nliLnf
mi 0r2-
EFEK PENGHAMBATAN TUMORIGENESIS KELENJAR MAMMARZ YANG DIINDUKSI N-METIL-N-NITROSOUREA OLEH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) SECARA MAKROSKOPIS PADA KELINCI
JANTO DWI HARYADI
FAKULTAS KEDOKTERAh' HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ABSTRAK JANTO DWI HARYADI. Efek Penghambatan Tumorigenesis Kelenjar Mammari yang Diiiduksi N-metil-n-nitrosourea oleh Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) Secara Makroskopis pada Kelinci. Dibimbing oleh GUNANTI dan BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penghambatan pembentukan tumor (tumorigenesis) pada kelenjar mammari yang diinduksi dengan n-metil-nnitrosourea (h4NU) oleh ekstrak etanol rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe). Sebanyak 9 ekor kelinci betina dengan umur 6-9 bulan digunakan dalam penelitian ini. Kelinci didistribusikan ke dalam 3 kelompok, yaitu kontrol positif tumor, perlakuan dengan curcumin dan perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol rimpang temu putih. N-metil-n-nitrosourea digunakan sebagai induksan tumor dengan dosis 50 pgrkg berat badan intra mammari. Ekstrak etanol rimpang temu putih diberikan pada kelinci dengan dosis 250 mgkg berat badan, sedangkan curcumin diberikan dengan dosis 60 mgkg berat badan. Pembentukan tumor diamati secara makroskopis, dengan mengukur diameter tumor kelenjar mammari. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa terjadi penghambatan tumorigenesis pada kelompok yang diberi ekstrak etanol rimpang temu putih. Berdasarkan semua hasil temuan ini disimpulkan bahwa ekstrak etanol temu putih memiliki aktifitas dalam menghambat tumorigenesis. Kata kunci: Anti tumor, kelenjar mammari, n-metil-n-nitrosourea, temu putih, tumorigenesis.
ABSTRA CT JANTO DWI HARYADI. A macroscopic studies on inhibitory effect of ethanol extract of Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe rhizomes on tumorigenesis of mammary gland which induced by n-metil-n-nitrosourea in rabbit. Under
direction of GUNANTI and BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO. The aim of the present research is to elaborate the inhibitory eflect of ethanol extract of Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe rhizomes on tumorigenesis of mammary gland which induced by n-metil-n-nitrosourea (MNLI). A total of 9 rabbits 6-9 month-old were used. The animals were divided into three groups, positive tumour control, curcumin treatment and zedoary extract treatment. Nmetil-n-nitrosourea was used as a tumour inducer with the dose ef 50 pgrkg body weight intra mammary. Zedoary extract was applied with the dose 250 mgkg body weight and curcumin 60 mgkg body weight. Tumorigenesis was observed by macroscopic examination method. The results of this research shown that the ethanol extract of Curatma zedoaria (Berg.) Roscoe rhizomes could inhibit the tumor growth macroscopically, therefore we concluded that this extract has an antitumorigenesis on rabbit mammary tumor. We suggest that ethanol extract of Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe could be use as an anti tumor agent for medical purpose. Key words: Antitumour, mammary gland, n-metil-n-nitrosourea, tumourigenesis, curcuma zedoaria.
EFEK PENGHAMBATAN TUMORIGENESIS KELENJAR MAMMARI YANG DIINDUKSI N-METIL-N-NITROSOUREA OLEH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcunza zedoaria (Berg.) Roscoe) SECARA MAKROSKOPIS PADA KELINCI
JANTO DWI HARYADI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Pakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS mDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
: Efek Pcnghambatan Tumorigenesis Kelenjar Malnlnari
yalig Diindul~sih ' - i i ~ e r i l - i ? - ~ ~ i ~ r o ~ roleh o z i ~Ekstrak ' ~ ' c ~ Etaliol Rimpang Temu 1'~ltih(C'I~I.CIIII?LI
Sccara h4akrosltopis pada Kelinci. Nama
: Janto Dwi Marpadi
NRP
Dr. drh. Hi. Gunanti, MS Pembiinbing I
Tanggal lulus:
1 2 NOV 2008
(Berg.) Roscoe.)
Z~L/~LII.~CI
I'embimbing I1
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan hidayahNya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Skripsi ini berjudul "Efek Penghambatan Tumorigenesis Kelenjar Mammari yang Diinduksi N-metil-n-nitrosourea oleh Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) Secara Makroskopis pada Kelinci" yang mempakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Skripsi ini penulis dedikasikan untuk Bapak, Ibu, serta Adik-adik atas segala dukungan yang diberikan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. drh. Hj. Gunanti, MS seiaku dosen pembimbing pertama dan drh.
Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS. Ph.D selaku dosen pembimbing kedua atas segala bimbingan, semangat, kritik dan saran serta kemudahan yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini. 2. Dr. drh. Deni Noviana dan Dr. drh. Sri Murtini, MS selaku dosen penguji atas
segala bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan untuk penulisan skripsi ini. 3. Dr. drh. Sabdi Hasan Aliambar, MS selaku dosen pembimbing akademik
yang seiiantiasa membimbing penulis selama menjadi mahasiswa FKH IPB. 4. Bapak, ibu dan adik-adik atas doa, kasih sayang dan dukungan selama penulis
menyelesaikan studi di Bogor. 5. Rekan sepenelitian, Heryudianto Vibowo dan Ridlayanti Maulida atas
bantuan, semangat dan kebersamaannya selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
6. Staf Bagian Bedah dan Radiologi, atas bantuan, kerjasama dan dukungannya.
7. Selumh rekan-rekan Asteroidea 41 atas bantuan, persahabatan dan kebersamaannya selama ini.
8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kesalahan. Oleh karena itu, dengan keikhlasan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai evaluasi bagi penulis. Akhir kata, semoga Allah SWT selalu meridhoi langkah kita semua dan menjadikan skripsi ini bemanfaat semaksimal mungkin.
Bogor, Oktober 2008
Janto Dwi Haiyadi
Penulis lahir di Jarnbi pada tanggal 30 Januari 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Suyamto dan Ibu Darsini. Penulis menyelesaikan sekolah dasar selama 6 tahun di SD Negeri No.41N Teluk Nilau dan lulus tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Pengabuan dan lulus tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kuala Tungkal dan diterima sebagai mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa di FKH IPB, penulis pernah aktif menjadi pengurus di berbagai organisasi di Fakultas Kedokteran Hewan, antara lain Himpunan Minat dan Profesi (Himpro) Ruminansia dan Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) Cabang FKH IPB serta terlibat dalam kegiatan Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung (FMITFB) dan Forum Kajian Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasional (FKPKHN).
DAFTAR IS1 Halaman
................................................................................................. V DAFTAR TABEL .................................................................................... VI DAFTAR GAMBAR ................................................................................. VII BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Tujuan ........................................................................................... 2
DAFTAR IS1
.................................................................. 3 Pengaturan replikasi sel .............................................................. 3 Kelenjar Manmari .................................................................... 5 6 Tumor mammari ............................................................................ N-metil-n-nitrosourea .................................................................... 13 14 Temu putih .................................................................................... . . Kelincl ............................................................................................ 17
BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6.
BAB 111 MATERI DAN METODE .............................................................
19
19 3.1. Waktu dan Tempat ....................................................................... 3.2. Bahan dan Alat .......................................................................... 19 3.3. Metode Penelitian ...................................................................... 20
...................................................... 4.1. Kelompok Kontrol Positif ............................................................. 4.2. Kelompok Perlakuan Curcumin ....................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3. Kelompok Perlakuan Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih
........
23 23 24 26
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
29
5.1. Simpulan ....................................................................................... 5.2. Saran .............................................................................................
29 29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
30
DAFTAR TABEL Kalarnan Tabel 1 Tingkatan secara klinis tumor mammari ............................................ 11 Tabel 2 Tingkatan limfonodus regional ..........................................................
11
Tabel 3 Penggolongan tingkatan canine mammary tumor ..............................
12
DAFTAR GAMBAR Halaman
......................................................................... Gambar 2 Diagram molekul dasar neoplasma ................................................. Gambar 3 Skema karsinoma kelenjar mammari ............................................. Gambar 4 Tanaman temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) ............ Garnbar 5 Rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) ............ Gambar 1 Siklus replikasi sel
3
4
5 15
16
Gambar 6 Perbandingan rataan diameter kelenjar mammari kelinci masing-masing kelompok perlakuan setelah diinduksi
MNU setiap minggu ................................................................ 25 Gambar 7 Diameter kelenjar mammari kelinci yang diinduksi n-metil-nnitrosourea setelah empat minggu
...............................................
26
Gambar 8 Mekanisme pengharnbatan pembentukan tumor dengan pemberian ekstrak etanol rimpang temu putih .................................................
27
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tubuh makhluk hidup memiliki jutaan sel yang selalu membelah diri untuk memperbanyak jumlah dan untuk menggantikan sel yang telah rusak (Ganong 2003; Mardiana 2002). Kadang-kadang proses yang terjadi secara fisiologis ini terganggu sehingga pembelahan sel menjadi tidak terkendali. Pembengkakan akibat perbanyakan sel yang berlebihan ini disebut tumor (Wilson 2006). Sampai saat ini tumor menjadi suatu permasalahan yang pemecahannya belum diketahui secara menyeluruh (Syukur 2003). Tumor tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga dapat menyerang hewan. Pada anjing sering ditemukan kejadian tumor mamrnari, terutama pada anjing yang telah berumur lebih dari enam tahun. Kejadian tumor mammari pada anjing betina yang berumur lebih dari enam tahun lebih tinggi dibandingkan dengan anjing yang berumur di bawah enam tahun (Wilson 2006). Banyaknya faktor penyebab terjadinya tumor mengakibatkan penanganan penyakit ini menjadi sulit sehingga selama ini pengobatan hanya dilakukan dengan meningkatkan kesehatan hewan penderita (Wilson 2006). Langkah lain yang dapat ditempuh adalah dengan cara operasi pengangkatan tumor, radiasi dan kemoterapi, tetapi efek samping yang ditimbulkan dengan langkah-langkah tersebut cukup besar, misalnya terjadinya kerusakan sel-sel normal yang ada di sekitar tumor. Selain itu, langkah-langkah tersebut juga memiliki beberapa kelemahan. Operasi dapat mengangkat jaringan tumor dan limfonodus yang berkaitan dengan organ yang terserang tumor, namun operasi tidak dapat dilakukan pada seluruh jenis tumor. Radioterapi tidak dapat diaplikasikan pada tumor yang sudah menyebar. Sel tumor memiliki kepekaan tersendiri terhadap obat-obat kimia yang digunakan dalam kemoterapi sehingga penggunaan kemoterapi juga bersifat terbatas (Wilson 2006). Indonesia memiliki banyak tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. Akhir-akhir ini banyak obat yang berasal dari bahan-bahan alami digunakan untuk melakukan pengobatan terhadap suatu penyakit, salah satunya
adalah tumor. Salah satu bahan alam yang digunakan untuk menghambat laju p e m b u h a n tumor adalah temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) (Syukur dan Hemani 2002). 1.2. Tujuan
Untuk mengetahui khasiat temu putih dalam menghambat pertumbuhan sel tumor dilakukan penelitian dengan pemberian ekstrak etanol rimpang temu putih pada kelinci yang diinduksi karsinogen kimia n-metil-n-nitrosourea. Keefektifan penghambatan tumor oleh ekstrak etanol rimpang temu putih dapat dilihat melalui pengamatan pertumbuhan tumor secara makroskopis pada kelenjar mammari yang diinduksi dengan n-metil-n-nitrosourea.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengaturan Replikasi Sel Sel merupakan unit terkecil penyusun organisme. Sel yang terdapat di dalam organisme ini dapat mempertahankan hidupnya untuk jangka waktu tertentu dan dapat berkembang biak (perbanyakan sellproliferasi) (Guyton dan Hall 1997). SiMus sel dapat ditetapkan sebagai duplikasi komponen intraseluler yang lebii awal, termasuk genom (DNA), diikuti dengan pembelahan sel menjadi dua, seperti yang terlihat pada Gambar 1. Siklus sel tersebut dibagi menjadi empat fase yaitu G1 (gap I), S (sintesis), G2 (gap 2) dan M (mitosis). Fase G1 dan G2 (gap1 dan gap 2) dikarakterisasi oleh protein dan RNA sintesis, tetapi tidak te~jadi sintesis DNA. Fase S (sintesis) adalah periode sintesis DNA. M (mitosis) adalah periode pembelahan sel (Wilson 2006).
Gambar 1 Siklus replikasi sel (Anonim 2007). Sel tubuh akan melalui fase siklus replikasi sel apabila keadaan menguntungkan untuk pertumbuhan sel (Wilson 2006). Siklus ini dapat
berlangsung selama 10 sampai 30 jam apabila tidak ada hambatan, akan tetapi waktu yang digunakan tahapan mitosis hanya selama 30 menit (Guyton dan Hall 1997). Pada fase G2/M pembelahan sel dapat ditahan bila terjadi kerusakan DNA. Titik inilah yang menjadi titik penting dalam pembentukan neoplasia (Wilson 2006).
B W flin-1 Agenpentsak DNA:
'kima,'mdasi,
-
I
c
~
~
h k a n DM ~
KeRISakanDM I
~
g
m
hkEidtu~rikaIldalalK
Gambar 2 Diagram molekul dasar neoplasma (Wilson 2006). Proses dasar yang sering terdapat pada semua neoplasia adalah perubahan gen yang disebabkan oleh mutasi pada sel somatik, perubahan ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi DNA dalam sel. Sel akan
menjadi normal kembali apabila kemsakan pada susunan DNA di dalam sel dapat diperbaiki, akan tetapi apabila kemsakan susunan DNA tersebut tidak dapat diperbaiki maka sel tersebut akan mengalami pembahan yang pada akhimya akan membentuk neoplasma (Gambar 2) (Wilson 2006). Karsinogen mempakan salah satu agen yang mengandung mutagenik (agen yang mampu menyebabkan mutasi gen) sehingga karsinogen dapat menginduksi pertumbuhan neoplasia (Wilson 2006). Telah diidentifikasi empat golongan gen yang memainkan peranan penting dalam mengatur sinyal mekanisme faktor pertumbuhan sel itu sendiri, yaitu protoonkogen, gen supresi tumor, gen yang mengatur apoptosis dan gen yang memperbaiki DNA (Wilson 2006). 2.2. Kelenjar Mammari
Kelenjar mammari terdiri dari sel-sel yang selalu lnembelah untuk mengliasilkan susu, temtama selama masa laktasi. Parenkiina atau sel yang akan menyekresikan susu dari kelenjar mammari berkembang broliferasi) dari sel epitelial yang berasal dari primary mammary cord. Perkembangan kelenjar mammari juga dipengaruhi oleh hormon. Kormon yang berhubungan dengan perkembangan kelenjar mammari antara lain hormon esterogen. Honnon ini dihasilkan oleh ovarium dan juga sedikit dihasilkan oleh uterus (Cunningham 2002).
Alveoli kelenjar
Gambar 3 Skema karsinoma kelenjar mammari.
Secara histologi, kelenjar mammari terdiri dari beberapa bagian, antara lain fibroblast, jaringan ikat, lobus, alveolus dan duktus. Sel-sel penyusun lobus kelenjar mammari adalah sel kubus sebaris. Dalam keadaan tumor, sel-sel tersebut akan mengalami perubahan ukuran, bentuk maupun wama inti sel jika diwamai (Gambar 3). Ambing terdiri dari banyak saluran. Pada ujung dari saluran terkecil terdapat alveoli dengan sel-sel pembentuk susu. Sewaktu hewan bunting terjadi perubahan pada kelenjar ini, yaitu parenkim bertambah dan alveoli terdiri dari epitel silindris. 2.3. Tumor Mammari
Secara harfiah, neoplasia berarti pertumbuhan baru. Pertumbuhan baru dapat diartikan sebagai massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel-sel neoplasia berasal dari sel-sel yang sebelumnya adalah sel-sel normal. Namun, ketika sel-sel yang nonnal mengalami perubahan neoplastik, sel-sel tersebut memperoleh derajat otonomi tertentu untuk tumbuh dengan kecepatan yang tidak terkoordinasi (Wilson 2006). Neoplasia lazim juga dikenal sebagai tumor. Tumor ada yang bersifat jinak (benign) dan ada yang bersifat ganas (malignant) (Spector dan Spector 1993). Tumor jinak hanya bersifat lokal. Sel yang berproliferasi cenderung bersifat kohesif sehingga saat massa neoplastik tersebut mengalami perluasan secara sentrifugal akan terlihat batas yang nyata. Tumor jinak memiliki kapsul jaringan ikat yang membatasi tumor dengan jaringan sekitamya. Pertumbuhan tumor jinak agak lamban dan bahkan beberapa tumor tidak terlihat herubah ukurannya (Wilson 2006). Tumor ganas tumbuh lebih cepat dan bersifat progresif jika tidak dibuang. Sel tumor ini juga tidak memiliki sifat kohesif sehingga pola penyebaran sel tumor ini sangat tidak beraturan. Sel tumor ganas yang berproliferasi dapat melepaskan din dari tumor induk dan masuk ke sirkulasi untuk menyebar ke tempat lain (metastase) (Wilson 2006). Tumor jinak atau tumor ganas dapat dibedakan dengan melihat kemampuan sel tumor dalam menginvasi jaringan normal dan kemampuan bermetastasis. Tumor jinak sama sekali tidak dapat menginvasi jaringan normal dan tidak memiliki kemampuan bermetastasis
(Wilson 2006). Perbedaan tumor jinak dan tumor ganas antara lain tumor jinak (benign) memiliki pertumbuhan yang lambat, tidak menginfiltrasi jaringan lain, menyempai jaringan asal, ukuran dan bentuk sel normal, tidak bermetastase dan hanya mambunuh inang jika memsak organ vital. Tumor ganas (malignant) memiliki sifat pertumbuhan cepat, menginfiltrasi jaringan lain, berbeda dengan jaringan asal, bermetastase, ukuran dan bentuk sel abnormal dan selalu membunuh inang jika tidak diobati (Spector dan Spector 1993). Sel-sel neoplasia memiliki karakteristik antara lain sel neoplasia tidak mematuhi batas pertumbuhan sel yang normal, sel neoplasia kurang melekat satu sama lain dan beberapa neoplasia memiliki sifat angiogenik (dapat membentuk pembuluh darah baru) sehingga banyak pembuluh darah b m yang tumbuh ke dalam jaringan neoplasia (Spector dan Spector 1993). Secara histologi ada dua ciri utama sel neoplasia, yaitu abnormalitas arsitektural dan abnormalitas sitologis. Abnormalitas arsitektural menunjukkan penumnan kemampuan membentuk stmktur normal, sedangkan abormalitas sitologis yaitu bempa peningkatan nisbah ukuran inti dan sitoplasma (nucleus/sitoplasma rate) dan penambahan jumlah kromatin dalam inti sel serta apabila tenvarnai menjadi lebih gelap dibandingkan dengan pewarnaan pada sel normal (Spector dan Spector 1993). Di samping itu, yang menjadi abnormalitas sitologis adalah adanya variasi besar dalam ukuran dan bentuk yang aneh di antara sel-sel tumor malignant, misalnya sel-sel raksasa berinti banyak yang tidak teratur atau berinti tunggal dengan jumlah kromosom yang meningkat (Spector dan Spector 1993). Ketika sejumlah sel pada jaringan kelenjar mammari tumbuh dan berkernbang dengan tidak terkendali, inilah yang disebut dengan tumor mammari (Madewell dan Theilen 1987). Setiap jenis jaringan pada mammari dapat membentuk tumor, namun tumor mammari biasanya berasal dari sel epitelial saluran (ductus) atau alveol (lobus) kelenjar mammari (Madewell dan Theilen 1987). Pembentukan kelenjar, tubuli dan pertambahan jumlah pembuluh darah mempakan salah satu ciri kejadian tumor pada jaringan (Spector dan Spector 1993). Tumor mamrnari sangat sering terjadi pada anjing betina, namun jarang terjadi pada anjing jantan. Menumt Madewell dan Theilen (1987) sekitar 25%
sampai 50% dari seluruh kejadian tumor yang terjadi pada anjing betina adalah tumor mammari. Kucing yang diovariektomi (operasi pengangkatan ovarium) sebelum berumur 1 tahun beresiko terserang tumor sebesar 0,6%, sedangkan pada anjing sebesar 0,5%. Pada anjing yang diovariektomi setelah estrus pertama beresiko terserang tumor 8%. Tumor mammari terjadi pada betina intact dengan resiko 99%. Penyebab neoplasia kelenjar mammari belum diketahui dengan pasti walaupun banyak yang berkaitan dengan hormon (Fossurn 2002). Menurut Madewell dan Theilen (1987), penyebab terjadinya kanker sangat kompleks. Resiko terhadap kanker berkaitan dengan paparan karsinogen dan faktor individu. Secara umum, faktor penyebab kanker dibagi menjadi dua, yaitu penyebab ekstrinsik dan intrinsik. Yang termasuk penyebab ekstrinsik kanker, yaitu virus, unsur fisik (lingkungan) dan bahan-bahan kimia tertentu (Madewell dan Theilen 1987). Salah satu contoh virus yang dapat menyebabkan tumor adalah papillomavirus pada sapi, polyoma virus pada tikus, histiositoma virus pada monyet serta retrovirus yang sama dengan virus tipe C pada limfosit manusia yang dapat menyebabkan limfoma. Partikel seperti virus dapat diidentifikasi pada ~nammarygland tumors pada anjing dan kucing, namun agen penyebab ini tidak
pasti (Birchard dan Sherding 2000). Contoh unsur fisik yang dapat menyebabkan kanker, yaitu sinar matahari dan roentgen (Madewell dan Theilen 1987). Di samping itu, banyak bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogen misalnya golongan nitrosamin, n-metil-n-nitrosurea (MNU). Wijayakusuma (2005) berpendapat bahwa di antara faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya kanker adalah karsinogen kimia, seperti nikotin, tar, zat aditif dari makanan (pengawet, pewama), nitrosamin, asbes, arsen, batubara, merkuri dan alkohol; karsinogen fisika, seperti sinar X, sinar ultraviolet dan radiasi dari bom atom; dan karsinogen biologi, seperti infeksi virus (papilloma dan herpes yang merupakan salah satu faktor resiko kanker cerviks) dan jamur (misalnya Aspergillus flavzu yang merupakan salah satu penyebab kanker hati). Penyebab intrinsik yang dapat memicu terbentuknya tumor antara lain diet dan faktor individu. Diet merupakan faktor penting yang sangat berkontribusi terhadap perkembangan dan pertumbuhan kanker. Faktor individu juga
mempunyai peranan penting terhadap terjadinya kanker. Faktor individu tersebut adalah predileksi genetik, induk yang terkena kanker secara keturunan, tumor primer yang bermultiplikasi serta tumor yang menyerang saat usia muda (Madewell dan Theilen 1987). Menurut Madewell dan Theilen (1987), fisiologi endokrin memiliki peranan penting dalam perkembangan tumor mammari. Pada anjing betina yang telah steril (telah diovariektomi) resiko kejadian tumor mammari hanya 12% sama halnya dengan anjing betina intact. Pada anjing betina yang telah diovariektomi sebelurn estrus, persentase kejadian tumor sekitar 0,5%. Nilai ini meningkat menjadi 8% jika ovariektomi dilakukan setelah siklus estrus pertama dan menjadi 26% jika ovariektomi dilakukan setelah siklus estrus kedua. Menurut Fossum (2002), penyuntikan
progesteron berhubungan
dengan perkembangan
malignant
mammary tumor pada kucing dan benign tumor pada anjing.
Secara umum untuk membedakan neoplasia jinak dan ganas dapat dilihat dari diferensiasi dan anaplasia, laju pertumbuhan, invasi lokal dan metastase (penyebaran sel tumor ke tempat lain). Diferensiasi menunjukkan perluasan selsel parenkim yang menyerupai sel-sel normal yang ditirunya. Neoplasia jinak biasanya berdiferensiasi baik, sedangkan neoplasia ganas dapat berdiferensiasi baik sampai tidak berdiferensiasi (anaplasia-menyerupai sel-sel embrionik) (Wilson 2006). Pengklasifikasian neoplasia dapat membantu meramalkan kemungkinan penyebab neoplasia pada pasien tertentu dan dapat membantu perencanaan pengobatan yang rasional. Klasifikasi neoplasia menggunakan berbagai kriteria. Di antara kriteria-kriteria tersebut yang penting adalah perbedaan antara neoplasia jinak dan ganas. Neoplasia tertentu yang sudah menginvasi jaringan non neoplastik yang berdekatan dan sudah menimbulkan metastasis tentu saja bersifat lebih ganas. Meskipun demikian, neoplasia dapat digolongkan menjadi ganas apabila potensi keganasan dapat diramalkan (Wilson 2006). Diagnosa tumor
kelenjar mammari dapat
dilakukan dengan uji
histopatologis menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin. Biopsi (pengambilan jaringan) kelenjar mammari dilakukan saat tumor sudah berukuran besar (Vegh dan Salamanca 2007). Untuk mendiagnosa tumor kelenjar mammari dapat
dilakukan dengan mengamati ukuran tumor. b r a n tumor dan keberadaan invasi ke jaringan sekitar tumor digunakan dalam penilaian kejadian tumor, diantaranya tumor kelenjar mammari, kulit (kecuali mastositoma), bibir, mulut, ginjal, uterus, vagina dan vulva, penis dan tiroid (Madewell dan Theilen 1987). b r a n tumor dapat dihitung dengan melakukan pengukuran diameter yang dicapai oleh tumor. Perhimpunan dokter hewan ahli kanker telah menyatakan bahwa salah satu yang dapat dijadikan untuk mendiagnosa kejadian tumor mammari pada pasien adalah terjadinya pembengkakan dan benjolan yang terns tumbuh di area kelenjar mammari (Madewell dan Theilen 1987). Berdasarkan sistem TNM (Tumor Nodes Metastasis) yang diadopsi dari WHO-Collaboration Center for Comparative Oncology, penilaian kejadian tumor dapat dilihat dari 1) luasan tumor primer, 2) kondisi dari limponodus regional dan 3) keberadaan metastase. Luasan tumor primer dapat diukur berdasarkan 3 kriteria antara lain 1) lebarnya penyebaran permukaan, 2) kedalaman invasi dan 3) ukuran tumor secara keseluruhan. Penentuan ukuran tumor termasuk dalam penilaian klinis dari tumor primer. Metode yang lebih akurat adalah ukuran dari diameter dan volume maksimum oleh patolog (Madewell dan Theilen 1987). Pengukuran diameter kelenjar mammari dilakukan pada area yang mengalami pembengkakan. Hal ini dilakukan karena tumor akan menunjukkan adanya pembengkakan. Menurut Saleh dan Abdeen (2007) pada sistem Tumor Nodes Metastasis (TNM) dinilai tiga faktor utama yaitu T adalah dimensi tumor primer, N adalah node atau kelenjar getah bening regional dan M adalah keberadaan atau ketiadaan metastasis. Ketiga faktor TNM dinilai secara klinis sebelum dilakukan operasi, sesudah operasi dan saat dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA). Tumor primer (T), To berarti bahwa tumor primer tidak ditemukan. Kategori ini sangat penting untuk menyimpulkan kasus neoplasia saat metastasis ditemukan, namun tumor primer tidak terlihat atau telah diangkat sebelumnya. Faktor Ti, T2, T3 dan T4 menunjukkan peningkatan derajat keparahan tumor primer. Kriteria penggolongannya dapat dilihat pada Tabel 1. Keparahan neoplasia dapat dilihat dari tiga faktor yaitu kedalaman invasi, penyebaran di permukaan dan ukuran neoplasia tersebut (Madewell dan Theilen 1987).
Tabel 1 Tingkatan secara klinis tumor marnmari (Madewell & Theilen 1987). Ukuran
TI Kurang dari 3 cm
T2 3-5 an
T3
T4
Lebih dari 5 cm
Kulit
Sedikit Komplikasi
Fasia, otot dan dinding toraks
Dengan atau tanpa fiksasi fasia atau otot
Banyak Komplikasi Fiksasi abdominal atau toraks
Regional limfonodus (N), dapat dinilai dengan melakukan palpasi, limfangiografi atau prosedur lainnya. Contoh penggolongan tingkatan limfonodus dapat dilihat pada Tabel 2. Kriteria penggolongan antara lain keadaan limfonodus (terfiksasi atau tidak), ukuran, kekenyalan, banyak limfonodus, ipsilateral (pada sisi yang sama) atau kontralateral (pada sisi yang berlawanan) dan distribusi bilateral. Ukuran menjadi kriteria yang sangat penting sehingga limfonodus hams dapat terpalpasi atau terdeteksi (Madewell dan Theilen 1987). Tabel 2 Tingkatan limfonodus regional (Madewell & Theilen 1987). : limfonodus regional tidak terpalpasi No NI
: limfonodus regional dapat digerakkan
Nl,
: limfonodus tidak mengindikasikan mengandung tumor
Nib
:limfonodus mengindikasikan mengandung tumor
N2
: limfonodus ipsilateral dan bilateral dapat digerakkan
N2a
: limfonodus tidak mengindikasikan mengandung tuinor
NZb
: lirnfonodus mengindikasikan mengandung tumor
N3
: limfonodus terfiksasi
NX
: limfonodus tidak terjangkau untuk evaluasi klinis
Metastase (M), Mo mengindikasikan ketiadaan metastase yang terdeteksi secara klinis, MI metastasis terdapat di lomfonodus regional maupun yang lain, M, tidak mungktn untuk mengetahui adanya metastasis. Metastase dapat ditemukan pada limfonodus yang jauh dari tumor primer. Sebagai contoh, metastase dapat ditemukan pada limfonodus inguinal pada kejadian karsinoma mammari anjing dan kucing. Setelah dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh,
data hasil pemeriksaan dicocokkan dengan data yang ada di Tabel 3. Dengan demikian, didapat Masifikasi tumor yang diamati (Madewell dan Theilen 1987). Menumt Tapan (2005), penanganan penyakit kanker sebaiknya bersifat holistik atau menyeluruh. Selama ini terapi yang dilakukan hanya pengobatan simptomatis, memperpanjang masa hidup dm meningkatkan kesehatan (kualitas hidup) pasien saja (Roomi et al. 2005). Kemoterapi hanya menguntungkan untuk mengatasi beberapa malignant tumor. Pengobatan dengan menggunakan kemoterapi biasanya menimbulkan efek samping, yaitu penghambatan terhadap pertumbuhan sel yang berproliferasi dengan cepat, misalnya rambut dan kuku. Kernoterapi juga dapat menyebabkan gangguan fisiologis organ lain. Kemoterapi, radiasi dan terapi hormonal tidak selalu direkomendasikan (Fossum 2002). Tabel 3 Penggolongan tingkatan canine mammary tumor (Madewell d m Theilen 1987). Golongan T N M TI,, Tb,Tc No(.) atau NI,(.) atau Nza(-) Mo I
11
I11
n'
TI,, Tb,Tc
NI (+I
Mo
T2a, Tb, Tc
No(+)atau NI,(+)
Mo
Any T3
Any N
Mo
Any T Any T
Any Nb Any N
MO MI
Keterangan: T = Tumor primer, TI = < 3 cm (a) tidak terfiksir, (b) terfiksir ke hlit, (c) terfiksir ke otot; T2 = 3-5 cm (a) tidak terfiksir, (b) teriiksir ke hlit, (c) terfiksir ke otot; T3= > 5 cm (a) tidak terfiksir, (b) terfiksir ke kulit, (c) terfiksir ke otot; T, = setiap ukuran tumor, infIamatory carsinoma, (ntastitis carsinomatosa); N = Nodus, Nl.(.) = ipsilateral, tidak terfiksi, secara histologi negatif; Nz,(.) = Bilateral, tidak terfiksir, secara histologi negatif; Nl,(+)= ipsilateral, tidak terfiksir, secara histologi positif; Nib, NZb = limfonodus ipsilateral atau bilateral terfiksir; M = Metastasis, Ma = tidak terdeteksi adanya metastasisjauh; MI = terdapat metastasis jauh.
Operasi mempakan terapi pilihan untuk semua jenis tumor, kecuali tumor yang disertai dengan peradangan (inJlammatory carcinomas). Keuntungan operasi adalah dapat melakukan diagnose histologi; tumor dapat disembuhkan; dapat meningkatkan kesehatan atau juga dapat memodifikasi progresi penyakit. Pada kasus mammary carcinoma, operasi tidak akan membuahkan hasil karena mammary carcinoma bersifat sangat agresif. Pemilihan metode operasi
bergantung pada ukuran tumor, lokasi dan konsistensi, status pasien dan kenyamanan operator (Fossum 2002). Beberapa jenis operasi pengangkatan tumor mammari yang dapat dilakukan antara lain lumpektomi, mastektomi sederhana, mastektomi regional dan mastektomi unilateral. Lumpektomi adalah pengangkatan sebagian massa kelenjar mammari, mastektomi sederhana adalah penyayatan seluruh kelenjar, mastektomi regional adalah penyayatan jaringan ikat dan jaringan yang ada di sekitar kelenjar mammari, mastektomi unilateral adalah pengangkatan seluruh kelenjar mammari, jaringan subkutan dan limfatik yang berhubungan dengan kelenjar mammari (Fossum 2002). 2.4. N-nretil-n-nitrosourea N-mefil-n-nitrosourea(MNU) mempakan salah satu karsinogen kimia yang
baik dan efektif untuk digunakan sebagai bahan penginduksi tumor dan model yang sangat baik untuk mammary carcinon~a(Osbome et al. 1992; Vegh dan Salamanca 2007). Karsinogenik atau zat yang dapat menimbulkan kanker, mempakan unsur yang dinilai mempengamhi ketidaknormalan pertumbuhan sel dalam tubuh (Lu 2006). Zat karsinogen bekerja memicu pembahan genetik tertentu pada suatu gen sehingga menyebabkan pembentukan neoplasma atau mengubah neoplasma menjadi kanker (Lu 2006). Zat gonotoksik yaitu karsinogen yang bekerja dengan cara menimbulkan kerusakan DNA biasanya terbentuk setelah bioaktivasi, berinteraksi dengan makromolekul genetik (DNA) untuk membentuk suatu karsinogen adduct (bagian DNA yang abnormal karena karsinogen) menginduksi pembahan kimia lainnya pada DNA. Sel yang bersangkutan mungkm akan mati atau bembah menjadi sel yang normal kembali setelah suatu mekanisme perbaikan DNA yang sempuma. Bila keduanya tidak terjadi maka inisiasi karsinogenik menjadi ireversibel setelah sel mengalami replikasi (Lu 2006). Karsinogen kimia tentu dapat mengaktifkan onkogen sehingga mengubah sel normal menjadi sel tunor. Sel tumor yang telah mengalami inisiasi, dengan fenotif dan genotif yang telah bembah, mungkin akan tetap tenang untuk jangka waktu yang lama sebelum bembah menjadi tumor akibat proliferasi sel oleh
adanya zat-zat promoter (Lu 2006). Keadaan ini mungkm disebabkan oleh pengaruh hambatan dari sel-sel normal di sekelilingnya melalui komunikasi antarsel. Pengaruh ini dapat dikurangi dengan pembunuhan sel (misalnya dengan zat kirnia sitotoksik), pembuangan sel (misalnya dengan hepatektomi parsial), faktor pertumbuhan (misalnya hormon) dan faktor-faktor lain (Lu 2006). Konversi dan progresi ditandai dengan pembahan biokimia danlatau morfologik dalam aktivitas dan struktur genom. Mekanisme terjadinya belum diketahui secara tepat, tetapi mungkm melalui pengaktifan sel yang terinisiasi oleh karsinogen lengkap. Progresi juga bersifat ireversibel (Lu 2006). Karsinogenesis dimulai dari kemsakan genetis yang tidak mematikan (mutasi) yang diperoleh akibat kerja agen lingkungan (radiasi, kimia dan virus) pada sel somatik atau dari kuman yang diturunkan. Karsinogenesis mempakan proses multilangkah yang meliputi inisiasi (mutasi genetik asli), promosi (proliferasi klon ganas dan mutasi tambahan) dan progresi (proliferasi yang timbul akibat kerja tumor ganas termasuk infiltrasi dan metastasis) (Wilson 2006). Penggunaan MNU dalam penginduksian tumor telah dilaporkan memiliki beberapa keuntungan, antara lain kespesifikan terhadap organ yang diinduksi, tumor yang berasal dari duktus terutama yang berkarakteristik carcinomatous, kemampuan untuk percobaan inisiasi yang baik dan meningkatkan proses terjadinya tumor. Secara umum, MNU menginduksi malnmary carcinoma yang agresif dan lokal (Roomi et al. 2005). Dosis yang digunakan dalam penginduksian tumor pada hewan adalah dosis tunggal sebesar 50 pglkg berat badan hanya untuk menginisiasi saja. Saat hewan diinduksi dengan menggunakan MNU saja perkembangan tumor sudah tampak (Pazos et al. 1998). 2.5. Temu putih
Salah satu kekayaan alam bangsa Indonesia yang dapat dijadikan bahan obat adalah temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe). Menurut Anonim (2008'), temu putih dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospemae
Kelas
: Monocotylodonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuina zedoaria (Berg.) Roscoe
Pada umumnya, temu putih ditanam sebagai tanaman obat dan dapat ditemukan tumbuh liar pada tempat-tempat terbuka yang tanahnya lembab pada ketinggian 0 - 1.000 m di atas pelmukaan laut (dpl). Sosok tanaman ini mirip dengan temulawak dan dapat dibedakan dari rimpangnya. Temu putih banyak diternukan di Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra, Ambon hingga Papua. Selain itu, temu putib juga dibudidayakan di India, Banglades, Cina, Madagaskar, Filipina dan Malaysia (PD PERSI 2003). Temu putih juga dikenal dengan nama daerah koneng bodas (Sunda), kunir putih (Jawa) (Syukur dan Hemani 2002).
Gambar 4 Tanaman temu putih (Curcurnu zedoaria (Berg.) Roscoe) (Anonim 2008~). Turnbuhan ini dapat mencapai tinggi 2 meter. Salah satu ciri khas tanaman ini adalah adanya warna ungu di sepanjang ibu tulang dam. Helaian dam b e m a hijau muda sampai hijau 'ma dengan punggung daun beiwarna pudar dan berkilat. Panjang daun temu putih antara 31-75 cm dan lebar 7-20 cm. Tangkai bunga temu putih langsung muncul dari bagian perakaran sebelum munculnya dam dari pelmukaan tanah. Bunga steril benvarna merah muda dan bagian ujung
bunga berwarna lebih tua dengan tangkai berwama hijau pada permukaan tanah (Gambar 4) (Syukw 2003). Batang sesungguhnya merupakan rimpang yang bercabang di bawah tanah, berwara coklat muda-coklat tua, di dalarnnya putih atau putih kebiruan, memiliki umbi bulat dan aromatik (Mardiana 2002). Rimpang induk berbentuk lansetlonjong, sedangkan rimpang cabang yang berupa akar menggembung pada bagian ujungnya membentuk umbi dengan kulit rimpang benvama putih. Antara satu rimpang dengan rimpang lain cukup liat untuk dipatahkan. Pada ujung-ujung akar terdapat bulatan-bulatan atau bintil-bintil yang merupakan cadangan air. Kulit rimpang temu putih berwama putih. Apabila diiris, daging rimpang temu putih berwarna putih sarnpai kuning muda (Gambar 5). Rasa rimpang temu putih pahit dan bersifat sejuk (Syukur 2003; Mardiana 2002).
Gambar 5 Rirnpang temu putih. 2.5.1. Kandungan Rimpang temu putih mengandung kurkuminoid (diarilheptanoid), minyak atsiri, polisakarida dan golongan lain. Kurkuminoid yang telah diketahui meliputi curcumin,
dimetoksikurkumin,
bisdimetoksikurkumiu
dan
1,7-bis
(4-
hidroksifeni1)-1,4,6-heptatrien-3-on.Minyak atsiri berupa cairan kental kuning emas yang mengandung monoterpen dan seskuite~yen.Kandungan minyak atsiri
dalam rimpang temu putih cukup banyak dengan rendemen sekitar 2% (Mardiana 2002). Berdasarkan tingkat oksidasinya, monoterpen temu putih terdiri dari monoterpen hidrokarbon apinen, d-kamfen, monoterpen alkohol, d-borneol, monoterpenketon, d-kamfor, monoterpen oksida dan sineol. Seskuiterpen dalam temu putih terdiri dari berbagai golongan seperti bisabolan, elemen, germakran, eudesman, guaian dan golongan spirolakton. Kandungan lainnya meliputi etil-pmetoksisinamat, 3,7-dimetilin dan 5-asam karboksilat (Syukur 2003). 2.5.2. Manfaat
Salah satu kepopuleran temu putih adalah khasiatnya sebagai penghambat laju perkembangbiakan sel tumor (Syukur dan Hernani 2002). Menurut Syukur 2003, manfaat temu putih adalah sebagai penghambat laju perkembangan sel kanker karena mengandung RIP (ribosome inactivating protein) sehingga efek terapinya bersifat tidak langsung, yaitu menunggu matinya sel kanker itu sendiri. Berdasarkan penelitian, rimpang segar temu putih mempunyai potensi mematikan sel kanker di atas 50 persen. Kemampuan ini tejadi pada konsentrasi 50, 100, 150, dan 200 mikrograrn/ml. Sedangkan untuk sediaan jadi temu putih mempunyai potensi mematikan sel kanker di bawah 50 persen pada dosis yang sama (Wed 2004). Menurut Murwanti dan Me (2002), dengan menggunakan metode newborn mice, ekstrak rimpang temu putih dapat menucurikan persentase jurnlah nodul tumor yang diinduksi dengan benzo [alpha] piren sebesar 57,69 % pada dosis 250 mgkg BB. Penurunan jumlah nodul juga terlihat pada dosis 500 mgkg BB (34,63 %) dan dosis 750 mgkg BB (38,42 %) walaupun tidak berbeda nyata bila dibandingkan jumlah nodul tumor pada mencit kelompok kontrol positif. 2.6. Kelinci
Saat ini hewan yang digunakan untuk percobaan tumor sudah beragam. Hal ini seiring dengan semakin banyaknya jenis hewan yang dapat terkena tumor seperti ikan, amfibi, reptil dan mamalia. Salah satu jenis hewan yang dapat digunakan adalah kelinci. Kelinci (Orictolap cunniculus) yang dipelihara sekarang berasal dari kelinci liar di Eropa. Kelinci yang dipelihara di Indonesia
sebagian besar adalah keturunan kelinci yang dibawa dari Belanda dan termasuk jenis yang kecil ukurannya, yaitu h a n g dari 2 kg berat hidup. Jenis inilah yang sering digunakan sebagai hewan percobaan. Di samping itu, terdapat juga jenis kelinci yang lebih besar ( i 5 kg) yang sengaja diimpor dari Eropa, Selandia Bam, Australia dan Amerika untuk tujuan produksi daging bagi konsumsi manusia. Hasil persilangan antara kedua jenis kelinci tersebut sudah banyak dipelihara oleh peternak. Dengan banyaknya jumlah kelinci persilangan ini, maka besar kemungkinan kelinci persilangan ini digunakan sebagai hewan percobaan (Malole dan Pramono 1989). Pada umumnya kelinci dapat bertahan hidup selama 5-10 tahun, bahkan dapat mencapai 12 tahun. Kelinci akan mencapai dewasa kelamin pada umur 4-10 bulan. Berat dewasa kelinci mencapai 1,5-7,O kg jantan dan 1,4-6,5 kg betina. Dalam kondisi normal, suhu tubuh kelinci berkisar antara 38,0-40,1°c dengan rata-rata 39,5'~.Kelinci memiliki puting susu sebanyak 8 puting susu yang terdiri dari satu pasang di daerah dada, dua pasang di perut, dan satu pasang lagi di daerah selangkangan. Plasenta kelinci bertipe diskoidal hemoendotelial. Uterusnya memiliki dua tanduk (bikornis) dan juga memiliki dua serviks (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Kelinci dapat bertahan hidup dan bereproduksi di daerah tropis dan memiliki kekuatan cukup sehingga dapat digunakan sebagai hewan percobaan. Pemeliharaan kelinci relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan perawatan hewan percobaan yang lain seperti kera, anjing dan kucing. Kelinci dapat diberikan asupan pakan seperti dedaunan, rerumputan dan juga dapat diberikan pakan khusus kelinci. Setiap hari kelinci hanya membutuhkan 75 g hingga 100 g pakan. Pakan kelinci hams mengandung 16-20% serat kasar, 14-18% protein kasar dan tak lebih dari 2500 kalori per hari (Malole dan Pramono 1989; Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
BAB In
MATERI DAN METODE 3.1. WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bagian Bedah dan Radiologi serta Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi serta kandang Hewan Percobaan yang dikelola oleh Unit Pelayanan Teknis Hewan Laboratorium
(UPT Helab), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2007 sampai Agustus 2008. 3.2. BAHAN DAN ALAT 3.2.1. Bahan
a) Ekstrak etanol rimpaug temu putih Simplisia rimpang temu putih, alkohol 70% (etanol) dan propilen glikol. b) Curcumin
Curcumin diperoleh dalam bentuk serbuk (PT. MERCK) c) Induksan tumor N-metil-n-nitrosourea (MNU) dan NaCl fisiologis (1% b/v) (BRAUN).
d) Kelinci Kelinci yang digunakan adalah kelinci betina yang berumur 6 sampai 9 bulan (telah dewasa kelamin) sebanyak 9 ekor. Kelinci-kelinci tersebut dikelompokkan menjadi 3 kelompok dengan jumlah masing-masing kelompok 3 ekor.
Kelompok I
=Kelompok kelinci yang hanya diinduksi tumor
Kelompok I1
=Kelompok kelinci yang diinduksi tumor dan diberi ekstrak etanol rimpang temu putih
Kelompok 111
=Kelompok kelinci yang diinduksi tumor dan diterapi dengan curcumin
3.2.2. Alat
a) Pembuatan ekstrak etanol rimpang temu putih Maserator, plastik wrap, kain katun tebal, evaporator, gelas kimia dan pengaduk. b) Induksi tumor
Syringe 1 ml dan kapas beralkohol,
c) Kelinci Kandang, tempat pakan dan tempat minum, d) Pengukuran diameter tumor
Mistar dengan satuan sentimeter, marker dan alat dokumentasi. 3.3. METODE PENELITIAN
3.3.1. Pembuatan Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih
Pembuatan ekstrak etanol rimpang temu putih (ekstraksi) diawali dengan proses maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur mangan (kamar). Maserasi mempakan suatu proses untuk memperoleh bahan aktif rimpang temu putih. Proses maserasi dilakukan menggunakan pelamt etanol dengan perbandingan 1:10 pada tabung maserator. Maserasi dilakukan selama 1x24 jam. Maserat yang telah diperoleh
dipisahkan,
sedangkan
simplisia rimpang temu
putih
ditambahkan alkohol70% kembali. Selanjutnya proses yang sama diulangi sebanyak satu kali (Depkes RI 2000). Maserat yang telah diperoleh,
kemudian dievaporasi. Evaporasi merupakan suatu proses pemekatan maserat dengan cara penguapan pelamt tanpa sampai menjadi kering (Depkes RI 2000). Dalam panelitian ini evaporasi dilakukan hingga ekstrak maserat menjadi kentallpekat sehingga didapat ekstrak kental rimpang temu putih. Hasil evaporasi tersebut digunakan untuk terapi tumor pada penelitian ini. 3.3.2. Induksi Tumor
Penginduksian tumor dilakukan setelah kelinci diadaptasikan selama dua bulan. Pengadaptasian ini bertujuan untuk menghindari kebuntingan hewan yang akan diinduksi dan untuk menyesuaikan kondisi kelinci dengan lingkungan sekitar kandang. Induksi tumor dilakukan pada kelenjar marnmari nomor dua pada kedua sisi (kin dan kanan) melalui puting (intra mamrnari), sebanyak tiga kali yaitu pada minggu pertama, kedua dan ketiga. Dosis MNU yang digunakan adalah 50 ~ g k gBB. Sebelum dilakukan penginduksian, berat badan kelinci ditimbang dan puting disucihamakan dengan menggunakan alkohol 70%. Jumlah MNU yang akan diinduksikan dibagi menjadi dua untuk diinduksikan ke masingmasing puting. Penginduksian dilakukan tegak lurus terhadap sumbu tubuh kelinci. 3.3.3. Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih dan Curcumin
Ekstrak etanol rimpang temu putih yang didapat dari hasil evaporasi (berupa pasta) dilarutkan dengan propilen glikol. Ekstrak etanol rimpang temu putih dan curcumin diberikan secara peroral dengan menggunakan stomach tube. Kelinci ditempatkan pada kandang jepit untuk memudahkan
dalam pengaplikasian. Stomach tube dimasukkan perlahan ke dalam mulut kelinci sampai masuk ke dalam saluran pencemaan (lambung). Ekstrak rimpang temu putiWcurcumin diambil dengan syringe tanpa jarum kemudian dimasukkan ke dalam lambung kelinci melalui stomach tube. Setelah ekstrak rimpang temu putiWcurcumin dipastikan masuk, stomach tube dikeluarkan secara perlahan. Ekstrak etanol rimpang temu putih dan
curcumin diberikan setiap hari selama terapi (empat minggu). Dosis ekstrak etanol rimpang temu putih yang digunakan adalah 250 mgkg BB (Munvanti dan Me 2002), sedangkan dosis curcumin yang digunakan adalah 60 mgkg BB sesuai dengan anjuran produsen (PT. MERCK). 3.3.4. Pengamatan Pertumbuhan Tumor
Pertumbuhan tumor diamati dengan melakukan pengukuran diameter tumor. Pengukuran dilakukan setiap seminggu sekali selama ernpat minggu perlakuan. Pengukuran dilakukan dengan terlebih dahulu menandai bagian kelenjar rnammari yang mengalami tumor lalu mengukur diameter lingkaran tersebut dengan menggunakan mistar. Diameter kelenjar mamrnari diukur secara vertikal terhadap sumbu tubuh. Data diameter kelenjar mammari yang didapat dikalkulasi dan dirata-ratakan. Kemudian dibandingkan antar perlakuan.
BAB IV HASIL DAN PERZBAHASAN 4.1. Kelompok Kontrol Positif
Pada kelompok kontrol positif hanya dilakukan penginduksian dengan MNU tanpa dilakukan penghambatan, baik dengan menggunakan ekstrak etanol rimpang temu putih maupun dengan menggunakan curcumin. Diameter kelenjar mammari yang digunakan sebagai indikator adanya tumor pada kelompok kontrol positif tumor mengalami peningkatan pada minggu kedua, kembali meningkat pada minggu ketiga dan mengalami penurunan pada minggu keempat. Hal ini terjadi karena penginduksian MNU dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga. Sifat karsinogen yang dimiliki MNU akan memberikan efek berupa pembentukan tumor. Secara umum tumor merupakan pembengkakan yang terjadi pada jaringan. Setelah dilakukan penginduksian, jaringan kelenjar mammari akan mendapatkan efek karsinogen dari MNU sehingga terbentuklah tumor. Peningkatan diameter kelenjar mammari pada minggu kedua dan ketiga terjadi seiring dengan penginduksian yang dilakukan pada minggu pertama dan minggu kedua. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, penurunan rataan diameter kelenjar mammari pada minggu keempat kamungkinan terjadi karena adanya kerusakan pada jaringan kelenjar mammari sehingga kelenjar mammari mengkarut. Efek tumor yang muncul pada kelompok kontrol positif tumor dapat dijadikan acuan untuk mengetahui adanya pengharnbatan yang terjadi pada kelompok yang diberi perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol rimpang temu putih maupun dengan pemberian curcumin.
Gambar 6 menunjukkan rataan diameter kelenjar mammari kelinci yang tentkur setiap minggu yaitu minggu pertama sebelum dilakukan penginduksian, minggu kedua setelah induksi pertama, minggu ketiga setelah dilakukan induksi kedua, dan minggu keempat setelah induksi ketiga.
Gambar 7 Diameter kelenjar mammari kelinci yang diinduksi n-metil-nnitrosourea seteleh empat minggu. Diameter kelenjar mammari kelompok kelinci yang hanya diinduksi tumor (A), kelompok kelinci yang diinduksi tumor dan diterapi dengan kurkumin (B), kelompok kelinci yang diinduksi tumor dan diberi ekstrak etanol rimpang temu putih (C). Lingkaran merah menunjukkan area tumor. Sebagai antikanker, pertama-tama cwcumin dkaitkan dengan aktivitasnya sebagai anti-inflamasi yaitu sebagai inhibitor enzim cyclooxygenase, enzim yang mengkatalisis sintesis prostanoid dari asam arakidonat (Meiyanto 2008). Penelitian yang lain menunjukkan bahwa curcumin juga aktif dalam menghambat proses karsinogenesis pada tahap inisiasi dan promosilprogresi. Akhir-akhir ini juga dilaporkan bahwa curcumin juga memiliki efek memacu proses apoptosis yaitu proses kematian sel dalam rangka mempertahankan integritas tubuh secara keseluruhan (Meiyanto 2008).
4.3. Kelompok Perlakuan Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih Pada kelompok yang diterapi dengan menggunakan ekstrak etanol rimpang temu putih terlihat adanya perbedaan ukuran tumor jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak diterapi. Diameter yang t e m k ~ rpada kelompok yang diterapi dengan ekstrak etanol rimpang temu putih lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak diterapi. Ekstrak etanol rimpang temu putih mengandung curcuminoid, minyak atsiri dan polisakarida. Curcuminoid meliputi: curcumin,
demetoksikurkumin,
bisdemetoksikurkumin
hidroksifeni1)-l,4,6-heptatrien-3-on. Ekstrak
etanol
dan
rimpang
1,7-bis(4temu
putih
menunjukkan aktivitas menghambat sel-sel OVCAR-3, yaitu sel line kanker ovarium manusia (Murwanti et al. 2004). Inflamasi kronis juga merupakan mutagen karena aktivitas sel inflamatori melepaskan mutagenic intermediates (nitrogen oksida reaktif). Inflamasi berkaitan dengan kejadian tumor telah dilaporkan bahwa pada tahun 1990 ada sebanyak 16% dari 1.450.000 kasus kanker di selumh dunia diakibatkan oleh inflamasi (Okada dan Junichi 2005). Pada kelompok yang diterapi dengan ekstrak etanol rimpang temu putih memiliki rataan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok yang diberikan curcumin, kecuali pada minggu keempat kelompok perlakuan ekstrak etanol rimpang temu putih memilib rataan diameter tumor lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok curcumin. Hal ini kemungkinan terjadi karena zat yang terkandung dalam ekstrak etanol rimpang temu putih salah satunya adalah curcumin. Persentase curcumin yang terkandung didalam ekstrak etanol rimpang temu putih lebih rendah jika dibandingkan dengan persentase curcumin yang terkandung didalam obat curcmin, sehingga efek penghambatan pertumbuhan tumor yang ditimbulkan oleh curcumin lebih besar jika dibandingkan dengan efek penghambatan pertumbuhan tumor yang ditimbulkan oleh ekstrak etanol rimpang temu putih. Menumt Kiuchi (1992) dalam Munvanti et a1 (2004), curcumin dapat menekan proliferasi sel kanker melalui mekanisme menginduksi apoptosis (Gambar 8). Apoptosis (bunuh din sel) mempakan suatu mekanisme kematian sel yang terprogram, dengan kata lain suatu sel akan mati karena adanya induksi dari gen pengatur pertumbuhan sel. Menurut Wilson (2006), apoptosis mempakan salah
Pada penelitian ini pengamatan hanya dilakukan pada criteria tumor primer. Berdasarkan kriteria tumor primer terutama ukuran tumor, maka tumor yang terbentuk pada penelitian ini dapat diklasifikasikan ke dalam tumor jinak. Namun, sesungguhnya pengklasifikasian tumor tidak dapat hanya didasari oleh satu kriteria saja. Pengklasifikasian tumor harus didasari oleh tiga kriteria yaitu tumor primer, limfonodus yang terkena dan penarnpakan metastasis (Madewell dan Theilen 1987).
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Dari seluruh hasil pemeriksaan yang dilakukan secara makroskopis terhadap diameter tumor yang tumbuh, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas ekstrak etanol rimpang temu putih dapat menghambat laju pertumbuhan tumor.
5.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan efek biologis yang tejadi pada penggunaan ekstrak etanol rimpang temu putih sehingga diketahui keamanan ekstrak ini dalam pengobatan tumor.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Pathogenesis of Cancer. Herb4cancer.wordpress.com~2007/11/ 28herbal-medidine-for-cancer-tre [11 Agustus 20081 Anonim. 2008'. Plants Database. http:/n;Vww.Bioscience.Org~Current~Cunissu. Htm [17 Februari 20081 Anonim. 2008~.Curcuma zedoaria. http:i/id.images.search.yahoo.com/images/ [16 September 20081 Birchard S J dan R G. Sherding. 2000. Saunders Manual of Small Animal Practice. Ed ke-2. Philadelphia: W. B. Saunders Company. Cunningham. 2002. Textbook of Veterinary Physiologi. Ed ke-3. Philadelphia: W. B. Saunders Company. Departemen Kesehatan, Republik Indonesia (DEPKES RI). 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Ed ke-1. Jakarta: Depkes RI. Fossum T W. 2002. Small Animal Surgety. Ed ke-2. Missouri: Mosby, An Affiliate of Elsevier. Ganong W F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Djauhari Widjajakusumah et al., penerjemah; Djauhari Widjajakusumah, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Review ofMedical Physiology. Guyton A C dan J E Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Irawati Setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi, dan Alex Santoso, penerjemah; Irawati Setiawan, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. Lu C F. 2006. Toksikologi Dasar Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko. Edisi kedua. Eddi nugroho, penterjemah. Jakarta: penerbit universitas Indonesia. Terjemahan dari: Basic Toxicology: Fundamental, Target Organs and Risk Assessment. Madewell B R dan G H Theilen. 1987. Etiology of cancer. Gordon H. Theilen, Bruce R Madewell, editor. Veterinary Cancer Medicine. Ed ke-2 Philadelphia: Lea & Febiger. Malole M B M dan C S U Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium [Bahan Pengajaran]. Depdikbud, Direktorat Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
Mardiana L. 2002. Kanker Pada Wanita Pencegahan dun Pengobatan dengan Tanaman Obat. Jakarta: Penebar Swadaya Meiyanto E. 2008. Kurkumin sebagai Obat Kanker: Menelusuri Mekanisme Ahinya. http://groups.yahoo.com/group/FarmasiNet/message/278?1=1 [6 September 20081 Munvanti R dan E Me. 2002. Uji efek anti kanker ekstrak etanol rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) dengan metode newborn mice [Abstrak]. Kumpulan Karya Ilmiah Hasil Penelitian UGM. Id 110. Murwanti R, Edy M, Arief N dan Susi AK. 2004. Efek Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria Rosc.) Terhadap Pertumbuhan Tumor Pam Fase Post Inisiasi pada Mencit Betina Diinduksi Benzo[a]Piren Majalah Faimasi Indonesia, 15 (I), 7- 12. Okada F dan Junichi F. 2005. Prevention of Tumor Progression As the Ultimate Goal of Cancer Therapy. Cancer Therapy Vol3,219-226. Osborne MP, Ruperto JF, Crowe JP, Rosen PP dan Telang NT. 1992. Effect of tarnoxifen on preneoplastic cell proliferation in n-nitroso-n-methylurea induced mammary carcinogenesis. [Abstrak]. Cancer Res. 1992 15;52(6):1477-80. Pazos P, C Lanari, P Elizalde, F Montecchia, E Charreau dan A A Molinolo. 1998. Promoter effect of medroxyprogesterone acetate (MPA) in n-methyln-nitrosourea (MNU) induced mammary tumors in balblc mice. Dalam Carcinogenesis vol. 19 no. 3 pp. 529-531, 1998. Obat Tradisional: Temu Putih. PDPERSI. 2003. http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=l03&tbl=alternatif [12 Desember 20071 Roomi MW, NW Roomi, V Ivanov, T Kalinovsky, A Niedzwiecki dan M Rath. 2005. Modulation of n-metil-n-nitrosourea induced mammary tumors in Sprague-dawley rets by combination of lysune, proline, arginine, ascorbic acid, and green tea extract. Breast cancer research. 7:R291-R295. Saleh F dan S Abdeen. 2007. Pathobiological features of breast tumours in the State of Kuwait: a comprehensive analysis. Dalam: Journal of Carcinogenesis. 2007, 6:12. Smith J B dan S Mangkoewidjojo. 1988. Penzeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press. Spector W G dan T D Spector. 1993. Pengantar Patologi Umum. Ed ke-3. Soetjipto, penetjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to General Pathology.
Syukur C dan Hemani. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersil. Jakarta: Penebar Swadaya. Syukur C. 2003. Temu Putilz Tanaman Obat Anti Kanker. Bogor: Penebar Swadaya. Tapan E. 2005. Kanker, Antioksidan & Terapi Komplementer. Jakarta: PT. Elekrnedia Komputindo. Vegh I dan R E de Salamanca. 2007. Prolactin, tnf alpha and nitric oxide expression in nitroso-n-methylurea-induced-mammary tumours. Dalam: Journal of Carcinogenesis 2007,6: 18. Wed.
2004. Terapi Kanker dari Alum. http://www.gizi.net/cgibin/berita~~llnews.cgi?newsid1102403985,42580,.[12 Juni 20081
Wijayakusuma H. 2005. Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. Jakarta: Puspa Swara. Wilson L M. 2006. Gangguan Pertumbuhan Prolifasi, dun Diferensiasi Sel. Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed ke-6. Brahm U. Pendit, penerjemah. Huriawati Hartanto, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Pathophysiology: Clinical Concepts ofDesease Prosseses.