EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI pH PADA SINTESIS Fe3O4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI
Oleh : Darmawan Prasetia, Prof. Dr. Darminto, M.Sc Malik Anjelh Baqiya, M.Si Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Email :
[email protected]
Abstrak Proses sintesis Fe3O4 dari pasir besi Lumajang telah dilakukan dengan metode kopresipitasi. Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari efek dari variasi lama pengadukan dan variasi pH pada pembuatan Fe3O4 untuk menjelaskan distribusi partikel Fe3O4 serta pengaruhnya pada ukuran partikel Fe3O4 yang terbentuk. Kajian awal dari analisis difraksi sinar-X didapat Fe3O4 yang terbentuk adalah fasa tunggal. Selanjutnya, melalui analisis menggunakan software rietica diperoleh ukuran partikel Fe3O4 terkecil ~10,9 nm. Semakin lama pengadukan, maka ukuran partikel akan cenderung mengecil, sedangkan pada variasi pH ukuran partikel berbanding terbalik dengan nilai pH. Kata kunci: Pasir besi, Fe3O4, kopresipitasi, variasi pH. I.
PENDAHULUAN Magnetite merupakan mineral ferrimagnetik dengan rumus kimia Fe3O4 satu dari beberapa besi oksida dan anggota dari grup spinel. Nama kimia magnetite menurut IUPAC adalah besi (II, III) oksida dan nama kimia secara umum adalah ferit oksida (ferrous-ferric oxide). Rumus kimia magnetit sering ditulis dalam bentuk FeO..Fe2O3 dimana satu bagian adalah wustite (FeO) dan bagian lainnya adalah hematit (Fe2O3). Bahan Magnetik Fe3O4 telah luas dipelajari selama beberapa tahun dengan tujuan menyelidiki sifat magnetiknya yang menarik dan beberapa aplikasi yang potensial, khususnya untuk aplikasi yang potensial, sebagai bahan magnetik cerdas. Partikel nano Fe3O4 biasanya didapat dengan beberapa metode sintesis kimia, seperti kopresipitasi, reverse micelle method, sintesis microwaveplasma, teknik sol – gel, freeze drying, ultrasound irradiaton, metode hidrotermal, teknik pirolisis laser, dan lain – lain (Aiguo et al. 2008 ). Karena itu, pada sebagian besar
metode, ukuran dari produk sintesis berada dibawah 30 nm dan distribusi ukurannya hanya dapat dikontrol sampai beberapa besaran. Dalam hal ini, material Fe diperoleh dari pasir besi di kabupaten Lumajang. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, karakter pasir besi di kabupaten Lumajang mempunyai kadar Ferum (Fe) yang sangat tinggi, yaitu sekitar 40-50 persen. Mengandung berbagai bahan pengotor seperti Titanium (Ti), Vanadium (V), Nikel (Ni), dan Cobalt (Co). Oleh karena itu, perlu adanya terobosan teknologi yang canggih dan tepat untuk mengolahnya. Salah satu cara meningkatkan daya guna pasir besi adalah memisahkan bahan pengotor dari Fe. untuk membersihkan pasir besi dari bahan pengotor tersebut diperlukan alat pemisah magnet berbentuk roda yang disebut Magnetik Separator. Alat ini secara otomatis akan memisahkan bahan yang bersifat magnet yakni Fe dan bahan pengotor yang tidak bersifat magnet. Bahan yang bersifat magnet dimurnikan lagi,
sehingga menghasilkan Fe3O4 dan TiO2 (Titanium Dioksida). Dari Fe3O4 itulah yang nantinya diolah menjadi besi baja. Untuk mengetahui lebih lanjut proses pembentukan partikel Fe3O4 beserta sifatsifatnya, maka dilakukan penelitian sehingga diharapkan mampu memecah persoalan yang ada. Biasanya, persoalan pada pembuatan partikel Fe3O4 terletak pada ukuran, kehomogenan (distribusi partikel yang terbentuk) serta morfologinya. Pada penelitian ini, diharapkan mampu memecahkan persoalan terkait tentang pengaruh pH serta variasi waktu pengadukan terhadap persoalan-persoalan tersebut. Pengadukan dilakukan pada kondisi ruang dan berhubungan langsung dengan udara bebas. Pada saat pengadukan terjadi gaya sentrifugal, gaya ini yang menyebabkan atom-atom terdistribusi secara homogen. Atom-atom titanium adalah jenis atom yang reaktif terhadap oksigen, sehingga pada saat pengadukan atom-atom titanium mengikat oksigen menjadi molekul oksida. Terbentuknya molekul oksida ini merupakan awal terjadinya nukleasi. Kehomogenan larutan menyebabkan nukleasi terjadi di seluruh titik secara merata. Sehingga terbentuklah ukuran partikel yang hampir seragam. Lamanya pengadukan menyebabkan partikel-partikel logam oksida yang terbentuk berikatan kembali dengan oksigen ataupun kehilangan oksigen. Apabila logam oksida berikatan dengan oksigen maka oksida tersebut akan bermuatan negatif dan sebaliknya akan bermuatan positif. Antara oksida yang bermuatan positif dan negatif akan saling tarik menarik dan pada akhirnya bergabung menjadi partikel oksida yang lebih besar. Keadaan ini tidak sepenuhnya homogen, tergantung dari lamanya pengadukan. Penelitian ini menggunakan proses kopresipitasi dalam pembuatan partikel Fe3O4. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan efisiensi waktu serta ketersediaan alat yang mendukung penelitian ini. Dari sudut pandang inilah,
bila dibandingkan dengan proses lain yang ada, maka proses kopresipitasi menjadi pilihan dalam penelitian ini. Sementara itu, ketersediaan alat seperti magnetic stirer serta beberapa bahan kimia lain seperti NH4OH serta HCl yang dibutuhkan telah tersedia dan siap dipakai. II.
METODOLOGI PENELITIAN
Partikel nano Fe3O4 disintesis dengan metode kopresipitasi. Pasir besi yang telah diekstrak dilarutkan dalam HCl pada suhu ~ 70° C dan diaduk sekitar 20 menit dalam magnetic stirrer. Larutan ini ditambahkan dengan variasi volume NH4OH sambil di aduk dengan pengaduk magnetik dan dipanaskan dengan magnetik stirrer pada suhu ~ 70° C dengan variasi waktu pengadukan yang bervariasi. Hasil reaksi yang dihasilkan kemudian diendapkan kemudian dicuci berulang-ulang dengan aquades sampai bersih dari pengotornya (pH larutan=7) kemudian disaring. Magnet permanen ditempatkan dibawah gelas dengan tujuan bisa menarik Fe3O4 supaya mengendap lebih cepat dibandingkan Fe2O3. Kemudian bahan material hasil endapan ini dikeringkan dengan cara melarutkannya kembali pada aquades, kemudian menyaringnya dengan kertas saring. Fe3O4 dibiarkan mengendap hingga mengering dengan sendirinya. Berikut ini adalah skema sintesis bahan :
III ANALISA DATA PEMBAHASAN Analisa Data XRD Analisa data XRD yang telah dilakukan memberikan hasil serupa pada proses pembuatan Fe3O4 yang telah dilakukan sebelumnya (sholihah, 2010). Setelah dilakukan search match pada sampel-sampel yang ada, maka hal ini menunjukkan proses kopresipitasi telah berhasil dilakukan eksperimen. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya peak-peak yang sesuai dengan model Fe3O4. Dari pengamatan yang dilakukan, maka dapat dipastikan sampel-sampel yang dibuat dapat dikategorikan sebagai sampel dengan satu fasa.
Puncak-puncak yang ditandai dengan simbol ”x” adalah puncak puncak yang dikenal dengan baik yang dimiliki oleh kristal Fe3O4 (sholihah, 2010). Analisa Data XRD dengan Rietica Analisa yang dilakukan dengan menggunakan software rietica memberikan
beberapa parameter yang nantinya dapat digunakan dalam perhitungan ukuran kristal. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh ukuran-ukuran dari kristal Fe3O4 yang divariasikan dengan pH serta lama pengadukan. Pada variasi lama pengadukan, dilakukan variasi lama pengadukan berturut-turut 1 jam, 3 jam, 6 jam, 10 jam, dan 15 jam. Variasi lama pengadukan ini adalah murni untuk melihat perubahan serta efek dari perbedaan yang dilakukan. Dengan mengontrol pH yang diupayakan bernilai sama pada pH pengendapannya. Selebihnya semua perlakuan disamakan sesuai dengan metodologi yang telah dibuat. Pada variasi pH, lama pengadukan dibuat tetap 1 jam, kemudian pH pengendapan dikontrol berturut-turut dengan nilai pH 8,29; 9,3; 9,8; 10; 10,6. Seperti perlakuan pada variasi lama pengadukan, semua proses dijalankan sesuai dengan metodologi percobaan.
Dengan menggunakan rietica, diperoleh ukuran kristal seperti pada Tabel 4.1. Hasil ini memberikan ralat/ eror yang mungkin terjadi pada saat pengukuran melalui rietica. Pada sampel 1 jam dan 3 jam terlihat seolah-olah kristal yang divariasikan dengan lama pengadukan 3 jam lebih kecil, akan tetapi pendekatan yang mungkin untuk kasus ini adalah disebabkan oleh kristal Fe3O4 yang terbentuk belum mengalami efek yang berati dari lama pengadukan yang dilakukan. Tinjauan
selanjutnya untuk sampel yang divariasikan selama 6 jam dan 10 jam menunjukkan efek dari lama pengadukan sudah dapat terlihat. Akibatnya, penurunan ukuran kristalpun dapat terlihat secara konkret. Pada sampel 10 terjadi perbesaran pada ukuran kristal, hal ini dapat dijelaskan dikarenakan perlakuan pengadukan selama 15 jam membuat NH4OH menguap. Melalui pengamatan pada saat sintesis bahan, NH4OH yang semula bervolume 100 mL menjadi ~70 mL. Hal ini terlihat sangat jelas, sehingga tidak ada penyebab lain yang membuat kristal Fe3O4 dapat bertambah besar. Pada variasi pH, ukuran kristal dengan pH 9,8; 10; 10,6 terlihat berturut-turut mengalami penurunan kristal. Hal ini menunjukkan bahwa, semakin bertambahnya nilai pH maka kristal Fe3O4 akan semakin mengecil. Untuk kasus pH 8,29 dan pH 9,3 didapat ukuran kristal yang terlalu jauh berbeda dan tidak sesuai dengan yang seharusnya terjadi, seperti pada kristal dengan pH 9,8; 10; 10,6. Hal ini cukup mengherankan, meskipun eror yang mungkin dari alat uji serta eror dari yang lain sangat mungkin terjadi. Namun beberapa hal yang mungkin dalam kasus ini, dengan melihat kondisi real yang ada pada saat pengujian adalah perbedaan alat uji yang digunakan. Sampel dengan pH 9,8; 10; 10,6 diuji dengan menggunakan difraktometer sinar-X yang terdapat di ITS sedangkan sampel dengan pH 8,29 dan pH 9,3 diuji dengan menggunakan difraktometer sinar-X yang terdapat di Universitas Negeri Malang dengan spesifikasi yang cukup berbeda. Selain itu, hal-hal yang tidak diinginkan (yang membuat adanya perbedaan faktor X yang tersembunyi) saat dilakukan sintesis adalah beberapa kejadian seperti perubahan kertas saring yang digunakan, dan perbedaan HCL (HCl lama dan baru). Hal-hal inilah yang menjadi variable baru yang membuat sampel pH 8,29 dan sampel 9,3 tidak dapat dibandingkan.
Analisa Data XRD dengan MAUD Analisa data XRD dengan MAUD dilakukan pada 3 sampel terahir yaitu sampel dengan pH 9,8; 10; 10,6. Pengujian pada MAUD dilakukan pada tiga sampel terakhir dikarenakan perbedaan alat uji difraktometer sinar-X yang dilakukan. MAUD adalah software yang bekerja dengan memasukkan instrument.mdb awal yang telah di setting sesuai dengan alatnya (difraktometer sinar-X), sehingga eror yang besar dapat dihindari. Sampel yang bisa dilakukan perhitungan dengan MAUD adalah tiga sampel trahir, karena dilakukan menggunakan difraktometer sinar-X yang terdapat di ITS yang telah diketahui instrumentnya. Sedangkan sampel lainnya tidak dapat diuji melauli MAUD karena instrument.mdb yang dibutuhkan pada software MAUD tidak ada. Analisa dengan MAUD memberikan data yang cukup berbeda dengan hasil melalui rietica.
elakkan. Pada pengukuran kristal dengan menggunakan MAUD metode 2, dilakukan dengan cara me-refine semua parameter yang ada. Berbeda dengan MAUD metode 1 yang tidak me-refine parameter B dengan maksud menyamakan proses pe-refine-an dengan metode rietica yang juga tidak merefine parameter B agar dapat dibandingkan. Akan tetapi, satu hal yang pasti dengan melakukan dua perhitungan ini adalah perhitungan dengan MAUD menunjukkan dan menegaskan bahwa, semakin tinggi pH pengendapan maka ukuran kristal akan mengecil atau dengan kata lain, nilai pH pengendapan berbanding terbalik dengan ukuran kristal sedangkan faktor dari lama pengadukan adalah semakin lama pengadukan dilakukan, maka ukuran kristal juga akan mengecil. Distribusi ukuran yang didapat dengan menggunakan MAUD metode 1 diperoleh seperti pada Gambar 4.3 – 4.5.
Tabel 4.2 Ukuran Kristal dengan MAUD metode 1 Sampel
Ukuran Kristal
Sampel pH 9,8
139,9nm
Sampel pH 10
123,7nm
Sampel pH 10,6
114,8nm Gambar 4.3 Distribusi Kristal Sampel Fe3O4pH 9,8
Tabel 4.3 Ukuran Kristal dengan MAUD metode 2 Sampel Ukuran Kristal Sampel pH 9,8 100,04 nm Sampel pH 10 57,7 nm Sampel pH 10,6 29,1 nm Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa ukuran kristal dengan menggunakan software MAUD cukup jauh berbeda, sekalipun itu mungkin karena parameterparameter yang di-refine begitu banyak, sehingga eror yang besarpun tidak ter-
Gambar 4.4 Distribusi Kristal Sampel Fe3O4pH 10
Gambar 4.5 Distribusi Kristal Sampel Fe3O4pH 10,6 Distribusi ini menunjukkan bahwa, sampel dengan pH 10,6 memiliki distribusi kristal yang lebih monodisphere (berjangkauan pendek) sedangkan pH 10 lebih (berjangkauan panjang). Bila ukuran kristal pada suatu sampel beragam maka disebut polidisphere dan sebaliknya disebut monodisphere. Penyempitan distribusi ukuran mengindikasikan keseragaman ukuran yang semakin tinggi (monodisperse). Hal ini karena penurunan ukuran kristal akan mereduksi distribusi ukuran kristal Fe3O4 (Machida, 2011). Keragaman ukuran kristal ini dipengaruhi oleh laju nukleasi pada sampel yang akan terbentuk. Temperatur yang tinggi menyebabkan atom-atom memiliki energi yang cukup besar sehingga mudah bergerak, tidak ada pengaturan antar atom. Semakin tinggi temperatur yang diberikan menyebabkan semakin cepatnya gerakan atom. Dengan adanya penurunan temperatur (pada saat diendapkan) mengakibatkan energi atom menjadi rendah, sulit bergerak dan mulai mengatur kedudukan relatif terhadap atom yang lain, sehingga mulai terbentuk kisi. Keadaan ini terjadi di tempat yang memiliki temperatur rendah (pada saat diendapkan) di mana sekelompok atom menyusun diri membentuk inti kristal. Inti kristal ini akan menjadi pusat dari proses kristalin. Bersamaan dengan menurunnya temperatur semakin banyak atom yang bergabung pada
inti yang sudah ada atau membentuk inti kristal yang baru. Setiap inti kristal akan tumbuh dengan menarik atom-atom yang ada disekitarnya atau dari inti yang tidak sempat tumbuh. Pertumbuhan kristal ini terus berlangsung dari bagian yang bertemperatur rendah menuju bagian yang bertemperatur tinggi. Pertumbuhannya tidak bergerak lurus saja, namun membentuk cabangcabang. Antara cabang yang satu dengan yang lainnya akan berhubungan sehingga membentuk garis-garis batas yang disebut sebagai batas butir kristal (Henyk, 2010). Hasil dari MAUD metode 2 memberikan data yang lebih dekat dengan rietica, hal ini dikarenakan pada saat proses refine data terhitung dan terukur lebih cocok bila dibandingkan dengan MAUD metode 1. Dengan nilai sig = 1,511, nilai Rw (%) = 28.222454, Rwnb (%, no bkg) = 34.216835, nilai Rb (%) = 22.584738, nilai Rexp (%) = 18.674812 untuk sampel pH 9,8. Untuk sampel pH 10 diperoleh nilai sig= 1.4810752, nilai Rw (%) = 27.771431, Rwnb (%, no bkg) = 32.800766, Rb (%) = 22.773088, Rexp (%) = 18.750858 dan untuk sampel dengan pH 10,6 diperoleh nilai sig= 1.5714622, Rw (%) = 29.857927, Rwnb (%, no bkg) = 33.654026, Rb (%) = 24.277586, Rexp (%) = 19.000093. Perbandingan variasi waktu pengadukan Fe3O4 dan TiO2 Perbandingan dapat dilakukan antara sampel Fe3O4 yang divariasikan lama pengadukannya dengan penelitian sebelumnya tentang variasi waktu pengadukan terhadap partikel titania (TiO2), berikut perbadingan data yang diperoleh:
Tabel 4.4 Ukuran kristal Fe3O4 variasi waktu pengadukan
Variasi Waktu Pengadukan
1000oC
1000oC
1000oC
4jam
7 jam
8 jam
Parameter
Anatase
Rutile
Rutile
Rutile
Ukuran Kristal (nm)
23,89
185,49
180,83
226,03
(1,39)
(1,11)
(9,73)
(11,56)
Tabel 4.5 Ukuran kristal titania (TiO2), variasi waktu pengadukan (Henyk, 2010) Sampel
Ukuran Kristal
Sampel 1 jam
47,5±4,016
Sampel 3 jam
54,2±3,18
Sampel 6 jam
52,4±3,05
Sampel 10 jam
23,64±1,49
Sampel 15 jam
25,98±1,65
Efek dari lama pengadukan terlihat sangat berpengaruh pada dua sampel diatas (Fe3O4 dan TiO2). Pada sampel Fe3O4 variasi lama pengadukan memberikan efek semakin lama pengadukan dilakukan, maka partikel Fe3O4 cenderung memberikan ukuran kristal Fe3O4 yang lebih kecil. Pada sampel 15 jam, ukuran kristal sedikit membesar disebabkan oleh perubahan volume saat pemanasan dan pemutaran NH4OH dengan larutan hasil reaksi berkurang secara drastis. Pengurangan
volume ini mengakibatkan campuran larutan lebih kental dari biasanya, karena beberapa aspek yang mungkin terjadi pada saat pembentukan Fe3O4 ini. Pengurangan volume yang semula ~100 mL menjadi hanya 70 mL inilah yang membuat ukuran kristal Fe3O4 menjadi lebih besar. Pada titania (TiO2) waktu pengadukan tidak hanya berpengaruh pada besar kecilnya partikel yang terbentuk, akan tetapi juga berefek pada pembentukan fasa anatase dan rutile. Perbandingan variasi pH Fe3O4 (bahan dasar alam) dengan Fe3O4 (bahan dasar FeCl2) Perbandingan dengan penelitian sebelumnya (Fe3O4 dengan bahan dasar FeCl2), diperoleh data sebagai berikut:
Gambar 4.6 Ukuran kristal Fe3O4 pada sampel yang disintesis pada suhu 70°C dengan variasi pH pengendapan 7,37; 8,07; 9,12; 10,37 dan 10,55 (Machida, 2011). Data penelitian ini, menunjukkan bahwa semakin tinggi pH pengendapan, maka ukuran kristal Fe3O4 akan semakin kecil. Dengan penelitian yang telah dilakukan (bahan dasar alam dan bahan dasar FeCl2 ), dengan membedakan bahan dasar telah memperkuat fakta yang ada tersebut.
Perkiraan Ukuran Kristal Melalui TEM Perkiraan ukuran kristal bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, dapat diperkirakan dengan melihat gambar TEM Fe3O4 dibawah ini.
Gambar 4.7 Hasil TEM Fe3O4 (Darminto dkk, 2009) Hasil TEM menunjukkan partikelpartikel Fe3O4 yang terkandung pada sampel yang pada penelitian sebelumnya telah dibuat. Ukuran partikel ini bermacammacam seperti yang terlihat pada gamba 4.7. Bila dibandingkan dengan hasil rietica dan maud, yang diperoleh ukuran kristal terkecil yaitu 10,9 nm dan 29nm maka dengan melihat hasil TEM ini dengan perkiraan ukuran Fe3O4 berkisar antara 1020 nm maka dapat dikatakan perhitungan menggunakan MAUD dan rietica sesuai dengan hasil TEM. Sehingga permodelan dengan menggunakan software itu terbukti bisa dipercaya dan akurat untuk menghitung ukuran kristal Fe3O4. Akan tetapi, perhitungan ukuran kristal melalui rietica lebih cocok daripada penggunaan MAUD bila dibandingkan dengan hasil TEM seperti gambar diatas. IV KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa partikel dihasilkan dari sintesis dengan metode kopresipitasi menghasilkan partikel Fe3O4 dengan ukuran nano. Sedangkan efek dari lama
pengadukan adalah semakin lama pengadukan, maka ukuran partikel cenderung mengecil, sebaliknya ukuran partikel berbanding terbalik dengan nilai pH-nya. Dengan pengolahan rietica, diperoleh ukuran partikel terkecil Fe3O4 adalah ~10,9 nm. Sedangkan melalui software MAUD diperoleh ~29 nm. Sedangkan distribusi ukuran yang terjadi menunjukkan variasi ukuran kristal yang terbentuk. V DAFTAR PUSTAKA Aiguo, Yan. 2008.”Solvothermal synthesis and characterization of size-controlled Fe3O4 nanoparticles”.Journal Alloys and Compound 458 : 487 – 491. Nurul Cholishoh, Machida. 2011. ”Sintesis Partikel Nano Fe3o4 Dari FeCl2.4H2O dengan Metode Kopresipitasi dalam pH Bervariasi”.Laporan Tugas Akhir Jurusan Fisika. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Sholihah, Kurnia Lia. 2010.”Sintesis dan Karakterisasi partikel nano Fe3O4 bahan komersial”. Laporan Tugas Akhir Jurusan Fisika. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Widaryanti, Henyk Nur.2010. ” Pembentukan nanopartikel TiO2 Fasa Anatase dan Rutile dengan Metode Bervariasi”. Laporan Tugas Akhir Jurusan Fisika. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.