Electronic Commerce…
ELECTRONIC COMMERCE (Pendekatan Kaidah Ushul dan Kaidah Fiqhiyah) Oleh: Mahmudah Dosen Jurusan Syariah STAIN Jember
[email protected] Abstrak Aplikasi internet saat ini telah memasuki berbagai segmen aktivitas manusia, baik dalam sektor politik, sosial, budaya, maupun ekonomi dan bisnis. Dalam bidang bisnis, internet mulai banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Aktivitas bisnis melalui media internet populer disebut dengan electronic commerce (e-commerce). Melihat bentuknya, e-commerce merupakan transaksi jual-beli. Namun dikategorikan sebagai jual beli modern karena me-ngaplikasikan inovasi teknologi. Dalam Islam, konsep jual beli mensyaratkan adanya transaksi yang bersifat fisik, dengan menghadirkan benda tersebut sewaktu transaksi, sedangkan e-commerce tidak seperti itu. Transaksi e-commerce tidak berbeda dengan transaksi salam, kecuali tentang komoditas yang dijadikan obyek transaksi. Oleh karena itu, transaksi e-commerce dibolehkan dalam Islam berdasarkan prinsip-prinsip yang ada dalam perdagangan Islam khususnya apabila dianalogkan (qiyas) dengan transaksi salam, kecuali pada komoditas tertentu yang dilarang oleh Islam seperti minuman keras, bangkai dan babi. Selain itu, untuk komoditas digital yang diperdagangkan dalam transaksi e-commerce tidak termasuk dalam transaksi salam, karena penyerahannya langsung diserahkan melalui internet. Komoditas digital ini disamakan dengan jual beli biasa. Berkenaan dengan prinsip-prinsip muamalah maka apabila transaksi e-commerce banyak mengandung mashlahah bagi manusia dan dalam pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsp Islam yang dikehendaki Syari’ maka transaksi e-commerce hukumnya boleh. Sebaliknya apabila mashlahatnya berubah atau mashlahatnya hilang, maka hukum transaksi tersebut juga berubah. Kata Kunci : e-commerce, analog (qiyas), mashlahah PENDAHULUAN Menurut Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (1980) bahwa di era millenium ketiga, teknologi akan memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern ini akan mengimplikasikan berbagai perubahan dalam kinerja manusia. Salah satu produk
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
17
Mahmudah
inovasi teknologi telekomunikasi adalah internet (interconection networking) yaitu suatu koneksi antar jaringan komputer. Aplikasi internet saat ini telah memasuki berbagai segmen aktivitas manusia, baik dalam sektor politik, sosial, budaya, maupun ekonomi dan bisnis.1 Dalam bidang bisnis, internet mulai banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Aktivitas bisnis melalui media internet populer disebut dengan electronic commerce (e-commerce). Di Indonesia, fenomena e-commerce ini sudah dikenal sejak tahun 1996 dengan munculmya situs http://www.sanur.com/ sebagai toko buku on-line pertama. Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 tersebut mulai bermunculan berbagai situs yang melakukan e-commerce. Sepanjang tahun 1997-1998 eksistensi ecommerce di Indonesia sedikit terabaikan karena krisis ekonomi. Namun di tahun 1999 hingga saat ini e-commerce kembali menjadi fenomena yang menarik perhatian meski tetap terbatas pada minoritas masyarakat Indonesia yang mengenal teknologi. Salah seorang pakar internet Indonesia, Budi Raharjo, menilai bahwa Indonesia memiliki potensi dan prospek yang cukup menjanjikan untuk pengembangan e-commerce. Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan e-commerce ini seperti keterbatasan infrastruktur, ketiadaan undang-undang, jaminan keamanan transaksi dan terutama sumber daya manusia bisa diupayakan sekaligus dengan upaya pengembangan pranata e-commerce itu.2 Melihat bentuknya, e-commerce merupakan transaksi jual-beli. Namun dikategorikan sebagai jual beli modern karena mengaplikasikan inovasi teknologi. Dalam Islam, konsep jual beli mensyaratkan adanya transaksi yang bersifat fisik,dengan menghadirkan benda tersebut sewaktu transaksi, sedangkan e-commerce tidak seperti itu. E-commerce merupakan model perjanjian jual-beli dengan karakteristik dan aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual-beli biasa, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Adaptasi secara langsung 1Esther
Dwi Maghfirah, Perlindungan Konsumen Dalam E-Commerce, http://www.solusihukum.com/artikel/artikel31.phpArsip Artikel, diakses 28 Desember 2013. 2Azhar Muttaqin, Transaksi E-Commerce dalam Tinjauan Hukum Islam (Malang: Lemlit Unmuh Malang, 2009), 6.
18 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
Electronic Commerce…
ketentuan jual belibiasa akan kurang tepat dan tidak sesuai dengan konteks e-commerce. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dicoba untuk menganalisis bagaimana ketentuan hukum Islam terhadap hakekat e-commerce. Guna meneyelesaikan permasalahan tersebut, maka penulis akan mempergunakan kaidah ushul dan kaidah fiqhiyah yang relevan sebagai pendekatan dalam menetapkan hukum (istinbath hukum) e-commerce. PENGERTIAN DAN MEKANISME OPERASIONAL E-COMMERCE
Pengertian E-commerce E-commerce adalah suatu transaksi dengan menggunakan teknologi baru yang cukup dikenal masyarakat. Terdapat berbagai pengertian mengenai e-commerce yang dapat kita temukan dari berbagai sumber. Di antaranya: Electronic commerce, commonly known as e-commerce or ecommerce, is a type of industry where the buying and selling of products or services is conducted over electronic systems such as the Internet and other computer networks. Electronic commerce draws on technologies such as mobile-commerce, electronic funds transfer, supply chain management, Internet marketing, online transaction processing, electronic data interchange (EDI), inventory management systems, and automated data collec-tionsystems. Modern electronic commerce typically uses the World Wide Web at least at one point in the transaction's life-cycle, although it may encompass a wider range of technologies such as e-mail, mobile devices, social media, and telephones as well.Electronic commerce is generally considered to be the sales aspect of e-business. It also consists of the exchange of data to facilitate the financing and payment aspects of business transactions. This is an effective and efficient way of communicating within an organization and one of the most effective and useful ways of conducting business.3
Sedangkan referensi lainnya memberikan pengertian e-commerce sebagai berikut : Electronic commerce or e-commerce refers to a wide range of online business activities for products and services. It also pertains to “any form of business transaction in which the parties interact 3http://en.wikipedi.org/wiki/E-commerce,
diakses 28 Desember 2013
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
19
Mahmudah electronically rather than by physical exchanges or direct physical contact.” E-commerce is usually associated with buying and selling over the Internet, or conducting any transaction involving the transfer of ownership or rights to use goods or services through a computer-mediated network. Though popular, this definition is not comprehensive enough to capture recent developments in this new and revolutionary business phenomenon. A more complete definition is: E-commerce is the use of electronic communications and digital information processing technology in business transactions to create, transform, and redefine relationships for value creation between or among organizations, and between organiza-tions and individuals.4
Dari bebarapa definisi tersebut di atas dapat ditarik benang merah bahwa e-commerce adalah sebuah transaksi bisnis, jual beli, dengan mempergunakan media elektronik (jaringan internet) atas barang dan jasa dengan alat pembayaran elektronik juga. E-commerce menggambarkan cakupan yang sangat luas karena berhubungan dengan teknologi, proses transaksi dan praktek perdagangan tanpa tatap muka langsung antara penjual dan pembeli. Terlepas dari berbagai jenis definisi yang ditawarkan dan dipergunakan oleh berbagai kalangan, terdapat kesamaan dari masing-masing definisi, dimana e-commerce memiliki karakteristik sebagai berikut: terjadinya transaksi antara dua belah pihak;adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi; dan internet merupakan media utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut. Mekanisme Operasional E-commerce Transaksi e-commerce antara e merchant (pihak yang menawarkan barang atau jasa melalui internet) dan e customer (pihak yang membeli barang atau jasa melalui internet) yang terjadi di dunia maya atau di internet pada umumnya berlangsung secara paperless transaction sedangkan dokumen yang dipergunakan bukanlah paper document melainkan dokumen elektronik (digital document). Kontrak online dalam e-commerce menurut Santiago Cavanillas dan A. Martines Nadal sebagaimana dikutip Arsyad Sanusi mempunyai beberapa tipe dan variasi, yaitu: (1) Kontrak melalui chatting atau 4http://en.wikibooks.org/wiki/E-Commerce_and_E-
Business/Concepts_and_Definitions, diakses 28 Desember 2013
20 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
Electronic Commerce…
video conference; (2) Kontrak melalui email; (3) Kontrak melalui web atau situs.5 Sedangkan bentuk e-commerce terdiri dari dua kategori yaitu business to business e-commerce dan business to consumer ecommerce.6 1). Business to consumer e-commerce berhubungan dengan customer life cycle dari awareness sebuah produk pada prospek costumer sampai dengan order dan pembayaran atau juga sampai dengan pelayanan dan dukungan kepada customer. Alat yang digunakan dalam cycle ini adalah business to customer web site. Dan 2). Business to business e-commerce melibatkan cycle dari awareness, riset produk, pembandingan, pemilihan supplier sourching, transaksi fulfillment, post sales support. Alat yang berperan adalah EDI, dan business to business web site . E-commerce adalah mentransformasikan paradigma perdagangan fisik ke perdagangan virtual, yang memangkas middle man dan lebih menekankan kepada nilai kolaborasi melalui networking antara supplier, retailler, konsumen, bank, transportasi, asuransi, dan pihak terkait lainnya. Segmen business to business e-commerce memang lebih mendominasi pasar karena nilai transaksinya yang tinggi, namun level business to consumer e-commerce juga memiliki pangsa pasar tersendiri yang potensial. Dalam business to consumer e-commerce, konsumen memiliki bargaining position yang lebih baik dibanding dengan perdagangan konvensional karena konsumen memperoleh informasi yang beragam dan mendetail. Melalui internet, konsumen dapat memperoleh aneka informasi barang dan jasa dari berbagai toko dalam berbagai variasi merek lengkap dengan spesifikasi harga, cara pembayaran, cara pengiriman, bahkan beberapa toko juga memberikan fasilitas pelayanan track and trace yang memungkinkan konsumen untuk melacak tahap pengiriman barang yang dipesannya. Kondisi tersebut memberi banyak manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan jasa yang diinginkan dapat terpenuhi. Selain itu juga terbuka kesempatan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan finansial konsumen dalam waktu yang relatif efisien.7 Tim penyusun, “Buku Panduan Belajar E-commerce,” (Jakarta: STMIK Triguna Dharma, 2005), 29-30. 6Esther, Perlindungan 7Syafruddin, E-commerce dalam Tinjauan Fiqh, 7,http: //www.badilag.net/E5
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
21
Mahmudah
Adapun mekanisme e-commerce dapat dideskripsikan sebagai berikut : 1). Transakasi e-commerce di awali oleh econsumen yang bermaksud membeli barang melalui internet, dengan cara memesan barang dengan spesifikasi sebagaimana yang ditampilkan oleh emerchant di internet; 2). E consumendan emerchant menyepakati proses pembayaran dengan melibatkan dua bank perantara dari masingmasing pihak yaitu acquiring merchant bank dan issuing consumer bank. Prosedurnya e consumer memerintahkankepada issuing consumer bank untuk melakukan sejumlah pembayaran atas harga kepada acquiring merchant bank yang ditujukan kepada e merchant; 3). Emerchant melakukan pengiriman barang kepada econsumen; dan 4). Econsumen mengkonfirmasi penerimaan barang pada emerchant sehingga akad baru dianggap sah. E-COMMERCE DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM (FIQH) Pendekatan Kaidah Ushul Untuk menentukan hukum e-commerce, maka bisa dilakukan dengan melihat mekanisme e-commerce. Mekanisme (pelaksanaan transaksi bisnis) dalam e-commerce, secara sekilas hampir sama dengan “transaksi salam” dalam hal pembayaran dan penyerahan komoditas yang dijadikan sebagai obyek transaksi. Oleh karena itu untuk mengetahui dengan jelas apakah transaksi e-commerce sejajar dengan prinsip-prinsip transaksi salam, maka dapat dapat dicermati melalui pihak-pihak yang bertransaksi (aqidain), obyek transaksi (ma’qud alaih) serta proses pernyataan kesepakatan transaksi (sighat ijab qabul). Pihak-pihak yang bertransaksi Dalam e-commerce, pihak yang terlibat adalah consumer dan merchant. Selain itu juga melibatkan pihak lain yaitu payment ghateway, acquirer dan issuer. Pihak-pihak tersebut berfungsi untuk menjamin adanya keamanan, kerahasiaan dan validitas transaksi di antara penjual dan pembeli, karena dalam transaksi melalui internet pihak penjual dan pembeli tidak saling bertemu. Payment ghateway dapat dianggap sebagai saksi dalam transaksi karena pihak inilah yang melakukan otorisasi terhadap instruksi pembayaran dan melakukan proses monitoring terhadap transaksi online. Payment ghateway diperlukan oleh acquirer untuk mendukung proses otorisasi dan Commerce diakses 28 Desember 2013
22 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
Electronic Commerce…
memonitor proses transaksi yang berlangsung. Payment ghateway biasanya dioperasikan oleh acquirer atau pihak ketiga yang berfungsi memproses instruksi pembayaran. Payment ghateway ini harus memiliki sertifikat digital yang dikelola oleh pihak ketiga yang terpercaya. Sertifikat digital ini merupakan tanda bukti bahwa dia memiliki hak atau izin atas pelayanan transaksi elektronik. Selain payment ghateway, dalam transaksi e-commerce juga diharuskan adanya acquirer dan issuer. Acquirer adalah sebuah lembaga finansial yaitu bank yang dipercaya oleh merchant untuk memperoses dan menerima pembayaran secara online dari pihak consumer. Sedangkan issuer adalah institusi finansial atau bank yang mengeluarkan kartu bank yang dipercaya oleh consumer untuk melakukan pembayaran dalam transaksi online. Dengan demikian masingmasing dari acquirer dan issuer adalah wakil dari merchant dan consumer dalam melakukan transaksi secara online.8 Dalam transaksi salam, pihak yang terlibat adalah penjual yang disebut muslam alaih dan pembeli yang disebut muslam atau rabb salam.9 Dalam transaksi salam, perwakilan bukan merupakan suatu keharusan, hal itu sangat tergantung pada keadaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Namun apabila karena suatu halangan atau kondisi tertentu, mewakilkan transaksi salam dengan menggunakan akad wakalah kepada pihak lain, tidak merusak atau membatalkan transaksi salam tersebut. Dalam hal mewakilkan harus memenuhi syarat dan ketentuan yang diperlukan dalam akad wakalah seperti pihak pemberi kuasa, pihak penerima kuasa, perkara yang dikuasakan dan sighat.10 Selanjutnya dalam transaksi salam, pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi harus memenuhi syarat validitas transaksi itu sendiri. Penjual dan pembeli haruslah orang yang aqil baligh yaitu memiliki kecakapan yang sempurna dan wewenang untuk melakukan transaksi serta tidak tekanan atau paksaan dari pihak manapun ketika melakukan transaksi. Dalam transaksi e-commerce, pembeli dan penjual telah memenuhi ketentuan yang ada dalam transaksi salam. Consumer diminta untuk mengisi informasi pembayaran (biasanya disertai 8Syafrudin,
E-commerce,20. Sabiq, Fiqh Sunnah 3 (Beirut: Dar al Fikr, 1983), 171 10Ibid., 226 9Sayyid
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
23
Mahmudah
dengan kode rahasia) pada formulir yang telah disediakan website merchant yang kemudian dilakukan otorisasi melalui payment ghateway. Dari otorisasi tersebut dapat diketahui bahwa consumer tersebut adalah pemilik sah dan berhak menggunakannya. Sedangkan pihak penjual, merchant, memiliki sertifikat digital dari lembaga terpercaya yang memberikan jaminan bahwa ia benar-benar ada dan berwenang melakukan transaksi online. Selain itu dalam e-commerce, baik penjual maupun pembeli harus mampu mengoperasikan komputer atau paham terhadap teknologi dan hal ini tidak mungkin dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kecakapan secara sempurna seperti anak atau orang yang lemah ingatan atau gila. Demikian dari segi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi e-commerce dan salam adalah sama yaitu keharusan adanya penjual dan pembeli yang memiliki kecakapan yang sempurna dan wewenang untuk melakukan transaksi serta tidak ada tekanan atau paksaan dari pihak manapun ketika melakukan transaksi. Namun karena dalam e-commerce tidak melibatkan penjual dan pembeli secara face to face atau bahkan tidak saling mengenal satu sama lain, karena mereka bertransaksi dalam dunia maya atau virtual, maka diperlukan pihak lain sebagai wakil. Sedangkan dalam transaksi salam, keterlibatan penjual dan pembeli bisa dilakukan secara langsung atau melalui wakil-wakilnya. Obyek Transaksi (Harga dan Komoditas) Mengenai objek transaksi salam berkaitan dengan harga harus memenuhi syarat: jenis, macam, dan sifat uang yang digunakan harus jelas, dan pembayaran harus dilakukan di tempat transaksi.11 Sedangkan syarat komoditas transaksi salam adalah: jenis, macam, sifat dan ukuran barang yang dipesan harus jelas, sesuatu yang baik, halal dan bermanfaat, tidak mengandung salah satu sifat illat riba, diserahkan pada waktu kemudian dan dapat dianggap sebagai utang bagi penjual.12 Dalam e-commerce, penjual dan pembeli terlebih dahulu menyepakati barang yang dibeli kemudian menyepakati cara pembayarannya menggunakan kartu kredit atau kartu debit. Setelah 11Wahbah
Zuhaili, Al Fiqh Al Islamy wa Adillatuhu, Juz 4 (Damaskus: Dar al Fikr, 1989), 600-603. 12Ibid., 603-613
24 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
Electronic Commerce…
ada kesepakatan, diikuti dengan pembayaran yang melibatkan wakil dari masing-masing pihak yaitu issuer dan acquier. Consumer memerintahkan kepada issuer untuk dan atas nama consumer melakukan pembayaran atas sejumlah barang kepada acquier yang ditujukan kepada merchant. Setelah pembayaran, kemudian pihak merchant mengirimkan barang kepada consumer sesuai dengan kesepakatan. Pembayaran dalam transaksi e-commerce dilakukan dengan uang yang telah diketahui jumlah dan mata uangnya. Uang tersebut diserahkan oleh perwakilan masing-masing yaitu issuer dan acquier. Adapun bukti penyerahan harga atau pembayaran dapat dilakukan dengan komunikasi via telepon, email atau bukti pembayaran dikirim via facsimile dan lain sebagainya. Dengan demikian pembayaran atau harga dalam e-commerce pada prinsipnya sama dengan pembayaran dalam salam, di manajenis, macam, dan sifat uang yang digunakan harus jelas dan pembayaran harus diserahkan terlebih dahulu. Dalam e-commerce, dapat dilakukan transaksi terhadap semua komoditas baik legal maupun illegal. Hal itu tergantung kepada consumer yang melakukan pembelian. Hal tersebut berbeda dengan transaksi salam, komoditas harus merupakan hal yang dibolehkan oleh agama yaitu halal, baik dan bemanfaat dzatnya. Oleh karena itu tidak boleh melakukakan transaksi terhadap komoditas yang diharamkan seperti khamar, babi dan komoditas lain yang ditetapkan oleh syara’ atas ketidak bolehannya. Mengenai bentuk komoditase-commerce dapat dibagi dua yaitu digital dan non digital.13 Terhadap komoditas digital dapat diserahkan langsung kepada pembeli dengan melakukan download terhadap produk tersebut. Sedangkan komoditas non digital diserahkan dengan cara perngiriman melalui kurir. Dalam transaksi salam, obyek atau komoditas harus dapat diketahui dan diidentifikasi secara jelas. Hal ini dimaksud agar unsur jahalah terhadap komoditas hilang. Sedangkan dalam transaksi ecommerce, pembeli sebelummelakukan transaksi, terlebih dahulu melakukan browsing dan searchingsesuai dengan komoditas yang diinginkan. Informasi yang jelas tentang barang tersebut dapat diketahui melalui website merchant dan lain sebagainya. Dengan demikian dalam transaksi salam dan e-commerce memiliki kesamaan 13Syafrudin,
E-commerce ,23.
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
25
Mahmudah
dalam kejelasan spesifikasi atau kriteria komoditas yang diperjualbelikan. Sighat Ijab Qabul (Pernyataan Kesepakatan Transaksi) Ijab qabul merupakan pernyataan penjual dan pembeli sebagai manifestasi dari kerelaan kedua belah pihak. Pernyataan ijab qabul dapat dilakukan baik secara lisan, tulisan isyarat maupun perbuatan yang menjadi kebiasaan.14 Tujuan yang terkandung dalam pernyataan ijab qabul harus jelas dan ada kesesuaian, sehingga dapat dipahami oleh kedua belah pihak. Selain itu pelaksaan ijab qabul juga harus berhubungan langsung dalam satu majelis. Adapun jika kedua belah pihak saling berjauhan, maka majelis akad adalah tempat terjadinya pernyataan qabul.15 Dalam e-commerce, pernyataan kesepakatan dapat dilakukan melalui email, chatting, video conference, atau langsung melalui website merchant.16 Pernyataan kesepakatan melalui chatting atau video conference adalah seseorang dalam menawarkan produk dengan cara dialaog interaktif seperti halnya melalui telepon. Chatting dilakukan melalui tulisan, sedangkan video conference dilakukan dengan media eletronik, di mana masing-masing pihak dapat bertetap muka satu sama lain. Sedangkan pernyataan melalui email adalah dengan menulis spesifikasi produk dan tata cara pembayaran, kemudian dikirim ke email merchant. Sedangkan melalui website merchant adalah dengan men-klik tombol accept sebagai tanda persetujuan atau cancel sebagai tanda tidak setuju. Setelah meng-klik tombol accept, kemudian dilanjutkan dengan pembayaran. Dengan demikian pernyataan kesepakatan melalui email, chatting, video conference merupakan bentuk kesepakatan dalam bentuk tulisan. Sedangkan melalui websitemerchant merupakan kesepakatan dalam bentuk tulisan dan isyarat. Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa transaksi e-commerce tidak berbeda dengan transaksi salam, kecuali tentang komoditas yang dijadikan obyek transaksi. Oleh karena itu, transaksi e-commerce 14Ahmad
Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), (Yogyakarta:Perpustakaan Hukum UII,1993), 44-45. 15Muhammad Taufiq Ramadhan al_Buthi, al-Buyu asy-Sya’iah, (Beirut_Dar Fikr, 1998), 36. 16Sanusi Arsyad, “Transaksi Bisnis Electronik Commerce (E-Commerce): Studi tentang Permaslahan-Permasalahan Hukum dan Solusinya”, dalam Tesis Magister, (Yogyakarta:Universitas Islam Indonesia, 2000), 53.
26 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
Electronic Commerce…
dibolehkan dalam Islam berdasarkan prinsip-prinsip yang ada dalam perdagangan Islam khususnya apabila dianalogkan (qiyas) dengan transaksi salam, kecuali pada komoditas tertentu yang dilarang oleh Islam seperti minuman keras, bangkai dan babi. Selain itu, untuk komoditas digital yang diperdagangkan dalam transaksi e-commerce tidak termasuk dalam transaksi salam, karena penyerahannya langsung diserahkan melalui internet. Untuk komoditas digital ini disamakan dengan jual beli biasa. Pendekatan Kaidah Fiqhiyah Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek muamalah dalam Islam, sehingga kaidah fiqih yang digunakan dalam mengidentifikasi transaksi-transaksi ekonomi juga menggunakan kaidah fiqih Mu'âmalah. Kaidah fiqih Mu'âmalah tersebut adalah:
االصم فى انًعا يهة اال با حة اال انيد ل د نيم عهى تحر يًها
17
Artinya :“ Hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Ibn Taimiyah menyampaikan dengan ungkapan lain : 18
االصم فى انعادات انعفى فال يحطر ينو اال يا حرو هللا
Artinya: "Hukum asal dalam muamalah adalah pemaafan, tidak ada yang diharamkan kecuali apa yang diharamkan oleh Allah SWT.” Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan dengan muamalah yang tidak ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam (al-Qur`an maupun al-Hadîst), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam. Kaidah fiqih di atas memberikan arti bahwa dalam kegiatan muamalah yang notabene urusan ke-dunia-an, manusia diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja yang bisa memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, sesamanya dan lingkungannya, selama hal 17Dewan
Syariah Nasional (DSN) selalu menggunakan kaidah ini dalam pengambilan keputusan-keputusannya. 18Ibn Taimiyah, al Qawaid an Nuraniyah al Fiqhiyah, Juz II, Cet. I (Riyadh: Maktabah al Rusyd, 2001), 306.
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
27
Mahmudah
tersebut tidak ada ketentuan yang melarangnya. Kaidah ini didasarkan pada al Quran dan Hadîst Rasulullah yang berbunyi:
يريد هللا بكى انيسر وال يريد بكى انعسر
19
Artinya:"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…..” 20
انتى اعهى بايىر دنيكى
Artinya: “Kamu lebih tahu atas urusan duniamu” Dalam urusan kehidupan dunia yang penuh dengan perubahan atas ruang dan waktu, Islam memberikan kebebasan mutlak kepada manusia untuk menentukan jalan hidupnya,tanpa memberikan aturan-aturan kaku yang bersifat dogmatis. Hal ini memberikan dampak bahwa Islam menjunjung tinggi asas kreativitas pada umatnya untuk bisa mengembangkan potensinya dalam mengelola kehidupan ini, khususnya berkenaan dengan fungsi manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Efek yang timbul dari kaidah fiqih di atas adalah adanya ruang lingkup yang sangat luas dalam penetapan hukum-hukum muamalah, termasuk juga hukum ekonomi. Ini berarti suatu transaksi baru yang muncul dalam fenomena kontemporer yang dalam sejarah Islam belum ada/dikenal, maka transaksi tersebut “dianggap” diperbolehkan, selama transaksi tersebut tidak melanggar prinsipprinsip yang dilarang dalam Islam. Salah satu fenomena muamalah dalam bidang ekonomi adalah transaksi jual beli yang menggunakan media elektronik yang disebut transaksi e-commerce. Ada beberapa prinsip dalam Islam berkaitan dengan kontrak muamalah, yaitu:21 Pertama, fiqh muamalah dibangun di atas prinsip menjaga kemaslahatan dan 'illah (alasan disyariatkannya suatu 19QS
2: 185. as Suyuthi, Al Jami’ Ash Shagir, Juz I (Beirut: Dar al Fikr, tt), 108 21Prinsip-prinsip muamalah Islam dalam makalah ini penulis intisarikan dari tulisan Setiawan Budi Utomo, Fiqh Aktual, Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, (Jakarta:Gema Insani Press,2003), 63; Imtihan Asy-Syafi'i, Prinsip-Prinsip Mu'âmalah, http://an-nuur.org, diakses 28 Desember 2013 20Jalaludin
28 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
Electronic Commerce…
hukum).
جهب انًصا نح و درء انًفا سد
22
Artinya:"Meraih kemaslahatan dan menolak kemafsadatan” Kedua, asas kerelaan dari kedua belah pihak yang berakad (antaradin). Kedua belah pihak yang bertransaksi harus bebas dari unsur tekanan dan paksaan dari siapapun. Apabila dalam transaksi tersebut terdapat tekanan atau paksan, maka transaksinya menjadi tidak sah. Hal tersebut sesuai dengan bunyi kaidah:
االصم فى انعقد رضى انًتعا قدين و نتيجتو يا انتزياه بانتعا قد
23
Artinya:“Hukum asal dalam transaksi adalah keridlaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan,” Ungkapan lebih singkat dari Ibn Taimiyah:
االصم فى انعقىد رضا انًتعا قدين
24
Artinya: “Dasar dari akad adalah keridlaan kedua belah pihak.” Ketiga, Larangan praktek penipuan dan pemalsuan, temasuk dalam hal ini memakan harta orang lain secara batil seperti sumpah, janji iklan, penawaran dan promosi dengan barang atau jasa ataupun harga palsu.
ياايها اندين اينىا ال تاكهىا ايىانكى بينكى بانباطم
25
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil” Keempat, tradisi, prosedur, sistem, konvensi ,norma, kelaziman dan kebiasaan bisnis yang berlaku tidak betentangan dengan prinsip syariah seperti praktek riba dan spekulasi yang merupakan asas pengikat dan komitmen dalam bisnis. Hal ini berdasarkan kaidah fiqh:
22A.Djazuli,
Kaidah-Kaidah Fikih (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007),27. Ahmad al Nadwi, al Qawaid al Fiqhiyah, Cet.V (Beirut: Dar al Qalam,1998),253; A.Djazuli, Kaidah, 130; Asymuni A.Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqh (Jakarta:Bulan Bintang,1976),44 24Ibn Taimiyah, al Qawaid, 470. 25QS 4:29. 23Ali
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
29
Mahmudah
انًعروف بين انتجار كانًشروط بينهى
26
Artinya:“Sesuatu yang telah dikenal di antara pedagang berlaku sebagai syarat di antara mereka.” Kelima, transaksi didasari atas dasar niat dan iktikad baik serta menghindari kelicikan dan akal-akalan (moral hazard) dengan mencari celah hukum dan ketentuan seharusnya. Keenam, kesepakatan dilangsungkan secara serius, konsekwen, komitmen dan konsisten. Ketujuh, transaksi didasarkan atas dasar prinsip keadilan dan toleransi. Kedelapan, tidak boleh melakukan transaksi dengan cara, media dan obyek transaksi yang diharamkan baik barang maupun jasa seperti riba, menimbun, ketidakpastian obyek transaksi (gharar), makan dan minuman yang haram dan segala hal yang menjurus pelanggaran moral. Kesembilan, fiqh muamalah mengompromikan karakter tsubût dan murûnah. Tsubût artinya tetap, konsisten, dan tidak berubah-ubah. Maknanya, prinsip-prinsip Islam baik dalam hal akidah, ibadah, maupun mu'amalah, bersifat tetap, konsisten, dan tidak berubah-ubah sampai kapan pun. Namun demikian, dalam tataran praktis, Islam; khususnya dalam muamalah; bersifat murûnah. Murûnah artinya lentur, menerima perubahan dan adaptasi sesuai dengan per-kembangan zaman dan kemajuan teknologi, selama tidak ber-tentangan dengan prinsip-prinsip yang tersebut. Kesepuluh, tujuan dari disyariatkannya muamalah adalah menjaga dharûriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. Sedangkan prinsip-prinsip muamalah kembali kepada hifzh al-maal (penjagaan terhadap harta), dan itu salah satu dharûriyatul khamsah (dharurat yang lima). Sedangkan berbagai akad; seperti jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain; disyariatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan menyingkirkan kesulitan dari mereka. Berkenaan dengan prinsip-prinsip di atas, selama transaksi ecommerce banyak mengandung mashlahah bagi manusia dan dalam pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsp Islam yang dikehendaki Syari’ maka transaksi e-commerce hukumnya boleh. Sebaliknya apabila mashlahatnya berubah atau mashlahatnya hilang, maka hukum transaksi tersebut juga berubah. Al-'Izz bin 'Abdussalam menyatakan, "Setiap aktivitas yang tujuan disyariatkannya tidak terwujud, aktivitas itu hukumnya batal." Dengan bahasa yang berbeda, ash-Shatibi 26A.Djazuli,
Kaidah, 86.
30 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
Electronic Commerce…
berkata,"Memperhatikan hasil akhir dari berbagai perbuatan adalah sesuatu yang mu'tabar (diakui) menurut syariat." KESIMPULAN Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa, aktivitas bisnis melalui media internet yang populer disebut dengan electronic commerce (e-commerce). Melihat bentuknya, e-commerce merupakan transaksi jual-beli. Namun dikategorikan sebagai jual beli modern karena mengaplikasikan inovasi teknologi. Menurut Kaidah Ushul, transaksi e-commerce tidak berbeda dengan transaksi salam, kecuali tentang komoditas yang dijadikan obyek transaksi. Oleh karena itu, transaksi e-commerce dibolehkan dalam Islam berdasarkan prinsip-prinsip yang ada dalam perdagangan Islam khususnya apabila dianalogkan (qiyas) dengan transaksi salam. Sedangkan, untuk komoditas digital yang diperdagangkan dalam transaksi e-commerce tidak termasuk dalam transaksi salam, karena penyerahannya langsung diserahkan melalui internet. Komoditas digital ini dianalogkan (qiyas) dengan jual beli biasa. Menurut Kaidah Fiqhiyah, berkenaan dengan prinsip-prinsip muamalah maka transaksi e-commerce banyak mengandung mashlahah, dan dalam pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsp Islam yang dikehendaki Syari’ maka transaksi e-commerce hukumnya boleh. DAFTAR PUSTAKA A. Djazuli, 2007. Kaidah-Kaidah Fikih Jakarta: Kencana Prenada Media. A. Rahman, Asymuni, 1976.Qaidah-Qaidah FiqhJakarta: Bulan Bintang. Al Buthi, Muhammad Taufiq Ramadhan, 1998. al-Buyu asySya’iahBeirut: Dar Fikr. Al Nadwi, AliAhmad, 1998.al Qawaid al Fiqhiyah, Cet.V Beirut: Dar al Qalam. Arsyad, Sanusi, 2000. “Transaksi Bisnis Electronik Commerce (ECommerce): Studi tentang Permaslahan-Permasalahan Hukum dan Solusinya”, dalam Tesis Magister Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Asy Syafii, Imtihan, Prinsip-Prinsip Muamalah, http://an-nuur.org, diakses 28 Desember 2013 Azhar Basyir, Ahmad, 1993. Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum
Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014
31
Mahmudah
Perdata Islam.Yogyakarta: Perpustakaan Hukum UII. Budi Utomo, Setiawan, 2003. Fiqh Aktual, Jawaban Tuntas Masalah KontemporerJakarta: Gema Insani Press. Dwi Maghfirah, Esther.Perlindungan Konsumen Dalam E-Commerce, http://www.solusihukum.com/artikel/artikel31.phpArsip Artikel.diakses 28 Desember 2013. Ibn Taimiyah, 2001. al Qawaid an Nuraniyah al Fiqhiyah, Juz II, Cet. I Riyadh: Maktabah al Rusyd. Muttaqin, Azhar, 2009.Transaksi E-Commerce dalam Tinjauan Hukum Islam. Malang: Lemlit Unmuh Malang. Sabiq, Sayyid, 1983. Fiqh Sunnah 3. Beirut: Dar al Fikr. Syafruddin, E-commerce dalam Tinjauan Fiqh, 7, http: //www.badilag.net/E-Commerce diakses 28 Desember 2013 Tim penyusun, 2005. Buku Panduan Belajar E-commerce. Jakarta: STMIK Triguna Dharma. Zuhaili, Wahbah, 1989. Al Fiqh Al Islamy wa Adillatuhu, Juz 4. Damaskus: Dar al Fikr. http://en.wikipedi.org/wiki/E-commerce, diakses 28 Desember 2013 http://en.wikibooks.org/wiki/E-Commerce_and EBusiness/Concepts_and_Definitions, diakses 28 Desember 2013
32 Interest, Vol.12, No. 1 Oktober 2014