EKSTRAKSI LOGAM DASAR (Zn, Pb, Cu) DARI KONSENTRAT BIJIH SULFIDA DENGAN METODE PELINDIAN DAN PEMURNIAN
Dessy Amalia , Azhari, Suganal, Husaini, Siti Rochani, Suratman, I Gusti Ngurah Ardha, Hadi Purnomo, Tatang Wahyudi, Yuhelda, Nuryadi Saleh, S. Suryo Cahyono, Maryono, Isyatun Rodliyah, Yunita Ramanda, Edi Suyatno, Erika Arum D., Jejen Supriatna, Annisa Rahma G., Wawan Purnawan, Tati Rohayati, M. Zaki Mubarok
KATA PENGANTAR
Sumber daya mineral Indonesia dengan jumlah yang cukup besar memerlukan pengolahan dan pemanfaatan yang optimum karena tidak dapat diperbaharui. Hal tersebut didukung dengan adanya UU no 4 Tahun 2009 yang melarang penjualan sumberdaya mineral Indonesia tanpa proses pengolahan dan pemurnian. Proses yang dimaksud memerlukan teknologi yang dikuasai oleh orang Indonesia sendiri sehingga dapat menjadi bangsa yang mandiri. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk memperoleh teknologi tepat sehingga dapat memanfatkan konsentrat tembaga (Cu), timbal (Pb) dan seng (Zn) yang telah dihasilkan dalam negeri menjadi produkproduk akhir yang dapat dijual dengan nilai tambah yang lebih besar.
i
SARI
Permberlakuan UU no 4 Tahun 2009 memaksa perusahaan tambaga untuk melakukan proses pengolahan dan pemurnian agar dapat mengekspor bahan tambangnya. Indonesia sudah memiliki beberapa pabrik pengolahan dan pemurnian namun tidak memadai. Sebagian besar pabrik tersebut hanya menghasilkan konsentrat untuk kemudian di ekspor,
diolah dan
dimurnikan di negara lain (sebelum berlakunya UU no.4 Tahun 2009). Pada umumnya proses yang digunakan dalam pengolahan dan pemurnian dari bijih adalah dengan metode pirometalurgi yang memerlukan bijih berkadar tinggi dan energi yang besar. Selain itu, jika bijih berjenis sulfida akan menghasilkan gas SO2 yang bisa dimanfaatkan ke pabrik kimia untuk dijadikan asam sulfat jika pabrik yang dimaksud terjangkau jaraknya secara ekonomis dengan pabrik pengolahan bijih. Alternatif metode ektraksi lainya yaitu hidrometalurgi yang memiliki keunggulan dapat mengolah bijih kadar rendah atau bijih kompleks. Selain itu dapat memperoleh produk samping selain unsur logam utama yang terkandung dalam bijih dengan harga yang cukup tinggi. Metode hidrometalurgi tergantung pada pelarut yang digunakan serta kondisi operasi proses. Pelarut yang merupakan hasil samping suatu proses seperti asam flouro silikat (H2SiF6) dapat dimanfaatkan untuk melarutkan Pb dari konsentrat Pb. Pengendali reaksi yang diperhatikan adalah ukuran partikel (-100+150; -150+200, -200+325 dan 325#), variasi
stoikiometri asam fluorosilikat (0,75; 0,9; 1; 1,5; 2 x stoikiometri), hidrogen peroksida (H2O2) (1 ; 1,2; 1,5 dan 2 x stoikiometri) dan variasi suhu (30; 60; 70 dan 90°C). pelarut sekaligus oksidator yaitu H2O2 diuji pada pelindian Zn dengan memvariasikan jumlah air, jumlah H2O2, ukuran artikel dan suhu. Unsur lain yang strategis adalah Cu yang dapat dilindi dalam dua kondisi pH yaitu asam atau basa, sehingga dilakukan percobaan menggunakan CuCl2 dalam HCl dan Ammonium hidroksida sebagai pelarut serta H2O2 sebagai oksidator. Parameter pengendali yang dilakukan adalah jumlah CuCl2, konsentrasi HCl (0,1; 0,2; dan 0,3 M), volume HCl, ukuran partikel (-200+325# dan -325#) dan jumlah H2O2. Masing-masing konsnetrat Cu, Pb dan Zn di preparasi terlebih dahulu untuk mendapatkan sampel yang mewakili dengan basung prapat dan splitting kemudian dilanjutkan dengan pengayakan basah untuk memperoleh fraksi ukuran yang dibutuhkan. Selanjutnya dilakukan karakterisasi sampel secara fisika (XRD, SEMM dan mineralogi) dan kimia (AAS dan XRF) agar dapat mengetahui rencana kebutuhan pelarut yang diperlukan. Pelindian Pb dengan H2SiF6 dilakukan berdasarkan metode penambahan H2O2 yang berbeda, yaitu bertahap setiap 15 menit dan tidak bertahap selama 2 jam reaksi.
ii
Sementara pelindian Zn dan Cu dilakukan dengan penambahan H2O2 bertahap setiap 30 menit selama 4 jam reaksi. Hasil pelindian terbaik diperoleh persen ekstraksi 66,59% dengan penggunaan H2SiF6 dan H2O2masing-masing 2x stoikiometri pada suhu 90°C. hasil tersebut kemudian dimurnikan dengan tahapan presipitasi dari larutan PbSiF6 menjadi PbSO4 kemudian PbCO3 untuk dijadikan larutan PbSiF6 kembali dengan recovery 68,26%. Sementara hasil pelindian Zn menggunakn H2O2 sebagai pelarut sekaligus oksidator tidak memberikan persen ekstraksi yang baik karena pH kondisi proses hanya mencapai 4-5 sedangkan berdasarkan diagram Eh-pH Zn-S-H2O menunjukkan pH Zn terlarut terjadi pada pH 0-3 sehingga persen ekstraksi denagn penggunaan H2SO4 sebagai pelarut dan H2O2 sebagai oksidator menghasilkan persen ekstraksi jauh lebih baik dibanding hanya menggunakan H2O2.
iii
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ......................................................................................................................1
1.1.
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2.
Ruang Lingkup Kegiatan .......................................................................... 2
1.3.
Tujuan ....................................................................................................... 3
1.4.
Sasaran...................................................................................................... 3
1.5.
Lokasi/Tempat Pelaksanaan Kegiatan ...................................................... 3
1.6.
Penerima Manfaat ..................................................................................... 3
II.
TINJAUAN PUSTAKA/KAJIAN TEORITIS ..............................................................3
III.
PROGRAM KEGIATAN ............................................................................................13
3.1. Pengambilan sampel konsentrat Cu, Pb dan Zn ......................................... 13 3.2. Preparasi dan karakterisasi konsentrat Cu, Pb dan Zn ............................... 22 3.3. Pelindian konsentrat Cu dengan media garam dan basa, konsentrat Pb dengan media asam dan konsentrat Zn dengan media asam. ........................................ 22 3.4. Pemurnian larutan Pb dari pengotor dengan presipitasi............................. 22 3.5. Karakterisasi larutan hasil pelindian dan pemurnian. ................................ 22 IV.
METODE .....................................................................................................................22
4.1. Bahan dan Peralatan ................................................................................... 22 4.2.
Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ............................................................ 24
4.2.1.
Preparasi dan pemercontohan konsentrat ....................................... 24
4.2.2.
Analisis ayak ................................................................................... 26
4.2.3.
Proses Pelindian .............................................................................. 28
4.2.4.
Proses Pemunian awal larutan PbSiF6............................................. 38
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................42
5.1.
Karakterisasi sampel konsentrat Sulfida ................................................ 42
5.1.1.
Konsentrat PbS ................................................................................ 42
5.1.2.
Konsentrat ZnS ............................................................................... 47
5.1.3.
Konsentrat CuFeS2 .......................................................................... 51
5.2.
Pelindian dan pemurnian larutan Pb ....................................................... 53
5.2.1.
Pengayakan konsentrat PbS ............................................................ 53
5.2.2.
Pengaruh Variasi Ukuran Partikel ................................................... 54
iv
5.2.3.
Pengaruh variasi stoikiometri asam fluorosilikat dan hidrogen peroksida 55
5.2.4.
Pengaruh Suhu Pelindian ................................................................ 59
5.2.5.
Pemurnian Larutan Ekstraksi .......................................................... 60
5.3.
Pelindian Zn ........................................................................................... 61
5.3.1.
Proses pengayakan basah ................................................................ 61
5.3.2.
Pelindian Zn dari konsentrat Zn ...................................................... 62
5.4.
Pelindian CuFeS2 .................................................................................... 66
5.4.1.Pelindian Cu dengan pelarut Copper (II) chloride dalam larutan HCl. 66 5.4.2.Pelindian Cu dengan pelarut Ammonium hidroksida .......................... 70 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................................74
6.1.
Kesimpulan ............................................................................................. 74
6.2.
Saran ....................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................75
v
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1.1. Road map kegiatan ekstraksi logam dasar dari konsentrat bijih sulfida ................................2 2.1. Diagram Eh-pH sistem Cu-Fe-S-H2O ....................................................................................5 2.2. Diagram Eh-pH sistem Zn-S-H2O pada suhu 25°C dengan konsentrasi 10-5 M spesies terlarut ............................................................................................................................................6 2.3. Diagram Eh-pH sistem Pb-S-H2O dengan konsentrasi 10-3 M spesies terlarut ......................6 2.4. Diagram potensial-pH sistem Cu-NH3-H2O pada suhu 25°C ................................................7 2.5. Diagram alir kalkopirit proses CESL .....................................................................................9 2.6. Diagram alir seng sulfida proses Cominco ............................................................................9 2.7. Proses ekstraksi bijih kalkopirit proses outokumpu .............................................................11 2.8. Kisaran pH presipitat hidroksida..........................................................................................12 3.1. Batuan sulfida yang diproses ...............................................................................................13 3.2. Ball mill yang digunakan untuk proses crushing dan grinding ...........................................14 3.3. Sel flotasi yang digunakan ...................................................................................................14 3.4. Konsentrat hasil pengapungan proses flotasi .......................................................................15 3.5. Timbunan packing konsentrat Pb dan Zn ............................................................................16 3.6. Sampel bijih dari tambang ke concentrating plant ..............................................................17 3.7. SAG Mill..............................................................................................................................17 3.8. Ball mill ...............................................................................................................................18 3.9. Sel flotasi untuk meghasilkan konsentrat.............................................................................18 3.10. Thickener untuk pengurangan air konsentrat .....................................................................19 3.11. Pipa konsentrat dari concentrating plant ke dewatering plant ..........................................19 3.12. Disk filter ...........................................................................................................................20 3.13. Filter press..........................................................................................................................20
vi
3.14. Gudang penyimpanan konsentrat tembaga ........................................................................21 3.15. Sampel konsentrat tembaga. ..............................................................................................21 4.1. Pengadukan sebelum dilakukan basung prapat ...................................................................24 4.2. Proses basung prapat ...........................................................................................................25 4.3. Proses Pembagian sampelmenggunakan splitter .................................................................25 4.4. Alat analisis ayak .................................................................................................................26 4.5. (a) Proses pengayakan sampel, (b) Partikel yang lolos bersama air ....................................27 4.6 Diagram Alir Analisis Ayak .................................................................................................28 4.7. a) Rangkaian reaktor teflon dengan kondensor, b) termokopel dilapisi polimer, c) pembacaan digital ........................................................................................................................29 Skema penambahan H2O2 poin a .................................................................30
4.8.
4.9.Skema penambahan H2O2 poin b ..........................................................................................31 4.10. Filtrat hasil pelindian yang ditampung..............................................................................31 4.11. (a) Proses Penyaringan, (b) Proses Pencucian Residu .......................................................32 4.12.Residu konsentrat hasil pelindian yang telah dikeringkan. .................................................32 4.13. Rangkaian peralatan pelindian Zn......................................................................................33 4.14. Proses pemasukan konsentrat ke dalam labu proses ..........................................................34 4.15. (a) larutan lindi, (b) residu hasil pelindian .........................................................................34 4.16. Proses pelindian tembaga sulfida .......................................................................................37 4.17. Larutan hasil pelindian dengan pelarut amonium hidroksida ............................................37 4. 18. Proses uji cepat kelarutan NH4OH dan H2O2 terhadap kenaikan suhu .............................37 4.19. 4.20.
(a) Padatan PbSO4 yang terbentuk, (b) Padatan PbCO3 yang terbentuk ......39 Skema ekstraksi timbal (Pb) dari konsentrat timbal sulfida melalui
pelindian dan pemunian dengan pembentukan PbCO3 ................................................................40 Gambar 4.21. Skema ekstraksi timbal (Pb) dari konsnetrat dengan pelindian dan pemurnian melalui pengaturan pH secara bertingkat. ....................................................................................41 Gambar 5.1. Hasil analisis XRD konsentrat PbS .........................................................................43
vii
5.2.Fotomikrograf sayatan poles konsentrat PbS ........................................................................43 5.3. Hasil analisis SEM X-Ray Mapping konsentrat PbS ...........................................................44 5.4. Hasil analisis XRD konsentrat ZnS ......................................................................................47 5.5.Fotomikrograf sayatan poles konsentrat ZnS........................................................................48 5.6. Hasil analisis SEM X-Ray Mapping konsentrat ZnS ...........................................................48 5.7. Hasil analisis XRD konsentrat CuFeS2 ................................................................................51 5.8. Hasil analisis SEM X-Ray Mapping konsentrat CuFeS2 .....................................................52 5.9. Grafik persen ekstraksi Pb hasil pelindian dengan variasi ukuran partikel...........................55 5.10. Variasi Stoikiometri H2SiF6 terhadap Persen Ekstraksi Pb ................................................56 5.11. Pengaruh variasi stoikiometri H2O2 ...................................................................................59 5.12. Hasil Percobaan Variasi Suhu ............................................................................................60 5.13. Persen ekstraksi Zn dengan variasi ukuran partikel pada suhu 30 dan 90°C .....................62 5.14. pengaruh jumlah air terhadap persen ekstraksi Zn .............................................................63 5.15. Grafik persen ekstraksi Zn menggunakan asam sulfat dengan perbandingan faktor pengali stoikiometri ..................................................................................................................................65 5.16. Pengaruh ukuran partikel dan jumlah H2O2 terhadap persen ekstraksi Cu ........................66 5.17. Pengaruh volume HCl dan jumlah H2O2 terhadap persen ekstraksi Cu .............................68 5.18. Pengaruh konsentrasi HCl dan jumlah H2O2 terhadap persen ekstraksi ............................69 5.19. Pengaruh jumlah CuCl2 dan jumlah H2O2 terhadap persen ekstraksi ................................70 5.20. Persen ekstraksi Cu dengan perbandingan NH4OH dan H2O2 ...........................................71 5.21. Persen ekstraksi Cu terhadap kenaikan jumkah NH4OH ....................................................72 5.22. Pengaruh suhu terhadap persen ekstraksi dengan penambahan H2O2 bertahap .................73 Lamp 3.1.. Hasil analisis XRD konsentrat PbS fraksi -60+100# ................................................78 Lamp 3.2. Hasil analisis XRD konsentrat PbS fraksi -100 + 150 # ............................................79 Lamp 3.3. Hasil analisis XRD konsentrat PbS fraksi -150 + 200 # .............................................80 Lamp 3.4. Hasil analisis XRD konsentrat PbS fraksi -200 + 325 # ............................................81 Lamp 3.5. Hasil analisis XRD konsentrat PbS fraksi - 325 # ......................................................82
viii
Lamp 3.6. Hasil analisis XRD konsentrat ZnS fraksi –60+100 # ...............................................83 Lamp 3.7. Hasil analisis XRD konsentrat ZnS fraksi –100+150# ..............................................84 Lamp 3.8. Hasil analisis XRD konsentrat ZnS fraksi –150+200 # .............................................85 Lamp 3.9. Hasil analisis XRD konsentrat ZnS fraksi –200+325 # .............................................86 Lamp 3.10. Hasil analisis XRD konsentrat ZnS fraksi –325 # ...................................................87 Lamp 3.11. Hasil analisis XRD konsentrat CuFeS2 fraksi -60+100# .........................................88 Lamp 3.12. Hasil analisis XRD konsentrat CuFeS2 fraksi -100+150# .......................................89 Lamp 3.13. Hasil analisis XRD konsentrat CuFeS2 fraksi -150+200# .......................................90 Lamp 3.14. Hasil analisis XRD konsentrat CuFeS2 fraksi -200+325# .......................................91 Lamp.3.15. Hasil analisis XRD konsentrat CuFeS2 fraksi -325# ...............................................92
ix
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
4.1. Variasi parameter proses pelindian Cu dengan CuCl2 dalam HCl .......................................35 5.1. Komposisi kimia konsentrat PbS .........................................................................................45 5.2. Komposisi mineral setiap fraksi ukuran konsentrat PbS.......................................................45 5.3. Komposisi kimia setiap fraksi ukuran konsentrat PbS .........................................................46 5.4. Derajat liberasi setiap fraksi ukuran konsentrat PbS.............................................................46 5.5. Komposisi kimia konsentrat ZnS .........................................................................................49 5.6. Komposisi mineral setiap fraksi ukuran konsentrat ZnS .....................................................49 5.7. Komposisi kimia setiap fraksi ukuran konsentrat ZnS ........................................................50 5.8. Derajat liberasi setiap fraksi ukuran konsentrat ZnS ...........................................................50 5.9. Komposisi kimia konsentrat CuFeS2 ...................................................................................51 5.10. Komposisi mineral setiap fraksi ukuran konsentrat CuFeS2 ..............................................53 5.11. Analisis ukuran sampel konsentrat Pb sulfida ...................................................................54 5.12. Percobaan Pelindian Variasi Ukuran Partikel ....................................................................54 5.13. Variasi Stoikiometri H2SiF6 terhadap persen ekstraksi Pb .................................................56 5.14. Pengaruh jumlah H2SiF6 terhadap persen ekstraksi Fe ......................................................57 5.15. Pengaruh jumlah H2SiF6 terhadap persen ekstraksi Zn ......................................................57 5.16. Pengaruh jumlah H2SiF6 terhadap persen ekstraksi Pb dengan memperhitungan jumlah Fe dan Zn dalam umpan ...............................................................................................................57 5.17. Variasi Stoikiometri H2O23 ................................................................................................58 5.18. Hasil Percobaan Dengan Variasi Suhu ..............................................................................59 5.19. Perbandingan hasil pemurnian tiga metode .......................................................................61 5.20. Berat partikel yang tertahan hasil ayakan basah ................................................................61 5.21. Hasil ekstraksi variasi ukuran partikel ...............................................................................62 5.22. Hasil ekstraksi berdasarkan jumlah air ..............................................................................63 5.23. Hasil ekstraksi Zn dengan pelarut asam sulfat ...................................................................64
x
5.24. Persen ekstraksi pelindian Cu dengan variasi ukuran partikel dan Jumlah H2O2 ...............66 5.25. Persen ekstraksi pelindian Cu dengan variasi volume HCl dan Jumlah H2O2 ....................67 5.26. Persen ekstraksi pelindian Cu dengan variasi konsentrasi HCl .........................................68 5.27. Persen ekstraksi pelindian Cu dengan variasi konsentrasi HCl dan Jumlah H2O2 .............70 5.28. Persen ekstraksi Cu dengan perbandingan NH4OH dan H2O2 ............................................71 5.29. Persen ekstraksi Cu berdasarkan kenaikan jumlah NH4OH...............................................71 5.30. Persen ekstraksi Cu hasil pelindan variasi suhu dengan penambahan H2O2 bertahap .......72 5.31. Kandungan NH4OH dan H2O2terlarut dalam variasi suhu .................................................73
xi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1................................................................................................................ 76 LAMPIRAN 2.............................................................................................................. 77 LAMPIRAN 3 ..............................................................................................................78
xii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berlakunya Undang-Undang No 4 Tahun 2009 sejak Januari 2014 mendorong para pemegaang IUP dan IUPK memiliki pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Batasan minimum komoditas hasil pengolahan dan pemurnian mineral pun telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) No. 8 tahun 2015. Komoditas yang diatur diantaranya tembaga (Cu), timbal (Pb) dan seng (Zn). Ketiga unsur tersebut dikenal sebagai logam dasar.
Logam dasar merupakan logam komponen utama suatu paduan atau campuran, misal Cu, Pb dan Zn. Unsur-unsur tersebut terdapat di beberapa mineral baik oksida maupun sulfida. Pengusahaan penambangan dan pengolahan bijih yang mengandung Cu, Pb dan Zn sudah banyak dilakukan di Indonesia khususnya terhadap bijih sulfida yang pada umumnya dikonsentrasikan kadarnya
melalui proses flotasi sehingga diperoleh
konsentrat dengan kadar unsur Cu, Pb dan Zn yang ekonomis(Pb > 60%, Cu > 25%, dan Zn > 50%) untuk diekstraksi lebih lanjut.
Proses ekstraksi konsentrat bijih sulfida yang telah ada di Indonesia adalah proses ekstraksi konsentrat Cu yang dilakukan oleh PT. Smelting Gresik menggunakan proses Mitsubishi dengan teknik peleburan untuk memisahkan unsur sulfur sehingga selanjutnya mudah diekstraksi unsur utama tembanganya. Namun proses peleburan yang dilakukan membutuhkan energi yang cukup besar dan menghasilkan gas SO2. Pada umumnya jika konsentrasi SO2 yang dihasilkan terlalu kecil untuk diolah menjadi asam sulfat, maka gas tersebut perlu penanganan khusus. Pada proses peleburan,bijih sulfida yang digunakan harus memiliki kadar yang cukup tinggi dan tidak bisa diaplikasi untuk bijih kompleks. Selain itu, juga dapat terjadi kehilangan unsur utama yang terbuang ke bagian terak.
Kekurangan proses peleburan tersebut dan berkurangnya bijih berkadar tinggi, maka diperlukan proses ekstraksi yang lebih ekonomis untuk bijih sulfida kompleks. Proses ekstraksi yang mungkin dilakukan adalah melalui pelindian. Pemisahan unsur-unsur dari bijih kompleks lebih mudah dilakukan terutama sulfur yang dapat diperoleh dalam bentuk elemen yang mudah disimpan. Sulfur yang dihasilkan juga dapat dimanfaatkan untuk
1
industri kertas, cat, plastik, bahan sintetis, pengolahan minyak bumi, industri karet dan ban, industri gula pasir, accu, industri kimia, bahan peledak, pertenunan, film dan fotografi, industri logam dan besi baja. Namun pembentukan elemen sulfur (S) dapat mengganggu proses pelindian terhadap sisa bijih yang belum bereaksi, sehingga pembentukan sulfur ini di harapkan dapat diubah dalam bentuk sulfat.
Pelindian Cu, Pb dan Zn dari konsentrat sudah banyak dilakukan dengan media asam atau basa dengan berbagai oksidator. Proses pelindian juga dapat dilakukan dalam tekanan atmosferik maupun bertekanan (lebih dari atmosferik). Pemilihan proses pelindian juga ditentukan dari karakteristik konsentrat yang digunakan. Untuk memperoleh recovery yang tinggi dan produk samping apa yang akan dihasilkan, diperlukan penelitian intensif mengenai pelindian Cu, Pb dan Zn dari masing-masing konsentrat. Penelitian terhadap konsentrat tersebut dilakukan dalam beberapa tahap seperti tampak pada road map Gambar 1.1
2015
2016
2017
2018
2019
Gambar 1.1. Road map kegiatan ekstraksi logam dasar dari konsentrat bijih sulfida
1.2. Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan penelitian ini meliputi beberapa tahapan yang terdiri dari : 1. Pengambilan sampel konsentrat Cu, Pb dan Zn; 2. Preparasi dan karakterisasi konsentrat Cu, Pb dan Zn;
2
3. Pelindian konsentrat Cu dengan media garam dan basa, konsentrat Pb dengan media asam dan konsentrat Zn dengan media asam; 4. Pemurnian larutan Pb dari pengotor dengan presipitasi; 5. Karakterisasi larutan hasil pelindian dan pemurnian.
1.3. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah memperoleh larutan hasil pelindian Cu, Pb dan Zn yang sudah terpisah dari pengotornya.
1.4. Sasaran Sasaran dari kegiatan penelitian ini adalah diperolehnya larutan hasil pelindian dan pemurnian dengan kandungan Cu, Pb dan Zn dalam larutan masing-masing> 99%.
1.5. Lokasi/Tempat Pelaksanaan Kegiatan Pengambilan sampel konsentrat Cu dilakukan di PT Freeport Indonesia, Papua. Pengambilan konsentrat Pb, Zn dilakukan di PT Lumbung Mineral Sentosa, Bogor, Jawa Barat. Kegiatan penelitian terhadap sampel konsentrat tersebut dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan dan Pemanfaatan Mineral, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung.
1.6. Penerima Manfaat Hasil kegiatan penelitian ini akan memberikan manfaat khususnya kepada industri pertambangan bijih tembaga, timbal dan seng sulfida di Indonesia.
II. TINJAUAN PUSTAKA/KAJIAN TEORITIS Kesulitan yang dihadapi dalam pemrosesan bijih sulfida adalah kandungan sulfidanya. Kandungan sulfida dalam bijih terpasivasi pada permukaan unsur mineral yang ingin diproses sehingga perlu dilakukan pelepasan pasivasi sulfida terhadap unsur tersebut terlebih dahulu. Pemrosesan bijih sulfida dengan peleburan lebih mudah dilakukan karena unsur S akan teroksidasi menjadi SO2. Sehingga 80% produksi dari bijih sulfida dihasilkan dari jalur pirometalurgi dan 20% dilakukan melalui jalur hidrometalurgi.
3
Pemrosesan bijih sulfida melalui proses pirometalurgi menghasilkan gas SO2. Konsentrasi gas SO2 yang memadai dapat dimanfaatkan untuk produksi asam sulfat sebagai produk samping. Namun jika konsentrasi SO2 yang dihasilkan kecil maka tidak dapat dimanfaatkan untuk pembuatan asam sulfat dan perlu penanganan khusus. Selain penanganan SO2, energi yang yang dibutuhkan untuk peleburan juga besar. Pengurangan konsumsi yang besar dapat dilakukan jika kandungan logam berharganya tinggi. Saat ini dan pada dekade mendatang kandungan logam berharga
dalam bijih akan semakin
berkurang dan menyisakan mineral kadar rendah yang tentunya memerlukan pemrosesan yang lebih efisien dan hemat energi. Alternatif metode dalam pemrosesan mineral kadar rendah adalah melalui jalur hidrometalurgi yaitu pelindian.
Pelindian berkaitan dengan pelarutan logam dari bijih menggunakan larutan pelindi. Penentuan kondisi pelarutan didasarkan pada kondisi temodinamika yang dilihat dari diagram potensial-pH Pourbaix. Masing-masing unsur logam menghasilkan diagram potensial-pH yang berbeda beda. Bijih logam dasar yang ditelaah kegiatan ini adalah bijih tembaga, timbal dan seng yang sudah diusahakan di Indonesia, yaitu bijih mineral kalkopirit (CuFeS2), bijih timbal dan seng berturut turut adalah Sphalerite (ZnS) dan Galena (PbS). Diagram potensial–pH sistem mineral masing-masing (Nooshabadi dan Rao, 2014) ditunjukkan pada Gambar 2.1 – 2.3.
Dilihat dari diagram Eh-pH sistem Cu-Fe-S-H2O pada Gambar 2.1 menunjukkan Cu dapat larut menjadi ion Cu2+ dalam larutan asam dengan pH < 5. Sementara, pelarutan ion Zn dan Pb berturut turut dapat dilakukan pada pH < 7 dan pH < 9 seperti yang terlihat pada Gambar 2.2 dan 2.3. Potensial untuk pelarutan ion-ion tersebut juga membutuhkan potensial lebih besar sehingga membutuhkan oksidator. Selain media asam, pelarutan Cu juga dapat dilakukan dalam media basa yang juga membutuhkan oksidator seperti yang ditunjukkan pada diagram potensial-pH sistem Cu-NH3-H2O pada suhu 25°C (Gambar 2.4). Diagram potensial-pH tersebut menunjukkan pelindian Cu dengan NH4OH bisa dilakukan pada rentang pH 8 – 12.
Selain penentuan kondisi pelindian yang sesuai, media pelarutan juga sangat penting dalam proses. Pelarut yang digunakan harus memiliki kualifikasi sebagai berikut :
4
Dapat melarutkan mineral bijih cukup cepat agar layak dalam proses komersial; Selektif; Murah dan tersedia dalam jumlah besar; dan Reagen hendaknya tidak terlalu korosif.
Gambar 2.1. Diagram Eh-pH sistem Cu-Fe-S-H2O
5
Gambar 2.2. Diagram Eh-pH sistem Zn-S-H2O pada suhu 25°C dengan konsentrasi 10-5 M spesies terlarut
Gambar 2.3. Diagram Eh-pH sistem Pb-S-H2O dengan konsentrasi 10-3 M spesies terlarut
6
Gambar 2.4. Diagram potensial-pH sistem Cu-NH3-H2O pada suhu 25°C
Selektifitas reagen ditentukan oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi reagen yang digunakan, temperatur dan waktu kontak. Reagen pelarut yang banyak digunakan terdiri dari : 1. Air, dapat digunakan untuk mineral hasil roasting; 2. Asam, asam yang banyak digunakan adalah H2SO4, asam lain yaitu HCl dan HNO3 terbatas penggunaannya karena sangat korosif. 3. Basa, basa yang biasa yang digunakan sebagai pelarut adalah NaOH, NH3, dan NH4OH. Penggunaan basa lebih menguntungkan karena tidak korosif, lebih selektif dan cocok untuk bijih yang mengandung pengotor karbonat.
Proses pelindian konsentrat bjiih Cu, Pb dan Zn membutuhkan oksidator. Beberapa jenis oksidator sudah digunakan secara komersial. Kemungkinan oksidator yang dapat dipakai untuk pelarutan bijih sulfida adalah sebagai berikut 1. gas, misal O2 dan Cl2; 2. garam, garam Ferri+ misal Fe(SO4)3 dan FeCl3, garam Cupri seperti CuCl dan CuCl2; 3. senyawa, misal MnO2 dan KClO3.
7
Bahan oksidator kuat lain yang dapat digunakan adalah ozon. Ozon dihasilkan dari oksigen (O2) berasal dari udara sekitar menggunakan alat seperti ozone generator. Pemakaian ozon dapat mengurangi biaya operasional dalam memenuhi kebutuhan bahan kimia yang berfungsi sebagai oksidator.
Dalam proses pelindian selain data termodinamika, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kinetika. Jika laju kinetika reaksi tergantung oleh reaksi kimia, berarti laju reaksi meningkat dengan bertambahnya suhu. Proses yang dilakukan pada suhu yang tercapai diatas titik didih akan menghasilkan tekanan di atas atmosfer sehingga terjadi pelindian bertekanan. Beberapa industri Cu, Pb dan Zn yang dihasilkan melalui jalur hidrometalurgi umumnya menggunakan pelindian bertekanan seperti yang tampak pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.
Tekanan tinggi sangat menguntungkan bila menggunakan oksidator gas seperti O2 karena kenaikan tekanan menyebabkan konsentrasi reagen meningkat begitu pula aktivitasnya sehingga kelarutan logam berharga juga bertambah. Selain itu, reaktor bertekanan biasanya tertutup sehingga tidak menghasilkan polutan gas SO2 tetapi menghasilkan sulfur elemental. Namun, biaya modal untuk reaktor bertekanan tahan asam membutuhkan biaya yang tidak murah.
8
Gambar 2.5. Diagram alir kalkopirit proses CESL
Gambar 2.6. Diagram alir seng sulfida proses Cominco
9
Dengan berkembangnya teknologi, kelemahan itu dapat diatasi dengan munculnya proses ekstraksi bijih sulfida pada tekanan atmosferik. Salah satunya ekstraksi terhadap bijih tembaga sulfida yang dikembangkan oleh Outokumpu yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Reaksi pelindian berlangsung pada suhu 85 – 95°C dalam larutan CuCl2 yang berkonsentrasi 250 – 300 g/L. Dimana besi akan teroksidasi membentuk FeOOH dan Fe2O3. Sementara S akan teroksidasi menjadi S elemental. Selain itu Au dan Ag dapat diperoleh menggunakan karbon aktif untuk Au dan Amalgam untuk Hg. Selain itu CuCl2 dapat diregenerasi dengan elektrolisis.
Sementara penelitian terkait dengan pelindian Zn, salah satunya yang pernah
dilakukan oleh A.O.Adebayo, K.O.Ipinmoroti, O.O. Ajayi (2006) menggunakan pelarut asam nitrat dan oksidator hidrogen peroksida. Penelitian ini menggunakan beberapa variabel, yaitu konsentrasi hidrogen peroksida dan asam nitrat, kecepatan pengadukan dan pengaruh suhu reaksi. Pada penelitian ini terjadi reaksi proses yang kompleks dan rumit. Penelitian dalam pelindian Zn selanjutnya adalah yang dilakukan oleh Mehdi Irannajad, Mohammad Meshkini dan Amir Reza Azadmehr (2012). Penelitian ini menggunakan pelarut asam sitrat yang merupakan golongan asam lemah. Beberapa variabel dilakukan dalam penelitian ini yaitu konsentrasi asam, waktu reaksi, suhu dan ukuran partikel. Pada metode ini peneliti menggunakan suhu 80oC dan menggunakan asam sitrat yang berlebih karena asam sitrat merupakan asam lemah. Kelemahan dari proses ini adalah hasil yang tidak maksimal dan penggunaan Asam Sitrat yang banyak. Ada juga penelitian yang menggunakan Asam sulfat dan Hidrogen Peroksida penggunaan larutan ini paling banyak dilakukan oleh peneliti. Akan tetapi pada penggunaan larutan ini konsentrat seng harus melewati roasting atau pemanggangan pada suhu yang relatif besar.
10
Gambar 2.7. Proses ekstraksi bijih kalkopirit proses outokumpu Pelindian atmosferik terhadap timbal sulfida juga dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut asam fluorosilikat (H2SiF6). Golomeov (2011) telah melakukan ekstraksi konsentrat timbal sulfida berukuran -400 mesh, direaksikan dengan H2SiF6 dan H2O2 dan PbO2 sebagai oksidator. Percobaan dilakukan dengan variasi jumlah oksidator, variasi suhu (50 – 95°C), waktu (35 – 335 menit) dan konsentrasi H2SiF6 teknis (175; 200; 250; 300 g/L). Hasil percobaan menunjukkan oksidator yang baik adalah H2O2 tanpa ada penambahan PbO2, namun disarankan untuk menambah PbO2 saat akhir pelindian untuk menghindari oksidasi PbS menjadi PbSO4. Persen ekstraksi meningkat menjadi sekitar 96% dengan bertambahnya suhu hingga 95°C dan waktu proses pelindian hingga 90 menit. Selektifitas pelarut tidak menjamin hanya satu unsur saja yang terlarutkan, sehingga diperlukan proses pemisahan unsur lain yang ikut terlarut. Salah satu proses pemisahan sederhana adalah dengan presipitasi dengan pengaturan pH. Salah satu presipitat yang umum adalah dalam senyawa hidroksida. Acuan
11
kisaran pH untuk beberapa senyawa presipitat hidroksida dapat dilihat pada Gambar 2.8 (Svehla, 1979).
Gambar 2.8. Kisaran pH presipitat hidroksida
12
III. PROGRAM KEGIATAN Program-program kegiatan yang dilakukan secara garis besar dibagi lima sub kegiatan sebagai berikut.
3.1. Pengambilan sampel konsentrat Cu, Pb dan Zn Pengambilan sampel konsentrat Pb dan Zn dilakukan di pabrik CV. Lumbung Mineral Sentosa, Bogor, Jawa Barat. Konsentrat yang diperoleh dihasilkan dari proses pengkayaan bijih sulfida dengan cara pengapungan selektif (froth flotation) dapat dicapai recovery 90%. Batuan sulfida yang diproses secara visual tampak pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Batuan sulfida yang diproses
Bijih sulfida yang diproses memiliki asosiasi antara Pb, Zn dan Cu. Bijih tersebut diperoleh dari tambang dibongkar dengan sistem tambang bawah tanah, yang produknya masih mempunyai ukuran besar atau bongkah yang besar akan dilakukan pemecahan dan penggerusan (crushing and grinding) hingga berukuran pasir halus, kemudian dilakukan proses flotasi, yaitu proses meningkatkan kadar bijih Pb, Cu dan Zn sehingga menghasilkan konsentrat Pb, Cu dan Zn. Kegiatan tersebut telah dilakukan di area IUP Operasi Produksi CV. LUMBUNG MINERAL SENTOSA.
Flotasi ini bertujuan mengolah bijih Pb-Zn-Cu menjadi produk konsentrat sehingga menaikkan kadar Pb, Cu dan Zn. Pemisahan dilakukan secara kimia fisika permukaan mineraldengan bantuan reagen flotasi. Proses pemisahan dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan pengecilan ukuran dengan metoda crushing dan grinding menggunakan
13
Ball Mill (Gambar 3.2) dan kemudian dilakukan konsentrasi. Metode konsentrasi yang dilakukan adalah dengan Froth Flotation yaitu pemisahan yang dilakukan dengan menggunakan sifat respon permukaan mineral dengan reagen kimia agar menjadi hidrofobik yang siap terpisah dari pengotornya. Rangkaian alat sel flotasi yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.2. Ball mill yang digunakan untuk proses crushing dan grinding
Gambar 3.3. Sel flotasi yang digunakan
14
Bijih yang sudah halus, berukuran –200 mesh dimasukkan ke dalam tangki conditioner dicampur dengan air dan reagen kimia, seperti Ethyl Thiocarbonate, Calcium Carbonate, Sodium Butyl Xantahate, Pine Oil, Sodium Sulfide, Zinc Sulfate, Copper Sulfate dan karbon aktif.
Pada proses pemisahan timbal dan tembaga dari unsur lainnya, bijih di dalam tangki conditioner dicampur dengan reagen kimia sebagai frother dan collector, yaitu Ethyl Thiocarbonate, Calcium Carbonate, Sodium Butyl Xantahate, Pine Oil, dan Sodium Sulfide, sehingga Timbal (Pb)-Tembaga(Cu) akan mengapung dan terpisah dengan Zn, Au, Ag, Penambahan zinc sulfat sebagai depresan agar sphalerit tidak terapungkan.
Tailing yang mengandung seng dipisahkan dengan unsur lainnya, dalam tangki conditioner dicampur dengan reagen kimia sebagai frother dan collector, yaitu Calcium Carbonate, Sodium Butyl Xantahate, Pine Oil, Sodium Sulfide, Zinc Sulfate dan Copper Sulfate, sehingga Seng (Zn) akan mengapung dan terpisah dengan Au, Ag, Si. Konsentrat yang sudah diperoleh dalam bentuk slurry tampak pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Konsentrat hasil pengapungan proses flotasi
Konsentrat Cu-Pb dipisahkan dengan penambahan depresan asam kromat dan karbon aktif untuk mendepress galena dan mengapungkan kalkopirit. Kapasitas produksi sebesar
15
3.000 Ton konsentrat Pb, dan 3.000 Ton konsentrat Zn per bulan dan 3000 ton konsentrat Cu per tahun.
Sampel konsentrat Pb dan Zn yang diperoleh dari site, masing-masing 150 kg. Konsentrat di packing dalam karung. Timbunan konsentrat yang diambil tampak pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Timbunan packing konsentrat Pb dan Zn
Selain pengambilan sampel konsentrat Pb dan Zn, juga dilakukan pengambilan sampel konsentrat Cu di dewatering plant PT Freeport Indonesia, Papua. Konsentrat dihasilkan dari proses flotasi bijih tembaga. Sampel bijih dari tambang dengan kadar Cu 0,8% dan Au 0,6 ppm dikirim ke concentrating plant menggunakan conveyor dan dicurahkan ke penampungan (stock pile) seperti terlihat pada Gambar 3.6 dengan kapasitas 900.000 ton. Bijih tersebut sudah dilakukan primary crusher menjadi ukuran -20 cm (± 5 inci) menjadi umpan SAG mill (Gambar 3.7) kapasitas 5000 ton/jam dengan 80% solid dimana berat bola-bola sebanyak 20% menghasilkan keluaran bijih berukuran -12 mm. Power yang dibutuhkan untuk 1 buah SAG mill tersebut adalah sebesar 20 MW.
16
Gambar 3.6. Sampel bijih dari tambang ke concentrating plant
Gambar 3.7. SAG Mill
Bijih ukuran -12 mm dilanjutkan penggerusan dengan ball mill, sedangkan bijih ukuran +12 mm dilakukan peremukan kembali dengan pebble crusher untuk dikembalikan ke ball mill. Keluaran dari ball mill adalah bijih lolos 200 mikron. Ball mill yang digunakan sebanyak 2 buah untuk memenuhi kapasitas keluaran SAG mill seperti tampak pada Gambar 3.8 Arah perputaran ball mill berlawanan arah untuk menyeimbangkan kontur tanah terhadap getaran proses penggilingan.
17
Gambar 3.8. Ball mill
Bijih keluaran ball mill menjadi umpan untuk proses flotasi menggunakan beberapa sel flotasi yang tampak pada Gambar 3.9. Reagen flotasi yang digunakan terdiri dari kolektor dan pengatur pH. Kolektor yang digunakan adalah Cytec 7249 dengan kadar 3 gram/ton, sedangkan pengatur pH yang digunakan adalah kapur tohor (CaCO3) untuk memperoleh pH 10,5. Konsentrat flotasi yang dihasilkan mengandung Cu berkadar 22 – 25% dengan recovery 85 - 93% dan Au berkadar 20 – 30 ppm dengan recovery 75-85%.
Gambar 3.9. Sel flotasi untuk meghasilkan konsentrat
Konsentrat yang dihasilkan kemudian dikurangi kadar airnya hingga 65% menggunakan thickener (Gambar 3.10) dengan penambahan flokulan Magnafloc dari BASF. Air yang dipisahkan dikembalikan sebagai air proses. Sementara slurry
18
dialirkan ke dewatering plant menggunakan pipa (Gambar 3.11) secara gravitasi pada umumnya namun pada titik tertentu yang terdapat inklinasi sehingga membutuhkan pompa.
Gambar 3.10. Thickener untuk pengurangan air konsentrat
Gambar 3.11. Pipa konsentrat dari concentrating plant ke dewatering plant
Dewatering plant terletak di kota Timika dan memiliki kapasitas 6000-7000 ton/hari konsentrat tembaga kering. Konsentrat tembaga yang dihasilkan dari concentrating plant dikirim ke dewatering plant dengaan menggunakan pipa berjarak 115 km.
19
Slurry konsentrat dari concentrating plant dibagi dua unit sistem pengurangan air. Sistem pertama menggunakan disk filter (Gambar 3.12) yang dilanjutkan ke rotary kiln. Hasil ini disebabkan slurry konsentrat awal memiliki kadar air 65% kemudian dilewatkan disk filter menjadi 13%, sehingga perlu penambahan alat berupa rotary kiln untuk mendapatkan kadar air pada konsentrat tembaga hanya sebesar 9%. Sementara sistem pengurangan kadar air lainnya dengan menggunakan filter press (Gambar 3.13) yang dapat mengurangi kadar air pada konsentrat sebesar 9%. Air sisa dari sistem tersebut dialirkan ke thickener untuk mendapatkan padatan yang terbawa air sisa, menjadi bubur yang dikeringkan sedangkan air limpahan dari thickener diolah untuk dibuang ke sungai dengan bantuan sensor turbiditas.
Gambar 3.12. Disk filter
Gambar 3.13. Filter press
20
Konsentrat tembaga yang sudah kering di simpan dalam gudang seperti yang tampak pada Gambar 3.14 dengan belt conveyor. Setiap 15 menit dilakukan pemercontohan dengan autocutter pada belt coveyor untuk dianalisa oleh Sucofindo sebagai pihak ketiga dalam penentuan kadar Cu, Au, dan Ag.
Gambar 3.14. Gudang penyimpanan konsentrat tembaga
Sampel konsentrat yang diperoleh sebanyak 40 kg. Sampel tersebut disiapkan oleh staf PTFI yang diambil dari gudang penyimpanan dan diambil secara grab pemercontohan. Sampel di kemas dalam 3 (tiga) ember (Gambar 3.15) yang dibawa langsung menuju kantor Puslitbang tekMIRA, Bandung.
Gambar 3.15. Sampel konsentrat tembaga.
21
3.2. Preparasi dan karakterisasi konsentrat Cu, Pb dan Zn Konsentrat Cu, Pb dan Zn yang diperoleh masing-masing dipreparasi melalui tahapan pengeringan, pemercontohan dan pengyakan basah. Hasil pemercontohan sebagian digunakan untuk melakukan karakterisasi melalui analisa yang dilakukan di laboratorium uji Puslitbang tekMIRA dan Geoservice. Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis fisika (XRD, SEM, Mineralogi dan XRF) serta analisis kimia basah.
3.3. Pelindian konsentrat Cu dengan media garam dan basa, konsentrat Pb dengan media asam dan konsentrat Zn dengan media asam.
Hasil pemercontohan konsentrat masing-masing dilakukan pelindian dengan beberapa variasi percobaan. Media pelarut konsentrat Cu menggunakan garam CuCl dilarutkan dalam HCl. Media pelarut lain yang digunakan adalah larutan ammonia. Sementara media pelarut konsentrat Pb menggunakan larutan asam fluorosilikat. Kemudian konsentrat Zn menggunakan hydrogen peroksida dan asam sulfat sebagai media pelarut. Ketiga konsentrat menggunakan hidrogen peroksida sebagai oksidator.
3.4. Pemurnian larutan Pb dari pengotor dengan presipitasi Pelarutan Pb dalam asam fluorosilikat juga melarutkan Zn dalam larutan lindi, sehingga perlu dilakukan pemisahan Zn dan Pb dengan presipitasi dan pengaturan pH.
3.5. Karakterisasi larutan hasil pelindian dan pemurnian. Pelindian dan pemurnian yang dilakukan menghasilkan larutan lindi dan residu. Larutan lindi yang dihasilkan dianalisis kimia basah untuk mengetahui kadar unsur-unsur yang terlarut. Sementara sebagian residu yang dihasilkan dianalisis fisika (XRD) dan XRF.
IV. METODE 4.1. Bahan dan Peralatan Kegiatan penelitian pelindian unsur Cu, Pb dan Zn dari masing-masing konsentrat memerlukan bahan dan peralatan pendukung agar dapat terlaksana dengan baik. Bahan yang digunakan terdiri dari bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku yang digunakan
22
terdiri dari konsentrat bijih tembaga sulfida, seng sulfida dan timbal sulfida. Bahan tersebut berupa konsentrat hasil proses flotasi bijih sulfida yang diproleh seperti penjelasan pada sub bab 3.1.1. Sementara bahan kimia yang digunakan untuk proses pelindian dan pemurnian adalah sebagai berikut : 1. asam Sulfat, sebagai media pelarut Zn; 2. asam floro silikat, sebagai media pelarut Pb; 3. Ammonia hidroksida , sebagai media pelarut Cu; 4. Copper (II) chloride, sebagai media pelarut Cu; 5. Asam klorida, sebagai media pelarut copper (II) chloride; 6. Hidrogen peroksida, sebagai media pelarut Zn dan oksidator Cu serta Pb; 7. Ammonium carbonate, sebagai media presipitasi Pb; dan 8. NaOH, sebagai pengatur pH saat pemurnian Pb.
Proses pelindian yang dilakukan selain memerlukan bahan kimia juga memerlukan peralatan. Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari peralatan preparasi sampel dan pemercontohan, peralatan pelindian dan pemurnian, dan peralatan analisis. Peralatan preparasi sampel dan pemercontohan yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Terpal, untuk pemercontohan sampel; 2. Pan, untuk tempat sampel; 3. Splitter, untuk membagi rata sampel; 4. Ayakan kawat, untuk preparasi ukuran partikel sampel; 5. Ember dan selang; untuk pengayakan basah; 6. Sekop, untuk ppreaprasi dan pemercontohan sampel; 7. Kuas, untuk pengayakan basah; 8. Masker debu, untuk preprasi sampel; dan 9. sarung tangan kain, untuk preparasi sampel.
Konsentrat hasil pemercontohan kemudian dilindi menggunakan peralatan utama dan pendukung. Peralatan utama terdiri dari : 1. Labu leher tiga, untuk proses pelindian Cu dan Zn; 2. Beaker Glass Teflon (PTFE), untuk proses pelindian Pb; 3. Kondenser, alat penunjang pelindian; 4. Magnetic hotplate stirrer, sebagai alat untuk sumber panas dan pengadukan;
23
5. Termometer, untuk mengukur suhu proses pelindian Cu dan Zn; 6. Thermocople probes, untuk mengukur suhu proses pelindian Pb,
Peralatan pendukung terdiri dari: 1. Labu ukur, tempat larutan asam/basa; 2. Magnetic stirring bar, magnet pengaduk; 3. pH indikator, untuk mengukur pH larutan; 4. kertas saring teknis dan ashless, untuk memisahkan larutan dengan padatan; 5. spatula, sendok untuk mengambil sampel atau bahan kimia; 6. Pippette pump, pemompa larutan; 7. Picnometer, untuk mengukur berat jenis sampel; 8. Botol sampel, untuk menyimpan larutan hasil proses; 9. Safety glass; dan 10. Kaca arloji, untuk tempat residu. 4.2. Pelaksanaan Kegiatan Penelitian 4.2.1.
Preparasi dan pemercontohan konsentrat
Konsentrat bijih sulfida yang diperoleh masing-masing dipreparasi dan dilakukan pemercontohan untuk mendapatkan sampel yang mewakili dalam karakterisasi fisika dan kimia sampel. Tahapan preparasi unruk ketiga konsentrat melalui perlakuan yang sama. Tahap pertama adalah melakukan proses basung prapat untuk mendapatkan sejumlah sampel yang homogen. Seluruh sampel konsentrat ditumpahkan diatas terpal kemudian dilakukan pengadukan. Proses pengadukan dilakukan sebanyak 10 kali seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.
1
2
4
3
Gambar 4.1. Pengadukan sebelum dilakukan basung prapat
24
Setelah proses pengadukan selesai, permukaan tumpukan sampel yang berbentuk kerucut diratakan dan bentuk tumpukan sampel diusahakan berbentuk lingkaran lalu dibagi rata empat, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4.2. Setelah proses basung prapat selesai, sampel diambil secara menyilang seperti tahap ke 4 pada Gambar 4.2 kemudian sampel yang telah diambil dilakukan proses pencampuran dalam satu wadah (pan). Sampel yang sudah tercampur dilanjutkan dengan proses pemercontohan menjadi dua menggunakan splitter seperti ditunjukan pada Gambar 4.3.
1
2
4
3 Gambar 4.2. Proses basung prapat
Gambar 4.3. Proses Pembagian sampelmenggunakan splitter
Setelah dilakukan proses pembagian sampel menggunakan splitter maka akan diperoleh sampel pada dua wadah yang berbeda, kemudian sampel yang berada pada salah satu wadah tampungan splitter ditimbang dan akan digunakan untuk kegiatan percobaan. Sedangkan sampel yang berada pada satu wadah yang lain diambil sebanyak kurang lebih
25
500 g sebagai sampel untuk pengukuran moisture dan pemercontohan untuk keperluan karakterisasi sampel.
Karakterisasi sampel dilakukan melalui analisis fisika dan kimia. Analisis fisika terdiri dari X-Ray Diffraction (XRD), Spectro Electron Microsope (SEM) dan mineralogi. Sementara analisis kimia dilakukan dengan X-Ray Flouresence (XRF) dan kimia basah, Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS).
Pengukuran moisture dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan air yang terdapat pada sampel konsentrat timbal. Proses ini dilakukan dengan memanaskan sejumlah sampel pada suhu 110 oC selama 24 jam kemudian dihitung selisih antara berat awal dan akhir dari contoh.
4.2.2.
Analisis ayak
Setelah diperoleh sampel yang mewakili, dilakukan analisis pengayakan untuk mengelompokkan ukuran partikel. Analisis ayak dilakukan dengan menggunakan 5 seri ayakan berukuran 60, 100, 150, 200 dan 325 mesh, seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.4. Hasil pengayakan berupa data ukuran dan berat masing-masing fraksi. Masingmasing fraksi juga dliakukan pemercontohan untuk mendapatkan data karakterisasi sampel perfraksi dan sampel untuk proses dengan variasi ukuran partikel.
Gambar 4.4. Alat analisis ayak
26
Proses pengayakan dilakukan secara manual dengan bantuan air agar tidak ada sampel yang tertahan di sela-sela kawat dan mengurangi debu. Aliran airyang digunakantidak terlalu besar untuk menghindari sampel terbawa air. Proses diawali dengan menuangkan sampel diatas saringan kemudian disemprot dengan air sambil dilakukan pengadukan menggunakan kuas, sehingga partikel dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran saringan akan lolos bersama air (Gambar 4.5), sedangkan partikel dengan ukuran yang lebih besar akan tertahan oleh saringan. Proses ini dilakukan secara terus-menerus sampai seluruh sampel telah diayak. Diagram alir proses pengayakandapat dilihatpada gambar 4.6.Sejumlah sampel per fraksi dipemercontohan dan ditimbang untuk kebutuhan pelindian.
(b) Gambar 4.5. (a) Proses pengayakan sampel, (b) Partikel yang lolos bersama air
27
+ 60 60 mesh
-60+100 100 mesh
-100+150 150 mesh
-150+200 200 mesh
-200+325 325 mesh
-325
Gambar 4.6 Diagram Alir Analisis Ayak
4.2.3.
Proses Pelindian
Pelindian masing-masing konsentrat menggunakan media pelarut yang berbeda-beda dengan bantuan oksidator hidrogen peroksida (H2O2). Kondisi percobaan menggunakan beberapa parameter sebagai pengendali proses. Proses pelindian menghasilkan larutan lindi dan residu. Larutan lindi dianalisis kimia untuk mengetahui kelarutan masingmasing unsur Pb, Cu dan Zn serta unsur pengotor seperti dengan AAS (atomic spectrofotometer analysis). Sementara, sebagian residu dianalisis secara kimia dengan XRF dan secara fisika dengan XRD
28
4.2.3.1. Pelindian timbal (Pb) dari konsentrat timbal sulfida Pelindian dilakukan menggunakan media pelarut H2SiF6 yang merupakan produk samping pembuatan asam posfat sehingga termasuk larutan yang teknis karena beberapa unsur terdapat dalam larutan tersebut. Hal itu dapat dilihat dari hasil analisis larutan H2SiF6 pada Lampiran 1. Selain media pelarut, juga dibutuhkan oksidator yaitu H2O230%. Pelarut yang digunakan dapat melarutkan material kaca, sehingga memerlukan reaktor dan pendukungnya dari material teflon. Rangkaian peralatan pelindian dapat dilihat pada Gambar 4.7. pengukuran suhu, menggunakan termokopel yang dibungkus polimer yang dihubungkan dengan pembacaan digital suhu.
b)
c)
Gambar 4.7. a) Rangkaian reaktor teflon dengan kondensor, b) termokopel dilapisi polimer, c) pembacaan digital
Proses pelindian dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter pengendali. Parameter yang dikendalikan adalah partikel ukuran (-100+150; -150+200; -200+325 dan -325 mesh), jumlah pereaktan dan suhu (tanpa pemanasan; 60 dan 90°C). Jumlah asam fluorosilikat dan hidrogen peroksida yang diperlukan, disesuaikan dengan perbandingan mol secara stoikiometri terhadap banyaknya mol timbal (Pb) saat percobaan pendahuluan, sementara untuk percobaan dengan ukuran partikel tetap dihitung berdasarkan banyaknya mol timbal (Pb) dan seng (Zn) yang terdapat didalam sampel.Contoh perhitungan kebutuhan pereaktan dapat dilihat pada Lampiran 2.
29
Proses pelindian pendahuluan dilakukan dengan menambahkan H2O2 ¼ volume dengan larutan asam fluorosilikat kemudian dipanaskan pada suhu tetap larutan 90°C selama 2 jam, setelah itu keseluruhan sisa volume H2O2 ditambahkan setelah konsentrat dimasukkan. Variasi yang dilakukan pada percobaan pendahuluan adalah ukuran partikel dan jumlah pereaktan. Setelah mendapat ukuran partikel yang tepat, dilakukan proses pelindian dilakukan dengan 2 (dua) metode penambahan H2O2, sebagai berikut : a. Menggunakan asam fluorosilikat yang telah ditambah ¼ jumlah kebutuhan hidrogen peroksida kemudian dipanaskan hingga suhu operasi. Setelah suhu operasi tercapai kemudian dimasukan konsentrat Pb secara perlahan dan sejumlah hidrogen peroksida dimasukan setelah seluruh sampel konsentrat Pb dimasukan ke dalam reaktor seperti yang ditunjukan oleh Gambar 4.8. Penambahan H2O2 berikutnya dilakukan setiap 15 menit dengan jumlah tertentu hingga 2 jam waktu reaksi. b. Menggunakan asam fluorosilikat yang telah dipanaskan terlebih dahulu hingga suhu operasi tercapai, kemudian ditambah ¼ jumlah hidrogen peroksida sebelum dicampurkan
konsentrat Pbseperti
yang ditunjukan
oleh
Gambar
4.9.
Penambahan H2O2 berikutnya juga dilakukan setiap 15 menit dengan jumlah tertentu hingga 2 jam waktu reaksi.
Gambar 4.8.
Skema penambahan H2O2 poin a
30
Gambar 4.9.Skema penambahan H2O2 poin b Setelah proses pelindian berlangsung selama 2 jam, larutan yang dihasilkan disaring untuk memisahkan larutan dengan residu. Seluruh filtrat hasil penyaringan ditampung ke dalam botol plastik (Gambar 4.10). Kemudian residu yang tertinggal pada kertas saring dicuci menggunakan aquades untuk mengurangi sejumlah reaktan yang masih menempel pada permukaana residu. Proses penyaringan dan pencucian residu dilakukan seperti Gambar 4.11. residu yang sudah dicuci, dikeringkan dalam oven selam 24 jam. Residu hasil pengeringan dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4.10. Filtrat hasil pelindian yang ditampung
31
(b) Gambar 4.11. (a) Proses Penyaringan, (b) Proses Pencucian Residu
Gambar 4.12.Residu konsentrat hasil pelindian yang telah dikeringkan.
4.2.3.2. Pelindian seng (Zn) dari konsentrat seng sulfida Pelindian seng dari konsentrat seng sulfida dilakukan dengan menggunakan hidrogen peroksida (H2O2) sebagai media pelarut sekaligus oksidator. Parameter pengendali dalam proses pelindian adalah temperatur (30 dan 90°C), ukuran partikel (-100+150; -150+200; -200+325 dan -325 mesh), stoikiometri dan jumlah air (25; 50 dan 75 mL) sebagai media saat proses berlangsung. Selain itu juga dilakukan penambahan asam sulfat sebagai pembanding hasil pelindian tanpa asam sulfat. Pelindian dilakukan selam 4 jam, dimana pemberian H2O2 dilakukan secara bertahap setiap 15 menit setelah konsentrat dicampur
32
air terlebih dahulu dimasukkan ke dalam labu leher tiga. Rangkaian peralatan pelindian ditunjukkan pada Gambar 4.13. Setelah proses pelindian selesai, dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan larutan lindi dan residu konsentrat. Larutan lindi ditampung dalam botol plastic untuk dilakukan analisis kimia agar diketahui konsentrasi Zn serta pengotor seperti Fe, yang terlarut. Sementara residu yang sudah di pisahkan di oven lalu ditimbang sebagian dianalisis XRD dan XRF.
Gambar 4.13. Rangkaian peralatan pelindian Zn
4.2.3.3. Pelindian tembaga (Cu) dari konsentrat tembaga sulfida Pelindian tembaga dilakukan dengan dua media pelarut yang berbeda, yakni copper (II) chlorida yang dilarutkan dalam asam klorida (HCl) serta ammonium hidroksida (NH4OH). Selain itu, diperlukan oksidator dalam proses pelindian menggunakan hydrogen peroksida (H2O2). Parameter pengendali, kondisi dan metode pelindian masingmasing pelarut diuraikan berikut ini.
4.2.3.3.1.
Pelindian Cu menggunakan copper (II) chloride
Pelindian konsentrat Cu dalam larutan asam dilakukan dengan Copper (II) chloride yang dilarutkan dalam larutan HCl dan penambahan H2O2 sebagai oksidator. Parameter pengendali proses pelindian yang dilakukan adalah konsentrasi larutan HCl (0.1; 0,2; dan 0,3 M) dan jumlah H2O2 (1; 1,2; 1,5 dan 2
33
x stoikiometri). Pelindian dilakukan selama 2 jam dengan penambahan H2O2 setiap 15 menit.
Tahapan pelindian diawali dengan pemanasan larutan HCl yang telah dicampur CuCl2 sampai 90°C. Setelah suhu tercapai, dimasukkan sejumlah H2O2 yang diikuti dengan sampel konsentrat kalkopirit (Gambar 4.14). Kemudian dilakukan penambahan sejumlah H2O2 setiap 15 menit hingga proses pelindian selesai. Setelah itu, dilakukan penyaringan sehingga memperoleh larutan lindi yang ditampung ke dalam botol serta residu yang kemudian dikeringkan dalam oven. Hasil larutan lindi dan residu dapat dilihat di Gambar 4.15.
Gambar 4.14. Proses pemasukan konsentrat ke dalam labu proses
(b) Gambar 4.15. (a) larutan lindi, (b) residu hasil pelindian
Residu yang telah dikeringanginkan hingga tidak panas, lalu dilakukan penimbangan residu dan kertas saring. Sebelumnya kertas saring di timbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat residu sebenarnya. Filtrat hasil peindian di
34
ukur pH-nya dan di ukur volume hasil ektraksi. Filtrat siap untuk di analisa dengan menggunakan AAS. Kombinasi parameter yang dilakukan ditunjukkan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1. Variasi parameter proses pelindian Cu dengan CuCl2 dalam HCl
Ukuran No
percontoh (mesh)
Konsentrasi (M)
HCl
Berat
CuCl₂
yang di timbang (gram)
1
Volume Faktor pengali yang H₂O₂
2
0,1
12,40
1,2x
3
1,5x
4
2x
5
1x
6
-200+325
0,2
12,40
1,2x
7
1,5x
8
2x
9
1x
10
0,3
12,40
1,2x
11
1,5x
12
2x
13
-325
0,1
12,40
35
di
tambahkan (mL)
1x
1x
H₂O₂
14,13 16,96 25,44 50,88 14,13 16,96 25,44 50,88 14,13 16,96 25,44 50,88 14,13
Ukuran No
Konsentrasi
percontoh
(M)
(mesh)
HCl
Berat
CuCl₂
yang di timbang (gram)
Volume Faktor pengali yang H₂O₂
1,2x
15
1,5x
16
2x
4.2.3.3.2.
di
tambahkan (mL)
14
16,96 25,44 50,88
Pelindian Cu menggunakan NH4OH
Pelindian Cu juga dilakukan dengan larutan basa menggunakan NH4OH 32% dan H2O2 30% sebagai oksidator. Percobaan pendahuluan dilakukan dengan mencampur NH4OH (1; 1,1; 1,3; 1,5 stoikiometri) dengan ¼ jumlah total kebutuhan H2O2 (0,25; 0,33; 0,5 dan 1 kali dari jumlah NH4OH) lalu dipanaskan hingga suhu tertentu (60; 70; 80; dan 90°C) lalu ditambahkan ¾ total kebutuhan H2O2 baru dimasukkan konsentrat berukuran 200+325# sambil diaduk selama 4 jam. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh parameter-parameter yang disebutkan.
Percoban lanjutan dilakukan dengan menggunakan sampel berukuran -200+325# dan 325#. Proses pelindian dilakukan dengan memanaskan sejumlah larutan NH4OH lalu ditambah ¼ jumlah H2O2 hingga suhu tertentu kemudian dimasukkan sampel konsentrat dan ditambah H2O2 sisa setiap 30 menit dengan jumlah yang telah dibagi sesuai dengan jumlah total. Percobaan dilakukan dalam labu bulat leher tiga disertai kondenser seperti tampak pada Gambar 4.16. Larutan hasil pelindian (Gambar 4.17) memiliki warna biru dimana larutan tembaga komplek amina memang diindikasikan memiliki warna larutan biru tua (Vogel)
Selain percobaan pelindian juga dilakukan uji cepat pengaruh suhu terhadap larutan NH4OH dan H2O2. Masing-masing dipanaskan pada suhu tertentu (60; 70; 80 dan 90°C lalu dilakukan pendinginan. Larutan hasil pemanasan kemudian di uji secara volumetri
36
H₂O₂
seperti nampak pada Gambar 4.18 untuk mengetahui kelarutan masing-masing pada suhu tersebut.
Gambar 4.16. Proses pelindian tembaga sulfida
Gambar 4.17. Larutan hasil pelindian dengan pelarut amonium hidroksida
Gambar 4. 18. Proses uji cepat kelarutan NH4OH dan H2O2 terhadap kenaikan suhu
37
4.2.4.
Proses Pemunian awal larutan PbSiF6
Larutan lindi PbSiF6 masih mengandung unsur terlarut lain terutama Zn dan sedikit Fe. Unsur-unsur tersebut perlu dipisahkan dari Pb sehingga diperoleh PbSiF6 yang lebih tinggi kadar Pb-nya. Pemisahan unsur-unsur selain Pb dilakukan dengan dua metode yang merupakan proses presipitasi bertahap seperti yang diuraikan pada poin 4.2.4.1 dan 4.2.4.2 berikut. 4.2.4.1. Pembentukan PbCO3 Pada pH 4-5 dan pH 10 Proses ini dilakukan dengan mengendapkan ion Pb dengan penambahan H2SO4pada PbSiF6 yang dihasilkan dari proses pelindian sehingga membentuk PbSO4, kemudian dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring teknis untuk memisahkan PbSO4 yang terbentuk. Presipitat tersebut dicuci dengan air untuk menghilangkan sejumlah zat yang menempel pada permukaan presipitat. Senyawa PbSO4 merupakan suatu senyawa yang sukar larut sehingga perlu dijadikan senyawa peralihan yang mudah larut yaitu PbCO3. Peralihan dilakukan dengan menambahkan sejumlah larutan Na2CO3 panas kedalam bejana yang berisi padatan PbSO4 kemudian dilakukan pengadukan menggunakan hot plate magnetic stirrer sambil terus dipanaskan sampai mendidih selama beberapa waktu tertentu, dimana proses pembentukan ini dilakukan pada 2 kondisi pH yang berbeda yaitu pada pH 4-5 dan pH 10. Pengaturan pH dilakukan dengan menggunakan sodium hidroksida (NaOH). Setelah proses mendidih, dilakukan proses pendinginan dan penyaringan kembali menggunakan kertas saring teknis. Endapan berupa PbCO3 dicuci untuk menghilangkan sisa larutan. Padatan PbCO3 yang terbentuk dilarutkan ke dalam kedalam sejumlah asam fluorosilikat agar terbentuk larutan PbSiF6. Larutan PbSiF6 hasil pemurnian kemudian dianalisis kimia untuk mengetahui konsentrasi Pb yang terlarut. Produk pemurnian berupa endapan PbSO4 dan PbCO3 hasil percobaan ini ditunjukkan oleh Gambar 4.19. Skema diagram alir proses pelindian dan pemurnian Pb ditunjukkan oleh Gambar 4.20.
38
(a) Gambar 4.19.
(b)
(a) Padatan PbSO4 yang terbentuk, (b) Padatan PbCO3 yang terbentuk
39
2 H2O2 3 Konsentrat Timbal
1 H2 SiF6 Reaktor Pelindian
Penyaringan
(Residu Pb)
Filtrat 4 Larutan H2SO4
Pengadukan
5 Aquades
Penyaringan
6 Na2CO3
Pencucian Endapan PbSO4
7 H2 O
Pengaturan pH
8 NaOH
Endapan PbSO4 Pengadukan Dalam Keadaan Panas
Filtrat Filtrat Endapan PbCO3
9 Larutan H2 SiF6
Pengadukan
Penyaringan
Pencucian Filtrat
Larutan PbSiF6
Gambar 4.20.
Filtrat
Skema ekstraksi timbal (Pb) dari konsentrat timbal sulfida melalui pelindian dan pemunian dengan pembentukan PbCO3
40
4.2.4.2. Pemurnian dengan Peningkatan pH Pemurnian melalui peningkatan pH dilakukan dengan menambahkan sejumlah NaOH ke dalam larutan hasil pelindian. Endapan- endapan yang terbentuk pada pH 5 dan 6 masingmasing dipisahkan. Larutan hasil penyaringan terakhir pada pH 6 kemudian diambil untuk dianalisa jumlah kandungan timbalnya seperti ditunjukan Gambar 4.21 di bawah ini.
2 H2O2 3 Konsentrat Timbal
1 H2SiF6 Reaktor Pelindian
Penyaringan
Rafinat Residu (Residu Pb)
Filtrat 4 Larutan NaOH
Pengadukan Hingga pH 5
Penyaringan
5 NaOH
Pengadukan Hingga pH 6
Filtrat
Analisa Jumlah Pb dalam larutan akhir
Endapan Endapan
Gambar 4.21. Skema ekstraksi timbal (Pb) dari konsnetrat dengan pelindian dan pemurnian melalui pengaturan pH secara bertingkat.
41
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakterisasi sampel konsentrat Sulfida Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrat Cu, konsentrat Pb dan konsentrat Zn. Masing-masing dilakukan karakterisasi fisika dan kimia.
5.1.1.
Konsentrat PbS
Hasil karakterisasi fisika diperoleh dari analisis XRD, Mineralogi dan SEM. Berdasarkan hasil analisis XRD, konsentrat terdiri dari mineral galena, sphalerite dan kalkopirit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.1. Dominasi dari ketiga mineral dapat diketahui melalui mikroskop optik yang hasilnya nampak pada Gambar 5.2., terlihat galena mendominasi (bagian putih) dibanding bagian warna lain seperti kuning yang merupakan kalkopirit. Data hasil tersebut menunjukkan konsentrat memang merupakan konsentrat timbal sulfida dengan mineral galena. Dominasi galena juga diperkuat dari hasil analisis SEM (Gambar 5.3) yang memperlihatkan spesimen didominasi oleh material kubistis (galena – PbS) dimana Pb dominan disertai dengan Zn sebagai unsur ikutan.
Komposisi kimia konsentrat Pb diketahui dari analisis kimia basah, AAS. Pada Tabel 5.1. terlihat konsentrat didominasi oleh kandungan Pb dan S. Unsur ikutan lain seperti Zn dan Fe, nilainya tidak terlalu besar. Data komposisi kimia tersebut menyimpulkan juga bahwa PbS (galena) merupakan mineral utama pada sampel konsentrat tersebut.
42
Gambar 5.1. Hasil analisis XRD konsentrat PbS
kalkopirit
Gambar 5.2.Fotomikrograf sayatan poles konsentrat PbS
43
Gambar 5.3. Hasil analisis SEM X-Ray Mapping konsentrat PbS
44
Tabel 5.1. Komposisi kimia konsentrat PbS Unsur Pb
Jumlah (%)
Zn
7,38
Cu
0,84
Fe
2,79
S total
17,62
Sb
< 0,001
Mo
0,11
Co
< 0,001
66,6
Konsentrat Pb diklasifikasi ukurannya dengan cara pengayakan basah. Ukuran pengayakan yang digunakan adalah 60; 100; 150; 200 dan 325 mesh. Masing-masing fraksi ukuran dilakukan analisis XRD dengan hasil seperti pada Tabel 5.2. hasil analisis XRD tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Terlihat mineral pirit (FeS2) terdeteksi setelah dilakukan klasifikasi. Komposisi kimia masing-masing fraksi pada Tabel 5.3 menunjukkan jumlah Pb dan S dominan diikuti dengan Zn dan Cu. Semakin halus fraksi, jumlah Pb yang terkandung meningkat. Hal tersebut dikarenakan derajat liberasi konsentrat meningkat seiring dengan semakin halusnya ukuran partikel sesuai dengan derajat liberasi konsentrat menurut Tabel 5.4
Tabel 5.2. Komposisi mineral setiap fraksi ukuran konsentrat PbS Komposisi mineral Fraksi ukuran (mesh) Galena, Sphalerite, Pirit, Kalkopirit -60 + 100 Galena, Sphalerite, Pirit, Kalkopirit -100 + 150 Galena, Sphalerite, Kalkopirit, Pirit -150 + 200 Sphalerite, Galena, Kalkopirit, Pirit -200 + 325 Sphalerite, Galena, Kalkopirit, Pirit -325
45
Tabel 5.3. Komposisi kimia setiap fraksi ukuran konsentrat PbS
Oksida SiO2 Al2O3 TiO2 CaO K2O MnO MgO Fe Total S Total Cd Co Cu Ni Pb Zn
Jumlah oksida per fraksi -60+100#
-100+150#
-150+200#
-200+325#
-325#
% % % % % % % %
2,43 0,13 0,013 0,009 tt 0,036 0,15 5,75
1,12 0,025 0,005 tt tt 0,026 0,065 2,52
0,50 0,010 tt tt tt 0,022 0,044 0,99
0,53 tt 0,001 tt tt 0,022 0,032 0,85
0,53 0,079 0,015 Tt tt 0,023 0,058 0,74
%
27,83
20,84
14,45
14,98
13,52
% % % % % %
0,13 0,028 3,11 0,006 38,89 20,81
0,092 0,028 0,84 0,003 60,80 13,34
0,081 0,028 0,41 0,003 72,53 9,30
0,084 0,029 0,40 0,004 71,73 9,97
0,081 0,029 0,65 0,003 73,35 9,40
Tabel 5.4. Derajat liberasi setiap fraksi ukuran konsentrat PbS Komposisi mineral (%W) NO.
Derajat liberasi (%)
Kode S
G
KP
P
GM
1.
-60+100#
20,65
54,61
10,18
12,91
1,65
77,42
2.
-100+150#
15,89
68,48
3,96
10,42
1,25
84,48
3.
-150+200#
7,26
86,53
2,41
3,44
0,36
95,61
4.
-200+325#
12,03
94,96
1,83
1,95
0,23
95,90
5.
-325#
6,98
92,20
0,36
0,36
0,10
99,28
Keterangan : S = Sphalerite; G = Galena; KP = Kalkopirit; P = Pirit; GM = Gangue Mineral
46
5.1.2.
Konsentrat ZnS
Konsentrat ZnS juga diidentifikasi fisika dengan analisis XRD, Mineralogi dan SEM. Hasil analisis XRD pada Gambar 5.4 menunjukkan konsentrat terdiri dari Sphalerit, Galena, Kalkopirit dan Pirit. Dominasi sphalerite dapat diketahui dari hasil mikroskop optik pada Gambar 5.5, terlihat sphalerit pada bagian abu-abu mendominasi. Hal tersebut didukung oleh hasil SEM pada Gambar 5.6 yang menunjukkan morfologi spesimen umumnya mempunyai permukaan bergaris dan secara individu menyudut tanggung dan Zn secara kualitas cukup banyak.
Gambar 5.4. Hasil analisis XRD konsentrat ZnS
47
Gambar 5.5.Fotomikrograf sayatan poles konsentrat ZnS
Gambar 5.6. Hasil analisis SEM X-Ray Mapping konsentrat ZnS
48
Selain analisis fisika, analisis kimia pada Tabel 5.5 menunjukkan kandungan Zn dan S mendominasi diikuti dengan unsur lain seperti Fe, Pb dan Cu dalam jumlah kecil. Hal ini menyimpulkan konsentrat yang diuji adalah benar konsentrat ZnS. Konsentrat ZnS tersebut kemudian diklasifikasikan dengan beberapa fraksi ukuran partikel. Masingmasing fraksi ukuran dianalisis XRD dan hasilnya seperti di paparkan pada Tabel 5.6 dan hasil diagram analisisnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil analisis XRD per fraksi menunjukkan . masing-masing fraksi juga diketahui komposisi kimianya seperti terlihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.5. Komposisi kimia konsentrat ZnS Unsur Pb
Jumlah (%)
Zn
59,0
Cu
0,77
Fe
2,48
S total
32,3
Sb
< 0,001
Mo
0,14
Co
< 0,001
0,99
Tabel 5.6. Komposisi mineral setiap fraksi ukuran konsentrat ZnS Fraksi ukuran (mesh)
Komposisi mineral
-60 + 100
Sphalerit, Galena, Kalkopirit, Pirit
-100 + 150
Sphalerit, Galena, Kalkopirit, Pirit
-150 + 200
Sphalerit, Kalkopirit, Galena, Pirit
-200 + 325
Sphalerit, Galena, Kalkopirit, Pirit
-325
Sphalerit, Galena, Kalkopirit, Pirit
49
Tabel 5.7. Komposisi kimia setiap fraksi ukuran konsentrat ZnS Oksida SiO2 Al2O3 TiO2 CaO K 2O MnO MgO Fe Total S Total Cd Co Cu Ni Pb Zn
% % % % % % % %
-60+100# 0,64 0,016 0,002 tt 0,004 0,072 0,074 1,87
% % % % % % %
36,47 0,51 0,028 0,67 0,011 0,89 57,36
Jumlah oksida per fraksi -100+150# -150+200# -200+325# 0,61 0,69 0,52 0,018 0,012 0,005 0,004 0,002 tt tt tt tt 0,004 0,004 0,006 0,073 0,073 0,072 0,076 0,063 0,054 2,18 2,25 1,95 36,41 0,50 0,028 096 0,010 0,79 56,89
36,78 0,51 0,028 0,93 0,011 0,73 56,80
-325# 1,92 0,40 0,011 0,040 0,050 0,074 0,23 1,95
36,74 0,51 0,028 0,74 0,011 0,90 57,40
33,14 0,47 0,028 0,78 0,011 3,01 56,55
Tabel 5.8. Derajat liberasi setiap fraksi ukuran konsentrat ZnS
Komposisi mineral (%W) NO.
Kode S
G
KP
P
GM
Derajat liberasi (%)
1.
-60+100#
96,00
0,20
1,65
0,98
1,17
98,36
2.
-100+150#
92,16
2,85
3,79
0,95
0,25
98,96
3.
-150+200#
95,49
0,22
1,30
2,30
0,69
99,31
4.
-200+325#
95,28
1,29
1,56
1,25
0,62
99,74
5.
-325#
94,89
2,66
1,40
0,69
0,36
99,75
Keterangan : S = Sphalterite; G = Galena; KP = Kalkopirit; P = Pirit; GM = Gangue Mineral
50
5.1.3.
Konsentrat CuFeS2
Konsentrat Cu diperoleh dari proses flotasi dan berdasarkan hasil analisis XRD (Gambar 5.7) mengandung mineral kalkopirit, pirit, kuarsa, ortoklas, laumonite, bornite, muscovite dan bassanite. Kalkopirit mendominasi kandungan sebanyak 45,04%. Hasil SEM X-Ray Mapping konsentrat pada Gambar 5.8 mendeteksi unsur Cu, Fe dan S yang merupakan komponen kalkopirit (CuFeS2) dengan bentuk struktur tetragonal. Komposisi kimia konsentrat menunjukkan dominasi Cu dan Fe serta terdapat kandungan logam berharga terutama Au dan Ag yang kemungkinan dapat di diekstrak.
Hasil pengayakan basah menghasilkan fraksi
ukuran, dimana maisng-masing fraksi ukuran terdiri dari beberapa mineral seperti terlihat pada Tabel 5.10.
Gambar 5.7. Hasil analisis XRD konsentrat CuFeS2 Tabel 5.9. Komposisi kimia konsentrat CuFeS2 Unsur Au Pd Pt Ag K 2O MoO3 PbO ZnO
Satuan ppm ppm ppm ppm % % % %
51
Jumlah 14 0.20 <0.3 41 1,64 0,14 0,07 0,34
Cu Fe2O3
% %
23,43 37,91
Gambar 5.8. Hasil analisis SEM X-Ray Mapping konsentrat CuFeS2
52
Tabel 5.10. Komposisi mineral setiap fraksi ukuran konsentrat CuFeS2 Fraksi ukuran (mesh)
Komposisi mineral
-60 + 100
Pirit, Sphalerite, Kalkopirit, Kuarsa, Anorthite
-100 + 150
Pirit, Kalkopirit, Kuarsa, Sphalerite, Anorthite
-150 + 200
Pirit, Sphalerite, Kalkopirit, Anorthite, Kuarsa
-200 + 325
Pirit, Kalkopirit, Kuarsa, Sphalerite
-325
Pirit, Kalkopirit, Sphalerite, Anorthite, Kuarsa
5.2. Pelindian dan pemurnian larutan Pb 5.2.1.
Pengayakan konsentrat PbS
Proses pengklasifikasian sampel berdasarkan ukuran butirannya dilakukan dengan metode pengayakan basah menggunakan saringan dengan ukuran 60, 100, 150, 200 dan 325 mesh. Pengayakan dilakukan secara berurutan hingga diperoleh distribusi berat masing-masing ukuran partikel seperti pada Tabel 5.11, berat awal sampel yang diayak sebanyak 7910 gram. Hasil analisis ayak diperoleh menunjukkan ukuran partikel yang paling banyak pada sampel konsentrat timbal yaitu pada ukuran -325 sebanyak 1993,14 gram atau sekitar 31,96% dari total hasil pengayakan. Namun dari jumlah total hasil pengayakan, terdapat sejumlah berat yang hilang dibandingkan berat awal. Hal ini disebabkan sebagian sampel ada yang ikut terbuang bersama air saat pengayakan. Selain itu kemungkinan slime saat flotasi masih banyak sehingga saat pengayakan mudah ikut mengalir bersama air.
53
Tabel 5.11. Analisis ukuran sampel konsentrat Pb sulfida
5.2.2.
Ukuran
Jumlah sampel yang tertahan (g)
+ 60 # -60 + 100 # -100 + 150 # -150 + 200 # -200 + 325 # -325 # Total Yang hilang
124,33 626,81 1112,27 1103,74 1273 1993,14 6233,29 1676,71
Pengaruh Variasi Ukuran Partikel
Percobaan pendahuluan pelindian timbal dari konsentrat galena dilakukan untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel sehingga diperoleh ukuran partikel yang bereaksi lebih baik dengan sejumlah pereaksi yang digunakan. Pada percobaan ini digunakan empat variasi ukuran partikel yaitu -100+150 #, -150+200 #, -200+325 #, dan -325 #. Faktor pengali kebutuhan stoikiometri H2SiF6 dan H2O2 pada percobaan ini adalah 0.75, 0.90, dan 1.5 kali. Pelindian dilakukan pada suhu 90°C selama 2 jam. Penambahan H2O2 dilakukan secara bertahap yakni ¼ volume ditambahkan selama pemanasan penyesuain suhu lalu sisanya dimasukkan setelah seluruh sampel konsentrat dimasukkan ke dalam bejana. Hasil konsentrasi Pb yang terlarut dapat dilihat pada Lampiran 3. Konsentrasi Pb yang terlarut dibandingkan dengan kandungan Pb dalam sampel awal untuk memperoleh persen ekstraksi. Persen ekstraksi yang dihasilkan diurakan pada Tabel 5.12 dan divisualkan dengan grafik pada Gambar 5.9.
Tabel 5.12. Percobaan Pelindian Variasi Ukuran Partikel No
Ukuran Partikel
1 2 3 4
-100 +150 -150 +200 -200 +325 - 325
% Ekstraksi Pb mol H2O2 : H2SiF6 0,75 0,9 1,5 5,4651 7,1044 18,7518 6,4306 8,2561 20,8451 9,2277 11,7808 21,1844 11,0406 12,6710 28,7935
54
% Ekstraksi Pb
30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5
mol H2O2 : H2SiF6 = 0,75 mol H2O2 : H2SiF6 = 0,9 mol H2O2 : H2SiF6 = 1,5
-100 +150
-150 +200
-200 +325
- 325
Ukuran Partikel, mesh
Gambar 5.9. Grafik persen ekstraksi Pb hasil pelindian dengan variasi ukuran partikel
Hasil pelindian dengan variasi ukuran partikel menunjukan hasil terbaik di peroleh pada saat penggunaan sampel berukuran partikel -325 mesh menggunakan H2O2: H2SiF6 sebesar 1,5:1,5. Hal ini terjadi karena semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar luas permukaan partikel untuk kontak dengan pereaktan. Semakin banyak jumlah pereaktan juga meningkatkan persen ekstraksi.
5.2.3.
Pengaruh variasi stoikiometri asam fluorosilikat dan hidrogen peroksida
Percobaan dengan variasi ukuran partikel ditinjau pada perbandingan stoikiometri H2SiF6 : H2O2 yang sama. Hasilnya menunjukkan jumlah pereaktan bertambah maka persen ekstraksi juga meningkat. Namun, belum diketahui mana yang lebih berpengaruh antara H2SiF6 dan H2O2. Untuk itu dilakukan variasi faktor pengali stoikiometri H2SiF6 (0,75; 0,9; 1,12 dan 1,5) dengan faktor pengali stoikiometri H2O2 tetap, yaitu 1,5 pada ukuran partikel -325 mesh. Pemberian H2O2 tidak bertahap setiap 15 menit setelah sampel konsentrat dimasukkan.
55
Tabel 5.13 dan Gambar 5.10 menunjukkan jumlah asam fluorosilikat menentukan persen ekstraksi Pb. Semakin besar jumlah asam yang ditambahkan, maka semakin meningkat persen ekstraksinya. Selain pengaruh terhadap Pb, penambahan H2SiF6 juga mempengaruhi kelarutan unsur lain yaitu Fe dan Zn berturut turut dapat dilihat pada Tabel 5.14 dan 5.15. Dari kedua Tabel, menunjukkan H2SiF6 juga dapat melarutkan Zn dan Fe sehingga untuk kebutuhan H2SiF6 tidak hanya ditinjau dari jumlah Pb saja dalam konsentrat tetapi juga memperhitungkan jumlah Fe dan Zn dalam konsentrat. Tabel 5.13. Variasi Stoikiometri H2SiF6 terhadap persen ekstraksi Pb No
Ukuran Partikel
1 2 3 4
-325 #
Variasi Stoikiometri (kali) H2SiF6 H2O2 0,75 0,9 1,12 1,5
% Ekstraksi Pb
1,5 1,5 1,5 1,5
30
28,79
25
% Ekstraksi Pb
7,61 16,45 24,45 28,79
24,45
20 16,45
15 10 7,61 5 0
0,5
1 1,5 Mol Stoikiometri H2SiF6
2
Gambar 5.10. Variasi Stoikiometri H2SiF6 terhadap Persen Ekstraksi Pb
56
Tabel 5.14. Pengaruh jumlah H2SiF6 terhadap persen ekstraksi Fe Ukuran Partikel
No 1 2 3 4
-325 #
Variasi Stoikiometri (kali) H2SiF6 H2O2 0,75 1,5 0,9 1,5 1,12 1,5 1,5 1,5
% Ekstraksi Fe 26.98 25.20 22.29 40.13
Tabel 5.15. Pengaruh jumlah H2SiF6 terhadap persen ekstraksi Zn
No 1 2 3 4
Ukuran Partikel
-325 #
Variasi Stoikiometri (kali) H2SiF6 H2O2 0,75 1,5 0,9 1,5 1,12 1,5 1,5 1,5
% Ekstraksi Zn 1.72 15.05 14.44 26.38
Hasil percobaan dengan memperhatikan juga jumlah Fe dan Zn terhadap kebutuhan H2SiF6 dengan jumlah H2O2 tetap yaitu 1,5 ditunjukkan pada Tabel 5.16. Variasi stoikiometri H2SiF6 dibuat lebih besar yaitu 1; 1,2; 1,5 dan 2 kali. Pemberian H2O2 dilakukan bertahap setiap 15 menit setelah sampel konsentrat dimasukkan ke bejana. Fenomena yang terjadi sama dengan perhitungan sebelumnya, yaitu penambahan jumlah H2SiF6 dapat meningkatkan persen ekstraksi dengan jumlah Pb yang terlarutkan jauh lebih meningkat. Tabel 5.16. Pengaruh jumlah H2SiF6 terhadap persen ekstraksi Pb dengan memperhitungan jumlah Fe dan Zn dalam umpan No
Ukuran Partikel
1 2 3 4
-325 #
Variasi Stoikiometri (kali) H2SiF6 H2O2 1 1,2 1,5 2
1,5 1,5 1,5 1,5
57
% Ekstraksi Pb 50,87 56,01 58,95 66,27
Setelah mengetahui pengaruh H2SiF6, perlu ditinjau juga pengaruh H2O2 terhadap persen ekstraksi Pb dengan tetap memperhitungan jumlah Zn dan Fe juga. Percobaan dilakukan pada beberapa variasi stoikiometri (1; 1,2; 1,5 dan 2) yang dibuat tetap untuk jumlah H2O2yang berubah (1; 1,2; 1,5 dan 2). Pemberian H2O2 pada percobaan ini dilakukan secara bertahap. Percobaan dilakukan pada suhu 90°C selama 2 jam. Hasil percobaan yang tertera pada Tabel 5.17 dan Gambar 5.11 menunjukkan penambahan jumlah H2O2 meningkatkan persen ekstraksi Pb hingga 1,5 dan cenderung hampir tidak signifikan lagi kenaikannya setelah jumlah H2O2 yang ditambahkan 2x stoikiometri. Hal ini disebabkan terbentuknya Pb(OH)2 yang dihasilkan dari hidrolisis PbSiF6 dengan kelebihan ion (OH-) dekomposisi H2O2. Tabel 5.17. Variasi Stoikiometri H2O23 No
Ukuran Partikel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
-325 #
-325 #
-325 #
-325 #
Variasi Stoikiometri H2SiF6 H2O2 1× 1× 1× 1× 1,2× 1,2× 1,2× 1,2× 1,5× 1,5× 1,5× 1,5× 2× 2× 2× 2×
58
1× 1,2× 1,5× 2× 1× 1,2× 1,5× 2× 1× 1,2× 1,5× 2× 1× 1,2× 1,5× 2×
% Ekstraksi Pb 43,48 44,47 50,87 50,90 44,43 45,60 56,01 63,04 45,04 52,87 58,95 59,93 54,20 58,72 66,27 66,59
70,00 60,00
% Ekstrak Pb
50,00 40,00
1 H2SiF6
30,00
1,2 H2SiF6 1,5 H2SiF6
20,00
2 H2SiF6
10,00 0,00 1×
1,2× 1,5× Variasi Stoikiometri H2O2
2×
Gambar 5.11. Pengaruh variasi stoikiometri H2O2
5.2.4.
Pengaruh Suhu Pelindian
Dalam proses pelindian perlu diketahui pada suhu berapa proses lebih tepat dilakukan sehingga perlu dilakukan pelindian pada beberapa suhu operasi, yaitu tanpa pemanasan serta pelindian dengan pemanasan pada suhu 60, 70 dan 90 oC. Percobaan dilakukan pada kondisi pereaktan H2SiF6:H2O2 adalah 2:2 selama 2 jam. Hasil percobaan yang diuraikan pada Tabel 5.18 dan Gambar 5.12 menunjukkan, semakin meningkat suhu maka persen ekstraksi cenderung meningkat. Selain itu, pada percobaan tanpa pemanasan (suhu ruangan), suhu dalam proses meningkat dan bertahan pada suhu 35 oC hal ini menandakan bahwa reaksi berlangsung secara eksotermis seperti yang dibuktikan dari nilai delta enthalpy pada suhu ruangan reaksi bernilai negatif sebesar -67.950 kcal (hasil perhitungan menggunakan program HSC chemistry 8.0) Tabel 5.18. Hasil Percobaan Dengan Variasi Suhu No 1 2 3 4
Ukuran Partikel
Suhu o C
-325 #
35 60 70 90
Variasi Stoikiometri H2SiF6 2× 2× 2× 2×
59
H2O2 2× 2× 2× 2×
% Ekstraksi Pb 21,42 62,30 61,95 66,59
70
66,59
62,30 60
61,95
% Ekstraksi Pb
50 40 30 20
21,42
10 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Suhu Operasi oC
Gambar 5.12. Hasil Percobaan Variasi Suhu
5.2.5.
Pemurnian Larutan Ekstraksi
Proses pemurnian dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga) metode, hal ini dilakukan untuk melihat metode terbaik. Dari 3 (tiga) metode yang digunakan diperoleh data percobaan seperti pada Tabel 5.19, kondisi terbaik untuk memperoleh timbal yang lebih murni adalah dengan cara pembentukan PbCO3 pada pH 10 dengan recovery sebesar 68,26 %. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Rao, 2006 yaitu kondisi optimum pembentukan PbCO3 yaitu dengan menggunakan larutan Na2CO3 pada pH 10. Proses pembentukan PbCO3 tidak dilakukan pada pH < 4 hal ini disebabkan pada kondisi pH tersebut timbal akan lebih cenderung membentuk ion timbal (Pb2+) sehingga ion karbonat akan bereaksi dengan ion hidrogen (H+) dan akan melepaskan air (H2O) dan gas karbon dioksida (CO2), sesuai dengan persamaan reaksi berikut CO32- + 2H+ H2O + CO2
60
(Svehla, 1979)
Tabel 5.19. Perbandingan hasil pemurnian tiga metode No
Metode
Volume awal (ml)
Jumlah Pb awal (g)
Residu Pelarutan PbCO3
Konsentras i Pb Dalam Larutan (mg/l)
Volume akhir (ml)
Jumlah Pb Akhir (g)
Recovery
1
Pembentukan PbCO3 pada pH 4-5
10
1,17
0,4698
14520
53
0,77
65,62
2
Menaikan pH larutan ekstrak
25
0,60
Tidak dilakukan
74
56,00
0,0041
0,70
3
Pembentukan PbCO3 pada pH 10
50
5,85
0,84
75400
53
3,9962
68,26
5.3. Pelindian Zn 5.3.1.
Proses pengayakan basah
Proses pengayakan ini bertujuan untuk mengklasifikasikan sampel konsentrat ZnS berdasarkan ukuran partikelnya. Sampel diayak dengan menggunakan seriayakan berukuran 60, 100, 150, 200 dan 325 mesh. Pengayakan dilakukan dengan mengalirkan air agar tidak ada sampel yang terjebak diantara lubang-lubang saringan. Sampel konsentrat yang diayak sebanyak 6980 gram, berat sampel yang tertahan masing-masing dapat dilihat pada Tabel 5.20. Total hasil penimbangan seluruh fraksi ukuran, terdapat berat sampel yang hilang yaitu sebanyak 344,59 gram. Hal tersebut dikarenakan ada yang terbawa oleh air ketika proses pengayakan dan ketelitian saat penimbangan awal.
Tabel 5.20. Berat partikel yang tertahan hasil ayakan basah
No
Ukuran partikel
Berat (gram)
1
+60#
252,23
2
-60+100#
1935,53
3
-100+150#
1572,09
4
-150+200#
1054,5
5
-200+325#
951,49
6
-325#
869,57 6635,41
Total
61
5.3.2.
Pelindian Zn dari konsentrat Zn
5.3.2.1. Pelindian berdasarkan ukuran partikel
Proses pelindian sampel dengan variasi ukuran partikel bertujuan untuk mengetahui ukuran partikel yang tepat untuk dilindi dengan H2O2. Fraksi ukuran partikel yang digunakan adalah -100+150#, -150+200#, -200+325# dan -325#. Dalam percobaan ini sampel ZnS yang digunakan sebanyak 50 gr, air 50 ml, H2O2 sebanyak 100 ml yang diberikan secara bertahap setiap 15 menit, dan waktu reaksi 4 jam. Suhu reaksi ditinjau pada dua titik yaitu 30 dan 90°C. Persen ekstraksi pada Tabel 5.21 dan Gambar 5.13 menunjukkan semakin halus ukuran partikel maka semakin besar persen ekstraksi Zn karena semakin besar luas permukaan kontak konsentrat terhadap pereaktan.
Tabel 5.21. Hasil ekstraksi variasi ukuran partikel
Persen ekstraksi Zn
Suhu (°C) -100 +150#
-150 +200#
-200 +325#
-325#
30
5,41
8,58
10,35
12,51
90
7,49
12,61
14,68
16,84
35
Persen ekstraksi Zn
30
16,84 14,68
25 12,61
20 15 10
7,49
12,51 10,35
8,58
5,41
Suhu 90°C
5
Suhu 30°C
0 -100 +150
-150 +200 -200 +325 Fraksi ukuran partikel, mesh
-325
Gambar 5.13. Persen ekstraksi Zn dengan variasi ukuran partikel pada suhu 30 dan 90°C
62
5.3.2.2. Pelindian dengan variasi jumah air yang ditambahkan.
Air yang ditambahkan pada proses pelindian berfungsi membuat konsentrat menjadi lebih mudah untuk diaduk dalam bentuk lumpur. Untuk mengetahui pengaruh jumlah air terhadap persen ekstraksi dilakukan percobaan dengan menggunakan ukuran partikel dengan persen ekstraksi terbaik yaitu -325 mesh dengan jumlah H2O2 100 mL. Variasi jumlah air yang ditambahkan adalah 25; 50 dan 100 mL. Reaksi dilakukan pada suhu 90°C selama 4 jam. Tabel 5.22 dan Gambar 5.14 menunjukkan bahwa penambahan jumlah air cenderung mengurangi persen ekstraksi walaupun tidak terlalu signifikan pengaruhnya. Jumlah air yang ditambahkan dapat mempengaruhi konsentrasi H2O2 yang bereaksi dengan sampel sehingga persen ekstraksi menurun walaupun sedikit.
Tabel 5.22. Hasil ekstraksi berdasarkan jumlah air
Ukuran partikel
-325#
Jumlah
Persen
air (mL)
ekstraksi Zn
25
12,46
50
12,31
75
12,16
Persen ekstraksi Zn
13 12 11 10 9 8 7 6 5 20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
Jumlah air (mL) Gambar 5.14. pengaruh jumlah air terhadap persen ekstraksi Zn
63
5.3.2.3. Pelindian dengan pereaktan asam sulfat dan H2O2 sebagai oksidator
Pada umumnya, proses pelindian seng sulfida (ZnS) dilakukan dengan menggunakan asam sebagai pereaktan dan oksidator. Pada variasi ini akan dilakukan pelindian pada kondisi asam dengan menggunakan Asam sulfat (H2SO4) 2M dan oksidator hidrogen peroksida (H2O2) 30% pada suhu 90°C selama 4 jam. Kondisi ini bertujuan untuk melihat perbandingan hasil persen ekstraksi pada kondisi asam yang berlebih. Pada proses ini menggunakan variasi dari faktor pengali yaitu 1x, 1,2x dan 1,5x sehingga didapat jumlah H2SO4 dan H2O2 yang berbeda seperti yang dapat terlihat pada Tabel 5.23. Tabel tersebut dan Gambar 5.15 menunjukkan persen ekstraksi Zn meningkat seiring dengan penambahan jumlah asam sulfat. Persen ekstraksi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan hasil ekstraksi dari penggunaan H2O2 sebagai pelarut, 16,84%. Hal ini disebabkan derajat keasaman (pH) yang dibutuhkan dalam pelarutan Zn sesuai diagram eH-pH sistem Zn-S-H2O pada suhu 25°C Gambar 2.2 adalah 0 – 3. Sementara pH yang dihasilkan saat pelindian dengan H2O2 saja adalah 4 – 5. Namun persen ekstraksi Zn yang diperoleh juga belum optimal karena perhitungan kebutuhan asam sulfat hanya berdasarkan jumlah unsur Zn saja, padahal seharusnya memperhitungkan juga unsur lain yang dapat larut dalam asam sulfat
Tabel 5.23. Hasil ekstraksi Zn dengan pelarut asam sulfat
Ukuran
Stoikiometri
Volume H2SO4
partikel -325#
Volume
% ekstraksi
H2O2
Zn
1x
322,07 ml
65,7 ml
18,2968
1,2x
386,42 ml
78,9 ml
20,5294
1,5x
483,1 ml
98,6 ml
28,3145
64
30 28,3145
25 20 15
18,2968
20,5294
10 5 0 1x
1,2x
1,5x
Grafik 5.15. Grafik persen ekstraksi Zn menggunakan asam sulfat dengan perbandingan faktor pengali stoikiometri
65
5.4. Pelindian CuFeS2 5.4.1.
Pelindian Cu dengan pelarut Copper (II) chloride dalam larutan HCl
Pelindian pendahuluan Cu dari konsentrat CuFeS2 ukuran partikel -200+325# dan -325#, menggunakan CuCl2 12,40 gram (1x stoikiometri) dalam larutan HCl 0,2 M 100 mL pada 90°C selama 2 jam. Pelindian juga menggunakan H2O2 sebagai oksidator dengan variasi jumlah sesuai stoikiomteri. Hasil pelindian pendahuluan pada Tabel 5.24 dan Gambar 5.16 menunjukkan
Tabel 5.24. Persen ekstraksi pelindian Cu dengan variasi ukuran partikel dan Jumlah H2O2 Ukuran Partikel (mesh)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
-200 +325
-325,00
H2O2
Persen ekstraksi
1× 1,2× 1,5× 2× 1× 1,2× 1,5× 2×
28,81 36,60 37,05 33,90 25,75 26,08 29,70 25,77
38,00 36,00 Persen ekstraksi Cu
34,00
-200+325#
32,00 30,00 28,00 26,00
-325#
24,00 22,00 20,00 1×
1,2×
1,5×
2×
Gambar 5.16. Pengaruh ukuran partikel dan jumlah H2O2 terhadap persen ekstraksi Cu
66
Percobaan kemudian dilanjutkan dengan memvariasikan volume HCl 0,2 M untuk melarutkan CuCl2 (12,40 gram) menjadi 50 mL. Ukuran sampel konsentrat yang digunakan -200+325# dengan variasi stoikiometri H2O2. Hasil pelindian ditunjukkan pada Tabel 5.25 dan Gambar 5.17, volume HCl sebanyak 100 mL hasilnya lebih baik. Hal ini dikarenakan jumlah HCl sedikit maka jumlah yang bereaksi dengan Cu dari kalkopirit menjadi sedikit sehingga yang terlarut juga sedikit.
Parameter lain yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi HCl yang digunakan untuk melarutkan CuCl2 dengan volume tetap. Variasi konsentrasi HCl yang digunakan adalah 0,1; 0,2 dan 0,3 M dengan volume 100 mL dan variasi H2O2. Hasil pelindiannya dapat dilihat pada Tabel 5.26 dan Gambar 5.18 yang menunjukan pada konsentrasi HCl 0,3 M lebih baik persen ekstraksi Cu-nya. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentasi HCl, maka semakin besar Cu yang dapat bereaksi dengan HCl dan terlarutkan.
Tabel 5.25. Persen ekstraksi pelindian Cu dengan variasi volume HCl dan Jumlah H2O2
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Volume HCL (mL)
50
100
67
H2O2
Persen ekstraksi
1× 1,2× 1,5× 2× 1× 1,2× 1,5× 2×
26,73 28,01 29,28 20,62 28,81 36,60 37,05 33,90
40,00 38,00 Persen ekstraksi Cu
36,00
100 mL HCl
34,00 32,00 30,00 28,00 26,00 24,00 22,00
50 mL HCl
20,00 1×
1,2×
1,5×
2×
Gambar 5.17. Pengaruh volume HCl dan jumlah H2O2 terhadap persen ekstraksi Cu
Tabel 5.26. Persen ekstraksi pelindian Cu dengan variasi konsentrasi HCl No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Konsentrasi HCl (M)
0,1
0,2
0,3
68
H2O2
Persen ekstraksi
1× 1,2× 1,5× 2× 1× 1,2× 1,5× 2× 1× 1,2× 1,5× 2×
26,49 29,76 34,87 29,87 28,81 36,60 37,05 33,90 39,06 41,79 43,44 30,27
45,00
Persen Ekstraksi Cu
40,00 0,3 M HCl; 35,00
0,2 M HCl
30,00 25,00
0,1 M HCl
20,00 1×
1,2×
1,5×
2×
Gambar 5.18. Pengaruh konsentrasi HCl dan jumlah H2O2 terhadap persen ekstraksi
Selain dipengaruhi volume HCl, pelindian juga dilakukan dengan variasi jumlah CuCl2 untuk mengetahui pengaruhnya terhadap persen ekstraksi Cu dengan volume HCl 0,1 M tetap yaitu 50 mL dan menggunakan sampel -325# dan variasi H2O2. Percobaan tetap dilakukan pada 90°C selama 2 jam. Dengan hasil yang tertera pada Tabel 5.27 dan Gambar 5.19 yang menunjukkan persen ekstraksi terbaikyang diperoleh sebesar 43,31%. Semakin besar jumlah CuCl2 yang ditambahkan maka jumlah Cu yang terlarut meningkat. Hal ini disebabkan fungsi CuCl2 adalah sebagai oksidator yang membantu meningkatkan nilai oksidasi Cu dari +2 menjadi +1.
Paramater lain yang mempengaruhi pelindian adalah jumlah H2O2. Larutan H2O2 berfungsi mengoksidasi sulfida dari +2 menjadi 0 yang berarti menjadi sulfur elemen. pada percobaan di atas baik variasi ukuran partikel, volume HCl, konsentrasi HCl, maupun jumlah CuCl2 dilakukan dengan variasi stoikiometri H2O2, yaitu 1; 1,2; 1,5 dan 2x terhadap mol CuFeS2. Keseluruhan hasil pelindian menunjukkan hasil terbaik pada 1,5x penambahan H2O2 dan persen ekstraksi Cu berkurang saat jumlah H2O2 ditingkatkan. Hal ini disebabkan jumlah H2O2 yang bertambah banyak maka jumlah sulfida yang terkonversi menjadi sulfur akan bertambah banyak dan menutupi permukaan partikel kalkopirit yang belum bereaksi sehingga Cu yang terlarut menjadi sedikit.
69
Tabel 5.27. Persen ekstraksi pelindian Cu dengan variasi konsentrasi HCl dan Jumlah H2O2 Cumlah CuCl2(gram)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
9,3
12,4
14,88
H2O2
Persen ekstraksi
1× 1,2× 1,5× 2× 1× 1,2× 1,5× 2× 1× 1,2× 1,5× 2×
11,16 11,76 11,94 2,55 10,83 14,07 14,41 3,54 16,41 15,05 43,31 37,53
50 45 Persen ekstraksi Cu
40 35
1,2 x stoikiometri mol kalkopirit
30 25 20 15 10
0,75 x stoikiometri kalkopirit
5 0 1×
1,2×
1,5×
1x stokiometri kalkopirit
2×
Gambar 5.19. Pengaruh jumlah CuCl2 dan jumlah H2O2 terhadap persen ekstraksi 5.4.2.
Pelindian Cu dengan pelarut Ammonium hidroksida
Percobaan pendahuluan dilakukan dengan variasi perbandingan NH4OH dan H2O2 yaitu 1:0,25 ; 1:,33 dan 1:0,5 serta variasi jumlah NH4OH pada suhu 80°C. Hasil dari perbandingan pereaktan dan oksidator pada Tabel 5.28 dan Gambar 5.20 menunjukkan jumlah H2O2 memberikan hasil yang paling baik adalah 0,33 (1/3) kali dari jumlah NH4OH.
70
Persen ekstraksi
Tabel 5.28. Persen ekstraksi Cu dengan perbandingan NH4OH dan H2O2
0,400 0,350 0,300 0,250 0,200 0,150 0,100 0,050 0,000
NH4OH:H2O2
Persen ekstraksi
1:0,25
0,184
1:0,33
0,341
1:0,5
0,291
0,34 0,29 0,18
0,2
0,25
0,3
0,35
0,4
0,45
0,5
0,55
Faktor pengali H2O2 terhadap NH4OH
Gambar 5.20. Persen ekstraksi Cu dengan perbandingan NH4OH dan H2O2 Percobaan selanjutnya dengan variasi jumlah NH4OH dilakukan mengunakan H2O2 0,33 kali jumlah NH4OH sesuai hasil terbaik dari perbandingan NH4OH dan H2O2 sebelumnya. Tabel 5.29 dan Gambar 5.21 menunjukkan hasil percobaan variasi jumlah NH4OH, tampak semakin banyak jumlah NH4OH yang digunakan maka semakin bertambah jumlah persen ekstraksi yang diperoleh. Hal ini terjadi, karena ada unsur lain selain Cu yang bereaksi dengan pereaktan sehingga memerlukan jumlah NH4OH lebih banyak untuk melarutkan semua Cu yang ada.
Tabel 5.29. Persen ekstraksi Cu berdasarkan kenaikan jumlah NH4OH Jumlah NH4OH
Persen ekstraksi
1 x stoikiometri
0,34
1,1 x stoikiometri
0,45
1,3 x stoikiometri
0,85
1,4 x stoikiometri
1,20
71
1,400
Persen ekstraksi
1,200
1,20
1,000 0,85
0,800 0,600 0,400
0,45
0,34
0,200 0,000 1
1,1
1,2
1,3
1,4
1,5
Jumlah NH4OH (x stoikiometri)
Gambar 5.21. Persen ekstraksi Cu terhadap kenaikan jumkah NH4OH
Namun jumlah persen ekstraksi yang diperoleh sangat rendah, sehingga dilakukan percobaan dengan mekanisme penambahan H2O2 yang berbeda yaitu secara bertahap setiap 30 menit. Jumlah NH4OH : H2O2 yang digunakan 1:0,33 selama 4 jam reaksi dengan variasi suhu (25; 60; 70; 80 dan 90°C) menggunakan ukuran partikel -200+325#. Hasil pelindian tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.30 dan Gambar 5.22 yang menunjukkan peningkatan suhu ekstraksi menghasilkan penurunan persen ekstraksi. Hal ini disebabkan NH4OH dan H2O2 mengalami penurunan kandungan masing-masing seiring dengan bertambahnya suhu seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.31. Oleh sebab itu, pelindian tanpa pemanasan lebih besar persen ekstraksinya.
Tabel 5.30. Persen ekstraksi Cu hasil pelindan variasi suhu dengan penambahan H2O2 bertahap
Suhu (°C)
Persen ekstraksi Cu
25
7,10
60
3,45
70
2,75
80
1,08
90
0,04
72
8,00 7,10
7,00 Persen Ekstraksi Cu
6,00 5,00 4,00
3,45
3,00
2,75
2,00 1,08
1,00 0,00 0
20
40
60
80
0,04 100
Suhu (°C)
Gambar 5.22. Pengaruh suhu terhadap persen ekstraksi dengan penambahan H2O2 bertahap
Tabel 5.31. Kandungan NH4OH dan H2O2terlarut dalam variasi suhu
Suhu (°C)
NH4OH (mg/L)
H2O2 (%)
60
92,438
30,15
70
62,609
30,15
80
26,087
29,8
90
7,844
23,49
73
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Larutan H2SiF6 untuk pelindian Pb dari konsentrat PbS dapat melarutkan Pb dengan baiknamun tidak selektif h tetapi juga melarutkan Zn dan Fe, sehingga perlu memperhitungkan kandungan unsur pengikut tersebut dalam sampel. Sementara pemakaian H2O2 dalam jumlah sangat berlebih (2x stoikiometri) tidak mempengaruhi ekstraksi Pb secara signifikan, sehingga perlu diketahui jumlah optimum H2O2 yang dibutuhkan. Selain itu, pemurnian larutan PbSiF6 melalui metode presipitasi harus disertai pengendapan bertahap terhadap unsur pengikut seperti Fe dan Zn untuk memperoleh larutan PbSiF6 yang lebih murni.
Penggunaan larutan H2O2 saja sebagai pelarut sekaligus oksidator dalam pelindian Zn dari konsentratnya tidak memberikan hasl yang baik karena terbentuk sulfur elemen pada residu artinya sulfur menutupi partikel Zn yang belum bereaksi, selain itu pH larutan yang dihasilkan dalam rentang 4-5 padahal Zn terlarut dengan baik pada pH 0-3, sehingga memerlukan bantuan tambahan larutan asam seperti asam sulfat.
Pelindian Cu dengan menggunakan pelarut basa seperti NH4OH dapat berlangsung baik pada suhu ruangan dan H2O2 yang dibutuhkan juga tidak banyak yaitu 1/3 dari jumlah ammonia yang digunakan. Sementara pelindian Cu menggunakan CuCl2 dalam larutan HCl menghasilkan persen ekstraksi yang cukup baik (dipengaruhi oleh konsentrasi HCl dan jumlah CuCl2).
6.2. Saran
Perlu dilakukan pelindian Pb dari konsentrat PbS dengan variasi waktu, validasi variasi suhu dan penambahan material tambahan sebagai pencegah terbentuknya PbSO4. Perlu dilakukan pelindian Zn dari konsentrat ZnS dengan pelarut asam sulfat dan oksidator H2O2 yang lebih intensif.
Pelindian dengan NH4OH nampak menjanjikan untuk ditindaklanjuti karena tidak memerlukan reaktor berspesifikasi khusus, namun masih perlu memperhitungkan unsur lain selain Cu yang dapat larut dalam NH4OH. Sedangkan penggunaan larutan HCl sangat efektif proses pelarutannya namun masih perlu diketahui jumlah CuCl2 yang tepatdigunakan sebagai oksidan agar mendapatkan hasil ekstraksi optimal. 74
DAFTAR PUSTAKA
A.O.Adebayo, K.O.Ipinmoroti, O.O. Ajayi, 2006. Leaching of Sphalerite with Hydrogen Peroxide and Nitric Acid Solutions. Nigeria : Federal University of Technology Irannajad, M.,, Meshkini, M., dan Azadmehr, A., R.,. 2012. Leaching of Zinc from Low Grade Oxide Ore Using Organic Acid. Iran : Amirkabir University of Technology. Kamus Pertambangan, 2011. Pusat penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan batubara, Kementrian Energi dan Sumber Daya Manusia.
Konish, H. Selective Separation and Recovery of Copper from Iron and Copper Mixed Waste by Ammonia Solution.
Nooshabadi, A.J. and
Rao, K.H, 2014. Formation of hydrogen peroxide by sulphide
minerals.Jurnal Hydrometallurgi 141, halaman 82-88.
Venkatachalam,S, 1998. HYDROMETALLURGY. Narosa Publishing House, London
Golomeov, B., Krstev, B., Golomeova, M., Krstev, A., 2011. The Choice Between Production Of Lead Selective Concentrate OrRecovery Of Lead And Elemental Sulphur From Galenite DomesticOres. Prosiding International congress – machines, technologies, materials (MTM), halaman 11 – 13.
Rao, S. R., 2006. Resource Recovery And Recycling From Metallurgical Wastes. Amsterdam: Elsevier. Svehla, G., 1979. Textbook Of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Anlysis. London: Longman Group Limited.
75
LAMPIRAN 1
KANDUNGAN LARUTAN H2SIF6
76
LAMPIRAN 2
MetodePerhitungan Pelindian Pb
ρ H2SiF6
:
Mol Pb
:
Mol PbS
:
mol Zn
:
Mol ZnS
:
Pengalian Stoikiometri
:
ml H2SiF6
:
ml H2O2
:
g Pb dalam larutan ekstrak
:
% Pb terekstrak
:
% Recovery Pb (Pemurnian)
:
(BeratPikno + Air) – Berat Pikno Kosong ρ Air padasuhu T oC gr Pb dalam sampel MR Pb MR PbS × molPb MR Pb gr Zn dalamsampel MR Zn MR ZnS × mol Zn MR Zn Faktor Pengali × Mol Stoikiometri (100/40) × mol H2SiF6 ρ H2SiF6 (100/40) ×mol H2O2 ρ H2O2 Kadar Pb (mg/l) × Volume larutan ekstrak (ml) 1000000 g Pb (ekstrak) × 100% g Pb awal (sampel) g Pb (awal) - g Pb (akhir) × 100% g Pb (awal)
77
LAMPIRAN 3 Hasil analisis XRD
Gambar Lamp 3.1.. Hasil analisis XRD konsentrat PbS fraksi -60+100#
78
Gambar Lamp 3.2. Hasil analisis XRD konsentrat PbS fraksi -100 + 150 #
79
Gambar Lamp 3.3. Hasil analisis XRD konsentrat PbS fraksi -150 + 200 #
80
Gambar Lamp 3.4. Hasil analisis XRD konsentrat PbS fraksi -200 + 325 #
81
Gambar Lamp 3.5. Hasil analisis XRD konsentrat PbS fraksi - 325 #
82
Gambar Lamp 3.6. Hasil analisis XRD konsentrat ZnS fraksi –60+100 #
83
Gambar Lamp 3.7. Hasil analisis XRD konsentrat ZnS fraksi –100+150#
84
Gambar Lamp 3.8. Hasil analisis XRD konsentrat ZnS fraksi –150+200 #
85
Gambar Lamp 3.9. Hasil analisis XRD konsentrat ZnS fraksi –200+325 #
86
Gambar Lamp 3.10. Hasil analisis XRD konsentrat ZnS fraksi –325 #
87
Gambar Lamp 3.11. Hasil analisis XRD konsentrat CuFeS2 fraksi -60+100#
88
Gambar Lamp 3.12. Hasil analisis XRD konsentrat CuFeS2 fraksi -100+150#
89
Gambar Lamp 3.13. Hasil analisis XRD konsentrat CuFeS2 fraksi -150+200#
90
Gambar Lamp 3.14. Hasil analisis XRD konsentrat CuFeS2 fraksi -200+325#
91
Gambar Lamp.3.15. Hasil analisis XRD konsentrat CuFeS2 fraksi -325#
92