Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Efektivitas Fungisida Nabati dalam Menghambat Aktivitas Seed Born Pathogen pada Benih Tomat secara in Vitro Halimursyadah, Syamsuddin, Haritsa Adli Putri Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh *Corresponding Author:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas fungisida nabati dalam menghambat aktivitas seed born pathogen pada benih tomat secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan pada September 2015 hingga Juni 2016. Percobaan didesain dengan Rancangan Acak Kelompok. Faktor pertama adalah jenis fungisida nabati yaitu minyak cengkeh dan serai wangi dan faktor kedua adalah konsentrasi fungisida nabati yaitu 0,000%(kontrol), 0,005%, 0,010%, 0,015%, 0,020%, dan 0,025%. Isolat patogen yang diinokulasi pada benih adalah Sclerotium rolfsii, Phytophthora capsici, Rhizoctonia solani dan Colletotrichum capsici. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak cengkeh dan serai wangi berpengaruh sangat nyata dalam menghambat pertumbuhan koloni isolat patogen yang terbawa benih. Secara in vitro, uji daya hambat fungisida nabati baik minyak cengkeh maupun minyak serai wangi efektif menghambat pertumbuhan semua patogen dengan sempurna (100%) yaitu pada konsentrasi yang paling tinggi 0,025%. Kata Kunci: patogen, eugenol, citronella Pendahuluan Produktivitas tomat di Indonesia pada tahun 2015 adalah 16,09 ton ha-1 tahun-1 (BPS dan Direktorat Jendral Hortikultura, 2016). Angka ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan China yang telah mampu mencapai produktivitas tomat hingga 48,1 ton ha-1 tahun-1 (Kumar et al., 2011). Salah satu penyebabnya adalah penggunaan benih bermutu rendah yang diakibatkan oleh kontaminasi dari patogen terbawa benih. Beberapa kelompok patogen yang umumnya menginfeksi benih dan buah tomat adalah Sclerotium rolfsii, Phytophthora capsici, Rhizoctonia solani dan Colletotrichum capsici. Patogen Sclerotium rolfsii memiliki miselia berwarna putih dengan sel hifa primer di bagian tepi koloni mempunyai lebar 4–9 μm, dan panjang mencapai 350 μm. Sel hifa sekunder dan tersier berukuran lebih kecil namun hifanya tidak membentuk spora melainkan sklerotia, sehingga identifikasinya didasarkan atas karakteristik, ukuran, bentuk, dan warna sklerotia. Pada media buatan, sklerotia baru terbentuk setelah 8–11 hari inkubasi (Fichtner, 2010). Patogen lainnya adalah jamur Phytophthora sp. sangat halus dan berwarna putih seperti kapas, miselium dan badan buahnya sebagian besar masuk dan menyatu dalam media. Badan buahnya berupa oogonium, merupakan organ betina, berbentuk bulat dan berdinding tebal dan halus. Sedangkan antheridium yaitu organ jantan mempunyai tipe paraginus atau amfigenus (Alexopoulos dan Mims, 1979). Rhizoctonia solani mempunyai hifa yang berwarna cokelat, percabangan hifa membentuk sudut lancip dan pada titik percabangannya terdapat lekukan dan sekat (Sinaga, 2003). Kelompok patogen A165
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Colletotrichum capsici mempunyai banyak aservulus berbentuk bulat atau lonjong berwarna hitam dengan diameter 70-120 µ dan memiliki banyak setae yang berwarna coklat tua, bersekat 1-5, kaku serta meruncing ke atas panjang setae 250 µ, lebar 5-8 µ. Konidia hialin (tidak berwarna jernih), berbentuk tabung (silindris), ujungnya tumpul, atau bengkok seperti sabit, bersel tunggal, tidak bersekat, panjang konidia 16-30 x 2,5-4 µ dan konidia dihasilkan diujung konidiofor (Semangun, 2000). Salah satu alternatif pengendalian terhadap benih adalah penggunaan fungisida nabati, yang bersifat antifungal. Fungisida nabati mengandung senyawa bioaktif yang efektif menghambat atau mengendalikan patogen terbawa benih baik secara in vitro maupun in vivo. Sumber pestisida nabati seperti nimba (Azadirachta indica), mindi (Melia azedarach), tembakau (Nicotiana tabaccum), gadung (Dioscorea hispida), cengkeh (Syzygium aromatica), dan serai wangi (Cymbopogon nardus) (Stoll, 1986; Eppler, 1995). Hasil penelitian pada percobaan sebelumnya telah membuktikan bahwa minyak cengkeh sangat nyata dalam menghambat pertumbuhan koloni patogen P.capsici. Hasil uji secara in vitro menunjukkan bahwa penambahan minyak cengkeh ke dalam medium Potato Dextrose Agar (PDA) dengan konsentrasi 0,025% telah mampu menghambat hingga 91,78% (Syamsuddin, et al., 2013). Minyak cengkeh mengandung bahan aktif seperti eugenol, eugenol asestat, kariofilen, metiln-amil keton, sesquiterpenol dan naftalen (Haggag dan Muhammad, 2007). Selain itu, minyak serai wangi dikenal sebagai citronella oil mengandung tiga senyawa utama yaitu sitronella, sitronellol dan geraniol. Hartati (2013) menyatakan ekstrak dari sereh wangi pada konsentrasi 0,025% mampu menekan pertumbuhan Ryzoctonia solani dan Phyllosticta sp. penyebab karat daun pada tanaman jahe secara in vitro. Sekarsari et.al. (2013) juga menambahkan sereh wangi efektif dalam mengendalikan penyakit bulai pada jagung manis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas fungisida nabati dalam menekan pertumbuhan koloni seed born pathogen secara in vitro. Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai dengan bulan November 2016. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoclave, Horizontal Laminar Air Flow Model LH-S, clean band, timbangan analitik, oven listrik, dan mikroskop binokuler. Bahan yang digunakan adalah benih tomat varietas Lentana F1. Isolat patogen tomat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Sclerotium rolfsii, Phytophthora capsici, Rhizoctonia solani dan Colletotrichum capsici yang diperoleh dari Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. Fungisida nabati yang digunakan dalam bentuk minyak antara lain: ekstrak serai wangi dan ekstrak bunga cengkeh. Ekstrak fungisida nabati dilakukan dengan penyulingan. Proses ekstraksi minyak nabati dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Departemen Pertanian Cimanggu Bogor. Bahan lainnya adalah media PDA (Potato Dextrose Agar), alkohol 96% dan 70%, Tween 80, dan aquades. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama jenis fungisida nabati tersusun dalam dua taraf yaitu minyak cengkeh dan minyak serai wangi. Faktor kedua konsentrasi fungisida nabati terdiri atas enam taraf yaitu: K0 (kontrol), K1 (0,005%), K2 (0,010%), K3(0,015%), K4 (0,020%), dan K5 (0,025%).
A166
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Masing-masing unit perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Data dianalisis menggunakan ANOVA dengan uji lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Pelaksanaan percobaan dilakukan dengan cara minyak cengkeh dan minyak serai ditambahkan pada medium PDA sehingga membentuk medium dengan konsentrasi yaitu (0,000%), (0,005%), (0,010%), (0,015%), (0,020%), (0,025%). Pada saat pencampuran ditambahkan bahan perata (pengemulsi) Tween 80 sebanyak konsentrasi fungisida yang dicampur, kemudian dituang pada cawan petri steril seperlunya, selanjutnya didiamkan sampai beku kemudian baru diinokulasi. Jamur patogen hasil isolat murni diambil mulai dari tepi koloni dengan “cork borer” berdiameter 5 mm, diletakkan pada bagian tengah cawan petri yang berisi media PDA yang telah dicampur bahan fungisida nabati dan Tween 80 sesuai perlakuan, dan sebagai kontrol isolat murni diletakkan pada media PDA tanpa penambahan minyak fungisida. Selama pengujian, koloni cendawan patogen diinkubasi dibawah sinar near ultra violet (NUV) 12 jam terang pada suhu kamar 28-290C selama 7 hari. Seluruh kegiatan sebelum dinkubasi dilakukan didalam laminar air flow cabinet. Setelah diinkubasi pada temperatur ruangan dan dilakukan pengamatan setiap hari 2-5 hari tergantung isolat, dengan mengukur pertumbuhan diameter koloni patogen. Daya hambat fungisida nabati terhadap pertumbuhan koloni patogen dihitung menggunakan rumus Soytong (1988) dalam Noveriza (2003) yang dimodifikasi sebagai berikut: Daya Hambat (DH)(%) = d1-d2/d1 x 100 Keterangan: dimana d1 = diameter koloni kontrol (cm) dan d2 = diameter koloni perlakuan (cm). Penilaian daya hambat terhadap patogen ditentukan berdasarkan skala persentase penghambat pertumbuhan koloni sebagai berikut: aktivitas sangat tinggi (++++ = >75DH), aktivitas tinggi (+++ = 61-75DH), aktivitas sedang (++ = 51-60DH), aktivitas rendah (+ = <50DH) dan tidak ada aktivitas (-). Hasil dan Pembahasan Perlakuan fungisida nabati berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan koloni patogen. Rata-rata hasil uji daya hambat fungisida nabati terhadap pertumbuhan koloni patogen secara in vitro disajikan pada Tabel 1, 2, 3, dan 4. Daya hambat fungisida nabati pada patogen Sclerotium rolfsii dapat dilihat pada Tabel 1. Fungisida nabati minyak cengkeh memberikan daya hambat yang sangat efektif pada konsentrasi 0,015 (% v/v) yaitu dengan penghambatan sedang atau sudah diatas 50% jika dibandingkan dengan minyak serai wangi. Sedangkan pada fungisida nabati minyak serai wangi yang menunjukkan efektivitas daya hambat yang tinggi yaitu pada konsentrasi 0,020%.
A167
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Tabel 1. Daya hambat fungisida nabati terhadap aktivitas patogen Sclerotium rolfsii secara in vitro Fungisida Konsentrasi (%, v/v) Nabati ArcSin Cengkeh Serai Wangi BNT 0,005
0,000
0,005
0,00 (0,57) Aa 0,00 (0,57) Aa
24,07 (29,35)Bb 14,44 (21,97)Ba
0,010
0,015
44,81 53,33 (42,02)Cb (46,91)Ca 28,14 42,59 (32,03)Ca (40,72)Da 7,25
0,020
0,025
100,00 (90,00)Db 84,44 (75,64)Ea
100,00 (90,00)Da 100,00 (90,00) Fa
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% (huruf besar dibaca menurut baris, huruf kecil dibaca menurut kolom). Penghambatan rendah (<50 %), penghambatan sedang (51-60 %), penghambatan tinggi (61-75 %), penghambatan sangat tinggi (>75 %). ArcSin
n %= untuk data
0
Daya hambat fungisida nabati pada patogen Rhizoctonia solani dapat dilihat pada Tabel 2. Fungisida nabati minyak serai wangi memberikan daya hambat yang sangat efektif pada konsentrasi 0,020 (%, v/v) yang berarti aktivitas daya hambat sangat tinggi yaitu diatas 75%. Sedangkan pada fungisida nabati cengkeh menunjukkan penghambatan pada konsentrasi 0,015 (%, v/v) dengan daya hambat yang rendah dan masih dibawah 50% dimana untuk fungisida nabati cengkeh ini masih membutuhkan konsentrasi yang lebih besar untuk dapat menghambat patogen Rhizoctonia solani yang lebih tinggi. Tabel 2. Daya hambat fungisida nabati terhadap aktivitas patogen Rhizoctonia solani secara in vitro Fungisida Nabati Cengkeh Serai Wangi BNT 0,005
Konsentrasi (%, v/v) ArcSin 0,000
0,005
0,00 (0,57) Aa 0,00 (0,57) Aa
24,07 (29,35) Bb 11,48 (19,77) Ba
0,010
0,015
27,77 37,40 (31,78) Ba (37,66) Ca 19.62 31,48 (26,24) Ca (34,03) Da 6,97
0,020
0,025
100,00 (90,00)Cb 85,55 (76,28)Ea
100,00 (90,00)Ca 100,00 (90,00)Fa
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% (huruf besar dibaca menurut baris, huruf kecil dibaca menurut kolom). Penghambatan rendah (<50 %), penghambatan sedang (51-60 %), penghambatan tinggi (61-75 %), penghambatan sangat tinggi (>75 %). ArcSin
n %= untuk
data 0
Daya hambat fungisida nabati pada patogen Phytophthora capsici dapat dilihat pada Tabel 3. Fungisida nabati minyak cengkeh dengan konsentrasi 0,020 (%,v/v) dapat menghambat patogen Phytophthora capsici dengan sangat baik dimana daya hambatnya sudah diatas 75 %. Sedangkan pada fungisida nabati minyak serai wangi diperlukan konsentrasi yang lebih tinggi untuk dapat menghambat patogen Phytophthora capsici. Sementara pada fungisida nabati minyak serai wangi dengan konsentrasi 0,015 (%, v/v) hanya mampu menghambat patogen Phytophthora capsici sekitar 33,70 % dengan daya hambat yang masih rendah yaitu masih dibawah 50 %.
A168
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Tabel 3. Daya hambat fungisida nabati terhadap aktivitas patogen Phytophthora capsici secara in vitro Fungisida Konsentrasi (%, v/v) Nabati ArcSin Cengkeh Serai Wangi BNT 0,05
0,000
0,005
0,00 (0,57) Aa 0,00 (0,57) Aa
41,85 (40,25) Bb 19,99 (26,51) Ba
0,010
0,015
58,14 84,44 (49,84)Cb (66,83) Db 33,70 33,70 (35,48)Ca (35,48) Ca 4,55
0,020
0,025
95,92 (83,18)Ea 100,00 (90,00)Db
100,00 (90,00)Fa 100,00 (90,00)Da
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% (huruf besar dibaca menurut baris, huruf kecil dibaca menurut kolom). Penghambatan rendah (<50 %), penghambatan sedang (51-60 %), penghambatan tinggi (61-75 %), penghambatan sangat tinggi (>75 %). ArcSin
n %= untuk
data 0
Daya hambat fungisida nabati pada patogen Collectrotrichum capsici dapat dilihat pada Tabel 4. Fungisida nabati minyak cengkeh dalam menghambat patogen Collectrotrichum capsici membutuhkan konsentrasi yang rendah yaitu pada konsetrasi 0,010 (%, v/v) untuk mencapai daya hambat 63,70 % dimana konsentrasi tersebut menunjukkan daya hambat yang tinggi yaitu sekitar 61-70 %. Sedangkan pada fungisida nabati minyak serai wangi membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi untuk dapat menghambat patogen Collectrotrichum capsici. Sementara pada konsentrasi 0,015 (%, v/v) hanya mampu menghambat 45,55 %. Tabel 4. Daya hambat fungisida nabati terhadap pertumbuhan patogen capsici secara in vitro Fungisida Nabati Cengkeh Serai Wangi BNT 0,05
Collectrotrichum
Konsentrasi (%, v/v) ArcSin 0,000
0,005
0,00 (0,57) Aa 0,00 (0,57) Aa
48,88 (44,36)Bb 19,25 (25,97)Ba
0,010
0,015
63,70 69,26 (52,98)Cb (56,37) Cb 32,96 45,55 (35,03)Ca (42,45) Da 3,87
0,020
0,025
95,55 (82,86)Da 100,00 (90,00)Eb
100,00 (90,00)Ea 100,00 (90,00)Ea
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% (huruf besar dibaca menurut baris, huruf kecil dibaca menurut kolom). Penghambatan rendah (<50 %), penghambatan sedang (51-60 %), penghambatan tinggi (61-75 %), penghambatan sangat tinggi (>75 %). ArcSin
n %= untuk
data 0
Daya hambat minyak cengkeh terhadap pertumbuhan patogen P. capsici dan C.capsici sangat tinggi dibandingkan dengan minyak serai wangi. Konsentrasi yang sangat rendah (0,005%) pada fungisida minyak cengkeh sudah mampu memberikan efektifitas daya hambat yang sangat tinggi, sedangkan pada fungisida minyak serai wangi hanya mampu memberikan efektifitas daya hambat yang rendah pada konsentrasi yang sama. Pada konsentrasi (0,010%) fungisida nabati minyak cengkeh sudah mampu menghambat pertumbuhan patogen P. capsici dan C. capsici diatas 50%. Fungisida minyak cengkeh lebih efektif dalam menghambat perkembangan patogen C.capsici secara in vitro (Untari, 2003). Hal yang sama juga ditunjukkan pada hasil penelitian Syamsuddin (2002) bahwa penggunaan penggunaan minyak cengkeh lebih efektif dibandingkan minyak serai wangi pada pertumbuhan patogen C.capsici. Pada konsentrasi A169
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
0,06% minyak cengkeh mampu menghambat pertumbuhan C.capsici 100%. Sementara untuk penghambatan yang sama diperlukan minyak serai wangi dengan konsentrasi 0,1%. Yusuf et.al. (2012) juga menambahkan minyak cengkeh dan serai wangi dengan masingmasing bahan aktif eugenol dan citronella dapat mengendalikan penyakit karat putih pada tanaman krisan dan memiliki kemampuan yang sama efektifnya dengan fungisida sintetik. Kesimpulan 1. Fungisida nabati dari minyak cengkeh dan serai wangi dapat digunakan untuk pengendalian pertumbuhan patogen seperti S.rolfsii, R.solani, P.capsici, C.capsici. 2. Pada konsentrasi 0,025 (%, v/v), baik untuk minyak cengkeh maupun minyak serai wangi efektif menghambat semua pertumbuhan patogen dengan sempurna (100%) 3. Pada konsentrasi yang lebih rendah fungisida nabati minyak cengkeh lebih efektif menghambat pertumbuhan koloni patogen pada uji secara in vitro dibandingkan dengan minyak serai wangi yang membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi untuk menghambat koloni patogen. Daftar Pustaka Alexopoulos, C. J. dan C. Mims. (1979). Introductory Mycology. Third Edition. John Wiley dan Sons. 632 p. Badan Pusat Statistik. 2016. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian. www.bpsdanhortikultura.ac.id Eppler, A. *(1995). Effects on viruses and organisms. The Neem Tree. Germany: VHC. 93117. Haggag, W.M., and H. A.L. A. Muhamed. (2007). Biotechnological Aspects of Microorganisms Used in Plant Biological Control. American-Eurasian Journal of Sustainable Agriculture, 1(1): 7-12. Hartati, S.Y. (2013). Efikasi formula fungisida nabati terhadap penyakit bercak daun jahe Phyllosticta sp. Bul. Littro. 24 (1):42-48 Kumar, B., N. C. Mistry, B. Singh, C. P. Gandhi. (2011). Indian Horticulture Database – 2011. Indian Horticulture Database. Nhb.gov.in/area-pro/databse-2011.pdf. [21 Maret 2015]. Noveriza, R. dan M. Tombe. (2000). Uji In Vitro Limbah Pabrik Rokok terhadap Beberapa Jamur Patogenik Tanaman. Diakses dari http://Balittro.go.id/tanggal 20 Februari 2015. Fichtner, E. K. (2010). Sclerotium rolfsii kudai of the fungal world. http://www.cals.nscu.edu/course/pp 728/ Sclerotium rolfsii/ S. rolfsii. Sekarsari, R. A, J. Prasetyo, dan T. Maryono. (2013). Pengaruh beberapa fungisida nabati terhadap keterjadian penyakit bulai pada jagung manis (Zea mays saccharata). J. Agrotek Tropika 1 (1): 98-101 Semangun, H. (2000). Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada Univ. Press. Stoll, G. (1986). Natural crop protection, based on local farm resources in the tropics and subtropics. Margraf Publishers Scientific Germany. Syamsuddin. (2002). Pengendalian Penyakit Terbawa Benih (Seedborn Disease) pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Menggunakan Agen Biokontrol dan Ekstrak Botani. Program Pacasarjana, IPB. Bogor. Syamsuddin, S. Ilyas, Alfizar, B. Amin. (2013). Pengembangan Biological Seed Treatment untuk Pengendalian Busuk Phytopthora capsici pada Cabai Merah (Capsicum annum L.). Laporan Hibah Bersaing. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. Untari, M. (2003). Pengaruh Perlakuan Minyak Cengkeh terhadap Tingkat Kontaminasi Cendawan Patogenik Tular Benih C. capsici dan Viabilitas Benih Cabai Merah (Capsicum annum L.). Jurusan Budidaya Pertanian. IPB. 64 hal. A170
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Yusuf, S.E, Nuryani, W. Djatnika, I. Hanudin, Suhardi dan B. Winarto. (2012). Potensi beberapa fungisida nabati dalam mengendalikan karat putih (Puccinia horiana Henn.) dan perbaikan mutu krisan. J.Hort.22(4):385-391
A171