EFEK BATASAN COUNTER CURRENT FLOW PADA PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN DALAM CELAH SEMPIT Mulya Juarsa dan Anhar Riza Antariksawan Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir PTRKN Gd.80 Kawasan PUSPIPTEK Serpong Tangerang 15310 BANTEN Tlp.(62)-21-7560912 Fx. (62)-21-7560913 Email:
[email protected] and
[email protected]
ABSTRAK EFEK BATASAN COUNTER CURRENT FLOW PADA PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN DALAM CELAH SEMPIT Model perpindahan panas pendidihan dalam celah sempit telah dipelajari berdasarkan kurva pendidihan dan fluks kalor yang dihasilkan dari data eksperimen pendinginan transien dan rewetting yang terjadi pada permukaan vertikal panas dalam kanal celah sempit. Eksperimen dilakukan menggunakan kanal anulus dengan celah sempit yang terbentuk antara dinding luar dan dinding dalam. Bagian dalam adalah batang pemanas yang dibuat dari pipa SS316 dan bagian luar adalah tabung gelas kuarsa yang dimaksudkan untuk visualisasi. Temperatur awal batang pemanas yang ditetapkan adalah 800 oC dengan ukuran celah 1,0 mm dan 4,0 mm. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses pendidihan yang terjadi pada celah dengan ukuran 1,0 mm telah dibatasi oleh Counter Current Flow (CCF). Kata kunci
: CCF, celah sempit, fluks kalor
ABSTRACT EFFECT OF COUNTER CURRENT FLOW LIMITATION ON BOILING HEAT TRANSFER IN A NARROW GAP The boiling heat-transfer mode in a narrow gap cooling was studied based on analyzing boiling curves obtained in the experiments on transient cooling and rewetting of hot vertical surfaces in narrow gap channels. The experiments were carried out using annular channels with a narrow gap between inner and outer walls. The inner rod of the channel was made of stainless steel and the outer wall of glass tube for visualization. The initial temperature of the wall was around 800oC, and the gap sizes were 1.0 mm and 4.0 mm. The results indicated that the heat transfer during the gap cooling was significantly limited by the Counter Current Flow (CCF) in a narrow gap of 1.0 mm. Keywords: CCF, narrow gap, heat flux
1
PENDAHULUAN Kecelakaan nuklir yang terjadi pada reaktor Three Mile Island unit 2 (TMI 2) telah menjadi sejarah kecelakaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang penting, meskipun dalam kecelakaan TMI 2 hampir setengah dari teras reaktornya mengalami pelelehan (kurang lebih 20 ton) dan lelehan mengalir ke bagian bawah plenum pada bejana bertekanan (Reactor Pressure Vessel, RPV), peristiwa ini merupakan kategori kecelakaan parah (Severe Accident, SA). Lelehan teras (disebut debris) telah didinginkan oleh air yang masih tersisa di dalam teras dan pada akhirnya debris tertahan tidak sampai keluar dari RPV, dengan demikian integritas teras reaktor benar-benar terjaga[1,2]. Dalam hal ini, proses pendinginan yang berlangsung, terjadi melalui mekanisme perpindahan panas pada celah sempit yang terbentuk antara permukaan debris dengan dinding dalam RPV, dimana aliran pendingin masuk ke dalam celah dan turut serta membantu pemindahan panas dari debris. Untuk menganalisis kontribusi efek pendinginan celah selama perpindahan panas dari debris, maka watak perpindahan panas selama pendinginan suatu permukaan panas dalam celah sempit harus dipertimbangkan sebagai parameter yang penting. Berdasarkan sudut pandang tersebut, perlu dibuat kejelasan yang terkait dengan mekanisme dari karakteristik perpindahan panas pada celah sempit. Salah satu penelitian terkait karakteristik perpindahan panas pendidihan pada celah sempit adalah yang dilakukan oleh Ishibasi dan Nishikawa[3], dalam penelitiannya, suatu efek dari batasan pada perpindahan panas pendidihan saturasi telah dilaporkan. Tercatat bahwa perpindahan panas pendidihan pada celah sempit memiliki efek yang berbeda-beda terkait karakterstik gelembungnya, dan dikategorikan dalam 3 daerah, yaitu: - ukuran celah = 0,5 mm – 2,0 mm
: daerah gelembung-gelembung yang menyatu
- ukuran celah > 2,0 mm
: daerah gelembung-gelembung yang terpisah
- ukuran celah < 0,5 mm
: daerah kekurangan air (hampir tidak ada gelembung)
Hal yang menarik dan menjadi kajian khusus oleh Ishibashi adalah untuk ukuran celah di bwah 2,0 mm, dimana perpindahan panas yang terjadi sangat dipengaruhi oleh ketidak cukupan ketersediaan air yang mendinginikannya, keadaan ini jelas disebabkan oleh efek batasan Counter Current Flow (CCF). Berikutnya, begitu banyak penelitian perpindahan panas selama rewetting (pembasahan ulang) pada permukaan vertikal yang panas pada celah sempit yang telah dilakukan baik secara eksperimen maupun teori. Dari penelitian mereka[4-7] dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 perbedaan dari model 2
perpindahan panas pada proses pendidihan, yaitu didih film (film boiling), didih transisi (transition boiling) dan didih inti (nucleat boiling). Juga terdapat 2 perbedaan kondisi kritis selama pendidihan, yaitu fluks kalor didih film minimum (minimum film boiling, MFB) dan fluks kalor kritis (critical heat flux, CHF). Monde, dkk.[4] mengusulkan suatu korelasi CHF untuk sirkulasi alamiah pada celah sempit, dan membuktikan kemampuan pendinginan (coolability) pada dinding panas oleh air yang mengalir ke dalam celah. Kemudian, Chang dan Yao[5] juga meneliti CHF pada celah sempit anulus dengan bagian bawah tertutup berdasarkan variasi fluida pendinginnya pada tekanan yang berbeda-beda dan mengusulkan korelasi CHF berdasarkan kondisi batasan CCF. Sedangkan, Ohtake, dkk.[6] melakukan eksperimen quenching, mereka menyimpulkan bahwa karakteristik perpindahan panas selama rewetting pada celah sempit agak menyerupai kondisi pada pendidihan kolam. Murase, dkk.[7] telah mengevaluasi efek panas-lanjut (superheat) peristiwa perpindahan panas dan CHF menggunakan data eksperimen dan menurunkan korelasi perpindahan panas pada celah sempit. Penelitian yang telah dilakukan[4-7] kesemuanya menggunakan temperatur awal batang pemanas kurang dari 500oC. Kemudian, F. Tanaka & Juarsa.[8] melakukan evaluasi CHF pada peristiwa perpindahan panas pada celah sempit berdasarkan data eksperimen dari Juarsa[9] dengan temperatur awal yang lebih tinggi dari 500oC, namun efek dari batasan CCF belum dievaluasi. Selain penelitian-penelitian yang telah dipaparkan[4-9], penelitian sejenis lainnya[10-13] juga dilakukan dengan munculnya model-model perpindahan panas yang diusulkan. Namun, pada umumnya pemahaman yang lebih mendalam mengenai mekanisme perpindahan panas pada celah sempit, dirasakan belum memadai, khususnya pada temperatur tinggi. Sehingga, untuk memperdalam pemahaman batasan CCF, maka dilakukan studi untuk menganalisis efek batasan CCF yang terkait dengan mekanisme perpindahan panas pendidihan pada celah sempit. Analisis dilakukan berdasarkan kurva pendidihan (boiling curve) dan perhitungan aliran superficial air dan uap (jl dan jg) yang alirannya saling berlawanan (counter current) berdasarkan perbedaan ukuran celahnya.
TEORI Pengaruh batasan CCF pada celah sempit telah menjadi bagian yang kuat dalam penelitian terkait mekanisme perpindahan panas selama proses pendinginan di celah sempit. Pada kanal celah, koefisien perpindahan panas pendidihan lebih kecil dari pendidihan kolam. Sedangkan fluks kalor pada batasan CCF dihitung sebagai fluks kalor yang seragam sepanjang arah vertikal pada area yang dipanaskan untuk 3
membentuk aliran uap yang mengarah ke atas[14]. Eksperimen adiabatik pada batasan CCF telah dilakukan pada celah sempit berbentuk kanal rektangular oleh Mishima dan Nishihara[15]. Ukuran lebar celah yang digunakan bervariasi dari 1,5 mm, 2,4 mm dan 5,0 mm. Panjang celah adalah 40 mm untuk semua ukuran celah. Eksperimen menggunakan air sebagai pendinginnya pada kondisi tekanan atmosfer. Data CCF telah merepresentasikan dengan baik korelasi yang diusulkan oleh Wallis[16], sebagai berikut:
j*g
1
2
m jl*
1
2
C
(1)
dengan kecepatan superficial non-dimensi, sebagai berikut
g j jg g Dh
1
2
* g
1
l j jl g Dh * l
untuk gas/uap
(2)
funtuk cairan/air
(3)
2
j adalah aliran superficial untuk uap (g) and air (l), g adalah percepatan gravitasi, Dh merupakan diameter hidrolik. Sedangkan geometri dan karakteristik yang berhubungan dengan model batasan CCF menggunakan model Wallis, Tube
Annulus gap
Dh diameter
Dh 2
Rod Bundle
Rectangular channel
Dh
g
Dh 2w
Gambar 1. Diameter hidrolik untuk geometri aliran[16]
Sedangkan model film anular digambarkan oleh Mishima dan Nishira pada geometri tabung yang memperjelas hubungan antara fluks massa uap yang naik ke atas dan fluks massa air yang turun ke bawah dan merupkan hubungan yang seimbang pada peristiwa batasan CCF. Gambar 2 mengilustrasikan keadaan CCF, dengan aliran uap ke atas pada bagian tengah dan dikelilingi oleh aliran air yang mengarah ke bawah.
4
m l jl l
m g j g g
Gambar 2. Model film aliran anular[14]
Pada posisi vertikal (Gambar 2), terjadi aliran dua fasa, yaitu uap dan air sebagai konsekuensinya. Khususnya pada celah sempit, untuk posisi vertikal dimana sumber pendinginan (air) berasal dari atas, maka uap akan mengalir ke atas dan bersinggungan hingga bertumbukan dengan aliran air ke bawah. Jarak antara laju aliran uap dan air yang mana menyebabkan CCF dibatasi oleh fenomena yang dikenal sebagai aliran pembalikan (flow reversal)[14]. Dengan meninjau keseimbangan massa berdasarkan Gambar 2,
m g m l
(4)
jg g jl l
Jika korelasi (1) dan (2-3) disubtitusi ke dalam korelasi (4), diperoleh
0.5
jg
C 2 g Dh
0.5 g0.25 m l0.25 g l
2
(5)
5
untuk perbandingan aliran superficial air dan uap, adalah g jl jg l
(6)
Konstanta m dan C berhubungan dengan nomor Bond (Bo) dan aspek rasio geometri tabung, sebagai berikut
w C 0.66
0.25
(7)
m 0.5 0.0015 Bo0.333
(8)
dengan Bo,
Bo
w 2
g
(9) 0.5
panjang gelombang Taylor
(10)
w : panjang kanal celah (keliling lingkaran dalam tabung gelas kuarsa)
PERALATAN DAN PROSEDUR EKSPERIMEN Peralatan Eksperimen Bagian uji (Gambar 3) terdiri dari batang pemanas yang terbuat dari SS304 dengan diameter luar 24 mm dan panjang bagian dipanaskannya (heated length) 300 mm, bagian permukaannya dipasangi 7 titik termokopel untuk mengukur perubahan temperatur pada bagian permukaannya. Termokopel yang digunakan adalah tipe K (alumel-chromel) dengan diameter luar 0,5 mm. Sebanyak 6 titik termokopel dipasang arah vertikal (TC-1, TC-2, TC-3, TC-4, TC-5 and TC-6) dan 1 titik termokopel dipasang tepat pada bagian atas batang pemanas (TC-7). Ukuran celah yang digunakan adalah 1,0 mm dan 4,0 mm yang divariasikan dengan mengganti tabung gelas kuarsa. Tabel 1 menjelaskan variasi ukuran celah terhadap diameter dalam gelas kuarsa.
6
Tabel 1. Variasi ukuran celah Material ID Ukuran tebal celah, d (mm) [mm] [mm] Tabung gelas kuarsa
26 32
1.0 4.0
2 2
Gambar 3. Peralatan eksperimen
Sistem Akuisisi Data (Data Acquisition System, DAS) digunakan untuk mengkonversi sinyal dari termokopel menjadi data temperatur pada komputer. Sepasang keramik heater berbetuk semi-silinder dengan panjang 300 mm digunakan untuk memanaskan batang pemanas secara radiasi hingga mencapai temperatur 800oC. Sedangkan pada bagian atas, sebuah boiler yang mampu menampung air sebanyak 6 liter dan digunakan untuk memanaskan air hingga mencapai temperatur saturasi yang kemudian akan digunakan untuk mendinginkan celah panas.
Prosedur Eksperimen Dalam eksperimen ini, permukaan bagian atas tetap terbuka, sehingga tekanan sistem adalah tekanan atmosfer. Sebelum eksperimen, air sebanyak 6 liter diisikan ke dalam boiler. Kemudian air mulai dipanaskan oleh band heater. Pada saat yang 7
bersamaan, batang pemanas mulai dipanaskan secara radiasi oleh keramik pemanas. Setelah temperatur awal yang dinginkan tercapai (dalam eksperimen ini, 800oC), listrik dimatikan, kemudian pemanas keramik dibuka sehingga bagian batang pemanas dapat terlihat. Setelah kamera dan DAS mulai merekam, maka penutup air di boiler dibuka. Kemudian air masuk ke bagian celah antara batang pemanas dan kuarsa. Selama proses pendidihan terjadi, kamera dan DAS terus merekam. Perubahan temperatur transien pada batang pemanas diukur oleh ketujuh titik termokopel dan direkam ke dalam DAS dengan laju perekaman 100 data setiap detik per-kanal. Fluks kalor akan dievaluasi berdasarkan data perubahan temperatur transien yang terukur selama pendidihan, perhitungan untuk evaluasi dilakukan dengan memecahkan permasalahan konduksi panas transien pada batang pemanas. Korelasi konduksi panas 1 dimensi dan kondisi batas yang digunakan adalah, 2T 1 T T a 2 t r r r
(11)
T 0 for r rin r T Tm for r rout
Dengan, Tm [oC] adalah temperatur yang diukur, a [m2/s] adalah difusivitas termal, rin dan rout [m] secara berturut-turut adalah jari-jari dalam dan jari-jari luar batang pemanas. Metoda finite difference Cranck-Nicolson dan TDMA (tri-diagonal matrix algorithms) digunakan untuk menyelesaikan persamaan differensialnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Temperatur Transien Evolusi temperatur transien yang khusus telah teramati selama proses pendinginan pada celah dengan ukuran 1,0 mm dan 4,0 mm dengan temperatur awal batang pemanas sebesar 800 oC, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4 yang mengindikasikan adanya 3 langkah perubahan selama pendinginan celah. Pada awal pendinginan, temperatur menurun secara gradual. Model perpindahan panasnya diidentifikasikan sebagai daerah didih film, meskipun pada kenyataannya pendinginan secara radiasi masih berpengaruh, tidak hanya pendinginan oleh selimut uap (vapor blanket). Setelah itu, temperatur mengalami penurunan drastis setelah terjadinya setuhan antara permukaan batang pemanas dengan air untuk pertama kali (rewetting
8
point), yang merupakan awal didih transisi. Kemudian, model perpindahan panas berubah menjadi didih inti yang diakhiri oleh konveksi bebas. = 4.0 mm h0 = 20 mm
700
h1 = 140 mm
titik rewetting pada h2 titik rewetting pada h1
o
Temperatur, T [ C]
800 600 500 400
h2 = 220 mm
titik rewetting pada h0
300 200 100 0 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
waktu, t [s] = 1.0 mm h0 = 20 mm
o
Temperatur, T [ C]
800
h1 = 140 mm
700 600
h2 = 220 mm
titik rewetting pada h2
500
titik rewetting pada h 1
400 300
titik rewetting pada h 0
200 100 0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
waktu, t [s]
Gambar 4. Sejarah temperatur transien untuk celah 1,0 mm dan 4,0 mm
Dalam penelitian ini, telah diamati bahwa proses rewetting terjadi secara terusmenerus, dimana permukaan air yang membasahi bergerak turun-naik. Berdasarkan pengamatan tersebut, waktu rewetting didefiniskan sebagai waktu dimana permukaan air menyentuh titik termokopel dan dalam kurva temperatur (Gambar 4) dinyatakan sebagai awal gradien penurunan temperatur secara drastis. Pada Gambar 4, untuk ukuran celah 1,0 mm, rewetting dimulai pada bagian paling atas (h o), kemudian disusul pada bagian paling bawah (h 2), dan diakhiri pada bagian tengah (h 1). Sedangkan untuk ukuran celah 4,0 mm, keadaan cukup berbeda dibandingkan ukuran celah 1,0 mm, dimana rewetting dimulai dari bagian bawah (h2), disusul pada bagian tengah (h1) dan diakhiri pada bagian atas (ho). Perbedaan ini menunjukkan bahwa, pada ukuran celah 4,0 mm, kuantitas air yang turun melalui dinding kuarsa ke arah bawah cukup besar.
Penetrasi Air ke dalam Celah Sebagai ilustrasi efek penetrasi air ke dalam celah yang mengakibatkan perbedaan urutan pendinginan pada posisi termokopel, dapat dilihat pada Gambar 5 (untuk ukuran celah 1,0 mm) dan Gambar 6 (untuk ukuran celah 4,0 mm). Untuk ukuran celah 1,0 mm (Gambar 5), terlihat bahwa hambatan aliran uap terhadap aliran
9
air sangat berpengaruh. Kuantitas air yang mengalir melalui dinding dalam tabung gelas kuarsa (meskipun tidak serta merta membasahi batang pemanas) sangat terbatas, namun kuantitas air (setelah air terkumpul di bagian bawah) yang mengalir ke bagian atas mulai mendinginkan termokopel bagian bawah, dalam kondisi ini terjadi dua arah pendinginan, yaitu dari bawah dan dari atas, kasus ini berdasarkan visualisasi menunjukkan bahwa efek batasan CCF terjadi pada ukuran celah 1,0 mm. Sedangkan pada ukuran celah 4,0 mm (Gambar 6), dikarenakan hambatan uap tidak terlalu kuat menahan aliran air yang turun ke bawah, sehingga kuantitas air yang terkumpul pada bagian bawah lebih banyak dan dengan cepat aliran air kembali naik ke arah atas dan secara berurutan membasahi dinding batang pemanas dari bawah ke atas, kasus pada ukuran celah 4,0 mm menunjukkan bahwa pengaruh batasan CCF tidak terlalu dominan.
Efek batasan CCF pada ukuran celah 1,0 mm
Gambar 5. Keadaan batasan CCF pada ukuran celah 1,0 mm
h0
h2
h2
(a)
(b)
(c)
The Effect of CCFL in Gap Size 4.0 mm (almost no effect)
Efek batasan CCF pada ukuran celah 4,0 mm
Gambar 6. Keadaan batasan CCF pada ukuran celah 4,0 mm
Kurva Pendidihan Menggunakan data sejarah temperatur transien untuk ukuran celah 1,0 mm dan 4,0 mm, fluks kalor selama proses pendinginan yang disertai pendidihan telah dihitung. Hasil perhitungan ditampilkan melalui kurva pendidihan seperti yang diperlihatkan pada
10
Gambar 7. Berdasarkan kurva pendidihan tersebut, terlihat bahwa didih film, CHF dan MFB yang terjadi pada ukuran celah 1,0 mm sangat berbeda dengan yang terjadi pada ukuran celah 4,0 mm.
4
Kurva Pendidihan
ukuran celah 1.0 mm 4.0 mm
2
Fluks Kalor, q [kW/m ]
10
Murase (TB) panas lanjut tinggi
Kutateladze (NB) 3
10
2
qCHF = 995,7 kW/m
2
810,85 kW/m
CHF
2
2
CHF
C. Xia CHF gap=1,0mm 2 qCHF = 226,4 kW/m
Murase (NB) panas lanjut rendah
Bromley (FB)
Murase (NB) panas lanjut tinggi MFB
2
30 kW/m
aliran uap laminarr Nu = 5,0
2
13,76 kW/m
MFB
1
10 -1 10
Lienhard&Dhir CHF C. Xia CHF gap=4,0mm 2 qCHF = 662, kW/m
302,15 kW/m
10
o
ho = 20 mm, Tinitial=800 C
0
10
1
10
2
3
10 10 o Wall Superheat, Tsat [ C]
4
10
Gambar 7. Kurva pendidihan untuk ukuran celah 1,0 mm dan 4,0 mm. Beberapa korelasi[17-21] telah digunakan dalam kurva didih (Gambar 7) untuk membandingkan hasil eksperimen ini. Area didih film pada ukuran celah 4,0 mm ditampilkan dengan baik dan mendekati garis Bromley[17], sehingga definisi celah sempit untuk ukuran celah 4,0 mm tidak dapat digunakan, dikarenakan garis Bromley diperuntukkan untuk kasus didih kolam. Korelasi aliran uap laminar dengan angka Nusselt 5,0 sangat sesuai untuk ukuran celah 1,0 mm, sehingga dapat dikatakan kuantitas uap dan air yang saling berlawanan alirannya hampir sama, yang merupakan efek batasan CCF. Untuk CHF, kasus yang terjadi pada ukuran celah 4,0 mm hampir mendekati CHF yang diprediksikan oleh Lienhard dan Dhir[18], namun untuk ukuran celah 1,0 mm nilai CHF jauh di bawah nilai CHF yang disampaikan oleh Lienhard dan Dhir. Sehingga untuk kedua kasus tersebut dapat dikatakan bahwa, nilai CHF dan garis didih film akan meningkat seiring pembesaran ukuran celah, namun Chunlin Xia[19] telah memprediksi keadaan tersebut, sehingga terbukti nilai CHF hasil eksperimen mendekati nilai CHF yang diprediksikan oleh Chunlin Xia. Demikian untuk MFB pada kedua kasus tersebut. Namun, dari kedua kasus, yang menarik adalah garis didih transisi hampir mendekati garis Murase[20] untuk didih transisi, kemudian pada daerah didih inti
11
garis Kutateladze[21] dan garis Murase untuk temperatur lanjut tinggi hampir sesuai dengan kedua kasus tersebut. Keadaan yang terjadi untuk ukuran celah 1,0 mm jelas mengindikasikan aliran air ke bawah dibatasi oleh CCF. Film cairan (air) yang terbentuk sangat tipis dan mengalir ke bawah melalui dinding kuarsa, sementara dinding batang pemanas didinginkan oleh aliran uap ke atas yang hampir memenuhi area celah. Dengan membesarnya ukuran celah, lebih banyak air yang mampu mengalir ke dalam celah dan film air yang terbentuk cukup tebal. Sementara ukuran area film uap pada temperatur awal batang pemanas yang sama hampir tidak mengalami perubahan. Kemudian untuk membandingkan efek batasan CCF berdasarkan fluks kalornya, korelasi yang ditawarkan oleh Wallis[16] digunakan untuk memperlihatkan kurva fluks kalor CCF berdasarkan perubahan ukuran celah. Fluks kalor CCF diperhitungkan sebagai fluks kalor seragam sepanjang area panas yang digunakan untuk memproduksi uap dan menyebabkan batasan CCF.
qCHF
K 2 h fg A g l g Dh g g 0.25 Ah 1 l
0.5
2
(12)
Dengan menetapkan K sebagai korelasi empiris yang memiliki nilai 1 untuk celah annulus, luas area celah A [m2] yang merupakan luas penampang lintang celah, kemudian luas daerah panas Ah [m2] dan diameter hidrolik Dh=2 [m].
Hasil
perhitungan fluks kalor pada batasan CCF diperlihatkan pada Gambar 8. Fluks kalor yang diprediksikan persamaan (12) yang disebabkan batasan CCF adalah lebih kecil dibandingkan dengan garis Bromley untuk didih film. Fluks kalor didih film untuk celah 1,0 mm mendekati rata-rata fluks kalor yang diakibatkan batasan CCF dan keadaan ini sesuai dengan aliran uap laminar. Terbukti, bahwa untuk ukuran celah 1,0 mm, didih film sangat dipengaruhi oleh hambatan suplai air yang disebabkan batasan CCF. Sedangkan pada ukuran celah 4,0 mm, fluks kalor pada didih film cukup mendekati rata-rata fluks kalor untuk CCF, tetapi masih lebih rendah dari prediksi Bromley. Hal ini jelas, bahwa pembesaran ukuran celah menyebabkan air tidak mengalami hambatan oleh uap, tentunya karena volume air menjadi lebih besar.
12
Gambar 8. Fluks kalor film boiling diukur pada titik 20 mm Kecepatan Superficial Menggunakan persamaan (1) hingga (10), diperoleh hasil perhitungan nondimensi kecepatan superficial untuk uap dan air. Hasil perhitungan disajikan pada Gambar 9, dimana sumbu Y ditandai dengan kecepatan superficial uap non-dimensi dan sumbu X merupakan kecepatan superficial air. non-dimensi Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 9, perbedaan kecepatan superficial menunjukkan ada atau tidak adanya efek dari batasan CCF. Posisi kecepatan superficial untuk ukuran celah 1,0 mm berada di atas kecepatan superficial untuk ukuran celah 4,0 mm, hal ini menunjukkan bahwa perbandingan uap lebih banyak dibandingkan air pada ukuran celah 1,0 mm dari pada kasus dengan ukuran celah 4,0 mm. 2.0 hasil perhitungan eksperimen 1/2 1/2 jg* = 1,94 - 0,54jl*
= 1,0 mm
1.8
1/2
1.6
1/2
jg*
1/2
jg* = 1,38 - 0,77jl*
1.4
= 4,0 mm
1.2 1.0 0.8 0.6
W
0.4
al lis
:
jg *
0.0
0.0
1/2
=
0.2 0.2
0,7
75 -
0.4
jl *
1/2
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
1/2
jl*
Gambar 9. Data batasan CCF berdasarkan kecepatan superficial Korelasi yang digunakan Wallis untuk memprediksikan kecepatan superficial pada celah 5 mm, memiliki posisi yang lebih rendah dari ukuran celah 4,0 mm, yang merupakan hasil eksperimen. 13
KESIMPULAN Eksperimen perpindahan panas pada celah sempit telah menunjukkan bahwa penetrasi air ke dalam celah panas terhambat dengan adanya efek batasan CCF yang pada akhirnya membuktikan bahwa fluks kalor pada celah sempit lebih rendah dibandingkan pada peristiwa didih kolam. Untuk kasus dengan ukuran celah 1,0 mm, didih film sesuai dengan yang diprediksikan melalui korelasi aliran uap laminar, sedangkan didih film untuk ukuran celah 4,0 mm hampir mendekati prediksi Bromley untuk kasus didih kolam. Kecepatan superficial non-dimensi untuk celah 1,0 mm dan 4,0 mm telah dihitung untuk memperjelas efek batasan CCF terhadap ukuran celah, kedua kasus tersebut masih lebih tinggi dibandingkan untuk kasus Wallis.
DAFTAR PUSTAKA [1]
MPR Association, USA, TMI-2 Core damage, http://www.mpr.com/graphics/dd_tmi2coredamage.gif, USA, 2007.
[2]
Technical Assessment Task Force Reports, Technical Staff Analysis Reports Summary, http://stellar-one.com/nuclear/staff_reports/summary_core_damage.htm, 2002.
[3]
Ishibashi, E. and Nishikawa, K., Saturated Boiling Heat Transfer in Narrow Spaces, Int. Journal Heat Mass Transfer, Vol. 12, pp. 863-894, 1969.
[4]
Monde, M., Kusuda, H. and Uehara, H., Critical Heat Flux During Natural Convective Boiling in Vertical Rectangular Channels Submerged in Saturated Liquid, Transactions of the ASME, Vol. 104, pp. 300-303, 1982.
[5]
Chang, Y. and Yao, S. C., Critical Heat Flux of Narrow Vertical Annuli with Closed Bottoms, Trans of ASME, Vol. 105, pp.192-195, 1983.
[6]
Ohtake, H., Koizumi, Y. and Takahashi, A., Study on Rewetting of Vertical-HotThick Surface by a Falling Film, JSME, Vol.64, No. 624, pp181-189, 1998.
[7]
Murase, M., et al., Heat Transfer Models in Narrow Gap, Proceeding of ICONE-9, Nice, France, Apr. 8-12, 2001.
[8]
Tanaka, F., Juarsa, M., Mishima, K., et al., Experimental Study on Transient Boiling Heat Transfer in an Annulus with a Narrow Gap, 11th International Conference on Nuclear Engineering, ICONE-11, Tokyo, Japan, , April 20-23, 2003. Juarsa, M., Study on Boiling Heat Transfer under Transient Cooling in an Annulus with a Narrow Gap, Master Thesis, Graduate School of Energy Science, Kyoto University, 2002.
[9]
[10] Fujita, Y., et al., Int. J. Heat Mass Transfer, Vol. 31, No. 2, pp. 229-239, 1988. 14
[11] Jeong, J. H., et al., SARJ-97 workshop, JAERI-Conf. 98-009, 1997. [12] Koizumi, Y., Nishida, H., Ohtake, H. and Miyashita, T., Gravitation water Penetration into Narrow-Gap Annular Flow Passages with Upward Gas Flow, Eighth International Topical Meeting on Nuclear Reactor Thermal-Hydraulics, Kyoto, Japan, Sep. 30-Oct. 4, Volume 1, pp.48-52, 1997. [13] Koizumi, Y., et al., 36th Japanese Heat Transfer Conference, D221, 1999. [14] Mishima, K., Boiling Burnout at Low flow Rate and Low Pressure Condition, Disertation Thesis, Research Reactor Institute, Kyoto University, 1984. [15] Mishima, K. and Nishihara, H., Flooding Velocities for Counter Current AirWater Flow in Thin Rectangular Channels, Annual Report of the Reactor Research Institute, Kyoto University, Japan, Vol. 17, 1-14, 1984. [16] Wallis, G.B., One-dimension Two-Phase Flow, McGraw-Hill, New York, 1969. [17] Bromley, L. A., Heat Transfer in Stable Film Boiling, Chemical Engineering Progress, Vol.46, pp.221, 1950. [18] Lienhard, J.H and Dhir., A Heat Transfer Textbook, Third edition, Phlogiston press, 2002. [19] Chunlin Xia, et al., Natural Convection Boiling in Vertical Rectangular Narrow Channels, Experimental Thermal and Fluid Science, Vol. 12, pp. 313-324, 1996. [20] Kutateladze, S. S., Heat Transfer in Condensation and Boiling, 2nd ED., Mashgiz, Moscow, AEC Translation 3770, U. S. AEC Tech. Info. Service, 1952.
15