ENTREPRENEURIAL ORIENTATION PADA INDUSTRI KREATIF DI JAWA TIMUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN PERUSAHAAN Oleh: PETER SETIAWAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Usaha kecil memiliki peran sentral dalam perekonomian Indonesia. Menurut Wardhanu (2009), peran Usaha Kecil dan Menengah dapat dilihat dari dua aspek yaitu peran terhadap penyerapan tenaga kerja dan peranan terhadap nilai ekspor. Mengingat peran usaha kecil tersebut sangat besar andilnya bagi negara dan masyarakat kecil di lapisan bawah, maka pembinaan dan pengembangannya sangat perlu diperhatikan. Kondisi usaha kecil dan menengah khususnya di negara Indonesia memiliki dihadapkan dengan berbagai tantangan dan peluang dimana tenaga kerja berpendidikan rendah, aneka sumber alam berlimpah, kapital terbatas, pembangunan infrastruktur di daerah masih belum layak dan distribusi pendapatan antar daerah tidak merata. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (dalam Muhardi, 2008), usaha
1
Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung, dengan kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Dalam perkembangan usaha kecil, hal yang menarik untuk dicermati adalah munculnya fenomena industri kreatif (creative industry) pada beberapa tahun terakhir, sebagai contohnya adalah bisnis percetakan, surat kabar, periklanan, rumah produksi, perfilman, event organizer, dan sejenisnya. Howkins dalam Jurnal The Creative Economy (2004) menemukan kehadiran gelombang ekonomi kreatif sejak tahun 1996 melalui data karya hak cipta Amerika Serikat yang mempunyai nilai penjualan ekspor sebesar 60,18 miliar dolar (sekitar 600 triliun rupiah) yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Howkins (2004) membuat kategori industri kreatif, meliputi: periklanan, arsitektur, seni rupa, kerajinan atau kriya, desain, desain fashion, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan, riset dan pengembangan, piranti lunak, mainan dan permainan, TV dan Radio, dan permainan video. Nilai pasar sektor industri kreatif tersebut dalam pasar global telah mencapai nilai sebesar US$ 2,2 triliun pada tahun 1999 dan diprediksikan
2
mencapai US$ 6,1 triliun pada tahun 2020 (Sumber: Howkins dalam Jurnal The Creative Economy, 2004). Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu dalam Acara Launching Tahun Indonesia Kreatif 2009 yang diselenggarakan tanggal 22 Desember 2008 (http://www.designer-republic.com/), menyatakan bahwa salah satu peluang yang sangat potensial untuk kaum entrepreneur di tahun 2009 ini adalah sektor industri kreatif. Jenis industri ini memberikan fleksibilitas kerja yang lebih tinggi dibanding cara-cara kerja konvensional, karena pelakunya tidak lagi harus terpaku bekerja di kantor atau pabrik-pabrik, tetapi dapat melakukan pekerjaan mereka di manapun, termasuk di rumah. Dari data yang ada, tercatat bahwa pada tahun 2008 kontribusi ekonomi dari industri-industri kreatif di Indonesia adalah 6,3% dari GDP nasional (Sumber: Jurnal Riset Studi Indonesia Kreatif versi Final tahun 2008 dalam situs Departemen Perdagangan: http://industrikreatif-depdag.blogspot. com/). Dalam pemetaan bisnis usaha kecil, saat ini terdapat kecenderungan perubahan orientasi bisnis oleh para entrepreneur, yakni dari industri konvensional ke industri kreatif. Perilaku entrepreneur yang bergelut di bidang industri kreatif juga agak berbeda dengan perilaku entrepreneur industri konvensional. Entrepreneur industri kreatif cenderung lebih berwawasan terbuka, modern, kreatif, inovatif, dan memiliki diversifikasi produk. Hal ini memberi pengaruh besar pada perkembangan perusahaan, sehingga industri kreatif cenderung memiliki perkembangan yang lebih pesat daripada industri
3
konvensional (Sumber: Simatupang dalam Jurnal Perkembangan Industri Kreatif, 2008) Jiwa entrereneurship dalam lingkungan industri kreatif ternyata tidak hanya bertumbuh dalam diri pemimpin usaha selaku pemilik (owner), namun lingkungan kerja industri kreatif juga merupakan wahana yang baik bagi para karyawannya untuk mengembangkan jiwa entrepreneurship. Dalam hal ini karyawan juga dituntut untuk menjadi orang-orang yang kreatif, inovatif dan menyukai tantangan. Sikap semacam ini dalam dunia manajemen bisnis biasa disebut dengan intrapreneurship yang merupakan kependekan “intra corporate entrepreneurship”, artinya yaitu pengembangan sikap wirausaha dalam dalam diri para anggota organisasi. Secara lebih luas, Timmons dan Spinelli (2007) menyebutkan fenomena tersebut sebagai entrepreneurial orientation (orientasi kewirausahaan), yaitu suatu perangkat yang meliputi sifat psikologis personalia, nilai, atribut dan moral yang tinggi yang dimotivasi menjadi satu untuk terlibat dalam suatu kegiatan kewirausahaan. Menurut Winarto (2004), karyawan industri kreatif yang telah cukup berpengalaman berpeluang besar memutuskan keluar dari tempat kerjanya dan merintis usaha sendiri di bidang yang sama berbekal pengalaman dan keberaniannya mengambil risiko bisnis. Bahkan berpeluang besar akan sukses dan mampu menjadi pesaing bagi perusahaan lama tempatnya bekerja dulu. Di kawasan Jawa Timur saat ini mulai banyak bermunculan usahausaha kecil sejenis industri kreatif, khususnya di Kota Surabaya, Malang, Kediri dan beberapa kota besar lainnya. Hal ini dibuktikan dari data presentase
4
penyerapan tenaga kerja pada tahun 2001 sampai 2005, industri desain fashion yaitu sekitar 59%, industri kerajinan menyerap tenaga kerja sebanyak 29%, sedangkan industri radio dan televisi serta industri penerbitan, percetakan,dan media rekaman menyerap tenaga kerja masing-masing 11% dan 1 % (Sumber: Data Survey Angkatan Kerja Nasional oleh Biro Pusat Statistik dalam Simatupang, 2008) Industri kreatif juga memiliki pertumbuhan yang sangat pesat dengan profit margin yang cukup tinggi walaupun dikelola sebagai perusahaan perseorangan. Pada tahun 2005 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari industri kreatif di Jawa Timur mencapai Rp 257.535 milyar (US$ 25.75 billion), nilai ini sekitar 14-15 persen dari total PDB nasional. Pada tahun 2005 industri kreatif di Jawa Timur telah menyerap tenaga kerja sekitar 2,54% dari jumlah total tenaga kerja atau sekitar 392.636 orang dan menyumbang 7,82% dari atau sekitar Rp 20 triliun (Sumber: Jurnal Riset Studi Indonesia Kreatif versi Final tahun 2008 ). Keberhasilan tersebut selain bersumber dari faktor kepemimpinan pengusaha, tetapi juga didukung dari kreativitas para karyawannya yang juga memiliki mental entrepreneur dalam dirinya. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul penelitian: Entrepreneurial Orientation pada Industri Kreatif di Jawa Timur dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Perusahaan.
5
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada paparan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah aspek demografis dan latar belakang karyawan usaha kecil pada industri kreatif yang dikelola oleh alumni Universitas Kristen Petra di Jawa Timur?
2.
Bagaimanakah tingkat entrepreneurial orientation dari usaha kecil pada industri kreatif yang didirikan oleh alumni Universitas Kristen Petra di Jawa Timur?
3.
Bagaimanakah tingkat pertumbuhan usaha kecil pada industri kreatif yang dikelola atau didirikan oleh alumni Universitas Kristen Petra di Jawa Timur?
4.
Bagaimanakah hubungan antara tingkat entrepreneurial orientation dengan tingkat pertumbuhan usaha dari usaha kecil pada industri kreatif yang dikelola atau didirikan oleh alumni Universitas Kristen Petra di Jawa Timur?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain: 1.
Mendeskripsikan aspek demografis dan latar belakang karyawan usaha kecil pada industri kreatif yang dikelola oleh alumni Universitas Kristen Petra di Jawa Timur.
6
2.
Mendeskripsikan entrepreneurial orientation dari usaha kecil pada industri kreatif yang didirikan oleh alumni Universitas Kristen Petra di Jawa Timur.
3.
Mendeskripsikan pertumbuhan usaha kecil pada industri kreatif yang dikelola atau didirikan oleh alumni Universitas Kristen Petra di Jawa Timur.
4.
Mendeskripsikan hubungan antara tingkat entrepreneurial orientation dengan tingkat pertumbuhan usaha dari usaha kecil pada industri kreatif yang dikelola atau didirikan oleh alumni Universitas Kristen Petra di Jawa Timur.
1.4 Batasan Penelitian Demi menjaga agar penelitian ini tidak bias dan tetap fokus pada objek yang diteliti, maka dibuat beberapa batasan penelitian antara lain: 1. Industri kreatif yang dimaksud adalah industri kecil yang bergerak di bidang jasa atau barang dengan spesifikasi khusus dan mengandalkan keahlian, yang berada di kawasan Jawa Timur. 2. Entrepreneur atau pemilik usaha yang usahanya dijadikan objek penelitian adalah alumni Universitas Kristen Petra Surabaya yang lulus sebelum tahun 2008.
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak, antara lain:
7
1. Manfaat Akademis a.
Bagi Institusi Pendidikan Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memperkaya
perbendaharaan
kepustakaan, khususnya bagi ilmu kewirausahaan, dan dapat menjadi masukan bagi peneliti selanjutnya terhadap masalah yang terkait di masa mendatang. b.
Bagi Penulis Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana ekonomi strata satu. Selain itu dapat menambah wawasan dan pengalaman penulis tentang entrepreneurial orientation.
2. Manfaat Praktis a. Bagi kalangan entrepreneur, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan berkenaan dengan pengembangan industri kreatif, sehingga nantinya dapat diimplementasikan melalui strategi bisnis pada usahanya masing-masing. b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan bagi masyarakat luas, khususnya berkaitan dengan isu entrepreneurial orientation.
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Entrepreneurial Orientation
2.1.1
Pengertian Entrepreneurial Orientation (Orientasi Kewirausahaan) Timmons dan Spinelli (2007) mendefinisikan entrepreneurial orientation (orientasi kewirausahaan) sebagai berikut: “entrepreneurial orientation refers to the set of personal psychological traits, values, attributes, and attitudes strongly associated with a motivation to engage in entrepreneurial activities”. Dalam arti kata entrepreneurial orientation adalah suatu perangkat yang meliputi sifat psikologis personalia, nilai, atribut dan moral yang tinggi yang dimotivasi menjadi satu untuk terlibat dalam suatu kegiatan kewirausahaan. Menurut Lumpkin and Dess (2006), “entrepreneurial orientation is a process construct and concerns the methods, practices, and decision making styles managers use”. Dalam arti kata entrepreneurial orientation adalah suatu proses membangun dan memberi perhatian penuh pada model metode, praktik dan pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh seorang manajer. Sedangkan menurut Hamid (2007), entrepreneurial orientation adalah suatu orientasi yang mengedepankan kepekaan dan upaya bagaimana memanfaatkan peluang untuk melakukan social improvement dengan memanfaatkan hasil-hasil inovasi dan penemuan yang ada.
9
2.1.2
Dimensi-Dimensi Entrepreneurial Orientation Menurut Thornberry (2006) perusahaan perlu memberikan penilaian pada beberapa dimensi guna menentukan tingkat entrepreneurial orientation, dimensi tersebut meliputi : 1. Kondisi Umum Perusahaan Kondisi umum perusahaan dapat tercermin dari kebijakan keuangan perusahaan
tersebut.
Sebuah
perusahaan
yang
mengedepankan
entrepreneurial orientation akan selalu menekankan efisiensi, namun membuka peluang yang luas untuk mengalokasikan dana terhadap investasi yang dianggap profitable. 2. Rencana Strategis Rencana strategis dalam suatu perusahaan harus jelas, terarah, tetapi fleksibel. Perencanaan tersebut tidak cenderung formal tetapi aplikatif untuk diterapkan pada kegiatan teknis. 3. Hubungan Cross Fungsional Sebuah perusahaan yang memiliki entrepreneurial orientation akan memiliki kerjasama yang baik antar bagian/fungsi yang ada dalam perusahaan tersebut. Masing-masing divisi bersedia membagi ide dan informasi satu sama lain. Apabila ada masalah selalu ada kegiatan diskusi antar departemen. Sedangkan dari pihak pimpinan memberikan dukungan penuh
terciptanya
hubungan
cross
fungsional,
misalnya
memberikan penghargaan terhadap kerjasama antar divisi.
1
dengan
4. Dukungan / Aspirasi Karyawan Inti dari entrepreneurial orientation adalah adanya inovasi produk, dimana hal ini dapat tercapai dengan baik apabila seluruh elemen diberikan kesempatan dan dukungan untuk menyalurkan aspirasi, ide, dan sumbang saran demi kemajuan perusahaan baik secara formal maupun informal. Pimpinan tidak segan-segan menerima masukan dari bawahan untuk mengubah cara-cara lama yang dianggap sudah tidak relevan. 5. Intelijen Pasar Untuk memberikan yang terbaik kepada pelanggan maka perusahaan harus aktif melakukan penelitian pasar, misalnya dengan melakukan survey kepuasan konsumen. Para karyawan juga diberikan informasi yang luas mengenai kondisi pasar, keberadaan para pesaing dan strategi pemasaran yang akan diambil. 6. Pengambilan Risiko Pengambilan risiko adalah kunci entrepreneurial orientation dimana perusahaan harus menyukai perubahan, melakukan investasi dan perhitungan risiko yang seksama dan berani untuk mencoba hal-hal baru. 7. Kecepatan dalam Mengatasi Masalah Apabila ada keluhan-keluhan konsumen terhadap produk atau pelayanan perusahaan, maka hal ini segera ditangani secara tepat dan efisien. Untuk itu beberapa karyawan diberi kewenangan yang lebih besar untuk mengambil keputusan.
1
8. Fleksibilitas Kelangsungan hidup perusahaan tidak bergantung pada orang-orang tertentu, tetapi semua elemen dilatih untuk menguasai pekerjaan antar divisi. Oleh karena itu dimungkinkan adanya rolling orang-orang ke fungsi dan divisi yang berbeda. 9. Fokus Entrepreneur sebagai seorang pemimpin harus memiliki visi yang jelas dalam menentukan arah tujuan perusahaan. Visi tersebut juga harus di sosialisasikan secara efektif kepada seluruh elemen organisasi. 10. Masa Depan Entrepreneurial orientation dalam sebuah perusahaan tidak berdasarkan pada letupan-letupan sesaat, melainkan memiliki suatu perencanaan jangka panjang yang terus berkesinambungan dan dapat diperbarui. Untuk itu harus dibentuk divisi research and development guna mempersiapkan pengembangan sistem dan produk di masa depan. 11. Orientasi Individu Karyawan Setiap individu dalam organisasi memiliki jiwa intrapreneurship, artinya mereka merasa turut memiliki perusahaan dan termotivasi untuk membangun perusahaan melalui potensi-potensi yang ada di dalam dirinya.
1
2.1.3
Peranan Entrepreneurial Orientation Menurut Timmons dan Spinelli (2007) entrepreneurial orientation berperan bagi owner atau entrepreneur untuk membentuk semangat kerja yang agresif bagi anggota organisasi untuk memberi pelayanan yang terbaik kepada pelanggan, kreatif dalam menciptakan inovasi produk baru yang diminati pasar, mengalahkan para pesaing yang ada, dan membangun kerja sama yang solid di antara semua elemen organisasi. Menurut Cooper, dkk (2006), penerapan entrepreneurial orientation dapat diimplementasikan melalui metode, praktik, dan kebijakan entrepreneur baik dalam perencanaan strategis maupun operasional.
2.1.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Entrepreneurial Orientation Menurut mempengaruhi
Minniti
terciptanya
(2007)
terdapat
entrepreneurial
beberapa
orientation
faktor dalam
yang sebuah
organisasi, antara lain: 1.
Tim Manajemen Puncak Tim manajemen puncak adalah pengambil keputusan dan pembuat kebijakan yang secara langsung dapat mempengaruhi budaya kerja dalam suatu organisasi. Suprayitno (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa keputusan-keputusan yang diambil oleh seorang manajer puncak membawa pengaruh yang signifikan terhadap budaya kerja dan pertumbuhan perusahaan, khususnya pada masa-masa krisis bisnis.
1
2.
Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan gambaran cara kerja sistem dalam suatu perusahaan. Struktur yang baik menurut Suaedi (2005) struktur organisasi yang lebih organis, lebih fleksibel, yang memberikan ruang lebih besar untuk terjadinya interaksi, partisipasi dengan membentuk tim kerja lintas fungsi, dan program multiskilling (misalnya), yang memungkinkan terjadinya proses belajar dan empowerment akan menghasilkan situasi yang kondusif untuk timbulnya kreatifitas dan kepuasan kerja sehingga hal demikian dapat dipakai sebagai instrumen untuk mendukung keberhasilan implementasi strategi perusahaan yang dinamis dan juga meningkatkan
entrepreneurial
orientation.
Suaedi
(2005)
dalam
penelitiannya menyatakan ada pengaruh yang signifikan antara struktur organisasi dalam membentuk budaya kerja dan dampaknya terhadap kinerja organisasi. 3.
Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan gambaran etos kerja perusahaan. Hal ini berpengaruh pada bagaimana cara memandang, menilai dan mengatasi suatu masalah. Menurut Suaedi (2005) perusahaan harus mengubah, mendorong
dan
mendayagunakan
budaya
organisasi
agar
lebih
mempunyai nilai-nilai adaptif terhadap perubahan, karena hanya dengan budaya organisasi yang adaptif terhadap perubahan, budaya tersebut akan mendorong anggota organisasi untuk selalu belajar dengan nilai -nilai baru, kreatif, partisipatif sehingga budaya organisasi akan mendukung
1
entrepreneurial orientation implementasi strategi dan meningkatkan kinerja organisasi. Misalnya anggota organisasi memiliki budaya yang toleran terhadap perbedaan pendapat. Perubahan strategi yang tidak sesuai dan tidak didukung oleh budaya organisasi akan menimbulkan cultural shock dan pembakangan. Suaedi (2005) dalam penelitiannya menyatakan ada pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi terhadap entrepreneurial orientation dan secara menyeluruh terhadap kinerja organisasi. 4.
Lingkungan Faktor lingkungan adalah faktor-faktor eksternal seperti kondisi sosial, ekonomi, politik dan demografi, yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan perusahaan. Berkaitan dengan lingkungan eksternal, Muafi (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa lingkungan eksternal mengacu pada tipologi lingkungan hostile dan benign. Tipologi ini memiliki dua kontinum yang sangat berlawanan. Ciri lingkungan hostile: seting industri rawan, intensitas persaingan yang ketat, iklim bisnis yang ketat dan keras, kurangnya peluang yang bisa dieksploitasi, penuh resiko, tekanan dan dominasi. Sedangkan lingkungan ramah/benign dicirikan: seting aman bagi operasional bisnis karena lingkungan memiliki banyak peluang investasi dan pemasaran, aman, munificent dan manipulatable
Dikaitkan dengan orientasi strategi,
menurut Muafi (2007) lingkungan hostile ini lebih sesuai untuk orientasi
1
strategi entrepreneurial orinetation dan lingkungan benign lebih sesuai untuk orientasi strategi konservatif. 5.
Budaya Nasional Budaya setempat harus dipahami dan dibuat penyesuaiannya melalui strategi bisnis. Budaya nasional suatu masyarakat sangat menentukan kinerja karyawan dan perilaku pelanggan. Menurut Susanto (2007), salah satu sumber utama yang sangat mempengaruhi budaya organisasi adalah budaya masyarakat atau budaya nasional di mana organisasi berada secara fisik. Budaya organisasi dipengaruhi oleh budaya setempat tempatnya berada, karena organisasi adalah sebuah sistem yang terbuka, yang selalu berdaptasi dengan lingkungan agar dapat meraih tujuannya.
2.1.5
Pengukuran Tingkat Entrepreneurial Orientation Untuk
mengukur
tingkat
entrepreneurial
orientation
dalam
organisasi dapat dilakukan dengan membuat perbandingan antara kondisi ideal dengan faktual. Dalam hal ini diimplementasikan dalam perbandingan antara penilaian dengan sikap para anggota organisasi atas dimensi-dimensi entrepreneurial orientation.
2.2
Pertumbuhan Perusahaan
2.2.1
Pengertian Pertumbuhan Perusahaan Menurut Drucker (sebagaimana dikutip dalam Jurnal Manajemen Prasetya Mulya Vol.12 No.2 November 2007), pertumbuhan perusahaan
1
adalah hasil yang sukses, yang menawarkan apa yang diinginkan pasar, menggunakan sumber daya secara ekonomis dan efektif, dan membentuk profit untuk ekspansi dan penangan risiko di masa yang akan datang. Menurut
Suprapto
(2009)
pertumbuhan
perusahaan
adalah
peningkatan ukuran usaha dan adanya ekspansi operasi perusahaan melalui pengelolaan kekuatan yang ada dalam perusahaan dalam kurun waktu tertentu. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa sebuah perusahaan dikatakan bertumbuh bilamana dalam kurun waktu tertentu, misalnya dua atau tiga tahun, terlihat adanya peningkatan ukuran usaha secara fisik dan atau adanya ekspansi usaha tersebut dalam bentuk cabang-cabang usaha baru atau jaringan pemasaran yang lebih luas. Menurut Handrimurtjahjo, dkk (2008), agar dapat dapat disusun strategi dan rekomendasi kebijakan yang tepat untuk mendorong pertumbuhan perusahaan, maka diperlukan analisa faktor yang menjadi penentu pertumbuhan usaha tersebut. Pertumbuhan usaha yang berkelanjutan dapat mendorong kemampuan daya saing.
2.2.2
Dimensi-Dimensi Pertumbuhan Perusahaan Dimensi pertumbuhan perusahaan pada hakikatnya tercermin dalam Compound Annual Growth Rate (CAGR). Menurut Santosa (2009) dalam artikel ”Capital Market Trends 2008/2009”, CAGR adalah tingkat pertumbuhan investasi dari tahun ke tahun dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan menurut Wikipedia, the free encyclopedia (2009) dalam situs
1
http://en.wikipedia.org/wiki/compound_annual_growth_rate, definisi CAGR adalah tingkat pertumbuhan tahunan dari suatu bisnis dan investasi dalam kurun waktu tertentu yang menunjukkan keuntungan tahunan yang diperoleh. Menurut Santosa (2009), CAGR bersifat fleksibel untuk dapat diimplementasikan ke dalam beberapa elemen, antara lain: 1.
CAGR Sales, merupakan tingkat pertumbuhan usaha yang didasarkan atas omzet penjualan atau pendapatan perusahaan tahunan.
2.
CAGR
Operating
Profit,
merupakan
tingkat
pertumbuhan usaha yang didasarkan atas perhitungan laba operasional atau laba usaha tahunan. 3.
CAGR Net Income, merupakan tingkat pertumbuhan usaha yang didasarkan atas perhitungan laba bersih perusahaan tahunan.
4.
CAGR Total Assets, merupakan tingkat pertumbuhan usaha yang didasarkan atas perhitungan nilai aset total perusahaan tahunan.
5.
CAGR Total Equity, merupakan tingkat pertumbuhan usaha yang didasarkan atas perhitungan total nilai ekuitas tahunan. Sedangkan menurut Purwanto (2004), pertumbuhan perusahaan
merupakan gambaran kinerja perusahaan yang dapat dijabarkan dengan analisis balanced score card meliputi dimensi-dimensi sebagai berikut: 1.
Aspek Keuangan
1
Gambaran kinerja keuangan perusahaan yang tercermin dari rasio keuangan, seperti nilai laba bersih dan Rate of Investment
2.
Aspek Pemasaran Gambaran kinerja pemasaran yang tercermin dari tingkat kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, pangsa pasar, dan porsi saham
3.
Aspek Produksi Gambaran kinerja produksi yang tercermin dari tingkat kualitas produk, waktu respon, biaya produksi, dan pengenalan produk baru (inovasi).
4.
Aspek SDM Gambaran kinerja SDM yang tercermin dari tingkat kepuasan karyawan dan ketersediaan sistem informasi
2.2.3
Pengukuran Pertumbuhan Perusahaan Untuk mengukur tingkat pertumbuhan perusahaan dapat dilakukan dengan mengacu pada CAGR. Formula umum CAGR adalah sebagai berikut:
Keterangan : V(t0)
:
Nilai Awal
V(tn)
:
Nilai Akhir
tn − t0
:
angka tahun.
1
Dalam konteks usaha skala kecil dalam penelitian ini, maka penulis menentukan elemen pertumbuhan usaha yang akan diukur dengan formula CAGR meliputi: -
Penjualan / Omzet
-
Modal Kerja,
-
Nilai Aset Tetap
-
Jumlah Produksi
-
Pertumbuhan Pemasaran
-
Sumber Daya Manusia Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa penerapan
formula CAGR ini bersifat fleksibel untuk mengukur aspek-aspek pertumbuhan usaha tahunan. Menurut artikel Investopedia (2009) dalam situs http://www.investopedia.com/terms/c/cagr.asp, nilai CAGR yang dihasilkan dari perhitungan tahun-tahun berjalan dapat dipakai sebagai alat estimasi atau ramalan pertumbuhan di masa yang akan datang. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa nilai CAGR bukanlah nilai riil, karena hanya sebagai tolok ukur peramalan pertumbuhan dengan asumsi cateris paribus (faktor-faktor lain dianggap konstan atau diabaikan). Seorang investor dapat mempertimbangkan nilai CAGR suatu perusahaan untuk memutuskan apakah melakukan investasi pada perusahaan tersebut cukup menguntungkan atau tidak. Setidaknya menurut Santosa (2009), analisis CAGR cukup efektif bila diterapkan untuk periode lima tahunan. Dengan melihat pertumbuhan
2
usaha selama lima tahun berjalan, maka hal itu dapat menjadi pertimbangan yang cukup untuk menentukan bahwa suatu perusahaan atau proyek benarbenar memiliki pertumbuhan yang baik.
2.3
Industri Kreatif
2.3.1
Definisi dan Perkembangan Industri Kreatif Menurut Simatupang (2008), industri kreatif adalah kegiatan usaha yang bersumber dari kreativitas, keahlian, dan talenta individu yang berpeluang meningkatkan kesejahteraan dan lapangan kerja melalui penciptaan dan komersialisasi kekayaan intelektual. Sedangkan menurut Willem (2008), industri kreatif adalah industri yang nilai dari produk ataupun kegiatan yang dihasilkan lebih ditentukan oleh kreativitas penciptanya. Howkins dalam Jurnal The Creative Economy (2004) menemukan kehadiran gelombang ekonomi kreatif sejak tahun 1996 melalui data karya hak cipta Amerika Serikat yang mempunyai nilai penjualan ekspor sebesar 60,18 miliar dolar (sekitar 600 triliun rupiah) yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Howkins (2004) membuat kategori industri kreatif, meliputi: periklanan, arsitektur, seni rupa, kerajinan atau kriya, desain, desain fashion, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan, riset dan pengembangan, piranti lunak, mainan dan permainan, TV dan Radio, dan permainan video. Nilai pasar sektor industri kreatif tersebut dalam pasar global telah mencapai nilai sebesar US$ 2,2 triliun pada tahun 1999 dan
2
diprediksikan mencapai US$ 6,1 triliun pada tahun 2020 (Sumber: Howkins dalam Jurnal The Creative Economy, 2004). Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu dalam Acara Launching Tahun Indonesia Kreatif 2009 yang diselenggarakan pada tanggal 22 Desember 2008 (http://www.designer-republic.com/), menyatakan bahwa salah satu peluang yang sangat potensial untuk kaum entrepreneur di tahun 2009 ini adalah sektor industri kreatif. Jenis industri ini memberikan fleksibilitas kerja yang lebih tinggi dibanding cara-cara kerja konvensional, karena pelakunya tidak lagi harus terpaku bekerja di kantor atau pabrik-pabrik, tetapi dapat melakukan pekerjaan mereka di manapun, termasuk di rumah. Hal yang menarik pada pidato Mari Elka Pangestu adalah dinyatakan bahwa industri kreatif merupakan salah satu industri yang paling banyak meneyarap menyerap tenaga kerja wanita. Dengan demikian pemberdayaan wanita Indonesia dapat lebih ditingkatkan melalui pengembangan potensi industri kreatif di tanah air. Mari Elka Pangestu (dalam Simatupang, 2008) mengatakan bahwa sumbangan ekonomi kreatif sekitar 4,75% pada PDB 2006 (sekitar Rp 170 triliun rupiah) dan 7% dari total ekspor pada 2006. Pertumbuhan ekonomi kreatif mencapai 7,3% pada 2006, atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,6%. Sektor ekonomi itu juga mampu menyerap sekitar 3,7 juta tenaga kerja setara 4,7% total penyerapan tenaga kerja baru. Kontributor tujuh terbesar adalah (1) fesyen dengan kontribusi sebesar 29,85%, (2) Kerajinan dengan kontribusi sebesar 18,38%, dan (3) periklanan dengan kontribusi sebesar 18,38%, (4) televisi dan radio, (5) arsitektur, (6) musik, dan
2
(7) penerbitan dan percetakan. Sedangkan dari data Riset Studi Indonesia tercatat bahwa pada tahun 2008 kontribusi ekonomi dari industri-industri kreatif di Indonesia adalah 6,3% dari GDP nasional (Sumber: Jurnal Riset Studi Indonesia Kreatif versi Final tahun 2008 dalam situs Departemen Perdagangan: http://industrikreatif-depdag. blogspot.com/). Di kawasan Jawa Timur saat ini mulai banyak bermunculan usahausaha kecil sejenis industri kreatif, khususnya di Kota Surabaya, Malang, Kediri dan beberapa kota besar lainnya. Hal ini dibuktikan dari data presentase penyerapan tenaga kerja pada tahun 2001 sampai 2005, industri desain fashion yaitu sekitar 59%, industri kerajinan menyerap tenaga kerja sebanyak 29%, sedangkan industri radio dan televisi serta industri penerbitan, percetakan,dan media rekaman menyerap tenaga kerja masing-masing 11% dan 1 % (Sumber: Data Survey Angkatan Kerja Nasional oleh Biro Pusat Statistik sebagaimana dikutip dalam Simatupang, 2008)
2.3.2
Ciri-ciri Industri Kreatif Menurut Simatupang (2008) industri kreatif memiliki ciri-ciri produk sebagai berikut: 1.
Siklus hidup yang singkat
2.
Memiliki risiko kegagalan yang tinggi
3.
Dapat menghasilkan margin keuntungan yang tinggi
4.
Memiliki keanekaragaman yang tinggi
5.
Iklim persaingan bisnis yang tinggi
2
6.
2.3.3
Produk mudah ditiru oleh pesaing lain
Bidang Usaha Industri Kreatif Bidang-bidang usaha dalam industri kreatif menurut Howkins (2004) meliputi: periklanan, arsitektur, seni rupa, kerajinan atau kriya, desain, desain fashion, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan, riset dan pengembangan, piranti lunak, mainan dan permainan, TV dan Radio, dan permainan video. Secara lebih rinci bidang usaha industri kreatif dirumuskan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia dalam Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015 (sebagaimana dipublikasikan dalam Buku Studi Industri Kreatif Indonesia oleh Departemen Perdagangan RI 2008), bidang-bidang usaha industri kreatif meliputi: 1.
Periklanan Kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar, majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi dan delivery advertising materials atau samples serta penyewaan kolom untuk iklan.
2.
Arsitektur
2
Kegiatan
kreatif
yang berkaitan
dengan
jasa desain
bangunan,
perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi baik secara menyeluruh dari level makro (town planning, urban design, landscape architecture) sampai dengan level mikro (detail konstruksi, misalnya: arsitektur taman, desain interior). 3.
Pasar Barang Seni Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik,dan langkah serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, misalnya alat musik, percetakan, kerajinan, automobile, film, seni, rupa dan lukisan.
4.
Kerajinan Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produksnya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi), kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal).
5.
Desain Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan.
2
6.
Desain Fesyen Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultasi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen.
7.
Video, Film dan Fotografi Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film,dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film.
8.
Permainan Interaktif Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Sub sektor permainaninteraktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi.
9.
Musik Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara.
10.
Seni Pertunjukan Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan (misal: pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk tur musik etnik), desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung dan tata pencahayaan.
2
11.
Penerbitan dan Percetakan Kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Sub sektor ini juga mencakup penerbitan perangko, meterai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil, obligasi surat saham, surat berharga lainnya, passport, tiket pesawat terbang, dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film.
12.
Layanan Komputer dan Piranti Lunak Kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, dasain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya.
13.
Televisi dan Radio Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio dan televisi.
14.
Riset dan Pengembangan
2
Kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar; termasuk yang berkaitan dengan humaniora seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni serta jasa konsultasi bisnis dan manajemen.
2.3.4
Tantangan Pertumbuhan Industri Kreatif di Indonesia Menurut Taufik (2008) dalam Workshop Pengembangan Telecenter dalam Rangka E-Development di Pekalongan, 22-24 Juli 2008, dirumuskan beberapa tantangan pertumbuhan industri kreatif di Indonesia, antara lain: 1.
Relatif baru dan belum diakui sebagai penggerak roda pembangunan
2.
Tidak ada data nilai ekonomi dan perkembangan industri kreatif.
3.
Tidak ada kebijakan yang mendukung iklim kreatif: perijinan, investasi, dan perlindungan hak cipta.
4.
Kegiatan kreatif masih terkontak-kotak dan belum ada kajian rantai nilai yang utuh mulai dari kegiatan kreasi, produksi, dan distribusi.
5.
Pengembangan sumberdaya manusia di perguruan tinggi tidak memberdayakan industri kreatif.
6.
Belum ada perumusan sistem karir yang unik untuk para pekerja kreatif.
2
7.
Peluang kerja belum sepenuhnya bebas gender baik dalam proses rekrutmen, penggajian, promosi, dan pengakuan.
8.
Tidak ada penanganan yang sistematik untuk meningkatkan peluang bisnis kreatif.
2
2.4
Kerangka Pemikiran INDUSTRI KREATIF Faktor-Faktor yang Mempengaruhi 1. Tim Manajemen Puncak 2. Struktur Organisasi 3. Budaya Organisasi 4. Lingkungan 5. Budaya Nasional (Sumber: Minniti, 2007)
SIKAP
PENILAIAN
ENTREPRENEURIAL ORIENTATION : 1. Kondisi Umum Perusahaan 2. Rencana Strategis 3. Hubungan Cross Fungsional 4. Dukungan / Aspirasi Karyawan 5. Intelijen Pasar 6. Pengambilan Risiko 7. Kecepatan dalam Mengatasi Masalah 8. Fleksibilitas 9. Fokus 10. Masa Depan 11. Orientasi Individu Karyawan (Sumber: Thornberry, 2006) PERTUMBUHAN PERUSAHAAN : 1. Penjualan / Omzet 2. Modal Kerja, 3. Nilai Aset Tetap 4. Jumlah Produksi 5. Pertumbuhan Pemasaran 6. Sumber Daya Manusia (Sumber : Santosa (2009) yang diolah kembali) : Garis hubungan korelasional atau sebab akibat : Garis hubungan perbandingan antara sikap dengan penilaian
3
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2004). Prosedur Penelitian. PT. Rineka Cipta. Jakarta Cooper, Arnold, dkk. (2006). Entrepreneurial Strategies. Wiley-Blackwell. United States of America. Davidsson, P., Kirchhoff, B., Hatemi-J, A., dan Gustavsson, H., (2002), Empirical of Business Growth Factors Using Swedish Data. Journal of Small Business Management. Sweeden. Glendoh (2001). Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 3, No. 1, edisi Maret 2001. Universitas Kristen Petra. Surabaya. Hamid,
Sujarno Abdul, (2007). Seminar dan Lokakarya (SEMILOKA): Penyelenggaraan Pemerintahan Berjiwa Wirausaha. Universitas Brawijaya. Malang
Handrimurtjahyo, A. Dedy, Y. Sri Susilo, Amiluhur Soeroso. (2007). Faktor-Faktor Penentu Pertumbuhan Usaha Industri Kecil. Seminar Parallel Session IIIA: Agriculture & Rural Economy. 13 Desember 2007. Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Howkins, John. (2004). Management Journal: The Creative Economy. http://bandungcreativecityblog.files.wordpress.com/2008/03/.pdf Investopedia (2009) dalam situs http://www.investopedia.com/terms/c/cagr.asp Jurnal
Riset Studi Indonesia Kreatif versi Final http://industrikreatif-depdag. blogspot.com/
tahun
2008.
(2008).
Kasali, Rhenald. (2008). Seminar: DNA Entrepreneurs: Be Entrepreneur, Be Wealthy http://abgnet.blogspot.com/2008/01/dna-entrepreneurs-be-entrepreneur-be_ 24.html Kuratko, Donald F. and Richard M. Hodgetts. (2004). Entrepreneurship: Theory, Process, Practice. Thompson Learning South-Western. New York. Lumpkin, G.T. and Gregory G..Dess. (2006). “Clarifying the Entrepreneurial Orientation Construct and Linking It to Performance” Academy of Management Vol. 21. Minniti, Maria. (2007). Entrepreneurship: The Engine of Growth. Greenwood Publishing Group. United States of America.
3
Muafi. (2007). Pengaruh Derajat Kesesuaian Orientasi Strategi, Lingkungan Eksternal, Struktur Saluran Ekspor, Budaya Organisasi dan Kinerja Ekspor. Penerbit: Program Magister Manajemen UPN ”Veteran”.Yogyakarta. Muhardi (2008). Jurnal Fakultas Ekonomi Unisba: Wirausaha dan Usaha Kecil http://fe.unisba.ac.id/index_files/artikel/makalah_4.pdf. Mulya, Prasetya (2007). Jurnal Manajemen Prasetya Mulya. Vol.12 No.2 November 2007 Pangestu, Mari Elka. (2008). Pidato Menteri Perdagangan (Mendag) dalam Acara Launching Tahun Indonesia Kreatif 2009 dan Peringatan Hari Ibu ke-80 di Jakarta, 22 Desember 2008. http://www.designer-republic.com/. Purwanto, Djoko. (2004). Komunikasi Bisnis. Edisi-3. Penerbit Erlangga. Jakarta. Santosa, Perdana Wahyu. (2009). Capital Market Trends 2008 / 2009. Capital Price. Artikel. Bisnis Indonesia edisi 01/2009. Simatupang, Togar M. (2008). Jurnal Sekolah Bisnis dan Perkembangan Industri Kreatif. Penerbit: ITB. Bandung.
Manajemen:
Studi Industri Kreatif Indonesia. (2008). Penerbit: Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Suaedi, Falih. (2005). Pengaruh Struktur Organisasi, Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Aliansi Strategis terhadap Inovasi Organisasi dan Kinerja Organisasi Hotel Bintang Tiga di Jawa Timur. Penerbit: Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Unair. Surabaya. Suprapto, (2008). Pertumbuhan Industri. Pusat Pengembangan Bahan Ajar-UMB. Suprayitno, G. (2005). Pengaruh Perilaku Kepemimpinan dan Iklim Kerja Transformasional terhadap Keberhasilan Perusahaan Publik dalam Situasi Krisis di Indonesia. Kumpulan Abstrak Tesis – Disertasi Doktor 2005. ITB. Bandung. Susanto, A.B. (2007), Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi, www.warta ekonomi.com. Taufiq, Tatang. (2008). Workshop Pengembangan Telecenter dalam Rangka EDevelopment tanggal 22-24 Juli http://www.slideshare.net/tatang. taufik/telecenter-kota-pekalongan- tatang-taufik-presentation
3
Timmons, Jeffry and Stephen Spinelli. (2007). New Venture Creation, Entrepreneurship for the 21st Century.7th ed., McGraw-Hill Education, International. Thornberry, Neal. (2006). Lead Like An Entrepreneurship. The McGraw-Hill Companies. United States of America. Umar, Husein. (2005). Evaluasi Kinerja Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wardhanu, Adha Panca. (2009). Artikel: Peran dan Potensi Usaha Kecil dan Menengah. http://apwardhanu.wordpress.com/2009/07/31/peran-danpotensi- usaha- kecil-dan-menengah/ Webster, J. P. G. and N. T. Williams. (1988). Changes in Cereal Production and Yield Variability on Farms in South East England. J. of Agr. Econ., 39(3): 324-336. Wikipedia, the free encyclopedia (2009) dalam situs http://en.wikipedia.org/ wiki/compound_annual_growth_rate. Willem, Richard Karel. (2008). Membangun Industri Kreatif Indonesia. Mengko Staf Ahli Menteri Negara Ristek Bidang Teknologi Pertahanan Dan Keamanan. Winarto, Paulus. (2004). First Step To Be An Entrepreneur. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Wirasasmita, Yuyun. (2004) Pendidikan Kewirausahaan Koperasi: Journal of Indonesian Cooperative Studies Tahun IX - No. 2 – 1993. Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN). Bandung. Wismu Murti, Zuprizal, Ismoyo. (2000). Kajian Pengembangan Pola Industri Pedesaan Melalui Koperasi dan Usaha Kecil. LPM UGM dan Balitbang Departemen Koperasi & PPK. Yogyakarta.
3
Posted by : Home Statistics Jl. AR. Saleh Nganjuk 0358 – 7683708 / 7633979 Melayani : - Olah dan analisis data SPSS / manual - Konsultan penelitian, makalah, skripsi dan tesis - Penyusunan macam-macam makalah, skripsi, tesis, RPP, Askep, jurnal KTI, dll - Desain kuesioner dan metodologi riset - Tim surveyor dan intelijen pasar - Desain sistem informasi dan database - Audit laporan keuangan - Pembuatan buku profil (personal, perusahaan dan region) - Terjemahan Inggris untuk Pendidikan, Ekonomi dan Kedokteran (non transtool).
3