EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA
BENEDIKTUS JEUJANAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Efektivitas pemanfaatan rumpon dalam operasi penangkapan ikan di perairan Maluku Tenggara”adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2008 Benediktus Jeujanan NRP C451060081
ABSTRACT BENEDIKTUS JEUJANAN. Effectiveness of Fish Aggregating Device In FinshCatching Activities In South East Maluku Waters. Supervised by : DOMU SIMBOLON and EKO SRIWIYONO. South East Maluku waters are rich in natural marine resources, such as fishes (pelagic, and demersal) and shrimps, especially in Kei Kecil waters. Based on the kinds of fish to PNN Dumar. One of the effective ways to catch fish in South East Maluku waters is by using a fish aggregating device (FAD) called rumpon, there are two types of rumpon the first type is a deep sea rumpon deployed for pole and line and purse seine, gillnet, and troll line fisheries the second type for catching small pelagis. The research objectives are (1) to determine variability and catch composition of rumpon (2) to find the effectiveness of a rumpon on fish-catching process; and (3) to determine an effective fish-catching technology to be used around a rumpon. The study was conducted by 14 fish-catching trips using purse seine, gillnet and pancing tonda. The catch result at the unit became dominant that the catching method become more feasible and proper to be developed. In the meantime, using a bamboo rumpon was better compared to plastic drum rumpon ini the catch capacity. Therefore,a bamboo rumpon was feasible to be developed in South East Maluku waters. Keyword : Effectiveness, rumpon, South East Maluku
RINGKASAN BENEDIKTUS JEUJANAN. Efektivitas Pemanfaatan Rumpon Dalam Operasi Penangkapan Ikan di Perairan Maluku Tenggara. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan EKO SRI WIYONO. Perairan Maluku Tenggara merupakan perairan yang kaya akan sumberdaya hayati khususnya ikan (pelagis, demersal dan udang), khususnya perairan Kei Kecil. Hal ini diketahui berdasarkan jenis ikan yang didaratkan di PPN Dumar. Salah satu faktor untuk meningkatkan efektivitas operasi penangkapan ikan di perairan Maluku Tenggara adalah pemanfaatan rumpon. Rumpon yang digunakan yaitu pertama rumpon laut dalam dengan alat tangkap pancing yang disebut huhate (pole and line) dan pukat cincin (purse seine), kedua yaitu rumpon laut dangkal untuk pukat cincin, gillnet dan pancing tonda untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil. Penelitian ini bertujuan untuk (1) membandingkan komposisi dan jumlah hasil tangkapan masing-masing rumpon dari unit penangkapan ikan, (2) membandingkan efektivitas operasi penangkapan ikan yang menggunakan rumpon, (3) membandingkan kinerja teknologi penangkapan ikan ditinjau dari aspek biologi, sosial, dan ekonomi yang dioperasikan di sekitar rumpon. Penelitian ini dilakukan sebanyak 14 trip operasi penangkapan pada alat tangkap purse seine, gillnet dan pancing tonda. Total hasil tangkapan dari ketiga alat tangkap yaitu ikan layang (Decaptenus russelli) 57.087 ekor (80,57%), ikan tongkol (Auxis tharzard) 13.190 ekor (18,62%), ikan tenggiri (Scomberomorus commersoni) 573 ekor (0,81%). Berdasarkan ukuran maka sebanyak 54,9 % ikan layang tertangkap berukuran besar, sebanyak 80,12 % dari ikan tongkol yang tertangkap adalah ukuran besar dan semua 100 % ikan tenggiri tertangkap adalah berukuran kecil. Dari kedua jenis rumpon yang digunakan, hasil tangkapan dominan terdapat pada rumpon bambu sehingga rumpon bambu lebih efektif dibandingkan dengan rumpon drum plastik. Kata kunci : Efektivitas, Rumpon, di Perairan Maluku Tenggara
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan, karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA
BENEDIKTUS JEUJANAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
LEMBARAN PENGESAHAN Judul Penelitian Nama NRP
: Efektivitas Pemanfaatan Rumpon Dalam Operasi Penangkapan Ikan di Perairan Maluku Tenggara : Benediktus Jeujanan, S.Pi : C451060081
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si Ketua
Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc
Tanggal Ujian : 14 Juli 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena Rahmat dan karunianya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Adapun judul dari tesis ini adalah “Efektivitas Pemanfaatan Rumpon Dalam Operasi Penangkapan Ikan di Perairan Maluku Tenggara.” Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Domu Simbolon, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si, sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran sehingga penelitian dan penulisan ini dapat terselesaikan. Serta terimakasih kepada Dr.Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc sebagai penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan juga kepada : 1. Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual Maluku Tenggara yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk melanjutkan studi di IPB Bogor. 2. Dekan Pascasarjana IPB atas kesempatan yang telah diberikan untuk mengikuti pendidikan pascasarjana. 3. Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Ketua Program Studi Teknologi Kelautan atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti pendidikan pascaserjana 4.
Hasil karya ini juga penulis persembahkan kepada istri dan anak tercinta Maria Paskalina Wenehenubun, SPd. Ulen Jeujanan atas segala pegertian, ketabahan, kesebaran serta pengorbanan yang diberikan selama penulis menjalani studi S-2
5. Kedua orang tua tercinta Fransiskus dan Ibu Justina Jeujanan serta Ibu Mertua Yuliana Wenehenubun serta kakak Sintah, Andy, Boby, Ateng serta adik-adik atas dukungan moriil dan materiil. 6. Mas Rudy, Mas Ony, Mas Amir dan Mas Degen serta rekan-rekan angkatan 2006 Program Studi Teknologi Kelautan atas dukungan dan kerjasama selama
mengiku perkuliahan serta semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak lansung. 7. Rekan-rekan dari Tual : Usman, Waran, Dany, Tes, Yula, atas bantuan dan kerjasama yang solid. Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaannya, oleh karena itu segala saran dan kritik dalam penyempurnaannya sangatlah penulis harapkan.
Bogor, Juli 2008 Benediktus Jeujanan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bombay Maluku Tenggara pada tanggal 7 Juni 1973 dari Ayah Fransiskus dan Ibu Yustina, dan merupakan putra kelima dari enam bersaudara. Tahun 1993 penulis lulus SMA Negeri 1 Tual dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Pattimura Ambon melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis memilih Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Minat Penangkapan Ikan, Fakultas Perikanan dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2002 sampai sekarang penulis bekerja sebagai dosen pada Politeknik Perikanan Negeri Tual, Maluku Tenggara. Pada tahun 2006 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI
.................................................................................................
DAFTAR TABEL
ii
......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR
....................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN
................................................................................. vi
1
..................................................................................
1
...............................................................................
1
2
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
1.2
Perumusan Masalah
1.3
.......................................................................
2
Tujuan Penelitian
...........................................................................
3
1.4
Manfaat Penelitian
.........................................................................
4
1.5
Hipotesis
.........................................................................................
4
1.6
Kerangka Pemikiran
.......................................................................
4
.........................................................................
7
..........................................................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Rumpon
2.2
Karakteristik Iklim dan Kondisi Perairan Maluku Tenggara
2.3
Alat Tangkap dan Metode Operasi Penangkapan Ikan di Sekitar Rumpon di Perairan Maluku Tenggara
2.4
3
......................................... 12
2.3.1
Metode operasi penangkapan ikan dengan purse seine
2.3.1
Metode operasi penangkapan ikan dengan gillnet
2.3.3
Metode operasi penangkapan ikan dengan pancing tonda....... 15
Ikan Pelagis
....... 12
.............. 14
..................................................................................... 16
2.4.1
Ikan layang
......................................................................... 19
2.4.2
Ikan selar
2.4.3
Ikan kembung
2.4.4
Ikan tongkol
....................................................................... 23
2.4.5
Ikan tenggiri
....................................................................... 24
............................................................................ 20 ..................................................................... 21
2.5
Tingkah Laku Ikan di Sekitar Rumpon
2.6
Efektivitas
.......................................... 25
...................................................................................... 28
METODOLOGI PENELITIAN 3.1
......... 11
Tempat dan Waktu Penelitian
.............................................................. 30 ........................................................ 30
3.2
4
Alat dan Bahan
............................................................................... 31
(1)
Rumpon
.............................................................................. 31
(2)
Purse seine
(3)
Gill net
(4)
Pancing tonda
(5)
Plankton net
(6)
Timbangan
(7)
Papan ukur ikan
(8)
Alat tulis dan kamera
......................................................................... 32
................................................................................ 32
3.3
Pengumpulan Data
3.4
Analisis Data
....................................................................... 32 ........................................................................... 32 ................................................................... 32
................................................................................... 34
3.4.1
Komposisi hasil tangkapan
3.4.2
Evektifitas rumpon
3.4.3
Teknologi penangkapan tepat guna
.................................... 36
(1) Menentukan nilai skor kriteria
.................................... 36
(2) Multi-criteria analysis (MCA)
.................................... 38
......................................................................... 39
Purse seine (2) Kapal
....................................................................... 42
.................................................................................. 43
(1) Alat tangkap (2) Kapal 4.1.3
................................................................ 43
........................................................................... 44
(3) Nelayan
....................................................................... 44
Pancing tonda
...................................................................... 45
(1) Alat tangkap (2) Kapal Rumpon
Hasil Tangkapan
................................................................ 45
........................................................................... 47
(3) Nelayan 4.1.4
................................................................ 39
........................................................................... 40
(3) Nelayan Gillnet
................................................ 39
.......................................................................... 39
(1) Alat tangkap
4.1.2
................................................ 34
............................................................. 35
Keragaman Unit Penangkapan Ikan 4.1.1
4.2
.......................................................... 32
......................................................................... 33
HASIL PENELITIAN 4.1
..................................................................... 32
....................................................................... 47
............................................................................... 48 .............................................................................. 49
5
6
4.2.1
Jenis dan jumlah hasil tangkapan
4.2.2
Ukuran panjang
4.2.3
Ukuran berat
........................................................................ 53
4.3
Efektivitas Rumpon
......................................................................... 55
4.4
Teknologi penangkapan tepat guna
PEMBAHASAN
........................................ 49
................................................................... 51
................................................. 56
...................................................................................... 59
5.1
Dinamika Hasil Tangkapan
5.2
Efektivitas Rumpon dan Alat Tangkap
5.3
Dampak Pengoperasian Rumpon
KESIMPULAN DAN SARAN
............................................................. 59 ........................................... 62
.................................................... 63
................................................................ 64
6.1
Kesimpulan
6.2
Saran .................................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
..................................................................................... 64 .................................................................................... 66
.................................................................................................. 71
DAFTAR TABEL Halaman 1
Persentase komposisi ukuran hasil tangkapan untuk jenis ikan tertentu ..... 35
2
Kriteria penilaian aspek ekologi
3
Kriteria penilaian aspek sosial berdasarkan tenaga kerja
4
Kriteria penilaian aspek sosial berdasarkan pendapatan per tahun
.......... 37
5
Kriteria penilaian aspek sosial berdasarkan kepemilikan per tahun
........ 37
6
Efektivitas kedua rumpon (%) berdasarkan jumlah hasil tangkapan (ekor) dan alat tangkap
.............................................................. 37 ......................... 37
............................................................................. 55
7
Standarisasi aspek ekologi menurut alat tangkap
8
Standarisasi aspek sosial menurut alat tangkap
9
Standarisasi aspek ekonomi menurut alat tangkap
..................................... 56 ....................................... 57 ................................... 57
10 Standarisasi aspek ekologi, sosial, dan ekonomi pada unit penangkapa ...... 58
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Bagan alir kerangka pemikiran penelitian
................................................
6
2
Layang (Decapterus russelli)
3
Selayar (Selarroides leptolepsis)
4
Kembung lelaki (Rastrelliger kanarkuta)
5
Tongkol (Auxis thazard)
6
Tenggiri (Scomberamorus commersoni)
7
Peta lokasi penelitian
................................................................................ 30
8
Rumpon rakit bambu
................................................................................ 31
9
Rumpon drum plastik
............................................................................... 31
.................................................................. 20 ............................................................. 21 ................................................ 23
.......................................................................... 24 .................................................. 25
10 Desain jaring pukat cincin (purse seine) di Maluku Tenggara
................ 40
11 Kapal utama (tipe lembut)
........................................................................ 41
12 Kapal johnson (tipe slep)
......................................................................... 41
13 Desain jaring gillnet di Maluku Tenggara 14 Kapal gillnet di Maluku Tenggara 15 Desain alat pancing tonda
.............................................. 44
........................................................... 45
........................................................................ 46
16 Ukuran mata pancing yang digunakan
..................................................... 47
17 Kapal pancing tonda di Maluku Tenggara
............................................... 47
18 Kontruksi kedua rumpon yang dioperasikan oleh nelayan (A= rumpon bambu; B = rumpon drum plastik
........................................................... 49
19 Komposisi jenis tangkapan menurut alat tangkap 20 Komposisi jenis tangkapan menutut rumpon
.................................... 49
.......................................... 50
21 Komposisi jenis tangkapan menurut kombinasi alat tangkap dan rumpon
...................................................................................................... 50
22 Komposisi ukuran panjang menurut jenis ikan
....................................... 51
23 Komposisi ukuran ikan menurut jenis ikan dan rumpon
......................... 52
24 Komposisi ukuran ikan menurut ukuran jenis ikan dan alat tangkap ......... 52 25 Komposisi berat ikan menurut jenis ikan
................................................. 53
26 Komposisi berat menurut ukuran ikan dan jenis rumpon
........................ 54
27 Komposisi berat menurut ukuran ikan dan jenis alat tangkap
................. 55
DAFTAR LAMPIRAN Halaman ................................................ 71
1
Metode operasi penangkapan purse seine
2
Komposisi jenis tangkapan menurut alat tangkap
3
Komposisi jenis tangkapan menurut rumpon
4
Komposisi jenis tangkapan menurut kombinasi alat tangkap dan rumpon ... 72
5
Komposisi ukuran ikan menurut jenis dan persentase ikan
6
Komposisi ukuran ikan menurut jenis ikan dan rumpon
7
Komposisi ukuran ikan menurut jenis ikan dan alat tangkap
8
Komposisi berat ikan menurut jenis ikan
9
Komposisi berat ikan menurut ukuran ikan dan jenis rumpon
................................... 72
........................................... 72 ..................... 72 ......................... 72 .................. 73
................................................. 73 ................ 73
10 komposisi berat ikan menurut ukuran ikan dan jenis alat tangkap 11 Penilaian aspek ekologi menurut alat tangkap 12 Penilaian aspek sosial menurut alat tangkap 13 Penilaian aspek ekonomi menurut alat tangkap
.......... 73
......................................... 73 ............................................ 74 ...................................... 74
14 Standarisasi aspek ekologi, ekonomi, sosial menurut alat tangkap
......... 74
DAFTAR ISTILAH Jaring bobo ( Purse seine)
Merupakan jaring yan lingkarkan yang berukuran lebih kecil dari purse seine atau pukat cincin (panjang antara 200 – 400 m dan lebar berkisar 40 – 70 m ) yang biasanya digunakan nelayan di Maluku Tenggara pada umumnya khusnya untuk menangkap ikan – ikan yang umumnya hidup membentuk kawanan dalam kelompok besar (baik pelagis besar maupun pelagis kecil).
Gillnet
Alat penangkapan ikan yang berbentuk empat persegi panjang dari susunan jaring satu lapis yang dirangkai secara memanjang.
Pancing tonda
Alat penangkapan ikan yang terdiri dari atas seutas tali panjang dan umpan.
Fishing ground
Suatu daerah perairan tempat ikan berkumpul dimana penangkapan ikan dapat dilakukan.
Ikan demersal
Ikan-ikan (termasuk crustecea atau cephalopoda) yang hidup di dekat atau sekitar dasar perairan.
Ikan pelagis
Ikan-ikan yang hidup di permukaan air.
Sumberdaya ikan
salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tetapi terbatas.
Nelayan
Orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air.
Perikanan
Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan mulai dari produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemesaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistim bisnis.
Perikanan tangkap
Kegiatan untuk memperoleh di perairan yang tidak dalam keadaan di budidayakan dengan alat atau dengan cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, mengolah dan / atau mengawetkannya.
Sumberdaya perikanan
Terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan serta sumberdaya buatan manusia, yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan.
Unit penangkapan ikan
Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap dan nelayan.
Efektivitas
Tingkat pencapaian hasil terhadap suatu tujuan.
Rumpon
Alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut.
Aggregation
Salah satu bentuk gerombolan ikan dari salah satu species ikan yang jumlahnya hanya terdiri dari dua atau tiga ekor.
Artificial reef
Adalah terumbu karang buatan yang digunakan untuk mengumpulkan ikan atau gerombolan ikan.
Attraktor
Merupakan salah satu komponen utama pada rumpon yang berfungsi sebagai alat pemikat atau pengumpul ikan sesungguhnya.
Swimming layer
lapisan renang dari jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
Setting (pelingkaran)
Salah satu tahapan dalam metode pengoperasian purse seine (jaring bobo) yaitu proses pelingkaran jaring untuk melingkari kawanan ikan.
Hauling (penarikan)
Proses penarikan jaring purse seine (jaring bobo) setelah proses pelingkaran selesai dilakukan.
Purse line (tali kolor)
Tali yang di pasang pada bagian bawah jaring, yang berfungsi untuk mengerutkan jaring pada saat tali tersebut ditarik.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perairan Maluku Tenggara pada umumnya merupakan perairan yang dangkal. Perairan ini, merupakan bagian dari perairan yang kaya akan sumberdaya hayati, khususnya ikan (pelagis, demersal dan udang). Secara khusus, perairan Kei Kecil, didominasi oleh ikan pelagis, berdasarkan jenis ikan yang di daratkan di PPN Dumar. Ikan yang dominan tertangkap antara lain kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), tembang (Sardinella fimbriata), selar hijau (Atule mate), sekar taji/layang bulat (Decapterus macrosoma), layang gepeng (Decapterus russelli), tongkol (Auxis thazard), dan cumi-cumi (Loligo sp). Ikan demersal sangat sedikit jenis dan jumlahnya. Ikan demersal yang sering tertangkap adalah Kerapu dan Kakap. Seperti umumnya nelayan yang tinggal dan mencari makan dari kekayaan laut, nelayan yang berdiam di sekitar perairan Kei Kecil juga sangat tergantung pada hasil tangkapan laut. Mereka adalah nelayan-nelayan kecil (tradisional) yang melakukan penangkapan ikan hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam operasi penangkapan ikan nelayan Kei Kecil umumnya menggunakan gillnet, purse seine dan pancing tonda sebagai alat tangkap utama dan rumpon (tendak) sebagai alat bantu penangkapan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa ikan-ikan yang ditangkap di sekitar rumpon umumnya adalah ikan pelagis, seperti ikan layang bulat (Decapterus macrosoma.), layang gepeng (Decapterus russelli), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta.), kembung perempuan (Rastrelliger macrosoma), selar hijau (Atule mate), selar kuning (Selaroides leptolepis),selar bentong (Selar crumenophthalmus), lemuru (Sardinella lemuru), tembang (Sardinella fimbriata), siro (Ambligaster sirm), tongkol (Auxis thazard), dan lainlain. Jenis-jenis ikan tersebut, sifatnya bergerombol/mengelompok, pemakan plankton, udang-udangan, ikan-ikan kecil dan telur ikan (Monintja dan Zulkarnain 1995; Monintja et al. 2002) Pemanfaatan rumpon sebagai upaya meningkatkan efektivitas operasi penangkapan ikan di perairan Maluku Tenggara dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama adalah rumpon yang digunakan khusus untuk menangkap ikan-ikan tuna
dan cakalang, dikenal sebagai rumpon laut dalam dengan alat tangkap yang digunakan berupa pancing yang disebut huhate (pole and line) dan pukat cincin (purse seine). Jenis kedua adalah rumpon yang digunakan biasanya disebut rumpon laut dangkal. Alat tangkap yang biasanya digunakan untuk menangkap ikan di rumpon laut dangkal adalah pukat cincin, gillnet dan juga pancing tonda untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil (Zulkarnain 2002). Rumpon, khususnya rumpon dangkal digunakan nelayan di Kei Kecil. Ditinjau dari beberapa aspek konstruksinya, rumpon di Kei Kecil relatif sederhana, rumpon ini juga mudah dibongkar pasang. Tali yang digunakan tidak terlalu panjang (< 50 m) dan penempatan rumpon yang tidak terlalu jauh dari pantai serta obyek penangkapan berupa ikan pelagis. Kombinasi antara tipe rumpon dan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan di Kei Kecil sangat bervariasi. Namun demikian sampai saat ini belum diketahui dengan pasti tingkat efektivitas pemanfaatan rumpon pada alat tangkap yang digunakan. Berkait dengan hal tersebut di atas maka penting untuk di lakukan pengkajian tentang tingkat efektivitas rumpon dalam meningkatkan hasil tangkapan ikan pada suatu alat penangkapan ikan. Kajian-kajian terhadap teknologi rumpon untuk meningkatkan hasil tangkapan (produksi) baik kaitannya dengan alat tangkap yang digunakan maupun konstruksi dari rumpon itu sendiri sudah banyak dilakukan (Sondita 1986; Subani 1986; Subani dan Barus 1989; Monintja 1990; Badan Litbang Pertanian 1992; Monintja 1993; dan Mathews et al. 1996; Tim Pengkajian Rumpon IPB 1987; Zulkarnain 2002). Akan tetapi dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan tersebut masih sangat jarang penelitian yang secara khusus mengkaji bagaimana keberadaan ikan khususnya ikan pelagis di sekitar rumpon. 1.2 Perumusan Masalah Rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan merupakan salah satu alat bantu yang memberikan peranan besar bagi nelayan – nelayan kecil (tradisional) di perairan Maluku Tenggara. Rumpon yang dioperasikan oleh nelayan setempat dapat dikatagorikan ke dalam dua kelompok, berdasarkan bahan konstruksinya. Yang pertama menggunakan bambu sebagai rangkanya sedangkan daun kelapa sebagai attraktor. Jenis kedua, menggunakan drum plastik sebagai rangkanya sedangkan
untuk attraktor digunakan juga daun kelapa. Rumpon digunakan hanya sebagai alat bantu untuk mengumpulkan ikan, untuk menangkap ikan-ikan yang telah berkumpul tersebut, nelayan Maluku Tenggara biasanya menggunakan alat tangkap utama berupa purse seine, gillnet dan pancing tonda. Namun sejauh mana tingkat efektivitas dari rumpon ini dalam menunjang operasi penangkapan ikan masih perlu dikaji lebih mendalam. Disamping itu, teknologi penangkapan tepat guna dalam melakukan penangkapan ikan di sekitar alat bantu rumpon juga masih perlu dikaji lebih jauh sehingga diharapkan dengan penggunaan teknologi penangkapan yang tepat dapat memberikan tingkat efektivitas yang lebih tinggi dalam penggunaan rumpon. Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji tingkat efektivitas pemanfaatan rumpon dalam menunjang operasi penangkapan ikan dengan menggunakan teknologi tepat guna. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Membandingkan komposisi jenis dan jumlah hasil tangkapan masing-masing rumpon dari unit penangkapan ikan (2) Membandingkan efektivitas operasi penangkapan ikan yang menggunakan rumpon (3) Membandingkan kinerja teknologi penangkapan ditinjau dari aspek biologi, sosial, dan ekonomi yang dioperasikan di sekitar rumpon. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna: (1) Sebagai dasar pertimbangan dalam pemilihan rumpon yang tepat dalam bidang teknologi penangkapan untuk peningkatan hasil tangkapan bagi nelayan Maluku Tenggara (2) Untuk memperkaya khasana ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan pemanfatan rumpon dalam teknologi penangkapan ikan. (3) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara dalam pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap di Maluku Tenggara.
1.5 Hipotesis (1) Jenis rumpon yang berbeda akan memberikan komposisi dan jumlah hasil tangkapan yang berbeda. (2) Teknologi penangkapan yang berbeda berdampak terhadap tingkat efektivitas penggunaan rumpon dalam operasi penangkapan ikan. 1.6 Kerangka Pemikiran Kegiatan eksplorasi semakin meningkat perannya dalam kegiatan usaha penangkapan ikan (eksploitasi). Untuk itu, diperlukan adanya pengkajian secara menyeluruh, baik aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi. Aspek biologis terkait erat dengan ketersediaan sumber daya ikan yang menjadi target penangkapan. Aspek teknis berhubungan erat dengan teknologi dan armada penangkapan. Aspek sosial terkait erat dengan tenaga kerja (nelayan) dan kesejateraannya serta kemungkinan negatif yang diderita oleh nelayan sekitar. Sedangkan aspek ekonomi yang menyangkut efektivitas dan efesiensi biaya operasional yang kemudian berdampak kepada pendapatan usaha nelayan. Tingkat pendapatan dan keberadaan nelayan dalam operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh keberadaan dan ketersedian ikan pada fishing ground melalui pengoperasian rumpon. Oleh karena itu proses penangkapan dengan menggunakan rumpon perlu dikaji lebih detail, terutama terkait dengan teknologi penangkapan ikan, komposisi hasil tangkapannya serta dampak negatif yang mungkin terjadi akibat dari pengoperasian
rumpon
tersebut.
Dengan
demikian
keberhasilan
operasi
penangkapan dan keberlanjutan kegiatan perikanan ditinjau dari aspek biologis dan ekonomis sangat terkait erat dengan aspek kajian tersebut di atas. Dalam memperkirakan efektivitas operasi penangkapan ikan di sekitar rumpon dengan mengunakan alat penangkapan purse seine, gillnet dan pancing tonda dapat diperkirakan dari perbandingan hasil tangkapan pada tiap-tiap rumpon. Secara teoritis kerangka pemikiran/penelitian ini dirancang untuk melihat kinerja perikanan tangkap skala kecil saat ini, dan berdasarkan kinerja yang ada dapat dilakukan berbagai srategi untuk perbaikan di masa depan atau berbagai alternatif pemecahan permasalahannya. Secara teknis operasional, kerangka pemikiran dibagun berdasarkan pada isu pengelolaan perikanan di wilayah
penelitian. Isu pengeloloan perikanan tersebut merupakan fenomena yang timbul dari kondisi sumberdaya perikanan, tingkat eksplotasi sumberdaya perikanan, pengunaan teknologi penangkapan, etika pemanfaatan sumberdaya perikanan dan dampak ekonomi sosial saat ini. Untuk mewujutkan pegelolaan perikanan perikanan yang berkelanjutan, maka dibutukan strategi pengelolaan perikanan yang tepat. Dilihat dari perspektif keberlanjutnnya, belum ada kajian yang komprehensif yang sekaligus mencakup berbagai demensi berkelanjutan yaitu demensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan hukum/kelembagaan, padahal kondisi demensi-demensi tersebut dapat mengambarkan status keberlanjutan perikanan tangkap dan dapat dijadikan sebagai pertimbagan pembangunan perikanan ke depan. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Armada penangkapan atau TPI
Pertumbuhan armada yang positif
Kebijakan pengaturan armada
(1) Purse seine (2) Gillnet (3) Pancing Tonda
Efisiensi dan efektifitas operasi penangkapan (1) Trip operasi cepat (2) Biaya operasional rendah (3) Hasil tangkapan lebih pasti
RUMPON
Dampak negatif
(1) Mengkonsentrasikan ikan
(1) Ikan ukuran kecil turut tertangkap (2) Tangkapan nelayan
Migrasi ikan Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumpon Rumpon adalah suatu benda menyerupai pepohonan yang dipasang di suatu tempat di laut. Menurut SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97, rumpon didefinisikan sebagai alat bantu, penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut. Berdasarkan tempat pemasangan dan pemanfaatan rumpon menurut SK tersebut, dikategorikan ada 3 jenis rumpon. yaitu : 1)
Rumpon perairan dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut.
2)
Rumpon perairan dangkal adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman sampai dengan 200 meter.
3)
Rumpon perairan dalam adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman lebih dari 200 meter. Menurut Badan Litbang Perikanan (1992), rumpon yang dikembangkan saat
ini dikelompokkan berdasarkan: 1)
Posisi dari pemikat atau pengumpul (agregator), rumpon dibagi menjadi rumpon perairan permukaan dan lapisan tengah dan dasar. Rumpon perairan permukaan dan lapisan tengah terdiri dari jenis rumpon perairan dangkal dan rumpon perairan dalam.
2)
Kriteria portabilitas, rumpon dikelompokkan menjadi rumpon yang dijangkar secara tetap (statis) dan rumpon yang dijangkar tetapi dapat dipindah-pindah (dinamis).
3)
Tingkat teknologi yang digunakan, rumpon dikelompokkan menjadi tradisional dan moderen. Rumpon tradisional umumnya digunakan oleh nelayan tradisional yang
terdiri dari pelampung, tali jangkar atau pemberat serta pemikat yang dipasang pada kedalaman 300-2000 m. Rumpon moderen umumnya digunakan oleh perusahaan perikanan (swasta dan BUMN). Komponen rumpon moderen biasanya terdiri dari pelampung yang terbuat dari plat besi atau drum, tali jangkar terbuat dari kabel baja (steel wire), tali sintesis dan dilengkapi dengan swivel, pemberat
8 biasanya terbuat dari semen cor. Pemikat yang digunakan umumnya terbuat dari bahan alami dan bahan sintesis seperti ban, pita plastik dan lain-lain (Nahumury 2001). SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/l/97 juga menjelaskan mengenai pengaturan pemasangan dan pemanfaatan rumpon perairan dasar dan dangkal yang lebih jauh diatur oleh Pemerintah Daerah dengan ketentuan sebagai berikut: 1)
sampai dengan jarak 3 mil laut diukur dari garis pasang surut terendah pada waktu air surut dari setiap pulau, oleh Pemerintah Daerah Tingkat II;
2)
di atas 3 sampai dengan 12 mil laut diukur dari garis pasang surut terendah pada waktu air surut dari setiap pulau, oleh Pemerintah Daerah Tingkat I. Rumpon laut dalam hanya dapat dipasang oleh perusahaan perikanan; serta
instansi pemerintah, lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perusahaan perikanan dapat melaksanakan pemasangan rumpon laut dalam dengan persyaratan tidak boleh, 1) mengganggu alur pelayaran; 2) dipasang dengan jarak pemasangan antar rumpon satu dengan rumpon lain kurang dari 10 mil laut; 3) mengganggu pergerakan ikan di perairan laut; 4) dipasang pada kedalamn perairan kurang dari 200 meter; 5) dipasang dengan jarak kurang dari 12 mil laut diukur dari garis pasang surut pada waktu air surut dari setiap pulau; atau 6) dipasang dengan cara pemasangan yang mengakibatkan efek pagar (zig-zag) yang mengancam kelestarian jenis ikan pelagis. Adanya aturan pemasangan rumpon seperti yang terdapat pada butir ketiga dalam SK Mentan No. 51/Kpts/lK.250/l/97, pada kenyataannya di lapangan tidak selalu dapat diterapkan seperti halnya yang dilaporkan oleh De San (1982) bahwa posisi rumpon yang terbaik adalah daerah yang diketahui sebagai lintasan ruaya ikan, daerah upwelling, water front, arus eddy, dasar perairan yang datar, tidak dekat dengan karang dan berada di ambang suatu palung laut. Rumpon
merupakan
alat
pemikat
ikan
yang
digunakan
untuk
mengkonsentrasikan ikan sehingga operasi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mudah (Subani 1972). Cara pengumpulan ikan dengan pikatan berupa benda terapung tersebut menurut Sondita (1986), merupakan salah satu bentuk dari fish aggregating device (FAD), yaitu metode benda atau bangunan yang dipakai
9 sebagai sarana untuk penangkapan ikan dengan cara memikat dan mengumpulkan ikan-ikan tersebut. Disamping berfungsi sebagai pengumpul kawanan ikan, rumpon pada prinsipnya juga memudahkan kawanan ikan untuk ditangkap sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki. Penggunaan rumpon oleh kapal penangkap ikan juga dapat menghemat waktu dan bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan-gerombolan ikan (Subani 1986; Wudianto dan Linting 1988). Monintja (1993) menyatakan lebih lanjut bahwa manfaat yang diharapkan dengan penggunaan rumpon selain menghemat waktu dan bahan bakar juga dapat menaikkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan, meningkatkan mutu hasil tangkapan ditinjau dari spesies dan komposisi ukuran berdasarkan selektivitas alat Di Indonesia rumpon dikenal dengan berbagai sebutan seperti tendak (Jawa). onjen (Madura), rabo (Sumatera Barat), unjan tuasan (Sumatera Utara) dan rompong (Sulawesi) merupakan FAD skala kecil dan sederhana yang umumnya dibuat dari bahan tradisional, ditempatkan pada kedalaman perairan dangkal dengan jarak 5 - 10 mil laut ( 9 - 1 8 km) dari pantai dan umumnya tidak lebih dari 10-20 mil laut (35 km) dari pangkalan terdekat (Mathews et al. 1996). Rumpon di perairan Kei kecil, disebut juga tendak, merupakan rumpon laut dangkal yang sifatnya menetap. Prinsipnya hampir sama dengan jenis rumpon laut dangkal di wilayah lain tetapi keistimewaan pada rumpon ini penggantian dilakukan hanya pada bahan attraktor saja, yaitu apabila kondisi bahan attraktor sudah rusak, biasanya dilakukan dua minggu sekali. Subani (1972) menerangkan bahwa biasanya kegiatan penangkapan di sekitar rumpon dilakukan setelah sepuluh hari rumpon tersebut dipasang. Beberapa hari setelah rumpon ditanam dan bila diketahui bahwa di sekitar rumpon tersebut banyak kerumunan ikan kemudian baru dilakukan operasi penangkapan. Rumpon, baik rumpon laut dalam maupun rumpon laut dangkal secara garis besar terdiri dari empat komponen utama yaitu (1) pelampung atau float, (2) tali panjang atau rope, (3) pemikat ikan atau attraktor (4) pemberat atau sinker. Pada tali yang menghubungkan antara pemberat dan pelampung pada jarak tertentu disisip-sisipkan daun nyiur yang masih melekat pada pelepahnya setelah dibelah menjadi dua. Panjang tali bervariasi. tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali kedalaman
10 laut tempat rumpon tersebut ditanam. Lebih jauh dikemukakan pula bahwa rumpon di laut dangkal umumnya dipasang pada kedalaman antara 30-75 meter. Setelah dipasang kedudukan rumpon ini ada yang dapat diangkat-angkat, tetapi ada pula yang bersifat tetap tergantung pada pemberat yang digunakan (Subani 1986). Tim Pengkajian Rumpon Institut Pertanian Bogor (1987) mengemukakan bahwa persyaratan umum komponen-komponen dari konstruksi rumpon adalah : 1)
Pelampung (float); mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik (bagian yang mengapung di atas 1/3 bagian), konstruksi cukup kuat, tahan terhadap gelombang, mudah dikenali dari jarak jauh dan bahan pembuatnya mudah diperoleh.
2) Pemikat (Attraktor); mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan, tahan lama, mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah dan terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan murah. 3) Tali-temali (rope); terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk, harga relatif murah, mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus dan tidak bersimpul (less knot). 4) Pemberat (sinker); bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh serta massa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat mencengkeram. Boy dan Smith (1984) menerangkan bahwa appendage atau attraktor yang berupa daun kelapa. tyrewall, jaring dan kumpulan tali-temali yang diikatkan pada bagian rakit telah berhasil meningkatkan efektivitas runpon dalam memikat kelompok ikan. Idealnya, appendage diikatkan pada jarak 5 sampai 20 meter di bawah laut, sehingga pada keadaan ini merupakan daerah primary production dan permulaan terjadinya rantai makanan (food veb). Appendage akan menghimpun sumber makanan bagi ikan-ikan kecil yang kemudian akan dimangsa oleh ikan-ikan sedang pada akhirnya akan berkumpul ikan-ikan besar, termasuk cakalang dan tuna. Ikan-ikan akan mulai berkumpul pada daerah ini sekitar tiga sampai empat minggu setelah rumpon ditanam pada suatu lokasi perairan (De San 1982 yang diacu oleh Poeng 1987). Keng (1978) mengemukakan bahwa attraktor alami seperti daun kelapa (Cocos nucifera Linn), daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan daun aren (Arenga saccharifera Labill) masuk ke dalam famili yang sama yaitu famili Cycadaceae, hanya genus dan spesiesnya saja yang berbeda. Bentuk fisik diantara ketiganya
11 hampir sama, yaitu : pohon tinggi, bentuk daun pinnate atau palmate (seperti kipas), pelepah daun berserabut, tidak kasar dan bentuknya tidak tubular serta buah simetris. Soedharma (1994) menyatakan bahwa hal yang perlu diperhatikan pada rumpon adalah penggantian attraktor secara berkala, karena attraktor merupakan komponen yang paling mudah rusak dibandingkan komponen rumpon lainnya. Umumnya penggantian rumpon di perairan Teluk Lampung dilakukan dua bulan sekali. Attraktor yang digunakan adalah daun kelapa atau daun pinang. Daya tahan daun kelapa diperkirakan adalah 3-4 minggu. Attraktor yang terlalu lama diletakkan pada rumpon akan menyebabkan semakin sedikit ikan-ikan yang berkumpul di sekitanya. 2.2 Karakteristik Iklim dan Kondisi Perairan Maluku Tenggara Iklim merupakan gabungan berbagai kodisi sehari-hari dimana unsur penyusun iklim utama adalah temperatur dan curah hujan, sehingga untuk mengetahui tipe iklim suatu wilayah perlu mengetahui kerakteristik temperatur dan curah hujan. Suhu rata-rata terendah Kabupaten Maluku Tenggara dalam tahun 2002 – 2007 ditemukan pada bulan Agustus yaitu 23,6 oC dan suhu tertinggi pada bulan Oktober - Nopember yakni 32,5 – 32,7°C. Suhu udara musim Barat berkisar dari 24,1 – 31,5 °C, pada musim pancaroba 1 berkisar dari 31,3 – 31,4 °C, pada musim Timur 30,1 – 30,5 °C, dan musim Pancaroba 2 berkisar dari 24 – 32,7 °C, sedangkan suhu udara dekat permukaan laut berkisar dari 23 – 23,5 °C (rata-rata 23,3 °C) (Rencana Tata Ruang Laut DKP Provinsi Maluku 2006) Iklim Kabupaten Maluku Tenggara adalah tipe A (nilai Q = 0.10) dengan 10 bulan basah, 1 bulan kering dan 1 bulan lembab. Curah hujan di daerah ini memiliki pola Monsun (musiman) dengan ciri distribusi curah hujan bulanan berbentuk “V”. Musim Barat berlangsung pada bulan Desember hingga Februari, musim Timur pada Juni hingga Agustus, Pancaroba 1 pada bulan Maret hingga Mei dan Pancaroba 2 pada bulan September hingga November. Pengurangan jumlah curah hujan terjadi saat pertengahan musim Timur (Juni-Agustus) hingga pertengahan musim Pancaroba 2 (Oktober), tetapi melimpah pada saat musim Barat hingga akhir Pancaroba 1. Nilai rata-rata curah hujan terendah dalam 5 tahun terakhir dicapai pada bulan Agustus yakni 50,8 mm. Terindikasi bahwa jumlah curah hujan Agustus–September semakin menurun
12 sejak tahun 2007 sampai sekarang, dan dua bulan ini tergolong bulan sangat kering. Secara umum terlihat bahwa saat musim Barat dan Pancaroba 1, curah hujan melimpah sepanjang tahun dengan rata-rata > 300 mm dan hari hujan ratarata 18 – 24 hari. 2.3
Alat Tangkap dan Metode Operasi Penangkapan Ikan di Sekitar Rumpon di Perairan Maluku Tenggara Alat tangkap yang biasanya dioperasikan dalam penangkapan ikan di sekitar
rumpon antara lain adalah pancing, gillnet, huhate dan pukat cincin (Subani, 1986). Berdasarkan SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/I/97, pemanfaatan rumpon perairan dalam di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perikanan dalam bentuk kerjasama dengan nelayan (pola perikanan inti rakyat). Alat tangkap yang digunakan adalah purse seine dan lokasi yang diperbolehkan adalah Zona Ekonomi Eklusif Indonesia dengan pemasangannya minimal 20 mil laut dari batas terluar laut wilayah. Pemanfaatan rumpon perairan dalam oleh nelayan kecil hanya boleh dilakukan dengan menggunakan pancing ulur (handline) atau pancing tonda. 2.3.1 Metode operasi penangkapan ikan dengan purse seine Pengoperasian pukat cincin pada umumnya masih berada sekitar perairan Maluku Tenggara di perairan Kei Besar, perairan Kei Kecil, perairan Kur yang berada dalam kedalaman 200-700 m. Berdasarkan wawancara dengan nelayan di Maluku Tenggara mereka masih memperoleh hasil tangkapan yang relatif tinggi. Penangkapan dengan purse seine di daerah ini menggunakan alat bantu rumpon, sehingga dalam kegiatan pengoperasian nelayan sudah mengetahui daerah penangkapan yang jelas. Nelayan pukat cincin yang melakukan kegiatan penangkapan masih didasarkan pada kegiatan penangkapan sebelumnya, jika penangkapan sebelumnya memperoleh hasil tangkapan yang banyak maka penangkapan yang berikutnya tidak akan jauh dari daerah sebelumnya. Berdasarkan pengamatan langsung dalam 14 trip operasi penangkapan dan wawancara dengan nelayan pukat cincin, umumnya nelayan berangkat pada pagi hari (sekitar pukul 03.00 WIT) hingga menjelang siang yaitu sekitar pukul 7.00 WIT dan selesai atau kembali ke pantai sekitar pukul 9.00 WIT. Informasi dalam metode operasi penangkapan pukat cincin dibagi kedalam beberapa tahap yaitu meliputi tahap persiapan, penurunan jaring dan penarikan jaring.
13 1) Tahap persiapan Tahap persiapan merupakan tahap yang harus dilakukan setiap sebelum penangkapan ikan. Tahap persiapan ini meliputi kegiatan pemeriksaan mesin baik mesin utama maupun mesin johnson, pemeriksaan alat tangkap, penyiapan bahan bakar, (minyak tanah, bensin, oli), es, serta bahan komsumsi. Hal ini dilakukan untuk memperlancar kegiatan penangkapan ikan. 2) Kapal pukat cincin berangkat menuju rumpon yang merupakan daerah penangkapan ikan (fishing ground). Pada umumnya membutukan waktu sekitar 15-30 menit untuk menuju daerah penangkapan. Penentuan daerah penangkapan ikan (rumpon) yang tepat yang akan menjadi tujuan daerah penangkapan berdasarkan hasil pemantauan oleh nelayan pemantu yang telah dilakukan pada malam harinya sebelum kapal pukat cincin berangkat, dan jika kegiatan penangkapan sebelumnya mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, maka kegiatan penangkapan berikutnya tidak akan jauh dari daerah penangkapan (rumpon). 3) Setting Setelah tiba di daerah penangkapan ikan (rumpon), kemudian dilakukan proses setting yang diawali dengan penurunan pukat cincin pada bagian kantong dari kapal utama yang berada di bagian buritan sebelah kiri. Tali selembar pada bagian pukat cincin dilemparkan pada kapal johnson untuk dilakukan proses setting. Kapal johnson menunggu proses setting hingga selesai untuk melakukan proses selanjutnya yaitu penarikan purse line. Proses pelingkaran gerombolan
ikan oleh kapal utama harus dilakukan dengan
kekuatan penuh. Hal ini dilakukan agar gerombolan ikan yang menjadi target tidak lolos baik dari arah horisontal maupun vertikal. Proses pelingkaran gerombolan ikan membutukan waktu sekitar 5-10 menit. Dalam satu trip nelayan pukat cincin melakukan setting atau tawur rata-rata sebanyak 1-2 kali. Hal ini sangat ditentukan oleh jumlah hasil tangkapan yang diperoleh. 4) Hauling Setelah proses pelingkaran gerombolan ikan selesai oleh kapal utama (lambut), salah satu nelayan yang berada pada kapal utama melempar purse
14 line dengan kekuatan penuh yang arahnya menjauh kapal utama. Pada saat dilakukan penarikan purse line oleh kapal johnson, proses penarikan pukat cincin juga dilakukan oleh nelayan pada kapal utama. Setelah proses penarikan purse line selesai, kapal johnson kembali dan mendekati pukat cincin yang sudah membentuk sebuah mangkok, kemudian dilakukan pengangkatan pelampung yang berada di kantong. Penarikan pukat cincin selesai hingga tersisa bagian kantong, maka dilakukan pengangkutan hasil tangkapan oleh nelayan yang berada pada kapal johnson untuk diletakan pada kapal johnson. Proses penarikan pukat cincin hingga selesai membutuhkan waktu 45-60 menit. 5) Penanganan hasil tangkapan Penarikan pukat cincin hingga bagian kantong, ikan hasil tangkapan diambil oleh nelayan yang berada pada kapal johnson dengan menggunakan serok untuk ditempatkan pada kapal johnson. Pukat cincin yang selesai digunakan untuk kegiatan penangkapan ikan, disusun dan dirapikan kembali sebagai persiapan untuk kembali ke pantai. 2.3.2 Metode operasi penangkapan ikan dengan gillnet Pengoperasian gillnet permukaan meliputi 3 tahap, yaitu setting,soaking, dan hauling. Setting
merupakan kegiatan menurunkan jaring ke perairan.
Kegiatan ini biasanya dilakukan pada pagi hari pukul 7.00 – 10.00. Soaking atau perendaman merupakan tahap selanjutnya yaitu alat tangkap jaring dibiarkan terendam atau terhanyut dalam air dengan posisi tegak lurus terhadap arus. Selanjutnya tahap terakhir hauling, yaitu proses penangkapan jaring yang dilakukan tiap piece. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada siang hari pukul 12.00 dan sore hari pukul 16.00 – 17.00 WIT. Pengangkatan atau penarikanan jaring dilakukan mulai dari pangkalan jaring yang ditempatkan pada kapal dan berakhir pada ujung jaring yang berbeda dekat dengan pelampung tanda. Penarikan jaring pada alat tangkap jaring nilon dilakukan secara manual oleh nelayan (ABK). Ikan yang terjerat dilepaskan bersamaan dengan pengangkatan bagian jaring yang lainnya. Kemudiaan jaring yang sudah diangkat tersusun secara teratur pada badan kapal, disiapkan untuk setting selanjutnya.
15 Daerah operasi penangkapan gillnet permukaan meliputi perairan Kei Besar, Kei Kecil dan perairan Kur. Jarak dari fishing base ke finhing ground bisa mencapai 1 – 2 mil laut. Waktu yang diperlukan untuk mencapai fishing ground antara 20 – 30 menit. Sementara itu kegiatan operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap gillnet pemukaan dalam satu kali trip penangkapan berkisar 1 hari dihitung mulai dari awal keberangkatan sampai kembali ke fishing base. 2.3.3 Metode operasi penangkapan ikan dengan pancing tonda Pancing tonda di perairan Maluku Tenggara beroperasi pada bulan Juni sampai September. Kontruksi pancing tonda sangat sederhana dan mudah dioperasikan. Saat pengoperasian pancing tonda berlangsung, apabila ikan terpancing pada salah satu mata pancing, maka pancing yang lain juga harus digulung agar tidak tersangkut tali pancing yang umpannya tidak dimakan ikan. Oleh karena itu dalam satu perahu yang menggunakan tiga unit pancing tonda tidak akan mendapatkan ikan secara bersamaan dalam satu kali towing. Secara umum ukuran mata pancing nomor 5 memberikan hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan mata pancing nomor 6 dan nomor 4. Ukuran mata pancing nomor 5 dapat dikatakan lebih efektif untuk pancing tonda yang dioperasikan di perairan Maluku Tenggara, ukuran ini lebih sesuai untuk gerombolan ikan yang ditemui. Ukuran hasil tangkapan dari mata pancing nomor 6 lebih kecil dibandingkan dua ukuran mata pancing yang lain, karena ukuran mata pancing ini lebih kecil. Ukuran mata pancing nomor 5 memberikan hasil tangkapan tongkol yang lebih banyak dibandingkan ukuran mata pancing yang lain. Banyaknya tongkol yang tertangkap oleh mata pancing nomor 5 diduga karena ukuran mata pancing tersebut lebih tepat dibandingkan ukuran ukuran mata pancing lain dan jumlah kegagalan (lolos atau lepas) yang sedikit. Selama penelitian ini berlangsung kisaran waktu seting pertama
antara
pukul 06.00 – 10.00 sedangkan kisaran waktu setting kedua berkisar antara pukul 14 – 18.00. Hal ini disesuaikan dengan tingkah laku makan ikan tongkol, yang meningkat intensitas makannya pada pagi dan sore hari. Oleh karena itu, ikan tongkol lebih banyak tertangkap pada pagi dan pertengahan antara siang dan sore hari.
16 Hal lain yang perlu disampaikan adalah apabila salah satu ikan terpancing dan meronta-ronta hingga mengeluarkan darah, maka ikan yang berada di sekitarnya akan berenang menjauh dengan cepat. Hal ini menyebabkan sedikitnya jumlah hasil tangkapan pancing tonda dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Saat operasi penangkapan berlangsung benang pancing beberapa kali sempat terputus, dikarenakan tergigit oleh ikan besar yang tertangkap atau ukuran ikan yang telah besar. Oleh karena itu disarankan untuk menyiasati putusannya benang tersebut, yaitu dengan menambahkan kawat barlen pada pancing sehingga agak sulit tergigit ikan. 2.4 Ikan Pelagis Menurut Weyl (1970), organisme pelagis adalah organisme yang hidup dikolom perairan yang jauh dari dasar perairan. Selanjutnya Nybakken (1982) menambahkan bahwa organisme pelagis adalah organisme yang hidup di laut terbuka, lepas dari dasar perairan dan disebut sebagai kawasan pelagis. Zona yang masih dapat ditembus cahaya (100-150 m), merupakan zona penting sebagi kawasan produktivitas primer yang disebut zona epipelagik. Zona dibawah epipelagik sampai kedalaman 700 m disebut zona mesopelagik, pada zona ini penetrasi cahaya kurang (keadaan gelap). Ikan-ikan yang terdapat pada kawasan pelagik terdiri dari dua kelompok, yaitu ikan holoepipelagik dan mesopelagik. Holoepipelagik adalah ikan-ikan yang menghabiskan seluruh hidupnya di daerah pelagik, seperti ikan cucut, ikan terbang, ikan tuna, ikan setuhuk dan ikan lemuru. Mesopelagik adalah ikan-ikan yang menghabiskan sebagian hidupnya dikawasan epipelagik seperti dolphin. Kedalaman renang kelompok ikan pelagis tergantung pada struktur suhu secara vertikal. Apabila suhu permukaan air menjadi lebih tinggi, maka jenis-jenis ikan pelagis akan berenang semakin dalam. Hampir semua ikan pelagis berada dalam satu kelompok dan akan naik ke lapisan permukaan pada sore hari. Selanjutnya setelah matahari terbenam, kelompok ikan tersebut menyebar di lapisan pertengahan perairan dan saat matahari terbit akan turun menuju lapisan yang lebih dalam (Gunarso 1985). Gunarso (1985) juga menambahkan bahwa kolom perairan tersebut diduga merupakan batas aman lapisan renang (swimming layer) dari pergerakan ikan pelagis kecil. Ikan pelagis kecil memiliki densitas lebih tinggi di perairan dangkal jika dibandingkan dengan laut dalam. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut
17 adalah adanya pengaruh cahaya matahari terhadap ruaya vertikal harian dari kelompok ini. Ayodhyoa (1981), melaporkan hal yang sama dengan pengecualian pada daerah upwelling yang merupakan daerah subur akibat pengangkatan zat hara ke permukaan. Sumberdaya perikanan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Sumberdaya ini merupakan sumberdaya neritik, yang mempunyai sifat hidup di sekitar permukaan, seperti di daerah perairan dekat pantai (Imawati 2003). Secara umum, hampir semua jenis ikan pelagis terdapat di seluruh perairan Indonesia kecuali ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang hanya terdapat di Selat Bali dan sekitarnya. Musim penangkapan ikan pelagis kecil yang baik di perairan Indonesia umumnya berlangsung pada peralihan musim timur ke musim barat yaitu sekitar bulan Agustus sampai Desember (Nurhakim et al. 1988). Sama halnya dengan nelayan di perairan utara Jawa, nelayan di perairan Selat Sunda juga mengenal dan membagi musim penangkapan ikan menjadi tiga musim, masing-masing, musim barat, timur dan peralihan. Musim penangkapan ikan di daerah ini berlangsung hampir sepanjang tahun, sebab jenis alat tangkap yang digunakan relatif beragam dan musim ikan jenis tertentu juga berbeda-beda. Ikan-ikan yang berasosiasi di sekitar rumpon umumnya adalah ikan pelagis, seperti ikan layang bulat (Decapterus macrosoma.), layang panjang (Decapterus russelli), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta.), kembung perempuan (Rastelliger macrosoma), selar hijau (Atule mate), selar kuning (Selaroides leptolepis), selar bentong (Selar crumenophthalmus), lemuru (Sardinella lemuru), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Auxis thazard) dan lain-lain. Jenis-jenis ini termasuk perenang cepat, beruaya cukup jauh dan sifatnya bergerombol mengelompok. Salah satu sifat ikan pelagis yaitu suka bergerombol merupakan faktor penting bagi pemanfaatan usaha perikanan komersil. Adanya sifat mengelompok ini, menyebabkan ikan dapat ditangkap dalam jumlah besar (Gunarso 1985). Tingkah laku berkelompok pada ikan pelagis juga didasarkan atas jenis dan ukuran yang berbeda pula dimana hal ini akan mempengaruhi pola tingkah laku mengelompok pada suatu gerombolan ikan (Laevastu dan Hayes 1981).
18 Gunarso (1985) menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan pelagis membentuk kelompok/ bergerombol, yaitu : 1)
Sebagai perlindungan diri dari pemangsa (predator)
2)
Mencari dan menangkap mangsa untuk tujuan pemijahan
3)
Bertahan pada musim dingin
4)
Untuk melakukan ruaya dan pergerakan serta karena adanya pengaruh dari faktor-faktor yang ada di sekitarnya. Menurut Mathews el al. (1996), rumpon menarik tiga spesies komersial
penting yaitu : 1)
Madidihang (yellowfin) Thunnus albacares umumnya juvenil, tertarik dalam jumlah yang banyak dan tertangkap oleh kapal hand line kecil;
2)
Layang (Decapterus spp.) di Sulawesi Utara dikenal "malalugis" ditangkap di sekitar rakit oleh mini purse seine yang dikenal dengan "soma pajeko'' yang berukuran antara 12-17 meter dengan mesin luar (motor tempel) 4 0 - 1 2 0 HP dan panjang jaring yang tidak kurang dari 200 meter.
3)
Cakalang (Katsuwonus pelamis L.) kecil yang tertangkap oleh soma pajeko sebagai suatu hal yang menarik, namun sangat tidak penting karena merupakan tangkapan sampingan dari malalugis (Decapterus spp.); cakalang dipasarkan secara terpisah. Seperti halnya produksi ikan pelagis di laut jawa, di perairan Pasuruan, Selat Sunda
juga umumnya didominasi oleh beberapa jenis yang tegolong dalam tiga famili yaitu: Carangidae, Clupeidae dan Scombridae. Menurut Longhurst dan Pauly (1987), jenis-jenis karangid dan klupeid tersebut umumnya hidup di paparan benua (continental shelf) sedang sebagian jenis-jenis skombroid bersifat neritik. 2.4.1 Ikan layang Ikan layang merupakan salah satu sumber perikanan lepas pantai yang terdapat di Indonesia. Ada lima jenis ikan layang yang ditemukan di perairan Indonesia yaitu: Decapterus russelli, Decapterus makrosoma, Decapterus kuroides, Decapterus maruadsi, Decapterus lajang. Dari kelima jenis tersebut diketahui bahwa Decapterus russelli memiliki penyebaran yang paling luas yaitu mulai dari Kepulauan Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau Masalembo (Nontji 1993).
19 Ikan layang memiliki bentuk badan seperti cerutu dan sisiknya sangat halus. Bentuk yang demikian memungkinkan ikan tersebut untuk berenang dengan kecepatan tinggi di laut. Ikan layang, meskipun aktif berenang tetapi terkadang juga pasif yaitu pada saat membentuk gerombolan pada suatu daerah yang sempit atau di sekitar benda-benda terapung. Ikan layang sering ditemukan suka bergerombol di sekitar rumpon dengan posisi membelakangi rumpon dan senantiasa menghadap dan menentang arus (Asikin 1985). Makanan utamanya adalah jenis avertebrata berukuran kecil. Daerah penyebaran ikan layang ini biasanya mulai dari barat Sumatera, selatan Jawa, timur, selatan dan barat Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku serta Irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1997). Klasifikasi ikan layang menurut Saanin (1984), adalah sebagai berikut; Phyllum : Chordata; Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi; Sub Ordo : Percoidea; Divisi : Perciformes; Genus : Decapterus, Species : Decapterus russelli, (Rupped) Nama Indonesia : Layang Nama Kei : Momar Merah
Gambar 2 Layang (Decapterus russelli) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992).
20 2.4.2 Ikan selar Ikan selar termasuk dalam kelompok ikan pelagis kecil dari famili Carangidae. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1997) terdapat dua jenis ikan selar yang umumnya tertangkap di perairan Indonesia yaitu selar kuning (Selaroides leptolepis) dan selar bentong (Selar crumenophthalmus). Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) memiliki bentuk badan yang lonjong, pipih. Bagian atas tubuhnya berwarna hijau kebiruan, bagian bawah berwarna putih keperakan. Terdapat pita warna kuning keemasan membujur mulai dari mata sampai sirip ekor. Pada tutup insang bagian atas terdapat bintik warna gelap. Ikan selar bentong (Selaroides leptolepis) memiliki bentuk badan dan warna yang sama dengan selar kuning tetapi memiliki mata yang lebih besar dan warna sirip keabu-abuan atau pucat. Ikan selar hijau (Atule mate) juga tennasuk famili Carangidae yang memiliki ciri hampir sama dengan ikan selar kuning. Perbedaanya pada ikan selar hijau terdapat pita warna hijau membujur mulai dari mata sampai sirip ekor. Memiliki adipose eyelid, kecuali pada bagian pipih yang terdapat vertical sin. Daerah penyebaran ikan selar hijau (Atule mate) selain di Indonesia ikan ini juga terdapat di Samudera Hindia bagian barat dan timur (FAO 2002). Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) dan selar bentong (Selar crumenophthalmus) menyebar di wilayah perairan timur Sumatera, utara Jawa, Selat Malaka, barat Sumatera, timur Kalimantan, utara dan selatan Sulawesi, Maluku serta irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1997). Klasifikasi selar menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata; Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces; Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi; Sub Ordo : Percoidea; Ordo : Percomorphi; Famili : Caranggidea;
21 Sub Famili : Caranginae; Genus : Caranx; Sub Genus : Selar Species : Selar crumenophthlmus; Selarouides leptolepsis Nama Indonesia : Selar Nama Kei : Kawalinya
Gamabar 3 Selar (Selarroides leptolepsis) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992). 2.4.3 Ikan kembung Ada dua jenis ikan kembung yang terdapat di perairan Indonesia yaitu kembung lelaki/banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachyosoma). Ikan kembung lelaki memiliki bentuk badan yang langsing, mempunyai warna lebih cerah, punggung berwarna kehijau-hijauan dan bagian bawahnya berwarna putih kekuningan, dihiasi bintik hitam pada bagian punggungnya dari depan ke belakang. Ikan kembung perempuan memiliki bentuk badan yang lebih lebar dan pendek, berwarna biru kehijauan pada bagian punggung dan putih keperakan pada bagian perutnya. Secara umum Saanin (1984) menggambarkan ikan kembung berbentuk cerutu, tubuh dan pipinya ditutupi sisik-sisik kecil, bagian dada agak lebih besar dari bagian lainnya. Ikan kembung (Rastelliger spp.) hidup dengan memakan, plankton (plankton feeder) sebagai makanannya. Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) memakan plankton berukuran besar tapis insang yang lebih kasar dibandingkan tapis insang yang terdapat pada ikan kembung betina (Rastrelliger neglectus)
22 yang memakan plankton berukuran kecil seperti diatom dan larva kopepoda (Nontji 1993). Daerah penyebaran utama ikan kembung di Indonesia adalah perairan barat, timur dan selat kalimantan, selat malaka, barat dan timur Sumatera, utara dan selat jawa, nusa Tenggara utara dan selat Sulawesi Maluku serta Irian Jaya (Direktorat Jenderal perikanan 1979). Klasifikasi kembung menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata; Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces; Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi; Sub Ordo : Percoidae; Famili : Caranggidae; Genus : Rastrelliger, Sub Genus : Selar Species : Rastrelliger brachyssoma, (Bleeker) Rastrelliger neglatus, (Van Kampen) Rastrelliger kanagurta, (Cuver) Nama Indonesia : Kembung Nama Kei : Lema
Gambar 4 Ikan kembung lelaki (Rastrellige kanagurta) (Balai Penelitian perikanan laut, 1992).
23 2.4.4 Ikan tongkol Ikan tongkol termasuk dalam famili scombridae yang umumnya hidup bergerombol. Bentuk badannya secara umum seperti cerutu dan kulit yang licin, berwarna biru keperakan. Ikan ini dikenal sebagai ikan berenang cepat dan terkuat anara ikan-ikan laut yang ada disamping ikan tenggiri (Pakpahan 1999 dalam Imawati 2003). Ikan tongkol (Auxis thazard) memakan nekton dan zoobentos sebagai makanan utamanya. Daerah penyebaran ikan tongkol di Indonesia meliputi perairan Maluku, laut sawu, Samudara Indonesia, sebelah selatan Nusa tenggara dan barat Sumatera. Klasifikasi tongkol menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata; Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces; Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi; Sub Ordo : Percoidae; Famili : Scombridae; Genus : Auxis thazard, Sub Genus : Tongkol Species : Auxis thazard (Lacepede, 1802) Nama Indonesia : Tongkol Nama Kei : Komu
Gambar 5 Tongkol (Auxis thazard) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992).
24 2.4.5
Ikan tenggiri Ikan tenggiri biasa juga disebut: Spaniard, Narrow-Barred Spanish Mackerel,
Kingfish, King Makerel. Ikan tenggiri sangat digemari masyarakat baik nasional maupun internasional dan di Indonesia ikan tenggiri merupakan komoditas ekspor. Ikan tenggiri termasuk dalam kelas: Atinopterygii, Ordo: Percifformes, Famili: Scombridae, Genus: Scomberomorus, Spesies: Scomberomorus commerson. Distribusi ikan tenggiri di seluruh dunia tersebar pada daerah: Pasific Barat: Laut Merah dan Afrika Selatan sampai Asia Tengggara, Utara sampai ke Cina dan Jepang dan dari Australia Utara sampai Tenggara, Fiji serta laut Maditerania Timur, Tenggara Atlantik: Pulau St. Helena dengan lintang 40 U – 45 S (Okiyama 1993), temperature 18 – 31 C (65 – 88 Farenheit). Adanya ikan tenggiri di Laut Mediteranian bagian timur disebabkan migrasinya ikan-ikan yang berada di Laut Merah masuk ke perairan tersebut melalui Teruan Suez, yang dikenal dengan lessepian migration. Ikan tenggiri adalah salah satu ikan Lessepian dari 54 species ikan yang diketahui, nama tersebut diambil dari nama orang Perancis yang membangun terusan suez yaitu Ferdinand de Lesseps. Ikan tenggiri di daerah ini pertama kali dicatat sejak tahun 1935 dan sekarang umumnya didapatkan pada penangkapan dengan jarring dan pukat cincin (Golani 1988). Selanjutnya dikatakan bahwa tenggiri diderah mediteranian populasi semakin meningkat dan juga merupakan competitor dari indigenenous species Argyrosomus regius yang merupakan ikan yang biasa ditangkap sebagai ikan komersil di Israel, yang sejak tahun 1980 an sudah hampir punah. Kedua ikan ini merupakan picivora sehingga keduanya menggunakan niche yang sama.
Klasifikasi tenggiri menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata; Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces; Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi; Sub Ordo : Scombridea;
25 Famili : Scombridae; Genus : Scomberomorus commersoni, Sub Genus : Tenggiri Species : Scomberomorus commersoni (Lacepede, 1802) Nama Indonesia : Tenggiri
Gambar 6 Tenggiri (Scomberomorus commersoni) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992). 2.5 Tingkah Laku Ikan di Sekitar Rumpon Untuk mengembangkan usaha di bidang penangkapan ikan, maka sangat dibutuhkan pengetahuan yang cukup tentang tingkah laku ikan yang hendak ditangkap. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan terutama faktor makanan, seperti apa saja yang menjadi makanan dan bagaimana ikan-ikan di sekitar rumpon makan menjadi sangat penting untuk keberhasilan dalam penangkapan. Ada beberapa pendapat tentang keberadaan ikan di sekitar rumpon seperti yang dikemukakan oleh Asikin (1985) sebagai berikut: 1)
Ikan-ikan itu senang bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon;
2)
Rumpon itu sebagai tempat berpijah bagi beberapa jenis ikan tertentu;
3)
Rumpon sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan tertentu;
4)
Rumpon itu sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif. Akan tetapi pendapat tersebut masih perlu dikaji, karena kurang tepat
terutama alasan pada butir (4), karena semua ikan pada prinsipnya memiliki sifat fototaksis positif, sebab kalau tidak letak matanya harus berada di bagian bawah sisi
26 kepalanya. Kecuali jenis ikan yang hidup di muara-muara sungai dan membenamkan diri di lumpur atau ikan yang biasa hidup di sungai di bawah tanah (Subani 1986). Alasan pada butir (3), juga kurang tepat bagi sebagian besar ikan kecuali pengamatan berdasarkan penangkapan ikan torani yang menggunakan pakaja sebagai rumpon, yang saat itu tertangkap pada waktu bertelur. Teori tentang keberadaan ikan di sekitar rumpon juga dikemukakan oleh Samples dan Sproul (1985) sebagai berikut: 1)
Rumpon sebagai tempat beteduh (shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu;
2)
Rumpon tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu;
3)
Rumpon sebagai tempat berlindung dan predator bagi ikan-ikan tertentu;
4)
Rumpon sebagai titik acuan navigasi (reference point) bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya. Selain itu, masih ada lagi pendapat lain yaitu rumpon sebagai tempat stasiun
pembersih (cleaning place) bagi ikan-ikan tertentu, contohnya dolphin dewasa umumnya akan mendekati bagian bawah floating objects dan menggesekkan badannya (Gooding dan Magnuson 1967). Dari beberapa jurnal sejak tahun (19671999) juga ada teori yang menyatakan rumpon sebagai tempat berasosiasi/bermain (association place) bagi jenis-jenis ikan tertentu. Menurut Subani (1972)dan, Sondita (1986), ikan yang berukuran kecil pertama kali tertarik di sekitar rumpon, kemudian disusul ikan berukuran besar. Rumpon merupakan arena makan (bodig ground) dan dimakan yang terjadi sesuai dengan rantai makanan. Permulaan terjadinya arena ini dimulai dengan tumbuhnya bakteri dan mikroalga ketika rumpon pertama kali dipasang. Kemudian makluk-mahluk renik ini bersama hewan-hewan kecil menarik perhatian ikan-ikan pelagis berukuran kecil. ikanikan pelagis ini menarik perhatian ikan-ikan yang berukuran besar untuk memakannya. Subani (1986) dalam tulisannya mensinyalir adanya pendapat lain tentang keberadaan ikan di sekitar rumpon yang berkenaan dengan faktor makanan yakni, ikanikan memakan daun nyiur (rumbai-rumbai attraktor) dan organisme yang menempel pada rumpon. Akan tetapi dalam kaitan ini seperti yang sudah dilaporkan sebelumnya oleh Subani (1972) menyatakan bahwa tidak benar ikan-ikan di sekitar rumpon memakan daun-daun rumpon (kelapa). Pernyataan ini diperkuat oleh Djatikusumo
27 (1977) berdasarkan atas pengamatan isi perut ikan di sekitar rumpon, yang diketahui ternyata makanan ikan berasal dan jenis-jenis plankton dan bukan daun-daun kelapa. Berdasarkan hal ini diduga bahwa rumpon merupakan tempat ikan berlindung dari serangan predator. Pendapat ini ditegaskan pula oleh pendapat Subani (1972) yang menyebutkan bahwa rumpon yang dipasang pada suatu perairan akan dimanfaatkan oleh kelompok ikan lemah (tidak memiliki alat pertahanan diri alami seperti duri-duri keras pada sirip, kepala, ekor atau bagian tubuh lainya, juga tidak memiliki gigi yang kuat pada mulutnya) sebagai tempat berlindung dari serangan predator. Kelompok jenis ini akan berenang dengan mengusahakan agar posisi tubuhnya selalu membelakangi bangunan rumpon. Teori tentang berkumpulnya ikan di sekitar rumpon oleh faktor makanan juga diperkuat oleh Soemarto (1962) yang mengungkapkan dalam area rumpon terdapat plankton yang merupakan makanan ikan yang lebih banyak dibandingkan di luar rumpon. Selanjutnya disebutkan juga bahwa perairan yang banyak planktonnya akan menarik ikan pemakan plankton untuk mendekat dan memakannya. Menurut Subani (1986) ikan-ikan yang berkumpul di sekitar rumpon laut dangkal umumnya jenis ikan pelagis kecil seperti : ikan layang (Decapterus spp.), kembung (Rastrelliger spp.), selar (Selaroides leptrolepis), lemuru (Sardinellta spp.), tongkol (Auxis thazard) dan bawal hitam (Formio niger). Ikan-ikan tersebut merangsang ikan pelagis besar untuk mendatangi gerombolan ikan itu dan memangsanya. Jenis ikan yang berkumpul pada rumpon laut dalam yaitu : cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunnus albacares), big eye (Thunnus obesus), tongkol (Euthynnus affinis), setuhuk (Makaira spp.), tenggiri (Scomberomorus spp.), lemadang (Corypaena hippurus).
2.6 Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna Tujuan teknologi penangkapan ikan tepat guna adalah untuk mendapatkan jenis alat tangkap ikan yang mempunyai keragaman (performance) yang baik ditinjau dari aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi, sehingga merupakan alat tangkap yang cocok untuk dikembangkan. Haluan dan Nurani (1988) mengemukakan bahwa untuk
28 menentukan unit usaha perikanan tangkap pilihan digunakan metode skoring mencakup analisis terhadap aspek-aspek sebagai berikut : (1) Aspek biologi mencakup : ukuran mesh size jaring yang digunakan untuk menganalisa selektivitas alat tangkap, jumlah ikan layak tangkap, jumlah komposisi hasil tangkapan dan cara pengoperasian alat tanakap. (2) Aspek teknis mencakup : produksi per trip, produksi per tenaga kerja dan produksi per tahun. (3) Aspek sosial meliputi : jumlah tenaga kerja per unit penangkapan, tingkat penguasahan teknologi dan kemungkinan kepemilikan unit penangkapan ikan oleh nelayan yang diperoleh dari pendapatan nelayan per tahun dibagi inventasi dari unit penangkapan. (4) Aspek ekonomi mencakup : analisis aspek ekonomi dan finansial yaitu penerimaan bersih per tahun dan penerimahan per tenaga kerja per tahun. Sedangkan analisis finansial meliputi penilaian dengan Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR). Prinsip dasar untuk penentuan cara skoring terhadap unit perikanan tangkap adalah untuk penilian pada kriteria yang mempunyai satuan berbeda dan penilaiannya dilakukan secara subyektif. Penilaian terhadap semua kriteria secara terpadu dan dilakukan standarisasi nilai dari kriteria masing-masing unit penangkapan ikan. Kemudian skor tersebut dijumlahkan, makin besar jumlah skor berarti lebih baik atau efesien dan sebaliknya ( Purbayanto 1991). Seleksi teknologi menurut Haluan dan Nurani (1993), dapat dilakukan melalui pengkajian-pengkajian aspek ”bio-tecnico-socio-economik-approach” oleh karena itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh semua jenis teknologi penangkapan yang akan dikembangkan, yaitu: (1) bila ditinjau dari segi biologi tidak merusak atau menggangu kelestarian sumberdaya, (2) secara teknis efektif digunakan, (3) dari segi sosial dapat diterima masyarakat nelayan, dan (4) secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan. Suata aspek tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitu izin dari pemerintah (kebijakan dan peraturan pemerintah).
29 Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan kesempatan kerja, maka menurut Monintja (1987), teknologi yang perlu dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap banyak tenaga kerja, dengan pendapatan pemelayan memadai. Selanjutnya menurut Monintja (1987), dalam kaitan dengan peralihan protein untuk masyarakat Indonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki produktivitas unit serta produktivitas nelayan pertahun yang tinggi, namun masih dapat dipertanggung jawabkan secara biologis dan ekonomis. Pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan-tujuan pembangunan umum perikanan, apabila hal ini dapat disepakati, maka syarat-sayarat pengembangan teknologi penangkapan ikan Indonesia haruslah dapat : (1) Menyediakan kesempatan kerja yang banyak; (2) menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan; (3) menjamin jumlah produksi yang tinggi untuk menyediakan protein; (4) mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan yang biasa diekspor; (5) tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan. Intesifikasi untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan, pada dasarnya adalah penerapan teknologi modern pada sarana dan teknik-teknik yang dipakai, termasuk alat penangkapan ikan, perahu atau kapal dan alat bantu lainnya yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing tempat. Namun tidak semua modernisasi dapat menghasilkan peningkatkan produksi dan peningkatkan pendapatan bersih (net income) nelayan. Oleh karena itu, introduksi teknik-teknik penangkapan ikan yang baru harus didahului dengan penelitian dan percobaan secara intensif dengan hasil yang menyakinkan (Wisudo et al., 1994). 2.7 Efektivitas Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil yang telah dicapai terhadap suatu tujuan. Efektivitas (Ef) sama dengan hasil yang telah dicapai atau telah didapatkan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dinyatakan dalam persen (Gibson et al. 1990). Efektivitas dapat pula diartikan perbandingan perbandingan
30 antara hasil dengan tujuan dalam persen, dimana apabila nilai efektivitasnya diatas 100% maka dapat dikatakan cukup efektif, sedangkan apabila nilai efektivitasnya di bawah 100% dapat dikatakan kurang efektif. Dengan kata lain bahwa efektivitas sama dengan hasil yang telah dicapai atau telah didapatkan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan dan diyatakan dalam persen. Efektivitas alat tangkap adalah suatu kemampuan alat tangkap untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimum sesuai dengan tujuan penangkapan. Nilai efektivitas alat tangkap bagan motor (lift net) dapat dikategorikan tiga, yaitu: apabila nilainya kurang dari 50% dapat dikatakan alat tangkap tersebut efektivitasnnya rendah, nilai 50% - 80% dikatakan alat tangkap yang cukup efektivitasnya tinggi (Baskoro et al. 2006). Menurut Fridman (1988) bahwa hasil tangkapan suatu alat tangkap dipengaruhi efektivitas alat dan efesiensi cara operasi. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa efektivitas alat tangkap secara umum tergantung pada faktor-faktor, anatara lain: parameter alat tangkap itu sendiri (rancang bagun dan konstruksi), pola tingkah laku ikan, ketersedian atau kelimpahan ikan dan kondisi oseanografi. Efektivitas daerah penangkapan adalah sebuah konsep dimana di cari perbandingan atau ratio dari hasil tangkapan rata-rata dengan upaya penangkapan rata-rata dalam satu lokasi penangkapan (Mukmimin et al. 2006).
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Maluku Tenggara Kecamatan Kei Kecil Tual selama 6 bulan, dimulai dari tahap persiapan sampai dengan penulisan tesis. Penelitian di lapangan dilakukan selama 3 bulan, dari bulan Agustus 2007 sampai dengan Oktober 2007. Lokasi penelitian terletak pada 131,850-131,950 BT dan 5.250 – 5.450 LS, dengan batasannya sebagai berikut: (1) Sebelah utara berbatasan dengan Papua bagian selatan, (2) Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafura, (3) Sebelah barat berbatasan dengan Laut Banda dan bagaian utara Kepulauan Tanimbar, (4) Sebelah timur berbatasan dengan Kepulauan Aru. Peta lokasi penelitian ini disajikan pada Gambar 7.
Lokasi Rumpon
Peta Penelitian
Gambar 7 Peta lokasi penelitian.
32 3.2 Alat dan Bahan (1) Rumpon Dalam penelitian ini digunakan dua jenis rumpon, yaitu jenis rumpon rakit bambu dan rumpon drum plastik. Masing-masing jenis rumpon terdiri atas 2 unit rumpon, dan dioperasikan pada kedalaman 200 sampai 300 m. Adapun konstruksi masing – masing jenis rumpon disajikan pada Gambar 8 dan Gambar 9. 1 2
Keterangan gambar
3
1. Tanda pengenal 2. Rakit bambu 3. Pelepah kelapa 4. Batu pemberat pelepah 5 A t
5 4 6
Gambar 8 Rumpon rakit bambu.
3
Gambar 4 Rumpon drum plastik. 4
2 1 5
Gambar 9 Rumpon drum plastik.
Keterangan gambar : 1. 2. 3. 4.
Rakit bambu Drum plastik (pelampung) Rumah jaga Rangka kayu
33 (2) Purse seine Dalam pengambilan sampel digunakan satu unit alat tangkap purse seine yang dikhususkan untuk menangkap ikan pelagis besar dan kecil, dan yang menjadi daerah penangkapannya adalah perairan yang sudah dipasang rumpon. Jenis purse seine yang biasa dipakai oleh nelayan Maluku Tenggara biasa dinamakan jaring bobo dengan ukuran rata-rata 250 – 400 m dengan lebar ratarata 40 – 60 m. (3) Gillnet Lima piece gillnet merupakan alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan Maluku Tenggara. Bentuk alat tangkap ini empat persegi panjang yang mempunyai ukuran mata jaring (mezh size) yang sama pada seluruh bagian jaring, yaitu berukuran 14,0 cm (5,5) panjang jaring 1 peace 190 m dan lebar 2-5 m. (4) Pancing tonda Satu unit pancing tonda merupakan alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan Maluku Tenggara untuk menangkap ikan pelagis, daerah operasi alat tangkap ini biasanya di sekitar rumpon. (5) Plankton net Alat ini digunakan untuk memperoleh sampel fitoplankton, sedangkan untuk mengidentifikasi dan menghitung fitoplankton digunakan mikroskop elektron. (6) Timbangan Timbangan digunakan untuk mengetahui berat ikan hasil tangkapan dengan maksimum skala berat timbangan adalah 10 kg. (7) Papan ukur ikan Papan ukur ikan digunakan untuk mengukur panjang per-ekor ikan hasil tangkapan pada tiap rumpon yang berbeda. (8) Alat tulis dan kamera Alat ini digunakan untuk mencatat waktu operasi dan mengdokumentasikan proses operasi penangkapan pada rumpon maupun jenis hasil tangkapan.
34
3.3
Pengumpulan Data Alat tangkap yang digunakan untuk pengumpulan data adalah purse seine,
gillnet, dan pancing tonda yang dioperasikan di sekitar rumpon. Sampel kapal ditentukan secara purposif sampling. Jumlah unit masing-masing alat tangkap tersebut adalah sebanyak satu unit purse seine, lima piece gillnet, dan satu unit pancing tonda. Setelah sampel unit penangkapan ditentukan, selanjutnya ditentukan sampel rumpon untuk mewakili dua jenis rumpon yang beroperasi di lokasi penelitian, yaitu rumpon rakit bambu dan rumpon drum plastik dengan jumlah masing-masing 2 unit rumpon. Pengumpulan data dilakukan melalui metode survei, yaitu dengan mengikuti penangkapan ikan, purse seine, gillnet dan pancing tonda di lokasi perairan pemasangan rumpon (pada kedalaman 200 – 300 m) selama 14 kali trip operasi penangkapan. Pemilihan jenis alat tangkap purse seine, gillnet, pancing tonda sebagai sampel didasari oleh pemikiran bahwa ketiga alat tersebut dominan beroperasi di sekitar rumpon. Namun demikian komposisi hasil tangkapan, efektivitas diduga berbeda. Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan ketiga jenis alat tangkap purse seine, gillnet dan pancing tonda dilakukan pula pada lokasi perairan yang tidak menggunakan rumpon. Data yang dikumpulkan meliputi data hasil tangkapan. Disamping melalui kegiatan operasi penangkapan ikan, data juga dikumpulkan melalui wawancara dengan nelayan non rumpon untuk menggali informasi tentang (1) komposisi dan ukuran hasil tangkapan sebelum ada rumpon (2) berbagai dampak negatif yang mungkin dialami setelah ada rumpon. Dengan terkumpulnya data tersebut, diharapkan dapat diketahui dampak pengoperasian rumpon terhadap nelayan sekitar. Data yang dikumpulkan setiap kali trip unit penangkapan meliputi : (1) Jenis dan skala usaha unit penangkapan ikan yang beroperasi pada rumpon yang berbeda (2) Cara pengoperasian ketiga jenis alat tangkap sampel (3) Waktu atau periode operasi penangkapan ikan (4) Tahapan kegiatan operasi penangkapan ikan dan waktu (lama) setiap tahapan
35 (5) Komposisi jenis dan jumlah hasil tangkapan (kg) (6) Komposisi ukuran panjang hasil tangkapan (cm) (7) Kondisi arah dan kecepatan arus dilokasi pemasangan rumpon (8) Desain dan konstruksi rumpon. 3.4
Analisis Data
3.4.1 Komposisi hasil tangkapan Komposisi jenis hasil tangkapan dianalisis dengan pendekatan deskriptif Pendekatan ini ditujukan untuk mengkaji hasil tangkapan per trip. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Ukuran ikan yang diperoleh dari hasil tangkapan purse seine, gillnet dan pancing tonda dikelompokan berdasarkan posisi pemasangan rumpon (pada daerah penangkapan). Berdasarkan kisaran ukuran ikan yang paling dominan pada masing-masing rumpon. Ikan yang tertangkap pada masing-masing alat tangkap, diukur panjang total (cm) yang dibagi dalam dua kelas ukuran, yaitu kecil dan besar berdasarkan hasil tangkapan. ( Tabel 1). Tabel 1 Distribusi frekuensi panjang ikan No
Jenis ikan
1 Layang Tongkol Tenggiri 2 Layang Tongkol Tenggiri
Ukuran (cm) Kecil < 25 < 40 < 55 Besar ≥ 25 ≥ 40 ≥ 55
Jumlah ikan (ekor)
Keterangan sumber pustaka Murniyati (2004) Murniyati (2004) Pauly dan Martosubroto Murniyati (2004) Murniyati (2004) Pauly dan Martosubroto
Setelah diperoleh distribusi panjang ikan dari ketiga alat tangkap, dihitung proporsi masing-masing jenis ikan dominan tertangkap dan kelas ukuran ikan. Proporsi setiap jenis ikan, komposisi ukuran hasil tangkapan dihitung dengan rumus:
P=
ni x100 % Ni
36 Keterangan : ni = jumlah jenis ikan tertentu pada ukuran ke –i Ni = jumlah seluruh hasil tangkapan jenis tertentu Tabel 2 Persentase komposisi ukuran hasil tangkapan untuk jenis ikan tertentu No
Kelas Ukuran
1
kecil
2
besar
Jumlah ikan
%
3.4.2 Pendekatan studi Pengembangan purse seine, gillnet dan pancing tonda di Maluku Tenggara, menghadapi berbagai masalah sebagaimana yang telah di uraikan pada rumusan masalah di depan. Guna mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada dalam pengembangan perikanan tangkap di Maluku Tenggara, dalam penelitian dilakukan pendekatan studi terhadap. Karakteristik unit penangkapan ikan serta karakteristik pola operasi setiap setting pada rumpon yang berbeda. ( Tabel 3). Tabel 3 Operasi penangkapan berdasarkan setting pada rumpon dan alat tangkp Operasi penangkapan ikan
Purse seine
Trip
Setting
Rumpon bambu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 total
3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 48
1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 12
Gillnet
Pancing tonda
Rumpon Rumpon Rumpon Rumpon Rumpon drum drum drum bambu bambu plastik plastik plastik 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3
1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 10
0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 9
1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 11
0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3
37 3.4.3 Efektivitas rumpon Untuk menganalisis efektivitas rumpon yang diujicobakan, dihitung berdasarkan rasio antara ikan yang tertangkap oleh seluruh alat tangkap pada suatu jenis rumpon terhadap total hasil tangkapan dalam seluruh rumpon yang lain. Tingkat efektivitas rumpon ini dihitung dengan rumus berikut: n
hij j=1
Ei =
n
n
X 100% hij
i =1 j=1
Keterangan : Ei = efektivitas rumpon i hij = hasil tangkapan rumpon i oleh alat tangkap j Sedangkan proporsi komposisi jenis hasil tangkapan dari rumpon dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: ni x 100 % N
P=
Keterangan : P
= proporsi satu jenis ikan yang tertangkap pada rumpon
ni
= jumlah jenis ikan ke-i
N
= jumlah seluruh hasil tangkapan
3.4.4
Efektivitas alat tangkap Menganalisis Efektivitas hasil tangkapan suatu alat tangkap, di
definisikan sebagai ratio persentase alat tangkap dengan total tangkapan dari semua alat tangkap di lokasi penelitian. Dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: n
hij Ej =
j=1 n
n
i =1 j=1
X 100% hij
38 Keterangan : Ej
= efektivitas alat tangkap j
Hij
= hasil tangkapan rumpon i oleh alat tangkap j
3.4.5 Teknologi penangkapan tepat guna Tujuan pemilihan teknologi penangkapan ikan tepat guna adalah untuk mendapatkan jenis alat tangkap ikan yang mempunyai keragaman (performance) yang baik ditijau dari aspek biologi, teknis, sosial, dan ekonomi, sehingga merupakan alat tangkap yang cocok untuk dikembangkan. Dalam menentukan teknologi penangkapan tepat guna untuk dioperasikan di rumpon, data hasil survei dievaluasi, melalui pendekatan Multi-Criteria Analysis (MCA), dengan langkahlangkah sebagai berikut: (1) Menentukan nilai skor kriteria Penentuan nilai skor dilakukan dengan skoring. Metode skoring ini digunakan untuk penilaian kriteria yang mempunyai satuan berbeda. Skoring diberikan pada setiap kriteria yang memiliki nilai terendah sampai nilai tetinggi. Dampak pengoperasian rumpon dikaji melalui analisis aspek ekologi, ekonomis, sosial terhadap 3 (tiga) jenis perikanan tangkap yang dianalisis yaitu purse seine, gillnet, dan pancing tonda. Berdasarkan masing-masing aspek tersebut ditetapkan kriteria penilaian, untuk aspek ekologi yang meliputi kecepatan arus, plankton, salinitas dan suhu. Keceptan arus mengakibatkan perpindahan horisontal massa air sehingga mempengaruhi penyebaran ikan dan juga menentukan pergeseran fishing ground. Keberadaan plankton berperan sebagai sumber makanan bagi ikan herbivora. Salinitas, faktor yang mempengaruhi secara langsung penyebaran ikan dan menentukan karakteristik perairan, sehingga keberadaan ikan pada suatu perairan dapat diprediksi. Suhu, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan, aktifitas dan mobilitas gerakan, ruaya, penyebaran, kelimpahan, penggerombolan ikan pada daerah fishing ground. Kriteria aspek ekonomis meliputi penerimaan kotor per tahun, penerimaan kotor per trip, penerimaan kotor per tenaga kerja dan penerimaan kotor per tenaga penggerak kapal. Kriteria aspek sosial meliputi penyerapan tenaga kerja per unit
39 penangkapan penerimaan nelayan per unit penangkapan, dan kemungkinan kepemilikan unit penangkapan ikan oleh nelayan, sistim bagi hasil antara nelayan per unit penangkapan. Penililaian kriteria aspek ekologi dilakukan dengan melihat kecepatan arus keberadaan plankton, salinitas dan suhu pada saat operasi penangkapan purse seine, gillnet dan pancing tonda. Skor dan kriteria penilaian yang digunakan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kriteria penilaian aspek ekologi Skor 1 2 3 4 5
Penilaian Sangat mengganggu Mengganggu Cukup mengganggu Tidak mengganggu Tidak mengganggu sama sekali
Pengukuran aspek sosial penilaiannya berdasarkan pada kriteria seperti penyerapan tenaga kerja, pendapatan nelayan pertahun dan kemungkinan kepemilikan. Kriteria penilaian penyerapan tenaga kerja yang terserap tiap unit penangkapan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kriteria penilaian aspek sosial berdasarkan tanaga kerja Skor 1 2 3 4 5
Jumah tenaga kerja (ABK) ≤3 3 s.d 5 6 s.d. 8 9 s.d. 11 ≥ 12
Penilaian Kurang baik Sedikit baik Cukup baik Baik Sangat baik
Penilaian berdasarkan pada kriteria pendapan nelayan pertahun dilakukan dapat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Kriteria penilaian aspek sosial berdasarkan pendapatan pertahun Skor 1 2 3 4 5
Kisaran Pendapatan (Rp) ≤ 15.000.000 16.000.000 s.d. 20.000.000 21.000.000 s.d. 25.000.000 26.000.000 s.d. 30.000.000 ≥ 31.000.000
40 Penilaian kepemilikan operasi penangkapan ikan selama satu tahun disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Kriteria penilaian aspek sosial berdasarkan kepemilikan pertahun Skor 1 2 3 4 5
Kisaran kepemilikan (Rp) ≤ 5.000.000 6.000.000 s.d. 10.000.000 11.000.000 s.d. 15.000.000 16.000.000 s.d. 20.000.000 ≥ 21.000.000
(2) Multi-Criteria Analysis (MCA) Untuk mengetahui tingkat ketergantungan nelayan Kei Kecil terhadap perikanan tangkap, data dianalisis dengan melakukan identifikasi terhadap indikator-indikator yang mempengaruhi ketergantungan nelayan : 1. Rasio pendapatan dari sektor perikanan dibandingkan dengan pendapatan keseluruhan. 2. Rasio total hari melaut dibandingkan dengan total hari seluruh kegiatan. 3. Rasio perbandingan aset dalam perikanan dengan total keseluruhan aset yang dimiliki. 4. Rasio jumlah anggota yang bekerja di sektor perikanan dibandingkan dengan sektor lain. Untuk mendapatkan satu kesimpulan tingkat ketergantungan nelayan, data dari masing-masing indikator kemudian dianalisis dengan menggunakan Multi Criteria Analysis (MCA). Dengan membuat penilaian, nilai relatif dari indikator yang digunakan diperkirakan dengan formula : Wj =
Keterangan : a j = rata-rata nilai dari indikator ke-j W j = nilai relatif dari indikator ke-j
aj aj
41 Selanjutnya dilakukan analisis lanjutan untuk menguji indikator-indikator, dengan menggunakan Sustainability Indicator Score (SIC) dengan formula :
SIC = Keterangan :
SIC = indeks penyokong dari kriteria i Sj
= nilai dari indikator j
W j = bobot relatif dari indikator j
S jW j
4. HASIL PENELITIAN
4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Purse seine (1) Alat tangkap Pukat cincin (purse seine) di daerah Maluku Tenggara yang menjadi objek penelitian lebih dikenal dengan sebutan jaring bobo. Alat tangkap pukat cicin ini terdiri dari kantong (bund), badan jaring, sayap, jaring pada pinggir badan jaring. (selvedge), tali ris atas (floatline), tali ris bawah (leadline), pemberat (sinkers), pelampung (floats) dan cincin (purse rings). Panjang pukat cicin yang digunakan di Maluku Tenggara berkisar antara 200-600 m dan lebar berkisar antara 40-70 m. Kantong sebagai tempat berkumpul ikan terbuat dari bahan PA 210/D12 dan PA 210/D9 dengan ukuran mesh size 0,7 inci – 1 inci. Badan jaring terbuat dari bahan PA 210/D6, PA 210/D9 dan PA/210/D12 dengan ukuran mesh size sebesar 1 inci. Bagian sayap yang berfungsi sebagai pagar pencegah gerombolan ikan untuk meloloskan diri atau mencengah ikan keluar dari bagian kantong, terbuat dari bahan PA 210/D6, PA 210/D9 dan PA 210/D12 dengan ukuran mesh size 1,25 inci. Jaring pada pinggir badan jaring
(selvedge) terbuat dari bahan PVA
380/D15 dengan ukuran mata jaring (mesh size) 1 inci yang terdiri dari 3 mata untuk arah ke bawah. Tali ris atas (floatline) terbuat dari bahan PVA dengan panjang 410 m, dan diameter tali sebesar 14 mm, sedangkan tali ris bawah (leadline) terbuat dari bahan PVA dengan diameter tali sebesar 14 mm yang memiliki panjang 470 m. Jumlah pemberat dalam suatu unit pukat cincin terdiri dari 2200 buah, dengan berat 100 gr/buah. Pemberat pada pukat cincin memiliki panjang 2,9 cm dengan diameter tengah 2,8 cm yang terbuat dari bahan timah hitam. Jarak antara pemberat berkisar 10-15 cm. Tali pemberat pada pukat cincin terbuat dari bahan PVA dengan diameter tali 12 mm. Jumlah pelampung dalam satu unit pukat cincin terdiri dari 1100 buah, dengan jarak antara pelampung sekitar 15-20 cm. Pelampung pukat cincin berbentuk elips dengan panjang 12,7 cm dan diameter tengah 9,5 cm yang terbuat dari bahan sintesis rubber.
43 Jumlah cincin dalam satu unit pukat cincin rata-rata terdiri dari 50 buah. Cincin digunakan oleh nelayan pukat cincin di Maluku Tenggara memiliki diameter luar 10 cm dan diameter dalam 6,6 cm. Cincin yang digunakan terbuat dari bahan kuningan dengan jarak antar cincin berkisar 5-10 m. Purse line pada pukat cincin terbuat dari bahan PVA dengan diameter tali 20 mm yang memliki panjang 500 m. Desain jaring pukat cincin dapat di lihat pada Gambar 10.
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8
Tali selembar Pelampung Tali kolor Tali ring Ring Pemberat Selvedge Float line
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Singker line Tali ris atas Tali ris bawah Kantong Sayap Panjang jaring Tinggi jaring
Gambar 10 Desain jaring pukat cincin (purse seine) di Maluku Tenggara.
(2) Kapal Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan pukat cincin menggunakan dua tipe kapal di Maluku Tenggara tipe (two boat sytem) yaitu terdiri atas kapal utama (tipe lembut) yang berfungsi untuk melingkarkan pukat cincin pada saat operasi penangkapan berlangsung dan menarik purse line setelah pelingkaran pukat cincin selesai, dan kapal johnson (slep) yang berfungsi untuk membawa hasil tangkapan ke fishing base. Kedua kapal terbuat dari bahan kayu. Kapal utama (tipe lembut), memiliki ukuran berkisar 13,21-15,63 GT dengan panjang
44 (L) antara 17 m, lebar (B) 2,15 m dan dalam (D) 1,90 m (Gambar 11). Sedangkan untuk kapal johnson (slep) (Gambar 12) memiki ukuran 5,40-7,60 GT dengan panjang antara 13 m, lebar 2,20 m dan dalam 1,30 m. Tenaga peggerak yang digunakan untuk kedua kapal adalah sama yaitu menggunakan mesin tempel (outboard) masing-masing berjumlah dua buah dengan kekuatan 40 PK yang bermerek jamaha. Tenaga penggerak pada kedua kapal menggunakan bahan bakar campuran yaitu minyak tanah, bensin dan oli.
Gambar 11 Kapal utama (tipe lembut).
Gambar 12 Kapal johnson (tipe slep). Kapal utama dilengkapi dengan palka kapasitas dari kapal tersebut dapat memuat hasil tangkapan sekitar 2-3 ton. Palka ini hanya dipergunakan jika pada saat kegiatan penangkapan memperoleh hasil tangkapan yang banyak dan pada
45 kapal johnson tidak dapat lagi menampung hasil tangkapan, namun pada umumnya hasil tangkapan yang diperoleh akan diletakkan pada kapal johnson. Kapasitas hasil tangkapan untuk kapal johnson berkisar antara 4-6 ton. Perawatan kapal pukat cincin biasanya dilakukan setiap bulan pada saat tidak melakukan kegiatan penangkapan, yaitu pada saat bulan purnama. Kapal pukat cincin dalam sebulan tidak melakukan kegiatan penangkapan selama 7-10 hari. Perawatan yang dilakukan meliputi pengecetan atau perbaikan-perbaikan jika kerusakan pada apal. (3) Nelayan Anak buah kapal (ABK) kapal pukat cincin berkisar antara 17-20 orang. Sebagian besar nelayan yang mengoperasikan pukat cincin merupakan penduduk asli daerah setempat. Nelayan merupakan mata pencarian utama dari penduduk setempat. Jika kapal tidak melakukan kegiatan penangkapan terutama pada saat musim kurang ikan. Dalam melakukan kegiatan penangkapan nelayan di bagi atas beberapa tugas mereka bekerja sampingan sebagai petani dan memancing. Pembagian tugas nelayan pukat cincin sebagai berikut: 1.
Juragan laut (1 orang), bertugas sebagai penangung jawab dalam pengoperasian kapal utama (lembut) untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan;
2.
Juru tawur (2 orang ), bertugas melempar pukat cincin pada saat proses setting dilakukan;
3.
Juru mesin (2 orang), bertugas dalam masalah mesin baik untuk mesin pada kapal utama maupun kapal johnson
4.
Juru pantau (1 orang), bertugas mendeteksi gerombolan ikan
5.
Juru pelampung (2 orang), bertugas megatur dan merapikan pelampung sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan;
6.
Juru pemberat (2 orang), bertugas mengatur dan merapikan pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan;
7.
Nelayan biasa, yang bertugas menarik merapikan dan memperbaiki pukan cincin jika ada kerusakan;
8.
Juru mesin kapal johnson atau slep (1 orang), bertugas menyiapkan kapalnya untuk tempat penampungan ikan hasil tangkapan
46 9.
Juru hasil tangkapan (2 orang), bertugas mengambil hasil tangkapan untuk ditempatkan pada kapal jhonson, dua orang tersebut berada di kapal johnson bersama juru mesin. Pembagian tugas tersebut sudah menjadi kesepakatan dalam satu unit pukat
cincin. Tugas nelayan yang satu dapat dikerjakan juga oleh nelayan yang lain. Berdasarkan seperti pada saat penarikan pukat cincin, juru pelampung, juru pemberat dan juru pantau juga membantu melakukan tugas ini. Kepemilikannya nelayan pukat cincin di Maluku Tenggara terbagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik rata-rata berpendidikan terakhir SMP dan SMA, sedangakan nelayan buruh berpendidikan terakhir dari tingkat SD sampai SMA. Nelayan pemilik umumnya hanya memiliki masingmasing satu unit alat tangkap. 4.1.2 Gillnet (1) Alat tangkap Jaring insang hanyut yang digunakan dalam penelitian sebanyak 3 unit yang terdiri dari ukuran mata jaring 14,0 cm (5,5 inch) masing-masing sebanyak 3 unit dengan hanging ratio 0,6 (shortening = 0,4). Mezh opening (Mo) dari jaring tersebut diukur secara acak diukur dengan vernier calliper. Bahan jaring yang digunakan polyamid PA (nylon multifilament) D/21 dengan panjang terentang setiap pis 190 m dan lebar 140 mata pada setiap ukuran mata jaring. Pada setiap ujung tali ris atas di pasang pelampung tanda Hizex (PE) dengan diameter 30 cm yang dihubungkan dengan tali PE 5 mm sepanjang 200 cm. (Gambar 13).
47
Gambar 13 Desain jaring gillnet di Maluku Tenggara. (2) Kapal Kapal/perahu gillnet yang digunakan nelayan Maluku Tenggara untuk usaha penangkapan ikan umumnya perahu motor tempel yang berukuran kecil dengan panjang sekitar 10 meter dan lebar 1 meter. Kapal tersebut terbuat dari kayu dengan GT 3-5 ton. Tenaga penggerak yang digunakan untuk kapal gillnet adalah mesin tempel (outbord) dengan kekuatan 40 PK bermerek jamaha. Bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar campuran yaitu minyak tanah, bensin dan oli. Daya tahan kapal kurang lebih 7-8 tahun dan daya tahan mesin kurang lebih 6 tahun, tergantung dari perawatan dari pemakaian masing-masing nelayan (Gambat 14). (3) Nelayan Kapal gillnet dioperasikan oleh sekitar 4-6 orang dan sebagian besar nelayan yang mengoperasikan gillnet adalah penduduk asli desa setempat. Sebagai nelayan merupakan mata pencarian utama dari penduduk setempat, sedangkan jika pada saat kapal tidak melakukan kegiatan penangkapan, terutama pada saat musim kurang ikan, nelayan bekerja sampingan sebagai petani dan memancing. Pembagian tugas nelayan gillnet adalah sebagai berikut: 1.
Juru mesin (1 orang), bertugas dalam masalah mesin pada kapal gillnet
2
Juru pantau (1 orang), bertugas mendeteksi gerombolan ikan
3.
Juru tawur (2 orang), bertugas melempar gillnet pada proses setting dilakukan
48 4. Juru pemberat (1 orang), bertugas mengatur dan merapikan pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan 5. Juru pelampung (1 orang), bertugas mengatur dan merapikan pelampung sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan.
Gambar 14 Kapal gillnet di Maluku Tenggara.
4.1.3 Pancing tonda (1) Alat tangkap Satu unit pancing tonda (Gambar 15) yang digunakan oleh nelayan Maluku Tenggara adalah: (1) Tali pancing terbuat dari polyamide (PA) monofilemen No.60 (2) Mata pancing terbuat dari bahan besi (3) Satu buah pemberat timah seberat 20 gram (4) Penggulung tali dari plastik berdiameter 15 cm (5) Umpan buatan bulu ayam berwarna putih
49
Gambar 15 Desain alat pancing tonda. Pemasangan bagian-bagian pancing dimulai dengan memasukkan umpan buatan ke tali pancing pada bagian porosnya, kemudian pemberat dipasang di atas mata pancing. Setelah itu mata pancing diikatkan ke tali pancing sehingga lengkaplah satu unit pancing tonda yang siap dioperasikan. Umpan buatan yang digunakan oleh nelayan setempat adalah bulu ayam berwarna putih. Bahan yang digunakan untuk membuat umpan buatan adalah :Bulu ayam berwarna putih bersih, diambil yang tidak terlalu kaku atau keras dan halus. Bulu demikian berasal dari bagian leher dan dekat bagian ekor ayam. Jumlah bulu yang digunakan sekitar 15 helai dengan panjang 8-12 cm. Pembuatan umpan dengan mengikat bulu ayam menggunakan benang jahit mengelilingi sedotan plastik atau batang bambu tidak terlihat. Satu mata pancing dapat menggunakan 1-3 buah umpan buatan sekaligus,disusun berdasarkan panjang bulu ayam pembentuk umpan. Mata pancing yang digunakan bernomor 4,5 dan 6. Ukuran mata pancing nomor 4 tinggi 6,5 cm dengan lebar 2,8 cm, mata pancing nomor 5 tinggi 5,9 dengan lebar 2,5 cm, mata pancing nomor 6 tinggi 5,2 cm dengan lebar 2,2 cm (Gambar 16).
50
Gambar 16 Ukuran mata pancing yang digunakan. (2) Kapal Kapal pancing tonda yang digunakan berukuran 13 X 1.20 X 1 m dengan tenaga penggerak berkekuatan 40 PK sebanyak 1 buah. Pada bagian dalam kapal digunakan untuk tempat peletakan jaring alat pancing tonda (Gambar 17).
Gambar 17 Kapal pancing tonda di Maluku Tenggara.
(3) Nelayan Nelayan pancing tonda berjumlah 1-2 orang dalam satu perahu. Pembagian tugas bagi nelayan adalah satu orang sebagai juru mudi merangkap sebagai pemancing di bagian buritan perahu, dan yang lain bertugas sebagai pemancing sekaligus mencari tanda-tanda keberadaan ikan.
51
4.1.4 Rumpon Rumpon merupakan suatu alat bantu yang berperan penting dalam kegiatan penangkapan ikan. Rumpon sangat penting untuk menghadang ikan pelagis yang sedang beruaya agar terkonsentrasi di sekitar rumpon. Hal tersebut sangat mendukung kesuksesan pengoperasian alat tangkap purse seine, gillnet dan pancing tonda, karena alat tangkap ini dapat menangkap lebih dari satu jenis ikan pelagis dengan jumlah ikan yang lebih banyak. Nelayan di Desa Sathen dan Kur dalam mengoperasikan purse seine, gillnet, pancing tonda juga menggunakan rumpon sebagai alat bantu penangkapan. Masing-masing armada penangkapan mempunyai sekitar 1-3 buah rumpon. Rumpon dipasang pada beberapa mil laut dari pantai dan bergantung pada kecerahan perairan. Rumpon dilengkapai dengan bendera tanda dengan jarak pemasangan sekitar 1-2 mil laut dari fishing base ke fishing ground. Daerah penangkapan berdasarkan pada rumpon yang telah dipasang pada perairan. Nelayan purse seine, gillnet, pancing tonda bisa saja melakukan operasi penangkapan ikan pada rumpon yang bukan milik mereka, berdasarkan kesepakatan antara nelayan yang bersangkutan dengan pemilik rumpon. Komponen material rumpon yang digunakan terdiri atas pelampung rakit yang terbuat dari batangan bambu, yang dilengkapi dengan alat pengumpul ikan (attraktor) yang terbuat dari daun kelapa, tali pengikat dan tali pemberat dari polyethylene, tali kawat dan swivel serta pemberat atau jangkar yang terbuat dari drum yang dicor beton. Kontruksi rumpon rakit bambu dapat dilihat pada Gambar 18-A. Sebaliknya pada rumpon drum plastik sebangian besar bahan yang digunakan bukan dari alam melainkan berasal dari buatan seperti bahan sintesis drum plastik, bambu, daun kelapa serta semen cor (Gambar 18 – B).
52
B
A
Gambar 18 Rumpon bambu (A) dan rumpon drum plastik (B), yang dioperasikan oleh nelayan. 4.2
Hasil Tangkapan
4.2.1
Jenis dan jumlah hasil tangkapan Dalam penelitian ini ikan yang tertangkap pada purse seine adalah layang
(Decapterus ruselli) sebanyak 52.957 ekor, ikan tongkol (Auxis thazard) sebanyak 11.144 ekor. Sedangkan hasil tangkapan gillnet sebanyak 5.743 ekor yang terdiri dari 4.130 ekor ikan layang, tongkol (Auxis thazard) 1.040 ekor, tenggiri (Scomberomorus commersoni) 573 ekor. Total tangkap pancing tonda sebanyak 1006 yang semuanya terdiri dari ikan tongkol (Decapterus russelli) (Gambar 19). Berdasarkan Gambar tersebut dapat diketahui bahwa produktivitas purse seine paling tinggi, kemudian menyusul gillnet dan pancing tonda.
Jumlah Tangkapan (ekor)
60000
52957
Layang Tongkol
50000
Tenggiri 40000 30000 20000
11144
10000
4130
1040
573
1006
0 Purse Seine
Gill Net
Pancing Tonda
Alat Tangkap
Gambar 19 Komposisi jenis tangkapan menurut alat tangkap.
53 Hasil tangkapan total dari dua jenis rumpon sebanyak 70.850 ekor yang berasal dari rumpon bambu sebanyak 65.446 ekor dan dari rumpon drum plastik sebanyak 5.404 ekor (Gambar 20). Hal ini berarti bahwa hasil tangkapan yang diperoleh dari rumpon bambu lebih tinggi dibandingkan dengan rumpon drum plastik. Berdasarkan Gambar 20 dapat diketahui bahwa ikan layang (Decapterus russelli) lebih dominan tertangkap pada kedua jenis rumpon.
Hasil Tangkapan (ekor)
60000
53872 Layang Tongkol
50000
Tenggiri
40000 30000 20000
11001
10000
3215
573
2189
0
0 Bambu
Drum Plastik Jenis Rumpon
Gambar 20 Komposisi jenis tangkapan menurut rumpon. Komposisi jumlah tangkapan menurut jenis alat tangkap dan jenis rumpon dapat dilihat pada Gambar 21. Berdasarkan Gambar 21 terlihat bahwa hasil tangkapan purse seine lebih banyak, baik di lokasi pemasangan rumpon bambu maupun rumpon drum plastik. Sedangkan hasil tangkapan paling rendah diperoleh dari pancing tonda untuk kedua jenis rumpon. 70000 60423
Hasil Tangkapan (ekor)
60000 50000 40000 30000 20000
3720 1466
10000
218
4235 788
0 Purse Seine
Gill Net
Drum Plastik Bambu
Pancing Tonda
Alat Tangk ap
Gambar 21 Komposisi jenis tangkapan menurut kombinasi alat tangkap dan rumpon.
54
4.2.2
Ukuran panjang Jumlah ikan layang ukuran besar lebih banyak dibandingkan dengan ukuran
kecil. Sedangkan ikan tongkol dan tenggiri didominasi hasil tangkapan ukuran kecil. Adapun perbandingan hasil tangkapan ukuran besar dan kecil untuk ketiga jenis ikan tersebut dapat dilihat pada Gambar 22 dan Lampiran 5.
35000
Besar
31343
30000
Kecil
25744
25000 20000 15000
10568
10000 2622
5000
573
0 Layang
Tongkol
Tenggiri
Jenis Ikan
Gambar 22 Komposisi ukuran panjang menurut jenis ikan. Ikan layang, baik ukuran besar maupun ukuran kecil dominan tertangkap dari rumpon bambu, yaitu masing-masing sebesar 30.572 ekor (53,55 %) dan 23.300 ekor (40,82 %), sedangkan sisanya berasal dari rumpon drum plastik dengan komposisi ukuran besar sebesar 1873 ekor (3,28 %) dan ukuran kecil sebanyak 1.342 ekor (2,35 %). Untuk ikan tongkol ukuran besar dan kecil juga lebih banyak tertangkap pada rumpon bambu seperti halnya dengan ikan layang (Gambar 23 dan Lampiran 6). Hasil tangkapan ikan tenggiri semuanya masuk dalam kategori ukuran kecil dan tertangkap dari
rumpon bambu. Data
pengukuran panjang ikan sampel hasil tangkapan berdasarkan ukuran ikan (Lampiran 15), ikan layang (Decapterus russelli) yang tertangkap di perairan Maluku Tenggara ukuran kecil dominan pada selang kelas 18-20 cm sebanyak 6.284 ekor sedangkan ukuran besar dominan pada selang kelas 30-32. Ikan tongkol (Auxis thazard) tertangkap paling banyak pada ukuran kecil pada selang
55 kelas 39-40 cm dan ukuran besar dominan tertangkap pada selang kelas 44-46 cm sebanyak 2.237 ekor, kemudian ikan tenggiri semua tertangkap ukuran kecil dan dominan pada selang kelas 76-81 sebanyak 123 ekor.
35000
Layang
30572
Tongkol
Jumlah Ikan (ekor)
30000
Tenggiri
23300 25000 20000 15000 10000
5854
5147
5000
573
1873
1275
1342 914
0 Besar
Kecil
Rumpon bambu
Besar
Kecil
Rumpon drum plastik
Jenis Rum pon Dan Ukuran Ikan
Gambar 23 Komposisi ukuran ikan menurut jenis ikan dan rumpon. Ikan layang ukuran besar dominan tertangkap dengan purse seine yaitu sebanyak 27.213 ekor (47,67 %), dan ditangkap dengan gillnet sebanyak 4.130 ekor (7,23 %). Ikan layang ukuran kecil cukup banyak ditangkap dengan purse seine yaitu sebanyak 25.744 ekor ( 45,10 %). Untuk ikan tongkol, tangkapan ukuran besar lebih banyak dihasilkan dengan gillnet yaitu 1040 ekor (7,88 % ), sedangkan tangkapan ukuran kecil yang jumlahnya dominan semuanya tertangkap dengan gillnet, yaitu sebanyak 10.568 ekor (80,12 %). Selanjutnya, ikan tenggiri semuanya masuk katagori kecil dan tertangkap dengan gillnet (Gambar 24 dan Lampiran 7).
56
Jumlah Tangkapan Ikan (ekor)
30000
27213
Layang
25744
Tongkol
25000
Tenggiri
20000 15000
10568
10000 5000
4130 1040
576
573
1006
0 Besar
Kecil
Purse seine
Besar
Kecil
Gillnet
Besar
Kecil
Pancing tonda
Jenis Alat Tangkap dan Ukuran Ikan
Gambar 24 Komposisi ukuran ikan menurut jenis ikan dan alat tangkap. 4.2.3
Ukuran berat Berat total ikan yang tertangkap pada rumpon bambu sebanyak 9.554 kg
tertangkap dengan purse seine sebanyak 85,42 %, dengan gillnet 9,66 % dan pancing tonda sebanyak 4,91 %. Berat total ikan yang tertangkap pada rumpon drum plastik sebanyak 4.474 kg, yang tertangkap dengan purse seine 90,75 %, dengan gillnet dan pancing tonda masing-masing sebanyak 3,93%, dan 5,32 %. Berat total ikan tertangkap dengan purse seine 12.230 kg yang tertangkap pada rumpon bambu 66,80% dan rumpon drum plastik 33,20 %. Jumlah tangkapan gillnet sebanyak 1.100 kg yang berasal dari rumpon bambu 84,00 % dan rumpon drum plastik 16,00 %. Kemudian berat total ikan yang tertangkap dengan pancing tonda sebanyak 708 kg yang berasal dari rumpon bambu 66,38 % dan rumpon drum plastik 33,62 % (Gambar 25).
Gillnet, 9.66%
A
Pancing Tonda, 4.91%
Gillnet, 3.93%
Purse Seine, 85.42%
Rumpon Bambu
Pancing Tonda, 5.32%
Purse Seine, 90.75%
Rumpon Drum Plastik
57
Rumpo n Drum P lastik, 16.00%
Rumpon Drum P las tik, 33.20%
Rumpo n Drum P lastik, 33.62%
Rumpon Bambu, 66.80%
B
Purse Seine
Gillnet
Rumpo n B ambu, 84.00%
Rumpo n B ambu, 66.38%
Pancing Tonda
Gambar 25 Persentase berat ikan menurut (A) rumpon dan (B) alat tangkap. 4.3
Efektivitas Rumpon Berdasarkan hasil perhitungan efektivitas alat bantu rumpon terhadap
operasi penangkapan ikan menunjukan efektivitas pada kedua rumpon menunjukan perbedaan yang sangat menyolok. (Tabel 8). Rumpon bambu memiliki efektivitas yang jauh lebih tinggi (92,37 %) dari efektivitas rumpon drum plastik (7,63 %). (Tabel 8). Tabel 8 Efektivitas kedua rumpon berdasarkan jumlah hasil tangkapan Jenis Rumpon Bambu Drum Plastik Total
Total Hasil Tangkapan (ekor) 65.446 5.404 70.850
Efektivitas Rumpon (%) 92.37 7.63 100
4.4 Efektifitas Alat Tangkap Data efektivitas tiap alat tangkap didapatkan dengan menghitung rasio dari hasil tangkapan masing-masing alat tangkap dengan total hasil tangakapan semua alat tangkap di lokasi penelitian selama kurun waktu pengamatan. Berdasarkan perhitungan purse seine memiliki tingkat efektivitas tertinggi (90,53 %), dibandingkan dengan alat tangkap gillnet dan pancing tonda memiliki nilai efektivitas rendah, yaitu 8,05 % dan 1,42 % (Tabel 9).
58 Tabel 9 Efektivitas alat tangkap berdasarkan total hasil tangkapan Jenis Alat Tangkap
Total Hasil Tangkapan (ekor)
Purse Seine Gillnet Pancing Tonda Total
64.143 5.701 1.006 70.850
Efektivitas Alat Tangkap (%) 90,53 8,05 1,42 100
4.4 Teknologi Penangkapan Tepat Guna Analisis aspek ekologi meliputi kecepatan arus yaitu arus yang terjadi di perairan Maluku Tenggara rata-rata bervariasi lebih kecil dari 0,03 m/detik dan kecepatan tertinggi 1m/detik sehingga faktor ini dapat berpengaruh nyata terhadap operasi penangkapan purse seine, sedangkan gillnet dan pancing tonda tidak berpengaruh secara nyata. Dari hasil analisa terhadap keberadaan plankton di perairan Maluku Tenggara dapat ditemukan 23 speceis. Adapun species dominan dari jenis fitoplankton yaitu Skeletonema sp dan Streptotheca sedangkan dari jenis zooplankton yang paling dominan yaitu Copepoda sp dan Acanthochiasma sp. Faktor keberadaan plankton ini dapat memberikan kontribusi yang tinggi terhadap operasi penangkapan purse seine, gillnet dan pancing tonda. Sedangkan faktor suhu dan salinitas di perairan Maluku Tenggara berkisar rata-rata antara 27,8 0C sampai 350C, dengan nilai rata-rata 33,5 ppm. Faktor suhu dan selanitas tidak jauh berbeda dan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah hasil tangkapan purse seine, gillnet dan pancing tonda. Selanjutnya dilakukan standarisasi terhadap aspek ekologi secara keseluruhan dengan menggunakan fungsi nilai, sepert tertera pada Tabel 10. Tabel 10 Standarisasi aspek ekologi menurut alat tangkap Jenis Unit Penangkapan Purse Seine Gill net Pancing tonda Keterangan: X1 = Kecepatan arus X2 = Keberadaan plankton X3 = Kesesuaian salinitas X4 = Kesesuaian suhu UP = Urutan prioritas
X1 0,00 0,00 0,00
Ekologi X2 X3 1,00 0,75 1,00 0,50 1,00 0,75
X4 0,50 0,50 0,50
RX
UP
2,25 2,00 2,25
1 2 1
59 Analisis aspek sosial meliputi penilaian terhadap penyerapan tenaga kerja per unit penangkapan, penerimaan nelayan per unit penangkapan dan kemungkinan kepemilikan perikanan tangkap oleh nelayan. (Lampiran 12). Nilai peyerapan tenaga kerja purse seine memerlukan sebanyak 17 – 20 orang sedangkan gillnet dan pancing tonda masing-masing dapat menyerap 2 – 6 orang. Nilai kriteria pendapatan nelayan per tahun di peroleh dari upah nelayan per trip dan sistim bagi hasil tahunan antara nelayan per unit perikanan tangkap tanpa memperhitungkan kelebihan yang diperoleh nelayan tertentu, misalnya untuk juru mudi lebih dari ABK lainnya, dan kriteria kemungkinan kepemilikan perikanan tangkap ikan oleh nelayan didapatkan dari pembagian antara pendapatan nelayan per tahun dengan investasi dari setiap perikanan tangkap yang diteliti. Selanjutnya dilakukan standarisasi terhadap aspek sosial secara keseluruhan dengan menggunakan fungsi nilai seperti tertera pada Tabel 11. Tabel 11 Standarisasi aspek sosial menurut alat tangkap Jenis Unit Penangkapan Purse Seine Gillnet Pancing tonda Keterangan: X1 = Jumlah tenaga kerja X2 = Pendapatan nelayan per tahun X3 = Kemungkinan kepemilikan UP = Urutan prioritas
X1 1,00 0,18 0,00
Sosial X2 1,00 0,10 0,00
X3 1,00 0,10 0,00
RX
UP
3,00 0,38 0,00
1 2 3
Analisis aspek ekonomi meliputi penilaian terhadap kriteria efesiensi usaha dan kelayakan finansial. (Lampiran 13). Efesiensi usaha meliputi penerimaan kotor per tahun, penerimaan kotor per trip, penerimaan kotor per tenaga kerja dan penerimaan kotor per tenaga penggerak. Untuk standarisasi aspek ekonomi berdasarkan aspek kriteria efesiensi usaha unit perikanan tangkap, seperti tertera pada Tabel 12.
60
Tabel 12 Standarisasi aspek ekonomi menurut alat tangkap Jenis Unit Penangkapan
X1 1,00 0,10 0,00
Ekonomi X2 X3 1,00 0,00 0,10 1,00 0,00 0,50
Purse Seine Gillnet Pancing tonda Keterangan: X1 = Penerimaan kotor per tahun X2 = Penerimaan kotor per trip X3 = Penerimaan kotor per tenaga kerja X4 = Penerimaan kotor per tenaga penggerak UP = Urutan prioritas
X4 1,00 0,25 0,00
RX
UP
3,00 1,45 0,50
1 2 3
Untuk mendapatkan alat tangkap terpilih atau teknologi tepat guna yang menjadi prioritas untuk dikembangkan, dilakukan penggabungan nilai dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Setelah dilakukan standarisasi dari ketiga aspek maka unit penangkapan yang memiliki nilai tertinggi sebagai unit penangkapan prioritas yang paling layak untuk dikembangkan. Dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13 Standarisasi aspek ekologi, sosial dan ekonomi pada unit penangkapan Jenis Unit Penangkapan Purse Seine Gillnet Pancing tonda
Kriteria Penilaian X1 X2 X3 1,00 1,00 1,00 0,00 0,38 0,13 1,00 0,00 0,00
Keterangan : X1 = Standarisasi aspek ekologi X2 = Stansarisasi aspek sosial X3 = Standarisasi aspek ekonomi UP = Urutan prioritas
RX
UP
3,00 0,51 1,00
1 3 2
5 PEMBAHASAN 5.1 Dinamika Hasil Tangkapan Pemanfaatan sumberdaya perikanan dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, mengikuti permintaan yang cenderung bertambah, baik jumlah maupun jenisnya. Meningkatnya upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan mendorong berkembangnya teknik dan taktik penangkapan (fishing technique and tactics). Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Maluku Tenggara telah berlangsung sejak lama. Kegiatan perikanan purse seine, gillnet dan pancing tonda dalam perkembangannya akan mengandalkan teknologi alat tangkap dan alat bantu dalam upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan. Perkembangan teknologi pemasangan rumpon sebagai alat pengumpul ikan memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada produktivitas perikanan pelagis di perairan Maluku tenggara. Fishing ground, biasanya tidak jauh dari fishing base membutukan waktu 20 – 30 menit. Daerah operasi purse seine, gillnet dan pancing tonda pada daerah penelitian umumnya masih berada sekitar perairan Maluku Tenggara yaitu di perairan Mastur dan perairan Kur. Berdasarkan operasi penangkapan dengan nelayan purse seine, gillnet dan pancing tonda mereka masih memperoleh hasil tangkapan yang tinggi. Penangkapan dengan alat tangkap purse seine, gillnet dan pancing tonda di daerah ini menggunakan alat bantu rumpon, sehingga dalam kegiatan pengoperasian nelayan sudah tahu daerah penangkapan yang jelas. Nelayan purse seine, gillnet, dan pancing tonda di Maluku Tenggara dalam melakukan penangkapan masih didasarkan pada kegiatan penangkapan sebelumnya, jika penangkapan sebelumnya memperoleh hasil tangkapan yang banyak, maka penangkapan berikutnya tidak akan jauh dari daerah penangkapan sebelumnya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jumlah dan keragaman spesies ikan yang tertangkap pada rumpon bambu lebih banyak bila dibandingkan dengan rumpon drum plastik. Kedua jenis rumpon ini menggunakan jenis attraktor yang sama yaitu daun kelapa, akan tetapi jumlah attraktor pada rumpon bambu lebih banyak (15 pelepah daun kelapa) bila dibandingkan dengan attraktor rumpon
62 drum plastik (10 pelepah daun kelapa). Densitas ikan pada rumpon bambu kemungkinan lebih banyak dibandingkan dengan di rumpon drum plastik. Dengan attraktor yang lebih tebal, maka predator akan sulit mendeteksi keberadaan ikan sekitar rumpon dan akibatnya ikan akan lebih nyaman, lebih banyak dan lebih lama berada di sekitar rumpon bambu. Ikan pelagis yang tertangkap pada jenis rumpon bambu dan rumpon drum plastik adalah ikan layang (Decapterus russelli), ikan tongkol (Auxis thazard), dan ikan tenggiri (Scomberomorus commersoni). Ikan-ikan pelagis tersebut tertangkap dengan purse seine, gillnet dan pancing tonda. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Imron (1997), membutikan bahwa komposisi hasil tangkapan dengan menggunakan alat bantu rumpon bambu terdiri dari ikan tembang, daun bambu, tongkol, selar, layang, bawal hitam, layur dan lain sebagainya. Menurut hasil penelitian Prasetyo (1999), komposisi ikan yang tertangkap dengan purse seine yang menggunakan lampu listrik dan rumpon bambu di perairan Utara Jawa antara bulan April – Mei 1999, adalah ikan selar bentong, layang, tongkol, bawal hitam, layur, pepetek dan cumi-cumi. Tangkapan purse seine di rumpon bambu jauh lebih banyak dibandingkan dengan tangkapan purse seine di rumpon drum plastik. Hal ini disebabkan karena frekuensi operasi penangkapan ikan di rumpon bambu lebih banyak dibandingkan dengan di rumpon drum plastik. Produktivitas (kg/setting) juga lebih besar di rumpon bambu dibandingkan di rumpon drum plastik, karena densitas ikan di rumpon bambu diduga lebih banyak dibandingkan dengan di rumpon drum plastik. Salah satu faktor yang mempenggaruhi hasil tangkapan purse seine jauh lebih banyak dibandingkan dengan gillnet dan pancing tonda adalah kontruksi alat tangkap. Purse seine terdiri dari 3 bagian, umumnya mempunyai spesifikasi dan bahan yang digunakan sama hanya ukurannya saja yang berbeda. Ukuran panjang jaring berkisar antara 200 – 600 m, lebar antara 40 – 70 m. Dengan demikian secara teoritis semakin panjang jaring purse seine, maka semakin besar pula garis tengah lingkaran dan menyebabkan semakin besar peluang gerombolan ikan tidak terusik perhatiannya, karena jarak antara gerombolan ikan dengan dinding purse
63 seine semakin besar sehingga ikan tersebut semakin besar peluang untuk tertangkap (Fridman and Caroother, 1986). Pada sisi yang lain, tangkapan gillnet dan pancing tonda di kedua jenis rumpon tidak terlalu jauh berbeda. Hal ini sangat hubungan erat dengan tingkat selektivitas alat tangkap. Gillnet dengan ukuran mesh size 5,5 inch hanya menangkap ikan dengan ukuran tertentu. Hal yang sama juga terjadi pada pancing tonda, yang mana ikan yang tertangkap hanya ukuran tertentu saja sesuai dengan ukuran mata pancing. Berdasarkan komposisi hasil tangkapan, ikan layang paling dominan tertangkap. Hal ini terkait erat dengan informasi yang diperoleh dari nelayan bahwa musim penangkapan ikan layang terjadi sekitar Maret sampai Oktober, dan puncaknya pada bulan September. Hasil tangkapan gillnet lebih bervariasi dibandingkan dengan alat tangkap pancing tonda di mana tangkapan gillnet terdiri dari ikan layang, ikan tongkol dan ikan tenggiri, sedangkan pancing tonda hanya menangkap ikan tongkol. Hal ini mengindikasikan bahwa umpan buatan yang digunakan kemungkinan hanya efektif merangsang ikan tongkol. Kondisi tersebut juga terkait erat dengan pendapat von Brant (1984) yang menyatakan bahwa umpan buatan berwarna putih biru cukup efektif untuk merangsang ikan tongkol. Gunarso (1985), menyatakan bahwa mata pancing yang berkilau, lempengan timah atau bahan sendok yang berkilau dapat dijadikan umpan yang efektif. Hal tersebut dimaksudkan agar ikan dapat dipikat oleh bentuk, gerak, warna dan terutama refleksi cahaya tertentu. Menurut von Brandt (1984), umpan tiruan dapat terbuat dari bulu ayam, bulu domba, kain-kain berwarna menarik, plastik atau dari karet berbentuk miniatur menyerupai aslinya, misalnya berbentuk cumi-cumi ikan sehingga menarik ikan pemangsa untuk menyambarnya. 5.2 Efektivitas Rumpon dan Alat Tangkap Hasil perbandingan efektivitas kedua jenis rumpon, rumpon bambu dan rumpon drum plastik, menunjukan bahwa rumpon bambu jauh lebih efektif dibandingkan dengan rumpon drum plastik, terutama jika dilihat dari kontribusi yang diberikan untuk produksi hasil tangkapan. Mangacu pada bagian analisis,
64 maka nilai efektifitas yang tinggi sangat nyata terlihat pada rumpon bambu yang memiliki nilai efektivitas sebesar 92 %, dimana hasil ini berbeda dengan pengukuran efektifitas terhadap rumpon drum plastik yang memiliki nilai efektivitas sebesar 8 %. Penjelasan ini menunjukan perbandingan efektivitas secara total dari seluruh alat tangkap yang digunakan dalam aktivitas penangkapan. Secara parsial, hasil pada bagian analisis menunjukan bahwa alat tangkap purse seine memiliki nilai efektivitas yang tinggi, dan sangat nyata terlihat pada rumpon bambu yang memiliki nilai efektivitas sebesar 94 % dengan menggunakan alat bantu rumpon bambu, sedangkan nilai efektivitan purse seine dengan menggunakan alat bantu rumpon drum plastik 6 %. Hasil ini menunjukan bahwa alat tangkap purse seine memiliki nilai efektivitas yang tinggi dengan alat bantu rumpon bambu. Berbeda dengan alat tangkap gillnet, nilai efektivitasnya sebesar 74 % dengan menggunakan alat bantu rumpon bambu, sedangkan nilai efektivitas purse seine dengan menggunakan alat bantu rumpon drum plastik sebesar 26 %. Di sisi lain, nilai efektivitas alat tangkap pancing tonda sebesar 78 % dengan menggunakan alat bantu rumpon bambu, sedangkan nilai efektifitas alat tangkap ini dengan menggunakan alat bantu rumpon drum plastik sebesar 22 %. Hasil yang ditunjukan ini merupakan perbandingan yang dilakukan untuk tiap jenis alat tangkap terhadap jenis rumpon yang digunakan. Hasil yang disebutkan terakhir ini, tidak menunjukan bahwa alat tangkap pancing tonda lebih efektif dibandingkan dengan alat tangkap purse seine. Karena jika dibuat perbandingan antara alat tangkap, maka kontribusi hasil tangkapan yang paling tinggi ditunjukan oleh alat tangkap purse seine dengan kontribusi sebesar 91 % dari total hasil tangkapan. Alat tangkap gillnet dan pancing tonda, masing-masing hanya memberikan kontribusi sebesar 8 % dan 1 % terhadap total hasil tangkapan. Bila dibandingkan dengan nilai efektivitas yang ditunjukan oleh alat tangkap purse seine, nilai alat tangkap gillnet dengan menggunakan alat bantu rumpon masih di bawah nilai efektivitas alat tangkap purse seine. Sedangkan nilai
65 efektivitas pancing tonda dengan alat bantu rumpon bambu masih berada di bawah nilai efektivitas alat tangkap purse seine dan alat tangkap gillnet. Dengan demikian, bila dibuat suatu perangkingan terhadap eksistensi ketiga alat tangkap, purse seine berada pada rangking pertama, rangking kedua alat tangkap gillnet dan rangking ketiga alat tangkap pancing tonda. Berdasarkan pembahasan-pembahasan ini, maka dapat diberikan dua pernyataan utama sebangai hasil dari pembahasan bagian ini, antara lain : (1)
Alat bantu rumpon yang paling efektif untuk digunakan dalam mendukung operasionalisasi alat penangkapan ikan, terutama dari aspek produksi hasil tangkapan ialah alat bantu rumpon bambu.
(2)
Alat tangkap yang sangat efektif untuk dikembangkan dalam kaitan dengan pengembangan alat bantu rumpon bambu ialah purse seine.
5.3 Dampak Pengoperasian Rumpon Dalam perkembangannya usaha perikanan tangkap, berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara dapat merasakan perubahan kondisi sosial, yang erat kaitannya dengan peranan kelembangaan formal dan penegakan hukum dalam dunia perikanan.tangkap. Konflik antara nelayan menjadi hal yang sangat menghawatirkan. Pengoperasian alat tangkap purse seine, gillnet dan pancing tonda dengan menggunakan rumpon di perairan Maluku Tenggara dianggap menjadi pemicu rusaknya sumberdaya perikanan dan menurunnya tingkat pendapatan nelayan. Nelayan purse seine gillnet dan pancing tonda menggunakan rumpon sebagai alat bantu dalam pengoperasian alat tangkap. Konflik yang sering terjadi pada usaha perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara adalah konflik pemanfaatan perairan yang sering terjadi oleh para nelayan. Konflik ini terjadi dimulai pada tahun 2006 dimana kapal-kapal purse seine dari luar wilayah lain dapat mengoperasikan alat tangkapnya pada daerah dimana para nelayan gillnet menempatkan
rumpon-rumponnya.
Menurut
para
nelayan
gillnet
selain
menghabiskan ikan-ikan tangkapan nelayan gillnet mereka sering juga merusak rumpon-rumpon milik nelaya gillnet, bahkan pada saat ikan tidak ada mereka mengejar ikan yang ada pada rumpon milik nelayan gillnet. Selain itu menurut
66 nelayan gillnet pegoperasian purse seine dapat merusak dasar perairan dan menggangu pengoperasian alat tangkap gillnet. Hasil tangkapan nelayan yang menggunakan rumpon sebagai tempat mengoperasikan alat tangkap umumnya lebih banyak bila dibandingkan dengan nelayan tidak menggunakan rumpon. Kondisi ini sering kali menimbulkan kecemburuan sosial terhadap nelayan yang tidak menggunakan rumpon, terutama ketika hasil tangkapan mereka sedikit. Kecemburuan sosial antara nelayan pemakai rumpon dan dalam pemakai rumpon dapat menjurus terhadap konflik antar desa nelayan bahkan antar tetangga pada desa yang sama. Dalam aspek ekologi, dari data komposisi hasil tangkapan dari alat tangkap purse seine, gillnet dan pancing tonda menunjukan bahwa lebih dari 93 % hasil tangkapan tertangkap pada rumpon bambu didominasi oleh ikan layang, tongkol dan tenggiri. Ikan-ikan ukuran kecil turut tertangkap sehingga menggakibatkan terjadinya dapak negatif terhadap operasi penangkapan. Sebagai sasaran atas kejadian tersebut maka alat tangkap dan metode operasi penangkapan ikan yang selektif dan ramah lingkungan harus dikembangkan. Modifikasi alat tangkap harus dihubungkan dengan teori selektifitas alat dengan melihat kemampuan alat tangkap untuk menangkap ikan terhadap spesies dan ukuran tertentu. Disamping itu, dalam modifikasi alat tangkap sangat penting mengetahui tingkah laku ikan karena dengan mengetahui tingkah laku ikan dapat membantu pembuatan alat tangkap yang efektif (Hamley 1975 yang diacu dalam Manoppo 1999). 5.4 Perbadingan Produktivitas Alat Tangkap Produktivitas alat tangkap purse seine dalam penelitian ini sebesar 12.230 kg/bulan atau setara dengan 146.760 kg/tahun sedangkan dalam penelitian Djabaludin (2006), di perairan Tidore lebih kecil yaitu 11.103,36 kg per tahun. Padahal ukuran mini purse seine di Tidore lebih panjang 200-600 m dan cara pengoperasian menggunakan mesin out board sebanyak 4 buah sedangkan ukuran purse seine yang digunakan nelayan Maluku Tenggara berkisar antara 200-400 m hanya menggunakan mesin out board sebanyak 2. Hal ini mungkin disebabkan karena stok ikan yang menjadi tujuan penangkapan purse seine di perairan Maluku Tenggara masih cukup banyak dibandingkan dengan di perairan Tidore.
67 Informasi ini penting untuk tujuan pengelolaan perikanan untuk itu penelitian sejenis perlu dilakukan di perairan Maluku Tenggara agar dapat menjawab kebutuhan nelayan yang mengunakan alat tangkap purse seine. Ukuran ikan yang tertangkap dengan gillnet dalam penelitian di perairan Maluku Tenggara didominasi oleh ukuran besar (Gambar 24). Hal ini kemungkinan terkait dengan mesh size yang digunakan yaitu (5,5 inch). Berbeda dengan penelitian Burhanudin (2004), pengoperasian gillnet di perairan Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan mesh size 2,5”, 3,0”, dan 3,5”, hasil tangkapan yang paling dominan tertangkap adalah ukuran kecil sehingga produktivitas rata-rata berkisar antara 62% lebih tinggi dibandingakan dengan produksivitas di perairan maluku Tenggara. Ukuran mata pancing yang digunakan pada pancing tonda di perairan Maluku Tenggara nomor 4, 5 dan 6. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa mata pancing nomor 6 memberikan hasil tangkapan lebih banyak 62 % dibandingkan dengan mata pancing nomor 4 dan 5 dengan persentase masingmasing sebanyak 15 % dan 23 %. Berbeda dengan penelitian Umar Alatas (2004), pengoperasian pancing tonda di perairan Pantai Barat Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah pada bulan April sampai September. Secara umum ukuran mata pancing nomor 5 memberikan hasil tangkapan lebih tinggi dibandingkan mata pancing nomor 4 dan nomor 6. Ukuran mata pancing nomor 5 dapat dikatakan lebih efektif untuk pancing tonda yang dioperasikan di perairan Pantai Barat Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah ukuran ini lebih sesuai untuk gerombolan ikan.
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Komposisi hasil tangkapan total dari semua alat tangkap pada kedua rumpon terdiri atas ikan layang (Decapterus russelli) sebanyak 57.087 ekor (80,57 %), tongkol (Auxis tharzard) 13.190 ekor (18.62 %) dan tenggiri (Scomberomorus commersoni 573 ekor (0.81 %). Berdasarkan ukuran maka sebanyak 54,9% ikan layang tertangkap berukuran besar, sebanyak 80,12 % dari ikan tongkol yang tertangkap adalah ukuran besar dan semua (100 %) ikan tenggiri yang tertangkap adalah berukuran kecil. 2. Jenis rumpon bambu lebih efektif dibandingkan dengan jenis rumpon drum plastik, ditinjau dari jumlah hasil tangkapan, jika dilihat dari efiktivitas alat tangkap maka purse seine lebih efektif dibandingkan dengan gillnet dan pancing tonda. 3. Purse seine lebih layak dikembangkan
dibandingkan dengan gillnet dan
pancing tonda. 6. 2 Saran Dalam rangka peningkatan efektivitas rumpon di perairan Maluku Tenggara maka perlu ada penelitian lanjutan terhadap penggunaan attraktor pada rumpon dan penggunaan ukuran mata pancing pada alat tangkap pancing tonda. Disamping itu, perlu adanya penataan penempatan rumpon dalam pengaturan wilayah penangkapan purse seine agar menghindari kemungkinan terjadinya konflik antar nelayan.
DAFTAR PUSTAKA Alatas, U. 2004. Analisis Hasil Tangkapan dan Respons Penglihatan Ikan Tongkol (Eutthynnus affinis) Pada Pancing Tonda Menggunakan Umpan. Tesis (tidak dipublikasikan). Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 59 hal. Asikin T. 1985. Petunjuk Teknis Usaha Perikanan Payaos. INFIS Manual Series No. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta. Hal. 16-18. Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. 90 hal. Badan Litbang Perikanan. 1992. Pedoman Teknis Peningkatan Produksi dan Efisiensi Penangkapan Ikan Pelagis Melalui Penerapan Teknologi Rumpon. Jakarta. 87 hal. Balai Penelitian Perikanan Laut., 1992 Ikan-ikan Laut Ekonomis Penting Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. 170 hal. Baskoro M. Telussa RF dan Purwangka F. 2006. Efektivitas Bagan Motor Di Perairan Waai, Pulau Ambon: Prosiding Seminar Perikanan Tangka. ISBN: 976-122500-1. Depertemen pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 115-121 hal. Brandt, V.A. 1984. Fish Catching Methods of The World. TAO Fishing News Books, Ltd. Farnham-surrey-England. P.301-318. Boy R L and Smith B R. 1984. An Improved FAD Mooring Line Design for General use in Pasific Island Countries, SPC/Fishenes 15AVP.2. 77 p. Burhanudin K. 2004. Keanekaragaman Jenis Ikan Pelagik yang tertangkap dengan Gillnet di Perairan Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur. Tesis (tidak dipublikasikan). Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 64 hal. De San M. 1982. Fish Aggregating Devices or Payaos. Fl/DF/DAS/73/025 Working Paper. FAG, Rome. 24 p. Direktorat Jendral Perikanan. 1979. Buku Pedoman Pengenalan Sumberdaya Perikanan Laut Bagian I. Jenis-jenis ikan Pelagis Penting. Direktorat Jenderal Perikanan, Deptan. Jakarta. 167 hal. Direktorat Jendral Perikanan. 1997. Statistik Perikanan Indonesi,1995. Departemen Pertanian. Jakarta. 142 hal. Djatikusumo E W. 1977. Biologis Ikan Ekonomis Penting. Akademi Usaha Perikanan. Jakarta. 30-32 hal.
70
Djabaludin, N. 2006. Analisis Pengembangan Perikanan Soma Pajeko (Mini Purse Seine) di Perairan Tidore. Tesis (tidak dipublikasikan). Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 78 hal. Dwianto B M. 1991. Perbandingan Efisiensi Teknis dan Usaha Antara Jaring Cantrang dan Jaring Dogol di Tegal, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 50 hal. FAO. 2002. Food kerns Reported for A tufa mate, Selaroides leptolepis, Selar crumenopthalmus, Decapterus russelli, Decapterus macrosoma, Rastrelliger kanaguria, Sardinella lemuru. Sardinella fimbriata and Auxis f/igzar£/.http://filaman.../FoodltemsListcnn?vstockcode=Do\viiload 11/6/03. Fridman, A.L. 1986. Calculation for Fishing Gear Design. Fishing News (Books), Ltd. London. Farnham, Surrey, England. 207 p. Fridman AL. 1988. Perhitungan Dalam Merancang Alat Penangkapan Ikan. Balai Penelitian Perikanan Laut, Penerjemah; Semarang. Terjemahan dari: Calculation in Design Fishing Gears. 304 hal. Gibson, Ivancevich, dan Donnely. 1990. Organisasi dan Manajemen. (Diterjemakan oleh Djoeban Wahid). Penerbit Erlangga. Jakarta. 328 hal. Gooding R M and Magnuson J J. 1967. Ecological Significance of A Drifting Object to Pelagic Fishes. Pasific Science. 21: 486-497. Golani D. 1988. Impact of red sea fish migrants through the Suez canal on the aquatic environment of the Eastern Mediterranean. Yerusalem. Yale F&Es Bulletin. 375-387 pp. Gunarso W. 1985. Tingka Laku Ikan. Diktat Kuliah. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 149 hal (Tidak dipublikasikan). Haluan, J dan Nurani, T.W. 1988. Penerapan Metoda Skoring Dalam Penelitian Teknologi Penangkapan Ikan yang Sesuai Untuk Dikembangkan di Suatu Wilayah Perairan. Bulletin PSP. Vol II No. 1. Fakultas Perikanan. IPB. Hal 316 Haluan, J. Dan T. J. Nurani. 1993. Penerapan Metode Skoring dalam Pemilihan Teknologi Penangkapan Ikan yang Sesuai untuk dikembangkan di Suatu Wilayah Perairan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor 118 hal. Imawati N. 2003. Studi Tentang Kepadatan Ikan Pelagis Di Sekitar Rumpon Di Perairan Pasauran, Banten. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 57 hal. Imron M. 1997. Pengaruh Pemakaian Lampu dan Rumpon terhadap hasil Tangkapan Jaring Insang Lingkar yang dioperasikan di Perairan Pelabuhanratu. Thesis (Tidak Dipublikasikan). Program Studi Teknologi Kelautan. Program Pascaserjana. Institut Pertanian Bogor. 87 hal.
71
Keng H. 1978. Orders and Families of Malayan Seed Plants. Synopsis of Orders and Families of Malayan Gymnosperm. Dicotyledons and Monocotyledons. Singapore University Press. 450 p. Laevastu T and Hayes ML. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News (Books) Ltd- London. 243p. Longhurst, A. R. and D. Pauly, 1987. Pelagic fish of tropical oceans. In ecology of Trropical Oceans. Aced. Press Inc. San Diego, California, U.S. P.184-219 Mathews C P, Monintja D R, and Naamin N. 1996. Studies of Indonesian Tuna Fisheries: Part 2. Change in Yellovfin abundance in the Gulf of Tomini and North Sulawesi. In: Shomura, R.S., J. Majkowski and R.F. Herman (Eds.).scientific Papers from the Second FAO Expert Consultation on Interactions of Pasific Tuna Fisheries, 23-31 January 1995, Shimizu, Japan. P.298-305. Manoppo L. 1999. Selektifitas jaring insang hanyut terhadap ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan lepas pantai selat Jawa Barat (tesis). Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 119 hal. Monintja D.R. 1990. Study on The Development Prospect of Fish Aggregating Device for Tuna in Pelabuhanratu. Presiding Seminar Hasil Penelitian Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 137p. Monintja D. R. 1993. Study on the Development of Rumpon as Fish Aggregating Devices (FADs). Mantek, Bulletin ITK, FP1K-IPB. 3(2) : 137 p.Newell, G. E. dan R. C. Newell. 1977. Marine Plankton. Hutchinson Educational, London. 244 p. Monintja D. R., M.F.A. Sondita, J. Widodo, R. Yusfiandayani, W. Mawardi, E.S. Girsang. 2002. Pengkajian Terhadap Pemanfaatan Rumpon untuk Penangkapan Ikan Pelagis: Antisipasi Terhadap Implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries. Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. 158 hal. Monintja dan Zulkarnain. 1995. Analisis Dampak Pengoperasian Rumpon Tipe Philiphinc di Perairan Teritonal Selatan Jawa dan utara Sulawesi. Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan, Institut Prtanian Bogor, Bogor. Hal 12-16. Monintja, D.R. 1987. Beberapa teknologi pilihan untuk pemanfaatan sumberdaya hayati laut di Indonesia. Buletin jurusan pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Volume 1 No. 1 Fakultas Perikanan IPB. Hal 14-25. Murniati, A.S., 2004 100 Ikan Laut Ekonomis penting di Indonesia, : Jakarta. Pusdiklat Perikanan Depertemen Kelautan dan Perikanan. 186 hal. Mukmimin, A., T. 2006. Laporan Monitoring. Kajian Pola Pemanfaatan Perikanan di Karimunjawa (2003-2004). Wildlife Conservation Society – Marine Program Indonesia, Bogor. Hal 35pp
72
Nahumury, J.R. 2001. Analisis Pengaruh Waktu Pemancingan dan periode Bulan Terhadap Jenis dan Komposisi Hasil tangkapan Handline di sekitar Rumpon Teluk Tornini. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 72 hal. Nontji A. 1993. Laut Nusantar. Penerbit Djambatan. Jakarta. 367 hal. Nurhakim S, Boely T and Potier M. 1988. Study on The Big Purse Seiner Fishery in The Java sea III. The Fishing Method. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 39 Tahun 1987. 48 hal. Nybakken W. 1982. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh H. M. Eidman, Koesbiono, M.Sc., Dietriech G. B., Malikusworo Hutomo dan Sukristijono Sukardjo, 1992, Marine Biology an Ecological Approach, First Edition. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal. 36-56. Okiyama M. 1993. Summary for Scomberomorus commerson Larvae Narrowbareeed Spanishmackerel.http://filaman.uni-iel/LarvalBase/Summry/Larva Summary.cfm?ID=121&genusname=Scomberomorus&speciesname=commerson. (Januari 2006) Pakpahan R. 1999. Studi Tentang Beberapa Aspek Meteorologi Lingkungan dan Hubungannya dengan Musim Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Selat Sunda. Skripsi {Tidak Dipublikasikan) Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 53 hal Pauly and. P. Martosubroto 1996. Basaline Studies of Biodiversity. The Fish Resources of watern Indonesia Edited By 23-390 p. Poeng H. 1987. Suatu Tinjauan Tentang Payaos dalam Penangkapan Cakalang. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 80 hal (Tidak dipublikasikan). Preston G. 1982. The Fijian Experimence in the Utilization of Fish Aggregating Devices. South Pacific Comission. Fourteenth Regional Technical Meeting on Fisheries, Noumea, New Caledonia, 2-6 August 1982, SPC/Fishenes I4/WP.25, 2 August 1982. 61p. Prasetyo, D.T. 1999. Studi Pendahuluan Tentang Penggunaan Echosounder dan Sonar dalam Operasi Penangkapan Ikan pelagis Kecil pada Kapal Purse Seine di Parairan Utara Jawa. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultan Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 67 hal. Purbayanto, A. 1991. Jenis Teknologi Penangkapan Ikan yang sesuai untuk dikembangkan di Pantai Timur Kabupaten Donggala, Sulawesi tengah. Bulletin PSP. Vol III No. 1. Fakultas Perikanan. IPB. 15 hal. Rencana Tata Ruang Laut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku 2006. 67 hal.
73
Saanin H. 1984. taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan 2. Bina Cipta, Bogor. 508 hal. Samples K C and Sproul J T. 1985. Fish Aggregating Devices (FADs) and Open Access Commercial Fisheries: A Theoretical Inquiry. Bull. Mar. Sci. 37:305317. Soemarto. 1962. The Rumpon Fishing Method. Fisheries Department Faculty of Agriculture The University of Tokyo. Soedharma D. 1994. Studi Struktur Komunitas Ikan pada Kombinasi Rumpon Permukaan dan Rumpon Dasar di Teluk Lampung, Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan, Instirut Pertanian Bogor. Bogor. Hal. 9-26. Sondita M F A. 1986. Studi Tentang Peranan Pemikatan Ikan dalam Operasi Purse Seine Miiik PT. Tirta Raya Mina (Persero). Pekalongan. Skripsi (tidak dipublikasikan) Fakultas Perikanan. Insritut Pertanian Bogor. Bogor. 78 hal. Subani W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid 1. Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Hal : 85-104. Subani W. 1986. Telaah Penggunaan Rumpon dan Payaos dalam Perikanan Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. BPPL. Jakarta, 35 : 35-45. Subani W. dan Barus H R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Ikan Laut. Edisi khusus No. 50 Tahun 19881989. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. 212 hal. Surat Keputusan Menteri Pertanian. 1997. No. 5I/Kpts/IK.250/l/97 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon, Jakarta. 13 hal. Tim Pengkajian Rumpon Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 1987. Laporan Akhir Survai Lokasi dan Desain Rumpon di Perairan Ternate, Tidore, Bacan dan sekitarnya. Laporan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Penanian Bogor, Bogor. Hal. V. 54-58 (Tidak dipublikasikan). Weyl T. 1970. Oceanography, An Introduction to The Marine Environtment. John Wiley & sons Inc. New York. 255 p. Wisudo, S. H., T. W. Nurani, Zulkarnain. 1994. Teknologi Penangkapan Ikan Pilihan yang Layak Dikembangkan di Labuhan Jawa Barat. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor 87 hal. Wudianto dan Linting M L. 1988. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No.34. BPPL, Jakarta. Hal. 25-30. Zulkarnain. 2002. Studi Tentang Penggunaan Rumpon Pada Bagan Apung, Di Teluk Pelabuhan Ratu Jawa Barat. Thesis (Tidak dipublikasikan). Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 121 hal.
Lampiran 1 Metode operasi penangkapan purse seine.
Gambar 1 Penurunan atau Setting purse seine.
Gambar 2 Penarikan atau Hauling purse seine.
Gambar 3 Penanganan hasil tangkapan purse seine.
75
Lampiran 2 Komposisi jenis tangkapan menurut alat tangkap. Jenis Ikan
Purse Seine ekor % 52.957 92,77 11.144 84,49
Layang (Decapterus sp.) Tongkol (Auxis thazard) Tenggiri (S.commersoni)
Jenis Alat Tangkap Gill Net Pancing Tonda ekor % ekor % 4.130 7,23 1.040 7,88 1006 7,63 573 100
Total ekor 57.087 13.190 573
% 100 100 100
Lampiran 3 Komposisi jenis tangkapan menurut rumpon. Jenis Rumpon
Jenis Hasil Tangkapan
Layang (Decapterus sp.) Tongkol (Auxis thazard) Tenggiri (Scomberomorus Commensoni) Jumlah
Bambu 53.872 1.1001 573 65.446
Drum Plastik 3.215 2.189 5.404
Jumlah Ekor 57.087 13.190 573 70.850
Lampiran 4 Komposisi jenis tangkapan menurut kombinasi alat tangkap dan rumpon Jenis Rumpon dan Hasil Tangkapan Jenis Alat Tangkap
Rumpon Bambu Layang
Tongkol
Purse Seine
51.126
Gillnet
2.746
Pancing Tonda Total
Total Ekor
Rumpon Drum Plastik
Tenggiri
Total
Layang
Tongkol
Tenggiri
Total
9.297
-
60.423
1.873
1.847
-
3.720
12.4566
916
573
4235
1.342
124
-
1.466
9.936
-
788
-
788
-
218
-
218
1.794
53.872
11.001
573
65.446
3.215
2.189
-
5.404
13.6296
Lampiran 5 Kompisisi ukuran menurut jenis dan persentase ikan. Jenis Ikan Layang (Decapterus sp.) Tongkol (Auxis thazard) Tenggiri (S.commersoni)
Total Ikan Tertangkap Menurut Ukuran Besar Kecil Total ekor % ekor % ekor % 31.343 54,9 25.744 45,1 57.087 100 2.622 19,88 10.568 80,12 13.190 100 573 100 573 100
Lampiran 6 Komposisi ukuran ikan menurut jenis ikan dan rumpon Jenis Ikan
Layang (Decapterus sp.) Tongkol (Auxis thazard) Tenggiri (S. commersoni) Total
Total Ikan Tertangkap Pada Rumpon Menurut Ukuran Rumpon Bambu Rumpon Drum Plastik Besar Kecil Besar Kecil ekor % ekor % ekor % ekor % 30.572 53,55 23.300 40,82 1.873 3,28 1.342 2,35 5.854 44,38 5.147 39,02 1.275 9,67 914 6,93 573 100 36426 5.141 29.020 40.96 3.148 4.45 2.256 3.18
Total Ekor ekor 57.087 13.190 573 70.850
% 100 100 100 100
76
Lampiran 7 Komposisi ukuran ikan menurut jenis ikan dan alat tangkap. Jenis Alat Tangkap dan Komposisi Ukuran Purse Seine
Jenis Ikan
Besar
Gillnet Kecil
ekor
%
Besar
ekor
%
Kecil
ekor
%
ekor
Layang (Decapterus sp.)
27.213
47,67
25.744
45,10
4.130
7,23
Tongkol (Auxis thazard)
576
4.,37
10568
80,12
1.040
7,88
27.789
39.22
36.312
51.25
5170
7.30
Tenggiri (S.commersoni) Total Ekor
Pancing Tonda Besar %
ekor
573
100
573
0.81
Total Ekor
Kecil %
ekor
%
Jmlh
%
57.087
100
1006
7.63
13.190
100
573
100
1.006
1.42
70.850
100
Lampiran 8 Komposisi berat ikan menurut jenis ikan Jenis Ikan
Besar kg 7.076 1.075
Layang (Decapterus sp.) Tongkol (Auxis thazard) Tenggiri (S. commersoni)
Total Berat Ikan menurut ukuran Kecil Total % kg % kg 62,26 4.290 37,74 11.366 45,07 1.310 54,93 2.385 287 100 287
% 100 100 100
Lampiran 9 Komposisi berat ikan menurut ukuran ikan dan jenis rumpon Berat Ikan Tertangkap Pada Rumpon Menurut Ukuran Rumpon Bambu Rumpon Drum Plastik Besar Kecil Besar Kecil kg % kg % kg % kg % 4,520 39,77 3,105 27,32 2,556 22,49 1.185 10,43 751 31,49 901 37,78 324 13,58 409 17,15 0 0.00 287 100 0 0 0.00
Jenis Ikan
Layang (Decapterus sp.) Tongkol (Auxis thazard) Tenggiri (S. commersoni)
Total kg 11.366 2.385 287
Lampiran 10 Komposisi berat ikan menurut ukuran ikan dan jenis alat tangkap Komposisi Ukuran Berat Ikan Menurut Alat Tangkap Jenis Ikan
Purse Seine Besar
Gillnet Kecil
kg
%
kg
%
Layang (Decapterus sp.)
6.470
56,92
4.290
Tongkol (Auxis thazard)
160
6,71
1310
-
-
-
Tenggiri (S. commersoni)
Pancing Tonda
Besar
Kecil kg
Besar %
kg
kg
%
%
kg
%
kg
37,75
606
5,33
-
-
-
54,93
207
8,68
-
-
708
-
-
-
11.366
29,69
-
-
2.385
-
-
-
287
100
-
-
100
-
-
287
100
Lampiran 11 Penilaian aspek ekologi menurut alat tangkap. Jenis unit penangkapan
Arus
Ekologi Plankton Salinitas
Total
Kecil
Suhu
Purse Seine
1
5
4
3
Gill net
1
5
3
3
Pancing tonda
1
5
4
3
% 100
77
Keterangan : F (X1) =(X1-X min ) / (X max – X min) X min = X yang terendah X maks = X yang tertinggi Lampiran 12 Penilaian aspek sosial menurut alat tangkap Sosial Jenis unit penangkapan X1 Purse Seine Gill net Pancing tonda
UP
20 6 3
X2
1 2 3
UP
40,000,000 13,000,000 10,000,000
X3
1 2 3
UP
24,000,000 7,800,000 6,000,000
1 2 3
Keterangan: X1 = Jumlah tenaga kerja X2 = Pendapatan nelayan pertahun X3 = Kemungkinan kepemilikan UP = Urutan prioritas Lampiran 13 Penilaian aspek ekonomi menurut alat tangkap Jenis unit penangkapan Purse Seine Gill net Pancing tonda
Ekonomi X1 40,000,000 13,000,000 10,000,000
X2
UP
UP
500,000 275,000 250,000
1 2 3
1 2 3
X3 150,000 250,000 200,000
X4
UP 3 1 2
UP
80,000 50,000 40,000
Keterangan: X1 = Penerimaan kotor pertahun X2 = Penerimaan kotor pertrip X3 = Penerimaan kotor pertenaga kerja X4 = Penerimaan kotor pertenaga penggerak UP = Urutan prioritas Lampiran 14 Penilain aspek ekologi, ekonomi dan sosial menurut unit alat tangkap Jenis Unit Penangkapan Purse Seine Gill net Pancing tonda Keterangan : X1= Ekologi X2= Sosial X3= Ekonomi UP = Urutan prioritas
X1 2,25 2,00 2,25
Kriteria Penilaian UP X2 UP 1 1 3,00 2 2 0,38 1 3 0,00
X3 3,00 1,45 0,50
UP 1 2 3
1 2 3
78
Lampiran 15 Hasil pengukuran ikan sampel Selang kelas 9-11 12-14 15-17 18-20 21-24 Total
Ikan Layang Kecil Selang (ekor) kelas 4.138 26-29 5.257 30-32 5.689 33-35 6.284 36-38 4.376 39-40 25.744
Besar (ekor) 5.316 7.269 6.268 6.272 6.218 31.343
Selang kelas 26-29 30-32 33-35 36-38 39-40
Ikan Tongkol Kecil Selang (ekor) kelas 457 41-43 518 44-46 378 48-50 485 51-52 784 53-55 2.622
Besar (ekor) 2.146 2.237 1.168 3.214 1.803 10.568
Ikan Tenggiri Selang Kecil kelas (ekor) 56-60 107 60-65 123 66-70 104 71-75 117 76-81 123 573