Dinamika Hubungan Tripartit dalam Penetapan Upah Minimum Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tahun 2014 Gita Trianti England M. S. P. Sinaga Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-‐mail:
[email protected]
ABSTRAK Nama : Gita Trianti England M. S. P. Sinaga Program Studi : Ilmu Administrasi Negara Judul : Dinamika Hubungan Tripartit dalam Penetapan Upah Minimum Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2014 Upah Minimum Provinsi (UMP) merupakan ketetapan yang dikeluarkan pemerintah melalui keharusan perusahaan membayar upah sekurang-kurangnya sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dalam proses penetapannya, besaran UMP direkomendasikan oleh Dewan Pengupahan Provinsi untuk ditetapkan oleh Gubernur. DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang juga menggunakan ketetapan UMP dalam dunia ketenagakerjaannya. Skripsi ini membahas dinamilka yang terjadi dalam perundingan/negosiasi antara aktor-aktor tripartit dalam Dewan Pengupahan Provinsi, yakni pemerintah, pengusaha dan pekerja dalam proses penetapan UMP DKI Jakarta Tahun 2014. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil dari penelitian ini menggambarkan bahwa baik pihak pengusaha maupun pekerja memiliki strategi masing-masing untuk memperjuangkan kepentingannya dalam proses negosiasi dalam Sidang Dewan Pengupahan. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa pemerintah memiliki peran yang cukup kuat dalam mengintervensi perundingan yang dilakukan terutama untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan hubungan industrial di DKI Jakarta. Kata Kunci: Dinamika, Tripartit, Upah Minimum Provinsi, DKI Jakarta Abstrak Provincial Minimum Wage is a government decree issued to determine a minimum wages a company should pay the employee. In the process of the establishment, the amount recommended by the Provincial Wage Council to be determined by the Governor. Jakarta is one of the provinces in Indonesia which also use the provisions of the Provincial Minimum Wage in the employment sector. This thesis discusses the dynamics that occur in the negotiations between the tripartite actors in the Provincial Wage Council, which are government, entrepreneurs and workers in the process of establishing Provincial Minimum Wage of Jakarta in 2014. This study is a qualitative study with a descriptive design. The results of this study describes that both the entrepreneurs and workers have their own strategies to fight for their interests in the negotiation process, during Wage Council meeting. The results of this study also shows that the government has a strong role to intervene in the negotiations carried out, especially to achieve balance and harmony of industrial relations in Jakarta. Key Words: Dynamics, Tripartie, Provincial Minimum Wage, DKI Jakarta
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
A. Pendahuluan Era reformasi menjadi pembuka babak baru tegaknya demokrasi Indonesia. Pekerja merasa telah mendapat kembali hak untuk berserikat hingga serikat pekerja tumbuh seperti jamur sejak awal masa reformasi. Hingga akhir 2003, terdaftar di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi 64 federasi serikat pekerja dan lebih dari 100 serikat pekerja tingkat nasional yang non-afiliasi. Berdiri juga banyak serikat pekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang pada masa orde baru tidak dimungkinkan (Simanjuntak, 2011: 25). Hal tersebut tidak serta-merta terjadi tanpa adanya landasan hukum. UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja yang membuka kesempatan pembentukan serikat pekerja di perusahaan swasta dan BUMN. Setelah mendapatkan haknya untuk kembali bebas berserikat, kaum buruh kembali menjadi kekuatan penyeimbang di hadapan pemerintah dan pengusaha. Kondisi serikat pekerja yang demikian menuntut pemerintah lebih menaruh perhatian dan lebih concern pada masalah ketenagakerjaan. Pada tahun 1999 Indonesia memasuki masa desentralisasi dan sejak saat itu masalah ketenagakerjaan
menjadi
tanggungjawab
pemerintah
daerah,
demikian
juga
masalah
pengupahan. Pada masa tersebut pemerintah daerah memiliki peran yang sangat penting dalam mengambil kebijakan, dalam hal ini kebijakan terkait ketenagakerjaan, minimal dalam peran menetapkan upah minimum di daerahnya. Secara yuridis, terkait hak-hak dan kepentingan pekerja/buruh terdapat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berlaku sejak tanggal 25 Maret 2003. Secara normatif undang-undang ini dibuat untuk membentuk suatu kondisi hubungan industrial yang lebih baik. Namun tampaknya di dalam pelaksanaannya aparat pemerintah belum dapat melaksanakan amanat UU tersebut dengan baik. Pemerintah sendiri, khususnya Kemenakertrans RI maupun Disnakertrans sebagai aparat pemerintahan daerah tidak dapat mengawal pelaksanaan undang-undang tersebut dengan baik. Upah minimum memang menjadi satu topik yang paling hangat dalam diskusi perburuhan nasional (Asep dan Tambunan, 2005:7). Hal tersebut terjadi karena dalam penetapan angkanya, proses penetapan upah minimum tidak lepas dari kontroversi dan juga perdebatan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Pada dasarnya upah merupakan suatu kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atas suatu jumlah tertentu sebagai hak seorang pekerja yang telah berkontribusi memberikan tenaga, waktu, dan/atau pikirannya demi kemajuan perusahaan. Akan tetapi, keadaan ketenagakerjaan di Indonesia menjadikan upah yang seharusnya berada di dalam
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
wilayah privat, antara pekerja dan pengusaha, harus dicampurtangani pemerintah demi menjaga stabilitas dan keadilan bagi sisi pengusaha maupun pekerja. Adapun masalah yang menjadi faktor utama pemerintah harus turut campurtangan dalam sitem pengupahan adalah permasalahan pengangguran. Jumlah tenaga kerja di Indonesia dari tahun ke tahun senantiasa mengalami peningkatan, sedangkan penawaran terhadap tenga kerja, atau disebut lapangan pekerjaan, tidak sejalan dengan jumlah tersebut. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2014 mencapai 125,3 juta orang. Jumlah tersebut bertambah sebanyak 5,2 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2013 yakni sebanyak 120,2 juta orang atau bertambah sebanyak 1,7 juta orang jika dibandingkan dengan Februari 2013 (bps.go.id, 2014). Hal ini mengakibatkan tenaga kerja di Indonesia tidak dapat diserap secara maksimal oleh lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal tersebut yang menjadi titik dasar mengapa pemerintah harus membuat regulasi terkait penetapan upah minimum. Hal inilah yang senantiasa menjadi sumber perdebatan utama dari penentuan suatu nominal upah. Oleh karena posisi upah yang sangat strategis tersebut harus sangat diperhatikan oleh pemerintah. Sebagai bagian dari sarana penciptaan hubungan industrial yang harmonis, UU 13/2013 tentang Ketenagakerjaan mengatur mengenai Pengupahan dalam satu bagian mulai dari pasal 88 sampai dengan pasal 98. Salah satu yang menjadi hal pokok mengenai peraturan tersebut adalah penetapan upah minimum yang dilakukan oleh pemerintah. Penetapannya dilakukan melalui beberapa tahap yang dilakukan setiap tahun untuk memperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sesuai dengan kondisi pasar kerja yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan, terdiri dari unsur tripartit, yakni unsur pemerintah, pengusaha dan pekerja. Rekomendasi besaran upah minimum yang diberikan adalah didasaarkan pada nilai KHL, produktivitas, pertumbuhan ekonomi, usaha yang paling tidak mampu, juga kondisi pasar kerja (Rusli, 2004: 119). Seluruh daerah di Indonesia mengalami dinamika dalam proses penetapan upah minimumnya. Dinamika adalah interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok yang satu yang lain secara timbal balik dan antara anggota dengan kelompok secara keseluruhan. Dinamika yang terjadi perihal penetapan upah minimum utamanya adalah adanya tarik menarik kepentingan antara pemerintah, perusahaan dan pekerja. Sesuai dengan amanat Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum, penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) besarannya didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dewan Pengupahan yang terdiri dari pemerintah, pengusaha dan juga
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
pekerja disini berperan dalam memberikan usulan besaran upah minimum yang secara teknis memiliki peran dalam melakukan survey terhadap barang-barang kebutuhan pekerja untuk memberikan usulan besaran angka KHL sebagai salah satu indikator penetapan UMP. Iklim demokrasi di Indonesia menjamin kebebasan mengemukakan pendapat bagi seluruh masyarakat. Dalam hal penetapan upah minimum, dapat kita lihat melalui mekanisme penetapan UMP di Indonesia, ketiga pelaku hubungan industrial yaitu pemerintah, penguasa dan pekerja/buruh sama-sama memiliki kesempatan yang sama dalam rapat Dewan Pengupahan Provinsi untuk memberi usulan angka KHL dan juga UMP yang selanjutnya diajukan rekomendasinya kepada Gubernur. Namun dalam prosesnya, tentu tidak semudah membalikan telapak tangan. Ketiga pihak yang memiliki kepentingan tersebut senantiasa memperjuangkan kepentingannya yang tidak jarang sering bergesekan, terutama benturaan antara pengusaha dan pekerja. Pada satu sisi pengusaha ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya operasional serendah-rendahnya, di sisi lain pekerja menginginkan perbaikan dalam hal upah dan juga kondisi kerja. Pada satu sisi, pekerja/buruh cenderung memperjuangkan nilai upah minimum tertinggi karena seperti yang dikatakan oleh Leoyd G. Reynold bahwa bagi buruh/pekerja, upah merupakan objek yang menjadi perhatian untuk selalu dirundingkan dengan pihak pengusaha/majikan untuk dinaikkan karena upah merupakan jumlah kebutuhan hidup yang dapat dibeli untuk keberlangsungan hidupnya. Sedangkan, masih menurut Reynold, bagi pengusaha upah merupakan biaya produksi yang harus ditekan serendah-rendahnya agar harga barangnya nanti tidak terlalu tinggi atau keuntungannya menjadi lebih tinggi (Asikin, 2010: 87). Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi yang mengesahkan kenaikan UMP 2014 tertinggi di Indonesia yakni Rp 2,441,000 atau naik 16,23% dari tahun 2013. Dalam prosesnya, penetapan UMP DKI Jakarta 2014 mengalami perjalanan panjang. Tidak adanya kesepakatan angka yang diperoleh dalam dua kali rapat penetapan usulan UMP DKI Jakarta 2014, Depeprov DKI Jakarta akhirnya merekomendasikan dua angka besaran UMP kepada Gubernur Jakarta, Joko Widodo. Usulan tersebut diajukan karena tidak tercapainya kesepakatan antara pihak pemerintah dan pengusaha. Usulan besaran UMP yang diajukan oleh unsur pemerintah adalah Rp 2.441.000 sedangkan usulan dari pihak Pengusaha tetap sesuai KHL yakni Rp 2.299.860 (microsite.metrotvnews.com, 2013). Kedua angka tersebut juga diambil karena anggota Dewan Pengupahan dari unsur pekerja tidak menghadiri rapat dewan sehingga tidak ada usulan dari pihak pekerja. Beberapa pihak berpendapat bahwa usulan angka yang dibawa ini tidak sah
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
karena unsur pekerja tidak terlibat dalam pengambilan putusan tersebut. Namun putusan tersebut dinyatakan tetap sah karena kedua unsur dari tiga unsur yang ada dalam dewan pengupahan, yaitu unsur pemerintah dan unsur pekerja, telah menyetujui kesepakatan yang ada. Berdasarkan pemaparan di atas, UMP dalam penetapannya terlihat selalu mengalami perjalanan panjang. Ketiga pihak pelaku hubungan industrial, yakni pengusaha, pekerja dan pemerintah memiliki kepentingan yang berbeda dan seringkali saling berbenturan. Perihal UMP Provinsi DKI Jakarta tahun 2014, dalam proses penetapannya juga senantiasa mengalami dinamika tarik menarik kepentingan antara ketiga pihak yang tersebut. Tarik menarik kepentingan tersebut kemudian berakhir dengan tidak adanya kesepakatan dari pihak-pihak terkait, yang kemudian hal tersebutlah yang disinyalir melahirkan dua angka besaran UMP. B. Metode Penelitian Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dimana penelitian ini berupaya untuk memahami fenomena yang terjadi dalam hubungan tripartit pada proses penetapan upah minimum secara lebih mendalam. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data kualitatif yaitu wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi secara mendalam untuk mendapatkan informasi untuk suatu tujuan yang spesifik. Wawancara mendalam ini dilakukan terhadap pihak-pihak yang memliki keterkaitan dengan tema penelitian yang diangkat. Oleh sebab itu, teknik penentuan narasumber dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive, yaitu teknik pemilihan informan yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu. Adapun dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan: Purnomo sebagai perwakilan unsur pemerintah dalam Depeprov DKI Jakarta, Asrial Chaniago Purnomo sebagai perwakilan unsur pengusaha dalam Depeprov DKI Jakarta, dan Akhmad Jajuli Purnomo sebagai perwakilan unsur serikat pekerja dalam Depeprov DKI Jakarta dimana ketiga narasumber tersebut menjadi pihak yang mengerti dan terlibat secara langsung dalam proses penetapan UMP DKI Jakarta tahun 2014 dan dapat memberikan pandangan dari pihaknya masing-masing. Demikian juga dilakukan wawancara mendalam dengan Pujiyono sebaga perwakilan pemerintah DKI Jakarta, Julianto sebagai perwakilan dari serikat pekerja DKI Jakarta dan juga Pantius Soeling sebagai pihak dari akademisi selaku pakar ketenagakerjaan. Sedangkan, dtudi dokumen dilakukan dalam penelitian ini guna memperoleh data sekunder yang kemudian
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
dapat peneliti olah sebagai sumber informasi terhadap penelitian. Studi dokumen yang dilakukan peneliti adalah dengan mengumpulkan dan mempelajari data mulai dari peraturan tentang ketenagakerjaan, peraturan-peraturan tentang upah minimum, SK Gubernur Nomor 123 Tahun 2013 tanggal 1 November 2013, laporan-laporan hasil pelaksanaan kegiatan penetapan UMP DKI Jakarta, data mengenai fluktuasi UMP di Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2010 hingga 2014, buku-buku, paper atau makalah, jurnal, surat kabar yang terkait dengan penelitian yang dilakukan dan juga penelusuran di internet guna mendapatkan data sekunder dari sumber-sumber tertulis yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun proses penelitian yang dilakukan peneliti pertama adalah melakukan penentuan topik yakni mengenai Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2014. Kemudian, peneliti menentukan fokus permasalahan penelitian mengenai dinamika tripartit yang terjadi dalam penetapan UMP DKI Jakarta Tahun 2014. Ketiga, peneliti menentukan rencana penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Ketiga tahap tersebut merupakan rancangan penelitian yang kemudian akan diuji melalui sidang proposal penelitian/skripsi. Setelah proposal rancangan penelitian/skripsi disetujui, langkah berikutnya yakni peneliti menlakukan taap pengumpulan data di site yang telah peneliti tentukan yang telah diuraikan pada sub bab 3.5. metode penelitian yang peneliti lakukan adalah melakukan wawancara mendalam kepada pihakpihak yang telah peneliti tentukan dalam sub bab 3.3.1 dan juga dilakukan studi dokumentasi. Setelah data-data tersebut diperoleh peneliti di lapangan, maka peneliti masuk pada tahap berikutnya yakni melakukan analisis terhadap data tersebut sekaligus melakukan interpretasi terhadap data untuk kemudian diltuliskan dalam laporan penelitian. C. Hasil dan Pembahasan Penetapan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta merupakan suatu proses yang panjang dan sarat dengan proses negosiasi yang menunjukan bahwa masing-masing pihak yakni pemerintah, pengusaha dan buruh memperjuangkan kepentingannya dalam proses ini. Strategi yang terdapat dalam proses negosiasi ini berdasarkan teori yang diungkapkan Rowe (2002) dapat digolongkan kedalam jenis mix-motive strategy dimana hal yang dilakukan oleh setiap pihak secara umum adalah mengejar jalan integratif dengan berusaha menciptakan win-win solution. Namun, secara eksplisit setiap pihak tetap menjaga kepentingannya masing-masing.
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
Penetapan UMP DKI Jakarta 2014 merupakan sebuah proses negosiasi karena secara khusus melibatkan unsur-unsur persuasi dan juga pemaksaan (coercion) dalam mencapai keputusan akhir melalui Sidang Dewan Pengupahan (Depeprov). Melalui wadah Depeprov setiap pihak yang memiliki kepentingan dapat memperjuangkan kepentingannya dalam sebuah kesepakatan dan keputusan kolektif dengan pihak dari unsur lain. Dalam proses tersebutlah terjadi dinamika yang sangat kuat dimana terjadi tarik menarik kepentingan diantara ketiga pihak tripartit tersebut. Adapun dinamika yang terjadi dalam proses penetapan UMP DKI Jakarta tahun 2014 dapat dilihat secara sistematis dalam dua tahap yang secara garis besar dibagi kedalam dua bagian yakni dinamika tripartit pra sidang penetapan UMP DKI Jakarta tahun 2014 dan pada dinamika tripartit dalam sidang penetapan UMP DKI Jakarta tahun 2014. Pelaksanaan sidang penetapan UMP DKI Jakarta 2014 dalam prosesnya secara substansi dapat dijelaskan dalam tiga perspektif yakni dari unsur pekerja, pengusaha dan pemerintah. Hal yang pertama akan diuraikan adalah dinamika tripartit dalam Sidang Penetapan UMP DKI Jakarta Tahun 2014 melalui perspektif unsur serikat pekerja. Salah satu narasumber dalam penelitian ini yakni Akhmad Jajuli, anggota Depeprov DKI Jakarta dari unsur Serikat Pekerja, menyatakan bahwa sebenarnya komponen KHL yang diatur dalam Permenakertrans 13/2013 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Penetapan KHL sejatinya sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan buruh DKI Jakarta saat 71 ini. Oleh sebab itu banyak dari 60 komponen KHL yang ada sudah harus direvisi baik kualitas maupun kuantitasnya. Dapat dilihat bahwa salah satu hal yang menjadi akar ketidakharmonisan hubungan tripartit adalah pihak buruh beranggapan bahwa regulasi ketenagakerjaan belum mampu mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi pekerja dalam menentukan KHL. Serupa dengan hal tersebut, Yulianto, ketua Federasi SP LEM SPSI DKI Jakarta, dalam wawancaranya juga mengungkapkan bahwa sudah harus ditingkatkan kualitas ataupun kuantitas terhadap item-item untuk memenuhi segala kebubutuhan buruh untuk mendekati kata layak. Selanjutnya, salah satu media kaum buruh juga menuliskan bahwa terdapat hal-hal yang memang seharusnya ditambahkan dalam komponen KHL sehingga dapat mencerminkan angka layak. Komponen tambahan yang diusulkan yakni payung/jas hujan, topi/kerudung, majalah, suplemen, kegiatan kemasyarakatan, sewa rumah tipe 36/72, gelas, meja dan kursi makan, dispenser dan galon air mineral, magic com, mesin cuci, jam dinding, dompet, tas kerja, tabungan 3%, dari seluruh hasil KHL dan beberapa item lain yang ingin diperbaiki oleh buruh baik dari segi kualitasnya maupun kuantitasnya (koranperdjoangan.com, 2014).
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
Para buruh menyadari bahwa selama Permenakertranstrans 13/2013 belum direvisi, item yang dijadikan komponen dalam menentukan besaran KHL tersebut tidak dapat berubah sesuai dengan yang diaspirasikan. Jika hal tersebut dipaksakan justru dapat menjadi pelanggaran terhadap konstitusi. Oleh sebab itu buruh, melalui perwakilannya dalam Depeprov lebih memilih untuk bernegosiasi untuk memperjuangkan argumentasinya dalam memperbaiki kualitas kebutuhan hidup di dalam KHL yang sudah diatur dalam Permenaker. Jajuli sebagai unsur buruh dalam Depeprov menggulirkan usulan hal tersebut dalam proses negosiasi antar pihak dalam Depeprov dengan argumentasi agar kebutuhan real buruh yang belum dapat terakomodir, dapat diimbanngi dengan peningkatan kualitas ke-60 item yang ada di dalam KHL tersebut. Jajuli sadar bahwa di dalam Depeprov terdapat tiga pihak yang saling memperjuangkan kepentingannya yang menjadikan unsur buruh senantiasa mengalami kesulitan dalam memperjuangkan kepentingannya. Oleh sebab itu unsur buruh juga seringkali melakukan usulan untuk dilakukannya perubahan mekanisme penentuan angka final dalam suatu komponen dari hasil survei. Misalnya dalam menentukan harga suatu item, jangan digunakan mekanisme ratarata terhadap hasil survei yang dilakukan terhadap tiga pasar dalam suatu wilayah, begitu juga yang dilakukan dalam lima wlayah yang berbeda di DKI Jakarta. Namun, pihak buruh tersebut mengusulkan agar dipilih satu hasil survei yang mendapatkan hasil angka tertinggi. Terhadap aksi walk out yang dilakukan unsur buruh dalam sidang yang beragendakan penentuan KHL pada 2013, unsur buruh berpendapat bahwa hal tersebut merupakan hal wajar. Melalui informasi dari Jajuli, saat itu pemerintah telah menetapkan besaran KHL secara sepihak. Walaupun saat itu telah melewati tahapan musyawarah yang tidak kunjung mencapai mufakat dan dilanjutkan dengan mekanisme voting, hasil voting juga tetap memenangkan angka dari pemerintah. Nilai KHL DKI Jakarta tahun 2013 saat itu ditetapkan angkanya sebesar Rp 2.299.860,33. Sebenarnya, usulan revisi angka dalam komponen KHL tidak selalu berujung pada kebuntuan atau pada perolehan hasil yang merugikan buruh. Perwakilan unsur buruh pernah meminta untuk dilakukan revisi terhadap angka KHL dengan menyesuaikan kembali harga-harga kebutuan pekerja. Namun, perolehan kesepakatan terhadap hasil seperti itu bukanlah perjuangan mudah bagi para perwakilan buruh. Selain mengeluarkan usulan dan argumennya di dalam rapat dewan, usnur buruh juga sering mengadakan perundingan dengan salah satu unsur saja yakni dengan unsur pemerintah maupun pengusaha. Perundingan tersebut dinamakan “perundingan setengah kamar”. Perundingan setengah kamar merupakan sebuah strategi yang dilakukan
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
dengan melakukan perundingan dengan pihak sendiri maupun dengan salah satu pihak lain. Dalam perundingan setengah kamar, Jajuli mengatakan bahwa pihaknya lebih sering mengadakannya dengan unsur pemerintah. Hal tersebut disebabkan karena jika dengan unsur pengusaha seringkali terjadi deadlock dan justru sering merugikan buruh. Pandangan yang disampaikan unsur buruh dalam perundingan setengah kamar seringkali dipatahkan dengan serangkaian prosedur dan peraturan yang berlaku yang menjadi pandangan utama pengusaha. Selanjutnya akan dibahas mengenai dinamika tripartit dalam Sidang Penetapan UMP DKI Jakarta Tahun 2014 melalui perspektif unsur pengusaha. Seperti halnya dengan yang diperjuangkan oleh perwakilan unsur buruh, unsur pengusaha juga melakukan hal yang sama dalam membawa aspirasi dari anggotanya yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin). Dikatakan oleh Asrial Chaniago, perwakilan unsur pengusaha dalam Depeprov DKI Jakarta, sebenarnya dasar untuk berunding dalam setiap sidang tidak sulit. Chaniago menegaskan bahwa aturan yang ada sudah jelas menegaskan tentang survei seperti apa yang harus dilakukan, kapan, dimana dan apa saja item yang harus disurvei telah diatur dengan jelas. Namun muncul beberapa permasalahan yang terjadi dalam setiap penetapan angka KHL. Pihak pengusaha menganggap bahwa unsur buruh selalu menginginkan kualitas yang terbaik dalam item KHL yang bahkan tidak diatur dalam Permenaker 13/2012 yang menyebutkan bahwa barang yang disurvei harus merupakan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat sekitar. Pada satu sisi pengusaha tetap berpegang pada prosedur tentang kualitas komponen KHL yang biasa dikonsumsi oleh warga setempat, namun disisi lain buruh selalu berusaha untuk menaikkan kualitas dari item-item tersebut. Terhadap perbedaan pendapat yang terjadi, Chaniago mengakui memang selalu terdapat negosiasi dan juga lobi-lobi. Dasar dari pendapat yang dipakai pihak pengusaha selalu berkaitan dengan prosedur yang sudah jelas dalam Permenaker Nomor 7/2013 tentang UM dan dalam Permenaker 13/ 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Penetapan KHL. Namun Chaniago menegaskan bahwa pihak pengusaha seringkali mentolerir segala usulan dan pendapat dari kaum buruh sejauh usulan tersebut masih dapat diterima. Dalam hal ini, unsur pengusaha menyatakan dirinya sebagai pihak yang harus membawa kepentingan kelompoknya, namun disisi lain telah menerima tanggungjawab dalam anggota dewan pengupahan yang berarti juga harus melakukan upaya dalam mewujudkan hubungan industrial yang harmonis di Indonesia.
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
Mengenai pertemuan yang dilakukan di luar rapat dewan, Chaniago juga mengakui terdapat perundingan setengah kamar yang sering dilakukan dengan pemerintah. Disana seringkali pemerintah melakukan loby kepada pihak pengusaha agar pengusaha setuju untuk menambahkan harga-harga dalam beberapa item. Dalam perundingan setengah kamar, pemerintah mencoba melakukan persuasi dengan unsur pengusaha untuk menyetujui usulan dari pemerintah. Hal yang dilakukan pemerintah tersebut termaksud keadalam usaha persuasi dalam suatu proses negosiasi. Pada dasarnya pengusaha sulit untuk menaikan harga tersebut karena selain nominalnya yang tinggi, unsur pengusaha selalu ingin berpegang pada prosedur yang ada. Namun dengan lobi yang dilakukan dalam perundingan setengah kamar, akhirnya pengusaha menyetujui menambahkan besaran harga komponen kamar sebesar Rp 50.000,- Hal tersebut diklaim Chaniago sebagai wujud toleransi pengusaha karena pihaknya menilai bahwa sesungguhnya sudah banyak kelebihan yang diterima oleh pekerja. Sedangkan keadaan dinamika tripartit dalam Sidang Penetapan UMP DKI Jakarta Tahun 2014 jika ditinjau dari peranan pihak pemerintah, dalam kepentingannya, pemerintah menegakan regulasi dan menjaga keharmonisan hubungan industrial, khususnya dalam keanggotaan Depeprov sebenarnya hanya memiliki peran sebagai penengah dalam ketidaksepakatan yang terjadi antara unsur serikat pekerja dan pengusaha. Unsur pemerintah secara perseorangan juga memiliki fungsi memberikan pandangannya dalam setiap perundingan. Susunan kenaggotaan Depeprov DKI Jakarta periode tahun 2013-2016 yang telah ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta 1134/2013-pun telah mengatur tentang keanggotaan dari unsur pemerintah yang mewakili bidangnya masing-masing yang memiliki keterkaitan dalam urusan pengupaha diantaranya adalah perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Pusat Statistik, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Penanaman Modal dan Promosi, Biro Kesejahteraan Sosial Setda, Biro Perekonomian Setda, Biro Hukum Setda, Dinas Kooperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Perdagangan, Dinas Perindustrian dan Energi, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pariwsata dan Kebudayaan Provinsi. Mengenai hal itu, ta, Jajuli, dari unsur serikat pekerja, berpendapat bahwa sejauh ini pemerintah terlihat sudah berusaha mengakomodir kepentingan buruh ketika buruh mampu mengungkapkan alasan pertimbangannya sesuai fakta di lapangan. Namun memang hal itu tidak terjadi pada setiap usulan buruh karena pada dasarnya terdapat keterbatasan yang tidak dapat dipungkiri misalnya
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
keadaan ekonomi Indonesia, keadaan pasar tenaga kerja Indonesia dan juga tingkat produktivitas dari perusahaan-perusahaan di Indonesia. Diskusi dalam Depeprov seringkali mengalami kebuntuan kesepakatan dimana setiap pihak tetap mempertahankan kepentingannya tanpa mau bergerak untuk mendekati kesepakatan dalam negosiasi. Hal tersebut menjadikan pemerintah harus mengambil sikap untuk mengatasi kebuntuan tersebut, karena walau setiap proses dalam penetapan UMP pasti memiliki batasan waktu yang ditentukan. Batasan waktu tersebut membuat pemerintah seringkali memutuskan untuk menggunakan suatu metode selama metode itu tidak melanggar aturan dan masih berada dalam batasan toleransi semua pihak. Seluruh responden yang diwawancarai dalam penelitian ini menggunakan istilah yang sama dalam menyebutkan metode tersebut, yakni metode win-win. Metode win-win ini digunakan ketika kedua pihak yang memiliki kepentingan yang berlawanan tidak kunjung menemukan kesepakatan, kemudian angka yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berada pada posisi yang netral juga tidak ingin disepakati oleh kedua pihak tersebut. Metode ini dilakukan dengan menjumlahkan ketiga besaran angka yang diusulkan oleh unsur pemerintah, unsur pengusaha, dan unsur buruh, yang kemudian hasil penjumlahan tersebut dibagi tiga. Angka itulah yang ditetapkan menjadi kesepakatan bersama dan seluruh pihak harus menyepakatnya. Disini terlihat dominasi pemerintah dalam sidang Depeprov dalam mengambil sikap penentuan perhitungan ketika dihadapkan deadline. Intervensi yang dilakukan oleh pemerintah pada proses penetapan UMP DKI Jakarta tahun 2014 tersebut memang diakui bagi kedua pihak, yakni unsur buruh dan unsur pengusaha tergolong berada pada taraf yang tinggi. Namun lagi-lagi, intervensi yang dilakukan pemerintah hanya sampai pada menetapkan metode perhitungan win-win tersebut ketika telah dihadapkan oleh deadline, jadi bukan intervensi dalam bentuk pemaksaan nominal besaran angka yang datang dari usulan pemerintah yang harus disepakati bersama. Telah dikatakan bawa mekanisme perundingan yang dilakukan hanya oleh dua unsur, perundingan setengah kamar, senantiasa dilakukan dalam rangka mendengarkan apa yang sebenarnya menjadi aspirasi tiap pihak. Perundingan setengah kamar, menurut Purnomo, Kepala Seksi Kesejahteraan Pekerja Disnakertrans DKI Jakarta, merupakan upaya persuasi yang dilakukan untuk memberikan pengertian dan juga pemahaman kepada kedua pihak yang memiliki dua kepentingan berbed apabila kelangsungan perundingan dalam sidang Dewan Pengupahan berlangsung alot atau berada dalam suasana yang “memanas”. Selain fungsi di atas, di dalam perundingan setengah kamar, pemerintah juga seringkali mempengaruhi masing-masing
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
pihak agar dapat mengerti apa yang sebenarnya menjadi pendapat dari pihak lawannya. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai dasar, baik fakta di lapangan, kondisi keadaan ekonomi real di Indonesia, akibat yang akan terjadi pasca penetapan suatu keputusan, sampai suatu alasan mengenai keharmonisan hubungan industrial. Contohnya, pemerintah dapat mengingatkan kepada unsur pengusaha bahwa jumlah buruh yang sangat banyak, ketika aspirasi mereka sama sekali tidak diusahakan untuk dipertimbangkan, segala aksi kekecewaan yang mereka lakukan pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian bagi seluruh pihak. Disisi lain, kepada unsur serikat pekerja, pemerintah juga memberikan pengertian bahwa tidak selamanya tuntutannya dapat dipenuhi, karena pada dasarnya semua pihak memiliki keterbatasan masing-masing. Tuntutantuntutan tersebut justru dapat merugikan pihak buruh sendiri ketika kondisi ekonomi memang menjadikan pengusaha benar-benar tidak mampu membayar tuntutan upah dari buruh, akan diadakan pemutusan hubungan kerja secara sepihak kepada banyak buruh di DKI. Sidang penetapan UMP DKI Jakarta tahun 2014 dilaksanakan sebanyak dua kali, yakni pada tanggal 30 Oktober dan 31 Oktober 2014. Pada sidang pertama, yakni pada tanggal 30 Oktober 2014, terlihat begitu besar dinamika dan tarik menarik kepentingan oleh masing-masing pihak melalui proses perundingan yang terjadi. Demi menghasilkan suatu putusan sidang yang merupakan angka rekomendasi besaran UMP 2014 yang harus diserahkan kepada Gubernur DKI Jakarta paling lambat pada 1 November 2013, kedua pihak yang terlibat dalam sidang yakni pihak dari unsur pemerintah dan dari unsur pengusaha masing-masing mengajukan segala pertimbangan dan argumentasi untuk memajukan kepentingannya, walaupun salah satu unsur, yakni unsur serikat pekerja tidak hadir dalam sidang tersebut. Namun, ketidakhadiran anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari unsur serikat pekerja terlihat menjadi salah satu upaya yang dilakukan oleh unsur pekerja untuk juga mempertahankan kepentingannya dalam proses penetapan besaran UMP DKI Jakarta 2014 ini. Pada sidang penetapan angka usulan UMP DKI Jakarta 2014 hari pertama, yakni tanggal 30 Oktober 2014, hanya satu anggota dewan pengupahan dari unsur serikat pekerja yang hadir, yakni H. Usman. Namun, kehadiran H. Usman dalam sidang tersebut bukanlah merupakan suatu hal yang memengaruhi suara buruh dalam berjalannya sidang penetapan UMP tersebut. Dalam sidang tanggal 30 Oktober 2013, yang berjalan dengan dilakukannya skorsing sidang selama dua kali, dalam prosesnya mengalami dinamika yang cukup panjang walau pada sidang tersebut tidak sempat sampai pada perundingan besaran angka UMP 2014, karena setelah sidang ditutup
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
kemudian dilanjutkan dengan rapat penetapan sidang berikutnya. Ada berbagai argumentasi dari anggota Depeprov yang datang dalam sidang tersebut yang berpendapat bahwa sidang dapat dilanjutkan saja pada hari itu atau ditunda dan dilanjutkan kembali pada keesokan harinya. Untuk mempertimbangkan hal tersebut secara lebih matang, ketua sidang kembali melakukan skors untuk dilanjutkan kembali pada pukul 14.30. Pimpinan sidang kemudian membuat suatu putusan dimana sindang akan dilanjutkan pada esok hari, yakni tanggal 31 Oktober 2013, pada pukul 10.00. Akhirnya sesuai dengan usulan Ketua Sidang Dewan Pengupahan, dinyatakan bahwa waktu dari rapat tanggal 31 Oktober 2013 tersebut diundur waktunya menjadi pukul 15.00 dan dilaksanakan di Ruang Serbaguna Lantai 1, Gedung Balaikota Provinsi DKI Jakarta. Kemudian, Sidang Penetapan UMP DKI Jakarta yang dilanjutkan pada 31 Oktober 2014 tetaplah menunjukan suatu kondisi sidang yang masih penuh dengan dinamika dimana terdapat proses negosiasi dan tawar menawar yang sama kuat dari dua pihak yang hadir yakni pihak pemerintah dan pihak pengusaha. Namun pada sidang tersebut, anggota dewan dari unsur serikat pekerja tetap tidak hadir. Chaniago, dalam wawancaranya menyatakan bahwa pihak pengusaha mengusulkan untuk tetap dilaksanakannya sidang walaupun kuorum sidang tidak terpenuhi dengan tujuan dapat segera memperoleh nilai rekomendasi UMP. Mendukung pernyataan pihak pengusaha, Trijoko yang mewakili unsur pemerintah, juga menyatakan bahwa pihak pemerintah sepakat melanjutkan sidang mengingat Inpres 9/2013 menyatakan bahwa tertanggal 1 November UMP harus sudah ditetapkan. Setelah mendapatkan masukan dari dua orang, yang mewakili dua unsur yang hadir dalam sidang, Pimpinan Sidang memutuskan untuk tetap melanjutkan sidang. Namun, meskipun anggota Depeprov dari unsur buruh tidak ada satupun yang hadir dalam sidang itersebut, mereka tetap melakukan tekanan sebagai usaha mereka untuk memperjuangkan aspirasi mereka dengan melakukan aksi demonstrasi di luar ruang sidang. Hal itu mereka lakukan karena menurut mereka, melalui wawancara dengan Jajuli yang menyatakan bahwa sepertinya tuntutan mereka akan lebih efektif dipertimbangkan dalam sidang melalui tekanan massa aksi demonstrasi dibandingkan dengan perjuangan mereka dalam sidang saat ini. Dinamika yang terjadi dalam sidang mengisyaratkan bahwa setiap pihak tetap bersaha mempertahankan argumentasinya. Kembali ke dalam ruang sidang, terdapat beberapa argumentasi yang mendasari kepentingan masing-masing diantaranya melalui wawancara, Chaniago menyatakan bahwa pihaknya mengusulkan tidak memasukan angka inflasi kedalam perhitungan UMP DKI Jakarta 2014. Hal tersebut disebabkan oleh karena harga inflasi pada
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
2013 telah masuk dalam perhitungan KHL yang telah ditentukan kemarin. Mendukung usulan dari unsur pakar dan dari unsur pemerintah, Aryana dari unsur perguruan tinggi menyatakan bahwa lebih tepat tidak memasukan unsur inflasi karena sudah diperhitungkan dalam survei KHL, melainkan hanya menambahkan tingkat pertumbuhan 6.1%. Namun, Aryana menyatakan bahwa aspek psikologis dalam perhitungan UMP harus tetap dipertimbangkan. Disisi lain, unsur pemerintah yang juga didukung unsur pakar dan unsur perguruan tinggi lebih mengajukan usulan untuk menambahkan perhitungan pertumbuhan ekonomi dalam penetapan UMP 2014 meskipun telah setuju bahwa unsur telah terhitung kedalam nilai KHL yang telah ditentukan. Setelah melalui beberapa kali skorsing sidang yang juga diselingi dengan perundingan setengah kamar yang dilakukan masing-masing pihak, unsur pengusaha
tetap menyatakan
bahwa berdasarkan Inpres 9/2013 dan Permenakertrans 7/2013, mereka tetap mengusulkan agar UMP yang direkomendasikan adalah sesuai dengan nilai KHL tahun 2013 yakni sebesar Rp 2.299.860,33. Sedangkan, Hindradman mewakili unsur pemerintah mengusulkan untuk merekomendasikan angka UMP 2014 berdasarkan perhitungan oleh BPS dengan dasar KHL 2013 ditambah dengan pertumbuhan ekonomi 2013 dan juga pertumbuhan ekonomi 2014, maka unsur pemerintah mengajukan usulan angka UMP 2014 yakni sebesar Rp 2.441.301,- Tidak sejalan dengan usulan pemerintah, unsur pengusaha tetap pada pendiriannya menetapkan angka Rp 2.299.860,33 sebagai angka usulan UMP 2014. Oleh sebab itu, Pimpinan Sidang memutuskan bahwa hasil dalam sidang tersebut terdapat dua usulan angka UMP 2014 yakni dari unsur pemerintah sebesar Rp 2.441.301,- dan dari unsur pengusaha yakni sebesar Rp 2.299.860,33 untuk selanjutnya kedua angka tersebutlah yang akan direkomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta untuk ditetapkan sebagai UMP DKI Jakarta tahun 2014.
D. Penutup Proses penetapan UMP DKI Jakarta tahun 2014 menunjukkan suatu dinamika sangat kuat yang memperlihatkan bagaimana masing-masing pihak yakni pemerintah, pengusaha, dan pekerja memperjuangkan kepentingannya. Pihak pengusaha dangan strategi yang digunakan berusaha meyakinkan seluruh pihak bahwa keadaan perekonomian dan tingkat produktivitas makro saat ini menempatkan waktu yang belum tepat untuk kenaikan UMP yang terlalu tinggi. Disisi lain, pihak buruh berusaha menyatakan dasar pandangannya untuk meyakinkan semua pihak bahwa komponen KHL yang telah diatur tidak sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
hidup buruh. Demikian juga, aksi walk out yang dilanjutkan ketidakhadiran dalam sidang merupakan strategi buruh bersamaan dengan aksi demonstrasi di luar ruang sidang dilakukan untuk mendesak agar keputusan yang diberikan lebih memihak pada kepentingan kaum buruh. Namun, dalam proses penetapan nilai rekomendasi UMP DKI Jakarta tahun 2014, pihak pemerintah dalam peranannya sebagai regulator dan memiliki wewenang untuk mentapkan suatu kebijakan (policy maker), terlihat memiliki intervensi besar dan sangat berpengaruh dalam negosiasi. Dalam berbagai kesempatan ketika perundingan yang ada tidak mencapai kesepakatan, berbagai mekanisme dilakukan pemerintah mulai dari mekanisme win-win, melakukan perundingan setengah kamar, hingga mengambil sikap untuk menentukan jalannya perundingan. Hal yang dilakukan pemerintah cukup tidak berpihak pada unsur manapun, namun lebih berpihak pada ketentuan yang berlaku, pada perencanaan pembangunan wilayah DKI Jakarta, dan pada usaha membangun hubungan industrial di Provinsi DKI Jakarta yang harmonis. Daftar Referensi Badan Pusat Statistik. (2013). Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran, TPAK, dan TPT, 1986-2013. Juli 10, 2014. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=06¬ab =5 Badan Pusat Statistik. (2013). Keadaan Keetenagakerjaan Agustus 2013. Juli 11, 2014. http://www.bps.go.id/brs_file/naker_06nov13.pdf BPS DKI Jakarta. 2014. Keadaan Ketenagakerjaan Di Dki Jakarta Agustus 2014. November 21, 2014. http://www.jakarta.go.id/web/news/2014/05/keadaan-ketenagakerjaan-di-dkijakarta-februari-2014). Koran Perdjoangan. 2014. 84 Item KHL Usulan Buruh. http://www.koranperdjoeangan.com/84item-khl-usulan-buruh.html. 27 November 2014 Metro TV News. (2013). Dewan Pengupahan Usulkan Dua Angka ke Jokowi. September 28, 2014. http://microsite.metrotvnews.com/metronews/read/2013/10/31/5/191689/-DewanPengupahan-Usulkan-Dua-Angka-ke-Jokowi Neuman, W. Lawrence. (2007). Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative Approaches, second edition. Boston: Allyn and Bacon. Rowe, Mary. (2002). Negotiation: Theory and Practice. Cambridge: MIT. November 16, 2014. http://ocw.mit.edu/courses/sloan-school-of-management/15-667-negotiation-and-conflictmanagement-spring-2001/study-materials/negotiation101.pdf Rusli, Hardijan. (2004). Hukum Ketenagakerjaan 2013. Jakarta: Ghalia Indonesia
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014
Simanjuntak, Payaman. (2011). Manajemen Hubungan Industrial. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI Simanjuntak, Payaman. (2011). Manajemen Hubungan Industrial: Serikat Pekerja, Perusahaan, dan Peerintah. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tambunan, Rita Olivia dan Asep. (2005). Upah murah dan kebijakan ekonomi neoliberal. Analisis terhadap kebijakan upah minimum 2005. Discussion Paper No. 3. Jakarta: Trade Union Rights Centre (TURC). Sumber Lembaran Negara dan Daerah Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 No. 39 Presiden Republik Indonesia. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja. Sekretariat Kabinet RI, Jakarta Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1999 tentang Upah Minimum. Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia, Jakarta. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum. Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1239. Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 123 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2014. Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus DKI Jakarta Tahun 2013 Nomor 11024
Dinamika hubungan Tripartit dalam..., Gita Trianti England Mayang Sari Putik Sinaga, FISIP UI, 2014