KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KUMPULAN CERPEN KETIKA MAS GAGAH PERGI DAN KEMBALI KARYA HELVY TIANA ROSA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
Eka Hijriana Rosyidah NIM 1112013000031
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
Skripsi berjudul Kesantunan Berbahasa dalam Kumpulan Cerpen Ketika Mas
Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP disusun oleh Eka Hijriana Rosyidah, Nomor Induk 1112013000031, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 23 Januari 2017 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar satjana S 1 (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Jakarta, 23 Januari 2017 Panitian Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketuan Jurusan/ Pro'di) Dr. Makyun SubukL M.Hum. NIP. 19800305 200901 1 015
Tanggal
Tanda Tangan
8./?/~~1
H.t]!f!FY~ .... -
Sekretaris Panitian (Sekretaris Juruan/ Prodi Toto Edjdarmo. M.A. NIP. 19760225 200801 1 020
Penguji I Dr. Hindun. M.Pd. NIP. 197001215 200912 2 001
Penguji II Nenen~
Nurjanah. M.Hum.
s MQ\r-.et. 2011 ~ 162./ 610'1
....--
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSJ
KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KUMPULAN CERPEN
KETIKA MAS GAGAH PERGI DAN KEMBALI KARYA HEL VY TIANA ROSA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh Eka Hijriana Rosyidah
1112013000031
NIP. 198206282009122003
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2016
~---
KEMENTERIAN AGAMA UIN JAKARTA
FITK
FORM(FR)
Jl.lr. H. Juanda No 9.5 Ciputatl.54 12 Indanuia
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Eka Hijriana Rosyidah
Tempat/Tgl.Lahir
: Cilacap, 11 Juni 1994
NI~
: 1112013000031
Jurusan I Prodi
: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Skripsi
: Kesantunan Berbahasa dalam Kumpulan Cerpen Ketika Mas Gagah
Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan Implikasinya terlladap Pt:mbelajaran BaJ.1asa Indonesia di SMP. Dosen Pembimbing
: Dr. Nuryani, M .A.
dengan ini menyatakan bahw~ skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya seu.diri dan saya ·bt:rtanggtl!lg jawab secara akademis at as apa yang say a tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian ~unaqasah.
Jakarta, 23 Desember 2016
NI~.
1112013000031
ABSTRAK EKA HIJRIANA ROSYIDAH (1112013000031). “Kesantunan Berbahasa dalam Kumpulan Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Dr. Nuryani, M.A. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan karya Helvy Tiana Rosa, (2) mendeskripsikan implikasi kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan karya Helvy Tiana Rosa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena kesantunan berbahasa baik yang mematuhi maupun yang melanggar maksim kesantunan pada kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah teknik dokumentasi, setelah data terkumpul, penulis melakukan deskripsi data selanjutnya dianalisis untuk memperoleh simpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesantunan berbahasa yang digunakan dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa tergolong cukup tinggi. Hal itu dibuktikan dari perbandingan antara jumlah tuturan yang mematuhi maksim kesantunan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah tuturan yang melanggar maksim kesantunan berbahasa menurut teori Leech. Temuan data pematuhan maksim kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan berjumlah 37 tuturan, sedangkan data pelanggaran maksim kesantunan berbahasanya berjumlah 11 tuturan. Penelitian ini dapat diimplikasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada materi pembelajaran menulis cerpen dengan memperhatikan penggunaan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat. Berdasarkan materi tersebut, kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa dapat digunakan oleh guru bahasa Indonesia sebagai contoh cerpen yang memperhatikan penggunaan bahasa yang santun dalam pembelajaran guna membantu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Kata kunci: Pragmatik, kesantunan berbahasa, kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali, Helvy Tiana Rosa.
i
ABSTRACT EKA HIJRIANA ROSYIDAH (1112013000031). “Politeness in the Short Story Collection of Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali written by Helvy Tiana Rosa and its Implications for Indonesian Learning in SMP”. The Departement of Indonesian Language and Literature Education Program, The Faculty of Tarbiyah Teacher Training and Education, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta. Supervisor by: Dr. Nuryani, M.A. The purpose of this research is to (1) describe politeness in the short story of Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan written by Helvy Tiana Rosa, (2) describe the implications of politeness in the short story of Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan written by Helvy Tiana Rosa for Indonesian Learning in SMP. The method used in this research is qualitative descriptive methods that aims to describe the phenomenon of politeness either comply with or violating the maxim of politeness in the short story of Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali written by Helvy Tiana Rosa. Techniques used to collect data is technical documentation, after the data was collected, the authors conducted a data description further analyzed to derive conclusions. The results of this study indicate that politeness in the short story collection Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali written by Helvy Tiana Rosa was relatively high. It is evident from a comparison between the amount of utterances that adhere to the maxim of politeness is more than the amount of speech that violates the maxim of politeness according to the Leech theory. Compliance data findings maxims of politeness in the short story of Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan totaled 37 speeches, while data breach maxims of politeness totaled 11 speeches. This research can be implicated in Indonesian learning on the materials learning to write short stories using the word choice was polite and proper diction. Based on the material, short story collection Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali written by Helvy Tiana Rosa can be used by teachers Indonesian as an example of short stories that takes into account the use of polite language learning in order to help achieve the goal of learning.
Key words: Pragmatics, politeness, short story collections of Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali, Helvy Tiana Rosa.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Kumpulan Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP” untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis membutuhkan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Makyun Subuki, M. Hum. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 3. Dr. Nuryani, M.A. Dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan kepada penulis sampai selesainya penulisan skripsi ini. 4. Dosen penguji, Dr. Hindun, M. Pd. dan Neneng Nurjanah, M. Hum. yang telah memberikan saran perbaikan penelitian kepada penulis. 5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama mengikuti perkuliahan. 6. Kedua orangtua tercinta, Bapak Muhammad Yahya dan Ibu Nikmah Prihati, yang telah banyak memberikan dukungan moral dan material, juga tak henti-hentinya memanjatkan doa untuk penulis agar senantiasa mendapatkan keberkahan disetiap langkah perjuangan dalam menuntut ilmu. 7. Teman-teman bimbingan, Kak Mudkholah, Ikhwanatud Dakiroh, Serlinda Nurmala Shinta, Siti Sarah Ismiani, dan Fitri Hera Febriana yang selalu memberikan dukungan, arahan, semangat, serta motivasi selama pengerjaan penulisan skripsi. 8. Teman-teman Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2012 yang telah bersama-sama berjuang dalam menuntut ilmu dan saling memberikan iii
semangat serta motivasi untuk meraih cita-cita, terima kasih atas partisipasinya dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang turut memberikan dukungan dan doa dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis berharap semoga semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam penyelesaian skripsi ini mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT. Demikian yang dapat penulis sampaikan, mohon maaf atas kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan yang positif dalam meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.
Jakarta, 23 Desember 2016 Penulis,
EHR
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................i ABSTRACT ..........................................................................................................................ii KATA PENGANTAR ..........................................................................................................iii DAFTAR ISI.........................................................................................................................v DAFTAR TABEL ................................................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...........................................................................................................1 B. Identifikasi Masalah ...................................................................................................8 C. Batasan Masalah ........................................................................................................8 D. Rumusan Masalah ......................................................................................................9 E. Tujuan Penelitian .......................................................................................................9 F. Manfaat Penelitian .....................................................................................................9
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN A. Kajian Teori ...............................................................................................................11 1. Pragmatik .............................................................................................................11 2. Konteks ................................................................................................................14 3. Kesantunan Berbahasa .........................................................................................16 a) Hakikat Kesantunan Berbahasa .....................................................................16 b) Kesantunan Berbahasa menurut Teori Leech ................................................18 c) Skala Kesantunan Leech ................................................................................26 4. Cerpen ..................................................................................................................27 a) Sejarah Cerita Pendek Indonesia ...................................................................27 b) Pengertian Cerpen ..........................................................................................28 c) Unsur Pembangun Cerpen .............................................................................29 d) Ciri-ciri Khusus Cerpen .................................................................................30 B. Penelitian Relevan .....................................................................................................31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ......................................................................................................34 v
B. Data dan Sumber Data ...............................................................................................35 C. Teknik Pengumpulan Data .........................................................................................36 D. Teknik Analisis Data..................................................................................................37 E. Instrumen Penelitian ..................................................................................................38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Biografi Helvy Tiana Rosa ........................................................................................40 B. Sinopsis Cerpen ........................................................................................................42 1. Ketika Mas Gagah Pergi ......................................................................................42 2. Rapsodi September ..............................................................................................44 3. Selagi Ada Kesempatan .......................................................................................46 C. Temuan dan Analisis Deskripsi Data .........................................................................48 1. Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi..........................................................................48 a. Temuan Data ..................................................................................................48 b. Analisis Deskripsi Data..................................................................................74 2. Cerpen Rapsodi September ..................................................................................100 a. Temuan Data ..................................................................................................100 b. Analisis Deskripsi Data..................................................................................108 3. Cerpen Selagi Ada Kesempatan...........................................................................116 a. Temuan Data ..................................................................................................116 b. Analisis Deskripsi Data..................................................................................124 D. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP .....................................131
BAB V PENUTUP A. Simpulan ....................................................................................................................133 B. Saran ..........................................................................................................................134
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................135 UJI REFERENSI LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1
: Instrumen Penyajian Data Pematuhan dan Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa.
Tabel 2
: Instrumen Penyajian Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi.
Tabel 3
: Instrumen Penyajian Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi.
Tabel 4
: Instrumen Penyajian Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Cerpen Rapsodi September.
Tabel 5
: Instrumen Penyajian Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Cerpen Rapsodi September.
Tabel 6
: Instrumen Penyajian Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Cerpen Selagi Ada Kesempatan.
Tabel 7
: Instrumen Penyajian Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Cerpen Selagi Ada Kesempatan.
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lampiran 2
Sampul Buku Kumpulan Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa
Lampiran 3
Surat Bimbingan Skripsi
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Salah satu fungsi bahasa dalam hidup bermasyarakat adalah sebagai alat komunikasi. Manusia menggunakan bahasa sebagai media penyampai pesan dan segala informasi untuk mengutarakan gagasan, pikiran, dan tujuannya kepada orang lain. Penggunaan bahasa tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, mengingat bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya akan selalu membutuhkan orang lain. Setiap orang tentu memiliki cara yang berbeda-beda dalam menggunakan bahasa, oleh sebab itu, bahasa dapat menjadi cermin bagi kepribadian seseorang. Pribadi yang baik akan terlihat dari cara seseorang menggunakan pemilihan bahasa yang baik dan santun saat bertutur kata begitu pun sebaliknya, pribadi yang kurang baik akan tercermin dari cara seseorang menggunakan pemilihan bahasa yang kurang memperhatikan sopan santun dalam penyampaiannya. Oleh sebab itu, kesantunan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari penting untuk diperhatikan oleh manusia. Kesantunan berbahasa merupakan etiket seseorang dalam bertutur kata dengan menggunakan pemilihan kata yang baik, memperhatikan siapa yang menjadi mitra tuturnya, kapan, dimana, dan tujuan orang tersebut berbicara. Penggunaan bahasa yang santun akan mencerminkan seseorang yang beretika. Kesantunan berbahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, dengan menggunakan bahasa yang santun maka akan tercipta keharmonisan dalam pergaulan antarmanusia. Namun, jika seseorang tidak memperhatikan kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi maka akan mengakibatkan timbulnya perasaan tidak suka yang nantinya berujung dengan permusuhan dan perpecahan hubungan akibat dari penggunaan bahasa yang kurang baik.
1
2
Dalam kehidupan sehari-hari nyatanya masih banyak orang yang kurang memperhatikan kesantunan berbahasa saat berkomunikasi. Di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan sekolah terkadang masih ditemukan penggunaan bahasa yang kurang santun, hal ini biasanya dipengaruhi oleh faktor kedekatan antarindividu yang sudah sangat akrab sehingga terkadang tanpa disadari seseorang telah melanggar prinsip kesantunan. Contoh penggunaan bahasa yang tidak santun yang terjadi di lingkungan sekolah: Konteks : Saat pembelajaran di kelas, seorang guru memberikan tugas kepada siswanya untuk membuat cerpen berdasarkan pengalaman hidup yang pernah dialami. Guru
: “Anak-anak, setelah pembelajaran ini bapak minta kepada kalian untuk membuat cerpen berdasarkan pengalaman hidup yang pernah kalian alami. Minimal tiga halaman.”
Siswa
: “Yah, capek pak tugas terus!”
Percakapan di atas tidak menunjukkan penggunaan bahasa yang santun terhadap guru. Hal itu terlihat dari jawaban siswa yang membantah perintah guru. Padahal sudah seharusnya seorang siswa menghargai gurunya, bukan malah membantah perintah dari guru. Jadi, dapat dikatakan bahwa tuturan siswa di atas telah melanggar prinsip kesantunan berbahasa. Kesantunan berbahasa menjadi hal yang penting untuk diajarkan kepada setiap orang melalui pembiasaan menggunakan bahasa yang baik dan santun. Pengajaran kesantunan berbahasa perlu diberikan sejak usia anak-anak karena dapat memberikan pengaruh terhadap kepribadiannya. Salah satu kegiatan pengajaran bahasa dapat dilakukan di sekolah. Oleh sebab itu, kiranya akan menjadi penting untuk para guru terutama guru bahasa untuk mengajarkan bahasa yang baik dan benar. Lebih ditekankan lagi pada bahasa yang baik dalam artian menggunakan bahasa yang santun kepada siswa agar nantinya siswa memiliki perilaku yang santun dalam kehidupan sehari-hari akibat dari pembiasaan penggunaan bahasa yang baik.
3
Selain memberikan pengajaran bahasa yang baik dan santun, guru bahasa juga harus mampu memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari khususnya di lingkungan sekolah, misalnya saat berkomunikasi dengan sesama guru, dengan kepala sekolah, atau dengan siswa secara langsung sehingga dengan begitu siswa dapat secara langsung memperoleh contoh yang nyata dalam kehidupannya. Berikut ini akan dipaparkan beberapa contoh kegiatan kesantunan berbahasa antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan guru dengan sesama guru. Contoh kesantunan berbahasa antara guru dengan siswa: Konteks : Tuturan terjadi di dalam kelas saat pelajaran bahasa Indonesia. Seorang guru meminta salah satu siswa untuk membaca puisi di depan kelas. Guru
: “Ambar, coba kamu bacakan puisi yang sudah kamu buat di hadapan teman-temanmu.”
Siswa
: “Baik bu.” (maju dan membacakan puisinya)
Guru
: “Beri tepuk tangan untuk Ambar. Bagus sekali puisimu. Cara membacanya juga sudah cukup baik, pelafalan dan penghayatannya oke.”
Pada percakapan di atas terlihat bahwa guru dan siswa saling memperhatikan penggunaan prinsip kesantunan berbahasa. Ketika guru menunjuk seorang siswa untuk membacakan puisinya di depan temantemannya, siswa tersebut langsung mematuhi perintah guru, dan setelah siswa tersebut selesai membacakan puisinya, guru juga memberikan tanggapan positif kepada siswanya dengan cara memberikan pujian karena siswa tersebut telah membacakan puisi dengan baik. Tuturan antara guru dengan siswa tersebut dapat dikatakan santun karena di dalam tuturan itu penutur dan mitra tutur saling membina kecocokan serta saling menghargai satu sama lain. Contoh kesantunan berbahasa antara siswa dengan siswa: Konteks : Pada saat akan mengerjakan soal ulangan harian, siswa A baru menyadari jika dirinya tidak membawa alat tulis
4
sehingga ia mencoba untuk meminjam kepada teman yang duduk disebelahnya. Siswa A : “Kamu bawa pulpen berapa?” Siswa B : “Aku bawa pulpen dua.” Siswa A : “Apa aku boleh pinjam satu?” Siswa B : “Iya boleh.” Percakapan di atas dikatakan memenuhi prinsip kesantunan berbahasa karena penutur tidak bersikap memaksa dan menghindari perkataan yang kurang menyenangkan kepada mitra tuturnya ketika hendak meminjam pulpen. Contoh kesantunan berbahasa antara guru dengan guru: Konteks : Di sekolah akan diadakan rapat, namun Guru X tidak bisa ikut karena anaknya dirawat di rumah sakit. Guru X : “Pak, maaf saya hari ini tidak bisa ikut rapat di sekolah karena anak saya sedang dirawat di rumah sakit dan tidak ada yang menjaga.” Guru Y : “Iya bu tidak apa-apa. Saya doakan semoga anak ibu cepat sembuh ya. Nanti hasil rapatnya akan saya beritahu.” Percakapan di atas dapat dikatakan memenuhi prinsip kesantunan berbahasa karena Guru Y menunjukkan rasa simpatinya kepada Guru X yang anaknya sedang dirawat di rumah sakit. Guru Y juga menawarkan akan memberikan informasi hasil rapat tanpa diminta terlebih dahulu oleh Guru X, itu menandakan bahwa penutur berusaha memberikan keuntungan kepada mitra tuturnya. Itulah beberapa contoh kesantunan berbahasa di lingkungan sekolah. Kesantunan berbahasa, selain digunakan dalam ragam bahasa lisan, juga dapat digunakan dalam ragam bahasa tulis seperti halnya dalam karya sastra. Dalam ragam bahasa tulis, kesantunan berbahasa juga memiliki kedudukan yang sangat penting sebab, setiap tulisan yang dihasilkan oleh penulis akan mencerminkan bagaimana pribadi dari seorang penulisnya. Pembaca akan dapat menilai bagaimana penggunaan bahasa yang ditampilkan melalui
5
dialog setiap tokohnya, pembaca juga dapat menilai esensi dari karya sastra yang dibacanya. Selain itu, tulisan yang santun juga akan memberikan kesan yang baik bagi para pembaca. Kegiatan berbahasa dalam ragam bahasa tulis seperti halnya dalam novel dan cerpen dapat ditemukan melalui dialog percakapan antartokoh. Kegiatan berkomunikasi antartokoh dalam cerita akan tergambar layaknya sebuah kehidupan sosial yang sering dialami secara langsung oleh manusia, hal ini dapat terjadi karena sesungguhnya karya sastra tidak pernah lepas dari kehidupan sosial masyarakat yang ada. Melalui dialog antartokoh yang tergambar dalam cerita akan terlihat bagaimana penggunaan bahasa oleh setiap tokohnya, apakah dapat dikatakan santun atau tidak. Oleh sebab itu, kajian mengenai kesantunan berbahasa juga dapat diteliti dalam ragam bahasa tulis seperti karya sastra. Salah satu karya sastra yang dapat menjadi bahan pengajaran mengenai kesantunan berbahasa, yaitu buku kumpulan cerpen yang berjudul Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa. Pengajaran mengenai kesantunan berbahasa tersebut dapat disampaikan melalui pelajaran bahasa Indonesia SMP kelas IX semester satu, yaitu mengenai materi menulis cerpen. Tujuan pembelajaran pada materi tersebut, siswa diharapkan mampu menulis cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah dialami dengan memperhatikan pemilihan kata yang santun dan diksi yang tepat. Keterkaitan antara pemilihan buku kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa dengan materi menulis cerpen adalah dalam kegiatan pembelajaran, guru dapat menggunakan buku kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali sebagai contoh cerpen yang memperhatikan penggunaan bahasa yang santun. Jadi, ketika siswa diberi tugas untuk menulis cerpen dengan memperhatikan penggunaan bahasa yang santun dan diksi yang tepat, siswa sudah memiliki gambaran untuk menulis cerpen sesuai dengan ketentuan yang guru sampaikan
6
sehingga hal itu dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pemilihan kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali dalam penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kumpulan cerpen tersebut merupakan salah satu karya Helvy Tiana Rosa yang sangat populer hingga pernah diadaptasi menjadi sebuah film pada awal tahun 2016. Kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali sangat laris dibaca oleh para remaja karena kumpulan cerpen tersebut mengandung cerita yang menarik dan sangat menggambarkan peristiwa kehidupan sehari-hari dengan gaya penceritaan yang sederhana sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh para pembaca. Pesan yang ingin disampaikan dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali juga sangat baik dan dapat memberikan motivasi kepada para pembaca terutama yang masih berusia remaja untuk senantiasa berperilaku positif. Helvy Tiana Rosa merupakan salah satu figur penting dalam kebangkitan sastra Islam kontemporer di Indonesia tiga dekade terakhir (2007). “Helvy menjadi satu dari 15 orang Indonesia yang masuk dalam buku 500 The Most Influential Muslims in The World (500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia) hasil riset Royal Islamic Studies Centre, Jordan bekerjasama dengan Georgetown University, dieditori John L. Esposito dan Ibrahim Kalili, 2009”.1 Dari latar belakang kehidupan Helvy tersebut maka tidak heran jika karya-karya yang dihasilkannya banyak menggambarkan tentang semangat religiusitas yang dapat memberikan pengaruh positif khususnya bagi kehidupan para remaja. Sekilas contoh kesantunan berbahasa yang terdapat dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi:2 Konteks : Gita baru saja naik ke dalam bus dan melihat Mas Kotakkotak duduk di tempat paling depan. Gita mencoba mencari
1
Helvy Tiana Rosa, Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali, (Depok: AsmaNadia Publishing House, 2011), h. 244. 2 Ibid., h. 50.
7
tempat duduk yang masih kosong, namun ternyata penuh semua. Si Mas : “Silakan, Dik!” suara Si Kotak-kotak! Gita
: “Makasih Mas Abdullah.” Ups, aku kelepasan! Sok akrab banget. Sepintas kulihat dia mengerutkan kening.
Percakapan di atas dapat dikatakan memenuhi prinsip kesantunan berbahasa karena tokoh Si Mas Kotak-kotak telah mengurangi keuntungan dirinya dan menambah pengorbanan dirinya dengan cara menawarkan Gita untuk duduk di bangkunya karena tahu situasi saat itu sudah tidak ada lagi tempat duduk yang kosong di bus yang dia tumpangi. “Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali ternyata banyak menerima respons dari para pembacanya. Sebagian di antara pembaca mengaku termotivasi untuk memakai kerudung atau jilbab setelah membaca buku fiksi tersebut. Mereka terpengaruh oleh perilaku tokoh dalam cerita fiksi”.3 Atas dasar alasan yang telah dijelaskan di atas, maka penulis tertarik untuk memilih kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali sebagai bahan analisis kesantunan berbahasa karena melihat dari isi cerita yang menarik dan dapat memberikan kesan positif bagi para pembacanya. Dengan adanya pengajaran mengenai kesantunan berbahasa melalui karya sastra berupa cerpen ini, diharapkan siswa dapat mempelajari nilainilai kehidupan dalam cerpen khususnya mengenai penggunaan kesantunan berbahasa yang sangat penting untuk diaplikasikan dalam berkomunikasi di masyarakat. Atas dasar latar belakang itulah maka penulis tertarik untuk memilih judul “Kesantunan Berbahasa dalam Kumpulan Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP”.
3
Rosida Erowati dan Ahmad Bahtiar, Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 107.
8
B.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat ditemukan adanya identifikasi masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Pentingnya menggunakan bahasa yang santun dalam berkomunikasi sebagai wujud cerminan kepribadian seseorang. 2. Kurangnya kesadaran siswa mengenai pentingnya penggunaan bahasa yang santun dalam berkomunikasi guna mencegah terjadinya dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahasa yang tidak santun. 3. Pentingnya seorang guru memberikan teladan atau contoh nyata kepada siswa khususnya dalam lingkungan sekolah untuk menggunakan bahasa yang santun saat berkomunikasi dengan siswa atau pun dengan sesama guru. 4. Kesantunan berbahasa tidak hanya ditemukan dalam ragam bahasa lisan, akan tetapi juga dalam ragam bahasa tulis, seperti halnya karya sastra.
C. Batasan Masalah Penelitian ini hanya dibatasi pada pembahasan mengenai kesantunan berbahasa menurut teori Leech yang akan diterapkan untuk menganalisis kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa. Dari 15 cerpen yang terdapat dalam buku, peneliti hanya akan menganalisis tiga cerpen saja yang dianggap paling menarik dari segi tema cerita yang sama, cerpen tersebut di antaranya, yaitu Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan. Ketiga cerpen yang dipilih tersebut menceritakan tentang seseorang yang mendapatkan hidayah untuk mengenakan jilbab secara konsisten dan memiliki kesadaran untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Pemilihan tema tersebut didasarkan atas pertimbangan banyaknya respons dari para pembaca yang mengaku termotivasi untuk mengenakan jilbab karena terpengaruh oleh perilaku tokoh dalam cerita. Selain menganalisis kesantunan berbahasa, penelitian ini juga akan menjelaskan bagaimana implikasi kesantunan berbahasa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP.
9
D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang telah disebutkan di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan karya Helvy Tiana Rosa? 2. Bagaimana implikasi kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan karya Helvy Tiana Rosa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP?
E.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1. Untuk mendeskripsikan kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan karya Helvy Tiana Rosa. 2. Untuk mendeskripsikan implikasi kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan karya Helvy Tiana Rosa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP.
F.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan serta menambah ilmu pengetahuan khusunya mengenai kesantunan berbahasa Indonesia di dalam karya sastra berupa cerpen. b) Penelitian ini dapat menjadi sumber referensi untuk kegiatan penelitian selanjutnya mengenai materi kesantunan berbahasa dalam karya sastra.
10
2. Manfaat Praktis a) Bagi Guru, penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bahan ajar dalam mengajarkan bahasa yang santun melalui pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah khususnya melalui kegiatan membaca buku kumpulan cerpen. b) Bagi Siswa, penelitian ini mampu menjadi bahan pembelajaran untuk berperilaku serta berkata yang santun dalam kehidupan sehari-hari. c) Bagi Pembaca, penelitian ini dapat memberikan pemahaman serta kesadaran mengenai pentingnya kesantunan dalam berbahasa.
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN
A. Kajian Teori 1. Pragmatik Teori mengenai kesantunan berbahasa terdapat dalam kajian ilmu pragmatik. Untuk dapat menjelaskan lebih dalam mengenai teori kesantunan berbahasa alangkah baiknya terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai pengertian pragmatik. “Pragmatik
sebagai
salah
satu
cabang
linguistik
mulai
berkumandang dalam percaturan linguistik Amerika sejak tahun 1970an. Pada tahun-tahun sebelumnya, khususnya tahun 1930-an, linguistik dianggap hanya mencakup fonetik, morfologi, dan fonemik”.1 Jadi, dapat dikatakan bahwa pragmatik merupakan ilmu baru dalam bidang linguistik setelah fonetik, morofologi, dan fonemik. Istilah pragmatik dikenal sejak masa hidupnya seorang filsuf terkenal bernama Charles Morris. Ia mempelajari berbagai ilmu tanda dan ilmu lambang dengan mendasarkan pemikirannya pada para filsuf terdahulu, seperti Charles Sanders Pierce dan John Locke. Ilmu tanda dan ilmu lambang yang dipelajari itu disebut dengan ilmu semiotika (semiotics). Dengan mendasarkan pemikirannya pada gagasan para filsuf, Charles Morris membagi ilmu tanda dan ilmu lambang ke dalam tiga cabang ilmu, yakni: (1) sintaktika (syntactics) studi relasi formal tanda-tanda, (2) semantika (semantics) studi relasi tanda-tanda dengan relasi dengan objeknya, (3) pragmatika (pragmatiks) studi relasi antara tanda-tanda dengan penafsirnya. Berawal dari gagasan para filsuf tersebut akhirnya ilmu pragmatik dapat dikatakan lahir menjadi ilmu baru dalam bidang linguistik.2 1
Kunjana Rahardi, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h. 45. 2 Ibid., h. 47.
11
12
“Kata pragmatik berasal dari bahasa Inggris pragmatics dan dari bahasa Yunani pragmatikos. Pragma memiliki arti persoalan yang ada di tangan, tindakan, dengan analogi pada linguistik. Suatu cabang linguistik yang
asalnya
mengamati
permasalahan
bagaimana
pendengar
mengungkap maksud-maksudnya para penutur”.3 Definisi pragmatik telah banyak disampaikan oleh para pakar linguistik yang menggeluti pragmatik. Levinson, dalam buku Rahardi mendefinisikan pragmatik sebagai berikut, “Pragmatics is the study of those relation between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language”. 4 Levinson mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari tentang hubungan antara bahasa dengan konteks yang telah terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya. Pendapat lain disampaikan oleh Jacob L. Mey yang mendefinisikan pragmatik, “Pragmatics is the study of the conditions of human language uses as these are determined by the context of society”.5 Menurut Mey, pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang sangat ditentukan oleh konteks situasi dalam masyarakat. Parker mendefinisikan pragmatik sebagai “Pragmatics is the study of how language is affected by the context in which it occurs, for example, the relationship between the speakers in a conversation or the immediately preceding utterances in a text. Pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal structure of language.”6 Dari definisi yang disampaikan oleh Parker tersebut, dapat diartikan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa dipengaruhi oleh konteks situasi yang sedang berlangsung, misalnya pada hubungan
3
Hindun, Pragmatik untuk Perguruan Tinggi, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 2012), h. 2. Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), h. 20. 5 Ibid., h. 21. 6 Frank Parker dan Kathryn Riley, Linguistics for Non-Linguistists a Primer with Exercises, (USA: Pearson Education, 2010), h. 4. 4
13
antara penutur dalam sebuah percakapan. Pragmatik berbeda dari tata bahasa lainnya yang mempelajari tentang struktur internal bahasa, seperti semantik, sintaksis, morfologi, dan fonologi. Penjelasan yang disampaikan oleh Parker dapat diartikan bahwa pragmatik berbeda dari ilmu tata bahasa lainnya. Perbedaan itu terlihat bahwa dalam ilmu tata bahasa lain sebuah tuturan tidak perlu dikaitkan dengan konteks situasi pertuturan, sedangkan dalam pragmatik mutlak dikaitkan dengan konteks situasi yang melatarbelakangi setiap pertuturan. Ilmu tata bahasa seperti semantik, sintaksis, morfologi, dan fonologi mempelajari struktur bahasa secara internal, sedangkan pragmatik mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Pengertian pragmatik juga disampaikan oleh Verhaar. Verhaar mendefinisikan “pragmatik sebagai cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk stuktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar dan sebagai pengacuan tandatanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan”.7 Hal-hal ekstralingual yang dimaksud adalah mengenai konteks situasi pertuturan yang meliputi, siapa pembicara, siapa yang menjadi mitra tutur, dimana terjadi pembicaraan, kapan pembicaraan berlangsung, tentang apa, dan dalam situasi resmi atau tidak resmi. Melalui beberapa pendapat para ahli yang telah dipaparkan di atas maka dapat penulis simpulkan mengenai pengertian pragmatik. Pragmatik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal dengan menghubungkan antara bahasa dengan konteks pemahaman bahasa dalam situasi tertentu untuk dapat memahami ujaran yang disampaikan oleh orang lain (mitra tutur).
7
J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012), h. 14.
14
2. Konteks Pada penjelasan mengenai pengertian pragmatik, sudah dikatakan bahwa pragmatik merupakan kajian ilmu linguistik yang terikat dengan konteks. Konteks sangat penting dalam kajian pragmatik, bahkan keduanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Untuk dapat memahami makna tuturan dalam kajian pragmatik, seseorang perlu mengaitkan tuturan dengan konteks yang melatarbelakangi tuturan tersebut. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengertian konteks menurut para ahli. “Konteks, yaitu unsur di luar bahasa yang dikaji dalam pragmatik”.8 Halliday mendefinisikan konteks sebagai teks yang menyertai teks itu sendiri (ada teks dan ada teks lain yang menyertainya). Hal yang menyertai teks itu tidak hanya meliputi yang dilisankan dan ditulis, melainkan termasuk pula kejadian-kejadian yang nirkata (non-verbal) lainnya yang berada pada keseluruhan lingkungan teks itu.9 Hal ini berarti, makna yang terkandung di dalam teks selalu disertai dengan konteks yang berupa kejadian-kejadian atau peristiwa yang melingkupi teks itu. Menurut Purwo, “yang dimaksud dengan konteks adalah hal ihwal siapa yang mengatakan kepada siapa, tempat dan waktu diujarkannya suatu kalimat, anggapan-anggapan mengenai yang terlibat di dalam tindakan mengutarakan kalimat itu”.10 Konteks atau situasi tutur dalam kajian pragmatik dapat mencakup beberapa aspek, antara lain sebagai berikut:11 a. Penyapa dan Pesapa
8
Kushartanti, dkk., Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 104. 9 M.A.K. Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 6. 10 Bambang Kuswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa Menyibak Kurikulum 1984, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 14. 11 Geoffrey Leech, Prinsip-prinsip Pragmatik, Terj. dari Principles of Pragmatics oleh M.D.D. Oka, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2011), h. 19-20.
15
Di dalam kegiatan bertutur selalu ada penyapa (penutur) dan pesapa (mitra tutur). Istilah penutur dan mitra tutur dalam kajian pragmatik tidak semata-mata hanya terdapat dalam bahasa ragam lisan, akan tetapi juga dalam ragam tulis. b. Konteks sebuah tuturan Konteks
dapat
diartikan
sebagai
aspek-aspek
yang
bersangkutan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Konteks juga dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh peserta pertuturan yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh penutur di dalam proses bertutur. c. Tujuan sebuah tuturan Tujuan tuturan sangat berkaitan dengan bentuk tuturan seseorang. Dapat dikatakan demikian karena sesungguhnya setiap tuturan itu dilatarbelakangi oleh maksud atau tujuan yang jelas. d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar Tata bahasa, seperti kalimat dan proposisi mempelajari sesuatu yang bersifat abstrak, sedangkan pragmatik mengkaji sesuatu yang berkenaan dengan tindakan atau performansi verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. Dengan demikian, pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa. e. Tuturan sebagai produk tindak verbal Selain sebagai tindak ujar atau tindak verbal, dalam pragmatik kata tuturan dapat digunakan dalam arti yang lain, yaitu sebagai produk tindak verbal. Misalnya, “dapatkah Anda tenang” diucapkan dengan intonasi naik yang sopan. Rangkaian kata tersebut dapat disebut dengan istilah kalimat, pertanyaan, permintaan,
atau
tuturan.
Istilah
kalimat,
pertanyaan,
permintaan mengacu pada wujud gramatikal sistem bahasa,
16
sedangkan
tuturan
mengacu
pada
wujud
gramatikal
sebagaimana digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Berdasarkan pendapat dari berbagai para ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan konteks adalah latar belakang situasi terjadinya pertuturan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur untuk membantu memahami maksud sebuah tuturan. Situasi peristiwa tutur itu terdiri dari beberapa aspek, yaitu penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal.
3. Kesantunan Berbahasa a) Hakikat Kesantunan Berbahasa Sebuah interaksi sosial akan terjalin dengan baik jika ada syarat-syarat tertentu terpenuhi, salah satunya adalah kesadaran akan bentuk sopan santun. “Salah satu penanda sopan-santun adalah penggunaan bentuk pronomina tertentu dalam percakapan. Dalam bahasa Indonesia dapat dijumpai kata Anda dan beliau untuk menghormati orang yang sedang diajak bicara”.12 Hal itu berarti, sopan santun dalam berbahasa dapat diwujudkan dengan adanya sikap kesadaran seseorang untuk menghargai mitra tuturnya dengan memperhatikan penggunaan kata ganti yang sesuai. Faktor siapa yang menjadi mitra tutur menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Menurut Grundy dalam buku Diemroh Ihsan, “Politeness atau kesopanan menggambarkan hubungan antara bagaimana cara pembicara mengatakan sesuatu dan penilaian pendengar atau lawan bicaranya dikaitkan dengan cara bagaimana seyogyanya ungkapan
12
Kushartanti, dkk., Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 105.
17
itu disampaikan”.13 Jadi, kesantunan berbahasa setiap orang dapat dinilai dari cara bagaimana sebuah ungkapan itu disampaikan. Menurut Holmes, “untuk dapat berbahasa dengan sopan, pembicara harus mempertimbangkan beberapa faktor sosial, seperti siapa yang berbicara dan siapa yang diajak berbicara, faktor lokasi atau tempat
dan
waktu
saat
terjadinya
komunikasi,
topik
pembicaraan, dan faktor fungsi bahasa untuk apa percakapan tersebut”.14 George Yule mendefinisikan kesantunan sebagai berikut, “Politeness, in an interaction, can then be defined as the means employed to show awareness of another person’s face. In this sense, politeness can be accomplished in situations of social distance or closeness”.15 Kesantunan dalam sebuah interaksi, dapat didefinisikan sebagai cara yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang wajah orang lain. Dalam pengertian ini, kesantunan dapat dicapai dalam situasi kejauhan atau kedekatan jarak sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kesantunan berasal dari kata dasar santun yang artinya “(1) halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya); sabar dan tenang; sopan; (2) penuh rasa belas kasihan; suka menolong dan kata kesantunan itu sendiri memiliki arti perihal santun”.16 Sedangkan kata berbahasa memiliki arti “(1) menggunakan bahasa; (2) sopan santun; tahu adat”.17 Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kesantunan berbahasa adalah aktivitas seseorang dalam menggunakan bahasa secara halus dan baik dengan memperhatikan perilaku sopan santun kepada orang lain.
13
Diemroh Ihsan, Pragmatik, Analisis Wacana, dan Guru Bahasa, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2011), h. 115. 14 Ibid., h. 116. 15 George Yule, Pragmatics, (Oxford: Oxford University Press, 1996), h. 60. 16 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 1224-1225. 17 Ibid., h. 117.
18
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait kesantunan berbahasa. Hal-hal tersebut adalah: 18 1)
Apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu.
2)
Ragam bahasa apa yang sewajarnya dipakai dalam situasi tertentu.
3)
Kapan dan bagaimana giliran berbicara atau menyela pembicaraan diterapkan.
4)
Bagaimana mengatur kenyaringan suara ketika berbicara.
5)
Bagaimana sikap dan gerak-gerik ketika berbicara.
6)
Kapan harus diam dan mengakhiri pembicaraan. Dari berbagai definisi yang telah disampaikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa dapat ditunjukkan oleh sikap menghargai lawan bicara dengan memperhatikan cara menyampaikan sebuah tuturan dan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sosial yang menyertai situasi tutur sehingga tuturan tidak akan menyakiti perasaan lawan tuturnya.
b) Kesantunan Berbahasa menurut Teori Leech Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan teori Leech sebagai bahan acuan analisis. Pemilihan teori Leech didasarkan atas pertimbangan bahwa teori ini merupakan teori kesantunan yang paling lengkap dan paling komprehensif dibandingkan teori kesantunan yang lain. Leech membagi teori kesantunan menjadi enam maksim. “Maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam
18
Hindun, Pragmatik untuk Perguruan Tinggi, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 2012), h. 71.
19
upaya melancarkan jalannya proses komunikasi”.19 Maksim-maksim PS (Prinsip Sopan Santun) cenderung berpasangan sebagai berikut:20 (I) MAKSIM KEARIFAN (Tact Maxim) (dalam ilokusiilokusi impositif dan komisif) (a) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin (b) buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin (II) MAKSIM KEDERMAWANAN (Generosity Maxim) (ilokusi-ilokusi impositif dan komisif) (a) Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin (b) buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin (III) MAKSIM PUJIAN (Approbation Maxim) (dalam ilokusi-ilokusi ekspresif dan asertif) (a) Kecamlah orang lain sesedikit mungkin (b) pujilah orang lain sebanyak mungkin (IV) MAKSIM KERENDAHAN HATI (Modesty Maxim) (dalam ilokusi-ilokusi ekspresif dan asertif) (a) Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin (b) kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin (V) MAKSIM KESEPAKATAN (Agreement Maxim) (dalam ilokusi asertif) (a) Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit mungkin (b) usahakan agar kesepakatan antara diri dan lain terjadi sebanyak mungkin (VI) MAKSIM SIMPATI (Sympathy Maxim) (dalam ilokusi asertif) (a) Kurangilah rasa antipasti antara diri dan lain hingga sekecil mungkin (b) tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain
19
Ibid., h. 53. Geoffrey Leech, Prinsip-prinsip Pragmatik, Terj. dari Principles of Pragmatics oleh M.D.D. Oka, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2011), h. 206. 20
20
Berikut ini akan dijabarkan mengenai penjelasan dari ke enam maksim kesantunan menurut Leech: 1) Maksim Kearifan atau Kebijaksanaan (Tact Maxim) Maksim kebijaksanaan menuntut agar para peserta tutur dapat membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Pada maksim ini yang menjadi pusat adalah orang lain atau mitra tutur. Para peserta tutur hendaknya selalu memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur
dan
mengurangi keuntungan bagi diri sendiri. Maksim kebijaksanaan diungkapkan dengan tuturan impositif atau direktif dan komisif. Tindak ilokusi direktif atau impositif dimaksudkan untuk menimbulkan efek melalui tindakan sang penyimak, misalnya memesan, memerintahkan, memohon, meminta, menyarankan, menganjurkan, dan menasehatkan. Tuturan komisif melibatkan pembicara pada beberapa tindakan yang akan datang, misalnya menjanjikan, bersumpah, menawarkan, dan memanjatkan doa.21 Contoh maksim kebijaksanaan dalam pertuturan:22 : “Ayo, dimakan bakminya! Di dalam masih banyak kok.” Rekan ibu : “Wah, segar sekali. Siapa yang memasak ini tadi, Bu?” Ibu
Informasi indeksial: Dituturkan oleh seorang ibu kepada teman dekatnya pada saat ia berkunjung ke rumahnya. Pada contoh di atas, tuturan ibu menunjukkan bahwa dirinya telah membuat keuntungan kepada mitra tuturnya dengan mengatakan “Ayo, dimakan bakminya! Di dalam masih banyak, kok”. Tuturan itu disampaikan oleh ibu kepada 21
FX Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 30. Kunjana Rahardi, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h. 61. 22
21
rekannya sekalipun sebenarnya di dalam rumah jatah untuk keluarganya sendiri sudah tidak ada, namun ibu itu berpurapura mengatakan bahwa di dalam rumah masih tersedia dalam jumlah yang banyak. Tuturan itu disampaikan dengan maksud agar tamu tersebut merasa senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak.
2) Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) Maksim kedermawanan menuntut agar para peserta tutur dapat membuat keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Jika pada maksim kebijaksanaan yang mejadi pusat adalah orang lain maka dalam maksim kedermawanan yang menjadi pusat adalah diri sendiri. Pada maksim ini, penutur diharapkan dapat menghormati orang lain dengan cara menambah pengorbanan bagi diri sendiri dan tidak merugikan orang lain. Maksim kedermawanan biasanya diutarakan dengan tuturan impositif dan komisif.23 Tuturan impositif, misalnya memohon,
menyarankan,
menganjurkan,
menasehatkan,
sedangkan tuturan komisif misalnya, menjanjikan, dan menawarkan. Contoh maksim kedermawanan dalam pertuturan:24 Anak kos A
Anak kos B
: “Mari saya cucikan baju kotormu! pakaianku tidak banyak, kok, yang kotor.” : “Tidak usah mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga kok.”
Informasi Indeksial: Tuturan ini merupakan cuplikan pembicaraan antara anak kos pada sebuah rumah kos di kota Yogyakarta.
23 24
Nadar, loc. cit. Rahardi, loc. cit.
22
Anak yang satu berhubungan demikian erat dengan anak yang satunya. Pada contoh di atas, tuturan yang disampaikan oleh A memperlihatkan
bahwa
dia
berusaha
memaksimalkan
keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Hal itu dilakukan dengan cara menawarkan bantuan untuk mencucikan pakaian kotor lawan tuturnya, yaitu B.
3) Maksim Pujian atau Penghargaan (Approbation Maxim) Pada maksim penghargaan, penutur diharapkan dapat mengecam orang lain sesedikit mungkin dan pujilah orang lain sebanyak mungkin. Dalam maksim ini dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak
saling
mengejek,
saling
mencaci,
atau
saling
merendahkan pihak lain.25 Maksim kemurahan diutarakan dalam tuturan ekspresif dan tuturan asertif. Tuturan ekspresif mempunyai fungsi untuk mengekspresikan atau mengungkapkan perasaan, misalnya mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih, memuji, menyatakan belasungkawa, dan sebagainya. Tuturan asertif, misalnya menyatakan, mengeluh, menyarankan, melaporkan, dan lain sebagainya.26 Contoh maksim penghargaan dalam pertuturan:27 Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas Business English.” Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar bahasa Inggrismu jelas sekali dari sini.” 25
Ibid., h. 63. Nadar, loc. cit. 27 Rahardi, loc. cit. 26
23
Informasi Indeksial: Dituturkan oleh seorang dosen kepada temannya yang juga seorang dosen dalam ruang kerja dosen pada sebuah perguruan tinggi. Tuturan pada contoh di atas dianggap telah memenuhi maksim penghargaan karena dosen A telah menanggapi tuturan dosen B dengan sangat baik disertai dengan pujian atau penghargaan.
4) Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim) Maksim penghargaan mengharapakan agar penutur dapat memuji diri sendiri sesedikit mungkin dan kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin. Maksim kesederhanaan disebut juga maksim kerendahan hati. Maksim kerendahan hati
menuntut
setiap
peserta
pertuturan
untuk
memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Maksim ini diungkapkan dengan tuturan ekspresif dan asertif.28 Tuturan ekspresif misalnya, mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih, memuji, menyatakan belasungkawa, dan sebagainya. Tuturan asertif misalnya, menyatakan, mengeluh, menyarankan, melaporkan, dan lain sebagainya. Contoh maksim kesederhanaan dalam pertuturan:29 Sekretaris A: “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan doa dulu, ya! Anda yang memimpin!” Sekretaris B: “Ya, Mbak. Tapi, saya jelek, lho.” Informasi Indeksial: Dituturkan oleh seorang sekretaris kepada sekretaris lain yang masih junior pada saat mereka bersama-sama bekerja di ruang kerja mereka.
28 29
Nadar,loc. cit. Rahardi, op. cit., h. 64.
24
Pada tuturan di atas, terlihat bahwa tuturan yang disampaikan oleh sekretaris B menunjukkan bahwa dirinya telah mengecam diri sendiri dengan berkata “Ya, Mbak. Tapi, saya jelek, lho”, meskipun sebenarnya sekretaris B sangat pandai dalam memimpin doa. Sikap rendah hati yang diakukan oleh sekretaris B bertujuan untuk menghormati seniornya yang lebih tua.
5) Maksim Permufakatan (Agreement Maxim) Maksim permufakatan mengusahakan ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit mungkin dan usahakan agar kesepakatan antara diri dan lain terjadi sebanyak mungkin. Di dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Maksim ini diwujudkan dengan tuturan ekspresif dan asertif.30 Tuturan ekspresif misalnya, mengucapkan selamat, mengucapkan
terima
kasih,
memuji,
menyatakan
belasungkawa, dan sebagainya. Tuturan asertif misalnya, menyatakan, mengeluh, menyarankan, melaporkan, dan lain sebagainya. Contoh maksim permufakatan dalam tuturan:31 Guru A Guru B
: “Ruangannya gelap ya, Bu!” : “He..eh! saklarnya mana ya?”
Informasi Indeksial: Dituturkan oleh seorang guru kepada rekannya yang juga seorang guru pada saat mereka berada di ruang guru. Pada tuturan di atas, antara Guru A dan Guru B dapat saling membina kecocokan. Hal itu dibuktikan saat Guru A 30 31
Nadar, loc. cit. Rahardi, op. cit., h. 65.
25
mengatakan bahwa ruangannya gelap, Guru B pun juga merasakan yang sama dan kemudian langsung mencari saklar untuk menyalakan lampu.
6) Maksim Kesimpatisan (Sympath Maxim) Maksim kesimpatisan mengharapkan agar peserta tutur dapat mengurangi rasa antipati antara diri dan lain hingga sekecil mungkin dan tingkatkan rasa simpati sebanyakbanyaknya antara diri dan lain. Maksudnya adalah maksim ini
mengharuskan
setiap
peserta
tutur
untuk
selalu
memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipati kepada mitra tuturnya. Maksim ini diwujudkan dalam tuturan asertif dan ekspresif.32 Tuturan asertif misalnya, menyatakan, mengeluh, menyarankan, melaporkan, dan lain sebagainya. Tuturan ekspresif misalnya, mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih, memuji, menyatakan belasungkawa, dan sebagainya. Contoh maksim kesimpatisan dalam pertuturan:33 Ani Tuti
: “Tut, nenekku meninggal.” :“innalillahiwainnailaihi rojiun, ikut berduka cita.”
Informasi Indeksial: Dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lain yang sudah berhubungan erat pada saat mereka berada di ruang kerja mereka. Tuturan di atas, menggambarkan maksim kesimpatisan karena pada saat penutur (Ani) menginformasikan bahwa neneknya meninggal, Tuti kemudian langsung menunjukkan
32 33
Nadar, op. cit., h. 31. Rahardi, op. cit., h. 66.
26
rasa simpati kepada Ani yang sedang berduka dengan berkata “innalillahiwainnailaihi rojiun, ikut berduka cita”.
c) Skala Kesantunan Leech Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kesantunan Leech. Pemilihan skala ini disesuaikan dengan teori yang akan digunakan untuk menganalisis data penelitian, yaitu dengan mengambil teori Leech. Skala kesantunan adalah peringkat kesantunan, mulai dari yang tidak santun sampai dengan yang paling santun. Leech menyodorkan lima buah skala pengukur kesantunan berbahasa yang didasarkan pada setiap maksim interpersonalnya. Kelima skala itu antara lain: 34 1) Skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale) Skala kerugian dan keuntungan merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan itu merugikan diri penutur maka tuturan itu dianggap santun, namun sebaliknya, jika tuturan itu merugikan lawan tutur maka tuturan itu dianggap tidak santun. 2) Skala pilihan (optionality scale) Skala pilihan mengacu pada banyak atau sedikitnya pilihan (option) yang disampaikan penutur kepada mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Jika dalam sebuah pertuturan, penutur memberikan banyak pilihan dan keleluasaan kepada mitra tuturnya maka pertuturan itu dapat dianggap santun. Namun sebaliknya, jika penutur tidak memberikan pilihan dan keleluasaan kepada mitra tuturnya dalam kegiatan bertutur maka tuturan itu dapat dianggap tidak santun.
34
Abdul Chaer, Kesantunan Berbahasa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 66-69.
27
3) Skala ketidaklangsungan (indirectness scale) Skala ketidaklangsungan merujuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Tuturan dapat dianggap santun apabila penutur mengutarakan maksud tuturannya secara tidak langsung, namun jika tuturan itu bersifat langsung maka akan dianggap semakin tidak santun. 4) Skala keotoritasan (anthority scale) Skala keotoritasan merujuk pada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam suatu pertuturan. Ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dan lawan tutur maka tuturan yang digunakan akan menjadi semakin santun. 5) Skala jarak sosial (social distance) Skala jarak sosial merujuk pada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat di dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan semakin dekat jarak hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan menjadi kurang santunlah pertuturan itu. Sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan dalam pertuturan itu.
4. Cerpen a) Sejarah Cerita Pendek Indonesia Pertumbuhan cerita pendek di Indonesia dimulai pada pertengahan 1930-1940an. Pada awal pertumbuhannya, cerita pendek selalu dipengaruhi oleh dongeng dalam masyarakat. Menurut masyarakat zaman dahulu, menulis cerita pendek merupakan kegiatan sampingan, cerita pendek hanya berfungsi sebagai teman duduk atau sebagai pengisi waktu-waktu senggang. Kemudian
28
setelah itu, pada dekade 1940-an cerita pendek mulai berkembang lebih maju sehingga cerita pendek dianggap sebagai salah satu genre sastra yang sudah dapat diperhitungkan. Perkembangan cerita pendek mulai mengalami kesuburan pada 1950-an, hal itu dibuktikan dengan banyak bermunculannya pengarang cerita pendek, seperti A.A. Navis, Ajip Rosidi, N.H. Dini, dan lain sebagainya. Cerita pendek terus mengalami perkembangan sampai saat ini, ceritanya pun sudah tidak terpengaruh oleh dongengdongeng melainkan cerita yang berisi tentang kehidupan sehari-hari yang mencakup berbagai bidang kehidupan. Peminat cerita pendek pun semakin tinggi, banyak cerita pendek yang diterbitkan melalui majalah maupun diterbitkan secara khusus berupa buku kumpulan cerita pendek.35
b) Pengertian Cerpen Edgar Allan Poe, sastrawan kenamaan dari Amerika, mengatakan bahwa “cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan untuk sebuah novel”.36 Ajip Rosidi memberikan pengertian cerpen sebagai cerita yang pendek dan merupakan suatu kebulatan ide. Dalam kesingkatan dan kebulatannya itu, sebuah cerita pendek adalah lengkap, bulat, dan singkat. Semua bagian dari sebuah cerpen mesti terikat pada satu kesatuan jiwa: pendek, padat, dan lengkap.37 Meskipun bentuknya pendek, cerpen memiliki variasi panjang cerita. Ada cerpen yang pendek (short short story), bahkan mungkin pendek sekali berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya 35
Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 53-54. Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013), h. 12. 37 Purba, op. cit., h. 50. 36
29
cukupan (middle short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh) ribu kata.38 Cerpen yang panjang biasanya disebut dengan novelet. Novelet merupakan karya yang lebih panjang dari cerpen, namun lebih pendek dari novel atau dapat dikatakan panjang novelet berada pada pertengahan antara cerpen dan novel. Contoh karya sastra novelet, yaitu cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, yang merupakan cerpen yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini. Awalnya cerpen Ketika Mas Gagah Pergi ditulis hanya 15 halaman, namun setelah itu pengarang membuat kelanjutan cerita dari cerpen tersebut dengan mengisahkan kembalinya sosok tokoh yang mengingatkan pada tokoh utama, yaitu Mas Gagah sehingga judulnya berubah menjadi Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali dengan panjang halaman menjadi 64 halaman.
c) Unsur Pembangun Cerpen Unsur pembangun cerpen meliputi plot, tema, penokohan, latar, dan kepaduan. Unsur pembangun cerpen yang akan dibahas dalam hal ini menjadi pembeda antara cerpen dengan karya sastra lainnya. Berikut ini penjelasan mengenai unsur pembangun cerpen:39 1) Plot Plot dalam cerpen umumnya tunggal, hanya terdiri atas satu urutan peristiwa yang diikuti sampai cerita berakhir. 2) Tema Karena ceritanya yang pendek, cerpen lazimnya hanya berisi satu tema. Hal itu sangat dipengaruhi oleh plot yang tunggal dan jumlah penokohan yang terbatas.
38 39
Burhan, loc.cit. Ibid.
30
3) Penokohan Jumlah penokohan dalam cerpen jumlahnya sangat terbatas, terutama yang berstatus sebagai tokoh utama. Terbatasnya jumlah tokoh dalam cerpen sangat berkaitan dengan plot yang hanya terdiri dari satu urutan peristiwa saja. 4) Latar Cerpen tidak memerlukan detil-detil khusus tentang keadaan latar, namun hanya memerlukan pelukisan secara garis besar, asal telah mampu memberikan gambaran dan suasana terntu yang dimaksudkan. 5) Kepaduan Cerpen harus memenuhi kriteria kepaduan artinya, segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tema utama.
d) Ciri-ciri Khusus Cerpen Berdasarkan pengertian cerita pendek yang sederhana dan luas yang dikemukakan di bagian sebelumnya, ciri khusus cerita pendek dapat dibeberkan sebagai serikut:40 1) Ciri utama cerita pendek adalah singkat, padu, intensif. 2) Unsur-unsur utama cerita pendek adalah adegan, tokoh dan gerak. 3) Bahasa cerita pendek haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian. 4) Cerita pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung. 5) Sebuah cerita pendek harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan, kemudian menarik pikiran. 6) Cerita pendek harus menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca. 7) Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.
40
Purba, op. cit., h. 52.
31
8) Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan cerita. 9) Cerita pendek harus mempunyai pelaku utama. 10) Cerita pendek harus mempunyai efek atau kesan yang menarik. 11) Cerita pendek bergantung pada satu situasi. 12) Cerita pendek memberikan impresi tunggal. 13) Cerita pendek memberikan satu kebulatan efek. 14) Cerita pendek menyajikan satu emosi. 15) Jumlah kata yang terdapat dalam cerita pendek biasanya di bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata (kirakira 33 halaman kuarto spasi rangkap). Penulis Amerika lain, O. Henry, menambahkan “surprise ending” sebagai ciri lain dari cerpen.41 Maksudnya adalah, bentuk cerita pendek yang dramatis dan bergerak cepat karena plotnya yang sederhana akhirnya dapat membuat akhir yang mengejutkan bagi pembaca.
B.
Penelitian Relevan Ada beberapa penelitian relevan yang penulis temukan terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu mengenai kesantunan berbahasa dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa, antara lain sebagai berikut: Pertama, skripsi Syafrida, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 2015, berjudul “Kesantunan Berbahasa Menurut Teori Leech dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. Hasil dari penelitian tersebut, yaitu bentuk pertuturan yang terjadi pada tokoh dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari lebih banyak yang mematuhi prinsip kesantunan berbahasa dibandingkan yang melanggar prinsip kesantunan berbahasa teori Leech. Persamaan penelitian yang dilakukan
41
Furqonul Aziez dan Abdul Hasyim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h. 34.
32
oleh Syafrida dengan penelitian ini adalah sama-sama mengambil pembahasan tentang kesantunan berbahasa, sedangkan perbedaannya adalah pada objek kajian penelitian yang diambil. Penelitian Syafrida menggunakan novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari sebagai objek penelitiannya, sedangkan penelitian ini memilih objek berupa kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa. Perbedaan lainnya, yaitu pada implikasi pembelajaran yang digunakan, penelitian Syafrida diimplikasikan untuk pembelajaran tingkat SMA, sedangkan penelitian ini diimplikasikan untuk pembelajaran pada tingkat SMP. Kedua, Jurnal KEMBARA (Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya) Volume 1, Nomor 3, April 2016. Dalam jurnal tersebut terdapat penelitian yang ditulis oleh Sugiarti pada halaman 332-339 yang berjudul “Kesadaran Ketuhanan Tokoh Utama dalam Kumpulan Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa”, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Malang. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam Kumpulan Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa terdapat (1) pengakuan ketergantungan tokoh pada Allah diungkapkan dalam bentuk penghayatan dan pengamalan ketentuan Allah dan (2) Pengakuan akan adanya norma-norma mutlak dari Tuhan bahwa perilaku agama personal diukur dengan ibadah dan perilaku lainnya yang mendatangkan manfaat spiritual, ketaatan kepada Allah dengan berpedoman pada Al-Quran. Persamaan penelitian Sugiarti dengan penelitian ini adalah samasama mengambil objek kajian penelitian berupa kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa, sedangkan perbedaannya, yaitu terletak pada subjek pembahasan penelitiannya. Penelitian Sugiarti membahas tentang kesadaran ketuhanan tokoh utama, sedangkan penelitian ini membahas tentang kesantunan berbahasa yang digunakan dalam kumpulan cerpen. Perbedaan lainnya terletak pada pemilihan cerpen yang digunakan dalam analisis, dalam penelitiannya, Sugiarti mengambil cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Diari Adelia dan
33
Salsabila, Rapsodi September, dan Diari Saliha, sedangkan penelitian ini hanya mengambil tiga cerpen saja, yaitu Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Eri Nana, Mahasiswa STKIP Jombang pada tahun 2013 dengan judul penelitiannya, yaitu “Unsur Karakter dan Kepribadian Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa terdapat beberapa unsur-unsur karakter, yakni sikap, emosi, kebiasaan, kepercayaan dan konsep diri, serta kepribadian tokoh yang terdiri dari id, ego, super ego yang ditunjukkan oleh tokoh utama dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa. Persamaan penelitian Nana dengan penelitian ini terletak pada objek penelitian yang digunakan, yaitu kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa, sedangkan perbedaannya terletak pada subjek pembahasan kajian penelitiannya. Penelitian Nana mengambil pembahasan tentang unsur karakter dan kepribadian tokoh, sedangkan penelitian ini membahas tentang kesantunan berbahasa yang digunakan dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”.1 “Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang dilakukan berdasarkan pada fakta atau fenomena yang benar-benar terjadi dalam masyarakat tutur sehingga penelitian ini akan menghasilkan catatan-catatan berupa perian bahasa yang dipaparkan seperti apa adanya”.2 “Dalam metode deskriptif, data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut”.3 Dengan pemilihan metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini, peneliti akan mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena kesantunan berbahasa baik yang mematuhi maupun yang melanggar terhadap maksimmaksim kesantunan berbahasa pada kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa. Penggambaran fenomena kesantunan berbahasa yang akan disajikan dalam penelitian ini hanya dibatasi pada tiga cerpen yang dipilih sebagai bahan analisis, ketiga cerpen tersebut, yaitu Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan. Dalam hal ini hasil analisis berupa data deskriptif yang berisi 1
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 6. 2 Sudaryanto, Metode Linguistik: Ke Arah Memahami Metode Linguistik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 62. 3 Moleong, op. cit., h. 11.
34
35
kutipan-kutipan tentang temuan data yang disajikan dalam bentuk kata-kata tertulis mengenai masalah pematuhan dan pelanggaran maksim-maksim kesantunan berbahasa.
B.
Data dan Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder. “Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian (informan) yang berkenaan dengan variabel yang diteliti”.4 Pendapat lain menyebutkan bahwa, “data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber datanya oleh peneliti untuk suatu tujuan khusus, dengan kata lain, bahwa data primer adalah data asli, dari sumber tangan pertama”.5 Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber data primer adalah buku kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa. Buku tersebut diterbitkan oleh AsmaNadia Publishing House tahun 2011 dan telah mengalami cetak ulang sebanyak dua kali. Dari 15 cerpen yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa, peneliti hanya akan menganalisis tiga cerpen saja yang dianggap paling menarik dari segi tema cerita yang sama, cerpen tersebut di antaranya, yaitu Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan. Ketiga cerpen yang dipilih tersebut sama-sama menceritakan tentang seseorang yang mendapatkan hidayah untuk mengenakan jilbab secara konsisten dan memiliki kesadaran untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Pemilihan tema tersebut didasarkan atas pertimbangan banyaknya respons dari para pembaca yang mengaku termotivasi untuk mengenakan 4
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 22. 5 Abdul Halim Hanafi, Metodologi Penelitian Bahasa untuk Penelitian, Tesis, dan Disertasi, (Jakarta: Diadit Media Press, 2011), h. 128.
36
jilbab karena terpengaruh oleh perilaku tokoh dalam cerita. Setelah memilih tiga cerpen tersebut, kemudian peneliti menganalisis mengenai penggunaan kesantunan berbahasa berdasarkan dialog-dialog yang terdapat di dalam teks. “Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan notulen rapat, SMS, dan lain-lain), foto-foto, film, rekaman video, benda-benda, dan lain-lain yang dapat memperkaya data primer”.6 “Data sekunder juga dapat disebut sebagai data yang telah atau lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang lain walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya data asli. Atau dengan kata lain, data sekunder adalah data yang datang dari tangan kedua (dari tangan yang kesekian) yang tidak seasli data primernya”.7 Sumber data sekunder dalam penelitian ini, yaitu data yang dapat mendukung sumber data primer, data sekunder diperoleh melalui berbagai sumber seperti, artikel, jurnal, surat kabar, buku ilmiah, dan masih banyak lagi jenis karya ilmiah yang terkait dengan pembahasan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.
C. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. “Dokumentasi dari asal katanya dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis, seperti buku-buku, majalah, dokumen,
peraturan-peraturan,
sebagainya”.8
Dalam
notulen
penelitian
ini,
rapat, penulis
catatan
harian,
melakukan
dan
tahapan
pengumpulan data dengan cara menganalisis benda tertulis berupa buku kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa. Melalui pembacaan buku kumpulan cerpen tersebut, peneliti dapat menemukan data-data yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian
6
Arikunto, loc. cit. Hanafi, loc. cit. 8 Arikunto, op. cit., h. 201. 7
37
ini, yaitu mengenai kesantunan berbahasa. Data-data yang telah ditemukan kemudian dicatat dan diklasifikasikan berdasarkan kelompoknya. Data yang sudah dikumpulkan dan diklasifikasikan kemudian dideskripsikan dengan memberikan analisis sesuai dengan teori yang digunakan, baru setelah itu peneliti dapat mengambil simpulan.
D. Teknik Analisis Data “Analisis
data
merupakan
upaya
yang
dilakukan
untuk
mengklasifikasi, mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan upaya mengelompokkan, menyamakan data yang sama, dan membedakan data yang memang berbeda, serta menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa, tetapi tak sama”.9 Jadi, pada tahap ini peneliti melakukan pengklasifikasian dan pengelompokkan data berdasarkan jenis data yang sama dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa misalnya, data yang mematuhi maksim kesantunan berbahasa dikelompokkan berdasarkan jenis maksim kesantunan berbahasa yang sama dan begitu pun sebaliknya, data yang melanggar maksim kesantunan berbahasa dikelompokkan berdasarkan jenis-jenisnya. Untuk dapat menganalisis data, ada beberapa tahapan atau langkah yang perlu dilakukan, antara lain sebagai berikut:10 1. Pengumpulan Data (Teks) Pengumpulan data adalah mengumpulkan teks yang menjadi objek penelitian dari sumber aslinya. Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dari sumber karya sastra berupa buku kumpulan cerpen berjudul Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa dengan mengambil tiga cerpen sebagai bahan analisis, yaitu cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan.
9
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 253. 10 Abdul Halim Hanafi, Metodologi Penelitian Bahasa untuk Penelitian, Tesis, dan Disertasi, (Jakarta: Diadit Media Press, 2011), h. 281.
38
2. Pembacaan/Penulisan Teks Teks yang menjadi objek penelitian dibaca oleh peneliti untuk dipahami dan diamati unsur-unsur yang terdapat dalam teks. Kemudian dicatat teks yang menjadi objek penelitiannya. Peneliti membaca dengan seksama terhadap objek penelitian yang berupa buku kumpulan cerpen, kemudian dipahami serta diamati sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian. 3. Deskripsi Teks Setelah dibaca dan dipahami oleh peneliti, teks dideskripsikan (diringkas) untuk dianalisis oleh peneliti sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Setelah membaca teks, peneliti kemudian mendeskripsikan teks berdasarkan temuan data yang berkaitan dengan pematuhan dan pelanggaran maksim kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan. 4. Analisis teks Setelah mendeskripsikan data, peneliti kemudian menganalisis secara seksama tentang penggunaan kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan karya Helvy Tiana Rosa sesuai dengan maksim-maksim yang sudah ditentukan dalam teori.
E.
Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini memuat fenomena kesantunan berbahasa baik yang mematuhi maupun yang melanggar terhadap maksim-maksim kesantunan berbahasa pada cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan. karya Helvy Tiana Rosa. Dalam instrumen tersebut peneliti akan mengklasifikasikan data sesuai dengan jenis maksim kesantunan menurut teori Leech. Berikut ini akan disajikan tabel instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini:
39
Tabel 3.1 Instrumen Penyajian Data Pematuhan dan Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa
No
Data
Maksim Kesantunan Berbahasa
Konteks M.Keb
Keterangan: 1. M. Keb (Maksim Kebijaksanaan) 2. M. Ked (Maksim Kedermawanan) 3. M. Peng (Maksim Penghargaan) 4. M. Kes (Maksim Kesederhanaan) 5. M. Per (Maksim Permufakatan) 6. M. Sim (Maksim Simpati/Kesimpatisan)
M.Ked
M.Peng
M.Kes
M.Per
M.Sim
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi Helvy Tiana Rosa Helvy Tiana Rosa dilahirkan di Medan tanggal 2 April 1970. Helvy telah menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada 1995. Gelar magister diperolehnya dari Jurusan Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Helvy merupakan mantan sekretaris DPH-Dewan Kesenian Jakarta (2003) dan Anggota Komite Sastra DKJ (2003-2006), sehari-harinya adalah dosen di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Kini Helvy juga menjadi Ketua Majelis Penulis Forum Lingkar Pena, Direktur Lingkar Pena Publishing House, dan Anggota Ahli Majelis Sastra Asia Tenggara/Mastera.1 Semasa kuliah Helvy mempelopori berdirinya Teater Bening, yaitu teater alternatif muslimah kontemporer di Fakultas Sastra UI pada tahun 1991 dan kemudian bertindak sebagai sutradara. Beberapa karya teaternya adalah Aminah dan Palestina (1991), Negeri Para Pesulap (1993), Maut di Kamp Loka (1993), Fathiya dari Sebrenica (1994), Pertemuan Perempuan (ditulis bersama M. Syahidah, 1997), Luka Bumi (ditulis bersama Rahmadianti, 1998). Helvy bergabung dengan majalah Annida sejak 1992 dan kini menjabat pemimpin redaksi. Tahun 1998 beliau diundang untuk mengikuti Bengkel Cerpen Maestra dan awal 1999 diundang untuk mengikuti Bengkel Penulisan Cerita Anak yang diadakan oleh Pusat Perbukuan Depdikbud. Pada tahun itu juga Helvy sempat melawat ke Malaysia bersama delegasi majalah sastra Horison untuk mengikuti Pertemuan Sastra Nusantara X di Johor Baru.2
1
Hasanuddin WS, dkk., Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Penerbit Titian Ilmu Bandung, 2009), h. 371-372. 2 Korrie Layun Rampan, Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia, (Jakarta: Artikel Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, 2000), h. 295.
40
41
Helvy telah menulis sejak kelas II SD, kini lebih dari 30 buku telah ditulisnya (sebagian besar merupakan kumpulan cerpen). Karyanya: “Jaringjaring Merah” terpilih sebagai cerpen terbaik Horison (1990-2000), bukunya Lelaki Kabut dan Boneka/Dolis and the Man of Mist mendapatkan Anugerah Pena 2002 dan membuatnya diundang untuk bicara soal sastra budaya di Universitas Wisconsin serta Universitas Michigan, Amerika Serikat. Tahun 1997 Helvy mendirikan FLP, sebuah organisasi (calon) penulis yang kini beranggotakan sekitar 5.000 orang tersebar dilebih dari 150 kota di
Indonesia dan mancanegara.
Dalam delapan tahun
keberadaannya, FLP rutin mengadakan pelatihan penulisan, menerbitkan tak kurang dari 400 buku karya para anggotanya dan membangun rumah-rumah Cahaya (baCA dan HAsilkan KarYA) di berbagai tempat di negeri ini. Selain sebagai penulis dan dosen, Helvy juga menerima penghargaan sebagai Ibu Berprestasi tingkat Nasional dari Tabloid Nova dan Menteri Pemberdayaan Perempuan RI (2004), serta Ummi Award dari Majalah Ummi pada 2004. 3 Beberapa karya yang sudah ditulisnya seperti, cerita pendek, novel, puisi, kritik, dan lain-lain. Buku kumpulan cerita pendek yang telah terbit adalah Lelaki Kabut dan Boneka/Dolls and The Man of Mist, Kumpulan Cerpen Dwi Bahasa (2002), Titian Pelangi (2000), Hari-hari Cinta Tiara (2000), Manusia-manusia Langit (2000), Nyanyian Perjalanan (1999), Hingga Batu Bicara (1999), Sebab Sastra yang merenggutku dari Pasrah (1999), Ketika Mas Gagah Pergi (1997).4 Salah satu karya Helvy Tiana Rosa yang populer adalah Ketika Mas Gagah Pergi. Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) adalah cerpen remaja fenomenal karya Helvy Tiana Rosa dan dianggap sebagai pelopor bagi kebangkitan Sastra Islami Kontemporer di Indonesia pada era 1990-an. KMGP 3
juga
dianggap
sebagai
cerpen
yang turut
mempengaruhi
Lukiwibawa, Risalah Cinta dari Helvy Tiana Rosa, (Jakarta: Harian Seputar Indonesia, 2005), h. 7. 4 Hasanuddin WS, dkk., Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Penerbit Titian Ilmu Bandung, 2009), h. 372.
42
perkembangan semangat belajar Islam dikalangan muda Indonesia. Inilah satu-satunya karya Helvy yang habis 10.000 eksemplar sebelum buku tersebut dicetak tahun 1997 oleh Pustaka Annida. Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi pertama kali dipublikasikan oleh Majalah Annida pada 1993, kemudian diterbitkan oleh Pustaka Annida dalam bentuk kumpulan cerpen pada 1997 yang dikatapengantari oleh sastrawan senior: Soekanto SA dan dosen Helvy dalam menulis di Fakultas Sastra UI dulu: Ismail Marahimin. Cerpen ini pun terus mengalami cetak ulang lebih dari 15 kali setelah diterbitkan lagi pada 2000 oleh Syaamil Cipta Media. Tahun 2011 cerpen KMGP kembali diterbitkan oleh Asmanadia Publishing House. Bedanya, cerpen KMGP yang dulu 15 halaman, kini menjadi novellet 64 halaman.5
B.
Sinopsis Cerpen 1. Ketika Mas Gagah Pergi Gita merupakan siswa SMA di Jakarta, dia sangat bangga memiliki seorang kakak yang ganteng, cerdas, baik, dan humoris seperti Mas Gagah. Banyak sekali temannya yang mengidolakan Mas Gagah. Mas Gagah adalah mahasiswa Teknik Sipil di UI, sekarang dia masih kuliah semester akhir. Suatu hari Gita merasakan ada perubahan pada diri kakaknya itu, semenjak Mas Gagah pulang dari Madura sifatnya memang terasa aneh dibenak Gita. Mas Gagah kini berubah menjadi orang yang alim, sudah tidak pernah lagi main bersama Gita dan temantemannya. Bahkan Gita disuruh untuk menggunakan jilbab selain itu, Mas Gagah juga sering mengajak Gita untuk pergi ke majelis-majelis. Gita takut perubahan kakanya itu akibat mengikuti aliran sesat, namun akhirnya Gita mengerti. Gita mulai mempelajari perubahan Mas Gagah melalui temannya yang bernama Tika. Sekarang Gita pun sudah mulai terketuk hatinya untuk lebih baik lagi dalam hal agama. 5
Helvy Tiana Rosa, Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali, (Depok: AsmaNadia Publishing House, 2011), h. vii-viii.
43
Tepat pada hari ulang tahunnya, Gita memutuskan untuk mengenakan jilbab secara kaffah. Dia tak sabar ingin memberikan kejutan untuk Mas Gagah dan memperlihatkan dirinya yang mengenakan jilbab ke Mas Gagah. Setelah ditunggu sekian lama Mas Gagah tidak pulang-pulang, kebetulan hari itu Mas Gagah mendapat undangan ceramah di Bogor. Tiba-tiba telepon berdering, ternyata kabar bahwa Mas Gagah mengalami musibah dan kini dirawat di rumah sakit. Telah terjadi kerusuhan di sebuah tempat ibadah dan Mas Gagah mencoba menenangkan, namun Mas Gagah justru terluka. Kondisinya kritis, semua keluarga dan teman-teman Mas Gagah ikut menemani di rumah sakit. Gita sempat mengajak Mas Gagah berbicara sebelum akhirnya Mas Gagah meninggal dunia. Gita sangat sedih, kakak yang selalu dia bangga-banggakan itu kini sudah meninggal dunia. Waktu terus berjalan hingga akhirnya Gita masuk kuliah di Universitas Indonesia, setiap hari dia berangkat menggunakan bus atau juga kereta. Diperjalanan dia sering sekali menjumpai seorang lelaki berkemeja kotak-kotak yang ceramah di bus-bus atau kereta tanpa meminta bayaran sedikit pun, saking seringnya Gita menjumpai lelaki itu, Gita sampai penasaran siapa sebenarnya lelaki kemeja kotak-kotak itu. Lelaki itu mengingatkannya kepada sosok Mas Gagah. Suatu hari terjadi tawuran anak-anak SMA hingga masuk ke dalam bus yang Gita tumpangi, semua orang yang ada di dalam bus panik karena siswa SMA itu membawa senjata tajam dan berusaha ingin membunuh musuhnya. Lelaki berkemeja kotak-kotak berusaha untuk menasihati dan melerai tawuran itu, namun justru akhirnya lelaki kemeja kotak-kotak terluka akibat terkena senjata tajam. Gita dibantu oleh penumpang bus yang lain untuk segera membawa lelaki kemeja kotak-kotak ke rumah sakit. Syukur lelaki itu akhirnya tertolong nyawanya. Beberapa hari berlalu, ketika Gita ingin menjenguk lelaki itu di rumah sakit ternyata lelaki itu sudah pulang.
44
Tidak terasa waktu terus berlalu, kini Gita telah lulus kuliah. Sekarang dia sedang mencari pekerjaan, kebetulan hari itu dia mendapat panggilan wawancara kerja. Gita diminta untuk langsung menemui direktur utama perusahaan tempat Gita melamar kerja. Setelah Gita masuk ke ruangan, dia terkejut karena ternyata direktur utama itu adalah lelaki kemeja kotak-kotak yang sering dia temui dahulu di bus-bus atau kereta yang dahulu pernah dia tolong sewaktu tragedi tawuran di bus. Lelaki itu kemudian memperkenalkan diri, namanya Yudhistira. Yudhistira kemudian langsung mengucapkan rasa terima kasih kepada Gita atas pertolongannya dahulu. Yudhistira juga sempat kuliah di UI kemudian melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Gita akhirnya diterima kerja di perusahaan tersebut.
2. Rapsodi September Eron memiliki dua orang kakak perempuan bernama Ocha dan Rani. Eron adalah mahasiswa baru di IKJ. Eron pernah memiliki beberapa teman dekat perempuan dan sering diajak main ke rumah. Saat Eron kelas dua SMA, dia dekat dengan seorang perempuan bernama Tini. Tini memiliki wajah yang cantik dan perilakunya sangat sopan. Orangtua dan kedua kakak Eron juga sangat menyukai Tini, namun sayangnya, kedua kakak Eron kurang setuju dengan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang menjalin hubungan pacaran karena dilarang dalam ajaran agama Islam. Ocha dan Rani sudah sering sekali mengingatkan Eron untuk tidak pacaran, namun Eron tidak mau mendengarkan nasihat kakaknya. Ocha dan Rani yang sangat agamis akhirnya memutuskan mulai mendekati Tini untuk diajak belajar agama. Eron pun protes melihat kedekatan kedua kakaknya dengan Tini karena Eron merasa Tini lebih dekat dengan Ocha dan Rani ketimbang dengan Eron. Kedekatan Tini dengan kedua kakak Eron akhirnya membuat Tini memutuskan hubungan dengan Eron karena Tini telah menyadari dan belajar banyak hal soal
45
agama. Tini pun memutuskan untuk mulai menggunakan jilbab secara kaffah. Setengah tahun kemudian setelah putus dengan Tini, Eron mulai dekat dengan perempuan lain bernama Opie. Opie merupakan anak dari keluarga berada, menjadi bintang kelas, enerjik, dan gemar diskusi. Semakin hari Opie semakin sering datang ke rumah. Ocha dan Rani memutuskan untuk melakukan pendekatan kepada Opie seperti saat pendekatan kepada Tini dahulu, namun ternyata Ope lebih susah didekati karena selalu saja alasan jika diajak untuk mengaji. Meski begitu, Ocha dan Rani tidak menyerah. Suatu hari Ocha mengajak Opie ke kampusnya di Bogor, Opie sangat senang karena dia bercita-cita ingin kuliah di IPB. Di IPB, Opie dikenalkan dengan teman-teman Ocha yang berjilbab rapi dan sangat ramah. Opie mulai merasa terkesima, terlebih lagi melihat Ocha dan teman-temannya yang pintar dan tidak kurang pergaulan. Banyak pendekatan lain yang dilakukan Ocha dan Rani kepada Opie mengenai masalah keagamaan, Opie pun akhirnya sadar dan memutuskan untuk lebih mendalami ilmu agama. Opie menjadi sering mengikuti kegiatan pengajian dan memutuskan untuk berjilbab. Setelah putus dengan Opie, Eron mulai dekat dengan perempuan lain bernama Mia, teman kuliahnya di IKJ. Mia berbeda dari pacar-pacar Eron sebelumnya, Mia memiliki sifat sangat cuek dan penampilannya pun seperti rocker. Waktu terus berlalu, tidak terasa pada akhir bulan September Mia mendapatkan hidayah untuk berjilbab. Eron yang mengetahui hal itu akhirnya ikut mulai rajin beribadah. Ocha dan Rani sangat senang mendengar kabar baik mengenai adiknya itu.
46
3. Selagi Ada Kesempatan Vidi bersekolah di Madrasah Aliyah Negeri Medan, dia terpaksa sekolah di sana karena tidak berhasil masuk ke SMA Negri Medan. Vidi bersekolah di MAN atas saran dari Mamak dan Bapaknya. Dia sangat keberatan sebenarnya untuk sekolah di MAN yang mengharuskannya memakai jilbab, oleh sebab itu, ketika keluar pintu gerbang sekolah dia langsung melepas jilbabnya. Vidi hanya benar-benar ingin memakai jilbab jika dirinya sudah menikah atau sudah tua. Fatimah, teman sebangkunya sering sekali menasihatinya, namun Vidi justru kesal dan bersikap cuek terhadap Fatimah. Di sekolahnya, Vidi dekat dengan lakilaki bernama Ramli Siregar, dia adalah wakil ketua OSIS, mereka kemudian memutuskan untuk berpacaran. Vidi pernah ditunjuk oleh gurunya untuk mewakili sekolahnya lomba MTQ tingkat SLTA sekota Medan. Sejak SD dia memang sering juara MTQ, suara dan lantunan nadanya sangat bagus, makhorijul hurufnya pun sangat dikuasainya. Mamak dan Bapaknyalah yang selama ini mengajarkannya mengaji. Akhirnya, Vidi mendapatkan juara pada perlombaan itu. Minggu akhir bulan, Vidi dan gangnya berlibur ke Brastagi. Mereka sangat menikmati keindahan Brastagi. Butet, teman dekat Vidi sangat gembira, dia berkenalan dengan Tigor dan Har. Tidak terasa hari sudah semakin sore, waktu menunjukkan pukul 15.00. Mereka kemudian bersiap untuk pulang, namun Vidi merasa ada yang kurang dari temannya, ternyata Butet belum ikut berkumpul. Karena takut pulang kemalaman akhirnya Vidi dan teman-temannya yang lain berpencar untuk mencari Butet. Hari semakin gelap dan Butet belum juga ketemu. Setelah mencari butet kemana-mana hingga ujung Brastagi akhirnya Vidi menemukan sapu tangan Butet yang jatuh di tanah. Vidi memberanikan diri untuk mencari Butet di semak-semak, Vidi kemudian sangat terkejut ketika melihat Butet meninggal tergeletak di tanah dengan kondisi pakaiannya yang sudah tak karuan ditambah lagi
47
matanya terbuka dan di dadanya tertancap sebuah belati. Setelah peristiwa itu Vidi sering sekali melamun membayangkan Butet. Selang beberapa lama, teman sebangku Vidi yang bernama Fatimah dirawat di rumah sakit akibat demam, Vidi kali ini merasa sangat merindukan sosok Fatimah yang selalu memberinya nasihat. Vidi kemudian menjenguk Fatimah di rumah sakit, Vidi menceritakan bahwa dia sudah memutuskan hubungannya dengan Ramli Siregar, dia juga bercerita bahwa hubungannya dengan Mamak dan Bapaknya kini sudah semakin membaik, dia juga mengungkapkan bahwa dia berniat untuk memakai jilbab tahun depan. Fatimah sangat senang mendengar cerita Vidi yang sekarang sudah semakin baik. Hari sudah memasuki waktu asar, Vidi, Fatimah, dan ibunya Fatimah yang bernama tante Lubis melaksanakan solat asar berjamaah. Setelah selesai solat Vidi berniat untuk pamit pulang, dia melihat Fatimah tertidur, kemudian dipeganglah tangan Fatimah. Vidi merasakan ada yang aneh, dan ternayata Fatimah sudah meninggal dunia. Vidi merasa sangat sedih, semenjak semua peristiwa demi peristiwa terjadi, Vidi semakin sering introspeksi diri, kini dia akhirnya memutuskan untuk memakai jilbab secara kaffah tanpa menunda-nunda waktu lagi karena dia merasa bahwa umur seseorang tidak ada yang tahu sampai kapan.
48
C. Temuan dan Analisis Deskripsi Data 1. Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi a. Temuan Data Tabel 4.1 Instrumen Penyajian Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi No
Data
Konteks
1.
Mama: “Penampilanmu kok sekarang lain, Gah?” Mas Gagah: “Lain gimana, Ma?” Mama: “Ya, nggak semodis dulu. Nggak dandy lagi. Biasanya kamu yang paling sibuk dengan penampilan kamu yang kayak cover boy itu.” Mas Gagah: “Suka begini, Ma. Bersih, rapi, meski sederhana. Kelihatannya juga lebih santun.” (h. 6)
Situasi terjadi di rumah, dituturkan oleh Mama kepada Mas Gagah. Tujuan dari tuturan tersebut, yaitu Mama menegur penampilan Mas Gagah yang berubah tidak sekeren dahulu. Semenjak Mas Gagah pulang dari Madura untuk melaksanakan tugas kuliah, sikap dan penampilan Mas Gagah memang berubah menjadi alim. Hal itu disebabkan karena saat di Madura, Mas Gagah bertemu dengan Kiai Ghufron. Di sana Mas Gagah banyak meluangkan waktunya untuk mengaji bersama
Maksim Kesantunan Berbahasa M.Keb
M.Ked
M.Peng
M.Kes
M.Per
M.Sim
49
Kiai Ghufron, hingga akhirnya Mas Gagah merasa mendapatkan hidayah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dan belajar lebih banyak lagi mengenai agama Islam. 2.
Tika: “Eh, kapan main ke rumahku? Mama udah kangen tuh! Aku ingin kita tetap dekat, Gita.” Gita: “Tik, aku kehilangan kamu. Aku juga kehilangan Mas Gagah. Selama ini aku purapura cuek tak peduli. Aku sedih.” Tika: “Aku senang kamu mau membicarakan hal ini denganku. Nginap di rumahku, yuk. Biar kita bisa cerita banyak. Sekalian kukenalkan pada Mbak Nadia.” (h. 10)
Situasi terjadi saat jam istirahat di sekolah. Dituturkan oleh Tika kepada Gita. Dalam aktivitas tersebut, Gita bercerita kepada Tika mengenai perubahan sikap Tika dan Mas Gagah yang menjadi alim, memang sudah satu bulan Tika memutuskan untuk berjilbab dan memperdalam ilmu agama. Hal itu membuat Gita merasa kehilangan sosok mereka. Sebagai sahabat Gita, Tika berusaha untuk mengurangi kesedihan Gita dengan cara memberikan saran serta penjelasan kepada
50
Gita. 3.
Mas Gagah: “Kok tumben Gita mau dengerin Mas ngomong?” Gita: “Gita capek marahan sama Mas Gagah!” Mas Gagah: “Emangnya Gita ngerti yang Mas katakan?” Gita: “Tenang aja, Gita nyambung kok!” (h. 12)
Situasi terjadi di kamar Mas Gagah, saat Gita baru pulang sekolah. Dituturkan oleh Mas Gagah kepada Gita. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Mas Gagah ingin mengetahui alasan Gita yang kini mau mendengarkan cerita Mas Gagah mengenai Islam, Allah, dan Rasul. Padahal, sebelumsebelumnya Gita sangat kesal ketika Mas Gagah mulai berbicara soal agama kepadanya. Setelah Gita pulang dari rumah Tika, sikap Gita memang sedikit berubah. Gita mulai memahami alasan perubahan sikap Mas Gagah yang menjadi alim. Gita mendapat banyak pencerahan dari Tika dan Mbak Nadia mengenai hakikat agama Islam.
51
4.
Gita: “Masa sekali aja nggak bisa, Pa…., tiap minggu rutin ngunjungin relasi ini itu. Kebutuhan rohaninya kapan?” Papa: ”Iya deh, iya!” (h. 13)
Situasi terjadi di rumah, saat hari Minggu. Dituturkan oleh Gita kepada papanya. Seiring berjalannya waktu Gita mulai belajar agama lewat Mas Gagah. Mereka sering mengikuti acara pengajian di berbagai Masjid. Sesekali Gita juga mengajak papanya untuk mengikuti pengajian bersama di masjid setiap hari Minggu. Awalnya Papa menolak, namun sebagai orangtua yang baik dan selalu mendukung anaknya maka papa mau memenuhi permintaan Gita untuk ikut mengaji bersama di masjid.
5.
Mbak Nadia: “Nah, sebagai bagian dari ummat yang besar ini, masalah berjilbab bukanlah masalah yang harus membuat kita bertengkar.
Situasi tuturan terjadi dalam acara seminar umum tentang generasi muda Islam yang diadakan di UI. Dituturkan oleh Mbak Nadia (pembicara) kepada Gita.
52
6.
Pakailah dengan kesadaran dan jangan mengejek atau memaksa muslimah yang belum memakainya, malah kita harus merangkul mereka. Tunjukkan akhlak kita yang indah sebagai muslimah.” Gita: “Alasan ini Mbak, yang bisa saya terima! Biasanya yang saya dengar: kita, perempuan pakai jilbab untuk membantu lelaki menjaga pandangannya. Huh parah! Sebel dengernya! Kenapa harus kita yang repot menjaga pandangan mereka? Nggak banget deh!” (h. 18)
Mbak Nadia Hayuningtyas adalah kakak sepupu Tika (sahabat Gita) yang pernah kuliah di Amerika dan kini sudah memantapkan hatinya untuk berjilbab. Pada acara seminar tersebut, Mbak Nadia bertugas sebagai pembicara. Saat sesi pertanyaan, Gita bertanya mengenai hukum memakai jilbab untuk muslimah dalam agama Islam. Mbak Nadia kemudian menjelaskan tentang 8 alasan mengapa muslimah perlu memakai jilbab. Gita sangat setuju dan puas dengan jawaban-jawaban yang Mbak Nadia sampaikan mengenai alasan wanita dianjurkan untuk berjilbab dalam agama Islam.
Bang Ucok: “Sudah banyak perbaikan. Yang jadi copet sudah tak ada. Yang jadi
Situasi terjadi di daerah pemukiman Jakarta Utara. Dituturkan oleh Bang Ucok
53
7.
garong apalagi. Piss, piiis, Gagah. Terimakasih bimbinganmu selama ini. Eh, yang mau ikut ngaji bertambah lagi. Itu, pimpinan preman RW sebelah.” Mas Gagah: “Alhamdulillah. Seru itu Bang!” (h. 21)
kepada Mas Gagah. Bang Ucok merupakan mantan preman yang sekarang insaf berkat ajaran Mas Gagah. Mas Gagah sangat peduli dengan anak-anak serta kondisi pemukiman di daerah Jakarta Utara. Berkat bantuan serta bimbingan Mas Gagah, Bang Ucok ingin memberitahu bahwa sudah banyak kemajuan yang dialami di pemukiman tersebut, mulai dari pembangunan musholla, taman bacaan, hingga preman lainnya yang ingin ikut insaf juga. Mendengar cerita Bang Ucok tersebut, Mas Gagah kemudian ikut merasa senang dengan kemajuan yang dialami di pemukiman itu.
Mama: “Kamu nggak mau diantar saja, Gita? Capek loh
Situasi terjadi di rumah pada pagi hari. Dituturkan oleh Mama
54
8.
di jalan. Apalagi kamu sudah kelas III.” (h. 31)
kepada Gita saat Gita hendak berangkat ke sekolah. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Mama menawarkan Gita untuk diantar ke sekolah menggunakan sedan karena jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh, Mama khawatir jika Gita lelah karena sudah kelas tiga SMA.
Mas Kotakkotak: “Maaf bila kehadiran saya mengganggu kenyamanan bapak ibu dan saudarasaudara. Tetapi ijinkanlah saya menunaikan kewajiban sebagai hamba yang telah diberikan setitik ilmu oleh Allah SWT yang tentunya harus disampaikan setelah diamalkan.” (h. 32)
Situasi terjadi di bus saat pagi hari. Dituturkan oleh Si Mas berkemeja kotak-kotak kepada para penumpang bus. Mas Kotak-kotak adalah salah satu mahasiswa UI yang sangat peduli untuk mengajarkan dan mengajak orang dalam kebaikan. Seperti biasa, Mas Kotak-kotak selalu berceramah di angkutan umum. Dia berceramah tanpa meminta imbalan, niatnya hanya ingin berbagi ilmu agama. Sebelum memulai ceramahnya, Mas
55
Kotak-kotak selalu meminta izin kepada para penumpang untuk berceramah di dalam bus. 9.
Bapak Tua: “Buku ini berapa, Nak?” Mas Kotakkotak: “Mengapa bapak memilih buku itu?” Bapak Tua: “Saya ingin menjaga salat saya. Selama ini belum benar.” Mas Kotakkotak: “Ambillah, Pak. Semoga bermanfaat. Saya berikan untuk Bapak.” (h. 38)
Situasi terjadi di PRJ. Dituturkan oleh Bapak Tua kepada Mas Kotak-kotak. Di PRJ Mas Kotakkotak berceramah sekaligus berjualan bukubuku agama, dimana pun dia selalu ingin berseru dalam kebaikan. Pada tuturan Mas Kotak-kotak tersebut, dia bermaksud ingin mengetahui alasan Bapak Tua mengapa memilih buku tentang salat. Setelah mengetahui alasan Bapak Tua itu, Mas Kotakkotak kemudian memberikan buku tentang salat untuk Bapak Tua secara gratis karena Mas Kotak-kotak kasihan melihat kondisi Bapak Tua yang tidak mampu. Niat Mas Kotak-kotak berjualan buku-
56
buku agama bukan sematamata untuk mencari keuntungan, akan tetapi untuk berdakwah. 10. Ibu: “Sekarang boleh saya meminta buku tentang warisan ini?” Mas Kotakkotak: “Silakan ibu letakkan uang infaqnya di kaleng ini seikhlas ibu. Insya Allah untuk disalurkan pada orang yang berhak menerimanya.” (h. 39)
Situasi terjadi di PRJ. Dituturkan oleh seorang Ibu kepada Mas Kotak-kotak. Saat Mas Kotak-kotak menggelar bukubuku agama di PRJ, tiba-tiba datang seorang Ibu berpakaian bagus dan memakai perhiasan yang berkilauan mencoba untuk meminta sebuah buku tentang warisan kepada Mas Kotak-kotak. Ibu itu sengaja meminta karena sebelumnya dia melihat Bapak Tua yang berniat untuk membeli buku justru malah diberi secara percuma. Akan tetapi, karena Mas Kotak-kotak tahu bahwa Ibu tersebut adalah orang kaya maka Mas Kotak-kotak menyuruh Ibu itu untuk mengisi uang di kaleng
57
infaq saja. Niat Mas Kotak-kotak berjualan bukubuku agama bukan sematamata untuk mencari keuntungan, akan tetapi untuk berdakwah. 11. Seseorang: “Saya ingin menyumbang, bisa lewat adik?” Mas Kotakkotak: “Tidak. Tapi pergilah ke yayasanyayasan Islam atau Bulan Sabit Merah Indonesia. Alhamdulillah, Allah menggerakkan hati Bapak.” (h. 43)
Situasi terjadi di gerbong kereta api Jabodetabek menuju Cikini. Dituturkan oleh seorang penumpang kepada Mas Kotak-kotak. Seperti biasa Mas Kotak-kotak berceramah di angkutan umum, seperti bus atau kereta api. Hari itu dia berceramah tentang peperangan yang terjadi di Palestina. Dia menjelaskan dengan menunjukkan bukti-bukti berupa kliping dari kumpulan surat kabar dan majalah internasional. Hal itu membuat salah satu penumpang merasa tergerak hatinya untuk memberikan
58
sumbangan lewat Mas Kotak-kotak, namun Mas Kotak-kotak tidak bisa menyalurkannya. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Mas Kotak-kotak memberikan saran kepada penumpang tersebut untuk memberikan sumbangan melalui yayasan. 12. Mas Kotakkotak: “Oh ya, ini memang tak seberapa, tetapi lumayan untuk berbuka puasa. Silakan, Dik.” (h. 43)
Situasi terjadi di gerbong kereta api, sekitar lima menit sebelum azan. Dituturkan oleh Mas Kotakkotak kepada para penumpang. Setelah berceramah seperti biasa, Mas Kotak-kotak kemudian membagikan kurma pada para penumpang di gerbong kereta api yang mulai resah mencaricari makanan untuk berbuka puasa. Mas Kotak-kotak adalah seseorang yang sangat taat terhadap ajaran agama, dalam hidupnya dia selalu berusaha
59
berbuat kebaikan untuk orang lain. 13. Mas Kotakkotak: “Oh ya, ini memang tak seberapa, tetapi lumayan untuk berbuka puasa. Silakan, Dik.” (h. 43)
Situasi terjadi di gerbong kereta api, sekitar lima menit sebelum azan. Dituturkan oleh Mas Kotakkotak kepada para penumpang. Setelah berceramah seperti biasa, Mas Kotak-kotak kemudian membagikan kurma pada para penumpang di gerbong kereta api yang mulai resah mencaricari makanan untuk berbuka puasa. Mas Kotak-kotak adalah seseorang yang sangat taat terhadap ajaran agama, dalam hidupnya dia selalu berusaha berbuat kebaikan untuk orang lain.
14. Mas Kotakkotak: “Eh, nasinya keburu dingin nanti! Ayo kita makan. Rasulullah saja tak pernah membiarkan makanan menunggu lho!”
Situasi terjadi di Kantin Kukusan. Dituturkan oleh Mas Kotak-kotak kepada orangorang yang hendak makan. Sebelum makan, Mas Kotak-kotak berceramah, kali itu dia
60
Seseorang: “Eh iya, Bang… memang sudah lapar kali ini.” (h. 45)
menjelaskan tentang pentingnya berdoa. Saking seriusnya berceramah, dia lupa jika orangorang yang berada di kantin tersebut hendak makan, akhirnya Mas Kotak-kotak mengajak makan bersama-sama. Mas Kotak-kotak selalu ramah terhadap semua orang. Dia sangat pandai berbicara dan wawasannya pun sangat luas sehingga tidak heran jika orangorang yang berinteraksi dengannya selalu kagum dengan sosoknya.
15. Eki: “Warga yang lain kemana, pak?” Bapak: “Iya nih, lagi pada ngaji di bedeng. Ayo deh bapak antar ke sana,” (h. 48)
Situasi terjadi di daerah Tanah Tinggi. Dituturkan oleh Eki kepada bapak yang merupakan salah satu warga korban bencana kebakaran. Saat Eki, Gita, dan teman-temannya sudah sampai di lokasi bencana ternyata di tempat tersebut sepi, hanya ada seorang bapak.
61
Tujuan tuturan tersebut, yaitu tokoh bapak menawarkan dengan senang hati untuk mengantarkan Gita dan temantemannya menuju bedeng dimana semua warga sedang berkumpul mengikuti pengajian. 16. Ibu Tua: “Tunggu! Siapakah nama anak? Saya juga ingin mendoakan anak…” Mas Kotakkotak: “Nama saya Abdullah, Bu. Saya bukan siapa-siapa dan saya pun akan mendoakan semua yang ada di sini Assalamualaiku m.” (h. 49)
Situasi terjadi di bedeng pemukiman Tanah Tinggi. Dituturkan oleh Ibu Tua kepada Mas Kotak-kotak. Saat Mas Kotakkotak selesai memberikan ceramah dan pamit pulang, tiba-tiba ada seorang ibu tua yang menanyakan namanya karena ingin sekali mendoakannya. Mas Kotak-kotak pun menjawab pertanyaan ibu itu dengan rendah hati. Segala perbuatan baik yang Mas Kotakkotak lakukan ke orang lain semata-mata hanya ingin mendapatkan
62
pahala dari Allah, bukan untuk mendapatkan pujian dari orang lain. 17. Mas Kotakkotak: “Silakan, Dik!” Gita: “Makasih, Mas Abdullah.” (h. 50)
Situasi terjadi di dalam bus. Dituturkan oleh Mas Kotak-kotak kepada Gita. Saat Gita baru saja naik ke dalam bus dan melihat Si Mas Kotak-kotak duduk di tempat paling depan. Gita mencoba mencari tempat duduk yang masih kosong, namun ternyata penuh semua. Melihat Gita yang masih berdiri, Mas Kotak-kotak atau yang Gita kenal bernama Abdullah langsung menawarkan tempat duduknya untuk Gita. Mas Kotak-kotak adalah orang yang taat beribadah dan selalu ingin berbuat kebaikan untuk orang lain. Oleh sebab itu, ketika Mas Kotak-kotak melihat Gita yang tidak kebagian tempat duduk maka Mas Kotak-
63
kotak rela memberikan tempat duduknya untuk Gita. Terlebih lagi karena Gita adalah seorang perempuan sehingga Mas Kotak-kotak merasa patut untuk lebih menghargai perempuan ketimbang dirinya sendiri. 18. Pelajar: “Hajarrr! Tusuk!” Mas Kotakkotak: “Tahan! Berkacalah, bagaimana kalian bisa membunuh saudara sendiriii..?” (h. 53)
Situasi terjadi di dalam bus. Dituturkan oleh Mas Kotak-kotak kepada pelajar. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Mas Kotak-kotak ingin melerai perkelahian antarpelajar yang membawa senjata tajam dan hendak saling melukai. Mas Kotak-kotak memiliki sikap yang sangat peduli kepada orang lain sehingga ketika ada pelajar yang tubuhnya berdarah karena dilukai oleh musuhnya dan masuk ke dalam bis yang ditumpangi Mas Kotak-kotak, dia
64
langsung berusaha menolong dengan cara melindungi pelajar tersebut. Mas Kotak-kotak juga berusaha melerai perkelahian antarpelajar, namun usaha Mas Kotak-kotak justru membuat dirinya terluka karena terkena senjata tajam yang dibawa oleh pelajar. 19. Seseorang: “Saya nggak megang uang, Neng!” Gita: “Saya yang bayar! Rumah sakit terdekat, Pak!” (h. 54)
Situasi terjadi di jalan saat Gita hendak naik taksi untuk mengantar Mas Kotak-kotak ke rumah sakit. Dituturkan oleh seorang laki-laki kepada Gita. Tawuran antar pelajar yang terjadi di dalam bus akhirnya membuat Mas Kotak-kotak dan salah seorang pelajar lainnya terluka. Gita dengan segera meminta bantuan kepada orangorang disekitar untuk membawa Mas Kotak-kotak dan pelajar itu ke rumah sakit. Gita tidak ingin nasib
65
Mas Kotak-kotak sama seperti Mas Gagah yang nyawanya tidak tertolong lagi. Oleh sebab itu, dengan segera Gita membawa Mas Kotak-kotak dan pelajar yang menjadi korban ke rumah sakit terdekat. 20. Anak 1: “Mbak Gita sekarang tambah ayu ya?” Anak 2: “Iya, lebih kalem…” Gita: “Nanti Mbak Gita bawakan lagi buku yang banyak insya Allah!” (h. 58)
Situasi terjadi di daerah pemukiman Jakarta Utara. Dituturkan oleh anak-anak kepada Gita. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Gita pamit pulang dan berjanji akan membawakan buku bacaan baru untuk anak-anak di pemukiman. Setelah kepergian Mas Gagah, Gita menjadi semakin alim, dia pun meneruskan perjuangan Mas Gagah untuk membantu anakanak serta warga di pemukiman. Gita ingin anakanak dapat memiliki pengetahuan yang luas melalui membaca buku meskipun anak-
66
anak tersebut tidak bersekolah. 21. Papa: “Kenapa sih tidak kerja di perusahaan Papa saja?” Gita: “Gita mau berusaha mandiri dulu…” Papa: “Kamu akan jadi perempuan yang kuat, Gita Ayu Pratiwi.” (h. 59)
Situasi terjadi di rumah. Dituturkan oleh Papa kepada Gita. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Papa menawarkan Gita untuk bekerja di perusahaan Papa, namun Gita tidak mau karena alasan ingin berusaha mandiri. Papa sangat peduli kepada Gita sehingga ketika Papa melihat Gita bersusahpayah mencari pekerjaan, Papa ingin memudahkan Gita dengan cara member tawaran untuk bekerja di perusahaannya saja.
22. Papa: “Kenapa sih tidak kerja di perusahaan Papa saja?” Gita: “Gita mau berusaha mandiri dulu…” Papa: “Kamu akan jadi perempuan yang kuat, Gita Ayu Pratiwi.” (h. 59)
Situasi terjadi di rumah. Dituturkan oleh Papa kepada Gita. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Papa menawarkan Gita untuk bekerja di perusahaan Papa, namun Gita tidak mau karena alasan ingin
67
berusaha mandiri. Papa sangat peduli kepada Gita sehingga ketika Papa melihat Gita bersusahpayah mencari pekerjaan, Papa ingin memudahkan Gita dengan cara member tawaran untuk bekerja di perusahaannya saja. 23. Yudi: “Gita Ayu Pratiwi? Saya merasa pernah melihat Anda. Dimana ya?” Gita: “Dalam… ng… bus…, Pak?” Yudi: “Mungkin di UI karena saya juga lulusan sana…, atau dalam bus dan kereta api? Barangkali malah di rumah sakit.” (h. 60)
Tuturan terjadi di kantor Mas Kotak-kotak yang nama aslinya adalah Yudhistira Arifin. Dituturkan oleh Yudi yang merupakan direktur dalam perusahaan elektronik kepada Gita. Kebetulan Gita melamar pekerjaan di perusahaan tersebut dan mendapat panggilan untuk wawancara. Setelah Gita bertemu dengan Yudhi, mereka mulai saling mengingat peristiwa yang pernah mereka alami dahulu saat mereka masih kuliah di UI.
68
Mereka sering bertemu, namun tidak saling mengenal hingga akhirnya terjadi peristiwa tawuran pelajar di dalam bus yang mereka tumpangi, Gita telah menolong Yudhi dengan membawanya ke rumah sakit. 24. Yudi: “Jadi, kualifikasi Anda cocok dengan yang kami butuhkan. Selamat Gita! Anda kami terima!” Gita: “Alhamdulillah, terima kasih, Pak.” Yudi: “Kembali. Oh ya, Gita, sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas pertolongan Anda. Hanya Allah yang mampu membalasnya. Ah kalau saja Anda tidak membawa saya ke rumah sakit waktu itu, tentu saya tak akan ada di sini sekarang…” (h. 61)
Situasi terjadi di ruang direktur perusahaan elektronik. Dituturkan oleh Yudi kepada Gita. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Yudi mengucapkan selamat kepada Gita karena Gita diterima bekerja di perusahaannya. Selain itu, Yudi juga tidak lupa untuk mengucapkan rasa terima kasih kepada Gita atas bantuannya beberapa tahun silam yang telah menolong nyawa Yudhi akibat peristiwa tawuran antarpelajar di dalam bus.
69
25. Yudi: “Assalamualaik um warahmatullahi wabarokatuh” Bapak: “Nak Yudi! senang bisa mendengar Anda lagi!” Penumpang lain: “Ya, perjalanan panjang seakan tak berarti bersama Dik Yudi!” (h. 62)
Situasi terjadi saat sore hari di dalam bus. Dituturkan oleh penumpang bus kepada Yudi. Para penumpang bus merasa senang melihat sosok Yudi atau pria yang sebelumnya dikenal sebagai Mas Kotak-kotak kini mulai berceramah lagi di bus-bus. Ternyata banyak orang yang merindukan sosok Yudhi untuk memberikan ceramah. Yudhi memiliki keahlian dalam berkomunikasi, wawasannya pun sangat luas, hatinya sangat baik, rasa pedulinya sangat tinggi, dan wajahnya teduh. Jadi, tidak heran jika orang-orang disekitarnya selalu kagum dengan sosoknya.
Berdasarkan temuan data yang telah disajikan dalam tabel instrumen, dapat diketahui bahwa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi terdapat 25 tuturan yang mematuhi maksim kesantunan berbahasa, dengan rincian sebagai berikut: maksim kebijaksanaan berjumlah 6 tuturan,
maksim
kedermawanan
berjumlah
4
tuturan,
maksim
70
penghargaan berjumlah 3 tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 4 tuturan, maksim permufakatan berjumlah 5 tuturan, dan maksim kesimpatisan berjumlah 3 tuturan.
Tabel 4.2 Instrumen Penyajian Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi No
Data
Konteks
1.
Gita: “Assalamu’alai kum!” Mas Gagah: “Waalaikumusa lam warahmatullahi wabarakaatuh. Ada apa Gita? Kok teriakteriak seperti itu?” Gita: “Matiin CD-nya!” Mas Gagah: “Lho memang kenapa?” Gita: “Gita kesel bin sebel dengerin CD Mas Gagah! Memangnya kita orang Arab masangnya kok lagu-lagu Arab gitu!” Mas Gagah: “Ini nasyid. Bukan sekedar nyanyian Arab tapi zikir, Gita!” Gita: “Bodo!” (h. 4)
Situasi terjadi di rumah. Dituturkan oleh Gita kepada Mas Gagah. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Gita ingin agar Mas Gagah mematikan CD nasyid yang sedang didengarnya karena Gita merasa terganggu. Gita adalah adik Mas Gagah yang sangat tomboy. Gita tidak senang melihat perubahan Mas Gagah yang menjadi alim. Oleh sebab itu, Gita sering protes dan merasa kesal jika Mas Gagah melakukan perbuatan yang berhubungan dengan agama.
Maksim Kesantunan Berbahasa M.Keb
M.Ked
M.Peng
M.Kes
M.Per
M.Sim
71
2.
Gita: “Sok keren banget sih Mas? Masak nggak mau salaman sama Tresye? Dia tuh cewek paling beken di Sanggar Gita tahu? Jangan gitu dong. Sama aja nggak menghargai orang!” Mas Gagah: “Justru karena Mas menghargai dia makanya Mas begitu. Gita lihat kan orang Sunda salaman? Santun meski nggak sentuhan. Itu sangat baik! ” (h. 7)
Situasi terjadi di rumah. Dituturkan oleh Gita kepada Mas Gagah. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Gita ingin menyampaikan perasaan kesalnya kepada Mas Gagah karena tidak mau bersalaman dengan mitra jenis. Menurut Gita, tindakan yang dilakukan oleh Mas Gagah sama saja tidak menghargai orang lain. Pemahaman Gita mengenai ajaran agama Islam masih sangat sedikit, oleh sebab itu ketika Mas Gagah tidak mau bersentuhan dengan yang bukan muhrim Gita protes dan kesal.
3.
Mas Gagah: “Mau kemana, Git!?” Gita: “Nonton sama tementemen. Habis Mas Gagah kalau diajak nonton sekarang kebanyakan nolaknya!” Mas Gagah:
Situasi terjadi di rumah. Dituturkan oleh Gita kepada Mas Gagah. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Mas Gagah ingin mengajak Gita untuk pergi bersamanya, namun Gita langsung menolak
72
4.
“Ikut Mas aja, yuk!” Gita: “Kemana? Ke tempat yang waktu itu lagi? Ogah! Gita kayak orang bego di sana!” (h. 8)
ajakan Mas Gagah karena takut diajak ke tempat pengajian sehingga Gita lebih memilih untuk pergi menonton bersama temantemannya. Beberapa waktu lalu Gita sempat diajak pergi oleh Mas Gagah dan ternyata diajak ke tempat pengajian. Gita merasa belum tertarik untuk belajar agama lebih banyak sehingga dia menolak ajakan Mas Gagah.
Tri: “Memangnya orang itu ngapain? Iseng banget?” Gita: “Ya ceramah!” Tri: “Orang kan ceramah di masjid, di musholla. Masak di bus!? Terus penumpang dimintain duit berapa?” Gita: “Kan tadi udah aku ceritain, dia nggak pernah minta duiiit!”
Situasi terjadi di kantin sekolah. Dituturkan oleh Tri kepada Gita. Gita merasa kesal kepada Tri yang tidak nyambung saat diajak bicara mengenai sosok Mas Kotak-kotak yang sering dilihatnya di kendaraan umum, padahal Gita sudah bercerita secara panjang lebar sebelumnya. Sahabat Gita yang bernama Tri memang sedikit telmi oleh sebab
73
(h. 35)
itu, ketika Gita mengajaknya bicara dia sedikit tidak nyambung.
5.
Gita: “Nih, kayak gini nih yel-nya! Rohis Cendana! Huh huh huh huh: Istiqomah!” Tika: “Itu tadi apaan, Git?” Tri: “Dasar kelakuan! Dah pakai jilbab, masih aja preman!” (h. 36)
Situasi terjadi saat jam istirahat sekolah. Dituturkan oleh Gita kepada Tika dan Tri. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Gita ingin menunjukkan usulan yel-yelnya kepada Tika dan Tri. Setelah Gita mempraktikan gerakan yelyelnya, Tika dan Tri justru merasa aneh terhadap usulan Gita. Gita sedikit merasa kecewa karena kedua temannya tidak memberikan apresiasi terhadap usulannya itu.
6.
Mas Kotakkotak: “Adik cari siapa?” Pelajar: “Minggir lu! Jangan ngalangin gue kalo nggak mau mampus!” (h. 52)
Situasi sedang terjadi tawuran antarpelajar SMA di dalam bus pada siang hari. Dituturkan oleh Mas Kotak-kotak kepada pelajar. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Mas Kotak-kotak ingin berusaha melindungi pelajar yang dicari oleh musuhnya karena
74
Mas Kotak-kotak tidak ingin ada pelajar yang terluka pada tawuran itu. Mas Kotak-kotak memiliki rasa peduli yang sangat tinggi terhadap orang lain sehingga hatinya selalu tergugah untuk selalu menolong. Berdasarkan temuan data yang telah disajikan dalam tabel instrumen, dapat diketahui bahwa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi terdapat 6 tuturan yang melanggar maksim kesantunan berbahasa, dengan rincian sebagai berikut: maksim kebijaksanaan berjumlah 1 tuturan,
maksim
kedermawanan
berjumlah
0
tuturan,
maksim
penghargaan berjumlah 2 tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 0 tuturan, maksim permufakatan berjumlah 3 tuturan, dan maksim kesimpatisan berjumlah 0 tuturan.
b. Analisis Deskripsi Data 1) Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa Data 1 Tuturan data 1 menganut maksim kesederhanaan (MKES). Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan hati
yang
menuntut
memaksimalkan
setiap
ketidakhormatan
peserta pada
pertuturan diri
untuk
sendiri
dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan antara Mama
dan
Mas
Gagah
dianggap
memenuhi
maksim
kesederhanaan karena ketika Mama menanyakan mengenai perubahan penampilan Mas Gagah yang tidak keren lagi, Mas Gagah menjawab dengan rendah hati bahwa dirinya lebih suka
75
menggunakan pakaian yang sederhana karena dianggap lebih bersih, rapi, dan terlihat lebih santun. Meskipun Mas Gagah ditegur oleh Mama mengenai penampilannya yang tidak sekeren dahulu, Mas Gagah tidak merasa tersinggung atau bahkan marah, Mas Gagah justru menjawab dengan rendah hati. Sikap rendah hati yang dilakukan oleh Mas Gagah kepada Mama menunjukkan bahwa
Mas
Gagah
adalah
seorang
anak
yang
sangat
menghormati orangtua. Sikap menghormati orangtua merupakan salah satu hal penting yang diajarkan dalam agama Islam. Tuturan data 1 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Pada tuturan antara Mama dan Mas Gagah, penutur dan mitra tutur memiliki hubungan
sosial
sebagai
orangtua
dan
anak
sehingga
menumbuhkan rasa hormat pada diri si anak ketika berbicara dengan orangtua. Tuturan Mas Gagah dianggap santun karena Mas Gagah menjawab pertanyaan Mama dengan jawaban yang menunjukkan sikap rendah hati, “suka begini, Ma. Bersih, rapi, meski sederhana. Kelihatannya juga lebih santun”.
Data 2 Tuturan data 2 menganut maksim kesimpatisan (MSIM). Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Tika dan Gita dianggap
memenuhi
maksim
kesimpatisan
karena
Tika
menunjukkan rasa simpati terhadap Gita yang sedang bersedih akibat merasa kehilangan sosok Tika dan Mas Gagah yang kini
76
sama-sama berubah menjadi alim. Tika sangat peduli terhadap Gita, sahabatnya sehingga dia berusaha untuk memahami perasaan Gita dan mencoba untuk mengurangi kesedihan Gita dengan cara memberikan penjelasan mengenai perubahan sikap dirinya dan Mas Gagah. Tuturan data 2 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Meskipun Gita dan Tika bersahabat dan keduanya memiliki hubungan keakraban yang cukup erat, namun tuturan mereka masih memenuhi maksim kesantunan, hal itu dapat terjadi
karena Tika
menunjukkan rasa pedulinya terhadap Gita yang sedang bersedih.
Data 3 Tuturan data 3 menganut maksim permufakatan (MPER). Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur. Tuturan antara Mas Gagah dan Gita dianggap memenuhi maksim permufakatan karena mereka dapat saling membina kecocokan dalam kegiatan bertutur. Saat Mas Gagah memberikan penjelasan kepada Gita mengenai hal keislaman, Gita berusaha memahami tuturan yang disampaikan oleh Mas Gagah dengan berkata “Gita nyambung kok!”. Oleh sebab itu, tuturan ini dapat dianggap santun karena antara penutur dan mitra tutur memiliki latar belakang pemahaman yang sama sehingga terjalinlah rasa kecocokan dalam kegiatan bertutur. Tuturan data 3 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
77
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Mas Gagah dan Gita memiliki hubungan sosial sebagai kakak dan adik, meskipun keduanya memiliki hubungan yang akrab, namun tuturan yang disampaikan antara Gita dan Mas Gagah dapat dianggap santun karena mereka dapat saling menjalin kecocokan saat bertutur.
Data 4 Tuturan data 4 menganut maksim permufakatan (MPER). Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur. Tuturan antara Gita dan Papa dianggap memenuhi maksim permufakatan karena pada tuturan ini Papa berusaha menjalin kecocokan dengan Gita, sebagai orangtua yang baik dan selalu mendukung anaknya, Papa mau memenuhi permintaan Gita untuk ikut mengaji bersama di masjid. Tuturan data 4 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Gita dan Papa memiliki hubungan sosial sebagai orangtua dan anak, meskipun keduanya memiliki hubungan yang cukup dekat, namun tuturan di atas tetap dapat dikatakan santun karena Papa berusaha menjalin kecocokan dengan cara menyetujui ajakan Gita untuk mengikuti kegiatan pengajian.
78
Data 5 Tuturan data 5 menganut maksim permufakatan (MPER). Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur. Tuturan antara Mbak Nadia dan Gita dianggap memenuhi maksim permufakatan karena pada tuturan di atas Gita sepakat dengan jawaban yang disampaikan oleh Mbak Nadia mengenai
mengapa
wanita
dianjurkan
untuk
berjilbab,
ditunjukkan oleh tuturan Gita yang mengatakan “Alasan ini Mbak, yang bisa saya terima!” Alasan yang disampaikan oleh Mbak Nadia sangat memuaskan hati Gita karena dianggap masuk akal dan dapat diterima oleh pikirannya. Tuturan data 5 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitulah yang terjadi pada tuturan antara Mbak Nadia dan Gita, mereka memiliki jarak hubungan sosial yang tidak terlalu dekat, Gita dan Mbak Nadia sempat bertemu sekali di rumah Tika, dan pada situasi tuturan saat ini Mbak Nadia berperan sebagai pembicara, sedangkan Gita berperan sebagai peserta seminar sehingga tuturan mereka dianggap santun karena terjalin rasa saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
Data 6 Tuturan data 6 menganut maksim kesimpatisan (MSIM). Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Bang Ucok dan Mas
79
Gagah dianggap memenuhi maksim kesimpatisan karena Mas Gagah menunjukkan rasa simpati dengan ikut merasa senang dengan cerita yang disampaikan oleh Bang Ucok mengenai beberapa kemajuan yang terjadi di pemukiman kumuh. Hal itu dibuktikan dengan jawaban Mas Gagah yang menunjukkan rasa syukur
karena
bahagia
mendengar
cerita
Bang
Ucok,
“Alhamdulillah. Seru itu Bang!” Tuturan data 6 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Meskipun hubungan antara Bang Ucok dengan Mas Gagah terjalin cukup akrab, namun tuturan mereka dapat dianggap memenuhi maksim kesantunan karena Mas Gagah menunjukkan rasa simpati kepada Bang Ucok sebagai temannya dengan ikut merasa bahagia dan bersyukur atas kemajuan yang dialami di pemukiman.
Data 7 Tuturan data 7 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB). Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat keuntungan disampaikan
orang lain oleh
sebesar
Mama
mungkin.
dianggap
Tuturan
memenuhi
yang
maksim
kebijaksanaan karena Mama berusaha untuk mengurangi kerugian Gita dan
menambah keuntungan
Gita dengan
memberikan tawaran untuk diantar berangkat ke sekolah menggunakan sedan agar Gita tidak merasa capek di jalan jika harus berangkat menggunakan angkutan umum.
80
Tuturan data 7 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara Mama dan Gita, Mama berusaha memberikan keuntungan bagi Gita dengan cara menawarkan Gita untuk diantar berangkat ke sekolah.
Data 8 Tuturan data 8 menganut maksim kesederhanaan (MKES). Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan hati
yang
menuntut
memaksimalkan
setiap
ketidakhormatan
peserta pada
pertuturan diri
sendiri
untuk dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan yang disampaikan oleh Mas Kotak-kotak dianggap memenuhi maksim kesederhanaan karena Mas Kotak-kotak menunjukkan sikap rendah hati, sebelum Mas Kotak-kotak memulai ceramahnya, terlebih dahulu dia mengucapkan maaf dan meminta izin kepada semua penumpang dengan berkata “Maaf bila kehadiran saya mengganggu kenyamanan bapak ibu dan saudara-saudara”. Selain memenuhi maksim kesederhanaan, tuturan Mas Kotak-kotak dianggap santun juga karena Mas Kotak-kotak telah menggunakan pronomina tertentu untuk menyapa mitra tuturnya sebagai bentuk rasa hormat atau menghargai. Bentuk pronomina yang digunakan oleh Mas Kotak-kotak untuk menyapa mitra tuturnya, yaitu dengan menggunakan pronomina bapak ibu dan saudara-saudara. Tuturan data 8 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
81
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitulah yang terjadi pada tuturan Mas Kotak-kotak kepada para penumpang bus. Karena mereka memiliki jarak sosial yang jauh, maka Mas Kotak-kotak menggunakan tuturan yang santun ketika bertutur dengan para penumpang bus dengan menunjukkan tuturan yang rendah hati saat meminta izin kepada para penumpang sebelum memulai ceramahnya.
Data 9 Tuturan data 9 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB). Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan antara Mas Kotak-kotak dengan Bapak Tua dianggap memenuhi maksim kebijaksanaan
karena
Mas
Kotak-kotak
telah
membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin, hal itu ditunjukkan oleh Mas Kotak-kotak yang memberikan buku secara gratis kepada Bapak Tua yang berpakaian lusuh dan menggunakan sandal jepit. Mas Kotak-kotak memberikan buku itu secara gratis karena kasihan melihat kondisi Bapak Tua yang sepertinya tidak memiliki cukup uang. Tuturan data 9 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara Mas Kotak-kotak dan Bapak Tua, Mas Kotak-kotak memberikan keuntungan kepada Bapak Tua dengan cara memberikan buku secara gratis karena melihat kondisi Bapak Tua yang sepertinya tidak memiliki cukup uang.
82
Data 10 Tuturan data 10 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB). Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan antara Mas Kotak-kotak dengan seorang ibu dianggap memenuhi maksim kebijaksanaan karena pada tuturan di atas Mas Kotak-kotak telah membuat keuntungan orang lain sebesar mungkin, hal itu ditunjukkan oleh Mas Kotak-kotak yang memberikan buku kepada seorang Ibu dan Ibu tersebut boleh menggantinya dengan mengisi kaleng infaq yang sudah disediakan secara seikhlasnya. Mas Kotak-kotak tidak memberikan buku itu secara gratis kepada Ibu karena Mas Kotak-kotak melihat Ibu tersebut adalah orang yang kaya. Tuturan data 10 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara Mas Kotak-kotak dan Ibu, Mas Kotak-kotak telah memberikan keuntungan kepada seorang Ibu dengan cara memberikan buku yang diinginkan oleh Ibu dan Ibu tersebut cukup menggantinya dengan mengisi kaleng infaq secara seikhlasnya.
Data 11 Tuturan data 11 menganut maksim kesimpatisan (MSIM). Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Penumpang dan Mas Kotak-kotak dianggap memenuhi maksim kesimpatisan karena pada tuturan tersebut Mas Kotak-kotak menunjukkan rasa simpatinya kepada penumpang itu dengan menunjukkan rasa
83
senang dan bersyukur karena penumpang itu telah tergerak hatinya untuk memberikan sumbangan kepada warga Palestina yang sedang berperang. Tuturan Mas Kotak-kotak ditunjukkan oleh dialog “Alhamdulillah, Allah menggerakkan hati Bapak”. Tuturan data 11 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitulah yang terjadi pada tuturan Mas Kotak-kotak kepada bapak penumpang itu. Karena mereka memiliki jarak sosial yang jauh maka Mas Kotak-kotak menggunakan tuturan yang santun ketika bertutur dengan bapak penumpang itu dengan menunjukkan rasa simpati.
Data 12 Tuturan data 12 menganut maksim kesederhanaan (MKES). Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan hati
yang
menuntut
memaksimalkan
setiap
peserta
ketidakhormatan
pada
pertuturan diri
sendiri
untuk dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan yang disampaikan oleh Mas Kotak-kotak dianggap memenuhi maksim kesederhanaan karena Mas Kotak-kotak menunjukkan sikap rendah hati ketika membagikan kurma kepada para penumpang, ditunjukkan dengan tuturan “Oh ya, ini memang tak seberapa, tetapi lumayan untuk berbuka puasa”. Tuturan data 12 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
84
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitulah yang terjadi pada tuturan Mas Kotak-kotak kepada para penumpang kereta. Karena mereka memiliki jarak sosial yang jauh maka Mas Kotak-kotak
menggunakan
tuturan
yang
santun
dengan
menunjukkan sikap rendah hati ketika bertutur dengan para penumpang.
Data 13 Tuturan data 13 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB). Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat keuntungan
orang lain
sebesar
mungkin.
Tuturan
yang
disampaikan oleh Mas Kotak-kotak dianggap memenuhi maksim kebijaksanaan
karena
Mas
Kotak-kotak
telah
membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin, hal itu ditunjukkan saat lima menit sebelum azan magrib Mas Kotak-kotak membagibagikan kurma kepada para penumpang kereta untuk berbuka puasa. Tuturan data 13 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan Mas Kotakkotak dan para penumpang kereta, Mas Kotak-kotak telah memberikan keuntungan kepada para penumpang kereta dengan cara membagi-bagikan kurma untuk berbuka puasa.
Data 14 Tuturan data 14 menganut maksim permufakatan (MPER). Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur. Tuturan di atas dianggap memenuhi maksim
85
permufakatan karena antara penutur dan mitra tutur saling menjalin kecocokan. Ketika Mas Kotak-kotak selesai berceramah dan mengajak orang-orang yang berada di kantin untuk mulai makan bersama, orang-orang di kantin tersebut kemudian mengikuti ajakan Mas Kotak-kotak karena merasa sama-sama sudah lapar. Tuturan data 14 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitulah yang terjadi pada tuturan Mas Kotak-kotak kepada orang-orang yang berada di kantin. Karena mereka memiliki jarak sosial yang jauh maka Mas Kotak-kotak menggunakan tuturan yang santun ketika bertutur dengan orang-orang itu begitu pun sebaliknya, orangorang yang berada di kantin tersebut pun menghargai Mas Kotakkotak dengan cara saling membina kecocokan saat bertutur.
Data 15 Tuturan
data
15
menganut
maksim
kedermawanan
(MKED). Maksim kedermawanan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Tuturan antara Eki dan seorang Bapak dianggap memenuhi maksim kedermawanan karena tokoh Bapak telah membuat pengorbanan bagi diri sendiri dengan cara mengantarkan Eki dan rombongannya ke bedeng tempat warga mengaji. Tuturan data 15 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah
86
tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara Eki dan Bapak, tokoh Bapak telah membuat pengorbanan bagi diri sendiri dan memberikan keuntungan kepada Eki karena menawarkan diri untuk mengantarkan Eki dan rombongannya ke bedeng.
Data 16 Tuturan data 16 menganut maksim kesederhanaan (MKES). Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan hati
yang
menuntut
memaksimalkan
setiap
ketidakhormatan
peserta pada
pertuturan diri
sendiri
untuk dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan antara Mas Kotak-kotak dan
Ibu Tua dianggap memenuhi maksim
kesederhanaan karena Mas Kotak-kotak menggunakan tuturan yang rendah hati saat menjawab pertanyaan seorang ibu tua, dengan berkata “saya bukan siapa-siapa”, padahal pada situasi yang terjadi, Mas Kotak-kotak adalah seorang penceramah yang telah memberikan motivasi bagi para korban bencana kebakaran. Segala perbuatan baik yang Mas Kotak-kotak lakukan ke orang lain semata-mata hanya ingin mendapatkan pahala dari Allah, bukan untuk mendapatkan pujian dari orang lain. Tuturan data 16 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitulah yang terjadi pada tuturan Mas Kotak-kotak kepada seorang Ibu Tua. Karena mereka memiliki jarak sosial yang jauh maka Mas Kotakkotak menggunakan tuturan yang santun dengan menunjukkan rasa rendah hati ketika bertutur dengan Ibu Tua.
87
Data 17 Tuturan
data
17
menganut
maksim
kedermawanan
(MKED). Maksim kedermawanan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Tuturan antara Mas Kotak-kotak dan Gita dianggap memenuhi maksim kedermawanan karena Mas Kotak-kotak telah membuat pengorbanan bagi diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara menawarkan tempat duduknya untuk Gita yang sedang mencari bangku kosong di dalam bus, namun ternyata penuh semua. Mas Kotak-kotak telah memberikan pengorbanan bagi diri sendiri untuk berdiri di dalam bus dan merelakan tempat duduknya ditempati oleh Gita, karena Gita adalah seorang perempuan sehingga Mas Kotak-kotak merasa patut untuk lebih menghargai perempuan ketimbang dirinya sendiri. Tuturan data 17 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Melihat situasi di dalam bus yang penuh dengan penumpang, membuat Mas Kotak-kotak langsung berinisiatif untuk memberikan tempat duduknya kepada Gita, seorang pelajar perempuan. Dengan tindakannya itu, Mas Kotak-kotak telah membuat pengorbanan bagi dirinya sendiri untuk berdiri di dalam bus dan Mas Kotak-kotak telah memberikan keuntungan bagi Gita untuk duduk dibangkunya.
Data 18 Tuturan
data
18
menganut
maksim
kedermawanan
(MKED). Maksim kedermawanan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat keuntungan diri sendiri sekecil
88
mungkin dan membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Tuturan yang disampaikan Mas Kotak-kotak dianggap memenuhi maksim kedermawanan karena Mas Kotak-kotak telah membuat pengorbanan bagi diri sendiri dengan cara melerai dan melindungi pelajar yang hendak dibacok oleh pelajar lain yang menjadi musuhnya. Pengorbanan yang dilakukan oleh Mas Kotak-kotak telah menambah beban bagi dirinya sendiri karena dia ikut terluka akibat melindungi seorang pelajar yang menjadi incaran musuhnya itu. Tuturan data 18 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara pelajar dan Mas Kotak-kotak, Mas Kotak-kotak telah membuat pengorbanan bagi dirinya sendiri karena berani menghalangi pelajar yang ingin membacok pelajar lain sehingga Mas Kotakkotak akhirnya ikut terluka akibat berusaha melerai pelajar yang terlibat dalam perkelahian.
Data 19 Tuturan
data
19
menganut
maksim
kedermawanan
(MKED). Maksim kedermawanan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Tuturan yang disampaikan Gita kepada seorang bapak dianggap memenuhi maksim kedermawanan karena Gita telah membuat pengorbanan bagi diri sendiri dengan cara merelakan uangnya untuk membayar taksi untuk mengantarkan korban tawuran ke rumah sakit, ditunjukkan oleh tuturan “Saya yang bayar! Rumah sakit terdekat, Pak!”.
89
Tuturan data 19 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan Gita, Gita telah membuat kerugian bagi diri sendiri karena merelakan uangnya untuk membayar taksi dan mengantarkan korban tawuran pelajar ke rumah sakit.
Data 20 Tuturan data 20 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB). Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat keuntungan
orang lain
sebesar
mungkin.
Tuturan
yang
disampaikan Gita dianggap memenuhi maksim kebijaksanaan karena Gita telah membuat keuntungan bagi mitra tuturnya, yaitu anak-anak pemukiman dengan menjanjikan akan membawakan buku-buku bacaan baru. Gita ingin anak-anak dapat memiliki pengetahuan yang luas melalui membaca buku meskipun anakanak tersebut tidak bersekolah. Tuturan data 20 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara Gita dan anak-anak, Gita telah menambah keuntungan bagi mitra tuturnya dengan menjanjikan akan membawakan buku-buku bacaan lagi agar anak-anak di pemukiman dapat memiliki wawasan yang luas meskipun tidak sekolah.
Data 21 Tuturan data 21 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB). Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk
90
membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat keuntungan
orang lain
sebesar
mungkin.
Tuturan
yang
disampaikan Papa kepada Gita dianggap memenuhi maksim kebijaksanaan karena tuturan Papa telah membuat keuntungan bagi Gita sebagai mitra tuturnya dengan menawarkan Gita bekerja di perusahaan Papanya saja agar Gita tidak perlu bersusahpayah mencari pekerjaan di perusahaan lain. Tuturan data 21 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara Papa dan Gita, Papa telah membuat keuntungan bagi Gita karena memberikan tawaran kepada Gita untuk bekerja di perusahaan Papanya saja agar Gita tidak perlu bersusahpayah mencari pekerjaan di perusahaan lain.
Data 22 Tuturan data 22 menganut maksim penghargaan (MPENG). Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Tuturan yang disampaikan Papa kepada Gita dianggap memenuhi maksim penghargaan karena Papa memberikan pujian kepada Gita sebab Gita mau berusaha mandiri untuk mencari pekerjaan. Pujian yang dituturkan oleh Papa kepada Gita ditunjukkan oleh kalimat “Kamu akan jadi perempuan yang kuat, Gita Ayu Pratiwi”. Tuturan data 22 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial
91
antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Papa dan Gita memiliki hubungan sosial sebagai orangtua dan anak, meskipun keduanya memiliki hubungan yang cukup dekat, namun tuturan di atas tetap dapat dianggap memenuhi maksim kesantunan karena Papa memberikan pujian kepada Gita atas kemauannya untuk berusaha mandiri.
Data 23 Tuturan data 23 menganut maksim permufakatan (MPER). Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur. Tuturan antara Gita dan Yudhi dianggap memenuhi maksim permufakatan karena keduanya saling menjalin kecocokan dalam bertutur. Mereka memiliki latar belakang pengetahuan yang sama dalam melakukan kegiatan bertutur itu. Saat Yudhi menanyakan tentang pertemuannya dengan Gita sebelumnya, Gita pun dapat menjawab pertanyaan Yudhi berdasarkan peristiwa yang pernah mereka alami. Mereka sering bertemu, namun tidak saling mengenal hingga akhirnya terjadi peristiwa tawuran pelajar di dalam bus yang mereka tumpangi, Gita telah menolong Yudhi dengan membawanya ke rumah sakit. Selain memenuhi maksim permufakatan, tuturan Yudhi dianggap santun juga karena Yudhi telah menggunakan pronomina tertentu untuk menyapa mitra tuturnya sebagai bentuk rasa menghargai. Bentuk pronomina yang digunakan oleh Yudhi untuk menyapa mitra tuturnya, yaitu dengan menggunakan
92
pronomina Anda untuk menyapa Gita (mitra tutur) ketika Yudhi memberitahu bahwa Gita diterima bekerja di perusahaannya. Tuturan data 23 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala ketidaklangsungan yang merujuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Begitulah yang terjadi pada tuturan Yudhi, ketika dia bertemu dengan Gita terlebih dahulu dia bertanya, “Saya merasa pernah melihat Anda. Dimana ya?”, padahal saat itu Yudhi sudah mengetahi bahwa Gita adalah orang yang pernah ditemuinya dahulu dan menolongnya saat terjadi peristiwa tawuran pelajar sehingga ketidaklangsungan tuturan Yudhi tersebut dapat dianggap telah memenuhi maksim kesantunan.
Data 24 Tuturan data 24 menganut maksim penghargaan (MPENG). Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Tuturan antara Gita dan Yudhi dianggap memenuhi maksim penghargaan karena Yudhi memberikan ucapan selamat kepada Gita karena kualifikasinya cocok dengan yang dibutuhkan dan dia diterima bekerja di perusahaan yang dipimpin oleh Yudhi. Selain itu, Yudhi juga mengucapkan rasa terimakasih kepada Gita atas pertolongan yang telah Gita lakukan kepadanya dahulu saat Yudhi terluka akibat bacokan pelajar yang tawuran. Tuturan yang menunjukkan pujian terhadap Gita ditunjukkan oleh kalimat
93
“…Ah kalau saja Anda tidak membawa saya ke rumah sakit waktu itu, tentu saya tak akan ada di sini sekarang…”. Selain memenuhi maksim penghargaan, tuturan Yudhi dianggap santun juga karena Yudhi telah menggunakan pronomina tertentu untuk menyapa mitra tuturnya sebagai bentuk rasa menghargai. Bentuk pronomina yang digunakan oleh Yudhi untuk menyapa Gita (mitra tutur), yaitu dengan menggunakan pronomina Anda untuk mengucapkan rasa terima kasih atas pertolongan Gita yang telah menyelamatkannya pada peristiwa tawuran pelajar di bus. Tuturan data 24 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala keotoritasan yang merujuk pada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dan mitra tutur maka tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi santun. Hubungan status sosial antara Yudhi dan Gita adalah hubungan antara atasan perusahaan dengan calon karyawannya, karena jarak peringkat sosial yang jauh tersebut akhirnya membuat tuturan yang disampaikan oleh keduanya menjadi santun karena adanya rasa untuk saling menghargai dan menghormati.
Data 25 Tuturan data 25 menganut maksim penghargaan (MPENG). Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Tuturan yang disampaikan oleh para penumpang kepada Yudhi dianggap
memenuhi
maksim
penghargaan
karena
para
94
penumpang itu memberikan pujian kepada Yudhi ketika Yudhi kembali lagi berceramah di angkutan umum. Para penumpang ternyata merindukan sosok Yudhi untuk memberikan ceramah. Yudhi memiliki keahlian dalam berkomunikasi, wawasannya pun sangat luas, hatinya sangat baik, rasa pedulinya sangat tinggi, dan wajahnya teduh. Jadi, tidak heran jika orang-orang disekitarnya selalu kagum dengan sosoknya. Selain memenuhi maksim penghargaan, tuturan pada data 25 dianggap santun juga karena bapak penumpang bus telah menggunakan pronomina tertentu untuk menyapa Yudhi (mitra tutur) sebagai bentuk rasa menghargai. Bentuk pronomina yang digunakan oleh bapak penumpang bus untuk menyapa Yudhi, yaitu
dengan
menggunakan
pronomina
Anda
untuk
mengungkapkan rasa bahagia karena Yudhi telah kembali berceramah di bus lagi. Tuturan data 25 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Yudhi dan para penumpang bus memiliki jarak sosial yang jauh, mereka hanya saling mengenal melalui fisik, namun tidak mengenal secara lebih dekat. Hubungan jarak sosial yang tidak dekat di antara mereka, membuat tuturan yang disampikan oleh mereka menjadi santun, dibuktikan dengan respon para penumpang yang sangat senang dengan kembalinya Yudhi untuk berceramah. Perasaan senang tersebut disampaikan dengan tuturan berupa pujian yang ditujukan kepada Yudhi.
95
2) Data Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa Data 1 Tuturan data 1 melanggar maksim permufakatan (MPER). Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur. Tuturan antara Gita dan Mas Gagah dianggap melanggar maksim permufakatan karena dalam tuturan ini Gita tidak dapat menjalin rasa kecocokan dengan Mas Gagah. Ketika Mas Gagah sedang memutar lagu-lagu nasyid, Gita langsung menunjukkan
perasaan
tidak
senang
sehingga
langsung
menyuruh Mas Gagah untuk segera mematikan CDnya. Tuturan data 1 dianggap melanggar maksim permufakatan karena
diukur
dengan
skala
kesantunan,
yaitu
skala
ketidaklangsungan yang merujuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Tuturan yang disampaikan oleh Gita bersifat secara langsung ketika dia menyuruh Mas Gagah untuk mematikan CDnya. Gita berkata secara kasar kepada Mas Gagah tanpa ada basa-basi, dengan berkata “Matiin CD-nya!”. Tuturan Gita yang disampikan secara langsung tanpa basa-basi membuat tuturan itu dianggap telah melanggar prinsip kesantunan.
Data 2 Tuturan data 2 melanggar maksim penghargaan (MPENG). Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Tuturan antara Mas Gagah dan Gita dianggap melanggar maksim
96
penghargaan karena tuturan Gita menunjukkan sikap tidak menghargai Mas Gagah dengan berkata “Sok keren banget sih Mas?...”. Tuturan itu menunjukkan bahwa Gita tidak menghargai sikap Mas Gagah yang tidak mau bersentuhan saat bersalaman dengan Teresye. Gita menganggap bahwa sikap Mas Gagah itu sama saja tidak menghargai orang lain, namun ketika Mas Gagah mencoba ingin menjelaskan alasannya justru Gita tidak mau mendengarkan alasan yang Mas Gagah sampaikan. Tuturan data 2 dianggap melanggar maksim penghargaan karena
diukur
dengan
skala
kesantunan,
yaitu
skala
ketidaklangsungan yang merujuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Tuturan yang disampaikan oleh Gita kepada Mas Gagah bersifat secara langsung. Hal itu dapat dilihat ketika Gita mengetahui bahwa Mas Gagah tidak mau bersalaman dengan Teresye, Gita langsung bertutur “Sok keren banget sih Mas? Masak nggak mau salaman sama Tresye?...”. Tuturan yang disampikan oleh Gita secara langsung tanpa mau mendengarkan alasan Mas Gagah itulah yang membuat tuturan di atas dianggap melanggar prinsip kesantunan.
Data 3 Tuturan data 3 melanggar maksim permufakatan (MPER). Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur. Tuturan antara Mas Gagah dan Gita dianggap melanggar maksim permufakatan karena mereka tidak menjalin rasa kecocokan, saat Mas Gagah mengajak Gita untuk ikut dengan Mas Gagah pergi ke sebuah acara, Gita langsung menolak ajakan Mas Gagah itu karena takut diajak ke tempat
97
pengajian sehingga Gita lebih memilih untuk pergi menonton bersama teman-temannya. Tuturan data 3 dianggap melanggar maksim permufakatan karena dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala ketidaklangsungan yang merujuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Tuturan yang disampaikan oleh Gita kepada Mas Gagah bersifat secara langsung. Hal itu dapat dilihat ketika Mas Gagah mengajak Gita untuk pergi ke sebuah acara, Gita langsung menolak ajakan Mas Gagah tanpa bertanya terlebih dahulu hendak pergi kemana. Tuturan yang disampaikan oleh Gita secara langsung dibuktikan dengan jawaban “Kemana? Ke tempat yang waktu itu lagi? Ogah! Gita kayak orang bego di sana!”. Jika Gita mematuhi maksim kesantunan, seharusnya Gita bertanya terlebih dahulu kepada Mas Gagah secara baik-baik, bukan malah langsung menolak ajakan Mas Gagah.
Data 4 Tuturan data 4 melanggar maksim permufakatan (MPER). Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur. Tuturan antara Tri dan Gita dianggap melanggar maksim permufakatan karena mereka tidak saling menjalin rasa kecocokan. Ketika Gita bercerita panjang lebar mengenai sosok Mas Kotak-kotak yang sering dilihatnya di angkutan umum, Tri justru tidak memperhatikan apa yang Gita ceritakan sehingga dalam percakapan mereka tidak terjalin adanya rasa kecocokan. Gita merasa kesal kepada Tri yang tidak paham dengan apa yang Gita tuturkan.
98
Tuturan data 4 dianggap melanggar maksim permufakatan karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada peringkat hubungan sosial antara petutur dan mitra tutur yang terlibat di dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan semakin dekat jarak hubungan sosial di antara keduanya akan menjadi kurang santunlah pertuturan itu. Begitulah yang terjadi pada tuturan antara Gita dan Tri, mereka memiliki hubungan jarak sosial yang akrab, keakraban yang terjalin di antara mereka membuat tuturan itu menjadi tidak santun. Hal itu dapat dilihat pada sikap Tri yang tidak memperhatikan Gita saat sedang berbicara.
Data 5 Tuturan data 5 melanggar maksim penghargaan (MPENG). Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Tuturan antara Gita, Tika, dan Tri dianggap melanggar maksim penghargaan karena saat Gita mempraktikan usulan yel-yelnya kepada Tika dan Tri, Tika dan Tri justru merasa aneh dan tidak menghargai dengan usulan yel-yel dari Gita. Hal itu dapat dilihat pada tuturan “Itu tadi apaan, Git?” dan “Dasar kelakuan! Dah pakai jilbab, masih aja preman!”. Tuturan data 5 dianggap melanggar maksim penghargaan karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada peringkat hubungan sosial antara petutur dan mitra tutur yang terlibat di dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan semakin dekat jarak hubungan sosial di antara keduanya akan menjadi kurang santunlah pertuturan itu.
99
Begitulah yang terjadi antara tuturan Gita, Tika, dan, Tri, mereka memiliki hubungan jarak sosial yang akrab, keakraban yang terjalin di antara mereka membuat tuturan yang disampaikan oleh mereka menjadi tidak santun. Hal itu dibuktikan oleh tuturan Tika dan Tri yang tidak menghargai usulan yel-yel yang dipraktikan oleh Gita.
Data 6 Tuturan data 6 melanggar maksim kebijaksanaan (MKEB). Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan antara Mas Kotak-kotak
dan
pelajar
dianggap
melanggar
maksim
kebijaksanaan karena pelajar SMA tersebut membuat kerugian kepada orang lain dengan mengancam ingin melukai Mas Kotakkotak. Tuturan data 6 dianggap melanggar maksim kebijaksanaan karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala keuntungan dan kerugian yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Tuturan yang disampaikan oleh pelajar kepada Mas Kotak-kotak dikatakan tidak santun karena pelajar itu telah merugikan mitra tuturnya dengan cara mengancam kesalamatan Mas Kotak-kotak.
100
2. Cerpen Rapsodi September a. Temuan Data Tabel 4.3 Instrumen Penyajian Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Cerpen Rapsodi September No
Data
Konteks
1.
Kak Ocha: “Gini ya, Ron. Tini itu baik. Kakak juga sayang, tetapi tugas utama kamu sekarang adalah belajar. Bukan meluangkan sebagian waktu belajar untuk selalu bersama dia. Nah, kamu percaya kan sama Alquran. Di dalamnya, juga dalam hadis Nabi SAW telah diatur bagaimana caranya kita bergaul, apalagi dengan yang bukan mahram.” Eron: “Eron nggak ngapangapain, kok. Cuma belajar bareng, ke toko buku bareng. Cuma itu!” (h. 120)
Situasi terjadi di rumah. Dituturkan oleh Kak Ocha kepada Eron. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Kak Ocha ingin menasihati Eron agar tidak menjalin hubungan kedekatan dengan perempuan yang bukan mahram karena tidak ada ajarannya dalam agama Islam. Kak Ocha memiliki banyak pengetahuan mengenai masalah keagamaan, dia adalah seseorang yang sangat taat agama. Kak Ocha tidak ingin Eron berbuat dosa karena melanggar ajaran agama oleh sebab itu, Kak Ocha memberi nasihat kepada Eron.
Maksim Kesantunan Berbahasa M.Keb
M.Ked
M.Peng
M.Kes
M.Per
M.Sim
101
2.
Eron: “Eh, Tin, gue pangling! Cantik juga kamu pakai jilbab gitu. Lebih keren dari kakak gue!” Tini: (Tini cuma menunduk. Diam. Tersenyum). (h. 122)
Situasi terjadi saat lebaran idul fitri, Tini datang ke rumah Eron untuk silaturahmi. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Eron memuji kecantikan Tini karena memakai jilbab. Semenjak Tini sering bergaul dengan Kak Ocha dan Kak Rani, Tini memang mulai merubah sikapnya. Dia banyak belajar agama dari kedua kakaknya Eron, Tini juga sempat diajak mengikuti kegiatan sanlat di Cisarua hingga akhirnya Tini memutuskan untuk berjilbab.
3.
Opie: “Opie bodoh, selama ini Opie nggak tahu apa-apa soal Islam dan umatnya. Opie di sini egois, bahkan tak pernah mendoakan mereka.” Kak Rani: “Termasuk prihatin dengan keadaan saudara-saudara kaum muslimin
Situasi terjadi di kampus Kak Rani yang terletak di daerah Depok dalam acara perayaan hari besar Islam. Dituturkan oleh Opie kepada Kak Rani. Saat itu Opie diajak untuk menyaksikan pemutaran film tentang Palestina yang diteror oleh tentara Israel. Setelah melihat
102
4.
di negeri kita, Pie. Kadang kita sangat mengabaikan mereka. Kita bersukaria, padahal banyak yang belum tentu tiap hari bisa makan.” (h. 126)
pemutaran film itu, Opie merasa sedih dan menyesal karena selama ini dia tidak pernah mendoakan dan tidak menyadari tentang beratnya perjuangan umat muslim di Palestina. Sebelum dekat dengan Kak Ocha dan Kak Rani, Opie memiliki pemikiran bahwa umat muslim di Timur Tengah telah menjatuhkan citra Islam karena sering melakukan peperangan, namun setelah menonton film kisah perjuangan umat muslim di Palestina tersebut Opie menjadi sadar dengan kenyataan yang terjadi.
Opie: “Kak Ocha, Kak Rani, minggu depan kita janjian lagi belajar Islam, ya?” Kak Rani: “Di mana, Pie?” Opie: “Di mana aja.” (h. 126)
Situasi terjadi di kampus Kak Rani yang terletak di daerah Depok. Dituturkan oleh Opie kepada Kak Ocha dan Kak Rani. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Opie ingin mengajak Kak Ocha dan Kak
103
Rani untuk janjian mengaji bersama lagi. Semenjak Opie banyak bergaul dengan Kak Ocha dan Kak Rani, Opie pelan-pelan mulai memahami ajaran agama Islam secara baik. Opie sering diajak untuk menghadiri kegiatan-kegiatan rohani oleh Kak Ocha dan Kak Rani hingga akhirnya Opie sadar dan semangat untuk belajar ilmu agama secara sungguhsungguh. 5.
Opie: “Opie diterima PMDK IPB. Opie udah nadzar.” Keluarga Eron: “Alhamdulillah. ” (h. 127)
Situasi terjadi di rumah Eron. Dituturkan oleh Opie kepada keluarga Eron. Tujuan tuturan tersebut, yaitu keluarga Eron sangat senang melihat perubahan Opie yang kini memakai jilbab. Opie sudah memantapkan hatinya untuk berjilbab karena dia diterima kuliah di IPB lewat jalur PMDK. Awalnya,
104
Opie tidak begitu peduli terhadap hal-hal keagamaan, namun berkat usaha Kak Ocha dan Kak Rani yang selalu menyadarkannya untuk menjadi muslim yang taat, akhirnya Opie berubah menjadi alim, dan bahkan sekarang Opie mantap untuk berjilbab. 6.
Eron: “Mia pakai jilbab!” Kak Ocha dan Kak Rani: “Hah? Mia rocker Ron? yang bener?” Eron: “Padahal kan dia baru tiga kali kemari! Belum sempat ngobrol soal agama sama Kak Ocha dan Kak Rani. Pakai jilbabnya baru kemarin. Tadinya iseng. Ternyata ia betulan pakai jilbab!” Kak Ocha dan Kak Rani: “Alhamdulillah. ” (h. 130)
Situasi terjadi di kamar Eron. Dituturkan oleh Eron kepada Kak Ocha dan Kak Rani. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Eron memberitahu Kak Ocha dan Kak Rani bahwa Mia sudah berubah dan memutuskan untuk memakai jilbab. Mendengar cerita Eron tersebut, Kak Ocha dan Kak Rani merasa sangat bahagia dan bersyukur karena mereka tahu bahwa sebelumnya Mia adalah orang yang sangat tomboy dan bahkan tidak senang
105
membicarakan perihal agama. Dapat dikatakan bahwa hidup Mia jauh dari agama, namun sekarang Mia sudah mendapat hidayah untuk memperbaiki diri dan memutuskan untuk berjilbab. 7.
Eron: “Kak Ocha! Kak Rani!” Ocha dan Rani: “Ya?” Eron: “Minggu depan Eron mau ngaji lagi!” Ocha dan Rani: “Alhamdulillah. Gitu dong!” (h. 131)
Situasi terjadi di kamar Eron. Dituturkan oleh Eron kepada Ocha dan Rani. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Eron memberitahu bahwa dia ingin ikut mengaji lagi minggu depan. Ocha dan Rani merasa bersyukur atas perubahan Eron. Eron adalah seorang mahasiswa IKJ yang hidupnya tidak begitu taat terhadap ajaran agama, meskipun kedua kakaknya sering sekali menasihatinya untuk berperilaku sesuai dengan ajaran agama, Eron tidak mempedulikan nasihat itu. Pelanpelan Eron mulai berusaha berubah
106
untuk lebih baik, namun suatu ketika Eron memantapkan hatinya untuk benar-benar bertaubat karena termotivasi oleh Mia. Berdasarkan temuan data yang telah disajikan dalam tabel instrumen, dapat diketahui bahwa dalam cerpen Rapsodi September terdapat 7 tuturan yang mematuhi maksim kesantunan berbahasa, dengan rincian sebagai berikut: maksim kebijaksanaan berjumlah 1 tuturan, maksim kedermawanan berjumlah 0 tuturan, maksim penghargaan berjumlah 1 tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 1 tuturan, maksim permufakatan berjumlah 1 tuturan, dan maksim kesimpatisan berjumlah 3 tuturan.
Tabel 4.4 Instrumen Penyajian Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Cerpen Rapsodi September Maksim Kesantunan Berbahasa No
Data
Konteks
1.
Opie: “Opie juga punya guru ngaji di rumah. Opie udah khatam Quran, sih! Nenek, Kakek, Papa, Mama, Tante, dan Om Opie semuanya haji, lho! Malah Kakek udah naik haji delapan kali!” Kak Ocha dan
Situasi terjadi di rumah Eron. Dituturkan oleh Opie kepada Kak Ocha dan Kak Rani. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Opie memberitahu Kak Ocha dan Kak Rani mengenai kondisi keluarganya. Opie adalah pacar Eron. Dia cerdas
M.Keb
M.Ked
M.Peng
M.Kes
M.Per
M.Sim
107
2.
Kak Rani: (Meringis. Tersenyum, terus mendengarkan). (h. 124)
dan berasal dari keluarga berada. Opie bercerita bahwa semua anggota keluarganya sudah menunaikan ibadah haji, bahkan kakeknya sudah melaksanakan haji delapan kali. Opie sangat pandai bercerita, namun sayang pengetahuan keagamaannya masih kurang sehingga tuturan Opie banyak yang kurang sesuai di hati Kak Ocha dan Kak Rani.
Kak Ocha: “Mia, memangnya memakai kalung sebanyak itu nggak berat?” Mia: “Nggak, gue kan artis! Rooon cepet, dong! Ntar kita ditinggal ama si Ediiii!” Kak Rani: “Mia nggak minat ngaji?” Mia: “Yang berbau-bau akhirat gitu jangan lo tanyain ama
Situasi terjadi siang hari di rumah Eron. Dituturkan oleh Kak Ocha dan Kak Rani kepada Mia. Saat pertama bertemu dengan Mia, Kak Ocha dan Kak Rani merasa sedikit aneh karena melihat penampilan Mia yang benar-benar tomboy seperti rocker. Sikap Mia juga sangat cuek terhadap orang lain dan tidak peduli
108
gue. Itu sih dua ribu tahun lagi lah. Lagian gue nggak punya waktu! Gue tuh artis. Harus tampil prima.” (h. 128)
dengan hal-hal yang berkaitan dengan agama. Oleh sebab itu, Kak Rani mencoba bertanya kepada Mia mengenai keinginannya untuk mengaji. Mendengar pertanyaan Kak Rani tersebut, Mia menjawab secara apa adanya sesuai dengan kehendak hatinya tanpa mempedulikan siapa yang sedang menjadi mitra tuturnya. Berdasarkan temuan data yang telah disajikan dalam tabel
instrumen, dapat diketahui bahwa dalam cerpen Rapsodi September terdapat 2 tuturan yang melanggar maksim kesantunan berbahasa. Pelanggaran tersebut hanya terdapat dalam maksim kesederhanaan.
b. Analisis Deskripsi Data 1) Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa Data 1 Tuturan data 1 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB). Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan antara Kak Ocha dan Eron dianggap memenuhi maksim kebijaksanaan karena Kak Ocha memberikan nasihat kepada Eron agar tidak berpacaran sebab tidak diajarkan dalam agama Islam. Selain itu,
109
Kak Ocha juga memperingatkan Eron bahwa tugasnya sekarang yang terpenting adalah belajar, bukan pacaran. Nasihat yang diberikan Kak Ocha kepada Eron tersebut semata-mata untuk kebaikan Eron agar tidak berbuat dosa dan fokus terhadap tugasnya, yaitu belajar. Kak Ocha tidak ingin jika kehidupan Eron banyak dihabiskan untuk berpacaran. Tuturan data 1 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Tuturan yang disampaikan oleh Kak Ocha menunjukkan bahwa Kak Ocha ingin memberikan keuntungan kepada Eron dengan cara memberi nasihat agar kehidupan Eron dapat lebih baik.
Data 2 Tuturan data 2 menganut maksim penghargaan (MPENG). Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Tuturan antara Eron dan Tini dianggap memenuhi maksim penghargaan karena Eron telah memberikan pujian kepada Tini dengan mengatakan Tini lebih cantik memakai jilbab. Kecantikan Tini itu telah membuat Eron pangling. Tuturan data 2 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Meskipun Eron
110
dan Tini memiliki hubungan yang akrab, namun tuturan Eron dapat dianggap santun karena Eron telah menghargai Tini dengan cara
memberikan
pujian
kepada
Tini
yang
mengubah
penampilannya menjadi berjilbab.
Data 3 Tuturan data 3 menganut maksim kesederhanaan (MKES). Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan hati
yang
menuntut
memaksimalkan
setiap
ketidakhormatan
peserta pada
pertuturan diri
sendiri
untuk dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan antara Opie dan Kak Rani dapat dikatakan santun karena Opie telah meminimalkan rasa hormat pada dirinya dengan mengakui ketidaktahuannya mengenai perjuangan umat Islam di Palestina yang membela agama Islam dari para tentara-tentara Israel. Opie juga merasa menyesal karena selama ini dia tidak pernah mendoakan saudara-saudara muslimnya yang sedang berjuang untuk membela Islam. Tuturan Opie yang mematuhi maksim kesederhanaan ditunjukkan padakutipan, “Opie bodoh, selama ini Opie nggak tahu apa-apa soal Islam dan umatnya. Opie di sini egois, bahkan tak pernah mendoakan mereka”. Tuturan data 3 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Hubungan jarak sosial antara Opie dan Kak Ocha memang cukup dekat, keduanya sering pergi bersama, namun meskipun begitu, tuturan Opie dapat dikatakan santun karena Opie telah meminimalkan rasa hormat pada dirinya sendiri ketika berbicara dengan Kak Rani.
111
Data 4 Tuturan data 4 menganut maksim permufakatan (MPER). Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur. Tuturan antara Opie, Kak Rani, dan Kak Ocha dapat dikatakan telah memenuhi maksim permufakatan karena mereka mampu menjalin rasa kecocokan saat bertutur. Hal itu dibuktikan ketika Opie mengajak janjian untuk mengaji lagi minggu depan, Kak Ocha dan Kak Rani menyetujui janji tersebut dengan senang hati. Tuturan data 4 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Meskipun jarak hubungan sosial antara Opie, Kak Rani, dan Kak Ocha cukup akrab, namun tuturan mereka tetap dapat dikatakan santun karena telah
mematuhi
maksim
permufakatan
dengan
saling
menyepakati perjanjian untuk mengaji bersama lagi.
Data 5 Tuturan data 5 menganut maksim kesimpatisan (MSIM). Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Opie dan keluarga Eron dikatakan mematuhi maksim kesimpatisan karena saat Opie memberitahu bahwa dirinya sudah mantap untuk berjilbab dan diterima PMDK di IPB, keluarga Eron menanggapi dengan sangat baik. Semua keluarga Eron ikut merasa senang dan
112
bersyukur dengan keputusan Opie untuk berjilbab dan diterima kuliah di IPB yang selama ini Opie impikan. Tuturan data 5 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Hubungan jarak sosial antara Opie dan keluarga Eron memang cukup dekat, namun tuturan yang terjalin diantara mereka tetap dapat dikatakan santun. Hal itu dapat terjadi karena antara Opie dan keluarga
Eron
sama-sama
memiliki
sikap
untuk
saling
menghargai dan menghormati satu sama lain. Opie santun kepada keluarga Eron karena dia memiliki sikap untuk menghormati orang yang lebih tua, sedangkan keluarga Eron dapat dikatakan santun karena memiliki sikap untuk menghargai dan menyayangi Opie dengan ikut merasa senang atas kebahagiaan yang sedang dirasakan oleh Opie.
Data 6 Tuturan data 6 menganut maksim kesimpatisan (MSIM). Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Eron, Kak Ocha, dan Kak Rani dianggap memenuhi maksim kesimpatisan karena ketika Eron menyampaikan kabar bahagia bahwa Mia telah memutuskan untuk berjilbab, Kak Ocha dan Kak Rani ikut merasa senang dan sangat bersyukur atas perubahan Mia itu. Kak Ocha dan Kak Rani tidak menyangka jika hidayah datang begitu cepat kepada Mia. Selama ini Kak Ocha dan Kak Rani berniat ingin berusaha mengubah sikap Mia yang sangat tomboy dan
113
tidak peduli terhadap agama, namun justru Mia sudah berubah begitu cepat sebelum Kak Ocha dan Rani mendekati Mia. Tuturan data 6 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Meskipun hubungan jarak sosial antara Eron, Kak Ocha, dan Kak Rani adalah hubungan antara kakak adik dan sangat akrab, namun tuturan mereka tetap dianggap santun karena tuturan mereka telah mematuhi maksim kesimpatisan. Hal itu dibuktikan ketika Eron bercerita mengenai perubahan Mia yang memantapkan hatinya untuk berjilbab, Kak Ocha dan Kak Rani merasa simpati dengan ikut merasa senang atas kabar tersebut.
Data 7 Tuturan data 7 menganut maksim kesimpatisan (MSIM). Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Eron, Kak Ocha, dan Kak Rani dianggap memenuhi maksim kesimpatisan karena ketika Eron mengutarakan keinginannya untuk ikut mengaji lagi minggu depan kepada Kak Ocha dan Kak Rani, mereka langsung merasa sangat bahagia mendengar keinginan Eron. Kak Ocha dan Kak Rani sangat bersyukur karena Eron sekarang telah berubah untuk lebih rajin beribadah dan belajar agama lebih sungguhsungguh. Tuturan data 7 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
114
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Meskipun hubungan jarak sosial antara Eron, Kak Ocha, dan Kak Rani adalah hubungan antara kakak adik dan sangat akrab, namun tuturan mereka tetap dianggap santun karena tuturan mereka telah mematuhi maksim kesimpatisan. Hal itu dibuktikan saat Eron mengutarakan keinginannya untuk ikut mengaji lagi, Kak Ocha dan Kak Rani langsung mengucap syukur dan sangat bahagia atas keinginan Eron tersebut.
2) Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa Data 1 Tuturan data 1 melanggar maksim kesederhanaan (MKES). Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan hati
yang
menuntut
memaksimalkan
setiap
ketidakhormatan
peserta pada
pertuturan diri
sendiri
untuk dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan yang disampaikan oleh Opie kepada Kak Ocha dan Kak Rani dianggap telah melanggar maksim kesederhanaan karena dalam tuturan itu Opie telah memberi penghargaan pada diri sendiri dengan cara bercerita kepada Kak Ocha dan Kak Rani bahwa dia mempunyai guru mengaji di rumah dan sudah khatam Quran. Selain itu, Opie juga mengungkapkan bahwa semua anggota keluarganya sudah menunaikan ibadah haji, bahkan kakeknya sudah haji delapan kali. Hal itu menunjukkan bahwa Opie membanggakan dirinya serta keluarganya kepada Kak Ocha dan Kak Rani, sehingga tuturan itu melanggar maksim kesederhanaan. Tuturan data 1 dianggap melanggar maksim kesederhanaan karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra
115
tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Hubungan jarak sosial yang terjalin antara Opie dengan Kak Ocha dan Kak Rani dapat dikatakan jauh karena pada saat tuturan itu berlangsung mereka baru saja berkenalan dan itu merupakan pertemuan pertama mereka. Tuturan Opie dianggap tidak santun jika diukur dengan skala jarak sosial karena Opie telah memberi penghargaan pada dirinya sendiri di depan Kak Ocha dan Kak Rani padahal mereka baru saja berkenalan. Biasanya ada kecenderungan semakin jauh hubungan jarak sosial seseorang maka tuturannya akan semakin santun, namun hal itu tidak terjadi pada tuturan data 1 oleh sebab itu, dianggap telah melanggar maksim kesantunan.
Data 2 Tuturan data 2 melanggar maksim kesederhanaan (MKES). Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan hati
yang
menuntut
memaksimalkan
setiap
ketidakhormatan
peserta pada
pertuturan diri
sendiri
untuk dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan Mia dianggap telah melanggar maksim kesederhanaan karena Mia telah memberi pujian kepada diri sendiri dengan menganggap bahwa dirinya adalah seorang artis. Selain itu, sikap Mia juga terlalu sombong ketika ditanya mengenai minatnya dalam mengaji, Mia menjawab bahwa dirinya tidak memiliki waktu untuk memikirkan soal agama. Hal itu disebabkan karena sikap Mia yang sangat cuek dan jika bertutur selalu apa adanya tanpa memperhatikan siapa yang menjadi mitra tuturnya. Tuturan data 2 dianggap melanggar maksim kesederhanaan karena
diukur
dengan
skala
kesantunan,
yaitu
skala
116
ketidaklangsungan yang merujuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Begitu yang terjadi pada tuturan yang disampaikan oleh Mia, ketika Kak Ocha dan Kak Rani bertanya kepada Mia, Mia menjawab pertanyaan tersebut tanpa basa-basi dan tanpa mempedulikan siapa yang sedang mengajak dia bicara. Mia telah membuat pujian terhadap dirinya sendiri serta berlaku sombong dengan berkata “lagian gue nggak punya waktu!” kepada Kak Ocha dan Kak Rani padahal mereka usianya lebih tua dari Mia dan mereka pun baru saling mengenal sehingga tidak seharusnya Mia bertutur seperti itu. Dalam tuturan Mia tersebut juga tidak menggambarkan adanya rasa untuk menghormati mitra tuturnya.
3. Cerpen Selagi Ada Kesempatan a. Temuan Data Tabel 4.5 Instrumen Penyajian Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Cerpen Selagi Ada Kesempatan No
Data
Konteks
1.
Bapak: “Dari dulu Bapak lebih suka kau sekolah di Aliyah, lulus itu terserah kaulah, meski Bapak lebih suka lihat kau kuliah di UIN. Paham agama lagi berbudi. Jadi ustazah seperti Mamak.” Mamak:
Situasi terjadi di rumah Vidi. Dituturkan oleh Bapak dan Mamak kepada Vidi. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Bapak dan Mamak ingin agar Vidi bersekolah di Aliyah agar pengetahuan agamanya lebih luas dan dapat berakhlak baik.
Maksim Kesantunan Berbahasa M.Keb
M.Ked
M.Peng
M.Kes
M.Per
M.Sim
117
2.
“Kalau perlu lebih lagi dari Mamak. Pigi ke Arab sana. Paling tidak, begitu pulang, Alquran sudah di luar kepala! Kesempatan ada, biaya kau punya!” (h. 176)
Kedua orangtua Vidi adalah seorang ustaz dan ustazah, mereka sangat menginginkan Vidi mau belajar agama lebih sunggungsungguh dan selalu taat menjalankan perintah agama. Selama ini sikap Vidi terlalu cuek terhadap ajaran agama, hal-hal yang berhubungan dengan agama dianggapnya kuno. Dia adalah anak tunggal oleh sebab itu, Bapak dan Mamaknya sangat berharap Vidi dapat belajar ilmu agama agar pengetahuan agamanya lebih luas dan memiliki akhlak yang baik.
Mudir Aliyah: “Kau akan mewakili madrasah dalam Musabaqah Tilawatil Quran tingkat SMA sekota Medan. Semua guru sepakat kau adalah yang terbaik yang kami punya.
Situasi terjadi di ruang guru. Dituturkan oleh Mudir Aliyah kepada Vidi. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Vidi dipilih mewakili sekolahnya untuk mengikuti lomba MTQ tingkat SMA sekota
118
3.
Selamat berlomba, Vidi!” Vidi: (Tersenyum cerah). (h. 179)
Medan. Sejak SD, Vidi sering menjuarai lomba MTQ, dia memang sangat pandai membaca Alquran, dia menguasai selukbeluk tilawah yang baik dan benar, suaranya pun sangat indah. Memang dari kecil Vidi sudah diajarkan mengaji Alquran oleh Bapak dan Mamaknya sehingga tidak heran jika Vidi memiliki kemampuan yang lebih dalam membaca Alquran.
Fatimah: “Alquran tak cuma untuk dilombakan seperti itu, tetapi untuk dipahami, dihayati, Vidi. Apalagi bagi anak madrasah seperti kita.” Vidi: (Vidi cemberut. Perkataan Fatimah mirip sekali dengan yang disampaikan Bapak dan Mamak).
Situasi terjadi di sekolah. Dituturkan oleh Fatimah kepada Vidi. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Fatimah menasihati Vidi bahwa Alquran bukan hanya untuk dilombakan akan tetapi, juga untuk dipahami dan diamalkan. Fatimah adalah teman sebangku Vidi di kelas, dia sangat alim dan peduli dengan Vidi. Fatimah
119
4.
Fatimah: “Kapan kamu berubah Vidi? Mencintai Islam dengan sepenuh hatimu. Mencintai Allah dan Rasul di atas segalanya? Masya Allah, Vidi, kamu bisa berbuat sangat banyak, lebih dari sekedar ikut MTQ.” (h. 179)
sering sekali memberi nasihat kepada Vidi jika melakukan kesalahan, namun Vidi justru membenci sikap Fatimah itu karena dianggap cerewet.
Vidi: “Benar, Fat! Tahun depan aku mau berubah! Mau pakai jilbab, nggak Cuma kalau sekolah! Kaffah!” Fatimah: “Alhamdulillah …” Vidi: “Doakan ya. Si Siregar pun sudah aku putusin. Aku mau konsentrasi sekolah dan mulai mendalami agama.” Fatimah: “Alhamdulillah … Maaf sekarang jam berapa Vidi?” (h. 184)
Situasi terjadi di rumah sakit. Dituturkan oleh Vidi kepada Fatimah. Semenjak Butet (sahabat Vidi) meninggal akibat pemerkosaan dan pembunuhan, Vidi menjadi sering murung dan sangat merindukan nasihat-nasihat dari Fatimah. Kebetulan sudah beberapa hari Fatimah sakit sehingga Vidi memutuskan untuk menjenguknya ke rumah sakit. Semenjak peristiwa kematian Butet itu pun Vidi jadi banyak merenung
120
untuk segera memperbaiki akhlaknya 5.
Vidi: “Cepat sembuh. Semoga Allah menyembuhkan mu. Amin.” (h. 185)
Situasi terjadi di rumah sakit. Dituturkan oleh Vidi kepada Fatimah. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Vidi mendoakan agar Fatimah dapat segera sembuh dari sakitnya. Vidi sangat merindukan sosok Fatimah yang selalu memberinya nasihat, meskipun awalnya Vidi sangat benci, namun setelah kematian Butet, Vidi mulai sadar bahwa dirinya membutuhkan nasihat dari Fatimah untuk dapat memperbaiki akhlaknya.
Berdasarkan temuan data yang telah disajikan dalam tabel instrumen, dapat diketahui bahwa dalam cerpen Selagi Ada Kesempatan terdapat 5 tuturan yang mematuhi maksim kesantunan berbahasa, dengan rincian sebagai berikut: maksim kebijaksanaan berjumlah 2 tuturan, maksim kedermawanan berjumlah 0 tuturan, maksim penghargaan berjumlah 1 tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 0 tuturan, maksim permufakatan berjumlah 0 tuturan, dan maksim kesimpatisan berjumlah 2 tuturan.
121
Tabel 4.6 Instrumen Penyajian Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa dalam Cerpen Selagi Ada Kesempatan No
Data
Maksim Kesantunan Berbahasa
Konteks M.Keb
1.
Vidi: “Urus saja dirimu sendiri, Fatimah!” Fatimah: “Astaghfirullah, bukan begitu, Vidi, aku… hanya sayang kamu. Aku ingin kamu menjadi wanita yang mengerti hakikat sebagai seorang muslimah. Harusnya…” Vidi: “Diam! Mulutmu macam mamakmamak saja!” (h. 178)
Situasi terjadi di sekolah. Dituturkan oleh Vidi kepada Fatimah. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Vidi membantah nasihat Fatimah karena menurut Vidi pemikiran Fatimah kuno seperti pemikiran orangtua. Fatimah, teman sebangku Vidi memang sangat alim dan pemahaman agamanya juga cukup luas, dia sering sekali memberi nasihat kepada Vidi, namun Vidi tidak mau mendengarkan. Hal itu disebabkan karena Vidi belum memiliki kesadaran untuk berjilbab dan untuk belajar agama sehingga ketika diberi nasihat Vidi
M.Ked
M.Peng
M.Kes
M.Per
M.Sim
122
selalu membantah. 2.
Vidi: “Urus saja dirimu sendiri, Fatimah!” Fatimah: “Astaghfirullah, bukan begitu, Vidi, aku… hanya sayang kamu. Aku ingin kamu menjadi wanita yang mengerti hakikat sebagai seorang muslimah. Harusnya…” Vidi: “Diam! Mulutmu macam mamakmamak saja!” (h. 178)
Situasi terjadi di sekolah. Dituturkan oleh Vidi kepada Fatimah. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Vidi membantah nasihat Fatimah karena menurut Vidi pemikiran Fatimah kuno seperti pemikiran orangtua. Fatimah, teman sebangku Vidi memang sangat alim dan pemahaman agamanya juga cukup luas, dia sering sekali memberi nasihat kepada Vidi, namun Vidi tidak mau mendengarkan. Hal itu disebabkan karena Vidi belum memiliki kesadaran untuk berjilbab dan untuk belajar agama sehingga ketika diberi nasihat Vidi selalu membantah.
3.
Vidi: “Biar gini-gini aku jago baca
Situasi terjadi di sekolah. Dituturkan oleh
123
Quran, kayak rocker siapa itu dulu… Ia rocker, tapi… weiss! Qoriah! Ha…ha…” (Ramli dan Butet nyengir. Ikut bangga. Apalagi ketika seminggu kemudian Vidi memenangkan MTQ tersebut! wuihh! ). (h. 179)
Vidi kepada teman-temannya. Tujuan tuturan tersebut, yaitu Vidi membanggakan kemampuannya di depan temantemannya karena dia pandai membaca Alquran dan mendapat juara MTQ mewakili sekolahnya. Sejak SD, Vidi sering menjuarai lomba MTQ, dia memang sangat pandai membaca Alquran, dia menguasai selukbeluk tilawah yang baik dan benar, suaranya pun sangat indah. Memang dari kecil Vidi sudah diajarkan mengaji Alquran oleh Bapak dan Mamaknya sehingga tidak heran jika Vidi memiliki kemampuan yang lebih dalam membaca Alquran. Berdasarkan temuan data yang telah disajikan dalam tabel
instrumen, dapat diketahui bahwa dalam cerpen Selagi Ada Kesempatan terdapat 3 tuturan yang melanggar maksim kesantunan berbahasa, dengan rincian sebagai berikut: maksim kebijaksanaan berjumlah 0
124
tuturan,
maksim
kedermawanan
berjumlah
0
tuturan,
maksim
penghargaan berjumlah 1 tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 1 tuturan, maksim permufakatan berjumlah 1 tuturan, dan maksim kesimpatisan berjumlah 0 tuturan. b. Analisis Deskripsi Data 1) Data Pematuhan Prinsip Kesantunan Berbahasa Data 1 Tuturan data 1 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB). Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan Bapak dan Mamak dapat dianggap memenuhi maksim kebijaksanaan karena pada tuturan tersebut, Bapak dan Mamak memberi nasihat kepada Vidi, anak tunggalnya agar Vidi bersekolah di Aliyah supaya paham agama dan berbudi. Bapak dan Mamak telah membuat keuntungan bagi Vidi dengan cara menyuruh Vidi bersekolah di Aliyah dengan harapan agar Vidi dapat memiliki pemahaman agama yang lebih baik dari orangtuanya yang berprofesi sebagai ustaz dan ustazah. Jika Vidi tidak bersekolah di Aliyah, mungkin pergaulannya akan lebih bebas, pengetahuan agamanya pun sedikit, bahkan sampai saat ini Vidi belum mau untuk berjilbab selain untuk ke sekolah. Tuturan data 1 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Tuturan Bapak dan Mamak telah membuat keuntungan bagi Vidi karena mereka memberi nasihat kepada Vidi untuk melanjutkan sekolah ke Aliyah dengan harapan Vidi dapat memiliki pemahaman agama yang baik dan berbudi.
125
Data 2 Tuturan data 2 menganut maksim penghargaan (MPENG). Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Tuturan antara Mudir Aliyah dengan Vidi dianggap santun karena dalam tuturan tersebut Mudir Aliyah telah memberikan penghargaan atau pujian kepada Vidi dengan bertutur, “Semua guru sepakat kau adalah yang terbaik yang kami punya. Selamat berlomba, Vidi!”. Vidi ditunjuk untuk mewakili sekolahnya mengikuti lomba MTQ tingkat SLTA sekota Medan. Semua guru di sekolah sepakat memilih Vidi karena dia memiliki kemampuan membaca Alquran yang sangat baik di antara siswa-siswa lainnya. Tuturan data 2 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala keotoritasan yang merujuk pada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dan mitra tutur maka tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi santun. Status sosial peserta tutur pada data 2 adalah status sosial antara guru dan siswa sehingga dalam bertutur mereka berusaha saling menjalin sikap menghormati dan menghargai satu sama lain. Dalam situasi tersebut, guru telah bersikap mengahargai Vidi dengan cara memberikan pujian atas potensi besar yang dimiliki Vidi dalam bidang membaca Alquran.
126
Data 3 Tuturan data 3 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB). Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan Fatimah dan Vidi dapat dikatakan memenuhi maksim kebijaksanaan karena Fatimah membuat keuntungan bagi Vidi dengan cara memberi nasihat agar Vidi tidak hanya pandai membaca Alquran akan tetapi juga dapat mengamalkannya, dengan begitu Fatimah yakin Vidi
dapat
berbuat
sangat
banyak,
lebih
dari
sekedar
memenangkan lomba MTQ. Tuturan data 3 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Fatimah telah membuat keuntungan untuk Vidi dengan cara memberi nasihat agar Vidi dapat mengamalkan Alquran sehingga dia dapat berbuat hal-hal bermanfaat yang sangat banyak, bukan hanya memenangkan lomba MTQ. Nasihat yang disampaikan Fatimah menunjukkan bahwa dia sangat peduli dengan Vidi agar Vidi dapat menjadi manusia yang lebih baik dan berguna lagi.
Data 4 Tuturan data 4 menganut maksim kesimpatisan (MSIM). Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Vidi dan Fatimah dianggap mematuhi maksim kesimpatisan karena pada tuturan tersebut Fatimah telah menunjukkan sikap simpati kepada Vidi yang memutuskan untuk berjilbab tahun depan. Selain itu, Vidi juga sudah memutuskan pacarnya, Vidi sadar bahwa agama
127
Islam tidak mengajarkan hambanya untuk berpacaran karena itu merupakan dosa. Semenjak kematian Butet, Vidi menyadari akan kesalahannya selama ini sehingga dia ingin mengubah sikapnya agar senantiasa berperilaku baik sesuai dengan ajaran agama. Fatimah sebagai teman sebangkunya di sekolah sangat senang mendengar keputusan Vidi yang ingin berubah lebih baik. Tuturan data 4 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Hubungan jarak sosial antara Vidi dan Fatimah memang cukup dekat karena keduanya merupakan teman sebangku di sekolah, Fatimah juga sering sekali memberi nasihat kepada Vidi jika Vidi melakukan kesalahan. Meskipun hubungan mereka dekat, namun tuturan mereka tetap dianggap santun karena mereka dapat saling menunjukkan sikap simpati, terlebih ketika Fatimah mendengar Vidi yang ingin berjilbab tahun depan dan dia sudah memutuskan pacarnya, Fatimah sangat senang dan bersyukur atas hal itu.
Data 5 Tuturan data 5 menganut maksim kesimpatisan (MSIM). Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Tuturan Vidi dianggap memenuhi maksim
kesimpatisan
karena
pada
tuturan
tersebut
dia
menunjukkan sikap simpati kepada Fatimah dengan cara mendoakan agar Fatimah dapat segera sembuh dari sakitnya. Vidi sudah sangat merindukan sosok Fatimah di sekolah karena
128
Vidi ingin selalu mendapat nasihat-nasihat baik yang biasanya Fatimah sampaikan ke Vidi. Tuturan data 5 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Hubungan jarak sosial antara Vidi dan Fatimah memang cukup dekat, namun tuturan yang disampaikan Vidi tetap dapat dianggap santun. Hal itu terjadi karena tuturan Vidi telah menunjukkan bahwa dia memiliki sikap simpati kepada temannya yang sedang dirawat di rumah sakit. Sikap simpati tersebut ditunjukkan oleh Vidi dengan cara mendoakan Fatimah agar dapat segera sembuh dari sakitnya.
2) Data Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa Data 1 Tuturan data 1 melanggar maksim permufakatan (MPER). Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur. Tuturan Vidi kepada Fatimah dianggap melanggar maksim permufakatan karena pada tuturan tersebut Vidi membantah nasihat Fatimah sehingga dalam tuturan itu mereka tidak dapat saling membina rasa kecocokan. Fatimah sangat peduli dengan hidup Vidi agar selalu berlaku baik sesuai dengan ajaran agama akan tetapi, Vidi tidak senang jika Fatimah mencampuri urusan kehidupannya. Ketidakcocokan pemikiran yang terjalin di antara keduanya telah membuat tuturan mereka menjadi tidak santun. Tuturan data 1 dianggap melanggar maksim permufakatan karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial
129
yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitu yang terjadi antara tuturan Vidi dan Fatimah, mereka memiliki hubungan jarak sosial yang cukup dekat karena Fatimah merupakan teman sebangku Vidi disekolah. Tuturan mereka dianggap telah melanggar kesantunan karena dalam tuturan itu mereka tidak dapat saling membina rasa kecocokan. Faktor hubungan kedekatan yang terjalin di antara mereka menjadi salah satu pemicu tuturan mereka menjadi tidak santun.
Data 2 Tuturan data 2 melanggar maksim penghargaan (MPENG). Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Tuturan yang disampaikan oleh Vidi dianggap melanggar maksim penghargaan karena pada tuturan tersebut Vidi telah merendahkan Fatimah sebagai mitra tuturnya dengan berkata “diam! Mulutmu macam mamak-mamak saja!”. Padahal situasi pada saat itu, Fatimah sedang menasihati Vidi karena Vidi telah berlaku salah, namun Vidi tidak senang jika Fatimah ikut campur soal kehidupannya. Sikap tidak senang tersebut yang akhirnya menjadi pemicu tuturan Vidi menjadi tidak santun karena telah merendahkan Fatimah. Tuturan data 2 dianggap melanggar maksim penghargaan karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial
130
yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Hubungan jarak sosial antara Vidi dan Fatimah cukup dekat karena Fatimah merupakan teman sebangku Vidi di sekolah. Kedekatan hubungan mereka itu menjadi pemicu tuturan yang Vidi sampaikan menjadi tidak santun. Dalam hal ini, Vidi telah merendahkan Fatimah karena merasa tidak senang Fatimah menasihatinya, menurut Vidi, Fatimah terlalu ikut mencampuri urusan hidup Vidi. Sikap merendahkan Fatimah tersebut yang membuat tuturan Vidi dianggap tidak santun.
Data 3 Tuturan data 3 melanggar maksim kesederhanaan (MKES). Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan hati
yang
menuntut
memaksimalkan
setiap
ketidakhormatan
peserta pada
pertuturan diri
sendiri
untuk dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan yang disampaikan Vidi dianggap melanggar maksim kesederhanaan karena pada tuturan tersebut Vidi telah memuji dirinya sendiri yang sangat pandai membaca Alquran. Vidi dipilih untuk mewakili sekolah mengikuti lomba MTQ tingkat SLTA sekota Medan. Pada kesempatan tersebut Vidi menang menjadi juara. Atas kemenangan itu Vidi menjadi pamer kepada temantemannya bahwa meskipun Vidi tidak begitu paham agama, namun dirinya sangat pandai membaca Alquran buktinya dia menang menjadi juara pada kesempatan lomba tersebut. Tuturan data 3 dianggap melanggar maksim kesederhanaan karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra
131
tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Hubungan jarak sosial antara Vidi dengan teman-teman di sekolahnya memang sangat akrab, bahkan mereka sering berlibur bersama. Kedekatan hubungan anatara Vidi dan teman-temannya tersebut yang memicu tuturan Vidi menjadi tidak santun. Tuturan yang tidak santun tersebut terjadi karena Vidi telah memuji dirinya sendiri yang sangat pandai membaca Alquran hingga akhirnya dia menang dalam lomba MTQ mewakili sekolahnya.
D. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Pragmatik yang disajikan sebagai bahan pengajaran bahasa lazim disebut fungsi komunikatif. Di dalam apa yang disebut fungsi komunikatif itu terdapat sejumlah tindak bahasa seperti, mengajukan pertanyaan, menawarkan usulan, menolak ajakan, dan menyatakan rasa senang.6 Beberapa fungsi komunikatif tersebut dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, salah satu pembelajarannya yaitu menulis cerpen. Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra sehingga di dalamnya terkandung cerita yang menggambarkan kehidupan manusia sehari-hari yang diterapkan melalui dialog antartokoh, dialog tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk fungsi komunikatif. Sesuai dengan kurikulum KTSP pada tingkat SMP kelas IX semester satu terdapat standar kompetensi menulis, yaitu mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam cerita pendek, dengan kompetensi dasar menulis cerita pendek berdasarkan peristiwa yang pernah dialami. Indikator pencapaian kompetensinya, yaitu siswa diharapkan mampu menulis cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah dialami dengan 6
Bambang Kuswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 23.
132
memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat. Implikasi penelitian ini dengan pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan materi menulis cerpen adalah dalam kegiatan pembelajaran, guru dapat menggunakan kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa sebagai contoh cerpen yang memperhatikan penggunaan bahasa yang santun. Pemberian contoh tersebut berguna sebagai pedoman siswa dalam menulis cerpen dengan memperhatikan pilihan kata yang santun sehingga dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan mengenai penelitian kesantunan berbahasa dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa maka diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Penggunaan kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan tergolong cukup tinggi. Hal itu dapat dilihat dari hasil perbandingan antara jumlah tuturan yang mematuhi maksim kesantunan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah tuturan yang melanggar maksim kesantunan berbahasa. Maksim kesantunan yang digunakan untuk menganalisis cerpen dalam penelitian ini menggunakan maksim berdasarkan teori Leech. Temuan data pematuhan maksim kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan berjumlah 37 tuturan, dengan rincian sebagai berikut: tuturan yang mematuhi maksim kebijaksanaan berjumlah 9 tuturan, maksim kedermawanan berjumlah 4 tuturan, maksim penghargaan berjumlah 5 tuturan,
maksim
kesederhanaan
berjumlah
5
tuturan,
maksim
permufakatan berjumlah 6 tuturan, dan maksim kesimpatisan berjumlah 8 tuturan, sedangkan temuan data pelanggaran maksim kesantunan seluruhnya berjumlah 11 tuturan, dengan rincian sebagai berikut: tuturan yang melanggar maksim kebijaksanaan berjumlah 1 tuturan, maksim penghargaan berjumlah 3 tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 3 tuturan dan maksim permufakatan berjumlah 4 tuturan.
2. Implikasi penelitian kesantunan berbahasa dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP dapat diterapkan di kelas IX
133
134
semester satu mengenai materi menulis cerpen, dengan kompetensi dasar menulis cerita pendek berdasarkan peristiwa yang pernah dialami. Indikator pencapaian kompetensinya, yaitu siswa diharapkan mampu menulis cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah dialami dengan memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat. Implikasi penelitian ini dengan pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan materi menulis cerpen adalah dalam kegiatan pembelajaran, guru dapat menggunakan kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa sebagai contoh cerpen yang memperhatikan penggunaan bahasa yang santun. Pemberian contoh tersebut berguna sebagai pedoman siswa dalam menulis cerpen dengan memperhatikan pilihan kata yang santun sehingga hal itu dapat membantu siswa dalam mewujudkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
B.
Saran Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan, peneliti akan
memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Untuk para guru hendaknya memberikan perhatian khusus terhadap pengajaran kesantunan berbahasa kepada siswa, hal itu diperlukan agar siswa dapat memiliki pribadi yang santun dalam kehidupan sehari-hari. 2. Buku kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa sangat sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam materi pembelajaran yang berkaitan dengan penggunaan bahasa yang santun. 3. Bagi peneliti yang akan mengkaji pembahasan yang sama dengan penelitian ini, diharapkan dalam penelitian selanjutnya dapat mengkaji teori-teori kesantunan secara lebih baik sehingga dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010. Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2012. Erowati, Rosida dan Ahmad Bahtiar. Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011. Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1992. Hanafi, Abdul Halim. Metodologi Penelitian Bahasa untuk Penelitian, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Diadit Media Press. 2011. Hindun. Pragmatik untuk Perguruan Tinggi. Depok: Nufa Citra Mandiri. 2012. Ihsan, Diemroh. Pragmatik, Analisis Wacana, dan Guru Bahasa. Palembang: Universitas Sriwijaya. 2011. Kushartanti, dkk.. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2009. Leech, Geoffery. The Principles of Pragmatics, diterjemahkan oleh M.D.D.Oka. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 2011. Lukiwibawa. Risalah Cinta dari Helvy Tiana Rosa. Jakarta: Harian Seputar Indonesia. 2005. Mahsun. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Rajawali Pers. 2011.
135
136
Moleong, Lexy J.. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011. Nadar, FX. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2013. Nurgiyanto, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2013. Parker, Frank dan Kathryn Riley. Linguistics for Non-Linguistists a Primer with Exercises. USA: Pearson Education. 2010. Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012. Purwo, Bambang Kuswanti. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius. 1990. Rahardi, Kunjana. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2006. Rahardi, Kunjana. Sosiopragmatik. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2009. Rampan, Korrie Layun. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Artikel Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin. 2000. Rosa, Helvy Tiana. Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali. Depok: AsmaNadia Publishing House. 2011. Sudaryanto. Metode Linguistik: Ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1992.
Verhaar, J.W.M.. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2012. WS, Hasanuddin dkk.. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Penerbit Titian Ilmu Bandung. 2009. Yule, George. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press. 1996.
UJI REFERENSI Nama
: Eka Hijriana Rosyidah
NIM
: 1112013000031
Fakultas
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi
: Kesantunan Berbahasa dalam Kumpulan Cerpen Ketilw Mas Gagah
Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Dosen Pembimbing
: Dr. Nuryani, M.A.
REFERENSI
NO.
1.
PARAF
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
i .~
I Jakarta: Rineka Cipta. 2010. Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. lv!enganalisis Piksi Sebuah
2.
I
Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010. I
3.
Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
I
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia: 4.
Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2012. Erowati, Rosida dan Ahmad Bahtiar. Sejarah Sastra Indonesia. 5. Jakarta: Universitas Islam Negri SyarifHidayatullah Jakarta. 2011.
6.
Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. Bahasa, Konteks, dan Teks:
I
Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta:
I
Gadjah Mada University Press. 1992. Hanafi,
7.
Abdul
Halim.
Metodologi
Penelitian
Bahasa
untuk
Hindun. Pragmatik untuk Perguruan Tinggi. Depok: Nufa Citra 8. Mandiri. 2012. 1
9. Palembang: Universitas Sriwijaya. 2011.
~
I
I
~ ~ ~
~ ~
Penelitian, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Diadit Media Press. 2011.
Ihsan, Diernroh. Pragmatik, Ana/isis Wacana, dan Guru Bahasa.
\
~
~
·-
Kushartanti, dkk .. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami 10.
Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 20.09.
{1'
Leech, Geoffery. The Principles of Pragmatics, diterjemahkan o1eh
~ ~
11. M.D.D.Oka. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 2011. Lukiwibawa. Risalah Cinta dari Helvy Tiana Rosa. Jakarta: Harian 12. Seputar Indonesia. 2005. ] 3.
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan
t
Tekniknya. Jakarta: Rajawali Pers. 2011.
~
Moleong, Lexy J .. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). 14.
0
~
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011. Nadar, FX. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha
15. 1
Ilmu. 2013.
t
~
I
I
I
Nurgiyanto, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah 16.
I
Mad a U ni versi ty Press. 2 0 13.
-
Parker, Frank dan Kathryn Riley. Linguistics for Non-Linguistists a I
17.
I
Primer with Exercises. USA: Pearson Education. 2010.
I
Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Y ogya
18.
Ilmu. 2012.
I
~
{
~----~--------------------------------------------------------------~----n------i
Purwo, Bambang Kuswanti. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa 19.
Menyibak Kurikulum 1984. Y ogyakarta: Kanisius. 1990. Rahardi,
20.
I
21.
Kunjana.
Pragmatik
Kesantunan
Imperatif Bahasa
Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2006.
I Rahardi, Kunjana. Sosiopragmatik. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2009. Rampan, Korrie Layun. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia.
22. Jakarta: Artikel Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin. 2000. Rosa, Helvy Tiana. Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali. Depok: 23. AsmaNadia Publishing House. 2011.
~
~ { ~
24.
Sudaryanto. Metode Linguistik: Ke Arah Memahami Metode
Linguistik. Y ogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1992.
:-----
Verhaar, J.W.M .. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah 25. Mada University Press. 2012. WS, Hasanuddin dkk.. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung:
~
~
26. Penerbit Titian Ilmu Bandung. 2009. 27.
Yule, George. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press. 1996.
q ~
Jakarta, 15 Desember 2016 Yang Menyatakan
DosenP~g
Dr. Nuryani, M.A. NIP. 198206282009122003
Lampiran 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )
Nama Sekolah
: ..............................
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas / Semester
: IX/1
Alokasi Waktu
: 4 X 40 Menit (2 Pertemuan)
Aspek Pembelajaran : Menulis
A. Standar Kompetensi 8. Mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam cerita pendek
B. Kompetensi Dasar 8.2 Menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami
C. Indikator Pencapaian Kompetensi -
Mendata tiga peristiwa yang pernah dialami
-
Menentukan alur cerita berdasarkan peristiwa yang pernah dialami
-
Menulis cerita pendek berdasarkan peristiwa yang pernah dialami dengan memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat
D. Tujuan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini siswa diharapkan mampu: -
Mendata tiga peristiwa yang pernah dialami
-
Menentukan alur cerita berdasarkan peristiwa yang pernah dialami
-
Menulis cerita pendek berdasarkan peristiwa yang pernah dialami dengan memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat
Karakter yang diharapkan:
Dapat dipercaya (trustworthines) Rasa hormat dan perhatian (respect) Tekun (diligence) Tanggung jawab (responsibility)
E. Materi Pembelajaran Menulis cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah dialami
F. Metode Pembelajaran -
Ceramah
-
Diskusi
-
Inkuiri
-
Penugasan
G. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Pertemuan ke-1 a. Kegiatan Awal -
Guru memberi salam, berdoa bersama, dan mengecek kehadiran siswa
-
Guru mengondisikan kesiapan kelas dan kesiapan siswa untuk memulai pembelajaran
-
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diajarkan
-
Guru bertanya kepada siswa mengenai peristiwa-peristiwa menarik yang pernah dialami
-
Guru bertanya kepada siswa mengenai pengalaman siswa dalam menulis cerpen
b. Kegiatan Inti Eksplorasi -
Guru menjelaskan materi pembelajaran mengenai menulis cerpen
-
Guru
meminta
siswa
untuk
menulis
cerpen
dengan
memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat -
Guru memberikan contoh cerpen kepada siswa (Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali)
Elaborasi -
Guru memfasilitasi siswa untuk membaca contoh cerpen (Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali)
-
Guru memfasilitasi siswa untuk mendiskusikan tentang penggunaan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat di dalam cerpen yang sudah dibaca
-
Guru dan siswa bersama-sama membahas penggunaan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat di dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali
Konfirmasi -
Guru memberikan umpan balik kepada siswa
-
Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan
-
Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui oleh siswa
c. Kegiatan Akhir -
Guru bersama-sama dengan siswa membuat rangkuman/simpulan pembelajaran
-
Guru melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram
-
Guru
merencanakan
kegiatan
tindak
lanjut
dengan
memberikan tugas sesuai dengan hasil belajar peserta didik
cara
2. Pertemuan ke-2 a. Kegiatan Awal -
Guru memberi salam, berdoa bersama, dan mengecek kehadiran siswa
-
Guru mengondisikan kesiapan kelas dan kesiapan siswa untuk memulai pembelajaran
-
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diajarkan
-
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk mengingat kembali hasil belajar pada pertemuan sebelumnya
b. Kegiatan Inti Eksplorasi -
Guru meminta siswa untuk membuat cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah dialami dengan memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat
-
Guru memfasilitasi siswa untuk mendata peristiwa-peristiwa menarik yang pernah dialami
-
Guru memfasilitasi siswa untuk memilih peristiwa yang paling mengesankan
Elaborasi -
Guru memfasilitasi siswa untuk merangkai peristiwa menjadi kerangka alur cerita
-
Guru memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kerangka alur cerita menjadi cerpen dengan memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat
Konfirmasi -
Guru memberikan umpan balik kepada siswa
-
Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan
-
Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui oleh siswa
c. Kegiatan Akhir -
Guru bersama-sama dengan siswa membuat rangkuman/simpulan pembelajaran
-
Guru melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram
-
Guru
merencanakan
kegiatan
tindak
lanjut
dengan
cara
memberikan tugas sesuai dengan hasil belajar peserta didik
H. Sumber Belajar -
Rosa, Helvy Tiana. Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali. Depok: AsmaNadia Publishing House. 2011.
-
Anindyarini, Atikah, dkk.
Bahasa Indonesia untuk Kelas IX. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
I. Penilaian Penilaian proses dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung Indikator Pencapaian Kompetensi
- Mendata tiga peristiwa yang pernah dialami - Menentukan alur cerita berdasarkan peristiwa yang pernah dialami - Menulis cerita pendek berdasarkan peristiwa yang pernah dialami dengan memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat
Teknik Penilaian Tes praktik/ kinerja
Penilaian Bentuk Instrumen Penilaian Uji petik Tulislah cerpen kerja berdasarkan peristiwa yang pernah kamu alami dengan langkah: datalah tiga peristiwa yang pernah kamu alami kemudian pilihlah satu peristiwa yang paling menarik, buatlah kerangka alur cerita berdasarkan peristiwa yang dipilih kemudian kembangkanlah menjadi cerpen dengan memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat!
Pedoman Penilaian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Deskripsi
1
Skor 2 3
4
Memilih tema yang menarik Menyusun kerangka alur dengan urutan yang logis Isi cerita yang ditulis sesuai dengan kerangka alur peristiwa yang disusun Struktur kalimat yang digunakan jelas dan mudah dipahami Menggunakan pilihan kata yang santun dalam menguraikan cerita Menggunakan diksi yang tepat dalam menguraikan cerita
Keterangan: -
Skor 1 = kurang
-
Skor 2 = sedang
-
Skor 3 = baik
-
Skor 4 = sangat baik
Jumlah skor maksimal: 24 Nilai =
Jakarta, 15 Desember 2016
Mengetahui, Kepala Sekolah SMP
Guru Mata Pelajaran
NIP.
NIP.
Lampiran 2
'
1
iUiii ·-----'!
No. Dokumen
KEMENTERIAN AGAMA UIN JAKARTA FITK
Tgl. Terbit No. Revisi : Hal
FORM (FR)
Jl, lr, H, Juanda No 95 Ciputatl5412 Indonesia
FITK-FR-AKD-081 1 Maret 2010 01 1/1
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI Jakarta, 29 Desember 2015
Nomor: Un.01/F.1/KM.01.3/2162/2015 Lamp.
Hal
: Bimbingan Skripsi
Kepada Y~h. Dr. Nuryani, MA. Pembimbing Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Assalamu 'alaikum wr. wb. Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi (materi/teknis) penulisan skripsi mahasi5wa:
pembimbing I/Il
Nama
: Eka Hijriana Rosyidah
NIM
: 1112013000031
Jurusan
: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Semester
: 7 (Tujuh)
Judul Skripsi
: Kesantunan Berbahasa dalam KUiopulan Cerpen Ketika Mas Gagah
Pergi
dan
Kembali
Karya
Helvy
Tiana
Rosa
dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP .
Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal I 0 Desember 2015 , abstraksiloutline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu. Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
Wassalamu 'alaikum wr. wb.
/,.~
.r
I\ ~ - .
\ '. -
\ Tcmbus::m: 1. Dekan FITK 2. :-.. tahas iS\\a ybs.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Eka Hijriana Rosyidah dilahirkan pada 11 Juni 1994 di Cilacap, Jawa Tengah. Anak pertama dari pasangan Muhamad Yahya dan Nikmah Prihati ini memulai pendidikannya di Taman Kanak-kanak Diponegoro. Selanjutnya pernah duduk di bangku Sekolah Dasar Negeri 01 Kalijaran, Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Maos, Sekolah Menengah Atas Khadijah Islamic School Jakarta, dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2012. Penulis memiliki cita-cita ingin menjadi seorang pendidik, karena menurutnya tugas pendidik merupakan tugas yang sangat mulia dan ilmunya dapat menjadi pahala yang selalu mengalir sepanjang hidup. Motto hidup penulis yaitu “Hargailah waktumu sebelum datang penyesalan dalam dirimu. Jangan menunda-nunda untuk melakukan suatu pekerjaan karena manusia tidak pernah tahu apakah hari esok masih ada kesempatan”.