EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROBIOTIK PADAT DAN CAIR UNTUK MENURUNKAN KADAR AMONIA (NH3) DAN HIDROGEN SULFIDA (H2S) FESES SAPI POTONG
DWI MUCHAYANI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Penggunaan Probiotik Padat dan Cair untuk Menurunkan Kadar Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Feses Sapi Potong adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013
Dwi Muchayani NIM D2409045
iv
ABSTRAK DWI MUCHAYANI. Efektivitas Penggunaan Probiotik Padat dan Cair untuk Menurunkan Kadar Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Feses Sapi Potong. Dibimbing oleh SURYAHADI dan ANITA S. TJAKRADIDJAJA. Usaha peternakan dapat menimbulkan beberapa masalah lingkungan yang harus dikurangi. Kotoran ternak dapat menimbulkan gas-gas penyebab bau (amonia, NH3, dan hidrogen sulfida, H2S) yang dapat mengganggu kesehatan dan menurunkan produktivitas ternak. Probiotik, dalam bentuk padat dan cair, adalah salah satu solusi untuk mengurangi gas pencemar lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas penggunaan probiotik padat dan cair dalam mengurangi kadar NH3 dan H2S feses sapi potong. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) berdasarkan bobot badan, dengan tiga perlakuan pakan P1: Kontrol (hijauan+konsentrat+dedak), P2: P1+Probiotik padat 0.25% (dalam konsentrat), P3: P3+Probiotik cair 0.1% (dalam air minum). Ternak yang digunakan sebanyak 18 ekor dengan bobot badan ratarata 448.8±37.16 kg dipelihara secara intensif selama 35 hari. Penggunaan probiotik nyata (P<0.05) dapat menurunkan kadar NH3, tetapi tidak signifikan terhadap kadar H2S feses. Probiotik padat lebih efektif dalam menurukan kadar NH3 jika dibandingkan penggunaan probiotik cair. Kata kunci: amonia, feses, hidrogen sulfida, probiotik cair, probiotik padat
ABSTRACT DWI MUCHAYANI. Effectivity of Supplementation of Solid and Liquid Probiotics for Reducing Fecal Ammonia (NH3) and Hydrogen Sulfide (H2S) Concentrations in Beef Cattle. Supervised by SURYAHADI and ANITA S. TJAKRADIDJAJA. Livestock production system could result in various environmental problems which should be reduced. Faeces of beef cattle contain several odor producing compounds (ammonia, NH3, and hydrogen sulfide, H2S) that may have negative effect on animal production. Probiotic supplementation (solid and liquid probiotic) is one alternative for reducing nitrogen excretion and other noxious gas. The aim of this study was to asses the effectivity of solid and liquid probiotic supplementation for reducing fecal NH3 and H2S concentrations in beef cattle. Eighteen local beef cattle (average initial body weight, BW, 448.8±7.16 kg) were allocated into three dietary treatments in a randomized block design (six cattles per treatments). Dietary treatments included: P1 as conrol (forage+concentrate+rice bran); P2 (P1+solid probiotic 0.25% w/w); and P3 (P1+liquid probiotic 0.1% v/w). Results showed that probiotic addition decreased significantly faecal NH3 concentration (P<0.05), but had no effect on H2S concentration. Suplementation with solid probiotic was more effective for decreasing fecal NH3 concentration than liquid probiotic supplementation. Keywords: ammonia, faeces, hydrogen sulfide, liquid probiotic, solid probiotic
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROBIOTIK PADAT DAN CAIR UNTUK MENURUNKAN KADAR AMONIA (NH3) DAN HIDROGEN SULFIDA (H2S) FESES SAPI POTONG
DWI MUCHAYANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
vi
Judul Skripsi: Efektivitas Penggunaan Probiotik Padat dan Cair untuk Menutunkan Kadar Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H 2 S) Feses Sapi Potong Nama : Dwi Muchayani : D24090045 NIM
Disetujui oleh
Dr Ir Suryahadi, DEA Pembimbing I
Tanggal Lulus:
Ir Anita S Tjakradidjaja, MRurSc Pembimbing II
Judul Skripsi : Efektivitas Penggunaan Probiotik Padat dan Cair untuk Menurunkan Kadar Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Feses Sapi Potong Nama : Dwi Muchayani NIM : D24090045
Disetujui oleh
Dr Ir Suryahadi, DEA Pembimbing I
Ir Anita S Tjakradidjaja, MRurSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini ialah penggunaan probiotik, dengan judul Efektivitas Penggunaan Probiotik Padat dan Cair untuk Menurunkan Kadar Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Feses Sapi Potong. NH3 dan H2S feses sapi potong dapat menurukan produktivitas ternak dan mengganggu kesehatan peternak. Probiotik padat dan cair dipilih sebagai bahan utama untuk perlakuan karena probiotik padat dan cair memiliki beberapa keuntungan yaitu berisi kultur mikroba hidup yang mampu memperbaiki mikroflora usus, meningkatkan kecernaan pakan dan performa ternak, serta menurunkan kadar NH3 feses. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Dwi Muchayani
x
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN METODE Lokasi dan Waktu Alat Bahan Bahan Kimia Ternak Pakan Prosedur Percobaan Pemberian Pakan dan Air Minum dengan Penambahan Probiotik Pengambilan Sampel Analisis Data Perlakuan Rancangan Percobaan Peubah yang Diamati HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Probiotik Komposisi Pakan Emisi Gas Amonia (NH3) Emisi Gas Hidrogen Sulfida (H2S) Kadar Bahan Kering (BK) Feses Kadar Protein Kasar Feses SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP UCAPAN TERIMA KASIH
vi vi vi 1 2 2 2 2 2 2 3 3 3 4 4 4 4 4 6 6 7 8 9 10 11 13 14 15 17 22 22
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Komposisi bahan dan kimia pakan percobaan Waktu pemberian pakan di peternakan Cibogo Rataan suhu dan kelembaban harian kandang penelitian Kandungan mikroorganisme probiotik padat dan cair Kandungan zat makanan bahan pakan dalam penelitian Pengaruh pemberian probiotik terhadap rataan kadar NH3 feses Pengaruh pemberian probiotik terhadap rataan kadar H2S feses Pengaruh pemberian probiotik terhadap rataan zat makanan dalam feses dan produksi feses 9 Pengaruh pemberian probiotik terhadap konsumsi 10 Pemberian probiotik terhadap rataan kecernaan zat makanan
3 7 7 8 9 9 10 11 12 13
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Sapi potong persilangan campuran Probiotik cair TURRIMAVITA (a), probiotik padat BIOFEED (b), konsentrat (c) Ilustrasi analisa kadar NH3 Hubungan kadar bahan kering (BK) feses dengan kadar H2S feses Hubungan kadar protein kasar (PK) feses dengan kadar H2S feses
2 3 5 12 14
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Uji ANOVA dan Duncan untuk kadar air feses terhadap pemberian Probiotik Uji ANOVA dan Duncan untuk kadar NH3 feses terhadap pemberian probiotik Uji ANOVA dan Duncan untuk kadar H2S feses terhadap pemberian probiotik Analisis Regresi hubungan kadar bahan kering (BK) feses terhadap kadar amonia (NH3) feses Analisis Regresi hubungan kadar bahan kering (BK) feses terhadap kadar hidrogen sulfida (H2S) feses Analisis Regresi hubungan kadar protein kasar (PK) feses terhadap kadar amonia (NH3) feses Analisis Regresi hubungan kadar protein kasar (PK) feses terhadap kadar hidrogen sulfida (H2S) feses
17 17 19 20 20 21 21
1
PENDAHULUAN Sapi potong merupakan komoditi pertanian yang terus ditingkatkan populasinya, terkait dengan progam pemerintah swasembada daging pada tahun 2014. Selain adanya progam swasembada daging dari pemerintah, kesadaran masyarakat yang meningkat akan pemenuhan protein hewani juga meningkatkan usaha peternakan di Indonesia, termasuk usaha peternakan sapi potong. Pada tahun 2009, populasi sapi potong nasional tercatat sebesar 12.6 juta ekor (DITJENNAK 2009). Pemerintah berupaya meningkatkan populasi ternak sapi mencapai 14.2 juta ekor pada tahun 2014. Peningkatan populasi sapi potong secara regional dan nasional akan diikuti dengan peningkatan limbah yang dihasilkan. Limbah peternakan merupakan semua hasil buangan dari usaha peternakan baik padat, gas, dan cair. Limbah peternakan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama limbah kotoran yang dihasilkan sapi setiap hari. Pencemaran meliputi air, tanah, dan udara (bau) yang dapat berdampak pada penurunan kualitas lingkungan, produktivitas ternak, bahkan kualitas hidup peternak (Rachmawati 2000). Sumber pencemaran dari kotoran sapi adalah adanya unsur nitrogen dan sulfida dalam feses (Yan et al. 2010). Selama penumpukan feses terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, nitrit, dan gas sulfida, yang menyebabkan bau. Emisi gas yang dihasilkan oleh usaha peternakan merupakan masalah lingkungan yang sudah lama menjadi perhatian ilmuan peternakan, salah satu solusi untuk mengatasi dan meminimalisir produksi emisi gas limbah peternakan khususnya amonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) adalah dengan penggunaan probiotik. Pemberian probiotik mampu menurunkan kadar NH3 (Chen et al. 2005; Wang et al. 2009). Probiotik kompleks Lactobacillus, Sacharomyces cerevisae, Bacillus, dan Bifidobacterium mampu menurunkan NH3 feses (Yusrizal dan Chen 2003). Probiotik merupakan organisme hidup dalam jumlah tertentu yang tidak toksik, bersifat menguntungkan bagi inang, dan mampu memperbaiki keseimbangan mikroflora usus (Laborde 2008). Selain itu, penggunaan probiotik dalam pakan dapat meningkatkan kecernaan pakan dan memperbaiki performa ternak (Hau et al. 2005). Emisi gas beracun NH3 dan H2S berkaitan erat dengan penggunaan zat makanan oleh tubuh ternak dan keseimbangan mikroflora usus. Pemberian Lactobacillus secara efektif mampu menurunkan polutan lingkungan (NH3 dan H2S) dengan meningkatkan efisiensi pakan dan retensi zat makanan. Penggunaan probiotik dalam pakan dapat berbentuk produk sediaan probiotik padat dan cair. Sediaan probiotik dalam bentuk padat lebih praktis daripada bentuk cair. Untuk mempertahankan viabilitasnya, diperlukan bakteri dalam sediaan padat yang tidak mudah terkontaminasi (Thalib et al. 2001). Viabilitas dan resistensi mikroba dalam sediaan probiotik merupakan peubah yang sangat penting berkaitan dengan efektivitas kerja mikroba (probiotik) sesuai tujuan penggunaan probiotik. Probiotik dalam percobaan ini digunakan sebagai salah satu upaya mencegah pencemaran lingkungan dari gas yang dihasilkan oleh kotoran sapi, dan tujuan penelitian ini untuk membandingkan efektivitas penggunaan probiotik padat dan cair dalam menurunkan produksi gas NH3 dan gas H2S feses sapi potong.
2
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan rakyat Cibogo, Kelurahan Dangdeur, Subang mulai dari bulan Juli 2012 sampai bulan Agustus 2012. Analisis gas NH3 dan H2S dilakukan di lapang. Analisis kadar air dan protein feses dilakukan di Laboratorium Pakan Ternak, Institut Pertanian Bogor. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan pakan, tempat pakan dan minum dari bak plastik. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan feses sapi adalah timbangan, plastik penampung, sendok plastik, plastik hitam, alat tulis, dan kertas label. Peralatan untuk analisis feses sapi adalah labu Erlenmeyer, Erlenmeyer asah, gelas ukur, corong, jerigen plastik, selang plastik, penyambung pipa, karet penutup/sumbat, pipet, labu ukur, pemanas, spatula, biuret, statip, dan aerator. Bahan Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan untuk analisa NH3 adalah larutan Na2CO3 jenuh, larutan asam borat berindikator, dan larutan HCl 0.05 N. Bahan kimia yang digunakan untuk analisa H2S adalah seng asetat 0.04 N, iodium 0.025 N dan kalium iodida, asam klorida (HCl) 4 N, natrium thiosulfat (Na2S2O3) 0.025 N, larutan kanji, dan aquadest. Bahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar protein feses adalah larutan asam sulfat (H2SO4) pekat, larutan asam sulfat (H2SO4) 4%, selenium, indicator brome-cresol green - methyl red (BCG-MM), dan larutan HCl 0.02 M. Ternak Ternak yang digunakan adalah 18 ekor sapi potong persilangan campuran dengan bobot awal rata-rata 448.8 ± 37.16 kg (Gambar 1).
Gambar 1 Sapi potong persilangan campuran Dokumentasi: Muchayani 2012
3
Pakan Pakan yang digunakan adalah konsentrat komersil, dedak padi, hijauan (pucuk tebu dan jerami padi), probiotik padat, dan probiotik cair (Gambar 2).
(a) (b) (c) Gambar 2 Probiotik Cair TURRIMAVITA (a), Probiotik Padat BIOFEED (b), dan Konsentrat (c) Dokumentasi: Muchayani 2012
Tabel 1 Komposisi bahan dan kimia pakan percobaan Komposisi bahan (kg e-1 h-1) Konsentrat Dedak padi Jerami padi Pucuk tebu Probiotik padat (g e-1 h-1) Probiotik cair (ml e-1 h-1) Komposisi kimia (kg)*) Bahan kering Protein kasar Lemak Serat kasar Beta-N TDN Probiotik padat (cfu e-1 h-1) Probiotik cair (cfu e-1 h-1)
P1
P2
P3
11 4 2 4 -
11 4 2 4 2.75 -
11 4 2 4 10
15.8 2.3 1.2 7.79 15.4 12.5 -
15.8 2.3 1.2 7.79 15.4 12.5 1.07 x 1010 -
15.8 2.3 1.2 7.79 15.4 12.5 1.5 x 1011
*)Berdasarkan perhitungan
Prosedur Percobaan Pemberian Pakan dan Air Minum dengan Penambahan Probiotik Sapi potong sebanyak 18 ekor ditempatkan di kandang secara acak. Pemeliharaan dilakukan selama 35 hari dan pemberian pakan dilaksanakan sesuai perlakuan, dengan periode adaptasi pada 10 hari pertama. Pada pagi hari (pukul 06.00), ternak diberi air minum yang sudah ditambah 2 kg dedak padi. Setelah pemberian air minum dilanjutkan dengan pemberian hijauan (2 kg untuk jerami padi atau 4 kg untuk pucuk tebu). Pukul 10.00 dilanjutkan dengan pemberian 5 kg konsentrat. Siang hari (pukul 14.00), ternak diberi air minum yang sudah ditambah 2 kg dedak padi. Setelah pemberian air minum dilanjutkan dengan pemberian hijauan (2 kg untuk jerami padi atau 4 kg untuk pucuk tebu). Malam hari pukul 19.00 dilanjutkan dengan pemberian 6 kg konsentrat. Sisa pakan
4
ditimbang setiap pergantian pemberian pakan. Pengukuran bobot badan ternak dilakukan setiap 10 hari sekali dimulai dari hari pertama. Pengambilan Sampel Sampel pakan diambil setiap hari sebanyak 100 gram dari masing-masing bahan pakan yang diberikan, dan dikeringkan matahari kurang lebih 1-2 hari. Kemudian sampel pakan ditimbang kembali sebagai bobot kering matahari. Sedangkan untuk pengumpulan feses sapi dilakukan selama tiga hari berturutturut setelah periode adaptasi. Feses segar yang ditampung dengan plastik, kemudian dihomogenkan dan ditutup rapat. Feses diambil 25 gram untuk analisa NH3 (Suijah 1990) dan 100 gram untuk analisa H2S (Wahyuni 2002) pada setiap perlakuan. Feses total dari masing-masing perlakuan yang telah ditimbang diambil 8-10% dan dikeringkan (kering matahari) untuk analisa kadar air feses (AOAC 1998) dan pengukuran kadar protein feses dengan metode Kjeldhal (AOAC 1998). Analisis Data Perlakuan Pakan yang diberikan berupa konsentrat, hijauan, dan dedak padi yang terdiri dari tiga perlakuan yaitu : P1 = kontrol (hijauan+konsentrat+dedak) P2 = P1+probiotik padat 0.25% (b/b) dari konsentrat P3 = P1+probiotik cair 0.1% (v/b) dari konsentrat dicampur air minum Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang mengelompokkan ternak menjadi tiga kelompok berdasarkan bobot badan dengan tiga perlakuan pakan dan enam ulangan setiap perlakuan. Adapun model matematikanya menurut Steel and Torrie (1993) adalah : Yij = µ+ αi+ βj+ εij Keterangan: Yij = Nilai variabel hasil pengamatan perlakuan probiotik ke-i pada ulangan (kelompok) ke-j µ = Nilai rata-rata umum αi = Pengaruh faktor probiotik ke-i, padat dan cair βj = Pengaruh bobot badan ke-j, 1: 400-425, 2: 425-451, 3: 457-538 kg εij = Galat percobaan i = Probiotik (1,2,3) j = Kelompok (1,2,3)
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of Variance/ ANOVA) menggunakan SPSS, selanjutnya data yang berbeda nyata diuji dengan uji Duncan (Steel and Torrie 1993). Peubah yang Diamati Peubah yang diamati meliputi kadar NH3 feses, kadar H2S feses, kadar bahan kering feses, dan kadar protein kasar feses. Pengukuran masing-masing peubah dilakukan dengan metode sebagai berikut:
5
1. Kadar Amonia (NH3) Kadar NH3 ditentukan dengan metode Conway yang dimodifikasi (Suijah 1990). Feses segar sebanyak 25 gram dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambah 2 ml Na2CO3 jenuh dan 10 ml aquades, kemudian dihomogenkan. Labu Erlenmeyer lalu ditutup dengan sumbat. Pada sumbat labu Erlenmeyer terdapat dua pipa kaca dan selang yang dihubungkan ke aerator dan yang satunya dihubungkan ke labu Erlenmeyer lain berisi 10 ml asam borat berindikator. Asam borat berindikator berfungsi untuk menangkap gas NH3 yang dibebaskan feses (terjadi perubahan warna dari merah ke biru). Aerator dihubungkan ke aliran listrik. Kadar gas NH3 diperoleh dari titrasi sampel dengan HCl 0.05 N. Titrasi dilakukan hingga terjadi perubahan warna dari biru ke merah (Gambar 3). Kadar NH3 dihitung dengan rumus:
Dimana Normalitas HCl yang digunakan adalah 0.05 dan berat molekul NH3 adalah 17. Selang plastik Selang plastik
25 gram feses Gambar 3 Ilustrasi analisa kadar NH3 2. Kadar Hidrogen Sulfida (H2S) Kadar H2S ditentukan dengan metode yang digunakan oleh Wahyuni (2002). Feses segar sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditutup rapat dengan sumbat yang memiliki dua pipa kaca, pipa kaca dihubungkan dengan aerator dan yang satunya dihubungkan ke labu Erlenmeyer lain berisi 200 ml seng asetat 0.04 N. Seng asetat berfungsi untuk menangkap gas H2S yang dibebaskan feses. Gas H2S yang terikat dalam seng asetat 0.04 N dihitung dengan tahap berikut: 1) 200 ml sampel (seng asetat dan hidogen sulfida) ditambahkan 5 ml larutan iodium 0.025 N dan kalium iodide. 2) asam klorida (HCl) 4 N sebanyak 3 ml, ditambahkan larutan kanji (2-3 tetes) sebagai indikator warna. 3) kemudian dititrasi dengan natrium triosulfat (Na2S2O3) 0.025 N sampai tidak berwarna, volume natrium thiosulfat (Na2S2O3) yang terpakai dicatat. Penghitungan gas hidrogen sulfida (H2S) dapat dihitung dengan rumus: S2- (mg g-1)
6
3. Kadar Air Feses Kadar air feses ditentukan dengan metode AOAC (1998), feses yang telah dikoleksi dan ditimbang, dan diambil sebanyak 8-10%. Feses kemudian dikeringkan (kering matahari) dan ditimbang bobotnya. Feses kering (matahari) diambil sebanyak 2-3 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin. Sampel lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 1050C dan hingga bobotnya konstan. Kadar air feses (kering matahari) dihitung dengan rumus:
Dimana x adalah kadar air (%), a adalah bobot feses segar (8-10% dari feses yang dikoleksi), dan b adalah bobot feses kering matahari (setelah dijemur). Kadar air feses (oven 1050C) dihitung dengan rumus:
Dimana x adalah kadar air (%), a adalah bobot feses awal kering udara (gram), dan b adalah bobot feses akhir/konstan. Kadar air feses total dihitung dengan persentase kadar air feses kering matahari dikali dengan persentase kadar air feses oven 1050C. 4. Kadar Protein Feses Kadar protein (%) feses sapi dianalisa dengan metode Kjeldhal (AOAC 1998). Sebanyak 0.5-1 gram contoh ditimbang di dalam labu destruksi, kemudian ditambahkan 12 ml H2SO4 pekat dan tablet katalis selenium, larutan tersebut didestruksi selama 45 menit sampai jernih. Larutan hasil destruksi ini ditempatkan pada alat destilasi Kjeltec, kemudian didestilasi uap. Uapnya ditampung didalam labu Erlenmeyer yang berisi asam sulfat 4% dan indikator BCG-MM. Setelah proses destilasi, destilat yang diperoleh dititrasi dengan HCl 0.02 M hingga dicapai perubahan warna dari biru menjadi merah muda. Dilakukan yang sama untuk penetapan blanko. Kadar protein feses dihitung dengan rumus:
Dimana A adalah volume (ml) HCl 0.02 M untuk contoh, B adalah volume (ml) HCl 0.02 M untuk blanko, dan M adalah molaritas HCl 0.02 M
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan di peternakan rakyat Cibogo, Kelurahan Dangdeur, Subang, Jawa Barat dengan kapasitas populasi sapi potong kurang lebih 100 ekor. Sapi yang digunakan untuk penelitian sebanyak 18 ekor, dipilih jenis sapi yang sama (sapi potong persilangan campuran). Kondisi sapi pada awal penelitian adalah kurus dan sehat, selama masa adaptasi terdapat beberapa sapi yang
7
mengalami mencret kurang lebih satu hari ditandai dengan pengeluaran feses yang sangat encer, selanjutnya feses kembali normal. Selama penelitian ditemukan bahwa beberapa sapi yang nafsu makannya rendah dapat meningkat dengan pemberian probiotik. Pemberian pakan selama penelitian mengikuti manajemen pakan peternakan tersebut (Tabel 2).
Waktu 06.00 07.00 10.00 13.30 15.00 19.00
Tabel 2 Waktu pemberian pakan di peternakan Cibogo Pakan yang diberikan Air minum dicampur 2 kg dedak padi 2 kg Jerami Padi/ 4kg pucuk tebu 5 kg konsentrat Air minum dicampur 2 kg dedak padi 2 kg Jerami Padi/ 4kg pucuk tebu 5 kg konsentrat
Kondisi perkandangan peternakan Cibogo ini cukup memadai, dengan lantai yang dibuat dari semen agar mudah dibersihkan, atap dibuat dari genteng dan sebagian dari seng, serta tempat pakan dari kayu atau biasa disebut kokopan. Bangunan kandang tersebut semipermanen dengan tiang kayu dan pembatas bambu sehingga sirkulasi udara cukup baik. Di sekitar kandang cukup rindang dengan adanya pepohonan kebun, namun suhu udara wilayah tersebut cukup tinggi dan kelembaban rendah. Suhu yang dicatat selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rataan suhu dan kelembaban harian kandang penelitian Waktu Pagi Siang Sore
Suhu (oC) 25.99±1.59 39.11±3.33 30.32±2.31
Kelembaban (%) 71.59±7.02 32.76±9.56 56.56±9.90
Sumber: Hasil pengamatan saat penelitian
Probiotik Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi inang dan mampu memperbaiki mikroflora asli usus (Laborde 2008). Bakteri yang biasa digunakan sebagai probiotik adalah genus Lactobacillus, Bifidobacterium, Streptococcus, Leuconostoc, dan Pediococcus. Pemilihan jenis mikroba sebagai probiotik bergantung tujuan dari pemberian probiotik. Kandungan jenis mikroba pada probiotik yang digunakan di dalam penelitian adalah bakteri asam laktat (Tabel 4). Kriteria dan karakterisitik probiotik salah satunya adalah bertahan hidup pada populasi yang tinggi dan mampu hidup dalam saluran pencernaan (Pamungkas dan Anggraeni 2006). Probiotik yang digunakan selama penelitian sudah memenuhi standar populasi bakteri yaitu minimal 107 cfu g-1 (Codex 2003 di dalam Charunnisa et al. 2006). Menurut Chandan et al. (2008), untuk mempertahankan viabilitas dan aktif dalam bertahan terhadap asam lambung, enzim hidrolitik, dan garam empedu di usus halus maka dosis pemberian probiotik
8
yang disarankan adalah 106-108 cfu ml-1. Pada probiotik padat dan cair yang digunakan selama penelitian memiliki TPC yang berbeda (Tabel 4), populasi bakteri probiotik padat lebih rendah dibandingkan probiotik cair. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan cara pembuatan probiotik yang dapat menurunkan jumlah populasi bakteri. Thalib et al. (2001) melaporkan bahwa metode pengeringan dapat menurunkan populasi bakteri. Selain itu, bakteri dalam sediaan padat mampu mempertahankan viabilitas dibandingkan dalam sediaan cair. Pemberian probiotik padat pada pakan yaitu 0.25% (b/b) dari konsentrat, konsentrat yang diberikan 11 kg e-1 h-1, sehingga jumlah probiotik padat yang ditambahkan adalah 2.75 g e-1 h-1 dengan jumlah TPC 1.07 x 1010 cfu. Pemberian probiotik cair yaitu 0.1% (v/b) dari konsentrat atau 10 ml e-1 h-1 dicampur air minum, sehingga jumlah TPC probiotik cair yang diberikan ke ternak adalah 1.5 x 1011 cfu. Tabel 4 Kandungan mikroorganisme probiotik padat dan cair Jenis bakteri Total Plate Count (TPC) Lactobacillus Bifidobacterium Streptococcus Bacillus
Jumlah bakteri dalam probiotik Padat (cfu/gram sampel) Cair (cfu/ml) 8 3.9 x 10 1.5 x 1010 7.2 x 109 1.1 x 1010 9 4.9 x 10 7.0 x 105 5.6 x 107 1.0 x 1010 5 4.0 x 10 -
Sumber: Suryahadi dan Tjakradidjaja 2012
Jenis bakteri pada probiotik sebagian besar adalah Lactobacillus sp. dan Bifidobacterium. Lactobacillus sp. merupakan bakteri asam laktat yang menghasilkan senyawa anti mikroba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri pathogen seperti Escherichia coli dan Salmonella. Bakteri ini dapat bersaing dengan bakteri Escherichia coli pada penempelan di mukosa usus, sehingga mencegah terjadinya diare dan penyerapan nutrien terjadi dengan optimum (Arief et al. 2008). Lactobacillus sp. termasuk bakteri asam laktat homofermentatif dan anaerobik fakultatif. Bifidobacterium merupakan bakteri asam laktat heterofermentatif, memecah glukosa atau laktosa menjadi asam asetat, laktat, dan zat lain seperti CO2, etanol, asetaldehida, diasetil, dan senyawa lainnya. Bifidobacterium menghasilkan antibiotik bifidin yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Bifidobacterium juga mampu meningkatkan metabolisme protein dan membantu proses pencernaan (Ariyani 2013). Komposisi Pakan Pakan yang diberikan selama penelitian adalah konsentrat, dedak padi, jerami padi, dan pucuk tebu. Berdasarkan kandungan zat makanan bahan pakan (Tabel 5) diperoleh pakan yang diberikan ke ternak memiliki kandungan BK 15 kg, PK 2.3 kg (15.3%), dan TDN 12.51 kg (83.4%). Kandungan pakan tersebut sudah memenuhi kebutuhan nutrien ternak berdasarkan NRC (1982) yaitu sapi dengan berat badan 400 kg membutuhkan BK 9.40 kg, PK 0.8 (8.5%) kg, dan TDN 6.5 kg (69.1%).
9
Tabel 5 Kandungan zat makanan bahan pakan dalam penelitian Bahan pakan
Konsentrat Dedak Padi Jerami Padi Pucuk Tebu
Kandungan BK Abu BO PK LK SK Beta-N TDN* --------------------------------- % BK --------------------------------87.41 12.09 75.32 14.12 3.48 18.04 52.27 69.24 90.21 12.77 77.44 11.67 6.71 22.64 46.21 67.77 64.51 19.39 45.12 7.38 0.84 30.20 42.18 54.59 42.20 7.65 34.55 7.84 1.31 35.51 47.68 51.69
Keterangan: Hasil analisis Laboratorium Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor 2012;*TDN= 70.6 + 0.259 PK + 1.01 LK – 0.76 SK + 0.0991 Beta-N (Sutardi 2001)
Emisi Gas Amonia (NH3) NH3 merupakan gas yang berperan sebagai penyebab timbulnya polusi di udara (Gillespie 1996). Kadar NH3 feses dipengaruhi oleh perlakuan pemberian probiotik (Tabel 6). Kadar NH3 feses lebih rendah pada pemberian probiotik padat daripada kedua perlakuan lainnya. Pemberian probiotik padat secara signifikan mampu menurunkan kadar NH3 sebesar 37.97% dibandingkan probiotik cair. Tabel 6 Pengaruh pemberian probiotik terhadap rataan kadar NH3 feses Kadar NH3 Feses segar Feses kering Bahan organik feses Protein feses
P1 P2 P3 ---------------- mg per kg sampel per jam ---------------18.83±5.53a 78.79 ±23.40a 100.96±28.80a 592.89±165.15a
13.17±3.31b 48.87±11.05b 61.59±13.74b 360.60±71.30b
17.17±5. 98ab 73.11±17.61a 92.40±21.87a 557.29±121.16a
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata tiap perlakuan dengan (P<0.05). P1= kontrol (konsentrat+hijauan+dedak padi). P2= P1+0.25% probiotik padat (dicampur konsentrat). P3= P1+0.1% (dicampur air minum)
Pemberian probiotik mampu menurunkan kadar NH3, hasil penelitian Wang et al. (2009) menunjukkan bahwa pemberian probiotik BioPlus 2B® mampu menurunkan emisi gas NH3. Pemberian probiotik dapat meningkatkan jumlah populasi mikroba rumen (Hau et al. 2005) yang mampu meningkatkan proses fermentasi zat makanan dan meningkatkan kecernaan zat makanan termasuk protein. Meningkatnya kecernaan protein berkaitan dengan penggunaan nitrogen untuk sintesis protein mikroba sehingga ekskresi N di feses menurun. Menurut Chen et al. (2005) pemberian probiotik kompleks (Lactobacillus achidophilus, Saccharomyces cereviae, dan Bacillus subtilis) mampu meningkatkan kecernaan bahan kering dan nitrogen serta menurunkan konsentrasi VFA (asam asetat, propionat, dan butirat) dan NH3 feses. Selain itu, pemberian probiotik juga meningkatkan populasi mikroba di usus dan menekan pertumbuhan mikroba merugikan termasuk mikroba pembentuk NH3. Bifidobacterium dan Lactobacillus di usus memproduksi asam lemak rantai pendek dan laktat yang menyebabkan lingkungan asam dan menekan pertumbuhan bakteri proteolitik penyebab bau busuk (Yusrizal and Chen 2003).
10
Produksi bau ini sangat berhubungan dengan aktivitas bakteri tertentu (O’Connell et al. 2005). Populasi mikroba fermentasi atau bakteri asam laktat yang meningkat di usus dapat mengakibatkan penurunan pH usus dengan produksi asam laktat. pH merupakan faktor penting dalam emisi NH3 (Pierce et al. 2006), oleh karena itu perubahan pH yang sangat kecil akan memberikan efek yang besar terhadap emisi NH3. Kadar NH3 feses yang lebih rendah pada pemberian probiotik padat dibandingkan pemberian probiotik cair dapat dikarenakan jenis probotik yang digunakan dan cara pembuatan probiotik. Respon yang berbeda terhadap pemberian probiotik dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya jenis bakteri yang digunakan dan kondisi penyimpanan probiotik (Chesson 1994 di dalam Chen et al. 2005). Fuller (1992) menambahkan bahwa setiap probiotik memiliki cara pengolahan dan metoda pembuatan yang berbeda. Kondisi di lapangan terkait penanganan produk probiotik dan suhu penyimpanan, probiotik padat lebih praktis dan lebih efektif dibandingkan probiotik cair. Dengan media cair yang digunakan pada probiotik cair memungkinkan probiotik cair mudah terkontaminasi mikroba lain, kandungan air yang tinggi akan meningkatkan kerusakan bahan dan serangan mikroba (Victor dan Heldman 2001 di dalam Triana et al. 2006). Efektivitas penggunaan probiotik dalam pakan berhubungan erat dengan viabilitas bakteri dalam probiotik, yang mungkin dipengaruhi oleh cara pembuatan probiotik itu sendiri, dan penanganan probiotik di lapang termasuk selama penyimpanan. Kadar NH3 lebih rendah pada pemberian probiotik padat (Tabel 6) dikarenakan probiotik padat lebih mampu mempertahankan viabilitas bakteri selama penyimpanan. Emisi Gas Hidrogen Sulfida (H2S) Gas H2S merupakan gas toksik berbau busuk yang berasal dari degradasi protein (Pelczar dan Chan 1996). Pemberian probiotik, baik padat maupun cair, tidak mempengaruhi kadar H2S feses secara signifikan (Tabel 7). Hasil ini sama seperti penelitian sebelumnya, bahwa pemberian probiotik BioPlus 2B® tidak berpengaruh nyata dalam mengurangi emisi H2S (Wang et al. 2009). Tabel 7 Pengaruh pemberian probiotik terhadap rataan kadar H2S feses Kadar H2S Feses segar Feses kering Bahan organik feses Protein feses
P1 P2 P3 ---------------- mg per kg sampel per jam ---------------33.33±3.56 32.17±4.67 32.17±4.58 140.27±22.31 121.40±26.00 141.05±27.54 180.18±28.08 152.93±31.84 178.17±33.66 1063.24±195.97 902.32±207.10 1081.50±224.17
Perlakuan tidak berbeda nyata. P1= kontrol (konsentrat+hijauan+dedak padi). P2= P1+0.25% probiotik padat (dicampur konsentrat). P3= P1+0.1% (dicampur air minum)
Kadar H2S feses yang tidak berbeda nyata dapat dikarenakan kandungan protein dan asam amino bersulfur (metionin, sistin, dan sistein) yang relatif sama, sebagai akibat komposisi zat makanan pakan yang diberikan pada setiap perlakuan sama. Emisi H2S ini sangat dipengaruhi oleh metabolisme asam amino yang memiliki senyawa sulfur. Menurut Wang et al. (2009) dan Yan et al. (2010), variasi pembentukan bau yang mengandung sulfur di feses dapat disebabkan
11
perbedaan kandungan sulfur di pakan dan metabolisme protein yang mengandung sulfur seperti asam amino metionin, sistein, dan sistin. Pembentukan H2S oleh bakteri pereduksi sulfat yaitu Desulfotomaculum (D. nigtrificants, D. orientis, D. ruminis) bergantung tersedianya unsur sulfur (Khanal 2002). Apabila dilihat dari nilai rataan pada Tabel 7, nilai rataan kadar H2S di feses pada pemberian probiotik padat lebih rendah dibandingkan pemberian probiotik cair dan kontrol. Kadar H2S di feses yang rendah ini dikarenakan pemberian probiotik padat dapat meningkatkan efisiensi fermentasi rumen, produksi VFA dan NH3, kecernaan protein dan retensi N. Peningkatan retensi N dalam rumen berkaitan dengan efisiensi pembentukan protein mikroba, memperbaiki profil asam amino yaitu metionin, lisin, dan threonin yang meningkat (Mohammed et al. 2009). Kadar Bahan Kering (BK) Feses Pembentukan NH3 dan H2S dalam feses salah satunya dipengaruhi oleh kadar air feses atau tingkat kekeringan feses. Tabel 8 memperlihatkan bahwa pemberian probiotik tidak berpengaruh terhadap kadar bahan kering (BK) atau tingkat kekeringan feses. Yusrizal and Chen (2003) melaporkan bahwa penambahan probiotik tidak memberikan pengaruh terhadap kadar air feses atau tingkat kekeringan feses. Tabel 8 Pengaruh pemberian probiotik terhadap rataan zat makanan dalam feses dan produksi feses Peubah P1 P2 P3 Kadar zat makanan ---------------------------- % ----------------------------di feses BK 23.98±2.32 27.22±5.00 23.09±2.11 BO 77.83±1.25 79.28±1.22 79.12±1.71 PK 13.25±0.61 13.50±0.54 13.08±0.39 Produksi Feses ----------------------------- kg ----------------------------Segar 64.63±5.98 61.15±9.72 64.03±6.19 BK 15.48±1.93 16.44±3.17 14.79±2.05 BO 12.04±1.46 13.02±2.41 11.69±1.56 PK 2.06±0.34 2.22±0.42 1.94±0.30 Perlakuan tidak berbeda nyata. P1= kontrol (konsentrat+hijauan+dedak padi). P2= P1+0.25% probiotik padat (dicampur konsentrat). P3= P1+0.1% (dicampur air minum)
Kadar BK feses dipengaruhi oleh konsumsi air minum (Harris and Van Horn 2003). Hasil penelitian menunjukkan pemberian probiotik tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi air minum (Tabel 9; Purwanti, data belum dipublikasikan). Konsumsi air minum dipengaruhi oleh suhu, kelembaban lingkungan, dan sifat pakan yang dikonsumsi terutama BK pakan. Konsumsi bahan kering yang tidak berbeda nyata pada pemberian probiotik mengakibatkan konsumsi air minum yang tidak berbeda pula (Tabel 9; Purwanti, data belum dipublikasikan). Oleh karena itu ekskresi air di feses tidak berbeda nyata pada pemberian probiotik. Apabila dilihat dari nilai rata-rata, kadar bahan kering feses ternak yang diberi probiotik padat meningkat sebesar 13,51% jika dibandingkan
12
kontrol, sedangkan pemberian probiotik cair belum dapat meningkatkan BK feses. Hal ini mungkin dapat dikarenakan absorbsi air dalam tubuh ternak yang diberi probitik cair belum maksimal. Tabel 9 Pengaruh pemberian probiotik terhadap konsumsi Konsumsi* BK PK Air
P1 P2 P3 -1 -1 --------------------------- kg e h --------------------------9.52±0.93 9.78±0.85 10.24±0.73 1.21±0.12 1.25±0.11 1.30±0.07 27.44±3.50 28.86±4.05 27.65±2.02
Kadar H2S feses (mg/kg feses kering/jam)
*) Purwanti, data belum dipublikasikan
Kadar BK feses (%) Kadar H2S Y= 266.87 – 5.365 X; r = 0.77 (P<0.01) Gambar 4 Hubungan linier ( ) dan kudratik (-- -) kadar bahan kering feses dengan kadar H2S feses Kadar BK atau tingkat kekeringan feses berperan penting dalam menentukan tingkat pencemaran. Kadar air feses merupakan faktor utama yang mempengaruhi pembentukan NH3 dan H2S diluar tubuh sapi, selain suhu lingkungan. Feses yang terlalu basah akan cepat mengalami perombakan bahan organik terutama protein dan menimbulkan gas bau, yakni NH3 dan H2S. Hasil analisa regresi diperoleh hubungan kadar BK feses dengan kadar NH3 tidak berbeda nyata (P=0.33; P>0.05). Sedangkan hubungan kadar BK feses dengan kadar H2S dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan peningkatan bahan kering feses mampu menurunkan H2S (P<0.01). Hal ini dapat dikarenakan
13
dengan rendahnya kadar air feses maka terjadi penghambatan aktivitas mikroba pembentuk H2S dalam mendegradasi bahan organik feses sehingga mengakibatkan penurunan kadar H2S feses. Kadar Protein Kasar Feses Tabel 8 memperlihatkan bahwa pemberian probiotik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein kasar (PK) feses. Kadar PK feses pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata yakni pada pemberian kontrol 13.25%, probiotik padat 13.50% dan pada pemberian probiotik cair 13.08%. Namun pemberian probiotik mampu meningkatkan kecernaan zat makanan termasuk protein (Tabel 10; Siregar, data belum dipublikasikan). Tabel 10 Pemberian probiotik terhadap rataan kecernaan zat makanan Kecernaan BK PK SK
P1 P2 P3 --------------------------------- % -----------------------------68.97±5.81a 66.81±6.43a 74.52±3.05b 61.00±7.77a 59.51±7.32a 68.83±4.41b 38.39±10.86a 30.38±13.86a 45.28±3.98b
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata tiap perlakuan dengan P(<0.05), BK: Bahan Kering, PK: Protein Kasar, SK: Serat Kasar, Beta-N: Bahan Ekstrak Tanpa Nitogen, dan TDN: Total Digestible Nutrient. Sumber: Siregar, data belum dipublikasikan.
Kadar PK dapat menunjukkan tingkat kecernaan protein. Tabel 8 memperlihatkan nilai rataan kadar PK feses yang tinggi pada pemberian probiotik padat yaitu 13.50% sejalan dengan rendahnya kecernaan protein pada pemberian probiotik padat yaitu 59.51% (Tabel 10). Protein pakan yang masuk ke rumen akan didegradasi oleh mikroba rumen dan dimanfaatkan untuk sintesis protein mikroba. Sedangkan protein yang lolos degradasi rumen akan dicerna oleh enzim dan diserap di usus halus dalam bentuk asam amino. Protein yang tidak diserap tubuh atau tercerna akan dibuang melalui feses. Kadar PK yang tinggi di feses dapat menunjukkan bahwa penggunaan protein pakan oleh tubuh rendah, dengan kata lain kecernaan protein pakan tersebut rendah (Mahesti 2009). Pada penelitian ini kadar PK feses diduga tidak hanya dipengaruhi oleh kecernaan protein, melainkan oleh faktor lain yakni protein endogenus (Aurora 1995). Hasil analisa regresi diperoleh hubungan kadar PK feses dengan kadar NH3 feses yang tidak berbeda nyata (P=0.72; P>0.05). Kadar PK di feses tidak mempengaruhi kadar HN3 feses, hal ini diduga kadar NH3 yang diukur selama penelitian adalah NH3 yang dibentuk dalam tubuh ternak dan siap dilepaskan ke lingkungan. Sedangkan hubungan antara kadar PK dengan kadar H2S feses (Gambar 4) menunjukkan adanya penurunan kadar H2S dengan meningkatnya kadar PK feses (P<0.01) yang ditunjukkan oleh nilai koefisien X yang negatif. Adanya penurunan H2S dapat dikarenakan kandungan sulfur dari asam amino metionin, sistin, dan sistein pada PK feses sangat kecil meskipun dengan adanya kenaikan kadar PK feses. Pembentukan H2S sangat dipengaruhi keberadaan unsur sulfur (Wang et al. 2009; Yan et al. 2010).
Kadar H2S feses (mg/kg feses kering/jam)
14
Kadar PK feses (%) Kadar H2S Y = 4114.13 – 233.424 X; r =0.56 (P<0.01) Gambar 5 Hubungan linier ( ) dan kudratik (-- -) kadar protein kasar feses dengan kadar H2S feses
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian probiotik dapat menurunkan kadar NH3 feses yang merupakan penyebab utama pencemaran lingkungan, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar H2S feses, kadar bahan kering dan protein kasar feses. Pemberian probiotik padat lebih efektif dalam menurunkan kadar NH3 feses dibandingkan probiotik cair. Kadar bahan kering feses memiliki peran penting dalam pembentukan H2S diluar tubuh ternak. Emisi H2S ke lingkungan dapat diatasi melalui upaya meningkatkan kadar bahan kering feses. Saran Penelitian lanjutan masih perlu dilakukan dalam hal penggunaan probiotik terhadap kadar NH3 dan H2S dengan metode lain dalam mengukur kadar NH3 dan H2S yang dilepas oleh feses. Sebaiknya juga dilakukan pengukuran retensi nitrogen dengan perlakuan yang sama pada penelitian ini.
15
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Analytical Chemist. 1988. Official Methods of Analisis. 13th Ed. Washington (US): Association of Official Analytical Chemist. Arief II, Jenie BSL, Astawan M, Witarto AB. 2008. Efektivitas probiotik Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus acidophilus 2B4 sebagai pencegah diare pada tikus percobaan. Med Pet. 33(3):137-143. Ariyani PW. 2013. Viabilitas Lactobacillus achidophilus dan Bifidobacterium bifidum terenkapsulasi dan mutu sensori yogurt tepung pisang sinbiotik selama penyimpanan dingin [skripsi]. Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor. Arora SP. 1995. Microbial Digestion in Ruminants. New Delhi (IN): Indian Council of Agricultural Research. Chairunnisa HRL, Balia, Utama GL. 2006. Penggunaan starter bakteri asam laktat pada produk susu fermentasi “Lifihomi”. J Ilmu Ternak. 6(2):102-107. Chandan, Ramesh C, Kilara A, Shah NP. 2008. Dairy Processing and Quality Assurance. Lowa (US): John Wiley dan Sons. Chen YJ, Son KS, Min BJ, Cho JH, Kwon OS, Kim IH. 2005. Effects of dietary probiotic on growth performance, nutrients digestibility, blood characteristics and fecal noxious gas content in growing pigs. Asian-Aust J Anim Sci.18(10):1464-1468. [DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2009. Populasi Sapi Potong Tahun 2009 – 2012 (Per Propinsi). Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan, Kementrian Pertanian. Gillespie JR. 1966. Modern Livestock and Poultry Production. 4th Ed. Canada (CAN): Delmar Publisher Inc. Hau DK, Nenobais M, Nulik J, Katipana NGF. Pengaruh probiotik terhadap kemampuan cerna mikroba rumen sapi bali. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veterinar [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bali (ID): Universitas Nusa Cendana. hlm 171-180; [diunduh 2012 April 4]. Tersedia pada: https://www.google.co.id/#sclient=psyab&q=Pengaruh+probiotik+terhadap+kemampuan+cerna+mikroba+rumen+sa pi+bali&oq.pdf Khanal SK. 2008. Anaerobic Biotechnology for Bioenergy Production. Lowa (US): John Wiley dan Sons. Laborde JM. 2008. Effects of probiotics and yeast culture on rumen development and growth of dairy calves [tesis]. America (US): Louisiana State University. Mohammed MI, Maareck YA, Abdel-Magid SS, Awadalla IM. 2009. Feed intake, digestibility, rumen fermentation and growth performance of camels fed diet supplemented with a yeast culture or zinc bacitracin. Anim Feed Sci and Tech. 149:341-345. [NRC] National Research Council. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries. USA (US): International Feed-stuffs Institute, Utah State University, Logan, Utah 84322. O’ Connell JM, Callan JJ, O’Doherty JV. 2006. The effect of dietary crude protein level, cereal type and exogenous enzyme supplementation on nutrient digestibility, nitrogen excretion, faecal volatile fatty acid concentration and ammonia emissions from pigs. Anim Feed Sci and Tech. 127:73-88.
16
Pamungkas D, Aggraeni YN. 2006. Probiotik dalam pakan ternak ruminansia. Wartazoa. 16(2):82-91. Pelczar MJ Jr, Chan ECS. 1996. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume ke-1. Hadioetomo RS, Imans T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. Pierce KM, Sweeney T, Callan JJ, Byrne C, McCarthy P, O’ Doherty JV. 2006. The effect of inclusion of a high lactose supplement in finishing diets on nutrient digestibility, nitrogen excretion, volatile fatty acid concentrations and ammonia emission from boars. Anim Feed Sci and Tech. 125:45-60. Rachmawati S. 2000. Upaya pengelolaan lingkungan usaha peternakan ayam. Wartazoa. 9(2):73-79. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan. Edisi kedua. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama Sudarman A, Wiryawan KG, Markhamah H. 2008. Penambahan sabun-kalsium dari minyak ikan lemuru dalam ransum: 1. pengaruhnya terhadap tampilan produksi domba. Med Pet. 3(3):166-171. Suijah. 1990. Penambahan zeolit dalam ransum komersial untuk meningkatkan produksi broiler dan mengurangi kadar amonia dan air feses [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suryahadi, Tjakradidjaja AS. 2012. Pengujian mutu dan efikasi probiotik biofeed dan turrimavita. Laporan penelitian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sutardi T. 2001. Revitalisasi peternakan sapi perah melalui penggunaan ransum berbasis limbah perkebunan dan suplemen mineral organik. Laporan akhir riset unggulan terpadu. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Thalib A, Haryanto E, Kuswandi, Hamid H, Mulyani. 2001. Teknik penyiapan sediaan mikroba anaerobik: bakteri selulolitik batang. JITV. 6(3):153-157. Triana E, Yulianto E, Nurhidayat N. 2006. Uji viabilitas Lactobacillus sp. Mar 8 terenkapsulasi. Biodiversitas. 7(2):114-117. Wahyuni HE. 2002. Penggunaan Klinofeed (Klinoptilolit) sebagai adsorban gas amonia dan hydrogen sulfide manur ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wang Y, Cho JH, Chen YJ, Yoo JS, Huang Y, Kim HJ, Kim IH. 2009. The effect of probiotic bioPlus 2B® on growth performance, dry matter and nitrogen digestibility and slurry noxious gas emission in growing pigs. Livestock Sci. 120:35-42. Yan L, Meng QW, Wang JP, Kim IH. 2010. Effects of dietary soybean hulls and Lactobacillus reuteri on growth performance, nutrient digestibility and noxious gas emission from feces and slurry in finishing pigs. Wayamba J Anim Sci. 1(129239813):53-56. Yusrizal, Chen TC. 2003. Effect of adding chicory fructans in feed on fecal and intestinal microflora and excreta volatile ammonia. Intern J Poult Sci. 2(3):188-194.
17
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji ANOVA dan Duncan untuk kadar air feses terhadap pemberian probiotik a) Uji ANOVA untuk kadar air feses terhadap pemberian probiotik SK` JK db KT F Perlakuan 56.693 2 28.347 2.289 Kelompok 50.195 5 10.039 0.811 Galat 123.839 10 Total 11268.736 18
Sig 0.152 0.568
Keterangan: SK= selang kepercayaan, JK= jumlah kuadran, db= derajat bebas, KT= kuadran tengah, *= signifikan, P1= kontrol (hijauan+konsentrat+dedak), P2= P1+probiotik padat 0.25% (b/b) dari konsentrat, P3= P1+probiotik cair 0.1% (v/b) dari konsentrat dicampur air minum
b) Uji lanjut Duncan untuk kadar air feses terhadap pemberian probiotik padat dan cair Subset for alpha = 0.5 Perlakuan N 1 3 6 23.0900 1 6 23.9800 2 6 27.2200 Sig 0.081 Lampiran 2 Uji ANOVA dan Duncan untuk kadar amonia (NH3) feses terhadap pemberian probiotik a) Uji ANOVA untuk kadar amonia (NH3) feses per sampel feses segar terhadap pemberian probiotik SK` JK db KT F Sig Perlakuan 101.778 2 50.889 4.141 0.049 Kelompok 263.611 5 52.722 4.290 0.024 Galat 122.889 10 Total 5323.000 18 b) Uji lanjut Duncan untuk kadar amonia (NH3) feses per sampel feses segar terhadap pemberian probiotik padat dan cair Subset for alpha = 0.5 Perlakuan N 1 2 2 6 13.1667 3 6 17.1667 17.1667 1 6 18.8333 Sig 0.076 0.429
18
c) Uji ANOVA untuk kadar amonia (NH3) feses per sampel feses kering terhadap pemberian probiotik SK` JK db KT F Sig Perlakuan 3030.825 2 1515.413 7.500 0.010 Kelompok 2878.470 5 575.694 2.849 0.075 Galat 2020.572 10 202.057 Total 88545.715 18 d) Uji lanjut Duncan untuk kadar amonia (NH3) feses per sampel feses kering terhadap pemberian probiotik padat dan cair Subset for alpha = 0.5 Perlakuan N 1 2 2 6 48.8667 3 6 73.1133 1 6 78.7883 Sig 1.000 0.505 e) Uji ANOVA untuk kadar amonia (NH3) feses per sampel berdasarkan bahan kering (BK) terhadap pemberian probiotik SK` JK db KT F Sig Perlakuan 5144.734 2 2572.367 8.660 0.007 Kelompok 4511.629 5 902.326 3.038 0.063 Galat 2970.271 10 297.027 Total 142613.742 18 f) Uji lanjut Duncan untuk kadar amonia (NH3) feses per sampel berdasarkan bahan kering (BK) terhadap pemberian probiotik padat dan cair Subset for alpha = 0.5 Perlakuan N 1 2 2 6 61.5867 3 6 92.3967 1 6 1.00962 Sig 1.000 0.410 g) Uji ANOVA untuk kadar amonia (NH3) feses per sampel berdasarkan protein kasar (PK) terhadap pemberian probiotik SK` JK db KT F Sig Perlakuan 187853.821 2 93926.911 8.884 0.006 Kelompok 129507.163 5 25901.433 2.450 0.107 Galat 105720.346 10 10572.035 Total 4988215.330 18
19
h) Uji lanjut Duncan untuk kadar amonia (NH3) feses per sampel berdasarkan protein kasar (PK) terhadap pemberian probiotik padat dan cair Subset for alpha = 0.5 Perlakuan N 1 2 2 6 3.60602 3 6 5.57322 1 6 5.92902 Sig 1.000 0.562 Lampiran 3 Uji ANOVA dan Duncan untuk kadar hidrogen sulfida (H2S) feses per sampel feses segar terhadap pemberian probiotik a) Uji ANOVA untuk kadar hidrogen sulfida (H2S) feses per sampel feses segar terhadap pemberian probiotik SK` JK db KT F Sig Perlakuan 5.444 2 2.722 0.301 0.747 Kelompok 186.444 5 37.289 4.118 0.027 Galat 90.556 10 9.056 Total 19360.000 18 b) Uji ANOVA untuk kadar hidrogen sulfida (H2S) feses per sampel berdasarkan bahan kering (BK) terhadap pemberian probiotik SK` JK db KT F Sig Perlakuan 1485.390 2 742.695 2.175 0.164 Kelompok 6245.590 5 1249.118 3.658 0.038 Galat 3415.208 10 341.521 Total 335507.616 18 c) Uji ANOVA untuk kadar hidrogen sulfida (H2S) feses per sampel berdasarkan bahan organik (BO) terhadap pemberian probiotik SK` JK db KT F Sig Perlakuan 2767.435 2 1383.718 3.064 0.092 Kelompok 10160.906 5 2032.181 4.500 0.021 Galat 4516.225 10 451.623 Total 540252.226 18 d) Uji ANOVA untuk kadar hidrogen sulfida (H2S) feses per sampel berdasarkan protein kasar (PK) terhadap pemberian probiotik SK` JK db KT F Sig Perlakuan 116668.072 2 58334.036 2.905 0.101 Kelompok 456940.347 5 91388.069 4.552 0.020 Galat 200785.552 10 20078.555 Total 1.9347 18
20
Lampiran 4 Analisis Regresi hubungan kadar bahan kering (BK) feses terhadap kadar amonia (NH3) feses NH3 Feses Linier (Anova) SK` Regresi Residual Total
JK 471.159 7458.708 7929.867
db 1 16 17
KT 471.159 466.169
F 1.011
Sig 0.330
Kuadratik (Anova) SK` JK Regresi 1664.924 Residual 6264.943 Total 7929.867
db 2 15 17
KT 832.462 417.663
F 1.993
Sig 0.171
db
KT 784.020 424.122
F 1.849
Sig 0.192
Kubik (Anova) SK` Regresi Residual Total
JK 1568.041 6361.826 7929.867
2 15 17
Lampiran 5 Analisis Regresi hubungan kadar bahan kering (BK) feses terhadap kadar hidrogen sulfida (H2S) feses H2S Feses Linier (Anova) SK` JK Regresi 6619.005 Residual 4527.183 Total 11146.188
db 1 16 17
KT 6619.005 282.949
F 23.393
Sig 0.000
Kuadratik (Anova) SK` JK Regresi 6784.374 Residual 4361.815 Total 11146.188
db 2 15 17
KT 3392.187 290.788
F 11.666
Sig 0.001
Kubik (Anova) SK` JK Regresi 6784.374 Residual 4361.815 Total 11146.188
db 2 15 17
KT 3392.187 290.788
F 11.666
Sig 0.001
21
Lampiran 6 Analisis Regresi hubungan kadar protein kasar (PK) feses terhadap kadar amonia (NH3) feses NH3 Feses Linier (Anova) SK` JK Regresi 3477.984 Residual 419544.248 Total 423022.232
db 1 16 17
KT 3477.984 26221.515
F 0.133
Sig 0.720
Kuadratik (Anova) SK` JK Regresi 3511.860 Residual 419510.371 Total 423022.232
db 2 15 17
KT 1755.930 27967.358
F 0.063
Sig 0.939
db
KT 1747.190 27968.523
F 0.062
Sig 0.940
Kubik (Anova) SK` JK Regresi 3494.380 Residual 419527.852 Total 423022.232
2 15 17
Lampiran 7 Analisis Regresi hubungan kadar protein kasar (PK) feses terhadap kadar hidrogen sulfide (H2S) feses H2S Feses Linier (Anova) `SK JK Regresi 248450.114 Residual 525943.857 Total 774393.971
db
KT 1 248450.114 16 32871.491 17
F 7.558
Sig 0.014
Kuadratik (Anova) SK` JK Regresi 287717.928 Residual 486676.043 Total 774393.971
db 2 15 17
KT 143858.964 32445.070
F 4.434
Sig 0.031
Kubik (Anova) SK` JK Regresi 287717.928 Residual 486676.043 Total 774393.971
db 2 15 17
KT 143858.964 32445.070
F 4.434
Sig 0.031
22
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 11 Mei 1991 dari ayah Abdul Rosyid dan ibu Kustiyah. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jombang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai staf Bina Desa BEM KM IPB, staf Infokom Lembaga Kemahasiswaan FAMN AL AN’AM, dan anggota IPB Youth Journalist tahun 2011-2012. Penulis juga penerima beasiswa BBM tahun 2009-2012 dan Karya Salemba Empat tahun 2012-2013. Penulis juga menjadi asisten praktikum Mikrobiologi Nutrisi pada tahun ajaran 2012/2013.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suryahadi DEA dan Ibu Ir Anita S Tjakradidjaja MRurSc selaku pembimbing, serta Pusat Studi Hewan Tropika (Center for Tropical Animal Study, Centras) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor yang telah mendukung jalannya penelitian. Terimakasih kepada Bapak Prof Dr Ir Toto Toharmat MAgrSc dan Bapak Epi Taufik SPt MVPH atas saran dan masukan yang telah diberikan dalam penulisan skripsi. Di samping itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak peternakan Cibogo Subang yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian, dan kepada Dian Purwanti serta Yenni Krisna Siregar atas kerjasamanya dalam melakukan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.