8
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
Efek Ekstrak Tanin Buah Pisang Kluthuk (Musa balbisiana Colla) sebagai Antiplasmodia Effect of Tannin Extract from Kluthuk Banana Fruits (Musa balbisiana Colla) as Antiplasmodia Titiek Sumarawati1 * dan Atina Hussaana2 ABSTRACT Background: Malaria, the best-known tropical disease is said to be the most important parasitic disease that afflicts humans today. Recently, studies show the Increasing antimalarial drug resistance. Thus, alternative antimalarial compound need to be examined to find a new antiplasmodial compound including tannin. This study aimed at finding out the effect of tannin extract isolated from pisang kluthuk or Musa balbisiana on the parasitemia in Plasmodium berghei infected Balb/c mice. Design and Method: In this post test only control group design study, 24 male Balb/c mice were randomly assigned to receive orally administered aquadest, extract of pisang klutuk of 50% or 75% or 100% for 10 days once daily. Parasitemia blood level in mice on day 5 for the four groups were 32.07%, 2.43%, 1.35%, and 0.32% respectively; whereas parasitemia blood level in mice on day 10 were 39.45%, 1.13%, 0.47%, and 0.20% respectively. Result: One-Way Anova shows difference in parasitemia level among the treated groups (p< 0.05). Extract of Musa balbisiana colla lowers the level of parasitemia in Balb/C mice infected by Plasmodium berghei. Conclusion: The 100% consentration was shown to have more effect compared to 75% and 50% (Sains Medika, 2(1): 8-14). Key words: antiplasmodia, malaria, tannin, kluthuk banana, parasitemia ABSTRAK Pendahuluan: Malaria merupakan suatu penyakit infeksi parasitik yang paling penting dan masih menjadi masalah penyakit tropis di dunia. Akhir-akhir ini mulai banyak diketahui bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap obat antimalaria, sehingga perlu dilakukan eksplorasi senyawa antiplasmodia baru, salah satunya dari tanin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak tanin buah pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) terhadap penurunan parasitemia mencit balb/c yang diinfeksi Plasmodium berghei. Metode Penelitian: Rancangan penelitian yang digunakan adalah post test only control group design. Sebanyak 24 ekor mencit Balb/c jantan terbagi dalam 4 kelompok perlakuan, yaitu: K1 sebagai kontrol hanya diberi aquades, P1 diberi ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 50% (EPK 50%), P2 diberi EPK 75%, dan P3 diberi EPK 100%. Pemberian perlakuan dilakukan secara oral selama 10 hari, dengan frekuensi pemberian 1 kali sehari. Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada K1, P1, P2, P3 pada hari ke-5 masing-masing sebesar 32,07%, 2.43%, 1.35%. dan 0.32%; sedangkan pada hari ke-10 masing-masing sebesar 39,45%, 1.13%, 0.47%, dan 0.20%. Hasil Penelitian: Hasil analisis One-Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan tingkat parasitemia dari keempat kelompok perlakuan (p< 0,05). Ekstrak pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) dapat menurunkan parasitemia mencit Balb/C yang diinfeksi Plasmodium berghei. Kesimpulan: Efek penurunan parasitemia setelah pemberian ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 100% lebih besar daripada ekstrak pisang klutuk konsentrasi 75 % maupun 50 % (Sains Medika, 2(1): 8-14). Kata kunci: antiplasmodia, malaria, tanin, pisang kluthuk, parasitemia
1 * 2
Bagian Kimia Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Email:
[email protected] Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA)
Efek Antiplasmodia Tanin Pisang Kluthuk
9
PENDAHULUAN Malaria merupakan suatu penyakit infeksi parasitik yang paling penting dan masih menjadi masalah penyakit tropis di dunia. Di Indonesia, malaria tergolong penyakit menular yang masih bermasalah. Penyakit ini berjangkit di semua pulau di Indonesia, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, baik di kota maupun di desa. Prevalensi pada tahun 2001, diperkirakan sebesar 850 per 100.000 penduduk dengan angka kematian spesifik akibat malaria sebesar 11 per 100.000 untuk laki laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan. Lebih dari 90 juta orang Indonesia tinggal di daerah endemis malaria, sekitar 11 juta diantaranya tinggal di Jawa dan Bali. Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tahun 2004 menunjukkan jumlah kasus klinis malaria di Jawa Tengah tercatat 305.739 kasus dan penderita positif malaria sebanyak 5.308 kasus (1,74 %)(Anonim, 2005). Akhir-akhir ini mulai banyak diketahui bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap obat antimalaria, kecuali pada derivat arthemisin. Obat-obat antimalaria yang telah digunakan untuk program pemberantasan malaria di Indonesia selama ini yaitu kina, pirimetmin, proguanil, klorokuin (Harijanto,2000). Klorokuin merupakan obat antimalaria standar sebagai skizontosida darah pada pengobatan radikal yang telah dilaporkan menyebabkan resistensi pada pasien di Indonesia. Resistensi atau menurunnya sensitivitas dapat diakibatkan oleh pengobatan yang terus menerus, adaptasi/mutasi dari parasit, dan disebarkan oleh penderita (carrier) nyamuk infektif dari daerah resisten menuju daerah sensitif (Sekar, 1989). White (dalam Harijanto, 2000) melaporkan bahwa ada 3 faktor yang menimbulkan resistensi, yaitu faktor operasional meliputi dosis subterapeutik, kepatuhan penderita yang kurang, faktor farmakologik dan faktor trasmisi malaria, termasuk intensitas. Menurut Tjitra (dalam Harijanto, 2000) penggunaan klorokuin mempunyai efek samping berupa rasa pahit, pusing, vertigo diplosia, mual, muntah dan sakit perut dan gangguan neurologis (kelemahan otot, pusing, sakit kepala, pandangan kabur dan kejang-kejang). Studi tentang pola resisten di suatu daerah melalui survei resistensi oleh Rosenthal (2003) melaporkan bahwa apabila suatu obat sudah mengalami resistensi lebih dari 25 %, maka obat tersebut tidak dianjurkan digunakan. Tanin merupakan polimerisasi polifenol sederhana dan banyak terdistribusi dalam kingdom plantae (daun, buah, kulit, batang dan batang). Tanin bermanfaat sebagai pengkhelat ion logam, presipitasi protein dan antioksidan biologis (Keiji et al., 2004). Tanin
10
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
dibedakan berdasarkan struktur kimianya menjadi tanin yang dapat terhidrolisis dan yang tidak dapat terhidrolisis (tanin terkondensasi). Efek tanin sebagai anti diare dan antidotum pada keracunan logam berat, antikanker, serta anti HIV sudah banyak dilaporkan. Hydrolysable Tanin (tanin yang terhidrolisis) merupakan isolat 36 polypenol (tanin) dan terpenoid dari tanaman obat yang memiliki aktifitas paling kuat dalam merusak membran sel Helicobacter pylori. Jenis tanin ini dapat bereaksi dengan protein, sehingga berperan penting dalam pengobatan jaringan yang mengalami inflamasi atau ulserasi. Tanin juga berefek hemostatik dan digunakan sebagai astringent (Dharmananda, 2004). Banso dan Adeyemo (2007) telah melaporkan bahwa tanin yang diisolasi dari Dichrostachys cinere dapat menghambat aktivitas serangan pada seluruh mikroorganisme. Akan tetapi, pada saat ini akhir-akhir ini aktivitas tanin sebagai antiplasmodia mulai dilirik untuk diteliti lebih lanjut. Greifswald telah meneliti efek antiplasmodia tanin pada 12 ekstrak yang berasal dari 6 tanaman (Alcalypha fructisa, Azadirachta indica, Cissus rotundifolia, Echium rauwalfii, Dendrosicyos socotrana, dan Boswellia elongate) dengan metode in vitro micro test (untuk mengetahui penghambatan schizont matang). Sebanyak 3 ekstrak dari 12 ekstrak tersebut menunjukkan aktivitas antiplasmodia dengan konsentasi inhibisi 50 (IC50) kurang dari 4µg/ ml. Derivat tanin dari tanaman Punica granatum L berupa ellagic acid, gallagie acid, punicalins dan punilcalagins menunjukkan aktifitas antiplasmodia terhadap koloni Plasmodium falciparum D6 dan W2. Penelitian tentang aktifitas antiplasmodia dari tanin masih perlu terus dikembangkan, mengingat tanin mudah didapat, murah dan mempunyai struktur kimia seperti arthemisin. Tanin berpotensi sebagai obat alternatif untuk penderita malaria, sehingga perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui dosis efektif penggunaannya. Pisang kluthuk (Musa balbisiana cola) merupakan salah satu tanaman yang dilaporkan mengandung tanin terutama pada pada buah dan kulit (Balitbangkes, 2000). Upaya eksplorasi tanin dari pisang kluthuk perlu dilakukan mengingat di Jawa pisang kluthuk hingga saat ini masih dibudidayakan dan mudah ditemukan, baik di tebing-tebing maupun di tegalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak tanin buah pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) terhadap penurunan parasitemia mencit Balb/c yang diinfeksi Plasmodium berghei.
Efek Antiplasmodia Tanin Pisang Kluthuk
11
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah post test only control group design, yang terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Setelah waktu ditentukan kemudian diobservasi (diukur) variabel tergantung pada kedua kelompok tersebut (Praktiknya, 2003). Subjek uji pada penelitian ini yaitu mencit, dengan kriteria inklusi: strain Balb/C jantan, umur 6-8 minggu, berat badan 20-25 gram, sehat, dan tidak mempunyai kelainan anatomi dan diberi makan dan minum ad libitum. Kriteria eksklusi: mencit yang sakit, mencit Balb/C yang mempunyai kelainan anatomi. Sebanyak 24 ekor mencit Balb/c terbagi dalam 4 kelompok perlakuan, yaitu: K1 sebagai kontrol hanya diberi aquades, P1 diberi ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 50% (EPK 50%), P2 diberi EPK 75%, dan P3 diberi EPK 100%. Pemberian perlakuan dilakukan secara oral selama 10 hari, dengan frekuensi pemberian 1 kali sehari.
Pemantauan tingkat parasitemia Tingkat parasitemia dipantau pada hari ke-5 karena mulai masuknya plasmodium dalam darah (Iumc, 2008) dan pada hari ke-10 karena merupakan puncak parasitemia (Kusuma, 2000). Setelah perlakuan dilakukan pengambilan sampel darah tepi dari ekor mencit untuk membuat sediaan apus darah dengan pengecatan Giemsa. Jumlah parasit dihitung berdasarkan jumlah eritrosit yaitu jumlah parasit per 1.000 eritrosit atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
∑ parasit 1000
x100% .............................................................(PAPDI, 2003)
Hasil yang diperoleh dari penghitungan tersebut dihitung, ditabulasi, dan dikelompokkan untuk kemudian dianalisis. Apabila distribusi data homogen dan varian data normal maka dilanjutkan dengan uji statistik parametrik One Way Anova, dan diuji lanjut Post Hoc.
12
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
HASIL PENELITIAN Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada berbagai kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 1. Data berdistribusi normal dan varian data homogen (p > 0,05). Hasil analisis One-Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan tingkat parasitemia diantara keempat kelompok perlakuan (p< 0,05). Tabel 1.
Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada masingmasing kelompok perlakuan
Keterangan: Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna dengan uji Post Hoc pada taraf kepercayaan 95 %.
PEMBAHASAN Pemberian ekstrak pisang kluthuk pada hari ke-5 dan hari ke-10 dapat menurunkan tingkat parasitemia pada Mencit Balb/C yang terinfeksi Plasmodium berghei. Perkembangan parasitemia paling rendah pada kelompok perlakuan yang mendapatkan ekstrak pisang kluthuk mentah dengan konsentrasi 100%. Sementara itu, pada kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan nampak bahwa perkembangan jumlah parasitemia P. berghei secara cepat. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak pisang kluthuk berpengaruh secara bermakna terhadap perkembangan parasitemia P. berghei pada tubuh mencit. Tanin mempunyai aktivasi intermediate menyerang Plasmodium. Tanin dikatakan bahwa inhibitor protease yang terbukti mampu melawan parasit malaria sehingga menjadi target antimalaria terkini (Asres, 2000 dalam Keiji, et al., 2004). Tanin yang dikonsumsi secara oral masuk ke dalam sirkulasi darah dan bekerja pada fase aseksual eritrositer, sehingga dapat menghambat plasmodium dalam menginfeksi eritrosit. Oleh karena itu, terjadi penurunan destruksi eritrosit dan penurunan invasi pada eritrosit baru, sehingga dapat menurunkan jumlah pasitemia pada mencit Balb/C yang diinfeksi P.berghei menurun. Berkurangnya destruksi eritrosit menyebabkan hemolisis pada eritrosit juga
Efek Antiplasmodia Tanin Pisang Kluthuk
13
berkurang dan terjadi pengurangan gangguan darah seperti anemia, trombositopenia, hemoglobinuria dan pada akhirnya dapat menghambat komplikasi yang lebih berat. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu (2006), dimana dalam penelitian tersebut dilaporkan bahwa banyak golongan senyawa dari tumbuhan yang bersifat antimalaria. Penghitungan parasitemia dilakukan setiap hari sebelum diberi perlakuan. Jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit dihitung tiap 1000 eritrosit dengan mikroskop perbesaran 1000 kali. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Imawati & Kartikawati (2005), dimana dalam hasil penelitian tersebut diketahui bahwa polifenol dalam teh hijau sebagai imunostimulan mampu menurunkan jumlah parasitemia pada mencit Balb/C yang diinfeksi P. berghei. Pemberian polifenol teh hijau berpengaruh terhadap respon penurunan jumlah parasitemia dari mencit Balb/ C yang diinfeksi P. berghei. Keterbatasan penelitian ini bahwa pada penelitian ini hanya bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak pisang kluthuk terhadap antiplasmodia atau penurunan parasitemia, sedangkan dosis ekstrak pisang kluthuk yang efektif terhadap penurunan parasitemia belum diketahui. Selain itu, belum diketahui juga efek samping ekstrak pisang kluthuk apabila dikonsumsi secara terus-menerus.
KESIMPULAN Ekstrak pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) dapat menurunkan parasitemia mencit Balb/C yang diinfeksi Plasmodium berghei. Efek penurunan parasitemia setelah pemberian ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 100% lebih besar daripada ekstrak pisang klutuk konsentrasi 75 % maupun 50 %.
SARAN Penelitian dapat dilanjutkan dengan penentuan dosis ekstrak pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) yang menunjukkan efek paling optimal terhadap penurunan jumlah parasitemia pada mencit Balb/ C, uji toksisitas, dan penentuan LD-50 ekstrak pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) terhadap hewan coba. Apabila aman dapat dilanjutkan dengan uji klinis pada manusia.
14
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2005, Laporan perkembangan pencapaian tujuan pembangunan Milineum Indonesia, Depkes, Jakarta. Asres, K., Bucar, F., Knauder, E., Yardley, V., Kindrick, H., dan Croft, S., 2001, In-vitro antiprotozoal activity of extract and compound of stem bark of Combretum molle Phytotherapy research, 15 (7): 613 – 617. Bason, A., Adeyemo, S.O., 2007, Evaluation of antibacterial properties of tannins isolated from Dichrostachys cinerea, African Journal of Biotechnology., 6 (15): 1785-1787. Dharmananda, S., 2004, Gallnuts and the uses of Tannins in Chinese Medicine, http:// www.itmonline.org/arts/gallnuts.htm.8.5 Harijanto, 2000, Malaria Edidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan, Jakarta: EGC, hal. 1, 38-48. Imawati, S. dan Kartikawati, H., 2005, Peran Polifenol Teh Hijau (Camellia sinensis) terhadap Respon Penurunan Jumlah Parasitemia Mencit Balb/C yang Diinfeksi Plasmodium berghei, Jurnal Media Medika Muda, Juli-Desember No. 1: 37-39. Iumc, 2008, Rodent Malaria Parasites as Models for Human Malaria, http://www.lumc.nl/ 1040/research/malaria/model01.html, Diakses tgl 25.07.2008. Keiji, F. H., Shunji, S., Hirofumi, Y., Takashi, H. Tsutomu, I., Hideyuki, and H. Yoshikazu, 2004, Antibacterial Activity of Hydrolyzable Tanins Derived from Medicinal Plants against Helicobacter pylori, Microbiol. Immunol., 48(4): 251–261. Kusuma, B., 2000, Pengaruh Vaksin Tetanus Toksoid terhadap Tingkat Parasitemia pada Mencit Swiss yang Diinfeksi dengan Plasmodium berghei, Karya Tulis Ilmiah, Universitas Diponegoro Semarang. Pasaribu, M., 2006, Efek Antiplasmodial Ekstrak Biji Pare (Momordica charantial) pada Mencit (Mus Musculus) yang Diinfeksi dengan Plasmodium Berghei, http:// www.adln.lib.unair.ac.id, Diakses tgl 17.08.2008. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2003, Konsensus Penanganan Malaria, Hal. 1,2,6,7,8 Pratiknya, A. W., 2003, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 128-131. Rosenthal PJ., 2003, Antimalarial Drug Discovery: Old and new approaches, The Journal of Experimental Biology, 2003; 206;3735-44