Gregorius Sahdan, S.IP, M.A Direktur The Indonesian Power for Democracy (IPD), Staf Pengajar Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta Email:
[email protected] Nohp: 085 253 368 530 Pin BB: 322d7ada
Disampaikan dalam Seminar: “Evaluasi Kritis Pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014” diselenggarakan oleh Badan Legislatif Mahasiswa STPMD “APMD”, di Ruang Seminar STPMD “APMD” Yogyakarta pada tanggal 03 Mei 2014
Electoral Law
Electoral Process
Electoral Governance
UU
No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu UU No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik Titik Krusial Electoral Law: 1. Pengaturan tentang Kepesertaaan Pemilu yang sangat ketat 2. Peningkatan ambang batas parlemen (parliamentary treshold) 3. Sitem Pemilu Proporsional Terbuka
Pemilu
Dasar Hukum
Syarat Kontestan Pemilu
1999
UU No.3/1999 Tentang Pemilu Legislatif
2% kursi DPR
2004
UU No.12/2003 Tentang Pemilu Legislatif
2009
2014
Syarat Perolehan Kursi DPR
Kontestan Pemilu
Parpol di DPR
Proporsional dan suara terbanyak di daerah tingkat II
48 parpol
21
3% Kursi DPR
BPP dan atau suara terbanyak di daerah pemilihan
24 parpol
16
UU No.10/2008 Tentang Pemilu Legislatif
Semua kontestan Pemilu 2009 dapat mengikuti pemilu berikutnya.
Minimal 2,5% dari suara sah nasional, BPP dan suara terbanyak di daerah pemilihan.
38 Parpol Nasional dan 6 Parpol Lokal NAD
9
UU No.8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Legislatif
Pasal 8: Memenuhi ambang batas dan yang tidak harus memenuhi persyaratan yang sangat ketat
Memperoleh 3,5% suara sah dalam pemilu nasional (pasal 208): Berlaku secara nasional
12 Partai Politik nasional dan 3 partai politik lokal di NAD
10
Pemilu 2009 2,5 % dari suara sah nasional
Pemilu 2009 3,5% dari suara sah nasional
PENINGKATAN AMBANG BATAS PARLEMEN ATAU PARLIAMENTARY TRESHOLD MENDORONG TERJADINYA KOMPETISI ANTAR PARTAI POLITIK YANG MAKIN GANAS DAN KEJAM. PARTAI BERMODAL BESAR BISA MEREBUT PASAR PEMILIH DENGAN FULUS YANG BANYAK. RUMUSNYA: BANYAK UANG BANYAK SUARA. POLITIK TRANSAKSIONAL SANGAT KUAT.
1. Di tingkat internal PARTAI, CALEG menjadi kompetitor utama bagi kawan/sahabanya sendiri. Di dalam partai pun berlaku adigium: Tidak ada makan siang gratis. Masing-masing CALEG BERLOMBA untuk MEREBUT SUARA Terbanyak.
2. Di tingkat eksternal, masing-masing CALEG menggunakan berbagai cara untuk “MEMBELI SUARA”. Modus utamanya adalah untuk memperoleh prioritas penetapan menjadi CALEG JADI di internal partai atas akumulasi suara terbanyak.
Party Buying DI PAPUA, Seorang Anggota BAWASLU ditangkap karena bekerja untuk CALEG tertentu; Kompas, 29 April 2014
HT membeli HANURA 1. 2.
Bawaslu Buying
Transaksi Politik
Semua anggota KPU Batam diberhentikan karena memanipulasi hasil pemilu; Kompas, 2 Mei 2014
KPUBuy ing
Munculnya Caleg gagal yang stress Bagi-bagi uang yang dilakukan oleh Sutan Batogana di DAPIL SUMATERA UTARA
Votes Buying
Bureaucratic Buying
Berita Seorang PNS di Makasar tertangkap tangan membagibagikan uang dalam pemilu 2014: Kompas, 10 April 2014
Jumlah Pelanggaran Pemilu sebanyak 3.507 kasus Bawaslu Pusat menerima 76 laporan khusus kecurangan saat rekap Pelanggaran pidana 209 kasus Pelanggaran administrasi 3.238 kasus Pelanggaran kode etik yang direkomendasikan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) 42 kasus Bukan kategori pelanggaran pemilu 42 kasus Pelaku yang paling banyak melakukan kecurangan adalah KPPS, PPS dan PPK sebanyak 129 kasus.
Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa DKPP hanya menangani pelanggaran kode etik yang terkait dengan KPU Dan BAWASLU, sedangkan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK, PPS dan KPPS tidak ditangani oleh DKKP (Koran Sindo, 2 Mei 2014)
Netralitas
Penyelenggara Netralitas Pemerintah Pemilih yang cerdas dan kritis Pemilu Damai dan Demokratis Peserta pemilu yang patuh pada aturan pemilu
Kasus
Batam dan Yahukimo: Mengubah hasil pemilu (dilakukan perhitungan ulang). KPPS, PPS, PPK, KPU Kabupaten, KPU Provinsi dan KPU Pusat bersepakat melakukan perubahan hasil perhitungan suara. KASUS DI Yogyakarta, 4 TPS harus hitung ulang, karena tidak ada kesesuaian antara C1 Plano (TPS 9 Wijirejo Pandak Bantul, TPS 16 dan 24 Candirejo Semanu Gunungkidul, dan TPS 1 Jragung Jogotirto Berbah, Sleman.
Pengorganisasian
Pentahapan Pemilu Transparansi Pengelolaan Pemilu Akuntabilitas Pengelolaan Pemilu Responsivitas Problem Pemilu Partisipasi Pemilih Efektivitas dan Efisiensi Anggaran Pemilu
TAHAPAN PEMILU 2014 Perencanaan program dan anggaran
Tahapan Yang Sudah Tuntas
Pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu Penetapan peserta Pemilu Penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota
TAHAPAN PEMILU 2014
Tahapan Yang Sedang Berjalan
Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih Pelaksanaan kampanye Masa tenang
Tahapan Yang Akan Berjalan
Pemungutan dan penghitungan suara Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD dan DPRD
PEMUNGUTAN SUARA
Terdaftar dalam DPT di TPS yang bersangkutan Terdaftar dalam daftar pemilih tambahan (DPTb) YANG BERHAK MEMILIH
Tidak terdaftar pada DPT dan DPTb Pemilih tambahan dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS lain setelah menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS untuk memilih di TPS lain Pemilih tambahan ditetapkan paling lambat 3 hari sebelum pemungutan suara KPPS dan TPS mencatat pemilih dan melaporkan pemilih tambahan tersebut ke KPU Kabupaten Kota melalui PPK
Krusial dalam distribusi logistik. Lucunya, KPU tidak menjadikan distribusi logistik sebagai salah satu pentahapan pemilu. Pemilu di Yahukimo Papua baru berjalan setelah H+15 setelah pemungutan suara di daerah lain tanggal 9 April (24 April). Lebih lucu lagi, distribusi logistik ke luar negeri lebih cepat dan pemilunya dipercepat. Distribusi logistik ke daerah terpencil lainnya, baru dilakukan 1 hari menjelang pemungutan suara. Implikasinya, banyak daerah terpencil yang pemungutan suaranya ditunda (Tidak tepat waktu). Banyak logistik pemilu yang tertukar. Kertas suara untuk daerah A didistribusikan ke daerah B. Akibatnya pemungutan suara dittunda. Tanggal 8 April sudah ada berita di Media bahwa Pemilu Luar Negeri dimenangkan oleh PDI-P. PPLN dan KPPLN bertindak lebih cepat daripada KPPS, PPS dan PPK dalam negeri.
Pemilu
2014, diselenggarakan oleh penyelenggara yang paham dan ahli pemilu (Kecuali Ketua KPU yang Sarjana Pertanian), tetapi tidak transparan. Pemilu 2014, merupakan pemiilu yang paling sepi dalam hal sosialisasi dan pemberitahuan kepada publik tentang kelemahan-kelemahan penyelenggara pemilu. Pada tanggal 7 April Ketua KPU menandatangani MoU dengan Panglima TNI untuuk membantu distribusi logistik yang gagal dan tidak tepat waktu.
Pasal
2 UU Pemilu: Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pemilu Mahal untuk sebuah hasil DEMOKRASI SEMU. Akuntailitas KPU Dipertanyakan untuk pemilu yang tidak effektif dan tidak efisien.DPR harus segera memanggil KPU untuk mempertanggungjawabkan kekacauan pemilu 2014.
Problem DPT bermasalah dialihkan ke pemerintah. Ada 9 juta data pemilih yang tidak valid dan sampai dengan tanggal 9 April belum juga divalidasi dari 186 juta pemilih terdaftar dalam DPT. Problem distribusi logistik yang gagal meminta bantuan TNI. Banyak mahasiswa yang tidak menggunakan hak pilihnya karena administrasi pemilu yang rumit. Harus membawa Form A5 dari PPS Asal jika mau menggunakan hak pilih di tempat lain atau di TPS lain.
PROBLEM UTAMA DI SINI SEBENARNYA ADALAH VALIDITAS DATA PEMILIH YANG BERSUMBER DARI PEMERINTAH. PROYEK E-KTP YANG GAGAL MELAHIRKAN PEMILU YANG GAGAL JUGA.
Angka
partisipasi pemilih dalam pemilu 2014 pasti menurun dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, kecuali kalau ada rekayasa sistematis untuk mencitrakan KEBERHASILAN KPU Dalam mengelola pemilu 2014. Faktor utama yang menyebabkan menurunnya partisipasi pemilih adalah rendahnya sosialisasi pemilu oleh KPU dan komponen utama penyelenggara pemilu di lapangan (KPPS, PPS, PPK) tidak dibekali pengetahuan untuk menggerakkan partisipasi pemilih. Kriteria KPPS dan PPS tidak jelas.
Pemilu
Persentase Partisipasi
1971
94,0
1977
90,0
1982
91,2
1987
91,3
1992
90,9
1997
88,9
1999
93,3
2004 (Pileg)
84,1
2004 (Pilpres I)
78,5
2004 (Pilpres II)
70,7
2009 (pileg)
70,69 %
2009 (Pilpres)
73,11 %
Pemilu
konsolidasional 2014 belum menjadi agenda nasional untuk menciptakan negara berintegritas. Pemilu masih dijalankan dengan sekenannya saja. Pemilu belum sepenuhnya dijadikan sebagai agenda nasional untuk “MEMPERBAIKI KUALITAS DEMOKRASI INDONESIA. Problem utama pemilu 2014, ada di tingkatan KPPS, PPS, PPK dan KPU Kabupaten.