Efisiensi Pemberian Pakan Artemia pada Produksi Massal Benih Ikan Golden Trevally, Gnathanodon Speciosus (Forsskall) Tony Setiadharma, Siti Zuhriyyah Musthofa , Agus Priyono dan A.A. Ketut Alit Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol P. O. BOX 140 Singaraja, 81101 Bali Abstract: The purpose of the present study is to know efficiency of mass seed production of golden trevally fish fry (Gnathanodon speciosus, Forsskall). The larval rearing were conducted using concrete tanks which have volumes of 6 m3, density of larvae 10 pc/L. The larvae were reared for 30-35 days with plankton, rotifer, artemia nauplii, mysid shrimp, and artificial feed as feed. Water exchange started with 20 % of total volume of sea water, and then increased up to 5080 %. Sampling of larvae were conducted every 5 days, to measure of survival rate (SR), total length (TL) and body weight (BW) tanks were siphoned every 2 days. At D30, larvae were harvested and graded. Four different of naupli density were used as treatments, i.e.: (a). 0.4 ind/ml; (b). 0.3 ind/ml; (c). 0.2 ind/ml, and (d). 0.1 ind/ml use on three replicates. The result of the experiment showed that the best average survival rate (SR) and growth were reached at 0.2-0.4 ind/ml arround 16,25-17,02 %. and total lengh 16,52-17,31 mm, weight 0,095-0,118 g so that eficiency of seed productions were on 0.2 ind/ml, 0,3 ind/ml, and 0,4 ind/ml respectively. SR and growth were significantly difference among treatments (P<0.05). Keywords: Artemia, efficient and mass production
PENDAHULUAN Ikan golden trevally (Gnathanodon speciosus) dikenal dengan ikan kuwe macan, pidana kuning, atau simba kuning. Ikan ini berpeluang sebagai species kandidat yang dapat dikembangkan dalam usaha budidaya, dan pada ukuran 5-10 cm merupakan salah satu jenis ikan hias laut yang cukup digemari. Ikan ini termasuk golongan ikan dari famili Carangidae merupakan ikan pelagic, dapat berenang cepat serta berbentuk oval dan pipih, mempunyai nilai ekonomis cukup penting karena harga yang relatif tinggi dan berpeluang sebagai komoditas ekspor. Ikan ini biasanya hidup pada perairan pantai yang dangkal, karang dan batu karang, termasuk species benthopelagic (Widodo, J dan Burhanuddin, 2003). Hal ini mendorong pada usaha penangkapan dialam semakin meningkat sehingga mengakibatkan kelestarian terganggu dan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan karang karena cara penangkapan yang kurang tepat seperti penggunaan racun jenis sianida. Benih ikan kuwe ini dapat mencapai juvenil pada umur 30–35 hari dan pertumbuhannya relatif cepat dengan ukuran panjang 23,9-26,6 cm, pada bobot 282,2-383,9 gr dapat dipelihara selama 7-9,5 bulan. Di Jepang dan negara Asia lainnya seperti Cina, Hongkong, Singapura dan Malaysia ikan tersebut merupakan komoditas ekspor dan sangat digemari juga untuk kegiatan olahraga mancing. (Gushiken, S 1983 dan S.Shokita et al 1991). Dengan adanya peluang pasar lokal dan ekspor yang cukup baik maka perlu dilakukan usaha budidaya baik pembenihan dan pembesarannya. Kegiatan penelitian perbenihan ikan kuwe telah dimulai di Balai Besar Riset Budidaya Laut Gondol sejak tahun 2006 dan induk ikan sudah berhasil dipelihara dalam bak terkontrol dan dapat memijah secara alami (Setiadharma et al.,
20
2006a dan 2006b), namun kualitas telur yang dihasilkan masih bervariasi sehingga perlu melakukan pengamatan pemijahan induk dari hasil budidaya F1 dan F2 untuk melihat kontinuitas dan kualitas telur dari pemijahan. Penelitian dilakukan di Balai Besar Riset Budidaya Laut Gondol tahun 2009 dengan melakukan riset perbaikan manajemen dan efisiensi produksi massal benih ikan kuwe macan. Diharapkan dapat meningkatkan manajemen efisiensi dan kontinuitas produksi massal benih ikan golden trevally dari hasil budidaya, sehingga kebutuhan benih untuk pengembangan usaha budidaya dapat terpenuhi secara berkesinambungan dan diperoleh suatu paket teknologi perbenihan yang utuh.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bak volume 6 m³ yang diisi larva dengan kepadatan 10 ekor/liter. Larva dipelihara dengan diberi Chlorella sp dan pakan rotifer tipe S mulai umur 2 hari dengan kepadatannya 10-20 ind/ml sampai umur 25 hari, mulai umur 15 hari larva diberi pakan buatan dan naupli artemia sampai larva berumur 30-35 hari. Kemudian dihitung jumlah juvenil yang dihasilkan. Perlakuan dalam kegiatan penelitian adalah kepadatan naupli artemia yaitu 0,1 ind/ml, 0,2 ind/ml, 0,3 ind/ml, dan 0,4 ind/ml. Naupli artemia yang diberikan pada larva diperkaya. Bahan pengkaya yang digunakan adalah pengkaya komersial. Pakan suplemen juga diberikan berupa udang mysid. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati adalah kelangsungan hidup, pertumbuhan, keragaman dan kualitas juvenil, kualitas air (suhu, oksigen, salinitas, pH, nitrit, amoniak), deformity, vitalitas benih dan efisiensi pakan serta indentifikasi jenis penyakit selama pemeliharaan. Analisa data menggunakan ANOVA
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi massal benih ikan kuwe dengan perlakukan kepadatan naupli artemia berpengaruh nyata terhadap sintasan, pertumbuhan panjang dan bobot. Hasil yang terbaik adalah 0.2-0,4 ind/ml kemudian menyusul perlakuan 0,1 ind/ml (Tabel 1, 2 dan gambar 1 dan 2). Tabel 1. Rata-rata sintasan (%), panjang (mm) dan bobot (gr) larva ikan kuwe (Gnathanodon speciosus, Forsskall) selama penelitian Perlakuan Sintasan(%) Panjang (mm) Bobot (g) Treatment Survival Rate (%) Length (mm) Weight (g) 0,4 ind/ml 14,84 ± 2,18 b 13,97 ± 2,55 a 0,086 ± 0,029 a 0,3 ind/ml 13,64 ± 2,61 b 14,64 ± 2,43 a 0,092 ± 0,026 a 0,2 ind/ml 14,01 ± 3,03 b 15,05 ± 2,26 a 0,099 ± 0,037 a 0,1 ind/ml 11,41 ± 0,49 a 13,37 ± 1,99 a 0,054 ± 0,025 a Value in the same column followed by similar letter are significantly different (P<0.05) for survival rate and growth of weight and length not significantly different (P>0.05).
Efisiensi Pemberian Pakan Artemia pada .........................................................
21
60
%
Besar Sedan gKecil
Keragaman Benih
50 40 30 20 10 0 0,2
0,1
0,4
0,3 Perlakuan
Gambar 1. Keragaman benih ikan kuwe (Gnathanodon speciosus, Forsskall) selama penelitian. Panjang Total (mm) 16
A B C D
14 12 10 8 6 4 2 0 1
2
3
4
5
6
Umur
7
Bobot (mg)
250
A B C D
200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
Umur
7
Gambar 2. Laju pertumbuhan panjang dan bobot benih ikan kuwe (Gnathanodon speciosus, Forsskall) selama penelitian
22
Neptunus, Vol. 15, No. 2, Januari 2009: 20 - 25
Tabel 2. Pengamatan kualitas air pada tangki larvae ikan kuwe (Gnathanodon speciosus, Forsskall) selama penelitian
Parameter / Parameters Suhu /Temperature (ºC ) Salinitas / Salinity (ppt) PH / pH Amoniak/ Amonia (ppm) N02 / nitrite (ppm) Fosfat / Phosphat (ppm) Nitrat/Nitrate (ppm)
Perlakuan /Treatment 0,4 ind/ml 0,3 ind/ml 25.80 - 28.10 26.20 -28.30 33.0 - 35.0 33.0 - 35.0 8.40 - 8.60 8.36 - 8.62 0.024 - 0.219 0.035 - 0.214 0.013 - 0.074 0.019 - 1.084 0.198 - 0.219 0.161- 0.223 0.038-0.497 0.027-0.400
0,2 ind/ml 26.20 -28.20 33.0 - 35.0 8.31 - 8.55 0.042 - 0.242 0.014 - 0.078 0.148 - 0.242 0.035-0.412
0,1 ind/ml 26.10 - 28.20 33.0 - 35.0 8.32 - 8.51 0.046 - 0.172 0.013 - 0.074 0.135 - 0.174 0.021-0.446
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kepadatan naupli artemia 0,2-0,4 ind/ml diperoleh sintasan yang tidak berbeda nyata (P>0.05). sedang untuk pertumbuhan berbeda nyata (P<0.05) yaitu pada pemberian 0,2-0,4 ind/ml pertumbuhan panjang dan bobot lebih baik dari pemberian 0,1 ind/ml. Hal ini disebabkan jumlah pakan alami jenis artemia dan pakan sudah tersedia dengan jumlah yang cukup, lebih mudah dimangsa dan dicerna sehingga tidak terdapat naupli artemia yang tersisa dalam media pemeliharaan. Kualitas larva yang dihasilkan pada perlakuan 0,2-0,4 ind/ml lebih baik dikarenakan terdapat kekurangan pakan pada pemberian 0,1 ind/ml sehingga benih yang dihasilkan ukurannya lebih bervariasi yaitu 50,67 % ukuran kecil, 28,33 % ukuran sedang dan 21,00 % ukuran besar. Effisiensi pemberian pakan yang lebih baik pada pemberian 0.2 ind/ml, kemudian menyusul 0,3 ind/ml dan 0,4 ind/ml hal ini terlihat sintasan dan pertumbuhan yang dihasilkan sekitar 16,25-17,02 %. dan 16,52-17,31 mm, bobot 0,095-0,118 g. Tersedianya pakan yang cukup, larva ikan kuwe memberikan respon yang tinggi terhadap pakan yang diberikan. Setiadharma et al., (1999 dan 2002) menunjukkan bahwa frekuensi pemberian pakan dalam 24 jam sebanyak 5 kali (Jam 0.9.00, 11.00, 13.00, 15.00 dan 17.00) menghasilkan pertumbuhan benih ikan yang normal dengan sintasan 7,49 %. Kompyang dan Ilyas (1988) menyatakan bahwa kekurangan asam lemak essensial dalam pakan, akan menyebabkan pertumbuhan rendah, menurunnya effisiensi pakan, dan dalam beberapa hal meningkatkan kematian ikan. Hal ini terlihat pada pemberian 0,1 ind/ml bahwa pertumbuhan dan keragaan benih yang dihasilkan lebih rendah. Kanazawa (1985), menyatakan bahwa asam lemak essensial (EPA dan DHA) sangat berperan dalam pembentukan komponen sel-sel tubuh. Diharapkan dapat membantu larva dan benih dalam penyediaan energi dan proses metamorfosis serta fase perkembangan tulang belakang dapat berlangsung dengan baik. Masa kritis benih ikan kuwe terjadi mulai hari ke 5, ke 10 hingga ke 20, yaitu saat terjadinya peningkatan respon untuk makan kemudian sifat larva dan benih ikan yang cenderung sangat aktif serta bergerombol dipermukaan. Hal ini memerlukan pola penanganan yang lebih spesifik melalui pengelolaan pakan dan lingkungan (Setiadharma et al., 2006c). Pada pemberian pakan pellet menghasilkan sintasan yang lebih tinggi karena ikan kuwe tergolong organisme pemakan segala atau herbifora dan akuatik tipe osmoregulator yang kemampuan osmoregulasinya dipengaruhi oleh salinitas media (Setiadharma, et al. 1999). Pada phase juvenil sangat respon terhadap pakan buatan ikan rucah dan rebon, namun tingkat kelulushidupan, pertumbuhan panjang dan bobot pada pemberian pakan pellet performance dari benih yang dihasilkan lebih baik. Kisaran kualitas air selama masa pemeliharaan larva untuk semua perlakuan masih berada dalam batas yang normal dan bisa ditoleransi oleh larva, yakni terlihat pada tabel 2. Nilai kisaran tersebut masih terjaga dengan baik karena selalu dilakukan Efisiensi Pemberian Pakan Artemia pada .........................................................
23
kontrol hingga mencapai juvenil. Pergantian air dan penyiponan dasar bak juga dilakukan mulai dari D10 untuk menjaga agar tidak terjadi akumulasi sisa pakan yang dapat mengganggu kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva. Menurut Palinggi, et al. 2002. bahwa pada pemelharaan ikan kuwe, Caranx sexfasciatus suhu air media pemeliharaan sekitar 26-35 ºC. Effendi (2003) bahwa nilai DO pada perairan laut yang ideal adalah sekitar ± 7 mg/L, sedangkan nilai pH untuk organisme aquatik sekitar 7-8,5. Selanjutnya dalam Boyd (1982) bahwa kisaran amoniak (NH3) yang aman bagi kehidupan larva adalah < 0,1 mg/L, Nitrit (NO2) < 1 mg/L, nitrat (NO3) < 0,2 mg/L dan untuk kadar phospat (PO4) < 1 mg/L.
KESIMPULAN Efisiensi produksi massal yang baik terlihat pada pemberian jumlah artemia sebanyak 0,2 ind/ml kemudian menyusul kepadatan 0,3 ind/ml dan 0,4 ind/ml. Sintasan yang dihasilkan berbeda nyata (P<0.05) sedangkan untuk pertumbuhan panjang dan bobot larva tidak berbeda nyata (P>0.05). Pemberian jumlah naupli artemia 0,2-0,4 ind/ml menghasilkan sintasan dan pertumbuhan yang lebih baik dari kepadatan 0,1 ind/ml yaitu sekitar 16,25-17,02 %. panjang total 16,52-17,31 mm, dan bobot 0,095-0,118 g.
DAFTAR PUSTAKA A. Ketut Alit dan Tony Setiadharma. 2008. Pendederan Yuwana Ikan Kue dengan Padat Penebaran Berbeda Di dalam Bak Terkontrol. Teknologi Perikanan Budidaya 2008.Pusat Riset Perikanan Budidaya. ISBN 978-979-786-025-7. Hal 111-112. Boyd ,E.C. 1982. Water quality management for pond fish culture. Elsevier scientific publishing company, Auburn University Alabama.482 p. Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Penerbit Kanisius Jogyakarta.258 p Kompyang, I.P., dan Ilyas . 1988. Nutrisi Ikan/Udang Relevansi untuk larva/Induk. Prosiding Seminar Nasional Pembenihan Ikan dan Udang. Prosiding Puslitbangkan No. 13/1988.Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Universitas Padjajaran. Hal 248-290. Kanazawa, A. 1985. Nutrition of Penaeid Prawn and Shrimp, p. 121-130. In Y. Taki, J. H. Primavera and J. A. Uobrera (Eds). Proceedings of The First International Conference on The Culture of Penaeid Prawn/Shrimp Aquaculture. Dept., SEAFDEC, Illoilo, Philippines. Palinggi, N. N., Rachmansyah dan Usman. 2002. Pengaruh pemberian sumber lemak berbeda dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan kuwe, Caranx sexfasciatus. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 8 (3) :25-29. Setiadharma.T, N.A. Giri dan Tridjoko. 1999. Pengelolaan mutu pakan untuk perkembangan gonad dan meningkatkan kualitas telur induk kerapu Lumpur (E. coicoides) Lolitkanta, Gondol , 9 hal. Setiadharma, T.A. 2006a. Laju penyerapan nutrisi endogen dan perkembangan larva ikan kue (Gnathanodon specious). Prosiding Konferensi Akuakultur Indonesia 2006. Univesitas Diponogoro, Semarang. p. 264-268. Setiadharma, T., A. Prijono, N.A. Giri dan Tridjoko. 2006b. Domestikasi dan pematangan gonad calon induk ikan kue (Gnathanodon specious) dalam pemeliharaan secara terkontrol. Laporan Hasil Riset 2006. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut. 8 hal.
24
Neptunus, Vol. 15, No. 2, Januari 2009: 20 - 25
Setiadharma.T, Agus Prijono, Nyoman Adiasmara Giri dan Adi Hanafi. 2006c. Pengamatan Pola Pemijahan Alami Induk Ikan Kue (Gnathanodon speciosus, Forsskall) Pada Pemeliharaan Secara Terkontrol Widodo, J., Burhanuddin. 2003. Systematics of The Small Pelagic Fish Species. BIODYNEX ( Biology, Dynamics, Exploitation) of The Small Pelagic Fishes in The Java Sea The 2nd Edition. Marine and Fisheries Research Project. The Agency for Marine and Fisheries Research.
Efisiensi Pemberian Pakan Artemia pada .........................................................
25