influenza. [Internet].[diunduh 2015 Jul 11 ].Tersedia pada : http://web.oie.int/eng/AVIAN_INFLUENZA/FAO%20recommendations%20o n%20HPAI.pdf. [FAO] Food and Agricultural Organization. 2008. Biosecurity For Highly Pathogenic Avian Influenza. FAO.[Internet].[diunduh 2015 Jul 11].Tersedia pada : http://www.fao.org/3/a-i0359e.pdf. Granville WA, Stevens KB, Costard S, Metras R, Pfeiffer D. 2009. Mapping the Risk of Spread of Highly Pathogenic Avian Influenza H5N1 in Indonesia Using
30 Multi Criteria Decision Modelling. London: The Royal Veterinary College University of London. Haryanto T, Marimin, Herdiyeni H. 2007. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit pada Ayam (PDPPA). Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer.5(1): 1693-1629. Hendra, Marimin, Herdiyeni Y. 2014. Sistem Pendukung Keputusan Cerdas Pengembangan Agroindustri Karet Alam Dengan Pendekatan Produktivitas Hijau Menggunakan Fuzzy AHP. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 24(2):82-96. Honggowibowo AS, Sediartie T. 2004. Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Desain Interior Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Jurnal Telkomnika. 2(1):49-55. [IDPHPAI] Indonesian Dutch Program High Pathogenic of Avian Influenza, 2010. Profiling and Mapping of the Poultry Industry 2010 for 7 Districs/Municipalities in Banten Province and 12 Districs/Municipalities in West Java Province. Indonesian - Dutch Partnership Program on Highly Pathogenic Avian Influenza Control. Jordan T, Raubal M, Gartrell B, Egenhofer MJ. 1998. An Affordance Based Model of Place in GIS. Eighth Inernational Symposium on Spatial Data Handling. 98-109. [Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2005. Pencegahan dan Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza). [Internet]. [diunduh 2015 Jul 11].Tersedia pada: http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/221. [Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2014. Manual Penyakit Unggas. Subdit Pengamatan Penyakit Hewan Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. [Internet]. [diunduh 2015 Jul 11]. Tersedia pada: http://wiki.isikhnas.com/images/d/dd/Manual_Penyakit_Unggas.pdf [Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2015a.Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) Pada Unggas Kondisi sd 31 Januari 2015. [Internet]. [diunduh 2015 Jul 11]. Tersedia pada: http://keswan.ditjennak.pertanian.go.id/index.php/blog/read/berita/perkembang an-kasus-avian-influenza-ai-pada-unggas-kondisi-sd-31-januari-2015. [Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2015b.Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) Pada Unggas Kondisi sd 31 Mei 2015. [Internet]. [diunduh 2015 Jul 11]. Tersedia pada: http://keswan.ditjennak.pertanian.go.id/index.php/blog/read/berita/perkembang an-kejadian-avian-influenza-ai-pada-unggas-kondisi-sd-31-mei-2015. Kurnia A, Syafitri UD. 2006. Pendekatan Statistika Untuk Pemetaan Kemiskinan di Propinsi Jawa Barat. Jurnal Forum Statistika dan Komputasi. 11(2):28 – 36. Lusiani T. 2006. Sistem Berbasis Aturan Untuk Mendiagnosa Penyakit Flu Burung Secara Online. Seminar Nasional Sistem dan Informatika. 6(26): 156163. Marimin, Djatna T, Suharjito, Nugeraha D, Bahar E. 2010. A Framework of Intelligent Decision Support Systems for Agro-Industrial and Agribusiness Supply Chain Management. Proceedings of AFITA 2010 International Conference - The Quality Information for Competitive Agricultural Based Production System and Commerce. 236-241.
31 Marimin, Herdiyeni Y, Maulana A. 2005. Pengembangan Sistem Penunjang Keputusan Distribusi Impor Raw Sugar. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 14(3):87-94. Oktariadi O. 2009. Penentuan Peringkat Bahaya Tsunami dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi kasus: Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi). Jurnal Geologi Indonesia. 4(2):103-116. Ortiz JR, Sotomayor V, Uez OC, Olivia O, Bettels D, McCarron M, Bresee JS, Mounts AW. 2009. Strategy to Enhance Influenza Surveillance Worldwide. Emerging Infectious Diseases. 15(8):1271-1278. Radji M. 2006. Avian Influenza (H5N1) : Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran Pada Manusia. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2(3):55-65 Sampurno RM, Seminar KB, Suharnoto Y. 2014. Weed Control Decision Support System Based on Precision Agriculture Approach. TELKOMNIKA. 12(2):475484. Saswiyanti E. 2012. PolaKejadian dan Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza Pada Peternakan Sektor 4 di Provinsi Lampung. [Tesis].Bogor: Institut Pertanian Bogor. Septiani W, Marimin, Herdiyeni Y, Haditjaroko L. 2014. Framework Model of Sustainable Supply Chain Risk for Dairy Agroindustry Based on Knowledge Base. Proceedings of International Conference on Advanced Computer Science and Information Systems-ICACSIS 2014. 255 - 260. Simanjuntak PMO, Sudarnika E, Aidi MN. 2013. Spatial Analysis of Avian Influenza on Poultry Sector IV in DIY 2009-2012. International Journal of Statistics and Applications. 3(5):162-173. Sugiantoro B. 2005. Sistem Pendukung Keputusan Untuk Pemilihan Program Studi Perguruan Tinggi. TELKOMNIKA. 3(3):199 - 206. Suharjito. 2011. Pemodelan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Cerdas Manajemen Risiko Rantai Pasok Produk/Komoditi Jagung. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Suwarningsih W. 2007. Intelligent Decision Support System dalam Mendeteksi Behaviour Sirkuit Logika. SNATI. 7-12. Tran CC, Yost RS, Yanagida JF, Saksena S, Fox J , Sultana N. 2012. SpatioTemporal Occurrence Modeling of Highly Pathogenic Avian Influenza Subtype H5N1: A Case Study in the Red River Delta, Vietnam. ISPRS Int. J. Geo-Inf. 2:1106-1121. Van Orshoven JMF, Kint V, Wijffels A, Estrella R, Bencsik G, Vanegas P, Muys B, Cattrysse D, Dondeyne S. 2011. Upgrading Geographic Information Systems To Spatial Decision Support Systems. MCFNS. 3(1): 36 - 41. Verna CAL, Gonzalez CS. 2005. An Intelligent Decision Support System (IDSS) for Public Decisions Using System Dynamics and Case Based Reasoning (CBR). Organizacija. 38(9): 530-535. Wuryandari T, Hoyyi A, Kusumawardani DS, Rahmawati D. 2014. Identifikasi Autokorelasi Spasial Pada Jumlah Pengangguran di Jawa Tengah Menggunakan Indeks Moran. Media Statistika. 7(1): 1-10. Yudistira D. 2012. Pengembangan Data Warehouse dan Aplikasi SOLAP Berbasis Web Untuk Data Titik Panas(Hotspot). [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
32
Lampiran 1. Lembar pertanyaan kebijakan penanggulangan AI DAFTAR PERTANYAAN INFERENSI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN AI Data Pakar Nama Alamat Kantor Tanggal Wawancara
Dr. Ir. Etih Sudahrnika, M.Si Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner IPB 5 Desember 2014
Pertanyaan 1 Menurut Ibu, siapakah yang berperan dalam menentukan kebijakan penanggulangan AI di Indonesia? Jawaban Pertanyaan 1 Pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pertanyaan 2 Menurut Ibu, apakah langkah kebijakan yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota memiliki perbedaan? Jika ya, apa perbedaannya? Jawaban Pertanyaan 2 Ya, Perbedaanya ada pada fokus perhatian yang lebih pada wilayah yang dilingkupinya seperti pemerintah pusat melingkupi provinsi-provinsi, kemudian pemerintah provinsi melingkupi kabupaten/kota dan pemerintah kabupaten/kota melingkupi kecamatan. Pertanyaan 3 Menurut Ibu, apakahacuan yang digunakan dalam menentukan kebijakan penanggulangan AI bagi pemerintah? Jawaban Pertanyaan 3 Acuan yang bisa digunakan adalah ada tidaknya kejadian AI selain itu juga tingkat penyebaran AI pada suatu wilayah. Pertanyaan 4 Menurut Ibu, bagaimana menentukan kebijakan penanggulangan menggunakan acuan ada tidaknya kejadian AI pada suatu wilayah?
AI
Jawaban Pertanyaan 4 Jika ada kejadian AI kebijakan yang dilakukan adalah : Peningkatan cakupan vaksinasi, Pengawasan lalulintas unggas keluar harus memiliki SKKH, Unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah tidak ada kasus, Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, Edukasi kepada
33 peternak dan masyarakat serta Peningkatan kapasitas surveilans dan upaya pengendalian untuk penurunan kasus AI. Jika tidak ada kejadian AI maka kebijakan yang dilakukan adalah Peningkatan cakupan vaksinasi, Pengawasan lalulintas unggas masuk harus memiliki SKKH dan tidak berasal dari daerah yang ada kasus AI, Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, Edukasi kepada peternak dan masyarakat serta Peningkatan kapasitas surveilans untuk pencegahan AI Pertanyaan 5 Menurut Ibu, bagaimana menentukan kebijakan penanggulangan menggunakan acuan tingkatpenyebaran AI pada suatu wilayah?
AI
Jawaban Pertanyaan 5 Untuk wilayah yang memiliki kasus AI yang tinggi dan berdekatan/bertetangga memiliki kasus AI yang tinggi juga maka kebijakan yang dilakukan adalah: Peningkatan cakupan vaksinasi, Pengawasan lalulintas unggas keluar harus memiliki SKKH, Unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah bebas AI, Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas serta Edukasi kepada peternak dan masyarakat. Untuk wilayah yang memiliki kasus AI yang rendah atau tidak ada kasus AI berdekatan/bertetangga memiliki kasus AI yang tinggi maka kebijakan yang dilakukan adalah:Vaksinasi, Pengawasan lalulintas unggas masuk harus memiliki SKKH dan tidak berasal dari daerah endemis, Unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah bebas AI, Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, Edukasi kepada peternak dan masyarakat, Peningkatan kapasitas surveilans dan upaya pengendalian untuk penurunan kasus AI. Untuk wilayah yang memiliki kasus AI yang rendah atau tidak ada kasus AI berdekatan/bertetangga memiliki kasus AI yang rendah/tidak ada kasus juga maka kebijakan yang dilakukan adalah:Vaksinasi, Pengawasan lalulintas unggas masuk harus memiliki SKKH dan tidak berasal dari daerah endemis, Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, Edukasi kepada peternak dan masyarakat, Peningkatan kapasitas surveilans untuk deteksi dini AI, serta Depopulasi/stampingout dilakukan jika ditemukan kasus AI. Untuk wilayah yang memiliki kasus AI yang tinggi dan berdekatan/bertetangga memiliki kasus AI yang rendah/tidak ada kasus AI maka kebijakan yang dilakukan adalah:Peningkatan cakupan vaksinasi, Pengawasan lalulintas unggas keluar harus memiliki SKKH, Unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah bebas AI, Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas, Edukasi kepada peternak dan masyarakat serta Peningkatan kapasitas surveilans untuk AI. Pertanyaan 6 Menurut Ibu, dimana data kejadian AI bisa diperoleh? Jawaban Pertanyaan 6 Dinas Peternakan Provinsi dan Balai Veteriner
34 Pertanyaan 7 Menurut Ibu, apa perbedaan Dinas Peternakan Provinsi dan Balai Veteriner Jawaban Pertanyaan 7 Dinas Peternakan Provinsi berada dibawah naungan pemerintah provinsi yang membawahi kabupaten. Balai veteriner berada dibawah naungan pemerintah pusat yang membawahi beberapa provinsi. Pertanyaan 8 Menurut sepengetahuan Ibu, apakah pemerintah saat inisudah memiliki aplikasi khusus dalam menentukan kebijakan penanggulangan AI? Jawaban Pertanyaan 8 Belum ada. Pertanyaan 9 Menurut sepengetahuan Ibu, apakah pemerintah perlu memiliki aplikasi khusus dalam menentukan kebijakan penanggulangan AI? Jawaban Pertanyaan 9 Perlu, terutama deteksi dini untuk mempercepat respon pemerintah dalam menentukan kebijakan penanggulangan AI
35
Lampiran 2. Inferensi Kebijakan Penanggulangan AI bagi Pemerintah Kabupaten/Kota IF Status Endemis
Terancam
THENKebijakan 1. Peningkatan cakupan vaksinasi 2. Pengawasan lalulintas unggas keluar harus memiliki SKKH 3. Unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah Terancam 4. Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas 5. Edukasi kepada peternak dan masyarakat 6. Peningkatan kapasitas surveilans dan upaya pengendalian untuk penurunan kasus AI 1. Peningkatan cakupan vaksinasi 2. Pengawasan lalulintas unggas masuk harus memiliki SKKH dan tidak berasal dari daerah endemis 3. Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas 4. Edukasi kepada peternak dan masyarakat 5. Peningkatan kapasitas surveilans untuk pencegahan AI
36
Lampiran 3. Inferensi Kebijakan Penanggulangan AI Bagi Pemerintah Provinsi IFCluster High-High
Low-High
Low-Low
High-Low
THENKebijakan 1. Peningkatan cakupan vaksinasi 2. Pengawasan lalulintas unggas keluar harus memiliki SKKH 3. Unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah bebas AI 4. Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas 5. Edukasi kepada peternak dan masyarakat 1. Vaksinasi di daerah low dan peningkatan cakupan vaksinasi di daerah high 2. Pengawasan lalulintas unggas masuk harus memiliki SKKH dan tidak berasal dari daerah endemis 3. Unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah bebas AI 4. Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas 5. Edukasi kepada peternak dan masyarakat 6. Peningkatan kapasitas surveilans dan upaya pengendalian untuk penurunan kasus AI 1. Vaksinasi 2. Pengawasan lalulintas unggas masuk harus memiliki SKKH dan tidak berasal dari daerah endemis 3. Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas 4. Edukasi kepada peternak dan masyarakat 5. Peningkatan kapasitas surveilans untuk deteksi dini AI 6. Depopulasi/stampingout dilakukan jika ditemukan kasus AI 1. Peningkatan cakupan vaksinasi di daerah high dan vaksinasi di daerah low 2. Pengawasan lalulintas unggas keluar harus memiliki SKKH 3. Unggas tidak diperkenankan dibawa ke wilayah bebas AI 4. Melakukan disinfektan pada setiap cek poin terhadap kendaraan, peralatan dan unggas 5. Edukasi kepada peternak dan masyarakat 6. Peningkatan kapasitas surveilans untuk AI
37
Lampiran 4. Kejadian AI dan Zi (analisis Morans scatterplot) Kabupaten Bandar Lampung Lampung Barat Lampung Selatan Lampung Tengah Lampung Timur Lampung Utara Mesuji Metro Pesawaran Pringsewu Tanggamus Tulang Bawang Barat Tulangbawang Way Kanan mean Stdev N
AI 39 7 42 17 37 14 1 60 23 13 26 2 8 15 22.57143 18.37102 14 58
Zi 1.00382 -0.85449 1.17803 0.27377 0.88767 -0.44798 -1.20292 2.22333 0.07466 -0.50606 0.24888 -1.14485 -0.79642 -0.38991
38
Lampiran 5. Pembobotan Wilayah Kabupaten/Kota mernggunakan Morans scatterplot Bandar Lampung Lampung Barat Lampung Selatan Lampung Tengah Lampung Timur Lampung Utara Mesuji Metro Pesawaran Pringsewu Tanggamus Tulang Bawang Barat Tulangbawang Way Kanan
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14]
[1] 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
[2] 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1
[3] 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0
[4] 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0
[5] 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0
[6] 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1
[7] 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0
[8] 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
[9] 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0
[10] 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0
[11] 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0
[12] 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1
[13] 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0
[14] 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0
Wi 2 4 5 10 4 4 2 3 5 3 4 5 4 3 58
39
Lampiran 6. Diagram use case rekomendasi kebijakan penanggulangan AI
40
Lampiran 7. Diagram kelas visualisasi model konsentrasi AI dan visualisasi model cluster AI
41
Lampiran 8. Diagram aktifitas menampilkan visualisasi model konsentrasi AI dan model cluster AI
42
43
RIWAYAT HIDUP Erliyan Redy Susanto putera sulung dari pasangan Sumarjono dan Marlianayang dilahirkan pada 11 Juli 1982.Lulus dari SMAN 1 Talangpadang pada tahun 2000, kemudian melanjutkan studi Diploma III (D3) pada Jurusan Manajemen Informatika STMIK Akakom Yogyakarta. Tahun 2003 lulus dari D3 dan melanjutkan studi Strata Satu (S1) pada Program Studi Ilmu Komputer Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Mulai bekerja sebagai pengajar pada beberapa Perguruan Tinggi Swasta di Provinsi Lampung sejak tahun 2006. Selain mengajar, kegiatan lain yang dilakukan adalah sebagai konsultan sistem informasi pada beberapa lembaga pemerintah di Provinsi Lampung. Tahun 2010 menikah dengan Aprianita dan dikaruniai seorang puteri yang bernama Raisa Adzkia Athifa Arkana yang lahir pada tahun 2011. Tahun 2012 melanjutkan studi Program Magister di Program Studi Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor atas sponsor dari Direktorat Perguruan Tinggi (Dikti).