Laporan Penelitian
Efek letusan senjata api ringan terhadap fungsi pendengaran pada siswa Diktuba Polri Komang Nurada Mahardana, Wayan Suardana, Sagung Puteri, Wayan Sudana Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Sanglah Denpasar Bali - Indonesia
ABSTRAK Latar belakang: Risiko terjadinya trauma akustik pada anggota Polri cukup tinggi. Di saat praktik latihan menembak siswa Diktuba Polri tidak menggunakan pelindung telinga. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh letusan senjata api ringan terhadap fungsi pendengaran siswa Diktuba Polri yang menjalani latihan menembak. Metode: Penelitian menggunakan rancangan pre and post test design dengan populasi siswa Diktuba Polri tahun 2008 yang menjalani pendidikan di SPN Singaraja pada bulan Mei dan Agustus 2008. Hasil: Didapatkan intensitas letusan senjata api ringan yang dipakai latihan menembak berkisar antara 118 dB sampai dengan 121 dB untuk senjata laras panjang dan sekitar 112 dB untuk senjata laras pendek. Dari 100 siswa yang diteliti seluruhnya berjenis kelamin laki-laki, dengan variasi umur 18 sampai dengan 25 tahun. Angka kejadian trauma akustik sebesar 11%, yang mengenai telinga kanan sebanyak 3 telinga (3%) dan telinga kiri sebanyak 11 telinga (11%). Secara statistik perbedaan rerata audiogram telinga kanan sebesar -1,3 (SD 4,2) dB dengan nilai p=0,002 (IK 95%=-2,1 sampai -0,5), sedangkan beda rerata audiogram telinga kiri sebesar -3,5 (SD 5,3) dB dengan nilai p=0,000 (IK 95%=-4,6 sampai -2,4). Kesimpulan: Terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik akibat letusan senjata api ringan terhadap penurunan fungsi pendengaran telinga kiri dan telinga kanan (p<0,05). Kata kunci : trauma akustik, letusan senjata api, siswa Diktuba Polri
ABSTRACT Background: The risk of acoustic trauma in a policemen is fairly high. All of the student of Diktuba Polri did not wear hearing protection in shooting exercises. Purpose: To know the effect of gunfire at Diktuba Polri Student in SPN Singaraja. Method: The method was pre and post test design study that conducted from May 2008 to August 2008 at Diktuba Polri Student in SPN Singaraja. Results: The intensity of gunfire which was used in shooting exercise was 118 dB to 121 dB for long barreled guns (rifles) and 112 dB for short barreled guns (pistols). All of the one hundred samples were male, aged between 18 tol 25
1
years old. The prevalency of acoustic trauma is about 11%, on right ears 3 (3%) and left ears 11 (11%). Statistically, the differentiation of the right ears audiogram level was about -1.3 (SD 4.2) dB (p=0.002, IK 95%=-2.1 to -0.5), and the differentiation of the left ears audiogram level was about -3.5 (SD 5.3) dB (p=0.000, IK 95%=-4.6 to -2.4). Conclusion: There was statistically significant effect of light gunfire in decreasing the hearing function in the left and right ears (p<0.05) of Diktuba Polri students. Key words: acoustic trauma, gunfire, Diktuba Polri student Alamat korespondensi: Komang Nurada Mahardana, Bagian THT-KL FK UNUD/RSUP Sanglah. Jl. Diponegoro, Denpasar-Bali. E-mail:
[email protected]
Trauma
akustik
menyebabkan
terjadinya
PENDAHULUAN Pajanan letusan senjata api baik kaliber besar maupun kecil dapat menyebabkan Kebisingan
trauma letusan
akustik.1
senjata
api
termasuk kebisingan impulsif murni dengan intensitas letusan senjata api ringan berkisar antara 150 dB sampai
Trauma akustik sering dipakai untuk menyatakan ketulian akibat pajanan bising, maupun tuli mendadak ledakan
hebat,
dentuman,
tembakan pistol, serta trauma langsung ke kepala dan telinga akibat satu atau beberapa pajanan dalam bentuk energi akustik
yang
timpani,
robekan
dislokasi
atau
kerusakan tulang-tulang pendengaran dan
sel-sel
sensoris
pendengaran.
Kerusakan yang lebih berat terjadi akibat adanya degenerasi sel rambut luar maupun sel rambut dalam dan atau hilangnya seluruh organ Corti.
190 dB.2,3,4,5,6
akibat
membran
dapat
kuat
dan
tiba-tiba.
Pajanan yang terjadi bisa sekali atau beberapa kali dan dapat mengenai satu atau kedua telinga yang berakibat kerusakan pada sistem pendengaran.
Kerusakan organ Corti terberat berada di bagian basal koklea, oleh karena bagian koklea ini yang menerima bunyi
dengan
frekuensi
tinggi.
Kerusakan koklea akibat frekuensi dan intensitas
tinggi
terpusat
pada
frekuensi 4000 Hz. Sekitar 10 mm dari foramen ovale terdapat daerah yang memiliki lemah
struktur dan
anatomi
reseptor
merupakan
sel
amplitudo
paling
paling
4000
rambut besar,
Hz
dengan serta
menerima energi terbesar dari pajanan
2
bising. Tempat ini merupakan lokus
menggunakan
minoris pada organ Corti.2,4,6
terhadap fungsi pendengaran pada
Posisi
masing-masing
telinga
pelindung
telinga
siswa Diktuba Polri belum pernah
terhadap sumber bunyi merupakan
dilaporkan.
faktor penting pada seseorang yang
mendorong penulis untuk melakukan
terpajan letusan senjata api. Salah satu
penelitian ini.
telinga
dapat
mengalami
Hal
inilah
yang
pajanan
Tujuan penelitian ini secara umum
bising yang lebih besar, sehingga
adalah untuk mengetahui pengaruh
menyebabkan
ambang
letusan senjata api ringan terhadap
dengar antara kedua telinga sampai
fungsi pendengaran siswa Diktuba
lebih dari 20 dB. Penggunaan senjata
Polri
api laras panjang yang diletakkan di
menembak. Dan secara khusus untuk:
bahu
menyebabkan
1) mengetahui angka kejadian trauma
pendengaran menurun frekuensi tinggi
akustik akibat letusan senjata api
pada telinga kiri. Hal ini akibat adanya
ringan saat latihan menembak pada
head-shadow effect, di mana kepala
siswa Diktuba Polri; 2) mengetahui
menghalangi atau melindungi telinga
penurunan fungsi pendengaran akibat
kanan dari impuls bunyi letusan,
letusan senjata api ringan saat latihan
sedangkan
langsung
menembak pada siswa Diktuba Polri;
terpajan letusan senjata. Sedangkan
dan 3) mengetahui distribusi kejadian
untuk senjata api genggam, di dalam
trauma akustik pada telinga kanan dan
pelaksanaannya
kiri.
perbedaan
kanan
dapat
telinga
kiri
menggunakan
satu
yang
menjalani
latihan
tangan atau dua tangan dengan posisi senjata api di depan dada, maka pajanan bising letusan senjata akan sama pada kedua telinga.
pre and post test design, untuk
pada angkatan bersenjata cukup tinggi. Laporan mengenai kejadian trauma
angkatan
akibat
menembak
bersenjata
Penelitian ini merupakan penelitian
2,7,8
Risiko terjadinya trauma akustik
akustik
METODE
pada
Indonesia,
khususnya Polri masih sangat sedikit. Pengaruh latihan menembak tanpa
mengetahui efek letusan senjata api ringan
terhadap
penurunan
fungsi
pendengaran pada siswa Diktuba Polri, yang dilakukan di poliklinik Sekolah Polisi Negara Singaraja pada bulan Mei
dan
penelitian
Agustus
2008.
Sampel
dipilih
secara
cluster
3
sampling satu kompi siswa, dengan
panjang Sabhara V2 dan senjata api
sampel minimal sebanyak 97 siswa.
genggam Revolver.
Siswa yang tidak dapat melanjutkan
Cara kerjanya: pertama dilakukan
pendidikan, tidak dapat mengikuti
pemeriksaan audiometri nada murni
penelitian
pada
sampai
selesai,
tidak
siswa
Diktuba
Polri
bersedia mengikuti penelitian dan
Singaraja,
siswa yang dengan kelainan di telinga
melakukan latihan menembak sesuai
tengah
dengan
tidak
diikutkan
dalam
selanjutnya
SPN
jam
pelajaran
siswa
menembak
menggunakan senjata api Sabhara V2
penelitian. variabel
dan Revolver dengan masing-masing
penurunan fungsi pendengaran bersifat
60 butir peluru dan 80 butir peluru.
menetap
gangguan
Diukur pula intensitas bunyi letusan
pendengaran akibat pajanan energi
senjata api ringan menggunakan alat
akustik yang kuat dan mendadak, yang
sound level meter yang ditempatkan
dengan pemeriksaan audiometri nada
dekat telinga kiri dan telinga kanan
murni didapatkan peningkatan ambang
siswa
dengar lebih dari 26 dB pada frekuensi
Dilakukan
3000 Hz sampai 6000 Hz, serta
nada
didapatkan
melakukan latihan menembak sesuai
Definisi
operasional
adalah
takik
akustik
pada
saat
dengan
peningkatan ambang dengar frekuensi
menembak.
terjadi pada siswa-siswa Diktuba Polri. Bahan dan alat penelitian terdiri
pemeriksaan
murni
frekuensi 4000 Hz, tanpa atau disertai
500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz yang
latihan
dua
selesainya
menembak. audiometri
minggu
jam
setelah
pelajaran
Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk frekuensi.
data
deskriptif
Perbedaan
distribusi audiogram
dari formulir persetujuan mengikuti
telinga kanan dan kiri dipakai mencari
penelitian dan alat tulis menulis, alat
pengaruh latihan menembak sebelum
pemeriksaan fisik THT, sound level
dan sesudah latihan atau terhadap
meter merek Rion tipe NL-20, ruang
penurunan fungsi pendengaran. Beda
kedap suara, audiometri nada murni
rerata audiogram sebelum dan setelah
merek Matson tipe Midi Mate 602,
latihan menembak telinga kanan dan
serta jenis senjata api ringan yang
telinga kiri dianalisis dengan paired
digunakan selama latihan menembak
student’s t-test. Tingkat kemaknaan
oleh siswa, yaitu senjata api laras
ditentukan pada nilai p<0,05.
4
tahun dan tertua umur 25 tahun dengan rata-rata 19,1 (SD 1,2) tahun. Seluruh
HASIL Intensitas
letusan
senjata
api
Sabhara V2 yang digunakan saat latihan menembak pada telinga kiri rata-rata sebesar 121 dB dan telinga kanan
rata-rata
sebesar
118
dB.
Sedangkan intensitas letusan senjata
siswa yang diperiksa berjenis kelamin laki-laki. Seluruh siswa Diktuba Polri mengikuti
112 dB. Lama bunyi letusan baik senjata api laras panjang dan laras pendek dari mulai meletus sampai hilang
dari
pendengaran
rata-rata
jumlah peluru yang sama, serta posisi dan cara menembak yang sama. Nilai ambang dengar telinga kanan
Jumlah
pada awal penelitian sebelum latihan menembak adalah normal, antara 8 dB sampai 25 dB dengan rata-rata 15,8 (SD 4,5) dB. Sedangkan nilai ambang dengar setelah latihan menembak juga didapatkan
selama 4 detik. siswa
yang
mengikuti
pendidikan Diktuba Polri pada tahun
orang siswa. Dari jumlah tersebut dipilih 109 orang siswa sebagai sampel awal penelitian. Sembilan orang siswa berdasarkan
kriteria
inklusi
dan
eksklusi dikeluarkan dari penelitian oleh karena 7 orang siswa mengikuti pendidikan pembentukan Intel Polri di Serang Banten dan 2 orang siswa mengalami
kelainan
pada
telinga
tengah, yaitu otitis media. Sehingga jumlah keseluruhan sampel penelitian sampai akhir penelitian sebanyak 100 orang siswa. Variasi umur siswa
normal
dengan
nilai
ambang dengar antara 8 dB sampai 25 dB dengan rata-rata 17,2 (SD 2,9) dB. Sebelum latihan menembak nilai
ajaran 2008 di Sekolah Polisi Negara (SPN) Singaraja adalah sebanyak 659
menembak
menggunakan jenis senjata yang sama,
genggam Revolver pada telinga kiri dan telinga kanan sama, yaitu rata-rata
pelajaran
ambang dengar telinga kiri adalah normal, didapatkan antara 5 dB sampai 23 dB dengan rata-rata 14,9 (SD 4,6) dB.
Sedangkan
setelah
latihan
menembak nilai ambang dengar antara 10 dB sampai 30 dB dengan rata-rata 18,5 (SD 3,6) dB. Didapatkan 97 orang siswa (97%) setelah latihan dengan nilai ambang dengar normal dan sebanyak 3 orang siswa (3%) dengan tuli konduksi derajat ringan telinga kiri. Tuli derajat sedang, sedang berat, berat dan sangat berat tidak dijumpai pada penelitian ini.
Diktuba Polri adalah termuda umur 18
5
1. Karakteristik takik akustik pada
30 dB sebanyak 4 orang siswa (4%),
telinga kanan dan telinga kiri
35 dB sebanyak 2 orang siswa (2%),
Takik akustik pada telinga kanan
40 dB sebanyak 1 orang siswa (1%),
hanya pada intensitas 30 dB sebanyak
50 dB sebanyak 3 orang siswa (3%),
3 orang siswa (3%). Sedangkan pada
serta 60 dB sebanyak 1 orang siswa
telinga kiri terdapat gambaran takik
(1%).
akustik masing-masing pada intensitas
Tabel 1. Karakteristik takik akustik telinga kanan dan telinga kiri
Takik akustik (dB)
Telinga kanan
Telinga kiri
n
(%)
n
(%)
30
3
(3%)
4
(4%)
35
0
(0%)
2
(2%)
40
0
(0%)
1
(1%)
45
0
(0%)
0
(0%)
50
0
(0%)
3
(3%)
55
0
(0%)
0
(0%)
60
0
(0%)
1
(1%)
Tidak ada
97 100
(97%) (100%)
89
(89%)
100
(100%)
Jumlah
2. Distribusi fungsi pendengaran siswa sebelum dan setelah latihan Tabel 2. Distribusi fungsi pendengaran siswa sebelum dan setelah latihan
Fungsi pendengaran
Sebelum latihan
Setelah latihan
n
(%)
n
(%)
100
(100%)
89
(89%)
Trauma akustik S
0
(0%)
8
(8%)
Trauma akustik D et S + CHL S
0
(0%)
3
(3%)
SNHL
0
(0%)
0
(0%)
MHL
0
(0%)
0
100
(100%)
Normal
Jumlah
100
(0%) (100%)
Keterangan: S = Sinistra; D et S = Dextra et Sinistra; CHL = Conductive Hearing Loss
6
Dari 100 orang siswa yang diteliti,
trauma akustik telinga kiri saja dan 3
pada pemeriksaan audiometri nada
orang siswa (3%) mengalami trauma
murni
akustik telinga kanan dan kiri juga
setelah
latihan
didapatkan 89
disertai tuli konduksi derajat ringan
orang siswa (89%) dan 11 orang siswa
telinga kiri. Tidak terdapat tuli saraf
(11%) mengalami trauma akustik. Dari
dan tuli campuran pada penelitian ini.
pendengaran
normal
sebanyak
11 orang siswa yang mengalami trauma akustik tersebut terdapat 8
3. Distribusi trauma akustik pada
orang siswa (8%) hanya mengalami
telinga kanan dan telinga kiri
Tabel 3. Distribusi trauma akustik pada telinga kanan dan telinga kiri
Hasil
Telinga kanan
Telinga kiri
Trauma akustik (+)
3 (3%)
11 ( 11%)
Trauma akustik (-)
97 (97%)
89 (89%)
100 (100%)
100 (100%)
Jumlah
Kejadian
pada
masing-masing
trauma akustik sebanyak 11 orang
telinga dari 11 orang siswa yang
siswa
mengalami trauma akustik mengenai
mengalami trauma akustik sebanyak 2
telinga kiri sebanyak 11 telinga (11%),
orang siswa (2%). Keluhan kurang
serta mengenai telinga kanan sebanyak
dengar dan vertigo tidak ditemukan
3 telinga (3%). Telinga kanan yang
pada seluruh siswa.
tidak
mengalami
trauma
(11%)
dan
yang
tidak
akustik
sebanyak 97 telinga (97%), serta
4. Perbedaan audiogram sebelum
telinga kiri yang tidak mengalami
dan setelah latihan
trauma akustik sebanyak 89 telinga
Pada
(89%).
tabel
4,
terlihat
secara
statistik perbedaan rerata audiogram telinga
telinga kanan sebelum dan setelah
mendenging setelah menjalani latihan
menjalani latihan menembak adalah
menembak sebanyak 13 orang (13%).
sebesar -1,3 (SD 4,2) dB yang berarti
Dari ketiga belas siswa yang mengeluh
nilai p=0,002 (IK 95%=-2,1 sampai -
telinga mendenging, disertai kejadian
0,5). Oleh karena tingkat kemaknaan
Siswa
yang
mengeluh
7
ditentukan pada nilai p<0,05, terdapat
(SD 5,3) dB yang berarti p=0,000 (IK
perbedaan
bermakna
95%=-4,6 sampai -2,4). Oleh karena
gangguan
tingkat kemaknaan ditentukan pada
rerata
terhadap
yang
timbulnya
kanan
nilai p<0,05, terdapat pebedaan rerata
sebelum dan setelah latihan menembak
yang bermakna terhadap timbulnya
yang dilakukan oleh siswa Diktuba
gangguan pendengaran pada telinga
Polri.
kiri
pendengaran
pada
Sedangkan
telinga
perbedaan
rerata
audiogram telinga kiri sebelum dan
sebelum
dan
setelah
latihan
menembak yang dilakukan oleh siswa Diktuba Polri.
setelah latihan menembak adalah -3,5 Tabel 4. Beda audiogram telinga kanan dan kiri sebelum dan setelah latihan menembak
Sebelum
Setelah
menembak (dB)
menembak (dB)
Kanan (mean ± SD )
15,8 ± 4,5
17,2 ± 2,9
-1,3 ± 4,2
Kiri
14,9 ± 4,6
18,5 ± 3,6
-3,5 ± 5,3
Telinga
(mean ± SD )
Beda
Nilai p telinga kanan = 0,002 (IK 95%=-2,1 sampai -0,5) Nilai p telinga kiri = 0,000 (IK 95%=-4,6 sampai -2,4)
sebesar
DISKUSI Intensitas senjata-senjata api yang digunakan saat latihan menembak untuk senjata Sabhara V2 rata-rata sebesar 121 dB pada telinga kiri dan rata-rata sebesar 118 dB pada telinga kanan. Sedangkan intensitas letusan senjata api genggam Revolver pada telinga kiri dan telinga kanan hampir sama, yaitu rata-rata 112 dB. Hal ini berbeda
dengan
intensitas
letusan
senjata api di kepustakaan, yaitu untuk senjata laras panjang rata-rata sebesar 162 dB dan untuk senjata genggam
158
dB.9
Perbedaan
ini
disebabkan karena intensitas letusan senjata yang digunakan saat latihan menembak diukur pada telinga kanan dan kiri siswa bukan pada ujung senjata.
Dan
juga
pengukurannya
dilakukan di tempat terbuka, yaitu lapangan
tembak
yang
hasilnya
dipengaruhi oleh hembusan angin yang berhembus menjauhi penembak dan tidak banyak adanya benda-benda yang
memantulkan
bunyi
seperti
pohon-pohonan, dinding gedung, serta benda keras lainnya. Pada kepustakaan
8
dikatakan bunyi letusan senjata api
mengenai telinga kiri sebanyak 11
terkeras terdapat pada ujung senjata
telinga (11%), serta mengenai telinga
dan besarnya pajanan bising akibat
kanan sebanyak 3 telinga (3%). Hal ini
letusan senjata api tergantung pada
hampir
intensitas letusan, arah letusan dan ada
Budiyanto10 di Akpol Semarang yang
tidaknya
yang
melaporkan trauma akustik telinga kiri
memantulkan atau meredam suara
sebesar 11% dan telinga kanan sebesar
letusan.2,4,6
6,2%,
benda-benda
sama
dengan
sedangkan
penelitian
yang
mengenai
Dari 100 orang siswa yang diteliti
kedua telinga sebesar 4,8%. Kejadian
didapatkan kejadian trauma akustik
trauma akustik pada telinga kiri lebih
sebanyak 11%. Angka ini lebih kecil
banyak daripada telinga kanan, hal ini
jika dibandingkan dengan penelitian
disebabkan karena posisi tubuh saat
Budiyanto10 pada tahun 2003 terhadap
menembak, di mana senjata diletakkan
siswa-siswa
yang
pada bahu kanan dengan popor senjata
melaporkan kejadian trauma akustik
menempel di bahu kanan, sehingga
sebesar
ini
memungkinkan jarak telinga kiri lebih
disebabkan karena penelitian di Akpol
dekat ke sumber ledakan daripada
Semarang melibatkan anggota Polri
telinga kanan. Sehingga intensitas
yang telah mengalami pajanan bising
letusan senjata yang mengenai telinga
yang lebih lama. Penelitian dilakukan
kiri lebih besar daripada telinga kanan
secara cross sectional terhadap taruna-
dan juga akibat adanya head-shadow
taruna Akpol tingkat 1, tingkat 2 dan
effect, di mana kepala menghalangi
tingkat 3, di mana lama pendidikan
atau melindungi telinga kanan dari
setiap tingkat ditempuh kurang lebih
impuls
selama setahun, sehingga siswa taruna
telinga kiri langsung terpajan letusan
Akpol mendapatkan pajanan bising
senjata.
lebih lama, serta frekuensi latihan
mengenai kedua telinga kemungkinan
menembak
dikarenakan
taruna
12,4%.
lebih
Akpol
Perbedaan
banyak
daripada
bunyi
letusan,
Adanya
jarak
sedangkan
trauma
akustik
masing-masing
siswa Diktuba Polri dengan lama
siswa saat latihan menembak yang
pendidikan hanya 9 bulan saja.
berdekatan, sehingga kedua telinga
Pada penelitian ini didapatkan hasil
mendapat
pajanan
bising
letusan
11 orang siswa (11%) mengalami
senjata di sebelah kanan dan kiri
trauma
siswa.
akustik
dengan
perincian
9
Dari gambaran audiogram terdapat
menembak. Keluhan vertigo tidak
orang
mengalami
dijumpai pada penelitian ini. Hal ini
gangguan pendengaran tuli konduksi
sedikit berbeda dengan hasil penelitian
derajat ringan telinga kiri dan juga
Budiyanto10 terhadap taruna Akpol
mengalami
Semarang
3
siswa
(3%)
trauma
akustik.
Tuli
yang melaporkan 3,8%
sensorineural dan tuli campuran tidak
taruna mengeluh telinga mendenging
diketemukan
ini.
setelah latihan menembak disertai
Kejadian tuli konduksi pada penelitian
trauma akustik, serta 14% taruna yang
ini secara pasti belum dapat diketahui
mengeluh telinga mendenging tanpa
penyebabnya,
disertai
pada
penelitian
tetapi
jelas
bukan
trauma
akustik.
Pada
disebabkan oleh pecah atau rupturnya
penelitian di Akpol Semarang juga
membran
tidak dijumpai keluhan vertigo.
timpani
karena
saat
otoskopi
Secara statistik pada penelitian ini
didapatkan membran timpani yang
didapatkan hasil latihan menembak
intak atau utuh. Kemungkinan karena
yang dilakukan siswa Diktuba Polri
kerusakan atau kekakuan pada tulang-
berpengaruh secara bermakna terhadap
tulang pendengaran. Hal ini masih
penurunan fungsi pendengaran telinga
perlu dibuktikan dengan pemeriksaan
kanan dan telinga kiri. Kejadian
yang
trauma akustik telinga kiri lebih
pemeriksaan
lain,
dengan
seperti
misalnya
banyak daripada telinga kanan. Hasil
pemeriksaan timpanometri. Keluhan
telinga
mendenging,
ini hampir sama dengan penelitian
vertigo, rasa sakit dan tidak enak pada
Budiyanto,10
telinga merupakan keluhan awal atau
kejadian trauma akustik pada telinga
yang biasa dijumpai pada trauma
kiri lebih banyak secara bermakna
akustik. Pada penelitian ini terdapat 13
dibandingkan telinga kanan.
yang
mendapatkan
orang siswa (13%) mengeluh telinga
Kesimpulan dari penelitian ini
mendenging saat menjalani latihan
adalah kejadian trauma akustik pada
menembak, dengan perincian 11 orang
siswa Diktuba Polri SPN Singaraja
siswa
trauma
tahun 2008 akibat latihan menembak
akustik dan sisanya 2 orang siswa
sebanyak 11%. Trauma akustik yang
(2%) tidak mengalami trauma akustik.
mengenai telinga kiri sebanyak 11
Keluhan mendenging ini dirasakan
telinga (11%), serta yang mengenai
saat
telinga kanan sebanyak 3 telinga (3%).
(11%)
pertama
mengalami
kali
siswa
mulai
10
fungsi
nose, throat, ear, head and neck. 15th
pendengaran yang bermakna pada
ed. Philadelphia: Lea and Febiger;
telinga kiri dan telinga kanan setelah
1996. p. 963-87.
Terdapat
latihan
penurunan
menembak.
Saat
latihan
menembak siswa tidak menggunakan alat pelindung telinga. Dari hasil pnelitian ini disarankan agar siswa Diktuba Polri menggunakan pelindung telinga
saat
menjalani
5. Dixon WW. Noise-induce hearing damage. In: Pajanella MM, Shumrick DA, editors. Otolaryngology. 2th ed. Philadelphia: W.B Saunders Co; 1973. p. 377-90. 6. Alberty PW. Noise and the ear. In:
latihan
Stephen D, editor. Adult audiology.
menembak. Pada penelitian ini karena
Scott-Brown’s Otolaryngology. 5th ed.
keterbatasan
London: Butterworth; 1978. p. 594-
alat
yang
dimiliki,
sehingga pengaruh getaran belum bisa dievaluasi.
Diperlukan
penelitian
641. 7. Alberty PW. Occupational hearing loss. In: Snow JB. Ballenger JJ, editor.
lanjutan untuk meneliti hal tersebut.
Ballenger’s Otorhinolaryngology head & neck surgery. 16th ed. Philadelphia:
DAFTAR PUSTAKA
Lea and Febiger; 2003. p. 357-73. 1. Naskah sekolah tentang persenjataan
8. In Seok Moon. Noise-induced hearing
dan menembak untuk Diktuba POLRI
loss caused by gunshot in south
tahun anggaran 2003. Jakarta: Markas
korean military service. Military Med
Besar Kepolisian Negara Republik
2007; 172(4):421-5.
Indonesia Lembaga Pendidikan dan Pelatihan; September 2003.
9. Army Hearing Program. Noise levels of comman army equipment. US army
2. Dobie RA. Noise-induce hearing loss.
center for health promotion and
In: Bailey BJ, editor. Head and neck
preventive medicine [homepage on
surgery-otolaryngology.
4th
Philadelphia:
2006.
Lippincot;
ed.
the internet]. c2007 [updated 2007
p.
Mar 23; cited 2007 Oct 11]. Available
2190-200. 3. Nondahl
from: http://www.usachppm.com. DM,
Cruickshanks
KJ,
10. Budiyanto A. Trauma akustik akibat
Wiley TL, Klein R, Tweed TS, Klein
latihan
BE. Recreational firearm use and
Akademi
hearing loss. Arch Fam Med 2000;
Skripsi untuk memperoleh pengakuan
9:352-7.
sebagai ahli THT-KL FK UNDIP
4. Fox MS. Noise-induce hearing loss.
menembak Kepolisian
pada
taruna
Semarang.
Semarang; 2003.
In: Ballenger JJ, editor. Disease of the
11
12