EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)
A. Pendahuluan Pseudomonad fluorescens merupakan anggota kelompok Pseudomonas yang terdiri atas Pseudomonas aeruginosa, P. fluorescens, P. putida, P. chlororaphis, P. aureofaciens dan dua spesies patogen tanaman P. cichorii dan P. syringae. Spesies-spesies pseudomonad fluorescens ditandai oleh kemampuannya dalam mengekskresi pigmen-pigmen hijau-kuning yang larut dan fluorescens di bawah sinar UV. Pigmen-pigmen ini terutama dihasilkan dalam media yang defisien dalam besi atau media khusus (King’s B). Beberapa spesies pseudomonad fluorescens juga menghasilkan pigmen-pigmen phenazine biru, hijau atau orange yang khas (terutama dalam media King’s A) (Oedjijono, 1993 dalam Sigit, 2001). Pseudomonad fluorescens merupakan bakteri pengkolonisasi akar dan memiliki kemampuan didalam mengendalikan beberapa patogen akar. Sebagian strain dikenal mampu menekan pertumbuhan atau membunuh patogen cendawan maupun bakteri, diantaranya P. aeruginosa, P. putida, dan P. fluorescens. Penekanan patogen oleh antagonis dari genus Pseudomonas dapat melalui produksi antibiotik, siderophore, dan substansi-substansi volatil, dan yang paling umum adalah dengan cara menghasilkan antibiotik dan siderophore. Antibiotik adalah substansi kimia sebagai produk metabolisme sekunder mikroorganisme yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme
lain.
Pada
dasarnya
bakteri
pseudomonad fluorescens merupakan kelompok terbesar penghasil antibiotik.
Sebagian besar bakteri dari genus Pseudomonas ini juga telah diidentifikasi sebagai plant growth promoting rhizobacteria-PGPR (Rahni, 2012). Menurut Rahman (1997) dalam Nuraeni dan Fattah, (2007), P. fluorescens dan P. putida merupakan bakteri kelompok fluorescen yang berfungsi sebagai PGPR. Penggunaan kedua bakteri ini dilaporkan telah memberikan hasil positif terhadap pertumbuhan dan produksi pada tanaman pertanian. Menurut Hartana (1987) dalam Arwiyanto
(1997),
pada
rizosfir
putri
malu
diduga
terdapat
mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap P. solanacearum. Berdasarkan hasil penelitian pada komoditas perkebunan, Pseudomonad fluorescens dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tanaman nilam (Nasrun dan Nuryani, 2007), dan penyakit layu bakteri pada tanaman tembakau (Diany, 1998).
B. Persiapan Eksplorasi Eksplorasi Pseudomonad fluorescens adalah suatu rangkaian kegiatan
untuk
memperoleh
Pseudomonad
fluorescens
dari
lingkungan alaminya yang selanjutnya dapat digunakan dalam mengendalikan OPT di alam. Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan eksplorasi Pseudomonad fluorescens adalah pemilihan gulma yang akan digunakan untuk pengambilan sampel, serta persiapan alat dan bahan. Gulma putri malu yang akan diambil sampel tanah dan akarnya adalah gulma putri malu yang pertumbuhannya baik/ subur. Alat yang harus dipersiapkan adalah: plastik untuk tempat sampel, gunting, timbangan analitik, erlenmeyer, gelas ukur, magnetic stirrer, vortex, laminar air flow, lampu UV, tabung reaksi, cawan petri, lampu bunsen, tusuk gigi steril, jarum ose, L-glass, dan jarum suntik. Sedangkan bahan yang digunakan adalah: sampel tanah dan akar gulma putri malu, buffer fosfat pH 7 (jika tidak ada dapat digantikan dengan air
steril), media King’s B, alkohol 70%, spirtus, alumunium foil, dan wrapping.
C. Langkah-Langkah Eksplorasi Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan eksplorasi Pseudomonad fluorescens dari perakaran gulma putri malu menurut Arwiyanto (1997) adalah sebagai berikut: 1. Mencabut akar putri malu, mengumpulkan tanah yang menempel di
sekitar
akar
beserta
akar
serabutnya,
kemudian
memasukkannya ke dalam kantong plastik untuk diisolasi lebih lanjut di laboratorium. 2. Meremahkan tanah yang menempel di sekitar akar putri malu, dan memotong akar putri malu dengan panjang kurang lebih 0,5 cm dengan menggunakan gunting. 3. Menimbang sampel tanah yang telah dicampur dengan akar putri malu
sebanyak
10
g,
kemudian
memasukkan
ke
dalam
erlenmeyer ukuran 250 ml yang berisi 90 ml buffer fosfat pH 7. 4. Menggojog suspensi tanah yang telah dicampur dengan akar putri malu dengan menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit, kemudian didiamkan selama 10 menit. 5. Mengambil 1 ml suspensi tersebut di atas (poin 4) dengan menggunakan syringe volume 1 ml, kemudian memasukkannya ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml buffer fosfat pH 7. 6. Menghomogenkan suspensi tanah dan akar putri malu (poin 5) dengan menggunakan vortex selama 3 menit (pengenceran 10-1). 7. Mengambil 1 ml suspensi dari pengenceran 10-1 , kemudian memasukkannya dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml buffer fosfat pH 7. Selanjutnya menghomogenkan suspensi tersebut dengan menggunakan vortex selama 3 menit (pengenceran 10-2).
8. Dengan
teknik
yang
sama,
mengulangi
langkah-langkah
pengenceran suspensi seperti di atas sehingga diperoleh pengenceran 10 -4. 9. Mengambil 0,1 ml suspensi tanah pengenceran 10-3 dan pengenceran 10 -4, menuangkan di atas permuakaan cawan petri yang berisi media King’s B, kemudian meratakannya dengan menggunakan alat perata (L glass) (dilakukan secara steril di dalam ruangan laminar air flow). 10. Menginkubasi media yang telah diperlakukan di atas pada suhu ruang selama 24 – 48 jam. 11. Koloni bakteri yang tumbuh diamati di bawah lampu UV, koloni yang berpendar (berwarna kuning kehijauan) dipindahkan pada media King’s B baru dengan menggunakan tusuk gigi steril (dilakukan secara steril di dalam ruangan laminar air flow) dan menginkubasikannya pada suhu ruang selama 24 – 48 jam. 12. Bakteri yang tumbuh selanjutnya dimurnikan dengan cara mengambil koloni dengan menggunakan jarum ose, kemudian digoreskan pada media King’s B baru sehingga diperoleh koloni tunggal (dilakukan secara steril di dalam ruangan laminar air flow).
D. Hasil Eksplorasi Dari hasil eksplorasi Pseudomonad fluorescens dengan menggunakan langkah-langkah tersebut,di atas telah diperoleh beberapa koloni bakteri yang berpendar di bawah lampu UV (Gambar 1).
A
B
Gambar 1. Koloni bakteri berpendar (hijau kekuningan) hasil isolasi dari suspensi tanah dan akar gulma putri malu, a. Di bawah sinar lampu TL, b. Di bawah sinar lampu UV Bakteri tersebut setelah dimurnikan memiliki morfologi koloni yaitu: tepi koloni halus (rata), koloni berlendir, permukaan koloni cembung (Gambar 2), warna koloni di bawah sinar lampu TL putih susu (Gambar 3a), di bawah sinar lampu UV berpendar (kuning kehijauan) (Gambar 3b).
Gambar 2. Koloni tunggal bakteri Pseudomonad fluorescens (perbesaran 10 x)
A
B
Gambar 3. Isolat murni bakteri, a. Di bawah sinar lampu TL, b. Di bawah sinar lampu UV Setelah diperoleh isolat murni Pseudomonad fluorescens, tahapan selanjutnya untuk mengetahui bakteri tersebut berperan sebagai agens antagonis perlu dilakukan uji antagonisme terhadap patogen. Dari hasil uji antagonisme Pseudomonad fluorescens terhadap patogen Ralstonia solanacearum di laboratorium, diketahui bahwa bakteri Pseudomonad fluorescens hasil eksplorasi dari perakaran gulma putri malu mampu menekan pertumbuhan patogen Ralstonia solanacearum yang ditunjukkan dengan adanya zona bening disekitar koloni bakteri Pseudomonad fluorescens (Gambar 4).
A B
C
Gambar 4. Hasil uji antagonisme Pseudomonad fluorescens terhadap patogen Ralstonia solanacearum, a. Zona bening, b. bakteri Pseudomonad fluorescens strain 16, c. patogen Ralstonia solanacearum
Dengan demikian, bakteri Pseudomonad fluorescens hasil eksplorasi dari perakaran gulma putri malu berpotensi sebagai agens pengendali hayati. Untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam mengendalikan patogen di lapang perlu dilakukan uji antagonisme di tingkat lapang. Sedangkan untuk mengidentifikasi bakteri sampai pada tingkat spesies, perlu dilakukan uji biokimia, meliputi uji gram, uji katalase, uji oksidasi fermentasi, uji pencairan gelatin dan uji-uji biokimia lainnya.
E. Daftar Pustaka Arwiyanto, T. 1997. Pengendalian Hayati Penyakit Layu Bakteri Tembakau: Isolasi Bakteri Antagonis. J. Perlindungan Tanaman Indonesia, 3(1): 54-60p. Diany, V. 1998. Pengendalian Hayati Penyakit Layu Bakteri pada Tembakau dengan Pseudomonad fluorescens. http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=Pen elitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=3350&obyek_id=4. Diakses pada Tanggal 1 Maret 2013. Nasrun dan Y. Nuryani. 2007. Penyakit Layu Bakteri pada Nilam dan Strategi Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian, 26 (1): 915p. Nuraeni, S. dan A. Fattah. 2007. Uji Efektivitas bakteri Pseudomonas fluorescens dan P. putida untuk Mengendalikan P. solanacearum Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Murbey. J. Perennial. 3(2): 44-48p. Rahni, N.M. 2012. Efek Fitohormon PGPR terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays). J. Agribisnis dan Pengembangan Wilayah.3 (2):27-35p.
Sigit,
T.R. 2001. Karakteristik dan Potensi Antagonisme Pseudomonad fluorescens terhadap Bakteri Penyebab Layu (Ralstonia solanacearum) pada Pisang secara Invitro. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
Oleh: Fathul Mukaromah, SP. POPT Ahli Pertama, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya