1
EDISI 41, MINGGU II OKTOBER 2013
EDISI 41, MINGGU II NOVEMBER 2013 EDISI 37, MINGGU III OKTOBER 2013 http://majalah.batampos.co.id
http://majalah.batampos.co.id
fokus
9
P E R I S T I W A
Raja Ali Haji
PELETAK DASAR TATA BAHASA MELAYU EDITOR: Yermia Riezky
email :
[email protected]
Jika Anda mencari tahu siapa Raja Ali Haji, banyaklah julukan yang akan ditemukan. Ia adalah ulama, ahli sejarah, pujangga, penyair, dan Bapak Bahasa Indonesia yang mendapat gelar Pahlawan Nasional 10 November tahun 2004 lalu. Namun sampai manakah orang Indonesia mengingat tokoh yang sudah wafat ratusan tahun silam ini?
EDITOR: Fenny Ambaratih email :
[email protected]
FOTO-FOTO : YERMIA RIEZKY/ KOLEKSI ASWANDI EDISI 41, MINGGU II OKTOBER 2013
10
fokus P E R I S T I W A
S
atu hari pada 1822... Satu rombongan dari Kerajaan Riau-Lingga tiba di Batavia. Pemimpin rombongan itu, Raja Ahmad datang membawa istri dan dua orang anaknya, Raja Ali dan Raja Muhammad. Rencananya, rombongan yang berlayar jauh dari Pulau Penyengat akan menemui Gubernur Jenderal Hindia Belanda Godart Alexander Gerad Philip Baron den Capellen. Sebuah urusan penting membawa rombongan penasihat Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau-Lingga menemui Gubernur Jenderal Capellen. Kunjungan yang berlangsung selama tiga bulan itu tak hanya bermuatan politis. Keluarga Raja Ahmad meluangkan waktu untuk mengamati apa yang mereka temui di sana. Perjalanan tak berlangsung membosankan karena mereka ditemani oleh Christiaan van Angelbeek, penerjemah resmi Biro Urusan Pibumi pada pemerintahan Hindia Belanda. Raja Ali yang berumur sekitar 13 tahun ketika itu berkenalan dengan beberapa orang Belanda yang dapat berbahasa melayu dengan baik. Mereka mengunjungi Bogor, menonton pertunjukan kesenian dan opera, serta mengunjungi ulama ternama. Salah satu yang paling diingat oleh Raja Ali adalah kunjungannya ke gedung opera Scouwburg yang kini dikenal dengan Gedung Kesenian Pasar Baru Jakarta. Perjalanan Raja Ali keluar Pulau Penyengat pada masa remajanya tak hanya saat keluarganya berangkat ke Batavia. Di usianya yang ke-19, ia mengikuti ayahnya berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Rombongan calon haji Riau-Lingga cukup besar. Selain Raja Ahmad dan Raja Ali, turut pula Said Abdullah, Said Hamid, dan dua pegawai Kerajaan Riau-Lingga Khatib Abdulrahman dan Bilal Abdullah. Tak hanya itu, turut juga Haji Abdul Jamil yang merupakan putra Haji Abdul Wahab guru besar Raja Ahmad dan Engku Putri dari Minangkabau, Encik Muhammad Saleh yang merupakan putra Encik Abu Bakar guru Yang Dipertuan Muda Raja Jakfar saat belajar Al Quran di Trengganu. Ikut pula dalam rombongan Muhammad bin Encik Makmur, Ahmad bin Encik Makmur dan seorang pegawai masjid asal Jawa bernama Ismail. Perjalanan mereka bermodalkan uang 10 ringgit pemberian Engku Putri ditambah 14 ribu ringgit uang yang diperoleh Raja Ahmad saat ia sendiri berniaga ke Pulau Jawa. Setibanya di Jeddah, rombongan itu disambut oleh sejumlah Syekd Haji, di sana mereka dikenal dengan Mutawwif. Para Syekh menawarkan jasa sebagai pemandu, menyediakan akomodasi dan hal-hal pendukung selama di Tanah Suci. Raja Ahmad memilih Syekh Ahmad Msyafi yang memandu mereka selama menunaikan ibadah haji. Salah satu alasannya, Syekh Ahmad merupakan ketuEDISI 41, MINGGU II OKTOBER 2013
runan hamba tua dan Bugis 40 hamba laki-laki pengiring Daeng Marewa di Riau. Sepulang dari menunaikan ibadah haji, Raja Ahmad kemudian dikenal dengan nama Engku Haji Tua, sedangkan anaknya Raja Ali sepulangnya dari Mekah dipanggil Raja Ali Haji. Dua perjalanan itu sangat berkesan bagi Raja Ali Haji. Ia kemudian secara rinci menulis perjalanan itu dalam karyanya Tuhfat Al-Nafis (Bingkisan Berharga) yang menceritakan tentang sejarah Melayu. Dalam karya yang sebagian juga ditulis oleh Raja Ahmad itu, Ali Haji menceritakan, kepulangan mereka juga membawa hadiah yang diterima rombongan termasuk dua budak asal Afrika dari bangsa Habsy dan seoang Bangsa Nubi. Kisah itu sempat membangkitkan pertanyaan sejarawan Kepulauan Riau, Aswandi Syahri, “Apakah ada keturunan orang Habsy dan Nubi di Pulau Penyengat?” Tuhfat Al-Nafis merupakan salah satu karya yang lahir dari tangan Raja Ali Haji. Dosen Fakultas Sastra Universitas Udayana Bali, I Nyoman Veda Kusuma dalam tulisannya Raja Ali Haji: Tokoh Bahasa dan Sastra Melayu Abad XIX mengatakan, berdasarkan katalog Van Ronkel yang tersimpan di Museum Jakarta, Ali Haji memiliki tujuh karya yang dikenal. Selain Tuhfat Al-Nafis, Ali Haji juga menulis Silsilah Melayu dan Bugis dan Sekalian Raja-Rajanya, Gurindam Dua Belas, Bustan Al-Kantibin, Nasihat, Syair Abdul Muluk, dan Thamra Tu Al-Muhammadiyafa. Dari ketujuh karyanya, Gurindam Dua Belas yang paling sering terdengar di kalangan umum. Lainnya beredar dan dipelajari para penggiat sastra dan sejarah. Karya-karya Raja Ali Haji terkenal karena mampu melampaui zaman. Aswandi menyebut Gurindam Dua Belas sebagai karya yang aktual sepanjang zaman karena keluasan dan kedalaman kandungan isinya. Sementara pada zaman Ali Haji, Eliza Netscher yang menerbitkan Gurindam Dua Belas mengatakan karya itu, “Sangat menyenangkan bagi telinga orang Eropa.”
Halaman 65 dan 66 salinan Manuskrip Silsilah Melayu dan Bugis sebagai bagian dari Kitab Sadjarah Riouw Lingga.
11
Bekas gerbang istana Pulau Penyengat.
fokus P E R I S T I W A
Dalam perjalanan, terungkap bahwa Ali Haji meruSurat Raja Ali Haji kepada Von de Wall menuliskan, para pakan tokoh yang merintis penggunaan bahasa Melayu penulis dalam kerajaan Melayu khususnya di Pulau terstruktur. Ini membuat ia diminta Hermann von de Penyengat membuat dan menyalin karya-karya berupa Wall penyusun Kamus Bahasa Melayu -Belanda, untuk hikayat, syair, jenis prosa dan puisi Melayu yang membamembantu penyusunan buku tersebut. has berbagai topik sebagai sarana hiburan dan pembelaJasanya di bidang bahasa dan sastra membuat Pejaran bagi masyarakat. merintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Dalam keluarga Ali Haji, keluarganya menjadi salah Nasional kepada Raja Ali Haji 9 tahun lalu. Ia dinobatkan satu pendorong utama. bersamaan dengan Ismail Marzuki, Ahmad Rifai, “Besar kemungkinan Raja Ali Haji terdorong untuk Maskoen Soemadiredja, Andi Mappanyukki, menulis karena ayahnya juga gemar menulis. dan Gatot Mangkoepraja. Ayahnya juga memiliki koleksi-koleksi baGelar Pahlawan Nasional untuk Raja caan yang dapat memancing minat Raja Ali Haji telah diusulkan Pemerintah Ali Haji pada kegiatan menulis,” kata Daerah Riau karena jasa-jasanya Aswandi yang ditemui di TanjungpiBahasa Melayu terhadap bahasa Melayu yang kenang, Rabu pekan lalu. mendapat temmudian dijadikan bahasa nasional. Sebagai orang dalam istana, Raja pat utama bagi Terutama pencatat pertama dasarAli Haji mendapatkan pendidikan Belanda. dasar tata bahasa Melayu lewat yang didapat anak-anak penghuni buku Pedoman Bahasa yang menjadi istana. Ulama-ulama yang datang ke standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu Penyengat tidak saja menjadi sumber standar itulah yang dalam Kongres Pememahami agama Islam, tapi oleh Raja muda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan Ali Haji kesempatan itu digunakan untuk sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. meningkatkan kemampuan literasinya. Anugerah ini membuat Ali Haji menjadi anggota Perjalanan ke Batavia dan Mekkah mendorong Ali Haji kerajaan Riau-Lingga kedua setelah kakeknya, Raja Haji menuliskan pengalamannya di dua peristiwa itu dalam Fisabilillah yang mendapat gelar Pahlawan Nasional. Raja karyanya Tuhfat Al-Nafis. Perannya dalam pemerinHaji mendapatkannya pada 1997. tahan dan ulama bagi masyarakat di Pulau Penyegat juga diyakini memberikan sumbangsih pada produktivitas Pengaruh Lingkungan Istana Raja Ali Haji. Gurindam Dua Belas, misalnya, menerangRaja Ali Haji tumbuh dalam lingkungan dengan bukan ajaran-ajaran moral yang berguna dalam hubungan daya tulis menulis yang berakar kuat. Pembuatan naskah sesama manusia atau antar manusia dengan Tuhannya. menjadi tradisi istana. Van der Putten dan Al Azhar Sementara Thamra Tu Al-Muhammadiyafa menegaskan dalam bukunya Dalam Perbekalan Persahabatan: Suratperan seorang raja yang jika tidak memerhatikan kebutuhan masyarakatnya tak dapat diterima sebagai penguasa lagi. Selain tradisi tulis menulis telah berakar di Pulau Penyengat, dorongan menghasilkan karya-karya tulis baik yang asli maupun salinan turut dipicu ketertarikan Belanda terhadap alam Melayu yang makin bertumbuh. Pemerintah Belanda kemudian membentuk Departemen Urusan Pribumi. Menurut Van der Putten dan Al Azhar, departemen itu bertugas mengumpulkan bahan-bahan tentang bahasa setempat. Bahasa Melayu mendapat tempat utama bagi Belanda. Naskah-naskah Melayu diperlukan sebagai bantuan bahan ajar pegawai pemerintahan di Hindia-Belanda. Ini membuat Residen Riau sibuk mencari bahan-bahan tentang masyarakat dalam lingkungan Kerajaan RiauLingga. Pada 1822-1826 misalnya, Residen Von Ranzow mengumpulkan dan menyusun silsilah keluarga diraja Riau. Sementara Residen Elout (1826-1830) mengupah
EDISI 41, MINGGU II OKTOBER 2013
12
Gurindam Dua Belas Manuskrip Jakarta.
fokus P E R I S T I W A
unikan pasal-pasal di dalamnya merupakan suatu kesatuan yang ditata sedemikian ruma sehingga mewujudkan suatu (karya) tersohor dalam kesusasteraan melayu,” kata Nyoman. Raja Ali Haji berusia sekitar 37 tahun pada saat menyelesaikan naskah Gurindam Dua Belas pada 1846. Penduduk Pulau Penyengat saat ini meyakini, Ali Haji menulis Gurindam karena melihat situasi di sekitarnya. “Raja Ali Haji melihat keadaan sudah kacau. Anak melawan orang tua, sedangkan pemimpin tidak mau lagi mendengarkan rakyatnya,” kata Raja Abdul Rahman, salah satu tokoh Pulau Penyengat, Rabu minggu lalu. Bagaimana Gurindam Dua Belas bisa muncul mencuat dalam ranah sastra? Adalah Eliza Netscher, orang Belanda yang fasih berbahasa Melayu dan punya minat besar terhadap sejarah dan budaya Melayu yang melihat kebesaran karya Raja Ali Haji itu. Netscher yang pertama kali menerjemahbeberapa juru tulis Melayu untuk menyalin naskah di kan Gurindam Dua Belas ke dalam bahasa Belanda yang kantornya di Tanjungpinang. diberi judul, De Twaalf Spreukgedichten. Terjemahan “Puncak kegiatan pengumpulan naskah Melayu terjadi dengan huruf latin itu disandingkan dengan teks dalam pada sekitar tahun 1860-an. Saat itu Von de Wall dan bahasa Melayu yang menggunakan huruf Jawi atau Arab Klinkert mengumpulkan ratusan naskah untuk memMelayu. pelajari bahasa dan kebudayaan Melayu,” tulis Van de Netscher memublikasikan karyanya itu dalam TijdPutten dan Al Azhar. schrift voor Indische Taal-, Land-en Volkenkunde yang diterbitkan Bataviaasch genootschap van Kusten en Gurindam Dua Belas, Masterpiece Wetenschappen jilid II pada 1854. Dari ketujuh karya besar Raja Ali Haji, Gurindam Dua “Dalam publikasinya Netscher memuji ungkapan-unBelas bisa dikatakan sebagai karyanya yang paling cegkapan yang bernas dalam Gurindam Dua Belas. Dengan merlang. Aswandi mengatakan karya itu sebagai kadar penilaian yang tinggi ia bahkan menyebut masterpiece. Ia mencatat, karya ini merupaRaja Ali Haji sebagai ‘Sastrawan yang sangat kan produk langka dalam kesusasteraan terkenal di kalangan bangsanya’,” tulis Riau-Lingga pada masanya. Aswandi. Raja Ali Haji “Gurindam Dua Belas, tampaknya Pada dekade itu, dua karya Ali Haji melihat keadaan adalah satu-satunya genre sastra juga diterbitkan dalam bahasa Besudah kacau. dalam bentuk gurindam cara Mellanda. Syair Abdul Muluk diterbitkan Pemimpin tak ayu, yang pernah dihasilkan sepandalam Tijdschrift voor Neerlandsch mau mendengar jang perjalanan sejarah tradisi tulis Indie. Ada juga syair tanpa judul rakyatnya. dan sastra klasik Melayu Riau-Lingga yang disunting dan diterjemahkan sejak awal abad ke-19 hingga tiga oleh Roorda van Eysinga dalam Wardekade pertama kurun abad ke-20,” tulis nasarie. Ketiganya terbitan itu memAswandi dalam kolom Kutubkhanah Mabuat Raja Ali Haji Dikenal dan diakui oleh jalah Batam Pos, 1 Maret 2013. pemerintah Belanda sebagai anggota keluarha Sesuai namanya, gurindam ini terdiri dari 12 pasal penguasa keturunan Bugis yang penting. yang berupa nasihat-nasihat dalam menjalani kehiduPublikasi itu ternyata menyita perhatian luas inpan. Menurut Nyoman, tiap-tiap pasal merupakan satu telektual Belanda. Bagaimana tidak, bak menemukan kesatuan isi. Dalam Gurindam Dua Belas, Raja Ali Haji permata, Belanda mendapati tempat dimana bahasa ingin menyampaikan nasihat atau pesan yang menginMelayu berkembang dengan struktur bahasa yang gatkan agar kita selalu melaksanakan hubungan dentertata. Bahasa Melayu memang sudah menjadi bahasa gan Tuhan, dengan pemerintah, dan menyeimbangkan pengantar dalam perdagangan di seluruh wilayah Hindia kehidupan sendiri atas nafsu dan perbuatan. Belanda, namun tanpa tata bahasa. Belanda sendiri saat “Itulah keistimewaan isi Gurindam Dua Belas, dan keitu sedang gencar-gencarnya menyusun kamus bahasa
EDISI 41, MINGGU II OKTOBER 2013
13
fokus P E R I S T I W A
Melayu-Belanda dan Belanda-Melayu. na kami sudah pikir, jika dengan surat dengan tangan Para intelektual Belanda, khususnya di bidang bahasa karangan itu ada tiga mudaratnya. Pertama, mudarat kemudian tersedot ke Kerajaan Riau-Lingga untuk beratas tubuh kami. Sebab kami telaah kitab, baharu buru naskah-naskah setempat. Van der Putten dan Al dipikirkan, kemudian baharu disurat di buram yang perAzhar mencatat Residen Willer (1853-1854) meminta tama, kemudian buram yang kedua, kemudian baharu bantuannya untuk menyusun silsilah keluarga istana diberikan juru tulis. Tubuh kami sakit, belanja kami kelRiau dan untuk menyempurnakan catatan Netscher yang uar sendiri, satu2 karangan barangkali sekurang-kurangbelum lengkap yang terbit 1854. nya enam puluh. Satu karangan Para ahli bahasa Melayu asal itu tiada sudah dengan sebulan Belanda seperti Hermann Von de dua. Coba awak pikir, satu juru Wall dikirim ke Tanjungpinang tulis sekurang-kurangnya enam untuk mengumpulkan berbagai ringgit sebulan. (Dokumen VIII, naskah. Belakangan ia kemudian baris 22-31) berkenalan dengan Ali Haji. MaBegitulah isi salah satu surat jelis Injil Belanda juga mengirim Raja Ali Haji kepada Von De HC Klinkert untuk mempelajari Wall yang kala itu bekerja bahasa yang murni di Riau guna sama dalam mengkaji bahasa memperbaiki terjemahan Injil Melayu. Sebagian besar suratdalam bahasa Melayu. Ia tingsurat yang dijumpai dalam gal di Tanjungpinang selama dua dua bundel aneka surat yang setengah tahun. dialamatkan kepada Hermann Ketertarikan Belanda menaikVon De Wall, sarjana kelahiran kan minat para penulis di PenyenJerman, pegawai pemerintahan gat. Nama-nama dalam lingkunHindia-Belanda yag bertugan istana terjaring. Namun tak gas menyusun kamus Bahasa sebatas itu, di luar istana pun ada Melayu-Belanda. Surat-surat ini penulis-penulis handal seperti dikirim dalam rentang waktu Haji Ibrahim, yang saat itu berlima belas tahun, mulai dari peran sebagai Syahbandar Riau di 1857 sampai 1872. Bundel ini Penyengat. Ia menuliskan karya berisikan 234 surat atau lebih Iuminasi Bustan al-Katibin yang diterjemahkan menjadi Tjakap-Tjakap kurang sekitar 900 halaman. edisi litografi di Penyengat. Rampai-Rampai yang ditulis dalam bahasa MelBundel-bundel tersebut hampir seabad ayu Johor. lamanya tidak tersentuh dan tergelatak begitu saja di Meski banyak penulis Kerajaan Riau-Lingga yang perpustakaan Nasional Jakarta. Surat-surat ini semula mengorbit pascaditerbitan tiga karya Ali Haji, namanya dikatalogkan oleh Van Rokel dengan kode dan nomor tetap menonjol di antara mereka. Salah satu alasannya, bat. gen 174 dan bat. gen 175 dengan keterangan ringkas menurut Aswandi, karena karya dialah yang pertama ‘Koleksi surat-surat Melayu, dari H.vd Wall, milik gukali diterbitkan. bernemen diterima 1889 (van Rokel 1909:467) “Di samping itu karya Raja Ali Haji juga ditulis dalam Perkenalan mereka bermula saat Von de Wall datang kaidah yang lebih baik dan terstruktur,” tambah Aswanke Tanjungpinang dalam rangka mengumpulkan naskahdi. naskah bahasa Melayu. Ia ditugaskan menyusun kamus Selama Ali Haji bekerja sebagai penasihat bagi keluarbahasa Melayu-Belanda dan Belanda-Melayu yang akan ga Yang Dipertuan Muda, ia menyusun buku teks bahasa digunaan oleh pegawai pemerintah. melayu, Bustanul Katibin. Kitab ini merupakan paparan Van der Putten dan Al Azhar yang mengumpulkan Ali Haji tentang tata bahasa Melayu yang menerapkan surat-surat Raja Ali Haji kepada Von de Wall mengataaturan tata bahasa Arab. Menjelang akhir masa hidupkan, Von de Wall diperkenalkan kepada Raja Ali Haji oleh nya Raja Ali Haji menyusun Kitab Pengetahuan Bahasa. Residen Nieuwenhuyzen. Von de Wall datang ke Riau Sayangnya, kitab ini belum selesai saat Ali Haji wafat pada Juli 1857. pada 1873. Perkenalan Von de Wall dengan Raja Ali Haji dan Haji Ibrahim, yang saat itu juga menjadi nara sumbernya, Koalisi Bersama Von de Wall pada awalnya tidak berjalan baik. Keduanya dianggap ‘Adapun pasal pekerjaan berkehendakkan cap kareurang siap ketika Von de Wall menanyakan tentang EDISI 41, MINGGU II OKTOBER 2013
14
fokus P E R I S T I W A
arti-arti kata. “Penjelasan pertama yang ia terima dari keningratannya dan melihat manfaat bekerja sama mereka seringkali terbukti tidak lengkap dan salah,” tulis dengan pegawai kolonial untuk tujuan pendidikan. Ia Van der Putten dan Al Azhar. juga melihat manfaat dengan bersahabat baik dengan Meski demikian, dalam tahun-tahun berikutnya seorang Von De Wall dimana ia bisa berbagi minatnya hubungan mereka berkembang menjadi persahabatan terhadap Bahasa Melayu dan menyusun kamus ekabayang karib. Von de Wall dalam berbagai publikasinya hasa Melayu. menyebut Raja Ali Haji sebagai ‘kawan baiknya’. SuratHubungan kerja Ali Haji dengan Von de Wall dimulai surat Raja Ali Haji kemudian mempertegas persahabatan dengan memeriksa karya-karya sejarah dan mengumkeduanya. Ia menganggap Von de Wall sebagai seorang pulkan kata-kata untuk kamus. Ikatan kerja saat itu saudara yang dapat menyimpan rahasia-rahasia pribbelum didasarkan pada landasan yang formal. Imbalan adinya. Raja Ali Haji masih berupa hadiah. Belum ada “Itulah kabar kita yang sebenarnya. Kita wujud uang tunai. terangkan dengan sangat ikhlas pada Sebenarnya ada tunjangan yang paduka sahabat kita,” kata Raja Ali Haji merupakan bagi hasil timah di Pulau Hubungan dendalam suratnya 22 April 1862. Surat Karimun dan Kundur. Namun hasil gan Von de Wall itu ditulis dalam kaidah bahasa pada tambang itu mengecewakan. Baru masa itu. pada sekitar akhir 1867 Raja Ali Haji dari mengumSetidaknya, berdasarkan surat-sumenerima tunjangan bulanan sebepulkan kata-kata rat yang ditulis langsung oleh beliau, sar 30 rial atau dollar Meksiko untuk untuk kamus. muncullah sebuah gambaran tentang pekerjaannya mengumpulkan bahanhubungan keseharian penulis Melayu bahan kamus Von de Wall. Biasanya yang merupakan cucu Raja Fisabilillah ini uang tersebut cukup, namun pada dengan para pegawai kolonial Belanda. Imej perayaan-perayaan bulan Islam, seperti dari ‘penulis Islam yang dengki dan membenci Ramadhan dan Zulhijjah, ia meminta upahnya Belanda ‘ itu sama sekali tidak ada pada Raja Ali Haji. dibayarkan lebih dulu dengan mengurangi jatah bulan Citra yang muncul justru lebih jelas menampilkan Raja berikutnya. Ali Haji adalah sebagai guru alim yang memiliki tekad Raja Ali Haji tidak sendirian dalam mengumpulkan kuat untuk memajukan bahasa Melayu. Meskipun ia naskah-naskah melayu kuno, ia mempekerjakan beberabekerja dan dibayar oleh Belanda. pa orang juru tulis dan membayar mereka untuk menuPerspektif ini bisa dilihat saat ia menurunkan ‘ego’ lis dan menyalin penjelasan kata-kata Perkenalan Raja Ali Haji dengan Von de Wall dan intelektual Belanda membuat pemikirannya makin maju. Ia menganggap penting adanya mesin cetak. Dengan itu, ia dapat menghemat dan menekan mahalnya biaya penyalinan karena harus membayar tenaga penulis. Proses penyalinan dengan tenaga manusia juga melelahkan dan membutuhkan waktu yang panjang. “Raja Ali Haji juga berpikir, dengan percetakan karyakarya penulis Penyengat bisa dibaca oleh banyak orang. Sebelum ada mesin cetak, kopian naskah hanya ada satu dua yang ditulis secara manual,” kata Aswandi. Di Penyengat saat itu telah ada mesin cetak batu. Namun Raja Ali Haji meminta adanya mesin model tipograf yang menurutnya lebih baik dibanding mesin cetak batu. Tiga kali Raja Ali Haji meminta pada Residen Riau, tapi tak pernah dikabulkan. Kerjasama pengumpulan kata-kata untuk kamus bahasa Melayu-Belanda dituntaskan sekitar tahun 1868. Raja Ali Haji saat itu mempekerjakan anak Haji Ibrahim, Abdullah, sebagai juru tulis yang bertugas menyalin kata-kata yang terkumpul. Sejumlah keterangan dilengkapi oleh Raja Ali Haji. Namun demikian, dala perjalananya, EDISI 41, MINGGU II OKTOBER 2013
15 kamus tersebut belum seluruhnya diterbitkan di bawah pengawasannya karena Von de Wall meninggal pada 2 Mei 1873. Van der Putten dan Al Azhar mencatat, setelah kematian Von De Wall, naskah kamus yang diwariskannya disunting dan diterbitkan dengan sangat ringkas dalam tiga jilid oleh Van der Tuuk pada 1877, 1880, dan 1884. Von de Wall sempat menerbitkan dua bagian, namun karena dirasa tidak berguna lagi, Van red Tuuk menawarkannya secara gratis.
fokus P E R I S T I W A
“Hal ini dikarenakan Raja Ali Haji bukan Yang Dipertuanmudakan atau bukan pemegang pemerintahan di kerajaan. Sehingga tempatnya tidak begitu diistimewakan oleh masyarakat Pulau Penyengat,” ujar Abdurrahman. Padahal, Raja Ali Haji sudah melahirkan banyak karya di bidang sastra, namun hal ini tidak membuat dirinya populer. Hal ini terbukti bahwa banyaknya spekulasi tentang potret dirinya. Ada yang menggambarkan dirinya adalah sosok yang berkacamata memakai kopiah dan ada pula yang Kolofon judul Bustan al-Katibin Padat Karya, Miskin Popularitas sedang memakai sorban. Tidak ada sumber edisi litografi Penyengat. Bagi Raja Ali Haji, bahasa merupakan yang pasti bagaimana penggambaran fisik bagian dari identitas Melayu. Aswandi mengungkapsosok Raja Ali Haji. kan, karena pendiriannya itu Kitab Pengetahuan Bahasa “Saya pernah melihat potret Raja Ali Haji dari ketudisusun untuk menunjukkan bahasa Melayu yang murni. runannya langsung. Dan foto itu dibenarkan oleh “Saat itu Raja Ali Haji sudah melihat adanya kontaminasi sesepuh-sesepuh pulau penyengat bahwa itulah gambabahasa Inggris dan Belanda dalam percakapan warga ran orangnya,” ujar Abdurrahman. Ia menggambarkan Melayu,” kata Aswandi. potret Raja Ali yang sebenarnya adalah pria berjanggut Dalam perjalanan waktu, nama Raja Ali Haji redup. dengan memakai kain sorban dikepalanya. Potret ini “Tak banyak orang mengenalnya,” ujar Aswandi. kemudian dipercaya oleh masyarakat pulau penyengat Jika berkunjung ke Pulau Penyengat, mungkin sosok sebagai Raja Ali Haji. Tak heran kemudian banyak pedaRaja Ali Haji tidak begitu menonjol jika dibandingkan gang oleh-oleh yang membuat kaos dengan potret Raja dengan raja-raja lainya. Hal ini bisa dilihat dari posisi Ali haji itu. makam beliau. Masyarakat justru membuat makam Pada pertengahan pertama abad ke-20, orang mungEngku Putri Hamidah paling megah karena memiliki kin mengenal Gurindam Dua Belas, tapi tidak tahu siapa kekuatan politik yang tinggi di kerajaan Pulau Penyenpenggubahnya. Masyarakat menggunakan bahasa Ingat. Makamnya dibangun dalam sebuah rumah yang donesia dengan kaidah yang disusun oleh Raja Ali Haji dihiasi dengan batu pualam yang indah serta kelambu tanpa berniat tahu siapa penyusunnya. yang tinggi. Pada batu nisannya terlampir belasan kain Dalam dunia sastra yang biasa mengelompokkan bewarna kuning yang merupakan hadiah dari para pezikarya sastra berdasarkan periode para pengarang, nama arah. Hal pemberian kain kuning ini sepertinya tradisi di Raja Ali Haji kurang dikenal, meski keturunannya dan daerah Melayu. muridnya mulai dari Raja Hasan dan Raja Ali Kelana Sedangkan makam Raja Ali Haji terdapat di luar menampilkan karya Raja Ali Haji. Itu berlangsung sampai bangunan tersebut. Makamnya bergandengan dengan 1969 ketika Shaeh Saidi mengkaji dan menerjemahkan makam ayahnya Raja Ahmad. Cuma sebuah atap dibanteks Gurindam Dua Belas yang diterbitkan Netscher pada gun untuk menaungi makam keduanya. Namun tetap 1969. Berkat usaha Saidi, Gurindam Dua Belas diperkesaja, bagi wisatawan yang tidak begitu mengetahui nalkan ke ranah sastra modern Indonesia hingga sampai sosok dan kiprah Raja Ali Haji maka akan mengira bahwa pada masyarakat luas melalui buku dan tulisan-tulisan makam tersebut tidak begitu istimewa. Gurindam Dua Sutan Takdir Alisyahbana, Madong Lubis, Sabaruddin AhBelas justru terpahat di sisi makam Engku Putri Hamimad, Zuber Usman, Abdul Hadi MW, dan penulis tenar dah. lainnya. *** EDISI 41, MINGGU II OKTOBER 2013
fokus
16
P E R I S T I W A
Foto yang dikira Raja Ali Haji.
PAHLAWAN TANPA FOTO E
ntah mengapa foto atau lukisan wajah menjadi satu hal yang wajib jika seorang tokoh nasional diajukan sebagai pahlawan nasional. Masalah kemudian muncul saat gambar yang digunakan ternyata bukan gambar sang tokoh. Seperti kasus gambar Raja Ali Haji. Seperti yang umum beredar, gambar yang merujuk pada wajah Raja Ali Haji adalah seorang tua bersorban. Parasnya sendu dengan mata tertutup. Seperti itukah wajah Raja Ali Haji? Aswandi Syahri, Sejarawan yang tinggal di Tanjungpinang tegas menyatakan itu bukan wajah Raja Ali Haji. Dalam tulisannya berjudul Raja Ali Haji dan Foto Karya Woodbury & Page, Aswandi mengatakan sketsa wajah itu berdasarkan sebuah foto lama yang merekam Sultan Riau-Lingga VIII, Sultan Sulaiman Badrulalamsyah bersama pengiringnya saat berkunjung ke Batavia. Foto yang menjadi koleksi KITLV di Laiden itu merupakan karya fotografer Walter Bentley Woodbury dan James Page asal Inggris. Mereka termasuk perintis fotografi di Hindia Belanda yang membuka foto studio modern dengan nama Woodbury & Page di Weltevreden (saat ini di sekitar Monas). Foto itu bertanggal 5 Juni 1857. Adalah hal yang wajar jika rombongan Sultan mampir berfoto untuk kenang-kenangan. Studio foto itu memang sangat terkenal dan diiklankan dalam koran berbahasa Melayu saat itu. Yang jadi pertanyaan, di manakah Raja Ali Haji dalam foto itu?
EDISI 41, MINGGU II OKTOBER 2013
Dalam foto itu, yang disangka sebagai Raja Ali Haji adalah sosok tua memakai sorban. Wajah pria itu agak menunduk. Persoalannya, saat itu Raja Ali Haji ternyata tidak ikut dalam rombongan. Aswandi menulis, dalam suratnya kepada Von de Wall akhir November 1867, Raja Ali Haji menjelaskan, ia menjemput rombongan Sultan Sulaiman di Pelabuhan Tanjungpinang. Sebenarnya dalam foto itu, tidak ada yang dikenal selain Sultan Sulaiman yang duduk di tengah kelompok. Bahkan, sosok Haji Ibrahim yang berperan dalam perjalanan kelompok itu ke Jakarta juga tak bisa ditentukan. Jika ada yang menyangka pria yang berdiri paling kanan itu Raja Ali Haji (dan ternyata keliru), sebagian lagi ‘menebak’ pria tersebut adalah Haji Ibrahim. Namun Jan Van der Puten pada 2001 mengatakan, “Bagaimanapun, memilih laki-laki yang berdiri paling kanan pada foto yang dibuat fotografer Woodbury & Page itu sebagai Haji Ibrahim hanyalah spekulasi. Itu karena pandangan imajinatif tentang dirinya sebagai haji berusia 60 tahunan.” Aswandi mengatakan, dengan tidak adanya Raja Ali Haji dalam peristiwa itu, berarti dia juga tak ada dalam foto tersebut. Menurut dia, foto atau lukisan Raja Ali Haji bisa saja ada, namun belum ditemukan. Apalagi korespondensinya yang cukup panjang dengan Von de Wall dan perkenalannya dengan intelektual Belanda memungkinkan wajah Raja Ali Haji pernah terekam kamera atau terlukis di atas kanvas. (Yermia Riezky)