EMPATI PERKEMBANGAN DAN PENTINGNYA DALAM KEIIIDUPAN BERMASYARAKAT Oleh:
MG Supeni
'
Dosen
FKIP Universitas Tidar Magelang
ABSTR,4CT Empathy is considered to be an integration or a blend of cognitive and afective aspects in such a way that one is able to
empathize
or
understand another person's feelings and
experiences. Based on thefindings ofexperts, empathy is believed
to be heredity but its further development is very much influenced by the experiences a child gains through to environment where he or she lives and particularly through hk or her family life. A harmonious family whose members love one another, understand and respond positively to one another's emotion, will very much help lo develop the famifu members' empathy, which eventually will also greatb help them to adapt themselves to the society or environment. On thi contrary, d the members of a fumily have no mutual love nor afection, considering only their own interests, even often having a quarrel or committing violence against one another, the development of empathy will be hindered or even completely destroyed. A child may then develop into a person who is less social or even both anti-social and qmoral. Further, it is also stated that there is a highly significant correlation between empathy and pro-social behqvior. The higher one's empathy score is, the higher his pro-social behavior is. In view of the abwe findings, empathy can therefore be considered to be the root or
60
Yol- 40 No.
fundamental ingredient of love
for
other people
l.
I5
Februari
20 14
: 60-7
I
or the root of
human conscience.
Even though the role of empathy in social life is of pqramount importance, mqny porents still have nor realized not paid attention to it. This can be seen from the fact thqt more and more young people are committing violent crime and murders apart from the influences of the environment outside their families where (hey usually socialize. Key words : empathy; pro-social behavior"
A.
LATARBELAKANG
Merebaknya kejahatan, kekerasan dan pembunuhan yang disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks antara lain kerniskinan, kebodohan, ketidakadilan, penganggurm, hukum yang tidak adil,dan tidak adanya figur yang dapat dicontoh dari para pemimpin di negeri kita terinta ini , menimbulkan keprihatinan penulis. Aksi sweeping yangdilakukan oleh kelompok yang mengatas namakan agama (FPD di Kendal yang menewaskan seorang warga di Kendal baru-baru ini, bentrok antar umat Muslim di Sampang, gang motor yang brutal, menunjukl€n perilaku yang tidak
manusiawi. Para pelaku tidak memiliki rasa kasihan terhadap korban dan penyesalan atas perbuatannya, adanya hanyalah rasa puas telah membuat orang lain merasa sakit, teraniaya atau menderita. Demi eksistensi dirinya dibuatnyalah kekejaman terhadap sesama. Mereka telah kehilangan satu hal yang hakiki sebagai makfiluk yang disebut manusi4 karunia tertinggi dari Sang Pencipta, yang disebut nurani, rasa belas kasih atau empati.
61
Empati Perkembangan Dan Pentingnya Dalam Kehidupan Bermasyarakat (MG. Supeni)
Hilangnya empati
ini secara bertahap
melalui pengalaman atau
belajar yang kurang disadari, melalui hal-hal yang dianggap 'biasa-
biasa' saja, sebagai contoh menjelang lebaran banyak orang membakar petasan di lingkungan padat penduduk di kala pada umumnya warga istirahat setelah seharian bekerja. Hal ini sangat menganggu wargq namun demikian mereka pelaku tidak pemah berpikir sejpuh itu, karena yang mereka pikirkan adalah senang dan puas, sedang orang lain harus bisa memaklumi perbuatan mereka. Bahkan ada yang lebih memprihatinkan yaifu yang dilakukan remaja di sekitar Kridosono Yogyakarta, mereka membakar petasan lalu melemparkannya di dekat pengendara sepeda motor, begitu terkejutnya pengendara, olenglah motor dan bersoraklah mereka kegirangan. Hal ini betul-betul wujud pembelajaran untuk mencari kepuasan di atas penderitaan orang lain. Inilah proses penghilangan empati dan kasih terhadap yang lain. Keprihatinan ini mendorong penulis untuk memaparkan tentang apa itu empati, dengan harapan menambah wawasan bagi pembaca agar terdorong untuk ikut menyiapkan generasi muda, khususnya puta-puhinya menjadi insan manusiawi hmapan keluarga dan masyarakat pada umunnya. B.
PEMBAIIASAI\
l.
Pengertian Empati.
Dalam Webster's New World Dictionary of the American Language (1974), empati didefinisikan sebagai identifikasi intelektual dan emosional dengan orang lain, dan masih banyak definisi yang laur, antara lain Eisenberg dan Miller mengartikan empati sebagai suatu perasaan yang berasal dari keprihatinan 62
Vol. 40 No. 1, I 5 Februai 2014 : 60-7
I
terhadap keadaan emosional dan kondisi orang lain, yang sama seperti keadaan emosi orang lain tersebut. Thompson menambahkan bahwa reaksi emosional tersebut bersifat kontinum,
artinya ketedibatan emosi dapat bertaraf rendah atau tinggi (Eisenberg dan Strayer, 1990). Ditambahkan oleh Eisenberg, Fabes
dan Hoffinan bahwa empati merupakan respon emosional yang berasal dari, pemahaman terhadap keadaan dan emosi orang lain yang sama bahkan kadang identik dengan yang dialami oleh orang lain tersebut (Eisenberg dkk 1996). Umumnya para teoris menyetujui bahwa empati melibatkan aspek kognitif dan efektif, namun keterlibatan aspek kognitif tidak dituntut terlalu tinggi, bahkan empati pada bayi dan kanak-kanak kecil tidak dituntut kemampuan kognitif tertentu untuk memahami kondisi emosional yang lain, seseorang bayi bahkan mengalami vicarious(seperti mengalami sendiri), tanpa sadar terhadap adanya orisinalitas perasaan bahkan tanpa menyadari sumber perasaan itu sendiri. Respon vicarious oleh bayi atau empati oleh anak, remaja dan orang dewasa lebih mudah dialami jika objek atau peristiwa yang melibatkan emosi seseorang dapat ditangkap dengan jelas, Jika objek tidak jelas hanya melalui media cetak atau informasi lisan, maka untuk berempati membutuhkan kemampuan dan peran
kognitif lebih tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa empati merupakan konstruksi kognitif dan afektif yang terpadu. Kognitif diperlukan untuk memahami perasaan orang lain atau suatu perisiiwa, sedang afeksi diperlukan dalam merespon secara emosional yang sesuai terhadap perasaan yang dialami oleh orang lain. Untuk hal tersebut dibutuhkan kemampuan "affective perspective takingi'.
63
Empati Perkembangan Dan Pentingnya Dalam Kehidupan Bermasyarakat (MG. Supeni)
Berbeda halnya dengan "simpati". Simpati oleh Wispe dipandang sebagai kesadaran yang tinggi terhadap penderitaan orang lain, dan biasanya menimbulkan dorongan untuk meringankan penderitaan orang tersebut (Eisenberg dan Strayer 1990). Simpati sering dianggap berpangkal pada empati dan didefinisikan sebagai perasan prihatin terhadap kondisi orang lain berdasarkaq pemahamannya terhadap keadaan dan situasi orang lain tersebut (Eisenberg dkk 1996). Oleh karena itu simpati dipandang lebih sebagai hasil "cognitive perspective taking". Apakah empati selalu mengantarai simpati, ini suatu pertanyaan terbuka.
Adanya simpati lebih memungkinkan seseorang melakukan suatu untuk. meringankan penderitaan orang lain, sedang empati tidak seslalu menimbulkan dorongan untuk meringankan orang lain, karena sifatnya lebih egosentris. Misalkan empati panik, takut dan marah, tidak mendorong seseorang meringankan yang lain, karena observer sendiri ikut mengalami hal yang sama dengan penderit4 sehingga tidak mampu berpikir dan melihat masalah secara jernih. Dalam empati observer terlibat dalam perasium orang lain atau "feeling with anothey'', sedang dalam simpati "feelingfor another", memahami dan "ikut merasakan" apa yang dialami atau dirasakan oleh orang lain.
2.
Perkembangan Empati
Menurut Hofknan ada 4 tahapan perkembangan empati (Durkin, I 995 ; Eisenberg & Strayer, I 990) sebagai berikut: q. Global empathy (empati global). Bayi mengalami empati sebelum mereka mencapai kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan yang lain. Mereka merasakan apayang dialami oleh 64
Vol. 40 No.
I.
15 Februari 2014 : 60-71
bayi lain seolah (sebagai) dialami oleh dirinya. Maka ia akan ikut menangis jika mendengar bayi lain menangis, atau melihat bayi lain jatuh, seolah dirinya yang jatuh. Sedang bayr yang telah berumur
1l bulan
akan mencari perlindungan
pada ibunya seperti dia sendiri yang mengalami sakit' b.
Egocentric Empathy (empati yang egosentris). Anak telah mampl secara gradual membedakan dirinya dengan yang lain secara fisik, namun masih sulit untuk menyatakan perasaan dirinya terhadap yang lain, masih bingung terhadap apa yang akan dibuatnya jika melihat temannya menderita misalkan jatuh. Melihat perisiwa tersebut ia akan minta atau menariknarik ibunya untuk menolong, walaupun didekatnya juga ada ibu penderita.
c.
Empathy for another's feeling (empati terhadap perasaan ofimg lain). Dengan awal kemampuannya untuk mengambil peran pada umur kurang lebih 3 I 46, anak telah sadar terhadap perasaan temannya yang berbeda dengan dirinya. Anak menjadi lebih responsif terhadap tanda-tanda yang narrpak pada temannya. Mereka telah mampu berempati terhadap keluasan emosi yang kompleks. Dan sejalan dengan
d.
perkanrbangan bahasanya yang semakin meningkat mereka batrkan dapat berenrpati hanya melalui informasi atau bahasa tentang keadaan emosi orang lain. Empathy for another's life condition (empati terhadap
kondisi kehidupan orang lain). Pada mana kanak-kanak akhir atau awal rernaja sejalan dengan perkembangan konsep diri dan orang lain yang semakin meningkat, anak semakin mzrmpu merekognisi atau menghadirkan beberapa bentuk distress orang lain secara lebih ahli, anak mampu
65
Empati Perkembangan Dan Pentingnya Dalam Kehidupaln Bermasyarakat (MG. Supeni)
mengambarkan bahwa distress dapat dialami secara sesaat atau dalam waktu yang relatif lama. Perkembangan dari konsep sosial misalnya kemiskinan, penindasan, pengusiran,
keterbelakangan, ketidakadilan, pada umur- umur ini memberikan dasar yang lebih kokoh dalam menilai kondisi orang lain dan menyediakan stimulus bagt munculnya ideolqgi moral dan politik sebagaimana dialami oleh pada umumnya remaja. J.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan empati. a. Gender. Dalam studi Cohen dkk (1996), ditemukan
bahwa anak perempwul memiliki kernampuan berempati lebih tinggr dari pada anak laki-laki. Sedangkan oleh Eisenberg dan Lenon (1985)
b.
ditemukan bahwa dalam hal kepekaan emosi, m* perempuan juga lebih sensitif dari pada anak laki-laki. Hal ini berlanjut sampai pada masa remaja. Keluarga. Penelitian Cohen dkk (1996), menemukan bahwa anak-anak yang memiliki tingkah laku bermasalah menunjukkan skor empatinya lebih rendah daripada anak-anak yang nomal, baik untuk anak perempuar maupun anak laki-laki. Ternyata tingkah laku tersebut berhubungan dengan pengalaman hidupnya dalam keluarga" yaitu bahwa dalam keluarga mereka tidak menjumpai atau mengalami empati dari yang lairl mereka tidak saling mengenal kebutuhan ernosi masing-masing individu. Telebih mereka lebih sering menghadirkan model-model agresi, kekerasan ataupun pemaksaan. Sedang penelitian Bernet dkk. 66
Vol.40 No. 1,
15
Februart 2014 : 60-7
I
(1980), menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki skor empati tinggi adalah mereka yang memiliki orang tua penuh kasih sayang.(Durkin 1995). Linglatngan pergaulan. Lingkungan keluarga memang berperan sangat penting dalam mendasari perkernbangan kepribadian, khususnya empati. Namun
demikian lingkungan pergaulan sehari-hari khususnya bagi remaja pun berpengaruh sangat kuat, karena mereka memiliki dorongan kuat untuk bersama dan diterima oleh teman sebaya atau kelompoknya, sehingga mereka akan lebih mengikuti aturan yang dibuat oleh kelompok daripada aturan dalam keluarga( Hurlock,1974). Oleh karenanya orang tua tetap penting untuk dapat mengontrol para putra- putri remajanya dengan siapa mereka bergaul agat empati tetap berkembang secara positif.
4.
Pengaruh Empati terhadap Perilaku Pro sosial.
Dari uraian di atas meyakinkan kita, bahwa empati dan perilaku pro sosial telah dibawa sejak lahir, namun perkernbangan selanjutnya sangat dipengaruhi oleh pengalamannya setelah lafuir melalui lingkungan di mana individu tinggal dan hidup- Perilaku pro sosial bayi bahkan idelrtik dengan empatinya atau melekat persis, misalnya jika mendengar bayr yang lain menangis, atau melihat bayi lain jatuh, maka ia akan menangis, seolah ia sendiri yang mengalami jatuh. Bayr umur 12 bulan bisa mernbagikan sesuatu pada teman sebayanya. Bayi umur l8 bulan bisa menghibur ternannya yang sedang menangis dengan memberikan mainannya atau selimutnya. Anak umur pra sekolah bisa menolong dengan
67
Empati Perkembangan Dan Pentingnya Dalam Kehi.dupan Bermasyarakat (MG. Supeni)
mencarikan orang tua temannya yalg mengalami penderitaan misalkan jatuh atau sakit. Pada masa sekolah perilaku pro sosial ini semakin jelas misalkan anak suka membantu dan baik budi. Menurut Rushton perbedaan dalam perilaku pro sosial pada masa sekolah menunjukkan perbedaan stabilitas anak. Selanjutnya dikatakan bahwa tingkahlaku pro sosial ini merupakan pridiktor yang bagus.dan layak bagi penyesuaian sosialnya ( Durkin, 1995). Tingkahlaku pro sosial pada masa bayi kiranya disebabkan oleh empatinya, sedangkankan pada masa kanak-kanak perilaku prososial ini didorong oleh empati dan dukungan keluarga. Hubungan empati dengan perilaku pro sosial kenyataannya merupakan hal yang kompleks (Durkin, 1995). Hal ini ditunjukkan dalam studi Batson (l9Sl) yang menunjukkan bahwa tingkahlaku pro sosial pada orang dewasa lebih dipengaruhi oleh empatinya, sedang perilaku pro sosial pada remaja misalkan membantu atau menolong orang lain, tidak selalu didorong oleh ernpatinya tetapi juga bisa lebih dipengaruh oleh keinginan sosial atau kehendak masyarakat. Jika dikaitkan dengan perkembangan moral menurut Kohlberg mereka ada pada tahap ketiga, dimana mereka dalam mengambil suatu ke,putusan tentang baik- buruk suatu p€rilaku berdasar pada hal-hal yang disetujui, diterima atau melryenangfuan orang lain. (Green, 1989). Penelitian Cohen dan Strayer (1996), menunjukkan bahwa subyek yang menunju*&an skor tinggi pada maladjustnent dan agresiny4 memiliki skore rendah pada empatinya. Hogan (1996) dalam penelitiannya menemukan bahwa orang dewasa yang criminal memiliki skor rendah pada empatinya secara signifikan. Dan masih banyak lagi hasil penelitian yang men@ukkan hal serupa di atas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa empati
Vol. 40 No.
I,
I5
Februai
20 14
: 60-7
I
berhubungan secara sangat signrfikan dengan perilaku pro sosial dan altruisme.
C.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa empati
dan
perilaku prq sosial dibawa sejak lahir, berkembang melalui tahaptahap dari yang terendah ke yang tertinggi yang disebut dengan gtobal empathy, egocentric empathy, empathy for another's feelings, empathy for another's life condition, yang semua perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana anak tinggal dan hidup, terutama keluarga. Keluarga yang harmonis penuh kasih sayang di antara anggota keluarga dan saling mampu membaca , menangkap serta responsif terhadap emosi yang sedang dialami oleh yang lain, akan sangat mendukung perkembangan empati dan tingftahlaku pro sosialnya. Hal semacam ini akhimya akan membantu memudahkaq mereka dalam penyesuaian diri nya di masyarakat. Sebaliknya jika dalam keluarga tidak ada kasih di antara anggota keluarga, mereka masing-masing mementingkan diri, bahkan sering terjadi pertengkaran bahkan kekerasan, akan merusak perkernbangan empati atau mengarah pada perilaku yang be:rar-benar anti sosial dan kriminal. Perilaku pro sosial pada bayi dan kanak-kanak didorong oleh empatinya, sedang pada remaja tidak selalu didasarkan pada
ernpatinya, tetapi mungkin oleh karena pemahaman mereka bahwa lingkungan menuntut atau mengharapkan perlaku tersebut. Perilaku pro sosial pada orang dewasa pada umumya diporgaruhi oleh empatinya. Namun memang tidak bisa dipungkiri bahwa kadang
perilaku pro sosial pada orang dewasa justru sebagai manipulasi 69
Empati Perkembangan Dan Pentingnya Dalam Kehidupan Bermasyarakat (MG. Supeni)
untuk menutupi niat jahat atau perbuatan jahat yang telah dibuatnya. Sebagai contoh, banyak koruptor yang di masyarakatnya terkenal sebagai orang yang ringan menolong dan dermawan.
DAFTAR PUSTAKA Duska,R
+
Mariellen Whelan, 1981. Perkembangan Moral.
dite{ emahkan oleh Atmaka,D. Kanisius, Yo gyakarta.
Durkin, K., 1995, Dev,elopmental Sosial Psychologt Chambridge, Massachusett:
Blackwell Plublishers.
Dunn,J., Marquire, M., Brown, JR., 1995. The Developmental of Children's Moral Sensiblity: Indivual differences an emotion understanding. Journal of Developmental Psychologt. 31. 649-659.
8., Karbon,M., Smith, M., & Maszk. 1996. The Relation of Children's Dispositional
Eisenberg, N., Fabes,RA., Murphy,
Empathy-Related Responding
Regulation
and Sosial
to Their
Emotionality,
Functioning. Journat of
Developmental Psychologt, 32. 195- 209.
EisenbergN., & Strayer, J., 1966. Empathy and Its Development. New York: Cambridge University Press. Eisenberg, N., dkk. 1986 Prososial Moral Reasoning to Altruism
Political Liberalism and lntelligence. Journal of Developmental Psychologt. 15. 87
70
-97 .
Yol. 40 No.
D.
I,
1995. Emotional Intelligence, Harmaya. Sun Printing, Jakarta.
Goleman,
Green,
I5
Februai
alih
20
14 : 6A-7
I
bahasa T.
M., 1989. Theories of Human Development, Comparative
Approach. Englewood Cliffs, New Jersey: Practice Hall
Guralnik, D.
B.l97l.
Webster's New World Dictionary American Language. New York: Warner Books. Inc.
of
The
Hulock, E.B. 1974. Adolescent Development. Tokyo : Mc. GrawHill Kogakusha, Ltd.
7l