EFISIENSI TEKNIS PENGGUNAAN BAHAN POLYURETHANE SEBAGAI INSULASI PALKA KAPAL IKAN
WILMA AMIRUDDIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa desertasi yang berjudul Efisiensi Penggunaan Bahan Polyurethane sebagai Insulasi Palka Kapal Ikan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi atau lembaga mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir desertasi ini.
Bogor , 26 Januari 2012
Wilma Amiruddin NRP C461060081
ABSTRACT WILMA AMIRUDDIN, 2012. Applying Of Insulated Polyurethane At Fish Hold Of Fishing Boats. Under direction of BUDHI HASCARYO ISKANDAR, BAMBANG MURDIYANTO, and MULYONO S. BASKORO. The use of polyurethane insulation in fish hold o fishing boats will provide a good ability in preserving the fish that saved if the use of insulation meets the technical criteria. One of the technical criteria is the density of the insulation material (ρ). Object observation in this study are two traditional fishing boats located in the UD. Karyamina Putra shipyard in Batang, Central Java Province. The observations show for two ships with a total of 20 hatch, there is a 70% hatch space that has insulation in accordance with criteria or standards of good quality insulation. Average density of insulation calculation results showed ρ = 30.92 kg/m3. There are several factors that influence the rate of heat penetration (q), among others, the value of thermal conductivity material (k) and an insulated storages or containers surface area (A). The results of the analysis show that the effective density of the polyurethane in the range ρ = 30-35 kg / m 3 with an efficiency η = ± 0.7 and correction factors fk = ± 0.89. While the value of the surface area A is a function of the shape of storages. Changes in the shape of storages efficiency is expressed as a percentage change in shape of a cube-shaped space into a space beam. Using a process of iteration the size of storages, fb values obtained as a correction factor to the surface area A. For a rectangular storage with three different sides, the value of fb max = 1.167 for iterations to 100, while for a rectangular storages with two sides of equal value for fb max = 1.417 iterations to 50. The fb value influence on the heat rate q. Based on the both of correction factor is obtained heat rate corrected value q '= q x fk x fb. The shape and size of fish hold can provide an important role in the approximate for preliminary design. The benefits of this approximate is the thermal efficiency of the cooling process can be estimated in the range of values according to technical criteria comparison of the main dimension of the ship. Key words: efficiency, polyurethane insulation, density, shape of storages
RINGKASAN WILMA AMIRUDDIN, 2011. Efisiensi Teknis Penggunaan Bahan Polyurethane Sebagai Insulasi Palka Kapal Ikan. Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR, BAMBANG MURDIYANTO, dan MULYONO S. BASKORO. Penggunaan material insulasi polyurethane dan pada palka kapal ikan tradisional Kab. Batang kurang efesien. Hal tersebut berpengaruh pada mutu ikan dan biaya operasional. Penggunaan material insulasi polyurethane oleh nelayan pengrajin kapal yang tidak terukur pada standar tertentu, maka penting untuk diketahui seberapa efektif dan efisien penggunaan material tersebut. Selain penggunaan material insulasi tersebut, penentuan bentuk ruang palka dengan banyak ruang dan sekat berdampak pada rasio cubic number atau rasio perbandingan ukuran panjang palka terhadap panjang seluruh dari kapal, relativ cukup besar. Hal ini akan menimbulkan biaya investasi yang cukup besar, karena biaya pembuatan kapal secara signifikan tergantung pada ukuran panjang kapalnya. Penelitian ini bertujuan : 1) menentukan efisiensi penggunaan material insulasi polyurethane karena perubahan densitas dan efisiensi luas permukaan karena perubahan bentuk ruang dari peti atau palka, 2) melihat pengaruh efisiensi yang dimaksud terhadap metode pendekatan dalam prencanaan awal kapal. Metodologi yang digunakan dalam penelitian tentang efisiensi insulasi karena perubahan densitas, dilaksanakan dengan menguji perubahan nilai laju panas (Δq) sebagai akibat perubahan densitas material (Δρ) dan menetapkan faktor koreksinya akibat perubahan tersebut (fk). Densitas terukur yang ditinjau ρ = 30, 35, 40, 45, 50 kg/m3. Uji signifikansi RAL Faktorial dilakukan dengan menggunakan SPSS 15. Sebagai pembanding analisis hasil pengukuran dari laboratorium, analisis serupa dapat dilakukan dengan cara komputasi dinamika fluida, menggunakan program CFD LISA 76. Efisiensi karena perubahan bentuk (fb) dapat ditentukan melalui iterasi numerik dari matrik dasar ukuran ruang kubus (1 x 1 x 1) : a(n+1) x a x X = 1, dan X = 1/a2(n+1), di mana : a = 1, dan n = 0,01, 0,02, 0,03, ...... n max = 1. Iterasi dilakukan dengan bantuan spreedsheet exel 2003. Hasil iterasi digunakan untuk membentuk persamaan yang berhubungan dengan parameter luas permukaan (A), volume (V) dan jumlah massa (M) larutan polyurethane. Perubahan efisiensi termal akibat perubahan bentuk ruang palka dipertimbangkan dalam penentuan ukuran utama kapal. Hubungan parameter desain yang di analisis : karakteristik muatan, perbandingan ukuran utama palka dan kapal, model estimasi rasio cubic number (CUNO). Hubungan parameter tersebut akan diproses untuk mendapatkan suatu model pendekatan baru dalam prencanaan awal kapal. Proses analisis akan dibantu dengan menggunakan program DELFSHIP. Hasil observasi tahun 2009 di Kabupaten Batang Propinsi Jawa Tengah untuk dua kapal dengan total 20 lobang palka, menunjukkan nilai densitas berkisar ρ = 28 – 35 kg/m3. Nilai densitas ini menunjukkan pada beberapa kondisi lebih besar dari pada nilai densitas hasil pengukuran pada tahun sebelumnya, dan telah memenuhi syarat untuk standar kualitas insulasi yang baik. Terdapat beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap laju penetrasi panas (q), antara lain nilai konduktivitas termal bahan (k) dan luas permukaan ruang yang diinsulasi (A). Terkait dengan nilai k, efisiensi penggunaan insulasi polyurethane dapat dinyatakan sebagai perbandingan nilai setelah terjadi perubahan nilai q akibat perubahan nilai densitasnya. Hasil pengujian menunjukkan perbandingan antara kenaikan laju panas terhadap kenaikan densitas, tidak signifikan. Densitas material yang relatif efektif adalah ρ = 30 – 35 kg/m3 dengan efisiensi η = ± 0,7 dan faktor koreksi fk = ± 0,89. Sedangkan nilai luas permukaan A merupakan fungsi dari bentuk ruang. Efisiensi perubahan bentuk ruang dinyatakan sebagai prosentase perubahan bentuk dari ruang berbentuk kubus menjadi bentuk balok. Melalui proses iterasi ukuran kotak atau ruang diperoleh nilai fb sebagai faktor koreksi dengan ukuran matrik ruangnya. Untuk kotak persegi panjang dengan tiga sisi berbeda, nilai fb max = 1.167 untuk iterasi ke 100, sedangkan untuk kotak persegi panjang dengan dua sisi sama nilai fb max = 1.417 untuk iterasi ke 50. Nilai fb palka terkait dengan dimensi utama kapal berada pada kisaran B/H = 1,6 1,8. Nilai fb yang kecil menyatakan nilai laju panas q yang lebih kecil, ini berlaku untuk nilai B/H = 1,6 dengan fb = 1,075. Nilai fb tersebut harus dikoreksi dengan koefisien midship (Cm) untuk kriteria kapal ikan. Koreksi ini perlu dilakukan karena umumnya secara geometris badan kapal memiliki bentuk lengkung di bagian bawah atau bagian yang berada di bawah garis air. Berdasarkan kedua faktor koreksi tersebut diperoleh nilai laju panas terkoreksi q’= q x fk x fb. Bentuk dan ukuran palka ikan dapat memberikan peran penting dalam pendekatan awal perencanaan kapal.. Manfaat dari pendekatan ini adalah efisiensi termal dari proses pendinginan dapat diperkirakan pada rentang nilai yang ditetapkan oleh kriteria teknis perbandingan ukuran utama kapal. Kata-kata Kunci : insulasi polyurethane, efisiensi, palka kapal ikan
© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
EFISIENSI TEKNIS PENGGUNAAN BAHAN POLYURETHANE SEBAGAI INSULASI PALKA KAPAL IKAN
WILMA AMIRUDDIN
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si 2. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Sc Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Bustami Mahyudin, M.M 2. Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc
LEMBAR PENGESAHAN Judul Desertasi
: Efisiensi Teknis Penggunaan Bahan Polyurethane Sebagai Insulasi Palka Kapal Ikan
Nama Mahasiswa
: Wilma Amiruddin
NRP
: C461060081
Program Studi
: Teknologi Kelautan (TKL)
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si Ketua
Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc Anggota
Prof. Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc
Dr. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 26 Januari 2012
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jombang Jawa Timur pada Tanggal 8 Mei 1968 dari orang tua bernama Baharuddin DS.SH dan Maimunah, MS. Penulis adalah putra pertama dari enam bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Perkapalan Universitas Pattimura Ambon dan lulus tahun 1996. Sebelum lulus, pada tahun 1995 penulis telah aktif bekerja di konsultan perencanaan kapal CV. Bahari Konstuksi hingga Tahun 1997. Pada tahun yang sama, penulis memutuskan untuk pindah dan bekerja pada PT. Korando Intermarine Engineering Batam, sebuah perusahaan berasal dari Korea yang bergerak dalam bidang konstruksi. Pada tahun 1998, penulis mencoba meniti karir di dunia pendidikan dengan mendaftar sebagai tenaga dosen pada Universitas Diponegoro Semarang. Atas berkah dan karunia Allah SWT, penulis tetap konsisten bekerja di lembaga pendidikan tersebut hingga sekarang. Pada tahun 2001 penulis bermaksud menambah wawasan pengetahuan dengan mengikuti pendidikan pada Program Magister Teknologi Kelautan pada Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) dan menyelesaikannya pada tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis mendapat kesempatan lagi untuk memperluas cakrawala keilmuan dengan menempuh studi lanjut jenjang doktoral pada Sekolah Pascasarjana IPB.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan desertasi dengan judul “ Efisiensi Teknis Penggunaan Bahan Insulasi Polyurethane sebagai Insulasi Palka Kapal Ikan” ini dengan baik. Polyurethane adalah material insulasi yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan material insulasi yang lain. Namun demikian, penerapan material insulasi tersebut oleh pengerajin kapal tradisional menunjukkan perlakuan dan hasil yang kurang efisien. Terhadap masalah tersebut, penulis mencoba melakukan suatu kajian guna mendapatkan pemecahan dan menuangkannya dalam bentuk disertasi. Pada jenjang terakhir penyelesaian desertasi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si, Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc, atas kesediaanya membimbing penulis. Penulis sampaikan terima kasih pula kepada Bapak Dr. Ir.Mohammad Imron, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Sc, selaku penguji pada ujian tertutup, serta Bapak Dr. Ir. Bustami Mahyudin, M.M dan Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc, selaku penguji pada ujian terbuka, yang telah memberikan masukan demi penyempurnaan desertasi ini. Atas bantuan dan dukungan terhadap pelaksanaan studi, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada : F. Teknik UNDIP, Lab. PSP UNDIP, dan secara khusus Indradi Setiyanto, S.St M.Si. Penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada Orang Tua dan segenap keluarga atas dukungan dan doanya. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsih dan tidak sempat disebut satu per satu. Penulis menyadari bahwa penulisan desertasi ini masih memiliki banyak kekurangan, sehingga
kritik
dan
saran
yang
membangun
penulis
harapkan
demi
penyempurnaan desertasi ini. Harapan penulis semoga desertasi ini dapat memberi manfaat.
Bogor, Januari 2012 Wilma Amiruddin
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL………………………………………………..…………
xiii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………..……...
xiv
DAFTAR ISTILAH .....................................................................................
xv
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………...…….. 1.2 Perumusan Masalah ……………………..………………...……….. 1.3 Kerangka Pemikiran ..................…………………………..………. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 1.5 Batasan Penelitian …………..…………...…………………………
1 8 8 10 11
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Efisiensi…………………...………………………………. 2.2 Bahan Insulasi…………………..………………………………….. 2.3 Beban Penerimaan panas……….…………………………...……… 2.4 Jumlah Kebutuhan Es ...……………………………………........… 2.5 Panas Laten Es………………………………………………...……. 2.6 Hubungan Densitas Dengan Ketebalan………………………...…… 2.6.1 Densitas insulasi polyurethane……………………..………... 2.6.2 Ketebalan insulasi optimum…………………………..……... 2.7 Telaah Hasil Penelitian 2.7.1 Ukuran palka ikan dan jumlah larutan PUR ..……………...… 2.7.2 Konduktivitas termal busa polyurethane ………………...…… 2.7.3 Optimasi ketebalan insulasi (polystyrene) .……………...…… 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Tahapan Penelitian ...................………………………… 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .....................……………….....…..... 3.3 Jenis dan Sumber Data ..…………………………………...………. 3.4 Teknik Pengambilan Sampel ..…………………………………...… 3.5 Metode Analisis ...................……………………………….…...…. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil observasi penerapan insulasi palka ....……………........ 4.1.2 Hasil pengukuran laboratorium kecepatan pencairan es .......... 4.1.3 Uji signifikansi pengaruh densitas material ........……......….. 4.1.4 Hasil perhitungan laju panas dengan CFD LISA 76..….......... 4.1.5 Efisiensi penggunaan material polyurethane .......................... 4.1.6 Hasil iterasi numerik geometri ruang ...................................... 4.2 Pembahasan 4.2.1 Proses pembuatan insulasi ...........……………………….…..... 4.2.2 Evaluasi nilai densitas polyurethane ........................................ 4.2.3 Hambatan dalam aplikasi teknologi di lapangan ....................... 4.2.4 Pengaruh densitas terhadap laju panas (q) ................................
13 13 15 16 16 16 17 17 18 19 20 22 23 23 23 25 28 29 30 31 31 34 35 36 38 40 42
4.2.5 Pengaruh faktor bentuk terhadap laju panas (q) ........................ 4.2.6 Aplikasi faktor bentuk dalam rumus ......................................... 4.2.7 Kontribusi nilai faktor koreksi (fk) dan faktor bentuk (fb) ...... 4.2.8 Perbandingan daya simpan ruang muat …………………….... 4.2.9 Pengaruh efisiensi palka terhadap perencanaan awal kapal ..... 4.2.10 Tinjauan termodinamika ……………………………………. 4.2.11 Tinjauan desain kapal .............................................................
45 47 48 49 52 55 57
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 5.2 Saran .................................................................................................
60 61
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman 1 Beberapa sifat yang diinginkan dimiliki oleh insulasi ..…….............
13
2 Nilai densitas dan konduktivitas termal insulasi polyurethane pada suhu 20 – 25 oC ......................……….................................................
17
3 Data hasil pengukuran kapal ikan ........................................................
18
4 Rangkuman data eksperimen untuk ke enam sampel pada temperatur 286 K ....................................................................................................
19
5 Kebutuhan data, jenis data, dan sumber data .......................................
23
6 Perhitungan densitas insulasi polyurethane pada Kapal 1 ....................
29
7 Perhitungan densitas insulasi polyurethane pada Kapal 2 ....................
29
8 Rata-rata jumlah es mencair dalam kotak berinsulasi polyurethane dengan densitas material berbeda.... ....................................................
31
9 Kecepatan pencairan es (q kkal/jam) ....................................................
31
10 Hasil perhitungan numerik laju panas dengan CFD LISA 76 .............
32
11 Perbandingan hasil pengujian kecepatan penetrasi panas (q) .............
33
12 Efisiensi laju panas q, PU pada ρ = 30 – 35 kg/m .............................
35
13 Contoh perhitungan tentang daya simpan palka terkait dengan volume /luas permukaan ruang palka .............................................................
40
14 Pengukuran sifat busa polyurethane berdasarkan kecepatan pengadukan yang berbeda .................................................................
43
15 Perbandingan daya tahan panas pada peti kayu dan peti polyurethane
52
16 Perbandingan daya tahan panas pada palka kayu dan palka Polyurethane .......................................................................................
52
17 Koefisien bentuk kapal ikan ................................................................
54
18 Contoh konsep penetuan ukuran kapal melalui pendekatan prosentase panjang kapal (Lfh/Lshp) ....................................................................
55
19 Daftar karakteristik kapal ikan ............................................................
57
3
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Penampang melintang struktur spesimen ….…...………......................
2
2 Konstruksi palka ikan dengan banyak sekat yang membagi ruangruang palka bervolume relativ kecil ....................................................
3
3
Klasifikasi material insulasi dan perkembangannya ......................….
5
4
Bagan alir kerangka pemikiran. ......................................................….
10
5
Perbandingan ketebalan dari beberapa tipe insulasi untuk gudang dingin dan gudang beku yang beroperasi dilinngkungan temperatur udara rata-rata 20oC, 30oC dan 40oC ....................................................
18
Bagan alir tahapan penelitian ..............................................................
22
6
7 Pengujian di Laboratorium kecepatan pencairan es di dalam kotak dengan dinding insulasi polyurethane yang memiliki kerapatan material yang berbeda .........................................................................
24
8 Kecepatan penetrasi panas q dari hasil pengukuran dan analisis CFD LISA 76 ................................................................................................
32
9
Tampilan hasil post processor Pengukuran q untuk Densitas Insulasi polyurethane : a) ρ = 30 kg/m3, b) ρ = 35 kg/m3 ..................................
34
10 Perubahan bentuk kotak kubus ke kotak persegi panjang dengan volume tetap ........………………..............................…………….…
36
11 Busa polyurethane keluar dari celah-celah dinding karena adanya tekanan saat proses pengembangan .....................................................
37
12 Palka ikan berinsulasi ..........................................................................
39
13 Gambar (c) dan (d) menunjukkan perbedaan body plan dari ke dua bentuk kapal yang dimaksud karena perbedaan B/D............................
53
DAFTAR ISTILAH Computational fluid dynamic (CFD) :
Perhitungan persoalan dinamika fluida dengan cara komputasi komputer.
Cubic number (CUNO)
:
Satuan yang digunakan untuk memperkirakan kebutuhan ruang muat untuk suatu jenis muatan.
Coeficient Midship (Cm)
:
Data boundary conditions
:
Satuan yang menyatakan perbandingan antara luas penampang tengah kapal terhadap luas perseginya [Cm = Am / (B x D)]. Data berupa nilai batas yang dibutuhkan untuk keperluan iterasi.
Data initial conditions
:
Data awal yang dibutuhkan untuk keperluan iterasi.
Densitas
:
Rapat massa atau kerapatan material, adalah satuan yang menyatakan perbandingan antara massa atau berat benda terhadap volumenya.
Insulasi
:
Material pelapis dinding ruangan yang berfungsi menjaga perbedaan temperatur ruang di mana ruangan mendapatkan perlakuan pengkodisian suhu.
Konduktivitas termal
: Kemampuan suatu bahan atau material dalam merambatkan panas.
Polyurethane
:
Busa polimer yang terdiri atas larutan polyol dan isocyanurate. Larutan ini akan mengembang berbentuk busa setelah mengalami proses pencampuran, pengadukan dan penuangan ke dalam cetakan dinding insulasi. Busa akan mengeras beberapa saat setelah proses pengembangan berhenti.
Stowage Rate
:
Faktor muat yang besarnya tergantung dari jenis muatannya.
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada pengoperasian kapal ikan sebagai sarana untuk menangkap ikan, kondisi kapal yang dikehendaki tidak hanya semata-mata layak dalam sisi keselamatan kapal saat beroperasi, tetapi sistem pemuatan oleh kapal harus dapat menjamin tentang kebutuhan sistem penyimpanan yang baik bagi muatan yang diangkut. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan desain konstruksi palka kapal ikan tradisonal. Pertama tentang penggunaan insulasi palkanya berkaitan dengan sistem pendinginan atau pembekuan ikan, dan kedua berkaitan dengan penggunaan atau tata ruang dari palka yang berpengaruh terhadap rasio volume palka dengan displasemen kapalnya. Kedua faktor tersebut berkaitan dengan efisiensi dan karakteristik bentuk kapal secara umum. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga agar ikan tetap dalam kondisi segar, adalah pengawetan dengan sistem pendinginan. Sistem pendinginan pada palka kapal ikan tradisional umumnya dilakukan dengan mengunakan es atau air yang didinginkan tanpa menggunakan mesin refrigerasi. Pada sistem pendinginan tersebut, lama penyimpanan dalam palka akan ditentukan antara lain oleh kualitas insulasinya. Pada kenyataannya diperoleh fakta bahwa penggunaan insulasi polyurethane oleh nelayan tidak efektif. Hal ini terindikasi dari es yang relatif cepat mencair dalam palka. Kemampuan insulasi yang kurang baik dalam menahan penetrasi panas dari luar, antara lain disebabkan karena rapat massa (densitas, ρ) dari material dinding insulasinya berada dibawah standar yang ditetapkan. Menurut Dellino (1997), insulasi yang baik harus memiliki kerapatan material ρ > 30 kg/m3. Menurut Setiyanto (2004), dalam penelitiannya tentang Studi Pembuatan Palka Ikan Berinsulasi Polyurethane, menunjukkan bahwa seluruh sampel insulasi polyurethane yang diambil memiliki nilai di bawah standar, yaitu rata-rata ρ = 28,2 kg/m3. Berdasarkan hasil penelitian Setiyanto (2004),
beberapa kapal yang
berlabuh di TPI di Daerah Pekalongan, ikan dalam palka mengalami proses rigor mortis dalam 10 hari dari 20 hari operasi yang direncanakan. Untuk mengatasi hal tersebut dalam praktek di lapangan, oleh sebagian kecil pengrajin kapal tradisional dilakukan upaya proses pemadatan materi polyurethane sebagai bahan isolasi
1
dengan cara menekan sedemikian rupa busa polyurethane saat proses pengembangan sedang berlangsung. Perlakuan tersebut tidak terukur pada standar tertentu, demikian pula terhadap daya simpannya. Perbedaan
nilai
kerapatan
material
polyurethane
untuk
insulasi
polyurethane, antara yang memenuhi standart dengan yang berada di bawah standar dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan perbedaan secara visual penampang struktur spesimennya. Perbedaan kerapatan tersebut menyebabkan perbedaan pada nilai konduktivitas termalnya (sifat isolator). Material insulasi dengan nilai densitas yang tinggi akan memiliki sifat isolator yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena kandungan gas clorofluoromethane pada struktur material lebih bersifat isolator dibandingkan dengan media udara, namun pemadatan material polyurethane secara tidak terukur oleh nelayan juga berakibat pemborosan. Persoalan penyimpanan komoditi ikan yang tidak efisen tersebut menjadi sangat penting artinya, mengingat jumlah pengguna kapal-kapal di bawah 30 GT yang akan menggunakan teknologi serupa, jumlahnya cukup besar. Berdasarkan data terolah SPTI (2008), jumlah kapal tersebut mencapai 80 % dari jumlah total kapal yang ada di Indonesia. Dengan demikian untuk mencari solusi yang tepat atas persoalan di atas menjadi sangat penting, baik untuk peningkatan pendapatan nelayan secara khusus maupun pendapatan daerah secara umum.
(a) PUR 40 kg/m3
(b) PUR 25 kg/m3
Gambar 1 Penampang melintang struktur spesimen dengan densitas berbeda. Hasil survey pada galangan rakyat UD. Karyamina Putra menunjukkan fakta bahwa pada umumnya konstruksi palka pada kapal ikan dibuat sekat-sekat yang membagi ruang palka menjadi ruang-ruang bervolume kecil. Untuk kapalkapal berukuran ± 30 GT, ruang palka umumnya dibagi menjadi 10 ruang secara
2
simetris pada arah diametral kapal, atau terbagi menjadi 5 bagian pada sisi arah memanjang kapal dengan sekat pembagi pada bagian tengahnya. Tampilan konstruksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Data kapal secara lengkap disampaikan pada bab 4. Data serupa ditunjukkan oleh Setiyanto (2004).
Gambar 2 Konstruksi palka ikan dengan banyak sekat. 1.1.1 Sistem pengawetan produk perikanan Usaha mempertahankan mutu ikan agar ikan tetap layak dikonsumsi dapat dilakukan melalui beberapa cara pengawetan dan pengolahan, tergantung pada kebutuhan konsumen dan keadaan pelaku industri perikanan. Berdasarkan cara pengawetan dan pengolahan yang beragam ini, ikan akan memiliki cita rasa dan pangsa pasar tersendiri, misalnya ikan segar, ikan asin, ikan hasil asapan, ikan sarden dan sebagainya. Cara pengawetan atau pengolahan ikan tersebut dapat berupa proses-proses : pendinginan (chilling), pembekuan (freezing), pengalengan (canning), penggaraman (salting), pengeringan (drying)), pengasaman (pickling atau marinading), pengasapan (smoking), olahan khusus dan olahan samping (Murniyati 2000). Pada umumnya konsumen produk perikanan menginginkan ikan yang akan dikonsumsinya berada dalam kondisi segar (mutu terbaik). Kondisi tersebut adalah kondisi di mana ikan dapat diterima dengan nilai jual yang baik oleh pasar. Untuk memenuhi kondisi tersebut maka perlakuan terhadap ikan saat ditangkap, penanganan di kapal hingga sampai ke konsumen atau tempat pengolahan
3
terakhir, harus diperhatikan. Salah satu perlakuan yang wajib diterapkan untuk menjaga mutu ikan tersebut adalah penerapan sistem rantai dingin (cold chain system). Penerapan sistem rantai dingin di sini adalah suatu upaya menjaga suhu tubuh ikan selama dalam proses transportasi tersebut agar selalu dalam keadaan dingin atau diselimuti oleh es. Selama proses pendinginan ini, perkembangbiakan bakteri pembusuk dapat ditekan sehingga mutu ikan tetap dalam keadaan baik. Penerapan sistem rantai dingin ini dikenal sebagai sistem pengawetan dengan cara refrigerasi. Sistem pengawetan ini mencakup sistem refrigerasi dengan pendinginan dan sistem refrigerasi melalui proses pembekuan. Sistem pengawetan tersebut disampaikan pada Lampiran 1dan 2. Teknik refrigerasi yang umum digunakan oleh kapal-kapal ikan tradisional adalah teknik pendinginan dengan es atau air yang didinginkan tanpa menggunakan mesin refrigerasi, sehingga kemampuan penyimpanan dalam palka akan ditentukan terutama oleh kualitas dinding insulasinya. Sebagai bahan insulasi palka ikan, kualitas dinding insulasi yang terutama diharapkan adalah kemampuannya menahan penetrasi panas dari luar, yang dalam hal ini ditentukan oleh sifat konduktivitas termal dari material tersebut. Pada dinding palka yang tidak dilapisi dengan bahan insulasi, untuk mempertahankan agar suhu ruang palka tetap dingin harus selalu dilakukan penambahan es. Menurut Sjahrun (1988), hal yang perlu diperhatikan dari penggunaan metode pendinginan adalah bahwa suhu pendinginan dalam ruang ikan memiliki limit tertentu, sehingga ketika suhu ruangan mulai naik harus segera dilakukan penambahan es. Kualitas material insulasi dinding palka ikan ditentukan oleh sifat-sifat fisik dan kimianya. Termasuk ke dalam sifat-sifat fisik yang dimaksudkan di sini adalah yang ditentukan oleh densitas materialnya, yaitu kekuatan mekanisnya, kemampuannya meredam panas, menyerap bunyi, dan sebagainya. Di dalam perkembangannya tuntutan terhadap kualitas material insulasi juga mencakup tentang isu lingkungan dan dampaknya serta faktor kesehatan. Masalah lain yang perlu
dipertimbangkan
adalah
faktor
ekonomi
dan
kemudahan
mengaplikasikan teknologi insulasi dinding palka ikan tersebut
dalam
di lapangan.
Sejarah perkembangan tentang material insulasi tidak terlepas dari semua tuntutan
4
terhadap adanya penemuan penemuan bahan yang memiliki sifat atau kriteria yang baik yang sesuai untuk perkembangan sistem pendinginan. 1.1.2 Klasifikasi material insulasi dan perkembangannya Material insulasi dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat kimia dan sifat-sifat fisik strukturnya. Sifat-sifat kimia antara lain, ketahanan terhadap bahan kimia, pelumas dan pelarut, sedangkan kriteria untuk kalsifikasi berdasarkan sifat fisik antara lain, sifat mekanisnya, konduktivitas termal, ketahanan terhadap api dan sebagainya. Selain klasifikasi secara umum tersebut, penggunaannya secara luas dapat dikelompokkan sebagaimana tercantum dalam Gambar 3.
Gambar 3 Klasifikasi material insulasi yang banyak digunakan. (Sumber : Papadopoulos 2004) Terkait dengan perkembangan pasar tersebut Papadopoulos (2004) menjelaskan, bahwa pasar Eropa untuk material insulasi dikelompokkan berdasarkan dominasi oleh dua kelompok produk, antara lain material inorganic fibrous ; glass wool dan stone wool yang mencapai 60 % pasar, dan material organic foamy ; expanded dan extruded polystyrene dan kemudian menyusul dalam perkembangannya material polyurethane, mencapai 27 % pasar. Jumlah
5
prosentase dari sisa kelompok material lainnya mencapai 13 % pasar. (Papadopoulos 2004). Pada akhir tahun 1950 atau awal tahun1960 Penggunaan material insulasi menunjukkan perkembangan dua produk baru, antara lain expanded polystyrene (EPS) dan polyurethane foam (PU). Polystyrene dikembangkan dengan keunggulan berupa biaya rendah, densitas material yang rendah dengan konduktivitas termal 0,034 W/m2/oC. Untuk ukuran yang sama, terbukti bahan ini mampu mengganti material insulasi yang terbuat dari gabus. Nilai rata-rata konduktivitas termal dari lembar material insulasi gabus (densitas 8 – 9 lb per cubic foot) yang digunakan dalam ruang pendingin, adalah 0,26 – 0,28 BTU/h/ft2/oF. Pada prakteknya nilai ini diragukan keandalannya, termasuk penerapannya sebagai pelapis balok-balok kayu, penegar-penegar, karangkakerangka kayu dari pintu, dan sebagainya. Material polystyrene memiliki densitas yang lebih rendah dari pada material gabus, dan beban berat polystyrene diperkirakan delapan kali lebih ringan dari gabus (cork). Dengan pergantian material gabus dengan polystyrene, maka baja-baja penopang dari struktur ruang pendingin dapat dikurangi dalam jumlah besar. Hal ini akan menghasilkan penghematan biaya (Dellino 1997). Data-data tentang sifat-sifat atau karakteristik material insulasi dapat dilkelompokan ke dalam tiga kelompok utama : 1) Sifat-sifat atau karakteristik fisika bahan, antara lain : hubungan densitasnya dengan sifat termalnya, kekuatan mekanis, kemampuan dalam meredam panas, ketahanan terhadap api, dan sebagainya. Standar dari kriteria ini mudah ditetapkan sejak lebih dari 30 tahun yang lalu. 2) Pengaruh atau dampaknya terhadap lingkungan, mencakup : karakteristik tentang realisasi energi utama, gas emisi untuk memproduksi material, pengaruh penggunaan zat aditif terhadap faktor biologi, klasifikasinya terhadap pengolahan zat buangan, dan lain-lain. Standar untuk kriteria ini lebih sulit untuk ditetapkan dan diterima secara umum. 3) Kesehatan masyarakat (public health), mencakup : proses selama produksi, pemakaian dan tahap akhir pembuangan bahan setelah tidak terpakai. Termasuk di dalamnya tentang masalah emisi partikel dari fiber dan
6
debunya, racun yang timbul dari terbakarnya bahan, biopersistence, dan lain-lain. Sesuai dengan tujuan utama penggunaan material insulasi, maka sifat-sifat fisika dari bahan tetap akan menjadi perhatian utama dalam pengembangan material insulasi di masa yang akan datang, dengan tidak mengesampingkan kriteria lain yaitu faktor linkungan dan kesehatan masyarakat. Berbagai usaha dalam memperbaiki sifat-sifat fisik (antara lain hubungan densitas dengan sifat termalnya, kekuatan mekanis, ketahanan terhadap api, dan sebagainya) untuk mendapatkan kualitas insulasi yang baik ditambah dengan konsep ramah lingkungan dan kesehatan publik dapat dilihat dari perkembangan yang terekam dalam State of The Art tentang material insulasi. Sebuah studi pada tahun 1996 1976, menetapkan untuk komisi-komisi Eropa, bahwa state of the art dari material insulasi hingga dalam pertengahan tahun 1990 sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3, 4 dan 5, menjelaskan perkembangan material insulasi berdasarkan sifat-sifat fisik, faktor lingkungan dan kesehatan masyrakat. Berdasarkan rincian tentang sifat- sifat atau kriteria yang tertera dalam tabel pada Lampiran (3 – 5), maka kualitas insulasi dari masing-masing jenis material dapat dibandingkan untuk menetapkan pilihan terbaik. Perbandingan kualitas yang merupakan pertimbangan multikriteria tersebut disarikan dalam Lampiran 6. Berdasarkan tabel pada Lampiran 6, dapat diketahui sifat atau kriteria material insulasi polyuretahne secara fisik, memiliki banyak keunggulan dibanding jenis material insulasi yang lain. Sifat-sifat fisik tersebut mencakup sifat-sifat utama yang dikehendaki untuk material insulasi yang baik antara lain, sifat termal atau konduktivitas termal yang rendah pemindahan atau penyerapan uap air yang rendah, kekuatan mekanisnya relatif baik dan sebagainya. Kekurangan yang ada pada material jenis polyurethane, adalah ketahanan terhadap api kurang baik. Dalam perkembangan aplikasinya, keunggulan dari sifat fisik tersebut bukanlah satu-satu persoalan yang harus dipertimbangkan. Ditinjau dari kriteria kesehatan dan lingkungan (Lampiran 5), polyurethane memberikan dampak yang kurang baik. Bahan tersebut mengandung racun saat terbakar, dan sisa buangannya mencemari lingkungan. Prospek pengembangan ke depan tentang
7
material insulasi jenis polyurethane ini, diarahkan untuk menyempurnakan kekurangan tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Fungsi utama dari insulasi adalah menghambat arus (penetrasi) panas ke dalam ruangan yang direfrigrasi, dengan demikian suhu ruangan cepat turun ke arah suhu operasi yang diinginkan. Pada penelitian ini efisiensi penggunaan insulasi polyurethane dianalisis dengan beberapa variasi densitas bahan didasarkan atas fungsi utama tersebut dengan indikasi jumlah es yang meleleh per satuan waktu karena penetrasi panas dari luar dan beban panas lain dalam ruangan. Selain densitas material insulasinya, laju penetrasi panas juga ditentukan oleh luas permukaan
ruang yang diinsulasi. Luas permukaan ruang ini selain
dipengaruhi oleh faktor bentuk dalam tinjauan termodinamika, juga ditentukan oleh
kriteria
atau
karakteristik
teknis
ukuran
utama
kapal
dengan
perbandingannya. Berdasarkan kedua tinjauan masalah di atas, maka
diperoleh beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1) Berapa besar nilai efisensi dari perbedaan densitas material insulasi polyurethane yang diuji dalam beberapa tingkat densitas material. 2) Berapa besar nilai efisensi yang ditimbulkan akibat perubahan bentuk ruang dalam kapasitas volume ruang yang sama. 3) Bagaimana menentukan pengaruh efsiensi palka terhadap desain perencanaan awal kapal. 1.3 Kerangka Pemikiran Latar belakang masalah tentang kurang efektifnya sistem pendinginan ikan dalam palka kapal ikan tradisional disebabkan karena panggunaan insulasi polyurethane dalam palka ikan tersebut tidak memenuhi kriteria untuk pembuatan insulasi yang baik. Penyimpangan terletak pada ukuran densitas material insulasi yang berada di bawah standar yang ditetapkan yaitu ρ > 30 kg/m3. Faktor lain yang perlu ditinjau adalah tata ruang palka yang umumnya terlalu banyak sekat, demikian pula dengan rasio volume palka secara keseluruhan terhadap
8
displasemen kapalnya, relatif cukup besar. Rasio volume palka yang besar tersebut berakibat pada luas permukaan ruang yang akan menerima beban panas akan semakin besar. Selain itu, rasio yang dimaksud juga akan berpengaruh secara teknis terhadap bentuk kapal. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi masalah-masalah yang akan dikaji, mencakup efisensi penggunaan material, efisiensi penggunaan ruang muat (perubahan bentuk ruang), dan pengaruhnya terhadap metode perencanaan awal kapal. Proses penyelesain masalah secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut : Efisiensi penggunaan material untuk insulasi dapat diukur melalui uji laju pengaliran panas dengan melihat besarnya jumlah es yang mencair per satuan waktu. Pengukuran dimulai dari densitas minimal untuk insulasi yang baik (>30 kg/m3). Pengukuran efsiensi dilakukan secara bertahap dengan selisih kerapatan yang sama (5 kg/m3 ), mulai dari nilai min 30 kg/m3 hingga 60 kg/m3. Efisiensi yang dimaksud adalah perbandingan antara kecepatan pencairan es, dq (output) terhadap perubahan nilai densitasnya (input). Efisiensi tersebut akan dilihat pengaruhnya terhadap perubahan kecepatan pencairan es (fungsi t), juga terhadap faktor perubahan luas permukaan dinding ruang berpendingin (A) sebagai akibat perubahan fungsi bentuk kubus menjadi ruang persegi panjang. Perubahan nilai luas permukaan (A) akibat perubahan bentuk dari kubus menjadi ruang berbentuk persegi panjang, dianalisa melalui prinsip perpindahan panas dan kriteria-kriteria teknis yang ditetapkan dalam rancang bangun kapal. Hasil penyelesaian yang merupakan integrasi dari dua tinjauan teknis tersebut akan digunakan sebagai pendekatan awal dalam proses rancang bangun kapal. Metode ini diharapkan dapat menjadi alternatif yang lebih baik dari model pendekatan perencanaan awal sebelumnya, yaitu metode CUNO (cubic number). Uraian dari kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
9
Permasalahan : - Efisiensi densitas material insulasi - Efisiensi perubahan bentuk ruang - Pengaruh efisiensi terhadap desain awal kapal.
Pengukuran laju panas
Iterasi numerik
Perbandingan model pendekatan matematis dengan sistem CUNO
Analisis efisiensi
- Insulasi efisien secara teknis - Model pendekatan matematis
Gambar 4 Bagan alir kerangka pemikiran 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1) Menentukan efisiensi penggunaan material polyurethane pada perbedaan densitas materialnya dengan aplikasi untuk palka ikan ,. 2) Menentukan efisiensi penggunan ruang palka sebagai akibat perubahan bentuk ruang dengan volume tetap. 3) Menentukan pengaruh efisiensi palka yang dimaksud terhadap karakteristik teknis kapal, serta merumuskan hubungan dari kedua prinsip tersebut. Rumus yang dihasilkan dari proses analisis akan digunakan sebagai model baru pendekatan dalam prencanaan awal kapal.
10
Manfaat dalam bidang IPTEK, adalah : Manfaat utama dari penelitian ini adalah dihasilkannya suatu perkiraan nilai efisiensi penggunaan material insulasi polyurethane akibat perubahan densitas yang dapat digunakan secara aplikatif di lapangan. Berdasarkan nilai efisiensinya dapat ditentukan faktor koreksi (fk) terhadap nilai laju penetrasi panas (q) yang dihasilkan. Selain nilai efisiensi tersebut, diperoleh juga nilai efisiensi akibat perubahan bentuk ruang. Nilai efisiensi ini dapat digunakan sebagai koreksi luas permukaan akibat perubahan bentuk ruang. Berdasarkan konsep perubahan bentuk ruang dapat diperoleh rumus aplikatif guna keperluan desain palka atau kemasan umum berpendingin. Manfaat lain dari hasil penelitian ini adalah diperolehnya suatu model baru untuk pendekatan perencanaan awal kapal dalam menentukan ukuran utamanya. Model atau metode pendekatan tersebut menghasilkan rumus perhitungan tentang efisiensi perubahan bentuk matrik kubus (fb) yang dapat digunakan secara universal. 1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini diarahkan untuk pembenahan kualitas palka kapal ikan tradisional, terkait dengan penggunaan bahan polyurethane sebagai dinding insulasi palka. Penelitian ini memusatkan perhatian pada efisiensi penggunaan material poyurethane sebagai insulasi palka atau kemasan berpendingin. Efisiensi yang dimaksud adalah efsiensi yang terkait dengan perubahan densitas material polyurethane dalam aplikasi praktis di lapangan. Selain persoalan densitas, hal lain yang akan menjadi perhatian adalah persoalan luas permukaan ruang yang diinsulasi. Kedua persoalan tersebut terkait secara langsung dalam aplikasi dilapangan. Sebagai sampel untuk perbandingan, diambil obyek kapal ikan tradisional Kabupaten Batang Jawa Tengah. Pusat perhatian diarahkan terutama di Kabupaten Batang, karena di Kabupaten ini banyak terdapat galangan-galangan kapal rakyat. Sebagian besar kapal-kapal ikan tradisional di pesisir utara Jawa Tengah dibuat di galangan kapal tradisional di Kabupaten Batang. Penekanan penelitian ini diarahkan pada kapal ikan tradisional mengingat potensinya yang sedemikian besar. Menurut data terolah dari Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (2008), jumlah kapal tradisional (di bawah 30 GT) mencapai ± 80 % dari jumlah total kapal yang ada
11
di Indonesia. Jumlah yang besar tersebut akan memberikan konstribusi yang besar pada sektor perekonomian daerah secara khusus dan ekonomi nasional secara umum.
12
14
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Efisiensi Arti efisiensi menurut Antoni K. Muda (2003), efisiensi adalah biayabiaya input untuk satu unit output yang dihasilkan. Menurut Taswa dan Ahmadi 2007), efisiensi dengan lambang ή adalah suatu ukuran yang digunakan pada proses transfer energi. Efisiensi adalah perbandingan antara energi yang berguna dengan energi yang masuk ke dalam sistem atau mesin. Dengan kata lain efisiensi adalah sama dengan daya keluaran yang berguna dibagi dengan daya yang masuk. 2.2 Bahan Insulasi Sifat-sifat yang diperlukan oleh insulasi agar berfungsi dengan baik dan aman, dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1 Beberapa sifat yang diinginkan dimiliki oleh insulasi (Ilyas 1992) Sifat a. Konduktivitas termal b. Penyerapan uap air, permeabilitas terhadap air c. Pemindahan uap air d. Ketahanan terhadap api e. Nilai keselamatan f. Sifat-sifat mekanik g. Ketahanan terhadap penyebab kebusukan, kerusakan, lapuk dan kapang. h. Densitas, kg/m3 i. Ketahanan terhadap bahan kimia j. Harga awal dan biaya pemasangan k. Kekuatan patah melintang (KN/m/mm) l. Batas suhu (tinggi-rendah) m.Sifat-sifat higienik, dan lain-lain
Kualitas Rendah Rendah Rendah, awet biarpun basah Tahan api Tinggi Baik
Rendah Tinggi Murah Tinggi Deretnya luas Tidak membahayakan kesehatan, tidak berbau mudah ditangani
Sifat-sifat yang diinginkan itu umumnya dimiliki oleh polyurethane dan polystyrene; dengan tambahan catatan bahwa polyurethane tahan akan bahan kimia, pelumas dan pelarut; lazimnya dapat terbakar, tetapi dapat dibuat tahan api; dapat dipasok
dalam bentuk panel, dibentuk di tempat atau disemprotkan.
Sedangkan Polystyrene tahan asam encer dan alkali pekat tetapi tidak tahan terhadap pelumas, bensin, hidrokarbon diklorinasi dan alifatik, aromatik, terbakar dengan lambat, bersih mudah dikeringkan, tahan lama. Dengan memperhatikan sifat dan ciri di atas, perlu pula dipertimbangkan beberapa faktor dalam memilih
13
bahan insulasi, antara lain : (1) Ketepatan dan kecocokan sesuai dengan fungsi insulasi pada ruangan yang direfrigrasi, untuk lantai, dinding atau loteng dan lainlain ; untuk refrigasi di kapal atau untuk fasilitas di darat, (2) Harga awal dan biaya pemasangan, (3) Biaya pengoperasian refrigrasi, pemeliharaan, perbaikan, dan penyusutan, (5) Keadaan iklim, cuaca, suhu dan kelembaban, (4) Daya awet yang diinginkan, untuk bangunan permanen atau sementara, dan (6) Suhu dalam kamar yang direfrigasi (Ilyas 1992). Busa kaku Polyurethane (PUR) adalah rangkaian silang polymer yang cukup padat dengan susunan sel tertutup berupa gelembung dalam material, dengan dinding tidak terputus, sehingga ada gas terkurung di dalamnya. Gas tersebut adalah Clorofluoromethane di mana gas tersebut
memiliki sifat
konduktifitas termal lebih rendah dari udara. Dengan demikian bentuk sel tertutup akan mempunyai nilai konduktivitas termal lebih rendah secara signifikan dari pada busa dengan sel terbuka. Bagaimanapun juga, untuk mempertahankan konduktivitas termal yang rendah, gas dalam sel harus tidak mudah bocor, sebagai konsekuensinya insulasi busa yang kaku memiliki tidak kurang dari 90 % sel tertutup dan densitas di atas 30 kg/m3. Busa kaku adalah kombinasi dari polyol dan cairan pengembang ditambah katalis dan Polyisocyanurate (PIR) (Dellino 1997). Shawyer dan Pizzali (2003), menjelaskan bahwa standar busa kaku polyurethane untuk keperluan ruang pendingin adalah 30 – 40 kg/m3. Pendapat relatif diberikan oleh Prager (1985), nilai medium densitas insulasi polyurethane hasil test adalah 1,7 pounds per cubic foot atau berada pada kisaran 1,5 – 2 PCF untuk busa kaku polyurethane yang dibentuk di tempat. Polyurethane adalah jenis polimer yang dapat digolongkan ke dalam polimer kondensasi sintetik. Cowd (1991), menjelaskan tentang pembentukan ikatan polyurethane, sebagai berikut : Gugus isosianat, -NCO, merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk urethane dengan alkohol : R.NCO+R’OH → R’NH.COO.R’ Jika diisosianat atau poliisosianat bereaksi dengan diol atau poliol (senyawa polihidrat), akan terjadi polyurethane :
14
OCN – R – NCO + HO – R’ – OH → OCN – R – NH – CO – O – R’ – OH ↓ reaksi dengan monomer-monomer berikutnya (- CO – NH – R – NH – CO – O – R’ – O - ) Karbondioksida ( dihasilkan dari reaksi diisosianat – air) dapat digunakan untuk membuat busa kaku, tetapi biasanya digunakan alkana berhalogen yang lembam dan bertitik didih rendah seperti CCIF. Cairan ini tidak terlibat dalam rekasi kimia, tetapi mudah menguap oleh panas polimerisasi, dan kemudian mengembangkan busa. 2.3 Beban Penerimaan Panas Menurut Ilyas (1988), pada pengesan seperti ikan, beban penerimaan panas total di dalam peti, paling sedikit berasal dari 3 sumber pengaliran panas, yakni dari : (1) beban penerimaan panas melalui sisi, tutup dan alas peti, (2) beban panas oleh pergantian udara dan (3) beban panas dari muatan dalam peti. Sedangkan pada kamar dingin dan palka besar ikan yang didinginkan dengan es, mungkin ada sumber panas ke empat yakni (4) beban panas lainnya. Beban panas total diperoleh dengan menjumlahkan ke tiga sumber panas tersebut. Secara konvensional, beban panas total itu masih ditambah sebesar 10 % sebagai faktor pengamanan. Beban penerimaan panas melalui seluruh sisi, tutup dan alas peti tergantung pada faktor-faktor yang tertera dalam rumus 1. Faktor jenis material dan susunan atau struktur lapisannya, perlu diperhitungkan agak teliti, teristimewa pada kamar dingin dan palka ikan. Pada peti ikan yang bervolume relatif kecil, maka jika struktur dinding terdiri dari beberapa lapis material yang berlainan jenisnya (jadi juga berlainan pula konduktifitas thermalnya, k), yang diperhitungkan cukup lapisan insulatornya saja (dapat berupa polystyrene, glass woll atau lainnya); lapisan lainnya boleh diabaikan, sebagai faktor keamanan (safety) tambahan (Ilyas 1988).
q=
kA(T1 − T2 ) x
15
di mana : q = laju pengaliran panas ke dalam peti (dingin) dalam kkal/jam, k = konduktivitas termal bahan, dalam kkal m/m2 jam derajat C, A = Luas permukaan sisi/tutup peti (pada ukuran luarnya) dalam m2. T 1 = suhu pada sisi panas (suhu udara luar), dalam oC, T 2 = suhu pada sisi dingin (suhu udara dalam peti), dalam oC, x = tebal , material yang menyelubungi wilayah dingin, dalam m. 2.4 Jumlah Kebutuhan Es Murniyati dan Sunarman, (2000), menjelaskan, bahwa hukum kekekalan energi berlaku dalam menghitung jumlah es yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah es yang dibutuhkan untuk mendinginkan ikan. Seandainya tidak ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi, maka panas yang perlu diambil dari ikan setara dengan panas yang diserap oleh es untuk meleleh. Jumlah panas yang terlibat di dalam proses pemanasan dan pendinginan dihitung dengan rumus sebagai berikut : Q = B x PJ x ∆t,
untuk proses yang melibatkan perubahan suhu.
Q = B x L, untuk proses pada suhu tetap (pelelehan, pembekuan. Di mana : Q = jumlah panas yang ditambahkan atau diambil (kkal) B = berat benda yang dipanaskan atau didinginkan (kg) PJ = panas jenis (kkal/kg/oC) • PJ ikan berkisar 0,6 – 0,8 kkal/kg/oC sesuai dengan kandungan airnya • Jika kandungan air tidak diketahui, sebaiknya diambil nilai tertinggi 0,8. ∆t = selisih antara suhu awal dan suhu akhir (oC). L = panas laten, yang diperlukan untuk membekukan/melelehkan (kkal/kg). * Panas laten pada pembekuan air atau pelelehan es 80 kkal/kg. 2.5 Panas Laten Es Panas laten atau panas tersembunyi adalah sejumlah panas yang diperlukan untuk mengubah keadaan padat menjadi cair. Panas laten fusi air = 80 kkal/kg, panas laten pelelehan es = 80 kkal/kg, 1 kg es bersuhu 0oC memerlukan 80 kkal untuk mengubah menjadi air bersuhu 0o C. Fakta ini menunjukkan bahwa besar sekali jumlah panas yang diperlukan untuk melelehkan es menjadi air. Inilah sebab utama mengapa es dipakai secara luas dalam usaha perikanan (Ilyas 1988). 2.6 Hubungan Densitas dengan Ketebalan Massa suatu benda adalah perkalian antara massa jenis benda (kg/m3, ton/m3) dengan volumenya (m3). Ketebalan dinding ruang untuk insulasi dengan
16
luasan tertentu akan menghasilkan volume dinding dengan besar tertentu. Berapa besar jumlah larutan bahan insulasi yang dituang ke dalamnya akan menentukan besar densitas atau kerapatan bahan insulasinya. Ukuran dinding dengan ketebalan yang sama, dinding dengan densitas yang lebih besar akan menghasilkan sifat isolator yang lebih baik. Hal ini berlaku sebaliknya. Dengan kata lain, untuk tujuan yang sama dinding insulasi dapat dibuat lebih tipis dengan meningkatkan nilai densitasnya. 2.6.1 Densitas insulasi polyurethane Terdapat beberapa bentuk insulasi polyurethane dengan variasi nilai densitas dan nilai konduktivitas termalnya. Spesifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai densitas dan konduktivitas termal insulasi polyurethane pada suhu 20 – 25 oC (Shawyer & Pizzali 2003) Type
Densitas (kg/m3)
Busa Lembaran kaku Lembaran kaku Lembaran Kaku Busa terbentuk di tempat
30 30 40 80 24 -40
konduktivitas termal (W m-1 oC) / (kcal h-1 m-1 o C-1) 0,026 / 0,0224 0,02 – 0,025 / 0,0172 – 0,0215 Rata-rata : 0,0225 / 0,0193 0,023 / 0,02 0,04 / 0,34 0,023 -0,026 / 0,0198 – 0,0224 Rata-rata : 0,0245 / 0,0211
Sumber : FAO, 1989 2.6.2 Ketebalan insulasi optimum Penentuan tebal maksimum insulasi dari palka ikan akan tergantung pada beberapa faktor, antara lain biaya insulasi (biaya bahan dan pemasangannya), biaya es (biaya tenaga dan peralatan sesuai persyaratan refrigerasi), biaya tahunan dari refrigerasi tergantung dari efisiensi insulasi, dan kondisi lokal (cara operasi kapal, jenis tangkapan, harga ikan, bunga pinjaman) (Shawyer & Pizzali 2003). Ketika kondisi lingkungan tempat beroperasi kapal yang jadi pertimbangan utama, maka ketebalan minimum harus ditentukan. Dalam praktek, harus diusahakan untuk mencapai nilai optimum antara faktor ketebalan ekonomis dengan biaya penggunaan es atau refrigerasi. Menurut Beverly (1996), tebal minimum dinding insulasi palka ikan berbahan busa polyurethane adalah 13 cm. Pada Gambar 5.
17
ditunjukkan nilai perbandingan ketebalan dari beberapa tipe insulasi untuk gudang dingin dan gudang beku yang beroperasi dilingkungan temperatur udara rata-rata 20 oC, 30 oC dan 40 oC.
Gambar 5 Hubungan anatara tipe insulasi untuk gudang dingin dan gudang beku terhadap ketebalan insulasi (Shawyer & Pizzali 2003) 2.7 Telaah Hasil Penelitian 2.7.1 Ukuran palka ikan dan jumlah larutan PUR Ukuran palka ikan pada kapal-kapal nelayan tradisional pada umumnya didasarkan pada pembagian ruang-ruang palka dalam jumlah tertentu. Pembagian tersebut tidak terikat pada suatu standart tertentu. Berdasarkan hasil study tentang pembuatan palka ikan berinsulasi Polyurethane di Kabupaten Batang (Setiyanto 2004), diperoleh data hasil pengukuran palka ikan (Tabel 3), sebagai berikut : Tabel 3 Data Hasil Pengukuran Palka Ikan Palka Ikan Ukuran Palka Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m) Tebal (m) Palka 1 2,75 1,47 1,98 0,2 Palka 2 2,78 1,50 1,98 0,22 Palka 3 2,77 1,49 1,95 0,23 Palka 4 2,72 1,50 1,90 0,2 Palka 5 2,35 1,58 1,75 0,2 Palka 6 2,75 1,47 1,98 0,2 Palka 7 2,78 1,50 1,98 0,2 Palka 8 2,77 1,49 1,95 0,23 Palka 9 2,72 1,50 1,90 0,2 Palka 10 2,35 1,58 1,75 0,2 Proses pembuatan insulasi polyurethane untuk tiap ruang palka membutuhkan larutan polyurethane sebanyak 21 liter tiap dindingnya. Apabila
18
berat jenis larutan polyurethane adalah 1,1 ton / m3, maka perbandingan rata-rata antara bahan polyurethane dengan volume ruang dinding palka yang dicor adalah 23,1 kg / 0,82 m3 atau 28,2 kg / m3. Nilai perbandingan ini berada di bawah nilai standar minimal ketentuan yang telah ditetapkan yaitu 30 kg / m3 (Dellino 1997). 2.7.2 Konduktivitas termal busa polyurethane Konduktifitas termal busa polyurethane (PU) pada tekanan gas antara 760 torr hingga 0,014 torr diteliti secara teoritis dan experimental. Enam ukuran sel yang berbeda mulai dari 150 hingga 350 µm dari insulasi polyurethane, digunakan sebagai sampel. Pendekatan difusi digunakan untuk memperkirakan radiasi konduktivitas termal. Hasil penelitian juga diperoleh untuk spectral extinction coefficient dengan menggunakan sebuah Fourier transform infrared spectrometer. Konduktivitas termal dari busa polyurethane
untuk ukuran sel berbeda pada
tekanan gas 760 torr, bervariasi antara 33,3 hingga 34,5 mW/m K dan penurunan bervariasi antara 6,82 – 9,15 mW/m K pada tekanan gas 0,014 torr ; konduktivitas termal efektif, berkurang dengan ukuran sel yang lebih kecil. Pada tekanan gas 0,014 torr, radiasi perpindahan panas tercatat mendekati 20 % dari total perpindahan panas yang melewati busa polyurethane, sementara konduksi pada zat padat tercatat sebagai sisanya, kurang lebih 80 %. Tabel 4 menunjukkan rangkuman data eksperimen untuk ke enam sampel pada temperatur rata-rata 286 K. Tabel 4 Rangkuman data-data eksperimen untuk ke enam sample pada temperature 286 K. Parameter /sampel
760 torr
0,014 torr
fx Ukuran sel (μm) σ e (l/m) k r (mW/mK) k e (mW/mK) k eff (k r + k e) k eff (pengukuran, mW/mK) k r (mW/mK) k e (mW/mK) k eff (k r + k e) k eff (pengukuran, mW/mK)
A
B
C
0,037 330 3703 1,91 32,4 34,3 34 1,91 7,04 8,95 8,7
0,041 341 3335 2,12 32,4 34,5 34,2 2,12 7,03 9,15 9,0
0,043 212 6992 1,01 32,5 33,5 33,4 1,01 6,33 7,35 7,2
19
Lanjutan Tabel 4 Parameter/ sampel fx Ukuran sel (μm) σ e (l/m) 760 torr k r (mW/mK) k e (mW/mK) k eff (k r + k e) k eff (pengukuran, mW/mK) k r (mW/mK) 0,014 torr k e (mW/mK) k eff (k r + k e) k eff (pengukuran, mW/mK)
D 0,042 147 8674 0,82 32,7 34,5 33,4 0,82 6,40 7,22 7,1
E 0,038 214 5828 1,22 32,9 34,1 33,9 1,22 6,76 7,97 7,8
F 0,029 157 8636 0,82 32,5 33,3 33,2 0,82 5,99 6,82 6,7
Sumber : Jhy-Wen Wu, Wen-Fa Sung, Hsin-Sen Chu 1998 2.7.3 Optimasi ketebalan insulasi (polystyrene) Di Negara Turki kehilangan panas pada bangunan/gedung merupakan salah satu sumber utama kehilangan energi di mana bangunan yang ada maupun gedung-gedung baru tidak atau sedikit sekali menggunakan insulasi. Oleh karena itu, penghematan energi dapat diperoleh dengan menggunakan insulasi dengan ketebalan tertentu pada bangunan. Ditetapkan variasi iklim secara signifikan pada tempat berbeda di Turki, 16 kota dari Zona empat iklim di Turki dipilih untuk analisis dan ketebalan insulasi optimum, penghematan energi dan perhitungan payback periods. Kebutuhan panas tahunan dari banguanan untuk zona iklim yang berbeda dapat diperoleh melalui rata-rata dari konsep heating degree-days. Optimasi didasarkan atas life-cycle cost analysis. Lima bahan bakar yang berbeda ; batu bara, gas alam, minyak, LPG dan listrik, serta penggunaan material insulasi polystyrene, dipertimbangkan. Hasil menunjukkan bahwa ketebalan optimum insulasi bervariasi antara 2 cm hingga 17 cm, penghematan energi antara 22% hingga 79% dan payback periods antara 1,3 hingga 4,5 tahun tergantung pada kota dan jenis bahan bakar (Bolattǜrk 2005). Dalam makalah ini ketebalan optimum dari insulasi jenis polystyrene dihitung berdasarkan rumus (Bolattǜrk 2005), berikut : xop
DD.C f .k .PW = 293,94 LHV .C1 .η s
1/ 2
− k .Rtw
di mana : x op = Ketebalan insulasi optimum (cm) DD = degree-days (oC-days)
20
= biaya bahan bakar ($/kg, $/m3,atau $/kWh, tergantung jenis bahan bakar) k = konduktivitas termal bahan (Wm-1K-1) PW = present worth LHV = lower heating value (J kg-1, J m-3, J kWh-1) C 1 = biaya material insulasi ($/m3) ηs = efisiensi dari sistem pemanasan R tw = total hambatan termal dari dinding (m2 K/W) Cf
Rumus di atas menjelaskan bahwa ketebalan insulasi optimum tergantung pada degree days, biaya bahan bakar, nilai present worth, bahan bakar, dan property berupa dinding dengan material insulasinya.
21
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Tahapan Penelitian Secara garis besar tahap pelaksanaan penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk bagan alir tahapan penelitian pada Gambar 6.
MULAI
Persiapan Penelitian : - Kajian literatur - Persiapan teknis
DATA
Pelaksanaan Penelitian (experiment) : - Uji laju pengaliran panas - Iterasi matrik ukuran ruang dan komparasi model pendekatan. - Proses analisis
Efisiensi densitas Efisiensi bentuk Pendekatan awal perencanaan
Kesimpulan
SELESAI
Gambar 6. Bagan Alir Tahapan Penelitian
22
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai awal bulan September 2008 hingga Desember 2009. Lokasi penelitian untuk kegiatan observasi proses fabrikasi dan pengambilan data kapal berlokasi di Galangan UD. Karyamina Putra Batang, Propinsi Jawa Tengah. Eksperimen tentang efisiensi insulasi berbahan polyurethane dilaksanakan di Laboratorium Kapal Perikanan PSP FPIK UNDIP Semarang. Proses komputasi data dilaksanakan di Laboratorium Komputer Kapal PS. S-1 T. Perkapalan FT. UNDIP Semarang. 3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini membutuhkan dua jenis data dari beberapa sumber. Jenis data pertama adalah data primer, yaitu data yang diambil secara langsung di lapangan atau diambil melalui proses eksperimen di laboratorim. Jenis data kedua adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui literatur, internet atau media yang lain. Kebutuhan tentang kedua jenis data dan sumbernya, disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kebutuhan Data, Jenis Data, dan Sumber Data Kebutuhan Data Jenis kapal ikan dan Ukuran Kapal (L, B, D, dan d). Ukuran Palka (L, B, D, d) dan jumlah palka. Densitas insulasi polyurethane (ρ) hasil fabrikasi di kapal. Densitas insulasi polyurethane (ρ) hasil fabriksi laboratorium
Jenis Data Primer
Thermal Properties Data Kapal Pembanding
Sekunder Sekunder
Primer Primer Primer
Sumber Data Galangan Kapal UD. Karyamina Putra. Galangan Kapal UD. Karyamina Putra. Galangan Kapal UD. Karyamina Putra Laboratorium Kapal Perikanan PSP FPIK UNDIP, dan Laboratorium Komputer PS. S-1 T. Perkapalan FT. UNDIP. Literatur, internet, dan media lain Literatur
3.4 Teknik Pengambilan Sampel 3.4.1 Oservasi atau pengamatan langsung di lapangan. Observasi dalam penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan informasi data tentang prosedur pembuatan insulasi berbahan polyurethane dan jumlah material larutan material insulasi tersebut yang dituang ke dalam ruang-ruang dinding palka kapal, di mana satuan dari perbandingan ukuran tersebut dikenal
23
sebagai densitas atau kerapatan material insulasi. Observasi dilakukan terhadap dua buah kapal yang sedang difabrikasi digalangan UD. Karyamina Putra, di mana masing-masing memiliki 10 kompartemen palka yang terbagi dua secara simetris arah diametral kapal. Rangkaian kegiatan observasi tersebut disampaikan pada Lampiran 7. 3.4.2 Pengambilan sampel secara acak dalam suatu interval. Pengukuran nilai laju panas q akibat perubahan densitas material dilakukan di laboratorium dan digunakan sebagai landasan untuk validasi hasil analisis CFD. Perbedaan nilai densitas insulasi yang diukur memiliki selisih 5 kg / m3, yaitu ρ = 30, 35, 40, 45 dan 50 kg/m3. Pengujian dilakukan pada sebuah kotak dengan ukuran luar 33,5 cm x 33 cm x 33 cm, tebal dinding x = 3 cm, volume 20 lt, dan luas permukaan A = 0,66 m2. Jumlah es yang dimasukan ke dalam kotak sebesar 3 kg. Pengukuran dilakukan per 8 jam, 16 jam per 24 jam. Pengujian densitas insulasi dari ke 5 nilai tersebut diulang 4 kali dengan rancangan percobaan RAL Faktorial. Situasi pengujian laboratorium tersebut disampaikan pada Gambar 7. Beberapa rangkaian kegiatan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.
Gambar 7 Pengujian di laboratorium tentang kecepatan pencairan es di dalam kotak dengan dinding insulasi polyurethane yang memiliki kerapatan material berbeda.
24
3.4.3 Trial and error dalam iterasi numerik Trial and error dilakukan untuk menentukan metode iterasi numerik yang tepat. Perubahan geometris ruang kubus ke dalam bentuk ruang persegiempat dengan volume tetap dapat dilakukan dengan mengubah ukuran dari salah satu atau dua sisi ruang kubus yang dianalisis, sehingga mendapatkan suatu pola yang tepat atau sistematis dalam mendapatkan hasil berupa ukuran matrik ruang persegiempat dengan efisiensi perubahan bentuknya. 3.5 Metode Analisis 3.5.1 Komparasi hasil observasi dengan nilai standar Nilai densitas insulasi dapat diketahui dengan cara mengukur dinding kompartemen palka yang akan diisi dengan larutan polyurethane, dan menimbang jumlah larutan polyuretahane yang dibutuhkan. Menurut Halpern (1995), secara matematis analisis rapat massa dapat ditentukan melalui rumus ρ =M/V, dengan ρ = densitas material (kg/m3), massa benda (kg), volume ruang (m3). Hasil pengukuran akan dibandingkan dengan nilai standart densitas insulasi yang baik, yaitu ρ > 30 kg/m3 ( Dellino 1997). Observasi dilakukan terhadap dua buah kapal ikan dengan 20 ruang atau kompartemen palka. 3.5.2 Uji signifikansi untuk RAL Faktorial Uji signifikansi dilakukan terhadap data perubahan kecepatan panas terindikasi dari jumlah es yang mencair dalam kurun waktu pengukuran. Uji signifikasi terhadap rancangan percobaan RAL Faktorial dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi α = 0,05. Perhitungan komputasi guna kelancaran analisis tersebut dibantu dengan program SPSS 15. Hipotesis dari uji signifikansi dalam penelitian ini didasarkan atas pengaruh perubahan densitas material insulasi polyurethane terhadap perubahan laju panas yang dihasilkan. Ho dengan α = 0,05 diterima, jika penambahan densitas material polyurethane untuk keperluan dinding insulasi, tidak berpengaruh secara signifikan atau F hitung lebih kecil Fα. 3.5.3 Analisis perpindahan panas Perbedaan kemampuan insulasi karena perbedaan densitas material dapat diketahui dari jumlah es yang mencair dalam satuan waktu tertentu. Jumlah es
25
yang mencair ini menyatakan banyaknya panas yang diserap oleh es karena beban panas dari luar dan beban panas dari luar. Hubungan antara laju penetrasi panas dengan jumlah panas yang diserap, dapat diketahui dari rumus berikut :
q = Q/t di mana : q = (kkal/jam), atau (kkal/24jam) Q = kapasitas atau jumlah panas (kkal) t = waktu dalam jam atau per 24 jam Proses laju perpindahan panas yang melalui suatu peti kemasan berpendingin, dapat dijelaskan melalui rumus berikut :
q=
kA(T1 − T2 ) , atau q = U.A. ΔT x
di mana : q = laju pengaliran panas ke dalam peti kemasan dingin dalam satuan kkal/jam k = konduktivitas termal bahan, dalam satuan kkal m/m2 jam derajat C A = Luas permukaan luar sisi/tutup peti, dalam satuan m2 T1 = suhu pada sisi panas (suhu udara luar), dalam oC T2 = suhu pada sisi dingin (suhu udara dalam peti), dalam oC x = tebal material yang menyelubungi wilayah dingin, dalam m. U = koefisien pengaliran panas dari elemen dinding insulasi, dalam kcal m-2 h-1 oC-1 ΔT = perbedaan antara suhu di luar dan di dalam peti, dalam oC. Peti dengan satu lapisan dinding :
U=
1 x k
di mana : U = koefisien pengaliran panas dari elemen dinding insulasi (kcal m-2 h-1 o -1 C ) x = tebal material yang menyelubungi wilayah dingin k = konduktivitas termal bahan, (kkal m/m2 jam derajat C).
26
3.5.3.1 Analisis efisiensi karena perubahan rapat massa (faktor densitas) Efisiensi karena perubahan densitas material insulasi polyurethane (η), dapat ditentukan melalui perbandingan antara nilai perubahan densitas material (Δρ) terhadap perubahan laju panas (Δq) yang dihasilkan. Perbandingan relatif dari perubahan dua nilai tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : ∆q3 ∆q1
η=
∆q ∆ρ
∆q2
q1 …….. q2 …….. q3 …….. q4 ρ1 ……...ρ2........ ρ3 …….. ρ4 ∆ ρ1 ∆ ρ2 ∆ ρ3
η=
∆q ∆ρ
qn − qi qi η= ρn − ρi ρi
η=
qn − qi ρn qi − 1 ρi
3.5.3.2 Analisis efisiensi perubahan rapat massa dengan CFD Keuntungan dari penggunaan CFD adalah fleksibilitas, waktu komputasi yang relatif singkat dan efesiensi biaya secara keseluruhan (Brown dan Jacobsen 2009). Terdapat 3 tahapan utama proses analisis dengan menggunakan CFD, yaitu preprocessing,
simulation/solver,
dan
postprocessor
(Wikipedia
2011).
Berdasarkan tahapan tersebut, pemecahan masalah terkait dengan laju panas akibat perubahan densitas insulasi polyurethane, dapat dijelaskan sebagai berikut : - Pre-processor, membuat geometri/model, mesh generation input flow properties (initial condition) dan boundary condition. - Solver : proses perhitungan numerik/iterasi - Post processor : tampilan visual hasil perhitungan 3.5.3.3 Analisis efisiensi karena perubahan geometri ruang (faktor luas) Efisiensi karena perubahan bentuk ruang kubus menjadi persegipanjang (bentuk balok) dengan volume konstan, dapat dilakukan dengan cara iterasi
27
numerik perubahan matrik kubus (a x a x a ) = 1, ke bentuk kotak balok (a x b x c) = 1, atau a x b x b = 1. Model iterasi yang dimaksud : 1) Bentuk balok, tiga sisi berbeda : a(n+1) x a x X = 1, dan X = 1/a2 (n+1), a = 1, dan n = 0,01, 0,02, 0,03, ......dan n max = 1. 2) Bentuk balok, dua sisi berukuran sama : (a – n)2 x X = 1, dan X = 1/(a - n)2, a = 1, dan n = 0,01, 0,02, 0,03, ......dan n max = 0,5. di mana : V kubus = a x a x a, dengan A1 V persegi panjang = l x b x t dengan A2 A1 < A2 , maka : A − A1 fb = 1 + 2 A1 a = salah satu sisi ruang kubus X = nilai sisi yang dicari A1 = luas permukaan ruang kubus A2 = luas permukaan ruang persegipanjang fb = faktor luas, efisiensi luas permukaan karena perubahan bentuk ruang. 3.6 Analisis Hubungan Efisiensi terhadap Sistem CUNO Pengaruh efisiensi palka terhadap perencanaan kapal dilihat pada faktor pengaruh perubahan penggunaan densitas material dan perencanaan bentuk ruang palka. Hubungan tersebut dapat dilihat dari metode pendekatan perbandingan volume palka dengan sistem cubic number (CUNO) untuk mendapatkan nilai displasemen kapal. Nilai Displasemen ini akan menentukan ukuran utama kapal. Iterasi untuk mendapatkan efisiensi termal dari palka berpengaruh secara teknis terhadap ukuran utama kapal. Hal ini dapat dianalisis melalui perubahan nilai B/D palka dengan B/D kapal dan pengaruhnya terhadap displasemen kapal.
28
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil observasi penerapan insulasi palka Berdasarkan hasil observasi untuk dua kapal ikan yang sedang difabrikasi oleh galangan tradisional UD. Karyamina Putra, diperoleh rata-rata densitas insulasi palka
± 30,92 kg/m3. Hasil observasi ini menunjukkan bahwa
penggunaan insulasi polyurethane pada palka kapal ikan tersebut memiliki nilai rata-rata yang telah memenuhi standar yang ditetapkan untuk insulasi yang baik, yaitu ρ > 30 kg/m3. Dua kapal yang diobservasi tersebut masing-masing memiliki 5 ruang palka yang disekat menjadi 2 bagian secara simetris arah memanjang kapal, sehingga total terdapat 10 kompartemen palka. Dari 10 kompartemen tersebut, sebanyak 70 % atau 7 kompartemen memiliki dinding insulasi dengan kerapatan ρ > 30 kg/m3 (Tabel 6 dan 7). Tabel 6 Perhitungan densitas insulasi polyurethane pada Kapal 1. Kapal I m
Ukuran Palka
V’ t
LxBxtx2
BxDxt
LxDxt
(5)+(6)+(7)
(8)x0,15
(9) -(10)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
M
ρ
L
B
D
=(11)/(10)
(1)
(2)
(3)
(4)
LOA =18,6
2,15
2,4
2,2
0,15
1,55
0,79
0,71
3,05
0,46
2,59
80
30,86
Lpp=15,6
2,22
2,4
2,2
0,15
1,60
0,79
0,73
3,12
0,47
2,65
80
30,14
B=5,2
2,34
2,35
2,3
0,15
1,65
0,81
0,81
3,27
0,49
2,78
80
28,80
D=2,4
2,36
2,3
2,35
0,15
1,63
0,81
0,83
3,27
0,49
2,78
80
28,77
d= 1,85
2,43
2,3
2.,35
0,15
1,68
0,81
0,86
3,34
0,50
2,84
80
28,15
(12)
Rata-rata ρ =
Purse Seine dengan 10 palka
(13)
29,34
Tabel 7 Perhitungan densitas insulasi polyurethane pada Kapal 2 Kapal 2 m (1)
Ukuran Palka L
B
D
(2)
(3)
(4)
V’ t
LxBxtx2
BxDxt
LxDxt
(5)+(6)+(7)
(8)x0,15
(9) -(10)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
M
ρ =(11)/(10)
(12)
(13)
LOA=17,5
1,6
2,1
2,2
0,15
1,01
0,69
0,53
2,23
0,33
1,90
60
31,67
LPP=13,5
1,6
2,1
2,2
0,15
1,01
0,69
0,53
2,23
0,33
1,90
60
31,67
B=4,5
1,6
1,9
2,2
0,15
0,91
0,63
0,53
2,07
0,31
1,76
58
33,01
D=2,2
1,6
1,9
2,2
0,15
0,91
0,63
0,53
2,07
0,31
1,76
59
33,58
d= 1.8
1,6
1,8
2,2
0,15
0.86
0,59
0,53
1,99
0,30
1,70
55
Purse Seine dengan 10 palka
Keterangan LOA Lpp B D
Rata-rata ρ =
32,58
32,50
: = Panjang seluruh kapal, dalam m. = Panjang antar garis tegak, dalam m. = Lebar kapal, dalam m. = Tinggi geladak kapal, dalam m.
29
d t ρ
= Tinggi sarat kapal, dalam m. = tebal dinding palka, dalam m. = rapat massa (densitas) material dinding insulasi, ρ = M/V, dalam kg/m3. M = massa larutan polyurethane. Kebutuhan penuangan larutan untuk 1 kompartemen dinding palka, dalam kg. V’ = Volume total dinding palka setelah dikurangi volume gading, V – 0,15V, m3. V = Volume total dinding palka sebelum dikurangi volume gading, m3. 4.1.2 Hasil pengukuran laboratorium terhadap kecepatan pencairan es Rata-rata hasil pengukuran jumlah es mencair dalam kotak yang diukur per 8 jam, 16 jam dan 24 jam, disajikan pada Tabel 8. Masing-masing kotak diisi dengan es 3 kg. Hasil pengukuran jumlah es mencair untuk tiap box berinsulasi polyurethane yang diamati disajikan lebih rinci pada Lampiran 10. Proses perhitungan kecepatan penetrasi panas hasil pengukuran kecepatan pencairan es dari kotak insulasi yang diamati di laboratorium, di lakukan dengan cara mengalikan jumlah es yang mencair dengan panas laten pelelehan es per satuan waktu, yaitu :
q = Q/t, Q = Mes x L, di mana : q = kecepatan atau laju penetrasi panas (kkal/jam) Q = jumlah atau beban panas (kkal) t = waktu (jam) Mes = jumlah es mencair (kg) L = panas laten pelelehan es (kkal/kg) Tabel 8 menunujukkan nilai rata-rata jumlah es mencair dalam kotak berinsulasi polyurethane dengan densitas material berbeda, sedangkan Tabel 9 menunjukkan nilai rata-rata kecepatan panas q yang didasarkan atas jumlah es yang mencair (Mes).
30
Tabel 8 Rata-rata jumlah es mencair dalam kotak berinsulasi polyurethane dengan densitas material berbeda. Densitas insulasi (kg/m3) 8 30 35 40 45 50
Durasi pencairan es (jam) 16 Jumlah es (kg)
0,735 0,646 0,678 0,713 0,735
24
1,454 1,323 1,344 1,365 1,399
2,181 1,914 1,950 2,034 2,088
Tabel 9 Kecepatan pencairan es (q kkal), dalam kotak insulasi dengan kerapatan insulasi berbeda. Durasi pencairan es (jam)
ρ30
ρ35
8 16 24
7,35 7,27 7,27
6,46 6,61 6,38
q (kkal/jam) ρ40 6,78 6.72 6.50
ρ45
ρ50
7,13 6.83 6.78
7,35 6.99 6.96
4.1.3 Uji Signifikansi pengaruh perubahan densitas material terhadap laju panas Perbedaan jumlah es yang mencair sebagai akibat perubahan densitas material insulasi polyurethane dapat dilihat pada Tabel 8. Perubahan kecepatan panas terindikasi dari jumlah es yang mencair dalam kurun waktu pengukuran. Uji signifikansi perubahan laju panas dilakukan terhadap data hasil pengukuran tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa untuk tingkat signifikansi 0,05, perubahan kecepatan atau panas akibat perubahan densitas tidak signifikan. Hal ini ditunjukkan dari nilai F hitung = 0,506, yang ternyata lebih kecil dari F tabel = 2,15 (Ho diterima). Lampiran 11 menunjukkan proses perhitungan signifikansi pengaruh perubahan densitas material polyurethane terhadap kecepatan penetrasi panas. 4.1.4 Hasil perhitungan laju panas dengan CFD LISA 76 Proses perhitungan numerik terhadap laju panas sebagai akibat perubahan densitas dengan CFD LISA 76 memerlukan data tentang data initial condition dan data boundary condition. Hal tersebut dibutuhkan untuk keperluan iterasi numerik
31
dan tampilan visual obyek yang dianalisis. Data untuk keperluan yang dimaksud disampaikan pada Lampiran 12. Tabel 10 menunjukkan hasil iterasi numerik laju panas akibat perubahan densitas material polyurethane. Tabel 10 Hasil perhitungan numerik laju panas dengan CFD LISA 76 ρ (kg/m3)
K ( kcal h-1 m-1 o C- 1)
qp (kkal/jam)
qc (kkal/jam)
30 35 40 45 50
0,033549 0,028431 0,030777 0,030818 0,031636
7,27 6,38 6,50 6,78 6,96
7,18 6,67 6,5 6,65 7,14
Keterangan : ρ = densitas material polyurethane (kg/m3) k = nilai konduktifitas termal hasil perhitungan (kkalh-1m-1oC-1) (ditunjukkan pada Lampiran 13) q = kecepatan atau laju panas (kkal/jam) qp = laju panas hasil pengukuran laboratorium (kkal/jam) qc = laju panas hasil analisis CFD (kkal/jam) Perbandingan hasil pengujian
kecepatan penetrasi panas q dari
pengukuran laboratorium dan dari analisis CFD LISA 76, ditunjukkan pada Gambar 8 dan Tabel 11. Kecepatan penetrasi panas (q) hasil pengukuran dihitung berdasarkan data yang tertera dalam Tabel 8 :
7.60
q (kkal/jam)
7.40 7.20 7.00
qp
6.80
qc
6.60 6.40 6.20 0
10
20
30
40
50
60
Densitas
Gambar 8. Kecepatan penetrasi panas q dari hasil pengukuran dan analisis CFD LISA 76
32
Tabel 11 Perbandingan hasil pengujian kecepatan penetrasi panas q ρ (kg/m3)
qp (kkal/jam)
qc (kkal/jam)
30 35 40 45 50
7,27 6,38 6,50 6,78 6,96
7,18 6,67 6,5 6,65 7,14
Keterangan : ρ = densitas material polyurethane (kg/m3) qp = laju panas hasil pengukuran laboratorium (kkal/jam) qc = laju panas hasil analisis CFD (kkal/jam) Penggunaan CFD diperlukan untuk menghindari pengulangan yang banyak pada perlakuan, dan menghemat waktu dan biaya. Selain itu penggunaan CFD juga dapat menghasilkan tampilan visual yang menggambarkan distribusi atau perubahan energi dari sistem rekayasa teknis yang melibatkan perubahan energi. Konduktivitas termal hasil pengukuran dapat digunakan sebagai input dalam initial conditions sebagai salah satu syarat dapat digunakannya iterasi numerik dalam program CFD LISA 76. Hasil iterasi dari program CFD tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam menghitung laju panas pada densitas insulasi yang berbeda, misal ρ = 31, 32, 33, ....kg/m3, dan seterusnya. Berdasarkan hasil pengukuran laboratorium dan analisis CFD tersebut dapat diketahui nilai densitas efektif dari material insulasi polyurethane yang diukur, yaitu densitas material ρ = 30 kg/m3 dan ρ = 35 kg/m3. Selanjutnya, analisis distribusi beban panas dengan menggunakan CFD dilakukan terhadap insulasi polyurethane yang memiliki nilai densitas efektif tersebut. Berdasarkan data initial condition dan boundary condition pada Lampiran 12, dapat ditetapkan hasil perhitungan dalam bentuk tampilan visual. Tampilan visual ini diperoleh pada tahap postprocessor, dan dapat dilihat pada Gambar 9.
33
a) ρ = 30 kg/m3
b) ρ = 35 kg/m3
Gambar 9 Tampilan hasil Post-processor pengukuran q insulasi polyurethane dengan densitas berbeda. Tampilan pada gambar 3. menunjukkan bahwa pada kotak dengan densitas dinding insulasi ρ = 30 kg/m3, beban panas di bagian sisi atas kotak belum terenyahkan. Hal ini ditandai warna orange pada sisi atas kotak yang menggambarkan temperatur pada sisi tersebut masih cukup tinggi (T = 39,38 oC). Sedangkan kotak dengan dinding insulasi ρ = 35 kg/m3, seluruh panas sudah terenyahkan. Perbedaan tampilan visual tersebut membuktikan perbedaan kemampuan antara dinding insulasi dengan ρ = 30 kg/m3 dengan ρ = 35 kg/m3. Karateristik distribusi suhu dari tampilan visual dari kedua kotak menunjukkan suhu terendah ada di bagian bawah kotak, hal ini disebabkan karena letak es yang digunakan sebagai bahan uji terletak pada bagian dasar kotak. 4.1.5 Efisiensi penggunaan material polyurethane Berdasarkan tampilan grafik pada Gambar 8, dapat diketahui bahwa efektifitas penggunaan insulasi polyurethane terdapat pada densitas ρ = 30 dan 35 kg/m3 atau nilai densitas di antara kedua nilai tersebut. Penambahan kerapatan di atas nilai tersebut justru semakin menaikankan nilai konduktifitas termalnya. Selain karena persoalan konduktivitas termal, diperoleh fakta dari hasil uji laboratorium, densitas polyurethane di atas 50 kg/m3 memiliki tekanan mekanis yang cukup kuat. Hal ini tentu menyulitkan dalam penerapannya. Hasil survei di galangan kapal tradisional UD. Karyamina Putra, densitas insulasi dari 20 palka ikan yang dibangun berkisar ± 32 kg/m3.
34
Berdasarkan nilai densitas efektif tersebut dapat dihitung efisensi η dan faktor koreksi (fk) dari nilai laju panas q. Tabel 12 menunjukkan nilai fk dan η. Tabel 12 Efisiensi laju panas q, PU pada ρ = 30 – 35 kg/m3 Waktu ρ = 30 – 35 kg/m3 Pengukuran η fk Per 8 jam 0,67 0,889 Per 24 jam 0,74 0,878 Koreksi terhadap laju panas akibat perubahan nilai densitas insulasi dapat ditentukan sebagai berikut : q= Untuk standar per 24 jam q ' =
k (T 1 − T 2 )A fk x k (T 1 − T 2 )A 0,878 x
4.1.6 Hasil iterasi numerik geometri ruang Perhitungan faktor bentuk didasarkan atas perkalian dasar (matrik) dari sisi kubus yang memiliki ukuran sama yaitu (1 x 1 x 1) atau (a x a x a). Perubahan dalam bentuk volume kubus ke
persegi panjang tidak mengubah besar
volumenya, sehingga perpanjangan satu sisi kotak menyebabkan berkurangnya ukuran dari sisi- sisi yang lain. Pendekatan yang digunakan dalam perhitungan faktor bentuk ini adalah menambah panjang
salah satu sisi sehingga matrik
volumenya berubah menjadi (a x b x c) atau (a x b x b). Ilustrasi perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 10. Perubahan nilai matrik ukuran kotak dan nilai faktor bentuk fb dapat dilihat pada Tabel x. Hasil perkalian dari matrik ini tetap menghasilkan angka 1. Melalui proses iterasi, terdapat 100 perubahan bentuk dari bentuk bujursangkar ke dalam bentuk kotak persegi panjang dengan ukuran sisi-sisi yang berbeda, dan 50 perubahan bentuk dari bentuk bujur sangkar ke dalam bentuk kotak persegi panjang dengan dua sisi berukuran sama. Formulasi tentang perubahan bentuk ruang sebagaimana dimaksud di atas dapat diterapkan pada bentuk palka atau lambung kapal dengan cara memberikan koreksi nilai koefisien midship (Cm). Tabel yang berisi tentang matrik ukuran kotak atau ruang karena perubahan bentuk tersebut beserta faktor luasnya (fb) disajikan pada Lampiran 14 – 16.
35
a a
b
a c a a
b b
Gambar 10 Perubahan bentuk kotak kubus ke kotak persegi panjang dengan volume tetap : (a x a x a) =1, (a x b x c) = 1, dan (a x b x b) =1. 4.2 Pembahasan 4.2.1 Proses pembuatan insulasi Proses pencoran atau prosedur pembuatan insulasi palka berbahan material polyurethane telah mencapai hasil yang diharapkan. Keberhasilan pencoran tersebut terindikasi dari pengembangan busa yang terjadi secara merata di dalam kompartemen dinding. Proses tekanan busa polyurethane saat mengembang menyebabkan busa akan mengembang ke segala arah di dalam kompartemen dinding hingga sebagian kecil busa keluar melewati lubang pengecoran dan sebagian lainnya keluar melewati celah-celah dinding kayu yang kurang rapat. Tekanan busa yang cukup kuat mampu menerobos celah dinding yang sangat sempit. Tekanan busa polyurethane saat terjadi proses pengembangan berkisar 2 3 kg/cm2 pada densitas material 35 – 40 kg/m3 (Shawyer dan Medina 2003). Densitas bersih dari material polyurethane yang dituang ke dalam kompartemen dinding adalah jumlah awal total larutan dikurangi dengan larutan tersisa dalam ember untuk pencoran dan material busa yang keluar dari dinding karena tekanan saat proses pengembangan busa terjadi. Material busa yang keluar dari dinding saat proses pengembangan busa terjadi, ditunjukkan pada Gambar 11.
36
Gambar 11 Busa polyurethane keluar dari celah-celah dinding karena adanya tekanan saat proses pengembangan. Masalah lain yang dihadapi saat fabrikasi dinding insulasi adalah tekanan yang kuat dapat merusak papan dinding palka, dan terlepas dari paku atau baut yang mengikatnya. Terdapat beberapa jenis kayu yang biasa digunakan untuk dinding palka antara lain laban, meranti, merbau, bangkiray dan sebagainya. Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan kayu yang digunakan sebagai dinding palka adalah kayu meranti batu, sedangkan untuk geladak menggunakan kayu merbau. Berdasarkan Peraturan Kapal Kayu BKI 1996, kayu meranti batu memiliki spesifikasi teknis dengan Kelas Kuat II – IV. Berdasarkan kelas ini, berat jenis kering udara berkisar antara 0,9 – 0,3 dengan kukuh lentur mutlak (klm) 1100 -360 kg/cm2 dan kukuh tekanan mutlak (ktm) 650 – 215 kg/cm2. Sedangkan untuk Merbau berada pada Kelas Kuat I – II, dengan berat jenis kering udara berkisar antara ≥ 0,9 – 0,6 dengan kukuh lentur mutlak (klm)≥ 1100 -725 ≥ 650 kg/cm2 dan kukuh tekanan mutlak (ktm)
– 425 kg/cm2
Hal ini
menunjukkan bahwa secara teknis, kayu yang digunakan cukup kuat menahan gaya deformasi karena tekanan busa polyurethane. Namun demikian pada tekanan tertentu tekanan busa polyurethane dapat berakibat pada perembesan material busa ke cela-cela sempit atau terlepasnya sambungan antara papan dengan bagian konstruksi lainnya. Besarnya rentang nilai dalam Kelas Kuat tersebut juga dijelaskan oleh Damanik (2005), dengan kriteria yang sama. Jika dikehendaki untuk menaikan densitas insulasi lebih tinggi dari nilai di atas, harus dipertimbangkan untuk menggunakan sistem hubungan konstruksi kapal yang lebih baik, sehingga mampu menahan gaya deformasi saat terjadi proses pengembangan material larutan polyurethane. Selain faktor tekanan busa
37
polyurethane, hal lain yang perlu diperhatikan adalah efektifitas penambahan densitas larutan tersebut, di mana pada batas-batas tertentu kenaikan densitasnya justru menaikan nilai konduktivitas termalnya. Kenaikan nilai konduktivitas termal ini akan menurunkan kemampuan insulasinya. Tentang pengaruh densitas, Bing (2006) menjelaskan, bahwa pertambahan nilai konduktivitas termal tidak proporsional dengan pertambahan densitas material. Untuk mendapatkan kondisi yang ideal dalam pembuatan dinding insulasi berbahan polyurethane, maka nelayan pengrajin kapal tradsional melakukan uji coba dalam menggunakan larutan yang akan dituang. Berdasarkan pengalaman yang mereka peroleh, mereka membuat dinding insulasi dengan cara yang sama untuk kapal-kapal yang lain. Prosedur pembuatan ini dituturkan oleh pemilik galangan kapal UD. Karyamina Putra. UD. Karya mina Putra telah beroperasi dalam bidang pembuatan kapal ikan ikan tradisonal dalam kurun waktu puluhan tahun di Kab. Batang Propinsi Jawa Tengah. Beberapa nelayan di pesisir laut utara Jawa Tengah banyak yang mempercayakan pembuatan kapalnya di galangan tersebut. 4.2.2 Evaluasi nilai densitas polyurethane Pada saat ikan ditangkap dan dimasukan ke dalam palka hingga ikan sampai pada konsumen, maka ikan diusahakan tetap diselimuti oleh es. Sistem penjagaan mutu ikan dengan cara seperti ini dikenal sebagai sistem rantai dingin. Pada sistem rantai dingin ini palka kapal ikan memiliki peran sangat penting, yaitu selain sebagai tempat penyimpanan juga berfungsi sebagai alat transportasi karena keberadaan palka tersebut di kapal. Bentuk konstruksi palka dan struktur dindingnya dapat disampaikan pada Gambar 12. Konstruksi palka pada gambar x adalah konstruksi palka untuk sistem pemuatan ikan secara curah, di mana sistem ini banyak digunakan oleh nelayan pesisir utara Jawa Tengah.
38
abc
abcde
abcf
Keterangan : 1. Sekat antar palka/ kamar mesin 2. Penampang sisi kulit kapal 3. Penampang loteng palka /geladak a. Lapisan penutup palka b. Rongga, sekat penyokong dan insulasi c. Pelat baja dalam/papan dalam d. Rongga disebelah kulit kapal e. Kulit kapal f. Lantai papan dek
Gambar 12 Palka ikan berinsulasi (sumber : Ilyas (1988) ) Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas insulasi polyurethane adalah densitas material polyurethane yang dituang dalam kompartemen. Hasil perhitungan dari proses fabrikasi insulasi di lapangan menunjukkan nilai densitas berkisar antara 28 - 35 kg/m3. Nilai densitas insulasi ini sebagian telah memenuhi syarat yang ditetapkan untuk standar insulasi yang baik, yaitu ≥ 30ρ kg/m
3
(Dellino 1997). Fakta di lapangan juga menunjukkan, ketika nilai densitas polyurethane dinaikkan mendekati nilai ρ = 34 kg/m3, maka tekanan busa polyuretahne saat terjadi pengembangan menyebabkan suara gemertak pada dinding papan palka. Hal ini menunjukkan bahwa pada nilai densitas tersebut tekanan yang ditimbulkan oleh busa saat terjadi proses pengembangan dapat menimbulkan kerusakan pada konstruksi. Jika dikehendaki untuk menaikan densitas insulasi lebih tinggi dari nilai di atas, harus dipertimbangkan untuk menggunakan sistem hubungan konstruksi kapal yang lebih baik, sehingga mampu menahan gaya deformasi saat terjadi proses pengembangan material larutan polyurethane. Daya simpan dari palka ikan dapat dihitung berdasarkan luasan permukaan palka, kualitas insulasi, dan perbandingan jumlah ikan dengan es yang ada dalam
39
palka. Jika ikan disusun dalam palka sesuai dengan ketentuan cara pemuatan yang baik, maka tinggi tumpukan tidak lebih dari 0,5 m. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerusakan fisik ikan karena tekanan berat dari lapisan muatan di atasnya. Kerusakan fisik ikan akan menjadi media bagi berkembang biaknya bakteri pembusukan. Dengan demikian proses pembusukan pada ikan yang disimpan dalam palka menjadi lebih cepat. Berdasarkan prinsip di atas, contoh perhitungan tentang daya simpan palka dapat ditunjukkan dengan menggunakan salah satu palka hasil survey, sebagai mana dapat dilihat pada Tabel 13. Dimensi palka tersebut dilengkapi dengan asumsi bahwa kedua palka memiliki kualitas insulasi dan perbedaan suhu luardalam yang sama, yaitu nilai konduktivitas termal k = 0,023, tebal dinding insulasi x = 0,15 m dan perbedaan suhu luar-dalam T = 28oC. Tabel 13 Contoh perhitungan tentang daya simpan palka terkait dengan volume/luas permukaan ruang palka. Palka Kapal 1 Palka Kapal 2 (contoh 1 hold) (contoh 1 hold) (2,15 x 2,4 x 0,5) m3 (1,6 x 2,1 x 0,5) m3 Volume 2:1 2:1 Perbandingan ikan : es 1,09 Ton 0,47 Ton Jumlah ikan yang disimpan 0,78 0,33 Jumlah es pendingin 29 hari 18 hari Daya simpan Pada praktek di lapangan oleh nelayan, perbandingan jumlah es- ikan dapat berkisar 1 : 3, dan tinggi tumpukan bisa melebihi 0,5 m. Dalam praktek di lapangan tentang pemuatan ikan hasil tangkapan, aturan di atas diabaikan oleh nelayan. Tinggi tumpukan ikan bisa lebih dari 0,5 m dan jumlah perbandingan es : ikan berkisar 1 : 3 atau kurang dari jumlah tersebut. Keadaan tersebut dapat berakibat pada penurunan mutu ikan hasil tangkapan. 4.2.3 Hambatan dalam aplikasi teknologi di lapangan Hasil survei juga menunjukkan bahwa penentuan jumlah larutan yang akan dituang ke dalam kompartemen dinding palka, dilakukan melalui uji coba (trial and error) hingga mendapatkan suatu nilai densitas material insulasi yang dianggap ideal. Langkah tersebut ditempuh karena beberapa sebab, antara lain prilaku atau sikap para nelayan tradisional, penggunaan material polyurethane
40
yang belum begitu populer, dan minimnya informasi teknis tentang penggunaan material tersebut untuk keperluan insulasi dinding palka. Beberapa perilaku yang terkait dengan persoalan sosial ekonomi dan budaya masyarakat tradisional berpotensi menghalangi masuknya informasi perkembangan Iptek kepada masyarakat. Faktor pendidikan yang rendah, kebiasaan dan adat istiadat, mengakibatkan penyerapan teknologi di bidang tertentu menjadi lamban atau kurang sesuai dengan spesifikasinya. Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh aspek-aspek sosial budaya masyarakat nelayan terhadap upaya pemberdayaan masyarakat nelayan (Tjahjo & Nasution 2005), menempatkan dimensi tingkah laku pada urutan skor tertinggi yaitu 75,98, dibandingkan dimensi lain seperti kesehatan masyarakat 52,82, ekonomi 44,63, hukum adat 31,87, dan 69,05 politik. Beberapa langkah dapat ditempuh agar masyarakat nelayan siap untuk menerima transformasi teknologi, di antaranya adalah perbaikan sistem kelembagaan masyarakat nelayan. Menurut Tri Hartono dan Nasution (2005), program pendukung penguatan kelembagaan masyarakat nelayan mencakup : (a) Program penambahan atau perbaikan infrastruktur sosial di bidang kesehatan; (b) Program sosialisasi dan penyuluhan di bidang sanitasi lingkungan; dan (c) Program penyuluhan dan penerapan teknologi tepat guna. Dominasi program penyuluhan sebagai program pendukung dikarenakan menonjolnya pengaruh faktor-faktor dan besarnya peranan dimensi tingkah laku dalam masyarakat. Hal ini tampak dari kendala-kendala upaya pemberdayaan masyarakat nelayan selama ini bersumber dari aspek sosial budaya dalam masyarakat. Peran kelembagaan nelayan ini akan memberikan konstribusi pada perubahan atribut nelayan tradisional menjadi atribut nelayan industri. Hal ini sebagaimana dijelaskan tentang salah satu usaha pendekatan pengentasan kemiskinan melalui pendekatan affirmative action, DKP (2000), bahwa affirmative action yang dilakukan adalah merubah atribut nelayan artisanal dan tradisional menjadi atribut yang dimiliki oleh nelayan industri. Perubahan yang dimaksud tidak hanya menyangkut aspek teknologi, tetapi juga aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan.
41
4.2.4 Pengaruh densitas terhadap laju panas (q) Polyurethane adalah jenis material insulasi berbentuk busa yang di dalamnya mengandung gas. Menurut Zemansky dan Ditman (1986), gas pada umumnya merupakan penghantar kalor yang paling buruk Oleh sebab itu, pemilihan jenis material ini sebagai insulasi merupakan alternatif yang cukup baik. Busa polyurethane tersebut disebut sebagai busa polimer. Menurut Feldman dan Hartomo (1995), busa polimer disebut juga polimer seluler, plastik seluler, atau polimer mengembang atau muai adalah sistem bahan multifasa (komposit) yang terdiri atas matriks polimer dan suatu fasa zalir (biasanya gas). Menurut Dellino (1997), untuk insulasi polyurethane yang baik densitas material yang dibutuhkan adalah ρ > 30 kg/m3 , dengan jumlah sel tertutup tidak kurang dari 90 %. Menurut Kim et al. (2010), densitas merupakan parameter yang paling penting untuk mengendalikan sifat mekanik dan termal busa sel tertutup. Nilai efiensi (η) akibat perubahan densitas pada dinding insulasi palka ikan, akan berpengaruh langsung terhadap jumlah ikan yang akan didinginkan dan jumlah es untuk media pendinginan. Hal ini disebabkan karena densitas berpengaruh pada laju panas q dan laju panas akan menentukan besar jumlah es yang mencair. Efiensi (η) dari nilai q pada Tabel 12 diperoleh dari perbandingan antara penambahan jumlah kerapatan dρ dengan perubahan penurunan laju panas dq yang diharapkan. Nilai efisiensi ini dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan perubahan penggunaan material insulasi dengan cara memberikan koreksi terhadap rumus perhitungan q. Koreksi terhadap laju panas akibat perubahan nilai densitas insulasi dapat ditentukan sebagai berikut : Misal dikehendaki perubahan kerapatan dari ρ =30 kg/m3 menjadi ρ =35 kg/m3, maka :
q=
k (T 1 − T 2 )A k (T 1 − T 2 )A fk , atau q = 0,878 .................. (1) x x
Laju panas terkoreksi tersebut akan mengahasilkan nilai laju panas yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pengaruh dari perubahan nilai densitas insulasi yang lebih tinggi. Untuk jumlah muatan ikan yang sama, jumlah es untuk
42
media pengawet dapat dikurangi dengan meningkatnya kualitas insulasi, dalam hal ini insulasi dengan densitas pada kerapatan sebagaimana disebutkan sebelumnya. Nilai konduktivitas termal (k) polyurethane pada Tabel 10, adalah hasil perhitungan menurut rumus laju panas q. Hasil ini termasuk cukup besar bila dibandingkan dengan nilai maksimum dari beberapa referensi, misalnya menurut Dellino (1997) nilai k = 0,023, Shawyer dan Pizzali (2003) k = 0,026, dan Papadopoulos (2004) k = 0,027. Hasil penelitian lain memberikan nilai k berbeda, Wen Wu et al. (1998), dalam risetnya tentang pengaruh ukuran sel pada struktur polyuretahne terhadap konduktivitas termalnya
memberikan gambaran bahwa
semakin kecil ukuran sel semakin menurun nilai k nya. Hasil nilai k yang diperoleh berada pada kisaran k = 0,029 – 0,043. Lee et al. (2002), menjelaskan pengaruh kecepatan pengadukan pada struktur busa terhadap variasi ukuran gelembung, denstitas busa, kekuatan tekan, dan konduktivitas termal. Tabel 14 menunjukkan hasil riset tentang pengaruh pengadukan. Tabel 14 Pengukuran sifat busa polyurethane berdasarkan kecepatan pengadukan yang berbeda. Kecepatan Aduk (rpm) 6000 8000 10.000 12.000 Busa Hibrida
Rata-rata Diameter
Densitas (kg/m3)
Kerapatan sel (1012/m3)
332 273 217 194
31,9 32,6 35,4 38,4 62,8
1,42 2,36 4,66 6,73
Konduktivitas Termal (W/m.K) 0,0198 0,0206 0,0208 0,0208 0,0311
Kekuatan Tekanan (Mpa) 5,78 7,74 8,23 8,43 43,02
Sumber : Lee et al. (2002) Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa untuk peningkatan densitas tertentu berakibat pada penurunan nilai konduktivitas termalnya. Karakter hasil penelitian ini (untuk nilai k) memiliki kesamaan dengan hasil perhitungan k dari data pengukuran tentang efisiensi insulasi akibat perbedaan densitas.
43
Nilai k yang cenderung besar dalam penelitian efisensi insualsi ini diperkirakan karena adanya kebocoran-kebocoran pada sambungan-sambungan dinding box insulasi. Hal serupa juga dialami sistem konstruksi palka tradisional (konstruksi kapal kayu) berinsulasi
polyuretahne. Dalam sistem konstruksi
tersebut sulit sekali untuk mempertahankan ruang palka yang benar-benar kedap. Hal ini disebabkan dalam konstruksi palka terdapat hubungan konstruksi yang harus memutus dinding insulasi. Namun demikian, perbedaan kerapatan dalam insulasi yang digunakan tetap memberi pengaruh pada kecepatan laju penetrasi panas yang masuk ke palka. Sesuai dengan maksud dari penelitian ini, adalah mencari solusi pada tataran aplikasi tersebut dengan membuat suatu analisis penelitian tentang laju panas menggunakan prototype berupa box berinsulasi. Kelebihan dan kekurangan dari berbagai jenis insulasi, menjadikan motivasi untuk selalu mengadakan riset yang bertujuan untuk mendapat insulasi dengan kriteria teknis ekonomis yang lebih baik. Lee et al. (2002), menjelaskan tentang sifat mekanis dan termal dari busa hibrid antara busa polystyrene dengan busa polyurethane. Dibandingkan dengan busa poliuretan murni, kekuatan tekan dari busa hibrida jauh lebih besar, tetapi konduktivitas thermalnya PU murni lebih tinggi. Berkaitan dengan sifat termal dan kekuatan mekanis, Kang et al. (2010), berpendapat bahwa pengaruh penambahan zat aditiv hexamethyldisilazane (HMDS) pada busa polyisocyanurate (PIR) dapat mengurangi ukuran sel sehingga menjadi lebih kecil. Ukuran sel yang lebih kecil tampaknya merupakan salah satu alasan utama untuk peningkatan sifat isolasi termal dan sifat mekanik busa PIR. Badri et al. (2004), menjelaskan tentang keunggulan penggunaan materi polyol berasal dari minyak kelapa sawit sebagai bahan alternatif yang lebih ekonomis menggantikan polyol yang berasal dari petrokimia. Alternatif penggunaan minyak tumbuhan sebagai pengganti bahan petrokimia juga dikemukakan oleh Narine et al. (2007), yang meninjau sifat-sifat mekanis dan sifat termalnya. Polyol dengan terminal kelompok hidroksil primer disintesis dari minyak canola oleh teknologi berbasis ozonolysis dan hidrogenasi, secara komersial tersedia polyol berbasis kedelai dan minyak jarak mentah yang bereaksi dengan diphenylmethane aromatik diisosianat untuk menyiapkan busa. Hal serupa dikemukakan oleh Rohaeti et al. (2003), yaitu tentang penggunaan glukosa, maltosa, dan amilosa sebagai sumber
44
polyol dalam sintesis polyurethane, dapat meningkatkan indeks hidrogen (HBI) dan temperatur transisi (Tg). Ilyas (1992) menjelaskan, bahwa dari berbagai karateristik insulasi yang diinginkan faktor konduktifitas termal tetap menjadi pertimbangan utama. 4.2.5 Pengaruh faktor bentuk terhadap laju panas (q) Tata letak muatan, yaitu cara pemuatan ikan dalam palka yang mencakup pemuatan dengan cara curah, menggunakan rak atau peti kemasan. Cara pemuatan tersebut mempengaruhi penggunaan jumlah es yang digunakan sebagai pengawet ikan. Penentuan cara pemuatan dan penggunaan es dalam perbandingan tertentu akan menentukan kualitas muatan yang diangkut. Rasio kelayakan dalam pemuatan ini umumnya diukur sebagai stowage rate. Amiruddin (2005), mengevaluasi penerapan standar nilai stowage rate ini pada kapal ikan tradisonal dan melihat pengaruhnya terhadap kualitas muatan. Umumnya rasio itu tidak terpenuhi dan berkorelasi terhadap mutu ikan hasil tangkapan yang kurang baik. Stowage rate adalah suatu nilai yang memperhitungkan kecukupan ruang muat untuk memuat suatu jenis muatan secara layak. Ukuran dan bentuk ruang akan menentukan luas permukaan muat dan berpengaruh pada laju panas q. Volume kotak berbentuk kubus memiliki total luas permukaan selubung (kulit) paling kecil dibanding volume kotak berbentuk persegi panjang untuk volume yang sama. Luas permukaan selubung ini akan berpengaruh terhadap laju penetrasi panas dalam ruang yang didinginkan. Perbedaan luas permukaan selubung akibat perbedaan bentuk tersebut dapat dibuktikan melalui uraian berikut. Jika diketahui volume suatu ruang adalah 8 m3, maka ukuran matrik kubusnya adalah : 2 x 2 x 2 = 8 m3 dengan luas selubung (2 x 2) x 6 = 24 m2. Jika bentuk kubus tersebut diubah menjadi bentuk volume persegi panjang untuk volume tetap, misal dengan ukuran matrik 4 x 2 x 1 = 8 m3, maka diperoleh luas permukaan selubung = (4x2)x2 + (4x1)x2 + (2x1)x2 = 26 m2. Berdasarkan fakta di atas maka desain ruang pendingin harus memperhatikan bentuk ruang yang akan digunakan sebagai ruang pendinginan. Selain persoalan heat transfer, penetapan suatu ruang juga mempetimbangkan
45
kelayakan pemuatan yang mencakup faktor kelonggaran (stowage rate) dari barang yang dimuat dan kemudahan dalam operasional bongkar muat. Mengacu pada bentuk geometris kubus, maka perubahan bentuk volume dari kubus ke persegi panjang (untuk volume sama) dapat diketahui nilai perubahan luas permukaan selubungnya dengan cara mengalikannya dengan faktor bentuk. Pendekatan volumetris ini dapat dijelaskan dalam persamaan 2.
[
]
2
A = 6 3 SR.M . fb ……............ (2) Di mana : A = menyatakan luas permukaan selubung (m2) SR = stowage rate atau faktor muat (m3/ton) M = massa muatan (kg, ton). fb = faktor bentuk Berdasarkan data pada Lampiran14 - 16, diperoleh ukuran matrik : Untuk kotak persegi panjang dengan sisi-sisi yang berbeda. Vb =
[
3
]
SR.M x (a x b x c) ………………. (3)
Untuk kotak persegi panjang dengan dua sisi yang sama. Vb =
[
3
]
SR.M x (a x b x b) ......................... (4)
Berdasarkan Persamaan 2, dapat dikembangkan pula persamaan untuk menentukan jumlah larutan material polyurethane yang akan dituang ke dalam dinding palka atau peti. Dengan mengetahui berapa ketebalan insulasi yang direncanakan dan densitas insulasi yang diharapkan, maka jumlah kebutuhan larutan dapat dihitung. Dari persamaan ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan material dinding yang lain, misalnya berapa ton atau berapa m3 kayu yang diperlukan untuk pembuatan dinding suatu peti kemas. Untuk menghitung keperluan jumlah larutan tersebut, persamaan yang terbentuk menjadi :
[
] . .
M PUR = 6 3 SR.M . fb x ρPUR ......................... (5) Di mana : x
2
= ketebalan insulasi yang direncanakan. (cm)
MPUR = massa larutan polyurethane (kg)
ρ PUR = jumlah larutan polyurethane yang dituang per m3 (kg/m3)
46
4.2.6 Aplikasi faktor bentuk dalam rumus Berdasarkan perhitungan faktor bentuk sebagaimana tertera dalam Tabel vii dan viii, perhitungan besar luas permukaan akibat perubahan bentuk dapat dihitung dengan mudah. Selain itu, akan diperoleh ukuran matrik volume yang tepat sesuai dengan besar luas permukaannya. Ketepatan penggunaan rumus untuk perubahan bentuk tersebut dapat dibuktikan dalam contoh perhitungan sebagai berikut : Jika diketahui muatan ikan sebesar 4 ton yang akan dimuat dengan cara curah (perbandingan ikan : es = 2 : 1), maka tentukan luas permukaan selubung, matrik volume kotaknya, dan jumlah kebutuhan material insulasinya, jika : a) Kotak berbentuk bujur sangkar.
[
]
2
Luas permukaan selubung (A) = 6 3 2 x 4 x 1 A = 24 m2. Volume ruang (V) = SR x M, V = 2 m3/ton x 4 ton, V = 8 m3. Ukuran matrik (Vb) : (2)(1 x 1 x 1), Vb = (2 x 2 x 2) Catatan : fb =1 untuk bujur sangkar (belum ada perubahan luas). Jika x = 15 cm (0,15 m) dan ρ = 30 kg/m3, maka jumlah material polyurethane yang dibutuhkan : Mpur = 24 x 0,15 x 30, Mpur = 108 kg b) Kotak berbentuk persegi panjang hasil perubahan dari kotak bujur sangkar di atas (V tetap 8 m3). Matrik volume dari kotak tersebut direncanakan memiliki ukuran sisi yang semuanya berbeda. Jika dikehendaki perubahan panjang sebesar 40 % (dL = 40) merujuk pada Tabel vii., maka :
[
]
2
Luas permukaan selubung (A) = 6 3 2 x 4 x 1.038, A = 24,912 m2.
Volume ruang (V) = SR x M, V = 2 m3/ton x 4 ton, V = 8 m3. Ukuran matrik (Vb) : (2)(1,4 x 1 x 0,7143), Vb = (2,8 x 2 x 1,429) Jika x = 15 cm (0,15 m) dan ρ = 30 kg/m3, maka jumlah material polyurethane yang dibutuhkan : Mpur = 24,912 x 0,15 x 30, Mpur = 112.104 kg.
47
Luas permukaan yang dihitung dari ukuran matrik akan sama dengan luas permukaan yang dihitung dengan rumus X di atas. Ini bisa dibuktikan sebagai berikut : Luas permukaan yang dihitung dari jumlah luas sisi-sisinya : (2,8 x 2)x 2
=
11,2 m2
( 2,8 x 1,429)x 2 = 8,0024 m2 ≈ 8 m2. ( 2 x 1,429)x 2
= 5.716 m2
Total luas
= 24,916 ≈ 24,912 m2 (terbukti tepat).
c) Untuk perubahan panjang yang ditetapkan secara acak (nilai dL tidak tertera dalam tabel), nilai dL ditentukan dengan melakukan pembulatan angka dengan acuan nilai tengah 0,005 karena iterasi dilakukan dengan selisih 0,01. Ketentuannya adalah sebagai berikut jika pertambahan nilai dL > 0,005, maka nilai dL dibulatkan ke atas dan jika pertambahan nilai dL < 0,005 maka nilai dL dibulatkan ke bawah. 4.2.7 Kontribusi nilai faktor koreksi (fk) dan faktor bentuk (fb) Perubahan nilai densitas tertentu dari pembuatan insulasi polyurethane memberikan konskwensi pada perubahan nilai laju panasnya (q) karena faktor konduktivitas termalnya (k). Jika parameter-parameter lain dianggap tidak mengalami perubahan, maka perubahan laju panas akibat perubahan densitas tertentu dari hasil percobaan dapat dikoreksi dengan menggunakan faktor (fk). Nilai fk sebagai mana tercantum dalam Tabel x berkorelasi terhadap nilai efisiensinya (η). Kontribusi nilai fk karena pemakaian polyurethane untuk densitas tertentu dan faktor bentuk (fb) karena perubahan luas permukaan kotak, dapat dilihat melalui pola hubungan dari parameter-parameter dalam rumus pada Persamaan 6. Besar laju panas dapat dinyatakan ke dalam persamaan : q = Q/t, dan q =
kA(T 1 − T 2) ……………………… (6) x
Misalkan, persamaan di atas digunakan untuk menghitung kecepatan laju panas dari kotak berbentuk kubus (jadi A = luas selubung kubus). Dan diasumsikan kotak tersebut menggunakan dinding insulasi polyurethane dengan densitas minimal sebagai acuan yang menghasilkan lama waktu penyimpanan t. Maka
48
penurunan
kecepatan
laju
panas karena
meningkatan
densitas insulasi
polyurethane,adalah :
q’ = q x fk, q =
kA(T 1 − T 2) x fk …......…….……… (7) x
Koreksi luas permukaan bujur sangkar karena perubahan bentuk (faktor bentuk, fb) : q’ = q x fb, q =
kA(T 1 − T 2) x fb ......................... (8) x
Jika diasumsikan, baik densitas insulasi maupun bentuk kubus dari kotak di atas diubah menjadi kotak berbentuk persegipanjang (volume sama) dengan densitas insulasi lebih besar, maka akan diperoleh persamaan : q=
kA(T 1 − T 2) • fk • fb ………………………. (9) x
Perubahan kecepatan laju panas di atas dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam merencanakan palka kapal ikan atau peti berpendingin yang menggunakan insulasi polyurethane. 4.2.8 Perbandingan daya simpan ruang muat Perbandingan daya simpan ruang muat antara ruang berinsulasi polyurethane dengan ruang muat tanpa insulasi (ruang hanya berdinding kayu), dapat diketahui dari jumlah es yang mencair persatuan waktu. Ilyas (1988), menjelaskan tentang kecepatan pencairan es yang bersumber pada data ice in fisheries (1975), bahwa untuk peti kayu dengan kapasitas 10 kg, es akan mencair 4 kg pada suhu udara luar 30oC selama 12 jam, dan 3,5 kg pada suhu udara luar 25 o
C dalam waktu yang sama. Sebuah peti berinsulasi polyurethane dengan kapasitas yang sama dengan
peti kayu di atas, dapat diperbandingkan kemampuannya dalam menahan penetrasi panas dari luar. Peti berinsulasi tersebut terdiri atas dinding insulasi bermaterial polyurethane dengan tebal dinding 0,03 m dengan densitas material ρ = 30 kg/m3. Hasil pengukuran pada peti berinsulasi tersebut diperoleh rata-rata pencairan es 2,181 kg per 24 jam pada suhu rata-rata T = 27,4 oC.
49
Perbandingan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menyetarakan besar satuan dari kedua jenis peti tersebut dengan cara interpolasi data. Interpolasi data untuk mendapatkan jumlah es yang mencair pada suhu T = 27,4 oC dari peti kayu, dapat dilakukan sebagai berikut : x 1 = 25 oC,
y = 3,5 kg
x 2 = 30 oC,
y = 4 kg
x 3 = 27,4 oC, y = ........ y = 3,5 +
(27,4 − 25) (4 − 3,5) (30 − 25)
y = 3,74 kg per 12 jam atau y =7,48 kg per 24 jam. Berdasarkan ketentuan rasio Stowage Rate untuk muatan ikan curah adalah 2 ton/m3, maka kapasitas 10 kg memiliki ruang muat bersih sebesar 20 lt dengan luas permukaan ruang 0,66 m2. Luas permukaan luar (0,335 x 0,33 x 0,33) m3 dengan tebal dinding 0,03 m. Penyetaraan juga perlu dilakukan jika kedua model peti tersebut diaplikasikan ke dalam bentuk ruang palka dengan volume yang lebih besar. Shawyer dan Pizzali (2003), menjelaskan bahwa perubahan bentuk ruang yang berakibat pada perubahan bentuk luas permukaan bersifat proporsional terhadap jumlah es yang mencair. Dua buah kotak A dan B dengan tebal dinding yang sama, di mana kotak B memiliki luas permukaan 3,44 kali lebih besar dari ruang A, maka jumlah es yang mencair dari kotak B adalah 3,44 kali lebih besar dari jumlah es yang mencair di kotak A. Berdasarkan prinsip perubahan bentuk di atas dapat pula diperkirakan perbedaan kemampuan daya tahan penetrasi panas dari sebuah palka dengan menggunakan dasar perhitungan daya tahan panas dari kedua jenis peti yang dihitung. Diambil sebuah contoh ukuran palka ikan dari data survei, yaitu (1,6 x 2,1 x 2,2) m3 atau 7,392 m3. Jika diambil contoh bahwa palka ikan digunakan untuk muatan ikan secara curah, maka digunakan ketentuan rasio Stawage Rate 2 ton/m3 untuk menentukan jumlah muatan ikan dan es, diperoleh jumlah muatan 3,7 ton. Jika perbandingan es-ikan 1 : 2, maka jumlah es yang harus dimuat dalam palka adalah 1232 ton.
50
Hasil perhitungan perbandingan daya tahan atau kemampuan dalam menahan penetrasi panas dari luar selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 16. Hasil dari perhitungan menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam kemampuan menahan penetrasi panas antara dinding kayu dengan dinding insulasi polyurethane. Pada prakteknya, dinding insulasi polyurethane pada umumnya tidak berdiri sendiri sebagai material pelapis ruang berpendingin. Insulasi polyurethane bersama-sama dengan dinding utama dan pelapis bagian dalam ruang, membentuk sebuah konstruksi penyimpanan yang efektif. Pada peti ikan yang bervolume kecil, keberadaan material tersebut sering diabaikan dalam perhitungan dan dianggap sebagai faktor keamanan. Ilyas (1988), menjelaskan bahwa material konstruksi peti yang terdiri dari beberapa lapis material sehingga nilai konduktivitas termalnya juga beragam, maka yang cukup diperhitungkan hanya lapisan insulasinya saja, lapisan lain dapat diabaikan sebgai tambahan faktor kemanan. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa kemampuan dari insulasi polyurethane akan jauh semakin baik dalam menahan penetrasi panas jika dibandingkan dengan dinding kayu, jika dinding insulasi tersebut digunakan bersama-sama
dengan
kayu
membentuk
konstruksi
penyimpanan
ruang
berpendingin. Selain komposisi material, penggunaan insulasi dalam palka juga menyesuaikan ukuran ketebalan sesuai besar ruang palka. Menurut Baverly (1996), tebal minimum dinding insulasi palka ikan berbahan busa polyurethane adalah 13 cm. Pada pratek di lapangan, penggunaan ketebalan insulasi berada pada kisaran 10 – 20 cm. Berdasarkan standar tersebut maka penambahan ketebalan insulasi pada ukuran palka sebagaimana tercantum pada Tabel 16 akan menambah kemampuan menahan panas lebih signifikan dibandingkan dengan palka kayu tanpa insulasi.
51
Tabel 15 Perbandingan daya tahan panas pada peti kayu dan peti polyurethane Jenis Peti
Luas Permukaan (m2)
Suhu Udara Luar (oC)
Jumlah Es Mencair/hari (kg)
q/24 jam
q / jam
Peti Kayu
0,66
27,4
7,48
598,4
24,93
Peti polyurethane
0,66
27,4
2,18
174,48
7,27
Tabel 16 Perbandingan daya tahan panas pada palka kayu dan palka polyurethane Kondisi Palka
Luas Permukaan (m2)
Suhu Udara Luar (oC)
Jumlah Es Dalam Palka (kg)
Jumlah Es Waktu Mencair/hari Simpan*) (kg) (hari)
Palka kayu
23
27,4
1232
261,3
5
Palka polyurethane
23
27,4
1232
76,2
16
*) Waktu simpan diasumsikan tergantung pada es lama mencair. 4.2.9 Pengaruh Efisiensi Palka Terhadap Perencanaan Awal Kapal Formula hasil analisis perhitungan tentang perubahan geometris kotak kubus sebagaimana disebutkan sebelumnya, dapat diterapkan juga untuk keperluan ruang palka. Penerapan formula tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan koreksi terhadap geometris kotak sesuai dengan karakter bentuk lengkung kapal di bagian tengah (midship section). Pembedaan karakter atau kriteria teknis akibat perubahan nilai B/D dapat diperoleh dengan mudah melalui program Delfship. Sebagai contoh, dihitung salah satu data dari kapal pembanding yaitu Lshp = 18 m dan V =50 m3 yang bersumber dari Fyson (1985), maka dari nilai B/D = 1,6 dan B/D = 1,8 diperoleh gambar body plan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 13.
52
(a) B/D = 1,6
(b) B/D = 1,8
Gambar 13 Perbedaan body plan dari ke dua bentuk kapal karena perbedaan nilai B/D. Bentuk ruang terkoreksi tersebut berhubungan dengan parameter coeficient block (Cb) dan coeficient midship (Cm). Menurut Tupper (2002), hubungan dari kedua parameter tersebut dapat dijelaskan : Cb = V/ (B.T.Lpp) dan Cm = Am/(B.d) …………….. (10) di mana : V Lpp Am B d
= volume displasemen (m3) = panjang antar garis tegak (m) = luas midship (m2), = lebar kapal (m) = tinggi sarat kapal (m) .
Berdasarkan hubungan parameter di atas, maka dapat dijelaskan bahwa nilai Cb kapal tidak sama dengan Cb palka dan volume yang dihitung adalah volume kapal bukan volume palka, tetapi luas midship kapal Am adalah sama dengan luas permukaan melintang palka pada batas sarat T atau D (jika diambil asumsi
nilai T
naik sebatas nilai D). Hal ini disebabkan karena karakter
perbandingan B/D kapal sama dengan B/D palka. Berdasarkan uraian ini, untuk mempertahankan agar volume desain palka dari metode baru tersebut tidak mengalami perubahan ketika terintegrasi dalam perhitungan volume kapal, maka perkalian matrik volume palka harus dibagi dengan nilai Cm kapal. Koreksi nilai volume palka dengan nilai Cm, menghasilkan perubahan rumus perhitungan dari luas permukaan A, sebagai berikut :
53
2
SR.M A = 6 . fb .............................. (11) Cm di mana : A = luas permukaan ruang (m2), SR = stowage rate, M = massa muatan Cm = koefisien midship fb = faktor bentuk tergantung nilai B/D Data tentang tentang nilai Cb, Cp dan Cm yang relevan untuk desain kapal ikan, dapat dilihat pada Tabel 17, dan contoh analisis perhitungan dengan metode pendekatan baru ini dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 17 Koefisien Bentuk Kapal Ikan Cb
Cp
Cm
Cb
Cp
Cm
0,30 0,40 0,42 0,44 0,46 0,48 0,50 0,52 0,54 0,56 0,58
0,550 0,554 0,554 0,554 0,556 0,560 0,566 0,574 0,583 0,595 0,608
0,545 0,722 0,758 0,794 0,827 0,857 0,883 0,906 0,926 0,942 0,954
0,60 0,62 0,64 0,66 0,68 0,70 0,72 0,74 0,76 0,78
0,623 0,639 0,656 0,674 0,693 0,712 0,731 0,750 0,769 0,788
0,968 0,970 0,975 0,978 0,981 0,983 0,985 0,988 0,988 0,990
Sumber : Fyson (1985)
54
Tabel 18 Contoh konsep penentuan ukuran kapal melalui pendekatan prosentase panjang kapal (Lfh/Lshp). Contoh Soal Diketahui : - Muatan ikan dengan cara curah = 30 ton - Lfh/Lship = 0,35 Cb = 0,5 Cm = 0,883 Tentukan : - ukuran palka dengan dLa 0,7 (B/D =1,7) - ukuran utama dan perkiraan displacement awal Penyelesaian : Vfh = (SR x M)/Cm = (2 x 30) 0,883 = 67,95 afh =
3
Vfh
4,08 dLa = 0,7 1,7 1 0,5882 Ukuran palka 6,94 4,08 2,40 Lshp = 19,82 Rasio CUNO : L B D Δ Vfh/Δ 1) 19,82 4,08 2,4 194 0,35 Ukuran Kapal : L B d=0,8D Cb V Δ = V. 1.025 19,82 4,08 1,92 0,5 77,6 79,6 Perbandingan ukuran utama L/B d/B L/D 4,86 0,47 8,26 Nilai L/B dan L/D di atas belum memenuhi syarat , maka dilakukan koreksi dengan L/B = 5, maka diperoleh L = 20.4 dan L/D = 8.5 Ukuran kapal terkoreksi : L’ B d=0,8D Cb V’ Δ ‘ = V. 1,025 Ukuran Kapal : 20,4 4,08 1,92 0,5 79,9 81,9
Keterangan : 1) nilai Vfh/Δ, adalah sama dengan metode CUNO (cubic number) yang digunakan secara umum dalam perencanaan awal kapal. 4.2.10 Tinjauan termodinamika Hasil perhitungan yang tertera pada Tabel 18, memberikan konsekwensi pada efisiensi termal dalam hubungannya dengan luas permukaan (A) sebagaimana dijelaskan dalam rumus laju panas q. Perbedaan efisiensi ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Diasumsikan : -
Selain parameter luas permukaan (A), semua parameter terkait dengan q adalah konstan.
-
Ruang palka, murni berbentuk kotak (tidak ada kelengkungan) .
Maka : untuk q =
k (T 1 − T 2) A dan jika q ' = x
1 akan diperoleh q =q’A x k (T 1 − T 2)
55
[
]
2
Berdasarkan persamaan : A = 6 3 SR.M . fb (m2), nilai laju panas menjadi :
[
]
2
q = q '6 3 SR.M . fb , untuk palka dengan dL = 60, q = q’6[3,68]2 x 1,075 , q = 87q’ kkal/jam, palka dengan dL = 80, q = q’6[3,68]2 x 1,119 , q = 91q’ kkal/jam. Selain kerugian karena perbedaan efiensi termal tersebut, kerugian penggunaan material insulasi yang lebih besar dapat dihitung dengan menggunakan rumus serupa. Misalkan dihitung jumlah material insulasi berbahan polyurethane, maka jumlah material yang dibutuhkan adalah :
[
] . .
M PUR = 6 3 SR.M . fb x ρPUR 2
Jika tebal insulasi x = 0,02 m dan ρ = 30 kg/m3, maka untuk palka dengan dL = 60, Mpur = 87 x 0,02 x 30, Mpur = 52 kg, sedangkan untuk palka dengan dL = 80, Mpur = 91 x 0,02 x 30, Mpur = 54,6 kg, jumlah ini akan semakin besar jika dikehendaki peningkatan kualitas insulasi sama dengan q pada dL 60, dengan cara menaikan densitas material insulasinya. Beberapa referensi berbeda dalam menentukan nilai B/D maksimum. Jika Semyonov dan Tyan Zansky (1960) menetapkan nilai B/D adalah 1.6 – 1,8, maka Fyson (1985) menjelaskan dalam contoh perhitungan pendekatan perencanaan awal dengan menggunakan nilai B/D = 2. Dalam tabel iterasi tentang faktor bentuk (fb), sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.5 Bab V, yang menjelaskan perubahan kubus ke persegipanjang dengan dLa = 0 – 100 % La (tiga sisi dengan ukuran berbeda). Nilai B/D = 2 menunjukkan bahwa iterasi telah mencapai angka 100, atau dengan kata lain untuk kotak dengan volume tetap terdapat 1 sisi yang ukurannya telah berubah 2 kali lipat dari ukuran semula (berubah 100 %). Berdasarkan konsep disain yang menyatukan pertimbangan faktor termodinamika dengan karakteristik disain kapal tahap awal, bentuk geometris ini dianggap telah mencapai bentuk maksimum. Nilai B/D yang semakin tinggi ini, akan memberi pengaruh terhadap semakin rendahnya efisiensi termal sistem penyimpanan dalam palka berpendingin. Dengan menggunakan ukuran dan asumsi yang sama, nilai B/D = 2 akan menghasilkan q = 95 q’ kkal/jam dan Mpur = 57 kg. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa melalui rumus yang dikembangkan dari perubahan bentuk bujur sangkar menjadi persegi empat
56
dengan volume tetap, dapat digunakan secara universal untuk keperluan desain kotak atau kemasan berpendingin lainnya. Hal ini disebabkan karena rumus tersebut dikembangkan dari matrik dasar bujursangkar sebagaimana dijelaskan dalam bab sebelumnya. 4.2.11 Tinjauan desain kapal Ukuran utama kapal adalah parameter yang sangat penting yang menentukkan karakteristik kapalnya. Karakteristik yang dimaksud mencakup sifat-sifat kekuatan, stabilitas, sistem propulsi, kemampuan olah gerak dan sifatsifat hidrodinamis lainnya. Dalam tahap awal perencanaan kapal, ukuran kapal ditetapkan secara iterasi melalui suatu proses perbandingan dengan standar tertentu, di mana dalam perbandingan tersebut perubahan salah satu ukuran akan berpengaruh terhadap ukuran yang lain. Pada akhirnya perkalian dari ukuran utama tersebut akan memberikan karakteristik tertentu terhadap bentuk lambung kapal. Dalam proses perencanaan kapal pada tahap selanjutnya, ukuran utama ini hampir mewarnai seluruh konsep perhitungannya. Fison (1985), memberikan penjelasan tentang karakteristik kapal ikan serta hubungan perbandingan ukuran utama dalam menentukan displasemen, sebagai berikut : Tabel. 21 Daftar karakteristik kapal ikan Main dimensions LOA LPP LWL Bmax Bwl d max d Dmld Δ V
m m m m m m m m ton m3
Coefficients/Ratios Cb Cm Cw Cp L/B B/d B/D Vfh m3
Sumber : Fyson (1985)
Contoh perhitungan displasemen : Jika ditentukan : Lwl/Bwl = a1, Bwl/d = a2, Bwl/D = a3, maka Lwl = a1 Bwl, d = Bwl/a2, D = Bwl/a3, dan V = a1 x Bwl x Bwl/a2 x Bwl x Cb. Berdasarkan standar perbandingan ukuran utama kapal ikan kecil dari kapal pembanding, yaitu Lwl/Bwl = 3.0, Bwl/d = 2.5, Bwl/D = 2.0, Cb = 0.4, dan V dalam ton, maka :
57
V = Lwl x Bwl x d x Cb ………………………………………….. (4.12) V = 3 Bwl x Bwl x Bwl/2.5 x 0.4 V = 0,48 (Bwl)3 m3, nilai V dalam perhitugan ini dapat diketahui dengan menggunakan metode CUNO. Jika nilai V diketahui, maka nilai Lwl, T dan D dapat diketahui. Contoh perhitungan di atas menjelaskan keterkaitan antar ukuran utama kapal dan displasemennya. Selain menggambarkan adanya unsur iterasi dalam penentuan ukurannya,
sebagaimana
telah
dijelaskan
sebelumnya
bahwa
perbandingan dari ukuran tersebut menunjukkan karakteristik teknis tertentu dari kapal. Sesuai topik persoalan, pembahasan akan diarahkan secara khusus berdasarkan parameter ukuran utama palka dan kapal yang terkait langsung dengan perubahan desainnya, yaitu aplikasi dari ukuran lebar kapal (B) dan tinggi geladak (D). Secara umum dapat dijelaskan bahwa pengaruh ukuran lebar kapal (B) dan tinggi geladak (D) serta perbandingannya akan menentukan sifat teknis kapal sebagai berikut : Lebar Kapal (B) terutama mempunyai pengaruh pada tinggi metacenter, penambahan lebar dengan displacement panjang kapal dan sarat kapal tetap, menyebabkan kenaikan tinggi metacenter of gravitiy (MG). Penambahan lebar pada umumnya digunakan untuk mendapatkan penambahan ruangan badan kapal akan tetapi hal ini juga mempunyai kerugian karena dapat mengurangi fasilitas terusan dan galangan (dock) Ukuran lebar kapal (B) dalam banyak persoalan banyak digunakan sebagai acuan kriteria stabilitas dan olah gerak. Dalam salah satu rumus empiris tentang persamaan equilibrium dari gaya vertikal dan moment anggukan di sekitar COG, dapat dilihat peran lebar kapal model (B) dalam fungsi lcg/B dan vcg/B. Hal tersebut berkaitan dengan analisis persoalan hempasan atau loncatan badan kapal di atas air dengan menggunakan linear stability theori dan nonlinear time domain simulations, (Sun dan Faltinsen 2011). Rawson dan Tupper (2001), karakter tinggi metasenter di atas titik apung (BM) dapat ditentukan melalui karakter lebar kapal (B). Burger dan Corbet (1966), menggunakan nilai B sebagai parameter dalam menentukan periode rolling atau periode natural badan kapal. Amiruddin
58
(2004), menggunakan periode natural badan kapal tersebut sebagai acuan dalam membuat analisis tentang efek resonansi gelombang laut terhadap stabilitas kapal. Tinggi geladak (D) terutama mempunyai pengaruh pada tinggi titik berat kapal G, kekuatan kapal, dan volume ruang dalam kapal. Penambahan tinggi geladak pada umumnya akan menyebabkan kenaikan titik berat di atas lunas (KG) tinggi metasenter kapal (MG) berkurang. Selain itu penambahan tinggi dapat menyebabkan bertambahnya kekuatan memanjang kapal. Dalam kasus contoh untuk panjang kapal Lshp = 18 m dengan kapasitas palka 50 m3, jika dikehendaki volume tetap dan panjang kapal tidak berubah, maka kenaikan B/D, harus menggeser sekat ke arah memanjang kapal. Hal ini merupakan konskwensi logis dari perubahan tinggi palka (D) yang lebih kecil dengan lebar palka (B) tetap, sehingga panjang palka (Lfh) berubah lebih panjang.. Perubahan nilai D ini secara tidak langsung juga akan merubah nilai tinggi sarat kapal (d), karena nilai T umumnya merupakan prosentase tertentu dari besarnya nilai D. Perbandingan D/d berkaitan dengan daya apung cadangan, dan D – T menyatakan ukuran lambung bebas (freeboard). Perbandingan B/d terutama pempunyai pengaruh pada stabilitas kapal. Harga perbandingan B/d yang relatif kecil terutama akan mengurangi stabilitas kapal, sebaliknya harga B/d yang tinggi akan membuat stabilitas kapal menjadi lebih baik Peran ukuran utama yang lain dengan perbandingannya, misal L, L/B, L/D dan sebagainya, juga berperan sangat penting. Peran-tersebut mencakup hubungannya dengan persoalan olah gerak, hambatan dan propulsi, kekuatan kapal dan stabilitas. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa perubahan ukuran utama kapal merupakan sesuatu yang sensitif dalam menentukan berbagai macam karakteristik teknis kapal. Perubahan ukuran utama tersebut dapat dipertimbangkan dengan memasukkan pertimbangan dari sudut pandang lain, misalnya tinjauan dari sisi termodinamika. Tinjauan dari sisi teknis yang lain tersebut dimungkinkan dengan melakukan suatu kajian yang melibatkan parameter terkait dengan mengacu pada kriteria-kriteria teknis yang sudah ditetapkan.
59
60
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Penelitian ini menunjukkan hasil, bahwa densitas efektif yang dapat dimanfaatkan berkisar pada nilai ρ = 30
-
35 kg/m3. Selisih dari
penggunaan nilai densitas ini memberikan efsiensi η kurang lebih 70 %. Pertambahan densitas di atas 35 kg/m3 menunjukkan nilai laju panas yang semakin besar, sehingga penambahan kerapatan di atas nilai densitas tersebut menjadi tidak efisien. 2. Efisiensi nilai dari perbedaan luas permukaan ruang (A) karena perubahan bentuk ruang dari bentuk kubus manjadi bentuk persegi panjang dengan volume tetap, digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor koreksi (fb) terhadap laju panas (q), di mana untuk kotak dengan tiga sisi berbeda ukuran nilai fb berkisar antara 1,001 – 1,167 dengan iterasi maksimum 100 kali, dan fb = 1,001 – 1,417 dengan jumlah iterasi maksimum 50 kali untuk kotak dengan dua sisi berukuran sama. Sedangkan faktor luas terkoreksi karena kelengkungan badan kapal berkisar antara fb = 0,010 – 2,141 untuk Cm = 0,545 -0,99. Hasil analisis tersebut selain memberikan nilai koreksi terhadap laju panas (q), juga diperoleh beberapa formulasi yang bersifat aplikatif untuk tujuan menghitung ukuran matrik ruang, luas permukaan ruang dan jumlah kebutuhan material untuk keperluan pembuatan ruang muat atau kemasan berinsulasi. 3. Hasil iterasi numerik perubahan matrik ukuran geometris ruang kubus menjadi ruang balok beserta persamaan yang dihasilkan, dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menentukan volume ruang palka atau kemasan lain
yang
muatannya
membutuhkan
sistem
pendinginan
dengan
mempertimbangkan efisiensi termalnya. Tinjauan tentang efsiensi tersebut tetap mempertimbangkan kriteria teknis perencaanaan kapal.
60
5.2 Saran Hasil-hasil penelitian tentang efisiensi penggunaan material insulasi polyurethane dan efisiensi penggunaan bentuk ruang berpendingin, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rencana pembuatan dinding insulasi berbahan polyurethane, pertimbangan dalam perencanaan ruang palka dan perencanaan awal kapal.
61
DAFTAR PUSTAKA Amiruddin Wilma. 2004, Efek Resonansi Gelombang Laut Terhadap Stabilitas Kapal, Majalah KAPAL 3 : 1 – 6. Amiruddin Wilma. 2005. Korelasi Nilai Stowage Rates Terhadap Jaminan Mutu Ikan pada Pada Kapal Ikan Tradisional. METANA 2 : 46-55. Anonim. 2008. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. Dirjen Perikanan Tangkap. Jakarta. Anonim. 1996. Biro Klasifikasi Indonesia, Peraturan Konstruksi Kapal Kayu. BKI 1996. Jakarta. Antoni K. Muda Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Ekonomi. Gitamedia Press. Jakarta. Badri, K.H., Othman, Z. Ahmad, S.H. 2004. Rigid Polyurethane Foams from Oil Palm Resources, Journal of Material Science 39 : 5541-5542. Beverly Stepen. 1996. Notes on Longline Vessel Parameters For Pacific Island Countries. SPC Fisheries Newsletter. New Caledonia BING, 2006, Thermal Insulation Materials Made of Rigid Polyurethane Foam (PUR/PIR), Properties – Manufacture. http/:www.bing.org [14 Mei 2008]. Bolattǜrk Ali. 2006. Determination of optimum insulation thickness for building walls wit respect to various fuels and climate zones in Turkey. Applied Thermal Engineering 26: 1301 -1309. BPPI. 1985. Petunjuk Pembuatan dan Pengoperasian Alat Tangkap Ikan (purse seine). Dirjen Perikanan Tangkap. Semarang. Brown Lisa, Jacobsen Franz. Optimise Tank Design Using CFD. 2009. http://www.wioa.org.au/conference_papers/09_vic/documents/LisaBrow n.pdf : [10 Jan 2011] Burger, W., Corbet, A.G..1966, Ship Stabilizers, Pergamon Press, London. Caprace Jean David, Rigo Philippe. 2011. Ship Complexity Assessment at The Concept Design Stage. Journal Material Science Technologi 16 : 68 -75 Cowd, M.A.. 1991. Kimia Polimer. ITB, Bandung. Damanik, M., Revandy Iskandar, Hutan Kayu 2005. http:// docs. google. Com /viewer?url=http://library.usu.ac.id/pdf [8 Sept 2011] Dellino Clive, VJ. 1997. Cold And Chilled Storage Technology. Blackie Academic & Professional. London. DKP. 2000. Kebijaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Pantai dan Pulau-pulau Kecil. Kampanye Kelautan dan Perikanan. DKP Ed ke-1, Jakarta.
62
Feldman Dorel, Hartomo Anton J. 1995. Bahan Polimer Konstruksi Bangunan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fyson John.1985. Design of Small Fishing Vessels, Food and Agriculture Organization of the United Nations (Fishing News Books Ltd). FarnhamSurrey.England. Halliday, D – Resnick, R.1988. Fisika. Erlangga. Jakarta. Ilyas, S.1988. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan (Teknik Pendinginan Ikan). Yayasan Wijayakusuma. Jakarta. Ilyas, S. 1992. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan (Teknik Pembekuan Ikan). USAID/FRDP. Jakarta. Jhy-Wen Wu, Wen-Fa Sung, Hsin-Sen Chu. 1998. Thermal Conductivity of Polyurethane Foams. International Journal of Heat and Mass Transfer 42 : 2211-2217 Kang Min Jung, Kim Youn Hee, Park Gun Pyo, Han Mi Sun, Kim Woo Nyon, Park Sang Do. 2010. Liquid Nucleating Additives For Improving Thermal Insulating Properties And Mechanical Strength Of Polyisocyanurate Foam. Journal Material Science 45 : 5412 – 5419. Kim, S.H., Park, H.C., Jeong, Kim, B.K., 2010, Glass Fiber Reinforced Rigid Polyurethane Foams, Journal Material Science 45 : 2675 - 2680. Koestoer Raldi Artono. 2002. Perpindahan Kalor Untuk Mahasiswa Teknik, Salemba Teknika. Jakarta. Lee Won Ho, et al. 2002. Processing of Polyurethane/ Polystyrene Hybrid Foam an Numerical Simulation. Fiber and Polymers 4 : 159 -168. Liang Zheng Xuan, Yan Lin, Sang Ji Zhuo, 2009. Collaborative Multisciplinary Decesion Making Based on Game Theori in Ship Preliminary Design. Journal Material Science Technologi 14 : 334 – 344. Murniyati, A.S., Sunarman. (2000). Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. KANISIUS. Yogyakarta. Narine Suresh S., Kong Xiaohua, Bouzidi Laziz, Sporns Peter. 2007. Physical Properties of Polyurethanes Produced from Polyols from Seed Oils: II. Foams, J. Amer Oil Chem 84 : 65 -72. Papadopoulus, AM. 2004. State of the Art in Thermal Insulation Materials and Aims for Future Developments. Energi and Buildings 37 : 77 – 86. Prager Ryan. Spray Polyurethane Foam Insulation and Air/Vapor Barrier System http/:www.polyurethane.org.pdf [5 Sept 2008] Rawson, KJ., Tupper, EC. 2001. Basic Ship Theory (Hydrostatics and Strength). Butterworth Heinemann. Newdelhi.
63
Rohaeti Eli, et all. 2003. Pengaruh Jenis Poliol terhadap Pembentukan Polyurethane dan Monomer PEG400 dan MDI. Proc. ITB Sains & Tek. 2 : 97 -109 Setiyanto, I. 2004. Study Pembuatan Palka Ikan Berinsulasi Polyurethane Type Vekto Untuk Kapal Purse Seine Di Batang. Majalah KAPAL 2 : 15 – 22. Shawyer, M., Pizzali A.F. Medina,. 2003. The use of Ice on Small Fishing Vessels. FAO Fisheries Technical Paper No. 436. Rome Sun Hui, Faltinsen Odd M. Predictions of Porpoising Inception for Planing Vessels. Journal Material Science Technologi. Taswa, E.S., Ahmadi Abu, 2007, Kamus Lengkap Fisika, PT Bumi Aksara, Jakarta. Tri Hartono Tjahjo dan Nasution Zahri. 2005. Aspek-aspek Sosial Budaya Masyarakat Nelayan di Indonesia, Jurnal Peneltian Perikanan Indonesia 3 : 64 - 73 Wen Wu Jhy, Fa Sung Wen, Sen Chu Hsin. 1998. Thermal Conductivity of Polyurethane Foams. International Journal of Heat and Mass Transfer 42 : 2211 -2217 Xie Xinlian, et al. 2008. Ship Selection Using a Multiple Criteria Synthesis Approach, Journal Material Science Technologi 13 : 50 - 62 Zemansky, W. Mark, Dittman, H. Richard. 1986. Kalor dan Termodinamika. ITB Bandung.
64
Lampiran 1 State Of The Art “ Usaha Mepertahankan Mutu Ikan Melalui Sistem Pengawetan pada Palka Kapal Ikan”
Sistem pemuatan dalam palka kurang baik
Cara penanganan ikan, kurang baik
Cara penangkapan kurang tepat
PENURUNAN MUTU IKAN
SISTEM RANTAI DINGIN
PENDINGINAN
Palka Kapal Ikan
Lampiran 65
PEMBEKUAN
- Peti kemas - Gudang dingin (cold storage)
Lanjutan Palka Kapal Ikan
Dengan Mesin Refrigerasi
Tanpa Mesin Refrigerasi
Tanpa Insulasi
Dengan Insulasi
Materi Insulasi
Materi Pendingin
Dengan Insulasi
- Mineral wool -Foam glass - cork board - polystyrene - Polyurethane - dll. - Es - Es kering - Air tawar + es - Air tawar didinginkan oleh mesin - Air laut + es - Air laut didinginkan oleh mesin - Pendinginan dengan udara dingin
MUTU IKAN
Lampiran 65
- Peti kemas - Gudang dingin (cold storage)
Tanpa Mesin Refrigerasi
Dengan Mesin Refrigerasi
Berinsulasi (Materi Insulasi)
Materi Pendingin
Daya Simpan
Lampiran 65
Daya Simpan
Lampiran 70
Lampiran 3 State of the art dari material insulasi dan sifat-sifatnya, hingga pertengahan Tahun 1990
Sumber : The ATLAS Project, dalam Papadopoulos (2004)
Lampiran 70
Lampiran 4 Sifat atau ciri-ciri dasar yang umum ditemui pada material insulasi
Sumber : BASF, Dow, Fibran, Heraklith, ISOVER, Pittsburgh Corning, Rockwool, dalam Papadopoulos (2004)
Lampiran 70
Lampiran 5 State of the art material insulasi, ditinjau dari faktor lingkungan dan kesehatan.
a
Catatan dari IARC, sejak Oktober 2001, bahwa semua serat mineral wool dipertimbangkan tidak masuk dalam klasifikasi penyebab kanker bagi manusia (IARC grup 3). b Catatan dari standar nasional.
Sumber : Papadopoulos (2004)
Lampiran 70
Lampiran 6 Rangking state of the art material insulasi Rangking state of the art material insulasi didasarkan atas nilai rata-rata sifat material, ketersediaan material secara komersil. (Papadopoulos, 2004)
(+): baik ; (O): rata-rata ; ( - ): kurang ; EPS: expanded polystyrene; XPS: extruded polystyrene; PU: polyurethane
Data sifat material insulasi terkait dengan faktor kesehatan dan faktor lingkungan, nilai rata-rata sifat material, ketersediaan material secara komersil. (Papadopoulos, 2004)
(+): baik ; (O): rata-rata ; ( - ): kurang ; EPS: expanded polystyrene; XPS: extruded polystyrene; PU: polyurethane
Lampiran 8 Proses pembuatan insulasi polyurethane
Lampiran 72
Lampiran 9 Pengukuran, pemotongan, dan perakitan dinding insulasi
Lampiran 73
Lampiran 10 Pengujian kecepatan pencairan es. Hasil pengujian kecepatan pencairan es tiap box insulasi Pengukuran
Per 8 jam
Per 16 jam
Per 24 jam
Ulangan 1 2 3 4
Jumlah Es yang Meleleh ( kg ) ρ = 30 ρ = 35 ρ = 40 0,715 0,650 0,725 0,850 0,725 0,710 0,700 0,660 0,675 0,675 0,550 0,600
ρ = 45 0,700 0,800 0,750 0,600
ρ = 50 0,815 0,800 0,675 0,650
1 2 3 4
1,430 1,610 1,325 1,450
1,275 1,420 1,270 1,325
1,375 1,375 1,250 1,375
1,350 1,420 1,370 1,320
1,450 1,420 1,275 1,450
1 2 3 4
2,500 2,275 1,950 2,000
1,830 2,100 1,875 1,850
1,950 2,000 1,900 1,950
2,027 2,045 2,030 2,035
2,000 2,250 1,850 2,250
Data selisih temperatur (ΔT) untuk pengukuran ρ 30 dan ρ 35
RATA2
RATA2
RATA2
Rata2 T1 28.15 28.3 27.2 26.6 27.56 26.5 26.3 26.2 26.8 26.45 28.3 29.7 27.6 28 28.4
rt2 T2.30 20.1 19.9 15.75 15.1 17.71 18.3 17.3 16.4 16 17.00 19.35 19.25 17.5 18.15 18.56
rt2 T2.35 20.35 17.65 15.85 15.5 17.34 19 16.6 16.05 16.1 16.94 19.8 18.2 17.2 17.55 18.19
T1-T2 ρ 30
T1-T2 ρ 35
9.85
10.225
9.45
9.51
9.84
10.21
Lampiran 76
Lampiran 11 Hasil analisis SPSS 15 Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors N Perbedaan Densitas
Waktu penyimpanan
p30 p35 p40 p45 p50 8 16 24
12 12 12 12 12 20 20 20 Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Jumlah es yang mencair (Kg) Type III Sum of Source Squares df Mean Square Corrected Model 17,997(a) 14 1,285 Intercept 112,688 1 112,688 Densitas 0,201 4 0,050 Waktu 17,746 2 8,873 Densitas * 0,049 8 0,006 Waktu Error 0,547 45 0,012 Total 131,232 60 Corrected Total 18,544 59 a R Squared = .971 (Adjusted R Squared = .961)
Lampiran 75
F 105,762 9271,353 4,141 730,026
Sig. ,000 ,000 ,006 ,000
0,506
,845
Lampiran 12 Data initial condition dan boundary condition
Data Initial Condition Data initial condition Suhu (oC) Densitas
Item Es Udara luar Udara dalam Polyurethane
30 -5 27,4 27,4 27,4
35 -5 27,4 27,4 27,4
Data Boundary Condition Item boundary spesific heat (kj/kg.K) heat transfer coef (W/m2.K) densitas densitas PU 30 PU 35 PU 30 PU 35 Es Udara luar Udara dalam Polyurethane
1,09 1,005 1,005 2,09
1,09 1,005 1,005 2,09
0 20,635 20,635 20,865
0 20,6352 20,6352 20,844
Data Boundary Condition (lanjutan) Item boundary Density (kg/m3) Emissivity densitas densitas PU 30 PU 35 PU 30 PU 35 Es Udara luar Udara dalam Polyurethane
917 1,17488 1,17488 30
917 1,17488 1,17488 35
0,97 0,25 0,25 0,92
0,97 0,25 0,25 0,92
Lampiran 76
Lampiran 13 Perhitungan nilai konduktivitas termal untuk densitas material yang berbeda untuk insulasi polyuretahne. ρ q 3 (kg/m ) (kkal)
ΔT (oC)
A (m2)
X (m)
qxX
ΔT x A
K kkal j m-1oC-1 -1
30
7.27
9.85
0.66
0.03
0.2181
6.501
0.033549
35
6.38
10.2
0.66
0.03
0.1914
6.732
0.028431
40
6.5
9.6
0.66
0.03
0.195
6.336
0.030777
45
6.78
10
0.66
0.03
0.2034
6.6
0.030818
50
6.96
10
0.66
0.03
0.2088
6.6
0.031636
Lampiran 77
Lampiran 14 Faktor bentuk (fb), perubahan kubus ke persegipanjang dengan dLa = 0 – 100 % La (tiga sisi dengan ukuran berbeda). dLa = 0 – 40 % La dLa (%) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 18 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Matrik (a x b x c) a b c
fb
1 1,01 1,02 1,03 1,04 1,05 1,06 1,07 1,08 1,09 1,1 1,11 1,12 1,13 1,14 1,15 1,16 1,17 1,18 1.19 1,2 1,21 1,22 1,23 1,24 1,25 1,26 1,27 1,28 1,29 1,3 1,31 1,32 1,33 1,34 1,35 1,36 1,37 1,38 1,39 1,4
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 0,9901 0,9804 0,9709 0,9615 0,9524 0,9434 0,9346 0,9259 0,9174 0,9091 0,9009 0,8929 0,8850 0,8772 0,8696 0,8621 0,8547 0,8475 0,8403 0,8333 0,8264 0,8197 0,8130 0,8065 0,8000 0,7937 0,7874 0,7813 0,7752 0,7692 0,7634 0,7576 0,7519 0,7463 0,7407 0,7353 0,7299 0,7246 0,7194 0,7143
1,000 1,000 1,000 1,001 1,001 1,001 1,002 1,002 1,002 1,003 1,004 1,004 1,005 1,006 1,007 1,007 1,008 1,009 1,010 1,011 1,012 1,013 1,014 1,015 1,017 1,018 1,019 1,020 1,022 1,023 1,024 1,026 1,027 1,029 1,030 1,032 1,033 1,035 1,036 1,038
Lampiran 78
Lanjutan dLa = 41 – 80 % La dLa (%)
a
Matrik (a x b x c) b c
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
1,41 1,42 1,43 1,44 1,45 1,46 1,47 1,48 1,49 1,5 1,51 1,52 1,53 1,54 1,55 1,56 1,57 1,58 1,59 1,6 1,61 1,62 1,63 1,64 1,65 1,66 1,67 1,68 1,69 1,7 1,71 1,72 1,73 1,74 1,75 1,76 1,77 1,78 1,79 1,8
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0,7092 0,7042 0,6993 0,6944 0,6897 0,6849 0,6803 0,6757 0,6711 0,6667 0,6623 0,6579 0,6536 0,6494 0,6452 0,6410 0,6369 0,6329 0,6289 0,6250 0,6211 0,6173 0,6135 0,6098 0,6061 0,6024 0,5988 0,5952 0,5917 0,5882 0,5848 0,5814 0,5780 0,5747 0,5714 0,5682 0,5650 0,5618 0,5587 0,5556
fb 1,040 1,041 1,043 1,045 1,047 1,048 1,050 1,052 1,054 1,056 1,057 1,059 1,061 1,063 1,065 1,067 1,069 1,071 1,073 1,075 1,077 1,079 1,081 1,083 1,085 1,087 1,090 1,092 1,094 1,096 1,098 1,100 1,103 1,105 1,107 1,109 1,112 1,114 1,116 1,119
Lampiran 79
Lanjutan dLa = 81 – 100 % La dLa (%)
a
81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
1,81 1,82 1,83 1,84 1,85 1,86 1,87 1,88 1,89 1,9 1,91 1,92 1,93 1,94 1,95 1,96 1,97 1,98 1,99 2
Matrik (a x b x c) b c 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0,5525 0,5495 0,5464 0,5435 0,5405 0,5376 0,5348 0,5319 0,5291 0,5263 0,5236 0,5208 0,5181 0,5155 0,5128 0,5102 0,5076 0,5051 0,5025 0,5000
fb 1,121 1,123 1,125 1,128 1,130 1,133 1,135 1,137 1,140 1,142 1,145 1,147 1,149 1,152 1,154 1,157 1,159 1,162 1,164 1,167
Lampiran 80
Lampiran 15 Nilai Faktor Bentuk (fb) terkoreksi oleh nilai koefisien midship (Cm) dLa = 0 – 40 % La (Cm = 0,545 – Cm = 0,827) dLa (%)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
fb
1,000 1,000 1,000 1,000 1,001 1,001 1,001 1,002 1,002 1,002 1,003 1,004 1,004 1,005 1,006 1,007 1,007 1,008 1,009 1,010 1,011 1,012 1,013 1,014 1,015 1,017 1,018 1,019 1,020 1,022 1,023 1,024 1,026 1,027 1,029 1,030 1,032 1,033 1,035 1,036 1,038
fb Cm 0,545
0,722
0,758
0,794
0,827
1,835 1,835 1,835 1,835 1,836 1,836 1,837 1,838 1,838 1,839 1,840 1,842 1,843 1,844 1,845 1,847 1,848 1,850 1,852 1,853 1,855 1,857 1,859 1,861 1,863 1,865 1,868 1,870 1,872 1,875 1,877 1,880 1,882 1,885 1,888 1,890 1,893 1,896 1,899 1,902 1,905
1,385 1,385 1.385 1.385 1.386 1.386 1.387 1.387 1.388 1.388 1.389 1.390 1.391 1.392 1.393 1.394 1.395 1.396 1.398 1.399 1.400 1.402 1.403 1.405 1.406 1.408 1.410 1.412 1.413 1.415 1.417 1.419 1.421 1.423 1.425 1.427 1.429 1.431 1.433 1.436 1.438
1,319 1,319 1,319 1,320 1,320 1,320 1,321 1,321 1,322 1,323 1,323 1,324 1,325 1,326 1,327 1,328 1,329 1,330 1,331 1,333 1,334 1,335 1,337 1,338 1,340 1,341 1,343 1,345 1,346 1,348 1,350 1,352 1,353 1,355 1,357 1,359 1,361 1,363 1,365 1,367 1,370
1,260 1,260 1,260 1,260 1,260 1,260 1,261 1,261 1,262 1,263 1,263 1,264 1,265 1,266 1,267 1,268 1,269 1,270 1,271 1,272 1,273 1,275 1,276 1,278 1,279 1,280 1,282 1,284 1,285 1,287 1,289 1,290 1,292 1,294 1,296 1,298 1,299 1,301 1,303 1,305 1,307
1,209 1,209 1,209 1,210 1,210 1,210 1,211 1,211 1,212 1,212 1,213 1,214 1,214 1,215 1,216 1,217 1,218 1,219 1,220 1,221 1,223 1,224 1,225 1,227 1,228 1,229 1,231 1,232 1,234 1,235 1,237 1,239 1,240 1,242 1,244 1,246 1,248 1,249 1,251 1,253 1,255
Lampiran 81
Lanjutan dLa = 0 – 40 % La (Cm = 0,857 – Cm = 0,942) dL (%)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
fb
1,000 1,000 1,000 1,000 1,001 1,001 1,001 1,002 1,002 1,002 1,003 1,004 1,004 1,005 1,006 1,007 1,007 1,008 1,009 1,010 1,011 1,012 1,013 1,014 1,015 1,017 1,018 1,019 1,020 1,022 1,023 1,024 1,026 1,027 1,029 1,030 1,032 1,033 1,035 1,036 1,038
0,857
0,883
fb Cm 0,906
1,167 1,167 1,167 1,167 1,167 1,168 1,168 1,169 1,169 1,170 1,170 1,171 1,172 1,173 1,174 1,174 1,175 1,176 1,178 1,179 1,180 1,181 1,182 1,184 1,185 1,186 1,188 1,189 1,191 1,192 1,194 1,195 1,197 1,199 1,200 1,202 1,204 1,206 1,208 1,209 1,211
1,133 1,133 1,133 1,133 1,133 1,133 1,134 1,134 1,135 1,135 1,136 1,137 1,137 1,138 1,139 1,140 1,141 1,142 1,143 1,144 1,145 1,146 1,147 1,149 1,150 1,151 1,153 1,154 1,156 1,157 1,159 1,160 1,162 1,163 1,165 1,167 1,168 1,170 1,172 1,174 1,176
1,104 1,104 1,104 1,104 1,104 1,105 1,105 1,105 1,106 1,106 1,107 1,108 1,108 1,109 1,110 1,111 1,112 1,113 1,114 1,115 1,116 1,117 1,118 1,120 1,121 1,122 1,123 1,125 1,126 1,128 1,129 1,131 1,132 1,134 1,135 1,137 1,139 1,141 1,142 1,144 1,146
0,926
0,942
1,080 1,080 1,080 1,080 1,080 1,081 1,081 1,082 1,082 1,083 1,083 1,084 1,085 1,085 1,086 1,087 1,088 1,089 1,090 1,091 1,092 1,093 1,094 1,095 1,097 1,098 1,099 1,101 1,102 1,103 1,105 1,106 1,108 1,109 1,111 1,113 1,114 1,116 1,118 1,119 1,121
1,062 1,062 1,062 1,062 1,062 1,062 1,063 1,063 1,064 1,064 1,065 1,065 1,066 1,067 1,068 1,068 1,069 1,070 1,071 1,072 1,073 1,074 1,076 1,077 1,078 1,079 1,081 1,082 1,083 1,085 1,086 1,088 1,089 1,091 1,092 1,094 1,095 1,097 1,099 1,100 1,102
Lampiran 82
Lanjutan dLa = 0 – 40 % La (Cm = 0,954 – Cm = 0,978) dL (%)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
fb
1,000 1,000 1,000 1,000 1,001 1,001 1,001 1,002 1,002 1,002 1,003 1,004 1,004 1,005 1,006 1,007 1,007 1,008 1,009 1,010 1,011 1,012 1,013 1,014 1,015 1,017 1,018 1,019 1,020 1,022 1,023 1,024 1,026 1,027 1,029 1,030 1,032 1,033 1,035 1,036 1,038
fb Cm 0,954
0,968
0,97
0,975
0,978
1,048 1,048 1,048 1,049 1,049 1,049 1,049 1,050 1,050 1,051 1,051 1,052 1,053 1,053 1,054 1,055 1,056 1,057 1,058 1,059 1,060 1,061 1,062 1,063 1,064 1,066 1,067 1,068 1,070 1,071 1,072 1,074 1,075 1,077 1,078 1,080 1,082 1,083 1,085 1,086 1,088
1,033 1,033 1,033 1,033 1,034 1,034 1,034 1,035 1,035 1,036 1,036 1,037 1,037 1,038 1,039 1,040 1,041 1,042 1,043 1,044 1,045 1,046 1,047 1,048 1,049 1,050 1,052 1,053 1,054 1,056 1,057 1,058 1,060 1,061 1,063 1,064 1,066 1,067 1,069 1,071 1,072
1,031 1,031 1,031 1,031 1,031 1,032 1,032 1,033 1,033 1,033 1,034 1,035 1,035 1,036 1,037 1,038 1,039 1,039 1,040 1,041 1,042 1,043 1,045 1,046 1,047 1,048 1,049 1,051 1,052 1,053 1,055 1,056 1,058 1,059 1,061 1,062 1,064 1,065 1,067 1,069 1,070
1,026 1,026 1,026 1,026 1,026 1,026 1,027 1,027 1,028 1,028 1,029 1,029 1,030 1,031 1,032 1,032 1,033 1,034 1,035 1,036 1,037 1,038 1,039 1,040 1,042 1,043 1,044 1,045 1,047 1,048 1,049 1,051 1,052 1,054 1,055 1,057 1,058 1,060 1,061 1,063 1,065
1,023 1,023 1,023 1,023 1,023 1,023 1,024 1,024 1,025 1,025 1,026 1,026 1,027 1,028 1,028 1,029 1,030 1,031 1,032 1,033 1,034 1,035 1,036 1,037 1,038 1,040 1,041 1,042 1,043 1,045 1,046 1,047 1,049 1,050 1,052 1,053 1,055 1,057 1,058 1,060 1,061
Lampiran 83
Lanjutan dLa = 0 – 40 % La (Cm = 0,981 – Cm = 0,99) dL (%)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
fb
1,000 1,000 1,000 1,000 1,001 1,001 1,001 1,002 1,002 1,002 1,003 1,004 1,004 1,005 1,006 1,007 1,007 1,008 1,009 1,010 1,011 1,012 1,013 1,014 1,015 1,017 1,018 1,019 1,020 1,022 1,023 1,024 1,026 1,027 1,029 1,030 1,032 1,033 1,035 1,036 1,038
fb Cm 0,981
0,983
0,985
0,988
0,99
1,020 1,020 1,020 1,020 1,020 1,020 1,021 1,021 1,021 1,022 1,022 1,023 1,024 1,024 1,025 1,026 1,027 1,028 1,029 1,030 1,031 1,032 1,033 1,034 1,035 1,036 1,038 1,039 1,040 1,042 1,043 1,044 1,046 1,047 1,049 1,050 1,052 1,053 1,055 1,057 1,058
1,017 1,017 1,017 1,018 1,018 1,018 1,018 1,019 1,019 1,020 1,020 1,021 1,022 1,022 1,023 1,024 1,025 1,026 1,027 1,028 1,029 1,030 1,031 1,032 1,033 1,034 1,035 1,037 1,038 1,039 1,041 1,042 1,044 1,045 1,047 1,048 1,050 1,051 1,053 1,054 1,056
1,015 1,015 1,015 1,016 1,016 1,016 1,016 1,017 1,017 1,018 1,018 1,019 1,020 1,020 1,021 1,022 1,023 1,024 1,025 1,025 1,027 1,028 1,029 1,030 1,031 1,032 1,033 1,035 1,036 1,037 1,039 1,040 1,041 1,043 1,044 1,046 1,047 1,049 1,051 1,052 1,054
1,012 1,012 1,012 1,012 1,013 1,013 1,013 1,014 1,014 1,015 1,015 1,016 1,016 1,017 1,018 1,019 1,020 1,020 1,021 1,022 1,023 1,024 1,026 1,027 1,028 1,029 1,030 1,032 1,033 1,034 1,036 1,037 1,038 1,040 1,041 1,043 1,044 1,046 1,047 1,049 1,051
1,010 1,010 1,010 1,010 1,011 1,011 1,011 1,012 1,012 1,013 1,013 1,014 1,014 1,015 1,016 1,017 1,018 1,018 1,019 1,020 1,021 1,022 1,023 1,025 1,026 1,027 1,028 1,029 1,031 1,032 1,033 1,035 1,036 1,038 1,039 1,041 1,042 1,044 1,045 1,047 1,049
Lampiran 84
Lanjutan dLa = 41 - 80 % La (Cm = 0,545 – Cm = 0,827) dL (%)
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
fb
1,040 1,041 1,043 1,045 1,047 1,048 1,050 1,052 1,054 1,056 1,057 1,059 1,061 1,063 1,065 1,067 1,069 1,071 1,073 1,075 1,077 1,079 1,081 1,083 1,085 1,087 1,090 1,092 1,094 1,096 1,098 1,100 1,103 1,105 1,107 1,109 1,112 1,114 1,116 1,119
fb Cm 0,545
0,722
0,758
0,794
0,827
1,908 1,911 1,914 1,917 1,920 1,924 1,927 1,930 1,933 1,937 1,940 1,944 1,947 1,951 1,954 1,958 1,961 1,965 1,969 1,972 1,976 1,980 1,984 1,988 1,991 1,995 1,999 2,003 2,007 2,011 2,015 2,019 2,023 2,027 2,031 2,036 2,040 2,044 2,048 2,052
1,440 1,442 1,445 1,447 1,450 1,452 1,454 1,457 1,459 1,462 1,465 1,467 1,470 1,472 1,475 1,478 1,481 1,483 1,486 1,489 1,492 1,495 1,497 1,500 1,503 1,506 1,509 1,512 1,515 1,518 1,521 1,524 1,527 1,530 1,533 1,537 1,540 1,543 1,546 1,549
1,372 1,374 1,376 1,378 1,381 1,383 1,385 1,388 1,390 1,393 1,395 1,397 1,400 1,403 1,405 1,408 1,410 1,413 1,416 1,418 1,421 1,424 1,426 1,429 1,432 1,435 1,437 1,440 1,443 1,446 1,449 1,452 1,455 1,458 1,461 1,464 1,467 1,470 1,473 1,476
1,309 1,312 1,314 1,316 1,318 1,320 1,323 1,325 1,327 1,329 1,332 1,334 1,337 1,339 1,341 1,344 1,346 1,349 1,351 1,354 1,356 1,359 1,362 1,364 1,367 1,370 1,372 1,375 1,378 1,380 1,383 1,386 1,389 1,392 1,394 1,397 1,400 1,403 1,406 1,409
1,257 1,259 1,261 1,263 1,265 1,268 1,270 1,272 1,274 1,276 1,279 1,281 1,283 1,286 1,288 1,290 1,293 1,295 1,297 1,300 1,302 1,305 1,307 1,310 1,312 1,315 1,318 1,320 1,323 1,325 1,328 1,331 1,333 1,336 1,339 1,341 1,344 1,347 1,350 1,353
Lampiran 85
Lanjutan dLa = 41 - 80 % La (Cm = 0,857 – Cm = 0,942) dL (%)
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
fb
1,040 1,041 1,043 1,045 1,047 1,048 1,050 1,052 1,054 1,056 1,057 1,059 1,061 1,063 1,065 1,067 1,069 1,071 1,073 1,075 1,077 1,079 1,081 1,083 1,085 1,087 1,090 1,092 1,094 1,096 1,098 1,100 1,103 1,105 1,107 1,109 1,112 1,114 1,116 1,119
fb Cm 0,857
0,883
0,906
0,926
0,942
1,213 1,215 1,217 1,219 1,221 1,223 1,225 1,227 1,230 1,232 1,234 1,236 1,238 1,241 1,243 1,245 1,247 1,250 1,252 1,254 1,257 1,259 1,262 1,264 1,266 1,269 1,271 1,274 1,276 1,279 1,282 1,284 1,287 1,289 1,292 1,295 1,297 1,300 1,302 1,305
1,178 1,179 1,181 1,183 1,185 1,187 1,189 1,191 1,193 1,195 1,198 1,200 1,202 1,204 1,206 1,208 1,211 1,213 1,215 1,217 1,220 1,222 1,224 1,227 1,229 1,232 1,234 1,236 1,239 1,241 1,244 1,246 1,249 1,251 1,254 1,256 1,259 1,262 1,264 1,267
1,148 1,149 1,151 1,153 1,155 1,157 1,159 1,161 1,163 1,165 1,167 1,169 1,171 1,173 1,176 1,178 1,180 1,182 1,184 1,187 1,189 1,191 1,193 1,196 1,198 1,200 1,203 1,205 1,207 1,210 1,212 1,215 1,217 1,220 1,222 1,224 1,227 1,230 1,232 1,235
1,123 1,125 1,126 1,128 1,130 1,132 1,134 1,136 1,138 1,140 1,142 1,144 1,146 1,148 1,150 1,152 1,154 1,157 1,159 1,161 1,163 1,165 1,168 1,170 1,172 1,174 1,177 1,179 1,181 1,184 1,186 1,188 1,191 1,193 1,196 1,198 1,200 1,203 1,205 1,208
1,104 1,106 1,107 1,109 1,111 1,113 1,115 1,117 1,119 1,121 1,123 1,125 1,127 1,129 1,131 1,133 1,135 1,137 1,139 1,141 1,143 1,146 1,148 1,150 1,152 1,154 1,157 1,159 1,161 1,164 1,166 1,168 1,171 1,173 1,175 1,178 1,180 1,183 1,185 1,187
Lampiran 86
Lanjutan dLa = 41 - 80 % La (Cm = 0,954 – Cm = 0,978) dL (%)
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
fb
1,040 1,041 1,043 1,045 1,047 1,048 1,050 1,052 1,054 1,056 1,057 1,059 1,061 1,063 1,065 1,067 1,069 1,071 1,073 1,075 1,077 1,079 1,081 1,083 1,085 1,087 1,090 1,092 1,094 1,096 1,098 1,100 1,103 1,105 1,107 1,109 1,112 1,114 1,116 1,119
fb Cm 0,954
0,968
0,97
0,975
0,978
1,090 1,092 1,093 1,095 1,097 1,099 1,101 1,103 1,105 1,106 1,108 1,110 1,112 1,114 1,116 1,118 1,121 1,123 1,125 1,127 1,129 1,131 1,133 1,135 1,138 1,140 1,142 1,144 1,147 1,149 1,151 1,154 1,156 1,158 1,161 1,163 1,165 1,168 1,170 1,172
1,074 1,076 1,078 1,079 1,081 1,083 1,085 1,087 1,089 1,090 1,092 1,094 1,096 1,098 1,100 1,102 1,104 1,106 1,108 1,111 1,113 1,115 1,117 1,119 1,121 1,123 1,126 1,128 1,130 1,132 1,135 1,137 1,139 1,141 1,144 1,146 1,148 1,151 1,153 1,155
1,072 1,074 1,075 1,077 1,079 1,081 1,083 1,084 1,086 1,088 1,090 1,092 1,094 1,096 1,098 1,100 1,102 1,104 1,106 1,108 1,110 1,112 1,115 1,117 1,119 1,121 1,123 1,126 1,128 1,130 1,132 1,135 1,137 1,139 1,141 1,144 1,146 1,148 1,151 1,153
1,066 1,068 1,070 1,072 1,073 1,075 1,077 1,079 1,081 1,083 1,085 1,086 1,088 1,090 1,092 1,094 1,096 1,098 1,100 1,103 1,105 1,107 1,109 1,111 1,113 1,115 1,118 1,120 1,122 1,124 1,126 1,129 1,131 1,133 1,136 1,138 1,140 1,142 1,145 1,147
1,063 1,065 1,067 1,068 1,070 1,072 1,074 1,076 1,077 1,079 1,081 1,083 1,085 1,087 1,089 1,091 1,093 1,095 1,097 1,099 1,101 1,103 1,105 1,108 1,110 1,112 1,114 1,116 1,119 1,121 1,123 1,125 1,127 1,130 1,132 1,134 1,137 1,139 1,141 1,144
Lampiran 87
Lanjutan dLa = 41 - 80 % La (Cm = 0,981 – Cm = 0,99) dL (%)
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
fb
1,040 1,041 1,043 1,045 1,047 1,048 1,050 1,052 1,054 1,056 1,057 1,059 1,061 1,063 1,065 1,067 1,069 1,071 1,073 1,075 1,077 1,079 1,081 1,083 1,085 1,087 1,090 1,092 1,094 1,096 1,098 1,100 1,103 1,105 1,107 1,109 1,112 1,114 1,116 1,119
fb Cm 0,981
0,983
0,985
0,988
0,99
1,060 1,062 1,063 1,065 1,067 1,069 1,070 1,072 1,074 1,076 1,078 1,080 1,082 1,084 1,086 1,088 1,090 1,092 1,094 1,096 1,098 1,100 1,102 1,104 1,106 1,109 1,111 1,113 1,115 1,117 1,120 1,122 1,124 1,126 1,129 1,131 1,133 1,136 1,138 1,140
1,058 1,059 1,061 1,063 1,065 1,066 1,068 1,070 1,072 1,074 1,076 1,078 1,080 1,082 1,083 1,085 1,087 1,089 1,092 1,094 1,096 1,098 1,100 1,102 1,104 1,106 1,108 1,111 1,113 1,115 1,117 1,119 1,122 1,124 1,126 1,129 1,131 1,133 1,136 1,138
1,056 1,057 1,059 1,061 1,062 1,064 1,066 1,068 1,070 1,072 1,074 1,075 1,077 1,079 1,081 1,083 1,085 1,087 1,089 1,091 1,093 1,096 1,098 1,100 1,102 1,104 1,106 1,108 1,111 1,113 1,115 1,117 1,119 1,122 1,124 1,126 1,129 1,131 1,133 1,136
1,052 1,054 1,056 1,058 1,059 1,061 1,063 1,065 1,067 1,068 1,070 1,072 1,074 1,076 1,078 1,080 1,082 1,084 1,086 1,088 1,090 1,092 1,094 1,096 1,099 1,101 1,103 1,105 1,107 1,109 1,112 1,114 1,116 1,118 1,121 1,123 1,125 1,127 1,130 1,132
1,050 1,052 1,054 1,055 1,057 1,059 1,061 1,063 1,064 1,066 1,068 1,070 1,072 1,074 1,076 1,078 1,080 1,082 1,084 1,086 1,088 1,090 1,092 1,094 1,096 1,098 1,101 1,103 1,105 1,107 1,109 1,112 1,114 1,116 1,118 1,121 1,123 1,125 1,127 1,130
Lampiran 88
Lanjutan dLa = 81 - 100 % La (Cm = 0,545 – Cm = 0,827) dL (%)
81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
fb
1,121 1,123 1,125 1,128 1,130 1,133 1,135 1,137 1,140 1,142 1,145 1,147 1,149 1,152 1,154 1,157 1,159 1,162 1,164 1,167
fb Cm 0,545
0,722
0,758
0,794
0,827
2,057 2,061 2,065 2,069 2,074 2,078 2,082 2,087 2,091 2,096 2,100 2,104 2,109 2,113 2,118 2,122 2,127 2,132 2,136 2,141
1,552 1,556 1,559 1,562 1,565 1,569 1,572 1,575 1,579 1,582 1,585 1,589 1,592 1,595 1,599 1,602 1,606 1,609 1,612 1,616
1,479 1,482 1,485 1,488 1,491 1,494 1,497 1,500 1,504 1,507 1,510 1,513 1,516 1,520 1,523 1,526 1,529 1,533 1,536 1,539
1,412 1,415 1,417 1,420 1,423 1,426 1,429 1,432 1,435 1,438 1,441 1,445 1,448 1,451 1,454 1,457 1,460 1,463 1,466 1,469
1,355 1,358 1,361 1,364 1,367 1,369 1,372 1,375 1,378 1,381 1,384 1,387 1,390 1,393 1.,396 1,399 1,402 1,405 1,408 1,411
Lampiran 89
Lanjutan dLa = 81 - 100 % La (Cm = 0,857 – Cm = 0,942) dL (%)
81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
fb Cm
fb
1,121 1,123 1,125 1,128 1,130 1,133 1,135 1,137 1,140 1,142 1,145 1,147 1,149 1,152 1,154 1,157 1,159 1,162 1,164 1,167
0,857
0,883
0,906
0,926
0,942
1,308 1,311 1,313 1,316 1,319 1,322 1,324 1,327 1,330 1,333 1,335 1,338 1,341 1,344 1,347 1,350 1,353 1,356 1,358 1,361
1,269 1,272 1,275 1,277 1,280 1,283 1,285 1,288 1,291 1,293 1,296 1,299 1,302 1,304 1,307 1,310 1,313 1,316 1,318 1,321
1,237 1,240 1,242 1,245 1,247 1,250 1,253 1,255 1,258 1,261 1,263 1,266 1,269 1,271 1,274 1,277 1,279 1,282 1,285 1,288
1,210 1,213 1,215 1,218 1,220 1,223 1,226 1,228 1,231 1,233 1,236 1,239 1,241 1,244 1,247 1,249 1,252 1,255 1,257 1,260
1,190 1,192 1,195 1,197 1,200 1,202 1,205 1,207 1,210 1,212 1,215 1,218 1,220 1,223 1,225 1,228 1,231 1,233 1,236 1,238
Lampiran 90
Lanjutan dLa = 81 - 100 % La (Cm = 0,954 – Cm = 0,978) dL (%)
81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
fb
1,121 1,123 1,125 1,128 1,130 1,133 1,135 1,137 1,140 1,142 1,145 1,147 1,149 1,152 1,154 1,157 1,159 1,162 1,164 1,167
fb Cm 0,954
0,968
0,97
0,975
0,978
1,175 1,177 1,180 1,182 1,185 1,187 1,190 1,192 1,195 1,197 1,200 1,202 1,205 1,207 1,210 1,213 1,215 1,218 1,220 1,223
1,158 1,160 1,163 1,165 1,168 1,170 1,172 1,175 1,177 1,180 1,182 1,185 1,187 1,190 1,192 1,195 1,198 1,200 1,203 1,205
1,155 1,158 1,160 1,163 1,165 1,168 1,170 1,172 1,175 1,177 1,180 1,182 1,185 1,187 1,190 1,193 1,195 1,198 1,200 1,203
1,150 1,152 1,154 1,157 1,159 1,162 1,164 1,166 1,169 1,171 1,174 1,176 1,179 1,181 1,184 1,186 1,189 1,191 1,194 1,197
1,146 1,148 1,151 1,153 1,156 1,158 1,160 1,163 1,165 1,168 1,170 1,173 1,175 1,178 1,180 1,183 1,185 1,188 1,190 1,193
Lampiran 91
Lanjutan dLa = 81 - 100 % La (Cm = 0,981 – Cm = 0,99) dL (%)
81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
fb
1,121 1,123 1,125 1,128 1,130 1,133 1,135 1,137 1,140 1,142 1,145 1,147 1,149 1,152 1,154 1,157 1,159 1,162 1,164 1,167
fb Cm 0,981
0,983
0,985
0,988
0,99
1,143 1,145 1,147 1,150 1,152 1,154 1,157 1,159 1,162 1,164 1,167 1,169 1,172 1,174 1,177 1,179 1,182 1,184 1,187 1,189
1,140 1,143 1,145 1,147 1,150 1,152 1,155 1,157 1,159 1,162 1,164 1,167 1,169 1,172 1,174 1,177 1,179 1,182 1,184 1,187
1,138 1,140 1,143 1,145 1,147 1,150 1,152 1,155 1,157 1,159 1,162 1,164 1,167 1,169 1,172 1,174 1,177 1,179 1,182 1,184
1,134 1,137 1,139 1,142 1,144 1,146 1,149 1,151 1,154 1,156 1,158 1,161 1,163 1,166 1,168 1,171 1,173 1,176 1,178 1,181
1,132 1,134 1,137 1,139 1,142 1,144 1,146 1,149 1,151 1,154 1,156 1,159 1,161 1,163 1,166 1,168 1,171 1,173 1,176 1,178
Lampiran 92
Lampiran 16 Faktor bentuk (fb), perubahan kubus ke persegipanjang dengan dLa = 0 – 50 % La (dua sisi berukuran sama). dLb = 0 – 50 % Lb dLb Matrik (a x b x b) (%) a b b 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
1 1,020 1,041 1,063 1,085 1,108 1,132 1,156 1,181 1,208 1,235 1,262 1,291 1,321 1,352 1,384 1,417 1,452 1,487 1,524 1,563 1,602 1,644 1,687 1,731 1,778 1,826 1,877 1,929 1,984 2,041 2,100 2,163 2,228 2,296 2,367
1 0,99 0,98 0,97 0,96 0,95 0,94 0,93 0,92 0,91 0,9 0,89 0,88 0,87 0,86 0,85 0,84 0,83 0,82 0,81 0,8 0,79 0,78 0,77 0,76 0,75 0,74 0,73 0,72 0,71 0,7 0,69 0,68 0,67 0,66 0,65
1 0,99 0,98 0,97 0,96 0,95 0,94 0,93 0,92 0,91 0,9 0,89 0,88 0,87 0,86 0,85 0,84 0,83 0,82 0,81 0,8 0,79 0,78 0,77 0,76 0,75 0,74 0,73 0,72 0,71 0,7 0,69 0,68 0,67 0,66 0,65
fb
dLb (%)
1 1,000 1,000 1,001 1,002 1,003 1,004 1,005 1,007 1,009 1,011 1,013 1,016 1,019 1,022 1,025 1,029 1,033 1,037 1,042 1,047 1,052 1,058 1,063 1,070 1,076 1,083 1,091 1,099 1,107 1,116 1,125 1,135 1,145 1,155 1,166
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Matrik (a x b x b) a b b 2,441 2,520 2,601 2,687 2,778 2,873 2,973 3,078 3,189 3,306 3,429 3,560 3,698 3,845 4,000
0,64 0,63 0,62 0,61 0,6 0,59 0,58 0,57 0,56 0,55 0,54 0,53 0,52 0,51 0,5
0,64 0,63 0,62 0,61 0,6 0,59 0,58 0,57 0,56 0,55 0,54 0,53 0,52 0,51 0,5
fb 1,178 1,191 1,203 1,217 1,231 1,246 1,262 1,278 1,295 1,313 1,332 1,351 1,372 1,394 1,417
Lampiran 93
Lampiran 94