UNIVERSITAS INDONESIA
EFEK HIPERGLIKEMIA POSTPRANDIAL TERHADAP KEMAMPUAN MEMORI JANGKA PENDEK PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS CIPONDOH TANGERANG
TESIS
RINNELYA AGUSTIEN 1006833956
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK, JANUARI 2013
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
EFEK HIPERGLIKEMIA POSTPRANDIAL TERHADAP KEMAMPUAN MEMORI JANGKA PENDEK PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS CIPONDOH TANGERANG
TESIS Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh Gelar Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah
RINNELYA AGUSTIEN 1006833956
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK, JANUARI 2013
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
ii
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
iii
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas anugerah, rahmat dan nikmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya menucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu Dewi Irawati, M.A., Ph. D sebagai Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah memberikan kemudahan saya selama proses pembelajaran dan penyusunan tesis ini 2. Ibu Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N sebagai Ketua Program Studi Magister dan Spesialis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah memberikan kemudahan saya selama proses pembelajaran dan penyusunan tesis ini 3. Bapak Agung Waluyo, S.Kp., M.Sc., Ph.D selaku pembimbing 1 dan pembimbing akademik yang telah membimbing saya dengan penuh perhatian selama proses kuliah dan penyusunan tesis ini 4. Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., MNS selaku pembimbing 2 yang telah membimbing dengan penuh perhatian sampai tersusunnya tesis ini 5. Direktur STIKES Muhammadiyah Samarinda yang telah mendukung saya untuk menyelesaikan tesis ini 6. Kepala Dinas Kesehatan Tangerang yang telah memberikan kesempatan saya melakukan penelitian. 7. Kepala Puskesmas Cipondoh Tangerang yang telah mendukung dan memberikan kesempatan saya meneliti ditempatnya 8. Dr Liani dan Ibu Ayu yang telah memudahkan proses pengumpulan responden sehingga penelitian ini mudah dan cepat terlaksana. 9. Perawat dan seluruh staf Puskesmas Cipondoh, Tangerang yang telah memudahkan proses pengambilan data sehingga penelitian ini mudah dan cepat terlaksana. iv
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
10. Bapak Rahmat yang penelitiannya menjadi inspirasi judul penelitian ini 11. Kedua orangtua saya tercinta, bapak dan mama. Terimakasih untuk doa, dukungan dan cintanya. Tesis ini bisa selesai dengan baik berkat doa dan ridhomu, Ma. Tesis ini kupersembahkan untuk mama. Adik saya tercinta, Achmad Ryan yang telah memberikan semangat dan doa. 12. Ibu mertua saya yang telah memberikan dorongan dan semangat. 13. Suami saya Muhammad Wahdini yang telah memberikan semangat, cinta, doa dan segalanya sehingga memperlancar penyelesaian tesis ini. 14. Seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. 15. Teman-teman seangkatan Program Keperawatan Medikal Bedah angkatan 2010, yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penyusunan tesis ini 16. Pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan tesis ini Saya menyadari bahwa dengan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, waktu yang penulis miliki masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan.
Tangerang, Januari 2013 Penulis
v
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
vi
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Rinnelya Agustien : Magister Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan : Efek Hiperglikemia Postprandial Terhadap Kemampuan Memori Jangka Pendek Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Cipondoh, Tangerang.
Penelitian ini bertujuan mengetahui efek hiperglikemia postprandial terhadap kemampuan memori jangka pendek pada pasien DM tipe 2. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain quasy experiment post test group.Jumlah sampel sebanyak 35 responden. Hasil penelitian ini menyatakan ada perbedaan kadar gula darah dan kemampuan memori jangka pendek antara satu jam dan dua jam setelah makan. Saran penelitian ini adalah perlu dilakukan skrining kognitif sejak dini kepada pasien DM, edukasi pasien DM diberikan dua jam setelah makan dan perlu ada penelitian lanjutan yang melibatkan jumlah sampel yang besar dan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penurunan kognitif pasien DM. Kata kunci : gula darah, hiperglikemia postprandial, kemampuan memori jangka pendek
vii
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Abstract
Name Study Program Title
: Rinnelya Agustien : Magister of Nursing, Faculty of Nursing : Postprandial Hyperglycemia Effects On Short-Term Memory Ability In Patients with Diabetes Mellitus Type 2 In Puskesmas Cipondoh, Tangerang.
This study aims to determine the effects of postprandial hyperglycemia on the ability of short-term memory in patients with type 2 diabetes. This research is a quantitative research with quasy experiment posttest design. Number of respondents were 35 people. The results there are differences in blood sugar level and short term memory ability one hour and two hour after meal. Suggestion study was conducted in early cognitive screening for diabetic patients, education were given two hours after a meal and there needs to be further research involving a large number of samples and the factors that contribute to cognitive decline. Keywords : blood glucose, postprandial hyperglicemia, short-term memory ability.
viii
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...................................................... ... vi ABSTRAK ....................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi DAFTAR SKEMA .......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................
1 1 7 8 8 8 9
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2.1 Definisi DM .......................................................................................... 2.2 Angka Kejadian DM.............................................................................. 2.3 Etiologi dan Klasifikasi DM.................................................................. 2.4 Pemeriksaan Diagnostik DM................................................................. 2.5 Komplikasi DM .................................................................................. 2.6 Penurunan Fungsi Kognitif............................................................... 2.7 Efek Hiperglikemia Postprandial Terhadap Penurunan Fungsi Kognitif .......................................................................................................... 2.8 Memori Jangka Pendek ....................................................................... 2.9 MiniCog ............................................................................................... 2.10 Digit span forward dan backward ..................................................... 2.11 Penatalaksanaan Terapi Diabetes ....................................................... 2.12 Asuhan Keperawatan Pada Diabetes Melitus ..................................... 2.13 Kerangka Teori ...................................................................................
10 10 10 11 14 15 17
3. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL..................................................................... 3.1 Kerangka Konseptual .......................................................................... 3.2 Hipotesis .............................................................................................. 3.3 Definisi operasional ............................................................................
24 27 32 35 36 47 52
53 53 54 54
4. METODE PENELITIAN .......................................................................... 57 4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 57 ix
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
4.2 Populasi dan Sampel .......................................................................... 4.3 Tempat Penelitian ................................................................................ 4.4 Waktu Penelitian ................................................................................. 4.5 Etika Penelitian .................................................................................... 4.6 Alat Pengumpul Data .......................................................................... 4.7 Validitas dan Reliabilitas Instrumen .................................................... 4.8 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................... 4.9 Pengolahan Data .................................................................................. 4.10 Analisis Data .......................................................................................
57 59 60 60 61 62 63 65 66
5. HASIL PENELITIAN ....................................................................... 5.1 Gambaran Responden .......................................................................... 5.2 Hasil Pengumpulan Data .....................................................................
68 68 68
6. PEMBAHASAN ................................................................................. 6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian ............................................ 6.2 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 6.3 Implikasi Hasil Penelitian ...................................................................
78 78 91 92
7. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 7.1 Kesimpulan .......................................................................................... 7.2 Saran ....................................................................................................
93 93 93
Daftar Pustaka ...........................................................................................
95
x
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 5.1
Tabel 5.2 Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Perubahan dalam kapasitas working memory sesuai umur ......... Klasifikasi IMT ........................................................................... Kebutuhan kalori penyandang diabetes ...................................... Daftar penukar makanan karbohidrat .......................................... Tabel indeks glikemik ................................................................. Standar diet diabetes mellitus ..................................................... Contoh menu diabetes mellitus 1700 kalori ................................ Kriteria pengendalian diabetes mellitus menurut konsensus PERKENI .................................................................................. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia, Tekanan Darah, Gula Darah Satu Jam Setelah Makan, Gula Darah Dua Jam Setelah Makan, Memori Jangka Pendek Satu Jam Setelah Makan, Memori Jangka Pendek Dua Jam Setelah Makan di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember Tahun 2012 ... Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Aktifitas Fisik di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember Tahun 2012 .. Perbedaan rerata nilai gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan dan dua jam setelah makan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember 2012 ............. Perbedaan kadar gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember 2012 ........................................................................... Analisis korelasi umur dan tekanan darah terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan pada kelompok perlakuan dan kontrol di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember tahun 2012. ...................................... Analisis aktifitas fisik terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember 2012 .................................
xi
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
31 37 38 40 41 42 43 46
69 72
73
74
75
76
DAFTAR SKEMA Skema 3.1 Skema 4.1 Skema 4.2
Kerangka konsep penelitian .................................................... 53 Desain penelitian ......................................................................... 57 Desain prosedur penelitian ...................................................... 65
xii
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Mekanisme penurunan kognitif pada pasien DM .................... 19
xiii
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
DAFTAR SINGKATAN ADA ATP A1C AGE CDT DM HLA IG IL IMT NADPH NO OHO ROS PKC WHO
: : : : : : : : : : : : : : : :
American Diabetes Association Adenosine Tri Phosphate Hemoglobin Glikosilasi Advanced glycation end products Clock Drawing Test Diabetes Mellitus Human Leukocyte Antigen Indeks Glikemik Interleukin Indeks Massa Tubuh Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphat Nitrit Oksida Obat Hipoglikemik Oral Reactive Oxygen Species Protein Kinase C World Health Organization
xiv
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10
Penjelasan penelitian Lembar persetujuan Data responden Prosedur pengukuran tekanan darah digital Prosedur pengukuran kadar glukosa darah Prosedur pengukuran miniCog Lembar jawaban recall 9 kata Lebar jawaban CDT Prosedur digit span forward and backward Curriculum vitae
xv
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia. DM sudah mulai dikenal di Mesir 1550 tahun SM. Nama Diabetes berasal dari Yunani yang berarti mengalir terus menerus sedangkan, mellitus berarti madu atau manis. DM merupakan penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif baik oleh karena adanya kerusakan sel beta pankreas atau ambilan glukosa di jaringan perifer, atau keduanya (pada DM tipe-2), atau kurangnya insulin absolut (DM tipe-1) (Tjokroprawiro, 2007).
Jumlah penderita DM mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah penderita DM di dunia mencapai 346 juta orang. Pada tahun 2004, 3.4 juta orang meninggal akibat dari diabetes mellitus (WHO, 2011). Wild, Roglic, Green, Sicree, dan King (2004) menyatakan prevalensi DM di seluruh dunia pada tahun 2000 mencapai 2,8%. Angka ini akan meningkat menjadi 4,4% pada tahun 2030.
Indonesia menjadi urutan keempat dalam jumlah penderita DM terbanyak di dunia pada tahun 2000 dengan jumlah 8,4 juta jiwa. Pada tahun 2030, jumlah penderita DM diperkirakan akan mencapai 21,3 juta jiwa (Wild et al., 2004). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan penderita DM di Indonesia pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan diperkirakan akan mencapai 20,1 juta orang pada tahun 2030 dengan tingkat prevalensi 14,7% untuk daerah urban dan 7,2% di rural (Pdpersi, 2011).
Di Kota Tangerang, menurut data dari Dinas Kesehatan tahun 2010 DM merupakan penyakit terbanyak ke dua (6,83%) setelah hipertensi (12,44%) yang diderita pasien umur lebih dari 60 tahun. Sedangkan pada umur 5-60 tahun prevalensinya 3,89%. Jumlah kunjungan penderita DM di Puskesmas
1
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
2
Kota Tangerang pada tahun 2010 sebanyak 14.062 orang, jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu 7.359 orang. Sementara itu jumlah penderita DM di Rumah Sakit berdasarkan laporan dari 23 Rumah Sakit dan Rumah Sakit Ibu dan Anak yang ada di Kota Tangerang sebanyak 8.485 orang (3,39%), dengan rincian 5.312 orang menderita DM tidak bergantung pada insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan 3.173 orang DM yang tidak ditentukan (Dinkes Banten, 2010).
DM merupakan penyakit kronis yang dialami pasien seumur hidup sehingga progresifitas penyakit ini akan terus berjalan. Perjalanan penyakit ini biasanya berjalan lambat dengan banyak komplikasi ringan hingga berat dan tak jarang menimbulkan kematian. Penyulit kronik pada DM terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh tubuh (angiopati diabetik). Untuk kemudahan diagnosa, angiopati diabetik terbagi menjadi dua yakni makrovaskuler (makroangiopati) dan mikrovaskuler (mikroangiopati) (Soegondo, 2009).
Kondisi hiperglikemia kronis menyebabkan banyak komplikasi salah satunya terjadi penurunan kognitif. Nooyen, Baan, Spijkerman, dan Verschuren (2010) menyatakan bahwa
penderita DM mengalami penurunan fungsi
kognitif global 2,6 kali lebih besar dari non diabetes. Sedangkan pada individu lebih dari 60 tahun yang terkena diabetes menunjukkan 2,5-3,6 kali lebih besar penurunan kognitif daripada individu yang tidak diabetes.
Penurunan kognitif yang terjadi pada pasien DM meliputi kemampuan memori, konsentrasi dan kecepatan pemahaman. Kemampuan memori terbagi menjadi dua yakni memori jangka pendek dan memori jangka panjang (Sousa, 2012). Menurut Stewart dan Liolitsa (1999) terdapat hubungan antara DM tipe 2 dengan kerusakan kognitif terutama memori dan fungsi eksekutif. Yeung, Fischer dan Dixon (2009) menyatakan bahwa kemampuan kognitif pasien diabetes tipe 2 menurun pada kemampuan fungsi eksekutif. Fungsi eksekutif merupakan memori jangka pendek, proses dan perilaku kognitif secara luas yang merupakan gambaran apa yang dilakukan oleh lobus frontal
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
3
(Sousa, 2012). Greenwood, Kaplan, Hebblethwaite dan Jenkins (2003) menyatakan penderita DM tipe 2 mengalami penurunan pada memori deklaratif. Memori deklaratif merupakan bagian dari memori jangka panjang yang menggambarkan bagaimana indivu mengingat nama, musik, dan objek (Sousa, 2012).
Penelitian lainnya dari Arvanitakis, Wilson, Li, Aggarwal
dan Bennett (2005) mengatakan pada pasien diabetes mengalami penurunan memori semantik dan proses pemahaman. Memori semantik merupakan bagian dari memori deklaratif (Sousa, 2012). Kodl dan Seaquist (2008) juga berpendapat sama bahwa pada penderita DM terjadi penurunan kemampuan fungsi eksekutif,
kemampuan mengingat jangka pendek, kelancaran
berbicara, penurunan konsentrasi dan kemampuan psikomotor.
Menurut penelitian Saczynski et al. (2008), pasien DM yang lebih dari 15 tahun mengalami perburukan yang signifikan dalam kecepatan menyelesaikan tugas dan fungsi eksekutif. Pernyataan yang sama dari penelitian Gatlin (2012) yang menyatakan bahwa semakin lama durasi seseorang menderita DM maka kemampuan working memory semakin menurun. Fungsi eksekutif adalah bagian dari working memory. Namun, sebenarnya penurunan kognitif sudah dimulai sejak pasien terdiagnosa DM (Ruis et al., 2009). Bahkan menurut Dey, Misra, Desai, Mahapatra, dan Padma (1997) pasien DM tipe 2 yang usia muda dengan rata-rata usia
46 tahun telah terjadi penurunan
konsentrasi dan daya ingat.
Penurunan kognitif pada pasien DM dipengaruhi oleh kondisi hiperglikemia kronis regulasi insulin inadekuat dan fluktuatif gula darah sepanjang waktu (Rizzo et al., 2010). Hiperglikemia kronis merusak pembuluh darah dan degenerasi neuron melalui 3 jalur metabolik utama yakni
pembentukan
AGEs (advanced glycation end products), aktivasi protein kinase C (PKC) dan hiperglikemi inraseluler karena kerusakan jalur polyol (Kodl & Seaquist, 2007). Produk akhir dari tiga jalur ini adalah peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS), yang menyebabkan stress oksidatif kronis (Robertson, 2004).
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
4
Stress oksidatif akan mengakibatkan kerusakan sel syaraf sehingga menurunkan kemampuan kognitif (Rizzo et al., 2010).
Selain itu, penurunan fungsi kognitif juga lebih sering dipicu oleh fluktuatif kadar gula darah yang berlangsung setiap hari. Fluktuatif gula darah ini dipicu oleh perubahan gula darah yang cepat dari rendah ke tinggi pada kondisi setelah makan (postprandial) (Node & Inoue, 2009). Menurut penelitian Rizzo et al. (2010) yang melibatkan 121 pasien DM tipe 2 lanjut usia bahwa rata-rata kadar gula darah puasa 153 mg/dl kemudian meningkat pada kondisi 2 jam setelah makan menjadi 198 mg/dl. Penelitian yang dilakukan Bonora (2001) dalam Kovatchev, Cox, Summers, GonderFrederick, dan Clarke (2003) yang melibatkan 800 responden DM tipe 2 menyatakan bahwa setelah makan terjadi peningkatan gula darah lebih dari 160 mg/dl. Waspadji (2002) menyatakan pada responden yang diberikan 50 gram glukosa terjadi peningkatan dari kadar gula darah puasa 117,6 mg/dl menjadi 286 mg/dl setelah 60 menit dan turun menjadi 218,4 mg/dl.
Peningkatan gula darah sendiri baru terjadi
2,5-3 jam setelah makan
(Kovatchev et al., 2003). Namun, Rizza (2010) menyatakan pada DM type 2 gula darah mencapai puncak setelah 1 jam makan dan menurun pada 2 jam setelah makan. Waspadji (2002) juga menyatakan, kadar gula darah pada DM tipe 2 mencapai puncaknya pada 60 menit setelah makan dan kemudian turun kembali 120 menit setelah makan, meskipun masih tinggi dari kadar gula darah puasa.
Keadaan gula darah yang tiba-tiba meningkat memicu disfungsi endotel, reaksi inflamasi dan stres oksidatif (Node & Inoue, 2009). Disfungsi endotel merupakan awal dari terbentuknya aterosklerotik.
Pada pasien DM
komplikasi tersering adalah aterosklerotik arteri koroner dan stroke, yang biasanya mengenai pembuluh darah karotid. Reaksi inflamasi ditandai dengan peningkatan produksi IL-6, tumor necrosis factor-α, dan IL-18 yang akan memperburuk keadaan aterosklerotik (Node & Inoue, 2009).
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
5
Fluktuatif gula darah yang berlangsung kronis memiliki efek pemicu stress oksidatif lebih kuat dari keadaan hiperglikemi kronis (Rizzo et al., 2010). Pada kondisi ini terjadi penurunan aliran darah ke otak sehingga terjadi iskemik di serebral. Kondisi iskemik mengakibatkan otak kekurangan oksigen dan glukosa, yang merupakan substrat penting untuk metabolisme otak. Keadaaan ini akan mengakibatkan kematian sel syaraf dan penurunan neurotransmitter, sehingga terjadi penurunan fungsi kognitif (Vijayakumar, Sirisha, Begam, & Dhanaraju, 2012).
Hasil penelitian Kovatchev et al. (2003) menyatakan bahwa terjadi peningkatan kesulitan konsentrasi, kesulitan berbicara, kelambanan berpikir setelah satu jam makan, namun kemudian menurun pada 2-3 jam setelah makan. Sommerfield, Deary, dan Frier (2004) mengatakan selama kondisi hiperglikemia akut, fungsi kognitif mengalami penurunan, khususnya pada proses kecepatan pemahaman informasi, working memory dan konsentrasi. Cox et al. (2007) juga mengatakan bahwa satu jam setelah sarapan terjadi gejala penurunan kognitif berupa sulit konsentrasi dan lamban berpikir. Greenwood et al. (2003) dalam penelitiannya, menyatakan pada pasien DM yang diberikan asupan karbohidrat 50 gram terjadi peningkatan memori jangka pendek ketika tes dilakukan 15 menit setelah makan. Namun tidak memiliki efek ketika tes dimulai 22 menit setelah makan.
Penurunan kemampuan kognitif pada pasien DM diperantarai di lobus frontal. Area
ini
adalah
tempat
fungsi
eksekutif,
mencakup
kemampuan
menyelesaikan masalah, merencanakan, mengatur dan konsentrasi. Akibat dari hiperglikemia kronis maka pasien DM mengalami penurunan fungsi memori. Fungsi ini berada di hipokampus, area belajar dan mengingat (Vijayakumar et al., 2012).
Pemberian penyuluhan merupakan satu dari empat pilar utama pengelolan DM Penyuluhan atau pendidikan kesehatan merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus yang kemajuannya diamati oleh petugas
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
6
kesehatan. Sasaran langsung penyuluhan DM adalah penyandang diabetes. Informasi yang diberikan mencakup pengetahuan dasar diabetes, pemantauan mandiri, sebab tingginya kadar glukosa darah, penggunaan obat hipoglikemia oral, perencanaan makan, perawatan kaki, kegiatan jasmani, tanda-tanda hipoglemik dan komplikasi DM (Soegondo, 2009).
Informasi yang diberikan saat penyuluhan
akan masuk ke otak sebagai
register sensorik. Setelah itu, akan berpindah ke memori segera yang selanjutnya ke working memory untuk pemrosesan secara sadar. Dari working memory, pesan tersebut mungkin akan disimpan ke memori jangka panjang. Memori segera dan working memory adalah memori jangka pendek. Pintu masuk penerimaan informasi ada di memori jangka pendek, dimana informasi disimpan dalam waktu kurang dari satu detik kemudian berpindah ke area pemrosesan sensorik pada korteks (Sousa, 2012).
Gatlin (2012) mengatakan bahwa fungsi eksekutif yang merupakan bagian dari working memory berhubungan dengan tingkat keparahan DM tipe 2 dan kemampuan manajemen diri pasien DM tipe 2. Penurunan fungsi working memory sebanding dengan penurunan kemampuan pasien DM tipe 2 dalam manajemen diri.
Gatlin (2012) menggunakan Working Memory Index dari Wechsler Adult Intelligence Scale edisi ketiga (WAIS-III) untuk mengukur working memory. Working memory index terdiri dari pengukuran Letter-Number Sequencing, Digit Span, dan tes Aritmatika. Jika hasil dari ketiga pengukuran tersebut digabungkan akan menggambarkan kemampuan konsentrasi tinggi terhadap tugas, kemampuan menerima informasi, mengelola informasi dan merespons informasi. Sedangkan Arvanitakis et al. (2006) menggunakan hanya Digit Span Backward dan Forward untuk mengukur kemampuan working memory.
Perawat adalah profesi kesehatan yang sangat sering berinteraksi dengan pasien memiliki peran sebagai edukator
dan juga sebagai fasilitator.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
7
Penyuluhan ke pasien DM dilakukan oleh perawat. Oleh karena itu, penting bagi perawat untuk mendeteksi penurunan kognitif pasien DM tipe 2 melalui skrining rutin disfungsi kognitif, terutama pada pasien usia lanjut ( Mc Donald & Gray-Miceli, 2007).
Instrumen untuk menilai penurunan kemampuan kognitif yakni MiniCog. MiniCog adalah instrumen yang digunakan untuk skrining demensia secara mudah, cepat dan memiliki nilai sensitivitas tinggi. Mini Cog terdiri dari uji mengingat 3 kata dan menggambar jam (Doerflinger, 2007). Institute of Diabetes for Older People (IDOP) menggunakan miniCog secara rutin pada pasien DM tipe 1 dan 2 untuk mendeteksi awal penurunan kemampuan kognitif (IDOP, n.d). Di Indonesia belum ada penelitian mengenai miniCog digunakan sebagai instrumen menilai kemampuan kognitif pada pasien DM tipe 2.
Berdasarkan dari pengamatan peneliti terhadap fenomena pemberian penyuluhan pasien DM oleh perawat, waktu pemberian penyuluhan umumnya dilakukan setelah makan/sarapan. Namun, belum ada penjadwalan waktu penyuluhan yang tepat pada pasien DM tipe 2. Berdasarkan pada literatur bahwa pasien DM tipe 2 terjadi peningkatan kesulitan konsentrasi, kesulitan berbicara, kelambanan berpikir 1 jam setelah makan kemudian setelah 2-3 jam
kemampuan tersebut menjadi lebih baik. Sehingga,
penentuan waktu yang tepat pemberian penyuluhan setelah makan/sarapan perlu dilakukan penelitian. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui fenomena tersebut, yakni mengenai perbedaan kemampuan mengingat jangka pendek antara 60 menit dan 120 menit setelah makan pada pasien DM tipe 2.
1.2 Rumusan Masalah Kondisi hiperglikemia kronis menyebabkan banyak komplikasi salah satunya terjadi penurunan kognitif. Penurunan kognitif yang terjadi pada pasien DM meliputi kemampuan memori, konsentrasi dan kecepatan pemahaman. Penurunan kognitif pada pasien DM dipengaruhi oleh kondisi hiperglikemia
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
8
kronis dan regulasi insulin inadekuat Selain itu, penurunan fungsi kognitif juga lebih sering dipicu oleh fluktuatif kadar gula darah yang berlangsung setiap hari. Fluktuatif gula darah ini dipicu oleh perubahan gula darah yang cepat dari rendah ke tinggi pada kondisi setelah makan (postprandial). Keadaan gula darah yang tiba-tiba meningkat memicu disfungsi endotel, reaksi inflamasi dan stres oksidatif. Hal ini akan menyebabkan kematian sel syaraf sehingga terjadi penurunan kognitif. Hasil penelitian menyatakan bahwa terjadi peningkatan kesulitan konsentrasi, kesulitan berbicara, kelambanan berpikir setelah satu jam makan, namun kemudian menurun pada 2-3 jam setelah makan. Fenomena ini harus diperhatikan dengan cara melakukan skrining rutin kemampuan kognitif pada pasien DM terutama lanjut usia. Namun belum semua RS, poliklinik, dan puskesmas melakukan skrining rutin kemampuan kognitif pada pasien DM tipe 2. Selain itu, berdasarkan dari pengamatan peneliti pada umumnya perawat memberikan penyuluhan setelah makan. Namun, penentuan waktu yang tepat pemberian penyuluhan belum pernah dilakukan penelitian. Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan di atas yakni pada pasien DM tipe 2 terjadi peningkatan kesulitan konsentrasi, kesulitan berbicara, kelambanan berpikir 1 jam setelah makan kemudian setelah 2-3 jam kemampuan tersebut menjadi lebih baik. Namun belum ada penelitian mengenai kemampuan mengingat jangka pendek setelah makan pada pasien DM tipe 2. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan kemampuan mengingat jangka pendek antara satu jam dan dua jam setelah makan pada pasien DM tipe 2.
1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui efek hiperglikemia postprandial terhadap kemampuan memori jangka pendek pada pasien DM tipe 2. 1.3.2 Tujuan khusus Penelitian ini untuk : 1.
Mengidentifikasi karakteristik pasien DM tipe 2 di Puskesmas Cipondoh Tangerang.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
9
2.
Mengidentifikasi perbedaan kadar gula darah satu jam dan dua jam setelah makan di kelompok perlakuan dan kontrol.
3.
Mengidentifikasi perbedaan kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan di kelompok perlakuan dan kontrol.
4.
Mengidentifikasi perbedaan kadar gula darah menit satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol.
5.
Mengidentifikasi perbedaan kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol.
6.
Menjelaskan kontribusi variabel perancu (usia, tekanan darah dan aktifitas fisik) terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan.
1.4 Manfaat 1.4.1 Pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan. Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai kemampuan memori jangka pendek pada pasien DM tipe 2. Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai model intervensi keperawatan yang perlu dikembangkan terkait dengan kemampuan memori jangka pendek pada pasien DM tipe 2. 1.4.2 Pelayanan dan masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi instansi terkait pemberian edukasi kepada pasien DM tipe 2 diberikan dua jam setelah makan agar proses belajar optimal dan diberikan kontinyu.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi DM Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Schteingart 2003). Gangguan metabolik ini disebabkan karena adanya disfungsi sel beta pankreas atau ambilan glukosa di jaringan perifer atau keduanya pada diabetes tipe 2, atau kurang nya insulin pada diabetes tipe 1 (Tjokroprawiro, 2007).
Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka DM ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolik diabetes (Schteingart, 2003).
2.2 Angka kejadian DM Jumlah penderita DM mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah penderita DM di dunia mencapai 346 juta orang. Pada tahun 2004, 3.4 juta orang meninggal akibat dari diabetes mellitus (WHO, 2011).
Wild et al
(2004) menyatakan prevalensi DM di seluruh dunia pada tahun 2000 mencapai 2,8%. Angka ini akan meningkat menjadi 4,4% pada tahun 2030. Jumlah keseluruhan penderita DM diperkirakan akan mencapai 366 juta pada tahun 2030 dari 171 juta di tahun 2000. Pada negara berkembang, angka ini meningkat dua kali lipat antara tahun 2000 dan 2030.
Indonesia menjadi urutan ke 4 dalam jumlah penderita DM terbanyak di dunia pada tahun 2000 dengan jumlah 8,4 juta jiwa. Pada tahun 2030, jumlah penderita DM diperkirakan akan mencapai 21,3 juta jiwa (Wild et al., 2004). 10
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
11
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan penderita DM di Indonesia pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan diperkirakan akan mencapai 20,1 juta orang pada tahun 2030 dengan
tingkat prevalensi 14,7% untuk
daerah urban dan 7,2% di rural (Pdpersi, 2011).
Di kota Tangerang, menurut data dari Dinas Kesehatan tahun 2010
DM
merupakan penyakit terbanyak ke dua (6,83%) setelah hipertensi (12,44%) yang diderita pasien umur lebih dari 60 tahun. Sedangkan pada umur 5-60 tahun prevalensinya 3,89%. Jumlah kunjungan penderita DM di Puskesmas Kota Tangerang pada tahun 2010 sebanyak 14.062 orang, jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu 7.359 orang. Sementara itu jumlah penderita DM di Rumah Sakit berdasarkan laporan dari 23 Rumah Sakit dan Rumah Sakit Ibu dan Anak yang ada di Kota Tangerang sebanyak 8.485 orang (3,39%), dengan rincian 5.312 orang menderita DM tidak bergantung pada insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan 3.173 orang DM yang tidak ditentukan (Dinkes Banten, 2010).
2.3 Etiologi dan klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan 4 tipe diabetes yakni diabetes tipe I, diabetes tipe II, diabetes gestasional, dan diabetes tipe lainnya (Michel,
2011). Pembahasan mengenai tipe diabetes dibahas di
bawah ini : 1. Diabetes tipe 1 Diabetes tipe 1 biasa dikenal juga diabetes tergantung insulin, diabetes saat remaja. Diabetes tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik se-sel yang memproduksi insulin. Secara genetik berhubungan dengan HLA (human leukocyte antigens)–DR 3, HLA-DR 4. Bukti
untuk determinan genetik diabetes tipe 1 adalah adanya kaitan
dengan tipe-tipe histokompatibilitas (human leukocyte antigen) spesifik. Tipe dari gen histokompatibilitas yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 adalah yang memberi kode kepada protein-protein yang berperan penting
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
12
dalam interaksi monosit-limfosit. Protein-protein ini mengatur respons sel T yang merupakan bagian normal dari respons imun. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan sel-sel pulau Langerhan (Schteingart 2003). Pada diabetes tipe 1 sel beta yang dimiliki hanya berjumlah kurang dari 10 %. Normalnya sel beta 60%-80% menempati pulau Langerhan (Tjokroprawiro, 2007).
2. Diabetes tipe 2 Terdapat 4 hal yang utama metabolisme abnormal yang berperan pada perkembangan diabetes tipe 2 yakni ; Faktor pertama adalah resistensi insulin pada metabolisme glukosa dan lemak yakni dimana reseptor insulin di jaringan tidak berespon. Hampir kebanyakan reseptor insulin berada di otot rangka, lemak dan sel hati. Ketika insulin tidak digunakan secara tepat, maka glukosa yang masuk ke sel akan terhambat sehingga menyebabkan hiperglikemia. Pada tahap awal resistensi insulin, pankreas merespons gula darah tinggi dengan memproduksi sejumlah besar insulin (berlaku jika fungsi sel beta normal). Hal ini menyebabkan fase hiperinsulin bersamaan dengan kondisi hiperglikemi. Resistensi insulin juga bisa disebabkan oleh cacat yang diwariskan pada resptor insulin. Hal ini adalah hal paling umum yang ditemukan pada pasien diabetes tipe 2. Resistensi insulin akan mengakibatkan peningkatan produksi insulin oleh sel beta pankreas (Michel, 2011).
Faktor kedua adalah pada diabetes tipe 2 ditandai dengan penurunan kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin akibat sel beta menjadi lelah karena insulin terlalu banyak diproduksi atau karena masa sel beta berkurang. Penyebabnya dimungkinkan karena efek samping akibat hiperglikemia kronis atau terlalu banyak asupan lemak. Faktor ketiga adalah ketidaksesuaian produksi glukosa oleh hati. Hati memproduksi banyak glukosa menyebabkan peningkatan hiperglikemia pada puasa dan fase postprandial. Faktor keempat adalah perubahan produksi hormon dan sitokin oleh jaringan adiposa (adipokin). Adipokin berperan dalam
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
13
merubah glukosa dan metabolisme lemak. Terdapat dua adipokin utama yang dapat berpengaruh kepada sensitivitas insulin yakni adiponectin dan lectin (Michel, 2011).
Dapat disimpulkan bahwa etiologi penurunan fungsi sel beta pankreas pada diabetes tipe 2 adalah (Soegondo, 2009) : 1. Umur, biasanya > 45 tahun 2. Genetik, memiliki faktor keturunan dari keluarga 3. Glukotoksisitas, kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan stress oksidatif, IL-1ß dan NF-KB dengan akibat peningkatan apoptosis sel beta 4. Lipotoksisitas, peningkatan asam lemak bebeas yang berasal dari jaringan adiposa dalam proses lipolisis akan mengalami metabolisme non oksidatif. 5. Penumpukan amiloid, kerja insulin dihambat hingga kadar glukosa darah
akan
meningkat,
karena
itu
sel
beta
akan
berusaha
mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi insulin, hingga terjadi insulinemia. Pada diabetes tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal. 6. Resistensi insulin, penyebab resistensi insulin dipengaruhi sebagian besar karena faktor obesitas terutama pada bentuk tubuh apel (sentral), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan, faktor keturunan (herediter). Faktor yang dapat diperbaiki adalah resistensi insulin, glukotoksisitas, lipotoksisitas dan penimbunan amiloid, sedangkan umur dan genetik tidak dapat diubah.
3. Diabetes gestasional Diabetes gestasional terjadi pada kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadi diabetes gestasional adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
14
yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik. Kebanyakan perempuan hamil harus menjalani penapisan untuk diabetes selama usia kehailan 24 hingga 28 minggu (Schteingart, 2003).
4. Diabetes tipe lainnya Kondisi yang dapat menyebabkan diabetes adalah sindrom cushing, hipertiroid, pankreatitis berulang, cystic fibrosis, hemochromatosis dan penggunaan nutrisi parenteral. Medikasi juga dapat menyebabkan diabetes seperti kortikosterois, thiazides, phenytoin, antipsikotik (Michel, 2011).
2.4 Pemeriksaan diagnostik DM Diagnosa diabetes ditegakkan melalui satu dari empat metode yaitu (Michel, 2011) : 1. A1C (hemoglobin glikosilasi) ≥ 6,5% 2. Gula darah puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L). Yang dimaksud puasa adalah tidak ada kalori yang masuk selama minimal 8 jam 3. Gula darah 2 jam setelah makan, dengan asupan gula 75 g ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L) 4. Pasien dengan gejala klasik seperti hiperglikemia (poliuria, polidipsi, berat badan turun tanpa alasan) atau krisis hiperglikemia. Nilai gula darah acak ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L).
Pada 2010, ADA merekomendasikan bahwa A1C digunakan sebagai pemeriksaan diagnostik dabetes.
Pemeriksaan AIC untuk mengukur
glikosilasi hemoglobin yang juga dikenal hemoglobin AIC, pemeriksaan ini untuk mengukur jumlah glukosa yang terikat pada sel darah merah dalam rentang waktu hidup sel darah merah (90-120 hari) (Michel, 2011).
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
15
2.5 Komplikasi DM Komplikasi
DM dapat dibagi menjadi dua yakni
komplikasi akut dan
komplikasi kronis : 1. Komplikasi akut Komplikasi metabolik DM disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi pada pasien DM tipe 2 adalah sindrom hiperosmolar hiperglikemik (SHH). Penyebab dari SHH adalah infeksi saluran kemih, pneumonia, sepsis, dan penyakit akut lainnya. Perbedaan utama antara SHH dengan diabetes ketasidosis adalah pasien SHH memiliki insulin yang cukup sehingga tidak terjadi ketoasidosis. Hiperglikemia dapat meningkatkan osmolalitas serum yang dapat menyebabkan hipovolemia. Dampak dari hipovolemia
adalah
penurunan
perfusi
ginjal,
hipotensi
dan
hemokonsentrasi. yang bermanifestasi klinis menjadi somnolen, koma, kejang, aphasia, hemiparese. Nilai gula darah pada SHH adalah lebih dari 600mg/dl (33,33mmol/L) (Michel, 2011).
Komplikasi metabolik yang lebih banyak terjadi pada DM tipe 1 adalah ketoasidosis diabetikum. Hal ini disebabkan karena defisiensi insulin sehingga glukosa tidak bisa digunakan sebagai energi tubuh. Sumber energi didapatkan dari pemecahan lemak yang menghasilkan keton. Keton dapat merubah keseimbangan pH yang mengakibatkan asidosis metabolik. Defisiensi insulin menstimulasi produksi glukosa dari asam amino sehingga menambah hiperglikemia pada tubuh. Manifestasi klinis ketoasidosis diabetikum adalah dehidrasi, turgor kulit buruk, mukosa membran kering, hipotensi ortostatik, anorexia, muntah. Pada tahap yang sudah lanjut muncul pernapasan Kussmaul, bau nafas seperti aseton. Nilai gula darah lebih dari 250 mg/dl, pH arteri kurang dari 7,30, serum bikarbonat kurang dari 15mEq/L (Michel, 2011).
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
16
2. Komplikasi kronis Komplikasi kronis pada DM terbagi menjadi 3 yakni komplikasi makrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler dan neuropathy (komplikasi pada syaraf). Komplikasi makrovaskuler menyerang ke pembuluh darah sedang besar yakni pada jantung koroner, pembuluh darah kaki, pembuluh darah otak. Hal ini merupakan hal tersering dan merupakan gejala awal pada pasien DM. Makrovaskuler mencakup kepada pembuluh darah kepala, pembuluh darah jantung, dan pembuluh darah perifer. Komplikasi ini akan diperparah bila pasien mengalami obesitas, merokok, hipertensi, makan banyak lemak. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskuler ini. Gangguan-gangguan ini berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah. Pada akhirnaya makroangipati diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri-arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer, jika terkena ke arteri serebral maka menyebabkan stroke, jika terkena arteri koronaria dan aorta maka menyebabkan angina dan infark miokardium (Schteingart, 2003).
Komplikasi mikrovaskuler merupakan lesi spesifik yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nephropaty diabetik), dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit. Ada kaitan yang kuat antara hiperglikemia dengan insidens dan berkembangnya
retinopati.
Manifestasi
dini
retinopati
berupa
mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibatnya perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut retina dapat mengakibatkan kebutaan. Kerusakan pembuluh darah kecil yang mensuplai ke glomerulus ginjal merupakan penyebab terjadi nefropati diabetik. Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Jika hilangnya fungsi nefron terus berlanjut, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Hipertensi dapat mempercepat nefropati diabetik
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
17
sehingga manajemen pengontrolan tekanan darah harus segera dilakukan (Schteingart, 2003).
3. Komplikasi pada syaraf (neuropati diabetik) Sekitar 60%-70% pasien DM mengalami neuropati dengan komplikasi syaraf yang terjadi baik pada tipe 1 dan tipe 2. Sebuah teori menyatakan bahwa keadaan hiperglikemia yang menetap dapat mengakumulasi sorbitol dan fruktosa yang dapat merusak syaraf sehingga menyebabkan konduksi syaraf berkurang dan demielinisasi (Schteingart, 2003). Pada pengelolaan kadar gula darah yang buruk, neuropati diabetik terjadi melalui 4 cara yakni pembentukan Advanced Glycation End-Product (AGE), mekanisme jalur polyol, pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS), dan aktifasi Protein Kinase C (PKC) (Soesilowati, 2003).
Iskemia pada pembuluh darah yang rusak akibat hiperglikemia kronis juga turut menyebabkan neuropati diabetik. Neuropati diabetik ada dua yakni neuropati sensori yang mengarah ke sistem syaraf perifer dan neuropati otonom. Bentuk umum dari neuropati sensori adalah polineuropati simetris distal yang mengenai tangan dan atau kaki secara bilateral. Manifestasi klinis adalah kehilangan sensasi, abnormalitas sensasi, nyeri, parastesia. Nyeri yang dideskripsikan sebagai terbakar dan seperti terobek biasanya di waktu malam atau sewaktu. Sedangkan neuropati otonom dapat mengenai seluruh sistem tubuh dan memicu hipoglikemik, inkontinensia bowel, diare, retensi urine. Gastroparesis adalah komplikasi neuropati otonomik yang dapat menyebabkan anoreksia, mual, muntah, reflux gastroesofageal (Michel, 2011).
2.6 Penurunan fungsi kognitif DM berhubungan dengan kerusakan organ yang berlangsung lambat di otak. DM berhubungan terhadap resiko terjadinya penurunan kognitif ringan (Luchsinger et al., 2007). Fungsi kognitif merupakan aktifitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar, dan menggunakan bahasa. Fungsi
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
18
kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukan evaluasi (Sousa, 2012). Nooyen et al. (2010) menyatakan bahwa
penderita DM mengalami penurunan fungsi
kognitif global 2,6 kali lebih besar dari non diabetes. Sedangkan pada individu lebih dari 60 tahun yang terkena diabetes menunjukkan 2,5-3,6 kali lebih besar penurunan kognitif daripada individu yang tidak diabetes.
Penurunan kognitif yang terjadi pada pasien DM tipe 2 meliputi kecepatan psikomotor dan fungsi eksekutif termasuk kemampuan memori (Kawamura, Umemura, & Hotta, 2012). Menurut Stewart dan Liolitsa (1999) terdapat hubungan antara DM tipe 2 dengan kerusakan kognitif terutama memori dan fungsi eksekutif. Greenwood et al. (2003) menyatakan penderita DM tipe 2 mengalami penurunan pada memori deklaratif.
Penelitian lainnya dari
Arvanitakis et al. (2005) mengatakan pada pasien diabetes mengalami penurunan memori semantik dan proses pemahaman. Kodl dan Seaquist (2008) juga berpendapat sama bahwa pada penderita DM terjadi penurunan kemampuan fungsi eksekutif,
kemampuan mengingat jangka pendek,
kelancaran berbicara, penurunan konsentrasi dan kemampuan psikomotor. Kemudian Yeung et al. (2009) menyatakan bahwa kemampuan kognitif pasien diabetes tipe 2 menurun pada kemampuan fungsi eksekutif dan memori episodik.
Penurunan kognitif pada pasien DM dipengaruhi oleh kondisi hiperglikemia kronis, regulasi insulin inadekuat dan fluktuatif gula darah sepanjang waktu (Rizzo et al, 2010). Kawamura et al. (2012) menambahkan bahwa penurunan kognitif pada pasien DM disebabkan karena hipertensi dan dislipidemia. Selain itu terdapat faktor umum yang mempengaruhi yakni merokok, diet, olahraga, stres, depresi, usia lanjut, dan faktor genetik.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
19
Hiperglikemia
Hipertensi dislipidemia
Glikasi, stres oksidatif, disfungsi endotel, peningkatan aktifitas mekanisme poliol Faktor umum Makroangiopati (penyakit serebrovaskuler)
mikroangiopati
Merokok Diet Olahraga Stres Depresi Penuaan Faktor genetik
Penurunan kognitif Resistensi insulin
Hipoglikemia
Insulin inadekuat Defisiensi insulin
Gambar 2.1 Mekanisme penurunan kognitif pada pasien DM (Kawamura et al, 2012).
Menurut
Asimakopoulou
dan
Hampson
(2002)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi fungsi kognitif pada pasien DM tipe 2 adalah usia, durasi DM, kadar gula darah, dan tekanan darah. Grodstein, Chen, Wilson, dan Manson (2001) menyatakan pada pasien lansia
DM tipe 2, usia mempengaruhi
penurunan memori verbal dan kelancaran verbal dua kali lebih buruk daripada lansia non DM. Cukierman-Yaffe et al (2009) juga menyatakan hal yang sama yakni peningkatan usia mempengaruhi penurunan kognitif pasien DM tipe 2. Namun, menurut Ruis et al, 2009 penurunan kognitif sudah dimulai sejak pasien terdiagnosa DM. Bahkan menurut Dey et al. (1997) pasien DM tipe 2 yang usia muda dengan rata-rata usia 46 tahun telah terjadi penurunan konsentrasi dan daya ingat. Pada hasil MRI (magnetic resonance imaging) pasien DM tipe 2 ditemukan lesi white matter yang besar dan atropi subkortikal, faktor usia turut mempercepat proses ini (Yeung et al, 2009).
Menurut penelitian Saczynski et al (2008), pasien DM yang lebih dari 15 tahun mengalami perburukan yang signifikan dalam kecepatan menyelesaikan
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
20
tugas dan fungsi eksekutif. Pernyataan yang sama dari penelitian Gatlin (2012) yang menyatakan bahwa semakin lama durasi seseorang menderita DM maka kemampuan working memory semakin menurun. Fungsi eksekutif adalah bagian dari working memory.
Kadar gula darah diidentifikasi dengan nilai gula darah puasa, gula darah 2 jam post prandial, gula darah sewaktu dan nilai A1C. Cukierman-Yaffe et al. (2009) mengatakan bahwa peningkatan 1 % nilai AIC berhubungan secara signifikan dengan penurunan 1,7 pada pengukuran DSST (Digit Simbol Substitution Test), penurunan 0,2 pada pengukuran MMSE (Mini Mental State Examination), penurunan 0,11 pada pengukuran mengingat. Sedangkan pada penelitian Ruis et al. (2009) menyatakan bahwa AIC tidak berhubungan terhadap kemampuan kognitif pasien DM tipe 2. Penelitian Ba-tin et al. (2011) nilai A1C tidak signifikan berbeda antara kelompok DM tanpa komplikasi dengan kelompok DM dengan komplikasi terhadap kemampuan kognitif.
Tekanan darah berhubungan dengan terjadinya aterosklerosis sehingga asupan oksigen dan nutrisi ke otak inadekuat. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan kognitif (Kumari, Brunner, & Fuhrer, 2000). Menurut Grodstein et al. (2001) tekanan darah mempengaruhi kemampuan memori verbal dan kelancaran verbal. Pasien dengan diabetes memiliki resiko 2-6 kali mengalami stroke trombosis dan penyakit vaskuler. Pada otak pasien diabetes ditemukan penebalan membran dasar kapiler yang merupakan tanda mikroangiopati. Penurunan volume amigdala dan hipokampus pada pasien diabetes berkontribusi terhadap kemampuan belajar dan mengingat (Yeung et al., 2009).
Aktifitas fisik mempengaruhi kemampuan kognitif dengan cara resistensi insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin meningkat (Ilyas, 2009). Aktifitas fisik memperbaiki regulasi insulin sehingga menurunkan kadar gula darah (Watson etl., 2006). Menurut Watson et al (2006) aktifitas fisik yang
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
21
dilakukan satu jam rutin 3 kali seminggu selama 12 minggu dan diet pengaturan lemak (<7% lemak jenuh) dapat memperbaiki kemampuan memori. Hal ini disebabkan karena faktor neurotrophic dan plastisitas di otak yang secara langsung mempengaruhi kemampuan mengingat.
Penelitian lainnya dari Maiorana et al. (2001) bahwa aktifitas fisik yang dilakukan rutin selama 8 minggu dapat memperbaiki kadar gula darah, toleransi latihan aerobik dan resistensi fungsi endotel pada pembuluh darah. Sedangkan menurut penelitian Perisee (2009) efek akut dari latihan jalan treadmill yang dilakukan 60 menit sebelum sarapan, 4 jam sebelum makan siang dan 8 jam sebelum makan malam tidak memperbaiki glukosa plasma, trigliserida, caroten, dan tanda inflamasi (C-reactive protein) dan stress oksidasi. Hasil ini dirancukan dengan variabel jumlah kalori makan yang berbeda, tingkat glukosa plasma dan tingkat trigliserida yang berbeda.
Faktor berat badan turut mempengaruhi penurunan kognitif. Menurut penelitian Nooyens et al. (2010), IMT (indeks massa tubuh) pada pasien DM tipe 2 ( 30,0±4,9) lebih tinggi daripada IMT pada kelompok tidak DM (26,1±3,6). Penelitian Ruis et al (2009) menyatakan hal sama bahwa pada pada pasien DM tipe 2 yang memiliki IMT lebih dari normal (30,4±5,3) mengalami penurunan kognitif dibandingkan dengan kelompok tidak DM yang juga memiliki IMT lebih dari normal (27,4±4,2). Penggunaan medikasi juga mempengaruhi penurunan kognitif. Menurut Grodstein et al. (2001) pada kelompok DM tipe 2 yang tidak patuh minum OHO memiliki kemampuan kognitif buruk daripada kelompok DM tipe 2 yang patuh minum obat.
Kondisi hiperglikemia merubah fungsi kognitif melalui mekanisme aktivasi jalur polyol, peningkatan pembentukan AGEs (advanced glycation end products) intraseluler, pembentukan diacylglycerol pada protein kinase C dan peningkatan glucose shunting pada jalur hexosamine
(Kodl & Seaquist,
2008). Kondisi hiperglikemia kronis akan meningkatkan mekanisme polyol yang menyebabkan akumulasi sorbitol dan fruktosa di syaraf sehingga
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
22
merusak sel syaraf. Kondisi ini memicu stress oksidatif intraseluler (Giacco & Brownlee, 2010). Mekanisme polyol berfokus kepada enzim aldose reduktase, yang berfungsi untuk menurunkan toxic aldehydes menjadi alkohol inaktif dalam sel. Enzim aldose reduktase ditemukan di syaraf, retina, lensa, glomerulus dan sel pembuluh darah. Ketika terjadi peningkatan glukosa dalam sel, aldose reduktase juga berfungsi untuk menurunkan glukosa menjadi sorbitol. Kemudian sorbitol akan dioksidasi menjadi fruktosa. Pada saat proses penurunan glukosa dalam intrasel menjadi sorbitol, aldose reduktase
mengkonsumsi
kofaktor
NADPH
(nicotinamide
adenine
dinucleotide phosphat). Pada saat yang bersamaan, NADPH juga menjadi kofaktor penting dalam menghasilkan antioksidan intrasel sehingga terjadi penurunan antioksidan intrasel. Hasil akhir dari mekanisme polyol adalah peningkatan stress oksidatif intrasel (Brownlee, 2005).
Penderita DM mempunyai kecenderungan untuk terjadinya stres oksidatif. Stres oksidatif timbul bila pembentukan ROS (reactive oxygen species) melebihi kemampuan sel dalam mengatasi radikal bebas. Stres oksidatif pada DM disebabkan karena ketidakseimbangan reaksi redoks akibat perubahan metabolisme karbohidrat dan lipid, sehingga terjadi penurunan antioksidan (Sies, Stahl, & Sevanian, 2005).
Peningkatan stres oksidatif berkaitan
dengan adanya hiperglikemia. Hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya auto oksidasi glukosa sehingga terbentuk radikal bebas, glikosilasi autooksidatif dan meningkatnya jalur polyol yang akan menurunkan antioksidan. Radikal bebas akan mempercepat pembentukan AGE yang pada gilirannya akan mensuplai lebih banyak lagi radikal bebas, keadaan ini dinamakan glikosilasi auto oksidatif (Wiyono, 2003). AGE adalah protein atau lipid yang mengalami glikasi setelah terpapar glukosa. AGE menghambat aktifitas Nitric Oxide (NO) pada sel endotel dan menghasilkan ROS (reactive oxygen species). AGE terakumulasi di pembuluh darah yang merusak struktur dan fungsi sel (Goldin, Beckman, Schmidt, & Creager, 2006). Selain itu, hiperglikemia
yang berlangsung terus menerus akan meningkatkan
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
23
pembentukan AGEs. AGEs sangat beracun dan dapat menghancurkan protein termasuk serat syaraf (Soesilowati, 2003).
Kondisi hiperglikemia akan meningkatkan diacylglycerol yang akan mengaktifkan protein kinase C (PKC) dan isoform ß dan δ. Aktifasi PKC akan menurunkan NO sebagai vasodilator dan meningkatkan vasoconstrictor endhotelin-1 sehingga terjadi abnormalitas pembuluh darah.
Selain itu
aktifasi PKC menyebabkan oklusi kapiler dan pembuluh darah (Brownlee, 2005).
Mekanisme penurunan kognitif juga disebabkan karena resistensi insulin. Resistensi insulin adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak memadai untuk menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel hati. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 menyebabkan penurunan kognitif melalui 3 mekanisme tidak langsung yakni : 1. Berhubungan dengan adanya penanda inflamasi yakni peningkatan Creactive
protein,
Interleukin
(IL)-6,
α-1-antichymotripsin
dan
meningkatnya inflamasi. Pada sebuah penelitian pasien sindrom metabolik
yang mengalami
peningkatan C-reactive protein
dan
peningkatan IL-6 mengalami penurunan kognitif sementara pasien sindrom metabolik yang normal kadar C-reactive protein dan IL-6, fungsi kognitifnya normal. Pasien DM tipe 2 diketahui memiliki peningkatan Creactive protein, IL-6, α-1-antichymotripsin yang berpengaruh kepada fungsi kognitif (Kodl & Seaquist, 2008). 2. Mekanisme kedua karena terganggunya jalur hipotalamus-pituitariadrenal-axis yang menyebabkan hiperkortisolemia. Pada pasien DM tipe 2 yang mengalami stres sehingga kortisol nya meningkat akan mengalami penurunan memori (Kodl & Seaquist, 2008). Hormon kortikosteroid merupakan mediator yang menyebabkan kerusakan plastisitas sinaps hipokampus dan neurogenesis yang berhubungan dengan penurunan kognitif pada diabetes. Glukokortikoid menghambat penggunaan glukosa di sel syaraf (Stranahan et al, 2008).
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
24
3. Mekanisme ketiga yakni terjadi pembentukan plak senil yang juga ditemukan pada pasien Alzheimer. Serabut syaraf yang kusut dan plak senil ekstrasel disusun oleh ß-amyloid, yang merupakan tanda patologis dari penyakit Alzheimer (Kodl & Seaquist, 2008). ß-amyloid terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. ßamyloid
dibentuk dari pembelahan APP (Amyloid precursor protein)
yang dihasilkan di sel syaraf. Dalam keadaan normal ß-amyloid melekat pada membran neuronal dan berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh protease dan salah satu fragmen adalah ß-amyloid
yang berkembang menjadi gumpalan
yang terlarut. Gumpalan tersebut akhirnya tercampur dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia (khususnya mikroglia dan astrosit). Setelah beberapa waktu, campuran ß-amyloid
membeku menjadi fibril-fibril
yang membentuk plak yang matang, padat, tidak dapat larut dan meracuni neuron yang utuh. ß-amyloid mengganggu hubungan interseluler dan menurunkan respons pembuluh darah sehingga menyebabkan makin rentannya neuron-neuron terhadap stressor (iskemik). Adanya mikroglia dalam plak menunjukkan bahwa peradangan masih berjalan terlibat dalam menyebabkan kerusakan neuronal (Hartwig, 2003).
2.7 Efek hiperglikemia postprandial terhadap kemampuan kognitif. Penurunan fungsi kognitif juga lebih sering dipicu oleh fluktuatif kadar gula darah yang berlangsung setiap hari. Fluktuatif gula darah ini dipicu oleh perubahan gula darah yang cepat dari rendah ke tinggi pada kondisi setelah makan (postprandial) ( Node & Inoue, 2009).
Mekanisme yang terjadi setelah makan pada orang normal adalah terjadi peningkatan konsentrasi insulin sebelum peningkatan kadar gula darah di arteri. Peningkatan konsentrasi insulin ini untuk mencegah hiperglikemia. Namun, pada pasien DM terjadi defisiensi insulin dan resistensi insulin sehingga terjadi hiperglikemia postprandial (Giugliano, Ceriello, & Esposito, 2008).
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
25
Hiperglikemia postprandial ditentukan oleh banyak faktor yakni waktu, jumlah, komposisi asupan makanan dan jumlah karbohidrat di makanan (Giugliano et al, 2008). Pada sampel yang diberikan diabetasol 200 Kcal, kadar gula darah 60 menit setelah makan meningkat dari 108,1 mg/dl (gula darah puasa) menjadi 202,4 mg/dl. Kemudian menurun pada 120 menit setelah makan menjadi 145,2 mg/dl. Sedangkan, pada sampel yang diberikan glukosa 200 Kcal kadar gula darah 60 menit setelah makan meningkat dari 117,6 mg/dl (gula darah puasa) menjadi 286 mg/dl. Kemudian menurun pada 120 menit setelah makan menjadi 218,4 mg/dl (Waspadji, 2002).
Kadar gula darah mencapai puncaknya pada 60 menit setelah makan dan kemudian turun kembali 120 menit setelah makan, meskipun masih tinggi dari kadar gula darah puasa (Waspadji, 2002). Pernyataan sama dari Giugliano, et al. (2008) bahwa peningkatan kadar gula darah mencapai puncak antara 30-60 menit setelah makan.
Hiperglikemia postprandial memicu produksi berebih superoxide, yang akan bereaksi dengan NO (Nitrit Oksida) menghasilkan nitrosative dan hasil metabolik turunannya yakni peroxynitrite dan nitrotyrosine. Unsur-unsur ini yang akan memicu terjadi kerusakan endotel (Giugliano et al, 2008). Hiperglikemia postprandial merupakan salah satu faktor resiko terjadinya aterosklerosis (Node & Inoue, 2009). Aterosklerosis adalah suatu penyakit arteri degeneratif progresif yang menyebabkan oklusi pembuluh yang terkena, sehingga aliran darah melalui pembuluh tersebut berkurang (Sheerwood, 2001).
Keadaan gula darah yang tiba-tiba meningkat memicu disfungsi endotel, reaksi inflamasi dan stres oksidatif. Disfungsi endotel merupakan awal dari terbentuknya aterosklerotik Disfungsi endotel mengakibatkan penurunan produksi dan kemampuan NO yang akan mengubah kemampuan vasodilatasi endotel (Node & Inoue, 2009).
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
26
Endotel adalah lapisan tunggal sel epitel khusus yang membatasi lumen semua pembuluh darah, mengeluarkan mediator-mediator kimiawi yang berperan penting dalam pengaturan lokal arteriol. Fungsi sel endotel adalah (Sheerwood, 2001) : 1.
Melapisi bagian dalam pembuluh darah dan ruang-ruang jantung berfungsi sebagai sawar fisik antara darah dan bagian dinding pembuluh lainnya
2.
Mengeluarkan zat-zat vasoaktif misalnya endothelial derived relaxing factor (EDRF) sebagai respons terhadap perubahan kimiawi atau fisik lokal, zat-zat ini menyebabkan relaksasi (vasodilatasi) atau kontraksi (vasokontriksi) otot polos di bawahnya. EDRF diidentifikasi sebagai nitrit oksida (NO). NO menyebabkan relaksasi otot polos arteriol. NO berperan dalam perubahan-perubahan yang mendasari kemampuan mengingat, yakni sebagai sistem perantara untuk meningkatkan sistem transmiter dalam awal pembentukan memori deklaratif (memori jangka panjang).
3.
Mengeluarkan zat-zat yang merangsang pertumbuhan pembuluh baru dan proliferasi sel-sel otot polos di dinding pembuluh
4.
Berperan serta dalam pertukaran bahan antara darah dan jaringan di sekitarnya menembus kapiler melalui transportasi vesikuler
5.
Berpengaruh dalam pembentukan sumbat trombosit, pembekuan dan disolusi bekuan
6.
Berperan dalam penentuan permeabilitas kapiler dengan berkontraksi untuk mengubah-ubah ukuran pori-pori antara sel-sel endotel yang berdekatan.
Pada pasien DM, kondisi hiperglikemia ikut memicu terjadinya inflamasi yang ditandai dengan peningkatan high-sensitivity C reactive protein (hsCRP).
Reaksi inflamasi juga ditandai dengan peningkatan produksi
interleukin-6, tumor necrosis factor-α, dan interleukin-18 yang
akan
memperburuk keadaan aterosklerotik (Node & Inoue, 2009). Pada pasien DM komplikasi tersering adalah aterosklerotik arteri koroner dan stroke, yang biasanya mengenai pembuluh darah karotid (Schteingart, 2003). Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
27
Keadaan peningkatan gula darah yang cepat setelah makan pada pasien DM berlangsung kronis. Kondisi ini memicu produksi berlebih superoksidasi oleh rantai transport mitokondria elektron. Superoksidasi juga dibarengi dengan peningkatan NO yang akan merusak DNA. Kerusakan DNA akan memperlambat glikolisis, transport elektron dan pembentukan ATP. Kondisi ini akan mengakibatkan disfungsi endotel akut pada pembuluh darah pasien DM (Ceriello, 2006). Penderita diabetes pada umumnya mengalami fluktuasi gula darah, yang akan merusak hubungan sinaps antar sel syaraf yakni neurotransmitter sehingga tidak terjadi sinyal-sinyal dari sel syaraf ke sel syaraf lainnya. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan fungsi hipokampus yang berdampak kepada kesulitan konsentrasi, penurunan kemampuan berhitung, ketidakmampuan mengingat hal baru dalam jangka panjang dan penurunan kemampuan mengingat jangka pendek ( Vijayakumar et al, 2012). Hasil penelitian Kovatchev et al. (2003) menyatakan bahwa terjadi peningkatan kesulitan konsentrasi, kesulitan berbicara, kelambanan berpikir setelah satu jam makan, namun kemudian menurun pada 2-3 jam setelah makan. Sommerfield et al. (2004) mengatakan selama kondisi hiperglikemia akut, fungsi kognitif mengalami penurunan, khususnya pada proses kecepatan pemahaman informasi, working memory dan konsentrasi. Cox et al. (2007) juga mengatakan bahwa satu jam setelah sarapan terjadi gejala penurunan kognitif berupa sulit konsentrasi dan lamban berpikir. Greenwood et al. (2003) dalam penelitiannya, menyatakan pada pasien DM yang diberikan asupan karbohidrat
50 gram terjadi peningkatan memori jangka pendek
ketika tes dilakukan 15 menit setelah makan. Namun tidak memiliki efek ketika tes dimulai 22 menit setelah makan.
2.8 Memori jangka pendek Pembelajaran
(learning)
adalah
sebuah
proses
dimana
individu
menghasilkan/mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru dan memori
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
28
adalah proses menyimpan pengetahuan tersebut, untuk kepentingan masa mendatang (Sousa, 2012).
Stimulus berupa informasi masuk ke otak melalui impuls-impuls saraf. Impuls kemudian menjalar dari akson menuju sinapsis, dimana zat-zat kimia neurotransmitter dilepaskan. Zat-zat kimia ini, menyeberangi sinapsis menuju dendrit neuron berikutnya. Saat pesan-pesan kimiawi memasuki neuron lainnya,
zat-zat
kimia
ini
menimbulkan
serangkaian
reaksi
yang
menyebabkan neuron kedua menghasilkan sinyal. Reaksi ini berlanjut memicu reseptor pada neuron-neuron lainnya juga untuk memberikan sinyal. Urutan proses ini membentuk pola koneksi-koneksi neuronal yang saling memberi sinyal satu sama lain secara bersamaan (Sousa, 2012).
Memori tidak disimpan utuh tetapi dalam bentuk kepingan-kepingan dan didistribusikan dalam beberapa area pada cerebrum. Misalnya bentuk, warna, dan aroma buah jeruk dikategorikan dan disimpan dalam rangkaian-rangkaian neuron berbeda. Mengaktifkan area-area ini secara simultan membangkitkan semua ingatan dan pengalaman yang berhubungan dengan jeruk (Sousa, 2012).
Menurut Sheerwood (2001) belajar adalah akuisisi pengetahuan atau keterampilan sebagai konsekuensi dari pengalaman, instruksi atau keduanya. Ingatan adalah simpanan pengetahuan yang didapat sewaktu-waktu dipanggil kembali. Belajar dan ingatan membentuk dasar individu pada keadaan lingkungan tertentu.
Menurut Gamon dan Bragdon (1998) ingatan adalah mitra dalam mengembangkan semua keterampilan mental lain. Kunci untuk belajar adalah kemampuan otak untuk mengubah pengalaman yang ada sekarang menjadi sandi dan menyimpannya agar, di kemudian hari pengalaman tersebut dapat dipanggil kembali.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
29
Penyimpanan informasi yang didapat dilaksanakan paling sedikit dua tahap yakni ingatan jangka pendek, yang berlangsung beberapa detik sampai jam dan ingatan jangka panjang tersimpan berhari-hari sampai bertahun-tahun (Sheerwood, 2001).
Tahap-tahap memori adalah memori sensoris segera, memori kerja (working memory) dan memori jangka panjang. Memori sensoris segera dan memori kerja merupakan memori jangka pendek. Pintu masuk penerimaan informasi ada di memori jangka pendek, dimana informasi disimpan dalam waktu kurang dari satu detik kemudian berpindah ke area pemrosesan sensorik pada korteks (Sousa, 2012).
Memori jangka pendek merupakan gerbang masuk informasi. Semua informasi sensoris (kecuali bau) pertama kali dikirimkan ke thalamus, yang secara singkat memonitor sifat dan kekuatan impuls-impuls sensoris untuk mengetahui daya tahan konten informasi yang dibawanya dan hanya dalam waktu milidetik (seperseribu detik), menggunakan pengalaman yang sebelumnya dimiliki individu, menentukan tingkat kepentingan data (Sousa, 2012).
Data sensoris yang tidak hilang atau tidak dibuang, berpindah dari thalamus menuju area pemrosesan sensoris pada korteks dan melewati memori temporer pertama yang disebut memori segera (immediate memory). Memori segera beroperasi secara sadar dan bawah sadar menyimpan data selama sekitar 30 detik (Sousa, 2012).
Informasi akan masuk ke otak sebagai register sensorik. Setelah itu, akan berpindah ke memori segera yang selanjutnya ke working memory untuk pemrosesan secara sadar. Working memory adalah tempat dimana pemrosesan-pemrosesan secara sadar terjadi. Model pemrosesan informasi mempresentasikan working memory sebagai meja kerja, tempat dengan kapasitas terbatas dimana individu dapat membentuk, mengambil sebagian,
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
30
atau mengubah ide-ide yang akhirnya akan disimpan di satu tempat lain. Informasi yang berada dalam working memory berasal dari memori-memori sensoris ataupun memori-memori segera ataupun diambil dari memori jangka panjang (Sousa, 2012). Kemampuan kapasitas memori kerja menangani informasi pada dewasa rata-rata lima sampai sembilan dengan rata-rata tujuh informasi (Sousa, 2012)
Hubungan antara kapasitas working memory dengan fungsi eksekutif sangatlah kuat (r=0,97). Keduanya merupakan prediktor yang kuat untuk memprediksi kemampuan kognisi ( McCabe, Roediger, McDaniel, Balota, & Hambrick, 2010)
Fungsi eksekutif adalah proses dan perilaku kognitif secara luas. Fungsi eksekutif menggambarkan apa yang dilakukan oleh lobus frontal. Lobus frontal berhubungan dengan kemampuan merencanakan dan berpikir. Bagian ini meliputi pusat kontrol eksekutif dan rasional otak, tempat terjadinya proses berpikir tingkat tinggi, mengarahkan pemecahan masalah, dan meregulasi sisa-sisa sistem emosional. Lobus frontal juga menentukan kepribadian. Di lobus frontal, hampir semua memori kerja berlokasi disini. Pada beberapa kemampuan fungsi eksekutif berada di luar lobus frontal, seperti lobus parietal atau basal ganglia (Sousa, 2012)
Fungsi eksekutif adalah kemampuan menentukan informasi, stimulus yang sesuai, bekerja dengan informasi tersebut dan kemudian merencanakan apa yang akan dilakukan. Secara luas fungsi eksekutif adalah perencanaan, pengaturan, kemampuan mengenali pola dan belajar, namun juga memiliki fleksibilitas untuk merespons perubahan yang terjadi. Fungsi eksekutif juga mencakup kemampuan memilih respon yang sesuai pada saat yang bersamaan menghambat respons yang tidak sesuai (Tanner, 2009). Fungsi eksekutif memiliki fungsi yang luas sehingga banyak pengukuran dikembangkan untuk mengkaji kemampuan fungsi eksekutif yakni Wisconsin Cart Sort Test, Stroop Color-Word Task, clock drawing test. Meskipun demikian skor dari
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
31
tiap uji tidak selalu berkaitan satu sama lain. Uji-uji ini mengukur aspek yang berbeda dari fungsi eksekutif (Tanner, 2009).
Studi pencitraan otak menunjukkan bahwa sebagian besar aktifitas working memory terjadi pada lobus frontal, walaupun bagian otak lainnya sering ikut dilibatkan. Working memory memiliki batas fungsional, dimana angka atau jumlah sebenarnya bervariasi tergantung dari usia individu dan tipe input (informasi faktual, visual)
Tabel 2.1 Perubahan-perubahan dalam kapasitas working memory sesuai umur (Sousa, 2012)
Kisaran umur (tahun)
Kapasitas memori kerja dalam satuan tertentu Minimum
Maksimum
1
2
Antara 5 tahun dan remaja 3
4
Dewasa
6
Di bawah 5 tahun
5
Working memory bersifat temporer dan memiliki keterbatasan waktu yakni sebelum 45 menit sebelum kelelahan. Yang bermakna bahwa individu dapat memroses item-item dengan sadar dalam memori kerja sebelum 45 menit (Sousa, 2012).
Pada umumnya individu yang lebih tua menunjukkan penurunan yang nyata dalam kemampuan working memory (Gamon & Bragdon, 2005). Maineri, Xavier, Berleze, & Moriguchi (2007) menyatakan bahwa merokok, diabetes, tekanan darah dan usia berpengaruh terhadap penurunan kemampuan kognitif terutama pada penurunan fungsi memori.
Informasi yang tersimpan dalam memori jangka pendek berupa informasi auditorik, visual atau semantik, tergantung jenis informasi atau jenis tugas yang dialami seseorang. Memori jangka pendek tampaknya beroperasi menggunakan sandi auditorik, bahkan sekalipun informasi tersebut dihasilkan Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
32
dari sandi nonauditorik seperti stimulus visual. Informasi juga disajikan dalam stimulus visual dan semantik. Semantik adalah sandi yang berhubungan dengan makna. Penelitian mengenai
semantik berdasarkan
konsep inhibisi proaktif. Inhibisi proaktif adalah sebuah fenomena ketika kemampuan mengingat dihambat oleh adanya hubungan semantik antara daftar yang sedang diingat dengan daftar sebelumnya (Solso, Maclin, & Maclin, 2002).
Lobus temporalis dan sistem limbik penting memindahkan ingatan baru ke simpanan jangka panjang. Hipokampus, bagian medial yang memanjang di lobus temporalis dan merupakan bagian dari sistem limbik, berperan penting dalam ingatan jangka pendek yang melibatkan integrasi berbagai rangsangan terkait dan juga penting untuk konsolidasi menjadi ingatan jangka panjang. Hipokampus diyakini hanya sesaat menyimpan ingatan jangka panjang baru dan kemudian mengirim ingatan tersebut ke daerah-daerah korteks untuk disimpan secara lebih permanen. Pengaksesan dan manipulasi simapanan jangka panjang ini melalui operasi working memory tampaknya dilaksanakan oleh daerah prefontralis korteks serebrum. Working memory memungkinkan orang merangkai banyak pikiran sambung-menyambung dalam suatu urutan yang logis dan merencanakan tindakan yang akan diambil (Sheerwood, 2001)
2.8 MiniCog MiniCog merupakan skrining kognitif yang digunakan untuk mendeteksi penurunan kemampuan daya ingat dengan cepat, mudah, dan bisa dikerjakan di berbagai tempat (rumahsakit, homevisit). MiniCog untuk mengkaji kemampuan recall daya ingat dan fungsi eksekutif. MiniCog terdiri dari dua uji yakni recall 3 kata dan uji CDT (Clock Drawing Test). MiniCog diperuntukkan pada orang lanjut usia tanpa membedakan bahasa, budaya dan pendidikan (Doerflinger, 2007). MiniCog memiliki rentang sensitifitas dari 76-99% dan rentang spesifisitas 89-93% dengan 95% confidence interval (CI). Uji test-retest reliabilitas dilakukan dengan nilai r = 0.85, P < 0.01 (Doerflinger, 2007).
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
33
Borson, Scanlan, Brush, Vitallano, & Dokmak (2000) menggunakan miniCog mampu mengidentifikasi 92 individu yang kemungkinan Alzheimer dan 36 individu yang kemungkinan demensia. MiniCog memiliki validitas yang baik dengan uji lain untuk mengkaji demensia. Bahasa dan edukasi tidak berpengaruh pada nilai miniCog tetapi mempengaruhi pada nilai MMSE. Borson et al. (2000) membandingkan antara miniCog dengan MMSE, kesalahan identifikasi miniCog 17% sama dengan kesalahan identifikasi menggunakan MMSE. MiniCog mampu mengidentifikasi pasien dengan demensia dan non demensia dengan akurat (Doerflinger, 2007).
Pengerjaan uji MiniCog membutuhkan waktu 3 menit sedangkan pengerjaan uji MMSE 7 menit (Borson et al, 2000). Pada penelitian ini terdapat penambahan 3 kata menjadi 9 kata berdasarkan pada kemampuan kapasitas memori kerja menangani informasi pada dewasa rata-rata lima sampai sembilan dengan rata-rata tujuh informasi (Sousa, 2012).
Prosedur penggunaan uji miniCog yang telah dimodifikasi menjadi 9 kata dalam penelitian ini adalah (Doerflinger, 2007) : 1. Responden diminta membaca dan menghafal 9 kata yakni “apel, tangan, air, kapal, batang, tari,desa, jarum dan hijau” dalam waktu 1 menit 2. Kemudian responden diminta untuk menggambar sebuah jam (uji CDT) di kertas yang telah disediakan. Setelah responden telah mencantumkan angka-angka di jam tersebut, peneliti meminta responden untuk menggambarkan jam 11 lebih 10 menit selama 2 menit. 3. Setelah itu responden diminta untuk menuliskan kembali kata-kata tersebut di kertas. Penilaian penuh dengan nilai 9 bila mampu recall 9 kata. Bila kata yang dituliskan salah bernilai 0, namun bila benar bernilai 1. Uji CDT memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 86% dan 87% dengan nilai prediksi positif berkisar 93%-97% ( Korner, Lauritzen, Nilsson, Lolk, & Christensen, 2012). Uji CDT digunakan oleh Trimble, Sundberg,
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
34
Markham, Janicijevic, & Beattie (2005) untuk memprediksi
kemampuan
pasien DM belajar menggunakan injeksi insulin. Pada pasien yang memiliki nilai CDT abnormal akan memiliki masalah belajar injeksi insulin. Dari hasil pengukuran CDT ini perawat edukator memberikan waktu lebih bagi pasien yang nilai CDT abnormal.
Nilai CDT dan nilai kelancaran verbal yang buruk berhubungan dengan kemampuan kontrol gula darah yang buruk. Nilai CDT menggambarkan kemampuan fungsi eksekutif ( Munshi, Hayes, Iwata, Lee, & Weinger, 2012). Mittal, Gorthi, & Rohatgi (2009) mengatakan bahwa uji CDT mencakup kemampuan
persepsi,
pemahaman,
memori,
fungsi
motorik
kasar,
konsentrasi, pengetahuan angka, dan konsep waktu. Mittal et al. (2009) juga menyatakn bahwa gangguan fungsi eksekutif sering mendahului penurunan memori dan menyebabkan masalah pada aktifitas sehari-hari.
Penilaian penuh dengan nilai 10 bila jam yang digambar responden sesuai dengan perintah. Nilai berkisar 1-10, dengan prosedur penilaian yakni (Korner, et al, 2012) : Penilaian 1-5 yakni menggambar jam namun lingkaran dan angka tidak tepat 1: tidak digambar, hanya berupa garis dan titik 2: sudah menggambar lingkaran, berupa garis dan titik 3: jarum dan angka tidak koheren, jarum tidak ada 4: menempatkan angka melingkar di jam namun tidak tepat 5: menempatkan angka melingkar di jam namun tidak tepat, sudah ada jarum namun salah Penilaian 6-10 yakni menggambar jam dengan lingkaran dan penulisan angka sesuai urutan. 6: angka ditempatkan melingkar dan sesuai urutan, tidak ada jarum 7: menempatkan jarum tidak sesuai 8: terdapat kesalahan dalam menempatkan jarum 9: terdapat kesalahan kecil 10: sesuai dengan perintah.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
35
2.9 Digit span forward and backward Digit span forward untuk mengukur kemampuan auditorik memori jangka pendek sementara digit span backward untuk mengukur kemampuan memori kerja. Uji ini merupakan bagian dari test Wechsler-Adult Intelligence Test (WAIS). WAIS digunakan untuk mengukur kepandaian secara umum. Sedangkan digit span forward and backward secara khusus mengukur kemampuan working memory (Gatlin, 2012).
Terdapat 3 tes yang digunakan untuk mengukur working memory pada WAIS yakni Digit span forward and backward, letter-number sequencing dan arithmatic. Reliabilitas WAIS 0,93 dan telah banyak digunakan pada berbagai pengukuran termasuk pada pengukuran working memory (Gatlin, 2012). Menurut Qui et al. (2006) pasien DM memiliki nilai signifikan lebih buruk daripada pasien tidak DM pada uji Digit span forward and backward (Gatlin, 2012).
Prosedur pengukuran digit span forward and backward : 1. Peneliti meminta responden untuk mengulangi angka yang diucapkan peneliti dengan urutan maju. Peneliti mengujicoba responden terlebih dahulu apakah paham dengan perintah peneliti. Peneliti memberikan perintah “tolong ulangi angka yang saya sebutkan dengan urutan maju 2-58”. Bila responden mengulang dengan “ 2-5-8”, maka pengukuran bisa dilakukan. Namun bila responden salah, maka peneliti mengulangi perintah dengan bahasa yang lebih mudah dipahami tanpa memberi tahu jawabannya. 2. Hal yang sama juga dilakukan sebelum pengukuran digit span backward. Peneliti mencoba responden terlebih dahulu. Peneliti memberikan perintah “tolong ulangi angka yang saya sebutkan dengan urutan mundur 2-5-8”. Bila responden mengulang dengan “8-5-2”, maka pengukuran bisa dilakukan. Namun bila responden salah, maka peneliti mengulangi perintah dengan bahasa yang lebih mudah dipahami tanpa memberi tahu jawaban ke responden (Gatlin, 2012)
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
36
Terdapat 12 soal untuk digit span forward dan 12 soal untuk digit span backward. Pada digit span forward dimulai dengan 3 angka hingga 8 angka. Sedangkan pada digit span backward dimulai dengan 2 angka hingga 7 angka. Bila ada kesalahan responden saat pengukuran maka diulang kembali, namun bila diulang kembali tetap salah maka pengukuran dihentikan. Bila benar bernilai 1 namun bila salah bernilai 0. Maksimum skor adalah 24 dan minimum skor 0 (Gatlin, 2012). Pengukuran digit span forward and backward mampu mengidentifikasi penurunan kognitif yang tidak mampu dideteksi oleh CDT (Lortie, Remington, Hoffman, & Shea, 2012).
2.10 Penatalaksanaan terapi diabetes Dalam
mengelola
DM
untuk
jangka
pendek
tujuannya
adalah
menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Sedangkan, untuk jangka panjang bertujuan untuk mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun neuropati dengan tujuan akhir menurunkan mobiditas dan mortalitas DM (Waspadji, 2009). Terdapat 4 pilar utama pengelolaan DM yakni (Waspadji, 2009) : 1.
Perencanaan makan
2.
Latihan jasmani
3.
Penyuluhan
4.
Obat hipoglikemik oral
Berikut akan dibahas mengenai 4 pilar utama pengelolaan DM : 1. Perencanaan makan Tujuan dari intervensi diet DM tipe 2 yaitu mengendalikan kadar glukosa dan lemak darah agar komplikasi DM dapat dicegah, mendapatkan dan mempertahankan berat badan normal atau ideal, menghasilkan status gizi yang adekuat, menghasilkan kebugaran dan rasa nyaman tubuh (Hartono, 2004). Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang berimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik yakni : karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, lemak 20-25%. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
37
umur,
stres
akut
dan
kegiatan
jasmani
untuk
mencapai
dan
mempertahankan berat badan idaman (Sukardji, 2009). Tabel 2.2 Klasifikasi IMT (Soegondo et al, 2009)
Klasifikasi IMT (BB(kg)
Nilai
(TB(cm²) Berat badan kurang
<18,5
Berat badan normal
18,5-22,9
Berat badan lebih
≥23,0
Dengan resiko
23,0-24,9
Obesitas I
25,0-29,9
Obesitas II
≥30,0
Untuk kepentingan klinik praktis, dan untuk penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca, yaitu : BB (berat badan) idaman = (Tinggi badan-100)-10% Dengan penilaian : a. BB kurang = <90% BB idaman b. BB normal = 90-110% BB idaman c. BB lebih = 110-120% BB idaman d. Gemuk = >120% BB idaman
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori adalah (Sukardji, 2009) : 1. Jenis kelamin Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori pada wanita 25kal/kg BB sedangkan pria 30 kal/kg BB. 2. Umur Penurunan kalori diatas 40 tahun harus dikurangi 5% untuk tiap dekade antara 40-59 tahun, sedangkan antara 60 dan 69 tahun dikurangi 10%, diatas 70 tahun dikurangi 20%.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
38
3. Aktifitas fisik atau pekerjaan Jenis aktifitas yang berbeda membutuhkan kalori yang berbeda pula. Penilaian kalori berdasarkan aktifitas yakni : a. Keadaan istirahat : kebutuhan kalori basal ditambah 10% b. Ringan : pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu rumah tangga maka kebutuhan harus ditambah 20% dari kebutuhan basal c. Sedang : pegawai di industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang, kebutuhan dinaikkan menjadi 30% dari basal d. Berat : petani, buruh, militer dalam keadaan latihan, penari, atlet, kebutuhan ditambah 40% e. Sangat berat : tukang becak, tukang gali, pandai besi, kebutuhan harus ditambah 50% dari basal 4. Kehamilan / laktasi 5. Adanya komplikasi seperti trauma dan infeksi 6. Berat badan, bila kegemukan atau terlalu kurus, maka dikurangi atau ditambah sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat kegemukan atau kekurusannya Cara yang lebih mudah adalah dengan pegangan kasar yaitu pasien kurus 2300-2500 kalori perhari, normal 1700-2100 kalori dan gemuk 1300-1500 kalori. Tabel 2.3 Kebutuhan kalori penyandang diabetes (Sukardji, 2009) Kalori/kgBBideal Status Gizi
Kerja santai
Sedang
Berat
Gemuk
25
30
35
Normal
30
35
40
Kurus
35
40
40-50
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
39
Kebutuhan zat gizi pada penderita diabetes mellitus yakni (Sukardji, 2009) : a. Protein ADA (American Diabetes Association) pada saat ini menganjurkan mengkonsumi 10% sampai 20% energi dari protein total. Menurut konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia, kebutuhan protein untuk orang dengan diabetes adalah 10-15% energi. b. Total lemak Asupan lemak dianjurkan <10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih 10% energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangan selebihnya yaitu 60-70% total energi dari lemak tidak jenuh tunggal dan karbohidrat. c. Lemak jenuh dan kolesterol Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolesterol adalah untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu < 10% asupan energi sehari seharusnya dari lemak jenuh dan asupan kolesterol makanan hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300 mg perhari. Namun demikian rekomendasi ini harus disesuaikan dengan latar belakang budaya dan etnik. d. Karbohidrat dan pemanis Karbohidrat adalah zat gizi utama yang menyebabkan kadar glukosa darah naik. Pola makan karbohidrat penting dalam pengelolaan diet, lebih baik asupan karbohidrat tersebar dalam sehari dengan menghindari porsi sekali makan terlalu besar sehingga insulin mampu memproses karbohidrat makanan. Apabila makan 45-65% kebutuhan kalori dari karbohidrat makanan tertentu, diabetes akan terkendali dengan baik. Anjuran konsumsi karbohidrat untuk orang dengan diabetes di Indonesia adalah 60-70% energi. Sumber karbohidrat yang dianjurkan adalah karbohidrat kompleks yakni nasi, roti, mie, kentang. Makanan termasuk sumber karbohidrat dapat mengandung tiga tipe dasar kalori yaitu karbohidrat, protein dan lemak. Pada nasi putih terdapat 86,6% karbohidrat, 8,4% protein dan 2,7% lemak. Berikut
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
40
adalah daftar makanan satu penukar sumber karbohidrat yang mempunyai nilai : Energi 175 kalori, protein 40 gram, karbohidrat 40 gram. Tabel 2.4 Daftar penukar makanan karbohidrat (Sukardji, 2009)
Bahan makanan
satuan
Berat (gram)
Nasi
¾ gelas
100
bihun
½ gelas
50
Havermout
5 ½ sdm
50
kentang
2 biji sedang
210
makaroni
½ gelas
50
Roti putih
3 potong
70
Mi kering
1 gelas
50
krakers
5 buah
50
Tepung terigu
5 sendok makan
50
singkong
1 potong
120
Ubi putih
1 biji
135
Ubi merah
1 biji
135
Pemanis seperti sukrosa tidak memperburuk kontrol glukosa darah pada individu dengan diabetes tipe 1 dan 2. Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil daripada sukrosa dan kebanyakan karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa dapat memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet diabetes. namun demikian, karena pengaruh penggunaan dalam jumlah besar (20% energi) potensial merugikan pada kolesterol dan LDL, fruktosa tidak seluruhnya menguntungkan sebagai bahan pemanis untuk orang dengan diabetes. penderita dislipidemia hendaknya menghindari mengkonsumsi fruktosa dalam jumlah besar, namun tidak ada alasan untuk menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami ataupun konsumsi sejumlah sedangan makanan yang mengandung pemanis fruktosa. Sakarin, aspartam,
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
41
acesulfame K adalah pemanis tak bergizi yang dapat diterima sebagai pemanis pada semua penderita diabetes (Sukardji, 2009).
Pada pengelolaan diet DM, perlu diketahui indeks glikemik (IG) makanan. Indeks glikemik ialah angka yang menunjukkan potensi peningkatan kadar gula darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu makanan. Makanan yang mempunyai IG tinggi bila dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat dalam jumlah tinggi (Hartono, 2004).
Tabel 2. 5 Tabel Indek Glikemik (Hartono, 2004) Kelompok hidrat arang
IG (%)
IG < 60% Ketela rambat
54
Kacang hijau
55
Beras merah
55
Kentang rebus
56
Beras putih pera
59
IG > 60% Beras putih pulen
88
Kentang panggang
85
Roti terigu
70
Tapioka kukus
70
Tapioka jagung
68
Kelompok gula/bahan manis IG< 60% Fruktosa
23
IG>60% Maltosa
105
Madu
73
Gula pasir (sukrosa
65
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
42
e. Serat Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang yang tidak diabetes yaitu dianjurkan mengkonsumsi 2035 gram serat makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25g/hari dengan mengutamakan serat larut. f. Natrium Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan sampai sedang dianjurkan 2400 mg natrium perhari.
Tabel 2.6 Standar diet diabetes mellitus (dalam satuan penukar versi 1997) (Sukardji, 2009)
Energi
1100
1300
1500
1700
1900
2100
2300
2500
Nasi
½
1
1
1
1½
1½
1½
2
Ikan
1
1
1
1
1
1
1
1
Nabati
-
-
½
½
½
1
1
1
Sayur A
S
S
S
S
S
S
S
S
Minyak
1
1
1
1
2
2
2
2
Buah
1
1
1
1
1
1
1
1
Susu
-
-
-
-
-
-
1
1
Nasi
1
1
2
2
2
2½
3
3
Daging
1
1
1
1
1
1
1
1
Nabati
1
1
1
1
1
1
1
2
Sayur A
S
S
S
S
S
S
S
S
Sayur B
1
1
1
1
1
1
1
1
Buah
1
1
1
1
1
1
1
1
Minyak
1
2
2
2
2
3
3
3
(kalori) Pagi:
10.00
Siang
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
43
16.00 buah
1
1
1
1
1
1
1
1
Nasi
1
1
1
2
2
2½
2½
2½
Ikan
1
1
1
1
1
1
1
1
Nabati
1
1
1
1
1
1
1
1
Sayur A
S
S
S
S
S
S
S
S
Sayur B
1
1
1
1
1
1
1
1
Buah
1
1
1
1
1
1
1
1
minyak
1
1
1
1
2
2
2
2
Malam :
Keterangan S = sekehendak. Tabel 2.7 Contoh menu DM 1700 kalori (Sukardji, 2009) Waktu
pagi
Makanan
Kebutuhan
Contoh menu
penukar
bahan
Roti
Iris
1P
Roti panggang
Margarin
½ sdm
1P
Margarin
Telur
1 butir
1P
Telur rebus Teh panas
10.00
pisang
1 buah
1P
Pisang
Siang
Nasi
1 ½ gelas
2P
Nasi
Udang
5 ekor
1P
Oseng-oseng
Tahu
1 potong
1P
Udang, tahu,
Minyak
1 sdm
2P
cabe ijo
Sayuran
1 gelas
1P
Urap sayuran
Kelapa
5 sdm
1P
Jeruk
1 buah
1P
Jeruk
16.00
Duku
16 buah
1P
Duku
malam
Nasi
1 ½ gelas
2P
Nasi
Ayam
1 potong
1P
Sop
Kacang merah
2 sdm
1P
ayam+kacang
Sayuran
1 gelas
1P
merah
Minyak
½ sdm
1P
Tumis sayuran
Apel malang
1 buah
1P
apel
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
44
2. Latihan jasmani Prinsip olahraga pada diabetisi sama saja dengan prinsip olahraga secara umum, yaitu memenuhi hal berikut ini : frekuensi, intensitas, durasi dan jenis. Pada diabetisi olahraga yang dipilih sebaiknya olahraga yang disenangi dan yang mungkin untuk dilakukan oleh diabetisi di samping itu selain dapat meningkatkan kesehatan juga dapat meningkatkan kebugaran diabetisi (Ilyas, 2009). Olahraga yang dilakukan hendaknya melibatkan otot-otot besar dan sesuai dengan keinginan agar manfaat olahraga dapat dirasakan secara terus-menerus. Secara ringkas perlu diperhatikan FITT yaitu (Ilyas, 2009) : 1. Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan secara teratur 3-5 kali perminggu 2. Intensitas : ringan dan sedang yaitu 60%-70% maximum heart rate (MHR). Cara menghitung MHR adalah : 220- umur. 3. Time (durasi) : 30-60 menit 4. Tipe (jenis) : olahraga aerobik untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda.
3. Penyuluhan Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup. Informasi yang diberikan kepada penyandang DM adalah mencakup pengetahuan dasar tentang diabetes, pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar glukosa darah, OHO, perencanaan makan, perawatan kaki, kegiatan jasmani, tanda-tanda hipoglikemik dan komplikasi (Basuki, 2009).
Sasaran langsung penyuluhan DM adalah penyandang DM, tetapi untuk mencapai program yang berdayaguna maka sasaran tidak langsung penyuluhan kepada orang yang sehari sehari beraktifitas bersama baik di lingkungan rumah, tempat kerja serta petugas kesehatan (Basuki, 2009). Tujuan yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan antara lain ;
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
45
meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap, mengubah perilaku serta meningkatkan kepatuhan, meningkatkan kualitas hidup (Basuki, 2009).
4. Obat hipoglimik oral (OHO) OHO terbagi menjadi lima yaitu (Tjokroprawiro, 2007) : 1. Insulin secretagogues yaitu memicu sekresi insulin. Golongan obat ini dibedakan menjadi dua kelompok yakni sulphonyulrea dan non sulphonylurea. Ragam obat golongan sulphonylurea adalah glipizide (glucotrol, glucotrol XL), glyburide (micronase, diabeta, glynase Pres Tab),
glimepiride
menstimulasi
(Amaryl).
pelepasan
Mekanisme
insulin
dari
kerjanya
pankreas,
dengan
menurunkan
glikogenesis dan glukoneogenesis, meningkatkan sensitivitas sel terhadap insulin. Efek sampingnya adalah peningkatan berat badan dan hipoglikemia (Michel, 2011). Kelompok non sulphonylurea adalah repaglinide (prandin), nateglinide (Starlix) dengan mekanisme kerja yakni menstimulasi pelepasan cepat dan singkat insulin dari pankreas. 2. Insulin sensitizer yaitu obat yang memperbaiki sensitivitas insulin terbagi dalam 2 kelompok yakni Thiazolidinediones dan biguanide. Ragam
obat
Thiazolidinediones
adalah
pioglitazone
(actos),
rosiglitazone (avandia) dengan mekanisme kerja yakni meningkatkan ambilan glukosa di otot dan menurunkan produksi glukosa endogen. Efek
sampingnya
adalah
peningkatan
berat
badan,
edema,
peningkatan resiko jantung seperti infark miokard dan stroke. Ragam obat biguanide adalah metformin (glucophage, glucophage XR, riomet,
fortamet,
glumetza)
dengan
mekanisme
kerja
yakni
menurunkan tingkat produksi glukosa di hati, memperbanyak ambila glukosa di jaringan terutama otot. Efek sampingnya adalah diare, asidosis laktat. 3. Intestine enzyme inhibitor yaitu bekerja dengan menghambat enzym di usus sehingga menghambat penyerapan glukosa. Yang termasuk
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
46
kedalam golongan ini adalah α-glucosidase inhibitors (acarbose, miglitol) dan α-amylase inhibitor. 4. Insulin tipe spesifik lainnya yakni ; insulin mimetic drugs mempunyai efek seperi insulin (glimepiride, chromium, α-lipoid acid, vanadium), ß-cell replaces, inhibitor dipeptidyl-peptidase–IV, penghambat sekresi glukagon 5. Kombinasi obat dari dua macam OHO dengan menggunakan teknologi terbaru, seperti kombinasi glimepirid+metformin : amamet, kombinasi metformin+thiazolidinedione : avandamet, kombinasi glibenclamide+metformin : glucovance. Syarat OHO berhasil baik bila diet dan latihan fisik harus dilakukan dengan benar. Kriteria lainnya yakni penderita umur > 40 tahun, lama diabetes kurang dari 5 tahun, belum pernah suntik insulin, atau bila pernah suntik insulin, kebutuhan insulin kurang dari 20 unit/hari, belum pernah mengalami ketoasidosis diabetik. Insulin terbagi berdasarkan waktu lama kerja menjadi rapid-acting, short-acting, intermediate-acting dan long-acting. Pemilihan insulin disesuaikan dengan pola diet, aktifitas, gula darah, dan gaya hidup pasien. Waktu paruh insulin hanya berkisar 7-10 menit, waktu paruh insulin intravena 7 menit, subkutan 2 jam, dan intramuskuler 4 jam. Degradasi insulin sebanyak 60-80% di hepar, 10-20% di ginjal dan 1020% di otot dan jaringan adiposa (Tjokroprawiro, 2007). Tabel 2.8 Kriteria pengendalian DM menurut konsensus PERKENI (2006) (Soegondo, 2009) Baik
Sedang
Buruk
Glukosa darah puasa (mg/dl
80-109
110-125
>126
Glukosa darah 2 jam pp (mg/dl)
110-144
145-179
>180
A1C (%)
<6,5
6,5-8
>8
IMT (kg/m²)
18,5-22,9
23-25
>25
Tekanan darah (mmHg)
<130/80
130-140/
>140/90
80-90
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
47
2.11 Asuhan keperawatan pada diabetes mellitus Asuhan keperawatan pada diabetes memiliki lima tujuan yakni pasien aktif berpartisipasi dalam pengaturan regimen diabetes, tidak mengalami hiperglikemik akut atau keadaan hipoglikemi, menjaga kadar gula darah dalam rentang normal, mencegah atau memperlambat terjadi komplikasi kronis, menyesuaikan dan mengubah gaya hidup serta meminimalkan stress (Michel, 2012).
Penelitian dari The Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) menyatakan bahwa perawat memiliki kontribusi terbesar
meningkatkan
kualitas perawatan bagi pasien diabetes. Perawat berperan penting dalam memampukan pasien mengelola penyakit DM lebih baik melalui self-care dan meningkatkan kualitas hidup pasien. cara untuk meningkatkan kualitas hidup pasien melalui memberikan informasi yang dibutuhkan dan konsultasi kepada pasien dan keluarga (Peimani, Malazy, & Pajouhi, 2010).
Proses keperawatan dimulai dengan pengkajian keperawatan pada pasien DM meliputi (Michel, 2012) : a. Data subjektif 1. Riwayat kesehatan : pernah mengalami infeksi, stress, hamil, trauma, pankreatitis kronis, sindrom cushing, acromegali, riwayat keluarga ada yang menderita tipe 1 atau tipe 2 2. Medikasi : mengkonsumsi kortikosteroid, diuretik, phenytoin 3. Mengalami operasi b. Pola fungsi kesehatan 1.
Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan : pasien mengalami riwayat keluarga diabetes, malaise, tanggal terakhir kontrol
2.
Nutrisi : pasien obesitas, haus, lapar, mual, muntah, kesehatan kaki buruk, kepatuhan terhadap diet
3.
Eliminasi : pasien mengalami konstipasi, diare, sering buang air kecil, ada infeksi saluran kemih, nocturia, inkontinensia urin
4.
Aktifit dan latihan : pasien mengalami kelemahan otot, lelah
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
48
5.
Sesuatu yang dirasakan-kognitif : pasien mengalami nyeri perut, sakit kepala, pandangan kabur, kesemutan, pruritus di ekstremitas
6.
Reproduksi : pasien mengalami impotensi, infeksi vagina, libido berkurang
7.
Kemampuan mengelola stress : pasien mengalami depresi, bersikap acuh
8.
Nilai dan keyakinan : pasien mengalami komitmen untuk merubah gaya hidup termasuk diet, medikasi dan aktifitas
c. Data objektif 1.
Perubahan pada mata yakni katarak, perdarahan vitreal
2.
Perubahan pada integumen yakni kulit hangat, kering, tidak elastis, ulserasi di kaki.
3.
Perubahan pada respirasi yakni nafas cepat dan dalam (Kussmaul)
4.
Perubahan pada kardiovaskuler yakni hipotensi, lemah, pulsa cepat
5.
Perubahan pada gastrointestinal yakni mulut kering, muntah, aroma bau buah Perubahan pada persyarafan yakni perubahan refleks, bingung,
6.
stupor, hingga coma bila terjadi komplikasi akut 7.
Perubahan pada sistem muskuloskletal adalah muscle wasting
8.
Pengkajian lainnya yakni pemeriksaan laboratorium
Diagnosa keperawatan pada pasien DM (Michel, 2011) yaitu manajemen kesehatan diri tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan, ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan berlebih atau akibat medikasi, resiko cedera berhubungan dengan penurunan sensasi taktil dan episode hipoglikemia, resiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan efek pembuluh darah pada diabetes. Implementasi keperawatan pada promosi kesehatan terkait dengan identifikasi, mengawasi dan pemberian edukasi ke pasien diabetes mengenai komplikasi yang dapat terjadi serta perubahan gaya hidup, diet, dan latihan. Diabetes merupakan sindrom metabolik kronis yang berlangsung terus
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
49
menerus sehingga kemampuan manajemen pasien untuk mengelola kadar gula darahnya dalam rentang normal harus dapat dilakukan secara mandiri. Intervensi yang diberikan kepada perawat adalah pemberian edukasi. Tujuan dari edukasi manajemen diri pasien diabetes adalah pasien berpartisipasi aktif ketika pemberian edukasi, pasien mampu memilih mana manajemen diri yang bisa dilakukan olehnya saat di rumah. Oleh karena itu pendekatan edukasi adalah memfasilitasi pasien untuk mampu membuat keputusan mengatur pola hidupnya (Michel, 2012). Perawat harus mengajarkan kepada pasien mengenai banyak hal yakni : interpretasi gula darah, monitor gula darah sendiri, penggunaan obat oral dan injeksi insulin, pengelolaan diet dan menyusun diet, cara mengontrol berat badan, pentingnya latihan fisik dan metode latihan fisik yang bisa dilakukan pasien DM tipe 2, gejala hipo dan hiperglikemia, keterampilan memeriksa kaki, pentingnya kontrol tekanan darah dan kolesterol, melakukan pemeriksaan mata dan fungsi ginjal, dan rutin periksa ke dokter (Peimani et al, 2010). Menurut Neetles (2005) informasi yang diberikan kepada pasien DM adalah : 1. Pemahaman umum mengenai penyakit dan terapi 2. Keterampilan minum obat oral atau injeksi insulin secara akurat 3. Pengelolaan nutrisi dan jadwal makan secara konsisten 4. Interpretasi hasil gula darah dan keterampilan memeriksa sendiri 5. Kemampuan mengenali hipoglikemia dan hiperglikemi 6. Kemampuan memeriksa kaki dan skrining lainnya 7. Kontak informasi instansi pelayanan kesehatan
Karakurt dan Kasikci (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa, pemberian edukasi yang diberikan secara teratur dua kali dalam sebulan dengan durasi 45-60 menit selama 3 bulan efektif meningkatkan manajemen diri pasien DM. Penelitian Karakurt dan Kasikci (2002) juga menyatakan bahwa peningkatan manajemen diri pasien DM diikuti dengan penurunan
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
50
signifikan pada kontrol metabolik (kolesterol, trigliserida, Low Density Lipoprotein) dan A1C namun IMT tidak mengalami penurunan. Pasien DM tipe 2 banyak yang belum mendapatkan edukasi mengenai diabetes. Di Amerika, data dari Center dor Disease Control and Prevention’s Behavioral Risk Factor Surveillance System menyatakan bahwa individu yang terdiagnosa DM menerima edukasi DM yang terbatas. Joint Commission on Accreditation of Healhcare Organization menetapkan bahwa discharge planning pada setiap pasien sehingga, staf perawat bangsal bertanggung jawab terhadap perencanaan kebutuhan pasien mau pulang (Nettles, 2005). Bagi pasien DM, pertanyaan-pertanyaan berikut ditanyakan sejak awal di rumah sakit, yakni (Neetles, 2005) : 1. Apakah pasien membutuhkan edukasi manajemen diri diabetes? 2. Apakah pasien mampu menyusun menu diet sendiri ? 3. Apakah pasien mampu memonitor gula darah sendiri ? 4. Apakah pasien mampu mengelola medikasi dan injeksi insulin ? 5. Adakah anggota keluarga yang menolong pasien melakukan tugas ? 6. Adakah dibutuhkan seorang perawat yang datang berkunjung ke rumah pada masa transisi dari rumah sakit ke rumah ? Banyak perawat yang mengkombinasikan ke enam pertanyaan discharge planning di atas dengan edukasi pasien. hal ini sangat penting karena dapat menurunkan hari lama rawat, biaya dan masuk kembali (readmission).
Pada pasien lanjut usia terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan yakni: ketidakmampuan
fisik,
depresi,
penurunan
kognitif,
resiko
jatuh,
inkontinensia urine (Mcdonald & Gray-Miceli, 2007). Pasien lanjut usia memerlukan edukasi mengenai gejala-gejala hipo dan hiperglikemia, gejala mengenai penyakit penyerta diabetes seperti masalah pencernaan, kesehatan gigi, keterbatasan pergerakan (Peimani et al, 2010). Pada usia 60 tahun dan lebih tua terjadi penurunan kemampuan belajar secara verbal dan memori. Sehingga alat bantu seperti kotak-kotak obat dan jam yang berdering
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
51
digunakan untuk membantu pasien. Ketika pemberian edukasi digunakan metode berbicara dan edukasi dicetak dalam tulisan besar dan berwarna terang (Haas, 2007).
Penelitian Gatlin (2012) pada pasien DM tipe 2 dengan rata-rata usia 62 tahun menyatakan bahwa working memory memiliki hubungan yang signifikan terhadap manajemen diri pasien DM tipe 2 yang diukur dengan A1C. Dan fungsi eksekutif
yang merupakan komponen dari working
memory memiliki hubungan yang signifikan terhadap manajemen diri pasien DM tipe 2 yang diukur dengan A1C dan instrumen diabetes-self care.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
52
2.12
Kerangka teori Kondisi hiperglikemia DM tipe 2 makan Hiperglikemia postprandial
Mekanisme polyol
Peningkatan pembentukan AGEs (advanced glycation end products)
peningkatan glucose shunting pada jalur hexosamine .
pembentukan diacylglycerol pada protein kinase C
Resistensi insulin
Peningkatan ROS
Peningkatan stres oksidatif Disfungsi endotel - Pembuluh darah vasokonstriksi - Oklusi pembuluh darah dan kapiler
Terjadi aterosklerosis Faktor yang turut mempengaruhi penurunan kognitif adalah : 1. Usia 2. Hipertensi 3. Dislipidemia 4. Merokok 5. Diet 6. Olahraga 7. Depresi 8. Stres 9. Faktor genetik 10. Durasi DM yang lama 11. Medikasi
Terjadi keadaan iskemik
Akumulasi laktat dan kondisi asidosis
Akumulasi glutamat
Kerusakan sel syaraf di otak Perubahan fungsi neurotransmitter Penurunan fungsi kognitif
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur ketika penelitian dilakukan. Yang akan diukur pada penelitian ini adalah efek hiperglikemia postprandial terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan pada pasien diabetes mellitus tipe 2.
Variabel bebas adalah variabel yang bila berubah akan mengakibatkan perubahan variabel lain sedangkan variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas ini disebut sebagai variabel tergantung (Sastroasmoro & Ismael, 2008). Variabel perancu adalah jenis variabel yang berhubungan dengan variabel bebas dan variabel tergantung, tetapi bukan berhubungan variabel antara (Sastroasmoro & Ismael, 2008).
Variabel bebas pada penelitian ini adalah hiperglikemia postprandial dan variabel tergantung adalah kemampuan memori jangka pendek. Variabel perancu pada penelitian ini adalah usia, tekanan darah, aktifitas fisik. Hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini : Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Variabel bebas
Variabel terikat
Kadar gula darah setelah makan (hiperglikemia postprandial)
Kemampuan memori jangka pendek
Variabel perancu Usia Tekanan darah Aktifitas fisik 53
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
54
3.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah : 1. Ada perbedaan kadar gula darah di satu jam dan dua jam setelah makan pada kelompok perlakuan dan kontrol 2. Ada perbedaan kemampuan memori jangka pendek di satu jam dan dua jam setelah makan pada kelompok perlakuan dan kontrol 3. Ada perbedaan kadar gula darah di satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol 4. Ada perbedaan kemampuan memori jangka pendek di satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol 5. Ada hubungan antara variabel perancu (usia, tekanan darah, aktifitas fisik) terhadap kemampuan memori jangka pendek di satu jam dan dua jam setelah makan.
3.3 Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Hasil Ukur
Operasional
Skala Ukur
Independen Hiperglikemia
Kondisi gula darah
Pengukuran
dinyatakan
postprandial
meningkat > 110
dilakukan dengan
dalam mg/dl
mg/dl setelah
glukotest strip
pemberian sarapan
pada 60 menit dan
rasio
120 menit setelah sarapan Kelompok
Kelompok dengan
sarapan 40
sarapan yang terdiri
gram
nasi (40gr
karbohidrat
karbohidrat), telor
Diberikan peneliti
1= kelompok kontrol
dadar, oseng-oseng buncis dan wortel Kelompok
Kelompok dengan
sarapan 50
sarapan yang terdiri
Diberikan peneliti
2 = kelompok perlakuan
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
55
gram
yang terdiri nasi
karbohidrat
(50gr karbohidrat), telor dadar, osengoseng buncis dan wortel
Dependent
Kemampuan
1. Lembar
Kemampuan
mengulang kembali 9
jawaban
dinyatakan
memori jangka
kata yang diberikan,
modifikasi
dalam
rentang
pendek
membuat jam sesuai
mini Cog
0-9
dengan
perintah
terdiri dari
skoring :
dan
recall 9 kata
0 : kata tidak
angka
dan lingkaran
sesuai
jam uji CDT
1: kata sesuai
dengan
benar mengurutkan
dengan urutan maju dan urutan mundur.
- Recall 9 kata Interval
-
Uji
CDT
dinyatakan dalam
rentang
1-10 2. Digit Span
Interval
Dinyatakan
Forward dan
dalam rentang
Bacward
0-24
dengan
Ditanyakan
skoring :
langsung ke
0 : tidak sesuai
responden
1: sesuai
total
jumlah
penilaian : 43
Variabel Perancu Usia
Usia responden
wawancara
dihitung sesuai
dengan
dengan tahun
menanyakan
kelahiran
umur
Tahun
rasio
responden
terakhir.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
56
Tekanan darah
Tekanan maksimum
Pengukuran
yang ditimbulkan di
dilakukan setelah dalam mmHg
arteri sewaktu darah
sarapan di lengan
masuk ke arteri
kiri
(sistolik) dan tekanan
posisi
minimum di dalam
menggunakan
arteri sewaktu darah
tensimeter digital
mengalir ke luar ke
terkalibrasi. yang
pembuluh di hilir
disediakan
(diastolik)
peneliti
atas,
Dinyatakan
interval
pada
berbaring
(Sheerwood, 2001)
Aktifitas fisik
Latihan jalan,
berupa Berupa jogging, wawancara
Dinyatakan dalam
berenang, bersepeda langsung kepada
1 = ya
yang
2= tidak
dilakukan responden
nominal
secara teratur 3-5 kali per minggu selama 30-60 (Soegondo
ment et
al,
2009)
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen post test. Penelitian quasi eksperimen adalah penelitian yang mengujicoba suatu intervensi pada sekelompok subjek dengan atau tanpa kelompok pembanding tanpa dilakukan randomisasi sampel (Polit & Beck, 2012). Skema 4.1 Desain Penelitian
Kelompok kontrol Sarapan 40 gram karbohidrat
Subyek yang memenuhi kriteria inklusi
Kemampuan memori jangka pendek 60’
Kemampuan memori jangka pendek 120’
Kelompok perlakuan Sarapan 50 gram karbohidrat
Kemampuan memori jangka pendek 60’
Kemampuan memori jangka pendek 120’
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu (Sastroasmoro & Ismael, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes mellitus tipe
2 yang
berobat ke
Puskesmas Cipondoh, Tangerang. 4.2.2 Sampel Sampel adalah subjek dari populasi yang dinilai karakteristiknya diukur oleh peneliti dan nantinya dipakai untuk menduga karakteristik dari
57
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
58
populasi (Hastono & Sabri, 2006). Teknik pengambilan sampel dalam penelitan ini adalah purposive sampling yakni peneliti memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subyektivitas peneliti, bawa responden dapat memberikan informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian (Sastroasmoro & Ismael, 2008)
Pada penelitian ini sampel yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi yang telah ditetapkan sebagai subjek penelitian. Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh responden agar dapat diikutsertakan ke dalam penelitian (Sastroasmoro&Ismael,
2008).
Kriteria
inklusi
responden
pada
penelitian ini adalah : 1. Pasien DM tipe 2 yang telah puasa 8-10 jam. 2. Durasi DM ≥ 1 tahun. 3. Mengkonsumsi OHO 4. Memiliki orientasi baik terhadap ruang, tempat dan waktu. 5. Tidak mengalami komplikasi akut diabetes mellitus tipe 2 yakni sindrom hiperosmolar hiperglikemik 6. Tidak memiliki riwayat stroke 7. Tidak mengalami komplikasi ginjal dan hati 8. Tidak merokok 9. Mampu baca dan tulis 10. Mau berpartisipasi menjadi responden penelitian.
Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan responden yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastroasmoro & Ismael, 2008). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah : 1.
Responden tidak hadir saat penelitian
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
59
Perkiraan besar sampel dihitung berdasarkan rumus pengambilan sampel tidak berpasangan (Ariawan, 1998):
n= 2
(Zα +Zß) SD ² (x1-x2)
Standar deviasi dari beda dua rata-rata berpasangan penelitian terdahulu diperkirakan 10 mg/dL, rata-rata penurunan kadar glukosa darah pada penelitian terdahulu 20 mg/dL, tingkat kemaknaan 5 % dan kekuatan uji 90%. Peneliti menguji hipotesis dengan perbedaan rata-rata minimum kadar gula darah setelah intervensi sebesar 30 mg/dL, maka besar sampel yang diperlukan adalah:
n= 2
(1,96 + 1,282) 10 ² (30-20)
n = 21 Keterangan : α : tingkat kemaknaan 5% (ditetapkan oleh peneliti) ß : kekuatan uji 90% (ditetapkan oleh peneliti) x1-x2 : beda rerata SD : standar deviasi
Jumlah sampel yang dibutuhkan tiap kelompok 21 responden. Untuk menghindari responden yang drop out maka jumlah ditambah dengan 10% menjadi 23 responden. Dalam penelitian responden yang didapatkan 35 responden. Kelompok perlakuan 17 responden dan kelompok kontrol 18 responden. 4.3 Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Puskesmas Cipondoh dengan pertimbangan letak geografis yang sama dengan peneliti dan jumlah penderita DM meningkat 2 kali lipat di kota Tangerang (Dinkes Tangerang, 2010). Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
60
4.4 Waktu Penelitian Waktu
penelitian
dimulai dengan persiapan
penelitian terdiri
dari
penyusunan proposal pada bulan September 2012. Kemudian pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti mulai akhir November hingga pertengahan Desember 2012. Selanjutnya pengolahan dan analisis data dilaksanakan di pertengahan Desember 2012. Dan tahap akhir adalah perbaikan dan publikasi hasil penelitian pada bulan Januari 2013.
4.5 Etika Penelitian Sebagai pertimbangan etika peneliti meyakini bahwa responden dilindungi, dengan menerapkan empat prinsip utama dalam etik penelitian keperawatan ( Polit & Beck, 2012) : 1. Menghormati harkat dan martabat manusia Responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau menolak berpartisipasi dalam kegiatan penelitian tanpa ada paksaan atau penekanan tertentu. Responden diberikan penjelasan lengkap meliputi tujuan dan manfaat penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang mudah didapat dan kerahasiaan informasi. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai aspek-aspek yang belum dipahami dari penjelasan peneliti. Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan mempertimbangkan dengan baik, responden kemudian menentukan apakah akan ikut serta atau menolak menjadi responden penelitian.
Responden yang menyetujui berpartisipasi sebagai subjek
penelitian diminta menandatangani informed consent. Pada penelitian ini seluruh responden menyetujui berpartisipasi sebagai subjek penelitian. 2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek Peneliti meniadakan identitas nama dan alamat responden diganti dengan kode tertentu. Dengan demikian segala informasi yang menyangkut identitas responden tidak terekspos secara luas
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
61
3. Menghormati keadilan dan inklusivitas Dalam penelitian peneliti memegang prinsip bahwa penelitian dilakukan jujur, tepat dan cermat. Melalui penelitian ini, seluruh responden mengetahui kemampuan memori jangka pendek dan kadar gula darah puasa, kadar gula darah satu jam dan dua jam setelah makan. 4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui kemampuan memori jangka pendek penderita DM. Sehingga pemberian edukasi yang diberikan oleh petugas kesehatan di waktu dua jam setelah makan. Manfaat bagi responden adalah proses pembelajaran mandiri dilakukan di waktu dua jam setelah makan.
4.6 Alat Pengumpul Data Alat yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Tensimeter digital Tensimeter digital digunakan untuk menghindari pengukuran bias. Tekanan darah diukur sebelum dilakukan pengukuran kemampuan memori. Prosedur penggunaan tensimeter digital terlampir (lampiran 4). Hasil ukur dinyatakan dalam mmHg. 2. Glukometer Glukometer digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah makan. Darah yang digunakan adalah darah perifer. Hasil ukur dinyatakan dalam mg/dL. Prosedur penggunaan glukometer terlampir (lampiran 5). 3. Stopwatch Alat pengukur waktu berbentuk digital yang digunakan untuk mengukur waktu pengukuran. 4. Lembar data responden Lembar data responden di dalamnya terdiri nomer responden, usia, jenis kelamin, nilai tekanan darah, aktifitas fisik, status merokok. Lembar ini diisi oleh peneliti (lampiran 3).
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
62
5. Lembar jawaban miniCog dan CDT Lembar yang digunakan responden untuk menuliskan kembali 9 kata (lampiran 7) dan menggambar jam (lampiran 8). 6. Lembar Digit span forward and backward Lembar yang digunakan untuk mengukur kemampuan Digit span forward and backward (lampiran 9).
4.7 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. MiniCog MiniCog merupakan alat skrining yang membedakan pasien dengan demensia dengan yang tidak demensia. Uji ini terdiri dari recall kata dan CDT digunakan untuk menguji kemampuan fungsi eksekutif yakni, kemampuan membuat rencana, mengatur waktu, mengorganisasi aktifitas dan working memory, yang biasanya mengalami kerusakan pada pasien demensia. Uji ini merupakan skrining rutin yang dilakukan perawat geriatri karena mudah digunakan dan mampu digunakan pada semua bahasa dan etnis (Doerflinger, 2007).
MiniCog memiliki rentang sensitifitas dari 76-99% dan rentang spesifisitas 89-93% dengan 95% confidence interval (CI). Uji test-retest reliabilitas dilakukan dengan nilai r = 0.85, P < 0.01 (Doerflinger, 2007). MiniCog mampu mengidentifikasi 234,4 pasien Alzheimer dan 118,3 demensia lainnya. Minicog memiliki validitas yang baik, sebanding dengan uji pengukuran kognitif lainnya. Pada miniCog, tingkat pendidikan tidak mempengaruhi hasil (Doerflinger, 2007).
Modifikasi miniCog pada penelitian ini adalah dengan menambahkan 3 kata menjadi 9 kata dan menghitung uji recall kata dan CDT terpisah. Penambahan 9 kata berdasarkan pada kapasitas kemampuan memori kerja adalah 5 sampai 9 kata dan untuk menentukan perbedaan kemampuan recall kata antara 60 menit dan 120 menit setelah sarapan. Penambahan
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
63
kata menyebabkan uji recall kata dan CDT terpisah. Nilai minimal recall kata adalah 0 dan nilai maksimal 9. Nilai minimal CDT adalah 1 dan nilai maksimal 10.
Uji CDT memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 86% dan 87% dengan nilai prediksi positif berkisar 93%-97% ( Korner et al, 2012). Uji interrater reliabilitas 0,88-0,97 dan uji tes-retes reliabilitas 0,94 (Pinto & Peters, 2009)
2. Digit span forward and backward Uji ini merupakan bagian dari test
Wechsler-Adult Intelligence Test
(WAIS). WAIS digunakan untuk mengukur kepandaian secara umum yang telah digunakan berbagai negara. Sedangkan digit span forward and backward mengukur kemampuan working memory.
Reliabilitas
WAIS 0,93 dan telah banyak digunakan pada berbagai pengukuran termasuk pada pengukuran working memory (Gatlin, 2012).
4.8 Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah 1. Prosedur Administrasi Proses pengambilan data dilakukan setelah peneliti telah melakukan ujian proposal tesis dan
lolos dari uji etik dari komite etik Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Setelah itu peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia ke Kepala Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota Tangerang untuk dibuatkan surat rekomendasi penelitian ke Dinkes Tangerang. Surat tersebut ditujukan kepada Kepala Dinkes Tangerang. Dari dinkes Tangerang dibuatkan surat izin penelitian ke Puskesmas Cipondoh.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
64
2. Prosedur Intervensi Prosedur intervensi dimulai dari : 1. Setelah mendapatkan ijin penelitian dari Dinkes Tangerang, peneliti datang
ke Puskesmas Cipondoh dan menjelaskan tujuan penelitian
kepada kepala Puskesmas, dokter dan perawat yang berada di puskesmas. Peneliti meminta ijin ke kepala Puskesmas untuk menggunakan aula saat penelitian. 2. Peneliti berkolaborasi dengan dokter menentukan hari Jum’at untuk mengumpulkan pasien DM. Pada jum’at di minggu pertama terkumpul 17 responden yang dikelompokkan menjadi kelompok perlakuan, kemudian pada jum’at di minggu kedua juga terkumpul 18 responden dikelompokkan menjadi kelompok kontrol. 3. Peneliti melibatkan dua perawat puskesmas untuk dijadikan asisten peneliti. Cara pemilihan asisten peneliti adalah perawat yang mau berpartisipasi dan diijinkan oleh kepala puskesmas. Asisten peneliti pertama bertugas untuk menetapkan waktu dengan stopwatch. Asisten kedua mengukur tekanan darah dan mengukur gula darah. Peneliti melatih dan menjelaskan prosedur tindakan kepada asisten peneliti 4. Sebelum tanggal pengambilan data, setiap pasien DM yang berobat ke puskesmas yang termasuk ke kriteria inklusi, akan diberikan penjelasan penelitian. Bila pasien bersedia menjadi responden maka diberikan lembar informed consent. 5. Responden diberitahu ketika hari pengambilan data, dalam keadaan puasa dan tidak boleh sarapan dahulu, karena akan diberikan sarapan. 6. Responden datang pada hari pengambilan data, kemudian dicek kadar gula darah puasa. Kemudian pasien diberikan sarapan yang disesuaikan dengan kelompok responden. 7. Pengkuran memori jangka pendek dan gula darah dilakukan 60 menit setelah sarapan. Pengukuran memori jangka pendek yang dilakukan adalah modifikasi miniCog (terlampir) dan pengukuran Digit span forward and backward (terlampir) 8. Pengukuran yang sama dilakukan kembali pada menit 120
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
65
Skema 4.2 Desain Prosedur Penelitian
Pasien DM tipe 2 yang datang ke puskesmas
Memenuhi kriteria inklusi
Responden kelompok perlakuan datang di hari pengambilan data dalam keadaan puasa Pengukuran gula darah puasa
Sarapan 50 gram karbohidrat
Pengukuran gula darah dan memori jangka pendek (60’)
Pengukuran gula darah dan memori jangka pendek (120’)
Responden kelompok kontrol datang di hari pengambilan data dalam keadaan puasa Pengukuran gula darah puasa
Sarapan 40 gram karbohidrat
Pengukuran gula darah dan memori jangka pendek (60’)
Pengukuran gula darah dan memori jangka pendek (120’)
4.9 Pengolahan Data Sebelum dianalisis data yang telah terkumpul terlebih dahulu dilakukan hal-hal berikut: 1. Editing Editing data dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data, memeriksa kesinambungan data dan memeriksa keseragaman data. Dilakukan dengan cara mengoreksi data yang telah diperoleh meliputi kebenaran pengisian, kelengkapan, dan kecocokan data yang diinginkan. 2. Coding Memberikan kode atau simbol tertentu untuk setiap jawaban. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisis data. Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
66
3. Tabulating Data dikelompokkan menurut kategori yang telah ditentukan oleh peneliti untuk selanjutnya ditabulasi untuk keperluan statistik. 4. Entry data Memasukan data dengan lengkap dan sesuai dengan coding dan tabulating kemudian dilakukan analisis sesuai tujuan penelitian. 5. Cleaning data Data yang telah dientry dilakukan pembersihan agar seluruh data yang diperoleh terbebas dari kesalahan sebelum dilakukan analisis.
4.10
Analisis Data Analisis data pada penelitian ini ada dua yakni : 1. Analisis Univariat Tujuan analisis ini adalah untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti. Untuk data numerik yakni tekanan darah dan usia digunakan nilai mean, median, simpangan baku, nilai minimal dan maksimal dan 95% CI (confident interval). Sedangkan, aktifitas fisik termasuk data kategorik yakni
disajikan dalam distribusi frekuensi.
Penyajian data dari masing-masing variabel menggunakan tabel dan diinterpretasikan berdasarkan hasil yang diperoleh. Seluruh data pada penelitian ini telah dilakukan uji kenormalan data dengan uji ShapiroWilk dan dihasilkan data berdistribusi normal. Pada uji homogenitas untuk variabel numerik didapatkan varians sama. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel (variabel dependen dan independen). Kedua variabel yang ingin dibuktikan yaitu efek hiperglikemia postprandial terhadap kemampuan memori jangka pendek. Uji yang dilakukan adalah : 1. Pada masing-masing kelompok, untuk pengukuran gula darah dan kemampuan memori jangka pendek pada menit 60 dan menit 120 menggunakan uji paired T test.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
67
2. Kadar gula darah satu jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol dan kadar gula darah dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol dengan uji independent T test. 3. Kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol dan kemampuan memori jangka pendek dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol dengan uji independent T test. 4. Untuk variabel perancu yakni aktifitas fisik terhadap kemampuan memori jangka pendek maka uji yang dilakukan adalah independent T test. Variabel usia dan tekanan darah (numerik) terhadap kemampuan memori jangka pendek (numerik) dengan uji korelasi Pearson.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Responden Responden adalah pasien Puskesmas Cipondoh Tangerang yang sesuai dengan kriteria inklusi. Pada penelitian ini responden dibagi menjadi dua kelompok menjadi
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada
kelompok perlakuan terdapat 17 responden dan pada kelompok kontrol terdapat 18 responden.
5.2 Hasil Pengumpulan Data Hasil pengumpulan data disajikan dalam analisis univariat dan bivariat 1. Analisis univariat Hasil
analisis
univariat
menggambarkan
karakteristik
responden
berdasarkan usia, tekanan darah dan aktifitas fisik. a. Karakteristik responden pada kelompok
perlakuan dan kontrol
berdasarkan usia, tekanan darah dan aktifitas fisik Berikut akan disajikan tabel 5.1 dan tabel 5.2. Tabel 5.1 menggambarkan distribusi frekuensi responden berdasarkan usia, tekanan darah, kadar gula darah satu jam setelah makan, kadar gula darah dua jam setelah makan, kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan, kemampuan memori jangka pendek dua jam setelah makan. Tabel 5.2 menggambarkan distribusi proporsi responden berdasarkan aktifitas fisik.
68
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
69
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia, Tekanan Darah, Gula Darah Satu Jam Setelah Makan, Gula Darah Dua Jam Setelah Makan, Memori Jangka Pendek Satu Jam Setelah Makan, Memori Jangka Pendek Dua Jam Setelah Makan di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember Tahun 2012 (N=35).
No
Variabel
N
Mean
Minimal-
SD
95%CI
Maksimal 1
2
3
4
Umur Perlakuan
17
53,59
40-64
6,53
50,23-56,96
Kontrol
18
56,33
47-69
6,13
53,28-59,39
Perlakuan
17
136,05
100-168
20,53
125,50-146,61
Kontrol
18
148,67
117-190
22,44
137,50-159,82
Perlakuan
17
82,17
68-82,17
10,03
77,01-87,33
Kontrol
18
89,27
70-112
10,24
84,19-94,37
Perlakuan
17
279,82
122-436
76,13
240,67-318,96
Kontrol
18
267,72
154-407
76,29
229,78-305,66
Perlakuan
17
252,58
112-407
74,68
214,18-290,98
Kontrol
18
237,11
127-384
76,39
199,11-275,10
Perlakuan
17
20,00
12-26
3,96
17,95-22,04
Kontrol
18
21,28
13-32
4,84
18,86-23,68
Perlakuan
17
23,47
11-31
5,37
20,70-26,23
Kontrol
18
24,67
15-33
4,98
22,18-27,14
Tekanan darah sistolik
Tekanan darah diastolik
Gula
darah
satu
jam
setelah makan
5
Gula
darah
dua
jam
setelah makan
6
Memori jangka pendek satu jam setelah makan
7
Memori jangka pendek dua jam setelah makan
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
70
Hasil analis didapatkan rata-rata usia responden kelompok perlakuan adalah 53,59 tahun (SD=6,53). Usia termuda 40 tahun dan tertua 64 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia responden diantara 50,23 sampai dengan 56,96 tahun. Pada kelompok kontrol, rata-rata usia responden adalah 56,33 tahun (SD=6,14). Usia termuda 47 tahun dan tertua berusia 69 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia responden diantara 53,28 sampai dengan 59,39 tahun. Pada kelompok perlakuan, rata-rata tekanan darah adalah 136,05/82,17 mmHg (SD=20,53). Nilai tekanan darah minimum adalah 100/68 mmHg dan nilai tekanan darah maksimum adalah 168/82,17 mmHg. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah responden diantara 125,50/77,01 sampai dengan 146,61/87,33 mmHg. Pada kelompok kontrol, rata-rata tekanan darah adalah 148,67/89,27 mmHg (SD= 22,44). Nilai tekanan darah minimum 117/70 mmHg dan nilai tekanan darah maksimum 190/112 mmHg. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia responden diantara 137,50/84,18 sampai dengan 159,82/94,37 mmHg.
Berdasarkan tabel 5.1, rata-rata kadar gula darah satu jam setelah makan di kelompok perlakuan adalah 279,82 mg/dl (SD=76,13). Nilai minimum 122 mg/dl dan maksimum 436 mg/dl. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata gula darah satu jam setelah makan responden diantara 240,67 sampai dengan 318,96 mg/dl. Kemudian pada dua jam setelah makan rata-rata kadar gula darah setelah makan 252,58 mg/dl (SD=74,68). Nilai minimum 112 mg/dl dan nilai maksimum 407 mg/dl. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata gula darah dua jam setelah makan responden diantara 214,18 sampai dengan 290,98 mg/dl.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
71
Rata-rata kadar gula darah satu jam setelah makan pada kelompok kontrol adalah 267,72 mg/dl (SD=76,29). Nilai minimum 154 mg/dl dan nilai maksimum 407 mg/dl. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata gula darah satu jam setelah makan responden diantara 229,78 sampai dengan 305,66 mg/dl. Kemudian rata-rata gula darah dua jam setelah makan adalah 237,11 mg/dl (SD= 76,39). Nilai minimum 127 mg/dl dan nilai maksimum 384 mg/dl. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata gula darah dua jam setelah makan responden diantara 199,11 sampai dengan 275,10 mg/dl.
Berdasarkan tabel 5.1, rata-rata nilai memori jangka pendek satu jam setelah makan pada kelompok perlakuan adalah 20 (SD=3,96) dengan nilai minimum 12 dan maksimum 26. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata memori jangka pendek satu jam setelah makan responden diantara 17,95 sampai dengan 22,04. Kemudian pada dua jam setelah makan, rata-rata nilai memori jangka pendek dua jam setelah makan 23,47 (SD=5,37) dengan nilai minimum 11 dan maksimum 31. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata memori jangka pendek satu jam setelah makan responden diantara 20,70 sampai dengan 26,23. Pada kelompok kontrol, rata-rata nilai memori jangka pendek satu jam setelah makan 21,28 (SD= 4,84) dengan nilai minimum 13 dan maksimum 32. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata memori jangka pendek satu jam setelah makan responden diantara 18,86 sampai dengan 23,68. Kemudian pada 2 jam setelah makan, rata-rata nilai memori jangka pendek 24,67 (SD= 4,98) dengan nilai minimum 15 dan maksimum 33. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata memori jangka pendek dua jam setelah makan responden diantara 22,18 sampai dengan 27,14.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
72
Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Aktifitas Fisik di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember Tahun 2012 (N=35).
No 1
2
Variabel
Total
%
Ya
4
23,5
Tidak
13
76,5
Ya
7
38,9
Tidak
11
61,1
Aktifitas fisik (perlakuan)
Aktifitas fisik (kontrol)
Berdasarkan tabel 5.2, sebagian besar responden kelompok perlakuan tidak melakukan aktifitas fisik sebanyak 13 orang (76,5%). Pada kelompok kontrol, responden yang melakukan aktifitas fisik sebanyak 7 orang (38,9%) dan responden yang tidak melakukan aktifitas fisik sebanyak 11 orang (61,1%). 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara kadar gula darah (variabel independen) terhadap kemampuan memori jangka pendek (variabel dependen). a. Perbedaan rerata nilai gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan dan dua jam setelah makan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol Tabel 5.3 menggambarkan perbedaan rerata nilai gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan dan dua jam setelah makan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
73
Tabel 5.3 Perbedaan rerata nilai gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan dan dua jam setelah makan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember 2012. No 1
2
3
Variabel
N
Mean
SD
SE
1 Jam
17
279,82
76,13
18,46
2 jam
17
252,58
76,68
18,11
1 jam
18
267,72
76,29
17,98
2 jam
18
237,11
76,39
18,00
1 jam
17
20,00
3,96
0,96
2 jam
17
23,47
5,37
1,30
1 jam
18
21,28
4,84
1,14
2 jam
18
24,67
4,98
1,17
P value
Gula darah perlakuan 0,000
Gula darah kontrol 0,000
Memori jangka pendek perlakuan
4
0,001
Memori jangka pendek kontrol 0,001
Rata-rata kadar glukosa darah satu jam pada kelompok perlakuan setelah makan sebesar 279,82 mg/dl dengan standar deviasi 76,13. Kemudian pada dua jam setelah makan menjadi 252,58 mg/dl dengan standar deviasi 74,68 mg/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara nilai gula darah satu jam dan dua jam setelah makan (CI 95%, α=0,05). Rata-rata kadar glukosa darah satu jam setelah makan pada kelompok kontrol 267,72 mg/dl dengan standar deviasi 76,29. Kemudian pada dua jam setelah makan menjadi 237,11 mg/dl dengan standar deviasi 76,39. Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara nilai gula darah satu jam dan dua jam setelah makan (CI 95%, α=0,05). Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
74
Rata-rata kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan pada kelompok perlakuan 20,00 dengan standar deviasi 3,96. Kemudian pada dua jam setelah makan menjadi 23,47 dengan standar deviasi 5,37. Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan. (CI 95%, α=0,05). Rata–rata nilai kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan
pada
kelompok kontrol 21,28 dengan standar deviasi 4,84. Kemudian pada dua jam setelah makan menjadi 24,67 dengan standar deviasi 4,98. Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan (CI 95%, α=0,05).
b. Perbedaan rerata kadar gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol Tabel 5.4 menggambarkan perbedaan kadar gula darah
dan
kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol.
Tabel 5.4 Perbedaan kadar gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember 2012 (N=35).
No 1
2
Variabel
N
Mean
SD
SE
Perlakuan
17
279,82
76,13
18,46
Kontrol
18
267,72
76,29
17,98
Perlakuan
17
252,58
74,68
18,11
Kontrol
18
237,11
76,39
18,00
P value
Gula darah satu jam 0,64
Gula darah dua jam 0,54
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
75
Lanjutan tabel 5.4 No
Variabel
3
Memori jangka pendek satu jam
4
N Mean
SD
SE
Perlakuan
17 20,00
3,96
0,96
Kontrol
18 21,27
4,84
1,14
Perlakuan
17 23,47
5,37
1,30
Kontrol
18 24,67
4,98
1,17
P value
0,33
Memori jangka pendek dua jam 0,49
Hasil analisis didapatkan, tidak ada perbedaan kadar gula darah satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p=0,64, α=0,05) (p=0,54,α=0,05). Tidak ada perbedaan kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol (p=0,33, α=0,05) (p=0,49, α=0,05).
c. Kontribusi variabel umur dan tekanan darah terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan. Tabel 5.5 menggambarkan analisis korelasi umur dan tekanan darah terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan
Tabel 5.5 Analisis korelasi umur dan tekanan darah terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember tahun 2012.
Variabel
N
r
P value
Umur 1jam
35
0,157
0,368
2 jam
35
0,007
0,967
1jam
35
0,092
0,599
2 jam
35
0,01
0,954
Tekanan darah
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
76
Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan bahwa umur dan tekanan darah tidak memiliki hubungan bermakna terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan (p > 0,05, α=0,05)
d. Kontribusi variabel aktifitas fisik terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan. Tabel 5.6 menggambarkan analisis aktifitas fisik terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan.
Tabel 5.6 Analisis aktifitas fisik terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember 2012
Variabel
N
Mean
SD
SE
P value
Memori jangka pendek jam pertama Rutin aktifitas
11 22,63
4,47
1,35
Tidak rutin
24 19,75
4,18
0,85
Rutin aktifitas
11 26,72
4,64
1,40
Tidak rutin
24 22,87
4,97
1,01
0,07
Memori jangka pendek jam kedua 0,04*
Rata-rata kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan pada responden yang melakukan aktifitas fisik adalah 22,63 dengan standar deviasi 4,47, sedangkan untuk responden yang tidak melakukan aktifitas fisik adalah 19,75 dengan standar deviasi 4,18. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,07, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan responden yang melakukan aktifitas fisik dengan yang tidak.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
77
Rata-rata kemampuan memori jangka pendek dua jam setelah makan pada responden yang melakukan aktifitas fisik adalah 26,72 dengan standar deviasi 4,64, sedangkan untuk responden yang tidak melakukan aktifitas fisik adalah 22,87 dengan standar deviasi 4,97. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,04, berarti pada alpha 5% terlihat ada perbedaan kemampuan memori jangka pendek dua jam setelah makan antara responden yang melakukan aktifitas fisik dengan yang tidak.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
BAB 6 PEMBAHASAN PENELITIAN Bab ini menguraikan pembahasan yang meliputi: interpretasi dan diskusi hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam bab 5, keterbatasan penelitian serta implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan keperawatan dan pengembangan pengetahuan dan penelitian berikutnya. 6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek hiperglikemia postprandial terhadap kemampuan memori jangka pendek pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Cipondoh Tangerang. Kemampuan memori jangka pendek pasien DM tipe 2 satu jam setelah makan dibandingkan dengan dua jam setelah makan. Pada penelitian ini responden dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok perlakuan mendapatkan sarapan 50 gram karbohidrat sedangkan kelompok kontrol mendapatkan sarapan 40 gram karbohidrat. Kedua kelompok diukur kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan. Faktor usia, tekanan darah dan aktifitas fisik dihubungkan dengan kemampuan memori jangka pendek satu dan dua jam setelah makan. Berikut ini akan diuraikan interpretasi hasil penelitian dari semua variabel.
1. Karakteristik sampel a. Usia Menurut Soegondo (2009) penurunan fungsi sel beta pankreas pada DM tipe 2 biasanya dimulai pada umur > 45 tahun. Namun hasil penelitian menyatakan bahwa mayoritas responden menderita DM tipe 2 saat berusia > 40 tahun. Penelitian Koopman, Mainous, Diaz, dan Gessey (2005) menyatakan terjadi penurunan usia pasien saat didiagnosa DM di Amerika Serikat dari 52 tahun menjadi 46 tahun. Penurunan usia ini bisa disebabkan karena terkontrol
sehingga
gaya hidup modern dan diet yang tidak
menyebabkan
obesitas.
Thevenod
(2008)
menyatakan kejadian DM tipe 2 akibat dari gaya hidup modern, kurang aktivitas fisik dan obesitas. Namun, hal ini bisa juga disebabkan karena 78
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
79
kesadaran pasien memeriksakan dirinya sejak dini (Koopman et al, 2005).
Rentang usia responden 40-69 tahun dan sebagian besar responden masih berada di golongan usia produktif. Sebanyak 11 responden berusia > 60 tahun. Sebagian responden masih aktif beraktifitas seharihari sehingga pada penelitian ini penurunan kognitif belum tampak terlihat. Penelitian Bent et al. (2001) menyatakan bahwa usia dan durasi DM tidak memiliki pengaruh terhadap kemampuan kognitif pasien DM. Meskipun dari hasil penelitian Dey et al. (1997) pada pasien DM tipe 2 dengan usia muda, rata-rata usia
46 tahun telah terjadi penurunan
konsentrasi dan daya ingat.
Penelitian lainnya yang menyatakan terjadi penurunan kognitif pada pasien DM yakni : Nooyens et al. (2010) dengan rerata usia 57,4, Greenwood et al. (2003) dengan rerata usia lebih dari 60 tahun, Arvanitakis et al. (2006) dengan rerata usia 78 tahun, Munshi et al. (2006) dengan rerata
usia 79 tahun. Sebagian besar penelitian
menyatakan bahwa penurunan kognitif terjadi pada usia > 60 tahun, sedangkan pada penelitian ini rerata usia responden adalah 54-56 tahun.
b. Tekanan darah Berdasarkan hasil penelitian,
mayoritas responden mengalami
hipertensi. Hipertensi berhubungan dengan terjadinya aterosklerosis sehingga asupan oksigen dan nutrisi ke otak inadekuat. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan kognitif (Kumari et al., 2000). Menurut Grodstein et al. (2001) hipertensi mempengaruhi kemampuan memori verbal dan kelancaran verbal. Penelitian Harrington, Saxby, McKeith, Wesnes, & Ford (2000) menyatakan pasien hipertensi usia 55 tahun dengan tekanan darah 164/89 mmHg memiliki kemampuan memori lebih rendah dibandingkan dengan individu yang memiliki tekanan darah 131/74 mmHg. Beberapa penelitian tersebut mendukung hasil
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
80
penelitian yang menyatakan
responden yang mengalami hipertensi
lebih rendah nilai kemampuan recall 9 kata di jam pertama setelah makan dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami hipertensi.
Penelitian Plassman, Williams, Burke, Holsinger, dan Benjamin (2012) menyatakan bahwa faktor tekanan darah tidak memiliki hubungan yang konsisten terhadap penurunan kemampuan kognitif. Hal ini bisa dikarenakan tekanan darah pada individu dapat berubah-berubah sesuai dengan kondisi psikologis. Sedangkan bila pasien DM menderita hipertensi maka hipertensi turut mempercepat penurunan kemampuan kognitif (Cosway, Strachan, Dougall, Frier, & Deary, 2001). Mayoritas responden dalam penelitian ini tergolong ke kategori hipertensi, namun berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah tidak memiliki hubungan terhadap kemampuan memori jangka pendek. Hal ini mungkin disebabkan
timbul perasaan gembira dan rileks yang
dialami responden saat bertemu dengan responden lainnya yang sama menderita DM.
Pada keadaan gembira, tubuh mengeluarkan ß
endorphin dan penurunan hormon kortisol yang berdampak kepada penurunan tekanan darah (Sheerwood, 2001)
c. Aktifitas fisik Berdasarkan hasil penelitian ini hampir sebagian besar belum menjalankan aktifitas fisik secara rutin. Hanya 11 responden yang rutin melakukan aktifitas fisik.
Menurut Waspadji (2009) aktifitas fisik
merupakan satu dari empat pilar pengelolaan DM. Aktifitas fisik yang dipilih oleh pasien DM sebaiknya olahraga yang disenangi dan yang mungkin dilakukan oleh pasien DM (Ilyas, 2009). Olahraga yang dilakukan hendaknya melibatkan otot-otot besar dan sesuai dengan keinginan agar manfaat olahraga dapat dirasakan secara terus-menerus. Dalam berolahraga perlu diperhatian yakni olahraga dilakukan teratur 3-5 kali perminggu, intensitas ringan dan sedang (60%-70%MHR),
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
81
durasi 30-60 menit dan jenis olahraga aerobik seperti jalan, joging, berenang dan bersepeda (Ilyas, 2009).
Olahraga aerobik melibatkan kelompok-kelompok otot besar dan dilakukan dengan intensitas yang cukup rendah serta dalam waktu yang cukup lama, sehingga sumber-sumber bahan bakar dapat diubah menjadi ATP (Sheerwood, 2001).
Selama berolahraga, sel-sel otot
menggunakan lebih banyak glukosa dan bahan bakar nutrien lain daripada biasanya untuk menjalankan aktifitas kontraktil. Kecepatan transportasi glukosa ke dalam otot yang sedang digunakan dapat meningkat sampai sepuluh kali lipat selama aktifitas fisik sedang atau intensif. Pada banyak sel, termasuk sel otot yang beristirahat, difusi terfasilitasi glukosa ke dalam sel bergantung pada hormon insulin. Peningkatan kepekaan terhadap insulin yang diinduksi olahraga merupakan salah satu faktor yang menjadikan olahraga sebagai terapi pengelolaan DM (Sheerwood, 2001)
Masalah utama pada DM tipe 2 adalah terjadi resistensi insulin. Karena adanya gangguan tersebut insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke dalam sel. Kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin. Permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi. Pada saat berolahraga resistensi insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin meningkat. Hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada DM tipe 2 akan berkurang (Ilyas, 2009).
2. Perbedaan nilai gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan gula darah mulai dari jam pertama ke jam kedua setelah makan baik pada kelompok perlakuan maupun pada kelompok kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian Waspadji (2002) yang menyatakan bahwa kadar gula darah mencapai puncaknya pada 60 menit setelah makan dan kemudian turun
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
82
kembali 120 menit setelah makan, meskipun masih tinggi dari kadar gula darah puasa. Menurut ADA (American Diabetes Association) (2001), peningkatan kadar gula darah mencapai puncak terjadi pada satu jam setelah makan dengan nilai > 140 mg/dl, kemudian kadar gula darah menurun pada 2-3 jam setelah makan.
Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan memori jangka pendek mulai dari jam pertama ke jam kedua setelah makan. Hasil ini sesuai dengan Cox et al. (2007) yang menyatakan bahwa satu jam setelah sarapan terjadi gejala penurunan kognitif berupa sulit konsentrasi dan lamban berpikir. Kovatchev et al. (2003) menyatakan bahwa terjadi peningkatan kesulitan konsentrasi, kesulitan berbicara, kelambanan berpikir setelah satu jam makan, namun kemudian menurun pada 2-3 jam setelah makan. Sommerfield et al. (2004) juga mengatakan selama kondisi hiperglikemia akut, fungsi kognitif mengalami penurunan, khususnya pada proses kecepatan pemahaman informasi, working memory dan konsentrasi. Greenwood et al. (2003) dalam penelitiannya, menyatakan pada pasien DM yang diberikan asupan karbohidrat 50 gram terjadi peningkatan memori jangka pendek ketika tes dilakukan 15 menit setelah makan. Namun tidak memiliki efek ketika tes dimulai 22 menit setelah makan.
Peningkatan kemampuan memori jangka pendek mulai satu jam ke dua jam setelah makan berbanding terbalik dengan penurunan kadar gula darah. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa penurunan kemampuan memori jangka pendek terjadi di satu jam setelah makan kemudian meningkat di dua jam setelah makan.
Mekanisme yang terjadi setelah makan pada orang normal adalah terjadi peningkatan konsentrasi insulin sebelum peningkatan kadar gula darah di arteri. Peningkatan konsentrasi insulin ini untuk mencegah hiperglikemia. Namun, pada pasien DM terjadi defisiensi insulin dan resistensi insulin sehingga terjadi kondisi hiperglikemia postprandial (Giugliano et al.,
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
83
2008). Kondisi ini ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang cepat dari rendah ke tinggi setelah makan.
Hiperglikemia postprandial memicu produksi berebih superoxide, yang akan bereaksi dengan NO (Nitrit Oksida) menghasilkan nitrosative dan hasil metabolik turunannya yakni peroxynitrite dan nitrotyrosine. Unsurunsur ini yang akan memicu terjadi kerusakan endotel (Giugliano et al., 2008). Hiperglikemia postprandial merupakan salah satu faktor resiko terjadinya aterosklerosis (Node & Inoue, 2009). Aterosklerosis adalah suatu penyakit arteri degeneratif progresif yang menyebabkan oklusi pembuluh yang terkena, sehingga aliran darah melalui pembuluh tersebut berkurang (Sheerwood, 2001).
Peningkatan kadar gula darah yang rendah ke tinggi berlangsung kronis, yang berakibat pada kerusakan hubungan sinaps antar sel syaraf yakni neurotransmitter sehingga tidak terjadi sinyal-sinyal dari sel syaraf ke sel syaraf lainnya. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan fungsi hipokampus yang berdampak kepada kesulitan konsentrasi, penurunan kemampuan berhitung, ketidakmampuan mengingat hal baru dalam jangka panjang dan penurunan kemampuan mengingat jangka
pendek
(Vijayakumar et al., 2012).
Hiperglikemia postprandial ditentukan oleh banyak faktor yakni waktu, jumlah, komposisi asupan makanan dan jumlah karbohidrat di makanan (Giugliano
et al., 2008). Makanan
yang mempunyai IG tinggi bila
dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat dalam jumlah tinggi (Hartono, 2004). Penelitian ini menggunakan nasi, yang memiliki indeks glikemik 88%. Indeks glikemik > 60% tergolong ke IG tinggi. Sedangkan pada penelitian Greenwood et al. (2003) menggunakan roti begel dengan IG > 60% dan sirup anggur. Nasi termasuk karbohidrat kompleks sedangkan sirup anggur termasuk
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
84
karbohidrat sederhana sehingga terjadi perbedaan waktu kenaikan kadar gula darah antara penelitian ini dengan penelitian Greenwood et al. (2003). Berdasarkan wawancara peneliti dengan responden,
hampir sebagian
besar responden tidak mengetahui porsi makanan penderita DM. Responden terkejut melihat porsi sarapan yang diberikan sedikit, karena banyak dari mereka yang sarapan lebih dari 40-50 gram setiap harinya. Sehingga terjadi fluktuatif kadar gula darah yang cepat dari rendah ke tinggi yang berlangsung kronis. Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan edukasi diet DM secara eksplisit yakni dengan memberikan contoh jumlah dan jenis diet DM, tidak hanya dengan metode ceramah.
Memori adalah mitra dalam mengembangkan semua keterampilan mental lain (Gamon & Bragdon, 1998). Kunci untuk belajar adalah kemampuan otak untuk mengubah pengalaman yang ada sekarang menjadi sandi dan menyimpannya agar, di kemudian hari pengalaman tersebut dapat dipanggil kembali. Memori yang baik penting sekali dimiliki oleh pasien DM terkait dengan kemampuan manajemen diri dan pengelolaan kadar gula darah. Menurut Gatlin (2012) penurunan fungsi working memory sebanding dengan penurunan kemampuan pasien DM tipe 2 dalam manajemen diri. Working memory adalah bagian dari memori jangka pendek, adalah tempat dimana pemrosesan-pemrosesan secara sadar terjadi. Kemampuan kapasitas memori kerja menangani informasi pada dewasa rata-rata lima sampai sembilan dengan rata-rata tujuh informasi (Sousa, 2012). Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan 9 kata untuk mengukur kemampuan memori jangka pendek pasien DM dan menggunakan 9 digit angka pada uji digit span forward and backward.
Hanya dua responden dari 35 responden yang mengalami penurunan kemampuan recall 9 kata di dua jam setelah makan. Sedangkan untuk kemampuan angka, beberapa responden tidak mengalami perubahan di satu jam dan dua jam setelah makan. Berdasarkan hasil wawancara dengan
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
85
responden, responden mengakui pada uji jam kedua kemampuan konsentrasi lebih meningkat.
Uji lain yang dilakukan dalam penelitian ini adalah CDT, yakni menggambar jam. Kemampuan yang ingin dilihat adalah kemampuan fungsi eksekutif,
kemampuan menentukan informasi, stimulus yang
sesuai, bekerja dengan informasi tersebut dan kemudian merencanakan apa yang akan dilakukan (Tanner, 2009). Uji ini telah dilakukan perawat untuk mengidentifikasi kemampuan belajar pasien DM lanjut usia dalam penggunaan insulin (Trimble et al., 2005). Nilai CDT dan nilai kelancaran verbal yang buruk berhubungan dengan kemampuan kontrol gula darah yang buruk (Munshi et al., 2012). Penelitian ini tidak mengkaji kemampuan mengontrol kadar gula darah, namun dari hasil penelitian responden yang memiliki nilai CDT buruk telah menderita DM
5 tahun.
Kemampuan fungsi eksekutif ini nampaknya bukan sesuatu yang permanen, karena seiring penurunan gula darah di jam kedua setelah makan maka terjadi peningkatan nilai CDT.
Penurunan kognitif pada pasien DM dipengaruhi oleh hipertensi, dislipidemia, merokok, diet, olahraga, stres, depresi, durasi, usia lanjut, dan faktor genetik (Kawamura et al., 2012). Sedangkan Asimakopoulou dan Hampson (2002) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif pada pasien DM tipe 2 adalah usia, durasi DM, kadar gula darah, dan tekanan darah. Pada penelitian ini, peneliti hanya mengambil variabel umur, tekanan darah, dan aktifitas fisik sebagai variabel perancu. Hal ini dikarenakan peneliti telah membatasi variabel lainnya yang tercantum di kriteria inklusi. Responden dalam penelitian ini memiliki durasi DM ≥ 1 tahun, tidak merokok, dan tidak mengalami komplikasi DM.
Kesadaran masyarakat terhadap pemeriksaan gula darah sejak dini di saat usia > 45 tahun belum baik, sehingga peneliti beranalisis keadaan
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
86
hiperglikemia telah lama dialami pasien DM sebelum terdiagnosa DM. Keadaan hiperglikemia kronis berdampak kepada penurunan kemampuan kognitif, hal ini sesuai dengan penelitian Cukierman-Yaffe et al. (2009) yang mengatakan bahwa peningkatan 1 % nilai AIC berhubungan secara signifikan dengan penurunan 1,7 pada pengukuran DSST (Digit Simbol Substitution Test), penurunan 0,2 pada pengukuran MMSE (Mini Mental State Examination), penurunan 0,11 pada pengukuran mengingat. Pemeriksaan AIC untuk mengukur glikosilasi hemoglobin yang juga dikenal hemoglobin AIC, pemeriksaan ini untuk mengukur jumlah glukosa yang terikat pada sel darah merah dalam rentang waktu hidup sel darah merah (90-120 hari) (Michel, 2011). Penurunan kognitif sendiri sudah dimulai sejak pasien terdiagnosa DM (Ruis et al., 2009).
Responden dalam penelitian tidak mengalami riwayat stroke dan tidak mengalami komplikasi ginjal dan hati. Sehingga peneliti beranalisis tidak terjadi depresi pada responden. Menurut penelitian de Groot, Anderson, Freedland, Clouse, Lustman (2001) terdapat hubungan yang signifikan dan konsisten antara komplikasi DM terhadap gejala depresi.
Pemberian penyuluhan merupakan satu dari empat pilar utama pengelolaan DM. Peran perawat dalam hal ini, sebagai edukator dan juga sebagai fasilitator pasien DM.
Penyuluhan diperlukan karena penyakit
diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup. Informasi yang diberikan kepada penyandang DM adalah mencakup pengetahuan dasar tentang diabetes, pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar glukosa darah, OHO, perencanaan makan, perawatan kaki, kegiatan jasmani, tanda-tanda hipoglikemik dan komplikasi (Basuki, 2009).
Karakurt dan Kasikci (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa, pemberian edukasi yang diberikan secara teratur dua kali dalam sebulan dengan durasi 45-60 menit selama 3 bulan efektif meningkatkan manajemen diri pasien DM. Penelitian Karakurt dan Kasikci (2002) juga
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
87
menyatakan bahwa peningkatan manajemen diri pasien DM diikuti dengan penurunan signifikan pada kontrol metabolik (kolesterol, trigliserida, Low Density Lipoprotein) dan A1C namun IMT tidak mengalami penurunan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ada hal yang harus diperhatikan perawat sebelum memberikan edukasi ke pasien DM yakni mengkaji kemampuan kognitif pasien. Sehingga metode intervensi edukasi yang diberikan sesuai dengan kemampuan kognitif pasien. Pengkajian kognitif yang bisa digunakan adalah miniCog, MMSE (mini mental state examination), interaksi dengan pasien melalui observasi dan wawancara (Braes, Milisen&Foreman, 2012). Pengkajian kognitif lebih lengkap dapat dikaji melalui Nurse’s Observation Scale for Cognitive Abilities (NOSCA), namun NOSCA lebih ditujukan ke pasien rawat inap. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan memori jangka pendek di dua jam setelah makan, maka dalam pemberian edukasi
sebaiknya
dilakukan di dua jam setelah makan ketika kadar gula darah mengalami penurunan.
Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan kognitif pasien DM adalah penggunaan
medikasi.
Responden
dalam
penelitian
ini
rutin
mengkonsumsi OHO. Menurut Grodstein et al. (2001) pada kelompok DM tipe 2 yang tidak patuh minum OHO memiliki kemampuan kognitif buruk daripada kelompok DM tipe 2 yang patuh minum obat. Responden dalam penelitian ini merupakan pasien DM di Puskesmas Cipondoh, Tangerang. OHO yang disediakan Puskesmas Cipondoh adalah metformin dan glibenclamid. Metformin merupakan golongan biguanid untuk penambah sensitivitas terhadap insulin. Metformin menurunkan glukosa darah dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel otot yang dirangsang oleh insulin. Sedangkan glibenklamid termasuk golongan sulfonilurea untuk pemicu sekresi insulin oleh sel beta (Soegondo, 2009).
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
88
3. Perbedaan kadar gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kadar gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Pada penelitian ini, kelompok perlakuan mendapatkan sarapan dengan jumlah karbohidrat sebanyak 50 gram sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 40 gram karbohidrat, dimana sebelumnya responden diukur kadar gula darah puasa untuk memastikan tidak ada responden yang mengalami hipoglikemik. Pada uji homogenitas, kadar gula darah responden memiliki varians sama.
Menurut Suyono (2009) patogenesis DM tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer, gangguan hepatic glucose production, dan penurunan fungsi sel beta. Yang pada akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel beta. Ketika insulin tidak digunakan secara tepat, maka glukosa yang masuk ke sel akan terhambat sehingga menyebabkan hiperglikemia. Pada tahap awal resistensi insulin, pankreas merespons gula darah tinggi dengan memproduksi sejumlah besar insulin (berlaku jika fungsi sel beta normal). Hal ini menyebabkan fase hiperinsulin bersamaan dengan kondisi hiperglikemi. Resistensi insulin juga bisa disebabkan oleh cacat yang diwariskan pada reseptor insulin. Hal ini adalah hal paling umum yang ditemukan pada pasien diabetes tipe 2. Resistensi insulin akan mengakibatkan peningkatan produksi insulin oleh sel beta pankreas (Michel, 2011). Diagnosa DM ditegakkan ketika sel beta tidak mampu mengkompensasi resistensi insulin sehingga kadar gula darah meningkat dan fungsi sel beta menurun (Suyono, 2009). Seiring waktu dan bila pasien tidak patuh terhadap terapi, maka sel beta tidak mampu lagi mensekresi insulin sehingga kadar gula darah makin meningkat
Penggunaan 50 gram karbohidrat pada penelitian ini berdasarkan kepada penelitian Greenwood et al. (2003) dan Waspadji (2002) yang menggunakan 50 gram karbohidrat untuk meningkatkan kadar gula darah.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
89
Sedangkan penggunaan 40 gram karbohidrat berdasarkan pada prinsip utama dalam etika penelitian keperawatan yakni memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Polit & Beck, 2012). Penggunaan 40 gram karbohidrat sesuai dengan satu satuan penukar makanan yang terdapat pada menu sarapan diet DM 1300 kalori, 1500 kalori, 1700 kalori ( Sukardji, 2009). Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengumpulan data responden diukur berat badan terlebih dahulu. Seluruh responden termasuk ke dalam diet DM 1300 kalori, 1500 kalori, dan 1700 kalori.
Pemberian karbohidrat dengan
beda 10 gram karbohidrat antara
kelompok perlakuan dan kontrol, belum memberikan perbedaan kadar gula darah dan kemampuan memori jangka pendek antara kelompok perlakuan dan kontrol. Dari analisis peneliti peneliti hal ini disebabkan beda gram karbohidrat antara kelompok perlakuan dan kontrol terlalu sedikit sehingga perbedaan kadar gula darah belum tampak. Selain itu faktor resistensi insulin dan penurunan fungsi sel beta yang buruk turut menyebabkan hasil ini, karena sebagian responden telah menderita DM > 5 tahun.
Mungkin, akan berbeda bila pengukuran dilakukan kepada
individu yang sehat dibandingkan dengan pasien DM.
Kemampuan memori jangka pendek antara kelompok perlakuan dan kontrol tidak ada perbedaan, hal ini disebabkan kadar gula darah satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok juga tidak mengalami perbedaan.
4. Aktifitas fisik terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan pada kelompok perlakuan dan kontrol. Berdasarkan hasil penilitian, didapatkan bahwa hanya aktifitas fisik yang berpengaruh terhadap kemampuan memori jangka pendek. Aktifitas fisik memperbaiki regulasi insulin sehingga menurunkan kadar gula darah (Watson et al., 2006). Hasil penelitian ini sesuai dengan Ilyas (2009) yang
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
90
menyatakan aktifitas fisik mempengaruhi kemampuan kognitif dengan cara
resistensi insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin
meningkat. Menurut Watson et al. (2006) aktifitas fisik yang dilakukan satu jam rutin 3 kali seminggu selama 12 minggu dan diet pengaturan lemak (< 7% lemak jenuh) dapat memperbaiki kemampuan memori. Hal ini disebabkan karena faktor neurotrophic dan plastisitas di otak yang secara langsung mempengaruhi kemampuan mengingat.
Berdasarkan
hasil penelitian, responden yang melakukan aktifitas fisik mengalami peningkatan kemampuan recall 9 kata di jam kedua setelah makan. Secara keseluruhan, responden yang melakukan aktifitas fisik memiliki kemampuan memori jangka pendek lebih baik daripada responden yang tidak melakukan aktifitas fisik.
Penelitian Hotting et al. (2012) yang melibatkan 68 responden laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 40-56 tahun, rutin melakukan olahraga sepeda dan senam selam 2 kali seminggu selama 6 bulan, mengalami peningkatan memori yang signifikan dibandingkan dengan responden yang tidak berolahraga. Penelitian lainnya dari Maiorana et al. (2001) bahwa aktifitas fisik yang dilakukan rutin selama 8 minggu dapat memperbaiki kadar gula darah, toleransi latihan aerobik dan resistensi fungsi endotel pada pembuluh darah. Pada penelitian ini, aktifitas fisik yang responden lakukan adalah senam, berjalan dan bersepeda dilakukan 3-5 kali seminggu dengan durasi 30-60 menit.
Dari hasil wawancara dengan responden yang tidak melakukan aktifitas fisik disebabkan karena belum ada senam di daerah tempat tinggal, akses olahraga sulit dan kesibukan rumah tangga. Puskesmas Cipondoh mengadakan senam DM setiap hari sabtu pagi, beberapa responden telah mengikuti senam tersebut. Menurut penelitian Perisee (2009) mengenai aktifitas fisik yang hanya dilakukan sehari dengan tipe olahraga; latihan jalan treadmill yang dilakukan 60 menit sebelum sarapan, 4 jam sebelum makan siang dan 8 jam sebelum makan malam tidak memperbaiki
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
91
glukosa plasma, trigliserida, caroten, dan tanda inflamasi (C-reactive protein) dan stress oksidasi. Ilyas (2009) menyatakan bahwa frekuensi olahraga bagi pasien DM adalah 3-5 kali perminggu dilakukan secara rutin, dengan durasi 30-60 menit, intensitas ringan dan sedang dan jenis olahraga yang dilakukan adalah jalan, jogging, berenang dan bersepeda (Ilyas, 2009).
6.2 Keterbatasan penelitian 1. Metode pengumpulan data Penelitian ini belum berhasil membuat beda peningkatan kadar gula darah dan memori jangka pendek antara kelompok perlakuan dan kontrol. Efek hiperglikemia
postprandial
dapat
diketahui
dengan
cepat
bila
menggunakan karbohidrat sederhana seperti sirup. Namun pada penelitian ini, peneliti menggunakan karbohidrat kompleks yakni nasi untuk memicu efek hiperglikemia postprandial. Selain itu, beda 10 gram karbohidrat belum mampu membuat perbedaan kadar gula darah yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kontrol.
Kemampuan kognitif pasien DM dipengaruhi oleh banyak faktor yakni hipertensi, dislipidemia, diet, stres, durasi, IMT, depresi dan faktor genetik. Namun pada penelitian ini, peneliti hanya menetapkan umur, tekanan darah darah dan aktifitas fisik sebagai variabel perancu.
2. Sampel penelitian Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 35 responden. Jumlah
ini
kurang dari yang direncanakan sebanyak 42 orang. Hal ini dikarenakan waktu yang terbatas.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
92
6.3 Implikasi hasil penelitian 1. Implikasi pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan Penelitian ini memberikan informasi mengenai kemampuan memori jangka pendek pada pasien DM tipe 2. Penurunan kognitif pada pasien DM dapat diketahui sejak pasien terdiagnosa DM sehingga perawat perlu mengkaji kemampuan kognitif pasien DM sejak
dini. Metode uji
kemampuan memori jangka pendek pada penelitian ini dapat digunakan untuk mengkaji kemampuan memori pasien DM. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya dengan melibatkan faktor penurunan kognitif lainnya dan untuk
mengkaji lebih dalam
mengenai kemampuan memori jangka panjang pasien DM tipe 2.
2. Implikasi bagi pelayanan dan masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi instansi dan pasien terkait pemberian edukasi kepada pasien DM tipe 2. Waktu pemberian
edukasi sebaiknya di dua jam setelah makan.
Edukasi
diberikan secara berulang dalam rentang waktu yang dekat, kontinyu dan terjadwal. Pasien mengetahui bahwa kemampuan konsentrasi meningkat di dua jam setelah makan. Sehingga proses pembelajaran mandiri sebaiknya dilakukan pasien di dua jam setelah makan.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini telah mengidentifikasi 35 responden. Kelompok perlakuan terdiri dari 17 responden memiliki usia 53,59 tahun, tekanan darah 136,05/82,17 mmHg, responden yang rutin melakukan aktifitas fisik sebanyak 4 orang (23,5%) sedangkan yang tidak rutin sebanyak 13 orang (76,5%). Kelompok kontrol berjumlah 18 orang memiliki usia 56,33 tahun, tekanan darah adalah 148,67/89,27 mmHg, responden
yang rutin
melakukan aktifitas fisik sebanyak 7 orang (38,9%) sedangkan yang tidak rutin sebanyak 11 orang (61,1%). 2. Rerata nilai gula darah satu jam setelah makan berbeda dengan rerata nilai gula darah dua jam setelah makan di kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. 3. Kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan berbeda dengan kemampuan memori jangka pendek dua jam setelah makan di kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. 4. Tidak ada perbedaan nilai gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol. 5. Ada hubungan aktifitas fisik terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan.
7.2 Saran Saran dari penelitian ini adalah : 1. Perawat di tatanan pelayanan kesehatan perlu melakukan skrining kognitif secara dini kepada pasien DM. Skrining dilakukan sejak pasien didiagnosa DM, kemudian rutin dilakukan enam bulan sekali. Program ini dievaluasi dengan melihat fluktuatif kadar gula darah pasien DM
93
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
94
2. Bila edukasi diberikan setelah makan, maka sebaiknya pemberian edukasi dilakukan dua jam setelah makan. Edukasi
diberikan secara berulang
dalam rentang waktu yang dekat, kontinyu dan terjadwal. 3. Penelitian ini dapat dikembangan dalam penelitian lanjutan dengan jumlah yang lebih besar dan melibatkan lebih banyak faktor yang berkontribusi terhadap penurunan kognitif pada pasien DM
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
95
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. (2002). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Ariawan, I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Depok: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Arvanitakis, Z., Wilson, R.S., Li, Y., Aggarwal, N.T., & Bennet, D.A. (2006). Diabetes and function in different cognitive systems in older individuals without dementia. Diabetes Care, 29(3). http://www.care.diabetesjournal.org Asimakopoulou, K., & Hampson, S. (2002). Cognitive functioning and self management in older people with diabetes. Diabetes Spectrum, 15(2). http://spectrum.diabetesjournal.org/ Ba-tin, L., Strike, P., & Tabet, N. (2011). Diabetic peripheral microvascular complication relationship to cognitive function. Hindawi Publishing Corporation Cardiovascular Psychiatry and Neurology, 2011. http://www.hindawi.com/journals/cpn/2011/723434/ Basuki, E. (2009). Teknik penyuluhan diabetes mellitus. Dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi Dokter dan Edukator ( hal 135-150). Jakarta: FKUI. Bent, N., Rabbitt, P., & Metcalfe, D. (2000). Diabetes mellitus and the rate of cognitive ageing. British Journal of Clinical Psychology, 39, 349-362. http://www.search.proquest.com/ Braes, T., Milisen, K., & Foreman, M.D. (2008). Asessing cognitive function. Dalam Capezuti E, Zwicker D, Mezey M, & Fulmer T (Editor). Evidencebased geriatric nursing protocols for best practice. 3rd ed. (hal 41-56). New York (NY): Springer Publishing Company. http://guideline.gov/content.aspx?id=12266&search=Senile+dementia+wit h+delirium Brands, AMA et.al. (2007). Cognitive functioning and brain MRI in patients with type 1 and type 2 diabetes mellitus : a comparative study. Dementia and Geriatric Cognitive Disorders 23 : 343-345. www.karger.com/dem Borson,S., Scanlan,J., Brush,M., Vitaliano,P., & Dokmak, A. (2000) The minicog: a cognitive 'vital signs' measure for dementia screening in multilingual elderly. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11113982 Bruce, D.G., Davis, W.E., Casey, G.P., Starkstein, S.E., Clarnette, R.M., Almeida, O.P., & Davis, T.M.E. (2008). Predictors of cognitive decline in older Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
96
individual with diabetes. http://www.search.proquest.com/
Diabetes
Care,
31(11).
Brownlee, M. (2005). The pathobiology of diabetic complication a unifying mechanism. Diabetes, 54. http://www.spectrum.diabetesjournal.org/ Cerrielo, A. (2005). Postprandial hyperglycemia and diabetes complication is it time to treat?. Diabetes, 54. http://www.care.diabetesjournal.org/ Cukierman-Yaffe, T., Gerstein, H.C., Williamson, J.D., Lazar, R.M., Lovato, L., Miller, M.E., & Coker, L.H. (2009). Relationship between baseline glycemic control and cognitive function in individuals with type 2 diabetes and other cardiovascular risk factors. Diabetes Care, 32 (2), 221.http://www.search.proquest.com/ Cosway, R., Strachan,W.J., Dougall, A., Frier, B.M., & Deary, I.J. (2001). Cognitive function and information processing in type 2 diabetes. Diabetic Medicine, 18, 803-810. Cox, D.J., McCall, A., Kovatchev, B., Sarwat, S., Ilag, L.L., & Tan, M.H. (2007). Effects of blood glucose rate of change on perceived mood and cognitive symptoms in insulin-treated type 2 diabetes. Diabetes Care, 30(8) http://www.care.diabetesjournal.org/ Dinkes
Banten. (2010). Profil kesehatan http://www.dinkes.bantenprov.go.id
kota
Tangerang
2010.
De groot, M., Anderson, R., Freedland, K.E., Clouse, R.E., Lustman, P.J. (2001). Association of depression and diabetes complication : a meta-analysis. Psychosom Med, 63(4), 619-630. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ Dey, J., Misra, A., Desai, N.G., Mahapatra, A.K., & Padma, M.V. (1997). Cognitive function in younger type II diabetes. Diabetes Care, 20(1). http://www.search.proquest.com/ Doerflinger, D. (2007). How to try this : the miniCog. American Journal of Nursing, 107(12),62-71. http://www.nursingcenter.com. Gamon, D., & Bragdon, A. (2005). Cara baru mengasah otak dengan asyik: temuan-temuan mutakhir tentang kinerja dan struktur otak plus permainan-permainan heboh untuk mengasah 6 zona kecerdasan. Jakarta:PT Mizan Pustaka Gatlin, P.K. (2012). Severity of type 2 diabetes mellitus, working memory and self care (Doctoral Dissertation, The University of Arizona). http://www.search.proquest.com/
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
97
Giacco, F., & Brownlee, M. (2010). Oxidative stress and diabetic compilation. Circulation Research, 107, 579-591. http://circres.ahajournals.org/content/107/9/1058. Giugliano, D., Ceriello, A., & Esposito, K. (2008). Glucose metabolism and hyperglicemia. The American Journal of Clinical Nutrition, 87, 21782228. http://ajcn.nutrition.org/ Goldin, A., Beckman, J., Schmidt, A., & Creager, M. (2006). Advance glycation end product: sparking the development of diabetic vascular injury. Circulation. http://circ.ahajournals.org/content/114/6/597. Greenwood, C.E., Kaplan, R.J., Hebblethwaite, S., & Jenkins, D.J.A. (2003). Carbohidrat-induced memory impairment in adult with type 2 diabetes. Diabetes Care, 26, 1961-1966. http://www.care.diabetesjournal.org/ Grodstein, F., Chen, J., Wilson, R.S., & Manson, J.E. (2001). Type 2 diabetes and cognitive function in community-dwelling elerly women. Diabetes Care, 24 (6). http://www.search.proquest.com/ Haas, L. (2007). Functional decline in older adults with diabetes. American Journal Nursing, 107(6). http://www.nursingcenter.com/ajndiabetes Hartono, A. (2006). Terapi gizi dan diet rumah sakit edisi kedua. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. Hartwig, M. (2003). Gangguan neurologis dengan simtomatologi generalisata. Dalam S. Price & L. Wilson (Editor) Patofisiologi Edisi 6 Volume 2 bab 54 (hal 1134-1137). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EG Hastono, S., & Sabri, L. (2006). Statistik kesehatan. Jakarta: Rajagrafindo persada Hotting, K., Reich, B., Holzschneider, K., Kauschke, K., Schmidt, T., Braumann, K, M., & Roder, B. (2012). Differential cognitive effects of cycling versus stretching/coordination training in middle-aged adults. Health Psychology, 31(2), 145-55. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21895371 Ilyas, E. (2009). Olahraga bagi diabetisi. Dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi Dokter dan Edukator ( hal 6982). Jakarta: FKUI. Institute Diabetes Older People. (n.d). Cognitive screening in diabetes-a summary. http://www.diabetes.nhs.uk/document.php Karakurt, P., & Kasikci, M. (2012). The effect of education given to patient with type 2 diabetes mellitus on self care. International Journal of Nursing
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
98
Practice, 18, 170-179. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.11111/j.1440172x.2012.02013.x/pdf Kawamura, T., Umemura, T., &Hotta, N. (2012). Cognitive impairment in diabetic patients : can diabetic control prevent cognitive decline?. Journal of Diabetes Investigation, 5(3). Asian association for the study of diabetes and wiley publishing Asia. http://onlinelibrary.wiley.com/ Kloos, C., Hagen, F., Lindloh, C., Braun, A., Leppert, K., Muller, N., Wolf, G., & Muller, U. ( 2009). Cognitive function is not associated with recurrent foot ulcers in patient with diabetes and neuropathy. Diabetes Care, 32(5). http://www.search.proquest.com/ Kodl, C.T., & Seaquist, E.R. (2008). Cognitive dysfunction and diabetes mellitus. Endocrin Review, 29(4), 494-511. http://www.endo-society.org/ Koopman, R.J, Mainous, A.G., Diaz, V.A., Gessey, M.E. (2005). Change in age at diagnosis of type 2 diabetes mellitus in the united states 1988 to 2000. Annals of Family Medicine, 3(1), 60-63. http://www.annfammed.org/ Korf, E.S.C., White, L.R., Scheltens, PH., & Launer, L.J. (2006). Brain aging in very old men with type 2 diabetes. Diabetes Care, 29(10), 2268. http://www.search.proquest.com/ Korner, E.A., Lauritzen, L., Nilsson, F.M., Lolk, A., & Christensen, P. (2012). Simple Scoring of the clock-drawing test for dementia scoring. Danish Medical Journal, 59(1) Kovatchev, B., Cox, D.J., Summers, K.H., Gonder-Frederick, L., & Clarke, W.L. (2003). Postprandial glucose dynamic associated symptoms in type 2 diabetes mellitus. The Journal of Applied Research, 3(4). Kumari, M., Brunner, E., & Fuhrer, R. (2000). Minireview : mechanisms by which the metabolic syndrome and diabetes impair memory. Journal of Gerontology, B228. http://www.search.proquest.com/ Maineri, N., Xavier, F., Berleze, M., & Moriguchi, E. (2007). Risk Factors for cerebrovascular disease and cognitive function in the elderly. Arq Bras Cardiol 89 (3) ,142-146. Maiorana, A., O’Driscoll,G., Cheetham, C., Dembo, L., Stanton, K., Goodman, C., Taylor, R., & Green, D. (2001). The effect of combined aerobic and resistance exercise training on vascular function in type 2 diabetes. Journal of The American College of Cardiology, 38(3). Elsevier Science Inc http://www.search.proquest.com/ Mccabe, D.P., Roediger, H.L., McDaniel, M.A., Balota, D.A., & Hambrick, D.Z. (2010). The relationship between working memory capacity and executive Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
99
functioning: evidence for a common executive attention construct. Neuropsychology 24(2) hal 222-43. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ Mcdonald, K., & Gray-Miceli, D. (2007). Asessment and management of type 2 diabetes in older adults with complex care needs. The National Gerontological Nursing Association (NGNA). http://www.ngna.org/ Michel, B. (2011). Nursing management diabetes mellitus. Dalam S. Lewis, S. Dirksen, M. Heitkemper, L. Bucher, & I. Camera (Editor), Medical surgical nursing eight vol 2 chapter 49 (hal 1218-1252). USA: Elsevier Mosby Mittal, C., Gorthi, S., Rohatgi, S. (2010). Early Cognitive impairment : role of clock drawing test. MJAFI, 66(1), 25-28. Http://medind.nic.in/maa/t10/i1/maat10i1p25.pdf Munshi, M., Grande, L., Hayes, M., Ayres, D., Suhl, E., Capelson, R., Lin, S., Milberg, W., Weinger, K. (2006). Cognitive dysfunction is association with poor diabetes control in older adults. Diabetes Care 29(8),1794-1799. http://www.care.diabetesjournal.org/ Munshi, M.N., Hayes, M., Iwata, I., Lee, Y., Weinger, K. (2012). Which aspects of executive dysfunction influence ability to manage diabetes in older adults?. Diabet Med, 29(9), 1171-1177. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22340082 Neetle, A. (2005). Patient education in the hospital. Diabetes Spectrum 18 (1). http://spectrum.diabetesjournal.org Node, K., & Inoue, T. (2009). Postprandial hyperglycemia as an etiological factor in vascular failure. Cardiovascular Diabetology, 8(23). http://www.cardiab.com/content/8/1/23 Nooyens, A.C.J., Baan, C.A., Spijkerman, A.M.W., & Verschuren, W.M.M. (2010). Type 2 diabetes and cognitive decline middle aged men and women. Diabetes Care, 33 (9), 1964. http://www.care.diabetesjournal.org/ Pdpersi. (2011). RI rangking keempat jumlah penderita diabetes terbanyak dunia. http://www.pdpersi.co.id/content/news.php Peimani., Malazy, T., & Pajouhi. (2010). Nurses’ role in diabetes care; a review. Iranian Journal and Lipid Disorders, 9. http://journals.tums.ac.ir/ Pinto, E., & Peters, R. (2009). Literature review of the clock drawing test as a tool for cognitive screening. Dementia and Geriatric Cognitive Disorder. http://www.karger.com/dem
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
100
Perisse, D. (2009). Diabetes, exercise and postprandial oxidative stress. Thesis. University of Illinois. http://www.search.proquest.com/ Plassman, B.L., Williams, J.W., Burke, J.R., Holsinger, T., &Benjamin, S. (2012). Systematic review:factors associated with risk for and possible prevention of cognitive decline in later life. Annals of Internal Medicine, 153(3), 182189. http://annals.org Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing Research 9th edition. Lippincott Wiliams&Wilkins. Rizza, R.A. (2010). Pathogenesis of fasting and postprandial hyperglycemia in type 2 diabetes : implications for therapy. Diabetes, 59. http://diabetes.diabetesjournal.org/ Rizzo, M.R., Marfella, R., Barbieri, M., Boccardi, V., Vestini, F., Lettieri, B., Canonico, S., & Paolisso, G. (2010). Relationship between daily acute glucosa fluctuation and cognitive performance among aged type 2 diabetic patients. Diabetes Care, 33 (10). http://www.care.diabetesjournal.org/ Robertson, R.P. (2004). Chronic oxidative stress as a central mechanism for glucose toxicity in pancreatic islet beta cells in diabetes. The Journal of Biological Chemistry , 279(41). http://www.jbc.org Ruis, C., Biessels, G.J., Gorter, K.J., Van den donk, M., Kappelle, L.J., & Rutten, G.E.H.M. (2009). Cognition in the early stage of type 2 diabetes. Diabetes Care, 32 (7) ,1261. http://www.search.proquest.com/ Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2008). Dasar-dasar merodologi penelitian klinis. Jakarta : Sagung Seto. Schteingart, D. (2003). Pankreas:metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Dalam S. Price & L. Wilson (Editor) Patofisiologi Edisi 6, 2 bab 63 (hal 1259-1270). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Sheerwood, L. (2001). Fisiologi manusia : dari sel ke sistem (Edisi kedua). Jakarta : Penerbit Buku kedokteeran EGC Saczynski, J.E., Jonsdottir, M.K., Garcia, M.E., Jonsson, P.V., Peila, R., Eiriksdottir, G., Olafsdottir, E., Harris, T.B., Gudnasson, V., & Launer, L.J. (2008). Cognitive Impairment : an increasingly important complication of type 2 diabetes the age, gene/environment susceptibilityReykjavik study. American Journal of Epidemiology, 168 (10),1132-1139. Sjahrir, H., Ritarwan, K., Tarigan, S., Rambe, A., Lubis, I., & Bhakti, I. (2001). The mini mental state examination in healthy individual in Medan, Indonesia by age and education level. Neurology Journal Southeast Asia, 6, 19-22. Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
101
Soegondo,S. (2009). Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus terkini. Dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi Dokter dan Edukator ( hal 19-29). Jakarta: FKUI. Soewondo, P. (2009). Pemantauan pengendalian diabetes mellitus. Dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi Dokter dan Edukator ( hal 151-160). Jakarta: FKUI. Soesilowati, S. (2003). Diagnosis Neuropathy: Pathogenesis and Treatment. Acta Medica Indonesiana, XXXV (1). Sommerfield, A.J., Deary, I.J., & Frier, B.M. (2004). Acute Hyperglycemia alters mood state and impairs cognitive perfomance in people with type 2 diabetes. Diabetes Care, 27(10). http://www.care.diabetesjournal.org/ Sousa, D.A. (2012). Bagaimana otak bekerja (Edisi keempat). Jakarta: PT Indeks Stranahan, A.M., Arumugam, T.V., Cutler, R.G., Lee, K., Egan, J.E., & Mattson, M.P. (2008). Diabetes impair hippocampal function through glucocorticoid-mediated effects on new and mature neurons. Nature Neuroscience, 11(3). http://www.nature.com/ Stewart, R., & Liolitsa, D. (1999). Type 2 diabetes mellitus, cognitive impairment and dementia. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10229302 Sukardji, K. (2009). Penatalaksanaan gizi pada diabetes mellitus. Dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi Dokter dan Edukator ( hal 47-68). Jakarta: FKUI. Suyono, S. (2009). Patofisiologi diabetes mellitus. Dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi Dokter dan Edukator ( hal 47-68). Jakarta: FKUI. Tanner, J. 2009. What is executive function ?. www.brainybehaviour.com Thevenod, F. (2008). Patophysiology of diabetes mellitus type 2: roles of obesity, insulin resistance and ß cell dysfunction. http://content.karger.com/ Tjokroprawiro, A. ( 2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Surabaya: Airlangga University Press. Trimble, L., Sundberg, S., Markham, L., Janicijevic, S., Beattie, L., & Meneilly, G.(2005). Value of the clock drawing test to predict problems with insulin skills in older adult. Canadian Journal of Diabetes, 29(2),102-104.
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
102
Vertesi, A., Lever, J., Molloy,W., Sanderson, B., Tuttle, I., Pokoradi, L., & Principi, E.(2001). Standardized mini-mental state examination use and interpretation. Canadian Family Physician vol 47. http://www.cfp.ca/content/47/10/2018full.pdf. Vijayakumar, T.M., Sirisha, G.B.N., Begam, F., & Dhanaraju, M.D. (2012). Mechanism linking cognitive impairment and diabetes mellitus. European Journal of Applied Science 4 (1), 01-05 Waspadji, S. (2002). Glycemic indices of enteral feeding formula in diabetic at the Dr. Cipto Mangunkusumo general central nasional hospital Jakarta. Acta Medica Indonesia, XXXIV(1) Waspadji, S. (2009). Diabetes mellitus : Mekanisme dasar dan pengelolaannya yang rasional. Dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi Dokter dan Edukator ( hal 31-45). Jakarta: FKUI. Watson, S., Reger, M., Baker, L., McNelly, M., Fujimoto, W., Kahn, S., Boyko, E., & Leonetti, D. (2006). Effect of exercise and nutrition on memory in Japanese Americans with impaired glucose tolerance. Diabetes Care, 29(1). http://www.search.proquest.com/ WHO. (2012). Diabetes. www.who.int?mediacentre/factsheets/f3312/en/ Wiyono, P. (2003). Peranan hiperglikemia terhadap terjadinya komplikasi kronik diabetes mellitus. Berkala Ilmu Kedokteran, 35 (1). Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., & King, H. (2004). Global prevalence of diabetes. Diabetes Care, 27(5). http://www.care.diabetesjournal.org/ Yeung, S.E., Fischer, A.L., & Dixon, R.A. (2009). Exploring effect of type 2 dabetes on cognitive functioning in older adults. Neuropsychology ,23 (1), 1-9
Universitas Indonesia
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Lampiran 1 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA PENJELASAN PENELITIAN Efek Hiperglikemia Postprandial terhadap Kemampuan Memori Jangka Pendek pada Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Puskesmas Cipondoh, Tangerang Selamat pagi Bapak/Ibu Nama saya Rinnelya Agustien (1006833956). Saya, mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Keperawatan Kekhususuan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia, yang beralamat di Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia kampus Depok 16424. Saya dapat dihubungi di nomer telpon 081330682552. Penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan untuk program Magister saya di Universitas Indonesia. Pembimbing saya adalah Agung Waluyo, S.Kp, M.Sc, Ph.D dari Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia
Saya bermaksud mengadakan penelitian mengenai efek hiperglikemia postprandial terhadap kemampuan memori jangka pendek pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Puskesmas Cipondoh, Tangerang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan mengingat jangka pendek bapak/ibu setelah makan. Penelitian ini bermanfaat agar bapak/ibu selalu menjaga kadar gula darah tidak meningkat terlalu tinggi terutama setelah makan agar kemampuan mengingat jangka pendek bapak/ibu dalam keadaan optimal. Penelitian ini juga menjadi penyemangat agar bapak/ibu selalu mematuhi diet diabetes mellitus. Dalam penelitian ini, bapak/ibu sebelumnya puasa makan 8-10 jam di malam hari. Esoknya jam 08.00 di puskesmas akan diberikan sarapan, namun sebelumnya bapak/ibu akan diperiksa kadar gula darah puasa. Apabila bapak/ibu setelah diperiksa kadar gula darahnya membutuhkan obat hipoglikemik atau bapak/ibu memang minum obat hipoglikemik maka 30 menit sebelumnya bapak/ibu minum obat hipoglikemik terlebih dahulu. Satu jam setelah makan akan diukur kemampuan mengingat jangka pendek bapak/ibu, kemudian 2 jam berikutnya diukur kembali. Pengukuran memori jangka pendek dalam penelitian ini berupa mengingat kata, menggambar, dan mengitung angka maju dan mundur. Penelitian ini melibatkan pasien DM tipe 2 yang berobat jalan di Puskesmas Cipondoh dengan lama durasi DM lebih dari 1 tahun, orientasi baik, tidak mengalami komplikasi ginjal dan hati dan tidak ada riwayat stroke. Keterlibatan Bapak/Ibu dalam penelitian ini atas dasar sukarela, apabila Bapak/Ibu memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, Bapak/Ibu bebas mengundurkan diri dari penelitian ini kapan pun. Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi bapak/ ibu. Bila selama berpartisipasi dalam penelitian ini bapak/ ibu mengalami ketidaknyamanan,
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Lanjutan lampiran 1 maka bapak/ ibu mempunyai hak untuk berhenti dan mendapatkan intervensi keperawatan yang berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya. Peneliti berjanji akan menjunjung tinggi hak-hak bapak/ibu dengan cara menjaga kerahasiaan data yang diperoleh, baik dalam proses pengumpulan, pengolahan maupun penyajian data. Nama Bapak/Ibu tidak akan dicatat dimanapun. Semua lembar pengukuran yang telah terisi hanya akan diberikan nomer kode yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi identitas Bapak/Ibu. Apabila hasil penelitian ini dipublikasikan, tidak ada satu identifikasi yang berkaitan dengan Bapak/Ibu akan ditampilkan dalam publikasi tersebut. Peneliti juga menghargai keinginan bapak/ ibu untuk tidak berpartisipasi atau keluar kapan saja dalam penelitian ini. Bila terdapat hal-hal yang kurang jelas mengenai prosedur penelitian maka bapak/ ibu dapat menanyakannya langsung pada peneliti di nomer telepon atau sms di 081330682552. Melalui penjelasan ini, peneliti mengharapkan partisipasi bapak/ ibu dalam penelitian ini dan peneliti ucapkan terima kasih atas kesediaan dan partisipasinya. Tangerang, ……………… 2012 Peneliti
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Lampiran 2 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA LEMBAR PERSETUJUAN Judul Penelitian : Efek hiperglikemia postprandial terhadap kemampuan memori jangka pendek pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Puskesmas Cipondoh, Tangerang Peneliti : Rinnelya Agustien NPM : 1006833956 Peneliti telah memberikan penjelasan tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Saya mengerti bahwa tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan mengingat jangka pendek setelah makan pada pasien DM tipe 2. Saya mengerti bahwa partisipasi saya dalam penelitian ini bermanfaat bagi saya agar selalu menjaga kadar gula darah tidak meningkat terlalu tinggi terutama setelah makan dan meningkatkan motivasi saya dalam usaha mengontrol glukosa darah dengan mematuhi diet DM. Saya mengerti risiko yang mungkin terjadi selama penelitian ini sangat kecil. Saya juga berhak untuk menghentikan keikutsertaan dalam penelitian ini kapan saja dan berhak mendapatkan jawaban yang jelas mengenai prosedur penelitian yang akan dilakukan. Saya mengerti bahwa identitas dan catatan data dalam penelitian ini akan dijamin kerahasiaannya dan hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian. Demikian secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun. Saya bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini. Tangerang, ……………….2012 Responden
(………………..)
Peneliti
(Rinnelya Agustien)
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Lampiran 3 DATA RESPONDEN 1. Nomor responden :……..... 2. Usia : ............. tahun 3. Tekanan darah :.............. mm/Hg 4. Melakukan aktifitas fisik : 1. Ya 2. tidak
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Lampiran 4 PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN DARAH DIGITAL 1. Pasien duduk di kursi, posisi santai, kaki tidak menggantung. Tangan yang akan diukur tekanan darahnya diletakkan di atas meja yang berada di depan pasien. 2. Raba denyutan arteri di lipat siku (arteri brakialis) 3. Tekan tombol power pada tensimeter digital 4. Pasang manset pada lengan atas , dengan batas bawah manset 2 - 3 cm dari lipat siku dan perhatikan posisi pipa manset yang akan menekan tepat di atas denyutan arteri di lipat siku ( arteri brakialis) 5. Tekan tombol ON, tensi digital mengukur tekanan darah 6. Angka yang tertera di layar adalah nilai tekanan darah saat itu
Sumber Manual prosedur Tensimeter digital Citizen
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Lampiran 5
PROSEDUR PENGUKURAN KADAR GLUKOSA DARAH 1. Siapkan glukometer dengan menekan tombol ”Power” 2. Siapkan lancing device a. Buka tutup lancing device dengan memutar berlawanan arah jarum jam b. Ambil lancet, masukan ke dalam tempatnya di lancing device c. Lepaskan cakram pelindung lancet dengan cara memutar cakram. Putar bagian lancing device: nomor tinggi untuk tusukan dalam, nomor rendah untuk tusukan dangkal d. Tutup kembali lancing device sampai terdengar bunyi ”klik” kemudian lepaskan 3. Masukkan strip a. Masukan strip kedalam lubang alat. b. Pada alat akan muncul nomor kode strip 7. Ambil sampel darah a. Bersihkan ujung jari (telunjuk, tengah atau jari manis) dengan kapas alkohol. b. Biarkan ujung jari kering dengan sendirinya dari alkohol c. Tahan lancing device kuat-kuat mengarah pada ujung jari d. Tekan tombol lancing device e. Letakkan satu tetes darah pada celah strip. Celah strip secara otomatis akan menyerap tetes darah kedalam tempat reaksi. Pada alat akan muncul ”- - - -” f. Tekan ujung jari yang ditusuk dengan kapas alkohol untuk menghentikan darah keluar. 8. Baca hasil pengujian Hasil pengujian akan ditampilkan dalam waktu 11 detik. Perhatian: Jangan mencabut strip dari tempatnya sewaktu alat bekerja 9. Pindahkan strip uji a. Lepaskan strip yang telah digunakan dan buang pada tempat khusus. b. Tekan tombol power untuk mematikan alat
Sumber: Manual prosedur GlucoDR
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Lampiran 6 PROSEDUR PENGUKURAN MINICOG 1. Responden diminta membaca 9 kata yakni “ apel, tangan, air, kapal, batang, tari, desa, jarum, hijau” pada pengukuran pertama (Gamon dan Bragdon, 2005). Pada pengukuran kedua responden diminta membaca 9 kata yakni “ jambu, celana, cermin, sabun, ranting, masjid, merah, sungai, jarum” 2. Kemudian responden diminta untuk menggambar sebuah jam di kertas yang telah disediakan. Setelah responden telah mencantumkan angka-angka di jam tersebut, peneliti meminta responden untuk menggambarkan jam 11 lebih 10 menit selama 2 menit. Kemudian kertas tersebut dikumpulkan. 3. Setelah itu responden diminta untuk menuliskan kembali 9 kata-kata yang telah disebutkan peneliti di awal di kertas yang disediakan.
Sumber : Doerflinger, D. (2007). How to try this : the miniCog. American Journal of Nursing vol 107 no 12 pg 62-71. http://www.nursingcenter.com. Gamon, D dan Bragdon, A. (2005). Cara baru mengasah otak dengan asyik: temuantemuan mutakhir tentang kinerja dan struktur otak plus permainanpermainan heboh untuk mengasah 6 zona kecerdasan. Jakarta:PT Mizan Pustaka
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Lampiran 7 LEMBAR JAWABAN RECALL 9 KATA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Lampiran 8 LEMBAR JAWABAN CDT
Sumber : Anonymous, n.d. Clock Drawing Test. www.aging.ufl.edu/files/pdf
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Lampiran 9 PROSEDUR DIGIT SPAN FORWARD AND BACKWARD Peneliti meminta responden untuk mengulangi angka yang diucapkan peneliti dengan urutan maju. Peneliti mengujicoba responden terlebih dahulu apakah paham dengan perintah peneliti. Peneliti memberikan perintah “tolong ulangi angka yang saya sebutkan dengan urutan maju 2-5-8”. Bila responden mengulang dengan “ 2-5-8”, maka pengukuran bisa dilakukan. Namun bila responden salah, maka peneliti mengulangi perintah dengan bahasa yang lebih mudah dipahami tanpa memberi tahu jawabannya. Hal yang sama juga dilakukan sebelum pengukuran digit span backward. Peneliti mencoba responden terlebih dahulu. Peneliti memberikan perintah “tolong ulangi angka yang saya sebutkan dengan urutan mundur 2-5-8”. Bila responden mengulang dengan “8-5-2”, maka pengukuran bisa dilakukan. Namun bila responden salah, maka peneliti mengulangi perintah dengan bahasa yang lebih mudah dipahami tanpa memberi tahu jawaban ke responden. Terdapat 12 soal untuk digit span forward dan 12 soal untuk digit span backward. Pada digit span forward dimulai dengan 3 angka hingga 8 angka. Sedangkan pada digit span backward dimulai dengan 2 angka hingga 7 angka. Bila ada kesalahan responden saat pengukuran maka diulang kembali, namun bila diulang kembali tetap salah maka pengukuran dihentikan.
Soal Digit Span Forward Soal
Nilai (0 atau 1)
Soal
1a. 6-2-9
4a. 9-1-8-4-2-7
1b. 3-7-5
4b. 6-3-5-4-8-2
2a. 5-4-7-1
5a. 1-2-8-5-3-4-6
2b. 8-3-9-6
5b. 2-8-1-4-9-7-5
3a. 3-6-9-2-5
6a. 3-8-2-9-5-1-7-4
3b. 6-9-4-7-1
6b. 5-9-1-8-2-6-4-7
Nilai (0 atau 1)
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Lanjutan lampiran 9 Soal Digit Span Backward Soal
Nilai (0 atau 1)
Soal
1a. 5-1
4a.6-2-9-7-2
1b. 3-8
4b. 4-8-5-2-7
2a. 4-9-3
5a. 7-1-5-2-8-6
2b. 5-2-6
5b. 8-3-1-9-6-4
3a. 3-8-1-4
6a. 4-7-3-9-1-2-8
3b. 1-7-9-5
6b. 8-1-2-9-3-6-5
Nilai (0 atau 1)
Sumber : http://adni.loni.ucla.edu/wp-content/uploads/2010/09/BLCogTestingWorksheet.pdf
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013
Lampiran 10
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Ns. Rinnelya Agustien, S.Kep.
TTL
: Jakarta, 06 Agustus 1985
Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan
: staf Pengajar STIKES Muhammadiyah Samarinda, Kaltim
Alamat Rumah : Jl. Balita XI/1 Kunciran Mas Permai Tangerang, Banten Alamat Institusi: Jl. Ahmad Yani Samarinda, Kaltim
Riwayat Pendidikan : 1990 – 1996
: SDI Alhasanah Tangerang
1996 – 1999
: MTS Darunnajah Jakarta
1999 – 2002
: SMUN 5 Tangerang
2003 – 2008
: Program Studi Ilmu Keperawatan FK Universitar Airlangga Surabaya
Riwayat Pekerjaan : Oktober 2008 – Januari 2010 : Perawat ICU di RS Siloam Lippo Karawaci Tangerang 2012 – sekarang
: Staf Pengajar STIKES Samarinda, Kalimantan Timur
Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013