Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa Volume, Nomor 3, September 2014 Dicetak@Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman, FPBS UPI
Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa Adipura Eka Perdana, Amir, Hafdarani
Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK
Pembelajar tingkat pemula terkadang mengalami kesulitan untuk belajar keterampilan berbicara bahasa Jerman. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) keterampilan berbicara bahasa Jerman siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together, (2) keterampilan berbicara bahasa Jerman siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol sesudah penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together, dan (3) efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dalam meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jerman. Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen semu dengan desain penelitian Nonequivalent Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MAN 1 Bandung tahun pelajaran 2014/2015, sedangkan sampelnya adalah siswa kelas XI AGAMA B sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas XI AGAMA A sebagai kelas kontrol. Instrumen utama penelitian ini adalah tes dan instrumen pelengkapnya adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Uji signifikansi dengan menggunakan uji t independen digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata nilai tes awal dan tes akhir antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki keterampilan yang sama dalam berbicara bahasa Jerman sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together, (2) kelas eksperimen memiliki keterampilan berbicara yang lebih baik daripada kelas kontrol setelah penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together, dan (3) setelah uji t independen terhadap data hasil tes akhir kedua kelas diperoleh t Hitung >t Tabel (8,4 > 1,997) dengan taraf signifikansi (α) 0,05. Ini berarti bahwa hipotesis penelitian yang berbunyi: terdapat perbedaan yang signifikan antara keterampilan berbicara bahasa Jerman siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together terbukti. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together efektif dalam meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jerman siswa. Oleh karena itu, disarankan kepada guru agar menerapkan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jerman siswa.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif, Numbered Heads Together, Keterampilan Berbicara.
ADIPURA EKA PERDANA Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkat Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa
Die Effektivität des kooperativen Lernmodells Numbered
Heads Together zur Verbesserung der deutschen Sprechfähigkeit der Schüler. Adipura Eka Perdana, Amir, Hafdarani
Deutschabteilung der Fakultät für Sprachen und Kunst der IndonesischenPädagogischen Universität ABSTRAKT Die Anfänger haben im Deutschunterricht manchmal Schwierigkeiten, die Sprechfertigkeit zu beherrschen. Um dieses Problem zu lösen, wird ein Lernmodell, das den Lernzielen passt, gebraucht. Numbered Heads Togetherist eins der kooperativen Lernmodelle, das man dazu einsetzen kann. Die Ziele der Untersuchung sind, um folgendes herauszufinden: (1) die Sprechfertigkeit der Schüler in der Experimentsklasse und in der Kontrollklasse vor dem Einsetzen des kooperativen Lernmodells Numbered Heads Together, (2) die Sprechfertigkeit der Schüler in der Experimentsklasse und in der Kontrollklasse nach dem Einsetzen des kooperativen Lernmodells Numbered Heads Together, und (3) die Effektivität des kooperativen LernmodellsNumbered Heads Together zur Verbesserung der Sprechfertigkeit der Schüler im Deutschunterricht. In dieser Untersuchung wurde die Quasi-Experimentsmethode mit dem Nonequivalent Control Group Design verwendet. Die Population der Untersuchung waren alle Schüller der 11. Klasse an der MAN 1 Bandung vom Jahrgang 2014/2015, und die Probanden waren die Schüler der XI Religionwissenschaftsklasse B als die Experimentsklasse und XI Religionwissenschaftsklasse A als die Kontrollklasse. Der Test war das Hauptinstrument dieser Untersuchung und die Lehrskizze gilt als zusätliches Instrument. Der t-independentTest wurde benuzt, um den Unterschied der durchschnittlichen Note vom Vortest undder durchschnittlichen Note vom Nachtest zwischen der Experimentsklasse und der Kontrollklasse herauszufinden. Die Ergebnisse der Datenanalyse sind folgendes: (1) die Experimentsklasse und die Kontrollklasse haben vor dem Einsetzen des kooperativen LernmodellsNumbered Heads Togetherdie gleiche Leistung beim Sprechen, (2) die Experimentsklasse hat nach dem Einsetzen des kooperativen Lernmodells Numbered Heads Together bessere Leistung beim Sprechen als die Kontrollklasse, und (3) nach dem t-independent-Test der Nachtest-Ergebnisse von den beiden Klassen wurde herausgefunden, dass t Test >t Tabelle (8,4 > 1.997) mit dem (α) 0.05-signifikanten Wert ist. Das heiβt, dass die Hypothese dieser Untersuchung, die lautet:”es gibt signifikante Unterschiede zwischen der Experimentsklasse und der Kontrollklasse nach demEinsetzen des kooperativen Lernmodells”, bestätigt ist. Aus den Ergebnissen lässt sich zusammenfassen, dass das kooperative Lernmodell Numbered Heads Together effektif ist, um die Sprechfertigkeit der Schüler zu verbessern. Deshalb würde der Verfasser vorschlagen, dass die Lehrende das kooperative Lernmodell Numbered Heads Together als eine der Alternativen zur Verbesserung der deutschen Sprechfertigkeit der Schüler verwenden sollten. Schlüsselwort: das kooperative Lernmodell, Numbered Heads Together, Sprechfertigkeit.
Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa Volume, Nomor 3, September 2014 Dicetak@Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman, FPBS UPI
Bahasa Jerman merupakan bahasa yang paling penting dalam komunikasi internasional. Bahasa Jerman menempati kedudukan kuat dalam pengetahuan dan sastra. Jerman sebagai bahasa pengetahuan dan teknologi memainkan peran penting dalam penelitian dan pendidikan (http://www.daadjkt.org/index.php?belaja r-bahasa-jerman). Dalam berkomunikasi terkadang terjadi kesalahan dalam penyampaian pesan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kesalahan dalam penyampaian pesan adalah kurangnya keterampilan berbicara yang dimiliki seseorang. Keterampilan berbicara bahasa Jerman termasuk keterampilan berbahasa yang sulit dipelajari oleh pembelajar tingkat pemula, walaupun kata dalam bahasa Jerman dapat dibaca dengan baik, namun ketika siswa berbicara bahasa Jerman, seringkali terjadi kesalahan dalam pelafalan dan intonasi, misalnya dalam berbicara dengan tema Zahlung seringkali siswa mengucapkan zwei(/t͡svaɪ̯/) dan drei (/dʁaɪ̯/) dengan intonasi dan pelafalan yang kurang tepat. Berdasarkan pra-observasi penulis tentang keterampilan berbicara dalam bahasa Jerman terhadap siswa di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Bandung, diketahui bahwa siswa menghadapi kesulitan dalam berbicara bahasa Jerman. Guru bahasa Jerman di sekolah tersebut juga mengatakan bahwa siswa kurang aktif berbicara bahasa Jerman. Siswa belajar bahasa Jerman hanya dua jam pelajaran dalam satu minggu. Keterbatasan waktu tersebut membuat siswa kesulitan dalam belajar berbicara bahasa Jerman. Hal ini dapat diatasi di antaranya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif untukmelatih keterampilan berbicara bahasa Jerman siswa. Model pembelajaran ini menuntutsiswa untuk belajar secara
berkelompok dengan temannya sehingga siswa dapat aktif dan semangat dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan adalahNumbered Heads Together. Model pembelajaran ini menuntut siswa belajar dengan temannya untuk memikirkan jawaban yang tepat dari soal yang diberikan oleh guru. Salah satu siswa dalam kelompok bertugas untuk menyampaikan jawaban kelompok dan bertanggungjawab atas jawaban yang diucapkannya. Siswa yang akan mengucapkan jawaban kelompok akan dipilih secara acak dengan menggunakan nomor yang sudah diberikan pada masing-masing siswa di awal pembentukan kelompok. Oleh karena itu, masing-masing siswa harus mengetahui dan mengerti jawaban yang akan diucapkan agar dalam menyampaikan jawaban kelompok dapat diucapkan dengan baik oleh semua siswa apabila ditunjuk untuk menyampaikan jawaban kelompok. Sumitra (2011) mengemukakan bahwa metode Numbered Heads Together cocok dalam pembelajaran kosakata dan langkah-langkah pembelajaran latihan kosakata dengan menggunakan metode Numbered Heads Togetherdisesuaikan dengan keterampilan berbahasa yang ada pada latihan tersebut. Dalam hasil penelitian Dingding Haerudin (2013) dijelaskan bahwa model pembelajaran Diskusi Kelompok Bernomor (Numbered Heads Together) mampu meningkatkan kemampuan hasil belajar membaca pemahaman artikel. Model pembelajaran Diskusi Kelompok Bernomor mampu melibatkan seluruh anggota kelompok, sehingga hal tersebut merupakan salah satu keunggulan di samping masih ditemukan beberapa kelemahan yang perlu penyempurnaan Berdasarkan pemaparan diatas,diketahui bahwa model pembelajaran kooperatif
ADIPURA EKA PERDANA Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkat Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa
Numbered Heads Together dapat diterapkan dalam pembelajaran kosakata dan membaca pemahaman artikel, tetapi untuk keterampilan berbicara bahasa Jerman belum terdapat penelitian tentang penerapan model tersebut. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatifNumbered Heads Together dalam meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jerman siswa. Sebagai landasan teori, penulis mengambil beberapa teori yang bersangkutan dengan kedua variabel tersebut. Sutirman (2013:22) menyebutkan model pembelajaran sebagai rangkaian dari pendekatan, strategi, metode, teknik dan taktik pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Maksud kutipan di atas adalah model pembelajaran merupakan pedoman dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode, teknik dan taktik. Pawlowski (2011:119) menjelaskan istilah model pembelajaran dalam arti yang lebih sempit, yaitu “Das Learning Model (Lernmodell) beschreibt, wie Lernende konsensbasiert lernen. Das Lernmodell besteht aus der Beschreibung von Interaktionen in bestimmten Lernsituationen.” Dari pendapat Pawlowski di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran mengharapkan agar pembelajaran berlangsung secara demokratis dan terdiri dari beberapa interaksi dalam situasi belajar tertentu. Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan pedoman dari pendekatan, strategi, metode, dan teknik yang dirancang oleh guru agar pembelajaran berlangsung secara demokratis dan menggambarkan interaksi
antara siswa dan guru sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Pembelajaran kooperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompokkelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. (Sutirman, 2013:29). Maksud dari kutipan di atas adalah siswa melakukan rangkaian kegiatan belajar yang memiliki tujuan yang telah ditentukan Konrad dan Traub (2005:19) mengatakan bahwa “Kooperatives Lernen (KL) ist eine Form der Instruktion (des Lehrens und Lernens), die Zusammenarbeit der Lernenden in Gruppen beeinhaltet, mit dem Ziel gemeinsame Ziele zu erreichen”. Maksud dari kutipan di atas adalah bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk arahan belajar mengajar pada siswa untuk melakukan kerjasama dalam kelompok yang memiliki tujuan yang sama. Pendapat Konrad dan Traub di atas memiliki maksud yang hampir sama dengan Sutirman bahwa siswa harus memiliki tujuan yang sama dalam pembelajaran, akan tetapi Konrad dan Traub lebih menekankan pada arahan belajar mengajar pada siswa. Dari uraian beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk kegiatan belajar mengajar dalam kelompok yang memiliki aturan yang mengikat, interaksi yang demokratis dalam lingkup waktu yang telah ditentukan dan tujuan belajar yang sama. Tujuan dari pembelajaran kooperatif, yakni memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berinteraksi dengan temannya dalam kelompok untuk mengembangkan keterampilan sosial. Keterangan tersebut sesuai dengan pendapat Haerudin (2013:46) yang menyebutkan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif
Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa Volume, Nomor 3, September 2014 Dicetak@Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman, FPBS UPI
meliputi: (1) hasil belajar akademik, yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalam melaksanakan tugas-tugas akademik; (2) Pengakuan adanya keragaman, yaitu agar siswa dapat menerima teman-temannya yang memiliki berbagai latar belakang; dan (3) pengembangan keterampilan sosial peserta didik. Untuk mencapai hasil belajar yang dikemukakan oleh Haerudin dan Daryanto, siswa harus tampil secara aktif dan ikut terlibat dalam proses pembelajaran. Keterangan tersebut ditunjang oleh pendapat Bonwell dan Eison (dalam Konrad dan Traub, 2005:21) yaitu: Es gibt verschiedene Gründe warum kooperatives Lernen so erfolgreich ist. Die Vorstellung, dass Lernende effektiver lernen, wenn sie etwas aktiv tun können bzw. daran beteiligt sind und nicht nur passiv beobachten oder zuhören wird in der Kognitiven Psychologie aber auch von Experten aus der pädagogischen Praxis schon lange vertreten. Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa para ahli praktik pedagogis psikologi kognitif mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif begitu berhasil karena siswa belajar lebih efektif jika mereka mengikuti pembelajaran secara interaktif. Artinya siswa dapat aktif dan ikut terlibat dalam proses pembelajaran kooperatif, tidak mengamati atau menyimak secara pasif. Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan hasil belajar,mengembangkan keterampilan sosial dan siswa dapat mengakui adanya keragaman dari temannya. Pembelajaran kooperatif membuat siswa lebih aktif dan ikut serta dalam proses pembelajaran. Sutirman (2013: 30) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif sangat bermanfaat dalam;
1) membentuk sikap dan nilai, 2) menyiapkan model tingkah laku professional, 3) menunjukkan alternatif perspektif dan sudut pandang, 4) membangun identitas yang koheren dan terintegrasi, dan 5) mendorong perilaku berpikir kritis, reasoning, dan memecahkan masalah. Green dan Green (2005:33) mengungkapkan manfaat pembelajaran kooperatif secara lebih rinci, yaitu; 1. Entwicklung von Denkfähigkeiten auf höherem Niveau ‘Perkembangan kemampuan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi’, 2. Förderung der Schüler-LehrerInteraktion und der Vertrauensbasis ‘Peningkatan interaksi dan kepercayaan antara siswa dan guru’, 3. Steigerung der Schülerbeteiligung. ‘Peningkatan partisipasi siswa’, 4. Erweiterung des Selbstwertgefühls. ‘Pengembangan rasa harga diri’, 5. Stärkung der Lernzufriedenheit. ‘Penguatan kepuasan belajar’, 6. Unterstützung einer positive Haltung. ‘Dukungan sikap yang positif’, 7. Entwicklung von Komunikationskompetenz. ‘Perkembangan kompetensi komunikasi’, 8. Training sozialer Kompetenzen. ‘Pelatihan kompetensi sosial’, 9. Förderung positive interkultureller Beziehungen. ‘Peningkatan hubungan lintas budaya yang positif’, 10. Teambildung beim Problemlösungen, bei gleichzeitiger individueller Verantwortung. ‘Kerjasama tim dalam menyelesaikan masalah dengan tanggung jawab masingmasing individu secara bersamaan’, 11. Unterstützung einer positiveren Haltung der Schüler gegenüber Lehrern, Schuleitern und anderem Schulpersonal sowie eine positivere
ADIPURA EKA PERDANA Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkat Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa
Haltung der Lehrer gegenüber ihren Schülern. ‘Dukungan sikap positif siswa terhadap guru, kepala sekolah dan pegawai atau karyawan sekolah lainnya, begitu pula sikap yang positif guru terhadap siswanya’, 12. Förderung der Lernverantwortung bei den Schülern. ‘Peningkatan tanggung jawab belajar siswa’, 13. Etablieren einer Atmosphäre von Kooperation und Hilfsbereitschaft. ‘mempertahankan suasana kerjasama dan tolong menolong’, dan 14. entwicklung gegenseitiger Verantwortung ‘Perkembangan tanggungjawab satu sama lain’. Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa manfaat dari pembelajaran kooperatif di antaranya adalah dapat meningkatkan kemampuan komunikasi, meningkatkan interaksi siswa, serta mencapai hasil belajar yang lebih baik. Pembelajaran kooperatif akan memudahkan siswa untuk belajar sesuatu yang bermanfaat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprijono (2013:58) yangmengatakan bahwa ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah (1) memudahkan siswa belajar sesuatu yang ‘bermanfaat’ seperti, fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama;dan (2) pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai. Model pembelajaran kooperatif memiliki lima unsur utama, hal tersebut diungkapkan oleh Johnson dkk. (dalam Konrad dan Traub, 2005:19) yang menyatakan “Die folgenden Bedingungen sind charakteristisch für kooperatives Lernen:” atau ‘Syaratsyarat berikutmerupakan karakteristik untuk pembelajaran kooperatif:’ 1. Positive Wechselbeziehungen: Die Gruppenmitglieder sind angehalten, zusammenzuwirken, um das gesetzte Ziel zu erreichen. ‘Ketergantungan
2.
3.
4.
5.
yang positif: anggota kelompok dituntut untuk bekerjasama, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan’. Individuelle Verantwortlichkeit: Alle Lernenden sind dafür verantwortlich, ihre Teilaufgabe zu erledigen und sie sind für alle zu lernenden Inhalte und Materialien verantwortlich bzw. müssen diese beherrschen. ‘Tanggung jawab individual: semua siswa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas yang menjadi bagian mereka masing-masing dan mereka bertanggung jawab agar semua siswa mengerti bahan dan materi pelajaran termasuk harus menguasai semua hal tersebut’. Hilfreiche Face to face Interaktion: Obgleich einige Bereiche der Aufgabe aufgeteilt werden und individuell erledigt werden, müssen andere durch das Zusammenwirken aller Gruppenmitglieder erarbeitet werden. ‘Interaksi langsung yang berguna: meskipun beberapa jenis tugas dibagi dan diselesaikan secara individual, siswa lain harus memahaminya melalui kerjasama seluruh anggota kelompok’. Angemessene Nutzung kooperativer Fertigkeiten: Lernende werden in ihren kooperativen Kompetenzen unterstützt. ‘Penggunaan yang tepat dari keterampilan kooperatif : Siswa didukung dalam kemampuan kerjasama mereka’. Gruppenprozesse: Gruppenmitglieder setzen sich gemeinsame Ziele, überprüfen regelmäβig die Gruppenaktivitäten, identifizieren Veränderungen und Entwicklungen und entwickeln Strategien, um zukünftig effektiver zusammenarbeiten zu können.‘Proses kelompok: anggota kelompok memiliki tujuan bersama, memeriksa kegiatan kelompok secara teratur, mengidentifikasi perubahan dan
Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa Volume, Nomor 3, September 2014 Dicetak@Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman, FPBS UPI
perkembangan dan mengembangkan strategi untuk dapat bekerjasama secara lebih efektif pada pertemuan selanjutnya. Baulecke (2011:23) mengemukakan bahwa “Nummierte Köpfe ist eine Form, durch die dafür gesorgt wird, dass die Verantwortung für den Arbeitsprozess von einzelnen Personen der Gruppe übernommen wird.” Maksud dari kutipan di atas adalah Numbered Heads Together merupakan bentuk yang mengharuskan masing-masing anggota kelompok memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri terhadap proses kerja. Daryanto (2013:416) menjelaskan bahwa pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan peserta didik dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran.Perkhofer (2013) dalam situs http://fortbildung.phwien.ac.at/ (2013) menggambarkan langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together “Die/der Lehrer/in hat den Schüler/inne/n in ihren Gruppen eine Nummer gegeben: 1, 2, 3 oder 4 und stellt eine Frage. Anschließend fordert sie/er die Schüler/innen auf, „ihre Köpfe zusammenzustecken“, um sicherzustellen, dass alle in der Gruppe die Antwort kennen. Die/der Lehrer/in nennt eine Nummer (1, 2, 3 oder 4) und Schüler/innen mit dieser Nummer können aufzeigen, um die Antwort zu geben.” Berdasararkan pemaparan diatas, langkah-langkah model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together yaitu pembentukan kelompok kecil yang terdiri atas 5-8 siswa, masing-masing siswa dalam kelompok diberikan nomor sebagai identitas. Kemudian guru akan memanggil nomor secara acak. Setiap siswa yang dipanggil nomornya bertanggung jawab untuk melaporkan
jawaban kelompok. Lalu guru akan memberikan penghargaan kepada kelompok yang mempunyai hasil belajar yang baik. “Sprechen ist die Haupttätigkeit, wenn man die Aufmerksamkait anderer auf sich lenken möchte, wenn man in der Interaktion mit anderen etwas erreichen möchte, wenn man Situationen oder das Verhalten von Gesprächpartnern den einigen Intentionen gemäß beeinflussen möchte, sei es unten vier Augen oder von einen Gruppe, sei es privat oder öffentlich, sei es miteinen Vorgesetzten oder Lehrer oder mit Gleichgestellten.” Huneke (2010:150). Penjelasan di atas mengandung maksud bahwa berbicara adalah kegiatan pokok untuk menarik perhatian orang lain yang bertujuan mendapat sesuatu setelah berinteraksi dengan orang lain, memengaruhi suasana atau sikap lawan sesuai kehendaknya, baik personal maupun dalam kelompok atau umum dengan atasan atau sederajat. Dalam mengajarkan keterampilan berbicara, guru perlu memperhatikan teknik pengajaran yang sesuai dengan kemampuan anak didik. Hal ini sesuai dengan pendapat Nuha (2012:100) yang mengemukakan hal tersebut berdasarkan tingkat pembelajar sebagai berikut: a) Tingkat Pemula Bagi tingkat pemula, dapat digunakan teknik ulang ucap, lihat ucap, permainan kartu kata, wawancara, permainan memori, reka cerita gambar, biografi, manajemen kelas, bermain peran, permainan telepon dan permainan alphabet. b) Tingkat Menengah Untuk tingkat menengah, dapat digunakan teknik-teknik dramatisasi, elaborasi, reka cerita gambar, biografi, permainan memori, wawancara, permainan kartu kata, diskusi, permainan telepon, percakapan satu pihak, pidato
ADIPURA EKA PERDANA Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkat Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa
pendek, paraphrase, melanjutkan cerita, dan permainan alfabet. c) Tingkat Paling Tinggi Sedangkan untuk tingkat paling tinggi, dapat digunakan teknik-teknik dramatisasi, elaborasi, reka cerita gambar, biografi, permainan memori, diskusi, wawancara, pidato, melanjutkan cerita, talk show, paraphrase, dan debat. Benndorf-Helbig et al (2006:29) menjelaskan bahwa terdapat gambaran kemampuan (Kannbeschreibung) untuk pembelajar bahasa Jerman tingkat A1 dalam berbicara bahasa Jerman, yaitu: a. kann grundlagende Formen der Begruβüng und Verabschiedung verstehen und erwidern. ‘dapat megerti bentuk-bentuk yang mendasar pemberi salam dan perpisahan dan membalasnya’. b. kann einfache Fragen stellen und beantworten. ‘dapat mengajukan pertanyaan yang mudah dan menjawabnya’. c. kann jemanden um etwas bitten. ‘dapat meminta sesuatu kepada seseorang’ d. kann eine sehr einfache Unterhaltung führen. ‘dapat memimpin sebuah percakapan yang sangat mudah’ e. kann jemanden nach dem Befinden fragen. ‘dapat bertanya kepada seseorang tentang keadaanya’ f. kann auf Neuigkeiten reagieren. ‘dapat memberi tanggapan pada sesuatu yang baru’ g. kann sich selbst und andere vorstellen. ‘dapat memperkenalkan diri sendiri dan orang lain’. h. kann sagen, woher sie kommen. ‘dapat mengatakan, darimana mereka berasal’. i. kann in einfachen Wendungen über sich sprechen. ‘dapat berbicara tentang diri sendiri dengan ungkapan yang mudah’. j. kann in einfachen Wendungen über Leute sprechen, die sie kennen.
‘dapat berbicara tentang orang yang dikenal dengan ungkapan yang mudah’. k. kann sich in einfachen Wendungen über einen Ort äuβern. ‘dapat menyatakan pendapat tentang sebuah tempat dengan ungkapan yang mudah’. l. kann vor Publikum einige vorher eingeübte Sätze sagen. ‘dapat mengucapkan beberapa kalimat yang sudah dilatih sebelumnya di depan public (Umum)’. Penjelasan di atas mengandung maksud bahwa siswa tingkat A1 harus dapat menguasai beberapa hal dalam berbicara bahasa Jerman, di antaranya adalah memberikan salam, meminta sesuatu pada seseorang, memberi tanggapan pada sesuatu yang baru, dapat memperkenalkan diri sendiri, dapat berbicara tentang dirinya sendiri atau orang lain, dan dapat menyatakan pendapat. Dalam bahasa Jerman terdapat beberapa kriteria yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk berbicara. Dinsel dan Reimann (2011:74) membagi kriteria penilaian berbicara dalam empat kriteria. Kriteria penilaian tersebut adalah sebagai berikut: a. Ausdrucksfähigkeit. ‘kemampuan mengungkapkan’(maximal 4 Punkte) Yang dinilai dalam kriteria ini meliputi: 1) ob Sie gebräuchliches Vokabular der Alltagssprache beherrschen. ‘Apakah pembelajar mampu menguasai kosa kata yang lazim digunakan pada bahasa sehari-hari.’ 2) ob Sie wichtige Redemittel kennen ‘Apakah pembelajar mengenali ungkapan-ungkapan penting.’ 3) ob Sie sich zu verschiedenen Themen des Alltags sprachlich äuβern können, zum Beispiel etwas beschreiben, vergleichen, begründen, Vorschläge Machen, ablehnen ‘Apakah pembelajar mampu
Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa Volume, Nomor 3, September 2014 Dicetak@Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman, FPBS UPI
4)
b.
1)
2)
3)
4)
5)
c.
mengungkapkan tema pembicaraan sehari-hari secara lisan, contohnya menggambarkan sesuatu, membandingkan, memberi alasan atau bukti, memberi saran, menyanggah.’ ob Sie eine höfliche Ausdrucksweise (Sie-Form) beherrschen ‘Apakah pembelajar mampu menguasai ungkapan yang lebih sopan, dalam hal ini penggunaan bentuk “Anda”.’ Aufgabenbewältigung. ‘kemampuan menyelesaikan soal’(maximal 4 Punkte) Yang dinilai dalam kriteria ini meliputi: ob Sie sich aktiv an einem Gespräch beteiligen können ‘Apakah pembelajar mampu aktif ikut serta dalam sebuah pembicaraan.’ ob Sie aif die Ideen, Meinungen der Gesprächspartner eingehen und reagieren können. ‘Apakah pembelajar mampu mengungkapkan dan memberi ide, pendapat mitra bicaranya dan memberikan tanggapan terhadap ide dan mitra bicaranya.’ ob Sie in natürlichem Tempo gesprochene deutsche Sprache verstehen ‘Apakah pembelajar mampu mengerti bahasa Jerman lisan dengan tempo yang natural.’ ob Sie sich in mehreren miteinander verbundenen Sätzen flüssig zu einem Thema äuβern können ‘Apakah pembelajar mampu mengungkapkan beberapa kalimat yang saling berhubungan secara lancer tentang tema tertentu.’ ob Sie sich mit Umschreibungen und Synonymen helfen können, wenn Sie ein Wort nicht kennen oder vergessen haben ‘Apakah pembelajar mampu menggunakan paraphrase dan sinonim ketika pembelajar tidak mengetahui atau lupa satu kata.’ FormaleRichtigkeit. ‘ketepatan formal atau penguasaan tata bahasa’(maximal 4 Punkte)
Yang dinilai dalam kriteria ini meliputi: 1) ob Sie die wichtigsten Strukturen der deutschen Sprache beherrschen, zum Beispiel Deklination, Konjugation (Gegenwart, Vergangenheitsform), Verbstellung, Konjunktiv II. ‘Apakah pembelajar mampu menguasai struktur-struktur penting bahasa Jerman, misalnya deklinasi, konjugasi (kala sekarang, kala lampau), posisi verba dan konjuktif II..’ 2) ob Sie trotz kleiner Grammatikfehler von Deutschen problemlos verstanden warden können. ‘Apakah pembelajar dapat memahami bahasa Jerman meskipun kesalahan kecil dalam tata bahasa Jerman.’ d. Aussprache und Intonation. ‘pelafalan dan intonasi’(maximal 4 Punkte) Yang dinilai dalam kriteria ini meliputi: 1) ob Sie eine für Deutsche gut verständliche Aussprache haben ‘Apakah pembelajar memiliki pelahfalan yang dapat dipahami dengan baik oleh orang Jerman.’ 2) ob Sie die Intonation der deutschen Sprache weitgehend beherrschen ‘Apakah siswa menguasai intonasi bahasa Jerman secara menyeluruh.’ Penilaian berbicara yang dijelaskan oleh Dinsel dan Reimann bisa juga diadaptasi sebagai acuan keterampilan berbicara untuk mata pelajaran bahasa Jerman di SMA/MA dengan menyesuaikan penilaian tersebut dengan gambaran kemampuan (Kannbeschreibung) berbicara bahasa Jerman pada tingkat A1. Contohnya pada poin (a) kemampuan mengungkapkan (Ausdrucksfähigkeit) pada tingkat A1 adalah bagaimana siswa mengungkapkan kosakata sehari-hari di antaranya kosakata dalam memberi salam, memperkenalkan diri, dan mengungkapkan pendapat, membuat percakapan yang mudah, mengajukan
ADIPURA EKA PERDANA Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkat Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa
pertanyaan, dan menjawab pertanyaan. Pada poin (b) Aufgabenbewältigungakan dinilai apakah siswa mampu memperkenalkan diri, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan tentang tema tertentu, mengajukan permintaan dan menanggapi permintaan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kriteria penilaian pada penelitian ini meliputi empat kriteria, yaitu kemampuan mengungkapkan (Ausdrucksfähigkeit), ketepatan formal atau penguasaan tata bahasa (Formale Richtigkeit), pelafalan (Aussprache) dan intonasi (Intonation) yang disesuaikan dengan acuan keterampilan berbicara bahasa Jerman pada tingkat A1. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan berbicara Arsyad dan Mukti (1988:17) mengemukakan bahwa untuk menjadi pembicara yang baik seseorang harus menguasai masalah yang sedang dibicarakan, dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara adalah faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. 1. Faktor kebahasaan yang menunjang keterampilan berbicara adalah sebagai berikut: a. ketepatan ucapan; b. penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai; c. pilihan kata atau diksi; dan d. ketepatan sasaran pembicara. 2. Faktor non-kebahasaan yang menunjang keterampilan berbicara adalah sebagai berikut: a. sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku; b. pandangan harus diarahkan kepada mitra bicara; c. kesediaan menghargai pendapat orang lain; d. gerakan-gerakan dan mimik yang tepat;
e. f. g. h.
kenyaringan suara; kelancaran; relevansi atau penalaran; dan penguasaan topik. Faktor yang menunjang keterampilan berbicara di atas, baik bersifat kebahasaan maupun nonkebahasaan keduanya tidak boleh diabaikan apabila seseorang ingin menjadi pembicara yang baik. Seseorang yang ingin handal dalam berbicara harus dengan proses berlatih yang dilakukan secara sistematis. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara adalah faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Kedua faktor tersebut tidak boleh diabaikan ketika sedang berbicara. Apabila seseorang ingin menjadi pembicara yang handal harus dengan proses berlatih yang dilakukan secara sistematis. Walaupun Arsyad dan Mukti mengungkapkan persyaratan menjadi pembicara yang handal namun faktor tesebut bisa juga untuk pembelajar bahasa tingkat pemula. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan eksperimen semu (quasi experiment design). Penelitian ini menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen yang dikenai perlakuan berupa pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dan kelas kontrol yang tidak dikenai perlakuan tetapi melakukan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (X) atau variabel yang dapat mempengaruhi variabel terikat (Y), sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel bebas
Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa Volume, Nomor 3, September 2014 Dicetak@Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman, FPBS UPI
penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran kooperatifNumbered Heads Together, dan variabel terikatnya adalah keterampilan berbicara bahasa Jerman siswa. Desain dalam penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group Design yaitu desain penelitian yang menggunakan kelas eksperimen (dikenai perlakuan) dan kelas kontrol.Penelitian ini dilaksanakan di MAN 1 Bandung pada semester ganjil tahun ajaran 20142015.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MAN 1 Bandung. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI AGAMA Bsebanyak 33 siswa sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas XI AGAMA A sebanyak 33 siswa sebagai kelas kontrol. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari nilai rata-rata yang diperoleh kelas eksperimen pada saat tes awal adalah sebesar 60,22 dan kelas kontrol sebesar 60,40 menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki keterampilan berbicara bahasa Jerman yang sama. Setelah penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together pada kelas eksperimen, nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas eksperimen meningkat menjadi 74,41, sedangkan kelas kontrol yang tidak diberikan perlakuan memiliki nilai rata-rata yang tidak jauh berbeda pada saat tes awal yaitu 61,34. Perbedaan keterampilan berbicara bahasa Jerman juga terlihat dari hasil uji t independen yang menunjukkan bahwa nilai t hitung > t tabel (8.4 > 1.997). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara keterampilan berbicarabahasa Jerman siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah menerima perlakuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas kontrol dalam keterampilan berbicara bahasa Jerman.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran berbicara bahasa Jerman. KESIMPULAN Setelah melakukan penelitian mengenai efektivitas model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jerman, maka dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut: 1. Pada tes awal, siswa kelas eksperimen memperoleh nilai tertinggi sebesar 75 (dalam skala 1-100) dan nilai terendah sebesar 47 dengan rata-rata 60,22, sedangkan siswa kelas kontrol memperoleh nilai tertinggi sebesar 78, dan nilai terendah 47 dengan ratarata 60.40. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas eksperimen memiliki keterampilan berbicara bahasa Jerman yang sama dengan siswa kelas kontrol. 2. Pada tes akhir, siswa kelas eksperimen memperoleh nilai tertinggi sebesar 81,25 dan nilai terendah sebesar 65,5 dengan ratarata 74,41, sedangkan siswa kelas kontrol memperoleh nilai tertinggi sebesar 78, dan nilai terendah 50 dengan rata-rata 61,34. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas eksperimen memiliki keterampilan berbicara bahasa Jerman yang lebih baik daripada siswa kelas kontrol. 3. Berdasarkan selisih nilai rata-rata tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol diperolehnilai uji t independen sebesar 8,4. Hal ini menunjukan bahwa t hitung >t tabel (8,40> 1,997). Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
ADIPURA EKA PERDANA Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkat Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa
antaraketerampilan berbicara bahasa Jerman siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol setelah menerima perlakuan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together efektif untuk diterapkan dalam pembelajaranberbicara bahasa Jerman. B. Saran Untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam pembelajaranberbicara bahasa Jerman, diperlukan suatu pembelajaran yang tepat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disampaikan beberapa saran, yakni sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penghitungan uji-t diketahui bahwa model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dapat meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jerman. Oleh karena itu, model ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi pengajar untuk mengajarkanberbicara bahasa Jerman. 2. Berdasarkan kendala yang ditemukan di lapangan, sebaiknya siswa dibiasakan untuk belajar secara kooperatif agar siswa belajar bertanggung jawab menyelesaikan tugas-tugasnya, baik secara individual maupun secara berkelompok. 3. Peneliti lain yang akan meneliti bidang yang sama, dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dalam mempelajari keterampilan berbicara lainnya seperti mendengar, membaca dan menulis. DAFTAR PUSTAKA Anonim.(2014). Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia, www.dikti.go.id. [23 Maret 2014].
Arikunto, S. (2009).Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT RINEKA CIPTA. Arsyad, M.G dan Mukti, U.S. (1987). Pembinaan Keterampilan berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Baulecke T.R. (2012). Methoden im Unterricht. Kronshagen: Druckhaus Leupelt GmbH & Co.KG, Handewitt. Benndorf-Helbig, B., Clauβ-Flemming, R., Fischer, M., Koll, R., Reiske, H., Schill, M. (2006). Sprachen Lernen Europäisches Sprachenportfolio für Erwachsene. Ismaning: Hueber Verlag. Berkessel, H., Bernsen, D., Helfrich, W., Nieβ, O., dan Wilig, K. (2013).Heko – Umgang mit Heterogenität konkret am Gymnasium der Beitrag des Faches Geschichte zum Umgang mit Heterogenität. Mainz: Die Regionalen Fachberater Geschichte. Daryanto. (2013).Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya. Dinsel dan Reimann. (2011) Tippen und Übungen:Fit fürs Goethe Zertifikat Deutsch. Ismaning: Hueber Verlag Hammoud, A dan Ratzki, A. (2009).Fremdsprache Deutsch Kooperatives Lernen.Donauwörth: Hueber Verlag. Skripsi Devianti, R.C. “Efektivitas metode kolaborasi dalam meningkatkan keterampilan menulis surat pribadi berbahasa Jerman siswa SMA. Skripsi, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia”. Green, K dan Green, N. (2005).Kooperatives Lernen im Klassenraum und im Kollegium. Seeze-Veber: Kallmeyer. Green, N. (2005).Kooperatives Lernen: Ein Baustein zur Entwicklung professioneller Lerngemeinschaften im Studienseminar.
Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa Volume, Nomor 3, September 2014 Dicetak@Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman, FPBS UPI
[Online].Tersedia di: http://www.zfsl.nrw.de/Konzepte/al lgemein/Workshop_Rahmenvorgab e/Krone/koop1.pdf [9 Maret 2014]. Haerudin, D. (2013).Model pembelajaran Diskusi Kelompok Bernomor (DKB) dalam pembelajaran membaca pemaha-man. Bahasa & Sastra Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, 13 (1), hlm. 44-50. Hasibuan, M.F. (2013). Paradigma Tugas Guru dalam Kurikulum 2013. Medan: Kementrian Agama. Huneke, H. W. (2010).Deutsch als Fremdsprache: eine Einführung. Berlin: Erich Schmidt verlag GmbH. Kemdiknas. (2007). Permendiknas No 16 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional. Konrad, K dan Traub, S. (2005) Kooperatives Lernen: Theorie und Praxis. Baltmannsweiler: Schneider. Leisen, J. (2001) Das Lehr-Lern-Modell ist’s. [Online]. Tersedia di: http://www.aufgabenkultur.de/seite n/0%20Aufgabenkultur%20im%20 Lehr-LernModell/1%20Das%20Lehr-LernModell%20ists.pdf [Diakses 9 Maret2014]. Lie, A. (2008).Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo. Nuha, U. (2012).Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab. Yogyakarta: DIVA Press Pawlowski, J.M. (2001).Das EssenerLern-Modell (ELM): Ein Vorgehensmodell zur Entwicklung computerunterstützer Lernumgebungen. Disertasi, der Fachbereich
Wirtschaftswissenschaften, Universität Essen. Perkhover, M. (2013).Zu Fil Förderung durch Individuelles Lernen. [Online]. Tersedia di: http://fortbildung.phwien.ac.at/fort b_pe2/dok/fil_ Methodenpool.pdf [18 November 2013]. Röster, D. (2012).Deutsch als Fremdsprache. Stuttgart: d B Metzle’sche Verlagsbuchhandlung und Carl Ernst Poeschel Verlag GmbH. Schatz, H. (2006).Fertigkeit Sprechen. München: Manuela Beisswenger, Mechthild Gerdes. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta, CV. Sumitra. (2011). Metode NHT dalam Pembelajaran Kosakata Bahasa Jerman. Skripsi, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia. Suprijono, A. (2013).Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sutirman. (2013).Media & Model-model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Arsjad , Midar.G dan Mukti1 1991.Pembinaan Keterampilan berbicara bahasa Indonesia. Jakarta:Erlangga. Bolte, Henning. (1996). Fremdsprache Deutsch: Zetischrift für die Praxis des Deutschunterrichts, Heft 14: Sprechen. Stuttgart: Ernstklett Verlag. Butzkamm, Wolfgang. (2011). Unterrichtssprache Deutsch Wörter und Wendungen für Lehrer und Schüler. Ismaning: hueber Verlag.
ADIPURA EKA PERDANA Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together untuk Meningkat Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Siswa
Effendi, Taufik. (2013). Peran. Tanggerang Selatan: LotusBooks Ghazali,A.S. (2010). Pembelajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Refika Aditama. Huneke, H-W und Wolfgang Steinig. (1997). Deutsch als Fremdsprache Eine Einführung. Berlin: Erich Schmidt Verlag GmbH. Luis, Vera. (2008). Materialen für die Lehrerfortbildung in NordrheinWestfalen Didaktisch-metodische Fortbildung Englisch in der Grundschule NRW Modul 5 Sprachliches Handeln-Sprechen. Nordrhein-Westfalen: Kompetenzteems NRW Nuha, Ulin. (2012). Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab. Yogyakarta: DIVA Press. Paurienė, Giedrė. (2011). Rollenspiel als Ausgangspunkt für interkulturelles Lernen im Fachbereich Berufsdeutsch. [Online] Rampillon, Ute. (1996). Sprache. Lerntechniken im Fremdsprachenunterricht. Ismaning: Ludwig Auer GmbH. Schatz, Heidi. (2006). Fertifkeit Sprechen. München: Langendscheidt. Silalahi, Ulber. (2009). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. Taniredja, Tukiran et al. (2013). Modelmodel Pembelajaran Inovatif dan Efektif. Bandung:Alfabeta