EFEKTIVITAS PUSAT INFORMASI DAN KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA (PIK-KRR) UNTUK MENCEGAH TERJADINYA PERNIKAHAN DINI BAGI REMAJA
1) 2) 3)
Sri Wahyuni 1), Alfan Afandi2) , Sigit Ambar Widiawati 3) Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo email:
[email protected] /
[email protected]
Abstrak Kesiapan seorang perempuan untuk hamil dan melahirkan ditentukan oleh kesiapan fisik, mental dan sosial. Selain itu diperberat lagi dengan faktor sosial demografi seperti kemiskinan, pengetahuan rendah, pendidikan rendah, belum menikah, asuhan prenatal yang kurang adequat akan mengakibatkan meningkatnya risiko kehamilan dan kehidupan keluarga yang kurang baik. Keberadaan PIK-KRR yang ditunjang dengan materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang menarik dan informatif, kemudian dimantapkan dengan tindakan edukasi, diharapkan dapat menghasilkan pemahaman yang baik mengenai permasalahan remaja.Penelitian ini bertujuan untuk meneliti efektivitas pusat informasi dan konseling kesehatan reproduksi remaja (PIK-KRR) dalam mencegah terjadinya pernikahan dini bagi remaja, khususnya siswa SMA, sehingga dapat secara efektif mencegah terjadinya pernikahan dini di kalangan siswa SMA. Metode penelitian ini menggunakan true experimental dengan pretest-posttest control group design dan sampel diambil secara random.Hasil penelitian dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa responden pada kelompok perlakuan memiliki pengetahuan untuk mencegah terjadinya pernikahan dini lebih tinggi dibandingkan responden pada kelompok kontrol. Akan tetapi jika dilihat dari nilai p sebesar 0,328 maka p value > 0,05 artinya pengetahuan antara kelompok yang diberi penyuluhan dan tidak diberi penyuluhan adalah sama.Keberadaan layanan PIK KRR diharapkan tetap diberikan dengan menggunakan metode pendidikan kesehatan yang lebih interaktif dan menarik dengan memperhatikan kondisi siswa.
Kata kunci: PIK-KRR, pernikahan dini
1. PENDAHULUAN Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Kehidupan remaja merupakan kehidupan yangsangat menentukan bagi kehidupan masa depan mereka selanjutnya. Pada tahun 2010 jumlah remaja umur 10-24 tahun sangat besar yaitu sekitar 64 juta atau 27,6% dari jumlah Penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa (Sensus Penduduk, 2010). Melihat jumlahnya yang sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara jasmani, rohani, mental dan spiritual. Faktanya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa remaja mempunyai permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Masalah yang menonjol dikalangan remaja yaitu permasalahan seputar TRIAD KRR (Seksualitas, 146 | Prosiding
HIV/AIDS serta Napza), rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja dan median usia kawin pertama perempuan relatif masih rendah yaitu 19,8 tahun (SDKI 2007). Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional. Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk (LPP) adalah tingkat kelahiran. Tingginya angka kelahiran erat kaitannya dengan usia pertamakali kawin. Salah satu upaya menurunkan laju pertumbuhan penduduk adalah melalui peningkatan usia kawin (Bappenas, 2005). Terjadinya stagnasi program KB antara lain dipicu oleh tingginya angka fertilitas remaja (ASFR) pada kelompok usia 15-19 tahun. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012 menunjukkan age specific fertility rate (ASFR) mencapai 48 per 1000 wanita.Padahal
rencana pembangunan jangka menengah (RJPM) menargetkan 30 per 1000 wanita. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, ditengah kemudahan akses informasi, ditengah membaiknya tingkat pendidikan generasi muda dan meningkatnya kesejahteraan penduduk, justru remaja yang memilih menikah dini dan memutuskan melahirkan anak pada usia muda jumlahnya justru meningkat. Kesiapan seorang perempuan untuk hamil dan melahirkan atau mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam tiga hal, yaitu kesiapan fisik, kesiapan mental/emosi/psikologis dan kesiapan sosial/ekonomi. Selain itu juga mempunyai resiko medis dan psikososial instrinsik remaja, bila diperberat lagi dengan faktor sosial demografi seperti kemiskinan, pengetahuan yang kurang, pendidikan yang rendah, belum menikah, asuhan prenatal yang kurang adequat akan mengakibatkan meningkatnya risiko kehamilan dan kehidupan keluarga yang kurang baik. (Soetjiningsih, 2006). Menurut SDKI tahun 2007, median usia kawin pertama perempuan adalah 19,8 tahun. Jumlah perempuan berumur 10 tahun ke atas yang pernah kawin di Jawa Tengah sebesar 38,65 persen menikah pada umur 16-18 tahun, dan sebesar 38,79 persen menikah pada umur 19-24 tahun. Meskipun demikian ternyata di Jawa Tengah masih relatif banyak perempuan yang menikah pada usia di bawah 16 tahun yaitu sebesar 12,78 persen (KBN, 2008).Walaupun himbauan pentingnya kesehatan reproduksi bagi remaja telah dicanangkan pemerintah namun pada kenyataannya masih banyak permasalahan kesehatan reproduksi remaja seperti pernikahan dini.Hasil penelitian diIndonesia menunjukkan bahwa pernikahan dini terjadi sebagai solusi kehamilan di luar nikah (premarital pregnant) (Bannet, 2001 dan Gupta, 2000).Hal inidiakibatkan aktivitas seksual pranikah yang dilakukan kalangan remaja di Indonesia. Untuk merespon permasalahan tersebut, Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN) telah melaksanakan dan mengembangkan program Kesehatan Reproduksi Remaja melalui program perencanaan kehidupan berkeluarga bagi remaja (PKBR). Perencanaan kehidupan berkeluarga adalah suatu program untuk memfasilitasi terwujudnya tegar remaja.
Salah satu program KRR yang mengembangkan strategi diatas adalah PIK-KRR (Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja). PIK-KRR merupakan salah satu wadah yang dikembangkan dalam program GenRe, yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang pendewasaan usia perkawinan, delapan fungsi keluarga, TRIAD KRR (seksualitas, HIV dan AIDS serta Napza), ketrampilan hidup, gender dan ketrampilan advokasi dan KIE. Keberadaan dan peranan PIK-KRR di lingkungan remaja sangat penting artinya dalam rangka membantu remaja untuk memperoleh informasi dan pelayanan konseling yang cukup dan benar tentang penyiapan kehidupan berkeluarga. Keberadaan PIK-KRR untuk memberikan informasi dan pelayanan kesehatan pada remaja diharapkan dapat mencegah meningkatnya permasalahan kesehatan remaja termasuk perilaku premarital seks pada remaja. Untuk itu, sejauh mana pelaksanaan program PIK-KRR ini memberikan dampak bagi remaja menjadi penting untuk diteliti. Pengertian dan pemahaman mengenai kesehatan reproduksi yang sudah diterima dari PIK-KRR tersebut, diharapkan juga berdampak agar remaja memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan dalam pengambilan keputusan untuk menikah dan merencanakan kehamilan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan satu pengukuran untuk melihat bagaimanakah efektivitas PIK-KRR untuk mencegah terjadinya pernikahan dini bagi remaja. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meneliti efektivitas PIK-KRR untuk mencegah terjadinya pernikahan dini bagi remaja, khususnya siswa SMA, sehingga dapat secara efektif mencegah dan mengurangi terjadinya pernikahan dini di kalangan siswa SMA. Sejalan dengan tujuan umum tersebut, secara khusus penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk: 1) Melakukan analisis terhadap kondisi dan tingkat pemahaman remaja tentang masalah kesehatan reproduksi remaja, cara menghindari resiko TRIAD KRR, serta menunda usia perkawinan 2) Melakukan analisis faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dini. 3) Menguji efektifitas PIK-KRR untuk mencegah terjadinya pernikahan dini bagi remaja. 147 | Prosiding
dianalisis dengan metode descriptive analysis menggunakan program SPSS.
2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan true experimental dengan posttest only control group design. Penelitian ini menggunakan 2 kelompok, yaitu 1 kelompok yang diberi perlakuan penyuluhan dari PIK-KRR, sedangkan 1 kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan apapun. Metode yang digunakan adalah metode survei pada siswa SMA Getasan di Kabupaten Ungaran dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Perolehan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung ke lapangan dan wawancara dengan responden. Data yang diperoleh kemudian
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari tahap pertama diperoleh pemahaman siswa SMA tentang masalah kesehatan reproduksi remaja, cara menghindari resiko TRIAD KRR (seksualitas, HIV/AIDS, serta NAPZA), serta menunda usia perkawinan serta pemahaman siswa tentang faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini. Variabel pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu pengetahuan kurang, sedang dan baik.
Tabel 1 Perbedaan Pengetahuan Kesehatan kelompok perlakuan sebagian besar kategori Reproduksi Post test antara Kelompok sedang sebanyak 50,0% dan pengetahuan baik Perlakuan dan Kelompok Kontrol sebanyak 30,0%. Sedangkan pada responden kelompok kontrol sebagian besar kategori sedang Pengetahuan Kelompok Kelompok sebanyak 60,0% dan pengetahuan baik sebanyak Kesehatan 25,0%. Perlakuan Kontrol Reproduksi Sementara untuk deskripsi tiap item f % f % Kategori responden tentang kesehatan Kurang 4 20,0 3 15,0 pengetahuan Sedang 10 50,0 12 60,0 reproduksi, jawaban responden dikelompokkan Baik 6 30,0 5 25,0 menjadi dua yaitu benar dan salah yang dapat dilihat pada tabel 2 berikut : Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa pengetahuan kesehatan reproduksi pada responden Tabel 2. Distribusi Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Item Pertanyaan Tanda awal seorang remaja pria sudah mempunyai fungsi reproduksi Tanda awal seorang remaja wanita sudah mempunyai fungsi reproduksi Jumlah sel telur yang dilepaskan remaja putri setiap bulannya Proses alamiah yang dilakukan tubuh untuk mengeluarkan timbunan sperma saat remaja tidur Terjadinya kehamilan pada seorang wanita Hormon yang dihasilkan oleh tubuh seorang laki-laki Hormon yang dihasilkan oleh tubuh seorang perempuan Tanda-tanda kehamilan Tempat bertumbuhnya janin selama masa kehamilan
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan kesehatan reproduksi pada kelompok 148 | Prosiding
Kelompok Perlakuan Kontrol Benar Benar f % f % 19 95 18 90 15 75 12 60 10 50 12 60 19
95
17
85
9
45
14
70
2
10
6
30
2 18 17
10 90 85
2 17 19
10 85 95
perlakuan dan kelompok kontrol sudah memiliki pengetahuan baik. Beberapa indikator yang
menunjukkan bahwa kelompok perlakuan memiliki pengetahuan yang kurang yaitu sebanyak 90,0% tidak mengetahui hormon yang dihasilkan oleh tubuh seorang laki-laki, sebanyak 90,0% tidak mengetahui hormon yang dihasilkan oleh tubuh seorang perempuan, sebanyak 55,0% tidak mengetahui terjadinya kehamilan pada seorang wanita dan sebanyak 50,0% tidak mengetahui jumlah sel telur yang dilepaskan remaja putri setiap bulannya. Sedangkan pada kelompok kontrol, sebanyak 90,0% tidak mengetahui hormon yang dihasilkan oleh tubuh seorang laki-laki, sebanyak 70,0% tidak mengetahui hormon yang dihasilkan oleh tubuh seorang perempuan, sebanyak 40,0% tidak mengetahui tanda awal seorang remaja wanita sudah mempunyai fungsi reproduksi dan sebanyak 40,0% tidak mengetahui jumlah sel telur yang dilepaskan remaja putri setiap bulannya. Variabel Pengetahuan Cara menghindari resiko TRIAD KRR (seksualitas, HIV dan AIDS, serta NAPZA) dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu pengetahuan kurang, sedang dan baik.
Tabel 3 Perbedaan Cara menghindari resiko TRIAD KRR Post test antara Kelompok Perlakuan dengan Kelompok Kontrol Cara menghindari resiko TRIAD KRR
Kelompok Perlakuan
Kelompok Kontrol
f
f
Kurang Sedang Baik
4 6 10
% 20,0 30,0 50,0
1 5 14
% 5,0 25,0 70,0
Tabel 3 menunjukkan bahwa pengetahuan cara menghindari resiko TRIAD KRR (seksualitas, HIV dan AIDS, serta NAPZA) pada responden kelompok perlakuan sebagian besar kategori baik sebanyak 50,0% dan pengetahuan sedang sebanyak 30,0%. Sedangkan pada responden kelompok kontrol sebagian besar kategori baik sebanyak 70,0% dan pengetahuan sedang sebanyak 25,0%. Sementara untuk deskripsi tiap item pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi, jawaban responden yang benar dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Distribusi jawaban Cara Menghindari Resiko TRIAD KRR Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Item Pertanyaan Masalah yang berkaitan dengan Resiko Triad KRR Peran keluarga dalam pencegahan terjadinya seks bebas Resiko yang harus dihadapi remaja jika melakukan hubungan seksual sebelum menikah Jenis penyakit yang tidak termasuk pada penyakit menular seksual Cara penularan penyakit menular seksual Salah satu gejala penyakit menular seksual Cara penularan penyakit infeksi HIV/AIDS Penyebab HIV/AIDS Cara mencegah HIV/AIDS Ciri-ciri remaja yang beresiko lebih besar menjadi penyalahguna napza Faktor sikap orangtua yang ikut berperan menjadi pencetus remaja menjadi penyalahguna Napza
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan cara menghindari resiko TRIAD KRR pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sudah memiliki pengetahuan baik.
Kelompok Perlakuan Kontrol Benar Benar f % f % 19 95 14 70 12 60 2 10 17
85
15
75
13 18 20 17 12 19 15
65 90 100 85 60 95 75
11 18 17 14 7 17 18
55 90 85 70 35 85 90
12
60
18
90
Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa kelompok perlakuan memiliki pengetahuan yang kurang yaitu sebanyak 40,0% tidak mengetahui peran keluarga dalam pencegahan terjadinya seks
149 | Prosiding
bebas, sebanyak 40,0% tidak mengetahui penyebab HIV/AIDS, sebanyak 40,0% tidak mengetahui faktor sikap orangtua yang ikut berperan menjadi pencetus remaja menjadi penyalahgunaan Napza dan sebanyak 35,0% tidak mengetahui jenis penyakit yang tidak termasuk pada penyakit menular seksual. Sedangkan pada kelompok kontrol, sebanyak 90,0% tidak mengetahui peran keluarga dalam pencegahan terjadinya seks bebas, sebanyak 65,0% tidak mengetahuipenyebab HIV/AIDS, sebanyak 45,0% tidak mengetahui jenis penyakit yang tidak termasuk pada penyakit menular seksual, sebanyak 30,0% tidak mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan Resiko Triad KRR dan 30,0% tidak mengetahui cara penularan penyakit infeksi HIV/AIDS . Variabel Pengetahuan tentang Faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dini dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu pengetahuan kurang, sedang dan baik.
Tabel 6. Distribusi Faktor-faktor Penyebab Kelompok Kontrol No 1 2
3 4 5 6 7 8 9
10
11
12 13
Tabel 5. Perbedaan Pengetahuan tentang Faktorfaktor penyebab terjadinya pernikahan dini Post test antara Kelompok Perlakuan dengan Kelompok Kontrol Pengetahuan tentang Faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dini Kurang Sedang Baik
Kelompok Kontrol
f
%
f
%
20,0 40,0 40,0
1 11 8
5,0 55,0 40,0
4 8 8
Tabel 5 menunjukkan bahwa pengetahuan tentang faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada kelompok perlakuan kategori baik sebanyak 40,0% dan pengetahuan sedang sebanyak 40,0%. Sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar kategori sedang sebanyak 55,0% dan pengetahuan baik sebanyak 40,0%. Sementara untuk deskripsi tiap item pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi, jawaban responden yang benar dapat dilihat pada tabel 6.
Terjadinya Pernikahan Dini Kelompok Perlakuan dan
Item Pertanyaan Pernyataan yang benar tentang pengertian tentang pernikahan dini Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan Usia yg baik untuk hamil anak pertama Usia maksimal yg aman untuk hamil Harapan rata-rata usia kawin pertama tahun 2014 Dampak pernikahan dini jika dipandang dari segi kejiwaan Resiko tinggi kehamilan pada usia muda Faktor Penyebab Orang tua yang mengawinkan anaknya karena keadaan ekonomi keluarga yang kurang Faktor penyebab pasangan usia muda merasa sudah saling mencintai dan adanya pengaruh media, sehingga mereka terpengaruh untuk melakukan pernikahan usia muda Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan orang tua, anak, dan masyarakat akan pentingnya pendidikan, makna serta tujuan perkawinan sehingga menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda Kekhawatiran orang tua akan anaknya yang sudah mempunyai pacar yang sudah sangat dekat, membuat orang tua ingin segera mengawinkan anaknya meskipun masih dibawah umur Faktor yang dapat menyebabkan remaja melakukan pernikahan secara dini Pernyataan yang benar tentang nilai virginitas
150 | Prosiding
Kelompok Perlakuan
Kelompok Perlakuan Kontrol Benar Benar f % f % 11 55 14 70 19
95
20
100
19 9 1 5 18
95 45 5 25 90
15 3 0 6 15
75 15 0 30 90
20
100
18
90
20
100
17
85
20
100
16
80
19
95
15
75
11
55
10
50
13
65
13
65
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dini kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sudah memiliki pengetahuan baik antara lain pengetahuan mengenai pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dan faktor penyebab orang tua yang mengawinkan anaknya karena keadaan ekonomi keluarga yang kurang. Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa kelompok perlakuan memiliki pengetahuan yang kurang yaitu sebanyak 95,0% tidak mengetahui harapan rata-rata usia kawin pertama tahun 2014, sebanyak 75,0% tidak mengetahui dampak pernikahan dini jika dipandang dari segi kejiwaan, sebanyak 55,0% tidak mengetahui usia maksimal yg aman untuk hamil dan sebanyak 45,0% tidak mengetahui faktor yang dapat menyebabkan remaja melakukan pernikahan secara dini. Sedangkan pada kelompok kontrol, sebanyak 100,0% tidak mengetahui harapan rata-rata usia kawin pertama tahun 2014, sebanyak 85,0% tidak mengetahui usia maksimal yang aman untuk hamil sebanyak 75,0% tidak mengetahui resiko tinggi kehamilan pada usia muda, sebanyak 50,0% tidak mengetahui faktor yang dapat menyebabkan remaja melakukan pernikahan secara dini dan sebanyak 35,0% tidak mengetahui pernyataan yang benar tentang nilai virginitas. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah kemampuan pemahaman yang telah dimiliki oleh responden terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Secara keseluruhan hasil penelitian tentang pengetahuan kesehatan reproduksi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol adalah sama. Adanya kesamaan pengetahuan kesehatan reproduksi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada beberapa item pertanyaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kurikulum yang diterima relatif umum. Materi tersebut meliputi pengetahuan tentang seksualitas yang hanya sebatas pengenalannya saja dan tidak mendalam sehingga dapat dikatakan bahwa semua siswa tidak mendapatkan informasi tentang seksualitas secara lengkap. Selain informasi yang disampaikan kurang lengkap, penyebab lainnya adalah keaktifan responden dalam mencari informasi. Menurut Notoatmodjo, informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Jika seseorang mendapatkan banyak informasi maka seseorang tersebut cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas.Walaupun secara umum tingkat pengetahuan responden antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol adalah sama, tetapi ada beberapa perbedaan pengetahuan yang tidak diketahui oleh responden yang dapat dilihat dari item pertanyaan yang masih dijawab salah oleh responden. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi yang memadai sangat diperlukan oleh remaja.Banyak kasus permasalahan reproduksi pada remaja dikarenakan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi yang kurang, seperti meningkatnya kasus HIV/AIDS, kehamilan yang tidak diinginkan, dan abortus tidak aman. Pengetahuan tentang cara menghindari resiko TRIAD KRR (Seksualitas, HIV Dan AIDS, Serta NAPZA) adalah kemampuan pemahaman yang telah dimiliki oleh responden terhadap hal-hal yang berkaitan denganSeksualitas, HIV Dan AIDS, Serta NAPZA. Secara keseluruhan hasil penelitian tentang pengetahuan cara menghindari resiko TRIAD KRR (Seksualitas, HIV Dan AIDS, serta NAPZA) kelompok perlakuan dan kelompok kontrol adalah sama. Pengetahuan yang baik pada responden juga bisa dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam kegiatan sehari-hari, mereka melakukan hubungan dengan orang lain misalnya teman. Karena hubungan ini seseorang memperoleh suatu pengetahuan dan mengalami proses belajar. Teori yang mendukung pendapat ini adalah teori Notoatmodjo (2010), bahwa lingkungan berpengaruh terhadap pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya adalah usia. Rata-rata usia siswa SMK adalah 16-18 tahun. Pada usia remaja inilah mereka memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, sehingga memungkinkan responden dapat menerima pengetahuan tentang deteksi dini kanker payudara dengan sadari sebagai suatu pembaruan pengetahuan. Seperti teori yang dikemukakan oleh Fudyartanta (2012), bahwa periode remaja 151 | Prosiding
merupakan periode yang sangat penting untuk diberikan edukasi yang positif. Pada fase ini mulai terjadi perubahan baik secara fisik, psikologis dan sosial. Perkembangan fisik yang cepat dan cepatnya perkembangan mental terutama pada awal masa remaja membuat remaja memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental, sikap dan minat terhadap sesuatu hal yang dianggap baru oleh remaja. Di sisi lain, Hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja masih sangat rendah (Rahmawati, dkk, 2012). Berdasarkan hasil SKRRI tersebut pengetahuan remaja usia 15-19 tahun untuk perubahan fisik untuk pria adalah 21,9% wanita dan 22,4% pria mengetahui bahwa pertumbuhan otot merupakan tanda dari perubahan fisik pria, 52,6% wanita dan 32,9% pria mengetahui bahwa perubahan suara merupakan tanda dari perubahan fisik pria, 30,5% wanita dan 35,3% pria mengetahai bahwa pertumbuhan rambut pada muka, sekitar kemaluan, dada, kaki, dan lengan merupakan tanda dari perubahan fisik pria, 5,3% wanita dan 5,4% pria mengetahui bahwa meningkatnya gairah seksual merupakan tanda dari perubahan fisik pria, 16,1% wanita dan 23,8% pria mengetahui bahwa mimpi basah merupakan tanda perubahanfisik pria, sebanyak 29,7% wanita dan 10,2% pria mengetahui bahwa tumbuh jakun merupakan tanda perubahan fisik pria, dan sebanyak 18,9% wanita dan 18,5% pria mengaku tidak tahu apapun tentang tanda pubertas pada pria. Sedangkan menurut SDKI-R tahun 2007, pengetahuan remaja umur 15-24 tahun tentang kesehatan reproduksi masih rendah, 21% remaja perempuan tidak mengetahui sama sekali perubahan yang terjadi pada remaja laki-laki saat pubertas. Pengetahuan remaja tentang masa subur relatif masih rendah. Hanya 29% wanita dan 32% pria memberi jawaban yang benar bahwa seorang perempuan mempunyai kesempatan besar menjadi hamil pada pertengahan siklus periode haid. Informasi tentang HIV/AIDS sebesar 40,8%, informasi tentang kondom sebesar 29,6%, pencegahan kehamilan sebesar 23,4%, dan Infeksi
152 | Prosiding
menular Seksual (IMS) sebesar 18,4%. (BKKBN,2011). Masa remaja merupakan masa transisi sebagai masa perkembangan fisik, kognitif dan sosial yang memberi tantangan dan kesempatan untuk menjajagi berbagai pilihan dan mengambil keputusan serta komitmen untuk menentukan jati dirinya. Pilihan yang dihadapi remaja tidak semuanya merupakan pilihan yang baik. Pilihan tersebut terkadang merupakan pilihan yang salah yang dapat menjerumuskan remaja ke berbagai masalah. Era globalisasi berpengaruh besar terhadap perkembangan remaja. Masuknya informasi ke kalangan remaja beserta nilai yang terkandung di dalamnya membawa pengaruh pada perubahan diri remaja. Adanya akses informasi yang cepat melalui media massa seperti televisi dan internet membawa informasi yang luas. Kemudahan mendapatkan informasi membawa dampak positif dan negatif bagi remaja. Dampak positifnya adalah ilmu pengetahuan dapat dengan mudahnya didapatkan. Berbagai tayangan serta informasi sepeti kekerasan, narkoba, serta seks bebas dengan mudah dapat ditemukan. Pengetahuan mengenai cara menghindari resiko TRIAD KRR (seksualitas, HIV/AIDS, serta NAPZA) pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah umur, sosial ekonomi, pendidikan non formal, pendidikan formal, lingkungan pergaulan/teman sebaya, serta lingkungan geografis. Hasil penelitian rendahnya pengetahuan remaja ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Asih dan Anggraeni (2012) yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja atau lebih dari 70% berada pada kategori berpengetahuan kurang mengenai TRIAD KRR, dan baru sekitar seperempat dari total remaja berada dalam kategori berpengetahuan baik. Sedangkan pengetahuan tentang faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dini, hampir sama antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Sanderowitz Paxman dalam Sarwono, (2003) menyatakan bahwa pernikahan muda juga sering terjadi karena remaja berpikir secara emosional, untuk melakukan pernikahan, mereka berfikir untuk saling mencintai, dan siap untuk saling menikah, selain itu faktor penyebab lain pernikahan muda adalah perjodohan orang tua,
perjodohan ini sering terjadi karena akibat putus sekolah dan akibat dari permasalahan ekonomi. Agar tidak terjadi pernikahan dini, maka beberapa upaya-upaya pencegahan bisa dilakukan. Upaya-upaya pencegahan perkawinan dini bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya orang tua perlu menyadari perkawinan dini bagi anaknya penuh dengan resiko yang membahayakan baik secara sosial, kejiwaan maupun kesehatan, sehingga orang tua perlu menghindari perkawinan dini bagi remaja dan remaja perlu diberi informasi tentang hak-hak reproduksinya dan resiko perkawinan dini serta bagi remaja yang belum menikah, kehamilan remaja dapat dicegah dengan cara menghindarkan terjadinya senggama. Itu artinya remaja harus mengisi waktunya dengan kegiatan-kegiatan yang akan memberi bekal hidupnya di masa depan (Sibagariang dkk, 2010). Tahap kedua dilakukan untuk mengukur efektivitas PIK-KRR untuk mencegah terjadinya pernikahan dini pada remaja. Kegiatan pada tahap kedua ini akan dilaksanakan dalam dua langkah meliputi: (1)=mengukur efektivitas pusat informasi dan konseling kesehatan reproduksi remaja (PIK-KRR) sebelum remaja mendapatkan konseling pada kelompok control dan (2) mengukur efektivitas pusat informasi dan konseling kesehatan reproduksi remaja (PIKKRR) sesudah remaja mendapatkan konseling pada kelompok perlakuan. Adapun hasil pengukuran efektivitas pusat informasi dan konseling kesehatan reproduksi remaja (PIK-KRR) untuk mencegah terjadinya pernikahan dini bagi remaja di SMK Getasan Salatiga seperti pada tabel 7. Tabel 7
Efektivitas Pusat Informasi Dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) Untuk Mencegah Terjadinya Pernikahan Dini Bagi Remaja
Kelompok
f
Mean
Sd
p ,328
Kelompok Kontrol
20
22,20
5,357
Kelompok Perlakuan
20
23,50
2,395
Dari tabel 7 menunjukkan hasil uji statistik paired sample t test pada kelompok kontrol (tanpa penyuluhan) post test menunjukkan mean = 22,20 sedangkan pada kelompok perlakuan (penyuluhan) menunjukkan mean = 2,50. Hal ini menunjukkan bahwa responden pada kelompok perlakuan (diberi penyuluhan) memiliki pengetahuan untuk mencegah terjadinya pernikahan dini lebih tinggi dibandingkan responden pada kelompok kontrol (tanpa penyuluhan). Akan tetapi jika dilihat dari nilai p pada Sig. (2-tailed) sebesar 0,328 maka p value>0,05 artinya rata-rata skor pengetahuan antara kelompok yang diberi penyuluhan dan tidak diberi penyuluhan adalah sama. Penyuluhan kesehatan sebagai bagian dalam promosi kesehatan memang diperlukan sebagai upaya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan, disamping pengetahuan sikap dan perbuatan. Oleh karena itu, tentu diperlukan upaya penyediaan dan penyampaian informasi, yang merupakan bidang garapan penyuluhan kesehatan. Makna penyuluhan adalah pemberian penerangan dan informasi, maka setelah dilakukan penyuluhan kesehatan seharusnya akan terjadi peningkatan pengetahuan oleh masyarakat (Notoatmojo, 2007). Penyuluhan kesehatan memberikan dan meningkatkan pengetahuan yang selanjutnya dapat memengaruhi sikap dan perilaku memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.Salah satu luaran awal dari kegiatan penyuluhan adalah peningkatan pengetahuan. Menurut Meliono (2007), pengetahuan dapat dipengaruhi oleh pendidikan, media, dan keterpaparan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor pengetahuan antara kelompok yang diberi penyuluhan dan tidak diberi penyuluhan adalah sama. Artinya pengetahuan pada kelompok perlakuan yang diberi penyuluhan dan kelompok kontrol tidak berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan karena SMK Getasan sudah memiliki layanan PIK-KRR, sehingga seluruh siswa sudah lebih banyak mendapatkan informasi dari layanan tersebut. Menurut Kumalasari dan Andhyantoro (2012), menambahkan bahwa program KRR merupakan pelayanan untuk membantu remaja memiliki status kesehatan reproduksi yang baik melalui pemberian informasi, pelayanan konseling dan pendidikan ketrampilan hidup. Salah satu
153 | Prosiding
ketrampilan hidup yang diperlukan oleh seorang remaja adalah merencanakan usia perkawinan. Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia 2002-2003, menjelaskan bahwa penentu keputusan pasangan menikah adalah diri sendiri (63% pada perempuan dan 72% pada laki-laki), orangtua dan diri sendiri (33% pada perempuan dan 25% pada laki-laki), serta orangtua saja (4% pada perempuan dan 3% pada laki-laki). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah menetapkan program yang bertujuan mengendalikan jumlah penduduk yaitu Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Untuk mencapai Pendewasaan Usia Perkawinan perlu penyiapan sumber daya manusia dalam mewujudkan keluarga berkualitas pada masa depan yang harus dilakukan sejak remaja. Peningkatan pemahaman kesehatan reproduksi remaja dapat dilakukan dengan promosi kesehatan yang bersifat pencegahan. Penyuluhan merupakan bentuk promosi kesehatan sederhana yang dapat mencakup sasaran luas.Pada penelitian ini, tujuan dari pemberian informasi penyuluhan pada kelompok perlakuan diharapkan dapat meningkatkan informasi pada responden agar dapat mencegah terjadinya pernikahan dini. Menurut Notoatmojo 2007, keefektivitasan penyuluhan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain faktor penyuluh, faktor sasaran, dan faktor proses dalam penyuluhan. Terjadinya penerimaan informasi dari masing-masing individu pada saat penyuluhan dipengaruhi oleh faktor sasaran, dimana hal ini berasal dari kondisi panca indera, daya tangkap serta ingatan yang juga dipengaruhi oleh keberagaman karakteristik responden. Sehingga, pada saat penyuluhan berlangsung, kemungkinan responden tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan.Karena hal inilah yang menyebabkan kelompok perlakuan yang sudah diberi penyuluhan tidak berbeda pengetahuannya dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian terdahulu yang menemukan bahwa pelaksanaan penyuluhan yang bersifat rasional 154 | Prosiding
sebagai unsur proses pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan (Rahmadiliyani, 2010). Dimana metode penyuluhan tersebut dapat dijadikan alternatif pelaksanaan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan siswa tentang pernikahan usia muda. Selain itu, pendidikan kesehatan reproduksi dengan penyuluhan berbasis sekolah efektif mengurangi risiko dan perilaku negatif di kalangan remaja akibat kurang pemahaman (Ricketts, 2006). 4. KESIMPULAN Secara keseluruhan kondisi dan tingkat pemahaman remaja tentang masalah kesehatan reproduksi remaja, cara menghindari resiko TRIAD KRR (seksualitas, HIV/AIDS, serta NAPZA), serta menunda usia perkawinan/pendewasaan usia perkawinan dan pemahaman tentang faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol memiliki kategori baik. Dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa responden pada kelompok perlakuan memiliki pengetahuan untuk mencegah terjadinya pernikahan dini lebih tinggi dibandingkan responden pada kelompok kontrol. Akan tetapi jika dilihat dari nilai p pada Sig. (2-tailed) sebesar 0,328 maka p value > 0,05 artinya rata-rata skor pengetahuan antara kelompok yang diberi penyuluhan dan tidak diberi penyuluhan adalah sama. Keberadaan layanan PIK KRR untuk pelaksanaan pendidikan dan program kegiatan di bidang kesehatan reproduksi remaja khususnya tentang pernikahan usiadini diharapkan tetap diberikan dengan menggunakan metode pendidikan kesehatan penyuluhan yang lebih interaktif dan menarik 5. REFERENSI Artikel, Mardiya, 2014. Hari Kependudukan Sedunia Tahun 2013 Saatnya Tahu dan Peduli Terhadap Masalah Remaja, diakses 1 April 2014.www.kulonprogokab.go.id/.../getfile. php?...Artikel%2
Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2005. Laporan Perkembangan Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia, Jakarta. Benita, Nydia Rena. 2012. Pengaruh Penyuluhan terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Remaja Siswa SMP Kristen Gergaji (Laporan Karya Tulis Ilmiah). Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. BKKBN Tahun 2012 Green, L., 1983. Notoatmodjo,S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, FKM,UI,Jakarta Grogger, J and Stephen B. 1993. The Socioeconomics Consequences of Teenage Childbearing: Findings from a Natural Experiment. Family Planning Perspective, 25(4): 156-61 & 174http://eprints.undip.ac.id/32662/ Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta: Rineka Cipta. PATH, 1998.Kesehatan Reproduksi : Membangun Perubahan yang Bermakna, http://www.path.org/files/Indonesian 163.pdf. diakses 10 Desember 2014 Pedoman Pengelolaan Bina Keluarga Remaja (BKR) Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional Direktorat Bina Ketahanan Remaja, 2012. Jakarta Pedoman Pengelolaan Pusat Informasi Dan Konseling Remaja Dan Mahasiswa (PIK Remaja/Mahasiswa) Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana NasionalDirektorat Bina Ketahanan Remaja, 2012.Jakarta Profil Program KBN Jawa Tengah, 2008 Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2011. Kajian Profil Penduduk Remaja (10-24 Thn) : Ada Apa dengan Remaja?. Seri 1. No6. Pusdu-BKKBN. Desember 2011
Rafidah, dkk, 2009. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009 Rahmadiliyani N, Hasanbasri M, Mediastuti F. Kepuasan siswa SLTA terhadap penyuluhan kesehatan. 2010. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat. 26 (4): 203-10. Ricketts SA, Guernsen BP. 2006. School-based health centers and the decline in black teen fertility during the 1990s in Denver, Colorado.American Journal of Public Health. 96: 1588–92 Rahma F J., 2012. Resiko Pada Remaja Akibat Pernikahan Dini, diakses 29 Mei 2014 Sari Pediatri, Vol. 11, No. 2, diakses Agustus 2014http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/112-11.pdf SDKI Tahun 2007 SDKI Tahun 2012 Sensus Penduduk Tahun 2010 Sibagariang, E., dkk., 2010. Kesehatan Reproduksi Wanita, Trans Info Medika, Jakarta. Soetjiningsih.2006. Tumbuh kembang anak.(h.212),Balai Penerbit FKUI; Jakarta Suparmi, 2006.Hubungan antara Remaja Aktif Seksual dengan Kurangnya Pengawasan Orang Tua.UNDIP.Skripsi tidak dipublikasikan. Suryoputro.et.all, 2006, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di Jawa Tengah : Implikasinya terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual UNPFA.2005. Child marriage fact sheet. diakses 11 April 2014. Didapat dari: www.unpfa.org. USAID.2006. Preventing child marriage: protecting girls health. diakses 11 April 2014. Didapat dari: www.usaid.gov. Zulkifli, 1999.Psikologi Perkembangan, Remaja
155 | Prosiding