EKSPLORASI SENYAWA ANTIMIKROBA DAN ANTIOKSIDAN DARI BULU BABI (Diadema setosum)
FEBRINA OLIVIA AKERINA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Eksplorasi Senyawa Antimikroba dan Antioksidan dari Bulu babi (Diadema setosum)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Febrina Olivia Akerina NIM C351120111
RINGKASAN FEBRINA OLIVIA AKERINA. Eksplorasi Senyawa Antimikroba dan Antioksidan dari Bulu babi (Diadema setosum). Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan RUDDY SUWANDI. Bulu babi merupakan biota perairan yang memiliki nilai jual tinggi. Senyawa aktif yang dihasilkan oleh bulu babi memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai senyawa antimikroba alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aktif ekstrak bulu babi yang berperan sebagai antimikroba dan menganalisis potensi ekstrak bulu babi sebagai antioksidan. Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu penelitian pendahuluan untuk menentukan bagian bulu babi terbaik yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi, dan penelitian utama untuk mengkarakterisasi potensi bagian bulu babi terbaik sebagai antimikroba dan antioksidan. Aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak gonad bulu babi memiliki aktivitas antibakteri tertinggi dengan zona hambat (1,83±0,74) mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 1,5±0 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Komposisi gizi gonad bulu babi secara berurutan adalah kadar air (64,97±0,08%); kadar abu (2,72±0,13%); kadar lemak (19,73±0,04%); kadar protein (12,26±0,3%); dan kadar karbohidrat (0,33±0,17%). Komponen bioaktif yang terdeteksi pada ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol gonad bulu babi berasal dari golongan steroid/triterpenoid dan saponin. Nilai LC50 ekstrak gonad bulu babi dari masing-masing pelarut berturut-turut : ekstrak etil asetat 471,861 ppm, metanol 563,226 ppm, dan ekstrak n-heksana 577,531 ppm. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara interaksi perbedaan jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak etil asetat gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus dibandingkan dengan bakteri E.coli. Ekstrak gonad bulu babi tidak memiliki aktivitas antimikroba terhadap Candida albicans. Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak n-heksana dan etil asetat gonad bulu babi adalah 500 ppm terhadap bakteri S. aureus. Fraksinasi dengan KLT menunjukkan keberadaan senyawa steroid/terpenoid setelah disemprot dengan penampak warna anisaldehid-asam sulfat. Fraksi hasil KLT tidak menunjukkan penghambatan terhadap bakteri E. coli dan S. aureus pada analisis bioautografi. Ketiga ekstrak gonad bulu babi tidak menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 masing-masing ekstrak adalah n-heksana 3.045,5 ppm, etil asetat 2.826,125 ppm, metanol 1.451,156 ppm. Kata kunci : antimikroba, antioksidan, bulu babi, D. setosum, senyawa aktif.
SUMMARY FEBRINA OLIVIA AKERINA. Exploration of Antimicrobial and Antioxidant Compound from Sea Urchin (Diadema setosum). Supervised by TATI NURHAYATI dan RUDDY SUWANDI. Sea urchin is known as highly valued seafood. Its bioactive compound also has a potential as natural antimicrobial agent. The aims of this research were to isolate and identify the antimicrobial bioactive compounds from sea urchin extract and analyzing the potential of sea urchin’s extract as an antioxidant . This research was divided into two phases, the preliminary research to determine the best part of sea urchin that shown highest antibacterial activity and the main research to characterize antimicrobial and antioxidant activities. Gonads extract exhibited the high antibacterial activity against Escherichia coli and Staphylococcus aureus at 1.83±0.74 mm and 1.5±0 mm, respectively. In the main research, proximate composition from gonad of sea urchin were water content (64.97±0.08%); ash (2.72±0.13%); lipid (19.73±0.04%); protein (12.26±0.3%), and (0.33±0.17%). The detected bioactive compounds from the three different solvents of gonads extract were steroid/triterpenoid and saponin. Their lethal toxicity values (LC50) were 471.861 ppm (ethyl acetate), 563.226 ppm (methanolic), and 577.531 ppm (n-hexane). The result of Duncan’s multiple test showed significant differences between interaction of bacteria and consentration of ethyl asetat’s extract against S.aureus than E.coli. Gonadal’s extract has no antimicrobial activity against Candida albicans . The MIC value of n-hexane and ethyl acetate gonadal’s extract were 500 ppm against S. aureus. The TLC result indicated the presence of steroidal/triterpenoid compounds after spraying with anisaldehid-sulphuric acid. The result of bioautography test of the TLC fraction exhibited no inhibiton zone against S. aureus and E. coli. The three gonads extracts have no antioxidant activity against DPPH, their IC50 value were 3045.5 ppm (n-hexane), 2826.125 ppm (ethyl acetate), and 1451.156 ppm (methanolic). Keyword : antimicrobial, antioxidant, bioactive compound, Diadema setosum, sea urchin
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
1
EKSPLORASI SENYAWA ANTIMIKROBA DAN ANTIOKSIDAN DARI BULU BABI (Diadema setosum)
FEBRINA OLIVIA AKERINA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Sri Purwaningsih, M.Si
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas hikmat yang telah diberikan sehingga tesis dengan judul “Eksplorasi Senyawa Antimikroba dan Antioksidan dari Bulu Babi (Diadema setosum)” ini berhasil diselesaikan. Penulisan tesis ini tidak dapat berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Tati Nurhayati, SPi, MSi, selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan, arahan dan masukan selama penyusunan tesis ini. 2. Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi, selaku dosen penguji atas kesediaan waktu dan masukkan yang diberikan. 3. Dr. Ir. Wini Trilaksani, MSc selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan. 4. Keluarga besar penulis, Mama, Papa, Yus, Cice, Aliya, dan Ona atas doa, motivasi dan dukungan kepada penulis selama menempuh studi dan menjalankan penelitian. 5. Ibu Ema, Mba Dini, dan Mba Dila dari Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan atas bantuan selama proses penelitian. 6. Teman-teman mahasiswa dan staf Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka untuk bantuan dan dukungan yang diberikan. 7. Teman-teman THP 2012 atas persahabatan, semangat, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Asti, Tia, kaka Neon, dan Eko atas kebersamaan, dukungan, motivasi, dan persahabatan yang telah diberikan kepada penulis. 9. Teman-teman Malibu girls (Kaka Sofi, Ida, Alin, kaka Ona, ade Selfi dan kaka Ella) atas motivasi, doa, dukungan dan kebersamaan yang dibangun selama di Bogor, dan selama penulis melakukan penelitian. 10. Anggota Persekutuan Mahasiswa Maluku atas kebersamaan, dukungan dan nasehat-nasehat yang diberikan. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh studi, menjalani penelitian, dan akhirnya bisa menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini jauh dari kesempurnaan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi civitas akademika IPB secara khusus dan masyarakat Indonesia pada umumnya
Bogor, November 2015
Febrina Olivia Akerina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
xi xi xi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 2 3 3
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian Metode Penelitian Analisis Data
4 4 4 6 12
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Morfometri dan rendemen bulu babi Ekstrak bulu babi Aktivitas antibakteri bulu babi Komposisi kimia gonad bulu babi Ekstrak gonad bulu babi Komponen aktif ekstrak gonad bulu babi Toksisitas ekstrak gonad bulu babi Aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi Konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi Fraksi KLT dan aktivitas ekstrak (bioautografi) Aktivitas antioksidan ekstrak gonad bulu babi
14 15 16 16 17 18 20 20 25 26 28
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
29 29
DAFTAR PUSTAKA
30
RIWAYAT HIDUP
3552
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Persentase rendemen ekstrak bulu babi Komposisi kimia gonad bulu babi Hasil analisis komponen bioaktif gonad bulu babi Nilai LC50 ekstrak gonad bulu babi Hasil analisis konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi Perbandingan eluen terbaik dan nilai Rf ekstrak etil asetat gonad bulu babi 7 Nilai IC50 ekstrak gonad bulu babi dan vitamin C
15 16 19 20 25 26 28
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Diagram alir penelitian Diadema setosum Persentase rendemen bulu babi ( : cangkang, : duri, : bagian lain, : gonad) 4 Ekstrak kasar gonad bulu babi (a) ekstrak n-heksana; (b) ekstrak etil asetat; (c) ekstrak metanol 5 Aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi ( ) 2 mg, ( ) 1 mg, ( ) 0,5 mg. 6 Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg) 7 Aktivitas antibakteri ekstrak metanol gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg) 8 Aktivitas antibakteri ekstrak n-heksan gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg) 9 Hasil KLT ekstrak etil asetat gonad bulu babi 10 Hasil analisis dengan penampak warna anisaldehid-asam sulfat
5 14 15 18 21
22
23
24 26 27
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Analisis aktivitas antibakteri bulu babi Analisis proksimat gonad bulu babi Analisis fitokimia ekstrak gonad bulu babi Analisis BSLT ekstrak gonad bulu babi Hasil pengamatan aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi Analisis konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi Fraksinasi ekstrak etil asetat gonad bulu babi dan bioautografi Analisis aktivitas antioksidan ekstrak gonad bulu babi
37 37 39 40 43 47 48 49
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bulu babi merupakan salah satu jenis biota perairan yang berasal dari filum echinodermata yang penyebarannya hampir diseluruh zona perairan. Suwignyo et al. (2005) menyatakan bahwa ada 950 spesies bulu babi yang tersebar diseluruh dunia. Penyebaran bulu babi di Perairan Indonesia, Malaysia, Filipina, dan wilayah Australia Utara sekitar 316 jenis, sedangkan di Perairan Indonesia sendiri sekitar 84 jenis yang berasal dari 21 familia dan 48 genus (Aziz 1987). Diadema setosum merupakan salah satu jenis bulu babi menyebar di seluruh zona terumbu karang antara lain pada zona pasir, zona pertumbuhan alga, zona lamun sampai daerah tubir (Zakaria 2013). Populasi spesies ini lebih banyak ditemukan pada daerah karang yang kondisinya telah rusak dan hidupnya mengelompok dengan tujuan untuk mempertahankan diri dari ancaman musuh. Bulu babi secara umum merupakan hewan nokturnal yang aktif pada malam hari, sepanjang siang mereka bersembunyi di celah-celah karang dan keluar pada malam hari untuk mencari makan. Secara umum bulu babi memakan alga coklat, alga hijau, dan lamun sebagai makanan utamanya sedangkan D. setosum, karena hidupnya di bawah batas surut terendah maka sumber makanannya berasal dari berbagai jenis alga serta partikel organik/detritus (Ratna 2002). Di Indonesia D. setosum merupakan salah satu jenis bulu babi yang dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki komponen gizi tinggi sehingga memberikan efek yang baik bagi kesehatan. Gonad atau telur bulu babi dimanfaatkan sebagai bahan makanan di seluruh belahan dunia yang dikenal sebagai roe atau uni yang merupakan makanan laut bernilai tinggi dan lezat (Arafa et al. 2012). Menurut Hagen (1996) gonad bulu babi sangat digemari oleh masyarakat jepang dan merupakan penting bagi masyarakat pesisir di Cili. Bagian lain dari bulu babi yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan adalah cankang dan duri. Shankarlal et al. (2011) menyatakan bahwa cangkang bulu babi diketahui mengandung berbagai pigmen polihidrosilat naptokuinon dan spinokrom yang memiliki fungsi mirip dengan echinokrom A, yang berpotensi membunuh bakteri (bakterisidal). Bulu babi selain memiliki cangkang yang keras, 95% bagian tubuh bulu babi juga didominasi oleh duri-duri yang sangat rapuh dan beracun. Duri bulu babi digunakan untuk bergerak, mencapit makanan dan melindungi diri, sedangkan untuk jenis-jenis tertentu mengandung racun. Dahl et al. (2010) menyatakan racun yang terdapat pada duri bulu babi berasal dari serotonin, glikosida, steroid, bahan cholinergic, dan brandykinin-like substances. Aprilia et al. (2012) menyatakan duri dan cangkang bulu babi memiliki potensi sebagai antimikroba karena memiliki kandungan senyawa aktif yang bersifat toksik. Menurut Abubakar et al. (2012) toksin yang dihasilkan oleh organisme salah satunya bulu babi dapat dimanfaatkan dalam bidang pengobatan yang berpotensi sebagai antibiotik tipe baru untuk dikembangkan dalam bidang farmasi karena mengandung senyawa aktif. Senyawa bioaktif merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme untuk mempertahankan diri dari ancaman yang berasal dari
2
lingkungan maupun hewan disekitarnya. Hewan-hewan laut tidak terlindungi dari bakteri-bakteri yang toleran terhadap konsentrasi tinggi, jamur, dan virus, yang mungkin saja bersifat patogen terhadap organisme tersebut, dengan demikian metabolit sekunder ini diproduksi untuk mempertahankan diri. Abubakar et al. (2012) menyatakan bahwa pertahanan suatu organisme tergantung dari efisiensi senyawa antimikroba yang dihasilkan untuk dapat melindungi dirinya terhadap infeksi mikroba tersebut. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa bulu babi memiliki potensi sebagai antimikroba diantaranya adalah Li et al. (2010) yang melaporkan bahwa 43% aktivitas antimikroba berasal dari 83 spesies echinodermata yang tidak teridentifikasi yang diperoleh dari pantai barat Baja California dan Teluk California, 58% dari 36 spesies yang tidak diidentifikasi dari Laut Karibia menunjukkan aktivitas antimikroba. Bryan et al. (1997) menyatakan bahwa di Teluk Meksiko, 80% dari 22 spesies echinodermata menunjukkan aktivitas antimikroba. Penelitian lain yang dilaporkan oleh Haug et al. (2002) menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ditemukan pada bagian tubuh yang berbeda dari green sea urchin menggunakan bakteri uji Vibrio anguillarum serotipe O2 (FT 1801), Escherichia coli (ATCC 15922), Staphylococcus aureus (ATCC 9144) dan Corynebacterium glutamicum (ATCC 13032). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli yang juga dilaporkan oleh Abubakar et al. (2012) menyatakan bahwa berbagai senyawa antimikroba yang berasal dari echinodermata yaitu steroidal glikosida (Andersson et al. 1989), sterol polihidroksilat (Iorizzi et al. 1995), lisozim (Canicatti dan Roch, 1989; Stabili dan Pagliara, 1994), complement-like substance (Leonard et al. 1990), dan antimicrobial peptide (Beauregard et al. 2001). Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa filum echinodermata salah satunya bulu babi memiliki potensi sebagai antimikroba. Filum echinodermata juga diketahui memiliki potensi sebagai antioksidan alami. Penelitian yang dilakukan Rasyid (2012) menemukan bahwa teripang memiliki potensi sebagai antioksidan dengan nilai IC50 65,08 ppm dan kandungan α-tokoferol 2,75 ppm. Penelitian yang dilakukan Powell et al. (2014) menyatakan bahwa ekstrak cangkang bulu babi Psammechinus miliaris memiliki nilai total fenol 690 μg GAE/g, yang diketahui memiliki hubungan dengan aktivitas antioksidan. Shankarlal et al. (2011) melaporkan juga bahwa cangkang bulu babi Salmacis virgulata menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih baik pada konsentrasi 100 μg/mL dengan persen inhibisi 77,51% dibandingkan asam askorbat dengan persen inhibisi 82,64%. Penelitian-penelitian ini juga menegaskan bahwa bulu babi memiliki potensi sebagai antioksidan alami. Penelitian mengenai isolasi dan karakterisasi komponen antimikroba dan antioksidan D. setosum di Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian lebih banyak diarahkan pada morfometri, pertumbuhan embrio, uji toksisitas, asam lemak, asam amino, dan logam berat. Potensi bulu babi sebagai antimikroba dan antioksidan perlu dikembangkan karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat dalam bidang farmasi. Perumusan Masalah Seiring berkembangnya penelitian yang dilakukan oleh peneliti di bidang farmasi, diketahui bahwa beberapa jenis bakteri memiliki resistensi terhadap
3
antibiotik yang telah dikenal secara komersil. Secara umum antibiotik lebih banyak diisolasi dari organisme yang berasal dari lingkungan terestrial, namun keberagaman jenis produk alami lingkungan terestrial lebih sedikit dibandingkan dengan lingkungan perairan (lautan). Keberagaman produk alami yang tinggi pada lingkungan perairan laut memungkinkan untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai agen terapi. Organisme laut mampu membentuk konstelasi biomolekul untuk bertahan hidup dalam lingkungan, sehingga mereka mampu menghadapi persaingan yang ketat dengan mikroba patogen. Haug et al. (2002) melaporkan bahwa echinodermata merupakan organisme bentik yang terus menerus terpapar oleh bakteri, virus, dan jamur dengan konsentrasi tinggi sehingga mungkin berbahaya bagi organisme tersebut. Daya tahan dari organisme sangat tergantung pada efisiensi mekanisme antimikroba yang dihasilkan untuk melindungi dirinya terhadap infeksi mikroba. Organisme memiliki kemampuan untuk bertahan hidup yang berbeda-beda, bentuk pertahanan organisme laut bulu babi adalah racun yang dikeluarkan lewat durinya. Racun yang dihasilkan merupakan bentuk dari metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bulu babi untuk mempertahankan dirinya. Penelitian mengenai potensi bulu babi sebagai antimikroba maupun antioksidan telah banyak dilakukan terhadap beberapa jenis bulu babi diantaranya Temnopleurus alexandri, Temnopleurus toreoumaticus, Tripneustes gratilla, Diadema savignyi, dan jenis lainnya sedangkan jenis Diadema setosum belum banyak diketahui padahal Diadema setosum merupakan salah satu jenis bulu babi yang penyebarannya melimpah di Perairan Indonesia, jenis ini juga telah dibudidayakan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1 Mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aktif ekstrak bulu babi yang berperan sebagai antimikroba. 2 Menganalisis potensi ekstrak bulu babi sebagai antioksidan. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1 Dapat mengetahui senyawa aktif ekstrak bulu babi yang berperan sebagai antimikroba. 2 Dapat mengetahui potensi ekstrak bulu babi sebagai antioksidan.
4
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada Bulan Februari 2014 sampai dengan Juni 2015 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, dan Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam; Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka dan Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bulu babi jenis Diadema setosum dari Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah metanol (Merck), etil asetat (Merck), dan nheksana (Merck). Bahan lain yang digunakan untuk analisis adalah bakteri Escherichia coli (ATCC 8739) dari IPBCC, Staphylococcus aureus (ATCC 6538) dari LIPI Cibinong, nutrient agar (NA), potato dextrose agar (PDA), potato dextrose broth (PDB), nutrient broth (NB), Mueller hinton agar (MHA), Saborous dextrose agar (SDA), akuades, jamur Candida albicans (ATCC 200) dari Departemen Patologi, Universitas Indonesia, larva Artemia salina, plat alumina oxide silica gel 60 F254 (Merck) dan penampak warna anisaldehid-asam sulfat, 1,1-difenil-1-pikrilhidrazill (DPPH), pelarut dimethyl sulfoxide (DMSO), dan asam askorbat. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, orbital shaker (WideShake SHO-1D), vacum rotary evaporator (Eyela OSB-2110), autoklaf (Yamato SM 52), spektrofotometer (UV VIS RS 2500), inkubator (Yamato IS900), laminar, oven sterilisasi (Yamato SH62), oven pengering (EHRET), vial BSLT, chamber kromatografi lapis tipis (KLT), lampu UV (Ultra-Violet Product), spektrofotometer (Epoch Biotech), microplate (Iwaki), dan alat gelas. Prosedur Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahapan yakni penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pedahuluan terdiri dari ekstraksi bulu babi (duri, cangkang dan gonad) dan pengujian aktivitas antibakteri bulu babi. Bagian bulu babi yang menunjukkan aktivitas antiakteri terbaik selanjutnya digunakan sebagai sampel pada penelitian utama. Penelitian utama meliputi analisis proksimat, ekstraksi, analisis fitokimia, brine shrimp lethality test (BSLT), aktivitas antimikroba, konsentrasi hambat minimum (KHM), fraksinasi dengan KLT dan bioautografi, serta pengujian aktivitas antioksidan. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.
5
Bulu babi
Preparasi
Cangkang
Penelitian pendahuluan
Gonad
Duri
Ekstraksi dengan metanol (1:3)
Ekstrak Cangkang
Ekstrak gonad
Ekstrak duri
Pengujian aktivitas antibakteri (Moorthy et al. 2007)
Aktivitas antibakteri (Moorthy et al. (2007) Bagian bulu babi terbaik
Analisis proksimat (AOAC 2005)
Ekstraksi bertingkat
Penelitian utama Ekstrak nheksana
Ekstrak Etil asetat
Pelarut yang digunakan : n-heksana, etil asetat dan metanol (1:3) Ekstrak metanol
Analisis fitokimia ( Harborne 1984) Analisis BSLT (Meyer et al. 1982) Analisis aktivitas antimikroba (Moorthy et al. 2007) Analisis KHM (Wiegand et al. 2008) Fraksinasi dengan KLT (Bhattarai et al. 2008) dan bioautografi (Rahalison et al. 1991) Analisis aktivitas antioksidan (Tamakou et al. 2012)
Gambar 1 Diagram alir penelitian
6
Metode Penelitian Penentuan proporsi bagian bulu babi Sampel yang diperoleh dipreparasi untuk memisahkan bagian-bagian bulu babi yaitu cangkang, duri, dan gonad. Pengukuran rendemen merupakan persentase antara berat bahan yang digunakan dengan berat keseluruhan dari bahan. Pengukuran rendemen bulu babi menggunakan 30 ekor bulu babi dan data yang diperoleh dihitung dengan rumus berikut : Rendemen (%) =
Berat bagian yang digunakan (g) x 100 % Berat utuh bulu babi (g)
Ekstraksi bulu babi Ekstraksi bulu babi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol p.a terhadap bagian bulu babi (duri, cangkang dan gonad). Sebanyak 50 g sampel ditimbang dan direndam pelarut dengan perbandingan 1:3, dan dikocok menggunakan shaker dengan kecepatan 180 rpm selama 72 jam. Ekstrak disaring menggunakan kertas saring Whatman no. 1. Hasil ekstraksi dievaporasi menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu 40 ºC. Ekstrak disimpan pada suhu 4 ºC sebelum dianalisis. Uji aktivitas antibakteri Metode uji aktivitas antibakteri pada penelitian pendahuluan menggunakan metode difusi sumur. Parameter yang diuji adalah diameter zona hambat (mm) dari masing-masing ekstrak bulu babi. Langkah yang dilakukan meliputi peremajaan bakteri, kultur bakteri dan pengujian aktivitas antibakteri. Peremajaan bakteri uji Sebanyak 1,4 g NA dilarutkan dalam akuades dan dipanaskan hingga larut sempurna. Media dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL dan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 ºC bertekanan 1 atm selama 15 menit. Media dimiringkan dan didiamkan hingga memadat. Sebanyak 1 ose bakteri diinokulasikan pada NA dan diinkubasi selama 24 jam pada inkubator dengan suhu 37 ºC. Persiapan kultur bakteri uji Bakteri uji (E. coli dan S. aureus) segar diinokulasikan sebanyak 1-3 ose ke dalam 9 mL NB, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37 ºC. Kultur bakteri diukur optical density (OD) menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm.
7
Pengujian antivitas antibakteri ekstrak bulu babi terhadap bakteri uji (modifikasi Moorthy et al. 2007) Media MHA yang telah dicampurkan dengan 20 μL inokulum bakteri dimasukkan ke dalam cawan petri steril, selanjutnya pada MHA tersebut dibuat sumur dengan kedalaman ±3 mm menggunakan pipet tetes steril. Ekstrak dengan konsentrasi 100, 1.000, 5.000, 10.000 ppm diteteskan pada sumur sebanyak 20 μL. Perlakuan kontrol positif menggunakan antibiotik kloramfenikol 300 μg/sumur dan kontrol negatif menggunakan pelarut metanol 20 μL/sumur. Media diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Aktivitas antibakteri ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar sumur dan diukur menggunakan penggaris. Analisis proksimat (AOAC 2005) Analisis proksimat bertujuan untuk mengetahui nutrisi yang terdapat pada sampel bulu babi. Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat. - Analisis kadar air Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan atau jumlah air yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 °C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang sampai berat cawan konstan. Cawan yang telah diisi sampel dengan berat 1 gram selanjutnya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 °C selama 5-6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin (30 menit) kemudian ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus berikut : Kadar air % = Keterangan:
B−C x 100% B−A
A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram) C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)
- Analisis kadar abu Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven suhu 105 ºC selama 30 menit. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator (30 menit) dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Sampel tersebut dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (600 ºC) selama 7 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang.
8
Perhitungan kadar abu ditentukan dengan rumus : Kadar abu % = Keterangan:
C−A x 100% B−A
A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)
- Analisis kadar lemak Sebanyak 5 g sampel (A) dimasukkan ke dalam kertas saring dan selongsong lemak, setelah itu masukkan dalam labu lemak yang telah ditimbang beratnya (B) dan disambungkan dengan tabung sokhlet. Selongsong lemak kemudian dimasukkan dalam ruang akstraktor tabung sokhlet dan disiram dengan pelarut lemak. tabung reaksi, lalu dipasang pada alat destilasi sokhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 ºC menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada di dalam labu lemak didestilasi hingga menguap sempurna. Labu lemak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC dan didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (C). Perhitungan kadar lemak ditentukan dengan rumus : Kadar lemak % = Keterangan:
-
C−B x 100% A
A = Berat sampel (gram) B = Berat labu tanpa lemak (gram) C = Berat labu dengan lemak (gram)
Analisis kadar protein Tahapan analisis kadar protein meliputi destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan menggunakan metode Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl 100 mL, selanjutnya ditambahkan 0,25 g selenium dan 25 mL H 2SO4 pekat. Sampel didestruksi (pemanasan) hingga larutan berwarna bening. Larutan hasil destruksi selanjutnya dimasukkan ke dalam alat destilasi dan dibilas dengan akuades, selanjutnya tambahkan 20 mL larutan NaOH 40%. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 10 mL berisi larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (cairan methyl red dan brom creosol green) yang ada di bawah kondensor. Proses destilasi dilakukan sampai diperoleh 10 mL destilat dan berwarna hijau kebiruan. Titrasi dilakukan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan dalam erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat.
9
Perhitungan kadar protein ditentukan dengan rumus : N % =
mL HCl − mL blanko x 0,1 N HCl x 14,007 x 100% mg sampel
Kadar protein (%) = %N x faktor konversi (6,25) - Analisis kadar karbohidrat Kadar karbohidrat ditentukan dengan by different yakni 100% dikurangi dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein. Perhitungannya ditentukan dengan rumus : Kadar karbohidrat =
100% - (% kadar air - % kadar abu - % kadar lemak - % kadar protein)
Ekstraksi gonad bulu babi Ekstraksi bulu babi dilakukan dengan cara maserasi. Ekstraksi dilakukan secara bertingkat menggunakan 3 jenis pelarut yang berbeda berdasarkan kepolarannya yakni n-heksana, etil asetat dan metanol. Sebanyak 50 g bahan ditimbang dan direndam pelarut dengan perbandingan 1:3, dan dikocok dengan shaker pada kecepatan 180 rpm selama 72 jam. Ekstrak disaring menggunakan kertas saring Whatman no. 1. Ekstrak yang dihasilkan dievaporasi menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu 37-40 ºC. Ekstrak disimpan pada suhu 4 ºC sebelum dianalisis. Analisis fitokimia ekstrak gonad bulu babi (Harborne 1984) Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui jenis senyawa metabolit sekunder dalam bulu babi secara kualitatif. Uji meliputi steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, alkaloid, fenol hidrokuinon, dan tanin. - Uji steroid/triterpenoid Sebanyak 1 mg ekstrak dari masing-masing pelarut dilarutkan dalam 2 mL kloroform dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Sebanyak 10 tetes anhidrida asetat dan 3 tetes asam sulfat ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif apabila terbentuk larutan berwarna merah dan berubah menjadi biru dan hijau. - Uji flavonoid Sebanyak 1 mg ekstrak dari masing-masing pelarut ditambahkan 0,1 mg magnesium dan 0,4 mL amil alkohol dan 4 mL alkohol, selanjutnya dikocok. Hasil uji positif jika terbentuk warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.
10
- Uji alkaloid Sebanyak 1 mg ekstrak dari masing-masing pelarut dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N, setelah itu akan diuji dengan beberapa pereaksi alkaloid diantaranya Dragendorff, Meyer dan Wagner. Hasil uji positif jika terbentuk endapan coklat untuk pelarut Wagner, endapan putih kekuningan untuk pelarut Meyer, dan endapan merah sampai jingga untuk pelarut Dragendorff. - Uji saponin Sebanyak 1 mg sampel dilarutkan dalam air panas dan dikocok maka akan menghasilkan busa. Hasil positif jika pada sampel menghasilkan busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2N. - Uji fenol hidrokuinon Sebanyak 1 mg sampel dari ketiga jenis ekstrak diekstrak dengan etanol 70% sebanyak 20 mL. Ambil sebanyak 1 mL dari larutan yang dihasilkan kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl 5%. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna hijau atau hijau biru. - Uji tanin Sampel sebanyak 1 g ditambah pereaksi FeCl3 3%. Terbentuknya warna hijau kehitaman menandakan suatu bahan mengandung komponen tanin. Analisis toksisitas dengan brine shrimp lethality test ekstrak gonad bulu babi (BSLT) (Meyer et al. 1982) Uji BSLT merupakan uji yang dilakukan untuk memprediksi toksisitas suatu bahan dan dapat digunakan untuk mendeteksi toksin fungal, logam berat, toksin, sianobakteria dan aktivitas pestisida. Metode ini sering digunakan untuk pemeriksaan awal terhadap toksisitas senyawa aktif. Uji BSLT ini mengacu pada metode Meyer et al. (1982). Hewan uji yang digunakan adalah hewan air Artemia salina yang tergolong dalam filum Artropoda kelas Crustacea yang hidup di daerah subtropik dan pada danau yang memiliki salinitas tinggi. Pengujian dilakukan dengan cara telur A. salina diretaskan di dalam air laut, setelah 24-48 jam maka siap digunakan sebagai hewan uji. Larva A. salina dimasukkan dalam vial (sumur) yang telah berisi ekstrak gonad bulu babi dengan konsentrasi masing-masing 0, 50, 100, 200, 500, dan 1.000 ppm dengan 3 kali ulangan. Vial tersebut diinkubasi selama 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan melihat jumlah A. salina yang mati pada masing-masing vial (sumur). Penentuan LC50 dilakukan dengan analisis probit dengan selang kepercayaan 95% pada program SPSS 22, sehingga dapat dilihat hubungan antara konsentrasi ekstrak dengan kematian larva udang.
11
Analisis aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi (Moorthy et al. 2007) Pengujian aktivitas antibakteri dan antifungi terhadap mikroba uji menggunakan metode difusi sumur. Sumur dengan kedalaman ±3 mm dibuat pada SDA dan MHA yang telah dicampurkan 20 μL inokulum mikroba uji menggunakan pipet tetes steril. Ekstrak dengan konsentrasi 0,5 mg, 1 mg, dan 2 mg ditetes ke dalam sumur sebanyak 20 μL. Perlakuan kontrol positif menggunakan antibiotik kloramfenikol 300 μg/sumur, dan kontrol negatif menggunakan pelarut metanol, etil asetat, dan n-heksana. Media diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam untuk aktivitas antibakteri dan 48 jam untuk aktivitas antifungi. Aktivitas antimikroba ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar sumur dan diukur menggunakan penggaris. Konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi (Wiegand et al. 2008) Pengujian konsentrasi hambat minimum bertujuan untuk mengetahui konsentrasi minimum ekstrak untuk menghambat aktivitas bakteri uji. Metode yang paling umum digunakan adalah metode tabung pengenceran atau sering disebut metode dilusi cair. Pengujian dilakukan dengan cara sebanyak 6 tabung reaksi yang berisi 5 mL nutrient broth diberi label secara berurutan dari 101 sampai dengan 106. Tabung reaksi 101 sampai 104 masing-masing ditambahkan 20 μL ekstrak dengan konsentrasi secara berurutan 0,7 mg/mL, 0,5 mg/mL, 0,3 mg/mL dan 0,1 mg/mL Suspensi mikroba sebanyak 3 μL ditambahkan pada tabung 101 sampai 105. Tabung 105 digunakan sebagai kontrol negatif dan tabung 106 yang berisi NB digunakan sebagai kontrol positif. Tabung diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 18-24 jam dan diamati tiap 2 jam. Pengamatan dilakukan dengan melihat kekeruhan media secara visual. Konsentrasi hambat minimum ditentukan dengan melihat konsentrasi ekstrak yang menunjukkan penghambatan terhadap bakteri uji yang ditandai dengan media pada tabung yang berisi ekstrak masih jernih. Fraksinasi ekstrak gonad bulu babi dengan KLT (Bhattarai et al. 2008) Ekstrak terbaik hasil pengujian aktivitas antibakteri dipisahkan menggunakan kromatografi lapis tipis yaitu metode yang digunakan untuk memisahkan komponen satu dengan yang lainnya berdasarkan perpindahan komponen pada fase diam (silika gel) dan fase gerak (eluen). Plat KLT dikeringkan pada suhu 105 ºC selama 10 menit sebelum digunakan. Ekstrak yang akan dipisahkan ditotolkan pada plat yang mengandung silika gel, dan dimasukkan dalam bejana yang berisi perbandingan pelarut (eluen) dan didiamkan sampai fase gerak bergerak hingga batas tertentu, plat dikeluarkan dari bejana dan diangin-anginkan hingga kering. Hasilnya dilihat di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 dan 366 nm dan dihitung nilai Rf (Retardation factor) masing-masing spot. Identifikasi keberadaan senyawa aktif pada plat KLT dilakukan dengan menyemprotkan penampak warna anisaldehid-asam sulfat untuk mengidentifikasi keberadaan steroid/triterpenoid, dan gula.
12
Analisis bioautografi ekstrak gonad bulu babi (Rahalison et al. 1991) Analisis bioautografi dilakukan untuk melihat fraksi aktif ekstrak gonad bulu babi. Perbandingan eluen terbaik hasil KLT digunakan sebagai eluen terbaik untuk analisis bioautografi. Ekstrak aktif 2 mg ditotolkan pada plat KLT dan dikembangkan dengan perbandingan eluen terbaik. Plat diletakkan dalam cawan petri yang berisi MHA padat dan bakteri uji pada bagian permukaan agar. Noda aktif ditunjukkan dengan adanya zona terang setelah diinkubasi 24 jam. Analisis aktivitas antioksidan ekstrak gonad bulu babi (Tamakou et al. 2012) Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan kemampuan sampel untuk mereduksi radikal bebas menggunakan metode DPPH. Sampel dilarutkan menggunakan pelarut DMSO dengan konsentrasi masing-masing ekstrak 10.000 ppm. Larutan ekstrak diencerkan menggunakan pelarut metanol dengan konsentrasi 25, 50, 100, 200, dan 400 ppm. Sebagai pembanding atau kontrol positif digunakan vitamin C yang dilarutkan dalam metanol p.a dengan konsentrasi 1,2; 2,4; 3,6; 4,8; dan 6 ppm. Larutan DPPH konsentrasi 0,1 mM dibuat menggunakan kristal DPPH yang dilarutkan dengan metanol p.a. Pembuatan larutan DPPH dilakukan dalam kondisi yang terlindung dari cahaya matahari. Larutan sampel sebanyak 100 µL dimasukkan ke dalam microplate, lalu ditambahkan larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 100 µL. Larutan blanko dibuat dengan cara mencampurkan 100 µL larutan DPPH dan 100 µL metanol ke dalam microplate. Microplate diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 30 menit, serapan yang dihasilkan diukur menggunakan microplate spectrophotometer dengan panjang gelombang 517 nm. Perubahan warna ungu menjadi kuning menunjukkan bahwa terdapat aktivitas antioksidan yang menunjukkan senyawa mampu mendonorkan atom hidrogennya. Aktivitas antioksidan masing-masing sampel dan vitamin C dinyatakan dengan persen inhibisi menggunakan rumus : % Inhibisi =
Absorbansi blanko -Absorbansi sampel x 100% Absorbansi blanko
Penentuan aktivitas penangkapan radikal bebas menggunakan nilai IC 50 (inhibitory concentration 50%), nilai ini menyatakan besarnya konsentrasi ekstrak yang mampu mereduksi radikal sebesar 50%. Nilai IC50 diperoleh dengan persamaan regresi linear (y= a + bx), dengan memplotkan nilai konsentrasi ekstrak maupun vitamin C dan persen inhibisinya pada sumbu x dan y. Semakin kecil nilai IC50 maka senyawa tersebut memiliki keefektifan yang baik sebagai penangkap radikal bebas begitupun sebaliknya. Analisis Data Rancangan Percobaan (Steel dan Torrie 1991) Rancangan percobaan yang digunakan pada pengujian aktivitas antibakteri gonad bulu babi adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor yakni jenis bakteri yang terdiri dari 2 taraf yakni E.coli dan S. aureus dan konsentrasi
13
ekstrak dengan 3 taraf yakni 0,5; 1; dan 2 mg, masing-masing diulang 3 kali dengan pengamatan selama 24 jam. Model rancangan yang digunakan adalah : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan: Yijk
:
μ αi βj (αβ)ij εijk
: : : : :
Respon pada perlakuan k dengan kombinasi perlakuan taraf ke-i pada A, dan taraf ke-j pada B Rataan umum Pengaruh perlakuan ke-i pada A Pengaruh perlakuan ke-j pada B Pengaruh perlakuan taraf ke-i dari faktor A, dan taraf ke-j dari faktor B Galat percobaan perlakuan k dengan kompbinasi taraf ke-i dan ke-j
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1
2
H0
:
H1
:
H0
:
H1
:
Perbedaan jenis bakteri tidak berpengaruh terhadap nilai diameter zona hambat Perbedaan jenis bakteri berpengaruh terhadap nilai diameter zona hambat Perbedaan konsentrasi ekstrak tidak berpengaruh terhadap nilai diameter zona hambat Perbedaan konsentrasi ekstrak berpengaruh terhadap nilai diameter zona hambat
Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% untuk menyatakan perbedaan nyata menggunakan SPSS 22. Selanjutnya data dianalisis dengan analisis ragam, jika data hasil analisis ragam berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan.
14
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Morfometri dan rendemen bulu babi Jenis bulu babi yang digunakan adalah Diadema setosum (Gambar 2) yang diambil dari Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Diadema setosum diambil pada kedalaman 3 m dari permukaan laut dengan cara menyelam. Pengukuran morfometrik dilakukan terhadap 30 ekor bulu babi. Preparasi awal dilakukan dengan cara memisahkan bagian-bagian bulu babi yakni cangkang, duri, dan gonad. Gonad bulu babi dimasukkan ke dalam freezer sebelum dilakukan analisis sedangkan cangkang dan duri bulu babi dikeringkan terlebih dahulu. Bobot bulu babi berkisar dari 119-130 g dengan rata-rata 123,02±5,31 g dan diameter bulu babi berkisar dari 6-10 cm dengan rata-rata 7,87±1,27 cm. Berdasarkan pengukuran bobot dan diameter diketahui bahwa pertambahan panjang diameter bulu babi diikuti dengan bertambahnya berat bulu babi. Hasil ini sejalan dengan pendapat Radjab (1998) yang menyatakan bahwa diameter dan berat bulu babi memiliki hubungan allometrik yang berarti pertambahan berat bulu babi lebih cepat dibandingkan dengan diameter bulu babi. Aziz (1993) juga menambahkan bahwa ukuran diameter bulu babi dapat digunakan untuk menentukan umur bulu babi, semakin panjang diameter bulu babi menunjukkan semakin dewasa umur bulu babi.
Gambar 2 Diadema setosum Persentase masing-masing bagian yakni duri 20%, cangkang 52%, gonad 10% dan bagian lainnya 18% (Gambar 3). Hasil ini menunjukkan bahwa cangkang merupakan bagian dengan persentase rendemen tertinggi dan gonad merupakan bagian dengan persentase rendemen terendah. Rendemen cangkang yang tinggi dikarenakan bulu babi merupakan hewan laut yang sebagian besar tubuhnya dilapisi dengan cangkang dan duri. Cangkang bulu babi (endoskleton) merupakan kerangka yang tersusun dari kalsium karbonat, sedangkan duri bulu babi penyusun utamanya adalah kalsium karbonat dan magnesium (Vimono 2007).
15
10%
18% 52%
20%
Gambar 3 Persentase rendemen bulu babi ( lain, : gonad)
: cangkang,
: duri,
: bagian
Ekstrak bulu babi Tujuan proses ekstraksi adalah untuk mendapatkan senyawa aktif dari bagian tertentu suatu bahan (Harborne 1984). Proses ekstraksi pada penelitian pendahuluan ini menggunakan pelarut metanol. Metanol merupakan pelarut dari golongan alkohol yang baik digunakan untuk ekstraksi pendahuluan karena dapat mengekstraksi habis komponen aktif. Ekstraksi dilakukan terhadap 3 bagian berbeda bulu babi yaitu cangkang, duri, dan gonad. Persentase rendemen ekstrak bulu babi ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Persentase rendemen ekstrak bulu babi No.
Bagian
1. 2. 3.
Duri Cangkang Gonad
Rendemen (%) 0,94 1,64 7,10
Tabel 1 menunjukkan bahwa masing-masing bagian bulu babi menghasilkan rendemen yang berbeda-beda. Bagian bulu babi yang menghasilkan rendemen tertinggi adalah gonad sebesar 7,10% dan terendah adalah duri sebesar 0,94%. Perlakuan panas dengan cara mengeringkan sampel di bawah sinar matahari diduga mempengaruhi rendemen ekstrak cangkang dan duri bulu babi yang rendah, karena senyawa aktif memiliki sifat mudah menguap dan mudah terdegradasi karena pengaruh perlakuan panas. Wang dan Weller (2006) menyatakan bahwa komponen bioaktif merupakan komponen yang cepat mengalami kerusakan karena bersifat thermolabile (tidak tahan terhadap panas). Rendemen gonad bulu babi yang tinggi diduga dipengaruhi oleh banyaknya kandungan senyawa yang larut dalam pelarut metanol. Menurut Lapornik et al. (2005) pelarut metanol mampu mengekstrak komponen yang berasal dari golongan alkaloid, fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino dan glikosida, selain itu pelarut metanol juga memiliki sifat yang kurang polar dibandingkan dengan air, dengan demikian pelarut metanol mampu untuk
16
menghancurkan dinding sel dan menyebabkan komponen-komponen dalam sel hancur dan larut dalam pelarut metanol. Aktivitas antibakteri bulu babi Aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat. Ekstrak gonad bulu babi menunjukkan zona hambat tertinggi yakni 3 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 2 mm terhadap Staphylococcus aureus, sedangkan ekstrak cangkang dan duri berturut-turut terhadap E. coli 2 mm dan 1,5 mm dan terhadap S. aureus 1 mm, sedangkan pada ekstrak duri tidak terlihat adanya zona hambat. Davis dan Stout (1971) menyatakan bahwa terdapat 3 kategori daerah hambatan zat aktif berdasarkan diameter zona hambatnya yakni untuk kategori lemah diameter zona hambatnya <5 mm, kategori sedang yakni 5–10 mm, dan kategori kuat yakni 10–20 mm, jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh zona hambat ekstrak bulu babi termasuk dalam kategori lemah. Komposisi kimia gonad bulu babi Komponen gizi dalam suatu bahan sangat menentukan mutu dari bahan tersebut. Hasil analisis proksimat gonad bulu babi dapat dilihat pada Tabel 2. McAlister dan Moran (2012) menyatakan bulu babi memiliki tiga komponen biokimia yang penting yaitu protein, lemak, dan karbohidrat. Ketiga komponen ini merupakan penyedia energi bagi bulu babi dan penyusun struktur elemen dalam proses pembentukan dan perkembangan telur. Tabel 2 Komposisi kimia gonad bulu babi Parameter Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat
Diadema setosum (%) 64,97 ± 0,08 2,72 ± 0,13 19,73 ± 0,04 12,26 ± 0,34 0,33 ± 0,17
Paracentrotus lividus (%) * 73,4 2,1 3,5 15,1 -
(*) Zlatanos et al. (2009) Kadar lemak gonad bulu babi pada penelitian ini yaitu 19,73% lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Zlantanos et al. (2009). Bulu babi jenis D. setosum merupakan salah satu jenis bulu babi dengan larva planktotrofik, yakni larva yang memperoleh nutrisi dari organisme plankton dan detritus (Jablonsky dan Lutz 1983). Hasil yang diperoleh sejalan dengan penelitian yang dilakukan McAlister dan Moran (2012), yakni kadar lemak tertinggi ditunjukkan pada bulu babi Echinometra lucunter yang merupakan bulu babi planktotrofik yakni 30,7%. Faktor yang mempengaruhi kadar lemak dalam gonad bulu babi salah satunya adalah makanan. McAlister dan Moran (2012) menyatakan bahwa terdapat 2 jenis sumber bahan makanan bulu babi yaitu non-planktonik yang bukan berasal dari plankton tapi berasal dari kuning telur induknya dan planktotrofik yang berasal
17
dari fitoplankton maupun zooplankton. Faktor lain yang juga mempengaruhi tingginya kandungan lemak yaitu ukuran gonad. Menurut Byrne et al. (2008) gonad bulu babi yang berukuran besar secara proporsional mengandung lemak yang lebih banyak. Kandungan lemak yang tinggi cenderung menghasilkan volume gonad yang besar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai cadangan energi untuk proses perkembangannya. Bulu babi diketahui merupakan salah satu hasil perikanan yang memiliki kandungan protein tinggi. Fungsi protein sangat khas yakni membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh makhluk hidup. Fungsi ini tidak dapat digantikan oleh zat gizi yang lain. Kadar protein gonad pada penelitian ini (12,2%), lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein gonad bulu babi Paracentrotus lividus (15,1%) (Zlantanos et al. 2009). Menurut Walker et al. (2007) protein dan energi merupakan faktor yang berperan dalam produksi dan pertumbuhan gonad bulu babi. Gonad bulu babi terdiri atas 2 bagian yakni sel germinal (sel-sel reproduksi) dan sel nutrisi (protein lemak dan karbohidrat). Proses pematangan gonad, protein, lemak, dan karbohidrat (glikogen) akan mengalami penurunan, sedangkan kadar air akan mengalami peningkatan karena ketiga zat gizi ini dipakai selama proses pematangan gonad. Gonad yang telah matang atau dewasa memiliki diameter 800 – 1.000 μm. Kadar abu merupakan akumulasi dari semua jenis mineral dan komponen anorganik yang ada pada suatu bahan pangan salah satunya adalah bulu babi. Kadar abu bulu babi D. setosum lebih tinggi dari bulu babi P. lividus yakni 2,72%. Kadar abu dari masing-masing spesies berbeda tergantung pada lokasi ketersediaan mineral pada daerah tumbuh bulu babi. Hammer et al. (2006) menyatakan bahwa walaupun diperlukan dalam jumlah sedikit, mineral juga diperlukan untuk proses metabolisme dan pertumbuhan. Kandungan air gonad bulu babi dalam penelitian lebih rendah yakni 64,9%, tingginya kadar air pada gonad bulu babi dikarenakan air merupakan salah satu komponen utama penyusun bulu babi. Kaneko et al. (2012) menyatakan bahwa kadar air bulu babi D. setosum akan meningkat pada saat proses spawning yakni berkisar antara 70,6-76,4% dan akan mengalami penurunan setelah proses spawning, yang berkisar 63,9-66,5%. Menurut Darsono (1986) gonad bulu babi berkualitas baik memiliki tekstur kompak dan padat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bergizi, namun pada saat telah mencapai fase matang (dewasa) tekstur gonad lebih lunak dan berlendir karena kadar air yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan kualitas dan nilai jual gonad bulu babi menurun. Ekstrak gonad bulu babi Senyawa aktif yang berikatan dengan bahan akan ditarik oleh pelarut berdasarkan tingkat kepolaran. Proses ekstraksi pada penelitian utama menggunakan 3 jenis pelarut yakni n-heksana (non polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar). Hasil ekstraksi gonad bulu babi dapat dilihat pada Gambar 4.
18
(a)
(b)
(c)
Gambar 4 Ekstrak kasar gonad bulu babi (a) ekstrak n-heksana; (b) ekstrak etil asetat; (c) ekstrak metanol Proses ekstraksi menghasilkan warna ekstrak yang berbeda. Ekstrak n-heksana berwarna coklat keemasan dan agak cair. Ekstrak etil asetat berwarna coklat kehitaman dan berbentuk pasta. Ekstrak metanol berwarna coklat kekuningan dan berbentuk pasta. Persentase rendemen ekstrak gonad bulu babi masing-masing pelarut sebagai berikut: ekstrak n-heksana 1,72%, ekstrak etil asetat 16,25%, dan ekstrak metanol 4,31%. Menurut Azmir et al. (2013) faktorfaktor yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah metode ekstraksi, karakteristik bahan yang diekstrak, dan jenis pelarut. Pemilihan jenis pelarut merupakan faktor yang paling penting karena berhubungan dengan sifat kepolaran komponen yang akan diekstraksi. Berdasarkan kepolarannya, masing-masing pelarut memiliki kemampuan mengekstrak komponen aktif yang berbeda, sehingga tingginya nilai rendemen menunjukkan banyaknya komponen yang diekstrak. Ekstrak etil asetat gonad bulu babi menunjukkan persentase yang tinggi dibandingkan dengan ekstrak n-heksana dan ekstrak metanol, hal ini diduga karena gonad bulu babi mengandung senyawa-senyawa semi polar yang tinggi sehingga larut dalam pelarut etil asetat. Rahayu (1999) menyatakan bahwa pelarut semi polar mampu melarutkan senyawa-senyawa yang berasal dari golongan alkaloid dan aglikon (alkoholik, fenolik, steroid, flavonoid dan saponin). Pelarut n-heksana merupakan pelarut yang mampu melarutkan senyawa yang bersifat non polar. Hasil ekstraksi menunjukkan bahwa rendemen ekstrak n-heksana sangat rendah, ini menunjukkan bahwa senyawa non polar yang terdapat pada gonad bulu babi sedikit. Hougthon dan Raman (1998) menyatakan bahwa secara umum pelarut non polar mampu melarutkan asam lemak. Komponen bioaktif ekstrak gonad bulu babi Komponen aktif gonad bulu babi dianalisis dengan fitokimia berdasarkan Harborne (1984) untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder dari suatu bahan. Pengujian dilakukan terhadap tiga jenis ekstrak gonad bulu babi. Hasil analisis fitokimia dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketiga jenis ekstrak mengandung senyawa aktif dari golongan steroid/triterpenoid dan saponin. Menurut Kristanti et al. (2008) steroid/triterpenoid dan saponin merupakan komponen senyawa aktif yang berasal dari golongan terpenoid. Secara umum senyawa yang berasal dari golongan terpenoid bersifat mudah larut dalam lemak.
19
Rosyidah et al. (2010) menyatakan bahwa komponen ini lebih mudah menembus dinding sel bakteri dengan cara menghambat sintesis protein sehingga menyebabkan perubahan komponen-komponen penyusun sel bakteri. Keberadaan senyawa ini pada ketiga jenis pelarut mengindikasikan bahwa steroid/triterpenoid mudah larut dalam pelarut organik. Tabel 3 Hasil analisis komponen bioaktif gonad bulu babi Jenis Uji Alkaloid Flavonoid Fenol-hidrokuinon Steroid/triterpenoid Tanin Saponin
n-heksana + + +
Pelarut Etil asetat + + + +
Metanol + + +
Keterangan: (-) = tidak terdeteksi, (+) = terdeteksi Saponin (steroid oligoglycosides) bersifat larut dalam air dan etanol, namun tidak larut dalam eter. Senyawa lain selain steroid/triterpenoid, yakni saponin, memiliki peran sebagai antibakteri dengan mekanisme kerjanya mengganggu permeabilitas membran sel bakteri sehingga terjadi bakterilisis pada sel bakteri yang ditandai dengan pecahnya membran sel (Sikkema et al. 1995). Stonik dan Elyakov (1988) menyatakan bahwa saponin terdapat pada tumbuhan terestrial. Saponin secara ekslusif terdapat pada echinodermata. Fungsi biologi saponin pada echinodermata berhubungan dengan sistem pertahanan diri terhadap fungi laut, predator dan parasit. Senyawa ini lebih khusus berperan sebagai antifungi pada echinodermata. Disisi lain senyawa ini juga berperan dalam proses reproduksi untuk jenis lain echinodermata yakni bintang laut dan teripang. Senyawa fenol-hidrokuinon teridentifikasi pada ekstrak etil asetat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mamelona et al. (2011) yakni senyawa fenol (asetonitril) lebih tinggi pada gonad bulu babi dibandingkan dengan saluran pencernaan. Stonik dan Elyakov (1988) menyatakan bahwa umumnya senyawa kuinon (naptokuinon dan antrakuinon) terdapat pada mikroorganisme dan tumbuhan, sedangkan untuk binatang secara khusus terdapat pada echinodermata. Senyawa ini merupakan ciri khas dari bulu babi dan bintang laut. Pigmen memiliki peran penting bagi bulu babi, khususnya echinochrome A, yang berperan penting dalam aktivitas fisiologi yang mengandung komponen bakterisidal yang berasal dari cairan celomic dari bulu babi. Flavonoid merupakan salah satu senyawa fenol yang bersifat polar sehingga larut dalam pelarut-pelarut polar seperti metanol, etanol, butanol dan aseton. Menurut Heim et al. (2002) senyawa flavonoid memiliki kelebihan sebagai antioksidan dan pengkhelat. Middleton et al. 2000 juga menambahkan bahwa aktivitas biologi lainnya dari flavonoid adalah sebagai antibakteri, antitrombotik, antiinflamasi, vasodilatasi dan anti kanker dengan mekanisme yang berbeda-beda. Alkaloid merupakan golongan senyawa yang memiliki berat molekul rendah, mengandung nitrogen dan ±20% ditemukan pada tanaman yang berfungsi sebagai pertahanan diri terhadap herbivora dan bakteri patogen. Keberadaan senyawa alkaloid pada ekstrak metanol gonad bulu babi menunjukkan bahwa senyawa ini
20
mudah larut dalam pelarut polar, ini sejalan dengan Septiadi et al. (2013) yang menyatakan bahwa alkaloid bersifat basa sehingga sangat mudah larut dalam pelarut metanol dan air. Harborne (1984) menyatakan bahwa secara umum prekursor alkaloid adalah asam-asam amino, walaupun biosintesisnya lebih kompleks. Toksisitas ekstrak gonad bulu babi Analisis toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati sifat farmakologi suatu senyawa dari tumbuhan (Carballo et al. 2002) dan penapisan bahan-bahan yang diduga memiliki sifat antitumor atau antikanker sebelum dilanjutkan pada uji in vitro menggunakan sel lestari kanker (Widjhati et al. 2004). Nilai LC50 ekstrak kasar gonad bulu babi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai LC50 ekstrak gonad bulu babi Jenis ekstrak n-heksana etil asetat metanol
Nilai LC50 (ppm) 577,531 471,861 563,226
Hasil analisis toksisitas BSLT menunjukkan bahwa nilai LC50 tertinggi adalah ekstrak n-heksana dan terendah ekstrak etil asetat. Hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak gonad bulu babi bersifat toksik. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Bragadeeswaran et al. (2013), yakni nilai LC50 ekstrak air Temnopleurus toreumaticus sebesar 120 μg/mL. Ini menunjukkan bahwa ekstrak air T. toreumaticus lebih toksik dibandingkan dengan ekstrak gonad Diadema setosum. Toksisitas dari suatu senyawa sangat menentukan penggunaannya dalam aplikasi bidang obat-obatan yakni penentuan dosis. Menurut Moshi et al. (2010) terdapat 3 kategori toksisitas bahan berdasarkan nilai LC50 yakni kategori sangat toksik dengan nilai LC50<30 ppm, toksik dengan nilai LC50 30-1000 ppm, dan tidak toksik dengan nilai LC50>1.000 ppm. Aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi Aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat. Pengamatan aktivitas antibakteri dilakukan tiap 2 jam selama 24 jam, sedangkan pengamatan aktivitas antijamur dilakukan tiap 6 jam selama 48 jam. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi disajikan pada Gambar 5. Berdasarkan hasil uji univariate terhadap ekstrak etil asetat (Lampiran 5a dan 5c) dapat dikatakan bahwa jenis bakteri, konsentrasi ekstrak dan interaksinya mempengaruhi diameter zona hambat pada jam ke-6, sedangkan pada jam ke-8 diameter zona hambat hanya dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak (p<0,05). Hasil uji Duncan (Lampiran 5b dan 5d) menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak yang menunjukkan aktivitas antibakteri terbaik dengan diameter zona hambat tertinggi adalah konsentrasi 2 mg, sedangkan interaksinya menunjukkan konsentrasi ekstrak etil asetat gonad bulu babi 2 mg menunjukkan diameter zona hambat tertinggi terhadap bakteri S. aureus.
21
Diameter zona hambat (mm)
Berdasarkan uji univariate terhadap ekstrak n-heksana (Lampiran 5g) diketahui bahwa jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak mempengaruhi diameter zona hambat (p<0,05). Hasil uji Duncan (Lampiran 5h) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap aktivitas antibakteri. Uji univariate terhadap ekstrak metanol (Lampiran 5j dan 5k) tidak menunjukkan adanya pengaruh jenis bakteri, konsentrasi ekstrak dan interaksi keduanya terhadap aktivitas antibakteri (diameter zona hambat) (p>0,05). 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
a*k
4,3
3,7 2,7 2
1,3 0,5
0,5
S. aureus
E.coli
Etil asetat
1,7
1,3
1,3
2,3 1,3 1,3
1
S. aureus
2,3
0,5
E.coli
Metanol
S. aureus
E.coli
n-heksana
Keterangan : Huruf a adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perbedaan konsentrasi ekstrak yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf *k menunjukkan hasil uji Duncan terhadap interaksi bakteri uji dengan konsentrasi ekstrak yang menunjukkan beda nyata (p<0,05)
Gambar 5 Aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi ( ( ) 0,5 mg (n=3).
) 2 mg, (
) 1 mg,
Penelitian antibakteri pada bulu babi telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Shamsudin et al. (2010) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol bulu babi Diadema savignyi menunjukkan aktivitas antibakteri terbaik dibandingkan dengan pelarut metanol dan buffer fosfat yakni 12 mm terhadap bakteri S. aureus. Uma dan Parvathavarthini (2010) menyatakan bahwa ekstrak n-heksana bulu babi Temnopleurus alexandri menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi pada bakteri Bacillus subtilis dan Pseudomonas aeruginosa dengan diameter zona hambat secara berurutan 16 mm dan 15 mm. Hasil ini menunjukkan bahwa bulu babi memiliki kemampuan sebagai antibakteri terhadap berbagai jenis bakteri. Menurut Darsana et al. (2012) komponen bioaktif yang berperan dalam menghambat aktivitas bakteri umumnya berasal dari golongan saponin, steroid/triterpenoid, alkaloid, dan flavonoid dengan mekanisme kerjanya yakni merusak membran sel bakteri Pendapat ini sejalan dengan hasil yang diperoleh yakni senyawa aktif yang terdeteksi pada ekstrak etil asetat gonad bulu babi berasal dari golongan senyawa saponin, steroid/triterpenoid, dan flavonoid, yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi dibandingkan ekstrak n-heksana dan ekstrak metanol.
22
Hasil pengamatan selama 24 jam menunjukkan bahwa zona hambat yang terbentuk terlihat pada jam ke 6 sampai dengan jam ke 12 (Gambar 6,7, dan 8). Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak memiliki sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan) terhadap bakteri uji. Sifat agen antimikroba terdiri atas 2 yakni bakterisidal dan bakteriostatik. Pankey dan Sabath (2004) menyatakan bahwa bakteriostatik adalah agen penghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan bakterisidal adalah agen pembunuh bakteri. Sifat ini umumnya dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan bakteri, densitas bakteri, lamanya waktu pengamatan, dan jumlah penurunan bakteri. Perbedaan jenis bakteri juga mempengaruhi efektivitas dari ekstrak yang digunakan.
Diameter zona hambat (mm)
(A) 6 5 4 3 2 1 0 2
4
6
8
10
12
20
24
12
20
24
Jam ke-
Diameter zona hambat (mm)
(B) 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 2
4
6
8
10
Jam ke-
Gambar 6 Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg) (n=3). Sifat bakteri baik itu bakteriostatik atau bakterisidal berhubungan dengan pertumbuhan bakteri. Fase pertumbuhan bakteri umumnya dibagi menjadi empat, yakni fase lag, fase log (eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian (Al-qiari et al. 2008). Eng et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri E.coli dan S. aureus dimulai pada jam ke 3 sampai jam ke 24. Berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas antibakteri tiap 2 jam diketahui bahwa penghambatan ekstrak terhadap bakteri hanya terjadi pada jam ke 6 sampai jam ke 12. Menurut Madigan et al. (2010) pada fase log, bakteri sangat sensitif terhadap lingkungan seperti pH, nutrien, suhu dan kelembaban, sehingga diameter zona
23
hambat yang dihasilkan tidak stabil. Hal lainnya yang juga mempengaruhi adalah rendahnya konsentrasi ekstrak yang digunakan sehingga tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri sampai waktu pengamatan 24 jam. Menurut Nemeth et al. (2014) bahwa suatu agen antibakteri yang bersifat bakteriostatik dapat bersifat bakterisidal saat konsentrasinya ditingkatkan. Ariyanti et al. (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan antibakteri maka semakin kuat aktivitas antibakterinya.
Diameter zona hambat (mm)
(A) 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 2
4
6
8
10
12
20
24
12
20
24
Jam ke-
Diameter zona hambat (mm)
(B) 2 1.5 1 0.5 0 2
4
6
8
10
Jam ke-
Gambar 7 Aktivitas antibakteri ekstrak metanol gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg) (n=3).
Diameter zona hambat (mm)
(A) 5 4 3 2 1 0 2
4
6
8
10
Jam ke-
12
20
24
24
Diameter zona hambat (mm)
(B) 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 2
4
6
8
10
12
20
24
Jam ke-
Gambar 8 Aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg) (n=3). Hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus menunjukkan hasil yang berbeda. Ekstrak gonad bulu babi menghambat bakteri S. aureus lebih tinggi dibandingkan bakteri E.coli. Hasil ini menunjukkan bakteri Gram-positif (S. aureus) lebih mudah dihambat oleh ekstrak gonad bulu babi dibandingkan bakteri Gram-negatif (E. coli). Menurut Jawetz et al. (2001) bakteri Gram-positif memiliki struktur dinding sel yang lebih sederhana dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif yakni berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%) sehingga bahan aktif dengan mudah masuk ke dalam sel, sedangkan bakteri Gram-negatif memiliki struktur dinding sel berlapis tiga yang terdiri dari lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida yang menjadi penghalang masuknya bahan aktif, dan lapisan dalam yakni peptidoglikan yang mengandung lipid tinggi (11-12%). Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kloramfenikol 300 μg yang menunjukkan diameter zona hambat tertinggi yakni 30 mm. Menurut Balbi (2004) kloramfenikol mampu menghambat sintesis protein. Cara kerja kloramfenikol terhadap bakteri adalah bakteriostatik, walaupun sebenarnya kloramfenikol ini bersifat bakteriosidal terhadap 3 jenis bakteri yang menyebabkan meningitis pada anak-anak yakni H. influenzae, S. pneumoniae, dan N. meningitidis dan merupakan antibiotik dengan spektrum yang luas terhadap aktivitas bakteri Gram-positif dan Gram-negatif dan bakteri anaerob. Ketiga ekstrak gonad bulu babi tidak mampu menghambat pertumbuhan C. albicans setelah diamati selama 48 jam. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Bragadeeswaran et al. (2013) yaitu ekstrak PBS, metanol, n-butanol, dan petroleum eter tidak menunjukkan aktivitas antifungi terhadap fungi C. albicans. Berbeda dengan beberapa hasil penelitian yang dilakukan Septiadi et al. (2013) yakni ekstrak teripang keling (Holothuria atra) memiliki aktivitas antijamur terhadap C. albicans pada konsentrasi 12 mg/disk. Septiadi et al. (2013) juga menyatakan bahwa senyawa yang berkontribusi sebagai antijamur adalah saponin dengan mekanisme menurunkan tegangan permukaan membran sterol dari dinding sel jamur sehingga permeabilitasnya meningkat. Keberadaan saponin terdeteksi secara kualitatif pada ketiga ekstrak gonad bulu babi mengindikasikan potensi ekstrak sebagai senyawa antijamur. Perbedaan hasil yang diperoleh diduga karena jamur C. albicans yang digunakan telah resisten
25
terhadap ekstrak dan juga antibiotik kloramfenikol sebagai kontrol positif. Pfaller (2012) menyatakan bahwa resistensi mikrobiologik terjadi ketika pertumbuhan infeksi mikroorganisme/patogen dihambat dengan konsentrasi agen antimikroba yang tinggi dibandingkan dengan range toleransi strain, dengan kata lain patogen dihambat dengan konsentrasi agen antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan dengan dosis normal yang aman digunakan. Penelitian mengenai senyawa aktif yang berperan sebagai antimikroba telah banyak dilakukan. Gunawan (2008) menyatakan bahwa senyawa terpenoid yang berperan sebagai antibakteri adalah monoterpenoid linalool, diterpenoid (hardwicklic acid, phytol), triterpenoid saponin dan triterpenoid glikosida, sedangkan Van Thanh (2006) telah mengisolasi agen antijamur, antibakteri dan sitotoksik dari teripang pasir yakni triterpen glikosida. Triterpen glikosida ini dapat dimurnikan menjadi holothurin yang bersifat toksis sehingga mampu dimanfaatkan sebagai antijamur. Konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi Penentuan konsentrasi hambat minimum merupakan dasar dalam pengujian antimikroba secara in vitro. Bakteri uji yang digunakan pada pengamatan ini yakni Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Hasil pengamatan kosentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil analisis konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi Konsentrasi ekstrak (ppm) 700 500 300 100 Keterangan :
Ekstrak n-heksana S. aureus E. coli
Ekstrak etil asetat S. aureus E. coli
Ekstrak metanol S. aureus E. coli
+ + + + + + + + + + + + + + + + (-) jernih : tidak ada pertumbuhan, (+) keruh : ada pertumbuhan
+ + + +
Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai KHM ekstrak gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus adalah 500 ppm pada ekstrak n-heksana dan etil asetat, sedangkan untuk bakteri E.coli tidak terlihat penghambatan. Konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Prabhu dan Bragadeeswaran (2013) yang menunjukkan bahwa nilai KHM ekstrak metanol dan etanol bintang laut mampu menghambat bakteri S. aureus dan E. coli pada konsentrasi terendah yakni 250 ppm. Holetz et al. (2002) menyatakan bahwa ekstrak yang nilai KHM <1.000 ppm memiliki aktivitas antimikroba yang kuat, nilai KHM 100-500 ppm memiliki aktivitas antimikroba yang cukup kuat, nilai KHM 500-1.000 ppm memiliki aktivitas antimikroba yang lemah dan nilai KHM >1.000 ppm dinilai ekstrak tidak aktif. Menurut Salazar et al. (2013), nilai KHM masing-masing ekstrak yang berpotensi sebagai antimikroba berbeda, dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis mikroba uji, ukuran inokulum, komposisi media kultur mikroba, waktu inkubasi dan kondisi inkubasi (suhu, pH dan aerasi). Berdasarkan
26
pengamatan selama 24 jam, ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dibandingkan dengan E.coli. Analisis KHM memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan pengujian ini adalah dapat menentukan konsentrasi minimum ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji, namun kelemahannya adalah metode ini tidak dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan sifat bakteri (bakterisidal atau bakteriostatik), bahkan kalau digunakan untuk menentukan sifat bakteri, nilai KHM sendiri tidak dapat memprediksi efisiensi obat dalam pengujian secara in vivo (Wiegand et al. 2008). Fraksi dengan KLT dan uji aktivitas ekstrak gonad bulu babi (bioautografi) Kromatografi lapis tipis merupakan metode kromatografi yang sederhana, cepat, dan umum digunakan untuk mengidentifikasi zat farmasi. Pemisahan senyawa dilakukan dengan beberapa perbandingan pelarut. Gritter et al. (1991) menyatakan bahwa pemisahan senyawa yang baik pada KLT dicirikan dengan terbentuknya banyak bercak dan pemisahannya terlihat jelas. Ekstrak yang digunakan pada analisis ini merupakan ekstrak etil asetat yang menunjukkan aktivitas antibakteri terbaik dibandingkan dengan ekstrak metanol dan n-heksana. Hasil fraksinasi ekstrak etil asetat disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 9. Tabel 6 Perbandingan eluen terbaik dan nilai Rf ekstrak etil asetat gonad bulu babi Perbandingan pelarut
Nilai Rf
4:1 Diklorometana (DCM):Metanol (M) 3:2
Diklorometana (DCM):Kloroform (K)
3:2
0,025 0,1 0,26 0,72 0,81 0,97 0,025 0,09 0,79 0,94 0,03 0,09 0,59 0,96
DCM:M (4:1)
DCM:M (3:2)
DCM:K (3:2)
Gambar 9 Hasil KLT ekstrak etil asetat gonad bulu babi
Ekstrak etil asetat gonad bulu babi yang difraksinasi menghasilkan 4-5 komponen senyawa yang dikarenakan penggunaan perbandingan eluen yang berbeda. Rahalison et al. (1991) menyatakan bahwa pemisahan molekul-molekul zat yang terdapat dalam bahan (sampel) dipengaruhi oleh penggunaan pelarut dengan perbandingan yang berbeda. Bercak yang dihasilkan kemudian disemprotkan dengan penampak warna anisaldehid-asam sulfat, kemudian plat dioven pada suhu 100 ºC selama 10 menit, setelah itu diamati warna yang tampak pada plat. Menurutp Purwanto et al. (2011) anisaldehid-asam sulfat merupakan
27
penampak noda yang dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa yang berasal dari golongan steroid/triterpenoid dan senyawa gula. Wagner (1996) menyatakan bahwa jika setelah disemprotkan penampak warna anisaldehid-asam sulfat dan tampak warna ungu-merah atau ungu menunjukkan ekstrak yang diuji positif mengandung steroid/triterpenoid. Hasil analisis dengan penampak warna anisaldehid disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 menunjukkan bahwa pada plat (b) terdapat spot berwarna ungu yakni pada Rf 0,03 dan 0,59. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat gonad bulu babi mengandung senyawa steroid/triterpenoid. Hasil yang diperoleh sejalan dengan hasil penelitian Prabhu dan Bragadeeswaran (2013) yakni pada bintang laut terdeteksi senyawa steroid setelah diberi penampak warna ninhidrin. Abad et al. (2011) menyatakan bahwa senyawa steroid banyak ditemukan pada hewan laut salah satunya bulu babi. Pada ketiga plat KLT juga terlihat spot berwarna cokelat. Purwanto et al. (2011) menyatakan bahwa, spot yang berwarna cokelat yang nampak pada plat KLT mengindikasikan keberadaan senyawa cis-trans poliisoprenoid alkohol.
(a)
(b)
(c)
Gambar 10 Hasil analisis dengan penampak warna anisaldehid-asan sulfat Fraksi hasil pemisahan KLT selanjutnya diuji aktivitas dengan metode bioautografi. Menurut Rahalison et al. (1991) metode bioautografi dapat dipertimbangkan sebagai uji yang akurat untuk mendeteksi senyawa antibakteri, karena dapat menunjukkan letak aktivitas bahkan dalam matriks yang kompleks. Uji ini bertujuan untuk melihat bercak yang dihasilkan dari pemisahan dengan KLT dapat menghambat bakteri uji yakni Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Bioautografi ekstrak gonad bulu babi tidak memiliki aktivitas antibakteri yang ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat terhadap bakteri uji. Hasil yang sama juga diperoleh Sudirman (2005) yakni ekstrak Lentinus tidak menunjukkan adanya zona hambat pada analisis bioautografi, ini diduga karena adanya senyawa pengotor atau jenis senyawa aktif yang tidak terdeteksi dengan bakteri Bacillus subtilis. Menurut Schmourlo et al. (2005) menyatakan bahwa tidak terbentuknya zona hambat pada analisis bioautografi karena terjadi gangguan sinergisme antara komponen bioaktif akibat proses pemisahan dengan
28
KLT dan juga dipengaruhi lemahnya selektivitas dari komponen ekstrak terhadap mikroorganisme sehingga jenis senyawa antibakteri yang telah dipisahkan tidak dapat dideteksi menggunakan bakteri uji serta penggunaan konsentrasi ekstrak kasar yang rendah. Aktivitas antioksidan ekstrak gonad bulu babi Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH, metode ini digunakan untuk menentukan potensi molekul antioksidan dalam menghambat radikal bebas. Metode ini juga digunakan sebagai metode kolorimetri standar dan mudah untuk mengevaluasi sifat antioksidan dari senyawa murni. Hasil aktivitas antioksidan dari ketiga jenis ekstrak maupun vitamin C disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Nilai IC50 ekstrak gonad bulu babi dan vitamin C. Jenis ekstrak n-heksana Etil asetat Metanol vitamin C
Nilai IC50 (ppm) 3.405,5 2.826,125 1.451,156 4,045
Tabel 7 menunjukkan bahwa ekstrak gonad bulu babi memiliki nilai rata-rata IC50 lebih tinggi berkisar dari 1.451,156-3.405,5 ppm dibandingkan dengan vitamin C sebagai kontrol positif yakni 4,045, ini mengindikasikan bahwa ekstrak gonad bulu babi tidak berpotensi sebagai antioksidan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Sheean et al. (2007) yang menunjukkan bahwa ekstrak dichloromethane (DCM) dan metanol jaringan gonad bulu babi tidak menunjukkan aktivitas antioksidan terhadap radikal bebas DPPH. Menurut Molyneux (2004) suatu bahan dikatakan memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat apabila memiliki nilai IC50 < 50 ppm, kuat apabila IC50 50-100 ppm, sedang apabila nilai IC50 100-150 ppm, dan lemah apabila nilai IC50 150-200 ppm. Pengujian aktivitas antioksidan gonad bulu babi menunjukkan nilai IC 50 yang berbeda-beda, ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsentrasi ekstrak dengan persen inhibisinya (Lampiran 8). Menurut Hanani et al. (2005) peningkatan konsentrasi ekstrak akan meningkatkan persentase penghambatan terhadap radikal bebas, baik itu ekstrak (gonad bulu babi) maupun konsentrasi standar (vitamin C).
29
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Senyawa aktif yang terdapat pada bulu babi yaitu steroid/triterpenoid, senyawa tersebut memiliki aktivitas antibakteri yang rendah terhadap S. aureus dan E.coli serta tidak menunjukkan penghambatan terhadap C. albicans. Ekstrak gonad bulu babi juga tidak menunjukkan aktivitas antioksidan terhadap radikal bebas DPPH.
Saran Disarankan untuk melakukan ekstraksi tunggal dengan metanol selanjutnya ekstrak dipartisi menggunakan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran berbeda.
30
DAFTAR PUSTAKA [AOAC]. 2005. Association of Official Analytical Chemist. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington (US): Published by The Association of Official Analytical Chemist. Inc. Abad MJ, Bedoya LM, Bermejo P. 2011. Marine compound and their antimicrobial activities. Science againts microbial pathogens: communicating current research and technological advances. 51:1293-1306. Abubakar L, Wangi C, Uku J, Ndirangu S. 2012. Antimicrobial activity of various extracts of the sea urchin Tripneustes gratilla (Echinoidea). African Journal of Pharmacology and Therapeutics. 1(1):19-23. Al-qadiri H, Al-ALami N, Lin M, Al-Holy, Cavinato AG, Rasco BA. 2008. Studying of the bacterial growth phases using fourier transform infrared spectroscopy and multivariate analysis. Journal of Rapid Methods and Automation in Microbiology. 16(1):73-89. Andersson L, Bohlin L, Iorizzi M, Riccio R, Minale L, Moreno-Lopez W. 1989. Biological activity of some saponins and saponin-like compounds from starfish and brittle-stars. Toxicon. 27(2):179–188. Aprilia HA, Pringgenies D, Yudiati E. 2012. Uji toksisitas ekstrak kloroform cangkang dan duri landak laut (Diadema setosum) terhadap mortalitas Nauplius artemia sp. Journal of Marine Research. 1(1):75-83. Arafa S, Chouaibi M, Sadok S, El Abed A. 2012. The influence of season on the gonad and biochemical composition of the sea urchin Paracentrotus lividus from the Gulf of Tunis. The Scientific World Journal. 2012: 1-9. Ariyanti NK, Darmayasa IBG, Sudirga SK. 2012. Daya hambat ekstrak kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922. Jurnal Biologi. 16(1):1-4. Aziz A. 1987. Makanan dan cara makan berbagai jenis bulu babi. Journal of Oseana. 29(4):91-100. Aziz A. 1993. Beberapa catatan tentang perikanan bulu babi. Journal of Oseana. 18(2):65-75. Azmir J, Zaidul ISM, Rahman MM, Sharif KM, Mohamed, A, Sahena F, Jahurul MHA, Ghafoor K, Norulaini NAN, Omar AKM. 2013. Techniques for extraction of bioactive compounds from plant material: a riview. Journal of Food Engineering. 117(4): 426-436. Balbi HJ. 2004. Chloramphenicol: A review. Pediatrics in Review. 25(8):284-288. Beauregard KA, Truong NT, Zhang HY, Lin WY, Beck G. 2001. The detection and isolation of a novel antimicrobial peptide from the echinoderm, Cucumaria frondosa. Advances in Experimental Medicine and Biology. 484:55–62. Bhattarai DH, Paudel B, Hong SG, Lee HK, Yim JH. 2008. Thin layer chromatography analysis of antioxidant caonstituents of lichens from Antarctica. Journal of Natural Medicines. 62(4):481-484. Bragadeeswaran S, Kumaran SN, Sankar PP, Prabahar R. 2013. Bioactive potential of sea urchin Temnopleurus toreumaticus from Devanampattinam,
31
Southeast coast of India. Journal of Pharmacy and Alternative Medicine. 2(3): 9-18. Bryan PJ, McClintock JB, Hopkins TS. 1997. Structural and chemical defenses of echinoderms from the northern Gulf of Mexico. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 210(2):173-186. Byrne M, Sewell MA, Prowse TAA. 2008. Nutritional ecology of sea urchin larvae: influence of endogenous and exogenous nutrition on echinopluteal growth and phenotypic plasticity in Tripneustes gratilla. Functional Ecology. 22(4):643–648. Canicatti C, Roch P. 1989. Studies on Holothuria polii (Echinodermata) antibacterial proteins. I. Evidence for and activity of a coelomocyte lysozyme. Experientia 45(8):756–759. Carballo JL, Hernández-Inda ZL, Pérez P, Garcíz-Grávalos MD. 2002. A comparison between two brine sshrimp assays to detect in vitro cytotoxicity in marine natural products. BMC Biotechnology Journal. 2(1):1-5. Chludil HD, Muniain CC, Seldes AM, Maier MS. 2002. Cytotoxic and antifungal triterpene glycosides from the patagonian sea cucumber Hemoiedema spectabilis. Journal of Natural Product. 65(6):860-865. Dahl WJ, Jebson P, Louis DS. 2010. Sea urchin injuries to the hand: A case report and review of the literature. The Iowa Orthopaedic Journal. 30:153-156. Darsana IGO, Besung INK, Mahatmi H. 2012. Potensi daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli secara In vitro. Indonesia Medicus Veterinus. 1(3):337-351. Darsono P. 1986. Gonad bulu babi. Oseana 11(4):151-162. Davis WW, Stout TR. 1971. Disc plate method of microbiological antibiotic assay. II. Novel procedure offering improved accuracy. Applied Microbiology. 22(4):666-670. Eng RHK, Padberg FT, Smith SM, Tan EN, Cherrubin CE. 1991. Bactericidal effect of antibiotics on slowly growing and nongrowing bacteria. Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 35(9):1824-1828. Gunawan I. 2007. Penapisan awal senyawa bioaktif sebagai antibakteri serta uji toksisitas dan uji minimum inhibitory concentration (MIC) dari karang lunak asal Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gritter RJ, Bobbit JM, Schwanig AE. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung (ID): ITB Press. Hagen NT. 1996. Echinoculure: from fishery enhancement to closed cycle cultivation. Journal World Aquaculture Society. 27:6-22. Hammer H, Hammer B, Watts S, Lawrence A, Lawrence J. 2006. The effect of dietary protein and carbohydrate concentration on the biochemical composition and gametogenic condition of the sea urchin Lytechinus variegatus. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 334(1):109-121. Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2:127-133. Harborne JB. 1984. Phytochemical Methods: A Guide to modern Technique of Plant Analysis. 2nd ed. London (UK): Chapman and Hall.
32
Haug T, Kjuul AK, Styrvold OB, Sandsdalen E, Olsen ØM, Stensvåga K. 2002. Antibacterial activity in Strongylocentrotus droebachiensis (Echinoidea), Cucumaria frondosa (Holothuroidea), and Asterias rubens (Asteroidea). Journal of Invertebrate Pathology. 81(2):94-102. Heim KE, Tagliaferro AR, Bobilya DJ. 2002. Flavonoid antioxidant chemistry: metabolism, and structure activity relationships. Journal of Nutritional Biochemistry. 13(10):572-584. Holetz FB, Pessini GL, Sanches NR, Cortez DAG, Nakamura CV, Filho BPD. 2002. Screening of some plants used in the Brazilian folk medicine for the treatment of infectious. Memorias do Instituto Oswaldo Cruz. 97(7):10271031. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractination of Natural Extracts. London (UK): Champan and Hall. Iorizzi M, Bryan P, McClintock J, Minale L, Palagiano E, Maurelli S, Riccio R and Zollo F. 1995. Chemical and biological investigation of the polar constituents of the starfish Luidia clathrata, collected in the Gulf of Mexico. Journal of Natural Product. 58(5):653–671. Jablonski D, Lutz AR. 1983. Larval ecology of marine benthic invertebrates: Paleobiological implications. Journal of Biology Evolutionary. 58(1):21-89. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Nani W, penerjemah. Jakarta (ID): Salemba Medika. Terjemahan dari: Medical Microbiology. 196-198. Kaneko K, Matsumoto H, Shirai Takaaki, Kamei M, Okazaki E, Osako K. 2012. Seasonal variation in free amino acid composition and taste aspect of black sea urchin, Diadema setosum, gonad. Food Science and Technology Research. 18(6): 835-842. Kristanti AN, Aminah NS, Tanjung M, Kurniadi B. 2008. Fitokimia. Surabaya (ID): Universitas Airlangga. Lapornik B, Prošek, Wondra AG. 2005. Comparison of extracts prrepared from plant by-products using different solvents and extraction time. Journal of Food Engineering 71(2):214-222. Leonard LA, Strandberg JD, Winkelstein JA. 1990. Complement-like activity in the sea star Asterias forbesi. Developmental and Comparative Immunology. 14(1): 19–30. Li C, Haug T, Stensvåg K. 2010. Antimicrobial peptides in echinoderms. Invertebrate Survival Journal. 7:132-140. Madigan MT, Martinko JM, Bender KS, Buckley DH, Stahl DA. 2010. Brock Biology of Microorganisms 13th ed. New Jersey (US): Pearson Education Inc. Mamelona J, Pelletier É, Lalancette KG, Legault J, Karboune S, Kermasha S. 2011. Antioxidants in digestive tracts and gonads of green urchin (Strongylocentrotus drobachiensis). Journal of Food Composition and Analysis. 24(2):179-183. Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, McLauchlin JL. 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Journal of Medical Plants Research. 45:31-34. McAlister JS, Moran AL. 2012. Relationships among egg size, composition, and energy: a comparative study of geminate sea urchins. Journal of Pone. 7(7):1-9.
33
Middleton JE, Kandaswami C, Theoharides TC. 2000. The effects of plant flavonoids on mammalian cells: Implications for inflammation, heart disease, and cancer. The American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics. 52(4):673-751. Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenil picrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Journal of Science and Technology. 26(2):211-219. Moorthy K, Srinivasan K, Subramanian C, Mohanasundari C, Palaniswamy M. 2007. Phytochemical screening and antibacterial evaluation of stem bark of Mallotus philippinensis var. Tomentosus. African Journal of Biotechnology. 6(3):1521-1523. Moshi MJ, Innocent E, Magadula JJ, Otieno DF, Weisheit A, Mbabazi PK, Nondo RSO. 2010. Brine shrimp toxicity of some plants used as traditional medicines in Kagera Region, north western Tanzania. Tanzania Journal of Health. 12(1):63-67. Nemeth J, Oesch G, Kuster SP. 2014. Bacteriostatic versus bactericidal antibiotics for patients with serious bacterial infection: systematic review and metaanalysis. Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 70(2):382-395 Pankey GA, Sabath LD. 2004. Clinical relevance of bacteriostatic versus bactericidal mechanisms of action in the treatment of gram positive bacterial infections. Clinical Infectious Diseases. 38(6):864-870. Pfaller MA. 2012. Antifungal drug resistance: mechanisms, epidemiology, and consequences for treatment. The American Journal of Medicine. 125(1A):S3-S13. Powell C, Hughes AD, Kelly MS, Conner S, McDougall GJ. 2014. Extraction and identification of antioxidant polyhydroxynaphtoquinone pigments from the sea urchin, Psammechinus miliaris. LWT-Food Science and Techonlogy. 59(1):455-460. Prabhu K, Bragadeeswaran S. 2013. Biological properties of brittle star Ophiocnemis marmorata collected from Parangipettai, Southeast coast of India. Journal of Microbiology and Antimicrobials. 5(10):110-118. Purwanto MGM, Kok T, Melinda R. 2011. Screening senyawa antikanker ekstrak Thyphonium fagelliforme (keladi tikus) yang berinteraksi dengan DNA. Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi. 5(1):10-20. Radjab AW. 1998. Pertumbuhan dan reproduksi bulu babi Tripneustes gratilla (Linnaeus) di Perairan Tamedan, Pulau Dullah, Maluku Tenggara. Prosiding Seminar Kelautam LIPI-UNHAS Ke 1; 1997 Juli 4-6; Ambon, Indonesia. Ambon (ID): Balitbang Sumberdaya laut, Puslitbang Oseanologi – LIPI. hlm 149-156. Rahalison L, Hamburger M, Hostettmann K, Monod M, Frenk E. 1991. A bioautographic agar overlay method for the detection of antifungal compounds from higher plants. Phytochemical Analysis. 2(5):199-203. Rahayu WP. 1999. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak dan fraksi rimpang lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) terhadap mikroba patogen perusak pangan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rasyid A. 2012. Identifikasi senyawa metabolit sekunder-serta uji aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak metanol teripang Stichopus hermanii. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(2):360-368.
34
Ratna DF. 2002. Pengaruh penambahan gula dan lama fermentasi terhadap mutu pasta gonad bulu babi Diadema setosum dengan Lactobacillus plantarum sebagai kultur starter. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rosyidah K, Nurmuhaimina SA, Komari N, Astuti MD. 2010. Aktivitas antibakteri fraksi saponin dari kulit batang tumbuhan kasturi (Mangifera casturi). Alchemy. 1(2):53-103. Salazar FM, Vázquez EO, Canul RR, Castillo LO. 2013. Antimicrobial activity of aqueous extracts of sea cucumber (Isostichopus badionotus) from the coast of Youcatan, Mexico. African Journal of Microbiology Reseach. 7(28):36213626. Schmourlo G, Mendoςa-Filho RR, Alviano CS. Costa SS. 2005. Screening of antifungal agents using ethanol precipitation and bioautography of medicinal and food plants. Journal of Ethnopharmacology. 96(3):563–568. Septiadi T, Pringgenies D, Radjasa OK. 2013. Uji fitokimia dan aktivitas antijamur ekstrak teripang keling (Holothuria atra) dari pantai Bandengan Jepara terhadap jamur Candida albicans. Journal of Marine Research. 2(2):76-84. Shamsuddin AA, Hakim MD, Kumari GM, Noraznawati. 2010. Antibacterial activity of threee species of sea urchin extracts from Pulau Bidong, Terengganu. Journal of Sustainability Science and Management. 5(1):116124. Shankarlal S, Prabu K, Natarajan E. 2011. Antimicrobial and antioxidant activity of purple sea urchin shell (Salmaris virgulata L. Agassiz and Desor 1984). American-Eurasian Journal of Scientific Research. 6(3):178-181. Sheean PD, Hodges LD, Kalafatis N, Wright PFA, Wynne PM, Whitehouse MW, Macrides TA. 2007. Bioactivity of extracts from gonadal tissue of the edible Australian purple sea urchin Heliocidaris. Journal of the Science of Food and Agriculture. 87(4):694–701. Sikkema LA, de Bont JA, Poolman B. 1995. Mechanism of membran toxicity of hydrocarbons. Microbiological reviews. 59(2):201-222. Stabili L, Pagliara P 1994. Antibacterial protection in Marthasterias glacialis eggs-characterization of lysozyme-like activity. Comparative Biochemistry. B(109):709–713. Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari Principles and Procedures of Statistics. Stonik VA, Elyakov GB. 1988. Secondary Metabolites from Echinoderms as Chemotaxonomic Markers Di dalam: Scheuer PJ, editor. Bioorganic Marine Chemistry. Hawai(US): Springer. Sudirman LI. 2005. Deteksi senyawa antimikrob yang diisolasi dari beberapa Lentinus tropis dengan metode bioautografi. Jurnal Hayati.12(2):67-72. Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y, Krisanti M. 2005. Avertebrata Air. Depok (ID): Penebar Swadaya. Tamakou JdeD, Mpetga DJS, Lunga PK, Tene M, Tane P, Kuiate JR. 2012. Antioxidant and antimicrobial activities of ethyl acetate extract, fractions and compounds from stem bark of Albizia adianthifolia (Mimosoidae). BMC Complementary and Alternative Medicine. 12(1):99.
35
Uma B, Parvathavarthini R. 2010. Antibacterial effect of hexane extract of sea urchin, Temnopleurus alexandri (Bell, 1884). International Journal of Pharmaceutical Technology Research. 2(3):1677-1680. Van Thanh N, Dang NH, Kiem PV, Cuong NX, Huong HT, Minh CV. 2006. A new triterpene glycoside from the sea cucumber Holothuria Scarba collected in Vietnam. ASEAN Journal on Science and Technology for Development. 23(4):253-259. Vimono IB. 2007. Sekilas mengenai landak laut. Oseana. 32(3):37-46. Wagner H, Bland S. 1996. Plant Drug Analysis: A Thin Layer Chromatography Atlas 2nd ed. Berlin (DE): Springer. Walker CW, Unuma T, Lessera MP. 2007. Edible Sea Urchin: Biology and Ecology. Florida (US): Elsevier. Wang L, Weller Cl. 2006. Recent advances in extraction of neutraceuticals from plants. Trend in Food Science and Technology. 17(6):300-312. Widjhati R. Supriyono A, Subiantoro. 2004. Pengembangan senyawa bioaktif dari biota laut (review kegiatan penelitian biota laut di BPPT). Makalah dalam Forum Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Indonesia. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta 25 Maret 2004:89-95. Wiegand I, Hilpert K, Hancock REW. 2008. Agar and broth dilution methods to detemine the minimal inhibitory concentration (MIC) of antimicrobial substances. Nature Protocols. 3(2):163-175. Zakaria IJ. 2013. Komunitas bulu babi (Echonoidea) di Pulau Cingkuak, Pulau Sikuai dan Pulau Setan Sumatera Barat. Prosiding SEMIRATA. Universitas Lampung 10-12 Mei 2013. 1(1)381-387. Zlatanos S, Laskaridis K, Sagredos A. 2009. Determination of proximate composition, fatty acid content and amino acid profile of five lesser-common sea organisms from the Mediterranean Sea. International Journal of Food Science & Technology. 44(8):1590-1594.
36
LAMPIRAN
37
Lampiran 1 Aktivitas antibakteri bulu babi a. Gambar zona hambat ekstrak terhadap bakteri uji
e
f
b d a
c
S. aureus
Keterangan : a b c d e f
: : : : : :
Kontrol positif Kontrol negatif Konsentrasi 100 ppm Konsentrasi 1.000 ppm Konsentrasi 5.000 ppm Konsentrasi 10.000 ppm
Lampiran 2 Analisis proksimat gonad bulu babi a. Kadar air Berat sampel (g) Berat cawan (g) Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan (g) Berat setelah dikeringkan (g) kadar air (%) Rata-rata kadar air (%)
Kadar air U1 =
B1 − B2 B
x 100% =
1 4,0536 26,2380 30,2916
2 4,1012 24,3030 28,4042
27, 6615 25,7364 64,8831 65,0493 64,9662
30,2916 − 27,6615 4,0536
x 100% = 64,8831 %
38 b. Kadar Abu 1 4,0536 26,2380 30,2916
Berat sampel (g) Berat cawan (g) Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan (g) Berat setelah diabukan (g) kadar abu (%) Rata-rata kadar abu (%) Berat abu
Kadar air U1 = Berat
sampel
2 4,1012 24,3030 28,4042
26,3427 24,4198 2,5829 2,8479 2,7154
x 100% =
26,3427 30,2916
x 100% = 2,5829 %
c. Kadar lemak Berat sampel (g) Berat labu (g) Berat (sampel+labu) sebelum dikeringkan (g) Berat setelah dikeringkan (g) kadar lemak (%) Rata-rata kadar lemak (%)
Kadar air U1 =
W2 − W1 W
x 100% =
1 2,5298 112,1461 114,6759
2 2,5366 101,4290 103,9656
112,6463 101,9283 19,7723 19,6838 19,7281
112 ,6463 −112 ,1461 2,5298
x 100% = 19,7723 %
d. Kadar protein Berat sampel (g) Volume HCl (mL) N HCl Faktor konversi Kadar protein (%) Rata-rata kadar protein (%)
Nitrogen U1 =
mL HCl × N HCl × 14,007 Sampel
x 100% =
1 2 435,5 474,8 4,80 4,95 0,1306 0,1306 6,25 6,25 12,6015 11,9196 12,2606 4,80 × 0,1306 × 14,007 435 ,5
x 100% = 2,0162 %
Kadar protein U1 = Nitrogen U1 × Faktor konversi = 2,0162 % × 6,25 = 12,2606 %
e. Kadar karbohidrat Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar lemak (%) Kadar protein (%) Kadar karbohidrat (%) Rata-rata kadar air (%)
1 64,8831 2,5829 19,7723 12,6015 0,1603
2 65,0493 2,8479 19,6838 11,9196 0,4993
0,3298
Kadar air U1 = 100 % - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)
39
= 100 % (64,8831 + 2,5829 + 19,7723 + 12, 6015) = 0,1603 Lampiran 3 Analisis fitokimia ekstrak gonad bulu babi
Uji flavonoid
Uji fenol-hidrokuinon
Uji steroid/triterpenoid
Uji saponin
Uji tanin
Uji alkaloid
40 Lampiran 4 Analisis BSLT ekstrak gonad bulu babi a. Analisis BSLT ekstrak metanol Penentuan nilai LC50 dengan analisis probit. Probability .01 .02 .03 .04 .05 .06 .07 .08 .09 .10 .15 .20 .25 .30 .35 .40 .45 .50 .55 .60 .65 .70 .75 .80 .85 .90 .91 .92 .93 .94 .95 .96 .97 .98 .99
95% confidence limits for dosis Estimate Lower bound Upper bound -336.28611 -685.49025 -135.02804 -230.88223 -539.49927 -50.28175 -164.00685 -447.36006 3.97444 -113.69910 -378.37127 45.11321 -72.77763 -322.50423 78.82644 -37.94704 -275.16086 107.72995 -7.40742 -233.83176 133.25445 19.93717 -196.99019 156.27230 44.80598 -163.63505 177.35692 67.69776 -133.07285 196.90659 162.47584 -8.31508 279.62539 237.80245 88.13404 348.07208 302.42598 168.26532 409.40670 360.45990 237.64235 467.07045 414.23698 299.39352 523.04147 465.26617 355.55073 578.59112 514.63751 407.60190 634.61763 456.74719 691.83648 563.22607 611.81464 504.03147 750.91635 661.18597 550.43003 812.59547 712.21516 596.92840 877.80395 765.99224 644.62631 947.82824 824.02617 694.90702 1024.58830 888.64970 749.76551 1111.19572 963.97631 812.57177 1213.28526 1058.75439 890.32905 1343.00455 1081.64617 908.94580 1374.49968 1106.51498 929.11007 1408.77517 1133.85956 951.21549 1446.52916 1164.3998 975.82934 1488.76892 1199.22978 1003.81528 1537.02986 1240.15125 1036.59075 1593.83466 1290.45899 1076.74895 1663.80402 1357.33438 1129.93613 1757.01223 1462.73825 1213.39906 1904.28657
41 b. Analisis BSLT ekstrak etil asetat Penentuan nilai LC50 dengan analisis probit. Probability .01 .02 .03 .04 .05 .06 .07 .08 .09 .10 .15 .20 .25 .30 .35 .40 .45 .50 .55 .60 .65 .70 .75 .80 .85 .90 .91 .92 .93 .94 .95 .96 .97 .98 .99
95% confidence limits for dosis Estimate Lower bound Upper bound -407.34518 -762.87030 -206.36779 -304.32067 -618.47297 -124.19308 -238.95492 -527.30071 -71.61264 -189.78282 -459.01060 -31.76320 -149.78511 -403.69023 .87962 -115.74077 -356.79460 28.85447 -85.89055 -315.84317 53.54981 -59.16323 -279.32675 75.81225 -34.85581 -246.25576 96.19827 -12.48079 -215.94466 115.09444 80.15778 -92.10808 194.98910 153.78399 3.75317 261.04699 216.94871 83.46481 320.24755 273.67258 152.48840 375.97141 326.23571 213.87478 430.18213 376.11297 269.59740 484.14985 424.36980 321.10699 538.76694 369.58704 594.73096 471.86154 519.35327 416.08066 652.68143 567.61010 461.56794 713.32082 617.48737 507.03804 777.54107 670.05049 553.58680 846.58942 726.77437 602.58015 922.34351 789.93909 655.97319 1007.86267 863.56529 717.05249 1108.70251 956.20386 792.63101 1236.85523 978.57889 810.72222 1267.97129 1029.61362 830.31615 1301.83438 1002.88631 851.79530 1339.13408 1059.46385 875.71081 1380.86533 1093.50818 902.90187 1428.54476 1133.50590 934.74563 1484.66418 1182.67800 973.76167 1553.78770 1248.04375 1025.43599 1645.86607 1351.06825 1106.52616 1791.34795
42
c. Analisis BSLT ekstrak n-heksana Penentuan nilai LC50 dengan analisis probit. Probability .01 .02 .03 .04 .05 .06 .07 .08 .09 .10 .15 .20 .25 .30 .35 .40 .45 .50 .55 .60 .65 .70 .75 .80 .85 .90 .91 .92 .93 .94 .95 .96 .97 .98 .99
95% confidence limits for dosis Estimate Lower bound Upper bound -687.41032 -335.01772 -369.50735 -539.18584 -107.30832 -257.13429 -445.14215 -963.34635 -185.32486 -374.39676 -855.39863 -130.95615 -316.85083 -767.86741 -86.45549 -267.87021 -693.59970 -48.34332 -224.92379 -628.69135 -14.71651 -186.47039 -570.76704 15.58568 -151.49856 -518.26948 43.32658 -119.30694 -470.12017 69.03691 13.97499 -273.09878 177.81414 119.90324 -120.41600 268.17041 210.78024 6.23589 350.02438 292.39060 115.04045 428.46454 368.01476 210.37449 506.64063 439.77470 295.06408 586.59519 509.20326 371.38138 669.57301 441.42854 756.29540 577.53106 645.85887 507.19488 847.29861 715.28743 570.53044 943.25817 787.04737 633.17921 1045.25355 862.67153 696.91069 1155.03220 944.28189 763.76965 1275.41796 1035.15889 836.54297 1411.15050 1141.08714 919.80105 1570.93148 1274.36907 1022.92492 1773.60623 1306.56069 1047.63051 1822.76027 1341.53252 1074.39755 1876.23169 1379.98592 1103.75096 1935.10478 1422.93234 1136.44707 2000.94383 1471.91296 1173.63757 2076.13321 1529.45888 1217.21263 2164.59004 1600.20428 1270.63075 2273.48834 1694.24796 1341.42353 2418.46697 1842.47245 1452.60236 2647.37058
43
Lampiran 5 Analisis aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi a. Hasil uji univariate pengaruh jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak etil asetat terhadap diameter zona hambat pada jam ke-6 Source Corrected Model Intercept Bakteri Konsentrasi Bakteri * Konsentrasi Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 32,944b 34,722 9,389 15,444 8,111 9,333 77,000 42,278
Mean Square 6,589 34,722 9,389 7,722 4,056 ,778
df 5 1 1 2 2 12 18 17
F
Sig.
8,471 44,643 12,071 9,929 5,214
,001 ,000 ,005 ,003 ,023
b. Hasil uji Duncan pengaruh perbedaan jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak etil asetat terhadap diameter zona hambat pada jam ke-6 Konsentrasi
N
0,5 mg 1 mg 2 mg Sig.
6 6 6
Subset 1
2
,5000 1,0000 ,345
2,6667 1,000
c. Hasil uji univariate pengaruh jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak etil asetat terhadap diameter zona hambat pada jam ke-8
Source
Corrected Model Intercept Bakteri Konsentrasi Bakteri * Konsentrasi Error
Type III Sum of Squares 25,778b 26,889 ,222 25,444 ,111 21,333
Total
74,000
Corrected Total
47,111
d Mean Square f 5 1 1 2 2 1 2 1 8 1 7
5,156 26,889 ,222 12,722 ,056 1,778
S i g .
F
2,900 15,125 ,125 7,156 ,031
,061 ,002 ,730 ,009 ,969
44
d. Hasil uji Duncan pengaruh perbedaan jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak etil asetat terhadap diameter zona hambat pada jam ke-8 Konsentrasi 0,5 mg 1 mg 2 mg Sig.
Subset
N
1 ,0000 ,8333
6 6 6
,300
2
2,8333 1,000
e. Hasil uji univariate pengaruh jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak etil asetat terhadap diameter zona hambat pada jam ke-10 Source Corrected Model Intercept Bakteri Konsentrasi Bakteri * Konsentrasi Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 13,167b 12,500 ,056 13,000 ,111 25,333 51,000 38,500
df
Mean Square
5 1 1 2 2 12 18 17
2,633 12,500 ,056 6,500 ,056 2,111
F 1,247 5,921 ,026 3,079 ,026
Sig. ,347 ,032 ,874 ,083 ,974
f. Hasil uji univariate pengaruh jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak etil asetat terhadap diameter zona hambat pada jam ke-12 Source Corrected Model Intercept Bakteri Konsentrasi Bakteri * Konsentrasi Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 7,111b 5,556 ,000 5,778 1,333 19,333 32,000 26,444
df 5 1 1 2 2 12 18 17
Mean Square 1,422 5,556 ,000 2,889 ,667 1,611
F ,883 3,448 ,000 1,793 ,414
Sig. ,522 ,088 1,000 ,208 ,670
45
g. Hasil uji univariate pengaruh jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak n-heksana terhadap diameter zona hambat pada jam ke-6 Type III Sum of Squares 11,778b 80,222 3,556 7,444 ,778 6,000 98,000 17,778
Source Corrected Model Intercept Bakteri Konsentrasi Bakteri * Konsentrasi Error Total Corrected Total
df
Mean Square
5 1 1 2 2 12 18 17
2,356 80,222 3,556 3,722 ,389 ,500
F
Sig.
4,711 160,444 7,111 7,444 ,778
,013 ,000 ,021 ,008 ,481
h. Hasil uji Duncan pengaruh perbedaan jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak nheksana terhadap diameter zona hambat pada jam ke-6 Konsentrasi 1 mg 0,5 mg 2 mg Sig.
i.
Subset
N
1 1,5000 1,8333
6 6 6
,430
2
3,0000 1,000
Hasil uji univariate pengaruh jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak n-heksana terhadap diameter zona hambat pada jam ke-8 Source Corrected Model Intercept Bakteri Konsentrasi Bakteri * Konsentrasi Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 10,000b 8,000 8,000 1,000 1,000 2,000 20,000 12,000
df
Mean Square
5 1 1 2 2 12 18 17
2,000 8,000 8,000 ,500 ,500 ,167
F 12,000 48,000 48,000 3,000 3,000
Sig. ,000 ,000 ,000 ,088 ,088
46
j.
Hasil uji univariate pengaruh jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak metanol terhadap diameter zona hambat pada jam ke-6 Source Corrected Model Intercept Bakteri Konsentrasi Bakteri * Konsentrasi Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 5,167b 4,500 4,500 ,333 ,333 5,333 15,000 10,500
df
Mean Square
5 1 1 2 2 12 18 17
1,033 4,500 4,500 ,167 ,167 ,444
F 2,325 10,125 10,125 ,375 ,375
Sig. ,107 ,008 ,008 ,695 ,695
k. Hasil uji univariate pengaruh jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak metanol terhadap diameter zona hambat pada jam ke-10 Source Corrected Model Intercept Bakteri Konsentrasi Bakteri * Konsentrasi Error Total Corrected Total
l.
Type III Sum of Squares 11,778b 5,556 5,556 3,111 3,111 8,667 26,000 20,444
df
Mean Square
5 1 1 2 2 12 18 17
2,356 5,556 5,556 1,556 1,556 ,722
Aktivitas antijamur ekstrak gonad bulu babi
Ekstrak metanol
F 3,262 7,692 7,692 2,154 2,154
Sig. ,043 ,017 ,017 ,159 ,159
47
Ekstrak etil asetat
Ekstrak n-heksana
Lampiran 6 Analisis konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi Ekstrak metanol
Bakteri E. coli
Bakteri S. aureus
48
Ekstrak etil asetat
Bakteri E. coli
Bakteri S. aureus
Ekstrak n-heksana
Bakteri E. coli
Bakteri S. aureus
Lampiran 7 Fraksinasi ekstrak etil asetat gonad bulu babi dan bioautografi a. Fraksinasi ekstrak etil asetat
Chamber KLT
Plat KLT di bawah lampu UV (λ 254 nm)
49
Bioautografi terhadap bakteri E. coli
Bioautografi terhadap bakteri S. aureus
Lampiran 8 Analisis aktivitas antioksidan ekstrak gonad bulu babi a.
Hasil analisis % inhibisi dan IC50 ekstrak metanol 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Konsentrasi ekstrak (ppm)
%Inhibisi 25 ppm =
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
× 100% =
18.000 16.000 y = 0,032x + 3,563 R² = 0,996 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000 0 200 400
0,403 −0,384 0,403
× 100% = 4,7715%
%inhibisi Linear (%inhibisi)
600
% Inhibisi
IC50
=
Nilai x pada persamaan Y = 0,032x + 3,365 dengan mengganti nilai Y sebesar 50
50 Rata-rata nilai IC50 ekstrak metanol adalah x = 0,032x + 3, 365 = 1451,156
b. Hasil analisis % inhibisi dan IC50 ekstrak etil asetat % Inhibisi 25 ppm =
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
× 100 % =
0,402 −0,384 0,402
× 100 = 4,478 %
50
Konsentrasi ekstrak (ppm)
14.000 y = 0,016x + 4,782 R² = 0,991
12.000 10.000 8.000
6.000
%inhibisi
4.000
Linear (%inhibisi)
2.000 0.000 0
200
400
600
% inhibisi
IC50
=
Nilai x pada persamaan Y = 0,016x + 4,782 dengan mengganti nilai Y sebesar 50
50 Rata-rata nilai IC50 ekstrak etil asetat adalah x = 0,016x + 4,782 = 2826,125
c. Hasil analisis % inhibisi dan IC50 ekstrak n-heksana % Inhibisi 25 ppm =
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
× 100 % =
0,402 −0,391 0,402
× 100 = 2,736 %
Konsentrasi ekstrak (ppm)
9.000 y = 0.014x + 2.323 R² = 0.938
8.000 7.000 6.000 5.000 4.000
%inhibisi
3.000
Linear (%inhibisi)
2.000 1.000 0.000
0
100
200
300
400
500
% inhibisi
IC50
=
Nilai x pada persamaan Y = 0,014x + 2,323 dengan mengganti nilai Y sebesar 50
50 Rata-rata nilai IC50 ekstrak n-heksana adalah x = 0,014x + 2,323 = 3405,5
51
d. Hasil analisis % inhibisi dan IC50 vitamin C %inhibisi 1,2 ppm =
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
× 100 % =
0,405 −0,352 0,405
× 100 = 12,447%
Konsentrasi ekstrak (ppm)
90.000 y = 13,60x - 5,013 R² = 0,998
80.000 70.000 60.000 50.000 40.000
%inhibisi
30.000
Linear (%inhibisi)
20.000 10.000 0.000 0
2
4
6
8
% inhibisi
IC50
=
Nilai x pada persamaan Y = 13,60x + 5,013 dengan mengganti nilai Y sebesar 50
50 x
Rata-rata nilai IC50 vitamin C adalah = 13,60x + 5,013 = 4,045
52
RIWAYAT HIDUP Febrina Olivia Akerina dilahirkan di Ambon, 25 Februari 1988, sebagai anak sulung dari pasangan Jan Akerina dan Coby Lusye Manansang. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura, lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2012 penulis diterima di Program Studi Teknologi Hasil Perairan pada Sekolah Pascasarjana IPB dengan bantuan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui program beasiswa unggulan (BU). Penulis melakukan penelitian dengan judul “Eksplorasi Senyawa Antimikroba dan Antioksidan dari Bulu babi (Diadema setosum)” sebagai syarat untuk menyelesaikan studi program Magister pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.