Ebuletin – Juni 2016 :: [1]
TIM REDAKSI DAFTAR ISI
1) Pembina/Penasehat : Kepala LPMP Provinsi Sulsel
Peringatan Hari Pendidikan Nasional di Lpmp Sulawesi Selatan ...... 3
2) Pengarah : Kabag Umum, Kasubag T.U & R.T,
Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2016 .......................................... 5
Kasubag Perencanaan dan Penganggaran, Kasi
Diskusi Pendidikan Dalam Rangka Hari Pendidikan Nasional ..................... 8
3) Tim Editor : Dr. H. A. Rusdi, M.Pd, Drs. Syamsul
Kebermaknaan Pendidikan Sains Dalam Pendekatan Saintifik ................. 9 Implementasi Problem Based Learning (PBL) Dalam Pembelajaran Ekonomi Di Sekolah Menengah Atas (SMA) ....................... 11 Supervisi Akademik ........................... 21
PMP.
Alam, M.Pd, Drs. Muhammad Hasri, M.Hum, Dr. Endang Asriyanti A.S., S.S., M.Hum. 4) Tim Admin Pemuatan : Imran S.Kom, M.T., Fahry Sahid, Miftah Ashari, S.Kom., Daud Arya Bangun S.Kom.
5) Tim Humas : Budhi Santoso, S.Sos, Agung Setyo B., S.Sos., M.Si
Penyusunan Soal Berpikir Tingkat Tinggi .................................................. 35
PENGANTAR REDAKSI
Implementasi Contextual Teaching And Learning Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Di Sekolah Menengah Pertama .............................................. 40
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Pentingnya Mendampingi Anak Di Hari Pertama Masuk Sekolah ............. 52
eBuletin. Tabloid ini merupakan sarana publikasi
Ruangguru.Com, Sarana Calon Murid Bertemu Guru Secara Online ................................................. 54
Maha Kuasa karena atas limpahan karunia-Nyalah kami diberi kesempatan dan kemampuan untuk menerbitkan tabloid elektronik ini dengan nama
resmi Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Sulawesi Selatan yang di dalamanya berisi tentang informasi seputar kegiatan LPMP dan dunia pendidikan lainnya. eBuletin ini merupakan tabloid elektronik yang dapat diakses dengan membuka website resmi LPMP,
www.lpmpsulsel.net.
Pembaca
dapat
mengunduh tabloid kami tanpa dipungut biaya apapun,
Pembaca
juga
dapat
dengan
bebas
menyalin artikel yang ada di dalamnya tetapi dengan tetap mencantumkan asal kutipan artikel tersebut.
Demikian pengantar dari kami tim redaksi, semoga eBuletin ini sangat bermanfaat untuk pembaca dan dunia pendidikan.
Ebuletin – Juni 2016 :: [2]
PERINGATAN HARI PENDIDIKAN NASIONAL DI LPMP SULAWESI SELATAN , Merupakan tema dari Hari Pendidikan Nasional yang diperingati pada tanggal 2 Mei 2016 di LPMP Sulawesi Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengadakan upacara bendera yang dipimpin langsung oleh Kepala LPMP Sulawesi Selatan, Bapak Dr. H. Abdul Halim Muharram, M.Pd. dan diikuti oleh seluruh pejabat struktural, WI, dan staf LPMP Sulawesi Selatan. Seluruh peserta upacara pada hari Pendidikan Nasional mengenakan busana daerah Sulawesi Selatan.
Pidato seragam dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI menuliskan tentang Salah satu dukungan yang perlu kita berikan pada anak-anak Indonesia adalah memastikan bahwa apa yang mereka pelajari saat ini adalah apa yang memang mereka butuhkan untuk menjawab tantangan jamannya. Keterampilan utuh yang dibutuhkan oleh anak-anak Indonesia di abad 21 ini mencakup tiga komponen yaitu kualitas karakter, kemampuan literasi, dan kompetensi.
Karakter terdiri dari dua bagian. Pertama, karakter moral, sesuatu yang sering kita bicarakan. Karaker moral itu antara lain adalah nilai Pancasila, keimanan, ketakwaan, intergitas, kejujuran, keadilan, empati, rasa welas asih, sopan santun. Yang kedua dan tak kalah pentingnya adalah karakter kinerja. Di antara karakter kinerja adalah kerja keras, ulet, tangguh, rasa ingin tahu, inisiatif, gigih, kemampuan beradaptasi, dan kepemimpinan. Kita ingin anak-anak Indonesia menumbuhkan kedua bagian karakter ini secara seimbang. Kita tak ingin anak-
Ebuletin – Juni 2016 :: [3]
anak Indonesia menjadi anak yang jujur tapi malas, atau rajin tapi culas. Keseimbangan karakter baik ini akan menjadi pemandunya dalam menghadapi lingkungan perubahan yang begitu cepat. Literasi dasar menjadi komponen kemampuan abad 21 yang perlu kita perhatikan berikutnya. Literasi dasar memungkinkan anak-anak meraih ilmu dan kemampuan yang lebih tinggi serta menerapkannya kepada kehidupan hariannya. Bila selama ini kita berfokus pada literasi baca-tulis dan berhitung yang masih harus kita perkuat, maka kini kita perlu pula memperhatikan literasi sains, literasi teknologi, literasi finansial dan literasi budaya.
Semoga pengabdian kita sebagai abdi masyarakat di bidang pendidikan bernilai ibadah dalam mewujudkan pendidikan yang lebih maju dan berkarakter sesuai dengan kalimat “Nyalakan Pelita, Terangkan Cita-cita” sebagai tema keriaan Hari Pendidikan Nasional. Kita ingin pendidikan benarbenar berperan sebagai pelita bagi setiap anak Indonesia yang akan membuatnya bisa melihat peluang, mendorong kemajuan, menumbuhkan karakter, dan memberikan kejernihan dalam menata dan menyiapkan masa depannya.
Terakhir dan tak kalah pentingnya adalah komponen kompetensi. Abad 21 menuntut anak-anak Indonesia mampu menghadapi masalah-masalah yang kompleks dan tidak terstruktur. Maka mereka membutuhkan kompetensi kemampuan kreativitas, kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah, kemampuan komunikasi serta kemampuan kolaborasi. Peringatan Hari Pendidikan Nasional kali ini juga diisi dengan pemberian penghargaan Satya Lencana bagi pegawai LPMP Sulawesi Selatan yang telah mengabdi selama 10 Tahun, 20 Tahun, dan 30 Tahun.
Ebuletin – Juni 2016 :: [4]
SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN TAHUN 2016
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Guru dan Dosen terkait dengan sertifikat pendidik yang harus dimiliki oleh guru yang professional, pemerintah melaksanakan program sertifikasi guru dalam jabatan yang telah dimulai sejak tahun 2007 setelah diterbitkannya Peraturan Mendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru Dalam Jabatan. Mulai tahun 2009 landasan hukum pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Berdasarkan hasil kajian pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan yang telah dilaksanakan dan kajian terhadap guru yang telah memperoleh sertifikat pendidik, mulai tahun 2016 dilaksanakan sertifikasi guru melalui Pendidikan profesi Guru (SGPPG) untuk guru yang diangkat sejak 31 Desember 2005 sampai 31 Desember 2015. Di samping itu, masih dilaksanakan sertifikasi guru dengan pola Portofolio (PF) dan Pendidikan dan latihan Profesi guru (PLPG) bagi guru yang diangkat sebelum 31 Desember 2005. 1. Alur Sertifikasi Guru melalui PF dan PLPG Alur pelaksanaan Sertifikasi Guru yang diangkat sebelum 31 Desember 2005 sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2012 tentang Sertifikasi bagi Guru Dalam Jabatan disajikan pada gambar berikut:
Ebuletin – Juni 2016 :: [5]
Penjelasan alur sertifikasi guru yang disajikan pada di atas sebagai berikut. a. Guru berkualifikasi S-1/D-IV dapat memilih pola PF atau PLPG sesuai kesiapannya. b. Bagi guru yang memilih pola PF, mengikuti prosedur sebagai berikut. 1) Menyusun portofolio dengan mengacu Pedoman Penyusunan Portofolio (Buku 3). 2) Portofolio yang telah disusun diserahkan kepada dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota untuk dikirim ke LPTK sesuai program studi. 3) Apabila hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi guru dapat mencapai batas minimal kelulusan (passing grade), dilakukan verifikasi terhadap portofolio yang disusun. Sebaliknya, jika hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi guru tidak mencapai passing grade, guru tersebut menjadi peserta sertifikasi pola PLPG dan apabila tidak lulus mengikuti pembinaan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau mengembangkan diri secara mandiri untuk mempersiapkan diri untuk menjadi peserta sertifikasi tahun berikutnya. 4) Apabila skor hasil penilaian portofolio mencapai passing grade, namun secara administrasi masih ada kekurangan maka peserta harus melengkapi kekurangan tersebut (Melengkapi Administrasi atau MA) untuk selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap portofolio yang disusun. c. Peserta yang memilih pola PLPG wajib mengikuti uji kompetensi awal (uji kompetensi guru). Pelaksanaan PLPG ditentukan oleh Rayon LPTK sesuai ketentuan yang tertuang dalam Rambu- Rambu Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (Buku 4). d. PLPG diakhiri dengan uji kompetensi. Peserta yang lulus uji kompetensi berhak mendapat sertifikat pendidik dan peserta yang tidak lulus uji kompetensi diberi kesempatan mengikuti dua kali ujian ulang. apabila peserta tersebut lulus dalam ujian ulang, berhak mendapat sertifikat pendidik dan apabila tidak lulus mengikuti pembinaan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau mempersiapkan diri secara mandiri untuk menjadi calon peserta sertifikasi tahun berikutnya.
Ebuletin – Juni 2016 :: [6]
2. Alur Sertifikasi Guru Melalui SG-PPG Sertifikasi Guru melalui Pendidikan Profesi Guru, disajikan pada gambar berikut ini:
Penjelasan alur sertifikasi guru yang disajikan pada gambar di atas sebagai berikut. a. Guru berkualifikasi akademik minimal S-1/D-IV (linearitas dengan S1 dan mapel UKG) dan memiliki skor UKG 2015 minimal 55, mengumpulkan dokumen ke dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota untuk diverifikasi sebagai persyaratan untuk mengikuti seleksi administrasi. b. Guru yang memenuhi persyaratan administrasi mengikuti tes masuk sebagai peserta SG-PPG di LPTK. Bagi guru yang lulus tes masuk SG-PPG selanjutnya mengikuti tahapan: (1) workshop tahap I, (2) Pogram Pengalaman Lapangan (PPL) tahap I, (3) workshop tahap II, dan (4) PPL tahap II. Sebelum mengikuti workhsop tahap I, guru melakukan identifikasi problematika pembelajaran di sekolah masing masing yang nanti akan di bahas dalam workshop tahap II. Tugas tersebut setara 3 sks (119 jam) c. Setiap tahapan diakhiri dengan uji kompetensi yaitu ujian tertulis 1, ujian kinerja 1, ujian tertulis 2, ujian kinerja 2, dan diakhir seluruh tahapan peserta mengikuti ujian tertulis nasional secara online. d. Peserta yang tidak lulus setiap ujian sebagaimana dimaksud pada huruf c, dapat mengulang sebanyak dua kali. Jika tidak lulus pada ujian ulang kedua, peserta dikembalikan ke dinas pendidikan untuk mendapatkan pembinaan dalam rangka pengembangan diri. e. Peserta yang tidak lulus ujian tertulis nasional ulang kedua dapat mengikuti ujian tertulis nasional pada periode berikutnya sampai masa studinya berakhir (3 tahun). f. Peserta yang lulus uji kompetensi SG-PPG berhak mendapat sertifikat pendidik Sumber: Buku 1, Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2016
Ebuletin – Juni 2016 :: [7]
DISKUSI PENDIDIKAN DALAM RANGKA HARI PENDIDIKAN NASIONAL
D
iskusi diawali perkenalan oleh moderator dan dilanjutkan pemaparan tentang Tugas Pokok dan Fungsi LPMP oleh Kepala LPMP Sulawesi Selatan. Kerjasama diciptakan dengan P4TK yang berhubungan dengan kebutuhan pendidikan di Sulawesi Selatan, jika masih ada guru yang belum melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 jurusan Matematika maka ada P4TK Matematika yang bersedia menjalin kerjasama membangun mutu guru dibidang Matematika, begitu pula dengan P4TK Bahasa Indonesia dan bidang studi lainnya, bukan hanya P4TK tapi beberapa perguruan tinggi di Sulawesi Selatan pun terbuka untuk guru-guru melanjutkan jenjang pendidikannya menjadi S1 karena sudah menjadi keharusan seorang guru memiliki kualifikasi S1, salah satu paparan Kepala LPMP Sulawesi Selatan. Kegiatan diskusi ini mengangkat beberapa masalah dan solusi yang dikemukakan oleh pembicara dan peserta antara lain masih ada 10 % guru yang belum berkualifikasi pendidikan S1, masih banyak sekolah yang belum terakreditasi, jumlah data guru di Sulawesi Selatan beragam, sertifikasi guru tidak mencukupi guru dalam meningkatkan kualifikasinya, data tentang penyaluran dana pendidikan dari IGI tidak sinkron dan kurangnya koordinasi antara PGRI, Dewan Pendidikan, PT, Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kab/Kota. Tersedianya kemudahan peningkatan kualifikasi pendidikan S1 di Universitas Bosowa Makassar, Bukopin bekerjasama dengan PGRI untuk melakukan ibadah umroh bagi guru, banyak kegiatan diklat yang ditawarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi untuk guru, data tidak akurat karena tidak semua sekolah bisa melakukan pengiriman data secara online. Dari pemaparan masalah dan pemecahannya di atas menunjukkan bahwa inti permasalahannya adalah kurangnya koordinasi dari semua pihak yang berkaitan dengan pendidikan di Sulawesi Selatan, pada satu pihak mengalami masalah sedangkan pihak lain sebenarnya menawarkan jalan keluar dari permasalahan tersebut hanya tidak adanya komunikasi yang efektif diantaranya. Harapan dari kegiatan ini adalah : Kegiatan diskusi ini harus berlanjut siapapun penyelenggaranya, Indeks integritas UN adalah Pengetahuan dan Moral, Tim Pengembang / Tim Penjaminan Mutu di sekolah perlu dikembangkan, program-program bersinergi masing-masing instansi pendidikan untuk mengembangkan pendidikan dikoordinasikan ke pihak yang terkait, meningkatkan profesionalisme guru melalui KKG, MGMP, dan lain-lain. (Nursaidawaty A.)
Ebuletin – Juni 2016 :: [8]
KEBERMAKNAAN PENDIDIKAN SAINS DALAM PENDEKATAN SAINTIFIK Oleh : Ahkam Zubair
Pendidikan sains adalah upaya membekali sejumlah informasi, kebiasaan, sikap dan perilaku yang berkaitan dengan sains yang bermanfaat bagi seseorang dalam menjalani hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, meskipun sains sendiri bersifat universal, tetapi pendidikan sains tidak harus universal sifatnya, yang diajarkan adalah yang dianggap perlu atau yang relevan dengan kepentingan peserta didik. Bagi peserta didik sekolah dasar yang daya abstrkasinya belum cukup tumbuh sehingga informasi harus dibatasi, seperti aturan Maxwell tentang kelistrikan atau hukum gravitasi Newton tidak harus diungkapkan secara lengkap. Kurikulum 2013, yang bertujuan untuk menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi, serta standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi dilengkapi dengan saintifik (mengamati, menanya, menalar, menyajikan, menyimpulkan, mencipta). Kurikulum 2013 ini bergulir sejak tahun ajaran 2013/2014 disemua jenjang sekolah, walaupun masih
Ebuletin – Juni 2016 :: [9]
terbatas pada kelas tertentu pada jenjang sekolah. Amanah kurikulum 2013 sebagaimana yang disebut di atas adalah mendekatkan pembelajaran dengan saintifik. Oleh karena itu pembelajaran sains yang disajikan hendaknya disajikan sedemikian rupa dengan pendekatan/metode saintifik agar memudahkan pengertian peserta didik, perolehan informasi yang relevan dengan kehidupan bermasyarakat, belajar kapan dan dimanapun agar kebermaknaan bisa dinikmati, yang pada akhirnya siswa merasa bahwa bersekolah dan belajar itu ada manfaatnya. Tuntutan untuk membuat pandidikan dasar relefan dan bermakna bagi setiap peserta didik memang membawa konsekuensi yang cukup berat, karena kita memiliki lingkungan alam dan tahap perkembangan budaya dan karakter yang sangat spesifik dan cukup luas ragamnya. Lingkungan masyarakat yang letaknya terpencil/terisolasi yang kehidupannya diwarnai oleh kegiatan bercocok tanam, tanpa listrik, pada saat itu barangkali informasi atau pengetahuan tentang kelistrikan tidak relevan. Namun ketika program listrik masuk desa menjangkau wilayah itu dan kemudian antena parabola memungkinkan mereka menyaksikan tayangan televisi, maka pengetahuan tentang kelistrikan perlu dipertimbangkan. Apa bila kita menyebutkan bahwa mereka perlu tahu kelistrikan, bukan berarti diajari persamaan Maxwell. Mereka perlu kenal listrik sebagai salah satu sumber energy, bukan saja penerangan di malam hari, tetapi juga untuk menggerakkan pengairan sawahnya, untuk mendengar siaran televise, menyetel kamputer, kulkas, dan sebagainya. Mereka juga harus faham dampak lain dari
salah menggunakan listrik, seperti kebakaran atau kerusakan alat-alat elektronik yang ada di rumah, serta peralatan-peralatan apa saja yang disediakan untuk pengamanan agar bahaya-bahaya seperti itu bisa dihindari. Kehadiran alat-alat elektronik membawa konsekwensi yang rumit, perlu informasi yang cukup tentang kelistrikan yang hubungannya dengan alat komunikasi, misalnya TV, hand pone (HP), computer, laptop dan lain-lain, yang dalam hal ini bukan lagi masalah yang sulit, mereka pada terbiasa dan menikmati kebermaknaan itu. Masalah yang sama akan muncul dalam menjawab pertanyaan tentang pendidikan sains yang bermakna pada sekolah menengah sampai jenjang pendidikan tinggi. Informasi tentang gejala alam yang sudahan sudahj sempat digali dan dikumpulkan oleh para pakar dunia kini semakin banyak, bahkan mencapai jumlah yang diluar kemampuan seseorang untuk dapat menempuhnya. Porsi yang harus diberikan kepada peserta didik yang selajutnya akan diteruskan kapeda warga masyarakat, perlu disaring swecara tepat bila bila diharapkan informasi itu bermakna dan dirasakan membantu kehidupannya. Yang menjadi masalah bagi peserta didik untuk memahami perilakau alam bukan hanya jumlahnya, kesukarannya.
melainkan juga tingkat
Tuhan menciptakan aturan-
aturan alam yang kita kenal dengan hokum sebab-akibat (hokum kausalitas) tersebut dalam bentuk yang tidak begitu mudah untuk dipahami, maupun digali.
Ebuletin – Juni 2016 :: [10]
IMPLEMENTASI PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan
ABSTRAK Pembelajaran ekonomi dalam Kurikulum 2013 tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk memahami konsep dan teori-teori dalam ilmu ekonomi tetapi juga harus mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu strategi pembelajaran yang dikembangkan dalam membelajarkan ekonomi adalah strategi pembelajaran berbasis aktivitas, yaitu strategi pembelajaran yang menekankan pada partisipasi aktif peserta didik dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya serta memberikan contoh-contoh yang aplikatif. Salah satu strategi pembelajaran berbasis aktivitas yang dimaksud adalah strategi Problem Based Learning, yaitu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai konteks bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membangun pengetahuan baru. Langkah-langkah mengimplementasikan Problem Based Learning dalam pembelajaran adalah: (1) menganalisis Kompetensi Dasar yang akan dicapai; (2) mengembangkan indikator pencapaian; (3) menentukan strategi pembelajaran yang akan digunakan; (4) merumuskan tujuan pembelajaran; (5) mengembangkan kegiatan pembelajara; (6) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran; (7) melaksanakan kegiatan pembelajaran; (8) melakukan penilaian dan tindak lanjut. Kata kunci: Implementasi, Problem Based Learning, Pembelajaran Ekonomi
PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari pengertian tersebut, nampak bahwa muatan kurikulum meliputi empat elemen Ebuletin – Juni 2016 :: [11]
yakni: (1) tujuan yaitu Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang ingin dicapai pada satuan pendidikan tertentu, (2) isi dan bahan pelajaran yakni materi pelajaran (Standar Isi), (3) cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran atau proses (Standar Proses), dan (4) pengaturan yaitu penilaian (Standar Penilaian). Oleh karena itu perubahan kurikulum dari Kurikulum 2006 ke Kurikulum 2013, berarti adanya perubahan pada empat elemen kurikulum tersebut, yakni perubahan pada SKL, Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud, 2013) bahwa pada Kurikulum 2006, SKL diturunkan dari Standar Isi, sedangkan pada Kurikulum 2013 SKL diturunkan dari kebutuhan masyarakat/dunia kerja yang meliputi SKL Sikap, SKL Pengetahuan, dan SKL Keterampilan. Adapun perubahan Standar Isi pada Kurikulum 2013 meliputi perampingan dan penambahan materi pelajaran pada mata pelajaran tertentu. Sedangkan perubahan pada Standar Proses adalah penerapan pembelajaran berbasis aktivitas dalam kegiatan pembelajaran. Sementara perubahan pada Standar Penilaian adalah penerapan penilaian autentik yang meliputi penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan. Perubahan tersebut memberikan gambaran bahwa Kurikulum 2013 memiliki tiga penguatan, yakni penguatan karakter, penguatan proses, dan penguatan penilaian. Penguatan karakter dilakukan melalui pengembangan sikap yang meliputi sikap spiritual dan sikap sosial dalam kegiatan pembelajaran. Penguatan proses dilakukan melalui penerapan pembelajaran berbasis aktivitas dalam kegiatan pembelajaran, sementara penguatan penilaian dilakukan melalui penerapan penilaian autentik pada proses dan hasil belajar peserta didik yang meliputi penilaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pembelajaran berbasis aktivitas adalah pembelajaran yang menekankan pada partisipasi aktif peserta didik dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan dan mengonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga peserta didik menjadi lebih paham tentang materi yang dipelajarinya, sementara peran guru adalah sebagai fasilitator dan inspirator bagi peserta didiknya. Menurut Kemdikbud (2013) strategi pembelajaran berbasis aktivitas yang direkomendasikan untuk digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran pada kurikulum 2013 adalah problem based learning, discovery learning, project based learning, serta strategi pembelajaran lainnya yang penekanannya pada siswa aktif. Dalam rangka mengimplementasikan Kurikulum 2013, Kemdikbud telah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (diklat) tentang Implementasi Kurikulum 20013. Diklat yang dimaksud meliputi diklat penyiapan Narasumber Nasional, diklat Instruktur Nasional dan diklat Guru Sasaran. Disamping itu, juga telah dilakukan diklat pendampingan implementasi Kurikulum 2013 bagi Instruktur Nasional yang akan mendampingi guru sasaran dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 di satuan pendidikan. Serangkaian diklat tersebut dimaksudkan agar guru sasaran lebih siap dan tidak mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. Hasil supervisi dan monitoring pelaksanaan Kurikulum 2013 yang dilakukan oleh Kemdikbud pada tahun 2013 dan 2014 menunjukkan bahwa pemahaman dan implementasi Kurikulum 2013 di sekolah belum optimal, baik pada aspek pembelajaran maupun pada aspek penilaian (Kemendikbud, 2015). Kelemahan yang nampak dalam implementasi Kurikulum 2013, khususnya pada aspek pembelajaran menurut pengamatan penulis di Ebuletin – Juni 2016 :: [12]
beberapa sekolah, yakni masih banyak guru yang belum bisa menyesuaikan cara mengajar mereka dengan tuntutan kurikulum 2013 yakni pembelajaran berbasis aktivitas. Guru masih cenderung menggunakan strategi pembelajaran yang berpusat pada guru yang didominasi oleh metode ceramah. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pemahaman guru tentang strategi atau model pembelajaran yang berbasis aktivitas, atau mereka paham strategi pembelajaran tersebut namun pada tataran implementasi belum optimal.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dipandang perlu adanya informasi secara utuh tentang ragam strategi pembelajaran berbasis aktivitas serta langkahlangkah mengimplementasikannya dalam kegiatan pembelajaran. Informasi tersebut oleh penulis dirangkum dalam tulisan ini, namun penulis membatasi pada strategi Problem Based Learning dan contoh implementasinya dalam Pembelajaran Ekonomi di Sekolah Menengah Atas (SMA).
PEMBAHASAN Pembelajaran Ekonomi di SMA
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 103 tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Menengah, pembelajaran adalah proses interaksi antarpeserta didik dan antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum 2013 adalah pembelajaran berbasis kompetensi, yaitu pembelajaran yang penekanannya pada pencapaian kompetensi yang meliputi kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui penguatan pada proses pembelajaran dan penilaian autentik. Penguatan proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 nampak pada prinsipprinsip pembelajaran sebagaimana dinyatakan dalam Permendikbud No.103 Tahun 2014 tentang pembelajaran pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, yakni: 1) peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu; 2) peserta didik belajar dari berbagai sumber; 3) proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah; 4) pembelajaran berbasis kompetensi; 5) pembelajaran terpadu; 6) pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen; 7) pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif; 8) peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan soft-skills; 9) pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; 10) pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); 11) pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; 12) pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; 13) pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik; dan 14) suasana belajar menyenangkan dan menantang. Prisip pembelajaran tersebut akan terimplementasi dalam kegiatan pembelajaran melalui penerapan strategi pembelajaran yang berbasis aktivitas. Strategi pembelajaran berbasis aktivitas merupakan strategi pembelajaran utama yang digunakan dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 di satuan pendidikan
Ebuletin – Juni 2016 :: [13]
dasar dan menengah untuk mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif. Dalam Kurikulum 2013, mata pelajaran Ekonomi, Geografi, Sejarah dan Sosiologi merupakan mata pelajaran yang tergabung dalam Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMA/MA yang mempunyai bidang kajian yang berbe-beda. Ekonomi adalah bidang ilmu yang mempelajari bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa. Semua manusia dalam hidupnya tidak pernah lepas dari kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi yang membuktikan bahwa ilmu ekonomi itu penting. Pembelajaran ekonomi dalam Kurikulum 2013 tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk memahami konsep dan teori-teori dalam ilmu ekonomi tetapi dapat pula mengaplikasikan ilmu ekonomi tersebut dalam kehidupan nyata. Dengan demikian dibutuhkan sebuah strategi pembelajaran yang dapat mengarahkan peserta didik untuk mengkonstruksi dan mengimplementasikan materi pelajaran ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu strategi pembelajaran yang dimaksud adalah strategi Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis masalah). Problem Based Learning (PBL)
Dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) Nomor 57 tahun 2014 dinyatakan bahwa Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Kurikulum 2013 menganut sistem pembelajaran aktif. Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan belajar aktif peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik (Zaini, dkk, 2008:xiv). Untuk menciptakan pembelajaran aktif, maka Kurikulum 2013 mensyaratkan penggunaan strategi pembelajaran berbasis aktivitas dalam kegiatan pembelajaran (Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014). Pembelajaran dengan strategi pembelajaran berbasis aktivitas adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan” (Kemendikbud, 2015). Menurut Kemdikbud (2013) PBL adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (autentik) yang tidak terstruktur dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membangun pengetahuan baru. Berbeda dengan pembelajaran konvensional yang menjadikan masalah nyata sebagai penerapan konsep, PBL menjadikan masalah nyata sebagai pemicu bagi proses belajar peserta didik sebelum mereka mengetahui konsep formal. Peserta didik secara kritis Ebuletin – Juni 2016 :: [14]
mengidentifikasi informasi dan strategi yang relevan serta melakukan penyelidikan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan menyelesaikan masalah tersebut peserta didik memperoleh atau membangun pengetahuan tertentu dan sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan menyelesaikan masalah. Pengetahuan yang diperoleh peserta didik tersebut mungkin masih bersifat informal. Namun, melalui proses diskusi, pengetahuan tersebut dapat dikonsolidasikan sehingga menjadi pengetahuan formal yang terjalin dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Tujuan utama PBL bukanlah penyampaian sejumlah besar pengetahuan kepada peserta didik, melainkan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah dan sekaligus mengembangkan kemampuan peserta didik untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri. PBL juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian belajar dan keterampilan sosial peserta didik. Kemandirian belajar dan keterampilan sosial itu dapat terbentuk ketika peserta didik berkolaborasi untuk mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah. Prinsip utama PBL adalah penggunaan masalah nyata sebagai sarana bagi peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah. Masalah nyata adalah masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat langsung apabila diselesaikan. Pemilihan atau penentuan masalah nyata ini dapat dilakukan oleh guru maupun peserta didik yang disesuaikan kompetensi dasar tertentu. Masalah itu bersifat terbuka, yaitu masalah yang memiliki banyak jawaban atau strategi penyelesaian yang mendorong keingintahuan peserta didik untuk mengidentifikasi strategi-strategi dan solusi-solusi tersebut. Masalah itu juga bersifat tidak terstruktur dengan baik yang tidak dapat diselesaikan secara langsung dengan cara menerapkan formula atau strategi tertentu, melainkan perlu informasi lebih lanjut untuk memahami serta perlu mengkombinasikan beberapa strategi atau bahkan mengkreasi strategi sendiri untuk menyelesaikannya. Kurikulum 2013 menurut Permendikbud nomor 81a tahun 2013 tentang implementasi kurikulum, menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Di dalam PBL pusat pembelajaran adalah peserta didik (student-centered), sementara guru berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik untuk secara aktif menyelesaikan masalah dan membangun pengetahuannya secara berpasangan ataupun berkelompok (kolaborasi antar peserta didik) Pada dasarnya, PBL diawali dengan aktivitas peserta didik untuk menyelesaikan masalah nyata yang ditentukan atau disepakati. Proses penyelesaian masalah tersebut berimplikasi pada terbentuknya keterampilan peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membentuk pengetahuan baru. Proses tersebut dilakukan dalam tahapan-tahapan atau sintaks pembelajaran yang disajikan pada tabel berikut.
Ebuletin – Juni 2016 :: [15]
TAHAP Tahap 1 Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah Tahap 2 Mengorganisasi peserta didik untuk belajar Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
AKTIVITAS GURU DAN PESERTA DIDIK Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model. Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan
Tahapan-tahapan pembelajaran yang dilaksanakan secara sistematis berpotensi dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan sekaligus dapat menguasai pengetahuan yang sesuai dengan kompetensi dasar tertentu. Tahapan-tahapan pembelajaran tersebut dapat diintegrasikan dengan aktivitas-aktivitas pendekatan saintifik sesuai dengan karakteristik pembelajaran dalam Kurikulum 2013 sebagaimana tertera pada Permendikbud No. 81a Tahun 2013. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperiman, mengasosiasikan/mengolah informasi, dan mengkomunikasikan. Implementasi PBL dalam Pembelajaran Ekonomi di SMA. Untuk mengimplementasikan PBL dalam pembelajaran ekonomi di SMA dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) menganalisis Kompetensi Dasar (KD) dari Kompetensi Inti Pengetahuan (KI-3) mata pelajaran ekonomi untuk mengetahui materi pokok yang akan dibelajarkan serta kompetensi yang akan dicapai dan mengembangkan indikatornya; (2) menganalisis KD dari KI Keteranpilan (KI-4) untuk mengetahui keterampilan yang akan Ebuletin – Juni 2016 :: [16]
dicapai dalam membelajarkan KD dari KI-3 tersebut dan mengembangkan indikatornya; (3) menganalisis KD dari KI sikap spiritual (KI-1) dan KD dari sikap sosial (KI-2) yang dapat diintegrasikan dalam pembelajarkan KD dari KI-3 dan KD dari KI-4 dan mengembangkan indikatornya; (4) menentukan strategi atau model pembelajaran yang akan digunakan; (5) merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai; (6) mengembangkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan sintaks atau langkah-langkah pembelajaran dari strategi atau model pembelajaran yang dipilih dan tujuan yang akan dicapai; (7) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); (8) melaksanakan kegiatan pembelajaran: (9) melakukan penilaian dan tindak lanjut. Analisis tersebut juga dimaksudkan untuk menentukan banyaknya pertemuan (tatap muka) yang dibutuhkan untuk membelajarkan KD tersebut.\ Misalnya KD dari KI-3 yang akan dibelajarkan adalah KD 3.2 Menganalisis masalah ekonomi
dan cara
mengatasinya,
indikatornya:
3.2.1
menjelaskan
Inti
masalah
ekonomi/kelangkaan; 3.2.2 mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kelangkaan; 3.2.3 mengidentifikasi pengalokasian sumber daya yang mendatangkan manfaat bagi rakyat banyak; 3.2.4 menjelaskan cara-cara mengatasi kelangkaan; 3.2.5 mendeskripsikan alasan dalam menentukan pilihan untuk memenuhi kebutuhan, dan KD 4.2 Melaporkan hasil analisis masalah ekonomi dan cara mengatasinya, indikatornya: 4.2.1 membuat laporan hasil analisis masalah ekonomi dan cara mengatasinya; 4.2.2 melaporkan hasil analisis masalah ekonomi dan cara mengatasinya. Sikap spiritual dan sikap sosial yang dapat diintegrasikan dalam membelajarkan KD tersebut adalah bersyukur, santun, tanggung jawab, kritis, peduli, kreatif, dan jujur. KD tersebut dibelajarkan dalam tiga kali pertemuan (tatap muka).
Dari hasil analisis tersebut, maka strategi atau model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran PBL. Sedangkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai untuk pertemuan pertama adalah: 1) dengan mengamati gambar dan tanya jawab peserta didik dapat menjelaskan Inti masalah ekonomi dengan santun; 2) melalui diskusi kelompok peserta didik dapat mengidentifikasi penyebab terjadinya Kelangkaan dengan penuh tanggung jawab; 3) melalui diskusi kelompok peserta didik dapat menjelaskan caracara mengatasi kelangkaan dengan kritis; 4) melalui diskusi kelompok peserta didik dapat mengolongkan macam-macam kebutuhan
dan alat pemuas kebutuhan dengan peduli;
5) melalui diskusi kelompok peserta didik dapat mendeskripsikan
alasan dalam
menentukan pilihan untuk memenuhi kebutuhan dengan kreatif; 6) melalui diskusi kelompok peserta didik dapat membuat laporan dan melaporkan hasil analisis masalah ekonomi dan cara mengatasinya dengan jujur.
Ebuletin – Juni 2016 :: [17]
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut:
No.
Langkah-Langkah Pembelajaran
Perkiraan Waktu
1.
Pendahuluan:
10 menit
Menyampaikan salam dan berdoa Mengecek kehadiran peserta didik Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang sudah dipelajari dan terkait dengan materi yang akan dipelajari; Menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan dicapai; dan Menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas
2
Kegiatan Inti Fase 1 : Oroientasi siswa kepada masalah 10 menit - Siswa diminta untuk mencermati (mengamati) gambargambar/foto-foto tentang sumber daya ekonomi yang langka dan menyebutkan masalah apa yang terkandung dari gambar tersebut. Berdasarkan ide pokok yang mereka temukan, guru menuliskan topik pembelajaran di papan tulis yaitu “Kelangkaan”. - Guru bersama siswa mendiskusikan pengertian kelangkaan. Siswa diminta menuliskan pengertian kelangkaan di papan tulis. - Siswa diminta merumuskan pertanyaan (menanya) yang dapat mereka teliti (cari jawabannya) mengenai kelangkaan. Contoh pertanyaan misalnya (1) mengapa terjadi kelangkaan?, (2) bagaimana cara mengatasi kelangkaan? Semua pertanyaan siswa ditulis di papan tulis. Fase 2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar 10 menit - Sampaikan kepada siswa bahwa mereka belajar melalui penyelidikan/penelitian sederhana untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mereka. - Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari 4 – 5 orang. Masing-masing kelompok diberi LKS untuk dikerjakan Fase 3 : Membimbing penyelidikan individual maupun 50 menit kelompok - Guru membimbing siswa melakukan kegiatan dipandu oleh LKS. - Peserta didik melakukan pencermatan data (mengasosiasi) yang diperoleh mengenai faktor penyebab kelangkaan dan cara mengatasinya.
Ebuletin – Juni 2016 :: [18]
- Guru berkeliling mengamati hasil/cara kerja siswa dan memberikan bantuan bagi kelompok yang membutuhkan. Fase 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 40 menit
3.
- Selesai siswa mengerjakan tugas, guru meminta juru bicara masing-masing kelompok menyampaikan hasil kerjanya (mengkomunikasikan). - Siswa lainnya diminta menanggapi dan guru bertindak sebagai fasilitator. Penutup Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah - Guru memantapkan pemahaman siswa dengan membuat rangkuman dengan cara mengajukan pertanyaan, seraya menganalisis langkah-langkah pemecahan masalah yang dilakukan siswa. - Guru melakukan penilaian formatif - Guru mengingatkan materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.
15 menit
Setelah mengembangkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan sintaks atau langkah-langkah pembelajaran dari strategi atau model pembelajaran yang dipilih dan tujuan yang akan dicapai, selanjutnya menyusun RPP dengan melengkapi rancangan tersebut di atas sesuai dengan format RPP yang telah ditetapkan. Penyusunan RPP didasarkan atas prinsip-prinsip penyusunan RPP sebagaimana dinyatakan dalam Permendikbud No.103 Tahun 2014, yaitu: 1) setiap RPP harus memuat KD yang akan dibelajarkan; 2) satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih; 3) memperhatikan perbedaan individu peserta didik; 4) berpusat pada peserta didik; 5) berbasis konteks; 6) berorientasi kekinian; 7) mengembangkan kemandirian belajar; 8) memberikan umpan balik dan tindak lanjut pembelajaran; 9) memiliki keterkaitan dan keterpaduan antar kompetensi dan/atau antar muatan; 10) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Langkah berikutnya adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan RPP yang telah dibuat dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran Kurikulum 2013 sebagaimana dinyatakan dalam Permendikbud No.103 Tahun 2014 yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran sekaligus dilakukan penilain proses, dan di akhir kegiatan pembelajaran dilakukan penilaian hasil belajar.
Ebuletin – Juni 2016 :: [19]
Sebagai tindak lanjut dari penilaian tersebut dilakukan pembelajaran remedial dan pengayaan. Simpulan Mencermati uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa: (1) pembelajaran ekonomi dalam Kurikulum 2013 adalah kegiatan pembelajaran yang mengarahkan peserta didik untuk dapat memahami konsep dan teori-teori dalam ilmu ekonomi serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari; (2) PBL adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (autentik) sebagai konteks bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membangun pengetahuan baru. (3) langkah-langkah mengimplementasikan PBL dalam pembelajaran ekonomi adalah: (a) menganalisis KD dari KI-3, KD dari KI-4, KD dari KI-1 dan KD dari KI-2 yang akan dibelajarkan; (b) mengembangkan indikator dari masing-masing KD tersebut; (c) menentukan strategi atau model pembelajaran yang akan digunakan; (d) merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai; (e) mengembangkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan sintaks atau langkah-langkah pembelajaran dari strategi atau model pembelajaran yang dipilih dan tujuan yang akan dicapai; (f) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); (g) melaksanakan kegiatan pembelajaran:
(h) melakukan penilaian dan tindak
lanjut.
Daftar Pustaka Kemendikbud, 2013. Konsep Dasar Kurikulum 2013 (materi pelatihan Kurikulum 2013). Kemdikbud, 2015. Model Pembelajaran Berbasis Projek Sekolah Menengah Atas. Permendikbud Nomor 81a tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013. Permendikbud Nomor 57 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Permendikbud Nomor 103 tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Zaini, Hisyam, dkk, 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
Ebuletin – Juni 2016 :: [20]
SUPERVISI AKADEMIK Dr. Mardin, M.Pd
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala sekolah menegaskan bahwa seorang kepala sekolah harus memiliki lima dimensi kompetensi minimal yaitu: kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah sehingga ia pun harus memiliki kompetensi yang disyaratkan memiliki kompetensi guru yaitu: kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah mempunyai tugas dan peran sebagai Educator, Manager, Administrator dan Supervisor (EMAS). Salah satu tugas kepala sekolah seperti disebutkan di atas adalah melaksanakan supervisi akademik. Untuk melaksanakan supervisi akademik secara efektif diperlukan keterampilan konseptual, interpersonal dan teknikal (Glickman, at al. 2007). Oleh sebab itu, setiap kepala sekolah dan pengawas harus memiliki dan menguasai konsep supervisi akademik yang meliputi: pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip-prinsip, dan dimensi-dimensi substansi supervisi akademik. Peran kepala sekolah supervisor sampai saat ini masih menimbulkan permasalahan di lapangan. Kepala sekolah lebih banyak menggunakan jam kerja untuk melaksanakan kegiatan administrasi dibanding melaksanakan supervise. Selain itu kepala sekolah yang diangkat tidak terlebih dahulu dibekali dengan pengetahuan supervisi. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka upaya untuk meningkatkan kompetensi kepala sekolah dibidang supervise adalah dilakukan melalui berbagai strategi yang salah satu diantaranya adalah Pelatihan Manajemen Sekolah Berbasis IT. Salah satu materi dalam pelatihan tersebut adalah Supervisi Akademik (SUPERMI). Kegiatan ini dimaksudkan dapat memberikan pemahaman, dan motivasi para kepala sekolah dan pengawas sekolah untuk menyelesaikan permasalahan di sekolahnya melalui supervisi. Materi pelatihan kompetensi supervisi akademik kepala sekolah sangat diperlukan oleh seorang kepala sekolah karena salah satu tugasnya adalah melakukan supervisi akademik terhadap guru-guru yang dipimpinnya.
Ebuletin – Juni 2016 :: [21]
Tugas kepala sekolah dan pengawas dalam supervisi akademik antara lain adalah sebagai berikut. 1. Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan tiap bidang pengembangan pembelajaran kreatif, inovatif, pemecahan masalah, berpikir kritis dan naluri kewirausahaan. 2. Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap bidang pengembangan di sekolah atau mata pelajaran di sekolah berlandaskan standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP. 3. Membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/ metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa. 4. Membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/ bimbingan (di kelas, laboratorium, dan/atau di lapangan) untuk mengembangkan potensi siswa. 5. Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran. 6. Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk pembelajaran. Kompetensi supervisi akademik intinya adalah membina guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sasaran supervisi akademik adalah guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang terdiri dari materi pokok dalam proses pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, pemilihan strategi/metode/teknik
pembelajaran, penggunaan media dan teknologi informasi dalam pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran serta penelitian tindakan kelas. Oleh karena itu, pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi supervisi akademik yang meliputi: (1) memahami konsep supervisi akademik, (2) membuat rencana program supervisi akademik, (3) menerapkan teknik-teknik supervisi akademik, (4) menerapkan supervisi klinis, dan (5) melaksanakan tindak lanjut supervisi akademik. PEMBAHASAN A. Konsep Supervisi Akademik Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (Daresh, 1989, Glickman, et al. 2007). Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran. Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian kinerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata kinerja guru untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?, apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan siswa di dalam kelas?, aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang bermakna bagi guru dan murid?, apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik?, apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Ebuletin – Juni 2016 :: [22]
Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian kinerja berarti selesailah pelaksanaan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan tindak lanjutnya berupa pembuatan program supervisi akademik dan melaksanakannya dengan sebaikbaiknya. B. Tujuan dan Akademik
Fungsi
Supervisi
Tujuan supervisi akademik adalah: a. Membantuguru mengembangkan kompetensinya, b. mengembangkan kurikulum, c. mengembangkan kelompok kerja guru, dan membimbing penelitian tindakan kelas (PTK) (Glickman, et al. 2007, Sergiovanni, 1987). Gambar tiga tujuan supervisi akademik sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pengembangan Profesionalisme
TIGA TUJUAN SUPERVISI Penumbuhan Motivasi
Gambar 4. Tiga Tujuan Supervisi Akademik Supervisi akademik merupakan salah satu (fungsi mendasar (essential function) dalam keseluruhan program sekolah (Weingartner, 1973; Alfonso dkk., 1981; dan Glickman,
et al. 2007). Hasil supervisi akademik berfungsi sebagai sumber informasi bagi pengembangan profesionalisme guru. i. Prinsip-prinsip Supervisi Akademik Supervisi akademik yang dilaksanakan oleh supervisor dapat berjalan dengan efektif apabila melaksanakan prinsiprinsip, sebagai berikut: a. Praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai kondisi sekolah. b. Sistematis, artinya dikembangan sesuai perencanaan program supervisi yang matang dan tujuan pembelajaran. c. Objektif, artinya masukan sesuai aspek-aspek instrumen. d. Realistis, artinya berdasarkan kenyataan sebenarnya. e. Antisipatif, artinya mampu menghadapi masalah-masalah yang mungkin akan terjadi. f. Konstruktif, artinya mengembangkan kreativitas dan inovasi guru dalam mengembangkan proses pembelajaran.
Pengawasan Kualitas
g. Kooperatif, artinya ada kerja sama yang baik antara supervisor dan guru dalam mengembangkan pembelajaran. h. Kekeluargaan, artinya mempertimbangkan saling asah, asih, dan asuh dalam
Ebuletin – Juni 2016 :: [23]
mengembangkan pembelajaran. i. Demokratis, artinya supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademik. j. Aktif, artinya guru dan supervisor harus aktif berpartisipasi. k. Humanis, artinya mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor. l. Berkesinambungan (supervisi akademik dilakukan secara teratur dan berkelanjutan oleh Kepala sekolah). m. Terpadu, artinya menyatu dengan dengan program pendidikan. n. Komprehensif, artinya memenuhi ketiga tujuan supervisi akademik di atas (Dodd, 1972). ii.
Dimensi-dimensi Supervisi Akademik
Subtansi
Dimensi kompetensi kepala sekolah /madrasah seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah. Dalam peraturan tersebut terdapat lima dimensi kompetensi yaitu: kepribadian, manajerial, supervisi, dan sosial. Setiap dimensi kompetensi memiliki kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang kepala sekolah. Secara rinci kompetensikompetensi dasar tersebut adalah sebagai berikut. a. Dimensi Kompetensi Kepribadian Dimensi kompetensi kepribadian meliputi:
1) Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan akhlak mulia, menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah. 2) Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin. 3) Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah. 4) Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi. 5) Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah. 6) Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan. b. Dimensi Kompetensi Manajerial 1) Menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan. 2) Mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan. 3) Memimpin sekolah dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia sekolah secara optimal. 4) Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajar yang efektif. 5) Menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik. 6) Mengelola guru dan staf dalamr angka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal. 7) Mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam Ebuletin – Juni 2016 :: [24]
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
rangka pendayagunaan secara optimal. Mengelola hubungan sekolah dengan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah. Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru penempatan, dan pengembangan kapasitas peserta didik. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional. Mengelola keuangan sekolah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, tranparan, dan efisien. Mengelola ketatausahaan sekolah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah. Mengelola unit layanan khusus sekolah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah. Mengelola informasi dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah. Melakukan monitoring,evaluasi,dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
c.
Dimensi Kompetensi Kewirausahaan 1) Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah. 2) Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif. 3) Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah. 4) Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah. 5) Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan sekolah sebagai sumber belajar peserta didik.
d.
Dimensi Kompetensi Supervisi 1) Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. 2) Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat. 3) Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
e.
Dimensi Kompetensi Sosial 1) Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah. 2) Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Ebuletin – Juni 2016 :: [25]
3) Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain. Dalam melaksanakan dimensi supervisi seperti yang disebutkan pada poin (d) di atas, sering dijumpai adanya kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik hanya datang ke sekolah dengan membawa instrumen pengukuran kinerja. Kemudian masuk ke kelas melakukan pengukuran terhadap kinerja guru yang sedang mengajar. Setelah itu, selesailah tugasnya, seakan-akan supervisi akademik sama dengan pengukuran kinerja guru dalam proses pembelajaran. Perilaku supervisi akademik sebagaimana diuraikan di atas merupakan salah satu contoh perilaku supervisi akademik belum baik. Perilaku supervisi akademik yang demikian tidak akan memberikan banyak pengaruh terhadap tujuan dan fungsi supervisi akademik. Seandainya memberikan pengaruh, pengaruhnya relatif sangat kecil artinya bagi peningkatan mutu guru dalam mengelola proses pembelajaran. Supervisi akademik sama sekali bukan penilaian unjuk kerja guru. Apalagi bila tujuan utama penilaiannya semata-mata hanya dalam arti sempit, yaitu mengkalkulasi kualitas keberadaan guru dalam memenuhi kepentingan akreditasi guru belaka. Hal ini sangat berbeda dengan konsep supervisi akademik. Secara konseptual, supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu
guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. C. Perencanaan Supervisi Akademik Perencanaan program supervisi akademik adalah penyusunan dokumen perencanaan pelaksanaan dan perencanaan pemantauan dalam rangka membantu guru mengembangkan kemampuan mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. 1. Manfaat Perencanaan Program Supervisi Akademik Manfaat perencanaan program supervisi akademik adalah sebagai berikut. a. Sebagai pedoman pelaksanaan dan pengawasan akademik. b. Untuk menyamakan persepsi seluruh warga sekolah tentang program supervisi akademik. c. Penjamin penghematan serta keefektifan penggunaan sumber daya sekolah (tenaga, waktu dan biaya). 2. Prinsip-Prinsip Perencanaan Program Supervisi Akademik Prinsip-prinsip perencanaan program supervisi akademik adalah: Ebuletin – Juni 2016 :: [26]
a. b. c. d.
objektif (data apa adanya), bertanggung jawab, berkelanjutan, didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan, dan e. didasarkan pada kebutuhan dan kondisi sekolah. 3. Ruang Lingkup Perencanaan Supervisi Akademik Ruang lingkup supervisi akademik meliputi: a. pelaksanaan KTSP; b. persiapan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran oleh guru; c. pencapaian standar kompetensi lulusan, standar proses, standar isi, dan peraturan pelaksanaannya; dan d. peningkatan mutu pembelajaran melalui: 1) model kegiatan pembelajaran yang mengacu pada Standar Proses; 2) Proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan peserta didik menjadi SDM yang kreatif, inovatif, mampu memecahkan masalah, berpikir kritis, dan bernaluri kewirausahaan; 3) Peserta didik dapat membentuk karakter dan memiliki pola pikir serta kebebasan berpikir sehingga dapat melaksanakan mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan; 4) keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar yang dilakukan
secara sungguh-sungguh dan mendalam untuk mencapai pemahaman konsep, tidak terbatas pada materi yang diberikan oleh guru; 5) bertanggung jawab terhadap mutu perencanaan kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya. Bertanggung jawab terhadap mutu perencanaan kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran agar siswa mampu: (1) meningkat rasa ingin tahunya, (2) mencapai keberhasilan belajarnya secara konsisten sesuai dengan tujuan pendidikan, (3) memahami perkembangan pengetahuan dengan kemampuan mencari sumber informasi, (4) mengolah informasi menjadi pengetahuan, (5) menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah, (6) mengkomunikasikan pengetahuan pada pihak lain, dan (7) mengembangkan belajar mandiri dan kelompok dengan proporsi yang wajar. Supervisi akademik juga mencakup dokumen kurikulum, kegiatan belajar mengajar dan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Supervisi akademik tidak kalah pentingnya dibanding dengan supervisi administratif. Sasaran utama supervisi akademik adalah proses belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan mutu proses dan mutu hasil pembelajaran. Variabel yang mempengaruhi proses pembelajaran antara lain guru, siswa, kurikulum, alat dan buku pelajaran serta kondisi lingkungan Ebuletin – Juni 2016 :: [27]
dan fisik. Oleh sebab itu, fokus utama supervisi edukatif adalah usaha-usaha yang sifatnya memberikan kesempatan kepada guru untuk berkembang secara profesional sehingga mampu melaksanakan tugas pokoknya, yaitu: memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. Sasaran utama supervisi akademik adalah kemampuankemampuan guru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, memanfaatkan hasil penilaian untuk peningkatan layanan pembelajaran, menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, memanfaatkan sumber belajar yang tersedia, dan mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi, metode, teknik) yang tepat. Supervisi edukatif juga harus didukung oleh instrumen-instrumen yang sesuai. 4. Instrumen-instrumen Supervisi Akademik Seorang kepala sekolah yang akan melaksanakan kegiatan supervisi harus menyiapkan perlengkapan supervisi, instrumen, sesuai dengan tujuan, sasaran, objek metode, teknik dan pendekatan yang direncanakan, dan instrumen yang sesuai, berupa format-format supervise. 5.
Model-model Supervisi Akademik Secara umum kegiatan supervisi dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu: supervisi umum dan supervisi akademik. Supervisi umum dilakukan untuk seluruh kegiatan teknis administrasi sekolah, sedangkan
supervisi akademik lebih diarahkan pada peningkatan kualitas pembelajaran. Berikut ini akan dibahas lebih mendalam mengenai supervisi akademik. a. Model supervisi tradisional 1) Observasi Langsung Supervisi model ini dapat dilakukan dengan observasi langsung kepada guru yang sedang mengajar melalui prosedur: pra-observasi, observasi, dan postobservasi. a) Pra-Observasi Sebelum observasi kelas, supervisor seharusnya melakukan wawancara serta diskusi dengan guru yang akan diamati. Isi diskusi dan wawancara tersebut mencakup kurikulum, pendekatan, metode dan strategi, media pengajaran, evaluasi dan analisis. b) Observasi Setelah wawancara dan diskusi mengenai apa yang akan dilaksanakan guru dalam kegiatan belajar mengajar, kemudian supervisor mengadakan observasi kelas. Observasi kelas meliputi pendahuluan (apersepsi), pengembangan, penerapan dan penutup.
Ebuletin – Juni 2016 :: [28]
c) Post-Observasi Setelah observasi kelas selesai, sebaiknya supervisor mengadakan wawancara dan diskusi tentang: kesan guru terhadap penampilannya, identifikasi keberhasilan dan kelemahan guru, identifikasi ketrampilanketrampilan mengajar yang perlu ditingkatkan, gagasangagasan baru yang akan dilakukan. 2)
Supervisi Akademik dengan Cara Tidak Langsung a) Tes Dadakan Sebaiknya soal yang digunakan pada saat diadakan sudah diketahui validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukarannya. Soal yang diberikan sesuai dengan yang sudah dipelajari peserta didik waktu itu. b) Diskusi Kasus Diskusi kasus berawal dari kasus-kasus yang ditemukan pada observasi proses pembelajaran, laporan-laporan atau hasil studi dokumentasi. Supervisor dengan guru mendiskusikan kasus demi kasus, mencari akar permasalahan dan
mencari alternatif keluarnya. c)
berbagai jalan
Metode Angket Angket ini berisi pokok-pokok pemikiran yang berkaitan erat dan mencerminkan penampilan, kinerja guru, kualifikasi hubungan guru dengan siswanya dan sebagainya.
b. Model Kontemporer (Masa Kini) Supervisi akademik model kontemporer dilaksanakan dengan pendekatan klinis sehingga sering disebut juga sebagai model supervisi klinis. Supervisi akademik dengan pendekatan klinis, merupakan supervisi akademik yang bersifat kolaboratif. Prosedur supervisi klinis sama dengan supervisi akademik langsung, yaitu: dengan observasi kelas, namun pendekatannya berbeda. D. Teknik Supervisi Akademik 1. Supervisi Individual Teknik supervisi individual adalah pelaksanaan supervisi perseorangan terhadap guru. Supervisor di sini hanya berhadapan dengan seorang guru. Dari hasil supervisi ini dapat diketahui kualitas pembelajaran guru bersangkutan, adapun teknik supervisi individual ada empat macam adalah sebagai berikut. a. Kunjungan Kelas, (Classroom Visitation) Ebuletin – Juni 2016 :: [29]
Kepala sekolah atau supervisor datang ke kelas untuk mengobservasi guru mengajar. Dengan kata lain, untuk melihat apa kekurangan atau kelemahan yang sekirannya perlu diperbaiki. Tahap-tahap kunjungan kelas terdiri dari empat tahap yaitu: 1) tahap persiapan. Pada tahap ini, supervisor merencanakan waktu, sasaran, dan cara mengobservasi selama kunjungan kelas, 2) tahap pengamatan selama kunjungan. Pada tahap ini, supervisor mengamati jalannya proses pembelajaran berlangsung, 3) tahap akhir kunjungan. Pada tahap ini, supervisor bersama guru mengadakan perjanjian untuk membicarakan hasil-hasil observasi, dan 4) tahap terakhir adalah tahap tindak lanjut. b. Kunjungan (Observation Visits)
Observasi
Guru-guru ditugaskan untuk mengamati seorang guru lain yang sedang mendemonstrasikan cara-cara mengajar suatu mata pelajaran tertentu. Kunjungan observasi dapat dilakukan di sekolah sendiri atau dengan mengadakan kunjungan ke sekolah lain. Secara umum, aspek-aspek yang diobservasi adalah: (1) usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses pembelajaran, (2) cara menggunakan media pengajaran, (3) variasi metode,
(4) ketepatan penggunaan media dengan materi, (5) ketepatan penggunaan metode dengan materi, dan (6) reaksi mental para siswa dalam proses belajar mengajar. Pelaksanaan observasi melalui tahap: persiapan, pelaksanaan, penutupan, penilaian hasil observasi;dan tindak lanjut. Dalam rangka melakukan observasi, seorang supervisor hendaknya telah mempersiapkan instrumen observasi, menguasai masalah dan tujuan supervisi. c. Pertemuan Individual Pertemuan individual adalah satu pertemuan, percakapan, dialog, dan tukar pikiran antara supervisor dan guru. Tujuannya adalah: (1) mengembangkan perangkat pembelajaran yang lebih baik, (2) meningkatkan kemampuan guru dalam pembelajaran, dan (3) memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan pada diri guru Swearingen (1961) mengklasifikasi empat jenis pertemuan (percakapan) individual sebagai berikut. (1) Classroom-conference, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di dalam kelas ketika murid-murid sedang meninggalkan kelas (istirahat). (2) Office-conference, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di Ebuletin – Juni 2016 :: [30]
ruang kepala sekolah atau ruang guru, di mana sudah dilengkapi dengan alat-alat bantu yang dapat digunakan untuk memberikan penjelasan pada guru. (3) Causal-conference. yaitu percakapan individual yang bersifat informal, yang dilaksanakan secara kebetulan bertemu dengan guru (4) Observational visitation. yaitu percakapan individual yang dilaksanakan setelah supervisor melakukan kunjungan kelas atau observasi kelas. Hal yang dilakukan Supervisor dalam pertemuan individu : (1) berusaha mengembangkan segisegi positif guru, (2) mendorong guru mengatasi kesulitankesulitannya, (3) memberikan pengarahan, dan (4) menyepakati berbagai solusi permasalahan dan menindaklanjutinya. d. Kunjungan Antar Kelas Kunjungan antar kelas adalah guru yang satu berkunjung ke kelas yang lain di sekolah itu sendiri. Tujuannya adalah untuk berbagi pengalaman dalam pembelajaran. Cara-cara melaksanakan kunjungan antar kelas adalah sebagai berikut. (1) Jadwal kunjungan harus direncanakan.
(2) Guru-guru yang akan dikunjungi harus diseleksi. (3) Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi (4) Sediakan segala fasilitas yang diperlukan. (5) Supervisor hendaknya mengikuti acara ini dengan pengamatan yang cermat. (6) Adakah tindak lanjut setelah kunjungan antar kelas selesai? misalnya dalam bentuk percakapan pribadi, penegasan, dan pemberian tugas-tugas tertentu. (7) Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru bersangkutan, dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi yang dihadapi; (8) Adakan perjanjianperjanjian untuk mengadakan kunjungan antar kelas berikutnya. 2. Teknik Supervisi Kelompok Teknik supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Guruguru yang yang akan disupervisi berdasarkan hasil analisis kebutuhan, dan analisis kemampuan kinerja guru, kemudian dikelompokan berdasarkan kebutuhan guru. Kemudian guru diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang diperlukan. Dalam teknik supervisi kelompok, terdapat beberapa kegiatan yang dapat dilakukan antara lain adalah sebagai berikut.
Ebuletin – Juni 2016 :: [31]
(1) Mengadakan pertemuan atau rapat (meeting), Seorang kepala sekolah menjalankan tugasnya berdasarkan rencana yang telah disusun. Termsuk mengadakan rapatrapat secara periodik dengan guru-guru, dalam hal ini rapat-rapat yang diadakan dalam rangka kegiatan supervisi. Rapat tersebut antara lain melibatkan KKG, MGMP, dan rapat dengan pihak luar sekolah. (2) Mengadakan diskusi kelompok (group discussions), Diskusi kelompok dapat diadakan dengan membentuk kelompok-kelompok guru bidang studi sejenis. Di dalam setiap diskusi, supervisor atau kepala sekolah memberikan pengarahan, bimbingan, nasihat-nasihat dan saransaran yang diperlukan. (3) Mengadakan penataranpenataran (inservicetraining), Teknik ini dilakukan melalui penataran-penataran, misalnya penataran untuk guru bidang studi tertentu. Mengingat bahwa penataran pada umumnya diselenggarakan oleh pusat atau wilayah, maka tugas kepala sekolah adalah mengelola dan membimbing pelaksanaan tindak lanjut (follow-up) dari hasil penataran.
akan dibahas mengenai pembinaan dan pemantapan instrumen. 1.
Pembinaan Kegiatan pembinaan dapat berupa pembinaan langsung dan tidak langsung. a. Pembinaan Langsung Pembinaan ini dilakukan terhadap hal-hal yang sifatnya khusus, yang perlu perbaikan dengan segera dari hasil analisis supervisi. b. Pembinaan Tidak Langsung Pembinaan ini dilakukan terhadap hal-hal yang sifatnya umum yang perlu perbaikan dan perhatian setelah memperoleh hasil analisis supervisi. Beberapa cara yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam membina guru untuk meningkatkan proses pembelajaran adalah sebagai berikut. (1)
(2) (3)
(4)
C. Tindaklanjut hasil Supervisi Akademik Tindak lanjut dari hasil analisis merupakan pemanfaatan hasil supervisi. Dalam materi pelatihan tentang tindak lanjut hasil supervisi
(5) (6)
Menggunakan secara efektif petunjuk bagi guru dan bahan pembantu guru lainnya. Menggunakan buku teks secara efektif. Menggunakan praktek pembelajaran yang efektif yang dapat mereka pelajari selama pelatihan profesional/inservice training. Mengembangkan teknik pembelajaran yang telah mereka miliki. Menggunakan metodologi yang luwes (fleksibel). Merespon kebutuhan dan kemampuan individual siswa. Ebuletin – Juni 2016 :: [32]
(7)
2.
Menggunakan lingkungan sekitar sebagai alat bantu pembelajaran. (8) Mengelompokan siswa secara lebih efektif. (9) Mengevaluasi siswa dengan lebih akurat/teliti/seksama. (10) Berkooperasi dengan guru lain agar lebih berhasil. (11) Mengikutsertakan masyarakat dalam mengelola kelas. (12) Meraih moral dan motivasi mereka sendiri. (13) Memperkenalkan teknik pembelajaran modern untuk inovasi dan kreatifitas layanan pembelajaran. (14) Membantu membuktikan siswa dalam meningkatkan ketrampilan berpikir kritis, menyelesaikan masalah dan pengambilan keputusan. (15) Menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif. Pemantapan Instrumen Supervisi Kegiatan memantapkan instrumen supervisi dapat dilakukan dengan cara diskusi kelompok oleh para supervisor tentang instrumen supervisi akademik maupun instrumen supervisi non akademik. Dalam memantapkan instrumen supervisi, dikelompokkan menjadi seperti berikut. (1) Persiapan guru untuk mengajar terdiri dari: (a) Silabus. (b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). (c) Program Tahunan. (d) Program Semesteran.
(e) Pelaksanaan pembelajaran. (f) Penilaian pembelajaran. (g) Pengawasan pembelajaran.
proses hasil proses
(2) Instrumen supervisi kegiatan belajar mengajar (a) Lembar pengamatan. (b) Suplemen observasi (ketrampilan mengajar, karakteristik mata pelajaran, pendekatan klinis, dan sebagainya). (3) Komponen dan kelengkapan instrumen, baik instrumen supervisi akademik maupun isntrumen supervisi nonakademik. (4) Penggandaan instrumen dan informasi kepada guru bidang studi binaan atau kepada karyawan untuk instrumen nonakademik. Dengan demikian, dalam tindak lanjut supervisi dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Dalam pelaksanaannya kegiatan tindak lanjut supervisi akademik sasaran utamanya adalah kegiatan belajar mengajar. (2) Hasil analisis, catatan supervisor, dapat dimanfaatkan untuk perkembangan keterampilan mengajar guru atau meningkatkan profesionalisme guru dan karyawan, setidak-tidaknya dapat mengurangi kendalakendala yang muncul atau yang mungkin akan muncul.
Ebuletin – Juni 2016 :: [33]
(3) Umpan balik akan member prtolongan bagi supervisor dalam melaksanakan tindak lanjut supervisi. (4) Dari umpan balik itu pula dapat tercipta suasana komunikasi yang tidak menimbulkan ketegangan, menonjolkan otoritas yang mereka miliki, memberi kesempatan untuk mendorong guru memperbaiki penampilan, dan kinerjanya. Cara-cara melaksanakan tindak lanjut hasil supervisi akademik sebagai berikut. (1) Mengkaji rangkuman hasil penilaian. (2) Apabila ternyata tujuan supervisi akademik dan standar-standar pembelajaran belum tercapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan,
keterampilan dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan. (3) Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapai maka mulailah merancang kembali program supervisi akademik guru untuk masa berikutnya. (4) Membuat rencana aksi supervisi akademik berikutnya. (5) Mengimplementasikan rencana aksi tersebut pada masa berikutnya. Ada lima langkah pembinaan kemampuan guru melalui supervisi akademik, yaitu: (a) menciptakan hubunganhubungan yang harmonis, (b) analisis kebutuhan, (c) mengembangkan strategi dan media, (d) menilai, dan (e) revisi.
III. Penutup Demikian penjelasan tentang supervisi akademik oleh kepala sekolah semoga dapat dijadikan sebagai tambahan bacaan para pendidik khususnya kepala sekolah. Pelaksanaan pembelajaran yang efisien dan efektif bagi para guru seyogiyanya terlaksana terlaksana dengan baik, namun kemampuan guru untuk memotret dirinya pada saat melaksanakan pembelajaran olehnya itu penulis berharap semoga tilasan ini bermanfaat.
Ebuletin – Juni 2016 :: [34]
PENYUSUNAN SOAL BERPIKIR TINGKAT TINGGI (Darwis Sasmedi)
Pendahuluan Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah pada lampiran pertama menyatakan bahwa salah satu dasar penyempurnaan kurikulum adalah adanya tantangan internal dan eksternal. Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif, budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Terkait dengan isu perkembangan pendidikan di tingkat internasional, Kurikulum 2013 dirancang dengan berbagai penyempurnaan. Penyempurnaan antara lain dilakukan pada standar isi yaitu mengurangi materi yang tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta didik serta diperkaya dengan kebutuhan peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis sesuai dengan standar internasional. Penyempurnaan lainnya juga dilakukan pada standar penilaian. Model-model penilaian pada Kurikulum 2013 mengadaptasi model-model penilaian standar internasional. Penilaian dalam Kurikulum 2013 diharapkan dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS), karena berpikir tingkat tinggi dapat mendorong peserta didik untuk berpikir secara luas dan mendalam tentang materi pelajaran. Kebanyakan guru saat ini dalam menyusun butir soal cenderung hanya mengukur kemampuan berpikir tingkat rendah (Low Order Thinking Skills/LOTS) dan soal-soal yang dibuat tidak kontekstual. Soal-soal yang disusun oleh guru umumnya mengukur keterampilan mengingat (recall). Bila dilihat dari konteksnya sebagian besar menggunakan konteks di dalam kelas dan sangat teoretis, serta jarang menggunakan konteks di luar kelas (kontekstual). Sehingga tidak memperlihatkan keterkaitan antara pengetahuan yang diperoleh dalam pembelajaran dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Model-model penilaian yang selama ini digunakan oleh guru, berpengaruh terhadap kemampuan peserta didik dalam menjawab soal-soal yang diujikan pada soal berstandar internasional. Hasil studi Internasional Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan prestasi literasi membaca, literasi matematika, dan literasi sains yang dicapai peserta didik Indonesia sangat rendah. Pada umumnya kemampuan Ebuletin – Juni 2016 :: [35]
peserta didik Indonesia sangat rendah dalam: (1) memahami informasi yang kompleks; (2) teori, analisis, dan pemecahan masalah; (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah; dan (4) melakukan investigasi. Berdasarkan kenyataan di atas, maka perlu adanya perubahan sistem dalam pembelajaran dan penilaian. Instrumen penilaian yang dikembangkan oleh guru diharapkan dapat mendorong peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi, meningkatkan kreativitas, dan membangun kemandirian peserta didik untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, guru harus mampu dan terampil dalam menyusun soal berpikir tingkat tinggi untuk peserta didik. Konsep Soal Berpikir Tingkat Tinggi Secara umum soal-soal berstandar internasional memiliki karakteristik: (1) mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi; (2) berbasis permasalahan kontekstual; dan (3) menggunakan bentuk tes beragam. Karakteristik tersebut yang akan digunakan sebagai acuan untuk penyusunan soal-soal di tingkat satuan pendidikan. Karakteristik soal-soal standar internasional tersebut sesuai dengan pengembangan modelmodel penilaian dalam Kurikulum 2013, yang mengarahkan peserta didik untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, cerdas, kreatif, serta mampu berkonstribusi dalam peradaban dunia. Pengembangan model-model penilaian tersebut dituangkan dalam bentuk Standar Penilaian, yang digunakan untuk mengukur pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yang dijabarkan dalam Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Beberapa konsep yang diharapkan dapat memberikan pemahaman, memotivasi, dan menginspirasi para
guru, terkait dengan penyusunan soalsoal standar internasional. Implementasi kemampuan berpikir tngkat tinggi pada konteks asesmen, secara sederhana bukan hanya meminimalisir kemampuan mengingat kembali informasi, tetapi lebih mengukur kemampuan: (1) transfer satu konsep ke konsep lainnya; (2) memproses dan menerapkan informasi, 3) mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda; (4) menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah; dan (5) menelaah ide dan informasi secara kritis. Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis berpikir tingkat tinggi tidak berarti soal yang lebih sulit daripada soal mengingat kembali informasi. Anderson & Krathwohl (2001) mengklasifikasi dimensi proses kognitif berpikir tingkat tinggi, yaitu mencipta, meliputi: (1) melengkapi ide atau gagasan sendiri dengan kata kerja: mengkonstruksi, desain, kreasi, mengembangkan, menulis dan memformulasi; (2) Evaluasi: mengambil keputusan sendiri dengan kata kerja operasional: evaluasi, menilai, menyanggah, memutuskan, memilih, dan mendukung; (3) analisis: menspesifikasi aspek-aspek atau elemen dengan kata kerja membandingkan, memeriksa, menguji, mengkritisi, dan menguji; (4) aplikasi: menggunakan informasi pada domain berbeda dengan kata kerja: menggunakan, mendemonstrasikan, mengilustrasikan, dan mengoperasikan. Domain proses kognitif yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah domain analisis, evaluasi, dan mencipta. Domain proses kognitif tersebut yang digunakan sebagai salah satu acuan untuk menyusun soal berpikir tingkat tinggi. Asesmen kontekstual merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata Ebuletin – Juni 2016 :: [36]
dalam kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah. Permasalahan kontekstual yang dihadapai oleh masyarakat dunia saat ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan, menginterpretasikan, menerapkan dan mengintegrasikan ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata. Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, yaitu: (1) peserta didik mengkonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang tersedia; (2) tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata; (3) tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban benar. Literasi membaca merupakan kemampuan seseorang untuk memahami, menggunakan, merefleksi serta terlibat pada wacana teks dalam rangka mencapai tujuan membaca, mengembangkan pengetahuan dan potensi diri serta berpartisipasi dalam masyarakat. Penyusunan soal tingkat tinggi diukur dengan menggunakan sejumlah instrumen yang dibangun oleh tiga karakteristik utama, yaitu: situasi, teks, dan aspek. Pertama adalah situasi yang mengacu pada berbagai konteks yang luas, meliputi: (1) personal, yaitu teks yang memuat informasi pribadi seorang tokoh baik yang bersifat praktis
maupun intelektual misalnya surat-surat pribadi, biografi, email pribadi, blog, liburan, dan sejenisnya; terkait dengan isu-isu yang menjadi pusat perhatian masyarakat luas, seperti bahaya penggunaan HP, olahraga, produk makanan dan minuman, dan lain-lain; (2) pendidikan, situasi yang berhubungan dengan pendidikan seperti pembelajaran, buku-buku teks, tugastugas dalam pembelajaran, serta berbagai kegiatan di sekolah secara luas, dan (3) pekerjaan, berhubungan dengan jenis-jenis pekerjaan seperti dokter, pendidik, pengusaha, peneliti, pilot dan asuransi. Kedua adalah teks, dalam penyusunan soal tingkat tinggi terdapat empat klasifikasi utama teks, yaitu klasifikasi berdasarkan: (1) media, terdiri atas media cetak (berupa brosur, majalah, jurnal) atau digital (berupa kemampuan membaca navigasi seperti scroll bar, tab, hyperlink; (2) lingkungan hidup, pesan berbasis lingkungan hidup, atau campuran antara wacana dan pesan berbasis lingkungan hidup); (3) format teks, terdiri atas: format kontinu berupa surat kabar, esai, novel, cerita pendek, ulasan, laporan; dan format tidak kontinu berupa daftar, tabel, grafik, diagram, iklan, jadwal, katalog, indeks; dan (4) jenis teks, terdiri atas: teks deskripsi, narasi, eksposisi, argumen, perintah dan transaksi. Ketiga adalah aspek, yaitu terdapat tiga aspek dalam pengembangan instrumen literasi membaca, yaitu: (1) mengakses dan mengambil informasi meliputi memahami domain informasi dan navigasi yang disediakan untuk mencari dan mengambil satu atau lebih cuplikan informasi yang berbeda; (2) mengintegrasi dan menginterpretasi yaitu mengolah, memaknai, mengembangkan informasi yang diperoleh; dan (3) merefleksi dan Ebuletin – Juni 2016 :: [37]
mengevaluasi yaitu menggambarkan pengetahuan, ide atau sikap di luar teks, untuk menghubungkan informasi yang diberikan dalam teks dalam bingkai konseptual dan referensi pengalaman, selanjutnya peserta tes membuat penilaian terhadap informasi yang diberikan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kesukaran pada pertanyaan literasi membaca, yaitu: (1) pada aspek mengakses dan mengambil informasi, tingkat kesukaran dikondisikan dengan menyesuaikan jumlah penggalan informasi yang harus ditemukan peserta tes dengan jumlah kesimpulan yang akan dibuat, serta menemukan sejumlah keunggulan informasi penting dengan panjang dan kompleksitas beragam yang disajikan dalam teks; (2) pada aspek mengintegrasi dan menginterpretasi, tingkat kesukaran dipengaruhi oleh jenis interpretasi yang diperlukan misalnya, membuat perbandingan lebih mudah daripada menemukan kontras; jumlah penggalan informasi yang harus diperhatikan terkait dengan derajat dan perbandingan informasi dalam teks; serta sifat teks yang kurang familiar dan konten yang abstrak dan lebih kompleks mengakibatkan butir soal cenderung semakin sulit; (3) pada aspek merefleksi dan mengevaluasi, tingkat kesukaran dipengaruhi oleh jenis refleksi atau evaluasi yang diperlukan dari yang paling mudah ke yang lebih sukar. Jenis refleksi adalah: menghubungkan, menjelaskan dan membandingkan, mengajukan hipotesis dan mengevaluasi. Butir soal akan bertambah sulit bila peserta tes harus menggambarkan pengetahuan yang bersifat khusus dari pada pengetahuan yang bersifat luas dan umum. Jenis abstraksi dan panjang teks, serta kedalaman terhadap pemahaman teks yang diperlukan untuk menyelesaikan tes juga berpengaruh pada tingkat kesukaran butir soal.
Kemampuan untuk mengembangkan soal berpikir tingkat tinggi, merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru saat ini. Modelmodel asesmen yang dikembangkan secara internasional agar digunakan sebagai salah satu rujukan untuk mengembangkan asesmen di tingkat satuan pendidikan. Model asesmen yang digunakan oleh guru di tingkat satuan pendidikan sangat berpengaruh terhadap cara berpikir peserta didik untuk dapat menggunakan konsepkonsep tersebut pada situasi lain di luar sekolah. Kemampuan untuk menghubungkan konsep satu dengan yang lainnya, mengidentifikasi dan menginterpretasi informasi ke dalam situasi nyata, serta kemampuan berargumen dengan penalaran yang tinggi merupakan aspek penting untuk membangun kompetensi peserta didik di masa depan. Penutup Perkembangan pendidikan di tingkat internasional telah banyak memberikan sumbangan pada pengembangan ilmu dan teknologi yang dapat digunakan sebagai sarana pemecahan masalah-masalah global. Oleh karena itu, komitmen semua pihak untuk meningkatkan mutu pendidikan di tanah air harus diupayakan melalui berbagai macam strategi. Pengembangan mutu pendidikan tidak cukup dilakukan hanya dengan meningkatkan mutu pembelajaran, tetapi faktor-faktor pendukung utama lainnya seperti model, jenis dan bentuk penilaian juga harus disesuaikan dengan tuntuan pemecahan masalah yang harus dimiliki oleh peserta didik di masa depan. Penilaian yang dilakukan guru agar diarahkan pada model-model asesmen yang dilakukan dalam bentuk soal berpikir tingkat tinggi. Soal-soal yang Ebuletin – Juni 2016 :: [38]
digunakan dalam penilaian, hendaknya mengacu pada model soal-soal berpikir tingkat tinggi. Karakteristik soal-soal standar internasional adalah mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, berbasis masalah kontekstual, dan bentuk soal yang beragam. Tingkat kesukaran dipengaruhi oleh kompleksitas konteks dan situasi, serta banyaknya domain kompetensi yang diukur dalam sebuah pertanyaan.
Penyusunan soal-soal berpikir tingkat tinggi sangat dipengaruhi oleh komitmen pengambil keputusan dan kemampuan seluruh sumber daya khususnya guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah pada setiap jenjang dan jenis satuan pendidikan. Upayaupaya peningkatan mutu pendidikan dalam penyusunan soal-soal berpikir tingkat tinggi sangat mendesak dilakukan untuk menyiapkan kompetensi peserta didik di masa depan.
Daftar Pustaka Anderson, L. & Krathwohl, D. 2001. A Taxonomy For Learning, Teaching and Assessing. New York: Longman. Kemdikbud. (2013). Materi Pelatihan Pendidik Implementasi Kurikulum 2013 SMA Matematika. Jakarta: BPSDM-PMP Kemdikbud. Brookhart, S. M. (2010). How to Assess Higher Order Thinking Skills in Your Class-room. Alexandria: ASCD. Edi Istiyono, Djemari Mardapi, Suparno, 2014. Pengembangan Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika (PysTHOTS) Peserta Didik SMA (Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Tahun 18, Nomor 1, 2014). Yogyakarta: UNY Kemdikbud. (2014). Permendikbud No. 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kemdikbud. Kemdikbud. (2014). Modul Pelatihan PISA. Jakarta: Puspendik.
Ebuletin – Juni 2016 :: [39]
Implementasi Contextual Teaching And Learning Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Di Sekolah Menengah Pertama
SUKARDI Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan Abstrak: Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat, dan pengetahuan yang diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar Kata kunci: paradigma belajar, konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya
Kurikulum 2013 sebagai penyempurnaan
dalam konteks sekolah atau kelas, kaitannya
kurikulum
sebelumya
menghasilkan
insan
diharapkan
dapat
dengan buku teks pelajaran peminatan dan
indonesia
yang
buku pedoman guru.
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif
Kurikulum
2013
dikembangkan
melalui penguatan sikap, keterampilan, dan
untuk menjawab berbagai perubahan pada
pengetahuan yang terintegrasi. Kurikulum
abad
2013 juga dirancang dengan memanfaatkan
pembangunan yang perlu ditransformasikan
bonus demografi yang diharapkan dapat
melalui pendidikan sesuai dengan pergeseran
mengatasi
dengan
paradigma yang berkembang. Pembangunan
Pengembangan
abad 21 memandang peradaban sebagai
berbagai
tantangan
globalisasi
variasinya.
kurikulum
2013
kurikulum
sebelumnya
berbeda
yaitu
perubahan
paradigma
dengan
kekayaan sehingga menghasilkan manusia
perlu
sebagai pelaku atau produsen, sumber daya
disusun sebuah pedoman bagi guru IPS agar
manusia (SDM) dan peradaban sebagai
dapat memahami filosofi pengembangan dan
modal pembangunan, dan pembangunan
perubahan alur pikir yang dituntut oleh
kesejahteraan
kurikulum
Sementara pembangunan sebelum abad 21
2013.
yang
21,
dipandang
Pedoman
dimaksud
pada
berbasis
kekayaan
peradaban.
bersifat operasional yang menjabarkan hal
berfokus
alam
yang
yang diatur dalam peraturan perundangan ke
menghasilkan manusia sebagai pengguna, Ebuletin – Juni 2016 :: [40]
SDM sebagai beban (karena tidak produktif)
guru atau pembelajaran konvensional yang
pembangunan, sumber daya alam (SDA)
didominasi oleh metode ceramah. Menurut
sebagai
dan
pengakuan mereka, hal ini disebabkan
berbasis
karena mereka belum memahami CTL itu
modal
pembangunan,
pembangunan
ekonomi
sumberdaya.
sendiri secara utuh, baik dalam tataran
Kemampuan seorang guru dalam menerapkan
prinsip
pembelajaran
sangat
pengelolaan
kegiatan pembelajaran.
oleh
Kurangnya pemahaman guru tentang
pemahaman dan keterampilan guru dalam
CTL tersebut perlu mendapatkan perhatian.
mengimplementasikan pendekatan, strategi,
Oleh karena itu informasi tentang CTL dan
metode ataupun teknik-teknik pembelajaran.
contoh implementasinya dalam kegiatan
Salah
pembelajaran merupakan hal yang sangat
satu
ditentukan
konseptual maupun implementasinya dalam
pendekatan
digunakan
yang
efektif
untuk menerapkan prinsip-
dibutuhkan oleh
guru di sekolah untuk
prinsip pengelolaan pembelajaran seperti
dijadikan referensi dalam merancang dan
yang dimaksud di atas adalah pendekatan
melaksanakan pembelajaran berbasis CTL.
kontekstual
Merespons
(Contextual
teaching
and
hal
tersebut,
penulis
learning) (Sanjaya, 2006:109). Oleh karena
menguraikannya pada tulisan ini dengan
itu,
judul
Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah
pendekatan pembelajaran
dalam
mengembangkan
dan
mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan tetap dapat digunakan dalam Kurikululum 2013 (K-13) (yang menggunakan pendekatan saintifik). Dari beberapa kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) khususnya MGMP IPS SMP yang sering penulis fasilitasi, terungkap bahwa masih banyak guru yang belum mengimplementasikan CTL dalam kegiatan pembelajaran. Pada umumnya
mereka
masih
menggunakan
CTL
dalam
Pembelajaran IPS di SMP”
yang direkomendasikan untuk digunakan guru
“Implementasi
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, fokus pembahasan dalam tulisan ini adalah
paradigma
belajar,
Contextual
Teaching and Learning (CTL) dan pengimplementasiannya
dan dalam
pembelajaran IPS di SMP. PEMBAHASAN A. Paradigma Belajar Perubahan paradigma memahami
perubahan
belajar untuk paradigma
pembangunan abad 21 mutlak diperlukan. Hal ini akan berimplikasi pada cara dan
pendekatan pembelajaran yang terpusat pada Ebuletin – Juni 2016 :: [41]
pendekatan
mengajar
guru
di
kelas.
siswa dan lingkungannya. Melalui proses
Perubahan
paradigma
belajar
kelas
interaksi memungkinkan kemampuan siswa
tersebut menjadi tuntutan pada implementasi
akan berkembang baik mental maupun
Kurikulum 2013.
intelektual.
di
Dalam Peraturan Pemerintah (PP)
Inspiratif.
Proses
pembelajaran
Nomor 32 tahun 2013 tentang Standar
adalah proses inspiratif, yang memungkinkan
Nasional Pendidikan pasal 19 dinyatakan
siswa
bahwa proses pembelajaran pada satuan
sesuatu. Berbagai informasi dan proses
pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
pemecahan masalah dalam pembelajaran
inspiratif,
bukanlah harga mati yang bersifat mutlak,
menyenangkan,
memotivasi
peserta
menantang,
didik
untuk
akan
untuk
tetapi
mencoba
dan
merupakan
melakukan
hipotesis
yang
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
merangsang siswa untuk mencoba dan
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
mengujinya. Oleh karena itu guru harus
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
membuka berbagai kemungkinan yang dapat
perkembangan fisik serta psikologis peserta
dikerjakan siswa. Biarkanlah siswa berbuat
didik.
dan berpikir sesuai dengan inspirasinya Berdasarkan
peraturan
pemerintah
sendiri.
tersebut, maka menurut Sanjaya (2007:133)
Menyenangkan. Proses pembelajaran
ada sejumlah prinsip khusus yang harus
adalah proses yang dapat mengembangkan
diterapkan dalam pengelolaan pembelajaran.
seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu
Prinsip tgersebut dipaparkan sebagai berikut.
hanya mungkin dapat berkembang manakala
Interaktif. Prinsip ini mengandung makna bahwa mengajar bukan sekadar menyampaikan pengetahuan dari guru ke siswa,
akan
tetapi
mengajar
dianggap
sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dengan
demikian
proses
pembelajaran
adalah proses interaksi, baik interaksi antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa, antara siswa dan sumber belajar, antara siswa dan media pembelajaran, maupun antara
siswa
terbebas
menegangkan.
dari Oleh
rasa
takut,
karena
itu
diupayakan
agar
proses
merupakan
proses
yang
dan perlu
pembelajaran menyenangkan
(enjoyful learning). Proses pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan dengan menata
ruangan
yang
menarik
serta
mengelola pembelajaran yang hidup dan bervariasi. Menantang.
Proses
pembelajaran
adalah proses yang menantang siswa untuk Ebuletin – Juni 2016 :: [42]
mengembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan
B. Contextual Teaching and Learning (CTL) Di era Kurikulum Tingkat Satuan
dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu siswa
melalui
kegiatan
mencoba,
atau
Pendidikan
(KTSP)
yang
bereksplorasi. Apapun yang diberikan dan
penyempurnaan
dilakukan guru harus dapat merangsang
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
siswa
dewasa ini, CTL merupakan salah satu
untuk
berpikir
dan
melakukan.
Kurikulum
merupakan 2004
Apabila guru akan memberikan informasi,
pendekatan
pembelajaran
hendaknya tidak memberikan informasi yang
dibicarakan
orang.
sudah jadi, akan tetapi informasi yang
menganggap
mampu membangkitkan siswa untuk mau
”mukanya” KTSP dan K-13, artinya CTL
mengolahnya, memikirkannya sebelum dia
merupakan salah satu pendekatan yang dapat
mengambil kesimpulan.
diandalkan
Memotivasi. Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa adanya motivasi tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk belajar. Oleh karena
itu,
membangkitkan
dalam setiap proses pembelajaran. Motivasi itu hanya mungkin muncul dalam diri siswa manakala
siswa
merasa
membutuhkan.
Siswa yang merasa butuh akan bergerak dengan
sendirinya
kebutuhannya.
untuk
memenuhi
Oleh karena itu,
dalam
CTL
banyak
ada
yang
merupakan
mengembangkan
dan
mengimplementasikan KTSP dan K-13 di satuan pendidikan. Lalu seperti apakah CTL itu? 1. Pengertian CTL
motivasi
merupakan salah satu peran dan tugas guru
Bahkan
bahwa
dalam
yang
atau
CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan
hubungan
mendorong siswa antara
membuat
pengetahuan
yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Depdiknas, 2003:1).
rangka membangkitkan motivasi, guru harus dapat menunjukkan pentingnya pengalaman
Dari konsep tersebut menurut Sanjaya
dan materi pelajaran dalam kehidupan siswa.
(2006:109) ada tiga hal yang harus kita
Dengan demikian siswa akan belajar bukan
pahami. Pertama, CTL menekankan kepada
sekadar untuk memperoleh nilai akan tetapi
proses keterlibatan siswa untuk menemukan
didorong oleh keinginan untuk memenuhi
materi, artinya proses belajar diorientasikan
kebutuhannya.
pada proses pengalaman secara langsung. Ebuletin – Juni 2016 :: [43]
Proses belajar dalam konteks CTL tidak
sebagai aktor sosial yang cerdas, mampu
mengharapkan agar siswa hanya menerima
mengambil keputusan yang tepat, memiliki
pelajaran, akan tetapi proses mencari dan
komitmen,
menemukan
jawab.
sendiri
materi
pelajaran.
Misalnya ketika seorang guru IPS akan mengajarkan tentang “Keunggulan lokasi dan
kehidupan
masyarakat”,
maka
seharusnya guru tidak lagi menjelaskan apa itu
keunggulan
masyarakat,
lokasi
tetapi
dan
dapat
kehidupan menugaskan
siswanya untuk melakukan observasi di lingkungan masyarakat sekitar, dan mencatat apa yang ada dan terjadi di masyarakat, kemudian
didiskusikan
di
kelas
lalu
disimpulkan sendiri apa itu keunggulan lokasi dan kehidupan masyarakat, apa fungsi dari keunggulan lokasi
dan kehidupan
masyarakat dan sebagainya.
partisipatif
Ketiga
dan
bertanggung
CTL mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa
dapat
memahami
materi
yang
dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam
kehidupan
sehari-hari.
Misalnya
setelah siswa mempelajari materi tentang “Prinsip IPS”, maka diharapkan siswa dapat menerapkan prinsip IPS itu dalam kehidupan sehari-hari. 2. Karakteristik CTL CTL memiliki sejumlah karakteristik
Kedua CTL mendorong agar siswa dapat
yang membedakannya dengan pendekatan
menemukan hubungan antara materi yang
pembelajaran lainnya. Adapun karakteristik
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata,
CTL menurut Muslich (2007:42) adalah
artinya
sebagai
siswa
dituntut
untuk
dapat
berikut.
Pertama,
pembelajaran
menangkap hubungan antara pengalaman
dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
pembelajaran
Dengan demikian materi pelajaran tersebut
ketercapaian keterampilan dalam konteks
lebih bermakna dan tertanam dalam memori
kehidupan nyata atau pembelajaran yang
siswa sehingga tidak akan mudah dilupakan.
dilaksanakan
Misalnya jika siswa sudah mempelajari
alamiah. Kedua, pembelajaran memberikan
“Ruang lingkup IPS yang meliputi perilaku
kesempatan
sosial, ekonomi dan budaya manusia di
mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
masyarakat, kemudian dikaitkan dengan
Ketiga, pembelajaran dilaksanakan dengan
ruang tempat tinggalnya terhadap apapun
memberikan pengalaman bermakna kepada
yang dipelajarinya. Maka secara individu
siswa. Keempat, pembelajaran dilaksanakan
yang
dalam
kepada
diarahkan
pembelajaran
siswa
pada
yang
untuk
Ebuletin – Juni 2016 :: [44]
melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling
pengetahuan itu dan memberi makna melalui
mengoreksi
pengalaman
antar
teman.
Kelima,
nyata.
Dengan
dasar
itu,
pembelajaran memberikan kesempatan untuk
pembelajaran harus dikemas menjadi proses
menciptakan
mengkonstruksi
rasa
kebersamaan,
bekerja
bukan
menerima
sama, dan saling memahami antara satu
pengetahuan. Dalam proses pembelajaran,
dengan yang lain secara mendalam. Keenam,
siswa
pembelajaran
mereka melalui keterlibatan aktif dalam
dilaksanakan
secara
aktif,
kreatif, produktif, dan mementingkan kerja
membangun
Sebagai pembelajaran,
suatu CTL
pendekatan memiliki
pembelajaran
tujuh
lainnya
(Depdiknas, 2003:10). Komponen ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan CTL. Oleh karena itu, sebuah kegiatan pembelajaran dikatakan menggunakan CTL jika telah menerapkan ketujuh komponen CTL yang dimaksud. Ketujuh komponen CTL tersebut dijelaskan di bawah ini.
berpikir
(filosofi)
inti
dari
kegiatan
dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukan
hasil
mengingat
seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. proses
Oleh karena dalam
perencanaan,
guru
bukanlah
mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang
memungkinkan
siswa
dapat
menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Misalnya Materi IPS geografi “Letak geografis Indonesia” ditemukan
sendiri
oleh
seharusnya
siswa
melalui
pengamatan pada peta, globe, atlas atau
Konstruktivisme Konstruktivisme
bagian
pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan
komponen yang membedakannya dengan pendekatan
Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan
3. Komponen CTL
pengetahuan
proses pembelajaran.
sama. Ketujuh, pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
sendiri
(Constructivism).
merupakan CTL,
yaitu
landasan bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyongkonyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi
tayangan oleh guru, bukan menurut buku atau informasi dari guru. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya.
Bertanya
dalam
pembelajaran
dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing,
dan
menilai
kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting Ebuletin – Juni 2016 :: [45]
dalam melaksanakan pembelajaran yang
Refleksi (Reflection).
Refleksi juga
berbasis inquiry, yaitu menggali informasi,
bagian penting dalam pembelajaran dengan
mengkonfirmasikan
sudah
CTL. Refleksi adalah cara berpikir tentang
diketahui, dan mengarahkan perhatian pada
apa yang baru dipelajari atau berpikir ke
aspek yang belum diketahuinya.
belakang tentang apa-apa yang sudah kita
apa
Masyarakat
yang
belajar
(Learning
Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan
agar
hasil
pembelajaran
diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari
berbagi
antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi
yang diperlukan oleh teman
bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi
yang
diperlukan
dari
teman
belajarnya. Pemodelan (Modeling). adalah
proses
Modeling
pembelajaran
lakukan
di
masa
yang
lalu.
Siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan merupakan aktivitas,
sebelumnya. respon
atau
Refleksi
terhadap
pengetahuan
kejadian, yang
baru
diterimanya. Misalnya, ketika pelajaran IPS tentang Letak geografis Indonesia berakhir, siswa
merenung
kalau
begitu
ternyata
pemahaman saya selama ini tentang letak geografis indonesia salah, ya!
Bukannya
“letak geografis Indonesia harus dihafal,” melainkan “harus diketahui dan dipahami letaknya
melalui
Dengan
kata
pengamatan
lain
bahwa
sendiri.” ‘menerima
dengan
informasi pengertian letak dari guru atau
memperagakan sesuatu sebagai contoh yang
bacaan buku’ itu berbeda dengan ‘cara
dapat ditiru oleh siswa. Misalnya guru IPS
mengamati di peta, atlas, globe dan tayangan
memberikan contoh cara membaca peta atau
melaui LCD peta Indonesia.’
globe. Dalam CTL, guru bukan satu-satunya model, model dapat
dirancang dengan
melibatkan siswa dan orang yang memiliki kompetensi tertentu. Modeling merupakan komponen
yang
cukup
penting
dalam
pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Dalam
CTL keberhasilan
pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan aspek hasil belajar seperti hasil tes, akan tetapi juga proses belajar Ebuletin – Juni 2016 :: [46]
melalui
penilaian
nyata
(authentic
menerapkan
komponen-komponen
CTL
assessment). Aunthentic Assessment, adalah
seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
proses
Dan
yang
dilakukan
mengumpulkan
guru
untuk
informasi
untuk
melaksanakan
hal
tersebut
tentang
tidaklah sulit karena CTL dapat diterapkan
perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
dalam kurikulum apa saja, mata pelajaran
Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui
apa
apakah siswa benar-benar belajar atau tidak,
keadaannya (Depdiknas, 2003:10).
apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh
yang
positif
terhadap
perkembangan intelektual dan mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara
terintegrasi
dengan
proses
pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara
1)
saja,
dan
kelas
bagaimanapun
Langkah-langkah Implementasi CTL Secara garis besar langkah-langkah
implementasi
CTL
dalam
kegiatan
pembelajaran
adalah
sebagai
berikut
(Depdiknas, 2003:10);
terus menerus selama kegiatan pembelajaran
(1) Kembangkan
berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya
akan belajar lebih bermakna dengan cara
diarahkan kepada proses belajar bukan
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
kepada
bentuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
penilaian autentik yang dapat digunakan oleh
keterampilan barunya. (2) Laksanakan sejauh
guru menurut Muslich (2007:51) adalah
mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
portofolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan
(3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa
laporan
dengan bertanya. (4) Ciptakan ’masyarakat
hasil
belajar.
tertulis.
Depdiknas
Adapun
Sedangkan
(2003:20)
bentuk
menurut penilaian
belajar’
pemikiran bahwa
(belajar
dalam
anak
kelompok-
adalah
kelompok). (5) Hadirkan ’model’ sebagai
proyek/kegiatan dan laporannya, Pekerjaan
contoh pembelajaran. (6) Lakukan refleksi di
Rumah (PR), Kuis, Karya siswa, Presentasi
akhir pertemuan. (7) Lakukan penilaian yang
atau
sebenarnya dengan berbagai cara.
autentik
yang
dapat
penampilan
digunakan
siswa,
Demonstrasi,
Laporan, Jurnal, Hasil tes tertulis, dan Karya tulis.
IPS di SMP
dikatakan
Implementasi
CTL
dalam
Pembelajaran IPS
C. Implementasi CTL dalam Pembelajaran
Sebuah
2) Contoh
Konsep
CTL
sebagaimana
telah
diuraikan di atas tentu masih bersifat teoritiskegiatan
menggunakan
pembelajaran CTL
jika
abstrak jika tidak disertai dengan contoh implementasinya
dalam
kegiatan
Ebuletin – Juni 2016 :: [47]
pembelajaran. Oleh karena itu untuk lebih memahami
bagaimana
mengimplementasikan CTL dalam kegiatan pembelajaran, di bawah ini disajikan contoh implementasinya. Misalkan pada suatu hari guru akan membelajarkan Bidang Studi IPS pada peserta didiknya di SMP kelas VIII semester 1 tentang “Keunggulan lokasi dan kehidupan masyarakat Indonesia”. Kompetensi Dasar yang harus dicapai adalah “Mengidentifikasi bentuk keunggulan lokasi di Indonesia” (dikutip dari standar Isi yang diatur dalam Permendiknas No.22 Tahun 2006). Untuk mencapai
kompetensi
dasar
(5) Membuat
laporan
penggunaan
pengamatan
tanah/lahan
oleh
masyarakat disekitar tempat tinggalnya. a. Pola Pembelajaran Konvensional Untuk mencapai kompetensi dasar di atas, mungkin guru menerapkan strategi pembelajaran berikut: (1) Siswa disuruh membaca buku tentang keunggulan lokasi Indonesia. (2) Guru menyampaikan materi pelajaran sesuai
dengan
pokok-pokok
materi
pelajaran seperti yang terkandung dalam indikator pencapaian kompetensi dasar.
tersebut
dirumuskan beberapa indikator pencapaian
(3) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika ada hal-hal
kompetensi dasar, yaitu:
yang dianggap kurang jelas. (1) Menjelaskan
aspek
keruangan
dan
konektifitas antar ruang dan waktu
(4) Guru mengulas pokok-pokok materi pelajaran
dalam lingkup nasional.
yang
telah
disampaikan
dilanjutkan dedngan menyimpulkan. (2) Menjelaskan akibat dari iklim musom (5) Guru melakukan postes sebagai upaya
tropis terhadap kehidupan
untuk (3) Mengidentifikasi
keunggulan
letak
Indonesia pada posisi geostrategis. (4) Menyajikan hasil pengamatan tentang bentuk-bentuk
dan
sifat
dinamika
interaksi manusia dengan lingkungan alam,sosial,
budaya
dan
mengecek
pemahaman
siswa
tentang materi pelajaran yang telah disampaikan. (6) Guru menugaskan kepada siswa untuk membuat karangan sesuai dengan tema “keunggulan lokasi Indonesia”
ekonomi
dilingkungan masyarakat sekitar.
Dengan model pembelajaran seperti yang telah dijelaskan di atas, maka tampak bahwa proses pembelajaran sepenuhnya ada Ebuletin – Juni 2016 :: [48]
pada kendali guru. Siswa tidak diberi
keunggulan Geostrategis Indonesia dan
kesempatan
kelompok
untuk
mengeksplorasi.
5
dan
6
melakukan
Pengalaman belajar siswa terbatas, hanya
observasi tantang keunggulan tanah di
sekadar
Indonesia.
mendengarkan.
Melalui
pola
pembelajaran semacam itu, maka jelas faktor-faktor
psikologis
anak
• Menggali informasi dari siswa untuk
tidak
membuat
berkembang secara utuh, misalnya mental
• Melalui observasi siswa ditugaskan
b. Pola Pembelajaran CTL
untuk mencatat berbagai hal yang
Untuk mencapai kompetensi yang sama
ditemukan sesuai bidang tugasnya
dengan menggunakan CTL guru melakukan pembelajaran
sebagai
berikut:
masing-masing. (c)
Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap
1) Pendahuluan
siswa.
(a) Guru mengaitkan materi pembelajaran sekarang dengan pengalaman peserta didik atau pembelajaran sebelumnya. (b) Guru menjelaskan kompetensi dasar yang harus dicapai serta manfaat
materi
pelajaran yang akan dipelajari. (c) Guru
menjelaskan
prosedur
kelompok sesuai dengan jumlah siswa
melakukan
ditugaskan
observasi
untuk
lapangan,
observasi terhadap keunggulan iklim di
melakukan
kelompok observasi
(a) Siswa
melakukan
observasi
dengan pembagian tugas
sesuai
kelompok.
(Komponen CTL yang muncul dari ini
adalah:
Questioning,
Inquiri).
3
dan
temukan sesuai dengan lembar observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.
misalnya kelompok 1 dan 2 melakukan
Indonesia,
Di Lapangan
(b) Siswa mencatat hal-hal yang mereka
• Siswa dibagi ke dalam beberapa
kelompok
2) Inti
kegiatan
pembelajaran berbasis CTL:
• Tiap
(lembar
observasi).
dan motivasi belajar siswa.
langkah-langkah
instrumen
(Komponen CTL yang muncul dari kegiatan ini adalah: Inkuiri, learning community). Di dalam Kelas
4
tentang Ebuletin – Juni 2016 :: [49]
(a) Siswa
mendiskusikan
hasil
temuan
dari
mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing, dan guru melakukan bimbingan serta pengamatan terhadap diskusi
yang
sedang
(b)
adalah:
Inquiri,
Konstruktivisme,
kegiatan
Learning
menanggapi
pertanyaan muncul
atau
(Komponen
ari
Modeling,
kegiatan
ini
Questioning,
maju
(c)
depan
kelas
untuk
dari kegiatan ini adalah: Refleksi)
Authentic
diajukan
Authentic
hari ini (Komponen CTL yang muncul
adalah:
menyampaikan
pesan
moral
sebagai bagian dari pendidikan karakter bangsa.
oleh
kelompok yang lain.(Komponen CTL
Dari pola pembelajaran di atas tampak
yang muncul dari kegiatan ini adalah:
bahwa
Learning
terimplementasikan
community,
Authentic
(d) Guru memberi konfirmasi atau atas informasi yang telah disampaikan oleh siswa.
CTL
dalam
kegiatan
dan
diskusi
di
kelas
siswa
dapat
mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuannya tentang keunggulan lokasi Pengetahuan
dan pengalaman siswa tersebut diperoleh bantuan
guru
siswa
menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan indikator pencapaian
komponen
Indonesia (Construktivism).
Penutup
(a) Dengan
tujuh
pembelajaran. Melalui kegiatan observasi
Assessment).
3)
ke
(d) Guru
yang
adalah:
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan
ini
menyampaikan perasaannya (Refleksi)
yang
Assessment).
untuk
(c) Guru menunjuk salah seorang siswa
mengajukan CTL
siswa
Assessment)
diskusi di depan kelas, dan kelompok lain
menugaskan
(Komponen CTL yang muncul dari
Questioning,
Setiap kelompok melaporkan hasil
Guru
belajar mereka dengan tema “pasar”.
community, Authentic Assessment) (b)
adalah:
membuat karangan tentang pengalaman
(Komponen CTL yang muncul dari ini
ini
Konstruktivisme, Authentic Assessment)
berlangsung
kegiatan
kegiatan
kompetensi
dasar.(Komponen CTL yang muncul
dari
kegiatan
menemukan
(Inquiry).
Selanjutnya dalam diskusi kelompok atau diskusi kelas selalu ada unsur bertanya (Questioning),
dengan
demikian
dalam
diskusi kelompok terbentuk pula masyarakat belajar
(Learning
Community).
Setelah
Ebuletin – Juni 2016 :: [50]
selesai
diskusi
kelompok,
mempresentasikan kelompoknya, melakukan akhir
laporan hasil kerja
berarti
siswa
tersebut
pemodelan (Modelling). Pada
kegiatan
memberikan seorang
siswa
kesempatan
siswa
perasaannya
pembelajaran
atau
kepada
untuk
serta semua aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran (Authentic Assessment). dalam
bahwa pembelajaran berlangsung secara inspiratif,
Constructivism, Learning
Reflection
menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
Inquiry,
Community, dan
Authentic
Untuk mengimplementasikan CTL dalam pembelajaran IPS di SMP, pertanyaan yang harus dijawab oleh guru dalam merancang kegiatan pembelajaran adalah kegiatan apa yang akan dilakukan oleh siswa agar
tujuh
komponen
terimplementasikan
pembelajaran pola CTL di atas nampak
interaktif,
Questioning,
Assessment.
penilaian terhadap laporan tugas kelompok
demikian
meliputi
salah
Selanjutnya guru melakukan
Dengan
yang
Modeling,
terhadap
pembelajaran
terimplementasikan tujuh komponen CTL
menyampaikan
penilaiannya
kegiatan
guru
kegiatan pembelajaran yang telah diikutinya (Reflection).
dalam
dalam
CTL kegiatan
pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, (2003), Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Jakarta: Direktorat PLP Dikdasmen Depdiknas. Permendiknas Nomor 22, (2006), Standar Isi Jakarta: Depdiknas.
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik sesuai dengan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. PENUTUP CTL atau pembelajaran kontekstual mempunyai
dua
kontekstual
materi
pengertian, dan
yakni
kontekstual
pembelajaran. Kontekstual materi berarti
Muslich Masnur, (2007), KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan Jakarta: Bumi Aksara Sanjaya Wina, (2006), Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Jakarta: Kencana Prenada Media Group. -------------------, (2007), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
bahwa materi pelajaran dikaitkan dengan situasi dunia nyata siswa. Sementara itu, kontekstual
pembelajaran berarti
bahwa Ebuletin – Juni 2016 :: [51]
Pentingnya Mendampingi Anak di Hari Pertama Masuk Sekolah
H
ari pertama sekolah adalah peristiwa penting bagi anakanak. Begitu penting sehingga banyak yang mengingatnya sampai dewasa, termasuk saya. Saat pertama memasuki Taman Kanakkanak puluhan tahun lalu, saya termasuk yang enggan dan gentar memasuki masa sekolah. Saya takut anak-anak lain akan nakal kepada saya, gurunya galak, atau pelajarannya sulit. Kekhawatiran saya barangkali beralasan. Saya termasuk anak yang jarang bergaul di luar lingkungan keluarga. Saya juga termasuk anak kesayangan kakek-nenek yang selalu ada dalam perlindungan mereka. Ditambah saya kurang bisa berbahasa Indonesia saat itu, karena di rumah selalu memakai bahasa Jawa. Maka hari pertama sekolah adalah hari yang ingin saya hindari, atau kalau bisa ditunda. Ketika saatnya tiba, saya berangkat diantar Bapak yang sengaja izin masuk kerja lebih siang. Kami berjalan menuju halaman sekolah tempat anak-anak lain sudah berkumpul. Tangan saya tak lepas dari gandengan Bapak. Saat guru-guru meminta anakanak berbaris dan para orangtua diminta
bergeser ke tepi, hati saya makin ciut. Tangisan beberapa anak lain yang tak ingin berpisah dari orangtuanya membuat ingin rasanya berlari ke gandengan Bapak dan pulang ke rumah. Sorot ketakutan di mata saya sepertinya disadari Bapak. Hal yang kemudian membuat saya sedikit tenang adalah saat Bapak saya mendekati guru yang bertanggung jawab di kelas saya dan mengajaknya berbicara, sambil sesekali menengok ke arah saya, seolah mengatakan, “Itu anakku, tolong dijaga.” Kehadiran Bapak di hari pertama sekolah itu seperti menegaskan bahwa telah terjadi pengertian antara pihak sekolah dengan Bapakku sehingga aku akan baik-baik saja. Kejadian yang jauh berbeda saya alami bertahun-tahun kemudian saat saya mengantar anak sulung saya ke sekolah di hari pertama. Meski usianya lebih muda karena baru memasuki kelompok bermain, namun anak saya sangat antusias ingin sekolah. Karena sekolahnya dekat, kami berjalan kaki menuju sekolah. Dengan celana kedodoran dan tas kebesaran, anak saya dengan riang menikmati perjalanan itu. Sungguh bertolak belakang dibanding saat saya pergi ke sekolah dahulu. Ebuletin – Juni 2016 :: [52]
Sesampai di sekolah, dia juga langsung bergabung dengan temanteman barunya dan tidak ragu mengajak ngobrol guru-gurunya. Bahkan ketika diajak bernyanyi bersama, dia maju ke depan dan meminta pengeras suara dari gurunya karena ingin bernyanyi sendiri. Saya menduga rasa percaya dirinya menghadapi hari pertama sekolah karena kami memang membiasakan dia bergaul dengan semua orang dan selalu memberi gambaran bahwa sekolah itu menyenangkan.
mendampinginya hari ini. Setidaknya keberadaan kami menunjukkan bahwa hari pertamanya ini adalah suatu peristiwa penting yang layak dihadiri. Tentu ada juga anak-anak yang menangis dan meronta minta pulang. Nah, bagaimana para guru menangani hal-hal tersebut bisa kita jadikan gambaran bagaimana nanti anak-anak kita akan dididik, sehingga sejak awal kita bisa terlibat dalam pendidikan anak dan tidak serta merta menyerahkan segalanya pada sekolah.
Sebelumnya, kami juga selalu mengajak dia saat mendaftar maupun mengurus administrasi di sekolah. Selain itu, saya memperkenalkannya secara langsung kepada guru-gurunya sebelum dia resmi masuk agar dia tidak merasa terasing. Saya melakukan itu mengingat pengalaman saya dulu yang merasa sendirian di lingkungan baru dengan bahasa yang tidak saya pahami sepenuhnya.
Oleh karena itu, Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah, yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2016 adalah gerakan yang bagus untuk menanamkan saling pengertian antara anak, orangtua, dan sekolah. Mendikbud Anies Baswedan mengajak orangtua mengantar anaknya di hari pertama sekolah dengan harapan komunikasi orangtua dan guru yang dimulai sejak dini menjadi gerbang membentuk tim pendidik yang solid.
Di sisi lain, mengantarkan anak sekolah ternyata juga menyenangkan bagi orangtua. Karena pada momen itu kita menyaksikan peristiwa-peristiwa tak terduga. Seperti anak-anak yang berebut menyanyi, atau anak-anak yang dengan cuek melepas sepatunya saat masuk kelas, atau anak yang ketiduran karena mungkin terbiasa bangun siang. Itu juga yang saya alami Senin (18/7/2016) saat mengantar anak kedua saya ke sekolah pertama kali. Sesuai dengan karakternya yang lebih pendiam, anak kedua saya tidak memperlihatkan kegembiraan berlebih saat masuk sekolah, bahkan cenderung bosan karena merasa ngantuk. Ada sedikit rasa takut karena beberapa kali ia mencari-cari bapak dan ibunya. Saya teringat pengalaman sendiri dan bersyukur bisa
Saya sendiri meyakini, anak yang melihat orangtuanya dekat dengan orang-orang, komunitas, atau institusi tertentu, akan merasa lebih nyaman untuk masuk ke lingkungan tersebut. Bila anak merasa nyaman, maka proses pendidikannya pun akan berlangsung mengasyikkan bagi anak dan juga gurunya. Saya jadi ingat kata Mendikbud saat meninjau kegiatan hari pertama masuk sekolah di SDN Polisi 1, Kota Bogor, Senin (18/7/2016): "Sekolah itu seperti maraton, prosesnya panjang. Sekolah bukan soal nilai saja, yang penting bagaimana anak mencintai belajar.” Wisnubrata. KOMPAS.com
Ebuletin – Juni 2016 :: [53]
Ruangguru.com, Sarana Calon Murid Bertemu Guru Secara Online
Kehadiran teknologi saat ini tak dimungkiri telah berhasil mengubah dan mempermudah masyarakat untuk memperoleh sesuatu. Salah satunya dilakukan oleh Ruangguru.com yang menawarkan kemudahan akses bagi pendidik maupun murid yang ingin menambah ketrampilan dan materi pembelajaran di luar waktu sekolah. Sekilas Ruangguru.com tak ubahnya sebuah lembaga bimbingan belajar biasa. Namun startup yang mulai meluncurkan situsnya pada 2014 ini menawarkan hal yang berbeda dari penyedia layanan serupa. Salah satu yang membedakan adalah Ruangguru.com menawarkan layanan secara online, sehingga banyak orang dapat mengaksesnya dengan mudah tak terbatas waktu dan tempat. "Jadi Ruangguru.com adalah platform bagi murid untuk mencari guru secara online, persiapan ujian berbasis teknologi, serta aplikasi yang memudahkan murid mencari tutor," ujar CEO dan Co-Founder Ruangguru.com Muhammad Iman Usman, saat ditemui di tim Tekno Liputan6.com, di Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Uniknya, meskipun bergerak di layanan pendidikan, pria yang juga pencetus Indonesia Future Leader ini ternyata tak memiliki latar belakang di dunia pendidikan. Namun, ia merupakan satu-satunya di keluarga yang menempuh pendidikan tinggi. "Saya mungkin anomali dalam keluarga. Namun dari situ saya melihat bahwa pendidikan dapat mengubah seseorang," ujar Iman yang pernah meraih Juara 1 Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional pada Juli 2012 ini. Saat ini Ruangguru.com telah menghubungkan lebih dari 27 ribu guru dengan murid yang ingin mendapatkan pelajaran dan keterampilan tambahan di luar sekolah atau kampus. Beberapa pelajaran yang ditawarkan meliputi pelajaran sekolah, bahasa asing, kesenian, olahraga, serta keterampilan lainnya. Untuk itu, Ruangguru.com sedang mengembangkan aplikasi on-demand mobile yang memungkinkan murid terhubung secara langsung dengan guru. (Dam/Ysl) Liputan6.com
Ebuletin – Juni 2016 :: [54]
Ebuletin – Juni 2016 :: [55]