Akral, SH, Sis Ekawati, SH, Yasmarni, S.Sos, Mayentis, S.Sos, Asnidar, Farida Edwin MT, S.Kom, Ade RidhaUtami, A.Md
Tarno, S.Sos, M.Si : HP. 0853 5544 0200 Angga : HP. 0813 6348 4010 E-mail :
[email protected] Yasmarni, S.Sos : HP. 0821 7112 9738
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah, segala Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita bersama, karena sampai saat ini Buletin Organisasi dan Aparatur masih dapat menjumpai para pembaca setianya, untuk itu apresiasi yang sangat tinggi kepada semua pihak yang telah berpartisipasi atas penerbitan buletin ini Buletin Organisasi dan Aparatur diterbitkan oleh Biro Organisasi sebagai media menyampaikan berbagai program dari masing-masing SKPD, Anggota DPRD maupun Akademisi, Praktisi dan Para Pakar, sehingga artikel yang ditampilkan dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk penyelenggaraan pemerintah Dengan terbitnya Buletin ini, tentu saja Redaksi akan sangat bersyukur, berbahagia dan berterima kasih, apabila terdapat saran dan kritikan yang dapat memberikan manfaat terhadap perbaikan dan penyempurnaan untuk edisi-edisi berikutnya. Perlu juga diinformasikan kepada para pembaca yang budiman, bahwa untuk tahun anggaran 2014 ini Buletin Organisasi dan Aparatur akan tetap hadir setiap bulannya. Selanjutnya dengan mengharapkan Ridho Allah SWT, kami berharap semoga buletin ini dapat menambah wawasan yang bermanfaat bagi kita semua, akhir kata atas partisipasi semua pihak diucapkan terima kasih.
Tim Redaksi O & A
EDISI 64 / III / 2015
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
PENERAPAN FUNGSI MANAJEMEN DALAM PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH / ASET DAERAH Oleh :YANISON MN, SE.,MM
1
PENGELOLAAN PELATIHAN DALAM ORGANISASI (Tinjauan Teori Pembelajaran Orang Dewasa) Oleh : ALIM HARUN P.
11
KARAKTER,AKAR PERMASALAHAN BANGSA Oleh : ZUKHRI, S.Sos
16
PENTINGKAH KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI Oleh : TARNO, S.Sos, M.Si
19
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) (STUDI KASUS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI JEPANG) Oleh: Dr. Drs. H. Maisondra, S.H, M.H, M.Pd, Dipl.Ed
23
ii
EDISI 64 / III / 2015
PENERAPAN FUNGSI MANAJEMEN DALAM PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH / ASET DAERAH Oleh : YANISON MN, SE.,MM Widyaiswara Muda BadanDiklatProvinsi Sumatera Barat ABSTRACT Pengelolaan barang milik daerah sebagai suatu aset daerah adalah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah yang merupakan amanah dari publik untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan publik dan penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri. Hal-hal mengenai prosedur dan administrasi dalam kepengelolaannya telah diatur mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah sampai ke tingkat Peraturan Daerah. Tinggal lagi bagaimana upaya pemerintah daerah dalam memaksimalkan manfaat dari barang milik daerah sehingga tercapai suatu tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Dalam ilmu manajemen, sesuai pendapat George R. Terry untuk mencapai tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi dalam memanfaatkan sumber daya guna mencapai tujuan terdapat 4 fungsi dasar yang membagi proses manajemen, yaitu : perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan. Penerapan keempat fungsi manajemen ini dapat membantu pemerintah daerah dalam mengelola barang milik daerah secara efektif dan efisien. Keynote : Manajemen, Barang Milik Daerah dan Pemerintahan Daerah I.
PENDAHULUAN Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang mewajibkan setiap unit pelaporan pada instansi pemerintah untuk menyusun neraca sebagai bagian dari laporan keuangan pemerintah, maka asset tetap mulai mendapat perhatian serius di kalangan instansi pemerintah termasuk Pemerintah Daerah.Dengan dijadikannya aset tetap sebagai salah satu komponen dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, fokus para pemerintah daerah dalam menuntaskan persoalan aset tetap cenderung
kepada penyajian angka-angka di neraca, bagaimana upaya agar angka-angka tersebut dapat diyakini kewajarannya oleh para auditor BPK-RI yang berujung pada opini WTP/WDP/TW/Disclaimer. Dalam pandangan sempit, seolah-olah penggunaan aplikasi sistem informasi menjadi satu-satunya solusi terhadap penatausahaan aset yang kompleks. Bila diamati secara seksama, maka persoalan yang paling mendasar dalam pengelolaan barang milik daerah bukanlah terletak pada bagaimana kita menyajikan nilai aset secara akurat dalam laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, akan tetapi berada pada upaya kita mengoptimalkan fungsi barang milik daerah dalam penyelenggaraan pemerintah serta pelaksanaan urusan yang menjadi kewenangannya sesuai UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004. Untuk melaksanakan urusan dan kewenangan tersebut di masing-masing daerah telah dibentuk Badan / Kantor / Dinas atau yang secara umum disebut Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Keberadaan barang milik daerah bagi sebuah SKPD adalah merupakan salah satu sumber daya yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) SKPD. Oleh sebab itu seperti yang ditegaskan dalam PP No.6 Tahun 2006 maupun Permendagri No.17 Tahun 2007 bahwa status SKPD dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) adalah sebagai Pengguna. Artinya SKPD hanya dapat menguasai BMD sepanjang dipergunakan untuk penyelenggaraan tupoksinya. Jika BMD tersebut sudah tidak digunakan lagi untuk menunjang Tupoksinya, maka SKPD wajib menyerahkan lagi BMD tersebut kepada Kepala Daerah melalui Pengelola BMD (Sekretaris Daerah). Karena terkait dengan masalah anggaran, maka pemenuhan kebutuhan BMD di setiap SKPD kondisinya sangat terbatas. Tidak semua kebutuhan BMD dapat terpenuhi dalam 1 tahun anggaran. Oleh sebab itu, dituntut kemampuan para pimpinan SKPD untuk bisa memanage sumber daya BMD yang ada untuk dapat memenuhi tuntutan pelaksanaan tupoksi dengan alokasi sumber daya BMD yang terbatas tersebut. Pimpinan SKPD harus mampu
EDISI 64 / III / 2015
1
mengarahkan bawahannya agar bertindak seefisien dan efektif mungkin dalam penggunaan Sumber Daya BMD. Pimpinan SKPD juga harus bisa mengawasi dan mengontrol penggunaan BMD sehingga betul-betul hanya digunakan untuk menunjang Tupoksi SKPD.
•
penggunaannya harus sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Organisasi dan harus seefisien mungkin. BMD adalah investasi, sehingga penggunaan / Pemanfaatan BMD harus dapat memberikan kontribusi yg optimal bagi daerah.
II. PEMBAHASAN 2.1 K o n s e p d a n P e n g e r t i a n M a n a j e m e n BMD Ada beberapa konsep dan istilah yang sering digunakan dalam pengelolaan BMD, yaitu : Aset/Aset Tetap, Barang Inventaris dan Barang Milik Daerah. Istilah Aset lebih sering kita gunakan dalam menggambarkan BMD atau aset tetap. Menurut PP No. 71 Tahun 2010, Aset didefinisikan sebagai ”sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya”. Sedangkan Aset Tetap dalam PP No.71 Tahun 2010 tersebut didefinisikan sebagai ”aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum”. Jadi ada 2 fungsi Aset Tetap dari definisi tersebut yaitu : 1. Digunakan untuk kegiatan pemerintah, dan 2. Dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Permendagri No. 17 Tahun 2007 menjelaskan bahwa Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah. Penjelasan yang sama juga terdapat pada PP No.6 Tahun 2006. Bila ssetaca dengan seksama baik Permendagri No.17 Tahun 2007 maupun PP No.6 Tahun 2006, tersirat bahwa yang dimaksudkan dengan Barang Milik Daerah tersebut lebih terfokus kepada asset tetap. Jadi dalam pembahasan ini, istilah Barang Milik Daerah (BMD) adalah sama dengan Aset Tetap. Dari definisi BMD tersebut diatas, dapat digambarkan perspektif BMD sebagai berikut : • BMD adalah Aset / Kekayaan, sehingga harus dijaga dan dipelihara BMD/Aset Tetap pada Neraca Pemerintah Daerah pada umumnya memiliki nilai terbesar adalah yang terbesar dibandingkan akun neraca lainnya. • BMD adalah salah satu sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga
2
EDISI 64 / III / 2015
Manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno yaitu m? nagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Karenanya, manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni tentang upaya memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Manajemen dipandang dari berbagai perspektif yang ada mempunyai dasar yang kuat dan tidak terlepas dari perpaduan antara ilmu dan seni. Namun pengertian manajemen yang lebih popular dan paling sering digunakan adalah pengertian manajemen menurut Bapak Ilmu Manajemen yaitu George R. Terry yang mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses yang membedakan atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi. Dari definisi Terry ini kita bisa melihat fungsi dasar manajemen adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan (planning) yaitu sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan penyusunan langkahlangkah yang akan dipakai untuk mencapai tujuan. Merencanakan berarti mempersiapkan segala kebutuhan, memperhitungkan matangmatang apa saja yang menjadi kendala, dan merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan yang bermaksuud untuk mencapai tujuan. 2. Pengorganisasian (organization) yaitu sebagai cara untuk mengumpulkan orang-orang dan menempatkan mereka menurut kemampuan dan keahliannya dalam pekerjaan yang sudah direncanakan. 3. P e n g g e r a k a n ( a c t u a t i n g ) y a i t u u n t u k menggerakan organisasi agar berjalan sesuai dengan pembagian kerja masing-masing serta menggerakan seluruh sumber daya yang ada dalam organisasi agar pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan bisa berjalan sesuai rencana dan bisa memcapai tujuan. 4. Pengawasan (controlling) yaitu untuk mengawasi apakah gerakan dari organisasi ini sudah sesuai dengan rencana atau belum. Serta mengawasi penggunaan sumber daya dalam organisasi agar bisa terpakai secara efektif dan efisien tanpa ada yang melenceng dari rencana. Berdasarkan konsep dan definisi diatas penulis
dapat menyimpulkan bahwa Manajemen BMD adalah suatu proses yang terdiri perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni demi terhadap pendayagunaan BMD secara efisien dan efektif untuk menunjang penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah. 2.2 Alasan Perlunya Manajemen BMD Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa ketersediaan BMD di daerah terbatas. Sementara itu, dengan Otonomi Daerah, peran dan tugas Pemerintah Daerah terhadap Pembangunan dan Pelayanan Kebutuhan publik semakin besar. Oleh sebab itu kita dituntut untuk memaksimalkan manfaat dari sumber daya BMD yang tersedia tersebut agar Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tercapai. Disinilah pentingnya Manajemen BMD. Keterbatasan ketersediaan BMD di daerah bukan hanya disebabkan kemampuan keuangan daerah yang terbatas, akan tetapi juga dibatasi oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang menetapkan standar-standar yang menjadi acuan dalam pemenuhan kebutuhan BMD. Aturan-aturan tersebut antara lain seperti : • Pasal 178 UU No.32 Th 2004 tentangPemerintah Daerah yang antara lain berbunyi : – BMD yg digunakan untuk kepentingan umum tidak dapat dipindahtangankan atau digadaikan. – BMD dapat dihapus dari daftar inventaris untuk dijual/dihibahkan/dimusnahkan. – Pelaksanaan pengadaan BMD harus sesuai kemampuan keuangan daerah dan kebutuhan daerah dengan prinsip2 efisiensi, efektivitas dan transparansi • PP No.6 Th 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Perubahannya (PP No.38 Th 2008). • PP No.71 Th 2010 tentang SAP. • Permendagri No.17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan BMD. • Perda-Perda tentang Pengelolaan BMD di Daerah. • Perbup/Perwako ttg Sistem dan Prosedur Pengelolaan BMD. • Perbup/Perwako ttg Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah. • Standarisasi Sarana & Prasarana Pemerintah Daerah, Standar Biaya/Belanja Namun tujuan dari pengaturan tersebut adalah untuk menjaga agar penggunaan dan pemanfaatan BMD tepat sasaran dan efisien. 2.3
Perbedaan Manajemen BMD dengan Penatusahaan BMD
Pada prinsipnya kedua konsep tersebut samasama bertujuan memudahkan pengelola maupun pengguna BMD dalam melaksanakan tugas. Perbedaan mendasar hanyalah terletak pada orientasinya. Penatusahaan BMD lebih berorientasi pada tertib administrasi sedangkan Manajemen BMD berorientasi kepada hasil, artinya bagaimana mendayagunakan BMD secara efektif dan efisien seoptimal mungkin dalam menunjang tugas pemerintahan daerah. Secara garis besar perbedaan antara penatausahaan BMD dapat digambarkan pada tabel berikut ini : Tabel 1 Perbedaan Penatausahaan BMD dengan ManajemTen BMD Penatausahaan BMD
Manajemen BMD
1. BerorientasipadaTertibAdministrasi
1. Berorientasi pada bagaimana mengoptimalkan penggunaan BMD secara efektif dan efisien. 2. Fungsi : Pembukuan, Inventarisasi dan 2. Fungsi : Perencanaan, Pelaporan. Pengorganisasian, Penggerakan dan Pengawasan. 3. Merupakan Kompetensi Pelaksana. 3. Merupakan Kompetensi Pengambil Kebijakan / Keputusan.
2.4
Penerapan Fungsi Manajemen dalam Penggunaan BMD 2.4.1 Planning / Perencanaan 2.4.1.1 Analisa Kebutuhan BMD Perencanaan BMD sebagaimana yang diatur dalam Permendagri No. 17 Tahun 2007 adalah berbasis Kebutuhan. Oleh karena itu langkah-langkah yang perlu kita ambil dalam menyusun perencanaan kebutuhan BMD tersebut antara lain seagai berikut : · Lakukan analisa kebutuhan barang (baik jumlah maupun spesifikasinya) dan sesuaikan dengan standar yang ada (Standarisasi Sarana dan Prasarana Pemerintahan Daerah). Standarisai ini tentunya sudah memperhitungkan jumlah pegawai luas ruangan kantor dan hal-hal lain yang bersifat. Jika belum melebihi standar maka kebutuhan tersebut dapat kita proses lebih lanjut. Penting untuk diketahui bahwa standarisasi tersebut hanya mengatur kebutuhan yang bersifat umum sedangkan untuk kebutuhan yang bersifat khusus perlu penjelasanpenjelasan dan analisa-analisa yang bersifat teknis. · Inventarisir kondisi BMD yang ada untuk mengetahui apakah perlu penambahan, penggantian atau cukup dilakukan perbaikan saja. · Beri skor masing-masing usulan penambahan atau penggantian berdasarkan intensitas pemakaian sehingga kita dapat menentukan prioritas pengadaan. Sebagai contoh
EDISI 64 / III / 2015
3
2.4.1.2Pengembangan Alternatif Pemenuhan Kebutuhan BMD Untuk mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dengan tidak mengenyampingkan efektivitas pencapai tujuan, beberapa alternatif untuk pemenuhan kebutuhan BMD dalam tahap perencanaan perlu dikembangkan. Antara lain dapat digambarkan sebagai berikut : • Kembangkan alternatif yang lebih efisien dan ekonomis untuk pemenuhan kebutuhan barang yang skor intensitas pemakaiannya rendah (= 3), seperti: u Menyewa u Pinjam ke SKPD lain u Pemakaian bersama. Jika memang tidak ada alternatif pengganti, sementara barang tersebut urgensinya sangat tinggi, maka pemenuhan kebutuhan barang tersebut dapat kita prioritaskan. • Upayakan memilih barang yang spesifikasinya lebih umum, operasionalnya mudah dan perawatan/perbaikannya tidak sulit. Contoh : u Untuk pemenuhan kebutuhan Printer Inkjet, ada banyak pilihan yang tersedia, namun printer yang jamak dipakai orang biasanya lebih mudah dioperasikan dan perbaikan serta suku cadangnya cukup tersedia. u Untuk pemenuhan kebutuhan sepeda motor standar, pilihan terhadap sepeda motor matic lebih ekonomis karena bisa dioperasionalkan
4
EDISI 64 / III / 2015
oleh pria maupun wanita, baik pemula maupun tingkat lanjut. u Demikian juga dengan pemilihan mobil operasinal, disamping hemat BBM dan mudah perawatannya juga kapasitas angkutnya leih besar oleh sebab itu moil dengan jenis MPV (Multi Purposed Van) sangat dianjurkan untuk kendaraan operasional SKPD. • Analisa Kebutuhan BMD juga harus memperhatikan situasi dan kondisi daerah, karena perbedaan kondisi daerah juga mempengaruhi kebutuhan BMD. Contoh : Untuk kota-kota besar yang sering mengalami kemacetan lalu lintas, maka memilih mobil dinas dengan transmisi otomatis jauh lebih memudahkan dibanding mobil dengan transmisi manual. Walaupun secara jamak mobil dengan transmisi manual lebih mudah pemeliharaannya. 2.4.1.3Forecasting / Meramal / Memprediksi Kebutuhan Potensial Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang manajer adalah kemampuan forecasting atau memprediksi kondisi dimasa yang akan datang, Hal ini penting, karena perencanaan adalah langkahlangkah yang akan kita lakukan untuk masa yang akan datang. Secara teori perencanaan kebutuhan BMD adalah merupakan suatu kegiatan peramalan/forecasting. Didalam menyusun perencanaan kebutuhan BMD,
disamping berpedoman kepada ketersediaan BMD saat ini kita juga harus memprediksi berapa kebutuhan BMD di tahun yang akan datang. Pada pelaksanaannya, dalam penyusunan Rencana Kebutuhan BMD, seringkali SKPD hanya berusaha untuk memenuhi standar sarana dan prasarana minimal yang telah ditetapkan. Sedangkan asumsiasumsi perubahan-perubahan seperti : 1. Peralihan Teknologi. 2. Perubahan Peraturan Perundang-undangan 3. Perubahan Iklim atau cuaca. 4. Perubahan personil. Juga mempengaruhi kebutuhan BMD sering tidak menjadi perhatian. Dampak dari kondisi tersebut akan dirasakan dari cukup signifikannya usulan perubahan APBD yang disebabkan adanya kebutuhan barang yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Tidak seperti praktek forecasting di perusahaan, dimana peramalan harus terukur dan menggunakan pendekatan metode kuantitatif, maka peramalan kebutuhan BMD di lingkungan Pemerintah Daerah cukup dengan metode kualitatif sederhana saja, yaitu dengan memperhatikan data historis serta perubahan-perubahan sebagaimana yang diuraikan diatas. Contoh : Dengan adanya kebijakan KTP gratis dari pemerintah daerah, maka dapat diprediksikan bahwa pada tahun depan jumlah pengurusan KTP akan meningkat secara signifikan. Kebutuhan BMD potensial yang dapat diramalkan pada SKPD Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil antara lain sebagai berikut : u Penambahan peralatan komputer untuk perekaman data penduduk u Penambahan luas ruang tunggu pelayanan u Penambahan bangku tunggu pelayanan. u Dan sebagainya. 2.4.2 Organizing / Pengorganisasian 2.4.2.1Pengaturan Pola Hubungan Antar Personil dan Unit-Unit yang Terintegrasi maupun Terpisah Dalam kaitannya dengan penggunaan BMD pada SKPD, maka pengorganisasian dalam pendayagunaan BMD adalah bagaimana menciptakan pola-pola hubungan antar personil dan atar unit yang berkaitan dengan pendayagunaan BMD sehingga tercapai tujuan organisasi melalui secara efisien dan efektif. Sebagian besar pola-pola hubungan tersebut telah diatur oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, seperti : PP No.6 Tahun 2006, Permendagri No.17 Tahun 2007 maupun Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota/Bupati tetang Barang Milik Daerah. Demikian juga dengan tugas dan kewenangan masing-masing personil atau unit
yang terlibat dalam pengelolaan BMD. Struktur Organisasi Pengelolaan BMD berdasarkan Permendagri No. 17 Tahun 2007 dapat kita gambarkan sebagai berikut :
Bila diamati Struktur Organisasi Pengelolaan BMD tersebut diatas, terdapat sedikit perbedaan antara pengelolaan keuangan dengan pengelolaan BMD. Pada pengelolaan keuangan, Pengguna Anggaran dapat menguasakan kewenangan penggunaan anggaran pada pejabat eselon III dibawahnya. Sedangkan pada pengelolaan BMD, Kuasa Pengguna BMD hanya terdapat pada SKPD yang memiliki UPTD saja. Hal ini mengindikasikan bahwa secara ketentuan perundang-undangan tidak membutuhkan rentang kendali birokrasi yang panjang, dengan kata lain, pimpinan SKPD dianggap mampu mengawasi pelaksanaan penggunaan BMD di SKPDnya tanpa mendelegasikannya kepada pejabat eselon III dibawahnya. Pengalaman menunjukkan bahwa potensi penyalahgunaan BMD lebih sering terjadi pada SKPD yang memiliki Unit-unit terpisah (UPTD) yang banyak, seperti : Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kecamatan. Oleh sebab itu disetiap UPTD perlu ditunjuk Kuasa Pengguna, Pengurus dan Penyimpan Barang agar fungsi manajemen BMD dan Penatausahaan BMD juga dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Penggunaan BMD pada UPTD tetap berada dibawah kendali SKPD Pengguna. Dalam hal pengaturan pola hubungan penggunaan BMD dengan unit-unit terpisah tentunya pengguna
EDISI 64 / III / 2015
5
perlu melakukan koordinasi. Koordinasi ini diperlukan untuk penyelarasan tugas-tugas yang terkait dengan unit yang berada di luar SKPD. Dalam hal penggunaan BMD sebagaimana yang diatur dalam Permendagri No.17 Tahun 2007 koordinasi hanya dapat dilakukan dengan Pengelola BMD seperti : Usul Pemanfaatan BMD oleh pihak ketiga, Kehilangan BMD, Penyalahgunaan BMD yang berakibat kerugian daerah, Kehilangan BMD, Penghapusan, Pemindahtanganan, Penilaian BMD, dan lain-lain. Selanjutnya Pengelola BMD lah yang akan menindaklanjutinya dengan meliatkan instansi terkait seperti : Inspektorat, Bagian Hukum, Dinas Teknis, dan lain-lain. Dari sini kita melihat bahwa kewenangan Kepala SKPD terhadap BMD hanya sebatas Penggunaan BMD untuk kepentingan penyelenggaraan tupoksi saja. Hal ini akan memudahkan pengguna untuk lebih fokus terhadap pendayagunaan BMD saja. 2.4.2.2 Penyusunan Standar Operasional Prosedur Penyusunan Standar Operasional Prosedur dalam penggunaan BMD adalah menggambarkan alur penggunaan BMD. Merujuk kepada Permendagri No.17 Tahun 2007, Standar Operasional Prosedur (SOP) Penggunaan BMD dapat digambarkan sebagai berikut :
6
EDISI 64 / III / 2015
2.4.2.3 Staffing / Penyusunan Personalia Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen yang karena eratnya keterkaitannya dengan fungsi organizing maka staffing dapat diitegrasikan kedalam fungsi organizing. Fungsi Staffing adalah berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut personil, pengembangannya sampai kepada usaha agar setiap personil memberi dayaguna maksimal kepada organisasi. Secara garis besar personalia yang berkaitan langsung dengan penggunaan BMD secara langsung dapat dibagi kedalam 2 golongan yaitu : ? Pengurus / Penyimpan BMD ? Pemakai / Operator BMD. Pengurus / Penyimpan adalah personil yang akan melakukan penatausahaan BMD yang merupakan perpanjangan tangan pimpinan SKPD dalam melakukan penatausahaan BMD yang bertugas melakukan pembukuan, inventarisasi dan pelaporan BMD. Pengurus/Penyimpan BMD yang lalai dalam melakukan pembukuan barang dapat mengakibatkan kehilangan BMD yang ada di SKPD. Oleh sebab itu perlu ditetapkan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Pengurus / Penyimpan BMD. Pengalaman terdahulu, seringkali terjadi pimpinan SKPD dalam menunjuk pengurus atau penyimpan barang tidak seteliti dan sehati-hati ketika menunjuk pengurus
keuangan / bendahara pengeluaran. Bahkan tidak jarang pula pimpinan SKPD menunjuk personil dengan kinerja rendah dan tidak memiliki latar belakang pembukuan sebagai pengurus / penyimpan BMD. Akibat data maupun nilai BMD yang disajikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tidak diyakini kewajarannya oleh auditor. Akibat yang lebih buruk lagi adalah kehilangan BMD yang dapat merugikan keuangan daerah. Sama seperti pengurus keuangan, kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh Pengurus/Penyimpan BMD adalah : Memahami Pembukuan, Teliti, Memiliki Integritas dan Motivasi yang tinggi karena BMD yang dikelolanya adalah merupakan kekayaan pemerintah daerah yang bernilai tinggi. Disamping itu perlu adanya kompensasi yang seimbang agar motivasi pengurus / penyimpan BMD dapat dipertahankan ataupun ditingkatkan. Sama seperti Pengurus / Penyimpan BMD, personil yang memakai atau mengoperasikan BMD perlu juga dianalisa jumlah maupun kompetensinya. Mengingat beragam ciri dan karakteristik BMD pada suatu SKPD maka untuk memudahkan pengawasan, perlu ditunjuk 1 (satu) orang personil sebagai pemakai / operator yang bertanggung jawab atas keberlangsungan operasional BMD serta perawatannya. Dari sisi personil yang akan memakainya, BMD dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1.
2.
3.
BMD yang tidak memerlukan keterampilan khusus sehingga bisa diapakai oleh banyak orang, maka biasanya penanggungjawab BMD tersebut adalah Kepala Unit tempat BMD berada atau personil yang ditunjuk oleh Kepala Unit tersebut. Contoh : Kamera saku, Personal Komputer, Printer, dan lain-lain. BMD yang memerlukan keterampilan / keahlian khusus ataupun lisensi, sehingga perlu ditunjuk 1 orang personil teknis yang ahli/terampil serta memiliki lisensi sebagai pemakai yang akan bertanggungjawab atas keberlangsungan operasional BMD tersebut serta perawatannya. Contoh : Alat-alat berat, Komputer Server, Truk Sampah, dan lain-lain. BMD yang diperuntukkan kepada sesorang karena jabatannya, maka biasanya pemakai langsung bertindak sebagai penanggung jawab. Contoh : Kendaraan Dinas, Meja Kerja, Rumah Dinas, dan lain-lain.
Pada prinsipnya untuk menghindari penyalahgunaan serta kerusakan yang berakibat pada inefisiensi maka semua pemakai wajib memiliki pengetahuan, keterampilan ataupun lisensi/sertifikasi yang
dibutuhkan untuk pemakaian BMD dimaksud. Untuk peningkatan kompetensi personil sesuai dengan yang diharapkan, pimpinan SKPD secara berkala maupun per kasus perlu mengikutsertakan personil pada Pelatihan-pelatihan maupun Bimingan Teknis. Untuk peningkatan motivasi umum serta kompetensi dalam melakukan kerjasama antar personil dan antar unit maka pilihan Pelatihan Kantor Sendiri dianggap lebih relevan. Karena teori yang diperoleh bisa langsung disimulasikan karena semua personil yang dibutuhkan sudah berada dilokasi pelatihan. Disamping itu pelatihan kantor sendiri lebih menghemat anggaran karena dapat menekan biaya transportasi dan akomodasi peserta. Contoh : Achivement Motivation Training (AMT), Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan BMD, dan lain-lain. Adapun untuk pelatihan yang bersifat spesialisasi, seperti peningkatan kapailitas penggunaan mesin A, Bintek Pengurusan Barang, dan lain-lain, mengingat peserta yang akan mengikuti hanya 1 atau 2 orang saja, maka akan lebih efektif menugaskan personil tersebut ke Pusat Pelatihan yang tersedia. 2.4.3 Actuating / Penggerakan Actuatung / Penggerakkan adalah bagaimana upaya agar rencana yang telah disusun bisa terlaksana secara sistematis dalam organisasi yang telah dikondisikan alur tugas dan keweangan serta kompetensi setiap unit maupun personilnya. Penggerakan ini dapat direalisasikan melalui pendekatan fungsi manajemen sebagai berikut : 2.4.3.1Leading Leading / Kepemimpinan adalah fungsi manajemen yang bertujuan bagaimana memulai prakarsa suatu pekerjaan atau tugas. Hal pertama yang dilakukan dalam melaksanakan fungsi leading / kepemimpinan tentu saja adalah memberi instruksi. Dengan telah disusunnya langkah-langkah sebagaimana yang tertuang dalam perencanaan BMD, maka selanjutnya Kepala SKPD perlu menngitruksikan unit atau personil terkait untuk merealisasikan rencana tersebut. Hal kedua, adalah mengkomunikasikan dengan unit atau personil terkait secara perorangan atau kolektif hal-hal yang menyangkut detail pelaksanaan rencana. Hal ketiga, adalah memberikan kepastian tugas dan kewenangan kepada masing-masing unit atau personil (si A melakukan tugas A untuk itu diberikan kewenangan A). Oleh sebab itu dalam hal penggunaan BMD, Kepala SKPD harus menunjuk dengan resmi personil yang akan memakai atau memikul tanggung
EDISI 64 / III / 2015
7
jawab pemakaiaan atas BMD. Misal : Seorang Adminitrator Database sesuai dengan tugasnya ditunjuk sebagai Pemakai Komputer Server dan memiliki kewenangan atas keberlangsungan operasional komputer server tersebut yang tidak dapat di ganggu gugat oleh personil lain. Hal keempat, mengatur mekanisme koordinasi antar unit yang saling terkait agar dalam pelaksanaan tugas masing-masing unit / personil mengetahui dengan siapa dia perlu berkoordinasi dan agar tidak terjadi benturan dan pergesekan dalam menjalankan tugas. Misal : Pengajuan kebutuhan barang dilakukan sekali dalam sebulan berkoordinasi dengan pengurus barang yang lebih mengetahui ketersediaan barang. Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang Pimpinan SKPD dalam menjalankan fungsi ini adalah ”tegas”. Tegas dalam arti kata tidak toleran terhadap suatu kesalahan, sekecil apapun dan terhadap siapapun. Kesalahan yang kecil apabila dibiarkan, besar kemungkinan akan berulang dan berulang, yang pada akhirnya menjadi budaya dalam suatu SKPD. Setiap kesalahan sekecil apapun, sengaja atau tidak sengaja harus ada konsekwensi. Konsekwensi paling kecil adalah teguran. Jika pimpinan tidak berani menegur bawahan, hal ini akan menghamat terwujudnya pelaksanaan tugas sesuai dengan aturan dan kebijakan pimpinan. Hal ini sering kita jumpai pada beberapa kasus dimana atasan tidak bertindak tegas, Ketegasan memberikan kepastian bagi bawahan untuk bersikap sesuai dengan aturan dan kebijakan pimpinan. Kompetensi kedua yang harus dimiliki agar fungsi leading bisa terlaksana adalah ”bijaksana”. Bijaksana mengandung arti dalam memiliki pertimbangan-pertimbangan serta analisa yang tajam dalam mengambil keputusan terhadap persoalan yang spesifik (tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang ada). Pertimbanganpertimbangan tersebut tentunya tetap berpegang pada prinsip-prinsip : Tidak melanggar aturan dan tidak merugikan daerah. 2.4.3.2 Motivating Terjadinya penyalahgunaan BMD atau penggunaan BMD yang tidak efisien di SKPD pada umumnya disebabkan oleh rendahnya motivasi pemakai BMD. Rendahnya rasa memiliki terhadap BMD serta kurangnya pengetahuan terhadap BMD yang digunakan adalah penyeab utama rendahnya motivasi. Banyak teori dalam ilmu manajemen yang digunakan untuk meningkatkan motivasi. Dalam hal pendayagunaan BMD ada beberapa pendekatan dalam meningkatkan motivasi, antara lain : 1. Pendekatan Ekonomi, dengan menciptakan pemahaman bahwa penggunaan BMD yang optimal, efektif dan efisien dapat meningkatkan
8
EDISI 64 / III / 2015
kinerja keuangan daerah, yang secara tidak langsung akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat dan pegawai itu sendiri. 2. Pendekatan Religius, bahwa BMD adalah amanah. 3. Pendekatan Edukatif, dengan memerikan tauladan kepada bawahan tentang bagaimana perlakuan terhadap BMD yang baik. 4. Pendekatan Kompetensi, dengan meningkatkan pengetahuan dan skill pemakai BMD. Tingginya motivasi, akan memudahkan tugas fungsi manajemen berikutnya yaitu Controlling / Pengendalian. 2.4.4 Controlling / Pengendalian 2.4.4.1P e n g a w a s a n d a n P e n g e n d a l i a n (Monitoring and Cotrolling) Pengawasan/Monitoring dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan dan ketepatan kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana yang telah disusun. Setiap BMD pada umumnya telah didistribusikan kepada seluruh bidang / bagian / seksi menurut kebutuhan tupoksinya, maka untuk memudahkan pelaksanaan pengawasan, masing kepala bagian / bidang / seksi secara berjenjang mengawasi pelaksanaan pendayagunaan BMD oleh personil yang berada di jajarannya. Dengan menggunakan penggolongan monitoring menurut William Travers Jerome maka dapat kita kembangkan langkah-langkah monitoring, sebagai berikut: 1. Monitoring apakah penggunaan BMD sudah berdaya guna dan efisien. Upayakan meminimalisir adanya BMD yang menganggur atau penggunaan diluar tupoksi yang nantinya pasti berakibat pada inefisiensi. 2. Monitoring BMD dari bahaya gangguan, pencurian, pemborosan, dan penyalahgunaan. 3. Monitoring kesesuaian kompetensi pemakai dengan yang disyaratkan. 4. Monitoring kinerja BMD apakah masih ekonomis untuk dioperasikan, atau perlu perbaikan. Pemeliharaan yang secara rutin dilakukan akan meningkatkan umur produktif BMD. Sebaliknya kerusakan yang kecil apabila dibiarkan akan mempercepat proses penuaan BMD. 5. Monitoring yang digunakan untuk mengukur penampilan tugas pelaksana. 6. Monitoring terhadap penggunaan BMD yang tidak sesuai dengan peruntukkannya. 7. Monitoring terhadap ketersediaan sarana penunjang yang dibutuhkan untuk operasional BMD, sehingga penggunaan BMD berjalan lancar. 8. Monitoring terhadap motivasi personil yang terkait dengan pendayagunaan BMD.
Pengendalian/Controlling merupakan tindak lanjut dari pengawasan. Yang digunakan untuk memperbaiki kegiatan yang menyimpang dari rencana, mengoreksi penyalahgunaan aturan dan sumber-sumber, serta untuk mengupayakan agar tujuan dicapai seefektif dan seefisien mungkin. Untuk memudahkan pelaksanaan pengendalian mengingat banyaknya aktivitas yang harus ddilakukan oleh masing-masing personil dalam SKPD, maka perlu dibuatkan sebuah standar penggunaan atau petunjuk penggunaan yang harus menjadi acuan bagi pemakai BMD. Contoh : Standar Penggunan Personal Komputer 1. Menghidupkan : ? Pasang Instalasi listrik, LAN, maupun printer yang diperlukan untuk mengopefrasikan Personal Komputer (Jika sudah, periksa kembali apakah sudah terpasang dengan sempurna). ? Tekan tombol Power On, dan tunggu sampai keluar tampilan menu windows. ? Lakukan update antivirus secara online sebelum memulai pekerjaan ? Scan semua partisi dengan antivirus yang telah tersedia. 2. Mengoperasikan : ? Pilih menu operasi sesuai kebutuhan pekerjaan ? Selalu melakukan penyimpanan file secara berkala untuk menghindari hilangnya dokumen yang sedang dikerjakan ? Menu browser internet diluar kepentingan dinas hanya boleh dibuka dalam jam istirahat (12.00 s/d 13.30 WIB). ? Tutup dokumen yang sudah selesai dikerjakan dan simpan. 3. Mematikan. ? Matikan komputer dengan aplikasi Shutdown dan jangan mematikan dengan menggunakan tombol power. ? Cabut instalasi komputer ke listrik. 4. Hal-hal lain : ? Untuk menghidari pemborosan daya, jika akan meninggalkan pekerjaan untuk sementara waktu maka pilih menu standby pada aplikasi shutdown. ? Jika terjadi kerusakan atau gangguan segera laporkan kepada Kepala Bagian / Bidang / Seksi ............... Jika terjadi penggunaan diluar standar tersebut maka tugas pejabat yang diserahi kewenangan memonitor / mengendalikan untuk menegur, mencegah / melarang ataupun mengarahkannya. Disamping itu, pengendalian terhadap penggunaan
BMD juga dapat dilakukan dengan menerbitkan Surat Penunjukan Pemakai, sehingga pemakai bertanggung jawab atas keberlangsungan operasional BMD dan pemeliharaannya. Dalam hal pengawasan dan pengendalian penggunaan BMD, maka pendelegasian tugas pengawasan dan pengendalian adalah berdasarkan pembagian ruangan akan lebih efektif mengingat besar struktur masing-masing ruang tergantung kondisi SKPD, ada yang pembagian ruangan tersebut per seksi (esselon IV) dan ada pula yang per Bidang/Bagian (esselon III). Hal ini untuk menghindari pengawasan dan pengendalian yang overlapping sehingga tidak efektif.Dari hasil kedelapan langkah monitoring diatas, dapat dikembangkan kebijakan-kebijakan Kepala SKPD sehingga tujuan pendayagunaan BMD dengan prinsip-prinsip efisiensi dan efektivitas dapat tercapai, sebagai berikut: 2.4.4.2 Reporting / Pelaporan Pelaporan adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yg lebih tinggi, baik secara lisan maupun tertulis sehingga dalam menerima laporan dapat memperoleh gambaran tentang pelaksanaan tugas orang yg memberi laporan. Pada prinsipnya tujuan dari pelaporan Manajanemen BMD Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh BMD untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pelaporan dapat dikelompokkan atas 2 jenis : 1. Pelaporan Berkala (Bulanan, Triwulan, Semesteran dan Tahunan) : Pelaporan Berkala bertujuan sebagai informasi bagi pimpinan yang lebih tinggi untuk mengambil keputusan, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Hal yang dilaporkan secara berkala ini bukan meruapaka suatu kejadian yang membutuhkan penangan segera dan cenderung bersifat rekapitulasi dari kasus-kasu yang terjadi dalam kurun tertentu. Contoh : Laporan Semesteran BMD, Laporan Mutasi BMD, dan lain-lain 2. Pelaporan Kasus Pelaporan ini ersifat insidentil dan membutuhkan penanganan sesegera mungkin. Contoh : Laporan Kehilangan, Laporan Kerusakan yang tidak dapat ditanggulangi oleh unit bersangkutan, dan lain-lain.
EDISI 64 / III / 2015
9
2.4.4.3 Evaluasi / Penilaian Evaluasi atau Penilaian terhadap penggunaan BMD dilakukan bertujuan untuk perbaikan dan peningkatan kinerja pada periode (Tahun Anggaran berikutnya). Hasil penilaian ini akan menentukan penyusunan rencana tahun berikutnya. Memasuki akhir periode tertentu (tahun anggaran), kita perlu melakukan penilaian yang nantinya akan kita jadikan acuan perbaikan atau peningkatan kinerja pada periode betikutnya. Yang terpenting untuk lebih efektifnya pelaksanaan penilaian ini, kita perlu menetapkan kinerja standar. Pengukuran Kinerja Standar ini dapat dilakukan dengan berpedoman kepada kinerja masa lalu dan kinerja rata-rata untuk persoalan yang sejenis. Penilaian Kinerja Pendayagunaan BMD ini dapat dilakukan terhadap 2 (dua) objek, yaitu : 1.
Kinerja Personil Mengingat output dari kinerja personil dalam suatu lembaga pemerintahan lebih banyak ersifat kualitatif. Penilaian kinerja yang bersifat kualitatif biasanya lebih sulit dari pada penilaian kinerja yang bersifat kuantitatif. Seorang karyawan bagian produksi dapat diukur kinerjanya dari jumlah produk yang dihasilkannya demikian juga dengan karyawan bagian pemasaran dapat diukur dari nilai penjualan prodek. Untuk menilai kinerja personil terkait dengan pendayagunaan BMD ada beberapa metode yang dapat digunakan. • Tingkat kerusakan BMD yang berada dalam pemakaiannya. • Tingkat kehati-hatian dalam penggunaan BMD. • Produktivitas yang dihasilkan dari penggunaan BMD. Untuk efektifnya pelaksanaan penilaian ini, kita perlu menetapkan kinerja standar minimal berdasarkan riwayat/pengalaman penggunaan BMD sejenis. 2. Kinerja BMD Tujuan dari penilaian ini untuk mengetahui apa persoalan yang menjadi kendala pencapaian optimalisasi pendayagunaan BMD secara efektof dan efisien terhadap pelaksanaan tupoksi SKPD. Jika persoalan tersebut terletak pada personil, maka dalam perencanaan personil kedepan dapat disusun langkah-langkah antara lain : Perlu penambahan personil dikarenakan masih terdapatnya kapasitas yang menganggur dari suatu BMD, Perlu peningkatan kompetensi personil, dan lain sebagainya.Sebaliknya jika persoalan tersebut berada pada BMDnya sendiri, maka kebijakan kedepan bisa berupa, antara lain : Upgrade spesifikasi BMD, penggantian BMD, penambahan BMD, dan lain-lain. Didalam Permendagri No.17 Tahun 2007
10
EDISI 64 / III / 2015
dijelaskan ahwa BMD yang tidak digunakan untuk operasional SKPD harus dikembalikan kepada Pengelola BMD. Pengembalian BMD kepada Pengelola ini berakiat dihapuskan BMD tersebut dari Daftar Pengguna. Artinya pengguna diebaskan dari tanggung jawab terhadap BMD. Dalam hal pengembalian BMD kepada Pengelola, Pengguna diharapkan untuk mengusulkan alternatif pendayagunaan BMD, seperti : Kerjasama pemanfaatan dengan pihak ketiga, Disewakan ataupun dijual, yang kesemuanya itu bertujuan untuk optimalisasi pemanfaatan BMD. III. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Manajemen BMD adalah sisi lain dari upaya meningkatkan kinerja pengelolaan BMD yang lebih berorientasi pada hasil yang optimal, efektif dan efisien. 2. Manajemen BMD di tingkat SKPD adalah kompetensi yang mutlak harus dimiliki oleh seorang Pimpinan SKPD selaku Pengguna BMD sehingga dapat memaksimalkan manfaat dari keterbatasan sumber daya BMD untuk kepentingan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 3. Keempat fungsi manajemen, yaitu Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakkan dan Pengendalian dapat diaplikasikan dalam rangka pendayagunaan BMD agar tercapai manfaat yang optimal, efektif dan efisien. DAFTAR PUSTAKA 1. G e o r g e R . T e r r y ( 2 0 0 6 ) : P r i n s i p PrinsipManajemen. 2. Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
PENGELOLAAN PELATIHAN DALAM ORGANISASI (Tinjauan Teori Pembelajaran Orang Dewasa) Oleh : ALIM HARUN P. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang I. PENGELOLAAN PELATIHAN Manajemen dipahami sebagai kegiatan untuk mendayagunakan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana serta berbagai potensi lainnya yang tersedia atau yang dapat disediakan untuk digunakan secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan suatu organisasi.Manajemen dilakukan oleh seseorang atau lebih manajer (pemimpin, kepala, direktur, komandan, ketua dan sebagainya) bersama orang-orang lain, baik orang lain itu secara perorangan maupun kelompok. Dengan kata lain, manajemen merupakan rangkaian kegiatan bersama dan melalui orang lain dalam suatu organisasi yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi (Hardjana, 2001).Dalam konteks pelatihan, manajemen digunakan agar pembelajaran yang dilaksanakan terlaksana secara efektif dan efisien.Dengan demikian langkah-langkah manajemen yang dilakukan adalah perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan serta evaluasi atau tindak lanjut. Komponen Perencanaan terdiri dari pentingnya menentukan tema pelatihan yang akan diselenggarakan. Dalam upaya ini penyelenggara pelatihan akan menentukan sasaran dari peserta pelatihan. Dengan mengetahui sasaran atau target pelatihan maka penyelenggara seterusnya akan lebih mudah untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar dari peserta pembelajaran pada pelatihan. Komponen pengorganisasian berisi langkahlangkah dari penyelenggara untuk membentuk susunan pengelola kegiatan (kepanitiaan) pelatihan.Hal ini meliputi penyusunan struktur kepanitian dan pembagian tugas bagi penyelenggara yang terlibat. Pengorganisasian yang tepat dan memperhatikan pembagian tugas akan memperlancar penyelenggaraan pelatihan yang sesuai dengan tujuan dan target yang telah direncanakan. Komponen pelaksanaan meliputi persiapan pembelajaran pada pelatihan dan kegiatan
pembelajaran pelatihan itu sendiri. Dalam persiapan pembelajaran pada pelatihan, penyelenggara akan melakukan langkah-langkah seperti penyusunan bahan belajar pelatihan atau perancangan serta pengembangan kurikulum pelatihan yang digunakan. Selanjutnya menyiapkan nara sumber atau sumber belajar serta peserta yang akan terlibat dalam pelatihan. Setelah langkah itu, penyelenggara akan mempersiapkan sarana dan prasarana penunjang kegiatan pembelajaran pelatihan. Salah satunya adalah media pembelajaran. Keberhasilan dalam perencanaan dan penggunaan media pembelajaran pada pelatihan secara tepat akan mempengaruhi pengajar (trainer) dalam menyajikan pembelajaran dengan metode yang sesuai dengan kondisi pelatihan. Kemudian setelah pembelajaran dipastikan terlaksana dengan baik maka kunci keberhasilan pelatihan berikutnya adalah terletak pada keluaran (output) pelatihan. Artinya penyelenggara pelatihan perlu dan harus untuk menyusun serangkaian langkah evaluasi atau penilaian hasil terkait dengan pembelajaran pada pelatihan yang telah dilakukan. Komponen terakhir dalam manajemen pembelajaran pelatihan adalah evaluasi atau tindak lanjut. Dalam langkah ini penyelenggara akan melakukan evaluasi atau penilaian terhadap keberhasilan pelatihan. Hal ini meliputi keberhasilan program pelatihan secara umum, maupun keberhasilan peserta dalam menguasai seluruh tujuan pelatihan.Keberhasilan peserta harus selalu diukur dari setiap materi yang disajikan ataupun keseluruhan kompetensi komulatif yang diharapkan.Pengukuran ini dilakukan dengan melalui sejumlah instrumen atau pengamatan pada terjadinya peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta perubahan pada tindakan dan sikap peserta pelatihan.
EDISI 64 / III / 2015
11
II. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pelatihan dapat diartikan secara umum sebagai suatu proses untuk membantu orang dewasa dalam memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang bersifat segera untuk membantu suatu aktifitas atau pekerjaan tertentu. Sedangkan secara khusus, pelatihan adalah suatu aktifitas belajar yang memiliki jangkauan spesifik, memberi penekanan pada aspek keterampilan, berorientasi pada tema tertentu, pembelajarannya diselenggarakan dengan metode berperanserta, dan hasil belajarnya akan digunakan segera. Pelatihan juga dipahami sebagai rangkaian kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja para anggota organisasi (pekerja) dalam pekerjaan atau tanggungjawab yang diserahkan kepada mereka.Pelatihan berlangsung dalam jangka waktu pendek antara dua sampai tiga hari hingga dua sampai tiga bulan. Pelatihan dilakukan secara sistematis, menurut prosedur yang terbukti berhasil dengan metode yang sudah baku dan sesuai serta dijalankan secara sungguh-sungguh dan teratur. Pelatihan bertujuan untuk membantu anggota organisasi (pekerja) dalam hal; (a) mempelajari dan mendapatkan kecakapan-kecakapan baru, (b) mempertahankan dan meningkatkan kecakapankecakapan yang sudah dikuasai, (b) mendorong anggota organisasi (pekerja) agar memiliki kemauanuntuk belajar dan terus berkembang, (d) mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari dalam pelatihan, (e) mengembangkan pribadi anggota organisasi (pekerja), dan (f) meningkatkan keefektifan organisasi. Berbagai pendapat tersebut dapat dipadukan, jika bertolak dari aspek peserta belajarnya yang merupakan orang dewasa. Lunardi (1989) menyatakan bahwa “latihan (latihan kerja) merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan orang dewasa, disamping bentuk lain yaitu pendidikan yang melanjutkan maupun yang menggantikan pendidikan di sekolah-sekolah formal sebagaimana tertulis di atas dalam pengertian pendidikan orang dewasa”. III.PEMBELAJARAN DALAM PELATIHAN Pembelajaran merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk membantu memfaslitasi belajar orang lain. Secara khusus, dalam konteks pembelajaran pelatihan, pembelajaran dipahami sebagai upaya yang dilakukan oleh instruktur atau
12
EDISI 64 / III / 2015
traineruntuk membantu anggota organisasi (peserta pelatihan) agar belajar dengan mudah. 3.1 Tujuan Pembelajaran Pelatihan Tujuan pembelajaran dalam pelatihan dirancang untuk mengaktifkan atau mendukung aktifitas belajar peserta pelatihan.Tujuan tersebut harus menjadi karakter utama.Aktifitas pembelajaran semestinya dirancang dan tidak boleh dilakukan dengan sembarangan.Hal tersebut agar para peserta pelatihan dapat mencapai tujuan belajarnya, yaitu mengembangkan bakat, minat, dan memiliki daya suai dengan lingkungan fisik dan sosial di organisasinya. Upaya untuk mencapai tujuan belajar bersama peserta pelatihan,tidak berarti bahwa perencanaan pembelajaran akan berdampak terhadap munculnya suatu perlakuan yang sama kepada para peserta pelatihan yang memiliki perbedaan karakter masing-masing. Justru, tujuan pembelajaran dalam pelatihan harus memberikan pengaruh terhadap munculnya penguatan karakter pengetahuan dan keterampilan individu yang dimiliki oleh para peserta pelatihan. Sebab, sebagai suatu bentuk pembelajaran orang dewasa (adult learning), pelatihan sebaiknya berpijak pada prinsip “pencapaian tujuan belajar terarah” (a goaldirected learning). 3.2 Fasilitator/Trainer Pembelajaran Pelatihan Kewajiban utama seorang fasilitator/trainer dalam suatu kegiatan pembelajaran pelatihan adalah memastikan tersampaikannya pesan pembelajaran kepada seluruh peserta pelatihan.Sebab, secara esensial, seorang fasilitator/trainer adalah “tokoh kunci” (key person) yang sangat menentukan proses keberhasilan pembelajaran pelatihan. Pesan tersebut berupa pengetahuan, wawasan dan keterampilan.Agar suatu pesan pembelajaran pelatihan dapat diterima, dicerna, atau dipelajari peserta pelatihan sesuai dengan tujuan atau kemampuan yang diharapkan, seorang fasilitator/trainer pelatihan memiliki tugas untuk menentukan dan mengkategorisasi materi (bahan belajar) dari beragam sumber belajar, serta menyusunnya secara sistematis kronologis. Peran fasilitator/trainer menjadi sangat penting dalam proses pembelajaran pelatihan. Hal ini karena keterbatasan yang dimiliki seseorang (peserta pelatihan) untuk memenuhi kebutuhan belajarnya.Maka dari itu, seorang
fasilitator/trainer harus mampu mengemas suatu kondisi belajar untuk memenuhi kebutuhan beajar yang diharapkan para peserta pelatihan. Pemenuhan kebutuhan belajar dalam suatu pelatihan perlu didukung dengan bahan pembelajaran, mediapembelajaran dan lingkungan pembelajaran yang kondusif. Melengkapi pernyataan tersebut, Dick &Carey (dalam Setyosari, 2003) berpendapat bahwa peningkatkan kualitas pembelajaran dilakukan dengan upaya peningkatan kompetensi seorang pembimbing belajar (fasilitator/trainer) melalui aktifitas belajar secara lebih banyak tentang pengetahuan dan metode pembelajaran yang selanjutnya digunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran kepada para peserta belajar (peserta pelatihan). Sehubungan dengan konteks pembelajaran orang dewasa, Dayati&Rohmad (1992) menyatakan bahwa dalam konteks pembelajaran orang dewasa yang berpedoman pada pendidikan orang dewasa, seseorang yang menyampaikan materi (bahan pembelajaran) lebih tepat disebut sebagai seorang pembimbing atau fasilitator. Sebab pada pendidikan orang dewasa dalam konteks pembelajaran pelatihan, baik antara peserta pelatihan dan fasilitator/trainertelah saling memiliki kesadaran bahwa orang dewasa tidak belajar melalui pendekatan yang bercorak “menggurui”.Konsekuensinya, seorang fasilitator/trainer pelatihan harus selalu memberikan kemudahan untuk peserta pelatihan agar berkesempatan melakukan kegiatan belajar. Hal inilah yang dikatakan sebagai tujuan dari suatu pembelajaran bagi orang dewasa.Agar tercapainya tujuan pelatihan sesuai terminologi pembelajaran orang dewasa, maka dibutuhkan kerjasama antara fasilitator/trainer belajar dengan para peserta latihan.Karena yang terlibat dalam proses pembelajaran pelatihan bukanlah hanya fasilitator/trainer, melainkan juga para pesertanya. Keterlibatan aktif para peserta pelatihan dalam proses pembelajaran yang berlangsung merupakan tanggungjawab penuh seorang fasilitator/trainer. Secara teoritik, belajar di dalam pelatihan bagi orang dewasa menghasilkan perubahan perilaku.Perubahan perilaku pada orang dewasa(peserta pelatihan) bergantung dari perubahan sikap dan penambahan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Dengan demikian, fungsi seorang fasilitator/trainerantara
lain; Pertama, sebagai penyebar pengetahuan. Fasilitator/trainer menyediakan sebanyak dan/atau seluas mungkin bahan belajar yang akan disampaikan dari berbagai tinjauan. Pemberian materi berupa beragam penjelasan sesuai daya tangkap kelompok yang disertai contoh-contoh sederhana, sehingga mudah untuk dipahami oleh peserta pelatihan.Kedua, sebagai pelatih keterampilan.Hal ini dilakukan oleh fasilitator/trainerpada saat bermaksud memberikan tambahan keterampilan baru, melalui latihan praktek yang mengajak peserta pelatihan untuk belajar sambil mengerjakan.Ketiga, perancang pengalaman belajar kreatif.Fasilitator/trainer berfungsi pula untuk menciptakan situasi yang memungkinkan peserta pelatihan memperoleh pengalaman belajar baru (new learning experience) atau membantu peserta pelatihan menata pengalamannya di masa lampau dengan carayang baru. Dengan demikian, muncul suatu kesempatan baru untuk melakukan sesuatu yang berbeda dibandingkan sesuatu yang telah biasa dilakukan. Fasilitator/trainersebaiknya dapat membatasi diri untuk sedikit mungkin memberi anjuran serta memberi semangat kepada para peserta pelatihan untuk saling belajar secara aktif dan kreatif.Intervensi fasilitator/trainer hanyalah pada situasi tertentu saja, yaitu apabila dirasa sangat dibutuhkan dan dapat membantu kelancaran pembelajaran. 3.3 Peserta Pembelajaran Pelatihan Pembelajaran dalam ragam bentuk dan jenisnya, secara umum dapat ditinjau dari penggolongan berdasarkan usia. Terdiri dari anakanak, remaja dan dewasa. Setiap kelompok usia tersebut memiliki ciri umum (characteristic) fisik dan psikis yang berbeda antara satu sama lain. Perbedaan tersebut melahirkan konsekuensi bahwa setiap proses pembelajaran yang dilakukan harus berdasarkan pada asumsi-asumsi belajar sesuai karakteristiknya. Dalam hal pelaksanaan pembelajaran pada pelatihan, tercapainya tujuan belajar pelatihan dan keberhasilan dalam memposisikan peserta pelatihan sebagai subjek pelatihan adalah tergantung pada fasilitator/trainer yang memegang peranan sangat penting untuk “melakukan komunikasi dan berhubungan secara langsung dengan para peserta pelatihan dalam proses pembelajaran, baik dua arah maupun multi arah.
EDISI 64 / III / 2015
13
Perbedaan ciri umum belajar antara orang dewasa dan anak-anak terletak pada kesadaran diri untuk belajar.Orang dewasa belajar atas kesadaran sendiri, sedangkan anak-anak tidak belajar atas kesadaran sendiri.Anak hadir karena kewajiban dan tidak berdasar atas kesadarannya.Kehadiran orang dewasa dalam suatu kegiatan belajar pelatihan misalnya, merupakan suatu tindakan sukarela (tidak melupakan kewajiban).Artinya, para peserta pelatihan sebagai orang dewasa akan produktif apabila mereka diberi kebebasan untuk memilih dan mengaktualisasikan dirinya selama proses pembelajaran pelatihan. 3.4 Bahan Belajar Pelatihan Bahan belajar (materi) merupakan bagian integral dari program pembelajaran pelatihan.Maksudnya, materi tidak dapat dilepaskan dari konteks pembelajaran pada pelatihan.Pengembangan materi pelatihan dapat diartikan sebagai suatu pendekatan sistemik yang mengacu pada tujuan pelatihan.Sistem pembelajaran pelatihan adalah meliputikegiatan perancangan, pelaksanaan (produksi), evaluasi, dan pemanfaatan kombinasi dari komponen sistem pembelajaran.Sedangkan komponen sistem pembelajaran pelatihan adalah terdiri dari muatan (pesan),orang, materi, media, teknik, dan situasi lingkungan pembelajaran pelatihan.Dengan demikian, pengembangan materi merupakan bagian integral dari pengembangan program pelatihan ataupun pengembangan sistem pembelajaran pelatihan. Pengorganisasian isi materi pelatihan mencakup tiga hal penting, yaitu: (1) memastikan materi memiliki tingkat kebermanfaatan bagi peserta pelatihan; (2) memastikan setiap materi pelatihan yang disajikan memiliki keterkaitan satu sama lain; dan (3) menyusun secara runut urutan materi pelatihan yang disajikan sesuai prasyarat belajarnya. 3.5 Media Pembelajaran Pelatihan Demi memperlancar dan membantu peserta pelatihan dalam proses pembelajaran, maka hendaknya pembelajaran pelatihan dilakukan dengan menggunakan beragam media seperti; media cetak (buku teks/modul, majalah, bulletin, surat kabar) dan media elektronik (radio, televisi, computer, dan program perangkat lunaknya). Contoh tersebut memberi pemahaman bahwa media pembelajaran pada pelatihan merupakan berbagai jenis komponen media yang berada di sekitar peserta pelatihan yang dapat
14
EDISI 64 / III / 2015
merangsangnya untuk belajar.Selain itu media pembelajaran dalam pelatihan, juga dipahami sebagai segala bentuk alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang peserta pelatihan untuk belajar (buku, film, kaset, dan lainlain). Apapun bentuk dan jenis media yang digunakan, idealnya, media pembelajaran pelatihan mestilah sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau maksud pembelajaran, sehingga dapat merangsang perhatian, minat dan perasaan peserta pelatihan untuk mencapai tujuan pembelajaran.Pemilihan media pembelajaran ditujukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran pelatihan.Secara umum, pemilihan media pembelajaran pelatihan hendaklah mempertimbangkan beberapa hal seperti jenis, biaya, akses, dan kebutuhan yang memenuhi selera pengguna (peserta dan fasilitator/trainer). Secara khusus, media pembelajaran yang digunakan hedaklah telah memenuhi beberapa syarat pertimbangan berikut; (1) ketersediaan sumber belajar setempat, (2) ketersediaan anggaran organisasi untuk merancang atau membeli, (3) keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang akan dipilih, dan (4) efektifitas biayanya dalam waktu yang panjang (pengadaan media terasa mahal tetapi kalau dapat dipakai berulang kali dalam waktu lama akan menjadi murah). Penjelasan di atas memberi pemahaman bahwa media merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam proses pembelajaran pelatihan. Utamanya sebagai penambahan atau pengembangan sumber belajar bagi peserta pelatihan. 3.6 Metode Pembelajaran Pelatihan Fasilitator/trainer hendaknya memiliki strategi agar peserta pelatihan dapat belajar secara efektif dan efisien.Selain itu, demi, tercapainya tujuan pembelajaran pelatihan, fasilitator/trainer sebaiknya menguasai teknik penyajian atau metode mengajar. Teknik penyajian merupakan suatu pengetahuan tentang cara (heuristika)pengajaran yang digunakan oleh fasilitator/traineruntuk menyajikan materi pelatihan kepada peserta agar materi yang disajikan dapat dipahami dan digunakan oleh peserta pelatihan dengan baik.Beberapa metode yang umumnya digunakan dalam pembelajaran pelatihan dijelaskan sebagai
berikut : 1. metode ceramah. Metode berbasis paparan lisan yang diberikan kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan belajartertentu dalam jumlah yang relatif besar. Metode ceramah cocok digunakan pada dalam pembelajaran pelatihan dengan karakteristik tertentu, seperti bersifat informasional atau memperdalam pemahaman akibat sulitnya memahami materi (bahan belajar) yang ada. 2. metode diskusi. Metode yang melibatkan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga diperoleh kesimpulan ataukesepakatan tertentu. 3. metode demonstrasi. Metode ini digunakan agar proses pembelajaran pelatihan lebih dapat diterima dan berkesan mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna dalam pikiran peserta pelatihan. Peserta pelatihan dapat secara langsung mengamati dan memperhatikan seksama tentang sesuatu hal yang sedang diperlihatkan oleh fasilitator/trainer selama metode berlangsung. 4. metode kerja kelompok. Penerapan metode ini adalah dengan membagi peserta pelatihan menjadi beberapa kelompok atau satu kelompok besar. Melalui metode ini, peserta pelatihan bekerja sama dalam memecahkan suatu masalah, atau melaksanakan tugas tertentu dan berusaha mencapai tujuan belajar yang ditentukan oleh fasilitator/trainer. 5. metodelatihan/pemberian tugas. Metode ini dapat diartikan sebagai suatu teknik penyajian yang melibatkan peserta pelatihan untuk melaksanakan rangkaian kegiatan latihanagar peserta memiliki keterampilan. Syaratnya tentu, latihan yang dilakukan bersifat praktis, mudah dilakukan, dan teratur pelaksanaannya. Dengan demikian, metode ini akan dapat membantu peserta pelatihan dalam peningkatan penguasaan keterampilan dimaksud, bahkan bisa jadi peserta pelatihan dapat memiliki ketangkasan secara lebih sempurna.
EDISI 64 / III / 2015
15
KARAKTER, AKAR PERMASALAHAN BANGSA Oleh : ZUKHRI, S.Sos Fungsional Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Sumatera Barat I. PENDAHULUAN
II. KEHILANGAN ARAH
Waktu menunjukan pukul sepuluh lewat lima belas menit, pagi menjelang siang. Sekelompok anak muda itu terlihat santai di kedai pinggir jalan. Mereka ngombrol sambil bersenda gurau. Jari telunjuk dan tenggah tampak mengapit sabatang rokok. Sambil bercitoleh sesekali rokok itu menempel di bibir lalu asap tipis mengumpul lewat mulut. Hal sudah menjadi pemandangan biasa ini menjadi tidak lumrah karena sekumpulan anak muda itu mengenakan pakaian yang sama, kemeja putih dan celana panjang berwarna abu-abu. Jelas mereka anak sekolahan yang sedang mangkir dari pelajaran, karena jam masih menunjukan waktu regular untuk belajar di kelas. Dirumah orang tua mengira anak-anak mereka sedang belajar disekolah padahal wujud mereka hamper setiap hari absen dari ruangan kelas. Ditempat lain, di warnet-warnet, pada jam-jam sekolah dan juga selepas sekolah selalu ada anak muda yang nongkrong untuk main game atau membuka situs porno, bahkan tidak sedikit yang menjadikan bilik sempit di dalam warnet sebagai tempat kencan. Perilaku generasi muda sekarang yang notabanenya pelajar, mengundang keprihatinan dari berbagai kalangan, termasuk para psikolog dan pakar pendidikan. Apa yang menyebabkan para pelajar ini bolos? Tidak suka dengan mata pelajaraan atau tidak cocok dengan guru pengajar adalah jawaban yang klise. Bolos menunjukansikapmangkirdaritanggungjawabseb agaipelajar.Bahwaketikabajuseragamdikenakan, pada dirinya melekat tanggungjawab untuk menuntut ilmu dan mengikuti seluruh peraturan sekolah. Perihal ada ketidaksukaan dengan pelajaran atau tidak siap dengan hukuman karena tidak mengerjakan tugas, itu adalah bagian dari konsekuensi yang harus di hadapi.
Generasi muda Indonesia seperti kehilangan arah dan pegangan untuk menempa karakter dirinya. Sekolah yang semestinya mengajarkan budi pekerti dan nilai-nilai luhur justru menanamkan sifat yang kontrproduktif dengan kebaikan. Ketika musim ujian tiba, banyak pelajar sibuk membuat “Jimat” untuk bahan contekan. Contek-mencontek telah menjadi budaya yang dianggap lazim. Fenomena ini terpampang jelas di saat Ujian Akhir Sekolah berlansung, setiap sekolah berusaha menempilkan Citra sebagai sekolah yang hebat dan berhasil mendidik muridnya sehingga sukses lulus UAN 100%.Apapun dipertaruhkan demi angka 100% ini termasuk melakukan kecurangan dengan menyiasati jawaban soal ujian agar sampai ketangan siswa. Dampak dari perbuatan ini amat sangat merugikan peserta didik bahkan Negara dilingkup yang lebih luas, mencontek bukan persoalan kecil ini adalah persoalan kejujuran yang menjadi landasan terbentuknya integritas seseorang. Jika mencontek dianggap hal biasa, maka berbohong, berdusta dan mencuri juga dianggap hal yang tabu untuk dilakukan. Bila anak dibiarkan terpola menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Maka jangan heran jika korupsi begitu “MEMBUMI” di Negeri ini karena cikal bakal sifat “MENCURI” sudah dibiarkan sejak bangku sekolah. Dengan membiarkan hal ini secara tidak sekolah telah memupuknya. Karakter yang sudah terbentuk semenjak kecil dilingkungan yang terdekat dalam kehidupan keluarga, masyarakat maupun disekolah membentuk menjadi karakter dikala dewasa nanti. Kejujuran adalah pangkal dari tumbuhnya karak terdiri yang baik. Menghalalkan mencontek sama dengan menafikan kejujuran. Bila kejujuran dianggap tidak penting, akan banyak masalah
16
EDISI 64 / III / 2015
dituai kemudian hari karena negeri ini akan dipenuhi dengan pribadi-pribadi yang berkarakter kontra produktif dengan kebutuhan pembangunan bangsa. Karakter-karakter buruk ini melekat pada sosok para koruptor, politikus, pedagang yang curang, penegak hukum yang tidak adil dan pemimpin yang tidak amanah. Mereka menunjukan prilaku egois, individualistis, konsumtif, materialitis, hedonis, munafik dan oportunis. Dalam wujud nyata kehadiran mereka mempersulit jalannya roda pembangunan. Seperti koruptor, mereka diibaratkan menyedot “darah” rakyat. Uang negara yang mestinya diperuntukkan bagi pembangunan yang bertujuan mensejahterakan masyarakat dialihkan kekantong-kantong pribadi. Pembangunan terselenggara secara asal-asalan, asal bias dipertanggung jawabkan diatas kertas, sementara soal ketidakvalidan data dan buruknya kualitas pekerjaan yang dihasilkan bias disamarkan dengan laporan manipulatif. Sehingga banyak persoalan bangsa dan permasalahan sosial yang dialami masyarakat tak kunjung tertuntaskan, karena anggaran untuk menyeleseikan masalah tidak dialokasikan sepenuhnya untuk kebutuhan yang ada, tetapi berulang kali disunat dan dipindahkan kekantong pribadi. III.M E N G G A N G G U PEMERINTAH
HIRARKI
Karakter juga mempengaruhi kesatuan berpolitik, hal ini ditandai dengan sikap menghargai kawan maupun lawan kian menipis. Dikancah perpolitikan yang semakin riuh terdengar, semangat kebersamaan untuk membangun bangsa seakan sirna antara penyelenggara Negara yang berbeda dalam pandangan politik. Kata-kata mengedepankan kepentingan rakyat diatas kepentingan pribadi dan golongan kian terdengar sumir. Kenyataannya para elit bertikai untuk mendapatkan posisi strategis demi memperkuat eksistensi kelompok masing-masing. Sikap dan tatacara berpolitik menyebabkan hirarki pemerintah dari level terbawah bawah, level menengah hingga level tertinggi bias terganggu bahwa bias terputus. Rakyat menjadi korban karakter pemimpinpemimpin yang tidak amanah. Kesejahteraan yang dijanjikan tidak kunjung terwujud karena political will untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut kalah bersaing dengan nafsu mengutamakan
kepentingan kelompok maupun individu. Nama rakyat dicatut untuk melenggangkan kebijakan yang justru dalam implementasinya berlawanan dengan kepentingan rakyat. Fakta hokum akhirnya memperlihatkan kebenaran yang memilukan, bahwa karakter pemimpin yang tidak amanah begitu banyak bertebaran dinegeri ini. Bayangkan saja, sejak tahun 2004 sampai februari 2013 sudah ada 291 kepala daerah baik gubernur/ bupati/ walikota yang terjerat kasus korupsi. Jumlah itu membengkak hingga 300 orang akhir tahun 2014. Data tersebut diungkap oleh Direktur Jendral Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negri Johermansyah Djohan. Tidak salah bila banyak yang menyebut Indonesia miskin keteladanan, karena para pemimpin justru memberikan contoh yang kurang baik bagi masyarakat. Maka, pembentukan karakter yang berjiwa Indonesia harus kembali ditumbuhkan yaitu karakter yang memenuhi nilai-nilai dari 4 pilarnegara: 1. Pancasila 2. Undang-UndangDasar 1945 3. Negara Kesatuan Republik Indonesia dan 4. Bhineka Tunggal Ika Caranya hanya bias dilakukan lewat pendidikan yang simultan dan sinergi antara pendidikan keluarga/ dirumah dan sekolah, dan itu harus dimulai sekarang dari jenjang pendidikan terbawah hingga tingkatan paling tinggi. IV. PENUTUP Dengan menetapakan pendidikan berbasis karakter sebagai prioritas utama pembangunan pendidikan nasional. Semangat revolusi mental tempat mendidik masalah inti yang tengah melanda Indonesia. Semoga saja ini menjadi jawaban atas kerinduan hadirnya kembali karakter bangsa yang kian menipis dan menghilang entah kemana. Menelisik prilaku generasi muda sekarang, terbesit keprihatinan, karakter luhur yang dulu diagung-agungkan sebagai orang timur yang santun ,jujur, gigih, ramah dan setia kawan kini menguap entah kemana. Memang untuk maju kita harus menerima pembaharuan yang dating dari luar, tetapi tidak diserap mentah-mentah harus ada filter yang memilah mana yang boleh diadopsi mana yang tidak untuk mengukuhkan kita masih
EDISI 64 / III / 2015
17
orang Indonesia. Sayang bangsa ini miskin filter, dan itu menjadi boomerang mana kala perubahan harus diterima sebagai semua keniscayaan. Bolos bukanlah sekedar malas belajar, atau pembangkangan terhadap guru dan sekolah. Bolos menunjukan sikap mangkir dari tanggung jawab sebagai pelajar. Generasi muda Indonesia seperti kehilangan pegangan dan arahan untuk menempa karakter dirinya. Sekolah yang semestinya mengajarkan budi pekerti dan nilai-nilai luhur justru menanamkan sifat yang kontra produktif dengan kebaikan.
18
EDISI 64 / III / 2015
PENTINGKAH KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI Oleh : TARNO, S.Sos, M.Si Kepala Bagian Kelembagaan Biro Organisasi Setda Provinsi Sumatera Barat dan Dosen Luar Biasa Pada Beberapa Perguruan Tinggi I.
PENGANTAR Pentingkah komunikasi dalam suatu Organisasi? Jawaban jelas penting, bukan dalam suatu organisasi dan diluar organisasi pun sangat penting. Manusia hidup harus melalui organisasi dan untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan komunikasi antar unsur organisasi, yakni antara manusia. Pertanyaan ini sering dilontarkan oleh mereka yang concern terhadap ingin mendalami tentang ilmu komunikasi atau mereka yang tertarik pada proses yang ada dalam organisasi. Pada kenyataan banyak masalah komunikasi muncul dalam proses-proses pengorganisasian, misalnya terkendala dalam pencapaian tujuan organisasi, seteleh ditelusuri ternyata yang menjadi penyebabnya adalah tidak efektifnya komunikasi yang ada dalam organisasi atau koordinasi yang tidak jalan. Banyak para ahli mengatakan, bahwa komunikasi mempunyai andil dalam membangun iklim organisasi, yang berdampak kepada pembangunan budaya organisasi. Tujuan komunikasi dalam organisasi pada hakekatnya adalah dalam rangka membentuk saling pengertian (mutual anderstanding) atau terjadinya penyetaraan dalam kerangka referensi, maupun dalam pengalaman. II. UNSUR-UNSUR DALAM KOMUNIKASI ORGANISASI Secara leksikal, komunikasi adalah kata benda yang statis (tetap), dan yang dinamisnya adalah prosesnya, yang artinya adalah merupakan suatu siklus atau putaran (lop) yang melibatkan paling tidak dua orang. Komunikasi sendiri berasal dari dari bahasa latin yaitu communicare, yang berarti sama. Dengan melihat arti ini dapat dikatakan, bahwa sebelum dilakukan komunikasi dengan pihak lain, terlebih dahulu harus menentukan sasaran, sebagai dadar untuk memperoleh pengertian yang sama dan pengertian lainnya adalah upaya untuk membuat pendapat, menyatakan perasaan, menyampaikan informasi
dan sebagainya agar diketahui atau dipahami oleh orang lain (to make opinions, feelings, information etc, known or understood by others). Kemudian Goldhaber (1986) memberikan definisi, bahwa Komunikasi Organisasi adalah proses penciptaan dan saling menukar pesan dalam suatu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lainnya untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-rubah. Berangkat dari pengertian komunikasi atau komunikasi organisasi maka dapat diambil beberapa konsep antara lain : a. Proses, dimana organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan dan saling menukar informasi diantara anggotaanggota yang ada dalam organisasi, karena dalam sistem juga akan ada beberapa indikator yang umum antara lain Input, proses, dan out put, semua inilah yang diproses melalui komunikasi organisasi. Gejala menciptakan dan menukar informasi akan berjalan terus menerus dan tidak ada hentinya, maka itulah yang dikatakan sebagai Proses. b. Pesan, berupa susunan simbol yang penuh arti tentang orang, objek, kejadian yang dihasilkan oleh interaksi dengan orang lain. Dalam komunikasi organisasi akan mempelajari ciptaan dan pertukaran pesan dalam seluruh organisasi. Pesan dalam organisasi juga dapat dibedakan berdasarkan bahasa yang ada, penerima pesan atau pemberi pesan, metode penyampaian dan arus tujuan pesan. Contoh bentuk pesan dilihat dari segi bahasa, ada yang disebut dengan pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang jelas dan mudah dimengerti, kalau didalam organisasi pemerintah lebih banyak menggunakan Verbal dan ini bisa dijadikan sebagai bukti hukum, misalnya suart, memo, pidato dan percakapan. Sedangkan pesan non verbal dalam organisasi adalah pesan yang tidak diucapkan atau ditulis, seperti bahasa gerak tubuh, sentuhan, nada
EDISI 64 / III / 2015
19
suara, ekspresi wajak dan lain sebagainya. Jaringan, pada hakekatnya organisasi terdiri atas banyak orang yang masing-masingnya menduduki posisi atau peranan tertentu dalam organisasi sesuai dengan Struktur Organisasi dan Tata Kerjanya. Proses suatu pesan dalam suatu organisasi inilah yang dinamakan dengan Jaringan Komunikasi, ada yang mencakup antar 2 (dua) orang saja atau lebih atau seluruh yang ada dalam organisasi. Hakekat dan luas jaringan komunikasi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain hubungan peranan, arah dan arus pesan, termasuk isi pesan yang sudah disampaikan. d. Keadaan saling ketergantungan yang ada dalam organisasi dan hal ini sangat mempengaruhi terhadap keputusan-keputusan yang diambil oleh suatu organisasi. Seperti yang sudah disampaikan diawal tadi organisasi merupakan suatu sistem yang terdiri atas beberapa unsur dalam organisasi dan saling terkait antara satu sama lainnya, maka itu tingkat ketergantungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain akan mempengaruhi komunikasi dalam organisasi. e. Hubungan, untuk terjalinnya komunikasi dalam organisasi sangat ditentukan juga oleh hubungan yang ada dalam organisasi, dimana untuk berfungsinya bagian-bagian itu terletak pada manusia yang ada dalam organisasi, dengan arti kata dapat dijelaskan bahwa untuk hubungan terfokus pada hubungan antara manusia dengan manusia yang sangat erat kaitannya dengan prilaku yang ada dalam organisasi. Karena pada hakekatnya baik buruknya prilaku individu yang ada dalam organisasi dapat dilihat dari prinsip-prinsip dasar sifat manusia, yakni : 1. Manusia berbeda prilakunya, karena kemampuannya tidak sama, 2. Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda, 3. Orang berfikir tentang masa depan, dan membuat pilihan-pilihan bagaimana untuk bertindak, 4. Seseorang memahami lingkungannya dalam hubungannhya dengan pengalaman masa lalu dan kebutuhannya. 5. Seseorang itu mempunyai reaksi-reaksi senang atau tidak senang. 6. Banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku seseorang. Terhadap ke enam inilah yang mempengaruhi prilaku seseorang dalam organisai dan ini jelas akan berdampak terhadap pemrosesan tujuan organisasi. f. Lingkungan, secara umum ada 2 (dua) yakni c.
20
EDISI 64 / III / 2015
·
·
·
·
lingkungan internal dan lingkungan eksternal, yang keduanya merupakan semua totalitas secara fhisik dan faktor-faktor sosial yang diperhitungkan dalam pembuatan keputusan mengenai individu yang ada dalam organisasi. Lingkungan internal adalah lingkungan yang ada dalam organisasi seperti personal/anggota, tujuan, produk dan lainnya, sedangkan faktor eksternal adalah langganan, saingan baik kompetitif maupun komparatif, kemajuan teknologi, dan lain-lain. Komunikasi organisasi yang berkenaan dengan transaksi yang terjadi dalam lingkungan internal organisasi yang terdiri dari organisasi dan kulturnya, dan antar organisasi dengan lingkungan eksternalnya. Kultur organisasi disebut juga dengan budaya organisasi yang diartikan sebagai pengalaman, sejarah, keyakinan dan norma-norma bersama yang menjadi ciri khas dari perusahaan atau organisasi. Taliziduhu Ndraha (Pakar Organisasi) menyebutkan Budaya Organisasi adalah potret atau rekaman hasil proses budaya yang berlangsung dalam suatu organisasi atau perusahaan saat ini. Ada beberapa faktor yang dapat membentuk budaya organisasi antara lain adanya : Share Thing, misalnya pakaian seragam menjadi otentik/ciri khas PNS dengan pakaian KORPRInya, batik PGRI oleh guru, dan lain sebagainya. Share saying, misalnya ungkapan-ungkapan yang ada dalam dunia pendidikan terdapat istilah Tut Wuri Handayani, dan lain sebagainya. Share doing, misalnya pertemuan, kerja bhakti, kegiatan sosial sebagai bentuk aktivitas rutin yang menjadi ciri khas suatu organisasi seperti adanya istilah pada daerah masing-masing, badoncek daerah Minang Kabau, mapalus di Sulawesi dan nguopin di Bali. Share feeling, turut belasungkawa, aniversary, ucapan selamat, pada cara wisuda, dan lain sebagainya. Melihat apa yang telah diungkapkan diatas tadi, perbedaan budaya akan mempengaruhi terhadap keefektifan dalam berkomunikasi, sebab komunikasi akan efektif apabila dapat menguraikan nilai-nilai dasar, motivasi, aspirasi dan asumsi-asumsi yang didasarkan kepada geografi/letak suatu daerah/negara, fungsi dan status sosial seorang pegawai/pejabat. Perbedaan bahasa juga dapat
g.
menyebabkan hambatan dalam berkomunikasi, akan tetapi perbedaan budaya akan lebih banyak menghambat daripada faktor bahasa. Dengan demikian bahwa kultur organisasi adalah pola kepercayaan dan harapan-harapan anggota organisasi yang menghasilkan norma-norma yang membentuk tingkah laku manusia (individu dan kelompok) dalam organisasi. Organisasi sebagai sistem terbuka harus berinteraksi dengan lingkungan eksternal seperti teknologi, ekonomi, UndangUndang, dan faktor sosial lainnya. Faktor lingkungan berubah-rubah, maka organisasi memerlukan informasi baru yang dapat mengatasi perubahan dalam lingkungan dengan menciptakan dan pertukaran pesan baik secara internal dalam unit-unit yang relevan maupun terhadap kepentingan umum secara eksternal. Ketidakpastian, yang dapat menimbulkan permasalahan, salah satunya adanya perbedaan informasi yang tersedia dengan informasi yang diharapkan. Apalagi pada saat sekarang ini banyak terjadi masa transisi dampak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana sampai saat ini Peraturan Pemerintah terkait dengan pelaksanaannya belum keluar termasuk turunan dari Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Apartaur Sipil Negara, hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian informasi dan dampaknya akan mempengaruhi terhadap jalannya roda pemerintahan. Wajar saja dengan masa transisi saat ini akan banyak informasi yang datang dan tidak ada dasar hukumnya. Banyaknya informasi yang tidak jelas, juga dapat menimbulkan ketidakpastian dalam suatu organisasi, dimana lebih banyak informasi yang tidak pasti diterima daripada informasi yang sesungguhnya atau sebaliknya informasi yang diterima juga sedikit dari informas yang sebenarnya.
III. F A K T O R - F A K T O R Y A N G MEMPENGARUHI PENTINGNYA KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI. Komunikasi mempunyai arti penting dalam organisasi, sangat tergantung kepada individu seorang pegawai/pejabat, misalnya seorang pejabat untuk melakukan koordinasi dengan pejabat
lainnya harus komunikatif, kalau tidak koordinasi tidak akan jalan, dan harus diingat juga koordinasi yang baik harus ditunjang dengan komunikasi yang dilakukan oleh unsur-unsur yang ada dalam organisasi, dan yang tertulis misalnya surat, memo dan sebagainya hanya sebagai alat untuk berkomunikasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran dalam berkomunikasi antara lain : 1. Faktor Pengetahuan, makin luas pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, maka akan makin banyak perbendaharaan kata yang dapaat memberikan dorongan bagi yang bersangkutan berkomunikasi dengan lancar. 2. Faktor Pengalaman, pengalaman adalah modal terbesar dalam organisasi, makin banyak pengalaman yang dimiliki oleh seseorang akan terbiasa menghadapi sesuatu. Mungkin pernah kita melihat, seseorang disuruh berbicara didepan, kakinya gemetaran, mukanya pucat dan sebagainya, hal ini menandakan tidak terbiasa untuk berdiri dimuka umum. Orang yang sering menghadapi massa, sering berbicara dimuka umum, akan lancar berbicara dalam keadaan apapun, dengan siapapun yang dihadapinya. 3. Faktor Inteligensi, hal ini sangat besar juga pengaruhnya, orang yang memiliki inteligensi yang rendah, biasanya kurang lancar dalam berbicara, karena kurang memiliki banyak perbendaraan kata dan istilahnya yang banyak kita dengar adalah Kurang PD (Percaya Diri), dan kadang-kadang penyebutana antara kata yang satu dengan kata yang lainnya kurang relevansi dan cara berbicaranya terputusputus. 4. Faktor Kepribadian, orang yang mempunyai sifat pemalu dan kurang pergaulan (KUPER) biasanya kurang lancar berbicara dan akan menghambat untuk berkomunikasi, misalnya untuk berbicara atau berkoordinasi tidak berani berhadapan langsung. 5. Faktor Biologis, kelainan yang ada pada diri individu dan kelumpuhan pada organ berbicara juga mempengaruhi terhadap kelancaran dalam berkomunikasi, sehingga akan menghambat proses dalam komunikasi, misalnya : · Sulit mengaatakan kata desis (lipsping), karena ada kelainan pada rahang, bibir dan gigi. · Berbicara tidak jelas (sluring) yang disebabkan oleh bibir sumbing, rahang,
EDISI 64 / III / 2015
21
·
lidah tidak aktif. Berbicara ragu-ragu, gagap yang disebabkan tidak biasa berbicara dengan orang banyak dan mempunyai sifat pemalu.
Untuk mewujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan bersama-sama dan merupakan suatu komitmen organisasi, memang harus ditunjang oleh komunikasi yang dilakukan oleh pegawai/pejabat yang ada dalam organisasi baik secara verbal maupun non verbal dengan memperhatikan unsur-unsur yang ada dalam komunikasi dan faktor yang mempengaruhinya. Tanpa komunikasi Tujuan Organisasi tidak akan tercapai, begitunya arti penting komunikasi dalam Organisasi.....
22
EDISI 64 / III / 2015
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) (STUDI KASUS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI JEPANG) Oleh : Dr. Drs. H. Maisondra, S.H, M.H, M.Pd, Dipl.Ed Staf Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dengan terbitnya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), keberadaan pendidikan usia dini diakui secara sah. Hal itu terkandung dalam bagian tujuh, pasal 28 ayat 1-6, di mana pendidikan anak usia dini diarahkan pada pendidikan pra-sekolah yaitu anak usia 0-6 tahun. Dalam penjabaran pengertian, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisidiknas menyatakan bahwa: “ Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.“ Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang dimaksud pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan yang dilaksanakan merupakan proses sepanjang hayat, di mana proses pendidikan harus dilakukan secara terus menerus dari usia 0 tahun sampai manusia itu meninggalkan dunia. Karena pendidikan harus dilakukan di semua usia, maka pemikiran-pemikiran
terhadap pendidikan harus mencakup semua golongan usia tersebut. Begitu pula dengan berbagai pemikiran dan kebijakan terhadap PAUD, harus merunut pada kebutuhan anak u s i a d i n i d a l a m p r o s e s perkembangannya.Kajian terhadap keberadaan PAUD dalam sistem pendidikan nasional perlu banyak dilakukan, baik kajian terhadap aspek-aspek filosofisnya maupun aspek-aspek teknis, berupa kurikulum maupun proses pembelajaran PAUD di lapangan. Melalui hal tersebut diharapkan pengembangan PAUD dapat lebih meningkat, demi menunjang tercapainya tujuan pendidikan, yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2007). 2. Pandangan Ahli dan Tokoh Tentang PAUD Berikut adalah beberapa pemikiran para ahli pendidikan anak terhadap proses pendidikan anak usia dini. a. Pandangan Pestalozzi Menurutnya, anak dilahirkan dalam keadaan bersih.Perkembangan manusia terjadi dalam desain alam dan terbentuk oleh kekuatan-kekuatan luar. Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa keberhasilan belajar dalam satu tahap perkembangan
EDISI 64 / III / 2015
23
merupakan kunci dalam mencapai keberhasilan belajar di tahap berikutnya. Oleh karena itu, ia berkesimpulan bahwa pendidikan anak merupakan hal penting yang berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa depannya. b. Pandangan Froebel Froebel mewujudkan ide-idenya dalam pendidikan anak dengan mendirikan lembaga pendidikan Froebel.Ia lebih menfokuskanpada konsep pendidikan anak sebagai alat reformasi sosial. Ia menyiapkan program pendidikan prasekolah sebagai sarana untuk menciptakan suatu tatanan masyarakat yang lebih baik di masa depan. Anak dilahirkan dengan pembawaan yang baik, sehingga tugas lembaga pendidikan untuk mengarahkan anak pada kehidupan masa depan yang lebih baik, dengan mendorong kemampuan untuk mencipta dan berkreasi. c. Pandangan Montesori Menurutnya, pendidikan merupakan sarana yang tepat untuk membantu perkembangan anak secara menyeluruh. Anak dalam proses perkembangannya merupakan kutub yang berbeda dengan orang dewasa, namun saling mempengaruhi. Kualitas pengalaman anak di usia dini sangat mempengaruhi kehidupannya di masa dewasa. Berikut ini pandangan Tokoh tentang PAUD adalah: a. Nabi Muhammad Saw Lebih dari 1500 tahun yang lalu (abad ke-6 M), Nabi Muhammad Saw telah mengemukan bahwa kewajiban menuntut ilmu adalah mulai dari anak dalam kandungan sampai ia meninggal. Hal itu menegaskan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi dalam menuntut ilmu. b. Marthin Luther (1483-1546) Menurutnya landasan adanya proses pendidikan adalah agama. Selain itu keluarga juga merupakan faktor utama dalam menghadapi pendidikan anak.
24
EDISI 64 / III / 2015
B. PAUD di Masa Datang Dari rentang usia yang menjadi garapan PAUD, yaitu 0 sampai 6 tahun juga mengandung implikasi bahwa PAUD dapat diselenggarakan dalam beberapa kelompol usia, yaitu kelompok usia dibawah usia 3 sampai 4 tahun, kelompol 4 sampai 6 tahu. Setiap kelompok usia dapat diselenggarakan terpisah dalam satu kelompok ataupun semua kelompok secara bersama-sama. Di beberapa Negara maju baik di Eropa maupun Amerika, penyelenggaraan PAUD bahkan dapat dibagi berdasarkan perkembangan anak, seperti kelompok anak masa bayi(infant), kelompok anak merangkak (todler), dan masa mulai berdiri dan berjalan, dan seterusnya atau berdasarkan perkembangan usia, seperti 2 sampai 6 bulan, 8 sampai 12 bulan, 24 – 36 bulan dan seterusnya (catron & Allen, 1999). Hal ini berarti masyarakat yang berminat menyelenggarakan PAUD dapat melayani kelompok anak tertentu yang disesuaikan dengan kemampuan penyelenggara. Dalam konteks multi setting, penyelenggaraan PAUD dapat dilakukan dalam berbagai lingkungan.Anak petani di pedesaan misalnya dapat mengikuti kelompok bermain yang didirikan di kelompok bermain yang didirikan disekitar sawah, ladang atau kebun yang mereka miliki. Demikian pula anak yang hidup di daerah terpencil dapat mengikuti program PAUD di daerah tersebut dan tak perlu ke kota kabupaten atau propinsi. Dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada di sekitar sawah, ladang dan kebun (batang padi, tanaman, sayur, bunga, buah-buahan, dll.) atau dipedesaan (batok kelapa, batang bambu, sungai, dll) kualitas belajar anak tidak kalah dengan di kota-kota. C. PAUD Di Jepang (Studi kasus) Ada dua macam sekolah untuk anakusia dini (PAUD) di Jepang. Yang pertama adalah hoikuen (daycare).Hoikuen ditujukan untuk murid berusia 6 tahun kebawah yang orang tuanya (ibu) bekerja sampai sore atau malam
sehingga sekaligus membutuhkan bantuan untuk menjaga dan merawat anaknya hampir seharian.Umumnya hoikuen menyediakan makanan dan minuman berupasnack dan makan siang.Menu yang disajikanterlebih dahulu sudah diketahui dan bahkan disepakati oleh setiap orang tua pada setiap awal bulan. Kemudian contoh masakan pada hari tersebut juga dipajang melalui sebuah kotak kaca tertutup yang dipajang mulai dari siang hingga sore, sehingga ketika orang tua menjemput anaknya dapat mengetahui bentuk visual yang dikonsumsi oleh anaknya pada hari itu. Filosofi utama tujuan pendidikannya adalah menjadikan anak mandiri dan ramah terhadap lingkungannya.Pagi hari ketika mengantarkan anak, orang tua hanya melihat bagaimana si anak dapat memasukkan sendiri barangnya ke dalam loker yang sudah disediakan untuk setiap anak. Sepatuwajib diletakkananak pada tempat yang tersedia dengan posisi bagian depan sepatu menghadap ke luar. Terkadang ada guru yang menunggui ketika anak meletakan barang dan menyusun sepatunya, sambil guru itu berkata: “ Hati-hati menaruh barang dan sepatunya, jangan sampai menganggu orang lain. Proses meletakan barang dan sepatu sendiri serta menyusunnya sedemikian rupa dan ucapan agar berhati-hati dan tidak menganggu orang adalah adalah juga sebuah proses pendidikan yang dalam maknanya. Orang tua juga wajib mengisi buku harian/penghubung (renrakucho) yang tersedia di dalam kelas tentang kondisi anak (pilek, batuk, habis kena marah, terlambat tidur, suhu tubuh dan kejadian di rumah, dll).Ketika menjemput, orang tua kembali wajib mengecek buku harian yang didalamnya juga telah ditulis guru tentang informasi anak seharian. Substansi dasar dari pendidikan pra sekolah adalah menanamkan kebiasaan dan memberikan pengetahuan yang berguna untuk menjalani kehidupan yang sehat.Perlu juga diketahui bahwa di hoikuen, tidak ada pelajaran membaca, menulis dan berhitung seperti halnya di Indonesia.
Substansi detail dari pendidikan Pra sekolah adalah : 1. Menanamkan kebiasaan kehidupan sehari-hari. Sejak usia dini mereka sudah dibiasakan mencuci tangan, kumurkumur, menggosok gigi yang nantinya sangat berguna untuk pola hidup sehat. Seiring pertumbuhan si anak, mereka akan diajarkan hal-hal lainnya. 2. Sejak usia dini mereka telah ditanamkan kebiasaan merapikan dan mengembalikan barang-barang milik pribadi seperti sisir, tas dan sebagainya, atau mainan yang digunakan dalam bermain ke tempat yang telah ditentukan. Kemudian agar pertumbuhan anak berjalan normal, mereka diberi waktu istirahat dan tidur siang yang cukup. 3. Pembetukan jasmani Sejak dini mereka dibiasakan berolah raga. Karena pada dasarnya anak-anak sangat suka olah raga. Permainan bola, permainan berlari-larian, bermain kuda-kudaan (melompat), dan sebagainya. Semua ini dilakukan untuk membangun tubuh anak yang sehat dan kuat. 4. Kehidupan berkelompok. Menanamkan kemandirian, kepedulian, kepribadian yang harmonis, batasan-batasan tertentu dalam segala hal saat bermain dengan anak-anak lain dari berbagai usia. Pendidikan ini menitik beratkan pada sentuhan antara anak-anak usia lebih tua dengan anak-anak yang usianya di bawah. 5. Mengajarkan cara berkomunikasi. Mengajarkan bahasa yang dibutuhkan dalam kehidupan seperti bagaimana cara menyampaikan keinginan pribadi atau bagaimana cara mendengarkan cerita orang lain. Yang tidak kalah penting adalah menarik minat anak-anak terhadap bahasa melalui buku cerita atau cerita langsung oleh para pendidik. 6. Bimbingan Keamanan. Membiasakan anak-anak berlatih menyelamatkan diri saat sesuatu terjadi. Mengajarkan tempattempat yang aman saat bencana. Mengajarkan cara pergi dan pulang ke
EDISI 64 / III / 2015
25
rumah, berjalan-jalan dan sebagainya. Tidak lupa pula bimbingan keamanan lalu lintas. 7. Suguhan makanan sehat. Anak-anak akan diberikan suguhan makanan yang sehat. Dengan demikian tubuh mereka menerima asupan gizi yang cukup dan seimbang. Yang kedua adalah yochien (taman kanakkanak). Umumnya anak-anak yang bersekolah di yochien hanya sampai pukul 14.00 siang dan memiliki libur musim panas dan musim dingin yang panjang sama seperti SD, SMP atau SMA. Guru-guru yang ada di sekolah selalu siap siaga dan waspada pada setiap sudut sekolah jika anak sedang bermain di halaman sekolah.Tidak ada guru yang memakai baju cantik dan rok sempit. Semua guru memakai baju sporty (seperti baju untuk berolahraga) untuk memudahkan mereka bergerak dan memantau anak-anak. Biasanya guru akan terlihat modis dan cantik seusai jam sekolah. Selain itu, guru-guru sangat ramah dan terbuka.Dalam menghadapi anak-anak, guru juga selalu ceria, lincah dan tersenyum, pintar bernyanyi dan pintar menirukan berbagai macam suara tanpa ragu dan malu.
26
EDISI 64 / III / 2015
D. PENUTUP Pendidikan PAUD di Indonesia dapat mencontoh beberapa kebijakan pendidikan PAUD di Jepang terutama mencontoh praktek-praktek yang dilaksanakan di sekolah-sekolah PAUD di Jepang. Berdasarkan perbandingan ini kita perlu melakukan koreksi terhadap apa yang telah dan sedang kita lakukan di sekolah-sekolah PAUD kita. PAUD merupakan pondasi dasar dalam membentuk karakter anak bangsa yang harus dibenahi sedemikian rupa sehingga perbaikan karakter anak bangsa ke depan akan dapat terwujud. Seperti apa karakter bangsa, dan seperti apa etos kerja bangsa kita dua puluh tahun ke depan sangat ditentukan oleh PAUD hari ini.